KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten dan Coumarouna odorata Anbl. DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT
ACEP KOMARA
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten dan Coumarouna odorata Anbl. DI HUTAN PENELITIAN DRAMAGA, BOGOR, JAWA BARAT
ACEP KOMARA
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN ACEP KOMARA. E14202048. Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten dan Coumarouna odorata Anbl. di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pembimbing Cecep Kusmana dan Agus Hikmat Hutan Penelitian Dramaga merupakan salah satu kawasan hutan yang terletak di wilayah Desa Situ Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Hutan ini disamping digunakan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian juga berfungsi sebagai penyangga kehidupan dan sumber plasma nutfah keanekaragaman hayati. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini diarahkan pada kajian yang berkaitan dengan keanekaragaman jenis tumbuhan pada beberapa tegakan yang ada di hutan penelitian tersebut. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi dan struktur tegakan jenis Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten, dan Coumarouna odorata Anbl. Penelitian ini dilakukan antara bulan Mei sampai dengan Juli 2007, dengan objek penelitian tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck. , Hopea bancana (Boerl) Van Slooten dan tegakan Coumarouna odorata Anbl. yang masing-masing berumur 49 tahun dengan jarak tanam 6 m x 6 m, serta permudaan yang ada di sekitar lokasi penelitian. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa jumlah jenis terbanyak pada vegetasi tingkat semai dan pancang terdapat pada tegakan Hopea bancana, masing-masing sebanyak 11 jenis. Sedangkan pada vegetasi tingkat tiang, jumlah jenis paling banyak terdapat pada tegakan Shorea balangeran yaitu 2 jenis.. Jenis tingkat pohon yang terbanyak (2 jenis) pada tegakan Shorea balangeran dan Coumarouna odorata. Pada tegakan Shorea balangeran, jenis yang mendominasi pada tingkat semai, pancang dan tiang adalah Solatri (Calophyllum soulatri) dengan Indeks Nilai Penting (INP) masing-masing sebesar 68.19%, 63.18% dan 175.32%, sedangkan untuk tingkat pohon didominasi oleh Shorea balangeran dengan INP sebesar 91.96%. Pada tegakan Hopea bancana, jenis yang mendominasi pada tingkat semai dan pancang adalah tanaman Dukuh (Lansium domesticum) dengan INP berturut-turut 60.84% dan 39.08%. Pada tegakan Hopea bancana tersebut tidak ditemukan tumbuhan yang termasuk tingkat tiang, sedangkan pada tingkat pohon, hanya terdapat satu jenis yaitu Hopea bancana dengan INP sebesar 85.32%. Pada tegakan Coumarouna odorata, jenis yang mendominasi pada tingkat semai, pancang, dan pohon adalah Joho (Terminalia ballerica), Kaliandra putih (Calliandra marginata) dan Glodokan (Coumarouna odorata) dengan masingmasing INP sebesar 90%, 87.81% dan 243.88% sedangkan pada tingkat tiang tidak ditemukan. Keanekaragaman jenis pada tegakan Shorea balangeran untuk tingkat pertumbuhan semai, tiang dan pohon bernilai rendah (H’< 2.0), sedangkan keanekaragaman jenis tingkat tumbuh pada pancang bernilai sedang (H’ 2.0-< 3.0). Pada tegakan Hopea bancana untuk tingkat pertumbuhan semai dan pancang bernilai sedang (H’ 2.0-< 3.0) sedangkan tingkat pertumbuhan tiang tidak ditemukan dan untuk tingkat pertumbuhan pohon bernilai rendah (H’< 2.0). Pada
tegakan Coumarouna odorata untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang dan pohon bernilai rendah (H’< 2.0) sedangkan untuk tingkat pertumbuhan tiang tidak ditemukan. Pada lokasi penelitian, semua tegakan memiliki komunitas jenis yang tidak sama, baik pada tingkat pohon maupun tingkat permudaannya. Hal tersebut digambarkan dengan nilai IS < 75%. Untuk tegakan Shorea balangeran, jumlah pohon terbanyak ditemukan pada kelas diameter 30-40 cm (17 individu), kemudian diikuti oleh kelas diameter 40-50 cm (12 individu), 50-60 cm (4 individu), 20-30 cm (3 individu), dan 60-70 cm (1 individu). Pada tegakan Hopea bancana, jumlah pohon terbanyak ditemukan pada kelas diameter 30-40 cm (28 individu), kemudian diikuti oleh kelas diameter 4050 cm (13 individu), 20-30 cm (3 individu), dan 50-60 cm (1 individu). Pada tegakan Coumarouna odorata, kelas diameter 20-30 cm memiliki jumlah pohon yang paling banyak, yaitu 13 individu. Selanjutnya diikuti oleh kelas diameter 3040 cm (10 individu), 40-50 cm (5 individu), dan 50-60 cm (2 individu). Kondisi penutupan tajuk di Hutan Penelitian Dramaga hanya terdiri dari satu strata (stratum B) dengan ketinggian antara 20-30 m dan semua tegakan memiliki komposisi jenis yang tidak sama pada setiap tingkat pertumbuhan Kata Kunci: Komposisi Jenis, Struktur Tegakan
Judul Penelitian
: Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten dan Coumarouna odorata Anbl. di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat
Nama Mahasiswa
: ACEP KOMARA
NRP
: E14202048
Menyetujui : Komisi Pembimbing Ketua,
Anggota,
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP : 131 430 799
Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F NIP : 131 865 340
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan IPB
Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr. NIP : 131 578 788
Tanggal :..........................................
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya yang senantiasa selalu istiqamah hingga akhir zaman. Skripsi ini berjudul ”Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hopea bancana V.SI., Shorea balangeran Burck dan Coumarouna odorata Anbl. di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat” dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Dengan segala kerendahaan hati atas selesainya tulisan ini, Penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana MS, dan Bapak Dr. Ir. Agus Hikmat, M.Sc.F selaku dosen pembimbing atas segala bantuan dan bimbingannya. 2. Apa dan Mamah atas segala kasih sayangnya selama ini, adikku tercinta Erry dan keluarga besar di Sumedang atas segala do’a dan dukungannya. 3. Teman-teman BDH’39, teman seperjuangan (Fara, Rika, Bagus, Yosi, Yandi dan Teguh) dan teman-teman BDH’40 (Veve dan Novi) atas kerjasama dan kebersamaan kita selama ini. 4. Semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangannya, namun Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca umumnya. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik untuk menyempurnakan tulisan ini.
Bogor, Oktober 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sumedang tanggal 27 Juli 1983, putra dari pasangan Bapak Rahmat dan Ibu Lilis Juaningsih. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Pada tahun 1990, penulis sekolah di Sekolah Dasar Negeri Margacinta, Kecamatan Sumedang Selatan, Kabupaten Sumedang dan mendapatkan Surat Tanda Tamat Belajar dari Sekolah tersebut pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Sumedang sampai tahun 1999. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Sumedang dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2002, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dengan memilih Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama perkuliahan, penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Sancang-Kamojang, Garut dan di KPH Tasikmalaya, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dari bulan Juni sampai Agustus 2005. Pada bulan Juni sampai Agustus 2006, penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Sukawening, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penulis juga pernah aktif di Forest Management Student Club (FMSC) selama dua tahun dari tahun 2003 sampai 2005. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hopea bancana V.SI., Shorea balangeran Burck dan Coumarouna odorata Anbl. di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat”.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Hopea bancana V.SI., Shorea balangeran Burck dan Coumarouna odorata Anbl. di Hutan
Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa
Barat” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2008
Acep Komara NRP E14202048
DAFTAR ISI DAFTAR ISI.........................................................................................................i DAFTAR TABEL.................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................iv DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................................1 1.2 Tujuan.................................................................................................2 1.3 Manfaat ...............................................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hutan Hujan Tropika ........................................................3 2.2 Stratifikasi Tajuk ................................................................................4 2.3 Klasifikasi Hutan ................................................................................5 2.4 Sifat Taksonomi Jenis.........................................................................7 2.4.1 Taksonomi Jenis Shorea balangeran (Korth.) Burck ...............7 2.4.2 Taksonomi Jenis Hopea bancana (Boerl.) van Slooten .............8 2.4.3 Taksonomi Jenis Coumarouna odorata Anbl ............................9 2.5 Biodiversitas, Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan .......................10 2.6 Beberapa Hasil Penelitian di Hutan Dramaga, Bogor ........................12 BAB III KEADAAN UMUM 3.1 Letak, Luas dan Status Hukum...........................................................13 3.2 Iklim....................................................................................................15 3.3 Tanah ..................................................................................................13 3.4 Topografi dan Ketinggian...................................................................15 3.5 Flora....................................................................................................15 3..6 Fauna .................................................................................................16 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................17 4.2 Bahan dan Alat ...................................................................................17 4.3 Variabel yang Diamati........................................................................17 4.4 Teknik Pengambilan Contoh ..............................................................17
4.4.1 Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan .....................................17 4.4.2 Stratifikasi Tajuk .......................................................................19 4.5 Analisis Data.......................................................................................20 4.5.1 Indeks Nilai Penting (INP) ........................................................20 4.5.2 Indeks Dominansi......................................................................21 4.5.3 Indeks Keanekaragaman Jenis...................................................21 4.5.4 Koefisien Kesamaan Komunitas ...............................................21 4.6 Analisis Struktur Tegakan ..................................................................22 4.6.1 Struktur Horizontal Tegakan .....................................................22 4.6.2 Struktur Vertikal Tegakan .........................................................22 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil....................................................................................................23 5.1.1 Komposisi Jenis.........................................................................23 5.1.2 Dominansi Jenis ........................................................................24 5.1.3 Keanekaragaman Jenis ..............................................................25 5.1.4 Kesamaan Komunitas................................................................25 5.1.5 Struktur Horizontal Tegakan .....................................................26 5.1.6 Struktur Vertikal Tegakan .........................................................26 5.2 Pembahasan ........................................................................................27 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .........................................................................................30 6.2 Saran ...................................................................................................30 DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................31 LAMPIRAN..........................................................................................................33
DAFTAR TABEL Nomor 1. 2. 3.
Halaman Jumlah jenis yang ditemukan pada setiap tegakan di lokasi penelitian....... ....................................................................................... 23 Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada setiap tingkat pertumbuhan vegetasi di lokasi penelitian............................................. 24 Indeks kesamaan komunitas (IS) antar tingkat pertumbuhan pada ketiga tegakan di lokasi penelitian......................................................... 25
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tegakan Shorea balangeran (Korth)............................................... 8 Tegakan Hopea bancana (Boerl) Van Slooten................................ 9 Tegakan Coumarouna odorata Anbl............................................... 10 Peta lokasi penelitian....................................................................... 14 Skema plot pengumpulan data vegetasi di lapangan....................... 18 Pemetaan pohon pada jalur untuk membuat stratifikasi tajuk........ 19 Model struktur tegakan ................................................................... 22 Histogram jumlah jenis di lokasi penelitian.................................... 23 Kerapatan tegakan pohon per hektar di lokasi penelitian................ 24 Struktur horizontal tegakan hutan di lokasi penelitian.................... 26
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Halaman Rekapitulasi nilai INP tingkat semai pada tegakan Shorea balangeran (Korth), Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata (Anbl)...................................................................................................... 34 Rekapitulasi nilai INP tingkat pancang pada tegakan Shorea balangeran (Korth), Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata Anbl........................................................................................... 35 Rekapitulasi nilai INP tingkat tiang pada tegakan Shorea balangeran (Korth), Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata Anbl...................................................................................................... 36 Rekapitulasi nilai INP tingkat pohon pada tegakan Shorea balangeran (Korth), Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata Anbl......................................................................................... 36 Stratifikasi tajuk tegakan Shorea balangeran (Korth).......................... 37 Stratifikasi tajuk tegakan Hopea bancana (Boerl)................................ 38 Stratifikasi tajuk tegakan Coumarouna odorata Anbl.......................... 39
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki arti penting
bagi kehidupan manusia. Hutan dengan berbagai fungsi dan manfaatnya memberikan pengaruh yang sangat besar baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap aspek ekologi, ekonomi dan sosial. Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan manusia
juga
menjadi
semakin
meningkat.
Hal
ini
berdampak
pada
ketergantungan manusia pada sektor kehutanan menjadi semakin meningkat sehingga dapat mempengaruhi kondisi pengelolaan hutan secara lestari, yang dalam perkembangannya diharapkan dapat menambah nilai ekonomi, sementara proses ekologis internal dalam ekosistem hutan tetap terpelihara dengan baik. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1998), hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hutan memiliki komposisi jenis dan struktur yang berbeda bergantung pada kondisi setempat. Hutan dibangun dengan berbagai tujuan, diantaranya untuk tujuan penelitian. Salah satu hutan yang dibangun untuk tujuan penelitian ini adalah Hutan Penelitian Dramaga, Bogor yang dibangun dan dikelola oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Balitbanghut) Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Hutan Penelitian tersebut diantaranya ditanami dengan Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten dan Coumarouna odorata Anbl. yang ditanam pada tahun 1959 dengan jarak tanam 6 m x 6 m. Telah dilakukan beberapa penelitian yang berlokasi di Hutan Penelitian Dramaga
diantaranya
adalah
Amelia
(2006)
yang
menyatakan
bahwa
produktivitas serasah pada tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck. lebih rendah jika dibandingkan dengan tegakan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten. Penelitian yang kedua dilakukan oleh Leo Dita (2007) yang menyatakan bahwa
laju dekomposisi serasah yang tertinggi terdapat pada tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck sebesar 21,44 % . Adapun penelitian mengenai komposisi jenis dan struktur tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck, Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten dan Coumarouna odorata Anbl. belum pernah dilakukan, padahal saat ini ketiga tegakan hutan tersebut sudah mengalami proses perkembangan selama sekitar 50 tahun yang secara morfologi berbentuk tegakan hutan yang didominasi pohonpohon bercabang besar dengan kanopi yang berstrata dengan regenerasi hutannya yang cukup rapat. Kondisi terkini dari masyarakat tumbuhan dari ketiga tegakan hutan tersebut harus diketahui guna menentukan langkah yang tepat bagi upaya pengelolaan hutan penelitian tersebut. 1.2
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji komposisi jenis dan struktur
tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten, dan Coumarouna odorata Anbl. di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor, Jawa Barat. 1.3
Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar bagi
pihak pengelola untuk mengetahui karakteristik tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten, dan Coumarouna odorata Anbl. yang ada di Hutan Penelitian Dramaga Bogor, yang diharapkan berguna bagi pengelolaan hutan tersebut sesuai dengan fungsinya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian dan Ciri-ciri Hutan Hujan Tropika Hutan hujan tropika merupakan komunitas tumbuhan yang bersifat selalu
hijau, selalu basah dengan tinggi tajuk sekurang-kurangnya 30 m serta mengandung spesies-spesies efipit berkayu dan herba yang bersifat efipit (Schimper 1903 dalam Mabberley 1992). Hal serupa juga diutarakan oleh Richard (1966) yang menjelaskan bahwa salah satu ciri penting dari hutan hujan tropika adalah adanya tumbuhan berkayu, tumbuhan pemanjat dan efipit berkayu dalam berbagai ukuran. Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon den mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan (Soerianegara & Indrawan 2002). Menurut Departemen Kehutanan (1992), hutan ialah suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya atau ekosistem. Hutan hujan tropika merupakan jenis wilayah yang paling subur. Tipe hutan ini terdapat di wilayah tropika atau di dekat wilayah tropika di bumi ini, yang menerima curah hujan berlimpah sekitar 2000-4000 mm per tahun. Suhunya tinggi sekitar 250C -260C, dengan kelembaban rata-rata sekitar 80%. Komponen dasar hutan itu adalah pohon tinggi dengan tinggi maksimum rata-rata sekitar 30 m. Salah satu corak yang menonjol adalah sebagian besar tumbuhannya berkayu (Ewusie 1990). Richard (1966) memberikan beberapa ciri hutan hujan tropika, sebagai berikut: a. Hutan hujan tropika terdiri dari berjenis-jenis tumbuhan berkayu dan umumnya kaya akan jenis-jenis dengan ukuran tinggi dan diameter yang besar.
b. Mempunyai banyak jenis-jenis kodominan, tetapi dapat juga hanya terdiri dari beberapa jenis saja. Jenis-jenis memperlihatkan gambaran umum yang sama, yaitu batangnya berbanir, lurus dan tajuknya tidak bercabang. c. Pada umumnya susunan tajuknya terdiri dari dua sampai tiga lapisan, sedangkan tumbuhan bawah terdiri dari perdu dan permudaan atau tunastunas dari jenis-jenis pohon lapisan bawah. d. Selain jenis pohon, pada umumnya mempunyai banyak jenis-jenis efipit, tumbuhan pemanjat, palma dan pandan. e. Merupakan susunan vegetasi klimaks di daerah khatulistiwa, masingmasing jenis tumbuhan di dalamya mempunyai sifat-sifat hidup yang berbeda, tetapi dengan kondisi-kondisi edafis dan klimatologis tertentu mereka membentuk suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan yang seimbang. 2.2
Stratifikasi Tajuk Kanopi dari hutan hujan tropika sering kali terdiri dari berbagai lapisan
tajuk. Formasi hutan yang berbeda memiliki tingkatan strata yang berbeda pula. Dalam suatu masyarakat tumbuhan akan terjadi suatu persaingan antara individu-individu dari suatu jenis atau beberapa jenis, jika tumbuh-tumbuhan tersebut mempunyai kebutuhan yang sama dalam hal hara mineral, air, cahaya dan ruangan. Sebagai akibat adanya persaingan ini, mengakibatkan jenis-jenis tertentu akan lebih berkuasa (dominan) daripada yang lain, maka akan terjadi stratifikasi tumbuhan di dalam hutan. Pohon-pohon yang tinggi dari stratum teratas menguasai pohon-pohon yang lebih rendah dan merupakan jenis-jenis yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan (Soerianegara & Indrawan, 1988). Richard (1966), menyatakan bahwa struktur hutan hujan tropika paling jelas dinyatakan dengan penampakan arsitekturnya, stratifikasi tajuk pohonpohonnya, semak dan tumbuhan bawah. Stratifikasi tajuk dalam hutan hujan tropika umumnya sebagai berikut (Soerianegara & Indrawan 1988): a.
Stratum A merupakan lapisan teratas yang terdiri dari pohon-pohon yang tinggi totalnya lebih dari 30 m. Biasanya tajuknya diskontinyu, batang pohon tinggi dan lurus dengan batang bebas cabang tinggi. Jenis-jenis
pohon dari stratum ini pada waktu mudanya, tingkat semai hingga sapihan (seedling sampai sapling), perlu naungan sekedarnya, tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak. b.
Stratum B terdiri dari pohon-pohon yang tingginya 20-30 m, tajuknya kontinyu, batang pohonnya biasanya banyak bercabang, batang bebas cabang tidak terlalu tinggi. Jenis-jenis pohon dari stratum ini kurang memerlukan cahaya atau tahan naungan (toleran).
c.
Stratum C terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi 4-20 m tajuknya kontinyu. Pohon dalam stratum ini rendah, kecil dan banyak cabang.
d.
Statum D terdiri dari tumbuhan dengan tinggi 1-4 m. Contoh dari startum ini adalah semak-semak, paku-pakuan dan rotan.
e.
Stratum E terdiri tumbuhan kurang dari 1m.
2.3
Klasifikasi Hutan Menurut Departemen Kehutanan (1992), hutan dapat digolongkan untuk
tujuan pengelolaan hutan menurut hal-hal berikut: a.
Susunan jenis. Hutan murni adalah hutan yang hampir semua atau seluruhnya dari jenis yang sama. Hutan campuran ialah hutan yang terdiri dari dua atau lebih jenis pohon. Baik hutan murni maupun campuran dapat berupa tegakan seumur, tidak seumur atau segala umur.
b.
Kerapatan tegakan Pada umumnya, hutan-hutan berbeda dalam hal jumlah dan volume pohon per hektar serta luas bidang dasar. Perbedaan antara sebuah tegakan yang rapat dan jarang, mudah dilihat dengan kriteria pembukaan tajuknya. Sedangkan kerapatan berdasarkan volume, luas bidang dasar dan jumlah batang per hektar, dapat diketahui melalui pengukuran. Untuk keperluan praktis, tiga kelas kerapatan telah dibuat, yaitu: •
Rapat, bila terdapat lebih dari 70 % penutupan tajuk.
•
Cukup, bila terdapat 40-70 % penutupan tajuk.
•
Jarang, bila terdapat kurang dari 40 % penutupan tajuk.
Hutan yang terlalu rapat, pertumbuhannya akan lambat karena persaingan antar individu pohon yang keras terhadap sinar matahari, air dan zat
mineral. Kemacetan pertumbuhan akan terjadi. Tetapi tidak lama, karena persaingan diantara pohon-pohon akan mematikan yang lemah dan penguasaan oleh yang kuat. Sebaliknya, hutan yang terlalu jarang, terbuka atau rawang menghasilkan pohon-pohon dengan tajuk besar dan bercabang banyak dan pendek. Suatu hutan yang dikelola baik ialah hutan yang kerapatannya dipelihara pada tingkat optimum, sehingga pohon-pohonnya dapat dengan penuh memanfaatkan sinar matahari dan zat hara mineral dalam tanah. Dengan demikian hutan yang tajuknya kurang rapat berfungsi kurang efisien kecuali bila areal terbuka, di isi dengan permudaan hutan atau pohon-pohon muda. Tempat-tempat terbuka tersebut biasanya ditumbuhi gulma yang menganggu pertumbuhan jenis pohon utama atau tanaman pokok. c.
Komposisi umur Suatu tegakan disebut seumur, bila ditanam pada waktu bersamaan. Meskipun demikian, ukurannya dapat berlainan, karena laju pertumbuhan yang berbeda. Hutan segala umur terdiri dari pohon-pohon berukuran besar hingga tumbuhan tingkat semai. Jadi meliputi berbagai umur maupun ukuran. Sedangkan hutan tidak seumur ialah hutan yang mempunyai dua atau lebih kelompok umur atau ukuran. Misalnya hutan yang terdiri atas pohon-pohon yang sudah masak tebang, miskin riap dan ukuran pancang saja. Hutan segala umur biasanya penyebaran ukurannya lebih beragam dan jenisnya umumnya lebih toleran terhadap naungan. Sementara hutan seumur umumnya terdiri dari jenis intoleran. Angin topan, penebangan berlebihan, kebakaran dan bencana lain, menciptakan kelompok-kelompok yang tidak seumur.
d.
Tipe hutan Tipe hutan merupakan istilah yang digunakan bagi kelompok tegakan yang mempunyai ciri-ciri yang sama dalam susunan jenis pohon yang dominan.
2.4
Sifat Taksonomi Jenis
2.4.1
Taksonomi Jenis Shorea balangeran (Korth.) Burck. Nama daerah jenis ini adalah balangeran, kahoi, tomi (Kalimantan). Jenis
ini merupakan salah satu jenis anggota famili Dipterocarpaceae yang sering hidup berkelompok di hutan rawa gambut di Brunei Darussalam, Serawak, dan Kalimantan (Borneo). Tinggi pohon dapat mencapai 30 m dan batang tinggi, bila tidak terjadi eksploitasi berlebihan. Memiliki banir yang mencapai tinggi 1,2 m dengan bentuk tipis hingga tebal dan lurus hingga cekung. Tajuk tipis dan terbuka hijau atau hijau pupus. Permukaan pepagan putih kemerah-merahan hingga hitam kemerah-merahan, memiliki lekah penampang V yang dalam dan teratur. Takikan batang pepagan luar terang atau merah karat, pepagan dalam coklat merah dengan pasak-pasak jaringan pengembang yang lebih terang di bawah lekah-lekah. Kayu gubalnya berwarna kuning jerami hingga coklat, kayu terasnya berwarna merah tua. Tipe pepagannya berlekah dangkal. Ranting bundar, penumpu 7 mm x 4 mm, lekas gugur, bundar telur, dan lancip. Tangkai daun 1,3-2,3 cm dengan indumetum pendek, rapat dan berwarna coklat kuning. Daun berbentuk jorong atau bulat telur, berukuran 7-12,8 cm x 3,16,8 cm, dengan ujung yang lancip dan pendek, pangkal membundar, ramping agak berbentuk jantung. Permukaan bawah bila mengering berwarna coklat kekuningkuningan pudar dengan indumetum pendek berupa sisik yang rapat, coklat kuning pada permukaan dan pertulangan daun. Pertulangan daun sekunder 8-10 cm, mula-mula lurus, melengkung hanya dekat tepi daun atau melengkung di seluruh panjangnya, hampir tidak terangkat, bila mengering warnanya sama seperti permukaan daun, pertulangan tersier hampir tidak kelihatan, tegak lurus atau diagonal, domatia tidak ada. Bunga benang sari berjumlah 15, kelopak bunga dengan tiga sayap panjang dan dua sayap pendek. Sayap panjang panjangnya 2,6-3,6 cm x 0,7-0,8 cm, sayap pendek berukuran 1,2-1,5 cm x 0,2-0,3 cm, buah geluknya berukuran 5,6 cm x 3,5 cm. Kayu dari jenis ini dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti untuk bahan bangunan (konstruksi) karena kayunya keras, berukuran besar dan mempunyai keawetan alami yang tinggi. Selain itu juga biasa digunakan sebagai
lantai karena kayunya keras, daya abrasi tinggi, tahan asam, mudah dipaku dan cukup kuat, serta dapat digunakan sebagai bantalan rel kereta api karena kayu ini keras, kuat, kaku, dan awet (Newman 1999).
Gambar 1 Tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck. 2.4.2
Taksonomi Jenis Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten. Pohon yang memiliki nama lokal hopea ini berukuran sedang dengan kulit
kayu berlapis-lapis. Memiliki kayu keras dan ranting kelopak bunga yang keluar berwarna kekuning-kuningan, menempel di daun muda dan di dalam bagian daun bunga, yang keluar dalam pucuk daun. Pucuknya kecil, daun penunjangnya tidak kelihatan. Panjang daunnya 3,5-7,5 cm, bentuknya bulat telur dan berkulit semu, ujungnya runcing sampai 1,5 cm panjangnya. Tulang daunnya enam sampai delapan pasang dan tipis. Tangkai daun panjangnya 11-14 mm dan tipis. Sedangkan panjang malainya sampai 8 cm. berdahan tunggal panjangnya sampai 2 cm dan berbentuk bulat panjang (oval), dua kelopak bunganya yang keluar berbentuk oval, runcing, pucuk bunganya tiga dengan panjang 2 mm, serta benangsari 15. Buah panjangnya 2 mm dan keras, berbentuk bulat telur dan bergetah. Bijinya sampai sembilan yang masing-masing 6 mm. Pohon ini biasanya tumbuh di dataran rendah, dengan penyebaran ke Malesiana, dipusatkan di pulau Sumatera (Newman 1999).
Gambar 2 Tegakan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten. 2.4.3
Taksonomi Jenis Coumarouna odorata Anbl. Coumarouna odorata Anbl. merupakan jenis pohon asli dari negara tropis
Amerika Selatan, yang memiliki nama lokal: glodokan (Indonesia), cumaru, cumaru amarelo, cumaru roxo, kumbaru, muirapaye ( Brazil); cumara, cuamara (Guyana); sarrapia (Kolumbia); guayae, faux, fevetonka, faux gaiac (Perancis Guiana); angustura, serrapia, yape (Venezuela); ebo ( Costa Rica, Topi dari pohon palem, Honduras); tonka kacang (Inggris). Jenis ini merupakan salah satu jenis anggota sub famili Papilionoideae (Leguminosae). Cumaru adalah suatu pohon besar yang menyangga hutan utama, dengan tinggi mencapai 30 m. Batang silindris dengan warna kuning kecoklatan, bercabang pendek mencapai 1m, berdaun muda pada tangkai, dengan bentuk elliptical-oblong tidak simetris, Panicle susunan bunga di tangkai adalah terminal, berbau harum. Buah berbentuk bulat telur, berbiji dengan ukuran 5-7 cm, berdiameter 3 cm berwarna hijau kekuningan. Cumaru berkembang setelah musim kemarau, pertumbuhannya sangat dipengaruhi curah hujan dan buahnya masak 9 bulan kemudian (Loureiro. 1979. http://www.fao.org/docrep/v0784e/ v0784e0x.htm).
Gambar 3 Tegakan Coumarouna odorata Anbl. 2.5 Biodiversitas, Komposisi dan Struktur Tegakan Biodiversitas atau keanekaragaman hayati merupakan istilah yang menyatakan terdapatnya berbagai macam variasi bentuk, penampilan, jumlah dan sifat dari derajat keanekaragaman alam, yang mencakup jumlah maupun frekuensi ekosistem dan spesies maupun gen yang ada di dalam wilayah tertentu. Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1994 tentang konvensi PBB mengenai keanekaragaman hayati, pengertian biodiversitas adalah keanekaragaman di antara daratan, lautan dan ekosistem akuatik lainnya serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies dan ekosistem (Soemarwoto 2001). Selain itu keanekaragaman hayati merupakan jumlah jenis yang dapat ditinjau dari tiga tingkat keragaman alamiah, termasuk jumlah dan frekuensi ekosistem, spesies atau gen dalam suatu kumpulan. Adapun tingkatan keanekaragaman hayati adalah sebagai berikut: 1). Keanekaragaman genetik; 2). Keanekaragaman spesies; 3). Keanekaragaman ekosistem (Mc Neely 1992). Kekayaan floristik merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang sangat erat kaitannya dengan kondisi lingkungan, seperti iklim, tanah, cahaya, dimana faktor tersebut membentuk tegakan hutan yang klimaks (MuellerDombois & Ellenberg 1974). Richard (1964) menggunakan istilah komposisi jenis untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon di dalam hutan. Selanjutnya dinyatakan juga bahwa
ciri hutan hujan tropika yang menyolok adalah mayoritas penutupnya terdiri dari tumbuhan berkayu berbentuk pohon. Pada komunitas yang lebih stabil, keanekaragaman jenis lebih besar dari komunitas yang sederhana dan cenderung untuk memuncak pada tingkat permudaan dan pertengahan dari proses suksesi dan akan menurun lagi pada tingkat klimaks (Margalef 1968 dalam Odum 1971). Odum (1971) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis cenderung lebih tinggi di dalam komunitas yang lebih tua dan rendah didalam komnitas yang cenderung baru terbentuk. Kemantapan habitat merupakan faktor utama yang mengatur keanekaragaman jenis. Istilah struktur menerangkan sebaran individu tumbuhan dalam lapisan tajuk (Richard 1964) sedangkan Danserau (1957) dalam Dumbois dan Ellenberg (1974) mendefenisikan struktur sebagai organisasi dalam ruang dari individuindividu pembentuk tegakan. Kershaw (1964) dalam Mueller dan Ellenberg (1974) membedakan komponen struktur vegetasi menjadi tiga, yaitu: 1.
Struktur vertikal (stratifikasi)
2.
Struktur horizontal (distribusi ruang dari jenis-jenis dan individu-individu)
3.
Struktur kuantitatif (kelimpahan masing-masing jenis dalam komunitas)
Sedangkan dalam ekologi dikenal lima struktur vegetasi, yaitu: 1) fisiognami vegetasi; 2) struktur biomassa; 3) struktur bentuk hidup; 4) struktur floristik; 5) struktur tegakan (Mueller & Ellenberg 1974). Definisi lain strukur hutan dikemukakan oleh Suhendang (1985) yang menyatakan bahwa struktur tegakan hutan merupakan hubungan fungsionil antara kerapatan pohon dengan diameternya. Oleh karenanya, struktur tegakan akan dapat dipakai untuk menduga kerapatan pohon pada berbagai kelas diameternya apabila dugaan parameter struktur tegakan dan jumlah pohon secara total diketahui.
2.6 Beberapa Hasil Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga, Bogor Beberapa penelitian yang telah dilakukan di Hutan Penelitian Dramaga mengenai tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck dan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten, yaitu pendugaan laju dekomposisi serasah daun Shorea balangeran (Korth) Burck dan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten dan pendugaan produktivitas serasah selama musim hujan pada tegakan Shorea balangeran (Korth) Burck dan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa laju dekomposisi serasah daun Shorea balangeran
dan Hopea bancana selama 12 minggu mengalami
penyusutan bobot kering masing-masing sebesar 47,64% dan 46,86% dari berat awal, dengan rata-rata laju dekomposisi masing-masing sebesar 7,18% dan 7,14% perminggunya. Laju dekomposisi serasah tertinggi, baik pada jenis Shorea balangeran maupun jenis Hopea bancana terjadi pada minggu kesatu yaitu masing-masing 21,44% dan 21,72% (Leo Dita 2007). Pada penelitian pendugaan produktivitas serasah selama musim hujan pada tegakan Shorea balangeran (Korth) Burck dan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten. menunjukkan bahwa
produktivitas serasah pada tegakan Shorea
balangeran selama musim hujan diduga sebesar 6,92 ton/ha/ton, sedangkan Hopea bancana selama musim hujan diduga sebesar 15,17% ton/ha/thn.
BAB III KEADAAN UMUM 3.1
Letak, Luas dan Status Hukum Hutan Penelitian Dramaga menurut administrasi pemerintahan termasuk
ke dalam wilayah Desa Situ Gede dan Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Batasan secara geografis lokasi penelitian terletak pada 6033’8” sampai dengan 6033’38” LS dan 106044’50” sampai dengan 1060105’19” BT. Jarak lokasi ini dari Bogor sekitar 9 km ke arah Barat. Luas Hutan Penelitian Dramaga secara keseluruhan adalah 57,75 ha, dimana seluas 10 ha digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research). Status hutan penelitian ini merupakan milik Departemen Kehutanan RI c.q. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan (Departemen Kehutanan, 1994). Untuk lebih jelasnya lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 3.2
Iklim Berdasarkan data iklim selama 10 tahun (1995-2005) yang direkam oleh
Stasiun Klimatologi Dramaga, suhu rata-rata tertinggi pada kawasan ini terjadi pada bulan Juni sebesar 27,5 0C dan terendah terjadi pada bulan Februari, sebesar 24 0C. Kelembaban relatif rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Februari, sebesar 81%. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Februari, sebesar 1117,2 mm dan terendah terjadi pada bulan Agustus sebesar 9,8 mm. Menurut sistem klasifikasi iklim Schmidth dan Ferguson, kawasan ini beriklim basah (tipe hujan A), dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.940 mm (Departemen Kehutanan, 1994).
3.3
Tanah Tanah di areal Hutan Penelitian Dramaga adalah jenis latosol coklat
kemerahan. Bahan induknya berupa tuf volkan intermedier yang dicirikan dengan lapisan setebal ± 17 cm, berwarna kuning kemerahan (7,5 YR 6/8, lembab) pada kedalaman 150-167 cm, di bawah lapisan ini terdapat lapisan lain yang warna dan teksturnya dapat dikatakan sama dengan tanah di atas lapisan bahan induk. Tanah latosol pada lapisan atas berwarna coklat tua kemerahan (5 YR 3/3, lembab) dan berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam (5 YR, ¾ lembab). Tekstur tanahnya berupa liat sampai liat berdebu (halus), struktur gumpal sampai remah, konsistensi gembur, liat plastis, solum sangat dalam, batas lapisan baur, drainase sedang sampai baik dan air tanahnya dalam (8-12 meter). Reaksi tanah masam sampai sedang (pH 5,0-6,0), kadar C organik dan N sedang pada lapisan atas, rendah sampai sedang pada lapisan bawah, kadar P2O5 sangat tinggi, sedangkan K2O sangat rendah di semua lapisan. Kejenuhan basa rendah dan permeabilitas sedang, yaitu 4,31 cm/jam pada lapisan atas dan 0,22 cm/jam pada lapisan bawah (Departemen Kehutanan, 1994). 3.4
Topografi dan Ketinggian Bentuk wilayah Hutan Penelitian Dramaga adalah datar sampai agak
berombak dengan kelerengan 0-6 % dan berada pada ketinggian 244 meter dari permukaan laut (Departemen Kehutanan, 1994). 3.5
Flora Sejak tahun 1956 sampai dengan 1998 di Hutan Penelitian Dramaga telah
diintroduksi sebanyak 130 jenis tumbuhan, terdiri dari 127 jenis pohon, satu jenis bambu, satu jenis rotan dan satu jenis palmae. Jenis tumbuhan tersebut meliputi 88 marga dan 43 famili. Berdasarkan daerah penyebaran alaminya, jenis tumbuhan tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu jenis tumbuhan asing (penyebaran alaminya di luar Indonesia) sebanyak 42 jenis meliputi 35 marga dan 19 famili dan jenis tumbuhan asli (penyebaran alaminya di Indonesia) sebanyak 88 jenis, terdiri dari 85 jenis pohon, satu jenis bambu, satu jenis rotan dan satu jenis palmae. Jenis pohon asing terdiri dari jenis-jenis pohon yang termasuk: 1. Kelompok daun jarum (Gymnospermae) sebanyak tiga jenis, semuanya dari marga Pinus, famili Pinaceae.
2. Kelompok daun lebar (Angiospermae) sebanyak 39 jenis yang mencakup 34 marga dan 18 famili dimana jenis yang paling banyak adalah jenis dari Khaya dan Terminalia, masing-masing tiga jenis. Berdasarkan asal benihnya, jenis pohon asing tersebut berasal dari negara yang beriklim tropis dan sub-tropis. Jenis pohon asli Indonesia terdiri dari jenis-jenis pohon yang termasuk: 1. Kelompok daun jarum (Gymnospermae) sebanyak tiga jenis yaitu dari marga Agathis (famili Araucariaceae), Pinus (famili Pinaceae) dan Podocarpus (famili Podocarpaceae). 2. Kelompok daun lebar (Angiospermae) sebanyak 82 jenis, mencakup 56 marga dan 34 famili dimana jenis yang paling banyak adalah jenis dari marga Shorea (10 jenis), Eugenia (lima jenis), Dipterocaroaceae (94 jenis) dan Hopea (empat jenis). Berdasarkan asal benihnya, jenis pohon asli Indonesia berasal dari hampir seluruh pulau besar yang ada di Indonesia, mencakup Indonesia bagian barat, tengah dan timur (Departemen Kehutanan, 1994). 3.6
Fauna Jenis-jenis fauna yang hidup di kawasan Hutan Penelitian Dramaga tidak
begitu banyak. Hal ini disebabkan oleh luasannya yang tidak begitu besar dan dekat dengan perkampungan penduduk. Fauna tersebut antara lain berbagai jenis burung (Aves), ular tanah (Agkistrodon rhodostoma), tupai atau bajing (Lariscus sp.), Musang (Paradoxurus hermaproditus), dan berbagai jenis serangga (Departemen Kehutanan, 1994).
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan Juli 2007.
Penelitian ini dilaksanakan di Hutan Penelitian Dramaga yang berada di Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat, dengan objek penelitian tegakan Shorea balangeran (Korth.) Burck., Hopea bancana (Boerl) Van Slooten dan tegakan Coumarouna odorata Anbl. yang masing-masing berumur 49 tahun dengan jarak tanam 6 m x 6 m. 4.2
Bahan dan Alat Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kompas sebagai alat untuk menentukan arah rintisan. 2. Haga meter untuk mengukur tinggi pohon. 3. Phiband untuk mengukur diameter pohon. 4. Pita ukur 100m untuk mengukur petak contoh di lapangan. 5. Tambang atau tali rafia untuk memberi tanda batas petak contoh di lapangan. 6. Tally sheet, alat tulis, kertas milimeter blok dan buku catatan.
4.3
Variabel yang Diamati Variabel-variabel yang diamati dalam peneltian ini adalah jumlah individu,
diameter dan tinggi pohon (tinggi total dan tinggi bebas cabang). Selain itu, untuk kepentingan pembuatan profil diagram tegakan, variabel yang diamati adalah posisi batang pohon, bentuk tajuk dan bentuk percabangan utama. 4.4 Teknik Pengambilan Contoh 4.4.1 Komposisi Jenis dan Struktur Tegakan Pengambilan contoh vegetasi di lapangan dilakukan dengan unit contoh berupa petak contoh yang merupakan kombinasi antara jalur dengan garis berpetak, dimana untuk tingkat pohon dilakukan cara jalur sedangkan untuk tingkat semai, pancang dan tiang digunakan cara garis berpetak (Soerianegara dan Indrawan 1988). Ukuran petak yang digunakan yaitu 20 m x 20 m untuk tingkat
pohon,
10 m x 10 m untuk tingkat tiang, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang dan
2m x 2 m untuk tingkat semai. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan: 1.
Pohon adalah semua pohon dengan diameter batang sama dengan atau lebih dari 20 cm (≥20 cm).
2.
Tiang adalah permudaan pohon dengan diameter batang antara 1020 cm.
3.
Pancang adalah permudaan pohon dengan diameter batang < 10 cm dan tinggi diatas 1,5 m.
4.
Semai adalah permudaan pohon mulai dari kecambah sampai dengan tinggi 1,5 m.
Adapun cara pengambilan petak contoh dan pengukuran di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Panjang jalur sepanjang batas lebar hutan dan lebar jalur 20 m. Dalam satu tegakan dibuat dua jalur. Penempatan unit contoh jalur dilakukan dengan teknik sampling berupa systematic sampling with random starts. 2. Petak contoh dibuat secara nested sampling (petak bertingkat) yaitu 20 m x 20 m untuk tingkat pohon, 10 m x 10 m untuk tingkat tiang, 5 m x 5 m untuk tingkat pancang dan 2 m x 2 m untuk tingkat semai (Gambar 5). 3. Untuk tingkat pohon dan tiang, data yang dikumpulkan meliputi nama
jenis, jumlah individu, tinggi total dan tinggi bebas cabang serta diameter batang. Sedangkan untuk tingkat pancang dan semai data yang dikumpulkan meliputi nama jenis dan jumlah individu tiap jenis.
Gambar 5 Skema plot pengumpulan data vegetasi di lapangan.
4.4.2
Stratifikasi Tajuk Stratifikasi tajuk dilakukan dengan menggunakan metode diagram profil
tajuk dengan panjang 50 m dan lebar 10 m (Gambar 6). Data diambil dengan mengukur proyeksi tajuk ke tanah. Data-data yang diperlukan untuk stratifikasi tajuk ialah: 1.
Posisi pohon dalam jalur, yang diukur dari arah yang sama secara berurutan dan jarak awal pengukuran ke pohon. Kemudian pohonpohon dalam jalur pengamatan dipetakan.
2.
Tinggi total dan tinggi bebas cabang serta tinggi cabang kedua bila memungkinkan.
3.
Proyeksi dari tajuk ke tanah (lebar tajuk tiap pohon).
4.
Diameter setinggi dada (130 cm) atau diameter 20 cm di atas banir bila pohon berbanir.
5.
Penggambaran di lapangan berupa sketsa dari bentuk percabangan utama, bentuk tajuk, arah condong dari batang dan sketsa dari masing-masing pohon. Semua kegiatan penggambaran dan pembuatan sketsa dilakukan pada kertas milimeter blok sesuai dengan posisi dan kedudukan serta ukuran masing-masing pohon dalam plot pengamatan dengan skala tertentu. 50m
: posisi pohon dalam jalur 1,2, 3...n : nomor pohon Gambar 6 Pemetaan pohon pada jalur untuk membuat stratifikasi tajuk. Untuk memudahkan kegiatan pemetaaan, jalur pemetaaan dibagi menjadi plot-plot berukuran 10 m x 10 m. Kemudian untuk penentuan koordinat dari pohon-pohon yang ada, maka sisi panjang diangggap sebagai sumbu x dan sisi lebarnya dianggap sebagai sumbu y. Pengamatan pengukuran proyeksi tajuk terhadap lantai hutan dilakukan dengan bantuan 3 orang. Masing-masing berdiri tepat di bawah ujung dari tajuk
pohon yang diamati dan menyatakan posisinya (arah dan jarak tepi plot yang di jadikan sebagai sumbu koordinat). 4.5
Analisis Data Untuk mengetahui gambaran tentang komposisi jenis pada tegakan yang
menjadi objek penelitian, dilakukan perhitungan terhadap parameter yang meliputi nilai indeks penting, indeks dominansi, indeks keanekaragaman jenis dan indeks kesamaan komunitas. 4.5.1 Indeks Nilai Penting (INP) Indeks nilai penting diperoleh dari: INP = KR + FR + DR (untuk tingkat pohon dan tiang), dan INP = KR + FR (untuk tingkat pancang dan semai) Dimana a. Kerapatan Relatif (KR) KR = Kerapatan suatu jenis (K) x 100 % Kerapatan seluruh jenis b. Kerapatan (K) K = Jumlah individu suatu jenis (N/Ha) Luas plot c. Frekuensi Relatif (FR) FR = Frekuensi suatu jenis x 100 % Frekuensi seluruh jenis d. Frekuensi (F) F = Jumlah plot ditemukan suatu jenis Jumlah seluruh plot e. Dominansi Relatif (DR) DR = Dominansi suatu jenis x 100 % Dominansi seluruh jenis f. Dominansi (D) D = Jumlah bidang dasar suatu jenis Luas plot
4.5.2 Indeks Dominansi Indeks
Dominansi
digunakan
untuk
mengetahui
pemusatan
dan
penyebaran jenis dominan. Untuk mengetahui indeks dominansi digunakan rumus sebagai berikut (Misra 1980) C = ∑ (ni/N)2, dimana : ni = INP jenis ke i; N = total INP; C = indeks Dominansi 4.5.3 Indeks Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis ditentukan dengan menggunakan rumus Shanon Index of General Diversity (Misra 1980) n
H’ = -∑ [ ni/N In ni/N] , dimana: i=1
H’ = Shanon Index of General Diversity ni = INP jenis ke i N = Total INP semua jenis Nilai
H’ <2.0 menunjukkan keanekaragaman jenis yang rendah, H’
bernilai 2.0 - < 3.0 menunjukkan keanekaragaman jenis yang sedang dan nilai H’ ≥ 3.0 menunjukkan keanekaragaman jenis yang tinggi. 4.5.4 Koefisien Kesamaan Komunitas Untuk mengetahui kesamaan komunitas vegetasi antara dua tegakan yang dibandingkan digunakan rumus sebagai berikut: IS =
2w x 100% , dimana a+b
IS = Indeks kesamaan komunitas a = Jumlah jenis pada komunitas a b = Jumlah jenis pada komunitas b w = Jumlah jenis pada contoh yang ditemukan pada dua tegakan yang dibandingkan Dari nilai kesamaan komunitas (IS) dapat ditentukan koefisien ketidaksamaan komunitas (ID) yang besarnya ialah 100-IS. Besarnya indeks kesamaan antar dua komunitas berkisar antara 0% (komposisi jenis yang tidak sama) sampai 100% (komposisi jenis yang sama). Menurut Kusmana dan Istomo
(2005), IS dikatakan berbeda sama sekali apabila nilainya adalah 0% dan umumnya dua komunitas dianggap sama apabila mempunyai IS ≥ 75%. 4.6 Analisis Struktur Tegakan 4.6.1 Struktur Horizontal Tegakan Struktur tegakan dibuat dengan membuat hubungan antara kelas diameter setinggi dada (cm) dengan kerapatan pohon (jumlah pohon per hektar). Kerapatan pohon (jumlah pohon per hektar) diletakkan pada sumbu y, sedangkan kelas diameter sebagai absis. Meyer et al. (1961) menyatakan bahwa umumnya untuk hutan normal grafik struktur tegakannya berupa huruf “J” terbalik sepeti yang terlihat pada Gambar 7.
Gambar 7 Model struktur tegakan. 4.6.2
Struktur Vertikal Tegakan (Stratifikasi Tajuk) Stratifikasi tajuk disajikan dalam suatu diagram profil tegakan yang
menggambarkan proyeksi tegakan dari atas (proyeksi tajuk-tajuk pada lantai hutan) dan proyeksi tegakan dari muka atau samping.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Komposisi Jenis Jumlah jenis yang dijumpai pada setiap pertumbuhan pada masing-masing tegakan (Shorea balangeran (Korth.) Burck. Hopea bancana (Boerl) Van Slooten dan Coumarouna odorata Anbl. dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah jenis yang ditemukan pada setiap tegakan di lokasi penelitian Tingkat Pertumbuhan
Tegakan Shorea
Semai
Pancang
Tiang
Pohon
6
7
2
2
11
11
-
1
4
5
-
2
balangeran
(Korth.) Burck. Hopea bancana (Boerl) Van Slooten Coumarouna
odorata
Anbl
Berdasarkan data pada Tabel 1 dapat dibuat histogram untuk mempermudah melihat komposisi jenis setiap tingkat perumbuhan vegetasi, yang
Jumlah Jenis
diperlihatkan pada Gambar 8. 12 10 8
Semai Pancang Tiang Pohon
6 4 2 0 Shorea balangeran
Hopea bancana
Coum arouna odorata
Gambar 8 Histogram jumlah jenis pada setiap tegakan di lokasi penelitian. Kerapatan pohon per hektar yang ditemukan di lokasi penelitian dapat dilihat dalam Gambar 9. 250 Kerapatan Pohon/Ha
200 150 100 50
Gambar 9 Kerapatan tegakan pohon per hektar di lokasi penelitian. Berdasarkan Gambar 9, dapat diketahui bahwa tegakan yang memiliki kerapatan pohon terbesar adalah tegakan Hopea bancana, yaitu sebesar 225 pohon/hektar. Sedangkan tegakan Shorea balangeran dan Coumarouna odorata mempunyai kerapatan pohon berturut-turut sebesar 161 pohon/hektar dan 120 pohon/hektar. 5.1.2. Dominansi Jenis Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan (Lampiran 1, 2 , 3 dan 4), dapat diketahui bahwa pada tegakan Shorea balangeran, jenis yang mendominasi pada tingkat semai, pancang dan tiang adalah Solatri (Calophyllum soulatri) dengan INP masing-masing sebesar 68.19%, 63.18% dan 175.32%, sedangkan untuk tingkat pohon didominasi oleh Shorea (Shorea balangeran) dengan INP sebesar 91.96%. Pada tegakan Hopea bancana, jenis yang mendominasi pada tingkat semai dan pancang adalah Dukuh (Lansium domesticum) dengan INP berturutturut 60.84% dan 39.08%. Pada tegakan Hopea bancana tersebut tidak ditemukan tumbuhan yang termasuk tingkat tiang, sedangkan tingkat pohon didominasi oleh Hopea bancana dengan memiliki INP sebesar 85.32%. Pada tegakan Coumarouna odorata, jenis yang dominan adalah Joho (Terminalia balleirica) dengan INP sebesar 90% pada tingkat semai. Kaliandra putih (Calliandra marginata) dengan INP sebesar 87.18%, sedangkan tumbuhan tingkat tiang tidak ditemukan dan pada tingkat pohon didominasi oleh Glodokan (Coumarouna odorata) dengan INP sebesar 79.08%. 5.1.3. Keanekaragaman Jenis Berdasarkan
hasil
perhitungan,
besarnya Indeks Keanekaragaman
Shannon-Wiener untuk masing-masing tegakan hutan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel
2
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pada setiap tingkat pertumbuhan di lokasi peneltian. Tingkat Pertumbuhan Tegakan Semai Pancang Tiang Pohon
Shorea balangeran (Korth,) Burck Hopea bancana (Boerl) Van Slooten Coumarouna odorata Anbl
1.56
2.37
0.70
0.49
2.18
2.61
-
1
1.28
1.63
-
0.53
Tabel 2 menunjukkan bahwa keanekaragaman tingkat pertumbuhan pada tegakan Shorea balangeran untuk tingkat pertumbuhan semai, tiang dan pohon bernilai rendah (H’< 2.0), sedangkan keanekaragaman tingkat pertumbuhan pada tingkat pertumbuhan pancang bernilai sedang (H’ 2.0-< 3.0). Pada tegakan Hopea bancana untuk tingkat pertumbuhan semai dan pancang keanekaragaman jenis bernilai sedang (H’ 2.0-< 3.0) dan untuk tingkat pertumbuhan pohon keanekaragaman jenis bernilai rendah (H’< 2.0). Pada tegakan Coumarouna odorata untuk tingkat pertumbuhan semai, pancang dan pohon keanekaragaman jenis bernilai rendah (H’< 2.0).Tingkat pertumbuhan tiang tidak ditemukan di tegakan Hopea bancana. 5.1.4. Kesamaan Komunitas (Index of Similarity) Nilai Kesamaan Komunitas (Index of Similarity) antar tingkat pertumbuhan pada ketiga tegakan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Indeks kesamaan komunitas (IS) antar tingkat pertumbuhan pada ketiga tegakan di lokasi penelitian Tingkat Vegetasi Tegakan Semai Pancang Tiang Pohon Shorea vs Hopea
0
19.31 %
0
0
Shorea vs Coumarouna
4.52 %
16.03 %
0
18.71 %
Hopea vs Coumarouna
0
12.18 %
0
0
Berdasarkan data Tabel 3, dapat dijelaskan bahwa semua tegakan memiliki komposisi jenis yang tidak sama pada setiap tingkat pertumbuhan. Hal tersebut digambarkan dengan nilai IS < 75 %.
5.1.5
Struktur Horizontal Tegakan Struktur
horizontal
tegakan
hutan
untuk
semua
tegakan
yang
menggambarkan hubungan antara kerapatan pohon per hektar dan kelas diameter dapat dilihat pada Gambar 10. 30
Kerapatan Pohon/ha
25 20 Shorea balangeran Hopea bancana
15
Coumarouna odorata 10 5 0 20-30
30-40
40-50
50-60
60-70
Kelas Diameter (cm)
Gambar 10 Struktur horizontal tegakan hutan di lokasi penelitian. Berdasarkan Gambar 10, dapat diketahui bahwa pada umumnya semakin besar ukuran diameter pohon, maka semakin sedikit jumlah individu pohon. Penurunan jumlah individu tersebut bertendensi mengikuti huruf J terbalik. 5.1.6. Stratifikasi Tajuk Pada lokasi penelitian terlihat bahwa strata tajuk ketiga tegakan hampir seragam atau terdiri dari satu lapisan yaitu lapisan dengan tinggi sekitar 20-30 m (strata B) (Lampiran 5, 6 dan 7). Pepohonan ini tumbuh lebih berdekatan. Tajuk sering membulat dan memanjang. Struktur tegakan menggambarkan kondisi suatu tegakan hutan dimana struktur tegakan ini dapat dilihat berdasarkan tingkat kerapatan. Struktur tegakan dapat dilihat, baik secara vertikal maupun horizontal. Stratifikasi tajuk, berkaitan erat dengan penguasaan tempat tumbuh yang dipandu oleh besarnya energi dari cahaya matahari, ketersediaan air tanah dan hara mineral bagi pertumbuhan individu komponen masyarakat tersebut. Pada tegakan Shorea balangeran terlihat bahwa tegakan tersebut hanya memiliki satu lapisan tajuk yaitu strata B dengan didominasi oleh pohon Shorea dan kemenyan merah (Styrax benzoin). Lapisan tajuk yang sama juga ditemukan pada tegakan Hopea bancana dan Coumarouna odorata.
Pohon di tegakan Shorea balangeran memiliki rata-rata tinggi bebas cabang 15 m dengan tinggi total 28 m dan diameter 34.1 cm, di tegakan Hopea bancana memiliki tinggi bebas cabang 16 m dengan tinggi total 26 m dan diameter 35.3 cm, dan di tegakan Coumourouna odorata memiliki tinggi bebas cabang 13 m dengan tinggi total 22 m dan diameter 25.1 cm.
5.2. Pembahasan Menurut Richard (1964), istilah komposisi jenis digunakan untuk menyatakan keberadaan jenis-jenis pohon dalam hutan. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, dapat diketahui bahwa jumlah jenis terbanyak pada tingkat semai dan pancang terdapat pada tegakan Hopea bancana, masing-masing sebanyak 11 jenis. Sedangkan pada tingkat tiang, jumlah jenis terbanyak terdapat pada tegakan Shorea balangeran yaitu sebanyak 2 jenis. Jumlah jenis tingkat pohon pada tegakan Shorea balangeran dan Coumarouna odorata memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 2 jenis. Adanya variasi dari jenis-jenis yang dominan dan kodominan pada setiap tingkat pertumbuhan memberikan pengertian bahwa jenis dominan pada suatu tingkat pertumbuhan tidak selalu dominan pada tingkat pertumbuhan yang lain. Dominansi dari jenis-jenis yang ada pada tegakan yang diamati dapat dilihat dari besarnya Indeks Nilai Penting (INP). Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk mengetahui tingkat dominansi atau penguasaan suatu jenis dalam suatu komunitas. Jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) terbesar merupakan jenis yang paling dominan atau berarti pula jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaian terhadap tempat tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan jenis lain. Di dalam masyarakat hutan, sebagai akibat adanya persaingan, jenis-jenis tertentu lebih berkuasa (dominan) daripada jenis lainnya. Pohon-pohon tinggi dari stratum (lapisan) teratas mengalahkan atau menguasai pohon-pohon yang lebih rendah, dan merupakan jenis-jenis pohon yang mencirikan masyarakat hutan yang bersangkutan (Soerianegara & Indrawan 2002). Untuk jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi dan seterusnya hingga terendah, menunjukkan urutan peranan atau penyesuaian jenis
dalam persaingan pertumbuhan yang terjadi pada saat ini, sedangkan di masa mendatang akan sangat tergantung pada sifat-sifat lain semasa pertumbuhan secara keseluruhan. Secara umum, tumbuhan dengan INP tinggi mempunyai daya adaptasi, daya kompetisi dan kemampuan reproduksi yang lebih baik dibandingkan dengan tumbuhan yang lain dalam satu lahan tertentu. Dominannya jenis-jenis yang ada dikarenakan jenis-jenis tersebut ditemukan dalam jumlah yang banyak dan kerapatannya tinggi, tersebar merata di seluruh areal penelitian, sedangkan untuk tingkat tiang serta pohon memiliki diameter yang besar. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kerapatan pohon pada tegakan Hopea bancana memiliki nilai yang paling besar, hal tersebut menggambarkan bahwa tanaman tersebut memiliki kesesuaian tempat tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan jenis lainnya. Indeks keanekaragaman jenis secara keseluruhan pada ketiga tegakan yang diteliti bernilai rendah
(H’< 2.0) sampai sedang (H’ 2.0< 3.0). Hal ini
menunjukkan ketiga tegakan yang diteliti memiliki jumlah yang relatif sedikit dan rentan terhadap gangguan. Stratifikasi tajuk dapat digunakan untuk melihat pola pemanfaatan cahaya serta dapat pula digunakan untuk melihat jenis-jenis pohon dominan dan jenisjenis pohon yang dapat tumbuh di bawah naungan (toleran). Dalam sebuah kanopi hutan, pohon-pohon dan tumbuhan terna menempati tingkat yang berbeda dan dalam hutan hujan tropika akan ditemukan tiga sampai lima strata (Misra, 1980). Suatu masyarakat tumbuhan akan terjadi persaingan antara individuindividu dari satu jenis atau berbagai jenis. Jika mereka mempunyai kebutuhan yang sama dalam hal hara, mineral, tanah, air, cahaya dan ruangan. Sebagai akibat adanya persaingan ini, mengakibatkan jenis-jenis tertentu akan lebih menguasai atau dominan dari yang lalin, maka akan terjadi stratifikasi tajuk tumbuhan di dalam hutan (Soerianegara & Indrawan 1988). Di dalam masyarakat tumbuhan, seperti hutan, terjadi persaingan antara individu-individu suatu jenis (spesies) atau berbagai jenis, dalam hal mendapatkan mineral tanah, tropika air cahaya dan ruang. Hutan hujan tropika terkenal dengan adanya pelapisan atau stratifikasi tajuk, namun pada lokasi penelitian hanya terapat satu lapisan dikarenakan ditanam pada tahun tanam yang sama yaitu tahun
1959 dengan jarak tanam yang sama 6 m x 6 m, sehingga rata-rata pertumbuhan di setiap tegakan hampir seragam.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan 1. Pada tegakan Shorea balangeran, untuk tingkat semai, pancang, dan tiang didominasi oleh jenis Solatri (Calophyllum soulatri) sedangkan pada tingkat pohon didominasi oleh Shorea balangeran. 2. Tegakan Hopea bancana, didominasi oleh jenis Dukuh (Lansium domesticum) pada tingkat semai dan pancang namun tidak ditemukan jenis tumbuhan pada tingkat tiang, sedangkan pada tingkat pohon hanya ditemukan satu jenis, yaitu Hopea bancana. 3. Pada tegakan Coumarouna odorata, jenis yang mendominasi pada tingkat semai adalah jenis Joho (Terminalia bellirica) dan Kaliandra putih (Calliandra marginata), dan pada tingkat pohon didominasi oleh Glodokan (Coumarouna odorata), sedangkan tingkat tiang tidak ditemukan pada tegakan ini. 4. Indeks keanekaragaman jenis secara keseluruhan pada ketiga tegakan yang diteliti bernilai rendah (H’< 2.0) sampai sedang (H’ 2.0 < 3.0). Hal ini menunjukkan bahwa ketiga tegakan memiliki jumlah jenis yang relatif sedikit dan rentan terhadap gangguan. 5. Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, kondisi penutupan tajuk di Hutan Penelitian Dramaga hanya terdiri dari satu stratum yaitu stratum B. Stratum tersebut memiliki tinggi antara 20-30 m.
6.2
Saran Seyogyanya dilakukan pemeliharaan tegakan berupa pemangkasan cabang
(canopy prunning) untuk menstimulasi pertumbuhan permudaan hutan.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Rekapitulasi nilai Indeks Nilai Penting tingkat semai pada tegakan Shorea balangeran (Korth) Burck.., Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata Anbl. Tegakan yang diamati
Shorea balangeran
Hopea bancana
Coumarouna odorata
Jenis Duku (Lansium domesticum) Menyan merah (Styrax benzoin) Glodokan (Coumarouna odorata) Solatri (Calophyllum soulattri) Tatangkilan (Gnetum gnemon) Mindi (Melia azedarach) Akasia (Acacia mangium) Kayu hitam (Dyospiros celebica) Darug (Xylocarpus granatum) Hopea (Hopea bancana) Tangkil (Gnetum gnemon) Tanjung (Mimosops elengii) Kaya (Khaya anthotheca) Duku (Lansium domesticum) Jambu-jambuan * Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Kacapi negeri (Sandoricum kocacapi) Joho (Terminalia bellirica) Glodokan (Coumarouna odorata) Kaliandra putih (Calliandra marginata) Cibolong*
K (N/ha)
KR (%)
F
FR (%)
INP (%)
5000
3.77
0.25
7.14
10.92
45000
33.96
0.75
21.43
55.39
2500
1.89
0.25
7.14
9.03
52500
39.62
1
28.57
68.19
7500
5.66
0.5
14.29
19.95
20000
15.09
0.75
21.43
36.52
7500
8.57
0.25
5.88
14.45
2500
2.86
0.25
5.88
8.74
7500
8.57
0.5
11.76
20.34
2500
2.86
0.25
5.88
8.74
10000
11.43
0.5
11.76
23.19
2500
2.86
0.25
5.88
8.74
12500
14.29
0.25
5.88
20.17
27500
31.43
1.25
29.41
60.84
2500
2.86
0.25
5.88
8.74
10000
11.43
0.25
5.88
17.31
2500
2.86
0.25
5.88
8.74
12500
50
0.5
40
90
2500
10
0.25
20
30
7500
30
0.25
20
50
2500
10
0.25
20
30
Lampiran 2 Rekapitulasi nilai Indeks Nilai Penting tingkat pancang pada tegakan Shorea balangeran (Korth) Burck., Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata Anbl. Tegakan yang diamati
Shorea balangeran
Hopea bancana
Coumarouna odorata
Jenis Solatri (Calophyllum soulattri) Glodokan (Coumarouna odorata) Menyan merah (Styrax benzoin) Suren (Toona sureni) Tatangkilan (Gnetum gnemon) Duku (Lansium domesticum) Tanjung (Mimosops elengii) Mindi (Melia azedarach) Kacapi negeri (Sandoricum kocacapi) Duku (Lansium domesticum) Hopea (Hopea bancana) Nangka (Arthocarpus sp.) Tangkil (Gnetum gnemon) Darug (Xylocarpus granatum) Trembesi (Samanea saman) Nyamplung (Calophyllum inophyllum) Menyan merah (Styrax benzoin) Mindi (Melia azedarach) Sampang (Evodia latifolia) Kaliandra putih (Calliandra marginata) Solatri (Calophyllum inophyllum) Ncias* Meranti (Shorea balangeran) Sampang (Evodia latifolia)
K (N/ha)
KR (%)
F
FR (%)
INP (%)
8400
38.18
0.75
25.00
63.18
2400
10.91
0.25
8.33
19.24
2000
9.09
0.25
8.33
17.42
3600
16.36
0.25
8.33
24.70
2800
12.73
0.75
25.00
37.73
1200
5.45
0.25
8.33
13.79
800
3.64
0.25
8.33
11.97
800
3.64
0.25
8.33
11.97
400
5.88
0.25
7.14
13.03
1200
17.65
0.75
21.43
39.08
400
5.88
0.25
7.14
13.03
400
5.88
0.25
7.14
13.03
800
11.76
0.5
14.29
26.05
400
5.88
0.25
7.14
13.03
400
5.88
0.25
7.14
13.03
800
11.76
0.25
7.14
18.91
400
5.88
0.25
7.14
13.03
800
11.76
0.25
7.14
18.91
800
11.76
0.25
7.14
18.91
2800
53.85
0.5
33.33
87.18
800
15.38
0.25
16.67
32.05
800
15.38
0.25
16.67
32.05
400
7.69
0.25
16.67
24.36
400
7.69
0.25
16.67
24.36
Lampiran 3 Rekapitulasi nilai Indeks Nilai Penting tingkat tiang pada tegakan Shorea balangeran (Korth) Burck., Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata Anbl. Tegakan yang diamati
Shorea balangeran
Hopea bancana Coumarouna odorata
Jenis Solatri (Calophyllum soulatri) Mindi (Melia azedarach) -
K (N/ha)
KR (%)
F
FR (%)
D
DR (%)
INP (%)
600
60
1
66.67
0.18
48.65
175.32
400
40
0.5
33.33
0.19
51.35
124.68
-
-
-
-
Lampiran 4 Rekapitulasi nilai Indeks Nilai Penting tingkat pohon pada tegakan Shorea balangeran (Korth) Burck., Hopea bancana (Boerl) dan Coumarouna odorata Anbl. Tegakan yang diamati Shorea balangeran
Hopea bancana
Coumarouna odorata
Jenis Shorea (Shorea balangeran) Menyan merah (Styrax benzoin) Hopea (Hopea bancana) Glodokan (Coumarouna odorata) Menyan merah (Styrax benzoin)
K (N/ha)
KR (%)
F
FR (%)
D
DR (%)
INP (%)
1150
36.51
1
28.57
1.54
26.88
91.96
75
2.38
0.25
7.14
0.75
13.09
22.61
1150
36.51
1
28.57
1.16
20.24
85.32
750
23.81
1
28.57
1.53
26.70
79.08
25
0.79
0.25
7.14
0.75
13.09
21.03
Lampiran 5 Stratifikasi tajuk tegakan Shorea balangeran (Korth) Burck.
Keterangan Nama Jenis : Shorea balangeran (Korth) Burck. : Nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 16, 17, 18, 19, 20 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39 dan 40 Menyan merah (Styrax benzoin) : Nomor 15, 28 dan 31.
Lampiran 6 Stratifikasi tajuk tegakan Hopea bancana (Boerl)
Keterangan Nama Jenis : Semuanya Jenis Hopea (Hopea Bancana (Boerl))
Lampiran 7 Stratifikasi tajuk tegakan Coumarouna odorata Anbl.
Keterangan Nama Jenis : Coumarouna (Coumarouna odorata Anbl.): Nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,17 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 29, 30 dan 31. Menyan merah (Styrax benzoin) : Nomor 16.
DAFTAR PUSTAKA Amelia, T. 2005 . Pendugaan Produktivitas Serasah pada Tegakan Hopea bancana V.SI dan Hopea odorata Roxb di Kebun Percobaan Dramaga Bogor. Skripsi pada Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Departemen Kehutanan. 1992. Manual Kehutanan.Departemen Kehutanan RI. Jakarta. Departemen Kehutanan. 1994. Kebun Percobaan Dramaga . Edisi Pertama. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Departemen Kehutanan. 1997. Ensiklopedia Kehutanan Indonesia. Edisi Pertama. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: IPB Kusmana, C. dan Istomo. 2001. Penuntun Praktikum Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Leo Dita, F. 2007. Pendugaan Laju Dekomposisi Serasah pada Tegakan Shorea Balangeran (Korth.) Burck dan Hopea bancana (Boerl.) Van Slooten di Hutan Penelitian Dramaga Bogor Jawa Barat. Skripsi pada Jurusan Budidaya Hutan Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Loureiro. 1979. http: Desember 2007)
//www.fao.org/docrep/v0784e/v0784e0x.html (21
Mabberley, D. J. 1992. Tropical Rain Forest Ecology. Chapman and Hall, Inc. Newyork Manan, S. 1976. Dasar-dasar Ekologi (Suatu Pengantar untuk Memahami Ekosistem). Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB. Bogor Mc. Nelly, J. A. 1992. Ekonomi dan Keanekaragaman Hayati. A. Siregar, Penerjamah. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta Misra, K. C. 1980. Manual of Plant Ecology. Second Edition. Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi Mueller – Dombois D and H. Ellenberg. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Willey and Sons, Inc. New York Newman, M.F. 1999. Pedoman Identifikasi Pohon-pohon Dipterocarpceae Pulau Kalimantan. Prosea Indonesia, Bogor.
Odum E P. 1971. Fundamentals of Ecology (Third Edition). Saunders Company. Philadelphia Richards, P. W. 1966. The Tropical Rain Forest and Ecological Study. Cambridge University Press. Cambridge Soemarwoto, O. 1992. Atur – Diri – Sendiri Paradigma Pengelolaan Lingkungan Hidup. Gadjah Mada University Press. Bandung Soerianegara, I. 1996. Ekologi, Ekologisme dan Pengelolaan Sumberdaya Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Soerianegara, I. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan. Fakultas kehutanan. IPB. Bogor. Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Whitmore, T.C. 1986. Tropical Rain Forest Ecology. Chapman and Hall, Inc. New. Bogor.