Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Kata Pengantar Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan YME karena atas karunia dan berkahNya lah studi dengan judul “Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan” ini dapat terlaksana dengan baik. Studi ini dilaksanakan berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang telah kami terima. Kegiatan penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan ini dilaksanakan sebagai langkah dalam meningkatkan pelayanan prasarana transportasi jalan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan prasarana teminal penumpang, uji berkala kendaraan bermotor, dan prasarana bengkel umum, dan terminal barang, yang juga menjadi latar belakang dilaksanakannya kegiatan ini yang juga dijelaskan dalam Bab I. Untuk mendapatkan acuan dalam penyusunan konsep standar ini, seperti dijelaskan bagian metodologi (Bab III) akan dilakukan kajian akademis, kajian dasar hukum, kajian lapangan, hingga dilakukan pembandingan dengan kondisi pelayanan prasarana transportasi jalan di negara lain. Beberapa kajian tersebut, pada laporan pendahuluan ini akan dibahas secara umum dalam pembahasan Bab II. Sedangkan gambaran umum penyelenggaraan prasarana transportasi jalan di wilayah studi akan kami sampaikan pada pembahasan Bab IV. Konsep standar prasarana jalan akan dijelaskan pada lampiran laporan ini, sedangkan analisis dan evaluasi hasil survey akan disampaikan pada Bab V dan perumusan konsep standar pada BAB VI. Sedangkan kesimpulan akhir studi dan rekomendasi bagi studi lanjutan akan kami sampaikan pada pembahasan Bab VII. Kami berharap laporan akhir ini telah memuat semua materi sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan di dalam KAK dan dapat bermanfaat bagi penyelenggaraan prasarana transportasi jalan serta dapat menjadi acuan bagi studi lanjutan yang terkait.
Kata Pengantar
TIM STUDI KETUA TIM
Laporan Akhir
i
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
ABSTRACT The development of transportation sector is the crucial part of national development. Transportation development focus on the improvement of the efficient, reliable, secure, and high quality transportation services with the affordable cost, and also focus on the realization of the integrated national transportation system as a part of distribution system that can provide services and benefits to the community. The most important thing should be considered by the government dealing with transportation services is transportation infrastructure. An adequate transportation infrastructure services is what people expect from the government. Therefore, the rules and references are needed in the implementation of transportation infrastructure services, by law or by the existing standard guidelines. This study analyzed the level of needs regarding to the road transportation infrastructure services. It specifies into the terminal services, vehicles periodic testing, cross-road infrastructure, study of literature and law related to the transportation infrastructure services, and comparative study of transportation system in some other countries. Then, the result of all the data analysis can be formulated as the standard of transportation service. To get the data, descriptive analysis was employed. Then, the result of the study and analysis is being formulated as the standard guidelines of transportation infrastructure through the standard organizing method published by Badan Standarisasi Nasional Indonesia (BSNI). The formulated transportation infrastructure standard is expected to be a reliable reference for the improvement of transportation infrastructure service held by the government, both the central government and the local government as the regulator and operator of transportation infrastructure services, specifically, terminal infrastructure service, vehicles periodic testing, and motorized vehicle service station facilities.
Abstract
Key Word: Standard, Infrasturcture, Road
Laporan Akhir
iii
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab I
Pendahuluan
Pada Bab I bagian Pendahuluan ini disampaikan cuplikan dari Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disampaikan pemberi kerja sebagai dasar bagi konsultan untuk melaksanakan pekerjaan ini.
A.
Gambaran Umum
Transportasi mempunyai peranan penting dan strategis untuk memantapkan perwujudan wawasan nusantara, memperkukuh ketahanan nasional, dan mempererat hubungan antar bangsa dalam usaha mencapai tujuan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945.
Pembangunan sektor transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam pembangunan nasional. Tujuan pembangunan transportasi adalah meningkatkan pelayanan jasa transportasi secara efisien, handal, berkualitas, aman dan harga terjangkau serta mewujudkan sistem transportasi nasional secara intermodal dan terpadu dengan pembangunan wilayah dan menjadi bagian dari suatu sistem distribusi yang mampu memberikan pelayanan dan manfaat bagi masyarakat luas, termasuk meningkatkan jaringan desa-kota yang memadai.
Transportasi jalan merupakan moda transportasi utama yang berperan penting dalam pendukung pembangunan nasional serta mempunyai kontribusi terbesar dalam pangsa
sebagai penunjang, penggerak dan pendorong pembangunan nasional serta berperan sebagai urat nadi kehidupan ekonomi, politik, social budaya dan pertahanan keamanan. Misi transportasi jalan adalah untuk mewujudkan sistem transportasi jalan yang andal, berkemampuan tinggi dalam pembangunan serta meningkatkan mobilitas manusia dan barang, guna mendukung pengembangan wilayah untuk mewujudkan wawasan nusantara.
Laporan Akhir
I- 1
Bab I - Pendahuluan
angkutan dibandingkan moda lain. Oleh karena itu, visi transportasi jalan adalah
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Dalam melaksanakan visi dan misi tersebut, maka sasaran pembangunan transportasi jalan terutama adalah untuk menciptakan penyelenggaraan transportasi yang efisien dan efektif. Efektivitas pelayanan jasa transportasi jalan dapat diukur melalui : (1) tersedianya kapasitas dan prasarana transportasi jalan yang sesuai dengan perkembangan permintaan / kebutuhan; (2) tercapainya keterpaduan antar dan intra moda transportasi jalan dalam jaringan prasarana dan pelayanan; (3) tercapainya ketertiban yaitu penyelenggaran system transportasi yang sesuai dengan peraturan dan norma yang berlaku di masyarakat; (4) tercapainya ketepatan dan keteraturan yaitu sesuai dengan jadwal dan adanya kepastian pelayanan; (5) aman atau terhindar dari ganguan alam maupun manusia; (6) tercapainya tingkat kecepatan pelayanan yang diinginkan atau waktu perjalanan yang singkat tetapi dengan tingkat keselamatan tinggi; (7) tercapainya tingkat keselamatan atau terhindar dari berbagai kecelakaan; (8) terwujudnya kenyamanan atau ketenangan dan kenikmatan pengguna jasa; dan (9) tercapainya penyediaan jasa sesuai dengan kemampuan daya beli penguna jasa dan tariff / biaya yang wajar. Sedangkan efisiensi pelayanan biasanya diukur melalui perbandingan penggunaan beban public rendah dengan utilitas yang cukup tinggi di dalam penyelenggaran kesatuan jaringan transportasi jalan.
B.
Dasar Hukum
Dasar hukum yang menjadi acuan dalam pelaksanaan kegiatan penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan ini antara lain adalah : 1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 2) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan. 3) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas
C.
Bab I - Pendahuluan
Jalan
Uraian Kegiatan yang Dilaksanakan
Uraian kegiatan / ruang lingkup dari studi ini sebagai berikut: 1) Inventarisasi kebijakan mengenai prasarana transportasi jalan. 2) Inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan. 3) Inventarisasi perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan.
Laporan Akhir
I- 2
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan 4) Menganalisis dan mengevaluasi kondisi existing prasarana transportasi jalan di
Indonesia 5) Melakukan studi literatur / benchmarking standar prasarana transportasi bidang
jalan dari negara lain. 6) Merumuskan 6 naskah akademis konsep standar dibidang prasarana transportasi
jalan, yang meliputi: (a) Standar fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor; (b) Standar fasilitas terminal tipe A (c) Standar fasilitas terminal tipe B (d) Standar fasilitas terminal tipe C (e) Standar fasilitas terminal barang (f) Standar fasilitas bengkel umum
D.
Batasan Kegiatan
Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan adalah berupa penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan yang efektif sebagai jaminan keselamatan, kenyamanan, dan keamanan.
E.
Maksud dan Tujuan 1) Maksud Kegiatan
Maksud kegiatan adalah melakukan studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan 2) Tujuan Kegiatan
Tujuan kegiatan adalah merumuskan konsep standar di bidang prasarana
F.
Indikator Keluaran dan Keluaran
Keluaran (output) dari kegiatan studi ini adalah tersusunnya 4 (empat) laporan studi yaitu laporan pendahuluan, laporan interim, rancangan laporan akhir dan laporan akhir. Laporan akhir terdiri dari laporan studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan dan buku Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan.
Laporan Akhir
I- 3
Bab I - Pendahuluan
transportasi jalan.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
G.
Cara Pelaksanaan Kegiatan 1) Metode Pelaksanaan
Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan dilaksanakan melalui survei di lapangan dalam pengumpulan data primer dan sekunder sesuai dengan lokasi survey dan diskusi interaktif dengan pakar di bidang prasarana transportasi jalan baik di pusat maupun di daerah. 2) Tahapan Kegiatan
Tahapan pelaksanaan Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang prasarana Transportasi Jalan sebagai berikut : Persiapan pelaksanaan kegiatan Laporan Pendahuluan (Inception Report) Laporan Antara (Interim Report) Konsep Laporan Akhir (Draft Final Report) Laporan Akhir (Final Report) dan Executive Summary Report.
H.
Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Studi Penyusunan Konsep Standar Di Bidang Prasarana Transportasi Jalan dilaksanakan di Jakarta. Sedangkan lokasi obyek studi ini akan dilaksanakan di Jakarta,
Bab I - Pendahuluan
Yogyakarta, Pontianak, Padang, dan Surabaya.
Laporan Akhir
I- 4
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab II
Kajian Literatur
Pada Bab II bagian Kajian Literatur ini akan disampaikan mengenai beberapa acuan dasar hukum dan dasar teori yang mengatur terkait dengan prasarana transportasi jalan, serta beberapa literatur pendukung sebagai bahan acuan bagi pelaksanaan studi penyusunan konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan ini. A. Kajian
Literatur
dan
Perundangan
Terkait
dengan
Prasarana
Transportasi Jalan
Dalam melakukan kajian literatur dan perundangan ini akan dibahas mengenai detail pengaturan terkait dengan penyelenggaraan prasarana transportasi jalan seperti yang telah dijelaskan dalam KAK.
Beberapa peraturan terkait dengan prasarana transportasi jalan antara lain adalah sebagai berikut : a. Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;
Lintas Jalan; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 61 tahun 1993 tentang Ramburambu Lalu Lintas di Jalan, beserta perubahannya dalam Kepmenhub Nomor
63
tahun
2004
tentang
Perubahan
Keputusan
Menteri
Perhubungan Nomor KM 61 tahun 1993 tentang Rambu-rambu Lalu Lintas di Jalan; e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor : KM 62 tahun 1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas;
Laporan Akhir
II- 1
Bab II – Kajian Literatur
c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
f. Keputusan
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Darat
Nomor
:
SK.116/AJ.404/DRJD/97 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Perlengkapan Jalan.
Sementara untuk kajian literatur terkait dengan penyelenggaraan prasarana transportasi jalan akan dibahas melalui beberapa sumber-sumber terkait. Berdasarkan UU 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah Ruang Lalu Lintas, Terminal, dan Perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, alat pengendali dan pengaman Pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.
Berdasarkan Pasal 25 dalam UU 22/2009 dijelaskan bahwa setiap jalan yang digunakan untuk lalu lintas umum wajib dilengkapi dengan perlengkapan jalan yang terdiri dari -
Rambu lalu lintas;
-
Marka jalan;
-
Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL);
-
Alat penerangan jalan, dan alat pengendali dan pengaman pengguna jalan;
-
Alat pengawasan dan pengamanan jalan;
-
Fasilitas untuk sepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat;
-
Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang berada di jalan dan di luar badan jalan.
Dalam melakukan kajian literatur dan perundangan ini akan dibahas mengenai detail pengaturan terkait dengan penyelenggaraan prasarana terminal seperti yang telah dijelaskan dalam KAK.
Beberapa peraturan terkait dengan prasarana terminal antara lain adalah sebagai berikut : a. Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
Laporan Akhir
II- 2
Bab II – Kajian Literatur
B. Kajian Literatur dan Perundangan terkait dengan Penyelenggaraan Terminal
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan; c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan; Sementara untuk kajian literatur terkait dengan penyelenggaraan prasarana terminal akan dibahas melalui beberapa sumber-sumber terkait 1. Terminal dalam UU 22/2009 Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Jalan, dijelaskan beberapa definisi dan ketentuan terkait dengan penyelenggaraan terminal. Berdasarkan Pasal 33 UU 22 tahun 2009 terminal dapat dibangun dan diselenggarakan untuk menunjang kelancaran perpindahan orang dan/atau barang serta keterpaduan intramoda dan antarmoda di tempat tertentu. Terminal sendiri terbagi kedalam 2 (dua) jenis, yaitu terminal barang dan terminal penumpang.
Untuk terminal penumpang sendiri, dalam Pasal 34 dijelaskan bahwa menurut pelayanannya terminal penumpang dikelompokkan kedalam 3 (tiga) tipe, yaitu terminal dengan layanan tipe A, tipe B, dan tipe C. setiap tipe layanan terminal tersebut dibagi dalam beberapa kelas berdasarkan intensitas kendaraan yang dilayani.
Dalam menetapkan lokasi terminal, maka dalam prosesnya perlu dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan terminal yang merupakan bagian dari Rencana
dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut, a) Tingkat aksesibilitas pengguna jasa angkutan; b) Kesesuaian lahan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. c) Kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau kinerja jaringan Jalan, jaringan trayek, dan jaringan lintas; d) kesesuaian dengan rencana pengembangan dan/atau pusat kegiatan; e) keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain; f) Permintaan angkutan;
Laporan Akhir
II- 3
Bab II – Kajian Literatur
Induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Penetapan lokasi terminal dilakukan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
g) Kelayakan teknis, finansial, dan ekonomi; h) Keamanan dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; dan/atau i) Kelestarian lingkungan hidup.
Berdasarkan pasal 38 UU 22 tahun 2009, dijelaskan bahwa setiap penyelenggara terminal wajib menyediakan fasilitas terminal yang memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan. Fasilitas terminal yang perlu dipenuhi meliputi fasilitas utama dan fasilitas penunjang, dan untuk menjaga kondisi setiap fasilitas terminal baik utama maupun penunjang, penyelenggara terminal wajib untuk melakukan pemeliharaan.
Berdasarkan pasal 40 UU 22 tahun 2009 dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan terminal terbagi kedalam 2 (dua) kegiatan utama, yaitu kegiatan pembangunan terminal dan pengoperasian terrminal. Dalam kegiatan pembangunan terminal perlu dilengkapi oleh beberapa hal, antara lain : (1) rancang bangun; (2) buku kerja rancang bangun; (3) rencana induk terminal; (4) analisis dampak lalu lintas; dan (5) analisis mengenai dampak lingkungan. Sedangkan dalam proses kegiatan pengoperasian terminal meliputi beberapa kegiatan antara lain : (1) perencanaan; (2) pelaksanaan; dan (3) pengawasan operasi terminal.
Dalam pasal 41 UU 22 tahun 2009 dijelaskan pula bahwa setiap penyelenggara terminal wajib memberikan pelayanan jasa terminal sesuai dengan standar pelayanan yang telah ditetapkan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan terminal secara teknis antara lain terkait dengan fungsi, klasifikasi, tipe, penetapan lokasi, fasilitas, lingkungan kerja,
bawah Undang-Undang.
2. Terminal Transportasi Jalan dalam KM 31/1995
Penyelenggaraan terminal transportasi jalan, dalam hal ini adalah terminal penumpang, diatur di dalam KM 31/1995 tentang Terminal Transportasi Jalan. Berdasarkan KM 31/1995, yang dimaksud dengan terminal penumpang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan menurunkan dan menaikkan penumpang, perpindahan untra
Laporan Akhir
II- 4
Bab II – Kajian Literatur
pembangunan dan pengoperasian terminal diatur dalam peraturan perundangan di
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
dan/atau antar moda transportasi serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan angkutan umum.
2.1.
Tipe dan Fungsi Terminal Penumpang
Pada pasal 2 ayat (1) Kepmenhub Nomor
KM 31/1995 disampaikan bahwa tipe
terminal penumpang terdiri dari: a. terminal penumpang tipe A; b. terminal penumpang tipe B; dan c. terminal penumpang tipe C.
Adapun fungsi dari masing-masing terminal tersebut sesuai dengan pasal 2 ayat (2, 3, 4) KM 31/1995 adalah sebagai berikut: -
Terminal penumpang tipe A berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lintas batas negara, angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan angkutan pedesaan;
-
Terminal penumpang tipe B berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan antar kota dalam propinsi, angkutan kota dan/atau angkutan pedesaan; dan
-
Terminal penumpang tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan pedesaan.
Fasilitas terminal penumpang
Fasilitas terminal penumpang terdiri dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang, dimana ketentuan mengenai penyediaannya untuk setiap tipe terminal sesuai dengan pasal 4, 5, 6 KM 31/1995 disampaikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Ketentuan mengenai Fasilitas Terminal Penumpang Terminal Terminal penumpang (terminal tipe A,B,C)
a) b) c) d) e)
Laporan Akhir
Fasilitas Terminal Fasilitas Utama Fasilitas Penunjang jalur pemberangkatan kendaraan a) kamar kecil/toilet; umum; b) musholla; jalur kedatangan kendaraan umum; c) kios/kantin; tempat parkir kendaraan umum d) ruang pengobatan; bangunan kantor terminal; e) ruang informasi dan tempat tunggu penumpang dan/atau pengaduan;
II- 5
Bab II – Kajian Literatur
2.2.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Terminal
Fasilitas Terminal Fasilitas Utama Fasilitas Penunjang pengantar; f) telepon umum; f) menara pengawas; g) tempat penitipan g) loket penjualan karcis; barang; h) rambu-rambu dan papan informasi h) taman. i) tarif dan jadual perjalanan; j) pelataran parkir kendaraan pengantar
Keterangan: - fasilitas c, f, g, dan i tidak berlaku untuk terminal penumpang tipe C - Fasilitas terminal penumpang dilengkapi dengan fasilitas bagi penumpang penderita cacat sesuai dengan kebutuhan. Selain fasilitas utama, di dalam daerah lingkungan kerja terminal penumpang maupun terminal barang dapat dilakukan kegiatan usaha penunjang, sepanjang tidak mengganggu fungsi pokok terminal. Kegiatan usaha penunjang dapat dilakukan oleh badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia setelah mendapat persetujuan penyelenggara terminal. Usaha penunjang kegiatan terminal penumpang maupun barang dapar berupa : a. Usaha rumah makan; b. Penyediaan fasilitas pos dan telekomunikasi; c. Penyediaan peralatan bongkar muat pada terminal barang; d. Penyediaan pelayanan kebersihan; e. Usaha penunjang lainnya.
2.3.
Lokasi terminal
Sesuai dengan Pasal 9 KM 31/1995 bahwa penentuan lokasi terminal penumpang
bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Dalam hal ini, lokasi terminal penumpang tipe A, tipe B dan tipe C, ditetapkan dengan memperhatikan (pasal 10 KM 31/1995): a.
rencana umum tata ruang;
b.
kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal;
c.
keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda;
d.
kondisi topografi lokasi terminal;
e.
kelestarian lingkungan.
Laporan Akhir
II- 6
Bab II – Kajian Literatur
dilakukan dengan memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Selain itu, penetapan lokasi terminal untuk setiap tipe terminal juga harus mempertimbangkan beberapa ketentuan sesuai dengan pasal 11, 12, 13 KM 31/1995 sebagaimana dirangkum pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Persyaratan Penentuan Lokasi Terminal Persyaratan Teknis Lokasi 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota antar propinsi dan/atau angkutan lalu lintas batas negara; 2. Terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya kelas IIIA; 3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 20 km di Pulau Jawa, 30 km di Pulau Sumatera dan 50 km di pulau lainnya; 4. Luas lahan yang tersedia sekurang-kurangnya 5 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 3 ha di pulau lainnya; 5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 100 m di Pulau Jawa dan 50 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. 2. Terminal 1. Terletak dalam jaringan trayek antar kota dalam propinsi; tipe B 2. Terletak di jalan arteri atau kolektor dengan kelas jalan sekurangkurangnya kelas IIIB; 3. Jarak antara dua terminal penumpang tipe B atau dengan terminal penumpang tipe A, sekurang-kurangnya 15 km di Pulau Jawa dan 30 km di Pulau lainnya; 4. Tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 ha untuk terminal di Pulau Jawa dan Sumatera, dan 2 ha untuk terminal di pulau lainnya; 5. Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 m di Pulau Jawa dan 30 m di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal. 3. Terminal 1. Terletak di dalam wilayah Kabupaten daerah Tingkat II dan dalam tipe C jaringan trayek pedesaan; 2. Terletak di jalan kolektor atau lokal dengan kelas jalan paling tinggi kelas IIIA; 3. Tersedia lahan sesuai dengan permintaan angkutan; 4. Mempunyai akses jalan masuk atau keluar ke dan dari terminal, sesuai kebutuhan untuk kelancaran lalu lintas di sekitar terminal. Sumber : Kepmenhub KM 31/1995
2.4.
Penyelenggaraan Terminal
Berdasarkan Pasal 18 Kepmenhub nomor KM 31 tahun 1995, penyelenggaraan terminal meliputikegiatan pengelolaan, pemeliharaan, dan penertiban terminal. Pengelolaan terminal penumpang berdasarkan Pasal 19 KM 31/1995 meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan operasional terminal. Laporan Akhir
II- 7
Bab II – Kajian Literatur
No Terminal 1. Terminal tipe A
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambaran kegiatan pengelolaan
terminal penumpang dapat dilihat dalam
Tabel 2.3 berikut, Tabel 2.3 Kegiatan Pengelolaan Terminal Penumpang Perencanaan operaional a. Penataan pelataran terminal menurut rute atau jurusan; b. Penataan fasilitas penumpang; c. Penataan fasilitas penunjang terminal; d. Penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; e. Penyajian daftar rute perjalanan dan tarif angkutan; f. Penyusunan jadual perjalanan berdasarkan kartu pengawasan; g. Pengaturan jadual petugas di terminal; h. Evaluasi sistem pengoperasian terminal.
Pelaksanaan operasional a. Pengaturan tempat tunggu dan arus kendaraan umum di dalam terminal; b. Pemeriksaan kartu pegawasan dan jadual perjalanan; c. Pengaturan kedatangan dan pemberangkatan kendaraan menurut jadwal ditetapkan; d. Pemungutan jasa pelayanan terminal penumpang; e. Pemberitahuan tentang pemberangkatan dan kedatangan kendaraan umum penumpang; f. Pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal; g. Pencatatan dan pelaporan pelanggaran; h. Pencatatan jumlah kendaraan dan penumpang yang datang dan berangkat. Sumber : Kepmenhub KM 31/1995
Pengawasan operasional Pengawasan terhadap : a. Tarif angkutan; b. Kelaikan jalan kendaraan yang dioperasikan; c. Kapasitas muatan yang diizinkan; d. Pelayanan yang diberikan oleh penyedia jasa angkutan; e. Pemanfaatan terminal serta fasilitas penunjang sesuai dengan peruntukannya.
Aturan mengenai penyelenggaraan terminal barang secara normatif diatur pula dalam Keputusan Menteri Perhubungan nomor KM 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan. Dalam Pasal 1 Kepmenhub KM 31/1995, yang dimaksud dengan terminal barang adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi.
Berdasarkan Pasal 24 Kepmenhub KM 31/1995, terminal barang berfungsi untuk melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra Laporan Akhir
II- 8
Bab II – Kajian Literatur
C. Kajian Literatur terkait dengan Penyelenggaraan Terminal Barang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
dan/atau moda transportasi. Sedangkan terkait dengan fasilitas terminal barang, Pasal 25 Kepmenhub KM 31/1995 menjelaskan bahwa seperti pada terminal penumpang, pada terminal barang terdiri juga dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal barang. Untuk fasilitas utama terminal barang yang harus tersedia seperti yang dijelaskan dalam Pasal 25 (2) Kepmenhub KM 31/1995 antara lain adalah : a. Bangunan kantor terminal; b. Tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan/muat barang; c. Gudang atau lapangan penumpukan barang; d. Tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; e. Rambu-rambu dan papan informasi; f. Peralatan bongkar muat barang. Sedangkan untuk fasilitas penunjang penyelenggaraan terminal barang dijelaskan dalam Pasal 25 (3) Kepmenhub KM 31/1995 yang antara lain terdiri dari : a. Tempat istirahat awak kendaraan b. Fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang; c. Alat timbang kendaraan dan muatannya; d. Kamar kecil/toilet; e. Mushola; f. Kios/kantin; g. Ruang pengobatan;
i. Taman.
Dalam
menentukan
lokasi
terminal
barang
harus
dilakukan
dengan
memperhatikan rencana kebutuhan lokasi simpul yang merupakan bagian dari rencana umum jaringan transportasi jalan. Penentuan lokasi terminal barang dilakukan dengan memperhatikan rencana umum tata ruang; kepadatan lalu lintas dan kapasitas jalan di sekitar terminal; keterpaduan moda transportasi baik intra maupun antar moda; kondisi topografi lokasi terminal; dan kelestarian lingkungan. Laporan Akhir
II- 9
Bab II – Kajian Literatur
h. Telepon umum;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Selain itu lokasi terminal barang juga harus memenuhi beberapa persayaratan yang antara lain adalah -
terletak dalam jaringan lintas angkutan barang;
-
terletak di jalan arteri dengan kelas jalan sekurang-kurangnya IIIA;
-
tersedia lahan sekurang-kurangnya 3 hektare untuk terminal di Pulau Jawa, dan 2 hektare untuk terminal di pulau lainnya.
-
Mempunyai akses jalan masuk atau jalan keluar ke dan dari terminal dengan jarak sekurang-kurangnya 50 meter di Pulau Jawa dan 30 meter untuk terminal di pulau lainnya, dihitung dari jalan ke pintu keluar atau masuk terminal.
Penyelenggaraan terminal barang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, sehingga operasional terminal barang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Gubernur Kepala Daerah tingkat I. Sedangkan untuk pengelolaan terminal barang dilakukan dalam lingkup kegiatan penrencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oeprasional terminal. Kegiatan perencanan operasional terminal meliputi : a. penataan pelataran terminal; b. penataan fasilitas gudang atau lapangan penumpukan barang; c. penataan fasilitas parkir kendaraan untuk melakukan kegiatan bogkar dan/atau muat barang; d. penataan fasilitas penunjang terminal;
f. pengaturan jadual petugas di terminal; g. penyusunan system dan prosedur pengoperasian terminal.
Sedangkan untuk kegiatan pelaksanaan operasional terminal barang, antara lain meliputi : a. pengaturan parkir dan arus kendaraan angkutan barang di dalam terminal; b. pemungutan jasa pelayanan terminal barang; c. pengoperasian fasilitas/peralatan bongkar muat barang; d. pengaturan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal;
Laporan Akhir
II- 10
Bab II – Kajian Literatur
e. penataan arus lalu lintas di daerah pengawasan terminal;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Dalam kegiatan operasional terminal barang, tentunya sangat perlu dilakukan kegiatan perawatan terminal untuk menjaga keberlangsungan operasional terminal dan memberikan pelayanan yang maksimal bagi para penggunanya. Oleh karena itu terminal barang perlu dipeliharauntuk menjamin agar terminal dapat berfungsi sesuai dengan fungsi pokoknya. Pemeliharaan terminal barang meliputi kegiatan : a. menjaga keutuhan dan kebersihan bangunan terminal; b. menjaga keutuhan dan kebersihan pelataran terminal serta perawatan rambu, marka dan papan informasi; c. merawat dan menjaga fungsi fasilitas/peralatan bongkar muat barang; d. merawat saluran-saluran air; e. merawat instalasi listrik dan lampu penerangan; dan f. merawat sistem hydrant dan alat pemadam kebakaran.
D. Kajian Literatur terkait dengan Penyelenggaraan Prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor Dalam melakukan kajian literatur dan perundangan ini akan dibahas mengenai detail pengaturan terkait dengan penyelenggaraan uji berkala kendaraan bermotor dan penyelenggaraan prasarana jembatan timbang seperti yang telah dijelaskan dalam KAK.
Beberapa peraturan terkait dengan penyelenggaraan uji berkala kendaraan bermotor dan penyelenggaraan prasarana jembatan timbang antara lain adalah
a. Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan; c. Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; d. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 5 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan; e. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 71 tahun 1993 tentang Pengujian berkala kendaraan bermotor; Laporan Akhir
II- 11
Bab II – Kajian Literatur
sebagai berikut :
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
f. Keputusan
Direktur
Jenderal
SK.165/HK.206/DRJD/99
Perhubungan
tentang
Darat
Petunjuk
Nomor
:
Pelaksanaan
Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan dengan Alat Penimbangan yang Dapat Dipindah-pindahkan (Portable). g. Keputusan
Direktur
Jenderal
Perhubungan
Darat
Nomor
:
SK.215/AJ.4011/DRJD/96 tentang Pedoman Teknis Buku dan Tanda Uji Berkala Serta Tanda Samping Kendaraan.
Sementara untuk kajian literatur terkait dengan penyelenggaraan uji berkala kendaraan bermotor dan penyelenggaraan prasarana jembatan timbang akan dibahas melalui beberapa sumber-sumber terkait.
1. Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor berdasarkan Kepmenhub Nomor KM 71 tahun 1993 Berdasarkan KM 71/1993, pengujian berkala kendaraan bermotor adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala terhadap setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus. Pelaksanaan uji berkala kendaraan bermotor dimaksudkan untuk : a. Memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan kendaraan bermotor di jalan; b. Melestarikan
lingkungan
dari
kemungkinan
pencemaran
yang
diakibatkan oleh penggunaan kendaraan bermotor di jalan;
1.1.
Pelaksanaan Pengujian Berkala
Berdasarkan KM 71 tahun 1993, jenis kendaraan yang diwajibkan untuk dilakukan kegiatan uji berkala antara lain meliputi mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, kereta tempelan, kendaraan khusus dan kendaraan umum. Uji berkala kendaraan dilakukan pada unitpelaksana uji berkala kendaraan bermotor. Pelaksanaan uji berkala kendaraan dilakukan menggunakan peralatan pengujian yang tersedia, dan setiap peralatan pengujian berkala harus dipelihara, dirawat, dan dikalibrasi secara periodik.
Laporan Akhir
II- 12
Bab II – Kajian Literatur
c. Memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) KM 71 tahun 1993, terdapat beberapa syarat dan kondisi dalam kegiatan uji berkala kendaraan bermotor yang akan dilakukan, beberapa syarat dan kondisi tersebut antara lain adalah : a. Setiap unitpelaksana uji berkala kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan pengujian; b. Pemilihan jenis, tipe, kapasitas, jumlah, dan teknologi peralatan pengujian harus dilakukan secara cermat dan tepat; c. Pengujian dilakukan oleh tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis tertentu; d. Pengujian harus dilakukan sesuai prosedur dan tata cara serta di lokasi yang telah ditetapkan dengan menggunakan peralatan pengujian yang tersedia; e. Hasil
uji
berkala
kendaraan
harus
akurat
dan
dapat
dipertanggungjawabkan; f. Fasilitas dan peralatan pengujian harus dipelihara/dirawat dengan baik secara periodik, sehingga semua fasilitas dan peralatan pengujian selalu dalam kondisi layak pakai; g. Peralatan pengujian harus dilakukan kalibrasi secara periodik; h. Kapasitas fasilitas dan peralatan pengujian harus diupayakan sebanding dengan jumlah kendaraan wajib uji pada wilayah pelayanan yang bersangkutan.
Untuk memberikan pelayanan umum yang baik kepada masyarakat dalam
beberapa syarat dan kondisi yang harus dipenuhi, antara lain adalah : a. Besarnya biaya pengujian yang dipungut dari masyarakat harus sama dan seragam untuk seluruh indonesia; b. Tidak diperkenankan memungut biaya dari amsyarakat dalam bentuk apapun, selain biaya pengujian yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Perhubungan; c. Penetapan besarnya biaya pengujian, disamping tidak didasarkan atas perhitungan pengembalian biaya investasi dan operasional juga tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan materi dan/atau finansial; Laporan Akhir
II- 13
Bab II – Kajian Literatur
melakukan kegiatan uji berkala kendaraan bermotor, perlu diperhatikan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
d. Setiap unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan papan informasi yang ditempatkan pada tempat-tempat yang mudah terlihat dan dapat dibaca setiap saat oleh pemohon yang memuat besarnya biaya yang dipungut dalam rangka pengujian kendaraan bermotor dan prosedur pengujian kendaraan bermotor; e. Setiap
tenaga
penguji
yangs
edang
melaksanakan
tugas
harus
mengenakan tanda kualifikasi teknis penguji; f. Jumlah dan kualifikasi tenaga penguji harus diupayakan sebanding dengan jumlah kendaraan yang diuji dan peralatan pengujian; g. Unit pelaksana pengujian kendaraan bermotor terletak di daerah tingkat II.
1.2.
Fasilitas dan Peralatan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor
Berdasarkan Pasal 9 KM 71/1993 dijelaskan bahwa fasilitas pengujian kendaraan bermotor dapat berupa fasilitas pada lokasi yang bersifat tetap dan fasilitas pada lokasi yang bersifat tidak tetap. Fasilitas pengujian kendaraan bermotor pada lokasi yang bersifat tidak tetap antara lain teridi dari : a. Bangunan beban kerja; b. Bangunan gedung untuk generator set, kompresor, dan gudang; c. Jalan keluar-masuk; d. Lapangan parkir; e. Bangunan gedung administrasi; f. Pagar;
h. Fasilitas listrik; i. Lampu penerangan; dan j. Pompa air dan menara air.
Ketentuan mengenai tata letak, ukuran, konstruksi, spesifikasi teknis, pembangunan, penggunaan, pemeliharaan, perbaikan, dan pengganrian fasilitas kendaraan bermotor ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perhubungan Darat dengan
memperhatikan
peraturan
perundang-undangan
yang
berlaku.
Sedangkan fasilitas uji berkala kendaraan bermotor pada lokasi yang bersifat Laporan Akhir
II- 14
Bab II – Kajian Literatur
g. Fasilitas penunjang untuk umum;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
tidak tetap yaitu berupa areal tanah yang permukaannya rata dengan luas sesuai dengan kebutuhan fasilitas uji berkala kendaraan bermotor yang dimaksud.
Untuk kebutuhan peralatan uji berkala kendaraan bermotor, berdasarkan Pasal 11 KM 71/1993 dijelaskan bahwa peralatan uji berkala kendaraan bermoroe dapat berupa peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar atau peralatan pengujian keliling. Peralatan pengujian lengkap atau peralatan pengujian dasar dipasang dan digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap. Sedangkan peralatan pengujian keliling digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tidak tetap dan ditempatkan pada kendaraan bermotor pengangkut peralatan uji.
Peralatan pengujian kendaraan bermotor yang perlu disediakan dalam melakukan kegiatan pengujian baik dibagi kedalam 3 (tiga) tingkatan kelengkapan peralatan pengujian yaitu kelengkapan peralatan pengujian lengkap; kelengkapan peralatan pengujian dasar; dan kelengkapan peralatan pengujian keliling. Ketiga tingkat kelengkapan peralatan pengujian kendaraan bermotor disampaikan dalam Tabel 2.4 berikut,
Bab II – Kajian Literatur
Tabel 2.4 Kelengkapan Peralatan Pengujian Kendaraan Bermotor Pengujian Lengkap Pengujian Dasar Pengujian Keliling a. Alat uji susensi roda (Pit wheel a. Alat uji susensi roda (Pit a. Alat uji rem; suspension tester) dan wheel suspension tester) b. Alat pengukur berat; pemeriksaan kondisi teknis bagian dan pemeriksaan kondisi c. Alat pengukur dimensi; bawah kendaraan; teknis bagian bawah d. Alat pengukur tekanan b. Alat uji rem; kendaraan; udara; c. Alat uji lampu utama; b. Alat uji rem; e. Alat uji emisi gas buang, d. Alat uji speedometer; c. Alat pengukur berat; meliputi alat uji karbon e. Alat uji emisi gas buang, meliputi d. Alat pengukur dimensi; monoksida (CO), hidro alat uji karbon monoksida (CO), e. Alat pengukur tekanan karbon (HC), dan hidro karbon (HC), dan ketebalan udara; ketebalan asap gas buang; asap gas buang; f. Alat uji emisi gas buang, f. Kompresor udara; f. Alat pengukur berat; meliputi alat uji karbon g. Generator set; g. Alat uji kincup roda depan (slide monoksida (CO), hidro h. Peralatan bantu. slip tester); karbon (HC), dan h. Alat pengukur suara (sound level ketebalan asap gas buang; meter); g. Kompresor udara; i. Alat pengukur dimensi; h. Generator set; j. Alat pengukur tekanan udara; i. Peralatan bantu. k. Alat uji kaca; l. Kompresor udara; m. Generator set; n. Peralatan bantu. Sumber : Kepmenhub KM 71/1993
Laporan Akhir
II- 15
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Berdasarkan Pasal 13 Kepmenhub KM 71 tahun 1993, dijelaskan pula bahwa penggabungan terhadap 2 (dua) jenis atau lebih peralatan pengujian kendaraan bermotor menjadi satu kombinasi peralatan pengujian dapat dianggap sebagai 2 (dua) jenis atau lebih peralatan pengujian. Kombinasi peralatan pengujoan harus memiliki unjuk kerja yang sama dengan masing-masing peralatan pengujian yang digabungkan. Ketentuan pemenuhan peralatan pengujian kendaraan bermotor yang terdiri dari peralatan pengujian lengkap, dasar, dan keliling dijelaskan ketentuan pemenuhan lainnya dalam Pasal 14 Kepmenhub KM 71 tahun 1993 antara lain adalah : a. Peralatan pengujian lengkap dipasang dan digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap dengan jumlah kendaraan wajib uji pada suatu daerah tingkat II sebanyak 4.000 (empat ribu) unit; b. Peralatan pengujian dasar dipasang dan digunakan pada lokasi tempat pengujian yang bersifat tetap dengan jumlah kendaraan wajib uji pada suatu daerah tingkat II kurang dari 4.000 (empat ribu) unit; c. Peralatan pengujian keliling digunakan pada lokasi tempat pengujian yang tidak tetap pada suatu daerah tingkat II yang jibdusu geografinya tidak memungkinkan kendaraan dari tempat-tempat tertentu mencapai lokasi tempat pelaksanaan uji berkala.
Buku Uji dan Tanda Uji Berkala
Berdasarkan Pasal 23 Kepmenhub Nomor KM 71 tahun 1993, dijelaskan bahwa setiap mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, kereta tempelan, kendaraan khusus serta kendaraan umum yang dinyatakan lulus uji berkala, diberikan tanda bukti lulus uji berkala berupa buku dan tanda uji berkala. Berdasarkan Pasal 24 Kepmenhub nomor KM 71 tahun 1993, buku uji berkala kendaraan bermotor sekurang-kurang memuat data antara lain terdiri dari : a. Nomor uji kendaraan; b. Nama pemilik; c. Alamat pemilik; Laporan Akhir
II- 16
Bab II – Kajian Literatur
1.3.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
d. Merek/tipe; e. Jenis; f. Tahun pembuatan atau perakitan; g. Isi silinder; h. Daya motor penggerak; i. Nomor rangka landasan kendaraan bermotor; j. Nomor motor penggerak/mesin; k. Berat kosong kendaraan; l. Jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan untuk mobil barang dan mobil bus; m. Jumlah berat yang diizinkan dan/atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan untuk mobil barang dan mobil bus; n. Konfigurasi sumbu roda; o. Ukuran ban teringan; p. Kelas jalan terendah yang boleh dilalui; q. Ukuran utama kendaraan; r. Daya angkut; s. Masa berlakunya; t. Bahan bakar yang digunakan; u. Kode wilayah pengujian.
Sedangkan berdasarkan Pasal 25 Kepmenhub nomor KM 71 tahun 2003, yang dimaksud dengan tanda uji kendaraan bermotor sekurang-kurangnya memuat
uji berkala kendaraan bermotor.
2. Tata Cara Pengujian Kendaraan Bermotor Sistem pengujian kendaraan bermotor adalah salah satu sub system dari system transportasi jalan yang berperan sangat menentukan dalam mewujudkan suatu system transportasi jalan yang efisien. Tolok ukur efisiensi dimaksud antara lain mencakup pencapaian beberapa kriteria diantaranya sebagai berikut : 1. Biaya ( financial ). 2. Waktu. Laporan Akhir
II- 17
Bab II – Kajian Literatur
data mengenai kode wilayah pengujian, nomor uji kendaraan, dan masa berlaku
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
3. Penghematan energy. 4. Jaminan penyediaan kendaraan bermotor yang memenuhi standar yang disepakati baik dalam cakupan nasional, regional maupun internasional. 5. Jaminan keselamatan penggunaan fasilitas kendaraan bermotor baik untuk manusia maupun barang. 6. Proteksi dampak penggunaan kendaraan bermotor terhadap pencemaran lingkungan.
Peran sistem pengujian dalam pencapaian criteria tersebut adalah sangat menentukan, walaupun dalam implementasinya akan menghadapai berbagai masalah yang sangat kompleks, karena memerlukan suatu penanganan yang terpadu dalam memastikan kelaikan jalan seluruh kendaraan bermotor secara berkesinambungan, sejak berada pada tahapan prototype desain, selanjutnya pada tahapan produksi dan kemudian pada tahapan operasional kendaraan bermotor.
Secara teknis, keberhasilan peran sub system pengujian kendaraan bermotor dalam system transportasi jalan dapat dicerminkan melalui jaminan tersedianya kendaraan bermotor yang memenuhi standar-standar tertentu secara konsisten sepanjang masa operasional. Standar tersebut diantaranya meliputi standar keselamatan, standar proteksi terhadap pencemaran lingkungan dan standar kinerja efisiensi penggunaan energy.
Sistem pengujian yang ideal pada akhirnya akan mewujudkan suatu kondisi system transportasi jalan sebagai berikut :
manusia dan barang. 2. Minimalnya distorsi kelancaran lalu lintas jalan yang dikarenakan jaminan terhadap kelaikan jalan dari seluruh kendaraan bermotor yang beroperasi di jalan. 3. Mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh factor teknis kendaraan bermotor. 4. Terkendalinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor.
Laporan Akhir
II- 18
Bab II – Kajian Literatur
1. Meningkatnya efisiensi biaya transportasi yang berhubungan dengan mobilitas
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
5. Merangsang penggunaan bahan bakar yang aman bagi kesehatan dan lingkungan. 6. Berkurangnya tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh factor teknis kendaraan bermotor. 7. Tersosialisasinya criteria laik jalan pada penggunaan kendaraan bermotor di jalan. 8. Rangsangan terhadap perkembangan teknologi kendaraan bermotor yang relevan terhadap standar kelaikan jalan yang ditentukan, dikarenakan tuntutan kebutuhan pasar dan regulasi yang berkembang secara dinamis. 9. Berkembangnya system pengujian kendaraan bermotor yang sejalan dengan harmonisasi system pengujian kendaraan bermotor secara global.
Idealnya, kualitas kelaikan jalan dan emisi gas buang kendaraan bermotor dapat diciptakan melalui 2 lembaga, yaitu : 1. Industri kendaraan bermotor dan komponennya yaitu melalui proses desain dan produksi. 2. Lembaga perawatan kendaraan bermotor, melalui system perawatan yang berkesinambungan.
Sedangkan fungsi lembaga pengujian kendaraan bermotor didalam konteks tersebut adalah berperan sebagai lembaga control yang mengendalikan sejauh mana jaminan kualitas kelaikan jalan dan emisi gas buang kendaraan bermotor yang diproduksi dan dirawat adalah sesuai dengan yang semestinya. Dimana didalam pelaksanaannya
domestic, regional maupun global. Dalam pengertian tersebut standard adalah bahasa satu-satunya yang dapat mengakomodasikan kepentingan pihak-pihak yang terkait, seperti Pemerintah, industri otomotiv, bengkel perawatan / pemeliharaan, lembaga pengujian kendaraan bermotor dan pemilik kendaraan bermotor.
Efektivitas fungsi kontrol melalui pengujian kendaraan bermotor terletak pada 3 (tiga) aspek penting, yaitu : 1. Peralatan uji yang support terhadap teknologi kendaraan bermotor sehingga mampu menilai performansi kendaraan bermotor. Laporan Akhir
II- 19
Bab II – Kajian Literatur
menggunakan acuan standar tertentu yang disepakati bersama baik dalam skala
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2. Tenaga penguji yang profesional yang adaptif terhadap perkembangan teknologi otomotif dan teknologi alat uji sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai seorang decision marker yang menetapkan sebuah kendaraan berada dalam kondisi laik jalan atau tidak. 3. Mekanisme pelaksanaan uji yang efisien dan transparant sehingga memudahkan pemilik kendaraan bermotor untuk menguji kendaraannya serta memperoleh pelayanan yang optimal.
Untuk menjaga profesionalisme penguji, maka penguji kendaraan bermotor dibagi dalam beberapa jenjang keahlian ( kompetensi ) dimana setiap jenjang kompetensi memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan kompetensinya. Kompetensi jenjang penguji kendaraan bermotor berdasarkan SK MENPAN No.150/KEP/M.PAN/11/2003, terdiri dari : 1. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana Pemula 2. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana 3. Penguji Kendaraan Bermotor Pelaksana Lanjutan 4. Penguji Kendaraan Bermotor Penyelia
Penguji disini dimaksudkan petugas pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor yang telah mengikuti pendidikan dan pelatihan pengujian kendaraan bermotor (PKB), dan memiliki kemampuan dan tanda kualifikasi teknis penguji kendaraan bermotor dari Direktorat
Jenderal
Perhubungan
Darat
(SK
Dirjen
Hubdat
No.
177/AJ.108/DRJD/2001). Penguji Kendaraan Bermotor diberi tugas, tanggung jawab,
pengujian kendaraan bermotor. (SK MENPAN No.150 / KEP / M.PAN / 11 / 2003).
Dalam Balai Pendidikan dan Pelatihan Transportasi Darat ada tujuh Kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Penguji Pelaksana Pemula antara lain :
Etika Profesi
Dasar Hukum
Administrasi Pengujian Kendaraan Bermotor
Pengumpulan dan Pelaporan Hasil Uji
Teknik Menguji Kendaraan Bermotor Laporan Akhir
II- 20
Bab II – Kajian Literatur
wewenang dan hak secara penuh oleh Pejabat yang berwenang untuk melakukan tugas
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Menimbang Sumbu Kendaraan Bermotor
Teknik Kendaraan Bermotor
Tata Cara Pelayanan Pengujian Kendaraan Bermotor adalah sebagai berikut: i.
pemohon mengajukan permohonan/pendaftaran di loket pendaftaran dengan membawa persyaratan administrasi yang telah ditentukan;
ii.
petugas loket menerima dan meneliti persyaratan administrasi, apabila tidak memenuhi,
maka
petugas
loket
Pendaftaran
dapat
metolak
permohonan/pendaftaran dan mengembalikannya kepada pemohon disertai penjelasan dan meminta kepada pemohon untuk melengkapinya; iii.
apabila memenuhi maka pemohon diberikan formulir permohonan/pendaftaran untuk diisi dengan benar.
iv.
setelah pemohon mengisi formulir dan menyerahkannya kepada petugas loket pendaftaran, maka petugas loket meminta kepada petugas ruang arsip selanjutnya menetapkan waktu pelaksanaan pengujian dan memberikan Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang berisi jenis pelayanan dan perhitungan biaya/retribusi uji untuk dibayar oleh pemohon pada bank atau bendahara yang ditunjuk;
v.
setelah melakukan pembayaran pemohon akan menerima tanda bukti pembayaran dan selanjutnya menyerahkan tanda bukti tersebut ke petugas loket;
vi.
setelah menerima tanda bukti pembayaran, petugas loket menyerahkan surat pengantar untuk melakukan pra uji dan uji kendaraan bermotor ke loket administrasi pengujian kendaraan bermotor dan oleh petugas loket diisikan pada
selanjutnya diserahkan kepada penguji untuk dilakukan pra uji; vii.
penguji melaksanakan pra uji pada kendaraan milik pemohon dan apabila dari hasil pra uji ditemukan ketidak sesuaian antara fisik kendaraan dengan suratsurat kendaraan, maka penguji akan melaporkan ke petugas loket administrasi pengujian kendaraan bermotor yang selanjutnya diteruskan ke petugas loket pendaftaran untuk kemudian disampaikan dan dijelaskan kepada pemohon dan meminta untuk melakukan perbaikan atas ketidaksesuaian tersebut;
viii.
Apabila sesuai maka penguji membawa kendaraan dimaksud ke ruang pengujian berkala kendaraan bermotor yang meliputi pemeriksaan teknis dan Laporan Akhir
II- 21
Bab II – Kajian Literatur
kartu induk pengujian kendaraan sesuai dengan data yang diperlukan dan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
pemeriksaan laik jalan dengan menggunakan alat uji dan mencatat pada lembar hasil pengujian kendaraan bermotor; ix.
Apabila dari hasil pengujian ditemukan penolakan atas pemeriksaan teknis dan/atau tidak lulus kelaikan jalannya, maka penguji akan membuat surat keterangan tidak lulus uji beserta alasan tidak lulus untuk disampaikan kepada pemohon melalui loket administrasi pengujian kendaraan bermotor dan petugas loket pendaftaran untuk segera dilakukan perbaikan dan uji ulang dengan dipungut biaya sepanjang pemohon tidak keberatan atas ketidaklulusan tersebut. uji ulang dilakukan pada waktu yang telah ditetapkan oleh petugas loket pendaftaran. Surat keterangan tidak lulus uji tidak dimaksudkan sebagai pengganti tanda bukti lulus uji dan kendaraannya tidak dibenarkan untuk dioperasikan di jalan kecuali untuk kepentingan pelaksanaan uji ulang;
x.
Apabila dari hasil uji ulang ternyata tetap tidak lulus uji maka pemohon tidak diberikan kesempatan uji ulang lagi dan selanjutnya diperlakukan sebagai pemohon baru;
xi.
Apabila pemohon mengajukan keberatan atas ketidaklulusannya secara tertulis disertai alasannya dan diajukan pada kesempatan pertama setelah pada hari itu juga menerima surat pemberitahuan tidak lulus uji atau selambat-lambatnya hari berikutnya pada waktu jam kerja,, maka Kepala Unit Pelaksana Teknis meminta penjelasan kepada penguji yang bersangkutan dan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) jam harus memberikan jawaban apakah keberatan tersebut diterima atau ditolak;
xii.
Apabila pengajuan tersebut dilakukan setelah melampaui batas waktu yang
melaksanakan uji ulang; xiii.
Apabila keberatan terhadap
ketidaklulusan uji kendaraan ditolak maka
pemohon tidak dapat lagi mengajukan keberatan dan harus melakukan uji ulang; xiv.
Apabila kendaraan dinyatakan lulus uji kendaran, maka penguji memasang tanda lulus uji berupa plat uji dan stiker tanda samping dan penguji yang berwenang menandatangani pengesahan buku uji;
xv.
Buku uji yang telah ditandatangani selanjutnya diserahkan kepada petugas loket administrasi pengujian kendaraan bermotor dan selanjutnya diserahkan pada petugas loket pendaftaran. Laporan Akhir
II- 22
Bab II – Kajian Literatur
ditetapkan, maka pengajuan tersebut ditolak dan pemohon harus tetap
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
xvi.
Petugas loket pendaftaran melakukan pemanggilan kepada pemohon untuk mengambil buku uji dan kendaraannya sudah siap untuk dioperasikan.
E. Kajian Literatur terkait Dengan Penyelenggaraan Bengkel Umum 1. Bengkel Umum berdasarkan Kepmenperindag Nomor 551/MPP/Kep/10/1999
Terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum, Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian mengeluarkan regulasi berupa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 551/MPP/Kep/10/1999 tentang Bengkel Umum Kendaraan Bermotor. Berdasarkan Kepmenperindag tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan bengkel umum kendaraan bermotor adalah bengkel umum yang berfungsi untuk membetulkan, memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Berdasarkan Kepmenperindag Nomor 551/MPP/Kep/10/1999, bengkel umum terbagi kedalam 3 klasifikasi yang didasarkan atas tingkat pemenuhan terhadap persyaratan sistem mutu, mekanik, fasilitas, dan peralatan, serta manajemen informasi sesuai dengan penilaian masing-masing kelas bengkel. Ketiga klasifikasi bengkel tersebut antara lain yaitu : -
Bengkel kelas I tipe A, B, C
-
Bengkel kelas II, tipe A, B, C
-
Bengkel kelas III, tipe A, B, C
Tipe-tipe bengkel tersebut secara teknis didasarkan pada jenis pekerjaan yang mampu
-
Bengkel tipe A, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil perbaikan besar, perbaikan chasis dan bodi;
-
Bengkel tipe B, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil dan perbaikan besar atau jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil serta perbaikan chasis dan bodi;
-
Bengkel tipe C, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, dan perbaikan kecil.
Laporan Akhir
II- 23
Bab II – Kajian Literatur
dilakukan oleh bengkel tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut :
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2. Sistem Mutu Bengkel Berdasarkan Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/1999, sistem mutu bengkel yang diterapkan pada unit bengkel sekurang-kurangnya dapat memenuhi beberapa persyaratan sistem mutu, yang antara lain adalah : -
Menjamin identifikasi dan mampu telusur produk (jasa perawatan dan/atau perbaikan kendaraan bermotor);
-
Menjamin transparansi operasional bengkel;
-
Menjamin konsistensi kualitas hasil perawatan dan perbaikan bengkel.
Bengkel umum harus memiliki pedoman bengkel yang sekurang-kurangnya mencantumkan tanggung jawab manajemen, perencanaan sistem mutu, dan produk mutu bengkel, yang terdiri dari : g. Prosedur penerimaan order; h. Prosedur proses pengerjaan perawatan dan perbaikan; i. Prosedur proses inspeksi/pemeriksaan; j. Prosedur proses penyerahan; k. Prosedur suku cadang; l. Prosedur standar biaya/jam kerja; m. Prosedur keselamatan kerja; n. Prosedur pelatihan; dan o. Prosedur penanganan limbah bengkel. 3. Fasilitas dan Peralatan Bengkel
Berdasarkan Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/1999, dijelaskan pula terkait
kendaraan bermotor roda empat atau lebih dan bengkel kendaraan roda dua sekurangkurangnya harus memiliki fasilitas yang terdiri dari : a. Fasilitas umum; b. Fasilitas penyimpanan; c. Fasilitas keselamatan; dan \ d. Fasilitas penampung limbah.
Sedangkan untuk keperluan pelayanan terhadap kendaraan, bengkel umum tentunya haruis memilki stall perbaikan yang disesuaikan dengan tipe bengkel. Batasan Laporan Akhir
II- 24
Bab II – Kajian Literatur
dengan fasilitas dan peralatan bengkel yang perlu tersedia di bengkel umum. Bengkel
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
minimum ketersediaan stall perbaikan berdasarkan tipe bengkelnya dapat dilihat dalam tabel berikut,
Tabel 2.5 Minimum Ketersediaan Stall Perbaikan Bengkel Umum berdasarkan Tipenya Tipe Bengkel
Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe A
Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B1
Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B2
Ketersediaan Stall Minimum 1.Stall pemeriksaan/diagnosa 2.Stall perbaikan dan perawatan 3.Stall perbaikan chasis dan bodi 4.Stall pengecatan 5.Stall pelumasan 6.Jalur keluar masuk pada area stall 7.Ruang perbaikan motor penggerak 1. Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan 3. Stall perbaikan chasis dan bodi 4. Stall pengecatan 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak 1. Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan 3. Stall perbaikan chasis dan bodi 4. Stall pengecatan 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak
Laporan Akhir
Bab II – Kajian Literatur
1. Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan Bengkel kendaraan Roda 3. Stall perbaikan chasis dan bodi empat atau lebih 4. Stall pengecatan Tipe C 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak 1. Stall pemeriksaan/diagnosa 2. Stall perbaikan dan perawatan 3. Stall perbaikan chasis dan bodi Bengkel Kendaraan Roda 2 4. Stall pengecatan 5. Stall pelumasan 6. Jalur keluar masuk pada area stall 7. Ruang perbaikan motor penggerak Sumber : Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/1999 II- 25
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Sedangkan untuk ketersediaan peralatan bengkel, untuk tiap-tiap tibe bengkel baik bengkel kendaraan roda empat maupun kendaraan roda dua dapat dilihat dalam tabel berikut ini,
Tipe Bengkel
Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe A
Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B1
Laporan Akhir
Ketersediaan Peralatan Bengkel Minimum 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 11. Kelompok peralatan overhaul engine 12. Kelompok peralatan spesial untuk diagnosa kendaraan 13. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan kopling 14. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pengereman 15. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan suspensi dan poros penggerak 16. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem kemudi 17. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem bahan bakar 18. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pelumasan 19. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan transmisi 20. Kelompok peralatan perbaikan bodi 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools II- 26
Bab II – Kajian Literatur
Tabel 2.6 Minimum Ketersediaan Peralatan Bengkel Umum berdasarkan Tipenya
Tipe Bengkel
Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe B2
Bengkel kendaraan Roda empat atau lebih Tipe C
Laporan Akhir
Ketersediaan Peralatan Bengkel Minimum 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 11. Kelompok peralatan overhaul engine 12. Kelompok peralatan spesial untuk diagnosa kendaraan 13. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan kopling 14. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pengereman 15. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan suspensi dan poros penggerak 16. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem kemudi 17. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem bahan bakar 18. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem pelumasan 19. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan transmisi 20. Kelompok peralatan perbaikan bodi 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan air service 3. Kelompok peralatan hand tools 4. Kelompok peralatan pembangkit listrik II- 27
Bab II – Kajian Literatur
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tipe Bengkel
Ketersediaan Peralatan Bengkel Minimum 5. Kelompok peralatan diagnosa kendaraan 6. Kelompok peralatan pengangkat 7. Kelompok peralatan pelumas 8. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 9. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 10. Kelompok peralatan tune up engine 1. Kelompok peralatan perawatan/ perbaikan umum 2. Kelompok peralatan hand tools 3. Kelompok peralatan air service 4. Kelompok peralatan pelumas 5. Kelompok peralatan perbaikan ban/roda 6. Kelompok peralatan tune up engine 7. Kelompok peralatan overhaul engine Bengkel Kendaraan Roda 2 8. Kelompok peralatan pencuci kendaraan 9. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan engine 10. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan frame bodi 11. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan sistem kemudi 12. Kelompok peralatan spesial untuk perawatan/perbaikan roda Sumber : Kepmenperin Nomor 551/MPP/Kep/10/1999
F. Standar Bangunan Negara Terkait dengan standar pembangunan bagi gedung negara, Pemeirntah telah
Gedung Negara. Secara teknis terkait dengan standar pembangunan gedung negara dijelaskan dalam Kepmenkimpraswil Nomor : 322/KPTS/M/2002 tentang pedoman teknis Pembangunan Gedung Negara.
1. Pembangunan Gedung Negara berdasarkan Perpres 73/2011 Berdasarkan Pasal 1 Perpres 73/2011 yang dimaksud dengan bangunan gedung negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi barang milik negara/daerah dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, atau perolehan lainnya yang sah. Pembangunan bangunan gedung negara adalah kegiatan mendirikan bangunan gedung negara yang diselenggarakan Laporan Akhir
II- 28
Bab II – Kajian Literatur
menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
melalui tahap perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, dan pengawasannya, baik merupakan pembangunan baru, perawatan bangunan gedung, maupun perluasan bangunan gedung yang sudah ada, dan/atau lanjutan pembangunan bangunan gedung.
Persyaratan pembangunan bangunan gedung negara dijelaskan dalam Pasal 2 Perpres 73/2011 yang terdiri dari persyaratan administratif dan persyaratan teknis. Persyaratan administratif bangunan gedung negara meliputi persyaratan status hak atas tanah dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; status kepemilikan bangunan gedung; dan izin mendirikan bangunan gedung, termasuk dokumen analisis dampak lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain persyaratan administratif tersebut, bangunan gedung negara juga harus dilengkapi dengan: a. dokumen pendanaan; b. dokumen perencanaan; c. dokumen pembangunan; dan d. dokumen pendaftaran. Sedangkan persyaratan teknis pembangunan bangunan gedung negara meliputi tata bangunan; dan keandalan bangunan. Selain persyaratan teknis bangunan gedung negara Secara teknis juga harus memenuhi ketentuan antara lain klasifikasi; standar luas; dan standar jumlah lantai.
Terkait dengan klasifikasi bangunan gedung negara yang menjadi bagian dari persyaratan teknis pembangunan bangunan gedung negara, didasarkan pada kompleksitas bangunan gedung. Klasifikasi bangunan gedung negara tersebut meliputi
terkait dengan jenis-jenis klasifikasi bangunan gedung tersebut adalah :
a. Bangunan sederhana merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi sederhana. b. Bangunan tidak sederhana merupakan bangunan gedung negara dengan teknologi dan spesifikasi tidak sederhana. c. Bangunan khusus merupakan bangunan gedung negara dengan fungsi, teknologi, dan spesifikasi khusus.
Laporan Akhir
II- 29
Bab II – Kajian Literatur
bangunan sederhana, bangunan tidak sederhana, dan bangunan khusus. Penjelasan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Terkait dengan standar luas bangunan gedung negara sebagai salah satu syarat teknis, dikelompokkan menjadi standar luas gedung kantor; standar luas rumah negara; dan standar luas bangunan gedung negara lainnya. Standar luas ruang gedung kantor ratarata 10 (sepuluh) meter persegi per personel. Bangunan gedung kantor yang memerlukan ruang pelayanan, luasnya dihitung secara tersendiri berdasarkan analisis kebutuhan ruang di luar standar luas.
Sedangkan standar luas rumah negara beserta standar luas tanahnya ditetapkan sesuai dengan tipe rumah negara yang didasarkan pada tingkat jabatan dan golongan kepangkatan penghuni.
Sedangkan terkait dengan standar jumlah lantai bangunan
gedung negara disyaratkan bahwa jumlah lantai bangunan gedung negara ditetapkan paling banyak 8 (delapan) lantai. Selain itu jumlah lantai rumah negara yang tidak berupa rumah susun ditetapkan paling banyak 2 (dua) lantai. Bangunan gedung negara yang dibangun lebih dari 8 (delapan) lantai harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
2. Pembangunan Gedung Negara berdasarkan Kepmenkimpraswil 332/2002
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara yang disampaikan melalui Kepmenkimpraswil 332/2002 ini dimaksudkan sebagai petunjuk pelaksanaan bagi para penyelenggara dalam melaksanakan pembangunan bangunan gedung negara. Pedoman Teknis Bangunan Gedung Negara ini bertujuan terwujudnya bangunan gedung negara sesuai dengan fungsinya, memenuhi persyaratan keselamatan, kesehatan, kemudahan, efisien
dalam
penggunaan
sumber
daya,
dan
serasi
dengan
lingkungannya, serta diselenggarakan secara tertib, efektif dan efisien.
Bangunan Gedung Negara adalah bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi/akan menjadi kekayaan milik negara dan diadakan dengan sumber pembiayaan yang berasal dari dana APBN, dan/atau APBD, dan/atau sumber pembiayaan lainnya, antara lain seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah negara, yang dapat dibedakan atas: a. Bangunan Gedung Negara Pusat, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas Pusat/nasional; Laporan Akhir
II- 30
Bab II – Kajian Literatur
kenyamanan,
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
b. Bangunan Gedung Negara Provinsi, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi Provinsi; c. Bangunan Gedung Negara Kabupaten/Kota, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas otonomi Kabupaten/Kota; d. Bangunan Gedung Negara BUMN/BUMD, yaitu bangunan gedung untuk keperluan dinas pelaksanaan tugas BUMN/BUMD.
2.1.
Klasifikasi Bangunan Gedung Negara
2.1.1. Bangunan Sederhana
Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana, atau bangunan gedung negara yang sudah ada disain prototipenya. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain:
gedung kantor yang sudah ada disain prototipenya, atau bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2;
bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat;
gedung pelayanan kesehatan: puskesmas;
gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d. 2
2.1.2. Bangunan Tidak Sederhana Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain:
gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung kantor dengan luas di atas dari 500 m2, atau gedung kantor bertingkat di atas 2 lantai.
bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang bertingkat,
gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D. Laporan Akhir
II- 31
Bab II – Kajian Literatur
lantai.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedung pendidikan dasar/lanjutan bertingkat di atas 2 lantai.
2.1.3. Bangunan Khusus Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/ teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya minimum adalah 10 (sepuluh) tahun.
Istana negara dan rumah jabatan presiden & wakil presiden
wisma negara
gedung instalasi nuklir
gedung laboratorium
gedung terminal udara/laut/darat
stasiun kereta api
stadion olah raga
rumah tahanan
gudang benda berbahaya
gedung bersifat monumental
gedung untuk pertahanan
gedung kantor perwakilan negara R.I. di luar negeri.
2.2.
Standar Luas Bangunan Gedung Negara
Dalam menghitung luas ruang bangunan gedung kantor yang diperlukan, dihitung berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi tidak sederhana rata-rata sebesar 9,6 m2 per-personil. b. Standar luas ruang gedung kantor pemerintah yang termasuk klasifikasi sederhana rata-rata sebesar 8 m2 per-personil. Kebutuhan total luas gedung kantor dihitung berdasarkan jumlah personil yang akan ditampung dikalikan standar luas sesuai dengan klasifikasi bangunannya. Untuk bangunan gedung kantor yang memerlukan Laporan Akhir
II- 32
Bab II – Kajian Literatur
Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain:
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
ruang-ruang khusus atau ruang pelayanan masyarakat, kebutuhannya dihitung secara tersendiri di luar luas ruangan untuk seluruh personil yang akan ditampung. Standar Luas Ruang Kerja Kantor Pemerintah tercantum pada Tabel 2.3.
Standar luas Rumah Negara ditentukan sesuai dengan tipe peruntukannya, sebagai berikut:
Tabel 2.3 Standar Luas Rumah Negara Tipe
Luas Bangunan
Luas Lahan
Khusus
400 m2
1.000 m2
A
250 m2
600 m2
B
120 m2
350 m2
C
70 m2
200 m2
D
50 m2
120 m2
E
36 m2
100 m2
Jenis dan jumlah ruang minimum yang harus ditampung dalam tiap Tipe Rumah Negara, sesuai dengan yang tercantum dalam Tabel D. Luas teras beratap dihitung 50%, sedangkan luas teras tidak beratap dihitung 30%. Luas lahan disesuaikan dengan kondisi daerah/ketentuan yang diatur dalam RTRW yang dituangkan dalam Peraturan Daerah.
Persyaratan Teknis Bangunan Gedung Negara
Secara umum, persyaratan teknis bangunan gedung negara mengikuti ketentuan dalam: 1) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 441/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, 2) Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 468/KPTS/1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan, 3) Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum No. 10/KPTS/2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, 4) Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, serta 5) Standar teknis lainnya yang berlaku. Laporan Akhir
II- 33
Bab II – Kajian Literatur
2.3.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Persyaratan teknis Bangunan Gedung Negara harus tertuang secara lengkap dan jelas ada Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS) dalam Dokumen Perencanaan. Persyaratan tata bangunan dan lingkungan bangunan gedung negara meliputi ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam pembangunan bangunan gedung negara dari segi tata bangunan dan lingkungannya, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten/Kota atau Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung Kabupaten/Kota yang bersangkutan, yaitu:
a. Peruntukan Lokasi Setiap Bangunan gedung negara harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam RTRW Kabupaten/Kota tempat dimana bangunan gedung negara tersebut akan direncanakan untuk dibangun.
b. Jarak antar blok/massa bangunan Sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung, maka jarak antar blok/masa bangunan harus mempertimbangkan-kan hal-hal seperti: 1) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran, 2) Kesehatan, termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan, 3) Kenyamanan, 4) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan.
Ketinggian bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah setempat tentang ketinggian maksimum bangunan pada lokasi, maksimum adalah 8 lantai. Untuk bangunan gedung negara yang akan dibangun lebih dari 8 lantai, harus mendapat persetujuan dari : 1) Menteri
Keuangan
dan
Menteri
Negara
Perencanaan
Pembangunan
Nasional/Ketua Bappenas setelah memperoleh pendapat teknis dari Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber dari APBN;
Laporan Akhir
II- 34
Bab II – Kajian Literatur
c. Ketinggian bangunan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2) Gubernur, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber pada APBD Provinsi; 3) Bupati/Walikota, setelah memperoleh pendapat teknis dari Instansi Teknis setempat, untuk bangunan gedung negara yang pembiayaannya bersumber pada APBD Kabupaten/Kota.
d. Ketinggian langit-langit Ketinggian langit-langit bangunan gedung kantor minimum adalah 2,80 meter dihitung dari permukaan lantai. Untuk bangunan gedung olah-raga, ruang pertemuan, dan bangunan lainnya dengan fungsi yang memerlukan ketinggian langit-langit khusus, agar mengikuti Standar Nasional Indonesia yang berlaku.
e. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Ketentuan besarnya Koefisien Dasar Bangunan (KDB) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
f. Koefisien Lantai bangunan (KLB) Ketentuan besarnya Koefisien Lantai Bangunan (KLB) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
Perbandingan antara luas seluruh daerah hijau dengan luas persil bangunan gedung negara, sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah Setempat tentang bangunan, harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan: 1) daerah resapan air 2) ruang terbuka hijau Untuk bangunan gedung yang mempunyai KDB kurang dari 40%, harus mempunyai KDH minimum sebesar 15%.
Laporan Akhir
II- 35
Bab II – Kajian Literatur
g. Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
h. Garis Sempadan Bangunan Ketentuan besarnya garis sempadan, baik garis sempadan pagar maupun garis sempadan bangunan harus mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah setempat tentang Bangunan Gedung untuk lokasi yang bersangkutan.
i. Wujud arsitektur Wujud arsitektur bangunan gedung negara harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut: 1) mencerminkan fungsi sebagai bangunan gedung negara; 2) seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya; 3) indah namun tidak berlebihan; 4) efisien dalam penggunaan sumber daya dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya; 5) memenuhi tuntutan sosial budaya setempat; 6) pelestarian bangunan bersejarah.
j. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Lingkungan Bangunan Bangunan gedung negara harus dilengkapi dengan prasarana dan sarana bangunan yang memadai, dengan biaya pembangunannya diperhitungkan sebagai pekerjaan nonstandar. Prasarana dan sarana bangunan yang harus ada pada bangunan gedung negara, seperti: a. Sarana parkir kendaraan; b. Sarana untuk penyandang cacat; c. Sarana penyediaan air bersih;
e. Sarana ruang terbuka hijau; f. Sarana hidran kebakaran halaman; g. Sarana penerangan halaman; h. Sarana jalan masuk dan keluar.
k. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) dan Asuransi Setiap pembangunan bangunan gedung negara harus memenuhi persyaratan K3, sesuai yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan
Umum
Nomor:
Laporan Akhir
Kep.174/MEN/1986
dan
104/KPTS/1986
tentang
II- 36
Bab II – Kajian Literatur
d. Sarana drainase, limbah, dan sampah;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi, dan atau peraturan penggantinya. G. Kajian Literatur terkait Dengan Standar Fasilitas Bangunan
Standar fasilitas bangunan yang umum digunakan di Indonesia untuk menentukan klasifikasi fasilitas sesuai dengan kondisi bangunannya adalah literatur dari Ernst and Peter Neufert dalam buku Architects’ Data. Secara umum literatur tersebut menjelaskan standar minimum fasilitas tertentu bagi bangunan tertentu.
1. Standar Jalan Ruang lalu lintas bagi kendaraan bermotor di sebuah lingkungan tentunya harus bisa mengakomodir kebutuhan aksesibilas tipikal kendaraan yang akan melintas baik kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor maupun pejalan kaki. Beberapa ketentuan lebar jalan bagi kendaraan bermotor, tidak bermotor dan pejalan kaki dalam standar aturan bangunan, antara lain adalah : -
Standar bagi jalur sepeda minimum lebar adalah
1 meter, dan ketinggian
(clearance) 2,25 meter; -
Jalur Pejalan Kaki lebar minimum 0,75 meter, dan ketinggian (clearance) 2,25 meter
-
Jalur mobil, lebar minimum 4 meter dan ketinggian minimum 4,5 meter, dianjurkan 4,75 meter apabila dilewati mobil dengan ketinggian tidak umum;
bangunan ini menentukan pula jalur aman di sebelah jalur kendaraan bermotor. Dengan kecepatan maksimum 70 km/jam ruang pengaman di samping jalur kendaraan adalah selebar minimum 1,25 meter.
2. Standar Tangga dan Lift 2.1.Standar Bangunan Tangga Peraturan/ketetapan untuk membuat tangga dalam pembangunan gedung berbedabeda. Salah satunya adalah aturan DIN 18065 yang menetapkan ukuran yang pasti untuk membuat tangga. Untuk bangunan yang memiliki tinggi bangunan lebih dari Laporan Akhir
II- 37
Bab II – Kajian Literatur
Selain mengatur jalur kendaraan bermotor, tidak bermotor, dan pejalan kaki, aturan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2 (dua) lantai ukuran luas tangga harus diatas 0,80 m, dengan tinggi 17/28. Menurut aturan bangunan ukuran tangga yang direkomendasikan adalah 1,00 meter dan 17/28.
Untuk pembuatan tangga untuk model theter atau sejenisnya tentunya memerlukan perencanaan khusus tertentu. Tingkat datar tangga yang nyaman seperti tangga yang bebas di taman terbuka/kebun serta untuk keperluan model theater maka perlu diperhitungkan pembangunan sisipan tangga podium di antara tiap tingkat dengan ukuran yang lebih kecil. Sehingga terdapat tangga yang dapat dinaiki.
Sedangkan pembuatan tangga untuk jalur darurat di gedung, atau tangga untuk pintu sambing harus dibuat lebih leluasa untuk memungkinkan orang lebih cepat bergerak ketika dalam keadaan darurat. Tangga bangunan memiliki bentuk yang berbedabeda, tentunya bagi penggunanya memerlukan energi yang lebih untuk naik maupun menuruni tangga. Standar tangga dalam aturan bangunan gedung dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 2.8 Ketentuan Tangga dalam Aturan Bangunan Gedung Jenis Tangga
Bangunan dengan lantai tidak lebih dari 2
Tidak Memerlukan tangga menurut aturan bangunan
Tangga yang menuju ke ruang umum
Tangga yang tidak menuju ruang umum Menurut aturan bangunan tidak perlu tangga tambahan (DIN 18064/11/79) Bangunan yang tidak memerlukan tangga tambahan didalam ruang tertutup menurut aturan bangunan. Bangunan Memerlukan tangga dalam lebih dari 2 aturan bangunan DIN lantai 18064/11/75
Lebar tangga minimum yang digunakan (cm) ≥ 80
Tanjakan tangga (cm)
Perbandingan tanjakan tangga dengan garis jalan
≥ 17 ± 3
28 ± 9
≥ 80
≤ 21
≥ 21
≥ 50
≤ 21
≥ 21
≥ 50
Tidak ditetapkan
≥ 100
≤ 21
Bab II – Kajian Literatur
Jenis Bangunan
≥ 21
Sumber : Architects’ Data, Ernst and Peter Neufert, 1996.
Laporan Akhir
II- 38
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2.2.Standar Bangunan Lift Akses vertikal pada sebuah gedung yang terdiri dari beberapa lantai dapat dialihkan dengan menggunakan instalasi lift. Biasanya untuk perencanaan instalasi lift ini dikerjakan oleh arsitek yang ahli dalam bidangnya. Pada gedungyang bersar dan bertingkat, penempatan lift pada tengah-tengah bangunan sangat cocok terutama di bagian akses utama bangunan dan pad apersilangan akses bangunan. Sesuai kegunaannya, lift terbagi menjadi 2 jenis yaitu lift barang dan orang, dan dalam aplikasinya tentunya lift barang harus dipisahkan dengan lift untuk orang.
Namun dari kedua jenis lift tersebut konstruksinya tidak berbeda, hanya saja dalam beberapa kasus lift barang tentunya memiliki kapasitas dan ukuran yang lebih besar daripada lift orang. Lift untuk mengangkut orang pada bangunan tertentu diklasifikasikan berdasarkan daya tampungnya sebagai berikut : a. Lift kecil, dengan kapasitas 400 kg, digunakan untuk orang beserta barang bawaannya; b. Lift sedang, dengan kapasitas 630 kg, dapat digunakan untuk orang beserta barang bawaannya, kereta bayi, dan kursi roda; c. Lift besar, dengan kapasitas 1000 kg, digunakan untuk transportasi alat pengusung orang sakit, peralatan dan kursi roda untuk orang cacat.
Selain kebutuhan ruangan lift, dalam mebangun lift perlu diperhitungkan pula luas ruang di depan pintu masuk yang harus memiliki luas dan bentuk tertentu, serta
-
Ruangan di depan lift harus memberikan ruang bagi pemakai lift yang naik dan turun dengan barang bawaannya
-
Ruangan di depan lift harus dapat memberikan ruang bai barang-barang besar yang dibawa seperti pengusung orang sakit, sehingga dapat memberikan kelancaran dalam mengeluarkan dan memasukkan barang besar dan tentu tidak mengganggu akses umum pengguna lift maupun pengguna gedung.
Standar ukuran dan kapasitas lift pengangkut orang maupun barang, serta spesifikasi lainnya yang mendukung dapat dilihat dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
II- 39
Bab II – Kajian Literatur
memenuhi beberapa persyaratan antara lain
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 2.9 Ukuran konstruksi bangunan, ukuran kotak, dan pintu lift 400 1,00
0,63
630 1,60
0,63
1,00
1,60
2,50
0,63
1.000 1,00 1,60
1800
1800
1800
1500
2100
2600
2,50
1500
1500
1700
1400
1500
1700
2800
1400
1500
1700
2800
3700
3800
4000
3700
3800
4000
5000
3700
3800
4000
5000
Kotak Lift
Ruang transmisi
Pintu
Ruang Lift
Kapasitas/muatan (kg) Kecepatan mesin (m/s) Lebar ruangan tempat lift minimal (mm) Dalam bagian atas lift minimal (mm) Dalam bagian bawah lift minimal (mm) Tinggi bagian utama ruang tempat lift (mm) Lebar pintu ruang tempat lift bagian dalam (mm) Tempat pintu ruang tempat lift (mm) Luas minimal ruang transmisi (mm) Lebar minimal transmisi (m2) Dalam minimal transmisi (mm) Tinggi minimal transmisi (mm) Lebar kotak lift bagian dalam (mm) Dalam kotak lift bagian dalam (mm) Tinggi kotak lift baguan dalam (mm) Lebar pintu masuk kotak lift bagian dalam (mm) Tinggi pintu masuk kotak lift bagian dalam (mm) Jumlah muatan untuk orang
800
800
800
2000
2000
2000
8
10
10
12
14
12
14
15
2400
2400
2700
2700
3000
2700
2700
3000
3200
3200
3700
3700
3700
4200
4200
4200
2000
2200
2000
2200
2600
2000
2200
2600
1100
1100
1100
950
1400
2100
2200
2200
2200
700 700
800 800
800 800
2000 2000
2000 2000
200
5
8
13
Sumber : Architects’ Data, Ernst and Peter Neufert, 2002.
Alat pendingin ruangan diperhitungkan memiliki pakasitas yang lebih besar daripada
kebutuhan
suhu
dinginnya
berdasarkan
persediaan
dan
faktor
kepastiannya. Waktu kerja dalam satu ruangan diperkirakan antara 16 hingga 20 jam per hari, untuk kasus tertentu dapat lebih singkat ataupun lebih lama. Untuk pendinginan ruangan kecil dengan suhu kurang lebih 2oC hingga 4oC dan pergantian barang atau keluar masuk orang sebesar 50 kg/m2 per hari maka dapat digunakan acuan kebutuhan suhu dingin dan output instalasi pendingin yang diperlukan seperti yang disampaikan dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
II- 40
Bab II – Kajian Literatur
3. Standar Pendingin Ruangan Umum
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 2.10 Aturan Pendingin Ruangan Umum Luas Lahan
Kebutuhan suhu dingin
Output Instalasi
(m2)
(KJ/hari)
pendingn (Watt)
5
50.000
870
10
82.000
1.400
15
111.300
1.900
20
138.600
2.400
25
163.800
2.850
30
187.000
3.250
Sumber : Architects’ Data, Ernst and Peter Neufert, 2002.
4. Standar Ruang Sanitasi
Standar ruang sanitasi yang mencakup standar bagi kamar mandi dan WC, dalam Data Arsitek mengatur terkait dengan perlengkapan ruang sanitasi. Standar ruang sanitasi memberikan acuan bagi dimensi perlengkapan ruang sanitasi, dan standar penempatannya. Secara detail standar bagi perencanaan ruang sanitasi dapat dilihat dalam Tabel 2.10 berikut,
Tabel 2.11 Kebutuhan perlengkapan ruang sanitasi
Washtafel tangan dan washtafel cucian duduk 1. Meja toilet tunggal 2. Meja toilet ganda 3. Meja toilet yang terpasang dengan satu washtafel dan lemari bawah 4. Meja toilet yang terpasang dengan dua washtafel dan lemari bawah 5. Washtafel tangan 6. Washtafel duduk (bidet) di atas lantai atau tergantung di dinding Bak-bak 1. Bak mandi 2. Bak pancuran WC dan tempat buang air kecil Laporan Akhir
Bidang Tempat Panjang (cm) Tinggi (cm)
> 60 > 120 > 70
> 55 > 55 > 60
> 140
> 60
> 50 40
>40 60
> 170 > 80
> 75 > 90
Bab II – Kajian Literatur
Perlengkapan Ruang Sanitasi
II- 41
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 2.11 Kebutuhan perlengkapan ruang sanitasi Perlengkapan Ruang Sanitasi 1. WC terpasang di dinding atau alat mencuci yang bertekanan 2. WC tanpa kotak pencuci (dengan kotak pencuci yang terpasang di dinding) 3. Tempat buang air kecil Sumber : Architect’s Data, 2002.
Bidang Tempat Panjang (cm) Tinggi (cm) 40 75 40
60
40
40
5. Standar Parkir Kendaraan Ruang parkir merupakan salah satu kebutuhan penunjang dalam pelayanan umum seperti terminal, fasilitas pengujian kendaraan, maupun bengkel kendaraan. Dalam Architect’s Data dijelaskan secara umum tentang spesifikasi teknis ruang parkir. Dalam standar tersebut dijelaskan bahwa ruang parkir biasanya dibatasi oleh garis berwarna kuning atau putih dengan ketebalan 12 hingga 20 mm. Selain itu untuk parkir yang menghadap tembok, garis parkir biasanya berjarak 1 meter sebelum
Gambar 2.1 Dimensi Kendaraan secara Umum Sumber : Architect’s Data, 2002
Untuk menunjang keamanan dalam parkir, khususnya agar tidak terjadi persinggungan antara kendaraan maupun dengan tembok, diperlukan penahan kendaraan yang membatasi jarak kendaraan parkir dan ditempatkan di lantai parkir,
Laporan Akhir
II- 42
Bab II – Kajian Literatur
tembok agar kendaraan tidak bersentuhan dengan tembok.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
biasanya penahan kendaraan tersebut berukuran panjang 50 hingga 60 cm, lebar 20 cm, dan ketinggian 10 cm.
Gambar 2.2. Ruang Bebas Parkir antar Kendaraan Sumber : Architect’s Data, 2002
Selain itu untuk parkir dengan jumlah ruang parkir yang banyak dan parkir menghadap tembok, diperlukan ruang kosong untuk memberikan jarak antar kendaraan. Ruang parkir kendaraan secara umum memiliki panjang sekitar 5 meter dan lebar minimal 2,3 meter, namun untuk parkir khusus kendaraan penyandang
Parkir Paralel jalur 1 arah
Laporan Akhir
Bab II – Kajian Literatur
cacat memiliki lebar minimal 3,5 meter.
Parkir miring 30o jalur 1 arah
II- 43
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Parkir miring 45o jalur 1 arah
Parkir miring 60o jalur 1 arah
Parkir miring 90o jalur 2 arah Parkir miring 90o jalur 2 arah dengan lebar 2,3 m dengan lebar 2,5 m Gambar 2.3 Bentuk Susunan Parkir Kendaraan
6. Standar Terminal Bus Data Architect’s juga mengatur terkait dengan standar dimensi terminal bus, meskipun tidak terlalu detail namun cukup mengatur bagi jalur bus, pemberhentian bus, dan dijelaskan dengan gambar-gambar contoh layout terminal bus. Untuk aturan bagi pemberhentian bus, dibagi kedalam 3 jenis bus yaitu bus biasa, bus tingkat, dan bus gandengan seperti yang dijelaskan dalam gambar berikut,
Laporan Akhir
II- 44
Bab II – Kajian Literatur
Sumber : Architect’s Data, 2002
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bus Biasa
Bus Tingkat
Bus Gandengan
Gambar 2.4 Jenis-jenis Bus Sumber : Architect’s Data, 2002
Perhentian bus, baik perhentian bus di jalan raya maupun perhentian bus di terminal tentunya memerlukan ruang henti yang cukup yang tidak mengganggu lalu lintas dan juga memberikan keleluasaan bagi bus untuk berhenti dan bagi penumpang yang akan menggunakan bus. Titik perhentian bus, untuk memudahkan penumpang, perlu disediakan ramp yang memiliki beda ketinggian dengan halte setinggi 30 hingga 40 cm,
bus dan lengkungan ramp untuk tiap-tiap jenis bus dijelaskan dalam gambar berikut
Laporan Akhir
II- 45
Bab II – Kajian Literatur
agar penumpang yang akan naik dapat lebih mudah. Sedangkan untuk lebar ramp henti
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Ruang Tunggu Penumpang
Jenis Bus Bus Biasa Bus Tingkat Bus Gandengan
Naik/Turun Penumpang
I L 12.00 40.50 25.00 52.50 18.00 46.50 Gambar 2.5 Ilustrasi Dimensi Perhentian Bus
L’ 47.62 (49.05) 60.62 (62.05) 53.62 (55.05)
Sumber : Architect’s Data, 2002
Untuk standar ukuran parkir bus tentunya menyesuaikan dengan dimensi bus dan jarak antara parkir bus harus mengakomodir kebutuhan naik tutun penumpang dan bongkar muat bagasi bus. Posisi parkir bus dapat mennggunakan 3 (tiga) posisi parkir, yaitu parkir paralel, parkir dengan kemiringan 45o dan parkir dengan kemiringan 90o. Standar bagi parkir bus di terminal dijelaskan dalam tabel berikut.
Posisi Parkir Panjang parkir Jenis Bus yang diparkir
Lebar ruang parkir Lebar lajur kedatangan Luasan area parkir : - Per bus - Bus gandeng
paralel 32 m 1 bus gandengan atau 2 bus biasa 3,5
Dengan kemiringan 45o 12 m 24 m 1 bus biasa 1 bus gandengan atau 2 bus biasa 3,5 3,5
Dengan kemiringan 90o 12 m 24 m 1 bus biasa 1 bus gandengan atau 2 bus biasa 3,5 3,5
4,0
8,0
8,0
14
14
88 175
135
89 178
140
91 182
Sumber : Architect’s Data, 2002
Laporan Akhir
II- 46
Bab II – Kajian Literatur
Tabel 2.12 Standar Ukuran Parkir Bus
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Berdasarkan keseuaian dengan posisi ruang tunggu terminal, parkir bus terbagi kedalam 2 (dua) jenis parkir, yang pertama parkir bus dengan ruang tunggu lurus dan dengan ruang tunggu melingkar. Posisi parkir bus tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi gambar berikut ini.
A. Posisi Ruang Tunggu Lurus
B. Posisi Ruang Runggu Melingkar
Gambar 2.6 Posisi Parkir bus berdasarkan Posisi Ruang Tunggu Terminal Sumber : Architect’s Data, 2002
Terkait dengan standar layout terminal, data architect’s tidak memberikan arahan standar baku secara keseluruhan layout, standar yang diberikan hanya terkait dengan
jalur parkir bus di terminal. Namun untuk memberikan gambaran layout terminal, architect’s data memberikan beberapa ilustrasi layout ideal bagi terminal yang dapat dilihat dalam ilustrasi gambar-gambar berikut ini,
Laporan Akhir
II- 47
Bab II – Kajian Literatur
dimensi detail terutama terkait dengan jalur kedatanagn atau keberangkatan bus dan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Perhentian dengan luasan besar dengan area parkir yang menyatu antara kedatangan dan keberangkatan
Perhentian dengan luasan besar dengan area parkir yang terpisah antara kedatangan dan keberangkatan
Perhentian ukuran kecil atau perhentian transit
terpisah antara kedatangan dan keberangkatan
Gambar 2.7 Ilustrasi Terminal Penumpang Sumber : Architect’s Data, 2002
Sedangkan untuk fasilitas pelayanan terkait dengan bangunan terminal penumpang, architect’s data tidak memberikan arahan yang detail terkait dimensi untuk tiap-tiap fasilitasnya, hanya saja diberikan arahan terkait dengan kebutuhan minimal fasilitas Laporan Akhir
II- 48
Bab II – Kajian Literatur
dengan area parkir yang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
yang perlu disediakan bagi terminal penumpang yang antara lain terdiri dari penyimpanan bagasi, ruang kantor, ruang tunggu, loket, ruang informasi, jalur keluar masuk penumpang, dan utilitas lainnya. Secara ideal namun minimalis, architect’s data memberikan gambaran ilustrasi bagi ruang terminal penumpang sebagai berikut,
Gambar 2.8 Ilustrasi Ruang Tunggu Temrinal Penumpang Sumber : Architect’s Data, 2002
H. Standar Terminal Penumpang di Washington
Standar terminal di Washington diterbitkan pada tahun 2008 oleh Washington Metropolitan Area Transport Authority (WMATA). Dalam standar terminal penumpang tersebut, diatur mengenai standar fasilitas terminal yang menjadi acuan dalam perencanaan terminal yang didalamnya mengatur fasilitas di dalam terminal hingga akses menuju terminal, baik akses kendaraan maupun akses penumpang.
mengakomodir kebutuhan transit penumpang atau model transportasi antar moda yang handal. Dari standar WMATA yang diterbitkan tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat yang antara lain terdiri dari : -
Meningkatkan akses dan kapasitas dari terminal menuju sistem perangkutan rel metropolitan di Washington;
-
Meningkatkan pelayanan bus penumpang, dan memperluas jaringan pelayanan bus;
-
Mengintegrasikan sistem rel metropolitan dengan sistem terminal;
Laporan Akhir
II- 49
Bab II – Kajian Literatur
Dalam standar yang diterbitkan WMATA intinya standar terminal harus bisa
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
-
Menyediakan lebih banyak rute pelayanan bus, terutama bagi area yang belum terjangkau.
Sedangkan dalam meningkatkan pelayanan bagi para penumpang bus standar WMATA ini diutamakan untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi calon penumpang yang akan menuju terminal. Peningkatan kualitas pedestrian dan peningkatan fasilitas penumpang lainnya menjadi fokus utama dalam meberikan pelayanan bagi penumpang. Tujuan khusus dalam menngkatkan kualitas akses terhadap penumpang antara lain adalah : -
Meningkatkan kualitas jalur pedestrian di terminal dengan kenyamanan dan keamanan yang lebih baik;
-
Meningkatkan level pelayanan yang lebih baik untuk fasilitas menuju halte angkutan antarmoda;
-
Mengakomodir kebutuhan peningkatan pertumbuhan jumlah penumpang di masa yang akan datang;
-
Menjadikan pelayanan terminal menjadi lebih baik, nyaman, dan aman.
Standar fasilitas pelayanan terminal yang ditetapkan oleh WMATA mengatur mulai dari pedestrian, parkir kendaraan, parkir sepeda, pemberhentian bus, hingga jalan akses menuju terminal. Beberapa standar tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut,
Tabel 2.13 Standar Fasilitas Terminal di Washington, AS
2.1.1
2.6.2
2.4.1 2.4.2
Standar
Minimum lebar 6 kaki dan tambahan 1 kaki 6 inci dari tembok samping hingga batas jalan Lebar Jalur pejalan menuju Jumlah Jalur Bus Min. Jalur Tunggu bus dan lebar tempat 1 6 kaki menunggu bus (Peron) 2 6 kaki 3 8 kaki 4 8 kaki 5 10 kaki 6 12 kaki Tempat menurunkan dan Minimum lebar 6 kaki dan tambahan 1 kaki 6 menjemput penumpang inci dari tembok samping hingga batas jalan dari kendaraan Lebar Jalur Sepeda Minimum 8 kaki Tempat penyimpanan 3 kaki 2 inci X 6 kaki sepeda
Laporan Akhir
II- 50
Bab II – Kajian Literatur
Ref Fasilitas Fasilitas 2.1.1 Lebar Jalur Pedestrian
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Ref Fasilitas Fasilitas 2.3.3 Penyeberangan orang 2.5.2 2.5.1 4.1.3 2.6.2
2.6.3
Standar
Minimum lebar 6 kaki dan tambahan 1 kaki 6 inci dari tembok samping hingga batas jalan Lorong Bus 70 kaki dengan lorong bagi trotoar selebar 6 kaki Jalur Bus 15 kaki Selter Bus Minimum 6 kaki X 12 kaki per parkir bus Tempat Pick Up/Drop Off Mobil kecil : 8 kaki X 30 kaki Shuttle Bus : 8 kaki X 25 kaki Taksi : 8 kaki X 22 kaki Tempat Parkir di muka Kendaraan dengan pengemudi : terminal 8 kaki X 30 kaki, dengan sudut parkir 45o
Bab II – Kajian Literatur
Parkir Singkat : 8.5 kaki X 18 kaki dengan sudut parkir 90o 2.7 Tempat parkir di taman 8,5 kaki X 18 kaki untuk tiap satu bagian parkir kendaraan. 2.8.3 Ketinggian Jalan Akses ke Minimum 16 kaki 9 inci atap 2.8.3 Lebar jalan akses 1 lajur Min 15 kaki untuk jalur kendaraan kecil Min 18 kaki untuk jalur bus 2.8.3 Lebar jalan akses 2 lajur Min 11 kaki per lajur Sumber : WMATA, 2008.
Gambar 2.9 Contoh Layout Parkir Bus di Terminal, Washington
Laporan Akhir
II- 51
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab II – Kajian Literatur
Gambar 2.10 Contoh Layout Parkir Kendaraan di Terminal, Washington
Laporan Akhir
II- 52
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab III
Metodologi
Pada Bab III bagian Metodologi ini disampaikan mengenai pendekatan pelaksanaan kegiatan, framework of analysis, dan metodologi pelaksanaan kegiatan sebagai langkah penyelesaian lingkup kegiatan yang telah disampaikan dalam KAK untuk kegiatan studi penyusunan konsep standar di bidang transportasi jalan ini.
A.
Pendekatan pelaksanaan kegiatan
1. Pendefinisian Kata Kunci Untuk memahami inti dari pekerjaan, maka perlu dipahami terlebih dahulu arti dari judul pekerjaan, sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat sesuai dengan yang diharapkan. Berdasarkan judul pekerjaan yaitu Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan, terdapat beberapa kata kunci yang perlu diterjemahkan/didefinisikan terlebih dahulu. Beberapa kata kunci tersebut disampaikan pada Tabel 3.1. Definisi kata kunci tersebut diusahakan diambil dari peraturan perundangan yang berlaku. Jika definisi kata kunci tidak diperoleh di peraturan perundangan, maka pendefinisian kata kunci diambil dari kamus bahasa Indonesia. Tabel 3.1 Pendefinisian kata kunci Kata Kunci Standar
2
Prasarana
3
Jalan
Laporan Akhir
Definisi spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesarbesarnya segala sesuatu yg merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu proses pembangunan prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
Sumber Pasal 1 PP 102/2000
Kamus Besar Bahasa Indonesia Pasal 1 PP 34/2006
III- 1
Bab III – Metodologi
No 1
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 3.1 Pendefinisian kata kunci No
Kata Kunci
Definisi diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel
Sumber
2. Pendekatan Teoritis 2.1.
Konsep Dasar Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor
Dari berbagai data dan studi yang pernah dilakukan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa sebenarnya konsep pengujian kendaraan bermotor adalah konsep yang dibutuhkan dalam rangka memberikan jaminan keselamatan, perlindungan lingkungan, dan mencegah terjadinya dampak negatif lainnya dari pengoperasian suatu kendaraan.
Secara sosiologis, pengaturan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dan aspek laik jalan dari kendaraan bermotor, akan berdampak negatif terhadap kondisi sosial masyarakat. Pengaturan Pengujian Kendaraan Bermotor melalui Peraturan (di Pusat maupun di Daerah) dapat dipandang sebagai solusi maupun sebagai upaya pencegahan dampak negatif yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat.
Pengujian kendaraan bermotor pada dasarnya merupakan aplikasi dari prinsip good governance. Dalam penyusunan standar maupun peraturan aplikasi terkait dengan uji kendaraan bermotor, Pemerintah (diwakili panitian teknis dan tim penyusun) perlu melibatkan unsur lainnya (yakni swasta dan masyarakat melalui diskusi panel) diharapkan bersama-sama menentukan dan menetapkan alternatif pemecahan masalah
keamanan, keselamatan, ramah lingkungan, dan kenyamanan dapat diupayakan secara maksimal. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu suatu perencanaan, pengaturan, dan pelaksanaan yang memenuhi prinsip transparansi, demokratis, aspiratif, akuntabel, formal/hukum, efisien dan afektif.
Secara substantif, bahwa dalam upaya menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta mengendalikan pencemaran lingkungan yang diakibatkan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, perlu diselenggarakan Pengujian Kendaraan Bermotor. Laporan Akhir
III- 2
Bab III – Metodologi
transportasi, khususnya kelaikan berkendaraan. Sehingga transportasi yang bersendi
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Dan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor tersebut, diperuntukan bagi semua kendaraan wajib uji dan kendaraan dapat uji yang beroperasi di jalan agar sarana angkutan memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Secara teknis, pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor mempunyai peran dan manfaat sebagai berikut: 1.
Mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas, kebakaran, pencemaran lingkungan, kerusakan berat pada waktu pemakaian;
2.
Kendaraan bermotor yang telah lulus uji telah melalui serangkaian pemeriksaan dengan peralatan mekanis akan terdeteksi dini adanya kerusakan – kerusakan teknis agar tidak terjadi hal – hal yang membahayakan atau kecelakaan. Misalnya ketika efisiensi rem setelah diuji dengan brake tester hanya menunjukkan 40% padahal menurut ketentuan minimal adalah 50%, secara teknis sangat mungkin terjadi rem blong ketika beroperasi di jalan;
3.
Pemeriksaan emisi gas buang dimaksudkan untuk mencegah pencemaran udara, terhadap kendaraan mesin diesel misalnya dipersyaratkan maksimal 50% opasitas ketebalan asap;
4.
Memberikan informasi kepada pengusaha/ pemilik tentang daya angkut kendaraan, Muatan Sumbu Terberat serta Kelas jalan yang terendah yang dapat dilalui;
5.
Setiap kendaraan yang diuji akan diukur kemampuan daya angkut maupun MST dipertimbangkan dari kelas jalan terendah yang akan dilalui berikut kemampuan ban yang tersedia, sehingga dapat mencegah kerusakan jalan dan
mematuhi ketentuan daya angkut yang diberikan); 6.
Memberikan saran – saran perbaikan kepada pengusaha/ pemilik kendaraan. Ketika diketahui terdapat penyimpangan dari standar/ambang batas yang ditentukan dan diperkirakan dapat berakibat fatal maka disarankan perbaikan – perbaikan yang harus dilaksanakan sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar. Hal kecil saja misalnya lampu, bila dibiarkan mati dapat membahayakan pengguna jalan lainnya.
Laporan Akhir
III- 3
Bab III – Metodologi
jembatan maupun kendaraan itu sendiri (dengan prasyarat pengusaha/ pemilik
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
7.
Pengujian kendaraan bermotor akan menjadi saksi ahli dalam kecelakaan yang melibatkan kendaraan wajib uji dan terdapat korban tewas, dalam penelitian maupun persidangan akan dibuktikan apakah kecelakaan tersebut diakibatkan oleh kesalahan Penguji. Sebagaimana diketahui, keselamatan transportasi tentunya tidak dapat lepas dari faktor – faktor lain. Menurut data yang ada pada Departemen Perhubungan maupun Kepolisian RI angka kecelakaan yang paling besar yakni sebesar lebih dari 90% diakibatkan oleh kelalaian maupun ketidak disiplinan pengguna jalan atau manusia itu sendiri, sedangkan faktor lain adalah jalan 4%, teknis 3% dan lingkungan 1%
2.2.
Konsep Dasar Penyelenggaraan Terminal Penumpang
Terminal penumpang adalah bagian dari infrastruktur transportasi yang merupakan titik lokasi perpindahan penumpang. Pada lokasi itu terjadi konektivitas antar lokasi tujuan, antar modal, dan antar berbagai kepentingan dalam system transportasi dan infrastruktur. Terminal penumpang secara fungsional dapat didefinisikan secara berbeda-beda oleh penumpang, kendaraan umum (dan operatornya), serta regulator, dimana: -
Dalam pandangan pengguna angkutan, terminal adalah sebagai tempat melakukan alih moda
-
Dalam pandangan operator angkutan, terminal berfungsi sebagai asal-tujuan dari suatu trayek pelayanan angkutan umum penumpang Dalam pandangan regulator, terminal berfungsi sebagai lokasi pengaturan keberangkatan
(manajemen
operasional)
maupun
pengawasan
terhadap
pelayanan angkutan umum penumpang agar tercipta sistem angkutan umum yang baik.
Menurut Budi (2005: 182-183) dalam buku pembangunan kota tinjauan regional dan lokasi terminal, fungsi terminal adalah sebagai berikut : 1. Menyediakan tempat dan kemudahan perpindahan moda transportasi. 2. Menyediakan sarana untuk simpul lalu lintas. 3. Menyediakan tempat utuk menyiapkan kendaraan. Laporan Akhir
III- 4
Bab III – Metodologi
-
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Terminal penumpang merupakan simpul dalam sistem jaringan transportasi jalan yang berfungsi pokok sebagai pelayanan umum yaitu tempat untuk naik turun penumpang untuk pengendalian lalu lintas dan angkutan kendaraan umum, serta sebagai tempat pemberhentian intra atau antar moda transportasi. Sesuai dengan fungsi tersebut, maka penyelenggaraan terminal berperan menunjang tersedianya jasa transportasi yang sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan aman, cepat, tepat, teratur dan biaya yang terjangkau masyarakat.
Untuk menjalankan fungsi tersebut, maka terminal harus dilengkapi dengan fasilitas. Fasilitas terminal dapat dikelompokkan atas fasilitas utama dan fasilitas pendukung, semakin besar suatu terminal semakin banyak fasilitas yang harus disediakan untuk menfasilitasi pergerakan penumpang maupun kendaraan. 1. Fasilitas utama: adalah fasilitas dasar yang diperlukan oleh penumpang, kendaraan, dan regulator untuk menjalankan aktivitas utamanya, misalnya: jalur keberangkatan, tempat parkir, ruang tunggu, bangunan kantor, dlsb; 2. Fasilitas pendukung: adalah fasilitas tambahan yang diperlukan oleh penumpang, kendaraan, dan juga regulator untuk membantu pelaksanaan aktivitas utamanya atau pelaksanaan aktivitas tambahan, misalnya; toilet, musholla, klinik, dan lain sebagainya.
Keberhasilan pelaksanaan fungsi dari suatu terminal sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya:
perpindahan moda; 2. Dukungan pemerintah sebagai otoritas, eksekutif yang mengatur semua kepentingan stakeholder dan keperluan pembangunan wilayah; 3. Infrastruktur atau kondisi fasilitas utama dan fasilitas pendukung; 4. Kerjasama antara otoritas dengan berbagai pihak, dalam hal ini kerjasama antara pihak terminal dengan perusahaan bis, penyewa lokasi dan reklame serta pihak lain;
Laporan Akhir
III- 5
Bab III – Metodologi
1. Lokasi yang tepat yang memang merupakan lokasi ideal bagi proses
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
5. Kualitas sumber daya manusia (SDM) terminal; 6. Perkembangan
system
informasi
manajemen,
mekanisme
pelaporan,
perencanaan, dan pertanggungjawaban (akuntabilitas dan disclosure).
2.3.
Konsep Dasar Penyelenggaraan Terminal Barang
Terminal
barang adalah prasarana
transportasi
jalan
untuk
keperluan
membongkar dan memuat barang serta perpindahan intra dan/atau antar moda transportasi. Terminal barang berfungsi untuk melayani kegiatan bongkar dan/atau muat barang, serta perpindahan intra dan/atau moda transportasi. Sedangkan terkait dengan fasilitas terminal barang, pada terminal barang terdiri juga dari fasilitas utama dan fasilitas penunjang terminal barang Untuk fasilitas utama terminal barang yang harus tersedia antara lain adalah : a. Bangunan kantor terminal; b. Tempat parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan/muat barang; c. Gudang atau lapangan penumpukan barang; d. Tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat atau selama menunggu keberangkatan; e. Rambu-rambu dan papan informasi; f. Peralatan bongkar muat barang. Sedangkan untuk fasilitas penunjang penyelenggaraan terminal barang dijelaskan dalam Pasal 25 (3) Kepmenhub KM 31/1995 yang antara lain terdiri dari : a. Tempat istirahat awak kendaraan
Bab III – Metodologi
b. Fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan barang; c. Alat timbang kendaraan dan muatannya; d. Kamar kecil/toilet; e. Mushola; f. Kios/kantin; g. Ruang pengobatan; h. Telepon umum; i. Taman.
Laporan Akhir
III- 6
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Penyelenggaraan terminal barang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi, sehingga operasional terminal barang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Gubernur Kepala Daerah tingkat I. Sedangkan untuk pengelolaan terminal barang dilakukan dalam lingkup kegiatan penrencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan oeprasional terminal.
2.4.
Konsep Dasar Penyelenggaraan Bengkel Umum
Bengkel umum kendaraan bermotor adalah bengkel umum yang berfungsi untuk membetulkan, memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Bengkel umum terbagi kedalam 3 klasifikasi yang didasarkan atas tingkat pemenuhan terhadap persyaratan sistem mutu, mekanik, fasilitas, dan peralatan, serta manajemen informasi sesuai dengan penilaian masingmasing kelas bengkel. Ketiga klasifikasi bengkel tersebut antara lain yaitu : -
Bengkel kelas I tipe A, B, C
-
Bengkel kelas II, tipe A, B, C
-
Bengkel kelas III, tipe A, B, C
Tipe-tipe bengkel tersebut secara teknis didasarkan pada jenis pekerjaan yang mampu dilakukan oleh bengkel tersebut, dengan penjelasan sebagai berikut : -
Bengkel tipe A, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil perbaikan besar, perbaikan chasis dan bodi;
-
Bengkel tipe B, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, perbaikan kecil dan perbaikan besar atau jenis pekerjaan
-
Bengkel tipe C, merupakan bengkel yang mampu melakukan jenis pekerjaan perawatan berkala, dan perbaikan kecil.
2.5.
Konsep Dasar Penyusunan Naskah Akademis dan Buku Standar
Berdasarkan uraian lingkup kegiatan yang diminta dalam Kerangka Acuan Kerja, sebagian besar kegiatan yang dilakukan adalah melakukan inventarisasi dan identifikasi terhadap legalitas, pelayanan dan keberadaan fasilitas prasarana transportasi jalan yang Laporan Akhir
III- 7
Bab III – Metodologi
perawatan berkala, perbaikan kecil serta perbaikan chasis dan bodi;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
selanjutnya diolah dan dianalisis untuk digunakan sebagai bahan penyusunan 6 konsep standar.
Perumusan naskah akademis akan mengikuti prosedur yang ada dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 dan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan.
Sedangkan untuk penyusunan buku standar, dijelaskan dalam buku Pengembangan Standar Nasional Indonesia (PSN 01 Tahun 2007) yang dikeluarkan oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional) disebutkan bahwa penyusunan pengembangan standar nasional Indonesia memperhatikan: 1) kebijakan nasional di bidang standarisasi; 2) kebutuhan pasar 3) perkembangan standarisasi internasional; 4) kesepakatan regional dan internasional; 5) kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi
Oleh karena itu, maka dalam proses penyusunan 6 standar di bidang transportasi jalan ini akan dilakukan komparasi antara aspek legal yang berlaku di Indonesia berikut dengan standar-standar yang terkait fokus studi dengan standar internasional dari negara-negara maju yang sudah memfasilitasi kegiatan alih moda pada simpul stasiun, bandar udara, dan pelabuhan di negaranya dan memasukkan kebutuhan pasar untuk mendapatkan keluaran standar yang sesuai dengan kondisi dan peraturan yang berlaku
B.
Metodologi Kerja
1. Uraian Kegiatan dan Metoda Pelaksanaannya Sesuai dengan KAK Butir 2.a disampaikan sebanyak 6 buah item kegiatan yang diembankan kepada konsultan untuk dilakukan dalam kerangka waktu yang disediakan sehingga menghasilkan keluaran yang mencerminkan tercapainya maksud dan tujuan yang diinginkan dalam KAK.
Laporan Akhir
III- 8
Bab III – Metodologi
di Indonesia.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Pendekatan/metoda pelaksanaan yang diusulkan konsultan untuk melaksanakan setiap item uraian kegiatan/ruang lingkup dalam KAK Butir 2.a tersebut disampaikan pada Tabel 3.2. Dalam tabel ini disampaikan apa saja masukan (input) yang diperlukan, metoda analisis/metoda kerja (process) yang dilakukan, serta hasil (output) yang akan dihasilkan dari setiap tahapan kegiatan tersebut, sedemikian sehingga dapat diperoleh benang merah keterkaitan antara satu kegiatan dengan kegiatan yang lainnya. Secara prinsip metoda yang diusulkan tersebut tidak terlepas dari pendekatan proses pelaksanaan kegiatan yang dideskripsikan sebelumnya.
Studi literatur Benchmarking Kajian perkembangan teknologi
1) 2)
IDENTIFIKASI DASAR HUKUM
Inventarisasi kebijakan/ peraturan perundangan Inventarisasi kebijakan pengembangan
NASKAH AKADEMIS
PENELITIAN LAPANGAN
Analisis dan evaluasi kondisi eksisting prasarana transportasi darat yang akan distandarkan
Diskusi interaktif 1: brain-storming (lingkup standar)
dasar filosofis dasar sosiologis dasar yuridis pokok dan lingkup materi yang akan diatur Diskusi interaktif 2: teknis (spesifikasi umum, teknis, dan fungsional)
KONSEP AWAL STANDAR
Ruang lingkup Acuan normatif Definisi dan istilah Pokok pengaturan Lampiran
Diskusi interaktif 3: tata naskah (bahasa dan tata urutan standar) KONSEP STANDAR (RSNI 1)
Gambar 3.1 Pendekatan proses pelaksanaan kegiatan
Laporan Akhir
III- 9
Bab III – Metodologi
1) 2) 3)
KAJIAN AKADEMIS
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 3.2 Uraian kegiatan/ruang lingkup dan metoda pelaksanaannya
1
2
Uraian kegiatan/ ruang lingkup Inventarisasi kebijakan mengenai prasarana transportasi jalan Inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan
Input
Metoda pelaksanaan Proses
Output
UU LLAJ (dan PP-nya) UU Jalan (dan PP-nya) UU Tata Ruang Kepmen/Permen, SK Dirjen terkait
Desk study (content analysis)
Prinsip dasar penyelengga-raan prasarana transportasi jalan Kriteria/standar umum penyediaan dan kinerja prasarana transportasi jalan
Rencana Strategis Kementerian Perhubungan Roadmap Keselamatan Dokumen lainnya
Desk study (content analysis)
Strategi, program, dan kegiatan pengembangan prasarana transportasi jalan Target penyediaan, kondisi, dan kinerja prasarana transportasi jalan (jangka pendek, menengah, panjang) Perkembangan riset dan aplikasi teknologi prasarana transportasi jalan terkini Keunggulan dan kelemahan dari teknologi prasarana transportasi jalan terkini (biaya, operability, manfaat, resiko, dampak) Deviasi antara kondisi eksisting dengan kondisi ideal di peraturan perundangan Deviasi antara kondisi eksisting dengan target yang ada di dalam dokumen rencana Deviasi antara kondisi eksisting dengan perkembangan teknologi terkini
3
Inventarisasi perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan
Data hasil penelitian Data vendor/ penyedia teknologi Data aplikasi terkini
Desk study (descriptive analysis)
4
Menganalisis dan mengevaluasi kondisi existing prasarana transportasi jalan di Indonesia
Gap analysis
5
Melakukan studi literatur/ benchmarking standar prasarana transportasi jalan dari negara lainnya Merumuskan 6 naskah akademis konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan
Output No. 1, 2, 3 Data hasil survei sekunder dan primer: - Data fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor - Data fasilitas terminal (Tipe A, B, C) - Data fasilitas terminal barang - Data fasilitas dan peralatan bengkel umum Literatur terkait Standar prasarana di negara lain International standar Kondisi prasarana transportasi jalan di negara lain
Benckmarkin g
Best practice standar (ruang lingkup, spesifikasi, dan aplikasi) Potensi aplikasi standar di Indonesia (kesesuaian karakteristik fisik, teknis, kelembagaan, dlsb)
Output No 1, 2, 3, 4, 5 Pedoman penulisan naskah akademis (Perpres 68/2005) Pedoman standarisasi nasional (PSN 01-2005) Diskusi interaktif dengan pakar
Perumusan
Naskah akademis (dasar filosofis-sosiologis-yuridis dan pokok dan lingkup materi yang akan diatur) Konsep standar (ruang lingkup, acuan normatif, definisi dan istilah, pokok pengaturan, lampiran)
6
Laporan Akhir
III- 10
Bab III – Metodologi
N o
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2.
Bagan Alir Pelaksanaan Analisis (Framework of Analysis)
Berdasarkan hasil pemetaan terhadap ruang lingkup kegiatan serta metoda pelaksanaan yang diusulkan pada Tabel 3.2 di atas, maka dapat disusun suatu bagan alir kerangka kerja (framework) pelaksanaan analisis yang akan dilakukan seperti yang disampaikan pada Gambar 3.2. Bagan alir analisis ini menggambarkan mengenai flow pelaksanaan ruang lingkup kegiatan sesuai pemetaan yang dilakukan pada bagian sebelumnya, sehingga diperoleh benang merah keterkaitan antara satu proses dengan proses lainnya dari awal hingga menghasilkan produk yang diinginkan sesuai dengan KAK, yakni 6 konsep standar di bidang prasarana transportasi jalan yang terdiri dari : -
Standar fasilitas peralatan uji kendaraan bermotor;
-
Standar fasilitas terminal tipe B;
-
Standar fasilitas terminal barang;
-
Standar fasilitas terminal tipe A;
-
Standar fasilitas terminal tipe C;
-
Standar fasilitas dan peralatan bengkel umum.
Proses pelaksanaan pekerjaan tersebut membutuhkan sejumlah data baik yang bersumber
dari
data
primer
maupun
sekunder,
serta
terdapat
beberapa
metoda/pendekatan analisis yang diaplikasikan. Penjelasan mengenai metoda pengumpulan data serta metoda analisis yang digunakan disampaikan pada Bagian C. Bagan alir proses ini menjadi dasar dalam menyusun program kerja, jadual pelaksanaan kegiatan, serta jadual alokasi sumber daya yang akan dibahas pada BAB 7
Bab III – Metodologi
laporan studi ini.
Laporan Akhir
III- 11
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan SURVEI SEKUNDER KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
UU LLAJ UU Jalan UU Tata ruang PP, KM/PM, SK Dirjen terkait
Renstra Kemenhub Roadmap Keselamatan Transportasi Dokumen terkait
CONTENT ANALYSIS
Data hasil penelitian Data vendor/penyedia teknologi prasarana Data aplikasi terkini
CONTENT ANALYSIS
INVENTARISASI KEBIJAKAN TERKAIT
Prinsip dasar penyelenggaraan prasarana transportasi jalan Kriteria/standar umum penyediaan dan kinerja prasarana transportasi jalan
DATA PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PRASARANA
INVENTARISASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN
Strategi, program, kegiatan pengembangan prasarana transportasi jalan Target penyediaan, kondisi, dan kinerja prasarana transportasi jalan (jangka pendek, menengah, panjang)
DESCRIPTIVE ANALYSIS
DATA KONDISI PRASARANA EKSISTING
Data fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor Data fasilitas terminal (Tipe A, B, C) Data fasilitas terminal barang Data fasilitas dan peralatan bengkel umum
DATA LITERATUR DAN STANDAR NEGARA LAIN
Literatur terkait International standar Standar dan kondisi prasarana transportasi jalan negara lain
INVENTARISASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
Perkembangan riset dan aplikasi teknologi prasarana transportasi jalan terkini Keunggulan dan kelemahan dari teknologi prasarana transportasi jalan terkini (biaya, operability, manfaat, resiko, dampak)
COMPARISON
GAP ANALYSIS ANALISIS DAN EVALUASI KONDISI EKSISTING
BENCHMARKING STANDAR
Deviasi antara kondisi eksisting dengan: Kondisi ideal yang diharapkan dalam peraturan perundangan Target yang ada di dalam dokumen rencana Perkembangan teknologi terkini
Best practice standar (ruang lingkup, spesifikasi, dan aplikasi) Potensi aplikasi standar di Indonesia (kesesuaian karakteristik fisik, teknis, kelembagaan, dlsb)
Bab III – Metodologi
KEBIJAKAN TERKAIT
PERUMUSAN Naskah akademis (dasar filosofis-sosiologisyuridis dan pokok dan lingkup materi yang akan diatur) Konsep standar (ruang lingkup, acuan normatif, definisi dan istilah, pokok pengaturan, lampiran)
Gambar 3.2 Tahapan pelaksanaan kegiatan (framework-of-analysis) Laporan Akhir
III- 12
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan C.
Penjelasan Pendekatan/Metoda yang Digunakan
Dari Gambar 3.2 di atas terdapat beberapa metoda yang diusulkan konsultan untuk diterapkan dalam rangka melaksanakan seluruh ruang lingkup kegiatan. Pada beberapa sub bab berikut ini dijelaskan/dibahas detail dari setiap pendekatan/metoda kerja yang digunakan tersebut. 1.
Metoda Pengumpulan Data
Untuk menyelesaikan seluruh ruang lingkup kegiatan pada studi ini sesuai dengan framework of analysis yang telah disusun pada Gambar 3.1 dibutuhkan data-data penunjang. Data-data ini dikumpulkan dengan berbagai metoda pegumpulan data. Namun untuk lebih mengefektifkan waktu dan biaya perlu diidentifikasi terlebih dahulu kebutuhan data sesuai dengan analisis yang akan dilakukan. Dari listing kebutuhan data tersebut dapat diidentifikasi metoda pengumpulan data sesuai. a. Data yang dibutuhkan Jenis data dan sumber potensial untuk setiap data yang dibutuhkan untuk kegiatan ini disampaikan pada Tabel 3.3. Data yang dibutuhkan dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya seperti data dokumen perencanaan, peraturan terkait, data dan informasi lapangan, dan literatur/studi terdahulu. Tabel 3.3 Jenis Data yang Dibutuhkan dan Potensi Sumbernya Kelompok Data Data kebijakan (peraturan perundangan)
2.
Data kebijakan pengembangan (dokumen perencanaan)
3.
Data perkembangan teknologi prasararana transportasi jalan Data kondisi prasarana transportasi jalan eksisting
4.
5.
Data literatur dan standar negara lain
1.a 1.b 1.c 1.d 2.a 2.b 2.c 2.d 2.e 3.a 3.b 3.c 4.a 4.b 4.c 4.d 5.a 5.b 5.c 5.d
Laporan Akhir
Jenis Data UU 22/2009 tentang LLAJ UU 38/2004 tentang Jalan UU 26/2007 tentang Penataan Ruang PP, PM/KM, SK Dirjen terkait Renstra Kementerian Perhubungan Road Map Keselamatan Transportasi Renstra Dinas (Di wilayah kajian) RUJTJ/Tatralok (Di wilayah kajian) RTRW (Di wilayah kajian) Hasil-hasil penelitian Data teknis teknologi terkini dari vendor Data pemanfaatan teknologi terkini Data fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan bermotor Data fasilitas terminal (Tipe A, B, C) Data fasilitas terminal barang Data fasilitas dan peralatan bengkel umum Literatur terkait International standar Standar negara lain Kondisi prasarana transportasi jalan negara lain
Sumber Potensial - Kementerian Perhubungan - Kementerian Pekerjaan Umum - Kementerian Perhubungan - Dinas Perhubungan Provinsi, Kab/Kota - Bappeda Provinsi, Kab/Kota - Kementerian Perhubungan - Lembaga Penelitian (Dalam Negeri dan Luar Negeri) - Vendor prasarana - Dinas Perhubungan - Dinas Pekerjaan Umum - Hasil survei lapangan
- Perpustakaan Kemenhub - TRRL, TRB, AASTHO, dll - Website dan korenspondensi dengan Department of Transportation negara lain
III- 13
Bab III – Metodologi
No 1.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
b. Metoda survei yang digunakan Untuk mempermudah proses mendapatkan data yang dibutuhkan sesuai Tabel 3.3, maka perlu disusun suatu metoda pengumpulan data yang komprehensif dan terstruktur sehingga dapat memanfaatkan waktu yang disediakan sesuai arahan dalam KAK. Untuk itu dalam kegiatan ini digunakan sejumlah metoda survei sebagai berikut: i.
Survei instansional dilakukan untuk mengumpulkan literatur serta data sekunder di instansi terkait baik di pusat maupun di daerah. Data-data sekunder ini meliputi: Instansi Kementerian Perhubungan untuk memperoleh data mengenai UU, PP, KM/PM dan SK Dirjen terkait, Renstra Kemenhub 2010-2014, Roadmap Keselamatan, data statistik perhubungan, data terkait lainnya; Instansi Kementerian Pekerjaan Umum untuk memperoleh data mengenai UU jalan dan penataan ruang serta peraturan pelaksanaannya terkait dengan kegiatan ini; Instansi Bappeda Provinsi/Kab-Kota untuk memperoleh data mengenai RTRW Provinsi/Kab-Kota serta rencana pembangunan daerah yang terkait (RPJP dan RPJM Daerah) terkait dengan kegiatan ini; Instansi Dinas Perhubungan Provinsi/Kab-Kota untuk memperoleh data mengenai kondisi, kinerja, dan rencana pengembangan prasarana transportasi jalan yang akan dibuat standarnya (fasilitas uji berkala, terminal, penyeberangan/zebra cross, dan jembatan timbang); Instansi Dinas Pekerjaan Umum Provinsi/Kab-Kota untuk memperoleh
rencana pengembangan jaringan jalan; Instansi BPS dan instansi terkait lainnya untuk mengumpulkan data-data statistik serta data terkait yang diperlukan. ii.
Survei lapangan untuk mendapatkan gambaran kondisi aktual dari setiap jenis prasarana jalan yang akan distandarkan, yang meliputi: Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas dan peralatan uji berkala kendaraan yang ada di wilayah kajian; Laporan Akhir
III- 14
Bab III – Metodologi
data mengenai kondisi jalan, kinerja jalan (volume, kecepatan), dan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas terminal tipe A, B, atau C yang ada di wilayah kajian; Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas terminal barang yang ada di wilayah kajian; Survei penyediaan, kondisi, dan operasional dari fasilitas dan peralatan bengkel umum yang ada di wilayah kajian; Pengambilan gambar sebagai dokumentasi kegiatan. iii.
Survei wawancara/kuisioner stakeholders (Pejabat instansi terkait, masyarakat) yang meliputi: Survei kepada masyarakat pengguna mengenai penilaian serta harapan terhadap kondisi dan kinerja dari setiap prasarana transportasi jalan yang akan distandarkan fasilitasnya; Survei kepada pejabat terkait di Daerah dan Pusat mengenai berbagai permasalahan berkenaan dengan setiap prasarana transportasi jalan yang akan distandarkan fasilitasnya; Survei wawancara kepada para pakar tentang lingkup, spesifikasi, dan pengaturan dari standar yang akan ditetapkan; Pelaksanaan diskusi interaktif dengan para pakar menggunakan metoda diskusi panel yang meliputi substansi mengenai: diskusi awal (brain storming) untuk merumuskan lingkup pengaturan yang distandarisasi, diskusi kedua (teknis) untuk menetapkan spesifikasi umum, teknis, dan fungsional dari masing-masing fasilitas/prasarana, diskusi ketiga (tata penulisan) untuk memastikan penyampaian standar dilakukan dengan benar.
Laporan Akhir
III- 15
Bab III – Metodologi
iv.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
c. Metoda Analisis Kepuasan Masyarakat 1) Penilaian Harapan terhadap Pelayanan Sama halnya dengan perhitungan tingkat pelayanan dalam tahap awal perlu diidentifikasi terlebih dahulu jenis prasarana dalam penyelenggaraan pelayanan terminal, penyeberangan orang, kegiatan uji berkala, serta penyelenggaraan jembatan timbang. Unsur-unsur pelayanan ini pada dasarnya merupakan indikator kinerja pelayanan yang selanjutnya dinilai berdasarkan tingkat kepuasan masyarakat pada saat survei wawancara pengguna jasa.
2) Analisis Perbandingan Kepuasan dan Harapan Masyarakat
Kepuasan merupakan indikator terpenting dalam hal pelayanan, dalam melihat tingkat kepuasan maka masyarakat pengguna jasa perlu diberi kesempatan untuk menilai kinerja pelayanan operasional prasarana transportasi jalan. Salah satu alat bantu dalam melakukan analisis yang digunakan untuk membandingkan sampai sejauh mana antara kepuasan masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang dirasakan oleh pengguna jasa dengan harapan masyarakat terhadap kinerja pelayanan yang diinginkan oleh pengguna jasa adalah dengan menggunakan pendekatan Importance-Performance Analysis (IPA).
Dari hasil penilaian kepuasan dan harapan masyarakat terhadap pelayanan maka akan diperoleh suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepuasan dan harapan masyarakat terhadap kinerja pelayanan. Tingkat kesesuaian
tingkat harapan masyarakat, sehingga tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan skala prioritas yang akan dipakai dalam penanganan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan pengguna jasa.
2.
Metoda Inventarisasi Kebijakan Terkait (Content Analysis)
Inventarisasi kebijakan terkait dengan prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 1). Tujuan
Laporan Akhir
III- 16
Bab III – Metodologi
merupakan hasil perbandingan antara tingkat kepuasan masyarakat dengan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
dari pelaksanaan inventarisasi kebijakan ini adalah untuk mengetahui konsep dasar pengaturan yang terkait dengan setiap jenis prasarana transportasi jalan yang akan dibuat standar fasilitasnya.
Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses inventarisasi kebijakan terkait ini disebut sebagai proses identifikasi dasar hukum. Identifikasi dasar hukum ini sangat diperlukan agar konsep standar yang disusun akan memiliki landasan kontekstual yang kuat dan relevan dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Proses inventarisasi kebijakan terkait ini dilakukan dengan metoda content analysis, yakni suatu metoda untuk menafsirkan teks yang dimuat, dalam hal ini dimuat dalam peraturan perundangan yang berlaku di bidang transportasi jalan (UU, PP, KM/PM, dan SK Dirjen terkait). Adapun deskripsi aplikasi dari proses content analysis untuk inventarisasi kebijakan mengenai prasarana transportasi jalan dalam studi ini disampaikan pada Tabel 3.4 yang membandingkan muatan pengaturan untuk setiap jenis prasarana transportasi jalan yang akan disusun konsep standarnya, sehingga dapat disimpulkan mengenai prinsip dasar dari pengaturan yang diinginkan dalam berbagai peraturan perundangan yang berlaku. Tabel 3.4 Ilustrasi proses content analysis dalam inventarisasi kebijakan terkait Konsep pengaturan dalam peraturan perundang-undangan
A
MUATAN PENGATURAN DALAM PERATURAN PERUNDANGAN Pengaturan menurut UU (UU 22/2009 tentang LLAJ dan UU 38/2004 tentang Jalan) Pengaturan menurut PP (PP 41/1993 tentang Angkutan Jalan dan PP 43/1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan Pengaturan menurut KM/PM: KM 31/1995 tentang
1
2
3
Laporan Akhir
Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan Fasilitas Fasilitas Fasilitas prasarana uji terminal penyeberangan dan berkala tipe A, B, C dan zebraperalatan kendaraan cross jembatan bermotor timbang
Bab III – Metodologi
No
III- 17
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan No
Konsep pengaturan dalam peraturan perundang-undangan
Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan Fasilitas Fasilitas Fasilitas prasarana uji terminal penyeberangan dan berkala tipe A, B, C dan zebraperalatan kendaraan cross jembatan bermotor timbang
Terminal Transportasi Jalan, KM 71/1993 tentang Uji Berkala Kendaraan Bermotor, KM 60/1993 tentang Marka Jalan, KM 65 Tahun 1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, KM 5 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan B KESIMPULAN DARI HASIL CONTENT ANALYSIS 5 Prinsip dasar penyelenggaraan prasarana transportasi jalan 6 Kriteria/standar umum dari penyediaan setiap jenis prasarana transportasi jalan Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan pokok-pokok pengaturan berkenaan dengan definisi, tujuan/prinsip dasar fungsi dari setiap prasarana transportasi jalan, kebutuhan lokasi/skala dari setiap jenis prasarana, spesifikasi umum-teknisfungsional setiap jenis prasarana transportasi jalan
3.
Metoda Inventarisasi Kebijakan Pengembangan (Content Analysis)
Inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 2). Tujuan
serta strategi, program, dan kegiatan (dalam sejumlah dokumen perencanaan) yang direncanakan untuk mengembangkan setiap jenis prasarana transportasi jalan yang akan disusun konsep standar fasilitasnya.
Proses inventarisasi kebijakan pengembangan ini dilakukan dengan metoda content analysis, yakni suatu metoda untuk menafsirkan teks yang dimuat, dalam hal ini dimuat dalam sejumlah dokumen perencanaan yang terkait (Cetak biru, Renstra, serta dokumen yang ada di Daerah dalam Tatralok, RUJTJ atau dokumen terkait lainnya). Laporan Akhir
III- 18
Bab III – Metodologi
dari pelaksanaan inventarisasi ini adalah untuk mengetahui kebijakan pengembangan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Adapun deskripsi aplikasi dari proses content analysis dalam melakukan inventarisasi kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan disampaikan pada Tabel 3.5 yang membandingkan arahan/target penyelenggaraan setiap jenis prasarana yang akan distandarisasi, sehingga diperoleh gambaran mengenai arahan kondisi dan kinerja yang diharapkan. Tabel 3.5 Ilustrasi proses content analysis dalam inventarisasi kebijakan pengembangan No
Kebijakan/dokumen rencana pengembangan
A
MUATAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM DOKUMEN PUSAT Renstra Kementerian Perhubungan 2010-2014 Cetak Biru Keselamatan Transportasi Renstra Perhubungan Darat
2 3 B
4 5 6 7 C 8 9
10
MUATAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DALAM DOKUMEN DAERAH Renstra Dinas Perhubungan Tatrawil/lok Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ) Dokumen lainnya KESIMPULAN HASIL CONTENT ANALYSIS Arah kebijakan pengembangan prasarana transportasi jalan Target penyediaan dan kinerja prasarana transportasi jalan (pendek, menengah, panjang) Strategi, program, dan kegiatan pengembangan prasarana transportasi jalan
Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan pokok-pokok kebijakan pengembangan dalam setiap dokumen berupa arah kebijakan, sasaran/target pengembangan, serta strategipogram-kegiatan yang direncanakan untuk mencapai target yang dimaksud
4.
Metoda Inventarisasi Perkembangan Teknologi (Descriptive Analysis)
Inventarisasi perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 3). Tujuan dari pelaksanaan inventarisasi perkembangan teknologi ini adalah untuk mengetahui perkembangan terkini dalam konteks penelitian (state-of-the art) serta dalam konteks
Laporan Akhir
III- 19
Bab III – Metodologi
1
Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan Fasilitas Fasilitas Fasilitas dan prasarana uji terminal penyeberang peralatan berkala kendaraan tipe A, B, C an dan jembatan bermotor zebra-cross timbang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
aplikasi (state-of-practice) dari teknologi setiap prasarana/fasilitas dan peralatan yang akan disusun konsep standarnya.
Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses inventarisasi perkembangan teknologi prasarana ini disebut sebagai proses kajian akademis. Kajian akademis ini sangat diperlukan agar konsep standar yang disusun konsepnya akan memiliki landasan teroetis yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Metoda analisis yang digunakan dalam melakukan inventarisasi perkembangan teknologi ini adalah descriptive analysis yakni suatu metoda untuk memberikan gambaran dengan jelas makna dari indikator-indikator yang ada, membandingkan dan menghubungkan antara indikator yang satu dengan indikator lain terkait dengan perkembangan teknologi prasarana transportasi jalan yang dikaji sehingga diperoleh gambaran mengenai arahan standarisasi dari konteks kesesuaian dengan aplikasi saat ini dan masa datang, sehingga standar yang disusun tidak ketinggalan jaman. Adapun gambaran mengenai aplikasi dari pendekatan descriptive-analysis dalam inventarisasi perkembangan teknologi prasarana jalan ini disampaikan ilustrasinya pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Ilustrasi proses descriptive-analysis untuk inventarisasi perkembangan teknologi Perkembangan teknologi terbaru
A
TAHAP PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN (STATE OF THE ART) Hasil penelitian/studi terdahulu di lingkungan Kementerian Perhubungan Hasil penelitian/studi terdahulu di instansi penelitian dalam negeri (Puslitbang Jalan, Perguruan Tinggi, dlsb) Hasil penelitian dari lembaga internasional/ negara lain (TRRL, TRB, dlsb) TAHAP UJICOBA DAN APLIKASI (STATE OF PRACTICE) Contoh ujicoba aplikasi teknologi terbaru prasarana transportasi jalan Aplikasi yang terbanyak (statewide) di sejumlah negara KESIMPULAN HASIL DESCRIPTIVE ANALYSIS Klasifikasi jenis teknologi prasarana - sudah tidak digunakan, - masih banyak digunakan - sedang dikembangkan Perbandingan antar jenis teknologi (keunggulan/ kelemahan):
1 2
3 B 4 5 C 6
7
Laporan Akhir
Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan Fasilitas Fasilitas Fasilitas dan prasarana uji terminal penyeberangan peralatan berkala tipe A, B, dan zebra-cross jembatan kendaraan C timbang bermotor
Bab III – Metodologi
No
III- 20
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 3.6 Ilustrasi proses descriptive-analysis untuk inventarisasi perkembangan teknologi Perkembangan teknologi terbaru
-
Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan Fasilitas Fasilitas Fasilitas dan prasarana uji terminal penyeberangan peralatan berkala tipe A, B, dan zebra-cross jembatan kendaraan C timbang bermotor
Biaya Operability Resiko Manfaat dan dampak
Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan data terkait dengan spesifikasi umumspesifikasi teknis-spesifikasi fungsi dari setiap jenis teknologi prasarana transportasi jalan (fasilitas/peralatan uji berkala, terminal, penyeberangan, dan jembatan timbang) mulai dari yang paling konvensional s.d yang paling canggih/teknologi terbaru
5.
Metoda Analisis dan Evaluasi Kondisi Eksisiting (Gap Analysis)
Analisis dan evaluasi terhadap kondisi eksisting prasarana transportasi jalan di Indonesia merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 4). Tujuan dari pelaksanaan analisis dan evaluasi kondisi eksisting ini adalah untuk mengetahui perkembangan aplikasi penyediaan prasarana transportasi jalan (eksistensi, lokasi/jumlah/skala, fungsional, dan pemanfaatannya) dibandingkan dengan indikator/kriteria umum yang diharapkan dalam (1) peraturan perundangan, (2) kebijakan pengembangan dari sejumlah dokumen perencanaan, dan perkembangan teknologi terkini. Sehingga dapat diketahui positioning dari kondisi saat ini dibandingkan dengan harapan, dengan demikian standarisasi yang dibentuk diharapkan merupakan salah satu bagian dari upaya untuk mencapai harapan tersebut.
Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses analisis dan evaluasi prasarana transportasi jalan saat ini disebut sebagai proses penelitian lapangan. Penelitian lapangan ini sangat diperlukan agar standar yang disusun konsepnya akan memiliki landasan sosiologis yang kuat sehingga tidak akan banyak menemui permasalahan dalam implementasinya.
Metoda analisis yang digunakan dalam melakukan analisis dan evaluasi kondisi eksisting ini adalah gap analysis yakni suatu metoda untuk mengukur perbedaan antara suatu kondisi (umumnya adalah kondisi saat ini) dengan suatu kondisi yang dianggap lebih baik (intendeed conditions). Dengan gap analysis ini diharapkan diperoleh suatu Laporan Akhir
III- 21
Bab III – Metodologi
No
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
penilaian positioning dari kondisi aktual sehingga dapat diketahui apa saja yang perlu diperbaiki atau ditingkatkan.
Adapun gambaran mengenai aplikasi dari pendekatan gap analysis dalam analisis dan evaluasi kondisi eksisting prasarana transportasi jalan ini disampaikan ilustrasinya pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Ilustrasi proses gap-analysis untuk analisis dan evaluasi kondisi eksisting Perbandingan kondisi
A 1
KONDISI EKSISTING Spesifikasi AKTUAL (umum, teknis, fungsional) Kinerja pemanfaatan AKTUAL (efektivitas manfaat, dampak) KONDISI IDEAL (DARI HASIL ANALISIS KEBIJAKAN) Spesifikasi IDEAL (umum, teknis, fungsional) Kinerja pemanfaatan IDEAL (efektivitas manfaat, dampak) KONDISI HARAPAN/MASA DATANG (DARI HASIL ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN) Spesifikasi HARAPAN (umum, teknis, fungsional) Kinerja pemanfaatan HARAPAN (efektivitas manfaat, dampak) KONDISI TEKNOLOGI TERBARU (DARI HASIL INVENTARISASI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI) Spesifikasi TERBARU (umum, teknis, fungsional) Kinerja pemanfaatan TERBARU (efektivitas manfaat, dampak) KESIMPULAN HASIL GAP ANALYSIS Deviasi spesifikasi kondisi terkini dengan: Kondisi ideal Kondisi harapan Kondisi terbaru Deviasi kinerja pemanfaatan kondisi terkini dengan: Kondisi ideal Kondisi harapan Kondisi terbaru
2
B
3 4 C
5 6
C
7 8
D 9
10
Jenis prasarana transportasi yang disusun konsep standarnya Fasilitas dan Fasilitas Fasilitas Fasilitas dan prasarana uji terminal tipe penyeberangan peralatan berkala kendaraan A, B, C dan zebrajembatan bermotor cross timbang
Bab III – Metodologi
No
Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis.
Laporan Akhir
III- 22
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan data terkait dengan spesifikasi umumspesifikasi teknis-spesifikasi fungsi serta kinerja pemanfaatan dari setiap jenis teknologi prasarana transportasi jalan dari data survei lapangan (kondisi terkini) maupun hasil pengumpulan data dan analisis pada tahap sebelumnya
6.
Metoda Benchmarking Standar
Studi perbandingan/benchmarking standar prasarana transportasi jalan merupakan pelaksanaan dari uraian kegiatan/ruang lingkup pada KAK Butir 2.a point 5). Tujuan dari pelaksanaan studi perbandingan/benchmarking ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai lingkup, spesifikasi, dan aplikasi standar di luar negeri dan untuk memperkirakan apakah standar tersebut dapat diaplikasikan di Indonesia.
Dalam konteks penyusunan suatu naskah akademis, proses benchmarking ini termasuk ke dalam proses kajian akademis. Kajian akademis ini sangat diperlukan agar standar yang disusun konsepnya akan memiliki landasan teoretis aplikatif yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Metoda analisis yang digunakan dalam melakukan perbandingan/benchmarking standar ini adalah comparison study yakni suatu metoda untuk membandingkan kondisi atau pengaturan dari suatu lokasi dengan lokasi lainnya. Dengan studi perbandingan ini akan diperoleh suatu kecenderungan aplikasi serta contoh aplikasi terbaik yang kemungkinan dapat diadopsi dalam standar yang akan disusun konsepnya. Berdasarkan lokasi studi yang telah disampaikan dalam KAK, kegiatan benchmarking ini akan dilakukan di Malaysia. Adapun gambaran mengenai aplikasi dari pendekatan comparison-study dalam benchmarking standar ini disampaikan ilustrasinya pada Tabel 3.8.
No
Perbandingan Kondisi
A
FASILITAS PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR Standar fasilitas dasar Standar fasilitas pendukung FASILITAS TERMINAL Standar fasilitas dasar Standar fasilitas pendukung FASILITAS PENYEBERANGAN ORANG/ ZEBRA-CROSS Standar fasilitas jembatan penyeberangan orang
1 2 B 3 4 C
5
Laporan Akhir
Indonesia Kondisi Pengaturan Eksisting
Malaysia Kondisi Pengaturan Eksisting
Kesimpulan
III- 23
Bab III – Metodologi
Tabel 3.8 Ilustrasi proses comparison-study untuk benchmarking standar
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
7 8
Standar fasiltas zebra-cross FASILITAS JEMBATAN TIMBANG Standar fasilitas dasar Standar fasilitas pendukung
Penjelasan: - Tabel ini hanya sebagai ilustrasi, akan diisi dengan data hasil analisis. - Setiap sel di dalam tabel akan diisi dengan data terkait dengan pengaturan standar fasilitas prasarana jalan dan kondisi eksisting prasarana jalan dari data survei lapangan (kondisi terkini) maupun hasil pengumpulan data dan analisis pada tahap sebelumnya
7.
Metoda Perumusan dan Penulisan Naskah Akademis
Penyusunan naskah akademis dari setiap standar yang akan dirumuskan konsepnya merupakan upaya untuk melaksanakan ruang lingkup/uraian kegiatan yang disampaikan dalam KAK Butir 2.a point 6). Perumusan naskah akademis akan mengikuti prosedur yang ada dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2005 dan Keputusan Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan.
Adapun hasilnya akan berupa suatu dokumen naskah akademis yang berisi beberapa substansi. Dengan isi dan muatan dari naskah akademis tersebut diharapkan pengaturan yang disusun dalam konsep standar dapat dipertanggungjawabkan secara legal dan akademis serta implementable. Tabel 3.9 Ilustrasi isi dari dokumen naskah akademis Bab A. PENDAHULUAN
Daftar Isi 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai 3. Metode Pendekatan 4. Materi Muatan 5. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan
Muatan pokok Apa yang menjadi landasan dari standar yang disusun, baik secara akademis, sosiologis, maupun legal
B. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK
1.
Apa saja pokok-pokok pengaturan yang harus dimuat sebagai standar/acuan dalam menyediakan dan mengoperasikan prasarana transportasi jalan
C. KESIMPULAN DAN SARAN D. LAMPIRAN
2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
Laporan Akhir
Umum a. Pengertian-pengertian b. Asas-asas Materi Sanksi Peralihan Penutup Perlunya pengaturan Jenis/bentuk pengaturan Pokok-pokok materi yang perlu diatur Daftar kepustakaan Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan Hasil kajian atau penelitian atau makalahmakalah yang membahas materi standar yang bersangkutan.
Apa saja hal-hal utama yang harus diperhatikan dari produk standar yang disusun Data-data dan informasi yang diperlukan sebagai pendukung dari standar yang disusun
III- 24
Bab III – Metodologi
6 D
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
8.
Metoda Perumusan dan Penulisan Konsep Standar
Penyusunan setiap standar prasarana transportasi jalan yang akan dirumuskan konsepnya merupakan upaya untuk melaksanakan ruang lingkup/uraian kegiatan yang disampaikan dalam KAK Butir 2.a point 6) dan sebagai tindak lanjut dari hasil penyusunan naskah akademis dari Bagian 7 sebelumnya.
Proses perumusan konsep standar mengikuti proses yang direkomendasikan dalam PSN 01-2005 tentang Penyusunan SNI. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bagian A bahwa penyusunan konsep standar (penyiapan RSNI 1) ini merupakan tahapan pertama dari proses penyusunan SNI.
Perumusan konsep standar dilakukan setelah proses penyusunan naskah akademis selesai dilakukan, namun demikian pada tahapan sebelumnya dan setelahnya akan dilakukan proses diskusi interaktif dengan para pakar melalui proses diskusi panel yang akan dilakukan selama 3 kali, yakni: 1.
Diskusi panel pertama bertema brain storming akan dilakukan setelah presentasi pendahuluan (sebelum dilakukan proses survei lapangan). Diskusi ini akan membahas mengenai lingkup cakupan dari standar yang akan disusun serta membahas beberapa hal yang harus dipersiapkan, dikumpulkan datanya, dianalisis dan seterusnya. Rekomendasi dari hasil diskusi panel pertama ini akan ditindaklanjuti dalam proses analisis dan penyusunan naskah akademis;
2.
Diskusi panel kedua, bertema diskusi teknis akan dilakukan setelah naskah akademis diselesaikan dan konsep awal dari standar disusun. Diskusi ini akan
dari setiap item fasilitas dan peralatan yang perlu disediakan pada setiap prasarana transportasi jalan yang akan disusun konsep standarnya; 3.
Diskusi
panel
ketiga,
bertema
diskusi
tata
penyampaian
konsep
standar/finalisasi, yang akan dilakukan setelah laporan konsep akhir disusun (sebelum laporan akhir). Diskusi ini akan membahas tata penyampaian dan tata bahasa dari konsep standar (dan perbaikan teknis jika masih ada) sehingga
Laporan Akhir
III- 25
Bab III – Metodologi
membahas hal-hal teknis terkait dengan spesifikasi umum-teknis-fungsional
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
layak untuk diteruskan dalam pembahasan lanjutan (RSNI 2), konsensun (RSNI 3), sampai dengan penetapan. Adapun penulisan konsep standar akan mengacu kepada Pedoman BSN Nomor 8-2000 tentang Penulisan Standar Nasional Indonesia (SNI) di mana cakupan muatan dari setiap konsep standar yang akan disusun disampaikan pada Tabel 3.10. Tabel 3.10 Ilustrasi isi dari konsep standar prasarana transportasi jalan Bagian 1. RUANG LINGKUP 2. ACUAN NORMATIF
3. ISTILAH DAN DEFINISI 4. SPESIFIKASI UMUM
5. SPESIFIKASI TEKNIS
6. PENUTUP
Bab III – Metodologi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Muatan pokok Menjelaskan mengenai cakupan obyek dan spesifikasi standar yang akan diatur di dalam konsep standar Menjelaskan acuan peraturan perundangan, standar lainnya (nasional maupun internasional) yang digunakan sebagai rujukan atau dasar dari konsep standar yang disusun Menjelaskan apa saja pengertian/pendefinisian dari setiap istilah yang digunakan dalam konsep standar agar menjadi kesamaan persepsi dalam penggunaan standar Menjelaskan persyaratan umum dan fungsional yang diharapkan dari setiap jenis fasilitas dan peralatan yang harus disediakan di setiap jenis prasarana transportasi jalan yang disusun konsep standarnya Menjelaskan persyaratan teknis yang harus dipenuhi (terkait dengan material, ukuran, jenis, lokasi, kapasitas, dlsb) dari setiap jenis fasilitas dan peralatan yang harus disediakan di setiap jenis prasarana transportasi jalan yang disusun konsep standarnya Menjelaskan mengenai apa saja yang perlu diperhatikan dalam mengimplementasi dari konsep standar yang disusun Menjelaskan mengenai lampiran normatif (wajib dipertimbangkan) dan lampiran informatif (bersifat penjelasan atau contoh) sebagai pelengkap dari konsep standar yang disusun
Laporan Akhir
III- 26
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab IV
Gambaran Penyelengaraan Prasarana Transportasi Jalan
Pada Bab IV bagian Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Jalan ini disampaikan mengenai gambaran penyelenggaraan prasarana transportasi jalan di wilayah yang menjadi lokasi studi ini yaitu di DKI Jakarta, Kota Pontianak, Kota Yogyakarta, Kota Padang, dan Kota Surabaya. Dalam bagian ini akan dibahas mengenai gambaran umum tiap wilayah, gambaran penyelenggaraan prasarana jalan, gambaran penyelenggaraan transportasi umum, gambaran penyelenggaraan terminal penumpang maupun barang, penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor, dan penyelenggaraan bengkel umum.
A. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di DKI Jakarta
1. Gambaran Umum Wilayah Studi
Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi 5 wilayah Kota administrasi dan satu Kabupaten Utara dengan luas 142,20 km2, Jakarta Barat dengan luas 126,15 km2, Jakarta Selatan dengan luas 145,73 km2, dan Kota administrasi Jakarta Timur dengan luas 187,73 km2, serta Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu dengan luas 11,81 km2. Di sebelah utara membentang pantai sepanjang 35 km, yang menjadi tempat bermuaranya 13 buah sungai dan 2 buah kanal. Di sebelah selatan dan timur berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi dan Kabupaten Bekasi, sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, serta di sebelah utara dengan Laut Jawa.
Secara geologis, seluruh dataran terdiri dari endapan pleistocene yang terdapat pada ±50 m di bawah permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisanalluvial, sedang dataran rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium. Di wilayah bagian utara baru terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan permukaan keras semakin dangkal Laporan Akhir
IV- 1
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
administratif, yakni: Kota administrasi Jakarta Pusat dengan luas 47,90 km 2, Jakarta
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
8-15 m. Pada bagian tertentu juga terdapat lapisan permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.
Jumlah penduduk dalam periode 2002-2006 terus mengalami peningkatan walaupun pertumbuhannya mengalami penurunan. Tahun 2002 jumlah penduduk sekitar 8,50 juta jiwa, tahun 2006 meningkat menjadi 8,96 juta jiwa, dan dalam lima tahun ke depan jumlahnya diperkirakan mencapai 9,1 juta orang. Kepadatan penduduk pada tahun 2002 mencapai 12.664 penduduk per km2, tahun 2006 mencapai 13.545 penduduk per km2 dan diperkirakan dalam lima tahun kedepan mencapai 13.756 penduduk per km2. Laju pertumbuhan penduduk pada periode tahun 1980-1990 sebesar 2,42 persen per tahun, menurun pada periode 1990-2000 dengan laju 0,16 persen. Pada periode 2000-2005, laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,06 persen per tahun.
Kondisi sosial ekonomi Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta didominasi oleh pertumbuhan seluruh lapangan usaha yang positif kecuali pertanian. Perkembangan nilai PDRB pada tahun 2010 sampai dengan 2011 sebagian besar menunjukkan peningkatan atau rata-rata meningkat setiap tahunnya, untuk nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Tanpa Migas Atas Dasar Harga Berlaku mengalami peningkatan
2. Gambaran Prasarana Jalan
Berdasarkan data dari Ditjen Bina Marga, Kementerian Pekerjaan Umum, 2012, panjang jalan di Provinsi DKI Jakarta secara keseluruhan adalah sepanjang 6.427 km. Berdasarkan status kewenangan pengelolaannya, jalan di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dalam Tabel 4.1 berikut, Tabel 4.1 Panjang Jalan di DKI Jakarta Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 163,78 2 Jalan Provinsi 1.326,55 3 Jalan Kota 4.936,93 Total Panjang Jalan 6.427 Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, 2011
Laporan Akhir
IV- 2
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
11,8% dan 10,9% pada tahun 2010 sampai 2011.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.1 Jaringan Jalan DKI Jakarta Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, 2011.
Terkait dengan penyediaan prasarana pelengkap jalan penyeberangan orang
penyediaan prasarana penyeberangan orang di Provinsi DKI Jakarta sudah lebih baik apabila dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Penyalahgunaan jembatan penyeberangan tetap masih ada namun relatif masih lebih baik apabila dibandingkan dengan pelayanan jembatan penyeberangan di daerah lain. Gambaran penyelenggaraan pelayanan penyeberangan orang di Provinsi DKI Jakarta dapat dilihat dalam gambat berikut,
Laporan Akhir
IV- 3
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
yang terdiri dari jembatan penyeberangan dan zebra cross, umumnya untuk
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Zebra Cross di Kawasan Monas
Gambar 4.2 Contoh Fasilitas Penyeberangan di DKI Jakarta 3. Gambaran Prasarana Terminal Penumpang
Dalam melayani kebutuhan transportasi umum bagi masyarakat, di DKI Jakarta terdapat 11 (sebelas) terminal yang tersebar di 5 wilayah administratif kota di DKI Jakarta. Dari 11 (sebelas) terminal tersebut 5 terminal merupakan terminal tipe A dan 6 terminal merupakan terminal tipe B. Daftar terminal yang melayani transportasi penumpang umum di DKI Jakarta dapat dilihat dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
IV- 4
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Jembatan Penyeberangan Orang di Kawasan JL.MH.Thamrin
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 4.2 Terminal di DKI Jakarta No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Kota Jakarta Selatan Jakarta Barat Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Selatan Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Utara
Nama Terminal Lebak bulus Kalideres Rawamangun Kampung Rambutan Pulo Gadung Blok M Pasar Minggu Cililitan Kampung Melayu Senen Tanjung Priok
Tipe A A A A A B B B B B B
Luas (m2) 6.150 4.300 2.300 4.500 5.450 2.100 1.750 750 1.500 2.100 2.750
Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, 2011.
Dari tabel diatas terlihat bahwa terminal lebak bulus merupakan terminal tipe A dengan luas terminal terbesar dan disusul kemudian dengan terminal Kampung Rambutan. Kedua terminal ini khususnya terminal Kampung Rambutan, melayani perjalanan bus antar kota antar Provinsi yang menuju arah timur maupun selatan dari DKI Jakarta.
Sabagai ibukota negara, dengan jumlah penduduk yang cukup besar, keberadaan terminal sebagai salah satu simpul transportasi umum di Provinsi
melayani masyarakat melalui simpul terminal di Provinsi ini pun cukup besar, sebagai gambaran, jumlah armada angkutan umum yang melayani DKI Jakarta melalui simpul-simpul terminal yang ada dapat dilihat dalam Tabel 4.3 berikut, Tabel 4.3 Jumlah Armada Angkutan Umum di Provinsi DKI Jakarta Tahun – Jumlah PO dan Armada 2010 PO Armada PO Armada PO AKAP 71 3.449 69 3.669 67 AKDP 91.082 92.113 Taksi 24.324 24.541 Jumlah 71 118.855 69 120.323 67 Sumber : Profil dan Kinerja Transportasi Darat DKI Jakarta, 2011. Jenis Angkutan
2009
2011 Armada 3.704 92.241 25.312 121.257
Salah satu terminal tipe A yang cukup besar di DKI Jakarta yaitu Terminal Lebak Bulus merupakan terminal yang melayani keberangkatan dan kedatangan angkutan penumpang Antar Kota Antar Provinsi (AKAP), Trayek DKI, dan
Laporan Akhir
IV- 5
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
DKI Jakarta tentulah sangat vital. Jumlah armada angkutan umum yang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Trayek non DKI. Secara rinci, data pelayanan terminal Lebak Bulus dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 4.4. Data Terminal Lebak Bulus No 1
2
3
Deskripsi Jumlah Bus yang melayani Bus AKAP Trayek DKI Trayek Non DKI Jumlah RIT Operasi/hari Jumlah RIT AKAP/hari Jumlah Penumpang/hari Jumlah Penumpang AKAP
Jumlah Perusahaan Bus Jumlah Trayek AKAP 44 trayek 5 Trayek DKI 16 trayek Trayek non DKI 6 trayek Sumber : Profil Terminal Lebak Bulus, 2012
Gambar 4.3 Terminal Lebak Bulus, DKI Jakarta Dalam melayani calon penumpang yang datang maupun berangkat dari terminal Lebak Bulus, terminal ini dilengkapi dengan 78 loket penjualan tiket dan fasilitas penunjang lainnya yang mendukung kelancaran pelayanan terminal terhadap penumpangnya. Gambaran pelayanan fasilitas terminal Lebak Bulus dapat dilihat dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
IV- 6
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
4
Penjelasan 1.024 kendaraan/hari 206 kendaraan/hari 565 kendaraan/hari 253 kendaraan/hari 3.703 RIT 206 RIT Masuk = 24.639 orang Keluar = 41.607 orang Berangkat = 2.500 orang Tiba = 1.522 orang 66 PO
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
No 1 2 3 4 5
Tabel 4.5 Fasilitas Terminal Lebak Bulus Fasilitas Penjelasan Luas Terminal 2 Hektare Luas Emplasement Terminal 24.070 m2 Ruang Tunggu/Kios 510 m2 Kantor 1.540 m2 Taman 1.839 m2
Gambar 4.4 Fasilitas Terminal Lebak Bulus 4. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Barang
DKI Jakarta memiliki satu terminal barang, yaitu terminal angkutan barang Tanah Merdeka yang terletak di Kalibaru, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara.
kontainer yang akan menuju Pelabuhan Tanjung Priok. Umumnya truk-truk pengangkut barang yang menggunakan terminal angkutan barang ini adalah truk yang tidak memiliki pool truk atau truk-truk dari wilayah diluar DKI Jakarta. Terminal angkutan barang Tanah Merdeka ini memiliki luas terminal 50.227 m2. Dengan kapasitas dapat menampung hingga kurang lebih 250 truk kontainer. Tarif retribusi bagi truk-truk yang transit di terminal angkutan barang ini adalah sebesar Rp.20.000 per hari/truk.
5. Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor
Penyelenggaraan pengukuran kendaraan hanya difokuskan pada pengukuran kendaraan di jembatan timbang. Namun wilayah DKI Jakarta tidak memiliki Laporan Akhir
IV- 7
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Terminal Angkutan Barang Tanah Merdeka ini menjadi tempat transit bagi truk-truk
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
jembatan timbang, padahal untuk wilayah Jakarta Utara diperlukan alat pengukuran kendaraan seperti jembatan timbang, karena untuk wilayah Jakarta Utara aktivitas kendaraan berat paling tinggi dibandingkan dengan kawasan Jakarta lainnya, di Jakarta Utara kendaraan yang melintas setiap harinya ada kurang lebih 6.000 – 7.000 kendaraan berat, namun kapasitas jalan di kawasan tersebut hanya didesain untuk kapasitas beban kendaraan 10-20 ton. Untuk Pengujian Kendaraan bermotor di wilayah DKI Jakarta bedasarkan data Perhubungan Darat Dalam Angka tahun 2010, adalah sebagai berikut : Tabel 4.6 Data Jumlah Penguji Fungsional No.
Lokasi
Pemula
1 Kab. Adm. Kepulauan Seribu 2 Kota Jakarta Selatan 3 Kota Jakarta Timur 4 Kota Jakarta Pusat 5 Kota Jakarta Barat 6 Kota Jakarta Utara Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2011
Jembatan Fungsional Pelaksana Pelaksana Lanjutan 2 12
22 62
5 2
32 19
Penyedia
3 1
Untuk Jenis alat pengujian yang digunakan dalan pengujian kendaraan bermotor adalah dengan menggunakan alat non mekanis, mekanis dan keliling. Pengujian dengan menggunakan alat pengujuan non mekanis terdapat di Kab.
masing 1 buah. Untuk alat pengujian mekanis tedapat di Jakarta selatan dengan jumlah alat sebanyak 5 buah, Jakarta Timur dengan jumlah alat sebanyak 5 buah, Jakarta Barat dengan alat pengujian sebanyak 2 buah dan Jakarta Utara dengan jumlah alat pengujian sebanyak 1 buah. Jumlah kendaraan yang wajib uji di DKI jakarta seperti yang tercantum dalam Perhubungan Darat Dalam Angka pada tahun 2010 adalah sebagi berikut : Tabel 4.7 Data Jumlah Kendaraan Wajib Uji Jumlah Kendaraan Wajib Uji Krt. MP M.Bus M.Brg KK Gan 1 Kota Jakarta Selatan 2 Kota Jakarta Timur 11.430 68.207 76.639 3 Kota Jakarta Pusat 4 Kota Jakarta Barat 5 Kota Jakarta Utara Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2010 No.
Lokasi
Laporan Akhir
Krt. Tem -
Merk Alat Uji CARTEG -
IV- 8
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Adm Kepulauan Seribu dan Kota Jakarta Pusat dengan jumlah alat masing-
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta, saat ini terdapat 5 seksi uji PKB di DKI Jakarta, dan 2 diantaranya dilengkapi pula dengan fasilitas pengujian berkala, yaitu -
PKB Pulogadung melayani uji berkala dan uji khusus mobil bus; dan
-
PKB Cilincing melayani uji berkala kendaraan khusus (truk, trailer, mobil box, dan kendaraan wajib uji lainnya)
Lokasi PKB Pulogadung yang terletak di Jl.Raya Bekasi Km.1, beroperasi sejak tahun 1971 dengan luas 1,5 hektare. Peralatan yang ada di lokasi PKB Pulogadung antara lain adalah 2 (dua) lajur uji mekanis yang dilengkapi dengan peralatan uji mekanis sistem digital dengan merek Cartec produksi Jerman dan
Gambar 4.5 UPT PKB seksi Pulogadung, DKI Jakarta
Jenis-jenis peralatan uji kendaraan yang dimiliki oleh UPT PKB seksi Pulogadung ini antara lain terdiri dari : a. Alat uji emisi gas buang kendaraan bermotor b. Alat uji akurasi speedometer kendaraan c. Alat uji kebisingan suara d. Alat uji kekuatan intensitas cahaya e. Alat uji kincup roda depan kendaraan f. Alat pengukur berat sumbu kendaraan Laporan Akhir
IV- 9
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
merek Iyasaka produksi Korea dan Jepang.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
g. Alat uji rem utama kendaraan h. Alat uji deteksi sistem-sitsem roda depan
Gambar 4.6 Alat Pengukur beban kendaraan UPT PKB Seksi Pulogadung
Untuk menunjang kelancaran pengiriman data-data hasil pengujian kendaraan bermotor, maka unit PKB di Pulogadung dilengkapi dengan SIM-komputer pengujian yang terdiri atas SIM-Komputer Uji Teknis yang dilengkapi dengan C-Ter (alat untuk memasukkan data identitas kendaraan uji), C-Con (alat untuk mentransfer hasil data uji teknis ke komputer induk uji teknis yang dinamakan C-Net. Keseluruhan hasil uji teknis dari C-Net ini dotransfer kembali ke sistem
C-Adm adalah sistem komputer yang merekam dan mengolah data-data administrasi dari loket-loket pelayanan, yaitu dari komputer pendaftaran uji, pembayaran retribusi, penetapan uji, pemberian nomor uji, dan dari komputer pengisian data kartu induk kendaraan, serta mengirimkannya ke komputer hasil uji. Selain itu C-Adm UPT PKB seksi Pulogadung juga terkoneksi dengan komputer induk (server computer) yang dikelola oleh seksi fasilitas, sarana dan prasarana yang mengelola data induk kendaraan wajib uji seluruh Jakarta.
6. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum
Penyelenggaraan bengkel umum di DKI Jakarta secara teknis belum diatur terutama menyangkut spesifikasi teknis peralatan yang harus dimiliki bengkel umum yang bersangkutan. Beberapa bengkel dengan kualifikasi besar memang
Laporan Akhir
IV- 10
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
komputer administrasi (C-Adm).
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
sudah mengadopsi aturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian terkait dengan klasifikasi bengkel umum, namun banyak juga yang tidak berpedoman kepada aturan tersebut.
Namun secara umum, pelayanan bengkel umum di DKI Jakarta sudah cukup baik, keberadaan bengkel umum yang cukup banyak menjadikan persaingan usaha di bidang perbengkelan menjadi tinggi, sehingga tiap-tiap bengkel umum berusaha untuk memberikan pelayanan terbaiknya dengan melengkapi bengkelnya dengan stall maupun peralatan yang baik, sehingga dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan memberikan pelayanan yang lengkap bagi kendaraan yang melakukan perbaikan maupun perawatan. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan DKI Jakarta, saat ini terdapat sekitar 472 bengkel umum yang tercatat, dan 240 diantaranya merupakan bengkel umum yang juga sebagai mitra Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebagai tempat pengujian kendaraan bermotor. Meskipun tercatat di Dinas Perhubungan, namun untuk ketersediaan fasilitas masih belum terstandarisasi, disamping pedoman yang belum ada, Pemerintah pun masih belum mengadopsi aturan umum yang sudah ditetapkan dalam KM Perindag No. 551/1999 tentang Begkel Umum Kendaraan Bermotor. Beberapa bengkel umum yang terdapat di Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
DKI Jakarta dapat dilihat dalam tabel berikut
Tabel 4.8 Contoh Bengkel Umum di DKI Jakarta Jenis No Nama Bengkel Gambar Pelayanan 1 Aliang Motor - Perbaikan Mesin - Perbaikan Chassis - Perawatan Rutin - Ganti Oli - Engine Tune Up - Spooring dan Balancing Roda - Pengecatan
Laporan Akhir
IV- 11
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2
Budi Motor
- Pebaikan Mesin - Perawatan Rutin - Ganti Oli
3
CK Motorsport
- Bengkel Aksesori Kendaraan - Ban dan Roda
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2012. B. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Yogyakarta
1. Gambaran Umum Wilayah Studi
dan 701524 sampai dengan 74926 LS dengan ketinggian rata-rata 114 meter diatas permukaan laut. Luas wilayah Yogyakarta adalah seluas 325 km2.
Kota Yogyakarta telah terintegrasi dengan sejumlah kawasan disekitarnya, sehingga batas-batas administratif Kota Yogyakarta adalah :
Barat
: Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Kecamatan Kasihan dan Kabupaten Bantul
Timur
: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman dan Kecamatan Banguntapan serta Kabupaten Bantul
Utara
Selatan : Kecamatan Banguntapan, Kecamatan Sewon, Kecamatan Kasihan dan
: Kecamatan Melati dan Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman
Kabupaten Bantul
Laporan Akhir
IV- 12
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara 1101524 sampai dengan 1102853 BT
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.7 Peta Wilayah Yogyakarta Jumlah penduduk Kota Yogyakarta, berdasarkan Sensus Penduduk 2010, berjumlah 388.088 jiwa, dengan proporsi laki-laki dan perempuan yang hampir setara. Islam merupakan agama mayoritas yang dianut masyarakat Yogyakarta, dengan jumlah penganut Kristen dan Katolik yang relatif signifikan. Seperti kebanyakan dari Islam kebanyakan di kota-kota pedalaman Jawa, mayoritas masih mempertahankan tradisi Kejawen yang cukup kuat.
Tahun
Jumlah Penduduk
2000 3.121.701 2001 3.169.006 2002 3.217.028 2003 3.265.778 2004 3.315.267 2005 3.365.506 2006 3.400.107 2007 3.434.534 Sumber : DI Yogyakarta Dalam Angka, 2008
Luas Wilayah (KM²) 325,00 326,00 327,00 328,00 329,00 330,00 331,00 332,00
Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²) 9.605,23 9.720,88 9.838,01 9.956,64 10.076,80 10.198,50 10.272,23 10.344,98
Berdasarkan perhitungan PDRB atas harga konstan, perekonomian Provinsi D.I Yogyakarta tahun 2007 tumbuh sekitar 4.31 %, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 3.70 % (angka yang diperbaiki).
Ekonomi D.I Yogyakarta tahun 2007 adalah pertumbuhan positif dari seluruh sektor. Sektor pertambangan/penggalian mengalami pertumbuhan paling besar yaitu sebesar 9.69 %, disusul dengan sektor bangunan dan listrik/gas/air masing-masing sebesar 9.66 % dan 8.45 %. Sektor keuangan, angkutan/komunikasi, sektor perdagangan dan sektor Laporan Akhir
IV- 13
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Tabel 4.9 Jumlah Penduduk Kota Yogyakarta
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
jasa-jasa tahun ini tumbuh positif sebesar 6.49 %, 6.45 % dan 5.06 % dan 3.61 %. Sedangkan pertumbuhan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian relatif kecil, tercatat sebesar 1.89 % dan 0.80 %. Dengan pendapatan seperti itu maka pendapatan perkapita untuk Kota Yogyakarta adalah sebesar 2.503.823,81 Rp/jiwa/tahun. Tabel 4.10 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku D.I Yogyakarta No.
Sekt or Usa ha / Lapangan Usaha
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa PDRB Sumber : D.I Yogyakarta Dalam Angka, 2008
Ta hun ( Rp. J uta an) 2006 2007 28.772 28.751 451 497 797.702 866.747 145.225 158.783 623.423 740.368 1.715.860 1.908.299 1.393.144 1.508.399 1.107.768 1.269.579 1.920.294 2.118.045 7.732.639 8.599.468
2. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Jalan
Secara umum berdasarkan data Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, total panjang jalan di Provinsi ini adalah sepanjang 4.598,1 km dengan rincian panjang jalan
Yogyakarta Dalam Angka 2010, panjang jalan khusus untuk di wilayah Kota Yogyakarta dapat dilihat dalam Tabel 4.8 berikut Tabel 4.11 Panjang Jalan di DI Yogyakarta Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 18,13 km 2 Jalan Provinsi 3 Jalan Kota 244.142 km Total Panjang Jalan 244.160,13 km Sumber : DI Yogyakarta Dalam Angka 2010, 2011.
Terkait dengan penyediaan prasarana pelengkap jalan penyeberangan orang yang terdiri dari jembatan penyeberangan orang serta zebra cross, secara umum kondisi jembatan penyeberangan orang di Kota Yogyakarta relative cukup baik meskipun jumlahnya belum mencukupi, sedangkan untuk penyediaan zebra cross kondisinya cukup baik hanya saja banyak penempatan zebra cross yang
Laporan Akhir
IV- 14
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
nasional 168,8 km, dan jalan provinsi 621,6 km. Sedangkan berdasarkan data dari DI.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
tidak digunakan dengan baik oleh pemakai jalan, khususnya di kawasan ramai pedestrian seperti di jalan Malioboro.
Rambu Sekitar Keraton Yogya Gambar 4.8 Sarana Transportasi di Yogyakarta 3. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang
Untuk melayani kebutuhan mobilitas masyarakat Kota Yogyakarta khususnya bagi masyarakat pengguna angkutan umum, di Kota Yogyakarta terdapat beberapa terminal sebagai simpul transportasi angkutan umum. Terminal terbesar di Kota Yogyakarta adalah terminal Giwangan yang berlokasi di Pusat Kota Yogyakarta menggantikan terminal Umbulharjo yang saat ini diopersikan untuk melayani angkutan dalam Kota. Secara umum di wilayah Provinsi DI. Yogyakarta terdapat 5 (lima) terminal, satu terminal tipe A, tiga terminal tipe
Laporan Akhir
IV- 15
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Zebra Cross sekitar Malioboro
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
B, dan satu terminal tipe C. Data terkait terminal di Provinsi DI Yogyakarta dapat dilihat dalam Tabel 4.12 berikut,
Tabel 4.12 Terminal Penumpang di DI.Yogyakarta No Nama Terminal Tipe Luas 1 Giwangan A 50.000 2 Wates B 450 3 Wonosari B 400 4 Pasar Klopo C 300 Sumber : Perhubungan Dalam Angka 2011
Lokasi Kota Yogyakarta Kab. Kulon Progo Kab. Sleman Kab. Sleman
Terminal yang berada di Kota Yogyakarta adalah terminal Giwangan yang merupakan terminal tipe A yang melayani kedatangan dan keberangkatan bus AKAP, AKDB, bus perkotaan, dan angkutan kota. Detail data terminal giwangan di Kota Yogyakarta dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 4.13. Data Terminal Giwangan
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
No Deskripsi Penjelasan 1 Lalu Lintas Orang 2.658.359 org/tahun 2 Lalu Lintas Kendaraan 810.639 kend/tahun 3 Tipe Terminal A 4 Luas Terminal 58.850 m2 Sumber : Perhubungan Dalam Angka 2011
Aktifitas Naik Turun Penumpang Terminal Giwangan
Laporan Akhir
IV- 16
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Akses Masuk Terminal Giwangan Gambar 4.9 Terminal Giwangan, Yogyakarta Untuk melayani penumpang, terminal Giwangan memiliki bangunan gedung terminal yang cukup representatif. Ruang tunggu yang cukup nyaman, papan informasi keberangkatan, serta keberadaan petugas terminal cukup membantu dan memberikan kenyamanan bagi calon penumpang yang akan bepergian maupun datang dari terminal Giwangan ini. Pada tabel berikut dapat dilihat beberapa fasilitas yang dimiliki oleh terminal Giwangan Kota Yogyakarta,
No 1
Deskripsi Luas Ruang Tunggu Terminal Kapasitas Ruang Tunggu Terminal 2 Fasilitas Parkir Kendaraan Bus AKAP Bus AKDP Bus Perkotaan Taksi Kendaraan Pribadi Roda 2 Kendaraan Probadi Roda 4 3 Fasilitas Penunjang Wartel ATM Loker Tempat Ibadah Toilet Sumber : Perhubungan Dalam Angka, 2011
Laporan Akhir
Penjelasan 920,80 m2 600 orang 116 25 50 70 240 125 12 unit 2 unit 1 unit 1 Mesjid, 2 Mushola 16 buah
IV- 17
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Tabel 4.14 Fasilitas Terminal Giwangan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
4.
Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 17 Tahun 2009 mengenai Retribusi Pengujian Kendaraan bermotor, menyatakan bahwa pengujian kendaraan bermotor adalah serangkaian kegiatan menguji dan atau memeriksa bagian-bagian kendaraan wajib uji dan kendaraan dapat uji, dalam rangka pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan. Pengujian berkala kendaraan bermotor yang disebut juga dengan uji berkala adalah pengujian kendaraan bermotor yang dilakukan secara berkala oleh setiap kendaraan yang wajib uji, kendaraan yang wajib uji adalah bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan umum yang dioperasikan di jalan.
Jumlah kendaraan yang wajib uji di DI Yogyakarta seperti yang tercantum dalam Perhubungan Darat Dalam Angka pada tahun 2010 adalah sebagi berikut : Tabel 4.15 Data Jumlah Kendaraan Wajib Uji
1 2 3
Lokasi Kab. Kulon Progo Kab. Bantul Kab. Gunung Kidul
MP 93 128
Jumlah Kendaraan Wajib Uji Krt. M.Bus M.Brg KK Gan 379 1.521 10 1 488 4.780 2
4 Kab. Sleman 99 528 4.012 5 Kab. Yogyakarta 811 1.230 9.754 Sumber ; Perhubungan Darat Dalam Angka, 2011
10
2 33
Krt. Tem
Merk Alat Uji HPA ANZEN MULLER BEAM HPA IYASAKA
Sejak tahun 2000 beberapa kabupaten yang ada di DI. Yogyakarta telah menaikan jumlah retribusi untuk uji kendaraan namun tidak untuk Kabupaten Gunung Kidul. Pada tahun 2011 Kabupaten Gunung Kidul menaikan jumlah retribusi yang di bebankan kepada pemilik kendaraan ketika uji kendaraan.
Berdasarkan data Perhubungan Dalam Angka Tahun 2010 jenis alat untuk pengujian kendaraan yang di gunakan di DI Yogyakarta adalah dengan alat mekanis dengan jumlah alat masing-masing di setiap kabupatennya berjumlah 1 buah tetapi untuk di Kabupaten Yogyakarta terdapat 2 alat uji mekanis dan 1 buah alat uji kendaraan keliling yang hanya ada di Kabupaten Kulon Progo.
Laporan Akhir
IV- 18
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
No.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Pemeriksaan teknis kendaraan bermotor dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu : 1. Pemeriksaan sistem kemudi 2. Pemeriksaan as roda depan dan belakang 3. Pemeriksaan suspensi 4. Pemeriksaan rangka 5. Pemeriksaan Body, Cabin, Dashboard, Tempat Duduk, dan Bak Muatan 6. Pemeriksaan Penerus Daya 7. Pemeriksaan penggerak dan sistem pembuangan 8. Pemeriksaan peralatan kendaraan minimal (dongkrak, alat pembuka ban, Kipas) 9. Pemeriksaan perlengkapan minimal (ban cadangan, segitiga pengaman) 10. Pemeriksaan sabuk keselamatan 11. Pengukuran dimensi kendaraan (untuk kendaraan baru, mutasi, dan
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
rubah bentuk)
Gambar 4.10 Denah UPTD PKB Kota Yogyakarta
Laporan Akhir
IV- 19
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Sedangkan peralatan pemeriksaan yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta antara lain terdiri dari : a. Carlift Digunakan untuk melakukan pemeriksaan bagian bawah kendaraan. Bagian yang dilakukan pemeriksaan antara lain. Alat Carlift yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor bermerk Iyasaka.
Gambar 4.11 Carlift milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta
b. Side Slip Tester
roda depan). Pemeriksaan penyimpangan sikap roda depan dengan ambang batas antara -5 mm/m +5 mm/m diukur pada kecepatan 5 km/jam. Alat Side Slip Tester yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta bermerek Iyasaka.
c. Head Light Tester Dilakukan untuk mengukur identitas Cahaya pada Lampu Utama Jauh beserta penyimpangannya. Pengukuran identitas cahaya pada lampu utama jauh pada kendaraan bermotor dengan standar 12.000 cd untuk lampu utama jauh. Alat Head Light Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor bermerk Cartec.
Laporan Akhir
IV- 20
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Digunakan untuk melakukan penyimpangan sikap roda depan (kincup
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.12 Head Light Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta
d. Axle Load Weight Beam Digunakan untuk menimbang berat kendaraan, penimbangan kendaraan pada masing-masing sumbu kendaraan untuk menentukan daya angkut
UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta bermerk Cartec produksi Jerman.
Gambar 4.13 Axle Load Weight Beam milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta Laporan Akhir
IV- 21
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
dan muatan sumbu. Alat Axle Load Weight Beam yang dimiliki oleh
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
e. Brake Tester Digunakan
untuk
mengukur
efisiensi
gaya
pengereman
dan
penyimpangan kendaraan. Pengukuran dengan standar efisiensi kekuatan rem minimal 50% dengan catatan penyimpangan roda kanan dengan kiri maksimal 30 % untuk standar kendaraan pabrikan Eropa (MEE) dan 8 % untuk standar kendaraan pabrikan Jepang (JIS). Alat Brake Tester yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Yogyakarta bermerek Iyasaka.
f. Speedometer Tester Digunakan untuk mengukur penyimpangan kecepatan kendaraan dan memeriksa kelayakan dan ketepatan pengukuran kecepatan di kendaraan. Pengukuran penyimpangan kecepatan kendaraan dengan ambang batas 10% sampai +15% pada kecepatan 40 km/jam. Alat Speedometer Tester yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Yogyakarta bermerek Iyasaka.
g. Smoke Tester
ketebalan asap. Pemeriksaan terhadap ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor di UPTD pengujian kendaraan bermotor Pontianak menggunakan alat uji emisi dari pabrikan Iyasaka, yang tersedia alat uji untuk kendaraan diesel dan kendaraan bensin. 5. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum
Seperti halnya daerah-daerah lain pada umumnya, penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta tidak diatur secara teknis. Penyelenggaraan bengkel umum cukup memiliki izin dari Dinas Teknis daerah yang terkait dengan perijinan dan retribusi, sedangkan untuk standarisasi peralatan bengkel belum diatur secara spesifik oleh Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta.
Laporan Akhir
IV- 22
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Smoke Tester ini Digunakan untuk menguji emisi gas buang dan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Untuk mendapatkan gambaran terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta, dilakukan pengamatan pada beberapa bengkel umum yang melayani kendaraan roda dua maupun roda empat. Dari hasil pengamatan dan wawancara pemilik, peralatan yang dimiliki oleh bengkel umum tersebut hanya menyesuaikan kepada kebutuhan pelayanan berdasarkan penilaian pemilik bengkel dan masukan dari pelanggan, dan tidak mengikuti standar yang ditetapkan oleh KM Perindag No 551/1999. Sebagai gambaran, pada tabel berikut dapat dilihat beberapa bengkel umum di Kota Yogyakarta.
Tabel 4.16 Contoh Bengkel Umum di Kota Yogyakarta No Nama Bengkel Jenis Pelayanan Gambar 1 Ucok Motor - Perbaikan Mesin (Bengkel Umum - Perawatan Kendaraan Roda Rutin Dua) - Ganti Oli - Engine Tune Up
DAM Motor
- Perbaikan Mesin (Bengkel Umum - Perawatan Kendaraan Roda Rutin Empat) - Ganti Oli - Engine Tune Up - Pengecatan
Sumber : Hasil Survey, 2012.
C. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Kota Padang
1. Gambaran Umum Wilayah Studi
Kota Padang adalah ibukota Propinsi Sumatera Barat yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera dan berada antara 0o 44' 00" dan 1o 08' 35" Lintang Selatan serta antara 100o 05' 05" dan 100o 34' 09" Bujur Timur. Menurut PP No. 17 Tahun 1980, luas Kota Padang adalah 694,96 km2 atau setara dengan 1,65 persen dari luas Propinsi Sumatera Laporan Akhir
IV- 23
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
2
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Barat. Kota Padang terdiri dari 11 kecamatan dengan kecamatan terluas adalah Kota Tangah yang mencapai 232,25 km2.
Gambar 4.14 Peta wilayah Kota Padang Secara administratif Kota Padang berbatasan langsung dengan Kabupaten Solok di sebeah utara, sebelah barat berbatasan langsung dnegan Samedera Hindia dan Selat Mentawai, sebelah utara berbatasan langusung dengan Kabupaten Padang Pariaman,
Kota Padang merupakan kota dengan jumlah penduduk paling banyak di provinsi Sumatera Barat, berdasarkan data kependudukan tahun 2010, jumlah penduduk kota Padang mencapai 838.190 jiwa dari tahun sebelumnya. Data dari jumlah penduduk Kota Padang disampaikan dengan tabel berikut ini:
Produk daerah yang dihasilkan sangat terkait dengan aktifitas perekonomian daerah. Semakin tinggi produktivitas daerah maka Produk Domesti Regional Bruto (PDRB) nya semakin tinggi. Pada tahun 2010 perekonomian Kota Padang masih terlihat tetap mengalami peningkatan. Ini ditandai dengan tingkat pertumbuhan PDRB pada tahun 2010 sebesar 6.14 % yaitu dari 9.577,49 milyar rupiah menjadi 10.165,74 milyar rupiah pada tahun 2010 atau secara nominal naik sebesar 588,25 milyar rupiah.
Laporan Akhir
IV- 24
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
dan untuk sebelah selatan berbatasan langsung dengan Pesisir Selatan.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 4.17 Jumlah Penduduk Kota Padang Tahun
Jumlah Penduduk
2006 765.450 2007 784.740 2008 801.344 2009 819.740 2010 838.190 Sumber : Padang Dalam Angka, 2011
Luas Wilayah (KM²) 694,96 694,96 694,96 694,96 694,96
Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM²) 1.101,43 1.129,19 1.153,08 1.179,55 1.206,10
Tabel 4.18 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Padang No.
Sektor Usaha / Lapangan Usaha
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa PDRB Sumber: Padang dalam Angka, tahun 2011
2008 677,84 217,09 2.022,96 310,73 592,09 2.827,74 3.390,75 1.050,90 2.175,97 13.266,07
Tahun ( Rp. Jutaan) 2009 2010 835,72 978,26 259,85 300,95 2.396,88 2.668,74 350,45 392,70 714,40 792,99 3.147,24 3.607,72 3.797,93 4.251,10 1.256,83 1.467,69 2.534,97 2.909,03 15.294,27 17.369,18
Dari data PDRB Kota Padang dapat dlihat bahwa sektor usaha yang paling besar didapat dari angkutan dan komunikasi yang mecapai 25,56% dari total PDRB Kota Medan, sedangkan untuk pendapatan terbesar kedua diperoleh dari sektor perdagangan, hotel dan restoran yang mencapai angka 21,32% dari total PDRB, untuk sektor indstri
hampir sama untuk perolahan pendapatan yang menunjang PDRB Kota Medan, sedangkan untuk usaha lain berada di bawah angka 10%. Dari jumlah PDRB Kota Padang pada tahun 2007 maka pendapatan Kota Padang perkapita adalah sebesar Rp. 20.722.246 jiwa/tahun.
2. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Jalan
Berdasarkan data yang terdapat Padang Dalam Angka kondisi jalan Kota Padang tahun 2010 tidak mengalami perubahan yang signifikan bila di bandingkan dengan tahun sebelumnya. Menurut jenis permukaan, jalan di Kota Padang sebagian besar telah beraspal yaitu sebesar 79,53 persen (748,6 km), namun bila dilihat menurut kondisinya, sebagian besar jalan yang ada di Kota Padang dengan kondisi daik yaitu sebesar 72,18 persen (677,22 km). Untuk
Laporan Akhir
IV- 25
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
pengolahan, jasa dan keuangan, sewa dan jasa perusahaan berada pada nilai yang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
panjang jalan di Kota Padang jika di lihat berdasarkan statusnya, dapat di liat pada tabel 4.19 berikut. Tabel 4.19 Panjang Jalan di Kota Padang Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 100,60 km 2 Jalan Provinsi 3 Jalan Kota 1642,43 km Total Panjang Jalan 1743,03 km Sumber : Kota Padang Dalam Angka 2011.
Secara umum transportasi dalam kota di Kota Padang di donminasi oleh angkutan kota dengan jumlah yang cukup banyak, sedangkan untuk transportasi Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP) menggunakan bis kecil. Transportasi darat untuk angkutan umum di Kota Padang berpusat di Terminal Bingkuang Air Pacah. Terminal ini melayani kendaraan umum antar kota antar provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP). Distribusi jalur antar kota dalam provinsi dari Terminal Bingkuang Air Pacah akan berakhir di terminal angkutan umum tiap kota atau
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
kabupaten di Sumatera Barat.
Zebra Cross Jl.A. Yani
Laporan Akhir
IV- 26
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Trotoar sekitar Jl. A. Yani Padang Gambar 4.15 Prasarana Transportasi Kota Padang 3. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang Terminal yang ada di Kota Padang berdasarkan Perhubungan Darat Dalam
Tabel 4.20 Terminal Penumpang di Kota Padang No Nama Terminal Tipe Luas (m2) Lokasi 1 Andalas A 6.200 Kota Padang 2 Jl. Pemuda B 16.650 Kota Padang 3 Pasar Goan Hoat C 7.200 Kota Padang Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2011
Namun pada kenyataannya terminal Andalas saaat ini sudah tidak ada dan berubah fungsi menjadi Plaza Andalas. Saat ini terminal bus yang ada di Kota Padang dan berfungsi melayani kendaraan umum antar kota antar provinsi (AKAP) dan antar kota dalam provinsi (AKDP) adalah Terminal Bingkuang Air Pacah dan saat ini pun terminal tersebut sudah tidak beroperasi lagi.
Laporan Akhir
IV- 27
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Angka tahun 2010 adalah sebagai berikut :
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Bangunan Depan terminal Bingkuang Air Pacah
Bagian Dalam terminal Bingkuang Air Pacah
Laporan Akhir
IV- 28
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Aktivitas dalam Terminal Bingkuang Air Pacah Tahun 2008 Gambar 4.16 Eks Terminal Bingkuang Air Pacah Kota Padang 4. Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor
Pada saat ini Kota Padang sedang meningkatkan pelayanan pengujian kendaraan bermotor dengan menetapkan standar waktu 25 menit untuk pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor. Penetapan standar waktu minimal
retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor.
Fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Padang terdapat di Jl.St Syahrir Kota Padang. Berdasarkan data di buku Perhubungan Dalam Angka tahun 2010 untuk Kota Padang jumlah penguji Unit Pengujian Kendaraan bermotor terdapat 3 penguji pelaksana, 21 penguji pelaksana lanjutan dan 3 penyedia. Jenis alat yang digunakan adalah alat mekanik yang berjumlah 1 buah dengan merk alat uji Iyasaka dengan tahun pembuatan 2007.
Laporan Akhir
IV- 29
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
pengujian itu berdasarkan Perda Kota Padang No. 7 Tahun 2005 Tentang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
5. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum
Seperti halnya daerah-daerah lain pada umumnya, penyelenggaraan bengkel umum di Kota Padang belum diatur secara teknis. Penyelenggaraan bengkel umum yang cukup besar umumnya mengacu kepada KM Perindag No 551/1999, namun sebagian besar belum mengacu kepada aturan tersebut. Sedangkan terkait standar bagi bengkel umum secara teknis, Dinas Perhubungan Kota Padang belum menerbitkan aturan yang menjadi pegangan bagi para pemilik bengkel umum di Kota Padang
Untuk mendapatkan gambaran terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Padang, dilakukan pengamatan pada beberapa bengkel umum yang melayani kendaraan
Laporan Akhir
IV- 30
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Gambar 4.17 Fasilitas pengujian Kendaraan Bermotor Kota Padang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
roda dua maupun roda empat. Sebagai gambaran, pada tabel berikut dapat dilihat beberapa bengkel umum di Kota Padang.
Laporan Akhir
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Tabel 4.21 Contoh Bengkel Umum di Kota Padang Jenis No Nama Bengkel Gambar Pelayanan 1 Dayu Motor - Perbaikan Mesin (Bengkel - Perbaikan Umum Chassis Kendaraan - Perawatan Bermotor Roda Rutin Empat) - Ganti Oli - Engine Tune Up - Balancing Roda 2 Duku Motor - Perbaikan Mesin (Bengkel - Perawatan Umum Rutin Kendaraan - Ganti Oli Bermotor Roda - Engine Tune Dua) Up - Perbaikan Roda - Aksesori Motor 3 Bengkel - Perbaikan Capella Medan Mesin - Perbaikan (Bengkel Chassis Umum - Perawatan Kendaraan Rutin Bermotor Roda - Ganti Oli Empat) - Engine Tune Up - Spooring dan Balancing Roda - Pengecatan Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2012
IV- 31
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
D. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Kota Pontianak
1. Gambaran Umum Wilayah Studi
Kota Pontianak merupakan Ibukota Propinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 6 (enam) kecamatan dan terbagi menjadi 29 (dua puluh sembilan) kelurahan dengan luas 107,82 km² . Kota Pontianak terletak pada Lintasan Garis Khatulistiwa dengan ketinggian berkisar antara 0,10 meter sampai 1,50 meter diatas permukaan laut. Kota Pontianak dipisahkan oleh Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Landak dengan lebar = 400 meter, kedalaman air antara 12 s/d 16 meter, sedangkan cabangnya mempunyai lebar 250 meter. Adapun jumlah penduduk tetap Kota Pontianak Tahun 2010 hasil proyeksi yang menggunakan data Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2008 dan Sensus Penduduk Tahun 2000 berjumlah 521.569 jiwa. Sedangkan dari hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 penduduk Kota Pontianak berjumlah 464.534 jiwa, sedangkan jumlah penduduk untuk Tahun 2008 adalah 521.569 jiwa. Jumlah penduduk dan luas daerah
Tabel 4.22 Luas Wilayah dan Jumlah Penduduk per Kecamatan di Kota Pontianak Luas Wilayah (Km2) 1. Pontianak Selatan 14,54 2. Pontianak Tenggara 14,83 3. Pontianak Timur 8,78 4. Pontianak Barat 16,94 5. Pontianak Kota 15,51 6. Pontianak Utara 37,22 Sumber: Kota Pontianak dalam Angka, Tahun 2011 No.
Kecamatan
Jumlah Penduduk 85.560 34.742 70.541 112.667 104.769 108.291
Kota Pontianak terdiri dari 6 (enam) kecamatan, yaitu Pontianak Selatan, Pontianak Tenggara, Pontianak Timur, Pontianak Barat, Pontianak Kota dan Pontianak Utara. Peta administrasi Kota Pontianak dapat dilihat pada Gambar 4.12
Laporan Akhir
IV- 32
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
per Kecamatan di Kota Pontianak selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.20.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.18 Peta Administrasi Kota Pontianak Berdasarkan penghitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi Kota Pontianak tahun 2010 adalah sebesar 5,29 persen. Angka ini didapat dari adanya peningkatan PDRB Kota Pontianak menurut harga konstan 2000, dimana pada tahun 2009 sebesar Rp.5.477.863,73 juta meningkat menjadi Rp. 5.767.721,69 juta di
Hampir seluruh sektor ekonomi pada tahun 2010 mengalami pertumbuhan. Laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 ini antara lain didukung oleh pertumbuhan di sektor dominan seperti sektor Industri Pengolahan, sektor Bangunan, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor-sektor lain yang peranannya lebih kecil. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang merupakan sektor yang paling dominan pada perekonomian Kota Pontianak, di tahun 2010 pertumbuhannya meningkat dibandingkan pertumbuhan di tahun 2009. Pada tahun 2009 pertumbuhan di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 5,55 persen dan di tahun 2010 meningkat menjadi 5,82 persen. Peningkatan pertumbuhan disektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ini tentunya tidak terlepas dari adanya peningkatan volume perdagangan serta peningkatan jumlah tamu hotel serta rumah makan dan restoran di kota Pontianak.
Laporan Akhir
IV- 33
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
tahun 2010.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Struktur perekonomian di Kota Pontianak sampai dengan tahun 2010 masih di dominasi oleh sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dengan peranannya sebesar 22,32 persen. Hal ini berarti bahwa naik turunnya pertumbuhan di sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran akan sangat mempengaruhi naik turunnya pertumbuhan perekonomian secara keseluruhan di Kota Pontianak. Sektor lain yang peranannya cukup penting dalam pembentukan PDRB Kota Pontianak adalah sektor Jasa-jasa dengan peranannya sebesar 20,70 persen dan sektor Pengangkutan dan Komunikasi dengan peranan sebesar 20,07 persen.
Nilai PDRB per Kapita di suatu wilayah di dapat dari pembagian antara nilai Produk Domestik Regional Bruto dengan jumlah penduduk per tengahan tahun di wilayah tersebut. Jika di bandingkan dengan nilai yang sama dengan wilayah lain dalam kurun waktu yang sama maka nilai PDRB per Kapita ini dengan cepat akan memperlihatkan secara relatif tingkat kemakmuran wilayah tersebut dibandingkan dengan wilayah lain. Artinya adalah jika nilai PDRB per Kapita-nya lebih besar dari nilai PDRB per Kapita di wilayah lain maka penduduk wilayah tersebut dapat dikatakan relatif lebih makmur demikian juga sebaliknya.
Untuk wilayah kota Pontianak, nilai PDRB per Kapitanya selalu memperlihatkan
nilainya adalah sebesar Rp. 14.819.653 yang berarti meningkat sebesar 7,76 % dibandingkan dengan nilai di tahun 2004 yang sebesar Rp. 13.751.736.
2. Gambaran Prasarana Jalan
Berdasarkan data BPS Kota Pontianak Dalam Angka tahun 2011 bahwa panjang jalan yang ada di Kota Pontianak adalah 291,65 km dengan rincian menurut statusnya seperti pada tabel berikut. Tabel 4.23 Data Panjang Jalan Kota Pontianak Berdasarkan Status No Status Jalan Panjang (km) 1 Jalan Nasional 37,5 2 Jalan Provinsi 10,6 3 Jalan Kota 243,55 Total Panjang Jalan 291,65 Sumber : Kota Pontianak Dalam Angka 2011
Laporan Akhir
IV- 34
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
adanya kenaikan bila dibandingkan dengan periode terdahulu. Di tahun 2010 misalnya
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Jika dilihat menurut jenis permukaannya hampir 64,81% jalan dengan permukaan aspal, 8,60% permukaan kerikil, 8,82% permukaan tanah dan 1,82% permukaann lainnya.
Zebra Cross di Simpang Jl. A. Yani Gambar 4.19 Prasarana Transportasi Kota Pontianak
3. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang
biasa disebut dengan oplet, taksi dan bus melayani beberapa trayek lainnya. Sebagian besar rute dalam kota yang dilayani oleh oplet dapat menghubungkan antara beberapa terminal yang ada di Kota Pontianak.
Pontianak merupakan kota yang dekat dengan perbatasan anatara Indonesia dengan Malaysia, melalui jalan darat dari Kota Pontianak tersedia bus yang dapat menghubungan antara Indonesia dengan Malaysia yaitu ke Kota Kuching dan Serawak. Bus yang digunakan untuk lintas negara ini disediakan oleh berbagai penyedia layanan termasuk Perum DAMRI, perusahaan swasta Indonesia, dan perusahaan swasta Malaysia.
Terdapat 2 terminal di Kota Pontianak yang digunakan untuk melayani penumpang dengan trayek dalam kota dan antar kota seperti tabel 4.28 berikut.
Laporan Akhir
IV- 35
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Sistem transportasi darat Kota Pontianak dilayani oleh minibus, angkutan kota yang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 4.24 Terminal Penumpang di Kota Pontianak Luas Lokasi (m2) 1 Pontianak A 240 Kota Pontianak 2 Batu Layang B 3.500 Kota Pontianak Sumber : Perhubungan Darat Dalam Angka, 2010 No
Nama Terminal
Tipe
Saat ini terminal terbesar di Kota Pontianak yang dikelola oleh Dinas Perhubungan Kota Pontianak melalui UPTD Terminal adalah terminal Batulayang. Namun kondisi pelayanan terminal Batulayang saat ini sangat memprihatinkan, jumlah penumpang semakin menurun, dan fasilitas terminal pun tidak terawat. Keberadaan angkutan travel, dan lokasi terminal yang cukup jauh dari pusat kota menjadi salah satu penyebab
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
menurunnya tingkat pelayanan terminal Batulayang ini.
Kantor Terminal terminal Batu Layang
Laporan Akhir
IV- 36
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Jalan Akses Terminal Batulayang Gambar 4.20 Kondisi Terminal Batulayang Pontianak 4. Gambaran Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor
Pengujian kendaraan bermotor merupakan salah satu sektor pelayanan publik yang berperan penting dalam menunjang kelancaran mobilitas masyarakat untuk beraktivitas di sektor-sektor lain. Penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengujian Laporan Akhir
IV- 37
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Bagian Dalam terminal Batu Layang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Kendaraan Bermotor, yang berada di Jl.Khatulistiwa KM 4,2 Batulayang, Kota Pontianak.
Tahapan pengujian kendaraan bermotor terdiri dari 2 (dua) tahap yaitu tahap pemeriksaan awal dan pemeriksaan secara teknis. Dalam melakukan pengujian, dilakukan pemeriksaan awal secara visual (non teknis/Pra Uji) yang meliputi : a. Pemeriksaan identitas kendaraan (Nomor kendaraan, Nomor mesin, Nomor rangka dan nomor uji); b. Pemeriksaan kondisi body dan pengujian dimensi kendaraan; c. Pemeriksaan lampu-lampu, kaca, tabir matahari, penghapus kaca, pintupintu, tempat duduk, ban (kedalaman alur) dan roda-roda, kaca spion, peralatan dan perlengkapan, dan lain-lain. d. Pemeriksaan penyambung (coupling) kereta gandengan.
Bila kendaraan dinyatakan lulus pra uji kendaraan, maka kendaraan yang bersangkutan dapat langsung menuju gedung pengujian dan dilakukan pemeriksaan secara teknis dengan menggunakan peralatan uji mekanis yang bersertifikasi nasional apabila kendaraan tidak dinyatakan lulus pra uji maka harus dilakukan perbaikan terlebih dahulu. Pemeriksaan teknis kendaraan
adalah :
a. Carlift Digunakan untuk melakukan pemeriksaan bagian bawah kendaraan. Bagian yang dilakukan pemeriksaan antara lain pemeriksaan tingkat kelonggaran/spelling/keausan sistem suspensi, sistem kemudi, poros roda, dan bagian bawah kendaraan lainnya. Alat Carlift yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Cartec produksi Jerman
Laporan Akhir
IV- 38
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
bermotor dilakukan melalui beberapa peralatan pemeriksaan, yang antara lain
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.21 Carlift milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak b. Side Slip Tester Digunakan untuk melakukan penyimpangan sikap roda depan (kincup roda depan). Pemeriksaan penyimpangan sikap roda depan dengan ambang batas antara -5 mm/m +5 mm/m diukur pada kecepatan 5
Alat Side Slip Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang.
Laporan Akhir
IV- 39
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
km/jam (Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 63 tahun 1993).
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.22 Side Slip Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak
c. Head Light Tester Dilakukan untuk mengukur identitas Cahaya pada Lampu Utama Jauh beserta penyimpangannya. Pengukuran identitas cahaya pada lampu
lampu
utama
jauh
dengan
penyimpangan
kekanan
0o34”
dan
penyimpangan kekiri 1o09”. Alat Head Light Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang.
Laporan Akhir
IV- 40
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
utama jauh pada kendaraan bermotor dengan standar 12.000 cd untuk
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.23 Head Light Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak
d. Axle Load Weight Beam Digunakan untuk menimbang berat kendaraan, penimbangan kendaraan pada masing-masing sumbu kendaraan untuk menentukan daya angkut dan muatan sumbu. Alat Axle Load Weight Beam yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka
Gambar 4.24 Axle Load Weight Beam milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak Laporan Akhir
IV- 41
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
produksi Jepang.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
e. Brake Tester Digunakan
untuk
mengukur
efisiensi
gaya
pengereman
dan
penyimpangan kendaraan. Pengukuran dengan standar efisiensi kekuatan rem minimal 50% dengan catatan penyimpangan roda kanan dengan kiri maksimal 30 % untuk standar kendaraan pabrikan Eropa (MEE) dan 8 % untuk standar kendaraan pabrikan Jepang (JIS). Alat Brake Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang. Saat ini alat pengujian rem kendaraan milik UPTD PKB Kota Pontianak ini sedang mengalami
Gambar 4.25 Break Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak
f. Speedometer Tester Alat
ini
Digunakan
untuk
mengukur
penyimpangan
kecepatan
kendaraan. Pengukuran penyimpangan kecepatan kendaraan dengan ambang batas -10% sampai +15% pada kecepatan 40 km/jam. Alat Speedometer Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang Laporan Akhir
IV- 42
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
kerusakan, dan sedang dalam proses perbaikan.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.26 Speedometer Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak
g. Smoke Tester Digunakan untuk menguji emisi gas buang dan ketebalan asap. Pemeriksaan terhadap ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor di UPTD pengujian kendaraan bermotor Pontianak dibagi
solar, sesuai dengan alat yang dimiliki oleh UPTD pengujian kendaraan bermotor kota Pontianak. Alat Smoke Tester yang dimiliki UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak ini bermerek Iyasaka produksi Jepang
Laporan Akhir
IV- 43
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
menjadi 2 (dua) yaitu untuk kendaraan dengan bahan bakar bensin dan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.27 Smoke Tester milik UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak
5. Gambaran Penyelenggaraan Bengkel Umum
Penyelenggaraan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak, baik roda dua maupun roda empat secara teknis belum diatur oleh Dinas
dengan standarisasi peralatan bengkel umum.
Ketiadaan aturan tersebut menjadinkan belum ada standar baku bagi pelaksanaan bengkel umum di Kota Pontianak. KM Perindag No.551/1999 yang menjadi acuan bagi pemilik bengkel umum untuk men-standarkan fasilitasnya pun belum diadaptasi oleh sebagian besar pemilik bengkel di Kota Pontianak, sehingga bengkel-bengkel di Kota Pontianak belum memiliki penilaian kelas. Kualitas pelayanan bengkel hanya ditentukan oleh masukan dari pelanggan dan tentunya keinginan pemilik bengkel dalam memberikan pelayanan terbaik. Keberadaan bengkel umum di Kota Pontianak masih belum terlalu banyak, sehingga persaingan usaha bengkel umum di Kota Pontianak pun masih belum terlalu tinggi, maka dari itu kualitas pelayanan maupun kepemilikan peralatan bengkel di Kota Pontianak beberapa masih kurang baik.
Laporan Akhir
IV- 44
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Perhubungan Kota Pontianak, baik untuk pemungutan retribusi maupun terkait
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 4.25 Contoh Bengkel Umum di Kota Pontianak Jenis No Nama Bengkel Gambar Pelayanan 1 Istana Mobil - Perbaikan Mesin (Bengkel - Perbaikan Umum Chassis Kendaraan - Perawatan Bermotor Roda Rutin Empat) - Ganti Oli - Engine Tune Up - Spooring dan Balancing Roda 2 SerikatMotor - Perbaikan Mesin (Bengkel - Perbaikan Umum Chassis Kendaraan - Perawatan Bermotor Roda Rutin Empat) - Ganti Oli - Engine Tune Up
NSS Pontianak
- Perbaikan Mesin (Bengkel - Perbaikan Umum Body Kendaraan - Perawatan Bermotor Roda Rutin Dua) - Ganti Oli - Engine Tune Up
Sumber : Hasil Pengamatan Lapangan, 2012
E. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Transportasi Jalan di Kota Surabaya 1. Gambaran Umum Wilayah Studi Luas wilayah Kota Surabaya adalah 520,87 km2 atau sebesar 52.087 Ha dengan 63,45% atau sebesar 330,48 km2 merupakan luas wilayah daratan dan selebihnya sekitar
Laporan Akhir
IV- 45
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
3
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
36,55% atau seluas 190,39 km2 merupakan wilayah laut yang dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya. Letak geografik Kota Surabaya berada pada 07º09ʹ - 07º21ʹ LS dan 112º36ʹ - 112º54ʹ BT. Kota Surabaya terletak di tepi pantai utara provinsi Jawa Timur. Secara administratif Kota Surabaya berbatasan dengan Selat Madura di utara dan timur, Kabupaten Sidoarjo di Selatan, serta Kabupaten Gresik di Barat. Kota Surabaya memiliki 31 Kecamatan dan memiliki 160 Desa/Kelurahan.
Kota Surabaya erada di ketinggian 3 – 6 meter diatas permukaan air laut (daratan rendah), kecuali di bagian selatan Kota Surabaya terdapat dua bukit landai di daerah
Gambar 4.28 Peta Wilayah Kota Surabaya Berdasarkan data yang tercatat di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, sampai dengan Bulan Desember 2010. Jumlah penduduk Kota Surabaya yang terdaftar di Kartu keluarga hingga Desember 2010 adalah 2.861.928 jiwa atau sebanyak 755.914 Kepala keluarga. Komposisi penduduk Kota Surabaya pada Tahun 2010 berdasarkan jenis kelamin sebanyak 1.437.682 jiwa penduduk laki-laki (50,23 %) dan 1.424.246 (49,77 %) jiwa penduduk perempuan. Tabel 4.26 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kota Surabaya Jumlah Penduduk (jiwa) 1 1980 2.017.527 2 1990 2.473.272 3 2000 2.599.796 4 2010 2.861.928 Sumber : Kota Surabaya Dalam Angka, Tahun 2011 No.
Tahun
Laporan Akhir
Luas Wilayah (km2) 326,27 326,27 326,27 326,27
Kepadatan Penduduk (jiwa/ km2) 6183,61 7580,45 7968,23 8771,66
IV- 46
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
lidan dan gayungan dengan ketinggian 25 -50 meter diatas permukaan laut.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Dalam kurun waktu sepuluh tahun laju pertumbuhan penduduk tidak menunjukan angka yang naik secara drastis dari sepuluh tahun sebelumnya. Surabaya merupakan salah satu pintu gerbang perdagangan utama di wilayah Indonesia Timur. Dengan segala potensi, fasilitas, dan keunggulan geografisnya Surabaya memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Sektor primer, sekunder, dan tersier di kota ini sangat mendukung untuk semakin memperkokoh sebutan Surabaya sebagai kota perdagangan dan ekonomi.
Berdasarkan data PDRB Kota Surabaya pada tahun 2010, sektor usaha yang menjadi penopang utama sektor ekonomi Kota Surabaya adalah dari sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang mencapai angka Rp. 58.541.380,17 atau sebesar 38,09% dari jumlah PDRB Kota Surabaya dan dari sektor usaha Industri Pengolahan sebesar Rp. 44.045.823,86 atau sebesar 29,40% dari total PDRB. Tabel 4.27 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Surabaya
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sekt or Usa ha / Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa PDRB
Ta hun ( Rp. J uta an) 2009 45.477,53 8.345,55 38.699.277,05 4.635.406,46 8.294.575,55 48.770.050,95 11.164.050,29 7.700.419,31 8.860.539,51 128.278.142,20
2010 152.999,16 9.614,09 44.045.823,86 5.836.205,33 9.631.006,13 58.541.380,17 58.541.380,17 12.501.649,12 12.501.649,12 8.864.368,54 10.209.569,05 10.209.569,05 149.792.615,45
Sumber : Kota Surabaya Dalam Angka, 2011 2. Gambaran Penyelenggaraan Terminal Penumpang
Kota Surabaya memiliki terminal yang cukup representatif, dan merupakan salah satu terminal yang cukup baik di Indonesia, yaitu terminal Purabaya yang merupakan terminal tipe A. Terminal ini terdapat di kecamatan Bungurasih Kota Surabaya, dan melayani keberangkatan serta kedatangan bus AKAP, AKDP, maupun angkutan perkotaan. Selain terminal Purabaya yang merupakan terminal tipe A, Kota Surabaya juga terdapat 1 (satu) terminal tipe B, dan 8 (delapan) terminal tipe C yang melayani angkutan perkotaan dan angkutan
Laporan Akhir
IV- 47
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
No.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
regional jarak
dekat. Terminal di kota Surabaya dapat dilihat dalam tabel
berikut, Tabel 4.28 Terminal di Kota Surabaya No Nama Terminal 1 Purabaya
Kelas Pelayanan Angkutan A AKAP, AKDP, Angkutan Kota 2 Tambak Oso Wilangun B AKDP, Angkutan Kota 3 Bratang C Angkutan Kota 4 Benowo C Angkutan Kota 5 Dukuh Kupang C Angkutan Kota 6 Kalimas Barat C Angkutan Kota 7 Menanggal C Angkutan Kota 8 Balong Sari C Angkutan Kota 9 Kedungcowek C Angkutan Kota 10 Manukan C Angkutan Kota Sumber : Dinas Perhubungan Kota Surabaya, 2012
Luas 115.000 m2 30.000 m2 2.760 m2 2.886 m2 2.974 m2 1.845 m2 2.072 m2 1.578 m2 7.000 m2 4.485 m2
Terminal Purabaya merupakan pengembangan dari Terminal Joyoboyo yang kapasitasnya sudah tidak memadai serta berada dipusat kota yang tidak memungkinkan dilakukan
pengembangan.
Pembangunan
terminal
Type
A
Purabaya
sudah
direncanakan sejak tahun 1982 berdasarkan surat Persetujuan Gubernur Jawa Timur namun baru dapat dilaksanakan pembangunan pada 1989 serta diresmikan
Lokasi pembangunan Terminal Purabaya berada di desa Bungurasih Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo dengan luas ± 12 Ha. Dipilihnya lokasi tersebut karena mempunyai akses yang sangat baik dan strategis sebagai pintu masuk ke kota Surabaya serta berada pada jalur keluar kota Surabaya arah timur selatan dan barat. Walaupun lokasi Terminal Purabaya berada di Kabupaten Sidoarjo namun pengelolaan terminal dilakukan oleh Pemerintah Kota Surabaya. Hal tersebut berdasarkan perjanjian kerjasama (MOU) antara Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan Pemerintah Kota Surabaya.
Terminal Purabaya, yang merupakan terminal tipe A di Kota Surabaya, terhitung memiliki fasilitas yang cukup lengkap. Dengan luas keseluruhan yang mencapai 12 hektare, terminal ini selalu terjaga keamanan dan kebersihannya. Saat ini terminal Purabaya Surabaya sedang dilakukan peningkatan terminal, dengan dilakukannya pembangunan gedung terminal baru dengan sistem Laporan Akhir
IV- 48
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
pengoperasiannya oleh Menteri Perhubungan RI pada tahun 1991.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
selasar yang langsung dapat mengakses parkir bus untuk tiap-tiap jurusan. Fasilitas yang terdapat di temrinal bus Purabaya baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang, antara lain adalah sebagai berikut,
Tabel 4.29 Fasilitas Teminal Bus Purabaya No Fasilitas Utama No Fasilitas Penunjang 1 Ruang Tunggu Penumpang 1 Toilet 2 Selasar Kedatangan AKAP/AKDP 2 Kantin 3 Pos Kedatangan Bus 3 Wartel 4 Pos Keberangkatan Bus 4 Ruang Ibu Menyusui 5 Parkir Bus Kota 5 Bank 6 Parkir Bus Patas 6 Pos Kesehatan 7 Jalur Pemberangkatan AKAP & AKDP 7 Pos Informasi 8 Tempat Parkir Bus Malam 8 Pos Polisi 9 Pintu Masuk Terminal 9 Ruang Tunggu Penumpang 10 Pintu Keluar Terminal 10 Pos Ruang Tunggu 11 Bus DAMRI Bandara Juanda 11 Tempat Parkir MAT 12 Peron 13 Gedung Kantor Terminal Sumber : Profil Terminal Bus Purabaya Surabaya, 2012
Beberapa gambaran terkait dengan penyelenggaraan terminal Bus Purabaya Surabaya, yang mencakup kegiatan pelayanan terminal baik pelayanan fasilitas
Pos Kedatangan Bus
Laporan Akhir
Kedatangan Bus
IV- 49
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
utama dan penunjang, dapat dilihat dalam gambar-gambar berikut,
Ruang Tunggu Penumpang
Ruang Merokok
Ruang Ibu Menyusui
Pos Informasi
Pos Kesehatan Pos Polisi Gambar 4.29 Fasilitas Pelayanan Terminal Bus Purabaya, Surabaya
Laporan Akhir
IV- 50
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gambar 4.30 Denah Terminal Purabaya, Surabaya 3. Gambaran
Penyelenggaraan
Prasarana
Pengujian
Kendaraan
Bermotor
Pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya berada di bawah koordinasi
UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Dishub Kota Surabaya. Terdapat 2 (dua) lokasi pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya, yaitu di Tandes dan Wiyung. UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya merupakan salah lokasi pengujian kendaran bermotor dengan fasilitas yang cukup lengkap di Indonesia. Dengan luas
Peralatan dan fasilitas penunjang di UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya terhitung cukup lengkap, dengan kondisi yang cukup baik. Terdapat 2 (dua) jalur pengujian kendaraan bermotor di Tandes, yaitu jalur 15 ton dengan peralatan yang bermerek Muller Beam produksi Jerman, dan jalur 10 ton dengan peralatan yang bermerek Iyasaka produksi Korea. Peralatan pengujian yang dimiliki oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes antara lain adalah sebagai berikut Laporan Akhir
IV- 51
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Dinas Perhubungan Kota Surabaya yang secara teknis diselenggarakan oleh
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 4.30 Peralatan Pengujian Kendaraan Bermotor UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya CIS I - Jalur 10 Ton No Alat Spesifikasi 1 Smoke Tester Nanhua YD-1 2 Side Slip Tester Iyasaka KSST-1550SIS/088 3 Head Light Tester Iyasaka ALT 800 4 Axle Load + Brake Tester Iyasaka KBT-1550SIS-AW-1/088 5 Speedometer Tester Iyasaka KSMT-1500SIS-A/088 Sumber : UPTD PKB Tandes Surabaya, 2012
Tabel 4.31 Peralatan Pengujian Kendaraan Bermotor UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Kota Surabaya CIS II - Jalur 15 Ton No Alat Spesifikasi 1 Smoke Tester Muller Beam OPACIMETER AT 605 2 Side Slip Tester Muller Beam BILAMANTIC 1000 3 Head Light Tester Muller Beam 764-5 4 Axle Load + Brake Tester Muller Beam BILAMANTIC 1000 5 Speedometer Tester Muller Beam BILAMANTIC 1000 6 CO-HC Muller Beam AT 505 7 Sound Level Tester Lutron SL-4012 Sumber : UPTD PKB Tandes Surabaya, 2012
bermotor, di UPTD Tandes ini dilengkapi pula dengan fasilitas penunjang lainnya, yang antara lain dapat dilihat dalam tabel berikut, Tabel 4.32 Fasilitas UPTD PKB Tandes, Surabaya No Fasilitas Jumlah 1 Ruang Kantor 3 2 Ruang Admnistrasi Penguji 1 3 Ruang Pelayanan (Loket) 1 4 Gedung CIS (Pengujian) 2 5 Gedung Generator Set 2 6 Ruang IT 1 7 Ruang Arsip 1 8 Gudang 1 9 Ruang Tunggu 1 10 Lapangan Parkir 1 11 Toilet 3 12 Musholla 1 13 Kantin 1 Sumber : UPTD PKB Tandes Surabaya, 2012 Laporan Akhir
Luas 2
58 m 60 m2 50 m2 1890 m2 60 m2 16 m2 8 m2 20 m2 60 m2 13.452 m2 6 m2 25 m2 1.890 m2
IV- 52
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Sementara untuk menunjang pelaksanaan pelayanan pengujian kendaraan
Lapangan Parkir
Ruang Tunggu
Loket Pelayanan
Toilet
Telepon Umum Ruang Pengujian Kendaraan Gambar 4.31 Fasilitas UPTD PKB Tandes, Surabaya
Sedangkan gambaran terkait dengan penempatan fasilitas, baik fasilitas utama maupun fasilitas pendukung di UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor Tandes Surabaya ini dapat dilihat dalam denah fasilitas berikut ini,
Laporan Akhir
IV- 53
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
4. Gambaran Penyelenggaraan Prasarana Bengkel Umum
Sepeti halnya wilayah studi lain, penyelenggaraan bengkel umum di Kota Surabaya secara umum masih belum berada di bawah pembinaan Dinas Perhubungan, baik Dinas Perhubungan Kota Surabaya maupun Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur.
Bengkel umum yang beroperasi saat ini, secara legal berjalan berdasarkan izin usaha biasa, dan belum ada bengkel yang memiliki sertifikasi khusus dari Dinas Perhubungan dan juga belum ada pelibatan bengkel umum yang menjadi lokasi pengujian kendaraan bermotor.
Sebetulnya saat ini di Pemerintahan Kota Surabaya sedang disusun rancangan Peraturan Daerah terkait dengan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor. Namun karena masih dalam tahap penyusunan Raperda, tentunya belum ada kegiatan pembinaan maupun pengawasan terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Surabaya.
2
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
Tabel 4.33 Contoh Bengkel Umum di Kota Surabaya No Nama Bengkel Jenis Pelayanan Gambar 1 Agoes Motor - Perbaikan Mesin (Bengkel Umum - Perawatan Kendaraan Roda Rutin Dua) - Ganti Oli - Engine Tune Up - Perbaikan Roda Liek Motor
- Perbaikan Mesin (Bengkel Umum - Perawatan Kendaraan Roda Rutin Empat) - Ganti Oli - Engine Tune Up - Pengecatan - Perbaikan Roda Laporan Akhir
IV- 54
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
M Speed
- Perbaikan Mesin (Bengkel Umum - Perawatan Kendaraan Roda Rutin Empat) - Ganti Oli - Engine Tune Up - Pengecatan
Bab IV – Gambaran Prasarana Jalan
3
Laporan Akhir
IV- 55
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab V
Analisis dan Evaluasi
Pada Bab V bagian Analisis dan Evaluasi
ini disampaikan mengenai hasil dari
kegiatan pengumpulan data, yang kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan masukan dan gambaran bagi penyusunan konsep standar pasarana transportasi jalan. Data yang dianalisis berupa data hasil pengamatan lapangan dan data hasil survey sekunder ke beberapa instansi.
Pada bagian ini akan dibahas juga terkait dengan hasil evaluasi dan analisis pemenuhan kebutuhan prasarana transportasi jalan, khususnya terkait dengan pemenuhan kebutuhan prasarana transportasi jalan di wilayah studi, yang terkait dengan pemenuhan prasarana terminal penumpang, terminal barang, fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dan bengkel umum.
A. Analisis dan Evaluasi Penyelenggaraan Terminal Penumpang
Dalam menggali masukan bagi penyusunan standar bagi terminal penumpang, dilakukan survey persepsi terhadap pengguna terminal penumpang dan juga survey prefenensi terhadap operator terminal terkait dengan layanan yang diberikan terhadap penumpang, baik kendala dalam melakukan pelayanan,
pengguna terminal penumpang.
1.
Persepsi Pengguna Terminal Penumpang
Dalam menggali persepsi pengguna terminal penumpang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan terminal penumpang, baik dari sisi pelayanan fasilitas utama dan juga fasilitas penunjang, dilakukan wawancara terhada responden di lokasi-lokasi terminal penumpang di lokasi yang ditetapkan sebagai wilayah studi, yaitu terminal Giwangan di Kota Yogyakarta, terminal Batulayang di Kota Pontinanak, dan terminal Lebak Bulus di DKI Jakarta. Khusus untuk Kota Padang tidak dilakukan survey pengguna terminal, karena Laporan Akhir
V- 1
Bab V –Analisis dan Evaluasi
maupun capaian yang sudah diraih dalam memberikan pelayanan bagi para
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
di Kota Padang ini sudah tidak terdapat lagi terminal penumpang semenjak bencana gempa bumi di tahun 2009.
Secara umum, pelayanan terminal di ketiga kota yang dilakukan pengamatan, belum memberikan pelayanan yang cukup baik meskipun apabila merujuk kepada persepsi penggunanya tidak juga terlalu mengecewakan. Gambaran hasil dari pengamatan lapangan dan wawancara terhadap para pengguna dapat khususnya terkait dengan pelayanan fasilitas utama terminal penumpang yang berhubungan langsung dengan aktifitas calon penumpang dilihat dalam gambar dan penjelasan berikut,
100%
13%
23%
38%
80% 70%
16% 26%
50% 30%
15% 3%
10% Giwangan
Cukup 63%
61%
20% 0%
Kurang
82%
60% 40%
23%
Batulayang
Baik
36%
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.1 Persepsi mengenai ruang tunggu terminal penumpang
Terkait dengan fasilitas ruang tunggu terminal penumpang, terlihat dari persepsi pengguna, terminal Purabaya dan selanjutnya terminal Giwangan memberikan pelayanan yang cukup baik dengan masing-masing memberikan kepuasan terhadap 63% dan 62% dari total responden yang memberikan penilaian terhadap pelayanan fasilitas ruang tunggu penumpang, sementara terminal Batulayang Pontianak berdasarkan persepsi pengguna memiliki ruang tunggu yang memberikan pelayanan yang kurang baik. Sedangkan untuk terminal lebak bulus, berdasarkan persepsi yang ada terlihat bahwa pelayanan
Laporan Akhir
V- 2
Bab V –Analisis dan Evaluasi
90%
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
ruang tunggu penumpang cukup berimbang antara pengguna yang merasa cukup, kurang, maupun merasa puas dengan pelayanan yang ada.
100% 90% 80% 70%
7%
16% 49%
18%
60%
30%
Cukup
12% 70%
66%
Baik
38%
20% 13% 1%
10% 0%
Kurang
86%
50% 40%
23%
Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.2 Persepsi mengenai loket penjualan karcis terminal penumpang
Terkait dengan pelayanan loket penjualan karcis terminal penumpang, terlihat bahwa terminal Purabaya Surabaya dan kemudian dilanjutkan dengan terminal Giwangan Yogyakarta memberikan pelayanan yang cukup baik bagi calon penumpang, ini terlihat dari sekitar 70% responden di terminal Purabaya dan 62% di terminal Giwangan merasa cukup puas dengan pelayanan loket
kondisinya kurang, ini terlihat dari 82 % responden yang merasa tidak puas dengan pelayanan loket penjualan karcis. Sementara terminal Lebak Bulus, sebagian besar atau 49% responden merasa kurang puas dengan pelayanan loket penjualan karcis yg ada.
Laporan Akhir
V- 3
Bab V –Analisis dan Evaluasi
penumpang. Sementara terminal Batulayang berdasarkan persepsi masyarakat
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100%
4%
90%
22%
80%
38%
17%
31%
27%
70%
Kurang
60%
39%
50% 40%
73%
Cukup
44%
Baik 57%
30% 20%
18%
10% 0%
Giwangan
Batulayang
30%
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.3 Persepsi mengenai parkir kendaraan terminal penumpang
Terkait dengan penyediaan pelayanan parkir kendaraan, terminal Giwangan Yogyakarta memberikan pelayanan yang cukup baik, ini terlihat dari sebagian besar atau 73 % responden memiliki pandangan bahwa pelayanan hal ini cukup baik, kemudian dilanjutkan denagn terminal Purabaya Surabay dimana 57% pengguna merasa cukup puas dengan pelayanan parkir kendaraan. Sementara untuk terminal Batulayang sebanyak 44 % responden merasa cukup dengan fasilitas parkir kendaraan, sedangkan untuk terminal Lebak Bulus, sebagian besar responden atau 39% juga merasa cukup dengan pelayanan parkir
Sementara itu terkait dengan penyelenggaraan prasarana penunjang, beberapa persepsi masyarakat terkait dengan penyelenggaraan prasarana penunjang terminal penumpang, khususnya yang terkait langsung dengan aktifitas calon penumpang bus, dapat dilihat dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
V- 4
Bab V –Analisis dan Evaluasi
kendaraan, meskipun terdapat juga 31% responden yang merasa kurang puas.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100%
3%
10%
90% 80% 70%
39% 35% 80%
60% 50%
Cukup 70%
Baik
55%
20%
16%
10% 0%
Kurang 33%
40% 30%
27%
28%
4% Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.4 Persepsi mengenai fasilitas kamar kecil/toilet terminal penumpang Untuk pelayanan toilet di terminal penumpang, terlihat bahwa terminal Purabaya Surabaya memberikan pelayanan yang lebih baik dengan 70% responden menyatakan puas dan kemudian dilanjutkan dengan terminal Giwangan Yogyakarta yang juga menyediakan pelayanan toilet dengan cukup baik, ini terlihat dari hasil wawancara yang meyatakan bahwa 55% responden merasa puas dengan kondisi toilet yang ada. Sedangkan untuk terminal Batulayang, sebanyak 80% responden merasa kurang puas, atau dalam artian pelayanan terkait penyediaan toilet masih kurang baik. Sementara itu untuk terminal lebak bulus, sebagian besar responden atau sebesar 39% responden Bab V –Analisis dan Evaluasi
merasa bahwa pelayanan penyediaan toilet di terminal ini masih kurang baik,
Laporan Akhir
V- 5
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100%
5%
90%
19%
25%
3% 10%
80% 70% 79%
60% 50% 40%
Kurang
39% 87%
76%
Cukup Baik
30% 20%
19%
10% 0%
36%
2% Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.5 Persepsi mengenai fasilitas ruang ibadah terminal penumpang Mengenai fasilitas ruang ibadah di terminal penumpang, terlihat dari hasil wawancara, terminal Purabaya Surabaya dan Giwangan Yogyakarta memiliki fasilitas ibadah yang cukup memuaskan para pengguna terminal, ini terlihat dari 87% responden di terminal Purabaya dan 76% responden di terminal Giwangan yang merasa bahwa fasilitas ruang ibadah yang ada sudah cukup baik. Sedangkan untuk terminal Batulayang, sebanyak 79% responden merasa bahwa ketersediaan fasilitas ruang ibadah masih kurang. Sedangkan untuk terminal Lebak Bulus, sebagian besar calon penumpang merasa bahwa pelayanan terkait fasilitas ruang ibada sudah cukup dan beberapa berpendapat Bab V –Analisis dan Evaluasi
sudah baik dengan persentase 38% dan 36%.
Laporan Akhir
V- 6
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100%
7%
7%
90% 80% 70%
29% 41%
30% 65%
60%
Kurang
50%
Baik
40% 30%
51%
20%
63% 26% 22%
10% 0%
Cukup
49%
8% Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.6 Persepsi mengenai fasilitas kantin terminal penumpang
Terkait dengan fasilitas kantin terminal penumpang, terminal Purabaya Surabaya memberikan pelayanan yang lebih baik terlihat dari sekitar 63% responden menyatakan puas dengan pelayanan kantin dan kemudian dilanjutkan dengan pelayanan kantin di terminal Giwangan memberikan pelayanan yang cukup baik dengan sebanyak 51% responden merasa bahwa pelayanan kantin sudah cukup baik. Sedangkan terminal Batulayang 65% reponden berpendapat bahwa pelayanan kantin masih kurang. Sedangkan untuk terminal lebak bulus, sebanyak 49% responden berpendapat bahwa
Laporan Akhir
Bab V –Analisis dan Evaluasi
kantin yang ada dalam taraf cukup memberikan pelayanan.
V- 7
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100% 90%
3%
14% 38%
80% 70%
34%
60%
Kurang
89%
50%
73%
Baik
52%
20%
30%
10% 0%
Cukup
32%
40% 30%
23%
8% 2% Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.7 Persepsi mengenai fasilitas ruang pengobatan terminal penumpang Terkait dengan fasilitas ruang pengobatan terminal penumpang, di terminal Purabaya memberikan pelayanan lebih baik terlihat dari 73% responden menyatakan puas dengan pelayanan ruang pengobatan. Kemudian dilanjutkan dengan terminal Giwangan dimana fasilitas tersebut sudah cukup baik dengan 52% dari responden berpendapat bahwa pelayanan ruang pengobatan terminal penumpang di terminal ini sudah cukup baik. Sedangkan untuk terminal Batulayang pelayanan masih kurang dengan 89% responden merasa bahwa pelayanan ruang pengobatan di terminal ini masih kurang. Sementara Bab V –Analisis dan Evaluasi
terminal Lebak Bulus relatif cukup dengan 32 % reponden menjawab cukup, dan 30% menjawab baik.
Laporan Akhir
V- 8
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100% 90% 80% 70%
3%
12%
13%
33% 31%
60%
88%
50%
Kurang 34% 83%
40% 30%
Baik
57%
20%
33%
10% 0%
Cukup
9% 2% Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.8 Persepsi mengenai fasilitas ruang informasi dan pengaduan terminal penumpang
Terkait dengan pelayanan ruang informasi dan pengaduan terminal penumpang, dari hasil survey terlihat bahwa terminal Batulayang Pontianak memebrikan pelayanan yang kurang, ini terlihat dari 88% responden merasa kurang. Sedangkan untuk terminal Purabaya Surabaya sudah memberikan pelayanan dengan baik dimana sebanyak 83% responden menyatakan puas dan dilanjutkan dengan pelayanan terminal Giwangan sudah cukup baik terlihat dari 57% responden berpendapat ketersediaan fasilitas ruang
cenderung seimbang antara responden yang berpendapat cukup dan baik dengan persentase 34% dan 33%.
Laporan Akhir
V- 9
Bab V –Analisis dan Evaluasi
informasi dan pengaduan ini sudah cukup baik. Sedangkan terminal Lebak Bulus
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100% 90%
7%
19%
27%
17%
80% 70% 60%
34%
50%
20%
47%
10% 0%
Cukup 77%
40% 30%
Kurang
39%
97%
Baik
34% 2% 1%
Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.9 Persepsi mengenai fasilitas telepon umum terminal penumpang Penilaian untuk fasilitas telepon umum di terminal, terlihat terminal Purabaya Surabaya memberikan pelayanan yang baik dimana 77% responden menyatakan puas dengan pelayanan telepon umum di Purabaya. Selain itu terminal Giwangan pula masih memberikan pelayanan yang cukup baik, begitu pula terminal Lebak Bulus yang memberikan pelayanan yang cukup pula. Sedangkan untuk terminal Batulayang tidak memberikan pelayanan yang baik, ini terlihat dari 97% responden yang memberikan
100%
10%
90% 80%
47%
49%
70% 60% 40%
Kurang
97%
50%
10% 0%
Cukup
12%
29%
60%
30% 20%
30%
Baik
38%
24% 2% 1% Giwangan
Batulayang
Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.10 Persepsi mengenai fasilitas penitipan barang terminal penumpang Laporan Akhir
V- 10
Bab V –Analisis dan Evaluasi
penilaian kurang terhadap penyediaan fasilitas ini.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Terkait dengan penilaian fasilitas penitipan barang terminal penumpang, terlihat bahwa terminal Purabaya memberikan pelayanan yang baik dengan sebanyak 60% responden merasa puas, namu untuk terminal lainnya yang menjadi lokasi studi hampir di seluruh terminal lainnya belum memberikan pelayanan yang baik. Di terminal Giwangan 47% responden menjawab kurang, di terminal Lebak Bulus sebanyak 49% responden menjawab kurang, dan di terminal Batulayang yang terbanyak atau 97% responden menjawab kurang.
100% 90% 80%
3%
17%
34%
53%
70% 60%
20% Kurang
86%
Cukup
50% 40% 30%
26%
63%
20% 11% 3%
10% 0%
Giwangan
Batulayang
63%
Baik
22% Lebak Bulus
Purabaya
Gambar 5.11 Persepsi mengenai fasilitas taman terminal penumpang
Untuk persepsi mengenai fasilitas taman di terminal penumpang, terlihat bahwa
baik, ini terlihat di kedua terminal tersebut sebanyak 63% responden menyatakan bahwa kondisi taman di terminal Giwangan dan Purabaya sudah cukup baik, sedangkan untuk terminal Batulayang, sebanyak 86% responden menyatakan bahwa kondisi taman di terminal ini masih kurang, dan di terminal lebak bulus sebanyak 53 % menyatakan bahwa ketersediaan taman di terminal Lebak Bulus masih kurang.
2.
Penilaian Operator Bus terhadap Penyelenggaraan Terminal
Terkait dengan masukan dan pendapat dari operator bus angkutan penumpang terkait dengan penyelenggaraan terminal nya di masing-masing lokasi terminal, Laporan Akhir
V- 11
Bab V –Analisis dan Evaluasi
terminal Giwangan dan terminal Purabaya cukup memberikan pelayanan yang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
ditanyakan beberapa kegiatan penyelenggaraan terkait terminal yang mereka manfaatkan, permasalahan yang ada terkait dengan penyelenggaraan terminal, dan masukan terhadap penyelenggaraan terminal penumpang khususnya masukan bagi penyusunan standar prasarana transportasi jalan yang akan disusun.
2.1.
Terminal Giwangan
Terkait dengan pelaksanaan temrinal Giwangan di Kota
Yogyakarta,
berdasarkan masukan dan pendapat dari operator bus penumpang di terminal Giwangan, didapatkan kondisi bahwa sebagai terminal penumpang terbesar di Pulau Jawa, terminal Giwangan belum bisa memberikan pelayanan terbaik bagi para penumpang maupun pada pengusaha otobus.
Ketersediaan fasilitas pelayanan di terminal ini sudah cukup baik, namun masih banyak fasiliitas yang belum digunakan secara optimal, dan perawatan dari tiap fasilitas tersebut yang masih kurang. Terminal Giwangan ini merupakan salah satu terminal dengan model selasar penumpang yang menggunakan sistem selasar yang langsung menuju lokasi pemberangkatan bus tiap-tiap jurusan, namun saat ini fasilitas tersebut tidak berfungsi secara optimal, sebagian besar calon penumpang banyak yang langsung menuju bus tanpa melalui lorong
Beberapa masukan dan pendapat terkait penyelenggaraan terminal Giwangan dari sisi operator bus penumpang antara lain adalah : a. Perlu adanya perbaikan beberapa fasilitas yang sudah ada, seperti memperpendek jarak dari pintu masuk menuju bus melalui lorong selasar, agar para penumpang tidak memilih untuk lewat langsung lapangan terminal; b. Perlu adanya peningkatan kualitas ruang tunggu dan lorong selasar, seperti penambahan pendingin ruangan atau pemasangan travelator, agar para calon penumpang dapat lebih nyaman menggunakan fasilitas ini; Laporan Akhir
V- 12
Bab V –Analisis dan Evaluasi
selasar penumpang.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
c. Perlu adanya petugas khusus yang mengatur dan juga dapat menindak para calon penumpang yang tidak menggunakan fasilitas ruang tunggu lantai dua dan lorong selasar menuju bus. d. Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana terminal penumpang, perlu adanya standar bagi lebar selasar dan juga standar jarak maksimal dari pintu masuk hingga menuju bus, standar penggunaan eskalator dan travelator untuk kondisi tertentu.
2.2.
Terminal Batulayang
Terminal Batulayang saat ini kondisinya sangat memprihatinkan, ketersediaan fasilitas di terminal ini sangat minim. Jalan akses menuju terminal dan juga lapangan parkir bus maupun parkir kendaraan lainnya kondisinya kurang baik. Semakin menurunnya jumlah angkutan umum yang masuk ke terminal dan juga jarak terminal Batulayang yang cukup jauh dari pusat kota Pontianak menjadi salah satu penyebab sepi nya terminal ini dan berdampak pada menurunnya pula kualitas pelayanan terminal ini.
Beberapa masukan dan pendapat terkait penyelenggaraan terminal Batulayang dari sisi operator bus penumpang antara lain adalah a. Pelayanan terminal semakin menurun karena jumlah angkutan dan
b. Perlu adanya perbaikan fasilitas antarmoda yang dapat mengakses dari pusat kota Pontianak menuju terminal Batulayang untuk memudahkan aksesibilitas penumpang yang akan menggunakan fasilitas terminal Batulayang; c. Masukan bagi penyusunan standar ini menurut operator terminal Batulayang, perlu adanya standar terkait dengan penyediaan fasilitas antarmoda.
Laporan Akhir
V- 13
Bab V –Analisis dan Evaluasi
penumpang yang semakin menurun;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2.3.
Terminal Lebak Bulus
Terminal Lebak Bulus merupakan salah satu terminal dengan frekuensi lalulintas penumpang maupun lalulintas angkutan yang cukup tinggi seperti halnya terminal Kampung Rambutan yang memiliki lokasi yang tidak terlalu jauh.
Kondisi prasarana utama maupun penunjang di terminal Lebak Bulus pada umumnya sudah cukup tersedia, namun kondisinya yang masih kurang baik. Keterbatasan lahan dan juga keterbatasan kewenangan operator terminal dalam mengembangkan terminal menjadi kendala dalam meningkatkan pelayanan terminal Lebak Bulus. Saat ini kapasitas pelayanan terminal Lebak Bulus sebetulnya sudah tidak mencukupi lagi, dan Pemerintah pun sebetulnya sudah merencanakan pembangunan terminal baru di DKI Jakarta namun belum terselesaikan dan belum dapat difungsikan.
Berdasarkan wawancara terhadap operator bus penumpang didapatkan beberapa pendapat dan masukan terkait dengan penyelenggaraan terminal, antara lain adalah a. Ketersediaan fasilitas di terminal lebak bulus tersedia cukup lengkap, namun dari segi kualitas masih kurang.
penumpang, perlu disusun standar bagi penyediaan ruang tunggu beserta fasilitas pendukungnya yang nyaman, dan juga selasar penumpang yang nyaman dan aman untuk mengantarkan penumpang langsung menuju bus masing-masing.
3.
Dalam
Analisis Pemenuhan Kelengkapan Fasilitas Terminal Penumpang
melakukan
analisis
pemenuhan
kelengkapan
fasilitas
terminal
penumpang ini dilakukan dengan membandingkan persyaratan pemenuhan kelengkapan
fasilitas
terminal
penumpang
yang
diamanatkan
dalam
Kepmenhub Nomor 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, baik Laporan Akhir
V- 14
Bab V –Analisis dan Evaluasi
b. Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana terminal
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
yang terkait dengan pemenuhan fasilitas utama terminal penumpang maupun fasilitas penunjang terminal penumpang.
Pembandingan pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal dilakukan dengan membuat matriks perbandingan antara syarat kelengkapan fasilitas terminal penumpang dengan kondisi kelengkapan fasilitas terminal penumpang di wilayah studi, yang dapat dilihat dalam tabel berikut,
Tabel 5.1 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Utama Terminal Penumpang di Wilayah Studi Batulayang, Kota Pontianak 1 jalur 1 jalur 6.000 m2 100 m2
Terminal Penumpang Giwangan, Lebak Bulus, Kota DKI Jakarta Yogyakarta 8 jalur 16 jalur 2 jalur 4 jalur 24.070 m2 58.850 m2 1.540 m2 1.850 m2
120 m2
510 m2
920,8 m2
600 m2
Tidak tersedia
Tersedia
Tersedia
Tidak tersedia
78 loket/hari
128 loket/hari
Tersedia dan dilengkapi dengan CCTV 102 loket/hari
1.200 m2
720 m2
2.485 m2
1.800 m2
Menara Pengawas Loket Penjualan Karcis Parkir kendaraan pengantar
Purabaya, Kota Surabaya 15 jalur 3 jalur 32.000 m2 1.700 m2
Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Dari keempat terminal yang menjadi lokasi wilayah studi dan dilakukan pengamatan, secara umum fasilitas utama terminal penumpang sudah tersedia, hanya di terminal Batulayang Kota Pontianak yang tidak tersedia menara pengawas dan loket penjualan karcis yang sudah tidak berfungsi lagi. Dari tabel diatas terlihat pula terminal dengan fasilitas terlengkap dengan kuantitas pemenuhan ketersediaan fasilitas utamanya yang cukup banyak adalah terminal Purabaya di Kota Surabaya.
Laporan Akhir
V- 15
Bab V –Analisis dan Evaluasi
Kelengkapan Prasaana Terminal Penumpang Berdasarkan KM 31/1995 Jalur Pemberangkatan Jalur Kedatangan Parkir Kendaraan Umum Bangunan Kantor Terminal Tempat tunggu penumpang/ pengantar
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Sedangkan
terkait
dengan
pemenuhan
prasarana
penunjang
terminal
penumpang di 4 (empat) lokasi terminal yang menjadi wilayah studi ini dapat dilihat dalam tabel berikut,
Tabel 5.2 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Penunjang Terminal Penumpang di Wilayah Studi Kelengkapan Prasaana Terminal Penumpang Berdasarkan KM 31/1995 Kamar kecil/toilet Musholla Kios/Kantin Ruang pengobatan Ruang informasi dan pengaduan Telepon umum Tempat penitipan barang Taman
Terminal Penumpang Batulayang, Kota Pontianak
Lebak Bulus, DKI Jakarta
Giwangan, Kota Yogyakarta
Purabaya, Kota Surabaya
2 unit (2 m2) 1 unit (20 m2)
7 unit (2 m2) 1 unit (24 m2) 25 unit
16 unit 1 Masjid, 2 Musholla 32 unit
22 unit 1 Masjid, 2 Musholla 42 unit
12 unit (120 m2) TIdak tersedia 20 m2
12 m2 24 m2
18 m2 32 m2
20 m2 42 m2
Tidak tersedia Tidak tersedia
1 unit Tidak tersedia
12 unit 1 unit
15 unit 2 unit
250 m2
1.839 m2
2.880 m2
3.250 m2
Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Dari tabel diatas terlihat bahra terminal Batulayang di Kota Pontianak tidak memiliki fasilitas penunjang yang lengkap, terlihat dari tidak tersedianya ruang
Lebak Bulus tidak tersedia tempat penitipan barang. Dari keempat terminal yang menjadi lokasi wilayah studi, terminal Purabaya di Kota Surabaya memilili fasilitas penunjang yang cukup baik, terlihat dari kuantitas ketersediaan fasilitas yang cukup besar.
B.
Analisis dan Evaluasi Penyelenggaraan Terminal Barang
1.
Persepsi Pengguna Terminal Barang Tanah Merdeka
Dari 4 (empat) lokasi studi, terminal barang hanya tersedia di DKI Jakarta, dimana terdapat 2 (dua) terminal barang yaitu terminal angkutan barang Pulo Laporan Akhir
V- 16
Bab V –Analisis dan Evaluasi
pengobatan, telepon umum, dan tempat penitipan barang. Sedangkan terminal
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Gebang dan terminal angkutan barang Tanah Merdeka. Terkait dengan penyelenggaraan terminal barang Tanah Merdeka dilakukan wawancara terhadap operator angkutan barang agar didapatkan persepsi operator angkutan barang yang merupakan pengguna dari terminal barang. Gambaran persepsi pengguna terminal barang dapat dilihat dalam gambar berikut ini,
100% 80%
27.78%
60%
5.56%
11.11% 38.89% 83.33%
83.33%
50.00%
66.67%
88.89%
40%
66.67%
20%
27.78% 11.11% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56% 5.56%
0%
55.56%
44.44%
kurang sedang baik
Jenis Pelayanan
Gambar 5.12 Persepsi Pengguna Terminal Barang
Dari gambar diatas terlihat bahwa fasilitas pelayanan terminal barang Tanah Merdeka masih kurang memenuhi harapan penggunanya, terlihat dari fasilitas
beberapa fasilitas seperti kantin, taman, dan tempat istirahat dirasakan masih kurang.
Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil wawancara terhadap pengguna terminal angkutan barang Tanah Merdeka, Cilincing, Jakarta Utara, didapatkan beberapa masukan dan pendapat terkait dengan penyelenggaraan terminal angkutan penumpang, yang antara lain adalah : a. Fasilitas pendukung terminal angkutan barang masih kurang memadai, seperti ruang tunggu kru angkutan barang, toilet, dan kondisi lapangan parkir kendaraan masih kurang baik.
Laporan Akhir
V- 17
Bab V –Analisis dan Evaluasi
yang ada umumnya pengguna memberikan penilaian sedang, sedangkan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
b. Terminal angkutan barang ini seringkali difungsikan pula sebagai terminal angkutan penumpang, kondisi ini menyebabkan angkutan terminal barang yang akan masuk dan menggunakan fasilitas terminal barang ini sedikit terganggu, sebagai masukan bagi Pemerintah agar kiranya dapat dilakukan penindakan bagi angkutan penumpang yang menggunakan fasilitas angkutan barnag ini. c. Perlu adanya fasilitas yang cukup baik bagi tempat istirahat kru angkutan barang, agar para pengemudi angkutan barang dapat beristirahat dengan cukup baik dan nyaman sebelum melanjutkan perjalanan. d. Masukan bagi penyusunan standar prasarana terminal barang ini antara lain perlu adanya standar yang baku bagi penyediaan fasilitas terminal barang baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang, agar kualitas terminal barang yang ada dapat lebih baik, dan terminal angkutan barang yang ada bukan hanya sekedar tempat parkir angkutan barang tanpa memberikan pelayanan tambahan bagi para kru kendaraan angkutan barang.
2.
Analisis Pemenuhan Kelengkapan Fasilitas Terminal Barang
Dalam melakukan analisis pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal barang ini
fasilitas terminal barang yang diamanatkan dalam Kepmenhub Nomor 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, baik yang terkait dengan pemenuhan fasilitas utama terminal barang maupun fasilitas penunjang terminal barang.
Pembandingan pemenuhan kelengkapan fasilitas terminal dilakukan dengan membuat matriks perbandingan antara syarat kelengkapan fasilitas terminal barang dengan kondisi kelengkapan fasilitas terminal barang di wilayah studi, yang dapat dilihat dalam tabel berikut,
Tabel 5.3 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Utama Terminal Barang di Wilayah Studi Laporan Akhir
V- 18
Bab V –Analisis dan Evaluasi
dilakukan dengan membandingkan persyaratan pemenuhan kelengkapan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Kelengkapan Prasaana Terminal Barang Berdasarkan KM 31/1995 Bangunan Kantor Terminal Parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan muat barang Gudang atau lapangan penumpukan barang Tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat Papan informasi Peralatan bongkar muat barang Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Kondisi Prasarana Terminal Tanah Merdeka 120 m2 1.200 m2 Tidak tersedia 12.000 m2 Tidak tersedia Tidak tersedia
Tabel 5.4 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Penunjang Terminal Barang di Wilayah Studi Kondisi Prasarana Kelengkapan Prasaana Terminal Barang Eksisting Berdasarkan KM 31/1995 Tempat istirahat awak kendaraan Tersedia (180 m2) Parkir kendaraan selain kendaraan angkutan barang 1.600 m2 Alat timbang kendaraan dan muatannya Tidak Tersedia Kamar kecil/toilet 8 unit Musholla 1 unit Kios/kantin 4 unit Ruang pengobatan Tidak tersedia Taman 400 m2 Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Dari kedua tabel diatas terlihat bahwa ketersediaan fasilitas di terminal barang Tanah Merdeka masih cukup minim. Terlihat dari tidak tersedianya gudang/lapangan penumpukan barang, papan informasi, dan peralatan bongkar
tidak tersedia adalah alat timbang dan ruang pengobatan. C.
Pengamatan dan Penilaian Fasilitas Pengujian Kendaraan Bermotor (PKB)
1.
Untuk
Persepsi Pengguna Fasilitas Pengujian Kendaraan Bermotor
mendapatkan
persepsi
terkait
dengan
penyelenggaraan
fasilitas
pengujian kendaraan bermotor dilakukan pengamatan lapangan di fasilitas PKB Kota Pontianak, Kota Padang, Kota Yogyakarta, DKI Jakarta, dan PKB di Kota Surabaya.
Laporan Akhir
V- 19
Bab V –Analisis dan Evaluasi
muat barang sebagai fasilitas utama. Selain itu untuk fasilitas penunjang yang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
1.1.
PKB Kota Pontianak
Secara umum pelayanan UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor di Kota Pontianak sudah cukup baik, namun memang apabila melihat kondisi fasilitas baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak masih perlu banyak perbaikan dan peningkatan kualitas pelayanannya.
Kerusakan peralatan menjadi salah satu kendala yang sering terjadi dalam kegiatan pelayanan pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak, kesulitan spare part alat dan pembelian spare part yang harus ke Jakarta menjadikan beberapa kali fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak ini harus terganggu pelayanannya. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota Padang dapat dilihat dalam gambar berikut,
100% 54%
48%
82%
60% 40% 20% 0%
28%
35%
32% 14%
45% 8%
48% 17%
18% 0%
43%
29%
Kurang Sedang Baik
Prasarana PKB
Gambar 5.13 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Pontianak
Terkait dengan fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor di Kota Pontianak secara umum belum tersedia dengan kuantitas maupun kualitas yang cukup baik. Kondisi ruang tunggu, toilet, dan lapangan parkir masih kurang representatif.
Laporan Akhir
V- 20
Bab V –Analisis dan Evaluasi
80%
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Beberapa masukan dan pendapat terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor khususnya terkait dengan masukan terhadap penyusunan standar prasarana pengujian kendaraan bermotor yang sedang disusun ini antara lain adalah, a. Perlu adanya penyusunan standar fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor yang lebih teknis mengatur standar minimum fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor, seperti toilet, ruang tunggu, loket, kantin, dan lapangan parkir agar lebih representatif. b. Terkait standar peralatan pengujian kendaraan bermotor perlu disusun pula standar perawatan peralatan, agar tidak terjadi keruakan alat dengan waktu yang cukup lama, sehingga mengganggu pelayanan pengujian kendaraan bermotor.
1.2.
PKB Kota Padang
Terkait dengan fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Padang, secara umum sudah cukup baik. Beberapa kekurangan yang ada di fasilitas ini antara lain mencakup penyediaan fasilitas penunjang, seperti toilet dan ruang tunggu yang kurang representatif. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota
Bab V –Analisis dan Evaluasi
Padang dapat dilihat dalam gambar berikut,
Laporan Akhir
V- 21
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
43%
18%
17%
46%
49%
35%
34%
38% 18%
31% 40% 29%
18% 48% 34%
Kurang Sedang Baik
Prasarana PKB
Gambar 5.14 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Padang
Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dilakukan wawancara terhadap pengguna fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dan didapat beberapa masukan dan pendapat yang antara lain adalah, a. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengujian kendaraan bermotor, khususnya terkait dengan penyediaan fasilitas penunjang, perlu adanya standar bagi fasilitas penunjang fasilitas pengujian kendaraan bermotor seperti toilet, ruang tunggu, dan lapangan parkir yang lebih nyaman dan
b. Bantuan dari Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah Pusat sangat diharapkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan fasilitas pengujian kendaraan bermotor c. Perlu adanya aturan terkait dengan kompensasi yang bisa diterima oleh Dinas Perhubungan Kota Padang apabila terdapat kendaraan-kendaraan luar Kota Padang yang beroperasi secara reguler di Kota Padang.
1.3.
PKB Kota Yogyakarta
Fasilitas pengujian kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta, baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang sudah cukup baik. Fasilitas pengujian
Laporan Akhir
V- 22
Bab V –Analisis dan Evaluasi
representatif.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
kendaraan bermotor di Kota Yogyakarta dikelola oleh UPTD Pengujian Kendaraan Bermotor, Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota Yogyakarta dapatdilihat dalam gambar berikut,
100%
15%
17%
80% 60%
40%
45%
11% 42%
14%
40% 54%
40% 20%
45%
38%
48%
3%
57% 32%
Kurang Sedang Baik
0%
Prasarana PKB
Gambar 5.15 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Yogyakarta
Berdasarkan wawancara kepada beberapa pengguna, atau pemilik kendaraan yang sedang melakukan pengujian kendaraan bermotor, didapat beberapa persepsi dan preferensi terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan
penunjang. Beberapa persepsi dari pengguna pengujian kendaraan antara lain adalah sebagai berikut, a.
Secara umum, ketersediaan fasilitas pengujian kendaraan bermotor sudah cukup baik, baik fasilitas utama dan penunjang. Beberapa perbaikan maupun peningkatan memang perlu dilakukan, khususnya terakait dengan fasilitas penunjang seperti perbaikan kualitas toilet, ruang tunggu, maupun ketersediaan lapangan parkir yang representatif.
b. Terkait dengan standar prasarana pengujian kendaraan bermotor, yang sering kurang diperhatikan adalah prasarana penunjang, sehingga masukan
bagi
Laporan Akhir
penyusunan
standar
prasarana
fasilitas
pengujian
V- 23
Bab V –Analisis dan Evaluasi
bermotor di Kota Yogyakarta, baik prasarana utama maupun fasilitas
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
kendaraan bermotor ada baiknya fokus pula kepada standar prasarana fasilitas pendukung pengujian kendaraan bermotor.
1.4.
PKB DKI Jakarta
Terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, secara umum pelayanan pengujian kendaraan bermotor tersebut sudah cukup baik. Beberapa kekurangan yang ada di fasilitas pengujian kendaraan bermotor ini umumnya tidak jauh berbeda dengan lokasi pengujian kendaraan bermotor di kota lain, yang antara lain mencakup penyediaan fasilitas penunjang, seperti toilet dan ruang tunggu, dan lapangan parkir yang kurang representatif. Gambaran penilaian pengguna fasilitas PKB di DKI Jakarta dapatdilihat dalam gambar berikut,
80% 60%
31% 34%
22%
49%
35% 28%
40% 20%
35%
29%
37%
0%
42%
60%
32% 26%
Kurang 29%
Sedang
11%
Baik
Prasarana PKB
Gambar 5.16 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di DKI Jakarta
Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dilakukan wawancara terhadap pengguna fasilitas pengujian kendaraan bermotor di DKI Jakarta, dan didapat beberapa masukan dan pendapat yang antara lain adalah, a. Perlu adanya peningkatan terkait dengan kualitas maupun kuantitas fasilitas pendukung pengujian kendaraan bermotor, seperti toilet, ruang tunggu, kantin, dan juga lapangan parkir kendaraan.
Laporan Akhir
V- 24
Bab V –Analisis dan Evaluasi
100%
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
b. Sebagai
masukan bagi penyusunan
standar
prasarana
pengujian
kendaraan bermotor, perlu kiranya standar yang akan disusun fokus pula kepada pengaturan standar prasarana pendukung seperti toilet, ruang tunggu, kantin, maupun parkir kendaraan. Hal tersebut dimaksudkan agar pelayanan tiap fasilitas pengujian kendaraan bermotor dapat memberikan pelayanan terbaik dan memiliki standar yang sama di tiaptiap lokasi pengujian kendaraan bermotor.
1.5.
PKB Kota Surabaya
Terkait dengan penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya, secara umum pelayanan pengujian kendaraan bermotor tersebut sudah sangat baik. Pelayanan fasilitas penunjang seperti toilet dan ruang tunggu, dan lapangan parkir sudah cukup baik. Penilaian pengguna fasilitas PKB di Kota Surabaya, terkait dengan fasilitas penunjang dapat dilihat dalam gambar berikut,
3%
3%
80%
37%
32%
60% 40%
60%
20%
65%
18%
15%
34%
40%
0% 25%
75% 48%
45%
Kurang Sedang Baik
0%
Prasarana PKB
Gambar 5.17 Penilaian Pengguna Fasilitas PKB di Kota Surabaya
Sebagai masukan bagi penyusunan standar prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor, dilakukan wawancara terhadap pengguna fasilitas
Laporan Akhir
V- 25
Bab V –Analisis dan Evaluasi
100%
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
pengujian kendaraan bermotor di Kota Surabaya, dan didapat beberapa masukan dan pendapat yang antara lain adalah, a. Perlu adanya peningkatan terkait dengan kualitas pelayanan terkait kegiatan pengujian, terutama penambahan SDM penguji agar waktu dalam pelaksanaan proses pengujian dapat lebih singkat. b. Sebagai
masukan bagi penyusunan
standar
prasarana
pengujian
kendaraan bermotor, perlu kiranya standar yang akan disusun fokus pula kepada pengaturan standar prasarana pendukung seperti toilet, ruang tunggu, kantin, maupun parkir kendaraan. Selain itu standarisasi peralatan pun perlu dilakukan agar dapat digunakan untuk kendaraan dari semua pabrikan.
2.
Analisis Pemenuhan Kelengkapan Fasilitas Pengujian Kendaraan Bermotor
Dalam melakukan analisis pemenuhan kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor ini dilakukan dengan membandingkan persyaratan pemenuhan
kelengkapan
fasilitas
pengujian
kendaraan
bermotor
yang
diamanatkan dalam Kepmenhub Nomor KM 71 tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, baik yang terkait dengan pemenuhan fasilitas utama pengujian kendaraan bermotor maupun fasilitas penunjang pengujian
Pembandingan pemenuhan kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor dilakukan dengan membuat matriks perbandingan antara syarat kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor dengan kondisi kelengkapan fasilitas pengujian kendaraan bermotor di wilayah studi, yang dapat dilihat dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
V- 26
Bab V –Analisis dan Evaluasi
kendaraan bermotor.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 5.5 Analisis Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor di Wilayah Studi Kelengkapan Prasaana PKB Berdasarkan KM 71/1993 Bangunan beban kerja Bangunan gedung
Jalan keluar masuk
Lapangan parkir Bangunan gedung administrasi
Pagar Fasilitas penunjang untuk umum
Pengujian Kendaraan Bermotor Pulo Gadung, Jakarta
Kota Pontianak Tersedia dengan jalur PKB 15 ton
1
Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang namun tidak berfungsi Lebar Jalan Keluar 4,5 m Lebar Jalan Masuk 4,5 m Luas lapangan parkir 2.100 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 2 m Toilet
Kota Yogyakarta
Tandes, Kota Surabaya
Kota Padang
Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 12 m2
Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton
Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 50 m2
Tersedia dengan 1 jalur PKB 15 ton
Lebar Jalan Keluar 4,5 m Lebar Jalan Masuk 4,5 m Luas Lapangan parkir 4.200 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 1,5 m Toilet Kantin
Lebar Jalan Keluar Lebar Jalan Keluar 4,5 m 5m Lebar Jalan Masuk Lebar Jalan Masuk 4,5 m 5m Luas Lapangan parkir Luas lapangan parkir 5.055 m2 8.200 m2 Tersedia fasilitas : Tersedia fasilitas : ruangan petugas ruangan petugas loket pendaftaran loket pendaftaran ruang tunggu ruang tunggu Pagar setinggi 1,5 m Pagar setinggi 1,2 m Toilet Toilet Kantin Kantin Telp. Umum Toko ATK dan Fotokopi Ruang Tunggu AC
Lebar Jalan Keluar 4,5 m Lebar Jalan Masuk 4,5 m Luas lapangan parkir 3.500 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 1,2 m Toilet Kantin
Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 40 m2
Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 40 m2
Sumber : KM 71/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Laporan Akhir
IV- 27
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
D.
Pengamatan dan Penilaian Bengkel Umum
1.
Penilaian terkait Penyelenggaraan Bengkel Umum
Dalam melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan bengkel umum, dilakukan pengamatan lapangan dan wawancara yang dilakukan di bengkel umum di Kota Pontianak, Kota Padang, Kota Yogyakarta, DKI Jakarta, dan Kota Surabaya yang menjadi locus wilayah studi ini.
1.1.
Bengkel Umum Kota Pontianak
Penyelenggaraan bengkel umum di kota Pontianak masih belum sebaik bengkel-bengkel di kota lain khususnya bengkel di kota Jakarta. Jumlah bengkel di kota Pontianak saat ini belum terlalu banyak, standar peralatan bengkel maupun stall perbaikan kendaraan di bengkel-bengkel di kota Pontianak sebagian besar masih kurang memadai.
Dinas Perhubungan kota Pontianak belum menerbitkan aturan apapun terkait dengan pelaksanaan bengkel umum ini, termasuk aturan terkait dengan retribusi bagi penyelenggaraan bengkel umum. Bengkel umum yang sudah cukup besar, saat ini hanya berbadan hukum dan memiliki izin usaha secara umum dari
ada aturan terkait izin dari instansi terkait. Untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan bengkel umum di Kota Pontianak, diakukan wawancara untuk mendapatkan penilaian masyarakat terkait penyelenggaraan bengkel umum. Gambaran penilaian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut,
Laporan Akhir
V- 28
Bab V –Analisis dan Evaluasi
instansi terkait, sedangkan untuk kegiatan operasional mauapun teknis belum
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan 100% 80%
23% 48%
60% 40%
18%
20%
33%
0%
47%
48% 33% 28%
20%
42%
32% 27%
33%
13% 50%
47%
32%
47%
32% 35%
18%
37%
40%
17%
Kurang Sedang Baik
Fasilitas dan Pelayanan Bengkel Umum
Gambar 5.18 Penilaian Masyarakat terkait Bengkel Umum di Kota Pontianak
Selain dilakukan penilaian terhadap pelayanan bengkel umum oleh masyarakat, dilakukan pula wawancara terhadap pemilik bengkel untuk mendapatkan persepsi mereka terkait standarisasi fasilitas dan pelayanan bengkel umum. Berdasarkan hasil wawancara terhadap pengusaha pemilik bengkel umum di Kota Pontianak, didapat beberapa persepsi maupun preferensi terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Pontianak, yang antara lain adalah : a. Secara umum, para pengusaha pemilik bengkel umum di kota Pontianak berpendapat bahwa aturan terkait dengan standarisasi bengkel sangat
pengusaha bengkel untuk mengembangkan usahanya, terutama bagi pengusaha baru yang akan membangun bengkel baru. b. Pada umumnya para pengusaha pemilik bengkel berpendapat bahwa retribusi terkait dengan perizinan bengkel umum tidak masalah apabila akan diterapkan, namun perlu ada timbal baliknya bagi pengusaha bengkel, seperti bantuan teknis ataupun konsultasi bagi para pengusaha yang akan mendirikan ataupun meningkatkan kualitas bengkelnya. c. Standarisasi bengkel umum oleh Dinas Perhubungan sangat baik untuk dilakukan,
namun standarisasi tersebut
harus
beriringan dengan
penerbitan sertifikasi bengkel umum dari Dinas Perhubungan, dan diharapkan dapat menjadi tolak ukur pula bagi bengkel-bengkel umum
Laporan Akhir
V- 29
Bab V –Analisis dan Evaluasi
didukung, namun diharapkan tidak menjadi ganjalan bagi para
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
yang berminat untuk bekerjasama dalam kegiatan pengujian emisi kendaraan bermotor ataupun dalam lingkup yang lebih besar dapat menjadi mitra Dinas Perhubungan sebagai bengkel atau pihak ketiga yang dapat terlibat dalam pengujian kendaraan bermotor secara umum.
1.2.
Bengkel Umum di Kota Padang
Penyelenggaraan bengkel umum di Kota Padang secara umum masih belum berada di bawah pengawasan Dinas Perhubungan Kota Padang, karena sampai saat ini belum ada pengaturan terkait penyelenggaraan bengkel umum maupun peraturan terkait dengan penarikan retribusi bagi bengkel umum.
Bengkel umum yang beroperasi di Kota Padang secara umum belum diatur terkait dengan penyelenggaraan secara teknis, izin yang perlu diurus terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Padang sebatas izin usaha. Untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan bengkel umum di Kota Padang, diakukan wawancara untuk mendapatkan penilaian masyarakat terkait penyelenggaraan bengkel umum. Gambaran penilaian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut,
80% 60%
29% 30%
40% 20%
41%
33%
34%
37%
34%
30%
31%
36%
41% 23%
27%
21% 49% 41%
40%
29%
40%
31% 33%
20%
Kurang 37%
0%
31%
Sedang Baik
Fasilitas dan Pelayanan Bengkel Umum
Gambar 5.19 Penilaian Masyarakat terkait Bengkel Umum di Kota Padang
Laporan Akhir
V- 30
Bab V –Analisis dan Evaluasi
100%
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Selain dilakukan penilaian terhadap pelayanan bengkel umum oleh masyarakat, dilakukan pula wawancara terhadap pemilik bengkel untuk mendapatkan persepsi mereka terkait standarisasi fasilitas dan pelayanan bengkel umum. Dari wawancara tersebut didapat beberapa masukan, yang antara lain adalah : a. Penyelenggaraan bengkel umum secara makro saat ini di Kota Padang sudah cukup baik, meskipun belum ada lembaga ataupun unsur Pemerintahan yang menerbitkan aturan terkait dengan standarisasi bengkel umum secara teknis. b. Terkait dengan rencana penyusunan standarisasi fasilitas bengkel umum, diharapkan dengan adanya standarisasi ini dapat memberikan acuan bagi pemilik bengkel untuk meningkatkan layanannya. c. Standarisasi yang disusun diharapkan pula dapat memberikan nilai tambah bagi bengkel umum untuk dapat bersaing secara sehat dengan bengkel lain khususnya bengkel ATPM yang tentunya memiliki standar yang lebih baik yang diterbitkan dari ATPM yang bersangkutan. d. Standarisasi fasilitas bengkel umum di Kota Padang sebaiknya diikuti pula dengan sertifikasi bengkel oleh
Dinas Perhubungan, agar
masyarakat ataupun pelanggan dapat lebih mudah menilai kualitas suatu bengkel dengan melihat klasifikasi dari standar fasilitas peralatan bengkel yang ada.
Bengkel Umum di Kota Yogyakarta
Penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta secara umum sudah cukup baik namun masih belum berada di bawah pengawasan Dinas Perhubungan Kota Yogakarta. Ketiadaan acuan dalam mengatur usaha bengkel umum menjadi kendala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta dalam melakukan pembinaan terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta.
Bengkel umum yang beroperasi di Kota Yogyakarta terkait dengan penyelenggaraannya secara teknis masih belum diatur khususnya yang terkait dengan program pembinaan dari Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta, penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta saat ini hanya Laporan Akhir
V- 31
Bab V –Analisis dan Evaluasi
1.3.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
berpegangan pada izin usaha secara umum. Untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta, diakukan wawancara untuk mendapatkan penilaian masyarakat terkait penyelenggaraan bengkel umum. Gambaran penilaian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut,
100% 80%
42%
60% 40% 20%
23% 34%
24%
27%
43%
34%
32%
39%
38%
38%
38%
30%
24%
32%
30%
31%
21%
43%
33%
30% Kurang
39%
36%
0%
37%
Sedang Baik
Fasilitas dan Pelayanan Bengkel Umum
Gambar 5.20 Penilaian Fasilitas dan Pelayanan Bengkel Umum di Kota Yogyakarta
Selain dilakukan penilaian terhadap pelayanan bengkel umum oleh masyarakat,
persepsi mereka terkait standarisasi fasilitas dan pelayanan bengkel umum. Masukan terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Yogyakarta berdasarkan hasil wawancara terhadap pengusaha atau pemilik bengkel umum antara lain adalah : a. Penyelenggaraan bengkel umum saat ini di Kota Yogakarta sudah cukup baik, meskipun belum ada lembaga ataupun unsur Pemerintahan yang menerbitkan aturan terkait dengan standarisasi bengkel umum secara teknis. b. Terkait dengan rencana penyusunan standarisasi fasilitas bengkel umum, diharapkan dengan adanya standarisasi ini dapat memberikan acuan bagi pemilik bengkel untuk meningkatkan layanannya dan memberikan klasifikasi bagi bengkel yang ada sebagai acuan bagi pemilik kendaraan Laporan Akhir
V- 32
Bab V –Analisis dan Evaluasi
dilakukan pula wawancara terhadap pemilik bengkel untuk mendapatkan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
dalam memilih bengkel umum yang akan dituju untuk memperbaiki kendaraannya. c. Standarisasi fasilitas bengkel umum di Kota Yogyakarta sebaiknya diikuti pula dengan sertifikasi kualitas bengkel oleh Dinas Perhubungan, agar masyakarta ataupun pelanggan dapat lebih mudah menilai kualitas suatu bengkel dengan melihat klasifikasi dari standar fasilitas peralatan bengkel yang ada. Namun diharapkan dari standarisasi yang disusun tidak membuat pengusahaan bengkel umum di Kota Yogyakarta menjadi lebih sulit, khususnya terkait dengan standar prosedur perizinan bengkel umum.
1.4.
Bengkel Umum di DKI Jakarta
Sebagai kota metropolitan dengan jumlah kendaraan yang cukup banyak, keberadaan bengkel umum menjadi suatu usaha yang sangat menjanjikan. Persaingan penyelenggaraan bengkel umum di Jakarta sangat tinggi, sehingga tiap-tiap bengkel umum berusaha untuk melengkapi bengkelnya dengan peralatan terbaik dan stall perbaikan yang terlengkap.
Terlepas dari persaingan yang menyebabkan dampak positif yaitu banyaknya bengkel umum yang memiliki kualitas yang cukup baik di Jakarta, saat ini
standarisasi peralatan teknis bengkel umum, namun sebagai langkah pembinaan terhadap penyelenggaraan bengkel umum di Jakarta, Dinas Perhubungan mengatur terkait dengan penyelenggaraan.
Penyelenggaraan bengkel umum di Jakarta, secara umum mengacu kepada Kepmenperin No 551/1993. Berdasarkan aturan tersebut, Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta menetapkan beberapa bengkel umum di Kota Jakarta yang memiliki kualifikasi cukup bagi bengkel tersebut untuk diikutsertakan dalam kegiatan pengujian kendaraan bermotor.
Untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan bengkel umum di Kota Jakarta, diakukan wawancara untuk mendapatkan penilaian masyarakat terkait Laporan Akhir
V- 33
Bab V –Analisis dan Evaluasi
Dinas Perhubungan seprerti kota-kota lainnya belum mengatur terkait dengan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
penyelenggaraan bengkel umum. Gambaran penilaian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut, 100% 80% 60%
23%
15%
17%
35%
42%
44%
25%
23%
31%
41%
47%
32%
24% 35%
30% 36%
40% 20%
Kurang 42%
43%
39%
34%
30%
37%
41%
34%
Sedang Baik
0%
Fasilitas dan Pelayanan Bengkel Umum
Gambar 5.21 Penilaian Masyarakat terkait Bengkel Umum di DKI Jakarta
Selain dilakukan penilaian terhadap pelayanan bengkel umum oleh masyarakat, dilakukan pula wawancara terhadap pemilik bengkel untuk mendapatkan persepsi mereka terkait standarisasi fasilitas dan pelayanan bengkel umum. Masukan terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Jakarta, yang didasarkan dari wawancara yang dilakukan terhadap beberapa pengusaha ataupun pemilik bengkel umum di Jakarta antara lain adalah :
namun yang perlu diatur adalah terkait dengan penempatan lokasi bengkel umum, karena bisa terjadi dalam satu wilayah terdapat bengkel umum dengan jenis pelayanan yang sama berdekatan lokasinya, apabila dimungkinkan dapat disusun aturan terkait dengan penempatan bengkel umum tersebu. b. Terkait dengan standarisasi fasilitas bengkel umum yang akan disusun, sebaiknya tidak tumpang tindih dengan aturan yang telah dikeluarkan oleh Menperin melalui keputusan Menteri nya yang bernomor 551 tahun 1993. Sebaiknya standar yang disusun justru berkesinambungan, dan pada akhirnya tidak memberatka bagi pengusaha bengkel.
Laporan Akhir
V- 34
Bab V –Analisis dan Evaluasi
a. Kualitas bengkel umum di Jakarta saat ini umumnya sudah cukup baik,
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
c. Terkait dengan retribusi bagi pengusaha bengkel, sebaiknya ada rumusan konsep timbal balik bagi dunia usaha perbengkelan, seperti kemudahan dalam pengajuan usaha, ataupun kompensasi lainnya.
1.5.
Bengkel Umum di Kota Surabaya
Sebagai kota metropolitan terbesar setelah Jakarta, Kota Surabaya memiliki jumlah kendaraan yang cukup banyak, keberadaan bengkel umum menjadi suatu usaha yang sangat menjanjikan. Penyelenggaraan bengkel umum di Surabaya sangat tinggi meskipun masih belum sebanyak di Jakarta.
Untuk mendapatkan gambaran penyelenggaraan bengkel umum di Kota Jakarta, diakukan wawancara untuk mendapatkan penilaian masyarakat terkait penyelenggaraan bengkel umum. Gambaran penilaian tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut, 100% 80% 60%
18% 43%
40% 20%
40%
0%
8% 44%
49%
14%
23%
48%
41%
39%
36%
35%
39%
38%
36%
28%
25%
21% 44% 35%
33% 43% 25%
Kurang Sedang
Fasilitas dan Pelayanan Bengkel Umum
Gambar 5.22 Penilaian Masyarakat terkait Bengkel Umum di Surabaya
Terlepas dari persaingan yang menyebabkan dampak positif yaitu banyaknya bengkel umum yang memiliki kualitas yang cukup baik di Surabaya, saat ini Dinas Perhubungan Kota Surabaya seperti kota-kota lainnya belum mengatur terkait dengan standarisasi peralatan teknis bengkel umum, namun sebagai langkah pembinaan terhadap penyelenggaraan bengkel umum di Surabaya,
Laporan Akhir
V- 35
Bab V –Analisis dan Evaluasi
Baik
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Dinas Perhubungan sedang menyusun Perda terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Kota Surabaya.
Selain dilakukan penilaian terhadap pelayanan bengkel umum oleh masyarakat, dilakukan pula wawancara terhadap pemilik bengkel untuk mendapatkan persepsi mereka terkait standarisasi fasilitas dan pelayanan bengkel umum. Masukan terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum di Surabaya, yang didasarkan pada hasil wawancara terhadap beberapa pengusaha ataupun pemilik bengkel umum di Surabaya antara lain adalah : a. Kualitas bengkel umum di Surabaya saat ini umumnya sudah cukup baik, jika akan diatur sebaiknya lebih kepad apengaturan penempatan lokasi bengkel dan penanganan limbah bengkel. b. Terkait dengan standarisasi fasilitas bengkel umum yang akan disusun, sebaiknya berkeseinambungan dengan aturan yang telah dikeluarkan oleh Menperindag melalui keputusan Menteri nya yang bernomor 551 tahun 1993 yang sudah terlebih dahulu diterbitkan. c. Terkait dengan retribusi bagi pengusaha bengkel, sebaiknya ada rumusan konsep timbal balik bagi dunia usaha perbengkelan, seperti kemudahan dalam pengajuan usaha, ataupun kompensasi lainnya. Serta tidak memberatkan pengusaha bengkel, terutama pengusaha baru di bidang
E.
Analisis Penyediaan Fasilitas
1.
Pengujian Kendaraan Bermotor
Untuk mendapatkan batasan angka penyediaan fasilitas pengujian kendaraan bermotor, maka dilakukan analisis dan evaluasi dengan cara menganalisis datadata hasil lapangan yang kemudian dilakukan analisis statistik. Analisis dilakukan untuk tiap-tiap item fasilitas sehingga didapatkan angka yang menjadi acuan batasan dalam penyusunan standar pedoman fasilitas pengujian kendaraan bermotor. Hasil analisis terhadap penyediaan fasilitas di wilayah studi dapat dilihat dalam gambar-gambar berikut,
Laporan Akhir
V- 36
Bab V –Analisis dan Evaluasi
bengkel umum.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Penilaian penyediaan lapangan parkir
Penilaian penyediaan ruang tunggu
200
1.25
180 160
1.20 y = 3.335x 2 - 16.69x + 73.01 R² = 0.906
120
kend/m2
m2/kend
140 100 80
y = 0.741x 0.238 R² = 0.914
1.15 1.10
60 40
1.05
20 0
1.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
10.00
0.00
1.00
2.00
3.00
Penilaian
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
7.00
8.00
9.00
7.00
8.00
9.00
Penilaian
Penilaian penyediaan jalur pelayanan
Penilaian penyediaan ruang pendaftaran
60.00
1.50
50.00
1.45 y = 1714.x -2.39 R² = 0.964
y = 0.899x 0.232 R² = 0.975
1.40
kend/m2
40.00
kend/jalur
4.00
30.00
1.35
20.00
1.30
10.00
1.25
-
1.20 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
0.00
1.00
2.00
3.00
Penilaian
4.00
5.00
6.00
Penilaian
Penilaian penyediaan kantin Penilaian penyediaan toilet
30.00
0.35
y = 0.109x 2.667 R² = 1
0.30
kend/m2
20.00 15.00 10.00
0.25 0.20 0.15 0.10
5.00
y = 71764x -8.13 R² = 0.588
0.05
-
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
9.00
Penilaian
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
Penilaian
Gambar 5.23 Grafik Analisis Penilaian Fasilitas PKB
Berdasarkan hasil analisis penilaian fasilitas pengujian kendaraan bermotor dari kondisi wilayah studi didapatkan kesimpulan batasan kuantitas untuk tiap-tiap item fasilitas PKB yang dijelaskan dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
V- 37
Bab V –Analisis dan Evaluasi
kend/m2
0.45 0.40
25.00
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 5.6 Hasil Analisis Penyediaan Fasilitas PKB Persamaan penyediaan
R2
Lapangan parkir
m2/kend = 3,335*(nilai)^216,69*(nilai)+73,0 1
0,906
Min = 92,93 m2/kend Max = 152,93 m2/kend
1 SRP mobil (sesuai 272/HK.105/DRJ D/96) = 15 m2
100 m2 per kendaraan
Ruang tunggu
m2/kend = 0,741*(nilai)^(0,2 38)
0,914
Min = 1,135 m2/kend Max = 1,215 m2/kend
SPM Stasiun KA (PM 9/2011) = 0,6 m2/orang
Minimal 1,2 m2 per kendaraan
Jalur pelayanan
kend/jalur = 1714*(nilai)^(2,39)
0,964
Min = 23,67 kend/jalur Max = 11,9 kend/jalur
Tidak ada data pembanding
Minimal 1 jalur per 20 kendaraan
Ruang pendaftaran
m2/kend = 0,899*(nilai)^(0,2 35)
0,975
Min = 1,362 m2/kend Max = 1,456 m2/kend
Tidak ada data pembanding
Minimal 1,4 m2 per kendaraan
Toilet
kend/m2 = 0,109*(nilai)^(2,6 67)
1,000
Min = 12,96 kend/m2 Max = 27,92 kend/m2
Sesuai Perpres 73/2011, bahwa 1 toilet (2 m2) untuk 25 orang
Minimal 1 toilet (2 m2) untuk 15 kendaraan
Kantin
m2/kend = 71764*(nilai)^(8,13)
0,588
Min = 0,034 m2/kend Max = 0,032 m2/kend
Tidak ada data pembanding
Minimal 0,033 m2 per kendaraan
Fasilitas
2.
Range penyediaan
Data pembanding
Kesimpulan
Terminal Penumpang
Untuk mendapatkan batasan angka penyediaan fasilitas terminal penumpang,
lapangan yang kemudian dilakukan analisis statistik. Analisis dilakukan untuk tiap-tiap item fasilitas sehingga didapatkan angka yang menjadi acuan batasan dalam penyusunan standar pedoman fasilitas terminal penumpang baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang. Penilaian fasilitas dilakukan baik terminal untuk penumpang tipe A, tipe B, maupun tipe C.
Berdasarkan hasil analisis penilaian fasilitas terminal penumpang dari kondisi wilayah studi didapatkan kesimpulan batasan kuantitas untuk tiap-tiap item fasilitas terminal penumpang baik terminal tipe A, tipe B, maupun tipe C yang dijelaskan dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
V- 38
Bab V –Analisis dan Evaluasi
maka dilakukan analisis dan evaluasi dengan cara menganalisis data-data hasil
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 5.7 Hasil Analisis Penyediaan Fasilitas Utama Terminal Penumpang Persamaan penyediaan
R2
Range penyediaan
pelataran parkir kendaraan pengantar
Pnp/m2 = 28708*(nilai)^(3,63)
0,837
Min = 42,99 pnp/m2 Max = 15,13 pnp/m2
menara pengawas
Fasilitas
Data pembanding
Kesimpulan
Pedoman parkir (272/HK.105/DRJ D/96) 1 SRP mobil = 15 m2. 1 jam diperlukan 5 SRP = 75m2 ≈ 7,5 m2/bus
1 SRP bus (15 m2) untuk setiap 2 kendaraan (6 orang)
Ketingggian menara pengawas ditentukan dari luas terminal
Jarak pandang manusia (Std. Perenc Geom Jalan, No. 038/TBM/1997) = 15 meter untuk ketinggian 105 cm
Ketinggian menara pengawas = Akar (Luas terminal)/15 meter
bangunan kantor terminal
Luas bangunan kantor ditentukan oleh jumlah petugas
Ketentuan dalam Perpres 73/2011 adalah 4 m2/orang
Minimal luas bangunan kantor = 4 m2* jml petugas
rambu-rambu dan papan informasi
Ukuran, warna, dan simbol sesuai standar penempatan rambu
Mengikuti ketentuan dalam KM 60 Tahun 1993
tarif dan jadual perjalanan
Ukuran, warna, dan simbol sesuai standar penempatan rambu
Mengikuti ketentuan dalam KM 60 Tahun 1993
yang nantinya menjadi acuan bagi batasan kebutuhan fasilitas terminal tipe A, tipe B, maupun ype C, hasil analisisnya dapat dilhat dalam gambar-gambar berikut ini,
Penilaian penyediaan kamar kecil
Penilaian fasilitas taman 6000
40.0 35.0
5000
30.0 4000
y = 149.6x -1.00 R² = 0.370
20.0
pnp/m2
pnp/m2
25.0
15.0
y = 99419x -3.40 R² = 0.877
3000 2000
10.0 1000
5.0
0
0.0 0
1
2
3
4
5
Penilaian
Laporan Akhir
6
7
8
9
0
1
2
3
4
5
6
7
Penilaian
V- 39
8
9
Bab V –Analisis dan Evaluasi
Sedangkan terkait penilaian terhadap fasilitas penunjang terminal penumpang
10
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan Penilaian kantin
Penilaian penyediaan tempat ibadah 35000
800
30000
700 600 500
20000
pnp/m2
y = 1E+07x -5.11 R² = 0.988
15000 10000
400
y = 4057.x -1.69 R² = 0.411
300 200
5000
100 0
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
0
10
1
2
3
4
16000
8000
14000
7000
12000
6000
10000 y = 10659x -1.84 R² = 0.786
6000
7
8
9
5000 4000
y = 64616x -1.89 R² = 0.722
3000
4000
2000
2000
1000
0
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
0
1
2
3
4
Penilaian
5
6
7
8
9
10
8
9
Penilaian
Penilaian penyediaan telepon umum
Penilaian fasilitas penitipan barang
70000
100000 90000
60000
80000
50000
70000
40000
pnp/unit
pnp/unit
6
Penilaian penyediaan ruang informasi dan pengaduan 9000
pnp/m2
pnp/m2
Penilaian penyediaan ruang pengobatan 18000
8000
5
Penilaian
Penilaian
y = 3E+11x -9.65 R² = 0.79
30000
60000 y = 1E+07x -3.21 R² = 1
50000 40000 30000
20000
20000
10000
10000
0
0 0
1
2
3
4
5 Penilaian
6
7
8
9
10
0
1
2
3
4
5
6
7
Penilaian
Gambar 5.24 Grafik Analisis Penilaian Fasilitas Penunjang Terminal Penumpang
Berdasarkan hasil analisis penilaian fasilitas terminal penumpang dari kondisi wilayah studi didapatkan kesimpulan batasan kuantitas untuk tiap-tiap item fasilitas penunjang terminal penumpang baik terminal tipe A, tipe B, maupun tipe C yang dijelaskan dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
V- 40
Bab V –Analisis dan Evaluasi
pnp/m2
25000
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 5.8 Hasil Analisis Penyediaan Fasilitas Penunjang Terminal Penumpang Persamaan penyediaan
R2
kamar kecil/toilet
Pnp/m2 = 99419*(nilai )^(-3,40)
0,877
Min = 225 pnp/m2 Max = 84,5 pnp/m2
SPM Stasiun KA (PM 9/2011) = 16 toilet per 10000 pnp/hr ≈ 312 pnp/m2
Minimal 1 toilet (2m2) untuk tiap 500 pnp/hari
musholla
Pnp/m2 = 1^(10^(7))*( nilai)^(5,11)
0,988
Min = 1056 pnp/m2 Max = 243 pnp/ m2
SPM Stasiun KA (PM 9/2011) = kapasitas 8 orang per 10000 pnp/hr ≈ 625pnp/m2
Minimal 1 musholla (2m2) untuk tiap 1250 pnp/hari
kios/kantin
pnp/m2 = 4057*(nilai) ^(-1,69)
0,411
Min = 196 pnp/m2 Max = 121 pnp/m2
Tidak ada data pembanding
1 kantin (4 m2) per 750 pnp/hr
ruang pengobatan
pnp/m2 = 10659*(nilai )^(-1,84)
0,786
Min = 3944 pnp/m2 Max = 2323 pnp/m2
Tidak ada data pembanding
1 ruang (4 m2) per 10000 pnp/hr
ruang informasi dan pengaduan
pnp/m2 = 64616*(nilai )^(-1,89)
0,722
Min = 2186 pnp/m2 Max = 1269 pnp/m2
Tidak ada data pembanding
1 ruang (4 m2) per 7500 pnp/hr
telepon umum
pnp/unit = (3*10^(11))* (nilai)^(9,65)
0,790
Min = 9288 pnp/unit Max = 578 pnp/unit
Standar Nasional, 5 unit /1000 orang
1 telepon umum per 2000 pnp/hr
tempat penitipan barang
pnp/unit = (1*10^(7))*( nilai)^(3,21)
1,000
Min=317779 pnp/unit Max=12620 pnp/unit
Tidak ada data pembanding
1 tempat per 100000 pnp/hr
taman
pnp/m2 = 149*(nilai)^( -1,00)
0,370
Min = 24,83 pnp/m2 Max = 18,63 pnp/m2
Sesuai UU Tata Ruang, RTH min = 30 % luas area
30% luas area terminal
3.
Range penyediaan
Data pembanding
Kesimpulan
Terminal Barang
Untuk mendapatkan batasan angka penyediaan fasilitas terminal barang, maka dilakukan analisis dan evaluasi dengan cara menganalisis data-data hasil lapangan yang kemudian dilakukan analisis statistik. Analisis dilakukan untuk tiap-tiap item fasilitas sehingga didapatkan angka yang menjadi acuan batasan dalam penyusunan standar pedoman fasilitas terminal barang. Hasil analisis terhadap penyediaan fasilitas di wilayah studi dapat dilihat dalam tabel berikut,
Laporan Akhir
V- 41
Bab V –Analisis dan Evaluasi
Fasilitas
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 5.9 Hasil Analisis Penyediaan Fasilitas Terminal Barang Fasilitas
Penyediaan
Penilaian
Rate penyediaan
Data pembanding
Kesimpulan
1.200 m2
4,445
Min = 21,60 m2/truk Max = 28,80 m2/truk
1 SRP truck (sesuai 272/HK.105/DRJD/96) = 42,5 m2
1 SRP utk 2 truk ≈ 21,25 m2
parkir istirahat
12.000 m2
4,861
Min = 97,48 m2/truk Max = 263,31 m2/truk
1 SRP truck (sesuai 272/HK.105/DRJD/96) = 42,5 m2
1 SRP utk 1 truk ≈ 42,5 m2
tempat istirahat
180 m2
3,056
Min = 4,71 m2/truk Max = 6,28 m2/truk
1 truk = 2 awak = 2 ruang (2 m2) ruang istirahat
5m2 ruang istirahat per truk
Toilet
8 Unit
4,167
Min = 0,15 m2/truk Max = 0,20 m2/truk
Sesuai Perpres 73/2011, bahwa 1 toilet (2 m2) untuk 25 orang = 0,16 m2/truk
0,175 m2/truk
Musholla
1 Unit
5,001
0,02 m2/truk
Sesuai Perpres 73/2011, bahwa 1 musholla = 0,8 m2/orang = 0,4 m2/truk
0,4 m2/truk
Kantin
4 Unit
3,889
Min = 0,08 m2/truk Max = 0,11 m2/truk
Tidak ada data pembanding
0,1 m2/truk
Taman
400 m2
3,473
Min = 9,21 m2/truk Max = 12,29 m2/truk
Sesuai UU tata ruang, RTH minimum 30% dari luas
30% luas area terminal
Bab V –Analisis dan Evaluasi
Parkir bongkar muat
Laporan Akhir
V- 42
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab VI
Perumusan Kerangka Standar
Pada Bab VI bagian penyusunan Perumusan Kerangka Standar Pedoman ini disampaikan mengenai kerangka pedoman standar prasarana jalan yang menjadi acuan dalam penyusunan standar pedoman prasarana jalan yang akan disusun. Dalam bagian ini akan dibahas mengenai acuan normatif yang berkaitan dengan penyelenggaraan orasarana transportasi jalan sebagai acuan dalam penyusunan konsep standar pedoman prasarana jalan ini
A.
Kerangka Konsep Standar Prasarana Terminal Penumpang
1.
Pendahuluan
Dari dasar hukum yang berlaku saat ini, antara lain UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP 41/1993 tentang Angkutan Jalan, dan PP 43/1995 tentang Prasarana dan Lalu lintas Jalan, kesemuanya memberikan arahan tentang pelaksanaan prasarana transportasi jalan namun dari kesemua aturan tersebut belum ada yang mengatur secara teknis tekait dengan standar spesifikasi prasarana jalan yang perlu disediakan khususnya terkait dengan standar fasilitas prasarana terminal penumpang. Artinya perlu disusun standar pedoman prasarana terminal penumpang yang menjelaskan lebih spesifik sebagai penjabaran dari peraturan perundangan yang telah
Dalam UU, beserta PP yang menjelaskan pelaksanaannya yang terkait dengan prasarana transportasi jalan, khususnya terminal penumpang terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri seperti yang dipaparkan pada Tabel 6.1. Karena pengaturan dalam kegiatan penyelenggaraan prasarana terminal penumpang yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa dapat disusun standar pedoman yang mengatur lebih teknis dan lebih spesifik dalam penentuan standar dalam penyediaan prasarana terminal penumpang.
Laporan Akhir
VI- 1
Bab VI –Perumusan Standar
ada dan disusun sebelumnya.
Tabel 6.1 Mandat pengaturan lebih lanjut dalam UU dan PP pelaksanaannya terkait terminal penumpang Pasal Pengaturan UU 22/2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB VI Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 33 Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal Pasal 37 Penetapan Lokasi Terminal Pasal 38 Fasilitas Terminal Pasal 39 Lingkungan Kerja Terminal Pasal 40 Pembangunan Terminal BAB VII Kendaraan Pasal 47 Jenis-jenis Kendaraan Pasal 48 Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor Pasal 49-55 Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 57 Perlengkapan Kendaraan Bermotor Pasal 60 Definisi dan Penjelasan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor PP 43/1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN BAB III Jaringan Transportasi Jalan Pasal 7 Rencana jaringan transportasi jalan Pasal 14 Jaringan Trayek BAB VI Terminal Pasal 40 Jenis-jenis terminal Pasal 41 Pengelompokkan terminal penumpang Pasal 42 Penentuan Lokasi terminal Pasal 44 Kegiatan usaha penunjang pada terminal Kepmenhub 31/1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN BAB II Terminal Penumpang Pasal 2 Tipe dan Fungsi Terminal Pasal 3 Fasilitas Terminal Pasal 9 Lokasi Terminal Pasal 15 Pembangunan dan Pengoperasian terminal Pasal 17 Penyelenggaraan Terminal Pasal 44 Kegiatan usaha penunjang pada terminal BAB III Terminal Barang Pasal 24 Definisi Terminal Barang Pasal 25 Fasilitas Terminal Pasal 26 Daerah Kewenangan Terminal Pasal 27 Lokasi Terminal Pasal 31 Pembangunan Terminal Pasal 33 Penyelenggaraan Terminal BAB III Usaha Penunjang di Terminal Pasal 40 Penjelasan terkait kegiatan usaha penunjang di terminal Penyelenggaraan terminal yang telah diamanatkan dalam UU 22/2009 dan PP 43/1995 dijelaskan pula dengan Kepmenhub Nomor KM 31/1995 tentang terminal transportasi jalan dimana disampaikan beberapa fasilitas baik fasilitas utama maupun fasilitas penunjang dalam penyelenggaraan terminal penumpang, namun secara teknis, Laporan Akhir
VI- 2
Bab VI –Perumusan Standar
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
penjelasan terkait dengan standar fasilitas terminal penumpang belum dijelaskan lebih detail.
2. Materi muatan Muatan pengaturan dalam standar prasarana transportasi jalan ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 43/1995 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan . Di dalam UU dan PP tersebut terdapat amanat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri berkenaan dengan penjelasan secara teknis terkait dengan penyelenggaraan terminal termasuk penjelasan secara teknis terkait dengan standar spesifikasi dari tiap-tiap item prasarana terminal penumpang.
Sesuai dengan ilustrasi kerangka standar prasarana terminal, khususnya terkait dengan spesifikasi teknis tiap-tiap item prasarana utama serta penunjang penyelenggaraan terminal penumpang, maka terlihat bahwa materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini: 1) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana utama bagi terminal tipe A, tipe B, dan tipe C; 2) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana penunjang bagi terminal tipe A, tipe B, dan tipe C;
tipa A, tipe B, dan tipe C;
Artinya bahwa lingkup materi ini sifatnya adalah acuan bagi kegiatan teknis operasional dalam menentukan kriteria dan jenis prasarana terminal yang harus disediakan untuk tiap-tiap tipe terminal baik itu prasarana utama maupun penunjang.
3. Latar belakang serta tujuan disusunnya standar pedoman
a. Latar Belakang Latar belakang yang menjadi alasan pokok penyusunan konsep standar pedoman teknis prasarana terminal penumpang ini antara lain : Laporan Akhir
VI- 3
Bab VI –Perumusan Standar
3) Kriteria teknis standar penyediaan prasarana utama dan penunjang bagi terminal
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
1. Adanya kebutuhan penjelasan secara teknis dan lebih mendetail terkait dengan penyediaan prasarana terminal penumpang baik prasarana utama maupun penunjang. Dalam peraturan yang ada saat ini belum menjelaskan secara detail dan spesifik terkait dengan penyediaan prasarana terminal, baik untuk terminal tipe A, tipe B, maupun tipe C. 2. Kondisi hasil pengamatan lapangan menunjukkan kondisi yang masih sangat memprihatinkan dimana pengelolaan terminal saat ini masih banyak yang standar pelayanan prasarananya masih belum bias memuaskan para calon penumpang terminal, terutama di kota-kota kecil di daerah. 3. Peraturan perundangan yang ada saat ini yang mengatur penyelenggaraan terminal penumpang yaitu Kepmenhub KM 31 tahun 1995, sudah mensyaratkan
penyediaan
fasilitas
utama
dan
penunjang
terminal
penumpang, namun belum mengatur terkait dengan standar kualitas dan kuantitas dari prasarana terminal penumpang yang perlu disediakan;
b. Tujuan dan kegunaan yang hendak dicapai
Sesuai definisi pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat (PP 25/2000), maka tujuan disusunnya standar
Menyediakan acuan bagi para pihak terkait untuk menentukan jenis dan kriteria prasarana terminal penumpang tipe A, tipe B, dan tipe C.
Adapun kegunaan yang hendak dicapai dengan adanya pedoman prasarana terminal penumpang ini adalah:
Adanya kejelasan jenis dan kriteria standar fasilitas prasarana terminal penumpang, khususnya berkenaan dengan: 1. Fasilitas utama terminal penumpang 2. Fasilitas penunjang terminal penumpang Laporan Akhir
VI- 4
Bab VI –Perumusan Standar
pedoman prasarana terminal penumpang ini adalah:
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
3. Indikator dan kriteria dalam menetapkan spesifikasi fasilitas prasarana terminal penumpang sesuai dengan lingkup pelayanan dan tipe terminalnya
4. Metoda pendekatan Penulisan standar pedoman ini dilakukan dengan menggabungkan 3 pendekatan yang umum dilakukan, yakni: 1) Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi terminal penumpang di Indonesia; 2) Melakukan
kajian
literatur
dan
perundangan
yang
terkait
dengan
penyelenggaraan terminal penumpang; 3) Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di lingkungan Balitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan; 4) Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai standar penyediaan fasilitas dan prasarana terminal penumpang yang ada di negara lain. 5) Melakukan analisis dan evaluasi hasil dari kajian lapangan, kajian literatur dan perundangan, serta benchmarking sebagai masukan bagi perumusan konsep standar prasarana terminal penumpang;
terminal penumpang tipe A, tipe B, dan tipe C.
5.
Ruang
lingkup
Naskah
Akademis
Standar
Prasarana
Terminal
Penumpang
5.1
Pengertian-pengertian terkait
Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 43/1995 tentang Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta dari Kepmenhub 31/1995 tentang Terminal Laporan Akhir
VI- 5
Bab VI –Perumusan Standar
6) perumusan standar dan kriteria penyediaan fasilitas utama dan penunjang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Transportasi Jalan, serta diadopsi dari peraturan lain yang relevan dan peraturan lain yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. Pada Tabel 6.2 disampaikan daftar pengertian terkait yang digunakan dalam pedoman yang
Tabel 6.2 Daftar istilah dan pengertiannya/definisinya dalam penetapan standar pedoman prasarana terminal penumpang No Istilah Sumber Pengertian/Definisi 1 Terminal Diadaptasi Prasarana transportasi jalan untuk keperluan Penumpang dari Pasal 1 menurunkan dan menaikkan penumpang, (1) KM perpindahan intra dan/atau moda transportasi 31/1995 serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum 2 Jalur Diadaptasi Pelataran di dalam terminal penumpang yang Pemberangkatan dari Pasal 1 disediakan bagi kendaraan umum untuk Kendaraan (3) KM menurunkan penumpang Umum 31/1995 3 Jalur Kedatangan Diadaptasi Pelataran di dalam terminal penumpang yang Kendaraan dari Pasal 1 disediakan bagi kendaraan umum untuk Umum (4) KM menurunkan penumpang 31/1995 4 Tempat Tunggu Diadaptasi Pelataran di dalam terminal penumpang yang Kendaraan dari Pasal 1 disediakan bagi kendaraan umum untuk Umum (5) KM menunggu dan siap menuju jalur 31/1995 pemberangkatan 5 Tempat istirahat Diadaptasi Pelataran di dalam terminal yang disediakan kendaraan dari Pasal 1 bagi mobil bus dan mobil barang untuk (6) KM beristirahat sementara dan membersihkan 31/1995 kendaraan sebelum melakukan perjalanan 6 Tempat tunggu Diadaptasi Bangunan berupa ruang tunggu di dalam penumpang dari Pasal 1 terminal penumpang yang disediakan bagi (8) KM penumpang yang akan melakukan perjalanan 31/1995 7 Kepala terminal Diadaptasi Kepala Unit Pelaksana Teknis Terminal dari dari Pasal 1 Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (11) KM 31/1995
5.2.
Materi (substansi standar pedoman)
Secara teoretis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur, termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis. Substansi pengaturan di dalam penyusunan satandar pedoman prasarana terminal penumpang ini yang mencakup beberapa bagian, seperti yang disampaikan pada Tabel 6.3.
Laporan Akhir
VI- 6
Bab VI –Perumusan Standar
disusun.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 6.3 Pokok-pokok materi/substansi standar pedoman terminal penumpang Bagian Materi/substansi standar pedoman Standar a) Standar teknis jalur pemberangkatan kendaraan umum prasarana utama b) Standar teknis jalur kedatangan kendaraan umum terminal c) Standar parkir kendaraan umum penumpang d) Standar teknis bangunan kantor terminal e) Tempat tunggu penumpang dan/atau pengantar f) Menara pengawasa g) Loket penjualan karcis h) Parkir kendaraan pengantar Standar a) Kamar kecil/toilet prasarana b) Musholla penunjang c) Kios/kantin terminal d) Ruang pengobatan penumpang e) Ruang informasi dan pengaduan f) Telepon umum g) Tempat penitipan barang h) Taman Indikator dan a) Standar fasilitas utama terminal penumpang berdasarkan kriteria tipe terminal dan lingkup pelayanan prasarana b) Standar fasilitas penunjang terminal penumpang terminal berdasarkan tipe terminal dan lingkup pelayanan penumpang berdasarkan tipe terminal Lebih lengkap substansi pengaturan yang pokok-pokoknya disampaikan pada tabel tersebut dalam bentuk konsep standar prasarana terminal penumpang yang disampaikan dalam lampiran buku laporan ini. Konsep standar terminal penumpang ini akan terbagi
yang dijelaskan dalam Kepmenhub KM 31 tahun 1995. Ketiga buku konsep standar tersebut adalah : -
Konsep standar pedoman prasarana terminal penumpang tipe A;
-
Konsep standar pedoman prasarana terminal penumpang tipe B; dan
-
Konsep standar pedoman prasarana terminal penumpang tipe C.
Item standar fasilitas yang akan diatur dalam buku konsep standar pedoman prasarana terminal penumpang berdasarkan klasifikasinya tidak memiliki item yang berbeda untuk setiap kelas terminal, perbedaan hanya terletak pada sisi kuantitas item fasilitas prasarana terminal penumpang.
Laporan Akhir
VI- 7
Bab VI –Perumusan Standar
menjadi 3 (tiga) buku konsep standar, yang dipisahkan berdasarkan klasifikasi terminal
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
6.
Daftar acuan dalam kajian literatur
Dalam menyusun pedoman standar prasarana terminal penumpang ini mengacu kepada sejumlah kepustakaan baik secara teoretis maupun perundang-undangan yang berlaku. Adapun daftar kepustakaan yang diacu antara lain adalah: a. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; c. PP No. 43 Tahun 1995 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; d.
Kepmenhub No. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan.
B.
Kerangka Konsep Standar Prasarana Terminal Barang
1.
Pendahuluan
Dasar hukum yang secara umum berkaitan dengan prasarana transportasi jalan khususnya terminal barang, antara lain UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP 41/1993 tentang Angkutan Jalan, dan PP 43/1995 tentang Prasarana dan Lalu lintas Jalan,
kesemuanya memberikan arahan tentang pelaksanaan prasarana
transportasi jalan namun dari kesemua aturan tersebut belum ada yang mengatur secara teknis tekait dengan standar spesifikasi prasarana jalan yang perlu disediakan khususnya terkait dengan standar fasilitas prasarana terminal barang. Artinya perlu
sebagai penjabaran dari peraturan perundangan yang telah ada dan disusun sebelumnya.
Dalam UU, beserta PP yang menjelaskan pelaksanaannya yang terkait dengan prasarana transportasi jalan, khususnya terminal barang terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri seperti yang dipaparkan pada Tabel 6.4. Karena pengaturan dalam kegiatan penyelenggaraan prasarana terminal barang yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa dapat disusun standar pedoman yang mengatur lebih teknis dan lebih spesifik dalam penentuan standar dalam penyediaan prasarana terminal barang.
Laporan Akhir
VI- 8
Bab VI –Perumusan Standar
disusun standar pedoman prasarana terminal barang yang menjelaskan lebih spesifik
Tabel 6.4 Mandat pengaturan lebih lanjut dalam UU dan PP pelaksanaannya terkait terminal barang. Pasal Pengaturan UU 22/2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB VI Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 33 Fungsi, Klasifikasi, dan Tipe Terminal Pasal 37 Penetapan Lokasi Terminal Pasal 38 Fasilitas Terminal Pasal 39 Lingkungan Kerja Terminal Pasal 40 Pembangunan Terminal BAB VII Kendaraan Pasal 47 Jenis-jenis Kendaraan Pasal 48 Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor Pasal 49-55 Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 57 Perlengkapan Kendaraan Bermotor Pasal 60 Definisi dan Penjelasan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor PP 43/1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN BAB III Jaringan Transportasi Jalan Pasal 7 Rencana jaringan transportasi jalan Pasal 14 Jaringan Trayek BAB VI Terminal Pasal 40 Jenis-jenis terminal Pasal 41 Pengelompokkan terminal penumpang Pasal 42 Penentuan Lokasi terminal Pasal 44 Kegiatan usaha penunjang pada terminal Kepmenhub 31/1995 TENTANG TERMINAL TRANSPORTASI JALAN BAB II Terminal Penumpang Pasal 2 Tipe dan Fungsi Terminal Pasal 3 Fasilitas Terminal Pasal 9 Lokasi Terminal Pasal 15 Pembangunan dan Pengoperasian terminal Pasal 17 Penyelenggaraan Terminal Pasal 44 Kegiatan usaha penunjang pada terminal BAB III Terminal Barang Pasal 24 Definisi Terminal Barang Pasal 25 Fasilitas Terminal Pasal 26 Daerah Kewenangan Terminal Pasal 27 Lokasi Terminal Pasal 31 Pembangunan Terminal Pasal 33 Penyelenggaraan Terminal BAB III Usaha Penunjang di Terminal Pasal 40 Penjelasan terkait kegiatan usaha penunjang di terminal Penyelenggaraan terminal barang yang telah diamanatkan dalam UU 22/2009 dan PP 43/1995 dijelaskan pula dengan Kepmenhub Nomor KM 31/1995 tentang terminal transportasi jalan dimana disampaikan beberapa fasilitas baik fasilitas utama maupun
Laporan Akhir
VI- 9
Bab VI –Perumusan Standar
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
fasilitas penunjang dalam penyelenggaraan terminal barang, namun secara teknis, penjelasan terkait dengan standar fasilitas terminal barang belum dijelaskan lebih detail.
2. Materi muatan Muatan pengaturan dalam standar prasarana transportasi jalan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan terminal barang ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 43/1995 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan . Di dalam UU dan PP tersebut terdapat amanat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri berkenaan dengan penjelasan secara teknis terkait dengan penyelenggaraan terminal barang termasuk penjelasan secara teknis terkait dengan standar spesifikasi dari tiap-tiap item prasarana terminal barang.
Sesuai dengan ilustrasi kerangka standar prasarana terminal, khususnya terkait dengan spesifikasi teknis tiap-tiap item prasarana utama serta penunjang penyelenggaraan terminal barang, maka terlihat bahwa materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini: 1) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana utama bagi terminal barang; 2) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana penunjang bagi terminal barang; 3) Kriteria teknis standar penyediaan prasarana utama dan penunjang bagi terminal
Artinya bahwa lingkup materi ini sifatnya adalah acuan bagi kegiatan teknis operasional dalam menentukan kriteria dan jenis prasarana terminal barang yang harus disediakan untuk tiap-tiap tipe terminal baik itu prasarana utama maupun penunjang.
3. Latar belakang serta tujuan disusunnya standar pedoman
a. Latar Belakang Latar belakang yang menjadi alasan pokok penyusunan konsep standar pedoman teknis prasarana terminal barang ini antara lain :
Laporan Akhir
VI- 10
Bab VI –Perumusan Standar
barang;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
1. Adanya kebutuhan penjelasan secara teknis dan lebih mendetail terkait dengan penyediaan prasarana terminal barang baik prasarana utama maupun penunjang. Dalam peraturan yang ada saat ini belum menjelaskan secara detail dan spesifik terkait dengan penyediaan prasarana terminal barang. 2. Kondisi hasil pengamatan lapangan menunjukkan kondisi yang masih sangat memprihatinkan dimana pengelolaan terminal barang saat ini masih banyak yang standar pelayanan prasarananya masih belum bias memuaskan para pengguna terminal barang, keberadaan terminal barang kurang diperhatikan karena pada umumnya Pemerintah lebih memperhatikan keberlangsungan pengelolaan terminal penumpang dibangding terminal barang, terutama di kota-kota kecil di daerah. Bahkan untuk beberapa daerah keberadaan terminal barang ini belum terlalu penting sehingga di beberapa wilayah studi tidak terdapat terminal barang. 3. Peraturan perundangan yang ada saat ini yang mengatur penyelenggaraan terminal abrang yaitu Kepmenhub KM 31 tahun 1995, sudah mensyaratkan penyediaan fasilitas utama dan penunjang terminal barang, namun belum mengatur terkait dengan standar kualitas dan kuantitas dari prasarana terminal barang yang perlu disediakan.
b. Tujuan dan kegunaan yang hendak dicapai
dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat (PP 25/2000), maka tujuan disusunnya standar pedoman prasarana terminal barang ini adalah:
Menyediakan acuan bagi para pihak terkait untuk menentukan jenis dan kriteria prasarana terminal barang.
Adapun kegunaan yang hendak dicapai dengan adanya pedoman prasarana terminal barang ini adalah:
Laporan Akhir
VI- 11
Bab VI –Perumusan Standar
Sesuai definisi pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Adanya kejelasan jenis dan kriteria standar fasilitas prasarana terminal penumpang, khususnya berkenaan dengan: 1. Fasilitas utama terminal barang 2. Fasilitas penunjang terminal barang 3. Indikator dan kriteria dalam menetapkan standar spesifikasi fasilitas prasarana terminal barang sesuai dengan lingkup pelayanan
4. Metoda pendekatan Penulisan standar pedoman ini dilakukan dengan menggabungkan 3 pendekatan yang umum dilakukan, yakni: 1) Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi terminal barang di Indonesia; 2) Melakukan
kajian
literatur
dan
perundangan
yang
terkait
dengan
penyelenggaraan terminal barang; 3) Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di lingkungan Balitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan; 4) Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai standar penyediaan fasilitas dan prasarana terminal barang yang ada di negara
5) Melakukan analisis dan evaluasi hasil dari kajian lapangan, kajian literatur dan perundangan, serta benchmarking sebagai masukan bagi perumusan konsep standar prasarana terminal barang; 6) perumusan standar dan kriteria penyediaan fasilitas utama dan penunjang terminal barang.
Laporan Akhir
VI- 12
Bab VI –Perumusan Standar
lain.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
5.
Ruang lingkup Naskah Akademis Standar Prasarana Terminal Barang
5.1
Pengertian-pengertian terkait
Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 43/1995 tentang Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta dari Kepmenhub 31/1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, serta diadopsi dari peraturan lain yang relevan dan peraturan lain yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. Pada Tabel 6.5 disampaikan daftar pengertian terkait yang digunakan dalam pedoman yang
Tabel 6.5 Daftar istilah dan pengertiannya/definisinya dalam penetapan standar pedoman prasarana terminal barang No Istilah Sumber Pengertian/Definisi 1 Terminal Barang Diadaptasi Prasarana transportasi jalan untuk keperluan dari Pasal 1 membongkar dan memuat barang serta (2) KM perpindahan intra dan/atau antar moda 31/1995 transportasi 2 Tempat Bongkar Diadaptasi Pelataran di dalam terminal barang yang Muat dari Pasal 1 disediakan bagi mobil barang untuk (3) KM membongkar dan/atau memuat barang 31/1995 3 Tempat istirahat Diadaptasi Pelataran di dalam terminal yang disediakan kendaraan dari Pasal 1 bagi mobil bus dan mobil barang untuk (6) KM beristirahat sementara dan membersihkan 31/1995 kendaraan sebelum melakukan perjalanan 4 Gudang atau Diadaptasi Bangunan berupa dan/atau pelataran di dalam Lapangan dari Pasal 1 terminal barang yang disediakan untuk Penumpukan (9) KM menempatkan barang yang bersifat sementara Barang 31/1995 5 Kepala terminal Diadaptasi Kepala Unit Pelaksana Teknis Terminal dari dari Pasal 1 Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (11) KM 31/1995 5.2.
Materi (substansi standar pedoman)
Secara teoretis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur, termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis. Substansi pengaturan di dalam
Laporan Akhir
VI- 13
Bab VI –Perumusan Standar
disusun.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
penyusunan satandar pedoman prasarana terminal barang ini yang mencakup beberapa bagian, seperti yang disampaikan pada Tabel 6.6. Tabel 6.6 Pokok-pokok materi/substansi standar pedoman terminal barang Bagian Materi/substansi standar pedoman Standar a) Standar teknis bangunan kantor terminal prasarana utama b) Standar teknis parkir kendaraan untuk melakukan bongkar terminal barang dan muat barang c) Standar gudang atau lapangan penumpukan barang d) Standar tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat e) Papan informasi f) Peralatan bongkar muat barang Standar a) Tempat istirahat awak kendaraan prasarana b) Fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan angkutan penunjang barang terminal barang c) Alat timbang kendaraan dan muatannya d) Kamar kecil/toilet e) Musholla f) Kios/kantin g) Ruang pengobatan h) Taman Indikator dan a) Standar fasilitas utama terminal barang berdasarkan lingkup kriteria pelayanannya penetapan b) Standar fasilitas penunjang terminal barang berdasarkan standar lingkup pelayanannya prasarana terminal barang Lebih lengkap substansi pengaturan yang pokok-pokoknya disampaikan pada tabel tersebut dalam bentuk konsep standar prasarana terminal barang yang disampaikan
6. Daftar acuan dalam kajian literatur Dalam menyusun pedoman standar prasarana terminal barang ini mengacu kepada sejumlah kepustakaan baik secara teoretis maupun perundang-undangan yang berlaku. Adapun daftar kepustakaan yang diacu antara lain adalah: a. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; c. PP No. 43 Tahun 1995 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan; d. Kepmenhub No. 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan.
Laporan Akhir
VI- 14
Bab VI –Perumusan Standar
dalam lampiran buku laporan ini.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
C.
Kerangka Konsep Standar Prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor
1.
Pendahuluan
Dasar hukum yang secara umum berkaitan dengan prasarana transportasi jalan khususnya fasilitas pengujian kendaraan bermotor, antara lain UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP 41/1993 tentang Angkutan Jalan, dan PP 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi,
kesemuanya memberikan arahan tentang
pelaksanaan prasarana transportasi jalan namun dari kesemua aturan tersebut belum ada yang mengatur secara teknis tekait dengan standar spesifikasi prasarana jalan yang perlu disediakan khususnya terkait dengan standar fasilitas pengujian kendaraan bermotor. Artinya perlu disusun standar pedoman prasarana pengujian kendaraan bermotor yang menjelaskan lebih spesifik sebagai penjabaran dari peraturan perundangan yang telah ada dan disusun sebelumnya.
Dalam UU, beserta PP yang menjelaskan pelaksanaannya yang terkait dengan prasarana transportasi jalan, khususnya prasarana pengujian kendaraan bermotor terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri seperti yang dipaparkan pada Tabel 6.7 Karena pengaturan dalam kegiatan penyelenggaraan prasarana terminal barang yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa dapat disusun standar pedoman yang mengatur lebih teknis
barang. Tabel 6.7 Mandat pengaturan lebih lanjut dalam UU dan PP pelaksanaannya. Pasal Pengaturan UU 22/2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB V Penyelenggaraan Pasal 12 Penyelenggaraan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas BAB VII Jenis dan Fungsi Kendaraan Pasal 47 Jenis-jenis Kendaraan Pasal 48 Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor Pasal 49-55 Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 57 Perlengkapan Kendaraan Bermotor Laporan Akhir
VI- 15
Bab VI –Perumusan Standar
dan lebih spesifik dalam penentuan standar dalam penyediaan prasarana terminal
Pasal Pengaturan Pasal 60 Definisi dan Penjelasan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor PP 44/1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI BAB II Persyaratan Teknis Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan Pasal 2 Pengelompokkan kendaraan Bermotor Pasal 7 Motor Penggerak Kendaraan Bermotor Pasal 13 Sistem Pembuangan Kendaraan Bermotor Pasal 14 Penerus Daya Kendaraan Bermotor Pasal 15 Sistem Roda Kendaraan Bermotor Pasal 16 Sistem Suspensi Kendaraan Bermotor Pasal 17 Alat Kemudi Kendaraan Bermotor Pasal 18 Sistem Rem Kendaraan Bermotor Pasal 29 Lampu-lampu dan Alat Pemantul Cahaya Pasal 70 Komponen Pendukung Kendaraan Bermotor Pasal 89 Peralatan dan Perlengkapan Kendaraan Bermotor Pasal 91 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Mobil Bus Pasal 101 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Mobil Bus Sekolah Pasal 105 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Mobil Barang Pasal 108 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Rangkaian Kendaraan, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan Pasal 115 Ukuran dan Muatan Kendaraan Bermotor Pasal 127 Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor BAB III Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 132 Jenis Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 133 Persyaratan Umum Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 139 Uji Tipe Kendaraan Bermotor Pasal 148 Uji Berkala Kendaraan Bermotor Kepmenhub 71/1993 TENTANG PENGUJIAN BERKALA KENDARAAN BERMOTOR BAB II Persyaratan Umum Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Pasal 2 Maksud dan Tujuan Pelaksanaan Pengujian Kendaraan Bermotor BAB III Lokasi Tempat Pelaksanaan Pengujian Berkala Pasal 24 Lokasi Tempat Pelaksanaan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor BAB III Fasilitas dan Peralatan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Pasal 9 Fasilitas Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang Bersifat Tetap Pasal 12 (1) Peralatan Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor yang lengkap Pasal 12 (2) Peralatan Dasar Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor Penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor yang telah diamanatkan dalam UU 22/2009 dan PP 44/1993 dijelaskan pula dengan Kepmenhub Nomor KM 71/1993 tentang pengujian berkala kendaraan bermotor dimana disampaikan beberapa fasilitas dalam penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor, namun secara teknis, penjelasan terkait dengan standar fasilitas pengujian kendaraan bermotor belum dijelaskan lebih detail. Laporan Akhir
VI- 16
Bab VI –Perumusan Standar
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2. Materi muatan Muatan pengaturan dalam standar prasarana transportasi jalan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan fasilitas pengujian kendaraan bermotor ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi. Di dalam UU dan PP tersebut terdapat amanat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri berkenaan dengan penjelasan secara teknis terkait dengan penyelenggaraan terminal barang termasuk penjelasan secara teknis terkait dengan standar spesifikasi dari tiap-tiap item prasarana pengujian kendaraan bermotor.
Sesuai dengan ilustrasi kerangka standar prasarana pengujian kendaraan bermotor, khususnya terkait dengan spesifikasi teknis tiap-tiap item prasarana utama serta penunjang penyelenggaraan terminal barang, maka terlihat bahwa materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini: 1) Jenis pengujian berkala kendaraan bermotor 2) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana utama bagi pengujian kendaraan bermotor; 3) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana penunjang bagi fasilitas pengujian berkala kendaraan bermotor;
pengujian berkala kendaraan bermotor;
Artinya bahwa lingkup materi ini sifatnya adalah acuan bagi kegiatan teknis operasional dalam menentukan kriteria dan jenis prasarana fasilitas pengujian berkala kendaraan bermotor yang harus disediakan untuk tiap-tiap fasilitas baik itu prasarana utama maupun penunjang.
Laporan Akhir
VI- 17
Bab VI –Perumusan Standar
4) Kriteria teknis standar penyediaan prasarana utama dan penunjang bagi fasilitas
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
3. Latar belakang serta tujuan disusunnya standar pedoman
a. Latar Belakang Latar belakang yang menjadi alasan pokok penyusunan konsep standar pedoman teknis prasarana pengujian berkala kendaraan bermotor ini antara lain adalah : 1. Adanya kebutuhan penjelasan secara teknis dan lebih mendetail terkait dengan penyediaan prasarana pengujian berkala kendaraan bermotor baik jenis pengujian, prasarana utama maupun penunjang pengujian berkala kendaraan bermotor. Dalam peraturan yang ada saat ini belum menjelaskan secara detail dan spesifik terkait dengan penyediaan prasarana pengujian berkala kendaraan bermotor. 2. Kondisi hasil pengamatan lapangan menunjukkan kondisi yang masih sangat memprihatinkan dimana pengelolaan fasilitas pengujian kendaraan bermotor saat ini masih banyak yang standar pelayanan prasarananya masih memiliki kualitas pelayanan yang kurang baik, kualitas dari failitas pengujian berkala kendaraan bermotor terutama fasilitas penunjangnya kurang
diperhatikan
karena
pada
umumnya
Pemerintah
lebih
memperhatikan fokus kepada target pendapatan daripada meningkatkan pelayanan pengujian kendaraan bermotor, terutama di kota-kota kecil di
b. Tujuan dan kegunaan yang hendak dicapai
Sesuai definisi pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat (PP 25/2000), maka tujuan disusunnya standar pedoman prasarana pengujian berkala kendaraan bermotor ini adalah:
Menyediakan acuan bagi para pihak terkait untuk menentukan jenis dan kriteria prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor.
Laporan Akhir
VI- 18
Bab VI –Perumusan Standar
daerah.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Adapun kegunaan yang hendak dicapai dengan adanya pedoman prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor ini adalah:
Adanya kejelasan jenis dan kriteria standar fasilitas prasarana pengujian kendaraan bermotor, khususnya berkenaan dengan: 1. Fasilitas utama pengujian kendaraan bermotor 2. Fasilitas pendukung pengujian kendaraan bermotor 3. Indikator dan kriteria dalam menetapkan standar spesifikasi fasilitas prasarana pengujian kendaraan bermotor sesuai dengan lingkup pelayanannya
4. Metoda pendekatan Penulisan standar pedoman ini dilakukan dengan menggabungkan 3 pendekatan yang umum dilakukan, yakni: 1) Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi pengujian berkala kendaraan bermotor di Indonesia; 2) Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di lingkungan Balitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan; 3) Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai
ada di negara lain. 4) Melakukan perumusan konsep standar pedoman prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor
Laporan Akhir
VI- 19
Bab VI –Perumusan Standar
standar penyediaan fasilitas dan prasarana pengujian kendaraan bermotor yang
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
5.
Ruang
lingkup
Naskah
Akademis
Standar
Prasarana
Pengujian
Kendaraan Bermotor
5.1
Pengertian-pengertian terkait
Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 44/1993 tentang Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, serta dari Kepmenhub 71/1993 Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, serta diadopsi dari peraturan lain yang relevan dan peraturan lain yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. Pada Tabel 6.8 disampaikan daftar pengertian terkait yang digunakan dalam pedoman yang disusun.
Bab VI –Perumusan Standar
Tabel 6.8 Daftar istilah dan pengertiannya/definisinya dalam penetapan standar pedoman prasarana terminal barang No Istilah Sumber Pengertian/Definisi 1 Kendaraan Diadaptasi dari Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan Bermotor Pasal 1 (1) PP teknik yang berada pada kendaraan itu 44/1993 2 Mobil Diadaptasi dari Setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi Penumpang Pasal 1 (3) PP sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk 44/1993 tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 3 Mobil Bus Diadaptasi dari Setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi Pasal 1 (4) PP lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak 44/1993 termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 4 Kendaraan Diadaptasi dari Setiap Kendaraan bermotor yang disediakan Umum Pasal 1 (7) PP untuk dipergunakan oleh umum dengan 44/1993 dipungut bayaran 5 Jumlah Berat Diadaptasi dari Berat maksimum kendaraan bermotor berikut yang Pasal 1 (15) PP muatannya yang diperbolehkan menurut diperbolehkan 44/1993 rancangannya 6 Jumlah berat Diadaptasi dari Berat maksimum rangkaian kendaraan kombinasi yang Pasal 1 (16) PP bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan 44/1993 diperbolehkan menurut rancangannya 7 Jumlah berat Diadaptasi dari Berat maksimum kendaraan bermotor berikut yang diizinkan Pasal 1 (17) PP muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas 44/1993 jalan yang dilalui 8 Jumlah berat Diadaptasi dari Berat maksimum rangkaian kendaraan kombinasi yang Pasal 1 (18) PP bermotor berikut muatannya yang diizinkan Laporan Akhir
VI- 20
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
No 9
5.2.
Istilah diizinkan Pelaksana pengujian
Sumber 44/1993 Diadaptasi dari Pasal 1 (19) PP 44/1993
Pengertian/Definisi berdasarkan kelas jalan yang dilalui Unit pengujian berkala kendaraan bermotor yang diberi wewenang melaksanakan pengujian berkala kendaraan bermotor
Materi (substansi standar pedoman)
Secara teoretis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur, termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis. Substansi pengaturan di dalam penyusunan satandar pedoman prasarana terminal barang ini yang mencakup beberapa
Tabel 6.9 Pokok-pokok materi/substansi standar pedoman pengujian kendaraan bermotor Bagian Materi/substansi standar pedoman Standar a) Standar teknis bangunan kantor pengujian berkala prasarana utama kendaraan bermotor fasilitas b) Standar teknis peralatan pengujian kendaraan bermotor pengujian c) Papan informasi berkala kendaraan bermotor Standar a) Fasilitas parkir kendaraan prasarana b) Kamar kecil/toilet penunjang c) Musholla pengujian d) Kios/kantin berkala e) Ruang pengobatan kendaraan f) Taman bermotor Indikator dan a) Standar fasilitas utama pengujian berkala kendaraan kriteria bermotor berdasarkan lingkup pelayanannya penetapan b) Standar fasilitas penunjang pengujian berkala kendaraan standar bermotor berdasarkan lingkup pelayanannya prasarana prasarana pengujian berkala kendaraan bermotor Lebih lengkap substansi pengaturan yang pokok-pokoknya disampaikan pada tabel tersebut dalam bentuk konsep standar prasarana terminal barang yang disampaikan dalam lampiran buku laporan ini. Laporan Akhir
VI- 21
Bab VI –Perumusan Standar
bagian, seperti yang disampaikan pada Tabel 6.9.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
6. Daftar acuan dalam kajian literatur Dalam menyusun pedoman standar prasarana terminal barang ini mengacu kepada sejumlah kepustakaan baik secara teoretis maupun perundang-undangan yang berlaku. Adapun daftar kepustakaan yang diacu antara lain adalah: a. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; c. PP No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi; d. Kepmenhub No. 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor.
D.
Kerangka Konsep Standar Prasarana Bengkel Umum
1.
Pendahuluan
Dasar hukum yang secara umum berkaitan dengan prasarana transportasi jalan khususnya fasilitas bengkel umum kendaraan bermotor, antara lain UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, PP 41/1993 tentang Angkutan Jalan, dan PP 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi,
kesemuanya memberikan arahan tentang
pelaksanaan prasarana transportasi jalan namun dari kesemua aturan tersebut belum ada yang mengatur secara teknis tekait dengan standar spesifikasi prasarana jalan yang perlu disediakan khususnya terkait dengan standar fasilitas bengkel umum kendaraan
bermotor yang menjelaskan lebih spesifik sebagai penjabaran dari peraturan perundangan yang telah ada dan disusun sebelumnya.
Dalam UU, beserta PP yang menjelaskan pelaksanaannya yang terkait dengan prasarana transportasi jalan, khususnya prasarana pengujian kendaraan bermotor terdapat beberapa mandat pengaturan lebih lanjut dalam bentuk Peraturan Menteri seperti yang dipaparkan pada Tabel 6.10. Karena pengaturan dalam kegiatan penyelenggaraan prasarana terminal barang yang disusun ini bersifat tidak spesifik, maka dimungkinkan bahwa dapat disusun standar pedoman yang mengatur lebih teknis
Laporan Akhir
VI- 22
Bab VI –Perumusan Standar
bermotor. Artinya perlu disusun standar pedoman prasarana bengkel umum kendaraan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
dan lebih spesifik dalam penentuan standar dalam penyediaan prasarana terminal
Tabel 6.10 Mandat pengaturan lebih lanjut dalam UU dan PP pelaksanaannya terkait bengkel umum Pasal Pengaturan UU 22/2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN BAB VII Kendaraan Pasal 47 Jenis-jenis Kendaraan Pasal 48 Persyaratan Teknis dan Laik Jalan Kendaraan Bermotor Pasal 49-55 Pengujian Kendaraan Bermotor Pasal 57 Perlengkapan Kendaraan Bermotor Pasal 60 Definisi dan Penjelasan Bengkel Umum Kendaraan Bermotor PP 44/1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI BAB II Persyaratan Teknis Laik Jalan Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan Pasal 2 Pengelompokkan kendaraan Bermotor Pasal 7 Motor Penggerak Kendaraan Bermotor Pasal 13 Sistem Pembuangan Kendaraan Bermotor Pasal 14 Penerus Daya Kendaraan Bermotor Pasal 15 Sistem Roda Kendaraan Bermotor Pasal 16 Sistem Suspensi Kendaraan Bermotor Pasal 17 Alat Kemudi Kendaraan Bermotor Pasal 18 Sistem Rem Kendaraan Bermotor Pasal 29 Lampu-lampu dan Alat Pemantul Cahaya Pasal 70 Komponen Pendukung Kendaraan Bermotor Pasal 89 Peralatan dan Perlengkapan Kendaraan Bermotor Pasal 91 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Mobil Bus Pasal 101 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Mobil Bus Sekolah Pasal 105 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Mobil Barang Pasal 108 Persyaratan Tambahan Khusus untuk Rangkaian Kendaraan, Kereta Gandengan, dan Kereta Tempelan Pasal 115 Ukuran dan Muatan Kendaraan Bermotor Pasal 127 Ambang Batas Laik Jalan Kendaraan Bermotor BAB V Bengkel Umum Kendaraan Bermotor Pasal 204 Definisi dan fungsi bengkel umum kendaraan bermotor Pasal 205 Penyelenggaraan usaha bengkel umum kendaraan bermotor Pasal 206 Izin usaha bengkel umum kendaraan bermotor Pengaturan terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor yang telah diamanatkan dalam UU 22/2009 dan PP 44/1993 dimana disampaikan beberapa fasilitas dalam penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor, namun secara teknis, penjelasan terkait dengan standar fasilitas bengkel umum kendaraan bermotor belum dijelaskan lebih detail.
Laporan Akhir
VI- 23
Bab VI –Perumusan Standar
barang.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2. Materi muatan Muatan pengaturan dalam standar prasarana transportasi jalan khususnya yang terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor ini adalah untuk menindaklanjuti amanat UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi. Di dalam UU dan PP tersebut terdapat amanat pengaturan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri berkenaan dengan penjelasan secara teknis terkait dengan penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor termasuk penjelasan secara teknis terkait dengan standar spesifikasi dari tiap-tiap item prasarana bengkel umum kendaraan bermotor.
Sesuai dengan ilustrasi kerangka standar prasarana bengkel umum kendaraan bermotor, khususnya terkait dengan spesifikasi teknis tiap-tiap item prasarana utama serta penunjang penyelenggaraan bengkel umum kendaraan bermotor, maka terlihat bahwa materi muatan dari pedoman ini akan menyangkut beberapa hal pokok berikut ini: 1) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana utama bagi bengkel umum kendaraan bermotor; 2) Jenis dan spesifikasi teknis prasarana penunjang bagi bengkel umum kendaraan bermotor; 3) Kriteria teknis standar penyediaan prasarana utama dan penunjang bagi bengkel
Artinya bahwa lingkup materi ini sifatnya adalah acuan bagi kegiatan teknis operasional dalam menentukan kriteria dan jenis prasarana bengkel umum kendaraan bermotor yang harus disediakan untuk tiap-tiap tipe terminal baik itu prasarana utama maupun penunjang.
3. Latar belakang serta tujuan disusunnya standar pedoman
a. Latar Belakang Latar belakang yang menjadi alasan pokok penyusunan konsep standar pedoman teknis prasarana bengkel umum kendaraan bermotor ini antara lain : Laporan Akhir
VI- 24
Bab VI –Perumusan Standar
umum kendaraan bermotor;
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
1. Adanya kebutuhan penjelasan secara teknis dan lebih mendetail terkait dengan penyediaan prasarana bengkel umum kendaraan bermotor baik prasarana utama maupun penunjang. Dalam peraturan yang ada saat ini belum menjelaskan secara detail dan spesifik terkait dengan standar penyediaan prasarana bengkel umum kendaraan bermotor. 2. Pada umumnya pengelolaan bengkel umum kendaraan bermotor yang ada saat ini sudah cukup baik, pengelolaan oleh pihak swasta dan persaingan usaha menjadikan para pengelola bengkel umum terus meningkatkan kualitas layanannya. Namun kondisi saat ini, tiap-tiap bengkel umum kendaraan bermotor masih banyak yang tidak memenuhi standar baik dari pemenuhan fasilitas maupun dari sisi penanganan limbah bengkel, sehingga diperlukan standarisasi fasilitas bengkel dan juga fasilitas pendukung lainnya dalam penyelenggaraan bengkel umum baik oleh swasta maupun pemerintah.
b. Tujuan dan kegunaan yang hendak dicapai
Sesuai definisi pedoman adalah acuan yang bersifat umum yang harus dijabarkan lebih lanjut dan dapat disesuaikan dengan karakteristik dan kemampuan daerah setempat (PP 25/2000), maka tujuan disusunnya standar
Menyediakan acuan bagi para pihak terkait untuk menentukan jenis dan kriteria prasarana fasilitas bengkel umum kendaraan bermotor sesuai dengan kelas pelayanannya.
Adapun kegunaan yang hendak dicapai dengan adanya pedoman prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor ini adalah:
Adanya kejelasan jenis dan kriteria standar fasilitas prasarana bengkel umum kendaraan bermotor, khususnya berkenaan dengan: 1. Fasilitas utama bengkel umum kendaraan bermotor
Laporan Akhir
VI- 25
Bab VI –Perumusan Standar
pedoman prasarana terminal barang ini adalah:
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
2. Fasilitas pendukung bengkel umum kendaraan bermotor 3. Indikator dan kriteria dalam menetapkan standar spesifikasi fasilitas prasarana bengkel umum kendaraan bermotor sesuai dengan lingkup pelayanannya
4. Metoda pendekatan Penulisan standar pedoman ini dilakukan dengan menggabungkan 3 pendekatan yang umum dilakukan, yakni: 1) Dengan melakukan proses pengkajian dan penelitian yang dilakukan pada beberapa lokasi bengkel umum kendaraan bermotor di Indonesia; 2) Melakukan serangkaian diskusi dengan pihak terkait, khususnya pejabat di lingkungan Balitbang Perhubungan Darat dan Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan; 3) Melakukan benchmarking dengan memperhatikan lingkup pengaturan mengenai standar penyediaan fasilitas dan prasarana bengkel umum kendaraan bermotor yang ada di negara lain. 4) Melakukan perumusan konsep standar pedoman fasilitas bengkel umum.
5.
Ruang lingkup Naskah Akademis Standar Prasarana bengkel umum kendaraan bermotor
Pengertian-pengertian terkait
Terdapat beberapa pengertian pokok yang harus disepakati kesamaan pengertian atau definisinya terlebih dahulu. Pengertian pokok ini sebagian besar diadopsi dari UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta PP 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, serta diadopsi dari peraturan lain yang relevan dan peraturan lain yang berlaku secara internasional, dan hasil pendefinisian oleh tim penyusunan. Pada Tabel 6.11 disampaikan daftar pengertian terkait yang digunakan dalam pedoman yang disusun.
Laporan Akhir
VI- 26
Bab VI –Perumusan Standar
5.1
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 6.11 Daftar istilah dan pengertiannya/definisinya dalam penetapan standar pedoman prasarana bengkel umum kendaraan bermotor No Istilah Sumber Pengertian/Definisi 1 Kendaraan Diadaptasi dari Pasal Kendaraan yang digerakkan oleh peralatan Bermotor 1 (1) PP 44/1993 teknik yang berada pada kendaraan itu 2 Sepeda Motor Diadaptasi dari Pasal Kendaraan bermotor beroda dua, atau tiga 1 (2) PP 44/1993 tanpa rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping 3 Mobil Diadaptasi dari Pasal Setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi Penumpang 1 (3) PP 44/1993 sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 4 Mobil Bus Diadaptasi dari Pasal Setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi 1 (4) PP 44/1993 lebih dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi. 5 Kendaraan Diadaptasi dari Pasal Setiap Kendaraan bermotor yang disediakan Umum 1 (7) PP 44/1993 untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran 6 Bengkel Umum Diadaptasi dari Pasal Bengkel umum yang berfungsi untuk Kendaraan 1 (8) PP 44/1993 membetulkan, memperbaiki, dan merawat Bermotor kendaraan bermotor agar tetap memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan 5.2.
Materi (substansi standar pedoman)
Secara teoretis bagian ini akan mengungkapkan semua substansi apa yang perlu diatur,
yang dilarang dan dibolehkan disusun secara sistematis. Substansi pengaturan di dalam penyusunan satandar pedoman prasarana bengkel umum kendaraan bermotor ini yang mencakup beberapa bagian, seperti yang disampaikan pada Tabel 6.12. Tabel 6.12 Pokok-pokok materi/substansi standar pedoman Bagian Materi/substansi standar pedoman Standar prasarana a) Standar teknis bangunan bengkel umum kendaraan bermotor utama bengkel b) Standar teknis stall perbaikan kendaraan bermotor umum kendaraan c) Standar teknis peralatan bengkel perbaikan kendaraan bermotor bermotor d) Standar parkir kendaraan yang diperbaiki e) Standar penanganan limbah bengkel kendaraan bermotor Standar prasarana a) Tempat tunggu konsumen bengkel umum kendaraan penunjang bengkel bermotor umum kendaraan b) Fasilitas parkir kendaraan, selain kendaraan yang diperbaiki Laporan Akhir
VI- 27
Bab VI –Perumusan Standar
termasuk kelembagaan, kewenangan, hak-hak, dan kewajiban, persyaratan, hal-hal
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bagian bermotor
Indikator dan kriteria penetapan standar prasarana bengkel umum kendaraan bermotor
Materi/substansi standar pedoman c) Kamar kecil/toilet d) Musholla e) Kios/kantin f) Ruang pengobatan g) Taman a) Standar fasilitas utama bengkel umum kendaraan bermotor berdasarkan lingkup pelayanannya dan kelas bengkel umum b) Standar fasilitas penunjang bengkel umum kendaraan bermotor berdasarkan lingkup pelayanannya dan kelas bengkel umum
Lebih lengkap substansi pengaturan yang pokok-pokoknya disampaikan pada tabel tersebut dalam bentuk konsep standar prasarana bengkel umum kendaraan bermotor yang disampaikan dalam lampiran buku laporan ini.
6. Daftar acuan dalam kajian literatur Dalam menyusun pedoman standar prasarana bengkel umum kendaraan bermotor ini mengacu kepada sejumlah kepustakaan baik secara teoretis maupun perundangundangan yang berlaku. Adapun daftar kepustakaan yang diacu antara lain adalah: a. UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; b. PP No. 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan; c. PP No. 44 Tahun 1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi; Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 551/MPP/Kep/10/1999 Bab VI –Perumusan Standar
tentang Bengkel Umum Kendaraan Bermotor.
Laporan Akhir
VI- 28
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Bab VII
Kesimpulan
Pada Bab VII bagian Kesimpulan ini disampaikan mengenai temuan-temuan dari hasil studi ini, baik terkait dengan penyelenggaraan prasarana transportasi jalan maupun temuan terkait dengan hasil analisis dan evaluasi yang telah dilakukan. Selain itu pada bagian ini akan disampaikan pula rekomendasi dan saran terhadap hasil studi yang telah disusun
A.
Temuan Studi
Berdasarkan hasil studi terkait dengan penyusunan konsep standar pedoman prasarana di bidang transportasi jalan yang mencakup penyelenggaraan terminal penumpang, terminal barang, pengujian kendaraan bermotor, dan penyelenggaraan bengkel umum, didapat beberapa temuan-temuan studi ini, yang akad dijelaskan dalam bagian-bagian berikut. 1. Penyelenggaraan Terminal Penumpang Terkait dengan penyelenggaraan terminal penumpang, dari hasil studi ini didapat beberapa temuan-temuan, yang antara lain adalah : a. Terkait dengan penyelenggaraan prasarana terminal transportasi jalan, terdapat kebijakan dan perundangan yang mengatur baik secara regulasi, maupun mengatur secara teknis, yang antara lain -
Dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Jalan yang disampaikan dalam Pasal 33, Pasal 34, Pasal 38, Pasal 40, dan Pasal 41;
-
Dalam KM 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan dijelaskan
dari tipe dan fungsi terminal penumpang, fasilitas terminal penumpang, penetapan lokasi terminal penumpang, dan penyelengaraan terminal penumpang. b. Terkait dengan kondisi eksisting penyelenggaraan terminal penumpang, khususnya di wilayah studi didapat beberapa kondisi yang antara lain adalah : -
Secara pelayanan, terminal di wilayah studi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam penyediaan prasarana yang menunjang penyelenggaraan angkutan bus; Laporan Akhir
VII- 1
Bab VII –Kesimpulan
terkait dengan penyelenggaraan terminal penumpang secara teknis, mulai
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
-
Terkait dengan penyediaan fasilitas, berdasarkan pengamatan lapangan dan uji preferensi masyarakat berdasarkan wawancara, didapatkan gap antara pemenuhan kepuasan masyarakat, dan aturan teknis dalam pemenuhan kelengkapan fasilitas, dengan kondisi eksisting di lapangan;
-
Dari hasil pengamatan lapangan, di beberapa lokasi seperti di terminal Giwangan Yogyakarta dan Terminal Bungurasih Surabaya yang memiliki luas terminal yang cukup besar, terlihat bahwa luasnya terminal tersebut tidak termanfaatkan secara optimal. Namun di sisi lain pemenuhan fasilitas bagi penumpang masih terdapat kekurangan, kondisi demikian memberikan gambaran bahwa luasan terminal di beberapa lokasi tidak berdampak secara signifikan terhadap pemenuhan kualitas pelayanan terminal itu sendiri.
c. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di wilayah studi terkait dengan pemenuhan fasilitas utama dan penunjang terminal penumpang, didapat beberapa kondisi yang dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut,
Tabel 7.1 Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Utama Terminal Penumpang di Wilayah Studi Batulayang, Kota Pontianak 1 jalur 1 jalur 6.000 m2 100 m2
Terminal Penumpang Giwangan, Lebak Bulus, Kota DKI Jakarta Yogyakarta 8 jalur 16 jalur 2 jalur 4 jalur 24.070 m2 58.850 m2 1.540 m2 1.850 m2
120 m2
510 m2
920,8 m2
600 m2
Tidak tersedia
Tersedia
Tersedia
Tidak tersedia
78 loket/hari
128 loket/hari
Tersedia dan dilengkapi dengan CCTV 102 loket/hari
1.200 m2
720 m2
2.485 m2
1.800 m2
Menara Pengawas Loket Penjualan Karcis Parkir kendaraan pengantar
Purabaya, Kota Surabaya 15 jalur 3 jalur 32.000 m2 1.700 m2
Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Laporan Akhir
VII- 2
Bab VII –Kesimpulan
Kelengkapan Prasaana Terminal Penumpang Berdasarkan KM 31/1995 Jalur Pemberangkatan Jalur Kedatangan Parkir Kendaraan Umum Bangunan Kantor Terminal Tempat tunggu penumpang/ pengantar
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 7.2 Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Penunjang Terminal Penumpang di Wilayah Studi Kelengkapan Prasaana Terminal Penumpang Berdasarkan KM 31/1995 Kamar kecil/toilet Musholla Kios/Kantin Ruang pengobatan Ruang informasi dan pengaduan Telepon umum Tempat penitipan barang Taman
Terminal Penumpang Batulayang, Kota Pontianak
Lebak Bulus, DKI Jakarta
Giwangan, Kota Yogyakarta
Purabaya, Kota Surabaya
2 unit (2 m2) 1 unit (20 m2)
7 unit (2 m2) 1 unit (24 m2) 25 unit
16 unit 1 Masjid, 2 Musholla 32 unit
22 unit 1 Masjid, 2 Musholla 42 unit
12 unit (120 m2) TIdak tersedia 20 m2
12 m2 24 m2
18 m2 32 m2
20 m2 42 m2
Tidak tersedia Tidak tersedia
1 unit Tidak tersedia
12 unit 1 unit
15 unit 2 unit
250 m2
1.839 m2
2.880 m2
3.250 m2
Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
2. Penyelenggaraan Terminal Barang
Dari hasil pengamatan lapangan, analisis, dan kegiatan evaluasi terkait dengan penyelenggaraan terminal barang, didapati beberapa temuan yang antara lain adalah : a. Terkait dengan penyelenggaraan prasarana terminal barang, terdapat kebijakan dan perundangan yang mengatur baik secara regulasi, maupun mengatur secara teknis, yang antara lain dalam KM 31 tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan dijelaskan terkait dengan penyelenggaraan terminal barang secara teknis, mulai dari fungsi terminal barang, fasilitas terminal barang, penetapan lokasi
b. Dari keempat lokasi studi, keberadaan temrinal barang hanya berada di DKI Jakarta yang berlokasi di Jakarta Utara, yaitu terminal Barang Tanah Merdeka. Fasilitas pendukung terminal barang Tanah Merdeka di DKI Jakarta masih kurang memadai, seperti ruang tunggu, toilet, dan kondisi lapangan parkir masih kurang baik. Selain itu terminal barang Tanah Merdeka ini seringkali digunakan sebagai terminal penumpang, yang bukan peruntukannya. c. Dari hasil analisis pemenuhan kelengkapan prasarana utama terminal barang di Tanah Merdeka berdasarkan KM 31/1995, terlihat bahwa fasilitas gudang,
Laporan Akhir
VII- 3
Bab VII –Kesimpulan
terminal barang, dan penyelengaraan terminal barang.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
papan informasi, dan peralatan bongkar muat belum tersedia. Dan prasarana utama terminal barang yang tersedia secara kuantitas dan kualitas belum memadai. d. Dari hasil analisis pemenuhan kelengkapan prasarana penunjang terminal barang berdasarkan KM 31/1995 dan pengamatan lapangan di Tanah merdeka terlihat bahwa fasilitas alat timbang dan ruang pengobatan masih belum tersedia, dan fasilitas penunjang yang ada masih kurang memadai. Secara detail terkait dengan pemenuhan fasilitas terminal barang dapat dilihat dalam tabeltable berikut,
Tabel 7.3 Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Utama Terminal Barang di Wilayah Studi Kelengkapan Prasaana Terminal Barang Berdasarkan KM 31/1995 Bangunan Kantor Terminal Parkir kendaraan untuk melakukan bongkar dan muat barang Gudang atau lapangan penumpukan barang Tempat parkir kendaraan angkutan barang untuk istirahat Papan informasi Peralatan bongkar muat barang Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Kondisi Prasarana Terminal Tanah Merdeka 120 m2 1.200 m2 Tidak tersedia 12.000 m2 Tidak tersedia Tidak tersedia
Tabel 7.4 Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Penunjang Terminal Barang di
Kondisi Prasarana Kelengkapan Prasaana Terminal Barang Eksisting Berdasarkan KM 31/1995 Tempat istirahat awak kendaraan Tersedia (180 m2) Parkir kendaraan selain kendaraan angkutan barang 1.600 m2 Alat timbang kendaraan dan muatannya Tidak Tersedia Kamar kecil/toilet 8 unit Musholla 1 unit Kios/kantin 4 unit Ruang pengobatan Tidak tersedia Taman 400 m2 Sumber : KM 31/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
Laporan Akhir
VII- 4
Bab VII –Kesimpulan
Wilayah Studi
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
3. Penyelenggaraan Pengujian Kendaraan Bermotor Dari hasil pengamatan lapangan, analisis, dan kegiatan evaluasi terkait dengan penyelenggaraan fasilitas pengujian kendaraan bermotor, didapati beberapa temuan studi yang antara lain adalah : a. Terkait dengan penyelenggaraan prasarana fasilitas pengujian kendaraan bermotor, terdapat kebijakan dan perundangan yang mengatur baik secara regulasi, maupun mengatur secara teknis, yang antara lain dalam UU 22 tahun 2009; UU 38 tahun 2004; PP 43 tahun 1993; Kepmenhub KM 5 tahun 1995; Kepmenhub
KM
71
SK.165/HK.206/DRJD/99;
tahun dan
1993;
Kepdirjen
Kepdirjen
Hubdat Hubdat
nomor nomor
SK.215/AJ.4011/DRJD/96. b. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di fasilitas PKB Kota Pontianak dan Kota Padang terlihat bahwa secara umum kelengkapan peralatan pengujian sudah tercukupi, namun permasalahan di PKB Pontianak dan Padang ini adalah perawatan berkala yang kurang, sulitnya mendapatkan sparepart peralatan pengujian, dan kurangnya fasilitas penunjang pengujian kendaraan bermotor; c. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di fasilitas PKB di wilayah lain (DKI Jakarta, dan Surabaya) peralatan pengujian sudah cukup baik, fasilitas penunjang pun tersedia namun secara kuantitas masih belum mencukupi, seperti lapangan parkir yang kurang, ruang tunggu yang kurang luas, dan ketersediaan fasilitas penunjang lain yang masih kurang secara kuantitas. d. Dari hasil pengamatan lapangan di wilayah studi terkait dengan pemenuhan fasilitas PKB secara umum di seluruh fasilitas PKB sudah terpenuhi terutama
masih kurang memadai meskipun sudah tersedia. Secara detail terkait dengan fasilitas utama dan penunjang fasilitas pengujian kendaraan bermotor dapat tergambar kondisi pemenuhan prasarana PKB seperti terlihat dalam tabel-tabel berikut,
Laporan Akhir
VII- 5
Bab VII –Kesimpulan
untuk prasarana utama, sedagkan untuk prasarana penunjang di beberapa lokasi
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Tabel 7.5 Pemenuhan Kelengkapan Prasarana Pengujian Kendaraan Bermotor di Wilayah Studi Kelengkapan Prasaana PKB Berdasarkan KM 71/1993 Bangunan beban kerja Bangunan gedung
Jalan masuk
keluar
Lapangan parkir Bangunan gedung administrasi
Pagar Fasilitas penunjang untuk umum
Pengujian Kendaraan Bermotor Kota Pontianak Tersedia dengan 1 jalur PKB 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang namun tidak berfungsi Lebar Jalan Keluar 4,5 m Lebar Jalan Masuk 4,5 m Luas lapangan parkir 2.100 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 2 m Toilet
Pulo Gadung, Jakarta
Kota Yogyakarta
Tandes, Kota Surabaya
Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 12 m2 Lebar Jalan Keluar 4,5 m Lebar Jalan Masuk 4,5 m Luas Lapangan parkir 4.200 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 1,5 m Toilet Kantin
Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 40 m2 Lebar Jalan Keluar 4,5 m Lebar Jalan Masuk 4,5 m Luas Lapangan parkir 5.055 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 1,5 m Toilet Kantin
Tersedia dengan 2 jalur PKB 10 ton dan 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 50 m2 Lebar Jalan Keluar 5 m Lebar Jalan Masuk 5 m Luas lapangan parkir 8.200 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 1,2 m Toilet Kantin Telp. Umum Toko ATK dan Fotokopi Ruang Tunggu AC
Kota Padang
Tersedia dengan 1 jalur PKB 15 ton Tersedia, untuk penempatan genset dan kompresor Tersedia Gudang dengan luas 40 m2 Lebar Jalan Keluar 4,5 m Lebar Jalan Masuk 4,5 m Luas lapangan parkir 3.500 m2 Tersedia fasilitas : ruangan petugas loket pendaftaran ruang tunggu Pagar setinggi 1,2 m Toilet Kantin
Sumber : KM 71/1995, Hasil Pengamatan Lapangan 2012
4. Penyelenggaraan Bengkel Umum
penyelenggaraan fasilitas bengkel umum kendaraan bermotor, didapati beberapa temuan studi yang antara lain adalah : a. Terkait dengan peraturan perundangan, terdapat kebijakan dan perundangan yang mengatur baik secara regulasi, maupun mengatur secara teknis bagi penyelenggaraan bengkel umum, yang antara lain dalam.Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 551/MPP/Kep/10/1999 tentang bengkel umum.
Laporan Akhir
VII- 6
Bab VII –Kesimpulan
Dari hasil pengamatan lapangan, analisis, dan kegiatan evaluasi terkait dengan
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
b. Berdasarkan hasil pengamatan lapangan di wilayah studi, sebagian besar bengkel umum belum tersertifikasi, baik dari instansi perindustrian dan perdagangan, maupun Dinas Perhubungan setempat;
B.
Kesimpulan
Berdasarkan temuan-temuan studi ini serta hasil analisis, dan evaluasi, maka didapat beberapa kesimpulan terkait dengan penyusunan konsep pedoman standar prasarana transportasi jalan yang akan disusun. Beberapa kesimpulan tersebut antara laina dalah : 1. Hampir semua prasarana transportasi jalan di lokasi kajian belum menyediakan secara lengkap seluruh item fasilitas dan/atau peralatan yang ditetapkan dalam pedoman yang ditetapkan oleh peraturan menteri 2. Fungsi prasarana transportasi jalan yang dikaji (terminal, fasilitas uji berkala, dan bengkel umum) tidak berjalan sebagaimana mestinya karena belum terdapat standarisasi dalam penyediaan fasilitas dan peralatannya (termasuk dalam standar pelayanan minimumnya) 3. Rentang kondisi penyediaan dan kinerja setiap jenis prasarana di masing-masing lokasi kajian sangat berbeda, tergantung dari keseimbangan demand-supply yang ada (sehingga diperlukan standarisasi yang sesuai dengan tingkat utilisasi masing-masing prasarana) 4. Penilaian penyediaan setiap jenis fasilitas berdasarkan hasil penilaian pengguna sebagian besar berada pada range yang wajar dibandingkan dengan data pembanding (standar nasional/internasional lain) 5. Terkait dengan penyusunan konsep standar pedoman fasilitas prasarana terminal penumpang disimpulkan beberapa hal, yang antara lain adalah : Dari kondisi eksisting yang didapatkan berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dan pemenuhan kebutuhan berdasarkan hasil analisis dan evaluasi terlihat bahwa pemenuhan fasilitas belum mengakomodir kebutuhan para calon penumpang, sehingga terkait dengan hal tersebut maka perlu diakomodir dalam standar pedoman terkait dengan item fasilitas dan angka pemenuhan fasilitas terminal penumpang yang optimal dan efisien. -
Dalam KM 31/1995 tentang Terminal Transportasi Jalan, Klasifikasi bagi terminal penumpang tipe A, tipe B, maupun tipe C tidak mensyaratkan perbedaan yang cukup signifikan dalam penyediaan fasilitasnya, hal tersebut Laporan Akhir
VII- 7
Bab VII –Kesimpulan
-
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
tentunya menjadi masukan bagi penyusunan standar pedoman fasilitas terminal penumpang, agar kriteria standar pemenuhan fasilitas tidak hanya berdasarkan klasifikasinya tapi berdasarkan tingkat pelayanan terminal berdasarkan jumlah penumpang, jumlah trayek, dan jumlah armada bus yang memanfaatkan fasilitas terminal; -
Terkait kondisi sulitnya pengembangan terminal di Indonesia karena keterbatasan lahan, maka dalam penyusunan standar pedoman fasilitas terminal ini luasan terminal tidak menjadi patokan kriteria, namun tingkat pelayanan terminal dan pemenuhan ketersediaan fasilitas yang menjadi kriteria utama.
-
Dari KM 31/1995 sudah mensyaratkan pemenuhan fasilitas utama maupun penunjang terminal penumpang, namun belum mengatur terkait dengan kuantitas fasilitas utama maupun penunjang yang berdasarkan jumlah penumpang ataupun armada bus yang menggunakan fasilitas terminal penumpang, sehingga dalam standar pedoman yang akan disusun perlu ditetapkan pemenuhan fasilitas berdasarkan kuantitas penumpang dan armada bus.
6. Terkait dengan penyusunan konsep standar pedoman fasilitas prasarana terminal barang disimpulkan beberapa hal, yang antara lain adalah : -
Kondisi eksisting terminal barang di wilayah studi menunjukkan masih kurangnya pemenuhan fasilitas penunjang terminal barang yang dibutuhkan bagi penggunanya, sehingga dalam konsep standar pedoman yang akan disusun tentunya perlu mengakomodir seluruh kebutuhan fasilitas penunjang terminal barang; Terkait dengan pemilihan lokasi, perlu disusun standar penetapan lokasi terminal barang yang efektif, agar terminal barang dapat dimanfaatkan bagi angkutan barang, baik untuk kegiatan transit maupun bongkar muat barang menuju moda lanjutan;
-
Selain pemenuhan fasilitas penunjang, perlu juga disusun standar bagi pemenuhan kelengkapan peralatan bongkar muat terminal barang, agar terminal barang yanga dan tidak hanya berfungsi sebagai tempat transit ataupun tempat parkir angkutan barang, tapi bisa sebagai titik peralihan moda angkutan barang. Laporan Akhir
VII- 8
Bab VII –Kesimpulan
-
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
-
Dari acuan normatif terkait dengan penyediaan prasarana utama dan penunjang terminal barang yang tercantum dalam KM 31/1995, belum dijelaskan terkait dengan jumlah pemenuhan fasilitas terminal barang berdasarkan jumlah angkutan ataupun pengguna terminal barang, kondisi demikian menyebabkan fasilitas yang sudah tersedia belum dapat memberikan pelayanan secara optimal karena secara kuantitas jumlahnya yang tidak sesuai dengan jumlah angkutan yang ada.
7. Terkait dengan penyusunan standar pedoman fasilitas pengujian kendaraan bermotor, didapat beberapa kesimpulan yang antara lain terdiri dari : -
Secara teknis, penyediaan fasilitas utama fasilitas PKB di beberapa wilayah sudah cukup baik, hanya dalam kegiatan perawatan masih terdapat beberapa kekurangan, terutama untuk fasilitas PKB diluar Pulau Jawa, sehingga perlu adanya standar perawatan fasilitas PKB.
-
Secara umum, fasilitas utama PKB sudah cukup tersedia, namun dari hasil pengamatan lapangan masih banyak fasilitas PKB dengan fasilitas penunjang yang masih kurang baik, sehingga dalam penyusunan standar pedoman perlu dilakukan pendalaman standar pemenuhan fasilitas penunjang bagi kegiatan fasilitas PKB.
-
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, fasilitas PKB banyak terkendala kurangnya ketersediaan lapangan parkir kendaraan yang diuji sehingga seringkali memanfaatkan badan jalan di sekitar fasilitas PKB, kondisi demikian memberikan gambaran bahwa pentingnya standar bagi penyediaan lahan parkir kendaraan yang akan diuji di fasilitas PKB.
-
Terkait dengan pemenuhan fasilitas utama dan penunjang PKB, aturan
secara kuantitas yang disesuaikan dengan jumlah kendaraan yang diuji maupun pemilik kendaraan yang datang. Sehingga dalam penyusunan konsep standar pedoman fasilitas PKB perlu dikaji terkait dengan pemenuhan fasilitas berdasarkan kuantitas pelayanannya. 8. Terkait dengan penyusunan konsep standar pedoman fasilitas bengkel umum, berdasarkan hasil pengamatan lapangan, analisis, dan evaluasi didapat beberapa kesimpulan yang antara lain adalah :
Laporan Akhir
VII- 9
Bab VII –Kesimpulan
normatif yang ada belum mengatur terkait dengan penyediaan fasilitas
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
-
Secara umum ketersediaan fasilitas bengkel umum sudah cukup baik, hal tersebut didorong oleh kondisi persaingan usaha bengkel umum sehingga para pemilik bengkel berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggannya;
-
Terlepas dari ketersediaan fasilitas bengkel umum yang sudah cukup baik, masih terdapat beberapa hal yang menjadi catatan antara lain ketersediaan fasilitas sanitasi yang belum memadai di beberapa bengkel yang menjadi lokasi studi, ketersediaan peralatan bengkel yang tidak sesuai dengan klasifikasi bengkel berdasarkan Kepmenperindag 220/MPP/Kep/10/1999 tentang bengkel umum. Dengan demikian, dalam penyusunan konsep standar pedoman bengkel umum perlu dipertajam terkait dengan pemenuhan fasilitas bengkel umum baik fasilitas utama maupun penunjang.
C.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil studi ini termasuk kegiatan evaluasi dan analisis, serta kesimpulan akhir yang telah tersusun, maka sebagai rekomendasi bagi studi lanjutan yang mungkin akan disusun terkait prasarana transportasi jalan, disimpulkan beberapa rekomendasi yang antara lain, 1. Idealnya, penyediaan fasilitas dan peralatan yang disediakan di setiap jenis prasarana transportasi jalan disesuaikan fungsi yang dijalankan serta skala utilisasinya, sehingga penyediaan kelengkapan dan kapasitasnya memenuhi syarat dan kebutuhan 2. Perlu ditetapkan SPM (Standar Pelayanan Minimal) untuk setiap jenis prasarana
yang diharuskan 3. Konsep standar yang disusun dalam kajian ini perlu ditindaklanjuti ke dalam proses penetapan sebagainya disyaratkan dalam PSN 01-2005 4. Diperlukan regulasi pendukung untuk implementasi dari standar yang disusun dalam kajian ini
Laporan Akhir
VII- 10
Bab VII –Kesimpulan
transportasi jalan sebagai salah satu acuan dalam standar penyediaan fasilitas
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
Daftar Pustaka Badan Pusat Statistik Kota Padang. (2010). “Kota Padang Dalam Angka 2010”. Padang : BPS Kota Padang. Badan Pusat Statistik Kota Pontianak. (2010). “Kota Pontianak Dalam Angka 2010”. Pontianak : BPS Kota Pontianak. Badan Pusat Statistik Kota Yogyakarta. (2010). “Kota Yogyakarta Dalam Angka 2010”. Yogyakarta : BPS Kota Yogyakarta. Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2010). “DKI Jakarta Dalam Angka 2010”. Jakarta : BPS Provinsi DKI Jakarta. Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan. (2011). “Perhubungan Darat Dalam Angka 2010”. Jakarta : Ditjen Hubdat Kemenhub. Neufert, Peter and Ernst, Kementerian Perhubungan. (2002). “Architects’ Data – Third Edition”. Malden : Blackwell Science. ______________, (2009). “UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan”. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. ______________, (2004). “UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan”. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. ______________, (1993). “PP Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan Lalu Lintas Jalan”. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. ______________,(1993). “PP Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan”.
______________,(2004). “Kepmenhub Nomor KM 9 Tahun 2004 tentang Pengujian Tipe Kendaraan Bermotor”. Menteri Perhubungan. ______________,(1995).
“Kepmenhub
Nomor
KM
5
Tahun
1995
tentang
Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan”. Menteri Perhubungan.
Laporan Akhir
Daftar Pustaka
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
Studi Penyusunan Konsep Standar di Bidang Prasarana Transportasi Jalan
______________,(1995). “Kepmenhub Nomor KM 31 Tahun 1995 tentang Terminal Transportasi Jalan”. Menteri Perhubungan. ______________,(1993). “Kepmenhub Nomor KM 61 Tahun 1993 tentang Ramburambu Lalu LIntas di Jalan”. Menteri Perhubungan. ______________,(1993).
“Kepmenhub
Nomor
KM
69
Tahun
1993
tentang
Penyelenggaraan Angkutan Barang di Jalan”. Menteri Perhubungan. ______________,(1993). “Kepmenhub Nomor KM 71 Tahun 1993 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor”. Menteri Perhubungan. ______________,(2004). “Kepdirjen Hubdat Nomor SK.81/AJ.108/DRJD/2004 tentang Penyelenggaraan Uji Coba Metode Baru Pengelolaan Jembatan Timbang Dalam Rangka Penegakan Hukum Ukuran dan Berat Kendaraan di Provinsi Sumatera Barat dan Naggroe Aceh Darussalam”. Direktur Jenderal Perhubungan Darat. ______________,(1997). “Kepdirjen Hubdat Nomor SK.165/AJ.404/DRJD/97 tentang Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor di Jalan dengan Alat Penimbangan yang Dapat Dipindah-pindahkan (portable)”. Direktur Jenderal
Daftar Pustaka
Perhubungan Darat.
Laporan Akhir