STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
KATA PENGANTAR
LAPORAN
AKHIR
STUDI
PENYUSUNAN
STANDAR
PELAYANAN
MINIMAL
TRANSPORTASI KERETA API ini disusun guna memenuhi kewajiban Konsultan kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat, Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan selaku Pihak Pemberi Kerja, yang telah dituangkan dalam Kontrak Kerja Nomor: PL.102/7/23-BLTD2011 tanggal 15 April 2011. LAPORAN ini menyajikan keseluruhan hasil analisis, yang secara garis besar berisikan:
Pendahuluan Tinjauan pustaka /literatur Metodologi pelaksanaan studi Kajian regulasi SPM dan contoh terbaik Pelaksanaan survei Hasil Penelitaian dan pembahasan Kesimpulan dan saran
Dengan tersusunnya LAPORAN AKHIR ini, Konsultan mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Darat, Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan yang telah memberikan kepercayaan kepada kami untuk melaksanakan studi ini. Konsultan menyadari bahwa hasil kajian ini masih memiliki keterbatasan khususnya dalam perumusan dokumen standar layanan kereta api. Namun demikian, kami berharap, semoga hasil kajian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pengambilan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan standar pelayanan minimal angkutan kereta api di Indonesia pada masa-masa yang akan datang.
Jakarta, November 2011
PT. Kreasi Pola Utama Engineering Consultant i
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
ABSTRAK Pelayanan kereta api di Indonesia selama ini belum bisa dijadikan alternatif bagi pengguna kendaraan pribadi. Secara umum, pelayanan moda transportasi tersebut belum memenuhi kepuasan pengguna. Pengguna moda ini biasanya orang-orang yang tidak mempunyai alternatif moda lain. Hal ini secara langsung maupun tak langsung akan membawa dampak buruk bagi pengguna dan penyedia jasa layanan ini. Para pengguna tidak lagi memperhitungkan keamanan, keselamatan dan kenyamanan diri sendiri apalagi pengguna yang lain. Pihak penyedia jasa belum mempunyai tanggung jawab mempertahankan kualitas pelayanan moda ini apalagi berusaha memperbaiki kualitas pelayanan. Penyedia layanan tersebut beranggapan bahwa dengan pelayanan yang ada, penumpang masih mau menggunakan kereta api. Kondisi ini menyebabkan kinerja angkutan kereta api di Indonesia semakin menurun. Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh penyedia layanan moda ini adalah belum ada suatu standar pelayanan yang sangat diperlukan sebagai acuan menjalankan, memperbaiki dan mengevaluasi kualitas layanan. Standar pelayanan tersebut perlu dikembangkan berdasarkan perspektif kepuasan konsumen. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi atribut-atribut pelayanan angkutan kereta api (antarkota dan perkotaan) yang mempengaruhi kepuasan konsumen, mengkaji tingkat kepuasan pengguna layanan kereta api dan menyusun standar pelayanan kereta api perkotaan menurut perspektif konsumen. Penelitian ini dilakukan dengan studi literatur dan survei wawancara guna mengetahui tingkat kepuasan konsumen terhadap layanan kereta api perkotaan di wilayah Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang dan Lampung. Studi literatur dilakukan guna mengidentifikasi konsep kepuasan konsumen, pelayanan angkutan umum dan kualitas pelayanan. Hasil studi literatur ini digunakan untuk menentukan atribut-atribut pelayanan angkutan umum yang mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. Survei wawancara dilakukan terhadap pengguna layanan kereta api perkotaan dan antarkota guna mengidentifikasi harapan pengguna, keadaan nyata layanan kereta api ini dan tingkat kepuasan konsumen. Hasil wawancara ini digunakan sebagai dasar penyusunan dan perumusan standar pelayanan angkutan kereta api antarkota dan perkotaan di Indonesia menurut perspektif kepuasan konsumen. Hasil dari kajian merekomendasikan bahwa pelaksanaan standar pelayanan minimal perlu ditindaklanjuti melalui prosedur operasional standar dan instruksi kerja untuk operator. Kata Kunci: kereta api, satndar layanan, kepuasan pengguna
ii
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
ABSTRACT Railway services in Indonesia cannot be an alternative for private car users. In general, the services have not fulfilled user satisfaction. Users of this mode are usually those who do not have any alternative of other modes. It will directly or indirectly lead to bad impacts to users and providers of this service. Users are no longer reckoning security, safety and comfort of themselves as well as others. The providers do not have responsibility to maintain and to improve the quality of the services. The provider believes that users still accept the existing services, even without improvement of the services. This condition leads to decreasing of railway performance services. One of fundamental problems faced by the provider is that no services standard required as a reference to operate, improve and evaluated quality of the services. The standard needs to be developed according to perspective of consumer satisfaction. The objectives of this research are to identify attributes of railway services (urban and intercity railway) affecting consumer satisfaction, to study level of consumer satisfaction of railway services and to develop a standard of railway services based on consumer perspectives. This research was conducted through literature study and interview to determine the level of customer satisfaction concerning railway services in the area of Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Medan, Palembang and Lampung. Literature study was conducted to identify concepts consumer satisfaction, service of public transport and its quality. These will be used to determine attributes of public transport services influencing level of satisfaction. The interview was undertaken to identify consumer expectation of services, current conditions of railway service and level of consumer satisfaction of the urban and intercity railway. The research is used as the basis for compiling and formulating standard service of urban, intercity railway and intermoda in Indonesia according to perspective of consumer satisfaction. This research recommended that the implementation of minimum standard service need to be followed up through formulating Standard Operationg Procedur and Operation Instruction for the operator.
Key words: railway, standard services, consumer satisfaction
iii
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
DAFTAR ISI Kata Pengantar Abstrak Abstract
Halaman BAB 1 PENDAHULUAN A.
Latar Belakang............................................................................................................................ 1
B.
Alasan Kegiatan Dilaksanakan ................................................................................................... 2
C.
Maksud dan Tujuan Studi........................................................................................................... 2
D.
Ruang Lingkup Batasan Studi .................................................................................................... 2
E.
Keluaran Studi ............................................................................................................................ 4
F.
Sistematika Penulisan ................................................................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA/LITERATUR A.
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Transportasi di Indonesia....................................................... 6 1.
Safety and Security.............................................................................................................. 7
2.
Efficiency............................................................................................................................. 7
3.
Equity .................................................................................................................................. 7
B.
Definisi Standar .......................................................................................................................... 8
C.
Pelayanan dan Layanan Publik................................................................................................... 9
D.
E.
1.
Pengertian Pelayanan .......................................................................................................... 9
2.
Pentingnya Pelayanan ......................................................................................................... 9
3.
Karakteristik, Jenis dan Tingkat Pelayanan ...................................................................... 11
4.
Pelayanan Publik............................................................................................................... 12
5.
Asas dan Prinsip Pelayanan Publik................................................................................... 13
6.
Paradigma Penilaian Unit Pelayanan Publik..................................................................... 14
Pengertian Kualitas/Mutu ......................................................................................................... 15 1.
Pengertian Kualitas/Mutu ................................................................................................. 15
2.
Manajemen Mutu/Kualitas................................................................................................ 16
Kepuasan Pelanggan................................................................................................................. 17 1.
Definisi Kepuasan Pelanggan ........................................................................................... 17
2.
Konsep Kepuasan Pelanggan ............................................................................................ 18
3.
Nilai Pelanggan................................................................................................................. 19 iv
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
F.
Pelayanan, Kualitas dan Kepuasan Konsumen........................................................................ 20
G.
Pengembangan Layanan Transportasi ...................................................................................... 23 1.
Pendekatan Konsumen dalam Pengembangan Layanan Transportasi .............................. 23
2.
Standarisasi Pelayanan dan Perbaikan Kualitas................................................................ 24
H.
Konsep Kualitas Layanan Kereta Api dan Indikatornya .......................................................... 25
I.
Perspektif Indikator Penilaian Kinerja Transportasi di Indonesia ............................................ 27
J.
Regulasi / Kebijakan Tekait...................................................................................................... 27
K.
L.
M.
N.
1.
UU 23/2007 tentang Perkeretapaian, PP 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian; dan PP 72/2009 tentang Lalulintas Angkutan Kereta Api. ..................... 27
2.
UU 37/2008 tentang Ombudsman RI; .............................................................................. 28
3.
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik; ............................................................................ 29
4.
PP 102/2000 tentang Standar Nasional;............................................................................ 29
5.
PP 56/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal............................................................................................................................. 30
Kebijakan Penyelenggaraan Perkeretaapian............................................................................. 30 1.
Konteks Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. ......................................... 30
2.
Arah Kebijakan Pengembangan Perkeretaapian Indonesia............................................... 31
3.
Tatanan Bidang Penyelenggaraan Perkeretaapian ............................................................ 33
4.
Indikator Kinerja Penyelenggaraan Perkeretaapian Nasional........................................... 35
Studi Terkait Penyelenggaraan Perkeretaapian ........................................................................ 36 1.
Studi Standar Pelayanan Angkutan Kereta Api di Perkotaan ........................................... 36
2.
Pekerjaan Studi Pengkajian dan Penyempurnaan Standar Operasi, Prasarana dan Sarana dalam Rangka Pelayanan Kereta Api Kelas Ekonomi .......................................... 38
3.
Perencanaan Teknis Pemaduan Pelayanan Transportasi Perkotaan.................................. 39
4.
Kajian Tim Pemantau dan evaluasi Kinerja Transportasi Nasional.................................. 41
Gambaran Penyelenggaraan Perkeretaapian di Beberapa Negara ............................................ 42 1.
Perbandingan Kapasitas Kereta Api di Beberapa Negara................................................. 42
2.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Jepang .................................................................. 44
3.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Perancis ................................................................ 46
4.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Inggris .................................................................. 47
Layanan Fasilitas Perpindahan Intermoda di Sinngapura......................................................... 49 1.
Kondisi Layanan Transportasi Perkotaan ......................................................................... 49
2.
Keberadaan Fasilitas Perpindahan Intermoda................................................................... 50
3.
Resume.............................................................................................................................. 55
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN A.
Umum ....................................................................................................................................... 56
B.
Kerangka Pikir .......................................................................................................................... 59 v
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
C.
Alur Penelitian.......................................................................................................................... 60
D.
Metodologi................................................................................................................................ 62
E.
1.
Lokasi Penelitian............................................................................................................... 62
2.
Materi Penelitian............................................................................................................... 63
3.
Alat yang Digunakan ........................................................................................................ 63
4.
Kebutuhan Data ................................................................................................................ 63
5.
Sampel Penelitian.............................................................................................................. 64
6.
Pengembangan Kuesioner Penelitian................................................................................ 64
7.
Wawancara Penelitian....................................................................................................... 66
8.
Pengolahan Data dan Analisis .......................................................................................... 66
Program Kerja........................................................................................................................... 73
BAB 4 KAJIAN REGULASI SPM DAN CONTOH TERBAIK A.
B.
C.
Regulasi Standar Pelayanan Minimal ....................................................................................... 76 1.
Isi Regulasi........................................................................................................................ 76
2.
Analisis Regulasi SPM ..................................................................................................... 84
Contoh Terbaik SPM TransJakarta Busway ............................................................................. 86 1.
SPM yang Digunakan ....................................................................................................... 86
2.
SPM Indikator Kebersihan di Dalam Halte (contoh SPM Transjakarta Busway)............. 90
3.
SPM Indikator Suhu Dalam Bus (contoh SPM Transjakarta Busway) ............................. 92
Contoh Terbaik SPM Perkeretapian di Jepang ......................................................................... 95 1.
Kondisi Umum.................................................................................................................. 95
2.
Penyelenggaraan Layanan KA di Jepang.......................................................................... 96
3.
Layanan KA Penumpang di Jepang (Kasus: Tokaido Shinkansen).................................. 98
BAB 5 PELAKSANAAN SURVEI A.
B.
C.
Rencana Survei ....................................................................................................................... 102 1.
Tujuan Survei.................................................................................................................. 102
2.
Tahapan Pelaksanaan Survei........................................................................................... 102
3.
Sampel Survei ................................................................................................................. 103
4.
Pengembangan Kuesioner Survei ................................................................................... 105
Pelaksanaan Survei Primer ..................................................................................................... 107 1.
Jadwal Pelaksanaan Survei ............................................................................................. 107
2.
Survei Pendahuluan ........................................................................................................ 108
3.
Pelaksanaan Survei ......................................................................................................... 109
4.
Kesulitan yang Dialami................................................................................................... 109
Pelaksanaan Survei Sekunder ................................................................................................. 110
vi
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 6 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.
Pengolahan Data ..................................................................................................................... 112
B.
Analisis Survei Pertama (Harapan) dan Pengelompokan Indikator ....................................... 113
C.
1.
Karakteristik Penumpang Kereta Api Antarkota dan Perkotaan..................................... 114
2.
Atribut Persepsi Kepuasaan Konsumen.......................................................................... 118
3.
Statistik Diskriptif Harapan Pengguna............................................................................ 119
4.
Statistik Diskriptif Kenyataan yang Ada ........................................................................ 127
5.
Analisis Kepuasan Pengguna.......................................................................................... 132
6.
Kelompok-kelompok Indikator yang Mempunyai Karakteristik Sama .......................... 146
7.
Perumusan Stimulan dan Respon Untuk Mengetahui Persepsi Penumpang................... 151
Analisis Survei Stated Preference .......................................................................................... 154 1.
Evaluasi Jumlah Formulir Survei.................................................................................... 154
2.
Karakteristik Responden Survei Stated Preference ........................................................ 154
3.
Karakteristik Penumpang Kereta Api Antarkota dan Perkotaan..................................... 155
4.
Model Regresi Pelayanan Kereta Api Antarkota dan Perkotaan .................................... 159
5.
Contoh Seleksi Regresi dari Masing-Masing Disagregat ............................................... 164
6.
Alternatif Metode Untuk Penetapan Karakteristik Dominan.......................................... 170
7.
Hasil Analisis Penentuan Kelas dan Karakteristik Dominan.......................................... 173
D.
Analisis Willingness To Pay ................................................................................................... 182
E.
Rangkuman dari Hasil Analisis .............................................................................................. 186
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN A.
Kesimpulan (Implikasi Kebijakan dari Hasil Analisis) .......................................................... 190
B.
Saran ....................................................................................................................................... 204
Daftar Pustaka Lampiran 1: Draft Standar Pelayanan Minimal Kereta Api Antarkota dan Perkotaan di Indonesia
vii
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Pembinaan Perkeretaapian Indonesia ............................................................................. 34
Tabel 2.
Penyelenggaraan Perkeretaapian Indonesia.................................................................... 35
Tabel 3.
Indikator Kinerja Pengoperasian Kereta Api.................................................................. 36
Tabel 4.
Prioritas Kondisi dalam Penyusunan Pedoman .............................................................. 40
Tabel 5.
Standar Pelayanan Minimal Prasarana KA di Stasiun.................................................... 79
Tabel 6.
Standar Pelayanan Minimal Sarana KA dalam Perjalanan............................................. 81
Tabel 7.
Matriks Analisis SPM Prasarana KA di Stasiun (Permenhub 9/ 2011.)......................... 84
Tabel 8.
Matriks Analisis SPM Sarana KA di Stasiun (Permenhub 9/ 2011.) ............................. 85
Tabel 9.
Data Jumlah Sarana dan Prasarana Perkeretaapian yang Dioperasikan oleh JR Central Company............................................................................................................ 99
Tabel 10.
Pelaksanaan Survei....................................................................................................... 108
Tabel 11.
Sebaran Responden per Jenis KA pada Survei Pertama............................................... 114
Tabel 12.
Gambaran Karakteristik Pribadi Pengguna Moda Kereta Api Antarkota dan Perkotaan (Responden Survei Pertama) ....................................................................... 114
Tabel 13.
Sebaran Nilai Harapan Pengguna Pada Kereta Api Antarkota..................................... 120
Tabel 14.
Sebaran Nilai Harapan Pengguna Pada Kereta Api Perkotaan..................................... 123
Tabel 15.
Sebaran Nilai Kondisi Nyata Pelayanan Kereta Api Antarkota ................................... 127
Tabel 16.
Sebaran Nilai Kondisi Nyata Pelayanan Kereta Api Perkotaan ................................... 130
Tabel 17.
Hasil Uji Beda Total Nilai Harapan dan Kenyataan KA Antarkota............................. 133
Tabel 18.
Hasil Uji Beda Total Nilai Harapan dan Kenyataan KA Perkotaan............................. 134
Tabel 19.
Gap Antara Harapan dan Kenyataan pada Kereta Api Antarkota ................................ 134
Tabel 20.
Gap Antara Harapan dan Kenyataan pada Kereta Api Perkotaan ................................ 136
Tabel 21.
Sebaran Jawaban Tingkat Kepuasan Pengguna Pada Layanan KA Antarkota ............ 137
Tabel 22.
Sebaran Jawaban Tingkat Kepuasan Pengguna Pada Layanan KA Perkotaan ............ 138
Tabel 23.
Nilai Korelasi antara Nilai Kesenjangan (Gap) dengan Tingkat Kepuasan Konsumen Antarkota.................................................................................................... 140
Tabel 24.
Nilai Korelasi antara Nilai Kesenjangan (Gap) dengan Tingkat Kepuasan Konsumen Perkotaan.................................................................................................... 140
Tabel 25.
Angka Anti Image Correlation dan Nilai Communalities Extraction Hasil Analisis Faktor Antarkota............................................................................................. 141
Tabel 26.
Angka Anti Image Correlation dan Nilai Communalities Extraction Hasil Analisis Faktor Perkotaan............................................................................................. 143
Tabel 27.
Rotated Component Matrix untuk Kereta Api Antarkota............................................. 146
Tabel 28.
Rotated Component Matrix untuk Kereta Api Perkotaan............................................. 147
Tabel 29.
Indikator Stimulan dan Indikator Respon KA Antarkota dan Perkotaan ..................... 151 viii
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Tabel 30.
Distribusi Responden Survei Stated Preference........................................................... 155
Tabel 31.
Gambaran Karakteristik Pribadi Pengguna Moda Kereta Api Antarkota dan Perkotaan (Responden Survei Kedua).......................................................................... 155
Tabel 32.
Persamaan Hasil Analisis Regresi Terhadap Masing-masing Indikator Untuk Kereta Api Antarkota ................................................................................................... 160
Tabel 33.
Persamaan Hasil Analisis Regresi Terhadap Masing-masing Indikator Untuk Kereta Api Perkotaan ................................................................................................... 162
Tabel 34.
Hasil Seleksi Regresi per Disagregat Karakteristik Pada KA Antarkota ..................... 167
Tabel 35.
Hasil Seleksi Regresi per Disagregat Karakteristik Pada KA Perkotaan ..................... 169
Tabel 36.
Hasil Analisis Menggunakan Metode Elastisitas Optimum Pada KA Antarkota......... 173
Tabel 37.
Hasil Analisis Menggunakan Metode Elastisitas Rata-rata Pada KA Antarkota ......... 174
Tabel 38.
Hasil Analisis Menggunakan Metode Gradien Elastisitas Pada KA Antarkota ........... 176
Tabel 39.
Hasil Analisis Menggunakan Metode Elastisitas Optimum Pada KA Perkotaan......... 176
Tabel 40.
Hasil Analisis Menggunakan Metode Elastisitas Rata-rata Pada KA Perkotaan ......... 177
Tabel 41.
Hasil Analisis Menggunakan Metode Gradien Elastisitas Pada KA Perkotaan ........... 179
Tabel 42.
Rekapitulasi Hasil Analisis Menggunakan 3 (tiga) Metode Perhitungan..................... 179
Tabel 43.
Output Ke-1 Koefisien Regresi Logit Untuk Kereta Api Antarkota ............................ 183
Tabel 44.
Output Ke-2 Koefisien Regresi Logit Untuk Kereta Api Antarkota ............................ 183
Tabel 45.
Nilai Probabilitas Pengguna Berdasarkan Skenario dengan Variasi Tarif pada Kereta Api Antarkota ................................................................................................... 183
Tabel 46.
Output Ke-1 Koefisien Regresi Logit Untuk Kereta Api Perkotaan ............................ 184
Tabel 47.
Output Ke-2 Koefisien Regresi Logit Untuk Kereta Api Perkotaan ............................ 185
Tabel 48.
Nilai Probabilitas Pengguna Berdasarkan Skenario dengan Variasi Tarif Pada Kereta Api Perkotaan ................................................................................................... 185
ix
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Transportasi ......................................................... 6
Gambar 2.
The Expectancy Disconfirmation with Performance Model................................... 19
Gambar 3.
Sepuluh Aspek Kualitas Layanan........................................................................... 21
Gambar 4.
Model Konsep Mutu Pelayanan.............................................................................. 22
Gambar 5.
Customer Satisfaction Model.................................................................................. 22
Gambar 6.
A “Customer Led” Approach ................................................................................ 23
Gambar 7.
Hubungan Standarisasi Pelayanan dengan Perbaikan Kualitas .............................. 24
Gambar 8.
Konsep Kualitas Layanan Angkutan Kereta Api.................................................... 25
Gambar 9.
Komposisi Tingkat Kepentingan Masing-masing Indikator Kualitatif .................. 41
Gambar 10.
Kapasitas KA penumpang di beberapa negara per tahun ....................................... 43
Gambar 11.
Kapasitas KA Barang di Beberapa Negara Per Tahun ........................................... 43
Gambar 12.
Penggunaan KA Penumpang di Jepang.................................................................. 44
Gambar 13.
Penggunaan KA Barang di Jepang ......................................................................... 45
Gambar 14.
Interior Kereta Perkotaan Perancis ......................................................................... 46
Gambar 15.
Kereta Perkotaan di London ................................................................................... 48
Gambar 16.
Shelter Sebagai Fasilitas Pendukung Transportasi Publik...................................... 51
Gambar 17.
Papan Informasi Perjalanan Transportasi Publik.................................................... 51
Gambar 18.
Transportasi Massal di Singapura (MRT) .............................................................. 52
Gambar 19.
Sistem Informasi Perjalanan MRT dalam Ruang Transit ....................................... 53
Gambar 20.
Sistem Informasi Perjalanan MRT dalam Gerbong Penumpang ............................ 53
Gambar 21.
Informasi Larangan Bagi Pengguna MRT.............................................................. 53
Gambar 22.
Fasilitas Perpindahan Antarmoda Pribadi dan Kendaraan Umum dengan Moda Udara di Bandara Changi, Singapura ........................................................... 54
Gambar 23.
Konsep Integrasi Antarmoda .................................................................................. 55
Gambar 24.
Konsep Penetapan Standar ..................................................................................... 57
Gambar 25.
Obyek Kajian Penyusunan Standar SPM................................................................ 58
Gambar 26.
Layanan Kelas dalam Satu Rangkaian Kereta Api................................................. 59
Gambar 27.
Alur Penelitian........................................................................................................ 61
Gambar 28.
Tahapan Seleksi Variabel Pengaruh dengan Metode Analisis Faktor .................... 70
Gambar 29.
Komponen Perilaku Konsumen .............................................................................. 71
Gambar 30.
Program Kerja......................................................................................................... 75
Gambar 31.
Peta Wilayah Pengoperasian Layanan KA di Jepang............................................. 95
Gambar 32.
Peta Jalur KA yang Dioperasikan oleh Tokaido Shinkansen ................................. 98 x
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Gambar 33.
Jenis KA Tokaido Shinkansen yang Beroperasi................................................... 100
Gambar 34.
Fasilitas Layanan di Atas KA Tokaido Shinkansen ............................................. 100
Gambar 35.
Fasilitas Layanan KA Tokaido Shinkansen di Atas Gerbong dan Stasiun........... 101
Gambar 36.
Bentuk Layanan Tiket KA Express Secara Otomatis ........................................... 101
Gambar 37.
Alur Pelaksanaan Survei....................................................................................... 104
Gambar 38.
Grafik Hubungan Antara Karakteristik Umur dengan Sistem Informasi ............. 164
Gambar 39.
Grafik Hubungan Antara Karakteristik Biaya Total Perjalanan dengan Indikator Keselamatan dan Keamanan ................................................................. 165
Gambar 40.
Grafik Hubungan Antara Karakteristik Penghasilan dengan Indikator Intermoda.............................................................................................................. 165
Gambar 41.
Grafik Hubungan Antara Karakteristik Biaya Perjalanan Menggunakan KA dengan Indikator Kenyamanan ...................................................................... 166
Gambar 42.
Alur Perhitungan Menggunakan Metode Elastisitas Optimum ............................ 171
Gambar 43.
Alur Perhitungan Menggunakan Metode Elastisitas Rata-rata............................. 172
Gambar 44.
Alur Perhitungan Menggunakan Metode Gradien Elastisitas............................... 173
xi
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1:
Draft Standar Pelayanan Minimal Kereta Api Antarkota dan Perkotaan di Indonesia
xii
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
DAFTAR SINGKATAN AC
:
Air Conditioner
MC
:
Motorized Cabin Car
ADB
:
Asian Development Bank
MDC
:
Motorized Diesel Car
ATC
:
Automatic Train Control System
MIN
:
Minimal
MONANOVA :
Monotonic Analysis of Variance
ATP
:
Automatic Train Protection
BLU
:
Badan Layanan Umum
MRT
:
Mass Rapid Transit
BRT
:
Bus Rail Transit
MSA
:
BUMD
:
Badan Usaha Milik Daerah
Measure of Sampling Adequacy
BUMN
:
Badan Usaha Milik Negara
OECD
:
CCTV
:
Closed Circuit Television
Organization for Economic Co-operation and Development
CD
:
Compact Disc
POS
:
Prosedur Operasional Standar
CPU
:
Complaint Resolution Unit
PP
:
Peraturan Pemerintah
CSP
:
Country Level: Country Strategy and Program
PT KAI
:
PT. Kereta Api Indonesia
RPJPN
:
DLR
:
Docklands Light Railway
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
im
:
intermoda
S
:
Stasiun
KA
:
Kereta Api
SBS
:
Singapore Bus Services
ka
:
keamanan
SDM
:
Sumber Daya Manusia
KAK
:
Kerangka Acuan Kerja
SEE
:
Kak
:
kereta api antarkota
Safety and Security, Efficiency and Equity
kd
:
kedaruratan
si
:
sistem informasi
KEP
:
Keputusan
SISTRANAS :
Sistem Transportasi Nasional
kh
:
kehandalan
SMART
:
Specific, Measurable, Attainable, Realistic, Timely
KM
:
Keputusan Menteri
SMRT
:
KMO
:
Kaiser-Myer-Olkin
Singapore Mass Rapid Transit.
Kpk
:
kereta api perkotaan
SOP
:
KRL
:
Kereta Rel Listrik
Standard Operating Procedures
ks
:
keselamatan
SPM
:
Standar Pelayanan Minimal
ky
:
kenyamanan
SPSS
:
Statistical Package for the Social Sciences
LPM UGM
:
Lembaga Pengabdian Masyarakat – Universitas Gadjah Mada
T
:
Trailer Car
TOR
:
Term of Reference
LRT
:
Light Rapid Train
UU
:
Undang-undang
LTA
:
Land Transport Authority
VAL
:
M.PAN
:
Menteri Pendayaguaan Aparatur Negara
Véhicule Automatique Léger (Automatic Light Vehicle)
WTP
:
Willingness To Pay xiii
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kereta api merupakan salah satu angkutan umum massal yang banyak di manfaatkan oleh masyarakat terutama masyarakat perkotaan yang menginginkan kecepatan dan ketepatan waktu. Saat ini Standar Pelayanan Minimal (SPM) mengenai pelayanan bidang transportasi kereta api di Indonesia yang telah diterbitkan pemerintah melalui Permenhub 9/2011 tentang SPM KA belum diterapkannya, sehingga pemerintah maupun masyarakat pengguna tidak dapat mengontrol dan menuntut apabila terjadi kelalaian dalam operasional kereta api. Penyusunan SPM KA ini sudah sesuai dengan perundang-undangan yang baru yang terkandung di dalam pasal 137 UU No.23/2007 bahwa: (1) Pelayanan angkutan orang harus memenuhi Standar Pelayanan Minimum; (2) Standar Pelayanan Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut meliputi pelayanan di stasiun keberangkatan, dalam perjalanan dan di stasiun tujuan. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk segera menyelenggarakan angkutan perkeretaapian dengan standar pelayanan minimum kepada masyarakat pengguna jasa kereta api. SPM juga akan memperjelas seberapa tingkat pelayanan (Level of Services) yang menjadi hak konsumen dan menjadi kewajiban pelaku usaha dalam hal ini PT Kereta Api (Persero) untuk memenuhinya. Termasuk di dalamnya reward dan punishment-nya. Selama ini, jika kereta api tidak memberikan pelayanan yang semestinya penumpang tidak bisa mengajukan komplain kepada PT Kereta Api. Selain Itu PT KAI berkewajiban melaksanakan SPM ini sebagaimana diatur dengan tegas dalam UU No. 25/2009 Tentang Pelayanan Publik, pada pasal 15 mengatur bahwa penyelenggaraan berkewajiban antara lain: (a) menyusun dan menetapkan standar pelayanan; (b) menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan maklumat pelayanan; (c) menetapkan pelaksana yang kompeten; (d) menyediakan sarana, prasarana atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung terciptanya iklim pelayanan yang memadai; (e) memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik; dan (f) melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan. 1
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Kementerian
Perhubungan
yang
mempunyai
kewenangan
dalam
Laporan Akhir
penyelenggaraan
transportasi kereta api harus mengimplementasikan standar pelayanan minimal (SPM) yang baku sehingga menguntungkan bagi semua pihak (pemerintah, operator dan pemakai jasa). Kemajuan teknologi perkeretaapian dan tuntutan globalisasi yang mengarah pada persaingan yang makin ketat, menuntut peningkatan kualitas maupun kuantitas pelayanan. Berdasarkan uraian di atas, studi penyusunan standar pelayanan minimum transportasi kereta api sangat penting untuk dilaksanakan.
B.
Alasan Kegiatan Dilaksanakan
Studi penyusunan standar pelayanan minimum transportasi kereta api sangat penting untuk dilaksanakan sebagai acuan dalam melakukan standarisasi pelayanan pengguna jasa kereta api. Pemerintah berkewajiban memberikan regulasi dan aturan untuk penyelenggaraan kereta api sesuai dengan standar.
C.
Maksud dan Tujuan Studi 1.
Maksud Kegiatan Maksud kegiatan adalah melakukan studi penyusunan standar pelayanan minimal (SPM) transportasi kereta api.
2.
Tujuan Kegiatan Tujuan studi ini adalah merumuskan konsep standar pelayanan minimal (SPM) transportasi kereta api.
D.
Ruang Lingkup Batasan Studi
Untuk mencapai maksud dan tujuan di atas, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan adalah: 1.
Menginventarisir dan mengevaluasi kebijakan peraturan perundangan tentang perkeretaapian dan pelayanan publik;
2.
Menginventarisir jenis pelayanan pada transportasi kereta api;
3.
Menginventarisir kondisi pelayanan transportasi kereta api;
4.
Melakukan inventariasi kebutuhan standar pelayanan minimum untuk transportasi kereta api;
5.
Menyusun naskah akademik standar pelayanan minimum transportasi kereta api, mencakup: 2
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
a.
Laporan Akhir
Standar Pelayanan Minimal KA Antar Kota: 1) Kecepatan rata-rata kereta api antar kota; 2) Toleransi keterlambatan kereta api antar kota; 3) SPM penyediaan fasilitas sarana kereta ekonomi, meliputi:
4)
a)
Penyediaan tempat duduk penumpang kereta ekonomi;
b)
Penyediaan toilet kereta ekonomi;
c)
Penyediaan kipas angin / AC kereta ekonomi;
d)
Kapasitas penumpang kereta ekonomi.
SPM Penyediaan fasilitas sarana kereta non ekonomi, meliputi: a)
Penyediaan tempat duduk penumpang kereta non ekonomi.
b)
Penyediaan toilet kereta non ekonomi;
c)
Penyediaan kipas angin /AC kereta non ekonomi;
d)
Kapasitas penumpang kereta non ekonomi.
5) SPM penyediaan prasarana kereta api antarkota, meliputi: a)
Penyediaan jalur kereta dan fasilitasnya;
b)
Penyediaan stasiun dan fasilitasnya (toilet, pelayanan tiket, akses terhadap moda lain, parkir, ruang tunggu, dll).
b.
Standar Pelayanan Minimal Kereta Api Perkotaan 1) SPM penyediaan jumlah sarana kereta ekonomi 2) SPM penyediaan jumlah sarana kereta non ekonomi 3) Kecepatan rata-rata kereta api perkotaan 4) Toleransi keterlambatan kereta api perkotaan 5) SPM penyediaan fasilitas kereta ekonomi, meliputi: a)
Penyediaan tempat duduk penumpang kereta ekonomi
b)
Penyediaan kipas angin /AC kereta ekonomi
c)
Kapasitas penumpang ekonomi
6) SPM Penyediaan fasilitas kereta non ekonomi, meliputi: a)
Penyediaan tempat duduk penumpang kereta non ekonomi
b)
Penyediaan kipas angin /AC kereta non ekonomi
c)
Kapasitas penumpang kereta non ekonomi 3
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
7) SPM Penyediaan prasarana kereta api perkotaan, meliputi: a)
Penyediaan jalur kereta dan fasilitasnya
b)
Penyediaan stasiun dan fasilitasnya (ruang tunggu, toilet, akses terhadap moda lain, parkir, dll)
c.
Standar Pelayanan Terpadu Antara Moda Kereta Api dengan Moda Lain 1) Penyediaan ruang tunggu penumpang pemadu moda 2) Penyediaan area parkir untuk pemadu moda 3) Penyediaan gank way untuk penumpang pemadu moda 4) Penyediaan tiket terpadu.
E.
Keluaran Studi
Hasil yang diharapkan dari kegiatan studi adalah tersusunnya laporan akhir yang terdiri dari laporan studi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Transportasi Kereta Api dan konsep standar pelayanan minimal (SPM) transportasi Kereta Api.
F.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam Studi Penyusunan Standar Palayanan Minimal (SPM) Transportasi Kereta Api adalah sebagai berikut: 1.
BAB I : PENDAHULUAN Menguraikan tentang : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Maksud dan Tujuan Studi, Ruang Lingkup Batasan Studi, Kegunaan Studi dan Sistematika Penulisan Laporan Studi.
2.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Menguraikan tentang teori–teori yang mendukung studi dan pendekatanpendekatan yang digunakan untuk melaksanakan kajian pada studi ini.
3.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Menguraikan tahap atau langkah-langkah penelitian sesuai dengan prosedur penelitian pada umumnya, yang mengarahkan pada analisis dan pemecahan masalah dengan baik.
4.
BAB IV : KAJIAN REGULASI DAN CONTOH TERBAIK 4
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Menjelaskan regulasi-regulasi yang terkait dengan penyusunan standar minimal kereta api dan menyajikan best practise (contoh terbaik) standar pelayanan yang ada, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. 5.
BAB V : PELAKSANAAN SURVEI Menjelaskan detil rencana survei, pelaksanaan survei dan apa yang dihasilkan dari survei.
6.
BAB VI : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab ini dijelaskan cara pengolahan data yang dihasilkan dari survei yang telah dilaksanakan, dan juga memberikan gambaran hasil analisis akhir yang akan digunakan sebagai dasar untuk merumuskan standar layanan kereta api antarkota, perkotaan dan intermoda didalamnya.
7.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menjelaskan kesimpulan hasil dari analisis yang memberikan implikasi kebijakan dan kerangka dasar untuk menyusun standar layanan kereta api antarkota, perkotaan dan intermodanya serta saran yang dibutuhkan untuk tindak lanjut ke depan.
5
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 1....................................................................................................................................................... 1 PENDAHULUAN....................................................................................................................................... 1 A.
Latar Belakang................................................................................................................................ 1
B.
Alasan Kegiatan Dilaksanakan......................................................................................................... 2
C.
Maksud dan Tujuan Studi ............................................................................................................... 2
D.
Ruang Lingkup Batasan Studi .......................................................................................................... 2
E.
Keluaran Studi................................................................................................................................. 4
F.
Sistematika Penulisan ..................................................................................................................... 4
No table of figures entries found.
6
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA/LITERATUR
Dalam uraian ini akan disajikan beberapa hal yang mendasari penyelenggaraan transportasi khususnya terkait dengan standar pelayanan ditinjau dari studi pustaka dan literatur yang ada. Selain itu sesuai dengan pokok pembahasan maka uraian dari bab ini juga akan menjelaskan penyelenggaraan
perkeretaapian
Indonesia
serta
pengalaman
negara
lain
dalam
penyelenggaraan perkeretaapian. Diharapkan uraian yang disajikan akan memberikan latar belakang dan dasar yang tepat sebagai masukan dalam penyusunan standar pelayanan minimal (SPM) transportasi kereta api, salah satunya adalah memberikan alternatif pilihan terhadap indikator apa yang akan digunakan dalam penyusunan standar layanan.
A.
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Transportasi di Indonesia
Terdapat tiga hal yang harus diperhatikan dan selalu ditingkatkan dalam membantu dan membentuk masa depan transportasi di Indonesia. Ketiga hal tersebut adalah SEE, yang terdiri dari: 1) Safety and security; 2) Efficiency; 3) Equity.
Safety and Security
PRINSIP-PRINSIP PENYELENGGARAAN TRANSPORTASI Effeciency
Gambar 1.
Equity
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Transportasi
SEE adalah cara “memandang” persoalan transportasi dan memastikan bahwa transportasi Indonesia memiliki landasan yang kokoh kuat untuk melangkah dalam dinamika masyarakat dan sistem pemerintahan. Pemahaman ini penting bagi pemerintah yang saat ini dan dalam beberapa dekade ke depan akan tetap mengambil peran utama dan menjadi penanggung jawab dalam penyelenggaraan transportasi. Pengalaman internasional di berbagai negara berkembang untuk pelaksanaan desentralisasi menghasilkan apa yang disebut oleh Crook dan 6
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Suerrisson (dalam BPS dkk, 2001) sebagai “Salutary warnings and valuable lessons”. Paradoks yang dinyatakan dalam studi tersebut adalah bahwa kunci sukses desentralisasi justru terletak pada attitude dan perubahan perilaku dari pemerintah pusat. 1.
Safety and Security Keselamatan dan keamanan merupakan hal yang utama dalam prinsip-prinsip dasar transportasi karena satu nyawa manusia terlalu berharga untuk hilang secara sia-sia. Data studi ADB tahun 2004 menunjukkan bahwa kerugian akibat kecelakaan jalan raya di negara berkembang adalah 2,5%-4% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pemeringkatan keselamatan (safety rating) yang diumumkan secara berkala oleh lembaga independen keselamatan transportasi perlu dilakukan dan akan mendorong industri angkutan untuk melakukan upaya peningkatan mutu secara mandiri dan berkelanjutan. Disamping itu, pemeringkatan keselamatan akan mampu mendidik masyarakat untuk lebih menghargai aspek keselamatan diri dan keluarga dalam mengambil keputusan serta menetapkan pilihan untuk melakukan perjalanan. Dalam konteks
transportasi
perkeretapian
keselamatan
dan
keamanan
tidak
hanya
diimplementasikan pada sarana dan prasarananya tetapi juga pada penumpang yang dilayani dan masyarakat sekitarnya. 2.
Efficiency Efisiensi merupakan indikator keberhasilan dari sebuah tatanan transportasi. Efisiensi menjadi tujuan transportasi karena adanya keterbatasan sumber daya yang dimiliki. Sistem yang dibangun harus dapat menunjukkan upaya perbaikan efisiensi yang signifikan bagi seluruh perjalanan penumpang dan barang. Efisiensi juga merupakan indikator daya saing transportasi nasional terhadap sistem distribusi internasional. Selain itu, terkait dengan keterbatasan sumber daya alam, khususnya minyak bumi sebagai bahan bakar, penggunaan moda transportasi yang bersifat massal merupakan pilihan cerdas yang harus terus didorong. Sehingga penggunaan kereta api sebagai angkutan massal harus menjadi prioritas penyelenggaraan transportasi di Indonesia.
3.
Equity Aspek berikutnya yang harus menjadi tolak ukur apakah kita sudah melangkah dengan benar adalah equity. Equity atau keadilan adalah ukuran yang menunjukkan kesenjangan atau disparitas yang terjadi dalam masyarakat. Keadilan ini bisa terjadi 7
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
karena perbedaan pengetahuan, akses terhadap sumber daya yang berbeda dan karunia Tuhan yang berbeda. Transportasi harus mampu memberikan dan menjamin akses pada masyarakat yang tidak tergantung apakah mereka kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan, muda atau tua, mereka yang cacat atau tidak, tinggal di kota atau di desa. Disamping itu, keadilan transportasi juga harus diberikan untuk generasi yang akan datang. Dunia ini tidak kita tinggalkan untuk generasi yang akan datang melainkan merupakan titipan dari generasi yang akan datang kepada kita. Penyelenggaraan angkutan umum massal (kereta api) sebagai pilihan yang terus dikembangkan dalam melayani perjalanan penumpang dan barang di Indonesia selain handal dan berwawasan lingkungan juga harus mampu memberikan nilai tambah kepada semua orang (pengguna). Oleh sebab itu perlu dipastikan bahwa tarif yang ditetapkan masih dalam jangkauan kemampuan beli semua lapisan masyarakat, atau jika tidak harus ada skema subsidi kepada pengguna yang tidak mampu, sehingga mereka tidak kehilangan haknya untuk mendapatkan pelayanan transportasi.
B.
Definisi Standar
Di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional, disebutkan beberapa pengertian yang berhubungan dengan istilah standar, yaitu: 1.
Standar adalah: spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan
memperhatikan syarat-syarat
keselamatan,
keamanan,
kesehatan,
lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya; 2.
Standarisasi adalah: proses merumuskan, menetapkan, dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua pihak.
Sedangkan manfaat dari penyusunan/pembuatan standar adalah: 1.
Mewujudkan jaminan mutu produk dan jasa;
2.
Memelihara keselamatan publik dan perlindungan lingkungan;
3.
Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing; 8
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
4.
Laporan Akhir
Melancarkan transaksi (perdagangan) dan pencapaian kesepakatan dagang (kontrak);
5.
Dalam era globalisasi, sebagai alat seleksi entry barriers and entrance facilitation/tools.
Yates dan Aniftos (1998) mendefinisikan standar adalah sesuatu yang digunakan sebagai basis (dasar) untuk perbandingan. Standar digunakan untuk melakukan evaluasi kualitas, karakteristik atau propertis material, dan selalu siap jika diperlukan.
C.
Pelayanan dan Layanan Publik
1.
Pengertian Pelayanan Armistead and Clark (1999) mengemukakan bahwa pelayanan adalah menciptakan dan mempertahankan pelanggan. Pelayanan dan dukungan kepada pelanggan merupakan tugas perusahaan yang cepat berubah. Sedangkan menurut pandangan Kotler (2000) pelayanan/jasa adalah suatu perbuatan dimana seseorang atau suatu kelompok orang menawarkan pada kelompok/orang lain sesuatu yang pada dasarnya tidak berwujud dan produksinya berkaitan atau tidak berkaitan dengan fisik produk. Pandangan lain tentang definisi pelayanan disampaikan oleh Stanton (1981), yang mengungkapkan bahwa pelayanan/jasa adalah sesuatu yang dapat didefinisikan secara terpisah, tidak berwujud, dan ditawarkan untuk memenuhi kebutuhan di mana jasa dapat dihasilkan dengan menggunakan benda-benda berwujud atau tidak. Pelayanan yang lebih ditujukan pada jasa merupakan penerapan fungsi-fungsi manajemen khusus untuk perusahaan (organisasi) yang bergerak di bidang jasa (terutama fungsi pemasaran, operasi, dan sumber daya manusia) harus mempertimbangkan beberapa aspek dalam meningkatkan pelayanannya.
2.
Pentingnya Pelayanan Pelayanan merupakan ujung tombak dari pemasaran dan merupakan citra dari produk/jasa yang ditawarkan dan berhubungan langsung atau dirasakan oleh pengguna. Pelayanan kepada pengguna ini harus dimasukkan dengan tepat ke dalam setiap kegiatan yang dilakukan agar dapat dikelola secara efisien, mulai dari merencanakan jasa yang akan ditawarkan sampai kepada penawaran dan diharapkan dapat menyebabkan terjadinya pengulangan penggunaan jasa tersebut. 9
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
LPM UGM (2000) menjelaskan bahwa standar pelayanan sangat diperlukan untuk berbagai keperluan antara lain: 1.
Bagi konsumen: untuk memperoleh jaminan suatu produk/jasa layanan.
2.
Memudahkan dalam estimasi biaya penyediaan suatu layanan.
3.
Sarana pengendalian mutu.
4.
Memacu pengembangan sistem dan teknologi dalam rangka penyediaan layanan dengan harga yang makin murah.
5.
Sarana kontrol masyarakat akan suatu layanan publik.
6.
Memudahkan pelayanan supervisi dan inspeksi.
7.
Mengarahkan pada suatu transparansi serta memungkinkan penciptaan suasana kompetisi yang adil oleh sesama operator.
8.
Merupakan suatu indikator bagi pembangunan dan pengembangan sektor terkait.
9.
Merefleksikan persepsi dan penghargaan publik akan angkutan yang digunakan.
O’Malley (1999) menjelaskan beberapa hal yang tabu dilakukan pada pelayanan penumpang/pelanggan antara lain: 1.
Tidak menyetujui atau mengabaikan perasaan tidak nyaman penumpang baik secara fisik maupun mental.
2.
Memperpanjang waktu tunggu penumpang, khususnya tanpa memberikan penjelasan seberapa lama penundaan atau masa tunggu mereka.
3.
Acuh tak acuh terhadap masalah dan kepedulian penumpang.
4.
Berkompromi dengan kedudukan/jabatan penumpang sebelum, selama dan sesudah prosedur pemeriksaan.
5.
Tidak peka pada saat menyebutkan harga karcis pada penumpang.
6.
Kasar pada saat mengumpulkan tiket atau peron.
7.
Kegagalan merespon secara efektif terhadap kebutuhan komunikasi penumpang dan pelanggan, serta adanya perbedaan budaya.
8.
Menunjukkan sikap kurang menghargai terhadap keluarga dan teman penumpang.
9.
Memaparkan penumpang dan pelanggan pada lingkungan yang tidak bersih dan tidak aman.
10.
Memperlakukan penumpang usia dewasa sebagai penumpang anak-anak.
11.
Memberi kontribusi moral karyawan yang rendah.
12.
Melakukan penipuan pelayanan. 10
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
3.
Laporan Akhir
Karakteristik, Jenis dan Tingkat Pelayanan Kottler (1997) juga menyebutkan bahwa jasa/pelayanan yang diberikan kepada konsumen mengandung karakteristik: 1.
Intangibility (tidak berwujud), artinya suatu jasa mempunyai sifat tidak berwujud, tidak dapat dirasakan dan tidak dapat dilihat, didengar atau dicium sebelum membelinya;
2.
Inseparability (tidak dapat dipisahkan), artinya adalah bahwa pada umumnya jasa dikonsumsikan (dihasilkan) dan dirasakan pada waktu bersamaan dan apabila dikehendaki oleh seseorang untuk diserahkan kepada pihak lainnya, dia akan tetap merupakan bagian dari jasa tersebut, dan hal ini tidak berlaku bagi barang fisik yang diproduksi, ditempatkan pada persediaan dan didistribusikan ke berbagai pengecer dan akhirnya dikonsumsi;
3.
Variability (bervariasi), artinya bahwa barang jasa yang sesungguhnya sangat mudah berubah-ubah, karena jasa tergantung pada siapa yang menyajikan dan di mana disajikan. Pembeli akan berhati-hati terhadap keragaman ini dan seringkali membicarakannya dengan yang lain sebelum memilih seseorang penyedia jasa.
Lebih lanjut, Kottler (1997) juga memberikan empat karakteristik batasan-batasan untuk jenis-jenis pelayanan jasa, yaitu: 1.
Jasa berbeda berdasarkan basis peralatan (equipment based) atau basis orang (people based) di mana jasa berbasis orang berbeda dari segi penyediaannya, yaitu pekerja tidak terlatih, terlatih, atau profesional;
2.
Beberapa jenis jasa yang memerlukan kehadiran dari klien (client’s presence);
3.
Jasa juga dibedakan dalam memenuhi kebutuhan perorangan (personal need) atau kebutuhan bisnis (business need);
4.
Jasa yang dibedakan atas tujuannya, yaitu laba atau nirlaba (profit or non profit) dan kepemilikannya swasta atau publik (private or public).
Sedangkan bila ditinjau dari aspek kualitasnya, terdapat dua jenis kualitas jasa yaitu (1) mutu teknis, dan (2) mutu proses. Mutu teknis adalah apa yang disampaikan, atau mutu fungsionalnya yaitu bagaimana menyampaikannya. Mutu proses yaitu penilaian konsumen pada waktu penyampaian jasanya, dan mutu hasilnya yaitu penilaian konsumen setelah penyampaian jasanya (Stanton, 1981). Menurut Andriyanto (2003) tingkat pelayanan adalah ukuran menyeluruh dari 11
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
karakteristik operasi dan pelayanan yang mempengaruhi penumpang. Aspek-aspek kualitatif yang mempengaruhi kualitas layanan terdiri dari kenyamanan dan kemudahan, menggunakan sistem angkutan, riding comfort, estetika dan kebersihan. 1.
Kenyamanan (comfort), kenyamanan angkutan umum dapat dibedakan pada kenyataan di dalam dan di luar kendaraan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan penumpang di dalam kendaraan misalnya: spesifikasi tempat duduk, jarak tempat duduk, kapasitas, suhu, ventilasi, kebersihan, ruang bagasi, hiburan dan lain-lain. Kenyamanan di kendaraan adalah ukuran kenyamanan pada waktu berada atau menggunakan fasilitas angkutan umum seperti halte, bus stop, shelter dan terminal didalamnya termasuk kebersihan dan peneduh/perlindungan atap dari panas dan hujan. Selain itu waktu tunggu juga sangat berpengaruh pada kenyamanan di luar kendaraan, dengan asumsi bahwa semakin lama waktu menunggu semakin berkurang kenyamanan.
2.
Kemudahan menggunakan, ukuran kemudahan menggunakan angkutan umum diukur berdasarkan kemudahan mencapai fasilitas angkutan umum, waktu operasi dan kemudahan mencapai tujuan (tingkat perpindahan moda).
3.
Estetika, banyak manfaat secara psikologis dan praktis dalam memelihara estetika (penampilan) kendaraan. Pengguna angkutan umum akan selalu memilih mengadakan
perjalanan
dengan
kendaraan
yang
bersih,
berpenampilan
bagus/menarik dan tampak menyenangkan. Sehingga pengguna angkutan umum akan merasa bahwa mereka dengan menaiki kendaraan tersebut akan diangkut secara aman dan nyaman. 4.
Kebersihan, dapat diukur dari tingkat kebersihan akan sampah dan debu di dalam kendaraan. Semakin bersih suatu sarana dan prasarana angkutan umum semakin pengguna merasa nyaman untuk menggunakannya.
4.
Pelayanan Publik Menurut Lampiran Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan
maupun
pelaksanaan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah sedangkan penerima 12
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. Kelompok pelayanan publik dibagi menjadi tiga, yaitu kelompok pelayanan administratif, kelompok pelayanan barang dan kelompok pelayanan jasa yang didalamnya termasuk penyelenggaraan transportasi. 5.
Asas dan Prinsip Pelayanan Publik Dalam praktek penyediaan pelayanan publik harus memperhatikan asas dan prinsip pelayanan publik yang merupakan faktor penting dalam menentukan kualitas pelayanan. Asas pelayanan publik terdiri dari transparansi, akuntabilitas, kondisional, partispatif, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban. (Lampiran Kepmen PAN No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik). 1.
Asas Transparansi, yang berarti bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2.
Asas Akuntabilitas, yang berarti dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.
Asas Kondisional, yang berarti sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
4.
Asas Partsisipasif, yang berarti mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat.
5.
Asas Kesamaan Hak, yang berarti tidak diskriminatif dengan tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.
6.
Asas Keseimbangan Hak dan Kewajiban, yang berarti bahwa pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Sedangkan prinsip pelayanan publik terdiri 10 (sepuluh) elemen, yaitu: 1.
Kesederhanaan, prosedur pelayanan tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2.
Kejelasan, mencakup: a) persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik, b) unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan 13
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, c) rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya. 3.
Kepastian waktu, pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
4.
Akurasi, produk pelayan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5.
Keamanan, proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.
6.
Tanggung jawab, pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelayanan publik.
7.
Kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika.
8.
Kemudahan akses, tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.
9.
Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan, artinya pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10.
Kenyamanan, artinya lingkungan pelayanan harus tertib, teratur disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lainnya.
6.
Paradigma Penilaian Unit Pelayanan Publik Dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010 telah jelas disebutkan ruang lingkup dan pengertian umum yang digunakan dalam melaksanakan penilaian kinerja unit pelayanan publik di lingkungan Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Ruang lingkup penilaian unit pelayanan publik merupakan penilaian terhadap kinerja unit pelayanan publik yang meliputi: visi dan/atau misi serta motto pelayanan; sistem dan prosedur pelayanan; sumber daya manusia (SDM) pelayanan; sarana dan prasarana 14
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
pelayanan. Sementara beberapa pengertian yang umum digunakan adalah: 1.
Pelayanan Publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/ atau pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
2.
Standar Pelayanan adalah tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur.
3.
Standard Operating Procedures (SOP) adalah panduan dalam melaksanakan kegiatan (bisnis proses).
4.
Penyelenggara Pelayanan adalah setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang di bentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
5.
Instansi Pemerintah adalah Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dan Badan Layanan Umum (BLU).
6.
Pembina Teknis Pelayanan adalah instansi yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan pembinaan teknis terhadap unit pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7.
Unit Pelayanan Publik adalah satuan kerja yang secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat.
8.
Kinerja Unit Pelayanan Publik adalah tingkat keberhasilan unit pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
9.
Unit Pelayanan Publik Terbaik adalah unit pelayanan yang telah dinilai dan ditetapkan sebagai unit pelayanan yang mempunyai kinerja terbaik berdasarkan keputusan Tim Penilai.
D.
Pengertian Kualitas/Mutu
1.
Pengertian Kualitas/Mutu Kottler
(1995)
menyebutkan
bahwa
mutu
adalah
jaminan
terbaik
untuk 15
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
mempertahankan kesetiaan pelanggan, dan merupakan kekuatan untuk bertahan dalam menghadapi kompetisi asing dan satu-satunya jalan untuk mendorong pertumbuhan dan penghasilan. Selain itu beliau juga mengartikan mutu sebagai keseluruhan corak dan karakteristik suatu produk atau jasa yang membawa kemampuan untuk mencukupi kebutuhan. Definisi ini berkonotasi kepada pelanggan, produk (barang atau jasa) dikatakan bermutu apabila dapat memuaskan para pelanggan yang mengkonsumsi atau dilayani oleh barang atau jasa tersebut. 2.
Manajemen Mutu/Kualitas Pada mulanya produk ditentukan oleh produsen/penyedia jasa, tetapi pada perkembangan selanjutnya, mutu ditentukan oleh pembeli/pengguna jasa dan produsen/penyedia jasa mengetahui bahwa produk (barang atau jasa) yang diberikan bermutu bagus yang memang layak/dapat dijual, karena produk tersebut dibutuhkan oleh pembeli dan bukan menjual produk yang dapat diproduksi. Untuk mengembangkan mutu/kualitas dapat dilakukan dengan suatu model sederhana yang terdiri dari komponen-komponen berikut: 1.
Tujuan: mutu atau kualitas harus melakukan perbaikan terus menerus, artinya mutu atau kualitas selalu diperbaiki dan disesuaikan dengan perubahan yang menyangkut kebutuhan dan keinginan para pelanggan.
2.
Prinsip: fokus pada pelanggan, perbaikan proses dan keterlibatan total.
3.
Elemen: kepemimpinan, pendidikan dan pelatihan, struktur pendukung, komunikasi, ganjaran dan pengakuan serta pengukuran.
Fokus pada pelanggan berarti mutu berdasarkan pada konsep bahwa setiap orang mempunyai pelanggan, dan bahwa kebutuhan dan harapan pelanggan harus dipenuhi setiap saat (dalam organisasi atau perusahaan secara keseluruhan bermaksud memenuhi kebutuhan pelanggan eksternal/pembeli). Perbaikan proses mengandung konsep perbaikan terus menerus dibentuk berdasarkan pada premisi suatu seri (urutan) langkah-langkah kegiatan yang berkaitan dengan menghasilkan out put seperti produk berupa barang dan jasa. Perhatian secara terus menerus bagi setiap langkah dalam proses kerja sangat penting untuk mengurangi keragaman dari out put dan memperbaiki keandalan. Tujuan pertama perbaikan secara terus menerus ialah proses yang handal, dalam arti bahwa dapat diproduksi seperti yang 16
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
diinginkan setiap saat tanpa variasi yang diminimumkan. Apabila keragaman telah dibuat minimum dan hasilnya belum dapat diterima maka tujuan kedua dari perbaikan proses ialah merancang kembali proses tersebut untuk memproduksi output yang lebih dapat memenuhi kebutuhan pelanggan, agar pelanggan puas. Sedangkan keterlibatan total berarti pendekatan yang dilakukan dimulai dengan kepemimpinan manajemen senior yang aktif dan mencakup usaha yang memanfaatkan bakat semua karyawan dalam suatu organisasi untuk mencapai suatu keunggulan kompetitif (competitive advantage) di pasar yang dimasuki. Karyawan pada semua tingkatan diberi wewenang/kuasa untuk memperbaiki out put melalui kerjasama dalam struktur kerja baru yang luwes (fleksibel) untuk memecahkan persoalan, memperbaiki proses dan memuaskan pelanggan. Pemasok juga dilibatkan dan dari waktu ke waktu menjadi mitra melalui kerjasama dengan para karyawan yang telah diberi wewenang/kuasa yang dapat menguntungkan organisasi/perusahaan. Pada waktu yang sama terjadi keterlibatan pimpinan bekerjasama dengan karyawan yang telah diberi kuasa tersebut (Ilyas, 1998).
E.
Kepuasan Pelanggan
1.
Definisi Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan adalah suatu konsekuensi penting yang berharga. Teori kepuasan pelanggan yang dominan adalah expectancy-disconfirmation model (Woodruff dan Gardial, 1996) di mana kepuasan didasarkan pada perbandingan antara capaian suatu produk dengan suatu standar harapan. Jadi kepuasan didasarkan pada evaluasi perbedaan antara pencapaian dan harapan. Pandangan hampir sama disampaikan oleh Oliver (1997), yang menyatakan bahwa ketidaksamaan antara pengharapan dengan pencapaian adalah salah satu penjelasan definisi kepuasan konsumen atau dengan asumsi dasar bahwa kepuasan atau ketidakpuasan diakibatkan oleh perbandingan harapan dengan capaian nyata. Pendapat lain tentang kepuasan disampaikan oleh Gerson (1993) yang menyebutkan kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui. Sedangkan menurut Kottler (1995), kepuasan pelanggan merupakan tingkat perasaan senang atau kecewa seseorang karena adanya perbandingan antara kesan terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dengan harapan dari orang tersebut. Dengan 17
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
demikian kepuasan pelanggan merupakan fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Menurut Yi (1990) pengertian kepuasan pelanggan masih tidak konsisten apakah kepuasan merupakan suatu proses atau suatu hasil. Definisi kepuasan konsumen yang lebih ditekankan pada suatu proses disampaikan oleh Fornell (1992), Hunt (1977) dan Oliver (1981) sedangkan yang menganut suatu tanggapan dari suatu proses evaluasi disampaikan oleh Halstead, Hartman, dan Schmidt (1994), Howard and Sheth (1969), Oliver (1997), Tse dan Wilton (1988), Westbrook dan Reilly (1983). 2.
Konsep Kepuasan Pelanggan Dalam kehidupan nyata manusia pada dasarnya tidak akan pernah merasa puas. Untuk mengukur kepuasan konsumen tidak dapat digunakan ukuran absolut namun sebagai parameter pengukuran ini dapat digunakan beberapa pandangan literatur yang telah divalidasi. Walaupun literatur-literatur tersebut memiliki perbedaan yang signifikan dalam mendifinisikan kepuasan, secara umum definisi tersebut mengandung bagianbagian yang sama. Ketika di uji secara keseluruhan, terdapat tiga komponen penting yang dapat diidentifikasikan, yaitu: 1.
Kepuasan pelanggan adalah sebuah tanggapan emosional atau kesadaran atau dengan kata lain merupakan ringkasan respon efektif yang intensitasnya bervariasi.
2.
Fokus kepuasan, tertentu disekitar pilihan produk, pembelian dan konsumsi.
3.
Tanggapan terjadi pada suatu waktu tertentu (setelah mengkonsumsi, setelah memilih, yang berdasar pada akumulasi pengalaman) tergantung situasi, namun umumnya terbatas pada durasi.
Jadi kepuasan dapat dirumuskan dari tiga komponen dasar tersebut yaitu: suatu tanggapan tentang fokus yang telah ditentukan pada waktu/situasi tertentu. (Giese dan Cote, 2002). Yoeti (2000), mengkaji terhadap 3 (tiga) kemungkinan kepuasan yang berhubungan dengan performance dan expectation yaitu: 1.
Performance < Expectation Bila hal ini terjadi, maka pelanggan mengatakan bahwa pelayanan yang diberikan jelek, karena harapan pelanggan tidak terpenuhi atau pelayanannya kurang baik, belum memuaskan pelanggan. 18
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
2.
Laporan Akhir
Performance = Expectation Tidak istimewa, pelayanan yang diberikan biasa saja karena belum memuaskan pelanggan.
3.
Performance > Expectation Terjadi bila, pelayanan terhadap pelanggan baik dan memuaskan pelanggan. Kepuasan pelanggan optimal, bila kita selalu memperhatikan apa yang menjadi harapan pelanggan dan berusaha melebihi harapan pelanggan.
Sedangkan Oliver (1997) merumuskan suatu model yang menghubungkan antara kesesuaian harapan dan pencapaian (kondisi aktual yang diterima) seperti yang terlihat pada Gambar berikut.
EXPECTATIONS
CALCULATED DISCONFIRMATION
SUBJECTIVE DISCONFIRMATION
SATISFICATION/ DISSATISFICATION
PERFORMANCE OUTCOMES
Sumber: Oliver, 1997
Gambar 2.
The Expectancy Disconfirmation with Performance Model
Dari Gambar 2 dapat dilihat bahwa antara expectation dan performance yang dihasilkan dihubungkan dengan sebuah kurva, panah bolak-balik tersebut menyiratkan sebuah hubungan antara harapan dan pencapaian. Oliver (1997) mengasumsikan bahwa hubungan ini bervariasi dengan pelayanan yang diselidiki. Sebuah hubungan positif antara harapan dan pencapaian dapat muncul ketika seseorang mendapatkan pencapaian yang lebih (pencapaian sepenuhnya di luar kendali dirinya) dari pada harapannya, dan sebuah hubungan negatif ketika, sebagai contoh karena tingginya harapan tetapi tingkat pencapaian yang diterima menengah sehingga hal ini dihargai rendah. Sesuai atau ketidaksesuaian harapan mempengaruhi apakah puas atau tidak puasnya seseorang terhadap layanan yang diterima akhirnya juga akan mempengaruhi sikap seseorang setelah menerima layanan tersebut. 3.
Nilai Pelanggan Nilai adalah suatu konsekuensi penting dari pencapaian nyata dan telah diuraikan sebagai persepsi pelanggan dari seberapa baik kebutuhannya atau harapannya dapat 19
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
dipenuhi (Goodstein dan Butz, 1998) dan seperti perbedaan antara apa yang dirasakan oleh pembeli ketika mengharapkan manfaat yang diterima (Narver dan Slater, 1990). Slater dan Narver (1994) menyatakan bahwa nilai pelanggan berisi dua dimensi kritis, efisiensi (daya guna) dan efektifitas (tepat guna). Efisiensi berhubungan dengan pengurangan ongkos logistik konsumen sedangkan efektifitas berhubungan dengan terus meningkatnya keuntungan-keuntungan yang dirasakan konsumen yang berkaitan dengan dengan tempat, kepemilikan, waktu, dan kegunaan.
F.
Pelayanan, Kualitas dan Kepuasan Konsumen
Semakin tinggi tingkat kesesuaian antara yang dirasakan dengan yang diharapkan maka akan semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan oleh konsumen, dan sebaliknya apabila semakin rendah tingkat kesesuaian antara yang dirasa dengan yang diharapkan, maka makin rendah pula tingkat kepuasan yang dirasakan oleh konsumen. Menurut Zeithaml et.al. (1990), secara umum terdapat 10 (sepuluh) aspek kualitas layanan yaitu: 1.
Tangible, penampilan fisik peralatan, personalia dan materi komunikasi.
2.
Reliability, kemampuan untuk melaksanakan layanan yang dijanjikan secara bertanggung jawab dan akurat.
3.
Responsiveness, keinginan untuk membantu pengguna dan menyediakan layanan yang cepat.
4.
Competency, penguasaan kemampuan dan pengetahuan yang diperlukan untuk melaksanakan pelayanan.
5.
Courtesy, sopan santun, respek dan bersahabat dari personalia penghubung.
6.
Credibility, dapat dipercaya dan pemurah dari penyedia layanan.
7.
Security, bebas dari bahaya resiko dan keraguan
8.
Access, kemudahan dihubungi dan dedikasi.
9.
Communication, menjaga pengguna selalu diinformasikan dalam bahasa yang mudah dimengerti, dan selalu mau mendengarkan keluhan pengguna.
10.
Understanding the customer, selalu berusaha untuk mengerti pengguna dan kebutuhannya.
20
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Reliability
Laporan Akhir
Responsiveness
Tangible
Competency
Aspects of Services Quality
Access
Courtesy
Credibility
Security Understanding the customer
Communication
Sumber: Zeithaml et.al. (1990),
Gambar 3.
Sepuluh Aspek Kualitas Layanan
Kesepuluh aspek di atas dapat memberikan gambaran kualitas yang diharapkan mampu memuaskan konsumen atau pengguna. Beberapa gap atau kesenjangan yang dapat meyebabkan kegagalan dalam menyampaikan jasa/pelayanan menurut Zeithaml et.al. (1990) adalah: 1.
Gap 1: gap antara harapan konsumen dan harapan manajemen. Adanya perbedaan pendapat antara apa yang dikehendaki konsumen dengan persepsi manajemen tentang kehendak konsumen, antara lain disebabkan oleh kurangnya marketing research, kurangnya interaksi antara manajemen dengan konsumen, serta terlalu banyaknya level of management antara top management dengan pelaksana yang berhubungan langsung dengan konsumen.
2.
Gap 2: gap antara persepi manajemen terhadap harapan konsumen dan standar mutu pelayanan. Adanya perbedaan pendapat antara persepsi manajemen dengan standar mutu pelayanan untuk memenuhi kehendak konsumen, karena kurangnya komitmen manajemen terhadap mutu pelayanan, kurang tepatnya studi kelayakan, dan karena pemakaian standar kualitas yang salah.
3.
Gap 3: gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa. Adanya perbedaan antara standar mutu pelayanan dengan penampilan pelayanan yang berupa jasa pengiriman, disebabkan oleh petugas yang terlibat tidak bisa atau tidak mau menyampaikan pelayanan yang sesuai dengan yang dikehendaki manajemen, kurang cocoknya tenaga kerja dengan pekerjaannya, kurang cocoknya pekerjaan dengan teknologi yang dipakai, serta kurangnya kerjasama team work. 21
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
4.
Laporan Akhir
Gap 4: gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Pelayanan yang disampaikan kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah dijanjikan perusahaan kepada konsumen. Penyebabnya adalah kurangnya komunikasi horisontal antara petugas yang terlibat, misalnya antara marketing dengan human resources.
5.
Gap 5: gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan perbedaan pelayanan yang diterima (terjadi) dengan pelayanan yang dikehendaki konsumen.
Secara skematis, gap/kensenjangan yang menyebabkan kegagalan dalam menyampaikan pelayanan dapat dimodelkan sebagai berikut (lihat Gambar 4.) KOMUNIKASI SECARA LISAN
KEBUTUHAN PRIBADI
PENGALAMAN MASA LALU
PELAYANAN YANG DIHARAPKAN
Gap 5 JASA YANG DIRASAKAN
KOMUNIKASI EKSTERNAL KE KONSUMEN
Gap 1 JASA ANGKUTAN
Gap 3
Gap 4
SPESIFIKASI KUALITAS PELAYANAN Gap 2 PERSEPSI MANAJEMEN TERHADAP HARAPAN KONSUMEN
Sumber: Zeithaml et.al. (1990)
Gambar 4.
Model Konsep Mutu Pelayanan
Hubungan antara tingkat kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen juga akan mempengaruhi image suatu perusahaan dan tingkah laku dari konsumen, hal ini dapat dilihat dari model kepuasan pelanggan berikut (Marciani, 2002):
QUALITY
SATISFACTION
BEHAVIOR
IMAGE
Sumber: Marciani, 2002
Gambar 5.
Customer Satisfaction Model 22
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Secara umum model di atas menunjukkan hubungan sebab akibat antara persepsi kualitas (dalam semua komponennya), kepuasan secara menyeluruh, image yang berhubungan dengan perusahaan dan pola perilaku konsumen yang signifikan. Dimana dengan semakin meningkatnya kualitas selain secara langsung menyebabkan naiknya tingkat kepuasan konsumen juga akan mendongkrak image dari perusahaan tersebut, yang ternyata dengan image tersebut dapat juga mempengaruhi kepuasan konsumen yang akhirnya akan mengubah perilaku konsumen.
G.
Pengembangan Layanan Transportasi
1.
Pendekatan Konsumen dalam Pengembangan Layanan Transportasi Pada tingkatan strategi dalam rangka pengembangan kebijakan transportasi umum, pelayanan transportasi meletakkan kebutuhan konsumen sebagai prioritas utamanya, melalui pendekatan “market-led”. Pendekatan ini secara keseluruhan digunakan untuk mengubah cara pandang pelayanan angkutan umum (services public transport) dari yang semata-mata melalui pendekatan aspek teknis (technically-led) menuju ke aspek batasan konsumen (consumer constraint). Yang yang dimaksud dengan aspek batasan konsumen adalah harapan dan kebutuhan dari pengguna atau masyarakat dan stakeholder. Dalam perkembangannya pendekatan ini selanjutnya diikuti oleh pendekatan teknis, hukum dan kebutuhan finansial dalam rangka pengembangan pelayanan transportasi secara keseluruhan. (Buckinghamshire County Council, 2005)
MARKET RESEARCH AND CONSULTATION
Legal, Financial and Technical Constraints
CUSTOMER CONTACT
POLICY AND STRATEGY DEVELOPMENT
Local and National Political
CUSTOMER FOCUSSED ACTIONS
Sumber: Buckinghamshire County Council, 2005
Gambar 6.
A “Customer Led” Approach 23
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
2.
Laporan Akhir
Standarisasi Pelayanan dan Perbaikan Kualitas Dalam rangka pembinaan pelayanan angkutan kereta api di Indonesia perlu kiranya mengembangkan standar pelayanan sebagai suatu fungsi yang strategis dalam rangka mengantisipasi peranan angkutan kereta api di Indonesia yang makin penting di masamasa mendatang. Secara langsung standarisasi akan memacu peningkatan layanan yang diberikan oleh kereta api. Jadi standarisasi pelayanan sifatnya harus dinamis dalam arti terbuka terhadap perbaikan dan peningkatan yang sifatnya kontinyu dan berkala. Dalam Gambar 7. dapat dilihat hubungan antara standarisaasi pelayanan dengan perbaikan kualitas layanan. FASE IMPLEMENTASI STANDAR: a. SARANA b. PR ASARANA
STANDAR PELAYANAN DAN PERBAIKANNYA
FASE PENGEMBANGAN
M ENDORONG IPTEK
SUPERVISI DAN INSPEKSI S TA N DA R : A . OP E RA S IONA L B . TA RIF
M ENDOR ONG KOM PETISI
MENAMBAH EFISIENSI OPERATOR
KEBUTUHAN STANDAR YANG LEBIH TINGGI
TEKNOLOGI YANG BAIK DAN MURAH
EVALUASI
FASE EVALUASI
MENEKAN BIAYA PENYEDIAAN
Sumber: LPM-UGM, 2000
Gambar 7.
Hubungan Standarisasi Pelayanan dengan Perbaikan Kualitas
Pada gambar tersebut terdapat suatu siklus yang memungkinkan secara terus menerus dilakukan peningkatan dari suatu standar. Standar ini akan memacu berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi (iptek) dan sistem operasi. Iptek akan terus berkembang dengan terciptanya teknik-teknik dan teknologi terobosan baru dalam rangka memenuhi suatu layanan, sehingga layanan tersebut dapat dipenuhi minimal sama dengan standar atau lebih baik dengan harga yang murah. Dalam hal ini, iptek sangat terkait dengan aspek sarana dan pendukungnya. Sistem operasi akan meningkat dengan standarisasi operasi dan tarif. Kualitas pelayanan dan harga penyediaan terkait sangat erat. Di sini kaitan antara sistem operasi, manajemen, pemasaran dan cost recovery sangat berkaitan. Pada sistem operasi, standar akan mendorong kompetisi antar operator agar mampu memperbaiki sistem operasi 24
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
termasuk manajemen dan teknik-teknik operasi menuju sesuatu yang lebih efisien. Dari peningkatan efisiensi dapat diperoleh sistem operasi yang lebih murah untuk suatu layanan dengan standar tertentu. Dari kedua hal tersebut di atas, saling terkait dengan standarisasi prasarana, sarana, operasi dan tarif. Hasil akhirnya adalah makin berkurangnya harga untuk suatu layanan dengan standar tertentu.
Jika ini terjadi, itu pertanda ada kebutuhan untuk suatu
peningkatan standar-standar pelayanan sehingga diperlukan up dating dari skala yang ada. Siklus ini akan berulang sehingga pada akhirnya kualitas layanan akan membaik dan harga yang makin murah. (LPM-UGM, 2000)
H.
Konsep Kualitas Layanan Kereta Api dan Indikatornya
Indikator merupakan sebagai acuan dari sebuah jasa pelayanan. Indikator juga sangat berhubungan erat dengan operasional. Sesuai dengan tujuan pencapaian pelayanan yang baik dengan Efisiensi dan Efektifitas pada cost, maka dapat ditarik hubungan menjadi sebuah model pelayanan. Penilaian terhadap model layanan merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh operator angkutan Kereta Api maupun oleh pemerintah selaku penanggung jawab penyedia jasa angkutan bagi masyarakat menurut pernyataan Fielding (1987). Penetapan dan pengukuran layanan dapat digunakan sebagai bahan bagi penetapan manajemen operasi. Pada dasarnya, penilaian terhadap kualitas layanan angkutan kereta api dapat dilakukan berdasarkan konsep yang terlihat pada gambar konsep dibawah : Masukan Pelayanan Pekerja, modal,bahan bakar
Efisiensi Biaya
Hasil Layanan Kereta - Jam Kereta - km Kapasitas - Km
Efektifitas Biaya
Efektifitas Pelayanan
Tingkat Penggunaan Layanan Jumlah Penumpang Penumpang-km Biaya Operasi
Sumber: Fielding (1987)
Gambar 8.
Konsep Kualitas Layanan Angkutan Kereta Api 25
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Lebih jauh menjelaskan bahwa penilaian yang seimbang dapat dilakukan dengan menggunakan ukuran-ukuran yang mempresentasikan input, output dan konsumsi untuk mengukur tiga dimensi penting dari operasi kereta api, yaitu: Efisiensi, Efektifitas, dan Performansi Keseluruhan. (Fielding, 1987) 1.
Efisiensi menggambarkan seberapa besar faktor-faktor seperti tenaga kerja, peralatan, fasilitas, dan bahan bakar yang digunakan untuk memproduksi output yang ditunjukkan oleh kereta-km atau kereta-jam dari pelayanan operasi.
2.
Efektifitas mengukur tingkat penggunaan atau konsumsi dari output termasuk dampak yang bersifat sosial, seperti mengurangi keterlambatan kereta.
3.
Performansi
keseluruhan
adalah
indikator
yang
digunakan
dengan
mengintegrasikan kedua indikator tersebut. Biaya per penumpang untuk melakukan suatu perjalanan dan rasio antara keuntungan terhadap biaya layanan produksi termasuk ukuran performansi keseluruhan. Menurut Fielding (1987), pemilihan kriteria kinerja operasi harus mempertimbangkan tingkat ketersediaan dan kehandalan dari data yang ada. Statistik keuangan adalah parameter yang paling dapat dipercaya. Parameter berikutnya yaitu statistik penumpang terutama penumpang-km. Pengawasan adalah pertimbangan lain untuk mengevaluasi dampak yang ditimbulkan oleh manajemen lalulintas. Pada akhirnya, fasilitas yang ada dan sistem lingkungan adalah parameter yang tidak dapat diabaikan di dalam mengukur kualitas layanan, terutama untuk jangka pendek. Fielding (1987) juga menyebutkan bahwa parameter yang dapat digunakan untuk mengukur masing masing komponen yang membentuk kinerja operasi dapat di uraikan sebagai berikut: 1.
Service Input: Parameter ini meliputi sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi jasa angkutan, baik diekspresikan dalam nilai uang maupun bukan uang. Beberapa variabel yang relevan, dapat bersifat kuantitatif (operating cost,employee-hours, capital investments, energy utilitazation) atau kualitatif (ketersediaan gerbong yang memenuhi syarat, ketersediaan fasilitas naik turun penumpang).
2.
Service Output: Parameter ini meliputi jasa yang diproduksi oleh operator angkutan, yang diekspresikan dalam non-monetary terms. Beberapa contoh antara lain : vehicle-hours, service reability dan jumlah kecelakaan.
3.
Service Consumption: Parameter ini memperhatikan pengunaan atau konsumsi 26
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
jasa angkutan oleh konsumen yang dapat diekspresikan dalam bentuk monetary atau non-monetary terms. Beberapa angka yang dapat digunakan sebagai indikator antara lain: jumlah penumpang, penumpang-km, dan pendapatan operasi, yang kesemuanya bersifat kuantitatif. Sedangkan variabel yang bersifat kualitatif antara lain: tingkat ketepatan waktu, tingkat kenyamanan penumpang, dan tingkat keamanan penumpang
I.
Perspektif Indikator Penilaian Kinerja Transportasi di Indonesia
Indikator kinerja transportasi merupakan representasi dari kepentingan/interest dari banyak pihak. Sejauh ini indikator yang dikembangkan merupakan akumulasi kepentingan dari pembina transportasi dan sedikit kepentingan dari pemerintah. Hal yang seringkali banyak terlupa adalah bahwa transportasi juga harus merepresentasikan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian misalnya, jalan tidak dibuat untuk kendaraan dan harus mampu memberikan manfaat yang sebesarnya bagi masyarakat. Oleh karena itu perspektif masyarakat terhadap transportasi perlu dikenali dan diukur sebagai indikator untuk mengetahui hasil kebijakan transportasi. “Disjointed incrementalism” merupakan konsep yang dikembangkan karena persepsi masyarakat yang dinamik dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perubahan sosial dan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, kita mengenal kelompok besar yang memiliki perspektif yang berbeda-beda yaitu: 1.
pemerintah, termasuk stakeholders, regulator dan investor, supplier dan pengembang yang menyuarakan kepentingan mereka melalui pemerintah
2.
pembina transportasi atau transport administrator, di Indonesia adalah Direktorat Jenderal Bina Marga, Perhubungan Darat, Perkeretaapian, Laut dan Udara.
3.
pengguna dan pemanfaat transportasi, termasuk adalah operator jasa angkutan dan masyarakat.
J.
Regulasi / Kebijakan Tekait
1.
UU 23/2007 tentang Perkeretapaian, PP 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian; dan PP 72/2009 tentang Lalulintas Angkutan Kereta Api. Pasal 137, menyebutkan bahwa (1) pelayanan angkutan orang harus memenuhi standar pelayanan minimum; (2) standar pelayanan minimum sebagaimana dimaksud pada ayat 27
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
(1) meliputi pelayanan di stasiun keberangkatan, dalam perjalanan dan di stasiun tujuan. Dalam penjelasannya disebutkan juga bahwa yang dimaksud dengan “standar pelayanan
minimum” adalah kondisi pelayanan
yang
harus dipenuhi oleh
penyelenggara sarana perkeretaapian sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah. Pada pasal 172, UU 23/2007 menjelaskan peran serta masyarakat. Pada poin (b), masyarakat dalam kaitannya penyelenggaraan perkeretaapian berhak untuk: mendapat pelayanan penyelenggaraan perkeretaapian sesuai dengan standar pelayanan minimum; Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa UU 23/2007 telah menetapkan aturan yang jelas bahwa standar pelayanan minimum yang merupakan kondisi yang harus dipenuhi oleh penyelenggara sarana perkeretaapian sebagaimana ditetapkan oleh pemerintah, tidak hanya layanan yang diterima oleh pengguna di atas kereta saja (dalam perjalanan) tetapi juga layanan pada stasiun keberangkatan dan tujuan. Sehingga diharapkan standar ini dapat secara menyeluruh menyentuh semua aspek layanan yang dirasakan oleh pengguna selama menggunakan moda kereta api karena standar layanan minimum ini merupakan hak yang harus diterima oleh masyarakat. 2.
UU 37/2008 tentang Ombudsman RI; Fungsi ombudsman seperti disebutkan dalam pasal 6, UU 37/2008 menetapkan bahwa Ombudsman
berfungsi
mengawasi
penyelenggaraan
pelayanan
publik
yang
diselenggarakan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu. Layanan kereta api yang diselenggarakan oleh badan swasta termasuk yang diawasi oleh ombudsman khususnya terkait dengan layanan yang diberikan dan diterima oleh masyarakat. Pada pasal 7, disebutkan juga bahwa Ombudsman juga bertugas untuk menerima laporan atas dugaan mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu ombudsman dalam kaitannya dengan layanan publik juga bertugas untuk melakukan upaya pencegahan mal-administrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. 28
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
3.
Laporan Akhir
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik; Dalam UU 25/2009 tentang pelayanan publik, pasal 1 disebutkan bahwa definisi pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pada pasal 2, disebutkan bahwa maksud dari undang-undang pelayanan publik ini adalah untuk memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Sedangkan pasal 3, menyebutkan bahwa tujuan undang-undang ini adalah: (1) terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik; (2) terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik; (3) terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundangundangan; dan (4) terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pada pasal 4, disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: (1) kepentingan umum; (2) kepastian hukum; (3) kesamaan hak; (4) keseimbangan hak dan kewajiban; (5) keprofesionalan; (6) partisipatif; (7) persamaan perlakuan/tidak diskriminatif; (8) keterbukaan; (9) akuntabilitas; (10) fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan; (11) ketepatan waktu; dan (12) kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
4.
PP 102/2000 tentang Standar Nasional; Pada ketentuan umum, dijelaskan bahwa Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkankonsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Yang menarik dalam PP 102/2000 ini tidak ditemukan adanya istilah standar minimum atau standar pelayanan minimum. Disebutkan juga bahwa salah satu tujuan dari 29
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
standarisasi nasional adalah meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja dan masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup. 5.
PP 56/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Pasal 6: “Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yangmerupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal” Pasal 7: “Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu SPM tertentu, berupa masukan, proses, hasil dan/atau manfaat pelayanan” Pasal 8: “Pelayanan Dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi dan pemerintahan.
K.
Kebijakan Penyelenggaraan Perkeretaapian
1.
Konteks Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. Pemerintah, dalam rangka mewujudkan sarana dan prasarana yang memadai dan maju, sebagaimana dituangkan dalam arah dan kebijakan RPJPN 2005-2025, menyebutkan bahwa: “Pembangunan transportasi diarahkan untuk mendukung kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya serta lingkungan dan dikembangkan melalui pendekatan pengembangan wilayah agar tercapai keseimbangan dan pemerataan pembangunan antardaerah; membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional untuk memantapkan pertahanan dan keamanan nasional; serta membentuk struktur ruang dalam rangka mewujudkan sasaran pembangunan nasional”. Pernyataan di muka membawa pesan penting bahwa pembangunan transportasi, termasuk di dalamnya adalah transportasi kereta api, memiliki peran penting sebagai pendukung pertumbuhan ekonomi dan wilayah. Penyelenggaraan KA diharapkan 30
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
mampu mendukung mobilitas antar daerah antar wilayah dan turut mendukung terwujudnya struktur ruang suatu wilayah. Pelayanan jasa transportasi, salah satunya adalah KA, diharapkan dapat mendorong peningkatan produktivitas penduduk yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraannya. Selanjutnya, pernyataan penting lainnya yang tertuang dalam RPJPN 2005-2025, terkait dengan pembangunan transportasi adalah: “pembangunan transportasi dilaksanakan dengan mengembangkan jaringan pelayanan secara antarmoda dan intramoda; menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan penyelenggaraan transportasi yang memberikan kepastian hukum dan iklim usaha yang kondusif; mendorong seluruh pemangku kepentingan untuk berpartisipasi dalam penyediaan pelayanan; meningkatkan iklim kompetisi secara sehat agar dapat meningkatkan efisiensi dan memberikan alternatif bagi pengguna jasa dengan tetap mempertahankan keberpihakan pemerintah sebagai regulator terhadap pelayanan umum yang terjangkau kepada masyarakat; menyediakan pelayanan angkutan umum masal di daerah perkotaan yang didukung pelayanan pengumpan, yang aman, nyaman, tertib, terjangkau dan ramah lingkungan serta bersinergi dengan kebijakan tata guna lahan; serta meningkatkan budaya berlalu lintas yang tertib dan disiplin.” Uraian di muka membawa pesan penting perlunya mewujudkan keterpaduan layanan transportasi,
terutama
yang
melibatkan
moda
lebih dari satu.
Untuk itu,
penyelenggaraan KA harus mampu mendukung penyelenggaraan transportasi secara terpadu tersebut. Disamping itu, penyelenggaraan transportasi KA dalam rangka mewujudkan pelayanan angkutan umum, hendaknya dapat terjangkau masyarakat dengan kualitas layanan yang merefleksikan aspek keamanan, kenyamanan, ketertiban, keterjangkauan, dan ramah lingkungan. 2.
Arah Kebijakan Pengembangan Perkeretaapian Indonesia Undang-Undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian mendefinisikan kereta api sebagai kegiatan pemindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kereta api. Kereta api adalah sarana perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di jalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Perkeretaapian didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api. Berikut adalah beberapa keunggulan angkutan kereta api dibanding dengan moda lain: 31
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
1.
Berdaya angkut besar dan massal;
2.
Hemat Energi;
3.
Hemat penggunaan lahan;
4.
Mampu menembus jantung kota;
5.
Tingkat keselamatan tinggi;
6.
Ramah Lingkungan;
7.
Adaptif terhadap perkembangan teknologi;
8.
Bebas dari kemacetan; dan
9.
Mampu menjadi pelopor terwujudnya Integrated Transportation System.
UU No. 23 Tahun 2007 menyebutkan bahwa dengan keunggulan dan karakteristik perkeretaapian tersebut, peran perkeretaapian perlu lebih ditingkatkan dalam upaya pengembangan sistem transportasi nasional secara terpadu. Untuk itu, penyelenggaraan perkeretaapian yang dimulai dari pengadaan, pengoperasian, perawatan, dan pengusahaan perlu diatur dengan sebaik-baiknya sehingga dapat terselenggara angkutan kereta api yang menjamin keselamatan, aman, nyaman, cepat, tepat, tertib, efisien, serta terpadu dengan moda transportasi lain. Dengan demikian, terdapat keserasian dan keseimbangan beban antarmoda transportasi yang mampu meningkatkan penyediaan jasa angkutan bagi mobilitas angkutan orang dan barang. Dalam UU disebutkan bahwa sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari sistem transportasi nasional, perkeretaapian diselenggarakan berdasarkan 9 (sembilan) asas, yaitu: 1.
Asas manfaat; Asas manfaat memiliki arti bahwa perkeretaapian harus dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemanusiaan, peningkatan kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, dan pengembangan kehidupan yang berkesinambungan bagi warga Negara.
2.
Asas keadilan; Asas keadilan berarti perkeretaapian harus dapat memberi pelayanan kepada segenap lapisan masyarakat dengan biaya yang terjangkau serta memberi kesempatan berusaha dan perlindungan yang sama kepada semua pihak yang terlibat dalam perkeretaapian.
3.
Asas keseimbangan; Keseimbangan antara sarana dan prasarana dalam dunia perkeretaapian sangat diperhatikan, maksud dari keseimbangan adalaha keseimbangan antara kepentingan pengguna jasa dan penyelenggara, kebutuhan dan ketersediaan, kepentingan individu dan masyarakat, antar daerah dan antar wilayah, serta antara kepentingan nasional dan internasional. 32
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
4.
Laporan Akhir
Asas kepentingan umum; Asas kepentingan umum berarti perkeretaapian harus lebih mengutamakan kepentingan masyarakat luas daripada kepentingan perseorangan atau kelompok dengan memperhatikan keselamatan, keamanan, kenyamanan, dan ketertiban.
5.
Asas keterpaduan; Terpadu berarti tertata dengan baik, maka maksud dari asas keterpaduan berarti perkeretaapian harus merupakan satu kesatuan sistem dan perencanaan yang utuh, terpadu, dan terintegrasi serta saling menunjang, baik antar hierarki tatanan perkeretaapian, intermoda maupun antarmoda transportasi.
6.
Asas kemandirian; Kemandirian berarti mampu menyelenggarakan operasional dengan kemampuan sendiri. Maksud asas kemandirian yaitu penyelenggaraan perkeretaapian harus berlandaskan kepercayaan diri, kemampuan dan potensi produksi dalam negeri, serta sumber daya manusia dengan daya inovasi dan kreativitas yang bersendi pada kedaulatan, martabat, dan kepribadian bangsa.
7.
Asas transportasi; Asas transportasi berarti penyelenggaraan perkeretaapian harus memberi ruang kepada masyarakat luas untuk memperoleh informasi yang benar, jelas, dan jujur sehingga masyarakat mempunyai kesempatan berpartisipasi bagi kemajuan perkeretaapian.
8.
Asas akuntabilitas; Akuntabilitas dalam perkeretaapian memiliki makna bahwa penyelenggaraan perkeretaapian harus didasarkan pada kinerja yang terukur, dapat dievaluasi, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
9.
Asas berkelanjutan; Kereta api diharapkan dapat kontinu dalam berbagai keadaan, sesuai dengan asas berkelanjutan, maka penyelenggaraan perkeretaapian harus dilakukan secara berkesinambungan, berkembang, dan meningkat dengan mengikuti kemajuan teknologi dan menjaga kelestarian lingkungan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat.
3.
Tatanan Bidang Penyelenggaraan Perkeretaapian Dalam Undang-Undang 23/2007 tentang Perkeretaapian, sebagai pengganti UndangUndang 13/1992, menegaskan bahwa penyelenggaraan perkeretaapian nasional dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah. Arah pembinaan bertujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, nyaman, cepat, tepat, tertib, dan teratur, serta efisien dan sasaran pembinaan
ditujukan
untuk
menunjang
pemerataan,
pertumbuhan,
stabilitas,
pendorong, dan penggerak pembangunan nasional. Pembinaan perkeretaapian 33
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
sebagaimana dimaksud meliputi: 1) pengaturan; 2) pengendalian; dan 3) pengawasan. Pembinaan perkeretaapian dilaksanakan secara bertingkat sesuai tatanannya meliputi pembinaan perkeretaapian nasional, pembinaan perkeretaapian provinsi, dan pembinaan perkeretaapian kota/kabupaten. Tabel 1 berikut menguraikan hierarki pembinaan perkeretaapian di Indonesia. Tabel 1. Pembinaan Perkeretaapian Indonesia Tatanan Perkeretaapian Lingkup Pembinaan Nasional
Provinsi
Kota/kabupaten
Penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; Penetapan, pedoman, standar, serta prosedur penyelenggaraan dan pengembangan perkeretaapian; Penetapan kompetensi pejabat yang melaksanakan fungsi di bidang perkeretaapian; Pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada Pemerintah Daerah, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian;
Pengawasan terhadap perwujudan pengembangan sistem perkeretaapian.
Penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian provinsi, dan kabupaten/kota;
Pemberian arahan, bimbingan, pelatihan dan bantuan teknis kepada kabupaten/kota, penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan
Pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian provinsi.
Penetapan arah dan sasaran kebijakan pengembangan perkeretaapian kabupaten/kota; Pemberian arahan, bimbingan, pelatihan, dan bantuan teknis kepada penyelenggara dan pengguna jasa perkeretaapian; dan Pengawasan terhadap penyelenggaraan perkeretaapian kab /kota.
Sumber: UU 23/2007
Penyelenggaraan perkeretaapian menurut fungsinya terdiri atas perkeretaapian umum dan perkeretaapian khusus. Perkeretaapian umum terdiri atas perkeretaapian perkotaan dan perkeretaapian antarkota. Perkeretaapian khusus hanya digunakan secara khusus oleh badan usaha tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut. Penyelenggaraan
perkeretaapian,
seperti
ditunjukkan
pada
Tabel
2
dapat
diklasifikasikan berupa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dan sarana perkeretaapian, penyelenggaraan prasarana perkeretaapian, dan penyelenggaraan sarana perkeretaapian. 34
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Tabel 2.
Laporan Akhir
Penyelenggaraan Perkeretaapian Indonesia
Bidang Penyelenggaraan
Lingkup Kegiatan
Prasarana Perkeretaapian
Pembangunan prasarana yang wajib berpedoman pada ketentuan rencana induk perkeretaapian dan memenuhi persyaratan teknis prasarana perkeretaapian;
Pengoperasian prasarana yang wajib memenuhi standar kelaikan operasi prasarana perkeretaapian;
Perawatan prasarana yang wajib memenuhi standar perawatan prasarana perkeretaapian dan dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian di bidang prasarana perkeretaapian;
Pengusahaan prasarana dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria perkeretaapian.
Pengadaan sarana yang harus memenuhi persyaratan teknis sarana perkeretaapian;
Pengoperasian sarana yang wajib memenuhi standar kelaikan operasi sarana perkeretaapian;
Perawatan sarana yang wajib memenuhi standar perawatan sarana perkeretaapian dan dilakukan oleh tenaga yang memenuhi persyaratan dan kualifikasi keahlian di bidang sarana perkeretaapian;
Pengusahaan sarana yang dilakukan berdasarkan norma, standar, dan kriteria sarana perkeretaapian.
Sarana Perkeretaapian
Sumber: UU 23/2007
4.
Indikator Kinerja Penyelenggaraan Perkeretaapian Nasional Kinerja penyelenggaraan perkeretaapian nasional tidak dapat dilepaskan dari implementasi kebijakan
yang
tertuang dalam Sistem Transportasi Nasional
(SISTRANAS). Kementerian Perhubungan telah menyusun serangkaian indikator berikut parameter dalam penilaian implementasi penyelenggaraan kereta api di Indonesia. Pedoman penilaian indikator kinerja ini diukur bedasarkan indeks kinerja efisien dan efektivitas. 1.
Efektivitas dinilai berdasar: kemudahan masyarakat memperoleh layanan transportasi, termanfaatkannya kapasitas transportasi yang tersedia, mutu dan terjangkaunya pelayanan transportasi sesuai daya beli masyarakat.
2.
Efisiensi mencakup besarnya manfaat dari pelayanan transportasi dibanding dengan investasi yang dikeluarkan pemerintah, dan tingkat pemanfaatan pelayanan transportasi. 35
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Indikator
dan
parameter
penilaian/evaluasi
penyelenggaraan
Laporan Akhir
perkeretaapian
ditunjukkan dalam Tabel 3 berikut: Tabel 3.
Indikator Kinerja Pengoperasian Kereta Api
Indeks Kinerja
Parameter Kinerja
Efektifitas
Kemudahan
Kapasitas Kualitas
Indikator Kinerja
Panjang rel/luas area
Jumlah stasiun per panjang rel
Waktu akses ke stasiun terdekat (rata-rata/ simpang baku)
Penumpang-km tersedia/kapita
Ton-km tersedia/kapita
Tepat Waktu − −
Kereta penumpang Kereta Barang
Kecepatan −
Kecepatan rata-rata kereta penumpang
−
kecepatan rata-rata kereta barang
Keselamatan −
Jumlah kecelakaan penumpang-km
−
Nilai kerugian/juta penumpang-km
−
Jumlah korban meninggal/juta penumpang-km
Keterjangkauan Efisiensi
Beban Publik
Utilisasi
Tarif/penumpang-km
Tarif/ton-km
Subsidi (operasi)/Kapita
Biaya modal tahunan per kapita
Beban lain-lain (polusi per kapita)
Faktor muat penumpang
Faktor muat kendaraan
Sumber: Kementerian Perhubungan (2007)
L.
Studi Terkait Penyelenggaraan Perkeretaapian
1.
Studi Standar Pelayanan Angkutan Kereta Api di Perkotaan Hasil Studi Standar Pelayanan Angkutan Kereta Api di Perkotaan, Kementerian Perhubungan (2004) mendefinisikan kinerja operasi angkutan berdasarkan empat kategori, yaitu: 1.
Performansi Sistem; parameter ini mempresentasikan kinerja sistem secara 36
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
keseluruhan, yang dapat diukur dari berbagai variabel berikut : a.
Frekuensi pelayanan;
b.
Kecepatan operasi (perjalanan) atau
operating speed termasuk waktu
berhenti; c.
Keandalan (reliability) yang dapat diukur dari presentase kelambatan melebihi suatu waktu yang telah ditetapkan;
d.
Keselamatan, diukur dengan jumlah kecelakaan per 1000 KA-km, jumlah penumpang meninggal per 1000 penumpang dan jumlah meninggal per 1 milyar penumpang;
e.
Kapasitas lintas atau line capacity, yang dapat didefinisikan atas kapasitas ruang tersedia atau jumlah penumpang yang diangkut per satuan waktu pada suatu lintasan tertentu;
f.
Productive capacity, yaitu perkalian dari operating speed dan line capacity untuk menggambarkan indeks komposit dari faktor yang mempengaruhi penumpang dan operator;
g.
Productivity, yaitu kuantitas output untuk setiap unit input. Misalnya: penumpang-km per operating cost, atau KA-km per jumlah pegawai;
h.
Utilisasi penggunaan fasilitas, yang dapat dinyatakan misalnya dengan load factor.
2.
Tingkat Pelayanan; adalah ukuran menyeluruh dari karakteristik operasi dan pelayanan yang mempengaruhi penumpang. Faktor–faktor yang dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat pelayanan : a.
Elemen kinerja yang mempengaruhi penumpang, seperti kecepatan operasi, keandalan (reliability) dan keselamatan;
b.
Kualitas pelayanan yang terdiri dari aspek-aspek kualitatif seperti kenyamanan dan kemudahan menggunakan sistem angkutan, kenyamanan berkendaraan, estetik, dan kebersihan.
3.
Dampak Operasi Sistem; Parameter ini mengukur dampak yang dialami oleh masyarakat di sekitar beroperasinya angkutan kereta api. Dampak ini dapat berupa dampak jangka pendek maupun dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek misalnya kebisingan, polusi udara disekitar stasiun dan tercemarnya lingkungan disekitar stasiun. Dampak jangka panjang misalnya perubahan nilai lahan dan peningkatan ekonomi. 37
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
4.
Laporan Akhir
Biaya – biaya; Parameter ini mengukur biaya yang dikeluarkan untuk mendukung operasi angkutan kereta api, yang pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi biaya investasi dan biaya operasi.
2.
Pekerjaan Studi Pengkajian dan Penyempurnaan Standar Operasi, Prasarana dan Sarana dalam Rangka Pelayanan Kereta Api Kelas Ekonomi Secara umum hasil studi Pekerjaan Studi Pengkajian dan Penyempurnaan Standar Operasi, Prasarana dan Sarana dalam Rangka Pelayanan Kereta Api Kelas Ekonomi (2000), menghasilkan beberapa indikator yang digunakan dalam penyusunan standar, yaitu: 1.
2.
Pelayanan Operasi a.
Kecepatan; (Kecepatan operasi dan Kecepatan desain);
b.
Kelambatan;
c.
Frekuensi Pelayanan (KA jarak dekat; KA jarak sedang dan jauh);
d.
Keselamatan (internal dan eksternal).
Efisiensi Operasi a.
Utilisasi armada (load factor);
b.
Ketersediaan Armada (kereta tidak beroperasi dari rangkaian
yang
dijadwalkan dan loko cadangan di stasiun). 3.
Keselamatan dan Keamanan Di Kereta a.
Fasilitas P3K (jumlah yang dilayani dan kotak obat berisi: obat-obatan standar dan obat khusus);
b.
Fasilitas meloloskan diri;
c.
Fasilitas Kedaruratan (rem udara tekan, rem mekanis, dan alat pemadam kebakaran).
4.
Kenyamanan di Kereta a.
Fasilitas tempat duduk;
b.
Fasilitas bagasi;
c.
Penerangan;
d.
Sirkulasi udara (fan, exhaust fan di kereta , exhaust fan di toilet);
e.
Fasilitas Cuci dan Buang air (toilet dan tangki air);
f.
Pintu dan Jendela (Pintu KA jarak dekat - sedang (KRL, MDC, MC dan T)); pintu KA jarak jauh (pintu masuk, pintu penghubung, pintu gang 38
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
saloon, pintu kamar kecil/toilet); dan jendela; g.
Fasilitas Naik Turun Kereta (di atas kereta dan di satasiun);
h.
Sistem Informasi dalam Kereta (nomor kereta luar, nomor kereta dalam, penunjuk arah dan fasilitas, nomor tempat duduk, info perjalanan, info fasilitas kedarurat);
5.
i.
Kebisingan;
j.
Fasilitas makan minum;
k.
Fasilitas pelengkap;
l.
Gerbong bagasi.
Kenyamanan di Stasiun a.
Menunggu kedatangan kereta (calon penumpang dan penjemput);
b.
Pelayanan di loket (memperoleh
karcis
dan
kecepatan
layanan
per
penumpang); c.
Standar ruang dan fasilitas ruang tunggu;
d.
Sistem informasi di stasiun (sistem akses, sistem tiket dan perjalanan, sistem naik turun kereta, informasi visual, informasi audio, sistem pendukung, informasi personal, informasi perjalanan lanjutan, informasi sekitar stasiun dan informasi wisata).
3.
Perencanaan Teknis Pemaduan Pelayanan Transportasi Perkotaan Ada beberapa instrumen yang harus diperhatikan dan menjadi dasar dalam penyusunan pedoman pelayanan transportasi perkotaan (2005). Instrumen-instrumen tersebut merupakan hasil kajian dan intepretasi data hasil analisis regresi, antara lain: 1.
Pengguna moda angkutan umum selama ini belum atau tidak memiliki informasi atau benchmark mengenai faslitas perpindahan moda.
2.
Kondisi sosial ekonomi/tingkat pendapatan sangat mempengaruhi persepsi pengguna terhadap fasilitas perpindahan moda.
3.
Pedoman yang disusun berdasar kepada kelompok pengguna yang paling sensitif terhadap perubahan probabilitas penggunaan fasilitas perpindahan moda.
4.
Pedoman harus mengakomodasi kelompok pengguna yang memiliki keterbatasan fisik dan visual.
5.
Pedoman perlu mengakomodasi dan menyediakan complaint resolution unit (satuan untuk menyelesaikan keluhan penumpang). 39
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
6.
Laporan Akhir
Ada dua kelompok indikator yang menjadi dasar untuk menyusun pedoman teknis, yaitu: kelompok indikator kuantitatif dan kelompok indikator kualitatif. Kelompok indikator kuantatif terdiri dari: indikator waktu dan biaya perpindahan moda. Sedangkan kelompok indikator kualitatif terdiri dari:
indikator
keselamatan, keamanan, kenyamanan dan ketersediaan informasi. 7.
Dalam penyusunan pedoman teknis, kelompok indikator kuantitatif mempunyai nilai tertentu sebagai benchmark yang harus dipenuhi. Sedangkan kelompok indikator kualitatif akan didekati dengan kondisi-kondisi tertentu, yaitu: harus, seharusnya, dapat dan boleh. Kondisi-kondisi tersebut menunjukkan tingkat kepentingan dari masing-masing indikator.
8.
Masing-masing kondisi mempunyai implikasi yang berbeda-beda, seperti terlihat dalam tabel berikut: Tabel 4.
Prioritas Kondisi dalam Penyusunan Pedoman
KONDISI
FAKTOR Fungsi
Quality
Resources
Harus
****
*
****
Seharusnya
***
**
***
Dapat
**
***
**
Boleh
*
****
**
Sumber: Kementerian Perhubungan, 2005
a.
Harus: mempunyai arti, ketersediaan indikator atau turunannya berfungsi secara excellent
(sempurna) mendukung perpindahan moda, dengan
kualitas yang cukup baik dan sumber daya dialokasikan dengan sangat maksimal. b.
Seharusnya: mempunyai arti, ketersediaan indikator atau turunannya berfungsi secara sangat baik mendukung perpindahan moda, dengan kualitas yang baik dan sumber daya dialokasikan dengan maksimal.
c.
Dapat: mempunyai arti, ketersediaan indikator atau turunannya berfungsi secara baik mendukung perpindahan moda, dengan kualitas yang sangat baik dan sumber daya dialokasikan dengan cukup maksimal.
d.
Boleh: mempunyai arti, ketersediaan indikator atau turunannya berfungsi cukup baik mendukung perpindahan moda, dengan kualitas yang excellent (sempurna) dan sumber daya dialokasikan dengan cukup maksimal. 40
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
9.
Laporan Akhir
Dari hasil analisis diperoleh tingkatan indikator keselamatan merupakan indikator yang paling penting dibandingkan dengan indikator lainnya. Artinya semua aspek yang berkaitan dengan keselamatan harus terpenuhi. Kemudian berturut-turut diikuti oleh indikator keamanan, kenyamanan dan informasi, yang masing-masing mempunyai tingkat kepentingan yang berbeda-beda. Secara ringkas konsep pedoman teknis yang disusun mempunyai komposisi tingkat kepentingan seperti terlihat pada Gambar 9. KESELAMATAN
KEAMANAN
KENYAMANAN
KETERSEDIAAN INFORMASI
100 % HARUS
HARUS
HARUS HARUS
SEHARUSNYA
50 %
SEHARUSNYA DAPAT SEHARUSNYA
DAPAT
BOLEH
0%
Sumber: Kementerian Perhubungan, 2005
Gambar 9.
10.
Komposisi Tingkat Kepentingan Masing-masing Indikator Kualitatif
Indikator ketersediaan informasi merupakan isu cross cutting (lintas sektor) dimana standar yang akan digunakan harus sama untuk tiap moda dan tiap tingkatan pengguna.
4.
Kajian Tim Pemantau dan evaluasi Kinerja Transportasi Nasional Kajian yang dilakukan Tim Pemantauan dan Evaluasi Kinerja Transportasi Nasional (TPEKTN) 2008, dalam mengembangkan indikator kinerja dilakukan melalui penapisan dari berbagai sumber literatur maupun pelaksanaan operasional yang dilakukan oleh berbagai sektor. Jawaban Menteri Perhubungan dalam Rapat Kerja DPR Komisi V, tanggal 9 Juli 2007, misalnya telah mengindikasikan berbagai indikator kinerja yang disarankan untuk digunakan meskipun dalam prakteknya, belum menggunakan indikator yang disarankan tersebut. Jawaban tersebut menjelaskan bahwa kinerja transportasi terdiri dari indikator: 1.
Efektifitas: a.
Kemudahan (access)
b.
Termanfaatkannya kapasitas pelayanan (capacity)
c.
Mutu (quality) 41
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
d. 2.
Laporan Akhir
Pelayanan transportasi yang terjangkau (affordability)
Efisiensi: a.
Beban publik (public costs)
b.
Tingkat pemanfaatan (utilization)
Sedangkan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) misalnya, mengusulkan 8 (delapan) indikator yang dapat dipergunakan yaitu: (1) Accessibility and mobility; (2) Safety; (3) Environment; (4) Equity; (5) Community; (6) Programme development; (7) Programme delivery; dan (8) Programme performance. Bank Dunia mengusulkan 9 (sembilan) dimensi kinerja dan dampak yaitu: (1) Access; (2) Affordability; (3) Quality (Technical Dimension); (4) Quality (Perception); (5) Efficiency (Cost); (6) Efficiency (Economic); (7) Fiscal Cost; (8) Financial Autonomy; dan (9) Institutions and Governance; Asian Development Bank (ADB), selama ini tidak melakukan penilaian kinerja sektor melainkan tergantung pada tingkatan analisis: 1.
Country Level: Country Strategy and Program (CSP) membutuhkan Transport Sector Assessment and Roadmap;
2.
Project
Level:
Project
Document
membutuhkan
Project
Performance
Management System and Project Framework.
M.
Gambaran Penyelenggaraan Perkeretaapian di Beberapa Negara
1.
Perbandingan Kapasitas Kereta Api di Beberapa Negara Pertumbuhan penduduk di dunia yang begitu pesat mengakibatkan pertumbuhan sektor transportasi diharapkan juga mampu mengimbanginya. Pemerintah di berbagai Negara harus serius untuk mengatasi permasalahan yang tersebut, dalam hal ini public transportation. Tekanan penduduk terhadap ruang kota menjadi permasalahan yang serius, karena hampir dari setiap penduduk memiliki kendaraaan pribadi, sementara lahan kota tidak bertambah. Perencanaan transportasi massal yang baik mampu untuk mencegah permasalahan tersebut. Dengan menggunakan angkutan massal seperti KA dapat
meminimalisir
dampak pertumbuhan penduduk terhadap permasalahan
transportasi negara tersebut. Berikut ini perbandingan jumlah penumpang-km KA di beberapa negara, yang menunjukkan tingkat efisiensi dan efektifitas dalam 42
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
pengggunaan angkutan massal.
500 391 400
404
370
300 200 100
141 33
38
50
74
64
26
9
0
Penumpang-Km (dalam juta)
Gambar 10. Kapasitas KA Penumpang di Beberapa Negara per Tahun
Dari gambar di muka dapat dilihat India memiliki kapasitas penggunaan KA terbesar, hal ini dikarenakan penduduk Negara India sangat besar pula, sehingga transportasi KA sangat diandalkan. Negara Jepang dengan jumlah penduduk yang lebih kecil, mempunyai kapasitas KA yang juga besar. Hal ini menunjukkan walaupun kapasitas KA India lebih besar daripada Jepang, namun bila dibandingkan dengan jumlah penduduknya, efektifitas dan efisiensi penggunaan KA di Jepang jauh lebih besar dibandingkan dengan India dan negara lainnya. Berikut ini kapasitas KA barang di beberapa negara:
Gambar 11. Kapasitas KA Barang di Beberapa Negara per Tahun
Amerika serikat memiliki kapasitas kereta api barang yang tertinggi, hal ini dikarenakan USA merupakan negara yang luas dengan distribusi barang antar negara bagian yang besar, sehingga peran kereta api dengan kapasitas angkut yang besar menjadi sangat vital. Begitu pula Negara Rusia dan China yang perbandingan luas dengan negara lainnya jauh lebih besar, cenderung lebih mengandalkan kereta api dalam distribusi barang daripada penumpang. 43
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
2.
Laporan Akhir
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Jepang Pertumbuhan penduduk Negara Jepang yang begitu cepat, kurang lebih 22 juta jiwa selama 20 tahun terkonsentrasi pada wilayah Tokyo, Nagoya, dan Osaka. Khusus wilayah Tokyo, pertumbuhan penduduk kota semakin meningkat dalam dua dekade tersebut dari 21% (1965) hingga 25% pada tahun 1985. Hampir separuh jumlah penduduk Jepang saat ini tinggal di Tokyo, Nagoya, dan Osaka. Di KotaTokyo, saat angkutan kereta api tidak memiliki jalur langsung menuju pusat kota (pusat bisnis), penduduk terpaksa melakukan transfer ke layanan angkutan kereta api yang lain untuk mencapai tujuannya. Situasi semacam ini mendorong pemerintah kota untuk melakukan pengembangan kereta api bawah tanah dengan membangun jalur baru pada tahun 1950-an di Tokyo dan Osaka. Dengan keberadaan kereta api bawah tanah ini, sebagian besar jalur tram di Tokyo dinon-aktifkan. Sementara, angkutan bus mengganti trem diwilayah-wilayah yang tidak membutuhkan rapid transit system. Angkutan kereta api monorail tipe yang baru mulai dikembangkan untuk melayani kebutuhan transportasi pada medium capacity transit system. Berikut ini adalah Gambar 12 yang menyajikan pertumbuhan penggunaan moda KA di Jepang. Dapat dilihat bahwa penggunaan KA di Jepang masih fluktuatif namun cenderung stabil. Berbeda dengan Gambar 13 yang menyajikan penggunaan KA barang di Jepang yang mengalami perubahan disetiap tahunnya.
Gambar 12. Penggunaan KA Penumpang di Jepang
44
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Gambar 13. Penggunaan KA Barang di Jepang
Berikut sekilas gambaran tentang layanan angkutan kereta api di Jepang. Bagi pengguna kereta api (traveler), beberapa hal menarik yang ditawarkan adalah: 1.
Jadwal layanan perjalanan; sebagai gambaran untuk kereta api express yang terbatas dilayani setiap setengah jam. Ada jaminan bahwa penumpang tidak perlu merasa khawatir tentang jadwal perjalanan saat kereta api beroperasi diantara pusat-pusat kota.
2.
Ketepatan waktu; lebih dari 99%, kereta api perkotaan (misalnya Shinkansen) tidak pernah mengalami keterlambatan, apabila terlambat lebih dari 30 menit dalam perjalanannya, maka hal ini akan dikonfirmasikan melalui media televisi.
3.
Kepadatan jaringan; hampir semua kota di Jepang terlayani oleh angkutan kereta api. Di Sekitar Kota Tokyo, Osaka, dan Nagoya telah dikembangkan jaringan subway dan banyak jalur kereta api menghubungkan pusat kota dengan wilayah pinggiran kota.
4.
Kecepatan; kecepatan maksimum kereta, misalnya Shinkansen adalah 300 km per jam, dan beberapa kereta api ini melayani perjalanan dengan kecepatan di atas 200 km per jam, lebih cepat dibandingkan angkutan air transit dari Honshu.
5.
Kenyamanan dan keselamatan; selama ini kereta api Shinkansen belum pernah mengalami kecelakaan.
6.
Kebersihan; tidak ada kerusakan maupun hal-hal yang mengurangi penampilan sarana kereta api, seperti coretan-coretan dan kaca yang pecah.
7.
Tarif kereta api; di Jepang termasuk tiket yang termahal di dunia. 45
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
8.
Laporan Akhir
Kekacauan; kemacetan kereta api di Tokyo hampir dapat dikatakan tidak pernah terjadi, meskipun pada jam-jam sibuk (pagi dari pukul 07:30 hingga 09:30,dan malam hari dari 17:00 hingga 24:00). Ada kurang lebih 3.000 hingga 4.000 penumpang dapat tertampung dalam satu kereta api.
3.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Perancis 1.
Awal mula perkembangan Kereta api di Perancis dirintis oleh para teknisi Inggris pada masa revolusi industri. Kondisi yang terjadi pada saat itu tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Jepang. Para teknisi Perancis ketika itu belum memiliki keahlian di bidang perkeretaapian, perencanaan kota, dinamika dan mekanika. Mereka lebih terkonsentrasi di bidang teknologi jalan raya dan perairan. Konsekuensinya, ketika pemerintah melibatkan peran swasta, mereka harus meningkatkan kemampuannya. Pada akhirnya perkembangan teknologi perkeretaapian mulai dikembangkan dan ditingkatkan dalam hal perencanaan dan konstruksi.
Gambar 14. Interior Kereta Perkotaan Perancis
Pada perkembangannya, pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah Perancis adalah membangun kereta api bawah tanah (subway). Namun, pemerintah ketika itu menyadari bahwa subway saja tidaklah cukup untuk menarik masyarakat. Sehingga, pemerintah mengembangkan angkutan kereta api pada umumnya. 2.
Peningkatan sistem perkeretaapian di Perancis: Langkah pertama yang dilakukan Pemerintah Perancis menuju sesuatu yang baru adalah dengan mengintegrasikan rapid transit system pada tahun 1971. Untuk yang pertama kalinya di dunia, dikembangkan sistem angkutan kereta api yang 46
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
otomatis secara keseluruhan, tanpa pengemudi (masinis), dan hal ini dilaksanakan atau dibangun oleh perusahaan Matra Transport International (saat ini bagian dari perusahaan Siemens). Purwarupa pertama dikenalkan pada tahun 1973. Pembangunan di bidang perkeretaapian dilanjutkan dan pada tahun 1999 mulai dikenalkan layanan komersial. 3.
Infrastruktur: Konsep infrastruktur VAL adalah angkutan beroda karet dengan menggunakan guideway secara otomatis dan terintegrasi dari pengguna jalan demi keselamatan. Dari 34 stasiun kereta api, 22 stasiun dibuka pada tahun 1994 yang memiliki koneksi dengan moda angkutan public yang lain seperti: bus, tram, dan sistem angkutan kereta api yang lain. Hingga tahun 2003 VAL telah memiliki 62 stasiun di sepanjang jalur 45 km yang dioperasikan, dan sepanjang 14 km berupa tunnel.
4.
Persinyalan: Untuk mengawasi jalannya operasi kereta api, dilakukan dengan menggunakan layar monitor yang terkontrol secara terpusat dalam sebuah ruang kontrol. Staf mengoperasikan secara penuh program yang akan dijalankan dengan menetapkan frekuesi layanan. Perjalanan kereta api dikendalikan dari ruang kontrol tersebut. Melalui model otomatis penuh, staf ruang kontrol akan menerima sinyal dari setiap kereta api pada layar monitor mereka setiap 2 (dua) detik selama pengoperasian. Setiap pengoperasian memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi, sebagai contoh, saat pengoperasian melebihi jadual yang normal (19 jam per hari), sistem ini dapat diatur sesuai dengan kebutuhan, misalnya untuk menghadapi event atau acara-acara yang bersifat resmi. Stabilitas lalu lintas yang terjadi di pusat kota mendorong pemerintah untuk mengadopsi konsep VAL mengikuti keberhasilan konsep Lille dalam pengalamannya dibidang rapid transit system yang baru yang telah melibatkan pihak mitra yaitu Orly dan Toulese.
4.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Inggris 1.
Awal Perkembangan: Tahun 1982, Pemerintah Inggris mengeluarkan kebijakan untuk menjadi Isle of Dogs sebagai area industri dengan dalam rangka pengembangan fisik, ekonomi, dan sosial. Penyiapan lahan dilakukan untuk jangka waktu pengembangan selama 47
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
10 tahun dalam rangka pembangunan konstruksi dan penyediaan lapangan kerja baru. Untuk itu pemerintah membentuk suatu badan yaitu: The London Docklands
Development
Corporation,
yang
memiliki
peran
utama
mengkorodinasi kegiatan pengembangan wilayah Docklands. Kegiatan awal yang dilakukan adalah penyelenggaraan Docklands Light Railway (DLR). Tahap awal konstruksi dilakukan pada tahun 1984 selama 3 tahun untuk melengkapi dan dibuka secara resmi oleh Ratu Elizabeth II pada tanggal 31 Juli 1987. 2.
Keterlibatan swasta: Perkembangan lebih lanjut tentang kereta api perkotaan DLR ini ditandai dengan masuknya perusahaan swasta. DLR limited adalah sebuah organisasi usaha kecil yang memiliki aset kereta api. Peranan perusahaan ini adalah kegiatan penyelenggaraan pengoperasian rencana perkeretaapian di masa depan untuk mendukung upaya pengembangan kawasan ini sebagai kawasan perdagangan, DLR limited memiliki tanggung jawab membantu melaksanakan regenerasi di Docklands dan peningkatan pembangunan, seperti kegiatan perpanjangan jalur dan penyusunan strategi keselamatan dibidang perkertaapian.
Gambar 15. Kereta Perkotaan di London
3.
Keamanan dan keselamatan penumpang: Keamanan dan keselamatan penumpang merupakan prioritas utama. Untuk itu, disetiap stasiun pemberangkatan selalu terdapat pegawai yang siap melayani penumpang. Pada tiap platform dilengkapi dengan alarm sebagai tanda atau aba 48
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
aba yang terhubung langsung dengan ruang kontrol. Pada setiap stasiun dilengkapi CCTV untuk memantau kondisi selama perjalanan. Tombol penghenti darurat dialokasikan dekat dengan alarm penumpang. Ini merupakan fasilitas bagi penumpang ketika terjadi kondisi yang darurat dan akan menghentikan semua pergerakan kereta di area tersebut. 4.
Persinyalan dan pengendalian: Penggunaan fasilitas yang ada baik dalam armada dikendalikan secara otomatis yang dinamakan dengan Automatic Train Control System (ATC). Otomatisasi dilakukan oleh petugas Control Centre di Poplar dengan bantuan layar monitor yang dikontrol secara permanen. Kereta api yang beroperasi dimonitor secara konstan dari pusat komputer. Kereta api dalam posisi siap jalan akan terhubungkan secara langsung dengan pusat komputer tersebut. Seluruh kereta api disesuaikan dengan Automatic Train Protection (ATP), maksudnya adalah bahwa kereta api yang beroperasi pada daerah amannya dan tidak ada kereta api lain yang dapat memasuki daerah aman tersebut. Kecepatan kereta api tertinggi di atas rel adalah 80 km per jam.
5.
Regulasi di bidang perkeretaapian di Inggris: Dasar peraturan penyelenggaraan kegiatan perkeretaapian di Inggris (Great Britain) adalah The Railway Act 1993 yang ditandatangani bulan November tahun 1993. Di samping itu, uni Eropa telah mengeluarkan suatu regulasi yang mengatur standar keselamatan di bidang perkeretaapian yaitu Safety Regulation and Standards for European Railways yang dikeluarkan tahun 2002.
N.
Layanan Fasilitas Perpindahan Intermoda di Singapura
1.
Kondisi Layanan Transportasi Perkotaan Singapura, salah satu negara di wilayah Asia Tenggara, saat ini memiliki layanan transportasi publik yang menyediakan berbagai jenis moda layanan, antara lain: transportasi cepat massal atau Mass Rapid Transit (MRT) dan LRT berbasis kereta api, bus rapid transit (BRT), dan moda angkutan publik yang lain seperti taksi dan angkutan tradisional. Layanan operasi MRT di Singapura terbagi menjadi: (1) MRT Jalur Lingkar; (2) MRT Jalur Utara-Selatan; (3) MRT Jalur Utara-Timur; (4) MRT Jalur Timur-Barat; dan (5) MRT Jalur regional Timur. 49
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Jumlah stasiun MRT pada masing-masing jalur utama tersebut di atas, sebagai berikut: 1.
Jalur Utara-Selatan sebanyak 22 (duapuluh dua) stasiun dan fasilitas pergantian (interchange) moda sebanyak 8 (delapan) titik.
2.
Jalur Timur-Barat sebanyak 29 (duapuluh sembilan)stasiun dan fasilitas pergantian moda sebanyak 10 (sepuluh) titik.
3.
Jalur Utara-Timur sebanyak 16 (enambelas) stasiun dan fasilitas pergantian moda sebanyak 9 (sembilan) titik.
4.
Jalur Lingkar sebanyak 29 (duapuluh sembilan) stasiun dan fasilitas pergantian moda sebanyak 10 (sepuluh) titik.
5.
Jalur Regional Timur sebanyak 17 (tujuh belas) stasiun dan fasilitas pergantian moda sebanyak 5 (lima) titik.
Selain layanan angkutan massal MRT, terdapat 3 jenis layanan angkutan umum berupa bis perkotaan, yaitu: (1) SBS Transit Trunk Services; (2) SBS Transit Feeder Services; dan (3) SMRT Buses Trunk Services. Layanan perpindahan antarmoda pada angkutan umum perkotaan pada umumnya merupakan fasilitas interchange moda perjalanan dari MRT ke BRT (bus perkotaan) ataupun sebaliknya. Fasilitas interchange yang tersebar di seluruh wilayah Singapura sangat membantu para pengguna angkutan umum dalam melakukan perjalanan dengan lancar tanpa hambatan. Dalam konteks ini, transportasi yang nir-hambatan menjadi prinsip penting dalam penyediaan layanan angkutan publik. 2.
Keberadaan Fasilitas Perpindahan Intermoda Keberadaan fasilitas perpindahan intermoda sangat berarti bagi mobilitas penduduk Kota Singapura. Beragam fasilitas perpindahan intermoda yang disediakan antara lain berupa shelter dan fasilitas transit. 1.
Fasilitas Shelter. Shelter atau yang biasa disebut dengan halte, pada umumnya difungsikan sebagai fasilitas untuk menunggu kendaraan angkutan umum bagi warga Kota Singapura. Keberadaan shelter atau halte ini pada umumnya dekat dengan permukiman penduduk dan fasilitas-fasilitas umum, seperti pusat pertokoan, taman kota, tempat parkir umum (public car park) dan fasilitas sosial yang lain. Aktivitas perpindahan pergerakan yang terjadi pada shelter umumnya adalah aktivitas berjalan kaki (pedestrian) atau menggunakan kendaraan non-bermotor (sepeda) untuk berganti menggunakan moda angkutan umum. 50
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Untuk memberikan kemudahan akses masyarakat terhadap layanan angkutan umum, pemerintah Singapura melalui Land Transport Autorithy (LTA, Singapore) sebagai pihak regulator dan penyelenggara layanan angkutan umum, menyediakan fasilitas berupa sistem informasi perjalanan yang berisikan jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum.
Gambar 16.
Shelter Sebagai Fasilitas Pendukung Transportasi Publik
Selain papan informasi elektronik, terdapat fasilitas sistem informasi pendukung perjalanan yang lain seperti rute perjalanan BRT, jalur bus yang melintasi shelter bersangkutan, peta perjalanan, dan informasi tempat-tempat transit yang dilalui, misalnya lokasi MRT. Dengan adanya informasi ini, pengguna sangat terbantukan dalam mendapatkan layanan angkutan umum secara mudah dan nyaman
Gambar 17.
Papan Informasi Perjalanan Transportasi Publik
Kondisi sistem informasi jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum (BRT) yang disediakan berupa papan informasi elektronik. Informasi yang 51
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
diberikan berupa: (1) rute bus (BRT) yang melintasi shelter; (2) waktu kedatangan bis; (3) waktu kedatangan bis selanjutnya; (4) informasi keberadaan fasilitas bagi pengguna yang memiliki kelemahan fisik (orang tua, ibu hamil, penyandang cacat). Bagi masyarakat luar Kota Singapura (warga pendatang), sistem informasi berupa peta kota sangat bermanfaat untuk memberikan kemudahan bagi mereka dalam melakukan perjalanan. Hampir di setiap fasilitas pendukung transportasi publik, tersedia informasi peta kota yang dapat digunakan sebagai pemandu perjalanan seseorang, khususnya warga asing/pendatang. 2.
Fasilitas Transit Transportasi massal (MRT) berupa moda kereta api perkotaan memiliki peran yang sangat penting bagi mobilitas penduduk Kota Singapura. Keberadaan MRT dapat dijadikan sebagai icon kegiatan transportasi warga kotanya. MRT yang terintegrasi dengan fasilitas umum seperti fasilitas komersil (pertokoan) memberikan kemudahan bagi warga untuk mengakses pusat-pusat aktivitas perdagangan/ komersil di Singapura secara efisien.
Gambar 18. Transportasi Massal di Singapura (MRT)
Fasilitas pendukung yang disediakan pihak penyelenggara MRT tidak hanya disediakan di dalam ruang transit, namun juga disediakan dalam sarana kereta apinya. Beberapa fasilitas pendukung tersebut pada umumnya berupa informasiinformasi penting untuk membantu masyarakat dalam melakukan perjalanan, misalnya: papan informasi (peta) rute perjalanan, informasi fasilitas perpindahan
52
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
antarmoda dengan moda lain seperti BRT, sistem informasi keselamatan penumpang, dan lain sebagainya.
Gambar 19. Sistem Informasi Perjalanan MRT dalam Ruang Transit
Gambar 20. Sistem Informasi Perjalanan MRT dalam Gerbong Penumpang
Selain itu, terdapat pula informasi penggunaan fasilitas transit berupa papan informasi yang bersifat pemberitahuan kepada masyarakat, misalnya: larangan bagi masyarakat untuk merokok, membuang sampah, dan membawa makanan dalam ruang transit.
Gambar 21. Informasi Larangan Bagi Pengguna MRT
53
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
3.
Laporan Akhir
Fasilitas Perpindahan AntarModa di Bandara Changi, Singapore Fasilitas perpindahan antarmoda yang lain dapat ditunjukkan seperti pada fasilitas perpindahan antara moda pribadi dan kendaraan umum dengan moda udara, seperti yag berlangsung di bandara Changi, Singapore. Secara fisik, tidak terdapat fasilitas khusus yang disediakan untuk calon penumpang di bandara Changi. Bentuk fasilitas perpindahan antarmoda hanya berupa area yang terdapat di pintu keberangkatan pada masing-masing terminal keberangkatan di bandara Changi. Calon penumpang pesawat baik yang menggunakan kendaraan pribadi (roda empat) maupun taksi langsung turun pada titik penurunan penumpang (area di depan pintu masuk terminal) sebelum menuju ruang check-in. Kondisi sebaliknya juga berlaku di bandara Changi, ketika seorang penumpang pesawat udara hendak melanjutkan perjalanannya ke Kota Singapura dengan menggunakan moda jalan, akan dilayani oleh angkutan umum, seperti taksi, bus, kereta shuttle (LRT), MRT, atau menggunakan kendaraan pribadi. Fasilitas perpindahan penumpang yang hendak menggunakan taksi, dilayani pada area khusus penjemputan taksi. Demikian pula jika menggunakan fasilitas transportasi umum yang lain, misalnya menggunakan MRT, penumpang akan disediakan fasilitas berpindah ke MRT untuk selanjutnya menuju ke tujuan berikutnya ke pusat kota.
Gambar 22. Fasilitas Perpindahan Antarmoda Pribadi dan Kendaraan Umum dengan Moda Udara di Bandara Changi, Singapura
3.
Resume Perpindahan antarmoda yang terjadi dalam sistem transportasi publik perkotaan di Kota 54
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Singapura berjalan sangat efektif dan efisien. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari pengamatan di lapangan antara lain: 1.
Integrasi layanan antarmoda memerlukan dukungan sistem informasi untuk mendukung perjalanan dari moda yang satu ke moda lanjutan atau berikutnya agar perjalanannya berlangsung lancar (efektif dan efisien);
2.
Integrasi fasilitas transportasi publik ke dalam sistem tata ruang kota membawa dampak terwujudnya efisiensi perjalanan yang pada gilirannya membawa pengaruh pada transport cost yang lebih efisien;
3.
Sistem layanan terpadu antarmoda perjalanan dengan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam layanan tiket angkutan umum, misalnya dalam bentuk smartcard, membawa pengaruh siginifikan dalam kelancaran bermobilitas disamping kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi perjalanan menggunakan angkutan publik.
Fasilitas pendukung perjalanan antarmoda
Moda-A
Moda-B
Untuk mendukung aspek:
Ketepatan waktu Keselamatan dlm perjalanan Kepastian mendapatkan moda lanjutan
Gambar 23. Konsep Integrasi Antarmoda
55
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 2 ............................................................................................................................................... 6 TINJAUAN PUSTAKA/LITERATUR .............................................................................................. 6 A.
Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Transportasi di Indonesia ........................................................ 6
1.
Safety and Security .................................................................................................................... 7
2.
Efficiency ................................................................................................................................... 7
3.
Equity ........................................................................................................................................ 7
B.
Definisi Standar ......................................................................................................................... 8
C.
Pelayanan dan Layanan Publik ................................................................................................... 9
1.
Pengertian Pelayanan ................................................................................................................ 9
2.
Pentingnya Pelayanan................................................................................................................ 9
3.
Karakteristik, Jenis dan Tingkat Pelayanan ............................................................................... 11
4.
Pelayanan Publik...................................................................................................................... 12
5.
Asas dan Prinsip Pelayanan Publik............................................................................................ 13
6.
Paradigma Penilaian Unit Pelayanan Publik .......................................................................... 14
D.
Pengertian Kualitas/Mutu ........................................................................................................ 15
1.
Pengertian Kualitas/Mutu ........................................................................................................ 15
2.
Manajemen Mutu/Kualitas ...................................................................................................... 16
E.
Kepuasan Pelanggan ................................................................................................................ 17
1.
Definisi Kepuasan Pelanggan.................................................................................................... 17
2.
Konsep Kepuasan Pelanggan.................................................................................................... 18
3.
Nilai Pelanggan ........................................................................................................................ 19
F.
Pelayanan, Kualitas dan Kepuasan Konsumen ......................................................................... 20
G.
Pengembangan Layanan Transportasi ...................................................................................... 23
1.
Pendekatan Konsumen dalam Pengembangan Layanan Transportasi ....................................... 23
2.
Standarisasi Pelayanan dan Perbaikan Kualitas ........................................................................ 24
H.
Konsep Kualitas Layanan Kereta Api dan Indikatornya.............................................................. 25
I.
Perspektif Indikator Penilaian Kinerja Transportasi di Indonesia............................................... 27
J.
Regulasi / Kebijakan Tekait ...................................................................................................... 27
1. UU 23/2007 tentang Perkeretapaian, PP 56/2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian; dan PP 72/2009 tentang Lalulintas Angkutan Kereta Api. ....................................................................... 27 2.
UU 37/2008 tentang Ombudsman RI; ...................................................................................... 28
3.
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik; .................................................................................... 29
4.
PP 102/2000 tentang Standar Nasional; ................................................................................... 29
5.
PP 56/2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. ......... 30
K.
Kebijakan Penyelenggaraan Perkeretaapian............................................................................. 30
1.
Konteks Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025. ................................................... 30
2.
Arah Kebijakan Pengembangan Perkeretaapian Indonesia ....................................................... 31
3.
Tatanan Bidang Penyelenggaraan Perkeretaapian.................................................................... 33 1
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
4.
Indikator Kinerja Penyelenggaraan Perkeretaapian Nasional.................................................... 35
L.
Studi Terkait Penyelenggaraan Perkeretaapian ........................................................................ 36
1.
Studi Standar Pelayanan Angkutan Kereta Api di Perkotaan ..................................................... 36
2. Pekerjaan Studi Pengkajian dan Penyempurnaan Standar Operasi, Prasarana dan Sarana dalam Rangka Pelayanan Kereta Api Kelas Ekonomi ................................................................................... 38 3.
Perencanaan Teknis Pemaduan Pelayanan Transportasi Perkotaan.......................................... 39
4.
Kajian Tim Pemantau dan evaluasi Kinerja Transportasi Nasional ............................................. 41
M.
Gambaran Penyelenggaraan Perkeretaapian di Beberapa Negara ........................................ 42
1.
Perbandingan Kapasitas Kereta Api di Beberapa Negara .......................................................... 42
2.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Jepang .......................................................................... 44
3.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Perancis........................................................................ 46
4.
Penyelenggaraan Kereta Perkotaan di Inggris .......................................................................... 47
N.
Layanan Fasilitas Perpindahan Intermoda di Singapura ............................................................ 49
1.
Kondisi Layanan Transportasi Perkotaan .............................................................................. 49
2.
Keberadaan Fasilitas Perpindahan Intermoda ...................................................................... 50
3.
Resume................................................................................................................................ 54
Gambar 1. Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Transportasi ............................................................. 6 Gambar 2. The Expectancy Disconfirmation with Performance Model ....................................... 19 Gambar 3. Sepuluh Aspek Kualitas Layanan.............................................................................. 21 Gambar 4. Model Konsep Mutu Pelayanan ................................................................................ 22 Gambar 5. Customer Satisfaction Model .................................................................................... 22 Gambar 6. A “Customer Led” Approach.................................................................................... 23 Gambar 7. Hubungan Standarisasi Pelayanan dengan Perbaikan Kualitas ................................... 24 Gambar 8. Konsep Kualitas Layanan Angkutan Kereta Api ....................................................... 25 Tabel 1. Pembinaan Perkeretaapian Indonesia ............................................................................ 34 Tabel 2. Penyelenggaraan Perkeretaapian Indonesia ................................................................... 35 Tabel 3. Indikator Kinerja Pengoperasian Kereta Api ................................................................. 36 Tabel 4. Prioritas Kondisi dalam Penyusunan Pedoman.............................................................. 40 Gambar 9. Komposisi Tingkat Kepentingan Masing-masing Indikator Kualitatif........................ 41 Gambar 10. Kapasitas KA Penumpang di Beberapa Negara per Tahun ........................................ 43 Gambar 11. Kapasitas KA Barang di Beberapa Negara per Tahun................................................ 43 Gambar 12. Penggunaan KA Penumpang di Jepang ..................................................................... 44 Gambar 13. Penggunaan KA Barang di Jepang ............................................................................ 45 Gambar 14. Interior Kereta Perkotaan Perancis ............................................................................ 46 Gambar 15. Kereta Perkotaan di London ..................................................................................... 48 Gambar 16. Shelter Sebagai Fasilitas Pendukung Transportasi Publik .......................................... 51 Gambar 17. Papan Informasi Perjalanan Transportasi Publik ....................................................... 51 Gambar 18. Transportasi Massal di Singapura (MRT).................................................................. 52 Gambar 19. Sistem Informasi Perjalanan MRT dalam Ruang Transit ........................................... 53 Gambar 20. Sistem Informasi Perjalanan MRT dalam Gerbong Penumpang................................. 53 Gambar 21. Informasi Larangan Bagi Pengguna MRT ................................................................. 53 Gambar 22. Fasilitas Perpindahan Antarmoda Pribadi dan Kendaraan Umum dengan Moda Udara di Bandara Changi, Singapura.......................................................................................................... 54 Gambar 23. Konsep Integrasi Antarmoda..................................................................................... 55 2
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
3
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
A.
Umum
Memperhatikan judul kajian, yaitu: Studi Penyusunan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Transportasi Kereta Api, konsultan memahami bahwa studi ini akan terfokus pada penyusunan standar layanan yang harus diberikan oleh penyelenggara kereta api dalam menjalankan tugasnya melayani pengguna moda kereta api. Ada beberapa hal yang menjadi catatan awal terhadap kajian ini: 1.
Standar layanan yang digunakan adalah minimal; minimal disini tidak diartikan sebagai batas aman yang harus dipenuhi oleh penyelenggara perkeretaapian dalam memberikan layanan, atau dengan kata lain apabila layanan minimal ini sudah berhasil diberikan maka sudah gugur kewajiban penyelenggara perkeretaapian. Untuk itu “minimal” hanya sebagai suatu batas yang digunakan untuk lebih memacu penyelenggara perkeretaapian dalam memberikan layanan yang lebih baik karena penilaian layanan tidak dibandingkan dengan SPM tetapi dengan harapan masyarakat dan jenis layanan yang diberikan oleh moda lain.
2.
Konsultan memahami bahwa sesuai dengan apa yang di sebutkan dalam pasal 37 UU 22/ 2007 yang dimaksud dengan standar pelayanan minimum adalah kondisi pelayanan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara sarana dan prasarana perkeretaapian sebagaimana ditetapkan oleh Pemerintah. Kalimat terakhir yang menyebutkan ditetapkan oleh pemerintah tidak diartikan sempit bahwa standar ini hanya berdasarkan pada penilaian atau indikator yang disusun oleh pemerintah saja tetapi sebagai sebuah aturan, hasil dari SPM ini akan ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan dasar dalam penyusunan SPM-nya sendiri bisa didasarkan pada banyak hal antara lain: a) menggunakan basis “kelayakan dan kewajaran” dari suatu layanan transportasi khususnya perkeretaapian, b) mempertimbangkan
aturan
main
dari
penyelenggara
perkeretaapian,
c)
kemampuan pelaksana layanan perkeretaapian, dan d) (yang terpenting) persepsi dan harapan dari masyarakat yang mewakili pengguna dan calon pengguna. Selain itu pengalaman dari negara lain khususnya yang mempunyai layanan 56
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
perkeretaapian yang jauh lebih baik dapat dijadikan acuan atau best practise dalam menyusun standar ini. 3.
SPM sebagai sebuah standar harusnya tidak berhenti atau menjadi aturan yang sifatnya statis, tetapi harus menjadi alat/tools yang sifatnya dinamis, artinya standar yang telah ditetapkan harus mampu berubah secara terus menerus ke arah yang lebih baik berdasar pada berjalannya waktu, meningkatnya jumlah perjalanan dan semakin tingginya ketergantungan masyarakat pada moda kereta api untuk melakukan perjalanan.
STANDAR IDEAL
Rp. x
STANDAR WTP” STANDAR MIN
Rp. fee
Rp. Hasil WTP”
MIN
Rp. x
STANDAR WTP’
Y’’ = operator bisa menjalankan tanpa subsidi
Rp. fee
Y’ = Subsidi Rp. Hasil WTP’
Gambar 24. Konsep Penetapan Standar
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa, ada 3 (tiga) macam jenis standar, yaitu: a.
Standar Ideal adalah standar yang paling maksimal dapat diberikan tanpa memperhatikan batasan pembiayaan.
b.
Standar Minimal adalah standar yang disusun berdasarkan harapan dari masyarakat dan dengan memperhatikan standar kompetitor moda lain.
c.
Standar Willingness to Pay (WTP) adalah standar yang disusun berdasarkan kemampuan membayar pengguna (masyarakat)
Apabila hasil dari WTP berada di bawah minimal pembiayaan standar, maka yang akan ditetapkan sebagai standar adalah standar yang disusun oleh minimal pembiayaan standar tersebut atau disebut Standar Minimal. Selisih antara WTP dengan minimal pembiayaan standar harus disubsidi oleh pemerintah. 57
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Apabila hasil dari WTP berada di atas minimal pembiayaan standar, maka yang akan ditetapkan sebagai standar adalah standar yang disusun berdasarkan WTP atau disebut dalam gambar sebagai Standar WTP. Pada kondisi ini operator dapat memberikan standar layanan yang ditetapkan tanpa subsidi dari pemerintah. 4.
Penggal kata ...”Transportasi Kereta Api” dalam judul kajian, membawa implikasi bahwa SPM yang akan disusun harus mampu digunakan oleh semua jenis layanan kereta api di Indonesia dan ini sangat luas sekali, kalau tidak diberikan batasan. Untuk itu sesuai dengan apa yang dijabarkan pada pasal 5 ayat 2, UU 22/2007 tentang Perkeretaapian, maka batasan dari transportasi kereta api adalah: a) perkeretaapian perkotaan dan b) perkeretaapian antar kota, sehingga batas kajian dari studi ini adalah SPM untuk kereta api perkotaan dan kereta api antarkota, bukan kereta api khusus. Selain itu untuk memastikan bahwa layanan kereta api ini dapat menjangkau wilayah yang lebih luas maka perlu juga dikaji standar layanan yang menghubungkan kereta api dengan moda yang lainnya (intermoda). OBYEK KAJIAN
Kereta api antar kota
Kereta api perkotaan
Intermoda (Kereta api dengan moda lain)
Gambar 25. Obyek Kajian Penyusunan Standar SPM
Pelayanan kereta api dapat divariasikan menjadi kelas-kelas layanan yang dibedakan
berdasarkan
fasilitas
yang
diterima,
tetapi
dengan
tingkat
pelayanannya sama. Misalnya KA layanan Yogyakarta – Jakarta dalam satu rangkaian terdapat kelas layanan I, II dan III. Kelas-kelas layanan tersebut mempunyai tingkat layanan dasar yang sama tetapi mempunyai fasilitas pendukung yang berbeda. Layanan dasar yang dimaksud adalah keselamatan, keamanan, frekuensi dan waktu tempuh (kecepatan). Sedangkan fasilitas pendukung misalnya adalah kursi yang lebih lebar, bagasi lebih luas dan fasilitas hiburan yang lebih lengkap untuk kelas I dibandingkan kelas II dan III.
58
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
KELAS I
KELAS II
Laporan Akhir
KELAS III
Gambar 26. Layanan Kelas dalam Satu Rangkaian Kereta Api
5.
Kata standar selalu berkonotasi sesuatu yang bisa diukur, untuk itu dalam penyusunan SPM kereta api ini, selain fokus pada penyusunan standar juga akan memperhatikan secara detil terhadap indikator-indikator yang akan digunakan sebagai bagian dalam penyusunan standar. Tidak semua indikator dapat digunakan sebagai penyusun standar, tetapi akan dipilih dan dipilah indikatorindikator yang bersifat: (1) Specific, (2) Measurable, (3) Attainable, (4) Realistic, dan (5) Timely, atau secara keseluruhan sering disebut sebagai SMART.
6.
Selain kelima sifat dasar di atas, indikator kinerja transportasi perkeretaapian yang akan disusun juga harus bersifat self explanatory, atau mampu menjelaskan diri sendiri. Faktor-faktor yang akan dijadikan dasar dalam penetapan indikator kinerja penyelenggaraan transportasi perkeretaapian harus bersifat terukur dan dapat diperbandingkan. Selain itu sebagai syarat keberlanjutan dan keterbukaan maka faktor tersebut juga harus dinamis dan adaptif, dalam artian selalu dituntut untuk diperbaharui dalam rangka penyempurnaan dan lebih dapat diterima disemua kondisi.
B.
Kerangka Pikir
Secara umum kebutuhan penyusunan SPM ini diperlukan karena selama ini diidentifikasikan bahwa penyelenggaraan transportasi perkeretaapian berjalan dengan tidak optimal. Proses monitoring dan evaluasi sebagai kegiatan yang diharapkan mampu menjadi kontrol penyelenggaraan perkeretaapian tidak berjalan dengan baik. Hal ini dapat diindikasikan dari tidak maksimalnya perbaikan kinerja perkeretaapian. Hasil dari monitoring dan evaluasi seharusnya mampu memberikan data dan informasi yang valid dan jelas, tentang apa-apa yang menjadi permasalahan dalam penyelenggaraan perkeretaapian di Indonesia. Dari permasalahan tersebut, selanjutnya akan dicari solusi alternatif yang paling efektif dan efisien. Kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus berkesinambungan, sehingga layanan perkeretaapian juga terus meningkat dengan kata lain standar juga akan bergerak dinamis menuju yang lebih baik. 59
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Permasalahan utama dari penyusunan SPM kereta api adalah belum adanya dukungan data dan informasi yang valid, yang mampu memberikan gambaran nyata terhadap kinerja transportasi perkeretaapian di Indonesia pada saat ini dan apakah kinerja layanan ini direspon positif oleh para pengguna perkeretaapian. Seringkali indikator yang digunakan dalam penyusunan SPM lebih bersifat output atau hanya dapat digunakan untuk menilai atau membandingkan antara keluaran dengan modal, belum menyentuh aspek outcome apalagi impact. Padahal, yang utama dari SPM adalah bagaimana standar-standar yang nantinya disusun dan ditetapkan mampu menjawab kebutuhan dari masyarakat (outcome) atau yang lebih besar lagi kebutuhan bangsa dan negara (impact). Selain itu beberapa indikator yang digunakan untuk menetapkan standar, belum mampu menjelaskan secara kuantitatif, dan lebih banyak bersifat abstrak sehingga sangat sulit untuk diperbandingkan. Dalam konteks kebutuhan studi, kajian ini merupakan langkah kuratif dan preventif yang harus segera dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan masyarakat terhadap layanan kereta api yang semakin baik dan kepentingan bangsa dan negara terkait dengan perbaikan tingkat perekonomian nasional dan keberhasilan pembangunan nasional. Selain itu dari aspek legal, kebutuhan SPM ini sudah juga diamanatkan dalam UU 23/2007 tentang Perkeretaapian. Keluaran dari studi ini berwujud sebuah SPM dengan indikator dan parameter penyelenggaraan transportasi perkeretaapian dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan perkeretaapian dan selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar dalam menetapkan langkah strategis peningkatan kinerja perkeretaapian di masa yang akan datang.
C.
Alur Penelitian
Alur penelitian ini disusun berdasarkan hal-hal yang telah diungkapkan sebelumnya dan merupakan cara berpikir secara sistematis menuju hasil akhir yang diinginkan dalam penelitian ini. Diawali adanya permasalahan yaitu belum adanya standar pelayanan angkutan kereta api di Indonesia, ditandai dengan operasional kereta api yang tidak efektif dan efisien. Skenario ke depan adalah bagaimana membuat standar pelayanan angkutan kereta api yang sesuai dengan keinginan pemakai, menurut kaidah pembina dan optimal bagi penyedia jasanya. Langkah selanjutnya adalah mengkaji peraturan perundangan yang berlaku dan melakukan studi literatur mengenai customer satisfaction, public transports services dan quality. Dari kajian tersebut selanjutnya diidentifikasi atribut-atribut layanan angkutan umum yang mempengaruhi kepuasan pengguna. 60
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Masalah Perumusan Masalah : belum adanya standar pelayanan minimal layanan kereta api di Indonesia. tidak optimalnya pelayanan angkutan kereta api di Indonesia tidak singkron antara keinginan pengguna dan penyedia jasa angkutan kereta api
Studi Literatur
Peraturan Perundangan UU 23/2007: perkeretaapian; UU 37/2008: Ombudsman RI; UU 25/2009: Pelayanan Publik; PP 102/ 2000: Standar Nasional; PP 56/2009: Penyelenggaraan Perkeretaapian; PP 72/2009: Lalu Lintas dan Angkutan KA; PP 56/2005: pedoman penyusunan dan penerapan SPM
Consumer Satisfaction Public Transports Services Quality Services Best Practise
Penentuan Atribut Pelayanan Transportasi yang Mempengaruhi Kepuasan Konsumen
SURVEI I: INDEPTH INTERVIEW DAN WAWANCARA PENGGUNA Klarifikasi dengan Expert KA
OKE
Klarifikasi dengan Pengguna KA
Penetapan Indikator yang Mempengaruhi Kepuasan Pengguna Penyusunan dan Pengembangan Formulir Survei Stated Preference
Literatur Lain yang Mendukung
SURVEI II Ujicoba Kuisioner dan Metode survei Evaluasi dan perbaikan Kuisioner dan Metode Survei Pelaksanaan Survei Stated Preference
Analisis dan Pembahasan hasil survei Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Kereta Api di Indonesia
Kesimpulan
Gambar 27. Alur Penelitian 61
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Atribut-atribut yang telah diidentifikasi kemudian dikaji kembali dengan melakukan klarifikasi kepada ahli kereta api (indepth interview) dan pengguna kereta api (survei wawancara harapan pengguna). Atribut-atribut atau indikator hasil dari klarifikasi ini selanjutnya akan dianalisis untuk dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya, kemudian digunakan sebagai dasar menyusun kuesioner survei stated preference. Tahap selanjutnya adalah melakukan uji coba survei yang hasilnya akan digunakan untuk memperbaiki dan mengevaluasi cara survei dan isi dari pernyataan-pernyataan pada kuesioner. Setelah dilakukan penyempurnaan cara survei dan perbaikan kuesioner, pelaksanaan survei utama dapat dilakukan. Hasil survei dianalisis untuk mengkaji tingkat elastisitas dari masing-masing indikator yang diperbandingkan dengan karaktreristik responden serta kemampuan membayar masyarakat terkait dengan standar layanan yang diterima. Berdasar hasil analisis tersebut dan memperhatikan studi literatur dan best practise yang ada, penyusunan dan perumusan standar pelayanan angkutan kereta api di Indonesia dilakukan.
D.
Metodologi
Dalam metodologi studi akan dijelaskan beberapa hal yang menjadi tata cara dan batasan dalam kajian ini. 1.
Lokasi Penelitian Pemilihan lokasi penelitian dilakukan atas dasar rancangan penelitian, di mana data yang dikehendaki harus sesuai dengan tujuan penelitian (Mantra, 2001). Pada penelitian ini data-data yang akan digunakan adalah persepsi yang diharapkan dan kondisi nyata yang dirasakan oleh pengguna kereta api serta justifikasi dari para stakeholders penyelenggara perkeretaapian di Indonesai. Pemilihan Jakarta, Bandung, Semarang, Yogjakarta, Surabaya, Medan, Palembang dan Lampung sebagai lokasi obyek studi sudah tepat karena kota-kota tersebut dilalui oleh layanan kereta api utama di Pulau Jawa dan Sumatera, yang notabene mempunyai stasiun-stasiun yang besar. Selain itu dari kedelapan kota itulah pengguna terbanyak layanan kereta api. Survei akan dilaksanakan dengan melakukan wawancara terhadap pengguna dan stakeholders di lokasi studi. Selain itu juga akan dilakukan beberapa survei data sekunder di instansi terkait. 62
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
2.
Laporan Akhir
Materi Penelitian Materi yang diteliti adalah: 1.
Atribut-atribut pelayanan dasar yang mempengaruhi perspektif kepuasan konsumen yang telah dikembangkan dan dilaksanakan pada layanan dasar yang ada di dalam negeri maupun di luar negeri;
2.
Penentuan atribut pelayanan dasar yang mempengaruhi perspektif kepuasan konsumen dari pelayanan angkutan kereta api;
3.
Kepuasan konsumen layanan angkutan kereta api di lokasi obyek studi;
4.
Justifikasi dan assessment dari stakeholders terkait dengan layanan kereta api;
5.
Menetapkan indikator-indikator yang mempunyai karakteristik yang sama dalam layanan kereta api;
3.
6.
Hubungan antara karaktersitik konsumen dengan indikator layanan kereta api;
7.
Standar pelayanan minimal kereta api di Indonesia.
Alat yang Digunakan Analisis data dilakukan dengan bantuan seperangkat komputer dan program-program aplikasinya (Microsoft Word, Excel dan SPSS under windows) untuk mengolah dan menyajikan data. Dalam pengumpulan data, selain didapat dari kunjungan ke instansi terkait juga dilakukan dengan browsing di internet. Untuk keperluan pengumpulan data sekunder dan survei wawancara diperlukan surat pengantar dari pemberi kerja. Alat yang digunakan untuk survei wawancara adalah seperangkat alat tulis dan daftar kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh responden.
4.
Kebutuhan Data Data yang diperlukan terdiri atas dua bagian yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder yang diperlukan bersumber dari: 1.
Peraturan perundangan terkait;
2.
Literatur tentang kepuasan konsumen, kualitas dan pelayanan dasar;
3.
Data jaringan rel dan layanan kereta api di lokasi obyek studi;
4.
Profil dan kondisi layanan perkeretaapian di Indonesia;
5.
Data primer berupa hasil wawancara dengan pengguna moda kereta api di wilayah studi untuk mengkaji kepuasan layanan dan harapan yang diinginkan serta menetapkan pilihan dari pengguna terhadap jenis layanan yang diberikan. 63
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
5.
Laporan Akhir
Sampel Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kondisi nyata prasarana, sarana dan layanan angkutan kereta api di wilayah studi, harapan yang diinginkan dan tingkat kepuasaan yang dirasakan serta pilihan jenis layanan kereta api yang ditawarkan kepada pengguna. Untuk tujuan tersebut maka dilakukan pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner yang akan ditanyakan (wawancara) kepada para pengguna (konsumen) layanan kereta api ini. Hasil dari survei wawancara kepada pengguna ini akan digunakan sebagai dasar untuk merumuskan dan mengevaluasi kebijakan yang ada, juga sebagai mekanisme partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam pengembangan layanan masyarakat (Muslim dan Suherman, 2004): Guna menghasilkan suatu data representatif yang dapat mewakili seluruh populasi yang ada, maka diperlukan suatu metode atau cara pengambilan dan penentuan jumlah sampel yang tepat. Suatu metode pengambilan sampel yang ideal mempunyai sifat-sifat sebagai berikut (Teken, 1965): 1.
Dapat memberikan gambaran yang dipercaya dari seluruh populasi yang diteliti,
2.
Dapat menentukan presisi (precision) dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standar) dari taksiran yang diperoleh,
3.
Sederhana, hingga mudah dilaksanakan oleh surveyor dan mudah dimengerti dan dipahami oleh responden
4.
Dapat memberikan keterangan atau informasi sebanyak mungkin dengan biaya serendah mungkin.
5.
Dalam menentukan metode pengambilan sampel yang akan digunakan pada penelitian ini, peneliti harus memperhatikan hubungan antara biaya, tenaga dan waktu di satu pihak dengan besarnya presisi (confidence level) dan derajat keseragaman dipihak lain.
6.
Pengembangan Kuesioner Penelitian Pada penelitian ini, penggunaan kuesioner merupakan hal yang pokok untuk penumpulan data. Hasil kuesioner akan dianalisis menggunakan analisia statistik untuk mengkaji sebaran dan hubungan dari masing-masing item yang diteliti. Tujuan pokok pembuatan Kuesioner adalah untuk: (Handayani dan Singarimbun, 1987). 1.
Memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survei. 64
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
2.
Laporan Akhir
Memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin
Menurut Arikunto (2002) kuesioner dibedakan atas beberapa jenis meliputi: 1.
Kuesioner terbuka, yang memberikan kesempatan kepada responden untuk menjawab dengan kalimatnya sendiri
2.
Kuesioner tertutup, sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih
Pada penelitian ini kuesioner yang dipersiapkan akan menggunakan jenis kuesioner tertutup dan kuesioner semi terbuka (sudah disediakan jawaban tetapi dipersilahkan untuk memberi alternatif jawaban yang lain) yang terbagi menjadi 5 (lima) bagian, yaitu: 1.
Perkenalan, yang berisi (1) judul maksud dan tujuan penelitian serta (2) petunjuk umum pengisian Kuesioner;
2.
Identifikasi responden, mencakup beberapa pertanyaan tentang identitas responden, antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, jenis kereta api yang digunakan, stasiun keberangkatan dan kedatangan, maksud perjalanan, frekuensi naik kereta api dan lain sebagainya;
3.
Kuesioner Harapan terhadap layanan kereta api di lokasi studi, berisi pernyataanpernyataan yang bersifat positif (mendukung) dan pernyataan-pernyataan bersifat negatif (menolak). Pernyataan tersebut merupakan pernyataan harapan/keinginan yang ingin dirasakan oleh pengguna kereta api dengan memeperhatikan aspek atau kriteria yang akan dikaji dalam pelayanan kereta api;
4.
Kuesioner Kondisi Nyata prasarana, sarana dan layanan kereta api di lokasi studi;
5.
Kuesioner Kepuasan Konsumen, berisi pernyataan untuk mengkaji kepuasan konsumen setelah merasakan pelayanan kereta api di wilayah studi. Selain itu didalamnya juga menyajikan pertanyaan semi terbuka bagi responden untuk menentukan parameter atau cara apa yang dapat digunakan untuk meningkatkan rasa kepuasan pada tiap-tiap pernyataan yang diberikan;
6.
Kuesioner stated preference, berisi pernyataan pilihan jenis layanan yang ditawarkan kepada pengguna/konsumen. Untuk mengetahui kecenderungan pilihan jenis layanan dengan memperhatikan karakteristik responden.
65
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
7.
Laporan Akhir
Wawancara Penelitian Menurut Black dan Champion (2001) wawancara adalah suatu kegiatan komunikasi verbal dengan tujuan mendapatkan informasi. Disamping akan mendapatkan gambaran menyeluruh juga akan mendapatkan informasi yang penting. Sedangkan Singarimbun (1987) mempunyai pendapat bahwa wawancara merupakan proses interaksi dan komunikasi, yang mana kualitas dari hasil wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi
dan mempengaruhi arus informasi, antara lain: pewawancara,
responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar pertanyaan dan situasi wawancara. Pada penelitian ini wawancara direncanakan dilakukan di stasiun-stasiun di mana kereta api berhenti/singgah, dengan bertanya kepada calon penumpang (yang akan naik KA) ataupun penumpang yang baru turun dari kereta api. 8.
Pengolahan Data dan Analisis Metode pengolahan data dalam studi ini akan dilakukan melalui perhitungan matematis terhadap biaya perjalanan yang harus dikeluarkan oleh penumpang untuk melakukan perjalanan baik yang dapat dihitung maupun tidak. Perhitungan matematis akan dilakukan hingga didapatkan tingkat minimal dari biaya perjalanan yang harus dikeluarkan oleh penumpang. 1.
Analisis Faktor a.
Pengertian: analisis faktor merupakan salah satu model statistik yang memanfaatkan hubungan-hubungan kovariansi pada suatu kelompok variabel untuk menerangkan kembali atau meringkas kelompok variabel tersebut, bila memungkinkan, menjadi beberapa kuantitas acak yang mendasari namun tak teramati, yang disebut faktor. Faktor analisis mulai dikembangkan oleh Karl Pearson dan Charles Spearman pada awal abad ke20 untuk mempelajari inteligensia yang tidak mungkin diamati atau diukur secara langsung (Johnson & Wichern, 1992). Sebagaimana halnya dengan model-model statistik yang lain, diperlukan alasan-alasan teoritik yang mendukung seorang analis untuk melakukan faktor analisis. Analis tidak disarankan begitu saja memasukkan sejumlah variabel ke dalam faktor model dengan tujuan meringkas dan mengungkap beberapa faktor. Namun, perlu adanya suatu alasan teoritis yang memotivasi analis untuk menduga 66
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
bahwa beberapa variabel kemungkinan mengukur sebuah fenomena mendasar yang sama, dengan harapan jumlah data yang tersedia mampu mendukung dugaan atau pemodelan yang akan dilakukan (Washington dkk., 2003). b.
Logika pengujian, jika sebuah variabel memang mempunyai kecenderungan mengelompok dan membentuk sebuah faktor, maka variabel tersebut akan mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan variabel lain. Sebaliknya, variabel dengan korelasi yang lemah cenderung tidak mengelompok dalam faktor tertentu (Hair dkk, 1998; Santoso, 2003; Johnson & Wichern, 1992; Washington dkk., 2003).
c.
Tujuan:
analisis
faktor
merupakan
cara
yang
digunakan
untuk
mengidentifikasi variabel dasar yang menerangkan pola hubungan dalam satu himpunan variabel observasi. Pada dasarnya tujuan analisis faktor adalah: (i) data summarization yaitu mengidentifikasi adanya hubungan antar variabel dengan melakukan uji korelasi; (ii) data reduction yaitu setelah dilakukan korelasi, dilakukan proses membuat sebuah variabel set baru (representatif) yang dinamakan faktor atau variabel representatif untuk menggantikan sejumlah variabel yang memiliki kesamaan (kemiripan) karakter. d.
Alat pengolah data: menggunakan program statistik SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) 12.0 for windows atau program Statistica 6.0 yang sudah banyak diaplikasikan untuk mengidentifikasi dan mereduksi kesamaan karakter sejumlah variabel-variabel pengaruh yang tidak teramati secara langsung. Prinsip utama analisis faktor adalah korelasi; asumsiasumsi yang terkait dengan korelasi, adalah: (i) variabel dependen harus berupa data kuantitatif pada tingkat pengukuran interval atau rasio; (ii) data harus berdistribusi normal bivariat untuk tiap pasangan variabel dan observasi harus saling bebas; (iii) korelasi antar independen variabel harus cukup kuat, yang ditunjukkan dengan nilai KMO of measure of sampling adequacy (MSA)> 0,5; (iv) korelasi antar dua variabel dengan menganggap tetap variabel yang lain (korelasi parsial), justru harus kecil; dalam SPSS diberikan lewat pilihan anti-image correlation, (v) pengujian seluruh matrik korelasi diukur dengan besaran Bartlett test of sphericity atau measure 67
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
sampling adequacy (MSA), yang mengharuskan adanya korelasi signifikan diantara paling sedikit beberapa variabel. Kronologis seleksi variabel pengaruh dengan metode analisis faktor dapat dilihat pada Gambar 28. 2.
Stated preference a.
Umum Stated preference merupakan teknik pengumpulan data yang berdasar pada pendekatan terhadap pendapat responden dalam menghadapi berbagai pilihan alternatif. Teknik ini menggunakan desain eksperimental untuk membuat sejumlah alternatif situasi imajiner. Langkah yang dilakukan adalah untuk mengindikasi bagaimana responden menanggapi/merespon jika situasi imajiner tersebut benar-benar ada dalam realita. Hal ini dilakukan dengan cara menanyakan langsung kepada responden tersebut. Sehingga peneliti dapat melakukan kontrol terhadap semua faktor yang dibuat dalam alternatif pilihan yang ditawarkan. Pendapat responden tersebut bisa dinyatakan dalam rangking, rating maupun pilihan. Selama ini teknik observasi di lapangan dilakukan dengan cara revealed preference, padahal menurut Pearmain (1990) teknik revealed preference ini mempunyai beberapa kelemahan antara lain : 1) kondisi di lapangan dirasa kurang bervariasi untuk membentuk suatu model peramalan yang handal, disamping itu antara satu variabel dengan
variabel
lainnya
dapat
terjadi
saling
mempengaruhi
(multikolinierisasi), 2) perilaku yang diamati kemungkinan bukan hal yang diperlukan oleh peneliti, hal ini biasanya terjadi pada variabel kualitatif sekunder seperti layanan informasi angkutan umum, penyediaan ruang bagasi yang diinginkan, 3) untuk kebijakan yang bersifat baru, maka tidak ada informasi bagaimana masyarakat dapat memberikan tanggapan, 4) memerlukan biaya yang cukup besar agar didapat data yang cukup walaupun demikian sering data yang didapatkan tidak dapat 68
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
dimanfaatkan secara optimal sedang informasi dari operator dan pengusaha sulit didapatkan. Kelemahan-kelemahan diatas dapat ditutupi dengan
teknik stated
preference, karena mempunyai kelebihan sebagai berikut : 1) peneliti dapat melakukan kontrol mengenai situasi yang diharapkan akan dihadapi oleh responden. 2) dapat memunculkan dengan mudah variabel kualitatif sekunder karena menggunakan kuesioner untuk menanyakan variabel tersebut. 3) untuk kebijakan yang sifatnya baru, teknik ini dapat digunakan sebagai media evaluasi dan peramalan. 4) karena seorang responden dapat memberikan jawaban atas berbagai macam situasi perjalanan, maka jumlah sampel diharapkan mampu mewakili sejumlah masyarakat yang diteliti. Namun demikian teknik stated preference juga memiliki berbagai kelemahan: 1) penyimpangan respon yaitu penyimpangan yang diakibatkan oleh tidak jujurnya jawaban responden, karena bila situasi yang dipilih benar-benar ada, maka responden tersebut tidak akan melakukannya. 2) penyimpangan strategis yaitu penyimpangan karena dengan mengisi kuesioner tersebut responden mengharapkan hasil tertentu. Satu satunya cara untuk menghindari penyimpangan diatas adalah dengan membuat desain kuesioner yang lugas dan tidak memiliki poli-interpretasi. Teknik stated preference memberikan tekanan untuk memperoleh informasi-informasi yang menentukan suatu perilaku masyarakat dalam pemilihan situasi perjalanan terhadap suatu moda transportasi tertentu.
69
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
MULAI Input data v ariabel yang dinilai responden s esuai tingkat pengaruh terhadap aspek yang ditinjau Jumlah variabel awal = p, ukuran sampel c ukup Seleksi ulang kelompok variabel
Uji Bartlett untuk mendeteksi korelasi antar variabel
Tidak
Seleksi ulang kelompok variabel
Uji Korelasi Awal
Kaiser-Meyer-Olkin (KMO) Measure of sampling adequacy (MSA)
Signifikasi < 0,05 (terdapat korelasi signifikan antar variabel)
Ya
KMO > 0,5 (struktur interkorelasi antar v ariabel layak dianalisis dengan analisis faktor
Periksa Matriks Anti Image Correlation MSA tiap variabel (Korelasi anti-image harus kecil, MSA harus > 0,5) MSA<0,5
tidak
ya
ya
Variabel dengan MSA<0,5 dikeluarkan, x
tidak Estimasi Model Faktor Ekstraksi faktor dengan metode Principal Components Penentuan banyaknya faktor, m pertimbangan: eigenvalue >1,0; variansi total yang dapat dijelas kan dan nilai komunalitas cukup besar (>60%), pertimbangan filos ofis/teoritis lain
Model faktor dengan m faktor bersama terbentuk
Pertimbangan varians i dan komunalitas terpenuhi
tidak
ya Rotasi model faktor dengan metode varimax untuk memperjelas loadings Periksa pola loadings tiap variabel pada masing-masing faktor: suatu variabel seharusnya memiliki loading tinggi hanya pada satu faktor
Interpretasi faktor berd asar kan variabel-variab el yang memiliki lo ading ting gi p ada fakto r tersebut
Pola loadings dan interpretasi faktor logis dan sesuai dengan yang diharapkan
Tidak
Model faktor gagal / su lit d iin terpretasikan
Ya
Model faktor initial dapat diterima dan diuji dengan sampel/bagian s ampel lain dan metode ek straksi lain ( max imum lik elihood ) likelihood)
Model faktor memiliki pola-pola yang sama dan dapat diterima statistik serta logis
Tidak
Model faktor gagal / tidak stab il
Ya
SELESAI
Sumber: Diringkas dari Johnson & Wichern (1992); Hair dkk (1998); Santoso (2003)
Gambar 28. Tahapan Seleksi Variabel Pengaruh dengan Metode Analisis Faktor 70
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Gambar 29. berikut memberikan elemen-elemen perilaku masyarakat dalam melakukan perjalanan terhadap suatu moda tertentu, (Pearmain,1990). Karakter sosial ekonomi dan pengalaman
Atribut-atribut alternatif perjalanan
Informasi alternatif perjalanan
Persep si Sikap
Pilihan
Maksud Perilaku Kendala-kendala situasi pada konsumen
Kendala-kendala pada alternatif yang ada
Perilaku perjalanan
Elemen yang dapat diobservasi Elemen yang tidak dapat diobservasi
Sumber: Pearmain, D. and Kroes, E. (1990)
Gambar 29. Komponen Perilaku Konsumen
Dalam menyusun suatu pilihan alternatif, perilaku individu yang melakukan perjalanan merupakan fungsi dari sikap individu serta karakteristik sistem transportasi. Pengukuran sikap merupakan bentuk kuantifikasi dari respon. Stated preference yang dikembangkan untuk mengukur respon bersifat tidak langsung (penilaian kategori). Desain eksperimental stated preference harus disusun sedemikian rupa sehingga kombinasi tingkatan semua faktor yang
tercakup
dalam
alternatif-alternatifnya.
eksperimen
Pengukuran
tidak
semacam
berkorelasi ini
terhadap
digunakan
untuk
mengidentifikasikan variabel-variabel yang relevan dalam pengambilan keputusan. Secara umum analisis perilaku perjalanan adalah memahami mekanisme yang menyebabkan orang dalam mengadakan perjalanan berperilaku demikian dan memprediksi bagaimana orang merespon kondisi situasi yang berubah. b.
Pelaksanaan Teknik Stated preference Penggunaan Teknik Stated preference mempunyai kebebasan dalam menentukan desain equal experiment (eksperimen yang sama) untuk 71
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
berbagai situasi dalam rangka memenuhi kebutuhan penelitian, hal ini terpenuhi jika terjamin adanya respon yang realistik yaitu alternatif pilihan yang dipilih oleh responden benar-benar dilaksanakan. Oleh karena itu dalam
pelaksanaan
teknik
stated
preference
harus
benar-benar
memperhatikan hal berikut: 1) penyusunan skenario pilihan dan identifikasi atribut harus masuk akal dan realistik, 2) penyusunan desain formulir survai harus mudah dimengerti agar responden dapat memberikan respon terhadap pertanyaan yang diberikan, 3) penyusunan cara pengambilan data perlu dibuat strategi sampling yang akan dikerjakan agar diperoleh data yang representatif, 4) pelaksanaan survai harus diberikan penjelasan awal mengenai maksud dan tujuan survai, skenario pilihan yang ditawarkan dan cara memberikan jawaban, 5) analisis data memerlukan model analisis yang sesuai dengan tujuan analisis dan ketersediaan data yang ada. c.
Skenario Pilihan dan Atribut Skenario pilihan yang ditawarkan merupakan alternatif yang layak secara teknis. Skenario ini disusun dengan asumsi berpengaruh kuat dengan masalah yang akan diteliti. Dalam menyusun skenario pilihan dilakukan beberapa tahap antara lain: 1) identifikasi dari beberapa skenario pilihan misalnya perbedaan jenis pelayanan yang diberikan oleh suatu moda tertentu, 2) pemilihan atribut yang melekat pads masing-masing skenario pilihan, 3) pemilihan unit pengukuran masing-masing atribut yang diteliti, 4) penentuan jumlah dan besarnya tingkat atribut yang diteliti.
72
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
d.
Laporan Akhir
Analisis Teknik Stated preference Menurut Pearmain (1990) secara umum analisis yang digunakan dalam penelitian yang menggunakan teknik stated preference adalah sebagai berikut : 1) Model Pilihan Diskrit (Discrete Choice Model), merupakan model probabilistik dimana nilai dari setiap pilihan responden berkaitan dengan pilihan-pilihan lainnya dalam satu set alternatif yang ditawarkan. Bentuk umum dari model ini adalah model dengan fungsi logit. 2) Teknik Regresi, analisis regresi panda dapat digunakan untuk menyederhanakan asumsi pada hal-hal tertentu dalam menganalisis data ranking ataupun data rating karena data respon dapat berupa data ranking, skala rating atau berupa pilihan dari beberapa alternatif yang ditawarkan. 3) Monotonic Analysis of Variance (MONANOVA). Teknik ini cocok untuk data rangking.
E.
Program Kerja
Berdasar lingkup pekerjaan dan tahapan studi yang tertuang di dalam TOR, maka pelaksanaan studi akan meliputi 4 (empat) tahapan utama pekerjaan seperti yang disajikan dalam Gambar 30, yaitu: 1.
Tahap Persiapan Dalam tahap persiapan ini, kegiatan yang dilakukan oleh Konsultan meliputi: (a) mobilisasi tenaga ahli, (b) penyusunan metodologi penelitian kerja, (c) tinjauan pustaka, dan (d) kajian atau review kebijakan terkait, dan (e) penyusunan rencana kerja/survei.
2.
Tahap Survei dan Pengolahan Data Dalam tahap ini, kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Konsultan meliputi:: (a) pelaksanaan survei untuk memperoleh/menginvetarisasi data baik primer maupun sekunder yang dibutuhkan dalam studi ini, (b) pengolahan (tabulasi dan kompilasi) data, dan (c) diagnosa awal permasalahan layanan kereta api 73
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
perkotaan, antar kota dan intermoda, serta (d) penetapan indikator yang akan digunakan sebagai dasar penyusunan standar pelayanan minimum. 3.
Tahap Analisis dan Sintesis Tahap analisis meliputi: (a) invetarisasi jenis layanan pada transportasi kereta api; (b) analisis kondisi saat ini dari layanan kereta api; (c) analisis harapan dari pengguna; (d) analisis sensitivitas dari jenis layanan yang ditawarkan; (e) analsisi kebutuhan standar pelayanan minimum; dan (f) menyusun konsep standar pelayanan minimun kereta api
4.
Tahap Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi Tahap ini merupakan tahap paling akhir dari seluruh tahapan kegiatan yang ada dalam pelaksanaan studi ini. Adapun kegiatan yang akan dilakukan dalam tahap ini adalah penyusunan rekomendasi dalam bentuk naskah akademis standar pelayanan minimum transportasi kereta api perkotaan, antar kota dan intermoda. Selain itu juga akan disajikan strategi peningkatan kualitas layanan kereta api di Indonesia dan layanan intermodanya.
74
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Tahap Persiapan
Tahap Survei dan Olah data
Tahap Penyusunan Kesimpulan dan Rekomendasi
LAPORAN PENDAHULUAN
Pelaksanaan survei dalam rangka inventarisasi data primer dan sekunder
Olah data (tabulasi dan kompilasi) Diagnosa awal permasalahan layanan kereta
Tahap Analisis dan Sintesis
Mobilisasi tenaga ahli Penyusunan metodologi penelitian Review Tinjauan Pustaka Penyusunan jadwal pelaksanaan/survei rencana pelaksanaan survei
Laporan Akhir
api perkotaan, antar kota dan intermoda Penetapan Indikator yang digunakan
LAPORAN ANTARA
Invetarisasi jenis layanan pada transportasi
kereta api Analisis kondisi saat ini dari layanan kereta api Analisis harapan dari pengguna Analisis sensitivitas Analsisi kebutuhan standar pelayanan minimum Menyusun konsep standar pelayanan minimun kereta api Dengan memperhatikan regulasi dan kajian pustaka yang ada.
RANCANGAN LAPORAN AKHIR
Menyusun naskah akademis standar pelayanan minimum: o Kereta api perkotaan o Kereta api antar kota o intermoda Definisi SPM kereta api di Indonesia Cara perhitungan SPM kereta api di Indonesia Indikator SPM kereta api di Indonesia
LAPORAN AKHIR
Gambar 30. Program Kerja
75
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 3 ...................................................................................................................................................56 METODOLOGI PENELITIAN............................................................................................................56 A.
Umum ...........................................................................................................................................56
B.
Kerangka Pikir ..............................................................................................................................59
C.
Alur Penelitian ..............................................................................................................................60
D.
Metodologi....................................................................................................................................62
1.
Lokasi Penelitian.........................................................................................................................62
2.
Materi Penelitian.........................................................................................................................63
3.
Alat yang Digunakan ..................................................................................................................63
4.
Kebutuhan Data ..........................................................................................................................63
5.
Sampel Penelitian........................................................................................................................64
6.
Pengembangan Kuesioner Penelitian........................................................................................64
7.
Wawancara Penelitian................................................................................................................66
8.
Pengolahan Data dan Analisis ...................................................................................................66
E.
Program Kerja...............................................................................................................................73
Gambar 24. Gambar 25. Gambar 26. Gambar 27. Gambar 28. Gambar 29. Gambar 30.
Konsep Penetapan Standar...........................................................................................57 Obyek Kajian Penyusunan Standar SPM .......................................................................58 Layanan Kelas dalam Satu Rangkaian Kereta Api .........................................................59 Alur Penelitian...............................................................................................................61 Tahapan Seleksi Variabel Pengaruh dengan Metode Analisis Faktor...........................70 Komponen Perilaku Konsumen.....................................................................................71 Program Kerja ...............................................................................................................75
76
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 4 KAJIAN REGULASI SPM DAN CONTOH TERBAIK
A.
Regulasi Standar Pelayanan Minimal
1.
Isi Regulasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah janji yang diberikan organisasi penyelenggara jasa kepada pelanggannya atas kualitas minimal yang akan diterima pelanggan saat menikmati jasa yang diberikan. Tujuannya adalah menjamin kepuasan pelanggan atas pelayanan jasa. Sesuai dengan UU 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik standar pelayanan didefinisikan sebagai tolok ukur yang dipergunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Berdasarkan undang-undang tersebut standar pelayanan sekurang-kurangnya harus meliputi (Pasal 21): 1.
dasar hukum;
2.
persyaratan;
3.
sistem, mekanisme, dan prosedur;
4.
jangka waktu penyelesaian;
5.
biaya/tarif;
6.
produk pelayanan;
7.
sarana, prasarana, dan/atau fasilitas;
8.
kompetensi pelaksana;
9.
pengawasan internal;
10.
penanganan pengaduan, saran, dan masukan;
11.
jumlah pelaksana;
12.
jaminan pelayanan yang memberikan kepastian pelayanan dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan;
13.
jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan dalam bentuk komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, dan risiko keragu-raguan; dan
14.
evaluasi kinerja pelaksana. 76
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal mengatur bahwa penerapan SPM oleh pemerintah hendaknya sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas waktu pencapaian. Selain itu SPM disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan, prioritas dan kemampuan keuangan nasional dan daerah serta kemampuan kelembagaan dan personil daerah dalam bidang yang bersangkutan. Penyusunan SPM harus mengandung unsur-unsur jenis pelayanan dasar, indikator SPM, dan batas waktu pencapaian SPM. Standar Pelayanan Minimal yang ditetapkan oleh Kemenhub melalui Permenhub No 9 tahun 2011 tentang Standar Pelayanan Minimal untuk Angkutan Orang dengan Kereta Api telah mengatur SPM KA dan membagi menjadi dua kelompok besar, yaitu SPM untuk Penyelenggaraan Prasarana perkeretaapian yang mengoperasikan stasiun dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa stasiun dan Penyelenggaraan Sarana perkeretaapian dalam melaksanakan kegiatan angkutan orang dengan kereta api. Standar pelayanan minimal di stasiun kereta api dibedakan berdasarkan klasifikasi stasiun, yaitu stasiun besar, stasiun sedang dan stasiun kecil. Isi dari standar pelayanan minimal di stasiun kereta api paling sedikit terdapat: 1.
informasi yang jelas dan mudah dibaca mengenai: a.
nama dan nomor kereta api;
b.
jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta api;
c.
tarif kereta api;
d.
stasiun kereta api pemberangkatan, stasiun kereta api pemberhentian, dan stasiun kereta api tujuan;
e.
kelas pelayanan; dan
f.
peta jaringan jalur kereta api;
2.
loket;
3.
ruang tunggu, tempat ibadah, toilet, dan tempat parkir;
4.
kemudahan naik/turun penumpang;
5.
fasilitas penyandang cacat dan kesehatan; dan
6.
fasilitas keselamatan dan keamanan.
Standar pelayanan minimal dalam perjalanan dibedakan atas: 1.
standar pelayanan minimal kereta api antar kota; 77
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
2.
Laporan Akhir
standar pelayanan minimal kereta api perkotaan.
Standar pelayanan minimal dalam perjalanan pada kereta api antar kota paling sedikit meliputi: 1.
pintu dan jendela;
2.
tempat duduk dengan konstruksi tetap yang mempunyai sandaran dan nomor tempat duduk;
3.
toilet dilengkapi dengan air sesuai dengan kebutuhan;
4.
lampu penerangan;
5.
kipas angin;
6.
rak bagasi;
7.
restorasi;
8.
informasi stasiun yang dilewati/disinggahi secara berurutan;
9.
fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah 5 (lima) tahun, orang sakit; dan orang lanjut usia;
10.
fasilitas kesehatan, keselamatan dan keamanan;
11.
nama dan nomor urut kereta;
12.
informasi gangguan perjalanan kereta api;
13.
ketepatan jadwal perjalanan kereta api.
Standar pelayanan minimal dalam perjalanan pada kereta api perkotaan paling sedikit meliputi: 1.
pintu dan jendela;
2.
tempat duduk dengan konstruksi tetap yang mempunyai sandaran;
3.
lampu penerangan;
4.
penyejuk udara;
5.
rak bagasi;
6.
fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, anak di bawah 5 (lima) tahun, orang sakit; dan orang lanjut usia;
7.
fasilitas pegangan untuk penumpang berdiri;
8.
fasilitas kesehatan, keselamatan dan keamanan;
9.
informasi gangguan perjalanan kereta api; dan
10.
ketepatan jadwal perjalanan kereta api.
Berikut disajikan rincian SPM KA sesuai dengan Permenhub 9/2011. 78
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Tabel 5.
Laporan Akhir
Standar Pelayanan Minimal Prasarana KA di Stasiun
No
Jenis Layanan
1
Informasi yang jelas dan mudah dibaca
2
Loket
3
Ruang Tunggu
Uraian
Indikator
Stasiun Besar a. Diletakkan ditempat yang strategis b. Diletakkan di tempat yang mudah dilihat oleh jangkauan pengli-hatan pengguna jasa c. Diletakkan ditempattempat yang dimaksud d. Berdasarkan jumlah pintu masuk stasiun dan atau areal lokat penjualan tiket a. Ditempat yang strategis agar mudah di dengar oleh calon penumpang b. Berdasarkan luas atau jumlah ruang tunggu
Nilai/Ukuran/Jumlah Stasiun Sedang a. Diletakkan ditempat yang strategis b. Diletakkan di tempat yang mudah dilihat oleh jangkauan pengli-hatan pengguna jasa c. Diletakkan ditempattempat yang dimaksud d. Berdasarkan jumlah pintu masuk stasiun dan atau areal lokat penjualan tiket a. Ditempat yang strategis agar mudah di dengar oleh calon penumpang b. Berdasarkan luas atau jumlah ruang tunggu
Stasiun Kecil a. Diletakkan ditempat yang strategis b. Diletakkan di tempat yang mudah dilihat oleh jangkauan pengli-hatan pengguna jasa c. Diletakkan ditempattempat yang dimaksud d. Berdasarkan jumlah pintu masuk stasiun dan atau areal lokal penjualan tiket a. Ditempat yang strategis agar mudah di dengar oleh calon penumpang b. Berdasarkan luas atau jumlah ruang tunggu
Keterangan
a. Visual 1. Tulisan 2. Gambar 3. Peta/denah
a. Tempat b. Jumlah
Informasi tentang: 1. Nama dan nomorKA 2. Jadwal keberangkatan dan kedatangan KA 3. Tarif KA 4. Stasiun keberangkatan, Stasiun KA pemberhen-tian dan Stasiun KA tujuan 5. Kelas Pelayanan dan Peta Jaringan jalur KA
b. Audio
a. Tempat b. Jumlah
Tempat penjualan karcis untuk memudahkan calon penumpang membeli karcis (operasional loket disesuai- kan dengan jumlah calon penumpang dan waktu pelayanan rata-rata per orang). Ruangan/tempat yang disediakan untuk menung-gu kedatangan KA (ruangan tertutup dan/atau ruangan terbuka /peron)
a. Waktu pelayanan b. Informasi
a. Maksimum 30 detik per penumpang b. Tersedia informasi ketersediaan tempat duduk untuk kelas eksekutif dan bisnis
a. Maksimum 30 detik per penumpang b. Tersedia informasi ketersediaan tempat duduk untuk kelas eksekutif dan bisnis
a. Maksimum 30 detik per penumpang b. Tersedia informasi ketersediaan tempat duduk untuk kelas eksekutif dan bisnis
1 (satu) orang antrian maksimum dapat membeli untuk 4 orang calon penumpang
Luas
Untuk 1 (satu) orang minimum 0,6 m2
Untuk 1 (satu) orang minimum 0,6 m2
Untuk 1 (satu) orang minimum 0,6 m2
Tempat duduk juga dapat ditempatkan di peron stasiun sebagai ruang tunggu
79
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
No
Jenis Layanan
Uraian
Indikator
Stasiun Besar Minimum 4 (empat) orang laki-laki dan 4 orang perempuan a. Pria (6 normal dan 2 penyandang cacat) b. Wanita (6 normal dan 2 penyandang cacat) a.Luas tempat parkir disesuaikan dengan lahan yang tersedia b. Sirkulasi kendaraan masuk, keluar dan parkir lancar Tinggi peron sama dengan tinggi lantai kereta
Nilai/Ukuran/Jumlah Stasiun Sedang Minimum 4 orang (lakilaki dan perempuan)
Stasiun Kecil Minimum 4 orang (lakilaki dan perempuan)
a. Pria (4 normal dan 1 penyandang cacat) b. Wanita (4 normal dan 1 penyandang cacat) a.Luas tempat parkir disesuaikan dengan lahan yang tersedia b. Sirkulasi kendaraan masuk, keluar dan parkir lancar Tinggi peron sama dengan tinggi lantai kereta
a. Pria (2 normal dan 1 penyandang cacat) b. Wanita (2 normal dan 1 penyandang cacat) a.Luas tempat parkir disesuaikan dengan lahan yang tersedia b. Sirkulasi kendaraan masuk, keluar dan parkir lancar Tinggi peron sama dengan tinggi lantai kereta
4
Tempat Ibadah
Fasilitas untuk melaksanakan ibadah
Luas
5
Toilet
Tersedianya toilet
Jumlah
6
Tempat Parkir
Tampat untuk parkir kendaraan baik roda 4 (empat) dan roda 2 (dua)
Luas dan Sirkulasi
7
Fasilitas Kemudahan Naik/Turun Penumpang
Memberikan kemudahan penumpang untuk naik atau turun dari kereta
Aksesibilitas
8
Fasilitas Penyandang Cacat
Fasilitas yang disediakan untuk Penyandang Cacat
Aksesibilitas
Kemiringan ramp untuk akses penyandang cacat maksimum 20%
Kemiringan ramp untuk akses penyandang cacat maksimum 20%
Kemiringan ramp untuk akses penyandang cacat maksimum 20%
9
Fasilitas Kesehatan
10
Fasilitas Keselamatan dan Keamanan
Fasilitas yang disediakan untuk penanganan darurat Peralatan penyelamatan darurat dalam bahaya (kebakaran, bencana alam dan kecelakaan) dan pencegahan tindak kriminal
Ketersediaan fasilitas dan peralatan Standar Teknis Stasiun
Tersedianya fasilitas pertolongan pertama kesehatan penumpang Standar Operasi Stasiun
Tersedianya fasilitas pertolongan pertama kesehatan penumpang Standar Operasi Stasiun
Tersedianya fasilitas pertolongan pertama kesehatan penumpang Standar Operasi Stasiun
Laporan Akhir
Keterangan
Untuk stasiun yang tidak dilengkapi dengan lantai peron atau tinggi peron lebih rendah dari lantai kereta harus disediakan bancik Lift dan eskalator harus disediakan untuk stasiun yang jumlah lantainya lebih dari 1 lantai
80
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Tabel 6. No
Laporan Akhir
Standar Pelayanan Minimal Sarana KA dalam Perjalanan.
Bidang Pelayanan
1
Pintu
2
Jendela
3
Tempat duduk dengan konstruksi tetap yang mempunyai sandaran
4
Toilet
5
Lampu penerangan dalam kereta
6
Kipas angin
7
Rak bagasi
Uraian
Indikator
Nilai/Ukuran/Jumlah KA Antarkota KA Perkotaan Minimal 95% sesuai dengan Minimal 95% sesuai dengan standar teknis dan standar standar teknis dan standar operasi operasi
Pintu kereta berfungsi untuk naik/ turun penumpang dan penghubung dari satu kereta ke kereta yang lain Jendela kereta berfungsi untuk sirkulasi udara dan sebagai penerangan pada siang hari Tempat duduk merupakan fasilitas untuk pengguna jasa angkutan kereta api untuk duduk di dalam kereta selama perjalanan
Jumlah yang berfungsi
Toilet berfungsi sebagai tempat untuk cuci dan buang air dengan ketersediaan air yang cukup selama di dalam perjalanan Lampu penerangan di dalam kereta berfungsi sebagai sumber cahaya di dalam kereta untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna jasa angkutan kereta api Fasilitas untuk sirkulasi udara dalam kereta, dapat menggunakan kipas angin (fan) atau AC
Jumlah yang berfungsi
Berfungsi sesuai dengan standar teknis dan standar operasi
Jumlah yang berfungsi
Minimal 95% sesuai dengan standar teknis dan standar operasi
Minimal 95% sesuai dengan standar teknis dan standar operasi
a. Jumlah yang berfungsi b. Suhu
Fasilitas ini diperuntukan bagi pengguna jasa angkutan KA untuk menempatkan barang bawaan di dalam kereta dan
Jumlah yang berfungsi
a. Minimal 95% sesuai dengan stan-dar teknis dan standar operasi b. Suhu dalam kabin 250-280C c. 5 (lima) buah fan dan 4 (empat) buah exhaust dengan diameter propeler minimum 30 cm Minimal 95% sesuai dengan standar teknis dan standar operasi
a. Minimal 95% sesuai dengan stan-dar teknis dan standar operasi b. Suhu dalam kabin 250-280C c. 5 (lima) buah fan dan 4 (empat) buah exhaust dengan diameter propeler minimum 30 cm Minimal 95% sesuai dengan standar teknis dan standar operasi
Jumlah yang berfungsi Jumlah maksimum kapasitas
Minimal 95% sesuai dengan standar teknis dan standar operasi a. Jumlah penumpang lebih maksimum 25% dari jumlah tempat duduk b. Memiliki nomor tempat duduk dan atau nomor kereta
Minimal 95% sesuai dengan standar teknis dan standar operasi Jumlah penumpang maksimum 1 m2 untuk 6 orang
Keterangan
Pembatasan jumlah penumpang untuk masa sibuk (lebaran, natal, tahun baru dan libur nasional) dapat dikecualikan setelah mendapat ijin Dirjen Jumlah penumpang maksimum 1m2 untuk 6 orang
81
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
No
Bidang Pelayanan
Uraian dengan aman dan tidak mengganggu penumpang Fasilitas untuk menunjang kebutuhan pengguna jasa yang hendak makan dan minum Informasi yang disampaikan untuk mempermudah penumpang yang akan turun di suatu stasiun (sedang dan akan disinggahi/dilewati)
Indikator
8
Restorasi
9
Informasi stasiun yang akan disinggahi/dilewat i secara berurutan
10
Fasilitas khusus dan kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, balita, orang sakit dan lansia Fasilitas kesehatan
Fasilitas ini berfungsi untuk mempermudah para penyandang cacat, wanita hamil, balita, orang sakit dan lansia untuk menggunakan angkutan kereta api
Jumlah
Fasilitas kesehatan digunakan untuk pertolongan darurat dalam penanganan kecelakaan di atas kereta dalam bentuk Perlengkapan P3K
12
Fasilitas keselamatan dan keamanan
13
Nama dan nomor urut kereta
Fasilitas agar memberikan rasa aman dan menjamin keselamatan bagi pengguna jasa KA dan mence-gah terjadinya tindak kriminal pada pengguna jasa KA dalam bentuk: a. Pemadam kebakaran b. Alat pemecah kaca, dan c. Petugas keamanan Ketersediaan nama dan nomor urut kereta, untuk mempermudah penumpang mengetahui nama dan nomor
11
Nilai/Ukuran/Jumlah KA Antarkota
KA Perkotaan
Ketersediaan
Harus tersedia
a. Bentuk b. Tempat
a. Informasi dalam bentuk visual, harus ditempatkan di tempat yang strategis, mudah dilihat dan dibaca dengan jelas. b. Informasi dalam bentuk audio harus mudah di dengar dan jelas Minimal 5% dari stamformasi
a. Informasi dalam bentuk visual, harus ditempatkan di tempat yang strategis, mudah dilihat dan dibaca dengan jelas. b. Informasi dalam bentuk audio harus mudah di dengar dan jelas Minimal 5% dari stamformasi
Jumlah
1 (satu) set ditempatkan di setiap kereta
1 (satu) set ditempatkan di setiap kereta
Jumlah yang berfungsi
a. Sesuai standar operasi b. Minimal terdapat 1 (satu) orang petugas menjaga 2 kereta
a. Sesuai standar operasi b. Minimal terdapat 1 (satu) orang petugas menjaga 2 kereta
Jumlah dan tempat
a. 2 (dua) buah di setiap kereta pada bagian luar disetiap bagian sisi kiri dan kanan kereta
a. 2 (dua) buah di setiap kereta pada bagian luar disetiap bagian sisi kiri dan kanan kereta
Laporan Akhir
Keterangan
-
Fasilitas ini dimaksudkan untuk menunjang kenyamanan pengguna jasa angkutan kereta api saat perjalanan
Nama dan nomor urut kereta dapat terlihat jelas
82
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
No
Bidang Pelayanan
Uraian
Indikator
urut kereta
14
Informasi gangguan perjalanan kereta api
15
Ketepatan jadwal kereta api
Isi informasi yang terkait dengan hambatan-hambatan selama dalam perjalanan, mengenai gangguan: a. operasional sarana perkeretaapian b. operasional prasarana perkeretaapian c. alam Memberikan ketepatan/kepastian waktu keberangkatan dan kedatangan KA
Waktu dan bentuk
Waktu
Nilai/Ukuran/Jumlah KA Antarkota KA Perkotaan b. 1(satu) buah dipasang pada b. 1(satu) buah dipasang pada setiap samping pintu setiap samping pintu naik/turun penumpang naik/turun penumpang c. 1 (satu) buah dipasang pada c. 1 (satu) buah dipasang pada setiap ujung kereta bagian setiap ujung kereta bagian dalam dalam Informasi disampaikan segera Informasi disampaikan segera dapat melalui petugas atau suara dapat melalui petugas atau suara
Keterlambatan 20% dari total waktu perjalanan yang dijadwalkan
Keterlambatan 15% dari total waktu perjalanan yang dijadwalkan
Laporan Akhir
Keterangan
Keterlambatan tidak termasuk akibat gangguan selama perjalanan (cuaca dan teknis operasional/ kecelakaan)
83
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
2.
Laporan Akhir
Analisis Regulasi SPM Apabila dikaji lebih lanjut dengan berdasar pada UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka komponen mendasar yang belum termuat dalam SPM KA tersebut adalah: 1.
jangka waktu pencapaian standar,
2.
tahapan pencapaian standar.
Selain itu SPM tersebut masih bersifat sangat umum, karena sifatnya berdasarkan pada penyediaan fasilitas yang lebih bersifat teknis operasional. Penyediaan fasilitas ini menggunakan indikator yang terkait dengan penyediaan fasilitas, misalnya jumlah, luasan, waktu dan tempat. Beberapa indikator yang terkait dengan pelayanan sudah diadopsi pada beberapa standar, seperti suhu, jumlah yang berfungsi dan kapasitas. Untuk itu secara umum standar pelayanan minimal yang ada perlu diarahkan pada penyediaan pelayanan dan indikatornya diarahkan pada indikator pelayanan. Orientasinya adalah apa yang akan dirasakan oleh pengguna KA. SPM-KA yang telah ada perlu dilengkapi dengan definisi, lingkup, tolok ukur, sasaran pencapaian tolok ukur, prasyarat pencapaian, pengukuran (pelaksana, metode, lokasi) dan penanggung jawab agar dapat digunakan sebagai dasar dalam implementasi. Untuk itu SPM KA tersebut masih perlu disempurnakan untuk dapat diimplementasikan dan memiliki kesesuaian dengan peraturan perundangan. Berikut disajikan matrik analisis SPM-KA.
Tolok Ukur
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur
Prasyarat Pencapaian
Pelaksana
Metode
Lokasi
Penanggung Jawab
1
Informasi yang jelas dan mudah dibaca
-
V
-
-
V
-
-
-
-
2 3
Loket Ruang Tunggu
V V
V V
V V
-
V -
-
-
-
-
No
Jenis Layanan
Lingkup
Matriks Analisis SPM Prasarana KA di Stasiun (Permenhub 9/ 2011.)
Definisi
Tabel 7.
Pengukuran
Keterangan
Perlu ditambahakan media yang bersifat dua arah (interaktif) Perlu ditambahkan media unt menyatakan komplain pengguna Perlu dikaitkan dengan kondisi fasilitas yang akan dinikmati langsung oleh pengguna, seperti kenyamanan, kebersihan, dll
84
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
No
Jenis Layanan
Definisi
Lingkup
Tolok Ukur
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur
Prasyarat Pencapaian
Pelaksana
Metode
Lokasi
Penanggung Jawab
Laporan Akhir
4
Tempat Ibadah
V
V
V
-
-
-
-
-
-
5 6 7
Toilet Tempat Parkir Fasilitas Kemudahan Naik/Turun Penumpang Fasilitas Penyandang Cacat Fasilitas Kesehatan Fasilitas Keselamatan dan Keamanan
V V V
V V V
V V V
-
V
-
-
-
-
Perlu dikaitkan dengan kondisi fasilitas yang akan dinikmati langsung oleh pengguna, seperti kenyamanan, kebersihan, dll Definisi kurang rinci Definisi kurang rinci Definisi kurang rinci
V
V
V
-
V
-
-
-
-
Definisi kurang rinci
V
V
V
-
-
-
-
-
-
Definisi kurang rinci
V
V
?
-
-
-
-
-
-
Keterangan tentang Standar Operasi Stasiun dan Standar teknis Stasiun perlu disertakan
9 10
Tabel 8.
Keterangan
Matriks Analisis SPM Sarana KA di Stasiun (Permenhub 9/ 2011.)
KA An-kot
KA Perkot.
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur
Prasyarat Pencapaian
Pelaksana
Metode
Lokasi
1
Pintu
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
2 3
Jendela Tempat duduk dng konstruksi tetap yg mempunyai sandaran Toilet
V V
V V
V V
V V
-
V
-
-
-
-
V
V
V
-
-
-
-
-
-
-
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
6
Lampu penerangan dalam kereta Kipas angin
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
7 8
Rak bagasi Restorasi
V V
V V
V V
V -
-
-
-
-
-
-
Bidang Pelayanan
Lingkup
Pengukuran
Definisi
Tolok Ukur
Penanggung Jawab
8
Pengukuran
No
4 5
Keterangan
Bukan SPM tapi prasyarat Ketentuan lebih ke arah standar teknis Lebih ke arah standar teknis Lebih ke arah standar teknis Ketentuan lebih ke arah standar teknis Tidak terdapat tolok ukur yg jelas thd pelayanan restorasi
85
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
KA Perkot.
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur
Prasyarat Pencapaian
Pelaksana
Metode
Lokasi
Penanggung Jawab
KA An-kot
Informasi stasiun yang akan disinggahi/dilewat i secara berurutan Fasilitas khusus & kemudahan bagi penyandang cacat, wanita hamil, balita, orang sakit dan lansia Fasilitas kesehatan
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
Tolok ukur tidak bisa diukur
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
Tidak dijelaskan detil fasilitasnya.
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
12
Fasilitas keselamatan dan keamanan
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
13
Nama dan nomor urut kereta
V
V
V
V
-
V
-
-
-
-
14
Informasi gangguan perjalanan KA Ketepatan jadwal kereta api
V
V
V
V
-
-
-
-
-
-
Tidak dijelaskan siapa yg melakukan pengukuran Tidak dijelaskan siapa yg melakukan pengukuran Tidak dijelaskan siapa yg melakukan pengukuran Tolok ukur tidak bisa diukur
V
V
V
V
-
V
-
-
-
-
No
9
10
11
15
Bidang Pelayanan
Lingkup
Pengukuran
Definisi
Tolok Ukur
Laporan Akhir
Keterangan
Tolok ukur terlalu sulit digunakan/tidak tepat
Catatan: V : sudah ada; - : belum ada; ? : tidak lengkap
B.
Contoh Terbaik SPM TransJakarta Busway
1.
SPM yang Digunakan Salah satu contoh Standar Pelayanan Minimum yang telah disusun adalah SPM TransJakarta Busway. Perumusan Standar Pelayanan Minimal TransJakarta Busway selain dilakukan untuk pemenuhan peraturan, juga didasari oleh kerangka berpikir dengan menggabungkan 3 (tiga) pendekatan yaitu: Teori Pelayanan Pelanggan, Benchmarking dari beberapa SPM negara lain yang juga menggunakan BRT system dan Harapan Penumpang. Untuk memenuhi kualitas jasa TransJakarta sebagai layanan publik dan jasa angkutan penumpang dengan konsep BRT system yang memenuhi harapan penumpang di DKI Jakarta, diperoleh 4 substansi SPM, yaitu: Kehandalan, Keamanan dan Keselamatan, 86
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Kemudahan, dan Kenyamanan. Masing-masing substansi SPM tersebut diuraikan sebagai berikut: 1.
Kehandalan Pelayanan Substansi inti dari Kehandalan Pelayanan adalah TransJakarta menjamin kehandalan operasional, termasuk kesiapan operasional bis, sarana dan prasarana, sistem operasi, dan petugas operasi. Kehandalan pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 7 indikatornya yaitu:
2.
a.
Rencana Headway
b.
Ketepatan Headway
c.
Waktu Penaikan dan Penurunan Penumpang
d.
Jarak Antara Pintu Bus dan Halte
e.
Kecepatan Perjalanan
f.
Kehandalan Armada
g.
Konsistensi Jam Pelayanan
Keamanan dan Keselamatan Subtansi inti dari Keamanan dan Keselamatan adalah TransJakarta menjamin keamanan dan keselamatan pelanggan saat menikmati layanan jasa busway. Keamanan dan Keselamatan pada pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 5 indikatornya yaitu:
3.
a.
Keamanan di dalam Halte
b.
Keamanan di dalam Bus
c.
Keselamatan di dalam Halte
d.
Keselamatan di dalam Bus
e.
Keselamatan di sepanjang Koridor
Kemudahan Subtansi inti dari Kemudahan adalah TransJakarta menjamin bahwa pelanggan bisa mendapat berbagai kemudahan dalam menikmati jasa layanan busway. Kemudahan pada pelayanan TransJakarta ini dapat di ukur dari kinerja 5 indikatornya yaitu: a.
Kemudahan mendapatkan informasi tentang TransJakarta, 87
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
4.
b.
Kemudahan penjualan Tiket,
c.
Kemudahan melaporkan kehilangan/ menemukan barang,
d.
Kemudahan menyampaikan pengaduan, memberikan saran,
e.
Kemudahan akses menuju/dari Halte
Laporan Akhir
Kenyamanan Subtansi inti dari Kenyamanan adalah TransJakarta menjamin bahwa jasa layanan busway akan dinikmati pelanggan secara nyaman. Minimal Pelayanan Kenyamanan yang dijanjikan oleh TransJakarta ini dapat di ukur dari 10 indikatornya yaitu: a.
Kebersihan di dalam Halte
b.
Suhu di dalam Halte
c.
Penerangan di dalam Halte
d.
Kepadatan Penumpang di dalam Halte
e.
Kebersihan di dalam Bus
f.
Suhu di dalam Bus
g.
Penerangan di dalam Bus
h.
Kepadatan Penumpang di dalam Bus
i.
Waktu tunggu
j.
Pelayanan Petugas
Untuk memudahkan pembaca, maka Standar Pelayanan Minimal (SPM) TransJakarta diuraikan dengan struktur sebagai berikut: 1.
Definisi, setiap indikator memberikan sebuah penjelasan berupa definisi akan apa yang dimaksud. Definisi ini bertujuan agar pembaca dan pengguna memiliki pemahaman yang sama untuk setiap indikator dari setiap substansi pelayanan.
2.
Lingkup, cakupan pengukuran dijelaskan dalam lingkup yang menunjukkan siapa dan/ atau apa yang diukur. Lingkup dapat berupa jaringan koridor, armada bis, laporan, dan hasil angket survei. Penjelasan ini penting agar pengguna paham obyek yang diukur kinerjanya.
3.
Tolok Ukur, setiap SPM memiliki tolok ukur yang mencakup dua unsur: ukuran dan target yang ingin dicapai dalam lima tahun ke depan. Ukuran merupakan standar/ kriteria penilaian atau formula pengukuran.
4.
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur, target sasaran ditetapkan setiap tahunnya 88
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
dalam rentang lima tahun mendatang, yang telah mempertimbangkan kinerja TransJakarta saat ini, kinerja TransJakarta yang seharusnya dapat dicapai, serta usaha peningkatan kinerja yang berkesinambungan. 5.
Prasyarat Pencapaian, setiap sasaran SPM baru dapat dicapai bilamana telah memiliki persyaratan pendukung yang cukup. Persyaratan yang dimaksud dapat berupa kesiapan struktur organisasi, sumber daya manusia yang memadai dan kompeten, dana yang cukup, teknologi dan peralatan, regulasi Pemerintah Pusat/ Daerah yang mendukung, hingga koordinasi dengan instansi terkait.
6.
Pengukuran, pengukuran dilakukan oleh 3 pihak: a.
Petugas Internal Pemerintah, tujuan internal manajemen melakukan pengukuran adalah untuk mengetahui sejauh mana TransJakarta mampu menepati janjinya kepada masyarakat pengguna jasa busway. Bilamana sasaran tolok ukur tak tercapai, internal manajemen harus meneliti penyebab tidak tercapainya sasaran dan mengevaluasi faktor-faktor internal dan mengambil tindakan yang perlu.
b.
Internal/Eksternal Audit, pengukuran sebaiknya dilakukan juga oleh pihak lain selain internal manajemen TransJakarta. Tujuannya agar pihak lain dapat menilai ketaatan dan kesesuaian pengukuran SPM terhadap peraturan. Pada umumnya pihak yang dipercaya melakukan pengukuran independen adalah internal auditor dan eksternal auditor. Internal Auditor adalah fungsi pengendalian internal yang berada dalam struktur organisasi TransJakarta dan bertanggungjawab langsung kepada pimpinan. Dengan posisinya itu Internal Auditor memiliki independensi terhadap fungsi-fungsi lain dalam tubuh organisasi. Eksternal Auditor adalah pihak yang tidak terkait dengan struktur organisasi TransJakarta dan kedudukannya lebih independen dibandingkan Internal Auditor. Eksternal Auditor dapat berupa pemeriksa dari Departemen, Pemerintah DKI Jakarta, Pemerintah Pusat, Badan Pemeriksa Keuangan, bahkan hingga pihak diluar pemerintahan.
c.
Surveyor Independen, ada kalanya masyarakat, yang berada diluar wilayah pemerintahan, juga ingin melakukan pengukuran sendiri dengan tujuan dan metodologi berbeda. Pada umumnya masyarakat tidak secara langsung melakukan pengukuran, melainkan melalui lembaga swadaya 89
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
masyarakat atau lembaga lainnya, dengan tujuan mengukur kepuasan pelanggan pengguna jasa. Metoda perhitungan adalah sekumpulan cara, media, formula, formulir, data pendukung dan alat yang diperlukan pelaksana pengukuran dalam mengukur sebuah SPM. Setiap pengukuran memiliki periode waktu pengukuran dan waktu pengukuran. Periode pengukuran adalah rentang waktu aktivitas yang diukur. Sedangkan waktu pengukuran adalah saat dilakukannya pengukuran. Lokasi pengukuran adalah lokasi dilakukannya pengukuran. Lokasi dapat berupa jalur koridor, halte, bus, atau tempat lainnya sesuai jenis SPM. Pelaksana pengukuran adalah petugas yang ditunjuk oleh manajemen Transjakarta dan bertanggung jawab untuk melakukan pengukuran. 7.
Penanggung Jawab, penanggung Jawab adalah penanggung jawab dari pelaksanaan, penerapan dan evaluasi Indiikator SPM yang bersangkutan.
2.
SPM Indikator Kebersihan di Dalam Halte (contoh SPM Transjakarta Busway) 1.
Definisi Keadaan Halte yang bebas dari kotoran, termasuk di antaranya, debu, sampah, dan bau di lantai halte maupun interior ruang halte. Kebersihan lantai berarti secara visual permukaan asli lantai terlihat jelas, tidak ada obyek, partikel atau kotoran baik padat maupun cair yang mempengaruhi kekesatan lantai serta tidak berbau. Kebersihan dinding, jendela, pintu dan atap/plafon berarti secara visual permukaan asli dinding, jendela, pintu dan atap/plafon terlihat jelas, tidak ada obyek, partikel, kotoran atau warna lain padat maupun cair yang menempel serta tidak berbau.
2.
Lingkup Seluruh Halte TransJakarta Busway
3.
Tolok Ukur Halte Bersih
4.
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur Parameter Halte Bersih Survei kepuasan penumpang
2009
2010
2011
2012
2013
2014
> 90%; > 75%;
> 90%; > 75%;
> 90%; > 75%;
> 95%; > 80%;
>95%; >85%;
>95%; >85%;
90
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
5.
Laporan Akhir
Prasyarat Pencapaian Aktivitas yang mempengaruhi hasil pengukuran Indikator Kebersihan Halte tentang TransJakarta meliputi: a.
Tersedianya Peralatan Kebersihan yang sesuai dengan cuaca dan lingkungan sekitar halte, yang dikelola oleh BLU TransJakarta
b.
Kesigapan petugas dalam menangani Kebersihan, yang dikelola oleh BLU TransJakarta
c.
Pelatihan yang cukup untuk petugas terkait, yang dikelola oleh BLU TransJakarta
6.
Pengukuran a.
Metode Pengukuran 1) Petugas BLU TransJakarta a)
Setiap hari petugas dari Bidang Sarana dan Prasarana melakukan pengecekan kebersihan di semua Halte diseluruh Koridor.
b)
Hasil pencatatan tentang tingkat kebersihan Halte dicatat dalam Historical Card kebersihan Halte.
2) Internal/ External Audit a)
Melakukan pengecekan kebersihan Halte secara Uji Petik.
b)
Melakukan audit terhadap penanganan kebersihan Halte.
3) Surveyor Independen Melakukan survei terhadap kebersihan Halte b.
Metoda Perhitungan Perhitungan hasil pengukuran oleh Petugas BLU TransJakarta terhadap SPM Kebersihan di dalam Halte: % Halte yang bersih dalam sebulan =
Jumlah halte bersih x 100% Total jumlah halte beroperasi
Penilaian hasil pengukuran indikator kebersihan Halte oleh Internal/ External Audit secara uji petik: % Halte bersih =
Jumlah halte bersih x 100% Total jumlah halte yang diperiksa
91
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Laporan Audit Tanpa Temuan “Mayor” mendapat nilai 100% Laporan Audit Dengan Temuan “Mayor” mendapat nilai 0% Penilaian hasil Survei pengukuran indikator Kebersihan di dalam Halte oleh Surveyor independen: Kepuasan penumpang =
c.
Jumlah responden yang puas x 100% Total jumlah responden
Periode Pengukuran 1) Bulanan untuk pengukuran indikator yang dilakukan oleh Petugas BLU TransJakarta 2) Setiap akhir semester untuk pengukuran indikator yang dilakukan oleh Internal/ External Audit 3) Setiap akhir tahun untuk pengukuran melalui survei yang dilakukan oleh Surveyor Independen
d.
Lokasi Pengukuran Semua Halte TransJakarta Busway
e.
Pelaksana Pengukuran 1) Petugas Sarana dan Prasarana melakukan pemeriksaan kondisi kebersihan Halte harian 2) Petugas Sarana dan Prasarana menganalisa data checklist kebersihan halte setiap bulan
f.
Penanggung Jawab Bidang Sarana dan Prasarana BLU
3.
SPM Indikator Suhu Dalam Bus (contoh SPM Transjakarta Busway) 1.
Definisi Suhu di dalam Bus maksimal 26OC
2.
Lingkup Semua Bus Armada TransJakarta Busway
3.
Tolok Ukur Suhu di dalam Bus maksimal 26OC 92
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
4.
Sasaran Pencapaian Tolok Ukur Parameter Suhu sesuai standar
5.
Laporan Akhir
2009 > 90%;
2010 >90%;
2011 > 90%;
2012 > 95%;
2013 >95%;
2014 >95%
Prasyarat Pencapaian Aktivitas yang mempengaruhi hasil pengukuran Indikator suhu di dalam Bus meliputi: a.
Penyejuk (AC) Bus yang memenuhi persyaratan, yang dikelola oleh Operator Bus yang ditunjuk BLU TransJakarta
b.
Perawatan Mesin dan AC yang baik dan terencana, yang dikelola oleh Operator Bus yang ditunjuk BLU TransJakarta
c.
Kepadatan penumpang di dalam Bus, yang dikelola oleh BLU TransJakarta
d.
Pelatihan yang cukup untuk petugas terkait, yang dikelola oleh BLU TransJakarta
6.
Pengukuran a.
Metode Pengukuran 1) Petugas BLU TransJakarta Setiap hari Petugas Bidang Sarana dan Prasarana melakukan pengecekan terhadap suhu Bus. Hasilnya di catat ke dalam Historical Card Bus. 2) Internal/ External Audit a)
Melakukan pengecekan suhu Bus secara Uji Petik.
b)
Melakukan audit terhadap pengelolaan suhu bus
3) Surveyor Independen Melakukan survei terhadap suhu di dalam Bus b.
Metoda Perhitungan Perhitungan hasil pengukuran oleh Petugas BLU TransJakarta
terhadap
suhu di dalam Bus: Suhu bus sesuai standar =
Jumlah bus sesuai standar dalam sebulan x 100% Total jumlah bus yang diperiksa dalam sebulan
93
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Penilaian hasil pengukuran Indikator suhu di dalam Bus oleh Internal/ External Audit secara uji petik: Suhu bus sesuai standar =
Jumlah bus sesuai standar dalam sebulan x 100% Total jumlah bus yang diperiksa dalam sebulan
Laporan Audit Tanpa Temuan “Mayor” mendapat nilai 100% Laporan Audit Dengan Temuan “Mayor” mendapat nilai 0% Penilaian hasil Survei pengukuran Indikator suhu di dalam Bus oleh surveyor independen: Suhu Bus =
c.
Jumlah bus sesuai standar x 100% Total jumlah bus yang di survei
Periode Pengukuran 1) Setiap hari petugas Bidang Sarana dan Prasarana melakukan pengecekan Suhu Bus, sedangkan perhitungannya dilakukan setiap Bulan. 2) Setiap akhir semester/ akhir tahun internal/ external Audit melakukan pengecekan secara Uji Petik dan Audit. 3) Setiap akhir tahun untuk pengukuran melalui survei yang dilakukan oleh Surveyor Independen
d.
Lokasi Pengukuran Semua Bus Armada TransJakarta Busway
e.
Pelaksana Pengukuran 1) Petugas Sarana dan Prasarana melakukan pengecekkan harian 2) Bidang Sarana dan Prasarana mencatat dan menganlisa hasil pengecekkan
f.
Penanggung Jawab Bidang Sarana dan Prasarana BLU
94
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
C.
Contoh Terbaik SPM Perkeretapian di Jepang
1.
Kondisi Umum
Laporan Akhir
Penyelenggaraan perkeretaapian di Jepang saat ini dilayani beberapa perusahaan operator, yaitu: grup perusahaan operator milik Pemerintah yang saat ini telah berubah statusnya menjadi swasta dengan sebutan Japan Railway (JR), operator swasta lokal yang lain, dan operator dari Pemerintah lokal setempat. JR mengoperasikan di 6 (enam) wilayah / region di Jepang, dengan rincian berikut: 1.
Hokaido Railway Company (JR Hokaido)
2.
East Japan Railway Company (JR East)
3.
Central Japan Railway Company (JR Central)
4.
West Japan Railway Company (JR West)
5.
Shikoku Railway Company (JR Shikoku).
6.
Kyusyu Railway Company (JR Kyusyu) 1 1
2 3 4 5 6 2 4
6
3
5
Sumber: Railway Technical Research Institute, 2010
Gambar 31. Peta Wilayah Pengoperasian Layanan KA di Jepang
Operator swasta yang lain, jumlahnya kurang sekitar 16 perusahaan, yaitu: 1.
Tobu Railway
2.
Seibu Railway
3.
Keisei Electric Railway
4.
Keio Corporation 95
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
5.
Odakyu Electric Railway
6.
Tokyu Corporation
7.
Keikyu Corporation
8.
Tokyo Metro
9.
Sagami Railway
10.
Nagoya Railroad
11.
Kintetsu Corporation
12.
Nankai Electric Railway
13.
Keihan Electric Railway
14.
Hankyu Corporation
15.
Hanshin Electric Railway
16.
Nishi-Nippon Railroad
Laporan Akhir
Operator KA lainnya terdiri dari operator Pemerintah Kota, perusahaan kerjasama antara pihak ketiga dengan pemerintah regional dan perusahaan swasta. 2.
Penyelenggaraan Layanan KA di Jepang 1.
Gauge dan Elektrifikasi Panjang prasarana rel di Jepang saat ini kurang lebih 27.268 km yang melintas sepanjang wilayah Jepang. Japan Railway (sebuah grup perusahaan swasta yang awalnya adalah milik Pemerintah yang bergerak di bidang pengoperasian KA di Jepang) saat ini mengoperasikan sepanjang 20.135 km, sedangkan sisanya dioperasikan oleh perusahaan swasta lokal yang lain. Pada 2006, produksi angkutan KA penumpang di Jepang mencapai 22,24 milyar penumpang atau 395,9 milyar penumpang-kilometres)1. Jaringan KA nasional di Jepang dikembangkan dengan menggunakan lebar rel 1.067 mm. Sementara, KA Shinkansen menggunakan standard gauge dengan lebar 1.435 mm. Sistem Elektrifikasi yang digunakan oleh operator Japan Railway adalah 1500V DC dan 20kV AC untuk jaringan rel konvensional dan 25kV AC untuk KA Shinkansen. Elektrifikasi dengan tipe 600V DC dan 750V DC digunakan pada jalur-jalur KA yang dioperasikan oleh operator swasta yang lain, di luar JR.
1
Ministry of Land, Infrastructure and Transport. "Annual Report of Rail Transport Statistics", 2008
96
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Untuk Jepang wilayah Timur, menggunakan frekuensi 50 Hz dan wilayah Barat menggunakan 60 Hz. 2.
Sistem Tiket dan Surcharges Transportasi KA di Jepang pada umumnya adalah berbayar. Pada prinsipnya penumpang membayar tiket sebelum naik. Selama perjalanan, tiket diperiksa di atas gerbong atau di stasiun dimana perjalanan dimulai dan dikumpulkan di stasiun mana perjalanan berakhir. Terdapat beberapa tipe pengenaan biaya/ongkos perjalanan menggunakan KA atau surcharges. Sebagai contoh, operator JR memberlakukan dalam beberapa hal, yaitu: a.
Express fee, diberlakukan untuk perjalanan menggunakan KA jenis ekspres.
b.
Limited express fee, diberlakukan untuk perjalanan pada KA ekspres melalui reservasi tempat duduk yang dibatasi.
c.
Non-reserved limited express fee, diberlakukan untuk perjalanan pada KA ekspres dengan tanpa reservasi tempat duduk, namun terbatas.
d.
Reserved seat fee, diberlakukan untuk perjalanan pada KA dengan reservasi tempat duduk pada KA selain jenis ekspres.
e.
Green fee, diberlakukan untuk perjalanan pada KA dengan maksud perjalanan khusus, misalnya untuk tour/wisata dan lain-lain.
f.
Bed fee, diberlakukan untuk perjalanan dengan fasilitas gerbong tempat tidur.
3.
Jenis KA Layanan KA yang berhenti di setiap stasiun disebut kereta lokal. Tiket perjalanan diperlukan untuk naik kereta jenis lokal ini. Untuk kereta dengan kecepatan lebih cepat daripada kereta lokal, diklasifikasikan sebagai KA ekspres, dimana membutuhkan tambahan biaya dalam perjalanannya tergantung pada fasilitas dan layanan yang disediakan oleh operator bersangkutan.
4.
Jalur KA Seluruh jalur KA dan tram di Jepang diberi nama sesuai dengan nama operatornya. Nama jalur KA tersebut umumnya tercantum dalam tiket perjalanan KA yang mengindikasikan jalur atau rute perjalanannya, misalnya Toyoko Line atau Hanshin (nama operator). 97
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Selain itu, nama jalur KA juga dapat dilihat dari tujuan perjalanan KA bersangkutan atau kota-kota yang dilalui sepanjang koridor layanan KA tersebut, misalnya: "Takasaki Line" yang artinya tujuan ke Takasaki, atau "Tōhoku Main Line" yang artinya menuju ke daerah Tōhoku. Contoh lainnya adalah menggunakan singkatan dari nama provinsi, misalnya "Gonō Line" yang artinya KA yang menghubungkan antara Goshogawara and Noshiro, atau menggunakan wilayah jalur pengoperasian KA, misalnya Tōzai Line yang berarti KA yang melayani wilayah Timur-Barat Jepang. 3.
Layanan KA Penumpang di Jepang (Kasus: Tokaido Shinkansen) Salah satu operator KA di Jepang yaitu JR Central, saat ini mengoperasikan jalur layanan KA penumpang antarkota yang menghubungkan antara Tokyo, Nagoya, dan Osaka (lihat Gambar 24). Berdasarkan informasi terkini yang bersumber dari Central Japan Railway Company (2010), disebutkan bahwa saat ini terdapat 13 jalur yang dioperasikan, dimana mayoritas (12 jalur) merupakan jalur KA konvensional dengan jumlah stasiun 394 buah dan panjang jalur sekitar 1.418 km. Sementara, untuk Tokaido Shinkansen, stasiun yang melayaninya berjumlah 10 buah dengan panjang jalur 552,6 km (Tabel 7).
Sumber: Central Japan Railway Company, Data Book, 2010
Gambar 32. Peta Jalur KA yang Dioperasikan oleh Tokaido Shinkansen
98
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Tabel 9.
Laporan Akhir
Data Jumlah Sarana dan Prasarana Perkeretaapian yang Dioperasikan oleh JR Central Company
Sumber: Central Japan Railway Company, Data Book, 2010
Kinerja layanan KA Tokaido Shinkansen ini dapat dicermati dari beberapa indikator penting berikut: 1.
Keselamatan
2.
Kehandalan
3.
Kecepatan
4.
Volume
5.
Lingkungan
6.
Konsumsi energi
7.
Tarif
Masing-masing indikator kinerja layanan KA Tokaido Shinkansen memiliki target yang telah direncanakan. Dalam hal keselamatan, untuk dapat mencapai target kinerja dari aspek ini, diperlukan upaya untuk dapat mewujudkannya, melalui: dukungan ATC system, tidak ada hambatan selama perjalanan (lintas sebidang dengan moda darat yang lain), aturan khusus untuk tidak melintasi jalur KA tersebut, pagar pembatas sepanjang jalur KA, dan tidak ada fatalitas atau korban kecelakaan KA selama pengoperasian, misalnya kereta anjlog. Dalam hal kehandalan, KA Tokaido Shinkansen dituntut untuk menjamin ketepatan waktu. Indikator yang digunakan adalah rata-rata keterlambatan atau delay perjalanan hanya 0,5 menit per KA. Pada aspek kecepatan, KA ini dituntut dapat melakukan perjalanan dengan kecepatan 270 km/jam dan dapat menjangkau Stasiun di Tokyo dan Shin-Osaka dalam 2 jam 25 menit atau mampu menjangkau 552,6 km. Dalam hal volume perjalanan, KA Tokaido Shinkansen setiap hari harus mampu menampung 378.000 penumpang atau 138 juta penumpang per tahun. Di samping itu, 99
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
layanan KA ini harus mampu menciptakan lingkungan yang ramah (bebas polusi), rendah dalam konsumsi energi atau bahan bakar, dan yang paling penting adalah tarif yang terjangkau oleh masyarakat.
Sumber: Central Japan Railway Company, Data Book, 2010
Gambar 33. Jenis KA Tokaido Shinkansen yang Beroperasi
Bentuk layanan atau fasilitas yang disediakan dalam KA ini, antara lain adalah layanan interior dan sistem informasi di atas gerbong KA. Selain itu, terdapat alat yang mampu meredam kebisingan sehingga penumpang merasakan kenyamanan selama perjalanan. Fasilitas tambahan yang lain adalah kamera CCTV, fasilitas komputer dilengkapi jaringan internet, dan lain sebagainya.
Sumber: Central Japan Railway Company, Data Book, 2010
Gambar 34. Fasilitas Layanan di Atas KA Tokaido Shinkansen
Fasilitas yang lain yang disediakan di atas KA adalah tempat untuk penumpang berkursi roda (wheelchair space), alat bantu bagi para tuna netra (braille signs), toilet dengan fungsi penggunaan yang lainnya (multipurpose toilet). Sedangkan di stasiun, fasilitas yang disediakan adalah sistem informasi berupa papan display, lift untuk para pengguna dengan keterbatasan fisik, dan multipurpose toilet.
100
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Sumber: Central Japan Railway Company, Data Book, 2010
Gambar 35. Fasilitas Layanan KA Tokaido Shinkansen di Atas Gerbong dan Stasiun
Sistem tiket telah dikembangkan dengan teknologi yang lebih maju, seperti Express Card yang digabung dengan layanan kartu kredit. Bagi pengguna atau penumpang KA Express, disediakan fasilitas pengambilan tiket berupa mesin tiket guna mempermudah dan mempercepat proses perjalanan.
Sumber: Central Japan Railway Company, Data Book, 2010
Gambar 36. Bentuk Layanan Tiket KA Express Secara Otomatis
101
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 4 ...................................................................................................................................................76 KAJIAN REGULASI SPM DAN CONTOH TERBAIK.....................................................................76 A.
Regulasi Standar Pelayanan Minimal ...........................................................................................76
1.
Isi Regulasi...................................................................................................................................76
2.
Analisis Regulasi SPM................................................................................................................84
B.
Contoh Terbaik SPM TransJakarta Busway .................................................................................86
1.
SPM yang Digunakan .................................................................................................................86
2.
SPM Indikator Kebersihan di Dalam Halte (contoh SPM Transjakarta Busway) ..............90
3.
SPM Indikator Suhu Dalam Bus (contoh SPM Transjakarta Busway) ................................92
C.
Contoh Terbaik SPM Perkeretapian di Jepang .............................................................................95
1.
Kondisi Umum ............................................................................................................................95
2.
Penyelenggaraan Layanan KA di Jepang.................................................................................96
3.
Layanan KA Penumpang di Jepang (Kasus: Tokaido Shinkansen) ......................................98
Tabel 5. Standar Pelayanan Minimal Prasarana KA di Stasiun ......................................................79 Tabel 6. Standar Pelayanan Minimal Sarana KA dalam Perjalanan. ..............................................81 Tabel 7. Matriks Analisis SPM Prasarana KA di Stasiun (Permenhub 9/ 2011.) ..........................84 Tabel 8. Matriks Analisis SPM Sarana KA di Stasiun (Permenhub 9/ 2011.)...............................85 Gambar 31. Peta Wilayah Pengoperasian Layanan KA di Jepang ...................................................95 Gambar 32. Peta Jalur KA yang Dioperasikan oleh Tokaido Shinkansen........................................98 Tabel 9. Data Jumlah Sarana dan Prasarana Perkeretaapian yang Dioperasikan oleh JR Central Company 99 Gambar 33. Jenis KA Tokaido Shinkansen yang Beroperasi .........................................................100 Gambar 34. Fasilitas Layanan di Atas KA Tokaido Shinkansen....................................................100 Gambar 35. Fasilitas Layanan KA Tokaido Shinkansen di Atas Gerbong dan Stasiun .................101 Gambar 36. Bentuk Layanan Tiket KA Express Secara Otomatis .................................................101
102
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 5 PELAKSANAAN SURVEI
A.
Rencana Survei
1.
Tujuan Survei Fokus dari studi ini adalah untuk menyusun standar pelayanan minimal transportasi kereta api di Indonesia. Untuk itu salah satu kegiatan yang sangat penting dilakukan adalah mengetahui harapan layanan yang diinginkan oleh pengguna dan kondisi nyata yang mereka rasakan terhadap layanan yang telah ada. Selain itu guna memastikan bahwa standar layanan yang disusun sesuai dengan kriteria yang diinginkan perlu kiranya untuk mengetahui pilihan-pilihan pengguna berdasarkan karakteristik pengguna terhadap layanan yang diberikan. Untuk itu pelaksanaan pengumpulan data harapan dan pilihan pengguna moda kereta api harus dilakukan dengan melakukan wawancara di lapangan (lokasi studi). Secara umum survei akan dilaksanakan dalam 2 (dua) tahap, yaitu: 1.
Survei harapan dan kondisi nyata, yang akan akan digunakan untuk menyususn indikator-indikator utama layanan kereta api
2.
Survei persepsi/pilihan pengguna, yang akan digunakan untuk mengetahui sensitivitas dan elastisitas pilihan pengguna dengan metode stated preference.
2.
Tahapan Pelaksanaan Survei Pelaksanaan survei pada studi ini akan melewati beberapa tahap, yaitu: 1.
Melakukan inventarisasi indikator-indikator yang mempengaruhi pelayanan kereta api.
2.
Membuat sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan indikatorindikator yang mempengaruhi pelayanan kereta api tersebut.
3.
Melakukan survei pendahuluan, untuk melakukan uji coba terhadap isi formulir survei, cara survei dan pemahaman responden terhadap isi formulir survei. Selain itu yang tak kalah pentingnya adalah untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan oleh responden untuk menjawab semua pertanyaan yang ada. Hasil dari survei 102
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
pendahuluan ini akan dievaluasi untuk memperbaiki formulir survei dan teknik survei pada pelaksanaan survei pertama dan kedua. 4.
Melakukan survei pertama (penentuan indikator pelayanan kereta api), yaitu survei wawancara kepada pengguna, dengan tujuan untuk mengidentifikasi indikator-indikator yang paling berpengaruh terhadap pelayanan kereta api yang selanjutnya akan dikaji menggunakan metode analisis faktor. Indikator terpilih akan disusun sesuai dengan level yang ditetapkan untuk menyusun pertanyaanpertanyaan bagi survei selanjutnya.
5.
Dengan menggunakan proses seleksi (selection process), sejumlah pertanyaanpertanyaan yang telah dihasilkan akan ditetapkan menjadi menjadi 16 (enam belas) pernyataan atau 16 (enambelas) choice set.
6.
Enam belas pernyataan tersebut merupakan pertanyaan untuk survei persepsi (metode stated preference) yang akan disurveikan kepada 40 (empat puluh) responden dari tiap layanan kereta api (antar kota dan perkotaan) di masingmasing kota yang disurvei.
7.
Hasil dari survei persepsi ini akan digunakan untuk merumuskan model persamaan agregate, mode specific dan willingness to pay.
Secara grafis alur pelaksanaan survei dapat dilihat pada Gambar 37. Pemilihan lokasi survei dilakukan atas dasar rancangan studi, di mana data yang dikehendaki harus sesuai dengan tujuan studi. Pada studi ini data-data atau informasi yang akan digunakan adalah harapan/keinginan dan persepsi pengguna moda kereta api baik kereta api antar kota maupun perkotaan, sehingga survei dilakukan pada area stasiun-stasiun kereta api di wilayah studi. Untuk memperoleh data dan informasi yang lebih detail juga dilakukan pengumpulan data melalui beberapa instansi terkait, antara lain: PT. KAI, DAOP, dan PT. KAI Commuter Jabodetabek. 3.
Sampel Survei Guna menghasilkan suatu data yang representatif yang dapat mewakili populasi yang ada, maka diperlukan suatu metode atau cara pengambilan dan penentuan jumlah responden yang tepat. Selain itu metode pengambilan survei juga harus memperhatikan hubungan antara biaya, tenaga dan waktu yang disediakan untuk menyelesaikan studi ini. 103
---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Vn
Proses analisis faktor akan menghasilkan beberapa kelompok indikator yang mempunyai karakteristik sama (F1 s.d Fn) KELOMPOK INDIKATOR F1
Laporan Akhir
Hasil proses seleksi akan mereduksi jumlah pernyataan menjadi 16
choice set
Selection Process
V1
Process Analysis Factor
PERTANYAAN
Jumlah data yang diperoleh Antarkota 16 x 400 responden = 6.400 Perkotaan 16 x 160 responden = 2.560
STATED PREFERNCE P(i) = (Fi,.......Fn) 1
16 Choice Set X
Survei Ke-1
Uji Coba form dan metode survei
Berisi sejumlah pertanyaan yang terkait dengan indikatorindikator layanan kereta api (V1 s.d Vn)
Survei Pendahuluan
INVENTARISASI INDIKATOR-INDIKATOR PELAYANAN KERETA API
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
560 Responden 16 Fn Survei Ke-2
Agregat
MODEL
Mode Specific WTP
Hasil 1. Policy 2. Technical Design Guidelines 3. SPM 16
Gambar 37. Alur Pelaksanaan Survei
Sampel yang dipilih adalah para pengguna moda transportasi kereta api baik antar kota mapun perkotaan sehingga diharapkan benar-benar representatif terhadap studi ini. Form survei secara lengkap dapat dilihat dalam lampiran. Dengan mengasumsikan bahwa standar layanan kereta api yang akan dirumuskan dari studi ini merupakan standar yang akan digunakan oleh pemangku kepentingan untuk merencanakan dan mengembangkan pelayanan angkutan penumpang moda kereta api dan pada akhirnya pelayanannya akan dirasakan oleh pengguna secara keseluruhan tanpa membedakan latar belakang pendidikan, umur, jenis kelamin. Untuk itu. metode yang akan digunakan dalam pengambilan responden adalah metode simple stratified random sampling atau pengambilan sampling yang dilakukan secara acak sederhana. Jumlah responden yang diwawancarai pada survei harapan adalah sebanyak 300 (tiga ratus) orang yang terdiri dari 200 (dua ratus) responden pengguna kereta api antar kota 104
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
dan 100 (seratus) responden pengguna kereta api perkotaan, sedangkan jumlah responden untuk survei persepsi pilihan pengguna (stated preference) berjumlah 560 (lima ratus enampuluh) responden yang terdiri dari 400 (empat ratus) responden pengguna kereta api antar kota dan 160 (seratus enampuluh) responden pengguna kereta api perkotaan. 4.
Pengembangan Kuesioner Survei Pada studi ini penggunaan kuesioner merupakan hal yang utama untuk pengumpulan data. Hasil survei akan dianalisis menggunakan analisis statistik untuk mengkaji dan memilih alternatif yang terbaik menurut responden. Tujuan utama pembuatan kuesioner ini adalah untuk memperoleh informasi yang relevan dengan tujuan survei dan memperoleh informasi dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin. Kuesioner pada survei pertama, merupakan jenis kuesioner tertutup dan semi tertutup, pada kuesioner jenis tertutup responden hanya memilih jawaban yang telah disediakan sedangkan pada kuesioner semi tertutup responden selain memilih jawaban yang telah disediakan juga diminta untuk memberikan asalannya. Jadi dengan kata lain responden hanya diminta untuk memilih tingkat kesetujuan dari pernyataan yang disampaikan. Sedangkan kuesioner pada survei kedua, menggunakan jenis kuesioner tertutup dan responden hanya diminta untuk menyatakan pilihan yang paling diyakininya. Secara umum kuesioner survei pertama terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu: 1.
Perkenalan, yang berisi: instansi pemberi tugas, alamat, dan tujuan pengisian kuesioner, serta petunjuk umum pengisian kuesioner.
2.
Identifikasi responden, mencakup beberapa pertanyaan tentang identitas dan latar belakang responden, antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, penghasilan per bulan, biaya transportasi menggunakan kereta api, maksud perjalanan, jenis perjalanan, barang bawaan (bagasi), frekuensi perjalanan dan lain-lain.
3.
Isi Wawancara: a.
Pertanyaan Harapan/Keinginan Pengguna terhadap layanan penumpang moda kereta api baik di stasiun maupun di atas kereta. Jumlah pertanyaan 64 (enampuluh empat) butir, yang terdiri dari 52 (limapuluh dua) pertanyaan bersifat positif dan 12 (dua belas) pertanyaan bersifat negatif. Kesemua pertanyaan tersebut telah mencakup indikator-indikator layanan di 105
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
dalam stasiun, di atas kereta dan perpindahan moda yang telah diinventarisasi dari studi sebelumnya dan tinjauan pustaka. b.
Pertanyaan Kondisi Sebenarnya yang dirasakan Pengguna. Pada bagian ini pengguna diminta untuk menjawab pertanyaan terkait dengan apa yang selama ini dirasakan pada saat menggunakan moda kereta api. Jumlah dan materi pertanyaan identik dengan bagian harapan/keinginan pengguna.
c.
Pertanyaan Kepuasan Pengguna. Pada bagian ini pengguna diminta untuk secara langsung menyatakan tingkat kepuasan yang dirasakan sesuai dengan pertanyaan yang diberikan. Selain itu pengguna juga diminta untuk memberikan masukan terkait dengan pencapaian kepuasan. Jumlah pertanyaan pada bagian ini adalah 23 (duapuluh tiga) butir.
Survei kedua merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dengan survei pertama, atau dengan kata lain survei kedua merupakan langkah lanjutan dari survei pertama untuk mendapatkan persepsi/pilihan dari pengguna layanan moda kereta api. Survei kedua berbentuk survei stated preference yang akan terdiri dari 2 (dua) set kuesioner survei, sesuai dengan jenis layanan kereta api, yaitu perkotaan dan antar kota. Tiap set kuesioner survei terdiri dari 4 (empat) bagian, dimana masing-masing bagiannya adalah: 1.
Perkenalan, yang berisi: instansi pemberi tugas, alamat, dan tujuan pengisian kuesioner, serta petunjuk umum pengisian kuesioner.
2.
Identifikasi responden, mencakup beberapa pertanyaan tentang identitas dan latar belakang responden, antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, penghasilan per bulan, biaya transportasi menggunakan kereta api, maksud perjalanan, jenis perjalanan, barang bawaan (bagasi), frekuensi perjalanan, harga tiket dan lain-lain.
3.
Kriteria Variable Pembanding Indikator, yang terdiri dari 1 (satu) indikator yang bersifat stimulan dan 5 (lima) indikator yang bersifat respon. Secara detil keenam indikator akan di terangkan pada bab selanjutnya.
4.
Isi Kuesioner survei, berisi 16 (enam belas) choice set berupa pernyataan stated preference untuk menggambarkan pilihan pengguna terhadap jenis nloayanan yang diberikan.
106
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
B.
Pelaksanaan Survei Primer
1.
Jadwal Pelaksanaan Survei
Laporan Akhir
Pada studi ini ada 5 (lima) bagian utama dalam pembahasan mengenai pelaksanaan pengumpulan data, yaitu: survei pendahuluan pertama (uji coba survei kesatu), pelaksanaan survei kesatu, survei pendahuluan kedua, pelaksanaan survei kedua dan kesulitan yang dihadapi selama proses pengumpulan data (survei). Secara detail pelaksanaan survei dari awal sampai akhir dapat dilihat pada Tabel 10, berikut. Jumlah responden untuk survei pertama di Jakarta dengan total 300 (tiga ratus) orang, terdiri: 1.
pengguna kereta api antar kota kelas eksekutif 100 responden;
2.
pengguna kereta api antar kota kelas bisnis dan ekonomi 100 responden;
3.
pengguna kereta api perkotaan (patas, AC ekonomi, ekonomi) 100 responden.
Sedangkan jumlah responden survei ke-dua dengan total 560 (lima ratus enam puluh) orang, terdiri dari: 1.
Jakarta: a.
pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 responden dan kelas ekonomi 25 responden)
b. 2.
pengguna kereta api perkotaan 80 responden (KRL Jabodetabek)
Bandung, pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 responden dan kelas ekonomi 25 responden)
3.
Semarang, pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 responden dan kelas ekonomi 25 responden)
4.
Yogyakarta: a.
pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 responden dan kelas ekonomi 25 responden)
b. 5.
pengguna kereta api perkotaan 40 responden (KA Prameks)
Surabaya: a.
pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 responden dan kelas ekonomi 25 responden)
b. 6.
pengguna kereta api perkotaan 40 responden (KA Susi)
Medan, pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 107
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
responden dan kelas ekonomi 25 responden) 7.
Palembang, pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 responden dan kelas ekonomi 25 responden)
8.
Lampung, pengguna kereta api antar kota 50 responden (kelas eksekutif 25 responden dan kelas ekonomi 25 responden)
Tabel 10. Pelaksanaan Survei. No.
1.
2.
2.
Item
Tahapan
Lokasi
Jumlah Jumlah Tanggal Responden Surveyor Survei (orang) (orang)
Survei Harapan Pengguna
1. Survei Pendahuluan
Jakarta
10
1
24-25 Juni 2011
2. Pelaksanaan Survei
Jakarta
300
10
27 Juni – 2 Agustus 2011
Survei Pilihan Persepsi
1. Survei Pendahuluan
Jogjakarta
10
1
11-12 Juli 2011
2. Pelaksanaan Survei
Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Semarang, Surabaya, Medan, Palembang, Lampung
560
20
14-18 Juli 2011
Survei Pendahuluan Survei pendahuluan dilaksanakan untuk mengkaji dan mengevaluasi apakah cara/metode survei yang akan digunakan sudah sesuai, dalam arti mudah dilaksanakan dan dapat memberikan informasi yang dibutuhkan. Selain itu survei pendahuluan juga digunakan untuk mengkaji apakah responden mengerti dan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan sesuai dengan apa yang diinginkan oleh surveyor. Dari hasil uji coba dapat disimpulkan bahwa wawancara yang dilakukan pada pengguna moda kereta api belum cukup optimal. Walaupun sebagian besar responden tidak merasa kesulitan untuk memahami maksud dan cara pengisian formulir tetapi membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menjelaskannya. Waktu yang tersedia untuk menjawab pertanyaan (wawancara) mencukupi, khususnya untuk responden yang akan naik ke kereta api (menunggu kereta api datang) tetapi tidak pada saat responden turun dari kereta api (dengan alasan tergesa-gesa dan capek). Secara umum, rata-rata waktu yang digunakan oleh seorang responden untuk menjawab pertanyaan dalam kuesioner survei harapan/keinginan adalah 10 (sepuluh) menit, sedangkan untuk survei persepsi (stated preference) adalah 6 (enam) menit. 108
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
3.
Laporan Akhir
Pelaksanaan Survei Hasil kajian dari survei pendahulan, digunakan untuk memperbaiki isi dan cara survei yang akan dilaksanakan. Setelah perbaikan yang dilakukan dirasa sudah optimal, selanjutnya dilakukan survei wawancara di lokasi studi, yaitu: 1.
Jakarta: Stasiun Gambir, Stasiun Pasar Senen, Stasiun Manggarai dan beberapa stasiun yang melayani KRL Jabodetabek;
2.
Bandung: Stasiun Bandung dan Stasiun Kiaracondong;
3.
Semarang: Stasiun Semarang Tawang dan Stasiun Semarang Poncol;
4.
Jogjakarta: Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan dan beberapa stasiun yang melayani kereta api Prameks Jogja – Solo;
5.
Surabaya: Stasiun Gubeng, Stasiun Pasar Turi, Stasiun Semut dan beberapa stasiun yang melayani kereta api komuter Susi (Surabaya – Sidoarjo)
4.
6.
Medan, Stasiun Medan;
7.
Palembang, Stasiun Kertapati;
8.
Lampung, Stasiun Tanjungkarang.
Kesulitan yang Dialami Dalam pelaksanaan survei ada beberapa kendala/permasalahan yang dihadapi, yaitu: 1.
Keterbatasan jumlah surveyor sehingga tidak memungkinkan mewawancarai responden satu per satu,
2.
Alokasi waktu survei yang dirasa terlalu singkat dibandingkan dengan jumlah target kuesioner dan tingkat kesulitan pertanyaan kuesioner,
3.
Terdapat beberapa responden yang kesulitan mencerna pertanyaan kuesioner dan memahami beberapa istilah dalam pertanyaan kuesioner terutama pada responden yang menggunakan kereta api antar kota kelas ekonomi dan kereta api perkotaan.
4.
Banyak responden yang tidak bersedia diwawancarai ataupun mengisi kuesioner dengan alasan tidak mau diganggu dan alasan-alasan lainnya. Kesulitan ini sebagian besar dialami oleh surveyor yang bertugas untuk mewawancarai responden pengguna kereta api antar kota kelas eksekutif.
5.
Daftar pertanyaan kuesioner yang terlalu banyak dan kalimat yang panjang sehingga cukup menyita waktu responden.
6.
Beberapa formulir kuesioner tidak kembali. 109
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
Solusi untuk mengatasi kendala/permasalahan tersebut di atas : 1.
Untuk kendala angka 1 dan 2, solusinya yaitu: mengubah strategi pelaksanaan survei, antara lain dengan melakukan wawancara atau penjelasan pengisian pada lebih dari satu responden secara bersama-sama,
2.
Untuk kendala angka 3, solusinya adalah memberikan penjelasan secara runtut dengan bahasa yang lebih sederhana terutama terkait dengan maksud dan tujuan dari kegiatan wawancara ini. Secara umum responden dari pengguna kereta api antar kota kelas ekonomi dan kereta api perkotaan lebih bersifat terbuka dalam artian mudah untuk diajak wawancara dibandingkan responden pengguna kereta api antar kota kelas eksekutif. Tetapi responden pengguna kereta api antar kota kelas eksekutif lebih mudah memahami maksud dan isi form survei.
3.
Terhadap penumpang yang tidak bersedia mengisi kuesioner (kendala angka 4), maka formulir dialihkan ke penumpang yang bersedia menjadi responden.
4.
Untuk kendala angka 5, sedapat mungkin memberi pengertian kepada responden untuk mengisi formulir sebaik-baiknya sampai tuntas, dan apabila memang tidak mencukupi formulir survei dapat ditinggalkan saja,
5.
Untuk kendala angka 6, diatasi dengan cara meningkatkan jumlah sampel di atas target yang ingin dicapai.
C.
Pelaksanaan Survei Sekunder
Selain palaksanaan survei primer berupa wawancara dengan responden, pada studi ini konsultan juga melakukan pengumpulan data sekunder terkait dengan pelayanan kereta api dan juga dokumentasi terhadap layanan yang sekarang ini terjadi. Dari beberapa laporan yang dikeluarkan oleh Stasiun, DAOP maupun PT. KAI dan PT. KCJ yang dapat diperoleh oleh konsultan akan dijadikan bahan masukan dan dasar dalam penyusunan standar layanan minimal kereta api terutama memastikan bahwa layanan yang selama ini ada dapat lebih ditingkatkan dan yang belum ada dapat di adakan. Berikut adalah beberapa data sekunder yang diperoleh konsultan: 1.
Laporan Realisasi PERKA Bulan Januari, Maret dan April 2011, DAOP 1 Jakarta, 2011.
2.
Evaluasi SIPOKA Januari – Mei 2011, OC Kantor Pusat bandung, 2011.
3.
Evaluasi SIPOKA, DAOP VI Yogyakarta, Juni 2011. 110
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
4.
Summary Pelayanan Customer Service Stasiun Besar Yogyakarta, Juni 2011.
5.
Resume Komplain Pelanggan di stasiun Besar Yogyakarta, Juni 2011.
6.
Data Volume Penumpang Bulan Januari – Juni di Stasiun Daop VI Yogyakarta, 2011.
7.
Resume Komplain Pelanggan di stasiun Senen Jakarta, Juni 2011.
8.
Contoh Komplain pelanggan KA di Stasiun Gubeng Surabaya, Januari 2011.
9.
Evaluasi Alur Stasiun Besar Semarang Tawang, Oktober 2010.
10.
Evaluasi Andil Keterlambatan Stasiun Besar Semarang Tawang, Oktober 2010.
11.
Hasil Pungutan Serentak Kereta di Jawa dan Sumatera, PT KAI Kantor Pusat Bandung, Oktober 2010.
12.
Audit Pelayanan Jasa Angkutan Kereta Api, PT KAI, Agustus 2010.
13.
Riset kepuasan Pengguna Jasa Kereta Commuter Jabodetabek, PT. KCj, 2010.
14.
Resume Volume Penumpang Januari - Juni, DAOP VIII Surabaya, 2011.
15.
Denah Tata Guna Lahan Stasiun Gubeng Surabaya
16.
Pelaksanaan Pelayanan di Stasiun dan di Atas Kereta Api, PT. KAI.
17.
Peta Tata Guna Lahan Stasiun Tugu Yogyakarta.
18.
Peta Tata Guna Lahan Stasiun Lempuyangan Yogyakarta.
19.
Peta Tata Guna Lahan Stasiun Jebres Solo.
20.
Peta Tata Guna Lahan Stasiun Balapan Solo.
21.
Peta Tata Guna Lahan Stasiun Purwosari.
111
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 5 .................................................................................................................................................102 PELAKSANAAN SURVEI................................................................................................................102 A.
Rencana Survei ...........................................................................................................................102
1.
Tujuan Survei............................................................................................................................102
2.
Tahapan Pelaksanaan Survei...................................................................................................102
3.
Sampel Survei............................................................................................................................103
4.
Pengembangan Kuesioner Survei............................................................................................105
B.
Pelaksanaan Survei Primer..........................................................................................................107
1.
Jadwal Pelaksanaan Survei......................................................................................................107
2.
Survei Pendahuluan..................................................................................................................108
3.
Pelaksanaan Survei...................................................................................................................109
4.
Kesulitan yang Dialami ............................................................................................................109
C.
Pelaksanaan Survei Sekunder .....................................................................................................110
Gambar 37. Tabel 10.
Alur Pelaksanaan Survei .............................................................................................104 Pelaksanaan Survei. ....................................................................................................108
112
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
BAB 6 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Pengolahan Data
Tahap pengolahan data pada studi ini, meliputi: 1.
Mendeskripsikan hasil wawancara melalui kuesioner dan pengamatan di lapangan.
2.
Untuk survei pertama: mentabulasikan data hasil wawancara di lapangan, dengan memberikan nilai pada masing-masing jawaban yaitu nilai 4, 3, 2, dan 1 berurutan untuk jawaban sangat penting, penting, tidak penting dan sangat tidak penting pada pernyataan yang bersifat positif dan kebalikannya untuk pernyataan bersifat negatif dari tiap-tiap responden sehingga jawaban-jawaban tersebut mempunyai nilai atau dapat dikuantitaskan.
3.
Untuk survei
kedua: mentabulasikan data hasil survei stated preference di
lapangan, dengan memberikan nilai pada masing-masing jawaban sangat setuju sampai dengan sangat tidak setuju dengan nilai 0,9; 0,7; 0,5; 0,3 dan 0;1 berurutan dari tiap-tiap choice set sehingga jawaban-jawaban tersebut mempunyai nilai atau dapat dikuantitaskan. Setelah tahap pengumpulan data selanjutnya dilakukan tahap analisis data. Tahap analisis data ini merupakan tahap terakhir dari proses pengolahan data, dimana pada tahap ini data akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dan statistik secara kualitatif dan kuantitatif. Pada analisis kualitatif akan digunakan tabel distribusi frekuensi yang hasilnya dapat digunakan untuk mendeskripsikan jumlah dan persebaran dari masing-masing variabel yang diamati, baik itu informasi yang mencakup identitas responden (survei pertama dan kedua), harapan responden, kenyataan yang dirasakan oleh responden maupun tingkat kepuasan responden (survei pertama). Selanjutnya analisis kuantitatif pada hasil survei pertama akan menggunakan beberapa metode yaitu: uji beda (t-test), descriptive mean, correlations dan factor analysis. Pada survei kedua, analisis kuantitatif akan dilakukan menggunakan metode regresi. Berikut adalah penjelasan metode analisis kuantitatif yang digunakan dalam studi ini. 112
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
1.
Laporan Akhir
Uji beda (t-tes) digunakan untuk mengkaji ada tidaknya perbedaan pada variabelvariabel yang diukur. Dalam penelitian ini akan dilihat apakah ada perbedaan antara harapan dan kenyataan yang diinginkan dan dirasakan oleh pengguna, seberapa besar perbedaannya, dan item-item mana yang mempunyai tingkat perbedaan terbesar sampai dengan terkecil.
2.
Descriptive mean digunakan untuk mengkaji kesenjangan (gap) antara harapan dan kenyataan dari perbandingan mean-nya yang secara langsung berhubungan dengan tingkat kepuasan pengguna. Dimana semakin besar nilai gap-nya berarti tingkat kepuasan yang dirasakan oleh konsumen juga semakin berkurang.
3.
Correlations digunakan untuk mengkaji hubungan (nilai r) antara nilai mean dari kesenjangan (gap) harapan dan kenyataan dengan tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pengguna.
4.
Factor Analysis digunakan untuk mengkaji item-item mana dari pernyataan yang diberikan kepada responden yang mempunyai pengaruh terhadap tingkat kepuasan dan seberapa besar pengaruhnya.
5.
Regresi Analysis dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum diketahui dengan sempurna, atau untuk mengetahui bagaimana variasi dari beberapa variabel independen mempengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X1, X2, … , Xi adalah variabel-variabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara X dan Y, di mana variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. Secara matematika hubungan di atas dapat dijabarkan sebagai berikut: Y = f(X1, X2, …, Xi, e), di mana : Y adalah variabel dependen, X adalah variabel independen dan e adalah variabel residu (disturbance term).
B.
Analisis Survei Pertama (Harapan) dan Pengelompokan Indikator
Berdasarkan hasil survei yang telah dilaksanakan, dari 3001 (tiga ratus) responden yang diwawancarai atau mengisi sendiri kuesioner persepsi penumpang terhadap pelayanan kereta api antarkota dan perkotaan (Jabodetabek), 200 (dua ratus) orang merupakan pengguna kereta api antar kota, (terdiri dari: 100 orang pengguna kereta api eksekutif, 59 orang pengguna 1
Pada pelaksanaan survei wawancara, ditemukan beberapa data yang pengisiannya tidak lengkap (2,1%). Guna analisis data-data tersebut tetap digunakan dengan penyempurnaan secara sistem menggunakan median of nearby points pada program SPSS 17.
113
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
Laporan Akhir
kereta api bisnis, dan 41 orang pengguna kereta api ekonomi) dan 100 (seratus) orang merupakan pengguna kereta api perkotaan (terdiri dari: 6 orang pengguna KRL Express, 48 orang pengguna KRL ekonomi AC, dan 46 orang pengguna KRL ekonomi). Tabel 11. Sebaran Responden per Jenis KA pada Survei Pertama No. 1.
Jenis KA Antarkota
2.
Total Perkotaan
Kelas Eksekutif Bisnis Ekonomi Ekspress Ekonomi AC Ekonomi
Total
1.
Jumlah 100 59 41 200 6 48 46 100
Prosentase (%) 50,0 29,5 20,5 100,0 6,0 48,0 46,0 100,0
Karakteristik Penumpang Kereta Api Antarkota dan Perkotaan
Gambaran responden dalam studi ini akan dijelaskan menggunakan karakteristik identitas pribadi dan karaktersistik yang berhubungan dengan penggunaan kereta api. Tabel berikut adalah gambaran diskriptif responden pengguna kereta api antarkota dan perkotaan dari hasil survei pertama. Tabel 12. Gambaran Karakteristik Pribadi Pengguna Moda Kereta Api Antarkota dan Perkotaan (Responden Survei Pertama) No I. 1. 2.
3.
4.
Karakteristik Karakteristik Pribadi (Responden) Jenis Kelamin Pria Wanita Umur < 24 tahun 25 - 35 tahun 36 - 45 tahun 46 - 55 tahun > 55 tahun Pendidikan Pendidikan Dasar Terakhir Pendidikan Lanjutan Pendidikan Tinggi Pasca Sarjana Profesi PNS/TNI/POLRI Siswa/Mahasiswa Ibu Rumah tangga Pegawai Swasta Pensiunan Belum bekerja
KA Antar Kota Jml % 113 87 37 70 60 21 12 2 117 66 15 10 27 34 122 3 4
56,5 43,5 18,5 35,0 30,0 10,5 6,0 1,0 58,5 33,0 7,5 5,0 13,5 17,0 61,0 1,5 2,0
KA Perkotaan Jml % 57 43 25 48 19 8 25 3 69 27 1 3 19 8 67 3 -
57,0 43,0 25,0 48,0 19,0 8,0 25,0 3,0 69,0 27,0 1,0 3,0 19,0 8,0 67,0 3,0 -
114
STUDI PENYUSUNAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL TRANSPORTASI KERETA API
No 5.
6.
7.
II. 1.
2.
Karakteristik Penghasilan per bulan