e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No.1, Juli 2014 pp. 17-23
STUDI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS SUMBER DAYA PRODUKSI DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA Tonggo Hutabarat1, Sukaria Sinulingga2, Dini Wahyuni2 Departemen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara Jl. Almamater Kampus USU, Medan 20155 1 Email:
[email protected] 2 Email :
[email protected] 2 Email:
[email protected] Abstrak. PT. X merupakan produsen benda kerja atau spare parts yang terbuat dari logam seperti ring, sprocket belah, garbox, sprocket 12T, 8T, dan lain-lain. Perusahaan memiliki masalah dalam hal efesiensi lini produksi, antara lain kecacatan produk ± 10%, inventori ± 80 unit, serta waktu set up cenderung lama, dan lain-lain. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi proses produksi sprocket belah dan garbox yang ada menggunakan metode Lean Six Sigma, dan SMED (Single Minutes Exchange of Dies). Metode ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lantai produksi dengan mereduksi faktor pemborosan tersebut. Hasil uji korelasi menunjukkan faktor waste yang berdampak paling signifikan terhadap produktivitas lantai pabrik adalah transportasi, excess motion, dan waktu set up . Selanjutnya dilakukan perbaikan untuk mengurangi waktu proses dengan perbaikan tataletak serta reduksi proses yang tidak perlu. SOP (Standard Operation Procedure) disusun agar operator dapat bekerja sesuai standard kerja yang telah ditetapkan sehingga waktu proses dapat dikurangi secara berkelanjutan. Hasil perbaikan ini menunjukkan waktu proses sprocket belah berkurang dari 177.07 menit menjadi 137.94 dan pada produk garbox waktu proses berkurang dari 315.50 menit menjadi 202.08 menit. Kata kunci: Lean Six Sigma, SMED, Produktivitas
Abstract. PT. X is a manufacturer of spare parts or workpieces made of metal such as washers, split sprocket, garbox, sprocket 12T, 8T, and others. The company has a problem in terms of the efficiency of production lines, including product defects ± 10%, ± 80 units of inventory, as well as set up time tends to be long, and others. This study aimed to evaluate the production process and the split sprocket existing garbox using Lean Six Sigma methods, and SMED (Single Minutes Exchange of Dies) which is used to improve the process, which aims to increase productivity by reducing the production floor waste factor. Correlation test results demonstrate a factor of waste that the most significant impact on the productivity of the factory floor are transportation, excess motion, and set up time. Further repairs to reduce processing time by improving the layout and the reduction of unnecessary processes. SOP (Standard Operation Procedure) arranged so that the operator can work as a standard work which has been set so that the processing time can be reduced in a sustainable manner. This improvement results showed reduced processing time sprocket sides of 137.94 and 177.07 minutes into the product garbox reduced processing time of 315.50 minutes to 202.08 minutes. Keywords: Lean Six Sigma, SMED, Productivity
17
e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No.1, Juli 2014 pp. 17-23
1.
and machining area, dimana yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah proses produksi sprocket belah dan garbox. Dalam penelitian ini terdapat beberapa faktor waste yang diteliti, dan semua waste diidentifikasi dengan checksheet, dimana masing-masing faktor memiliki atribut pengukuran masing-masing. Seperti produk cacat, yang diukur dari produk yang sompel, retak dan berlubang. Faktor motion diukur dari gerakan mencari part/alat, dan gerakan meraih material. Faktor transportasi diukur dari perpindahan material dan operator. Faktor set up diukur dari waktu dan prosedur set up. Faktor inventori diukur dari jumlah unit produk yang disimpan dan lama waktu produk tersebut di gudang, faktor menunggu yang diukur dari waktu proses, dan demikian juga dengan faktor lainnya . Metode pemecahan masalah pemborosan diselesaikan dengan Lean Six Sigma, yang mana dibagi ke dalam 5 tahap proses pemecahan masalah, antara lain: 1. Define, menggambarkan dan penetapan sasaran dengan diagram SIPOC (Supplier-InputProcess-Output-Customer) dan VSM (Value Stream Mapping) untuk menemukan pemborosan pada lini produksi. 2. Measure, mengumpulkan data-data ukuran yang telah diidentifikasi dengan menghitung metrik lean dan Process Cycle Efficiency (PCE). 3. Analize, menganalisa faktor yang berdampak paling signifikan dengan uji korelasi dan menganalisa faktor tersebut lebih lanjut dengan fishbone. 4. Improve, yakni perbaikan yang dilakukan dengan lean six sigma dan SMED. 5. Control, dengan memberikan SOP untuk menetapkan prosedur kerja.
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan suatu bisnis atau perusahaan baik yang bersifat komersial maupun non-komersial, istilah produktivitas sering digunakan sebagai tonggak penduga seberapa baik kinerja dan pengelolaan sumber daya perusahaan dilakukan (Sumanth, 1984:3). Banyak faktor yang mendukung peningkatan produktivitas suatu perusahaan, baik dari bidang bahan baku, produk, proses produksi, administrasi dan sebagainya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Afida (2008), perbaikan proses produksi dapat memberikan kontribusi peningkatan produktivitas perusahaan sebesar 0.91% serta mampu memberikan kontribusi terhadap perbaikan kualitas dan kinerja lingkungan. Oleh karena itu, upaya perbaikan proses produksi senantiasa terus dilakukan dengan pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activities) melalui peningkatan terus menerus secara radikal (radical continuous improvement) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma dalam rangka peningkatan produktivitas (Gaspersz, 2007:92). PT. X merupakan perusahaan yang bergerak di bidang produksi peralatan permesinan yang akan digunakan untuk mesin Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dan juga menghasilkan spare part perusahaanperusahaan lainnya. Perusahaan berproduksi berdasarkan pesanan atau order yang masuk (make to order), dan urutan proses pengerjaan antara job satu dengan job lainnya berbeda-beda. Produksi spare part PT. X terdiri dari beberapa tahapan proses. Dan dalam proses tersebut, terdapat beberapa pemborosan (waste). Berdasarkan penelitian yang dilakukan dibagian assembly machining area, jenis pemborosan yang ditemukan antara lain produk cacat ± 10%, inventori ± 80 unit, serta waktu set up cenderung lama, gerakan berlebih operator ditemukan dalam jumlah yang signifikan dan lain-lain. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka perusahaan membutuhkan suatu metode pengurangan bahkan penghilangan pemborosan (waste) sehingga meningkatkan produktivitas kerja perusahaan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Define Pada tahap ini merupakan penetapan sasaran dari aktivitas peningkatan produktivitas sumber daya produksi khususnya pada operator dan mesin di lantai pabrik (Rowland, 2005:56). Pada tahap define, diperoleh diagram SIPOC seperti pada Gambar 1 yang menggambarkan urutan proses produk dimulai dari bahan baku sampai menjadi produk jadi dan sampai ke tangan konsumen. Dan VSM yang ditunjukkan pada Gambar 2, menggambarkan urutan proses produk yang disertai dengan waktu dari mulai bahan baku sampai ke tangan konsumen, dimana pada VSM sudah dapat dianalisi value added dan non-value added activity serta waktu proses produksi.
2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasional. Jenis penelitian ini yang bertujuan untuk mendapatkan tingkat keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap faktor dependen yang dituju. Tingkat hubungan tersebut dilihat dengan koefisien korelasi (Sinulingga, 2011). Penelitian dilakukan di assembly
18
e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No.1, Juli 2014 pp. 17-23
SUPPLIER Gambar 1. DiagramINPUT SIPOC
PROCESS
OUTPUT
COSTUMER
Sprocket Belah
Penyimpanan Sementara
Dibubut bagian atas procket bulat Dibubut bagian bawah sprocket bulat Dibelah sprocket
Sprocket Bulat
Dipotong sisi pertama 5 cm dari ujung
Bagian Peleburan
Dipotong sisi kedua 5 cm dari ujung
Cairan Pendingin
Dipotong sudut tepi
Diulir pada bagian tengah
Dipasang mur
Gambar 1. Diagram SIPOC
Purchasing
PPC
Marketing
Gudang
MONTHLY
Produksi
DAILY
CUSTOMER Pembubutan Bagian Atas
PELEBURAN
Pembubutan Pembubutab Bagian BagianBawah Atas
Op
: 1 orang
Op
: 1 orang
C/T
: 39,18
C/T
: 37,95
menit
menit
1 Shift
1 Shift
VA
3,35 menit
WIP
VA
NVA
0.60 menit NVA
: 1 orang
Op
: 1 orang
C/T
: 9,62
C/T
: 13,75
VA
: 1 orang
Op
: 1 orang
C/T
: 9,47
C/T
: 9,53
menit
menit
1 Shift
1 Shift
VA
0,65 menit
VA
NVA Pembubutab Pengaitan Bagian denganAtas Mur
Penguliran Bagian Tengah
WIP
Op
: 1 orang
Op
C/T
: 6,55
C/T
menit
menit
menit
1 Shift
1 Shift
1 Shift
13.25 menit NVA
Op
6,35 menit
Pemotongan Sudut Tepi
Op
1 Shift
Pemotongan Pembubutab5 cmBagian Sisi Pertama Atas
NVA
Pemotongan 5 cm Sisi Kedua
menit
Pembelahan Sprocket
VA
1,35 menit NVA
VA
3.25 menit
: 1 orang : 18,63
VA
NVA
Gambar 2. Value Stream Mapping Sprocket Belah
19
Penyimpanan Produk WIP
e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No.1, Juli 2014 pp. 17-23
3.2. 3.2.1.
Measure Perhitungan Metrik Lean Perhitungan metrik Lean dilakukan untuk mengetahui keadaaan pabrik dari sudut pandang Lean. Setelah perhitungan data waktu baku diperoleh, maka selanjutnya dilakukan perhitungan metrik Lean yang terdiri atas perhitungan manufacturing lead time, dan process cycle efficiency. Manufacturing lead time dihitung dengan menjumlahkan seluruh waktu proses yang diperlukan. Setelah mengetahui keadaan dari pabrik melalui metrik Lean, maka akan diberikan usulan perbaikan berdasarkan prinsip-prinsip Lean.
Pada perhitungan process cycle efficiency produk, diketahui total lead time sprocket belah adalah 225.95 menit dan value adde time-nya adalah 185.01 menit. Sedangkan total lead time garbox adalah 400.50 menit dan value adde time-nya adalah 375.94 menit. Dan perhitungan nilai PCE dapat dilihat sebagai berikut: Process cycle efficiency produk sprocket belah = =
= 81.88%
Process cycle efficiency produk garbox 3.2.2.
Perhitungan Process Cycle Effeciency (PCE) Dalam melakukan perhitungan nilai process cycle efficiency, terlebih dahulu dipisahkan kegiatan value added (bernilai tambah) dengan kegiatan nonvalue added (tidak bernilai tambah) pada produk sprocket belah yang dapat dilihat pada Tabel 1. Suatu proses produksi dikatakan lean apabila mempunyai nilai PCE lebih besar sama dengan 30%, yang artinya waktu proses untuk kegiatan yang bernilai tambah minimal mencapai 30% dari total waktu proses keseluruhan
=
3.3. Analyze Pada tahap ini dilakukan uji korelasi terlebih dahulu untuk menentukan seberapa besar korelasi antara faktor penyebab dengan faktor-faktor yang ditujukan. Uji korelasi dilakukan terhadap 10 periode jumlah produk yang dihasilkan dengan 10 periode jumlah atribut periode jumlah pemborosan yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Data variabel pemborosan diambil sebanyak 10 periode untuk melihat tingkat korelasi terhadap produktivitas operator dan mesin. Produktivitas ini diukur dari jumlah produksi sprocket belah dan garbox. Hal ini dikarenakan, produktivitas berbanding lurus dengan jumlah output yang dihasilkan.
Tabel 1. Pemisahan Value Added dan Non Value Added Tahap 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Aktivitas-aktivitas Persiapan dan pengangkutan Pembubutan bagian atas Pemeriksaan hasil bubutan dan logam dibalikkan Pembubutan bagian bawah Pengangkutan dan Set Up awal Pembelahan Sprocket Pemotongan sisi pertama sejauh 5 cm Set Up dan Pengangkutan ke penumpukan sementara Pemotongan sisi kedua sejauh 5 cm dari tepi Set Up dan Pengangkutan ke penumpukan sementara Pengangkutan dari ke mesin Pemotongan sudut tepi Pembuatan ulir pada bagian tengah Pengaitan kedua belahan sprocket dengan mur Diangkut ke penumpukan
Total Waktu Total Waktu Keseluruhan
Value added
= 93.86%
Non Value added 7.130
50.346 4.930
3.3.1. Uji Korelasi Setelah data-data diatas diperoleh, selanjutnya dilakukan uji korelasi untuk melihat hubungan yang paling signifikan terhadap faktor independen yakni jumlah output, dimana produktivitas lantai produksi berbanding lurus dengan jumlah produk yang dihasilkan, dengan kata lain semakin bertambah produk yang dihasilkan dalam satuan waktu yang telah ditentukan, maka produktivitas lantai produksi tentu akan meningkat. Rumus uji korelasi adalah sebagai berikut:
50.338 8.238 12.294 11.922 0.925 12.686 0.828 16.004 16.837 8.161 22.426 2.876 185.01
40.930
225.95 menit
20
e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No.1, Juli 2014 pp. 17-23
Sebagai contoh, korelasi antara kecacatan produk terhadap jumlah produk yang ditunjukkan oleh Tabel 2 berikut. a. Korelasi antara kecacatan produk terhadap jumlah produk sprocket belah Dimana: x = Jumlah produk cacat y = Jumlah produk sprocket belah
Tabel 3. Hasil Uji Korelasi Korelasi Tehadap Produk Atribut Pemborosan Sprocket Garbox Belah Kecacatan -0.142857 -0.3162 Inventori -0.153896 -0.08 Motion 0.581318 0.34412 Transportasi 0.258198 0.22942 Proses Berlebih 0.149071 0.2 Set Up -0.324738 -0.2018
Tabel 2. Korelasi Kecacatan dengan Jumlah Produk Sprocket Belah Total Cacat (xi)
Sprocket Belah (yi)
(xi.yi)
1
2
3
6
4
9
2
0
2
0
0
4
3
2
2
4
4
4
4
0
3
0
0
9
5
1
2
2
1
4
6
0
3
0
0
9
7
1
2
2
1
4
8
1
2
2
1
4
9
1
3
3
1
9
10
1
3
3
1
9
Total
9
25
22
13
65
No
2
xi
2
Total Korelasi -0.459 -0.239 0.9254 0.4871 0.3497 -0.5265
yi
Dari hasil rekapitulasi uji korelasi diatas, diperoleh tiga faktor yang memiliki hubungan yang paling signifikan yaitu faktor motion, transportasi, dan set up mesin. Selanjutnya ketiga faktod ini akan dianalisa lebih lanjut dengan Fishbone dan FMEA. 3.3.2. Fishbone Berdasarkan hasil uji korelasi, identifikasi dilakukan terhadap tiga faktor yang paling berpengaruh yakni motion, transportasi dan waktu set up. Pada faktor motion, faktor yang akan diteliti, adalah mencari part/alat, meraih material. Sedangkan pada faktor transportasi, atribut yang akan diteliti antara lain perpindahan material dan operator. Dan selanjutnya pada faktor set up, yang diteliti adalah faktor yang mempengaruhi pada jenis pemborosan itu sendiri, dimana semua faktor ini dilihat hubungan sebab akibat, baik dari segi operator, material, lingkungan, metode, dan mesin yang mengakibatkan faktor pemborosan yang terjadi. Salah satu faktor pada excess motion adalah kegiatan mencari part/alat yang dianalisis lebih lanjut dengan fishbone pada Gambar 3. Sedangkan faktor set up time juga dianalisis lebih lanjut dengan fishbone yang ditunjukkan pada Gambar 4.
-0.142 Dari hasil perhitungan uji korelasi antara jumlah kecacatan produk terhadap jumlah produk yang dihasilkan, disimpulkan bahwa nilai korelasi antara kedua variabel tidak terlalu kuat dan berhubungan negatif, yang artinya semakin banyak jumlah produk cacat, semakin sedikit jumlah produk yang dihasilkan. Metode perhitungan yang sama juga dilakukan terhadap seluruh faktor sehingga diperoleh hasil uji korelasi seperti pada Tabel 3 sebagai berikut.
Material Menumpuk di lantai
Operator Tidak teliti Tidak konsisten Operator mengobrol
Tidak ada group
Redup pencahayaan Mengandalkan sinar matahari Kurangnya penggunaan lampu
Lingkungan
Tidak ada peletakan kembali
Tempat alat tetap tidak ada
Metode
Tidak mengembalikan part/alat ke tempat semula
Mencari Part/ Alat
Frekuensi set up tinggi Changover produk tinggi
Mesin
Gambar 3. Fishbone Mencari Part / Alat
21
e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No.1, Juli 2014 pp. 17-23
Material
transportasi, dan waktu set up. Dengan metode SMED, waktu set up permesinan dapat dikurangi dari 45.19 menit menjadi 34.20 menit pada sprocket dan 54.01 menit menjadi 21 menit pada garbox. Total waktu proses produk sprocket belah dan garbox setelah dilakukan perbaikan dengan Lean Six Sigma masing-masing adalah 137.94 menit dan 202.08 menit. Dengan perubahan dan perbaikan urutan proses kedua produk, lead time produk dapat diminimisasi karena waktu proses menjadi lebih sedikit. Pada produk sprocket belah, penyelesaian produk seharusnya 13.92 minggu namun dapat dikurangi menjadi 10.84 minggu. Sedangkan pada garbox, penyelesaian produk seharusnya 4.8 minggu menjadi 3.17 minggu
Operator
Ukuran material berbeda-beda
Tidak teliti Tidak konsisten
Berat beban material berbeda-beda
Kurang serius mengerjakan
Target produksi kurang jelas
Waktu Set Up Tinggi
Tempat alat set up tidak di daerah mesin
Set up ganti setiap changeover product
Waktu pemasangan jig dan fixture lama
Tidak ada standar waktu set up Beberapa mesin kurang pencahayaan
Fungsi ganda untuk banyak bahan
Alat ukur sederhana
Lingkungan
Metode
Mesin
Gambar 4. Fishbone Set Up Time
3.4.
Improve Perbaikan dilakukan dengan pengurangan waktu set up dengan menggunakan SMED. Serta, pengaturan tata letak sebagai cara untuk meningkatkan kelancaran proses produksi. Perbaikan waktu set up dengan metode SMED, dilakukan dengan mengkonversi kegiatan internal menjadi eksternal (Singo, 2011:47) seperti pada operasi garbox yaitu kegiatan pengangkutan bahan ke bagian pemotongan, dan pengangkutan ke bagian penumpukan sementara yang sebelumnya merupakan kegiatan internal selanjutnya dikonversi ke dalam operasi eksternal. Demikian hal serupa juga dilakukan pada operasi sprocket belah sehingga waktu set up dapat direduksi pada sprocket belah dari 45.19 menit menjadi 34.20 menit dan pada garbox dari 54.01 menjadi 21 menit. Pada akhirnya, setelah dilakukan perbaikan proses dengan beberapa metode lean six sigma, waktu total proses produksi sprocket belah dan garbox dapat direduksi. Pada sprocket belah waktu proses berkurang dari 177.07 menit menjadi 137.94 dan pada produk garbox waktu proses berkurang dari 315.50 menit menjadi 202.08 menit.
DAFTAR PUSTAKA Afida, Nofita. 2008. Peningkatan Produktivitas Melalui Usaha Waste Reduction. ITS Press: Surabaya. Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta George L. Michael, Rowlands, David Rowlands, Mark Price dan John Maxey. 2005. The Lean Six Sigma Pocket Toolbook. McGraw-Hill: New York Shingo, Shigeo. 1985. A Revolution in Manufacturing SMED System. Productivtiy Press: Connecticut. Sinulingga, Sukaria. 2011. Metodologi Penelitian. USU Press: Medan Sumanth, J., David. 1984. Productivity Engineering and Management. (Mc. Graw-Hill Book Company, S
3.5.
Control Tahap control dilakukan untuk menetapkan prosedur kerja dengan tujuan untuk perbaikan secara terus-menerus. Proses kontrol memberikan SOP untuk masing-masing mesin yang terlibat dalam proses produksi sprocket dan garbox seperti pada Gambar 5 yang menunjukkan SOP pada mesin bubut duduk yang digunakan pada proses produksi sprocket.
4. KESIMPULAN Faktor pemborosan yang berpengaruh secara signifikan pada efesiensi lini produksi dan mempengaruhi produktivitas operator dan mesin adalah gerakan berlebihan (excess motion), 22
e-Jurnal Teknik Industri FT USU Vol 3, No.1, Juli 2014 pp. 17-23
Prosedur Kerja Mesin Bubut Duduk Penangggungjawab Operator: 1 orang Jumlah mesin: 1 unit Prosedur Kerja: 1. Nyalakan mesin bubut duduk untuk persiapan (pemanasan) selama 15 menit pada saat pertama kali dinyalakan. 2. Bahan yang telah diukur dengan jangka sorong, masukkan ke dalam mesin untuk dilakukan pembubutan. 3. Beberapa hal yang harus dilakukan ketika melakukan pembubutan, antara lain: a. Pengukuran (pengecekan) dimensi bahan yang telah terbubut hanya dilakukan satu kali saja. b. Ketika melakukan pergantian bagian bahan yang akan dibubut, ketinggian mata pahat haruslah sudah optimum, sekitar 50-70 cm dari wadah peletakan bahan, sehingga mata pahat tidak mengenai bahan ketika melakukan pergantian. c. Dalam melakukan perpindahan dan pengambilan dan pemakaian dies, mesin haruslah dalam kondisi hidup. 4. Bahan yang telah selesai dibubut, diletakkan dan ditumpuk di kereta sorong. 5. Dicatat produk yang memiliki kecacatan dan diserahkan ke bagian supervisor, dan produk akan diteruskan ke bagian permesinan selanjutnya. 6. Matikan mesin bubut duduk setelah selesai digunakan. Gambar 5. SOP Mesin Bubut Duduk
23