Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
REDUKSI CACAT DAN MANUFACTURING LEAD TIME PADA PRODUKSI BOTOL KACA DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEAN SIX-SIGMA M. Imron Mustajib1, *), Nina Anis Riana2) dan Ari Basuki3) Program Studi Teknik Industri, Universitas Trunojoyo Madura Jl. Raya Telang, Po Box 2 Kamal, Bangkalan. 69162
1,2,3)
E-mail:1,*)
[email protected], 2)
[email protected], 3)
[email protected]
ABSTRAK Permasalahan daya saing yang banyak dihadapi oleh industri manufaktur adalah berhubungan dengan pemenuhan kualitas produk yang dihasilkan, ketepatan waktu dalam memenuhi pesanan dan penurunan ongkos yang serendah rendahnya. Lean Six Sigma merupakan salah satu strategi manufaktur yang terintegrasi pendekatan Six-Sigma yang bertujuan mereduksi proses non added value, sehingga sistem manufaktur dapat menghasilkan produk dengan kualitas yang diharapkan, manufaturing lead time yang singkat dan ongkos yang lebih rendah dan menemukan serta mengurangi faktor-faktor penyebab defect, error, waktu siklus dan biaya operasi melalui tahapan Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC). Pada makalah ini akan dibahas aplikasi lean six sigma pada industri manufaktur pembuatan botol kaca. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah pengurangan jumlah cacat karena penurunan angka Risk Priority yang dapat dikonversi peningkatan kapabilitas proses (Cpk). Sementara itu penurunan manufaturing lead time dapat dilakukan karena menggabungkan departmen inspeksi dengan departemen pendinginan. Hal ini cukup rasional karena pada dasarnya inspeksi adalah proses yang tidak memberikan nilai tambah (non added value). Kata kunci: Lean Six-Sigma, manufacturing, botol kaca, quality
PENDAHULUAN Pada dekade sekarang ini perusahaan manufaktur selalu dituntut oleh konsumen maupun kompetitor untuk dapat menghasilkan kualitas yang tinggi, pengiriman/penyerahan produk yang tepat waktu, dan pengeluaran ongkos yang serendah rendahnya. Ketiga aspek tersebut sering disingkat menjadi QCD atau Quality, Cost, Delivery. Selanjutnya, agar dapat berkompetisi, setiap perusahaan perlu meningkatkan diri dalam bentuk perbaikan desain produk dan jas, pengurangan cacat produksi dan kesalahan pelayanan, sistem operasi yang lebih ramping dan efisien, tanggapan pelanggan yang lebih cepat, serta ketrampilan karyawan yang lebih baik (Evans dan Lindsay, 2007). Metode yang telah secara nyata dengan langkahlangkah sistematis dapat meningkatkan kinerja bisinis adalah Metode Six Sigma. Metode ini mengabungkan pendekatan statistik dan perbaikan proses yang bertujuan menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab defect, error, waktu siklus dan biaya operasi melalui tahapan Define, Measure, Analyze, Improve and Control (DMAIC). Penerapan metode Lean Six-Sigma pada industri manufaktur telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti sebelum penelitian ini dilakukan. Misalnya, Kumar et al. (2006) kerangka kerja Lean Sigma untuk mengurangi cacat yang terjadi dalam produk akhir (aksesoris mobil) yang diproduksi oleh industri kecil di India dengan menggunakan proses die-casting. Dengan kerangka yang diusulkan mampu menghasilkan peningkatan dramatis dalam metrik kunci (cacat per unit (DPU), indeks kapabilitas proses, kinerja perawatan mesin ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
dan penghematan keuangan. Sementara itu, Lee dan Wei (2009) menerapkan metode Lean Six-Sigma pada industri manufaktur yang memproduksi Printed Circuit Board di Cina. Hasil yang diperoleh cukup dramatis dengan adanya pengurangan waktu pengantian cetakan (mold) dan penghematan sejumlah biaya. Selanjutnya, Chen dan Lyu (2009) merapakan metode Lean Six-Sigma pada industri manufaktur yang memproduksi panel sentuh di Taiwan. Hasil yang diperoleh tidak hanya peningkatan kualitas produk tetapi juga adanya peningkatan efisiensi. Yang terbaru adalah penelitian yang dilakukan oleh Gupta et al. (2012) penggunaan metode Lean Six-Sigma pada industri manufaktur yang memproduksi ban radial dapat mengurangi adanya cacat yang disebabkan oleh under-ageing and over-ageing pada komponen ban, dan inefficiensi bead winding process. Sealanjutanya pada makalah ini akan dibahas hasil-hasil penelitian usulan penerapan metode Lean Six-Sigma pada industri manufaktur yang memproduksi botol kaca, yaitu PT XX. METODE Bagian ini menjelaskan bagaimana langkah–langkah penelitian dilakukan dengan metode serta tool yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada gambar 1. HASIL DAN PEMBAHASAN Define Problem definition Customer dari produk botol PT. XX adalah perusahaan minuman, yang dimana pada proses pengisian minumannya dilakukan secara otomatis. Dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan diperoleh kebutuhan customer akan botol yang dapat digunakan sebagaimana fungsinya. Oleh karena itu kebutuhan customer akan botol yang memenuhi standar fungsi botol adalah sebagai berikut: 1. Botol harus mempunyai ukuran sesuai spesifikasi yang telah diajukan dimana tinggi, berat dan kapasitas botol harus sesuai dengan spesifikasi.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
Gambar 1. Diagram Metodologi Penelitian
2. Botol mempunyai bentuk fisik yang sesuai dengan yang telah ditentukan. 3. Botol juga harus dapat memenuhi fungsi yang telah ditentukan yaitu dapat menampung minuman dengan baik, dalam pengrtian botol dapat berdiri dengan tegak dengan kontur yang sesuai dengan spesifikasi yang ada seperti pada mulut botol harus sesuai dngan tutup botol sehingga botol dapat ditutup sesuai dengan tutup botol. 4. Botol tidak boleh mengandung bahan-bahan atau benda-benda yang berbahaya. 5. Botol mempunyai ketahanan benturan sesuai dengan spesifikasi.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
Berdasarkan interview yang dilakukan dengan pihak perusahaan mengenai kebutuhan fungsi botol yang diinginkan oleh pelanggan, maka dapat disimpulkan aspek Critical To Quality (CTQ) pada produk botol kemasan minuman, yaitu dimensi fungsional, dimana botol harus memenuhi spesifikasi bentuk, ukuran dari permintaan customer. Dari segi fungsional, botol harus dapat berfungsi sebagaimana diharapkan yaitu sebagai tempat penampung. Dalam penelitian botol yang dibahas adalah botol untuk mimuman, sehingga botol harus dapat menampung minuman dengan baik dalam pengertian botol tidak menyebabkan minuman tumpah dan tidak membahayakan customer. Current state map Untuk menggambarkan suatu sistem secara keseluruhan beserta aliran nilai (value stream) yang terdapat dalam perusahaan digambarkan peta aliran proses yang ada sekarang (current state map). Peta ini akan memudahkan dalam melakukan brainstorming untuk menentukan pemborosan yang terjadi dalam proses yang diamati. Untuk menggambarkan big picture mapping perlu diketahui aliran informasi dan aliran fisik pada proses produksi. Berdasarkan pengamatan terhadap proses utama aliran informasi dan aliran fisik material serta hasil dari wawancara dengan pihak terkait maka dapat diketahui permasalahan yang ada sepanjang aliran proses produksi. Terdapat permasalahan yaitu prosentase defect yang tinggi dari hasil produksi, sehingga hal ini menyebabkan lead time yang cukup panjang. Hal itu juga disebabkan kerusakan mesin yang dapat menghambat ataupun membuat botol tersebut di reject.
Gambar 2. Peta Aliran Fisik Proses Produksi Pembuatan Botol PANJI 275ml
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
Gambar 3. Big Picture Mapping Aliran Fisik Proses Produksi Botol
Measure Perhitungan Defect Per Million Opportunities (DPMO) proses produksi botol PANJI 275 ml terdiri dari dua periode yaitu proses produksi periode I dan periode II. Hasil perhitungan untuk menentukan level sigma dari kedua periode proses peroduksi botol PANJI 275 ml adalah sebagai berikut: A. Perhitungan DPMO dan Level Sigma Pada Proses Produksi Periode I 1. Unit (U). Unit yang diproduksi untuk botol PANJI 275 ml selama proses produksi periode I adalah sebanyak 1.253.167 botol. 2. Jumlah cacat (D). Jumlah cacat yang di ambil adalah jumlah cacat botol yang terjadi selama proses produksi periode I. Dari hasil pencacatan terdapat sebanyak 434.307 botol. 3. Opportunity (OP). Karakteristik CTQ (Critiqal To Quality) yang ditemukan dalam produksi botol PANJI 275 ml selama periode produksi I adalah sebanyak 39 karakteristik cacat 4. Defect Per Unit (DPU) DPU = D/U = 1.253.167 / 434.307 = 0,3465 5. Total Opportunities (TOP) TOP = OP x U = 39 x 434.307 = 48.873.513 6. Defect Per Opportunities (DPO) DPO = D / TOP = 1.253.167 / 48.873.513 = 0,008886 7. Defect Per Million Opportunities (DPMO) ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
DPMO = DPO x 1.000.000 = 0,008886 x 1.000.000 = 8886 8. Level Sigma Level Sigma = NORMSIV ((1.000.000-DPMO) / 1.000.000)) = 2, 3703 B. Perhitungan DPMO dan Level Sigma Pada Proses Produksi Periode II 1. Unit (U). Unit yang diproduksi untuk botol PANJI 275 ml selama proses produksi periode I adalah sebanyak 1.408.843 botol. 2. Jumlah cacat (D). Jumlah cacat yang di ambil adalah jumlah cacat botol yang terjadi selama proses produksi periode II. Dari hasil pencacatan terdapat sebanyak 655.385 botol. 3. Opportunity (OP). Karakteristik CTQ (Critiqal To Quality) yang ditemukan dalam produksi botol PANJI 275 ml selama periode produksi II adalah sebanyak 41 karakteristik cacat. 4. Defect Per Unit (DPU) DPU = D/U = 655.385/ 1.408.843 = 0,4651 5. Total Opportunities (TOP) TOP = OP x U = 41 x 1.408.843 = 57.762.563 6. Defect Per Opportunities (DPO) DPO = D / TOP = 655.385 / 57.762.563 = 0,011346 7. Defect Per Million Opportunities (DPMO) DPMO = DPO x 1.000.000 = 0, 011346 x 1.000.000 = 11346 8. Level Sigma Level Sigma = NORMSIV ((1.000.000-DPMO) / 1.000.000)) = 2,2786 Berdasarkan hasil perhitungan tingkat sigma yang dilakukan didapatkan nilai sigma sebesar 2,3703 untuk proses produksi periode I dengan jumlah produk sebesar 1.253.167 dan 2,2786 untuk proses produksi periode II dengan jumlah produk sebesar 1.408.843. Dengan nilai sigma yang diperoleh dari periode I dan periode II ini menunjukkan bahwa nilai level sigma periode I lebih besar daripada periode II, yang berarti terjadi penurunan nilai level sigma. Sehingga diperlukan analisis yang menjadi penyebab utama yaitu terjadinya defect yang besar. Selanjutnya kedua nilai sigma yang diperoleh dari perhitungan nilai sigma periode I dan periode II merupakan nilai yang masih jauh untuk mencapai nilai sigma sempurna yaitu 6. Sehingga masih perlu dilakukan identifikasi dan analisa penyebab proses sehingga dapat meminimalisir terjadinya defect dan diharapkan solusi perbaikan yang nantinya akan dapat meningkatkan level sigma sekarang. Analyze Pada tahap ini memberikan analisa dan interpretasi dari hasil data yang telah dilakukan pada tahapan sebelumnya. Analisa big picture mapping dan aktivitas yang terjadi selama ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
proses produksi akan dijelaskan pada tahap ini. Pada tahap measure telah diketahui bahwa waste yang paling berpengaruh adalah waste defect dan waste overproduction. Dari waste defect dibagi menjadi 4 jenis cacat yang ditemukan dalam proses produksi botol PANJI 275 ml. Selanjutnya hal ini akan dibahas dalam diagram pareto yang tebagi menjadi 4 jenis cacat. Berdasarkan Big Picture Mapping aliran informasi dan aliran fisik yang telah dibuat untuk proses produksi botol PANJI 275 ml, dapat didefinisikan permasalahan yang terjadi dalam proses produksi. Permsalahan tersebut antara lain : 1. Pada proses produksi pembuatan botol PANJI 275 ml, membutuhkan waktu yang cukup lama. Yaitu, dengan diketahui lead time yang dibutuhkan untuk proses produksi pembuatan botol PANJI 275 ml periode pertama mencapai 10 hari untuk memenuhi permintaan konsumen sebesar 500.000 botol. Sedangkan pada periode lead time yang dibutuhkan mencapai 14 hari, untuk memenuhi kekurangan botol yang dipesan sebanyak 700.000 botol. 2. Botol banyak mengalami cacat, sehingga harus dilebur kembali. 3. Terjadi Overproduction pada proses produksi pembuatan botol PANJI 275 ml periode I dan II. Aktivitas Proses Produksi Pada detail mapping yang telah dibuat, aktivitas dalam proses produksi dapat dikategorikan menjadi lima aktivitas, yaitu operasi, transportasi, inspeksi, storage dan delay. Dari peta tersebut juga diketahui waktu untuk masing-masing aktivitas, jarak yang ditempuh untuk aktivitas transportasi serta kebutuhan operator untuk masing-masing aktivitas. Untuk lebih jelasnya adalah seperti pada tabel 1 sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah aktivitas tiap tipe dalam proses produksi botol Periode I & II Jumlah Aktivitas Prosentase
Tipe Aktivitas Operasi Transportasi Inspeksi Storage 20 12 2 1 51.28% 30.77% 5.13% 2.56%
Delay 4 10.26%
Waste Defect Waste Defect merupakan pemborosan terbesar yang terjadi dalam proses produksi botol PANJI 275 ml berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan di lapangan secara langsung. Data hasil produksi ini merupakan data pada produksi periode I dan periode II. Data jumlah produk botol PANJI 275 ml dijabarkan sebagai berikut: 1. Jumlah hasil produksi = 2.662.010 botol 2. Jumlah botol baik = 1.572.318 botol 3. Jumlah botol Cacat = 1.089.692 botol Selanjutnya diagram Pareto dibuat untuk menentukan jenis-jenis defect yang dominan muncul pada proses produksi sehingga dapat ditentukan perbaikan pada bagian mana yang lebih diutamakan. Dimana jenis defect itu sendiri terbagi menjadi empat kategori, sehingga diagram pareto dibuat sesuai dengan kategori jenis defect. Keempat kategori cacat tersebut adalah kategori jenis cacat kritis, kategori jenis cacat majors, kategori jenis cacat minor dan kategori jenis cacat dimension. Major defect merupakan yang harus dihindari setelah jenis defect critical yang cukup berbahaya bagi konsumen. Botol-botol yang tidak dapat memenuhi spesifikasi fungsional secara umum namun tidak sampai dapat melukai pengguna boto1 secara langsung termasuk dalam jenis kategori ini. Biasanya berupa jenis cacat seperti retak pada botol, ukuran botol yang tidak sesuai. Beberapa kondisi cacat major yang terjadi pada produksi botol PANJI 275 ml periode I dan periode II terdapat pada tabel pada gambar 4 merupakan diagram pareto mengenai
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
jumlah cacat major. Dimana diketahui bahwa jenis cacat major terbesar adalah Crack Shoulder. Pareto Chart of Cacat Major 1400
100
1200
Count
800
60
600
40
400
20
200 Cacat Major
0
Cr Count Percent Cum %
Percent
80
1000
er ld ou h S
Cr
938 67.2 67.2
m tto Bo
Cr
211 15.1 82.3
d Un
ng Ri
d Ba
76 5.4 87.8
sh ni Fi
Cr
60 4.3 92.0
On
ng Ri
d ke oc Ch
35 2.5 94.6
ck ne 26 1.9 96.4
O
er th
0
50 3.6 100.0
Gambar 4. Pareto Chart defect major
Berdasarkan hasil diagram pareto gambar 4 di atas disebutkan jenis defect dari kategori major yang akan di analisis lebih lanjut adalah jenis Crack Shoulder.
Gambar 5. Diagram Cause and Effect Defect Crack Shoulder
Waste Overproduction Perencanaan produksi botol sangat menentukan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan akan jumlah botol yang dipesan. Jika terlalu banyak botol yang diproduksi maka proses produksi itu menyebabkan produksi yang berlebihan dan hal ini menyebabkan terjadinya waste jenis Overproduction. Jenis pemborosan ini terjadi karena produksi melebihi jumlah yang dipesan oleh pelanggan. Dari dua periode produksi Botol PANJI 275 ml masih terdapat kelebihan produksi (Overproduction) yang cukup tinggi. Pada produksi Botol PANJI 275 ml periode I jumlah botol yang dipesan oleh pihak pelanggan sebanyak 500.000 botol. Sedangkan botol dari hasil produksi berjumlah 848.860. Jadi kelebihan produksi botol dari produksi periode I yaitu berjumlah 348.860. Untuk produksi Botol PANJI 275 ml periode II jumlah botol yang dipesan oleh pihak pelanggan sebanyak 1.000.000 botol. Tapi, karena produksi periode I kelebihan produk dan menjadi stock sebanyak 300.000 maka botol yang dibutuhkan untuk diproduksi pada periode II ini berjumlah 700.000 botol. Produksi periode II membutuhkan 700.000 botol dan dari botol hasil produksi periode II berjumlah 753.458. Jadi
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
kelebihan produksi botol dari produksi periode II yaitu berjumlah 53.458. Hal ini dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Jumlah Overprodustion botol PANJI 275 ml BOTOL YANG HARUS DIPRODUKSI JUMLAH PESANAN STOCK BOTOL BOTOL YANG HARUS DIPRODUKSI RENCANA PRODUKSI HASIL PRODUKSI OVERPRODUCTION
Periode I (Botol)
Periode II (Botol)
AKUMULATIF (Botol)
500,000 0
1,000,000 300,000
1,500,000 -
500,000
700,000
-
1,253,167 848,860 348,860
1,408,843 753,458 53,458
2,662,010 1,602,318 402,318
Improve Perbaikan atau improve dapat dilakukan dengan meminimalkan severity, sehingga dapat menurunkan Risk Priority Number (RPN) pada FMEA (Failure Mode and Effect Analysis), dengan cara-cara yang mungkin dilakukan misalnya dengan merubah desain produk maupun desain proses. Dengan cara yang sama, untuk meminimalkan deteksi, seseorang harus pindah ke kurang bergantung pada operator verifikasi / inspeksi (Taghizadegan, 2005). Pada tahap improve yaitu tahap pembuatan FMEA (Failure Mode and Effect Analysis) terhadap defect yang terjadi dan pemberian usulan perbaikan yang diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai referensi atau dasar peningkatan kualitas dari bagian proses produksi botol jenis botol PANJI 275ml yang diteliti dari periode produksi Februari – September 2012. Tabel FMEA yang dibuat terlampir pada akhir makalah ini. Selanjutnya, Taghizadegan (2005) memberikan rating RPN dalam hal kemampuan proses (Cpk) diberikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Rating RPN yang disesuikan dengan Cpk (Taghizadegan, 2005)
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
Usulan improvement yang lain adalah berupa penghapusan line sortir dan digabung dengan line pendinginan botol. Tabel 4 di bawah ini merupakan perbandingan lead time, jumlah pekerja serta jarak antara proses saat ini dengan usulan proses. Tabel 4. Perbandingan proses saat ini dengan usulan proses. Proses Produksi
Lead Time
Periode Menit Jam Hari Jumlah Orang Jarak (Meter)
Proses Saat ini I II 12926.8 15709 215.45 261.82 8.98 10.91 65 150.3
Usulan Perbaikan Selisih Peningkatan Proses I II I II I 10218 12102 2708.8 3607 170.30 201.70 45.146667 60.116667 20.95% 7.10 8.40 1.8811111 2.5048611 4.62% 62 3 23.95% 114.3 36
Dari tabel 4 di atas diketahui bahwa lead time yang dibutuhkan untuk proses saat ini mempunyai selisih yang cukup jauh dengan lead time yang dibutuhkan untuk usulan perbaikan proses. Pada proses produksi saat ini periode I lead time yang dibutuhkan adalah 12926.8 menit atau membutuhkan 215.45 jam. Jadi pada periode I lead time produksinya membutuhkan waktu selama 8.98 hari. Jika dibandingkan dengan lead time produksi periode I pada usulan perbaikan proses, maka lead time produksi membutuhkan waktu waktu sebanyak 10218 menit atau 170.30 jam, yang setara dengan 7.10 hari. Perbandingan antara proses produksi periode I saat ini dengan proses produksi periode I pada usulan perbaikan proses adalah adanya selisih waktu yang cukup besar, hal ini berarti berkurangnya lead time yang dibutuhkan untuk periode I sebesar 2708.8 menit atau 45.15 jam. Jadi antara proses produksi periode I saat ini dengan proses produksi periode II pada usulan perbaikan proses selisihnya adalah 1.8 hari. Begitu juga dengan selisih proses produksi periode II saat ini dengan proses produksi periode II pada usulan perbaikan proses adalah selama 2.5 hari. Selisih untuk jumlah pekerja yang pada awalnya 65 orang pada periode I menjadi 62, jadi selisihnya sebesar 3 orang pekerja. Dilihat dari jumlah jarak yang harus ditempuh untuk proses produksi saat ini dengan proses produksi pada usulan perbaikan proses mempunyai selisih sebesar 36 meter, yang pada awalnya sepanjang 150.3 meter pada proses produksi saat ini dan 114.3 pada produksi usulan perbaikan proses. Adanya selisih ini karena usulan pada proses produksi yang diberikan adalah menghapus line inpeksi dan menggabungkannya dengan line pendinginan botol, sehingga pada saat botol didinginkan, petugas bagian sortir juga memeriksa botol baik dan botol cacat. Dengan adanya penggabungan ini, maka akan didapatkan keuntungan sebagai berikut: a. Lead time yang dibutuhkan menjadi berkurang b. Mempercepat proses produksi dengan peningkatan sekitar 20.95% dari sebelumnya c. Jarak untuk line soritr menjadi tidak ada, dan hal ini membuat jarak proses produksi menjadi lebih pendek dan terjadi peningkatan sebesar 4.62% dari sebelumnya d. Dari awal jumlah pekerja sebanyak 65 orang, menjadi 62 orang, atau selisih 3 orang, yang berarti ada peningkatan sebesar 23.95% Control Pada penelitian ini tahap kontrol belum dilakukan, karena pada tahap improve yang dilakukan masih sampai pada usalan, sehingga bentuk statistical control atau control tool yang lain belum diterapkan.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
KESIMPULAN DAN SARAN Pada makalah ini telah dibahas penerapan metode Lean Six-Sigma pada industri manufaktur pembuatan botol. Beradasarkan identifikasi Critical To Quality diperoleh kesimpulan bahwa cacat fungsional produk botol kaca sangat berpaengaruh terhadap kepuasan konsumen dan standar kualitas produk botol. Cacat ini yang paling banyak adalah disebabkan oleh crack sholuder. Pengurangan jumlah cacat dapat dilakukan dengan penurunan angka Risk Priority yang dapat dikonversi peningkatan kapabilitas proses (Cpk). Sementara itu penurunan manufaturing lead time dapat dilakukan karena menggabungkan departmen inspeksi dengan departemen pendinginan. Hal ini cukup rasional karena pada dasarnya inspeksi adalah proses yang tidak memberikan nilai tambah (non added value). Saran untuk penelitaian lanjutan dari penelitaian ini adalah implementasi improve yang diusulkan, sehingga tindakan dalam bentuk statistical control atau control tool yang lain dapat diterapkan. DAFTAR PUSTAKA Evans, J.R. dan Lindsay, W.M., (2007). Pengantar Six Sigma: An Introduction to Six Sigma & Process Improvement, Salemba Empat: Jakarta Chen, M. N., dan Lyu, J. J. (2009). A Lean-Six Sigma Approach to Touch Panel Quality Improvement, Production Planning & Control, Vol. 20, No. 5, p. 445-454. Gupta, V., Acarya, P. dan Patwardhan, M. (2012). Monitoring Quality Goals Through Lean Six-Sigma Insures Competitiveness, International Journal of Productivity and Performance Management, Vol.61, No. 4, p. 194-203. Kumar, M., Antony, J., Singh, R.K., Tiwari, M.K. dan Perry, D. (2006). Implementing The Lean Sigma Framework in An Indian SME: A Case Study, Production Planning & Control, Vol.17, No. 4, p. 407-423. Lee, K. L., dan Wei, C. C. (2009). Reducing Mold Changing Time by Implementing Lean Six Sigma, Quality and Reliability Engineering Intternational, Vol. 26, p. 387-395 Taghizadegan, S. (2005). Essentials of Lean Six-Sigma, Buttewood Hineman.
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-11
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
Tabel FMEA dengan Risk Priority Number No.
Fungsi Proses
Potential Failure Mode
2
Crark Shoulder
1
Overpress
Plunger dan Neckring tidak sesuai
Potential Effects of Failure Mulut botol yang terbentuk tidak sesuai
Potential Causes/Mechanism of Failure
Recommended
spesifikasi kode komponen Membuat spesifikasi komponen yang jelas tidak jelas dan penyimpanan yang diatur
Operaror kurang terampil Plunger terlalu cepat Proses peniupan tekanan dalam pengaturan waktu atau terlalu lambat angin menjadi tidak maksimal dan posisi Plunger Tekanan pada bagian ring Operaror kurang terampil Plunger terlalu menyebabkan terjadinya dalam pengaturan posisi tinggi kelebihan bibir botol Plunger Blow head terlalu menekan mould
menekan ring dan shoulder botol
kurang teliti dan terampilnya operator dalam hal pemasangan posisi blow head
Blow head naik dan mould membuka tidak bersamaan
Mould terhalang untuk membuka
Pengaturan waktu blow dan mould membuka kurang tepat
Permukaan mould tidak rata
Membentuk check/tanda pada permukaan botol
Kurangnya pengawasan dan tidak dilakukannya trial terhadap mould
Temperatur gelas rendah
Stress botol tinggi dan membentuk crark
Penarikan gob yang terlalu banyak
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-12
Pengawasan dan pelatihan oleh bagian produksi yang lebih berpengalaman Pembuatan standar posisi dan waktu setting plunger sesuai dengan jenis botol dan speed produksi Pembuatan prosedur pemasangan komponen untuk proses muolding sesuai dengan jenis produk. Memastikan operator dapat menjalankan prosedur dengan baik. Pengawasan dan pelatihan oleh bagian produksi yang lebih berpengalaman. Pembuatan suatu standar pengaturan waktu blow head naik yang sesuai dengan mould membuka serta dengan komponen mould yang lain. Melakukan pengecekan pada mould baru dan dilakukan trial pada awal produksi. Setelah berjalannya produksi tetap dilakukan pengawasan terhadap mould yang digunakan. Melakukan penyesuaian yang tepat antara kecepatan produksi/penarikan gob dengan kapasitas Furnace. Serta sering dilaukan komunikasi antara bag. Produksi dan bag. Furnace.
S
O
D
RPN
9
6
6
324
8
6
6
288
8
6
6
288
6
8
7
336
6
8
7
336
6
8
5
240
4
8
6
192
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XVII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2Februari 2013
Lanjutan Tabel 4.30 Risk Priority Number
2
Fungsi Proses
Crark Shoulder
No.
Potential Failure Mode
Potential Effects of Failure
Potential Causes/Mechanism of Failure
O
D
RPN
Kurang pengertian dan perhatian oleh operator
Pemberian pengertian kepada operator mengenai cara kerja yang benar
5
8
5
200
Temperatur annealing dari tinggi ke rendah
Kurang berpengalamannya operator dalam pengaturan suhu annealing
Penentuan standar temperatur annealing yang disesuaikan denga jenis botol dan kecepatan produksi. Pangawasan dan pelatihan tehadap operator.
4
8
5
160
ditingkatkan pengawasan operator terhadap keadaan di sekitar lini produksi dan aliran botol dalam lini produksi agar tetap teratur
3
8
3
72
3
7
4
84
3
7
7
147
3
7
7
147
3
7
6
126
Cetakan blank terlalu dingin
Loading Mark
S
Adanya gerakan Membentuk Crark karena paksa dari operator benturan
meningkatakan stress pada botol
Bersentuhan dengan benda atau logam Membuat suhu botol menjadi Kuran pengawasan operator lain yang bersuhu tidak homogen pada lini produksi lebih rendah
3
Current Proses Control
Temperatur gob menjadi tidak homogen pada saat menyentuh dinding blank
Pengaturan waktu spray cooling tidak tepat
Gob terlalu panjang Gob terlalu cair
Temperatur dari Furnace terlalu tinggi
Coating gob tipis
Spray coating tersumbat
Gob menjadi kurang licin
Pengaturan posisi turunnya gob Permukaan gob mengkerut dengan blank tidak sesuai
Kurang terampilnya operator dalam mengatiur posisi loading gob
ISBN : 978-602-97491-6-8 A-37-13
Pembuatan standar waktu untuk melakukan spray cooling balnk sesuai dengan jenis botol dan speed mengkomunikasikan keadaan temperatur yang meningkat kepada bagian Furnace agar temperatur Furnace dapat dikurangi. Mempercepat speed untuk sementara waktu agar gob yang ditarik lebih banyak dan temperatur furnace menjadi turun Melakukan pengecekan berkala pada komponen-komponen penunjang produksi tersebut Pengawasan dan pelatihan oleh bagian produksi yang lebih berpengalaman. Membuat suatu standar prosisi loading gob dengan prosisi blank