Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris (Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh) Nurmala, S.Sos, MM
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris (Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh) Nurmala, S.Sos, MM Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Aceh Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja sekretaris pada Bank Umum di Kota Banda Aceh. Sampel penelitian sebanyak 50 orang sektretaris yang diambil secara random sampling dari 11 bank umum di Kota Banda Aceh. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan peralatan statistik regresi linier sederhana. Penelitian menemukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja sekretaris. Semakin baik kecerdasan emosional seseorang sekreratis akan semakin baik pula kinerjanya. Kata Kunci : Kinerja Sekretaris dan Kecerdasan Emosional Latar Belakang Kinerja menjadi aspek yang sangat menentukan keberhasilan dalam pencapaian sejumlah tujuan organisasi. Kinerja sendiri merupakan catatan tentang hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan dalam kurun waktu tertentu (Bernardin dan Russel, 2003). Kinerja mempunyai makna yang lebih luas, tidak hanya output yang dihasilkan, namun juga sikap dan perilaku dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan. Output hanyalah satu bagian yang membentuk kinerja. Hal ini sesuai yang diungkapkan oleh Bernardin dan Russell (2003) bahwa indikator kinerja tidak hanya sebatas kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu akan tetapi juga kemandirian dan komitmen dalam pekerjaan. Kinerja seseorang sekretaris terkait dengan berbagai faktor di antaranya kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk merasakan emosi, mengintegrasi emosi untuk mengarahkan pikiran, memahami emosi dan mengatur emosi untuk meningkatkan pengembangan diri (Salovey dan Mayer, 2006). Hasil penelitian Goleman (2005) juga menunjukkan bahwa kemampuan terbesar yang mempengaruhi kesuksesan seseorang dalam bekerja adalah empati, motivasi, kemampuan sosial, pengaturan diri dan kesadaran diri. Goleman juga menunjukkan sederetan bukti penelitian bahwa kecerdasan otak bukanlah prediktor yang dominan dalam perkembangan karir seseorang, melainkan adalah kecerdasan emosional. Sekretaris yang bekerja pada perusahaan jasa keuangan tentunya memiliki peran penting dalam mendukung kegiatan operasional perusahaan tempat mereka bekerja. Hal ini disebabkan,
sekretaris tidak hanya merupakan bagian terpenting dalam pelaksanaan pekerjaan oleh jajaran manajemen, tetapi juga terhubung dengan berbagai bidang pekerjaan lain pada seluruh bidang pekerjaan, baik bidang keuangan, sumber daya manusia, pemasaran dan bidang-bidang lainnya, termasuk bidang administrasi. Sehingga peningkatan kinerja sekretaris sangat penting bagi seluruh perusahaan jasa keuangan. Kinerja sekretaris yang bekerja pada Bank Umum relatif berbeda satu sama lain. Di satu sisi ada sekretaris dengan kinerja sangat rendah, dan sisi lain juga ada sekretaris dengan kinerja termasuk katagori tinggi dan sangat tinggi, sehingga yang menjadi pertanyaan adalah, apakah kinerja mereka terkait dengan dengan kecerdasan emosional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja sekretaris pada Bank Umum di Kota Banda Aceh. Tinjauan Pustaka Kinerja Kata “Kinerja” merupakan istilah yang diberikan untuk kata “performance” di dalam bahasa Inggris, yang berarti pekerjaan/perbuatan. Dalam kamus Bahasa Indonesia (2005: 503), pengertian kinerja diartikan sebagai sesuatu yang harus dicapai, prestasi yang diperlihatkan, dan kemauan kerja. Dalam pengertian lebih luas, katakata performance selalu digunakan dengan katakata seperti job performance atau work performance yang berarti hasil kerja atau prestasi. Dari beberapa pendapat tentang pengertian kinerja sebagai prestasi dan kemampuan kerja, maka umumnya para ahli manajemen memberikan pengertian yang sama antara kinerja dengan
1
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9 prestasi kerja, atau juga dengan produktivitas kerja. Robbins (2007: 212) mendefinisikan prestasi kerja karyawan sebagai hasil kerja seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama. Oleh karena itu prestasi kerja umumnya menyangkut dengan pekerjaan atau macam pekerjaan manusia yang mengerjakan pekerjaan tersebut dan kemampuan/ketrampilan serta lingkungan daripada pekerjaan tersebut. Mengacu pada pengertian pendapat di atas, sangat jelas menyatakan bahwa kinerja atau prestasi kerja adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh seseorang karyawan dalam periode tertentu sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan. Faktor kritis yang berkaitan dengan keberhasilan jangka panjang organisasi adalah kemampuan untuk mengukur seberapa baik karyawannya bekerja serta menggunakan informasi tersebut guna memastikan pelaksanaannya memenuhi standar-standar sekarang dan terus meningkat sepanjang waktu. Teknik yang paling tua yang digunakan manajemen adalah melalui penilaian kerja (performance apprasial). Penilaian kerja dapat pula menjadi sumber kerisauan dan frustasi bagi manajer dan karyawan. Hal ini disebabkan ketidakpastian di sekitar sistem penilaian kinerja. Pada intinya penilaian kinerja dapat dianggap sebagai alat untuk memverifikasi bahwa individuindividu memenuhi standar kinerja yang telah ditetapkan serta membantu individu mengelola kinerja mereka. Rivai dan Sagala (2009 : 309) mengartikan kinerja sebagai perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya. Kinerja seorang karyawan sangat dipengaruhi oleh kemampuan/kompetensi karyawan dalam menjalankan tugasnya, tapi kinerja karyawan juga dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti pemberian kompensasi, adanya pengembangan karir, faktor kepemimpinan maupun faktor internal seperti motivasi kerja karyawan. Kinerja adalah catatan tentang hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan dalam kurun waktu tertentu (Bernardin & Russel, 2003). Kinerja merupakan perilaku organisasi yang secara langsung
2
ISSN: 2528-231X
berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa. Informasi tentang kinerja organisasi merupakan suatu hal yang sangat penting digunakan untuk mengevaluasi apakah proses kinerja yang dilakukan organisasi selama ini sudah sejalan dengan tujuan yang diharapkan atau belum. Akan tetapi dalam kenyataannya banyak organisasi yang justru kurang atau bahkan tidak jarang ada yang mempunyai informasi tentang kinerja dalam organisasinya. Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu (Tika, 2006). Sedangkan menurut Rivai dan Basri (2005) kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan hasil seperti yang diharapkan. Menurut Guritno dan Waridin (2005) kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Hakim (2006) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut bekerja. Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang telah ditentukan (Masrukhin dan Waridin, 2004). Berdasarkan pengertian kinerja dari beberapa pendapat diatas, kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh pegawai dengan standar yang telah ditentukan. Kinerja juga berarti hasil yang dicapai oleh seseorang, baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi sesuai dengan tanggung jawab yang dberikan kepadanya. Kriteria dan Jenis Informasi yang Digunakan Untuk Menilai Kinerja Karyawan Pengukuran kinerja adalah suatu proses mengkuantifikasikan secara akurat dan valid tingkat efisiensi dan efektivitas suatu kegiatan yang telah terealisasi dan membandingkannya dengan tingkat prestasi yang direncanakan. Tjiptono (2001: 169) menyatakan, “sistem penilaian kinerja, penghargaan dan promosi karyawan didasarkan atas kontribusi mereka (baik secara individual maupun kelompok) dalam usaha
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris (Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh) Nurmala, S.Sos, MM peningkatan kualitas, penciptaan customer value dan customer satisfaction secara berkelanjutan.” Malthis dan Jackson (2006: 7), data atau informasi yang diterima oleh para manajer tentang seberapa baik para karyawan bekerja dapat terdiri dari tiga jenis yang berbeda. 1. Informasi berdasarkan ciri-ciri, seperti kepribadian yang menyenangkan, inisiatif, atau kreativitas. 2. Informasi berdasarkan tingkah laku menfokuskan pada perilaku yang spesifik yang mengarah pada keberhasilan di pekerjaan. 3. Informasi berdasarkan hasil, mempertimbangkan apa yang telah dilakukan karyawan atau apa yang telah dicapai karyawan. Hampir sama dengan pendapat di atas, Schuler dan Jackson (2003:11) mengelompokkan jenis kriteria kinerja ke dalam tiga kelompok yaitu: 1. Kriteria berdasarkan sifat (memusatkan diri pada karakteristik karyawan). Jenis kriteria ini memusatkan diri pada bagaimananya seseorang, bukan apa yang dicapai seseorang dalam pekerjaannya. Loyalitas, keandalan, kemampuan komunikasi dan keterampilan merupakan sifat-sifat yang sering dinilai selama proses penilaian. 2. Kriteria berdasarkan perilaku terfokus pada bagaimana pekerjaan dilaksanakan. Kriteria semacam ini penting sekali bagi pekerjaan yang membutuhkan hubungan antar personal. Karena organisasi berjuang menciptakan suatu budaya dimana keragaman dihargai dan dihormati, kriteria keperilakuan terbukti bermanfaat untuk memantau apakah para manajer mencurahkan cukup banyak usaha untuk mengembangkan diri. 3. Kriteria berdasarkan hasil. Kriteria ini berfokus pada apa yang dicapai atau dihasilkan ketimbang bagaimana sesuatu dicapai atau dihasilkan. Kriteria berdasarkan hasil mungkin tepat jika perusahaan tidak peduli bagaimana hasil dicapai, tetapi tidak tepat untuk setiap pekerjaan. Kriteria ini sering dikritik karena meninggalkan aspek-aspek kritis pekerjaan yang penting seperti kualitas, yang mungkin sulit dikuantifikasikan. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja seorang karyawan tidak hanya dapat dilihat secara kuantitatif dan hasil yang dicapainya dalam bentuk fisik sehubungan dengan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Akan tetapi penilaian terhadap baik atau buruknya kinerja karyawan juga dapat dilihat
dari ukuran kualitatif, berdasarkan sifat ataupun perilaku karyawan yang bersangkutan dalam bekerja. Kriteria kinerja karyawan berdasarkan sifat terlihat dari tingkat loyalitasnya terhadap organisasi tempat mereka bekerja, kemampuan komunikasi yang baik dan keterampilanketerampilan yang dimilikinya. Artinya terampil atau tidak terampilnya seorang karyawan dalam melakukan pekerjaan dapat dijadikan sebagai indikator baik-buruknya kinerja. Selanjutnya kriteria berdasarkan perilaku, yang menjadi ukuran kinerja adala perilaku dalam melakukan pekerjaan yang sebenarnya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan sikap, seperti perilaku dalam memberikan layanan kepada konsumen. Tika (2006) mengemukakan bahwa ada 4 (empat) unsur-unsur yang terdapat dalam kinerja yaitu: 1. Hasil-hasil fungsi pekerjaan 2. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap prestasi pegawai 3. Pencapaian tujuan organisasi 4. Periode waktu tertentu Menurut Rivai dan Basri (2005) kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu kemampuan, keinginan dan lingkungan. Rivai dan Basri (2005) juga menyebutkan empat aspek kinerja meliputi kemampuan, penerimaan tujuan perusahaan, tingkat tujuan yang dicapai dan interaksi antara tujuan dan kemampuan para pegawai dalam perusahaan. Indikator Pengukuran Kinerja Bernadin (2003) menjelaskan bahwa kinerja seseorang dapat diukur berdasarkan 6 indikator, yaitu: 1) Kualitas Kualitas merupakan tingkatan dimana hasil akhir yang dicapai mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang diharapkan oleh organisasi. 2) Kuantitas Kuantitas adalah jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan dalam istilah sejumlah unit kerja atau jumlah siklus aktivitas yang dihasilkan. 3) Ketepatan waktu Tingkat aktivitas diselesaikannya pekerjaan pada waktu awal yang diinginkan. 4) Kemandirian Pegawai negeri sipil (PNS) dapat melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta bantuan dari orang lain. 5) Komitmen Komitmen berarti bahwa pegawai negeri sipil
3
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9 (PNS) mempunyai tanggung jawab penuh terhadap pekerjaannya. Dalam penelitian ini, kinerja sekretaris yang dimaksudkan mengacu pada pendapat Bernadin dan Russel (2003) yang menyatakan bahwa kinerja adalah catatan tentang hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan dalam kurun waktu tertentu. Indikator yang digunakan untuk mengukur kinerja sekretaris pada penelitian ini mengacu pada lima indikator di atas meliputi: (1) kualitas, (2) kuantitas, (3) ketepatan waktu, (4) kemandirian dan (5) komitmen. Masing-masing indikator tersebut dinyatakan dalam bentuk pernyataan dalam kuesioner penelitian. Kecerdasan Emosional Setiap individu memiliki emosi. Emosi mempunyai ranah tersendiri dalam bagian hidup individu. Seseorang yang dapat mengelola emosinya dengan baik artinya emosinya cerdas hal ini lebih dikenal dengan suatu istilah kecerdasan emosional. Beberapa ahli mencoba merumuskan definisi dari kecerdasan emosional. Di antaranya Rahman (2002:157-158) yang menyebutkan bahwa kecerdasan emosional adalah metability yang menentukan seberapa baik manusia mampu menggunakan keterampilanketerampilan lain yang dimilikinya, termasuk intelektual yang belum terasah. Sedangkan BarOn seperti dikutip oleh Stein dan Book (2002:157-158) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan nonkognitif, yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan. Dua definisi tentang kecerdasan emosional yang dikemukakan oleh Rahman dan Bar-On lebih menekankan pada hasil yang didapat oleh individu jika menggunakan kemampuan emosionalnya secara optimal. Stein dan Book (2002) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan membangkitkan perasaan untuk membantu fikiran, memahami perasaan dan maknanya serta mengendalikan perasaan secara mendalam sehingga membantu perkembangan emosional dan intelektual. Nggermanto (2002:98) mengatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosional adalah suatu
4
ISSN: 2528-231X
kemampuan yang dimiliki oleh individu utuk dapat menggunakan perasaannya secara optimal guna mengenali dirinya sendiri dan lingkungan sekitarnya. Kecerdasan emosional yang dimaksudkan oleh peneliti adalah kemampuan individu untuk mengenali perasaannya sehingga dapat mengatur dirinya sendiri dan menimbulkan motivasi dalam dirinya untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sementara di lingkungan sosial ia mampu berempati dan membina hubungan baik terhadap orang lain. Indikator dan Pengukuran Kecerdasan Emosional Segal (2000) menyarankan lima faktor atribusi terhadap kecerdasan emosi. Faktor faktor tersebut ialah: (1) Kesadaran diri (self-awareness), (2) Pengawalan diri (self-regulation), (3) Motivasi diri (self-motivation), (4) Empati dan (5) Kemahiran sosial (social skills). Faktor atribusi pertama yaitu kesadaran sendiri bermaksud kebolehan seseorang untuk mengetahui perasaan mereka dalam satu-satu situasi dan keupayaan mereka untuk memilih keutamaan panduan dalam membuat keputusan. Seseorang yang mempunyai kesadaran sendiri juga mempunyai penilaian yang realistik tentang keupayaan diri dan mereka mempunyai keyakinan diri yang utuh. Pengawalan diri (self-regulation) dimaksudkan sebagai kemampuan mengurus emosi agar memudahkan dan bukannya mengganggu dalam menyelesaikan sesuatu tugas. Individu yang boleh mengawal diri mereka sentiasa berhemat dan boleh menangguhkan sementara perasaan negatif mereka. Individu yang demikian juga cepat pulih dari pada tekanan emosi. Individu yang mempunyai motivasi sendiri (self-motivation) berupaya menggunakan kehendak diri dalam menggerak dan memandu arah mereka untuk mencapai sesuatu tujuan. Motivasi sendiri boleh membantu seseorang dalam mengambil inisiatif dan bersungguhsungguh untuk memperbaiki diri. Individu dengan motivasi diri yang tinggi sentiasa tabah apabila menghadapi masalah atau dalam keadaan kekecewaan yang tinggi. Empati merupakan faktor atribusi yang boleh membantu seseorang mengesan perasaan orang lain. Sifat berempati juga membolehkan seseorang melihat atau memahami sudut pandangan orang lain. Sifat ini juga boleh menjadi faktor pencetus dan penyubur kemesraan dan keserasian dengan individu dari pelbagai latar belakang. Individu yang mempunyai sifat empati boleh menyelami keperitan, kesusahan, kekecewaan atau keraguan
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris (Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh) Nurmala, S.Sos, MM seseorang terhadap sesuatu perkara. Corey dan Callahan (2001) menyatakan bahawa seseorang yang boleh menunjukkan sifat berempati akan lebih mudah berinteraksi dengan orang lain terutama dalam proses membantu seseorang. Faktor atribusi terakhir yang dicadangkan oleh Segal (2000) ialah kemahiran bersosial (social skills). Beliau menyatakan bahawa faktor kemahiran bersosial ini membolehkan seseorang mengurus pelbagai emosi secara efektif dalam perhubungan. Mereka juga mampu mentafsir dengan tepat situasi sosial dan jaringannya selain daripada mahir memujuk dan memimpin. Seseorang yang mempunyai kemahiran bersosial yang berkesan juga mampu menjadi pakar runding yang baik di samping berkebolehan menyelesaikan konflik bagi mewujudkan kerjasama dan semangat berpasukan dalam sesebuah organisasi. Dalam penelitian ini, kecerdasan emosional yang dimaksudkan mengacu pada pendapat Goleman (2005) yang menyatakan bahwa kecerdasan emosional adalah kapasitas untuk mengenali perasaan sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri sendiri, untuk mengatur emosi dengan baik dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain. Pengukuran variabel tersebut juga mengacu pada pendapat Goleman yakni menggunakan lima indikator meliputi: (1) Kesadaran diri (self-awareness), (2) Pengaturan diri (self-regulation), (3) kemampuan sosial (social skills), (4) empati (emphaty) dan (5) Motivasi diri (self-motivation). Masing-masing indikator tersebut diuraikan dalam operasional variabel penelitian yang kemudian dinyatakan dalam bentuk pernyataan positif pada kuesioner yang digunakan untuk pengumpulan data. Hubungan Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Dunia kerja erat kaitannya dengan emosional, kecerdasan spiritual dan kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh seseorang. Seorang pekerja yang memiliki IQ tinggi diharapkan dapat menghasilkan kinerja yang lebih baik dibandingkan mereka yang memiliki IQ lebih rendah. Hal tersebut karena mereka yang memiliki IQ tinggi lebih mudah menyerap ilmu yang diberikan sehingga kemampuannya dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan pekerjaannya akan lebih baik (Eysenck, 2001: 32). Penelitian yang pernah dilakukan oleh Wiersma (2002) menemukan bahwa kecerdasan yang lebih bersifat kognitif memiliki korelasi positif yang bersifat signifikan dengan prestasi
kerja. Ia menyebutkan bahwa prestasi kerja yang dimiliki oleh seorang pekerja akan membawanya pada hasil yang lebih memuaskan untuk dapat meningkatkan kinerjanya. Dalam penelitiannya ia memberikan bukti bahwa IQ memberikan kontribusi sebesar 30 % didalam pencapaian prestasi kerja dan kinerja sesorang. Kecerdasan intelektual atau inteligensi diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu general cognitive ability dan specific ability . Kinerja seseorang dapat diprediksi berdasarkan seberapa besar orang tersebut memiliki general cognitive ability. Seseorang yang memiliki kemampuan general cognitive maka kinerjanya dalam melaksanakan suatu pekerjaan juga akan lebih baik, meskipun demikian spesific ability juga berperan penting dalam memprediksi bagaimana kinerja seseorang yang dihasilkan (Ree, Earles dan Teachout, 2004:521). Kerangka Pemikiran Penelitian Sesuai perumusan masalah dan tujuan penelitian dapat dipahami bahwa penelitian ini menggunakan dua variabel terdiri dari kinerja sekretaris dan kecerdasan emosional. Keterkaitan antara kedua variabel tersebut tidak hanya didukung oleh landasan teoritis tetapi juga diperkuat oleh penelitian-penelitian terdahulu seperti dijelaskan sebelumnya. Paisal dan Susi (2010) menemukan bahwa kecerdasan emosional secara parsial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja individual. Penelitian Lisda (2012) juga menemukan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh terhadap kinerja individu. Karena itu, paradigma atau hubungan antar konsep (variabel) dalam penelitian ini dapat digambarkan dalam Gambar 1. Kecerdasan Emosional
Kinerja Sekretaris
Gambar 1 Kerangka Penelitian Mengacu pada kerangka penelitian di atas, maka yang menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah, kecerdasan emosional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja sekretaris pada Bank Umum di Kota Banda Aceh. Metode Penelitian Lokasi dan Objek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada Bank Umum di Kota Banda Aceh. Objek penelitian
5
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9 berhubungan dengan kinerja sekretaris yang dikaitkan dengan kecerdasan emosional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh sekretaris bank umum yang berjumlah 50 orang. Keseluruhan populasi dijadikan sampel penelitian sehingga penarikan sampel menggunakan metode sensus. Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner kepada sekretaris yang bekerja pada bank umum. Kuesioner tersebut berisi pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan kinerja dan kecerdasan emosional. Setiap pernyataan yang dimuat dalam kuesioner penelitian disediakan alternatif pilihan jawaban mulai dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju. Sekretaris diminta untuk memberikan check list (√ ) pada alternatif pilihan jawaban yang mereka anggap paling sesuai dengan kondisi riil yang mereka rasakan atau mereka ketahui. Data yang berkaitan dengan kinerja sekretaris dan kecerdasan emosional merupakan data kualitatif. Karena itu, data tersebut perlu dikuantitatifkan terlebih dahulu sehingga dapat dianalisis secara statistik. Untuk mengkuantitatifkan data kualitatif tersebut diperlukan adanya skala pengukuran. Skala pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval dalam bentuk Skala Likert (Likert scale) dengan bobot berkisar antara 1-5. Operasional Variabel Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diukur, yaitu kinerja sekretaris sebagai variabel dependen dan kecerdasan emosional sebagai variabel independen. Kinerja sekretaris yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah catatan tentang hasil akhir yang diperoleh setelah suatu pekerjaan atau aktivitas dijalankan dalam kurun waktu tertentu (Bernardin & Russel, 2003). Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut terdiri dari kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, kemandirian dan komitmen. Selanjutnya kecerdasan emosional adalah kapasitas untuk mengenali perasaan sendiri dan orang lain, untuk memotivasi diri sendiri, untuk mengatur emosi dengan baik dalam diri sendiri maupun dalam hubungan dengan orang lain (Goleman, 2005). Indikator yang digunakan untuk mengukur variabel tersebut terdiri dari kesadaran diri (self-awareness), pengaturan diri (selfregulation), kemampuan sosial, empati dan motivasi. Uji Validitas dan Reliabilitas Suatu skala pengukuran disebut valid apabila ia melakukan apa yang seharusnya
6
ISSN: 2528-231X
dilakukan dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Bila skala pengukuran tidak valid, maka ia tidak bermanfaat bagi peneliti karena tidak mengukur apa yang seharusnya dilakukan (Kuncoro, 2003:151). Dalam penelitian ini, penentuan validitas dapat dilakukan dengan mencari nilai korelasi skor masing-masing item dengan skor total item untuk setiap variabel. Kemudian nilai r hitung yang diperoleh dari korelasi tersebut dibandingkan dengan nilai r tabel pada tingkat keyakinan 95 persen. Suliyanto (2006:149) menyatakan, apabila nilai r hitung > r tabel item pernyataan tersebut dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel maka item pernyataan tersebut tidak valid. Selanjutnya keandalan (reliability) suatu pengukuran menunjukkan sejauhmana pengukuran tersebut tanpa bias (bebas kesalahanerror free) dan karena itu menjamin pengukuran yang konsisten lintas waktu dan lintas beragam item dalam instrumen. Dengan kata lain, keandalan suatu pengukuran merupakan indikasi mengenai stabilitas dan konsistensi dimana instrumen mengukur konsep dan membantu menilai “ketepatan” sebuah pengukuran (Sekaran, 2006:40). Dalam penelitian ini, tolok ukur reliabilitas suatu kuesioner adalah nilai alfa cronbach yang diperoleh melalui perhitungan statistik. Malhotra, (2007:235) menyatakan nilai alfa cronbach minimum yang dapat di atas 0,60. Hal ini berarti suatu kuesioner dinyatakan handal apabila nilai alfa cronbach yang diperoleh berada di atas 0,60. Peralatan Analisis Data Mengacu pada tujuan penelitian dapat dijelaskan bahwa kinerja sekretaris merupakan fungsi dari kecerdasan emosional. Artinya, kecerdasan emosional berperan sebagai variabel bebas (predictor variable) bagi kinerja sekretaris sebagai variabel terikat. Peralatan analisis data yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausalitas antar kedua variabel tersebut adalah regresi linier sederhana, diformulasikan sebagai berikut. Y = a + bX dimana Y adalah kinerja sekretaris, X adalah kecerdasan emosional. Selanjutnya adalah konstanta dan b adalah nilai koefisien regresi X terhadap Y. Untuk mengetahui keeratan hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja sekretaris digunakan koefisien korelasi (r), dan selanjutnya untuk mengetahui besarnya pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja sekretaris digunakan
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris (Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh) Nurmala, S.Sos, MM koefisien determinasi (r2). Keseluruhan proses pengolahan data menggunakan alat bantu komputer melalui software SPSS versi 21. Hasil dan Pembahasan Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas dimaksudkan untuk menguji apakah skala pengukuran yang dibuat dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas item, yaitu untuk mengetahui apakah item-item pernyataan yang dimuat dalam kuesioner penelitian valid atau tidak. Pengujian validitas kuesioner didasarkan pada perbandingan nilai r hitung dan nilai r tabel. Nilai r hitung dicari dengan mencari nilai korelasi antara skor alternatif pilihan jawaban responden pada item pernyataan tertentu dengan total skor item dalam variabel terkait. Selanjutnya nilai korelasi hitung (r hitung) tersebut dibandingkan dengan nilai kritis r product moment (r tabel), dengan ketentuan apabila nilai (r hitung > r tabel), maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan valid. Sebaliknya apabila nilai r hitung < r tabel, maka item pernyataan dalam variabel tertentu dinyatakan tidak valid. Variabel kinerja sekretaris terdiri dari 5 (lima) item pernyataan. Nilai r hitung untuk item pernyataan pertama (dilambangkan dengan A1) menunjukkan angka sebesar 0,526. Angka ini lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel (n = 50sebesar 0,279engan demikian dapat diartikan item pernyataan tersebut (A1) dinyatakan valid. Selanjutnya nilai r hitung untuk item pernyataan kedua (A2) hingga pernyataan kelima (A5) juga lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel. Hal ini berarti seluruh item pernyataan tersebut juga dinyatakan valid.
No
Tabel 1 Hasil Uji Validitas Nilai R Nilai R Variabel Item Tabel Hitung (n=50)
1
Kinerja Sekretaris
2
Kecerdasan Emosional
A1 A2 A3 A4 A5 B1 B2 B3 B4 B5
0,532 0,541 0,330 0,804 0,793 0,550 0,622 0,611 0,331 0,379
0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279 0,279
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016.
Ket Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Tabel 1 memperlihatkan bahwa nilai korelasi hitung (r hitung) untuk masing-masing item pernyataan yang terdapat dalam variabel kinerja sekretaris dan kecerdasan emosional lebih besar bila dibandingkan dengan nilai r tabel. Dengan demikian dapat diartikan bahwa seluruh item pernyataan yang berhubungan dengan variabel kedua variabel tersebut juga dinyatakan valid. Artinya, item-item pernyataan pada setiap variabel bisa digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur yang dalam hal ini adalah kinerja sekretaris dan kecerdasan emosional sebagai variabel yang diteliti. Hasil Uji Reliabilitas Untuk menguji kehandalan kuesioner yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas. Tolok ukur reliabilitas adalah nilai cronbach alpha yang diperoleh melalui perhitungan statistik. Menurut Malhotra (2005:268), nilai alpha minimum yang diperoleh sebagai syarat kehandalan kuesioner adalah sebesar 0,60. Hal ini berarti bahwa apabila nilai cronbach alpha dibawah 0,60 maka kuesioner belum memenuhi syarat kehandalan. Hasil pengujian reliabilitas kuesioner untuk kedua variabel penelitian memperlihatkan menunjukkan nilai cronbach alpha masingmasing sebesar 0,691 untuk variabel kinerja sekretaris dan sebesar 0,725 untuk variabel kecerdasan emosional seperti dalam Tabel 2. Tabel 2 Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Jumlah Nilai No Variabel Keterangan Item Alpha 1 Kinerja 5 0,691 Handal Sekretaris 2 Kecerdasan 5 0,725 Handal Emosional Sumber: Data Primer (Diolah), 2016. Berdasarkan Tabel 2 di atas dapat diketahui bahwa nilai cronbach alpha masing-masing variabel penelitian lebih besar dari 0,60. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kuesioner yang digunakan untuk pengumpulan data penelitian telah memenuhi syarat kehandalan. Dengan kata lain, kuesioner yang digunakan untuk mengumpulkan data yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti dinilai sudah menunjukkan ketepatan, keakuratan, atau konsistensi alat tersebut dalam mengungkapkan gejala yang berhubungan dengan variabel terkait.
7
JURNAL EKONOMI MANAJEMEN DAN SEKRETARI Volume 1 Nomor 1 Agustus 2016, Halaman 1-9 Analisis Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Kinerja Sekretaris Hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan emosional berpengaruh positif terhadap kinerja sekretaris pada bank umum di Kota Banda Aceh. Hal ini ditunjukkan dalam bagian printout SPSS seperti terlihat dalam tabel 3. Tabel 3 Nilai koefisien kecerdasan emosional terhadap kinerja sekretaris
ISSN: 2528-231X
Tabel 4 Nilai koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi Model Summaryb Model 1
R R Square .666a .443
Adjusted R Square .431
Std. Error of the Estimate .28263
DurbinWatson 1.738
a. Predictors: (Constant), Kecerdasan Emosional b. Dependent Variable: Kinerja Sekretaris
Sumber: Data Primer (Diolah), 2016
Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,666. Angka ini lebih besar dari 0,50 dapat diartikan Unstandardized Standardized Coeff icients Coeff icients Collinearity Statistics bahwa hubungan antara kecerdasan emosional Model B Std. Error Beta t Sig. Tolerance VIF dengan kinerja sekretaris termasuk katagori 1 (Constant) .918 .560 1.639 .108 Kecerdasan Emosional .832 .135 .666 6.179 .000 1.000 1.000 kuat/erat. selanjutnya nilai koefisien determinasi a. Dependent Variable: Kinerja Sekretaris (r ) sebesar 0,433 dapat diartikan sebesar 43,3 persen kinerja sekretaris pada bank umum di Kota Sumber: Data Primer (Diolah), 2016 Banda Aceh dipengaruhi kecerdasan emosional. Sisanya sebesar 56,7 persen lagi dipengaruhi oleh Berdasarkan output SPSS di atas, maka faktor lain selain kecerdasan emosional. Faktor persamaan regresi linier sederhana yang lain dimaksud adalah segala faktor yang secara menjelaskan hubungan fungsional antara kinerja praktis dan teoritis dapat mempengaruhi kinerja dan kecerdasan emosional sekretaris pada bank seseorang sekretaris. umum di Kota Banda Aceh dapat dinyatakan dalam persamaan di bawah ini. Implementasi Hasil Penelitian Y = 0,918 + 0,832X Penelitian ini memiliki dua implikasi, Nilai koefisien regresi (b) sebesar 0,832 meliputi implikasi teoritis dan implikasi dapat diartikan setiap peningkatan nilai rata-rata manajerial. skor kecerdasan emosional sebesar 1, akan meningkatkan nilai rata-rata skor kinerja Implikasi Teoritis sekretaris sebesar 0,832. Artinya, semakin baik Adanya pengaruh signifikan kecerdasan kecerdasan emosional akan semakin baik pula emosional terhadap kinerja sekretaris sesuai kinerja sekretaris. Sebaliknya, sekretaris dengan dengan pendapat Eysenck (2001) menyatakan kecerdasan emosional relatif rendah juga akan bahwa dunia kerja erat kaitannya dengan memiliki kinerja yang relatif lebih rendah bila emosional yang dimiliki oleh seseorang. dibandingkan dengan sekretaris yang memiliki Karyawan dengan kecerdasan emosional relatif kecerdasan emosional lebih tinggi. baik akan dapat menghasilkan kinerja yang lebih Berdasarkan output SPSS dalam tabel 3 di baik bila dibandingkan dengan karyawan yang atas dapat dilihat nilai t hitung variabel kurang cerdas secara emosional. kecerdasan emosional sebesar 6,179 dan nilai sig sebesar 0,000 < 0,05. Dengan demikian dapat Implikasi Manajerial diartikan bahwa kecerdasan emosional secara Penelitian ini dapat digunakan oleh pimpinan signifikan berpengaruh terhadap kinerja bank umum di Kota Banda Aceh dalam sekretaris. Peningkatan kecerdasan emosional mengambil kebijakan yang berhubungan dengan seseorang sekretaris secara nyata berdampak pada kinerja sekretaris pada bank yang dipimpinnya. peningkatan kinerja mereka. Sebaliknya, Peningkatan kinerja sekretaris dapat dilakukan penurunan kecerdasan emosional juga berdampak dengan meningkatkan kecerdasan emosional nyata pada penurunan kinerja sekretaris. berupa kesadaran diri (self-awareness), Keeratan hubungan antara kinerja sekretaris pengaturan diri (self-regulation), kemampuan dengan kecerdasan emosional ditunjukkan oleh sosial, empati dan motivasi. nilai koefisien korelasi (r) dan besarnya pengaruh kecerdasan emosional terhadap kinerja sekretaris Simpulan dan Saran dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (r2). Kecerdasan emosional memegang peran Ouput SPSS berikut memperlihatkan kedua nilai penting dalam meningkatkan kinerja sekretaris koefisien tersebut ditunjukkan dalam Tabel 4. pada bank umum di Kota Banda Aceh. Sekretaris Coefficientsa
8
Kecerdasan Emosional dan Kinerja Sekretaris (Studi pada Bank Umum di Kota Banda Aceh) Nurmala, S.Sos, MM dengan kecerdasan emosional relatif baik cenderung memiliki kinerja yang relatif baik pula. Sebaliknya, sekretaris yang kurang cerdas secara emosional cenderung memiliki kinerja yang relatif lebih rendah. Pengaruh positif kecerdasan emosional terhadap kinerja sekretaris sangat signifikan. Artinya, peningkatan kecerdasan emosional secara nyata berpengaruh terhadap peningkatan kinerja sekretaris pada bank umum di Kota Banda Aceh. Mengacu pada kesimpulan tersebut, maka sangat penting bagi setiap pimpinan bank umum di Kota Banda Aceh berupaya meningkatkan kecerdasan emosional sekretaris pada bank yang dipimpinnya. Secara operasional, upaya peningkatan kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan berbagai kebijakan diantaranya mengembangkan sikap empati diantara sesama dilingkungan bank umum. Daftar Pustaka Bernardin, J. H., dan Russell, J. E. A. (2003). Human Resource Management : An Experiential Approach. Mc Graw-Hill, New York. Corey, G., M. S. Corey, dan Callahan, P. (2001). Issues and Ethics in The Helping Profession (5th Ed.). Pacific Grine, CA: Brooks/Cole. Eysenck, H.J, dan Kamin, L. (2001). Intelligence: The Batle For The Mind, Pan Book, London dan Sydney. Goleman, D. (2005). Working with Emotional Intelligence. New York: Bantam Books. Kuncoro, M. (2003). Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi: Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis ?, Erlangga, Jakarta. Malhotra, N. K. (2007). Riset Pemasaran: Pendekatan Terapan, Alih Bahasa, Rusyadi Maryam, Edisi Keempat, Indeks, Jakarta. Malthis dan Jackson. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia, (Terjemahan: Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira), Edisi Pertama, Salemba Empat, Jakarta. Nggermanto, A. (2002). Quantum Quotient, Nuansa, Bandung.
Paisal dan Susi, A. (2010). Pengaruh Kecerdasan Emosional dan Kecerdasan Spiritual Terhadap Kinerja Karyawan Pada LBPPLia Palembang, Jurnal Ilmiah Orasi Bisnis, 5(2), 65-77. Rahman, A. (2002). Menyinari Relung-relung Ruhani, Pusat Pengembangan Tasawuf Positif, Hikmah, Jakarta. Ree, M, J., Earles, J., dan Teachout, M. S. (2004). Predicting Job Performance : Not Much More Than G, Journal of Applied Psychology, 79(4), 518-524 . Rivai, V., dan Sagal.a (2009). Performance Appraisal, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Robbins, S. P. (2007). Perilaku Organisasi. PT. Indeks, Jakarta. Salovey, S dan Mayer, J. K. (2006). Emotional Intellegent : What Can Matter More Than IQ. NY. Bantam Book. Schuler dan Jackson (2003). Management Human Resources, Through Strategic Pathnerships, 8th ed. Thomson – South Westorn, Australia. Segal, J. (2010). Melejitkan Kepekaan Emosional, Penerjemah Ary Nilandari, Kaifah, Bandung. Sekaran, U. (2006). Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Salemba Empat, Jakarta. Stein, S. J., dan Howard, E. B. (2002). Ledakan EQ, Penerjemah: Trinanda Rainy Januarsi, Kaifah, Bandung. Suliyanto. (2006). Metode Riset Bisnis, Penerbit Andi, Yogyakarta. Tim Penyusun Kamus Bahasa Indonesia. (2005). Kamus Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta. Tjiptono, F. (2001). Prinsip-prinsip Total Quality Service, Andi, Yogyakarta. Wiersma, M. L,. (2002). The Influence of Spiritual “Meaning-Making” On Career Behaviour, Journal of Management Development, 21(7), 497-520.
9