STUDI NORMALISASI KALI KUNCIR DI KABUPATEN NGANJUK Alexander Christian T.1, Very Dermawan2, Prima Hadi Wicaksono2 1 Mahasiswa Teknik Pengairan, 2 Dosen Teknik Pengairan
[email protected]
ABSTRAK Banjir besar yang terjadi setiap tahun akibat meluapnya Kali Kuncir mengakibatkan kerusakan di Kabupaten Nganjuk. Oleh karena itu perlu direncanakan bangunan pengendali banjir sepanjang Kali Kuncir. Tujuan studi ini adalah merencanakan usaha penanggulangan banjir yang bisa mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan di daerah studi. Pada tahun 2010 dan 2011, Kali Kuncir Kanan telah dilakukan normalisasi dan Kali Kuncir Kanan mampu mengalirkan debit sebesar 97,00 m3/dt. Perencanaan bangunan pengendalian banjir Kali Kuncir dimulai dengan analisis hidrologi yakni penentuan debit banjir rancangan Kali Kuncir. Selanjutnya dilakukan analisa hidrolika dengan simulasi pembagian debit dari Kali Kuncir Hulu yaitu 15% ke Kali Kuncir Kanan dan 85% ke Kali Kuncir Kiri. Untuk keperluan ini maka direncanakan pintu sorong untuk membagi debit tersebut. Selanjutnya dilakukan running aplikasi HEC-RAS 4.1.0. dengan debit rencana Q25. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, Kali Kuncir Kiri mengalami banjir, sehingga direncanakan tanggul dengan tinggi 3 m dan slope 1:1. Setelah melakukan perencanaan tanggul, kapasitas Kali Kuncir Kiri mampu mengalirkan debit sampai dengan kala ulang 25 tahun. Untuk analisis stabilitas lereng tanggul menggunakan software GeoStudio 2007 dengan analisis metode Bishop. Dari analisis tersebut didapatkan angka keamanan yang memenuhi persyaratan teknis untuk keamanan tubuh tanggul. Kata Kunci : Kali Kuncir, Normalisasi, Tanggul, Stabilitas Lereng. ABSTRACT Large floods that occur every year because of overflowing Kuncir River made damage in Nganjuk Regency. Therefore it is necessary plan flood control structures along the Kuncir River. The purpose of this study is to plan of flood control structures on Kuncir River that can reduce the negative impact of river flood. In years 2010 and 2011, Kuncir Kanan River has made normalization and it can drain discharge up to 97.00 m3/s. Flood Control method begins with the hydrological analysis of flood discharge plan from Kuncir River. Hydraulics analysis than performed with distribution of discharge simulation of Kuncir Hulu 15% to Kuncir Kanan River and 85% to the Kuncir Kiri River. For this purpose it’s planned sluice gate to divide the discharge. Next step is running application HEC-RAS 4.1.0. with flood design of 25 years (Q25). Based on analysis has been done, Kuncir Kiri River were flooded, and it is planned the levee with 3 meter height and slope 1:1. After the levee planning, the capacity on Kuncir Kiri River can accommodate the flood design up to 25 years. For levee slope stability analysis using software GeoStudio 2007 with Bishop's method of analysis. From the analysis of the obtained figures, it meet the technical requirements for the safety factor of the levee body. Keywords: Kuncir River, Normalization, Embankment, Slope Stability.
1.
PENDAHULUAN Banjir besar yang terjadi setiap tahun yang akibat meluapnya Kali Kuncir mengakibatkan kerusakan sarana fasilitas umum, kebun, sawah dan daerah permukiman terutama jalan propinsi. Ini lebih diperburuk lagi dengan kerusakan tebing sungai karena gerusan aliran sungai yang mengakibatkan bertambahnya sedimen sehingga kapasitas tampungan sungai tidak memadai terhadap debit sungai saat banjir. Ada beberapa faktor penyebab terjadinya banjir, diantaranya adalah: koefisien pengaliran, lokasi daerah yang berada di dataran rendah dan hampir rata dengan permukaan laut, lokasi daerah yang merupakan dataran banjir dari pertemuan beberapa sungai, pengaruh pasang air laut, terjadinya agradasi dasar sungai akibat sedimen yang menyebabkan naiknya muka air sungai pada waktu banjir, dan sistem drainase kota yang masih belum terencana secara sistematis dan menyeluruh. Tujuan dari studi ini adalah untuk menormalisasi Kali Kuncir Kiri dengan perencanaan tanggul. Dengan langkah awal melakukan analisis hidrologi, analisis morfologi dan aliran Kali Kuncir, kemudian membangun pintu air untuk membagi debit dari Kuncir Hulu. 2. KAJIAN PUSTAKA 2.1.Analisa Hidrologi Data curah hujan merupakan komponen utama dalam analisis hidrologi, baik dalam perancangan maupun perencanaan bangunan-bangunan hidrolik. Mengingat bahwa analisis data hujan ini merupakan awal analisis dari setiap perancangan dan perencanaan bangunanbangunan hidrolik, maka perlakuan terhadap masukan ini perlu dilakukan secara teliti. Hal ini karena kesalahan pada analisis ini akan terbawa ke analisis berikutnya. Selanjutnya adalah dengan menghitung hujan rerata daerah. Persamaan yang digunakan adalah menggunakan
Metode Polygon Thiessen. (Sri Harto, 1993:54): n
Ai Ri A1 R1 A2 R2 ...................An Rn 1 R A1 A2 ............An Ai
dengan: R
= curah hujan rerata daerah (mm) n = jumlah titik-titik (pospos) pengamatan R1,R2,...,Rn = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm) Perhitungan rerata curah hujan diperlukan untuk mendapatkan nilai koefisien kepencengan (Cs), koefisien kepuncakan (Ck), dan koefisien keseragaman (Cv). Penentuan curah hujan rancangan dengan periode ulang tertentu dihitung dengan menggunakan analisis frekuensi dalam hal ini dengan menggunakan metode Log Pearson Type III. Untuk menguji diterima atau tidaknya distribusi, maka dilakukan pengujian simpangan horizontal yakni uji Smirnov Kolmogorov dan pengujian simpangan vertikal, yakni Chi Square. 2.2. Analisa Debit Banjir Rancangan Berdasarkan hasil pengamatan data sebaran hujan di Indonesia, hujan terpusat di Indonesia berkisar antara 4-7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 6 (enam) jam sehari. Untuk mengetahui sebaran hujan jam-jaman digunakan Kurva IDF (Intensitas Durasi Frekuensi) dengan metode Mononobe (Triatmodjo, 2010:266): ⁄
[
(⁄
)
]
It= intensitas hujan jam-jaman (mm/jam) R= curah hujan rancangan (mm/hari) T= waktu hujan efektif (menit)
a. Hidrograf Banjir Rancangan Satuan Sintetik Nakayasu Untuk memperkirakan debit banjir yang akan terjadi dapat dilakukan analisis Rainfall (Runoff Model) dengan metode Nakayasu. Persamaan umum hidrograf satuan sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut (Soemarto,1987:168):
QP
A * Ro 3,6 * (0,3 * TP T0.3 )
dengan: QP = debit puncak banjir (m3/det), R0 = hujan satuan (mm), TP = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam) T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi 30 % dari debit puncak. Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan mempunyai persamaan: t Qa QP TP
2.4
dengan: Qa = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/dtk), T = waktu, Qp = debit puncak (m3/dtk) Bagian lengkung turun (decreasing limb) Untuk, Qd > Qp
Qd QP
t TP T0.3
Untuk,Qp > Qd > Qp
Qd QP
t TP 0,5T0.3 1,5T0.3
Untuk, Qp > Qd
Qd QP
t TP 1.5T0.3 2T0.3
T0.3 = . Tg dengan ketentuan: - untuk daerah pengaliran biasa = 2
-
untuk bagian naik hidrograf yang lambat dan bagian menurun yang cepat = 1,5 - untuk bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat = 3. Tenggang waktu, Tp = tg + 0,8 tr Untuk: L < 15 km tg = 0,21 L0.7 L > 15 km tg = 0,4 + 0,058 L dengan: L = panjang sungai (km), Tg = waktu konsentrasi (jam), tr = 0,5 tg sampai tg. b. Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisi daerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapun ko-ndisi dan karakteristik yang dimaksud adalah: Keadaan hujan Luas dan daerah aliran Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai Daya infiltrasi dan perkolasi tanah Kelembaban tanah Suhu udara, angin dan evaporasi Tata guna lahan c. Hidrograf Banjir Rancangan Dari hasil perhitungan hidrograf satuan akan didapat suatu bentuk satuan hidrograf yang mendekati dengan sifat aliran banjir sungai yang ada, yang selanjutnya hidrograf banjir untuk berbagai kala ulang dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan-persamaan yang ada pada salah satu metode yang sesuai tersebut di atas. Hidrograf banjir untuk berbagai kala ulang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Harto,1993:159). Qk = U1Ri + U2Ri-1 + U3Ri-2 + ….. + UnRi-n+1 + Bf
dengan: Qk = Ordinat hidrograf banjir pada jam ke k Un = Ordinat hidrograf satuan Ri = Hujan netto (efektif) pada jam ke I Bf = Aliran dasar (base flow) 2.3. Analisa Profil Aliran Elevasi muka air pada alur sungai perlu dianalisis untuk mengetahui pada bagian manakah terjadi luapan pada alur sungai, sehingga dapat ditentukan dimensi untuk perbaikan sungai. Dalam me-nganalisis kondisi sungai tersebut dapat digunakan program HEC-RAS 4.1.0 yang dikeluarkan oleh U.S. Army Corps of Engineers. Program HECRAS sendiri dikembangkan oleh The Hydrologic Engineer Centre (HEC), yang merupakan bagian dari oleh U.S. Army Corps of En-gineers. Pada program HEC-RAS 4.1.0 menggunakan pengaturan data dimana dengan data geometri yang sama bisa dilakukan kalkulasi data aliran yang berbeda-beda, begitu juga dengan sebaliknya. Data geometri terdiri dari layout permodelan disertai cross section untuk saluran-saluran yang dijadikan model. Data aliran ditempatkan terpisah dari data geometri. Data aliran bisa dipakai salah satu antara data aliran tunak (steady) atau data aliran tak tunak (unsteady). Dalam masing-masing data aliran tersebut harus terdapat boundary condition dan initial condition yang sesuai agar permodelan dapat dijalankan. Selanjutnya bisa di-lakukan kalkulasi dengan membuat skenario simulasi. Skenario simulasi harus terdiri dari satu data geometri dan satu data aliran. Pada software HEC-RAS ini, dapat ditelusuri kondisi air sungai dalam pengaruh hidrologi dan hidrolikanya, serta penanganan sungai lebih lanjut sesuai kebutuhan. Dari hasil analisa tersebut dapat diketahui ketinggian muka air dan
limpasan apabila kapasitas tampungan sungai tidak mencukupi. 2.4. Sistem Pengendalian Banjir Perencanaan perbaikan alur sungai adalah untuk menetapkan beberapa karakteristik alur sungai yaitu formasi trase alur sungai, formasi penampang sungai (lebar rencana sungai, bentuk rencana penampang sungai), kemiringan memanjang sungai dan rencana penempatan bangunan-bangunan sungai (Sosrodarsono, 1985:328) Tanggul merupakan bangunan yang berada diantara aliran sungai yang bertujuan untuk menahan aliran air sungai agar tidak menuju ke wilayah permukiman atuapun lahan yang tidak memerlukan pengaliran air sungai. Tinggi tanggul akan ditentukan berdasarkan tinggi muka air rencana pada kala ulang 25 tahun dengan penambahan jagaan yang diperlukan. Jagaan adalah tinggi tambahan dari tinggi muka air rencana dimana air tidak diijinkan meimpah. Ketentuan tinggi jagaan tanggul: Tabel 1. Hubungan Debit Banjir Rencana dengan Tinggi Jagaan No 1 2 3 4 5 6
Debit Banjir Rencana (m3/dt) Kurang dari 200 200-500 500-2000 2000-5000 5000-10000 10000 atau lebih
Jagaan (m) 0,6 0,8 1 1,2 1,5 2
Sumber: Sosrodarsono, 1985:88 Berikut merupakan lebar standar mercu tanggul berdasarkan debit banjir rencana. Tabel 2. Hubungan Debit dengan Lebar Mercu No 1 2 3 4 5
Debit Banjir Rencana (m3/dt) Kurang dari 500 500-2000 2000-5000 5000-10000 10000 atau lebih
Jagaan (m) 3 4 5 6 7
Sumber: Sosrodarsono, 1985:88
Bahan yang sangat cocok untuk pembangunan tanggul adalah tanah dengan karakteristik sebagai berikut (Sosrodarsono, 1985: 90): - Dalam keadaan jenuh air mampu bertahan terhadap gejala gelincir dan longsor. - Pada waktu banjir yang lama tidak rembes atau bocor. - Penggalian, sarana transportasi dan proses pemadatannya mudah. - Tidak terjadi retak-retak yang dapat membahayakan kestabilan tubuh tanggul. - Bebas dari bahan-bahan organis, seperti akar-akaran, pohon-pohonan dan rumput-rumputan. Tanah selalu mempunyai peranan penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Bahan tanah urugan untuk tanggul dapat memanfaatkan tanahtanah sekitar bantaran sungai-sungai yang akan dibangun tanggul, yang pada umumnya berupa lempung kelanauan dengan plastisitas tinggi. Beberapa parameter tanah yang dibutuhkan untuk menghitung daya dukung dan kestabilan lereng antara lain berat isi tanah, kohesi, dan sudut geser dalam. 2.4. Stabilitas Tanggul Bila tedapat aliran rembesan di dalam tubuh tanggul, maka untuk menganalisa aliran rembesan diperlukan suatu formasi garis depresi dengan menggunakan metode Casagrande (Sosrodarsono, 2002 :156).
ordinat dengan sumbu-sumbu x dan y, maka garis depresi diperoleh dengan persamaan parabola bentuk dasar sebagai berikut: L1 m . h
L2 = ltotal – l1 d = 0,3 L1 + L2 Yo 1 cos y 2 yo 2 x 2 yo
a a
y 2 yox yo2
yo h2 d 2 d dengan : m= kemiringan lereng h= jarak vertikal antara titik A dan B d= jarak horisontal antara titik B2 dan A l1= jarak horisontal antara titik B dan E l2= jarak horisontal antara titik B dan A A= ujung tumit hilir tanggul B= titik perpotongan antara muka air dan lereng udik tanggul A1= titik perpotongan antara parabola bentuk besar garis depresi dengan garis vertikal melalui titik B B2= titik yang terletak sejauh 0,3 l1 horisontal ke arah hulu dari titik B
Gambar 1. Garis depresi pada Tanggul (sesuai dengan garis parabola) Sumber: Sosrodarsono (2002:156)
Pada gambar tumit hilir lereng dianggap sebagai titik permulaan ko-
Gambar 2. Garis depresi pada tanggul homogen dengan garis yang mengalami modifikasi Sumber: Sosrodarsono (2002:157)
Pada tahun 1995, Bishop memperkenalkan suatu penyelesaian yang lebih teliti daripada metode irisan yang sederhana. Dalam metode ini, pengaruh gaya–gaya pada sisi tepi tiap irisan diperhitungkan. Gaya–gaya yang bekerja pada irisan nomor n, yang ditunjukkan dalam Gambar 3. digambarkan dalam Gambar 3.(a). Sekarang, misalkan Pn – Pn+1 = ∆P; Tn – Tn+1 = ∆T. Juga dapat ditulis bahwa: Tr= N r tan( d ) cd Ln N r tan c Ln F s
Tr=
1 (c tan )Ln = Fs
1 (c Ln N r tan ) Fs Dengan memasukkan persamaan pertama dan kedua ke persamaan ke tiga, maka didapatkan: n p
Fs =
(cb n 1
n
Wn tan T tan ) n p
W
Fs
n 1
n
1 m ( n )
sin n
dengan
tan sin n Fs Untuk penyederhanaan, bila kita mengumpamakan ∆T = 0, maka per-samaan berubah menjadi: n p 1 (cbn Wn tan ) m ( n ) n 1 Fs = n p Wn sin n
m (n ) = cos n
n 1
Gambar 3. Metode irisan Bishop yang disederhanakan; (a) Gaya – gaya yang bekerja pada irisan nomor n, (b) Poligon gaya untuk keseimbangan
Sumber: Das (1994:191)
Wn + ∆T= N tan c Ln N r cos n r sin n Fs Fs
atau, c Ln Wn T sin n Fs Nr= tan sin n cos n Fs
Untuk keseimbangan blok ABC, ambil momen terhadap O n p
Wn r sin n = n 1
n p
T r dengan, n 1
r
s
Gambar 4. Variasi
m (n ) dan
dengan
tan / Fs
n
Sumber : Das (1994:192)
Perhatikan bahwa Fs muncul pada kedua sisi dari persamaan tersebut. Oleh karena itu, cara coba–coba perlu dilakukan untuk mendapatkan harga Fs. Gambar 4. menunjukkan variasi dari
m (n ) dengan tan / Fs untuk ber-
macam–macam harga
n .
m (n ) dengan tan / Fs untuk bermacam–macam harga
n .
Rumus debit yang dapat dipakai untuk pintu sorong adalah: Q = K μ a b √2 g h1 dimana: Q = debit, (m3/dt) K μ a b g h1
= faktor aliran tenggelam = koefisien debit = bukaan pintu, m = lebar pintu, m = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8) = kedalaman air di depan pintu di atas ambang, m.
Lebar standar untuk pintu pembilas bawah (undersluice) adalah 0,50 ; 0,75; 1,00 ; 1,25 dan 1,50 m. Kedua ukuran yang terakhir memerlukan dua stang pengangkat. 3. METODOLOGI 3.1. Lokasi Daerah Studi Kabupaten Nganjuk dengan luas wilayah 112,433 km² dibagi menjadi 20 kecamatan dan 284 desa/kelurahan. Kecamatan dengan jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Rejoso dengan 24 desa, dan kecamatan dengan jumlah desa paling sedikit adalah Kecamatan Wilangan dan Kecamatan Ngluyu dengan jumlah desa masingmasing 6 desa.
3.2. Topografi Variasi topografi terdapat di Kabupaten Nganjuk antara lain: 1. Lereng 0 – 5% sebagian besar digunakan untuk kegiatan pertanian dan permukiman mencakup 52,96% dari luas wilayah kabupaten Nganjuk yang tersebar hampir di setiap wilayah. 2. Lereng 5 – 15% kemungkinan untuk digunakan sebagai kegiatan pertanian tanaman tahunan/keras mencakup wilayah seluas 10,05% yang tersebar dikecamatan Sawahan, Ngetos, Berbek, Loceret, Wilangan, Rejoso, Gondang, Ngluyu dan Lengkong. 3. Lereng diatas 40% merupakan wilayah yang sebaiknya dihutankan sebagai penyangga tanah, air dan menjaga keseimbangan ekosistem, mencakup luasan sekitar 6,6% dari luas wilayah kabupaten Nganjuk yang tersebar di wilayah kecamatan Sawahan, Ngetos, Loceret, Pace, Rejoso, Gondang dan Ngluyu. Dalam studi ini untuk analisa curah hujan menggunakan 7 stasiun yang dianggap mewakili yaitu: Tabel 3. Nama Stasiun Hujan pada Das Kali Kuncir Kab. Nganjuk No.
Nama stasiun Hujan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kacangan Mlilir Kedungsoko Patihan Palu Ombo Jati Klodan
Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Nganjuk
Gambar 5. Skema Kali Kuncir Kab. Nganjuk
Untuk Gambar Peta Stasiun Hujan, Peta DAS, dan Peta Polygon Thiessen dapat dilihat pada Lampiran 1.
3.3.Data Pendukung Kajian Dalam penanganan masalah banjir diperlukan beberapa data-data sekunder yang meliputi: 1. Peta Daerah Aliran Kali Kuncir Peta Daerah Aliran Kali Kuncir dan peta lokasi pengukuran yang digunakan dalam kajian ini diperoleh Proyek Pengukuran Kali Kuncir. 2. Data Curah Hujan Data curah hujan yang digunakan adalah data curah hujan yaitu mulai tahun 20012010. Stasiun hujan yang digunakan dalam kajian ini adalah 4 stasiun hujan 3. Data Pengukuran Penampang Sungai. 3.4. Langkah-langkah Pengerjaan Studi Adapun langkah-langkah dalam penyusunan kajian ini secara garis besar adalah: 1. Perhitungan curah hujan rerata daerah maksimum. 2. Menghitung curah hujan rancangan menggunakan distribusi Log Pearson Type III. 3. Untuk mengetahui kebenaran hipo-tesa distribusi frekuensi yang di-gunakan maka dilakukan uji kesesuaian distribusi frekuensi dengan metode Chi-Square dan Smirnov-Kolmogorov. 4. Menghitung hujan efektif jamjaman dengan rumus Mononobe. 5. Menghitung debit banjir rancangan dengan metode HSS Nakayasu 6. Menganalisa profil aliran sungai dengan bantuan program HECRAS Versi 4.1.0 Dari program ini dapat diketahui kapasitas tampungan sungai serta titik-titik kritis dimana terjadi luapan sehingga mengakibatkan banjir.
7. Merencanakan bangunan pengendali banjir, seperti tanggul dan perbaikan sungai. 8. Menganalisa profil aliran sungai dengan bantuan program HECRAS versi 4.1.0 setelah dilakukan upaya penanganan. 9. Memberikan kesimpulan dari hasil analisa. 4. ANALISA DATA 4.1. Curah Hujan Setelah dilakukan pengujian serta perhitungan data curah hujan, maka diperoleh analisa curah hujan maksimum daerah menggunakan Metode Poligon Thiessen. Adapun metode polygon thiessen ini menggunakan 7 stasiun hujan. Tabel 4. Rekapitulasi Curah Hujan Daerah (Polygon Thiessen) Kuncir Hulu Kuncir Kanan Kuncir Kiri Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Curah Hujan
36.73 48.08 72.16 84.80 70.68 70.73 82.85 67.87 74.88 80.77 60.77 55.30 81.54
(m3/detik) 25.48 73.81 13.51 17.17 63.14 83.15 78.73 78.69 68.40 119.92 76.43 76.06 85.31
33.79 60.19 43.00 54.47 62.29 79.19 97.25 78.36 64.28 91.88 55.92 67.12 83.09
Sumber: Hasil Perhitungan Data hidrologi berupa data curah hujan daerah maksimum tahunan yang telah dihitung sebelumnya akan digunakan untuk memperkirakan berapa besarnya debit banjir rancangan Kali Kuncir.
Tabel 5. Hujan Rancangan dengan berbagai Kala Ulang (Sungai Kuncir Hulu) Periode Ulang (tahun)
(tabel)
1,00
1,01
-3,27
1,47
2,90
2,00
2,00
0,22
1,84
70,35
3,00
5,00
0,84
1,91
81,78
4,00
10,00
1,03
1,93
85,75
5,00
20,00
1,16
1,94
88,45
6,00
25,00
1,19
1,95
89,05
7,00
50,00
1,26
1,95
90,59
8,00
100,00
1,31
1,96
97,82
No
G
Log X
Xt (mm)
Sumber: Hasil Perhitungan Tabel 6. Hujan Rancangan dengan berbagai Kala Ulang (Sungai Kuncir Kanan) Periode Ulang (tahun)
(tabel)
1,00
1,01
-3,28
0,78
6,10
2,00
2,00
0,22
1,81
65,65
3,00
5,00
0,85
2,00
100,22
4,00
10,00
1,06
2,06
116,04
5,00
20,00
1,18
2,09
125,47
6,00
25,00
1,21
2,10
128,22
7,00
50,00
1,27
2,12
133,40
8,00
100,00
1,30
2,13
136,45
No
G
Log X
Xt (mm)
Sumber: Hasil Perhitungan Tabel 7. Hujan Rancangan dengan berbagai Kala Ulang (Sungai Kuncir Kiri) Periode Ulang (tahun)
(tabel)
1,00
1,01
-2,83
1,44
27,56
2,00
2,00
0,11
1,82
66,76
3,00
5,00
0,85
1,92
83,28
4,00
10,00
1,18
1,96
91,75
5,00
20,00
1,41
1,99
98,46
6,00
25,00
1,48
2,00
100,41
7,00
50,00
1,65
2,02
105,73
8,00
100,00
1,79
2,04
110,26
No
G
Log X
Sumber: Hasil Perhitungan
Xt (mm)
4.2. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi Pemeriksaan uji kesesuaian ini dimaksudkan untuk mengetahui suatu kebenaran hipotesa distribusi frekuensi. Dengan pemeriksaan uji ini akan diketahui: a. Kebenaran antara hasil pengamatan dengan model distribusi yang diharapkan atau diperoleh secara teoritis. b. Kebenaran hipotesa (diterima/ditolak). a. Uji Smirnov Kolmogorof 1. Kuncir Hulu Dari perhitungan yang telah dilakukan, yang disajikan pada tabel diatas diperoleh nilai Pmax = 0,095%. Untuk g5 % dan n = 13, pada tabel nilai kritis untuk uji Smirnov Kolmogorov diperoleh Pcr = 0,368 = 36,80 %. Karena Pmax < Pcr, maka distribusinya diterima. 2. Kuncir Kanan Dari perhitungan yang telah dilakukan, yang disajikan pada tabel diatas diperoleh nilai Pmax = 0.196%. Untuk g5 % dan n = 13, pada tabel nilai kritis untuk uji Smirnov Kolmogorov diperoleh Pcr = 0,368. Karena Pmax < Pcr, maka distribusinya diterima. 3. Kuncir Kiri Dari perhitungan yang telah dilakukan, yang disajikan pada tabel diatas diperoleh nilai Pmax = 0,074%. Untuk g = 5 % dan n = 13, pada tabel nilai kritis untuk uji Smirnov Kolmogorov diperoleh Pcr = 0,368. Karena Pmax < Pcr, maka distribusinya diterima. b. Uji Chi-Square 1. Kuncir Hulu Dari perhitungan yang telah dilakukan, yang disajikan pada diatas diperoleh nilai X2 hitung = 5,2. Untuk 5 % dan DK = 2, pada tabel nilai kritis untuk uji Chi-Square diperoleh
X2cr = 9,49. Karena X2 hitung < X2cr, maka hipotesanya diterima. 2. Kuncir Kanan Dari perhitungan yang telah dilakukan, yang disajikan pada diatas diperoleh nilai X2 hitung = 1,2. Untuk 5 % dan DK = 2, pada tabel nilai kritis untuk uji Chi-Square diperoleh X2cr = 5,99. Karena X2 hitung < X2cr, maka hipotesanya diterima. 3. Kuncir Kiri Dari perhitungan yang telah dilakukan, yang disajikan pada diatas diperoleh nilai X2 hitung = 3,2. Untuk % dan DK = 2, pada tabel nilai kritis untuk uji Chi-Square diperoleh X2cr = 9,49. Karena X2 hitung < X2cr, maka hipotesanya diterima. 4.3.Distribusi Hujan dan Kurva IDF dengan Metode Mononobe Berdasarkan hasil pengamatan data sebaran hujan di Indonesia, hujan terpusat di Indonesia berkisar antara 4-7 jam, maka dalam perhitungan ini diasumsikan hujan terpusat maksimum adalah 6 (enam) jam sehari. Untuk mengetahui sebaran hujan jam-jaman digunakan Kurva IDF (Intensitas Durasi Frekuensi) dengan Metode Mononobe.
Kanan
Kiri
Hulu
Q
Q
Q
3
(m /dt)
3
(m /dt)
(m3/dt)
5
58,453
34,600
129,015
10
66,461
39,106
141,947
20
71,104
42,688
151,981
25
72,458
44,609
157,281
50
74,910
48,599
168,124
100
76,278
52,502
178,538
Tr
Sumber: Hasil Perhitungan 4.5. Analisis Hidrolika Analisis mengenai hidrolika digunakan untuk mengetahui profil aliran sungai dan merencanakan dimensi saluran banjir. Pada studi ini analisis profil aliran sungai menggunakan software HEC-RAS 4.1.0 4.6.Hasil Running HEC-RAS Dari hasil running HEC-RAS dapat diketahui ketinggian muka air Kali Kuncir dan tinggi limpasan muka air pada sungai jika kapasitas tampungan sungai tersebut tidak mencukupi.
4.4.Perhitungan Debit Banjir Rancangan Untuk menentukan besarnya debit banjir rancangan yang akan dijadikan masukan pada software HEC-RAS digunakan metode Nakayasu, Berikut Rekapitulasi Debit Banjir Rancangan HSS Nakayasu. Tabel 8. Rekapitulasi Debit Rancangan dengan Metode HSS Nakayasu Kanan Kiri Hulu Tr
Q
Q
Q
(m3/dt)
(m3/dt)
(m3/dt)
1.01
7,921
14,998
66,462
2
40,517
27,470
107,684
Gambar 6. Tinggi limpasan dipatok 510 dengan Q25 Sumber : Analisis HEC-RAS
Dari hasil running program HECRAS dapat diketahui bahwa dengan debit kala ulang 25 tahun hampir di sepanjang penampang aliran Kali Kuncir terjadi luapan. Hal tersebut ditunjukkan oleh Gambar 6 dimana kapasitas sungai
sudah tidak mampu lagi menampung debit banjir dengan kala ulang tersebut. Kuncir Kiri Lengkap R1 Kali Kuncir Kiri 180
Legend WS PF 12 Ground LOB ROB Left Levee
160
Right Levee
4.8.Kondisi Sungai Setelah Direncanakan Tanggul Setelah direncanakan Tanggul di bagian-bagian yang mengalami luapan di Kali Kuncir.
140
Elevation (m)
120
100
80
60
40
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
Main Channel Distance (m)
Gambar 7. Potongan Memanjang Sungai Sebelum Direncanakan Tanggul Sumber: Analisis HEC-RAS
4.7.Perencanaan Tanggul Sebelum merencanakan tanggul terlebih dahulu harus diperhatikan dengan teliti situasi sungai, sehingga dalam perencanaan pembuatan tanggul terutama penempatan tanggul akan sesuai dengan situasi sungai sesungguhnya dan juga tidak mengganggu masyarakat sekitar. Adapun Dasar perencanaan Tanggul sebagai berikut: 1. Debit rencana : Q 25 th 2. Debit Banjir : 178.298 m3/dt 3. Bahan : Urugan Tanah 4. Tinggi tanggul : 3,01 m 5. Tinggi jagaan : 0,6 6. Lebar Mercu :3m 7. Slope : 1:1
Gambar 9. Kondisi sungai setelah dibangun tanggul pada cross section 510 Kuncir Kiri Sumber: Analisis HEC-RAS
Gambar 10. Simulasi Model Menggunakan HEC-RAS setelah penanggulan di Kali Kuncir Kiri menggunakan Q25 Sumber: Analisis HEC-RAS
3.00 m
0.73 m
3.01 m 2.41 m 45°m
2.41 m
0.86 m
6.61 m
Gambar 8. Pola garis depresi pada tubuh tanggul pada saat muka air banjir menggunakan Metode Cassagrande
4.9.Stabilitas Tanggul Tanah selalu mempunyai peranan penting pada suatu lokasi pekerjaan konstruksi. Bahan tanah urugan untuk tanggul dapat memanfaatkan tanahtanah sekitar bantaran sungai-sungai yang akan dibangun tanggul, Jenis Tanah Kali Kuncir berupa lempung kelanauan dengan plastisitas tinggi. Parameter tanah yang dibutuhkan untuk menghitung daya dukung dan kestabilan lereng adalah sebagai berikut:
Tabel 9. Parameter Tanah untuk perhitungan Stabilitas No
Keterangan
Material Timbunan
1
Y sat
ton/m3
1,9
2 3
Y dry C
ton/m3 ton/m2
1,561 2,1
4 5
K Φ
cm/dt derajat
0,00073 23,5
Untuk perhitungan stabilitas lereng tanggul digunakan program geoslope versi studi yang dalam perhitungannya menggunakan metode Bishop. Hasil perhitungan nilai keamanan minimum (safety factor) tanggul 510 dapat adalah sebagai berikut: Tabel 10. Rekap Hasil Analisa Menggunakan Geo Slope/W 2007 Kondisi Tanggul Tanggul Hulu Banjir Tanggul Hulu Banjir Gempa Tanggul Hilir Banjir Tanggul Hilir Banjir Gempa
SF
SF Kritis
Keterangan
1.5
4.978
Aman
1.2
3.705
Aman
1.5
3.118
Aman
1.2
2.540
Aman
1. Besarnya rembesan yang keluar dari tubuh Tanggul dihitung dengan software GeoStudio Seep/W. Hasil perhitungan adalah berupa Flux, yaitu debit (Q) rem-besan yang melewati inti Tanggul. Dari hasil analisa dengan me-nggunakan software GeoStudio Seep/W didapatkan debit rembesan 0,00035365 m3/detik. Gambar 11. Pola garis depresi pada tubuh tanggul pada saat muka air banjir menggunakan software GeoStudio Seep/W 70 68 0.00035365 m³/sec
ELEVASI
69 67 66 65 64 63 -1 0
1
2
3
4
5
6
7
8
JARAK
9 10 11 12 13 14 15
4.10 . Perencanaan Pintu Sorong Untuk membagi Debit dari Kali Kuncir Hulu ke Kali Kuncir Kiri dan Kali Kuncir Kanan, maka direncanakan pintu sorong. Perencanaan ini menggunakan 4 pintu. Grafik Rating Curve bukaan pintu sorong dapat dilihat pada Lampiran 2 sedangkan untuk denah dan detail pintu dapat dilihat pada Lampiran 3. 5. KESIMPULAN Berdasarkan analisa yang telah dilakukan, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 2. Pada kondisi profil eksisting terjadi limpasan tinggi muka air melebihi penampang sungai sebanyak 69 dari 129 titik (53,48%) di Kali Kuncir Kiri. Sedangkan kondisi Kali Kuncir Kanan tidak terjadi limpasan tinggi muka air karena debit yang dialirkan adalah debit Bankfull Capacity sebesar 97 m3/dt. 3. Upaya yang dilakukan untuk menangani dampak banjir adalah melakukan simulasi pembagian debit dari Kali Kuncir Hulu (157,281 m3/dt) yaitu 15% (23,592 m3/dt) ke Kali Kuncir Kanan dan 85% (133,689 m3/dt) ke Kali Kuncir Kiri dengan membangun pintu sorong pada patok 298 di Kali Kuncir Kanan. Upaya selanjutnya adalah membuat tanggul untuk memperluas penampang sungai. Tanggul dibangun sepanjang 6,8 km di Kali Kuncir Kiri dengan tinggi 3,01 m, lebar mercu 3 m, dan slope 1:1. 4. Setelah dilakukan penanggulan pada 69 titik yang terjadi banjir maka tinggi muka air tidak mengalami luapan (kondisi banjir).
6. DAFTAR PUSTAKA Das, B, M. 1994. Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid I. Jakarta: Erlangga. Harto Br, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta: Penerbit Gramedia. Soemarto, CD. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional. Sosrodarsono, S. dan M. Tominaga. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sosrodarsono, S. dan M. Tominaga. 1994. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Sosrodarsono, S. 2002. Bendungan Tipe Urugan, Jakarta : PT. Pradnya Paramita. Triatmodjo, Bambang. 2010. Hidrologi Terapan. Yogyakarta: Beta Offset.
180 St. Patihan 13
St. Jati 13 a
St. Palu Ombo
175
St. Kacangan
179 St. Kedungsoko
St. Milir
St. Klodan
Lampiran 1. Peta DAS, Peta Stasiun Hujan, dan Peta Polygon Thiessen
a=0.4
3 96,98; 2,77
a=0.6 a=0.8
2,5
a=1 a=1.4
Tinggi Air di Depan Pintu (m)
2
a=1.6 a=1.2 a=1.8
1,5
a=2 a=2.2 1
a=2.4 a=2.6 a=2.77
0,5
a=0.2
a=2.03 0 0
0; 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 Debit Air,Q (m3/dt) yang Melewati Pintu
Lampiran 2. Grafik Rating Curve Operasi 4 Pintu
Lampiran 3. Denah Lokasi Studi
Lampiran 3. Potongan A-A Pintu
PLAT PELAYANAN +164.00
+161.77
5m
2m 2m
+159.00 +158.49
1m
Lampiran 3. Potongan B-B Pintu