MODEL PEMANENAN AIR HUJAN (RAINWATER HARVESTING) UNTUK MENGURANGI DAMPAK BENCANA BANJIR DI DAS PENGULURAN, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG E.H. Nurrizqi1), M Pramono Hadi2), Slamet Suprayogi2) email :
[email protected] Abstract Flood events that occurred on 10 July 2013 in Sitiarjo has large flood event that happen in a short period of time. Rainwater harvesting intended for reducing surface runoff, that can be stored and managed. The purpose of this project was to make a rainfall-runoff model using SCS CN, Reconstruct flood that occurred in the Penguluran Watershed on July 10, 2013, and to analyze the effectiveness of flood control through water harvesting in reducing peak discharge on July 10, 2013 flood events. Modeling was used in the analysis by two software programs, HEC HMS, a software that can estimate the peak discharge from SCS CN method and HEC RAS, a software to model the estimated flood stage and flood zone delineations that occurred on July 10, 2013. Maximum capacity of infiltration wells is determined by regulation in Kabupaten Malang. In the flooding event, rains that occurred in duration 5 hours, causing peak discharge of 641 m3/s with runoff volume of 9.268 m3. Time duration from normal state to peak, takes 2 hours. Flood impact zone is on Dusun Pulungrejo and Dusun Sitiarjo which location in front of river meanders with the flood as high as 2 meters above the river channel. The effectiveness of infiltration wells to reduce peak discharge which the minimum amount is determined by District Regulation No. 8 of 2015 has 40,81%, while the infiltration wells which is determined by the total number of roof only have 21,67% in order to reducing peak discharge in river Keywords:
Flood, SCS CN, HEC HMS, HEC RAS, Rainwater Harvesting, Infiltration Well
Intisari Kejadian banjir yang terjadi di Sitiarjo memiliki debit yang besar dan melimpah dalam waktu singkat. Kejadian banjir mengindikasikan perlu adanya pengelolaan air. Pemanenan air hujan bertujuan agar air hujan tidak langsung menjadi limpasan permukaan, namun dapat ditampung dan dikelola. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat model hujan aliran menggunakan metode SCS CN, merekonstruksi banjir yang terjadi pada DAS Penguluran pada kejadian 10 Juli 2013, menganalisis efektivitas sumur resapan dalam mengurangi debit banjir pada kejadian banjir 10 Juli 2013. Teknik analisis yang digunakan adalah dengan menggunakan model SCS CN pada perangkat lunak HEC HMS dan penggunaan perangkat lunak HEC RAS untuk model estimasi ketinggian banjir. Kapasitas tampung maksimal sumur resapan ditentukan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Malang No. 8 Tahun 2015. Model hujan-limpasan pada DAS Penguluran menghasilkan parameter DAS berupa nilai bilangan kurva, initial abstraction dan lag time. Pada kejadian banjir tanggal 10 Juli 2013, hujan yang terjadi pada durasi 5 jam, sehingga terjadi debit puncak sebesar 641 m3/s dengan volume aliran 1 2
Mahasiswa Program Studi S2 Geografi Universitas Gadjah Mada Dosen Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada
2
sebesar 9.268 m3. Zona dampak banjir terdapat di lokasi hilir sungai DAS Penguluran pada lokasi Dusun Pulungrejo dan Dusun Sitiarjo yang berada di meander sungai dengan ketinggian banjir pada outlet DAS setinggi 2 meter di atas saluran sungai. Efektivitas sumur resapan untuk menurunkan debit puncak yang jumlahnya ditentukan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Malang Nomor 8 Tahun 2015 memiliki tingkat efektivitas 40,81%, sedangkan pada sumur resapan yang jumlahnya ditentukan berdasarkan jumlah total rumah hanya memiliki tingkat efektivitas sebesar 21,67% untuk dapat menurunkan debit puncak pada alur sungai. Kata kunci:
Banjir, SCS CN, HEC HMS, HEC RAS, Pemanenan Air Hujan, Sumur Resapan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian banjir mengindikasikan perlu adanya pengelolaan air di DAS Penguluran. Pengelolaan air perlu dilakukan untuk mengurangi limpasan dan memperlambat laju air menuju hilir sehingga konsentrasi debit air di hilir tidak meningkat dalam waktu singkat. Pengelolaan yang dilakukan salah satunya adalah pemanenan air hujan (Rainwater Harvesting). Pemanenan air hujan bertujuan agar air hujan yang jatuh tidak langsung menjadi limpasan permukaan, namun dapat ditampung dan dikelola agar dapat mengurangi proses hujan menjadi aliran permukaan. Salah satu metode pemanenan air hujan yang digunakan yaitu dengan sumur resapan. Sumur resapan memiliki banyak fungsi, salah satunya yang berkaitan dengan banjir yaitu memperkecil puncak hidrograf di hilir dan konservasi air tanah (Sunjoto, 2011). Keunggulan teknik konservasi air berupa sumur resapan merupakan pengelolaan air berbasis masyarakat. Masyarakat dapat membangun sumur resapan secara individual maupun komunal. Untuk mengurangi limpasan permukaan dari hujan, sumur resapan dibuat secara individual di setiap rumah untuk menampung limpasan yang ditangkap oleh atap rumah lalu disalurkan melalui talang yang dialirkan menuju sumur resapan. Sumur resapan komunal dapat dibuat dengan volume tertentu yang dapat menampung limpasan yang ditangkap oleh atap beberapa rumah.
Rumusan Masalah Dari perumusan masalah tersebut, peneliti tertarik meneliti tentang kejadian banjir yang terjadi di DAS Penguluran, sehingga dapat ditarik pertanyaan penelitian sebagai berikut. a. Bagaimana model hujan aliran menggunakan metode SCS CN di DAS Penguluran? b. Bagaimana debit aliran dan ketinggian air yang terjadi pada kejadian banjir tanggal 10 Juli 2013 di DAS Penguluran? c. Seberapa efektif teknik pengelolaan dengan sumur resapan dapat mengurangi debit banjir pada tanggal 10 Juli 2013 di DAS Penguluran? Tujuan Dari masalah tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah : a. Membuat model hujan aliran menggunakan metode SCS CN pada DAS Penguluran. b. Merekonstruksi banjir yang terjadi pada DAS Penguluran pada kejadian tanggal 10 Juli 2013. c. Menganalisis efektivitas sumur resapan dalam mengurangi debit banjir yang pada kejadian banjir tanggal 10 Juli 2013. METODE PENELITIAN Penentuan Daerah Penelitian Penelitian dilaksanakan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Penguluran, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan
3
lokasi penelitian di DAS Penguluran dikarenakan setiap tahun terjadi banjir yang di saat kejadian ekstrem (tahun 2003 dan tahun 2013) menyebabkan kehilangan nyawa dan kerugian materiil. Selain itu kondisi topografi daerah penelitian yang terjal di daerah hulu dan datar di daerah hilir yang ditunjukkan Gambar 1 membuat daerah ini memiliki potensi banjir bandang.
Gambar 1 Peta DAS Penguluran Bahan, Data dan Peralatan Bahan : Data Curah Hujan Thn 1990-2014 Peta Jenis Tanah Peta Penggunaan Lahan DEM SRTM Citra Google Earth Peralatan : Tipping Bucket & Logger Meteran & GPS
Perangkat Lunak : HEC GeoHMS & HEC HMS HEC GeoRAS & HEC RAS EasyFit HydroOffice Diagram Alir Penelitian Penelitian dilakukan untuk merekonstruksi banjir tanggal 10 Juli 2013, menganalisis proses hujan menjadi limpasan dan pengelolaan air hujan berupa pemanenan air hujan. Kondisi data hidrometri yang minim di daerah penelitian, debit banjir didapatkan dengan menggunakan pendekatan model SCS CN. Untuk proses penelusuran aliran pada cabang sungai digunakan Metode Muskingum-Cunge, berdasarkan parameter geometri sungai. Proses untuk mendapatkan debit pada rekonstruksi banjir tahun 2013 dilakukan pada perangkat lunak HEC-HMS yang dikalibrasi menggunakan data kejadian hujan dan hidrograf yang diambil dari data lapangan. Zonasi banjir digunakan perangkat lunak HEC-RAS yang mengambil data geometri sungai dari data hasil pengukuran lapangan berupa penampang melintang pada penggal sungai di DAS Penguluran. Data penampang melintang tersebut kemudian dilakukan proses konversi menjadi data Triangulated Irregular Network (TIN). Metode pemanenan air hujan digunakan sumur resapan yang desain dan konstruksinya dikemukakan oleh Sunjoto (1988). Proses perbandingan hasil antara sebelum dan sesudah dilakukan pengelolaan berupa sumur resapan membandingkan antara perbedaan debit banjir, ketinggian air dan zona banjir sehingga diketahui persentase pengurangan debit banjir dengan sumur resapan. Bagan alir metode penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.
4
Gambar 2 Bagan Alir Metode Penelitian
Pewilayahan Hujan Metode Poligon Thiessen merupakan metode yang sistem perhitungannya berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Metode ini memberikan besar luasan daerah pengaruh stasiun hujan yang memiliki perbedaan jarak antar stasiun hujan. Metode poligon thiessen ditunjukkan pada Gambar 3.
HEC HMS Model limpasan langsung di dalam perangkat lunak HEC-HMS mengikuti prinsip hidrograf satuan dengan asumsi hujan terjadi merata di seluruh DAS dan intensitas tetap pada setiap interval waktu, hujan yang terjadi tidak berpengaruh pada proses transformasi hujan menjadi debit atau hidrograf. Pada proses di perangkat lunak HECHMS, diperlukan 5 komponen utama dalam penentuan proses hujan menjadi limpasan, yaitu komponen meteorologi, komponen limpasan langsung, komponen losses, komponen aliran dasar, dan komponen penelusuran aliran (Risyanto, 2007)
Gambar 3 Metode Poligon Thiessen
Cara perhitungan metode Poligon Thiessen ditunjukkan pada Persamaan 1. 𝑷𝟏 𝑨𝟏 + 𝑷𝟐 𝑨𝟐 + ⋯ + 𝑷𝒏 𝑨𝒏 𝑃= ...(1) 𝑨𝟏 + 𝑨𝟐 + ⋯ + 𝑨𝒏 Keterangan : P = Curah hujan wilayah (mm) P1, P2, Pn = Curah hujan masing-masing stasiun pengamatan (mm) A1, A2, An = Luas poligon (m2)
Penentuan Bilangan Kurva Untuk menentukan indeks CN dibutuhkan 3 Parameter, yaitu: 1. Kelompok tanah berdasarkan kondisi hidrologinya 2. Klasifikasi kompleks penutup lahan 3. Kelengasan tanah sebelumnya (AMC) Untuk memudahkan perhitungan kondisi grup hidrologi tanah, tata guna lahan dan AMC, SCS mengembangkan suatu
5
Bilangan Kurva atau Curve Number (CN) yang berkisar antara 0-100. Penentuan Kehilangan Air Kehilangan air (Losses) merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui besar hujan efektif. Loss rate method adalah pemodelan untuk menghitung kehilangan air yang terjadi karena proses infiltrasi dan pengurangan tampungan. Metode yang digunakan pemodelan ini adalah Initial Abstraction Ratio. Nilai Ia dapat ditentukan berdasarkan Persamaan 2 (USACE, 2000): Ia = 0,2 × S ...(2) Potential maximum retention ditentukan berdasarkan parameter bilangan kurva (CN) yang ditentukan berdasarkan tabel bilangan kurva yang disusun oleh SCS untuk berbagai tipe penggunaan dan penutupan lahan. Penelusuran Aliran Penelusuran aliran (Routing Model) dilakukan untuk melakukan simulasi rambatan gelombang air pada aliran sungai. Penelitian ini menggunakan metode Muskingum Cunge untuk melakukan penelusuran aliran. Pada metode Muskingum Cunge dibutuhkan faktor pembobot antara 0 - 0,5 dengan 0,2 untuk kondisi sungai alami. Pada penelitian ini, faktor pembobot diperoleh dari hasil trial dan error pada saat kalibrasi dengan menggunakan nilai rata-rata (0,25) sebagai nilai awal. Validasi dan Kalibrasi Debit Model Dalam proses kalibrasi diharapkan dapat menentukan nilai parameter-parameter dari karakteristik DAS sehingga akhirnya mendapatkan hasil yang paling mendekati dengan kondisi di lapangan. Parameter yang digunakan sebagai acuan dalam proses kalibrasi ini adalah nilai dari debit banjir pada outlet dari DAS daerah studi. Nilai debit
banjir dari pengukuran lapangan dengan nilai debit banjir yang dihasilkan oleh perhitungan SCS-CN. Sebaran dari kedua nilai inilah yang perlu diperhatikan. Semakin kecil sebarannya, maka semakin baik kualitas pemodelan yang telah kita lakukan. Nilai parameter untuk kalibrasi model SCS CN ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1 Nilai Parameter untuk kalibrasi model SCS-CN Model SCS Loss SCS UH
Baseflow
Muskingum Routing
Parameter Min Initial 0 mm abstraction Curve 1 number Lag 0,1 min Initial 0 m3/s baseflow Recession 0,000011 factor Flow to 0 peak ratio K 0,1 hr X 0 Number of 1 steps Sumber : USACE, 2000
Max 500 mm 100 30000 min 100000 m3/s 1 150 hr 0,5 100
Hasil pengukuran lapangan debit DAS Penguluran digunakan sebagai data yang akan dibandingkan dengan hasil simulasi. Adapun metode untuk menentukan kriteria penampilan atau kalibrasi model terhadap hasil pengamatan di lapangan sebagai berikut (Drogue et al., 2002). 1. Metode Root Mean Square Errors (RMSE) Root Mean Square Errors bertujuan untuk mempresentasikan rata-rata kuadrat simpangan (selisih) antara nilai keluaran model terhadap nilai pengukuran atau target. Nilai Root Mean Square Errors (RMSE) mensyaratkan mendekati satu (1). 2. Metode Nash Kalibrasi dengan menggunakan Nash ini adalah dengan membandingkan kuadrat selisih debit hasil simulasi dan debit hasil pengamatan dengan kuadrat selisih debit pengamatan dan rata-rata debit pengamatan. Metode Nash mensyaratkan pemodelan dikatakan valid jika nilainya mendekati satu (1).
6
HEC RAS Data Geometri Sungai Data Geometri yang digunakan dalam analisis spasial diperoleh dengan menggunakan perangkat lunak ArcGIS dan ekstensi HEC-GeoRAS. Data geometri sungai yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data spasial saluran sungai, yaitu tali arus, sungai utama, batas sungai kanan dan kiri serta penampang melintang sungai. Kekasaran Permukaan Kekasaran permukaan digunakan koefisien kekasaran permukaan oleh Cowan. Dalam penerapannya di perangkat lunak HEC-RAS, penentuan koefisien kekasaran permukaan ditentukan dengan menghitung berdasarkan jumlah dari nilai yang disesuaikan dengan keadaan saluran pada sungai dengan menggunakan persamaan 3. n = (n0 + n1 + n2 + n3 + n4) n5 ...(3) Sumur Resapan Penentuan Luas Atap Bangunan Luas Tangkapan hujan diperoleh dengan mengetahui luas atap pada setiap rumah di daerah penelitian. Luas atap digunakan untuk memperkirakan air hujan yang jatuh melalui atap. Luas atap diperoleh dari citra Geoeye dari Google Earth tahun 2013. Selanjutnya dilakukan zonasi tipe rumah untuk mengetahui jumlah kelas tipe rumah dan ratarata luas atap untuk digunakan dalam penentuan dimensi sumur resapan. Laju Permeabilitas Tabel Laju Permeabilitas digunakan untuk mengetahui nilai laju permeabilitas dari nilai konduktivitas hidrolik (K). Konduktivitas Hidrolik dapat didefinisikan sebagai sebuah koefisien yang secara proporsional menggambarkan kecepatan air yang dapat melaju melalui media tanah dalam unit waktu dan gradien hidrolik.
Penentuan Kapasitas Sumur Resapan Perencanaan dimensi sumur resapan dan bentuknya menggunakan pendekatan model Sunjoto (Sunjoto, 1988). Model ini memperhitungkan dimensi dan kedalaman sumur resapan, maka hasil perhitungan yang didapat berupa kedalaman lubang secara vertikal. 𝑯=
−𝑭 × 𝑲× 𝑻 𝑸 𝑺 (𝟏 − 𝒆 ) 𝑭×𝑲
𝑸=
...(4)
𝑯×𝑭×𝑲 −𝑭 × 𝑲 × 𝑻
𝑺 (𝟏 − 𝒆 ) 𝟐𝟐 𝑺=( × 𝝅 × 𝒓) 𝟕
...(5) ...(6)
Keterangan : H = kedalaman efektif sumur (m) Q = Debit air masuk (m3/detik) F = Faktor Geometrik (m) K = Koefisien permeabilitas tanah = laju infiltrasi (m/detik) T = Waktu pengaliran (Durasi dominan hujan) (detik) S = Luas Lingkaran (m2) R = Radius (m) HASIL DAN PEMBAHASAN Proses Hujan-Limpasan DAS Penguluran Model hujan-limpasan (rainfall-runoff) merupakan pendekatan yang digunakan untuk tujuan mengestimasi masukan berupa hujan dan keluaran berupa hidrograf banjir dengan data-data yang terbatas. Model ini dapat digunakan sebagai sarana pengelolaan seperti manajemen limpasan permukaan. Kelompok Hidrologi Tanah dan Penggunaan Lahan Berdasarkan Tabel 2, Kelompok Hidrologi Tanah di DAS Penguluran terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu Kelompok Hidrologi Tanah B dengan Luas 192,98 ha atau seluas 1,92%, Kelompok Hidrologi Tanah C dengan luas 1.494,75 ha atau seluas 14,84%. Kelompok Hidrologi Tanah D merupakan kelompok hidrologi tanah yang
7
dominan dengan luas 8386.51 atau sebesar 83.25% dari luas total DAS.
Nilai bilangan kurva bervariasi dari 0 hingga 100.
Tabel 2 Luasan Kelompok hidrologi tanah di DAS Penguluran Kelompok Hidrologi Tanah
Luas (ha)
Persentase (%)
B
192,98
1,92%
C
1.494,75
14,84%
D
8.386,51
83,25%
10.074,24
100,00%
Luas Total
Sumber : Olah Data, 2015
Sebaran Kelompok Hidrologi Tanah ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 5 Peta Penutup Lahan DAS Penguluran
Nilai bilangan menunjukkan potensi terjadinya aliran berdasarkan penggunaan lahan dan kelompok hidrologi tanah, semakin kecil nilai bilangan kurva, maka potensi terjadinya aliran rendah, sebaliknya semakin besar nilai bilangan kurva, semakin besar potensi terjadinya aliran. Besar nilai bilangan kurva ditunjukkan pada Tabel 3. Gambar 4 Peta Kelompok Hidrologi Tanah
Berdasarkan hasil interpretasi Citra Geoeye oleh Google Earth tahun 2015 yang ditunjukkan pada Gambar 5, jenis penutup lahan diklasifikasikan menjadi 10 jenis penutup lahan sesuai kriteria SNI (2010), Jenis penutup lahan digunakan untuk menentukan besaran nilai bilangan kurva berdasarkan kelompok hidrologi tanah. Peta penggunaan lahan di DAS Penguluran ditunjukkan pada Gambar 5. Nilai bilangan kurva (Curve Number/CN) menunjukkan potensi limpasan permukaan untuk kondisi hujan tertentu.
Tabel 3 Nilai Bilangan Kurva Pada Tiap Jenis Penutup Lahan Jenis Penutup lahan Tubuh Air Hutan Lahan Kering Primer Hutan Lahan Kering Sekunder Kebun Pemukiman Sawah Irigasi Sawah Tadah Hujan Semak/Belukar Tanah Kosong Tanah Ladang/Tegalan
Kelompok Hidrologi Tanah B C D 100 100 55
70
77
-
70
77
65 72 75
76 81 -
82 86 87
75
87
61
70 74
77 80
-
79
81
Sumber : Olah Data, 2015
8
Agihan Hujan Untuk menentukan hujan yang terjadi pada tiap jam perlu dilakukan pemodelan untuk menentukan agihan hujan. Secara empiris penentuan agihan hujan dapat dilakukan dengan pola agihan Modified Mononobe. Pola sebaran hujan menggunakan metode Modified Mononobe dengan durasi antara 1 jam hingga 9 jam ditunjukkan pada Tabel 4.
Pengukuran Debit dilakukan dengan metode slope area yang ditunjukkan pada Lampiran 3. Hasil pengolahan Debit aliran dengan tinggi muka air ditunjukkan pada Gambar 7.
Tabel 4 Pola Agihan Hujan Berdasarkan Durasi Hujan Jam ke-
1
2
3
0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9
79 21
63 16 11 9
55 14 10 8 7 6
Durasi Hujan 4 5 6 Persentase (%) 50 46 44 13 12 11 9 8 8 7 7 6 6 6 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3
7
8
9
41 11 8 6 5 4 4 4 3 3 3 3 3 2
40 10 7 6 5 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2
38 10 7 6 5 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2
Gambar 7 Grafik Linier Hubungan Debit dan Tinggi Muka Air
Hasil konversi data tinggi muka air menjadi debit aliran ditunjukkan pada Gambar 8.
Sumber : Olah Data, 2015
Data ketinggian permukaan air diukur pada outlet DAS penguluran pada rentang waktu antara tanggal 27 Maret 2015 – 31 Maret 2015. Pengukuran data di lapangan menggunakan alat automatic water level recorder (AWLR). Data AWLR merupakan data ketinggian permukaan air yang dicatat dalam ukuran meter. Hasil pengukuran dari AWLR ditunjukkan pada Gambar 6.
Gambar 6 Hidrograf Tinggi Muka Air Hasil Pengukuran Lapangan di Outlet DAS Penguluran
Gambar 8 Hidrograf Debit Aliran DAS Penguluran
Hasil pemisahan aliran langsung dan aliran dasar dari perangkat lunak HydroOffice menggunakan metode local minimum. Hidrograf limpasan langsung hasil pemisahan hidrograf aliran ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9 Hidrograf Limpasan Langsung DAS Penguluran
9
Hasil Skenario Debit Banjir pada Outlet DAS Proses iterasi dilakukan untuk mendapatkan hasil terbaik, yaitu hasil model yang dihasilkan dari model hujan-limpasan sesuai dengan kondisi lapangan. Proses iterasi dilakukan dengan memasukkan
parameter hujan dengan durasi yang berbedabeda. Durasi hujan pada proses ini menggunakan durasi antara 2 – 9 jam. Hasil hidrograf kemudian dibandingkan untuk mendapatkan hasil terbaik. Hasil proses iterasi berupa hidrograf debit model ditunjukkan pada Gambar 10.
Gambar 10 Hidrograf Hasil Iterasi Model Durasi Hujan 2-9 Jam
Berdasarkan Gambar 10 menunjukkan bahwa iterasi pada input durasi hujan
menghasilkan hidrograf yang berbeda-beda. Perbedaan yang signifikan ditunjukkan
10
dengan bentuk hidrograf, debit puncak, dan time to base yang berbeda. Hasil hidrograf pada durasi 2 – 9 jam menunjukkan hasil prediksi hidrograf model lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hidrograf observasi. Sedangkan pada durasi 8 jam dan 9 jam, hasil prediksi hidrograf model lebih rendah daripada hidrograf observasi. Hasil iterasi model pada HEC HMS berupa debit puncak dan volume ditunjukkan pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil Prediksi Debit Puncak dan Volume pada Tiap Durasi Hujan Durasi Debit Puncak Volume Hujan (m3/s) (m3) 2 Jam 57,7 570,8 3 Jam 44,2 571 4 Jam 35,9 570,5 5 Jam 30,6 572,1 6 Jam 26,8 570,7 7 Jam 24 573,6 8 Jam 21,7 577,6 9 Jam 19,8 577,5 Sumber : Olah Data, 2015
Validasi Model Hidrograf Nilai koefisien efisiensi Nash-Sutcliffe menunjukkan tingkat validasi model, dimana nilai E≤0,5 adalah tingkat validasi rendah, 0,5<E<0,7 adalah tingkat validasi tinggi dan
E≥0,7 adalah tingkat validasi sangat tinggi (Garcia et al., 2008). Pemodelan hujan limpasan pada perangkat lunak HEC-HMS memerlukan input berupa data hujan dan data debit pengukuran. Hasil validasi debit pengukuran dan debit menggunakan HEC HMS dilakukan menggunakan data hujan dengan durasi 2 - 9 Jam. Hasil validasi debit model dengan debit observasi ditunjukkan pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6 dipilih model pada durasi hujan 8 jam dengan debit puncak model sebesar 21,7 m3/s dan debit puncak observasi sebesar 22,9. Volume air pada kejadian hujan tanggal 28 Maret 2015 menunjukkan besar volume air pada durasi hujan 8 jam sebesar 577,6 m3 dengan volume Observasi sebesar 612,4 m3. Hasil validasi diperoleh koefisien Nash Sutcliffe sebesar 0,909 dan RMS Error sebesar 1,8 m3/s. Durasi 8 Jam memiliki nilai koefisien Nash Sutcliffe paling mendekat 1 atau tingkat validasi sangat tinggi. Durasi 8 jam dipilih karena memiliki tingkat validasi paling tinggi dari hasil validasi durasi hujan lainnya. Selanjutnya, hasil pemodelan dengan durasi hujan 8 jam dikalibrasi agar sesuai dengan kondisi lapangan.
Tabel 6 Hasil Validasi Debit Model dengan Debit Observasi Durasi Hujan
2 Jam 3 Jam 4 Jam 5 Jam 6 Jam 7 Jam 8 Jam 9 Jam
Debit Puncak Model (m3/s)
57,7 44,2 35,9 30,6 26,8 24,0 21,7 19,8
Debit Puncak Observasi (m3/s)
22,9 22,9 22,9 22,9 22,9 22,9 22,9 22,9
Volume model (m3)
Volume Observasi (m3)
NashSutcliffe
RMS Error (m3/s)
570,8 571 570,5 572,1 570,7 573,6 577,6 577,5
612,4 612,4 612,4 612,4 612,4 612,4 612,4 612,4
-0,351 0,231 0,563 0,742 0,841 0,891 0,909 0,901
7,0 5,3 4,0 3,1 2,4 2,0 1,8 1,9
Sumber : Olah Data, 2015
Kalibrasi Model Hidrograf Dalam proses kalibrasi, dilakukan iterasi menggunakan metode trial dan error untuk mendapatkan nilai terbaik. Parameter yang
digunakan dalam iterasi sesuai pada Tabel 1. Hasil proses kalibrasi pada model hujanlimpasan menggunakan durasi 8 jam ditunjukkan pada Tabel 7.
11
Tabel 7 Hasil Kalibrasi Nilai Bilangan Kurva, Initial Abstraction dan Lag Time Elemen W100 W200 W300 W400 W500 W600
Bilangan Kurva Nilai Nilai Awal Optimasi 81,05 79,64 79,06 77,48 82,87 81,21 76,58 75,05 80,28 78,68
Initial Abstraction Nilai Nilai Awal Optimasi 2,99 2,93 3,06 2,04 3,42 3,44 2,64 3,96 3,94 3,93 3,24 4,87
Lag Time Nilai Nilai Awal Optimasi 70,99 69,58 52,88 35,26 79,36 52,90 49,91 74,86 45,19 30,13 -
Sumber : Olah Data, 2015
Hasil nilai optimasi tersebut digunakan sebagai nilai dasar sebagai asumsi bahwa nilai optimasi tersebut merupakan nilai yang paling mendekati dengan kondisi di DAS Penguluran yang dibuktikan pada besaran
debit puncak, nilai Nash Sutcliffe dan RMS error. Hasil optimasi debit puncak dan volume limpasan menggunakan parameter hasil kalibrasi ditunjukkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Optimasi Debit Puncak dan Volume Limpasan Parameter Debit Puncak (m3/detik) Volume (1000M3)
Observasi 22,9
Sebelum Optimasi NashRMS Error Simulasi Sutcliffe (m3/s) 21,7
22,7 0,909
612,4
Setelah Optimasi NashRMS Error Simulasi Sutcliffe (m3/s)
1,8
577,6
0,958
1,2
567,8 Sumber : Olah Data, 2015
Hasil Nash-Sutcliffe menunjukkan bahwa setelah dilakukan optimasi mendekati nilai 1, yaitu dengan hasil 0,958. Besar nilai Nash-Sutcliffe ditentukan dengan nilai 0 – 1. Apabila hasil makin mendekati nilai 1 berarti bahwa model yang dihasilkan semakin
mendekati hasil yang terjadi di lapangan. Besar RMS Error berkurang setelah dilakukan optimasi, yaitu dari 1,8 m3/detik menjadi 1,2 m3/detik. Hasil simulasi model hidrograf yang telah dikalibrasi dan hidrograf observasi ditunjukkan pada Gambar 11.
Gambar 11 Perbandingan antara Hidrograf Observasi dan Hidrograf Model
Rekonstruksi Banjir DAS Penguluran Pada tahap rekonstruksi banjir DAS Penguluran dilakukan pemodelan hujan-
limpasan pada peristiwa banjir tanggal 10 Juli 2013. Proses pemodelan hujan-limpasan dilakukan pada perangkat lunak HEC HMS
12
menggunakan parameter DAS dan Sungai hasil kalibrasi yang dilakukan pada proses sebelumnya. Pemodelan dilakukan dengan digunakannya data dari BMKG yang tercatat pada Stasiun Dampit dan Stasiun Sitiarjo pada tanggal 10 Juli 2013. Pada tanggal 10 Juli 2013 merupakan waktu terjadinya bencana banjir yang terjadi di Hilir DAS Penguluran khususnya di Desa Sitiarjo. Data hujan pada Stasiun Hujan Dampit dan Sitiarjo ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Data Curah Hujan Tanggal 10 Juli 2013 Pada Stasiun Hujan Dampit dan Stasiun Hujan Sitiarjo Tanggal 10-Jul-13
Curah Hujan (mm) St. Hujan St. Hujan Dampit Sitiarjo 53 200 Sumber : Olah Data, 2015
Untuk dilakukan pemodelan hujan limpasan perlu digunakan agihan data hujan dengan durasi jam-jaman. Data hujan harian dikonversi secara empiris menggunakan model. Model yang digunakan dalam penentuan agihan hujan jam-jaman yaitu menggunakan Modified Mononobe.
Durasi hujan pada Tabel 10 akan digunakan sebagai dasar penentuan hidrograf yang digunakan dalam model di perangkat lunak HEC HMS. Tabel 10 Pola Agihan Hujan Pada Data Stasiun Hujan Dampit dan Sitiarjo Berdasarkan Durasi Hujan Jam Ke0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 7.5 8 8.5 9
3
Durasi Hujan (jam) 5 6 7 Persentase (%) 50 46 44 41 13 12 11 11 9 8 8 8 7 7 6 6 6 6 5 5 5 5 5 4 5 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2
4
55 14 10 8 7 6
8
9
40 10 7 6 5 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2
38 10 7 6 5 4 4 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2
Sumber : Olah Data, 2015
Hasil Skenario Debit Banjir Rekonstruksi pada Outlet DAS Hasil skenario debit banjir berupa hidrograf banjir pada outlet DAS ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12 Hasil Pemodelan Hidrograf Rekonstruksi Banjir 10 Juli 2013
13
Data yang telah di input pada HEC RAS untuk mendapatkan besaran elevasi air di meliputi data skema sungai, data geometri sepanjang sungai. sungai, data kondisi batas hulu dan hilir dan Hasil proses berupa ketinggian air pada data kondisi awal yang meliputi data DAS Penguluran ditampilkan pada tabel kemiringan sungai. Running aliran diproses yang ditunjukkan pada Tabel 11. Tabel 11 Hasil Output HEC RAS Ketinggian Air dan Kecepatan Air Profil
Q Total (m3/s)
Elev Min Penampang Sungai (mdpal)
Elev Maks Penampang Sungai (mdpal)
Elev Tinggi Air (mdpal)
Tinggi Air dari Dasar Sungai (m)
Tinggi Air yang Melimpah (m)
Kecepatan (m/s)
Angka Froude
PF 1
818,1
24,4
28,2
31,0
6,6
2,8
1,2
0,2
PF 2
711,6
24,4
28,2
30,5
6,2
2,3
1,3
0,2
PF 3
640,6
24,4
28,2
30,2
5,8
2,0
1,3
0,2
PF 4
585,7
24,4
28,2
29,9
5,6
1,7
1,3
0,2
PF 5
544,3
24,4
28,2
29,7
5,4
1,5
1,3
0,2
PF 6
508,2
24,4
28,2
29,5
5,2
1,3
1,4
0,2
PF 7
480,0
24,4
28,2
29,4
5,0
1,1
1,4
0,2
Sumber : Olah Data, 2015
Validasi Ketinggian Banjir Validasi ketinggian banjir merupakan proses menentukan profil aliran yang sesuai dengan kondisi di lapangan. Validasi dilakukan dengan menggunakan data pengamatan lapangan dan wawancara untuk menentukan besar debit dan agihan hujan yang paling sesuai dengan kondisi lapangan.
Hasil identifikasi ketinggian banjir dari perangkat lunak HEC RAS digunakan sebagai acuan untuk pembuatan Peta Sebaran Banjir pada kejadian banjir tanggal 10 Juli 2013. Berdasarkan hasil validasi, digunakan profil PF 3 sebagai dasar pembuatan sebaran ketinggian banjir ditunjukkan pada Gambar 13. Model Pemanenan Air Hujan Hasil perhitungan kapasitas tampung maksimal sumur ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil Perhitungan Kapasitas Tampung Maksimal Sumur Resapan Parameter Koefisien Permeabilitas Tanah Durasi Hujan Diameter Sumur Resapan Jari-Jari Sumur Resapan Tinggi Sumur Resapan Faktor Geometri
Simbol
Nilai
Satuan
K
21,31
t
5
Jam
D
1
meter
0,5 1 3,14 66,91 Debit Masuk ke Sumur Qi 0,019 Sumber : Olah Data, 2015
meter meter
r H F
m/jam
m3/jam m3/detik
Perhitungan total debit kemudian dikalikan berdasarkan jumlah sumur resapan untuk menentukan efektivitas sumur resapan apabila dibandingkan dengan debit aliran pada tiap Sub DAS dan Outlet DAS. Gambar 13 Peta Sebaran Ketinggian Banjir
14
Hasil dari perhitungan penurunan debit akibat sumur resapan berdasarkan jumlah rumah disajikan dalam Tabel 13 dan persentase efektivitas sumur resapan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Malang Nomor 8 Tahun 2015 yang ditunjukkan pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 13 dan 14, terdapat perbedaan efektivitas antara besar efektivitas antara sumur resapan yang jumlahnya ditentukan berdasarkan jumlah rumah dan persentase efektivitas sumur resapan yang dihitung berdasarkan ketentuan pada
Peraturan Bupati Kabupaten Malang Nomor 8 Tahun 2015. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, DAS Penguluran apabila dilakukan konservasi berupa sumur resapan yang jumlahnya ditentukan berdasarkan jumlah rumah hanya memiliki penurunan debit sebesar 21,67% dari debit puncak yang ada di Outlet DAS Penguluran. Pada Tabel 14 menunjukkan bahwa penurunan debit sebesar 40,81% apabila dibandingkan dengan besar debit puncak yang ada di Outlet DAS.
Tabel 13 Persentase Efektivitas Sumur Resapan Per Sub DAS berdasarkan Jumlah Rumah Luas Q Jumlah Q Persentase Jumlah Nama DAS Sub DAS Sumur total Q Sungai Efektivitas Sumur Sumur (km2) (m3/s) (m3/s) (m3/s) Resapan (%) W100 24,53 2.138 0,02 39,76 72,50 54,84 W200 19,46 1.134 0,02 21,10 107,20 19,68 W300 22,04 954 0,02 17,75 171,40 10,36 W400 10,70 1.469 0,02 27,32 119,20 22,92 W500 12,90 346 0,02 6,45 153,40 4,20 W600 10,22 1.422 0,02 26,45 127,10 20,81 DAS 99,85 7.463 0,02 138,83 640,60 21,67 Penguluran Sumber : Olah Data, 2015
Tabel 14 Persentase Efektivitas Sumur Resapan Per Sub DAS berdasarkan Peraturan Bupati No. 8 Tahun 2015 Luas Sub Jumlah Q Jumlah Q Persentase Nama DAS DAS Sumur Sumur total Q Sungai Efektivitas Sumur (km2) Resapan (m3/s) (m3/s) (m3/s) Resapan (%) W100 24,53 4.682 0,02 87,02 72,50 120,03 W200 19,46 2.419 0,02 44,96 107,20 41,94 W300 22,04 1.945 0,02 36,15 171,40 21,09 W400 10,70 2.202 0,02 40,93 119,20 34,34 W500 12,90 677 0,02 12,58 153,40 8,20 W600 10,22 2.139 0,02 39,76 127,10 31,28 DAS 99,85 14.064 0,02 261,41 640,60 40,81 Penguluran Sumber : Olah Data, 2015
KESIMPULAN 1. Model hujan-limpasan pada DAS Penguluran menghasilkan parameter DAS berupa nilai bilangan kurva, initial abstraction dan lag time. Parameter bilangan kurva dengan nilai optimasi sub DAS W100 sebesar 79,69; W300 sebesar 77,48; W400 sebesar 82,87 dan w500 sebesar 78,67, Pada parameter initial
abstraction nilai optimasi pada Sub DAS W100 sebesar 2,93; W200 sebesar 2,04; W300 sebesar 3,44; W400 sebesar 3,96 dan W500 sebesar 4,87, Sedangkan pada parameter lag time nilai optimasi W100 sebesar 69,58; W200 sebesar 35,26; W300 sebesar 52,90; W400 sebesar 74,86 dan W500 sebesar 30,13.
15
2. Pada kejadian banjir tanggal 10 Juli 2013, hujan yang terjadi pada durasi 5 jam, sehingga terjadi debit puncak sebesar 641 m3/s dengan volume aliran sebesar 9.268 m3. Waktu dari kondisi normal ke kondisi puncak, membutuhkan waktu 2 jam dan dari kondisi puncak kembali ke kondisi awal membutuhkan waktu 19,5 jam. 3. Efektivitas sumur resapan yang jumlahnya ditentukan berdasarkan Peraturan Bupati Kabupaten Malang Nomor 8 Tahun 2015 memiliki tingkat efektivitas 40,81%, sedangkan pada sumur resapan yang jumlahnya ditentukan berdasarkan jumlah total rumah pada DAS Penguluran hanya memiliki tingkat efektivitas sebesar 21,67% untuk dapat menurunkan debit puncak pada alur sungai. DAFTAR PUSTAKA Angillieri, M. Y. E., 2008. Morphometric analysis of Colangu¨il river basin and flash flood. Environmental Geology, 2008(55), pp. 107-111. Arsyad, S., 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press. Asdak, C., 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Bangira, T., 2013. Mapping of Flash Flood Potential Areas in The Western Cape (South Africa) Using Remote Sensing and In Situ Data, Enschede: ITC. Bouwer, H. & Rice, R. C., 1976. A Slug Test for Determining Hydraulic Conductivity of Unconfined Aquifers With Completely or Partially Penetrating Wells. Water Resources Research, 12(3), pp. 423-428. Drogue, G., Drissi, A., El Pfister, L., Leviandier, T., Iffly, J.F., Hoffmann, L., 2002. Calibration of a Parsimonious Rainfall-Runoff Model : a Sensitivity Analysisfrom Local to Regional Scale. Switzerland, Proceedings of the First biennal meeting of the International Environmental Modelling and Software Society, pp. 464-469.
Garcia, M., Peters-Lidard, C. D. & Goodrich, D., 2008. Spatial Interpolation Of Precipitation In A Dense Gauge Network for Monsoon Storm Events Inthe Southwestern U.S.. Water Resources Research, 44(W05S13), pp. 5-13. Haliuc, A. & Frantiuc, A., 2013. A Study Case of Baranca Drainage Basin FlashFloods Using The Hydrological Model Of HEC-RAS. Georeview, 21(1), pp. 118-133. Indriatmoko, R. H. & Wahjono, H. D., 1999. Teknologi Konservasi Air Tanah dengan Sumur Resapan. Jakarta: BPPT. Kusnaedi, 2000. Sumur Resapan untuk Pemukiman Perkotaan dan Pedesaan. Jakarta: Penebar Swadaya. Lariosa, K. R. L., 2013. Thesis. Assessing Flooding And Rainwater Harvesting In Kaiaka Bay Watershed, O‘Ahu, Hawai‘I. Hawaii: Global Environmental Science. McCuen, R. H., 1989. Hydrologic Analysis and Design. New Jersey: Prentice Hall. Risyanto, 2007. Tesis. Aplikasi HEC-HMS untuk Perkiraan Hidrograf Aliran di DAS Ciliwung Bagian Hulu, Bogor: IPB. Sunjoto, 1988. Optimasi Sumur Resapan Air Hujan Sebagai Salah Satu Usaha Pencegahan Intrusi Air Laut. Yogyakarta, Universitas Gadjah Mada. Sunjoto, 2011. Teknik Drainase Pro Air. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. US SCS, 1972. National Engineering Handbook. Washington DC: US Government Printing Office. USACE, 2000. Hydrologic Modelling System HEC-HMS Technical Reference Manual. US: US Army. Wilson, E. M., 1993. Hidrologi Teknik. Bandung: Penerbit ITB. Yan Li, X., 2003. Rainwater harvesting for agricultural production in the semiarid loess region of China. Food, Agriculture & Environment, 1(3-4), pp. 282-285.
16