PENDUGAAN DEBIT ANDALAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUNGAI KUNCIR, KABUPATEN NGANJUK, JAWA TIMUR
FAJARDO
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Debit Andalan Menggunakan Model SWAT di Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2014 Fajardo NIM F14100137
ABSTRAK FAJARDO. Pendugaan Debit Andalan Menggunakan Model SWAT di Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Dibimbing oleh LIYANTONO. Sungai Kuncir merupakan saluran drainase primer yang menjadi sumber sarana irigasi di Kabupaten Nganjuk. Potensi Sungai Kuncir dapat dikaji melalui perhitungan debit andalan untuk dijadikan indikator dalam jumlah pemenuhan kebutuhan air pada komunitas wilayah. Penelitian ini bertujuan menerapkan model SWAT dalam pendugaan debit air sungai dan menghitung besar debit andalan pada Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk. Kegiatan pengambilan data lapang dilakukan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur khususnya di Sungai Kuncir. Penelitian dilakukan melalui dua tahap, yaitu proses pembangunan model dan proses simulasi dengan SWAT setelah melalui proses kalibrasi dan validasi data. Simulasi model memiliki korelasi yang tinggi dengan nilai NS pada hasil kalibrasi sebesar 0.67 dan debit rata-rata harian hasil simulasi sebesar 7.15 m3 s-1. Skenario perubahan lahan menggambarkan konversi lahan hutan dan semak belukar menjadi lahan pertanian berpotensi meningkatkan nilai debit Sungai Kuncir. Kata kunci: andalan, debit, model, Sungai Kuncir, SWAT
ABSTRACT FAJARDO. Estimation of Dependable Flow in Kuncir River, Nganjuk District, East Java using SWAT Model. Supervised by LIYANTONO. Kuncir River is the primary drainage canal that becomes the source of irrigation facilities in Nganjuk district. The potential of Kuncir River can be assessed by measuring the dependable flow to become an indicator of the amount of water supply to the community area. This research aims to apply SWAT model to estimate the river flow and measure the dependable flow in Kuncir River, Nganjuk district. Data was collected from Kuncir River, Nganjuk district, East Java. There are two major steps on this research, model establishment and model simulation using SWAT after data calibration and validation. Model simulation has high correlations with the observed data. It is showed by NS value of 0.67 and mean daily flow of 7.15 m3 s-1. Land use change scenario showed that the conversion of forest and range-grasses into agriculture land potentially increase the flow of Kuncir River. Keywords: dependable, flow, Kuncir River, model, SWAT
PENDUGAAN DEBIT ANDALAN MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUNGAI KUNCIR, KABUPATEN NGANJUK, JAWA TIMUR
FAJARDO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Pendugaan Debit Andalan Menggunakan Model SWAT di Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur Nama : Fajardo NIM : F14100137
Disetujui oleh
Dr Liyantono, STP, MAgr Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Januari 2014 ini adalah debit air, dengan judul Pendugaan Debit Andalan Menggunakan Model SWAT di Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Liyantono, STP, MAgr selaku pembimbing, serta Prof Dr Bambang Pramudya dan Dr Gatot Pramuhadi sebagai dosen penguji. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Prof Dr Ir Kudang Boro Seminar, MSc selaku kepala bagian Teknik Bio-informatika. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr Ir Desrial, MEng selaku Ketua Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Terima kasih kepada Dinas PU Pengairan Nganjuk, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Sawahan yang telah membantu dalam pengumpulan data pada kegiatan observasi lapang. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembacanya.
Bogor, November 2014 Fajardo
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat
4
Bahan
4
DEM (Digital Elevation Model)
4
Data Cuaca
4
Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah
4
Data Observasi Lapang
5
Prosedur Kerja
6
Deskripsi Model Hidrologi
6
Pembangunan Model
6
Deskripsi Model Eksperimen
8
Analisis Sensitivitas
8
Korelasi dan Kalibrasi Model
9
Validasi Model
9
Debit andalan
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
10
Analisis Sensitivitas dan Kalibrasi Model
10
Analisis Komponen Hidrologi Sungai Kuncir
12
Analisis Debit Air dan Debit Andalan Sungai Kuncir
14
Dampak Perubahan Lahan terhadap Debit Air Sungai Kuncir
16
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
19
DAFTAR PUSTAKA
20
LAMPIRAN
22
RIWAYAT HIDUP
23
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Kelas penggunaan lahan pada subDAS Parameter yang dipilih dalam analisis sensitivitas Nilai komponen hidrologi tahunan Sungai Kuncir 2010-2013 Komponen hidrologi rata-rata tahunan Sungai Kuncir berdasarkan skenario
5 9 13 18
DAFTAR GAMBAR 1 Peta lokasi pengamatan: (a) peta subDAS dan subsubDAS di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan (b) peta elevasi subDAS Sungai Kuncir 2 Wilayah studi: (a) kelas penggunaan lahan dominan, (b) kelas jenis tanah 3 Diagram alir prosedur penelitian 4 Hasil analisis sensitivitas model nilai debit harian Nganjuk 2010-2013 5 Hasil analisis auto-kalibrasi model nilai debit harian Nganjuk 20102013 6 Siklus hidrologi Sungai Kuncir 7 Hasil analisis debit andalan bulanan periode 2010-2013 8 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013 dalam skala linier 9 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013 dalam skala logaritmik 10 Debit air harian Sungai Kuncir hasil simulasi skenario perubahan penggunaan lahan 11 Kurva durasi aliran skala logaritmik Sungai Kuncir periode 2010-2013
3 5 7 12 12 14 15 15 16 17 18
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tabel Log Pearson Tipe III
22
PENDAHULUAN Latar Belakang Kekurangan air pada musim kering menghambat produksi bahan pertanian di beberapa daerah produksi beras di Indonesia, salah satunya adalah Kabupaten Nganjuk. Kabupaten Nganjuk merupakan wilayah pertanian dengan luasan yang besar, sehingga membutuhkan ketersediaan air untuk sistem irigasi yang tinggi, terutama pada musim kering (Liyantono et al. 2013). Terdapat dua sungai besar yang melalui wilayah Kota Nganjuk, yakni Sungai Kuncir Kiri (bagian barat) dan Sungai Kuncir Kanan (bagian timur) (Suwondo 2005). Kedua aliran sungai ini akan mengarah ke timur dan bertemu di Sungai Widas. Kondisi hidrologi di wilayah ini cukup basah dengan muka air tanah yang relatif dangkal. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nganjuk (2012), Sungai Kuncir merupakan saluran drainase primer di Kabupaten Nganjuk. Saluran primer tersebut menampung aliran air dari limpasan air hujan, saluran pembuang irigasi (afvour), limbah domestik cair dari kawasan permukiman penduduk yang kemudian disalurkan menuju Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas sebagai pembuang akhir dan dikelola untuk sektor pertanian, industri pengolahan, pariwisata, pertambangan dan penggalian, energi dan air bersih. Potensi Sungai Kuncir Kiri dan Sungai Kuncir Kanan tersebut dapat dikaji melalui perhitungan debit andalan untuk dijadikan indikator dalam jumlah pemenuhan kebutuhan air pada komunitas wilayah. Debit andalan adalah besarnya debit yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan air dengan resiko kegagalan yang telah diperhitungkan. Perhitungan debit andalan bertujuan menentukan debit perencanaan yang diharapkan selalu tersedia di sungai, dihitung berdasarkan konsep peluang (Arya 2012). Debit andalan dapat dihitung dengan berbagai metode baik dengan metode rasional curah hujan yang menggunakan data curah hujan, maupun menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG). Perhitungan debit andalan membutuhkan pengaplikasian metode ilmu hidrologi, ilmu probabilitas dan ilmu statistika. Besarnya debit andalan selanjutnya dapat digunakan untuk debit rencana dalam memenuhi kebutuhan air dari suatu kegiatan seperti pertanian, air minum, pembangkit listrik tenaga air, industri dan lain-lain. Nilai debit andalan ini pada akhirnya berfungsi menentukan besarnya luasan lahan yang dapat diirigasi dalam satuan waktu tertentu. SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model yang dapat diaplikasikan secara terus menerus untuk skala daerah aliran sungai yang beroperasi secara harian dan dibuat untuk memprediksi dampak pengelolaan air, sedimen, dan kimia pertanian pada DAS yang tidak memiliki alat pengukuran. Model SWAT berbasis fisik, efisien secara komputerisasi, dan mampu membuat simulasi untuk jangka waktu yang panjang. Parameter utama yang menunjang model SWAT yaitu data iklim, hidrologi, suhu dan karakteristik tanah, pertumbuhan tanaman, unsur hara, pestisida, patogen serta bakteri, dan pengelolaan lahan. DAS dibagi menjadi beberapa SubDAS dalam SWAT, yang kemudian dibagi lagi ke dalam unit respon hidrologi (Hydrological Response Units atau HRU) yang memiliki karakteristik penggunaan lahan, pengelolaannya dan tanah yang homogen. HRU menunjukkan persentase SubDAS yang
2 teridentifikasi dan tidak teridentifikasi secara spasial dalam simulasi SWAT. Alternatif lainnya, sebuah DAS dapat dibagi ke dalam SubDAS yang memiliki karakteristik penggunaan lahan, jenis tanah dan pengelolaan yang dominan (Alibuyog 2012).
Perumusan Masalah Produksi bahan pertanian pada musim kering sangat penting dalam menjaga keseimbangan pangan di Indonesia, terutama di Pulau Jawa yang memiliki kontribusi yang besar terhadap produksi beras (Liyantono et al. 2012). Sistem irigasi yang baik perlu dikembangkan untuk meningkatkan produksi bahan pertanian di suatu wilayah pada musim kering, salah satunya yaitu di Kabupaten Nganjuk sebagai daerah pertanian di Pulau Jawa. Beberapa pertanyaan dikembangkan untuk menjawab masalah tersebut yang selanjutnya dijawab melalui penilitian ini dan dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana membuat model debit air dengan menggunakan simulasi SWAT? 2. Bagaimana perbandingan debit air hasil simulasi SWAT dengan hasil pengukuran lapang? 3. Bagaimana kondisi debit air dan berapa besar potensi debit air pada Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk? 4. Bagaimana pengaruh debit Sungai Kuncir terhadap perubahan penggunaan lahan di sekitar wilayah subDAS?
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan menerapkan model SWAT dalam pendugaan debit air sungai dan menghitung besar debit andalan pada Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk.
Manfaat Penelitian Penelitian ini menghasilkan manfaat antara lain mendapatkan metode perhitungan debit air yang lebih cepat dan akurat dengan menggunakan teknik komputasi dan sistem informasi geografis, yang dapat menjadi dasar untuk perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2014. Kegiatan pengambilan data lapang dilakukan di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur khususnya di Sungai Kuncir (Gambar 1a). Sungai Kuncir terletak pada wilayah
3 selatan Kabupaten Nganjuk (Gambar 1b). Titik outlet Sungai Kuncir dipilih berdasarkan titik pengamatan pada kegiatan pengambilan data observasi lapang berdasarkan Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Kabupaten Nganjuk, yang terletak pada koordinat 7.672 oLS dan 111.843 oBT. Luasan wilayah pengamatan pada DAS kuncir sebesar 96,292 km2. Kegiatan observasi lapang dilakukan di wilayah Sungai Kuncir, Kabupaten Nganjuk. Kegiatan pengolahan dan penyusunan hasil penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Agustus di Laboratorium Teknik Bioinformatika, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
a)
b) Gambar 1
Peta lokasi pengamatan: (a) peta subDAS dan subsubDAS di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur dan (b) peta elevasi subDAS Sungai Kuncir
4 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas komputer, software ArcGIS 10.1 degan plug-in ArcSWAT 2009, Ms Excel, Ms Access, dan OpenOffice Calc.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data masukan model SWAT untuk mengestimasi debit pada daerah yang dikaji dan data debit sungai hasil observasi untuk mengevaluasi hasil debit dari model. Data masukan model SWAT yang dibutuhkan untuk penyusunan model dan simulasi komponen hidrologi antara lain data klimatologi dan cuaca, peta DEM (Digital Elevation Model), peta jenis tanah, dan peta penggunaan lahan. Data hasil observasi berupa data debit air harian Sungai Kuncir dibutuhkan untuk analisis sensitivitas serta kalibrasi dan validasi model SWAT. DEM (Digital Elevation Model) Data DEM diturunkan dari Peta Kontur Rupa Bumi Indonesia 1:25,000 tahun 2010 lembar 508-5521, 1508-522, 1508-611, 1508-612, 1508-234, 1508244, 1508-333, 1508-334, 1508-232, 1508-241, 1508-242 1508-331, 1508-214, 1508-223, 1508-224, 1508-313. DEM digunakan untuk melakukan deliniasi DAS dan menganalisis beberapa karakteristik, antara lain gradien kemiringan (slope), jaringan sungai dan karakteristik sungai menggunakan tool deliniasi pada ArcSWAT. Data Cuaca Data cuaca harian (suhu, curah hujan, kecepatan angin, radiasi, kelembaban) pada wilayah penelitian diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sawahan, Nganjuk. Data klimatologi diambil dari stasiun klimatologi Sawahan, Nganjuk. Stasiun Sawahan terletak pada koordinat 7.732 o LS dan 111.767 oBT yang ditunjukkan melalui titik stasiun cuaca pada Gambar 1b. Sedangkan data hujan didapat dari Dinas PU Pengairan Nganjuk. Data cuaca memiliki kisaran waktu sesuai dengan data observasi lapang, yaitu pada tahun 2010-2013. Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah Jenis penggunaan lahan pada suatu DAS sangat mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut. Penggunaan lahan tahun 2010 hingga 2013 (Gambar 2a) yang terdapat di DAS kuncir berdasarkan proses deliniasi didominasi oleh semak belukar (25.60%), hutan (35.15%), dan sawah padi (31.29%) (Tabel 1). Data penggunaan lahan diperoleh berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Kabupaten Nganjuk dengan skala 1:25,000. Sedangkan data jenis tanah diturunkan dari peta landsystem Pulau Jawa dengan skala 1:250,000. Terdapat tiga kelas jenis tanah yang ditemukan pada wilayah penelitian yang dibedakan berdasarkan tekstur tanah dan drainase tanah di daerah pengambilan sampel (Gambar 2b), antara lain kelas hidrologi A, kelas hidrologi B,
5 dan kelas hidrologi D. Karakteristik tanah pada kelas hidrologi A memiliki laju infiltrasi antara 8-12 mm/jam dengan tekstur pasir, pasir berlempung dan lempung berpasir. Sedangkan karakteristik pada kelas hidrologi B memiliki laju infiltrasi 4-8 mm/jam dengan tekstur tanah lempung berdebu dan lempung. Sementara untuk kelas hidrologi D merupakan tanah dengan laju infiltrasi 0-1 mm/jam dengan tekstur tanah lempung berliat, lempung debu berliat, liat berpasir, liat berdebu, dan liat (McCuen 1989).
(a)
(b)
Gambar 2 Wilayah studi: (a) kelas penggunaan lahan dominan, (b) kelas jenis tanah Tabel 1 Kelas penggunaan lahan pada subDAS Penggunaan lahan Kode SWAT Semak belukar RNGE Sawah padi RICE Hutan FRSD Pemukiman dan tempat kegiatan URML Padang rumput BROM Daerah perairan WATR Lahan pertanian AGRR
Wilayah (%) 25.60 31.29 35.15 6.09 1.33 0.48 0.05
Data Observasi Lapang Data observasi lapang digunakan untuk kalibrasi dan validasi model SWAT. Data observasi lapang merupakan data debit air Sungai Kuncir yang diperoleh secara harian pada tahun 2010 sampai 2013. Data debit observasi merupakan data sekunder hasil pengukuran Liyantono et al. (2013).
6 Prosedur Kerja Deskripsi Model Hidrologi Model SWAT yang telah terkalibrasi diaplikasikan untuk memprediksi aliran sungai dan komponen hidrologi lainnya di wilayah Sungai Kuncir. Model SWAT merupakan model kontinu berskala DAS yang beroperasi secara harian dan dirancang untuk memprediksi dampak pengelolaan terhadap air, sedimen, dan kimia pertanian. Model SWAT dipilih karena secara fisik bersifat efesien secara komputerisasi dan mampu membuat simulasi untuk jangka waktu yang panjang (Alibuyog 2012). Simulasi hidrologi DAS pada SWAT dapat dilakukan dalam dua bagian. Bagian pertama adalah siklus hidrologi pada fase lahan, yang mengontrol jumlah masukan air, sedimen, nutrien dan pestisida (polutan) ke kanal utama di setiap subDAS. Bagian kedua adalah siklus hidrologi pada fase routing, yang dapat didefinisikan sebagai pergerakkan air, sedimen, nutrien dan kimia organik yang melalui jaringan kanal DAS ke outlet (Parker et al. 2007). Siklus hidrologi pada fase lahan yang disimulasikan oleh SWAT didasarkan pada persamaan neraca air (Persamaan 1): πππ‘ = ππ0 + βπ‘π‘=π(π
πππ¦ β ππ π’ππ β πΈπ β ππ πππ β πππ€ )
(1)
Keterangan: SWt : Kandungan akhir soilwater (mm) SW0 : Kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm) Rday : Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm) Qsur : Jumlah aliran permukaan (surface runoff) pada hari ke-i (mm) Ea : Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm) Wseep : Jumlah air yang memasuki vadose zone pada profil tanah hari kei (mm) Qgw : Jumlah air yang kembali ke groundwater pada hari ke-i (mm) Pembangunan Model Proses pemodelan terbagi ke dalam dua tahap besar, yaitu persiapan dan penyusunan konfigurasi model dan simulasi model (Gambar 3). Data masukkan model yang telah disesuaikan dengan format yang diperlukan dipersiapkan, pembangunan model kemudian memasuki empat langkah utama, yaitu deliniasi DAS dan perolehan karakteristik subdas, pendefinisian HRU, proses menjalankan model dan analisis sensitivitas parameter serta kalibrasi dan validasi model. Proses pembangunan model diawali dengan melakukan deliniasi daerah observasi dengan menggunakan data DEM (Digital Elevation Model) untuk membuat batasan-batasan daerah yang akan diteliti. Langkah selanjutnya yaitu pembentukan HRU (Hydrological Response Unit), yang membutuhkan peta jenis tanah dan peta tutupan lahan. HRU adalah unit satuan lahan dengan unsur karakteristik sungai yang berpengaruh terhadap terjadinya aliran permukaan, infiltrasi dan perkolasi.
7 Mulai
Data DEM
Deliniasi daerah observasi
Peta jenis tanah, peta tutupan lahan, peta kemiringan lahan
Pembentukan HRU
PEMBANGUNAN MODEL
Penentuan periode
Penggabungan
Data iklim dan curah hujan
Simulasi SWAT
Data Debit Observasi
Kalibrasi
Tidak
Evaluasi NS β₯0.6
Ya
Pembuatan skenario (manajemen) optimasi
Perhitungan debit andalan
Debit air sungai
Visualisasi debit andalan
Selesai Gambar 3 Diagram alir prosedur penelitian
Validasi
8 Proses selanjutnya yaitu penentuan periode simulasi penelitian, kemudian dilanjutkan dengan proses pemasukan data iklim untuk penggabungan data. Proses simulasi dilakukan setelah penggabungan HRU dengan data iklim, persamaan yang dilakukan pada simulasi SWAT untuk melakukan prediksi aliran permukaan adalah dengan metode SCS curve number. Tahapan simulasi yang dilakukan dengan analisis SWAT minimal harus memiliki korelasi (r) β₯0.6 dan berdasarkan batas nilai koefisien determinasi (R2) sudah diatas 0.5. Apabila nilai korelasi tersebut <0.6, maka perlu dilakukan kalibrasi dan validasi dengan menggunakan model koefisien determinasi dan model efisiensi Nash-Sutcliffe (NS). Setelah didapat nilai NS β₯0.6 dan R2 >0.5 maka dilakukan perhitungan nilai debit air per bulan. Dengan adanya data debit tersebut, maka nilai debit andalan dapat dicari menggunakan metode Weibull, kemudian visualisasi debit andalan dapat ditampilkan baik dalam bentuk peta maupun grafik yang dapat menunjukkan hasil dari penelitian. Deskripsi Model Eksperimen Skenario perubahan lahan dikembangkan dalam penelitian untuk mengetahui sensitivitas model terhadap pengaruh perubahan lahan, terutama pada debit air Sungai Kuncir. Skenario tersebut yaitu: 1. PFA (Partial Deforestation to Agriculture). Skenario ini memanipulasi tutupan lahan hutan dengan mengurangi sebesar 50% luas tutupan wilayah hutan dan mengkonversi lahan tersebut menjadi wilayah pertanian. 2. PRA (Partial Range-Grasses to Agriculture). Skenario ini memanipulasi tutupan lahan hutan dengan mengurangi sebesar 50% luas tutupan wilayah semak belukar dan mengkonversi lahan tersebut menjadi wilayah pertanian. Analisis Sensitivitas Setelah menjalankan simulasi model, respon dari semua parameter diidentifikasi melalui analisis sensitivitas. Analisis sensitivitas pada simulasi merupakan tahapan untuk menentukan tingkatan parameter-parameter hidrologi, serta memberikan nilai terhadap parameter tersebut agar model dapat merepresentasikan kondisi aktual. Hasil keluaran analisis sensitivitas dapat dilihat pada Tabel 2, parameter dengan peringkat teratas merupakan parameter yang memiliki pengaruh terbesar terhadap model. Terdapat empat model parameter yang paling sering dimodifikasi untuk mendapatkan suatu prediksi aliran yang akurat, yaitu parameter SCS-Curve Number (CN2), kapasitas air yang tersedia dalam tanah (SOL_AWC), faktor kompensasi penguapan (ESCO) dan faktor alpha aliran dasar (ALPHA_BF) (Ferijal 2012). Namun setiap DAS memiliki karakteristik yang berbeda-beda, maka dilakukan analisis sensitivitas untuk menentukan peringkat perubahan parameter yang paling sensitif terhadap aliran. Hasil analisis keluaran model terpilih kemudian menjadi patokan dalam menentukan parameter yang akan dimodifikasi dalam proses kalibrasi. Hasil analisis terhadap parameter-parameter model yang berhubungan dengan aliran menghasilkan 5 (lima) parameter yang paling sensitif sebagaimana disajikan dalam Tabel 2. Nilai-nilai awal untuk setiap parameter tersebut kemudian diubah dalam kisaran yang telah ditetapkan hingga diperoleh nilai yang dapat merepresentasikan kondisi aktual.
9 Tabel 2 Parameter yang dipilih dalam analisis sensitivitas Parameter Deskripsi Proses Peringkat CH_K2 Konduktivitas hidrolik Channel 1 efektif pada aliran flow utama CN2 SCS curve number Runoff 2 ALPHA_BF Faktor alpha untuk Groundwater 3 aliran dasar permukaan SURLAG Koefisien tunda Groundwater 4 limpasan permukaan CH_N2 Koefisien kekasaran Channel 5 manning untuk aliran flow utama
Interval 0 - 150
Nilai 0.160
Β±25% 0-1
0.196 0.510
0 - 10
0.129
0-1
0.313
Korelasi dan Kalibrasi Model Proses kalibrasi model SWAT dapat dilakukan secara manual ataupun otomatis dengan cara membandingkan debit aliran harian hasil observasi dengan debit aliran harian hasil simulasi. Data observasi berupa debit bulanan selama empat tahun yaitu 2010-2013 yang diperoleh dari stasiun pengukuran Sawahan. Metode statistik yang digunakan dalam melakukan kalibrasi dan validasi adalah model koefisien determinasi (R2) dan model efisiensi Nash-Sutcliffe (NS) yang direkomendasikan oleh The American of Civil Engineers (Ahl et al. 2008), dijelaskan dengan persamaan (2) dan (3). 2
π
2 = [
Μ
Μ
βπ π=1(ππππ ,π β ππππ ,π )(ππππ,π β ππππ,π ) 2 π 2 Μ
Μ
ββπ π=1(ππππ ,π β ππππ ,π ) βπ=1(ππππ,π β ππππ,π )
βπ (π
β πΜ
)2
ππ = 1 β [βππ=1(π πππ ,πβ πΜ
πππ,π )2 ] π=1
πππ ,π
πππ ,π
]
(2)
(3)
Qobs,i adalah debit observasi (m3 s-1), Qcal,i adalah debit hasil simulasi Μ
cal,i adalah debit simulasi rata-rata (m3 s-1), sedangkan Q Μ
obs,i adalah debit (m s ), Q 3 -1 observasi rata-rata (m s ). Dalam kriterianya, simulasi dianggap baik jika nilai NS >0.75, memuaskan jika 0.36< NS <0.75, serta kurang baik jika NS <0.36. 3
-1
Validasi Model Validasi model dilakukan terhadap nilai debit observasi yang diperoleh dari stasiun pengukuran Sawahan, Kabupaten Nganjuk. Data debit observasi kemudian dibandingkan dengan data debit model SWAT yang telah dikalibrasi. Perbandingan nilai debit simulasi dan observasi merupakan proses evaluasi dengan model efisiensi NS. Proses dilanjutkan apabila nilai NS berada dalam kategori memuaskan (NS>0.75) dan kemudian dilakukan proses validasi menggunakan faktor R2 hingga nilai mencapai lebih dari 0.5. Debit Andalan Peluang debit andalan dihitung menggunakan metode Weibull yang dijelaskan dengan persamaan (4).
10 π
π= dengan :
π+1
π₯ 100%
(4)
P = peluang (%) m = Nomor urut data n = Jumlah data
Selanjutnya besar debit andalan dihitung menggunakan metode distribusi Log Pearson Type III. Rata-rata dihitung dengan Persamaan 5: Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
πΏπππ =
βπ π=1 πΏππ ππ π
(5)
Harga simpangan baku dihitung pada Persamaan 6 sebagai berikut: Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
2 βπ π=1(πΏππ ππ β πΏππ π )
π= β
πβ1
(6)
Koefisien kemiringan (skewness) dihitung dengan Persamaan 7 berikut: πΆπ =
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
3 π βπ π=1(πΏππ ππ β πΏππ π ) (πβ1)(πβ2)π 3
(7)
Logaritma debit andalan dihitung dengan Persamaan 8 sebagai berikut: Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
Μ
πΏππ π = πΏππ π+πΊ βπ
(8)
Nilai G dapat diambil dari tabel koefisien skewness frekuensi Log Pearson Type III (Lampiran 1). Selanjutnya antilog dari Q dicari untuk mendapatkan nilai debit andalan dari peluang yang sesuai.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Sensitivitas Parameter dan Kalibrasi Model Parameter debit air hasil analisis sensitivitas dan kalibrasi menunjukkan nilai sensitivitas menengah hingga tinggi. Hasil analisis sensitivitas dan kalibrasi diperoleh dari proses running simulation pada project SWAT. Data masukan pada proses analisis merupakan data debit air Sungai Kuncir hasil observasi lapang pada tahun 2010 hingga 2013. Data keluaran analisis sensitivitas berupa nilai beberapa parameter hidrologi (Tabel 2), menunjukkan respon yang berbeda sehingga memperlihatkan parameter-parameter yang sensitif terhadap perubahan nilai debit air hasil keluaran model. Nilai parameter tersebut diurutkan berdasarkan tingkatan pengaruhnya terhadap simulasi dan diubah untuk kemudian dimasukkan ke dalam proses analisis kalibrasi. Sebagai contoh, nilai CN2 sebelum analisis sensitivitas adalah sebesar 15, dan setelah analisis sensitivitas dilakukan perubahan nilai CN2 sebesar 0.196.
11 Nilai debit air Sungai Kuncir tahun 2010-2013 hasil analisis sensitivitas menunjukkan pola fluktuasi yang sama dengan nilai debit hasil observasi lapang (Gambar 4). Hasil analisis menunjukkan nilai debit model memiliki rentang yang lebih tinggi dibandingkan nilai debit observasi dengan nilai NS sebesar -1.09 dan nilai R2 sebesar 0.40. Nilai debit rata-rata observasi lapang adalah sebesar 6.93 m3 s-1, sedangkan nilai debit rata-rata model adalah sebesar 6.67 m3 s-1. Nilai debit rata-rata tersebut menunjukkan selisih yang tidak jauh berbeda, walaupun nilai NS yang dihasilkan tergolong ke dalam kriteria kurang baik. Hal ini dikarenakan oleh nilai parameter yang belum terkalibrasi, sehingga debit model memiliki kisaran nilai di luar interval nilai debit observasi yang jauh berbeda (overestimate). Nilai parameter sensitivitas sangat tergantung kepada penggunaan lahan, topografi dan jenis tanah (Das et al. 2013). Setelah tahap analisis sensitivitas maka selanjutnya dilakukan kalibrasi terhadap parameter hasil analisis sensitivitas. Nilai debit air dikalibrasi secara otomatis (auto-kalibrasi) pada periode 2010-2013 (Gambar 5). Hasil analisis autokalibrasi menunjukkan nilai debit model rata-rata sebesar 7.15 m3 s-1 dengan nilai NS sebesar 0.67 serta nilai R2 sebesar 0.67. Analisis ini memiliki hasil yang dapat diterima untuk nilai R2 dan NS berdasarkan rekomendasi penelitian-penelitian yang telah banyak dilakukan (Santhi et al. 2001, Moriasi et al. 2007, Fiseha et al. 2012). Hasil auto-kalibrasi juga menunjukkan bahwa debit air model dapat dijadikan acuan untuk memperkirakan nilai debit aktual. Hal ini dikarenakan rentang debit model berada di dalam interval nilai debit observasi. Sehingga simulasi model SWAT memiliki kapabilitas untuk mensimulasikan hidrologi pada subDAS Kuncir. Nilai NS hasil analisis auto-kalibrasi lebih besar dibandingkan dengan nilai NS hasil analisis sensitivitas. Hal ini dikarenakan pengubahan beberapa parameter hasil analisis sensitivitas sehingga model dapat dikalibrasi dengan baik. Selisih nilai rataan debit observasi dengan nilai rataan debit model yang semakin kecil akan membuat nilai NS semakin tinggi, yang dapat diartikan bahwa model dapat diterima untuk menggambarkan kondisi sebenarnya. Nilai NS dapat berkisar dari ββ hingga 1. Hasil model dianggap lebih baik jika NS mendekati 1, sedangkan nilai NSβ€0 menunjukkan bahwa nilai hasil simulasi tidak dapat menggambarkan nilai observasi. Walaupun tidak ada batasan spesifik terhadap nilai koefisien NS yang harus dicapai untuk menunjukkan bahwa hasil model SWAT tersebut tergolong baik, namun nilai koefisien NS >0.5 dianggap dapat merepresentasikan kondisi sebenarnya. Kriteria ini juga ditentukan oleh konfigurasi model dan keadaan alam, yang menyebabkan kondisi penerimaan model bervariasi (Gitau et al. 2010). Time series untuk curah hujan menunjukkan pola yang sama dengan debit minimum dan maksimum (Gambar 4, Gambar 5). Hal ini digambarkan melalui nilai debit yang rendah pada pertengahan tahun antara Juni sampai November yang merupakan musim kering sesuai dengan nilai curah hujan. Debit sungai berkaitan erat dengan curah hujan (Wahid 2009). Curah hujan juga merupakan parameter yang paling sensitif dalam mempengaruhi debit air sungai (Wei et al. 2007). Kondisi ini terjadi karena intensitas hujan dan lamanya hujan sangat mempengaruhi besarnya infiltrasi, aliran air tanah dan aliran permukaan tanah. Lama waktu hujan sangat penting dalam hubungannya dengan lama waktu pengaliran air hujan menuju ke sungai (Muchtar et al. 2007).
12
200
0 50
Debit (m3 s-1)
100 100
150 200
50
Curah Hujan (mm)
150
250 0 Jan-10
300 Jan-11
Curah Hujan
Jan-12 Waktu Qmodel
Jan-13
Qobservasi
Gambar 4 Hasil analisis sensitivitas model nilai debit harian Nganjuk 2010-2013
100
0
100 50
150 200
Curah Hujan (mm)
Debit (m3 s-1)
50
250 0 Jan-10
300 Jan-11
Curah Hujan
Jan-12 Waktu Qmodel
Jan-13
Qobservasi
Gambar 5 Hasil analisis auto-kalibrasi model nilai debit harian Nganjuk 20102013
Analisis Komponen Hidrologi Sungai Kuncir Komponen aliran debit utama di Sungai Kuncir diestimasi pada periode kalibrasi (2010-2013) untuk mengevaluasi hasil keluaran model terhadap kondisi hidrologi DAS. Komponen hidrologi untuk keseluruhan DAS secara umum disajikan pada Tabel 3. Jumlah total presipitasi pada subDAS (PRECIP) merupakan komponen debit masuk, sedangkan evapotranspirasi aktual (ET) dan hasil air atau water yield (WYLD) merupakan komponen debit keluar dari DAS.
13 WYLD dalam model SWAT merupakan total dari aliran permukaan (Qsurf), kontribusi aliran lateral (Qlat) dan kontribusi aliran tanah (Qgw). Hasil ini kemudian dikurangi dengan nilai total air yang hilang dari anak sungai yang dikenal sebagai resapan air (TLoss). Komponen selanjutnya adalah perkolasi atau resapan air tanah (PERC), yang merupakan debit masuk pada hilir subDAS. Air yang tersisa pada profil tanah di setiap subDAS dikenal sebagai air tanah (SW). Hasil menunjukkan bahwa periode 2010-2013 tergolong ke dalam kriteria tahun sangat basah, sesuai dengan klasifikasi iklim menurut Rukmana (2005) dengan nilai presipitasi sebesar 2500-7000 mm. WYLD maksimum terjadi pada tahun 2010, dan minimum pada tahun 2012. WYLD sangat dipengaruhi oleh Qlat dan Qsurf, sedangkan Qgw dan TLoss tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan WYLD. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi nilai Qlat pada tahun 2010 dan 2012 sebesar 37.36% dan 40.26%, Qsurf sebesar 56.77% dan 53.56% serta nilai SW total sebesar 49.70 mm dan 43.15 mm. Tabel 3 Nilai komponen hidrologi tahunan Sungai Kuncir 2010-2013 (mm) Tahun PRECIP ET Qlat Qsurf Qgw WYLD PERC SW 2010 5443.90 1541.68 1261.26 1916.47 205.11 3375.94 494.04 49.70 2011 3194.10 954.95 754.96 1262.10 168.62 2180.32 291.48 45.63 2012 2608.60 937.42 631.61 840.27 101.64 1568.70 229.73 43.15 2013 3800.00 1244.24 945.68 1236.72 175.98 2351.49 360.92 29.25 Periode 2010-2013 memiliki curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Meningkatnya nilai presipitasi berasosiasi dengan bertambahnya nilai komponen hidrologi, dan berpengaruh besar pada nilai WYLD. Nilai maksimum WYLD berhubungan dengan peningkatan aliran tanah. Fiseha et al. (2012) menyatakan bahwa kontribusi aliran tanah yang lebih besar dapat disebabkan karena perbedaan dominansi tutupan lahan yang dapat berpotensi mengurangi infiltrasi tanah. Berbeda dengan aliran tanah, aliran permukaan memiliki pengaruh yang rendah dalam perubahan WYLD, hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fiseha et al. (2012) dan NJIT (2010) yang menemukan bahwa pengaruh aliran permukaan sangat besar terhadap nilai WYLD. Pengaruh aliran permukaan sangat ditentukan oleh dominansi jenis tanah, kandungan air tanah, dan distribusi temporal presipitasi. Siklus hidrologi dalam skala yang luas dan dengan variabilitas yang baik diperlukan untuk memahami proses hidrologi dan pengelolaan sumber daya air. Siklus hidrologi Sungai Kuncir secara garis besar dievaluasi melalui hubungan antara komponen hidrologi, presipitasi, debit air dan variabel atmosfer. Siklus ini dijelaskan dengan diagram yang menunjukkan komponen transfer utama debit air (Gambar 6). Siklus ini mencakup variabel masukan (input), penyimpanan input (storage), aliran (flow) dan variabel keluaran (output). Presipitasi yang merupakan sumber air utama pada siklus hidrologi memiliki distribusi yang tinggi. Sebaliknya, evaporasi dan transpirasi (evapotranspirasi) memiliki variasi yang tergantung pada kondisi iklim di sekitarnya. Sumber debit air Sungai Kuncir berasal dari aliran bawah tanah (aliran dasar) yang bergerak di sepanjang lintasan aliran di sekitar wilayah Kabupaten Nganjuk. Sumber aliran ini adalah infiltrasi dari presipitasi yang melalui wilayah permukaan tanah.
14
Gambar 6 Siklus hidrologi Sungai Kuncir
Analisis Debit Air dan Debit Andalan Sungai Kuncir Debit andalan hasil model dengan hasil observasi memiliki pola yang sama, namun pada beberapa bulan tertentu masih terdapat selisih nilai debit yang melebihi 1 m3 s-1 (Gambar 7). Beberapa diantaranya yaitu debit andalan bulan Januari sebesar 1.75 m3 s-1, Februari sebesar 1.06 m3 s-1 Maret sebesar 1.89 m3 s-1, bulan Juni sebesar 1.29 m3 s-1, dan bulan Desember sebesar 2.13 m3 s-1. Debit andalan diperoleh dari nilai rataan bulanan debit observasi dan debit model pada periode 2010-2013 yang berada pada taraf peluang 80%. Hal ini sesuai dengan beberapa studi telah dilakukan (Indarto et al. 2012, Indra 2012). Debit andalan merupakan debit minimum pada suatu peluang yang digunakan menghitung debit yang dapat diandalkan dari sumber air untuk keperluan tertentu (Tambun 2012). Sehingga debit andalan 80% merupakan probabilitas debit sungai minimum yang dapat dipenuhi adalah sebesar 80%. Kurva durasi aliran (flow duration curve) disajikan dalam bentuk linier (Gambar 8) dan logaritmik (Gambar 9). Kedua kurva menggambarkan dengan baik nilai model dengan nilai observasi. Kurva durasi aliran menggambarkan debit aliran yang lebih dari atau sama dengan suatu nilai spesifik terhadap persentase waktu (harian, bulanan, tahunan), atau penjumlahan total variabilitas debit aliran. Kurva durasi aliran dibuat dengan mengurutkan data dari yang terbesar ke yang terkecil, kemudian memberikan peringkat pada tiap nilai-nilai tersebut. Selanjutnya peringkat tersebut diberikan nilai probabilitas berdasarkan urutan data yang kemudian di-plot bersama dengan nilai debit aliran. Kurva durasi aliran logaritmik dapat menggambarkan debit aliran lebih baik dibandingkan dengan kurva durasi aliran linier. Hal ini ditunjukkan dengan bentuk kemiringan
15 (skewness) kurva cenderung membentuk garis lurus pada kurva linier. Fungsi logaritmik pada kurva adalah sebagai normalisator untuk menghindari nilai yang tidak realistis (negatif), membatasi ragam (variance) data, dan mengurangi pengaruh dari nilai terbesar (ekstrem) pada data observasi (Sauquet et al. 2011). 14
Debit Andalan (m3 s-1)
12 10 8 6 4 2 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni Juli Agus Waktu (Bulan)
Model
Sep
Okt
Nov
Des
Observasi
Gambar 7 Hasil analisis debit andalan bulanan periode 2010-2013 pada taraf peluang 80%
60
Debit (m3 s-1)
50 40 30 20 10 0 0
10
20
30
40 50 60 70 Persentase waktu terlampaui (%) Model
80
90
100
Observasi
Gambar 8 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013 dalam skala linier
16
100.00
Debit (m3 s-1)
10.00
1.00 0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0.10
0.01
Persentase waktu terlampaui (%) Model
Observasi
Gambar 9 Kurva durasi aliran debit harian Sungai Kuncir periode 2010-2013 dalam skala logaritmik Kurva durasi aliran dapat digunakan untuk mengetahui jumlah debit aliran yang terjadi pada satu periode tertentu. Kurva durasi aliran membagi debit andalan ke dalam tiga kelompok Q0-Q10 merupakan kriteria debit aliran tinggi, Q20-Q60 merupakan kriteria debit aliran media, Q70-Q100 merupakan kriteria debit aliran rendah. Mohamoud (2008) mendeskripsikan ketiga kriteria debit aliran. Debit aliran tinggi biasa terjadi karena hujan badai yang intens. Debit aliran median bervariasi di setiap daerah, bergantung pada indeks kekeringan, proporsi elevasi, dan persentase kandungan tanah. Debit aliran rendah bergantung indeks kekeringan dan rasio kapasitas air yang tersedia dalam tiap lapisan tanah. Kurva durasi aliran umumnya diaplikasikan pada pengelolaan air, karena dapat menampilkan keseluruhan jangkauan debit, termasuk fenomena kekeringan dan banjir. Sebagai contoh Q60 menunjukkan debit aliran sebesar 4.64 m3 s-1, artinya debit aliran air dalam kurun waktu 60% dalam periode 2010-2013 memiliki nilai debit sebesar 4.64 m3 s-1 atau lebih. Nilai Q10 dalam kurva durasi aliran memiliki nilai debit aliran tinggi sebesar 14.91 m3 s-1, artinya nilai debit ini hanya memiliki proporsi yang rendah terhadap periode 2010-2013 sebesar 10%. Nilai Q100 memiliki debit aliran sebesar 0.13 m3 s-1 dan merupakan debit aliran terendah, karena memiliki persentase 100% maka debit aliran ini merupakan debit aliran minimum di sungai kuncir.
Dampak Perubahan Lahan terhadap Debit Air Sungai Kuncir Simulasi pada skenario perubahan penggunaan lahan mengindikasikan adanya penambahan debit sungai selama periode simulasi (Gambar 10) dan juga divisualisasikan dalam bentuk kurva durasi aliran (Gambar 11). Hutan dan semak
17 belukar merupakan lahan yang dominan di wilayah Sungai Kuncir. Skenario PFA diaplikasikan untuk mengetahui dampak dari alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian, sedangkan skenario PRA diaplikasikan untuk mengetahui dampak dari alih fungsi lahan semak belukar menjadi lahan pertanian. Skenario bertujuan untuk mengetahui respon hidrologi Sungai Kuncir terhadap manajemen lahan yang selanjutnya dapat digunakan untuk memaksimalkan irigasi lahan pertanian di sekitar wilayah Sungai Kuncir. Skenario PFA mengkonversi 50% lahan hutan (sekitar 17.58% dari luas wilayah DAS) menjadi lahan pertanian. Simulasi skenario tersebut menghasilkan nilai debit yang lebih tinggi dibandingkan debit simulasi pada kontrol. Skenario PFA memiliki debit rataan tahunan sebesar 7.37 m3 s-1. Komponen hidrologi (Tabel 4) skenario PFA mengalami peningkatan kontribusi aliran permukaan dan water yield sebesar 19.17% dan 2.31%. Penurunan terjadi pada kontribusi aliran lateral sebesar 17.09% dan pada kontribusi aliran dasar sebesar 26.78%. Sebesar 50% lahan semak belukar (sekitar 12.8% dari luas wilayah DAS) dikonversi menjadi lahan pertanian pada skenario PRA. Nilai debit rataan harian simulasi skenario PRA adalah 7.33 m3 s-1. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan nilai debit pada kontrol. Serupa dengan skenario PFA, skenario PRA juga mengalami peningkatan water yield sebesar 1.82%. Kontribusi yang lebih tinggi ditunjukkan oleh aliran permukaan sebesar 12.43%, terjadi penurunan pada kontribusi aliran lateral sebesar 13.39% serta tidak terjadi perubahan pada kontribusi aliran dasar. Pengalihan fungsi lahan hutan dan semak belukar menjadi lahan pertanian efektif untuk meningkatkan debit Sungai Kuncir. Hal ini terlihat dari peningkatan debit rata-rata dan peningkatan water yield oleh skenario PFA dan PRA. Fiseha et al. (2012) menyatakan bahwa karakteristik tutupan lahan yang didominasi oleh lahan pertanian berpotensi mengurangi infiltrasi tanah dan meningkatkan koefisien run off. Kondisi tersebut mengakibatkan kontribusi debit aliran permukaan yang lebih tinggi dibandingkan debit aliran dasar pada subDAS. 35
Debit (m3 s-1)
30 25 20 15 10 5 0 Jan-10
Jan-11 Kontrol
Jan-12 Waktu PFA
Jan-13 PRA
Gambar 10 Debit air harian Sungai Kuncir hasil simulasi skenario perubahan penggunaan lahan
18 Hasil simulasi model untuk kedua skenario mengindikasikan adanya peningkatan debit Sungai Kuncir yang diiringi dengan bertambahnya konversi lahan hutan dan semak belukar. Pengelolaan lahan pertanian yang baik dapat memaksimalkan proses pengairan (irigasi) di sekitar wilayah Sungai Kuncir dengan persentase konversi lahan hutan dan semak belukar yang tepat. Pengelolaan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan praktek pengelolaan lahan pertanian yang telah ada dan pengalokasian regulasi air untuk menjaga aliran di sekitar sungai (Mango et al. 2011). Akan tetapi, peningkatan konversi lahan secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya debit berlebih (overflow) yang berpotensi meningkatkan peluang terjadinya banjir. Hal ini disebabkan oleh kurangnya daerah utama resapan air, yaitu hutan. Tabel 4 Komponen hidrologi rata-rata tahunan Sungai Nganjuk berdasarkan skenario Skenario Qave Qlat Qsurf Qgw WYLD PERC (m3 s-1) (mm th-1) (mm th-1) (mm th-1) (mm th-1) (mm th-1) Kontrol 7.15 898.38 1313.89 162.84 2369.11 344.04 PFA 7.37 744.82 1565.85 119.23 2423.91 264.89 PRA 7.33 778.09 1477.25 162.84 2412.21 330.58
Debit Skala Logaritmik (m3 s-1)
100.0
10.0
1.0 0
0.1
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
Persentase Waktu Terlampaui (%) PFA
PRA
Kontrol
Gambar 11 Kurva durasi aliran skala logaritmik Sungai Kuncir periode 20102013
19 Kurva durasi aliran menunjukkan bahwa kedua skenario memiliki respon yang berbeda terhadap perubahan persentase waktu dibandingkan dengan kontrol. Skenario yang memiliki debit rata-rata yang tinggi (PRA) pada persentase waktu kurang dari 10% menunjukkan debit andalan yang tinggi, namun skenario PFA dan kontrol menunjukkan debit andalan yang lebih rendah. Ketiga eksperimen memiliki nilai debit yang sama pada persentase waktu 2%, yaitu kurang dari atau sama dengan 19.18 m3 s-1. Respon yang berlawanan ditunjukkan oleh skenario PRA dan PFA pada presentase waktu 80%. Skenario PRA memiliki nilai debit yang rendah (di bawah nilai kontrol) sebesar 1.16 m3 s-1 dan skenario PFA memiliki nilai debit yang tinggi (di atas nilai kontrol) sebesar 1.26 m3 s-1. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian Post (2004) yaitu perubahan lahan yang menghasilkan debit rata-rata tinggi memiliki level yang tinggi pada periode debit rendah.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Model SWAT (Soil and Water Assesment Tools) telah berhasil dikalibrasi dan divalidasi pada wilayah studi, yaitu di subDAS Kuncir, Nganjuk, dengan menggunakan data time series cuaca dan debit air. Simulasi model memiliki korelasi yang tinggi dengan hasil observasi lapang dengan ditunjukkan oleh nilai NS sebesar 0.67. Debit rata-rata model hasil simulasi sebesar 7.15 m3 s-1 mendekati nilai rataan debit aktual sebesar 6.93 m3 s-1. Analisis pada komponen hidrologi menunjukkan bahwa besarnya presipitasi berbanding lurus dengan water yield, yang berkaitan erat dengan besarnya debit air. Korelasi yang tinggi antara model dan hasil observasi lapang juga ditunjukkan melalui Kurva Durasi Aliran (Flow Duration Curve) yang menampilkan nilai debit berdasarkan persentase waktu dalam satu periode. Kurva Durasi Aliran diperoleh dari hasil analisis debit andalan pada taraf peluang 80%. Skenario perubahan lahan menggambarkan dengan baik sensitivitas debit Sungai Kuncir terhadap adanya konversi lahan di wilayah Sungai Kuncir. Konversi lahan hutan dan semak belukar menjadi lahan pertanian berpotensi meningkatkan nilai debit Sungai Kuncir. Saran Analisis lebih lanjut tentang debit dan hidrologi Sungai Kuncir diperlukan untuk menambah nilai keakuratan model SWAT. Skenario lain yang berkaitan dengan pengaruh cuaca terhadap kondisi Sungai Kuncir dapat diaplikasikan pada penelitian selanjutnya, seperti pengaruh dari perubahan iklim. Simulasi prediksi diperlukan untuk keperluan pendugaan debit Sungai Kuncir di masa yang akan datang. Analisis model SWAT perlu diterapkan dalam pemanfaatan potensi Sungai Kuncir, contohnya sebagai sumber tenaga di wilayah Kabupaten Nganjuk.
20
DAFTAR PUSTAKA Ahl RS, Woods SW, Zuurig HR. 2008. Hydrologic calibration and validation of SWAT in a snow-dominated rocky mountain watershed. Journal of The American Water Resources Association. 44(6):1411. Alibuyog NR. 2012. Manual MWSWAT (MapWindow Soil and Water Assesment Tool). Yusuf SM, penerjemah; Murtilaksono K, editor. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan RI. Terjemahan dari: Manual MWSwat (MapWindow Soil and Water Assesment Tool). Arya DK. 2012. Analisis potensi mikrohidro berdasarkan curah hujan [skripsi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Nganjuk. 2012. Buku Putih Sanitasi β Kabupaten Nganjuk 2012 [Internet]. [diunduh 2013 Des 1]. Tersedia pada: http://ppsp.nawasis.info/dokumen/perencanaan/ sanitasi/pokja/bp/kab.nganjuk/Bab_3.pdf. Das SK, Ng AWM, Perera BJC. 2013. Development of a SWAT model in the Yarra River catchment. 20th International Congress on Modelling and Simulation; 2013 Des 1-6; Adelaide, Australia. Adelaide (AUS). hlm 24572463. Ferijal T. 2012. Prediksi hasil limpasan permukaan dan laju erosi dari subDAS Krueng Jreu menggunakan model SWAT. Jurnal Agrisa. 16(1):29-38. Fiseha BM, Setegn SG, Melesse AM, Volpi E, Fiori A. 2012. Hydrological analysis of the upper Tiber River basin, Central Italy: a watershed modelling approach. Hydrological Processes. doi: 10.1002/hyp.9234. Gitau MW, Chaubey I. 2010. Regionalization of SWAT model parameters for use in ungauged watersheds. Water. 2:849-871. doi: 10.3390/w2040849. Indarto A, Juwono PT, Rispiningtati. 2012. Kajian potensi Sungai Srinjing untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Brumbung di Kabupaten Kediri. Jurnal Teknik Pengairan. 3(2):174-184. Indra Z. 2012. Analisis debit Sungai Munte dengan metode Mock dan metode NRECA untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Air. Jurnal Sipil Statik. 1(1):34-38. Liyantono, Kato T, Kuroda H, Yoshida K. 2012. The influence of El NiΓ±o Southern Oscillation on agricultural production sustainability in a tropical monsoon region: case study in Nganjuk District, East Java, Indonesia. Journal of Developments in Sustainable Agriculture. 7(1): 65-74. Liyantono, Kato T, Kuroda H, Yoshida K. 2013. GIS analysis of conjunctive water resource use in Nganjuk District, East Java, Indonesia. Barker R (Editor). Paddy and Water Environment. ISSN 1611-2490. doi: 10.1007/s10333-0110304-0. Mango LM, Melesse AM, McClain ME, Gann D, Setegn SG. 2011. Land use and climate change impacts on the hydrology of the upper Mara River Basin, Kenya: results of a modeling study to support better resource management. Hydrology and Earth System Science. 15:2245-2258. doi: 10.5194/hess-152245-2011. Muchtar A, Abdullah N. 2007. Analisis faktor-faktor yang mempengaruh debit Sungai Mamasa. Jurnal Hutan dan Masyarakat. 2(1):174-187.
21 Mohamoud YM. 2008. Prediction of daily flow duration curves and streamflow for ungauged catchments using regional flow duration curves. Journal Hydrological Sciences. 53(4):706-724. McCuen RH. 1989. Hydrologic Analysis and Design. New York (US): Prince Hall. Moriasi DN, Arnold JG, Van Liew MW, Bingner RL, Harmel RD, Veith TL. 2001. Model evaluation guidelines for systematic quantification of accuracy in watershed simulations. 2007 American Society of Agricultural and Biological Engineers. 50(3):885-900. [NJIT] New Jersey Institute of Technology. 2010. SWAT modelling analysis for the Neshanic River Watershed [Internet]. [diunduh 2013 Des 1]. Tersedia pada: http://ims.njit.edu/neshanic/docs/plan/AppFSWATModelingReport.pdf. Parker R, Arnold JG, Barrett M, Burns L, Carrubba L, Neitsch SL, Snyder NJ, Srinivasan R. 2007. Evaluation of three watershed-scale pesticide environmental transport and fate models. Journal of the American Water Resources Association. 43(6): 1424β1443. Post D. 2004. A new method for estimating Flow Duration Curves: an application to the Burdekin River Catchment, North Queensland, Australia. Transactions of the 2nd Biennial Meeting of the International Environmental Modelling and Software Society; 2004 Jun 14-17; University of Osnabruck, Germany. Germany (DE): iEMSs. Hlm: 1195-2000. Rukmana R. 2005. Asam, Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Kanisius. Santhi CA, Arnold JG, Williams JR, Dugas WA, Srinivasan R, Houck LM. 2001. Validation of SWAT model on a larger river basin with point and non point sources. Journal of the American Water Resources Association. 37(5):11691188. Sauquet E, Catalogne C. 2011. Comparison of catchment grouping methods for flow duration curve estimation at ungauged sites in France. Hydrology and Earth System Sciences. 15:2421-2435. doi:10.5194/hess-15-2421-2011. Suwondo SI. 2005. Kajian geografi untuk pengembangan waduk dengan pendekatan teknologi penginderaan jauh dan SIG di Kabupaten Nganjuk. Pemanfaatan Efektif Penginderaan Jauh Untuk Peningkatan Kesejahteraan Bangsa. Pertemuan Ilmiah Tahunan MAPIN XIV; 2005 September 14-15; Surabaya, Indonesia. Surabaya (ID): ITS. hlm 306-315. Tambun N. 2012. Perhitungan debit andalan sebagai sumber air bersih PDAM Jayapura [Internet]. [diunduh 2013 Des 4]. Tersedia pada: http://digilib.its.ac.id/public/ ITS-paper-19530-3306100018-Paper.pdf. Wahid A. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruh debit Sungai Mamasa. Jurnal SMARTek. 7(3):204-218. Wei W, Chen LD, Fu BJ, Huang ZL, Wu DP, Gui LD. 2007. The effect of land uses and rainfall regimes on runoff and soil erosion in the semi-arid loess hilly area, China. Journal of Hydrology. 335: 247β258.
22 Lampiran 1 Tabel Log Pearson Tipe III Koef 1.0101 Kemiringan CS 99 3.0 -0.667 2.8 -0.714 2.6 -0.769 2.4 -0.832 2.2 -0.905 2.0 -0.990 1.8 -1.087 1.6 -1.197 1.4 -1.318 1.2 -1.449 1.0 -1.588 0.8 -1.733 0.6 -1.880 0.4 -2.029 0.2 -2.175 0 -2.326 -0.2 -2.472 -0.4 -2.615 -0.6 -2.755 -0.8 -2.891 -1.0 -3.022 -1.2 -3.149 -1.4 -3.271 -1.6 -3.388 -1.8 -3.499 -2.0 -3.605 -2.2 -3.705 -2.4 -3.800 -2.6 -3.889 -2.8 -3.943 -3.0 -4.051
1.25 80 -0.636 -0.666 -0.696 -0.725 -0.752 -0.777 -0.799 -0.817 -0.732 -0.844 -0.015 -0.856 -0.857 -0.855 -0.850 -0.842 -0.830 -0.816 -0.800 -0.780 -0.758 -0.732 -0.706 -0.675 -0.643 -0.609 -0.574 -0.539 -0.499 -0.460 -0.420
Interval ulang (Tahun) 2 5 10 25 Persen peluang 50 20 10 4 -0.396 0.420 1.180 2.278 -0.385 0.460 1.210 2.275 -0.368 0.499 1.238 2.367 -0.351 0.537 1.262 2.256 -0.330 0.574 1.284 2.240 -0.307 0.609 1.302 2.219 -0.282 0.643 1.318 2.193 -0.254 0.675 1.329 2.163 -0.225 0.705 1.337 2.128 -0.195 0.732 1.340 2.087 -0.164 0.758 1.340 2.043 -0.132 0.780 1.336 1.993 -0.099 0.800 1.328 1.939 -0.066 0.816 1.317 1.880 -0.033 0.830 1.301 1.818 0 0.842 1.282 1.751 0.033 0.850 1.258 1.680 0.066 0.855 1.231 1.606 0.099 0.857 1.200 1.528 0.132 0.856 1.166 1.448 0.164 0.852 1.128 1.366 0.195 0.844 1.086 1.282 0.225 0.832 1.041 1.198 0.254 0.817 0.994 1.116 0.282 0.799 0.945 1.035 0.307 0.777 0.896 0.956 0.330 0.752 0.844 0.888 0.351 0.725 0.795 0.823 0.368 0.696 0.747 0.764 0.384 0.666 0.705 0.712 0.390 0.636 0.660 0.666
50
100
2 3.152 3.114 3.081 3.023 2.970 2.912 2.848 2.780 2.760 2.626 2.542 2.453 2.359 2.261 2.159 2.054 1.945 1.834 1.720 1.606 1.920 1.379 1.270 1.166 1.069 0.980 0.900 0.830 0.768 0.714 0.666
1 4.051 3.973 3.889 3.800 3.705 3.606 3.499 3.388 3.271 3.149 3.022 2.891 2.755 2.615 2.472 2.326 2.178 2.029 1.880 1.733 1.588 1.449 1.318 1.197 1.087 0.990 0.905 0.832 0.769 0.714 0.667
23
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta 24 April 1993 dari ayah Parlaungan Simatupang dan ibu Tiurmaida Sibarani. Penulis adalah putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 55 Jakarta dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan (PKM-K) yang dibiayai oleh DIKTI dengan topik βProduksi Aloe Teaβ dan βAplikasi Kost Lineβ pada tahun 2012. Bulan Juni-Agustus 2013 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di Dinas Pertanian Kota Depok dengan judul Studi Pemanfaatan Cyber Extension dalam Jaringan Teknologi Informasi Pertanian di Kota Depok. Penulis pernah aktif sebagai ketua Unit Kegiatan Mahasiswa Catur IPB periode 2012-2013. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain Juara 1 Kejuaraan Catur Piala Rektor IPB tahun 2011, peringkat 8 Kejuaraan Catur Mahasiswa tingkat Nasional tahun 2011, peringkat 7 Kejuaraan Catur Mahasiswa tingkat Nasional tahun 2012, peringkat 5 Kejuaraan Catur PNJ, Juara 3 Kejuaraan Catur Politeknik Bandung tingkat Nasional tahun 2013.