DEBIT BANJIR RANCANGAN DAN KAWASAN GENANGAN BANJIR PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI SENGATA DI KABUPATEN KUTAI TIMUR La Sarido1, Sigit Hardwinarto2 dan Marlon Ivanhoe Aipassa2 1
2
Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian, Sengata. Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fahutan Unmul, Samarinda
ABSTRACT. Discharge of Design Flood and Flooded Area at Sengata Watershed in East Kutai District. This study was conducted in Sengata watershed, East Kutai District, East Kalimantan Province. The objectives of this study ware to determine the discharge of Sengata river, to predict the discharge of design flood and to identify the flooded area in Sengata watershed. Data collection were obtained by combining the primary data as well as discharge of river and depth of flooded area and the secondary data such as rainfall data and thematic maps of bio-geophysical condition of Sengata watershed. Stream flow discharge fluctuation of Sengata river was analyzed by calculating water regime index, whereas prediction the discharge of design flood was analyzed by approaching the Nakayasu Synthetic Unit Hydrograph. In addition, mapping the distribution of flooded area was analyzed by using the Global Mapper 80 and Arcview 3.3 programs. Results of this research revealed that the water regime index of Sengata river classified very bad category. If the discharge of Sengata river was about 230.66 m3/sec, it can cause about 0.7 m in depth of flooded area and 12,715 hectares in the flooded area. Therefore, the average discharge of 177.27 m3/sec would be able to cause flooding area as wide as 8,485 hectares. In addition, the predicted discharge of design flood was between 1,379–3,442 m3/sec, it will be able to cause flooding area between 66,006–164,751 hectares. The flooded area occurred around the Sengata City such as Gang Banjar, Gang Family, Rudina, Pinang Raya, Kampung Masabang, Pasar Sengata Selatan, Kampung Baru, Kabo Jaya, Gang Mawar, Pasar Teluk Lingga and Kampung Kajang. Kata kunci: debit limpasan, banjir rancangan, genangan banjir, Sengata
Banjir adalah suatu peristiwa peluapan air yang berlebihan pada suatu tempat (Anonim, 2007). Sudaryoko (1986) menyatakan, bahwa banjir adalah suatu keadaan sungai yang aliran airnya tidak tertampung oleh palung sungai. Lebih lanjut Kodoati dan Sugiyanto (2002) menyatakan, bahwa banjir adalah peristiwa yang terjadi karena limpasan air sungai tidak mampu dialirkan oleh alur sungai atau debit air lebih besar dari kapasitas pengaliran sungai yang ada, akibatnya air meluap dari badan sungai. Bencana banjir merupakan suatu bencana yang sering terjadi di beberapa desa pada “Daerah Aliran Sungai” (DAS) Sengata di wilayah Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Bencana banjir tersebut biasanya terjadi pada saat turun hujan deras dengan intensitas relatif tinggi yang bersamaan dengan terjadinya pengaruh arus balik (back water) dari pasang surut air laut. Selain itu, secara simultan juga diduga karena kontribusi pengaruh kondisi fisiografi/topografi yang 35
36
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008
relatif bergelombang/berbukit-bukit dan adanya perluasan lahan terbuka pada DAS Sengata. Sementara itu, kapasitas tampung saluran-saluran sungai dan anak sungai serta kawasan-kawasan tampungan air yang terdapat di DAS Sengata sudah tidak mampu lagi menerima dan menampung limpasan air hujan tersebut. Bencana banjir ini dapat mengakibatkan permasalahan-permasalahan yang cukup kompleks dan kerugian-kerugian material maupun non material, bahkan juga dapat menimbulkan korban jiwa manusia. Upaya-upaya seperti identifikasi, inventarisasi, analisis dan kajian pengelolaan DAS Sengata secara komprehensif dan sinergik yang mengarah terhadap upaya optimalisasi fungsi/manfaat DAS Sengata yang berlandaskan pada prinsip-prinsip kelestarian lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang ada di dalamnya secara berkelanjutan perlu dilakukan, sehingga kemungkinan terjadinya bencana seperti banjir, erosi dan sedimentasi dapat ditekan seminimal mungkin serta fungsi hidroorologi maupun keseimbangan tata air di DAS Sengata bisa terjamin kesinambungannya. Adanya berbagai kegiatan pembalakan hutan, pertambangan, pertanian dan pemukiman, maka akan mengalami degradasi kondisi lingkungan, sehingga menimbulkan banjir. Hal ini diduga disebabkan oleh adanya kegiatan pembukaan lahan bervegetasi untuk berbagai keperluan, baik untuk perluasan areal pertanian, pertambangan maupun perluasan pemukiman masyarakat. Kegiatan penambangan yang memegang peranan penting karena kegiatan ini akan membuka lahan yang bervegetasi dalam kapasitas yang luas, sehingga air hujan yang turun tidak sanggup masuk dan tertahan ke dalam tanah, dengan tidak tertahannya air ke dalam tanah serta jumlah debit air hujan yang masuk ke badan-badan air lebih besar dibanding dengan luas permukaan badan air akan menimbulkan banjir. Berpijak pada permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang besarnya debit banjir serta pendeteksian kawasan genangan banjir. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui debit limpasan air sungai serta memprediksi debit banjir rancangan pada ketiga Sub DAS di DAS Sengata dan untuk mengidentifikasi lokasi kawasan genangan banjir pada DAS Sengata. Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah didapatkan data tentang nilai debit limpasan air serta terprediksinya debit banjir rancangan pada ketiga Sub DAS di DAS Sengata, teridentifikasinya lokasi kawasan genangan banjir pada DAS Sengata dan dapat digunakan sebagai salah satu bahan dalam perencanaan dan pengelolaan DAS Sengata. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di DAS Sengata seluas 207.328 ha yang terdiri atas 3 Sub DAS yaitu Sub DAS Sengata Hilir, Sub DAS Sengata Hulu dan Sub DAS Benua Muda, peta lokasi DAS Sengata dengan waktu efektif selama 6 bulan mulai dari bulan September 2006 hingga bulan Februari 2007. Beberapa data dan peta yang dikompilasi untuk keperluan studi ini adalah data primer (data pengukuran tinggi muka air sungai, kecepatan aliran sungai, pengukuran lebar penampang sungai serta data konsisi fisik lapangan yang diperlukan untuk dipetakan, luas genangan, kedalaman genangan, frekuensi
La Sarido dkk. (2008). Debit Banjir Rancangan
37
genangan.dan data curah hujan dari PT KPC). Data sekunder meliputi peta dasar adalah Peta Rupa Bumi, Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tahun 2002 dan peta tematik, di antaranya Peta DAS Sengata, Peta Liputan Lahan/Tata Guna Lahan, Peta Topografi (Kontur), Peta Jaringan Sungai (Pola Drainase), Peta Iklim dan Citra Landsat. Penelitian ini menggunakan beberapa metode, yaitu: Analisis Debit Limpasan Air Sungai Analisis debit limpasan air sungai yang dilakukan pada masing-masing patusan/muara (outlet) diperoleh dengan cara pengukuran luas penampang basah limpasan air sungai dan kecepatan limpasan air sungai pada lokasi titik pengukuran yang telah ditentukan, sedangkan persamaan umum debit limpasan air sungai (Chow, 1964), yaitu: Q = V x A. Q = debit air sungai (m3/dtk). V = kecepatan air sungai (m/dtk). A = luas penampang basah air sungai (m2). Untuk menentukan indeks resim air (water regime index) yang dimaksudkan untuk mengetahui nilai fluktuasi limpasan air sungai adalah dengan cara membandingkan nilai atau nisbah antara debit limpasan air sungai maksimum (Qmak) dengan debit limpasan air minimum (Qmin) yang terjadi pada masingmasing Sub DAS di DAS Sengata selama peride tertentu yang persamaannya sebagai berikut: Indeks resim air = Qmak / Qmin Selanjutnya, hasil perhitungan indeks resim air yang dihasilkan oleh masingmasing Sub DAS dibandingkan dengan klasifikasi nilai standar skala dan nilai rentang dari indeks resim air yang disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Klasifikasi Nilai Standar Skala dan Nilai Rentangan dari Indeks Resim Air Menurut Anonim (1988)
Parameter
Nilai dan rentang (%) Sangat baik
Baik
Sedang
Jelek
Indeks resim air 1,00
Sangat jelek IRA5
Analisis Debit Banjir Rancangan Analisis ulang debit banjir rancangan perlu dilakukan, karena adanya beberapa parameter atau asumsi yang berbeda antara perhitungan awal dengan kondisi saat ini, misalnya mengenai stasiun pencatat curah hujan yang dipakai sebagai dasar perhitungan serta lamanya data pencatatan hujan, juga adanya perubahan perilaku pada suatu DAS. Oleh karena itu, untuk menentukan hidrograf pada setiap Sub DAS di DAS Sengata adalah dengan menggunakan pendekatan Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu yang tahapan perhitungannya dapat diuraikan sebagai berikut: a. Distribusi curah hujan jam-jaman. Dalam memprakirakan hidrograf banjir rencana dengan cara hidrograf satuan (unit hydrograph), perlu diketahui dahulu sebaran hujan jam-jaman dengan suatu interval tertentu, di antaranya dapat digunakan rumus Mononobe, sebagai berikut:
38
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008
RT = (R24/t) x (t/T)2/3. RT = intensitas hujan rata-rata dalam T jam. R24 = curah hujan dalam 1 hari (mm). T = waktu konsentrasi hujan (jam). t = waktu mulai hujan. Lamanya hujan terpusat di Indonesia berkisar antara 5–7 jam/hari, sehingga untuk sungai-sungai pada DAS Sengata yang digunakan merujuk pada kisaran angka tersebut. Setelah didapatkan sebaran hujan jam-jaman, kemudian dihitung rasio sebaran hujan sebagai berikut: Rt = t.RT – (t–1).R(T–1). Rt = curah hujan pada jam ke t. RT = intensitas hujan ratarata dalam T jam (mm/jam). t = waktu hujan dari awal sampai dengan jam ke t. R(t–1) = rata-rata hujan dari awal sampai dengan jam ke (t–1). T = waktu mulai hujan. b. Koefisien pengaliran. Koefisien pengaliran pada suatu DAS dipengaruhi oleh kondisi karakteristik, yaitu kondisi hujan, luas, bentuk dan kemiringan DAS, kemiringan dasar sungai, daya infiltrasi, perkolasi tanah, kebasahan tanah, suhu udara, angin, evaporasi dan tata guna lahan. Besarnya angka koefisien pengaliran pada suatu DAS disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Koefisien Pengaliran pada Suatu DAS Menurut Arsyad (1989)
Karakteristik DAS Daerah pegunungan yang curam Daerah pegunungan tersier Daerah bergelombang dan hutan Daerah dataran yang ditanami Persawahan yang diairi Sungai di daerah pegunungan Sungai kecil di daerah dataran Sungai yang besar dengan wilayah pengaliran yang lebih dari seperduanya terdiri dari dataran
Koefisien pengaliran 0,75 – 0,90 0,70 – 0,80 0,50 – 0,75 0,45 – 0,60 0,70 – 0,80 0,75 – 0,85 0,45 – 0,75 0,50 – 0,75
c. Analisis curah hujan netto jam-jaman. Dengan asumsi bahwa proses transformasi hujan menjadi limpasan langsung mengikuti proses linier dan tidak berubah oleh waktu (linear and time invariant process), maka hujan netto Rn dapat dinyatakan sebagai berikut: Rn = C x R. Rn = hujan netto (mm/hari). C = koefisien pengaliran. R = curah hujan harian maksimum rancangan (mm/hari). d. Metode hidrograf satuan sintetik Nakayasu. Persamaan yang digunakan dalam penentuan debit puncak banjir adalah: Qp = (C x A x Ro) / {3,6 (0,3Tp + T0,3)}. Qp = puncak banjir (m3/dt/). A = luas daerah pengaliran (km2). Ro = curah hujan satuan (mm). Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam). T0,3= waktu yang diperlukan pada penurunan debit puncak sampai ke debit sebesar 30% dari debit puncak (jam) Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan rumus: Tp = Tg + 0,8 Tr. T0,3 = x Tg. Tg dihitung berdasarkan rumus: Tg = 0,40 + 0,058 L. Untuk L>15 km Tg = 0,21 L0,70. Untuk L<15 km Tg = waktu kosentrasi (jam). L = panjang alur sungai (km). Tr = satuan waktu hujan (jam). = parameter yang bernilai antara 1,5–3,5. Harga mempunyai kriteria sebagai berikut: untuk daerah pengaliran biasa harga = 2. Bagian naik hidrograf yang lambat dan bagan menurun dengan cepat
La Sarido dkk. (2008). Debit Banjir Rancangan
39
harga = 1,5. Bagian naik hidrograf yang cepat dan bagian menurun yang lambat harga = 3. Untuk menentukan parameter tersebut digunakan rumus pendekatan sebagai berikut: T0,3 = {0,47 (A x L)0,25} dan T0,3 = .Tg. Dari kedua persamaan di atas, maka nilai dari dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut: = [{0,47 (A x L)0,25}/Tg]. L = panjang alur sungai utama terpanjang (km). A = luas daerah aliran (km2) Namun tidak tertutup kemungkinan untuk mengambil harga yang bervariasi guna mendapatkan hidrograf yang sesuai dengan hasil pengamatan. Persamaan hidrograf satuan adalah sebagai berikut: Pada kurva naik (rising line): 0 < 1 < Tp Qt = Qp. [t/TP]2,4 Pada kurva turun (recession line): Tp < t < (Tp + T0,3) Qt = Qp.0,3[t-Tp/T0,3] (Tp + T0,3) < t < (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) Qt = Qp.0,3[{t-Tp + 0,5T0,3} / {1,5T0,3}] t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) Qt = Qp.0,3[{t-Tp + 0,5T0,3} / {2T0,3}] Analisis Genangan Banjir Untuk mengidentifikasi ketinggian genangan banjir serta lamanya genangan banjir dan frekuensi genangan banjir dilakukan pengamatan di lapangan, untuk tinggi genangan banjir diukur dengan tongkat ukur, sedangkan untuk mengetahui sebaran genangan banjir dan luas genangan banjir dilakukan dengan mengolah data yang diperoleh di lapangan dan disimulasikan dalam program Global Mapper versi 8,0 dan Arcview 3,3 dan Image Analysis. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Debit Limpasan Air Sungai Pengukuran debit limpasan air sungai dilakukan selama 2 periode, yaitu periode kering mulai dari tanggal 23–30 September 2006, tanggal 8–12 Oktober 2006 dan tanggal 3–9 November 2006, sedangakan periode basah dilakukan mulai tanggal 19–25 Desember 2006 dilanjutkan pada tanggal 6–8 Januari 2007 dan pengambilan terakhir mulai tanggal 28 Januari–2 Februari 2007 hingga terdapatnya banjir dan genangan banjir. Hasil perhitungan besarnya debit limpasan air sungai minimum dan maksimum pada masing-masing Sub DAS di wilayah DAS Sengata disajikan pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Debit Limpasan Air Sungai pada 3 Sub DAS di DAS Sengata Sub DAS Sengata Hilir Sengata Hulu Benu Muda
Debit limpasan air (m3/dtk) Maksimum Minimum 230,66 9,90 107,60 3,78 110,50 5,85
Rata-rata (m3/dtk) 58,29 33,77 37,41
40
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008
Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa debit limpasan air sungai pada bagian Sub DAS Sengata Hilir berkisar antara 9,90–230,66 m3/dtk (Q rata-rata = 58,29 m3/dtk), pada bagian Sub DAS Sengata Hulu berkisar antara 3,78–107,60 m3/dtk (Q rata-rata = 33,77 m3/dtk) dan Sub DAS Benu Muda berkisar antara 5,85–110,50 m3/dtk (Q rata-rata = 37,41 m3/dtk). Terdapatnya perbedaan debit limpasan air sungai dimungkinkan adanya perbedaan kondisi topografi, penyebaran curah hujan dan keadaan penutupan lahan. Debit limpasan terbesar dihasilkan pada bagian hilir sedangkan pada bagian hulu lebih sedikit hal ini diakibatkan karena banyak anakanak sungai di bagian hilir serta rusaknya kondisi penutupan lahan yang mengakibatkan limpasan air langsung menuju ke badan-badan sungai, akibatnya debit air meningkat, sedangkan pada bagian hulu tepatnya pada Sub DAS Sengata Hulu kondisi penutupan lahan relatif baik terutama pada bagian selatan yang merupakan wilayah Taman Nasional Kutai, sehingga air hujan yang jatuh mampu tertahan pada akar-akar tanaman dan air yang mengalir ke sungai relatif sedikit. Menurut Sudarmadji (1997) dalam Panjaitan (2006), kondisi topografi yang curam umumnya akan mempercepat kosentrasi air pada titik petusan (outlet), karena di samping kelerengan yang curam juga sistem jaringan sungai yang lebih rapat dibandingkan dengan wilayah yang relatif datar. Penutupan vegetasi berpengaruh terhadap tumbukan curah hujan secara langsung yang mempunyai energi yang sangat besar, sehingga dapat mengurangi pemecahan bongkahan tanah dan dispersi partikel-partikel tanah yang kemungkinan dapat menyumbat pori-pori tanah yang akhirnya akan menurunkan laju infiltrasi tanah. Lebih lanjut Kodoatie dan Sugiyanto (2002) menyatakan, bahwa perubahan debit aliran sungai selain dipengaruhi oleh kondisi daerah aliran sungai, curah hujan, karakteristik jaringan alur sungai juga dipengaruhi oleh bentuk DPS atau pola aliran sungai dan banyaknya anak-anak sungai serta kondisi penutupan lahan. Pada daerah hilir tepatnya pada wilayah Sub DAS Sengata Hilir memiliki kondisi topografi yang landai hingga sangat landai, bahkan pada bagian-bagian tertentu kemiringan sungai hampir mendekati 0, pada daerah ini sungai berpola ”meandering” akibatnya dapat menghambat laju kecepatan air untuk dikirim ke laut, pada daerah ini juga terjadi proses penumpukan (agradasi) sedimen lebih dominan, sehingga bila banjir terjadi periodenya relatif lama dibandingkan di daerah transisi maupun di daerah hulu (Kodoatie dan Sugiyanto, 2002). Berdasarkan perhitungan debit limpasan air sungai dan dilanjutkan dengan perhitungan indeks resim air (water regime index) yang diperoleh dari perbandingan debit air maksimum dan minimum seperti disajikan pada Tabel 4, menunjukkan angka 23,30 untuk Sub DAS Sengata Hilir, 28,47 untuk Sub DAS Sengata Hulu dan 18,91 untuk Sub DAS Benu Muda. Tabel 4. Indeks Resim Air pada Tiga Sub DAS di DAS Sengata Sub DAS Sengata Hilir Sengata Hulu Benu Muda
Q maksimum (m3/dtk) 230,66 107,60 110,50
Q minimum (m3/dtk) 9,90 3,78 5,85 Rata-rata
Indeks resim air 23,30 28,47 18,89 23,55
La Sarido dkk. (2008). Debit Banjir Rancangan
41
Tabel 4 menunjukkan, bahwa indeks resim air terbesar terjadi pada Sub DAS Sengata Hulu sebesar 28,47, diikuti oleh Sub DAS Sengata Hilir 23,30 dan yang terkecil pada Sub DAS Benu Muda sebesar 18,89. Faktor-faktor yang menyebabkan fluktuasi debit limpasan air sungai tersebut diduga disebabkan oleh kondisi penutupan lahan yang didominasi oleh hutan lahan kering sekunder dan semak belukar, topografi yang didominasi oleh topografi antara 2540% (berbukit) hingga topografi >40% (bergunung), intensitas curah hujan di lokasi penelitian sedang dengan rata-rata curah hujan 138,13 mm/bulan, jenis tanah yang banyak dijumpai merupakan jenis tanah Latosol yang merupakan tanah sangat labil, sehingga mudah terbawa erosi dan terjadinya perluasan lahan terbuka akibat pemukiman, pertanian, perkebunan dan tambang batubara. Kodoati dan Sugiyanto (2002) menyatakan, bahwa debit aliran sungai sangat ditentukan oleh kondisi daerah aliran sungai, topografi, tata guna lahan, struktur geologi dan cara pengelolaanya, curah hujan dan karakteristik jaringan alur sungai. Debit Banjir Rancangan 1. Distribusi curah hujan jam-jaman Curah hujan harian rata-rata di lokasi penelitian terjadi 6 jam/hari sehingga distribusi curah hujan jam-jaman dan rasio sebaran hujan dapat dihitung seperti berikut ini. Perhitungan rasio sebaran hujan: t1 = 1 Rt = 1 x 0,55 R24 – (1-1) (0) = 0,55 t2 = 2 Rt = 2 x 0,35 R24 – (2-1) (0,55) = 0,15 t3 = 3 Rt = 3 x 0,27 R24 – (3-1) (0,35) = 0,11 t4 = 4 Rt = 4 x 0,22 R24 – (4-1) (0,27) = 0,07 t5 = 5 Rt = 5 x 0,19 R24 – (5-1) (0,22) = 0,07 t6 = 6 Rt = 6 x 0,17 R24 – (6-1) (0,19) = 0,07 Dengan pertimbangan kondisi daerah penelitian, maka koefisien pengaliran di daerah DAS Sengata ditetapkan 0,7 karena sesuai dengan kondisi wilayahnya yang bergelombang, berhutan dan banyak dijumpai semak belukar di kanan kiri sungai. Setelah didapatkan nilai koefisien pengaliran, maka selanjutnya dilakukan perhitungan curah hujan netto jam-jaman dan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Perhitungan Hujan Netto Jam-jaman pada Berbagai Kala Ulang di DAS Sengata Kala ulang (tahun) 2 5 10 20 25 50 100
Hujan rencana (mm) 81,558 114,251 135,897 156,659 163,246 183,635 203,674
Koefisien pengaliran 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70 0,70
Hujan efektif (mm) 57,091 79,976 95,128 109,661 114,272 128,545 142,572
42
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008
2. Hidrograf satuan sintetik Nakayasu 2.a. Sub DAS Sengata Hilir. Diketahui panjang sungai pada Sub DAS Sengata Hilir adalah 55,33 km, dengan luas 53.293 ha (532,93 km2), namun untuk perhitungan Sub DAS Sengata Hilir digunakan luas total 207.328 ha (2.073,28 km2) dan panjang sungai utama 110,03 km, sehingga hidrograf satuan Sintetik Nakayasu dapat dihitung sebagai berikut: Tg = 0,40 + (0,058 x 110,20) = 6,79 ά = 0,47 x (2,073280 x 110,20) 0,25/ 6,79 = 1,51 Tr = Nilai Tr adalah 0,5~1 x Tg. Jadi Tr = 1 x 6,79 = 6,79 Tp = 6,79 + (0,8 x 6,79) = 12,22 T0,3 = 1,51 x 6,79 = 10,25 Qp = (0,7 x 2.073,28 x 1)/3,6 (0,3 x 6,79 + 10,25) = 12,77 m3/dtk Kurva naik Kurva turun 1 Kurva turun 2 Kurva turun 3
: 0
12,22 22,47 37,85 24,00
2.b. Sub DAS Sengata Hulu. Diketahui panjang sungai pada Sub DAS Sengata Hulu adalah 54,87 km, dengan luas 96.371 ha (963,71 km2), sehingga hidrograf satuan Sintetik Nakayasu dapat dihitung sebagai berikut: Tg = 0,40 + 0,058 x 54,87 km = 3,58 α = 0,47 x (963,71 x 54,87) 0,25/ 3,58 =1,99 Tr = Nilai Tr adalah 0,5~1 x Tg, Jadi Tr = 1 x 3,58 = 3,58 Tp = 3,58 + 0,8 x 3,58 = 6,45 T0,3 = 1,99 x 3,58 = 7,13 Qp = (0,7 x 963,71 x 1)/3,6 (0,3 x 6,45 + 6,13) = 20,67 m3/dtk Kurva naik : 0 < T < 6,45 Kurva turun 1 : 6,45 < T < 12,58 Kurva turun 2 : 12,58 < T < 21,77 Kurva turun 3 : 21,77 < T < 24,00 2.c. Sub DAS Benu Muda. Diketahui panjang sungai pada Sub DAS Benu Muda adalah 35,29 km dengan luas 57.664 ha (576,64 km2), sehingga hidrograf satuan Sintetik Nakayasu dapat dihitung sebagai berikut: Tg = 0,40 + 0,058 x 35,29 km = 2,45 α = 0,47 x (576,64 x 35,29) 0,25/ 2,45 = 2,29 Tr = Nilai Tr adalah 0,5~1 x Tg, Jadi Tr = 1 x 2,45 = 2,45 Tp = 2,45 + 0,8 x 2,45 = 4,41 T0,3 = 2,29 x 2,45 = 5,61 Qp = (0,7 x 576,64 x 1)/3,6 (0,3 x 4,41 + 5,61) = 16,17 m3/dtk Kurva naik Kurva turun 1 Kurva turun 2 Kurva turun 3
: 0
4,41 10,02 18,44 24,00
La Sarido dkk. (2008). Debit Banjir Rancangan
43
Hasil perhitungan debit banjir rancangan yang dihasilkan pada Sub DAS Sengata Hilir berkisar antara 1.379–3.442 m3/dtk Sub DAS Sengata Hulu berkisar antara 878–2.159 m3/dtk dan Sub DAS Benu Muda berkisar antara 610–1.521 m3/dtk sehingga dapat dipastikan bahwa debit banjir rancangan yang tertinggi dihasilkan pada Sub DAS Sengata Hilir yaitu sebesar 3.442 m3/dtk dan yang terkecil dihasilkan pada Sub DAS Benu Muda yaitu sebesar 610 m3/dtk. Hasil perhitungan debit banjir rancangan disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Debit Banjir Rancangan pada Ketiga Sub DAS di DAS Sengata Kala ulang (tahun)
Sub DAS Sengata Hilir Q (m3/dt)
Sub DAS Sengata Hulu Q (m3/dt)
2 5 10 20 25 50 100
1.379 1.931 2.297 2.648 2.759 3.103 3.442
878 1.221 1.448 1.666 1.735 1.948 2.159
Sub DAS Benu Muda Q (m3/dt) 610 854 1.016 1.170 1.220 1.372 1.521
Dari hasil Tabel 6 menunjukkan, bahwa di Sub DAS Sengata Hilir memiliki debit banjir rancangan yang relatif tinggi hal ini diduga karena Sub DAS Sengata Hilir merupakan akhir dari perjalanan limpasan air sungai, sehingga luas daerah tangkapan airnya juga lebih luas, karena merupakan penggabungan antara ketiga luas sub DAS tersebut, berbeda dengan Sub DAS Benu Muda yang mempunyai luas yang kecil, sehingga debit banjir rancangan juga menjadi lebih kecil. Genangan Banjir Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan, bahwa lama genangan banjir tejadi berkisar antara 1–4 hari dengan frekuensi genangan banjir 1–5 kali per tahun dengan rata-rata kedalaman genangan banjir bervariasi sesuai dengan ketinggian tempat, berkisar antara 0,2–0,8 m, ketinggian genangan banjir ini diukur pada titik koordinat terjadinya banjir dan genangan banjir, rata-rata genangan banjir terdalam dijumpai pada Kampung Kajang dengan rata-rata kedalaman genangan banjir 0,8 m, sedangkan rata-rata kedalaman genangan banjir yang terendah dihasilkan pada Gang Banjar yaitu 0,2 m. Berdasarkan hasil pengukuran dan analisis data lapangan didapatkan bahwa pada ketinggian rata-rata permukaaan air sebesar 9,4 m menghasilkan debit limpasan air sungai sebesar 230,66 m3/dtk pada lokasi pengukuran Sub DAS Sengata Hilir terdapat genangan banjir pada beberapa tempat dengan nilai bervariasi sesuai dengan ketinggian tempat, data yang berkenaan dengan genangan banjir secara rinci disajikan pada Tabel 7. Pada tersebut terlihat, bahwa volume air yang terbesar dihasilkan pada pengukuran tanggal 1 Februari 2007 sebesar 85.068.595 m3 dengan rata-rata kedalaman genangan banjir sebesar 0,7 m, sedangkan yang terendah dihasilkan pada pengukuran tanggal 2 Februari sebesar 3.212.208 m3 dengan rata-rata kedalaman genangan banjir 0,1 m.
44
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008
Tabel 7. Genangan Banjir yang Terjadi di DAS Sengata Tanggal pengukuran 29 Januari 2007 30 Januari 2007 31 Januari 2007 1 Februari 2007 2 Februari 2007
Luas genangan banjir (m2) 96.556.327 126.967.768 110.621.619 127.157.840 24.709.296
Rata-rata kedalaman genangan banjir (m) 0,5 0,7 0,6 0,7 0,1
Volume genangan banjir (m3) 49.050.614 84.814.469 64.381.782 85.068.595 3.212.208
Berdasarkan hasil simulasi ketinggian tempat pada titik koordinat terjadinya genangan banjir didapatkan ketinggian tempat berkisar antara 7,4–8,2 m dpl. Dari hasil simulasi tersebut didapatkan rata-rata ketinggian tempat titik pengambilan sampel genangan banjir tertinggi dihasilkan di titik Gang Banjar dengan rata-rata ketinggian tempat 8,2 m dpl dan rata-rata ketinggian tempat titik pengambilan sampel genangan banjir terendah dihasilkan di titik Kampung Kajang dengan ratarata ketinggian 7,4 m dpl. Rata-rata ketinggian tempat pada berbagai pengambilan titik sampel genangan banjir disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil Simulasi Rata-rata Ketinggian Tempat pada Berbagai Titik Pengambilan Sampel Genangan Banjir Titik genangan Rata-rata tinggi Rata-rata kedalaman Ketinggian simulasi banjir tempat (m dpl) genangan banjir (m) genangan banjir (m dpl)* Gang Banjar 8,3 0,2 8,5 Gang Family 7,7 0,7 8,4 Rudina 8,1 0,4 8,5 Pinang Raya 7,9 0,4 8,3 Kampung Masabang 7,6 0,8 8,4 Pasar Sengata Selatan 7,8 0,4 8,2 Kampung Baru 7,9 0,3 8,2 Kampung Kajang 7,4 0,8 8,1 *Penjumlahan dari rata-rata tinggi tempat dengan rata-rata kedalaman genangan banjir.
Pada Tabel 8 terlihat, bahwa rata-rata ketinggian simulasi genangan banjir sebesar 8,3 m dpl, data inilah yang dipakai untuk simulasi genangan banjir ke dalam image data radar, sehingga diperoleh sebaran genangan banjir pada gambar di citra radar. Hasil analisis dan digitasi peta pada program Arcview 3,3 didapatkan luas genangan banjir 12.715,75 ha serta daerah-daerah yang mengalami genangan banjir tersebar pada daerah-daerah pinggiran sungai Sengata tepatnya pada bagian Sub DAS Sengata Hilir, daerah yang tergenang meliputi Gang Banjar (Desa Teluk Lingga) Gang Family, Rudina, Pinang Raya (Dusun Singa Karta Desa Sengata Utara), Pasar Sengata Selatan, Kampung Masabang, Kampung Baru, Kampung Kajang dan Muara Gabus (Desa Sengata Selatan), sebagian kecil juga dijumpai pada daerah Kabo Jaya (Desa Swarga Bara).
La Sarido dkk. (2008). Debit Banjir Rancangan
45
Debit Limpasan Air Sungai dan Genangan Banjir Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa debit limpasan air sungai terbesar yang dihasilkan terdapat pada Sub DAS Sengata Hilir sebesar 230,66 m3/dtk yang diperoleh dari pengukuran tanggal 1 Februari 2007, sedangkan pada kedalaman genangan banjir dan luas genangan banjir yang terbesar juga dihasilkan pada tanggal pengukuran tersebut dengan krdalaman genangan banjir 0,7 m serta luas genangan banjir sebesar 127.157.480 m2 (12.715,75 ha) seperti disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Debit Limpasan Air Sungai dan Luas Genangan Banjir di DAS Sengata No 1 2 3 4 5 Rata-rata
Debit limpasan air sungai (m3/dtk) 129,71 164,40 178,60 182,91 230,66 177,26
Luas genangan banjir (m2) 71.506.098 90.629.887 98.458.016 100.834.018 127.157.480 97.717.099
Pada Tabel 9 terlihat, bahwa semakin tinggi debit limpasan air sungai semakin besar luas genangan banjir yang terjadi, hal ini menunjukkan bahwa besarnya luas genangan banjir tergantung dari besarnya debit limpasan air sungai. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya debit limpasan air sungai, yaitu tinggi muka air, lebar penampang basah dan kecepatan arus sungai, sehingga semakin tinggi permukaan air semakin besar pula lebar penampang basah, hal ini akan menyebabkan penambahan jumlah debit yang disertai dengan penambahan luas genangan banjir. Dari Tabel 9 terlihat bahwa debit limpasan air sungai rata-rata sebesar 177,26 m3/dtk, menghasilkan rata-rata luas genangan banjir sebesar 97.717.099 m2 (9.772 ha). Dari hasil perhitungan tersebut digunakan untuk menduga luas genangan banjir yang akan terjadi dan untuk digunakan dalam pendugaan debit banjir rancangan. Debit Banjir Rancangan dan Genangan Banjir Berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa debit banjir rancangan yang terbesar dihasilkan pada Sub DAS Sengata Hilir yaitu berkisar antara 1.379–3.442 m3/dtk yang didapatkan dari perhitungan kala ulang 2–100 tahun. Semakin besar penambahan debit banjir rancangan per kala ulang semakin besar pula luas genangan banjir yang dihasilkan. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa debit banjir rancangan terkecil terdapat pada kala ulang 2 tahun sebesar 1.379 m3/dtk dengan pendugaan luasan genangan banjir sebesar 76.021 ha, sedangkan debit banjir rancangan yang terbesar dihasilkan pada kala ulang 100 tahun sebesar 3.442 m3/dtk dengan pendugaan luas genangan banjir sebesar 189.750 ha, seperti disajikan pada Tabel 10. Pada Tabel 10 terlihat, bahwa kecenderungan peningkatan debit banjir rancangan juga diikuti dengan peningkatan pendugaan luas genangan banjir, hal ini disebabkan debit banjir rancangan dipengaruhi oleh curah hujan, luas daerah tangkapan air dan panjang sungai utama sehingga setiap kenaikan faktor tersebut menyebabkan peningkatan luas genangan banjir.
46
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 1 (1), APRIL 2008
Tabel 10. Prediksi Luas Genangan (Ha) Berdasarkan Debit Banjir Rancangan (m3/dtk) di DAS Sengata Kala ulang (tahun) 2 5 10 20 25 50 100
Debit banjir rancangan (m3/dtk) 1.379 1.931 2.297 2.648 2.759 3.103 3.442
Luas genangan banjir (ha) 76.021 106.452 126.629 145.979 152.098 171.062 189.750
Kemunculan lahan-lahan terbuka di wilayah DAS Sengata mempercepat pendangkalan di palung sungai, sehingga mengurangi kapasitas daya tampung, akibatnya air sungai akan meluap dan terjadilah genangan, jadi semakin banyak lahan terbuka dan intensitas curah hujan tinggi di DAS Sengata, semakin meningkatkan debit banjir rancangan yang diikuti dengan peningkatan luas genangan banjir. Menurut Suripin (2004), keberadaan lahan-lahan terbuka di suatu wilayah DAS akan memperbesar debit limpasan air sungai. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan DAS Sengata yang luasnya sekitar 207.328 ha memiliki pola aliran sungai gabungan antara tralis dan denndritik, sehingga mengakibatkan besarnya debit limpasan air sungai. Debit limpasan air sungai pada Sub DAS Sangata Hilir berkisar antara 9,90–230,66 m3/dtk (Q rata-rata = 53,29 m3/dtk), Sub DAS Sengata Hulu berkisar antara 3,78–107,60 m3/dtk (Q rata-rata = 33,77 m3/dtk), dan Sub DAS Benu Muda berkisar antara 5,85–110,50 m3/dtk (Q rata-rata = 37,41m3/dtk). Indeks resim air termasuk kategori sangat jelek dengan nilai rata-rata 23,56 karena berada pada level >5. Debit limpasan air sungai sebesar 230,66 m3/dtk akan menghasilkan kedalaman genangan banjir sebesar 0,7 m, diperoleh luas genangan banjir sebesar 12.715,78 ha. Debit rata-rata limpasan air sungai pada saat terjadinya banjir adalah 177,26 m3/dtk didapatkan luas genangan banjir sebesar 9.772 ha. Hasil pendugaan debit banjir rancangan pada berbagai kala ulang menunjukkan bahwa Sub DAS Sengata Hilir berkisar antara 1.379–3.442 m3/dtk, Sub DAS Sengata Hulu berkisar antara 878–2.159 m3/dtk dan Sub DAS Benu Muda berkisar antara 610–1.521 m3/dtk. Hasil pendugaan debit banjir rancangan DAS Sengata yang nilainya sama dengan nilai debit banjir rancanga pada Sub DAS Sengata Hilir didapatkan hasil pendugaan luas genangan banjir berkisar antara 76.021–189.750 ha. Kawasan yang tergenang banjir di sekitar Kota Sengata selama peride penelitian ini yaitu daerah Gang Banjar, Gang Famili, Rudina, Pinang Raya, Kampung Masabang, Pasar sengata Selatan, Kampung Baru, Kabo Jaya, Gang Mawar, Pasar Teluk Lingga dan Kampung Kajang.
La Sarido dkk. (2008). Debit Banjir Rancangan
47
Saran Dengan semakin besarnya debit limpasan air sungai dan debit banjir rancangan menunjukkan, bahwa kondisi wilayah daerah tangkapan air DAS Sengata mengalami gangguan terutama penutupan lahan, sehingga setiap musim penghujan terjadi banjir, perlu segera dilakukan reboisasi dan rehabilitasi pada kawasankawasan yang terbuka serta peninjauan kembali penyusunan tata ruang wilayah dan pengelolaan kawasan sepadan sungai. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1988. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Kalimantan Timur Nomor 339 Tahun 1988 tentang Baku Mutu Lingkungan. Biro Bina Kependudukan dan Lingkungan Hidup Tingkat I Kalimantan Timur, Samarinda. Anonim. 2007. Banjir Jakarta. Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit IPB Press, Bogor. Chow, V.T. 1964. Handbook of Applied Hidrology. McGraw-Hill Book Inc., New York. Kodoati, R.J. dan Sugiyanto. 2002. Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Panjaitan, C.N. 2006. Studi Pola Pengelolaan Sub DAS Siduung Kabupaten Berau Berdasarkan Pendekatan Kondisi Biofisik dan Hidroorologi. Tesis Magister Program Studi Ilmu Kehutanan Program Pascasarjana Universitas Mulawarman, Samarinda. Sudaryoko. 1986. Pedoman Penanggulangan Banjir. Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset, Yogyakarta.