SKRIPSI
ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU MENGGUNAKAN MW-SWAT
Oleh :
MOHAMAD HAMDAN F14050223
2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ANALISIS DEBIT ALIRAN SUNGAI SUB DAS CILIWUNG HULU MENGGUNAKAN MW-SWAT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : MOHAMAD HAMDAN F14050223
2010 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Mohamad Hamdan. F14050223. Analisis Debit Aliran Sungai Sub DAS Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT. Dibaawah Bimbingan Asep Sapei, Machmud Raimadoya RINGKASAN Kawasan DAS Ciliwung Hulu berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan mempengaruhi seluruh bagian DAS. Penggunaan lahan suatu kawasan sangat mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut. Kegiatan yang bersifat merubah tipe maupun jenis penggunaan lahan dapat memperbesar dan memperkecil hasil air (water yield). Konversi lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan pengisian air bawah tanah (recharge) dan meningkatnya aliran permukaan. Peningkatan aliran permukaan secara langsung mempengaruhi peningkatan debit Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida, dan kimia hasil pertanian Penelitian ini bertujuan untuk (1) Aplikasi open source software MWSWAT untuk menganalisis debit aliran air sungai di Sub DAS Ciliwung Hulu. (2) Membandingkan debit aliran sungai hasil simulasi dengan data hasil observasi. Ciliwung Hulu merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 367 mdpl sampai 2710 mdpl (hasil Deliniasi DEM SRTM). Berdasarkan peta tanah tinjau skala 1:250.000 (LPT) terdapat beberapa jenis tanah yang dominan di DAS Ciliwung yaitu latosol, regosol, dan andosol. Keadaan topografi pada daerah DAS Ciliwung Hulu berdasarkan hasil deliniasi didominasi kelas lereng landai sampai agak curam. Dimana rincian kelas lerengnya adalah datar dan agak landai (17.76%), landai (26.26%), agak curam (23.39%), curam (19.91%), dan sangat curam (12.68%). Dan terbagi menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan 5020,36 ha (39.12% watershed) dan umumnya berada pada hulu DAS, semak belukar 88.52 ha (0.69% watershed), perkebunan teh seluas 440.07 ha (3.43 % watershed), pertanian lahan kering atau tegalan 6449.32 (50.25% watershed) menyebar luas pada daerah DAS dan biasanya menempati sekitar pemukiman penduduk, pemukiman seluas 822.82 ha (6.41% watershed) umumnya mendominasi daerah hilir DAS dan rata-rata berada disekitar aliran sungai Ciliwung, dan lahan terbuka 12.65 ha (0.10 % watershed). Rata-rata curah hujan bulanan minimum dari stasiun (curah hujan rata-rata terkecil yang turun pada lokasi penelitian yaitu Pos Hujan Gunung Mas, Citeko, Gadog, dan Pasir Muncang) yaitu berkisar dari 27 mm/bulan-93 mm/bulan. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan maksimum (curah hujan rata-rata yang turun terbesar pada lokasi penelitian dari empat stasiun penakar hujan) yaitu curah hujannya antara 331 mm/bulan-650 mm/bulan Hasil deliniasi dengan menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM (US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung hulu yang berasal dari BPDAS dengan menggunakan ukuran dari watershed delineation adalah 2 km2 dan penambahan satu titik outlet yakni di koordinat pengukuran debit SPAS Katulampa, maka akan terbentuk 37 Sub-DAS dengan total luasan 12833.73 ha.
HRU yang terbentuk oleh model dengan menggunakan threshold by percentage (dimana untuk landuse menggunakan threshold 20%, untuk jenis tanah menggunakan threshold 10%, dan kemiringan lereng menggunakan threshold 5%) maka terbentuk sebanyak 254 HRU dalam 37 sub-basin, dan Katulampa berada pada sub-basin 37 Uji validasi model terhadap hasil air bulanan mempunyai nilai efesiensi Nash Sutclife (ENs) sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85, dan nilai standar deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. dari hasil simulasi menunjukan bahwa SWAT sangat baik untuk memprediksi hasil air bulanan walaupun indeks tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan yang dikemukan oleh Fohrer dan Frede pada tahun 2002 yakni nilai 0.66 Jumlah air rata-rata bulanan yang dapat disimpan oleh Sub DAS Ciliwung Hulu sebesar 161.17 mm, total hujan rata-rata bulanan yang jatuh di Sub DAS Ciliwung Hulu sebesar 3145.43 mm, aliran permukaan (surface flow) 1290.32 mm, aliran lateral sebesar 44.91, aliran bawah permukaan 1162.45 mm, dan air yang masuk berupa perkolasi sebesar 1442.60 mm, dan total air yang dihasilkan sebesar 2496.61 mm. Jumlah debit yang dihasilkan berbanding lurus dengan curah hujan. Besarnya air yang dapat disimpan tergantung pada jenis tanah, penggunaan lahan, dan tataguna lahan.
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Garut, Jawa Barat pada tanggal 09 Maret 1987. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan bapak H. Endang Supriatna dan Hj. Alis. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar pada tahun 1999 di SDN Cinagara IV Garut, kemudian pada tahun 2002 menyelesaikan studi di SLTPN 1 Malangbong Garut. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMAN I Malangbong Garut dan lulus pada tahun 2005. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) dan setahun kemudian penulis diterima di mayor Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya pada tahun 2006-2007 penulis bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA) sebagai Wakil Ketua dan pada tahun 20072009 Menjabat Ketua Umum HIMAGA, tahun 2006-2007 penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA) sebagai staf HUMAS. Selain mengikuti keorganisasian di kampus juga tergabung dalam organisasi ASGAR MUDA. Pada tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapangan di PT.PG. Rajawali II Unit PG. Subang “Aspek Keteknik Pertanian Pada Budidaya Tanaman Tebu di PT.PG. Rajawali II Unit PG. Subang, Jawa Barat”. Penulis menyelesaikan skripsi berjudul “Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT” dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, M.Sc dan Ir. Machmud A. Raimadoya, M.Sc.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. yang telah memberikan hikmat dan petunjuknya-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi yang berjudul “Analisis Debit Aliran Sungai Sub Das Ciliwung Hulu Menggunakan MW-SWAT “ ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Ayah, Ibu, Kakak, Adik dan keluarga besar dari kedua orang tuaku yang telah turut memberikan cinta dan kasih sayangnya, serta dukungan semangatnya baik berupa doa, maupun dukungan moral dan materil.
2.
Prof. Dr. Ir. Asep Sapei, MS selaku dosen pembimbing I dan Ir. Machmud A. Raimodoya, M.Sc selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan arahan, bimbingan, solusi dan rasa semangat.
3.
Dr. Satyanto K Saptomo, STP. M.Si selaku dosen penguji skripsi.
4.
Ir. Iwan Ridwansyah, Sri Malahayati, SP., dan Ida Setya WA, SP. yang telah membagi banyak ilmunya kepada Penulis.
5.
Bapak dan Ibu di Badan Limnologi LIPI Cibinong, BPSDA Bogor, BPDAS Ciliwung-Cisadane, Puslittanak Bogor, BMKG Jakarta, dan pihak lainnya atas bantuan dan informasi yang telah diberikan kepada Penulis.
6.
Teman seperjuangan penulis yaitu Wina Faradina dan Dita Yuliati Harakita
7.
Teman TEP’42 dan Wisma FM yang mendukung selesainya Tugas Akhir ini.
8.
Teman-teman Himaga 42 Neneh, Aji, Nina, Ima, Mila, Resna, Hera,, dll, dan teman HIMAGA lainnya yang telah memberikan semangat, canda dan tawa. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Januari 2010 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii DAFTAR TABEL ................................................................................................. iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... vi I. PENDAHULUAN............................................................................................ 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA
5
A. Hidrologi .................................................................................................... 5 B. Daerah Aliran Sungai (DAS) ..................................................................... 8 C. Sistem Informasi Geografis (SIG) ............................................................. 10 D. Soil and Water Assessment Tool (SWAT)
13
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 15 A. Waktu dan Tempat .................................................................................... 15 B. Metode Penelitian ..................................................................................... 16 1. Tahap Persiapan ..................................................................................... 16 2. Pengumpulan Data ................................................................................ 16 3. Pengolahan Data .................................................................................... 18 4. Analisis Data ........................................................................................ 22 5. Kalibrasi dan Validasi ........................................................................... 26 6. Penyajian Hasil ...................................................................................... 27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 28 A. Kondisi Daerah Penelitian ....................................................................... 28 B. Tanah dan Topografi ................................................................................. 29 C. Penggunaan Lahan .................................................................................... 30 D. Iklim .......................................................................................................... 33
E. Evapotranspirasi ........................................................................................ 34 F. Penggunaan Map Window SWAT ............................................................ 36 G. Kalibrasi dan Validasi ............................................................................... 41 V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 45 A. KESIMPULAN .......................................................................................... 45 B. SARAN ...................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 46 LAMPIRAN ......................................................................................................... 48
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. File Data Input dalam SWAT untuk Analisis Hidrologi....................... 23 Tabel 2. HRU yang Terbentuk di SUB DAS 37 ................................................. 39
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Siklus Hidrologi ................................................................................ 8 Gambar 2. Proyeksi Longlat Untuk Negara-Negara Di Seluruh Dunia .............. 11 Gambar 3. Proyeksi UTM Untuk Negara-Negara Di Seluruh Dunia ................. 12 Gambar 4. Peta Lokasi Penelitiaan ................................................................... 15 Gambar 5. Alir Proses Penelitian ....................................................................... .17 Gambar 6. Posisi Sub Das Ciliwung Hulu ........................................................... 28 Gambar 7. Jenis Tanah di Sub DAS Ciliwung Hulu........................................... 31 Gambar 8. Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu ........................... 32 Gambar 9. Curah Hujan (mm) DAS Ciliwung Hulu 2004-2008 ........................ 34 Gambar 10. Grafik Hubungan Evapotranspirasi Aktual dan Potensial (mm) ...... 35 Gambar 11. Hasil Deliniasi DAS Ciliwung Hulu dengan Model MWSWAT ... 37 Gambar 12. Pembentukan HRU
38
Gambar 13. Sebaran Pos Hujan .......................................................................... 40 Gambar 14. Hubungan Debit Hasil Simulasi (m3/s) dengan Debit Real (m3/s).. 42 Gambar 15. Debit hasil Simulasi (m3/s) dan Debit Observasi (m3/s) ................ 43 Gambar 16. WYIELD (mm) pada Sub-Basin 37 dan sub Basin 1...................... 44
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS ................. 49 Lampiran 2. WGN 49............................................................................................ 51 Lampiran 3. Karakteristik Tanah .......................................................................... 52 Lampiran 4. Hasil Simulasi Model SWAT Parameter DAS Ciliwung Hulu ........ 55
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu daerah yang dibatasi oleh
topografi secara alami dimana air hujan yang jatuh di atasnya akan mengalir keluar melalui suatu outlet yang sama. DAS dapat dipandang sebagai suatu kesatuan sistem hidrologi, dimana interaksi antar komponen sumber daya dalam DAS dapat digambarkan melalui suatu siklus atau pergerakan air. Daerah Aliran Sungai (DAS) memiliki peran yang besar sebagai sistem pelindung dan penyangga kehidupan, oleh karena itu keberadaannya perlu dikelola dengan baik sehingga peran tersebut dapat tetap berfungsi. Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS yang melewati empat wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Bogor, Kotamadya Bogor, Kota Administrasi Depok, dan Provinsi DKI Jakarta. Kondisi DAS Ciliwung saat ini sangat mengkhwatirkan karena selain banjir yang sering terjadi juga karena tingkat erosi dan sedimentasi yang terjadi terlalu tinggi (BPSDA Ciliwung- Cisadane, 2007). Kawasan Hulu DAS Ciliwung berfungsi sebagai daerah pelindung dan penyangga wilayah DAS, jika terjadi perubahan pada komponennya maka akan mempengaruhi seluruh bagian DAS, saat ini telah terjadi banyak pengalihgunaan lahan di daerah DAS Ciliwung yang mengakibatkan erosi cenderung meningkat. Erosi dan sedimentasi menyebabkan pendangkalan sungai sehingga daya tampungnya berkurang, hal ini akan mengakibatkan sungai Ciliwung mudah meluap dan dapat membahayakan keselamatan penduduk disekitar daerah aliran sungai yaitu Jakarta, Bogor, Bekasi dan sekitarnya. Tingkat pertambahan penduduk yang begitu pesat, dengan luas DAS yang relatif tetap tidak mengalami perubahan, akan mengakibatkan semakin meningkatnya perubahan penggunaan lahan yang pada umumnya kurang memperhatikan faktor konservasi tanah dan air dalam pengelolaanya. Pemanfaatan potensi DAS baik sumber daya lahan maupun sumber daya air yang tidak mengindahkan kaidah
konservasi dan berlebihan akan mengakibatkan degradasi terhadap kondisi DAS dan menyebabkan terjadinya lahan kritis. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya gejala erosi (banyaknya alur drainase) yang akhirnya membahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungan sekitarnya. Untuk itu, pengendalian dan pengelolaan sumberdaya alam harus dilakukan secara komperhensif dan terpadu. Sehingga diharapkan sumberdaya alam dapat dimanfaatkan selama mungkin untuk kepentingan manusia secara lestari dan berkelanjutan. (Sukarman,1997). Meningkatnya tekanan penduduk terhadap sumber daya lahan
baik untuk
kegiatan pertanian, perumahan, industri, rekreasi, maupun kegiatan lain akan menyebabkan perubahan penggunaan lahan yang akan berpengaruh terhadap kelestarian sumberdaya air. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali berupa perambahan hutan dan penebangan liar di daerah hulu, hilangnya tutupan lahan hutan menjadi jenis penggunaan lahan lainnya yang terbukti memiliki daya dukung lingkungan lebih terbatas, sehingga menyebabkan kelebihan air atau banjir pada saat musim hujan dan kekeringan pada saat musim kemarau, hal ini disebabkan perubahan penggunaan lahan yang tidak disertai penanganan tindakan konservasi sehingga menyebabkan hujan yang jatuh sebagian besar akan menjadi aliran permukaan (Run-Off). Perubahan penggunaan lahan dari vegetasi (vegetated land) menjadi nonvegetasi (non-vegetated land) pada DAS cenderung meningkat intensitasnya menurut ruang dan waktu. Sebagai konsekuensi logis dari aktivitas lebih pembangunan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Adanya peningkatan intensitas perubahan alih fungsi lahan tersebut tentunya membawa pengaruh terhadap kondisi hidrologi DAS diantaranya meningkatnya debit puncak, fluktuasi debit antar musim, koefisien aliran permukaan, serta banjir dan kekeringan. Penggunaan lahan suatu kawasan sangat mempengaruhi hidrologi kawasan tersebut. Kegiatan yang bersifat merubah tipe maupun jenis penggunaan lahan dapat memperbesar dan memperkecil hasil air (water yield). Konversi lahan dengan memperluas permukaan kedap air menyebabkan berkurangnya infiltrasi, menurunkan
pengisian air bawah tanah (recharge) dan meningkatnya aliran permukaan. Peningkatan aliran permukaan secara langsung mempengaruhi peningkatan debit. Kondisi debit sungai berubah dari waktu ke waktu sepanjang tahun. Untuk memonitor perubahan debit, tinggi muka air sungai harus selalu diamati secara kontinyu setiap waktu baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Alih fungsi lahan yang terjadi diseluruh DAS akan tergambarkan dengan indikator fluktuasi debit yang terjadi. Peningkatan debit puncak dari perbedaan debit maksimum dan minimum yang besar. Banyak penelitian melaporkan bahwa telah terjadi kerusakan lahan dan hidrologi DAS yang disebabkan penggunaan dan pengelolaan sumberdaya lahan yang tidak sesuai dengan kemampuan dan tingkat kesesuaiannya, penggunaan sumberdaya lahan yang tidak atau kurang mengindahkan kaidah-kaidah konservasi dan konversi lahan yang semestinya dipertahankan sebagai daerah penyangga bagi ekologi dan hidrologi DAS. Kerusakan sumberdaya lahan DAS menuntut usahausaha perbaikan untuk meningkatkan kembali kualitas lahannya. Perencanaan penggunaan lahan secara optimal berdasarkan kesesuaian lahan dan aspek hidrologi menjadi penting dan perlu dilakukan untuk dapat membuat suatu perencanaan dan keputusan yang diperlukan suatu alat bantu (tool) yang dapat mengintegrasi berbagai data sumberdaya lahan dan mampu memprediksi pengaruh pengelolaan terhadap hidrologinya. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) adalah model hidrologi yang dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, muatan pestisida dan kimia hasil pertanian. SWAT dikembangkan oleh Agricultural Research Service (ARS). USDA yang merupakan gabungan beberapa model, seperti : Simulator for Water Resources in Rural Basin (SWWRRB); Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management Sistem (CREAMS); Groundwater Loading Effects on Agricultural Management Sistem (GREAMS) dan Erosian Productivity Impact Calculator (EPIC).
B.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1.
Aplikasi open source software MW-SWAT untuk menganalisis debit aliran air sungai di Sub DAS Ciliwung Hulu.
2.
Membandingkan debit aliran sungai hasil simulasi dengan data hasil observasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.
Hidrologi Air adalah sebuah sumber yang secara alami mengikuti siklus hidrologi, yang
pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan dengan tanpa awal dan akhir yang dapat digambarkan sebagai sebuah sistem. International Glossary of Hidrology,1974 dalam Asdak (2004) hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air bumi, terjadinya peredaran dan agihannya, sifat-sifat kimia dan fisiknya, dan reaksi dengan lingkungannya, termasuk hubungannya dengan makhluk hidup. Sirkulasi hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dan di dalamnya terjadi berbagai proses secara kontinyu (Chow et.al.,1988). Air berevaporasi dari lautan, danau, sungai, dan permukaan tanah ke atmosfer. Di atmosfer uap air dipindahkan dan diangkat sampai terkondensasi dan jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan. Dalam perjalanannya menuju bumi sebagian hujan kembali dievaporasikan ke atmosfer. Air yang sampai di bumi sebagian diintersepsi oleh vegetasi, masuk ke dalam tanah melalui permukaan (infiltration), mengalir sebagai aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran permukaan (surface runoff) menjadi debit. Sebagian besar air yang diintersepsi dan mengalir di permukaan kembali ke atmosfer melalui evaporasi. Air yang diinfiltrasi dapat terperkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam dan mengisi air bawah tanah, kemudian muncul sebagai mata air di sungai, akhirnya kembali ke laut atau menguap ke atmosfer. Energi panas matahari akan menyebabkan air laut, sungai, saluran dan danau atau waduk berubah bentuk menjadi uap air. Proses perubahan ini disebut evaporasi (evaporation). Evaporasi mempunyai arti penting dalam perpindahan tenaga antara permukaan dan udara di atas. Tenaga yang digunakan untuk evaporasi air ini disebut tenaga pendam (latent energy). Tenaga pendam terperangkap dalam molekul air ketika air berubah dari cair menjadi gas. Air yang masuk ke atmosfer 88% berasal
dari lautan yang terletak diantara 60º lintang utara dan 60º lintang selatan. Sebagian besar air yang terevaporasi dari lautan akan kembali ke lautan secara langsung. Sebagian lagi akan terangkut di atas permukaan tanah sebelum menjadi hujan. Uap air mungkin akan terkondensasi berubah kembali menjadi air, dan selanjutnya melepaskan panas pendam (latent heat) yang berubah menjadi panas sensibel (sensible heat) yang menghangatkan udara di sekelilingnya. Udara panas ini akan terangkat ke atas dan mengalami proses pendinginan. Proses ini disebut kondensasi (condensation) yang menghasilkan tetesan air. Tetesan air saling berpegangan menjadi tetesan yang lebih besar sampai mencapai ukuran yang cukup besar untuk jatuh ke permukaan bumi sebagai hujan (precipitation). Ketika hujan mencapai permukaan, sebagian akan tertahan oleh tumbuhtumbuhan dan sebagian lagi akan jatuh langsung ke permukaan tanah. Air hujan yang terkumpul di daun atau batang tumbuh-tumbuhan disebut intersepsi (interception). Jumlah air yang tertahan oleh tumbuh-tumbuhan tergantung pada jenis tumbuhtumbuhan. Air tertahan di permukaan daun sampai hal ini menetes ke bawah sebagai jatuh tidak kedap (through fall) atau mengalir ke bawah melalui batang daun yang akhirnya mencapai permukaan tanah sebagai aliran batang (stem flow). Sebagian air yang tertahan akan menguap kembali ke atmosfer, dan disebut kehilangan intersepsi (interception loss). Setelah mencapai tanah, sebagian air akan menyusup ke dalam tanah ke dalam zona air tanah. Proses ini disebut infiltrasi (infiltration). Sebagian lagi mungkin akan mengalir di atas permukaan sebagai air limpasan (runoff). Proses infiltrasi dipengaruhi oleh tekstur tanah. Tekstur tanah kasar akan terisi lebih cepat dibandingkan dengan tekstur tanah halus karena ruang pori yang lebih kecil dalam satu unit volume tanah. Oleh karena itu air limpasan akan terjadi lebih cepat pada tekstur tanah halus. Tumbuh-tumbuhan juga mempengaruhi besarnya infiltrasi Contoh, infiltrasi pada tanah dengan tumbuh-tumbuhan hutan lebih tinggi dari pada tanah telanjang (bare soils). Akar tanaman melonggarkan dan menciptakan pembuluh dimana air dapat masuk ke dalam tanah dengan lebih mudah. Daun dan sampah di atas permukaan mengurangi dampak hujan yang jatuh, sehingga efek erosi permukaan tanah bisa dihilangkan atau dikurangkan. Faktor lain yang mempengaruhi
infiltrasi adalah intensitas hujan, kemiringan lahan dan kadar kelembaban tanah. Semakin besar intensitas hujan, semakin besar pula infiltrasi yang mungkin terjadi. Ketika terjadi hujan yang cukup besar, tanah mungkin menjadi jenuh (saturated), dan penambahan hujan akan menyebabkan air tidak dapat masuk secara efektif ke dalam tanah lagi. Air limpasan permukaan akan mengalir secara cepat ke saluran atau sungai, sehingga meningkatkan debit aliran. Sebagian air yang menyusup ke dalam tanah akan mengalir secara mendatar sebagai aliran antara (interflow). Air ini mengalir perlahan-lahan menerusi akuifer ke dalam sungai atau kadangkala langsung menuju ke laut. Air yang menyusup juga menghidupkan tumbuhan, sehingga proses transpirasi (transpiration) daun-daun atau batang atau ranting tumbuhan terjadi. Aliran limpasan permukaan dan aliran antara dikenal sebagai air limpasan langsung (direct runoff), dan bergerak dari kawasan tadahan ke saluran keluar. Secara umum, air limpasan langsung merupakan penyebab utama terjadinya aliran puncak, dan air limpasan langsung terjadi dari air hujan berlebih. Selisih antara hujan sebenarnya dengan hujan berlebih terdiri dari intersepsi (interception), tampungan lekukan (depression storage) dan kelembaban tanah yang terevaporasi atau mengalir ke dalam sistem air bawah tanah. Sebagian air di atas permukaan tanah menguap kembali dalam bentuk uap, sebagian besar mengalir masuk ke dalam saluran dan mengalir sebagai air limpasan permukaan. Permukaan air sungai dan danau juga menguap, oleh karena itu kehilangan air masih banyak lagi terjadi di sini. Akhirnya, air yang tidak terinfiltrasi atau teruapkan, akan mengalir kembali ke laut mengikuti saluran sungai. Gambar 1 menunjukkan skema siklus hidrologi Keseimbangan hidrologi adalah keseimbangan antara total masukan (input) dengan total output. Dalam sistem DAS keseimbangan hidrologi digambarkan sebagai hubungan antara hujan sebagai input dengan debit sebagai output dan karakteristik serta proses sebagai struktur sistemnya. Output dari sistem DAS tidak hanya terbatas pada debit, tetapi juga berupa zat kimia dan sedimen yang ikut terbawa aliran. Dasar keseimbangan tersebut adalah siklus hidrologi.
Gambar 1. Siklus Hidrologi
B.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Menurut Paimin et. al. (2006), Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu
wilayah daratan yang terpisah dari wilayah lain di sekitarnya karena adanya pemisah alam berupa topografi yaitu punggung bukit atau gunung, yang menerima air hujan, menampung, dan mengalirkannya melalui sungai utama menuju laut atau danau. Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat terdiri dari beberapa Sub DAS atau Sub-sub DAS sehingga luas DAS dapat bervariasi tergantung dari penempatan titik pengukuran. Sub DAS merupakan bagian wilayah dari suatu DAS yang berupa bentuk satuan daerah tangkapan air. Setiap DAS memiliki karakter masing-masing yang merupakan hasil dari interaksi seluruh faktor yang ada dalam ekosistem DAS, baik yang memiliki sifat kerentanan atau degradasi dan potensi. Faktor tersebut dapat berupa interaksi alam dari vegetasi, tanah, air hujan, dan intervensi manusia dalam penggunaan lahan. Karakteristik DAS dapat digunakan sebagai dasar dalam melakukan perencanaan dan pengelolaan DAS (Paimin et. al., 2006).
Menurut Suripin (2004), karakteristik DAS akan berpengaruh besar terhadap besarnya aliran permukaan. Karakteristik tersebut adalah (a) luas dan bentuk DAS, (b) topografi, dan (c) tata guna lahan. Semakin besar luas DAS, semakin besar pula volume aliran permukaan. Bentuk DAS yang memanjang dan sempit akan menghasilkan aliran permukaan yang kecil dibanding dengan DAS yang memiliki bentuk melebar atau melingkar. Hal ini karena pada DAS yang memanjang, aliran permukaan akan membutuhkan waktu lama untuk terkonsentrasi pada suatu titik. Topografi akan berpengaruh terhadap kemiringan lahan, keadaan dan kerapatan parit atau saluran. Volume aliran permukaan akan lebih besar pada DAS yang memiliki kemiringan curam dan saluran yang rapat dibanding dengan DAS yang landai, terdapat cekungan-cekungan, dan jarak antar parit atau saluran jarang. Pengaruh tata guna lahan dinyatakan dengan koefisien aliran permukaan (C), yaitu perbandingan antara besar aliran permukaan dengan besar curah hujan. Dengan kisaran 0-1, semakin rusak suatu DAS, harga C mendekati satu yang berarti hampir semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan dan sedikit sekali yang berinfiltrasi ke dalam tanah. DAS
berfungsi
sebagai
penampung
air
hujan,
penyimpanan,
dan
pendistribusian menuju sungai dan saluran lainnya. Gangguan fungsi DAS yang marak terjadi pada saat ini akan berdampak pula terhadap sistem hidrologi (Suripin, 2004) Batas alami dari DAS ditentukan berdasarkan pembatas drainase yang biasanya berupa punggungan gunung atau perbukitan yang membatasi sebuah sungai utama beserta anak-anak sungainya. Batas alami DAS merupakan hasil dari proses geomorfologi dan hidrologi. Daerah hulu dari suatu DAS berperan sebagai lingkungan pengendali (conditioning environment). Sedangkan daerah hilir merupakan daerah penerima (acceptor) bahan dan energi, atau lingkungan konsumsi atau lingkungan yang dikendalikan (commanded environment). Menurut Sinukaban (2007), perubahan yang terjadi pada suatu DAS dari segi hidrologi dapat mempengaruhi bagian lain dalam DAS tersebut. Penanganan suatu DAS harus meliputi penanganan sebagai suatu
kesatuan sistem dengan bagian DAS lainnya sehingga perbaikan DAS dapat berjalan efektif. Terganggunya salah satu komponen pada sistem alam sumberdaya alam akan berpengaruh terhadap komponen lainnya dalam sistem. Identifikasi berbagai komponen biofisik hidrologis dan sosial ekonomi kelembagaan DAS merupakan kunci dalam program monitoring dan evaluasi (monev) kinerja DAS, yaitu dalam upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi dalam rangka menjamin tercapainya tujuan dan sasaran pengelolaan DAS.
Kriteria dan indikator untuk mengukur kinerja DAS dapat terlihat pada
Lampiran 1.
C.
Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographic Information System (GIS)
adalah suatu sistem informasi berbasis komputer, yang digunakan untuk memproses data spasial yang ber-georeferensi (berupa detail, fakta, kondisi, dan sebagainya) yang disimpan dalam suatu basis data dan berhubungan dengan persoalan serta keadaan dunia nyata (real world). Manfaat SIG secara umum memberikan informasi yang mendekati kondisi dunia nyata, memprediksi suatu hasil dan perencanaan strategis. Secara fundamental SIG bekerja dengan dua tipe model data geografis yaitu model data vektor dan model data raster. Data vektor merupakan informasi posisi point, garis dan polygon disimpan dalam bentuk x,y koordinat. Suatu lokasi point dideskripsikan melalui sepasang koordinat x,y. Bentuk garis , seperti jalan dan sungai dideskripsikan sebagai kumpulan dari koordinat-koordinat point. Bentuk poligon, seperti zona project disimpan sebagai pengulangan koordinat yang tertutup. Sedangkan data vektor merupakan sekumpulan grid atau sel seperti peta hasil scanning maupun gambar atau image. Masing-masing grid atau sel atau pixel memiliki nilai tertentu yang bergantung pada bagaimana image tersebut digambarkan. Untuk menggambarkan objek atau features permukaan bumi di atas layar komputer, kita memerlukan suatu sistem penggambaran yang merepresentasikan
keadaan bumi sebenarnya yang kita sebut sebagai proyeksi. Proyeksi kita gambarkan dalam sistem koordinat cartesian, yang umumnya kita kenal dalam unit X dan Y. Sistem proyeksi yang sering digunakan dalam SIG yaitu proyeksi longitud latitud (Longlat) dan Universal Tansverse Mercator (UTM). Proyeksi longitud latitud (Geographic Coordinat Systems) digunakan untuk o
menggambarkan keadaan global. Satuan units yang digunakan adalah degree ( ). Satuan derajat ini dilambangkan dengan satuan decimal degree, DMS (degree minute second) dan DM (degree minute decimals). Proyeksi longlat didasari dari bentuk bumi spheroid, yang dibagi atas garis tegak yang mengiris bumi dari belahan bumi utara hingga ke kutub selatan yang dinamakan garis meridian dan garis-garis melintang yang membagi bumi dari timur hingga ke barat yang dinamakan garis paralel. Perubahan nilai garis meridian terjadi secara vertikal sepanjang garis horizontal yang kita sebut sebagai longitud atau titik X. Sedangkan garis paralel berubah secara horizontal sepanjang garis vertikal dan kita sebut sebagai latitud atau titik Y. Umumnya Indonesia menyebut Bujur Timur untuk menamakan eastern dan bujur barat untuk western, sedangkan belahan bumi utara atau northern disebut sebagai lintang utara dan sebaliknya belahan bumi selatan atau southern disebut sebagai lintang selatan. Penerapan proyeksi longlat untuk negara-negara di seluruh dunia seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Proyeksi Longlat Untuk Negara-Negara Di Seluruh Dunia
Proyeksi Universal Transverse Mercator (projected coordinat systems) digunakan untuk menyatakan proyeksi yang lebih detail dan bersifat lokal. Satuan unit yang digunakan adalah meter, proyeksi ini didasarkan pada asumsi bahwa jarak o
datar di permukaan bumi akan homogen setiap lebar 6 antar garis meridian dan 8
o
o
antar garis paralel. Dengan demikian apabila perhitungan dimulai dari titik -180 W o
hingga 180 E terdapat 60 zona, tiap zona dinamakan zona 1, zona 2, dan seterusnya hingga zona 60. Kemudian untuk menghitung zona paralel, dimulai dari titik paling o
o
o
selatan yang dianggap masih memungkinkan adalah 80 S hingga 84 N, tiap lebar 8
disebut sebagai satu zona dengan perlambangan huruf, jadi dihitung dari paling o
selatan 80 S adalah zona A, zona B, dan seterusnya hingga zona X, kecuali penamaan untuk huruf i dan o yang tidak digunakan. Sehingga semuanya ada 22 zona. Penerapan proyeksi UTM untuk negara-negara di seluruh dunia seperti terlihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Proyeksi UTM Untuk Negara-negara Di Seluruh Dunia
D.
Soil and Assessment Tool ( SWAT) SWAT adalah model hidrologi skala DAS yang dikembangkan oleh Jeff Arnold
dari USDA Agricultural Research Service (ARS) awal tahun 1990-an. SWAT dikembangkan untuk memprediksi pengaruh pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, pestisida dan kimia hasil pertanian. Dalam WASWC (2009) SWAT merupakan gabungan beberapa model yang dikembangkan ARS, seperti Simulator for Water Resources in Rulal Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff, and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS), Groundwater Loading Effects on Agricultural Management System (GREAMS), (dan Erosian Productivity Impact Calculator (EPIC). Neitsch et. al. (2001) dalam
WASMC (2009) SWAT merupakan model
hidrologi berbasis proses fisika (physically based model) yang memerlukan informasi spesifik tentang iklim, sifat-sifat tanah, topografi, vegetasi dan praktek pengelolaan lahan yang terjadi di dalam DAS. Proses-proses fisika yang berhubungan dengan pergerakan air, sedimen, pertumbuhan tanaman, siklus hara dan sebagainya secara langsung dapat dimodelkan oleh SWAT. Proses yang dimodelkan SWAT yang terjadi di dalam DAS didasarkan kepada neraca air. Persamaan neraca air yang berlaku pada model SWAT sebagai berikut : =
+∑
(1)
Dimana Swt adalah kandungan air tanah akhir (mm), Swo adalah kandungan air tanah permulaan hari 1 (mm) t adalah waktu (hari), Rday adalah jumlah curah hujan pada hari i (mm), Qsurfc adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), Ea adalah jumlah evapotranspirasi pada hari i (mm), Wseep adalah jumlah air yang masuk kedalam zona vadose pada profil tanah pada hari i (mm), dan Qgw adalah jumlah air yang merupakan air kembali. Deliniasi DAS sebagai areal penelitiaan dilakukan menggunakan Digital Elevation Model (DEM). DEM membatasi areal penelitian berdasarkan topografi alaminya. Dalam simulasi, DAS dibagi menjadi beberapa Sub DAS, Sub Das adalah
pembagian atau pengelompokan berdasarkan kesamaan penggunaan lahan dan tanah, atau sifat lain yang berpengaruh terhadap siklus hidrologi, dimana setiap Sub DAS mempunyai sungai utama, penggunaan Sub DAS dalam simulasi sangat bermanfaat jika perbedaan dalam DAS didominasi oleh penggunaan lahan dan tanah, perbedaan tersebut akan mempengaruhi sifat hidrologi, sehingga secara spesial dapat dibandingkan areal-areal yang berbeda di dalam DAS. Untuk mendapatkan Hidrology Response Unit (HRU) sebagai unit analisis dilakukan tumpang tindih (overlay) antara peta tanah dengan peta penggunaan lahan, HRU yang terbentuk selanjutnya dihubungkan dengan data iklim yang sudah di-entry menggunakan format file.pcp dan file.tmp. Simulasi dijalankan setelah periode simulasi ditentukan. Neitsch et. al. 2001 dalam WASMC (2009) hasil simulasi SWAT dapat dilihat pada tingkat Sub DAS, HRU maupun sungai. Pada tingkat Sub DAS dan HRU, informasi yang diperoleh meliputi jumlah curah hujan, evapotranspirasi potensial dan aktual, kandungan air tanah, perkolasi, aliran permukaan, aliran dasar, aliran lateral, dan total hasil air yang dihasilkan selama periode simulasi. Sedangkan pada tingkat sungai adalah jumlah aliran yang masuk dan keluaran sungai utama. Jumlah air yang hilang melalui penguapan dan rembesan selama periode simulasi.
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Sub DAS Ciliwung Hulu dari bulan Mei sampai
bulan Desember 2009. Secara geografis lokasi Sub DAS Ciliwung Hulu terletak antara 6o37’-6o46’ LS dan 106o49’-107o00’BT, dimulai dari Gunung Pangrango di Kabupaten Cianjur dan bermuara di Bendung Katulampa. Bentuk
daerah aliran
sungai Ciliwung memanjang dan menyempit seperti terlihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian
B.
Metode Penelitian Tahapan penelitian terdiri dari 5 kegiatan yaitu : 1) tahap persiapan, 2)
pengumpulan data, 3) pengolahan data, 4) analisis data, 5) kalibrasi dan validasi, 6) penyajian hasil. Adapun diagram alir penelitiaan ini seperti ditunjukan Gambar 5. 1.
Tahap Persiapan Pada tahap persiapan dilakukan proses identifikasi data dan bahan yang
diperlukan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil identifikasi maka bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu, peta penggunaan lahan, peta tanah, peta rupa bumi, data iklim, data debit Sub DAS Ciliwung Hulu, Citra Landsat dan data DEM (Digital Elevation Model) SRTM (Shuttle Radar Thopograpy Mission) dengan resolusi 90 m x 90 m, peta digital Australasia drainage basin, dan daftar stasiun iklim global (stnlist.txt), dan sifat tanah Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak, Arc View GIS 3.3, SWAT 1.5, Global Mapper v7, Map Window GIS 46SR, SWAT editor 2.1.5, dan SWAT Ploth and Graph. 2.
Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data
didapat dari penelitian sebelumnya atau dari instansi terkait. Data hidrologi DAS Ciliwung Hulu berupa data debit harian di SPAS Katulampa dan data curah hujan dari pos hujan yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Ciliwung-Cisadane (PSDA CiliwungCisadane), data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatalogi dan Geofisika Pusat di Jakarta. Peta penggunaan lahan (land use), peta jenis tanah, dan peta batas Sub DAS Ciliwung Hulu diperoleh dari Balai Pengelolaan DAS Ciliwung-Cisadane. Data tanah yang digunakan didapat dari Tesis Edi Junaidi (2009) “Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT” dan Peta au basin, peta DEM dan daftar stasiun iklim (stnlist.txt) yang berasal dari (Shuttle Radar Thopograpy Mission) diperoleh dari hasil mengunduh dari waterbase.com.
Pengumpulan data
Iklim : - Curah hujan - Suhu maksimum dan minimum - Radiasi matahari - Kelembaban udara - Kecepatan angin - stnlist.txt
Analisis MWSWAT 2005
Peta DEM, Batas DAS, Peta Jenis Tanah, Peta Au Basin ,
Hidrologi DAS : - Debit dari SPAS Katulampa
HRU (Hydrolic Response Units) Model MWSWAT Respon Hidrologi : - Membandingkan data debit simulasi dan observasi Gambar 5. Alir Proses Penelitian
Penyajian Hasil
Penggunaan Lahan : - Peta penggunaan lahan - Citra Landstat
17
3.
Pengolahan Data Untuk menjalankan model diperlukan data berupa data spasial
(peta-peta) dan data atribut. Peta-peta yang digunakan oleh SWAT seperti peta DEM, peta penggunaan lahan, dan peta jenis tanah harus dalam bentuk raster. Sedangkan peta tanah dan peta penggunaan lahan yang diperoleh dari BPDAS masih berupa peta jenis vektor sehingga perlu diolah menggunakan tool yang ada di Map Window yaitu tool convert a shapefile to grid dengan ukuran cell 30x30, tipe data grid long integer, dan disimpan dalam bentuk TIF, kemudian peta tersebut di reprojected dengan bantuan gistool raster (reprojected grid). Data tanah dalam SWAT dimasukan dalam file SOL yang terdapat di database MWSWAT. Data tanah yang digunakan dikelompokan menjadi dua bagian yaitu sifat fisik dan kimia tanah. Pada database tanah terdapat masukan untuk jenis tanah dan horison pada setiap tanah. Data masukan jenis tanah terdiri dari nama tanah (SNAM), jumlah horison (Nlayer), group hidrologi tanah (HYDGRP), kedalaman efektif (SOL_ZMX), tekstur tanah pada semua lapisan profil tanah. Sedangkan masukan untuk masing-masing horison pada profil tanah meliputi ketebalan horison dalam mm (SOL_Z), bulk density dalam g/cm3 (SOL_BD), kapasitas menahan air dalam mm H2O/mm tanah (SOL_AWC), kandungan liat, pasir dan debu (% bobot tanah), kandungan bahan organik dan fraksi batuan (% berat tanah), Saturated Hidraulic Conductivity dalam mm/jam (SOL_K), nilai erodibilitas tanah menurut USLE. Data iklim yang juga merupakan masukan dalam SWAT adalah curah hujan, temperatur udara maksimum dan minimum harian (ºC), radiasi sinar matahari hariaan (MJ/m²/hari), kelembaban udara harian (%). Data-data tersebut dikumpulkan dalam file PCP, TMP, SLR, HMD, WGN. Data tersebut diperoleh dari hasil observasi maupun hasil dari generalisasi data pihak terkait seperti BMKG. Selain data iklim, pada penelitian ini juga menggunakan data curah hujan dari 3 stasiun penakar (pos hujan) yaitu Pos Hujan Gadog, Gunung Mas, dan Pasir Muncang yang diperoleh dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Air DAS Ciliwung-Cisadane (BPSDA Ciliwung-Cisadane). 28
Untuk membuat weather generator (wgn) diperlukan data iklim. Data iklim yang diperlukan adalah temperatur maksimum dan minimum, curah hujan, kecepatan angin, dan radiasi surya. Data yang digunakan berasal dari stasiun pengukuran Citeko dan harus diketahui letak koordinat dan elevasi. Data dari stasiun Citeko tersebut diperoleh dari BMKG Pusat di Jakarta. Untuk membentuk weather generator seperti terdapat di Lampiran 2, data iklim yang ada di olah menjadi beberapa tahapan yang meliputi: a) TITTLE
: judul pada baris pertama file .wgn.
b) WLATITUDE
: koordinat lintang stasiun iklim.
c) WLONGITUDE
: koordinat bujur stasiun iklim.
d) WLEV
: elevasi stasiun iklim (m).
e) RAIN_YRS
: jumlah tahun data iklim yang digunakan
f) Temperatur maksimum (TMPMX) Temperatur ini merupakan suhu maksimum rata-rata harian pada satu bulan tertentu selama n tahun, untuk contoh suhu maksimum rata-rata pada bulan Januari selama 10 tahun. ∑
. N
........................................... . (2)
dimana : Tmx,bulan = temperatur maksimum harian selama pencatatan pada bulan tersebut (ºC). N
= jumlah hari penghitungan temperatur maksimum pada bulan tersebut.
g) Temperatur Minimum (TMPMN) Temperatur ini merupakan suhu minimum rata-rata pada satu bulan tertentu selama n tahun. Contoh suhu minimum rata-rata pada bulan Januari selama 10 tahun. ∑
. N
............................................... (3)
dimana : Tmn,bulan = temperatur minimum harian selama pencatatan pada bulan itu (ºC). N
= jumlah hari penghitungan temperatur minimum pada bulan tersebut.
h) Standar Deviasi Suhu Maksimum Harian (TMPSTMTDMX) Standar deviasi ini dapat di hitung dengan menggunakan persamaan. ∑
,
.............. .. (4)
dimana : = standar deviasi suhu maksimum. Tmxbulan
= suhu maksimum harian pada bulan tertentu.
N
= periode waktu (tahun).
i) Standar Deviasi Suhu Minimum Harian (TMPSTMTDMN) Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan. ∑
,
.............. .. (5)
dimana : = standar deviasi suhu minimum. Tmnbulan
= suhu minimum harian pada bulan tertentu.
N
= periode waktu (tahun).
j) Curah Hujan Rata-Rata (PCPMM) Curah hujan rata-rata pada satu bulan selama n tertentu. ∑
dimana : Rhari,bulan
,
................................................. (6)
= curah hujan harian selama pencatatan pada bulan tersebut (mm H2O).
N
= total hari pencatatan selama bulan tersebut yang digunakan untuk menghitung rata-rata.
tahun
= jumlah tahun dari hujan harian yang dicatat.
k) Standar Deviasi Untuk Curah Hujan Harian (PCPSTD) Standar deviasi ini dapat dihitung dengan menggunakan persamaan ∑
,
.......................... .. (7)
dimana : n
= standar deviasi.
Rhari
= curah hujan harian pada bulan tertentu.
Rbulan
= rata-rata curah hujan dalam satu bulan.
N
= total bulan (jumlah tahun).
l) Koefisien skew untuk curah hujan harian dalam satu bulan
(PCP
Skew). .∑
,
.
.......................... . (8)
.
dimana : = koefisien Skew.
bulan
Rhari.bulan= curah hujan harian pada bulan tertentu selama N tahun. Rbulan
= curah hujan rata-rata pada bulan tertentu selama N tahun.
N
= total tahun. n
= standar deviasi.
m) Perbandingan kemungkinan hari basah ke hari kering dalam satu bulan dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-W1). ⁄ , ,
dimana : hariW/D,i
......................................... (9)
= jumlah hari basah yang diikuti hari kering.
harikering,i = jumlah hari kering selama periode pencatatan. n) Perbandingan jumlah hari kering ke hari kering dengan jumlah hari kering dalam satu bulan (PR-W2).
⁄
, ,
................................................... (10)
dimana : hariW/W,i
= jumlah hari basah yang diikuti hari basah.
haribasah,i
= jumlah hari basah selama periode pencatatan.
o) Jumlah hujan rata-rata pada bulan tertentu selama n tahun (PCPD) ,
............................................................ (11)
p) Jumlah curah hujan maksimum selama pencatatan (PCP mak). q) Radiasi Surya (SOLARAV). Rata-rata radiasi surya pada satu bulan tertentu selama n tahun ∑
,
............................... . (12)
r) DEW point ( titik beku). s) Kecepatan angin (WNDAV) Kecepatan angin rata-rata (m/s) pada satu bulan tertentu selama N tahun. ∑
4.
,
................................... (13)
Analisis Data a. Analisis Penggunaan Lahan dan Jenis Tanah Analisis penggunaan lahan diketahui dengan melakukan analisis pada peta penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2008. Peta penggunaan lahan tersebut dengan menggunakan ArcView 3.3 dapat terlihat jenis penggunaan lahan pada tahun 2008 dan total luasan penggunaan untuk masing-masing land use. Hal yang sama dilakukan dengan menggunakan ArcView 3.3 pada peta tanah untuk mengetahui luasan masing-masing jenis tanah yang ada pada DAS Ciliwung Hulu.
b. Analisis Hidrologi Analisis hidrologi DAS Ciliwung dilakukan dengan bantuan MWSWAT GIS 46 SR. Respon hidrologi yang dianalisis meliputi aliran permukaan (surface flow) dan aliran dasar (base flow). Pada analisis hidrologi ini, disediakan data sebagai input dalam model SWAT adalah data iklim, data tanah, data penggunaan lahan, data hidrologi. Data tersebut terdapat 17 file input yang harus disiapkan untuk analisis hidrologi dan terangkum dalam Tabel 1. File data CIO,COD,FIO,BSN, SUB, HRU, GW, dan RATE tersedia setelah analisis SWAT dijalankan, data penutupan lahan dalam SWAT disiapkan dalam file CROP dan URBAN. c. Prosedur Analisis 1) Deliniasi Areal Penelitian Deliniasi areal penelitian merupakan langkah awal dalam menjalankan SWAT. Deliniasi daerah penelitian dilakukan dengan menggunakan data DEM SRTM. Dalam SWAT, daerah penelitiaan termasuk jaringan hidrologi dapat dideliniasi secara otomatis. Tabel. 1. File Data Input dalam SWAT untuk Analisis Hidrologi Nama File
Fungsi
CIO
File untuk mengontrol data input dan output
COD
Mengontrol file input dan output
FIG
Mengidentifikasi jaringan hidrologi sungai
BSN
Mengontrol keragaman parameter di tingkat DAS
SUB
Mengontrol kergaman parameter di tingkat Sub DAS
HRU
Mengontrol keragaman parameter di tingkat HRU
GW
File air bawah tanah
RTE
File pergerakan air, sedimen, hara dan pestisida
CROP
File parameter tumbuh tanaman
URBAN
File data lahan terbangun atau urban area
PCP
File data curah hujan harian
TMP
File temperature udara maksimum dan minimum harian
SLR
File radiasi matahari harian
HMD
File kelembaban udara harian
WGN
File data generator iklim
SOL
File data tanah
MGT
File scenario pengelolaan dan penutupan lahan
Sumber : Neitsch et. al., 2004 Untuk melakukan deliniasi dibutuhkan peta batas DAS Ciliwung hulu dan DEM SRTM ukuran 90 m X 90 m. Sebelum melakukan kegiatan watershed delineation pada MWSWAT semua peta harus pada satuan yang sama seperti UTM, dan watershed delineation harus telah di plugin ke program MWSWAT. 2) Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU) HRU merupakan unit analisis hidrologi yang mempunyai karakteristik tanah dan penggunaan lahan yang spesifik, sehingga dapat dipisahkan antara satu HRU dengan lainnya. HRU diperoleh melalui overlay peta tanah dan peta penggunaan lahan yang keduanya telah di reprojected. 3) Simulasi Setelah unit atau kelompok lahan terbentuk maka langkah selanjutnya adalah menjalankan model SWAT. Dalam operasi SWAT unit lahan yang terbentuk dihubungkan dengan data iklim sesuai dengan file database yang telah disediakan. Aliran permukaan (Qsurf) dihitung berdasarkan metode SCS curve number yang menggunakan persamaan: Q surf =
( Rday − I a ) 2 ( Rday − I a + S )
.......... .......... .................... .......... .......... ...(14)
Dimana Qsurf adalah jumlah aliran permukaan pada hari i (mm), Rday adalah jumlah curah hujan pada hari tersebut (mm), Ia kehilangan awal akibat simpanan permukaan, intersepsi, dan infiltrasi (mm) dan S adalah parameter retensi (mm).
Parameter retensi dapat menggunakan persamaan sebagai berikut : S = 25.4(
100 − 10).....................................................................(15) CN
Dimana CN adalah curve number dan nilai Ia berdasarkan hasil penelitian hanya 20% dari S (0.2S), maka persamaan menjadi: Q surf =
( Rday − 0.2 S ) 2 ( Rday + 0.8S )
.......... .......... .......... .......... .......... .......... ...(16)
Aliran lateral (Qlat) dihitung menggunakan persamaan: Qlat = 0.024
(2.SWlyexcess .K sat .slp )
ϕ d .Lhill
.............................................(17)
Dimana Qlat adalah jumlah aliran lateral yang masuk ke sungai utama pada hari i (mm), SWiyexcess adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm), Ksat adalah saturated hydraulic conductivity (mm/jam), slp adalah lereng (m/m), Фd adalah porositas tanah (mm/mm) dan Lhill panjang lereng (m). Volume air perkolasi dihitung dengan persamaan: SWly.excess = SWiy-FCiy jika SW>FCiy Swiy.excess = 0
jika SWiy≤FCiy
Dimana Swiyexcess adalah kelebihan air pada lapisan tanah (mm), SWiy adalah kandungan air tanah (mm), dan FCiy adalah kapasitas lapang (mm). Aliran bawah permukaan atau base flow (Qgw) dihitung dengan persamaan :
Qgw =
8000.K sat xhwtbl .................................................(18) l 2 gw
Dimana Qgw adalah aliran base flow, Ksat adalah hydroulic conductivity (mm), Lgw adalah jarak antar sub DAS ke saluran utama (m) dan hwbt tinggi muka air tanah.
4) Output SWAT Output SWAT terangkum dalam file-file output yang terdiri dari file HRU, SUB, dan RCH. File SUB berisikan informasi pada masingmasing Sub DAS, HRU berisikan informasi pada masing-masing HRU sedangkan RCH berisikan informasi pada masing-masing sungai utama dalam Sub DAS. Informasi pada masing-masing Sub DAS dan HRU adalah jumlah curah hujan (PRECIP), evapotranspirasi potensial (PET) dan aktual (ET), kandungan air tanah (SW), perkolasi (PERC), aliran permukaan (SURQ), aliran lateral (LATQ), aliran dasar (GW_Q) dan hasil air (WYLD) yang dihasilkan selama periode simulasi. Informasi pada masing-masing sungai utama di dalam RCH adalah jumlah aliran yang masuk ke sungai (FLOW-IN) dan aliran keluar ( FLOW-OUT). 5. Kalibrasi dan Validasi Kalibrasi dan pengujian model bertujuan agar output model yang digunakan hasilnya mendekati dengan output dari DAS prototif yang diuji. Penggunaan model pada suatu DAS harus memperhatikan faktor validasinya, hal ini disebabkan masing-masing DAS mempunyai karakteristik yang berbeda. Model dianggap valid bila model tersebut dapat menggambarkan atau mendekati keadaan sebenarnya yang dapat diukur dengan standar deviasi rendah dan efisiensi model tinggi. Output
yang
dikalibrasi
adalah
hasil
debit,
dengan
cara
membandingkan antara debit hasil keluaran simulasi menggunakan MWSWAT (FLOW-OUT) dengan hasil observasi atau pengukuran (data debit dari Stasiun Pengamatan Arus Sungai (SPAS) Katulampa. Data hasil observasi diperoleh dari Badan Pengelolaan Sumberdaya Air DAS Ciliwung-Cisadane (BPSDA Ciliwung-Cisadane) SPAS Katulampa tahun 2008. Metode statistik yang digunakan adalah standar deviasi (α) dan efisiensi model Nash Sutcliffe (ENs) dihitung menggunakan persamaan:
α =
(∑
n i =1
|Q
m
|)
p
n n
ENs = 1 −
− Q
∑ (Q i =1 n
∑ (Q i =1
− Qp )2
m
m
............................................... (19)
.......... .......... .......... .......... .......... ......( 20) − Q avg )
2
Dimana Qm adalah debit aktual yang terukur (mm), Qp adalah debit hasil simulasi (mm), n adalah jumlah pengamatan, dan Qavg adalah rata-rata debit terukur (mm). 6. Penyajian Hasil Hasil analisis yang diperoleh dari tahapan sebelumnya selanjutnya disajikan dalam bentuk skripsi yang berisi informasi hubungan debit hasil simulasi dengan debit aktual di SPAS Katulampa
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Kondisi Daerah Penelitian
Daerah aliran sungai Ciliwung Hulu secara geografis terletak pada 6o37’-6o46’ LS dan 106o49’-107o05’BT dan termasuk zona 48 UTM, seperti terlihat pada Gambar 6 Luas DAS Ciliwung Hulu
memiliki luas ± 15109.17 ha yang
merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 367 mdpl sampai 2710 mdpl (hasil deliniasi DEM SRTM). Secara administratif pemerintahan, DAS Ciliwung Hulu sebagian termasuk wilayah Kabupaten Bogor (Kecamatan Megamendung, Cisarua, dan Ciawi) dan sebagian kecil Kotamadya Bogor yaitu wilayah Kecamatan Kota Bogor Timur, dan Kota Bogor Selatan (BPDAS Ciliwung-Cisadane,2007).
Gambar 6. Posisi Sub Das Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung-Cisadane, 2007)
DAS Ciliwung Hulu sedikitnya terdapat 7 Sub DAS, yaitu : Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseusepan, dan Katulampa. Sub DAS Ciliwung Hulu memiliki beberapa outlet, dalam penelitiaan ini outlet yang digunakan adalah outlet SPAS Katulampa yang berada di Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor. Aliran sungai Ciliwung Hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras dan variasi kemiringan lereng yang tinggi (3%-15%, 15%-45%, dan lebih dari 45%). Kondisi kemiringan sungai ini menyebabkan aliran air yang dari hulu sungai berkecepatan tinggi tetapi pada daerah yang landai kecepatan aliran air berkurang drastis. Bentuk DAS Ciliwung Hulu mulai dari bagian hulu sampai Katulampa mempunyai bentuk dendrik. Bentuk ini mencirikan bahwa antara kenaikan aliran dengan penurunan aliran ketika terjadi banjir mempunyai durasi seimbang. Dengan bentuk seperti ini peranan daerah hulu semakin penting, kontribusi aliran permukaan dari daerah ini cukup besar, jika kondisi fisik khususnya perubahan penggunaan lahan berubah maka akan mengakibtkan perubahan yang nyata terhadap karakteristik aliran sungai.
B.
Tanah dan Topografi
Berdasarkan peta tanah tinjau sekala 1:250.000 (LPT) terdapat beberapa jenis tanah yang dominan di DAS Ciliwung yaitu latosol, regosol, dan andosol dengan uraian sebagai berikut : 1.
Latosol Tanah ini berbahan induk batuan vulkanik yang bersifat intermedier yaitu
batuan dengan kadar Mg dan Fe cukup tinggi. Umumnya latosol bersolum dalam, Ph agak tinggi dan kepekaan terhadap erosi rendah 2.
Regosol Tanah mempunyai fraksi pasir sangat tinggi dengan tekstur sedang
sampai sangat kasar 3.
Andosol termasuk tanah yang kaya akan unsur hara dan bahan organik tetapi agak peka terhadap erosi (Munaf.1992)
Hasil survey dari Pusat Penelitiaan Tanah Dan Agroklimat(1992) dalam Sukarman (1997), daerah tangkapan Ciliwung Hulu (Katulampa) terdiri dari 31 satuan pengamatan tanah Jenis tanah yang ada pada daerah penelitian adalah (i) kompleks latosol merah kekuningan dan latosol coklat dengan luasan 1171.00 ha (9.12% dari total luasan DAS penelitian yang terbentuk dari deliniasi antara DEM ukuran 90 m X 90 m dan Batas DAS yang didapat dari BPDAS menggunakan MWSWAT), umumnya terdapat pada lereng datar agak curam, (ii) latosol coklat dengan luasan 669.38 ha (5.22%) umumnya terdapat pada lereng landai sampai sangat curam, (iii) asosiasi andosol coklat dan regosol coklat dengan luasan 1540.25 ha (12.00%) umumnya terdapat pada lereng landai sampai sangat curam, dan (iv) asosiasi latosol coklat kemerahan dan latosol coklat 9453.11 ha (73.66%) umumnya terdapat pada lereng datar hingga agak curam. Sebaran jenis tanah yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu seperti terlihat pada Gambar 7. Dari hasil overlay antara peta batas DAS dan peta DEM pada proses deliniasi, maka Sub DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah yang memiliki ketinggian ± 367 m sampai 2710 m diatas permukaan laut. Keadaan topografi pada daerah Sub DAS Ciliwung Hulu didominasi kelas lereng landai hingga agak curam. Dimana rincian kelas lerengnya adalah datar dan agak landai dengan slope kemiringan 0%-8% (17.76% dari luas Sub DAS hasil deliniasi), landai dengan slope 8%-15% (26.26% dari luas Sub DAS hasil deliniasi), agak curam dengan slope 15%-25% (23.39% dari luas Sub DAS hasil deliniasi), curam dengan slope 25%>45% (19.91% dari luas Sub DAS hasil deliniasi), dan sangat curam dengan slope >45% (12.68% dari luas Sub DAS hasil deliniasi).
C.
Penggunaan Lahan
Bedasarkan pengolahan dengan menggunakan SWAT di Sub DAS Ciliwung Hulu hasil deliniasi maka Sub DAS tersebut didominasi oleh hutan, pertanian lahan kering (tegalan), dan pemukiman. Berdasarkan pengamatan peta topografi terbagi menjadi enam jenis tutupan lahan yaitu hutan 5020,36 Ha (39.12% watershed) dan umumnya berada pada hulu DAS, semak belukar 88.52 ha (0.69% watershed),
perkebunan teh seluas 440.07 ha(3.43 % watershed), pertanian lahan kering atau tegalan 6449.32 (50.25% watershed) menyebar luas pada daerah DAS dan biasanya menempati sekitar pemukiman penduduk, pemukiman seluas 822.82 ha (6.41% watershed) umumnya mendominasi daerah hilir DAS dan rata-rata berada disekitar aliran sungai Ciliwung, dan lahan terbuka 12.65 ha (0.10 % watershed). Sebaran land use yang berada di Sub DAS Ciliwung Hulu seperti terlihat pada Gambar 8.
Gambar 7.Jenis Tanah Sub DAS Ciliwung Hulu (BPDAS Ciliwung-Cisadane, 2007) Dari hasil simulasi diketahui banyak areal pertanian yang berada pada kemiringan > 30%. berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan dan perencanaan tataguna lahan (Hardjowigeno, 2007), penggunaan lahan yang memilki tingkat kemiringan
cukup terjal (30%) tidak sesuai untuk komoditas pertanian hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan seperti terjadinya erosi, juga dapat mengganggu kondisi hidrologi secara umum seperti meningkatkan run off.
Gambar 8 . Peta Penggunaan Lahan Sub DAS Ciliwung Hulu 2008 (Arsip BPDAS Ciliwung-Citarum,2008)
D.
Iklim Wilayah Sub DAS Ciliwung Hulu mempunyai iklim tropis yang
dipengaruhi oleh angin muson dan mempunyai dua musim yaitu musim penghujan dan musim kemarau, musim penghujan pada DAS ini terjadi antara bulan November hingga bulan April, sedangkan musim kemarau berlangsung antara bulan Juni hingga Oktober (BPDAS Ciliwung-Cisadane,2007) Unsur iklim yang digunakan sebagai input dari software MW_SWAT yang mempengaruhi transformasi hujan menjadi debit dalam siklus hidrologi adalah curah hujan, temperatur, kelembaban udara, radiasi matahari, dan kecepatan angin. Curah hujan merupakan sumber air utama yang ada di alam, sedangkan parameter iklim lainnya digunakan untuk menilai nilai evapotranspirasi Unsur hujan menunjukan tingkat kebasahan suatu wilayah, bulan basah (curah hujan rata-rata bulanan >100mm) terjadi lebih atau sama dengan 9 bulan, bulan kering (curah hujan <60 mm) terjadi kurang atau sama dengan 3 bulan. Berdasarkan pada klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson yaitu pengklasifikasian yang hanya memperhatikan unsur iklim maka daerah Ciliwung Hulu termasuk dalam tipe iklim A (daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropika). Sedangkan klasifikasi iklim menurut Oldemen (1975) dalam Handoko (1995) peyebaran zona agroklimatnya adalah A1 yang merupakan zona sangat basah (sesuai untuk menanam padi secara terus menerus namun produksi kurang karena kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun). Data curah hujan bulanan selama 5 tahun periode 2004-2008 untuk stasiun atau pos Gunung Mas, Gadog, dan Pasir Muncang merupakan hasil pengukuran dari Badan PSDA dan untuk stasiun Citeko diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Pusat di Jakarta. Rata-rata curah hujan bulanan minimum dari ke-empat stasiun tersebut (curah hujan rata-rata terkecil yang turun pada lokasi penelitian dari
empat stasiun penakar) yaitu berkisar dari 27
mm/bulan-93 mm/bulan. Sedangkan curah hujan rata-rata bulanan maksimum (curah hujan rata-rata yang turun terbesar pada lokasi penelitian dari empat stasiun penakar hujan) yaitu curah hujannya antara 331 mm/bulan-650 mm/bulan. Berdasarkan Gambar 9, curah hujan yang jatuh bervariasi pada setiap stasiun di
setiap tahunnya. Semakin tinggi elevasi suatu daerah maka curah hujan semakin besar.
4500 4000
Curah Hujan (mm)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 2004
2005
2006
2007
2008 Tahun
Gambar 9. Curah Hujan (mm) DAS Ciliwung Hulu 2004-2008 (Arsip BMKGPSDA, 2009) Selain data curah hujan yang diperlukan sebagai data input di MW_SWAT juga diperlukan data iklim lainnya seperti temperatur, kelembaban udara, kecepatan angin dan radiasi surya. yang diperoleh dari Badan Meteorologi, Geofisika dan Klimatologi Pusat di Jakarta, untuk stasiun Citeko diperoleh suhu maksimum rata-rata sebesar 24.98 0C dan suhu minimum rata-rata sebesar 18.92 0
C. Radiasi surya rata-rata tahunan adalah 10.08 MJ/m2/hari, kecepatan angin
rata-rata tahunanan sebesar 1.19 m/detik, dan kelembaban udara rata-rata tahunan sebesar 82.64%.
E.
Evapotranspirasi Evapotranspirasi merupakan gabungan peristiwa evaporasi dan transpirasi,
kedua proses ini merupakan perubahan air menjadi uap air dari permukaan bumi ke atmosfer. Evaporasi merupakan penguapan yang terjadi pada sungai, danau, laut, waduk, dan permukaan tanah. Sedangkan transpirasi terjadi pada tanaman
melalui stomata. Evapotranspirasi dibedakan menjadi evapotranspirasi potensial yang merupakan laju evapotraspirasi dari tanaman rumput hijau dengan tinggi seragam antara 8 cm sampai 15 cm, tumbuh secara aktif, menutupi permukaan tanah secara bersamaan pada kondisi tidak kekurangan air dan dipengaruhi oleh iklim. Dan evapotranspirasi aktual yang merupakan evapotranspirasi yang terjadi sesungguhnya dengan kondisi air yang nyata dan dipengaruhi oleh jenis tanaman. Berdasarkan data iklim diatas, maka hasil simulasi menunjukan bahwa bahwa besarnya rata-rata bulanan maksimum evapotranspirasi potensial (PET) pada tahun 2008 adalah sebesar 96.67 mm dan terjadi pada bulan Desember sedangkan besarnya evapotranspirasi minimum terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 0.014. Besarnya evapotranspirasi aktual (ET) maksimum terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 59.91 mm dan minimum terjadi pada bulan Juni yaitu sebesar 0.01 mm. Secara lengkap dapat terlihat pada Gambar 10.
120 100
mm
80 60 40 20 0 Bulan
Gambar 10. Grafik Evapotranspirasi Aktual dan Potensial (mm) (Hasil Simulasi)
F.
Penggunan MapWindow Map Window merupakan software aplikasi berlabel free, merupakan salah
satu software untuk Sistem Informasi Geografis (SIG) atau Geographical Information System (GIS) yang berbasis open source.
MapWindow dapat
digunakan untuk mendistribusikan data ke bentuk lain dan untuk mendefinisikan sistem proyeksi. Jenis peta yang diperlukan oleh MWSWAT adalah peta penggunaan lahan dan peta tanah dalam bentuk Tagged Image File (TIF) yang telah digrid dan di reprojected terlebih dahulu (1)
Proses DEM (Watershed Delineation) Pada tahap ini merupakan pengolahan DEM dan Batas Sub DAS
Ciliwung Hulu untuk deliniasi DAS Ciliwung Hulu secara otomatis akan diperoleh perhitungan topografi secara lengkap, peta jaringan sungai, peta batas DAS, peta Sub DAS dan outlet yang pada tahap ini harus dipastikan bahwa unit elevasi harus dalam satuan meter. Hasil delinasi dengan menggunakan peta DEM yang berasal dari SRTM (US Geological Survey) dan peta batas DAS Ciliwung hulu yang berasal dari BPDAS dengan menggunakan ukuran dari watershed delineation adalah 2 km2
dan penambahan satu titik outlet yakni di
koordinat pengukuran debit Katulampa, maka terbentuk 37 Sub-DAS dengan total luasan 12833.73 ha. Dari hasil deliniasi adanya pengurangan luas Sub DAS Ciliwung Hulu yakni seluas 2275.44 ha hal ini disebabkan delinasi merupakan pembentukan DAS dari aliran terluar dan semua anak sungai akan mengalir pada outlet yang telah ditentukan yaitu outlet Katulampa. Sehingga anak sungai yang tidak terhubung atau masuk ke outlet katulampa tidak termasuk DAS penelitian, dan juga dipengaruhi oleh resolusi DEM yang digunakan.semakin kecil resulusi yang digunakan maka akan meningkatkan ketelitian. Hasil deliniasi saperti terlihat di Gambar 11. Pada penelitiaan ini digunakan data debit dari SPAS Katulampa, dari Gambar 11 terlihat bahwa Katulampa berada di Sub-DAS 37. Data debit yang digunakan berasal dari PSDA dan berupa debit harian dan rata-rata debit bulananan.
Katulampaa
Cisarua
Batas DAS Outleet Alirrain Sungai Batass Sub DAS Hasil Delinniasi
Gambaar 11. Hasil Deliniasi DAS D Ciliwu ung Hulu deengan Modeel MWSWA AT (2)
Pembentuukan HRU Untuk mendapatkan m n Hydrolog gical Responnse Units (HRUs) seebagai
unit analisis dillakukan tum mpang tindiih (overlay)) antara peta tanah dan n peta pengggunaan laahan. Jumlah HRU yang terbeentuk oleh model deengan mennggunakan
thresholdd
by
perrcentage
(dimana
untuk
lan nduse
mennggunakan threshold 20%, 2 untuk k jenis tanaah mengguunakan threeshold 10% %, dan kemiiringan lereeng menggu unakan threeshold 5%) maka terbentuk sebaanyak 254 HRU H dalam 37 sub-bassin seperti teerlihat padaa Gambar 12 2.
Katulampaa
Gadog
1,2,3…. Noomor Sub DA AS
Battas HRU Ouutlet
Tugu Utaraa T Tugu Selatan
Allirain Sungaai Battas Sub DA AS
Gambaar 12. Pembentukan HR RU HRU merrupakan uniit analisis hidrologi yanng mempunnyai karakteeristik tanaah dan pengggunaan lahaan yang speesifik, sehinngga dapat ddipisahkan antara a satu HRU dengan yang lainya. l Darii hasil HRU U yang dibbentuk dikeetahui bahw wa Katulam mpa berada di d subbasin 37 dan paada subbasinn 37 terben ntuk 7 HRU U. Terbentuuknya HRU U berdasarkaan perbedaaan landuse, jenis tanah h, dan kem miringan (sloope). HRU yang terbeentuk oleh model untuuk Sub-DA AS 37 padaa Sub DAS Ciliwung Hulu H dapat dilihat d pada Tabel 2. Pada Subb basin 37 di ketahui bahwa subb basin beraada pada daerah d yangg memilikii tingkat kemiringan n datar-agaak curam
yakni deengan
kem miringan maaksimal 255%. Presen ntasi maksim mal HRU yang terbentuk beraada pada HR RU 253 deengan presen ntasi 29.37% dari luassan sub-DA AS 37 yaknni pada keemiringan 8%-15%, jenis tanaah Asosiasii latosol coklat c kem merahan dan latosol cokklat dengan landuse yanng berada ddi daerah terrsebut beruupa pertaniaan lahan keering (CRD DY). Sedanggkan presenntase HRU yang terenndah dengaan presentaase 2.84% berada di HRU 248
dengan daerah d
pertaniaan lahan kering, kemiringan 15%-25%, dan jenis tanah kompleks latosol merah kekuningan dan latosol coklat. Tabel 2 HRU yang terbentuk di Sub_DAS 37
Subbasin 37 Landuse Soil Slope
CRDY KLMKLCK ALCK 0-3 3-8 8-15 15-25
HRU 248
CRDY/KLMKLCK/1525 249 CRDY/KLMKLCK/815 250 CRDY/KLMKLCK/3-8 251 CRDY/KLMKLCK/0-3 252 CRDY/ALCK/15-25 253 CRDY/ALCK/8-15 254 CRDY/ALCK/3-8 Sumber : (Hasil Simulasi)
Area [ha]
%Watershed
%Subbasi n
513.42
4
513.42 180.16 333.25 15.62 146.21 229.93 121.66
4 1.4 2.6 0.12 1.14 1.79 0.95
100 35.09 64.91 3.04 28.48 44.78 23.7
14.58
0.11
2.84
79.15
0.62
15.42
70.82 15.62 107.08 150.78 75.39
0.55 0.12 0.83 1.17 0.59
13.79 3.04 20.86 29.37 14.68
(3) SWAT Setup and Run Pada tahap ini dilakukan penggabungan antara data tanah, land use, kemiringan, dan iklim untuk menentukan periode waktu simulasi, pada tahap ini juga ditentukan jenis sungai, metode penghitungan evaporasi potensial dengan metode Priesteley-Taylor yang direkomindasikan untuk daerah beriklim basah seperti Indonesia. Waktu simulasi dilakukan dari tanggal 1 Desember 2008 sampai tanggal 31 Desember 2008. Pemilihan waktu simulasi ini berdasarkan peta land use yang digunakan yaitu tahun 2008. Hal
ini berrtujuan untuuk mengetaahui jumlahh debit simuulasi yang dapat dihasillkan dari koondisi tanah h, landuse , dan kemirinngan yang ada. a Untuk mem mperoleh output o yangg diinginkaan. stasiun iklim masing (stnlistt.txt) yang terdiri dari file hariann .pcp untukk masing-m stasiunn dan file .tmp dari stasiun Citeko. Penggunaan filee tmp hanya dari stasiunn Citeko diikarenakan dari pos huujan yang berada b C kuran di Suub DAS Ciliwung Hulu tidakk melakukkan penguk temperratur. Data iklim lainn nya berupa data radiassi surya dan n data kecepaatan anginn yang jug ga dibutuhhkan dalam m SWAT akan dibanggkitkan denngan mengg gunakan filee weather ggenerator (.w wgn). dengann mencetakk hasil simullasi periodee bulanan. D Dari hasil Ru uning ada 4 buah stasiuun yang terb baca yaitu pos p Citeko, pos Gadog g, pos Gununng Mas, daan Pasir Mu uncang yanng tersebar tidak meraata di Ciliwuung Hulu. Sebaran S poss hujan atauu pos penguukuran data iklim sepertii terlihat pada Gambar 13.
Gadogg
1,2,3…. Nomor N Sub DAS D
Pasir Munccang
Baatas HRU
Citeko
Ouutlet Gunung Mas M
Alliran Sungaii B Batas Sub DAS D Poss Hujan
Gambar 13. 1 Batas Su ub DAS
G.
Kalibrasi dan Validasi Untuk tujuan kalibrasi dan validasi, setiap tipe penggunaan lahan didaerah
penelitian disesuaikan dengan tipe tanaman maupun urban dan jenis tanah yang ada dalam SWAT data base (landcover/plant grow database). Untuk hutan menggunakan kode FRSE yang merupakan kode untuk jenis hutan sepanjang tahun,pertanian lahan kering menggunakan kode CRDY, lahan terbuka menggunakan kode GRAS, semak belukar menggunakan kode SHRB (Shrub Land), perkebunan teh menggunakan kode LBLS untuk tanaman Little Bluestum (Schizachyrum Scoparium (Michauk) Nash), rawa menggunakan kode WATR yang merupakan kode untuk air, pemukiman menggunakan kode URMD yang merupakan jenis pemukiman dengan tingkat kependudukan sedang-padat. Kalibrasi model dilakukan terhadap debit air bulanan yang keluar dari outlet (SPAS) Katulampa. Dengan cara membandingkan debit bulanan hasil observasi lapangan pada SPAS Katulampa yang diperoleh dari PSDA Ciliwung Cisadane dengan debit bulanan hasil simulasi (Hasil keluaran model SWAT pada file RCH yaitu FLOW_OUT). Kalibrasi dan validasi dilakukan terhadap total hasil air, aliran permukaan, aliran dasar, dan aliran lateral pada periode tahun 2008 sesuai dengan peta landuse yang digunakan yakni tahun 2008. Gambar 14 menunjukan debit bulanan hasil observasi pada SPAS Katulampa dan debit bulanan hasil prediksi model SWAT yang terdapat pada outlet di Sub-DAS 37. Nilai rata-rata debit bulanan hasil observasi dan hasil simulasi adalah 13.73 m3/detik dan 10,15 m3.detik. Adanya selisih antara debit hasil simulasi dan prediksi dikarenakan ada empat buah pos hujan yang dibaca oleh MW-SWAT yang tersebar tidak merata yaitu semua pos hujan tersebut disekitar aliran sungai yang disebelah selatan sedangkan untuk wilayah utara tidak ada pos pengukur hujan, sehingga sebaran rata-rata hujan untuk daerah Sub DAS Ciliwung Hulu berkurang yang menyebabkan debit aliran sungai di SPAS Katulampa hasil simulasi juga berkurang. Selain itu juga masih menggunakan karkteristik penggunaan lahan global. Hubungan antara debit hasil simulasi dengan debit hasil observasi seperti terlihat pada Gambar 14.
30 25
m3/s
20 15 10
Simulasi
5
observed‐
0
Bulan
Gambar 14. Debit Hasil Simulasi (m3/s) dengan Debit Real (m3/s) Uji validasi model terhadap hasil air bulanan (debit) mempunyai nilai efisiensi Nash Sutclife (ENs) sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85, dan nilai standar deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. Dari hasil simulasi menunjukan bahwa SWAT sangat baik untuk memprediksi hasil air bulanan walaupun indeks tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan yang dikemukan oleh oleh Fohrer dan Frede (2002) dalam Junaedi (2009) yaitu senilai 0.66. Besarnya nilai koefisien korelasi antara data debit hasil simulasi dan observasi dapat terlihat pada
Gambar 15. Dengan nilai seperti itu maka
menunjukan hasil simulasi tergolong memuaskan. Hal ini sesuai dengan Van Liew and Garbrech (2003) dalam Junaedi (2009) yang menggolongkan hasil simulasi kedalam tiga kriteria yaitu hasil simulasi dikatakan baik jika nilai Nash Sutclife≥0.75, memuaskan jika nilai
0.75
0.36, dan
dinyatakan kurang memuaskan jika nilai Nash Sutclife<0.36. Nilai koefisien kerelasi R2 senilai 0.85 menunjukan debit dan volume aliran model dapat menerangkan debit dan volume aliran lapangan serta terdapat hubungan yang cukup kuat antara debit model dengan debit pengukuran dilapangan, maka hasil model cukup baik untuk menduga debit aliran rata-rata sebagaimana terlihat pada Gambar 15.
Debit Observasi (m3/s)
30 y = 1.265x R² = 0.849
25 20 15 10 5 0 0
5
10
15
20
25
Debit Simulasi (m3/s)
Gambar 15. Debit Hasil Simulasi (m3/s) dan Debit Observasi (m3/s) Lampiran 4 menunjukan karakteristik hidrologi DAS Ciliwung Hulu berdasarkan hasil simulasi. Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah air rata-rata bulanan yang dapat disimpan oleh DAS Ciliwung Hulu sebesar 161.17 mm. total hujan rata-rata bulanan yang jatuh di DAS Ciliwung Hulu sebesar 3145.43 mm, aliran permukaan (surface flow) 1290.32 mm, aliran lateral sebesar 44.91 mm, aliran bawah permukaan 1162.45 mm, dan air yang masuk berupa perkolasi sebesar 1442.60 mm, dan total air yang dihasilkan sebesar 2496.61 mm. Dari hasil simulasi diketahui bahwa nilai debit aliran permukaan jauh lebih besar dibandinhgkan aliran bawah permukaan. Besarnya aliran permukaan disebabkan berkurangnya kemampuan DAS meretensi air. ini mengidentifikasikan bahwa telah terjadi ketidak seimbangan atau kerusakan di DAS Ciliwung Hulu yaitu kemampuan tanah atau dengan kondisi penggunaan lahan yang ada seperti tahun 2008 menyebabkan kemampuaan daya serap air semakin kecil yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan akibat adanya banjir, maupun erosi. Ini akan mengakibatkan debit pada musim hujan besar dan debit pada musim kemarau rendah. Besarnya air yang dapat disimpan tergantung pada jenis tanah, penggunaan lahan, dan tata guna lahan. Ini terlihat dari jumlah air yang dihasilkan pada sub-basin 1 hampir sama dengan sub basin 37, padahal luas area sub basin 1 jauh lebih kecil dibandingkan sub-basin 37, luas wilayah sub basin 1 seluas
343.42 ha, sedangkn sub basin 37 sebesar 513.42 ha. Hal ini disebabkan jenis tutupan lahan yang berada di sub-basin 1 terdiri dari hutan, perkebunan teh, dan pertanian lahan kering atau tegalan sedangkan di subbasin 37 penggunaan lahannya terdiri dari pemukiman dan pertanian lahan kering.. Besarnya air yang dihasilkan (WYIELD) maksimum pada sub-basin 1 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 391.94 mm, sedangkan minimum terjadi pada bulan Agustus. Sedangkan WYIELD maksimum yang dihasilkan di sub-basin 37 terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 426.35 mm dan WYIELD minimum terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 62.62 mm. Pada Gambar 16 terlihat bahwa pada musim kemarau subbasin 1 WYIELDnya lebih besar dibandingkan subbbasin 37. Hal ini menunjukan kemampuan hutan dalam menahan air atau menyimpan air jauh lebih
WYIELD (mm)
besar dibandingkan tegalan maupun permukiman. 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Basin 37 (mm) Basin 1 (mm)
Bulan
Gambar 6. WYIELD (mm) pada Sub-basin 37 dan 1 (Hasil Simulasi)
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisi terhadap hasil simulasi dan pengukuran dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu ; 1. Aplikasi MW-SWAT menghasilkan debit maksimum hasil simulasi sebesar 19.73 m3/s dan debit maksimum observasi sebesar 23.82 m3/s. Sedangkan debit minimum simulasi sebesar 3.04 m3/s, dan debit minimum observasi sebesar 8.43 m3/s. 2. Dari hasil kalibrasi dan uji validasi model terhadap hasil air bulanan atau debit aliran sungai mempunyai nilai efesiensi Nash Sutclife (ENs) sebesar 0.46 dan kefisien korelasi (R2) sebesar 0.85, dan nilai standar deviasi (α) antara debit ukur dan simulasi sebesar 3.57. Sehingga MWSWAT dapat digunakan untuk memprediksi debit aliran sungai. Dan penelitian ini dapat dinyatakan sangat memuaskan.
B.
Saran Pada model SWAT ini diperlukan beberapa parameter yang berkaitan
dengan karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik tanah secara detail, namun karena keterbatasan data yang dibutuhkan masih menggunakan karaktertik penggunaan lahan data global padahal kondisi lapangan berbeda untuk daerah tropis dan subtropis sehingga perlu dilakukan kalibrasi agar mendekati kondisi sebenarnya, selain itu juga
perlu adanya penelitiaan dari badan atau instasi
terkait tentang karakteristik penggunaan lahan dan karakteristik tanah, dan perlu adanya inventarisasi dari penelitian sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA Arsyad S. 2000. Konservasi Tanah dan Air. IPB. Bogor : IPB Press Asdak, C. 2004 Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Atmosentono, Hardjono. 1968. Tanah Sekitar Bogor. Bogor. Lembaga Penelitiaan Tanah Bogor. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citaraum-Ciliwung. 2007. Penyusunan Rencana Detail Penanganan Banjir di Wilayah Jabodetabekjur. Dirjen RLPS. Departemen Kehutanan. ( Tidak dipublikasikan). Chow Vt, Maidment DR, Mays LW, 1988. Applied Hydrology. McGraw-Hill International Edition. Civil Engineering Series. 572 p. Ersin, S. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya. Hardjowigeno, Sarwono, Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencaanaan Tataguna Lahan, Yogyakarta : Gadjah Mada Univertsity Pres Junaedi, Edi. 2009. Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT, Tesis. Sekolah Pasca Sarja. IPB. Bogor. Linsley, Ray K., dan Franzini, Joseph B. 1989. Teknik Sumber Daya Air Edisi Ketiga Jilid Satu. Jakarta : Erlangga. Marwan, Djaenudin, dkk. 2000. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Bogor : Pusat Penelitiaan Tanah dan Agroklimat Morgan, Carle W, dan Moore, Walter L.1969. Effect Of Watershed Change on Stream Flow. London. University of Texas Press. Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, William JR. 2004. Soil And Water Assessment Tool Input/Output File Dokumentation Version 2005. Agricultural Research Service. Texas Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2006. Sidik Cepat Degradasi Sub-DAS. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Departemen Kehutanan
Partowijoto, Achmadi. 1999. Himpunan Makalah Seminar Teknik Tanah dan Air 1998-2000 : Masalah Tata-Air di Wilayah Jabotabek, Tantangan dalam Memasuki Abad Ke-21. Kongres dan Seminar KNI-ICID dan Forum Air Indonesia, November 2000. Pusat Litbang Sumber Daya Air. 2006. Status Mutu Air Sungai di Indonesia. http://pustaka.pu.go.id/files/pdf/KT-KT-09456-425200720207627200720246.pdf. Sigit, Widiasmoro. 2005. Prosiding Expose Hasil Litbang Pengelolaan DAS dalam Perspektif Otonomi Daerah. Balai Litbang Teknologi Pengelolaan DAS Wilayah Indonesia Bagiaan Barat. Surakarta Sinukaban, Naik. 2007. Konservasi Tanah dan Air. Jakarta : Direktorat Jenderal RLPS. Sosrodarsono, Suryono. 2006. Hidrologi Untuk Pengairan. Pradnya Paramita. Jakarta. Sukarman. 1997. Statistik Sumber Daya Lahan/Tanah di Indonesia. Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Bogor Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Yogyakarta : Andi Suryani. 2005. Optimasi Perencanaan Penggunaan Lahan Dengan Bantuan Sistem Informasi Geografi dan Soil And Water Assessment Tool. Tesis. Sekolah Pasca Sarja. IPB. Bogor. WASWC. 2009. Soil and Water Asessment Tool (SWAT) Global Application. Thailand : Funny Publishing. Ward, Roy, dan Robinson, Mark.1989. Princples Of Hydrology, McGraw-Hill Book Company. Inggris Widarmana, Sudan, dkk. 1985. Pengaruh Pengurangan Kerapatan Tegakan Hutan Terhadap Debit dan Kualitas Air. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS KRITERIA
INDIKATOR
PARAMETER
STANDAR
KETERANGAN
EVALUASI A. Penggunaan Lahan
1. Penutupan oleh vegetasi
100%
2. Kesesuaian Penggunaan Lahan (KPL) 3. Erosi, Indek Erosi (IE) B. Tata Air
100%
Erosi yang ditoleransi
100%
1. Debit air sungai
100%
100%
3. Kandungan Sedimen
IPL = indeks penutupan lahan LVP = luas lahan bervegetasi permanen Informasi dari peta penutupan lahan atau landuse
KPL > 75% baik KPL = 40 – 75% sedang KPL < 40% jelek
LPS = luas penggunaan lahan yang sesuai Rujukan kesesuaian penggunaan lahan adalah RTRW/K dan atau pola RLKT Perhitungan erosi merujuk pedoman RTL-RLKT 1998
IE < 1 baik IE > 1 jelek KRS < 50 baik KRS = 50-120 sedang KRS > 120 buruk
2. Debit banjir
IPL > 75% baik IPL = 30 – 75% sedang IPL < 30% jelek
CV < 10% baik CV > 10% jelek Nilai IPA semakin kecil semakin baik IPA > 0,2 jelek IPA < 0,2 baik
. .
Kadar lumpur dalam air
Data SPAS PU/BRLKT/HPH KRS = koefisien regime aliran Q = debit sungai CV = coefisien varian Sd = standar deviasi Data SPAS IPA = Indeks Penggunaan Air Q = debit banjir C= Koef. Run Off I = intensitas hujan A = Area DAS
Semakin menurun semakin baik menurut mutu peruntukan
Data SPAS
49
Lampiran 1 Lanjutan. Kriteria dan Indikator Untuk Mengukur Kinerja DAS KRITERIA
INDIKATOR 4. Kandungan Pencemar (polutan)
PARAMETER Kadar biofisik kimia
5. Nisbah hantar sedimen (SDR)
6. Neraca air
C. Sosial
Tekanan Penduduk
100%
–
STANDAR EVALUASI
KETERANGAN
Menurut standar yang berlaku
Standar baku yang berlaku, misal PP 20/1990
SDR < 50% normal SDR 50 -75% tdk normal SDR > 75% rusak
Data SPAS dan perhitungan/ pengukuran erosi
∆
Indek Tekanan penduduk (TP)
terhadap Lahan
P = curah hujan; Et= evapotranspirasi; ∆St= perubahan timbunan air di dalam DAS; Gw= aliran masuk (+) atau aliran keluar (-) TP < 1 ringan TP = 1 -2 sedang TP > 2 berat
t = waktu dlm 5 tahun z = luas lahan pertanian minimal utk hidup layak/petani f = proporsi petani terhadap populasi penduduk DAS Po = jml penduduk tahun 0 L = luas lahan pertanian r = Pertumbuhan penduduk/thn Dihitung KK/thn Data dari instansi terkait atau petani sample
D. Ekonomi
Ketergantungan penduduk terhadap lahan
Kontribusi pertanian terhadap total pendapatan keluarga
> 75% tinggi 50-75% sedang < 50% rendah
Data dari instansi terkait atau petani sample
2. Tingkat Pendapatan
Pendapatan keluarga/tahun
Garis kemiskinan BPS
Data dari instansi terkait atau petani sample
3. Produktivitas lahan
Data BPS atau petani sample Produksi/ha/thn
Sumber : 1. Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 2004. 2. Ersyn Seyhan, Dasar-Dasar Hidrologi, 1990.
Menurun, tetap,meningkat
50
Lampiran 2. Data WGN Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Juni
Juli
Agu
Sept
Okt
Nov
Des
Temperatur Maksimum (oC)
23.99
23.85 24.15 24.84 25.45 25.24 25.15 25.19 25.88
26.14 25.34 24.37
Temperatur Minimum (oC)
19.04
18.97 19.42 19.62 19.42 18.71
18.78
18.2 18.07 18.29
19.2 19.31
TMPSTMTDMX
2.32
1.83
1.65
1.34
1.57
1.33
1.2
1.42
1.34
1.85
1.75
1.8
TMPSTMTDMN
0.77
0.98
0.68
0.83
0.86
0.86
0.97
1.02
1
0.8
0.95
0.7
Curah Hujan (mm) PCPSTD
525.38 563.33 362.6 270.2 142.4 132.3 45.05 21.71
35.51 17.77 16.57
96.9 114.4 169.48 284.3 438.5
12
8.39
5.4
10.4
9.3
10.93 12.93 17.45
PCPSKEW
2.74
3.92
2.19
2.25
4.44
3.05
7.11
5.65
3.24
3.48
2.13
2.49
PR-W1
0.34
0.83
0.57
0.81
0.4
0.28
0.12
0.12
0.18
0.57
0.42
0.75
PR-W2
0.58
0.25
0.29
0.42
0.54
0.71
0.79
0.82
0.79
0.51
0.5
0.19
19
21.67
28
26
19
16
8
9.67
13
21.33
134
245
100
80
90
51
50
86
51
65
11.37
9.96
11.5 10.89
9.78
8.34
5.69
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1.47
1.32
1.32
1.23
1.18
1.07
1.09
1.08
1.19
1.13
1.08
1.05
PCPD PCP MAK Radiasi Surya (MJ/m Dew Point Kecepatan Angin
6.51 11.01
23 31.67 57
107
11.33 11.66 12.91
Lampiran 3. Karakteristik Tanah SNAM
NLAYERS
HYDGRP
SOL_ZMX
TEXTURE
SOL_Z1
SOL_B 1
SOL_AWC1
SOL_K1
SANDY_CL AY_LOAM LOAM
200
1.1
0.08
2
SOL_CBN 1 1.17
220
1.15
0.14
2.6
CLAY1
SILT1
SAND1
ROCK1
72
18
10
8
USLE_K 1 0.26
3.58
72
18
10
3.5
0.26
2.1
2.74
60
30
10
15
0.27
2.7
3.39
56
37
7
21
0.26
LC
5
C
1600
KLMKL CK
4
C
1750
ALCK
4
C
1550
CLAY_LOA M
150
1.13
0.1
C
1200
LOAM
200
1.1
0.15
TEXTURE
SOL_Z2
SOL_B 2
SANDY_CL AY_LOAM LOAM
400
1.14
0.09
2.2
1.63
43
40
17
35
0.26
500
1.29
0.12
2.8
0.5
54
29
17
6
0.28
650
1.1
0.09
2.5
1.33
63
27
10
10
0.27
600
1.15
0.13
3.3
0.74
67
28
5
25
0.28
AAC 4
SNAM
NLAYERS
HYDGRP
SOL_ZMX
LC
5
C
1600
KLMKL CK
4
C
1750
ALCK
4
C
1550
CLAY_LOA M
C
1200
LOAM
AAC 4
SOL_AWC2
SOL_K1
SOL_CBN 1
CLAY2
SILT2
SAND2
ROCK2
Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT”
52
Keterangan : ALCK = Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat LC = Latosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat BD = Bulk Density, AWC = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah), K = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), CBN = Karbon Organik (%),USLE_K = Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm), SOL_ZMX = Kedalaman efektif (mm)
USLE_K 2
Lampiran 3 Lanjutan. Karakteristik Tanah
SNAM
NLAYERS
HYDGRP
SOL_ZMX
TEXTURE
SOL_Z3
SOL_B 3
SANDY_CL AY_LOAM LOAM
920
1.1
0.12
2.3
1.97
74
22
4
5
0.24
500
1.29
0.12
2.8
0.5
54
29
17
6
0.28
950
1.1
0.12
2.8
1.03
58
24
18
10
0.27
1200
1.17
0.15
2.5
0.24
52
39
9
10
0.28
TEXTURE
SOL_Z4
SOL_B 4
1340
1.1
0.11
2.2
1.71
80
15
5
5
0.24
1.32
0.12
2.5
0.28
76
18
6
5
0.26
1550
1.1
0.11
2.7
0.53
76
18
6
5
0.27
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
LC
5
C
1600
KLMKL CK
4
C
1750
ALCK
4
C
1550
CLAY_LOA M
C
1200
LOAM
AAC 4 SNAM
NLAYERS
HYDGRP
SOL_ZMX
LC
5
C
1600
SANDY_CL AY_LOAM
KLMKL CK
4
C
1750
LOAM
ALCK
4
C
1550
C
1200
CLAY_LOA M LOAM
1750
AAC 4
SOL_AWC3
SOL_K3
SOL_AWC4
SOL_CBN 3
SOL_K4
SOL_CBN 4
CLAY3
SILT3
CLAY4
SAND3
SILT4
SAND4
ROCK3
ROCK4
Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT”
53
Keterangan : ALCK = Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat LC = Latosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat BD = Bulk Density, AWC = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah), K = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), CBN = Karbon Organik (%),USLE_K = Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm), SOL_ZMX = Kedalaman efektif (mm)
USLE_K 2
USLE_K 4
Lampiran 3 Lanjutan. Karakteristik Tanah SNAM
NLAYERS
HYDGRP
SOL_ZMX
TEXTURE
LC
5
C
1600
SANDY_CL AY_LOAM
KLMKL CK ALCK
4
C
1750
LOAM
4
C
1550
CLAY_LOA M
AAC
C 4
0
SOL_Z5
SOL_B 5
1600
1.1
0.1
2.3
0.45
86
11
3
3
0.24
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
SOL_AWC5
SOL_K5
SOL_CBN 5
CLAY5
SILT5
SAND5
Sumber Edy Junaidi ” Kajian Berbagai Alternatif Perencanaan Pengelolaan DAS Cisadane Menggunakan Model SWAT” Keterangan : ALCK LC BD AWC ,K CBN USLE_K
= Asosiasi Latosol Coklat Kemerahan = Latosol Coklat = Bulk Density, (g/cm3) = Kapasitas Menahan Air (mm H2O/mm tanah) = Saturated Hydraulic Conductivity (mm/jam), = Karbon Organik (%) = Nilai Erodibilitas Tanah menurut USLE (cm-ton cm)
AAC = Asosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat KLMKLCK = Kompleks Latosol Merah Kekuningan Latosol Coklat SOL_ZMX = Kedalaman Efektif (mm) SNAM = Nama Tanah HYDGRP = Hidrologi Tanah
ROCK5
USLE_K 5
Lampiran 4. Hasil Simulasi Model SWAT untuk parameter Hidrologi DAS Ciliwung Hulu Sumber Hasil Simulasi Model Dimana : Bulan
SURQ = Surface Flow
Hujan (mm)
Water Yield (mm)
Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agus Sept Okto Nove Dese Rata2
335.46 172.02 431.02 248.41 542 411.99 412.28 386.42 136.26 196.33 66 128.23 3 81.03 90.44 63.45 180 118.4 263.96 172.83 393.32 277.54 291.7 239.96 262.12 208.05 LATQ = Lateral Flow GWG = Base Flow SW = Simpanan air tanah
mm 149.77 175.3 260.44 218.07 35.51 10.5 0 13.68 64.81 99.06 165.14 98.03 107.53
SURQ % % water hujan yield 45 41 48 53 26 16 0 15 36 38 42 34 41
87 71 63 56 18 8 0 22 55 57 0 41 52
mm 0.82 2.38 4.29 4.89 5.12 4.42 3.72 3.16 3.09 3.5 4.51 5.01 3.74
LATQ % % water hujan yield 0 1 1 1 4 7 124 3 2 1 1 2 1
mm 0 1 1 1 3 3 5 5 3 2 2 2 2
21.54 70.87 147.34 163.62 155.74 113.34 77.31 46.65 50.59 70.34 108.07 137.03 96.87
GWQ % Hujan 6 16 27 40 114 172 2577 52 28 27 27 47 37
% water yield 13 29 36 42 79 88 95 74 43 41 39 57 47
perkolasi mm % Hujan
SW mm
114.93 234.2 205.14 156.27 90.58 53.75 3.24 58.61 92.84 112.86 193.75 126.43 120.22
190.43 162.67 167.03 165.86 165.37 164.92 164.28 175.55 169.78 175.46 161.96 161.17 161.71
34 54 38 38 66 81 108 65 52 43 49 43 56