ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU
ARDITA OKTAVIANA A14070089
DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
RINGKASAN
ARDITA OKTAVIANA. Analisis Karakteristik Hujan dan Penggunaan Lahan terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu. Dibimbing oleh KUKUH MURTILAKSONO dan YAYAT HIDAYAT.
Penelitian ini bertujuan untuk mengananalisis karakteristik curah hujan (CH harian, bulanan, dan tahunan), menganalisis erosivitas hujan (EI30), dan untuk mengkaji pengaruh curah hujan dan penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu. Karakteristik hujan wilayah diperoleh dengan menggunakan metode poligon Thiessen. Data curah hujan harian yang digunakan selama periode (1985 – 2010). Erosivitas hujan wilayah diperoleh melalui pengolahan data pias hujan harian (2007 – 2010) dari stasiun Citeko. Untuk mengetahui hubungan antara penggunaan lahan dan curah hujan terhadap perubahan debit aliran sungai digunakan analisis regresi berganda. Kriteria hujan di kawasan DAS Ciliwung hulu memiliki periode curah hujan 100 – 200 mm (bulan lembab) sebanyak tiga bulan yaitu dari bulan Juni – Agustus. Periode curah hujan 200 mm (bulan basah) sebanyak sembilan bulan yaitu bulan September – Mei. Curah hujan harian tertinggi terjadi pada bulan Mei dan Oktober, yaitu sebesar 28 mm/hari dan 30 mm/hari, sedangkan curah hujan harian terendah terjadi pada bulan Juli, yaitu sebesar 22 mm/hari. Curah hujan di wilayah DAS Ciliwung hulu bersifat normal (N) dengan rata – rata presentase sebesar 36 %. Erosivitas hujan harian tertinggi terjadi pada tanggal 19 April 2009 sebesar 737,977 ton.m/ha cm/jam, sedangkan erosivitas hujan harian terendah terjadi pada tanggal 18 Mei 2007 sebesar 0,003 ton.m/ha cm/jam. Bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei merupakan bulan dengan banyak kejadian hujan menghasilkan erosivitas hujan tinggi. Hujan dengan intensitas tinggi tidak selalu menghasilkan erosivitas hujan tinggi. Model persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda antara peubah penggunaan lahan dan peubah curah hujan terhadap perubahan debit aliran sungai adalah: Y = – 996,63+0,94 X1–0,21 X2+0,41 X3+0,92 X4–0,17 X5+0,15 X6 dimana X1 = curah hujan tahunan (mm), X2 = hutan lebat (ha), X3 = kebun campuran (ha), X4 = pemukiman (ha), X5 = sawah (ha), dan X6 = tegalan atau lading (ha). Berdasarkan persamaan di atas dapat diartikan bahwa, semakin besar volume curah hujan dan semakin berkurang luasan hutan lebat, maka debit aliran sungai akan semakin besar. Semakin bertambah luas pemukiman dan kebun campuran, maka debit aliran yang dihasilkan juga akan semakin besar. Meningkatnya debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu tiap tahunnya dikarenakan curah hujan tahunan yang meningkat selama periode (1985 – 2010) dan meningkatnya konversi hutan lebat menjadi lahan pemukiman (terbangun) dan lahan pertanian.
SUMMARY
ARDITA OKTAVIANA. The Analysis of rainfall characteristic and landuse againts the water level of the upstream Ciliwung watershed. Supervised by KUKUH MURTILAKSONO and YAYAT HIDAYAT.
This research was aimed to 1) analyze rainfall characteristics (daily, monthly, and yearly), 2) analyze rainfall erosivity (EI30), and 3) assess the influence of rainfall and landuse againts the water level of the upstream Ciliwung watershed. The characteristics of the local rainfall were obtained by the use of Thiessen’s polygon method. The applied data about daily rainfall covered the period of 1985 – 2010. The local rainfall erosivity was obtained through the data analysis of daily rainfall pias (2007 – 2010) at Citeko station. Multiple regression analysis was used to determine the corelation between landuse and rainfall to changes of the water level of upstream Ciliwung watershed. The criteria of rainfall in the upstream Ciliwung watershed area had 100 – 200 mm (rather wet) within three months, the period ranged from June to August. Rainfall at ≥ 200 mm (wet months), occured within the period of September to May. The highest daily rainfall occurred in May and October, about 28 mm and 30 mm per one day respectively, while the lowest from about 22 mm per one day occurred in July. Rainfall at the Ciliwung watershed area was normal (N) with average percentage of 36 %. The highest erosivity of daily rainfall occurred on April 19th, 2009 which had the figure of 737.977 ton.m / ha cm / hour, while the lowest occured on May 18, 2007 figuring about 0.003 ton.m / ha cm / hour. In the months of October, November, December, January, February, March, April, and May often occured rainfall which resulted high erosivity of rainfall. Rainfall with high intensity did not always result high erosivity of rainfall. Equation model resulted from multiple regression analysis within the changes of land use and rainfall againts the changes of water level of the upstream Ciliwung watershed: Y = – 996,63+0,94 X1–0,21 X2+0,41 X3+0,92 X4–0,17 X5+0,15 X6 where in X1 = annual rainfall (mm), X2 = dense forest (ha), X3 = mixed farms (ha), X4 = settlement (ha), X5 = rice field (ha), and X6 = agricultural dry land (ha). Based on the equation, it can be interpreted that the greater the rainfall volume was and the less density of forest area, the water level of river became higher. The more settlement and mixed farm areas increasing, greater of water level flow it produced. The increase of water level of the upstream Ciliwung watershed every year was caused by the increase of rainfall yearly within the whole period of 1985 – 2010, and the increase of the dense forest conversion settlement and agricultural land. Keywords: rainfall, erosivity, landuse, discharge, flow, upstream Ciliwung watershed
ANALISIS KARAKTERISTIK HUJAN DAN PENGGUNAAN LAHAN TERHADAP DEBIT ALIRAN SUNGAI DAS CILIWUNG HULU
ARDITA OKTAVIANA A14070089
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
Judul Skripsi
: Analisis Karakteristik Hujan dan Penggunaan Lahan terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu
Nama Mahasiswa
: Ardita Oktaviana
Nomor Pokok
: A14070089
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S NIP. 19600808 198903 1 003
Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si NIP. 19650103 199212 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan
Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Ardita Oktaviana, dilahirkan di Kota Jakarta pada tanggal 28 Oktober 1989. Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Hasan Basri Harahap dan Ibu Siti Arlina Siregar. Penulis adalah anak terakhir dari dua bersaudara dengan kakak bernama Ilham Normansyah. Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri Harapan Baru III Bekasi pada tahun 1995 dan menyelesaikan pendidikan pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) diselesaikan pada tahun 2004 di SLTP Negeri 21 Bekasi. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Bekasi dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui Program SPMB di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan universitas, penulis terlibat dalam berbagai kegiatan kepanitiaan agenda kampus dan aktif di beberapa organisasi, seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Pertanian (DPM A) IPB sebagai anggota Komisi Pengawas BEM A pada tahun 2009 – 2010 dan sebagai Ketua Komisi Pengawas BEM A pada periode 2010 – 2011. Selain aktif di lembaga kemahasiswaan, penulis juga aktif dalam kepengurusan Forum Komunikasi Rohis Departemen A (FKRD A) sebagai anggota Divisi Komunikasi dan Informasi. Selama menempuh studi, penulis mendapatkan beasiswa Program Peningkatan Akademik pada tahun 2008 – 2010 dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa pada tahun 2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, Rabb semesta alam atas segala limpahan nikmat dan karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini dibuat sebagai syarat tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul “Analisis Karakteristik Hujan serta Pengaruh Hujan dan Perubahan Penggunaan Lahan terhadap Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung hulu”. Penelitian ini menganalisis karateristik hujan yang terjadi di kawasan DAS Ciliwung hulu, seperti curah hujan bulanan, curah hujan harian, curah hujan tahunan, variasi hujan, dan sifat hujan. Penelitian ini juga menganalisis nilai erosivitas hujan yang dihasilkan dari kejadian hujan DAS Ciliwung hulu serta hubungannya dengan intensitas hujan. Selain karakteristik hujan, penelitian ini juga menganalisis hubungan antara curah hujan dan perubahan penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu selama periode 1985 – 2010. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan untuk seluruh keluarga, sahabat, dan semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak – pihak yang memerlukan.
Bogor, Mei 2012
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Segala puji dan syukur kehadirat ALLAH SWT atas segala limpahan nikmat, rahmat, dan anugerahNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, dukungan, serta doa dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada: 1.
Orang tua tercinta, Bapak Hasan Basri dan Ibu Siti Arlina Siregar atas dukungan, kasih sayang, cinta, dan doa yang tak pernah putus diberikan untuk penulis.
2.
Ilham Normansyah, abang yang selalu memberi dukungan, kasih sayang, dan cinta tak terputus kepada penulis.
3.
Bapak Prof. Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono, M.S dan Bapak Dr. Ir. Yayat Hidayat, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah mengarahkan dan banyak memberikan ilmu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4.
Ibu Dr. Ir. Enie Dwi Wahdjunie M.Sc selaku dosen penguji skripsi.
5.
Aminia Novriani, Annisa Milki Azizah, Ria Larastiti, Kriswindya Tasha, Fitria Nisaul Hakim, Frizka Amalia, Winda Nur Aprianti, dan Heny Emilia, atas cinta, kasih sayang, dan persaudaraan erat yang diberikan kepada penulis.
6.
Setia Wahyu Cahyaningsih, Rocy F. Muklis, Novi Prihatin, Siti N. H, yang telah membantu dan mendampingi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta teman – teman MSL 44 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas kebersamaan yang diberikan selama penulis mengenyam pendidikan di DITSL.
7.
Atha, Endang, Yani, Desti, Sisi, Mila, Cipi, Feri, Dipa, dan Sidik. Terima kasih atas ukhuwah, keceriaan, dan kebersamaan yang diberikan selama ini.
8.
Farrel, Bisma, dan Gefira, keponakan tercinta yang selalu memberikan senyuman.
9.
Bapak Karmana, Bapak Andi, Bu Neneng, dan Bapak Sudirman dari instansi terkait yang telah membantu penulis dalam memperoleh data.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ xi I.
II.
PENDAHULUAN...................................................................................................... 1 1.1.
Latar Belakang..................................................................................................... 1
1.2.
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................................. 4 2.1.
Karakteristik Hujan ............................................................................................. 4
2.2.
Erosivitas Hujan .................................................................................................. 5
2.3.
Debit Aliran Sungai ............................................................................................. 7
2.4.
Faktor – faktor yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai .................................. 7 2.4.1. Hujan ......................................................................................................... 8 2.4.2. Penggunaan Lahan..................................................................................... 8 2.4.3. Kondisi Topografi .................................................................................... 9 2.4.4. Tanah ........................................................................................................ 9
2.6.
Hidrograf Aliran Sungai .................................................................................... 10
2.7.
Daerah Aliran Sungai (DAS) ............................................................................. 11
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................................ 12 3.1.
Waktu dan Tempat ............................................................................................ 12
3.2.
Bahan dan Alat ................................................................................................. 12
3.3.
Metodologi ....................................................................................................... 12 3.3.1. Karakteristik Curah Hujan ....................................................................... 14 3.3.1. Intensitas Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit ...................................... 15 3.3.3. Erosivitas Hujan ..................................................................................... 16 3.3.4. Teknik Pendugaan Perubahan Penggunaan Lahan .................................. 16 3.3.5. Analisis Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) ........................... 18 3.3.5. Regresi Komponen Utama....................................................................... 19 3.3.6. Uji Statistik ............................................................................................. 20
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 22 4.1.
Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu................................................................. 22
4.2.
Karakteristik Hujan ........................................................................................... 22
4.3.
Karakteristik Erosivitas Hujan........................................................................... 27
4.4.
Perubahan Penggunaan Lahan .......................................................................... 36 4.4.1. Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Lebat ............................................ 38 4.4.2. Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran ................................... 40 4.4.3. Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka ................................................. 40 4.4.4. Perubahan Penggunaan Lahan Pemukiman ............................................ 41 4.4.5. Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan atau Ladang .............................. 42 4.4.6. Perubahan Penggunaan Sawah ............................................................... 42
4.5.
Hubungan Penggunaan Lahan, Curah Hujan, dan Debit Aliran Sungai....... 43
4.6
Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahun 1985 dan 2010.... .......... 48
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 51 5.1.
Kesimpulan ....................................................................................................... 51
5.2.
Saran .................................................................................................................. 51
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 53 LAMPIRAN ..................................................................................................................... 56
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1.
Distribusi Curah Hujan di Indonesia .................................................. ........................1
2.
Data Kejadian Banjir Besar yang Melanda Jakarta (1978–1985)..................... .......... 3
3.
Karakteristik Penampakan Penggunaaan Lahan pada Citra Landsat ETM+... .......... 17
4.
Erosivitas Hujan Bulanan dan Tahunan DAS Ciliwung Hulu (2007–2010)........... ..35
5.
Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Hulu (1985–2010) ......................................... 37
6.
Model Pendugaan Perubahan Berbagai Tipe Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu (1985–2010) .................................................................................... 39
7. Hasil Estimasi Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Model Pertumbuhan Eksponensial ............................................................................................................. 39 8. Peubah–peubah yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu ........................................................................................................................... 44 9.
Volume Aliran Permukaan Langsung DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010.............................................................................................................................49
10. Curah Hujan dan Direct Runoff DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010............................................................................................................................ 50 11. Koefisien Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahunan DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010............................................................. ................................... 50
Lampiran
1.
Curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu (1985 – 2010).......................................... 57
2.
Sifat curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu (1985–2010)......................... .......... 58
3.
Kategori sifat hujan DAS Ciliwung hulu......................... ......................................... 59
4.
Contoh perhitungan erosivitas harian DAS Ciliwung hulu........................................ 60
5.
Debit harian bendungan Katulampa (h ≥ 80 cm)............................................
61
6.
Erosivitas hujan harian stasiun pengamatan hujan Citeko (2007–2010).......
72
7.
Analisis regresi berganda dengan analisis antara komponen utama...............
84
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1.
Komponen Hidrograf ................................................................................................ 11
2.
Diagram Alir Tahapan Penelitian .............................................................................. 13
3.
Curah Hujan Bulanan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010)...................................... 23
4.
Curah Hujan Harian DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) ......................................... 24
5.
Curah Hujan Tahunan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) ...................................... 25
6.
Presentase Sifat Curah Hujan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) .......................... 26
7.
Variasi Hujan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) ................................................... 27
8.
Penakar Hujan Otomatis (Hellman) di Stasiun Citeko .............................................. 27
9.
Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Januari (b) Februari, dan (c) Maret .................................................................................................................... 29
10. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) April (b) Mei, dan (c) Juni............................................................................................................. ............... 30 11. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Juli (b) Agustus, dan (c) September.. .......................................................................................................... 31 12. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Oktober (b) November, dan (c) Desember ...................................................................................................... 32 13. Erosivitas Hujan (EI30) Bulanan DAS Ciliwung Hulu (2007 – 2010) ...................... 34 14. Erosivitas Hujan (EI30) Tahunan DAS Ciliwung Hulu (2007 – 2010)........... ........... 35 15. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Hutan Lebat ................................. 38 16. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Kebun Campuran ....................... 40 17. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Lahan Terbuka ............................ 41 18. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Pemukiman ................................ 41
19. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Tegalan ........................................ 42 20. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Sawah ......................................... 43
Lampiran 1.
Peta penggunaan lahan DAS Ciliwung hulu tahun 2010 .......................................... 86
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan essensial untuk kegiatan pertanian. Indonesia sebagai wilayah tropis dengan curah hujan yang relatif tinggi mempunyai potensi sumberdaya air yang cukup besar. Curah hujan merupakan unsur iklim yang mempunyai keragaman dan fluktuasi terbesar. Indonesia memiliki rata – rata curah hujan tahunan sebesar 2.779 mm/tahun dengan kisaran 600 mm/tahun (di Palu) – 7.000 mm/tahun di daerah Gunung Slamet (Justika et al., 1997). Sekitar 2,6% wilayah Indonesia mempunyai curah hujan > 5000 mm/tahun dan 20,5% 3.500 – 5.000 mm/tahun. Lebih dari 59,7% bercurah hujan 2.000 – 3.500 mm/tahun. Hanya sekitar 1% wilayah Indonesia (sebagian besar di Nusatenggara), memiliki curah hujan < 1.000 mm/tahun (Tabel 1). Tabel 1. Distribusi Curah Hujan di Indonesia Wilayah Sumatera Jawa Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Maluku Papua Indonesia
<1000
12,0 0,8
1,0
Curah Hujan Rata - Rata (mm/tahun) 1000-2000 2000-3500 3500-5000 6,2 71,5 21,5 29,5 56,0 12,6 69,5 16,3 2,1 4,7 66,3 29,0 30,9 66,1 23,0 26,4 71,9 1,7 15,7 40,3 33,7 16,2 59,7 20,5
>5000 0,8 1,9
10,3 2,6
Sumber: (Pawitan, 1989) Jumlah curah hujan yang jatuh ke permukaan lahan merupakan salah satu syarat penting dalam pengelolaan pertanian. Tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik jika curah hujan yang jatuh tidak dapat memenuhi kebutuhan. Di sisi lain, desakan sektor pertanian terhadap kebutuhan pangan masyarakat dunia semakin meningkat. Hal ini mengharuskan semua pihak untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian dengan sumberdaya alam yang ada tanpa menyebabakan kerusakan sumberdaya yang signifikan. Berdasarkan hal ini, diperlukan kajian mendalam tentang berbagai aspek sumberdaya yang mendukung pertanian. Salah satu aspek yang perlu dikaji adalah iklim.
kegiatan
Menurut Brown (2010), karakteristik hujan (frekuensi dan intensitas) merupakan karakteristik penting untuk dipahami dan diprediksi responnya terhadap keseluruhan perubahan iklim. Informasi mengenai jumlah dan distribusi hujan sangat bermanfaat dalam membuat kebijakan yang menyangkut pemanfaatan air hujan sehingga dapat dilaksanakan penanaman tanaman secara optimal. Selain berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan tanaman, curah hujan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi erosi dan debit aliran sungai di suatu daerah. Meningkatnya jumlah penduduk dunia menyebabkan permintaan lahan untuk tempat tinggal semakin meningkat sehingga konversi lahan terbangun semakin meningkat. Kejadian
ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan,
namun sudah merambah ke kawasan budidaya bahkan sudah terjadi juga pada kawasan lindung dan konservasi, salah satunya ialah daerah resapan air. Salah satu kawasan konservasi yang merupakan daerah resapan air adalah kawasan Puncak. Puncak merupakan kawasan wisata potensial karena topografinya yang unik dan tersedianya sarana dan pra sarana yang menunjang aktivitas pariwisata. Hal ini menyebabkan peluang terjadinya konversi lahan terbangun semakin besar. Apabila hal ini terjadi di daerah hulu suatu Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti DAS Ciliwung Hulu, maka daerah tersebut akan mengalami penurunan kualitas lahan. Dampak negatif adalah banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau di daerah hilir (Jakarta dan sekitarnya). Banyak faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai. Faktor – faktor tersebut adalah faktor iklim seperti jumlah hujan, intensitas hujan, distribusi hujan dan faktor DAS seperti tanah, topografi, dan penggunaan lahan (Seyhan, 1990). Faktor tersebut jika tidak terbangun dan terkelola dengan baik dapat menyebabkan banjir di daerah hilir (Tabel 2). Banjir adalah aliran atau genangan air yang dapat menimbulkan kerugian ekonomi dan menyebabkan kehilangan jiwa. Aliran atau genangan air dapat terjadi karena adanya luapan pada daerah di kanan atau kiri sungai akibat alur sungai tidak memiliki kapasitas yang cukup bagi debit aliran (Sudjarwadi, 1987). Berdasarkan hal ini, diperlukannya analisis mendalam mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai. Hasil analisis
tersebut dapat menjadi masukan dalam membuat keputusan tindakan konservasi untuk daerah hulu suatu daerah aliran sungai, seperti DAS Ciliwung Hulu. Tabel 2. Data Kejadian Banjir Besar yang Melanda Jakarta (1978 – 1985) Episode Banjir 13-24 Agustus 1978 21-31 Januari 1979 17-30 Januari 1980 5-18 April 1980 21-31 Januari 1981 1-12 Februari 1981 10-21 April 1982 1-13 November 1983 1-13 Februari 1984 12-24 Oktober 1985 Sumber: Pawitan (1989)
CH (mm) 206,7 209,0 324,1 88,1 252,6 161,1 195,2 254,5 187,7 196,4
Banjir (%) 51 49 20 33 43 43 16 41 20 32
Kerusakan di kawasan Puncak, Bogor menyebabkan DAS Ciliwung Hulu sensitif terhadap perubahan debit aliran sungai. Hal ini menyebabkan potensi banjir di kawasan hilir (Jakarta dan sekitarnya) semakin besar. Berdasarkan permasalahan ini diperlukan suatu penelitian untuk dapat memahami sifat hujan serta faktor – faktor yang mempengaruhi debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu. 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menganalisis karakteristik hujan DAS Ciliwung Hulu 2) Menganalisis erosivitas hujan DAS Ciliwung hulu 3) Mengkaji hubungan curah hujan dan perubahan penggunaan lahan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Hujan Curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu (Arsyad, 2010). Menurut Tjasyono (2004), curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Curah hujan adalah butiran air dalam bentuk cair atau padat di atmosfer yang jatuh ke permukaan bumi. Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat penting bagi kehidupan di bumi. Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inchi = 25,4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer. Definisi curah hujan menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam suatu tempat yang datar, tidak menguap, tidak meresap, dan tidak mengalir. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika menyatakan bahwa yang dimaksud dengan sifat hujan adalah ukuran kualitatif hujan yaitu : 1. Atas Normal (AN), jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata – ratanya lebih besar dari 115%. Pada periode musim hujan, daerah AN memiliki potensi terjadi bencana alam (banjir dan longsor). 2. Normal (N), jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata – ratanya antara 85% – 115%. 3. Bawah Normal (BN), jika nilai perbandingan curah hujan terhadap rata – ratanya kurang dari 85%. Pada periode musim kemarau daerah BN memiliki potensi terjadi kekeringan. Sedangkan kriteria hujan ukuran kuantitatif yang dikeluarkan BMKG, yaitu: 1. Sangat ringan
: < 1 mm/jam atau 0 – 5 mm/hari
2. Ringan
: 1 – 5 mm/ jam atau 5 – 20 mm/hari
3. Sedang
: 5 – 10 mm/jam atau 20 – 50 mm/hari
4. Lebat
: 10 – 20 mm/jam atau 50 – 100 mm/hari
5. Sangat Lebat
: 20 mm/jam atau > 100 mm/hari
Secara garis besar di wilayah Indonesia terdapat tiga pola curah hujan, yaitu (Tjasyono, 2004):
1. Pola A atau Pola Monsun, dipengaruhi oleh angin monsun dengan karakteristik distribusi bulanannya membentuk huruf (V). Pola monsun digerakkan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Pada bulan Desember, Januari, dan Februari di belahan bumi utara terjadi musim dingin akibat adanya sel tekanan tinggi di benua Asia, sedangkan pada waktu yang sama terjadi musim panas akibat adanya sel tekanan rendah di benua Australia. Perbedaan tekanan udara ini yang menyebabkan curah hujan minimum terjadi pada bulan Juni, Juli atau Agustus, sedangkan curah hujan maksimum terjadi pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Pola ini terdapat di sebelah Utara dan Selatan garis ekuator. Daerahnya meliputi Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan Selatan, Maluku Tenggara, Aceh serta Irian Jaya bagian Utara dan Selatan. 2. Pola B atau Pola Ekuatorial, distribusi curah hujan dengan dua maksimum yaitu sekitar bulan April dan Oktober, tidak selalu jelas perbedaannya pada distribusi curah hujan bulanannya. Pola ini terdapat di daerah ekuatorial yang meliputi daerah bagian tengah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya. 3. Pola C atau Pola Lokal, dimana distribusi curah hujan bulanannya berlawanan dengan pola A. Pola ini banyak dipengaruhi oleh kondisi lokal (efek orografi). Dijumpai di daerah Sulawesi Selatan bagian Timur, Sulawesi Tengah bagian Timur, dan sekitar Ambon – Seram. Karakteristik curah hujan daerah yang dapat diamati dan dianalisis adalah dengan menghitung nilai
frekuensi, intensitas, dan kategori curah hujan.
Pendekatan komplementer ini adalah untuk mempertimbangkan karakteristik curah hujan yang terkait dengan rezim daerah (Brown, 2010). Hujan merupakam komponen masukan yang paling penting dalam proses analisis hidrologi. Hal ini dikarenakan kedalaman curah hujan (rainfall depth) yang turun dalam suatu DAS akan dialihragamkan menjadi aliran di sungai, baik melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub-surface runoff), maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Harto, 1999). 2.2. Erosivitas Hujan Menurut Arsyad (2010), erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Kerusakan
tanah yang dialami pada tempat terjadinya erosi berupa kemunduran sifat – sifat kimia dan fisika tanah. Di daerah beriklim tropika basah seperti Indonesia, air merupakan penyebab erosi tanah. Energi kinetik hujan merupakan suatu sifat hujan yang sangat penting dalam mempengaruhi erosi. Hal ini dikarenakan energi kinetik hujan merupakan penyebab pokok dalam penghancuran agregat tanah. Energi kinetik hujan dapat dengan mudah dihitung dari persamaan dasar : EK = m v2 yang menyatakan EK adalah energi kinetik, m adalah massa butir hujan, dan v adalah kecepatan jatuhnya. Korelasi yang lebih erat dengan erosi didapat dengan menggunakan term interaksi energi – intensitas hujan (Wischmeier dan Smith, 1958). Term ini adalah hasil kali total energi hujan dengan intensitas hujan maksimum 30 menit. Term interaksi merupakan suatu pengukur hujan yang baik bagi pengaruh bersama antara (1) laju infiltrasi yang berkurang setelah hujan, (2) pengaruh aliran permukaan yang berbentuk geometri terhadap erosi, dan (3) perlindungan lapisan air terhadap pengaruh percikan butir – butir hujan terhadap tanah. Energi kinetikhujan didapat dari persamaan (Wischmeier dan Smith, 1958) berikut : E = 210 + 89 log i yang menyatakan E adalah energi kinetik dalam metrik ton–meter ha-1 cm-1 hujan, dan i adalah intensitas hujan dalam cm jam-1. Term interaksi energi dengan intensitas hujan maksimum 30 menit didapat dari hubungan berikut : EI30 = E (I30.10-2) yang menyatakan EI30 adalah interaksi energi dengan intensitas maksimum 30 menit, E adalah energi kinetik selama periode hujan dalam ton–meter ha-1 cm-1 hujan, I30 adalah intensitas maksimum 30 menit dalam cm jam-1.
2.3. Debit Aliran Sungai Debit aliran atau aliran sungai merupakan informasi yang paling penting bagi pengelola sumberdaya air (Widyaningsih, 2008). Debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang melewati suatu penampang melintang sungai per satuan waktu, biasanya dalam satuan meter kubik per detik (m3/dtk) (Asdak, 2004). Debit aliran sungai terjadi ketika intensitas curah hujan maupun laju lelehan salju melebihi laju infiltrasi, maka kelebihan air mulai berakumulasi sebagai cadangan permukaan. Ketika kapasitas cadangan permukaan dilampaui, limpasan permukaan mulai terjadi sebagai suatu aliran lapisan yang tipis. Kemudian lapisan aliran air ini berkumpul ke dalam saluran sungai yang diskrit. Air yang mengalir pada saluran – saluran yang kecil, parit – parit, sungai – sungai, dan aliran – aliran merupakan kelebihan curah hujan terhadap evapontranspirasi, cadangan permukaan, dan air bawah tanah (Seyhan, 1977). 2.4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai Aliran sungai tergantung pada faktor – faktor meteorologi dan sifat – sifat fisik DAS. Faktor-faktor meteorologi yang mempengaruhi limpasan terdiri dari jenis presipitasi, intensitas curah hujan, lamanya curah hujan, distribusi curah hujan pada DAS (daerah aliran sungai), arah pergerakan curah hujan, curah hujan terdahulu dan kelembaban tanah, suhu udara, kecepatan angin, kelembaban relatif udara dan faktor meteorologi lainnya yang mempengaruhi secara tidak langsung. Sifat – sifat fisik DAS (daerah aliran sungai) terdiri dari kondisi tata guna lahan, luas daerah pengaliran, topografi, jenis tanah, karakteristik jaringan sungai, dan adanya drainase buatan (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). Ukuran dan besar kecilnya daerah tangkapan hujan yang memberi kontribusi terhadap aliran sungai di dalam DAS berpengaruh langsung terhadap total volume aliran yang keluar dari DAS. Jika hujan jatuh merata di dalam DAS, yang satu berukuran besar dan daerah tangkapan hujan yang lebih sempit atau (DAS kecil), maka total volume aliran yang dihasilkan oleh DAS besar akan relatif lebih banyak dari DAS yang berukuran kecil dan volume air tersebut proporsional terhadap luas daerah tangkapannya (Indarto, 2010).
2.4.1. Hujan Semakin besar curah hujan dan semakin tinggi intensitas hujan, maka semakin besar pula aliran permukaan yang ditimbulkan (Haridjaja et al., 1991). Hujan dengan intensitas tinggi, kapasitas infiltrasi akan terlampaui dengan beda yang cukup besar dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif sehingga menyebabkan total volume air larian akan lebih besar pada hujan intensif dibandingkan dengan hujan yang kurang intensif meskipun curah hujan total untuk kedua hujan tersebut sama besarnya (Asdak, 2007). Haridjaja et al. (1991) menambahkan bahwa semakin lama hujan turun, maka aliran permukaan semakin besar, walaupun masih tergantung pada intensitas dan jumlah. 2.4.2. Penggunaan Lahan Pengaruh penggunaan lahan terhadap aspek hidrologi suatu erat kaitannya dengan fungsi vegetasi sebagai penutup lahan dan sumber bahan organik yang dapat meningkatkan kapasitas infiltrasi. Di samping itu secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression storage) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya menurunkan besarnya aliran yang masuk ke sungai (Widyaningsih, 2008). Apabila terjadi proses alih fungsi lahan dari hutan ke fungsi lainnya (pemukiman), maka kondisi hidrologi pada DAS tersebut akan berubah secara drastis. Hal ini dikarenakan hutan mempunyai fungsi ekologi yang sangat penting, antara lain sebagai penyimpan sumber genetik dan pengatur kesuburan tanah (Soemarwoto, 2004). Vegetasi yang lebat, seperti hutan lebat, mampu menahan laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah. Pembukaan hutan (clearing) yang membuat lapisan top soil hilang dapat merusak struktur dan tekstur tanah, memperbesar jumlah dan kecepatan aliran permukaan akibat daya serap (infiltrasi) berkurang atau terhambat (Widyaningsih, 2008). Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah adalah penghambat aliran permukaan. Tumbuhan yang merambat di permukaan tanah dengan rapat tidak hanya memperlambat aliran permukaan, tetapi juga mencegah pengumpulan air secara cepat (Arsyad, 2010). Jika daerah hutan ini dijadikan daerah pembangunan, maka kapasitas infiltrasi akan menurun akibat penambahan lapisan kedap air
sehingga aliran permukaan akan mudah berkumpul ke badan – badan sungai dengan kecepatan tinggi (Sosrodarsono dan Takeda, 2003). 2.4.3. Kondisi Topografi Menurut Sasrodarsono dan Takeda (2003), parameter – parameter dalam kondisi topografi yaitu elevasi, variasi topografi, gradien, dan arah kemiringan akan mempengaruhi kondisi sungai dan hidrologi daerah pengaliran. Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume debit aliran sungai. Ada dua unsur yang berpengaruh terhadap volume debit aliran sungai, yaitu panjang lereng dan kemiringan lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang terakumulasi dan melintas akan semakin besar. Peningkatan kemiringan lereng menyebabkan kemampuan tanah untuk meresapkan air hujan semakin rendah, sehingga akan lebih banyak air yang terakumulasi menjadi aliran permukaan dan kemudian masuk ke badan – badan sungai menjadi debit aliran sungai. 2.4.4. Tanah Menurut Indarto (2010), kepekaan tanah terhadap butiran dan pukulan air hujan yang jatuh di atasnya, dipengaruhi oleh : 1. Ruang pori tanah Ruang pori adalah ruang kosong diantara partikel – partikel tanah. Jumlah air hujan yang dapat terinfiltrasi ditentukan oleh jumlah ruang pori yang tersedia pada lapisan tanah. Semakin banyak ruang pori yang tersedia, maka akan semakin banyak air hujan yang dapat terinfiltrasi sehingga aliran permukaan langsung yang akan masuk ke badan sungai semakin berkurang. 2. Tekstur tanah Tekstur tanah menentukan jumlah air yang dapat diikat oleh tanah. Jika pada tanah, kandungan pasir cukup banyak, maka infiltrasi dan drainase air lebih cepat terjadi karena ruang pori besar. Tanah berpasir lebih cepat menyerap hujan dengan intensitas tinggi atau dapat dikatakan memiliki laju infiltrasi tinggi. Tanah berlempung mempunyai ruang pori kecil sehingga infiltrasi lambat dan kurang menyerap air hujan yang deras.
3. Profil tanah Profil tanah memberikan informasi mengenai karakteritik tanah dan kedalaman tanah. Kedalaman tanah bervariasi dari 25 cm sampai dengan 200 cm. Wilayah dengan kedalaman tanah cukup tebal akan mempunyai kapasitas besar untuk menyerap dan menyimpan air, sebaliknya lapisan tanah yang tipis akan cepat jenuh dan menghasilkan lebih banyak aliran permukaan sehingga akan lebih banyak volume air yang masuk ke badan sungai dengan kecepatan tinggi. 2.5. Hidrograf Aliran Sungai Debit aliran sungai biasanya digambarkan dalam bentuk hidrograf aliran. Hidrograf aliran adalah suatu perilaku debit sebagai respon adanya perubahan karakteristik biogeofisik yang berlangsung dalam suatu DAS (oleh adanya kegiatan pengelolaan DAS) dan adanya perubahan (fluktuasi musiman atau tahunan) iklim lokal (Asdak, 2007). Sebuah hidrograf memiliki empat komponen elemen – elemen 1) aliran permukaan langsung (direct surface runoff/overlandflow), yaitu aliran di atas permukaan yang terjadi karena laju curah hujan melampaui laju infiltrasi 2) aliran bawah permukaan (interflow), yaitu aliran air yang masuk ke dalam tanah yang tidak cukup dalam dan kemudian bergerak keluar menuju permukaan dalam waktu yang pendek. Aliran ini sering dianggap sebagai bagian dari aliran permukaan langsung (direct surface runoff/overlandflow), 3) aliran air bawah tanah (groundwater flow/baseflow), yaitu aliran yang berasal dari air bawah tanah atau aliran sungai yang terjadi selama musim kering, dan dianggap sebagai debit sungai harian normal, 4) hujan yang jatuh langsung di atas sungai (channel precipitation) (Viesmann et al., 1977) Gabungan intersepsi saluran, air larian, dan aliran air bawah permukaan dikenal sebagai debit aliran (stormflow). Stormflow menjadi komponen hidrograf yang paling diperhatikan dalam analisis banjir, terutama dalam kaitannya dengan karakteristik DAS (Asdak, 2007). Dalam menganalisis hidrograf, tidak lazim memisahkan masing – masing komponen pembentuk stormflow. Analisis dapat dilakukan dengan cara memisahkan aliran permukaan langsung (direct runoff) dari aliran dasar (baseflow). Aliran dasar (baseflow) mudah dikenali, yaitu debit aliran yang
mengalir sepanjang musim kemarau ketika tidak ada komponen curah hujan yang membentuk debit aliran (Asdak, 2007).
Gambar 1. Komponen Hidrograf (Viesmann et al., 1977) 2.6. Daerah Aliran Sungai (DAS) Berdasarkan Undang – undang (UU) No.7 tahun 2004, daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak – anak sungainya yang berfungsi menampung, menyimpan, mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, dimana batas di darat merupakan pemisah topografis. Menurut Sinukaban (2007), Daerah Aliran Sungai adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas – batas topografi sehingga setiap hujan akan mengalir melalui titik tertentu (titik pengukuran di sungai) dalam DAS tersebut. DAS dapat memberikan respon hidrologis berupa erosi, sedimentasi, aliran permukaan, dan pengangkutan nutrient terhadap yang jatuh di atasnya. Proses – proses hidrologi yang terjadi tergantung dari kondisi tanah, air, dan tanaman yang berbagung membentuk parameter – parameter pendukung di dalam DAS. Parameter – parameter tersebut adalah penutupan tanaman, jenis pengelolaan lahan, kekasaran permukaan tanah, kemiringan lahan, panjang lereng, tekstur tanah, kadar air tanah, porositas tanah, kapasitas lapang, erodibilitas tanah, dan kondisi saluran (Ilyas, 1996).
III. METEDOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli hingga Desember 2011, berlokasi di DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Wilayah penelitian meliputi tiga Kecamatan, yaitu Kecamatan Cisarua, Ciawi, dan Kedung Halang. 3.2. Bahan dan Alat Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : 1. Data curah hujan harian tahun 1985 – 2010 dari stasiun pengamatan hujan Katulampa, Gunung Mas, Citeko, dan Empang. 2. Data pias hujan tahun 2007 – 2010 yang diperoleh dari penakar hujan otomatik Stasiun pengamatan hujan Citeko. 3. Data debit aliran sungai harian Bendung Katulampa tahun 1985-2010. 4. Data penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 dan 1990 yang merupakan hasil penelitian Sudadi et al. (1991). 5. Data penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1994 dan 2001 yang merupakan hasil penelitian dari Janudianto (2004). 6. Citra Landsat ETM+ tahun 2010 yang diperoleh dari halaman website www.usgsglovis.gov Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi perangkat keras komputer dan perangkat lunak, yaitu : Arcview GIS 3.3, Microsoft Excel 2010, Statistica 8.0, dan Minitab for Windows. 3.3. Metodologi Penelitian ini menggunakan beberapa analisis. Analisis tersebut disajikan pada diagram alir tahapan penelitian seperti disajikan pada Gambar 2.
Data curah hujan harian stasiun citeko, katulampa, gunung mas, empang (1985 – 2010) dan data pias harian stasiun citeko (2007 – 2010)
Citra landsat ETM+ 2010
Koreksi geometri dan pemotongan sesuai batas daerah penelitian
Interpretasi dan digitasi
Analisis karakteristik hujan (Curah hujan harian, bulanan, tahunan, sifat hujan, dan erosivitas hujan) DAS Ciliwung Hulu
Peta penggunaan lahan tahun 2010
Data luas penggunaan lahan 1985,1990, 1994, 2001, 2010
Teknik Pendugaan pertumbuhan eksponensial
Curah hujan rata – rata bulanan dan Curah hujan total tahunan (1985 – 2010) dan nilai erosivitas hujan DAS Ciliwung hulu
Model – model kecendrungan perubahan penggunaan lahan
Hasil pendugaan pertumbuhan penggunaan lahan (1985 – 2010) Debit Aliran Sungai h ≥ 80 cm (1985 – 2010)
Analisis komponen utama Analisis Direct Runoff menggunakan straight line method Analisis Regresi berganda
Model persamaan hubungan penggunaan lahan, curah hujan, dan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu
Direct Runoff 1985 dan 2010
Gambar 2. Diagram Alir Tahapan Penelitian
3.3.1. Karakteristik Curah Hujan Stasiun pengamatan hujan yang digunakan adalah stasiun pengamatan hujan Gunung Mas, Katulampa, Empang, dan Citeko. Data curah hujan harian didapat dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Air Ciliwung – Cisadane, Bogor dan sebagian lagi didapat dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Citeko, Bogor. Distribusi curah hujan dihitung dengan menggunakan metode poligon Thiessen (menggunakan software Arc GIS) berdasarkan lokasi stasiun pengukur hujan dengan membuat poligon tertentu yang ditentukan luasannya. Curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu dihitung dengan menggunakan persamaan : ∑ ∑
.........................................................................................(1)
dimana, X
= curah hujan rata – rata DAS (mm)
xi
= curah hujan pada stasiun ke-i (mm)
Ai
= luas polygon stasiun ke-i Evaluasi sifat hujan dihitung dengan menggunakan rumus simpangan
baku. Curah hujan dengan metode simpangan baku diklasifikasikan menjadi lima sifat hujan, yakni : 1. Jauh di bawah Normal (JBN) JBN = x
X – 1,5 SD
2. Di bawah Normal (BN) BN
= X – 1,5 SD < x
X – 0,5 SD
3. Normal (N) ......................................................................................................(2) = X – 0,5 SD < x
N
X + 0,5 SD
4. Di atas Normal (AN) AN = X + 0,5 SD < x
X + 1,5 SD
5. Jauh di atas Normal (JAN) JAN = x > X + 1,5 SD dimana, X
= curah hujan rata-rata DAS (mm)
x
= curah hujan bulanan ke-i (mm)
SD
= standar Deviasi Standar deviasi dihitung dengan menggunakan rumus : ∑
SD = √
∑
......................................................................(3)
dimana, Xi
= curah hujan bulanan pada stasiun ke-i
n
= banyaknya tahun pengamatan
3.3.2. Intensitas Hujan dan Intensitas Hujan 30 Menit Intensitas curah hujan harian diperoleh dari pengolahan data pias hujan harian yang diperoleh dari penakar hujan otomatik stasiun pengamatan hujan Citeko selama periode (2007 – 2010). Analisis pias hujan dilakukan dengan membagi kurva kejadian hujan yang ada dalam data pias menjadi segmen hujan. Setiap segmen hujan menggambarkan jumlah curah hujan setiap bagian dan waktu hujan dalam menit untuk segmen bersangkutan. Intensitas hujan setiap segmen hujan (I) dihitung dengan persamaan : Is
=
x 60
..............................................................................(4)
dimana, Is
= intensitas hujan setiap segmen (mm/jam)
Chs = jumlah curah hujan setiap segmen (mm) Ts
= lama (jangka waktu) hujan setiap segmen (menit)
Setelah diperoleh intensitas hujan dari setiap segmen, kemudian dicari Intensitas hujan maksimum selama 30 menit (I30) dari setiap data pias hujan harian. Intensitas hujan maksimum 30 menit (I30) diperoleh dengan cara mencari jumlah curah hujan tertinggi yang terjadi selama 30 menit dari seluruh segmen.
3.3.3. Erosivitas Hujan (EI30 ) Metode penghitungan erosivitas hujan yang digunakan adalah persamaan menurut Wischmeier dan Smith (1958). EI30 dihitung untuk setiap kejadian hujan dengan menggunakan persamaan: EI30
= E (I30 . 10 -2 ) ...........................................................................(5)
dimana, E
= 210 + 89 log i
E
= energi kinetik hujan (ton.m/ha)
I30
= intensitas hujan maksimum 30 menit (cm/jam)
i
= intensitas hujan (cm/jam)
3.3.4. Teknik Pendugaan Perubahan Penggunaan Lahan Data penggunaan lahan yang digunakan pada penelitian ini adalah data penggunaan lahan tahun 1985 dan 1990 yang merupakan hasil penelitian Sudadi et al. (1991) serta data penggunaan lahan tahun 1994 dan 2001 yang merupakan hasil penelitian Janudianto (2004). Data penggunaan lahan tahun 2010 diperoleh melalui pengolahan citra landsat ETM+ tahun 2010 dengan menggunakan software ARCVIEW GIS 3.3. Citra komposit (band combination)yang digunakan pada penelitian ini adalah citra komposit (band combination) RGB-543. Citra komposit RGB-543 menunjukkan hasil terbaik pada model daerah volkan seperti daerah DAS Ciliwung hulu, karena menampilkan warna natural dengan kontras warna paling tegas dan paling jelas dalam menampilkan bentuk permukaan bumi. Langkah selanjutnya adalah koreksi geometri citra terhadap peta penggunaan lahan hasil penelitian Sudadi et al. (1991) dan Janudianto (2004). Setelah citra asli terkoreksi, kemudian dilakukan pemotongan citra sesuai dengan batas wilayah penelitian. Interpretasi citra dilakukan secara visual pada monitor komputer (onscreen interpretation). Interpretasi citra menggunakan unsur-unsur interpretasi, seperti unsur rona, warna, tekstur, pola, situs, dan asosiasi. Proses interpretasi dilakukan dengan membatasi daerah – daerah dengan melihat karakteristik kenampakkan masing – masing penutupan lahan pada citra yang dibantu dengan unsur – unsur interpretasi (Lillesand dan Kiefer, 1997). Karakteristik unsur interpretasi setiap penggunaan atau penutupan lahan dijelaskan pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Penampakan Penggunaaan Lahan pada Citra Landsat ETM+ Penggunaan lahan Hutan lebat
Karakteristik penampakan pada citra landsat ETM+ Bentuk dan pola yang tidak teratur dengan ukuran yang cukup luas dan menyebar. Berwarna hijau tua sampai gelap, tekstur relatif kasar, ada bayangan igirigir puncak gunung yang menunjukkan sebaran hingga daerah yang curam, dan identik dengan letaknya yang berada di sekitar puncak gunung.
Semak atau belukar
Bentuk dan pola yang hampir serupa dengan hutan lebat. Berwarna hijau agak terang dengan tekstur yang lebih halus dibandingkan hutan lebat.
Kebun campuran
Tekstur relatif kasar. Berwarna hijau bercampur dengan sedikit magenta, bentuk dan pola memanjang dijumpai pada lembah dan sepanjang sungai, seringkali bercampur dengan pemukiman.
Kebun teh Lahan terbuka
Tekstur halus dan berwarna hijau muda Warna putih hingga merah jambu dengan tekstur halus. Keberadaanya sangat sulit ditemukan pada citra, hal ini disebabkan karena luas sebarannya yang relatif kecil pada tahun 2010.
Pemukiman
Tekstur halus sampai kasar, warna magenta, ungu kemerahan, pola bergerombol.
Sawah
Tekstur kasar, warna hijau agak gelap bercampur dengan magenta dan biru.
Tegalan atau ladang
Tekstur relatif sedang sampai kasar, hijau tua agak terang, bercampur dengan sedikit magenta dan kuning. Sumber : Lillesand dan Kiefer (1997) Perubahan penggunaan lahan di DAS Ciliwung hulu periode 1985 – 2010 diketahui dengan teknik pendugaan pertumbuhan atau peluruhan secara matematis (growth/decay function). Model ini dapat digunakan untuk menduga perubahan seiring dengan waktu serta perubahan seiring dengan ukuran atau jarak dari posisi referensi. Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah perubahan luas penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu tahun 1985 hingga 2010. Model yang digunakan untuk menduga luas penggunaan lahan DAS Ciliwung Hulu periode
1985 – 2010 adalah model pertumbuhan atau peluruhan eksponensial. Model ini dipilih karena merupakan model yang paling mendekati kemungkinan pergerakan perubahan penggunaan lahan. Pengertian model eksponensial itu sendiri merupakan model yang didasarkan pada persen (%) laju yang berubah – ubah. Kondisi seperti ini ditemui pada wilayah yang masih terus berkembang dalam hal pembangunannya. Pendugaan yang bersifat statistik ini akan menghasilkan nilai peluang, tingkat kepercayaan, dan nilai parameter koefisien determinasi. Model perubahan penggunaan lahan terbaik dipilih berdasarkan nilai koefisien determinasi (R2) terbesar. Model pertumbuhan eksponensial menggunakan persamaan sebagai berikut : Pt
Pt = P0 exp (
................................(6)
t
dimana, Pt
= luas penggunaan lahan pada saat t
P0
= luas penggunaan lahan pada t=0 (nilai data luas penggunaan tahun pertama)
α
= konstanta
t
= tahun pengamatan
3.3.5. Analisis Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Volume aliran permukaan langsung dapat diperoleh dengan memisahkan hidrograf dari aliran dasarnya (baseflow). Analisis hidrograf untuk menentukan besaran direct runoff yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode garis lurus (straight line method). Metode ini digunakan karena merupakan metode yang paling sederhana untuk mengetahui perubahan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) DAS Ciliwung hulu pada tahun 1985 dan 2010. Tahapan analisis hidrograf adalah sebagai berikut : 1. Plotkan parameter debit aliran sungai (m3/dtk) pada koordinat ordinat dan parameter waktu pada koordinat absis.
2. Memisahkan antara komponen aliran dasar sungai (baseflow) dan aliran permukaan langsung (direct
runoff) dengan menghubungkan dan menarik
garis lurus titik – titik debit terendah pada hidrograf. 3. Menentukan besaran debit aliran dasar sungai (baseflow) dengan rumus : Baseflow = debit – titik baseflow..............................................................(7) 4. Menentukan besaran debit aliran permukaan langsung (direct runoff) dengan rumus : Direct runoff = debit – baseflow ............................................................(8) 5. Mengkonversi satuan direct runoff (m3/dtk) menjadi satuan (m3) 3.3.6. Regresi Komponen Utama (PrincipleComponent Regression) Analisis komponen utama pada dasarnya mentransformasi peubah – peubah bebas yang berkorelasi menjadi peubah – peubah baru yang orthogonal dan tidak berkorelasi dengan cara mereduksi dimensinya. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan korelasi diantara peubah melalui transformasi peubah asal ke peubah baru (komponen utama) yang tidak berkorelasi (Gaspertz, 1995). Sebelum menggunakan analisis regresi perlu diselidiki terlebih dahulu apakah semua asumsi statistik yang telah ditetapkan sudah terpenuhi. Salah satu asumsi yang harus dipenuhi adalah tidak terdapat multikolinearitas diantara peubah bebas. Menurut Soleh (2004), jika variabel – variabel bebas dalam keadaan multikolinier (saling berpengaruh), maka pendugaan koefisien regresi hanya dengan menggunakan metode regresi berganda cenderung memberikan hasil yang tidak stabil. Metode regresi komponen utama merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk mengatasi variabel – variabel bebas yang saling berpengaruh (multikolinier). Metode ini merupakan gabungan antara analisis komponen utama dengan metode regresi berganda. Model persamaan perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu yang dihasilkan dari analisis regresi berganda menghasilkan multikolinearitas tinggi antar peubah bebas penggunaan lahan sehingga diperlukan suatu analisis antara untuk menghilangkan multikolinearitas tersebut. Analisis komponen utama (principle component analysis) merupakan analisis antara yang digunakan untuk menghilangkan multikolinearitas antar peubah penggunaan lahan.
Analisis komponen utama pada peubah penggunaan lahan hutan lebat, pemukiman, sawah, kebun campuran, dan tegalan menghasilkan sebuah komponen utama yang mewakili seluruh peubah penggunaan lahan. Komponen utama tersebut mampu mewakili keberagaman peubah bebas penggunaan lahan sebesar 98,1 %. Setelah didapat komponen utama yang mewakili seluruh peubah penggunaan lahan, kemudian dilakukan analisis regresi berganda antara debit aliran sungai sebagai (Y) dengan komponen utama yang mewakili peubah penggunaan lahan sebagai (W1) dan peubah curah hujan tahunan sebagai (X1) untuk mengetahui besarnya pengaruh masing – masing peubah bebas terhadap perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu selama periode 1985 hingga 2010 (Tabel Lampiran 7). Komponen utama pada hasil analisis regresi berganda kemudian ditransformasikan (dipecah) kembali menjadi peubah penggunaan lahan hutan lebat, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang sehingga dihasilkan model persamaan antara debit aliran sungai sebagai (Y) dan curah hujan tahunan (X1), hutan lebat (X2), kebun campuran (X3), pemukiman (X4), sawah (X5), dan tegalan atau ladang (X6). 3.3.6. Uji Statitistik 1. Uji R-squared (R2) Uji koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur keragaman pada variabel terikat (dependent) yang dapat diterangkan oleh variasi pada model regresi. Nilai R2 akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya jumlah variabel bebas (independent) yang dimasukkan ke dalam model. Nilai ini berkisar antara (0
Apabila nilai P pada masing – masing variabel < α maka disimpulkan bahwa variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebasnya. 3. Uji terhadap Multikolinear (Multicolinearity) Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel – variabel bebas. Menurut Sarwoko (2005), pendeteksian multikolinearitas dapat dilakukan dengan menghitung nilai variance inflation factor (VIF) melalui ouput (keluaran) komputer, dimana apabila nilai VIF < 10, maka tidak ada masalah multikolinearitas. 4. Uji terhadap Autokorelasi Apabila nilai yang diharapkan dari koefisien korelasi sederhana antara setiap dua pengamatan error term adalah tidak sama dengan nol, maka error term tersebut dikatakan memiliki autokorelasi yang disebabkan oleh kesalahan spesifikasi menghilangkan variabel yang penting atau bentuk fungsi yang salah. Sementara autokorelasi murni disebabkan oleh alasan pokok distribusi error term pada persamaan yang spesifikasinya sudah benar. Autokorelasi tidak murni disebabkan oleh kesalahan spesifikasi yang masih dapat diperbaiki oleh peneliti. 5. Uji Heteroskedastisitas Salah satu asumsi metode pendugaan metode kuadrat terkecil adalah homoskedastisitas, yaitu ragam galat konstan dalam setiap amatan. Pelanggaran atas
asumsi
homoskedastisitas
adalah
heteroskedastisitas.
Gejala
heteroskedastisitas juga dapat dideteksi dengan melihat dari grafik hubungan antara residual dengan fits-nya. Jika pada gambar residual menyebar dan tidak membentuk pola tertentu, maka dapat dikatakan bahwa dalam model tersebut tidak terdapat gejala heteroskedastisitas atau ragam error sama.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum DAS Ciliwung Hulu Secara geografis DAS Ciliwung Hulu terletak pada 6˚36’45” – 6˚46’30” LS dan 106˚48’45” – 107˚00’30” BT. DAS Ciliwung Hulu meliputi Kecamatan Cisarua, Ciawi dan Kedunghalang yang dibatasi oleh Bendung Katulampa sebagai outletnya, serta dikelilingi oleh Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan Gunung Hambalang. Luas total DAS Ciliwung Hulu secara keseluruhan adalah 14.920 ha. Iklim di daerah penelitian tergolong ke dalam tipe iklim B1. Suhu berkisar antara 23 – 24 °C dengan kelembaban nisbi antara 73 – 82 %. Radiasi surya minimum terjadi pada bulan Januari (27,36 %) dan maksimum pada bulan September (81,85 %). Rata – rata penguapan minimum sebesar 2,08 mm terjadi pada bulan Januari sedangkan rata – rata penguapan maksimum sebesar 3,56 mm pada bulan Oktober (Riyadi, 2003). Ditinjau dari kondisi geomorfologinya, DAS Ciliwung Hulu didominasi oleh dataran volkanik tua dengan bentuk wilayah bergunung, hanya sebagian kecil merupakan dataran aluvial. Geomorfologi daerah penelitian ini dibentuk oleh gunung api muda dari Gunung Salak dan Gunung Gede Pangrango, rangkaian pegunungan api tua dari Gunung Malang, Gunung Limo, Gunung Kencana dan Gunung Gedongan (Riyadi, 2003). Tanah di DAS Ciliwung Hulu terdiri dari lima jenis tanah, yaitu Aluvial Kelabu, Assosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat, Andosol Coklat, Latosol Coklat Kemerahan, dan Assosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat. Dari kelima jenis tanah tersebut, Assosiasi Latosol Coklat Kemerahan dan Latosol Coklat merupakan tanah yang mempunyai luasan yang paling besar, diikuti kemudian oleh tanah Assosiasi Andosol Coklat dan Regosol Coklat, sedangkan tanah Aluvial Kelabu menempati luasan yang paling kecil (RLKT, 2000). 4.2. Karakteristik Hujan Berdasarkan hujan yang jatuh di DAS Cilwung Hulu, curah hujan wilayah bulanan terendah sebesar 121 mm terjadi pada bulan Juli, dan tertinggi sebesar 522 mm pada bulan Januari. Berdasarkan klasifikasi Oldeman, hujan di DAS Ciliwung Hulu memiliki periode curah hujan 100 – 200 mm (bulan lembab)
sebanyak empat bulan yaitu dari bulan Juni – September. Hujan dengan periode curah hujan
200 mm (bulan basah) terjadi sebanyak delapan bulan yaitu dari
bulan Oktober – Mei, sedangkan tidak terdapat periode terjadinya curah hujan ≤ 100 mm (bulan kering) di DAS Ciliwung Hulu. Berdasarkan hasil analisis curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu, iklim di DAS Ciliwung hulu merupakan tipe iklim B1. Klasifikasi yang digunakan BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) mengenai panjangnya suatu musim yakni apabila CH ≥ 150 mm/bulan disebut periode musim hujan dan apabila CH ≤ 150 mm/bulan disebut periode musim kemarau. Berdasarkan klasifikasi BMKG, hujan yang jatuh di DAS Ciliwung Hulu memiliki periode musim hujan sebanyak 10 bulan, dan musim kemarau sebanyak 2 bulan, yaitu pada bulan Juni dan Juli. Distribusi curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu menunjukkan pola curah hujan monsun yakni terdapat satu puncak maksimum dan satu puncak minimum yang terjadi di bulan Juni, Juli, dan Agusutus. Grafik curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu (Gambar 3) yang membentuk pola huruf (V) merupakan salah satu karakteristik hujan yang dipengaruhi oleh angin monsun. Angin monsun merupakan angin yang berhembus secara periodik (minimal 3 bulan), dan antara periode yang satu dengan periode terbentuk pola yang berlawanan, seperti pada pola yang dibentuk oleh distribusi curah hujan bulanan DAS Ciliwung Hulu (membentuk huruf V). 600
Curah hujan bulanan (mm)
500 400 300 200 100 0
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags Sept Okt
Nov Des
Gambar 3. Curah Hujan Bulanan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010)
Distribusi curah hujan harian DAS Ciliwung Hulu diperoleh dengan membagi antara jumlah curah hujan tiap bulan dari masing – masing stasiun pengamatan hujan dengan jumlah hari hujan pada bulan tersebut selama periode 1985 – 2010. Berdasarkan data curah hujan harian dari keempat stasiun pengamatan hujan, curah hujan harian yang jauh di bawah atau di atas rata – rata curah hujan harian tidak ditemukan. Curah hujan harian tertinggi terjadi pada bulan Oktober, sebesar 30 mm, dan terendah pada bulan Juli, sebesar 22 mm. Berdasarkan kriteria hujan yang ditetapkan oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika), curah hujan harian DAS Ciliwung Hulu masuk dalam kriteria hujan sedang dengan kriteria curah hujan sebesar 20 mm – 50 mm per hari (Gambar 4). 35
Curah hujan harian (mm)
30 25 20 15 10 5 0 Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Ags Sept
Okt
Nov
Des
Gambar 4. Curah Hujan Harian DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) Curah hujan tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2010, sebesar 4.536 mm, dan terendah pada tahun 1997 sebesar 2.667 mm. Curah hujan tahunan terendah DAS Ciliwung Hulu tidak berbeda jauh dengan rata – rata curah hujan Indonesia yang sebesar 2.779 mm. Banyaknya jumlah curah hujan di DAS Ciliwung Hulu setiap tahunnya cukup beragam (Gambar 5), tetapi jumlah curah hujan yang dihasilkan tidak pernah kurang dari 2.700 mm setiap tahunnya. Berdasarkan hasil analisis tersebut, DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah dengan curah hujan tinggi merata sepanjang tahun dengan rata – rata curah hujan tahunan sebesar
3.719 mm, jauh di atas rata – rata curah hujan tahunan Indonesia yaitu sebesar 2.779 mm (Tabel Lampiran 1) . 5000 4500 4000
Curah Hujan Tahunan (mm)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500
1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
0
Gambar 5. Curah Hujan Tahunan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) Sifat hujan merupakan perbandingan antara curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata – rata curah hujan bulan tersebut dalam periode jangka panjang, misal 26 tahun (1985 – 2010). Sifat hujan dihitung menggunakan metode deviasi simpangan baku. Berdasarkan hasil evaluasi sifat hujan selama periode 1985 – 2010, sifat hujan normal (N) merupakan sifat hujan yang paling mendominasi dengan presentase maksimum sebesar 36 %. Sifat hujan yang mendominasi kedua dan ketiga adalah sifat hujan bawah normal (BN) yaitu sebesar 28 % dan atas normal (AN) yaitu sebesar 25 %. Sifat hujan bawah normal banyak terjadi di bulan Juni, sedangkan sifat hujan atas normal (AN) banyak terjadi pada bulan November, Desember, dan Januari. Menurut kriteria BMKG, sifat hujan atas normal (AN) merupakan sifat hujan yang berpotensi menghasilkan banjir dan longsor. Presentase 25 % dari sifat hujan Atas Normal di DAS Ciliwung hulu menunjukkan bahwa 25 % hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu memiliki sifat berpotensi menghasilkan banjir dan longsor. Sifat curah hujan jauh atas normal (JAN) tidak begitu mendominasi, terjadi sebanyak 7 %, sedangkan sifat hujan jauh bawah normal (JBN) sebesar 4 % (Gambar 6).
7% 4% 28%
25%
JBN (Jauh Bawah Normal) BN (Bawah Normal) N (Nomal) AN (Atas Normal)
36%
JAN (Jauh Atas Normal)
Gambar 6. Presentase Sifat Curah Hujan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) Variabilitas curah hujan tertinggi di keempat stasiun DAS Ciliwung Hulu terjadi di bulan Agustus, dengan nilai variabilitas hujan stasiun Gunung Mas sebesar 93 %, Katulampa sebesar 82 %, Empang sebesar 79 %, dan Citeko dengan nilai variabilitas hujan tertinggi sebesar 94 %. Curah hujan dengan variabilitas terendah terjadi pada bulan Januari. Nilai variabilitas hujan terendah stasiun Gunung Mas sebesar 38 %, Katulampa sebesar 31 %, Citeko sebesar 36 %, dan Empang dengan nilai variabilitas terendah sebesar 29 %. Grafik variabilitas hujan (Gambar 7) menggambarkan bahwa stasiun Citeko merupakan stasiun dengan variasi hujan tertinggi, sedangkan stasiun Empang merupakan stasiun hujan dengan variasi kejadian hujan terendah. Variasi kejadian hujan tinggi pada stasiun pengamatan hujan Citeko dikarenakan letaknya yang berada pada ketinggian 920 mdpl. Hal ini menyebabkan pada periode musim kemarau, seperti bulan Agustus, masih dapat ditemukan beberapa kejadian hujan dengan jumlah dan intensitas hujan tinggi. Menurut Tjasyono (2004), daerah pegunungan dan lembah dapat mempengaruhi jumlah curah hujan. Semakin menjauhi daerah pantai menuju daerah pegunungan, jumlah curah hujan semakin bertambah besar sampai pada ketinggian tempat tertentu yang disebut daerah maksimum. Variasi kejadian hujan tertinggi terjadi pada bulan Juli dan Agustus, sedangkan variasi kejadian hujan terendah terjadi pada bulan November, Desember, Januari, dan Februari. Tingginya variasi hujan pada bulan Agustus dikarenakan bulan Agustus yang merupakan bulan kering, masih dapat ditemukan
beberapa kejadian hujan yang tinggi, jauh di atas rata – rata curah hujan bulan Agustus, sedangkan pada bulan November, Desember, Januari, dan Februari yang merupakan musim hujan (bulan basah), jarang ditemukan curah hujan di bawah rata – rata curah hujan bulan tersebut.
variabilitas hujan (%)
katulampa
gunung mas
empang
citeko
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Jan
Feb
Mar Apr
Mei
Jun
Jul
Ags Sept Okt Nov Des
Gambar 7. Variasi Hujan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) 4.3. Karakteristik Erosivitas Hujan Nilai erosivitas hujan harian, bulanan, dan tahunan diperoleh dari pengolahan data pias hujan harian periode 2007 – 2010. Data pias hujan harian dihasilkan dari penakar hujan otomatik (Hellman) yang terpasang di stasiun pengamatan hujan Citeko, kabupaten Bogor. Stasiun pengamatan hujan Citeko berada pada ketinggian 920 mdpl dan terletak di 06˚ 42’ lintang selatan dan 106˚ 56’ bujur timur (Gambar 8).
Gambar 8. Penakar Hujan Otomatik (Hellman) di Stasiun Citeko
Erosivitas hujan harian tertinggi pada bulan Januari, Februari, Maret, dan April terjadi pada tanggal 14 Januari 2009, 01 Februari 2009, 11 Maret 2010, dan 19 April 2009 dengan nilai erosivitas masing – masing sebesar 145,58 ton.m/ha cm/jam, 333,43 ton.m/ha cm/jam, 254,56 ton.m/ha cm/jam, dan 737,98 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian tertinggi pada bulan Mei, Juni, Juli, dan Agustus terjadi pada tanggal 18 Mei 2009, 08 Juni 2009, 24 Juli 2009, dan 15 Agustus 2008, dengan nilai erosivitas masing – masing sebesar 266,93 ton.m/ha cm/jam, 173,87 ton.m/ha cm/jam, 90,56 ton.m/ha cm/jam, dan 95,16 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian tertinggi pada bulan September, Oktober, November, dan Desember terjadi pada tanggal 30 September 2008,
28 Oktober 2009, 14
November 2008, dan 02 Desember 2008, dengan nilai erosivitas hujan masing – masing sebesar 81,47 ton.m/ha cm/jam, 93,98 ton.m/ha cm/jam, 122,63 ton.m/ha cm/jam, dan 108,08 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian terendah pada bulan Januari, Februari, Maret , dan April masing – masing sebesar 0,011 ton.m/ha cm/jam, 0,031 ton.m/ha cm/jam, 0,011 ton.m/ha cm/jam, dan 0,014 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian terendah pada Mei,Juni, Juli, dan Agustus masing – masing sebesar 0,003 ton.m/ha cm/jam, 0,006 ton.m/ha cm/jam, 0,026 ton.m/ha cm/jam, dan 0,016 ton.m/ha cm/jam.
Erosivitas hujan harian terendah pada bulan September,
Oktober, November, dan Desember masing – masing sebesar 0,004 ton.m/ha cm/jam, 0,042 ton.m/ha cm/jam, 0,004 ton.m/ha cm/jam, dan 0,013 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian (Gambar 9, 10, 11, 12) tertinggi daari seluruh kejadian hujan selama periode (2007 – 2010) terjadi pada tanggal 19 April 2009, 7 April 2009, dan 1 Februari 2009, dengan nilai erosivitas hujan masing – masing sebesar sebesar 737,98 ton.m/ha cm/jam, 560,41 ton.m/ha, cm/jam, dan 333,43 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan harian terendah terjadi pada tanggal 18 Mei 2007 dan 05 November 2010 dengan nilai erosivitas hujan masing – masing sebesar 0,003 ton.m/ha, cm/jam dan 0,004 ton.m/ha (Tabel Lampiran 6). Rata rata erosivitas hujan harian tertinggi di keempat tahun (2007, 2008, 2009, dan 2010) terjadi pada bulan Januari, Februari, dan Maret, sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli dan Agustus (Gambar 9, 10, 11, 12).
160,000
(a)
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
140,000 120,000 100,000
2007 80,000
2008
60,000
2009 2010
40,000 20,000 0,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
400,000
(b) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
350,000 300,000 250,000 200,000 2007 150,000
2008 2009
100,000
2010 50,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Tanggal
300,000
(c) erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
250,000
200,000
2007 2008
150,000
2009 2010
100,000
50,000
0,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
Gambar 9. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Januari, (b) Februari, dan (c) Maret
2007
2008
2009
2010
(a)
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
800,000 700,000 600,000 500,000 400,000 300,000 200,000 100,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
2007
2008
2009
2010
(b)
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
300,000
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
2007
2008
2009
2010
(c)
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
200,000 180,000 160,000 140,000 120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tanggal
Gambar 10. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) April (b) Mei, dan (c) Juni
2007
2008
2009
2010
(a)
erosivita hujans (ton.m/ha, cm/jam)
100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
2007
2008
2009
2010
(b) 100,000
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
2007
2008
2009
2010
(c)
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tanggal
Gambar 11.
Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Juli (b) Agustus, dan (c) September
2007
2008
2009
2010
(a)
100,000 erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
2007
2008
2009
2010
(b) 140,000
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tanggal
2007
2008
2009
2010
(c)
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
120,000 100,000 80,000 60,000 40,000 20,000 0,000 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Tanggal
Gambar 12. Erosivitas Hujan Harian Stasiun Citeko Bulan (a) Oktober (b) November, dan (c) Desember
Erosivitas hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan April 2009, Maret 2010, dan bulan Februari 2009, dengan nilai erosivitas hujan masing – masing sebesar 1.996,95 ton.m/ha cm/jam, 838,41 ton.m/ha, cm/jam dan 644,70 ton.m/ha cm/jam. Erosivitas hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Agustus 2009, Juli 2008, dan September 2007 dengan nilai erosivitas masing-masing sebesar 0,02 ton.m/ha cm/jam, 0,89 ton.m/ha cm/jam, dan 5,09 ton.m/ha cm/jam (Gambar 13). Berdasarkan rata – rata erosivitas hujan bulanan selama periode 2007 – 2010 (Gambar 13, Tabel 4), bulan April dan Maret merupakan bulan yang paling banyak menghasilkan erosivitas hujan tertinggi. Erosivitas hujan pada bulan April sebesar 656,16 ton.m/ha cm/jam dan Maret sebesar 504,78 ton.m/ha cm/jam, sedangkan terendah terjadi pada bulan Juli sebesar 39,17 ton.m/ha cm/jam. Bulan Juni dan Juli dimana kejadian hujan yang menghasilkan total erosivitas hujan rendah terjadi, masih dapat ditemukan beberapa kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan harian tinggi, seperti pada tanggal 08 Juni 2009 menghasilkan nilai erosivitas hujan sebesar 173,87 ton.m/ha cm/jam dan pada tanggal 24 Juli 2009 sebesar 90,56 ton.m/ha cm/jam (Tabel Lampiran 6). Nilai tersebut jauh di atas rata – rata erosivitas hujan harian bulan Juni dan Juli yang tidak lebih dari 10 ton.m/ha cm/jam. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar kejadian hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu menghasilkan erosivitas hujan tinggi dan dapat berpengaruh terhadap potensi terjadinya erosi. Bulan Agustus dan September tahun 2010 menghasilkan hari hujan berpotensi menghasilkan erosivitas hujan lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2007, 2008, 2009, dan 2010. Bulan Agustus tahun 2007 menghasilkan 4 hari hujan yang berpotensi menghasilkan erosivitas hujan. Bulan Agustus 2008 menghasilkan 7 dan bulan Agustus 2009 menghasilkan 1 hari hujan, sedangkan pada bulan Agustus tahun 2010 menghasilkan 11 hari yang berpotensi menghasilkan erosivitas hujan. Bulan September tahun 2007, 2008, 2009 masing – masing menghasilkan 5, 11, dan 3 hari hujan yang berpotensi menghasilkan erosivitas hujan, sedangkan bulan September tahun 2010 menghasilkan 18 hari hujan yang dapat menimbulkan erosivitas hujan. Hal ini juga terjadi pada bulan – bulan lain, dimana tahun 2010 merupakan tahun dengan hari hujan yang
berpotensi menghasilkan erosivitas hujan, walaupun nilai erosivitas hujan yang dihasilkan bukan erosivitas hujan tinggi (Tabel Lampiran 6). Secara umum bulan Oktober, November, Desember, Januari, Februari, Maret, April, dan Mei merupakan bulan dengan kejadian hujan yang banyak menghasilkan erosivitas hujan tinggi sehingga disarankan pada bulan – bulan tersebut untuk menghindari melakukan penanaman komoditas tanaman yang memerlukan pengelolaan tanah yang intensif. Pada bulan Juni, Juli, Agustus, dan September merupakan bulan dengan kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan rendah. 2007
2008
2009
2010
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
2500,00
2000,00
1500,00
1000,00
500,00
0,00 Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus September Oktober November Desember
Gambar 13. Erosivitas Hujan (EI30) Bulanan DAS Ciliwung Hulu (2007 – 2010) Berdasarkan hasil analisis data erosivitas hujan tahunan yang tersaji pada Tabel 4 dan Gambar 14, dapat diidentifikasikan bahwa tahun 2009 merupakan tahun dimana banyak kejadian hujan menghasilkan erosivitas hujan tinggi, sebesar 5.188,45 ton.m/ha cm/jam. Nilai erosivitas hujan tahunan 2008 dan 2010 tidak berbeda jauh, yaitu 2.881,72 ton.m/ha cm/jam dan 2.759,14 ton.m/ha cm/jam, sedangkan tahun 2007 merupakan tahun dimana kejadian hujan dengan nilai erosivitas hujan terendah terjadi, yaitu sebesar 2.020,40 ton.m/ha cm/jam. Berdasarkan hasil analisis tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2009, hujan yang terjadi memberi kontribusi besar terhadap terjadinya erosi di kawasan DAS Ciliwung hulu.
Tabel 4. Erosivitas Hujan (EI30) Bulanan dan Tahunan DAS Ciliwung Hulu (2007 – 2010) 2007
Bulan I30
EI30 *)
2008 I30
2009
EI30 *)
2010
I30
EI30 *)
I30
Jan Febr Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des
41,21 41,88 25,85 39,67 17,97 12,22 4,1 11,12 3,42 13,36 24,83 38,09
395,8 527,98 192,28 244,63 102,01 46,08 22,07 87,07 5,09 46,83 149,84 200,73
26,41 32,66 53,2 38,84 33,08 8,62 1,25 19,68 22,33 29,99 52,4 21,5
257,57 204,82 550,22 321,57 273,89 24,77 0,89 173,56 176,87 220,4 498,29 178,86
44,61 48,08 43,39 28,03 39,65 12,44 8,38 0,06 4,87 46,11 32,64 22,8
585,06 644,7 438,2 1.996,95 496,41 182,29 92,08 0,02 20,62 387,9 197,03 147,18
395,49 48,87 57,71 13,44 29,2 29,27 16,25 14,58 26,29 28,66 32,91 24,48
EI30 *) 271,2 486,13 838,41 61,48 264,61 83,27 41,64 52,83 108,94 207,48 246,96 96,19
Total
273,72
2.020,40
339,97
2.881,72
331,05
5.188,45
717,13
2.759,14
Rata rata EI30 bulanan 377,41 465,91 504,78 656,16 284,23 84,10 39,17 78,37 77,88 215,65 273,03 155,74
*) dihitung dengan menggunakan rumus Wischmeier dan Smith (1958)
erosivitas hujan (ton.m/ha, cm/jam)
6000,00 5000,00 4000,00 3000,00 2000,00 1000,00 0,00
2007
2008
2009
2010
Gambar 14. Erosivitas Hujan (EI30) Tahunan DAS Ciliwung Hulu (2007 – 2010) Erosivitas hujan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya erosi. Distribusi besaran nilai erosivitas hujan dapat digunakan sebagai masukan dalam penentuan waktu pengelolaan tanaman sehingga dapat memperkecil kemungkinan terjadinya erosi tanah. Pada bulan dengan nilai erosivitas hujan yang tinggi diupayakan menghindari pengolahan lahan secara intensif dan pembersihan lahan dari gulma. Pada bulan dengan kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan tinggi dapat juga dilakukan pemberian penutup permukaan lahan dengan mulsa, serasah daun – daunan atau penambahan bahan organik lainnya. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk mempertahankan agregat tanah dari pukulan air hujan yang besar sehingga menyebabkan terjadinya erosi tanah. Pada bulan dengan kejadian hujan yang menghasilkan erosivitas hujan rendah dapat dilakukan pemilihan jenis tanaman
musiman yang memerlukan pengolahan intensif tinggi dan tidak
memerlukan banyak air. Distribusi besaran nilai erosivitas hujan juga dapat digunakan sebagai salah satu faktor masukan dalam menentukan nilai prediksi erosi suatu daerah. Erosivitas hujan merupakan faktor alami yang tidak mungkin dikelola dan diatur oleh manusia waktu terjadinya dan besaran nilai yang dihasilkannya. Nilai erosivitas hujan yang tinggi di kawasan DAS Ciliwung Hulu merupakan tetapan yang tidak mungkin diperkecil atau dirubah waktu terjadinya. Untuk memperkecil laju erosi dapat dilakukan dengan mengelola faktor – faktor erosi yang lain. Menurut Arsyad (2010), besarnya erosi pada suatu lahan ditentukan oleh lima faktor utama, yaitu erosivitas hujan, erodibilitas hujan, bentuk lahan, vegetasi penutup tanah, dan tingkat pengelolaan tanah. Berdasarkan hasil penelitian mengenai besaran erosivitas hujan di kawasan DAS Ciliwung Hulu, maka usaha pengelolaan tanah secara konservasi perlu dilakukan. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk menekan laju erosi yang dihasilkan akibat besarnya nilai erosivitas hujan yang dihasilkan dari setiap kejadian hujan. 4.4. Perubahan Penggunaan Lahan Dalam menginterpretasi citra landsat ETM+, Sudadi et al. (1991) dan Janudianto (2004) mengelompokkan penggunaan lahan menjadi kategori hutan lebat, hutan semak atau belukar, kebun campuran, kebun karet, lahan terbuka, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang. Berdasarkan pengelompokan ini, hasil analisis penggunaan lahan terhadap peta penggunaan lahan kawasan DAS Ciliwung hulu tahun 1985, 1990, 1994, 2001, dan 2010 ditampilkan pada Tabel 6. Pada periode 1985 – 1990, luas hutan lebat mengalami penurunan dari 3869,93 ha menjadi 3143,39 ha. Kebun campuran, kebun karet, sawah, dan lahan terbuka
juga mengalami penurunan luasan, yang masing – masing terwakili
dengan nilaian 1.317,45 ha menjadi 1.151,73 ha, 188,53 ha menjadi 0,00 ha, 3.417,76 ha menjadi 2.703,87 ha, dan 540,70 ha menjadi 107,15 ha. Berbanding terbalik, hutan semak atau belukar, kebun teh, dan tegalan atau ladang mengalami
kenaikan luasan lahan yang masing – masing sebesar 479,39 ha menjadi 873,46 ha, 3.166,06 ha menjadi 3.838,64 ha, dan untuk tegalan sebesar 174,42 ha menjadi 619,93 ha. Pemukiman juga termasuk salah satu penggunaan lahan yang mengalami kenaikan luas lahan dari 1.765,58 ha menjadi 2.482,24 ha. Tabel 5. Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) Penggunaan Lahan
1985
1990
1994
2001
2010
Hektar Persen Hektar Persen Hektar Persen Hutan Lebat 3.869,93 25,94 3.143,39 21,07 3.143,02 21,07 Semak/belukar 479,39 3,21 873,46 5,85 512,06 3,43 Kebun Campuran 1.317,45 8,83 1.151,73 7,72 1.586,41 10,63 Kebun Karet 188,53 1,26 0,00 0,00 0,00 0,00
Hektar 2.993,53 278,69
Persen Hektar Persen 20,06 1.462,15 9,80 1,87 903,67 6,06
1.582,01 0,00
10,60 2.264,33 15,18 0,00 0,00 0,00
Kebun Teh Lahan Terbuka
3.166,06
21,22
3.094,77
20,74
540,70
3,62
0,30
11,70
0,08
Pemukiman
1.765,58
11,83
2.482,24 16,64 3.016,01 20,21
3.954,88
26,51
4.238,13 28,40
Sawah Tegalan Total
3.417,76 174,72 14.920
22,91 1,17 100
2.703,87 18,12 2.490,25 16,69 619,63 4,15 368,77 2,47 14.920 100 14.920 100
1.363,73 1.640,83 14.920
9,14 11,00 100
429,47 2,88 1.530,28 10,26 14.920 100
3.838,64 25,73 3.759,16 25,20 107,15
0,72
44,44
4.057,06 27,19 35,45
0,24
Pada periode 1990 – 1994, lahan pertanian seperti sawah dan tegalan atau ladang mengalami penurunan masing – masing sebesar 213,62 ha dan 250,86 ha. Kebun teh, lahan terbuka, dan hutan semak atau belukar juga mengalami penurunan luasan lahan yang masing-masing sebesar 79,48 ha, 62,71 ha, dan 361,40 ha. Penggunaan lahan yang mengalami kenaikan dalam luasan lahannya adalah pemukiman dan kebun campuran sebesar 533,77 ha dan 434,68 ha. Hutan lebat pada periode ini hanya mengalami penurunan luasan sebesar 0,37 ha. Pada periode 1994 – 2001, penggunaan lahan yang mengalami penurunan luasan lahannya adalah hutan lebat, hutan semak, kebun teh, dan lahan terbuka masing-masing sebesar 149,49 ha, 233,37 ha, 664,39 ha, dan 32,74 ha. Sebaliknya penggunaan lahan yang mengalami penambahan luasan lahan yang cukup besar adalah pemukiman, yakni sebesar 938,87 ha. Pada periode ini penggunaan lahan yang paling banyak mengalami penambahan luasan lahan adalah tegalan atau ladang, yakni sebesar 1.272,06 ha, sedangkan penggunaan lahan yang mengalami
penurunan luasan lahan terbesar adalah sawah, yakni sebesar 1.126,52 ha. Kebun campuran mengalami penurunan luasan lahan sebesar 4,40 ha. Penggunaan lahan pada tahun 2010 (Tabel 5, Gambar Lampiran 1) didominasi oleh pemukiman. Luasan lahan pemukiman pada tahun 2010 naik secara signifikan, pada tahun 1985 sebesar 1.765,58 ha, dan meningkat menjadi 4.238,13 ha pada tahun 2010. Periode 2001 – 2010, penggunaan lahan yang mengalami penurunan luasan lahan adalah hutan lebat, sawah, dan tegalan, yang masing – masing perubahan penurunan luasannya adalah 1.531,38 ha, 934,26 ha, dan 110,55 ha. Penggunaan lahan luasannya bertambah adalah hutan semak, kebun campuran, pemukiman, lahan terbuka, yamg masing-masing kenaikan luasannya sebesar 624,98 ha, 682,32 ha, 283,25 ha, dan 23,75 ha. Pada periode ini, kebun teh mengalami penambahan luasan, yakni sebesar 962,29 ha. 4.4.1. Perubahan Penggunaan Lahan Hutan Lebat Perubahan luas hutan lebat memiliki laju peluruhan eksponensial yang tergambar dalam model persamaan y = 4.010,8 exp(-0,029X) dengan nilai R square (R2) = 0,91 (Gambar 15 dan Tabel 6). Laju peluruhan hutan lebat mengalami penurunan luasan lahannya dari tahun 1985 ke tahun 2010, yakni sebanyak
luasan (ha)
2.407,78 ha atau berkurang sebanyak 62,21 %.
y = 4.010,8 exp(-0,029X)
urutan tahun pengamatan
Gambar 15. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Hutan Lebat Hutan lebat di DAS Ciliwung Hulu kebanyakan berada di wilayah dengan elevasi tinggi dan kemiringan lereng yang curam, sekitar puncak gunung (Janudianto, 2004). Hal ini menyebabkan sangat sulit hutan lebat langsung
dikonversi menjadi pemukiman. Kenyataannya karena teknologi yang semakin berkembang dari waktu ke waktu menyebabkan semakin banyak ditemui pemukiman atau lahan terbangun yang berada di sekitar puncak gunung. Tabel 6. Model Pendugaan Perubahan Berbagai Tipe Penggunaan Lahan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) Model persamaan pendugaan pertumbuhan eksponensial penggunaan lahan DAS Ciliwung hulu (y = c*exp(b0+b1*x1+b2*x2...) Tipe penggunaan lahan R2 Persamaan Hutan Lebat 0,91 y = 4.010,8exp(-0,029X) Hutan Semak/Belukar 0,25 y = 521,6exp(0,012X) Kebun Campuran 0,92 y = 1.140,1exp(0,025X) Kebun Teh 0,41 y = 3.368,7exp(0,005X) Lahan Terbuka 0,99 y = 736,6exp(-0,31X) Pemukiman 0,93 y = 2.109,5exp(0,029X) Sawah 0,97 y = 3.808,2exp(-0,06X) Tegalan/Ladang 0,82 y = 399exp(0,056X)
Ket: y = luas pendugaan penggunaan lahan (ha); x = urutan tahun pengamatan Tabel 7. Hasil Estimasi Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Model Pertumbuhan Eksponensial Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 R2
Hutan Lebat 3.897,06 3.786,58 3.679,23 3.574,92 3.473,57 3.375,09 3.279,41 3.186,44 3.096,10 3.008,32 2.923,04 2.840,17 2.759,65 2.681,41 2.605,39 2.531,53 2.459,76 2.390,02 2.322,27 2.256,43 2.192,46 2.130,30 2.069,91 2.011,22 1.954,20 1.898,80 0,90
Kebun Campuran 1.169,02 1.198,71 1.229,16 1.260,38 1.292,40 1.325,23 1.358,89 1.393,41 1.428,80 1.465,10 1.502,31 1.540,47 1.579,60 1.619,73 1.660,87 1.703,06 1.746,32 1.790,68 1.836,16 1.882,80 1.930,63 1.979,67 2.029,95 2.081,52 2.134,39 2.188,61 0,92
Lahan Terbuka 539,96 395,81 290,14 212,69 155,91 114,28 83,77 61,41 45,02 33,00 24,19 17,73 13,00 9,53 6,98 5,12 3,75 2,75 2,02 1,48 1,08 0,79 0,58 0,43 0,31 0,23 0,99
Pemukiman
Sawah
2.172,16 2.236,69 2.303,13 2.371,55 2.442,00 2.514,54 2.589,23 2.666,15 2.745,35 2.826,90 2.910,88 2.997,35 3.086,38 3.178,07 3.272,47 3.369,68 3.469,78 3.572,85 3.678,99 3.788,28 3.900,81 4.016,69 4.136,00 4.258,87 4.385,38 4.515,65 0,93
3.587,53 3.379,69 3.183,89 2.999,43 2.825,66 2.661,96 2.507,74 2.362,46 2.225,59 2.096,66 1.975,19 1.860,76 1.752,96 1.651,40 1.555,73 1.465,60 1.380,69 1.300,70 1.225,35 1.154,36 1.087,48 1.024,48 965,13 909,21 856,54 806,92 0,97
Tegalan/ Ladang 422,03 446,42 472,21 499,50 528,36 558,89 591,19 625,35 661,48 699,70 740,13 782,90 828,14 875,99 926,61 980,15 1.036,79 1.096,69 1.160,06 1.227,10 1.298,00 1.373,00 1.452,34 1.536,26 1.625,03 1.718,93 0,82
4.4.2. Perubahan Penggunaan Lahan Kebun Campuran Luas penggunaan lahan kebun campuran selama periode 1985 – 2010 mengalami peningkatan, yakni sebesar 946,88 ha. Model persamaan pertumbuhan penggunaan lahan kebun campuran adalah y = 1.140,1exp(0,025X) dengan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,92. Peningkatan luas kebun campuran umumnya merupakan penambahan lahan kebun campuran atau pekarangan di sekitar pemukiman dan konversi dari semak belukar. Kebun campuran pada penelitian ini terdiri atas campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan dan tanaman semusim yang terletak pada satu bidang lahan yang pengolahannya menggunakan alat berat sehingga menyebabkan kondisi fisik tanah menurun. Model persamaan
luasan (ha)
eksponensial laju pertumbuhan kebun campuran dapat dilihat pada Gambar 16.
y = 1.140,1exp(0,025X)
urutan tahun pengamatan
Gambar 16. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Kebun Campuran 4.4.3. Perubahan Penggunaan Lahan Terbuka Luas lahan terbuka mengalami penurunan sebesar 505,25 ha. Penurunan luas lahan terbuka dinyatakan dalam persamaan y = 736,6exp(-0,31X) dengan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,99 (Gambar 17). Luas lahan terbuka di akhir – akhir tahun pengamatan semakin sedikit jumlahnya, hal ini dapat dilihat dari luas lahan terbuka 2010 yang hanya sebesar 0,23 ha.
luasan (ha)
y = 736,6exp(-0,31X)
urutan tahun pengamatan
Gambar 17.
Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Lahan Terbuka
4.4.4. Perubahan Penggunaan Lahan Pemukiman Pemukiman meningkat pesat dibandingkan penggunaan lahan lain, sebesar 2.472,55 ha atau meningkat sebesar 58,34 %. Pertumbuhan pemukiman dinyatakan dalam persamaan y = 2.109,5exp(0,029X) dengan R square (R2) = 0,99 (Gambar 18). Pemukiman dalam penelitian ini meliputi kampung dan penggunaan lahan non pertanian (Janudianto, 2004). Pertumbuhan pemukiman yang pesat terjadi karena DAS Ciliwung Hulu merupakan daerah yang menawarkan pertumbuhan ekonomi tinggi dari sektor pariwisatanya. Pemukiman dalam penelitian ini meliputi kampung dan penggunaan lahan non pertanian lainnya,
luasan (ha)
seperti sarana dan prasarana daerah wisata (Sudadi et al., 1991).
y = 2.109,5exp(0,029X)
urutan tahun pengamatan
Gambar 18. Model Persamaan Pemukiman
Eksponensial
Laju
Perubahan
4.4.5. Perubahan Penggunaan Lahan Tegalan atau Ladang Luas lahan tegalan atau ladang pada periode 1985 – 2010 bertambah sebesar 1.355,56 ha. Model persamaan laju pertumbuhan tegalan atau ladang periode (1985 – 2010) adalah y = 399exp(0,056X) dengan nilai koefisien determinasi (R2) = 0,92. Model persamaan dapat dilihat pada Gambar 19. Tegalan atau ladang dalam penelitian ini merupakan usahatani lahan kering yang ditanami komoditas
luasan (ha)
seperti palawija.
y = 399exp(0,056X)
urutan tahun pengamatan
Gambar 19. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Tegalan atau Ladang 4.4.6. Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Luas sawah berkurang signifikan dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan sawah dapat dinyatakan dalam persamaan y = 3.808,2exp(-0,06X) dengan nilai nilai koefisien determinasi (R2) = 0,97 (Gambar 20). Sawah merupakan lahan yang paling berpotensi dikonversi menjadi kawasan pemukiman (tempat peristirahatan, restaurant, toko, dan tempat wisata). Hal ini disebabkan karena umumnya sawah berlokasi di sekitar pemukiman, dekat dengan aliran sungai dan jalan (Janudianto, 2004). Luas penggunaan lahan sawah berkurang sebanyak 2.988,29 ha atau sebanyak 87,43 %. Sawah dalam penelitian merupakan usahatani yang ditanami padi.
luasan (ha)
y = 3.808,2exp(-0,06X)
urutan tahun pengamatan
Gambar 20. Model Persamaan Eksponensial Laju Perubahan Sawah 4.5. Hubungan Penggunaan Lahan, Curah Hujan, dan Debit Aliran Sungai Peubah penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan yang didapat dari hasil analisis pendugaan pertumbuhan eksponensial yang memiliki nilai koefisien determinasi (R2) tinggi. Penggunaan lahan yang memenuhi syarat tersebut adalah penggunaan lahan hutan lebat, kebun campuran, pemukiman, sawah, dan tegalan atau ladang. Penggunaan lahan terbuka dan kebun karet tidak dijadikan masukan (input) peubah penjelas dalam model regresi berganda dikarenakan jumlah luasannya yang semakin kecil atau hampir tidak ada di tahun – tahun akhir pengamatan. Penghilangan peubah lahan terbuka dan kebun karet dari model persamaan dilakukan agar model persamaan yang dihasilkan tidak menimbulkan bias antar koefisien peubah. Debit aliran sungai yang digunakan dalam penelitian ini adalah debit aliran sungai tahunan dengan tinggi muka air (TMA) di atas 80 cm, yang merupakan debit di atas ketinggian normal yang dapat berdampak pada kemungkinan banjir di bagian hilir. Debit dengan ketinggian ini terjadi pada musim penghujan. Debit ini dipilih karena merupakan debit yang paling representatif menunjukkan hasil yang signifikan pada model persamaan dibandingkan dengan total debit harian selama setahun, dimana debit aliran sungai yang terjadi selama musim kemarau diperhitungkan juga. Pada uji statistik hasil analisis regresi berganda ditemukan adanya korelasi kuat antar variabel bebas, yang disebut multikolinearitas. Multikolinearitas akan
menghasilkan nilai nilai koefisien determinasi (R2) yang tinggi, namun koefisien regresi yang dihasilkan tidak bersifat nyata secara statistik sehingga perlu dilakukan orthogonalisasi peubah dengan menggunakan analisis antara berupa analisis komponen utama (principle component analysis). Analisis komponen utama digunakan terhadap peubah penggunaan lahan yang terkait satu sama lain sehingga diperoleh sebuah komponen utama yang mampu menjelaskan 98,1 % keragaman data. Peubah – peubah yang mempengaruhi debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu tertera pada Tabel 8 dan Tabel Lampiran 7. Tabel 8. Peubah – peubah yang Mempengaruhi Debit Aliran Sungai DAS Ciliwung Hulu Peubah Curah hujan tahunan (X1) Hutan lebat (X2) Kebun campuran (X3) Pemukiman (X4) Sawah (X5) Tegalan atau ladang (X6) α = 0,05; R-Sq = 42,4 %
Koefisien 0,94 -0,21 0,41 0,92 -0,17 0,15
p-level 0,031 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda antara peubah penggunaan lahan dan curah hujan terhadap debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu pada taraf nyata 5 % (α = 0,05), diperoleh model persamaan sebagai berikut: Y = –996,63 + 0,94 X1 – 0,21 X2 + 0,41 X3 + 0,92 X4 – 0,17 X5 + 0,15 X6 dimana, Y
= debit aliran sungai (h ≥ 80 cm, Q = m3/detik)
X1 = curah hujan tahunan (mm) X2 = luas hutan lebat (ha) X3 = luas kebun campuran (ha) X4 = luas pemukiman (ha) X5 = luas sawah (ha) X6 = luas tegalan atau ladang (ha) Berdasarkan hasil analisis regresi berganda, peubah curah hujan merupakan peubah yang paling berpengaruh dibandingkan dengan peubah penggunaan lahan. Bertambahnya curah hujan tahunan akan menambah debit
aliran sungai DAS Ciliwung Hulu. Besarnya pengaruh peubah hujan pada perubahan debit aliran sungai dikarenakan karakteristik hujan DAS Ciliwung Hulu yang memiliki periode musim hujan sebanyak 10 bulan (kriteria BMKG) atau karakteristik hujan dengan bulan basah (CH > 200 mm) sebanyak 8 bulan (kriteria Oldeman, 1975). Besarnya volume air hujan dan intensitas hujan menyebabkan banyaknya air hujan yang jatuh ke permukaan tanah. Volume air hujan tersebut tidak semuanya dapat terserap baik oleh tanah dan akhirnya air hujan berlebih tersebut menjadi limpasan air sungai dalam volume yang besar. Berkurangnya luas hutan lebat dari tahun ke tahun menyebabkan meningkatnya debit aliran sungai setiap tahunnya. Hutan lebat selama periode 1985 – 2010 mengalami penurunan dari 3.897,06 ha menjadi 1.898,80 ha. Pengaruh baik keberadaan hutan terhadap pengurangan perbedaan fluktuasi debit sepanjang tahun disebabkan oleh perubahan evapotranspirasi. Persentase dari total hutan dan luas bidang dasar (basal area) yang ditebang berkorelasi langsung dengan penambahan hasil air. Secara fisik vegetasi akan menahan aliran permukaan dan meningkatkan simpanan permukaan (depression storage, surface detention) sehingga menurunkan besarnya aliran permukaan dan pada akhirnya menurunkan besarnya aliran air yang masuk ke sungai. Selain itu vegetasi yang lebat mampu menahan laju derasnya air hujan sehingga tidak menyebabkan terjadinya kerusakan tanah dan mengurangi terjadinya erosi (Manan, 1993). Menurut Arsyad (2010), vegetasi mempengaruhi siklus hidrologi melalui pengaruhnya terhadap air hujan yang jatuh dari atmosfir ke permukaan bumi, ke tanah dan batuan di bawahnya. Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam (1) intersepsi air hujan, (2) mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak hujan dan aliran permukaan, (3) pengaruh akar, bahan organik sisa-sisa tumbuhan yang jatuh dipermukaan tanah, dan kegiatan – kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (4) transpirasi yang mengakibatkan berkurangnya kandungan air tanah. Berbeda dengan pengaruh hutan lebat, adanya peningkatan jumlah luas lahan pemukiman dari 2.172,16 ha menjadi 4.515,65 ha berpengaruh meningkatkan debit aliran sungai. Penambahan pemukiman (lahan terbangun) di
kawasan DAS Ciliwung hulu mengakibatkan bertambahnya daerah kedap air sehingga mengurangi daya infiltrasi air ke dalam tanah, yang berimplikasi terhadap meningkatnya volume limpasan air menuju sungai. Menurut Indarto (2010), penutupan permukaan tanah oleh aspal membuat permukaan menjadi impermeabel dan mengurangi infiltrasi air. Tanah yang padat menyebabkan infiltrasi, perkolasi, dan penyimpanan lengas tanah berkurang. Bertambahnya luas kebun campuran dari 1.317,45 ha menjadi 2.264,33 ha dan luas tegalan dar 422,03 ha menjadi 1.718,93 ha meningkatkan volume debit aliran sungai. Menurut Arsyad (2010), ladang adalah jenis usahatani berpindah – pindah dari satu bidang ke bidang lain dalam siklus tertentu, yang mengandalkan sumber air dari curah hujan. Sistem usahatani ladang tidak lagi dianjurkan, terutama pada daerah daerah berpenduduk padat, karena berpotensi memboroskan dan merusak tanah. Lahan tegalan dan kebun campuran merupakan lahan pertanian yang pengelolaan lahannya kurang baik sehingga menyebabkan lahan lama kelamaan menjadi tidak produktif. Meningkatnya luasan lahan kebun campuran dan tegalan biasanya merupakan konversi dari hutan lebat semak belukar, dimana pada saat pembukaannya menggunakan alat berat yang bertujuan meratakan tanah sehingga menyebabkan lapisan tanah yang subur hilang dan mempengaruhi sifat fisik tanah. Rusaknya sifat fisik tanah menyebabkan daya serap (infiltrasi) berkurang sehingga ketika hujan dengan intensitas tinggi terjadi akan banyak limpasan air permukaan yang tidak terserap tanah kemudian limpasan air tersebut mengalir di atas permukaan tanah dan jatuh ke badan sungai. Peubah penggunaan lahan sawah berpengaruh negatif terhadap perubahan debit aliran sungai. Penggunaan lahan sawah berfungsi menurunkan debit aliran sungai, tetapi tidak secara nyata. Hal ini dapat disebabkan karena landform dari sawah yang berbentuk pematang sehingga memungkinkan hujan yang turun tertampung sementara sampai batas dari permukaan sawah penuh terisi air. Ketika air telah memenuhi sawah, maka air hujan yang terus turun akan mengalir keluar pematang menjadi aliran permukaan. Sawah adalah suatu bentuk usahatani di atas lahan yang digenangi air dan ditanami padi. Sumber air dapat berasal dari air irigasi atau air hujan (Arsyad, 2010). Lahan sawah memiliki daya infiltrasi rendah yang disebabkan adanya
lapisan bajak dan tingginya kandungan air tanah sehingga menghalangi masuknya air ke dalam tanah. Air akan tertahan di permukaan dan berubah menjadi aliran bila daya tampung sawah terpenuhi (Suryani dan Agus, 2005). Berdasarkan hasil analisis regresi berganda secara agregasi (keseluruhan model), debit aliran sungai selama periode 1985 – 2010 terus mengalami peningkatan. Pada tahun 1985, debit aliran sungai pada bendungan Katulampa (TMA ≥ 80 cm) sebesar 1.716,65 m3/dtk, tahun 1995 sebesar 2.666,22 m3/dtk, dan pada tahun 2010 sebesar 6.943,79 m3/dtk (Tabel Lampiran 5). Peningkatan debit aliran sungai tersebut dikarenakan meningkatnya konversi lahan bervegetasi permanen, seperti hutan lebat, menjadi lahan terbangun dan lahan pertanian (sawah, kebun campuran, kebun teh, dan tegalan atau ladang). Konversi ini menyebabkan semakin sedikit jumlah lahan yang memiliki kemampuan infiltrasi (daya serap air) tinggi, sebaliknya meningkatnya lahan terbangun dan lahan pertanian menyebabkan semakin banyak luasan lahan yang kedap terhadap air sehingga aliran permukaan di kawasan DAS Ciliwung Hulu terus meningkat dan berimplikasi pada meningkatnya debit aliran sungai setiap tahunnya. Konversi ini terjadi bersamaan dengan meningkatnya jumlah curah hujan tahunan DAS Ciliwung Hulu (1985 – 2010) sehingga debit aliran sungai DAS Ciliwung hulu semakin meningkat setiap tahunnya (Gambar 6). Curah hujan pada tahun 1985 sebesar 3.129 mm, tahun 1995 sebesar 3.903 mm, dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 4.536 mm. Keberagaman data yang dihasilkan model persamaan regresi berganda pada penelitian ini mampu menjelaskan koefisien determinasi atau variasi aktual sebesar 42,4 % (R2 = 0,424). Peubah – peubah penggunaan lahan dan curah hujan mampu menjelaskan perubahan debit aliran sungai sebesar 42,4 %. Sisa koefisien determinasi sebesar 53,8 % ditentukan oleh faktor – faktor lain di luar model yang tidak digunakan dalam penelitian ini. Hal ini menguatkan teori yang mengatakan bahwa masih terdapat faktor – faktor lain yang mempengaruhi perubahan debit aliran sungai, seperti kondisi tanah dan kondisi topografi sekitar DAS (Daerah Aliran Sungai) serta aspek sosial dan ekonomi yang harus diperhitungkan pengaruhnya terhadap aktivitas manusia di sekitar Daerah Aliran Sungai. Model yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam pendugaan
perubahan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu karena model tersebut mempunyai taraf nyata (p-level = 0,013), di bawah taraf nyata (p-level = 0,05). 4.6. Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahun 1985 dan 2010 Komponen aliran permukaan langsung pada hidrograf aliran sungai merupakan indikator dalam menentukan besarnya jumlah curah hujan yang tidak terserap oleh tanah. Aliran permukaan langsung yang semakin besar menunjukkan jumlah curah hujan yang diserap oleh tanh dan dievapotranspirasikan semakin berkurang sehingga jumlah air yang mengalir di titik penglepasan sungai (outlet) semakin besar. Aliran permukaan langsung (direct runoff) terjadi karena kapasitas infiltrasi tanah lebih rendah daripada intensitas hujan yang jatuh ke permukaan. Sebagian hujan yang sampai ke permukaan tanah menjadi aliran permukaan karena tidak semua air hujan dapat diserap oleh tanah (Indarto, 2010). Untuk mengkaji pengaruh perubahan penggunaan lahan dan curah hujan terhadap aliran permukaan, dilakukan analisis hidrograf debit aliran sungai tahunan dengan memisahkan antara aliran permukaan langsung (direct runoff) dari aliran dasar sungai (baseflow). Berdasarkan hasil analisis hidrograf debit aliran sungai (Tabel 9), volume aliran permukaan langsung (direct runoff) mengalami peningkatan. Pada bulan Agustus tahun 1985, volume aliran permukaan langsung (direct runoff) sebesar 104 Mm3 meningkat menjadi 1.521 Mm3 pada tahun 2010. Peningkatan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) juga terjadi pada bulan Juni 1985 sebesar 607 Mm3 menjadi 1.159 Mm3. Pada beberapa bulan, seperti pada bulan april 1985, volume aliran permukaan langsung (direct runoff) sebesar 1.291 Mm3 menurun secara signifikan menjadi 271 Mm3. Penurunan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) ini bukan dikarenakan faktor penggunaan lahan, tetapi dikarenakan faktor iklim, yaitu curah hujan pada bulan April tahun 1985 sebesar 438 mm menurun menjadi 145 mm pada tahun 2010 (Tabel Lampiran 1). Berdasarkan total volume aliran permukaan langsung (direct runoff) selama setahun, volume aliran permukaan langsung (direct runoff) meningkat dari 10.745 Mm3 pada tahun 1985 dan meningkat menjadi 16.515 Mm3 pada tahun 2010. Peningkatan volume aliran permukaan langsung (direct runoff) pada suatu wilayah dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kapasitas infiltrasi, curah hujan,
iklim, dan topografi. Aliran permukaan langsung (direct runoff) dapat terjadi apabila terdapat lapisan kedap air di atas permukaan tanah sehingga air di permukaan tidak dapat terinfiltrasi dengan baik ke dalam tanah. Meningkatnya volume aliran permukaan langsung (direct runoff) pada DAS Ciliwung Hulu selama periode 1985 dan 2010 dikarenakan berkurangnya luasan hutan dari 3.897,06 ha menjadi 1.898,80 ha dan meningkatnya luasan pemukiman dari 2.172,16 ha menjadi 4.515,65 ha dan lahan – lahan pertanian, seperti kebun campuran, sawah, dan tegalan atau ladang. Perubahan penggunaan lahan menyebabkan semakin meningkatnyan luas lapisan kedap air sehingga kapasitas infiltrasi tanah menjadi rendah. Hal ini menyebabkan jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah berkurang dan volume aliran permukaan menjadi meningkat sehingga debit aliran sungai meningkat. Penurunan jumlah air hujan yang meresap ke DAS Ciliwung Hulu dan meningkatnya volume aliran permukaan menunjukkan terjadinya kerusakan pada daerah resapan air ini. Selain perubahan penggunaan lahan, curah hujan juga mempengaruhi besarnya aliran permukaan. Hasil analisis hidrograf debit aliran sungai yang memisahkan volume aliran permukaan dan baseflow semakin menguatkan bahwa setiap tahunnya kondisi fisik DAS Ciliwung Hulu semakin menurun atau mengalami degradasi, hal ini ditandai dengan meningkatnya volume aliran permukaan langsung (direct runoff) secara signifikan dari tahun 1985 hingga 2010 sebesar 5.771 Mm3. Tabel 9. Volume Aliran Permukaan Langsung DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total
Direct Runoff (x 106 m3) 1985 1.285 1.197 1.012 1.291 1.319 607 294 104 725 1.688 464 759 10.745
Direct Runoff (x 106 m3) 2010 624 2.714 2.839 271 982 1.159 674 1.521 2.106 1.277 1.273 1.076 16.516
Koefisien aliran permukaan langsung merupakan nisbah jumlah aliran permukaan langsung (direct runoff) terhadap curah hujan wilayah DAS Ciliwung Hulu. Nilai koefisien aliran permukaan langsung tahunan DAS Ciliwung Hulu pada tahun 1985 adalah sebesar 0,59 (59 % dari total hujan tidak terinfiltrasi ke tanah dan menjadi aliran permukaan langsung). Pada tahun 2010, nilai koefisien aliran permukaan langsung adalah 0,73 (73 % dari total hujan yang turun selama tahun 2010 tidak terinfiltrasi ke tanah dan menjadi aliran permukaan langsung) (Tabel 11). Peningkatan penggunaan lahan pemukiman sebesar 58,34 % (Tabel 5) mengakibatkan koefisien aliran permukaan langsung semakin besar dari (dari 0,59 menjadi 0,73) karena curah hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah atau dievapotranspirasikan berkurang sehingga jumlah air yang mengalir di titik penglepasan sungai meningkat. Tabel 10. Curah Hujan (CH) dan Direct Runoff (DRO) DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata - rata
1985 DRO (mm) CH (mm) 277,89 467,33 286,61 430,00 218,77 336,33 288,32 319,33 285,17 456,33 135,62 208,33 63,59 266,67 22,52 271,33 161,89 515,33 365,03 250,33 103,74 246,33 164,02 242,67 2.373,16 4.010,33 197,76 334,19
2010 DRO (mm) CH (mm) 134,83 473,33 649,56 640,33 613,82 694,67 60,63 165,50 212,38 372,50 258,86 291,50 145,65 282,00 328,92 425,50 470,52 478,00 276,02 474,50 284,50 339,83 232,64 360,83 3.668,33 4.998,50 305,69 416,54
Tabel 11. Koefisien Aliran Permukaan Langsung (Direct Runoff) Tahunan DAS Ciliwung Hulu Tahun 1985 dan 2010 Tahun 1985 2010
Total DRO (mm) 2373,16 3668,33
Curah Hujan (mm) 4010,33 4998,50
Koefisien Aliran 0,59 0,73
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Hujan di DAS Ciliwung Hulu berpola monsun, dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari sebesar 522 mm, dan terendah pada bulan Juli sebesar 121 mm. 2. Erosivitas hujan di DAS Ciliwung Hulu tergolong tinggi, dengan rata – rata erosivitas hujan bulanan sebesar 267,7 ton.m/ha cm/jam. 3. Konversi hutan lebat menjadi lahan pertanian (sawah, kebun campuran, kebun teh, dan tegalan) dan lahan terbangun (pemukiman, tempat wisata, dan sarana prasarana) dan peningkatan curah hujan meningkatkan debit aliran sungai selama periode (1985 – 2010). 4. Model persamaan hubungan debit aliran sungai (Y), curah hujan (X1), hutan lebat (X2), kebun campuran (X3), pemukiman (X4), sawah (X5), dan tegalan atau ladang (X6) : Y = – 996,63+0,94 X1–0,21 X2 + 0,41 X3 + 0,92 X4 – 0,17 X5 + 0,15 X6 Curah hujan dan luas lahan terbangun (pemukiman) merupakan peubah yang paling berpengaruh nyata terhadap peningkatan debit aliran sungai. Berkurangnya luas hutan lebat dan meningkatnya lahan pertanian dan lahan terbangun meningkatkan debit aliran sungai DAS Ciliwung Hulu secara nyata.
5.2. Saran Besarnya frekuensi dan intensitas hujan yang jatuh di kawasan DAS Ciliwung Hulu mengharuskan keberadaan hutan dan kawasan pertanian yang memiliki fungsi hidrologis terhadap DAS Ciliwung Hulu perlu dipertahankan. Laju pertumbuhan lahan terbangun perlu dikendalikan secara serius oleh pihak – pihak terkait. Hal ini mengingat daya dukung kawasan DAS Ciliwung Hulu yang perlu dipertahankan karena implikasinya yang nyata terhadap daerah hilir berupa masalah banjir yang dapat dihasilkan jika Ciliwung Hulu mengalami degradasi lahan.
Model persamaan perubahan debit yang dihasilkan dalam penelitian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan peubah yang digunakan. Penelitian lebih lanjut dalam pembuatan model perubahan debit disarankan dengan menggunakan peubah – peubah yang lebih banyak sehingga dapat dihasilkan model persamaan perubahan debit yang lebih representatif terhadap fenomena yang terjadi sebenarnya. Beberapa peubah yang dianggap relevan adalah peubah kondisi tanah (jenis dan kedalaman tanah), kondisi topografi (elevasi), dan jumlah penduduk.
DAFTAR PUSTAKA Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Edisi Revisi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor. [BRLKT] Balai Rehabilitasi Lahan dan Konsevasi Tanah. 2000. Rencana Teknik Lapangan RLKT sub DAS Ciliwung Hulu. Buku Utama. Bogor. dalam D. Yulianti. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Dinamika Pemusatan Komoditas Tanaman Pangan (Studi Kasus Sub – Sub DAS Ciliwung Hulu). Skripsi. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Brown, J. R., C. Jakob, and J. M. Haynes. 2010. An Evaluation of Rainfall Frequency and Intensity over the Australian Region in a Global Climate Model. Journal of Climate 23 : 6504 – 6525. Chow, V.T., R. David, and W. Larry 1988. Applied Hydrology. Mc. Graw-Hill. New York. Coffey, M.E, S.R Workman, J.L Taraba, and A.W Fogle. 2004. Statistical Procedures for Evauluating Daily and Monthly Hydrology Model Prediction. American Society of Agriculture Engineers 47(1): 59-68. Dyson, L. L. 2009. Heavy Daily – Rainfall Characteristics Over the Gauteng Province. Department of Geography. Geoinformatics and Meteorology. Geography Building 2-12, University of Pretoria, Pretoria 0001, South Africa. Water SA 35(5) : 627 – 638. Gaspertz, V. Teknik Analisis dalam Penelitian Perancangan Percobaan 2. Bandung: Tarsito Haridjaja, O., K. Murtilaksono, Sudarmo, dan L. M. Rachman. 1990. Hidrologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta. dalam L. Tumanggor. 2010. Aplikasi Konsep Hidrograf Satuan Sesaat Geomorfolofi untuk Memprediksi Debit Aliran Sungai (studi kasus DAS Cibojong). Skripsi. Jurusan Geofisikan dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Ilyas, M.A. 1996. Pengembangan Model Hidrologi dengan Sistem Parameter Terdistribusi pada Daerah Aliran Sungai untuk Penanngulangan Masalah Sumberdaya Air. Prosiding Seminar Nasional: Strategi Pengembangan Wilayah dalam Mencapai Pembangunan Berkelanjutan. Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi Aksara. Jakarta. Irianto, A. 2008. Statistik Konsep Dasar dan Aplikasinya. Prenada Media Group. Jakarta.
Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum – Minimum di Sub-DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Justika S. B., S.N. Darwis., I. Las., H. Pawitan, Y. Koesmaryono, dan M. Hadad. 1997. Sumberdaya Air dan Iklim dalam Mewujudkan Pertanian Efisien. PERHIMPI. Jakarta. Kartasapoetra, A. 2004. Klimatologi: Pengaruh Iklim terhadap Tanah dan Tanaman. PT Bumi Aksara. Jakarta. Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Manan, S. 1993. Pengaruh Hutan dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Oldeman, L. R. 1975. An Agro-climatic Map of Java. Contr. dalam B. Tjasyono. 2004. Klimatologi. Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Pawitan, H. 1989. Karakteristik Hidrologi dan Daur Limpasan Daerah Aliran Sungai Ciliwung. Laporan Akhir Penelitian – Lembaga Penelitian IPB. Bogor. Prawirowardoyo, S. 1996. Meteorologi. ITB. Bandung. Ramanathan, E. 2000. Introductory Econometric with Application. The Dryden Press. San Diego. Riyadi, D. 2003. Pemetaan Geologi Lingkungan Daerah Bogor dan Sekitarnya. dalam Janudianto. 2004. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Debit Maksimum – Minimum di Sub-DAS Ciliwung Hulu. Skripsi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Sarwoko. 2005. Dasar – dasar Ekonometrika. Penerbit Andi. Yogyakarta. Seyhan, E. 1977. Dasar – dasar Hidrologi. Editor Soenardi Prawirohatmojo. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Sinukaban, N. 2007. Konservasi Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Bogor. Soleh, A. M. 2004. Pengembangan Perangkat Lunak Regresi Linier dan Regresi Komponen Utama. Departemen Statistika. Fakultas Matematika dan IPA. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Smith, M. B., V. I Koren, Z. Zhang, S. M. Reed, J. J. Pan, and F. Moreda. 2004. Runoff Response to Spatial Variability in Precipitation: An Analysis of Observed Data. Journal of Hydrology 298 (2004) : 267–286. Sosrodarsono, S. dan K. Takeda. 2006. Hidrologi untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
Sudadi, U., D.P.T. Baskoro, K. Munibah, B. Barus, dan Darmawan. 1991. Kajian Pengaruh Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Aliran Sungai dan Penurunan Kualitas Lahan di Sub-DAS Ciliwung Hulu dengan Pendekatan Model Simulasi Hidrologi. [Laporan Penelitian]. Bogor. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sudjarwadi. 1987. Teknik Sumber Daya Air. UGM-Press. Yogyakarta. Sumarwoto, O. 2001. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Penerbit Djambatan. Jakarta. Suryani, E. dan F. Agus. 2005. Perubahan Penggunaan Lahan dan Dampaknya terhadap Karaktersitik Hidrologi: Suatu Studi di DAS Cijapulang, Bandung, Jawa Barat. Prosiding Seminar Nasional: Multifungsi Pertanian. Balai Penelitian Tanah. Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Edisi ke-2. Penerbit ITB. Bandung. Viessman, Jr.W., J.W. Knapp, G.L. Lewis, and T.E. Hargough. 1977. Introduction to Hydrology. EP-DUN-Donnelley Harper and Rav Publisher. New York. Ward, R.C. 1975. Principles of Hydrology. 2nd ed. Mc.Graw-Hill Book Company, Ltd. London. Winarno. 1999. Informasi Evaluasi Sifat Curah Hujan di Kabupaten Semarang untuk Pertanian. Skripsi. Jurusan Geofisikan dan Meteorologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor. Widyaningsih, I. W. 2008. Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan di Sub DAS Keduang Ditinjau dari Aspek Hidrologi. Tesis. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Wischmeier, W. H. and D. D. Smith. 1958. A Rainfall Erosion Index for a Universal Soil-Loss Equation. dalam S. Arsyad. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi kedua. IPB Press. Bogor.
LAMPIRAN
Tabel Lampiran 1. Curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu (1985 – 2010)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Tahun 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah Rata-rata SD Max Min KV (%)
Jan 386 580 502 398 503 633 432 411 660 813 455 631 510 339 449 500 550 645 149 461 612 628 412 358 561 459 13039 501 133 813 149 26
Feb 337 405 485 294 499 385 517 578 432 374 499 593 220 494 460 362 612 570 595 482 574 493 757 480 482 613 12590 484 115 757 220 24
Mar 266 484 460 509 268 192 336 381 562 396 435 305 262 775 278 235 370 417 383 308 482 163 315 555 386 639 10162 391 142 775 163 36
Apr 248 271 325 299 215 287 309 392 434 442 348 309 316 416 275 372 417 368 414 461 213 309 388 432 324 145 8725 336 80 461 145 24
Lokasi : DAS Ciliwung Hulu Bulan Mei Jun Jul 348 159 226 189 248 223 230 240 83 269 112 36 508 108 136 310 201 171 101 48 45 153 208 193 247 234 129 256 63 4 291 353 121 215 87 184 362 28 27 286 427 264 354 284 207 398 158 209 345 229 193 169 185 281 266 82 8 344 80 117 252 406 201 203 103 52 137 208 58 213 115 24 345 151 118 352 282 246 7141 4798 3554 275 185 137 92 106 86 508 427 281 101 28 4 33 58 63
Ags 214 249 21 107 146 273 60 322 390 16 34 285 35 251 109 156 126 75 168 36 216 29 86 130 56 398 3988 153 115 398 16 75
Sept 486 548 83 140 181 108 132 251 295 105 264 289 23 167 72 163 238 78 256 276 271 68 87 296 170 449 5495 211 134 548 23 63
Okt 252 357 160 313 317 249 188 577 286 266 445 280 83 398 519 281 376 176 446 209 294 192 179 293 394 462 7994 307 119 577 83 39
Nov 212 541 356 230 327 186 489 276 452 457 496 419 456 245 478 371 432 358 241 384 310 247 353 543 372 326 9559 368 104 543 186 28
Des 264 388 351 398 438 391 483 438 539 297 341 437 416 166 414 277 85 368 370 457 252 527 546 317 336 343 9639 371 108 546 85 29
Tahunan 3398 4482 3295 3105 3646 3385 3141 4181 4660 3486 4083 4034 2738 4228 3898 3482 3971 3690 3380 3615 4083 3013 3525 3755 3696 4714 96683 3719 499 4714 2738 13
Tabel Lampiran 2. Sifat curah hujan bulanan DAS Ciliwung hulu (1985 – 2010)
No. Tahun 1 1985 2 1986 3 1987 4 1988 5 1989 6 1990 7 1991 8 1992 9 1993 10 1994 11 1995 12 1996 13 1997 14 1998 15 1999 16 2000 17 2001 18 2002 19 2003 20 2004 21 2005 22 2006 23 2007 24 2008 25 2009 26 2010 Jumlah JBN Jumlah BN Jumlah N Jumlah AN Jumlah JAN Total
Jan BN AN N BN N AN N BN N JAN N AN N BN N N N AN JBN N AN AN BN BN AN N 1 6 11 7 1 26
Feb BN BN N JBN N BN N AN N BN N AN JBN N N BN AN AN AN N AN N JAN N N AN 2 5 11 7 1 26
Mar BN AN N AN BN BN N N AN N N BN BN JAN BN BN N N N BN AN JBN BN AN N JAN 1 9 9 5 2 26
Apr BN BN N N JBN BN N AN AN AN N N N AN BN N AN N AN JAN JBN N AN AN N JBN 3 4 10 8 1 26
Mei AN BN N N JAN N JBN BN N N N BN AN N JAN AN AN BN N AN N BN JBN BN AN AN 2 6 9 7 2 26
Lokasi : DAS Ciliwung Hulu Bulan Jun Jul N AN AN AN AN BN BN BN BN N N N BN BN N AN N N BN JBN JAN N BN AN BN BN JAN AN AN AN N AN N AN N JAN BN JBN BN N AN AN BN BN N BN BN BN N N AN JAN 0 2 10 7 9 6 5 9 2 2 26 26
Ags AN AN BN N N AN BN AN JAN BN BN AN BN AN N N N BN N BN AN BN BN N BN JAN 0 10 7 7 2 26
Sept JAN JAN BN BN N BN BN N AN BN N AN BN N BN N N BN N N N BN BN AN N JAN 0 10 10 3 3 26
Okt N N BN N N N BN JAN N N AN N JBN AN JAN N AN BN AN BN N BN BN N AN AN 1 6 11 6 2 26
Nov JBN AN N BN N JBN AN BN AN AN AN N AN BN AN N AN N BN N BN BN N JAN N N 2 6 9 8 1 26
Ket: JBN = Jauh Bawah Normal; BN = Bawah Normal; N = Normal; AN = Atas Normal; JAN = Jauh Atas Normal
Des BN N N N AN N AN AN JAN BN N AN N JBN N BN JBN N N AN BN AN JAN BN N N 2 5 11 6 2 26
Setahun BN AN N BN/N N N BN AN N BN N AN BN AN N N AN N N N AN BN BN BN N AN/JAN 0 7 12 6 1 26
Tabel Lampiran 3. Kategori sifat curah hujan DAS Ciliwung hulu
Bulan
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Kategori JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN
Klasifikasi simpangan baku X ≤ 300 300 < X ≤ 448 448 < X ≤ 596 596 < X ≤ 744 X > 744 X ≤ 310,5 310,5 < X ≤ 439,5 439,5 < X ≤ 568,5 568,5 < X ≤ 697,5 X > 697,5 X ≤ 173,5 173,5 < X ≤ 320,5 320,5 < X ≤ 467,5 467,5 < X ≤ 614,5 X > 614,5 X ≤ 195,5 195,5 < X ≤ 280,5 280,5 < X ≤ 365,5 365,5 < X ≤ 450,5 X > 450,5 X ≤ 114,5 114,5 < X ≤ 205,5 205,5 < X ≤ 296,5 296,5 < X ≤ 387,5 X > 387,5 X ≤ 13,5 13,5 < X ≤ 114,5 114,5 < X ≤ 215,5 215,5 < X ≤ 316,5 X > 316,5
Bulan
Jul
Ags
Sept
Okt
Nov
Des
Kategori JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN JBN BN N AN JAN
Keterangan JBN
: Jauh Bawah Normal
AN
: Atas Normal
BN
: Bawah Normal
JAN
: Jauh Atas Normal
N
: Normal
Klasifikasi simpangan baku X≤0 0 < X ≤ 80,5 80,5 < X ≤ 161,5 161,5 < X ≤ 242,5 X > 242,5 X≤0 0 < X ≤ 83,5 83,5 < X ≤ 188,5 188,5 < X ≤ 293,5 X > 293,5 X≤5 5 < X ≤ 129 129 < X ≤ 253 253 < X ≤ 377 X > 377 X ≤ 103,5 103,5 < X ≤ 224,5 224,5 < X ≤ 345,5 345,5< X ≤ 466,5 X > 466,5 X ≤ 202,5 202,5 < X ≤ 307,5 307,5 < X ≤ 412,5 412,5 < X ≤ 517,5 X > 517,5 X ≤ 204,5 204,5 < X ≤ 317,5 317,5 < X ≤ 430,5 430,5 < X ≤ 543,5 X > 543,5
Tabel Lampiran 4. Contoh perhitungan erosivitas harian DAS Ciliwung hulu 20-Des-09 Lama hujan Segmen
(menit) [K]
a-b b-c Total Segmen
20 15 35 Lama hujan (menit)
a-b b-c c-d d-e e-f f-g Total
2 10 4 10 9 11 46,00
Intensitas CH (mm) 0,90 0,10 1,00 CH (mm) 0,30 1,00 0,10 0,80 0,20 0,30 2,70
(mm/jam) 2,70 0,40 3,10 Intensitas (mm/jam) 9,00 6,00 1,50 4,80 1,33 1,64 24,27
I30 (mm/jam) [L] 1,93 1,93 I30 (mm/jam)
4,58
4,58
CH (cm) [M] 0,09 0,01 0,10 22-Des-09 CH (cm) 0,03 0,10 0,01 0,08 0,02 0,03 0,27
Keterangan: 1. [ ] 2. [ ]
[ ] [ ] [ ]
[M] adalah besarnya curah hujan antara segmen a-b dan sebagian b-c. 3. [Q] didapat dari persamaan : E = 210 + 89 log i ; log i = (O) 4. [R] = [Q] X [L] 5. [S] = ∑ [R] X ∑ [P] X 10-2
i (cm/jam) [N] 0,27 0,04 0,31 i (cm/jam) 0,90 0,60 0,15 0,48 0,13 0,16 2,43
Log i [O] -0,57 -1,40 -1,97 Log i -0,05 -0,22 -0,82 -0,32 -0,88 -0,79 -3,07
I30 (cm/jam) [P]
0,19 I30 (cm/jam)
0,46
E (ton-m ha-1
E (ton-m
cm-1 hujan) [Q]
ha-1) [R]
159,39 85,58 244,97
14,35 0,86 15,20
E (ton-m ha-1 cm-1 hujan) 205,93 190,26 136,67 181,63 132,12 140,04 986,64
E (ton-m ha-1) 6,18 19,03 1,37 14,53 2,64 4,20 47,94
EI30 [S]
0,03 EI30
0,22
Tabel Lampiran 5. Debit harian bendungan Katulampa (TMA ≥ 80 cm) Tanggal 30-Jan 06-Feb 28-Feb 26-Apr 17-Okt 21-Okt 29-Okt 10-Okt Total debit
Tanggal 27-Jan 31-Jan 26-Feb 28-Feb 12-Apr 13-Apr 03-Sep 22-Sep 06-Nop 09-Nop Total debit
Tanggal 07-Feb 11-Feb 12-Feb 19-Feb 23-Feb 05-Mar 08-Mar 16-Mar 17-Mar 19-Mar 20-Mar 22-Mar 27-Mar 02-Apr 05-Apr 14-Apr Total debit
1985 h (cm) 80 100 100 120 180 120 100 100
1986 h (cm) 120 80 80 80 100 135 90 80 150 90
1987 h (cm) 115 130 120 110 90 80 110 90 90 90 90 100 90 100 120 80
Q (m3/dtk) 131,30 220,75 220,75 241,39 445,26 241,39 84,51 131,30 1.716,65
Q (m3/dtk) 241,39 158,29 19,32 73,57 84,51 151,27 87,16 69,88 187,44 76,39 1.149,21
Q (m3/dtk) 135,30 169,79 147,35 125,00 86,95 57,93 104,88 76,39 76,39 76,39 76,39 90,51 76,39 47,99 126,67 74,57 1.548,87
Tabel Lampiran 5. Lanjutan Tanggal 20-Jan 22-Jan 29-Jan 02-Mar 04-Mar 05-Mar 07-Mar 16-Des Total debit
Tanggal 03-Jan 06-Jan 08-Jan 09-Jan 11-Jan 17-Feb 27-Mar 07-Apr 25-Mei 29-Mei 07-Nop Total debit
Tanggal 14-Jan 24-Jan 27-Jan 28-Jan 24-Feb 09-Apr 09-Sep 22-Sep 25-Nop 30-Nop 10-Des Total debit
1988 h (cm) 170 140 80 80 80 110 100 80
1989 h (cm) 90 80 80 80 110 115 145 110 90 130 130
1990 h (cm) 90 85 90 125 100 90 80 90 80 100 100
Q (m3/dtk) 32,81 222,06 83,90 83,90 83,90 155,45 130,67 83,90 876,60
Q (m3/dtk) 94,82 83,90 83,90 83,90 144,37 135,30 255,07 144,38 94,85 211,25 211,25 1.542,99
Q (m3/dtk) 106,69 94,95 106,70 198,56 130,67 106,70 77,16 106,70 77,16 132,48 132,48 1.270,24
Tabel Lampiran 5. Lanjutan
Tanggal 12-Jan 20-Jan 07-Feb 20-Feb 24-Feb 08-Apr 06-Nop 17-Nop 20-Des 21-Des 25-Des Total debit
Tanggal 07-Jan 29-Jan 04-Feb 07-Feb 26-Feb 28-Feb 26-Apr 05-Jun 07-Jun 22-Agust 26-Sep 07-Okt 19-Okt 16-Des Total debit
Tanggal 22-Jan 10-Feb 14-Feb 03-Mar 06-Mar 19-Mar 02-Mei 19-Des Total debit
1991 h (cm) 150 110 100 125 90 130 100 100 100 100 100
1992 h (cm) 130 155 140 100 100 100 100 90 125 120 150 100 160 170
1993 h (cm) 110 130 150 100 120 130 90 110
Q (m3/dtk) 211,25 155,45 130,67 198,56 106,70 211,25 130,67 130,67 130,67 130,67 130,67 1.667,25
Q (m3/dtk) 211,25 360,53 230,80 130,67 130,67 130,67 130,67 106,70 198,56 182,94 271,05 188,93 378,68 411,68 3.063,79
Q (m3/dtk) 214,50 279,73 343,20 188,93 244,20 274,73 159,23 214,50 1.919,00
Tabel Lampiran 5. Lanjutan
Tanggal 26-Jan 29-Jan 01-Feb 02-Feb 03-Feb 05-Feb 07-Feb 08-Feb 09-Feb 12-Feb 14-Nop 28-Nop 29-Nop 10-Des 15-Des Total debit
Tanggal 22-Jan 07-Feb 09-Feb 10-Feb 18-Feb 29-Mar 06-Apr 17-Apr 02-Mei 04-Mei 08-Jun 08-Des 30-Des Total debit
1994 h (cm) 160 160 100 120 100 120 110 90 120 100 100 100 90 100 90
1995 h (cm) 110 100 100 130 120 120 110 140 100 90 100 120 170
Q (m3/dtk) 378,70 378,68 188,93 244,20 188,93 244,20 214,50 106,70 244,20 188,93 130,67 130,67 106,70 130,67 106,60 2.983,26
Q (m3/dtk) 155,45 130,70 130,68 274,73 244,20 244,20 155,45 306,90 130,67 106,70 130,67 244,20 411,68 2.666,22
Tabel Lampiran 5. Lanjutan 1996 Tanggal 03-Jan 10-Feb 18-Feb 11-Mar 14-Mar 04-Sep 27-Okt 05-Nop 26-Nop 14-Des Total debit
Tanggal 21-Jan 28-Feb 01-Apr 17-Apr 12-Mei 12-Nop 11-Des Total debit
Tanggal 26-Feb 04-Mar 08-Mar 10-Mar 15-Mar 16-Mar 20-Mar 25-Mar 11-Mei 02-Jun 15-Jun 12-Agust 30-Okt Total debit
h (cm) 120 110 90 90 110 120 120 130 100 100
1997 h (cm) 90 100 120 110 120 90 90
1998 h (cm) 140 130 110 130 120 100 130 110 230 150 100 90 100
Q (m3/dtk) 244,20 244,20 106,70 106,70 214,50 244,20 244,20 244,73 130,67 130,67 1.910,77
Q (m3/dtk) 106,70 130,67 244,20 214,50 244,20 106,70 106,70 1.153,67
Q (m3/dtk) 306,90 274,73 214,50 274,73 244,20 130,67 274,73 214,50 651,75 343,20 130,67 106,70 130,67 3.297,95
Tabel Lampiran 5. Lanjutan 1999 Tanggal 03-Jan 21-Jan 04-Feb 16-Feb 25-Feb 26-Feb 30-Jun 12-Agust Total debit
Tanggal 27-Jan 03-Feb 04-Feb 05-Feb 25-Mar 23-Jun 12-Nop 31-Des Total debit
h (cm) 90 90 90 120 220 100 90 90
2000 h (cm) 130 90 130 110 130 100 200 200
Q (m3/dtk) 106,70 106,70 106,70 244,20 610,50 130,67 106,70 106,70 1.518,86
Q (m3/dtk) 274,73 106,70 274,73 214,50 274,73 130,67 525,53 261,35 2.062,92
2001 Tanggal 07-Jan 08-Feb 11-Feb 12-Feb 28-Feb 06-Apr 15-Apr 07-Jun 02-Nop 14-Nop Total debit
h (cm) 150 130 90 90 120 90 120 170 90 90
Q (m3/dtk) 343,20 274,73 106,70 106,70 244,21 106,70 244,20 411,68 106,70 106,70 2.051,50
Tabel Lampiran 5. Lanjutan
Tanggal 18-Jan 29-Jan 30-Jan 03-Feb 12-Feb 15-Feb 20-Feb 11-Mar 17-Mar 20-Apr 23-Apr 08-Mei 31-Mei 21-Jun Total debit
Tanggal 08-Feb 13-Feb 14-Feb 28-Apr 29-Apr 01-Mei 02-Mei 19-Mei 28-Agust 02-Sep 05-Okt 06-Okt 17-Okt 18-Okt 27-Des Total debit
2002 h (cm) 200 160 150 90 140 120 110 90 100 150 100 130 90 100
2003 h (cm) 120 90 110 110 130 90 100 90 90 120 120 110 90 110 100
Q (m3/dtk) 441,98 378,70 343,20 106,70 306,90 244,20 214,50 106,70 130,68 343,20 130,68 274,73 106,70 130,67 3.259,50
Q (m3/dtk) 244,20 106,70 214,50 214,50 274,73 106,70 130,67 106,70 106,70 244,20 244,20 214,30 106,70 214,50 130,67 2.659,96
Tanggal 10-Jan 18-Jan 17-Feb 11-Apr 22-Apr 27-Des Total debit Tabel Lampiran 5. Lanjutan
2004 h (cm)
Q (m3/dtk) 90 130 100 100 90 120
106,70 274,73 130,67 130,67 106,70 230,88 980,35
2005 Tanggal 16-Jan 18-Jan 22-Jan 27-Jan 12-Feb 23-Feb 05-Mar 15-Mei 02-Agust 12-Okt Total debit
Tanggal 23-Jan 09-Feb 25-Feb 23-Mar 21-Mei 03-Des 24-Des Total debit
h (cm) 90 150 120 100 120 100 90 110 90 110
2006 h (cm) 100 90 130 100 90 90 100
Q (m3/dtk) 106,70 324,48 230,88 130,67 188,88 138,13 113,42 161,99 106,70 161,99 1.663,82
Q (m3/dtk) 130,67 110,42 274,73 130,67 113,67 113,42 188,88 1.062,46
Tanggal 29-Jan 01-Feb 03-Feb 04-Feb 05-Feb 06-Feb 24-Apr 03-Nop 11-Nop 07-Des 19-Des Total debit
2007 h (cm) 150 100 250 150 100 100 130 100 120 90 120
Q (m3/dtk) 276,25 138,13 629,99 276,25 138,13 138,13 216,92 138,13 188,88 113,42 188,88 2.443,07
Tabel Lampiran 5. Lanjutan
Tanggal 01-Jan 04-Jan 01-Feb 26-Feb 06-Mar 12-Mar 15-Mar 17-Mar 18-Mar 19-Mar 06-Apr 07-Apr 02-Agust 31-Agust 31-Okt 02-Nop 03-Nop 09-Nop 10-Nop 13-Nop 03-Des Total debit
2008 h (cm) 140 100 100 100 120 160 100 120 100 160 100 130 90 100 100 100 100 100 100 120 100
Q (m3/dtk) 246,05 138,13 138,13 138,13 188,88 307,47 138,13 188,88 138,13 307,47 138,13 216,20 113,42 138,13 138,13 138,13 138,13 138,13 138,13 188,88 138,13 3.552,86
Tabel Lampiran 5. Lanjutan
Tanggal 13-Jan 14-Jan 15-Jan 18-Jan 29-Jan 02-Feb 03-Feb 05-Feb 06-Feb 08-Feb 09-Feb 05-Mar 09-Mar 10-Mar 11-Mar 13-Mar 26-Mar 06-Apr 07-Apr 23-Apr 08-Jun 24-Jul 05-Okt 28-Okt 11-Nop Total debit
2009 h (cm) 160 120 120 130 130 150 90 110 120 130 110 100 130 150 90 90 100 90 120 100 100 130 100 100 120
Q (m3/dtk) 307,47 188,88 188,88 216,91 216,91 276,25 113,42 161,99 188,88 216,91 161,99 138,13 216,91 276,25 113,42 113,42 138,13 113,42 188,88 138,13 138,13 216,91 138,13 138,13 188,88 4.495,31
Tabel Lampiran 5. Lanjutan
Tanggal 09-Feb 512-Feb 14-Feb 15-Feb 16-Feb 17-Feb 18-Feb 19-Feb 02-Mar 03-Mar 09-Mar 10-Mar 11-Mar 15-Mar 17-Mar 18-Mar 24-Mar 25-Mar 10-Mei 03-Jun 08-Jun 18-Agust 20-Agust 25-Agust 01-Sep 03-Sep 17-Sep 22-Sep 24-Sep 06-Okt 26-Okt 30-Okt 13-Nop 24-Nop 25-Nop 28-Nop 29-Nop 01-Des 04-Des 06-Des Total debit
2010 h (cm) 150 250 80 90 100 130 80 90 160 80 110 80 160 80 100 100 80 110 130 80 130 80 90 200 100 140 150 90 100 100 80 150 90 90 110 90 80 80 130 130
Q (m3/dtk) 276,25 629,97 90,05 113,48 138,13 216,91 90,05 113,48 307,47 90,05 161,99 90,05 307,47 90,05 138,13 138,22 90,05 161,99 216,91 90,05 216,91 90,05 111,73 441,98 138,13 246,05 276,25 113,42 138,13 138,13 90,05 276,25 113,42 113,42 161,99 113,42 90,05 90,05 216,91 216,91 6.943,79
Tabel Lampiran 6. Erosivitas hujan harian stasiun pengamatan hujan Citeko (2007 – 2010)
Tanggal 01-Jan 02-Jan 09-Jan 16-Jan 17-Jan 19-Jan 22-Jan 23-Jan 25-Jan 26-Jan 27-Jan 28-Jan 29-Jan 30-Jan 31-Jan Total
Januari (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 4,77 1,94 1,10 2,50 1,34 1,23 1,05 0,40 0,71 0,80 2,20 4,20 2,18 1,40 1,64 2,12 2,48 3,32 9,63 1,83 1,00 10,45 3,39 2,18 9,63 3,52 4,47 9,63 4,85 8,03 9,63 2,30 3,24 9,63 2,70 3,51 9,45 10,43 5,39 5,67 1,18 0,65 7,80 2,23 0,54 94,95 42,19 41,21
EI30 4,48 3,66 0,61 25,07 5,07 19,77 3,70 14,36 39,26 99,94 17,72 23,77 134,85 1,32 2,23 395,80
Tanggal 01-Jan 02-Jan 03-Jan 04-Jan 05-Jan 15-Jan 23-Jan 26-Jan 27-Jan 28-Jan 29-Jan 30-Jan 31-Jan Total
Januari (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 8,88 8,42 4,07 9,63 2,93 1,55 7,08 5,22 3,03 6,28 2,64 1,01 0,63 0,22 0,36 2,27 0,52 0,56 1,75 0,94 1,71 0,75 1,25 2,29 5,35 2,10 2,68 1,52 0,72 0,57 4,67 1,12 0,26 5,13 5,28 5,27 2,60 2,24 3,03 56,55 33,60 26,41
EI30
Tanggal
90,10 8,67 36,23 5,53 0,13 0,54 4,87 7,95 12,81 0,75 0,49 72,99 16,51 257,57
06-Jan 08-Jan 09-Jan 10-Jan 11-Jan 12-Jan 13-Jan 14-Jan 15-Jan 16-Jan 17-Jan 19-Jan 20-Jan 24-Jan 25-Jan 28-Jan 30-Jan 31-Jan Total
Januari (2009) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,87 2,75 3,82 9,18 4,18 4,00 2,78 0,46 0,41 1,63 0,10 0,10 2,47 1,40 1,27 6,58 6,00 6,25 8,57 9,45 3,58 8,37 10,55 5,67 5,55 5,43 1,94 3,83 2,34 1,04 5,28 8,50 4,88 3,10 3,00 3,73 5,70 1,40 0,46 5,05 2,62 2,53 5,82 3,03 2,24 3,22 1,19 0,94 4,55 1,60 1,39 2,73 0,73 0,36 86,28 64,73 44,61
EI30
Tanggal
26,97 37,36 0,31 0,01 3,62 91,53 82,51 145,48 23,61 5,15 104,37 27,53 1,05 13,73 15,01 2,23 4,12 0,46 585,06
04-Jan 05-Jan 06-Jan 07-Jan 08-Jan 09-Jan 11-Jan 13-Jan 14-Jan 15-Jan 16-Jan 17-Jan 19-Jan 20-Jan 21-Jan 22-Jan 23-Jan 25-Jan 27-Jan 28-Jan 29-Jan 30-Jan Total
Januari (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 2,57 2,23 1,73 0,78 0,48 0,67 4,40 2,63 3,64 3,90 2,62 2,30 2,08 0,86 0,89 9,22 6,20 2,65 5,25 1,78 1,39 6,95 3,90 2,15 3,17 1,65 1,34 8,18 2,65 0,62 11,07 3,38 1,40 0,75 0,20 0,24 3,82 5,36 3,83 0,85 0,92 1,81 5,35 2,18 2,00 5,02 3,60 3,47 1,57 0,18 0,19 0,67 0,33 0,62 1,08 0,57 0,97 2,20 3,50 3,49 2,37 1,40 2,33 5,82 2,29 1,82 87,05 48,91 39,55
EI30 9,11 0,68 22,46 13,78 1,49 39,04 4,93 18,16 4,79 3,03 8,66 0,08 52,40 4,31 9,60 29,94 0,05 0,43 1,21 30,58 7,68 8,79 271,20
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal 01-Feb 02-Feb 03-Feb 04-Feb 05-Feb 07-Feb 09-Feb 11-Feb 12-Feb 14-Feb 15-Feb 16-Feb 17-Feb 18-Feb 19-Feb 20-Feb 22-Feb 23-Feb 25-Feb 28-Feb Total
Februari (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,73 0,25 0,18 4,65 3,22 1,86 17,37 16,28 4,59 14,95 10,79 2,03 9,60 3,63 0,96 1,30 0,96 1,43 0,70 1,10 1,84 0,58 0,10 0,19 4,55 4,31 4,30 0,73 2,58 4,99 4,22 5,62 5,99 2,68 0,70 0,44 6,07 3,02 1,22 5,37 5,70 4,86 2,10 2,71 2,12 8,05 1,07 0,51 2,33 0,66 0,67 8,27 0,48 0,29 4,75 1,91 2,59 0,60 0,43 0,82 100,60 65,52 41,88
EI30
Tanggal
0,06 13,21 174,79 49,76 6,64 3,32 4,70 0,03 46,76 35,73 84,10 0,51 7,25 71,52 14,74 0,88 0,82 0,19 12,19 0,78 527,98
01-Feb 02-Feb 05-Feb 07-Feb 08-Feb 09-Feb 10-Feb 11-Feb 12-Feb 13-Feb 14-Feb 15-Feb 16-Feb 17-Feb 18-Feb 19-Feb 20-Feb 21-Feb 22-Feb 23-Feb 24-Feb 25-Feb 26-Feb 27-Feb 29-Feb Total
Februari (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 9,87 7,30 3,28 2,33 0,53 0,16 0,50 1,28 2,56 4,85 3,92 1,69 8,12 3,81 1,57 6,80 0,98 0,66 9,58 3,41 1,29 4,57 0,80 0,66 5,85 3,40 2,25 6,35 0,82 0,86 22,37 7,56 1,27 1,30 0,45 0,75 2,17 1,37 2,17 10,53 4,33 1,65 6,77 1,45 1,18 4,80 1,66 0,90 5,87 1,43 1,06 10,23 2,40 1,50 8,07 2,18 0,71 1,87 0,84 0,58 2,08 0,84 0,86 1,35 0,40 0,50 9,87 2,80 1,69 4,72 2,09 2,07 2,28 0,92 0,79 153,08 56,97 32,66
EI30
Tanggal
54,14 0,15 8,63 16,14 12,47 1,13 9,20 0,97 17,66 1,27 18,67 0,69 6,77 15,54 3,21 2,89 2,79 7,46 2,67 0,95 1,46 0,38 9,39 8,84 1,34 204,82
01-Feb 02-Feb 03-Feb 04-Feb 05-Feb 06-Feb 07-Feb 09-Feb 11-Feb 13-Feb 15-Feb 16-Feb 17-Feb 19-Feb 20-Feb 21-Feb 22-Feb 23-Feb 26-Feb 27-Feb 28-Feb Total
Februari (2009) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 6,80 10,65 11,34 6,18 5,62 3,42 11,05 9,21 4,00 9,42 3,35 1,10 5,20 4,73 3,23 5,08 1,66 1,55 2,62 1,25 0,27 6,32 4,43 3,01 4,35 0,29 0,16 2,55 1,11 1,40 1,82 0,32 0,26 3,93 1,64 1,92 3,60 1,10 1,13 2,03 1,96 2,68 5,37 3,82 4,55 7,57 2,48 2,04 6,37 2,59 2,28 3,72 0,68 0,51 0,95 0,41 0,34 2,75 1,08 1,05 1,63 1,30 1,84 99,30 59,68 48,08
EI30
Tanggal
333,43 45,02 85,48 7,20 36,82 6,08 0,82 30,72 0,05 3,18 0,13 6,86 2,37 12,76 42,69 9,79 12,86 0,59 0,27 2,29 5,28 644,70
01-Feb 02-Feb 03-Feb 04-Feb 05-Feb 06-Feb 07-Feb 09-Feb 10-Feb 11-Feb 12-Feb 14-Feb 15-Feb 16-Feb 17-Feb 18-Feb 19-Feb 20-Feb 22-Feb 23-Feb 24-Feb Total
Februari (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 7,92 0,56 0,23 4,72 2,72 3,10 1,72 1,50 2,50 3,22 0,60 0,51 1,98 1,30 1,45 0,95 0,30 0,46 5,97 1,59 1,39 4,42 5,10 4,70 3,58 1,80 1,88 0,85 1,34 2,14 4,80 6,28 7,52 6,63 5,11 3,33 6,03 0,60 0,25 5,42 3,92 3,58 4,35 4,90 4,47 11,13 5,00 3,08 4,23 6,34 5,16 1,30 0,49 0,68 1,55 0,86 0,78 2,60 1,16 1,02 3,87 1,18 0,65 87,23 52,65 48,87
EI30 0,16 19,63 9,39 0,51 4,25 0,27 4,03 58,62 7,35 7,00 124,62 38,58 0,19 35,00 54,45 33,32 83,19 0,63 1,30 2,35 1,31 486,13
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal 01-Mar 02-Mar 07-Mar 08-Mar 09-Mar 10-Mar 12-Mar 13-Mar 14-Mar 15-Mar 16-Mar 17-Mar 18-Mar 20-Mar 25-Mar 26-Mar 29-Mar Total
Maret (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,78 0,68 0,85 6,07 3,42 1,59 7,92 5,48 2,07 6,52 1,33 0,62 7,17 5,00 2,76 1,18 1,03 1,74 0,85 1,79 3,36 2,87 2,20 1,74 1,52 0,63 1,07 5,52 1,31 1,11 2,03 0,62 0,78 1,30 0,09 0,10 0,88 1,00 1,87 5,97 6,28 4,96 1,80 0,31 0,27 0,62 0,17 0,27 2,12 0,44 0,70 56,10 31,78 25,85
Maret (2008) EI30
Tanggal
1,10 11,44 25,36 1,43 31,30 4,78 16,84 9,04 1,57 2,71 1,03 0,01 4,49 80,37 0,14 0,08 0,59 192,28
02-Mar 03-Mar 04-Mar 05-Mar 06-Mar 07-Mar 08-Mar 09-Mar 10-Mar 11-Mar 12-Mar 13-Mar 14-Mar 15-Mar 16-Mar 17-Mar 18-Mar 19-Mar 20-Mar 22-Mar 23-Mar 24-Mar 27-Mar 31-Mar Total
Lama hujan (jam) 5,40 6,08 4,63 1,62 5,33 2,95 4,02 4,63 5,58 2,48 4,25 5,35 1,82 2,18 2,37 3,52 2,90 6,05 2,90 0,67 0,67 1,68 1,50 1,50 80,08
Maret (2009)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
4,14 1,37 2,00 0,35 4,27 1,80 2,51 5,06 4,16 1,84 8,44 0,86 0,46 0,54 0,88 3,94 0,82 2,92 0,43 0,60 0,20 0,14 0,52 0,08 48,33
4,64 0,42 1,52 0,54 2,92 2,92 2,06 6,00 6,75 2,63 8,50 0,62 0,58 0,80 0,72 4,41 0,87 3,50 0,39 1,17 0,32 0,11 0,69 0,12 53,20
EI30
Tanggal
46,64 0,98 6,47 0,41 29,35 15,00 11,83 76,13 77,09 11,41 200,32 0,87 0,57 0,83 1,47 43,50 1,34 23,14 0,27 1,78 0,13 0,02 0,65 0,01 550,22
03-Mar 04-Mar 05-Mar 07-Mar 09-Mar 10-Mar 11-Mar 12-Mar 13-Mar 14-Mar 15-Mar 21-Mar 22-Mar 23-Mar 24-Mar 25-Mar 26-Mar 29-Mar 30-Mar 31-Mar Total
Lama hujan (jam) 1,12 0,83 8,53 0,70 4,35 1,72 1,50 5,43 2,28 3,80 2,32 1,30 1,57 3,77 1,55 3,23 2,63 4,98 0,95 0,53 53,10
Maret (2010)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
2,65 0,37 7,31 0,49 9,78 0,98 0,62 2,36 1,60 5,12 1,80 3,90 0,40 1,48 2,02 1,91 1,12 3,50 0,38 0,24 48,03
3,95 0,64 3,25 0,95 5,82 1,00 0,79 1,54 2,27 4,70 2,13 6,85 0,47 1,75 1,28 1,42 0,76 2,90 0,45 0,48 43,39
EI30
Tanggal
27,07 0,53 55,09 1,07 149,01 2,09 0,94 7,15 8,34 61,41 8,50 74,77 0,31 5,43 6,08 5,61 1,61 22,62 0,32 0,25 438,20
01-Mar 02-Mar 03-Mar 04-Mar 08-Mar 09-Mar 10-Mar 11-Mar 15-Mar 17-Mar 18-Mar 19-Mar 20-Mar 21-Mar 22-Mar 23-Mar 25-Mar 27-Mar Total
Lama hujan (jam) 0,83 3,15 4,87 3,37 2,35 1,00 6,58 3,22 8,55 4,93 3,87 4,53 2,32 4,08 0,55 5,32 1,47 3,18 64,17
CH (cm) 0,34 4,43 3,10 1,17 2,60 0,08 4,15 7,64 7,94 10,75 2,38 2,45 2,30 3,48 0,36 2,80 3,66 0,47 60,10
I30 (cm/jam) 0,48 6,64 3,82 0,41 1,76 0,09 3,50 11,15 5,46 6,00 2,80 0,26 0,36 3,16 0,68 3,71 6,85 0,57 57,71
EI30 0,30 77,12 28,67 0,90 10,55 0,01 32,59 254,56 110,87 176,94 14,94 1,35 2,16 27,16 0,59 24,96 74,29 0,44 838,41
Tabel Lampiran 6. Lanjutan April (2007) Tanggal 01-Apr 02-Apr 03-Apr 06-Apr 07-Apr 08-Apr 09-Apr 10-Apr 11-Apr 13-Apr 14-Apr 16-Apr 18-Apr 19-Apr 20-Apr 22-Apr 24-Apr 25-Apr 26-Apr 27-Apr 28-Apr Total
Lama hujan (jam) 2,63 2,45 2,60 0,70 2,97 3,00 1,00 1,58 1,63 3,65 3,60 0,63 2,30 5,98 2,53 3,47 7,07 2,03 1,22 2,53 0,65 54,23
April (2008)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
1,88 3,00 4,28 0,86 1,33 1,40 1,80 0,54 0,96 3,06 0,58 1,22 0,28 2,12 1,35 3,55 4,41 2,49 0,26 1,36 0,08 36,81
2,17 4,00 3,95 1,41 1,64 1,28 2,63 0,66 1,58 3,21 0,25 2,39 0,17 1,30 1,34 2,74 3,51 3,70 0,34 1,29 0,13 39,67
EI30
Tanggal
9,32 29,87 48,71 2,96 4,72 3,69 12,24 0,65 3,50 25,77 0,21 7,47 0,07 5,54 3,85 22,41 35,85 24,03 0,14 3,61 0,01 244,63
05-Apr 06-Apr 07-Apr 08-Apr 09-Apr 10-Apr 11-Apr 12-Apr 14-Apr 15-Apr 16-Apr 18-Apr 19-Apr 20-Apr 21-Apr 22-Apr 26-Apr 30-Apr Total
Lama hujan (jam) 3,98 2,93 4,50 4,80 4,02 2,17 1,28 1,93 4,72 0,97 2,70 1,88 1,83 8,90 5,20 4,00 1,65 1,37 58,83
April (2009)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
0,35 3,92 2,70 4,47 4,37 0,42 0,86 0,62 4,56 0,44 2,34 3,00 0,90 5,28 2,70 1,54 0,43 0,22 39,12
0,49 4,12 2,15 4,01 5,64 0,45 0,83 0,82 5,15 0,58 2,04 4,00 0,81 1,87 4,30 0,93 0,42 0,24 38,84
EI30
Tanggal
0,30 41,96 12,63 42,48 62,28 0,34 1,65 0,99 60,98 0,51 11,24 29,94 1,62 20,90 30,67 2,71 0,30 0,08 321,57
03-Apr 05-Apr 06-Apr 07-Apr 13-Apr 15-Apr 16-Apr 19-Apr 21-Apr 26-Apr 27-Apr 30-Apr Total
Lama hujan (jam) 3,23 6,13 7,05 8,83 3,85 1,10 1,25 4,50 5,10 2,40 2,78 3,12 49,35
CH (cm) 3,36 1,49 2,60 7,29 1,40 1,60 0,47 4,29 2,18 0,48 4,20 1,88 31,24
I30 (cm/jam) 1,96 1,17 3,30 4,50 0,80 1,95 0,45 6,17 2,16 0,44 3,34 1,80 28,03
EI30
Tanggal
111,00 9,55 85,50 560,41 16,49 57,00 2,08 737,98 91,35 3,09 239,84 82,66 1.996,95
02-Apr 04-Apr 11-Apr 14-Apr 16-Apr 20-Apr 21-Apr 28-Apr 29-Apr Total
April (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 0,60 0,47 0,92 4,72 1,99 1,46 2,30 1,25 1,01 2,65 1,69 1,56 2,82 0,37 0,26 1,03 1,08 2,11 2,00 3,48 3,39 1,00 1,44 2,43 1,37 0,31 0,30 18,48 12,08 13,44
EI30 0,99 6,36 2,71 5,61 0,14 6,20 30,91 8,41 0,15 61,48
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Mei (2007) Tanggal 02-Mei 06-Mei 10-Mei 12-Mei 13-Mei 14-Mei 16-Mei 17-Mei 18-Mei 19-Mei 20-Mei 22-Mei 29-Mei 31-Mei Total
Lama hujan (jam) 1,88 3,28 1,97 0,53 0,45 0,57 2,93 2,13 0,67 1,00 1,37 1,33 1,60 3,45 23,17
Mei (2008)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
0,32 3,10 0,72 0,47 0,12 0,17 1,32 0,38 0,04 0,16 2,15 0,33 1,19 3,82 14,29
0,23 2,24 0,86 0,92 0,21 0,31 1,01 0,55 0,07 0,28 3,96 0,34 1,83 5,16 17,97
EI30
Tanggal
0,11 15,98 1,23 0,92 0,04 0,09 2,48 0,35 0,003 0,07 22,22 0,18 5,18 53,14 102,01
02-Mei 03-Mei 04-Mei 05-Mei 06-Mei 07-Mei 13-Mei 19-Mei 20-Mei 22-Mei 24-Mei 26-Mei Total
Lama hujan (jam) 0,93 1,07 0,72 0,63 2,03 0,77 5,53 0,80 1,03 0,55 0,50 0,85 15,42
Mei (2009)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
0,72 0,99 0,22 0,52 2,60 3,03 3,30 0,16 3,31 3,59 0,10 2,73 21,27
1,36 1,20 0,40 0,95 3,24 5,38 1,72 0,18 6,05 7,15 0,20 5,26 33,08
EI30
Tanggal
2,43 2,73 0,16 1,10 21,24 47,49 12,39 0,04 58,84 83,86 0,03 43,58 273,89
01-Mei 03-Mei 04-Mei 05-Mei 06-Mei 07-Mei 08-Mei 10-Mei 11-Mei 18-Mei 20-Mei 21-Mei 23-Mei 31-Mei Total
Lama hujan (jam) 5,23 2,18 1,97 1,73 0,52 0,58 1,02 2,40 7,12 8,60 3,53 2,10 0,97 0,62 38,57
Mei (2010)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
5,50 2,07 0,31 1,30 0,77 0,26 0,70 2,62 5,10 10,87 2,12 2,75 2,21 0,38 36,96
6,46 1,95 0,30 1,07 1,53 0,47 1,16 3,00 3,66 9,43 2,25 3,22 4,20 0,75 39,43
EI30
Tanggal
91,04 9,71 0,14 2,83 2,88 0,23 1,84 19,05 42,32 266,93 11,04 22,64 25,04 0,69 496,37
08-Mei 09-Mei 10-Mei 11-Mei 12-Mei 13-Mei 19-Mei 20-Mei 21-Mei 22-Mei 23-Mei 24-Mei 25-Mei 30-Mei 31-Mei Total
Lama hujan (jam) 4,08 3,48 6,20 2,03 0,80 5,22 3,18 3,92 0,55 1,35 0,55 1,18 0,60 2,15 0,57 35,87
CH (cm) 4,55 1,46 6,56 0,33 0,22 1,71 1,45 1,97 1,80 0,30 1,98 0,20 0,27 0,48 0,40 23,68
I30 (cm/jam) 2,77 1,49 9,07 0,28 0,40 1,60 2,28 1,18 3,54 0,49 3,68 0,17 0,53 0,94 0,79 29,20
EI30 29,88 4,45 169,41 0,14 0,15 5,79 8,34 4,78 18,03 0,30 21,21 0,05 0,38 1,00 0,69 264,61
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal 01-Jan 02-Jan 05-Jun 17-Jun 18-Jun 19-Jun 20-Jun 27-Jun 28-Jun 30-Jun Total
Juni (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 2,65 2,64 3,99 1,45 0,35 0,51 3,13 1,00 0,82 2,57 1,62 2,00 0,97 0,33 0,52 2,43 1,02 0,76 2,18 0,65 0,47 1,17 0,29 0,51 4,33 1,70 1,77 0,85 0,53 0,89 21,73 10,13 12,22
EI30
Tanggal
27,35 0,32 1,51 7,00 0,32 1,44 0,53 0,29 6,29 1,02 46,08
04-Jun 09-Jun 10-Jun 16-Jun 17-Jun 27-Jun Total
Juni (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 0,68 0,13 0,25 1,13 1,41 2,20 4,60 1,38 0,99 1,00 1,27 2,46 1,10 1,27 2,01 2,00 0,72 0,71 10,52 6,18 8,62
Juni (2009) EI30
Tanggal
0,07 7,23 2,50 7,78 6,18 1,01 24,77
02-Jun 04-Jun 05-Jun 08-Jun 10-Jun 13-Jun 14-Jun Total
Lama hujan (jam) 5,50 1,13 2,62 2,65 0,53 2,03 0,52 14,98
Juni (2010)
CH (cm)
I30 (cm/jam)
0,91 0,61 1,84 6,72 0,11 1,59 0,29 12,07
0,32 1,14 0,73 8,67 0,21 0,80 0,58 12,44
EI30
Tanggal
0,44 1,75 2,95 173,87 0,04 2,91 0,34 182,29
01-Jun 03-Jun 04-Jun 05-Jun 06-Jun 08-Jun 12-Jun 16-Jun 18-Jun 24-Jun 26-Jun 29-Jun Total
Lama hujan (jam) 1,00 0,27 3,77 3,30 1,20 1,02 1,58 5,48 0,98 1,95 2,10 1,73 24,38
CH (cm) 0,29 1,00 0,70 0,95 0,31 1,00 0,55 0,46 0,48 1,77 0,60 1,96 10,07
I30 (cm/jam) 0,49 21,00 0,48 0,54 0,44 0,56 0,76 0,15 0,63 1,75 0,46 2,02 29,27
EI30 0,25 62,01 0,54 0,88 0,25 1,18 0,59 0,08 0,59 7,13 0,45 9,31 83,27
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Juli (2007) Tanggal 06-Jul 08-Jul Total
Lama hujan (jam) 0,8 1,15 1,95
CH (cm)
I30 (cm/jam)
2 0,36 2,36
3,826 0,272 4,098
EI30 21,88 0,19 22,07
Tanggal 26-Jul 27-Jul 31-Jul Total
Juli (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 0,53 0,20 0,39 0,97 0,14 0,20 2,60 0,60 0,66 4,10 0,94 1,25
Juli (2009) EI30
Tanggal
0,14 0,05 0,70 0,89
24-Jul 25-Jul Total
Lama hujan (jam) 1,55 0,85 2,40
CH (cm) 4,28 0,78 5,06
Juli (2010) I30 (cm/jam) 7,50 0,88 8,38
EI30 90,56 1,52 92,08
Tanggal 01-Jul 03-Jul 04-Jul 05-Jul 06-Jul 07-Jul 08-Jul 09-Jul 12-Jul 17-Jul 18-Jul 19-Jul 23-Jul 27-Jul 28-Jul Total
Lama hujan (jam) 0,92 1,17 0,87 1,12 0,52 1,17 1,03 0,68 0,73 1,05 1,67 2,75 0,70 2,72 0,82 17,90
CH (cm) 0,38 1,92 0,14 0,75 0,87 1,24 0,13 0,99 0,24 0,35 0,98 1,95 0,66 0,39 0,97 11,96
I30 (cm/jam) 0,62 1,70 0,19 1,39 1,74 1,39 0,15 1,87 0,44 0,38 1,16 2,19 1,13 0,38 1,52 16,25
EI30 0,46 7,65 0,04 2,46 3,76 3,80 0,03 4,40 0,23 0,23 2,34 10,97 1,60 0,22 3,43 41,64
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal
Agustus (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam)
EI30
Tanggal
Agustus (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam)
EI30
Tanggal
Agustus (2009) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam)
EI30
Tanggal
Agustus (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam)
EI30
14-Agust
1,35
1,81
2,12
9,56
12-Agust
0,63
0,44
0,82
0,75
14-Agust
1,10
0,16
0,06
0,02
03-Agust
2,47
2,98
1,63
11,17
20-Agust
0,75
0,30
0,46
0,24
13-Agust
2,57
3,39
3,54
29,83
Total
1,10
0,16
0,06
0,02
04-Agust
1,27
1,32
2,35
7,56
21-Agust
1,78
3,19
2,97
23,74
14-Agust
0,87
0,80
1,54
3,07
05-Agust
0,50
0,99
1,98
4,68
22-Agust
1,97
3,50
5,58
53,53
15-Agust
0,87
3,94
7,69
95,16
06-Agust
1,73
1,96
1,57
7,21
Total
5,85
8,80
11,12
87,07
24-Agust
0,52
0,55
1,10
1,51
08-Agust
0,78
0,46
0,65
0,60
30-Agust
0,88
0,15
0,20
0,04
09-Agust
1,85
1,98
2,96
15,03
31-Agust
2,05
3,17
4,79
43,18
15-Agust
1,00
0,10
0,11
0,01
8,38
12,44
19,68
173,56
16-Agust
2,18
0,98
0,94
1,92
18-Agust
1,28
0,10
0,04
0,005
19-Agust
1,48
0,58
0,47
0,53
21-Agust
2,15
0,58
0,47
0,45
24-Agust
1,95
1,20
1,40
3,66
Total
18,65
13,23
14,58
52,83
Total
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal 08-Sep 16-Sep 17-Sep 25-Sep 29-Sep Total
September (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,50 0,18 0,16 2,68 0,72 0,49 0,83 0,98 1,45 1,17 0,40 0,44 0,50 0,44 0,88 6,68 2,72 3,42
EI30
Tanggal
0,04 0,61 3,23 0,32 0,89 5,09
07-Sep 08-Sep 09-Sep 21-Sep 23-Sep 24-Sep 25-Sep 27-Sep 28-Sep 29-Sep 30-Sep Total
September (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 0,50 0,27 0,54 2,73 1,82 1,66 0,50 0,92 1,84 0,65 0,17 0,25 0,65 2,10 4,12 2,13 4,13 4,90 1,08 0,75 1,23 1,03 0,90 1,62 0,95 0,04 0,06 0,98 0,05 0,07 2,02 4,86 6,05 13,23 16,01 22,33
EI30
Tanggal
0,29 6,52 4,57 0,07 24,32 54,05 2,08 3,50 0,00 0,00 81,47 176,87
10-Sep 11-Sep 16-Sep Total
September (2009) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,05 0,38 0,52 1,10 2,10 3,60 1,12 0,52 0,75 3,27 3,00 4,87
EI30
Tanggal
0,37 19,44 0,82 20,62
01-Sep 02-Sep 05-Sep 06-Sep 08-Sep 09-Sep 10-Sep 11-Sep 13-Sep 14-Sep 15-Sep 16-Sep 17-Sep 19-Sep 21-Sep 22-Sep 23-Sep 25-Sep Total
September (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 0,83 2,00 3,97 0,53 0,97 1,93 1,58 0,25 0,21 4,28 1,56 1,55 1,10 0,96 0,98 5,02 1,04 0,43 0,77 1,00 1,85 0,82 1,01 0,46 4,52 1,28 0,74 1,53 0,24 0,28 1,72 1,02 1,18 2,32 0,40 0,20 0,87 1,02 1,54 0,80 0,32 0,58 1,17 0,68 1,12 1,40 2,50 4,32 2,92 2,56 4,14 2,68 0,65 0,82 34,85 19,46 26,29
EI30 23,56 4,54 0,07 4,65 2,00 0,68 4,35 1,16 1,63 0,10 2,52 0,11 3,58 0,36 1,72 29,94 26,95 1,02 108,94
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal 08-Okt 09-Okt 11-Okt 12-Okt 15-Okt 23-Okt 24-Okt 25-Okt 26-Okt 29-Okt 30-Okt Total
Oktober (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 2,13 0,49 0,62 0,92 0,19 0,28 1,87 0,88 0,83 1,97 0,89 0,70 1,73 1,39 1,50 1,28 0,99 1,42 2,35 2,56 2,03 2,02 2,69 2,14 0,80 0,95 1,85 4,47 0,93 0,65 2,10 0,94 1,35 21,63 12,90 13,36
EI30
Tanggal
0,57 0,08 1,48 1,34 4,35 3,01 12,11 15,75 4,42 1,04 2,68 46,83
01-Okt 02-Okt 04-Okt 08-Okt 14-Okt 16-Okt 17-Okt 19-Okt 22-Okt 23-Okt 26-Okt 28-Okt 31-Okt Total
Oktober (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,80 0,30 0,24 1,33 0,43 0,68 1,28 3,27 5,16 1,08 0,58 0,85 0,52 0,33 1,47 0,90 1,40 2,13 1,73 2,18 2,96 1,37 0,55 0,98 0,52 1,02 2,04 4,85 3,87 6,13 2,38 1,61 1,19 8,52 5,84 4,48 2,77 1,68 1,68 29,05 23,06 29,99
EI30
Tanggal
0,11 0,56 48,33 0,97 1,00 7,27 15,53 1,18 5,15 69,35 4,07 60,91 5,95 220,40
03-Okt 04-Okt 05-Okt 06-Okt 07-Okt 10-Okt 12-Okt 14-Okt 15-Okt 22-Okt 23-Okt 24-Okt 26-Okt 27-Okt 28-Okt 31-Okt Total
Oktober (2009) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 6,20 4,22 2,16 2,88 3,30 3,89 5,67 3,67 2,67 0,78 1,59 2,40 3,83 7,72 3,59 0,50 0,72 1,44 1,08 2,05 2,69 3,02 2,96 2,04 1,70 0,98 1,20 2,60 2,10 2,19 2,20 2,74 3,61 1,12 2,43 4,29 0,60 0,18 0,35 1,13 2,69 5,09 1,00 4,50 7,25 0,97 0,68 1,24 35,28 42,53 46,11
EI30
Tanggal
20,24 31,35 22,26 9,70 72,27 2,47 13,73 14,25 2,41 10,16 26,31 27,19 0,12 39,23 93,98 2,22 387,90
06-Okt 07-Okt 08-Okt 13-Okt 14-Okt 18-Okt 19-Okt 23-Okt 24-Okt 25-Okt 26-Okt 27-Okt 28-Okt Total
Oktober (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 3,57 3,24 4,77 1,03 0,18 0,24 2,48 3,45 5,48 1,35 0,12 0,22 4,93 4,46 3,08 4,75 4,30 3,03 2,32 1,32 1,32 2,10 0,68 0,88 3,67 0,83 0,50 2,50 2,23 3,84 1,37 2,74 3,77 1,20 0,32 0,50 3,10 1,05 1,03 34,37 24,92 28,66
EI30 38,54 0,07 48,47 0,04 31,22 30,60 3,84 1,16 0,70 22,33 28,14 0,28 2,10 207,48
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal 04-Nop 05-Nop 06-Nop 07-Nop 09-Nop 10-Nop 11-Nop 12-Nop 13-Nop 14-Nop 16-Nop 17-Nop 18-Nop 23-Nop 25-Nop 27-Nop 28-Nop 30-Nop Total
November (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 3,70 4,24 3,18 4,97 2,64 1,84 2,43 0,79 0,58 0,67 0,31 0,59 0,78 0,50 0,68 1,43 1,20 1,69 2,00 2,38 2,61 3,80 4,18 6,04 0,50 0,13 0,26 3,23 1,18 0,97 1,30 0,60 0,93 0,80 0,20 0,34 0,57 1,53 2,20 1,05 0,37 0,68 1,05 0,18 0,18 1,27 0,61 0,95 0,80 0,15 0,28 4,45 1,03 0,82 34,80 22,22 24,83
EI30
Tanggal
32,56 9,92 0,85 0,37 0,70 4,57 14,88 70,09 0,05 2,17 1,11 0,13 8,97 0,53 0,05 1,20 0,07 1,61 149,84
01-Nop 02-Nop 03-Nop 04-Nop 05-Nop 06-Nop 07-Nop 08-Nop 09-Nop 10-Nop 12-Nop 13-Nop 14-Nop 15-Nop 16-Nop 17-Nop 21-Nop 23-Nop 24-Nop 26-Nop 30-Nop Total
November (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,33 1,07 1,76 4,92 5,51 4,86 2,80 0,95 0,53 4,67 1,61 0,80 1,82 2,31 3,74 2,97 3,11 1,19 0,75 0,19 0,27 1,57 0,65 0,60 8,55 4,82 3,47 1,97 4,01 5,14 0,68 1,85 2,88 8,55 5,22 5,68 1,52 5,22 8,32 4,35 1,92 1,65 6,75 0,67 0,15 0,55 1,30 2,58 1,60 0,38 0,54 6,45 4,75 1,64 1,95 0,10 0,10 4,33 2,30 2,34 3,72 2,62 4,16 71,78 50,56 52,40
EI30
Tanggal
4,25 66,62 0,91 2,45 22,34 8,35 0,09 0,76 45,49 55,71 14,27 80,16 122,63 6,65 0,13 9,60 0,37 17,28 0,01 11,99 28,23 498,29
06-Nop 10-Nop 11-Nop 12-Nop 13-Nop 14-Nop 15-Nop 17-Nop 19-Nop 20-Nop 21-Nop 22-Nop 23-Nop 24-Nop 25-Nop 26-Nop 28-Nop 29-Nop 30-Nop Total
November (2009) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,87 2,64 3,36 2,08 0,88 1,16 3,38 3,27 3,15 1,35 0,27 0,46 8,43 5,68 4,03 1,35 0,44 0,49 1,60 2,06 3,60 4,77 0,82 0,79 9,20 3,30 1,64 9,20 3,30 1,64 6,25 3,20 2,52 3,03 1,29 1,12 3,97 3,24 1,48 10,40 2,90 2,29 7,25 1,49 0,54 2,35 0,78 0,64 0,80 0,95 1,72 4,27 1,43 1,36 2,05 0,44 0,64 83,60 38,38 32,64
EI30
Tanggal
22,97 2,11 25,04 0,25 51,56 0,39 19,70 1,15 10,23 10,23 16,76 3,04 10,61 12,61 1,28 0,95 3,85 3,81 0,48 197,03
02-Nop 04-Nop 05-Nop 07-Nop 08-Nop 09-Nop 12-Nop 13-Nop 14-Nop 15-Nop 16-Nop 18-Nop 21-Nop 22-Nop 23-Nop 24-Nop 26-Nop 27-Nop 28-Nop 29-Nop 30-Nop Total
November (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,02 0,30 0,35 7,23 4,65 3,01 0,83 0,07 0,05 2,23 0,33 0,22 2,08 0,48 0,38 3,75 0,71 0,30 2,72 0,70 0,27 4,82 5,36 6,30 4,30 1,22 0,64 0,68 0,17 0,29 3,27 3,54 4,84 0,88 0,63 1,22 2,62 1,38 1,59 1,03 0,20 0,20 0,80 0,50 0,84 3,92 1,82 1,33 1,48 0,15 0,18 1,92 2,05 2,76 3,35 3,50 3,87 1,93 0,32 0,27 1,25 0,52 0,70 52,12 28,60 29,61
EI30 0,18 31,71 0,00 0,10 0,29 0,34 0,35 83,24 1,46 0,08 43,46 1,79 4,55 0,06 1,00 4,88 0,04 14,20 32,44 0,13 0,70 221,00
Tabel Lampiran 6. Lanjutan
Tanggal 03-Des 04-Des 05-Des 06-Des 09-Des 10-Des 11-Des 12-Des 13-Des 14-Des 15-Des 16-Des 17-Des 18-Des 19-Des 20-Des 21-Des 22-Des 23-Des 24-Des 25-Des 26-Des 27-Des 28-Des 29-Des 30-Des 31-Des Total
Desember (2007) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 9,02 3,48 0,67 1,83 0,67 0,24 4,07 1,96 2,47 1,55 0,58 0,42 1,33 0,31 0,31 3,55 1,98 2,52 4,78 2,03 2,04 3,87 1,54 1,29 7,62 3,07 3,1 4,1 2,28 3,27 2,75 4,82 2,26 1 0,16 0,18 2,92 1,52 1,43 6,85 3,43 3,54 3,43 2,2 1,42 1,42 0,8 1,12 4,37 2,52 1,68 7,22 2,2 1,09 4,2 1,18 0,64 4,42 1,11 0,66 4,28 1,48 1,11 4,75 2,39 0,88 4,17 2,35 2,36 6,63 1,54 0,66 3,42 0,79 0,45 0,88 0,2 0,23 3,28 2,2 2,06 107,7 48,79 38,09
EI30
Tanggal
4,24 0,31 11,43 0,43 0,16 10,79 9,34 3,84 22,08 17,84 27,73 0,04 4,51 29,6 6,82 1,9 8,95 4,45 1,29 1,42 3,08 4,96 11,74 1,66 0,58 0,07 11,48 200,73
02-Des 03-Des 04-Des 05-Des 06-Des 07-Des 08-Des 09-Des 10-Des 11-Des 13-Des 14-Des 15-Des 16-Des 19-Des 21-Des 22-Des 23-Des 25-Des 29-Des 30-Des Total
Desember (2008) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 2,52 5,1 7,58 2,8 0,58 0,52 7,88 3,9 2,42 0,77 0,67 0,81 1,5 0,34 0,3 2,42 0,63 0,55 2,25 0,59 0,48 2,8 0,42 0,24 1,78 0,72 0,9 1,42 0,15 0,1 0,83 0,47 0,82 2,93 0,56 0,21 8,55 6,42 2,01 0,73 0,1 0,13 1 0,39 0,12 2,18 0,88 0,73 4,37 2,82 1,33 5,23 1,91 0,87 2,87 1,6 1,12 1,67 0,21 0,16 0,68 0,08 0,12 57,18 28,54 21,5
EI30
Tanggal
108,08 0,52 19,91 1,34 0,17 0,6 0,49 0,15 1,28 0,02 0,78 0,17 29,59 0,02 0,09 1,22 7,71 3,07 3,6 0,05 0,01 178,86
01-Des 04-Des 05-Des 06-Des 07-Des 10-Des 13-Des 14-Des 15-Des 20-Des 22-Des 23-Des 25-Des 26-Des 27-Des 28-Des 30-Des Total
Desember (2009) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 2,37 2,05 1,92 0,92 1,03 1,23 2,8 0,93 0,94 0,5 0,32 0,64 0,97 0,36 0,66 1,03 1,65 2,43 1,75 0,27 0,49 0,6 0,07 0,13 0,87 1,1 2 0,58 0,1 0,19 0,77 0,27 0,46 3,28 1,8 1,41 6,45 6,6 6 4,28 1,59 0,65 5 1,8 1,13 3,45 1,02 1,04 1,77 1,23 1,49 37,38 22,19 22,8
EI30
Tanggal
9,53 2,76 1,76 0,45 0,49 9,57 0,25 0,01 5,17 0,03 0,22 5,51 98,97 2,01 3,99 2,01 4,44 147,18
01-Des 03-Des 07-Des 08-Des 09-Des 10-Des 11-Des 12-Des 13-Des 14-Des 15-Des 16-Des 17-Des 18-Des 20-Des 21-Des 22-Des 26-Des 27-Des 30-Des Total
Desember (2010) Lama CH I30 hujan (cm) (cm/jam) (jam) 1,78 1,23 1,48 0,92 0,5 0,79 3 0,66 0,38 3,23 1,03 0,44 2,17 0,18 0,05 6,48 1,22 0,74 2,03 0,88 0,64 1,17 0,34 0,27 3,9 1,94 2,09 0,9 0,58 0,86 1,88 3,14 5 1,57 1,08 1,2 1,57 1,08 1,2 1,35 1,68 2 0,68 0,24 0,43 1,03 0,41 0,54 3,43 1,78 2,2 2,63 0,73 0,83 1,6 0,85 1,35 1,55 1,76 1,98 42,88 21,31 24,48
EI30 4,05 0,79 0,4 0,78 0,01 1,54 1,07 0,15 9,05 1,09 42,59 2,94 2,94 7,75 0,19 0,41 8,72 1,12 2,56 8,05 96,19
Tabel Lampiran 7. Analisis regresi berganda dengan analisis antara komponen utama Regression Analysis: Y versus X2; X3; X4; X5; X6; X7; X1 The regression equation is Y = - 21714161 + 0,377 X1 + 2185 X2 + 69201 X3 - 31286 X4 - 458 X5 + 4516 X6 Predictor Constant X1 X2 X3 X4 X5 X6
Coef -21714161 0,3774 2185 69201 -31286 -458,4 4516
S = 634,746
SE Coef 10328361 0,2739 1150 30108 13412 268,4 1762
R-Sq = 82,4%
PRESS = 14542852
T -2,10 1,38 1,90 2,30 -2,33 -1,71 2,56
P 0,049 0,184 0,073 0,033 0,031 0,104 0,019
VIF 1,3 30505859,9 5,44852E+09 5,70242E+09 3155782,4 29680351,2
R-Sq(adj) = 76,8%
R-Sq(pred) = 66,57%
Durbin-Watson statistic = 2,05090 *Nilai VIF > 10 artinya pada model regresi diatas terdapat
Pelanggaran Multikolinieritas
Principal Component Analysis: Z2; Z3; Z4; Z5; Z6 Eigenanalysis of the Correlation Matrix Eigenvalue 4,9050 0,0946 0,0004 0,0000 0,0000 Proportion 0,981 0,019 0,000 0,000 0,000 Cumulative 0,981 1,000 1,000 1,000 1,000 Variable PC1 PC2 PC3 PC4 PC5 Z2 -0,449 -0,360 0,426 0,697 0,050 Z3 0,450 -0,221 -0,372 0,353 0,696 Z4 0,450 -0,266 -0,278 0,374 -0,714 Z5 -0,442 -0,676 -0,483 -0,338 -0,016 Z6 0,445 -0,542 0,608 -0,369 0,052 Dari hasil PCA diperoleh nilai eigen value >1 hanya pada Komponen 1 Pada komponen 1 nilai eigen 4,9050 dengan total keragaman 98,1 %.
Regression Analysis: Y versus W1; X1 The regression equation is Y = - 1118 + 0,940 X1 + 281 W1 Predictor Constant X1 W1 S = 1043,42
Coef -1118 0,9398 280,80
SE Coef 1492 0,4079 95,88
R-Sq = 42,4%
PRESS = 35210780
T -0,75 2,30 2,93
P 0,461 0,031 0,008
VIF 1,0 1,0
R-Sq(adj) = 37,4%
R-Sq(pred) = 19,07%
Durbin-Watson statistic = 1,25890
Tabel Lampiran 7. Lanjutan Pengaruh W1 dan X1 terhadap Y Nilai-p(0,031) untuk W1 dan (0,008) untuk X1
Transformasi ke Z Y = - 1118 + 0,940 X1 + 281 W1 Y = - 1118 + 0,940 X1 + 281 (-0,449 Z2 + 0,450 Z3 + 0,450 Z4 - 0,442 Z5 + 0,445 Z6) Y = - 1118 + 0,940 X1 – 126,169 Z2 + 126,45 Z3 + 126,45 Z4 – 124,202 Z5 + 125,045 Z6
Transformasi Z menjadi X Y = - 1118 + 0,940 X1 – 126,169 + 125,045 Z6
Z2 + 126,45 Z3 + 126,45 Z4 – 124,202 Z5
X2 X2 S2
Y = - 1118 + 0,940 X1 – 126,169
X4 X4 S 4
X5 X5 S5
– 124,202
X 4 77.77 137.54
–
X6 X6 S6
X 2 2783.97 609.55 X 5 3207.92 124,202 714.78
Y = - 1118 + 0,940 X1 – 126,169
126,45
+ 125,045
X3 X3 S 3 + 126,45
+ 126,45
X 3 1628 + 311.23
+ 126,45
+ 125,045
X 6 1877.04 840.23
Y = - 996,626 + 0,94 X1 – 0,21 X2 + 0,41 X3 + 0,92 X4 0,17X5 + 0,15 X6
Gambar Lampiran 1. Peta penggunaan lahan DAS Cil iwung hulu tahun 2010