PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUB DAS CIKADU, BANDUNG
RISMA YOGA PRIYANTO
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pendugaan Debit Puncak Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Cikadu, Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Mei 2016 Risma Yoga Priyanto NIM E14110048
ABSTRAK RISMA YOGA PRIYANTO. Pendugaan Debit Puncak Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Cikadu, Bandung. Dibimbing oleh NANA MULYANA ARIFJAYA. Banjir terjadi akibat melampaui kapasitas tampung sungai sehingga air meluap. Data debit puncak diperlukan dalam pengelolaan banjir. Penggunaan data curah hujan dalam interval satu jam dapat memberikan nilai dugaan debit puncak yang lebih akurat. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) sebagai model hidrologi digunakan untuk menganalisis kondisi neraca air dan pendugaan debit puncak berbasis data curah hujan interval jam di Sub DAS Cikadu. Metode yang digunakan dimulai dari pengumpulan data input SWAT, deliniasi Sub DAS, pembentukan HRU, input data iklim (curah hujan harian), simulasi SWAT (harian), modifikasi data input SWAT (variable FILE.CIO, BSN dan format input curah hujan per jam), Simulasi SWAT dan kalibrasi. Hasil kalibrasi menunjukan bahwa kalibrasi model SWAT masuk dalam kategori memuaskan dengan nilai R2 dan NSE sebesar 0.71 dan 0.41. Hasil analisis model SWAT menunjukan bahwa input neraca air yaitu curah hujan selama 4 bulan (1 April - 31 Juli 2014) sebesar 653.90 mm. Output neraca air yaitu evapotranspirasi sebesar 385.60 mm atau 58.96% dari curah hujan total, limpasan permukaan sebesar 2.51 mm atau 0.38% dari curah hujan total, aliran lateral sebesar 283.55 mm atau 43.36% dari curah hujan total, perkolasi sebesar 3.29 mm atau 0.50% dari curah hujan total dan aliran bawah tanah sebesar 3.11 mm atau 0.47% dari curah hujan total. Tingginya aliran lateral disebabkan topografi pada areal Sub DAS Cikadu didominasi kelas kelerengan sangat curam. Hasil analisis output SWAT Sub-Daily menunjukan debit puncak terjadi pada kejadian 118 (16:00) atau pada tanggal 28 April 2014 pukul 16:00 dengan nilai water yield sebesar 8.19 mm. Data debit dalam interval per jam membantu dalam perencanaan pengelolaan DAS yang lebih baik. Kata Kunci: cikadu, debit puncak, SWAT, water yield.
ABSTRACT RISMA YOGA PRIYANTO. Peak Discharge Forcasting Using SWAT Model in Cikadu Catchment, Bandung. Supervised by NANA MULYANA ARIFJAYA. Flooding caused exceed the capacities of the river so that water overflows. Peak discharge data needed in flood management. Use of rainfall data in the hourly interval can gives forecast value of the peak discharge more accurately. Soil and Water Assessment Tool (SWAT) as a hydrological model used to analyze the condition of the water balance and forecasting of the peak discharge based hourly interval rainfall data at Cikadu catchment. The Method that is used started from collecting input data of SWAT, delineation catchment, formation of HRU, climate data input (daily rainfall), simulation of SWAT (daily), modification of SWAT data input (variable file.cio, bsn, and hourly rainfall input format), simulation of SWAT, and calibration. The results of calibration showed that calibration model of SWAT included in the category satisfactory with R2 and NSE of 0.72 and 0.42. The results of SWAT model showed that the water balance input is rainfall during the four months (1 April - 31 July 2014) amounted to 653.90 mm. Water balance output are evapotranspiration of 385.60 mm or 58.96% of rainfall, the runoff amounted to 2.51 mm or 0.38% of rainfall, a lateral flow amounted to 283.55 mm or 43.36% of rainfall, percolation amounted to 3.29 mm or 0.50% of rainfall, and groundwater flow amounted 3.11 mm or 0.47% of rainfall. The high of lateral flow due to the topography of the Cikadu Catchment area dominated in the slope class is very steep. The results analysis output of SWAT Sub-Daily shows the peak discharge occurs at event of 118 (16:00) or on 28 April 2014 at 16:00 with the value of the water yield of 8.19 mm. Discharge data in hourly intervals assist in the planning a better watershed management.
Keywords: cikadu, rainfall, SWAT, water yield.
PENDUGAAN DEBIT PUNCAK MENGGUNAKAN MODEL SWAT DI SUB DAS CIKADU, BANDUNG
RISMA YOGA PRIYANTO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa taβala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi yang berjudul Pendugaan Debit Puncak Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Cikadu, Bandung berhasil diselesaikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk pemerintah daerah dalam menyusun rencana pengelolaan DAS di sekitar Sub DAS Cikadu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya, MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberikan saran dan arahanya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Mas Ardiyanto, Mas Sugih, Mas Taufik dan Pak Salim yang telah membantu dalam proses pengolahan data dan berbagi ilmu tentang hidrologi & DAS. Ibu Nengwati dan Nina selaku pihak BPDAS Citarum-Ciliwung yang telah membantu dalam mengumpulkan data penelitian. Serta ucapan terima kasih kepada kedua orang tua, Bapak Legiman dan Ibu Rusminingsih, serta seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi, doa dan kasih sayang. Keluarga besar Manajemen Hutan 48 dan Laboratorium Hidrologi Hutan & DAS atas dukungan dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa skripsi yang dibuat belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan masukan, saran dan kritik yang membangun demi perbaikan tulisan ini.
Bogor, Mei 2016 Risma Yoga Priyanto
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
1
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Alat dan Bahan
2
Prosedur Analisis Data
2
Modifikasi Data Input SWAT
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Kondisi Daerah Penelitian
4
Rating Curve Sub DAS Cikadu
7
Analisis SWAT
9
Analisis Hidrologi
13
Debit Puncak Sub-Daily
14
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
24
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kualifikasi data yang digunakan di Sub DAS Cikadu Kriteria nilai R2 dan NSE Penutupan lahan di Sub DAS Cikadu Kelas kelerengan di Sub DAS Cikadu Hasil perhitungan debit Karakteristik fisik Sub DAS Cikadu Kelas HRU dominan di Sub DAS Cikadu Parameter kalibrasi Water yield Sub DAS Cikadu pada masing-masing skenario
2 3 4 6 7 9 10 11 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Peta tutupan lahan Sub DAS Cikadu Peta kelas kelerengan Sub DAS Cikadu Peta jenis tanah Sub DAS Cikadu Hubungan tinggi muka air dan debit Debit observasi dan CH harian Hubungan debit simulasi dan debit observasi setelah kalibrasi Perbandingan debit simulasi dan debit observasi setelah kalibrasi Hasil simulasi neraca air pada SWAT Check Sebaran limpasan pada Sub DAS Cikadu Hidrograf debit puncak tanggal 23 April 2014 di Sub DAS Cikadu Hidrograf debit puncak tanggal 25 April 2014 di Sub DAS Cikadu Hidrograf debit puncak tanggal 28 April 2014 di Sub DAS Cikadu Water yield hasil skenario tanggal 28 April 2014 di Sub DAS Cikadu
5 6 7 8 8 12 12 13 14 14 15 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Dokumentasi penelitian Format input data curah hujan untuk simulasi per jam Format PCP pada notepad Grafik rata-rata curah hujan per jam pada bulan April(a), Mei(b), Juni(c), Juli(d) 5 Water yield hasil analisis SWAT
19 20 20 21 23
PENDAHULUAN Latar Belakang Sub-sub DAS Cikadu merupakan bagian dari Sub DAS Cisangkuy yang terletak di Selatan Kota Bandung dan termasuk ke dalam bagian hulu DAS Citarum. Kementerian Pekerjaan Umum (2010) menyebutkan bahwa pada tahun 2010, banjir besar melanda hampir semua kecamatan di Kabupaten Bandung, mulai dari wilayah hulu Citarum (Kertasari, Ibun, Paseh), hingga Banjaran, Baleendah dan Dayeuhkolot serta kecamatan-kecamatan lainnya. Kuswardini (2015) menyebutkan bahwa secara umum banjir dipengaruhi oleh hujan dan sistem DAS. Hujan meliputi faktor intensitas hujan, lama hujan, dan distribusi hujan, sedangkan sistem DAS meliputi faktor topografi, jenis tanah, penggunaan lahan, dan sistem aliran hujan dalam DAS. Perencanaan sumber daya air sebagai upaya pengelolaan banjir seringkali membutuhkan data debit. Salah satu kegunaan data debit adalah untuk menduga debit puncak (Wijaya 2014). Debit puncak berkaitan erat dengan tingkat bahaya/resiko banjir yang terjadi (Hakim et al. 2008). Untuk pendugaan nilai debit puncak, dilakukan pemodelan Daerah Areal Sungai (DAS). Mulyana (2012) menyatakan bahwa DAS merupakan batas ekologis sehingga pemodelan berbasis DAS merupakan pemodelan yang paling mewakili kondisi di alam. Dalam penelitian ini, model yang digunakan untuk pendugaan nilai debit puncak yakni Soil and Water Assessment Tool (SWAT). Soil and Water Assessment Tool (SWAT) merupakan model kejadian kontinyu untuk skala DAS yang beroperasi secara harian dan dirancang untuk memprediksi dampak pengelolaan terhadap air (Alibuyog 2012). Input dari SWAT dapat digunakan data curah hujan bulanan, harian dan jam. Pendugaan nilai debit puncak diperlukan data curah hujan per jam. Melihat belum banyaknya pengolahan Model SWAT dengan data curah hujan per jam, penelitian ini sangat mungkin dilakukan untuk melihat bagaimana hasil yang ditunjukan dari Model SWAT dalam pendugaan debit puncak. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi neraca air Sub DAS Cikadu dan melakukan pendugaan debit puncak berbasis data curah hujan interval jam di Sub DAS Cikadu. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kondisi neraca air dan nilai debit puncak di Sub DAS Cikadu. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pemerintah daerah dalam menyusun rencana pengelolaan DAS di sekitar Sub DAS Cikadu.
2
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada lokasi Stasiun Pengamat Arus Sungai (SPAS) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Citarum-Ciliwung, di Sub DAS Cikadu, DAS Citarum Hulu, Bandung, Jawa Barat. Adapun kegiatan pengambilan dan pengolahan data pada penelitian ini dilaksanakan mulai bulan September 2015Febuari 2016. Pengelolaan data dilakukan di Laboratorium Hidrologi Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor. Alat dan Bahan Alat yang digunakan meliputi GPS (global positioning system), seperangkat komputer dengan sistem operasi Microsoft Windows 7 yang dilengkapi software Arc GIS 10.1, Arc SWAT 2012.10_1.17, Notepad, Microsoft Office Access 2013, Microsoft Office Word 2013 dan Microsoft Office Excel 2013. Bahan yang digunakan adalah data sekunder dengan kualifikasi data yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kualifikasi data yang digunakan di Sub DAS Cikadu No 1 2 3 4 5
6
7
Data Spasial Digital Elevation Model (DEM) Jaringan Sungai Tutupan Lahan (2014) Peta Tanah Data Tinggi Muka Air (TMA) bulan April-Juli 2014 Data curah hujan bulan April-Juli 2014 Data Iklim bulan April-Juli 2014
Resolusi/Skala 30x30 m 1:25 000 1:25 000 1:25 000 -
Sumber SRTM (http://srtm.csi.cgiar.org/) BPDAS Citarum-Ciliwung BPDAS Citarum-Ciliwung BPDAS Citarum-Ciliwung BPDAS Citarum-Ciliwung
BPDAS Citarum-Ciliwung -
SWAT Global Weather (http://swat.tamu.edu/)
Prosedur Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan model SWAT. Kegiatan ini dimulai dari persiapan data input, meliputi data DEM, jaringan sungai, tanah, iklim, tutupan lahan dan curah hujan. Selanjutnya tahapan analisis model terdiri dari deliniasi Sub DAS, pembentukan HRU, input data iklim (curah hujan harian), simulasi SWAT (harian), modifikasi data input SWAT (FILE.CIO, BSN dan format input curah hujan per jam), Simulasi SWAT (jam) dan kalibrasi. Untuk data iklim berupa data curah hujan diperoleh dari hasil mengunduh data SPAS Cikadu, sedangkan data radiasi matahari, temperatur, kecepatan angin, kelembaban diperoleh dari hasil mengunduh SWAT Global Weather.
3 Kalibrasi bertujuan agar output model yang digunakan hasilnya mendekati output dari pengukuran, kalibrasi dilakukan dengan penyesuaian parameterparameter pada SWAT. Kalibrasi dilakukan melalui manual kalibrasi. Pada penelitian ini, kalibrasi dilakukan terhadap nilai debit dengan membandingkan debit hasil model dan debit observasi. Kalibrasi digunakan data pada 1 April-15 Mei 2014. Uji statistik dilakukan melalui perhitungan koefisien determinasi (R2) dan Nash-Sutcliffe coefficient of Efficiency (NSE). Kriteria nilai R2 dan NSE dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Kriteria nilai R2 dan NSE Uji Statistik Koefisien determinasi (R2) Nash-Sutcliffe coefficient of Efficiency (NSE)
Selang Nilai R2 β₯ 0.60 R2 < 0.60 NSEβ₯0.75 0.36β€NSE<0.75 NSE<0.36
Kriteria Baik Tidak Baik Baik Memuaskan Kurang memuaskan
Sumber: Santi et al. (2001); Van Liew et al. (2003) diacu dalam Junaidi (2009)
Berdasarkan Abbaspour (2015) maka nilai R2 dan NSE dapat ditentukan melalui persamaan berikut:
π
2 =
2 Μ
Μ
[βπ π=1(Qobs,iβQobs,i)(Qcal,iβ Qcal,i)] 2 2 Μ
Μ
β(Qobs,iβQobs,i) β (Qcal,iβQcal,i)
πππΈ = 1 β (
2 [βπ π=1(Qπππ ,πβQπππ,π) Μ
πππ ,π)2 βπ (Qπππ ,πβQ π=1
...................................................(1)
) .....................................................(2)
Keterangan: R2 NSE Qobs,i Qcal,i Η¬obs,i Η¬cal,i
= Koefisien Determinasi = Koefisien Nash-Sutcliffe = Debit hasil pengukuran (m3/det) = Debit hasil simulasi model SWAT (m3/det) = Debit hasil pengukuran rata-rata (m3/det) = Debit hasil simulasi model SWAT rata-rata (m3/det)
Persamaan neraca air yang digunakan dalam model SWAT dapat dilihat pada persamaan berikut (Neitsch et al. 2005):
SWt = SWo + βtt=1 (Rday -Qsurf -EΞ± -Wseep -Qgw) ......................(3) Keterangan: SWt SWo Rday Qsurf EΞ± Wseep Qgw
= Kandungan akhir air tanah (mm) = Kandungan air tanah awal pada hari ke-i (mm) = Jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm) = Jumlah limpasan pada hari ke-i (mm) = Jumlah evapotranspirasi pada hari ke-i (mm) = Jumlah air yang memasuki zona tak jenuh pada hari ke-i (mm) = Jumlah aliran dasar pada hari ke-i (mm)
4 Modifikasi Data Input SWAT Simulasi SWAT dengan menggunakan data curah hujan per jam (SubDaily) dibutuhkan adanya modifikasi data input SWAT. Modifikasi pertama pada variable FILE.CIO dan BSN. Pada FILE.CIO meliputi IDAF (Beginning Julian Day of Simulation) menjadi 91, IDAL (Ending Julian day of simulation) menjadi 212, IDT (Rainfall data time step) menjadi 60. Nilai 91 pada IDAF menunjukan hari dimulai simulasi yaitu pada 1 April, nilai 212 pada IDAL menunjukan akhir dari simulasi pada 31 Juli dan nilai 60 IDT menunjukan interval curah hujan yang digunakan sebesar 60 menit. Sedangkan modifikasi pada BSN yaitu IEVENT (rainfall/runoff code). IEVENT β1β digunakan dalam simulasi per jam, dimana code 1 tersebut menunjukan curah hujan per jam. Modifikasi kedua, data curah hujan yang tersedia harus per jam dan lengkap dalam 1 hari. Format data curah hujan yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Daerah Penelitian Sub DAS Cikadu merupakan bagian dari DAS Citarum Hulu yang terletak di wilayah Desa Mangun Jaya, Kecamatan Arjasari, Kabupaten Bandung. Bangunan SPAS (Stasiun Pengamat Arus Sungai) Cikadu dibangun sejak tahun 2011. Berdasarkan hasil pengukuran lapang, bangunan SPAS Cikadu berada di koordinat 07β° 03β 32.45β LS dan 107β° 36β 51.17β BT pada ketinggian 746.91 mdpl, dengan luas daerah hasil dari deliniasi sebesar 948.44 Ha. Secara administratif wilayah Desa Mangun Jaya dibatasi oleh Desa Batukarut di sebelah Utara, tanah kehutanan di sebelah Selatan, Desa Banjaran Wetan di sebelah Barat dan di sebelah Timur Desa Baros dan Desa Mekarjaya (Talitha 2012). Penggunaan Lahan Tutupan lahan di Sub DAS Cikadu bervariasi meliputi hutan, semak belukar, ladang, kebun campuran, pemukiman dan sawah. Berdasarkan hasil ground cek, jenis tanaman yang ditanam oleh masyarakat pada ladang meliputi wortel, bawang, kol, cabe dan tomat. Sawah terbagi menjadi dua macam yaitu sawah irigrasi dan sawah tadah hujan. Hal lain yang ditemukan yaitu adanya pola penanaman agroforestry antara tanaman kehutanan Jabon dengan Kopi. Tabel 3 Penutupan lahan di Sub DAS Cikadu Luas Penutupan Kode SWAT Lahan Tutupan Lahan Ha Persen (%) Semak belukar RNGB 372.86 39.31 Hutan FRSE 189.17 19.95 Sawah RICE 174.27 18.37 Kebun campuran SESB 112.79 11.89 Ladang AGRR 69.19 7.29 Pemukiman URLD 30.16 3.18 Total 948.44 100
5
Gambar 1 Peta tutupan lahan Sub DAS Cikadu Berdasarkan Gambar 1 dan Tabel 3, dapat diketahui tutupan lahan di Sub DAS Cikadu didominasi oleh semak belukar dengan luasan sebesar 372.86 ha atau 39.31%. Terjadinya semak belukar berawal dari adanya kegiatan pembukaan hutan untuk keperluan lain seperti ladang, sawah, kebun. Tetapi ladang, sawah dan kebun yang dibuka lama kelamaan terabaikan atau dibiarkan oleh penggarap sehingga menyebabkan tumbuhnya semak belukar. Luasan tutupan lahan hutan di Sub DAS sebesar 189.17 ha atau 19.95%. Tutupan lahan hutan banyak ditemukan pada bagian hulu Sub DAS Cikadu, dengan kelerengan bagian hulu yang sangat curam maka keberadaan hutan tersebut harus tetap dipertahankan sehingga dapat menahan terjadi longsor. Luasan tutupan lahan sawah di Sub DAS Cikadu sebesar 174.27 ha atau 18.37%. Berdasarkan hasil pengamatan lapang, jenis sawah di areal Sub DAS Cikadu sebagian besar merupakan sawah irigrasi. Sawah irigrasi merupakan sawah dengan suplai air yang berasal dari air sungai. Kondisi sawah irigrasi ini akan memberikan aliran permukan yang besar dimana aliran air akan mengalir dari letak sawah yang tinggi hingga terendah dengan membawa material-material tanah. Topografi dan Jenis Tanah Kelas kelerengan dibagi ke dalam 5 kelas yaitu dari kelerengan datar, landai, agak curam, curam, sampai kelerengan sangat curam. Secara keseluruhan, sebagian besar areal Sub DAS Cikadu berada pada kelas kelerengan agak curam sampai sangat curam. Hasil klasifikasi dari pengolahan data DEM menunjukan bahwa bagian hulu areal Sub DAS Cikadu (Gambar 2) termasuk ke dalam kelas kelerengan sangat curam dengan luasan 389.06 ha atau 41.02%. Dengan kondisi kelas
6 kelerengan tersebut maka Sub DAS Cikadu rentan terhadap aliran permukaan. Sebaran luasan kelas kelerengan disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kelas kelerengan di Sub DAS Cikadu Luas Keterangan Kelas Kelerengan (%) ha Persen (%) Datar 0β8 43.73 4.61 Landai 8 β 15 83.95 8.85 Agak curam 15 β 25 170.45 17.97 Curam 25 β 40 261.25 27.55 Sangat curam >40 389.06 41.02 Total 948.44 100
Gambar 2 Peta kelas kelerengan Sub DAS Cikadu Sub DAS Cikadu diklasifikasikan ke dalam 2 jenis tanah (Gambar 3) yaitu asosiasi andosol coklat dan regosol coklat (tanah 1) dan latosol coklat kemerahan (tanah 2). Jenis tanah asosiasi andosol coklat dan regosol coklat mendominasi di areal Sub DAS Cikadu dengan luasan 845.75 ha atau 89.17% dari luasan total. Sedangkan jenis tanah latosol coklat kemerahan memiliki luasan 102.69 ha atau 10.83%. Latosol coklat kemerahan merupakan tanah yang telah berkembang lanjut, bahan induknya tuf volkan, relative tahan erosi, tekstur liat, struktur gumpal sampai agak remah, dan mudah diolah. Tingkat kesuburan dan potensinya untuk tanaman pangan cukup baik (Yakup 2011). Sebaran masing-masing jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 4.
7
Gambar 3 Peta jenis tanah Sub DAS Cikadu Rating Curve Sub DAS Cikadu Rating Curve digunakan untuk mengetahui hubungan antara tinggi muka air dengan debit aliran sungai. Data untuk pembuatan Rating Curve merupakan data hasil pengukuran lapang yang mewakili adanya kejadian hujan maupun keadaan tidak hujan. Data yang diukur dilapangan meliputi data luas penampang SPAS, tinggi muka air (TMA) yang diukur menggunakan meteran dan data kecepatan aliran sungai yang diukur menggunakan metode bola apung atau menggunakan alat pengukur kecepatan Current Meter. Data yang digunakan dalam pengolahan Rating Curve berasal dari penelitian Talitha (2012). TMA* 0.14 0.16 0.24 0.26 0.24 0.12 0.25 0.60 0.12 1.00
A 0.13 0.15 0.23 0.25 0.23 0.11 0.24 0.86 0.11 2.45
Tabel 5 Hasil perhitungan debit P R N S1/2 1.23 0.11 0.06 0.42 1.27 0.12 0.06 0.42 1.43 0.16 0.06 0.42 1.47 0.17 0.06 0.42 1.43 0.16 0.06 0.42 1.19 0.10 0.06 0.42 1.45 0.16 0.06 0.42 5.05 0.17 0.06 0.42 1.19 0.10 0.06 0.42 5.94 0.41 0.06 0.42
*Sumber: Data Talitha (2012)
V
Q
1.54 1.64 1.99 2.06 1.99 1.42 2.03 2.08 1.42 3.75
0.20 0.25 0.45 0.51 0.45 0.16 0.48 1.80 0.16 9.21
8 10 9
Debit (m3/s)
8 7
y = 6.28x1.78
6
RΒ² = 0.97
5 4 3 2 1 0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
Tinggi Muka Air (m)
Gambar 4 Hubungan tinggi muka air dan debit Dalam pengolahan data tersebut (Tabel 5), nilai S diperoleh dari hasil ratarata slope seluruh jaringan sungai dan nilai N yang digunakan merupakan hasil ratarata 10 kali ulangan dari pembagian nilai radius hidrolik (R2/3) dikali rata-rata slope sungai (S1/2) dengan kecepatan aliran aktual (Vaktual). Perhitungan Rating Curve menggunakan persamaan regresi, hasilnya diperoleh nilai koefisien determinasi (R2). Nilai R2 yang diperoleh sebesar 0.97, artinya nilai debit yang dihasilkan dari perhitungan Rating Curve mewakili nilai TMA. Sedangkan persamaan (Gambar 4) y = 6.28x1.78 digunakan sebagi rumus perhitungan debit observasi, koefisien y merupakan debit aliran dan koefisien x merupakan tinggi muka air. Iklim dan Debit Observasi Berdasarkan data yang diperoleh dari Global Weather suhu maksimum dan minimum di Sub DAS Cikadu sebesar 29.11 dan 13.89β° C, kelembaban relative rata-rata sebesar 92.19%, kecepatan angin rata-rata sebesar 0.95 m/s dan penyinaran matahari rata-rata sebesar 12.95 MJ/m2. Pada Gambar 5 terlihat bahwa curah hujan harian tertinggi terjadi pada Julian Day 118 atau 28 April 2013 sebesar 34 mm. 5
0
4.5
10
Debit (m3/s)
20
3.5
30
3 2.5
40
2
50
1.5
60
1
70
0.5
135 133 131 129 127 125 123 121 119 117 115 113 111 109 107 105 103 101 99 97 95 93 91 Julian Day
Gambar 5 Debit observasi dan CH harian
Curah hujan (mm)
4
9 Debit observasi diperoleh dari perhitungan persamaan Rating Curve (Gambar 4). Berdasarkan Gambar 5, debit harian tertinggi terjadi pada Julian Day 116 atau 26 April 2013 sebesar 2.74 m3/s dan debit harian terendah terjadi pada Julian Day 102 atau 12 April 2013 sebesar 0.96 m3/s. Analisis SWAT Deliniasi DAS SWAT membagi DAS menjadi beberapa Sub DAS dimana setiap Sub DAS memiliki jaringan utama. Proses deliniasi DAS menggunakan DEM ukuran 30 m dan data jaringan sungai. Selanjutnya DAS dibagi menjadi beberapa sub-basin dengan menetukan ukuran treshold, besar kecilnya nilai threshold yang digunakan akan menentukan panjang atau pendeknya jaringan sungai yang terbentuk. Pada penelitian ini, tidak dilakukan perubahan pada nilai threshold atau tetap menggunakan default threshold. Titik outlet atau titik keluaran yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari hasil marking di SPAS Cikadu. Berdasarkan hasil deliniasi dengan menggunakan titik outlet tersebut, luasan Sub DAS Cikadu sebesar 948.44 Ha. Karakteristik fisik Sub DAS Cikadu disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Karakteristik fisik Sub DAS Cikadu Jenis Parameter Nilai Luas Sub DAS (km2) Keliling Sub DAS (km) Panjang sungai (km) Kerapatan drainase (km/km2) Kelas kemiringan lereng dominan Jenis tanah dominan
9.48 19.23 25.06 2.64 Kelas V (41.02%) Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Pembentukan Hidrologic Respons Unit (HRU) HRU adalah bagian dari wilayah Sub DAS yang memiliki keunikan dalam hal landuse, jenis tanah, ataupun menejemen lahan (Andayani 2014). HRU ini ditentukan dari overlay hasil deliniasi peta DEM (Sub DAS), peta penggunaan lahan dan peta tanah yang ketiganya telah diproyeksikan dalam koordinat UTM. Threshold by percentage untuk tutupan lahan (5%), jenis tanah (5%) dan kemiringan lereng (5%). Proses ini menghasilkan 233 HRU yang memiliki karakteristik berbeda setiap HRUnya. Berdasarkan hasil analisis HRU, diperoleh 10 HRU yang mendominasi di Sub DAS Cikadu. HRU dengan tutupan lahan hutan, jenis tanah assosiasi andosol coklat dan regosol coklat dan kelas kelerengan sangat curam merupakan HRU paling dominan di Sub DAS Cikadu dengan luasan 59.82 ha atau 6.31% dari seluruh areal Sub DAS Cikadu. Dengan HRU ini maka akan lebih mudah mengetahui respon hidrologi dari keseluruhan areal Sub DAS Cikadu. Kelas HRU dominan di Sub DAS Cikadu dapat dilihat pada Tabel 7.
10 Tabel 7 Kelas HRU dominan di Sub DAS Cikadu HRU
Tutupan Lahan
Jenis Tanah
Kelas Lereng
Luas ha
Persen (%)
232
Hutan
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Sangat curam
59.82
6.31
226
Hutan
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Sangat curam
53.45
5.64
225
Hutan
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Sangat curam
37.62
3.97
214
Semak belukar
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Sangat curam
26.47
2.79
155
Semak belukar
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Sangat curam
21.68
2.29
99
Sawah
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Curam
19.82
2.09
140
Semak belukar
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Sangat curam
18.47
1.95
231
Semak belukar
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Curam
17.55
1.85
215
Semak belukar
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Curam
16.72
1.76
228
Semak belukar
Asosiasi andosol coklat dan regosol coklat
Sangat curam
16.22
1.71
Simulasi SWAT Simulasi dilakukan dengan menggunakan data input curah hujan per jam yang diperoleh dari Stasiun penakar hujan di SPAS Cikadu dan data kelembaban, temperature, kecepatan angin, radiasi matahari diperoleh dari Global Weather. Periode simulasi dimulai dari 1 April 2014 hingga 31 Juli 2014. Output SWAT dari simulasi per jam yaitu data Water Yield. Water yield ini merupakan akumulasi aliran permukaan tanah (surface flow), aliran lateral (lateral flow) dan aliran bawah tanah (ground water flow) (Neitsch et al. 2012). Kalibrasi Kalibrasi dilakukan terhadap nilai debit, dimana debit hasil simulasi yang dihasilkan oleh model dibandingkan dengan debit hasil observasi. Kalibrasi untuk data Sub-Daily (per jam) menggunakan manual kalibrasi, Kalibrasi digunakan data pada 1 April sampai 15 Mei 2014. Proses kalibrasi ini dilakukan dengan melakukan penyesuaian terhadap 10 nilai parameter, sehingga nilai debit hasil simulasi menyerupai atau mendekati nilai debit hasil observasi. Parameter masukan untuk kalibrasi manual dapat dilihat pada Tabel 8.
11 Tabel 8 Parameter kalibrasi No
Parameter
Nilai
Satuan
1 2 3
GW_DELAY.gw ALPHA_BF.gw GWQMN.gw
100 1 0.01
hari hari mm
4
GW_REVAP.gw
0.02
-
5
REVAPMN.gw
750
mm
6
SOL_AWC.sol
0.25
mm/mm
7
SOL_K.sol
55
mm/jam
8 9
SURLAG.bsn CH_K2.rte
1 1
hari mm/jam
10
CH_N2.rte
0.07
-
Keterangan Masa jeda air tanah ke sungai Faktor alpha aliran dasar Kedalaman minimal dari akuifer dangkal yang dibutuhkan Koefisien evaporasi dari zona perakaran Batas kedalaman air di akuifer dangkal Kapasitas air tersedia di dalam tanah Konduktivitas hidrolik tanah dalam keadaan jenuh Koefisien jeda aliran permukaan Konduktivitas hidrolik pada saluran utama Nilai kekasaran manning pada saluran utama
Paramater untuk data input aliran bawah tanah yang digunakan yaitu GW_DELAY, ALPHA_BF, GWQMN, GW_REVAP, REVAPMN. Parameter GW_DELAY atau masa jeda air tanah ke sungai merupakan waktu jeda air dari mengalir melalui profil tanah sampai ke lapisan jenuh (aquifer) dan kemudian keluar kembali menjadi debit. Nilai GW_DELAY pada kalibrasi sebesar 100 hari, artinya air yang mengalir ke dalam tanah akan keluar kembali menjadi debit di sungai dalam waktu 100 hari. Parameter ALPHA_BF atau Faktor alpha aliran dasar merupakan suatu indeks respon aliran bawah tanah terhadap perubahan aliran. Nilai sekitar 0.1-0.3 terdapat pada lahan dengan respon yang lambat terhadap perubahan aliran. Nilai 0.9-1 terdapat pada lahan dengan respon cepat terhadap perubahan aliran bawah tanah (Neitsch et al. 2012). Nilai ALPHA_BF hasil kalibrasi sebesar 1 hari, artinya Sub DAS Cikadu memiliki respon yang cepat terhadap perubahan aliran bawah tanah. GWQMN merupakan nilai parameter yang menunjukkan batas kedalaman minimal dari akuifer dangkal untuk memungkinkan terjadinya aliran bawah tanah. Nilai QWQMN hasil kalibrasi sebesar 0.01 mm. GW_REVAP merupakan koefisien evaporasi air tanah. Nilai yang mendekati 0 menandakan pergerakan air semakin terbatas, sementara nilai yang mendekati 1 menandakan pergerakan mendekati nilai evapotranspirasi potensial (Neitsch et al. 2012). Tipe vegetasi yang berbeda dapat mempengaruhi nilai revap dalam keseimbangan air (Yustika 2013). Nilai GW_REVAP hasil kalibrasi sebesar 0.02, artinya pergerakan air menuju zona perakaran terbatas. REVAPMN merupakan nilai yang menunjukkan ambang batas kedalaman minimal dari akuifer dangkal untuk memungkinkan terjadinya perkolasi ke akuifer dalam. Nilai REVAPMN hasil kalibrasi sebesar 750 mm. Paramater untuk data input tanah yang digunakan yaitu Sol_K dan Sol_AWC. SOL_K merupakan nilai konduktivitas hidrolik dari tanah. Nilai ini menunjukkan kemampuan tanah berinfiltrasi pada saat kedaan jenuh (Hanifiyani
12 2014). Nilai Sol_K hasil kalibrasi sebesar 55 mm/mm. SOL_AWC adalah kapasitas tanah dalam menampung air. Nilai Sol_AWC hasil kalibrasi sebesar 0.25 mm/jam Paramater untuk data input basin yang digunakan yaitu SURLAG. SURLAG merupakan koefisien jeda aliran permukaan. Nilai SURLAG hasil kalibrasi sebesar 1 hari, artinya waktu yang dibutuhkan hujan untuk terjadinya puncak aliran permukaan adalah 1 hari. Paramater untuk data input saluran utama (*rte) yang digunakan yaitu CH_K2 dan CH_N2. CH_K2 merupakan konduktivitas hidrolik pada saluran utama, nilai CH_K2 hasil kalibrasi sebesar 1 mm/jam. CH_N2 merupakan nilai kekasaran manning pada saluran utama, nilai CH_N2 hasil kalibrasi sebesar 0.07.
Q Observasi (m3/s)
2.9
2.4
RΒ² = 0.71 1.9
1.4
0.9 0.9
1.1
1.3
1.5
1.7
Q Simulasi
1.9
2.1
2.3
2.5
(m3/s)
Gambar 6 Hubungan debit simulasi dan debit observasi setelah kalibrasi
4.4
Debit (m3/s)
3.9 3.4 2.9 2.4 1.9 1.4 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135
0.9
Curah Hujan (mm)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65
4.9
CH
Julian Day Q Simulasi
Q Observasi
Gambar 7 Perbandingan debit simulasi dan debit observasi setelah kalibrasi Setelah melakukan kalibrasi dengan mengubah parameter sensitif (Tabel 8), diperoleh nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0.72 dan Nash-Sutcliffe coefficient of Efficiency (NSE) sebesar 0.42 (Gambar 6 dan 7). Hasil tersebut menunjukan bahwa kalibrasi model SWAT masuk kriteria memuaskan menurut Santi et al. (2001); Van Liew et al. (2003) diacu dalam Junaidi (2009).
13 Analisis Hidrologi Neraca air adalah hubungan antara masukan air total dengan keluaran air total yang terjadi dalam suatu DAS (Zulkipli et al. 2012). Input dari neraca air adalah data curah hujan, sementara output pada neraca air berupa evapotranpirasi, limpasan, aliran lateral, perkolasi dan aliran bawah tanah. Purnama et al. (2012) menyebutkan bahwa manfaat dari analisis neraca air yakni dapat digunakan sebagai dasar pembuatan bangunan penyimpan air, sebagai dasar pembuatan saluran drainase dan teknik pengendalian banjir, sebagai dasar pemanfaatan air alam untuk berbagai keperluan pertanian seperti sawah, perkebunan dan perikanan.
Gambar 8 Hasil simulasi neraca air pada SWAT Check dari 1 April sampai 31 Juli 2014 Berdasarkan analisis SWAT pada Gambar 8, jumlah curah hujan selama 4 bulan (1 April - 31 Juli 2014) sebesar 6 201 865.51 m3 yang terjadi pada daerah tangkapan Sub DAS Cikadu diprediksi akan menjadi evapotranspirasi sebesar 3 657 194.28 m3 atau 58.96% dari curah hujan total. Limpasan permukaan sebesar 23 805.91 m3 atau 0.38% dari curah hujan total, aliran lateral sebesar 2 689 308.71 m3 atau 43.36% dari curah hujan total, perkolasi sebesar 31 203.76 m3 atau 0.50% dari curah hujan total dan aliran bawah tanah sebesar 29 496.56 m3 atau 0.47% dari curah hujan total. Mori et al. (2003) diacu dalam Hanifiyani (2014) menyebutkan bahwa sungai mengumpulkan tiga jenis limpasan yaitu limpasan permukaan (surface runoff), aliran lateral (lateralflow) dan air tanah (groundwater run-off). Limpasan permukaan dan aliran lateral dapat dikeompokkan sebagai limpasan langsung (direct run-off) sementara air tanah dikelompokkan sebagai aliran dasar (base flow). Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa aliran sungai sebagian besar disumbangkan
14 oleh aliran lateral sebesar 283.55 mm dari keseluruhan limpasan pada Sub DAS Cikadu. Selanjutnya diikuti oleh air tanah sebesar 3.11 mm dan aliran permukaan sebesar 2.51 mm. 283.55
300 250
mm
200 150 100 50
2.51
3.11
Limpasan permukaan
Aliran bawah tanah
0 Aliran lateral
Gambar 9 Sebaran limpasan pada Sub DAS Cikadu Tingginya aliran lateral mengindikasikan bahwa infiltrasi pada areal Sub DAS Cikadu masih ke dalam kondisi baik, hal tersebut juga dapat dilihat dari kecilnya limpasan permukaan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya aliran lateral menurut Weiler et al. (2005) diacu dalam Hanifiyani (2014) adalah kedalaman tanah, topografi dan elevasi. Tingginya aliran lateral disebabkan topografi pada areal Sub DAS Cikadu didominasi kelas kelerengan sangat curam. Debit Puncak Sub-Daily
23:00
22:00
21:00
20:00
19:00
18:00
17:00
16:00
15:00
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 14:00
10.0 9.5 9.0 8.5 8.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
curah hujan (mm)
Water yield (mm)
Debit puncak merupakan debit maksimal dari sungai yang dapat menyebabkan terjadinya banjir. Penggunaan data curah hujan per jam (Sub-Daily) ditujukan agar debit yang dihasilkan dalam jangka waktu per jam. Debit puncak terjadi ketika water yield yang dihasilkan tinggi. Berdasarkan hasil pengolahan data, diperoleh tiga kejadian debit puncak yaitu tanggal 23 April 2014, 25 April 2014 dan 28 April 2014.
Waktu (jam) CH Water Yield
Gambar 10 Hidrograf debit puncak tanggal 23 April 2014 di Sub DAS Cikadu Hasil dari Hidrograf (Gambar 10) pada tanggal 23 April 2014 menunjukan bahwa debit puncak terjadi pada pukul 17:00 dengan intensitas hujan 11.8 mm/jam.
15
7:00
6:00
5:00
4:00
3:00
2:00
1:00
24:00
23:00
22:00
21:00
20:00
19:00
18:00
17:00
16:00
15:00
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 14:00
8.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
curah hujan (mm)
Water yield (mm)
Debit puncak terjadi satu jam setelah terjadinya kejadian hujan puncak, artinya pada saat awal terjadinya hujan tanah masih mampu menyerap air dengan baik sehingga water yiled tertinggi terjadi satu jam setelah terjadinya kejadian hujan. Nilai water yield yang dihasilkan pada kejadian debit puncak tanggal 23 April 2014 pukul 17:00 sebesar 4.99 mm.
Waktu (jam) CH
Water Yield
Gambar 11 Hidrograf debit puncak tanggal 25 April 2014 di Sub DAS Cikadu
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 22:00
21:00
20:00
19:00
18:00
17:00
16:00
15:00
14:00
13:00
12:00
11.0 10.5 10.0 9.5 9.0 8.5 8.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
curah hujan (mm)
Water yield (mm)
Pada tanggal 25 April 2014 (Gambar 11) menunjukan bahwa debit puncak terjadi pada pukul 19.00 dengan intensitas hujan 4.975 mm/jam. Debit puncak terjadi tepat pada saat terjadinya kejadian hujan tertinggi dengan nilai water yield yang dihasilkan sebesar 4.65 mm. Artinya water yield yang dihasilkan memiliki respon yang cepat terhadap kejadian hujan. Pada pukul 21:00 water yield yang dihasilkan kembali meningkat sedangakan curah hujan yang terjadi semakin berkurang, hal tersebut terjadi karena adanya hujan di daerah hulu Sub DAS.
Waktu (jam) CH
Water Yield
Gambar 12 Hidrograf debit puncak tanggal 28 April 2014 di Sub DAS Cikadu Pada tanggal 28 April 2014 (Gambar 12) menunjukan bahwa debit puncak terjadi pada pukul 16:00 dengan intensitas hujan 17 mm/jam. Debit puncak terjadi satu jam setelah awal terjadinya hujan dengan nilai water yield yang dihasilkan
16 sebesar 8.19 mm. Nilai water yield puncak tepat terjadi pada kejadian hujan tertinggi, hal tersebut dikarenakan hujan terjadi di hilir DAS. Pengaruh Perubahan Iklim (Curah Hujan) terhadap Nilai Water yield Simulasi skenario perubahan iklim dalam hal ini yaitu perubahan intensitas hujan dilakukan untuk melihat bagaimana tren water yield yang dihasilkan dalam pendugaan debit puncak. Simulasi dilakukan terhadap debit puncak tanggal 28 April 2014. Nilai Water yield Sub DAS Cikadu hasil model SWAT dari masingmasing skenario disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Water yield Sub DAS Cikadu pada masing-masing skenario Komponen Water Yield
Tanpa Skenario
Skenario 1
Skenario 2
2.51 283.55 3.11 289.17
3.93 365.98 5.94 375.85
1.55 209.59 1.05 212.19
Aliran Permukaan (mm) Aliran Lateral (mm) Aliran Dasar (mm) Total
22:00
21:00
20:00
19:00
18:00
17:00
16:00
15:00
14:00
13:00
11.5 11.0 10.5 10.0 9.5 9.0 8.5 8.0 7.5 7.0 6.5 6.0 5.5 5.0 4.5 4.0 3.5 3.0 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0
12:00
Water yield (mm)
Sumber: Hasil SWAT check
Waktu (jam) Water Yield
Skenario 2
Skenario 1
Gambar 13 Water yield hasil skenario tanggal 28 April 2014 di Sub DAS Cikadu Skenario 1 merupakan kondisi dimana intensitas hujan pada Sub DAS Cikadu dinaikan 20% dari kondisi awal. Total water yield (Tabel 9) pada kondisi tanpa skenario sebesar 289.17 mm, setelah dilakukan skenario terjadi peningkatan water yield sebesar 86.68 mm. Pada Gambar 13, terlihat bahwa water yield puncak pada skenario 1 mengalami peningkatan. Skenario 2 merupakan kondisi dimana intensitas hujan pada Sub DAS Cikadu diturunkan 20% dari kondisi awal. Total water yield (Tabel 9) pada kondisi tanpa skenario sebesar 289.17 mm, setelah dilakukan skenario terjadi penurunan water yield sebesar 76.78 mm. Pada Gambar 13, terlihat bahwa water yield puncak pada skenario 2 mengalami penurunan.
17
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pendugaan debit model SWAT mendapatkan hasil kalibrasi dalam kriteria memuaskan dengan nilai R2 sebesar 0.71 dan NSE sebesar 0.41. 2. Hasil analisis neraca air model SWAT menunjukan bahwa input neraca air berupa curah hujan sebesar 6 201 865.51 m3. Output dari neraca air terbesar yaitu evapotranspirasi sebesar 3 657 194.28 m3 dan aliran lateral sebesar 2 689 308.71 m3. Tingginya aliran lateral disebabkan topografi pada areal sub DAS Cikadu didominasi oleh kelas kelerengan sangat curam. 3. Debit puncak terjadi dalam hitungan jam sehingga diperlukan data curah hujan interval jam (Sub-Daily) agar debit dugaan yang dihasilkan lebih akurat. Hasil analisis menunjukan nilai debit puncak terjadi pada Julian Day 118 (16:00) atau pada tanggal 28 April 2014 pukul 16:00 dengan nilai water yield sebesar 8.19 mm. Saran Model SWAT dapat digunakan untuk menduga nilai debit puncak di Sub DAS Cikadu. Penggunaan data curah hujan interval per jam pada model SWAT dapat memberikan nilai debit dugaan model yang lebih akurat. Model SWAT dapat diterapkan pada DAS-DAS lainya sehingga monitoring kejadian banjir dapat lebih terencana.
DAFTAR PUSTAKA Abbaspour KC. 2015. User Manual for SWAT-CUP, SWAT Calibration and uncerteainly analysis programs. Swiss Federal Institute of Aquatic Science and Technology, Ewag, Duβbendorf, Switzerland. http://swat.tamu.edu/media/114860/usermanual_swatcup.pdf. Diakses Desember 2015. Alibuyog NR. 2012. Manual MWSWAT (Map Window Soil and Water Assesment Tool). Terjemahan dari: Manual MWSWAT (Map Window Soil and Water Assesment Tool).Yusuf SM, penerjemah; Murtilaksono K, editor. Jakarta (ID): Kementerian Kehutanan RI. Andayani K. 2014. Analisis hidrologi di Sub DAS Ciliwung Hulu menggunakan model SWAT [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hakim ML, Oteng H, Sudarsono, Gatot I. 2008. Debit Puncak Aliran Permukaan dan Waktu Menuju Debit Puncak Dipengaruhi Karakteristik Geomorfologi DAS, serta Pemodelan Debit Aliran Permukaan. Jurnal Agrivita Vol.30 No.3, Oktober 2008, ISSN: 0126- 0537. Hanifiyani MN. 2014. Analisis hidrologi menggunakan model SWAT di Sub DAS Cilebak Kabupaten Bandung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Junaidi E. 2009. Kajian berbagai alternatif perencanaan pengelolaan DAS Cisadane menggunakan model SWAT [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Kementerian Pekerjaan Umum]. 2010. Citarum stakeholder analysis [ulasan]. Jakarta (ID): Kementerian Pekerjaan Umum
18 Kuswardini L. 2015. Analisis debit puncak dan aliran permukaan DAS Ciliwung Hulu pada bulan januari 2014 (Studi Kasus: Bendung Katulampa) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mulyana N. 2012. Analisis tutupan hutan terhadap ketersediaan Green Water dan Blue Water di Sub DAS Gumbasa dan Sub DAS Cisadane Hulu dengan aplikasi model SWAT [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Neitsch SL, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2005. Soil and Water Assessment Tool Theoretical Documentation Version 2005. Texas (US): Agricultural Research Service US. _________, Arnold JG, Kiniry JR, Srinivasan R, William JR. 2012. Soil and Water Assesment Tool Input/Output File Documentation Version 2012. Texas (US): Agricultural Research Service US. Purnama ILS, Trijuni S, Hanafi F, Aulia T, Razali R. 2012. Analisi Neraca Air di DAS Kupang dan Sengkarang. Yogyakarta (ID): Pohon Cayaha. Talitha D. 2012. Pendugaan neraca air, erosi dan sedimentasi menggunakan aplikasi Tank Model dan MUSLE di Sub-Sub Das Cikadu, kabupaten Bandung, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Wijaya M. 2014. Analisis curah hujan harian maksimum untuk pendugaan debit puncak daerah aliran sungai Ciliwung Hulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Yakup. 2011. Pola distribusi lahan sawah berdasarkan jenis tanah dan curah hujan, studi kasus daerah aliran sungai (DAS) Ciliwung- Cisadane. Seminar Nasional: Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan. Palembang (ID): Universitas Sriwijaya. Yustika RD. 2013. Pengelolaan lahan terbaik hasil simulasi model SWAT untuk mengurangi aliran permukaan di Sub DAS Ciliwung Hulu [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Zulkipli, Prasetijo H, Soetopo W. 2012. Analisa neraca air permukaan DAS Renggung untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dan domestik penduduk kabupaten Lombok Tengah. Jurnal Teknik Pengairan. 3(2):87β96.
19 LAMPIRAN Lampiran 1 Dokumentasi penelitian
a
b
c
d
e
f Keterangan :
g
a. b. c. d. e. f. g.
Penampang SPAS Ruang SPAS Sungai Cikadu DAM Sawah irigrasi Sawah irigrasi Download data
20 Lampiran 2 Format input data curah hujan untuk simulasi per jam Tahun 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014 2014
Julian Days 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96 96
Lampiran 3 Format PCP pada notepad
Jam 00 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Curah Hujan (mm) 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 2.000 0.000 0.000 4.400 1.600 4.400 3.000 0.200 0.000 0.000
21
Lampiran 4 Grafik rata-rata curah hujan per jam pada bulan April(a), Mei(b), Juni(c), Juli(d) 30 28 26 24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
118(16) 118(15) 117(23) 117(17) 117(16) 117(15) 116(21) 116(20) 116(16) 116(15) 115(23) 115(22) 115(21) 115(20) 115(19) 115(18) 115(2) 114(24) 114(22) 114(21) 114(20) 114(19) 114(18) 114(17) 114(16) 114(15) 114(2) 114(1) 113(17) 113(16) 112(20) 112(19) 112(15) 112(14) 111(23) 111(22) 111(21) 111(19) 111(18) 111(17) 111(14) 110(24) 110(21) 110(20) 109(20) 109(19) 109(18) 109(17) 108(23) 108(22) 108(21) 108(20) 108(18) 108(17) 108(16) 108(15) 107(15) 106(20) 106(13) 105(15) 104(21) 104(20) 104(19) 104(18) 104(17) 104(16) 103(23) 103(22) 103(21) 103(20) 103(19) 103(18) 103(17) 103(16) 101(18) 101(17) 101(16) 101(14) 101(13) 100(16) 96(22) 96(21) 96(20) 96(19) 96(18) 96(15) 95(21) 95(18) 95(16) 95(7) 94(19) 94(16) 94(15) 92(20) 92(19) 92(16) 92(15)
20
(a) 15
10
5
0
150(17) 150(16) 147(17) 147(16) 146(9) 144(4) 142(22) 142(21) 142(20) 142(18) 142(17) 140(24) 140(21) 140(20) 140(19) 140(18) 140(17) 140(16) 138(19) 138(18) 138(17) 137(19) 137(18) 137(17) 136(1) 135(18) 135(17) 135(16) 135(15) 134(23) 134(19) 134(17) 134(16) 134(4) 131(18) 131(17) 128(19) 128(18) 128(2) 127(23) 127(20) 127(19) 127(18) 127(17) 127(16) 121(15)
21
(b)
22
22
Lampiran 4 (Lanjutan)
22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
206(15) 205(24) 205(23) 205(22)
177(19)
178(7) 204(23)
204(24)
205(3)
205(21)
177(18) 204(22)
178(15)
176(21) 204(21)
204(5)
204(6)
204(17)
204(18)
204(19)
204(20)
176(14) 176(2) 174(24) 174(23)
174(20)
174(21)
201(20)
201(21)
201(22)
203(15)
203(16)
174(19) 200(19)
174(22)
174(15)
187(17)
187(18)
187(19)
187(20)
187(21)
192(15)
192(18)
192(19)
193(4)
193(16)
193(17)
193(18)
193(23)
194(12)
194(13)
194(14)
194(15)
194(16)
194(18)
197(16)
197(17)
199(17)
200(17)
200(18)
173(8) 172(21) 172(20) 170(20) 170(17) 170(16) 170(15) 170(14) 170(6) 170(4) 170(2) 169(24) 168(15) 164(19) 164(18) 164(17) 163(18) 162(17) 162(16) 162(15) 161(22) 161(21) 161(20)
(d)
176(20)
20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
176(16)
(c)
5.5
5.0
4.5
4.0
3.5
3.0
Water yield (mm)
23
Lampiran 5 Water yield hasil analisis SWAT 8.5
8.0
7.5
7.0
6.5
6.0
2.5
2.0
1.5
1.0
0.5
0.0
135(23:00) 135(01:00) 134(03:00) 133(05:00) 132(07:00) 131(09:00) 130(11:00) 129(13:00) 128(15:00) 127(17:00) 126(19:00) 125(21:00) 124(23:00) 124(01:00) 123(03:00) 122(05:00) 121(07:00) 120(09:00) 119(11:00) 118(13:00) 117(15:00) 116(17:00) 115(19:00) 114(21:00) 113(23:00) 113(01:00) 112(03:00) 111(05:00) 110(07:00) 109(09:00) 108(11:00) 107(13:00) 106(15:00) 105(17:00) 104(19:00) 103(21:00) 102(23:00) 102(01:00) 101(03:00) 100(05:00) 99(07:00) 98(09:00) 97(11:00) 96(13:00) 95(15:00) 94(17:00) 93(19:00) 92(21:00) 91(23:00) 91(01:00)
Julian Day
23
24
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 1 April 1993 dari Ayah Legiman dan Ibu Rusminingsih. Penulis adalah putra ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di SDN Sugiharjo 01 Pati pada tahun 2005, SMP Negeri 5 Pati pada tahun 2008 dan pada tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan SMA dari SMA Negeri 3 Pati. Pada tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor melalui Jalur SNMPTN Undangan (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Undangan) dan diterima di Departemen Manajemen Hutan β Fakultas Kehutanan IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi Asisten Praktikum mata kuliah Hidrologi Hutan tahun 2015, Asisten Praktikum mata kuliah Pengelolaan Ekosistem Hutan dan DAS tahun 2015 dan 2016. Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Cagar Alam Kamojang dan Cagar Alam Sancang Barat, Garut, Jawa Barat. Penulis telah melaksanakan Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi, Jawa Barat. Pada bulan Febuari sampai April 2015, penulis telah melaksanakan Praktek Kerja Lapang di IUPHHK-HA PT Ratah Timber, Mamahak Teboq, Kalimantan Timur. Penulis juga aktif berpartisipasi dalam Organisasi Mahasiswa (OMDA) Ikatan Keluarga Mahasiswa Pati (IKMP), pada tahun 2013 penulis menjabat sebagai HUMAS OMDA IKMP. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi berjudul βPendugaan Debit Puncak Menggunakan Model SWAT di Sub DAS Cikadu, Bandungβ di bawah bimbingan Dr Ir Nana Mulyana Arifjaya, MSi.