STUDI MANFAAT KEGIATAN REHABILITASI DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN REDUKSI GANGGUAN TERHADAP KAWASAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
Oleh : EKO PURWANINGSIH
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2006
STUDI MANFAAT KEGIATAN REHABILITASI DALAM PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN REDUKSI GANGGUAN TERHADAP KAWASAN TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
EKO PURWANINGSIH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Penelitian
: Studi Manfaat Kegiatan Rehabilitasi dalam Peningkatan Pendapatan dan Reduksi Gangguan Terhadap Kawasan Taman Nasional Meru Betiri
Nama mahasiswa
: Eko Purwaningsih
NRP
: E34101082
Departemen
: Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas
: Kehutanan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir.Rinekso Soekmadi, M.Sc.F.
Ir. Ervizal A.M.Zuhud, M.S.
Ketua
Anggota
Diketahui Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
Tanggal Lulus : 6 Februari 2006
RINGKASAN Eko Purwaningsih. E34101082. Studi Manfaat Kegiatan Rehabilitasi dalam Peningkatan Pendapatan Masyarakat dan Reduksi Gangguan Terhadap Kawasan Taman Nasional Meru Betiri. Dibimbing oleh: Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc. F. dan Ir. Ervizal A. M. Zuhud M. S. Era Reformasi yang terjadi pada tahun 1998, telah menimbulkan persepsi yang salah terhadap kawasan hutan di Indonesia, salah satunya adalah di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), dimana terdapat anggapan bahwa hutan merupakan lahan yang tidak bertuan sehingga setiap orang bebas untuk megeksploitasinya. Anggapan yang salah ini, telah dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu dan masyarakat sekitar kawasan TNMB untuk melakukan perambahan hutan jati yang memiliki luas sekitar 4000 ha. Akibat dari peristiwa ini adalah terjadinya deforestasi, degradasi lahan dan ancaman terhadap keanekaragaman flora serta fauna. Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor: 185/ Kpts/ DJ-V/ 1999 tanggal 13 Desember 1999, ditetapkanlah zona rehabilitasi di TNMB seluas 4.023 ha. Tujuan dari kegiatan rehabilitasi adalah untuk memulihkan fungsi dan kondisi kawasan yang telah rusak melalui kegiatan penanaman, pengayaan jenis dan pemeliharaan dengan tumbuhan asli setempat serta diharapkan dapat dijadikan sumber pendapatan bagi masyarakat di masa yang akan datang melalui hasil buahnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji manfaat kegiatan rehabilitasi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan TNMB dan kemampuannya untuk mereduksi gangguan masyarakat terhadap kawasan konservasi di taman nasional. Kegiatan Penelitian berlangsung di Seksi Konservasi Wilayah II Ambulu, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember. Meliputi Resort Wonoasri yaitu Desa Wonoasri, dan Resort Andongrejo, yaitu Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko. Penelitian dilakukan selama dua bulan, yaitu bulan September sampai Oktober 2005. Teknik pengambilan contoh dilakukan secara purposive sampling dengan memilih responden yang dianggap dapat mendukung data penelitian. Responden dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok I adalah masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) yang berjumlah 30 orang pada setiap resort. Kelompok II adalah masyarakat non KTMR yang dijadikan sebagai kontrol sehingga hanya diambil contoh sebanyak 10 orang untuk setiap resort. Data yang diambil terdiri dari dua macam, yang pertama adalah data utama yang meliputi karakteristik responden, data tanaman pokok, data tanaman tumpangsari, pengetahuan, persepsi, sikap, dan perilaku responden terhadap hutan maupun terhadap kegiatan rehabilitasi, total pendapatan dan pengeluaran KTMR, kontribusi kegiatan rehabilitasi terhadap pendapatan total petani, alokasi waktu untuk kegiatan rehabilitasi, serta profil vegetasi tanaman pokok untuk memberikan gambaran penutupan lahan dari tanaman umur 2 tahun sampai tanaman berumur 7 tahun. Data yang kedua adalah data penunjang yang meliputi sejarah zona rehabilitasi, kondisi umum KTMR, monografi desa, keberadaan tumbuhan dan satwaliar di lahan rehabilitasi. Data tersebut diperoleh dari hasil wawancara dengan masyarakat KTMR maupun non KTMR, observasi
di lapang, dan studi literatur. Data yang diperoleh akan ditabulasikan kemudian dianalisis secara deskriptif. Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar kegiatan rehabilitasi dapat mempengaruhi pendapatan total petani, maka dihitung dengan membagi pendapatan petani dari kegiatan rehabilitasi dengan pendapatan totalnya dikalikan 100%. Kontribusi tersebut akan signifikan apabila nilainya Gittinger (1986). Besarnya reduksi gangguan hutan diketahui dengan menghitung alokasi waktu kerja petani untuk mengolah lahan dan memelihara tanaman tumpangsari sampai dengan panen di lahan rehabilitasi selama satu tahun. Diasumsikan bahwa waktu yang dicurahkan petani di lahan rehabilitasi dibandingkan dengan waktu kerja penuh berdasarkan LEKNAS tahun 1997 selama satu tahun dikalikan 100% merupakan besarnya reduksi gangguan terhadap hutan TNMB, sedangkan sisanya merupakan ancaman bagi TNMB. Berdasarkan pengamatan di lapang, diketahui bahwa terdapat 31 jenis tanaman pokok yang ditanam oleh petani, tetapi enam diantaranya merupakan eksotik karena tidak ditemukan di dalam hutan TNMB. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas dan studi literatur diketahui bahwa enam jenis tanaman tersebut adalah Pete (Parkia speciosa), Rambutan (Nephelium lappaceum), Mangga (Mangifera indica), Melinjo (Gnetum gnemon), Jengkol (Pithecellobium jiringa), dan Knitu (Chrysophyllum cainito). Dari keseluruhan jumlah tanaman pokok yang ditanam, di Ds. Wonoasri 20% merupakan tanaman eksotik, dan 80% merupakan tanaman asli Meru Betiri. Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko menunjukkan bahwa 19% adalah tanaman eksotik, sedangkan 81% yang merupakan tanaman asli Meru Betiri. Beberapa penyimpangan lain yang terjadi adalah homogennya tanaman pokok pada sebagian lahan andil rehabilitasi, jarak penanaman yang melebihi aturan 5 x 5 m, dan adanya pemotongan atau pembakaran terhadap tanaman pokok yang tidak memberikan hasil buah. Tanaman tumpangsari yang ditanam oleh masyarakat terdiri dari tiga macam, yaitu tanaman musiman (Padi, Jagung, Kedelai, Kacang tanah, Kacang hijau, Kacang tunggak), sayuran (Kacang panjang, Cabe, Ubi), dan tanaman obat (empon-empon). Karena sistem pengolahan lahan yang mereka gunakan adalah sistem tadah hujan dengan kondisi lahannya kering, sehingga maksimal mereka hanya mampu panen sebanyak tiga kali per tahun. Pelanggaran yang masih terjadi adalah adanya penanaman tembakau yang dilakukan oleh beberapa petani di lahan rehabilitasi. Padi merupakan jenis produk yang paling utama bagi masyarakat, karena tanaman ini oleh sebagian besar masyarakat akan dikonsumsi sendiri untuk kebutuhan makan sehari-hari. Berdasarkan hasil perhitungan pendapatan total KTMR yang berasal dari kegiatan rehabilitasi dan kegiatan non rehabilitasi, diketahui bahwa kontribusi rehabilitasi signifikan terhadap pendapatan total petani karena nilainya lebih besar dari 20% hal ini sesuai dengan pernyataan Gittinger (1986). Rata-rata pendapatan rehabilitasi masyarakat di Ds. Wonoasri adalah Rp 1.914.683, sedangkan pendapatan totalnya memiliki rata-rata Rp 5.282.003. Sehingga apabila dihitung kontribusi rehabilitasi terhadap pendapatan total adalah 36%. Di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko, rata-rata pendapatan dari kegiatan rehabilitasi adalah Rp Rp 1.753.933, dengan rata-rata pendapatan total sebesar Rp 5.775.783. Sehingga dapat diketahui kontribusi rehabilitasi terhadap pendapatan total petani adalah 30%.
Hasil perhitungan terhadap alokasi waktu menunjukkan bahwa kegiatan rehabilitasi memberikan manfaat yang cukup besar dalam mereduksi gangguan masyarakat untuk masuk ke hutan TNMB. Hal ini dapat diketahui bahwa sebagian besar petani menghabiskan waktunya untuk mengerjakan pertanian di lahan rehabilitasi. Di Desa Wonoasri 59% waktu kerja petani selama satu tahun dicurahkan di lahan rehabilitasi sehingga diduga dapat mereduksi gangguan hutan, 41% sisa waktu mereka merupakan ancaman bagi kawasan TNMB. Sebesar 54% waktu yang digunakan petani di Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko dapat mereduksi gangguan hutan, sedangkan sisanya 46% yang diduga akan menjadi ancaman bagi kawasan TNMB.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 6 Mei 1983, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Purwadi dan Ibu Hanifah. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1987 di TK Dharmawanita Branggahan. Pada tahun 1989 melanjutkan ke SD Negeri Branggahan II dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri 1 Ngadiluwih dan lulus pada tahun 1998. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU Neger 4 Kediri dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis aktif di Himpunan Profesi (HimPro) Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan (HIMAKOVA) Kelompok Pemerhati Kupu-kupu (KPK) periode 2002-2004. Penulis pernah mengikuti magang di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). penulis pernah mengikuti P3H (Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan) di Cagar Alam Taman Wisata Kamojang-Leuweung Sancang dan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Garut pada tahun 2004 dan pada awal tahun 2005 penulis juga mengikuti PKLP (praktek Kerja Lapang Profesi) di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis melakukan penelitian dengan judul ”Studi Manfaat Kegiatan Rehabilitasi dalam Peningkatan Pendapatan dan Reduksi Gangguan terhadap Kawasan Taman Nasional Meru Betiri”, di bawah bimbingan Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F. dan Ir. Ervizal A.M. Zuhud, M.S.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2005 ialah Analisis Kegiatan Rehabilitasi dengan judul ”Studi Manfaat Kegiatan Rehabilitasi dalam Peningkatan Pendapatan dan Reduksi Gangguan terhadap Kawasan Taman Nasional Meru Betiri”. Sebagai syarat dalam memperoleh gelar sarjana pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Dengan penuh rasa hormat, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada berbagai pihak yang telah membantu, memberi doa dan dorongan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam penyusunan tulisan masih kurang sempurna, sehingga sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan karya ini. Akhirnya penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca.
Bogor, Januari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmad-Nya, kekuasaan-Nya serta kasih sayang-Nya penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Dengan segala hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak dan Ibu dengan penuh doa dan kasih sayangnya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Adik tercinta, Hariadi yang selalu menjadi penyemangat bagi penulis. Mbah Kung, Emak, Bu Lek dan Pak Lek yang selalu mendoakan penulis. 2. Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M. Sc. F dan Bapak Ir. Ervizal A.M. Zuhud. .M Selaku pembimbing penulis yang dengan kesabaran membimbing penulis. Dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Yusram Massijaya, M.S. selaku penguji wakil dari Departemen Hasil Hutan dan Bapak Ir. Purwowidodo sebagai penguji wakil dari Departemen Silvikultur. 4. Bapak Ir. Siswoyo sebagai kepala Balai TN Meru Betiri yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di TN Meru Betiri yang dipimpinnya, serta seluruh petugas baik Polisi Hutan (Polhut), Pengendali Ekosistem Hutan (PEH) maupun staf lainnya di TN Meru Betiri yang telah membantu penulis dalam memperoleh data. 5. Bapak Kaswinto dan segenap seluruh anggota LSM KAIL yang telah membantu penulis dalam memperoleh data. 6. Bapak Nazrul Jamil, S.Hut yang selalu memberikan pengarahan kepada penulis. 7. Masyarakat Desa Wonoasri, Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko telah membantu penulis dalam memperoleh data. 8. Seluruh Staf KPAP DKSHE, Ibu Evan, Ibu Tuti, Ibu Titin, Ibu Eti, Bapak Acu dan Teh Sri yang telah membantu penulis dalam administrasinya. 9. Semua rekan-rekan DKSHE angkatan 38 : Eka, Yanie, Desi, Rita, Mungki dan rekan-rekan lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, serta rekan-rekan Fahutan IPB terimakasih atas kebersamaan dan persaudaraan dalam suka dan duka selama ini. 10. Semua pihak lainnya yang telah banyak membantu penulis.
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR.......................................................................................i UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................. ii DAFTAR ISI .................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................ v DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vii PENDAHULUAN Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan ...................................................................................................... 3 Manfaat Penelitian .................................................................................. 3 TINJAUAN PUSTAKA Zona Rehabilitasi ..................................................................................... 4 Rehabilitasi Lahan ................................................................................... 4 Gangguan Hutan....................................................................................... 6 Persepsi, Sikap dan Perilaku .................................................................... 7 Konsep Persepsi ............................................................................. 7 Konsep Sikap ................................................................................. 8 Konsep Perilaku ............................................................................. 9 Pendapatan Usahatani ............................................................................. 10 Pengeluaran ............................................................................................. 11 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ......................................................... 11 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ................................................................. 13 Obyek dan Alat yang Digunakan ........................................................... 13 Jenis Data yang Diambil ........................................................................ 14 Cara Pengambilan Data .......................................................................... 14 Teknik Pengambilan Contoh .................................................................. 15 Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 16 Pengetahuan, Persepsi, Sikap dan Perilaku ................................... 16 Pendapatan dan Pengeluaran KTMR ............................................ 16 Penghitungan alokasi waktu.......................................................... 17 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Zona Rehabilitasi ..................................................................... 18 Kondisi Desa Penelitian ........................................................................ 19 Letak Desa Penelitian .................................................................... 19 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian .................................................... 19 Tata Guna dan Penggunaan Lahan di Desa Lokasi Penelitian ...... 20 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Penelitian ...................................... 20 Peta Topografi Zona Rehabilitasi.................................................. 23 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden ....................................................................... 24 Pendidikan Formal ........................................................................ 24 Jumlah Tanggungan Keluarga ..................................................... 25 Luas Kepemilikan Lahan .............................................................. 25 Mata Pencaharian .......................................................................... 26
Kelas Pendapatan .......................................................................... 28 Tingkat Kesejahteraan ................................................................... 29 Pengetahuan, Persepsi, Sikap dan Perilaku ................................... 30 Pendapatan Masyarakat......................................................................... 38 Sumber Pendapatan ....................................................................... 38 Besarnya Pendapatan .................................................................... 39 Kontribusi Kegiatan Rehabilitasi terhadap Pendapatan Total KTMR ........................................................................................... 41 Reduksi Gangguan Hutan ..................................................................... 44 Kegiatan Rehabilitasi dalam Konteks Keanekaragaman Hayati ........... 46 Keanekaragaman Hayati Flora ...................................................... 46 Keanekargaman Hayati Fauna ...................................................... 49 Dampak Spesies Introduksi ........................................................... 51 Kegiatan Rehabilitasi TNMB........................................................ 53 Peta Zona Rehabilitasi TNMB ...................................................... 56 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................... 57 Saran...................................................................................................... 57 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 58 LAMPIRAN .................................................................................................... 61
DAFTAR TABEL No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Halaman.
Batas-batas Wilayah Lokasi Penelitian di Daerah Penyangga TNMB .... 19 Tata Guna dan Pola Penggunaan Lahan di Desa Lokasi Penelitian.......... 20 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Desa Lokasi Penelitian ...... 21 Struktur Umur di Desa Lokasi Penelitian ................................................. 21 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Lokasi Penelitian .......................... 22 Jenis Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Lokasi Penelitian ............... 22 Karakteristik Tingkat Pendidikan Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) .................................................................................................... 24 8. Karakteristik Tingkat Pendidikan Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi ( Non KTMR) .............................................................. 24 9. Karakteristik Tanggungan Keluarga Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) ................................................................................ 25 10. Karakteristik Tanggungan Keluarga Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi ( Non KTMR) .............................................................. 25 11. Kriteria Luas Kepemilikan Lahan Andil di Zona Rehabilitasi ................. 26 12. Kriteria Luas Kepemilikan Lahan Milik di luar Zona Rehabilitasi ......... 26 13. Kriteria Luas Kepemilikan Lahan Milik Non KTMR .............................. 26 14. Pendapatan Total KTMR Berdasarkan UMK Tahun 2005 ....................... 28 15. Pendapatan Total Non KTMR Berdasarkan UMK Tahun 2005 ............... 28 16. Rekapitulasi Data Tingkat Kesejahteraan KTMR..................................... 29 17. Rekapitulasi Data Tingkat Kesejahteraan Non KTMR............................. 30 18. Pendapatan Total KTMR di Lokasi Penelitian ......................................... 40 19. Kontribusi Rehabilitasi Terhadap Pendapatan Total KTMR di Ds. Wonoasri ............................................................................................. 42 20. Kontribusi Rehabilitasi Terhadap Pendapatan Total KTMR di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko ..................................................... 43 21. Rekapitulasi Alokasi Waktu Kegiatan Pertanian di Zona Rehabilitasi..... 45 22. Perbandingan antara Waktu Kerja Penuh dengan Waktu Kerja di Lahan Rehabilitasi ............................................................................................... 46
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Kondisi Lahan Ditanami Tembakau ........................................................... 38 2. Pemotongan Kepuh ..................................................................................... 38 3. Tanaman Tumpangsari Kacang Tanah di Lahan Rehabilitasi .................... 39 4. Diagram Tanaman Pokok Ds. Wonoasri..................................................... 48 5. Diagram Tanaman Pokok Ds. Wonoasri..................................................... 48 6. Peta Topografi TNMB ................................................................................ 56 7. Peta Zona Rehabilitasi TNMB .................................................................... 56
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Rekapitulasi Data Anggota KTMR Desa Wonoasri ................................. 61 2. Rekapitulasi Data Anggota KTMR Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko ............................................................................................. 63 3. Rekapitulasi Data Non KTMR Desa Wonoasri ........................................ 65 4. Rekapitulasi Data Non KTMR Desa Curahnongko dan Desa Andongrejo................................................................................................ 66 5. Karakteristik Mata Pencaharian KTMR.................................................... 67 6. Karakteristik Mata Pencaharian Non KTMR............................................ 67 7. Pengetahuan dan Persepsi KTMR............................................................. 68 8. Sikap KTMR ............................................................................................. 69 9. Perilaku KTMR ......................................................................................... 69 10. Pengetahuan dan Persepsi Non KTMR ..................................................... 70 11. Sikap Non KTMR ..................................................................................... 71 12. Perilaku Non KTMR ................................................................................. 71 13. Alokasi Waktu Harian Petani anggota KTMR di Ds. Wonoasri .............. 72 14. Alokasi Waktu Petani anggota KTMR di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko ...................................................................................... 74 15. Rekapitulasi Jumlah Anggota dan Luas Lahan Rehabilitasi .................... 76 16. Rekapitulasi Jenis dan Jumlah Tanaman Pokok di Ds. Wonoasri ............ 77 17. Rekapitulasi Jenis dan Jumlah Tanaman Pokok di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko ...................................................................................... 79 18. Rekapitulasi Jenis dan Hasil Panen Tanaman Palawija Ds. Wonoasri ..... 80 19. Rekapitulasi Jenis dan Hasil Panen Tanaman Palawija Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko ..................................................... 82 20. Kalender Musim Pertanian Masyarakat Ds. Penyangga di Lahan Rehabilitasi TNMB ................................................................................... 84 21. Kuisioner Penelitian .................................................................................. 85 22. Profil Tanaman Pokok............................................................................... 89
PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) merupakan salah satu Taman Nasional yang memiliki zona Rehabilitasi. Menurut Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam Nomor: 185/ Kpts/ DJ-V/ 1999 tanggal 13 Desember 1999, menyatakan bahwa luas zona Rehabilitasi di TNMB adalah 4.023 hektar. TNMB sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli keberadaannya saat ini telah mengalami kepunahan dan kelangkaan. Kelangkaan ini disebabkan karena jumlahnya yang sedikit dan terus mengalami berbagai tekanan yang sangat luar biasa. Akhir-akhir ini gangguan dan ancaman terhadap TNMB sebagai kawasan pelestarian alam semakin meningkat. Terutama ketika era reformasi mulai bergulir, muncul anggapan dari masyarakat bahwa sumber daya hutan sebagai ladang tidak bertuan yang setiap orang berhak untuk mengeksploitasinya. Hal inilah yang mengakibatkan deforestasi dan degradasi lahan di Taman Nasional Meru Betiri. Menurut catatan sejarah Koservasi Alam Indonesia Lestari (2004), pada tahun 1998 telah terjadi pembabatan hutan jati secara besar-besaran. Selama kurang lebih 6 (enam) bulan, maka sekitar 4.000 Ha hutan jati tersebut telah habis dijarah dan dijadikan sebagai lahan pertanian. Dan akhirnya berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, maka sekitar 4.000 Ha luas lahan bekas jati tersebut dikapling dan ditetapkan sebagai zona rehabilitasi. Rehabilitasi merupakan upaya memulihkan fungsi dan kondisi kawasan yang telah rusak tersebut melalui kegiatan penanaman, pengayaan jenis dan pemeliharaan dengan tumbuhan asli setempat. Penanaman tanaman keras atau tanaman pokok selain berfungsi untuk mengembalikan kondisi hutan yang telah gundul, tetapi juga diharapkan dapat dijadikan sumber pendapatan bagi masyarakat di masa yang akan datang melalui hasil buahnya. Pelaksanaan kegiatan rehabilitasi tersebut berdasarkan pola kemitraan telah melibatkan masyarakat dan berbagai stakeholder lainnya.
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi tersebut. Salah satu faktor utamanya adalah yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat sekitar kawasan dan tingkat pemahamannya terhadap kegiatan rehabilitasi. Tingkat pedapatan merupakan salah satu indikator bagi kesejahteraan masyarakat. Jika kebutuhan sosial masyarakat terpenuhi dan kondisi ekonomi masyarakat semakin membaik yang diikuti dengan peningkatan kesadaran mereka terhadap pelestarian alam, maka diharapkan tekanan terhadap Taman Nasional akan semakin berkurang. Melalui kegiatan rehabilitasi inilah diharapkan mampu meningkatkan pendapatan masyarakat yang rendah dari hasil tanaman pokok maupun tanaman tumpangsari, sehingga kebutuhan masyarakat terpenuhi tanpa harus mengambil sumberdaya alam di hutan. Permasalahan yang kini dihadapi dari kegiatan rehabilitasi di TNMB adalah belum diketahuinya berapa besar kontribusi rehabilitasi dapat memberikan dukungan nyata bagi kehidupan masyarakat di sekitar hutan TNMB. Alokasi waktu yang digunakan dalam kegiatan rehabilitasi juga menjadi bagian yang penting untuk dikaji dalam kaitannya mempengaruhi peluang masyarakat untuk masuk ke hutan. Jika kontribusi rehabilitasi terhadap pendapatan petani besar dan waktu yang dibutuhkan petani di dalam kegiatan pertanian di lahan rehabilitasi menunjukkan nilai yang tinggi maka diharapkan akan mampu untuk mereduksi gangguan masyarakat terhadap hutan TNMB. Selain permasalahan tersebut, kepastian berusaha bagi Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) diantaranya kemantapan status kepemilikan, de facto atau de jure yang merupakan salah satu faktor pendukung keberhasilan Pengelolaan Hutan oleh Masyarakat (PHM) sampai saat ini belum memberikan kejelasan. Oleh karena itu perlu diketahui seberapa besar arti zona rehabilitasi bagi masyarakat di sekitarnya. Apakah keberadaannya dapat memberikan manfaat ataukah sebaliknya. Informasi tersebut dapat diperoleh dari berbagai persepsi masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi, perasaan mereka ditunjukkan melalui sikap dan diikuti oleh tindakan/perilaku yang mendukung atau menghambat kegiatan rehabilitasi.
Tujuan Mengkaji manfaat kegiatan rehabilitasi dalam meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar kawasan Taman Nasional Meru Betiri dan pengaruhnya untuk mereduksi gangguan masyarakat terhadap kawasan konservasi di taman nasional. Manfaat Penelitian Dari kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dari lapang secara benar dan valid sehingga dapat dijadikan masukan bagi penyempurnaan kegiatan rehabilitasi di Taman Nasional Meru Betiri di masa yang akan datang.
TINJAUAN PUSTAKA Zona Rehabilitasi Untuk mempermudah pengelolaan suatu kawasan yang dilindungi beserta sumberdayanya, maka perlu dilakukan penetapan dan pembagian zonasi. Penetapan zonasi adalah proses penerapan berbagai tujuan dan peraturan pengelolaan ke dalam berbagai kegiatan atau zona suatu kawasan yang dilindungi (MacKinnon et al. 1993 dan Anonim, 1986 dalam Ulfah, 1998) : 1. Zona rekreasi (Outdoor recreation), untuk rekreasi di alam terbuka 2. Zona rehabilitasi (Rehabilitation zone), yang merupakan wilayah yang dikhususkan untuk memeperbaiki vegetasi atau habitat satwa yang rusak 3. Zona pemanfaatan tradisional (Traditional zone), dimana dapat dimanfaatkan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat sekitarnya. 4. Zona kultural (Protected Anthropological), yang merupakan suatu wilayah yang diketahui sebagai tempat sejarah perkembangan budaya manusia. Menurut BKSDA IV (1995), zona rehabilitasi meliputi kawasan yang lokasinya berdekatan dengan kawasan pemukiman. Zona tersebut diantaranya adalah berupa tegakan jati yang sudah banyak mengalami gangguan masyarakat. Zona ini dapat dikelola sebagai zona pemanfaatan tradisional yang dapat memberikan acces/kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan sumberdaya alam yang hanya bisa didapat dari kawasan. Selain itu pengelolaan zona tersebut dapat dikaitkan dengan pengembangan zona penyangga yang berada di luar kawasan. Rehabilitasi Lahan Rehabilitasi lahan merupakan upaya yang dititik beratkan pada usaha yang dapat merangsang partisipasi masyarakat yang bersangkutan dan meningkatkan kemampuannya sesuai dengan kewajibannya, dalam melestarikan dan memelihara lahan yang digarap atau dimilikinya. Sehingga kegiatan ini bertujuan
untuk
memulihkan, meningkatkan dan mempertahankan kondisi lahan sehingga dapat berfungsi secara optimal sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, dan perlindungan alam lingkungan (Pamulardi, 1995).
Menurut Pasal 40 di dalam Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan menyebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan perannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Kemudian di dalam pasal 41 disebutkan bahwa rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman atau penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif dan sipil teknik, pada lahan kritis dan tidak produktif. Prinsip dasar pelaksanaan Rehabilitasi menurut Direktorat Konservasi Kawasan (2001) harus mengacu pada : 1. Pelestarian keanekaragaman jenis Prinsip ini menuntut adanya keanekaragaman jenis yang tinggi dalam menentukan jenis tumbuhan, jumlah dan anakan atau bibit yang akan digunakan dalam rehabilitasi kawasan taman nasional. 2. Pembinaan dan peningkatan kualitas habitat Mengacu pada pelaksanaan seluruh rangkaian kegiatan rehabilitasi untuk menjamin pulihnya kondisi dan fungsi kawasan secara lestari. Untuk itu setiap pelaksanaan kegiatan rehabilitasi kawasan taman nasional harus diarahkan semaksimal mungkin pada pemulihan kondisi kawasan seperti keadaan semula. 3. Melibatkan keikutsertaan para pihak terkait (stakeholders) Setiap kegiatan yang dilakukan harus jelas standar, prosedur dan hasilnya serta jelas pula tanggung jawab setiap pihak yang berperan dalam pelaksanaan rehabilitasi kawasan Taman Nasional, sehingga masing-masing dapat dimintakan tanggung jawabnya. Kejelasan tanggung jawab ini menyangkut pihak pemerintahan pusat, pemerintah daerah dan masyarakat peserta kegiatan maupun perorangan dan atau lembaga-lembaga dan para pihak terkait. Rehabilitasi adalah upaya memulihkan fungsi dan kondisi kawasan yang rusak melalui kegiatan penanaman, pengayaan jenis dan pemeliharaan dengan tumbuhan asli setempat. Patani peserta Rehabilitasi adalah warga masyarakat yang berada di sekitar kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) yang ikut melakukan penanaman kembali di zona rehabilitasi. Sedangkan Kelompok Tani
Mitra Rehabilitasi (Ketan Merah) adalah kumpulan dari petani rehabilitasi yang melakukan penanaman kembali zona Rehabilitasi (Balai Taman Nasional Meru Betiri, 2004). Menurut Alikodra dan Soekmadi (1991) dalam Mulyani (1997) diketahui bahwa yang dimaksud daerah rehabilitasi adalah daerah yang terletak di dalam kawasan konservasi diarahkan pada perbaikan setempat terhadap kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalam kawasan konservasi pada daerah pemanfaatan tradisional. Gangguan Hutan Berdasarkan penyebabnya, gangguan hutan dapat digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu gangguan yang disebabkan oleh manusia dan gangguan yang disebabkan oleh daya alam. Gangguan hutan/taman nasional yang diakibatkan oleh manusia adalah : penebangan liar/pencurian kayu, penyerobotan lahan hutan/taman nasional, kebakaran hutan, perburuan liar terhadap satwa yang dilindungi maupun yang tidak dilindungi termasuk perdagangannya, pengambilan dan memperdagangkan flora yang dilindungi, penggembalaan ternak di kawasan hutan/taman nasional. Kemudian gangguan hutan yang disebabkan oleh daya alam adalah karena kebakaran hutan karena kilat dan kemarau, letusan gunung berapi, hujan deras dan lama yang kemudian menyebabkan terjadinya banjir, erosi, serta tanah longsor, serangan hama dan penyakit (Sastrosemito, 1984 dalam Ekawati, 2000). Terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya gangguan hutan diantaranya adalah faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern meliputi keadaan hutan, sistem pengelolaan hutan, aparatur, sarana dan prasarana, serta dana. Kemudian untuk faktor eksternnya adalah keadaan sosial ekonomi dan budaya masyarakat (Dephut, 1985 dalam Ekawati, 2000). Faktor yang menyebabkan masyarakat di sekitar TNMB masih sering masuk ke dalam kawasan TNMB menurut Alikodra (1984) dalam Suryana (2004) adalah : 1. Terpaksa oleh kebutuhan sehari-hari 2. Sumberdaya alam tersebut tidak di sekitar mereka
3. Tingkat kepemilikan lahan, kesempatan kerja dan produksi lahan yang rendah 4. Keterbatasan tenaga lapangan pengontrol kawasan hutan. Menurut Haeruman (1988) bahwa jenis kerusakan sumberdaya hutan menurut jenis kerusakan selama ini terdiri dari pencurian hasil hutan, kebakaran hutan, perladangan liar, penggembalaan liar, pembabatan tanaman serta bencana alam. Persepsi, Sikap, dan Perilaku Konsep Persepsi Menurut Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa persepsi yang kita kenal memiliki tiga dimensi yang sama yang menandai konsep diri : 1. Pengetahuan : Apa yang kita ketahui (kita anggap tahu) tentang pribadi lain wujud lahiriah, perilaku, masa lalu, perasaan, motif dan sebagainya. 2. Pengharapan : Gagasan kita tentang orang itu menjadi apa dan mau melakukan apa dipadukan dengan gagasan kita tentang seharusnya dia menjadi apa dan melakukan apa. 3. Evaluasi : Kesimpulan kita tentang seseorang didasarkan pada bagaimana seseorang (menurut pengetahuan kita tentang mereka) memenuhi pengharapan kita tentang dia. Persepsi dalam pengertian psikologi adalah proses perencanaan informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sedangkan alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi (Sarwono 2002 dalam Insusanty 2003). Harihanto (2001) yang tercantum dalam Insusanty (2003) menyatakan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah pandangan, interpretasi,
penilaian,
harapan dan atau aspirasi seseorang terhadap suatu obyek. Persepsi dibentuk melalui serangkaian proses (kognisi) yang diawali dengan menerima rangsangan atau stimulus dari obyek oleh indera (mata, hidung, telinga, kulit, dan mulut) dan dipahami dengan interpretasi atau penafsiran tentang obyek. Respon ini berkaitan dengan penerimaan atau penolakan oleh individu terhadap obyek yang dimaksud. Persepsi dipengaruhi oleh faktor-faktor intern yang ada dalam individu tersebut.
Bakat, minat, kemauan, perasaan, fantasi, kebutuhan, motivasi, jenis kelamin, umur, kepribadian kebiasaan, dan lain-lain serta sifat lain yang khas dimiliki oleh seseorang. Persepsi juga dipengaaruhi oleh faktor sosial budaya dan sosial ekonomi seperti pendidikan lingkungan tempat tinggal, suku bangsa dan lainnya. Konsep Sikap Definisi sikap itu menggambarkan bahwa sikap adalah kesiapan, kesediaan untuk bereaksi terhadap suatu obyek, jadi masih berupa kecenderungan dalam bertindak demi seseorang (Insusanty, 2003). Kelangsungan hidup kawasan yang dilindungi sangat tergantung pada sikap penduduk setempat, dan dukungan masyarakat pada tingkat lokal maupun nasional merupakan komponen penting dari pengelolaan.
Menurut hasil
pengamatan Satuan Tugas Badan Satwaliar India (Pemerintah India, 1983) menyebutkan bahwa sikap penduduk pedesaan ditentukan oleh tingkat ketergantungan mereka terhadap hutan untuk pakan ternak, kayu bakar, bahan bangunan dan hasil hutan lainnya (MacKinnon et al 1990). Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa suatu sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang obyek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tersebut dengan cara tertentu. Berdasarkan definisi tersebut suatu sikap mengandung tiga komponen; (1) Komponen kognitif/keyakinan; (2) Komponen emosi/perasaan; (3) Komponen perilaku/tindakan. Sikap juga mempunyai tiga fungsi yaitu : (1)
Sikap punya fungsi organisasi, keyakinan yang terkandung dalam sikap kita memungkinkan kita mengorganisasikan pengalaman sosial kita;
(2)
Sikap memberikan fungsi kegunaan, kita menggunakan sikap untuk menegaskan sikap orang lain dan selanjutnya memperoleh persetujuan sosial;
(3)
Sikap itu memberikan fungsi perlindungan, sikap menjaga kita dari ancaman terhadap harga diri kita.
Konsep Perilaku Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republika Indonesia (1988) dalam Insusanty (2003). Menurut Sumardi et al. (1997) yang dikutip dalam Insusanty (2003), menyatakan bahwa perilaku seseorang terhadap keberadaan suatu obyek, dari dalam maupun dari luar.
Faktor individu meliputi keadaan seseorang terdiri dari status sosial,
ekonomi, dan budaya. Sedangkan yang berasal dari faktor luar meliputi segala sesuatu yang ada di sekitarnya yang mampu mempengaruhi seseorang untuk berperan terhadap suatu kegiatan tertentu, seperti masyarakat dan kebijakan pemerintah. Menurut teori pemenuhan kebutuhan (Satisfaction of Needs Theory) yang dikemukakan oleh Abraham Maslow dalam Insusanty (2003) beranggapan bahwa perilaku manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Maslow menyusun lima jenjang kebutuhan pokok manusia sebagai berikut : 1. Kebutuhan mempertahankan hidup (physiological needs) 2. Manifestasi kebutuhan ini tampakk pada 3 hal, yaitu : sandang, pangan, dan papann. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan primer untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan biologis. 3. Kebutuhan rasa aman (safety needs) 4. Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhaan akan keamanan jiwa, dimana manusia berada, kebutuhan keamanan harta, perlakuan yang adil, pensiun dan jaminan hari tua. 5. Kebutuhan sosial (social needs) Manifestasi kebutuhan ini tampak pada kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (sense of participation) 6. Kebutuhan akan penghargaan/prestice (esteem needs) Semakin tinggi status seseorang semakin tinggi pula prestisenya. 7. Kebutuhan mempertinggi kapasitas kerja (self actualization) Kebutuhan ini manifestasinya tampak pada keinginan mengembangkan kapasitas mental dan kapasitas kerja.
Pendapatan Usahatani Menurut Soeharjo dan Parong (1973) pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan yang diperoleh dari produksi di lapangan pertanian dengan biaya yang dikeluarkan. Menurut Soekartawi, Soeharjo, Dillon, dan Hardaker (1986) menyatakan bahwa pendapatan kotor usahatani (gross farm income) didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun, dan mencakup semua produk yang: 1. Dijual 2. Dikonsumsi rumah tangga petani 3. Digunakan dalam usahatani untuk bibit/makanan ternak 4. Digunakan untuk pembayaran dan disimpan di gudang pada akhir tahun. Lebih lanjut Soekartawi et al. (1986) menjelaskan bahwa pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani (net farm income) adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor – faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri/modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani Soekartawi et al. (1986). Soeharjo et al. (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang diterima seorang petani dalam satu tahun berbeda dengan pendapatan yang diterima petani lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani adalah: 1. Luas usahatani meliputi: a. Areal tanaman b. Luas pertanaman c. Luas pertanaman rata-rata 2. Tingkat produksi Ukuran – ukuran tingkat produksi a. Produksi b. Indeks pertanaman
3. Pilihan dan kombinasi cabang usaha 4. Intensitas pengusahaan pertanaman 5. Efisiensi tenaga kerja Pengeluaran Pengeluaran untuk kebutuhan hidup terdiri dari pengeluaran untuk makanan, pakaian, pemeliharaan rumah, kesehatan, rekreasi, partisipasi sosial (Soeharjo et al., 1973). Menurut Soekartawi et al. (1986) pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Indonesia telah dikenal sebagai negara agraris, dimana sebagian besar penduduknya masih berada di desa dan bertani. Akan tetapi petani yang ada di negeri ini masih banyak yang hidupnya jauh dari sejahtera. Menurut Awang (2002) ada dua faktor yang menyebabkan petani kurang sejahtera, antara lain : 1. Faktor luar : kondisi alam yang kurang mendukung, faktor keterbatasan modal untuk membeli keperluan pertanian, dan keterbatasan pengetahuan tentang pertanian yang bisa menyebabkan kurang berhasilnya pertanian atau bahkan gagal. 2. Faktor dalam : Gaya hidup yang dapat dihubungkan dengan tradisi atau adat yang ada dan juga faktor mentalitas seperti nrimo (menerima apa adanya) dan kurang bersemangat dalam bekerja. Secara umum kondisi sejahtera yang diinginkan oleh masyarakat adalah apabila mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup dengan berlandaskan pada suatu kesadaran dalam menentukan pilihan hidup bagi diri dan keluarganya seperti dalam mendapatkan mata pencaharian, pendidikan, perumahan, pangan, keamanan, ketenteraman dan persaudaraan diantara anggota kerabat (Twikromo, Krisnadewara, Maryatmo, 1995). Menurut UU No. 16 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan dan ketenteraman batin
yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaikbaiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Menurut Biro Pusat Statistik (1986) dalam Hidayat (1999) menyebutkan bahwa salah satu indikator untuk menentukan tingkat kesejahteraan rumah tangga adalah pendapatan rumah tangga yaitu seluruh penghasilan/penerimaan semua anggota rumah tangga, pendapatan lainnya, maupun pendapatan transfer (sisa antara penerimaan dari sumber/kiriman dan pemberian sumbangan/kiriman. Suatu keluarga dikatakan sejahtera apabila seluruh kebutuhan hidup, baik jasmani maupun rohani dari keluarga tersebut dapat dipenuhi, sesuai dengan tingkat hidup dari masing-masing keluarga itu sendiri. Salah satu variabel yang kuat dalam menggambarkan kesejahteraan adalah tingkat pendapatan keluarga, dimana pendapatan itu sendiri dipengaruhi oleh upah dan produktifitas (Biro Pusat Statistik,1986 dalam Hidayat, 1999). Biro Pusat Statistik (1991) dalam Alfiyah (2002) menyebutkan bahwa kesejahteraan bersifat subyektif, sehingga ukuran kesejahteraan berkaitan erat dengan kebutuhan dasar. Apabila kebutuhan dasar bagi individu atau keluarga dapat dipenuhi, maka dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dari individu atau keluarga tersebut sudah tercapai. Kebutuhan dasar erat kaitannya dengan kemiskinan, apabila kebutuhan dasar belum terpenuhi oleh individu atau keluarga, maka dikatakan bahwa individu atau keluarga tersebut berada di bawah garis kemiskinan. Secara teoritis ada beberapa konsep untuk mengukur suatu kemiskinan, antara lain ukuran absolut dan ukuran relatif. Pengukuran secara absolut dilakukan oleh Sayogyo (1977) yang menggunakan garis kemiskinan, dimana terdapat tiga kategori, diantaranya adalah :
Miskin
Miskin sekali : Pengeluaran antara (180 – 320) kg beras per kapita per tahun
Paling miskin : Pengeluaran < 180 kg beras per kapita per tahun
: Pengeluaran < 320 kg beras per kapita per tahun
METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilakukan selama dua bulan yaitu mulai bulan September sampai dengan Oktober 2005. Waktu pelaksanaan penelitian ini bertepatan dengan musim kemarau, sehingga pada musim tersebut jarang ditemukan tanaman tumpangsari di lahan rehabilitasi tersebut. Penelitian ini dilaksanakan di Seksi Konservasi II Ambulu, Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Adapun lokasi penelitiannya adalah di dua resort dan terdiri dari tiga desa, yaitu Desa Wonoasri (Resort Wonoasri), Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko (Resort Andongrejo). Obyek dan Alat yang Digunakan Obyek penelitian ini adalah zona rehabilitasi dan masyarakat di tiga desa daerah penyangga baik itu yang tergabung dalam Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) ataupun non KTMR, serta lahan rehabilitasi. Sedangkan alat yang digunakan adalah : 1. Data dasar profil desa/kelurahan Ds. Wonoasri, Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko sebagai sumber data penduduk dan kondisi umum lokasi penelitian. 2. Panduan wawancara dan kuisioner untuk masyarakat KTMR dan non KTMR 3. Kamera yang digunakan untuk mengambil gambar atau dokumentasi 4. Alat perekam, untuk merekam kegiatan wawancara 5. Alat tulis menulis, untuk mencatat data hasil wawancara dan observasi lapangan. 6. Kompas, pita ukur, tali, haga hypsometer untuk membuat profil tanaman pokok.
Jenis Data yang Diambil Dalam penelitian ini, jenis data yang diambil adalah data utama dan data penunjang. Data utama adalah data penting yang dibutuhkan dalam kegiatan penelitian. Sedangkan data penunjang adalah data yang diambil sebagai pendukung data utama. Data utama : 1. Karakteristik Responden (Pendidikan, Jumlah Tanggungan Keluarga, Luas kepemilikan lahan, Mata Pencaharian, Kelas Pendapatan) 2. Jenis dan jumlah tanaman pokok 3. Jenis dan hasil panen tanaman tumpangsari 4. Persepsi, sikap dan perilaku responden terhadap hutan dan kegiatan rehabilitasi 5. Pendapatan dan pengeluaran responden 6. Waktu petani dalam kegiatan rehabilitasi 7. Profil vegetasi umur dua tahun, lima tahun, dan tujuh tahun Data penunjang : 1. Sejarah zona Rehabilitasi 2. Kondisi umum KTMR (Jumlah KTMR, luas lahan, jenis tanaman, hasil panen, musim panen). 3. Monografi desa 4. Tumbuhan dan satwaliar di lahan rehabilitasi. Cara Pengambilan Data Data pokok dan data penunjang diperoleh melalui dua cara, yaitu melalui studi literatur dan penelusuran dokumen, atau diambil secara langsung di lapangan melalui observasi dan wawancara secara langsung dengan ketua/anggota Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) dan masyarakat Non KTMR, petugas Taman Nasional, serta Stakeholder/LSM yang terkait. Wawancara tersebut dilakukan di lahan dan melalui kunjungan dari rumah ke rumah. Wawancara dilakukan secara terstruktur dan semi terbuka, dengan maksud untuk memberikan kesempatan yang luas bagi responden dalam mengemukakan pendapatnya dengan suasana yang lebih santai tanpa dibebani rasa takut.
Data tanaman pokok dan tanaman tumpangsari diperoleh dari pengamatan secara langsung di lahan rehabilitasi dengan cara menghitung jumlah tanaman pokok yang ada di setiap lahan milik responden, kemudian dikelompokkan sesuai dengan jenisnya masing-masing. Pembuatan profil tanaman pokok dilakukan di lahan rehabilitasi yang telah dipilih karena memiliki kondisi yang baik dan dikelompokkan berdasarkan umur masing-masing, yaitu dua tahun, lima tahun dan tujuh tahun. Data yang diambil adalah jenis pohon, tinggi pohon, jarak tanaman, serta proyeksi tajuk terpanjang dan terpendek. Berdasarkan data tersebut maka digambarkan profil vertikal dan horisontal. Teknik Pengambilan Contoh Pengelompokan lokasi penelitian didasarkan pada pembagian resort, yaitu Resort Wonoasri dan Resort Andongrejo. Beberapa pertimbangan yang dilakukan dalam pemilihan lokasi adalah Ds. Wonoasri, Ds. Andongrejo, dan Ds. Curahnongko merupakan desa yang berbatasan langsung dengan daerah penyangga di TNMB. Pemilihan lokasi juga didasarkan dari adanya sistem pengelolaan, dimana Resort Wonoasri dikelola tanpa melibatkan LSM, sedangkan di Resort Andongrejo pengelolaannya melibatkan LSM KAIL. Pengambilan contoh dilakukan terhadap beberapa masyarakat secara purposive sampling, yaitu dilakukan dengan mengambil orang-orang
yang
terpilih oleh peneliti menurut ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh sampel itu (Soeratno dan Arsyad, 1993). Adapun pemilihan responden adalah berdasarkan keikutsertaannya atau tidak dalam kegiatan rehabilitasi, sehingga terdapat dua kelompok masyarakat yang akan dianalisis, diantaranya adalah : Kelompok I
: Masyarakat anggota KTMR
Kelompok II : Masyarakat Non KTMR Sedangkan jumlah responden telah ditentukan 30 orang untuk kelompok I (KTMR) karena dari seluruh KTMR memiliki kondisi yang hampir sama, sedangkan untuk kelompok II (Non KTMR) karena dijadikan sebagai kontrol sehingga hanya diambil sebanyak 10 orang di setiap resort.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh kemudian diolah dalam bentuk yang sederhana (tabulasi) untuk mendapatkan gambaran tentang variabel-variabel yang diamati sehingga mempermudah analisis. Kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif. Pengetahuan, Persepsi, Sikap dan Perilaku Pengetahuan, persepsi, sikap dan perilaku masyarakat, diperoleh dari hasil wawancara secara terstruktur, kemudian akan ditabulasikan dan dihitung persennya untuk selanjutnya akan dianalisis secara deskriptif. Adapun batasan pengertiannya adalah sebagai berikut : 1. Persepsi : pandangan responden terhadap kegiatan rehabilitasi (status lahan, tanaman yang ditanam, bagaimana jika kondisi menjadi hutan kembali). 2. Sikap : apakah pendapat mereka mengenai kegiatan rehabilitasi (mendukung/menolak) 3. Perilaku : Tindakan nyata yang ditunjukkan oleh responden dalam mendukung atau menolak kegiatan rehabilitasi. Pendapatan dan Pengeluaran KTMR Pendapatan petani dikategorikan menjadi dua, yaitu pendapatan dari kegiatan rehabilitasi dan pendapatan di luar rehabilitasi. a. Pendapatan rehabilitasi yaitu pendapatan dari tanaman pokok dan tanaman tumpangsari b. Pendapatan di luar rehabilitasi yaitu pendapatan yang diperoleh dari bertani/buruh tani, berdagang, beternak, kerja kebun dan sebagainya. Pengeluaran diperoleh dengan cara menghitung pengeluaran untuk makanan dan pengeluaran bukan makanan (pendidikan, listrik, kesehatan, transportasi) setiap keluarga. Selanjutnya data responden tersebut akan dikelompokkan ke dalam kelas pendapatan dengan menggunakan standar Upah Minimum Kabupaten Jember tahun 2005, yaitu sebesar Rp 425.000/bulan.
Sehingga akan diperoleh hasil
pendapatan yang berada di atas dan di bawah UMK.
Selain berdasarkan UMK, dilakukan pembagian kelas pendapatan menurut garis kemiskinan Sayogyo 1977, dimana pendapatan digolongkan menjadi tiga : •
Miskin
•
Miskin sekali : Pengeluaran antara 180 kg - 240 kg beras per kapita per tahun
•
Paling miskin : Pengeluaran < 180 kg beras per kapita per tahun
: Pengeluaran < 320 kg beras per kapita per tahun
Sedangkan untuk mengetahui seberapa besar kegiatan rehabilitasi dapat mempengaruhi pendapatan total petani, maka dihitung kontribusi pendapatan dengan rumus sebagai berikut : Kontribusi pendapatan = Pendapatan Rehabilitasi x 100% ¾ Alokasi Waktu Pendapatan Total RT Kegiatan rehabilitasi dapat dikatakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap pendapatan total petani apabila nilainya ≥ 20 %. Hal ini sesuai dengan patok duga yang dikembangkan oleh Gittinger (1986) menyatakan bahwa pendapatan suatu proyek bantuan dapat dikatakan memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap pendapatan total apabila nilainya ≥ 20 %. Penghitungan alokasi waktu Alokasi waktu anggota KTMR terhadap kegiatan rehabilitasi diketahui dari jam kerja yang mereka gunakan setiap hari ketika mengolah dan memelihara tanaman tumpangsari. Setelah jam kerja per hari diketahui maka dilakukan analisa waktu kerja berdasarkan LEKNAS 1997, dengan ketentuan bahwa seorang dianggap bekerja penuh bila mencurahkan jam kerja sebagai berikut : a. Pria > 15 tahun
: 35 jam/minggu
b. Wanita
: 20 jam/minggu
Dari hasil analisa tersebut dapat dibuat suatu asumsi bahwa waktu yang digunakan petani untuk bekerja di lahan selama satu tahun adalah besarnya rehabilitasi dalam mereduksi gangguan hutan, sedangkan sisa waktunya merupakan ancaman bagi kawasan TNMB. Adapun perhitungan alokasi waktu adalah sebagai berikut : Reduksi gangguan hutan = Waktu mengolah tanaman tumpangsari x 100 % Waktu total kerja
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Sejarah Zona Rehabilitasi Terbentuknya zona rehabilitasi di Taman Nasional Meru Betiri diawali dengan penetapan hutan Meru Betiri sebagai hutan lindung yang merupakan keputusan dari Besluit van den, Direktur Landbouw neveirheiden Handel, No. 7347/B, pada Tanggal 29 Juli 1931. Pada Tanggal 6 Juni 1972, hutan lindung Meru Betiri ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa dengan luas 50.000 ha berdasarkan SK Mentri Pertanian No. 267/kpts/Um/6/1972, untuk perlindungan Harimau Jawa. Pada Tahun 1997 melalui SK Mentri Kehutanan no. 227/KptsVI/1997 Meru Betiri ditetapkan sebagai Taman Nasional Salah satu kegiatan riset dan pembangunan demplot agroforestry seluas 7 ha untuk pelestarian dan pemanfaatan tumbuhan obat telah dilakukan oleh taman nasional yang bekerjasama dengan Konsorsium LATIN-IPB pada tahun 1994. Kemudian terjadi gejolak politik dan ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 1998. Krisis ekonomi ini telah menyebabkan kehidupan perekonomian menjadi lemah, dan berakibat terhadap terpuruknya kehidupan masyarakat kecil, termasuk diantaranya masyarakat sekitar TNMB. Peristiwa ini dimanfaatkan oleh pihakpihak tertentu untuk mengambil keuntungan melalui penebangan dan penjarahan secara besar-besaran kayu jati dan hasil hutan lainnya, kegiatan ini juga dilakukan oleh sebagian masyarakat di sekitar TNMB. Akibat yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut adalah gundulnya hutan jati seluas 4.000 ha, serta terjadinya konflik antara taman nasional dengan masyarakat. Setelah perambahan tersebut maka terjadilah pembukaan lahan bekas tegakan jati oleh masyarakat yang dikenal dengan istilah tetelan. Melihat kondisi yang memprihatinkan tersebut, berdasarkan SK Dirjen PHKA Tanggal 13 Desember 1999 ditetapkanlah pembagian sistem zonasi di TNMB salah satunya adalah Zona Rehabilitasi seluas 4.023 ha. Tujuan ditetapkannya Zona Rehabilitasi adalah untuk mengatasi perambahan yang terjadi mencegah terjadinya perluasan ke Zona Rimba.
Kondisi Desa Penelitian Letak Desa Penelitian Seksi Konservasi Wilayah II Ambulu terletak di Kecamatan Tempurejo, Kabupaten Jember. Wilayah ini terdiri dari tiga resort, yaitu Resort Wonoasri, Resort Andongrejo, dan Resort Sanenrejo. Sedangkan penelitian hanya dilakukan di Resort Wonoasri yaitu Desa Wonoasri, dan Resort Andongrejo yang meliputi Desa Curahnongko dan Desa Andongrejo. Secara geografis Desa Wonoasri terletak pada 8º 24’ 27” - 8º 25’ 00” LS dan 113º 40’ 59” - 113º 42’ 02” BT. Sedangkan untuk Desa Curahnongko dan Desa Andongrejo terletak 8º 23’ 02” - 8º 25’ 00” LS dan 113º 44’ 32” - 113º 45’ 15” BT. Adapun batas-batas desa ini ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Batas-batas Wilayah Lokasi Penelitian di Daerah Penyangga TNMB No. 1. 2.
Lokasi Penelitian Ds. Wonoasri Ds. Curahnongko
Utara Ds. Sidodadi Ds. Wonoasri
Batas Wilayah Selatan Barat Ds. Ds. Curahnongko
Curahnongko
Samudera
Ds. Sabrang
Indonesia 3.
Ds. Andongrejo
Ds. Sanenrejo
Timur Ds. Curahtakir Ds. Andongrejo
Samudera
Ds.
Kab.
Indonesia
Curahnongko
Banyuwangi
Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004
Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 1. Desa Wonoasri Desa Wonoasri memiliki luas 6,18 Km2. Desa ini terletak pada ketinggian ± 200 m dpl, dengan kondisi topografi yang sebagian besar adalah berupa bukitbukit yang landai sampai dengan sangat curam. Memiliki jenis tanah yang merupakan asosiasi Alluvial Regosol Coklat dan Latosol dengan solum 30 cm. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah ini termasuk dalam tipe iklim D, dngan curah hujan rata-rata per tahun adalah 2.500 mm. 2. Desa Curahnongko Desa Curahnongko memiiki luas 28,34 Km2. Desa ini terletak pada ketinggian ± 200 mdpl, dengan kondisi topografi yang sebagian besar adalah berupa bukit-bukit yang landai sampai dengan yang sangat curam. Memiliki jenis tanah yang merupakan asosiasi Alluvial Regosol Coklat dan Latosol dengan
solum 30 cm. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah ini termasuk dalam tipe iklim D, dengan curah hujan rata-rata per tahun adalah 2.500 mm, dan suhunya 25ºC. 3. Desa Andongrejo Desa Andongrejo memiliki luas 27,28 Km2. Sedangkan untuk kondisi lainnya sama dengan Desa Curahnongko, yaitu terletak pada ketinggian ± 200 mdpl, topografinya sebagian besar adalah berupa bukit-bukit yang landai sampai dengan sangat curam. Memiliki jenis tanah yang merupakan asosiasi Alluvial Regosol Coklat dan Latosol dengan solum 30 cm. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson wilayah ini termasuk dalam tipe iklim D, dimana curah hujan rata-rata per tahun adalah 2.500 mm dan suhunya 19ºC - 21ºC. Tata Guna dan Pola Penggunaan Lahan di Desa Lokasi Penelitian Pola penggunaan lahan oleh masyarakat di desa-desa sekitar kawasan TNMB adalah berupa sawah dan tegal. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi masyarakatnya yang sebagian besar adalah bekerja sebagai Petani dan Buruh Tani. Beberapa jenis dan tata guna lahan di desa lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tata Guna dan Pola Penggunaan Lahan di Desa Lokasi Penelitian No 1. 2. 3.
60,27
Jenis dan Luas Penggunaan Lahan (Ha) Bangu Kebun Tegal Jumlah nan/ Rakyat Halaman 127,20 248,37 375,57 105,20 153,42 318,89
0,127 0,186
67,27
33,90
0,087
Lokasi Penelitian
Jml KK
Sa wah
Wonoasri Curahnong ko Andongrejo
2.948 1.716 1.381
2,50
17,00
120,67
Ha/KK
Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004
Kondisi Sosial Ekonomi Desa Penelitian 1. Jumlah Penduduk Penduduk yang tinggal di Ds. Wonoasri, Ds. Curahnongko dan Ds. Andongrejo mayoritas adalah Suku Madura dan Suku Jawa. Meskipun demikian mereka dapat hidup rukun secara bersama-sama dengan budaya yang berbeda. Kepadatan terbesar terlihat pada Desa Wonoasri, dengan jumlah penduduk yang besar sedangkan luas lahannya paling sempit. Hal ini diperkirakan akses di Ds. Wonoasri lebih mudah dibandingkan dengan desa-desa yang lain sehingga
masyarakat cenderung lebih memilih Wonoasri sebagai tempat tinggal mereka. Adapun jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Desa Lokasi Penelitian No.
Lokasi Penelitian
Luas (Km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Laki-laki 1. Wonoasri 6,18 4.853 2. Curahnongko 28,34 2.883 3. Andongrejo 27,28 2.668 Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004
Perempuan 4.762 2.833 2.833
Jumlah (Jiwa) 9.615 5.716 5.501
Kepadatan (jiwa/km2) 1.555,82 201,69 201,65
2. Struktur Umur Struktur umur masyarakat dalam suatu desa sangat penting untuk diketahui, karena dari data tersebut dapat diketahui berapa jumlah angkatan kerja yang ada. Berdasarkan data monografi desa tahun 2004, menunjukkan bahwa ketiga desa tersebut memiliki jumlah angkatan kerja yang tinggi hal ini diketahui dari banyaknya masyarakat yang berumur 15-56 tahun. Jumlah penduduk menurut usia produktif dapat ditunjukkan dari Tabel 4. Tabel 4. Struktur Umur di Desa Lokasi Penelitian Sruktur Umur (Tahun) Lokasi Penelitian 10-14 15-19 20-26 27-40 1. Wonoasri 1.112 1.297 1.687 1.372 2. Curahnongko 548 1.002 634 2.178 3. Andongrejo 161 1.670 1.403 Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004 No.
41-56 1.350 1.700
> 57 917 520 520
Total 6.385 5.598 5.454
3. Pendidikan Pendidikan sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Karena dari tingkat pendidikan yang mereka peroleh dapat membantu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan mempengaruhi pola pikir mereka terhadap segala perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya termasuk dalam kegiatan pelestarian Sumber Daya Alam yang ada. Akan tetapi pada kenyataannya tingkat pendidikan masyarakat di daerah penyangga ini masih rendah. Ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah karena keterbatasan sarana pendidikan, jarak antara fasilitas pendidikan dengan pemukiman yang relatif jauh, serta masih kurangnya kesadaran masyarakat akan manfaat dan pentingnya pendidikan (Ekawati, 2004). Berikut disajikan kondisi tingkat pendidikan masyarakat di ketiga desa yang menjadi tempat penelitian pada tabel 5.
Tabel 5. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Lokasi Penelitian Tingkat Pendidikan (orang) Belum/ Tidak Desa Tidak Tamat SD SLTP SLTA Sekolah SD 1. Wonoasri 179 1.060 5.999 1.788 544 2. Curahnongko 2.350 341 2.314 324 346 3. Andongrejo 2.725 94 2.431 163 70 Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004 No .
Akademi /PT
Jumlah
45 41 18
9.615 5.716 5.501
4. Mata Pencaharian Mayoritas masyarakat di sekitar kawasan TNMB bekerja sebagai petani dan buruh tani. Meskipun lahan yang mereka miliki tidak luas, bahkan ada sebagian masyarakat yang menyewa lahan karena tidak mempunyai lahan sendiri. Pola hidup masyarakat sangat dipengaruhi oleh kondisi alam berupa sawah tadah hujan. Selain bekerja di sektor pertanian, masyarakat bekerja di industri rumah tangga yang tergabung dalam Toga (Tumbuhan Obat Keluarga), industri genteng, karyawan kebun, dan menjadi TKI ke luar negeri. Beberapa masyarakat masih ada yang hidupnya tergantung kepada hasil hutan, sehingga mereka sering masuk kawasan hutan TNMB. Gambaran tentang jenis mata pencaharian masyarakat di sekitar kawasan TNMB dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Jenis Mata Pencaharian Masyarakat di Desa Lokasi Penelitian No
Desa
Jenis Mata Pencaharian
jumlah
Peta-
Bu-
Peda-
PNS/
Pertu-
Ne
ni
ruh
gang
ABRI
kanga
La
n
yan
Tani
Jasa
Lainlain
1.
Wonoasri
3.786
2.177
257
43
289
-
21
1.053
7.626
2.
Curahnong ko Andongrejo
1.540
1.211
42
109
216
-
50
264
3.432
1.230
1.300
240
14
23
4
5
1.227
4.073
3.
Sumber : Data Monografi Desa Tahun 2004
PETA TOPOGRAFI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden
Pendidikan Formal Seperti yang telah digambarkan sebelumnya, bahwa sebagian besar masyarakat di sekitar kawasan TNMB berpendidikan rendah. Keadaan ini menunjukkan bahwa masyarakat kurang memperhatikan masalah pendidikan. Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Hasil pengamatan terhadap responden KTMR menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat di Resort Wonoasri yang tamat SD berjumlah 53,33%, sedangkan yang tidak sekolah sebesar 13,33%. Di Resort Andongrejo presentase angka tertinggi terdapat pada masyarakat dengan tingkat pendidikan tamat SD berjumlah 36,67% (Tabel 7.). Tabel 7. Karakteristik Tingkat Pendidikan Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Resort Kriteria Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Belum/Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Wonoasri Jumlah % 4 13.33 7 23.33 16 53.33 2 6.67 1 3.33 -
Andongrejo Jumlah % 7 23.33 7 23.33 11 36.67 3 10 2 6.67 -
Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Tingkat pendidikan non KTMR tidak jauh berbeda dengan KTMR, dengan angka tertinggi terdapat pada masyarakat yang hanya tamat sampai SD. Tetapi di Resort Wonoasri tidak ada responden yang tidak sekolah, sedangkan di Resort Andongrejo 20% responden yang menyatakan tidak sekolah (Tabel 8.) Tabel 8. Karakteristik Tingkat Pendidikan Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Resort Kriteria Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah Belum/Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Akademi/PT Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Wonoasri Jumlah 1 7 1 1 -
% 10 70 10 10 -
Andongrejo Jumlah 2 1 5 1 1
% 20 10 50 10 10
Jumlah Tanggungan Keluarga Jumlah tanggungan dalam suatu keluarga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran keluarga. Rata-rata tanggungan keluarga baik KTMR maupun non KTMR adalah kecil yaitu antara 1-6 orang per KK. Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Sebagian besar jumlah tanggungan keluarga petani yang menjadi anggota KTMR adalah antara 3-4 orang, sedangkan yang memiliki tanggungan 6 orang hanya satu keluarga (Tabel 9.) Tabel 9. Karakteristik Tanggungan Keluarga Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) 1-2 3-4 5-6 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Resort Wonoasri 7 21 2
Andongrejo 11 19 -
Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Tidak jauh berbeda dengan anggota KTMR, jumlah tanggungan keluarga non KTMR berkisar antara 1-4 orang per KK. Adapun karakteristik jumlah tanggungan keluarga tercantum dalam Tabel 10. Tabel 10. Karakteristik Tanggungan Keluarga Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Jumlah Tanggungan Keluarga (orang) 1-2 3-4 5-6 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Resort Wonoasri 5 5 -
Andongrejo 2 8 -
Luas Kepemilikan Lahan Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Karakteristik kepemilikan lahan oleh masyarakat yang tergabung dalam KTMR terdiri dari dua status, yang pertama adalah status lahan milik sendiri baik dari hasil membeli, warisan ataupun berupa lahan sewa. Bahkan ada sebagian dari masyarakat yang mengolah lahan sengketa antara masyarakat dengan pihak perkebunan. Status yang kedua adalah lahan negara yang mereka peroleh dari hasil pembagian lahan di zona rehabilitasi. Rata-rata untuk lahan milik hanya 0,125-0,75 ha. Sedangkan dari pembagian lahan rehabilitasi luasnya berkisar antara 0,11-1 ha. Pembagian lahan
ini menurut peraturan adalah berdasarkan patok. Setiap Kepala Keluarga (KK) memperoleh 1 patok yang luasnya adalah 0,25 ha. Karakteristik luas lahan garapan KTMR dikelompokkan seperti Tabel 11. Tabel 11. Kriteria Luas Kepemilikan Lahan Andil di zona Rehabilitasi Kriteria Luas Kepemilikan Lahan (Ha) < 0,25 0,25 – 0,5 > 0,5 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Resort Wonoasri Jumlah 2 27 1
% 6,67 90 3,33
Curahnongko dan Andongrejo Jumlah % 3 10 18 60 9 30
Selain dari lahan rehabilitasi, sebagian dari petani KTMR juga mengolah lahan lain. Lahan tersebut berupa sawah dan lahan kering atau tegalan. Rata-rata luasnya tidak jauh berbeda dengan lahan rehabilitasi, yaitu antara 0,125-0,75 ha. Gambaran secara lengkap pada Tabel 12. Tabel 12. Kriteria Luas Kepemilikan Lahan Milik di luar zona Rehabilitasi Kriteria Luas Kepemilikan Lahan (Ha) < 0,25 0,25 – 0,5 > 0,5 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Wonoasri Jumlah % 2 66,67 1 33,33 -
Resort Curahnongko dan Andongrejo Jumlah % 6 42,87 7 50 1 7,14
Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Luas lahan yang dimiliki masyarakat non KTMR tidak jauh berbeda dengan luas lahan yang dimiliki oleh anggota KTMR. Luas lahan tersebut antara 0,125-0,75 ha. Tanah tersebut merupakan tanah milik sendiri. Tabel 13. Kriteria Luas Kepemilikan Lahan Milik Non KTMR Kriteria Luas Kepemilikan Lahan (Ha) < 0,25 0,25 – 0,5 > 0,5 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Wonoasri Jumlah 1 3 1
% 20 60 20
Resort Curahnongko dan Andongrejo Jumlah % 4 66,67 2 33,33 -
Mata Pencaharian Sektor pertanian menjadi prioritas utama dalam kehidupan masyarakat di sekitar TNMB. Sebagian besar mata pencaharian utama masyarakat di sekitar TNMB adalah sebagai petani, meskipun ada sebagian diantara mereka yang masih memiliki pekerjaan utama sebagai pendarung atau pencari hasil hutan.
Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Masyarakat yang tergabung dalam anggota KTMR sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani. Masyarakat Desa Wonoasri yang memiliki pekerjaan utama sebagai Petani adalah 90%, Karyawan kebun 6,67% dan Pencari hasil hutan 3,33%. Kemudian di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko yang bermatapencaharian sebagai Petani berjumlah 93.33%, Perangkat desa dan Pencari hasil hutan 3,33%. Sedangkan untuk pekerjaan sampingan, diantara mereka bekerja sebagai Petani, Buruh tani, Pedagang, Tukang/kuli bangunan, Beternak, Wiraswasta dan Pencari hasil hutan (Lampiran 4.) Masih ada beberapa masyarakat yang bekerja sebagai pendarung dan sering keluar masuk hutan untuk mencari hasil tumbuhan obat maupun hasil hutan lainnya. Masyarakat menjadikan pekerjaan ini sebagai pekerjaan pokok maupun sebagai pekerjaan sampingan ketika lahan rehabilitasi tidak dapat diolah. Beberapa masyarakat di Desa Wonoasri bekerja sebagai karyawan perkebunan. Mayoritas masyarakat sekitar kawasan TNMB mempunyai pekerjaan sampingan untuk memelihara hewan ternak sapi dan kambing, baik milik sendiri maupun nggadoh atau memelihara ternak milik orang lain dengan sistem bagi hasil. Rata-rata setiap keluarga memiliki satu sampai lima ekor sapi atau kambing. Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Masyarakat yang tidak tergabung dalam KTMR memiliki matapencaharian yang tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang tergabung dalam KTMR, hampir sebagian besar masyarakat bermatapencaharian sebagai petani. Masyarakat Ds. Wonoasri sebanyak 30% yang beramatapencaharian sebagai petani, 20% sebagai pedagang, wiraswasta dan karyawan kebun. Sedangkan 10 % adalah sebagai perangkat desa. Jumlah petani di Desa Andongrejo dan Curahnongko adalah 60 %, sisanya adalah PNS, wiraswasta, tukang/kuli bangunan, dan pencari hasil hutan yang masingmasing jenis pekerjaan tersebut adalah 10 %. Gambaran tentang jenis pekerjaan masyarakat non KTMR dapat dilihat pada (Lampiran 5.)
Kelas Pendapatan Pendapatan masyarakat baik anggota KTMR maupun non KTMR masih ada yang berada di bawah Upah Minimum Kabupaten (UMK), dimana UMK Jember tahun 2005 adalah Rp 425000/bulan atau setara dengan Rp 5100000/tahun. Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Masyarakat yang tergabung dalam KTMR memiliki pendapatan rata-rata Rp 5.985.737/tahun untuk Ds. Wonoasri, sedangkan Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko pendapatan rataratanya adalah Rp 5.775.780/tahun. Apabila pendapatan masyarakat dinilai berdasarkan UMK Jember tahun 2005, maka di Ds. Wonoasri 63,33 % masyarakatnya berpenghasilan di bawah UMK. Sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko berjumlah 43,33 %, kemudian sisanya adalah masyarakat yang pendapatannya di atas UMK (Tabel14.) Tabel 14. Pendapatan Total KTMR Berdasarkan UMK Tahun 2005 Kondisi Wonoasri Pendapatan Jumlah % Di atas UMK 11 36,67 Di Bawah UMK 19 63,33 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Curahnongko dan Andongrejo Jumlah % 17 56,67 13 43,33
Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Pendapatan ratarata kelompok non KTMR adalah Rp 8.546.900/tahun untuk Ds.
Wonoasri.
Sedangkan di Ds. Curahnongko dan Ds. Andongrejo adalah Rp 5.064.500/tahun. Akan tetapi masih ada beberapa masyarakat non KTMR yang pendapatannya di bawah UMK (Tabel 15.). Tabel 15. Pendapatan Total non KTMR Berdasarkan UMK Tahun 2005 Kondisi Wonoasri Pendapatan Jumlah Di atas UMK 2 Di Bawah UMK 8 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
% 20 80
Curahnongko dan Andongrejo Jumlah % 5 50 5 50
Tingkat Kesejahteraan Ketika dilakukan pengambilan data, harga beras di lokasi penelitian adalah Rp 3.600/Kg. Sehingga jika konversi ke dalam bentuk uang adalah : 320 kg = Rp 1.152.000, 240 kg = Rp 864.000, 180 kg = Rp 648.000. Berdasarkan pengklasifikasian tersebut dapat diketahui bahwa masyarakat di daerah penyangga TNMB sebagian besar sudah berada di atas garis kemiskinan baik sebagai anggota KTMR maupun non KTMR. Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Pengeluaran per Kapita anggota KTMR menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di atas garis kemiskinan di Ds. Wonoasri sebesar 53,33%, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko sebesar 70% (Tabel 16.) Tabel 16. Rekapitulasi Data Tingkat Kesejahteraan KTMR Garis Wonoasri Kemiskinan Jumlah Sejahtera 5 Miskin 4 Miskin Sekali 5 Paling Miskin 16 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
% 53,33 16,67 13,33 16,67
Curahnongko dan Andongrejo Jumlah % 21 70 3 10 3 10 3 10
Hasil tersebut menunjukkan bahwa masyarakat yang berada di daerah penyangga TNMB secara umum sudah berada di atas garis kemiskinan. Meskipun kegiatan rehabilitasi dapat meningkatkan pendapatan bagi KTMR, akan tetapi belum dapat sepenuhnya merubah kondisi masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan. Terbukti dengan masih adanya anggota KTMR yang hidup di bawah garis kemiskinan. Keadaan ini terjadi karena sebagian dari anggota KTMR tidak memiliki pekerjaan tetap untuk memenuhi kebutuhannya. Dan ada beberapa dari mereka yang sangat tergantung dari kegiatan rehabilitasi karena tidak memiliki pekerjaan lain. Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Keadaan responden non KTMR menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan KTMR. Sebagian besar dari masyarakat non KTMR sudah berada di atas garis kemiskinan. Masyarakat di Ds. Wonoasri menunjukkan bahwa 80% sudah sejahtera, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko berjumlah 60%. Keadaan ini dapat diduga bahwa yang menjadi salah satu alasan ketidak
ikutsertaan masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi adalah karena hidup mereka sudah tercukupi dengan pekerjaan yang telah mereka miliki. Tabel 17. Rekapitulasi Data Tingkat Kesejahteraan Non KTMR Garis Wonoasri Kemiskinan Jumlah Sejahtera 8 Miskin Miskin Sekali 1 Paling Miskin 1 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
% 80 10 10
Curahnongko dan Andongrejo Jumlah % 6 60 1 10 2 20 1 10
Akan tetapi berdasarkan tabel di atas dapat diketahui pula bahwa tidak semua masyarakat non KTMR sudah memiliki kondisi yang lebih baik daripada anggota KTMR. Pengetahuan, Persepsi, Sikap dan Perilaku Terhadap Hutan TNMB Pengetahuan dan Persepsi Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Pengetahuan dan pemahaman masyarakat KTMR terhadap keberadaan hutan TNMB yang tidak jauh dari tempat tinggal mereka cukup baik. Pemahaman mereka tentang batas kawasan hutan TNMB hanya diketahui oleh beberapa responden yang sering masuk kawasan hutan. Akan tetapi mengenai batas kawasan rehabilitasi dengan lahan milik 87% KTMR di Ds. Wonoasri menyatakan tahu. Sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko responden yang tahu sebesar 83%. Angka ini menunjukkan jumlah yang besar, dengan pengetahuan tersebut diharapkan bahwa mereka akan dapat membatasi segala tindakan yang dilakukan terhadap kawasan hutan TNMB. Terdapat dua persepsi yang dimiliki oleh masyarakat terhadap manfaat hutan, diantaranya adalah bahwa hutan sebagai sumber penghasilan dan hutan sebagai pelindung dari bencana alam. Responden di Ds. Wonoasri menunjukkan bahwa yang menyatakan hutan sebagai sumber penghasilan adalah sebanyak 30%, sedangkan 53% menyatakan bahwa fungsi hutan adalah sebagai pencegah bencana alam. Kemudian di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko yang menyatakan hutan berfungsi sebagai sumber penghasilan 23%, dan 57% berfungsi
sebagai pencegah bencana alam, kemudian sisanya adalah masyarakat yang menyatakan tidak tahu. Data tersebut dapat diketahui bahwa persepsi masyarakat terhadap manfaat hutan sebagai sumber penghasilan rendah. Masyarakat mulai menyadari bahwa hutan memiliki nilai tinggi bagi kehidupan mereka, yaitu sebagai pencegah longsor dan banjir, penyimpan air dan pengatur suhu. Hal ini disadari setelah mereka merasakan banyaknya perubahan alam yang terjadi selama hutan gundul. Terutama di Ds. Wonoasri merupakan wilayah yang sering banjir setiap tahunnya, sehingga di musim penghujan selalu meresahkan masyarakat yang tinggal berdekatan dengan lahan yang telah gundul tersebut, mereka merasa khawatir akan terjadinya banjir dan tanah longsor. Sedangkan di musim kemarau masyarakat mulai merasakan susahnya untuk mendapatkan air dan terasa hawa yang sangat panas. Dengan belajar dari pengalaman inilah diharapkan anggota KTMR dapat melaksanakan tugas dan peranan mereka dengan baik dan sungguhsungguh tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan dan persepsi non KTMR tentang kawasan TNMB lebih rendah jika dibandingkan dengan anggota KTMR. Mungkin karena selama ini mereka tidak pernah terlibat dalam kegiatan pengelolaan taman nasional secara langsung, sehingga kurang mengenal keberadaan TNMB. Masyarakat Ds. Wonoasri menunjukkan bahwa hanya 20% yang tahu bahwa hutan di sekitar tempat tinggal mereka adalah kawasan taman nasional dan mereka mengetahui batas-batasnya, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko hanya 10% yang tahu, dan sisanya menyatakan tidak tahu. Seperti halnya anggota KTMR, sebagian besar dari masyarakat non KTMR telah menyadari bahwa hutan memberikan manfaat sebagai pencegah bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan. Sebanyak 60% responden di Ds. Wonoasri yang sependapat dengan hal tersebut, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko berjumlah 40%. Kemudian responden yang menyatakan bahwa manfaat hutan adalah sebagai sumber pendapatan hanya berjumlah 20% di Ds. Wonoasri, begitu pula di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko. Sisanya menyatakan tidak tahu.
Perilaku Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan petani di sekitar hutan, termasuk masyarakat TNMB tidak terlepas dari hutan. Karena pohon yang tumbuh di hutan memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hasil pertanian. Hal ini terlihat dari pola hidup sebagian masyarakat yang masih tergantung dari hasil hutan meskipun mereka sudah bergabung menjadi anggota KTMR. Dari hasil wawancara dengan anggota KTMR, hanya sedikit dari mereka yang masih sering masuk hutan. Di Ds. Wonoasri diketahui bahwa 57% masyarakat yang menyatakan tidak pernah masuk hutan atau yang dulunya pernah masuk hutan tetapi sekarang sudah tidak lagi. Sisanya adalah masyarakat yang masih masuk hutan, dimana 17% menyatakan jarang, 67% sedang, dan 20% sering masuk hutan. Sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko 67% dari responden mengatakan tidak pernah masuk hutan TNMB, 3% pernah masuk tetapi jarang, dan 30% mereka sering masuk hutan. Alasan responden masuk hutan adalah untuk mencari hasil hutan yang kemudian bisa mereka jual untuk menambah pendapatan. Akan tetapi tidak jarang dari mereka yang masuk hutan hanya mencari kayu bakar untuk dikonsumsi sendiri. Jumlah responden Wonoasri yang mengambil kayu bakar sebanyak 54%; bambu 38% dan madu 8%. Sedangkan di Andongrejo dan Curahnongko paling besar masyarakatnya mengambil bambu yaitu 30%, kayu bakar
20%, buah-
buahan yang berkhasiat obat 20%, sedangkan madu, sintru dan ijuk masingmasing adalah 10%. Beberapa masyarakat di Ds. Andongrejo mengambil dan memanfaatkan ijuk aren untuk dijadikan sapu. Hasilnya cukup memberikan keuntungan, ijuk yang dirubah menjadi sapu kemudian akan dijual dengan harga Rp 2.500 untuk setiap sapunya. Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Berdasarkan hasil data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa jumlah masyarakat non KTMR yang masih masuk hutan sedikit. Dapat diketahui di Ds. Wonoasri masyarakat yang pernah masuk hutan TNMB berjumlah 20%. Hasil hutan yang diambil adalah kayu bakar yang berupa rencekan yaitu kayu yang sudah kering, atau kayu dari tunggakan pohon jati di lahan rehabilitasi dan hanya untuk dikonsumsi sendiri.
Menurut mereka untuk mengambil kayu bakar di dalam hutan lokasinya terlalu jauh, oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhannya, mereka lebih sering mengambilnya di areal perkebunan yang lokasinya lebih dekat dan lebih mudah jika dibandingkan ke hutan. Selain itu, masyarakat sudah menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar pembantunya. Andongrejo dan Curahnongko menunjukkan bahwa masyarakat yang masih masuk hutan jumlahnya lebih sedikit, yaitu sebesar 10%, sedangkan 90% menyatakan tidak pernah masuk hutan. Responden yang masih masuk hutan ini memang memiliki pekerjaan utama sebagai pencari hasil hutan berupa madu, Pakem (Pangium edule), Kemiri (Aleurites moluccana), Kedawung (Parkia timoriana) dan berbagai jenis tumbuhan yang berkhasiat obat lainnya. Karena memiliki pekerjaan utama sebagai pencari hasil hutan, maka frekuensi untuk masuk hutan dapat dikatakan sering, karena selama kurang lebih 25 hari mereka masuk hutan setiap bulannya. Terhadap Kegiatan Rehabilitasi. Pengetahuan dan Persepsi Kelompok
Tani
Mitra
Rehabilitasi
(KTMR).
Pengetahuan
dan
pemahaman masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi dinilai cukup baik. Meskipun sebagian besar ada yang menyatakan tidak tahu arti dan makna dari kegiatan rehabilitasi tersebut, tetapi mereka sangat mengerti akan hak dan kewajibannya sebagai anggota KTMR. Masyarakat Ds. Wonoasri 97% menyatakan tahu akan hak dan kewajibannya, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko 90% petani yang mengetahui hak dan kewajibannya. Adanya ketidaktahuan beberapa petani ini disebabkan karena jarangnya mereka untuk mengikuti pertemuan rutin yang dilakukan oleh anggota KTMR yang selama ini didampingi oleh LSM KAIL tepatnya di Andongrejo dan Curahnongko. Selain itu memang beberapa responden yang berhasil diwawancarai adalah anak atau istri dari anggota KTMR sedangkan mereka tidak ikut terlibat secara langsung dalam kegiatan rehabilitasi tersebut, sehingga pemahaman mereka terhadap rehabilitasi tersebut sangat rendah.
Menurut pemahaman sebagian besar petani KTMR, bahwa tujuan utama mereka mengikuti kegiatan rehabilitasi adalah untuk meningkatkan perekonomian mereka. Sedangkan pengetahuan akan tujuan rehabilitasi untuk melestarikan hutan dan keanekaragaman hayati sangat rendah. KTMR di Ds. Wonoasri 90% yang menyatakan bahwa mereka tahu tujuan rehabilitasi, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko yang tahu tujuan rehabilitasi berjumlah 87%. Akan tetapi ada beberapa dari mereka yang berhasil diwawancarai dan menyatakan bahwa alasan mereka ikut kegiatan rehabilitasi adalah karena adanya dorongan dari teman atau ikut–ikutan saja sehingga tidak tahu apa tujuan dari kegiatan rehabilitasi yang sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa petani di daerah TNMB ini masih mengutamakan kebersamaan, sehingga dalam hal penerimaan inovasi baru harus pula sesuai dengan tetangga desanya. Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ekawati tahun 2004. Pengetahuan terhadap sanksi yang diberikan, sebagian besar dari KTMR sudah mengetahuinya meskipun mereka tidak tahu pasti dalam bentuk apa sanksi tersebut. Berdasarkan pemahaman mereka bahwa sanksi akan diberikan jika melakukan perusakan terhadap tanaman pokok seperti pembabatan, pembakaran, dan pengambilan daun yang dijadikan sebagai pakan ternak atau pelanggaran karena tidak bersedia menanam tanaman pokok. Maka petugas akan memberikan peringatan sampai dengan tiga kali, apabila mereka masih tetap melanggar maka akan dilakukan patok merah atau pencabutan hak untuk mengolah lahan tersebut. Bagi masyarakat yang sering mengambil daun untuk pakan ternak akan dirampas peralatannya dan kemudian akan diberi sanksi oleh petugas. Status lahan yang pada awalnya diduga menjadi salah satu alasan petani rehabilitasi tidak sungguh-sungguh dalam melakukan peran dan fungsinya, ternyata setelah melakukan wawancara terhadap responden tersebut membuktikan bahwa status lahan tidak terlalu menjadi masalah bagi mereka. Hal ini terbukti dengan 100 % jumlah responden di Ds. Wonoasri menyatakan bahwa status lahan yang merupakan lahan milik negara tidak menjadi masalah bagi mereka. Karena KTMR telah paham akan hak dan kewajibannya. Begitu pula dengan responden di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko, bahwa 80% KTMR yang tidak mempermasalahkan status lahan yang ada. Sebanyak 20% responden yang
menyatakan bahwa status lahan menjadi masalah, karena masih adanya perasaan takut dan khawatir jika suatu saat lahan tersebut akan diambil lagi oleh taman nasional setelah tanaman pokok mereka besar dan tidak dapat mengambil hasilnya. Sebagian besar dari KTMR tersebut sangat tergantung oleh lahan rehabilitasi karena tidak memiliki lahan dan tidak memiliki pekerjaan lain. Mengenai kepastian lamanya petani rehabilitasi dapat mengolah lahan rehabilitasi mengalami sedikit permasalahan, yaitu terjadi kesalahpahaman dari anggota KTMR terhadap isi perjanjian yang terdapat pada pasal 5 tentang jangka waktu dan berakhirnya kesepakatan. Kemungkinan terjadinya hal ini karena kurangnya pendekatan pihak taman nasional kepada petani sebagai mitranya. Sehingga perlu sering dilakukan penyuluhan, serta perlu adanya evaluasi serta penjelasan yang lebih baik lagi oleh pihak taman nasional terhadap isi perjanjian tersebut kepada kelompok tani untuk menghindari terjadinya permasalahan yang lebih jauh lagi. Salah satu persepsi dari anggota KTMR yang penting adalah tindakan yang akan mereka lakukan terhadap lahan rehabilitasi jika nantinya lahan tersebut menjadi hutan lagi. Dari 30 responden di Wonoasri diketahui bahwa
60%
memiliki rencana untuk menanam tanaman obat yang tahan terhadap naungan, seperti jahe-jahean, merica dan tumbuhan obat lainnya. Sedangkan 40% yang menyatakan akan membiarkannya untuk diambil buahnya. Kemudian di Andongrejo 40% responden hanya akan mengambil buahnya saja, 50% akan menanam tanaman obat, dan 10% menyatakan tidak tahu. Dari sikap yang ditunjukkan tersebut, dapat diketahui bahwa sebagian besar petani sangat antusias dengan kegiatan rehabilitasi dan telah memiliki pandangan ke depan terhadap keberlangsungan hidup mereka di lahan rehabilitasi. Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Pengetahuan dan Pemahaman masyarakat non KTMR terhadap kegiatan rehabilitasi hanya sebatas bahwa mereka pernah melihat dan mendengar kegiatan rehabilitasi yang dilakukan oleh tetangga mereka yang menjadi anggota KTMR. Sebanyak 90% responden Ds. Wonoasri yang tahu adanya kegiatan rehabilitasi, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko hanya 60% saja yang tahu rehabilitasi.
Berdasarkan pendapat mereka, kegiatan rehabilitasi ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat baik anggota KTMR maupun non KTMR. Karena dari kegiatan rehabilitasi tersebut beberapa tenaga mereka terkadang dibutuhkan untuk mengolah lahan dan memelihara tanaman palawija sampai panen tiba, sehingga mereka mendapatkan upah dari pekerjaan tersebut. Sikap Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Anggota KTMR sangat mendukung terhadap kegiatan rehabilitasi, hal ini dapat diketahui dari 30 responden pada setiap lokasi penelitian, 97% menyatakan setuju jika lahan rehabilitasi kembali menjadi hutan. Sedangkan 3% menyatakan tidak setuju, hal ini terjadi karena adanya kekhawatiran jika lahan rehabilitasi menjadi hutan, sehingga tidak bisa menanam tanaman palawija lagi terutama padi, dan mereka beranggapan bahwa keadaan ini akan dapat mengurangi pendapatan. Responden di Ds. Wonoasri 100% menyatakan setuju dan tidak ada masalah terhadap ketentuan dan aturan yang ada sekarang. Mereka juga setuju bahwa perlu adanya sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran. Sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko 25% responden yang menyatakan setuju dengan aturan yang ada, 3% tidak setuju, sedangkan 13% dari mereka tidak menjawab karena tidak tahu. Kemudian mengenai perlunya sanksi yang tegas bagi setiap pelanggaran 87% mereka menyatakan setuju, dan 13% menyatakan tidak setuju. Kepuasan KTMR terhadap hasil kegiatan rehabilitasi menunjukkan angka yang besar, karena dari hasil tanaman tumpangsari yang mereka peroleh. Sebanyak 93% petani di Ds. Wonoasri maupun di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko menyatakan sudah puas. Sebagian kecil dari responden menyatakan kurang puas dan ragu-ragu karena hasil yang mereka peroleh akan semakin berkurang apabila tanaman pokoknya semakin besar sehingga diduga dapat menganggu pertumbuhan tanaman tumpangsari. Hasil perhitungan tersebut dapat menunjukkan bahwa sebagian besar dari KTMR memiliki sikap yang mendukung terhadap kegiatan rehabilitasi. Adapun sikap dari masyarakat yang kurang mendukung adalah karena ketakutan akan
keadaan ekonomi mereka dan faktor ketidaktahuan terhadap pelaksanaan pelaksanaan program yang ada. Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR). Meskipun secara tidak langsung terlibat dan mendapatkan manfaat dari kegiatan rehabilitasi, sikap masyarakat non KTMR juga sangat mendukung dan menyambut dengan baik terhadap kegiatan rehabilitasi ini. Di Ds. Wonoasri 50% setuju jika masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan rehabilitasi, karena mereka tahu bahwa kondisi perekonomian masyarakat masih rendah, sehingga mereka membutuhkan pendapatan tambahan dari lahan rehabilitasi. Kemudian 50% masyarakat menyatakan tidak tahu. Di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko 70% menyatakan setuju dengan hal tersebut, dan 30% yang menyatakan tidak tahu. Dari ketiga Desa tersebut menunjukkan bahwa 90% dari mereka yang setuju jika rehabilitasi lahan akan memberikan manfaat ekonomi, dan 10% responden menyatakan tidak tahu. Sedangkan manfaat rehabilitasi yang memberikan manfaat ekologi kurang diketahui dan dipahami oleh sebagian besar dari masyarakat. Perilaku Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Peran serta KTMR dalam mendukung kegiatan rehabilitasi diwujudkan dengan melakukan swadaya tanaman pokok sendiri dalam mengatasi kurangnya persediaan bibit. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara bahwa 83% anggota yang pernah menanam tanaman pokoknya dari hasil swadaya sendiri dan pemberian dari taman nasional. Sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko 63% yang melakukan swadaya tanaman pokok, sisanya adalah mereka yang tidak pernah melakukan swadaya, sehingga bibitnya hanya tergantung dari pemberian saja. Terdapat beberapa pelanggaran dalam pemilihan jenis tanaman pokok maupun tanaman tumpangsari, misalnya penanaman tanaman pokok yang bukan merupakan tumbuhan asli dari hutan TNMB, dilakukannya pembakaran dan penebangan terhadap tanaman pokok yang sudah besar tanpa adanya penggantian tanaman dengan alasan bahwa tanaman tersebut tidak mau berbuah atau karena tidak menghasilkan buah, misalnya pemotongan Kepuh dan pembakaran Pete. Penyimpangan juga terjadi pada jarak tanam pada tanaman pokok yang terlalu lebar melebihi aturan 5 x 5 m (Gambar 2.).
Tunggak Kepuh
Gambar 1. Kondisi Lahan Ditanami Tembakau
Gambar 2. Bekas Pemotongan Kepuh
Bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh petani dalam menanam tanaman tumpangsari adalah pada pemilihan jenis tanaman yang dilarang oleh taman nasional, misalnya dengan menanam tembakau (Gambar 1.). Pendapatan Masyarakat Sumber Pendapatan Berdasarkan jenis matapencaharian masyarakat TNMB, dapat diketahui bahwa sumber pendapatan mereka adalah dari sektor pertanian. Pendapatan petani yang bergabung sebagai anggota KTMR dipengaruhi oleh hasil dari tanaman tumpangsari. Tingkat keberhasilan kegiatan rehabilitasi dalam menunjang perekonomian masyarakat, sampai saat ini dapat diketahui dari hasil tanaman tumpangsari. Tanaman tumpangsari yang ditanam oleh petani di sela-sela tanaman pokok dilaksanakan sampai batas waktu tertentu sebagai evaluasi, yaitu setiap lima tahun sekali. Tanaman tersebut berupa tanaman palawija atau tanaman musiman seperti Padi, Kedelai, Kacang tanah, Kacang hijau, dan Jagung. Masyarakat lebih cenderung untuk menanam padi, karena padi tersebut oleh sebagian besar petani akan dikonsumsi sendiri dan tidak dijual. Selain menanam tanaman musiman, petani juga menanam sayuran misalnya Kacang panjang, Cabe, Ubi dan tanaman obat-obatan seperti empon-empon. Karena sistem pengolahan lahan yang mereka gunakan adalah sistem tadah hujan dan kondisi lahannya kering, sehingga untuk tanaman musiman maksimal hanya mampu panen sebanyak tiga kali per tahun. Akan tetapi sebagian besar lahan tersebut hanya dapat ditanam dua kali saja per tahunnya.
Hasil yang didapatkan petani Ds. Wonoasri untuk setiap kali panen padi rata-rata 144,4 Kg per hektar, Kedelai 144,4 Kg per hektar, Kacang tanah 85,3 Kg per hektar, dan diikuti jenis lain (lampiran 12.). Hasil panen di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko menunjukkan bahwa rata-rata untuk padi 1203,7 Kg per hektar, Jagung 333,7 Kg per hektar, Kacang tanah 40,7 Kg per hektar dan jenis lainnya (Lampiran 13.). Jumlah panen pada setiap lahan berbeda-beda karena dipengaruhi oleh kondisi lahannya. Sehingga belum tentu lahan yang lebih luas akan memberikan hasil yang lebih besar. Pada lahan yang sangat kering, berbatu dan berbukit-bukit akan sulit untuk ditanami dan hasilnya rendah. Dalam pemilihan jenis tanaman tumpangsari, masih ada diantara masyarakat yang melakukan pelanggaran yaitu dengan menanam tembakau. Salah satu penyebab pelanggaran ini adalah karena keinginan mereka untuk memperolah keuntungan yang besar, kurangnya kesadaran yang mereka miliki dan kurangnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak pengelola taman nasional. Kondisi umum tanaman tumpangsari dapat dilihat seperti gambar di bawah ini :
Gambar 3. Tanaman Tumpangsari Kacang Tanah di Lahan Rehabilitasi TNMB Besarnya Pendapatan Pendapatan petani yang berasal dari kegiatan rehabilitasi diperoleh dari tanaman tumpangsari dan tanaman pokok. Selama ini pendapatan rehabilitasi lebih besar diperoleh dari hasil tumpangsari, sedangkan dari tanaman pokok belum dirasakan sepenuhnya oleh petani. Beberapa tanaman pokok yang telah dirasakan hasilnya oleh petani adalah nangka, kluwih, pete dan duwet.
Tabel 18. Pendapatan Total Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi di Lokasi Penelitian Lokasi
Rata-rata Pendapatan Rehabilitasi (Rp/th) 1.914.653
Rata-rata Pendapatan non Rehabilitasi (Rp/th) 3.367.320
Wonoasri Andongrejo dan 1.753.933 4.021.850 Curahnongko Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Rata-rata Total Pendapatan (Rp/th) 5.282.003 5.775.783
Rata-rata Total Pengeluaran (Rp/th) 4.461.758 5.266.272
Rata-rata Sisa Pendapatan 820.245 509.512
Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa rata-rata pendapatan petani dari rehabilitasi di Ds. Wonoasri adalah sebesar Rp 1.914.683/th kemudian Ds. Curahnongko dan Ds. Andongrejo adalah Rp 4.021.850/th (Tabel 18.). Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa pendapatan petani di Ds. Curahnongko dan Ds. Andongrejo lebih besar dibandingkan pendapatan petani rehabilitasi di Ds. Wonoasri. Karena apabila dilihat dari matapencaharian, maka diketahui bahwa sebagian besar masyarakat di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko adalah pencari hasil hutan. Dari hasil hutan inilah dimungkinkan sebagai pemberi sumbangan yang besar terhadap pendapatan masyarakat Andongrejo dan Curahnongko. Masyarakat anggota KTMR memperoleh pendapatan diluar rehabilitasi adalah dari hasil pekerjaan lain misalnya buruh tani, kuli bangunan, nggadoh ternak dan pendarung. Berdasarkan perhitungan diketahui bahwa rata-rata pendapatan diluar rehabilitasi memiliki nilai yang besar jika dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh dari kegiatan rehabilitasi, di Ds. Wonoasri rata – rata pendapatan masyarakat di luar rehabilitasi adalah Rp 3.367.320/th sedangkan di Ds. Curahnongko dan Ds. Andongrejo adalah Rp 5.775.783/th. Tabel 18. menunjukkan bahwa total pendapatan responden KTMR untuk Ds. Wonoasri adalah Rp. 5.282.003/th, sedangkan Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko sebesar Rp. 5.775.783/th. Hal ini menggambarkan bahwa dari kedua desa tersebut tidak memiliki perbedaan yang tinggi, karena rata – rata jenis pekerjaan yang mereka miliki adalah sama. Besarnya pendapatan tersebut menyebabkan sebagian besar dari petani hanya dapat memenuhi kebutuhan pokok saja terutama untuk kebutuhan konsumsi. Jumlah pengeluaran setiap keluarga untuk memenuhi kebutuhannya baik untuk konsumsi maupun kebutuhan rumah tangga yang lain, seperti pendidikan,
kesehatan, transportasi maupun tabungan menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda dari pendapatan yang mereka peroleh. Tetapi sebagian dari masyarakat memiliki selisih pendapatan yang negatif. Di Ds. Wonoasri delapan responden yang menunjukkan bahwa sisa pendapatan mereka bernilai negatif, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Curahnongko masyarakat yang memiliki sisa pendapatan negatif berjumlah lima orang. Upaya yang dilakukan petani dalam mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan melakukan sistem pinjam ketika membeli pupuk dan obat dengan harga yang lebih mahal dari harga normal. Hal ini diduga sebagai salah satu penyebab mengapa perekonomian masyarakat terutama petani tidak dapat berkembang, karena biaya perawatan yang mahal sehingga tidak sebanding dengan hasil panennya. Pendapatan masyarakat di sekitar TNMB apabila dilihat dari besarnya UMK Jember tahun 2005 maupun dari garis kemiskinan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat sudah berada dalam kondisi sejahtera. Di Desa Wonoasri menunjukkan bahwa pendapatan masyarakat non KTMR yang berada di atas UMK dan sejahtera lebih besar daripada pendapatan total KTMR. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi masyarakat non KTMR lebih baik daripada KTMR sehingga diduga keadaan inilah yang menjadi salah satu alasan masyarakat non KTMR tidak ikut dalam kegiatan rehabilitasi. Akan tetapi beberapa kondisi masyarakat non KTMR juga masih berada di bawah garis kemiskinan. Hal ini terjadi karena kurangnya pengaturan pada pemilihan anggota KTMR, sehingga penunjukan anggota KTMR kurang tepat sasaran. Selain itu, salah satu alasan yang mereka kemukakan adalah karena takut melakukan pembabatan lahan, sehingga mereka tidak ikut bergabung dalam kegiatan rehabilitasi, meskipun keadaan ekonomi masih dalam kekurangan. Kontribusi Kegiatan Rehabilitasi terhadap Pendapatan Total KTMR Keberadaan program rehabilitasi ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat di sekitar kawasan TNMB. Berdasarkan Gittinger 1986 diketahui bahwa lahan yang dikelola masyarakat dengan menanam tanaman tumpangsari berupa palawija seperti padi, kedelai, kacang tanah, dan jagung ternyata dapat memberikan hasil yang cukup signifikan terhadap pendapatan total KTMR. Hal ini terlihat dari nilai kontribusi rehabilitasi terhadap pendapatan total petani lebih
dari 20%. Kontribusi di Ds.Wonoasri sebesar 36%, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko adalah 30% (Tabel 19. dan Tabel 20). Tabel 19. Kontribusi Rehabilitasi Terhadap Pendapatan Total Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) di Ds. Wonoasri. Pendapatan (Rp/Thn) Responden
Rehabilitasi
Non Rehabilitasi
(1) (2) 1. 1.727.500 2. 1.767.000 3. 1.166.000 4. 1.909.000 5. 4.634.000 6. 989.000 7. 3.530.000 8. 2.060.000 9. 2.824.000 10. 906.000 11. 4.200.000 12. 1.647.000 13. 2.859.000 14. 1.220.000 15. 2.475.000 16. 2.113.000 17. 928.000 18. 1.806.000 19. 544.000 20. 4.450.000 21. 1.104.000 22. 4.117.000 23. 431.000 24. 1.847.000 25. 965.000 26. 729.000 27. 1.127.500 28. 630.000 29. 668.500 30. 2.067.000 Rata-rata 1.914.683,33 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
(3) 2.530.000 12.000.000 5.015.000 7.537.000 912.000 1.460.000 1.460.000 365.000 3.831.600 3.285.000 3.000.000 28.269.000 1.460.000 6.000.000 1.460.000 1.500.000 365.000 1.500.000 2.530.000 730.000 6.560.000 3.650.000 3.250.000 2.350.000 3.367.320
Pendapatan Total (4) = (2) + (3) 4.257.500 13.767.000 6.181.000 9.446.000 4.634.000 1.901.000 3.530.000 3.520.000 2.824.000 2.366.000 4.200.000 2.012.000 2.859.000 5.051.600 5.760.000 5.113.000 29.197.000 3.266.000 6.544.000 4.910.000 2.604.000 4.482.000 1.931.000 4.377.000 1.695.000 7.289.000 4.777.500 3.880.000 3.018.500 2..067.000 5.282.003
Kontribusi Rehabilitasi Terhadap Pendapatan Total (%) (5) =(2)/(4)*100% 40,58 12,84 18,86 20,21 100 52,03 100 58,52 100 38,29 100 81,86 100 24,15 42,97 41,33 3,18 55,30 8,31 75,30 42,40 91,86 22,32 42,20 56,93 10 23,60 16,24 22,15 100 36
Apabila dilihat secara menyeluruh, diketahui bahwa kondisi masyarakat KTMR di Ds. Wonoasri memiliki keadaan yang tidak sama. Beberapa masyarakat sangat tergantung dengan rehabilitasi karena tidak memiliki pekerjaan lain. Akan tetapi beberapa diantaranya memiliki pendapatan yang sangat besar diluar rehabilitasi sehingga meskipun mereka tidak menjadi anggota KTMR, keadaan ekonomi mereka sudah lebih baik jika dibandingkan dengan anggota yang lain. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa pemilihan anggota KTMR
kurang sesuai dengan tujuan sebelumnya, dimana pemilihan ditujukan bagi masyarakat yang perekonomiannya masih rendah. Anggota KTMR di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko tidak jauh berbeda dengan masyarakat di Ds. Wonoasri. Beberapa diantara masyarakat pendapatannya sangat tergantung dari kegiatan rehabilitasi. Akan tetapi di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko perbedaan pendapatan mereka diluar rehabilitasi menunjukkan angka yang tidak jauh berbeda. Tabel 20. Kontribusi Rehabilitasi Terhadap Pendapatan Total Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Pendapatan (Rp/Thn) Responden
(1)
Rehabilitasi
Non Rehabilitasi
Pendapatan Total
(2)
(3)
(4) = (2) + (3)
1. 3.287.000 2. 563.400 3. 4.271.000 4. 2.758.000 5. 1.885.000 6. 1.184.000 7. 3.810.000 8. 3.916.000 9. 3.210.000 10. 292.000 11. 2.549.500 12. 3.537.000 13. 1.880.000 14. 264.500 15. 460.000 16. 559.000 17. 915.000 18. 496.200 19. 1.072.000 20. 883.000 21. 711.000 22. 650.000 23. 541.000 24. 1.393.000 25. 1.134.000 26. 1.350.000 27. 1.940.000 28. 3.275.000 29. 731.400 30. 3.100.000 Rata-rata 1.753.933 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
5.155.000 2.030.000 2.592.000 4.500.000 2.000.000 3.600.000 7.229.000 5.769.000 4.800.000 7.050.000 5.110.000 4.237.000 9.290.000 2.605.500 6.000.000 6.570.000 2.620.000 7.993.000 7.200.000 1.960.000 1.690.000 1.800.000 5.545.000 7.560.000 2.920.000 1.930.000 900.000 4.021.850
8.442.000 2.593.400 4.271.000 5.350.000 6.385.000 3.184.000 3.810.000 3.916.000 6.810.000 7.521.000 8.318.500 8.337.000 8.930.000 5.374.500 4.697.000 9.849.000 3.520.500 6.496.200 7.642.000 3.503.000 8.704.000 7.850.000 2.501.000 3.083.000 2.934.000 6.895.000 9.500.000 6.195.000 2.661.400 4.000.000 5.775.783
Kontribusi Rehabilitasi Terhadap Pendapatan Total (%) (5) = (2)/(4)*100% 38,94 21,72 100 51,55 29,52 37,19 100 100 47,14 3,88 30,65 42,43 21,05 4,92 9,79 5,68 25,99 7,64 14,03 25,21 8,17 8,28 21,63 45,18 38,65 19,58 20,42 52,87 27,48 77,50 30
Reduksi Gangguan Hutan Masuknya masyarakat di daerah penyangga ke dalam hutan untuk mencari berbagai jenis hasil hutan menjadi ancaman bagi kelestarian kawasan TNMB. Selain buah-buahan, tanaman obat dan madu, hasil hutan yang sering dijual dan dapat memberikan keuntungan yang cukup besar adalah bambu dan ijuk aren. Hasil hutan lainnya yang diambil oleh masyarakat adalah kayu bakar. Berdasarkan
karakteristik
responden
yang
dilihat
dari
sumber
matapencahariannya, maka dapat diketahui bahwa masih ada beberapa masyarakat pendapatannya sangat tergantung dari hutan. Hal ini menjadi salah satu ancaman bagi hutan TNMB. Kegiatan rehabilitasi dapat mengalihkan perhatian masyarakat yang sering ke hutan untuk bekerja mengolah lahan. Alokasi waktu yang petani butuhkan dalam kegiatan rehabilitasi dapat digunakan sebagai parameter besarnya kegiatan rehabilitasi dalam mereduksi gangguan hutan. Peran serta kelompok tani sebagai mitra dalam kegiatan rehabilitasi sejauh ini hanya pada kegiatan penanaman dan pemeliharaan tanaman pokok. Pemeliharaan tanaman pokok tersebut hanya dilakukan pada waktu yang sangat singkat setelah penanaman. Waktu pemeliharaan tanaman pokok dilakukan bersama dengan tanaman tumpangsari, sehingga ketika mereka tidak bisa mengolah lahan karena tanahnya yang kering maka tidak dilakukan pemeliharaan terhadap tanaman pokok atau dibiarkan saja. Pola hidup masyarakat yang dulunya sering masuk ke hutan tanpa mengenal musim, dengan adanya kegiatan di lahan rehabilitasi waktu mereka akan lebih terfokus untuk mengolah lahan terutama di musim penghujan. Sedangkan bagi KTMR yang masih tergantung terhadap hutan, akan tetap mencari hasil hutan di musim kemarau. Pada musim kemarau sebagian besar lahan rehabilitasi kondisinya sangat kering, hal ini yang mempersulit dalam mengolah lahan dan menanam tanaman tumpangsari. Menurut kalender musim kegiatan pertanian di lahan rehabilitasi (KAIL, 2004), dapat diketahui beberapa kegiatan petani selama satu tahun. Petani rehabilitasi akan memulai untuk mengolah lahan setengah bulan sebelum musim hujan datang untuk membersihkan lahan selama kurang lebih satu minggu. Di musim penghujan, waktu yang mereka miliki akan dicurahkan sepenuhnya untuk
memelihara tanaman tumpangsari. Waktu yang dibutuhkan kurang lebih adalah tiga bulan dari mulai menanam hingga panen tiba untuk jenis-jenis tanaman musiman (Lampiran 20.) Petani memulai pekerjaannya di lahan rehabilitasi dari pukul 06.00 – 17.00 wib. Berdasarkan hasil perhitungan, diketahui bahwa rata-rata mereka bekerja 7 jam/hari untuk Ds. Wonoasri, sedangkan Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko rata-rata bekerja di lahan selama 6 jam/hari. Bagi masyarakat yang memiliki hewan ternak, sisa waktu kerja dalam sehari akan digunakan untuk mencari rumput. Rata-rata waktu yang dibutuhkan kurang lebih 0,5 jam/hari. Apabila dihitung waktu kerja selama satu minggu dapat diketahui bahwa di Ds. Wonoasri adalah sebesar 41 jam/minggu, sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko adalah 38 jam/minggu. Sehingga jika berdasarkan konsep yang digunakan LEKNAS tahun 1997 dapat diketahui bahwa petani yang tergabung dalam KTMR memang bekerja penuh untuk mengerjakan pertanian di lahan rehabilitasi (Tabel 21.) Tabel 21. Rekapitulasi Alokasi Waktu Kegiatan Pertanian di Zona Rehabilitasi Alokasi Waktu Jam/hari Jam/minggu Jam/bulan Jam/tahun Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Ds. Wonoasri 7 41 166 994
Lokasi Penelitian Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko 6 38 152 910
Apabila waktu kerja mengacu pada aturan LEKNAS Tahun 1997, dapat diketahui bahwa waktu kerja total seharusnya petani KTMR selama satu tahun adalah 1680 jam/tahun. Perbandingan antara waktu petani selama bekerja di lahan rehabilitasi dengan waktu total kerja yang mereka miliki, menunjukkan bahwa 59% waktu yang dimiliki petani di Ds. Wonoasri dicurahkan untuk mengolah tanaman tumpangsari di lahan rehabilitasi. Sisa waktunya 41 % merupakan ancaman bagi kawasan hutan di TNMB. Petani di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko menghabiskan waktu kerjanya di lahan rehabilitasi sebesar 54 %, sehingga ancaman bagi kawasan TNMB sebesar 46 % (Tabel 22.).
Tabel 22. Perbandingan antara Waktu Kerja Penuh dengan Waktu Mengerjakan Lahan Rehabilitasi Lokasi Penelitian
Waktu per Tahun (jam/th) 994
Mereduksi Gangguan Hutan TNMB (%) 59
Ancaman Bagi Hutan TNMB (%) 41
910
54
46
Ds. Wonoasri Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Kegiatan Rehbilitasi dalam Konteks Keanekaragaman Hayati Keanekaragaman Hayati Flora. Rehabilitasi melalui penanaman tanaman pokok diharapkan dapat memulihkan kondisi lahan yang gundul agar menjadi hutan kembali, seperti yang tergambar di dalam profil vegetasi (Lampiran 22.). Gambar tersebut menunjukkan kondisi lahan rehabilitasi pada masa yang akan datang, yaitu lahan rehabilitasi menjadi hutan kembali dengan menggunakan contoh pada demplot tujuh hektar. Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan pihak taman nasional, maka tingkat keberhasilan tanaman di wilayah Resort Wonoasri adalah 69%, Resort Andongrejo dan Curahnongko 57%, sedangkan Resort Sanenrejo 49% (BTNMB, 2004). Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya Resort Wonoasri yang memiliki nilai keberhasilan yang cukup tinggi karena di atas 60% (Direktorat Konservasi Kawasan, 2001). Pemulihan kondisi hutan sudah mulai terlihat dari adanya beberapa tanaman pokok yang berhasil ditanam oleh masyarakat di lahan rehabilitasi. Dari hasil pengamatan di lapangan, diketahui bahwa terdapat 28 jenis tanaman obat dan buah-buahan yang berhasil ditanam, baik di Ds. Wonoasri maupun di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko. Bibit tanaman pokok yang mereka tanam merupakan distribusi yang diberikan oleh taman nasional melalui swakelola bersama masyarakat peserta program rehabilitasi maupun bersama LSM KAIL yang dilakukan pertama kali pada tahun 1999. Kegiatan pendistribusian ini diarahkan pada pemerataan jenis yang ada. Karena pemenuhan kebutuhan akan tanaman pokok tersebut masih terbatas, maka sangat dibutuhkan swadaya oleh setiap anggota KTMR terhadap penyediaan tanaman pokok. Berikut disajikan beberapa jenis tanaman pokok yang berhasil ditanam di lokasi penelitian (Tabel 23.).
Tabel 23. Jenis Tanaman Pokok di Lokasi Penelitian No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Jenis Tanaman Pokok
Nangka (Artocarpus integra) Pete (Parkia speciosa) Mengkudu (Morinda citrifolia) Asam (Tamarindus indica) Kedawung (Parkia timoriana) Pinang (Pinanga odorata) Duwet (Eugenia sp.) Jambu mete (Anacardium occidentale) 9. Jambu air (Eugenia cuminii) 10. Rambutan (Nephelium sp.) 11. Mangga (Mangifera indica) 12. Kemiri (Aleurites moluccana) 13. Kluwih (Artocarpus communis) 14. Sirsak (Annona muricata) 15. Melinjo (Gnetum gnemon) 16. Durian (Durio zibethinus) 17. Kepuh (Sterculia foetida) 18. Trembesi (Samanea saman) 19. Sukun (Artocarpus altilis) 20. Jengkol (Pithecellobium jiringa) 21. Bendo (Grewia acuminata) 22. Knitu (Chrysophyllum cainito) 23. Alpukat 24. Pakem (Pangium edule) 25. Joho Lawe (Vitex quinata) 26. Aren (Arenga pinata) 27. Kemuning (Murraya paniculata) 28. Sintok (Bridelia minutiflora) Jumlah Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Lokasi Penelitian Ds. Wonoasri Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Jumlah % Jumlah % 1008 40,9 347 19,6 546 22,2 475 26,9 120 4,9 27 1,5 73 3 168 9,5 384 15,6 474 26,8 21 0,9 9 0,5 83 3,4 12 0,7 11 19 7 61 43 38 7 2 4 6 2 3 2 19 3 1 2.463
0,4 0,8 0,3 2,5 1,7 1,5 0,3 0,1 0,2 0,2 0,1 0,1 0,1 0,8 0,1 100
11 3 75 31 5 12 23 5 11 4 52 15 8 1 1 1.769
0,6 0,2 4,2 1,8 0,3 0,7 1,3 0,3 0,6 0,2 2,9 0,8 0,5 0,1 0,1 100
Tanaman pokok di Ds. Wonoasri didominasi oleh jenis tanaman buahbuahan seperti Nangka (Artocarpus integra) dengan jumlah 1008 pohon (40,9%), Pete (Parkia speciosa) berjumlah 546 pohon (22,2%), Kedawung (Parkia timoriana) berjumlah 384 pohon (15,6%), dan Mengkudu (Morinda citrifolia L.) 120 pohon (4,9%), serta jenis – jenis tanaman buah lainnya (Gambar 4.).
Data Tanam an Pok ok Ds. Wonoasri 1200
1000
800
600
400
200
0 1
2 Jeni s T anaman P o ko k
Nangka
Pet e
M engkudu
Asam
Kedawung
Pinang
Duwet
Jambu met e
Jambu air
Rambut an
M angga
Kemiri
Kluwih
Sirsak
M elinjo
Durian
Kepuh
Trembesi
Sukun
Jengkol
Bendo
Knit u
Alpukat
Gambar 4. Diagram Tanaman Pokok Ds. Wonoasri Jenis tanaman pokok yang telah ditanam di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko didominasi oleh tanaman obat-obatan misalnya, Pete (Parkia speciosa) dengan jumlah 475 pohon (26,9%), Kedawung (Parkia timoriana) berjumlah 474 pohon (26,8%), Nangka (Artocarpus integra) berjumlah 347 pohon (19,6%), Asam (Tamarindus indica) yang berjumlah 168 pohon (9,5%), serta jenis-jenis tanaman buah lainnya (Gambar 5.). Data Tanaman Pokok Andongrejo dan Curahnongko 500 450 400
Jumlah Pohon
350 300 250 200 150 100 50 0 1
2 Jenis Tanaman Pokok
Nangka Mangga
Pete Kemiri
Mengkudu Kluwih
Asam Sirsak
Kedawung Melinjo
Pinang Durian
Duwet Kepuh
Jambu mete Trembesi
Bendo
Knitu
Alpukat
Pakem
Joho lawe
Aren
Kemuning
Sintok
Jambu air Sukun
Rambutan Jengkol
Gambar 5. Diagram Tanaman Pokok Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko
Selain tumbuhnya jenis-jenis tanaman pokok, di demplot tujuh hektar sebagai contoh maupun di lahan rehabilitasi sudah mulai tumbuh beberapa jenis tumbuhan liar yang berkhasiat obat dan dapat dijadikan sebagai tanaman hias. Contohnya di demplot tujuh hektar ditemukan Bidara upas (Merremia mammosa Hall.), Tembelekan (Lantana cammara), Kelayu (Eriglossum rubiginosum Bl.), Serut (Streblus asper (Retzius) Loureiro) dan sebagainya (Tabel 24.). Tabel 24. Tumbuhanliar di Zona Rehabilitasi No. 1.
2.
3.
Lokasi Penemuan Demplot Tujuh Hektar
Wonoasri
Nama Lokal Jambu hutan Kalongan Uyahan Bidara Upas Pule Pandak Glingsem Akar Tuba Rayutan Banyu Rakes Senun Kelayu Santiet Amplas Sintru Kirinyuh Tembelekan Koro-koroan Babandotan Cabe jawa Serut
Andongrejo dan Curahnongko
Luwingan Buah malaka/ Kemloko Gebang Kelayu Jambu biji Randu Serut
Kelayu Babandotan Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Nama Ilmiah Eugenia sp. Sterculia macrophylla Ficus quercifolia Roxb. Merremia mammosa Hall. Rauvolfia serpentina
Famili Mirtaceae Sterculiaceae Moraceae Convolvulaceae Apocynaceae
Derris ellpitica tdi tdi Lygodium sp. Eriglossum rubiginosum Bl. tdi Ficus ampelas
Fabaceae Schizaeaceae Sapindaceae Moraceae Asteracaae Verbenaceae
Euphatorium odoratum Lantana cammara tdi Ageratum conyzoides Piper retrofractum Vahl. Streblus asper (Retzius) Loureiro Ficus hispida L.f. Phyllanthus emblica
Moraceae Euphorbiaceae
Corypha utan Lamk. Eriglossum rubiginosum Bl.
Arecaceae Sapindaceae
Ceiba petandra Streblus asper (Retzius) Loureiro Eriglossum rubiginosum Bl. Ageratum conyzoides
Bombacacae Moraceae
Asteraceae Piperaceae Moraceae
Sapindaceae Asteraceae
Keanekaragaman Hayati Fauna. Kembalinya kondisi alam menjadi bervegatasi telah memberikan dampak yang berarti bagi kehidupan satwaliar di sekitarnya. Di lahan rehabilitasi yang telah ditumbuhi vegetasi tersebut telah menjadi tempat makan dan bersarangnya satwaliar terutama beberapa jenis burung.
Jenis-jenis satwaliar yang masih sering ditemukan oleh masyarakat sekitar lahan rehabilitasi maupun satwaliar yang ditemukan pada saat pengambilan data di lahan tujuh hektar dan lahan rehabilitasi yang baru berumur sekitar lima tahun dan dua tahun adalah berbagai jenis burung dan beberapa mamalia seperti Lutung/Budeng (Trchypithecus auratus), Babi hutan (Sus scrofa) dan Kijang (Muntiacus mutjak). Beberapa kasus diketahui bahwa di lahan rehabilitasi satwa tersebut telah menjadi hama yang sering menyerang tanaman palawija, sehingga tanaman harus selalu dijaga ketika menjelang panen. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa masih sering ditemukan Trenggiling (Manis javanicus) di zona rehabilitasi. Trenggiling ini sering diburu oleh masyarakat untuk diambil kulitnya atau diawetkan sebagai hiasan. Gambaran lebih jelas tentang jenis-jenis satwa yang ditemukan dapat dilihat pada (Tabel 25.) Tabel 25. Satwaliar di Zona Rehabilitasi No. 1.
Lokasi Penemuan Tujuh Hektar
Nama Jenis Lutung /Budeng Kijang Ayam hutan Babi hutan Elang ular Kutilang Penthet Trocok 2. Wonoasri Lutung Budeng Kijang Babi hutan Banteng Julang emas Dederuk Jawa Kutilang Penthet Sendanglawe 3. Andongrejo dan Lutung Budeng Curahnongko Trenggiling Kijang Banteng Babi Hutan Trocok Kutilang Emprit Derkuku Penthet Kletekan Sumber : Data Primer Hasil Olahan
Nama Ilmiah Trchypithecus auratus Muntiacus mutjak Gallus sp. Sus scrofa Spilornis cheela Pycnonotus aurigaster Lanius schach Pycnonotus goiavier Trchypithecus auratus Muntiacus mutjak Sus scrofa Bos javanicus Aceros undulatus Streptopelia b. bitorguata Pycnonotus aurigaster Lanius schach Ciconia episcopus Trchypithecus auratus Manis javanicus Muntiacus mutjak Sus scrofa Sus scrofa Pycnonotus goiavier Pycnonotus aurigaster Lonchura p. punctulata Streptopolia chinensis Lanius schach tdi
Famili Cercopithecidae Cervidae Phasianidae Accipitridae Pycnonotidae Laniidae Pycnonotidae Cercopithecidae Cervidae Artrodactylasuidae Bovidae Bucerotidae Columbidae Pycnonotidae Laniidae Ciconidae Cercopithecidae Manidae Cervidae Bovidae Artrodactylasuidae Pycnonotidae Pycnonotidae Ploceidae Columbinae Laniidae
Dampak Spesies Introduksi Salah satu hal yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak taman nasional terhadap pemilihan jenis tanaman pokok adalah bahwa tanaman yang diperbolehkan untuk ditanam merupakan tanaman asli dari hutan TNMB. Akan tetapi dari 28 jenis tanaman yang telah ditanam oleh masyarakat terdapat 9 jenis yang merupakan tanaman eksotik yaitu tanaman bukan asli dari hutan TNMB, melainkan tanaman hasil budidaya. Keberadaan tanaman eksotik tersebut dikhawatirkan dapat mengganggu eksistensi tanaman asli (domestik) yang ada apabila tetap dibiarkan, misalnya kasus Acacia nilotica di Taman Nasional Baluran. Beberapa hal yang menyebabkan masuknya tanaman eksotik tersebut adalah karena bibit tersebut merupakan bibit bantuan dan untuk mempermudah dalam memperoleh bibit. Selain itu tanaman pokok tersebut beberapa merupakan hasil swadaya masyarakat sehingga dalam pemilihan jenis tanaman tersebut diutamakan pada tanaman yang cepat berbuah, mudah ditanam sehingga tanpa memperhatikan asal bibit, sedangkan pengawasan yang dilakukan oleh pihak taman nasional dirasa cukup kurang. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dewi pada tahun 2004 tentang klasifikasi vegetasi di TNMB dan informasi dari petugas taman nasional, diketahui bahwa 9 jenis tanaman pokok yang merupakan jenis eksotik adalah Nangka (Artocarpus integra), Pete (Parkia speciosa), Rambutan (Nephelium sp.), Mangga (Mangifera indica), Melinjo (Gnetum gnemon), Jengkol (Pithecellobium jiringa), Knitu (Chrysophyllum cainito), Durian (Durio zibethinus), Mengkudu (Morinda citrifolia), Asam (Tamarindus indica) dan Alpukat (Tabel 26.). Tabel 26. Pengelompokan Jenis Tanaman Pokok Berdasarkan Asal Bibit Ds. Wonoasri No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Tanaman Asli Nama Jenis Jumlah Kedawung 384 Kemiri 43 Pinang 21 Duwet 83 Jambu mete 11 Jambu air 19 Kluwih 38 Sukun 3 Sirsak 7 Kepuh 6
% 62,1 7 3,4 13,4 1,8 3,1 6,1 0,5 1,1 1
Tanaman Eksotik Nama Jenis Jumlah Pete 546 Rambutan 7 Mangga 61 Melinjo 2 Jengkol 2 Knitu 3 Nangka 1008 Alpukat 1 Durian 4 Mengkudu 120
% 29,8 0,4 3,3 0,1 0,1 0,2 55,2 0,1 0,2 6,6
Tabel 26. Pengelompokan Jenis Tanaman Pokok Berdasarkan Asal Bibit Ds. Wonoasri No.
Tanaman Asli Nama Jenis Jumlah 11. Trembesi 2 12. Bendo 1 Total 618 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
% 0.3 0,2 100
Tanaman Eksotik Nama Jenis Jumlah Asam 73 1.827
% 4 100
Diketahui bahwa lahan rehabilitasi di Ds. Wonoasri 52% tanamannya merupakan jenis tanaman asli Meru Betiri, dan 48% merupakan jenis tanaman eksotik. Apabila dihitung populasinya, maka diketahui lebih jelas bahwa tanamannya didominasi oleh jenis tanaman eksotik. Diketahui bahwa 25% merupakan tanaman asli, dan sisanya 75% adalah jenis eksotik. Sedangkan di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko apabila dilihat dari jenisnya menunjukkan bahwa 65% berupa jenis tanaman asli Meru Betiri, sedangkan 35% adalah jenis tanaman eksotik. Berdasarkan populasinya diketahui jenis yang dominan merupakan tanaman asli Meru Betiri adalah sebesar 75%, sedangkan sisanya sebesar 25% merupakan tanaman eksotik (Tabel 27.). Tabel 27. Pengelompokan Jenis Tanaman Pokok Berdasarkan Asal Bibit Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko No.
Tanaman Asli Nama Jenis Jumlah 1. Kedawung 474 2. Kemiri 75 3. Pinang 9 4. Duwet 83 5. Jambu mete 11 6. Jambu air 19 7. Kluwih 31 8. Sukun 5 9. Sirsak 5 10. Kepuh 23 11. Pakem 52 12. Joho lawe 15 13. Aren 8 14. Kemuning 1 15. Sintok 1 Total 812 Sumber : Data Primer Hasil Olahan
% 58,4 9,2 1,1 10,2 1,4 2,3 3,8 0,6 0,6 2,8 6,4 1,8 1 0,1 0,1 100
Tanaman Eksotik Nama Jenis Jumlah Pete 475 Mangga 43 Melinjo 12 Jengkol 11 Nangka 347 Alpukat 4 Mengkudu 27 Asam 169
1.088
% 43,7 4 1,1 1 31,9 0,4 2,5 15,5
100
Keadaan ini menunjukkan bahwa pelaksanaan program rehabilitasi di TNMB hanya mengarah pada tujuan untuk menghutankan kembali tanpa mempertimbangkan aspek-aspek ekologinya.
Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Kegiatan rehabilitasi kawasan TNMB menggunakan model kemitraan yaitu dengan
mengikutsertakan
masyarakat
sekitar
kawasan
TNMB
melalui
kesepakatan yang didukung oleh berbagai stakeholders. Isi penting dari kesepakatan yang dilakukan dengan masyarakat adalah sebagai berikut : 1. Masyarakat diharuskan menanam tanaman pokok berupa tanaman asli (endemik) yang bermanfaat obat atau bermanfaat lainnya dari kawasan TNMB yang disediakan oleh pihak Balai TNMB dan secara swadaya. 2. Masyarakat dapat memanfaatkan lahan diantara tanaman pokok di zona rehabilitasi kawasan TNMB untuk menanam tumpangsari. 3. Hasil tanaman pokok berupa buah menjadi hak petani penggarap, sedangkan pohonnya tidak boleh ditebang dan merupakan aset TNMB. 4. Masyarakat wajib membantu pengamanan kawasan TNMB yang dilakukan oleh petugas (POLHUT) Balai TNMB. Adapun tahapan kegiatan rehabilitasi yang dilakukan di TNMB berdasarkan hasil laporan pelaksanaan kegiatan social forestry di TNMB tahun 2002 dan tahun 2003 adalah: 1. Penyusunan rancangan teknis rehabilitasi melalui kegiatan survey lokasi dalam rangka penentuan lokasi, pengumpulan data primer maupun data sekunder dan pengolahan data. 2. Penyediaan bibit tanaman rehabilitasi. Pemilihan jenis didasarkan pada manfaat ekonomis dan ekologis. Terdapat 40 jenis tanaman yang dianjurkan untuk ditanam di lahan rehabilitasi. Jenis tanaman pokok yang dianjurkan untuk ditanam di lahan rehabilitasi adalah merupakan tanaman asli di kawasan TNMB. Adapun jenis tanaman pokok yang pernah diberikan adalah Pakem, Pete, Kedawung, Kemiri, Melinjo, Mengkudu, Durian, Kluwih, Sukun, Asem, Pinang Jambe, Trembesi dan Joho. 3. Pelaksanaan rehabilitasi kawasan TNMB melalui penanaman pada lahan-lahan kosong maupun pengayaan pada lahan-lahan dengan jumlah tanaman pokok sangat kurang. 4. Pendampingan petani rehabilitasi oleh LSM, perangkat desa dan petugas taman nasional
5. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi dilaksanakan di dua Seksi Konservasi, yaitu Seksi Konservasi I Sarongan dengan luas 143 Ha dan Seksi Konservasi Wilayah II Ambulu seluas 1.500 Ha. Resort Wonoasri memiliki luas 280 Ha, Resort Andongrejo dan Curahnongko 540 Ha, serta Resort Sanenrejo 680 Ha (BTNMB, 2004). Akan tetapi luasan ini akan bertambah, karena berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan oleh pihak TNMB bahwa luas zona Rehabilitasi yang akan direkomendasikan untuk social forestry di Resort Wonoasri, Resort Andongrejo dan Resort Sanenrejo adalah 2.265 Ha. Setiap resort dibagi lagi menjadi beberapa blok. Resort Wonoasri terdiri dari lima blok, Resort Andongrejo dan Curahnongko terdiri dari 15 blok, sedangkan Resort Sanenrejo terdiri dari tujuh blok. Pemilihan anggota Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) didasarkan pada lokasi masyarakat yang berada di daerah penyangga TNMB. Jumlah peserta yang ikut serta dalam kegiatan rehabilitasi di Seksi Wilayah Konservasi I Sarongan adalah 743 KK yang dibagi menjadi 29 Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Sedangkan di Seksi Wilayah Konservasi II Ambulu berjumlah 3535 KK. Jumlah keseluruhan anggota ini kemudian dikelompokkan kedalam 98 Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR). Resort Wonoasri terdiri dari 27 kelompok, Resort Andongrejo dan Curahnongko 35 kelompok, dan Resort Sanenrejo 36 kelompok. (Lampiran 14.). Pembagian lahan anggota KTMR didasarkan pada patok/KK. Dimana satu patok memiliki luas ± 0.25 ha. Peraturan ini tidak sesuai dengan realisasinya di lapangan, karena beberapa dari keluarga KTMR memiliki lebih dari satu patok. Selain masalah tersebut luas lahan untuk setiap patok yang dibagikan tidak sama. Faktor penyebabnya adalah karena topografinya yang berbukit-bukit sehingga sulit untuk melakukan pengukuran yang benar, dan pada sistem pembagian lahan yang tidak teratur yaitu berdasarkan pada seberapa besar masyarakat mampu melakukan pembabatan atau pembersihan lahan dari tunggak-tunggak pohon yang merupakan sisa perambahan. Sehingga apabila mampu membersihkan lahan yang luas, maka lahan yang diperoleh juga luas.
Pelaksanaan rehabilitasi yang sekarang dilaksanakan di TNMB masih belum sesuai dengan prinsip dan perencanaan kegiatan rehabilitasi yang telah disepakati bersama. pelaksanaan rehabilitasi di TNMB karena sampai saat ini masih mementingkan manfaat ekonomi daripada manfaat ekologisnya. Hal tersebut dapat diketahui dari pemilihan beberapa jenis tanaman pokok yang sebagian berupa tanaman eksotik. Pengayaan jenis di lahan rehabilitasi juga belum tercapai karena sampai saat ini kondisi lahan pada setiap patok secara umum memiliki kondisi yang homogen. Pelanggaran sering dilakukan oleh masyarakat, misalnya pada jarak penanaman tanaman pokok yang melebihi aturan 5x5 m, serta pemotongan dan pembakaran tanaman pokok yang dianggap tidak memberikan hasil buah. Permasalahan tersebut juga menunjukkan bahwa perilaku masyarakat di sekitar TNMB belum sesuai dengan sikapnya.
Peta Zona Rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil beberapa pengukuran tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan rehabilitasi telah memberikan arti bagi kehidupan masyarakat di daerah penyangga Taman Nasional Meru Betiri maupun bagi pelestarian kawasan hutan TNMB. Diantaranya adalah : 1. Kegiatan rehabilitasi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat melalui kontribusinya yang signifikan terhadap pendapatan total masyarakat yaitu sebesar 36% untuk Ds. Wonoasri, sedangkan 30% untuk Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko, meskipun belum sepenuhnya dapat merubah kondisi masyarakat untuk mencapai tingkat kesejahteraan. 2. Kegiatan rehabilitasi memberikan nilai yang cukup besar terhadap reduksi gangguan hutan di kawasan TNMB. Hal ini ditunjukkan pada nilai sebesar 59% di Ds. Wonoasri, dan 54% di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko. Saran 1. Sering dilakukannya penyuluhan oleh pihak taman nasional kepada masyarakat sebagai upaya nyata terwujudnya hubungan yang harmonis antara masyarakat sebagai mitra dalam kegiatan rehabilitasi dan pihak taman nasional sebagai pengelola dengan memberikan penjelasan yang baik terhadap beberapa peraturan yang ada termasuk terhadap isi perjanjian yang telah disepakati bersama sehingga tidak akan terjadi kesalah pahaman antara KTMR dan taman nasional. 2. Perlu ditingkatkannya pengawasan terhadap kegiatan rehabilitasi di TNMB. 3. Diubahnya pola pikir masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi, bahwa hasil tanaman pokok akan lebih besar keuntungannya jika dibandingkan dengan tanaman tumpangsari sehingga tidak akan terjadi kekhawatiran masyarakat apabila suatu saat lahan tersebut menjadi hutan. 4. Pemilihan tanaman pokok diprioritaskan pada jenis-jenis yang bernilai ekonomi di masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA Alikodra, H. S. 1976. Kawasan Pelestarian Sumberdaya Alam Taman Nasional. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Alfiyah, S. 2002. Analisis Tingkat Kesejahteraan Keluarga Petani Ikan Hias Air Tawar di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Manajemen Bisnis dan Ekonomi Perikanan dan Kelautan Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Awang, S. A. 2002. Etnoekologi Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Jogjakarta. Balai Konservasi Sumberdaya Alam IV. 1995. Buku I Rencana Pengelolaan Taman Nasional Meru Betiri 1995-2020. Departemen Kehutanan. Jember. Balai Taman Nasional Meru Betiri. 2004. Rancangan Teknis Rehabilitasi Kawasan Taman Nasional Meru Betiri Tahun 2004. Departemen Kehutanan. Jember. Calhoun, J. F and J. R. Acocella. 1990. Psikologi tentang Penyesuaian dan Hubungan Kemanusiaan Edisi Ketiga. Terjemahan Satmoko. R. S. IKIP Semarang Press. Semarang. Dewi, H. 1999. Klasifikasi Vegetasi Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Direktorat Konservasi Kawasan. 2001. Pedomen Rehabilitasi Hutan di Kawasan Taman Nasional. Departemen Kehutanan. Jakarta. Ekawati, B.N.I.M.D. 2000. Pola Gangguan Hutan di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ekawati, E. 2004. Pengaruh Taman Nasional Meru Betiri Terhadap Masyarakat Berdasarkan Tinjauan Ekonomi, Sosial dan Ekologi. Laporan Akhir. Program Diploma III Manajemen Hutan . Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Gittinger, J. P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi Kedua. UI. Press. Jakarta.
Haeruman, H. 1988. Neraca Lingkungan Hutan Indonesia. Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Hidayat, F. A. 1999. Studi Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Pendapatan dan Tingkat Kesejahteraan Penyadap Getah Pinus. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Insusanty, E. 2003. Persepsi, Sikap dan Perilaku Masyarakat Sekitar Hutan Terhadap Nilai Sumberdaya Hutan (Studi Kasus di Desa Nagrak Kabupaten Sukabumi). Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Konservasi Alam Indonesia Lestari dan Yayasan Kemala. 2004. Penguatan Kelembagaan Organisasi Rakyat dalam Mendukung Penerapan Hutan Komunitas dan Perencanaan Pengembangan Distribusi Hasil Sumberdaya Alam Berbasis Komunitas. Laporan Kegiatan. Jember. MacKinnon, J, K. MacKinnon, G. Child dan J. Thorsell. 1990. Pengelolaan Kawasan yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gajdah Mada University Press. Yoyakarta. Mulyani, S. 1997. Pendekatan Sistem Kawasan Konservasi Alam Terpadu Untuk Pengembangan Daerah Penyangga (Studi Kasus di Taman Nasional Siberut). Tesis. Program Pascaasarjana Institut Pertanian Bogor. Pamulardi, B. 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Soekartawi, A. Soeharjo, L. Dillon & J. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Departemen Pendidikan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. Soeratno, dan L. Arsyad. 1993. Metodologi Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis. Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta. Suryana, A. A. 2004. Dampak Interaksi Masyarakat Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi dengan Taman Nasional Gunung Halimun. Laporan Akhir. Program Diploma III. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Twikromo, A., D. Krisnadewara, R. Maryatmo. 1995. Persepsi dan Perilaku Kesejahteraan Hidup Rakyat Timor Timur. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.
Ulfah, E. N. 1998. Studi Dampak Program Agroforestry Tumbuhan Obat di Taman Nasional Meru Betiri (Studi Kasus di Zona Rehabilitasi Resort Gucibetiri Taman Nasional Meru Betiri Jawa Timur). Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Institut Pertanian Bogor.
Lampiran 1. Rekapitulasi Data Anggota Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Desa Wonoasri
No.
Umur
∑ Tangg Keluarga
Pendidikan
Luas Lahan (Ha) Rehabilitasi
Milik
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
55 48 31 54 75 55 77 45 70 45 50 55 36 50 46 39 45
TTSD TTSD SLTP SD TTSD TS TTSD TTSD SD SD TS SD SD TS SD SLTP SD
2 4 6 3 2 4 2 3 3 4 4 1 3 3 4 3 3
0.5 0.6 0.5 0.25 0.25 0.25 0.5 0.5 0.5 0.25 0.5 0.25 0.25 0.5 0.5 0.25 0.11
0.25 0.125 -
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
43 54 59 65 65 60 32
SLTA TTSD SD TTSD SD SD SD
3 3 3 2 3 4 3
0.25 0.25 0.5 0.25 0.5 0.5 0.22
-
0.125 (s)
∑ Ternak (ekor) Sapi (1) Kambing (16) Sapi (2) * Sapi (2) Sapi (2) * Sapi (1) * Sapi (3) Kambing (9) Sapi (2) Kambing (17) Sapi (2) Sapi (4) Sapi (1) * Sapi (1)
Pekerjaan Utama
Sampingan
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Karyawan Kebun Petani Petani Petani
Kuli bangunan, Merumput Wiraswasta Wiraswasta Merumput Karyawan Kebun Merumput Merumput Merumput Merumput Petani, Merumput Merumput Kuli Bangunan Pedagang
Petani Pendarung Petani Petani Petani Petani Petani
Merumput Petani Merumput Buruh Tani Merumput Buruh Tani Buruh Tani, Kuli
Lampiran 1.(Lanjutan)
No. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Umur 35 52 32 40 60 65
∑ Tangg Keluarga
Pendidikan SD SD SD SD TS SD
3 3 5 2 4 2
Luas Lahan (Ha) Rehabilitasi 0.5 0.5 0.25 0.25 0.5 0.5
Sumber : Data Primer 2005
Keterangan : TS : Tidak Sekolah TTSD : Tidak Tamat Sekolah Dasar SD : Tamat Sekolah Dasar SLTP : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTA : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas PT : Tamat Perguruan Tinggi * : Nggadoh (Merawat ternak orang) (s) : Tanah sewa
Milik -
∑ Ternak (ekor) Sapi (1) Sapi (2) Sapi (1) -
Pekerjaan Utama Petani Karyawan Kebun Petani Petani Petani Petani
Sampingan Merumput Petani, Merumput Buruh Tani Buruh Tani Buruh Tani Pensiunan Kebun
Lampiran 2. Rekapitulasi Data Anggota Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko
No.
Umur
∑ Tangg Keluarga
Pendidikan
Luas Lahan (Ha) Rehabilitasi
Pekerjaan
∑ Ternak (ekor)
Milik
Utama
Sampingan
1. 2.
50 55
SD TTSD
3 3
0.5 1
0.75 -
-
Petani Petani
3. 4.
40 20
TTSD SD
3 2
1 0.5
-
-
Petani Petani
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18.
35 27 55 70 40 35 52 70 40 45 50 39 52 45
SLTA SLTP TS TTSD SD SD SD TS SD TTSD TTSD SLTP SD SD
2 3 4 1 1 3 3 3 3 3 3 4 2 2
1 0.25 0.75 0.5 2.25 0.25 0.25 0.75 0.25 0.25 0.25 0.6 1.05 0.5
0.25 0.125 0.125 0.125 0.125 0.25 0.125 -
Sapi (1) Sapi (1) Sapi (2) Kambing (1) Sapi (6) Sapi (2) Sapi (1) -
Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Petani Perangkat desa Petani Petani
19.
70
TS
2
0.25
0.5
Petani
20. 21.
55 30
TS SLTP
4 3
0.5 0.5
0.5
Sapi (2) Kambing (10) Sapi (3) Sapi (6)
Pencari hasil hutan (cintru) Pencari Hasil Hutan (Bambu) Pedagang, Buruh Tani Merumput Pedagang Buruh Tani, Merumput Buruh Tani, Merumput Pedagang, Merumput Pedagang , Merumput Toga, Merumput Petani Toga, Merumput Pencari hasil hutan (TO dan ijuk) Merumput
Petani Petani
Buruh Tani
Lampiran 2. (Lanjutan)
No.
Umur
∑ Tangg Keluarga
Pendidikan
Luas Lahan (Ha) Rehabilitasi
Milik
22 23.
50 60
SLTA TS
2 3
0.125 0.5
0.125
24. 25.
50 35
TTSD TS
4 2
0.5 0.25
-
Sapi (1) Sapi (2) * Sapi (2) * Sapi (1)
26. 27. 28. 29.
40 30 40 30
TTSD SD TS SD
3 2 3 3
0.25 0.18 0.5 0.125
0.5 0.25 -
Sapi (2) Sapi (2) Sapi (4) Sapi (1)
3
0.625
0.25 (HO)
Sapi (1)
30. 35 SD Sumber : Data Primer 2005
Keterangan : TS : Tidak Sekolah TTSD : Tidak Tamat Sekolah Dasar SD : Tamat Sekolah Dasar SLTP : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTA : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas PT : Tamat Perguruan Tinggi * : Nggadoh (Merawat ternak orang) (s) : Tanah sewa (HO) : Tanah sengketa dengan PTP
Pekerjaan
∑ Ternak (ekor)
Utama
Sampingan
Petani Petani
Kuli bangunan Buruh/Kuli, Merumput
Petani Petani
Merumput Pencari hasil hutan (Bambu), Merumput Pencari hasil hutan (TO) Pencari hasil hutan (TO) Merumput Petani dan Merumput
Petani Petani Petani Pencari hasil hutan (Madu dan Ky bakar) Petani
Merumput
Lampiran 3. Rekapitulasi Data Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Desa Wonoasri
No.
Umur
1. 2. 3.
43 50 31
SD SD SD
∑ Tangg Kel (org) 3 3 2
4.
35
SLTA
2
-
0.25
5.
50
SD
4
-
-
6.
33
SLTP
3
-
-
7.
57
SD
2
-
8.
75
TTSD
1
Sapi (1) Kmbg (5) -
-
9. 10.
26 38
SD SD
1 3
-
0.75 0.25
Pend
∑ Ternak (ekor)
Pekerjaan
Lahan Milik (Ha)
Utama
Sapi (1)*
0.25 0.125
Dagang Petani Petani Kary KUD Pedagang Perangkat desa Pensiunan kebun Kary Kebun Petani Ahli gigi
Pendapatan
Sampingan
Utama
Sampingan
Pengeluaran
Δ Pendapatan
Bengkel Kary Kebun, merumput Petani, Pedagang Tukang batu/bangunan Kary Kebun
5.475.000 2.850.000 1.095.000
7.300.000 3.034.000
5.153.000 7.622.500 4.105.000
322.000 2.527.500 24.000
2.400.000
6.230.000
8.238.000
392.000
3.600.000
1.250.000
4.278.350
571.650
9.000.000
4.800.000
10.668.750
3.131.250
Dagang
3.600.000
10.455.000
12.590.400
1.454.600
-
600.000
-
845.000
-245.000
Dagang Petani
780.000 12.000.000
7.300.000 3.700.000
7.591.250 9.010.000
488.750 6.690.000
Sumber : Data Primer 2005
Keterangan : TS : Tidak Sekolah TTSD : Tidak Tamat Sekolah Dasar SD : Tamat Sekolah Dasar SLTP : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
*
: Nggadoh (Merawat ternak orang)
SLTA : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas Lampiran 4. Rekapitulasi Data Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Desa Curahnongko dan Desa Andongrejo
No.
Umur
1. 2. 3.
45 51 37
SD PT SLTP
∑ Tangg Kel (org) 3 3 3
4.
40
SD
3
5. 6. 7. 8.
60 38 59 60
TS SD TTSD SD
2 3 1 3
9. 10.
55 40
TS SD
2 3
Pend
∑ Ternak (ekor) -
0.25 -
Sapi (1) * -
-
Sapi (1) Sapi (2) * Sapi (2) -
Pekerjaan
Lahan Milik (Ha)
0.125 0.125 0.25 0.125 0.125 -
Utama Petani Guru Kry Swasta Tukang Batu Petani Petani Petani Petani Petani Pencari hasil hutan
Pendapatan
Sampingan
Utama
Sampingan
Pengeluaran
Δ Pendapatan
Petani -
305.000 13.200.000 6.000.000
7.200.000 -
6.555.925 10.416.725 5.351.400
949.075 2.783.275 648.600
Merumput, Buruh Tani Buruh Tani Pedagang Merumput
2.400.000
4.437.500
6.645.200
192.300
750.000 1.500.000 2.275.000 1.550.000
1.125.000 480.000 3.010.000
2.590.000 2.155.400 3.572.750 4.195.000
-715.000 -655.400 817.750 365.000
Merumput -
1.350.000 3.600.000
1.460.000 -
2.685.000 3.228.125
124.000 371.875
Sumber : Data Primer 2005
Keterangan : TS : Tidak Sekolah TTSD : Tidak Tamat Sekolah Dasar SD : Tamat Sekolah Dasar SLTP : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTA : Tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas PT : Tamat Perguruan Tinggi
*
: Nggadoh (Merawat ternak orang)
Lampiran 5. Karakteristik Mata Pencaharian Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Desa Wonoasri Jenis Pekerjaan Petani Buruh tani Pedagang Wiraswasta Karyawan kebun Kuli bangunan Beternak PNS Perangkat desa Pencari hasil hutan Tidak punya Jumlah
Pokok Jumlah % 27 90
Sampingan Jumlah % 3 10
-
-
5
16,67
-
-
2 2
6,67 6,67
2
6,67
2
6,67
-
-
2 10 -
6,67 33,33 -
1
3,33
-
-
-
-
4
13,33
30
100
30
100
Desa Andongrejo dan Curahnongko Pokok Sampingan Jumlah % Jumlah % 28 93,33 2 6,67 13,3 4 3 3 10 1 3,33 26,6 8 7 1 3,33 23,3 1 3,33 7 3 16,6 5 7 30 100 30 100
Lampiran 6. Karakteristik Mata Pencaharian Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Jenis Pekerjaan Petani Buruh tani Pedagang Wiraswasta Karyawan kebun Kuli bangunan Beternak PNS Perangkat desa Pencari hasil hutan Tidak punya Jumlah
Desa Wonoasri Pokok Sampingan Jumlah % Jumlah % 3 30 1 10 2 20 3 30 2 20 1 10 2 20 2 20 1 10 1 10 -
Desa Andongrejo dan Curahnongko Pokok Sampingan Jumlah % Jumlah % 6 60 1 10 2 20 1 10 1 10 1 10 2 20 1 10 -
-
-
-
-
1
10
-
-
10
100
2 10
20 100
10
100
4 10
40 100
Lampiran 7. Rekapitulasi Pengetahuan dan Persepsi Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR)
Pertanyaan
Jawaban Responden
(1) I. PENGETAHUAN 1. Batas Kawasan Rehabilitasi dg lahan milik 2. Arti rehabilitasi
(2)
3. Tujuan rehabilitasi 4. Hak dan kewajiban KTMR 5. Sanksi II. PERSEPSI 1. Hutan memberi manfaat
2. Manfaat hutan
3. Manfaat rehabilitasi
4. Puas/tidak dari hasil rehabilitasi 5. Status lahan menjadi masalah 6. Sikap/tindakan jika lahan rehabilitasi menjadi hutan
Ds. Wonoasri
Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Jumlah % (5) (6)
Jumlah (3)
% (4)
Tahu Tidak Tahu Total Tahu Tidak Tahu Total Tahu Tidak Tahu Total Tahu Tidak Tahu Total Tahu Tidak Tahu Total
26 4 30 6 24 30 29 1 30 29 1 30 28 2 30
86,67 13,33 100 20 80 100 96,67 3,33 100 96,67 3,33 100 93,33 6,67 100
25 5 30 9 21 30 26 4 30 27 3 30 14 16 30
83,33 16,67 100 30 70 100 86,67 13,33 100 90 10 100 46,67 53,33 100
Ya Tidak Tidak Tahu Total Sumber pendapatan Pencegah bencana alam Tidak Tahu Total Meningkatkan pendapatan Melestarikan Kehati Tidak Tahu Total Puas Tidak Total Ya Tidak Total Membiarkan & ambil buah Menanam empon2/ merica/TO lainnya Kembali ke hutan mencari buahbuahan Tidak tahu Total
28 2 30 9 16
93,33 6,67 100 30 53,33
27 3 30 7 17
90 10 100 23,33 56,67
5 30 30
16,66 100 100
6 30 30
20 100 100
30 28 2 30
100 93,33 6,67 100
30 30 12
100 100 40
30 28 2 30 6 24 30 12
100 93,33 6,67 100 20 80 100 40
18
60
15
50
30
100
3 30
10 100
Lampiran 8. Rekapitulasi Sikap Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Pertanyaan
Jawaban Responden
(1) 1. Setuju/tidak jika lahan rehabilitasi kembali menjadi hutan 2. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan rehabilitasi 3. Setuju/tidak dengan aturan yang ada
(2)
4. Perlu sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran
Setuju Tidak Setuju Total Setuju Tidak Setuju Total Setuju Tidak Setuju Tidak tahu Total Setuju Tidak Setuju Total
Ds. Wonoasri
Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Jumlah % (5) (6) 29 96,67 1 3,33 30 100
Jumlah (3) 29 1 30
% (4) 96,67 3,33 100
30
100
30
100
30 30
100 100
30 30
100 100
30
100
30 25 1 4 30 26 4 30
100 83,33 3,33 13,33 100 86,67 13,33 100
Lampiran 9. Rekapitulasi Perilaku Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Pertanyaan (1) 1. Pernahkah masuk kawasan hutan TNMB
2. Kegiatan yang dilakukan di dalam hutan
3. Hasil hutan yang diambil
4. Kegiatan untuk mendukung rehabilitasi
Jawaban Responden (2) Tidak pernah Jarang (< 1x per bln) Sedang (1-3x per bln) Sering (> 3x per bln) Total Tidak pernah Hanya melintas/lewat Mengambil hasil hutan Total Kayu bakar Bambu Madu Buah-buahan/TO Cintru Ijuk Total Ikut penyuluhan Swadaya tanaman pokok Tidak pernah Total
Ds. Wonoasri
Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Jumlah % (5) (6) 20 66,67 1 3,33
Jumlah (3) 17 5 2
% (4) 56,67 16,67 6,67
6 30 17
20 100 56,67
9 30 20
30 100 66,67
13
43,33
10
33,33
30 7 5 1
100 53,85 38,45 7,69
13
100
30 2 3 1 2 1 1 30
100 20 30 10 20 10 10 100
25
83,33
19
63,33
5 30
16,67 100
11 30
36,67 100
Lampiran 10. Rekapitulasi Pengetahuan dan Persepsi Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Pertanyaan
Jawaban Responden
(1) I. PENGETAHUAN 1. Batas Kawasan Rehabilitasi dg lahan milik 2. Tahu/tidak kegiatan rehabilitasi
(2)
3. Tujuan rehabilitasi II. PERSEPSI 1. Hutan memberi manfaat
2. Manfaat hutan
3. Manfaat rehabilitasi
Ds. Wonoasri
Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Jumlah % (5) (6)
Jumlah (3)
% (4)
Tahu Tidak Tahu Total Tahu Tidak Tahu Total Tahu Tidak Tahu Total
2 8 10 9 1 10 4 6 10
20 80 100 90 10 100 40 60 100
1 9 10 6 4 10 5 5 10
10 90 100 60 40 100 50 50 100
Ya Tidak Tidak Tahu Total Sumber pendapatan Pencegah bencana alam Sumber pendapatan & pencegah bencana alam Tidak tahu Total Ya Tidak Tidak Tahu Total
9
90
6
60
1 10 2 6
10 100 20 60
4 10 2 4
40 100 20 40
1
10
1 10 7
10 100 70
4 10 10
40 100 100
3 10
30 100
10
100
Lampiran 11. Rekapitulasi Sikap Non KTMR Pertanyaan
Jawaban Responden
(1) 1. Setuju/tidak jika lahan rehabilitasi kembali menjadi hutan 2. Masyarakat dilibatkan dalam kegiatan rehabilitasi 3. Rehabilitasi memberi manfaat ekonomi
(2)
4. Rehabilitasi memberi manfaat ekologi
Setuju Tidak Setuju Total Setuju Tidak Setuju Total Setuju Tidak Setuju Tidak tahu Total Setuju Tidak Setuju Tidak tahu Total
Ds. Wonoasri
Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Jumlah % (5) (6) 10 10
Jumlah (3) 10
% (4) 10
10 5 5 10 9
100 50 50 100 90
10 7 3 10 9
100 70 30 100 90
1 10 3
10 100 30
1 10 2
10 100 20
7 10
70 100
8 10
80 100
Lampiran 12. Rekapitulasi Perilaku Non KTMR
Pertanyaan (1) 1. Pernahkah masuk kawasan hutan TNMB
2. Kegiatan yang dilakukan di dalam hutan
3. Hasil hutan yang diambil
Jawaban Responden (2) Tidak pernah Jarang (< 1x per bln) Sedang (1-3x per bln) Sering (> 3x per bln) Total Tidak pernah Hanya melintas/lewat Mengambil hasil hutan Total Kayu bakar Bambu Madu Buah-buahan/TO Cintru Ijuk Total
Ds. Wonoasri Jumlah (3) 8 2
% (4) 80
Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Jumlah % (5) (6) 9 90
20
1
10
10 8
100 80
10 9
100 90
2
20
1
10
10 2
100 100
10
100
1
100
1
100
2
100
Lampiran 13. Alokasi Waktu Harian Petani Anggota KTMR di Ds. Wonoasri Terhadap Lahan Rehabilitasi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Waktu di lahan 07.00 – 11.00 13.00 – 16.00 04.00 – 11.00 13.00 – 16.30 07.00 – 11.00 13.00 – 15.00 06.00 – 11.00 13.00 – 14.00 05.00 – 11.00 14.00 – 17.00 07.00 – 10.00 13.00 – 17.00 05.00 – 12.00 14.00 – 15.30 05.00 – 11.00 14.00 – 17.00 07.00 – 11.00 13.00 – 15.00 07.00 – 11.00 06.00 – 11.00 13.00 – 15.00 06.00 – 10.00 06.00 – 11.00 13.00 – 17.00 12.00 – 16.00
Lama (jam/hari) 7
Waktu istirahat 11.00 – 13.00
Lama (jam/hari) 2
10,5
11.00 – 13.00
2
6
11.00 – 13.00
2
11.00 – 13.00
2
8
11.00 – 13.00
2
8
10.00 – 13.00
3
12.00 – 14.00
2
9
11.00 – 14.00
3
6
11.00 – 13.00
2
08.00 – 12.00 13.00 – 15.00 06.30 – 13.00 07.00 – 11.00 12.00 – 16.00 06.00 – 12.00 13.00 – 15.00 06.00 – 11.00 13.00 – 16.00 07.00 – 11.00 14.00 – 15.00 06.00 – 10.00 07.00 – 11.00 13.00 – 15.00 05.00 – 12.00 13.00 – 16.00 06.30 – 12.00 13.00 – 15.00 06.00 – 11.00 13.00 – 15.00 07.00 – 11.00 13.00 – 15.00
6
7,5
Waktu Merumput 16.00 – 17.00
14.00 – 16.00
15.30 – 16.30
Lama (jam/hari) 2
2
1
4 7
13.00 – 15.00
2
11.00 – 13.00 11.00 – 13.00
2 2
4 9
12.00 – 13.00
1
10.00 – 12.00 11.00 – 13.00
2 2
4
16.00 – 17.00
1
11.00 – 12.00
1
6
12.00 – 13.00
1
6,5 8
15.00 – 16.30
1,5
13.00 – 15.00 11.00 – 13.00
2 2
8
15.00 – 17.00
2
12.00 – 13.00
1
11.00 – 13.00
2
8 5
15.00 – 16.00
1
11.00 – 14.00
3
4 5
13.00 – 16.00 15.00 – 16.00
3 1
10.00 – 13.00 11.00 – 13.00
3 2
12.00 – 13.00
1
10 7,5
15.00 – 17.00
2
12.00 – 13.00
1
7
15.00 – 16.00
1
11.00 – 13.00
2
5
15.00 – 16.00
1
11.00 – 13.00
2
Kegiatan lain
Lama (jam/hari)
06.00 11.00 (kerja kebun)
6
Lampiran 13. (Lanjutan) No. 27. 28. 29. 30.
Waktu di lahan 06.00 – 11.00 06.00 – 12.00 13.00 – 15.00 05.00 – 10.00 13.00 – 17.00 07.00 – 12.00 13.00 – 16.00 Total : Rata-rata :
Lama (jam/hari) 5 8
Waktu istirahat 11.00 – 13.00 12.00 – 13.00
Lama (jam/hari) 2 1
10
10.00 – 13.00
3
8
12.00 – 13.00
1
207 6,9
Waktu Merumput
Lama (jam/hari)
15.00 – 16.00
1
23,5 0,68
57 1,9
Kegiatan lain
Lama (jam/hari)
Lampiran 14. Alokasi Waktu Harian Petani anggota KTMR di Ds. Andongrejo dan Ds. Curahnongko Terhadap Lahan Rehabilitasi No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Waktu di lahan 06.00 – 10.00 14.00 – 17.00 06.00 – 11.30 13.00 – 18.00 06.00 – 10.00 13.00 – 17.00 06.00 – 10.00 13.00 – 15.00 06.00 – 10.00 13.00 – 17.00 07.00 – 11.00 13.00 – 17.00 06.00 – 11.00 14.00 – 17.00 05.00 – 10.00 07.00 – 11.00 13.00 – 16.00 06.00 – 11.00 06.00 – 11.00 07.00 – 11.00 06.00 – 10.00 06.00 – 11.00 14.00 – 15.00 06.00 – 11.00 13.00 – 15.00 07.00 – 10.00 13.00 – 17.00
Lama (jam/hari) 7
Waktu istirahat 10.00 – 14.00
Lama (jam/hari) 4
10,5
1130 – 13.00
2,5
7
10.00 – 13.00
3
6
10.00 – 13.00
3
10.00 – 13.00
1
8
11.00 – 13.00
2
8
11.00 – 14.00
3
5 7
11.00 – 13.00
2
06.00 – 11.00 07.00 – 11.00 13.00 – 16.00 05.00 – 11.00 13.00 – 17.00 05.00 – 11.00 14.00 – 17.00 07.00 – 10.00 14.00 – 17.00 06.00 – 10.00 13.00 – 16.00 06.30 – 12.00 13.00 – 16.00 07.00 – 11.00 13.00 – 15.00 06.00 – 11.00 13.00 – 16.00
8
Waktu Merumput
17.00 – 18.00
Lama (jam/hari)
1
5 5 4 4 6
14.00 – 16.00 15.00 – 16.00 15.00 – 17.00 15.00 – 17.00 15.00 – 16.00
2 1 2 2 1
11.00 – 14.00 11.00 – 15.00 11.00 – 15.00 10.00 – 15.00 11.00 – 13.00
3 4 4 5 2
7
15.00 – 16.30
1,5
11.00 – 13.00
2
3 4
13.00 – 14.00
1
10.00 – 13.00
3
5 7
14.00 – 16.00
2
11.00 – 14.00 11.00 – 13.00
3 2
10
11.00 – 13.00
2
9
11.00 – 14.00
3
6
10.00 – 14.00
4
10
12.00 – 13.00
1
7
10.00 – 13.00
5
6
11.00 – 13.00
2
8
11.00 – 13.00
2
Kegiatan lain
Lama (jam/hari)
08.00 – 12.00 (di kantor desa)
4
Lampiran 14. (Lanjutan) No. 27. 28. 29. 30.
Waktu di lahan 07.00 – 11.00 13.00 – 14.00 07.00 – 10.00 07.00 – 10.00 06.00 – 10.00 Total : Rata-rata :
Lama (jam/hari) 5
Waktu Merumput 14.00 – 16.00
Lama (jam/hari) 2
Waktu istirahat 11.00 – 13.00
Lama (jam/hari) 2
3 6 4 189,5 6,32
13.00 – 15.00 14.00 – 16.00 13.00 – 15.00
2 2 2 21,5 0,6
10.00 – 13.00 10.00 – 14.00 10.00 – 13.00
3 4 3 84,5 2,82
Kegiatan lain
Lama (jam/hari)
Lampiran 15. Rekapitulasi Jumlah Anggota dan Luas Lahan Rehabilitasi No.
I
Lokasi Wilayah Resort WONOASRI
Jumlah I II ANDONGREJO DAN CURAHNONGKO
Jumlah II III SANENREJO
Jumlah III Jumlah Keseluruhan
Blok
1. Curahmalang 2. Bonangan 3. Donglo 4. Bondawung 5. Pletes/Sumber/Bendoan 5 blok 6. Wonowiri 7. Gumuk Seng 8. Gumuk Semut 9. Gumuk Suru 10. Kapuran 11. Selatan Sungai 12. Nomer Songo 13. Barat Sungai 14. Kandang Wedus 15. Mbah Rogo 16. Gunung Butak 17. Utara Sungai 18. Gentengan 19. Timur Sawah 20. Banjar Agung 15 blok 21. Gundil 22. Darungan 23. Aren 24. Mandilis/Krajan 25. Dam 26. Pondok Kates 27. Srono 7 blok 27 blok
Jumlah Peserta Program (KK) 107 178 202 29 174 690 97 33 31 40 36 20 47 100 60 241 84 213 36 138 31 1.207 295 497 327 205 125 98 91 1.638 3.535
Jumlah Kelompok (Kelompok) 3 12 6 1 5 27 3 1 1 1 1 1 2 3 2 6 1 6 1 4 2 35 7 9 6 6 3 2 3 36 98
Luas (Ha) 35 77 88 12 68 280 45 16 25 20 20 8 22 43 26 98 42 89 17 55 14 540 106 194 140 92 61 45 42 6800 1.500
Lampiran 16. Rekapitulasi Jenis dan Jumlah Tanaman Pokok di Desa Wonoasri Jenis Tanaman Pokok Nangka Pete Mengkudu Asam Kedawung Pinang Duwet Jambu mete Jambu air Rambutan Mangga Kemiri Kluwih Sirsak Melinjo Durian Kepuh Trembesi Sukun Jengkol Bendo Knitu Alpukat
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
42 12 5 3 12 5 3 1
11 5 7
46 4 2
26 11
8 2 7 7 7
10 31 1 1
65 29 9
165 2
65
13
27 27
6 90
7 18
2 74
2 2 2
2 2
2
10 11
1
1 1
6
1 5
11
47
2 1 3 3 4 3 1 1
4
7
Nomor Responden 14 15 16 17 25 19 7 5
27 27 2 4 3
20 15 2 2 20 1 2
26 21
56
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Jumlah
18 5 6 3 45
20 12
55 35 20 3 21
25 15 6
53 30 15 5
56 24
16 3 3 1 11
19 17 2 3 7
15 6 8
13 5
47 5 7 7 15
47 5 7 7 15
35 71 4
5
8
1008 546 120 73 384 21 83
4 10
4
15 2
2 7 2 1
15
1 1
2 6 6
5
4 14 3 5
3 3
5 4
2 2
4
25 5
5
4
7 1 1 1
1
1
6
2
1 3
1 1
1
5 1
1
4
1
3 2 1 2 1
5
2
2 1
26
1
8
1
2 4
1
11 19 7 61 43 38 7 2 4 6 2 3 2 1 3 1
77
Lampiran 17. Rekapitulasi Jenis dan Jumlah Tanaman Pokok di Desa Andongrejo dan Desa Curahnongko Jenis Tanaman Pokok Nangka Pete Mengkudu Asam Kedawung Pinang Duwet Jambu mete Jambu air Rambutan Mangga Kemiri Kluwih Sirsak Melinjo Durian Kepuh Trembesi Sukun Jengkol Bendo Knitu Alpukat Pakem
1
2
3
4
5
1 4
6 20
5 28
5 4
90 8
17 28
16 45
8 10
4 5
5 5
6
1 7 10 3
7
8
9
10
11
12
12 2
40 13
28 255
25 5
35 2 1
15
19 22
15
2 4
8 3
2
2
1 44
13
Nomor Responden 14 15 16 17
15 25
8 5 5 12
6
20
1 3 3 1 8
2
6
18
19
3 1 1 1 2
21
20
21
22
23
24
25
2
25 23 10 5 12
15 19 6 1 7 3
15
2
15
30 20
2 44
14
2 13 1
26
27
28
29
30
Jumlah
14
5
3 10
8 6
7 20
2 12
7
27
3 11
347 475 27 168 474 9 12
40 2
10 11 1
3
1 1
11
1
5
2
3 7 2 2
9 3
1
5
1 1 14
1 8
10
9
8
2 1 1 2
1 2
5 12
2
2
3
3 7
1
1 3
3
2
1
4
3
5
5 3
1
1
2 1
3
2 10
2
4
3
1
5
10
7
1
1 8
3 2
7
2
3
2
11 3 0 43 75 31 5 12 0 23 0 5 11 0 0 4 52
78
Lampiran 17. (Lanjutan) Jenis Tanaman Pokok Joho Lawe Aren Kemuning Sintok
1
2
3
2
1
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Nomor Responden 15 16 17 18
19
9
20
21
22
23
24
25
26 2
8 1 1
27
28
29
30 1
Jumlah 15 8 1 1
79
Lampiran 18. Rekapitulasi Jenis dan Hasil Panen Tanaman Palawija di Desa Wonoasri No. Responden
Blok/ Kelompok
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24.
Bonangan Bonangan Bonangan Bonangan Bonangan Bonangan Bonangan Bonangan Bonangan Pletes Pletes Pletes Pletes Donglo Donglo Donglo Donglo Curah Malang
Luas Lahan
Padi
0,5 0,6 0,5 0,25 0,25 0,25 0,5 0,5 0,25 0,5 0,5 0,25 0,25 0,25 0,5 0,25 0,25 0,5 0,5 0,25 0,11 0,5 0,5
1.320 1.600 1.600 1.000 1.500 720 800 1.500 920 700 1.000 1.500 160 1.000 2.000 1.400 1.000 1.600
0,22
1.600
Jagung
Kcg Tanah
Kcg Hijau
Jenis Komoditas (Kg) Kcg Kcg Panjang Tunggak
Cabe
Ubi
67
Singkong 490
200 60 50
400 300
100 60 200 2.500
150 300 150 130
400
120
113 100 1.000 160
200 100
40
600 1.600 1.080 2.000 960
Kedelai
500 250 72 100 72
80
Lampiran 18. (Lanjutan) No. Responden
Blok/ Kelompok
25.
Curah Malang Curah Malang Curah Malang Curah Malang Curah Malang Curah Malang Jumlah Jumlah/Ha
26. 27. 28. 29. 30.
Luas Lahan
Padi
Jagung
Kcg Tanah
Kcg Hijau
Jenis Komoditas (Kg) Kcg Kcg Panjang Tunggak
Kedelai
Cabe
0,5
800
0,5
800
0,25
600
0,25
800
0,5
750
100
0,5
1.600
500
11,43
33.910 2966,75
Ubi
Singkong
70
70
1650 144,36
973 85,13
1674 146,46
50
700 61,24
0 0,00
4127 361,07
160 14,00
0 0,00
490 42,87
81
Lampiran 19. Rekapitulasi Jenis dan Hasil Panen Palawija di Desa Andongrejo dan Curahnongko No. Responden
Blok/ Kelompok
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Gumuk Suru Gumuk Suru Gumuk Suru Gumuk Suru Gumuk Suru Gumuk Suru Gumuk Suru Sidodadi Sidodadi/Wo nowiri Sidodadi Sidodadi Sidodadi Barat Gumuk Karya Muda Tanah Merah Tanah Merah Tanah Merah Tanah Merah Sidomulyo Sidomulyo Sidomulyo Sumber Makmur
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Luas Lahan
Padi
0,5 1 1 0,5 1 0,25 0,75 0,5
750 1.225
2,25
2.000
0,25 0,25 0,641 0,25 0,25 0,25 0,6 0,8 0,5 0,25 0,5 0,5
360
0,125
2.000 680 600 800 400
Jagung
Kcg Tanah
Kcg Hijau
Jenis Komoditas (Kg) Kcg Kcg Kedelai Panjang Tunggak
Cabe
Koro
Peje
Emponempon
500 200 500
120 210 210 200 600 1.500
7 300 100 150
800
6 250
2.520 1.200 520
350 75 250
320 600 700 1.000 160 280
300 200 150 500 2.000 1.700
140 200
600
500
300
100
50
500 500
82
Lampiran 19. (Lanjutan) No. Respond en 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Blok/Kelomp ok Sumber Makmur Sumber Makmur Sumber Makmur Pancoran Mas Pancoran Makmur Pancoran Makmur Pancoran Kelabang Pancoran Kelabang Jumlah Jumlah/Ha
Luas Lahan
Padi
Jagung
0,5
Kcg Tanah
400
50
0,5
680
1.000
250
0,25
520
1.000
300
0,25
1.000
1.000
0,18
1.200
2.000
0,5
1.400
3.000
0,25
600
300
0,625
2.000
3.000
15.971 1509.92
24115 1203.74
19225 333.73
Kcg Hijau
500
5330 40.70
Jenis Komoditas (Kg) Kcg Kcg Kedelai Panjang Tunggak
Cabe
Koro
Peje
Emponempon
1.000
650 62.61
1000 6.26
100 25.48
407 0
0 0.38
6 3.13
50 31.31
500 1509.92
83
Lampiran 20. Kalender Musim Pertanian Masyarakat Desa Penyangga Di Lahan Rehabilitasi TNMB
Bulan
Jenis tanaman musiman Jagung
Padi
Kacang tanah
Kedelai
Kacang Hijau
Cabe
Des–Jan (Hjn)
Cangkul
Tanam
Cangkul
Cangkul
Cangkul
Tanam
Jan–Feb (Hjn)
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Feb-Mrt (Hjn)
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Pemeliharaan
Panen
Mrt-Apr (Hjn)
Panen
Panen
Panen
Panen
Panen
Panen
Apr–Mei (Kmr)
Panen
Mei-Jun (Kmr) Juni-Juli (Kmr)
Panen
Juli–Agustus (Kmr) Ags–Sep (Kmr) Sep-Okt (Kmr) Okt-Nop (Kmr) Nop-Des (Lembab) Keterangan
50% lahan
50% lahan
50% lahan
50% lahan
Sela
Sela
84
Lampiran 21. Kuisioner Penelitian
I. 1. 2. 3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11.
II. 1. 2. 3. 4. 5. III. 1. 2. 3.
KUISIONER I Masyarakat Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (KTMR) Karakteristik Responden No : Umur : Pendidikan terakhir : a. Tidak sekolah d. Tamat SLTP b. Tidak tamat SD e. Tamat SLTA c. Tamat SD f. Tamat Perguruan Tinggi/Akademi Jumlah tanggungan keluarga : Pekerjaan a. Pokok : b. Sampingan : Luas lahan a. Lahan rehabilitasi : b. Lahan milik : Jenis dan jumlah tanaman pokok : a. .............................................( ) c. .............................................( ) b. .............................................( ) d. .............................................( ) Asal bibit.... Jenis tanaman tumpang sari : a. .......................... c. ....................... b. .......................... d. ....................... Pendapatan : a. Hasil panen dari kegiatan rehabilitasi (Rp/musim) : Padi :.............................. Jagung :............................. Kedelai :.............................. Hasil lain :.............................. Kacang tanah:.............................. b. Pendapatan selain dari kegiatan rehabilitasi (Rp/bln) - Sawah :.............. - Ternak :................ - Dagang :............... - Jasa :................ Pengeluaran selama 1 bulan : a. Keperluan sehari-hari : Rp b. Transportasi : Rp d. Biaya sekolah : Rp e. Biaya komunikasi : Rp f. Rekreasi : Rp g. Tabungan : Rp h. Tagihan (listrik, air, desa dll) : Rp i. Lain-lain : Rp Rp Pengetahuan Apa yang saudara ketahui tentang hutan ? (Batas antara lahan rehabilitasi dengan lahan milik) Apa yang saudara ketahui tentang rehabilitasi lahan ? Apakah tujuan dari kegiatan rehabilitasi ? Sebagai anggota Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi apakah : a. Hak : b. Kewajiban : Apakah sanksi yang diberikan bagi setiap pelanggaran ? Persepsi Menurut saudara apakah hutan memberikan manfaat ? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu Jika ya, manfaat apa yang telah anda peroleh : ............................. Menurut saudara apakah rehabilitasi lahan itu memberikan manfaat ? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu
Lampiran 21. (Lanjutan) 4. 5. 6.
Jika ya, manfaat apa yang telah anda peroleh : ............................... Jika tidak, kerugian apa yang diperoleh : ............................... Setujukah anda dengan ketentuan/aturan penggunaan lahan rehabilitasi sekarang? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 7. Setujukah anda jika lahan rehabilitasi kembali menjadi hutan ? a.Ya b. Tidak c. Tidak tahu Alasan : .................................................................................................. 8. Sudah puaskah anda dengan kegiatan rehabilitasi sekarang ini ? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 9. Apakah Status lahan menjadi masalah ? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 10. Jika lahan kembali menjadi hutan, tindakan apa yang akan anda lakukan ? 11. Harapan anda untuk kegiatan rehabilitasi di masa yang akan datang IV. Sikap 1. Setujukah saudara jika masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan rehabilitasi ? a. Sangat setuju b. Tidak setuju 2. Rehabilitasi lahan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat a. Sangat setuju b. Tidak setuju 3. Rehabilitasi lahan memberikan manfaat ekologi bagi kehidupan mahkluk hidup a. Sangat setuju b. Tidak setuju 4. Perlu adanya sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat a. Sangat setuju b. Tidak setuju V. Perilaku 1. Kegiatan yang dilakukan di kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri a. Tidak pernah b. Mengambil hasil hutan c. Hanya melintas 2. Frekuensi ke kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri a. Tidak pernah b. Jarang ( < 1 bulan sekali) c. Sering ( ≥ bulan sekali) 3. Hasil hutan yang diambil a. Kayu untuk bangunan/ furniture d. Madu b. Bambu untuk bangunan/ ajir e. Tumbuhan obat c. Kayu bakar f. Satwa 4. Jenis dari satwa/tumbuhan yang diambil 5. Jumlah hasil hutan yang diambil setiap kali pengambilan a. Kayu bakar .................. (pikul) b. Bambu ................... (pikul) c. Madu .................... (liter) d. Satwa ................... (ekor) e. Tumbuhan obat/buah...................(kg) 6. Kegiatan yang pernah dilakukan untuk mendukung kegiatan rehabilitasi a. Menjadi anggota KTMR b. Mengikuti penyuluhan c. Tidak pernah
Lampiran 21. (Lanjutan) KUISIONER II Masyarakat Non Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi (Non KTMR) Karakteristik Responden 1. No : 2. Umur : 3. Pendidikan terakhir : a. Tidak sekolah d. Tamat SLTP b. Tidak tamat SD e. Tamat SLTA c. Tamat SD f. Tamat Perguruan Tinggi/Akademi 4. Jumlah tanggungan keluarga : 5. Pekerjaan a. Pokok : b. Sampingan : 6. Luas lahan a. Lahan milik : b. Lahan sewa : 7. Pendapatan : a. Hasil panen dari kegiatan pertanian (Rp/musim) : ................... b. Pendapatan selain dari kegiatan pertanian (Rp/bulan) - Sawah :.............. - Ternak :................ - Dagang :............... - Jasa :................ 8. Pengeluaran selama 1 bulan : a. Keperluan sehari-hari : Rp b. Transportasi : Rp d. Biaya sekolah : Rp e. Biaya komunikasi : Rp f. Rekreasi : Rp g. Tabungan : Rp h. Tagihan (listrik, air, desa dll) : Rp i. Lain-lain : Rp Rp Pengetahuan 1. Apa yang saudara ketahui tentang hutan ? (Batas antara lahan rehabilitasi dengan lahan milik) 2. Apa yang saudara ketahui tentang rehabilitasi lahan ? 3. Apakah tujuan dari kegiatan rehabilitasi ? 4. Sebagai Non anggota Kelompok Tani Mitra Rehabilitasi apakah : a. Hak : b. Kewajiban : 5. Apakah sanksi yang diberikan bagi setiap pelanggaran ? Persepsi 1. Menurut saudara apakah hutan memberikan manfaat ? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 2. Jika ya, manfaat apa yang telah anda peroleh : ......................................................................... 3. Menurut saudara apakah rehabilitasi lahan itu memberikan manfaat ? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 4. Jika ya, manfaat apa yang telah anda peroleh 5. Jika tidak, kerugian apa yang diperoleh 6. Setujukah anda dengan ketentuan/aturan penggunaan lahan rehabilitasi sekarang? a. Ya b. Tidak c. Tidak tahu 7. Harapan anda untuk kegiatan rehabilitasi di masa yang akan datang
Lampiran 21. (Lanjutan) Sikap Setujukah saudara jika masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan rehabilitasi ? a. Sangat setuju b. Tidak setuju Rehabilitasi lahan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat b. Setuju b. Tidak setuju Rehabilitasi lahan memberikan manfaat ekologi bagi kehidupan mahkluk hidup a. Sangat setuju b. Tidak setuju Perlu adanya sanksi yang tegas terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat a. Setuju b. Tidak setuju Perilaku Kegiatan yang dilakukan di kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri a. Tidak pernah b. Mengambil hasil hutan c. Hanya melintas Frekuensi ke kawasan hutan Taman Nasional Meru Betiri a. Tidak pernah b. Jarang ( < 1 bulan sekali) c. Sering ( ≥ bulan sekali) Hasil hutan yang diambil a. Kayu untuk bangunan/ furniture d. Madu b. Bambu untuk bangunan/ ajir e. Tumbuhan obat c. Kayu bakar f. Satwa Jenis dari satwa/tumbuhan yang diambil …………………………………………. Jumlah hasil hutan yang diambil setiap kali pengambilan a. Kayu bakar .................. (pikul) b. Bambu ................... (pikul) c. Madu .................... (liter) d. Satwa ................... (ekor) e. Tumbuhan obat/buah...................(kg) Kegiatan yang pernah dilakukan untuk mendukung kegiatan rehabilitasi a. Menjadi anggota KTMR b. Mengikuti penyuluhan c. Tidak pernah
Lampiran 22. Profil Tanaman Pokok di Lahan Rehabilitasi TNMB PROFIL TANAMAN POKOK DI LAHAN REHABILITASI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI
Profil Horizontal
SKALA 1 : 200 KETERANGAN : 1. D : Duwet (Eugenia cuminii) 2. Kmr : Kemiri (Aleurites moluccana) 3. K : Kedawung (Parkia timoriana) 4. M : Mangga (Mangifera foetida) 5. N : Nangka (Arthocarpus integra) 6. P : Pete (Parkia timoriana) 7. Pm : Pakem (Pangium edule) 8. Tr : Trembesi (Samania saman) 9. S : Sukun (Arthocarpus altilis)
Profil Vertikal
Umur 2 Th
Umur 5 Th
Umur 7 Th
89