STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
FERI SURYAWAN
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PENYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis: Studi Kondisi Vegetasi dan Kondisi Fisik Kawasan Pesisir serta Upaya Konservasi di Nanggroe Aceh Darussalam adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2007
Feri Suryawan NIM G 351020051
ABSTRACT FERI SURYAWAN. Study On Condition Of Vegetation And Physical Condition Of Coastal Area To Support Conservation Effort In Nanggroe Aceh Darussalam. Under direction of DR. IR. IBNUL QAYIM and DR. HC. SUKRISTIJONO SUKARDJO, B.S.c, D.S.c, APU. The aims of the study were to explain amount of species and diversity of vegetation in coastal area, to explain physical condition in coastal area and also re-mapping of coastal area which is preserve coastal area to support conservation effort. This research used Square method and Survey method. Amount of species of herb group which were found along the beach of West Aceh consist of 17 species, the highest important value index was Ipomoea pes-caprae (73.04%), diversity index ( H =2.31). Amount of species seedling group was consisted of 5 species. Pandanus tectorius was the highest important value index (226.49%), diversity index ( H =0.88). Sapling group was consist of 5 species, Casuarina equisetifolia was the highest important value index (106.94%), diversity index ( H =1.48). Tree group was consist of 9 species, the highest important value index was Cocos nucifera (140.56%), diversity index ( H =1.58). Mangrove species which was found in coastal area of West Coastal consist of 5 species, Rhizophora mucronata was the highest important value index (174.61%), diversity index ( H =1.23), amount of species 47 / hectare. Amount of mangrove species of tree group which was found in coastal area of East Coastal (Pidie) consist of 9 species, Rhizophora mucronata was highest important value index (118.62%), amount of species 118 / hectare, diversity index ( H =1.67). Amount of mangrove species of sapling group which was found consist of 10 species, Rhizophora mucronata was the highest important value index (138.28 %), amount of species 633 / hectare, diversity index ( H =1.78). Amount of mangrove species of seedling group was consist of 10 species of Rhizophora mucronata was the highest important value index (50.92%), amount of species 4925 / hectare, diversity index ( H =2.13). West Coastal area was occured abrasion and coastal damage was hard damage to be compared to East Coastal area. Formation of vegetation which is function as preserved of coastal area have to planted immediately and correct assessment to build a physical protector in environment of coastal. Keyword: Condition of vegetation, physical condition, conservation, coastal, Aceh.
RINGKASAN
FERI SURYAWAN. Studi Kondisi Vegetasi dan Kondisi Fisik Kawasan Pesisir serta Upaya Konservasi di Nanggroe Aceh Darussalam. Dibimbing oleh DR. IR. IBNUL QAYIM dan DR. HC. SUKRISTIJONO SUKARDJO, B.S.c, D.S.c, APU. Studi ini bertujuan untuk menerangkan jenis-jenis tumbuhan dan keragaman vegetasi pelindung kawasan pesisir, kondisi fisik lingkungan pesisir serta memetakan kembali kawasan pelindung lingkungan pesisir untuk mendukung upaya konservasi. Penelitian ini menggunakan metode Kuadrat dan metode Survey. Kelompok herba yang terdapat di pantai Aceh Barat terdiri atas 17 jenis, indeks nilai penting tertinggi Ipomoea pescaprae (73.04%), indeks keragaman ( H =2.31). Kelompok semai terdiri atas 5 jenis. Pandanus tectorius mempunyai indeks nilai penting tertinggi (226.49%), indeks keragaman ( H =0.88). Kelompok pancang terdiri atas 5 jenis, Casuarina equisetifolia mempunyai indeks nilai penting tertinggi (106.94%), indeks keragaman ( H =1.48). Kelompok pohon terdiri atas 9 jenis. Indeks nilai penting tertinggi Cocos nucifera (140.56%), indeks keragaman ( H =1.58). Mangrove yang terdapat di kawasan pesisir Pantai Barat terdiri atas 5 jenis, Rizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (174.61%), indeks keragaman ( H =1.23), kerapatan individu 47 individu / hektar. Kelompok pohon yang terdapat di mangrove kawasan pesisir Pantai Timur (Pidie) terdiri atas 9 jenis, Rhizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (118.62 %). Kerapatan individu 118 individu / hektar, indeks keragaman ( H =1.67). Kelompok pancang yang terdapat di mangrove kawasan Pantai Timur terdiri atas 10 jenis, Rhizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (138.28 %). Kerapatan individu 633 individu / hektar, indeks keragaman ( H =1.78). Kelompok semai terdiri atas 10 jenis Rhizophora mucronata mempunyai indeks nilai penting tertinggi (50.92%), kerapatan individu 4925 individu / hektar indeks keragaman ( H =2.13). kawasan pesisir Pantai Barat mengalami abrasi dan tingkat kerusakan kawasan pesisir yang lebih berat dibandingkan dengan kawasan pesisir Pantai Timur. Formasi vegetasi pelindung kawasan pesisir harus ditanami kembali dan penilaian yang tepat untuk membangun pelindung fisik di kawasan pesisir. Kata kunci: Kondisi vegetasi, kondisi fisik, konservasi, kawasan pesisir, Aceh.
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2007 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau peninjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
FERI SURYAWAN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2007 Judul Tesis
Nama
: STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM : Feri Suryawan
NIM
: G 351020051
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ibnul Qayim Ketua
Dr. Hc. Sukristijono S., B.Sc, D.Sc, APU Anggota
Diketahui
Ketua program Studi Biologi
Dr. Ir. Dedy Duryadi, DEA
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian: 10 Agustus 2007
Tanggal Lulus:
3 September 2007
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang terpilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2004 sampai dengan Agustus 2007 ini dengan judul. STUDI KONDISI VEGETASI DAN KONDISI FISIK KAWASAN PESISIR SERTA UPAYA KONSERVASI DI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Atas selesainya karya ilmiah ini, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1.
Dr.Ir. Ibnul Qayim, selaku Ketua Komisi Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan moril dan nasehat dari mulai persiapan penelitian sampai tersusunnnya karya ilmiah ini.
2.
Dr. HC. Sukristijono Sukardjo, B.S.c, D.S.c, APU, selaku Anggota Komisi Pembimbing, atas pengarahan, saran dan bimbingan yang diberikan kepada penulis.
3.
Kepada Dikti yang telah memberikan beasiswa BPPS kepada penulis.
4.
Ketua Program Studi Biologi IPB yang telah banyak memberikan dukungan moril kepada penulis.
5.
Seluruh Staf Pengajar di IPB yang telah memberikan kuliah kepada peneliti saat mengikuti kuliah.
6.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS, selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB yang dengan otoritasnya bisa menerima penulis untuk melanjutkan pendidikan di IPB.
7.
Dr. Ir. Dedy Duryadi DEA, selaku Ketua Program Studi Biologi yang telah banyak memberikan, bantuan moril dan nasehat kepada penulis.
8.
Kepda Pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang telah memberi bantuan dana pendidikan kepada penulis.
9.
Kepada teman-teman di Program Studi Biologi atas kekompakan dan kerjasamanya.
10.
Kedua orang tua yang telah memberikan dorongan dan nasehat kepada penulis serta kepada saudara-saudara yang telah banyak memnbantu penulis pada saat suka maupun duka.
11.
Istri dan ananda tercinta Harish Ghulaman dan Syafa Amirah dengan kesabarannya selalu mendorong penulis untuk terus belajar dengan giat dan tekun dalam menyelesaikan tugas yang mulia ini.
12.
Kepada kawan-kawan yang telah membantu: Wahyu Budiman, S.Pt, Dahlan, M.Si, Hasanuddin, SP. dan M. Sayuthi, M.Si.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi penulis maupun yang berminat dalam konservasi vegetasi mangrove dan perlindungan kawasan pesisir khususnya di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan di Indonesia pada umumya. Kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat penulis harapkan.
Bogor, Agustus 2007
Feri Suryawan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Aceh Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada tanggal 30 Desember 1971 sebagai anak ke tiga dari pasangan Nyak Ben Hasan dan Cut Maryam. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, lulus pada tahun 1997. Pada tahun 1998 penulis diangkat menjadi staf pengajar di Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Pada tahun 2002 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Biologi. Biaya pendidikan Pascasarjana Program Magister Sains diperoleh dari BPPS-Dikti mulai tahun 2002-2004.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xvi
PENDAHULUAN............................................................................................... Latar Belakang .............................................................................................. Tujuan ..........................................................................................................
1 1 3
TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... Vegetasi Pantai............................................................................................... Peranan Vegetasi Pantai Terhadap Keadaan Fisik Pantai.............................
4 4 5
Komunitas Tumbuhan................................................................................... Deskripsi Wilayah Pesisir ............................................................................ Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vegetasi Pantai.............................................................................................. Iklim.............................................................................................................. Cahaya..................................................................................................... Curah hujan ............................................................................................. Suhu ........................................................................................................ Pasang surut .................................................................................................. Gelombang .................................................................................................... Arus............................................................................................................... Sedimen atau Pasir Pantai ............................................................................. Keragaman Jenis dalam Komunitas..............................................................
6 7 8 8 8 9 9 9 10 11 12 13
BAHAN DAN METODE.................................................................................. Tempat dan Waktu ........................................................................................ Bahan dan Alat.............................................................................................. Metode Penelitian .........................................................................................
15 15 15 15
HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... Kawasan Pesisir Nanggroe Aceh Darussalam .............................................. Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Barat ......................................................... Kawasan Aceh Barat dan Aceh Jaya............................................................. Tingkat Kerapatan, Penyebaran, Penguasaan dan Keragaman Jenis Vegetasi di Pantai Barat Aceh Barat Sebelum Tsunami................ Profil Vegetasi Pantai Barat..................................................................... Vegetasi Pelindung Pantai Dominan Sebelum Tsunami......................... Kondisi Lingkungan Fisik Pantai Barat Aceh Barat Sebelum Tsunami.................................................................................... Beberapa Permasalahan Baru di Pesisir Pantai Barat Aceh Barat ..........
20 20 20 20 25 33 36 38 42
Pantai Padang Seurahet................................................................................. Vegetasi Mangrove Setelah Tsunami di kawasan Pantai Barat .................... Upaya Rehabilitasi Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh ............................... Kondisi lingkungan fisik........................................................................ Vegetasi pelindung kawasan pesisir ....................................................... Kawasan Pesisir Aceh Besar......................................................................... Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Timur........................................................ Kawasan Pesisir Pidie ................................................................................... Kondisi Mangrove Setelah Tsunami............................................................. Kawasan Pantai Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ................... Pantai Ujong Blang ....................................................................................... Pantai Ulee Jalan........................................................................................... Pantai Hagu Barat Laut .................................................................................
43 46 50 53 54 56 60 60 67 75 75 79 81
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................ SIMPULAN ....................................................................................................... SARAN...............................................................................................................
86 86 86
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
87
LAMPIRAN.......................................................................................................
92
DAFTAR TABEL Halaman 1
Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Jaya....................................
2
Jumlah jenis herba yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami.................................................
25
Jumlah jenis semai yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami...................................................
27
Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami …………......
29
Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami …………......
31
Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di Kawasan Pesisir Pantai Barat …………………..……….….
46
Kawasan pesisir yang rusak di Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar akibat tsunami......................................................
59
Kawasan pesisir yang di Kabupaten Pidie akibat tsunami....................................................................................
62
Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan Pantai Timur ………………………...…………...
67
10 Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan kawasan Pantai Timur………………………………………
69
11 Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan di kawasan Pantai Timur ……………………..……………....
71
13 Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ….
76
3
4
5
6
7
8
9
23
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Peta area studi di kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Nanggroe Aceh Darussalam........................................................
16
Plot pengamatan untuk tiap-tiap kelompok vegetasi yang dibuat pada garis transek.
17
Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Aceh Barat .................................................................................
21
Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Aceh Jaya....................................................................................
23
Indeks nilai penting jenis herba dari keseluruhan jenis yang ditemukan di kawasan pantai Aceh Barat ….......……………...
26
Indeks nilai penting jenis semai dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat………………………………..
28
Indeks nilai penting jenis pancang dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat………………………………..
30
Indeks nilai penting jenis pohon dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat……………………………….
32
Indeks keragaman tiap kelompok pertumbuhan vegetasi di kawasan pantai Aceh Barat.........................................................
33
Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan pantai yang masih stabil sebelum tsunami.................................
34
Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan pantai yang telah mengalami abrasi sebelum tsunami................
34
Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat setelah tsunami........................................................................................
35
Pandanus tectorius merupakan salah satu jenis sebagai vegetasi pantai yang dominan di pantai Aceh Barat …………..
37
Ipomoea pes-caprae penjalarannya mengarah ke arah laut akan menutup hamparan pasir di pantai Aceh Barat..........................
38
Gelombang yang datang silih berganti yang menghantam pantai Aceh Barat.......................................................................
40
16
Pantai Aceh Barat terancam abrasi, terlihat hanya satu formasi vegetasi pantai kondisi tanah sudah sangat terbuka....................
41
Perbedaan tingkat abrasi antara daerah pantai yang mempunyai vegetasi jarang dengan vegetasi yang rapat................................
45
Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Barat ………………………………………………..….
47
Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Barat setelah tsunami............................................................................
49
20
Garfik pasang surut kawasan pesisir pantai Barat.......................
50
21
Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Banda Aceh.
51
22
Kondisi kawasan pesisir kota Banda Aceh sudah sangat terbuka dan tidak ada vegetasi pelindung kawasan pesisir.........
53
Peta kerusakan kawasan pesisir yang terkena tsunami di Kabupaten Aceh Besar................................................................
58
Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Pidie............................................................................................
62
Bangunan Fisik yang sudah hancur dihantam tsunami di pantai Mantak Tari Kabupaten Pidie ……………………………..….
64
Upaya Penanaman kembali vegetasi mangrove di Kecamatan Simpang Tiga Pidie...................................................................
65
Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pohon di kawasan Pantai Timur ………………………………………..
68
Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pancang di kawasan Pantai Timur ………………………………..……
70
Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok semai di kawasan Pantai Timur ………………………………………..
72
Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Timur setelah tsunami...........................................................................
73
Indeks keragaman tiga kelompok pertumbuhan mangrove, pohon, pancang dan semai di Kawasan Pantai Timur (Pidie)....
74
Grafik pasang surut kawasan pesisir pantai Timur.....................
75
17
18
19
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara..........................
76
Vegetasi mangrove di pantai Ujong Blang yang sudah mulai tergusur oleh pemukiman penduduk ………………………….
77
35
Tanggul pemecah gelombang yang dibangun oleh PT. Arun...
78
36
Sekolah yang sudah rusak akibat dampak dari intensitas abrasi yang terus meningkat di kawasan pantai Ulee Jalan ………….
79
Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak dan tidak mampu lagi melindungi pantai ……………………………......
81
Vegetasi yang tertinggal di pinggir jalan yaitu Hibiscus tiliaceus dan Cocos nucifera akibat pengubahan lahan ……....
82
Vegetasi pantai yang mengalami penggusuran kibat pembangunan tempat wisata.…………………………………..
83
Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak diterjang ombak di kawasan pantai Hagu Barat Laut................................
85
34
37
38
39
40
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Titik koodinat daerah penelitian
93
2
Jumlah jenis herba yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat sebelum tsunami……………………………………………………
94
Jumlah jenis semai yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat sebelum tsunami................................................................................
94
Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat sebelum tsunami …………………………..…………..
94
Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat ……………………………………………………..…..
95
Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi di pantai Barat Aceh Barat.........................................................................................
95
Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan pesisir Pantai Barat............................................................
95
Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan Pantai Timur......................................................................
96
Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan kawasan Pantai Timur......................................................................
96
Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan di kawasan Pantai Timur ………………………………….………..
96
Kehadiran jenis vegetasi mangrove pada tiga tingkat pertumbuhan di kawasan Pantai Timur (Pidie)………………………………..….
97
Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi mangrove di kawasan pantai Timur.....................................................................
97
Pemanfaatan Pantai Barat Aceh Barat sebagai daerah wisata sebelum tsunami................................................................................
98
Pembangunan perumahan akan mengalihan fungsi habitat vegetasi pantai dan akan menurunkan kualitas lingkungan ….......................
98
Sisa-sisa bangunan penahan ombak yang sudah roboh diterjang ombak di Pantai Padang Seurahet Aceh Barat sebelum tsunami..............................................................................................
99
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Kondisi kawasan pesisir yang sudah terbuka dan kawasan tambak tidak ada lagi vegetasi mangrove di Pidie …………………………
99
Kondisi pantai Ujong Blang Kota Lhokseumawe yang sudah tandus tanpa ditutupi tumbuhan penutup tanah................................
100
Kondisi Mangrove di kawasan pesisir Panai Barat setelah tsunami..............................................................................................
100
Rehabilitasi kawasan pantai dengan menanam kembali Casuarina equisetifolia.......................................................................................
101
Vegetasi mangrove yang sudah mati akibat tsunami dan kawasan mangrove sudah berada di dalam laut ………………………..........
101
21
Vegetasi pantai mati akibat penggenangan air asin di Aceh Jaya….
102
22
Badan pantai telah menjadi laut terlihat dari sisa-sisa yang telah mati (Cocos nucifera) di Kawasan pesisir Pantai Barat …………...
102
Pembibitan mangrove untuk rehabilitasi kawasan pesisir di Kecamatan Simpang Tiga Pidie yang dibangun oleh peneliti..........
103
Penanaman dan perawatan mangrove yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sekitar kawasan Simpang Tiga Pidie ……...
103
17
18
19
20
23
24
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Vegetasi yang ada di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam meliputi kawasan hutan hujan tropis dataran tinggi sampai hutan hujan tropis dataran rendah. Vegetasi hutan hujan tropis dataran rendah di daerah pesisir secara umum dibagi ke dalam dua kelompok hutan yaitu hutan mangrove dan hutan pantai. Hutan hujan tropis dataran rendah memegang peranan penting terhadap perlindungan kawasan pesisir yaitu memberikan perlindungan terhadap faktor biotik dan abiotik. Di sekitar pantai terdapat bermacam-macam tipe vegetasi, antara lain vegetasi pantai yang sedang mengalami peninggian (formasi pescaprae), vegetasi pantai yang sedang mengalami pengikisan, vegetasi pantai yang berbatu dan vegetasi pantai berbatu karang. Vegetasi pantai dengan formasi pescaprae ditandai dengan adanya endapan atau timbunan pasir baru yang terus meninggi. Di samping itu juga dijumpai beberapa jenis pohon seperti Casuarina equisetifolia, Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus, Pandanus tectorius dan berbagai jenis rumput-rumputan. Di kawasan vegetasi pesisir merupakan salah satu sumberdaya alam yang sangat potensial, sebagai penahan erosi maupun tempat hidup berbagai biota laut dan organisme lainnya. Oleh karena itu sumberdaya ini harus
dikelola
dan
dimanfaatkan
secara
lestari
agar
keberadaannya
berkelanjutan. Sehingga akan memberikan manfaat yang besar bagi pembangunan dan
kesejahteraan
rakyat,
sesuai
dengan
fungsi
dan
peran
vegetasi
pada umumnya. Kawasan pesisir setelah tsunami mengalami perubahan (degradasi), hampir semua vegetasinya hancur sehingga kawasan pesisir tidak lagi berfungsi
sebagaimana
mestinya,
khususnya
kawasan
yang
berbatasan
langsung Samudera Hindia. Di daerah pesisir vegetasi yang rusak meliputi vegetasi mangrove, vegetasi pantai dan vegetasi hujan tropis dataran rendah. Akibatnya, vegetasi kawasan pesisir yang rusak tersebut secara alami juga akan mengalami perubahan (suksesi) yaitu kehadiran jenis-jenis baru atau jenis pionir baik herba, semak, dan anakan pohon.
2
Manfaat utama vegetasi mangrove di kawasan pesisir dan estuaria adalah untuk mencegah erosi, penahan ombak, penahan angin, perangkap sedimen dan penahan intrusi air asin dari laut. Peranan vegetasi mangrove di dalam lingkungan biologi adalah sebagai tempat pemijahan dan sebagai tempat asuhan bagi ikan dan biota laut serta habitat berbagai jenis burung (Sukardjo dan Frey 1982). Secara ekonomi ada dua jenis mangrove yang sangat penting yaitu Rhizophora sp dan Bruguiera sp. Kedua spesies ini dieksploitasi dan digunakan oleh masyarakat untuk pembuatan arang dan kayu bakar (Sukardjo 1978). Kawasan pesisir Nanggroe Aceh Darussalam dari tahun ke tahun mengalami abrasi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, faktor pertama hilangnya vegetasi pantai, faktor kedua naiknya permukaan air laut, faktor yang kedua ini akibat pemanasan global. Penahan erosi pantai yang sangat potensial antara lain adalah dengan menanam kawasan pesisir dengan tumbuhan dan menjaga kelestarian vegetasi pantai sepanjang garis pantai. Setelah tsunami kondisi vegetasi dan kondisi fisik pantai mengalami perubahan yang sangat
drastis
yaitu banyak vegetasi pendukung lingkungan pesisir
mati akibat hantaman tsunami. Maka upaya rehabilitasi di kawasan pesisir harus dilakukan
segera
yang
didahului
dengan
pemetaan
kembali
kawasan
pesisir yang rusak, dan selanjutnya dilakukan penanaman kembali vegetasi pelindung pantai. Data tentang vegetasi di kawasan pesisir dan kondisi fisik pantai dapat digunakan sebagai acuan untuk program rehabilitasi kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam pasca tsunami. Data tersebut antara lain indeks keragaman jenis vegetasi dan jenis-jenis penyusun lingkungan pesisir, tipe vegetasi pelindung di kawasan pesisir dan kondisi fisik kawasan pesisir. Berdasarkan data tersebut di atas maka permasalahan keragaman jenis vegetasi pantai dan faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan pantai dapat diketahui. Pemetaan kembali kawasan pesisir juga diperlukan untuk menyusun rencana perlindungan dan menentukan upaya prioritas yang tepat untuk perlindungan kawasan pesisir.
3
Tujuan Penelitian 1. Menerangkan jenis-jenis dan keragaman vegetasi penyusun lingkungan pesisir serta menerangkan kondisi fisik lingkungan pesisir. 2. Memetakan kembali kawasan pelindung daerah pesisir pasca tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam untuk mendukung upaya konservasi di lingkungan pesisir.
4
TINJAUAN PUSTAKA Vegetasi Pantai Pantai sebagai bagian dari wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara ekosistem laut dan daratan. Daerah batasannya adalah ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air laut yang dicirikan oleh vegetasi yang khas, sedangkan ke arah laut meliputi daerah paparan benua dan mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi, aliran air tawar dan aktivitas manusia, seperti penggundulan vegetasi dan pencemaran (Dahuri et al. 2001). Pantai mempunyai bermacam tipe vegetasi, antara lain formasi pescaprae, formasi Barringtonia, vegetasi rawa air payau, vegetasi mangrove,
vegetasi
pantai berbatu dan vegetasi pantai berbatu karang. Formasi pescaprae ditandai dengan adanya tumpukan pasir-pasir yang baru dan terus meninggi. Istilah pescaprae dihubungkan dengan tumbuhan Ipomoea pescaprae, yaitu sejenis tumbuhan menjalar dan dominan di habitat pesisir. Tumbuhan ini merupakan salah satu dari tumbuhan herba yang akarnya dapat mengikat pasir, termasuk famili Convolvulaceae yang mempunyai akar yang memanjang yang dapat mengikat permukaan pasir. Selain sistem perakaran yang memanjang tumbuhan ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan habitat batu pasir yang sangat kering, labil dan toleran terhadap air asin, angin, miskin unsur hara, dan menghasilkan biji yang kecil yang dapat mengapung di air. Tumbuhan koloni lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime dan Euphorbia atoto. Crinum asiaticum (bakung) dan Scaevola taccada (babakoan) adalah jenis yang umum di tempat-tempat transisi dengan formasi Barringtonia, yaitu vegetasi yang didominasi pohon Bariingtonia asiatica (butun) atau oleh Calophyllum inophyllum (nyamplung) sehingga juga dikatakan sebagai formasi Calophyllum. Tumbuhan lainnya adalah Erythrina sp , Hernandia peltata, Hibiscus tiliaceus (waru laut) dan Terminalia catappa (ketapang) sebagai jenis-jenis penghuni.
5
Mangrove adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup pada lingkungan bergaram, jenuh air dan intensitas sinar matahari penuh. Kondisi ini merupakan karakteristik ideal bagi vegetasi tropis (Lugo dan Snedaker 1974). Pasang surut berpengaruh terhadap penyebaran jenis-jenis mangrove.
Komposisi vegetasi
mangrove ditentukan oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah dan genangan pasang surut (Tjardhana dan Purwanto 1995). Cemara laut (Casuarina equisetifolia) kadang-kadang tumbuh menyebar ke dalam formasi pescaprae sebagai pohon invasi dalam proses suksesi. Cemara laut dapat tumbuh dengan baik membentuk tegakan murni, akan tetapi semaian tumbuhan tersebut tidak bisa tumbuh di dalam tegakan tersebut atau bahkan di atas tumpukan ranting cemara yang mati (Corner 1952). Vegetasi mangrove pada umumnya mendominasi zona-zona pantai berlumpur dan delta estuaria pasang surut. Pada zona pasang surut yang luas mangrove berbentuk hutan yang lebat, misalnya kawasan delta yang luas dan kelas-kelas lokasi penggenangan pasang surutnya, pendangkalan (sedimentasi), dan daerah payau di muara sungai besar (Field 1995).
Peranan Vegetasi Terhadap Keadaan Fisik Pantai Salah satu fungsi vegetasi pantai adalah meredam energi gelombang dengan sistem perakaran yang dimilikinya. Sistem perakaran vegetasi akan menstabilkan dan mengikat sedimen atau pasir pantai. Jika sedimen atau pasir pantai tidak stabil maka energi gelombang yang menghempas di pantai tidak dapat terbendung, sehingga akan berdampak pada makin cepatnya proses abrasi di daerah pesisir. Mangrove dapat memecahkan gelombang sehingga garis pantai terlindungi dari bahaya erosi yang disebabkan oleh pasang surut, gelombang dan arus. Sistem perakaran mangrove juga dapat mengikat substrat atau pasir sehingga badan pantai akan terlindungi dari abrasi. Vegetasi mangrove akan mendukung proses perlindungan alami dan lebih murah dibandingkan dengan pembangunan pelindung fisik atau tanggul penahan gelombang (Gilman et al. 2006). Abrasi adalah peristiwa pengikisan lapisan permukaan bumi/daratan pantai oleh angin dan air. Faktor penyebab abrasi antara lain iklim, topografi pantai,
6
sifat sedimen atau pasir pantai dan kondisi vegetasi. Sebagian besar kerusakan pantai terjadi karena vegetasi pantai tidak berfungsi untuk mencegah pengikisan pantai.
Komunitas Tumbuhan Komunitas tumbuhan merupakan produser primer di berbagai ekosistem yang menentukan keragaman jenis di dalamnya. Komunitas tumbuhan merupakan sumber daya yang
sangat erat hubungannya dengan manusia, hewan dan
mikroorganisme. Untuk mempertahankan kondisi lingkungan, tumbuhan harus tetap dominan di semua tempat. Menurut Dumbois dan Ellenberg (1974), komunitas tumbuhan mengintegrasikan semua pengaruh dan beraksi dengan peka terhadap berbagai pengaruh perubahan lingkungan baik pengaruh faktor biotik maupun abiotik. Vegetasi merupakan masyarakat tumbuhan yang hidup di suatu tempat pada suatu ekosistem. Bentuk vegetasi merupakan hasil intreraksi faktor-faktor lingkungan seperti iklim, topografi dan organisme yang berinteraksi dengan ekosistem tersebut (Setiadi dan Tjondronegoro 1989). Komunitas tumbuhan yang belum terganggu biasanya mempunyai beberapa bentuk pertumbuhan antara lain berupa pohon, semak, rumput-rumputan dan tumbuhan lumut. Pohon merupakan tumbuhan berkayu dengan batang tunggal, biasanya dibedakan dengan tiang berdasarkan tingginya, pohon umumnya lebih tinggi dari delapan meter. Tiang memiliki beberapa cabang dan umumnya tingginya kurang dari delapan meter. Sedangkan vegetasi rumput-rumputan biasanya tidak berkayu. (Michael 1994). Vegetasi mangrove adalah suatu tipe vegetasi yang khusus terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut laut. Ekosistem mangrove terdapat di pantai yang datar dan berair tenang. Biasanya di pantai-pantai yang jauh dari muara sungai jalur pertumbuhan tegakan mangrove tidak terlalu lebar. Tempat tumbuh ideal vegetasi mangrove adalah di sekitar pantai yang lebar muara sungainya, delta dan tempat muara sungainya banyak mengandung lumpur dan pasir. Perakaran mangrove yang kuat mampu meredam gerak pasang surut, dan mampu terendam dalam air yang kadar garamnya bervariasi. Perakaran mangrove juga
mampu mengendalikan lumpur. Daun
7
mangrove merupakan sumber bahan organik penting dalam rantai makanan akuatik, setiap hektarnya mampu menghasilkan bahan organik dari serasah daun. Masukan bahan organik ini merupakan kunci kesuburan mangrove (Tjardhana dan Purwanto 1995).
Deskripsi Wilayah Pesisir Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut dan perembesan air laut yang dicirikan oleh tipe vegetasi yang khas. Wilayah pesisir juga merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir memiliki dua macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus terhadap garis pantai (crosshore).
Batas
wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas terluar dari daerah paparan benua (continental shelf) dengan ciri-ciri perairan dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan vegetasi dan pencemaran (Nontji 2005). Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik karena merupakan tempat dan pencampuran pengaruh antara darat, laut dan udara (iklim). Pada umumnya wilayah pesisir dan khususnya perairan estuaria mempunyai tingkat kesuburan yang tinggi, kaya akan unsur hara dan menjadi sumber zat organik yang penting dalam rantai makanan di laut. Namun demikian, perlu dipahami bahwa sebagai tempat peralihan antara darat dan laut, wilayah pesisir ditandai oleh adanya gradient perubahan sifat ekologi yang tajam dan karenanya merupakan wilayah yang peka terhadap gangguan akibat adanya perubahan lingkungan dengan fluktuasi di luar batas kewajaran.
Dari segi fungsinya,
wilayah pesisir merupakan zone penyangga (buffer zone) bagi hewan-hewan migrasi. Menurut Cruz (1981), setiap spesies sepanjang gradient lingkungan memiliki keunggulan kompetitif yang menjadikan faktor pengendali pola zonasi. Faktor yang mempengaruhi zonasi spesies vegetasi pantai, yaitu tanah, salinitas
8
air tanah, drainase, aliran arus gelombang, kelembaban tanah dan frekuensi penggenangan.
Faktor-faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Pertumbuhan Vegetasi Pantai Iklim Cahaya, suhu, curah hujan dan angin berpengaruh kuat terhadap ekosistem pantai, juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan. Perubahan iklim dapat menyebabkan kerusakan dan penyusutan keanekaragaman hayati. Perubahan iklim disebabkan antara lain oleh pemanasan global dan akan berpengaruh terhadap sistem hidrologi bumi, yang pada akhirnya akan berdampak pada struktur dan fungsi ekosistem alami. Beberapa tahun terakhir ini, perubahan iklim telah berdampak terhadap hutan alami, pertanian, ketahanan pangan, kesehatan, lingkungan, termasuk sumberdaya air dan keanekaragaman hayati. Dampak yang mudah terlihat akibat perubahan iklim adalah musim kering yang panjang, frekuensi dan skala banjir yang tinggi di banyak bagian dunia, termasuk Indonesia. Kebakaran hutan secara besar-besaran yang terjadi tahun 1997 hingga 1998 yang disebabkan oleh aktivitas manusia dan diperparah oleh perubahan iklim, karena musim kemarau menjadi lebih panjang daripada biasanya. Dampak perubahan iklim pada keanekaragaman hayati secara langsung masih harus diteliti, tetapi diduga pengaruhnya cukup besar (Medrizam et al. 2004). Cahaya Cahaya sangat penting dalam proses fotosintesis, proses pertumbuhan, respirasi, transpirasi dan fisiologi. Intensitas cahaya, kualitas dan lamanya penyinaran adalah faktor penting bagi tumbuhan. Secara umum, tumbuhan mangrove dan vegetasi pantai lainnya adalah tumbuhan yang dapat bertahan hidup pada intensitas sinar matahari penuh, hal ini merupakan ciri khas bagi vegetasi tropis. Intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan spesies 3000-3800 kcal/m/hari (Lugo dan Snedaker 1974).
mangrove antar
9
Curah hujan Lama dan distribusi curah hujan adalah faktor penting dalam perkembangan dan penyebaran tumbuhan dan hewan. Selain itu curah hujan juga merupakan faktor penting untuk menjaga kebersihan udara, suhu air, salinitas dan tempat bertahan hidup vegetasi pantai. Secara normal, perkembangan vegetasi pantai lebih baik jika curah hujan berkisar 1500-3000 mm/tahun. Dapat juga mencapai
4000
mm/tahun,
distribusinya
selama
8-10
bulan/tahun
(Bismark 1987). Suhu Suhu merupakan faktor lingkungan yang mempunyai peran penting terhadap pertumbuhan vegetasi pantai dalam hal fotosintesis, respirasi dan proses fisiologi.
Suhu mempengaruhi fotosintesis secara langsung maupun tidak
langsung.
Berpengaruh secara langsung karena reaksi kimia enzimatik yang
berperan dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh suhu. Tingkat percepatan proses-proses dalam sel akan meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu sampai mencapai batas tertentu (Sverdrup et al.1942). Suhu penting bagi proses fisiologi, fotosintesis dan respirasi Rhizophora spp. dan Ceriops spp. pertumbuhan daunnya lebih baik pada suhu 26-28 oC. Secara umum daerah tropis adalah habitat yang baik untuk pertumbuhan mangrove (Ellison 1996).
Pasang Surut Daerah pantai sebagai zona pasang surut merupakan komunitas tempat hidup tumbuhan dan hewan untuk tumbuh dan berkembang biak di daerah ini. Salinitas air bervariasi selama musim dan pasang surut, salinitas air menjadi tinggi pada musim kemarau. Perubahan tersebut menjadi faktor penentu dalam penyebaran vegetasi pantai, khususnya distribusi horizontal. Pasang surut juga mempengaruhi perubahan massa antara air tawar dan air asin yang berpengaruh terhadap distribusi vertikal organisme pada vegetasi pantai (Davie dan Sumardja 1997). Lamanya pasang berpengaruh pada distribusi spesies, struktur vegetatif dan fungsi ekosistem mangrove. Vegetasi mangrove dipengaruhi oleh pasang yang menyebabkan perbedaan struktur dan kesuburan. Keberadaan dan distribusi
10
tumbuhan mangrove di Malaysia diketahui terkait hubungannya dengan frekuensi lamanya penggenangan. Pada kondisi tersebut terjadi setiap saat seperti spesies Rhizophora mucronata, dan Bruguiera spp. yang mendominasi daerah tersebut. Antara pasang naik dan surut ada daerah antara-pasang yang mempengaruhi sistem perakaran. Akar Rhizophora spp. adalah contoh tumbuhan yang bertahan di atas permukaan tanah, pada sungai yang sempit menyebabkan perakaran yang pendek. Pneumatofor yang besar berada di atas permukaan tanah pada zona antara-pasang dan daerah aliran sungai yang sempit (Edward 1983). Vegetasi dekat pantai didominasi Avicennia spp dan Sonneratia spp. Sonneratia spp tumbuh pada lumpur yang lunak dengan kandungan organik yang tinggi dan pada salinitas yang rendah atau lebih ke belakan. Sedangkan Avicennia spp tumbuh pada substrat yang agak lembut lebih ke arah depan. Rhizophora mucronata dengan kondisi yang agak basah lebih ke arah daratan. Di samping itu juga terdapat Bruguiera parviflora dan Xylocarpus granatum. Penyebaran kelompok vegetasi mangrove di atas akan membentuk zonasi dalam ekosistem vegetasi mangrove (Bismark 1987).
Gelombang Terdapat 3 faktor yang menentukan besarnya gelombang yang disebabkan oleh angin, yaitu kuatnya hembusan, lamanya hembusan dan jarak tempuh angin (fetch). Jarak tempuh angin ialah bentang angin terbuka yang dilalui angin. Sekali gelombang telah terbentuk oleh angin maka gelombang itu akan merambat terus sampai jauh (Nontji 2005). Ketika gelombang mendekati perairan yang dangkal dan mulai menyentuh dasar saat tiba pada kedalaman yang sama dengan setengah panjang gelombang maka akan menyebabkan terjadinya perlambatan kecepatan dan penaikan tinggi gelombang. Gelombang yang terhempas ke pantai mengandung energi yang besar. Semakin tinggi gelombang maka semakin besar pula energi yang terhempaskan. Energi ini mampu memindahkan sedimen di bawahnya. Apabila tidak ada penghalang yang berfungsi sebagai peredam hempasan maka hal ini akan merusak kestabilan garis pantai (Nontji 2005).
11
Vegetasi pantai dapat berfungsi sebagai peredam hempasan gelombang. Sistem perakarannya dapat berperan sebagai perangkap sedimen. Hal ini dapat terjadi apabila didukung oleh formasi vegetasi pantai yang baik. Tetapi, ada kalanya vegetasi pantai tidak dapat berfungsi lagi sebagai peredam gelombang. Kerusakan lingkungan pantai seperti pencemaran dan penambangan pasir pantai dapat mengurangi kemampuan sistem perakarn vegetasi untuk mengikat substrat atau pasir sehingga pantai sangat mudah terabrasi (Tjardhana dan Purwanto 1995). Gelombang yang kuat seperti tsunami akan mengakibatkan perpindahan sedimen dari laut dan pantai yang terkikis terbawa ke dalam ekosistem mangrove termasuk tambak dan teluk. Sedimen yang terbawa oleh gelombang akan menutupi sedimen di permukaan mangrove. Vegetasi mangrove akan roboh akibat gelombang besar. Dalam beberapa hal, ketika pantai menjadi tererosi dan akan terbentuk garis pantai baru pada bagian mangrove yang mati atau teluk bagian dalam (Cahoon and Philippe 2002).
Arus Arus merupakan gerakan masa air yang dapat disebabkan oleh angin, perbedaan densitas air laut, gelombang dan pasang surut.
Arus dapat
menyebabkan terjadinya perbedaan suhu, kadar garam dan lamanya pasang. Arus pantai, baik yang dibangkitkan oleh gelombang maupun pasang surut di perairan dangkal akan berinteraksi dengan dasar perairan. Interaksi tersebut berupa gesekan antara badan air yang bergerak dengan dasar perairan. Gesekan tersebut membangkitkan sejumlah energi yang disebut sebagai kapasitas angkut yang besarnya sebanding dengan kecepatan arus. Jika kapasitas angkut tersebut cukup besar maka sedimen di dasar perairan akan terangkat dan terpindahkan. Peristiwa pengangkatan sedimen dari pantai disebut sebagai abrasi dan pengangkutannya disebut sebagai transport. Sebaliknya jika kecepatan arus menurun, maka kapasitas angkutnya pun menurun, sehingga sedimen yang sedang terangkut akan dijatuhkan ke dasar perairan. Peristiwa ini disebut sebagai deposisi. Abrasi yang terjadi terus menerus akan mengakibatkan kehilangan badan pantai. Sebaliknya, deposisi yang terjadi terus menerus akan mengakibatkan penumpukan sedimen yang biasanya disebut sedimentasi.
Sebuah kawasan pantai akan terjadi
12
kesetimbangan jika memiliki pasokan sedimen yang memadai atau setara dengan sedimen yang terangkut. Kesetimbangan pantai juga akan dapat terjadi jika kekuatan agen pengangkut sedimen tertahan oleh unsur-unsur alam (buatan) yang mampu melemahkan kapasitas angkut dari arus yang dibangkitkan gelombang atau pasang surut (Poerbandono 2004). Vegetasi pantai sebagai salah satu unsur alam dapat memberikan kesetimbangan pantai untuk menjaga kestabilan sedimennya. Sistem perakaran dari vegetasi pantai ini akan mengurangi daya kapasitas angkut sedimen pantai oleh arus yang pada akhirnya akan mempertahankan badan pantai. Kapasitas angkut dan kecepatan arus yang kuat yang tidak dapat diredam oleh vegetasi pantai menjadi penyebab hilangnya formasi vegetasi pantai di beberapa tempat. Sebaran salinitas dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan aliran sungai. Perairan estuaria atau daerah sekitar kuala dapat mempunyai struktur salinitas yang kompleks karena selain sebagai daerah pertemuan air tawar yang relatif ringan dan air laut yang lebih berat, juga pengadukan air sangat menentukan (Nontji 2005). Salinitas dapat berubah setiap saat, tergantung pada tinggi rendahnya pasang surut, intensitas hujan, dan penguapan. Salinitas lebih tinggi pada bagian dasar dibandingkan dengan permukaan (Marguerite 1997). Salinitas berpengaruh terhadap komposisi mangrove, beberapa spesies mempunyai toleransi yang luas terhadap salinitas seperti Sonneratia caseolaris yang ditemukan pada air laut murni hingga daerah pasang surut sungai yang mempunyai salinitas hampir tawar. Bruguiera parviflora dan Bruguiera gymnorrhiza mempunyai batas toleransi yang sempit terhadap salinitas, hanya ditemukan pada daerah yang rendah salinitas (Giesen dan Wulffraat 1998).
Sedimen atau Pasir Pantai Sedimen dasar penyusun ekosistem pantai adalah pasir. Ukuran partikel pasir merupakan fungsi dari gerakan gelombang di pantai tersebut. Jika energi gelombang kecil maka partikel pasir berukuran kecil pula, tetapi jika energi gelombang besar, partikel akan menjadi kasar dan membentuk deposit kerikil. Partikel pasir yang halus, melalui gaya kapilernya, cenderung untuk menampung
13
lebih banyak air di atas tingkat pasang surut dalam celahnya. Pasir kasar dan kerikil berlaku sebaliknya, cepat mengalirkan air ketika surut. Hal ini berdampak pada persediaan oksigen. Oksigen tidak pernah menjadi faktor pembatas dalam air yang membasahi pantai, karena turbulensi gelombang menjamin kejenuhan yang konstan. Menurut (Craighead 1971; Smith et al. 1994), angin kencang dapat menyediakan nutrien pada ekosistem mangrove, angin di daerah tropis dilaporkan dapat mendeposit sedimen lebih dari 10 cm di lantai vegetasi. Air yang tertahan di pantai berpengaruh terhadap perubahan suhu dan salinitas yang dapat digunakan oleh vegetasi. Setelah digunakan akan diisi kembali melalui pertukaran air yang ada di atas permukaan melalui proses pasang surut, kemampuan pengikatan air tergantung pada ukuran partikel pasir. Partikel halus mempunyai laju pertukaran yang lambat dan partikel kasar mempunyai laju pertukaran cepat, sehingga di pantai yang berpasir halus, pertukaran air lambat dan dapat mengurangi persediaan oksigen (Nybakken 1992).
Keragaman Jenis dalam Komunitas Jumlah jenis dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman jenis tampaknya bertambah bila komunitas menjadi stabil. Gangguan yang parah menyebabkan terjadinya penurunan yang nyata dalam keragaman. Indeks keragaman jenis merupakan parameter yang banyak digunakan terutama untuk membandingkan data komunitas tumbuhan untuk mempelajari pengaruh dari gangguan faktor biotik atau untuk mengetahui tingkat tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan (Odum 1998). Keragaman jenis adalah keragaman organisme yang menempati suatu ekosistem, di darat maupun di perairan. Dengan demikian setiap organisme mempunyai ciri yang berbeda satu dengan yang lain. Keanekaragaman ekosistem: mencakup keanekaan bentuk dan susunan bentang alam, daratan maupun perairan, di mana makhluk atau organisme hidup (tumbuhan, hewan dan mikroorganisme) berinteraksi dan membentuk keterkaitan dengan lingkungan fisiknya. Kelimpahan jenis mangrove juga dipengaruhi oleh vegetasi lain yang menghambat kelimpahan dan pertumbuhan suatu jenis. Menurut Sukardjo (1986), jumlah
seedling
R.
mucronata
dan
B.
gymnorrhiza
jumlah
individu
14
berkurang dikarenakan terjadi kelimpahan Acrostichum aureum, dan gulma dapat mengurangi viabilitas semai R. mucronata dan B. gymnorrhiza. Menurut Ellison (2001), faktor lain yang mempengaruhi kelimpahan jenis mangrove adalah kurang sesuainya habitat pasang surut untuk jenis-jenis mangrove. Penyebaran mangrove di kawasan pasifik terdiri atas 34 spesies dan 3 hibrid (Ellison 1995). Kawasan mangrove menurun keragaman dari barat hingga ke timur Pasifik,
mangrove mencapai suatu batas pada Samoa Amerika yaitu
diperkirakan 52 ha dari mangrove yang tersisa hanya mempunyai
tiga jenis
mangrove (Gilman et al. 2006). Papua Nugini bagian selatan mempunyai keanekaragaman bakau global paling tinggi yaitu 33 jenis dan 2 hibrid, terletak di pusat Indo-Malayan yang merupakan pusat dari keanekaragaman mangrove (Ellison 2000).
15
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di dua kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam, yaitu kawasan yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia atau Kawasan Pantai Barat (Aceh Barat, Aceh Jaya, Aceh Besar dan Banda Aceh) dan Kawasan yang dipengaruhi oleh Selat Malaka atau Kawasan Pantai Timur (Pidie, Bireuen, Lhokseumawe dan Aceh Utara). Penelitian dilakukan mulai September 2004 sampai Juli 2007.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% untuk mengawetkan spesimen yang tidak diketahui jenisnya. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, meteran, gunting stek, peralatan pres herbarium, label, tali rafia, kompas, dan Global Positioning System (GPS).
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Kuadrat untuk mengukur nilai kerapatan, frekuensi dan dominasi. Kuadrat dibuat pada transek dengan jarak 10 m tiap kuadrat. Jumlah transek tiap wilayah penelitian 12 transek untuk vegetasi mangrove, untuk vegetasi pantai dibuat 3 transek. Untuk kelompok pohon (diameter batang ≥10 cm) luas tiap kuadrat 10m x 10m, untuk kelompok pancang (diameter batang ≥ 5 cm) luas tiap kuadrat 5m x 5m, dan untuk kelompok semai (tinggi jenis kurang dari 1.5 m) luas tiap kuadrat 3m x 3m dan untuk kelompok herba luas tiap kuadrat 1m x 1m. Parameter yang diukur adalah nilai kerapatan, frekuensi dan dominasi. Metode Survey digunakan untuk mengetahui kondisi fisik pantai seperti abrasi, dan pelindung fisik pantai (seawalls) yang digunakan. Data tambahan tentang keadaan fisik pantai juga diperoleh dengan mewawancarai penduduk sekitar. Data yang diperoleh akan diolah secara deskriptif.
16
PUSAT GEMPA
AREA STUDI
Sumber: GIS dan Remote Sensing Development Center Unsyiah 2005
Gambar 1. Peta area studi di kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat Nanggroe Aceh Darussalam.
17
Teknik Pengambilan Sampel Dengan Metode Kuadrat 10 m Plot untuk pohon 5m Pancang
3m
10 m 5m
1m
3m 1m
Semai Herba
Gambar 2. Plot pengamatan untuk tiap-tiap kelompok vegetasi yang dibuat pada garis transek.
Dalam setiap petak contoh dicatat data setiap jenis yang terdapat di wilayah penelitian, data dihitung berupa:
Kerapatan Kerapatan mutlak jenis i atau KM (i) Jumlah individu suatu jenis i KM (i) = Jumlah total luas area yang digunakan untuk penarikan contoh Kerapatan relatif jenis i atau KR (i) Kerapatan mutlak jenis i
KR (i) =
x 100% Kerapatan total seluruh jenis terambil dalam penarikan contoh
18
Frekuensi Frekuensi mutlak jenis i atau FM (i) Jumlah suatu petak contoh yang diduduku oleh jenis i FM (i) = Jumlah banyaknya petak contoh dibuat dalam analisis vegetasi Frekuensi relatif jenis i atau FR (i) Frekuensi mutlak jenis i FR (i) =
x 100 % Frekuensi total seluruh jenis
Dominasi Untuk menghitung dominasi dilakukan dengan menghitung basal area pada vegetasi mangrove dengan cara mengukur diameter batang setinggi dada, atau dengan menghitung luas bidang dasar pada tinggi 1.30 m dari permukaan tanah. Rata-rata basal area per pohon adalah: g
= π/4 (dbh2) atau g = (π d2)/4
g
= basal area
dbh = diameter setinggi dada. Dominasi mutlak jenis i atau DM (i) DM (i) = jumlah luas bidang dasar suatu jenis Dominasi relatif jenis i atau DR (i) Jumlah luas bidang dasar suatu jenis i DR =
x 100% Jumlah jumlah luas bidang dasar seluruh jenis (Cox 1976)
19
Indeks Nilai Penting (INP) Indeks Nilai Penting (INP)merupakan besaran yang menunjukkan kedudukan suatu jenis terhadap jenis lain di dalam suatu komunitas. Nilai dari indeks ini diturunkan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif, dan dominasi relatif dari jenis-jenis yang menyusun tipe komunitas
yang diamati. Menentukan
besarnya Indeks Nilai Penting: (INP) = KR(i) + FR(i) + DR(i) Menghitung indeks keragaman umum Shannon-Weaver sebagai berikut: ⎡⎛ ni ⎞ ⎡ ni ⎤ ⎤ H = − ∑ ⎢⎜ ⎟ ln ⎢ ⎥ ⎥ atau H = − ∑ Pi ln Pi ⎣⎝ N ⎠ ⎣ N ⎦ ⎦ H = Indeks keragaman umum Shannon-Weaver ni = nilai penting atau dominasi relatif atau biomasa dari setiap jenis. N = total nilai penting jenis atau biomasa dari setiap jenis. ⎛ ni ⎞ Pi = Peluang kepentingan tiap jenis ⎜ ⎟ ⎝N⎠
(Odum 1998)
Diagram profil vegetasi Diagram profil vegetasi dibuat mulai dari garis pantai hingga 100m x 10m ke belakangnnya. Tiap kawasan dibuat diagram profil vegetasi yang akan mewakili wilayah penelitian.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan Pesisir Nanggroe Aceh Darussalam Kawasan pesisir pantai di Nanggroe Aceh Darussalam berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Malaka. Kawasan yang mengalami kerusakan meliputi kawasan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Kawasan Pantai Barat terdiri atas empat daerah yaitu: Kabupaten Aceh Barat, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Aceh Besar dan Kota Banda Aceh. Sedangkan daerah yang berbatasan dengan Selat Malaka yaitu sebagian Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Kabupaten Aceh Utara. Gelombang tsunami lebih tinggi dan lebih kuat menerjang kawasan Pantai Barat. Tinggi gelombang hingga 34 m di kawasan Pantai Barat sedangkan gelombang yang datang dari arah kawasan Pantai Timur tinggi gelombang hingga 10 m (Anonim 2006). Hal ini disebabkan pusat terjadinya gempa berada di Samudera Hindia. Gelombang menerjang kawasan pesisir Pantai Barat tidak terhalang oleh paparan daratan, sedangkan gelombang yang menerjang kawasan Pantai Timur tertahan terlebih dahulu oleh daratan sekitar kawasan Pantai Barat. Akibatnya kondisi vegetasi dan kondisi fisik pantai terjadi kerusakan lebih berat di kawasan Pantai Barat dibandingkan dengan kawasan pesisir yang berada di sekitar Selat Malaka.
Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Barat Pantai Aceh Barat dan Aceh Jaya Sebelum pemekaran Kabupaten Aceh Jaya termasuk ke dalam wilayah administratif Aceh Barat. Pantai Aceh Barat dan Aceh Jaya berhubungan langsung dengan Samudera Hindia. Karakteristik oseanografi dan dinamika perairan secara langsung dipengaruhi oleh karakteristik perairan Samudera Hindia, yaitu tingginya gelombang laut dan angin kencang. Sebelum tsunami di kawasan pantai Aceh Barat dan Aceh Jaya masih dijumpai tipe-tipe vegetasi pelindung kawasan pantai. Jarak antara garis pantai
21
dan badan jalan Meulaboh-Banda Aceh adalah 100-300 m. Pada beberapa tempat kawasan pantai dijumpai
vegetasi pelindung pantai yang masih membentuk
formasi vegetasi pelindung. Pada beberapa tempat bagian bibir pantai kawsan pantai Barat sudah mengalami abrasi sehingga garis pantai menjadi tidak stabil. Secara umum kondisi pantai Aceh Barat ditumbuhi atau ditanami dengan komponen vegetasi pantai, seperti Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia, Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus
dan Pandanus tectorius herba dan
tumbuhan bawah lainnya. Vegetasi pantai merupakan penahan abrasi pesisir yang paling efektif, hal ini sesuai dengan sistem perakaran yang dimilikinya berfungsi sebagai peredam energi gelombang dan menstabilkan substrat atau pasir pantai. Kawasan pesisir Aceh Barat yang rusak akibat tsunami disajikan pada Gambar 3. di bawah ini.
Gambar 3
Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Aceh Barat.
22
Kawasan yang mengalami kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Aceh Barat akibat tsunami meliputi vegetasi pantai (coastal forest), tambak (fish/shrimp pond), hutan mangrove, badan air (water body) dan perkebunan seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Kawasan pesisir Aceh Barat yang rusak meliputi empat kecamatan yaitu Kecamatan Meurebo, Kecamatan Johan Pahlawan, Kecamatan Sama Tiga dan Kecamatan Arongan Lambalek. Luas kawasan vegetasi pantai (coastal forest) 1442.3 ha, hutan mangrove 249 ha, perkebunan 104110 ha, tanah kosong 156 ha, badan air (water body) 356 ha dan tambak yang rusak (fish/shrimp pond) 165 ha. Pada kawasan ini upaya penanaman kembali vegetasi kawasan pantai sudah mulai dilakukan. Masyarakat sekitar yang sudah mulai menanam di kebun mereka namun masih dalam skala kecil dan perlu ditingkatkan lagi khususnya vegetasi pelindung pantai. Sebelum tsunami kawasan pesisir masih dijumpai tumbuhan penutup tanah seperti Ipomoea pescaprae di sepanjang garis pantai. Di sekitar perumahan penduduk juga dijumpai jenis-jenis pohon seperti Cerbera manghas, Hibiscus tiliaceus dan Morinda citrifolia. Di beberapa tempat terdapat kawasan terbuka akibat dikonversi menjadi daerah wisata dan pertokoan. Sehingga vegetasi pelindung pantai sudah hilang dan tanahnya terbuka sehingga yang tampak hanya hamparan pasir. Hal ini tidak mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah setempat yaitu tentang pemberian izin membangun bangunan di pantai agar tidak terjadi abrasi di sekitar pantai. Vegetasi di kawasan pesisir sangat peka terhadap gangguan, oleh karena itu setiap kegiatan pemanfaatan dan pengembangan di wilayah pesisir dengan tidak memotong atau menghilangkan vegetasi pelindung. Kawasan pesisir Kabupaten Aceh Jaya yang rusak akibat tsunami meliputi enam kecamatan yaitu Kecamatan Tenom, Kecamatan Panga, Kecamatan Krueng Sabe, Kecamatan Setia Bakti, Kecamatan Samponit, dan Kecamatan Jaya seperti yang ditampilkan pada Gambar 4.
23
Gambar 4
Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Aceh Jaya
Kawasan yang rusak meliputi; vegetasi pantai 1036.2 ha, tambak 353.6 ha, vegetasi 411.6 ha, hutan mangrove 989 ha, perkebunan 17685.8 ha, tanah kosong 823.2 ha, sawah 1209.3 ha, badan air 268 ha, seperti yang terlihat pada Gambar 4. Keseluruhan kerusakan kawasan pesisir di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Jaya ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1 Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Aceh Barat dan Aceh Jaya Kabupaten
Aceh Barat Aceh Jaya
Vegetasi Pantai
Vegetasi mangrove
1442.3 1036.3
249.7 989.3
Kawasan (ha) Tanaman Tambak Perkebunan 165.2 353.6
10410.1 17685.8
Badan Air
Tanah Kosong
Total
356.9 268.3
156.1 823.1
12780.3 21156.4
24
Kawasan Pesisir Aceh Jaya upaya penanaman kembali vegetasi kawasan pesisir sudah mulai dilakukan dalam skala kecil. Persawahan dan kawasan tambak sudah mulai direhabilitasi dan dimanfaatkan kembali, perkebunan penduduk juga sudah mulai ditanami tanaman perkebunana. Upaya rehabilitasi kawasan pantai pada daerah ini belum dilakukan secara maksimal oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena pemerintah sedang mengupayakan pembangunan perumahan bagi penduduk yang terkena tsunami. Sebelum tsunami beberapa kawasan pantai telah dikonversi menjadi daerah wisata. Pemanfaatan kawasan pinggir pantai sebagai daerah pariwisata merupakan gangguan awal terhadap keberadaan formasi vegetasi pantai. Pembangunan pertokoan dan perumahan telah menghilangkan beberapa formasi vegetasi
pantai karena dianggap menghambat pembangunan tersebut,
akibatnya komposisi formasi vegetasi pantainya mengalami penurunan jenis dan kerapatan dari waktu ke waktu. Vegetasi di kawasan pesisir sebelum tsunami di kawasan pantai sudah terjadi penurunan kerapatan akibat konversi lahan menjadi perumahan, pertokoan dan daerah wisata. Akibatnya kawasan pesisir sudah mulai terbuka sehingga menjadi tidak terlindungi. Vegetasi pantai berfungsi sebagai penahan abrasi, penahan angin dan gelombang yang berhembus menerpa perkampungan penduduk.
Langkah
ini
tidak
mendapat
penanganan
yang
cepat
dari
pemerintah daerah setempat. Apabila pantai sudah terkikis atau terabrasi pada tingkat yang parah maka biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi akan jauh lebih besar. Kerugian yang lain seperti hilangnya keragaman hayati, hilangnya nilai estetika, di samping itu masyarakat juga akan mengalami berbagai kerugian materi. Hilangnya vegetasi pelindung pantai menjadi faktor utama pemacu abrasi di kawasan pesisir. Bangunan pertokoan perumahan, dan bangunan lainnya tidak akan mampu melindungi pantai, karena pondasi dari bangunan tersebut tidak dapat mengikat pasir layaknya fungsi akar vegetasi pantai, oleh karena itu peningkatan kerapatan vegetaasi pada beberapa formasi vegetasi pantai sangat diperlukan untuk memberikan kemampuan mendukung lingkungan fisik dan biologi kawasan pesisir.
25
Tingkat Kerapatan, Penyebaran, Penguasaan dan Keragaman Jenis Vegetasi di Kawasan Pantai Aceh Barat sebelum Tsunami Kelompok Herba Jumlah jenis kelompok herba (rumput-rumputan, teki-tekian dan tumbuhan bawah lainnya) yang terdapat di pantai Aceh Barat terdiri atas 17 jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Ada beberapa jenis kelompok herba yang mendominasi wilayah penelitian, hal ini terlihat dari besarnya indeks nilai penting yang diperoleh jenis tersebut, jenis yang memperoleh nilai penting tinggi adalah Ipomoea pescaprae, Cyperus rotundus, Axonopus compresus. Sedangkan jenis yang lain mempunyai Indeks nilai penting sangat rendah seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah jenis herba yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami No Nama Jenis KR FR DR NP (%) (%) (%) (%) 1 Axonopus compresus 24.34 7.69 17.76 49.80 2 Boreria alata 0.61 5.13 0.49 6.23 3 Boreria laevis 0.41 2.56 0.25 3.22 4 Cyperus rotundus 36.51 15.38 5.76 57.65 5 Dactiloctenium sp 1.83 5.13 1.64 8.60 6 Digitaria fuscescen 6.69 12.82 1.64 21.16 7 Eclipta prostrata 5.07 2.56 6.58 14.21 8 Erigeron sumatranensis 0.20 2.56 0.25 3.01 9 Euphorbia hirta 0.61 5.13 0.99 6.72 10 Ipomoea pescaprae 8.32 15.38 49.34 73.04 11 Mimosa pudica 4.06 5.13 3.29 12.47 12 Paspalum vaginatum 1.01 5.13 1.15 7.29 13 Phyllanthus debilis 4.06 2.56 1.32 7.94 14 Phyllathus virgatus 0.41 2.56 0.25 3.22 15 Spilanthes iabadicensis 3.25 2.56 6.58 12.39 16 Urochloa paspaloides 2.43 5.13 2.47 10.03 17 Vernomia cinerrea 0.20 2.56 0.25 3.01 Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 2.31 Jenis-jenis yang memperoleh nilai penting tinggi berarti jenis tersebut lebih menguasai wilayah pesisir.
Ipomoea pescaprae lebih menguasai pada
tingkat penyebaran dan dominasi sedangkan kerapatan tergolong sedang yaitu hanya 8.32 % dari keseluruhan nilai kerapatan kelompok ini. Cyperus rotundus
26
memperoleh indeks nilai penting (57.65 %), jenis ini lebih unggul pada nilai kerapatan dan penyebaran sedangkan nilai dominasi hanya (5.76 %). Cyperus rotundus penyebarannya lebih banyak ditemukan di sekitar kebun di daerah pantai. Jenis-jenis tersebut lebih unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih dapat dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan pesisir. Sedangkan jenisjenis yang memperoleh nilai penting rendah, vegetasi kurang baik dalam hal beradaptasi dengan lingkungan pesisir Aceh Barat, baik segi memanfaatkan unsur hara, maupun menyesuaikan diri terhadap iklim, seperti cahaya, suhu, curah hujan dan angin. Jenis herba dapat digolongkan ke dalam kelompok yang mempunyai indeks keragaman sedang ( H =2.31), hal ini terbukti kelompok herba lebih terdistribusi merata dibandingkan dengan kelompok pohon, pancang dan semai. Keseluruhan indeks keragaman jenis kelompok herba ditampilkan pada Gambar 5. Indeks nilai penting di atas 48.69 % tergolong tinggi. Terlihat sangat jelas tiga jenis herba yang mendominasi wilayah penelitian, hal ini terlihat dari besarnya nilai penting yang diperoleh jenis tersebut seperti Ipomoea pes-cuprae (73.04 %), Cyperus rotundus (57.65 %), Axonopus compresus (49.80 %).
Indeks Nilai Penting jenis (%)
80
73.04
70 57.65
60 49.80
50 40 30 21.16
20 10
14.21 6.23
12.47
8.60 3.22
6.72 3.01
12.39 10.03
7.29 7.94 3.22
3.01
A .c om pr es us B . al B ata . l D C. aev ac r i til otu s oc nd te us ni um D . sp fu sc es E E ce . . su pro n m s at tra r Eu an ta ph ens is or bi a hi I. rt pe sc a ap ra M e . p P. ud va i gi ca na tu m P .d eb P ilis S. . v ia irga ba tu d s U . p ice n as si s pa lo id es V .c in er re a
0
Gambar 5 Indeks nilai penting jenis herba dari keseluruhan jenis yang ditemukan di kawasan pantai Aceh Barat.
27
Indeks nilai penting di atas 24.35 - 48.69 % tergolong sedang. Pada Gambar 5 tidak dijumpai jenis yang mempunyai indeks keragaman sedang dan terlihat adanya pemisahan yang sangat jelas dua kelompok indeks nilai penting. Indeks nilai penting di bawah 24.35 % tergolong rendah, terdapat 14 jenis kelompok herba yang mempunyai indeks nilai penting rendah. Jenis-jenis tersebut adalah: Boreria alata, Boreria laevis, Urochloa paspaloides, Dactiloctenium sp., Digitaria fuscescen, Eclipta prostrata, Erigeron sumatranensis, Euphorbia hirta, Mimosa pudica, Paspalum vaginatum, Phyllanthus debilis, Phyllathus virgatus, Spilanthes iabadicensis dan Vernomia cinerrea. Kelompok Semai Pohon Jumlah jenis kelompok semai pohon yang ditemukan di lokasi penelitian terdiri atas 5 jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 3 di bawah ini. Pandanus tectorius lebih menguasai kawasan pesisir Aceh Barat, hal ini terlihat Pandanus tectorius lebih unggul dalam hal kerapatan mutlak, kehadiran dan dominasi jenis. Pandanus tectorius lebih unggul dalam lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pesisir dalam hal memperoleh sumberdaya. Pandanus tectorius lebih dapat menyesuaikan diri dengan unsur hara serta lebih unggul dalam menyesuaikan diri terhadap iklim, seperti cahaya, suhu, curah hujan dan angin di wilayah pesisir. Tabel 3 Jumlah jenis semai yang ditemukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami No Nama Jenis KR FR DR INP (%) (%) (%) (%) 1 Hibiscus tiliaceus 13.13 14.29 2.13 29.55 2 Morinda citrifolia 4.04 14.29 0.14 18.46 3 Pandanus tectorius 78.79 50.00 97.70 226.5 4 Terminalia catappa 2.02 14.29 0.03 16.34 5 Calophyllum inophyllum 2.02 7.14 0.002 9.16 Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 0.88 Pandanus tectorius merupakan jenis semai yang mempunyai indeks nilai penting paling tinggi yaitu (226.49 %) atau sekitar 75 % dari keseluruhan kelompok semai. Pandanus tectorius tumbuh pada habitat dengan substrat
28
berpasir di depan garis pantai, terkena pasang surut hingga ke belakang garis pantai. Pandanus tectorius di kawasan Pantai Aceh Barat pertumbuhannya mengelompok dan tersebar dengan sangat cepat. Hal ini dibuktikan dengan tingginya penyebaran untuk jenis ini. Pandanus tectorius yang ditemukan di kawasan pantai Aceh Barat umumnya tingkat pertumbuhannya masih pada tingkat semai. Sistem perakaran dapat mengikat badan pantai sehingga garis pantai tetap stabil. Sedangkan empat jenis lain yaitu, Hibiscus tiliaceus, Morinda citrifolia, Terminalia catappa dan Callophyllum inophyllum mempunyai nilai penting rendah yaitu di bawah 20 %. Meskipun Hibiscus tiliaceus memperoleh nilai penting 29.55 % namun hanya 9 % dari total nilai penting seluruh jenis, seperti yang ditampilkan pada Tabel 2. Kelompok semai di kawasan pantai Aceh Barat kerapatannya 3666 individu/ha.
Rendahnya
indeks
nilai
penting
untuk
kelompok
semai
mengindikasikan bahwa untuk beberapa tahun kedepan regenerasi pertumbuhan kelompok pancang sangat rendah. Kelompok pancang untuk beberapa tahun kedepan akan lebih sedikit hal ini terlihat dari distribusi nilai kerapatan kelompok semai yang tidak merata dan sedikit sekali jumlah jenis yang akan tumbuh menjadi kelompok pancang. Kondisi seperti ini harus mendapat perhatian yang serius dari pemerintah daerah agar penanaman atau peremajaan semai untuk jenisjenis pohon dapat ditingkatkan sehingga ketika pohon yang ada sekarang mati
Indeks Nilai Penting Jenis (%)
dapat digantikan oleh generasi vegetasi di bawahnya. 250
226.49
200 150 100 50
29.55
18.46
16.34
9.16
0 t ili H.
s eu ac
l rif o cit M.
ia
s riu cto e t P.
ta ca T.
a pp C.
ph i no
um yll
Gambar 6 Indeks nilai penting jenis semai dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat.
29
Indeks nilai penting kelompok semai dapat dilihat seperti yang ditampilkan pada Gambar 6. Memperlihatkan terjadi pemisahan yang sangat jelas indeks nilai penting tinggi dan indeks nilai penting rendah. Regenerasi semai Hibiscus tiliaceus, Morinda citrifolia, Terminalia catappa dan Calophyllum inophyllum untuk beregenerasi menjadi pancang dan pohon sangat jarang kerapatannya. Penanaman jenis vegetasi pantai yang dilakukan jangan hanya dua jenis saja seperti Casuarina equisetifolia dan Cocos nucifera, tetapi jenis-jenis vegetasi pantai yang lain seperti Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus, Pandanus tectorius, Morinda citrifolia, Pogomia pinnata, Barringtonia asiatica, Cerbera manghas, Ipomoea pescaprae, dan jenis-jenis lain yang dapat mengikat badan pantai. Penanaman vegetasi pada tempat-tempat yang sudah terbuka akan meminimalisir gangguan terhadap kawasan pantai, khususnya bahaya abrasi, penahan gelombang, penahan angin, serta meminimalisir suhu yang sangat ekstrim (panas) di kawasan pesisir. Kelompok Pancang Jumlah jenis kelompok pancang ditemukan di pantai Aceh Barat terdiri atas lima jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami KR FR DR INP No Nama Jenis (%) (%) (%) (%) 1 Casuarina equisetifolia 36.84 27.27 42.83 106.94 2 Hibiscus tiliaceus 15.79 27.27 11.89 54.95 3 Lamnea coromandellica 21.05 18.18 27.76 66.99 4 Morinda citrifolia 21.05 18.18 15.93 55.16 5 Codaeum variegatum 5.26 9.09 1.59 15.95 Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 1.48 Kerapatan jenis kelompok pancang di pantai Aceh Barat 506 individu/ha. Terdapat satu jenis kelompok pancang mempunyai nilai penting paling tinggi yaitu Casuarina equisetifolia (106.94 %) atau sekitar 35 % dari keseluruhan nilai penting
kelompok
pancang.
Sedangkan
tiga
jenis
lain
yaitu Lamnea
30
Morinda citrifolia, dan Hibiscus tiliceus
coromandellica,
penting yang hampir merata
mempunyai nilai
yaitu antara 54 % sampai 67 %. Codaeum
variegatum mempunyai nilai penting sangat rendah yaitu di bawah 20% atau sekitar 5.3% dari keseluruhan total nilai penting. Keseluruhan indeks nilai penting vegetasi
tingkat
pancang
ditampilkan
pada
Gambar
7.
Gambar
ini
memperlihatkan terjadi pemisahan yang sangat jelas indeks nilai penting tinggi, indeks nilai penting sedang dan indeks nilai penting rendah. Indeks nilai penting tinggi lebih besar dari 71.29 %, hanya satu jenis yaitu Casuarina equisetifolia. Indeks nilai penting sedang antara 35.65-71.29 % terdapat tiga jenis yaitu Hibiscus tiliaceus, Morinda citrifolia, Terminalia catappa. Indeks nilai penting rendah lebih kecil dari 35.65 %, hanya satu jenis saja yaitu Calophyllum inophyllum. Jumlah jenis vegetasi kelompok pancang sangat sedikit hanya lima jenis dan regenerasi menjadi pohon sangat jarang kerapatannya. Rendahnya regenerasi kelompok pancang karena terjadi penggunaan lahan untuk daerah wisata dan tidak dilakukan penanaman atau peremajaan jenis kembali. Hal ini terlihat tidak satupun Cocos nucifera, Terminalia catappa, Pogomia pinnata, Barringtonia asiatica dan Cerbera manghas yang ditemukan pada tingkat
Indeks Nilai Penting Jenis (%)
pertumbuhan kelompok pancang.
120
106.94
100 80
66.99 54.95
60
55.16
40 15.95
20 0
C.
eq
Gambar 7
eti uis
i fol
a H
u ce lia . ti
s
L.
co
ica ell d an rom
rif cit M.
a oli C
ari .v
a eg
tum
Indeks nilai penting jenis pancang dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat.
Kelompok pancang mempunyai indeks nilai penting yang tidak seragam, dan kelompok vegetasi ini mempunyai kerapatan yang rendah dan penyebarannya
31
juga tidak merata. Hal ini terlihat dari kecilnya nilai kerapatan mutlak dan frekuensi mutlak yang diperoleh masing-masing vegetasi dibandingkan dengan jumlah titik pengambilan sampel. Kelompok pancang mempunyai indeks keragaman ( H = 1.48) yang berarti indeks keragaman jenis untuk kelompok ini adalah tergolong rendah. Data ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk program rehabilitasi dan pengembangan kawasan pesisir. Sehingga kawasan pesisir lebih terlindungi dan dapat memberikan perlidungan terhadap badan pantai dari bahaya abrasi dan melindungi pemukiman penduduk dari tiupan angin kencang, gelombang dan udara panas. Kelompok Pohon Jumlah jenis kelompok pohon yang ditemukan di pantai Aceh Barat terdiri atas 9 jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 5. Terdapat satu jenis kelompok pohon yang mempunyai nilai penting paling tinggi yaitu Cocos nucifera (140.56 %) atau sekitar 44 % dari keseluruhan nilai penting kelompok pohon. Sedangkan dua jenis lain yaitu Casuarina equisetifolia memperoleh (57.62 %) atau 18% dari keseluruhan nilai penting untuk kelompok pohon. Hibiscus tiliaceus memperoleh nilai penting (48.92 %) atau sekitar 14.86 % dari keseluruhan indeks nilai penting jenis. Sedangkan beberapa jenis lain yaitu Areca sp, Barringtonia asiatica, Lamnea coromandellica, Morinda citrifolia, Pandanus
tectorius dan Terminalia catappa memperoleh indeks nilai penting rendah yaitu di bawah 15%. Tabel 5 Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan lokasi penelitian pantai Aceh Barat sebelum tsunami KR FR DR NP No Nama Jenis (%) (%) (%) (%) 1 Areca sp 1.45 3.33 0.02 4.80 2 Barringtonia asiatica 1.45 3.33 0.21 4.99 3 Casuarina equisetifolia 27.54 20.00 10.08 57.62 4 Cocos nucifera 34.78 33.33 72.44 140.56 5 Hibiscus tiliaceus 17.39 16.67 14.86 48.92 6 Lamnea coromandellica 2.90 3.33 0.57 6.81 7 Morinda citrifolia 2.90 6.67 0.63 10.19 8 Pandanus tectorius 7.25 6.67 0.70 14.61 9 Terminalia catappa 4.35 6.67 0.49 11.51 Total 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 1.58
32
Kerapatan pohon di kawasan Pantai Barat 460 individu/ha. Cocos nucifera lebih menguasai wilayah pesisir Pantai Barat dengan indeks nilai penting yang besarnya (140.56 %). Basal area atau dominasi yang tinggi serta kehadirannya hampir merata dititik pengambilan sampel. Sedangkan untuk beberapa jenis lain seperti Areca sp, Barringtonia asiatica, Lamnea coromandellica, Morinda citrifolia, dan Terminalia catappa mempunyai indeks nilai penting yang sangat rendah. Jenis-jenis tersebut diketahui tergolong ke dalam kelompok vegetasi pelindung pantai dan sangat baik mengikat badan pantai dengan sistem perakarannya. Pada Gambar 8 memperlihatkan selisih indeks nilai penting jenis yang sangat besar hanya satu jenis saja yaitu Cocos nucifera yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi. Jenis ini tidak ditemukan sama sekali pada bentuk pertumbuhan yang lain. Diperkirakan pada kawasan ini Cocos nucifera tidak dilakukan peremajaan selama lebih dari 15 tahun lalu. Hal ini harus menjadi perhatian khusus dengan menanam kembali jenis ini. Apabila tidak dilakukan
160
140.56
140 120 100 80 60
57.62 48.92
40 20
4.80
4.99
6.81
10.19
14.61
11.51
M .c it r if o lia P. te ct or iu s T. ca ta pp a
C
.e
B. as ia
Ar ec a
tic a qu is et ifo lia C .n uc if e ra H .t ilia L. ce co us ro m an de lli ca
0 sp
Indeks Nilai Penting Jenis (%)
peremajaan Cocos nucifera maka jika jenis ini mati akan terputus regenerasinya.
Gambar 8 Indeks nilai penting jenis pohon dari keseluruhan jenis yang ditemukan di pantai Aceh Barat.
Casuarina equisetifolia dan Hibiscus tiliaceus yang mempunyai indeks nilai penting sedang, sedangkan jenis yang lainnya mempunyai indeks nilai
33
penting rendah. Meskipun kelompok pohon mempunyai 9 jenis, namun masih tergolong ke dalam indeks keragaman yang rendah. Hal ini disebabkan karena indeks nilai penting jenis tidak seragam, terbukti dari rendahnya indeks keragaman yang diperoleh ( H = 1.58). Indeks keragaman vegetasi di kawasan pesisir pantai Aceh Barat tergolong rendah seperti yang ditampilkan pada Gambar 9. Hal ini menjadi dasar acuan bahwa Pantai Barat harus memperbanyak penanaman vegetasi baik dalam hal jenis maupun kerapatan untuk mengantisipasi ancaman abrasi, badai dan gelombang yang datang.
Indeks Keragaman
3.0 2.5
2.31
2.0 1.48
1.5
1.58
0.88
1.0 0.5 0.0 Herba
Gambar 9
Semai
Pancang
Pohon
Indeks keragaman tiap kelompok pertumbuhan vegetasi di kawasan pantai Aceh Barat.
Profil Vegetasi Pantai Barat Vegetasi di Pantai Barat khususnya pada pantai yang masih stabil ditandai dengan adanya Ipomoea pescaprae, Pandanus tectorius dan jenis-jenis herba pada formasi terdepan. Casuarina equisetifolia, Terminalia catappa dan Hibiscus tiliaceus berada pada formasi belakang dari formasi pescaprae. Selanjutnya diikuti oleh Cocos nucifera yang berada pada formasi belakang seperti yang ditampilkan pada Gambar 10.
34
Profil vegetasi kawasan pantai Barat pada pantai yang telah mengalami abrasi sebelum tsunami tidak dijumpai adanya formasi pescaprae pada formasi terdepan dari garis pantai. Formasi terdepan sudah sangat terbuka, vegetasi pelindung pantai pada formasi terdepan hanya Cocos nucifera dan tidak dijumpai vegetasi lain seperti Pandanus tectorius dan jenis-jenis herba. Vegetasi pelindung pada kawasan ini didominasi oleh satu jenis vegetasi yaitu Cocos nucifera mulai formasi terdepan hingga kebelakang seperti yang ditampilkan pada Gambar 11. Vegetasi di pantai Barat setelah tsunami telah menyebabkan pantai mengalami abrasi yang lebih parah lagi, dimana vegetasi terdepan kawasan pesisir mengalami kematian akibat hantaman gelombang. Di antara jenis vegetasi pelindung pantai yang lebih tahan terhadap gelombang adalah Cocos nucifera seperti yang ditampilkan pada Gambar 12.
Cn Ce Tc Ht
Ip
Pt Hb
Arah Laut
Ip : Ipomoea pescaprae Pt : Pandanus tectorius Tc : Terminalia catappa Ce : Casuarina equisetifolia
Ht : Hibiscus tiliaceus Cn : Cocos nucifera Hb : Herba
Gambar 10 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan pantai yang masih stabil sebelum tsunami.
35
Cn
Ce
Pt Hb
Arah Laut
Pt : Pandanus tectorius Ce : Casuarina equisetifolia Cn : Cocos nucifera Hb : Herba
Gambar 11 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat pada kawasan pantai yang telah mengalami abrasi sebelum tsunami.
Cn
Hb
Arah Laut
Cn : Cocos nucifera Hb : Herba
Gambar 12 Profil vegetasi kawasan pantai Barat Aceh Barat setelah tsunami.
Vegetasi pelindung pantai pada formasi terdepan mengalami kematian akibat hantaman tsunami. Sekarang ini sebagian besar kawasan pantai hanya di jumpai hamparan pasir, dan tanah yang sudah terbuka. Karena penanaman kembali vegetasi pelindung pantai belum dilakukan secara menyeluruh di seluruh kawasan pantai.
36
Vegetasi Pelidung Pantai Dominan Sebelum Tsunami Sepanjang pantai Aceh Barat ditemukan vegetasi pantai yang dominan yaitu Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia, Pandanus tectorius dan Ipomoea pescaprae. Beberapa formasi vegetasi pantai, yaitu formasi pescaprae dan Casuarina equisetifolia yang dijumpai pada Pantai Barat Kecamatan Johan Pahlawan.
Cemara
laut
terdapat
dalam
formasi
pescaprae
sehingga
keberadaannya sering ditemukan bersama dengan formasi ini. Penambahan vegetasi pelindung pantai yang sudah terbuka mutlak harus ditingkatkan sehingga sesuai dengan fungsi vegetasi pantai yaitu
melindungi kawasan pantai dari
ancaman abrasi. Sistem perakaran vegetasi akan menjadi perangkap sedimen yang pada akhirnya akan mempertahankan badan pantai dari ancaman abrasi. Penanaman vegetasi pelindung pantai tumbuh subur di kawasan Pantai Barat, hal ini karena vegetasi yang ditanami sangat baik menyesuaikan diri di kawasan pesisir. Keberhasilan hidup vegetasi tidak terlepas dari kerjasama pemerintah dan masyarakat dalam proses pemilihan bibit, penanaman dan perawatan vegetasi. Keberhasilan peremajaan dianggap berhasil bukan dari banyaknya jenis dan kerapatan yang ditanami, akan tetapi banyaknya jenis dan kerapatan yang hidup setelah ditanam. Perawatan vegetasi menjadi penentu keberhasilan penanaman rehabilitasi vegetasi pelindung kawasan pesisir. Casuarina equisetifolia merupakan jenis tumbuhan yang dapat tumbuh subur di kawasan ini. Casuarina equisetifolia dapat tumbuh dengan baik membentuk vegetasi murni sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dan penghambat laju abrasi dan penahan angin pada formasi terdepan dari badan pantai. Cemara laut dalam formasi pescaprae juga berfungsi sebagai penahan angin yang berhembus dari arah laut sehingga akan melindungi perkampungan lokal dari terpaan langsung angin laut. Sebelum tsunami Casuarina equisetifolia tidak merata di sepanjang pantai Aceh Barat. Hal ini terbukti dari kecilnya frekuensi jenis yang ditemukan. Pelindungan garis pantai agar tidak terabrasi dan untuk memperbaiki kondisi kawasan pesisir yang sudah rusak maka penanaman cemara laut dan vegetasi pelindung pantai lainnya harus diperbanyak di sepanjang garis pantai.
37
Pandanus tectorius merupakan jenis tumbuhan berupa semak atau pohon yang tingginya bisa mencapai 6 m. Di pantai Aceh Barat tumbuhan ini dapat tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di depan garis pantai, terkena pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai.
Gambar 13
Pandanus tectorius merupakan salah satu jenis sebagai vegetasi pantai yang dominan di pantai Aceh Barat.
Pandanus tectorius termasuk dalam vegetasi yang berada pada formasi terdepan dari garis pantai seperti yang terlihat pada Gambar 13. Masyarakat sering mengunakan bunga dari tumbuhan ini sebagai hiasan pada acara perkawinan dan sering digunakan sebagai obat penghalang kutu busuk yang diletakkan di bawah kasur. Pandanus tectorius merupakan jenis semak yang mempunyai nilai penting paling tinggi di Pantai Barat yaitu sekitar 75 % dari keseluruhan kelompok semak. Pandanus tectorius lebih menguasai kawasan pesisir pantai Aceh Barat, Pandanus tectorius sering berada pada formasi terdepan dari garis pantai hingga kebelakang. Ipomoea pescaprae merupakan jenis herba yang sangat efektif memberikan
perlindungan
terhadap
pengikisan
daratan
dengan
sistem
perakarannya yang dapat mengikat tanah dan pasir pantai seperti yang terlihat Gambar 14. Di pantai Aceh Barat, selain Ipomoea pescaprae juga terdapat beberapa jenis rumput-rumputan yang mempunyai fungsi yang sama yaitu mengikat tanah dan pasir pantai. Sehingga daratan atau badan pantai tidak terkikis
38
dan mencegah terjadinya sedimentasi sungai akibat abrasi bantaran sungai. Vegetasi sekitar daerah aliran sungai harus selalu dipertahankan sehingga akan memperkokoh daerah pinggiran dan bantaran sungai.
Gambar 14 Ipomoea pescaprae penjalarannya mengarah ke arah laut akan menutup hamparan pasir di pantai Aceh Barat. Suatu sistem perlindungan pantai yang alami, tumbuhan Ipomoea pescaprae mengarahkan penjalarannya ke arah laut dan akar tumbuhan ini sangat efektif mengikat sedimen atau pasir. Selain itu tumbuhan ini juga dapat menyesuaikan diri dengan keadaan pasir yang sangat kering dan toleran terhadap air asin. Formasi
pescaprae merupakan formasi terdepan dari pantai yang
keadaan fisiknya masih baik. Vegetasi pantai dengan formasi pescaprae dapat mengikat sedimen pasir sehingga badan pantai terus meninggi. Selain sistem perakaran yang panjang tumbuhan ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan pasir yang sangat kering. Ipomoea pescaprae toleran terhadap air asin, angin, tanah yang miskin unsur hara, dan menghasilkan biji yang kecil yang dapat mengapung di air. Di pantai Aceh Barat Ipomoea pescaprae mempunyai indeks nilai penting tertinggi (73.04%).
Kondisi Lingkungan Fisik Pantai Barat Aceh Barat Sebelum Tsunami Pantai Aceh Barat bagian Kawasan Pesisir Pantai Barat yang berhubungan langsung dengan Samudera Hindia,. Sehingga dinamika pantai ini
39
secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh samudera ini, salah satu contoh adalah gelombang yang tinggi karena berhubungan langsung dengan laut bebas. Gelombang yang datang silih berganti yang terbentuk oleh angin di permukaan laut akan merambat terus menerjang daratan pantai. Jika formasi vegetasi pantai dapat dipelihara dengan baik maka formasi ini dapat menjadi penghalang yang efektif terhadap hembusan angin dan mencegah abrasi yang disebabkan oleh gelombang yang datang silih berganti. Pantai terbentuk dari hasil kerja interaksi antara kekuatan hidrodinamika (hydrodinamika forcing) dan tanggapan morfodinamika (morphodynamic response). Kekuatan hidrodinamika yang bekerja pada pantai dan wilayah pesisir adalah gerakan masa air (gelombang dan arus).
Tanggapan morfodinamika
merupakan akibat dari aksi hidrodinamika terhadap konfigurasi dasar perairan dan butiran-butiran sedimen di pantai. Interaksi antara kekuatan hidrodinamika dan tanggapan morfodinamika yang bekerja pada pantai Aceh Barat menentukan keadaan lingkungan fisik pantai. Secara umum keadaan lingkungan fisik sudah mengalami abrasi yang dibuktikan oleh rendahnya indeks keragaman dan kerapatan jenis. Hal ini perlu dilakukan penanaman atau peremajaan kembali untuk meningkatkan keragaman jenis dan kerapatan. Indeks keragaman jenis dan kerapatan individu yang tinggi dalam beberapa formasi akan melindungi lingkungan fisik pantai Aceh Barat dari ancaman abrasi. Pembentukan beberapa formasi vegetasi untuk melindungi pantai dari hempasan gelombang merupakan bagian terpenting untuk mencegah abrasi. Tinggi gelombang laut pada pantai ini dapat mencapai 1-2 m seperti yang terlihat pada Gambar 15. Gelombang yang terhempas ke pantai Aceh Barat mempunyai energi yang besar, karena semakin tinggi gelombang maka semakin besar pula energi yang terhempaskan. Energi ini mampu memindahkan sedimen yang ada di bawahnya. Apabila tidak ada penghalang yang berfungsi mengikat badan pantai untuk meredam gelombang maka hal ini akan merusak kestabilan garis pantai.
40
Gambar 15 Gelombang yang datang silih berganti yang menghantam pantai Aceh Barat Pengikisan daratan pantai ini akan semakin mencapai badan jalan pada tempat-tempat yang sedikit vegetasi pelindung pantai. Hal ini segera di atasi dengan mempertinggi kerapatan penanaman vegetasi pelindung pantai. Perubahan bentuk atau lebih dikenal sebagai morfologi pantai merupakan hasil rangkaian proses pantai. Proses pantai mencakup sirkulasi arus dan dinamika gelombang serta interaksinya dengan sedimen. Arus yang terjadi di pantai ini disebabkan oleh arus laut lepas, arus dan angin, arus akibat pasang surut ataupun arus akibat gelombang. Arus gelombang biasanya terjadi pada daerah antara gelombang pecah dan garis pantai. Arus inilah yang berperan dominan dalam proses abrasi pantai. Energi ini bekerja secara kontinyu sepanjang pantai. Pada bagian yang tidak memiliki daya tahan tinggi maka lebih cepat terkikis dan sedimen akan terangkut bersama arus balik ke laut sehingga terjadilah keseimbangan baru yang akan mempengaruhi bentuk garis pantai. Pada Gambar 16 di bawah ini memperlihatkan daerah-daerah yang sudah menurun komposisi formasi vegetasi pelindung pantai sehingga terlihat mengalami abrasi. Pada daerah ini terlihat hanya satu jenis vegetasi yang dominan dan sama sekali tidak dijumpai adanya jenis-jenis semak dan herba sebagai formasi terdepan yang mengikat badan pantai seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
41
Pada tempat-tempat dengan kondisi seperti pada gambar di bawah ini harus cepat diantisipasi dengan
menanam kembali vegetasi pelindung pantai
dengan melibatkan masyarakat sekitar pantai. Pada tempat yang tidak lagi mempunyai substrat untuk penanaman vegetasi maka pembangunan penahan fisik yang disesuaikan dengan kondisi pantai. Di samping terjadi abrasi yang disebabkan karena kehilangan vegetasi pelindung juga diperparah lagi oleh banyaknya hewan-hewan seperti kerbau dan sapi. Hewan-hewan tersebut turun dan melintasi lewat badan pantai yang lebih tinggi dan sudah tandus sehingga lama-kelaman akan terjadi pelebaran garis pantai akibat pelongsoran badan pantai.
Gambar 16 Pantai Aceh Barat terancam abrasi, terlihat hanya satu formasi vegetasi pantai kondisi tanah sudah sangat terbuka. Perbedaan ketinggian daratan pantai yang cukup signifikan disebabkan oleh abrasi. Pada awalnya disebabkan karena kehilangan formasi terdepan dari vegetasi pantai seperti jenis tumbuhan Ipomoea pescaprae, rumput-rumputan dan jenis semak. Di daerah ini sudah sangat jarang atau tidak ada lagi vegetasi sehingga harus mendapat perhatian khusus yaitu dengan menanam kembali beberapa formasi vegetasi pantai yang diawali oleh jenis-jenis herba dan seperti Casuarina equisetifolia, tectorius.
Terminalia catappa, Hibiscus tiliaceus, Pandanus
42
Beberapa Permasalahan di Kawasan Pesisir Pantai Barat Aceh Barat Untuk menciptakan lingkungan fisik pantai yang baik, ekosistem pantai harus stabil sehingga dapat membentuk mekanisme penyerap energi gelombang dan arus serta secara alami melindungi pantai. Formasi vegetasi pantai dalam bentuk vegetasi formasi pohon, semak dan rumput-rumputan merupakan mekanisme perangkap partikel pasir sehingga menjaga kestabilan garis pantai dan sebagai mekanisme penyerap kekuatan angin. Akan tetapi mekanisme ini tidak berfungsi dengan baik karena tingkat keragaman dan kerapatan jenis vegetasi pelindung pantai yang sudah menurun. Hal ini ditandai dengan adanya tanah yang sudah terbuka oleh akibat pembangunan perumahan dan pertokoan dekat kawasan garis pantai. Kondisi lingkungan fisik Pantai Barat semakin mengalami penurunan kualitas lingkungan akibat beralihnya habitat vegetasi pantai. Vegetasi pelindung pantai yang seharusnya terdapat di sepanjang pantai telah dikonversi menjadi perumahan dan penghilangan vegetasi pantai dijadikan tempat rekreasi. Pengalihan tempat ini justru mempercepat terjadinya abrasi, karena partikelpartikel pasir yang terdapat di pantai dan yang datang bersama gelombang serta arus, tidak ada yang mengikat dan memperangkapkannya. Bila hal ini dibiarkan terus berlanjut maka semakin lama hempasan gelombang dan kekuatan arus akan semakin mengikis daratan pantai sehingga akan menggusur semua bangunan yang ada di sepanjang pantai. Pada daerah ini sudah terjadi majunya garis pantai dan pantai terabrasi. Pemanfaatan wilayah pesisir untuk daerah wisata dan keperluan lain harus dilakukan dengan tidak menghilangkan vegetasi pantai yang ada, bahkan harus menambah kerapatan jenis-jenis vegetasi pelindung sehingga pantai tidak mengalami abrasi. Pemanfaatan kawasan pantai jangan dilakukan pada zonasi terdepan atau zonasi yang berpengaruh langsung terhadap perlindungan kestabilan garis pantai. Pemanfaatan kawasan pesisir dengan tidak menghilangkan formasi vegetasi pelindung sehingga tidak mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Kesadaran masyarakat untuk menjaga kelestarian lingkungan terutama wilayah pesisir merupakan hal yang sangat penting. Sebagian masyarakat memahami wilayah pesisir sebagai tempat pembuangan akhir. Pemahaman ini
43
yang harus diluruskan sehingga masyarakat sadar akan pentingnya menjaga kualitas lingkungan. Kesadaran masyarakat di wilayah pesisir untuk menjaga kebersihan lingkungan terutama wilayah pesisir masih sangat kurang,. Hal ini terbukti dengan banyaknya tumpukan sampah di belakang bangunan dan sepanjang garis pantai. Hal ini bukan saja tidak indah dipandang tapi juga merusak lingkungan. Pemanfaatan dan pengelolaan tempat wisata wilayah pesisir yang tidak mempertimbangkan prinsip ekologi akan memberikan dampak negatif. Prinsip ekologi terpenting yang harus diterapkan adalah tidak menghilangkan formasi vegetasi pantai yang ada. Hal ini penting sekali untuk mempertahankan kestabilan garis pantai dan menjaga keseimbangan garis pantai. Pemanfaatan daerah pesisir sebagai tempat wisata dapat membuka pendapatan baru bagi masyarakat kawasan pesisir. Daerah wisata yang dibangun harus jauh dengan garis pantai sehingga tidak merusak vegetasi pelindung pada formasi terdepan sebagai sebagai perangkap sedimen atau pasir. Formasi terdepan dari pescaprae dan rumputrumputan harus dipelihara sehingga badan pantai menjadi lebih tinggi sehingga badan pantai dapat bertahan dari hempasan gelombang dan terlindungi dari ancaman abrasi.
Pantai Padang Seurahet Pantai Padang Seurahet terletak sebelah timur dari kota Kecamatan Johan Pahlawan. Kondisi Pantai Padang Seurahet sebelum tsunami mengalami abrasi yang cukup parah yaitu hampir mendekati badan jalan dan pemukiman penduduk. Secara umum kondisi Pantai Padang Seurahet tidak banyak ditumbuhi atau ditanami vegetasi pelindung lingkungan pesisir. Fungsi vegetasi tidak hanya merupakan penahan abrasi tetapi juga memperbaiki kualitas udara sehingga memberikan kesejukan dan kenyamanan kepada masyarakat setempat. Keadaan pantai yang tidak lagi mendapat perhatian atau perawatan berdampak besar terhadap kondisi lingkungan masyarakat setempat pada khususnya, seperti banyaknya sampah-sampah yang dibuang dan menumpuk di sekitar pantai. Secara umum pantai sudah sangat terbuka dan sangat jarang dijumpai tumbuhan penutup tanah seperti Ipomoea pescaprae kelompok dan kelompok
44
semai yang banyak ditemukan di Pantai Barat. Di sekitar perumahan penduduk hanya dijumpai Cocos nucifera, hal ini membuktikan bahwa daerah ini tidak pernah ditanami jenis-jenis vegetasi pelindung pantai. Hasil pengamatan memperlihatkan bahwa tingkat kerusakan Pantai Padang Seurahet lebih parah dibandingkan dengan Pantai Barat. Setiap tahunnya tingkat abrasi diperkirakan mencapai 1 m sampai 2 m. Masalah ini diantisipasi dengan pembangunan tanggul penahan tetapi kurang dari satu tahun terjadi kerusakan lagi. Salah satu upaya untuk mengatasi kerusakan pantai tersebut adalah dengan menanam kembali vegetasi pelindung pantai agar keadaan tanah di sekitar pantai akan diikat oleh sistem perakaran vegetasi tersebut. Pembangunan bangunan fisik tanpa disertai penanaman vegetasi pantai sangat tidak efektif untuk penahan abrasi yang disebabkan oleh gelombang laut. Bangunan fisik akan diterjang oleh ombak laut sehingga akan terjadi pengikisan pasir pada bagian bawah bangunan tersebut sehingga lama kelamaan bangunan tersebut akan roboh. Bangunan fisik harus dirancang agar dapat bertahan lama dan di atasnya dapat ditanami jenis rumputrumputan sehingga dapat menahan dan mengikat pasir dan tanah yang ada di atasnya agar tidak mudah terkikis. Kawasan pantai yang tidak mempunyai vegetasi sangat rentan terhadap abrasi. Sebagian besar Pantai Padang Seurahet tidak mempunyai badan pantai karena telah terabrasi dan bangunan pemecah ombak yang berbatasan dengan perkampungan penduduk rusak. Kondisi pantai seperti ini berada pada tingkat abrasi yang sangat parah dan pengikisannya sudah hampir mencapai badan jalan dan perumahan penduduk. Kondisi seperti ini disebabkan karena kawasan ini telah mengalami kehilang vegetasi pada formasi terdepan dari garis pantai. Terdapat sisa bangunan yang telah roboh akibat diterjang ombak dan di belakangnya sudah dibangun lagi bangunan yang baru. Hal ini terlihat sangat jelas bahwa penahan abrasi dalam bentuk bangunan fisik tanpa disertai penanaman vegetasi tidak efektifnya dan sangat banyak biaya yang terbuang begitu saja. Pada titik terjadinya konsentrasi gelombang, intensitas abrasi akan meningkat dan pada titik terjadinya penyebaran gelombang, intensitas sedimentasi yang akan meningkat. Pantai dikatakan stabil apabila masa sedimen yang keluar dan masuk berada dalam jumlah konstan sepanjang pantai.
45
Abrasi merupakan masalah utama lingkungan fisik Pantai Padang Seurahet. Program perlindungan pantai (coastal protection) telah banyak dilakukan. Solusi yang diterapkan biasanya dilakukan dengan membangun pemecah gelombang (break water). Pembangunan pemecah gelombang yang biasa dikategorikan sebagai hard solution bukan jawaban atas upaya perlindungan pantai. Kegagalan perencanaan pemecah gelombang dapat saja terjadi. Kegagalan tersebut dapat disebabkan oleh ketidaktepatan penilaian suatu proses fisik di wilayah pesisir, sehingga kehadiran pemecah gelombang justru menimbulkan masalah baru. Pembangunan pencegah gelombang harus mendapat perhatian baik pemeritah maupun masyarakat yaitu dengan membangun penahan abrasi tidak hanya bangunan fisik tetapi juga dengan jalur hijau. Apabila dibiarkan atau dilakukan penanganan secara tidak serius lama-kelaman badan jalan akan habis terabrasi, karena tidak ada akar-akar vegetasi yang dapat mengikat tanah di sekitar pantai dan badan jalan. Jarak antara perumahan penduduk dengan garis pantai lebih kurang 15 m. Sepanjang garis pantai tidak lagi terdapat vegetasi sehingga arah angin dari laut sangat kencang menerpa perkampungan penduduk. Pantai yang mempunyai kerapatan vegetasi yang rendah maka tingkat abrasi terjadi lebih berat dibandingkan dengan pantai yang mempunyai kerapatan vegetasi yang tinggi, seperti yang terlihat pada Gambar 17.
Gambar 17 Perbedaan tingkat abrasi antara daerah pantai yang mempunyai vegetasi jarang dengan vegetasi yang rapat.
46
Casuarina
equisetifolia
menggantikan
membentuk
formasi
dalam
perlindungan kawasan pesisir. Formasi ini dibuktikan dengan terdapatnya cemara laut pada ujung Pantai Padang Seurahet. Casuarina equisetifolia dapat tumbuh dengan baik membentuk vegetasi murni sehingga dapat
berfungsi sebagai
pelindung pantai dan penghambat laju abrasi. Cemara laut dalam formasi pescaprae juga berfungsi sebagai penahan angin yang berhembus dari arah laut sehingga akan melindungi pemukiman dari terpaan langsung angin laut. Penurunan nilai komposisi ini akan menjadi faktor pemicu abrasi yang memang sudah berlangsung lama di kawasan ini. Bangunan yang dibangun asal jadi dan tanpa dibarengi penanaman vegetasi pantai tidak akan mampu melindungi pantai dari abrasi, karena pondasi dari bangunan tersebut tidak dapat menahan sedimen atau pasir layaknya fungsi vegetasi pelindung pantai. Oleh karena itu peningkatan komposisi formasi vegetasi pantai di Pantai Padang Seurahet sangat diperlukan untuk memberikan kemampuan mendukung lingkungan fisik dan lingkungan biologi kawasan pantai tersebut. Vegetasi Mangrove Setelah Tsunami di Kawasan Pesisir Pantai Barat Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang terdapat di Kawasan Pesisir Pantai Barat (daerah yang dipengaruhi oleh Samudera Hindia) terdiri atas lima jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 6. Jenis-jenis tersebut antara lain Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Nypa fructicans dan Sonneratia alba. Tabel 6 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di Kawasan Pesisir Pantai Barat No 1 2 3 4 5
Jenis Avicennia marina Nypa fructicans Rhizophora mucronata Rhizophora apiculata Sonneratia alba Jumlah Indeks keragaman ( H ) = 1.23
KR (%) 14.29 7.14 53.57 17.86 7.14 100
FR (%) 13.33 6.67 40.00 26.67 13.33 100
DR (%) 9.51 2.80 81.03 4.37 2.29 100
INP (%) 37.13 16.61 174.61 48.89 22.77 300
47
Berdasarkan data yang diperoleh, vegetasi yang lebih mendominasi pada kawasan Pantai Barat adalah Rhizophora mucronata. Permudaan tingkat semai dan pancang tidak ditemukan saat pengambilan sampel. Jenis yang memperoleh nilai penting tinggi adalah Rhizophora mucronata (174.61%) berarti jenis tersebut lebih menguasai wilayah pesisir pantai barat setelah tsunami. Indeks keragaman mangrove setelah tsunami di kawasan pantai tergolong ke dalam kelompok yang mempunyai indeks keragaman rendah ( H = 1.23). Kerapatan mangrove yang tersisa setelah tsunami 47 individu/ha. Jumlah ini menggambarkan bahwa keberadaan vegetasi mangrove saat ini di kawasan pesisir Pantai Barat sudah sangat jarang, sehingga perlu dilakukan upaya rehabilitasi. Vegetasi mangrove yang tertinggal ini hanya di beberapa tempat saja, yaitu di daerah Bubon Aceh Barat, Patek Kec. Sapoinit, Kec. Syiah Kuala Banda Aceh, dan Kec Darussalam Aceh Besar. Keseluruhan indeks nilai penting mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Barat dapat dilihat pada Gambar 18. Terlihat adanya pemisahan indeks nilai penting menjadi dua kelompok yaitu indeks nilai penting tinggi (di atas 50%) yaitu Rhizophora mucronata dan indeks nilai penting jenis rendah (di bawah 50%) yaitu Avicennia marina, Rhizophora apiculata, Nypa fructicans dan Sonneratia alba. Persentase indeks nilai penting jenis yang sangat jauh setelah tsunami mengindikasikan bahwa kawasan ini sebelum tsunami juga didominasi oleh Rhizophora mucronata yang mempunyai indeks nilai penting
Indeks Nilai penting Jenis (%)
tertinggi (174.61).
Gambar 18
174.61
180 150 120 90 60
48.89 37.13
30
22.77
16.61
0 a rin ma . A
s an t ic c u fr N.
ata r on c mu R.
a lat icu p a R.
ia rat ne n So
. sp
Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Barat.
48
Secara umum vegetasi mangrove di Kawasan Pesisir Pantai Barat Nanggroe Aceh Darussalam dalam kondisi rusak berat akibat hantaman gelombang tsunami dan hanya sedikit yang tertinggal. Permudaan tingkat semai dan pancang tidak ditemukan saat pengamatan dilakukan. Kawasan mangrove yang berada di sekitar Kawasan Pesisir Pantai Barat setelah tsunami pada umumnya telah mengalami perubahan bentuk kawasan yaitu sebagian besar sudah berada di dalam laut karena terjadi pergeseran badan pantai. Pergeseran badan pantai disebabkan karena ketika hantaman gelombang tsunami. Kematian mangrove terjadi hampir menyeluruh atau dalam jumlah besar jenis mangrove dan mempengaruhi semua ukuran dan terjadi dalam waktu singkat yang disebabkan oleh tsunami. Fenomena ini merupakan aksi secara langsung terjadi patah pohon, pencabutan pohon, dan patah dahan atau terjadi pengguguran daun. Di samping itu juga terjadi kematian akibat faktor geomorfik, kematian ini terjadi di dalam habitat mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti terjadi erosi yang menyebabkan terjadi kematian mangrove. Gelombang yang kuat seperti tsunami akan mengakibatkan perpindahan sedimen dari laut dan pantai yang terkikis terbawa ke dalam ekosistem mangrove termasuk tambak dan teluk. Sedimen yang terbawa oleh gelombang akan menutupi sedimen di permukaan mangrove. Vegetasi mangrove akan roboh akibat gelombang besar. Dalam beberapa hal, ketika pantai tererosi, akan terbentuk garis pantai baru pada bagian mangrove yang mati atau teluk bagian dalam (Cahoon dan Hensel 2002). Profil vegetasi mangrove kawasan pesisir pantai Barat tidak lagi membentuk pola pertumbuhan dalam sistem zonasi. Hal ini disebabkan karena formasi vegetasi mangrove kawasan ini banyak yang mati akibat tsunami. Vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Barat tertinggal kerapatannya sudah sangat jarang, dan tidak ditemukan bentuk pertumbuhan pancang dan semai seperti yang ditampilkan pada Gambar 19.
49
Nf
Rm
Nf : Nypa fructicans Rm : Rhizophora mucronata LAUT
Gambar 19 Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Barat setelah tsunami. Vegetasi mangrove tidak ditemukan di kawasan yang dekat dengan garis pantai di kawasan Pantai Barat, akan tetapi ditemukan jauh dari garis pantai dan tidak lagi membentuk zonasi mangrove. Rehabilitasi untuk penanggulangan kerusakan dan pemulihan merupakan campur-tangan yang bersifat reaktif. Rehabilitasi dan pemulihan dilakukan karena parameter-parameter dasar lingkungan masih memungkinkan dan mampu untuk diperbaiki dan dipulihkan. Data pasang surut kawasan pesisir Pantai Barat dapat dilihat pada Gambar 20. Pasang tertinggi (MHHWL) mencapai 242.3 cm, pasang terendah (MLHWL) mencapai 210.5 cm. Pasang-surut atau titik atara pasang
dan surut (MSL)
mencapai 159 cm. Surut tertinggi (MHLWL) mencapai 104.7 cm, dan surut yang paling rendah (MLLWL) mencapai 78.4 cm (Oceanografi 2005).
Tinggi Pasang Surut (cm)
50
MHHWL, 242.3 MLHWL, 231.2 MSL,
172
MHlLWL, 110.4 MLLWL,
86.1
Gambar 20 Garfik pasang surut kawasan pesisir pantai Barat Keterangan MHHWL : Mean high high water level MLHWL : Mean low high water level MSL : Mean sea level MHLWL : Mean high low water level MLLWL : Mean low low water level
Pasang surut sangat berpengaruh terhadap distribusi dan keragaman vegetasi mangrove, program rehabilitasi kawasan mangrove harus mengetahui terlebih dahulu data pasang surut di suatu kawasan. Kehadiran atau pertumbuhan vegetasi mangrove sangat dipengaruhi oleh salinitas. Salinitas cenderung berbeda berdasarkan tinggi rendah pasang surut karena dipengaruhi oleh pasokan air tawar dari daratan atau sungai.
Upaya Rehabilitasi Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh Sebelum tsunami vegetasi di kawasan pesisir di Banda Aceh sudah mengalami penurunan luas lahan mangrove, karena sudah banyak dikonversi menjadi perumahan dan tambak, sehingga kawasan mangrove menjadi berkurang, di samping itu juga banyak yang dipotong untuk kayu bakar. Perubahan fungsi lahan akan menurunkan kualitas lingkungan kawasan pesisir Kota Banda Aceh. Kehilangan jenis dan konversi lahan menjadi faktor utama pemicu abrasi di daerah pesisir Kota Banda Aceh. Kawasan pesisir yang rusak meliputi lima kecamatan yaitu Kecamatan Syiah Kuala, Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Kuta Raja, Kecamatan Meuraxa dan Kecamatan Jaya Baru seperti yang terlihat pada Gambar 21 Peta rehabilitasi dan konservasi kawasan pesisir Banda Aceh
51
PETA KERUSAKAN KAWASAN PESISIR AKIBAT TSUNAMI DI BANDA ACEH
Gambar 21 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Banda Aceh Setelah tsunami keberadaan vegetasi mangrove dan vegetasi pantai lainnya banyak yang mati sehingga kawasan pesisir menjadi terbuka dan berada pada keadaan yang sangat mengkhawatirkan sehingga akan berdampak langsung terhadap kelimpahan biota laut seperti tiram, kepiting dan udang, seperti halnya yang terjadi di kawasan mangrove Kecamatan Meuraxa, bahkan tidak meninggalkan satu batangpun vegetasi mangrove akibat hantaman tsunami. Melihat kondisi yang demikian di kawasan pesisir harus segera dilakukan upaya penanaman kembali vegetasi pantai dan mangrove. Salah satu fungsi vegetasi pantai adalah meredam energi gelombang dengan sistem perakaran yang dimilikinya.
Sistem perakaran tersebut akan
menstabilkan sedimen atau pasir pantai. Menurut Ling dan Way (1983), mangrove dapat mencegah atau mereduksi erosi garis pantai, proses ini terjadi melalui pengikatan tanah oleh sistem perakaran vegetasi pantai. Erosi disebabkan oleh
52
energi gelombang dan angin, apabila mangrove dipotong maka akan terjadi erosi dan banjir. Keseluruhan kawasan yang rusak meliputi vegetasi pantai (coastal forest) 99 ha, mangrove 114 ha, badan air (water body) 70.7 ha, dan tambak yang rusak (fish/shrimp poud) 705 ha seperti yang terlihat pada Tabel 7. Upaya penanaman kembali vegetasi mangrove sudah mulai dilakukan, namun masih dalam skala kecil. Kawasan yang sudah mulai ditanami vegetasi meliputi Kecamatan Syiah Kuala dan Kecamatan Meuraxa. Beberapa kawasan yang telah ditanam mengalami kegagalan, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya adalah bibit yang tidak masak, penanganan bibit yang tidak baik, lokasi tanam (tanah) tidak disesuaikan dengan jenis mangrove, penanaman yang telah dilakukan dengan menancapkan propagul ke dalam tanah, propagul yang ditanam tanpa diseleksi dengan baik tingkat kemasakannya, sehingga banyak yang mati dan dibawa arus. Menurut Clarke dan Raelee (2000), ekosistem vegetasi mangrove dipengaruhi oleh laju sedimentasi, kekuatan pasang surut, pasang surut air tawar. Menurut Pratiwi et al. (1986), tindakan pelestarian dapat berupa mempertahankan dan menjaga ekosistem vegetasi mangrove supaya tidak terganggu oleh perusakan dan pencemaran, serta pada tempat-tempat yang telah rusak harus diadakan peremajaan jenis-jenis tumbuhan mangrove yang baru. Permudaan alam merupakan salah satu bentuk regenerasi secara alami yang dilakukan
oleh suatu jenis. Permudaan alam dapat tejadi jika pohon dari
jenis-jenis penting itu tertinggal untuk beregenerasi. Kehadiran jenis-jenis lain akan meningkatkan diversitas jenis, sehingga akan memantapkan ekosistem daerah tersebut. Permudaan buatan merupakan suatu bentuk permudaan yang dihasilkan dari penanaman jenis-jenis tumbuhan mangrove yang baru, untuk permudaan perlu diperhatikan kondisi lingkungan yang sesuai sehingga mangrove dapat tumbuh dengan baik.
53
Kondisi lingkungan fisik Secara umum kondisi fisik kawasan pesisir mengalami terbuka karena kehilangan vegetasi pelindung dan pantai mengalami abrasi seperti yang ditampilkan pada Gambar 22.
Gambar 22. Kondisi kawasan pesisir kota Banda Aceh sudah sangat terbuka dan tidak ada vegetasi pelindung kawasan pesisir. Pantai berhubungan langsung dengan Samudera Hindia, sehingga dinamika pantai ini secara langsung dipengaruhi oleh samudera ini. Penanaman kembali vegetasi harus segera dilakukan pada kawasan ini sehingga akan melindungi pantai dari hempasan gelombang. Hal ini merupakan bagian terpenting untuk memperbaiki kondisi fisik pantai yang sudah sangat terbuka dan vegetasi pantai pantai yang sudah rusak. Setiap spesies sepanjang gradient lingkungan memiliki keunggulan kompetitif yang menjadikan faktor pengendali pola zonasi. Menurut Cruz (1981), faktor yang mempengaruhi zona vegetasi pantai antara lain: tanah, salinitas air tanah, drainase, aliran arus gelombang, kelembaban tanah dan frekuensi penggenangan. Pengikisan daratan pantai ini akan semakin mencapai daratan pada tempattempat yang tidak ada vegetasi, hal ini harus segera di atasi dengan memperbanyak vegetasi pelindung pantai. Energi gelombang bekerja secara kontinyu sepanjang pantai, pada bagian yang relatif tidak memiliki daya tahan tinggi lebih cepat terkikis dan sedimen akan terangkut bersama arus balik ke laut.
54
Menurut Nontji (2005), energi ini mampu memindahkan sedimen di bawahnya. Apabila tidak ada penghalang yang berfungsi sebagai peredam hempasan maka hal ini akan merusak kestabilan garis pantai. Kondisi vegetasi yang ada sekarang ini tidak dapat lagi berfungsi sebagai pendukung lingkungan fisik sebagai pemecah gelombang, menjaga abrasi pantai dan penahan angin yang menerpa langsung ke perkampungan penduduk. Formasi vegetasi pantai baik formasi pohon, semak dan rumput-rumputan merupakan mekanisme perangkap partikel pasir yang menjaga kestabilan garis pantai secara alami. Pembangunan pemecah gelombang harus dapat mengatasi permasalahan abrasi yang timbul, karena pada beberapa tempat tidak lagi mempunyai substrat untuk ditanami vegetasi pelindung maka daerah seperti ini harus dibangun pemecag gelombang yang kokoh, selanjutnya harus ditanami vegetasi pelindung di belakannya. Bangunan fisik yang dibangun harus disesuaikan dengan kondisi fisik laut itu sendiri (gelombang). Bangunan fisik akan diterjang oleh ombak laut dan pasang surut secara periodik oleh sebab itu penentuan penahan gelombang harus disesuaikan dengan kekuatan arus atau gelombang sehingga akan menghindari resiko kerusakan. Penanaman vegetasi pantai mutlak diperlukan di samping untuk mengikat badan pantai dan untuk memperkokoh bangunan pemecah gelombang. Kawasan pesisir yang ditanami vegetasi pantai, tingkat abrasinya dapat ditekan, dan pantai sangat berpotensi untuk dijadikan tempat wisata. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi masyarakat setempat. Masyarakat dapat memperoleh penghasilan tambahan dengan mengelola tempat wisata di sekitar pantai tersebut dengan memanfaatkan zonasi bagian belakang dengan tidak menghilangkan vegetasi pelindung. Tempat-tempat rekreasi harus ditata sedemikian rupa dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekologi agar lingkungan pantai tidak rusak.
Vegetasi pelindung kawasan pesisir Upaya yang harus dilakukan untuk mempercepat pemulihan kondisi lingkungan kawasan pesisir kota Banda Aceh adalah upaya penanaman kembali jenis-jenis vegetasi pelindung kawasan pesisir seperti vegetasi mangrove. Sebelum tsunami kawasan pesisir Banda Aceh didominasi oleh beberapa jenis
55
mangrove seperti Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Avicennia sp., Sonneratia sp., Ceriops sp., Nypa fructescen. Vegetasi mangrove pada umumnya mendominasi zona-zona pantai dengan kondisi berlumpur dan delta estuaria pasang surut. Menurut Field (1995), sepanjang tepi garis pantai, vegetasi mangrove dijumpai dari bagian tepi yang sempit sampai ke daerah yang ternaungi di daratan pantai. Pada kawasan yang luas mangrove terbentuk di daratan pantai, misalnya kawasan luas dan lokasi terkait dengan penggenangan pasang surut, pendangkalan (sedimentasi), dan karakteristik sedimen. Cemara laut (Casuarina equisetifolia) kadang-kadang terdapat dalam formasi pescaprae, cemara laut dapat tumbuh menggantikan vegetasi pantai sebenarnya dalam proses suksesi sehingga dapat membentuk vegetasi murni. Sistem perakaran akan menjadi perangkap sedimen pasir yang pada akhirnya akan mempertahankan garis dan badan pantai. Cemara laut dalam formasi pescaprae juga berfungsi sebagai penahan angin. Sebelum tsunami Kawasan Pesisir Pantai Barat juga didominasi oleh cemara laut seperti kawasan pantai Aceh Barat. Waru (Hibiscus tiliaceus) merupakan tumbuhan khas di sepanjang pantai tropis dan sub tropis dan seringkali berasosiasi dengan mangrove. Waru juga umum di sepanjang pinggir sungai di kawasan dataran rendah. Waru laut mampu mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar (Noor et al. 1999). Pandan (Pandanus tectorius) dapat tumbuh pada habitat dengan substrat berpasir di depan garis pantai, terkena pasang surut hingga agak ke belakang garis pantai. Pandan merupakan semak yang mempunyai kecepatan penyebaran yang cepat hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan di pantai barat, memiliki nilai penting paling tinggi yaitu 75% dari keseluruhan kelompok semak. Tumbuhan Nypa (Nypa fruticans) tumbuh pada substrat yang halus, pada bagian tepi atas dari jalan air. Tumbuhan ini memerlukan masukan air tawar tahunan yang tinggi, jarang terdapat di luar zona pantai, sehingga sering dijumpai di muara sungai. Nypa biasanya tumbuh secara berkelompok, memiliki sistem perakaran yang rapat dan kuat yang tersesuaikan lebih baik terhadap perubahan
56
masukan air, dibandingkan dengan sebagian besar jenis tumbuhan mangrove lainnya. Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tumbuhan yang tumbuh baik di kawasan pesisir, kelapa sangat bermanfaat yaitu buahnya dapat konsumsi, batangnya bisa digunakan untuk perumahan. Kelapa mampu mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tumbuhan liar, tumbuhan ini dapat tumbuh hingga 500 m dari permukaan laut, terdapat pada tempat-tempat yang memperoleh sinar matahari cukup hingga sedikit ternaungi, mulai dari pantai berpasir hingga berlumpur, lapangan terbuka, lahan terlantar, pinggir jalan hingga jauh ke darat. Morinda citrifolia merupakan jenis tumbuhan yang mempunyai multi fungsi, disamping sebagai penahan erosi, yaitu penutup dan mengikat tanah dengan sistem perakarannya, tumbuhan ini juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sayuran dan obat-obatan. Ketapang (Terminalia catappa) merupakan tumbuhan khas di sepanjang pantai, yang berada pada formasi terdepan hingga ke tengah. Tumbuhan ini juga ditemukan di pinggir sungai di kawasan dataran rendah. Ketapang mampu mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar. Bintan (Cerbera manghas) merupakan tumbuhan di vegetasi rawa pesisir atau di pantai. Tumbuhan ini hidup hingga jauh ke darat mencapai 400 m dari permukaan laut, biasanya hidup pada tanah berpasir yang memiliki sistem pengeringan yang baik, terbuka terhadap udara dari laut serta tempat yang tidak teratur tergenang oleh pasang surut. Biasanya tumbuh di daerah tepi daratan dari mangrove (Noor et al. 1999).
Kawasan Pesisir Aceh Besar Pantai Aceh Besar juga mengalami abrasi tetapi tidak separah yang terjadi di kawasan pesisir daerah lain, secara umum kondisi vegetasi kawasan pesisir Aceh Besar masih banyak ditumbuhi vegetasi pantai. Pada beberapa tempat terdapat kawasan yang sudah mulai terbuka yaitu telah dibangun pertokoan dan pembangunan daerah wisata, sehingga vegetasi sekitar garis pantai sudah banyak
57
yang hilang dan tanahnya sudah mulai terbuka sehingga yang tampak hanya hamparan pasir. Ekosistem pantai yang stabil mempunyai mekanisme penyerap energi gelombang dan arus serta perlindungan pantai yang alami, yaitu adanya vegetasi pantai yang seimbang. Formasi vegetasi pantai dalam bentuk tingkatan vegetasi dibentuk sebagai mekanisme penyerap kekuatan angin yang merupakan pembangkit utama gelombang dan arus di perairan dangkal. Formasi vegetasi pantai baik formasi pohon, semak dan rumput-rumputan merupakan mekanisme perangkap partikel pasir yang menjaga kestabilan garis pantai. Pada beberapa pantai Aceh Besar masih mempunyai beberapa formasi ini seperti Pantai Lampuuk sebelum tsunami. Akan tetapi mekanisme ini tidak berfungsi dengan baik di beberapa kawasan pantai di Aceh Besar seperti Pantai Lhoknga dan Ujong Batee hal ini disebabkan karena komposisi formasi vegetasi pantai yang sudah menurun, hal ini ditandai dengan adanya tanah yang sudah terbuka oleh akibat pembangunan tempat wisata dan toko-toko sepanjang garis pantai. Pengalihan fungsi habitat vegetasi pantai di samping terjadinya abrasi juga akan menurunkan kualitas lingkungan. Prinsip ekologi terpenting yang harus diperhatikan adalah adalah tidak menghilangkan formasi vegetasi pantai yang ada. Hal ini penting sekali untuk mempertahankan kestabilan garis pantai dan menjaga keseimbangan alam sehingga pantai tidak mengalami abrasi. Program perlindungan (fisik) pantai dan pesisir tidak banyak dilakukan di kawasan pesisir karena secara umum perumahan penduduk agak jauh dari kawasan pantai, dan tingkat kerusakan vegetasi pantai juga cenderung menurun dibandingkan dengan daerah lain. Pantai yang mempunyai formasi vegetasi tingkat abrasi terjadi kecil dibandingkan dengan pantai yang tidak mempunyai vegetasi hal ini dapat dibedakan di beberapa kawasan pantai di Aceh Besar. Casuarina equisetifolia terdapat dalam formasi pescaprae dan pohon ini merupakan vegetasi dominan di Pantai Lampuuk sebelum tsunami, di antara beberapa kawasan pantai di Aceh Besar, Pantai Lampuuk merupakan kawasan pantai yang paling stabil karena kawasan ini merupakan kawasan yang masih mempunyai formasi vegetasi pelindung pantai. Casuarina equisetifolia dapat tumbuh dengan baik membentuk vegetasi murni sehingga dapat
berfungsi
58
sebagai pelindung pantai dan penghambat laju abrasi. Cemara laut dalam formasi pescaprae juga berfungsi sebagai penahan angin. Kawasan pesisir Aceh Besar berhubungan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Malaka, kawasan tersebut dipisahkan oleh kawasan pesisir Kota Banda Aceh. Formasi vegetasi kawasan tersebut juga dipengaruhi oleh dua wilayah perairan yaitu Samudera Hindia dan Selat Malaka. Sebelum tsunami kawasan pesisir pantai Aceh Besar ditumbuhi berbagai vegetasi yaitu Casuarina equisetifolia (cemara), mendominasi beberapa pantai seperti pantai Lampuuk, pantai Lhoknga, dan pantai Ujong Batee. Kawasan pesisir Kabupaten Aceh Besar yang rusak meliputi delapan kecamatan yaitu Kecamatan Lhoong, Kecamatan Leupung, Kecamatan Lhoknga Leupung, Kecamatan Peukan Bada, Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan Baitussalam, Kecamatan Darussalam, dan Kecamatan Mesjid Raya seperti terlihat pada Gambar 23 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Banda Aceh dan Aceh Besar.
Gambar 23 Peta kerusakan kawasan pesisir yang terkena tsunami di Kabupaten Aceh Besar.
59
Sebagian besar kawasan pesisir setelah tsunami mengalami kerusakan yang cukup parah baik vegetasi maupun kondisi fisik pantai dan terjadi kehilangan badan pantai serta terjadi pembentukan badan pantai baru. Gelombang (tsunami) lebih tinggi dan lebih kuat menerjang kawasan pesisir Aceh Besar yang berada berada di Samudera Hindia. Gelombang menerjang kawasan tersebut tidak terhalang oleh paparan daratan, sedangkan kawasan pesisir Aceh Besar yang berada di kawasan Selat Malaka gelombang yang datang tidak setinggi gelombang yang menerjang daratan dekat Samudera Hindia. Sehingga mengakibatkan kondisi vegetasi dan kondisi fisik pantai tingkat kerusakan lebih tinggi terjadi di Kawasan Kesisir Pantai Barat dan Kota Banda Aceh dibandingkan dengan kawasan pesisir yang berada di sekitar Selat Malaka (Pantai Timur). Luas kawasan
vegetasi pantai 330.8 ha, tambak 1245.6 ha, vegetasi
2958.1 ha, mangrove 549.9 ha, vegetasi holtikultur 4680.2 ha, tanah kosong 812.2 ha, sawah 1525.4 ha, badan air 12.1 ha, seperti yang terlihat pada Tabel 7. Tabel 7 Kawasan pesisir yang rusak di Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar akibat tsunami Kabupaten
Banda Aceh Aceh Besar
Kawasan (ha) Tanaman Tambak Perkebunan
Vegetasi Pantai
Vegetasi mangrove
99.4
214
705.1
330.8
549.9
1245.6
Badan Air
Total
121
70.8
1210.2
4680.2
12.1
6818.6
Pada kawasan ini upaya penanaman kembali vegetasi kawasan pesisir sudah mulai dilakukan tetapi baru dalam skala kecil, persawahan dan kawasan tambak sudah mulai direhabilitasi yang dibantu oleh beberapa Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) dan NGO baik dalam negeri maupun asing. Kawasan pantai pada daerah ini sudah mulai direhabilitasi khususnya mangrove, namun upaya rehabilitasi ini terdapat beberapa kendala seperti bibit yang dibawa dari tempat lain tidak tumbuh dengan baik karena bibit cepat layu, untuk rehabilitasi kawasan pesisir. Pembuatan nursery pada kawasan penanaman sangat baik sehingga bibit yang akan ditanam tidak layu dan sudah menyesuaikan diri dengan lingkungan setempat, seperti yang telah dilakukan di pesisir Simpang Tiga Pidie.
60
Rehabilitasi kawasan ini harus melibatkan penduduk setempat baik mulai pembuatan bibit di nursery hingga penanaman dan perawatan, sehingga tingkat kelulusan hidup lebih tinggi karena masyarakat di sekitar mempunyai tanggung jawab untuk menjaganya. Pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam hal rehabilitasi ini. Penyadaran masyarakat harus lebih ditingkatkan karena terdapat beberapa kendala yang ditemukan di lapangan di antaranya, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang fungsi vegetasi pelindung kawasan pesisir.
Kawasan Pesisir Wilayah Pantai Timur Kawasan Pesisir Pidie Kawasan pesisir di Kabupaten Pidie dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik Selat Malaka, dan gelombang tsunami tidak setinggi kawasan yang berada di sekitar Samudera Hindia, tinggi gelombang tsunami di sekitar kawasan pesisir Kabupaten Pidie mencapai hingga 7 m. Secara umum tingkat kerusakan vegetasi khususnya vegetasi mangrove di Pidie tidak separah kerusakan vegetasi yang berada di kawasan Pantai Barat. Secara umum pantai tidak membentuk formasi vegetasi pantai sehingga menyebabkan pantai ini tidak terlindung dari hempasan gelombang dan arus sehingga pada akhirnya memicu terjadinya abrasi. Banyak kawasan pesisir yang telah berubah fungsi seperti untuk perluasan tambak dan perumahan sehingga banyak vegetasi pantai yang ditebang. Setelah tsunami, vegetasi kawasan pesisir juga mengalami kerusakan, banyak vegetasi pantai khususnya mangrove mati akibat hantaman tsunami. Pada sebagian besar tempat di kawasan pesisir sama sekali tidak mempunyai lagi vegetasi pelindung pantai karena vegetasi mangrove telah habis di potong untuk dijadikan tambak. Formasi vegetasi yang ada sekarang ini tidak dapat lagi berfungsi sebagai pendukung lingkungan fisik dan biologi kawasan setempat, khususnya kawasan pantai dan tambak. Fungsi vegetasi pantai adalah sebagai pemecah gelombang, menjaga abrasi pantai, penahan angin yang menerpa langsung ke perkampungan penduduk, melindungi benih ikan dari panas matahari, dan sebagai habitat berbagai jenis burung. Pengetahuan masyarakat tentang pentingnya vegetasi untuk perlindungan tambak khususnya mangrove masih
61
sangat rendah, sebagian masyarakat beranggapan bahwa mangrove justru sebagai penghambat pertumbuhan ikan dan pembawa penyakit sehingga banyak kawasan tambak yang terbuka. Faktor lain adalah intensifnya penggunaan kincir pada tambak sekitar 15 tahun yang lalu sehingga petani tambak memotong mangrove yang berada di dalam tambak, petani tambak tidak mengetahui dengan kehilangan mangrove di dalam tambak tanah menjadi masam sehingga akan menurun tingkat kesuburan yang akhirnya mengakibatkan menurunnya hasil produksi. Kondisi
tambak
mengalami
perubahan
total
yaitu
mengalami
pendangkalan oleh pasir dan sedimen yang terbawa oleh tsunami. Setelah tsunami masih terdapat beberapa jenis vegetasi pantai seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Avicennia marina, Sonneratia, Ceriops tagal dan beberapa jenis lain. Jenis yang paling dominan adalah Rhizophora apiculata. Putusnya pematang tambak juga disebabkan oleh tidak adanya vegetasi mangrove yang berfungsi sebagai pengikat badan pematang. Sehingga petani tambak setiap tahun harus membuat pematang baru. Pada saat pasang purnama air pasang menggenangi perkampungan penduduk, untuk mengantisipasinya masyarakat menimbun pinggir badan jalan dengan tanah tambak. Kawasan pesisir Kabupaten Pidie yang rusak meliputi sembilan kecamatan yaitu Kecamatan Mutiara Tiga, Kecamatan Batee, Kota Sigli, Kecamatan Simpang Tiga, Kecamatan Kembang Tanjong, Kecamatan Pantee Raja, Kecamatan Bandar Baru, Kecamatan Trieng Gadeng dan Kecamatan Jangka Buya seperti yang terlihat pada Gambar 24 Peta Rehabilitasi dan Konservasi Kawasan Pesisir Aceh Besar.
62
Gambar 24. Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Pidie. Luas kawasan yang rusak meliputi vegetasi pantai 562.6 ha, tambak 6350 ha, mangrove 157.6 ha, vegetasi holtikultur 888.9 ha, tanah kosong, seperti yang terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Kawasan pesisir yang di Kabupaten Pidie akibat tsunami Kabupaten Kawasan (ha) Vegetasi Vegetasi Tanaman Tambak Pantai mangrove Perkebunan Pidie
562.6
157.6
6350
888.9
Total 7959.1
Secara umum kawasan pesisir yang banyak terjadi kerusakan adalah kawasan tambak, vegetasi mangrove yang terdapat di wilayah ini juga masih ada yang tumbuh dalam kawasan tambak. Tinggi gelombang tsunami di kawasan pesisir Pidie mencapai 8 m, pada beberapa tempat mangrove sangat nyata berfungsi sebagai penahan gelombang besar, hal ini terbukti pada kawasan yang masih ada vegetasi mangrove pemukiman penduduk lebih sedikit yang hancur
63
atau rusak dan korban yang meninggal juga lebih sedikit. Pada kawasan ini upaya penanaman kembali vegetasi kawasan pesisir sudah mulai dilakukan tetapi baru dalam skala kecil pada beberapa tempat seperti di Kecamatan Simpang Tiga dan Kembang Tanjong, telah dibuat pula nursery untuk merehabilitasi kawasan yang terbuka dan kawasan tambak sudah mulai direhabilitasi. Untuk mengatasi masalah tersebut harus dilakukan upaya rehabilitasi atau penanaman kembali jenis-jenis tanaman pelindung pantai dan tambak yang disesuaikan dengan jenis-jenis lokal dan kondisi tanah sehingga akan mendukung lingkungan fisik dan biologi di kawasan tersebut. Penanaman vegetasi pantai di sepanjang garis pantai sekarang ini pendekatannya harus diubah yaitu dengan dengan melibatkan masyarakat secara langsung, baik dalam hal pembibitan, penanaman maupun dalam perawatan sehingga tingkat kelulusan hidup vegetasi pantai lebih tinggi disebabkan masyarakat sekitar pantai ikut bertanggung jawab secara langsung. Rehabilitasi kedua kawasan ini telah melibatkan penduduk setempat baik mulai pembuatan bibit di nursery hingga penanaman dan perawatan, sehingga tingkat kelulusan hidup lebih tinggi karena masyarakat di sekitar mempunyai tanggung jawab untuk menjaganya. Pemerintah hanya sebagai fasilitator dalam hal rehabilitasi ini. Penyadaran masyarakat mulai dilakukan baik masyarakat pesisir maupun untuk siswa sekolah yang terdapat di kawasan pesisir. Sebelum tsunami kawasan pantai digunakan sebagai tempat wisata, vegetasi di kawasan pesisir yang ditanam adalah cemara, waru, kelapa, dan pandan namun kerapatannya rendah. Kawasan pantai mengalami peninggian oleh tumpukan pasir yang diikat oleh akar tumbuhan, kawasan ini tidak terlalu berat mengalami abrasi karena masih terdapat tumbuhan pelindung pantai. Pemanfaatan dan pengelolaan tempat wisata wilayah pesisir yang tidak mempertimbangkan prinsip ekologi akan memberikan dampak negatif. Prinsip ekologi terpenting yang harus diterapkan adalah tidak menghilangkan formasi vegetasi pantai yang ada. Hal ini penting sekali untuk mempertahankan kestabilan garis pantai. Program perlindungan pantai dan pesisir (coastal protection) telah banyak dilakukan. Solusi yang diterapkan biasanya dilakukan dengan membangun pemecah gelombang (break water) dari cincin sumur seperti yang terlihat pada
64
Gambar 25
Pemecah gelombang yang dibangun telah hancur dihantan tsunami
dan kawasan tambak tertimbun oleh sedimen pasir yang terbawa oleh gelombang.
Gamabar 25 Bangunan Fisik yang sudah hancur dihantam tsunami di pantai Mantak Tari Kabupaten Pidie. Sebagian besar kawasan ini telah dibangun penahan gelombang dari cincin sumur yang ditutup di atasnya dengan semen. Panjang bangunan ini 550 m yang di kerjakan pada tahun 2002 hingga 2004 dan menghabiskan biaya 1.7 milyar rupiah. Penahan ombak yang dibangun sudah hancur dan tidak mampu lagi menahan abrasi pantai. Pembangunan pemecah gelombang yang biasa dikategorikan sebagai hard solution bukan jawaban atas upaya perlindungan pantai. Kegagalan perencanaan pemecah gelombang sangat nyata terlihat pada kawasan ini. Kegagalan tersebut disebabkan oleh ketidaktepatan penilaian suatu proses fisik di wilayah tersebut. Penurunan kualitas lingkungan akibat beralihnya habitat vegetasi pantai yang seharusnya terdapat di sepanjang pantai akan mempercepat terjadinya abrasi, karena partikel-partikel pasir yang terdapat di pantai dan yang datang bersama gelombang dan arus tidak ada yang mengikat dan menahannya. Pemanfaatan sumberdaya pesisir harus diarahkan kepada pemanfaatan secara terpadu dan berkesinambungan (sustainable). Orientasi pemanfaatan oleh masyarakat sekitar adalah kegiatan perikanan dan pariwisata.
Namun sangat
disayangkan pemanfaatan hanya berlandaskan pada prinsip ekonomi semata, tidak
65
berlandaskan pada prinsip ekologi. Padahal jika dilandaskan pada prinsip ekologi, nilai ekonomi dari setiap jenis pemanfaatan yang mereka lakukan akan meningkat. Untuk memperbaiki kondisi lingkungan maka diperlukan penanaman kembali jenis-jenis tanaman pelindung pantai dan tambak seperti vegetasi mangrove seperti yang ditampilkan pada Gambar 26.
Gambar 26
Upaya Penanaman kembali vegetasi mangrove di Kecamatan Simpang Tiga Pidie
Kemampuan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan wilayah pesisir harus ditingkatkan. Kondisi pendidikan dan pemahaman masyarakat yang relatif rendah terkadang menjadi kendala yang cukup berarti. Oleh karena itu penyuluhan, pelatihan dan program pendidikan lingkungan pesisir sangat dibutuhkan untuk membentuk pola pikir yang peka terhadap permasalahanpermasalahan lingkungan pesisir yang muncul. Pembentukan pola pikir ini harus dimulai sejak dini dengan tujuan investasi jangka panjang. Wilayah pesisir Pidie terdiri atas bermacam tipe vegetasi yang berbeda kondisi dan sifatnya. Setelah tsunami vegetasi tipe herba sudah mulai tumbuh kembali seperti Ipomoea pescaprae dan jenis rumput-rumputan. Formasi terdepan yang dapat melindungi pantai adalah formasi pescaprae disebabkan jenis ini biasanya toleran terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim.
Tumbuhan ini
merupakan salah satu jenis tumbuhan herba yang akarnya dapat mengikat pasir, termasuk rumput-rumputan yang mempunyai akar yang panjang di permukaan pasir. Menurut Noor et al. (1999), selain sistem perakaran yang panjang tumbuhan
66
ini dapat menyesuaikan diri dengan keadaan pasir yang sangat kering dan toleran terhadap air asin, angin, tanah yang miskin unsur hara, dan menghasilkan biji yang kecil yang dapat mengapung di air. Hasil pengamatan di lapangan Hibiscus tiliaceus juga terdapat di kawasan pantai berpasir di kawasan ini jenis ini dapat berfungsi sebagai pelindung pantai dari laju abrasi dan penahan angin yang yang berhembus dari arah laut sehingga akan melindungi perkampungan sekitar dari terpaan langsung dari angin laut. Jenis mangrove yang ditemukan adalah Rhizophora apiculat, Rhizophora mucronata,
Avicennia
marina,
Ceriops
tagal,
dan
Bruguiera
sp.
Rhizophoramucronata adalah jenis mangrove yang dominan yang terdapat di wilayah pesisir kondisi berlumpur seperti halnya di Simpang Tiga. Avicennia sp menyenangi hidup pada tanah berpasir agak keras. Komposisi formasi vegetasi pantai penyusun ekosistem wilayah pesisir ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis tanah, genangan pasang surut, salinitas dan aktivitas manusia (Field 1995). Spesies sepanjang gradien lingkungan memiliki keunggulan kompetitif yang menjadikan faktor pengendali pola zonasi. Faktor yang mempengaruhi zona spesies vegetasi pantai, yaitu faktor kimia-fisika yaitu: tanah, salinitas air tanah, drainase, aliran arus gelombang, kelembaban tanah dan frekuensi penggenangan. Salinitas penting dalam mempengaruhi kecepatan tumbuh, kelangsungan hidup dan tempat hidup vegetasi pantai (Cruz 1981). Menurut Gunarto (2004), mangrove adalah sumberdaya alam wilayah tropis yang memiliki peranan besar dalam mencegah erosi, menjaga kondisi pantai agar tetap satbil, pengendalian terhadap abrasi pantai, pencegahan terjadinya intrusi air laut, pemurnian alami perairan pantai terhadap pencemaran dan sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi biologi mangrove adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) benih ikan, udang dan kepiting dan biota laut lainnya.
Luasan vegetasi mangrove setelah tsunami akan mengurangi fungsi
ekologi sehingga memberikan peluang besar untuk peningkatan laju abrasi pantai. Oleh karena itu penanaman mangrove dan vegetasi pantai lainnya harus dilakukan segera untuk mendukung kehudupan biota laut dan melindungi garis pantai.
67
Kondisi Mangrove Setelah Tsunami Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang terdapat di kawasan Pantai Timur terdiri atas 9 jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 9. Ada satu jenis mangrove yang mendominasi kawasan Pantai Timur. Hal ini terlihat dari besarnya nilai penting yang diperoleh jenis-jenis tersebut. Jenis yang memperoleh nilai penting di atas 78 %, jenis tersebut adalah Rhizophora mucronata mempunyai nilai penting tertinggi (118.62 %). Jenis tersebut lebih menguasai kawasan Pantai Timur.
Tabel 9 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan Pantai Timur KR FR DR INP No Jenis (%) (%) (%) (%) 1 Avicennia marina 12.68 12.20 15.32 40.19 2 Bruguiera gimnorrhiza 4.23 2.44 1.27 7.93 3 Ceriops tagal 11.27 12.20 2.25 25.72 4 Nypa fructicans 7.04 4.88 6.86 18.78 5 Rhizophora apiculata 18.31 17.07 21.87 57.25 6 Rhizophora mucronata 33.80 36.59 48.23 118.62 7 Rhizophora stylosa 4.23 7.32 0.50 12.04 8 Sonneratia alba 7.04 4.88 3.52 15.44 9 Xylocarpus granatum 1.41 2.44 0.18 4.03 Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 1.67 Jenis-jenis yang memperoleh nilai penting tinggi berarti jenis tersebut lebih menguasai wilayah pesisir. Jenis-jenis tersebut lebih unggul baik segi kerapatan, penyebaran dan dominansi. Jenis ini lebih unggul dalam memanfaatkan sumberdaya atau lebih dapat dalam menyesuaikan diri dengan ekosistem mangrove kawasan Pantai Timur. Sedangkan jenis-jenis yang memperoleh nilai penting rendah vegetasi tersebut kurang baik dalam hal beradaptasi dengan lingkungan pesisir, baik segi memanfaatkan unsur hara, maupun menyesuaikan diri terhadap iklim, seperti cahaya, suhu, curah hujan dan angin. Jumlah individu mangrove yang terdapat setelah tsunami 118 individu/ha. Jenis mangrove kelompok pohon dapat digolongkan ke dalam kelompok yang mempunyai indeks keragaman yang rendah ( H = 1,67). Jenis mangrove kelompok pohon jumlah
68
jenis yang tidak merata, dan didominasi oleh beberapa jenis yaitu Rhizophora mucronata dan Rhizophora apiculata. Menurut Tjardhana dan Purwanto (1995), komposisi vegetasi mangrove ditentukan oleh beberapa faktor seperti kondisi tanah dan genangan pasang surut. Terlihat adanya pemisahan indeks nilai penting menjadi tiga kelompok yaitu indeks nilai penting tinggi (di atas 78 %) yaitu Rhizophora apiculata. Terdapat dua jenis vegetasi mangrove yang mempunyai indeks nilai penting sedang yaitu Rhizophora apiculata (57.25 % ) dan Avicennia marina (40.19 %). Jenis-jenis lain yang mempunyai indeks nilai penting yang rendah (di bawah 39 %), jenis-jenis tersebut adalah Ceriops tagal (25.72 %), Nypa fructicans (15.78 %), Sonneratia alba (15.44 %), Bruguiera gimnorrhiza (7.93 %), dan Xylocarpus granatum (4.03 %). Keseluruhan indeks nilai penting jenis mangrove kelompok pohon ditampilkan pada Gambar 27. Persentase indeks nilai penting jenis yang sangat jauh setelah tsnunami. Hal ini mengindikasikan bahwa kawasan ini sebelum tsunami juga didominasi oleh Rhizophora mucronata, Rhizophora
Indeks nilai Penting Jenis (%)
apiculata dan Avicennia marina.
150 118.62
120 90 60
57.25 40.19 25.72
30 7.93
18.78
12.04
15.44 4.03
0 m A.
na ari B.
a yz rrh o n g im
C.
al tag
ta sa ha ata ul a on tyl o ll oc c r i s a c p a ag R. mu R. E. R.
a S.
lba
m atu ran g X.
Gambar 27 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pohon di kawasan Pantai Timur. Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang terdapat di kawasan Pantai Timur terdiri atas sepuluh jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 10.
69
Jenis mangrove kelompok pancang yang paling mendominasi kawasan Pantai Timur hanya satu jenis yang paling unggul yaitu Rhizophora mucronata. Hal ini terlihat dari besarnya nilai penting yang diperoleh jenis tersebut, yaitu lebih dari 100%. Sedangkan sembilan jenis yang lain indeks nilai pentingnya kurang dari 50%.
Tabel 10 Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan kawasan Pantai Timur KR FR DR INP No. Jenis (%) (%) % % 1 Avicennia marina 7.37 9.30 3.16 19.83 2 Bruguiera gimnorrhiza 3.16 4.65 0.43 8.24 3 Bruguiera parviflora 5.26 6.98 1.01 13.25 4 Ceriops tagal 10.53 11.63 4.03 26.18 5 Excoecaria agallocha 2.11 2.33 0.23 4.67 6 Rhizophora apiculata 8.42 9.30 2.65 20.38 7 Rhizophora mucronata 36.84 27.91 73.53 138.28 8 Rhizophora stylosa 15.79 16.28 12.23 44.30 9 Sonneratia alba 6.32 6.98 1.72 15.01 10 Xylocarpus granatum 4.21 4.65 1.01 9.87 Jumlah 100 100 100 300 Indeks keragaman ( H ) = 1.78 Kerapatan individu mangrove kelompok pancang yang terdapat di kawasan penelitian setelah tsunami 633 individu/ha. Rhizophora mucronata merupakan salah satu jenis mangrove yang tumbuh cepat dan propagul yang jatuh langsung menancap ke tanah. Setelah tiga bulan propagul yang menancap tanah telah tumbuh lima helai daun. Rhizophora mucronata merupakan salah satu jenis yang lebih menguasai kawasan Pantai Timur. Mangrove kelompok pancang memperlihatkan adanya pemisahan indeks nilai penting menjadi dua kelompok yaitu indeks nilai penting tinggi (di atas 92 %) yaitu Rhizophora mucronata. Rhizophora mucronata mempunyai nilai penting (138.28 %), jenis ini merupakan jenis mangrove kelompok pancang yang paling menguasai lingkungan pesisir khususnya daerah berlumpur (payau) di kawasan Pantai Timur. Sedangkan sembilan jenis mangrove kelompok pancang mempunyai indeks keragaman yang rendah (di bawah 46 %). Jenis-jenis tersebut
70
adalah Avicennia marina, Bruguiera gimnorrhiza, Bruguiera parviflora, Ceriops tagal, Excoecaria agallocha, Rhizophora apiculata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba dan Xylocarpus granatum seperti yang ditampilkan pada Gambar 28. Jenis mangrove kelompok pancang dapat digolongkan ke dalam kelompok yang mempunyai indeks keragaman yang rendah ( H = 1,78). Jenis mangrove kelompok pancang jumlah jenis yang tidak merata, dan didominasi oleh
Indeks Nilai Penting Jenis (%)
satu jenis yaitu Rhizophora mucronata.
160 138.28
140 120 100 80 60 40 20
44.30 26.18
19.83 8.24
13.25
20.38 4.67
15.01
9.87
0 a a al sa na ha lb a a ta lat t um ag flor yza t i ari .a h t ylo . v on llo c r na icu r m s S r r a C a p . c a . o r g p a n g A R a mu B. R. X. E. gim R. B.
Gambar 28 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok pancang di kawasan Pantai Timur. Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang terdapat di kawasan Pantai Timur terdiri atas sepuluh jenis seperti yang ditampilkan pada Tabel 11. Jenis mangrove kelompok semai yang paling mendominasi kawasan Pantai Timur hanya satu jenis yang paling unggul yaitu Rhizophora mucronata. Hal ini terlihat dari besarnya nilai penting yang diperoleh jenis tersebut, yaitu sebesar 50.92 %, sedangkan jenis-jenis magrove kelompok semai yang lain masih di bawah 30 %, akan tetapi distribusi indeks nilai penting lebih seragam dibandingkan jenis magrove kelompok pohon dan pancang.
71
Tabel 11 Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan Pantai Timur KR FR No. Jenis % % 1 4.14 6.90 Avicennia marina 2 2.63 5.17 Bruguiera gimnorrhyza 3 5.26 5.17 Bruguiera parviflora 4 19.92 6.90 Ceriops tagal 5 3.01 10.34 Nypa fruticans 6 11.65 13.79 Rhizophora apiculata 7 31.95 18.97 Rhizophora mucronata 8 10.90 12.07 Rhizophora stylosa 9 8.27 13.79 Sonneratia alba 10 Xylocarpus granatum 2.26 6.90 Jumlah 100 100.00 Indeks keragaman ( H ) = 2.13
di kawasan INP % 11.03 7.80 10.44 26.82 13.35 25.45 50.92 22.97 22.06 9.15 200
Rhizophora mucronata merupakan salah satu jenis mangrove yang tumbuh cepat, pertumbuhan optimal terjadi pada areal yang tergenang. Jenis ini merupakan salah satu jenis mangrove yang paling penting dan tersebar luas serta perbungaan terjadi sepanjang tahun. Pertumbuhan Rhizophora mucronata sering mengelompok. Hal ini disebabkan karena propagul yang sudah matang akan jatuh dan langsung menancap ke tanah karena mempunyai propagul yang besar dan panjang. Jenis mangrove kelompok semai tergolongkan ke dalam kelompok yang mempunyai indeks keragaman sedang ( H = 2.13). Jenis mangrove kelompok semai jumlah jenis dan kehadiran lebih merata dibandingkan kelompok pohon dan pancang. Kelompok semai juga masih didominasi oleh satu jenis yaitu Rhizophora mucronata. Kerapatan individu mangrove kelompok semai yang terdapat di kawasan penelitian setelah tsunami 4925 individu/ha. Indeks nilai penting keseluruhan jenis mangrove kelompok semai ditampilkan pada Gambar 24. Kelompok semai mempunyai tiga kelompok indeks nilai penting jenis yaitu tinggi, sedang dan rendah. Indeks nilai penting jenis tinggi (di atas 34 %) jenis tersebut adalah Rhizophora mucronata (50.92 %), jenis ini merupakan jenis mangrove kelompok semai yang paling dominan dan tingkat penyebarannya paling tinggi. Kelompok semai yang mempunyai indeks nilai penting jenis sedang (di atas 17 %, di bawah
72
34 %). Jenis jenis tersebut adalah Ceriops tagal (26.82 %), Rhizophora apiculata (25.45 %), Rhizophora stylosa (22.97 %), dan Sonneratia alba (22.06 %). Jenis mangrove kelompok semai yang lain merupakan jenis mangrove yang mempunyai indeks nilai rendah ( di bawah 17 %) jenis-jenis tersebut adalah Avicennia marina (11.03 %), Bruguiera gimnorrhiza (7.80%), Bruguiera parviflora (10.44 %), Nypa fruticans (13.35 %), dan
Xylocarpus granatum (9.15 %) seperti yang
ditampilkan pada Gambar 29. Vegetasi mangrove merupakan tumbuhan yang sangat baik untuk menjaga atau memperbaiki kembali kawasan pesisir yang sudah rusak. Sistem perakaran sangat baik untuk perlindungan garis pantai, karena memiliki sistem perakaran yang kuat dan pertumbuhan yang cepat. Menurut Cruz (1980), Rhizophora sp., Bruguiera sp., Aegiceraas sp., Ceriops sp., dan Avicennia sp. mempunyai biji yang berkecambah ketika masih berada di pohon induk yang disebut dengan viviparous. Propagul viviparous merupakan suatu adaptasi reproduksi dari tumbuhan mangrove. Propagul yang masak akan jatuh dan selain berkembang sendiri pada daerah berlumpur atau terpencar di bawa air saat pasang.
Indeks Nilai Penting Jenis (%)
70 60 50.92
50 40 26.82
30 20 11.03
10
7.80
10.44
25.45
22.97
22.06
13.35 9.15
0 a a a al m za ns sa na ata lat lor alb ta g atu ari rhy ylo on ica vif cu t . r t r i r m s an S. c o c p C a r . u n u a p g r A. f R m R. B. X. gim N. R. B.
Gambar 29 Indeks nilai penting jenis-jenis mangrove kelompok semai di kawasan Pantai Timur. Profil vegetasi mangrove kawasan pesisir pantai Timur masih membentuk pola pertumbuhan dalam sistem zonasi. Hal ini disebabkan karena formasi
73
vegetasi mangrove kawasan ini tidak banyak yang mati akibat tsunami. Vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Timur kerapatan individu lebih tinggi dibandingkan dengan kerapatan mangrove kawasan pesisir Pantai Barat. Vegetasi Paantai Timur juga ditemukan bentuk pertumbuhan pancang dan semai seperti yang ditampilkan pada Gambar 30.
Bp
Bp Rm Ct Am
Rm
Ct
: Bruguiera parviflora : Rhizophora mucronata : Ceriops tagal : Avicennia marina
Rm
Ct
Am
Laut
Gambar 30 Profil vegetasi mangrove di kawasan pesisir pantai Timur setelah tsunami Indeks keragaman jenis mangrove kelompok pohon 1.67, kelompok pancang 1.78, kelompok semai 2.06. Indeks keragaman jenis mangrove ketiga tingkatan kelompok pertumbuhan masih tergolong rendah. Jumlah jenis dalam suatu komunitas adalah penting dari segi ekologi karena keragaman jenis akan bertambah bila komunitas menjadi stabil. Barbour et. al (1987), menyatakan indeks keragaman jenis berkisar 0 – 7, nilai keragaman jenis dikatakan rendah apabila berkisar lebih kecil dari 2, dikatakan sedang apabila berkisar 2 – 4, dan dikatakan tinggi apabila lebih besar dari 4. Indeks keragaman kelompok vegetasi yang ditemukan di kawasan pantai timur ditampilkan pada Gambar 31.
74
2.5 Indeks Keragaman
2.13
2.0 1.67
1.78
1.5 1.0 0.5 0.0 Pohon
Pancang
Semai
Gambar 31 Indeks keragaman tiga kelompok pertumbuhan mangrove, pohon, pancang dan semai di Kawasan Pantai Timur (Pidie).
Gangguan yang parah terhadap ekosistem mangrove seperti tsunami yang terjadi di Nanggroe Aceh Darussalam menyebabkan terjadinya penurunan yang nyata dalam kerapatan dan keragaman jenis. Indeks keragaman jenis merupakan parameter yang banyak digunakan untuk membandingkan data komunitas tumbuhan. Terutama untuk mempelajari pengaruh dari gangguan faktor biotik atau untuk mengetahui tingkat tahapan suksesi dan kestabilan dari komunitas tumbuhan (Odum 1998). Terdapat perbedaan yang nyata kehadiran kelompok vegetasi mangrove di dua wilayah antara kawasan Pantai Timur dan Pantai Barat. Kawasan Pantai Timur masih menyisakan banyak vegetasi pada setiap kelompok pertumbuhan sedangkan kawasan Pantai Barat hanya menyisakan kelompok pertumbuhan tingkat pohon. Data pasang surut kawasan pesisir pantai Timur dapat dilihat pada Gambar 32. Pasang tertinggi (MHHWL) mencapai 258.5 cm, pasang terendah (MLHWL) mencapai 231.2 cm. Pasang-surut atau titik atara pasang
dan surut (MSL)
mencapai 172 cm. Surut tertinggi (MHLWL) mencapai 110.4 cm, dan surut yang paling rendah (MLLWL) mencapai 86.1 cm (Oseanografi 2005).
Tinggi Pasang Surut (cm)
75
MHHWL, 258.5 MLHWL, 231.2 MSL,
172
MHlLWL, 110.4 MLLWL, 86.1
Gambar 32 Grafik pasang surut kawasan pesisir pantai Timur. Keterangan MHHWL : Mean high high water level MLHWL : Mean low high water level MSL : Mean sea level MHLWL : Mean high low water level MLLWL : Mean low low water level
Kawasan Pantai Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara Sebelum pemekaran kabupaten-kota Bireuen dan Kota Lhokseumawe, kedua daerah ini masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Aceh Utara. Gelombang tsunami juga melanda kawasan Kabupaten Bireuen dan Aceh Utara, dan merusak beberapa kawasan seperti kawasan tambak, vegetasi mangrove, vegetasi pantai dan perkebunana. Pada Gambar 33 menampilkan Peta Kerusakan Kawasan Pesisir Bireuen, Lhok Seumawe dan Aceh Utara.
Pantai Ujong Blang Kondisi Pantai Ujong Blang mengalami abrasi yang hampir mendekati badan jalan dan perumahan penduduk. Abrasi lebih dari 1 meter setiap tahun dan kawasan ini tidak terjadi tsunami. Secara umum kondisi pantai sudah sangat terbuka dengan hamparan pasir. Dari hasil pengamatan jenis-jenis yang ditemukan adalah Cocos nucifera, Casuarina equisetifolia, Hibiscus tiliaceus dan Ipomoea pescaprae yaitu di dekat perumahan penduduk. Upaya penanaman atau rehabilitasi vegetasi pelindung pantai belum dilakukan di kawasan ini. Perumahan penduduk berada di badan pantai hal ini disebabkan karena terjadi pergeseran garis pantai secara terus-menerus atau mengalami abrasi sehingga lama-kelamaan perumahan penduduk berda di badan pantai. Upaya perlindungan yang dilakukan agar tidak terjadinya abrasi yang
76
lebih parah lagi kawasan pantai telah dibangun tanggul penahan penahan ombak. Abrasi yang terjadi di kawasan ini karena tanggul penahan gelombang yang dibangun tidak maksimal, kurang dari dua tahun tanggul ini sudah rusak kembali. Tanggul yang baik adalah dibangun dari balok beton pemecah gelombang.
Gambar 33 Peta kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara.
Kawasan Pesisir yang rusak di kawasan pesisir Pantai Timur Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara ini ditampilkan pada Tabel 12 berikut ini. Tabel 12
Kawasan pesisir yang rusak dan harus direhabilitasi di Kabupaten Bireuen, Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara
Kabupaten
Bireuen Lhokseumawe Aceh Utara
Kawasan (ha) Vegetasi Pantai
Vegetasi mangrove
Tambak
Tanaman Perkebunan
Total
83.3
157,6
1813.4
380.5
2434.8
-
-
-
-
-
148.3
-
861.3
199.3
1208.9
77
Di Pantai Ujong Blang Kota Lhokseumawe vegetasi mangrove hanya ditemuka Avicennia spp. seperti yang terlihat pada Gambar 34. Kawasan tersebut memiliki luas kurang dari 1 ha. Hal ini disebabkan karena terjadi konversi lahan baik untuk tambak dan perumahan serta terjadi penimbunan oleh pasir yang berada di badan pantai. Diperkirakan sekitar 20-70% habitat alami Indonesia sudah rusak (BAPPENAS 1993). Hal ini terjadi terutama karena konversi habitat alami untuk berbagai kepentingan pembangunan. Misalnya, degradasi vegetasi mangrove untuk dikonversi menjadi tambak, lahan pertanian, pemukiman, pelabuhan dan industri, seperti yang umum terjadi di pesisir timur Sumatera, pantai Utara Jawa, dan Sulawesi Selatan.
Gambar 34 Vegetasi mangrove di pantai Ujong Blang yang sudah mulai tergusur oleh pemukiman penduduk. Konversi ini sangat disayangkan karena mangrove merupakan sumberdaya alam wilayah tropis yang memiliki peranan besar dalam pengendalian terhadap abrasi pantai, stabilisasi sedimen, pencegahan terhadap intrusi garam, pemurnian alami perairan pantai terhadap pencemaran. Kawasan ini juga berperan sebagai tempat pemijahan (spawning ground), daerah asuhan (nursery ground) dan tempat mencari makan (feeding ground) sebagian besar jenis biota laut. Luasan vegetasi mangrove yang kecil akan mengurangi fungsi ekologi sehingga memberikan peluang besar untuk peningkatan laju abrasi pantai. Menurut Clark dan Raelee (1995), ekosistem mangrove dipengaruhi oleh laju sedimentasi, kekuatan pasang
78
surut, pasang surut air tawar, dan perubahan pada kedalaman laut juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan keberadaan vegetasi mangrove. Permasalahan abrasi menjadi permasalahan bersama antara masyarakat sekitar Pantai Ujong Blang. Pemerintah Daerah Kota Lhokseumawe dan PT Arun. Permasalahan
ini
membutuhkan
penanggulangan
yang
intensif
dengan
mempertimbangkan dinamika pantai dan prinsip-prinsip ekologi. Ratusan kepala keluarga menggantungkan kehidupannya pada wilayah pesisir ini. PT Arun telah membuktikan kepeduliannya terhadap permasalahan ini dengan membangun tanggul pemecah gelombang sepanjang 500 m. Kondisi pantai masih sangat terbuka, sangat jarang dijumpai vegetasi di sekitar pantai, vegetasi yang dijumpai adalah Cocos nucifera dan Hibiscus tiliceus dengan kerapatan yang sangat jarang. Tanggul pemecah gelombang
yang dibangun oleh PT. Arun sangat mudah
terkikis oleh air hujan apabila tidak ditanami vegetasi. Tumpukan batu dan tanah sangat mudah terkikis karena tidak diikat oleh sistem perakaran vegetasi pantai seperti yang terlihat pada Gambar 35 berikut ini.
Gambar 35 Tanggul pemecah gelombang yang dibangun oleh PT. Arun. Kesadaran masyarakat dalam pengelolaan dan perlindungan wilayah pesisir harus ditingkatkan. Relokasi perumahan dari bibir pantai harus difasilitasi oleh instansi terkait sehingga pada daerah ini dapat dilakukan peremajaan vegetasi pelindung. Penyuluhan, pelatihan (diklat) dan program pendidikan lingkungan pesisir sangat dibutuhkan untuk membentuk pola pikir yang peka terhadap permasalahan-permasalahan lingkungan pesisir yang muncul. Pembentukan pola
79
pikir ini harus dimulai sejak dini dengan tujuan investasi jangka panjang. Menurut Medrizam et al. (2004), sebagian lapisan masyarakat kurang memiliki kesadaran dan pemahaman tentang makna penting keanekaragaman hayati bagi kehidupan sehari-hari maupun sebagai aset pembangunan. Ketidaktahuan ini menimbulkan sikap tidak peduli yang mengarah pada perusakan keanekaragaman hayati. Selain Pantai Ujong Blang, Pantai Ulee Jalan dan Pantai Hagu Barat Laut telah mengalami abrasi yang cukup parah dan terjadi kehilangan vegetasi pantai. Kedua pantai ini merupakan persambungan dari Pantai Ujong Blang.
Pantai Ulee Jalan Kondisi Pantai Ulee Jalan juga mengalami abrasi yang cukup parah. Secara umum kondisinya tidak banyak ditumbuhi atau ditanami vegetasi pantai. Keadaan pantai sudah sangat terbuka dan tidak dijumpai tumbuhan perintis penutup tanah seperti Ipomoea pescaprae. Tingkat abrasi juga telah sedemikian parah sehingga telah menghancurkan bangunan sekolah dan perumahan penduduk sekitar
Gambar 36
Sekolah yang sudah rusak akibat dampak dari intensitas abrasi yang terus meningkat di kawasan pantai Ulee Jalan.
Kawasan pantai sepanjang Pantai Ulee Jalan di Kota Lhokseumawe mengalami abrasi yang sudah berlangsung lama. Pada tempat-tempat tertentu
80
tidak dilakukan penanganan oleh pihak atau instansi terkait seperti yang terlihat pada Gambar 36. Penanganan awal untuk daerah ini adalah dengan membentengi badan pantai dengan balok beton yang kokoh. Selanjutnya menanam kembali vegetasi sehingga membentuk beberapa formasi. Vegetasi utama formasi terdepan ditanami Ipomoea pescaprae, Pandanus tectorius, Thespesia populnea, Pongamia pinnata dan Casuarina equisetifolia. Formasi di belakangnya ditanam kembali jenis seperti Cocos nicifera, Terminalia catappa dan Hibiscus tiliaceus, Morinda citrifolia dan Casuarina equisetifolia. Sekarang ini di sekitar perumahan penduduk hanya dijumpai beberapa jenis seperti Cocos nucifera, Tamarindus indica dan Hibiscus tiliaceus. Hal ini menggambarkan bahwa daerah ini telah kehilangan vegetasi akibat konversi lahan. Pantai Ulee Jalan sebagian sudah dibangun tanggul baru yaitu lanjutan dari Pantai Ujong Blang, namun kondisi pantai masih tandus dan terbuka. Pada beberapa tempat perlindungan pantai (coastal protection) dilakukan dengan membangun bangunan fisik pemecah gelombang (break water) dari cincin sumur. Pemecah gelombang atau penahan gelombang ini sangat tidak efektif dalam menahan gelombang karena terjadi pengikisan sedimen pada bagian bawah sehingga cincin-cincin benteng penahan gelombang mudah roboh. Pada Gambar 37 menampilkan pemecah gelombang dari cincin sumur yang sudah roboh. Penanganan perlindungan penahan gelombang harus dilakukan secara maksimal, jangan hanya dilakukan asal-asalan, sehingga penanganan ini tidak pernah selesai dan menghabiskan banyak biaya. Penanggulangan kerusakan lebih bersifat reaktif dan kuratif (mengobati). Konstruksi pemecah ombak (breakwater) di wilayah pesisir yang mengalami abrasi, serta perembesan air laut ke sumber-sumber air permukaan di daratan. Sebagian besar upaya reaktif dan kuratif seperti ini dilakukan di wilayah yang sudah tidak memungkinkan dilakukannya rehabilitasi lingkungan, misalnya penanaman ulang mangrove, akibat merosotnya tingkat kesuburan substratnya (landasan medium tumbuh).
81
Gambar 37 Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak dan tidak mampu lagi melindungi pantai.
Badan pantai tidak lagi terdapat vegetasi pelindung lagi di bagian terdepan dari garis pantai sehingga pengangkutan material terjadi terus menerus karena tidak ada yang dapat mengikat sedimen di badan pantai. Formasi vegetasi yang diawali oleh jenis semak dan rumput-rumputan merupakan pengikat badan pantai yang cukup baik sehingga tidak terjadi pengangkutan material pada saat arus balik dan badan pantai terjadi peninggian. Kehilangan formasi vegetasi pantai menimbulkan efek yang sangat nyata terhadap pengikisan badan pantai oleh gelombang dan pasang surut sehingga memicu terjadinya abrasi badan pantai. Puluhan rumah, lapangan bola dan gedung sekolah telah musnah akibat abrasi. Masalah ini harus menjadi perhatian yang serius terutama sekali instansi terkait dan masyarakat, khususnya dalam hal penanaman dan pemeliharaan vegetasi pantai agar tingkat kerusakan pantai yang terus berlangsung dapat diatasi.
Pantai Hagu Barat Laut Kondisi pantai Hagu Barat Laut juga mengalami abrasi pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan yaitu sadah hampir mencapai badan jalan seperti yang terlihat pada Gambar 38. Kawasan ini tidak banyak ditumbuhi atau ditanami vegetasi pantai, hanya tinggal beberapa pohon saja seperti batang Cocos nucifera, Hibiscus tiliaceus, Terminalia catappa dan Tamarindus indica. Pada tempat-
82
tempat tertentu tidak dijumpai lagi vegetasi karena kawasan pantai telah diubah fungsinya oleh masyarakat yaitu membangun warung, perumahan, dan daerah wisata di sepanjang pantai. Dengan adanya bangunan-bangunan seperti disebut di atas maka akan mempercepat terjadinya abrasi karena tidak ada lagi yang dapat mengikat partikel-partikel tanah. Beberapa tempat dijumpai abrasi sudah mulai menerjang bangunan di sekitar pantai seperti warung yang sudah hampir roboh diterjang ombak. Pada daerah ini garis pantai tinggal 2-4 m dari badan jalan. Jika tidak dilakukan penanganan diperkirakan dua tahun kemudian badan jalan akan terkena dampak abrasi.
Gambar 38 Vegetasi yang tertinggal di pinggir jalan yaitu Hibiscus tiliaceus dan Cocos nucifera akibat pengubahan lahan. Hibiscus tiliaceus adalah vegetasi pantai tropis dan sub tropis yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut. Waru laut dapat dikelompokkan sebagai salah satu jenis mangrove. Meskipun bukan merupakan mangrove sejati, tetapi waru laut banyak dijumpai berkelompok dengan pohon mangrove. Hibiscus tiliaceus mampu mengembangkan struktur akar yang sangat ekstensif dan membentuk jaringan horizontal yang lebar.
Struktur akar ini
berfungsi untuk memperkokoh pohon, mengambil unsur hara dan memperangkap sedimen pasir (Noor et al. 1999). Ipomoea pescaprae tidak ditemukan lagi sepanjang garis pantai sampai pada badan jalan. Tumbuhan ini justru ditemukan setelah badan jalan yaitu di
83
pekarangan rumah penduduk dan tanah-tanah kosong, yang jumlah luasannya tidak mampu melindungi wilayah pesisir yang semakin lama semakin mengalami abrasi. Hal ini mengindikasikan bahwa formasi pescaprae juga telah berada di sekitar perumahan penduduk. Ketidakhadiran tumbuhan perintis seperti jenis Ipomoea pescaprae dan jenis rumput-rumputan lainnya dalam formasi terdepan vegetasi pantai menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya abrasi yang telah berlangsung lama. Salah satu faktor yang menyebabkan hilangnya formasi ini adalah pengkonversian lahan hidup dari formasi terdepan menjadi tempat wisata, dan perumahan. Tumbuhan Ipomoea pescaprae biasanya mendominasi formasi terdepan daerah pantai. Tumbuhan ini merupakan salah satu jenis tumbuhan herba yang akarnya dapat mengikat pasir (Noor et al. 1999). Kegiatan pemanfaatan dan pengembangan wilayah pesisir yang dilakukan di kawasan ini telah menurunkan mutu lingkungan dan berlanjut kepada hilangnya beberapa formasi vegetasi pantai, hal ini terjadi di sepanjang pantai Hagu Barat Laut. Aktifitas seperti ini di daerah wisata merupakan gangguan awal terhadap keberadaan formasi vegetasi pantai seperti yang terlihat pada Gambar 39.
Gambar 39
Vegetasi pantai yang mengalami penggusuran kibat pembangunan tempat wisata.
Pembangunan tempat wisata dan perumahan akan “menggusur” beberapa formasi vegetasi pelindung pantai. Masyarakat sekitar pantai ini menganggap vegetasi dapat menghambat pembangunan tempat wisata. Akibatnya formasi
84
vegetasi pelindung pantai ini mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Kawasan pantai Lhokseumawe vegetasinya telah mengalami penurunan kerapatan karena ditebang untuk pemanfaatan daerah wisata. Akibatnya daerah bibir pantai juga mengalami penggusuran sehingga pantai menjadi tandus dan tidak terlindungi. Peraturan pemerintah tentang pengelolaan kawasan pesisir harus memasukkan aturan mengenai tidak boleh membangun atau pemanfaatan pada radius tertentu dari bibir pantai. Menurut Medrizam et al. (2004) Indonesia merupakan negara terpadat keempat di dunia dengan populasi mencapai 203 juta orang pada tahun 2000; tingkat pertumbuhannya diperkirakan 1,2% pada 20002005. Jumlah penduduk yang tinggi ini memerlukan dukungan sandang, pangan, papan serta ruang untuk beraktivitas. Hampir semua daya dukung ini berasal dari alam yang berkaitan sangat erat dengan keanekaragaman hayati. Pola pemanfaatan yang tidak bijaksana akan ancaman bagi kelestarian keanekaragaman hayati. Konversi lahan kawasan pesisir menjadi faktor pemicu abrasi yang memang sudah berlangsung lama. Peningkatan komposisi formasi vegetasi pantai di sepanjang pantai sangat diperlukan untuk memberikan kemampuan mendukung lingkungan fisik dan lingkungan biologi di sepanjang pantai. Penurunan kualitas lingkungan akibat beralihnya fungsi pantai yang seharusnya terdapat di sepanjang pantai akan mempercepat terjadinya abrasi, karena partikel-partikel pasir yang terdapat di pantai dan yang datang bersama gelombang dan arus tidak ada yang mengikat dan menahannya. Pemanfaatan sumberdaya pesisir harus diarahkan kepada pemanfaatan secara terpadu dan berkesinambungan (sustainable). Orientasi pemanfaatan oleh masyarakat sekitar adalah kegiatan perikanan dan pariwisata. Namun sangat disayangkan pemanfaatan hanya berlandaskan pada prinsip ekonomi semata, sehingga tidak menjaga lingkungan pesisir menjadi rusak. Bangunan fisik pelindung pantai sudah mengalami kerusakan yang cukup parah. Bangunan fisik pemecah gelombang yang dibangun dari cincin sumur tidak bertahan lama dan sudah mulai roboh oleh terjangan ombak, seperti yang ditampilkan pada Gambar 40 berikut ini.
85
Gambar 40 Tanggul pemecah gelombang yang telah rusak diterjang ombak di kawasan pantai Hagu Barat Laut. Sebelum pembangunan tanggul penahan ombak terlebih dahulu harus dilakukan penilaian atau evaluasi tentang sifat-sifat suatu perairan seperti gelombang, intensitaas abrasi, kondisi vegetasi pelindung dan masalah sosial masyarakat. Bangunan fisik yang dibangun dapat memecah gelombang laut yang datang silih berganti sehingga garis pantai menjadi stabil. Pada kawasan pantai yang masih terdapat substrat dapat ditanami dengan vegetasi pantai maka tingkat abrasi dapat ditekan, dan pantai sangat berpotensi untuk dijadikan tempat wisata. Hal ini akan sangat menguntungkan bagi masyarakat setempat, mereka dapat memperoleh penghasilan dengan mengelola tempat wisata di sekitar pantai. Tempat-tempat wisata harus ditata dengan memperhatikan prinsip-prinsip ekologi dengan menanam vegetasi pelindung pantai sehingga lingkungan pantai tidak rusak.
86
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Vegetasi penyusun lingkungan pantai Aceh Barat didominasi oleh jenis Cocos nucifera, Pandanus tectorius dan Ipomoea pescaprae. 2. Indeks keragaman vegetasi pantai sebelum tsunami di Pantai Aceh Barat kelompok herba tergolong sedang sedangkan semai, pancang dan pohon tergolong rendah. 3. Kondisi fisik lingkungan pesisir di Aceh sebelum tsunami sudah mengalami abrasi baik kawasan pesisir Pantai Barat maupun di kawasan pesisir Pantai Timur. 4. Jumlah jenis mangrove lebih banyak ditemukan di kawasan pesisir Pantai Timur. 5. Indeks keragaman vegetasi kelompok pohon dan pancang tergolong rendah, kelompok semai di Kawasan Pesisir Pantai Timur tergolong sedang. 6. Kawasan pesisir Pantai Barat mengalami kerusakan yang lebih parah baik vegetasi maupun kondisi fisik atau abrasi pantai dibandingkan dengan Kawasan Pesisir Pantai Timur pasca tsunami. 7. Rhizophora mucronata lebih mendominasi di kedua kawasan pesisir.
Saran Kawasan pesisir di Nanggroe Aceh Darussalam harus segera ditanami formasi vegetasi kawasan pesisir dalam beberapa zonasi dan diperlukan penilaian, terlebih dahulu untuk membangun pelindung fisik sehingga fungsi ekologi dan perlindungan lingkungan pesisir normal kembali.
87
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Tsunami Aceh Getarkan Dunia. Japan Aceh Net. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional 1993. Biodiversity Action Plan for Indonesia. Ministry of National Development Planning/National Development Planning Agency. Jakarta. Dalam Medrizam, Pratiwi S, Wardiyono et al. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati Di Indonesia. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Direktorat Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Barbour GM, Burk JK, Pitts WD. 1987. Terresterial Plant Ecology. The Benyamin/Cummings Publicing Company. INC Califonia. Bismark M. 1987. Aspek ekologi dan konservasi vegetasi mangrove di Taman Nasional Kutai Kalimantan Timur. Duta Rimba: 8788/XIII/:1987:16:22. Camille B. 1998. The Economic Valuation of Mangrove: A manual for Researcher. Economic and Environment Program for Southeast Asia. Clark J C, Raelee AK. 1995. Forest gaps influence the population structure and species composition of mangrove in North Australia. Jur Biotropica 32(4a): 642-652. Cahoon DR, Philippe H. 2002. Hurricane Mitch: A Regional Perspective on Mangrove Damage, Recovery and Sustainability USSG-USA: Science for Changing World. Pages : 1-31. Corner EJH. 1952. Tree of Malaya. 2. Vols 2nd. Ed. Government Printer Singapore. Cox GW. 1976. Laboratory Manual of General Ecology. WMC Brown Company Publisher Iowa. Craighead FC. 1971. in Marguerite S. Koch. 1997. Rhizophora mangal L. Seedling Developtment into the Sapling Stage across Resource and Stress Gradient in Subtropical Florida. Biotropica: 29 (4) 427- 439.
88
Cruz DL. 1981. The function of mangrove. In P.B.L. Srivasta et al (eds) Proc. Symp. Mangrove and Estuarine Vegetation in South East Asia. Kuala Lumpur Malaysia: 125-138. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Cetakan ke-4. Edisi revisi. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Davie J, Sumardja E. 1997. The mangrove of East Java: an analysis of impact of pond aquaculture on biodiversity and coastal ecological. Tropical Biodiversity 4(1):1-33. Dumbois M, Ellenberg HH. 1974. Aims and Methods of Vegetation Ecology. John Wiley and Sons. New York. Edward JH. 1983. Developing a conservation strategy for the mangrove ecosystems as Asia. Proceeding of the Asian Symposium on Mangrove Environment Research and Management. Kuala Lumpur 25-29 Agustus 1994. University of Malaya and UNESCO. Ellison AM. 1996. Anthropogenik disturbance of Caribian mangrove ecosystems: paast impacts, present trend, and future prediction. Biotropica 28 (4a): 149-565. Ellison J. 2001. Possible impacts of predicted sea level rise on South Pacific mangroves. Pp. 289-301. dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58. Ellison J. 2000. How South Pacific mangroves may respond to predicted climate change and sea level rise. Chapter 15, pages 289-301 dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. United Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58. Ellison J. 1995. Systematics and distributions of Pacific Island mangroves. Pp. 5974 dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58.
89
Field CD. 1995. Impact of expected climate change on mangrove. Hydrobiologia 295: 75-81. Giesen W, Wulffraat S. 1998 Indonesian Mangrove Part I: Diversity and Vegetation. Tropical Biodiversity 5(2) 99-111. Gilman E, Ellison J, Coleman R. 2006. dalam Assessment of mangrove response to projected relative sea level rise and recent historical reconstruction of shoreline position. Environmental Monitoring and Assessment. Dalam Gilman et al. 2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58. Gilman E, Lavieren HV, Elison J, Wilson L, Jungblut L, Areki F, Brighouse G, Dus E, Henry M, Sauni M.Jr, Kilman M, Matthews E, Ruatu TN, Tukia S, Yuknavage K. E2006. Pacific Island Mangroves in a Changing Climate and Rising Sea. Uited Nation Environment Programe and Secretariat of the Pacific Regional Environment Programme. Regional Seas Reports and Studies No. 179. 1-58. GIS dan Remote Sensing Development Center Unsyiah. 2005. Kerusakan kawasan pesisir akibat tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam [peta administrasi]. Hasil interpretasi citra landsat 2000-2005. Gunarto 2004. Konservasi mangrove sebagai pendukung sumber hayati perikanan pantai. Jurnal Litbang Pertanian No 23(1) 15-21 Ling P, Wey XM. 1983. Ecologycal note the mangrove of Fujian Cina. Biology and Ecology Mangrove: 31-36. Lugo AE, Snedaker SC. 1974. The ecology of mangrove. Annu. Rev. Ecol. Syst. 5: 39-64. Marguerite SK. 1997. Rhizophora mangal L. Seedling Developtment into the Sapling Stage across Resource and Stress Gradient in Subtropical Florida. Biotropica: 29 (4) 427- 439. Medrizam, Pratiwi S, Wardiyono. 2004. Wilayah Kritis Keanekaragaman Hayati Di Indonesia. Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup. Direktorat Pengendalian Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Jakarta. Michael P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium. UI Press. Jakarta
90
Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Cetakan ke-4. Edisi revisi. Jakarta: Djambatan. Noor YS, Khazali M, Suryadiputra INN. 1999. Panduan Pengelolaan Mangrove di Indonesia. Wetlands Internasional. Nybakken J W. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Eidman et.al.; penerjemah. Jakarta; PT. Gramedia. 495 h. Odum EP. 1998. Dasar-dasar Ekologi . Samingan T, penerjemah; Srigondono B, editor. Edisi ke-3. Gajah Mada University Press. Terjemahan dari Fundamental of Ecology. Pratiwi, Anwar C, Sumarna Y. 1986. Perkembangan regenerasi alam dan buatan vegetasi mangrove cilacap. Bul. Pen. Vegetasi (For. Res. Bull.) 482 : 1-9. Poerbandono. 2004. Pemecah Ombak timbulkan Masalah Baru. www.pikiranrakyat.com/cetak/0604/10/cakrawala/lainnya06.htm Setiadi D, Tjondronegoro PD. 1989. Dasar-Dasar Ekologi. PAU. Institut Pertanian Bogor. Smith MB, Robblee HR, Doyle TW. 1994. in Marguerite S. Koch. 1997. Rhizophora mangal L. Seedling Developtment into the Sapling Stage across Resource and Stress Gradient in Subtropical Florida. Biotropica: 29 (4) 427- 439. Oseanografi. 2005. Data perbedaan tinggi pasang surut. Areal potensial bagi vegetasi mangrove dan vegetasi pantai NAD dan Nias. Sukardjo S, Frey S. 1982. Mangrove for National Developtment and Conservation. Herbarium Bogoriense. Charcoal and Firewood Production. United Nation and Education Scientific and Cultural Organization. Sukardjo S. 1986. Natural Regeneration Status uf Commercial Mangrove Species (Rhizophora mucronata and Bruguiera gimnorrhiza) in Mangrove Forest of Tanjung bugin, Banyuasin District South Sumatera. Forest Ecology and Mangrove: 20: 233-252 Sukardjo S. 1978. the Utilization of Mangrove Forest in Indonesia with Species Reference to Charcoal and Fire Wood Production. United Nations educational Scientific and Cultural Organization.
91
Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengelolaan Sumberdaya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Sverdrup HU, Johnson MW, Fleming RH. 1942. The Oceans, Their Physics, Chemistry and General Biology. Prentice Hill. New York. 1087 h. Tjardhana, Purwanto E. 1995. Vegetasi mangrove Indonesia. Departemen Kevegetasian. Duta Rimba: 21: 2 - 17
92
L A M P IR A N
93
Lampiran 1 Titik koodinat daerah penelitian
Kabupaten
Wilayah
Koordinat X
Koordinat Y
Lhokbubon/ Samatiga
960 1’ 26,5”
40 12’ 11,3”
Johan Pahlawan
960 6’ 55,8”
40 08’ 53,0”
Aceh Jaya
Sampoinit
950 24’ 0,5”
40 33’ 52,7”
Banda Aceh
Syiah Kuala
950 20’ 36,2”
50 35’ 36,7”
Aceh Besar
Baitussalam
950 23’ 49,9”
50 37’ 29,7”
Pidie
Batee
950 53’ 59,2”
50 26’ 30,4”
Simpang Tiga
950 59’ 6,5”
50 22’ 6,6”
Kembang Tanjung
960 2’ 51,4”
50 19’ 27,0”
Bireuen
Peudada
960 35’ 12,1”
50 12’ 25,3”
Lhokseumawe
Ujung Blang/ Banda Sakti 970 7’ 9,1”
Aceh Utara
Seunuddon
Aceh Barat
970 28’ 10,0”
50 12’ 7,0” 50 14’ 13,7”
94
Lampiran 2 Jumlah jenis herba yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat sebelum tsunami No Nama Jenis KM FM DM 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Axonopus compresus Boreria alata Boreria laevis Urochloa paspaloides Cyperus rotundus Dactiloctenium sp Digitaria fuscescen Eclipta prostrata Erigeron sumatranensis Euphorbia hirta Ipomoea pes-caprae Mimosa pudica Paspalum vaginatum Phyllanthus debilis Phyllathus virgatus Spilanthes iabadicensis Vernomia cinerrea Total
120 3 2 12 180 9 33 25 1 3 41 20 5 20 2 16 1 493
3 2 1 2 6 2 5 1 1 2 6 2 2 1 1 1 1 39
108 3 1.5 15 35 10 10 40 1.5 6 300 20 7 8 1.5 40 1.5 608
Lampiran 3
Jumlah jenis semai yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat sebelum tsunami No Nama Jenis KM FM DM 1 Hibiscus tiliaceus 13 2 1786 2 Morinda citrifolia 4 2 113 3 Pandanus tectorius 78 7 81746.2 4 Terminalia catappa 2 2 25.5 5 Calophyllum inophyllum 2 1 1.77 Total 99 14 83672.5
Lampiran 4 Jumlah jenis kelompok pancang yang di temukan di Pantai Barat Aceh Barat sebelum tsunami No Nama Jenis KM FM DM 1 Casuarina equisetifolia 7 3 1319 2 Hibiscus tiliaceus 3 3 366.2 3 Lamnea coromandellica 4 2 854.86 4 Morinda citrifolia 4 2 490.6 5 Codaeum varieugatum 1 1 49 Total 19 11 3079.7
95
Lampiran 5 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Lampiran 6
Jumlah jenis kelompok pohon yang di temukan Aceh Barat Nama Jenis KM FM 1 1 Areca sp 1 1 Barringtonia asiatica 19 6 Casuarina equisetifolia 24 10 Cocos nucifera 12 5 Hibiscus tiliaceus 2 1 Lannea coromandellica 2 2 Morinda citrifolia 5 2 Pandanus tectorius 3 2 Terminalia catappa Total 69 30
di Pantai Barat DM 127 1320 63762 458201 93977 3630 3957 4416 3116 632505
Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi di pantai Barat Aceh Barat
4000
Kerapatan Individu / ha
3500
3666
3000 2500 2000 1500 1000 506
500
460
0 Semai
Pancang
Pohon
Lampiran 7 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan pesisir Pantai Barat No 1 2 3 4 5
Jenis Avicennia marina Nipa fructicans Rhizophora mucronata Rhizophora apiculata Sonneratia alba Jumlah
K 4 2 15 5 2 28
F 2.0 1.0 6.0 4.0 2.0 15.0
D M (g) 0.985 0.290 8.394 0.452 0.237 10.36
96
Tabel 8 Jumlah jenis mangrove kelompok pohon yang di temukan di kawasan Pantai Timur No Jenis K F DM 1 Avicennia marina 9 5.0 4.914 2 Bruguiera gimnorrhiza 3 1.0 0.407 3 Ceriops tagal 8 5.0 0.723 4 Nipa fructicans 5 2.0 2.202 5 Rhizophora apiculata 13 7.0 7.018 6 Rhizophora mucronata 24 15.0 15.475 7 Rhizophora stylosa 3 3.0 0.159 8 Sonneratia alba 5 2.0 1.130 9 Xylocarpus granatum 1 1.0 0.057 Jumlah 71 41.0 32.09 Lampiran 9 Jumlah jenis mangrove kelompok pancang yang di temukan kawasan Pantai Timur No. Jenis K F DM 1 Avicennia marina 7 4 0.28 2 Bruguiera gimnorrhiza 3 2 0.04 3 Bruguiera parviflora 5 3 0.09 4 Ceriops tagal 10 5 0.36 5 Excoecaria agallocha 2 1 0.02 6 Rhizophora apiculata 8 4 0.24 7 Rhizophora mucronata 35 12 6.62 8 Rhizophora stylosa 15 7 1.10 9 Sonneratia alba 6 3 0.15 10 Xylocarpus granatum 4 2 0.09 Jumlah 95 43 9.0 Lampiran No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
10 Jumlah jenis mangrove kelompok semai yang di temukan di kawasan Pantai Timur Jenis K F 11 4 Avicennia marina 7 3 Bruguiera gimnorrhiza 14 3 Bruguiera parviflora 53 4 Ceriops tagal 8 6 Nypa fruticans 31 8 Rhizophora apiculata 85 11 Rhizophora mucronata 29 7 Rhizophora stylosa 22 8 Sonneratia alba 6 4 Xylocarpus granatum Jumlah 266 58
97
Lampiran 11 Kehadiran jenis vegetasi mangrove pada tiga tingkat pertumbuhan di kawasan Pantai Timur (Pidie) No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jenis Avicennia marina Bruguiera gimnorrhiza Bruguiera parviflora Ceriops tagal Excoecaria agallocha Nypa fruticans Rhizophora apiculata Rhizophora mucronata Rhizophora stylosa Sonneratia alba Xylocarpus granatum
Pohon + + + + + + + + +
Semai + + + + + + + + + +
Pancang + + + + + + + + + +
Lampiran 12 Kerapatan setiap tingkat pertumbuhan vegetasi mangrove di kawasan pantai Timur
Kerapatan Individu / ha
6000 5000
4925
4000 3000 2000 1000
633 118
0 Semai
Pancang
Pohon
98
Lampiran 13 Pemanfaatan Pantai Barat Aceh Barat sebagai daerah wisata sebelum tsunami
.
Lampiran 14 Pembangunan perumahan akan mengalihan fungsi habitat vegetasi pantai dan akan menurunkan kualitas lingkungan.
99
Lampiran 15 Sisa-sisa bangunan penahan ombak yang sudah roboh diterjang ombak di Pantai Padang Seurahet Aceh Barat sebelum tsunami
Lampiran 16 Kondisi kawasan pesisir yang sudah terbuka dan kawasan tambak tidak ada lagi vegetasi mangrove di Pidie.
100
Lampiran 17 Kondisi pantai Ujong Blang Kota Lhokseumawe yang sudah tandus tanpa ditutupi tumbuhan penutup tanah.
Lampiran 18 Kondisi Mangrove di kawasan pesisir Panai Barat setelah tsunami
101
Lampiran 19 Rehabilitasi kawasan pantai dengan menanam kembali Casuarina equisetifolia.
Lampiran 20 Vegetasi mangrove yang sudah mati akibat tsunami dan kawasan mangrove sudah berada di dalam laut
102
Lampiran 21 Vegetasi pantai mati akibat penggenangan air asin di Aceh Jaya.
Lampiran 22 Badan pantai telah menjadi laut terlihat dari sisa-sisa yang telah mati (Cocos nucifera) di Kawasan pesisir Pantai Barat
103
Lampiran 23
Pembibitan mangrove untuk rehabilitasi kawasan pesisir di Kecamatan Simpang Tiga Pidie yang dibangun oleh peneliti.
Lampiran 24 Penanaman dan perawatan mangrove yang dilakukan oleh kelompok masyarakat sekitar kawasan Simpang Tiga Pidie.