perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING DAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KOLOID KELAS XI SEMESTER II SMA N 1 NGEMPLAK BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012
SKRIPSI
Oleh : IHDA MAR’ATUS SHOLIHAH K 3308086
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA Agustusto2012 commit user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama
: Ihda Mar’atus. Sholihah
NIM
: K3308086
Jurusan/Program Studi
: P.MIPA/Pendidikan Kimia
menyatakan
bahwa
PEMBELAJARAN
skripsi KIMIA
saya
berjudul
“STUDI
MENGGUNAKAN
KOMPARASI
METODE
INKUIRI
TERBIMBING DAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KOLOID KELAS XI SEMESTER II SMA N 1 NGEMPLAK BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/ 2012” ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri. Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 23 Juli 2012 Yang membuat pernyataan,
Ihda Mar’atus. Sholihah commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING DAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KOLOID KELAS XI SEMESTER II SMA N 1 NGEMPLAK BOYOLALI TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh : IHDA MAR’ATUS SHOLIHAH NIM : K 3308086
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kimia, Jurusan PendidikanMatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user Agustus 2012 iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, 23 Juli 2012
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Endang Susilowati, S.Si., M.Si
Agung Nugroho C.S.,SPd, M.Sc
NIP. 19700117200003 2 001
NIP. 19770723200501 1 001 commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari
: Rabu
Tanggal
: 01 Agustus 2012
Tim Penguji Skripsi Nama Terang
Tanda Tangan
Ketua
: Dra. Bakti Mulyani, M.Si
Sekretaris
: Dra. Hj. Kus Sri Martini, M.Si.
Anggota I
: Endang Susilowati, S.Si., M.Si
Anggota II
: Agung Nugroho C.S, S.Pd, M.Sc
Disahkan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret a.n. Dekan Pembantu Dekan I
Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si NIP. 19660415 199103 1 002
commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
# Ingatlah bahwa setiap hari dalam sejarah kehidupan kita ditulis dengan tinta yang tak dapat terhapus lagi (Thomas Carlyle) #
# Sukses bukanlah akhir dari segalanya, kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal: Namun keberanian untuk meneruskan kehidupanlah yang diperhatikan (Sir Winston Churchill) #
# Belajar dari masa lalu bukanlah aib untuk kita, namun belajar dari masa lalu adalah guru yang terbaik untuk diri kita (penulis) #
commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk :
Ibu dan Ayahku yang telah memberikan nasehat, bimbingan,dan kasih sayang yang belum bisa terbalas.
Adik-adikku dan keluarga lain yang slalu memberi doa dan dukungan selama ini
Buat endtrue tito, puput andriyadi, anak ke dua, heny astuti, anis wigiani, m.muyas
yang
slalu
menemani
dan
mendukungku
My lovely friends chemistry 08 yang kompak selalu
Sahabat-sahabat ku yang slalu mendukungku
Almamater
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Ihda Mar’atus. S. STUDI KOMPARASI PEMBELAJARAN KIMIA MENGGUNAKAN METODE INKUIRI TERBIMBING DAN LEARNING CYCLE 5E TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI KOLOID KELAS XI SEMESTER II SMA N 1 NGEMPLAK BOYOLALI TAHUN AJARAN 2011/2012. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Juli 2012. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui (1) perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi koloid (2) perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi koloid (3) perbedaan prestasi belajar siswa aspek psikomotor antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi koloid. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian Randomized Pretest-Posttest Comparison Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 1 Ngemplak, Boyolali tahun pelajaran 2011/2012 sebanyak 3 kelas. Sampel terdiri dari 2 kelas, yaitu kelas XI.IPA 1 sebagai kelas eksperimen I (Inkuiri Terbimbing) dan kelas XI. IPA 2 sebagai kelas eksperimen II (Learning Cycle 5E) yang dipilih secara cluster random sampling. Teknik pengumpulan data prestasi belajar kognitif menggunakan metode tes sedangkan prestasi belajar afektif dan psikomotor siswa menggunakan lembar observasi. Teknik analisis data untuk pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji t- dua pihak. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek kognitif antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok koloid. Hal itu terlihat dari rata-rata nilai postest sebesar 74,786 untuk kelas eksperimen I dan 77,321 untuk kelas eksperimen II (2) terdapat perbedaan prestasi belajar siswa aspek afektif antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok koloid. Hal ini terlihat dari nilai afektif sebesar 13,357 untuk kelas eksperimen I dan 15 untuk kelas eksperimen II (3) tidak ada perbedaan prestasi belajar aspek psikomotor siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok koloid. Hal ini terlihat dari nilai psikomotor sebesar 10,893 untuk kelas eksperimen I dan 11,107 untuk kelas eksperimen II. Kata Kunci: Pembelajaran Kimia, Inkuiri Terbimbing, Learning Cycle 5E, Prestasi Belajar, Koloid. commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Ihda Mar’atus. S COMPARISON STUDY OF CHEMISTRY LEARNING BY USING GUIDED INQUIRY METHOD AND LEARNING CYCLE 5E METHOD ON THE SUBJECT MATTER OF COLLOID FOR CLASS XI ON 2nd SEMESTER SMA NEGERI 1 NGEMPLAK, BOYOLALI, ACADEMIC YEAR 2011/2012. Thesis. Surakarta: Teacher Training and Education Faculty. Sebelas Maret University, July 2012. The purposes of this research were to know: (1) the difference of student’s learning achievement in cognitive aspect between using Guided Inquiry method and Learning Cycle 5E method on the subject matter of Colloid (2) the difference of student’s learning achievement in affective aspect between using Guided Inquiry method and Learning Cycle 5E method on the subject matter of Colloid (3) the difference of student’s learning achievement in psychomotor aspect between using Guided Inquiry method and Learning Cycle 5E method on the subject matter of Colloid. This research used experimental method with Randomized PretestPosttest Comparison Group Design. The population was XI grade students of SMA N 1 Ngemplak Boyolali, academic year 2011/2012. The sample consists of 2 classes, which are XI IPA.1 class as experimental class I (Guided Inquiry method) and XI IPA.2 class as experimental class II (Learning Cycle 5E method). The sampling technique is cluster random sampling. The data was collected using test method to measure cognitive learning achievement and observation sheet method to measure affective and psychomotor learning achievement. The hypotheses were tested using two side t- test. Based on the result of research, it can be concluded that: (1) there are difference of student’s learning achievement in cognitive aspect between using Guided Inquiry method and Learning Cycle 5E method on the subject matter of colloid. It can be seen from the average of posttest value for first experiment class is 74,786 and 77,321 for second experiment class, (2) there are difference of student’s learning achievement in affective aspect between using Guided Inquiry method and Learning Cycle 5E method on the subject matter of colloid. It can be seen from the value affective for first experiment class is 13,357 and 15 for second experiment class (3) there are not difference of student’s learning achievement in psychomotor aspects between using Guided Inquiry method and Learning Cycle 5E method on the subject matter of colloid. It can be seen from the the value psychomotor for first experiment class is 10,893 and 11,107 for second experiment class. Keywords: Chemistry Learning, Guided Inquiry Method, Learning Cycle 5E, Learning Achievement, Colloid. commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan
rahmat,
taufik
dan
hidayah-Nya
sehingga
penulis
dapat
menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Kimia Jurusan P. MIPA FKIP UNS Surakarta. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. rer.nat Sadijan, M.Si, Selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Sukarmin, M.Si.,Ph.D., Selaku Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan Skripsi ini. 3. Dra. Bakti Mulyani, M,Si., Selaku Ketua Program Kimia Jurusan P. MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Endang Susilowati, S.Si., M.Si, Selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dalam penyusunan Skripsi ini. 5. Agung Nugroho Catur Saputro, S.Pd, M.Sc., Selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing dalam penyusuan Skripsi ini. 6. Budi Hastuti, S.Pd, M.Si., Selaku Pembimbing Akademik saya. 7. Drs. Wahyu Purnomojati, M.Pd, Selaku Kepala SMA Negeri 1 Ngemplak yang telah mengijinkan penulis untuk mengadakan penelitian. 8. S. Kristiyanto, S.Pd., Selaku guru mata pelajaran Kimia SMA Negeri 1 Ngemplak, Boyolali yang telah memberikan waktu mengajar kepada penulis untuk mengadakan penelitian. commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan fasilitas dan do’a restu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. 10. Siswa-siswi XI.IPA 1 dan XI.IPA 2 atas kerjasamanya 11. Teman-teman Kimia angkatan 2008 terimakasih untuk segala dukungan, persahabatan dan bantuannya. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini. Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa dalam Skripsi ini masih ada kekurangan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi sempurnanya Skripsi ini. Penulis berharap semoga Skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Surakarta,
Juli 2012
Penulis
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................
ii
HALAMAN PENGAJUAN ...............................................................
iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................
iv
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................
v
HALAMAN MOTTO .........................................................................
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN .........................................................
vii
HALAMAN ABSTRAK ....................................................................
viii
KATA PENGANTAR ........................................................................
x
DAFTAR ISI ......................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xvi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .............................................
1
B. Identifikasi Masalah ....................................................
5
C. Pembatasan Masalah ...................................................
5
D. Perumusan Masalah ....................................................
6
E. Tujuan Penelitian ........................................................
6
F. Manfaat Penelitian ......................................................
7
KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan .......
8
B. Kerangka Pemikiran .................................................... commit to user C. Hipotesis ......................................................................
45
xii
48
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
BAB IV
BAB V
digilib.uns.ac.id
METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .....................................
49
B. Metode Penelitian .......................................................
50
C. Populasi dan Sampel ...................................................
51
D. Teknik pengambilan Sampel ......................................
52
E. Pengumpulan Data ......................................................
52
F. Validasi Instrumen Penelitian .....................................
53
G. Teknik Analisis Data ...................................................
62
HASIL PENELITIAN A. Pengujian Instrumen ...................................................
67
B. Deskripsi Data .............................................................
70
C. Uji Prasyarat Analisis ..................................................
74
D. Pengujian Hipotesis ....................................................
76
E. Pembahasan Hasil Analisa Data ..................................
79
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan .....................................................................
85
B. Implikasi ......................................................................
86
C. Saran ............................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
88
LAMPIRAN .........................................................................................
91
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
2.1
Sintaks Metode Inkuiri Terbimbing .....................................
17
2.2
Sintaks Metode Learning Cycle 5E ..........................................
23
2.3
Perbedaaan Larutan, Koloid dan Suspensi ...............................
30
2.4
Jenis Koloid Berdasarkan Zat Pendispersi dan Medium Pendispersi.................................................................................
31
2.5
Perbandingan Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob.........................
42
3.1
Rincian Kegiatan Penelitian.................................................
49
3.2
Design Penelitian Randomized Pretest-Posttest Comparison Group Design......................................................................
4.1
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas .............................................................................
4.2
68
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian Uji Tingkat Kesukaran Aspek Kognitif................
4.4
67
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas...........................................................................
4.3
50
69
Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal Aspek Kognitif .............................................
70
4.5
Rangkuman Deskripsi Data Penelitian ..................................
71
4.6
Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Kognitif, Afektif dan Psikomotor ........................................................................
4.7
Hasil Uji Homogenitas Nilai Kognitif, Afektif dan Psikomotor ...................................................................
4.8
75
Hasil Uji t-dua pihak Selisih Nilai Aspek Kognitif Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II .....................................
4.9
75
Hasil Uji t- dua Pihak Nilai Afektif Kelas Eksperimen I dan commit to user xiv
77
perpustakaan.uns.ac.id
4.10
digilib.uns.ac.id
Kelas Eksperimen II ...........................................................
78
Hasil Uji t- dua Pihak Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II .....................................................
78
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
2.1
Perbedaan Efek Tyndall pada Larutan dan Koloid ...................
32
2.2
Gerak Brown ...........................................................................
33
2.3
Sel Elektrolisis ..........................................................................
34
2.4
Adsorpsi Ion-Ion .....................................................................
35
2.5
Koagulasi Koloid karena Penambahan Elektrolit ....................
37
2.6
Proses Dialisis .....................................................................
39
2.7
Diagram Dialisis Darah ............................................................
39
2.8
Skema Kerangka berfikir
47
4.1
Histogram
Perbandingan Selisih Nilai
Kognitif Kelas
Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II pada Materi Pokok Koloid ...................................................................... 4.2
Histogram Perbandingan Nilai Afektif Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II pada Materi Pokok Koloid ................
4.3
72
73
Histogram Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen I pada Materi Pokok Koloid .............................................................................
commit to user xv
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1
Silabus ......................................................................................
91
2
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ...............................
94
3
Lembar Kerja Siswa ..................................................................
113
4
Kisi-Kisi Soal Kognitif .............................................................
137
5
Instrumen Soal Kognitif ..........................................................
140
6
Lembar Jawaban Soal Kognitif ...............................................
162
7
Kunci Jawaban Soal Kognitif ...................................................
163
8
Instrumen Aspek Afektif ..........................................................
165
9
Lembar Penilaian Aspek Afektif ..............................................
167
10
Instrumen Aspek Psikomotor ....................................................
168
11
Lembar Penilaian Aspek Psikomotor .......................................
172
12
Pengolahan Data Try Out 1 ..................................................
173
13
Pengolahan Data Try Out 2..................................................
179
14
Uji Reliabilitas Aspek Afektif ............................................
185
15
Lembar Validasi Isi ............................................................
187
16
Perhitungan Validasi Isi Aspek Kognitif .................................
192
17
Perhitungan Validasi Isi Aspek Afektif ..................................
196
18
Perhitungan Validasi Isi Aspek Psikomotor ..............................
198
19
Acuan Syarat Pemilihan Kelas ............................................
200
20
Pembagian Kelompok Kelas Eksperimen .................................
209
21
Data Induk Penelitian .........................................................
210
22
Uji Prasyarat Analisis Data Kognitif.....................................
211
23
Uji t-dua Pihak Data Induk Kognitif ....................................
226
24
Data Induk Nilai Afektif..................................................... user Uji Prasyarat Analisis Datacommit Afektifto.......................................
227
25
xvi
228
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
Uji t-dua Pihak Data Induk Afektif ...........................................
233
27
Data Induk Nilai Psikomotor .....................................................
234
28
Uji Prasyarat Analisis Data Psikomotor ....................................
235
29
Uji t-dua Pihak Data Induk Psikomotor ....................................
240
30
Distribusi Frekuensi Data Prestasi Belajar ................................
241
31
Dokumentasi Penelitian .............................................................
250
32
Jurnal Internasional ...................................................................
253
commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor yang penting untuk menentukan masa depan dan kemajuan suatu bangsa. Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam UUD 1945 bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, maka perlu diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan secara bertahap dan terus menerus. Selain itu pendidikan juga bertujuan untuk mengembangkan potensi diri sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Melihat begitu pentingnya suatu pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan pengembangan watak suatu bangsa, sehingga pemerintah berupaya melakukan perbaikan dan pembaharuan secara bertahap dan terus menerus untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satu
upaya dalam peningkatan kualitas
pendidikan adalah
pembaharuan sistem pendidikan. Pembaharuan sistem pendidikan diarahkan pada perubahan kurikulum yang berkesinambungan mulai dari kurikulum 1968 sampai kurikulum 2004. Kurikulum yang dipakai saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP pada dasarnya merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP bisa dikatakan sebagai paradigma baru pengembangan kurikulum yang memberikan otonomi luas pada setiap satuan pendidikan, dan pelibatan masyarakat dalam rangka mengefektifkan proses pembelajaran di sekolah (Isjoni, 2010: 13). Penyelenggaraan program pendidikan berbasis KTSP salah satunya adalah pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran tepat. Penggunaan metode yang tepat harus disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan, kondisi siswa, sarana dan prasarana yang tersedia sehingga tujuan pembelajaran akan tercapai secara commit1to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2
maksimal. Ketepatan dalam penggunaan metode mengajar yang dilakukan oleh guru akan dapat membangkitkan motivasi dan minat terhadap mata pelajaran yang diberikan, proses dalam pembelajaran dan pencapaian hasil belajar siswa. Keberhasilan suatu proses pendidikan dapat dilihat dari tinggi rendahnya prestasi siswa. Prestasi siswa dapat diukur dari segi afektif, kognitif dan psikomotornya. Dengan memperbaiki metode pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa pada suatu materi sehingga prestasi siswa akan meningkat sesuai harapan guru. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru dan siswa SMA N 1 Ngemplak, Boyolali sebagian besar siswa menganggap kimia sebagai mata pelajaran yang sangat sulit dan membosankan. Hal itu didukung oleh data nilai ulangan harian materi koloid siswa kelas XI SMA N 1 Ngemplak, Boyolali Tahun Pelajaran 2010/2011, sebanyak ± 30% siswa belum mencapai ketuntasan atau mendapatkan nilai di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal itu dikarenakan, proses pembelajarannya berjalan satu arah, dimana guru masih mendominasi proses pembelajaran, sehingga siswa tidak ikut terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar, siswa cenderung pasif, kurang cocok untuk pembentukan keterampilan dan sikap. Sehingga yang terbentuk dalam diri siswa adalah pengetahuan yang bersifat kognitif dengan tingkat pemahaman yang kurang. Dengan kata lain ilmu yang sudah diperoleh tersebut sewaktu-waktu dapat hilang dan terlupakan oleh siswa. Hal itu dikarenakan metode yang digunakan kurang melibatkan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu cara yang tepat untuk mengajak siswa agar lebih aktif adalah dengan mengajak siswa melakukan eksperimen secara langsung, menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan seharihari, belajar memecahkan masalah, menumbuhkan konsep, wawasan dan nilai, mendiskusikan
masalah
dengan
teman-temannya,
mempunyai
keberanian
menyampaikan ide atau gagasan, dan mempunyai tangung jawab terhadap tugasnya. Oleh karena itu perlu diupayakan pemakaian metode lain untuk membangun konsep materi pada siswa secara mandiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3
Materi koloid merupakan salah satu materi pokok dalam pembelajaran kimia. Kompetensi dasar yang diharapkan adalah mengelompokkan sistem koloid berdasarkan hasil pengamatan dan penggunaannya di industri, mengindentifikasi sifat-sifat koloid dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari serta membuat berbagai sistem koloid dengan bahan-bahan yang ada di sekitarnya. Penerapan sifatsifat koloid banyak kita jumpai dalam bidang industri, pertanian, maupun kedokteran. Pada materi sistem koloid lebih menekankan pada ketrampilan siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa dengan melakukan percobaan-percobaan berkaitan dengan materi sistem koloid. Selama ini materi koloid diajarkan guru hanya sekilas info saja. Sehingga siswa kurang faham tentang penerapan-penerapan koloid dalam kehidupan sehari-hari dan siswa cenderung menghafal bukan memahami suatu materi. Oleh karena itu, siswa dituntut aktif menemukan dan membangun sendiri pemahaman mereka dalam materi pokok bahasan koloid. Salah satu pendekatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan keaktifan siswa, aspek keterampilan sosial sekaligus aspek kognitif dan aspek afektif dengan pendekatan pembelajaran konstruktivisme. Pendekatan konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan manusia adalah konstruksi (bentukan) manusia sendiri. Pengetahuan bukanlah suatu tiruan dari kenyataan dan juga bukan gambaran dari kenyataan yang ada, melainkan pengetahuan selalu merupakan akibat dari konstruksi kognitif kenyataan melalui kegiatan yang dilakukan seseorang (Von Glasersfeld dalam Sardiman A.M (2007: 37). Metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing merupakan metode dengan model konstruktivisme yang paling sederhana, dan merupakan metode yang paling baik untuk permulaan bagi para siswa yang mengunakan model konstruktivisme. Dengan metode inkuiri terbimbing siswa diberi pertanyaan pengarahan terlebih dahulu agar siswa mampu menemukan sendiri arah dan tindakan dalam penyelesaian suatu masalah. Pertanyaan-pertanyaan diberikan melalui pertanyaan yang dibuat dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
Lembar Kerja Siswa (LKS). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa siswa yang diajarkan dengan metode terbimbing, terarah dan dikombinasikan dengan adanya penyelidikan ilmiah akan memberikan hasil yang lebih baik dalam menerapkan konsep-konsep fisika di kehidupan nyata dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan metode ceramah tradisional (Hussain Ashiq , 2011: 273-274). Metode lain yang digunakan peneliti adalah metode Learning Cycle 5E. Pembelajaran dengan metode Learning Cycle 5E mewadahi para siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Tahap-tahap Learning Cycle 5E meliputi fase engagement, fase exploration, fase explanation, fase elaboration dan fase evaluation. Proses pembelajaran dengan metode Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa, termasuk pengetahuan dan tingkat pemahaman. Persepsi siswa terhadap kegiatan belajar juga berdampak positif (Tzu-Chien Liu, Hsinyi Peng, WenHsuan Wu, 2009: 344-358). Efektivitas implementasi Learning Cycle 5E biasanya diukur melalui observasi proses dan pemberian tes. Jadi, pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan agar para siswa berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari melalui praktikum. Proses pembelajaran ini bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan proses perolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Metode Learning Cycle 5E mampu meningkatkan motivasi belajar siswa karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa, pembelajaran lebih bermakna karena siswa terlibat langsung melalui kegiatan praktikum (Fajaroh, 2007). Dengan penerapan metode Learning Cycle 5E dan Inkuiri terbimbing yang dilengkapi dengan penggunaan fasilitas laboratorium di SMA N 1 Ngemplak, Boyolali dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dari kedua penyampaian teknik yang berbeda tersebut, diharapkan siswa mampu mengembangkan intelektualnya dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
mampu menggunakan semua ketrampilannya untuk mengembangkan kemampuan berfikir kritis pada diri seorang siswa dengan melakukan percobaan-percobaan. Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan penelitian guna mengetahui hasil prestasi siswa dari kedua metode diatas dalam menguasai konsep-konsep ilmu kimia. Dalam penelitian ini akan dibandingkan Pembelajaran Kimia Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Koloid Kelas XI Semester 2 SMA N 1 Ngemplak, Boyolali Tahun Ajaran 2011/2012.
B. Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang di atas dapat diidentifikasi permasalahan yang timbul sebagai berikut: 1.
Fasilitas laboratorium kimia di SMA Negeri 1 Ngemplak belum dimanfaatkan secara optimum dalam proses pembelajaran.
2.
Metode yang digunakan belum bervariasi dan masih berpusat pada guru, seperti metode ceramah dengan media power point sehingga prestasi belajar siswa cenderung rendah.
3.
Penggunaan variasi metode untuk meningkatkan prestasi belajar siswa dalam pembelajaran kimia yang bersifat heterogen, seperti penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E melalui kegiatan praktikum.
4.
Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran masih kurang, sehingga siswa masih tergantung oleh guru.
C. Pembatasan Masalah Agar permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini memiliki arah dan tujuan yang pasti, maka penelitian ini dibatasi pada:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
1. Penelitian dilakukan terhadap siswa kelas XI IA dan XI IIA semester genap di SMA N 1 Ngemplak, Boyolali tahun ajaran 2011/2012. 2. Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah Sistem Koloid. 3. Metode pembelajaran yang digunakan adalah metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E dilengkapi dengan LKS. 4. Prestasi belajar siswa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah selisih ratarata nilai pretest-posttest aspek kognitif, rata-rata nilai lembar observasi aspek psikomotor dan rata-rata nilai lembar observasi aspek afektif dengan aspek-aspek yang bisa diamati langsung oleh observer yaitu aspek sikap dan minat.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah serta untuk memperjelas permasalahan, maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan prestasi belajar aspek kognitif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid? 2. Apakah ada perbedaan prestasi belajar aspek afektif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid? 3. Apakah ada perbedaan prestasi belajar aspek psikomotor siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid?
E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar aspek kognitif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
2. Untuk mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar aspek afektif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid. 3. Untuk mengetahui adanya perbedaan prestasi belajar aspek psikomotor siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid.
F. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan akan mampu memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Praktis a. Memberikan saran dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan mengembangkan proses pembelajaran kimia. b. Untuk menambah pengetahuan tenaga pengajar dalam pemilihan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi dan karakter siswa demi menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. c. Sebagai bahan referensi bagi pembaca yang akan melakukan penelitian lanjutan yang relevan dengan penelitian ini. 2. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat, guru, mahasiswa tentang penerapan metode Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E terhadap prestasi belajar siswa pada materi Koloid. b. Memperkuat teori yang sudah ada, khususnya teori tentang penggunaan pendekatan pembelajaran konstruktivisme pada metode Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E akan memberikan perbedaan prestasi belajar siswa.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1.
Studi Komparasi a. Studi Studi Menurut Poerwodarminto dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003: 708) berasal dari bahasa inggris “to study”, yang artinya belajar atau mempelajari. Sehingga studi berarti mempelajari sesuatu yang didorong oleh rasa ingin tahu seseorang yang akan membawa suatu perubahan pada dirinya. Dalam skripsi ini studi berarti mempelajari. b. Komparasi Kata komparasi berasal dari bahasa Inggris “Comparation” yang berarti perbandingan. Makna dari kata tersebut menunjukkan bahwa dalam penelitian ini seorang peneliti ingin mengadakan perbandingan terhadap suatu kondisi yang terdapat di dua tempat. Dalam dua tempat itu dibandingkan kondisi masing-masing tempat apakah sama atau ada perbedaan (Arikunto S, 2010: 6). Dari pengertian diatas, maka studi komparasi adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk membandingkan variabel-variabel yang ada dalam suatu ide atau prosedur kerja yang saling berhubungan dengan menemukan perbedaan atau persamaannya.
2.
Belajar dan Pembelajaran Kimia a. Pengertian Belajar Belajar merupakan tindakan dan perilaku manusia yang kompleks, yang mana proses itu terjadi pada saat seseorang memperoleh sesuatu dengan cara berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu belajar dapat terjadi kapan dan di mana saja. Salah satu pertanda bahwa seseorang telah belajar adalah adanya perubahan pada perilaku yang bersifat commit8to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9 internal. Perubahan tersebut dapat berkenaan dengan penguasaan dan penambahan pengetahuan, kecakapan, sikap, nilai, motivasi, kebiasaan, minat, apresiasi dsb (Sukmadinata N, 2009:156). Belajar juga boleh dikatakan sebagai perubahan pada individu yang terjadi melalui pengalaman, dan bukan karena pertumbuhan atau perkembangan tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses perubahan tersebut dapat dilihat dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru, serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu ( Trianto, 2011 :16). Belajar menurut Gagne merupakan kegiatan yang kompleks yang memberikan hasil belajar yang berupa kapabilitas. Timbulnya kapabilitas dikarenakan adanya stimulasi yang berasal dari lingkungan, proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Sehingga bisa dikatakan bahwa belajar merupakan seperangkat kognitif yang megubah stimulasi lingkungan melewati pengolahan informasi menjadi kapabilitas baru (Mudjiono dan Dimyati, 2006:10). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu pengalaman dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya yang diwujudkan dengan perubahan tingkah laku secara periodik. b. Teori Belajar Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan mengenai bagaimana terjadinya belajar atau bagaimana informasi diproses di dalam pikiran siswa tersebut. Berdasarkan suatu teori belajar, diharapkan suatu pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Banyak para ahli yang mengemukakan beberapa tentang teori belajar. Setiap teori mempunyai kekurangan dan kelebihannya sehingga dalam pelaksnaannya perlu menggabungkan beberapa teori agar saling melengkapi. Beberapa teori yang dapat dijadikan acuan, antara lain: commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10 1) Teori Belajar Konstruktivisme Teori konstruktivisme menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan tersebut tidak lagi sesuai. Bagi siswa yang benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka harus bekerja untuk memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu dengan sendirinya (Trianto, 2011:28). Jadi, menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif dimana siswa membangun sendiri pengetahuannya. Siswa belajar mandiri mencari makna dari sesuatu yang sedang mereka pelajari. Sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut, maka proses mengajar bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi suatu kegiatan
yang
memungkinkan
siswa
merekonstruksi
sendiri
pengetahuannya. Sehingga, guru disini hanya berperan sebagai mediator dan fasilitator untuk membantu optimalisasi belajar siswa (Sardiman, A.M, 2007:38). 2) Teori Perkembangan Piaget Teori perkembangan kognitif Piaget adalah salah satu teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dengan menginterprestasikan objek dan kejadian-kejadian di sekitarnya. Perkembangan kognitif Piaget ini merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan syaraf. Semakin bertambah umurnya, maka kemampuan seseorang akan semakin meningkat. Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif. Ia menyimpulkan bahwa daya pikir atau kekuatan mental anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11 Dalam Dahar Ratna Wilis (1989: 151-155), Piaget membagi tahaptahap perkembangan kognitif menjadi empat yaitu: a) Tahap Sensorimotor (Umur 0 - 2 Tahun) Periode ini anak mengatur alamnya dengan indera-inderanya (sensori) dan tindakan-tindakannya (motor). Selama periode ini bayi tidak mempunyai konsepsi. b) Tahap Preoperasional (Umur 2 - 7 Tahun) Anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental, yaitu menambah, mengurangi, dan lain-lain. c) Tahap Operasional Konkret (Umur 7 – 11 Tahun) Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis dan ditandai adanya reversible dan kekekalan. Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret, dan masih memiliki masalah mengenai cara berpikir abstrak. d) Tahap Operasional Formal (Umur 11 – ke Atas) Pada
tahap
konkretnya
ini untuk
anak
dapat
membentuk
menggunakan operasi-operasi
operasi-operasi yang
lebih
kompleks. 3) Teori Perkembangan Vygotsky Vygotsky (1997) berpendapat seperti Piaget, bahwa siswa membentuk pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan siswa sendiri melalui
bahasa.
Vygotsky
berkeyakinan
bahwa
perkembangan
tergantung baik pada faktor biologis untuk menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi dan stimulus-respon. Faktor sosial juga sangat berperan untuk mengembangkan konsep penalaran logis dan pengambilan keputusan (Trianto, 2011: 38). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12 Teori Vygotsky menekanan pada hakekat sosiokultural dalam pembelajaran. Menurut Vygotsky pembelajaran terjadi saat anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Zona perkembangan proksimal merupakan jarak antara tingkat perkembangan sesungguhnya dengan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan sesungguhnya didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah secara mandiri, sedangkan tingkat perkembangan potensial didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu. Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah scaffolding. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada anak pada tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan,
menguraikan
masalah
ke
dalam
langkah-langkah
pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan pelajar tumbuh mandiri (Isjoni, 2010: 39-40). 4) Teori Belajar Bermakna dari Ausubel Menurut
Ausubel,
“bermakna”.
bahan
pelajaran
yang
dipelajari
Pembelajaran
bermakna
merupakan
suatu
haruslah proses
mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam stuktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta, konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat siswa. Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa, sehingga konsep-konsep tersebut mampu terserap olehnya. Untuk memperlancar proses tersebut diperlukan bimbingan langsung dari guru, baik lisan maupun dengan contoh tindakan, sedangkan siswa diberi kebebasan untuk membangun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13 pengetahuannya sendiri. Menurut Ausabel, pemecahan masalah yang cocok adalah lebih bermanfaat bagi siswa dan merupakan strategi yang efisien dalam pembelajaran (Isjoni, 2010: 35-36). 5) Teori Belajar Menurut Gagne Menurut Gagne (1984), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Ada lima bentuk belajar yang diungkapkan oleh Gagne yaitu: (1) belajar responden; (2) belajar kontiguitas; (3) belajar operant; (4) belajar observasional; dan (5) belajar kognitif. Pada belajar responden terjadi perubahan emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi itu pada suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Bentuk belajar seperti yang dipaparkan diatas dapat membantu kita memahami bagaimana siswa dapat menyenangi dan tidak menyenangi sekolah atau bidang studi tertentu. Bentuk belajar kontiguitas yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan dengan yang lain pada suatu waktu. Belajar operant berarti kita belajar bahwa konsekuensikonsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar observasional berarti pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Sedangkan belajar kognitif berarti kita dapat melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita dan dapat menyelami pengertian (Dahar Ratna Willis, 1989:12-18). c. Pembelajaran Kimia Berdasarkan UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Adapun beberapa definisi mengenai pembelajaran dari pandangan para ahli, antara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14 lain : (1) Alvin W. Howard dalam Slameto (2003: 32), pembelajaran adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill, attitude, ideals (citacita), appreciations dan knowlegde. (2) Murshell dalam Slameto (2003: 33) berpendapat bahwa pembelajaran digambarkan sebagai ”mengorganisasikan belajar”, sehingga dengan mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau bermakna bagi siswa. (3) Trianto, (2011: 17) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah usaha seorang guru untuk mengarahkan siswa dengan sumber belajar yang bertujuan untuk mencapai target yang diinginkan. (4) Sardiman (2007: 47) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu usaha untuk menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Dari definisi tentang pembelajaran diatas, maka disimpulkan bahwa pembelajaran kimia adalah suatu usaha dari pengajar untuk menciptakan kondisi yang kondusif sehingga terjadi interaksi antara pendidik, peserta didik dan sumber belajar yang berisi tentang materi-materi kimia yang akan membawa perubahan tingkah laku pada peserta didik serta memiliki pengetahuan tentang materi kimia yang dipelajarinya dalam waktu relatif lama. Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila memenuhi persyaratan keefektifan dalam pengajaran, yaitu: 1) Presentasi waktu belajar siswa yang tinggi dicurahkan terhadap kegiatan belajar mengajar (KBM). 2) Rata-rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi diantara siswa 3) Ketetapan antara kandungan materi ajaran dengan kemampuan siswa (orientasi keberhasilan belajar) diutamakan 4) Mengembangkan
suasana
belajar
yang
akrab
dan
positif,
mengembangkan struktur kelas yang mendukung commit to user
(Trianto, 2011:20 )
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15 3.
Metode Inkuiri Terbimbing a. Pengertian Metode Inkuiri Terbimbing Inkuiri berasal dari bahasa Inggris “inquiry”yang berarti pertanyaan atau penyelidikan. Inkuiri merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan seluruh kemampuan siswa untuk memecahkan suatu masalah dengan cara mencari sumber sendiri, belajar bersama dalam suatu kelompok, menyelidikinya secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga siswa dapat merumuskan penemuannya dan menarik suatu kesimpulan. Menurut Magnusson (1995) menyimpulkan inkuiri terbimbing adalah suatu proses pembelajaran yang mengintegrasikan dasar pemikiran ilmiah dan konstruktivis bersama-sama dengan fakta-fakta, prinsip dan aturan yang diterima sebagai ilmiah dan ditekankan oleh contem-porary reformasi ilmu pendidikan (Bilqin Ibrahim, 2009: 1038-1046). Sasaran utama kegiatan pembelajaran inkuiri adalah : Keterlibatan siswa secara maksimal dalam proses kegiatan belajar. Keterarahan kegiatan secara logis dan sistematis
pada tujuan
pembelajaran. Mengembangkan sikap percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan dalam proses inkuiri (Trianto, 2011:166) Dalam pembelajaran kimia dengan metode inkuiri terbimbing, guru membimbing siswa untuk menemukan pengertiannya sendiri. Dengan pendekatan inkuiri ini siswa memperoleh kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan
pengetahuan,
ketrampilan
dan
pengalaman
yang
menyenangkan saat belajar kimia. Trianto, 2011: 166, menyatakan kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inkuiri bagi siswa adalah : 1)
Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa berdiskusi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16 2)
Inkuiri
berfokus
pada
hipotesis. 3)
Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta). Untuk menciptakan kondisi tersebut, peranan guru adalah sebagai
berikut: 1)
Motivator
yaitu
memberi
rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berfikir. 2)
Fasilitator
yaitu
menunjukkan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan. 3)
Penanya yaitu menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat.
4)
Administator
yaitu
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan siswa. 5)
Pengarah yaitu memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang dihadapkan.
6)
Manajer
yaitu
mengelola
sumber belajar, waktu dan organisasi kelas. 7)
Rewarder
yaitu
memberi
penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa. Metode inkuiri terbimbing (terarah) ini lebih cocok untuk siswa yang belum terbiasa melakukan inkuiri. Dengan metode inkuiri terbimbing siswa tidak mudah bingung dan tidak mengalami kegagalan dalam belajar karena guru terlibat penuh. Dimana guru memberikan bimbingan dan arahan agar siswa dapat melakukan kegiatan. Dari beberapa jurnal internasional menyimpulkan bahwa siswa yang belajar dengan Guided inkuiri memiliki pemahaman konsep asam basa yang lebih baik dan memiliki sikap yang lebih positif (Bilgin Ibrahim, 2009: 1038-1046). Ada juga yang berpendapat bahwa siswa yang diajarkan dengan metode terbimbing, terarah dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17 dikombinasikan dengan adanya penyelidikan ilmiah akan memberikan hasil yang lebih baik dalam menerapkan konsep-konsep fisika di kehidupan nyata dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan metode ceramah tradisional (Hussain Ashiq, 2011: 273-274).
b. Langkah-langkah Inkuiri Terbimbing Menurut Amien. M, (1987: 138-139) mengungkapkan bahwa: proses belajar mengajar dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing di laboratorium mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: 1) Guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 5 atau 6 orang. 2) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada siswa yang berupa pertanyaan problem, prinsip atau konsep yang harus ditemukan, alat dan bahan, diskusi pengarahan, kegiatan metode penemuan, proses berfikir kritis. Pertanyaan yang bersifat open-ended. 3) Memberikan pengarahan kepada siswa tentang kegiatan atau praktikum di laboratorium serta membimbing diskusi pengarahan sebelum kegiatan penemuan. 4) Siswa melakukan kegiatan penemuan dengan cara melakukan percobaan atau praktikum sesuai dengan LKS dalam bimbingan guru. 5) Siswa menjawab semua pertanyaan dan tugas yang terdapat di LKS. 6) Membuat laporan hasil percobaan di laboratorium dan menarik kesimpulan untuk mencocokkan hasil penelitian dengan teori yang ada.
Tabel 2.1. Sintak Inkuiri Terbimbing No
Langkah Pokok
1.
Perumusaan masalah
Aktivitas Guru Menjelaskan prosedur commit to user
Aktivitas siswa
Memahami
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18 kegiatan menyelidiki Menyajikan masalah
prosedur kegiatan
dengan mengajukan
Merumuskan permasalahan
pertanyaan tentang inti masalah 2.
Menyusun hipotesis
Membimbing dalam
merumuskan hipotesis 3.
Mengumpulkan data
Memberi tugas
hipotesis
kegiatan inti Memantau dan
Merumuskan
Mengumpulkan data dan informasi
Melakukan
membimbing proses
kegiatan penemuan
kegiatan penemuan
konsep
konsep 4.
Menganalisa data
Membimbing dalam
menganalisa data hasil kegiatan
hasil
Mengadakan diskusi 5.
Menyimpulkan
Memacu proses penyimpulan
Menganalisa data
Melakukan diskusi hasil
Membuat kesimpulan
Membimbing siswa dalam mengambil kesimpulan
c. Kebaikan Inkuiri Metode inkuiri ini dilakukan dalam pembelajaran kimia, sebab keingintahuan siswa selalu terjaga, melibatkan siswa dalam kegiatan di kelas untuk meningkatkan ketrampilan kognitif ke tingkat yang tinggi, mengembangkan sikap positif siswa terhadap kimia sebagai ilmu sains dan mengkaitkan masalah kehidupan sehari-hari, memberikan pengalamancommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19 pengalaman nyata bagi siswa, sehingga memudahkan siswa mendapatkan pelajaran yang bermakna dan mudah di ingat. Metode inkuiri memiliki keunggulan yang dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Dapat membentuk dan mengembangkan “ self-consept” pada diri siswa, sehingga siswa dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide lebih baik. 2) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi belajar yang baru. 3) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat obyektif, jujur dan terbuka. 4) Mendorong siswa untuk berfikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri. 5) Memberikan kepuasan yang bersifat intrinsik. 6) Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang. 7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu. 8) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri. 9) Siswa dapat menghindari siswa dari cara-cara belajar yang tradisional. 10) Dapat memberikan waktu pada siswa secukupnya sehingga dapat mengasimilasi dan mengakomodasi informasi (Roestiyah ,2008:76-77). Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode inkuiri terbimbing
dapat
mendorong
dan
mengembangkan
kemampuan
intelektualnya dengan cara bereksplorasi secara mandiri untuk mengerti tentang konsep dasar suatu materi. d. Kelemahan Inkuiri Terbimbing Selain memiliki keunggulan, inquiry juga memiliki kelemahan sebagai berikut: 1) Memakan waktu yang cukup banyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20 2) Jika kurang terpimpin atau kurang terarah dapat menjurus kepada kekacauan dan kekaburan atas materi yang dipelajari 3) Memerlukan berbagai sumber, sarana dan fasilitas yang memadai. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan metode inkuiri terbimbing semua media pembelajaran harus dipersiapkan secara matang.
4.
Metode Learning Cycle 5E a. Pengertian Metode Learning Cycle 5E Metode Learning Cycle adalah suatu metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Robert Karplus dalam Science Curriculum Improvement Study/SCIS (Trowbridge & Bybee, 1996 dalam Made Wena, 2009:170). Siklus belajar merupakan salah satu model pembelajaran. Learning cycle (siklus belajar) adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student centered). Learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang disusun sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi yang harus dicapai. Dalam pembelajaran learning cycle ini siswa di tuntut untuk berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Learning cycle pada mulanya terdiri atas tiga tahap, yaitu exploration (eksplorasi), concept introduction (pengenalan konsep), dan concept application (penerapan konsep). Dalam tiap fase pada learning cycle berfungsi mewadahi siswa untuk aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Sehingga, disini guru berfungsi sebagai fasilitator yang mengelola berlangsungnya fase-fase tersebut. Learning cycle dalam pembelajaran sesuai dengan pandangan konstruktivisme yaitu :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21 1) Siswa belajar secara aktif, dimana siswa mempelajari materi secara bermakna dengan bekerja dan berfikir. Pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman siswa. 2) Informasi baru dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Informasi baru yang dimiliki siswa berasal dari interpretasi individu. 3) Orientasi pembelajaran adalah investigasi dan penemuan yang merupakan pemecahan masalah (Hudojo, 2001 dalam Fajaroh 2007). Learning
cycle
dari
tiga
fase
telah
dikembangkan
dan
disempurnakan menjadi 5 fase. Pada Learning Cycle 5E fase ini ditambahkan tahap engage sebelum explore dan ditambahkan tahap evaluate pada bagian akhir siklus. Sehingga Learning Cycle 5 fase sering dijuluki Learning Cycle 5E (engagement, exploration, explanation, elaboration dan evaluation ) (Lorsbach, 2002). b. Tahapan Metode Learning Cycle 5E Kelima tahap dalam Learning Cycle 5E dikemukakan oleh Anthony W.Lorsbach meliputi : 1) Engagement (mengajak/ pembangkit minat) Fase engage merupakan fase awal dari Learning Cycle 5E. Pada tahap ini guru berusaha membangkitkan dan mengembangkan minat dan keingintahuan siswa tentang topik yang akan diajarkan. Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan sehari-hari yang berhubungan dengan topik bahasan. Dengan demikian, siswa akan memberikan jawaban, kemudian jawaban siswa tersebut dapat dijadikan pijakan oleh guru untuk mengetahui pengetahuan awal siswa tentang pokok bahasan. Kemudian guru mengidentifikasi ada/tidaknya kesalahan konsep pada siswa. Dalam hal ini guru harus membangun keterkaitan antara pengalaman keseharian siswa dengan topik pembelajaran yang akan dibahas. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22 2) Exploration Explore merupakan fase kedua Learning Cycle 5E. Pada fase ini siswa dibentuk kelompok yang terdiri dari 2-4 siswa, kemudian tiap kelompok berdiskusi tanpa pembelajaran langsung dari guru. Siswa didorong untuk menguji hipotesis dan atau membuat hipotesis baru, mencoba alternatif pemecahannya dengan teman sekelompok, melakukan dan mencatat pengamatan serta ide-ide atau pendapat yang berkembang dalam diskusi. Pada tahap ini guru hanya berfungsi sebagai fasilitator dan motivator. Tujuan dari tahap ini adalah mengecek pengetahuan yang dimiliki apakah sudah benar, masih salah atau mungkin sebagian salah dan sebagian benar. 3) Explanation (menjelaskan) Explain merupakan fase ketiga Learning Cycle 5E, pada fase ini guru dituntut untuk mendorong siswa untuk menjelaskan suatu konsep dengan kalimat/ pemikiran sendiri, meminta bukti dan klarifikasi atau penjelasan siswa dan saling mendengar secara kritis penjelasan antar siswa atau guru. Dengan adanya diskusi tersebut, guru memberi definisi dan penjelasan tentang konsep yang dibahas dengan memakai penjelasan siswa terdahulu sebagai dasar diskusi. 4) Elaboration Pada fase ini siswa menerapkan konsep dan ketrampilan yang telah dipelajari dalam situasi yang baru atau konteks yang berbeda melalui kegiatan praktikum lanjutan atau problem solving. 5) Evaluation (menilai) Pada fase evaluation ini guru mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam menerapkan konsep baru. Siswa dapat melakukan evaluasi diri dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti dan penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Hasil evaluasi ini dapat dijadikan guru sebagai bahan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23 evaluasi tentang proses penerapan model Learning Cycle 5E yang sedang diterapkan, apakah sudah berjalan dengan sangat baik, cukup baik, atau masih kurang. Demikian pula melalui evaluasi diri, siswa akan dapat mengetahui kekurangan atau kemajuan dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan. (Made W, 2009:171-172) Kelima tahapan diatas harus dilakukan oleh guru dan siswa untuk menerapkan Learning Cycle 5E dikelas. Pada saat pembelajaran, guru dan siswa mempunyai peran masing-masing namun mereka dituntut untuk bekerjasama agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Arah pembelajaran serta kegiatan guru dan siswa pada setiap fase dalam Learning Cycle 5E dapat dijabarkan dalam tabel 2.2.
Tabel 2.2. Sintaks Metode Learning Cycle 5E N o 1.
Fase Learning Cycle 5E Engagement
Arah Pembelajaran
Aktivitas Guru
Aktivitas Siswa
Mendapatkan perhatian, minat dan rasa ingin tahu siswa Menyelidiki pengetahuan awal yang dimiliki siswa Mendorong kemampuan berfikir siswa untuk menghubungka n pengalaman sehari-hari dengan topik bahasan.
Membangkitkan perhatian, minat dan rasa ingin tahu siswa dengan mengajukan permasalahan melalui kegiatan demonstrasi Mengajukan pertanyaan tentang proses faktual dalam kehidupan seharihari (yang berhubungan dengan topik bahasan). Mengkaitkan topik yang dibahas dengan pengalaman siswa. Mendorong siswa untuk mengingat pengalaman sehariharinya dan menunjukkan keterkaitan dengan
Mengembangkan minat/ rasa ingin tahu terhadap topik bahasan Memberikan respon terhadap pertanyaan guru. Berusaha mengingat pengalaman sehari-hari dan menghubungkan dengan topik pembelajaran yang akan dibahas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
2.
Exploration
Menguji hipotesis siswa dengan cara : Melakukan pengamatan Mengumpulkan data mendiskusikan dengan kelompoknya Membuat kesimpulan
3.
Explanation
Mengembangka n konsep yang diperoleh siswa Mendiskusikan antar kelompok. Mengarahkan siswa dalam membuat kesimpulan.
4.
Elaboration
Menerapkan konsep yang telah dipahami pada situasi baru. Mengembangka n ketrampilan siswa
5.
Evaluation
Evaluasi terhadap pengetahuan atau konsep siswa Mengetahui kekurangan
topik bahasan materinya. Membentuk kelompok, memberi kesempatan untuk bekerjas sama dalam kelompok kecil secara mandiri. Guru berperan sebagai fasilitator. Mengobservasi dan mendengarkan siswa ketika sedang berinteraksi. Memberikan waktu bagi siswa untuk menyelesaikan masalah. Mendorong siswa menjelaskan konsep dengan kalimatnya sendiri. Meminta bukti dan klarifikasi penjelasan siswa. Mendengar secara kritis penjelasan antar siswa atau guru Memandu jalannya diskusi Mengingatkan siswa pada penjelasan alternatif dan mempertimbangkan data/bukti saat mereka mengeksplorasi situasi baru. Mendorong dan memfasilitasi siswa untuk mengaplikasikan konsep dalam setting yang baru. Mengamati pengetahuan atau pemahaman siswa dalam hal penerapan konsep baru. Mendorong siswa melakukan evaluasi
commit to user
Membentuk kelompok dan berusaha bekerja dalam kelompok. Membuat hipotesis baru. Mencoba alternatif pemecahan masalah dengan teman sekelompoknya, mencatat pengamatan, serta mengembangkan ide-ide baru. Menjawab permasalahan dan menyimpulkan temuan. Mencoba memberi penjelasan terhadap konsep yang ditemukan Menggunakan pengamatan dan catatan dalam memberi penjelasan Melakukan pembuktian terhadap konsep yang diajukan Mendiskusikan Menerapkan konsep dan ketrampilan dalam situasi baru dan menggunakan label dan definisi formal. Bertanya, mengusulkan pemecahan, membuat keputusan.
Mengevaluasi sendiri proses belajarnya dengan mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban yang menggunakan observasi, bukti dan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25 atau kelebihan siswa dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan.
diri. Mendorong siswa memahami kekurangan/ kelebihan dalam kegiatan pembelajaran
penjelasan yang diperoleh sebelumnya. Mengambil kesimpulan atas situasi belajar yang dilakukannya. Melihat dan menganalisis kekurangan/kelebihann ya dalam kegiatan pembelajaran.
(Made W, 2009: 173-175) Berdasarkan tahap-tahap dalam model pembelajaran Learning Cycle 5E diharapkan siswa tidak hanya mendengar keterangan guru tetapi dapat berperan aktif untuk menggali, menganalisis, mengevaluasi pemahamannya terhadap
konsep
yang
dipelajari.
Perbedaan
antara
pembelajaran
konvensional dengan Learning Cycle 5E adalah guru lebih banyak bertanya daripada memberi tahu. Dari paparan diatas penelitian ini juga di dukung oleh jurnal internasional. Proses pembelajaran dengan metode Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa, termasuk pengetahuan dan tingkat pemahaman. Persepsi siswa terhadap kegiatan belajar juga berdampak positif (Tzu-Chien Liu, Hsinyi Peng, Wen-Hsuan Wu, 2009: 344-358). Selain itu juga ada peneliti yang menyimpulkan bahwa siswa yang menerima proses pembelajaran dari siklus 5E memberikan dampak yang positif dari pada siswa yang menerima proses pembelajaran dari instruksi tradisional. Hal itu dikarenakan dengan siklus 5E siswa lebih memahami ide-ide yang relevan, pemahaman siswa yang baik terhadap materi sel dan pengembangan belajar dari siklus 5E ini juga cocok untuk meningkatkan prestasi siswa dalam konsep ilmu yang berbeda (Devrim Kaynar, Ceren Tekkaya, Jale Cakiroglu, 2009: 96-105). c. Kelebihan Metode Learning Cycle 5E Dilihat dari dimensi guru penerapan model ini memperluas wawasan dan meningkatkan kreatifitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26 Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa, penerapan model ini memberi kelebihan sebagai berikut : 1) Meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. 2) Membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa. 3) Pembelajaran menjadi lebih bermakna (Fajaroh, 2007). Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode Learning Cycle 5E dapat mendorong dan mengembangkan kemampuan intelektualnya dengan cara bereksplorasi secara mandiri untuk mengerti tentang konsep dasar suatu materi. d. Kekurangan Metode Learning Cycle 5E Adapun kekurangan penerapan model ini sebagai berikut ini (Soebagio, 2000 dalam Fajaroh, 2007) : 1) Efektifitas pembelajaran rendah jika guru kurang menguasai materi dan langkah-langkah pembelajaran. 2) Menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran. 3) Memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi. 4) Memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pelaksanaan metode inkuiri terbimbing semua media pembelajaran harus dipersiapkan secara matang 5.
Prestasi Belajar Dalam proses belajar mengajar, prestasi belajar merupakan hasil yang dicapai dari suatu usaha dalam mengikuti pendidikan atau latihan tertentu yang hasilnya dapat ditentukan dengan memberikan tes pada akhir pendidikan. Kedudukan siswa dalam kelas dapat diketahui melalui prestasi belajar yaitu siswa tersebut termasuk pandai, sedang atau kurang. Dengan demikian prestasi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27 belajar mempunyai fungsi yang penting disamping sebagai indikator keberhasilan belajar dalam mata pelajaran tertentu, juga dapat berguna sebagai evaluasi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Berkenaan
dengan
prestasi
belajar
Arifin
Zainal
(1990:2-3)
menyatakan bahwa, “Prestasi belajar yang dimaksud tidak lain adalah kemampuan keterampilan dan sikap seseorang dalam menyelesaikan hal”. Jadi prestasi belajar adalah kegiatan yang nampak dalam tingkah laku dan sikap siswa. Lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai.Kecakapan ini telah dimiliki individu melalui pengalaman atau proses belajar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, prestasi belajar adalah hasil kemampuan atau kecakapan tentang indikator-indikator perubahan perilaku dari peserta didik sebagai bukti keberhasilan nyata. Prestasi belajar berfungsi sebagai indikator keberhasilan belajar dalam mata pelajaran tertentu dan berguna sebagai evaluasi dalam pelaksanaan proses belajar mengajar. Prestasi belajar yang dicapai masing-masing individu tidak sama. Perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar individu. Faktor dari dalam individu atau sering disebut faktor internal antara lain sikap terhadap belajar,
motivasi
belajar,
konsentrasi belajar,
mengolah bahan belajar, menyimpan perolehan hasil belajar, menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, citacita siswa dan sebagainya, sedangkan faktor dari luar atau faktor eksternal seperti guru sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa disekolah, kurikulum sekolah dan sebagainya (Mudjiono dan Dimyati, 2006: 238-254). Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya berpendapat bahwa taksonomi (pengelompokan) tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain (ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: (1) Ranah proses berpikir (cognitive domain), (2) Ranah nilai atau sikap (affective commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28 domain), dan (3) Ranah keterampilan (psychomotor domain) (Sudijono Anas ,2008: 49). a.
Ranah Kognitif Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktivitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang dimaksud adalah: (1) pengetahuan atau hafalan atau ingatan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3) penerapan (application), (4) analisis (analysis), (5) sintesis (synthesis), dan (6) penilaian (evaluation). Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumusrumus,
tanpa
mengharapkan
kemampuan
untuk
menggunakannya.
Pemahaman merupakan kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Penerapan atau aplikasi
adalah
kesanggupan
seseorang
untuk
menerapkan
atau
menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsipprinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan konkret. Analisis merupakan kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Sintesis adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, nilai atau ide (Sudijono A, 2008: 50-52). b.
Ranah Afektif Ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Beberapa ahli mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Tipe hasil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29 belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar, menurut Krathwohl dkk, yaitu: 1) Receiving atau attending, adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan dari luar yang datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. 2) Responding atau jawaban, adalah reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang datang dari luar. 3) Valuing (penilaian) adalah memberikan nilai atau penghargaan terhadap suatu kegiatan atau subjek, sehingga jika kegiatan tersebut tidak dikerjakan akan membawa kerugian atau penyesalan. 4) Organisasi adalah mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang akan membawa kepada perbaikan umum. 5) Karakteristik dengan suatu nilai adalah keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang yang akan memperngaruhi pola kepribdian dan tingkah lakunya (Sudijono A, 2008: 54-56). c.
Ranah Psikomotor Ranah
psikomotor
adalah
ranah
yang
berkaitan
dengan
keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu (Sudijono A, 2008: 57). Ada enam tingkatan keterampilan menurut Simpson, yaitu: (1) gerakan refleks (keterampilan pada gerakan yang tidak sadar); (2) keterampilan pada gerakan-gerakan dasar; (3) kemampuan perseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif,
motoris, dan lain-lain; (4) kemampuan di
bidang fisik, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan; (5) gerakangerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30 yang kompleks; (6) kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi nondecursive seperti gerakan ekspresif dan interpretatif (Sudjana N, 2006: 3031). 6.
Materi Koloid Materi sistem koloid salah satu materi yang diajarkan di SMA pada semester genap. Sub materi yang diajarkan antara lain sistem koloid, sifat-sifat koloid, pengolahan air bersih dan pembuatan koloid.
a. Sistem Koloid Koloid merupakan sistem dispersi (pemencaran) yaitu suatu sistem yang terjadi apabila zat terlarut (dispersikan) ke dalam zat lain. Sistem koloid adalah suatu bentuk campuran yang keadaanya terletak antara larutan dan suspensi (campuran kasar). Sistem koloid terdiri atas fase terdispersi dengan ukuran tertentu dalam medium pendispersi. Zat yang didispersikan disebut fase terdispersi, sedangkan medium yang digunakan untuk mendispersikan disebut medium pendispersi. Untuk memberikan gambaran tentang perbedaan dari larutan, koloid dan suspensi akan disajikan pada pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Perbedaaan Larutan, Koloid dan Suspensi Larutan
Koloid
Suspensi
(dispersi molekular)
(dispersi koloid)
(dispersi kasar)
Homogen,
tak
dibedakan
dapat Secara
walaupun
makroskopis Heterogen
bersifat homogen tetapi
menggunakan
heterogen
mikroskop ultra
dengan mikroskop ultra
Semua
partikel Partikel
berukuran kurang dari
jika
diamati
berdimensi Salah satu atau semua
antara 1nm sampai 100
commit to user
dimensi
partikelnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31 1nm
nm
lebih besar dari 100 nm
Satu fase
Dua fase
Dua fase
Stabil
Pada umumnya stabil
Tidak stabil
Tidak dapat disaring
Tidak
dapat
disaring Dapat disaring
kecuali dengan penyaring ultra
(Sumber: Susilowati Endang, 2011:351) Dalam kehidupan sehari-hari kita dapat menemukan campuran yang tergolong larutan, koloid dan suspensi.
Contoh larutan : larutan gula, larutan garam, spiritus, alkohol 70 %, larutan cuka, air laut, udara yang bersih, sirup dan bensin.
Contoh koloid
: buih sabun, susu cair, santan, jeli, selai,
mentega, dan mayonaise.
Contoh suspensi : larutan terigu dan campuran air dengan pasir, kopi. (Purba Michael, 2006: 284) Sistem koloid diberi nama berdasarkan fase terdispersi (dalam
larutan disebut zat terlarut) dan medium pendispersinya (dalam larutan disebut pelarut). Jenis-jenis koloid berdasarkan zat pendispersi dan medium pendispersinya dapat dilihat pada table 2.4. Tabel 2.4. Jenis Koloid Berdasarkan Zat Pendispersi dan Medium Pendispersi No.
Fasa
Fasa
Terdispersi Pendispersi
Nama
Contoh
1.
Padat
Gas
aerosol padat
asap, debu di udara
2.
Padat
Cair
sol
tinta, cat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32 3.
Padat
Padat
sol padat
kaca rubi, intan hitam
4.
Cair
Gas
aerosol cair
kabut, awan
5.
Cair
Cair
emulsi
susu, mayones
6.
Cair
Padat
emulsi padat
keju, mentega
7.
Gas
Cair
busa
busa sabun, busa bir
8.
Gas
Padat
busa padat
karet busa, batu apung
(Sumber: Keenan, 1984:457). b. Sifat-sifat Koloid 1) Efek Tyndall Efek Tyndall adalah gejala penghamburan berkas sinar oleh partikelpartikel koloid. Hamburan cahaya dari partikel-partikel koloid ini dapat diamati dari arah samping, meskipun partikel-partikel koloid tidak tampak. Bila suatu larutan sejati disinari dengan seberkas sinar tampak, maka larutan sejati tadi akan meneruskan berkas sinar (transparan), sedangkan bila seberkas sinar dilewatkan pada sistem koloid, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh partikel koloid, sehingga sinar yang melalui sistem koloid akan tampak dalam pengamatan. Efek Tyndall dapat digunakan untuk membedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa, karena atom, molekul kecil, ataupun ion yang berada dalam suatu larutan tidak menghamburkan cahaya secara jelas (Keenan, 1984: 458). Pada gambar 2.1 a bila suatu larutan sejati disinari dengan seberkas sinar tampak, maka larutan sejati tadi akan meneruskan berkas sinar (transparan), sedangkan pada gambar 2.1b bila seberkas sinar dilewatkan pada sistem koloid, maka sinar tersebut akan dihamburkan oleh partikel koloid, sehingga sinar yang melalui sistem koloid akan tampak dalam pengamatan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Gambar (a)
Gambar (b)
Gambar 2.1.a. Larutan Sejati, larutan sejati meneruskan cahaya, berkas cahaya tidak kelihatan, gambar 2.1. b Sistem Koloid, menghamburkan cahaya, berkas cahaya kelihatan (Sumber: Anonim, 2009) Efek Tyndall dalam kehidupan sehari-hari: a) Sorot lampu mobil pada malam yang berkabut b) Sorot lampu proyektor dalam gedung bioskop yang berasap/berdebu c) Berkas sinar matahari melalui celah daun pohon-pohon pada pagi hari yang berkabut. 2) Gerak Brown Jika suatu mikroskop optis difokuskan pada suatu dispersi koloid pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dan dengan latar belakang gelap, akan nampak partikel-partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Dengan mengikuti bintik-bintik cahaya yang dipantulkan ini, orang dapat melihat bahwa partikel koloid yang terdispersi ini bergerak terus menerus secara acak menurut jalan yang berliku-liku. Gerakan acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut gerakan Brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown, yang telah mempelajarinya dalam tahun 1827. (Keenan, 1984: 458) Jadi, jika diamati dengan mikroskop ultra, akan terlihat partikel koloid senantiasa bergerak terus-menerus dengan gerak patah-patah (gerak zigzag). Gerak brown adalah gerak zig-zag dari partikel koloid yang hanya commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34 bisa diamati dengan mikroskop ultra. Gerak brown terjadi sebagai akibat tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel koloid. Gerak brown merupakan salah satu faktor yang menstabilkan koloid. Oleh karena bergerak terus-menerus maka partikel koloid dapat mengimbangi gaya gravitasi sehingga tidak mengalami sedimentasi. Gambar arah tumbukan molekul medium dengan partikel zat terdispersi disajikan pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Gerak Brown (Sumber: Anonim, 2009) 3) Muatan Koloid a) Elektroforesis Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan
bahwa
partikel
koloid
tersebut
bermuatan.
Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik ini disebut Elektroforesis. Apabila kedalam sistem koloid dimasukkan dua batang elektrode kemudian dihubungkan dengan sumber arus searah, maka partikel koloid akan bergerak ke salah satu elektrode bergantung pada jenis muatannya. Koloid bermuatan negatif akan bergerak ke anode (elektrode positif) sedangkan koloid yang bermuatan positif bergerak ke katode (elektrode negatif). Dengan demikian elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid. Dalam percobaan dicampurkan koloid dari Fe(OH)3 berwarna merah dan As2S3 berwarna kuning, campuran dari sistem commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35 koloid tadi dimasukkan dalam alat elektroforesis. Sel elektrolisis sederhana disajikan pada gambar 2.3.
Gambar 2.3. Elektrolisis (Sumber: Anonim, 2009) Dari percobaan gambar 2.3 setelah beberapa saat kedua kutub tersebut dihubungkan dengan sumber arus listrik, ternyata daerah kutub (+) berwarna kuning dan daerah kutub (-) berwarna merah. Dari hasil pengamatan tersebut dapat dinyatakan bahwa koloid As2S3 bermuatan negatif karena ditarik oleh elektode positif dan koloid Fe(OH)3 bermuatan positif karena ditarik oleh elektrode negatif. Dengan demikian elektroferesis dapat digunakan untuk menentukan jenis muatan koloid. b) Adsorpsi Materi dalam keadaan koloid mempunyai luas permukaan yang sangat besar. Pada permukaan partikel terdapat gaya van der waals yang belum terimbangi atau bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan mengikat atom-atom (atau molekul-molekul atau ionion) dari zat asing. Adhesi zat-zat asing ini pada permukaan suatu partikel disebut adsorpsi. Zat-zat teradsorpsi terikat dengan kuat dalam lapisan-lapisan yang biasanya tebalnya tak lebih dari satu atau dua molekul (atau ion). Banyaknya zat asing yang dapat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36 diadsorpsi bergantung pada luasnya permukaan yang tersingkap. Meskipun adsorpsi merupakan suatu gejala umum dari zat padat, adsorpsi ini teristimewa efisiensinya dengan materi koloid yang disebabkan oleh besarnya luas permukaan itu. (Keenan, 1984: 450460). Partikel koloid memiliki kemampuan menyerap ion atau muatan listrik pada permukaanya. Oleh karena itu partikel koloid menjadi bermuatan listrik. Penyerapan pada permukaan ini disebut adsorpsi. Contohnya partikel koloid dari Fe(OH)3 bermuatan positif dalam air, karena mengadsorpsi ion H+. sedangkan partikel As2S3 dalam air bermuatan negatif karena mengadsorpsi ion negatif.
Gambar adsorpsi ion-ion disajikan pada gambar 2.4.
Gambar 2.4. Adsorpsi Ion-Ion (Purba Michael, 2006: 290) Sifat adsorpsi partikel ini sangat penting karena banyak manfaat dapat dilakukan bardasarkan sifat-sifat tersebut. Contoh: Pemutihan gula tebu Gula yang masih berwarna dilarutkan dalam air kemudian dialirkan melalui tanah diatome dan arang tulang. Zatcommit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37 zat warna dalam gula akan diadsorpsi sehingga diperoleh gula yang putih bersih. Norit Norit adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif norit. Didalam usus norit membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorpsi gas atau zat racun. Penjernihan air Untuk menjernihkan air dapat
dilakukan dengan
menanbahkan tawas atau aluminium sulfat. Di dalam air, aluminium sulfat terhidrolisis membentuk Al(OH)3 yang berupa koloid. Koloid Al(OH)3 ini dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat pencemar dalam air. (Purba Michael, 2006: 290).
4) Koagulasi Telah disebutkan bahwa koloid distabilkan oleh muatannya. Apabila muatan koloid dilucuti maka kestabilan akan berkurang dan dapat menyebabkan koagulasi atau penggumpalan. Pelucutan muatan koloid dapat terjadi pada sel elektroforesis atau jika elektrolit ditambahkan ke dalam sistem koloid. Apabila arus listrik dialirkan cukup lama ke dalam sel elektroforesis maka partikel koloid akan digumpalkan ketika mencapai elektrode. Jadi, koloid yang bermuatan negatif akan digumpalkan di anode, sedangkan koloid yang bermuatan positif digumpalkan di katode. Koagulasi partikel koloid dapat terjadi dengan dua macam cara yakni : a.
Cara Mekanik Koloid dapat digumpalkan dengan cara pengadukan, pamanasan atau pendinginan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38 b.
Cara Kimia : yakni dengan penambahan zat-zat kimia Koagulasi karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut. Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tarik menariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi. Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit disajikan pada gambar 2.5. Pada gambar 2.5 memperlihatkan bahwa ion yang bermuatan lebih efektif dalam mengumpalkan koloid.
Gambar 2.5. Koagulasi Koloid karena Penambahan Elektrolit (Purba Michael, 2006: 291) Beberapa contoh koagulasi dalam kehidupan sehari-hari dan industri: 1) Pembentukan delta di muara sungai terjadi karena koloid tanah liat (lempung) dalam air sungai mengalami koagulasi ketika bercampur dengan elektrolit air laut. 2) Karet dalam lateks digumpalkan dengan menambahkan asam format. 3) Lumpur koloidal dalam air sungai dapat digumpalkan dengan menambahkan tawas. Sol tanah liat dalam air sungai biasanya bermuatan negatif sehingga akan digumpalkan oleh ion Al3+ dari tawas (aluminium sulfat). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39 4) Asap atau debu dari pabrik/ industri dapat digumpalkan dengan alat koagulasi listrik dari cottrel. (Purba Michael, 2006: 291) 5) Koloid Pelindung Suatu koloid dapat distabilkan dengan menambahkan koloid lain yang disebut koloid pelindung. Koloid pelindung ini akan membungkus partikel zat terdispersi sehingga tidak dapat lagi mengelompok. a.
Pada pembentukan es krim digunakan gelatin untuk mencegah pembentukan kristal besar es atau gula.
b.
Cat dan tinta dapat bertahan lama karena menggunakan suatu koloid pelindung.
c.
Zat-zat pengemulsi, seperti sabun dan deterjen, juga tergolong koloid pelindung. (Purba Michael, 2006: 292)
6) Dialisis Dialisis adalah pemisahan ion dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu selaput semipermeabel.
Pori-pori itu biasanya
berdiameter kurang dari 10 Å dan membiarkan lewatnya molekul air dan ion-ion kecil. Selaput hewani alamiah, kertas perkamen, selofan dan beberapa plastik sintetik merupakan bahan selaput yang sesuai. Partikel-partikel yang melewati membran agaknya berlaku demikian tidak sekedar berdasarkan difusi acak. Mereka teradsorpsi pada permukaan membran dan bergerak dari letak (site) adsorben yang satu ke yang lain pada waktu mereka bergerak melewati pori-pori itu. (Keenan, 1984: 464) Pada pada pembuatan suatu koloid, seringkali terdapat ion-ion yang dapat menggangu kestabilan koloid tersebut. Ion-ion penganggu ini dapat dihilangkan dengan suatu proses yang disebut dialisis. Dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40 proses ini, sistem koloid dimasukkan ke dalam suatu kantong koloid, lalu kantong koloid itu dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air mengalir. Kantong koloid tadi terbuat dari selaput semipermeable, yaitu selaput yang dapat melewatkan partikel-partikel kecil, seperti ion-ion atau molekul sederhana, tetapi menahan koloid. Dengan demikian, ionion keluar dari kantong dan hanyut bersama air. Gambar Proses Dialisis disajikan pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Proses Dialisis (Purba Michael, 2006: 293) Proses pemisahan hasil-hasil metabolisme dari darah oleh ginjal juga merupakan proses dialisis. Jaringan ginjal bersifat sebagai selaput semipermeabel yang dapat dilewati air dan molekul-molekul sederhana seperti urea, tetapi menahan butir-butir darah yang merupakan koloid. Orang yang menderita ginjal dapat menjalani cuci darah, dimana fungsi ginjal diganti oleh suatu mesin dialisator. Gambar diagram dialisis darah disajikan pada gambar 2.7.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41 Gambar 2.7. Diagram Dialisis Darah (Purba Michael, 2006: 293) 7) Koloid Liofil dan Koloid Liofob Berdasarkan interaksi antara partikel terdispersi dengan medium pendispersinya, sistem koloid dibedakan menjadi dua macam yaitu koloid liofil dan koloid liofob.
a.
Koloid Liofil Suatu koloid liofil apabila terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar antara zat terdispersi dengan mediumnya. Liofil berarti suka cairan (yunani: lio = cairan, philia = suka)
b. Koloid Liofob Sebaliknya, suatu koloid disebut koloid liofob jika gaya tarik-menarik tersebut tidak ada atau sangat lemah. Liofob berati takut cairan (yunani= phobia= takut/benci). Jika medium dispersi yang dipakai adalah air, maka kedua jenis koloid diatas masing-masing disebut koloid hidrofil dan koloid hidrofob. i. Koloid hidrofil mempunyai gugus ionik atau gugus polar di permukaannya, sehingga mempunyai interaksi yang baik dengan air. Butir-butir koloid liofil/hidrofil dapat mengadsorpsi molekul mediumnya sehingga membentuk suatu selubung atau jaket. Hal tersebut disebut solvatasi/hidratasi. Dengan cara itu butir-butir koloid tersebut terhindar dari agregasi (pengelompokan). Sol hidrofil tidak akan menggumpal pada penambahan sedikit elektrolit. Zat terdispersi dari sol hidrofil dapat dipisahkan dengan pengendapan atau penguapan. Apabila zat commit to user
padat
tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42 dicampurkan kembali sol hidrofil. Dengan kata lain, sol hidrofil bersifat reversible. Contoh dari koloid hidrofil adalah agar-agar. ii. Koloid hidrofob tidak akan stabil dalam medium polar (seperti air) tanpa kehadiran zat pengemulsi atau koloid pelindung. Zat pengemulsi membungkus partikel koloid hidrofob sehingga terhindar dari koagulasi. Susu (emulsi lemak dalam air) distabilkan oleh sejenis protein susu, yaitu kasein, sedangkan mayonaise (emulsi miyak nabati dalam air) distabilkan oleh kuning telur. Contoh koloid hidrofob: susu, mayonaise, sol belerang, sol Fe(OH)3, sol-sol sulfida, dan sol-sol logam. Contoh dari koloid hidrofob adalah mayonise, mayonise dapat mengalami koagulasi pada penambahan sedikit elektrolit. Sekali zat terdispersi telah dipisahkan, tidak akan membentuk sol lagi jika dicampur kembali dengan air. Perbandingan antara sol hidrofil dan hidrofob dapat dilihat pada tabel 2.5.
Tabel 2.5. Perbandingan Sol Hidrofil dan Sol Hidrofob Sol hidrofil
Sol hidrofob
1. Mengadsorpsi mediumnya
1. Tidak
mengabsorbsi
mediumnya 2. Stabil pada sembarang konsentrasi
2. Stabil pada konsentrasi rendah
3. Sulit
3. Mudah digumpalkan dengan
digumpalkan
dengan
penambahan sedikit elektrolit 4. Viskositas
lebih
besar
daripada
mediumnya
penambahan sedikit elektrolit 4.Viskositas hampir sama dengan mediumnya
5. Bersifat reversible
5. Tidak reversible
(Sumber: Susilowati Endang, 2011:363) c. Pengolahan Air Bersih
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43 Pengolahan air bersih didasarkan pada sifat-sifat koloid, yaitu koagulasi dan adsorpsi. Air sungai atau sumur yang keruh mengandung lumpur koloidal dan barangkali juga zat-zat warna, zat pencemar seperti limbah detergen dan pestisida. Bahan-bahan yang di perlukan untuk pengolahan air adalah tawas (aluminium sulfat), pasir, klorin atau kaporit, kapur tohor, dan karbon aktif. i. Tawas berguna untuk menggumpalkan lumpur koloidal sehingga lebih mudah disaring. Tawas juga membentuk koloid Al(OH)3 yang dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau zat-zat pencemar seperti detergen dan pestisida. Apabila tingkat kekeruhan air yang diolah terlalu tinggi maka digunakan karbon aktif disamping tawas. ii.
Pasir berfungsi sebagai penyaring
iii.
Klorin atau kaporit berfungsi sebagai pembasmi hama (desinfektan), sedangkan
iv.
Kapur tohor berguna untuk menaikkan pH, yaitu untuk menetralkan keasaman yang terjadi karena penggunaan tawas. (Purba Michael, 2006: 294)
d. Pembuatan Sistem Koloid Karena ukuran partikel koloid terletak antara partikel larutan sejati dan partikel suspensi, maka koloid dapat dibuat dengan dua cara yaitu: 1) Cara Kondensasi Sistem koloid dibuat dengan pengelompokan (agregasi) partikel larutan sejati. Cara ini disebut cara kondensasi. Dengan cara kondensasi partikel larutan sejati (molekul atau ion) bergabung menjadi partikel koloid. Cara ini dapat dilakukan melalui reaksi-reaksi kimia, seperti reaksi redoks, hidrolisis, dan dekomposisi rangkap, atau dengan pergantian pelarut. a) Reaksi Redoks Reaksi redoks adalah reaksi yang disertai perubahan bilangan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44 oksidasi. Contoh: i.
Pembuatan sol belerang dari reaksi antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2),
yaitu dengan
mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2 2H2S(g) + SO2(aq) ii.
2H2O(l) + 3S(s)
Pembuatan sol emas dari reaksi larutan HAuCl4 dengan larutan K2CO3 dan HCHO (formaldehida). 2HAuCl4(aq) + 6K2CO3(aq) + 3 HCHO(aq)
2Au(s) +
5CO2(g) + 8KCl(aq) + 3HCOOK(aq) + KHCO3(aq) + 2H2O + 2H2O(l) b) Hidrolisis Hidrolisis adalah reaksi suatu zat dengan air. Contoh: Pembuatan sol Fe(OH)3 dari hidrolisis FeCl3, apabila ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol Fe(OH)3. FeCl3(aq) + 3H2O(l)
Fe(OH)3(s) + 3HCl(aq)
c) Dekomposisi Rangkap Contoh: i.
Sol As2S3 dapat dibuat dari reaksi antara larutan As2O3dengan larutan H2S. As2O3(aq) + 3 H2S(aq)
ii.
As2S3(s) + 3H2O(l)
Sol AgCl dapat dibuat dengan mencampurkan larutan perak nitrat encer dengan larutan HCl encer. AgNO3(aq) + HCl(aq)
AgCl(s) + HNO3(aq)
d) Pergantian Pelarut Contoh: Apabila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk suatu koloid berupa gel. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45 (Sumber: Susilowati Endang, 2011:370-371) 2) Cara Dispersi Sistem koloid dapat dibuat dengan menghaluskan bahan dalam bentuk kasar kemudian didispersikan ke dalam medium pendispersi. Cara ini disebut cara dispersi. Dengan cara dispersi, partikel kasar dipecah menjadi partikel koloid. Cara dispersi dapat dilakukan secara mekanik, peptisasi atau dengan loncatan bunga listrik (cara busur Bredig).
a) Cara Mekanik Dilakukan dengan cara menggerus partikel kasar di dalam lumpang sehingga diperoleh kehalusan pada tingkat tertentu Contoh: Sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-sama dengan suatu zat inert (seperti gula pasir), kemudian mencampurkan serbuk halus itu dengan air. b) Cara Peptisasi Cara peptisasi adalah pembuatan koloid dari butir-butir kasar atau dari suatu endapan dengan bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah). Zat pemeptisasi memecahkan butir-butir kasar menjadi butir-butir koloid. Contoh: Agar-agar dipeptisasi oleh air c) Cara Busur Bredig Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol-sol logam. Logam yang akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektroda yang dicelupkan ke dalam medium pendispersi, kemudian diberi aliran listrik di antara elektrodenya. Karena diberi aliran listrik, atom-atom logam terlempar ke dalam medium pendispersi. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
46 Selanjutnya,
atom-atom
itu
mengalami
kondensasi
hingga
membentuk koloid. (Sumber: Susilowati Endang, 2011: 368-369)
B. Kerangka Pemikiran Kimia merupakan salah satu mata pelajaran wajib di Sekolah Menengah Atas (SMA). Mata pelajaran kimia salah satu mata pelajaran yang mempelajari mengenai materi dan perubahan yang terjadi di dalamnya. Namun selama ini masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam memahami dan mengikuti pelajaran kimia. Hal itu disebabkan karena proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru yang menyebabkan siswa mengalami kejenuhan pada saat proses pembelajaran. Salah satu materi dalam mata pembelajaran kimia adalah koloid. Pada materi koloid ini banyak hafalan dan sangat erat hubungannya dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena yang ada disekolah-sekolah pada umumnya menunjukkan bahwa pada materi ini siswa hanya sekedar menghafal yang sewaktu-waktu dapat hilang dan tidak dapat menerapkan materi koloid dalam kehidupan nyata. Permasalahan tersebut berakibat pada prestasi belajar siswa yang rendah. Permasalahan ini juga ditemukan pada siswa kelas XI IPA SMAN 1 Ngemplak, Boyolali. Sehingga perlu upaya dari seorang pendidik untuk mengatasi masalah tersebut. Untuk itu dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada proses, yaitu siswa menjalani langkah demi langkah untuk memperoleh konsep kimia dengan pengamatan, menafsirkan, meramalkan, menekankan, merencanakan, meneliti, dan mengkomunikasikan. Dengan model pembelajaran konstruktivisme yang memungkinkan siswa berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran, siswa mampu mengembangkan kemampuan belajar mandiri dan
memiliki kemampuan untuk mengembangkan
pengetahuannya sendiri. Dengan begitu, guru berperan sebagai fasilitator, mediator dan manajer dari proses pembelajaran. Dua diantara model pembelajaran konstruktivisme adalah metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
47 Metode Inkuiri Terbimbing yaitu metode yang menuntut siswa melakukan penyelidikan selayaknya seorang ilmuwan dengan adanya bimbingan dari guru. Dengan metode tersebut diharapkan siswa dapat menemukan konsep materi dengan kegiatan eksperimen. Sehingga konsep yang diperoleh siswa akan bertahan lama dan memberikan kesan yang mendalam bagi siswa terhadap materi yang dipelajarinya. Dengan pendekatan inkuiri ini siswa memperoleh kesempatan lebih banyak untuk mendapatkan pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang menyenangkan saat belajar kimia. Metode Learning Cycle 5E adalah suatu metode yang mewadahi para siswa untuk secara aktif membangun konsep-konsepnya sendiri dengan cara berinteraksi dengan lingkungan fisik maupun sosial. Sehingga bisa dikatakan bahwa pembelajaran Learning Cycle 5E merupakan sebuah proses pendidikan yang bertujuan agar para siswa berperan aktif untuk menggali dan memperkaya pemahaman mereka terhadap konsep-konsep yang dipelajari melalui praktikum. Proses pembelajaran ini bukan sekedar transfer pengetahuan dari guru ke siswa, tetapi merupakan proses perolehan konsep yang berorientasi pada keterlibatan siswa secara aktif dan langsung. Metode Learning Cycle 5E meningkatkan motivasi belajar siswa karena siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, membantu mengembangkan sikap ilmiah siswa, pembelajaran lebih bermakna karena siswa terlibat langsung melalui kegiatan praktikum. Dari kerangka pemikiran di atas, maka dapat diduga bahwa terdapat perbedaan antara prestasi belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Inkuiri
Terbimbing
dengan
prestasi
belajar
siswa
yang
pembelajarannya
menggunakan metode Learning Cycel 5E pada materi pokok sistem koloid. SISWA SISTEM KOLOID
commit to user Eksperimen di laboratorium
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
48
Gambar 2.8. Skema Kerangka berfikir C. Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: 1. Ada perbedaan prestasi belajar aspek kognitif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid. 2. Ada perbedaan prestasi belajar aspek afektif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid. 3. Tidak ada perbedaan prestasi belajar aspek psikomotor siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Sistem Koloid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 1 Ngemplak Boyolali pada kelas XI semester genap tahun pelajaran 2011/2012. 2.
Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yaitu pada bulan Januari - Juli 2012. Adapun rincian penelitian sebagai berikut : Tabel 3.1. Rincian Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan 1. Persiapan penelitian a. Pengajuan judul b. Menyusun proposal beserta lembar observasi c. Mengurus perijinan d. Koordinasi dengan kepala sekolah dan guru e. Melakukan uji coba instrumen lembar observasi dan tes kognitif f. Menganalisis hasil uji coba dan merevisi instrumen lembar observasi dan tes kognitif g. Finalisis dan penggandaan lembar observasi dan tes 2. Pelaksanaan penelitian a. Pelaksanaan pretes kognitif
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei
commit49to user
Jun Jul
Agus
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
50
b. Pelaksanaan eksperimen c. Pelaksanaan postes d. Analisis hasil eksperimen 3. Penyusunan laporan/skripsi a. Penyusunan draf b. Pengetikan skripsi 4. Pelaksanaan ujian skripsi dan revisi B. Metodologi Penelitian Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat eksperimental dengan tujuan untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa melalui kegiatan praktikum di laboratorium antara metode Inkuiri Terbimbing dengan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Koloid. 1.
Metode Penelitian Rancangan yang digunakan adalah “Randomized Pretest-Posttest Comparison Group Design”. Rancangan ini menggunakan 2 kelompok subyek, yaitu 1 kelompok sebagai kelas eksperimen I (metode Inkuiri Terbimbing) dan 1 kelompok sebagai kelas eksperimen II (metode Learning Cycle 5E). Untuk lebih jelasnya rancangan dapat dilihat dalam tabel 3.2. Tabel 3.2. Design Penelitian Randomized Pretest-Posttest Comparison Group Design Kelas
Pretest
Perlakuan
Posttest
Eksperimen I
T1
X1
T2
Eksperimen II
T1
X2
T2 (Sukmadinata, Nana, 2010: 207)
Keterangan: T1 = Tes Awal T2 = Tes Akhir commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
51
X1 = metode inkuiri terbimbing X2 = metode learning cycle 5E Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat meliputi prestasi belajar (aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor). Sedangkan variabel bebas meliputi metode inkuiri terbimbing dan metode Learning Cycle 5E. 2.
Prosedur Penelitian Pelaksanan
penelitian
ini
dilakukan
secara
bertahap
dan
berkesinambungan dengan urutan sebagai berkut : a. Menetukan sekolah yang akan diteliti b. Menentukan populasi dan sampel penelitian c. Memberikan tes awal dengan instrumen-instrumen yang telah diujicobakan dan memenuhi syarat untuk digunakan dalam mengambil data penelitian. d. Melaksanakan penelitian sesuai dengan rancangan penelitan, yaitu mengajar materi koloid dengan metode Inkuiri Terbimbing untuk kelas eksperimen 1 dan metode Learning Cycle 5E untuk kelas eksperimen 2. e. Memberikan tes akhir untuk masing-masing kelas eksperimen. f.
Mengolah data yang diperoleh
g. Menarik kesimpulan
C.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah kelas XI SMA Negeri 1 Ngemplak Kabupaten Boyolali tahun pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 3 kelas dan rata-rata jumlah siswa adalah 28 siswa. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua kelas yaitu kelas XI.IPA 1 sebagai kelas eksperimen I dan XI.IPA 2 sebagai kelas eksperimen II.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
52
D. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik cluster random sampling. Dalam teknik ini sampel merupakan unit dalam populasi yang mendapat peluang sama untuk menjadi sampel, bukan siswa secara individual tetapi kelas. Dari 3 kelas XI SMA Negeri 1 Ngemplak dilakukan pengambilan secara random dua kelas untuk dijadikan sampel yaitu kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II.
E. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data bermanfaat dalam proses pengujian hipotesis. Pengujian data diperoleh dengan memberikan nilai pretest dan posttest untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa pada pokok bahasan Koloid akibat perlakuan yang diberikan. Sumber data dalam penelitian ini berupa metode tes, metode angket dan metode dokumentasi. a. Metode Tes Tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan individu yang dalam penelitian ini untuk mengukur prestasi belajar kognitif pada materi pokok Koloid kelas XI SMA Negeri 1 Ngempak tahun pelajaran 2011/2012. Penilaian aspek kognitif diperoleh langsung dari siswa dengan menggunakan tes bentuk obyektif yang diberikan sebelum dan sesudah proses pembelajaran Koloid dengan perangkat tes yang sama. Tes tersebut disusun oleh peneliti berdasarkan rancangan pembelajaran dan kisi-kisi tes. Tes yang digunakan berupa tes obyektif berbentuk pilihan ganda. Perangkat tes yaitu tes obyektif dengan 5 alternatif jawaban. Jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Dalam tes ini digunakan untuk memperoleh data tentang kemampuan kognitif siswa. b. Metode Observasi Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai instrumen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
53
Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau tingkah laku yang akan terjadi. Mencatat data observasi bukanlah sekedar mencatat, tetapi juga mempertimbangkan hasilnya apakah sudah sesuai dengan yang kita inginkan. Selanjutnya hasil tersebut dimasukkan ke dalam skala bertingkat. c. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah cara pengumpulan data dimana peneliti menyelidiki atau melihat benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen, dan sebagainya. Adapun keuntungan menggunakan dokumentasi ialah biaya relatif murah, waktu dan tenaga lebih efisien (Arikunto Suharsimi, 2010:274). Metode dokumentasi pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data tentang keadaan sekolah, nilai ujian akhir semester, jumlah siswa kelas XI IPA SMA N 1 Ngemplak, Boyolali dan nama-nama sampel penelitian kelompok eksperimen 1 dan 2. F. Validasi Instrumen Penelitian 1.
Instrumen Pelaksanaan Pembelajaran a.
Silabus Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu dan sumber belajar. Silabus yang digunakan dalam penelitian ini adalah silabus yang dibuat oleh sekolah yang akan diteliti. Dimana silabus diperoleh dari guru kimia yang bersangkutan.
b. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) Rencana yang menggambarkan prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus. Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi dasar yang terdiri commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
54
atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali pertemuan atau lebih. Rencana pelaksanaan pembelajaran disusun oleh peneliti sehingga penelitian dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan oleh peneliti 2.
Instrumen Penilaian Berdasarkan variabel yang diteliti maka instrumen penilaian yang diperlukan adalah tes kognitif, dan tes afektif. a.
Instrumen Penilaian Aspek Kognitif Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan
untuk
mengukur
ketrampilan,
pengetahuan
intelegensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok. Alat ukur yang baik harus memenuhi syarat sebagai alat ukur yang baik harus memenuhi dua syarat yaitu validitas dan reliabilitas. Untuk penilaian kognitif menggunakan bentuk tes objektif. Adapun langkah pembuatan tes terdiri dari: 1) Membuat kisi-kisi soal tes 2) Menyusun soal tes 3) Mengadakan uji coba tes (try out) Tes objektif tersebut terdiri dari 35 butir soal. Sebelum tes digunakan untuk mengambil data dalam penelitian, tes diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui validitas, reliabilitas, taraf kesukaran soal, dan daya pembeda. Uji coba instrumen tes dilakukan pada sekelompok siswa yang telah menerima materi pokok bahasan Koloid. Skala penilaian menggunakan skala 100, dengan penilaian sebagai berikut: Nilai =
Jumlah Jawaban Benar x 10 35
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
55
1) Validitas Isi Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai suatu ukuran yang menunjukkan
tingkat-tingkat
kevalidan
atau
kesahihan
sesuatu
instrumen. Suatu instrumen bisa dikatakan valid apabila mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, jika instrumen kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud. Untuk memperoleh instrumen yang valid peneliti dalam melakukan penelitian harus bersikap hati-hati. Dengan mengikuti langkah-langkah penyusunan instrumen, yakni memecah variabel menjadi sub variabel dan indikator, menyusun butir-butir pertanyaannya. Jika cara dan isi tindakan dari peneliti sudah benar, maka peneliti akan memperoleh instrumen yang memiliki validitas logis. Untuk mengetahui ketepatan data maka diperlukan teknik uji validitas. (Trianto, 2011:211-212) Validitas isi adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan,
penelusuran
atau
pengujian
terhadap
isi
yang
terkandung di dalam tes hasil belajar tersebut (Sudijono Anas, 2008:164). Untuk dapat mengetahui apakah secara isi, validitas instrumen memenuhi syarat atau tidak digunakan formula Gregorry (2007) untuk melihat validitas isi secara keseluruhan. Formula Gregorry adalah sebagai berikut: Content Validity (CV) =
D A+B+C+D
Dimana, A
: jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis
B
: jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan yang relevan menurut panelis II commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
56
C
: jumlah item yang relevan menurut panelis I dan yang kurang relevan menurut panelis II
D
: jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Jika CV > 0,700 maka analisis dapat dilakukan. (Gregorry,2007: 121-123) 2) Uji Reliabilitas Kata “reliabilitas” sering diartikan sebagai keajegan atau kemantapan. Sebuah tes hasil belajar dapat dinyatakan reliabil jika hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut secara berulangkali terhadap subyek yang sama, senantiasa menunjukkan hasil yang tetap sama atau sifatnya ajeg dan stabil selama aspek yang diukur dalam diri subyek memang belum berubah. Reliabilitas dapat dicari dengan menggunakan rumus yang ditemukan oleh Kuder dan Richardson. Menurut Kuder dan Richardson, cara menentukan reliabilitas tes itu adalah lebih tepat apabila dilakukan secara langsung terhadap butir-butir item tes yang bersangkutan (Sudijono Anas , 2008: 252). Pengujian reliabilitas menggunakan rumus Kuder-Richardson (KR.20) sebagai berikut:
Keterangan: r11
: koefisien reliabilitas
n
: jumlah item
St2
: varian total
pi
:proporsi siswa yang menjawab dengan benar butir item yang bersangkutan
qi
: proporsi siswa yang jawabannya salah, atau: qi = 1-p (Sudijono Anas, 2008: 252-253) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
57
Dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r11) pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut: a) Apabila r11 sama dengan atau lebih besar dari 0,70 (r11 ≥ 0,70) berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (= reliabel). b) Apabila r11 lebih kecil dari 0,70 (r11 < 0,70) berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang tinggi (= unreliabel). (Sudijono Anas , 2008: 209) 3) Uji Tingkat Kesukaran (TK) Uji tingkat kesukaran soal adalah mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang dan sukar. Tingkat kesukaran soal dipandang dari kesanggupan atau kemampuan siswa dalam menjawab, bukan dilihat dari sudut guru sebagai pembuat soal. Cara melakukan analisis untuk menentukan tingkat kesukaran soal adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Klasifikasi tingkat kesukaran soal adalah sebagai berikut: 0,00 – 0,30 = soal tergolong sukar 0,31 – 0,70 = soal tergolong sedang 0,71 – 1,00 = soal tergolong mudah (Depdiknas, 2009: 9) 4) Uji Daya Pembeda (DP) Daya
Pembeda
soal
adalah
kemampuan
sebuah
soal
dalam
membedakan siswa yang tergolong mampu (tinggi prestasinya) dengan siswa yang tergolong kurang (lemah prestasinya). Artinya, bila soal commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
58
tersebut diberikan kepada anak yang mampu, hasilnya menunjukkan prestasi yang tinggi; dan bila diberikan kepada siswa yang lemah, hasilnya rendah. Tes dikatakan tidak memiliki daya pembeda apabila tes tersebut, jika diujikan kepada anak berprestasi tinggi, hasilnya rendah, tetapi bila diberikan kepada anak yang lemah, hasilnya akan tinggi. Daya pembeda soal pilihan ganda dapat dipergunakan rumus korelasi poin biserial sebagai berikut:
Keterangan rpbi
= Angka indeks korelasi Point Biserial
Mp
= Mean skor dari subjek yang menjawab benar
Mt
= Mean skor total
SDt
= Standar deviasi total
p
= Proporsi subjek yang menjawab benar terhadap jumlah total subjek
q
=1–p
Kualifikasi daya pembeda adalah sebagai berikut :
b.
Kurang dari 0,20
: jelek (J)
0,20 – 0,40
: cukup (C)
0,41 – 0,70
: baik (B)
0,71 – 1,00
: baik sekali (BS)
Instrumen Penilaian Aspek Afektif Instrumen penilaian afektif berupa lembar observasi dan angket. Pada penelitian ini dilakukan penilaian afektif dengan lembar observasi. Jenis observasi yang digunakan adalah observasi sistematis, dimana observasi sistematis ini dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan (Arikunto Suharsimi, 2010: 200). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
59
Penyusunan lembar observasi berdasarkan indikator yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam proses observasi, observator (pengamat) hanya memberikan tanda pada kolom indikator. Pengamatan tersebut dilakukan berulang kali ( indikator yang muncul lebih dari satu kali dalam satu periode pengamatan, hanya dicek satu kali, sedangkan indikator yang kurang dari satu harus di cek). Sehingga akan diperoleh suatu gambaran tentang proses pembelajaran yang terjadi di dalam kelas tersebut. Sebelum digunakan untuk mengambil data, lembar observasi tersebut dilakukan pre observasi. 1) Validitas Isi Untuk dapat mengetahui apakah secara isi, validitas instrumen memenuhi syarat atau tidak digunakan formula Gregorry (2007) untuk melihat validitas isi secara keseluruhan. Formula Gregorry adalah sebagai berikut:
Dimana, A
: jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis
B
: jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan yang relevan menurut panelis II
C
: jumlah item yang relevan menurut panelis I dan yang kurang relevan menurut panelis II
D
: jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Jika CV > 0,700 maka analisis dapat dilakukan. (Gregorry, 2007: 121-123) 2) Uji Reliabilitas Digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengukuran tersebut dapat memberikan hasil yang tetap bila dilakukan kembali kepada subjek commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60
yang sama. Uji realibilitas untuk afektif ini diamati pada sampel 8 siswa yang diamati oleh 4 observer. Dimana proses ini dilakukan untuk menyamakan persepsi antar observer sehingga dalam proses observasi tidak menimbulkan miss konsep antar observer. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas bagi seorang rater digunakan rumus sebagai berikut:
rxx =
ss2 ─ se2 ss2 + ( k ─ 1) se2
Keterangan: ss2
: varians antar – subjek yang dikenai rating
ss2
: varians eror, yaitu varians interaksi antara subjek (s) dan rater (r)
k
: banyaknya rater yang memberikan rating
Sedangkan reliabilitas untuk rata – rata rating yang dilakukan oleh k orang rater, maka menggunakan rumus sebagai berikut : rxx’ = (ss2 ─ se2) / ss2 keterangan : ss2
: varians antar subjek yang dikenai rating
se2
: varians eror, yaitu varians interaksi antara subjek (s) dan rater (r)
Untuk menghitung se2 dan ss2 dilakukan dengan rumus sebagai berikut : se2 = ∑i2 ─ (∑R2) / n ─ (∑T2) / k + (∑i)2 / nk (n ─ 1) (k ─ 1) ss2 = (∑T2) / k ─ (∑i)2 / nk n─1 Keterangan : i : angka rating yang diberikan oleh seorang rater kepada seorang subjek T : jumlah angka rating yang diterima oleh seorang subjek dari semua rater commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
61
R : jumlah angka rating yang diberikan oleh seorang rater pada semua subjek n : banyaknya subjek k : banyaknya rater (Azwar Saifuddin, 2006: 106-109) Dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r11) pada umumnya digunakan patokan sebagai berikut: 1) Apabila r11 sama dengan atau lebih besar dari 0,70 (r11 ≥ 0,70) berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan telah memiliki reliabilitas yang tinggi (= reliable). 2) Apabila r11 lebih kecil dari 0,70 (r11 < 0,70) berarti tes hasil belajar yang sedang diuji reliabilitasnya dinyatakan belum memiliki reliabilitas yang tinggi (= unreliable). (Sudijono Anas, 2008: 208-209) c.
Instrumen Penilaian Psikomotor Instrumen psikomotor berupa lembar penilaian observasi kinerja (Performance
Assesment). Bentuk
instrumen ini
digunakan untuk
kompetensi yang berhubungan dengan praktek. Perangkat tes ini diisi oleh guru dan asisten laboratorium sesuai dengan kriteria skor untuk tiap-tiap aspek yang dinilai. Analisis instrumen penilaian psikomotor menggunakan analisis kualitatif. Analisis kualitatif adalah analisis yang dilakukan oleh teman sejawat dalam rumpun keahlian yang sama, dosen pembimbing skripsi atau para ahli. Tujuannya adalah untuk menilai materi, konstruksi, dan apakah bahasa yang digunakan sudah memenuhi pedoman dan bisa dipahami oleh siswa. Untuk dapat mengetahui apakah secara isi, validitas instrumen memenuhi syarat atau tidak digunakan formula Gregorry (2007) untuk commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
62
melihat validitas isi secara keseluruhan. Formula Gregorry adalah sebagai berikut:
Dimana, A
: jumlah item yang kurang relevan menurut kedua panelis
B
: jumlah item yang kurang relevan menurut panelis I dan yang relevan menurut panelis II
C
: jumlah item yang relevan menurut panelis I dan yang kurang relevan menurut panelis II
D
: jumlah item yang relevan menurut kedua panelis
Jika CV > 0,700 maka analisis dapat dilakukan. (Gregorry, 2007: 121-123) G. Teknik Analisis Data Data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara statistik menggunakan analisis uji-t dua pihak. Alasan digunakannya uji t-dua arah karena penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara dua kelas sampel yang dikenai penggunaan dua media yang berbeda. Maksudnya dalam penelitian akan dicari apakah kedua variasi media yang digunakan tersebut memberikan selisih nilai rata-rata yang sama atau tidak. Untuk menguji hipotesis ini, sebelumnya dilakukan uji prasyarat analisis yaitu uji normalitas, uji homogenitas dan uji t- matching. 1.
Uji Prasyarat a.
Uji Normalitas Untuk mengetahui apakah sampel terdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas dengan “uji Lilliefors”, yaitu: Lo = |F(zi) – S(zi)|
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
63
1) Menentukan hipotesis Ho = sampel berasal dari distribusi normal H1 = sampel tidak berasal dari populasi normal 2) Taraf signifikansi (α) = 0,05 3) Statistik Uji L = max Ι F(Zi) – S(Zi) Ι Dengan: Z berdistribusi N (0,1) F(Zi) = P(Z ≤ Zi) S(Zi) = proporsi cacah Z ≤ Zi terhadap seluruh Zi 4) Daerah Kritik (DK) DK = {L Ι L > Lα;n atau L < -Lα;n} dengan n adalah ukuran sampel 5) Keputusan Uji Ho ditolak jika Lhitung ∈ DK 6) Kesimpulan - Sampel berasal dari populasi normal jika Ho diterima - Sampel tidak berasal dari populasi normal jika Ho ditolak. (Budiyono, 2009:170-172) b. Uji Homogenitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan uji Bartlett dengan rumus : ( Variansi populasi homogen ) Variansi populasi tidak homogen
2
2,303 f log RKG - f j log s 2j c
dengan :
( k-1 )
k = banyaknya populasi = banyaknya sampel commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
64 k
f=N–k=
f j 1
j
= derajat kebebasan untuk RKG = N – k.
, derajat kebebasan untuk Sj2 = ni – 1, j = 1, 2, …, k
fj = .
N = banyaknya seluruh nilai (ukuran) nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j c 1
1 1 1 RKG rerata kuadrat galat 3(k - 1) f j f dan
X n 2
serta SS j X dimana s 2 j
2
j
j
nj
j
n j 1
langkah-langkah
pengujian
1) Menentukan hipotesis Ho = δ12 = δ22 H1 = δ12 ≠ δ22 2) Signifikansi, α = 0,05 3) Statistik uji yang digunakan:
2,303 2 f log RKG f j log s j c
4) Komputasi RKG = rerata kuadrat galat =
SS f
j
1 1 1 3(k 1) f j f
5) Daerah Kritis: DK = {
j
1s 2j
menggunakan uji Bartlett sebagai berikut:
c 1
j
SS j
Adapun
X2
SS f
│
>
(α,k-1)}
commit to user
j
homogenitas
dengan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
65
6) Kriteria uji H0 diterima apabila
hitung
<
tabel,
yang berarti sampel homogen (Budiyono, 2009 : 176 – 177)
c.
Uji t-matching Uji t-matching bertujuan untuk mencari kesetaraan antara dua sampel dalam penelitian. Uji ini dilakukan dengan menguji rata-rata nilai ujian mid semester genap mata pelajaran kimia. Uji yang digunakan adalah uji t-dua pihak dengan rumus: t=
( X 1 X 2) Sp
1 1 n1 n 2
Sp 2
(n1 1) s1 2 (n2 1) s 2 2 n1 n2 2
dimana: 2 X = rata-rata; n = jumlah; s = varian
Daerah Kritik = {t│-t1-1/2α < t < t1-1/2α}, dimana t1-1/2α didapat dari daftar distribusi t dengan DK = (n1 + n2 – 2). (Budiyono, 2009: 151) 2.
Uji Hipotesis Uji hipotesis yang digunakan adalah uji t-dua pihak dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Menentukan Hipotesis H0 : µ1 = µ2 (nilai prestasi belajar kelas eksperimen I sama dengan kelas eksperimen II) H1 : µ1 ≠ µ2 (nilai prestasi belajar kelas eksperimen I tidak sama dengan kelas eksperimen II) Keterangan :
1 = nilai prestasi belajar kelas eksperimen I 2, = nilai prestasi belajar kelas eksperimen II 2)
Tingkat Signifikansi : α = 0,05 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
66
3)
Statistik Uji
Keterangan : X 1 = nilai rata-rata kelas eksperimen I X 2 = nilai rata-rata kelas eksperimen II
s2 = Standar deviasi total s12 = standar deviasi subyek 1 s22 = standar deviasi subyek 2 n1 = banyaknya subyek 1 n2 = banyaknya subyek 2 t
= nilai uji kesamaan
4) Daerah Kritik DK = n1+n2 – 2 5) Keputusan Uji Jika –t(1-1/2α)
t(1-1/2α), maka hipotesis nol ditolak (Sugiyono, 2008: 197)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Pengujian Instrumen Berikut ini beberapa uji instrumen sebelum digunakan untuk mengambil data penelitian. 1.
Uji Validasi Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Disini validitas yang diukur hanya validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan cara meminta pendapat dari dua panelis dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang akan diajarkan. Selanjutnya menghitung harga CV dari kedua panelis tersebut. Harga CV yang diperoleh untuk instrumen kognitif pretes sebesar 0,91428 dan 0,8 untuk instrumen kognitif postes. Sedangkan harga CV untuk instrumen aspek afektif sebesar 0,83 dan untuk instrumen aspek psikomotor sebesar 0,90. Sedangkan analisis hasil uji validitas isi kognitif pada Lampiran 16, afektif pada Lampiran 17 dan psikomotor pada Lampiran 18. Secara ringkasnya uji validitas ketiga aspek dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Validitas Instrumen Penelitian Kognitif
Jumlah Item 35
CV
Kesimpulan
Pretes = 0,91
Analisis dapat dilanjutkan
35
Postes = 0,8
Analisis dapat dilanjutkan
Afektif
18
0,833
Analisis dapat dilanjutkan
Psikomotor
33
0,90
Analisis dapat dilanjutkan
commit67to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
68
Dengan melihat harga CV dari masing-masing instrumen lebih dari 0,7 dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut sudah valid untuk mengambil data penelitian.
2.
Uji Reliabilitas Kata “reliabilitas” sering diartikan sebagai keajegan atau kemantapan. Bahwa suatu tes dikatakan reliabel bila tes tersebut menunjukkan ketepatan dan ketelitian dalam konsistensi hasil pengukurannya. Hasil uji coba kedua untuk reliabilitas instrumen soal penilaian kognitif pretes dan postes terangkum dalam Tabel 4.2. Hasil uji coba reliabititas instrumen soal penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 13, sedangkan penilaian afektif pada Lampiran 14. Tabel 4.2. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian
Jumlah Item
Reliabilitas
Kriteria
Kognitif
35
Pretes = 0,834
Tinggi
35
Postes = 0,81
Tinggi
18
0,89
Tinggi
Afektif
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa harga reliabilitas dari masingmasing aspek mempunyai kriteria tinggi. Hal itu berarti, instrumen diatas memiliki ketelitian yang tinggi untuk mengambil data penelitian.
3.
Uji Tingkat Kesukaran Uji tingkat kesukaran soal adalah mengkaji soal-soal tes dari segi kesulitannya sehingga dapat diperoleh soal-soal mana yang termasuk mudah, sedang dan sukar. Hasil uji taraf kesukaran instrumen soal penilaian kognitif yang lebih rinci dapat dilihat pada tabel 4.3 dan Lampiran 13.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
69
Tabel 4.3. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian Uji Tingkat Kesukaran Aspek Kognitif Taraf Kesukaran Soal Jenis soal
Jumlah Soal
Mudah
Sedang
Sukar
Pretes
35
10
18
7
Postes
35
11
14
10
Kognitif
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkat kesukaran soal yang digunakan untuk mengambil data penelitian lebih banyak soal yang bertaraf sedang daripada sukar dan mudah.
4.
Uji Daya Pembeda Pada instrumen aspek kognitif dilakukan dua kali tryout untuk mendapatkan soal yang layak untuk mengambil data penelitian. Hasil tryout yang pertama bisa dilihat pada lampiran 12. Soal-soal yang diperbaiki pada tryout pertama untuk pretes yaitu item nomor 7, 11 dan 31. Sedangkan untuk soal postes yaitu item nomor 15, 21, 22 dan 34. Soal-soal tersebut diperbaiki karena soal-soal diatas memiliki daya beda jelek. Dengan kata lain soal tersebut tidak bisa membedakan siswa yang berkemampuan tinggi dan siswa yang berkemampuan rendah. Sedangkan hasil tryout yang kedua bisa dilihat pada lampiran 13. Hasil tryout kognitif yang dipaparkan hanya hasil tryout kedua. Hasil uji coba daya pembeda instrumen soal penilaian pretes dan postes kognitif terangkum dalam Tabel 4.4. Hasil uji daya pembeda soal yang lebih rinci bisa dilihat pada Lampiran 13.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
70
Tabel 4.4. Ringkasan Hasil Tryout Instrumen Penelitian untuk Uji Daya Pembeda Soal Aspek Kognitif Jenis Soal
Jumlah Soal
Kriteria Baik Sekali
Baik
Cukup
Jelek
Jelek Sekali
Pretes
35
-
15
20
-
-
Postes
35
-
12
23
-
-
Dari hasil uji coba tersebut semua soal-soal aspek afektif dipakai untuk mengambil data penelitian. Soal yang berdaya beda jelek, soal itu diperbaiki dengan cara memperbaiki tata bahasanya dan diuji cobakan lagi.
B. Deskripsi Data Data dalam penelitian ini diperoleh dari kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen dengan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing serta XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen dengan metode pembelajaran Learning Cycle 5E di SMA Negeri 1 Ngemplak, Boyolali tahun pelajaran 2011/2012. Jumlah siswa yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah 28 siswa untuk kelas XI IPA 1 dan 28 siswa kelas XI IPA 2. Data yang diperoleh meliputi: nilai prestasi belajar aspek kognitif, nilai prestasi belajar aspek afektif dan nilai prestasi belajar aspek psikomotor. Untuk lebih jelasnya di bawah ini disajikan deskripsi data penelitian dari masing-masing variabel. 1.
Prestasi Belajar Siswa pada Materi Pokok Koloid Data prestasi belajar siswa pada materi pokok Koloid yang meliputi prestasi kognitif, prestasi afektif, dan psikomotor kelas eksperimen I (metode Inkuiri Terbimbing) sebanyak 28 siswa dan kelas eksperimen II (metode pembelajaran Learning Cycle 5E) sebanyak 28 siswa dapat dilihat pada Lampiran 21 sedangkan deskripsi data penelitian mengenai prestasi belajar secara ringkas disajikan pada Tabel 4.5. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
71
Tabel 4.5. Rangkuman Deskripsi Data Penelitian Jenis Penilaian Pretest Postest Selisih Nilai Kognitif Afektif Psikomotor individu Psikomotor kelompok 2.
Nilai Rata-Rata Eksperimen I Eksperimen II 25,071 23,929 74,786 77,321 49,714 53,393 13,357 15 10,893 11,107 12,714 13
Data Selisih Nilai Kognitif pada Materi Pokok Koloid Dalam penelitian ini data selisih rata-rata nilai aspek kognitif disajikan dalam bentuk histogram. Hal itu dikarenakan, pada sampel yang banyak pengamatan lebih praktis/ mudah diamati dalam bentuk histogram. Tujuan penyajian data dalam bentuk histogram adalah untuk mengetahui penyebaran data pada masing-masing sampel. Dengan demikian didapatkan informasi yang lebih banyak dari data tersebut dan akan memudahkan untuk mendapatkan kesimpulan dari data tersebut. Histogram dari distribusi frekuensi siswa eksperimen I (metode Inkuiri Terbimbing) dan siswa eksperimen II (metode Learning Cycle 5E) dapat dilihat pada Gambar 4.1. Untuk lebih rinci mengenai data distribusi frekuensi dapat dilihat pada Lampiran 30.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
72
Gambar 4.1. Histogram Perbandingan Selisih Nilai Kognitif Kelas Eksperimen I dan Eksperimen II pada Materi Koloid Dari histogram diatas tampak bahwa kelas eksperimen I memiliki rentang nilai lebih lebar daripada kelas eksperimen II. Hal itu dilihat dari penyebaran frekuensi pada masing-masing nilai tengah. Frekuensi yang paling tinggi dari kedua kelas eksperimen I dan II sama-sama terletak pada kelas ke-3 dengan nilai tengah 45. Namun, yang membedakan kedua kelas itu adalah jumlah frekuensinya. Dimana pada kelas eksperimen I frekuensinya sama antara nilai tengah 45 dengan 54 yaitu 8. Sedangkan pada kelas eksperimen II frekuensi antara nilai tengah 45 dengan 54 berbeda, yaitu 9 dengan 6. Sehingga dilihat dari penyebaran frekuensinya kelas eksperimen II memiliki selisih nilai yang lebih tinggi daripada kelas eksperimen I. 3.
Data Nilai Afektif pada Materi Pokok Koloid Data penelitian mengenai nilai afektif disajikan dalam bentuk histogram pada Gambar 4.2, sedangkan perhitungan distribusi frekuensi secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 30. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
73
Gambar 4.2. Histogram Perbandingan Nilai Afektif Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II pada Materi Pokok Koloid. Dari histogram diatas tampak bahwa kelas eksperimen II memiliki rentang nilai lebih lebar daripada kelas eksperimen I. Hal itu dilihat dari penyebaran frekuensi pada masing-masing nilai tengah. Frekuensi yang paling tinggi dari kelas eksperimen I terletak pada kelas ke-3 dan kelas ke-5 dengan nilai tengah 11,7 dan 14,7. Sedangkan pada kelas eksperimen II terletak pada kelas ke-5 dan ke-7 dengan nilai tengah 14,7 dan 17,7. Dilihat dari penyebaran frekuensinya kelas eksperimen II memiliki nilai yang lebih tinggi daripada kelas eksperimen I. 4.
Data Nilai Psikomotor pada Materi Pokok Koloid Data penelitian mengenai nilai afektif disajikan dalam bentuk histogram pada Gambar 4.2, sedangkan perhitungan distribusi frekuensi secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 30.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
74
Gambar 4.3. Histogram Perbandingan Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II pada Materi Pokok Koloid. Dari histogram diatas tampak bahwa kelas eksperimen II memiliki rentang nilai yang lebih lebar daripada kelas eksperimen I. Hal itu dilihat dari penyebaran frekuensi pada masing-masing nilai tengah. Frekuensi yang paling tinggi dari kelas eksperimen I terletak pada kelas ke-4 dengan nilai tengah 11,1. Sedangkan pada kelas eksperimen II terletak pada kelas ke-5 dengan nilai tengah 12. Dilihat dari penyebaran frekuensinya kelas eksperimen II memiliki nilai yang lebih tinggi daripada kelas eksperimen I.
C. Uji Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Tujuan dari uji normalitas ini adalah untuk menyelidiki apakah sampel penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak. Salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk melakukan uji t- dua arah adalah distribusi sampelnya harus normal. Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Liliefors (Budiyono, 2009: 170-172). Uji normalitas nilai kognitif tercantum dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
75
Lampiran 22, afektif pada Lampiran 25 dan psikomotor pada Lampiran 28. Hasil uji normalitas terangkum dalam Tabel 4.6. Tabel 4.6. Ringkasan Hasil Uji Normalitas Nilai Kognitif, Afektif dan Psikomotor Kelas
Eksperimen I
Eksperimen II
Parameter
Harga L
Kesimpulan
Hitung
Tabel
Selisih Nilai Kognitif
0,0835
0,166
Normal
Nilai Afektif
0,108
0,166
Normal
Nilai Psikomotor
0,121
0,166
Normal
Selisih Nilai Kognitif
0,0895
0,166
Normal
Nilai Afektif
0,095
0,166
Normal
Nilai Psikomotor
0,152
0,166
Normal
Berdasarkan Tabel 4.6 dan perhitungan, dapat diketahui bahwa dalam aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotor, kelas eksperimen I maupun kelas eksperimen II menunjukkan sampel yang berdistribusi normal, artinya tidak ada outliers, baik itu high-outliers maupun down-outliers. Hal ini dikarenakan keempat data tersebut berada di luar daerah kritik (Lhitung < Ltabel), sehingga Ho diterima, artinya keenam data tersebut berdistribusi normal. 2. Uji Homogenitas Untuk menguji homogenitas pada penelitian ini digunakan metode Bartlett dengan taraf signifikansi 5%. Uji homogenitas nilai kognitif tercantum dalam Lampiran 22, afektif pada Lampiran 25 dan psikomotor pada Lampiran 28. Hasil uji homogenitas nilai kognitif, afektif dan psikomotor tercantum dalam Lampiran 27. Ringkasan hasil uji homogenitas nilai kognitif, afektif dan psikomotor siswa terangkum pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Hasil Uji Homogenitas Nilai Kognitif, Afektif dan Psikomotor. No 1.
Parameter Selisih Nilai Kognitif
2hitung 0,459 commit to user
2
tabel
3,841
Kesimpulan homogen
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
76
2.
Nilai Afektif
0,249
3,841
homogen
3.
Nilai Psikomotor
0,102
3,841
homogen
Dari Tabel 4.7 didapatkan bahwa harga χ2hitung kurang dari dari harga χ2tabel sehingga nilai di luar daerah kritik. Hal ini menunjukkan bahwa antara kelas eksperimen I (metode inkuiri terbimbing) dan kelas eksperimen II (metode learning cycle 5E) adalah homogen, baik itu dalam hal aspek kognitif, aspek afektif maupun aspek psikomotor. 3. Uji Keseimbangan (Uji t Matching) Uji keseimbangan ini diambil dari nilai ujian tengah semester genap kelas XI SMA Negeri 1 Ngemplak tahun pelajaran 2011/2012. Untuk kelas XI A1 (kelas dengan metode Inkuiri Terbimbing) dengan jumlah siswa 28 diperoleh rerata 75,821 dan variansi 161,929 sedangkan untuk kelas XI A2 (kelas Learning Cycle 5E) dengan jumlah siswa 28 diperoleh rerata 71,286 dan variansi 154,9524. Hasil perhitungan uji keseimbangan dengan menggunakan uji t- dua pihak dapat dilihat pada Lampiran 19. Pada nilai ujian tengah semester genap tersebut, hasil uji ini diperoleh harga – t < thitung < t = -1,999 < 1,384 < 1,999. Daerah penolakan H0 adalah jika t
hitung
< - t ,atau t
hitung
> t . Dari perhitungan
nilai ujian tengah semeter diperoleh hasil bahwa maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II mempunyai rerata kemampuan awal yang sama atau kedua kelas tersebut dalam keadaan seimbang.
D. Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan dua metode yang berbeda pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, maka dilakukan uji perbandingan nilai prestasi belajar aspek kognitif, nilai prestasi belajar aspek afektif dan nilai prestasi belajar aspek psikomotor. Statistik yang digunakan adalah uji t- dua pihak pada taraf signifikansi 5% (Sugiyono, 2008: 197). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
77
1.
Uji Hipotesis Selisih Nilai Kognitif antara kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II H0 : nilai prestasi belajar aspek kognitif siswa kelas eksperimen I sama dengan siswa kelas eksperimen II. H1 : nilai prestasi belajar aspek kognitif siswa kelas eksperimen I tidak sama dengan siswa kelas eksperimen II. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 23 dapat dirangkum dalam Tabel 4.8 sebagai berikut. Tabel 4.8. Hasil Uji t-dua Pihak Selisih Nilai Aspek Kognitif Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II. Kelompok Sampel
Rata-Rata
Variansi
t
Kelas Eksperimen I
49,714
127,026
─ 3,679
Kelas Eksperimen II
53,393
189,358
Kesimpulan dari uji tersebut adalah pada prestasi kognitif, thitung = 3,679 < ttabel -1,999, maka H0 (nilai prestasi aspek belajar kognitif siswa kelas eksperimen I sama dengan kelas eksperimen II) ditolak. Hal ini berarti rata-rata nilai prestasi belajar aspek kognitif siswa kelas eksperimen I tidak sama dengan eksperimen II.
2.
Uji Hipotesis Nilai Afektif antara kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II H0 : nilai prestasi belajar aspek afektif siswa kelas eksperimen I sama dengan siswa kelas eksperimen II. H1 : nilai prestasi belajar aspek afektif siswa kelas eksperimen I tidak sama dengan siswa kelas eksperimen II. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 26 dapat dirangkum dalam Tabel 4.9 sebagai berikut. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
78
Tabel 4.9. Hasil Uji t- dua Pihak Nilai Afektif Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II Kelompok Sampel
Rata-Rata
Variansi
t
Kelas Eksperimen I
13,357
5,7196
─ 2,6888
Kelas Eksperimen II
15
4,7407
Kesimpulan dari uji tersebut adalah pada prestasi afektif, thitung = 2,6888 < ttabel -1,999, maka H0 (nilai prestasi belajar afektif siswa kelas eksperimen I sama dengan kelas eksperimen II) ditolak. Hal ini berarti nilai prestasi belajar aspek afektif siswa kelas eksperimen I tidak sama dengan eksperimen II.
3. Uji Hipotesis Nilai Psikomotor antara kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II H0 : nilai prestasi belajar aspek psikomotor siswa kelas eksperimen I sama dengan siswa kelas eksperimen II. H1 : nilai prestasi belajar aspek psikomotor siswa kelas eksperimen I tidak sama dengan siswa kelas eksperimen II. Berdasarkan perhitungan pada Lampiran 29 dapat dirangkum dalam Tabel 4.10 sebagai berikut. Tabel 4.10. Hasil Uji t- dua Pihak Nilai Psikomotor Kelas Eksperimen I dan Kelas Eksperimen II Kelompok Sampel
Rata-Rata
Variansi
t
Kelas Eksperimen I
10,893
2,1733
─ 0,568
Kelas Eksperimen II
11,107
1,8029
Kesimpulan dari uji tersebut adalah pada prestasi psikomotor, thitung = 0,568 > ttabel-1,999, maka H0 (nilai prestasi belajar aspek psikomotor siswa kelas eksperimen I sama dengan kelas eksperimen II) diterima. Hal ini berarti nilai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
79
prestasi belajar aspek psikomotor siswa kelas eksperimen I sama dengan eksperimen II.
E. Pembahasan Hasil Analisis Data Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa pada pembelajaran kimia dengan metode inkuiri terbimbing dan Learning Cycle 5E terhadap prestasi belajar siswa kelas XI semester II SMA Negeri I Ngemplak, Boyolali tahun ajaran 2011/ 2012 pada materi pokok Koloid. Prestasi belajar yang dimaksud mencakup aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor. Sampel dari penelitian ini diperoleh dari uji t-matching terhadap nilai tengah semester ganjil siswa kelas XI IPA 1, XI IPA 2 dan XI IPA 3. Dari uji tersebut diperoleh data bahwa ketiga sampel tersebut setara, sehingga peneliti mengambil XI IPA 1 dan XI IPA 2 sebagai sampel dalam penelitian ini. Kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen I dengan metode inkuiri terbimbing, sedangkan pada kelas XI IPA 2 sebagai kelas eksperimen II dengan metode Learning Cycle 5E. Dengan demikian dalam penelitian ini akan dilakukan komparasi antara dua metode yaitu inkuiri terbimbing dengan Learning Cycle 5E dalam pembelajaran kimia, khususnya pada materi koloid. Tujuan dari perbandingan dua metode ini dimaksudkan apakah ada perbedaan prestasi belajar dari kedua sampel tersebut. Dari dua metode ini, masingmasing metode memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari metode inkuiri terbimbing ini antara lain meningkatkan potensi intelektual anak, siswa melakukan penemuan sehingga mampu mengurangi pola belajar siswa dari belajar menghafal. Disamping kelebihan tersebut, inkuiri juga mempunyai kekurangan yaitu metode ini memakan waktu yang cukup banyak, memerlukan berbagai sumber, sarana dan fasilitas yang memadai, jika siswa belum terbiasa menggunakan metode inkuiri, maka akan menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Sehingga dalam metode ini peneliti mengenalkan metode inkuiri dengan cara dibimbing perlahan-lahan untuk menemukan konsep.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
80
Metode Learning Cycle 5E, siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran, hal itu dikarenakan proses pembelajaran berpusat pada siswa. Dimana siswa menemukan konsep lewat eksperimen sehingga pengetahuan yang mereka dapat lebih bertahan lama, pada tahap elaboration siswa menerapkan konsep dan ketrampilan yang mereka peroleh ke dalam problem solving (mengerjakan soal-soal yang telah disiapkan). Diharapkan dengan problem solving menambah pemahanan siswa. Disisi lain, Learning Cycle 5E ini juga banyak kelemahan antara lain, menuntut kesungguhan dan kreativitas guru dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajaran, memerlukan pengelolaan kelas yang lebih terencana dan terorganisasi, memerlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran. Dari kekurangan dua metode diatas, maka kegiatan eksperimen hanya diadakan dua pertemuan. 1.
Penilaian Kognitif Sebelum dilakukan pembelajaran materi pokok koloid terlebih dahulu dilakukan pretest. Pretest digunakan untuk mengetahui kemampuan awal siswa, seberapa jauh siswa telah memiliki pengetahuan mengenai pelajaran yang akan diikutinya. Rata-rata nilai pretest untuk kelas eksperimen I sebesar 25,0714 dan kelas eksperimen II sebesar 23,9286. Selanjutnya kedua kelas sampel masingmasing dikenai perlakuan. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan inkuiri terbimbing dan Learning Cycle yang pertama kali dilakukan peneliti adalah membagi siswa menjadi 7 kelompok, masing-masing kelompok beranggotakan 4 siswa untuk berdiskusi. Guru menyiapkan masalah/ persoalan yang sering dialami siswa dalam kehidupan sehari-sehari yang akan dipecahkan dengan Inkuiri Terbimbing. Selanjutnya siswa menyusun hipotesis dari permasalahan tersebut, saat hipotesis siswa ada yang salah peneliti tidak membetulkan hipotesis tersebut, melainkan mempertegas maksud dari permasalahan diatas. Siswa mengumpulkan data dari hasil eksperimen yang mereka lakukan. Dalam pengumpulan data ini akan terlihat apakah hipotesis yang mereka buat sudah benar atau salah. Setelah itu, siswa menganalisis data commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
81
untuk membuktikan hipotesisnya. Setelah siswa menganalisis hasil pengamatan, guru meluruskan dan memberikan penguatan di akhir pelajaran. Disini peran guru sangat penting, dikarenakan siswa di SMA Negeri 1 Boyolali belum pernah mengalami metode pembelajaran yang aktif sehingga guru banyak membimbing agar tidak terjadi miskonsepsi pada siswa. Setelah kedua kelas diberi perlakuan selama 12 jam pertemuan, maka diadakan postest untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan siswa terhadap materi koloid dengan metode pembelajaran yang baru. Berdasarkan hasil posttest kognitif seperti yang ditunjukkan pada Lampiran 23 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai posttest kelas eksperimen I adalah 74,786 dan kelas eksperimen II adalah 77,321. Rata- rata nilai pretest-posttest tersebut maka dapat dilihat ratarata selisih nilainya, yaitu pada kelas eksperimen I mengalami peningkatan sebesar 49,714 sedangkan pada kelas eksperimen II adalah 53,393. Hal ini menunjukkan bahwa dengan kemampuan yang setara ternyata setelah diberikan perlakuan yang berbeda maka diperoleh hasil yang berbeda pula. Hal ini diperkuat dengan hasil uji t-dua pihak, diperoleh thitung = (-3,679) berada diluar daerah kritis dengan harga ttabel = (-1,999). Berarti thitung berada didaerah penolakan Ho ( nilai prestasi belajar aspek kognitif kelas eksperimen I sama dengan kelas eksperimen II). Perbedaan itu juga terlihat pada histogram Gambar 4.1, histogram tersebut menunjukkan bahwa kelas eksperimen II memiliki selisih nilai yang lebih tinggi daripada kelas eksperimen I. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan pada prestasi belajar aspek kognitif dari kedua kelas eksperimen tersebut. Perbedaan prestasi belajar dari kedua kelas dimungkinkan adanya perbedaan pelaksanaan dari kedua metode tersebut. Perbedaan itu terletak pada tahap engagement, elaboration dan evaluation. Pada metode inkuiri disini tahap fase engagement (fase dimana siswa diberi semangat belajar, adanya persoalan atau permasalahan yang harus diselesaikan siswa dengan inkuiri) tidak ada, hanya apersepsi guru untuk mengawali pelajaran. Sedangkan elaboration disini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
82
tidak terdapat tahap problem solving hanya merumuskan hipotesis dan melakukan eksperimen. Tahap evaluation merupakan tahap akhir dari suatu metode pembelajaran. Pada inkuiri tahap akhirnya hanya menyimpulkan kesimpulan, mengingatkan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya dan menutup pelajaran. Pada metode Learning Cycle tahap engagement merupakan langkah awal pembentukan pengetahuan. Tahap ini menuntut perhatian, minat dan rasa ingin tahu siswa. Dengan rasa keingintahuan siswa yang tinggi mampu mengaktifkan proses pembelajaran. Setelah itu, siswa menghubungkannya dengan pengalamannya dalam kehidupan sehari-hari. Materi koloid ini banyak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga siswa dengan mudah mengkaitkan materi dengan aplikasi nyata dalam kehidupan. Sedangkan, tahap elaboration (siswa menerapkan konsep dan ketrampilan yang telah diperolehnya ke dalam problem solving (mengerjakan soal-soal yang telah disiapkan)). Setelah praktikum siswa mengerjakan latihan soal-soal yang ada di LKS maupun soal dari buku paket. Dengan banyak latihan soal-soal siswa terlatih memecahkan masalah secara mandiri maupun kelompok. Pada tahap evaluation (siswa mengevaluasi diri dengan cara mengajukan pertanyaan terbuka dan mencari jawaban dengan bukti, penjelasan, data yang diperoleh sebelumnya, siswa dengan guru bersama-sama melihat dan menganalisis kekurangan/ kelebihan dari proses pembelajaran). Disinilah siswa dan peneliti sama-sama mengoreksi kekurangan saat pelaksanaan pembelajaran. Sehingga bisa untuk masukan pada pertemuan berikutnya. Proses pembelajaran dengan metode Learning Cycle 5E dapat meningkatkan kinerja ilmiah siswa, termasuk pengetahuan dan tingkat pemahaman. Persepsi siswa terhadap kegiatan belajar juga berdampak positif (Tzu-Chien Liu, Hsinyi Peng, Wen-Hsuan Wu, 2009). 2.
Penilaian Afektif Perbedaan prestasi belajar tidak hanya terjadi pada aspek kognitif saja. Pada aspek afektif ini menggunakan lembar observasi yang mana lembar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
83
observasi tersebut diisi oleh observer. Sehingga pada aspek ini tidak ada nilai selisih pretes dan posttest. Nilai afektif ini diambil pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada aspek afektif nilai yang diperoleh pada eksperimen I adalah 13,357 dan untuk kelas eksperimen II sebesar 15. Untuk hasil uji t- dua pihak terhadap prestasi belajar afektif ini diperoleh thitung = (2,6888) yang berada diluar daerah kritis dengan harga ttabel = (-1,999). Berarti thitung berada didaerah penolakan Ho (nilai prestasi belajar aspek afektif kelas eksperimen I sama dengan kelas eksperimen II). Perbedaan itu juga terlihat pada histogram Gambar 4.2, histogram tersebut menunjukkan bahwa kelas eksperimen II memiliki nilai yang lebih tinggi daripada kelas eksperimen I. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan pada prestasi belajar aspek afektif dari kedua kelas eksperimen tersebut. Aspek afektif dalam penelitian ini hanya mencakup aspek yang bisa dilihat dengan panca indera yaitu sikap dan minat dari siswa. Seorang siswa akan sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal apabila siswa tersebut tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu, dalam hal ini adalah pelajaran kimia. Diketahui bahwa aspek afektif ini akan mempengaruhi aspek yang lain, yaitu aspek kognitif. Dilihat dari lembar observasi aspek afektif menunjukkan bahwa sikap dan minat dari kelas eksperimen II lebih tinggi dari kelas eksperimen I. Data selengkapnya bisa dilihat pada Lampiran 24. Di kelas eksperimen II siswa terlihat memiliki perhatian yang tinggi terhadap pelajaran. Hal itu terlihat saat siswa mengerjakan tugas koloid yaitu laporan praktikum. Disini siswa dalam menganalisis hasil pengamatan merujuk dari berbagai sumber (searching di internet, buku paket dan buku pendukung lainnya). Dalam berdiskusi mereka juga memberikan umpan balik pada kelompok lain. Berbeda dengan kelas eksperimen I, kelas ini kurang memiliki perhatian yang tinggi terhadap pelajaran kimia. Dari pengumpulan tugas sering terlambat, soal-soal di LKS tidak digunakan untuk latihan soal. Bahkan LKSnya tidak dibawa saat pelajaran commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
84
berlangsung. Diskusi pada kelas ini terlihat pasif, hal itu dikarenakan banyak siswa yang tidak membawa buku pelajaran. Sehingga banyak siswa yang saling pinjam meminjamkan buku. Hal itu menyebabkan kegaduhan, konsentrasi siswa terhadap pelajaran akan berkurang dan bisa menyebabkan siswa menjadi malas dan bosan. 3.
Aspek Psikomotor Selain aspek kognitif dan afektif, aspek psikomotor dalam pembelajaran kimia juga bisa diukur. Aspek tersebut berkaitan dengan ketrampilan siswa terutama dalam kegiatan praktikum. Pada materi pokok koloid nilai psikomotor diambil dari ketrampilan dalam praktikum di laboratorium. Dari uji t- dua pihak terhadap prestasi belajar psikomotor ini diperoleh thitung (-0,568) > - ttabel (-1,999) yang berarti thitung berada di daerah penerimaan Ho (prestas belajari aspek psikomotor kelas eksperimen I sama dengan kelas eksperimen II). Sehingga dapat dikatakan tidak terdapat perbedaan prestasi belajar aspek psikomotor pada kelas eksperimen I dengan kelas eksperimen II pada materi pokok koloid. Tidak adanya perbedaan prestasi dari kedua metode tersebut disebabkan oleh tidak adanya sintaks yang menerangkan langkah pelaksanaan praktikum. Petunjuk pelaksanaan praktikum hanya berasal dari petunjuk LKS. Sehingga tidak ada perbedaan sintaks dari pelaksanaan kedua metode tersebut terhadap aspek psikomotor. Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
pengaruh prestasi belajar kognitif dan afektif siswa tetapi tidak terdapat perbedaan pengaruh prestasi belajar psikomotor siswa pada kelas eksperimen I (metode Inkuiri Terbimbing) dengan kelas eksperimen II (metode Learning Cycle 5E) pada materi pokok koloid.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan kajian teori dan didukung adanya hasil analisis serta mengacu pada perumusan masalah yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Ada perbedaan prestasi belajar aspek kognitif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok Koloid. Dari uji statistik t-dua pihak menunjukkan harga t hitung < - t ( 0,975; 56) = ─ 3,679 < ─1,999. Selain itu juga terlihat pada rata-rata nilai postest sebesar 74,786 untuk kelas eksperimen I dan 77,321 untuk kelas eksperimen II.
2.
Ada perbedaan prestasi belajar aspek afektif siswa antara penggunaan metode Inkuiri Terbimbing dengan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok koloid. Dari uji statistik t-dua pihak menunjukkan harga t hitung < - t ( 0,975; 56) = ─ 2,6888 < ─1,999. Selain itu juga terlihat pada nilai afektif sebesar 13,357 untuk kelas eksperimen I dan 15 untuk kelas eksperimen II.
3.
Tidak ada perbedaan prestasi belajar aspek psikomotor siswa antara penggunaan Inkuiri Terbimbing dengan metode Learning Cycle 5E pada materi pokok koloid. Dari uji statistik t-dua pihak menunjukkan harga t hitung > - t (
0,975; 56)
= ─ 0,568 > ─ 1,999. Selain itu juga terlihat pada nilai
psikomotor sebesar 10,893 untuk kelas eksperimen I dan 11,107 untuk kelas eksperimen II.
commit85to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
86
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan di atas, implikasi yang dapat penulis sampaikan sebagai berikut: 1.
Implikasi Teoritis a.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya dan dapat digunakan oleh guru, siswa serta penyelenggara sekolah untuk mengembangkan
dan
meningkatkan
proses
pembelajaran
guna
meningkatkan prestasi belajar siswa. b.
Metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E cocok diterapkan pada pembelajaran kimia khususnya pada materi yang menuntut siswa untuk menemukan konsep.
2.
Implikasi Praktis a.
Untuk pembelajaran kimia materi koloid sebaiknya disajikan dengan metode Learning Cycle 5E.
b.
Metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E cocok diterapkan pada pembelajaran kimia khususnya pada materi yang menuntut siswa melakukan kegiatan praktikum
C.
Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut : 1.
Dalam mengajar materi pokok koloid dapat digunakan metode Learning Cycle 5E dilengkapi media LKS untuk mengoptimalkan prestasi belajar.
2.
Untuk penerapan metode pembelajaran Learning Cycle 5E dan Inkuiri Terbimbing dalam proses pembelajaran sebaiknya dilakukan dengan persiapan yang matang, sehingga pembelajaran dapat berjalan lancar sesuai commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
87
dengan rencana. Beberapa hal yang perlu disiapkan dalam penggunaan metode pembelajaran Learning Cycle 5E dan Inkuiri Terbimbing antara lain: persiapan semua media pembelajaran yang akan digunakan, persiapan materi dan kelas yang akan digunakan untuk proses pembelajaran, sarana dan fasilitas yang memadai. 3.
Untuk memperkuat penelitian ini, maka perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing dan Learning Cycle 5E pada materi koloid dengan uji t-pihak kanan.
4.
Untuk peneliti selanjutnya perlu ditambahkan tentang perbedaan sintaks pembelajaran untuk aspek psikomotor pada metode pembelajaran Learning Cycle 5E dan Inkuiri Terbimbing.
commit to user