1
STUDI KASUS PENGARUH VORTEX INDUCED VIBRATION PADA FREESPAN PIPA PERTAMINA HULU ENERGI-OFFSHORE NORTH WEST JAVA Senna Andyanto Putra, Ir. Imam Rochani,M.Sc dan Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc. Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected] Salah satu bagian penting dalam desain sebuah sistem pipa bawah laut adalah mempertimbangkan terjadinya freespan pada pipa bawah laut. Analisa freespan dilakukan setelah tahap perancangan tebal pipa, pemilihan material pipa, pemilihan rute pipa, dan penentuan proteksi sistem pipa. Freespan juga rentan terjadi kegagalan akibat tegangan yang berlebihan dan vortex dari arus dan gelombang. Kegagalan pada bentangan tersebut akan mengakibatkan kerusakan pada struktur subsea pipeline. Oleh karena itu, hasil inspeksi bentangan bebas yang terjadi di seabed perlu dianalisa. Analisa umum ini meliputi panjang span dan nilai dari frequency vortex shedding. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui berapa panjang span efektif, dan mengetahui besarnya frequency vortex shedding yang terjadi pada freespan tersebut. Setelah itu, bentangan dianalisa lagi untuk mengetahui panjang span efektif, sehingga dapat diketahui apakah pipa tersebut allowable atau tidak. Setelah allowable span diketahui, dilakukanlah perhitungan frekuensi natural dan frekuensi vortex shedding. Dengan menggunakan kriteria yang ada dalam DNV RP F 105, diketahui ternyata nilai span efektif untuk kondisi in-line sebesar 43,066, sedangkan untuk kondisi cross-flow sebesar 42,0686. Untuk frekuensi vortex shedding diketahui memiliki nilai 0,263 Hz, lebih kecil dari frekuensi natural pipa yang bernilai 0,8688. Sehingga vortex yang terjadi dianggap tidak berbahaya terhadap pipa dan tidak perlu dilakukan mitigasi. Kata kunci : subsea pipeline, free span, cross-flow, inline, allowable span, frequency vortex shedding. I. PENDAHULUAN Minyak dan gas merupakan sumber energi paling banyak yang digunakan oleh manusia. Sumber energi ini merupakan bagian mendasar pada kebutuhan hidup umat manusia. Hal ini menyebabkan semakin intensifnya usaha pencarian dan eksplorasi migas di daerah lepas pantai dan laut dalam.Untuk mengakomodasi penyaluran minyak dan gas bumi dari sumursumur minyak di Lepas pantai dan di laut dalam, maka
digunakan jaringan pipa bawah laut sebagai alternatif yang paling mudah, aman, dan efisien. Tugas akhir ini adalah proyek instalasi pipeline APNEA milik PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sepanjang 6,01 miles (11,13 km). Pada saat beroperasi, pipa akan menerima gaya tambahan berupa tekanan internal yang berasal dari aliran fluida di dalamnya dan tekanan longitudinal yang disebabkan oleh pemuaian akibat meningkatnya suhu. Bentangan bebas pada pipa (freespan) akan menimbulkan tegangan pada pipa akibat terdefleksinya pipa. Bentangan bebas (freespan) dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya akibat kondisi batimetri yang tidak rata, akibat proses penggerusan dasar laut (scouring), dan juga akibat crossing dengan pipa lain yang telah ada. Freespan harus dapat perhatian khusus dalam proses desain pipa bawah laut karena kondisi ini dapat menyebabkan vibrasi atau biasa dikenal sebagai fenomena Vortex Induce Vibration (VIV). Freespan yang terjadi akan menimbulkan gerakan osilasi pipa sehingga menyebabkan kegagalan pada saat tertentu jika frekuensinya melebihi frekuensi natural pipa (Guo dkk, 2005). Pada analisa freespan, yang dilakukan adalah menentukan panjang span maksimum yang diijinkan agar syarat-syarat keamanan terpenuhi. Untuk beban dinamis, panjang span yang diijinkan adalah agar frekuensi natural pipa tidak sama dengan frekuensi aliran penyebab getaran. II. DASAR TEORI Freespan pada pipa bawah laut dapat terjadi ketika kontak antara pipa dan seabed hilang dan memiliki jarak pada permukaan seabed (Guo dkk, 2005). Freespan pada pipa dapat terjadi karena (DnV, 2006) : • Permukaan seabed yang tidak merata. • Perubahan kontur dasar laut ( akibat scouring, sand waves ) • Support buatan. Adanya freespan pipa ini membutuhkan sebuah analisa. Hal ini karena pada freespan pipa bekerja gaya-gaya (fatigue, buckling, ovalisasi).
2 2.2.2 Jenis-jenis Pembebanan Menurut Kenny (1993), beban yang bekerja pada pipa dibagi menjadi 2 kategori, antara lain : 1. Functional Load Beban fungsional ini merupakan beban yang bekerja pada pipa sebgai akibat dari keberadaan pipa itu sendiri tanpa dipengaruhi oleh beban lingkungan. Beban fungsional antara lain adalah beban dari berat pipa itu sendiri, termasuk berat struktur baja pipa, berat lapisan anti korosi, lapisan selubung beton, beban akibat tekanan dalam yang diberikan pada pipa, beban akibat suhu yang cukup tinggi di dalam pipa, serta beban akibat sisa instalasi. 2. Environmental Load Beban ini bekerja pada pipa akibat adanya kondisi lingkungan yang terjadi. Untuk beban pada pipa bawah laut, tentunya yang mempengaruhi adalah beban gelombang dan arus. Untuk mendapatkan data beban lingkungan yang tentunya bersifat acak, maka data yang digunakan untuk analisa adalah data dengan periode ulang (return period). Periode ulang merupakan data rata-rata beban yang terjadi. 2.3 Massa Efektif Massa efektif pipa adalah total dari masa pipa termasuk coating, masa fluida dalam pipa dan masa air laut yang dipindahkan oleh pipa. Dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut : me = mp + mf + ma (2.1) dengan, me = massa efektif (Kg/m) mp = massa pipa termasuk coating (Kg/m) mf = massa fluida dalam pipa (Kg/m) ma = massa yang di tambahkan (Kg/m)
M struktur = M pipa + M coat + M concrete
[D - (D - 2t ) ]r p = [(D + 2t ) - D ]r 4 p ) = [(D + 2t + 2t 4
M coat M concrete
dengan, Mstruktu r Mpipa Mcoat Mconcrete D Ρ t
p
2
2
4
pipa
2
coat
pipa
p ´ ID 2 ´ r fluida 4
(2.3)
dengan, Mfluida = massa fluida dalam pipa (Kg/m) ID = Inside diameter (m) ρ = massa jenis fluida (Kg/m3) Massa yang ditambahkan atau (added mass) dihitung sebagai berikut : 𝜋𝜋
Ma = Ca x x D2 x P 4
Ca = 0.68 +
(2.4)
1.6
(2.5)
𝑒𝑒 𝐷𝐷
�1+5� ��
dengan, Ma = massa yang ditambahkan (Kg/m) Ca = koefisien massa yang ditambahkan D = diameter luar pipa (m) ρ = massa jenis air laut (Kg/m3) e = gap freespan (m) 2.4 Beban Gelombang Beban hidrodinamis yang terjadi pada pipa adalah beban gelombang dan arus. 2.4.1 Penentuan Teori Gelombang Teori gelombang yang akan digunakan dalam perancangan dapat ditentukan dengan menggunakan formulasi matematika dari teori gelombang linier sebagai berikut : 𝐻𝐻
𝑔𝑔𝑔𝑔2
��
𝑑𝑑
𝑔𝑔𝑔𝑔2
�
(2.6)
Hasil dari formulasi matematika tersebut kemudian disesuaikan dengan grafik Daerah Aplikasi Teori Gelombang “Regions of Validity of Wave Theories”, seperti terlihat pada Gambar 2.1 sehingga dapat diketahui teori gelombang yang akan digunakan.
2
coat 2
coat
M fluida =
�
Massa pipa termasuk coating dihitung sebagai berikut : M pipa =
Massa fluida dalam pipa di hitung sebagai berikut :
concrete
]
- (D + 2tcoat ) r concrete 2
= massa pipa termasuk coating (Kg/m) = masa pipa (Kg/m) = massa lapisan coating (Kg/m) = massa lapisan concrete (Kg/m) = diameter luar pipa (m) = massa jenis (kg/m3) = tebal (m)
(2.2)
Gambar 2.1. Grafik Region of Validity (Mousselli, 1981)
3 2.4.2 Teori Gelombang Stokes Orde 2 Teori gelombang Stokes Orde 2 merupakan teori gelombang amplitudo berhingga, untuk itu harus diperhatikan besaran-besaran yang berorde lebih tinggi. Jika pada teori gelombang Airy (linier) hanya memperhatikan suku pertama dari ruas kanan, maka pada teori gelombang stokes orde 2, diperhitungkan dua suku pertamanya. Stokes mengembangkan teori orde kedua ini untuk gelombang yang memiliki tinggi gelombang kecil tetapi berhingga (Triatmodjo, 1999). Persamaan untuk kecepatan partikel air pada teori gelombang Stokes orde 2 , yaitu : u=
𝜋𝜋𝜋𝜋 cos ℎ 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑇𝑇
sin 𝑘𝑘𝑘𝑘
3
cosθ + � 4
𝜋𝜋𝜋𝜋 𝐿𝐿
�
𝜋𝜋𝜋𝜋 cosh 2𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑇𝑇 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ℎ 4 𝑘𝑘𝑘𝑘
cos2θ
(2.7)
Sedangkan persamaan untuk percepatan partikel air adalah: 𝑑𝑑𝑑𝑑 𝑑𝑑𝑑𝑑
=
2𝜋𝜋 2 𝐻𝐻 cos ℎ 𝑘𝑘𝑘𝑘 𝑇𝑇
sin 𝑘𝑘𝑘𝑘
sinθ +
3𝜋𝜋 2 𝐻𝐻 𝑇𝑇 2
�
𝜋𝜋𝜋𝜋 𝐿𝐿
�
𝜋𝜋𝜋𝜋 cosh 2𝑘𝑘𝑘𝑘
𝑇𝑇 𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠𝑠 ℎ 4 𝑘𝑘𝑘𝑘
sin 2θ
(2.8)
θc
= sudut arah datang arus
Ilustrasi mengenai beban arus yang bekerja pada pipa dapat dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Kecepatan efektif pada pipa (Braestrup, 2005) Untuk mendapatkan parameter kekasaran seabed, dapat ditentukan dengan menggunakan Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Parameter kekasaran seabed (DNV RP F109 2010)
Nilai s dan k pada persamaan teori gelombang stokes orde 2 diketahui dari persamaan berikut: S=d+y (2.9) k=
2𝜋𝜋
(2.10)
𝐿𝐿
dengan, d = kedalaman laut, (m) k = angka gelombang H = tinggi gelombang pada kedalaman yang ditinjau, (m) T = periode gelombang, (sec) C = cepat rambat gelombang, (m/sec) s = jarak vertikal titik yang ditinjau dari dasar laut, (m) y = jarak vertikal suatu titik yang ditinjau terhadap muka air diam, (m) L = panjang gelombang pada kedalaman yang ditinjau, (m) g = percepatan gravitasi, (m/sec2) θ = sudut fase 2.4.3 Perhitungan Kecepatan Arus Rumus yang digunakan untuk menghitung kecepatan arus adalah, sebagai berikut : UD = �
𝑍𝑍𝑍𝑍
𝐷𝐷
�1+ 𝐷𝐷 �.𝑙𝑙𝑙𝑙 �𝑍𝑍𝑍𝑍 +1�−1 𝑧𝑧𝑧𝑧 𝑙𝑙𝑙𝑙 � +1� 𝑍𝑍𝑍𝑍
. sin(𝜃𝜃𝜃𝜃)�
dengan, UD = Kecepatan partikel air, (m/sec) D Zo
= diameter luar pipa, (m) = parameter kekasaran seabed
Zr Ur
= Ketinggian diatas seabed (m) = kecepatan arus, (m/sec)
(2.11)
2.4.4 Reynold Number Bilangan Reynold mengindikasikan bentuk aliran yang terbentuk dan berhubungan dengan tahanan suatu benda. Bilangan Reynold itu sendiri dirumuskan sebagai berikut : 𝑅𝑅𝑒𝑒 =
𝑈𝑈𝑐𝑐 𝐷𝐷𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡𝑡 𝑣𝑣𝑘𝑘
(2.12)
dengan, vk = viskositas kinematis fluida untuk air laut (m2/sec) D = diameter luar pipa (m) Ue = kecepatan efektif partikel (m/sec) 2.5 Gaya Drag Gaya drag terjadi akibat gesekan fluida dengan dinding struktur (skin friction) serta dan akibat vorteks di belakang struktur (form drag) (Anastasio, 2007). Sebagian besar gaya drag disebabkan karena vorteks. Komponen gaya drag yang terbesar merupakan form drag. Persamaan untuk mendapatkan gaya drag adalah : 1
FD = ρ CD U |U| 2
dengan, ρ = massa jenis fluida (kg/m3) CD = koefisien Drag
(2.13)
4 D U
= diameter luar pipa (m) = kecepatan efektif Partikel (m/s)
2.6 Gaya Inersia Gaya inersia yang bekerja pada struktur adalah sama dengan gaya inersia yang fluida yang dipindahkan struktur. Besarnya gaya inersia bisa diperoleh melalui persamaan : Fi = ρ Cm �
𝜋𝜋𝜋𝜋 2 4
𝑑𝑑𝑑𝑑
�� � 𝑑𝑑𝑑𝑑
(2.14)
dengan, ρ = massa jenis fluida (kg/m3) CM = koefisien Inersia D = diameter luar pipa (m) du/dt = percepatan horizontal partikel (m/sec2) Gaya inersia ini hanya diperhitungkan untuk gaya yang diakibatkan gelombang. Untuk struktur besar dengan D/L > 0.2, gaya inersia tidak lagi merupakan inersia dari massa fluida yang dipindahkan tetapi diperoleh dari tekanan dinamis gelombang pada struktur akibat difraksi gelombang (Anastasio, 2007). 2.7 Gaya Lift Gaya lift adalah gaya dalam arah tegak lurus aliran/rambatan gelombang. Gaya angkat terjadi bila terdapat perbedaan konsentrasi streamline. Jika terdapat konsentrasi streamline di atas silinder akan mengakibatkan gaya angkat. Jika terdapat celah sempit diantara silinder dan seabed, konsentrasi streamline bawah silinder akan mengakibatkan gaya angkat negatif ke arah bawah (Anastasio, 2007). Besarnya gaya lift dapat diperoleh melalui persamaan : 1
FL = ρ CL D Ue2 2
(2.15)
dengan, ρ = massa jenis fluida (kg/m3) CL = koefisien lift D = diameter luar pipa (m) Ue = kecepatan efektif Partikel (m/sec)
2.8 Analisa Free Span Dinamis Adanya pembebanan pada pipa akan menimbulkan getaran yang cukup besar pada pipa. Getaran yang muncul akan menghasilkan frekuensi yang cukup besar. Peristiwa yang terjadi akibat getaran tersebut dapat dikatakan sebagai getaran karena adanya vortex atau yang biasa disebut Vortex Induced Vibration (VIV). Osilasi pada pipa biasanya bergerak sejajar (in line) dengan arah aliran, tetapi juga bisa bergerak tegak lurus terhadap arah aliran, tergantung pada kecepatan arus dan panjang span (Guo dkk, 2005). Berikut ini adalah pengklasifikasian jenis osilasi (Naess,1985): a. Osilasi In-Line Flow Suatu bentangan pipa akan berosilasi searah aliran fluidaapabila nilai parameter kestabilan Ks < 1,2 , serta reduced velocity (VR) berada pada rentang 1.2 dan 3.5 ( 1.2 < VR < 3.5 ). Selain itu, osilasi jenis ini tidak akan terjadi bila memenuhi syarat sebagai berikut : 𝐺𝐺
𝐷𝐷
≥ 0,25 D
(2.16)
dimana G adalah gap ( jarak antara pipa bagian bawah dengan seabed). Angka Ks dan VR akan dijelaskan pada subbab berikutnya. b. Osilasi Cross Flow Suatu bentangan pipa akan berosilasi searah aliran fluida apabila nilai parameter kestabilan Ks < 1 6 , serta reduced velocity (VR) berada pada rentang 3.5 dan 10 ( 3.5 < VR < 10 ). Angka Ks dan VR akan dijelaskan pada subbab berikutnya. 2.8.1 Parameter Kestabilan Dalam Guo dkk. (2005), salah satu bagian penting dalam menganalisa gerak akibat vortex adalah parameter kestabilan. Parameter ini digunakan untuk menentukan respon maksimal akibat beban hidrodinamis, persamaannya adalah sebagai berikut : 𝐾𝐾𝑠𝑠 =
2𝑀𝑀𝑒𝑒 𝛿𝛿 𝑠𝑠 𝜌𝜌𝜌𝜌 2
(2.17)
dengan, Ks = parameter kestabilan Me = massa efektif pipa, (kg/m) 𝛿𝛿𝑠𝑠 = logaritmic decrement (0,125) 𝜌𝜌 = density air laut, (kg/m3) D = diameter luar pipa, (m) 2.8.2 Reduced Velocity Persamaan reduced velocity adalah sebagai berikut : Vr =
Gambar 2.3. Gaya Hidrodinamis pada pipa (Braestrup, 2005)
𝑈𝑈𝑈𝑈
fn D
dengan, Vr = Reduced Velocity (m/sec) Uc = Kecepatan arus (m/sec)
(2.18)
5 fn D
= frekuensi natural pipa (Hz) = diameter luar pipa (m)
Reduced Velocity baik untuk in-line flow maupun cross flow bisa diperoleh melalui grafik dibawah ini (Guo dkk, 2005)
2.11 Frekuensi Natural Suatu freespan memiliki frekuensi natural sebagai respon dinamiknya terhadap beban lingkungan dan operasi yang diterima. Besar frekuensi natural freespan dihitung berdasarkan persamaan berikut :
f n = C1 1 + CSF ´
Gambar 2.4 Reduced velocity for cross-flow oscillations (Guo dkk, 2005) Grafik diatas digunakan untuk memperoleh nilai Reduced Velocity untuk cross flow. Sedangkan untuk memperoleh nilai Reduced Velocity untuk In-line flow, menggunakan grafik dibawah berikut :
Gambar 2.5 Reduced velocity for in-line oscillations (Guo dkk, 2005) 2.10 Panjang Span Efektif Panjang span efektif merupakan panjang ideal span. Panjang span efektif, Leff, dapat diperoleh dari persamaan berikut ini : 4,73 ì Leff ï ï - 0,066b 2 + 1,02b + 0,63 =í 4,73 L ï 2 ï î 0,036b + 0,61b + 1 æ
K ´ L4 è (1 + CSF ) ´ EI
b = log 10 çç
ö ÷÷ ø
dengan, Ls = panjang span actual (m) K = kekakuan tanah relevan Leff = panjang span efektif (m)
untuk untuk
dengan, C1 dan C3 CSF E I Me Leff D Seff PE δ
E´I M E ´ L4eff
2 æ S æd ö ö ´ ç1 + eff + C3 ç ÷ ÷ ç PE è D ø ÷ø è
(2.20)
= koefisien kondisi batas, = concrete stiffnes enhancement factor = modulus Youngs untuk pipa (N/m2) = momen inersia pipa (m4) = massa efektif (kg/m) = panjang span efektif (m) = Diameter luar pipa (m) = gaya aksial efektif (N/m) = beban Euler (N) = defleksi statis (m)
2.12 Vortex Sheding Frequency Frekuensi Vortex bergantung pada kecepatan aliran dan diameter pipa. Freespan mulai berisolasi ketika frekuensi dari vortex shedding sebesar 1/3 dari frekuensi natural dan vibrasi bentangan pipa. Sehingga untuk tujuan mendesin pipa, perbandingan frekuensi vortex shedding harus lebih kecil dari 0,7 kali frekuensi naturalnya agar tidak terjadi osilasi. Pendekatan vortex shedding yang mendekati frekuensi natural pipa, secara teoritis ini dapat mengakibatkan adanya resonansi yang terjadi pada freespan. Jika frekuensi vortex mendekati sama dengan frekuensi freespan pipa, maka akan terjadi resonansi. Dalam Guo dkk. (2005), frekuensi vortex shedding adalah frekuensi dimana terjadi pusaran pada pipa. Persamaan frekuensinya adalah sebagai berikut: fs =
𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆𝑆
(2.21)
𝐷𝐷
dengan, f = frekuensi vortex shedding, (Hz) s
b ³ 2,7
S = Strouhal Number U = Kecepatan arus, (m/sec)
b < 2,7
D = diameter luar pipa, (m)
c
(2.19)
Dalam Guo dkk. (2005), Strouhal Number adalah frekuensi yang tak berdimensi (dimensionless) yang merupakan fungsi dari reynold numbers (Re). Dalam Mouselli (1981), nilai strouhal number dapat dicari melalui persamaan :
dengan,
𝑆𝑆 = �
0.21
𝐶𝐶𝐷𝐷0.75
�
(2.24)
6 CD = koefisien drag III. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisa Data Data yang dipakai dalam tugas akhir ini adalah proyek instalasi pipeline APNE-A PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) sepanjang 6,01 miles (11,13 km). Studi kasus yang diangkat dalam pengerjaan Tugas Akhir yaitu terdapatnya segmen pipa yang mengalami bentangan bebas di jalur pipeline . Analisa span ini dilakukan dengan survey jalur pada pipa milik PT. Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE-ONWJ). 4.1.1 Data Pipa Berikut adalah data material pipa gas Pertamina Hulu EnergiONWJ (PHE-ONWJ): Tabel 4.1 Data umum desain pipa (PHE-ONWJ, 2011) Parameter Outside Diameter (OD) Wall Thickness (ts) Density Steel (rs) Concreate Coating (tcc) Density of Concreate Coating (rcc) SMSY SMTS Modulus Young's (E) Coefficient of Thermal Expansion ()
Satuan m m Kg/m3 m
Nilai 0,61 0,0127 7850
3043,5 365 464 2,07 x 1011
1/0C
11,7 x 10-6
Tabel 4.2 Data umum desain pipa (PHE-ONWJ, 2011) Parameter
Satuan
Nilai
Poisson's Ratio (v)
-
0,3
Design Life
Tahun
25
Year Built
-
2011
Service
-
Operating Pressure Content Density
Gas
N/m
3
Kg/m
Tabel 4.3 Data lingkungan (Pertamina Hulu Energi-ONWJ, 2011) Parameter Significant Wave Height 1-years Significant Wave Period 1-years Significant Wave Height 100-years Significant Wave Period 100-years Current Speed 100% depth 1-years Current Speed 100% depth 100-years Water Depth Seawater Density
Satuan
Nilai
m
1,9
sec
6,9
m
3,3
sec
8,7
m/sec
0,71
m/sec
1,14
m
40,57 3
Kg/m 2
Kinematic Viscosity
m .sec
-1
1025 1.05 X 106
0,0067
Kg/m3 N/m2 N/m2 N/m2
2
digunakan untuk mendukung analisa struktur pipa akibat perilaku kondisi luar atau lingkungan sekitar pipa. Berikut tabel data lingkungan yang terjadi pada pipeline tersebut :
5x10
6
7,75
4.1.2 Data Lingkungan Data utama selain data pipa yang diperlukan dalam analisa Tugas Akhir ini adalah data lingkungan. Data lingkungan ini
4.2 Pembahasan 4.2.1 Analisa Dimensi Pipa Pipa bawah laut ini terdiri dari beberapa lapisan yaitu, pipa baja, lapisan coating atau anti-korosi dan lapisan pemberat atau concrete. Pipa dalam schedule NPS hanya terdiri lapisan baja saja belum ditambah lapisan coating dan concrete. Analisa pipa yang dianalisa harus menggunakan parameter diameter total. Untuk itu perlunya menghtiung diameter total pipa dari penjumlahan tebal lapisan yang ada. Tabel 4.4 Perhitungan dimensi pipa Variabel
Nilai
Satuan
Diameter total pipa
0.752
m
Momen inersia pipa
0,0011
m4
Momen inersia concrete
0.0128
m4
Luas internal pipa
0.2684
m2
Luas pipa baja
0.0238
m2
Luas pipa lapisan coating
0.0077
m2
Luas lapisan concrete
0.1442
m2
7 Dari Tabel 4.4 di atas dapat diketahui diameter total pipa (Dtot) sebesar 0.752 m. Parameter Dtot ini akan selalu digunakan dalam perhitungan pembahasan subbab berikutnya. Dimensi pipa yang lain seperti momen dan luasan pipa tiap lapisan memiliki nilai yang berbeda. Untuk momen inersia pipa baja lebih kecil dari pada momen inersia concrete, hal ini disebabkan tebal pipa baja lebih tipis dari pada tebal concrete. 4.2.2 Analisa Submerged Weight Pipa Analisa submerged pipa ini diperlukan untuk mengetahui beban lateral yang timbul akibat berat pipa itu sendiri. Berat pipa yang dihitung adalah berat material (baja), berat muatan pipa (dalam konisi operasi), berat coating, berat concrete, berat akibat bouyancy. Hasil perhitungan submerged weight pipa terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4.6 Perhitungan massa pipa terendam Variabel
Nilai
Satuan
Massa fluida
275,1100
Kg/m
Massa pipa baja
187,0750
Kg/m
Massa pipa coating
11,1184
Kg/m
Massa pipa concrete
438,8727
Kg/m
Massa bouyanci pipa
455,2494
Kg/m
Massa pipa tambah
552,80006
Kg/m
Massa efektif pipa
1464,9767
Kg/m
Tabel 4.5. Perhitungan Submerged weight pipa Variabel
Nilai
Satuan
Berat material
1834,5885
N/m
Berat coating
109,0348
N/m
Berat concrete
4303,8929
N/m
Berat fluida
2697,9212
N/m
Berat bouyancy
4464,4948
N/m
Submerged weight
4480,9426
N/m
4.2.3 Analisa Massa Efektif Pipa Analisa berikutnya yang terkait dengan struktur pipa adalah perhitungan massa efektif pipa tersebut. Parameter massa struktur pipa efektif terdiri dari susunan massa lapisan material pipa yang terdapat didalamnya disertai massa fluidanya dan massa lingkungan yang berinteraksi dengan pipa. Parameter ini sama halnya menghitung diameter total pipa sebelumnya, tetapi massa pipa efektif menambahkan massa fluida dalam pipa dan massa tambah akibat interaksi pipa dengan lingkungan. Massa tambah yang dimaksudkan ini adalah massa air laut yang dipindahkan oleh struktur pipa bawah laut tersebut (displacement pipa). Perhitungan massa pipa menggunakan persamaan yang terdapat pada Subbab 2.3. Dari persamaan tersebut, hasil perhitungan massa pipa terdapat pada Tabel di bawah berikut ini :
Tabel 4.6 di atas menunjukkan nilai massa efektif (Meff) pipa bawah laut sebesar 1464,9767 Kg/m. Parameter Meff ini selalu diperhitungkan dalam pembahasan analisa berikutnya. Perbedaan nilai pada tiap massa lapisan pipa dipengaruhi oleh nilai massa jenis material dan luasan tiap lapisan. Semakin besar nilai massa jenis material dan luasan lapisan, akan semakin besar nilai massa lapisan pipa tersebut. Menghitung massa efektif pipa bawah laut yaitu menjumlahkan nilai massa fluida, massa pipa baja, massa pipa coating, massa pipa concrete dan massa pipa tambah. Massa tambah dihitung dengan mengalikan massa bouyancy dengan koefisien massa tambah. 4.2.4 Analisa Gelombang Data lingkungan yang didapatkan dari perusahaan belum mencakup tentang kecepatan gelombang. Dalam analisa gelombang ini digunakan untuk mencari kecepatan efektif partikel gelombang dari data tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan. Kejadian tinggi gelombang dan periode gelombang signifikan yang dibutuhkan dalam analisa ini yaitu kala 1 tahunan dan 100 tahunan. Perhitungan kecepatan partikel gelombang harus sesuai dengan teori gelombang yang sesuai data gelombang yang terjadi. Untuk mengetahui teori gelombang yang akan dipakai, dengan cara menggunakan grafik region validity seperti dibawah ini:
8 4.2.5.1 Analisa Reynold Number Salah satu parameter untuk perhitungan freespan dinamis adalah bilangan reynold, dimana bilangan reynold merupakan rasio antara inertia force dan viscous force. Perhitungan reynold number menggunakan persamaan yang terdapat pada sub bab 24.4. Dari hasil perhitungan menggunakan persamaan diatas diperoleh nilai reynold number (Re) = 5,5388 x 106 4.2.5.2 Analisa Stabilitas Parameter Selain Bilangan Reynold, parameter lain yang digunakan untuk perhitungan panjang span maksimum dinamis adalah stability parameter, dimana parameter ini digunakan untuk menentukan respon maksimal akibat beban hidrodinamis (Kaye, et al). Persamaan untuk mendapatkan nilai stability parameter seperti yang ditunjukkan pada sub bab 2.8.1. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai Stabilitas Parameter (Ks) = 0,6352
Gambar 4.1 Mencari perpotongan nilai H/gT2 dan d/gT2 pada grafik teori gelombang (Mousselli, 1981) Validasi teori gelombang 100 tahunan seperti pada Gambar 4.4, yaitu menentukan titik perpotongan antara nilai H/gT2 sebesar 0,00444 dan nilai d/gT2 sebesar 0,05464. Untuk gelombang 1 tahunan sama juga seperti di atas, dari perpotongan tersebut diperoleh teori gelombang yang sesuai yaitu stokes orde 2. Kemudian dari teori gelombang tersebut dicari kecepatan dan percepatan partikel horizontal gelombang. Perhitungan kecepatan gelombang dan arus menggunakan persamaan yang terdapat pada sub.bab 2.4.2 dan 2.4.3. Berdasarkan persamaan tersebut, didapatkan hasil kecepatan gelombang (Uw) sebesar 0,116 m/sec dan kecepatan arus (Uc) sebesar 0,73 m/sec. 4.2.5 Analisa Panjang Bentangan Bebas dengan DNV RP F-105 Analisa panjang span menggunakan code DNV RP F-105 2006 merupakan analisa span pada pipa bawah laut yang menggunakan beberapa parameter lebih komplek lagi.
Gambar 4.2 Ilustrasi span di dasar laut (DnV, 2006)
4.2.5.3. Analisa Reduced Velocity Setelah bilangan Reynold dan Stability Parameter diketahui, maka kemudian mencari Reduced Velocity melalui grafik 2.4 dan 2.5 pada sub bab 2.8.2. Dari grafik tersebut didapatkan nilai Reduced Velocity untuk kondisi in-line (VRIL) = 0,9091. Sedangkan untuk reduced velocity untuk kondisi crossflow (VRCF) = 2,6988 4.2.5.4 Analisa Panjang Span Efektif Perhitungan panjang span menurut code ini, memperhitungkan panjang efektif dari panjang span aktual.. Perhitungan span efektif ini juga dipengaruhi oleh ketinggian span (gap) yang terjadi di lapangan. Setiap bentangan bebas yang terjadi di dasar laut memiliki gap yang berbeda-beda. Ini dapat diketahui dari hasil inspeksi visual terhadap jalur pipeline di seabed. Panjang span efektif ditinjau dari arah getarab inline dan crossflow. Persamaan yang digunakan dalam menghitung panjang tersebut berdasarkan pada sub bab 2.10. Berdasarkan persamaan tersebut diperoleh nilai panjang span efektif untuk kondisi in-line (Leff IL) = 43,5356 m,sedangkan panjang span efektif untuk kondisi crossflow (Leff CF) = 42,4952 m. Dari hasil perhitungan dapat diketahui nilai panjang span efektif (Leff) arah getaran inline lebih besar dari pada kondisi crossflow. Panjang span ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kecepatan arus, kecepatan gelombang, asumsi tumpuan pipa, gap, diameter pipa. Tumpuan pipa yang digunakan dalam analisa ini yaitu fix-fix. Kemudian yang membedakan Leff inline dengan Leff crossflow terletak pada parameter kekakuan tanah. Nilai kekakuan tanah arah inline lebih kecil dibandingkan arah crossflow. Semakin besar nilai kekakuan tanah, panjang span efektif semakin kecil.
9
4.3 Analisa Frekuensi Natural Pipa Perhitungan frekuensi natural bentangan bebas pipa diperlukan untuk mengetahui kondisi frekuensi struktur tersebut. Perhitungan frekuensi bentangan bebas pipa terdiri dari arah inline dan crossflow. Perhitungan frekuensi natural menggunakan persamaan yang terdapat pada sub bab.2.11. Dari perhitungan tersebut didapatkan nilai frekuensi pipa (fn) = 0,8688 Hz 4.4 Analisa Vortex Shedding Frekuensi Perhitungan frekuensi vortex sheding diperlukan untuk mengetahui nilai frekuensi yang diakibatkan oleh arus yang menabrak pipa freespan. Vortex tersebut akan menyebabkan perubahan tekanan hidrodinamis pada pipa. Freespan mulai berosilasi ketika freuensi dari vortex shedding sebesar 1/3 dari frekuensi natural dan vibrasi bentangan pipa. Sehingga untuk tujuan mendesain pipa, perbandingan frekuensi vortex shedding harus lebih kecil 0,7 kali dari frekuensi natural agar tidak terjadi osilasi. Perhitungan Vortex shedding menggunakan persamaan yang terdapat pada sub bab 2.12. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai vortex shedding frequency = 0,2663 Hz 4.5 Pemodelan dengan ANSYS CFD ANSYS CFD memungkinkan untuk memprediksi fenomena aliran fluida yang jauh lebih kompleks dan akurat. Langkahlangkah umum dalam mengerjakan ANSYS CFD yaitu pertama menggambarkan model permasalahan yang telah dideskripsikan terkait strukur dan fluida yang diinginkan melalui ICEM CFD. Kemudian, dilakukan meshing pada model yang dibuat dengan ukuran sekecil mungkin dan hasilnya dikonvert ke CFX- Pre Processor. Setelah itu, memberikan kondisi batas dan properties dalam model yang telah dibuat. Terakhir, dilakukan running dalam CFX-Solver manager dengan iterasi yang sesuai dan membaca hasilnya dalam CFX-Post Processor. Lebih detailnya dalam menyelesaikan tahap ANSYS CFD dibaha dalam peragraf selanjutnya. Langkah pertama dalam memodelkan struktur dalam ICEM CFD yaitu mendeskripsikan struktur dan fluida yang ingin dimodelkan. Dalam kasus ini, nilai panjang bentangan bebas pipa sebesar 33 m dan kedalaman span sebesar 0,3 m. Setelah itu, untuk mengalirkan fluida arus yang membentur struktur pipa. Ini bisa dimodelkan berbagai bentuk dengan syarat domain arus geometrinya lebih besar dari struktur pipa. Model domain arus laut dibuat geometri berbentuk balok serta didalamnya terdapat model bentangan bebas berbentuk geometri pipa sepanjang aslinya. Setelah itu, dilakukan surface area pada bagian model yang ingin diberikan boundary condition.
Pada Gambar 4.3 menunjukkan hasil geometri pemodelan yang diberi surface area pada geometri model. Berikut ini gambar awal pemodelan dengan bantuan ANSYS ICEM CFD,
Gambar 4.3 Model pipa dan domain arus yang diberi surface area Tahap berikutnya terkait pemodelan dengan bantuan ICEM CFD, memberikan nama sisi part yang dimodelkan. Seperti sisi balok yang digunakan untuk sumber pertama arus mengalir agar diberi nama inlet dan akhir arus bergerak diberi nama outlet. Sisi balok yang lain diberi nama wall. Kemudian untuk struktur bentangan bebas diberi nama pipa 1 dan pipa 2. Tahap selanjutnya diberi meshing pada model yang sudah dilakukan beberapa tahap seperti dijelaskan sebelumnya. Pemberian meshing yaitu memberikan ukuran element pada model. Berikut gambar di bawah ini terkait pemberian ukuran maximum element tiap part dan running meshing model yang sudah dibuat, yaitu :
Gambar4.4 Pemberian max. size element tiap part
Gambar 4.5 Hasil running meshing pada model Langkah kedua yaitu data pemodelan meshing dilakukan eksport data file ke ANSYS CFX-Pre. Setelah itu, membuka software ANSYS CFX-Pre dan import meshing yang sudah di running ICEM CFD. Proses ini melakukan pemberian batasbatas analisa yang dilakukan dalam model. Pemberian kondisi batas seperti inlet geomteri balok diberi nilai kecepatan arus sebesar 0,73 m/s (sesuai perhitungan periode 100 tahunan) dan
10 output diberi luaran pressure 0 Mpa, hal ini dimaksudkan untuk melihat pressure yang terjadi dalam pipa. Kemudian, part pipa dan sisi domain arus yang lain diberi boundary condition berupa wall. Setelah itu, di dalam inlet pipa diberi pressure sebesar Operating Pressure dan outlet diberi pressure 0 Mpa. Semua part sudah diberi boundary condition, file di pindahkan ke ANSYS Solver manager agar bisa di running lagi sesuai input yang diinginkan. Berikut ini gambar hasil pemberian boundary coundition pada tiap part model dan akan dilakukan running untuk melihat hasil yang dicapai yaitu : Gambar 4.8 Pola arah arus saat berinteraksi dengan struktur pipa Pada Gambar 4.13 melihatkan bentuk aliran fluida arus yang terjadi di depan dan belakang pipa. Arah aliran yang menabrak pipa berbentuk streamline sesuai bentuk geometri pipa. Tetapi untuk daerah belakang pipa yang tidak terkena arus mengalami sedikit vortex. Nilai Re yang telah dihitung manual sebesar 5,5388x106 , dan jika disesuaikan dengan teori daerah aliran (Lienhard 1966 dalam Techet 2005) sudah memenuhi. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN Gambar 4.6 Pemberian boundary coundition pada tiap part model
Gambar 4.7 Hasil running untuk fluida arus dengan kecepatan 0,73 m/s
Beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari proses analisa yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. N ilai panjang span efektif (Leff) arah getaran inline = 43,0666 m, sedangkan untuk arah getaran crossflow = 42,0686 m. Dari hasil perhitungan dapat diketahui nilai panjang span efektif (Leff) arah getaran inline lebih besar dari pada kondisi crossflow. Panjang span ini dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kecepatan arus, kecepatan gelombang, asumsi tumpuan pipa, gap, diameter pipa. Tumpuan pipa yang digunakan dalam analisa ini yaitu fix-fix. Kemudian yang membedakan Leff inline dengan Leff crossflow terletak pada parameter kekakuan tanah. Nilai kekakuan tanah arah inline lebih kecil dibandingkan arah crossflow. Semakin besar nilai kekakuan tanah, panjang span efektif semakin kecil. 2. Frekuensi vortex shedding yang terjadi pada bentangan bebas memiliki nilai yang lebih besar dibanding frekuensi natural pipa. Vortex shedding yang terjadi akibat dari beban dinamis yang mengenai pipa memiliki frekuensi sebesar 0,2663 Hz, sedangkan frekuensi natural yang dimiliki pipa sebesar 0,8688 Hz. Untuk tujuan mendesain pipa, perbandingan frekuensi vortex shedding harus lebih kecil 0,7 kali dari frekuensi natural agar tidak terjadi osilasi. Karena frekuensi vortex yang terjadi lebih kecil 0,7 kali dari frekuensi natural dari pipa, maka pipa tersebut dianggap aman.
11 UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Imam Rochani dan Bapak Hasan Ikhwani yang telah berkenan membimbing saya serta kepada Mas Wismu yang telah memberikan data-data yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dalam makalah ini. DAFTAR PUSTAKA Anastasio, B., (2007). Desain Ketebalan Dan Analisa Freespan Pada Pipa Bawah Laut. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Kelautan ITB. Bandung. Braestrup, M. W. (2005). Design and Installation of Marine Pipelines. Blackwell Science Ltd, UK. Det Norske Veritas Recommended Practice F105. (2002).Recommended Practices for Freespanning Pipelines. Det Norske Veritas, Norway. Det Norske Veritas Recommended Practices F 109. (2010).Recommended Practices for On-Bottom Stability Design Of Submarine Pipelines. Det Norske Veritas, Norway. Guo, B., Shanhong S., Jacob C., Ali G.(2005). Offshore Pipelines. Gulf Profesional Publishing, Burlington. USA. Kenny, J. P. (1993). Structural Analysis of Pipeline Spans. HSE Books. USA. Mouselli, A. H. (1981). Offshore Pipeline Design, Analysis and Methods. PennWell Books. Oklahoma. Naess, A. Almar. (1985). Fatigue Handbook Offshore Steel Structure. Trondheim. Triatmodjo, B., 1999. Teknik Pantai. Beta Offset, Yogyakarta