STUDI INVESTIGASI PENGOLAHAN SERTA PENGEMBANGAN INOVASI HYPERLINK EXTRACTION LOGAM TANAH JARANG BERBASIS POTENSI MONASIT DI INDONESIA
INDONESIAN PROCESS METALLURGY STUDENT PAPER COMPETITION
Oleh
HASFI FAJRIAN NURLY 3334111050
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA CILEGON – BANTEN 2014
2
HALAMAN PENGESAHAN
1. Judul Makalah
: Studi Investigasi Pengolahan Serta Pengembangan Inovasi Hyperlink Extraction Logam Tanah Jarang Berbasis Potensi Monasit di Indonesia
2. Pelaksana a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan / Program Studi d. Universitas / Institut e. No. HP f. Alamat Email g. Alamat Kampus
: Hasfi Fajrian Nurly : 3334111050 : Teknik Metalurgi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa : 08989887070 :
[email protected] : Jl. Jend. Sudirman Km. 3 Cilegon – Banten 42435
3. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar
: Didied Haryono ST.,MT
b. NIP
: 196705302002121001
c. Alamat Rumah
: PCI Blok E 38 No. 26 Cilegon - Banten
d. No. HP
: 08159625821
Cilegon, 13 Oktober 2014 Menyetujui Pelaksana
(Hasfi Fajrian Nurly) NIM. 3334111050
Ketua Jurusan / Program Studi
(Alfirano.,PhD) NIP.197406292003121001
Dosen Pendamping
(Didied Haryono ST.,MT) NIP.196705302002121001 ii
3
ABSTRAK
Logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth (RE) merupakan nama istilah dari 17 unsur lantanida ditambah scandium dan yttrium dengan karakteristik kimia yang mirip, logam tanah jarang sendiri merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. LTJ memiliki keunikan sifat ketika disintesis menjadi sebuah material dengan karektiristik optik, magnetik, elektrik atau sebagai katalis sehingga logam tanah jarang sendiri merupakan sumber mineral yang digunakan dalam pengembangan industri teknologi tinggi, teknologi tenaga generator (teknologi energi), elektronik, otomotif, dan militer. Monasit merupakan salah satu LTJ yang keberadaanya sangat melimpah di kepulauan Bangka Belitung yaitu 1.564.707.280 ton (sumber daya tereka) dan 3.100.000 ton (sumber daya cadangan terkira). Dengan potensi tersebut serta adanya keputusan dalam PERMEN No. 7 Tahun 2012 mengenai produk akhir dari proses metalurgi harus mencapai batas kemurnian yang tinggi dan sesuai dengan Undang-Undang MINERBA No.4 tahun 2009 mengenai larangan ekspor mineral mentah sehingga dengan ketersediaan potensi bahan baku dapat menjadi solusi untuk mendorong pengolahan logam tanah jarang berbasis mineral monasit sebagai pemenuhan neraca produksi mineral serta peningkatan nilai tambah di Indonesia. Dalam studi ini, telah dilakukan investigasi pengolahan logam tanah jarang berbasis bahan baku monasit, dimana dilakukan preparasi fisik dari raw material untuk mendapatkan konsentrat monasit yang kemudian melalui proses ekstraksi hidrometalurgi serta dilakukan pula penyelidikan terhadap peluang pengembangan proses hyperlink extraction atau yang dikenal dengan nama lain pemisahan bersih (clean separation techonology) logam tanah jarang untuk mengurangi konsumsi bahan kimia yang digunakan saat proses ekstraksi. Kata Kunci
: Logam Tanah Jarang, Proses Ekstraksi, Hyperlink Extraction
4
RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Hasfi Fajrian Nurly
Tempat dan Tanggal Lahir
: Jakarta, 07 Oktober 1992
Karya Yang Pernah Dibuat
: - Meja Goyang Tenaga Surya (Solar-Cell
Shaking Table) (Gagasan tertulis). - Studi Ekstraksi Kandungan Lithium Pada Lumpur Lapindo Dengan Memanfaatkan Energi Microwave, Sebagai Bahan Pembuatan LiPoN Baterai. - Pemanfaatan limbah kulit durian sebagai carbon black pada komposit epoksi plat bipolar polymer electrolyte membrane fuel-cell (PEMFC). - Pemanfaatan Magnet Sebagai Sumber Penghasil Energi Listrik Alternatif Dalam Pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Magnet Ramah Lingkungan. - Investigasi Metallic Glass Berbasis-Fe Untuk Membuka Peluang Aplikasi Industri Metallic Glass di Indonesia. - Peluang Strategis Industri Pengolahan Logam Tanah Jarang Di Indonesia Pengalaman Organisasi
: - Ketua Lembaga Otonom Research Of Metallurgy, Himpunan Mahasiswa Metalurgi UNTIRTA - Ketua Divisi Kajian Strategis, Departemen Pengembangan Sumber Daya Mahasiswa, Himpunan Mahasiswa Metalurgi UNTIRTA
5
BAB I PENDAHULUAN
Logam Tanah Jarang (LTJ) atau dikenal dengan istilah rare earth (RE) merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan potensinya dikatakan langka (untuk saat ini) serta pemanfaatannya sudah sangat banyak di dunia industr.
Material ini menjadi pemicu lahirnya teknologi baru yang
masih akan terus berkembang seperti LCD (liquid crystal display), magnet dan baterai hybrid (baterai NiMH; Misch Metal; Ce,La,Nd). Hal ini mengakibatkan permintaan logam tanah jarang akan terus meningkat. Permintaan LTJ akan terus meningkat hingga menjadi 10% (BBC Report. 2010). Logam tanah jarang tidak ditemukan di bumi sebagai unsur bebas melainkan paduan berbentuk senyawa kompleks. Mineral tanah jarang tersebut dikelompokkan dalam mineral karbonat, fosfat, oksida, silikat, dan fluorida. Salah satu LTJ tersebut adalah mineral deposit berbentuk fosfat yaitu monazite (tersedia di Kepulauan Bangka-belitung). Pada dasarnya keberadaan monasit di Kepulauan Bangka-Belitung hanya sebagai mineral ikutan dari industri pengolahan timah ( cassiterite (SnO2) ) sehingga pemanfaatan mineral ikutan yang berpotensi salah satunya monasit harus dioptimalkan untuk dapat menunjang derajat keefektivitasan yang tinggi, artinya dalam sekali eksplorasi tambang pemanfaatan mineral-mineral yang lain pun perlu diberdayakan, sehingga diharapkan sumber-sumber mineral tersebut dapat meningkatkan nilai tambah (value added) dari kualitas mineral yang dihasilkan. Menurut survey geologi pada tahun 2013 komoditas logam tanah jarang berbasis potensi monasit tersedia cukup melimpah pada kepulauan tersebut yaitu 1.564.707.280 ton (sumber daya tereka) dan 3.100.000 ton (sumber daya cadangan terkira). Dengan potensi tersebut serta adanya keputusan dalam PERMEN No. 7 Tahun 2012 mengenai produk akhir dari proses metalurgi harus mencapai batas kemurnian yang tinggi dan sesuai dengan Undang-Undang MINERBA No.4 tahun 2009 mengenai larangan ekspor mineral mentah sehingga dengan ketersediaan potensi bahan baku dapat menjadi solusi untuk mendorong pengolahan logam tanah jarang berbasis mineral monasit sebagai pemenuhan neraca produksi mineral serta sebagai peningkatan nilai tambah di Indonesia, berlandaskan hal tersebut perlu adanya investigasi berupa teknologi pengolahan logam tanah jarang berbasis monasit untuk dapat merealisasikan optimalisasi potensi monasit yang ada di Indonesia.
5
6
Dalam studi ini, dilakukan investigasi literatur mengenai pengolahan LTJ berbasis bahan baku monasit melalui proses ekstraksi hidrometalurgi. Sejauh ini proses pengolahan monasit dikatakan sangat mahal karena menggunakan teknologi tinggi (pemisahan cukup rumit) dan mengkonsumsi banyak reagen kimia pada proses pemisahannya. Pada umumnya proses paling efektif digunakan untuk menghilangkan fosfat dalam monasit menggunakan pelindian sodium hidroksida (NaOH) dengan autoclave kemudian hasil dari hidroksida logam tanah jarang dilakukan proses atmosperic leaching melalui metode recovery dengan solvent extraction atau ion exchange tergantung pada unsur apa yang akan dipisahkan serta kandungannya dalam mineral tersebut. Oleh karenanya, studi ini dilakukan untuk meninjau secara teknis pengolahan LTJ serta peluang penyelesaian permasalahan pada proses pengoalahan tersebut yang mengkonsumsi banyak bahan kimia sebagai teknologi pengolahan dan pemisahan monasit di Indonesia sehingga dapat diperkirakan proses yang efisien untuk dikembangkan, diteliti lebih lanjut dan diaplikasikan pada industri nasional. Studi yang dilakukan akan meninjau data literatur dan data sekunder pengolahan LTJ (monasit) untuk menelaah secara terperinci teknologi pengolahan dan pemisahan serta inovasi untuk meminimalisir penggunaan bahan kimia pada proses pemisahan tersebut sehingga diperoleh rute proses yang efisien serta berpeluang untuk memberikan hasil proses yang lebih baik dan dapat diaplikasikan.
7
BAB II TINJAUAN LITERATUR
2.1
Proses Preparasi Fisik
Berdasarkan hasil tinjauan literatur proses pengolahan LTJ yang telah dilakukan pada dasarnya secara metalurgis dibagi menjadi dua yaitu tahap pertama merupakan preparasi fisik (mineral dressing) bertujuan untuk meliberasi mineralmineral berharga dari pengotornya sehingga memudahkan untuk melakukan tahapan proses selanjutnya.
Gambar 2.1 Preparasi fisik pemisahan pasir monasit dari mineral lain Pasir pantai
Ringan Silika
Gravity concentration Berat magnetik Magnetic Separation
Magnetite
Non-magnetik konduktor Electrostatic Separation Non-konduktor Magnetic Separation
Magnetic Separation
Ilmenite
Monasit
(F.Habashi. 2008) Pada gambar 2.1 merupakan tahap preparasi fisik (konsentrasi), klasifikasi mineral monasit terlihat begitu rumit dan panjang karena karakteristik mineral monasit memilki sifat fisik specific gravity 4,9 - 5,5 sehingga mineral monasit tergolong berat pada klasifikasi gravity serta memilki karakteristik non-konduktor sehingga terpisahkan oleh pemisahan electrostatic. Terdapat hal yang menarik pada diagram alir proses preparasi fisik tersebut dimana melakukan dua kali pemisahan secara magnetik hal tersebut terjadi karena mineral monasit memiliki karakteristik paramagnetik sehingga pada pemisahan dilakukan dua kali dengan dua karakteristik kekuatan magnetik (gauss) yang lebih besar pada pemisahan magnetik tahap kedua, yang sebelumnya telah dipisahkan secara electrostatic. Kemudian pada tahap kedua adalah preparasi 7
8
kimia bertujuan untuk merubah persenyawaan kimia yang terkandung didalam bijih/mineral
sehingga
mudah
diproses
dalam
tahap
ekstraksi
(aggolomerasi,kalsinasi,pemanggangan), akan tetapi pada karakteristik mineral monasit yang terdapat pada Kepulauan Bangka tidak dilakukan tahap preparasi kimia hal tersebut disebabkan karena karakteristik pasir monasit yang dapat langsung dilakukan pada proses tahap selanjutnya yaitu ekstraktif sehingga lebih ekonomis apabila langsung dilakukan tahap esktraktif melalui jalur hidrometalurgi. 2.2
Proses Ekstraksi Investigasi
literatur
pada
proses
ekstraksi
mineral
monasit
melalui
hidrometalurgi adalah sebagai berikut ;
2.2.1
Pelindian (Leaching) Merupakan pelarutan bijih secara selektif dengan menggunakan pelarut
yang dinamakan sebagai leaching agents sehingga mineral berharga dapat semaksimal mungkin larut dalam leaching agents sedangkan mineral tidak larut. Berdasarkan
studi
literatur
yang
dilakukan
pada
proses
pelindian
monasit
menggunakan 2 tipe leaching agents yaitu (a) Keadaan Asam Dalam
beberapa
pelindian
monasit
dilakukan
secara
konvensional
menggunakan leaching agents asam sulfat H2SO4 dengan bagan proses seperti pada gambar 2.2 Gambar 2.2 Metode Pelindian Asam pada Pasir monasit Konsentrat Monasit (Pasir)
H2SO4
Digestion
H2O
Dissolution
Filtration
Residu SiO2 TiO2 ZrSiO4
Solution
(F.Habashi. 2008) Pada gambar 2.2 dapat dilihat metode pelindian dari pasir monasit yang pertama adalah digestion, dimana konsentrat pasir monasit dimasukkan kedalam rotary kiln dengan 93% H2SO4 ( pH : 0,05 ) pada temperatur 200oC selama 2-4 jam dengan rasio kuantitas perbandingan antara asam dan konsetrat monasitnya yaitu 2 :
9
1. Bila rasio perbandingan kurang atau lebih dari itu dapat mengganggu proses keberlangsungan reaksi serta apabila temperatur tersebut kurang dari 200oC dan lebih dari 300oC rekasi yang berlangsung akan lambat serta cenderung terbentuk thorium pyrophosphate yang tidak larut. Unsur radioaktif yang terkadung dalam monasit solution juga ikut bereaksi/berubah menjadi sulfat, dan karena temperatur tinggi proses yang dilakukan produk hasilnya berupa seperti pasta (sulfat anhidrat). Reaksi yang terjadi pada digestion berlangsung secara eksotermis dengan persamaan reaksi yang terjadi ; 2LnPO4+3H2SO4→ Ln2(SO4)3 + 2H3PO4 *Ln=unsur lantanida Kemudian pada tahapan proses dissolution pasta sulfat hidrat lantanida dari hasil proses digestion dibiarkan dingin, setelah itu ditambahkan H2O yang kemudian dibiarkan larut dan dilakukan penyaringan. Pada dasarnya hasil produk residu dari proses ini harus ditinaju lebih lanjut lagi karena terdapat unsur radioaktif (U dan Th) karena akan takut terjadinya kemungkinan gas dari pengendapan radioaktif yang terhirup oleh paru-paru manusia (sangat berbaya) serta kemungkinan lain yang dapat membahayakan. Untuk proses pemisahan dari thorium dan uranium (pada monasit solution dari hasil proses pelindian asam sulfat) sendiri biasanya dilakukan metode recovery melalui solvent extraction untuk memisahkan unsur radioaktif tersebut dengan ekstraktan Primene™ JM-T untuk mengestrak Th dengan konsentrasi 0,15 mol/L (apabila konsentrasi ditingkatkan akan ikut mengenstrak unsur lantanida yang lain) sedangkan Alamine® 336 untuk mengestrak U dengan hasil ekstraksi pelarut 99% pada Th dan 99,5% pada U dan 0,1% unsur lantanida (unsur tanah jarang) lain yang ikut terekstrak. Metode pemisahana U dan Th sendiri selain menggunakan ekstraksi pelarut atau solvent extraction adalah dengan metode ion exchange yaitu menggunakan resin anion, dengan melewatkan larutan kaya setelah pelindian dengan asam sulfat pada resin dan akan menyerap unsur U dan Th serta membiarkan unsur lantanida (unsur tanah jarang lain) sehingga tidak terserap pada resin. Pemisahan unsur radioaktif tersebut juga harus dilakukan dengan hati-hati serta menggunakan peralatan yang sesuai dengan standard. Unsur radioaktif tersebut selanjutnya dapat ditinjau
lebih
mendalam
serta
melakukan
proses
lebih
lanjut
lagi
untuk
memanfaatkannya dalam pengembangan teknologi nuklir.
(b) Keadaan Basa Metode yang digunakan selain dengan leaching agent kedaan asam (asam sulfat) terdapat pula leaching agent sodium hidroksida (keadaan basa), secara umum bagan proses dapat dilihat pada gambar 2.3
10
Gambar 2.3 Metode Pelindian Basa pada Pasir monasit Konsentrat Monasit (pasir)
Leaching
NaOH
Filtration
Crystallization
Residu : hidroksida dari U,Th, R.E
Na3PO4.10H2O
(F.Habashi. 2008)
Pada pelindian menggunakan reagen basa sangat berbeda dengan pelindian menggunakan reagen asam, dimana perbedaan tersebut terlihat pada proses pelarutan pada metode asam sendiri unsur lanthanida (LTJ) ikut larut serta menjadi larutan kaya, sedangkan pada pelarutan metode basa unsur lantanida (LTJ) tersebut justru mengendap/tidak larut. Pada dasarnya konsep yang digunakan hampir sama yaitu dengan digestion dengan kondisi optimum 40%-50% NaOH (perbandingan NaOH dengan konsentrat monasit yaitu 2 : 1) pada temperatur 160oC dengan waktu proses 3 jam. Pada proses pelindian ini hampir sama dengan metode asam hasilnya berupa seperti pasta padat (dengan kandungan unsur lantanida, uranium serta thorium) yang kemudian disaring, dicuci serta dikeringkan. Setelah proses selesai biasanya terdapat produk sisa/sampingan yaitu 47,45 NaOH, 0,5% Na3PO4 , 1,5% Na2SiO3 dan bisa dilakukan proses daur ulang.
2.2.2
Recovery
Recovery merupakan proses yang dikenal sebagai proses solid-liquid separation yaitu merupakan pemisahan padatan dan cairan yang dapat langsung menghasilkan logam. Berikut adalah beberapa tinjauan klasifikasi proses recovery yang dapat dilakukan pada konsetrat monasit dari larutan pelindian;
(a)
Pertukanan Ion (IX ; Ion Exchange)
Penelitian mengenai ion exchange sendiri pertama kali dilakukan oleh Thompson dan Way pada tahun 1850. Mereka melakukan percobaan yang dilakukan di tanah (perlakuan khusus) kemudian diberikan larutan aminium sulfat atau amonium karbonat setelah dianalisa sebagian besar ammonia akan terserap oleh tanah
11
sementara kalsium dilepaskan ke larutan, hal tersebut juga didukung oleh percobaan yang dilakukan oleh Erichorn pada tahun 1858 bahwa penyerapan ion yang berasal dari tanah dilakukan oleh material lempung (clay) serta merupakan proses yang reversible. Prinsip dasar dari ion exchange sendiri berlangsung dengan 2 tahapan proses yaitu sorption dan elution. Larutan yang mengandung ion logam berharga (hasil proses pelindian) dilewatkan pada suatu tumpukan resin tertentu sehingga ion logam akan meninggalkan fasa air dan masuk ke dalam resin (hingga resin jenuh karena terisi penuh ion logam). Ketika resin jenuh proses dihentikan (melakukan regenerasi pada resin tersebut), itu merupakan tahap utama pada sorption setelah tehapan tersebut dilakukan elution yaitu melewatkan sejumlah kecil larutan sehingga ion logam yang terserap dalam resin akan berpindah dari resin ke eluate.Tahap tersebut dapat juga merupakan tahapan regenerasi sehingga resin dapat digunakan kembali setelah tahap elution pada tahap sorption selanjutnya. Terdapat pula tahap lain untuk melakukan regenerasi pada resin yaitu tahap pencucian. Pada dasarnya resin mengandung ion yang bermuatan negatif (anion) dan bermuatan positif (kation), kation dan anion pada resin yang mempertukarkan ion logam dengan fasa air (cair) disebut sebagai cation exchange dan anion exchange. Konsep pertukaran ion tersebut sangat konvesional dilakukan pada logam tanah jarang dan telah lama dilakukan sejak tahun 1959 oleh Powell. Kemudian pada tahun 1966 Bhat melalui institusi penelitian BhaBha research atomic centre yang mengembakan penelitian (skala pilot plant) mengenai pemisahan logam tanah jarang melalui metode pertukaran ion. Pada proses pemisahan lantanida dari konsentrat monasit, pada umumnya konsetrat tersebut dilarutkan kedalam HCl dan diencerkan dengan air sebagai larutan umpan (feed) untuk melewatkan pada resin penukar kation biasanya terdapat 4 kolom (gambar 6) penukar ion dimana pada tumpukan resin (resin yang digunakan lihat pada tabel 2.1) pertama setelah menyerap dicuci menggunakan aquades kemudian di elusi dengan 0,1% asam sitrat pH 8 yang dialirkan air dengan laju 0,1-1,2L/menit. Dimana biasanya pada unsur lantanida ringan (light: La, Ce, Nd, Pr, Pm, Sm)
akan terserap pada kolom resin
pertama sampai kedua sedangkan untuk lantanida golongan berat (heavy: Sc, Y, Eu, Gd, Tb, Dy, Ho, Er, Tm, Yb, Lu) akan terserap pada dua kolom terakhir (kolom 3 dan 4), dimana pada masing-masing kolom (berisi resin) terdapat logam murni yang kemudian di elusi kedalam sebuah tempat khusus, yang kemudian dilakukan dengan metode pengendapan asam oksalat ( produk 99,99% logam murni diproduksi dari konsentrat monasit secara komersial dengan elusi EDTA ).
12
Gambar 2.4 Skema Kolom Terdapat dalam Tahapan Ion Exchange Sorption
Washing
Feed
H2O
Effluent to waste
Loosely sorbed effluent to waste
Elution Eluent
Eluate for metal recovery
Washing H2O
to waste
(Gupta. 1990)
Tabel 2.1 Media Konvensional Digunakan dalam Metode Pertukaran Ion Logam Tanah Jarang Media Resin DOWEX 50WX8
Keterangan Pemisahan Ce dan Nd1
Resin Tulsion Ch-96 Pemisahan logam tanah jarang dari Dy dan T-Par dan Yb1 Resin Amberlite XAD4 Pemisahan Nd/La dan Sm/La1 Resin IMDA Zeolit (Organik)
Pemisahan dari La sampai Lu dengan larutan HNO3/KNO3 sebagai eluent1 Pemisahan Y1 (Analisa Data Literatur. 2014)
(b)
Ekstraksi Pelarut (SX ; Solvent extraction)
Solvent extraction atau ekstraksi pelarut salah satu metode recovery pada tinjauan proses pengolahan LTJ (monasit), dimana secara umum proses ini melibatkan 2 proses (gambar 2.5) yaitu ekstraksi dan stripping. Saat tahapan ekstraksi logam yang terkadung (hasil proses pelindian) diesktrak dengan pelarut organik (melalui bantuan pengadukan) sehingga akan terbentuk 2 fasa berbeda yang terpisah. Dimana pada kedua fasa ini kemudia dipisahkan, pada fasa air (aquoeous atau cair) dapat didaur ulang serta digunakan kembali dalam proses pelindian dan fasa organik yang telah terisi atau termuat logam akan diproses pada tahap selanjutnya yaitu stripping
13
(pengambilan kembali logam dari fasa organik dengan larutan stripping tertentu dengan pengadukan sehingga akan terjadi pengendapan pada logam utama dan larutan dapat digunakan kembail).
Gambar 2.5 Skema Tahapan Ekstraksi Pelarut Organic Phase (Loaded)
Leach Solution
Extraction
Barren solution (raffinate)
Pure metal salt for reduction to metal
Strip Solution
Stripping
Organic phases recycle (unloaded)
Recovery
Strip Solution recycle
Precipitating Agent
(Gupta. 1990)
Pada proses ekstraksi pelarut sendiri kunci utamanya terletak pada jenis ekstraktan yang digunakan, dewasa ini banyak ekstraktan telah digunakan untuk pemisahan analitis atau eksperimental dari logam tanah jarang, akan tetapi relatif sedikit yang dapat diaplikasikan dalam proses di industri (termasuk cation exchange ekstraktan ; asam organofosfat dan asam karboksilat, ekstraktan netral seperti tri-nbutil fosfat dan anion exchange ekstraktan; amina). Pada umumnya ekstraktan yang digunakan secara konvensional dalam industri untuk pemisahan LTJ adalah asam di-2etil-heksil-fosfat (HDEHP), 2-etil-heksil-2-etil-heksil-fosfonat acid (EHEHPA), tributylfosfat (TBP), asam Versatic, Versatic 10, dan Aliquat 336 (tabel 2.2). Meskipun informasi mengenai metode recovery ekstraksi pelarut pada LTJ tersedia pada beragam jurnal, akan tetapi rincian proses ekstraksi pelarut dalam skala industri tertentu benar-benar sangat rahasia dan sulit diperoleh data spesifik prosesnya.
14
Tabel 2.2 Ekstraktan Komersial yang Digunakan dalam Pemisahan Logam Tanah Jarang
(Thakur. 2000)
Asam organofosfat merupakan salah satu ekstraktan paling terkenal dengan ciri khas penukar kation dalam pemisahan LTJ seperti HDEHP (tabel 2.2). Dalam ekstraksi pelarut dengan paling sering melibatkan pertukaran kation yang menimbulkan terjadinya perpindahan ion hidrogen dari ekstraktan dengan logam diekstrak sehingga pembentukan netral dan larutan kompleks organik. Dalam pelarut organik polaritas rendah asam organofosfat ada dalam bentuk dimeric H2A2, reaksi yang terjadi saat ekstraksi sebagai berikut :
Reaksi pemisahan ini sangat tergantung kepada pH (berbading terbalik terhadap konsentrasi ion hidrogen), sehingga dalam larutan asam nilai minimum koefisien distribusi dicapai pada konsentrasi asam yaitu 3N (pada penggunaan ekstraktan asam organoposphorous efisiensi pemisahan logam tanah jarang meningkat berdasarkan peningkatan nomor atom, terjadi karena peningkatan anion ekstraktan HA2- dan kation). Salah satunya pada ekstraksi yttrium kesulitan terdapat pada bagian
dysprosium-holmium-erbium bisa mengantisipasi berdasarkan jari-jari
kation nya. Melalui konsep yang sama juga
dapat dilakukan pada Ce (IV) lebih
istimewa diekstrak dari ion logam tanah jarang trivalen (La3+, Ce3+, dan Gd3+), dan Eu (II) tidak diekstraksi ketika RE3+ hadir. Karakteristik ini dapat digunakan untuk memisahkan cerium dan europium dari campuran logam tanah jarang.
15
BAB III PEMBAHASAN
3.1
Proses Konvensional Industri
Pada Investigasi literatur telah dibahas mengenai proses secara umum setelah tahap eksplorasi dilakukan preparasi secara fisik untuk memisahkan mineral lain sehingga didapatkan konsetrat monasit. Pada dasarnya monasit sendiri merupakan mineral fosfat yang mengandung 70% oksida LTJ (REO : Rare Earth Oxide) dengan pembagian fraksi komposisi 20-30% Ce2O3, 10-40% La2O3 dan sejumlah unsur lain (Nd, Pr, dan Sm). Sehingga perlu dihilangkan fosfat yang terkandung dalam mineral monasit tersebut dengan reagen kimia konsetrasi tinggi dan kestabilan temperatur tertentu karena kehadiran fosfat dalam mineral monasit akan menghambat saat proses dissolution. Berdasarkan literatur terdapat salah satu metode penghilangan fosfat yaitu o
dengan 98% H2SO4 (pH 0,05) (Gambar 2.2) menggunakan temperatur 240 C
proses tersebut pada beberapa industri LTJ dikatakan tidak terlalu efisien karena limbah proses sampingan dari reaksi tersebut (H3PO4) dan temperatur yang digunakannnya. Sehingga berdasarkan literatur sangat efektif untuk menghilangkan fosfat pada mineral pada temperatur tertentu dengan alkali (NaOH) dengan produk sampingan yang dihasilkan adalah Na 3PO4 yang dapat digunakan kembali sebagai pupuk. Berdasarkan literatur kondisi optimal menghilangkan fosfat dengan 50% NaOH melalui autoclave (mekanisme dissolution dengan chemical controled ukuran partikel silinder, energi aktivasi 58,04 kJ/mol ; 100 g/L kerapatan butir ; 170oC ; 4 jam). Kemudian dilakukan filtrasi sehingga dihasilkan RE-hidroksida setelah itu dilakukan atmosperic leaching selama 2 jam menggunakan 6N HCl pada temperatur 90 oC sehingga dihasilkan leach liquor atau RE-chloride (larutan kaya mengandung REM; Rare Earth Metals) kemudian tahapan recovery extraction menggunakan metode SX, secara umum dasar pemilihan metode recovery SX adalah dapat menghasilkan garam RE atau RE-oksida dalam jumlah besar dibandingkan dengan IX, serta metode recovery SX sudah dilakukan dan diaplikasikan dalam industri pemisahan LTJ didunia seperti China, Amerika, Australia, India dan Brazil. Pada gambar 3.1 merupakan diagram alir berdasarkan literatur proses 16
16
konvensional pada industri pemisahan logam tanah jarang yang ada di China, karena sampai saat ini china masih memegang peranan penting yaitu 95% produksi RE dunia dikuasai oleh China.
Gambar 3.1 Diagram Alir Skematik Proses pemisahan RE di China RE-Concentrate
NaOH
Dillution H2O
RE-Hidroxide
(Liao Chunsheng. 2013)
Pada gambar 3.1 tahapan extraction (ekstraksi pemisahan) merupakan bagian dari proses SX dengan menggunakan ekstraktan asam (didenotasikan HA) yang sangat populer untuk memisahkan unsur RE dikalangan industri dengan persamaan reaksi RECl3+3HA → REA3+3HCl. Untuk tujuan meningkatkan serta menstabilkan pada kapasitas pemisahan proses tersebut pada umumnya ekstraktan asam tersebut disaponifikasi oleh zat dasar tertentu, setelah tahapan ekstraksi pada ekstraktan yang digunakan harus melewati tahap stripping untuk regenerasi dengan HCl melalui persamaan reaksi sebagai berikut :
17
NaOH + HA → NaA + H2O 3NaA + RECl3 → REA3 + 3NaCl REA3 + HCl → RECl3 + 3HA Pemisahan serta pemurnian RE dari feed solution dilakukan dengan multistage countercurrent secara kontinyu antara aquoes solution dan organic phase, berdasarkan literatur larutan umpan (feed solution) biasanya mengandung 15 unsur RE kecuali Pr dan Sc sehingga perlu dilakukan pengulangan proses beberapa kali untuk mendapatkan unsur RE individu dengan kemurnian tinggi, pada pengulangan proses tersebut yang memerlukan banyak reagen (asam dan basa) karena harus digunakan berulang kali. Berdasarkan data literatur konsumsi reagen proses tersebut dari tahap awal bahan baku konsetrat 1 ton dapat menghabiskan sekitar 10 ton HCl (31 w.t%), 2-3 ton NaOH serta sekitar 15-20 ton air (H2O) dimana semuanya sangat dibutuhkan untuk proses pemisahan unsur RE secara individu. Selanjutnya pada Tahapan presipitasi, RE berubah menjadi presipitat dan sejumlah impurities tetap berada dalam mother solution. Penggunaan reagen asam oksalat pada gambar 3.1 sebagai precipitant menghasilkan produk sampingan HCl, melalui persamaan reaksi 2RECl3 + H2C2O4 → RE2(C2O4) + 6HCl, beradasarkan literatur pada proses tersebut secara konvensional terdapat kelebihan 10% dari asam oksalat dalam proses yang sangat dibutuhkan pada pengendapan RE melalui tambahan sejumlah H2O 20-60 m3 per ton oksida RE. Pada umumnya mother solution mengandung kedua asam klorida (2-3 ton per oksida RE) yang dihasilkan serta asam oksalat yang berlebih (0,15-0,3 ton per oksida RE) yang harus dinetralkan dengan kapur (lime) sehingga dapat dibuang secara aman sebagai limbah. Sehingga dapat diakumulasikan total penggunaan konsumsi bahan reagen pada proses pengolahan dapat dilihat pada gambar 3.2 melalui penjabaran bahwa untuk melakukan produksi 1 ton oksida RE membutuhkan 11 ton HCl, 2,4 ton NaOH serta 120 ton air serta 6,7 ton garam yang dipergunakan dalam proses tersebut (satu kali proses penggunaan/tidak bisa dipergunakan lagi).
18
Gambar 3.2 Konsumsi Asam, Basa dan Air dalam Proses Pemisahan RE menggunakan bahan baku 1 ton konsentrat RE
(Liao Chunsheng. 2013) 3.2
Inovasi Proses Hyperlink Extraction
Inovasi ini terus dikembangkan serta sudah diaplikasikan di negara China dalam pengolahan LTJ, proses konvesional industri yang sudah dijelaskan pada sub bab 3.1, pada fase organik (organic phase) harus di saponifikasi kemudian digunakan dalam ekstraksi serta pemisahan RE dan harus melewati tahap stripping hanya satu kali untuk melakukan regenerasi reagen setelah tahap ekstraksi berlangsung, pada tahap tersebut yang menyebabkan konsumsi penggunaan reagen kimia sangat tinggi pada proses berlangsung berdasarkan latar belakang tersebut dikembangkanlah teknologi hyperlink extraction untuk mengurangi konsumsi bahan kimia dalam proses pemisahan RE. Ide inovasi dari metode atau teknologi pemisahan ini adalah menggunakan ekstraktan RE-loaded serta RE yang terkadung dalam air sebagai pengganti dari ekstraktan yang tersaponifikasi dan stripping acid yang masing-masing dibutuhkan dalam proses pemisahan selanjutnya. Penjelasannya adalah pada sopinified ekstrakan merupakan ekstraktan yang atom hidrogennya tersebutitusi dengan cation base titrant sehingga saat penggunaan NaOH (Na) tersbutitusi menjadi NH4 sedangkan RE-loaded ekstraktan konsep utamanya hampir sama dengan saponifikasi akan tetapi atom hydrogen disubtitusi oleh kation RE itu sendiri. Prinsip subtitusinya bahwa setiap ekstraktan yang digunakan pada less-extractable RE sudah sesuai sebagai pelarut tersaponifikasi untuk pemisahan pada feed solution yang mengadung more-extractable RE sementara pada fasa aqueos pada more-extractable RE lebih bisa diterapkan untuk scrub atau strip less-extractable RE dari fasa organik.
19
Secara umum mekanisme scrubbing berlangsung saat aqueous dan fasa organik mengalir secara countercurrent sehingga RE yang memiliki pH ekstraksinya lebih rendah lebih mudah terekstraksi serta akan men-scrub RE yang pH ekstraksinya lebih tinggi akan tetapi akan terkoekstrasi (less-extractable). Oleh karena itu proses hyperlink extraction dapat dilakukan dengan fase organik yang tersaponifikasi secara kontinyu dalam tahapan ekstraksi sebelum regenerasi dan efisiensi pemanfaatan fase organik tersaponifikasi akan meningkat sehingga konsumsi reagen asam dan basa menurun.
Gambar 3.3 Diagram Alir Skematik proses sistem 4 komponen (a) pemisahan konvensional (b) hyperlink technology (c) Optimalisasi Hyperlink Technology
(Liao Chunsheng. 2013)
Penjelasan
secara
konsep
dijabarkan
melalu
algoritma
studi
kasus
perumpamaan terdapat 4 komponen secara urutan ekstraksi A
terbalik terhadap fasa organik (countercurrent) yang hampir menyerupai
20
proses stripping. Pada hasilnya pelarut yang memuat C dapat berfungsi sebagai pelarut yang tersaponifikasi untuk pemisahan bagian C/D selanjutnya. Sehingga aliran hyperlink (aliran hubungan algoritma baru) dapat menghemat konsumsi asam saat proses stripping di pemisahan A/B serta konsumsi dasar dalam tahap saponifikasi dalam pemisahan C/D. Pada gambar 3.3 (c) merupakan pengembangan atau optimalisasi dari metode hyperlink berdasarkan gambar tersebut dapat memungkinkan dilakukan saponifikasi dengan base titrant dan stripping menggunakan asam hanya satu kali penggunaan saat proses ekstraksi berlangsung berdasarkan ilustrasi studi kasus proses ekstraksi 4 komponen (A, B, C, D). Teknologi ini sudah banyak diaplikasikan
dan
terus
dikembangkan
di
industri
RE
China,
gambar
3.4
memperlihatkan konsumsi bahan kimia serta air, menurut banyak aplikasi industri penggunaan metode ini dapat menghemat sekitar 30% bahan kimia akan tetapi masalah emisi pada air limbah masih tetap ada.
Gambar 3.4 Konsumsi Bahan Kimia, Emisi dan Air pada Proses Hyperlink Extraction
(Liao Chungseng. 2013)
Menurut analisis hasil literatur proses konvensional industri pada gambar 3.1 dapat dimodifikasi dengan analisa dari metode hyperlink melalui ringkasan point utama sebagai berikut : (a) Melakukan daur ulang asam dari saponifikasi pada fasa organik Proses saponifikasi RE langsung dapat menghasilkan fasa organik yang mengandung RE serta fasa aqueous yang mengadung asam serta sisa RE. Fasa organik yang mengandung RE berfungsi sebagai ekstrakan tersaponifikasi dan
21
mengalir bagian proses pemisahan ekstraksi seperti pada proses ekstraksi konvensional, sedangkan fasa aqueous yang mengandung asam serta sisa RE berfungsi sebagai pelarutan bahan baku (raw material) setelah menghilangkan residu RE dan meningkatkan konsentrasi serta penggunaan air (H2O) dapat dilakukan berulang kali. (b) Melakukan daur ulang mother solution dari presipitasi less-extractable RE Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya kelebihan asam oksalat 10% sebagai reagen presipitasi pada umumnya selalu digunakan untuk menurunkan kehilangan RE saat proses pengendapan karena mother solution mengandung HCl serta asam oksalat yang berlebih tersebut. Pada dasarnya metode hyperlink ini dapat diterapkan untuk memisahkan asam oksalat dari asam klorida sehingga asam oksalat dapat didaur ulang dan digunakan kembali untuk proses pengendapan RE sementara asam klorida tetap dapat digunakan kembali untuk melarutkan bahan baku. (c) Melakukan daur ulang mother solution dari presipitasi more-extractable RE Kondisi mother solution saat proses presipitasi more-extractable RE hampir sama dengan tahapan (b) mengandung asam oksalat dan asam klorida akan tetapi dengan inovasi bahwa asam klorida dipisahkan sehingga dapat digunakan dalam proses stripping. Dalam prose ini dilute asam klorida
dihasilkan langsung dari
saponifikasi RE dan proses pengendapan dengan konsetrasi kimia dan mendaur ulang untuk melarutkan bahan baku atau stripping ekstraktan (pada proses ini hanya menggunakan asam oksalat). Teknologi hyperlink dapat menghilangkan sumber polusi (emisi garam) dengan mengurangi konsumsi bahan kimia sehingga teknologi ini sangat potensial dan dinamakan clean separation sehingga dapat diaplikasikan berdasarkan pada proses pengolahan RE untuk kedepannya. Dari ketiga tahapan tersebut tersusun diagram alir proses pengolahan RE dengan teknologi hyperlink pada gambar 3.5.
22
Gambar 3.5 Diagram Alir Skematik Proses pemisahan RE dengan Teknologi Hyperlink RE-Hidroksida
(Liao Chungseng. 2013)
23
BAB IV KESIMPULAN
Berdasarkan studi investigasi hasil literatur serta potensi bahan baku logam tanah jarang merupakan komoditas yang berkaitan dengan teknologi maju yang memiliki prospek sangat baik untuk masa depan, sehingga pengembangannya perlu dilakukan peninjauan lebih mendalam dan detail lagi. Secara umum potensi bahan baku logam tanah jarang di Indonesia yang terdeteksi salah satunya monasit dengan total kelimpahan 1.564.707.280 ton (sumber daya tereka) dan 3.100.000 ton (sumber daya cadangan terkira) hal tersebut seharusnya dapat mendorong pengembangan industri pengolahan logam tanah jarang berbasis bahan baku monasit di Indonesia mengingat aplikasi hilir dari unsur lantanida yang terkandung dalam monasit berperan penting dalam teknologi maju. Hasil literatur dan data menunjukkan bahwa bahan baku monasit di Indonesia berbentuk pasir yang harus dilakukan klasifikasi preparasi fisik untuk mendapatkan konsentrat monasit. Karena monasit sendiri merupakan mineral fosfat (30% fosfat) berdasarkan tinjauan literatur penghilangan fosfat paling optimal menggunakan 50% NaOH dengan autoclave pada temperatur ideal 160-170oC dalam waktu 4 jam dihasilkan RE-Hidroksida kemudian dilakukan proses pelarutan leaching dengan 6N HCl dan Air untuk mendapatkan pregnant leach solution (RE-Chloride) selanjutnya dilakukanlah tahapan pemisahan (recovery) dengan SX dimana metode ini dapat menghasilkan unsur RE-Oksida dengan jumlah lebih banyak akan tetapi pada tahapan SX sangat banyak mengkonsumsi bahan kimia sehingga dikembangkan ide inovasi teknologi pemisahan hyperlink yaitu menggunakan ekstraktan RE-loaded serta RE yang terkadung dalam air sebagai pengganti dari ekstraktan yang tersaponifikasi dan stripping acid dimana masing-masing yang dibutuhkan dalam proses pemisahan selanjutnya, yang pada dasarnya sopinified ekstrakan adalah ekstraktan yang atom hidrogennya tersebutitusi dengan cation base titrant sehingga saat penggunaan NaOH Na tersbutitusi menjadi NH4 sedangkan RE-loaded ekstraktan konsep utamanya hampir sama dengan saponifikasi akan tetapi atom hydrogen disubtitusi oleh kation RE itu sendiri. Metode tersebut sangat teruji di beberapa industri RE di China dan sudah diaplikasikan serta terus dikembangkan karena dapat mengurangi kosumsi bahan kimia sebesar 30%. Dalam penindak lanjutan paper ini diharapkan ada peninjauan /penelitian lebih lanjut secara mendetail pada proses dan penanganan limbah untuk
23
24
dapat merealisasikan industri pengolahan logam tanah jarang Indonesia dengan penerapan teknologi hyperlink tersebut. BAB V DAFTAR PUSTAKA
Ben Kronholm, Corby G.A, and Patrick R.T. (2013) A Primer On Hydrometallurgical Rare Earth Separations.JOM, Vol. 65, No. 10 2013 C.K. Gupta, N. Krishnamurthy. (2005)
Extractive Metallurgy of Rare Earths, CRC,
Press,Floridahttp://dx.doi.org/10.1201/9780203413029.fmattPrint ISBN: 978- 0415-33340-5; eBook ISBN: 978-0-203-41302-9. Dwi Biyantoro, Kris Tri Basuki, Muhadi AW. (2006) Pemisahan Ce Dan Nd Menggunakan Resin Dowex 50w-X8 Melalui Proses Pertukaran Ion. ISSN 14106957, PTAPB – BATAN, Yogyakarta F.Habashi. (1968) Principles extractive metallurgy, Volume 2”.Gordon asnd Breach, New York F.Habashi. (2013) Extractive metallurgy of rare earth. Canadian Institute of Mining, Metallurgy,Petroleum Feng Xie dan Ting Ang Zhang. (2014) A critical review on solvent extraction of rare earths
from aqueous solutions. Journal Minerals Engineering 56 (2014) 10–28
Feng Z Y, Huang X W, Liu H J, Wang M, Long Z Q, Yu Y, Wang C M. (2012) Study on preparation and application of novel saponification agent for organic phase of rare earths extraction. J. Rare Earths, , 30(9): 903. Liao Chunsheng. (2013) Clean separation technologies of rare earth resources in China. Journal Of Rare Earths, Vol. 31, No. 4, Apr. 2013, P. 331 Liao C S. (2008) A kind of mixed extraction method for separating rare earths and relative extractants. China Patent: ZL 2008 10101075.3. Lovat. V.C, Rees and Tao Zuyi. (1985) Rare Earth Ion Exchange In Zeolite” .Physical Chemistry Laboratories, Imperial College of science and technology, London,.UK Rekha P, dan Archana K. (2014) Leaching of rare earth metals (REMs) from Korean monazite concentrate. Journal of Industrial and Engineering Chemistry 2 (2014) 2035–2042 Wu S, Liao C S, Jia J T, Yan C H. (2004) Static design for multiple components and multiple outlets rare earth countercurrent extraction (I): algorithm of static design. Journal China Soc. Rare Earths, 22(1): 17.
25
24