STUDI FERTILITAS TIKUS (Rattus norvegicus) PASCA INDUKSI LASERPUNKTUR TERHADAP JUMLAH SEL SERTOLI DAN EKSPRESI INHIBIN B STUDY OF FERTILITY INDUCED BY LASERPUNCTURE SERTOLI CELL AND INHIBIN B EXPRESSIONS ON RATS (Rattus norvegicus) Bagas C.A*, Aulanni’am, Analis W.W Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya Malang *Email:
[email protected] ABSTRAK
Induksi laserpunktur merupakan teknik stimulasi pada titik akupunktur dengan menggunakan laser sebagai alat yang mempunyai efek stimulator. Pemanfaatan induksi laserpunktur salah satunya bisa digunakan untuk meningkatkan fertilitas yang ditandai dengan adanya peningkatan jumlah sel sertoli dan penurunan ekspresi Inhibin B. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh induksi laserpunktur terhadap peningkatan fertilitas, jumlah sel sertoli dan ekspresi Inhibin B tikus (Rattus norvegicus) jantan. Pada penelitian tikus dibagi menjadi dua kelompok kontrol (A) dan kelompok induksi laserpunktur pada 6 titik akupunktur dexter dan sinister yang terbagi 2 titik BL 22 atau sanjiaoshu, 2 titik BL 23 atau shenshu dan 2 titik GV 4 atau mingmeng dengan dosis induksi 15 detik/titik (B). Parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah jumlah sel sertoli yang diamati dengan metode pewarnaan Hematoxilen Eosin (HE) dan ekspresi Inhibin B yang diamati dengan metode imunohistokimia. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata jumlah sel sertoli kelompok A adalah 27,4±2,1 dan kelompok B adalah 59,2±10,4 sedangkan rata-rata presentase ekspresi Inhibin B kelompok A sebesar 2,2±0,06% dan kelompok B sebesar 0,2±0,02%. Induksi laserpunktur memberikan pengaruh yang signifikan (P<0,05) terhadap peningkatan jumlah sel sertoli dan penurunan ekspresi Inhibin B. Kata kunci : laserpunktur, sel sertoli, inhibin b. ABSTRACT
Laserpuncture induction is a technique stimulation of acupuncture points using a laser. Laserpuncture increase fertility that determined by increasing number of sertoli cell and decreasing of Inhibin B expression. The purpose of this study was to determine the effect of induction laserpunctur to increase fertility, the number of sertoli cells and expression of Inhibin B on rats (Rattus norvegicus) males. In this study rats were divided into two groups: control (A) and group of laserpunctur induction on 6 acupuncture point dexter and sinister, divided in 2 points sanjiaoshu or BL 22, 2 points shenshu or BL 23 and 2 points GV 4 or mingmeng with dose induction of 15 sec / point (B). Parameters observed in this study were the number of sertoli cells that observed by Hematoxilen Eosin staining (HE) technique and Inhibin B expression were observed by immunohistochemical technique. The results showed the average number of sertoli cells in group A was 27.4 ± 2.1 and group B was 59.2 ± 10.4, while the average percentage expression of Inhibin B group A to be 2.2 ± 0.06% and B of 0.2 ± 0.02%. Laserpunctur induction in rats (Rattus norvegicus) has the potential to increasing male fertility significancy (P<0.05), based on the increasing of the number of sertoli cells and the decreasing of Inhibin B expression. Keywords: laserpunctur, sertoli cells, inhibin b.
Pendahuluan Anjing memiliki sifat ramah dan sopan sehingga menjadi daya tarik masyarakat untuk memilikinya yang didayagunakan dalam berbagai hal antara lain, sebagai anjing penjaga, anjing kesayangan dan anjing kontes. Keunggulan dari sifat yang dimiliki oleh anjing, khususnya anjing ras menyebabkan meningkatnya permintaan anjing ras di masyarakat terutama dengan kualitas dan mutu genetik yang baik. Menurut Natasaputra (2005), Anjing ras di Indonesia mulai diminati oleh pecinta dan penggemar anjing serta pamornya semakin meningkat sejak tahun 2000. Permasalahan tersebut memicu para breeder anjing ras berlomba-lomba untuk memenuhi permintaan tersebut. Namun, untuk meningkatkan fertilitas pada anjing ras ternyata belum banyak dilakukan terutama dengan pemanfaatan teknologi laserpunktur. Teknologi laserpunktur merupakan teknik stimulasi pada titik akupunktur dengan menggunakan laser sebagai alat yang mempunyai efek stimulator (Adikara, 2001). Pemanfaatan laserpunktur terbukti dapat meningkatkan fertilitas, salah satunya dengan meningkatnya birahi pada beberapa spesies hewan diantaranya domba, kerbau seperti pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Herdis (2010) tentang Aplikasi Teknologi Laserpunktur dalam Meningkatkan Libido Pejantan Domba Garut (Ovis aries), serta penelitian oleh Guntoro, dkk (2002) yang hasil penelitiannya membuktikan bahwa teknologi laserpunktur dapat memberikan hasil yang efektif dengan respon birahi yang cepat dan serempak. Efektivitas dari pemanfaaatan teknologi laserpunktur untuk meningkatkan fertilitas pada anjing ras perlu dilakukan studi pendahuluan dengan hewan model tikus (Rattus norvegicus) jantan. Peningkatan jumlah sel sertoli dan penurunan ekspresi Inhibin B pasca induksi laserpunktur menjadi indikator adanya peningkatan fertilitas pada tikus (Rattus norvegicus) jantan pasca induksi laserpunktur. Pemilihan tikus (Rattus norvegicus) sebagai objek kajian dikarenakan tergolong hewan mamalia dengan umur
dewasa kelamin yang tidak lama dan perkawinannya tidak tergantung musim (Hendriksen, et al., 1991) serta proliferasi dan perkembangan sel sertoli yang berlangsung antara 30-60 menit (Kusumawati, 2004). Penelitian mengenai efektivitas penggunaan laserpunktur dalam meningkatkan fertilitas tikus (Rattus norvegicus) jantan diharapkan mampu memberikan pengaruh berupa peningkatan sel sertoli dan penurunan ekspresi Inhibin B serta dapat digunakan sebagai sumber informasi yang dapat digunakan pada kajian ilmiah mengenai efektivitas induksi laserpunktur terhadap peningkatan fertilitas pada hewan jantan. Materi dan Metode Penelitian ini akan dilakukan selama bulan Februari-Juli 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang. Hewan coba yang digunakan yaitu tikus (Rattus norvegicus) jantan Strain Wistar umur antara 12-13 minggu, berat badan sekitar 150 gram yang diperoleh dari Unit Pengembangan Hewan Percobaan (UPHP) UGM Yogyakarta. Preparasi tikus dilakukan dengan mengelompokkan menjadi dua kelompok dan masing-masing kelompok terdiri atas dua ekor tikus. Kelompok A (kontrol negatif) yang selama perlakuan hanya diberi pakan normal. Kelompok B merupakan kelompok diinduksi laserrpunktur. Penggunaan alat laserpunktur dengan spesifikasi jenis soft laser Helium-Neon (HeNe) dengan power 5mW dan panjang gelombang 632,8nm yang diinduksikan pada titik akupunktur BL 22 atau Shanjiaoshu, BL 23 atau shenshu dan GV 4 atau mingmeng dengan dosis induksi selama 15 detik. Perhitungan jumlah sel sertoli dilakukan dengan metode pewarnaan Hematoksilen Eosin (HE) dan software ImageJ, sedangkan ekspresi Inhibin B dengan metode imunohistokimia dan software Axio Vision pada tubulus seminiferus testis tikus (Rattus norvegicus).
Hasil dan Pembahasan Hasil perhitungan jumlah sel sertoli dan pengamatan ekspresi Inhibin B tikus (Rattus norvegicus) jantan pasca induksi laserpunktur seperti yang ditampilkan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Rata-rata Sel Sertoli dan Ekspresi Inhibin B
Kelompok Tikus
Jumlah Jumlah RataRata-rata rata Ekpresi Sel Sertoli Inhibin B A (Kontrol) 27,4±2,1 2,2±0,06 % area B (Induksi 59,2±10,4 0,2±0,02 % Laserpunktur) area Kelompok A (kontrol negatif) jumlah rata-rata sel sertoli dalam satu tubulus terdapat 27,4±2,1 sel sertoli. Data ini berada dikisaran normal jumlah rata-rata sel sertoli dalam satu tubulus yaitu sebanyak 25-30 sel (Delman, et al., 1992). Sedangkan kelompok B yang diberikan perlakuan berupa induksi laserpunktur pada titik akupunktur BL 22 atau sanjiaoshu, BL 23 atau shenshu dan GV 4 atau mingmeng dengan induksi selama 15 detik/titik akupunktur terjadi peningkatan jumlah rata-rata sel sertoli dalam satu tubulus yaitu sebesar 59,2±10,4 sel sertoli. Hasil analisis lanjutan dengan uji T tidak berpasangan (Independent sample T test), menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan (P<0,05) antara kelompok A dan B. Artinya induksi laserpunktur pada titik akupunktur BL 22 atau sanjiaoshu, BL 23 atau shenshu dan GV 4 atau mingmeng dapat meningkatkan jumlah sel sertoli tikus jantan secara nyata dengan P<0,05. Perhitungan jumlah rata-rata sel sertoli dilakukan dengan software ImageJ. Proses identifikasi dilakukan dari hasil penelitian seperti pada Gambar 1. Peningkatan jumlah rata-rata sel sertoli pada kelompok B pasca induksi laserpunktur diyakini karena induksi laserpunktur menimbulkan daya stimulasi yang spontan dan cepat melalui jalur saraf. Menurut Cummings, et al., (2006), induksi laserpunktur memberikan daya stimulasi pada reseptor-reseptor secara spontan dan cepat karena terjadi melalui jalur saraf.
A
B
Gambar 1. Histologi tubulus seminiferus testis Tikus (Rattus norvegicus) Jantan. Keterangan: Perbesaran 400x. A menunjukkan kelompok kontrol. B menunjukkan kelompok perlakuan. Pewarnaan Hematoxilen Eosin (HE) . Tanda panah menunjukkan sel sertoli
Timbulnya daya stimulasi pada titik akupunktur disebabkan karena adanya cahaya gelombang pendek dari laserpunktur melalui suatu proses stimulasi radiasi dan sistem semi konduktor serta karakteristik spesifik dari sinar laserpunktur (Herdis, 2005). Gelombang yang selalu sejajar (koheren), spektrum panjang gelombang yang sempit dan tidak dapat diuraikan (monokromatik) serta sinar yang dihasilkan tetap mempertahankan intensitasnya meskipun menempuh jarak yang jauh (unidireksional) merupakan karakteristik spesifik dari sinar laserpunktur yang memperkuat timbulnya respon pada organ target akibat dari induksi laserpunktur (Saputra, 2000). Adanya peningkatan jumlah rata-rata sel sertoli pasca induksi laserpunktur pada titik akupunktur reproduksi kemudian diterima oleh sel signaling dan berikatan dengan reseptor spesifik pada membran sel yang selanjutnya membentuk komplek ligandreseptor. Menurut Palaniapan (2010), adanya pengaruh rangsang dari luar tubuh akan direspon dengan pembentukan ikatan antara sel signaling dan reseptor spesifik pada membran sel dengan membentuk komplek ligand-reseptor. Komplek tersebut kemudian teraktivasi untuk transduksi sinyal intraseluler yang menghidrolisa cyclic adenosine monophosphate (cAMP) dan cyclic guano-
sine monophosphate (cGMP). Hidrolisa dari cyclic adenosine monophosphate (cAMP) akan mengaktivasi Protein Kinase A (PKA) sedangkan cyclic guanosine monophosphate (cGMP) akan mengaktivasi Protein Kinase G (PKG) (Cummings, et al., 2006). Pembentukan Protein Kinase G (PKG) merupakan respon adanya rangsang dari luar tubuh yang berfungsi sebagai penghantar sinyal dari luar ke dalam sel melintasi membran plasma. Protein Kinase G (PKG) mengalami fosforilasi dan menghidrolisis Inositol Bifosfat (IP2) untuk menghasilkan Inositol Trifosfat (IP3) pada sitosol dan Diasil Gliserol (DAG) pada membran plasma (Rathgeber, 2007). Menurut Kusuma (2000), induksi dari laserpunktur kemudian mengaktivasi jalur ionotropik untuk menghasilkan ion Ca2+ dan jalur metabotropik mengaktivasi Protein Kinase C (PKC). Produksi ion Ca2+ yang melimpah di jalur ionotropik kemudian menstimulus Inositol Trifosfat (IP3) pada sitosol untuk membuka kanal Ca2+ dari retikulum endoplasma. Jalur metabotropik, Diasil Gliserol (DAG) pada membran plasma akan mengaktifkan Protein Kinase C (PKC). Kedua jalur tersebut kemudian akan bertemu dan mengalami depolarisasi yang akan mengakibatkan timbulnya respon pengaturan gonad. Adanya depolarisasi antara Protein Kinase C dan ion Ca2+ akibat produksinya yang melimpah akan mengaktivasi reseptor-reseptor spesifik pada organ target (Rathgeber, 2007). Adanya induksi laserpunktur yang memberikan daya stimulasi yang spontan dan cepat pada hipotalamus menyebabkan timbulnya sinyal untuk meningktkan sekresi dari Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH). Menurut Pierick, et al (2008) dan Stuenkel (1991), pusat fisiologi reproduksi terletak pada hipotalamus dan pituitari untuk mengontrol produksi testosteron dan spermatogenesis pada hewan jantan. Adanya ikatan dan aktivasi antara reseptor spesifik yang memiliki fungsi pengaturan fungsi gonad dan sekresi hormon reproduksi pada hipotalamus mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi Gonado Releasing Hormone (GnRH) dan dialirkan ke
dalam kelenjar pituitari anterior. Gonado Releasing Hormone (GnRH) yang disekresikan kemudian menstimulus kelenjar pituitari anterior mensekresikan dan melepaskan sejumlah hormon gonadotropik, yaitu Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) (Meachem, et al., 2001). Pengaruh peningkatan sekresi Gonado Releasing Hormone (GnRH) menyebabkan terjadinya peningkatan sekresi Luteinizing Hormone (LH) dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) dari kelenjar pituitari anterior. Pengaturan fungsi gonad dan rangsang produksi steroid seksual terjadi melalui ikatan antara Luteinizing Hormone (LH) dengan Luteinizing Hormone Receptor (LH-R) untuk proliferasi dan perkembangan sel leydig dan Folicle Stimulating Hormone (FSH) dengan Folicle Stimulating HormoneReceptor (FSH-R) untuk proliferasi dan perkembangan sel sertoli dan pada testis (Darnell, et al., 1990). Meningkatnya sekresi Luteinizing Hormone (LH) mempengaruhi dalam peningkatan jumlah sel leydig yang dihasilkan. Menurut Hardijanto (2010), sel leydig dalam fungsi reproduksi menghasilkan testosteron yang berperan dalam siklus spermatogenesis dan menginduksi birahi pada hewan jantan. Meningkatnya produksi dari testosteron yang merupakan faktor penting dalam siklus spermatogenesis dan peningkatan birahi pasca induksi laserpunktur menyebabkan timbulnya masa birahi yang lebih lama pada hewan jantan. Peningkatan sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang diyakini akibat pasca induksi laserpunktur juga meningkatkan jumlah sel sertoli melalui proliferasi. Menurut Meachem, et al., (2001), adanya Folicle Stimulating Hormone (FSH) yang disekresikan pituitari anterior berperan dalam menghasilkan sel sertoli yang memproduksi Androgen Binding Protein (ABP). Sumber nutrisi dalam proses maturasi sel spermatozoa berasal dari Androgen Binding Protein (ABP) yang diproduksi oleh sel sertoli (Greenspan, et al., 1994). Jumlah sel sertoli yang meningkat pasca induksi laserpunktur yang mempengaruhi peningkatan produksi
Androgen Binding Protein (ABP) mengakibatkan tersedianya sumber nutrisi dalam jumlah yang melimpah dalam proses maturasi sel spermatozoa. Testosteron dan sel sertoli yang menghasilkan Androgen Binding Protein (ABP) dalam jumlah yang melimpah digunakan dalam siklus spermatogenesis untuk meningkatkan jumlah sel spermatozoa yang dihasilkan dengan kondisi mature yang tampak dari motilitas dan viabilitas sel spermatozoa yang tinggi. Kualitas sel spermatozoa yang dihasilkan pasca induksi laserpunktur dalam kondisi mature dengan motilitas dan viabilitas tinggi akan meningkatkan fertilitas dari hewan jantan. Peningkatan dari jumlah sel sertoli pasca induksi laserpunktur juga dapat disebabkan oleh meningkatnya produksi aktivin dari sel sertoli yang menstimulus peningkatan sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) di pituitari anterior. Menurut Aulanni’am (2011), menyatakan bahwa jumlah sel sertoli yang melimpah dalam tubulus diduga mampu meningkatkan produksi aktivin. Ikatan antara aktivin dengan reseptornya (reseptor aktivin tipe I dan reseptor aktivin tipe II) pada pituitari anterior akan meningkatkan sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) akibat adanya translasi pada intisel (Matzuk, et al., 2000). Laserpunktur yang menimbulkan daya stimulasi yang cepat dan spontan mampu meningkatkan jumlah sel sertoli dalam tubulus seminiferus akibat adanya stimulus yang terjadi secara terus menerus meningkatkan sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dari pituitari anterior yang digunakan dalam proliferasi dan perkembangan sel sertoli. Inhibin B yang diproduksi oleh sel sertoli, memiliki peran meregulasi sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) oleh kelenjar pituitari melalui mekanisme umpan balik negatif. Batas normal ekspresi Inhibin B dalam regulasi sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dari kelenjar pituitari yaitu lebih dari 1,1% area (Wians, et al., 1998). Kelompok A yang tidak diberi perlakuan sebagai kontrol negatif menunjukkan hasil
rata-rata ekspresi Inhibin B sebanyak 2,2±0,06% area yang tergolong berada dibatas normal rata-rata ekspresi Inhibin B (Tabel 1). Sedangkan kelompok B dengan perlakuan induksi laserpunktur menunjukkan rata-rata ekspresi Inhibin B sebanyak 0,2±0,02% area yang berada dibawah batas normal rata-rata ekspresi Inhibin B. Jika dibandingkan antara kelompok A dan B, terjadi penurunan ekspresi Inhibin B pasca induksi laserpunktur. Hasil analisis lanjutan dengan uji T tidak berpasangan (Independent sample T test), diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan (P<0,05) antara kelompok A dan B yang menunjukkan bahwa laserpunktur mampu menurunkan ekspresi Inhibin B secara nyata dengan nilai p<0,05. Pengamatan ekspresi Inhibin B dilakukan dengan software Axio Vision. Pengamatan dilakukan dari hasil penelitian seperti pada Gambar 2.
A
B
Gambar 2. Ekspresi Inhibin B pada tubulus seminiferus testis Tikus (Rattus norvegicus) Jantan. Keterangan: Perbesaran 400x. A menunjukkan kelompok kontrol. B menunjukkan kelompok perlakuan. Pewarnaan imunohistokimia (IHK). Tanda panah menunjukkan ekspresi Inhibin B.
Penurunan ekspresi Inhibin B pasca induksi laserpunktur pada tikus (Rattus norvegicus) jantan diyakini disebabkan adanya induksi laserpunktur yang meningkatkan jumlah sel sertoli dan terfokus untuk memproduksi aktivin. Ekspresi Inhibin B disebabkan oleh jumlah sel sertoli yang melimpah dalam tubulus yang memproduksi aktivin (Aulanni’am, 2011). Sel sertoli
memproduksi Inhibin B dan aktivin yang mempunyai korelasi negatif (Barakat, et al., 2008). Akitivin yang berikatan dengan reseptornya di pituitari anterior menyebabkan peningkatan sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH), sedangkan Inhibin B yang berikatan dengan reseptornya di pituitari anterior menyebabkan regulasi sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) melalui mekanisme umpan balik negatif. Adanya peningkatan Inhibin B akan menyebabkan penurunan aktivin, serta penurunan Inhibin B dipastikan karena adanya peningkatan aktivin yang di produksi oleh sel sertoli. Inhibin B mengontrol sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) melalui umpan balik negatif dengan berikatan pada reseptornya TGF β superfamily yang berada di kelenjar pituitari anterior (Pierick, et al., 1998). Aktivin memiliki peran menstimulus sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) (Barakat, et al., 2008). Induksi laserpunktur yang dilakukan pada kelompok B menyebabkan terjadinya penurunan ekspresi Inhibin B yang diyakini karena sel sertoli memproduksi aktivin secara terus menerus maka Inhibin B yang dihasilkan oleh sel sertoli tidak mampu berikatan dengan reseptornya TGF β superfamily yang berada di kelenjar pituitari anterior. Inhibin B memiliki dua reseptor spesifik untuk pengaturan hormon reproduksi di pituitari anterior, yaitu reseptor Aktivin tipe I dan reseptor aktivin tipe II (Matzuk, et al., 2000). Inhibin B berikatan dengan reseptor aktivin tipe I di pituitari anterior akan menghasilkan Smad 6/7 setelah mengalami fosforilasi. Adanya smad 6/7 tersebut menyebabkan smad 2/3 tidak mengalami fosforilasi sehingga akan meregulasi sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH). Inhibin B yang berikatan dengan reseptor aktivin tipe II akan menimbulkan bloking sinyal intra seluler akibat adanya betaglycan yang menyebabkan Folicle Stimulating Hormone (FSH) tidak tersekresikan. Adanya stimulus dari Folicle Stimulating Hormone (FSH) menstimulus proliferasi dan perkembangan sel sertoli
yang memproduksi aktivin (Illingworth et al., 1996). Aktivin berfungsi untuk menstimulus pituitari anterior mensekresikan Folicle Stimulating Hormone (FSH) melalui ikatan dengan reseptor aktivin I dan II. Ikatan antara aktivin dengan reseptornya menyebabkan terjadinya fosforilasi yang menghasilkan smad 2/3 dan smad 4 yang kemudian akan berikatan serta fosforilasi di intisel untuk faktor translasi yang akan menimbulkan respon berupa sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) (Matzuk, et al., 2000). Adanya induksi laserpunktur yang menimbulkan daya stimulasi yang cepat dan spontan, menyebabkan meningkatnya jumlah sel sertoli yang diyakini memproduksi aktivin secara terus menerus untuk menstimulasi sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH) dan Inhibin B yang diproduksi melalui umpan balik negatif menurun karena tidak dapat berikatan dengan reseptor TGF β superfamily pada pituitari anterior. Kesimpulan dan Saran Induksi laserpunktur pada enam titik akupunktur BL 22 atau sanjiaoshu, BL 23 atau shenshu, GV 4 atau mingmeng selama 15 detik/titik meningkatkan fertilitas, meningkatkan jumlah sel sertoli dan menurunkan ekspresi Inhibin B pada tikus (Rattus norvegicus) jantan. Diperlukan kajian mengenai efek induksi laserpunktur yang bersifat reversibel atau ireversibel terhadap sistem reproduksi hewan jantan dan alternatif kandang restrain hewan jantan untuk melakukan induksi laserpunktur. Daftar Pustaka Adikara, R.T. 2001. Teknologi Laserpunktur Pada Ternak. Pusat Penelitian Bioenergi. Surabaya. Aulanni’am. 2011. Inhibin B: Struktur dan Karakter Biokimiawi sebagai Kandidat Kontrasepsi Pria. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. Surabaya. ISBN 978602-8967-22-8.
Barakat, D.F., and C. Brown. 2008. Feedback Mechanism Inhibin and Activin. Biologycal Supply Company. Prague. Bearden, H.J. 2004. Applied Animal Reproduction 6th Editions. Pearson Education Inc. New Jersey. Bintara, S. 2010. Stimulasi Laser sebagai Alternatif untuk Induksi Estrus pada Kambing Bligon. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Chada, M., and R. Prausa. 2003. Inhibin B, Folicle Stimulating Hormone, Luteinizing Hormone and Testosterone during Childhood and Puberty in Males:Changes in Serum Concentration in Relation to Ages and Stage of Puberty. Physol res, 52: 45-51. Crofton, P.M., and A.E. Evans. 2002. Inhibin B in Boys from Birthto Adulthood: Relationship with Age, Pubertal Stage, FSH and Testosterone. Journal Clinical Endocrinology, 56: 215-221. Cummings, T.M., and S. Lindley. 2006. Essentials of Western Veterinary Accupuncture. Blackwell Publishing Ltd. Oxford. Darnell, J., and D. Baltimore. 1990. Moleculer Cell Biology Second Edition. Am Books. Sci. DeGroot, L.J. 1995. Endocrinology 3rd Edition.WBSaundersCompany.Philadelphia. Dellman., and H. Dieter. 1992. Buku Teks Histologi Veteriner. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Guntoro, S., dan R. Yasa. 2002. Aplikasi Teknologi Laserpunktur untuk Gertak Birahi pada Kerbau. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali. Denpasar. Herdis. 2010. Aplikasi Teknologi Laserpunktur dalam Meningkatkan Libido Pejantan Domba Garut (Ovis aries).
Pusat Teknologi Produksi Pertanian. Jakarta. Klide, A.M., and H. KungShiu. 1977. Veterinary Accupuncture. University of Pennsylvania Press.Pennsylvania.