ISSN 2337-6686 ISSN-L 2338-3321
DETERMINAN FERTILITAS: SUATU PENDEKATAN MULTILEVEL Febri Wicaksono dan Dhading Mahendra Sekolah Tinggi Ilmu Statistik Jakarta, Badan Pusat Statistik E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak: Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang bermanfaat bagi pembangunan. Sebaliknya, penduduk yang besar dan rendah kualitasnya akan menjadi beban pembangunan. Besarnya jumlah penduduk di Indonesia tidak sebanding lurus dengan kualitas penduduknya. Intervensi kebijakan dalam hal pengendalian penduduk salah satunya dapat difokuskan pada program pengendalian fertilitas. Tujuan penelitian untuk menginvestigasi faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Data SUSENAS 2011, Data PDRB Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2011, dan Data Potensi Wilayah Program Keluarga Berencana Nasional tahun 2011. Model multilevel logistik biner digunakan untuk menganalisa pengaruh faktor individu dan faktor kontekstual yang mempengaruhi fertilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan tingkat kesalahan 5%, umur, lama perkawinan, usia perkawinan pertama, tingkat pendidikan, status bekerja, kejadian kematian anak, dan penggunaan kontrasepsi berpengaruh secara signifikan terhadap fertilitas. Selain itu, fertilitas individu juga bervariasi antar wilayah, fertilitas individu di daerah dengan tingkat pembangunan ekonomi dan pelayanan keluarga berencana yang lebih baik cenderung akan lebih rendah. Kata kunci: fertilitas, faktor individu, faktor kontekstual, multilevel logistik biner. Abstract: The large population and quality will be a useful asset to development. Instead, a large population and low quality is going to be a burden on development. The magnitudes of the population in Indonesia are not comparable straight with the quality of its population. The intervention policy in terms of population control, one of which can be focused on fertility control programs. The objective of the study is to investigate the determinants of fertility. Data from the national socioeconomic survey (SUSENAS) 2011, GDP by regency/municipality in Indonesia 2011, and the regions potential of family planning program data 2011 are used in this study. This study employed multilevel binary logistic model to analyse the impact of individual and contextual factors to fertility. This study find that age, duration of marriage, age of first marriage, educational level, working status, the experience of child mortality, and the use of contraception are significantly affect the fertility. In addition, the individual fertility also varies between regions. The individual fertility in regions that have better economic development and have better family planning services are tend to be lower. Key words: fertility, individual factor, contextual factor, multilevel binary logistic.
PENDAHULUAN Latar belakang penelitian ini bahwa penduduk sebagai modal dasar pembangunan adalah titik sentral dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Menurut Sensus Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237,6 juta jiwa sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia, setelah Cina, India, dan Amerika. Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas akan menjadi aset yang bermanfaat bagi pembangunan. Sebaliknya, penduduk yang besar dan rendah kualitasnya akan menjadi beban pembangunan. Jumlah penduduk yang besar dan tidak diimbangi dengan sumber daya manusia yang baik akan menyebabkan sumber daya lainnya akan lebih terserap untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi (Todaro dan Smith,2003). Keadaan ini akan berdampak pada timbulnya berbagai permasalahan sosial Jurnal Ilmiah WIDYA
ekonomi penduduk, seperti kemiskinan, standar hidup rendah, pendidikan rendah, dan menurunnya status lingkungan. Besarnya jumlah penduduk di Indonesia ini ternyata tidak sebanding lurus dengan kualitas penduduknya. Pada tahun 2010 ranking Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia belum dapat menenpati 100 besar dunia dan hanya mampu pada urutan 125 dari 169 negara dengan IPM sebesar 72,27. Bila dibandingkan dengan negaranegara ASEAN, IPM Indonesia hanya mampu menempati peringkat 6 di bawah Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Fillipina (BPS,2012). Rendahnya kualitas penduduk tersebut akan menjadi suatu permasalahan karena penduduk Indonesia yang besar belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan bangsa Indonesia. Jika hal ini tidak segera ditangani maka keberadaan penduduk Indonesia justru 134
Volume 3 Nomor 3 Januari - April 2016
Febri Wicaksono dan Dhading Mahendra, 134 - 139
Determinan Fertilitas: Suatu Pendekatan Multilevel
akan menjadi beban pembangunan negara. Oleh karena itu, keberhasilan dalam mengendalikan pertumbuhan penduduk dan mengembangkan kualitas penduduk serta keluarga akan memperbaiki segala segi pembangunan dan mempercepat terwujudnya masyarakat yang sejahtera di Indonesia. Intervensi kebijakan dalam hal pengendalian penduduk salah satunya dapat difokuskan pada program pengendalian fertilitas. Hal ini karena pertumbuhan penduduk tidak terlepas dari pengaruh faktor demografi, yaitu tingkat kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), dan perpindahan penduduk (migrasi). Tingkat fertilitas dan mortalitas menjadi faktor penentu dalam laju pertumbuhan alamiah. Apabila tingkat fertilitas tinggi dan diimbangi dengan rendahnya tingkat kematian maka hal ini akan menyebabkan jumlah penduduk yang semakin besar (Lucas dan Meyer,1994). Tujuan penelitian ini adalah untuk menginvestigasi faktor individu dan faktor kontekstual/wilayah yang mempengaruhi fertilitas agar dapat memberikan masukan saran kebijakan dalam hal pengendalian penduduk. Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari data keterangan pokok individu anggota rumah tangga dari SUSENAS tahun 2011 dengan populasi yaitu wanita pernah kawin usia 15-49 tahun.Selain data SUSENAS tahun 2011, digunakan juga data potensi wilayah Program Keluarga Berencana Nasional melalui Laporan Keluarga Berencana Nasional oleh BKKBN untuk mendapatkan informasi persentase jumlah klinik KB di kabupaten/kota di seluruh Indonesia sebagai data pendukung. Data lain yang digunakan yaitu data laporan atau publikasi BPS mengenai Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten/Kota di Indonesia tahun 2007-2011. Laporan ini untuk mendapatkan informasi mengenai PDRB perkapita kabupaten/kota di seluruh Indonesia tahun 2011. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup oleh wanita pernah kawin usia 15-49 tahun. Jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu kurang dari atau sama dengan 2 dan lebih dari 2. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini terdiri Jurnal Ilmiah WIDYA
dari dua tingkatan (level), yaitu individu (level 1) dan kabupaten/kota (level 2). Variabel tingkat individu yang digunakan dalam penelitian ini adalah: umur, umur perkawinan pertama, lama perkawinan, pendidikan, status bekerja, kejadian kematian anak, dan penggunaan kontrasepsi.Sedangkan variabel tingkat kabupaten/kota yang digunakan adalah PDRB per kapita sebagai proksi pembangunan ekonomi di suatu wilayah dan persentase desa/kelurahan yang memiliki klinik KB terhadap total seluruh desa/kelurahan di suatu wilayah sebagai proksi dari pelayanan keluarga berencana di suatu wilayah. Dengan adanya struktur hirarki yang ada pada data yang digunakan (individu dan kabupaten/kota), agar tidak terjadi kesalahan kontekstual yang disebabkan karena adanya error yang berkorelasi dalam setiap individu yang berada pada kontekstual (wilayah) yang sama yang dapat menyebabkan bias dalam mengestimasi parameter (Hox,2010; Goldstein,2011), maka penelitian ini menggunakan model regresi multilevel. Data yang berstruktur hirarki adalah data yang unit observasinya terkelompok dalam unit yang levelnya lebih tinggi atau data dengan level yang lebih rendah bersarang dalam pada level yang lebih tinggi. Model regresi multilevel telah memperhitungkan korelasi individu di dalam satu kelompok/klaster sehingga dalam mengestimasi paramater akan lebih efisien (Hox,2010; Goldstein,2011). Oleh karena variabel terikatnya berupa data kategorik dengan dua kategori (biner), maka penelitian ini menggunakan analisis multilevel logistik biner dengan random intersepuntuk melihat pengaruh faktor individu dan faktor kontekstual yang mempengaruhi fertilitas individu. Model regresi logistik multilevel biner merupakan analisis multilevel yang digunakan untuk menganalisis data yang mempunyai struktur hirarki beberapa level dengan data respon biner, bernilai 0 atau 1 (Hox,2010; Goldstein,2011). Secara umum model penelitian ini dapat diformulasikan sebagai berikut: ln
135
(
πijk 1-πij
) = β0j + β1x1ij + ... + βmxmij Volume 3 Nomor 3 Januari - April 2016
Febri Wicaksono dan Dhading Mahendra, 134 - 139
Determinan Fertilitas: Suatu Pendekatan Multilevel
dimana πijk 1-πij
keluarga kecil bahagia sejahtera, perlunya penggunaan alat kontrasepsi, dan pandangan baru bahwa anak bukan merupakan faktor produksi keluarga, melainkan sebagai investasi orang tua pada masa depan (Holsinger dan Kasarda,1976). (2) Partisipasi wanita dalam lapangan pekerjaan; dianggap mempunyai pengaruh negatif terhadap fertilitas karena fungsi dan tugas wanita sebagai istri dan ibu dalam banyak hal bertentangan dengan fungsi dan tugas wanita sebagai pekerja (Testa,2009)dan (3) kejadian kematian anak yang pernah dialami oleh suatu pasangan suami-istri.; disebabkan karena adanya efek psikologis pada orang-tua. Adanya rasa takut akan kehilangan seorang atau lebih anak akan direspon oleh para orang-tua dengan cara memiliki anak dalam jumlah yang banyak untuk memastikan bahwa anak mereka akan ada yang berhasil selamat sampai dewasa (Heer,1983). Selain dipengaruhi oleh faktor individu, beberapa penelitian menyebutkan bahwa fertilitas individu dapat juga dipengaruhi oleh faktor kontekstual atau wilayah (Hirschman dan Guest,1990; Richard dan David,1987). Pembangunan ekonomi merupakan salah satu faktor kontekstual yang dapat mempengaruhi fertilitas individu (Testa,2009). Pembangunan ekonomi dapat diukur melalui pendapatan per kapita dan dapat digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Easterlin dan Crimmins (1985) menyebutkan bahwa pengaturan fertilitas dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran terhadap anak dan biaya pengaturan fertilitas. Pada daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, akan terdapat lebih banyak penduduk yang dapat membiayai pengaturan fertilitas yang akan menyebabkan lebih banyak masyarakatnya yang memiliki fertilitas lebih rendah. Selain itu, biaya pengaturan fertilitas juga dapat dilihat dari kemudahan akses untuk mendapatkan pengaturan fertilitas tersebut. Semakin sulit akses untuk mendapatkan pengaturan fertilitas, maka semakin banyak biaya tambahan yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan pengaturan fertilitas tersebut, sehingga akan semakin banyak orang yang tidak dapat membiayai pengaturan fertilitas tersebut. Hal ini menyebabkan
= kecenderungan peluang sukses
dan β0j = β0 + u0j β0 adalah random intersep dan u adalah random 0j efek pada level kabupaten/kota. Random efek menyatakan variasi dari tingkat fertilitas dari kabupaten/kota yang berbeda. Kemudian xmij menyatakan variabel bebas kem di level individu untuk individu ke-i pada level ke-1 dalam kabupaten/kota ke-j pada level ke-2. PEMBAHASAN Pengendalian Fertilitas Fertilitas dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiodemografis melalui variabel-variabel antara (Davis dan Blake,1956;Freedman,1975;Bongaart,1978). Menurut Davis dan Blake (1956) variabel-variabel antara tersebut berupa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya (1) hubungan kelamin, (2) terjadinya konsepsi, dan (3) kehamilan serta kelahiran. Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa umur adalah salah satu faktor sosio-demografis yang dapat mempengaruhi fertilitas. Wanita yang berumur lebih tua cenderung memiliki fertilitas yang lebih besar. Ratarata anak yang dilahirkan oleh wanita dengan umur perkawinan pertama yang lebih muda juga cenderung lebih besar. Hal ini disebabkan karena wanita dengan umur yang lebih tua dan wanita yang memiliki umur perkawinan pertama lebih muda mempunyai masa subur yang lebih lama, sehingga peluang untuk memiliki anak dalam jumlah yang lebih besar pun akan semakin besar (T.H. Hull, Adioetomo, dan V.J. Hull,1984;Testa,2009). Selain itu, fertilitas juga dapat dipengaruhi oleh: (1) Tingkat pendidikan; Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung untuk mempunyai anak lebih sedikit dibandingkan dengan masyarakat yang berpendidikan rendah. Hal ini disebabkan karena masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima hal-hal yang baru, seperti norma Jurnal Ilmiah WIDYA
136
Volume 3 Nomor 3 Januari - April 2016
Febri Wicaksono dan Dhading Mahendra, 134 - 139
Determinan Fertilitas: Suatu Pendekatan Multilevel
Umur dan lama perkawinan mempunyai hubungan positif dengan kecenderungan untuk memiliki anak lebih dari dua. Hal ini bisa disebabkan karena umur dan lama perkawinan berkaitan erat dengan lamanya masa subur seorang perempuan. Semakin tua umur seorang wanita dan semakin lama waktu yang dijalani seorang perempuan dalam ikatan pernikahan maka semakin besar masa subur perempuan tersebut yang teresiko untuk terpapar kehamilan, sehingga menyebabkan kemungkinan perempuan tersebut untuk mempunyai anak yang lebih banyak juga menjadi lebih besar. Kematian anak juga secara signifikan berpengaruh positif terhadap fertilitas individu. Dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, perempuan yang mempunyai riwayat kematian anak dalam hidupnya akan memiliki kecenderungan 8,21 kali untuk memiliki anak lebih dari dua jika dibandingkan dengan perempuan yang tidak mempunyai riwayat kematian anak dalam hidupnya. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya efek psikologis pada orang tua yang takut akan kehilangan seorang atau lebih anaknya lagi, sehingga hal ini akan direspon oleh para orang-tua dengan memiliki anak dalam jumlah yang banyak untuk memastikan bahwa anak mereka akan ada yang berhasil selamat sampai dewasa (Heer,1984). Hasil regresi juga menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi memiliki hubungan yang positif dengan fertilitas individu. Dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, perempuan yang menggunakan alat/metode kontrasepsi akan memiliki kecenderungan 2,80 kali untuk memiliki anak lebih dari dua jika dibandingkan dengan perempuan yang tidak pernah menggunakan alat/metode kontrasepsi. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, karena seharusnya penggunaan kontrasepsi dapat membatasi jumlah kelahiran dari seorang perempuan.Hubungan yang positif (yang tidak seperti yang diharapkan) ini mungkin terjadi karena dalam praktek penggunaannya, banyak masyarakat yang baru akan menggunakan alat/metode kontrasepsi ketika jumlah anak yang mereka miliki sudah banyak. Hal seperti ini juga pernah dijumpai dalam penelitian yang dilakukan oleh Iswarati (2009).
masyarakat yang tinggal di daerah yang terdapat klinik keluarga berencananya cenderung memiliki fertilitas yang lebih rendah (Sinha,2003). Hasil dan Pembahasan Hasil Estimasi Parameter Model Multilevel Logistik Biner dan pengolahan data dapat dilihat pada tabel 1 berikut: Tabel 1. Hasil Estimasi Parameter Model Multilevel Logistik Biner Variabel
Koefisien Standar Wald Error
Rasio Kecenderungan
Fixed Effect Intercept -2,58 0,53 23,65 0,23 Variabel Individual Umur 0,03 0,002 338,66* 1,03 Lama Perkawinan 0,16 0,01 337,73* 1,17 Umur Kawin Pertama < 20 tahun >= 20 tahun -0,21 0,02 188,41* 0,81 Pendidikan <= SD SLTP – SLTA -0,08 0,01 35,45* 0,92 > SLTA -0,13 0,02 25,41* 0,88 Status Bekerja - bekerja - tidak bekerja 0,12 0,01 96,63* 1,12 Kematian Anak - tidak ada - ada 2,11 0,02 9.383,67* 8,21 Kontrasepsi - tidak pernah pakai - tidak menggunakan lagi 0,54 0,02 823,33* 1,72 - sedang menggunakan 1,03 0,02 3.624,01* 2,80 Variabel Kontekstual Persentase Jumlah Klinik KB -1,88 0,20 92,46* 0,15 PDRB perkapita -0,18 0,06 10,91* 0,83 Random Effect 0,66 0,43 Ket: * adalah signifikan pada alpha 0,05
Dari hasil analisis regresi multilevel logistik biner dua level dengan random intersep terlihat bahwa fertilitas individu dengan tingkat kepercayaan 95 %, secara statistik signifikan dipengaruhi oleh faktor-faktor individualseperti umur, lama perkawinan pertama, umur perkawinan pertama, pendidikan, status bekerja, kematian anak, dan penggunaan kontrasepsidan juga dipengaruhi oleh faktorfaktor kontekstual seperti klinik KB (yang diukur dengan persentase desa/kelurahan yang terdapat klinik KB terhadap total desa/kelurahan dalam tiap kabupaten/kota), dan pembangunan ekonomi (yang diukur dengan ln PDRB per kapita). Jurnal Ilmiah WIDYA
137
Volume 3 Nomor 3 Januari - April 2016
Febri Wicaksono dan Dhading Mahendra, 134 - 139
Determinan Fertilitas: Suatu Pendekatan Multilevel
Namun di lain pihak, tingkat pendidikan mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap fertilitas individu. Dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, perempuan dengan tingkat pendidikan SLTP – SLTA akan memiliki kecenderungan 0,92 kali untuk memiliki anak lebih dari dua jika dibandingkan dengan perempuan dengan tingkat pendidikan SD ke bawah. Sedangkan perempuan dengan tingkat pendidikan lebih dari SLTA akan memiliki kecenderungan 0,88 kali untuk memiliki anak lebih dari dua jika dibandingkan dengan perempuan dengan tingkat pendidikan SD ke bawah.Sebagaimana telah dinyatakan oleh Holsinger dan Karsada (1976), pendidikan mempunyai pengaruh langsung terhadap perubahan status, sikap, dan pandangan hidup masyarakat. Secara umum, masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menerima hal-hal yang baru, seperti normakeluarga kecil yang lebih sejahtera, perlunya penggunaan alat kontrasepsi, dan pandangan bahwa anak bukan merupakan faktor produksi keluarga, melainkan sebagai investasi orang tua di masa datang yang memerlukan biaya untuk mengasuh/ merawatnya. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat,cenderung untuk memiliki anak yang lebih sedikit. Status bekerja juga mempunyai pengaruh negatif yang signifikan terhadap fertilitas individu. Dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, perempuan yang berstatus tidak bekerja akan memiliki kecenderungan 1,12 kali untuk memiliki anak lebih dari dua jika dibandingkan dengan perempuan yang berstatus bekerja. Hubungan negatif antara status bekerja dengan fertilitas mungkin disebabkan karena partisipasi wanita dalam lapangan kerja dalam banyak hal bertentangan dengan fungsi dan tugas wanita sebagai istri dan ibu (Testa,2009). Dalam teori alokasi waktu dijelaskan bahwa jika waktu yang dihabiskan untuk bekerja dan waktu yang dihabiskan untuk mengurus anak adalah mutually exclusive maka pendapatan akan diukur sebagai oppotunity cost dari melahirkan. Jadi, semakin tinggi harga dari waktu yang digunakan fertilitas seharusnya semakin rendah. Secara kontekstual dalam tingkat kabupaten/kota, Jurnal Ilmiah WIDYA
fertilitas individu dipengaruhi negatif oleh persentase jumlah desa yang memiliki klinik KB terhadap total jumlah desa dan PDRB perkapita. Dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap,setiap kenaikan 1 persenjumlah desa yang memiliki klinik KB terhadap total jumlah desa akan meningkatkan kecenderungan 0,15 kali perempuan yang tinggal di kabupaten/kota tersebut untuk memiliki anak lebih dari dua. Dalam keadaan semua variabel bebas lainnya tetap, setiap kenaikan 1 persen PDRB per kapita akan meningkatkan kecenderungan 0,83 kali perempuan yang tinggal di kabupaten/kota tersebut untuk memiliki anak lebih dari dua. PENUTUP Kesimpulan 1. Hasil analisis regresi multilevel logistik biner menunjukkan bahwa secara statistik fertilitas individu (yang diukur dengan jumlah anak yang pernah dilahirkan hidup) dipengaruhi oleh faktor-faktor individual seperti: (a) umur, (b) lama perkawinan pertama, (c) umur perkawinan pertama, (d) pendidikan, (e) status bekerja, (f) kematian anak, dan (g) penggunaan kontrasepsi. Selain itu juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kontekstual seperti (a) klinik KB (yang diukur dengan persentase desa/kelurahan yang terdapat klinik KB terhadap total desa/kelurahan dalam tiap kabupaten/kota), dan (b) pembangunan ekonomi (yang diukur dengan ln PDRB per kapita). 2. Perempuan dengan umur yang lebih tua dan perempuan dengan lama masa dalam ikatan perkawinan yang lebih lama memiliki kecenderung untuk memiliki anak lebih dari dua yang lebih besar. Perempuan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi memiliki kecenderung untuk memiliki anak lebih dari dua yang lebih kecil. Perempuan dengan status bekerja memiliki kecenderung untuk memiliki anak lebih dari dua yang lebih kecil.Perempuan yang memiliki riwayat kematian anak memiliki kecenderung untuk memiliki anak lebih dari dua yang lebih besar. Perempuan yang sedang menggunakan alat/metode kontrasepsi memiliki kecenderung untuk memiliki anak lebih dari dua yang lebih besar. 138
Volume 3 Nomor 3 Januari - April 2016
Febri Wicaksono dan Dhading Mahendra, 134 - 139
Determinan Fertilitas: Suatu Pendekatan Multilevel
3. Perempuan yang tinggal di kabupaten/kota yang memiliki persentase jumlah desa yang memiliki klinik KB terhadap total jumlah desa yang lebih besar dan di kabupaten/kota yang memiliki PDRB perkapita yang lebih besar memiliki kecenderung untuk memiliki anak lebih dari dua yang lebih kecil.
Davis, K., & Blake, J. “Social Structure and Fertility”. Economic Development and Cultural Change, Vol. 4 No.3, 1956: 211235. Easterlin, Richard A., and Eileen M. Crimmins. The Fertility Revolution: A Supply-Demand Analysis. University of Chicago Press. Chicago. 1985. Freedman, R. (1975). The Sociology of Human Fertility. Irvington, New York. Goldstein, H.. Multilevel Statististical Models, 4th Edition. John Wiley & Sons, Ltd. 2011. Heer, David M.. “Infant and Child Mortality and Demand for Children. In A.Bulatao, Ronald D. Lee, Paula E. Hollerbach and John Bongaarts (Eds.)”. Determinants of Fertility in Developing Countries Vol. 1 Supply and Demand for Children. Academic Press, Inc. New York. 1983. Hircshman, C., & P. “Guest. Multilevel Models of Fertility Determination in Four Southeast Asian Countries: 1970 and 1980”. Demography, Volume 27, Issue 3, Aug., 1990. 369-396. Holsinger, D., and J. Kasarda. Education and Human Fertility: Sociological Perspective. Dalam R. Ridker (ed.). Population and Development. John Hopkins University. Baltimore. 1976. Hox, J.J.. Multilevel Analysis: Techniques and Applications. 2nd Edition. Routledge. New York. 2010. Hull, T.H., M. Adioetomo, and V.J. Hull. Ages at Marriage and Cohabitation in Java. International Population Dynamics Program Research Note; no. 32. Australian National University. 1984. Iswarati. Proximate Determinant Fertilitas Di Indonesia. BKKBN. Jakarta. 2009. Lucas, D. & P. Meyer. Beginning Population Studies. 2nd Edition. National Centre for Development Studies. Canberra. 1994. Richard, B., & David, G.. Comunity And Institutional Influence On Fertility Analytical Issues. University of North Carolina. Chapel Hill. 1987. Sinha, N.. Fertility, Child Work And Schooling Concequences of Family Planning Programs: Evidence From An Experiment In Rural Bangladesh. New Haven: Yale University. 2003. Testa, M. R.. The Socio-Economic Determinats of Childbearing Intentions: A Macro-Micro European Analysis. Austrian: Vienna Institude of Demography. 2009. Todaro, M. P., & Smith, S. C. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Edisi ke 8. Erlangga. Jakarta. 2003.
Saran-saran Untuk mengendalikan fertilitas individu direkomendasikan kepada pemerintah untuk membuat regulasi dan penyuluhan mengenai batasan umur ideal untuk melaksanakan perkawinan. Kemudian direkomendasikan juga untuk meningkatkan pelayanan kesehatan terutama bagi ibu dan anak sehingga peluang hidup anak untuk mencapai dewasa akan meningkat. Hal ini dapat dilakukan dengan menambah kualitas dan kuantitas dari fasilitas kesehatan dan jumlah tenaga kesehatan di tiap-tiap daerah. Selanjutnya direkomendasikan juga untuk meningkatkan jumlah desa yang memiliki klinik KB yang dapat dilakukan dengan pembangunan dan pemerataan klinik KB di tiap desa, karena akan mempermudah dan mengurangi biaya masyarakat untuk mengakses alat kontrasepsi yang dibutuhkan untuk pengendalian kelahiran. DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik [BPS]. Indeks Pembangunan Manusia 20102011. Jakarta: BPS. 2012. Bongaarts, J.. “A Framework for Analyzing the Proximate Determination of Fertility”. Population and Development Review, Volume 4, Issue 1, 1978. 105-132.
Jurnal Ilmiah WIDYA
139
Volume 3 Nomor 3 Januari - April 2016