DETERMINAN PERILAKU PENGGUNAAN KONTRASEPSI DAN PENGARUHNYA TERHADAP FERTILITAS DI PROVINSI SULAWESI SELATAN
BEHAVIORAL DETERMINANTS CONTRACEPTIVE USE AND EFFECT ON FERTILITY IN SOUTH SULAWESI Akmal Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan
[email protected]
ABSTRAK Keberhasilan program keluarga berencana di Indonesia telah diakui secara nasional dan internasional berhasil menurunkan angka fertilitas. Angka Total Fertility Rate (TFR) tersebut bervariasi menurut provinsi. TFR Sulawesi Selatan sama dengan TFR Nasional yaitu 2,6 anak. Salah satu program yang dapat menurunkan angka ini yaitu penggunaan kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku. Menurut Lawrence perilaku dapat ditentukan oleh tiga faktor: predisposisi, enabling and reinforcing. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh ketiga faktor pada perilaku penggunaan kontrasepsi modern di Sulawesi Selatan. Data yang digunakan berasal dari survey indikator RPJMN tahun 2014. Unit analisis adalah wanita pernah kawin berumur 15-49 tahun. Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan karakteristik dari variabel dependen dan independen. Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Wanita pernah kawin umur 15-49 tahun umumnya berada pada kelompok umur 3039 tahun (41%), tinggal di perdesaan (57%), beragama Islam (90%), berpendidikan tamat SD (29%), tidak bekerja (67%) dan berstatus keluarga sejahtera I (48%), sebanyak 2% yang tidak mengetahui tempat mendapatkan layanan KB dan umumnya media televisi yang paling banyak digunakan untuk mendapatkan informasi tentang KB. Kata Kunci: kontrasepsi, perilaku dan fertilitas.
ABSTRACT The success of family planning programs in Indonesia has been recognized nationally and internationally successful in reducing fertility rates. Figures Total Fertility Rate (TFR) is varied by province. TFR South Sulawesi closely with the National TFR is 2.6 children. One program that can reduce this figure that the use of contraception. Contraceptive use can be explained by a behavioral approach. According to Lawrence behavior can be determined by three factors: predisposing, enabling and reinforcing. This study aimed to analyze the effect of these three factors on the behavior of modern contraceptive use in South Sulawesi. The data used came from a survey indicators RPJMN 2014. The unit of analysis was ever married women aged 15-49 years. Univariate analysis is used to describe the characteristics of the dependent and independent variables. Bivariate analysis was conducted to determine the relationship between variables. The results showed that ever married woman 15-49 years of age generally are in the age group 30-39 years (41%), living in rural areas (57%), Muslims (90%), elementary school education (29%), not work (67%) and family welfare status of the I (48%), as much as 2% who do not know where to get family planning services and television media generally the most widely used to get information about family planning. Keywords: contraception, Behavior, and fertility
49
PENDAHULUAN Enabling Factors ( sarana pelayanan KB, media informasi KB),dan Reinforcing Factors ( kunjungan petugas dan informasi dari petugas) terhadap perilaku penggunaan kontrasepsi modern di Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Menganalisis pengaruh penggunaan kontrasepsi modern terhadap tingkat fertilitas di Provinsi Sulawesi Selatan, setelah dikontrol dengan variabel Predisposing Factors, Enabling Factors, and Reinforcing Factors.
Program keluarga berencana di Indonesia telah diakui secara nasional dan internasional berhasil menurunkan angka fertilitas. Hal ini dapat dilihat dengan penurunan Total Fertility Rate (TFR) Indonesia dari 5,6 anak pada tahun 1971, saat dimulainya program KB, menjadi 2,4 anak pada tahun 2010. Pencapaian angka fertilitas menurut sensus penduduk 2010 bervariasi menurut provinsi, yang paling tinggi yaitu provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 3,8 anak sedangkan paling rendah di provinsi DI Yogyakarta sebesar 1,9 anak. Penurunan TFR juga terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu dari 5,7 anak pada tahun 1971 menjadi 2,6 anak pada tahun 2010 (BPS 2011). Keberhasilan menurunkan angka fertilitas tersebut ternyata belum mampu mencapai target yang telah ditetapkan pemerintah sebesar 2,2 anak pada akhir tahun 2014 (RPJM 2014). Salah satu penyebab tidak tercapainya angka fertilitas yang diinginkan tersebut yaitu karena masih rendahnya prevalensi penggunaan kontrasepsi modern (Soebijanto dan Sriudiyani, 2011). Penggunaan kontrasepsi modern hanya sebesar 57,9% secara nasional lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 60,5%. Prevalensi penggunaan kontrasepsi di Sulawesi Selatan hanya sebesar 47,5% lebih rendah dari rata-rata nasional (BKKBN et al, 2013). Kondisi ini mengindikasikan pemakaian kontrasepsi sebagai salah satu variabel yang secara langsung berpengaruh terhadap fertilitas kontribusinya tidak sama di setiap daerah. Untuk itu perlu dilakukan kajian mendalam mengenai determinan perilaku penggunaan kontrasepsi dan pengaruhnya terhadap fertilitas.
Keluarga berencana menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera (Hartanto, 2002). Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997, keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga dengan menggunakan kontrasepsi (Iswarati, dkk. 2003). Penggunaan kontrasepsi dapat dijelaskan melalui pendekatan perilaku. Suatu teori dikembangkan oleh Lawrence Green yang mengatakan bahwa faktor perilaku ditentukan oleh tiga faktor, yaitu 1) Predisposing Factors (Faktor predisposisi), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya. Faktor predisposisi ini terbentuk diantaranya karena adanya akses informasi yang diperoleh oleh seseorang misalnya informasi mengenai KB; 2) Enabling Factors (Faktor pendukung), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau
Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis pengaruh factor: Predisposing Factors (umur ibu, pendidikan ibu, status kerja, agama,tahapan KS, jumlah anak meninggal, jumlah anak masih hidup, pengetahuan jenis alkon dan pengetahuan tempat pelayanan), 50
sarana-sarana kesehatan, misalnya sarana puskesmas, akses memperoleh alat/metode kontrasepsi, dan lain sebagainya; 3) Reinforcing Factors (Faktor pendorong), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas KB atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat (Green dalam Notoatmodjo, 2007). Menurut Sarwono (2007) perilaku manusia adalah segala bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan, serta tindakannya yang berhubungan dengan kesehatan. Menurut Skinner dalam Notoadmodjo (2003), perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. Psikologi pendidikan membagi perilaku manusia ke dalam 3 (tiga) domain atau ranah yakni kognitif, afektif, dan psikomotor (Benyamin Bloom dalam Musdalifah, dkk., 2013). Dalam perkembangannya, teori Bloom dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: 1) Pengetahuan, pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behavior). 2) Sikap (attitude), merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. 3) Praktik atau tindakan. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt
behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi perbuatan nyata diperlukan fakor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor pendukung (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua dan lain-lain. Landasan teori yang dapat digunakan untuk menilai perilaku individu atau kelompok adalah teori Green. Teori Lawrence Green (1980) berusaha mengungkapkan determinan perilaku dari analisis beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku, yang berhubungan dengan kesehatan. Menurut Green kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor dari luar perilaku (non-behavior causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor yaitu : 1) Faktor predisposisi), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan, keyakinan, sistem nilai yang dianut, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi lainnya, 2) Faktor pendukung, yang terwujud dalam lingkungan fisik, seperti ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, dan sebagainya. Dan 3). Faktor pendorong yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Dikaitkan dengan perilaku penggunaan kontrasepsi, perilaku seseorang atau masyarakat tersebut ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, dan sebagainya dari orang dan masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap, dan perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku seseorang yang mau menggunakan alat kontrasepsi. Seseorang yang tidak menggunakan kontrasepsi dapat disebabkan karena orang tersebut tidak tahu atau belum mengetahui manfaat dari alat kontrasepsi bagi dirinya dan keluarganya (predisposing factors). Atau karena jarak 51
rumahnya jauh dari tempat posyandu atau puskesmas tempat mendapatkan pelayanan KB (enabling factors). Sebab lain, mungkin karena para petugas kesehatan atau tokoh masyarakat lain di sekitarnya tidak pernah memberikan sosialisasi (reinforcing factors) (Green dalam Notoatmodjo, 2007). Lebih lanjut ia mengatakan hubungan
antara faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor yang mendukung (enabling factor) dan faktorfaktor yang mendorong (reinforcing factors), dapat digambar dalam gambar berikut ini:
Predisposing Factors Enabling Factors
Perilaku
Kesehatan
Reinforcing Factors Sumber : Teori Green (dalam Notoatmodjo, 2007) Konsep tersebut dikombinasi dengan teori Berthrand (1980) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian kontrasepsi. Menurut Berthrand (1980) dalam Nazila (2012) mengatakan perilaku kesehatan berperan dalam menentukan keikutsertaan akseptor dalam keluarga berencana. Ia menyatakan bahwa ada tiga faktor yang berhubungan dengan sikap dan penggunaan alat kontrasepsi atau KB yaitu : faktor sosio demografi (pendidikan, pendapatan, status pekerjaan, perumahan, status gizi, umur, suku, agama), faktor sosiopsikologis (ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB, persepsi terhadap kematian anak), dan faktor yang berhubungan dengan pelayanan (keterlibatan dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan).
Beberapa faktor demografi tertentu juga memengaruhi penerimaan KB di beberapa negara, misalnya di banyak negara-negara sedang berkembang, penggunaan kontrasepsi lebih banyak pada wanita yang berumur akhir 20-30 tahun yang sudah memiliki anak tiga atau lebih. Faktor sosial lain yang juga mempengaruhi adalah suku dan agama. 2. Faktor sosial-psikologi Sikap dan keyakinan merupakan kunci penerimaan KB, banyak sikap yang dapat menghalangi KB. Beberapa faktor sosio-psikologis yang penting antara lain adalah ukuran keluarga ideal, pentingnya nilai anak laki-laki, sikap terhadap KB, komunikasi suami isteri terhadap kematian anak. Sikap dan kepercayaan tersebut perlu untuk mencegah isu yang berhubungan termasuk segi pelayanan dan efek samping alat kontrasepsi. 3. Faktor yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan Program komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) merupakan salah satu faktor praktis yang dapat diukur bila pelayanan KB tidak tersedia. Beberapa faktor yang berhubungan dengan pelayanan KB antara lain keterlibatan
1. Faktor sosio demografi Penerimaan KB lebih banyak pada mereka yang memiliki standard hidup yang lebih tinggi. Indikator status sosioekonomi termasuk pendidikan yang dicapai, pendapatan keluarga dan status pekerjaan, jenis rumah, gizi.
52
dalam kegiatan yang berhubungan dengan KB, pengetahuan tentang sumber kontrasepsi, jarak ke pusat pelayanan dan keterlibatan dengan media massa.
berdasarkan kriteria kemaknaan tertentu. Variabel yang pertama kali dikeluarkan adalah variabel yang mempunyai korelasi partial terkecil dengan variabel dependen. Variabel yang mempunyai nilai p≥0,10 dikeluarkan dari model.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data sekunder survey indikator kinerja Rencana Pembanguna Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2014 program kependudukan dan KB. Responden penelitian ini yaitu wanita pernah kawin usia 15 – 49 tahun. Ada tiga metode analisis yang digunakan dalam studi ini. Pertama, untuk menjelaskan atau mendiskripsikan karakteristik variabel dependen dan variabel independen digunakan analisis univariat. Ke dua, analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel latar belakang, variabel sosial-ekonomi. Ke tiga, untuk menentukan faktor-faktor yang paling mempengaruhi perilaku penggunaan kontrasepsi dilakukan dengan menggunakan analisis multivariat. Analisa multivariat yang digunakan adalah regresi logistik. Langkah-langkah dalam permodelan yang dilakukan adalah sebagai berikut : a. Melakukan analisis bivariat untuk menentukan variabel yang menjadi kandidat model. Masing-masing variabel independen dihubungkan dengan variabel dependen (bivariat), bila hasil uji bivariat nilai p<0,25 maka variabel tersebut dapat masuk dalam model multivariat. b. Melakukan analisis secara bersamaan, dengan pemilihan variabel yang masuk dalam model. Ada beberapa metode untuk melakukan pemilihan variabel independen dalam analisis multivariat, namun yang akan dipakai adalah backward. Metode ini dilakukan dengan memasukkan semua variabel ke dalam model, kemudian satu per satu variabel independen dikeluarkan dari model
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran deskriptif karakteristik sosial demografi wanita pasangan usia subur di Propinsi Sulawesi Selatan. Faktor sosial, ekonomi, dan demografi yang digunakan dalam analisis adalah umur, tempat tinggal, agama, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak meninggal, tahapan kesejahteraan keluarga, dan jumlah anak yang masih hidup. Analisis masing-masing variabel secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Sebanyak 1.213 responden wanita PUS menjadi sampel penelitian, umumnya sampel wanita PUS berada kelompok umur 30-39 tahun (41%), tinggal di perdesaan (57%), beragama Islam (90%), berpendidikan tamat SD (29%), dan tidak bekerja (67%). Selain itu, bila dilihat dari tahapan keluarga sejahtera, hampir separuhnya, sampel wanita PUS berasal dari Keluarga Sejahtera I (48%). Umumnya sampel tidak pernah mengalami kematian anaknya (90%), sedangkan yang pernah mengalami kematian anaknya (10%), dan yang telah kehilangan lebih dari 1 anak meninggal mencapai 2%. Separuh dari sampel wanita PUS mempunyai 1-2 anak (50%), yang mempunyai 3-4 anak (34%), dan lebih dari 4 anak (12%), sedangkan yang belum mempunyai anak relatif hanya sedikit (5%). Semua sampel wanita PUS sudah pernah mendengar alat/cara KB modern, dan sebanyak 62% telah mengetahui lebih dari 4 jenis alat/cara KB, tetapi masih ada yang tidak mengetahui tempat layanan KB (2%). Sementara itu, mereka telah menggunakan sarana pemerintah dalam memperoleh layanan KB (48%), dan umumnya sumber media yang digunakan dalam memperoleh informasi berkaitan 53
dengan KB menyatakan 1-2 media (terbanyak adalah televisi dan spanduk), kunjungan petugas dalam 6 bulan terakhir
(10%), dan peran petugas menyampaikan informasi
dalam (90%).
Tabel 1.Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karakteristik Wanita Pernah Kawin Umur 15-49 Tahun, Sulawesi Selatan RPJMN 2014. Predisposing Factors Tempat Tinggal
Perkotaan Perdesaan
15 – 19 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Diploma/Akademi/PT Status Bekerja Tidak Bekerja Bekerja Agama Islam Non Islam Tahapan KS Pra KS KS I KS II+ Jumlah Anak yang Meninggal 0 1 >1 Anak Hidup Sekarang 0 1–2 3–4 >4 Pengetahuan Jenis Alat/Metode KB Modern Tahu <2 Tahu 2-4 Tahu >4 Pengetahuan Tempat Layanan KB Modern Tidak Tahu Tahu 1 Tahu 2 Tahu >2 Enabling Factors Sarana Pelayanan KB Pemerintah Swasta Lainnya (Posyandu, dsb.) Tidak Menggunakan Layanan Media Informasi KB Tidak ada 1-2 Media 3-4 Media >4 Media Reinforcing Factors Kunjungan Petugas (6 Bulan Terakhir) Tidak ada Ada Informasi KB dari Petugas Tidak ada Ada Umur Ibu
Sumber : Di olah dari Survei Indikator RPJMN 2014
54
n 525 688
% 43.3 56.7
13 109 182 250 247 227 185 33 109 352 283 302 134 818 395 1092 121 282 587 344 1097 91 25 63 602 409 139 54 408 751 22 561 397 233
1.1 9.0 15.0 20.6 20.4 18.7 15.3 2.7 9.0 29.0 23.3 24.9 11.1 67.4 32.6 90.0 10.0 23.2 48.4 28.4 90.4 7.5 2.1 5.2 49.6 33.7 11.5 4.5 33.6 61.9 1.8 46.2 32.7 19.2
367 214 49 583
30.3 17.6 4.0 48.1
115 544 265 289
9.5 44.8 21.8 23.8
1079 134
89.0 11.0
116 1097
9.6 90.4
menunjukkan hubungan yang tidak signifikan (p>0.05). Status pekerjaan mempunyai hubungan signifikan terhadap penggunaan kontrasepsi modern. Wanita yang tidak bekerja mempunyai persentase penggunaan kontrasepsi lebih tinggi (53%) dibandingkan dengan wanita yang bekerja yaitu 44% (p<0,005). Tahapan Keluarga Sejahtera, juga mempunyai hubungan signifikan dengan penggunaan kontrasepsi, yakni semakin tinggi tahapan keluarga sejahtera semakin meningkat pula penggunaan KB. Wanita pada kelompok keluarga pra sejahtera memiliki persentase lebih rendah penggunaan kontrasespi modern (44%) dibandingkan dengan keluarga sejahtera I (47%), sedangkan wanita pada keluarga sejahtera II+ mempunyai persentase lebih tinggi (60%). Tahapan keluarga sejahtera terhadap penggunaan kontrasepsi modern mempunyai hubungan yang signifikan positif (p<0,000). Banyaknya jumlah anak meninggal tidak berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi (p<0.05) tetapi variabel jumlah anak hidup sekarang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penggunaan kontrasepsi (p<0,000). Wanita yang belum memiliki anak, persentase penggunaan kontrasepsi hanya 1.6%, berbeda signifikan dengan mereka yang memiliki anak, dan yang tertinggi penggunaan kontrasepsi adalah wanita yang memiliki 1-2 anak (53.8%). Pengetahuan mengenai kontrasepsi modern, baik jenis maupun tempat layanan KB yang diketahui, keduanya mempunyai hubungan positif yang siginifikan (masing-masing p<0.05 dan p<0.000). Semakin banyak yang diketahui jenis dan tempat pelayanan KB modern, semakin besar pula persentase penggunaan kontrasepsi tersebut (Ali, 2013).
2.
Analisis Bivariat Perbedaan penggunaan kontrasepsi pada wanita PUS berdasarkan predisposing, enabling, dan reinforcing factors disajikan pada Tabel 2. Penjelasannya adalah sebagai berikut : a. Predisposing Factors Hubungan antara umur wanita dengan penggunaan kontrasepsi modern menunjukkan hubungan model U terbalik, yakni awalnya semakin bertambah umur wanita kawin semakin banyak menggunakan kontrasepsi, hingga pada umur tertentu (30-34 tahun), kemudian terjadi penurunan sampai akhir masa reproduksinya. Ibu berumur 30-34 tahun memiliki persentase terbanyak menggunakan kontrasepsi modern, sedangkan ibu berumur 45-49 tahun memiliki persentase terendah dalam menggunakan kontrasepsi modern (Musdalifah dkk., 2013). Pengaruh umur ibu terhadap penggunaan kontrasepsi modern signifikan (p<0,000). Penggunaan kontrasepsi antara wanita PUS dari perdesaan dan perkotaan terlihat tidak jauh berbeda, untuk wanita di perkotaan 47% dan perdesaan 52%. Walaupun terlihat bahwa masih lebih banyak yang menggunakan kontrasepsi di daerah perdesaan dibandingkan di kota. Pengaruh daerah tempat tinggal terhadap penggunaan kontrasepsi tidak signifikan (p>0,05). Begitupula penggunaan kontrasepsi berdasarkan agama, tidak lagi menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05). Wanita PUS yang beragama Islam mempunyai persentase 51% menggunakan kontrasepsi, lebih tinggi, tetapi tidak signifikan berbeda dengan agama non islam, 41%. Hubungan antara tingkat pendidikan dan penggunaan kontrasepsi juga
55
Tabel 2. Perbedaan Penggunaan KB Modern menurut Karakteristik Wanita Pernah Kawin Umur 15-49 Tahun, Sulawesi Selatan RPJMN 2014.
Predisposing Factors Tempat Tinggal
Penggunaan KB Modern Tidak Menggunakan Menggunakan n % n % Perkotaan 277 52.8 248 47.2 Perdesaan 330 48.0 358 52.0
15 – 9 20 – 24 25 – 29 30 – 34 35 – 39 40 – 44 45 – 49 Pendidikan Tidak Sekolah Tidak Tamat SD Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tamat Diploma/Akademi/PT Status Bekerja Tidak Bekerja Bekerja Agama Islam Non Islam Tahapan KS Pra KS KS I KS II+ Jumlah Anak yang Meninggal 0 1 >1 Anak Hidup Sekarang 0 1–2 3–4 >4 Pengetahuan Jenis Alat/Metode KB Modern Tahu <2 Tahu 2-4 Tahu >4 Pengetahuan Tempat Layanan KB Modern Tidak Tahu Tahu 1 Tahu 2 Tahu >2 Enabling Factors Sarana Pelayanan KB Pemerintah Swasta Lainnya (Posyandu, dsb.) Tidak Menggunakan Layanan Media Informasi KB Tidak ada 1-2 Media 3-4 Media >4 Media Umur Ibu
p-Value
0.110
9 55 75 101 103 129 135 16 53 171 135 156 76 384 223 536 71 159 310 138 539 56 12 62 278 195 72
69.2 50.5 41.2 40.4 41.7 56.8 73.0 48.5 48.6 48.6 47.7 51.7 56.7 46.9 56.5 49.1 58.7 56.4 52.8 40.1 49.1 61.5 48.0 98.4 46.2 47.7 51.8
4 54 107 149 144 98 50 17 56 181 148 146 13 434 172 556 50 123 277 206 558 35 13 1 324 214 67
30.8 49.5 58.8 59.6 58.3 43.2 27.0 51.5 51.4 51.4 52.3 48.3 43.3 53.1 43.5 50.9 41.3 43.6 47.2 59.9 50.9 38.5 52.0 1.6 53.8 52.3 48.2
0.000
38 203 366
70.4 49.8 48.7
16 205 385
29.6 50.2 51.3
0.009
21 278 198 110
95.5 49.6 49.9 47.2
1 283 199 123
4.6 50.4 50.1 52.8
0.000
4 3 17 583 61 264 127 155
1.1 1.4 34.7 100.0 53.0 48.5 47.9 53.6
363 211 32 0 54 280 138 134
98.9 98.6 65.3 0.0 47.0 51.5 52.1 46.4
0.000
51.4 38.8
524 82
48.6 61.2
0.008
61.2 48.9
45 561
39.1 51.1
0.015
Reinforcing Factors Kunjungan Petugas ke Rumah (6 Bulan Terakhir) Tidak ada 555 Ada 52 Informasi KB dari Petugas Tidak ada 71 Ada 536
Sumber : Di olah dari Survei Indikator RPJMN 2014
56
0.587
0.002 0.057 0.000
0.074
0.000
0.411
b. Enabling Factors Perilaku penggunaan kontrasepsi modern berdasarkan sarana pelayanan KB, memiliki perbedaan yang signifikan (p<0.000). Mereka yang menggunakan KB lebih banyak memperoleh sarana pelayanan pemerintah dan swasta dibandingkan pelayanan lainnya (posyandu, pos KB, polindes, dsb.). Sementara media informasi terhadap penggunaan KB tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0.05). c. Reinforcing Factors Berbeda dengan media, maka informasi KB dari petugas dan kunjungan petugas ke rumah dalam 6 bulan terakhir, memberikan faktor pendorong terwujudnya perilaku menggunakan kontrasepsi modern. Ini ditandai dengan nilai yang diperoleh kedua variabel tersebut (p< 0.05). Penggunaan kontrasepsi modern lebih meningkat pada mereka yang
mendapatkan kunjungan petugas (61%) dibandingkan mereka yang tidak menggunakan (49%). Begitupula dengan informasi KB dari petugas, akan meningkatkan penggunaan KB modern jika mereka memperoleh informasi dari petugas (51%), dibandingkan jika tidak ada informasi dari petugas (39%).
3. Hubungan Perilaku Penggunaan Kontrasepsi Modern dengan Fertilitas Analisis ini bertujuan untuk mengesplorasi perilaku wanita pernah kawin usia 15 – 49 tahun yang menggunakan dan tidak menggunakan kontrasepsi berdasarkan tingkat fertilitasnya. Variabel penggunaan kontrasepsi yang merupakan salah satu variabel yang secara langsung mempengaruhi fertilitas. Dalam analisis ini fertilitas diukur dengan jumlah anak lahir hidup.
Tabel 3. Hubungan antara Tingkat Fertilitas dengan Penggunaan KB Modern, Sulawesi Selatan RPJMN 2014. Penggunaan KB Modern
Fertilitas 0-1
Tidak Menggunakan Menggunakan
n 202 119
2-3 % 33.3 19.6
n 244 323
% 40.2 53.3
4-5 n % 107 17.6 134 22.1
>5 n 54 30
% 8.9 5.0
P < 0.000
Pada tabel 3, menyatakan pengaruh yang signifikan penggunaan kontrasepsi modern terhadap fertilitas (p<0,000). Tingkat fertilitas berdasarkan perilaku penggunaan kontrasepsi, menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan KB cenderung memiliki fertilitas 2-3 (53.3%). Mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi lebih tinggi persentasenya memiliki fertilitas >5 (9%) dibandingkan mereka menggunakan kontrasepsi (5%). Jadi, mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi modern cenderung memiliki fertilitas lebih tinggi daripada mereka yang menggunakan kontrasepsi.
KESIMPULAN: Wanita pernah kawin umur 15-49 tahun di Sulawesi Selatan umumnya berada pada kelompok umur 30-39 tahun (41%), tinggal di perdesaan (57%), beragama Islam (90%), berpendidikan tamat SD (29%), tidak bekerja (67%) dan berstatus keluarga sejahtera I (48%). Ada hubungan yang signifikan antara faktor predisposisi (umur, status pekerjaan, tahap keluarga kesejahteraan, jumlah anak masih hidup, pengetahuan tentang metode keluarga berencana, pengetahuan tempat pelayanan), faktor pendukung (fasilitas
57
sarana pelayanan kontrasepsi), faktor penguat (informasi dari petugas dan kunjungan petugas dalam 6 bulan terakhir) dengan perilaku penggunaan kontrasepsi modern. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tempat tinggal, pendidikan, jumlah anak meninggal, media informasi dengan perilaku penggunaan kontrasepsi modern. Ada perbedaan secara signifikan antara tingkat fertilitas wanita pernah kawin dengan perilaku penggunaan kontrasepsi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Keunggulannya
yaitu menggunakan teknik statistik yang sesuai dengan tipe data yang tersedia dan perumusan masalah, hasilnya dapat menunjukkan assosiasi antar variabel. Namun kelemahannya adalah ketidak mampuan menggali informasi yang lebih mendalam melalui pendekatan kualitatif. Sebagai rekomendasi, penelitian tentang perilaku penggunaan kontrasepsi di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan, dimasa yang akan datang sebaiknya menggunakan gabungan pendekatan kuantitatif dan kualitatif sehimgga dapat saling melengkapi satu sama lainnya.
Daftar Pustaka
Iswarati, dkk. 2003. Keluarga Berencana, Kesehatan Reproduksi, Gender, dan Pembangunan Kependudukan. Kerjasama BKKBN-UNFPA-Bank Dunia-ADB-STARH.
Ali,
R. 2013. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Penggunaan Alat Kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur di Wilayah Puskesmas Bahu Kabupaten Gorontalo (Prosiding Seminar Nasional Kependudukan). Jember : Universitas Jember.
Musdalifah, Sarake, M., dan Rahma. 2013. Faktor yang Berhubungan dengan Pemilihan Kontrasepsi Hormonal Pasutri di Wilayah Kerja Puskesmas Lampa Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang 2013. Makasar : Universitas Hasanuddin.
Bappenas. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Nazilah, L. 2012. Kontribusi Otonomi Perempuan dalam Rumah Tangga terhadap Pemakaian Kontrasepsi di Nusa Tenggara Timur. Depok : Universitas Indonesia.
BKKBN. 2013. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : BPS, BKKBN, Depkes, dan USAID.
Notoatmodjo, S. 2007. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Jaya. Sarwono, S. 2007. Sosiologi Kesehatan. Beberapa Konsep beserta Aplikasinya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
---------. 2014. Survei Indikator Kinerja Pembangunan Jangka Menengah NAsional (RPJMN) Program KKB. Jakarta. BPS.
2011. Hasil Sensus Indonesia. Jakarta.
Wiyono, Nur Hadi. 2008. “Isu-isu Terkini tentang Kependudukan: JanuariFebruari 2008.” Warta Demografi Tahun ke-38, Nomor 1. Jakarta: LD FE UI.
Penduduk
Hartanto, H. 2002. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.
58