NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
57
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Kertajaya Kota Surabaya Sapto Budi Wasono, ST, MT
ABSTRAK Kepadatan arus lalulintas dikota Surabaya akhir-akhir ini semakin meningkat sehingga banyak menimbulkan kemacetan diberbagai tempat. Pada jalan Kertajaya pada jam sibuk volume kendaraannya cukup padat dan juga pada jalan tersebut terdapat persimpangan dengan jalan Pucang Anom dan jalan Dharmawangsa sehingga banyak menimbulkan penumpukan kendaraan, maka tinjauan ini kami lihat pada kondisi jalan raya yang meliputi : Lebar badan jalan dan volume lalulintas. Berdasarkan pengamatan dilapangan kemacetan sering terjadi pada jam 08.00-09.00 pada siang hari pada jam 12.0013.00 dan pada sore hari antara jam 16.00-17.00. Salah satu penyebab kemacetan adalah jumlah peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan peningkatan kapasitas jalan. Masalah parkir juga ikut andil dalam terjadinya kemacetan. Berdasarkan volume kendaraan yang lewat bahwa lampu lalulintas belum optimal dan harus diubah secara periodik. Kata Kunci : persimpangan, kemacetan, penambahan jalur 1. PENDAHULUAN Kepadatan arus lalulintas dikota Surabaya akhir-akhir ini semakin meningkat sehingga banyak menimbulkan kemacetan diberbagai tempat. Pada jam-jam sibuk di jalan Kertajaya adalah jalan-jalan yang rawan terjadi kemacetan. Secara garis besar persoalan yang timbul di kota Surabaya secara garis besar disebabkan oleh: Ketidakseimbangan antara pertambahan jumlah kendaraan dengan pembangunan prasarananya, sehingga kapasitas jalan yang ada cenderung dilampaui. Penempatan land use yang kurang tepat, dimana cenderung untuk menimbulkan lalu lintas yang terkonsentrasi dipusat kota. Interaksi antara sistem jaring-jaring jalan dengan land use yang kurang menguntungkan bagi pergerakan arus lalu lintas. Pada jalan Kertajaya pada jam sibuk volume kendaraannya cukup padat dan juga pada jalan tersebut terdapat persimpangan dengan jalan Pucang Anom dan jalan Dharmawangsa sehingga banyak menimbulkan penumpukan kendaraan, maka tinjauan ini kami lihat pada kondisi jalan raya yang meliputi : lebar badan jalan dan volume lalulintas. Karakteristik Sinyal Lalu Lintas (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Penggunaan sinyal pada persimpangan dengan lampu tiga warna (hijau-kuningmerah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang dating dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflik-konflik utama), untuk
58
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lalu lints lurus melawan atau memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (konflik-konflik kedua). Pada umumnya sinyal lalu lintas digunakan dengan suatu alas an sebagai berikut : Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Untuk mempermudah menyebrangi jalan utama bagi kendaraan dan atau pejalan kaki dari jalan minor. Arus dan Volume Lalu Lintas ( Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 ) Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak persatuan waktu. Perhitungan arus lalu lintas dilakukan persatuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QLT. Lurus QST, dan belok kanan QRT, dikonversi dari kendaraan perjam mjd satuan mobil penumpang (smp) perjam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) perjam untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Tabel 1 Tabel Konvensi faktor emp untuk lalu lintas terlindung dan terlawan Jenis Kendaraan Kendaraan ringan Kendaraan berat (HV) Sepeda motor (MC)
Emp untuk tiap pendekat Terlindung 1,0 1,3 0,2
Terlawan 1,0 1,3 0,4
Dalam perhitungan analisa Perimpangan, rasio belok kiri (PLT) belok kanan (PRT) dan rasio kendaraan tak bermotor (PUM) juga diperhitungkan.
PLT
LT ( smp / jam) Total ( smp / jam)
................................................................ (1)
PRT
LT ( smp / jam) Total ( smp / jam)
................................................................ (2)
PUM
QUM QMV
................................................................ (3)
Penggunaan Fase Sinyal (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Untuk analisa operasional dan perencanaan disarankan untuk membuat suatu perhitungan rinci untuk waktu antar hijau untuk waktu pengosongan dan waktu
59
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
hilang dengan Formulir SIG III. Waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang datang pertama dari fase berikutnya (melewati)
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
60
garis henti pada awal sinyal hijau) pada titik yang sama. Jadi merah semua merupakan fungsi dari kecepatan dari kendaraan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis hen ti sampai ketitik konflik dan panjang dari kendaraan yang berangkat. Titik konflik kritis pada masing-masing fase adalah titik yang menghasilkan WAKTU MERAH-SEMUA terbesar : MERAH SEMUA =
LEV .. I EV LAV ...................................................... (4) VAV VEV
dimana : LEV, LAV : jarak dari garis henti ketitik konflik masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang (m) IEV : Panjang kedaraan yang berangkat, 5 m (LV atau HV) 2 m (MC atau UM) VEV, VAV : Kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang akan datang (10 m/det)
Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau : LTI =
( MERAH
SEMUA KUNIN ) i IGi ......................................... (5)
Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah 3,0 detik.
Gambar 1. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
Penentuan Waktu Sinyal (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Dalam penentuan waktu sinyal dipersimpangan terdapat dua macam tipe pendekat, yaitu :
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
Tipe Pendekat Terlindung, yaitu arus berangkat tanpa konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan.
61
62
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
Gambar 2. Gambar macam-macam pola pendekat pada tipe pendekat Terlindung
Tipe Pendekat Terlawan, yaitu arus berangkat dengan konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan
Gambar 3 Gambar macam-macam pola pendekat pada tipe pendekat Terlawan
Lebar Pendekat Efektif Prosedur Untuk Pendekat tanpa Belok Kiri Langsung (LT) Periksa Lebar Keluar (hanya untuk pendekat tipe P) Jika WKELUAR < We x (1 – PRT - P=LTOR, WE sebaiknya diberi nilai baru yang sama dengan W=KELUAR, dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST ) Prosedur Untuk pendekat dengan Belok Kiri Langsung (LTOR) Jika W=LTOR > 2 m : dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului antrian kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Jika W=LTOR < 2 m : Periksa lebar keluarnya (hanya untuk pendekat tipe P), jika WKELUAR < We x (1 – PRT), WE diberi nilai baru sama dengan WKELUAR dan analisa
63
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST)
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
64
Arus Jenuh Dasar Untuk Pendekat tipe P (arus Terlindung) Dalam tipe pendekat ini arus jenuh dasar dipengaruhi oleh Lebar Efektif pendekat tersebut, dan selanjutnya dapat menentukan Arus Jenuh Dasar dengan melihat Grafik 4. So = 600 x We smp/jam hijau (6)
Gambar 4 Arus Jenuh Dasar Untuk pendekat Tipe P
Untuk Pendekat tipe O (arus Terlawan) Penentuan Arus jenuh Dasar pada pendekat in ditentukan dari gambar 5 (untuk pendekat tanpa jalur belok kanan terpisah) dan Gambar 2.6 (untuk pendekat dengan lajur belok kanan terpisah) sebagai fungsi dari We. Qrto, dan Qrt
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
Gambar 5 Gambar pendekat tipe P tanpa belok kanan terpisah
65
66
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
Gambar 6 Gambar untuk pendekat tipe P dengan belok kanan terpisah
Faktor Penyesuaian Faktor Penyesuaian ukuran kota ditentukan dari tabel 2 sebagai fungsi dari ukuran kota dimana berapa jumlah penduduk kota persimpangan tersebut berada. Tabel 2. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Penduduk Kota (Juta Jiwa) > 3,0 1,0 – 3,0 0,5 – 1,0 01, - 0,5 < 0,1
Faktor Penyesuaian ukuran kota (Fcs) 1,05 1,00 0,94 0,83, 0,82
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping ditentukan dari Tabel 3 sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, dapat dianggap sebagai tinggi agar kapasitas terlalu besar.
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
67
Tabel 3. Faktor Penyesuaian untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FsF) Lingkungan Jalan Komersial (COM)
Hambatan Sam ping Tinggi Sedang Rendah
Pemukiman (RES)
Tinggi Sedang Rendah
Akses Terbatas (RA)
Tinggi/ Sedang/ Rendah
Ter lawan Ter lindung Terlawan Terlindung Telawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Telawan Terlindung
Rasio Kendaraan tak bermotor 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.93 0.88 0.88 0.79 0.74 0.70 0.93 0.91 0.88 0.87 0.85 0.81 0.94 0.89 0.85 0.80 0.75 0.71 0.94 0.92 0.89 0.88 0.86 0.82 0.95 0.90 0.86 0.81 0.76 0.72 0.95 0.93 0.90 0.89 0.87 0.83 0.96 0.91 0.86 0.81 0.78 0.72 0.96 0.94 0.92 0.89 0.86 0.84 0.97 0.92 0.87 0.82 0.79 0.73 0.97 0.95 0.93 0.90 0.87 0.85 0.98 0.93 0.88 0.83 0.80 0.74 0.98 0.96 0.94 0.91 0.88 0.86
Terlawan Terlindung
1.00 1.00
Type Fase
0.95 0.98
0.90 0.95
0.85 0.93
0.80 0.90
0.75 0.88
Faktor Penyesuaian Kelandaian ditentukan dari Gambar 7 sebagai fungsi dari kelandaian (Grad) jalan persimpangan tersebut.
Gambar 7 Faktor Penyesuaian untuk Kelandaian
. Faktor Penyesuaian Parkir ditentukan dari Gambar 8 sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama.
68
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
Gambar 8 Faktor Penyesuaian Parkir
Faktor Penyesuaian parkir juga dapat dihitung dari rumus berikut, yang mencangkup pengaruh panjang waktu hijau : Fp = {Lp/3 – (Wa – 2) x (Lp/3 – g)/Wa}/g
...................................... (7)
Dimana : Lp = jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertma (m) (atau panjang dari lajur pendek) Wa = Lebar Pendekat (m) G = Waktu hijau pada pendekat (nilai normal 26 det)
Faktor Penyesuaian Belok Kanan (hanya untuk pendekat tipe Terlindung (P), ditentukan dari Gambar 9 sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan
Gambar 9 Faktor Penyesuaian untuk belok kanan
Atau dapatkan nilainya dengan rumus : Frt = 1,0 + Prt x 0,26 ............................................................................. (8)
69
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
Faktor Penyesuaian Belok Kiri (hanya untuk pendekat tipe P tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri, faktor ini dapat ditentukan dengan rumus Flt = 1,0 – Plt x 0,16................................................................................... (9)
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
70
Atau dapatkan nilainya dari Gambar 10
Gambar 10 Faktor Penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (hanya untuk pendekat Tipe P tanpa belok kiri langsung, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk)
Ada beberapa rasio yang perlu diperhatikan dalam perhitungan persimpangan, diantaranya adalah : Rasio arus masing-masing pendekat (FR) FR = Q/S..................................................................................................... (10) Rasio arus kritis (Frcrit) pada masing-masing fase Rasio arus simpang sebagai jumlah dari nilai-nilaai FR IFR =
( ER
crit
) .................................................................................... (11)
Rasio fase (FR) pada masing-masing fase sebagai rasio antara FR crit dan IFR PR = FRcrit / IFR ......................................................................................... (12) Waktu siklus sebelum peneyesuaian (Cua) untuk pengadilan waktu tetap Cua = (1,5 x LTI + 5) / (1 - IFR) ............................................................... (13) dimana : Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det) LTI = waktu hilang total persiklus (det) IFR = rasio arus simpang
( ER
crit
)
Waktu siklus sebelum penyesuaian juga dapat diperoleh dari gambar 11
analisa
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
Gambar 11 Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian
71
72
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
Tabel 4 waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda Tipe Pengaturan Pengaturan dua – fase Pengaturan tiga – fase Pengarutan empat – fase
Waktu siklus yang layak (det) 40 – 80 50 – 100 80 – 130
Nilai-nilai yang rendah dipakai untuk simpang dengan lebar jalan < 10 m, nilai yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih lebar. Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari pada batas yang disarankan maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari denah simpang tersebut adalah tidak mencukupi waktu hijau gi = (Cua – LTI) x PRi ........................................................................... (14) Dimana : gi = tampilan waktu hijau pada fase I (det) Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det) LTI = waktu hilang total persiklus PRi
= rasio fase FRcrit /
( ER
crit
)
Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 det harus dihindari karena dapat mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyebrang jalan. Waktu siklus setelah penyesuaian merupakan jumlah waktu hijau masing-masing fase ditambah dengan waktu hilang total.
c g LTI ........................................................................... (15) Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut : C=Sx
g ................................................................................................... (16) c
Dimana : C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jamhijau) g = Waktu hijau c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan prilaku lalu lintas lainnya. Pada rumus diatas arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh (S) dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat Derajat kejenuhan diperoleh sebagai :
73
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
DS = Q/C = (Q x c) / (S x g)...................................................................... (17)
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
74
Perilaku Lalu Lintas-Kualitas Lalu Lintas (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 ) Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2), dengan :
2 NQ1 0, 25 x C x ( DS 1) ( DS 1)
8 x ( DS 0,5) .................. (18) C
Jika DS > 0,5: selain dari itu NQ1 = 0
NQ2 Cx
1xGR Q x ................................................................. (19) 1 GRxDS 3600
dimana : GR = Rasio Hijau c = Waktu siklus C = Kapasitas (smp/jam) Q = Arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/jam)
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
QL NQMAX x
20 WMASUK
............................................................................. (20)
Gambar 12 Jumlah kendaraan antri (smp) yg tersisa dr fase hijau sebelumnya (NQ1)
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
Gambar 13 Perhitungan jumlah antrian (NQMAXI) dalam smp
75
76
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
Kendaraan terhenti (NS) yaitu jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai :
NS 0,9 x
NQ x3600 ............................................................................. (21) QXc
Dimana : c = waktu siklus (det) Q = arus lalu lintas (smp/jam)
Jumlah kendaraan terhenti (Nsp) = Q x NS (smp/jam)
NSTOT
N
SV
QTOT
.................................................................................... (22)
Tundaan dipersimpangan adalah toral waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu persimpangan. (sumber : Ofyar Z. Tamrin). Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal : TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai : Dj = DTj + DGj ........................................................................................................................................................ (23)
Dimana : Dj : Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DGj : Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut : 0,5 x(1 GR) 2 NQ x3600 ................................................... (24)
DTJ cx
(1 GRxDS)
1
C
Dimana : DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) GR : Rasio hijau (g/c) DS : Derajat kejenuhan C : Kapasitas (smp/jam) NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktorfakror luar seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual, dsb. Tundaan Geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut:
77
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
DGj = (1 –PSV) x P x 6 + (PV x 4) .............................................................. (25)
dimana : DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) PSV = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat = Min (NS,1) PT = Rasio kendaraan membelok pada
suatu
pendekat
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
78
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan : 1. kecepatan = 40 km/jam 2. kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam 3. percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2 4. kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan 2. DATA DAN METODE Data yang ada meliputi observasi di lapangan dan data penelitian kepustakaan. Pengumpulan data-data dilakukan dengan melakukan : Data Primer yang didapat dari data lalulintas harian Data Sekunder yang meliputi” o Peta lokasi o Data Geometrik Jalan o Data CBR tanah dasar o Data Lendutan Balik o Data Curah Hujan Dari data-data tersebut barulah dilakukan perhitungan perencanaan peningkatan jalan. Langkah-langkah solusi permasalahan di atas adalah : Cara penelitian, dilakukan dengan pendekatan secara secara garis besar dengan meninjau faktor-faktor yang mendasari sebab dan akibat dari persoalan lalu lintas yang timbul baik faktor yang berpengaruh langsung maupun yang tidak langsung. Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey secara langsung dilapangan untuk mendapatkan data yang lebih obyektif dan dapat mewakili kondisi yang ada. Penelitian dilapangan, yang dilakukan untuk mencari penyebab kemacetan yaitu pada jam sibuk yaitu pada pagi hari jam 08.00 s/d 09.00, siang hari jam 12.00 s/d 13.00, sedangkan sore hari 16.00 s/d 17.00. Penelitian dilakukan 5 hari yaitu dari hari Senin sampai hari Jumat. Peralatan yang dipakai dalam survey ini adalah : kalkulator, stopwach, meteran 3 meter, counter manual, formulir, alat tulis, dll. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan analisa data dapat diketahui bahwa penyebab kemacetan di Jalan Kertajaya disebabkan oleh beberapa faktor sbb: Kendaraan yang jumlahnya meningkat setiap tahunnya akibat pertumbuhan ekonomi Pembangunan jalan yang ada tidak sesuai dengan dengan peningkatan jumlah kendaraan bermotor.
NEUTRON, Vol.4, No. 2, Agustus 2004
79
Perundang-undangan yang kurang diperhatikan berkaitan dengan kondisi parkir dipinggir jalan dan tidak adanya pembatasan pemilikan kendaraan roda empat dengan cara menaikkan pajak progresif misalnya. Bila dihubungkan dengan kondisi lapangan maka sudah jelas kemacetan ditimbulkan karena kondisi jalan tersebut sudah tidak memadai lagi. Untuk itu perlu dipasang
80
Studi Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Surabaya
tanda larangan parkir lebih dari 100 meter sebelum traffic light dan untuk jangka panjangnya perlu dibuatkan lahan / grdung khusus parkir kendaraan bermotor. Untuk pembagian traffic lightnya dilakukan dengan tiga fase dengan waktu masingmasing fase 25 detik. 4. KESIMPULAN Berdasarkan analisa penyebab kemacetan di jalan Kertajaya maka dapat disimpulkan sbb: Berdasarkan pengamatan dilapangan kemacetan sering terjadi pada jam 08.0009.00 pada siang hari pada jam 12.00-13.00 dan pada sore hari antara jam 16.0017.00. Salah satu penyebab kemacetan adalah jumlah peningkatan kepemilikan kendaraan bermotor yang tidak sesuai dengan peningkatan kapasitas jalan. Masalah parkir juga ikut andil dalam terjadinya kemacetan. Berdasarkan volume kendaraan yang lewat bahwa lampu lalulintas belum optimal dan harus diubah secara periodik. REFERENSI Alik Ansyori Alamsyah Ir, Rekayasa Jalan Raya Clarkson H Oglesby, R. Gary Hicks, Teknik Jalan Raya, Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Lalu Lintas di Wilayah Perkotaan, Jakarta, 1999. Highway Capacity Manual, 1965 Highway Research Board – Special report 87 HCM Hobbs, F.D. Traffic Planning and Engineering, Headington Hill Hall, Oxford OX3 OBW, England, 1979. Tamin, Ofyan Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportasi, Bandung, ITB, Bandung, 2000