NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Sudirman & Simpang A.Yani Kota Pacitan Ir. Sri Utami, MT
ABSTRAK Pada daerah tertentu di Kota Pacitan sering terjadi kemacetan pada jalan-jalan tertentu seperti yang terjadi pada persimpangan jalan Panglima Sudirman dan Ahmad Yani yang tidak jarang menimbulkan efek antrian yang panjang, begitu juga kondisi lalu lintas yang kurang bagus, kurangnya keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan serta mengurangi kondisi keindahan kota. untuk mengatasi hal-hal tersebut kami akan memberikan beberapa alternatif pemecahannya dengan cara memperlebar ruas jalan dan penambahan jalur. Alternatif pertama, yaitu pada arah utara sama dengan selatan, untuk jalur terus @ 4,30 m dan belok kiri 2,75m, kemudian arah timur sama dengan barat, untuk jalur terus @ 2,75 m dan satu belok kanan 2,75 m. Alternatif kedua, yaitu pada arah utara sama dengan selatan, untuk jalus terus @ 2,75 dan belok kiri 2,75 m, kemudian arah timur sama dengan barat, 3 jalur untuk jalur terus 2,75 m. Alternatif terakhir, yaitu arah utara sama dengan selatan, untuk jalur terus @ 2,75 m dan belok kiri 2,75m. kemudian arah timur sama dengan barat, untuk jalur terus @ 2,75 m dan satu jalur belok kiri 2,75 m. Kata Kunci : persimpangan, kemacetan, penambahan jalur 1. PENDAHULUAN Kota Pacitan berdekatan dengan sebelah barat kota Wonogiri sebelah utara kota Ponorogo dan sebeleh timur kota Trenggalek. Dengan otonomi daerah dan perkembangan kota yang sangat pesat ini menuntut pula sarana dan prasarana yang memadai seperti prasarana jalan yang harus dipenuhi oleh kota Pacitan. Pada daerah tertentu di Pacitan sering terjadi kemacetan pada jalan-jalan tertentu seperti yang terjadi pada perempatan jalan Panglima Sudirman dan Ahmad Yani yang tidak jarang menimbulkan efek antrian yang panjang, begitu juga kondisi lalu lintas yang kurang bagus, kurangnya keamanan dan kenyamanan bagi pengguna jalan serta mengurangi kondisi keindahan kota. Hal ini sering terjadi dan dapat menghambat aktifitas dari masyarakat yang menggunakan jalan ini untuk menempuh perjalanannya dan keindahan kota tetap terjaga. Kemacetan yang terjadi di persimpangan jl. Panglima Sudirman dan A Yani pacitan menyebabkan penumpukan kendaraan, maka tinjauan ini kami lihat pada kondisi jalan raya yang meliputi : pengaturan traffic light, lebar badan jalan dan volume lalulintas. Karakteristik Sinyal Lalu Lintas (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
21
22
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
Penggunaan sinyal pada persimpangan dengan lampu tiga warna (hijau-kuningmerah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang datang dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflik-konflik utama), untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lalu lintas lurus melawan atau memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (konflik-konflik kedua). Pada umumnya sinyal lalu lintas digunakan dengan suatu alasan sebagai berikut : Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Untuk mempermudah menyebrangi jalan utama bagi kendaraan dan atau pejalan kaki dari jalan minor. Arus dan Volume Lalu Lintas ( Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 ) Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak persatuan waktu. Perhitungan arus lalu lintas dilakukan persatuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QLT, Lurus QST, dan belok kanan QRT, dikonversi dari kendaraan perjam mjd satuan mobil penumpang (smp) perjam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) perjam untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Tabel 1 Tabel Konvensi factor emp untuk lalu lintas terlindung dan terlawan Jenis Kendaraan Kendaraan ringan Kendaraan berat (HV) Sepeda motor (MC)
Emp untuk tiap pendekat Terlindung
Terlawan
1,0 1,3 0,2
1,0 1,3 0,4
Dalam perhitungan analisa Perimpangan, rasio belok kiri (PLT) belok kanan (PRT) dan rasio kendaraan tak bermotor (PUM) juga diperhitungkan.
PLT
LT ( smp / jam) Total ( smp / jam)
......................................................... (1)
PRT
LT ( smp / jam) Total ( smp / jam)
................................................................ (2)
PUM
QUM QMV
................................................................ (3)
Penggunaan Fase Sinyal (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
23
Untuk analisa operasional dan perencanaan disarankan untuk membuat suatu perhitungan rinci untuk waktu antar hijau untuk waktu pengosongan dan waktu hilang dengan Formulir SIG III. Waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang dating pertama dari fase berikutnya (melewati garis henti pada awal sinyal hijau) pada titik yang sama. Jadi merah semua merupakan fungsi dari kecepatan dari kendaraan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ketitik konflik dan panjang dari kendaraan yang berangkat. Titik konflik kritis pada masing-masing fase adalah titik yang menghasilkan WAKTU MERAH-SEMUA terbesar : MERAH SEMUA =
LEV .. I EV LAV ...................................................... (4) VAV VEV
dimana :
LEV, LAV : jarak dari garis henti ketitik konflik masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang (m) IEV : Panjang kedaraan yang berangkat, 5 m (LV atau HV) 2 m (MC atau UM) VEV, VAV : Kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang akan datang (10 m/det) Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau :
LTI = ( MERAH SEMUA KUNIN ) i IGi ......................................... (5) Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah 3,0 detik.
24
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
Gambar 1. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
Penentuan Waktu Sinyal (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Dalam penentuan waktu sinyal dipersimpangan terdapat dua macam tipe pendekat, yaitu : Tipe Pendekat Terlindung, yaitu arus berangkat tanpa konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan.
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
25
Gambar 2. Gambar macam-macam pola pendekat pada tipe pendekat Terlindung
Tipe Pendekat Terlawan, yaitu arus berangkat dengan konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan
Gambar 3 Gambar macam-macam pola pendekat pada tipe pendekat Terlawan
Lebar Pendekat Efektif Prosedur Untuk Pendekat tanpa Belok Kiri Langsung (LT) Periksa Lebar Keluar (hanya untuk pendekat tipe P) Jika WKELUAR < We x (1 – PRT - P=LTOR, WE sebaiknya diberi nilai baru yang sama dengan W=KELUAR, dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST ) Prosedur Untuk pendekat dengan Belok Kiri Langsung (LTOR) Jika W=LTOR > 2 m : dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului antrian kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Jika W=LTOR < 2 m : Periksa lebar keluarnya (hanya untuk pendekat tipe P), jika WKELUAR < We x (1 – PRT), WE diberi nilai baru sama dengan WKELUAR dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST)
26
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
Arus Jenuh Dasar Untuk Pendekat tipe P (Arus Terlindung) Dalam tipe pendekat ini arus jenuh dasar dipengaruhi oleh Lebar Efektif pendekat tersebut, dan selanjutnya dapat menentukan Arus Jenuh Dasar dengan melihat Grafik 4. So = 600 x We smp/jam hijau (6)
Gambar 4 Arus Jenuh Dasar Untuk pendekat Tipe P
Untuk Pendekat tipe O (Arus Terlawan) Penentuan Arus jenuh Dasar pada pendekat in ditentukan dari gambar 5 (untuk pendekat tanpa jalur belok kanan terpisah) dan Gambar 6 (untuk pendekat dengan lajur belok kanan terpisah) sebagai fungsi dari We. Qrto, dan Qrt
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
Gambar 5 Gambar pendekat tipe P tanpa belok kanan terpisah
27
28
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
Gambar 6 Gambar untuk pendekat tipe P dengan belok kanan terpisah
Faktor Penyesuaian Faktor Penyesuaian ukuran kota ditentukan dari tabel 2 sebagai fungsi dari ukuran kota dimana berapa jumlah penduduk kota persimpangan tersebut berada.
Tabel 2. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Penduduk Kota (Juta Jiwa) > 3,0 1,0 – 3,0 0,5 – 1,0 01, - 0,5 < 0,1
Faktor Penyesuaian ukuran kota (Fcs) 1,05 1,00 0,94 0,83, 0,82
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping ditentukan dari Tabel 3 sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, dapat dianggap sebagai tinggi agar kapasitas terlalu besar.
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
29
Tabel 3. Faktor Penyesuaian untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FsF) Lingkungan Jalan Komersial (COM)
Hambatan Sam ping Tinggi Sedang Rendah
Pemukiman (RES)
Tinggi Sedang Rendah
Akses Terbatas (RA)
Tinggi/ Sedang/ Rendah
Type Fase Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung
0.00 0.93 0.93 0.94 0.94 0.95 0.95 0.96 0.96 0.97 0.97 0.98 0.98
Terlawan Terlindung
1.00 1.00
Rasio Kendaraan tak bermotor 0.05 0.10 0.15 0.20 0.88 0.88 0.79 0.74 0.91 0.88 0.87 0.85 0.89 0.85 0.80 0.75 0.92 0.89 0.88 0.86 0.90 0.86 0.81 0.76 0.93 0.90 0.89 0.87 0.91 0.86 0.81 0.78 0.94 0.92 0.89 0.86 0.92 0.87 0.82 0.79 0.95 0.93 0.90 0.87 0.93 0.88 0.83 0.80 0.96 0.94 0.91 0.88 0.95 0.98
0.90 0.95
0.85 0.93
0.80 0.90
0.25 0.70 0.81 0.71 0.82 0.72 0.83 0.72 0.84 0.73 0.85 0.74 0.86 0.75 0.88
Faktor Penyesuaian Kelandaian ditentukan dari Gambar 7 sebagai fungsi dari kelandaian (Grad) jalan persimpangan tersebut.
Gambar 7 Faktor Penyesuaian untuk Kelandaian
30
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
Faktor Penyesuaian Parkir ditentukan dari Gambar 8 sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama.
Gambar 8 Faktor Penyesuaian Parkir
Faktor Penyesuaian parkir juga dapat dihitung dari rumus berikut, yang mencangkup pengaruh panjang waktu hijau : Fp = {Lp/3 – (Wa – 2) x (Lp/3 – g)/Wa}/g
...................................... (7)
Dimana : Lp = jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertama (m) (atau panjang dari lajur pendek) Wa = Lebar Pendekat (m) G = Waktu hijau pada pendekat (nilai normal 26 det)
Faktor Penyesuaian Belok Kanan (hanya untuk pendekat tipe Terlindung (P), ditentukan dari Gambar 9 sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan
Gambar 9 Faktor Penyesuaian untuk belok kanan
Atau dapatkan nilainya dengan rumus : Frt = 1,0 + Prt x 0,26 ............................................................................. (8)
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
31
Faktor Penyesuaian Belok Kiri (hanya untuk pendekat tipe P tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri, faktor ini dapat ditentukan dengan rumus Flt = 1,0 – Plt x 0,16................................................................................... (9) Atau dapatkan nilainya dari Gambar 10
Gambar 10 Faktor Penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (hanya untuk pendekat Tipe P tanpa belok kiri langsung, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk)
Ada beberapa rasio yang perlu diperhatikan dalam perhitungan persimpangan, diantaranya adalah : Rasio arus masing-masing pendekat (FR) FR = Q/S..................................................................................................... (10) Rasio arus kritis (Frcrit) pada masing-masing fase Rasio arus simpang sebagai jumlah dari nilai-nilai FR IFR =
( ER
crit
) .................................................................................... (11)
Rasio fase (FR) pada masing-masing fase sebagai rasio antara FR crit dan IFR PR = FRcrit / IFR ......................................................................................... (12) Waktu siklus sebelum peneyesuaian (Cua) untuk pengadilan waktu tetap Cua = (1,5 x LTI + 5) / (1 - IFR) ............................................................... (13)
dimana : Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det) LTI = waktu hilang total persiklus (det) IFR = rasio arus simpang
( ER
crit
)
Waktu siklus sebelum penyesuaian juga dapat diperoleh dari gambar 11
analisa
32
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
Gambar 11 Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
33
Tabel 4 waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda Tipe Pengaturan Pengaturan dua – fase Pengaturan tiga – fase Pengarutan empat – fase
Waktu siklus yang layak (det) 40 – 80 50 – 100 80 – 130
Nilai-nilai yang rendah dipakai untuk simpang dengan lebar jalan < 10 m, nilai yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih lebar. Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari pada batas yang disarankan maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari denah simpang tersebut adalah tidak mencukupi waktu hijau gi = (Cua – LTI) x PRi ........................................................................... (14) Dimana : gi = tampilan waktu hijau pada fase I (det) Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det) LTI = waktu hilang total persiklus PRi = rasio fase FRcrit / ( ERcrit )
Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 det harus dihindari karena dapat mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan. Waktu siklus setelah penyesuaian merupakan jumlah waktu hijau masing-masing fase ditambah dengan waktu hilang total.
c g LTI ........................................................................... (15) Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut : C=Sx
g ................................................................................................... (16) c
Dimana : C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jamhijau) g = Waktu hijau c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama) Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan prilaku lalu lintas lainnya. Pada rumus diatas arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh (S) dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat Derajat kejenuhan diperoleh sebagai : DS = Q/C = (Q x c) / (S x g)...................................................................... (17)
34
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
Perilaku Lalu Lintas-Kualitas Lalu Lintas (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 ) Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2), dengan :
2 NQ1 0, 25 x C x ( DS 1) ( DS 1)
8 x ( DS 0,5) .................. (18) C
Jika DS > 0,5: selain dari itu NQ1 = 0
NQ2 Cx
1xGR Q x ................................................................. (19) 1 GRxDS 3600
dimana : GR = Rasio Hijau c = Waktu siklus C = Kapasitas (smp/jam) Q = Arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/jam) Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
QL NQMAX x
20 WMASUK
............................................................................. (20)
Gambar 12 Jumlah kendaraan antri (smp) yg tersisa dr fase hijau sebelumnya (NQ1)
Gambar 13 Perhitungan jumlah antrian (NQMAXI) dalam smp
35
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan – Kota Pacitan
Kendaraan terhenti (NS) yaitu jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai :
NS 0,9 x
NQ x3600 ............................................................................. (21) QXc
Dimana : c = waktu siklus (det) Q = arus lalu lintas (smp/jam)
Jumlah kendaraan terhenti (Nsp) = Q x NS (smp/jam)
NSTOT
N
SV
QTOT
.................................................................................... (22)
Tundaan dipersimpangan adalah toral waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu persimpangan. (sumber : Ofyar Z. Tamrin). Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal : TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai : Dj = DTj + DGj ........................................................................................................................................................ (23)
Dimana : Dj : Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DGj : Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut :
DTJ cx
0,5 x(1 GR) 2 NQ1 x3600 ............................................. (24) C (1 GRxDS)
Dimana : DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) GR : Rasio hijau (g/c) DS : Derajat kejenuhan C : Kapasitas (smp/jam) NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktorfakror luar seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual, dsb. Tundaan Geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut:
36
Efektifitas Persimpangan Jalan Perkotaan
DGj = (1 –PSV) x P x 6 + (PV x 4) ................................................... (25)
dimana : DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) PSV = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat = Min (NS,1) PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan : 1. kecepatan = 40 km/jam 2. kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam 3. percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2 4. kendaraan berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan sehingga menimbulkan hanya tundaan percepatan 2. HASIL DAN KESIMPULAN Dapat diketahui bahwa perempatan jalan Panglima Sudirman – A. Yani pada jam-jam sibuk sering terjadi kemacetan sehingga memerlukan pembenahan pada perempatan tersebut untuk mengatasi hal-hal tersebut kami akan memberikan beberapa alternatif pemecahannya dengan cara memperlebar ruas jalan dan penambahan jalur. ALTERNATIF I o Utara sama dengan selatan, untuk jalur terus @ 4,30 m dan belok kiri 2,75m. o Timur sama dengan barat, untuk jalur terus @ 2,75 m dan satu belok kanan 2,75 m ALTERNATIF II o Utara sama dengan selatan, untuk jalus terus @ 2,75 dan belok kiri 2,75 m. o Timur sama dengan barat, 3 jalur untuk jalur terus 2,75 m. ALTERNATIF III o Utara sama dengan selatan, untuk jalur terus @ 2,75 m dan belok kiri 2,75m. o Timur sama dengan barat, untuk jalur terus @ 2,75 m dan satu jalur belok kiri 2,75 m. Dari ketiga alternatif ini semua memenuhi syarat untuk dipakai sebagai pemasangan traffic light pada perempatan jalan Panglima Sudirman – A. Yani guna menghindari kemacetan. Adapun alternatif I lebih bagus dari alternatif II dan III. REFERENSI Departemen Pekerjaan Umum, Direktorat Jendral Bina Marga, Peraturan Perencanaan Geometrik Jalan Raya Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Pedoman Perencanaan dan Pengoperasian Lalu Lintas di Wilayah Perkotaan, Jakarta, 1999. Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas dan Angkutan Kota, Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997. Hobbs, F.D. Traffic Planning and Engineering, Headington Hill Hall, Oxford OX3 OBW, England, 1979. Tamin, Ofyan Z. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportasi, Bandung, ITB, Bandung, 2000
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
37