Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
29
Studi Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan Kasus : Simpang Antang Kota Palangkaraya Kalimantan Tengah Sapto Budi Wasono, ST, MT ABSTRAK Pertumbuhan penduduk kota Palangka Raya lebih dari 4% per tahun merupakan angka terbesar untuk pertumbuhan penduduk di Wilayah Kalimantan Tengah. Persimpangan jalan Antang merupakan persimpangan yang mempunyai lengan persimpangan yang kurang sempurna sehingga pengguna jalan dari arah jalan Cilik Riwut harus berhati-hati apabila ingin memasuki ruas jalan Antang demikian pula sebaliknya, selain itu banyak kendaraan yang belok kiri langsung keluar dari badan jalan. Oleh karena itu perlu diadakan cara pengoptimasian pada persimpangan Antang agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal. Analisis berdasarkan waktu siklus yang tepat dari setiap pendekat, melalui 4 alternatif. Alternatif 1 merupakan alternatif yang paling realistis untuk diterapkan meskipun memiliki tundaan rata-rata 57,507 detik/smp, karena memiliki waktu hijau yang lebih dari 10 detik. Kata Kunci : Persimpangan jalan, waktu siklus, waktu hijau PENDAHULUAN Berdasarkan hasil registrasi penduduk akhir tahun 2002, jumlah penduduk kota Palangka Raya sebesar 179732 jiwa dengan kepadatan penduduk sekitar 74,89 jiwa per kilometer. Ini berarti jumlah pertumbuhan penduduk kota Palangka Raya lebih dari 4 % per tahun merupakan angka terbesar untuk pertumbuhan penduduk di Wilayah Kalimantan Tengah. Dampak dari pertumbuhan penduduk ini tentunya akan menimbulkan permasalahan, terutama masalah transportasi sering tidak sejalan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang ada. Kepadatan lalu lintas tidak seimbang dengan kapasitas jalan yang ada, sehingga sering menimbulkan kemacetan juga kemungkinan terjadinya kecelakaan lalu lintas yang kesemuanya dapat mengganggu kelancaran, kenyamanan dan keamanan berlalu lintas. Persimpangan jalan Antang merupakan persimpangan yang mempunyai lengan persimpangan yang kurang sempurna sehingga pengguna jalan dari arah jalan Cilik Riwut harus berhatihati apabila ingin memasuki ruas jalan Antang demikian pula sebaliknya, selain itu banyak kendaraan yang belok kiri langsung keluar dari badan jalan. Oleh karena itu perlu diadakan cara pengoptimasian pada persimpangan Antang agar dapat memberikan pelayanan yang maksimal, dalam hal ini cara mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan menggunakan lampu kontrol sinyal agar terciptanya kelancaran, kenyamanan dan keamanan dalam berlalu lintas. Karakteristik Sinyal Lalu Lintas (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997)
30
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Penggunaan sinyal pada persimpangan dengan lampu tiga warna (hijau-kuningmerah) diterapkan untuk memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu lintas yang dating dari jalan-jalan yang saling berpotongan (konflik-konflik utama), untuk menisahkan gerakan membelok dari lalu lintas lalu lints lurus melawan atau memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan kaki yang menyeberang (konflik-konflik kedua). Pada umumnya sinyal lalu lintas digunakan dengan suatu alas an sebagai berikut : Untuk menghindari kemacetan sebuah simpang oleh arus lalu lintas yang berlawanan, sehingga kapasitas simpang dapat dipertahankan selama keadaan lalu lintas puncak. Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas yang disebabkan oleh tabrakan antara kendaraan-kendaraan yang berlawanan arah. Untuk mempermudah menyebrangi jalan utama bagi kendaraan dan atau pejalan kaki dari jalan minor. Arus dan Volume Lalu Lintas ( Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 ) Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik pada suatu jalur gerak persatuan waktu. Perhitungan arus lalu lintas dilakukan persatuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus lalu lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok kiri QLT. Lurus QST, dan belok kanan QRT, dikonversi dari kendaraan perjam menjadi satuan mobil penumpang (smp) perjam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) perjam untuk masing-masing pendekat terlindung dan terlawan. Tabel 1 Tabel Konvensi factor emp untuk lalu lintas terlindung dan terlawan Jenis Kendaraan Kendaraan ringan Kendaraan berat (HV) Sepeda motor (MC)
Emp untuk tiap pendekat Terlindung 1,0 1,3 0,2
Terlawan 1,0 1,3 0,4
Dalam perhitungan analisa Perimpangan, rasio belok kiri (PLT) belok kanan (PRT) dan rasio kendaraan tak bermotor (PUM) juga diperhitungkan.
PLT
LT ( smp / jam) Total ( smp / jam)
................................................................ (1)
PRT
LT ( smp / jam) Total ( smp / jam)
................................................................ (2)
PUM
QUM QMV
...................................................................... (3)
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
31
Penggunaan Fase Sinyal (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Untuk analisa operasional dan perencanaan disarankan untuk membuat suatu perhitungan rinci untuk waktu antar hijau untuk waktu pengosongan dan waktu hilang dengan Formulir SIG III. Waktu merah semua yang diperlukan untuk pengosongan pada akhir setiap fase harus memberi kesempatan bagi kendaraan terakhir (melewati garis henti pada akhir sinyal kuning) berangkat dari titik konflik sebelum kedatangan kendaraan yang dating pertama dari fase berikutnya (melewati garis henti pada awal sinyal hijau) pada titik yang sama. Jadi merah semua merupakan fungsi dari kecepatan dari kendaraan dan jarak dari kendaraan yang berangkat dan yang datang dari garis henti sampai ketitik konflik dan panjang dari kendaraan yang berangkat. Titik konflik kritis pada masing-masing fase adalah titik yang menghasilkan WAKTU MERAH-SEMUA terbesar : MERAH SEMUA =
LEV .. I EV LAV ...................................................... (4) VAV VEV
dimana : LEV, LAV : jarak dari garis henti ketitik konflik masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang datang (m) IEV : Panjang kedaraan yang berangkat, 5 m (LV atau HV) 2 m (MC atau UM) VEV, VAV : Kecepatan masing-masing untuk kendaraan yang berangkat dan yang akan datang (10 m/det)
Apabila periode merah semua untuk masing-masing akhir fase telah ditetapkan, waktu hilang (LTI) untuk simpang dapat dihitung sebagai jumlah dari waktu-waktu antar hijau : LTI = ( MERAH SEMUA KUNIN ) i IGi ......................................... (5)
Panjang waktu kuning pada sinyal lalu lintas perkotaan di Indonesia biasanya adalah 3,0 detik.
32
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Gambar 1. Titik konflik kritis dan jarak untuk keberangkatan dan kedatangan
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
33
Penentuan Waktu Sinyal (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Dalam penentuan waktu sinyal dipersimpangan terdapat dua macam tipe pendekat, yaitu : Tipe Pendekat Terlindung, yaitu arus berangkat tanpa konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan.
Gambar 2. Gambar macam-macam pola pendekat pada tipe pendekat Terlindung
Tipe Pendekat Terlawan, yaitu arus berangkat dengan konflik dengan lalu lintas dari arah berlawanan
Gambar 3 Gambar macam-macam pola pendekat pada tipe pendekat Terlawan
Lebar Pendekat Efektif Prosedur Untuk Pendekat tanpa Belok Kiri Langsung (LT) Periksa Lebar Keluar (hanya untuk pendekat tipe P) Jika WKELUAR < We x (1 – PRT - P=LTOR, WE sebaiknya diberi nilai baru yang sama dengan W=KELUAR, dan analisa penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST )
Prosedur Untuk pendekat dengan Belok Kiri Langsung (LTOR)
34
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Jika W=LTOR > 2 m : dianggap bahwa kendaraan LTOR dapat mendahului antrian kendaraan lurus dan belok kanan dalam pendekat selama sinyal merah. Jika W=LTOR < 2 m : Periksa lebar keluarnya (hanya untuk pendekat tipe P), jika WKELUAR < We x (1 – PRT), WE diberi nilai baru sama dengan WKELUAR dan analisa
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
35
penentuan waktu sinyal untuk pendekat ini dilakukan hanya untuk bagian lalu lintas lurus saja (yaitu Q = QST) Arus Jenuh Dasar Untuk Pendekat tipe P (arus Terlindung) Dalam tipe pendekat ini arus jenuh dasar dipengaruhi oleh Lebar Efektif pendekat tersebut, dan selanjutnya dapat menentukan Arus Jenuh Dasar dengan melihat Grafik 2.1 So = 600 x We smp/jam hijau (6)
Gambar 4 Arus Jenuh Dasar Untuk pendekat Tipe P
Untuk Pendekat tipe O (arus Terlawan) Penentuan Arus jenuh Dasar pada pendekat in ditentukan dari gambar 5 (untuk pendekat tanpa jalur belok kanan terpisah) dan Gambar 6 (untuk pendekat dengan lajur belok kanan terpisah) sebagai fungsi dari We. Qrto, dan Qrt
36
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Gambar 5 Gambar pendekat tipe P tanpa belok kanan terpisah
37
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan Kota Palangkaraya
Gambar 6 Gambar untuk pendekat tipe P dengan belok kanan terpisah
38
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Faktor Penyesuaian Faktor Penyesuaian ukuran kota ditentukan dari tabel 2 sebagai fungsi dari ukuran kota dimana berapa jumlah penduduk kota persimpangan tersebut berada. Tabel 2 Faktor Penyesuaian Ukuran Kota Penduduk Kota (Juta Jiwa)
Faktor Penyesuaian ukuran kota (Fcs)
> 3,0 1,0 – 3,0 0,5 – 1,0 01, - 0,5 < 0,1
1,05 1,00 0,94 0,83, 0,82
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping ditentukan dari Tabel 3 sebagai fungsi dari jenis lingkungan jalan, tingkat hambatan samping, dan rasio kendaraan tak bermotor. Jika hambatan samping tidak diketahui, dapat dianggap sebagai tinggi agar kapasitas terlalu besar. Tabel 3 Faktor Penyesuaian untuk tipe lingkungan jalan, hambatan samping dan kendaraan tak bermotor (FsF) Lingkungan Jalan
Komersial (COM)
Hambatan Sam ping
Tinggi Sedang Rendah
Pemukiman (RES)
Tinggi Sedang Rendah
Akses Terbatas (RA)
Tinggi/ Sedang/ Rendah
Type Fase
Rasio Kendaraan tak bermotor 0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
Ter lawan Ter lindung Terlawan Terlindung Telawan Terlindung Terlawan Terlindung Terlawan Terlindung Telawan Terlindung
0.93 0.93 0.94 0.94 0.95 0.95 0.96 0.96 0.97 0.97 0.98 0.98
0.88 0.91 0.89 0.92 0.90 0.93 0.91 0.94 0.92 0.95 0.93 0.96
0.88 0.88 0.85 0.89 0.86 0.90 0.86 0.92 0.87 0.93 0.88 0.94
0.79 0.87 0.80 0.88 0.81 0.89 0.81 0.89 0.82 0.90 0.83 0.91
0.74 0.85 0.75 0.86 0.76 0.87 0.78 0.86 0.79 0.87 0.80 0.88
0.70 0.81 0.71 0.82 0.72 0.83 0.72 0.84 0.73 0.85 0.74 0.86
Terlawan Terlindung
1.00 1.00
0.95 0.98
0.90 0.95
0.85 0.93
0.80 0.90
0.75 0.88
39
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan Kota Palangkaraya
Faktor Penyesuaian Kelandaian ditentukan dari Gambar 7 sebagai fungsi dari kelandaian (Grad) jalan persimpangan tersebut.
Gambar 7 Faktor Penyesuaian untuk Kelandaian
. Faktor Penyesuaian Parkir ditentukan dari Gambar 8 sebagai fungsi jarak dari garis henti sampai kendaraan yang diparkir pertama.
Gambar 8 Faktor Penyesuaian Parkir
Faktor Penyesuaian parkir juga dapat dihitung dari rumus berikut, yang mencangkup pengaruh panjang waktu hijau : Fp = {Lp/3 – (Wa – 2) x (Lp/3 – g)/Wa}/g
...................................... (6)
Dimana : Lp = jarak antara garis henti dan kendaraan yang diparkir pertma (m) (atau panjang dari lajur pendek) Wa = Lebar Pendekat (m)
40
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
G = Waktu hijau pada pendekat (nilai normal 26 det)
Faktor Penyesuaian Belok Kanan (hanya untuk pendekat tipe Terlindung (P), ditentukan dari Gambar 9 sebagai fungsi dari rasio kendaraan belok kanan
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
41
Gambar 9 Faktor Penyesuaian untuk belok kanan
Atau dapatkan nilainya dengan rumus : Frt = 1,0 + Prt x 0,26 ............................................................................. (7) Faktor Penyesuaian Belok Kiri (hanya untuk pendekat tipe P tanpa LTOR, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk) ditentukan sebagai fungsi dari rasio belok kiri, faktor ini dapat ditentukan dengan rumus Flt = 1,0 – Plt x 0,16................................................................................... (8) Atau dapatkan nilainya dari Gambar 10
Gambar 10 Faktor Penyesuaian untuk pengaruh belok kiri (hanya untuk pendekat Tipe P tanpa belok kiri langsung, lebar efektif ditentukan oleh lebar masuk)
Rasio Arus/Rasio Arus Jenuh Ada beberapa rasio yang perlu diperhatikan dalam perhitungan persimpangan, diantaranya adalah : Rasio arus masing-masing pendekat (FR) FR = Q/S..................................................................................................... (9) Rasio arus kritis (Frcrit) pada masing-masing fase
analisa
42
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Rasio arus simpang sebagai jumlah dari nilai-nilaai FR IFR =
( ER
crit
) .................................................................................... (10)
43
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan Kota Palangkaraya
Rasio fase (FR) pada masing-masing fase sebagai rasio antara FR crit dan IFR PR = FRcrit / IFR ......................................................................................... (11) Waktu Siklus dan Waktu Hijau waktu siklus sebelum peneyesuaian (Cua) untuk pengadilan waktu tetap Cua = (1,5 x LTI + 5) / (1 - IFR) dimana : Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian sinyal (det) LTI = waktu hilang total persiklus (det) IFR = rasio arus simpang
( ER
crit
)
Waktu siklus sebelum penyesuaian juga dapat diperoleh dari gambar 11
Gambar 11 Penetapan waktu siklus sebelum penyesuaian Tabel 4 waktu siklus yang disarankan untuk keadaan yang berbeda Tipe Pengaturan
Waktu siklus yang layak (det)
Pengaturan dua – fase Pengaturan tiga – fase Pengarutan empat – fase
40 – 80 50 – 100 80 – 130
Nilai-nilai yang rendah dipakai untuk simpang dengan lebar jalan < 10 m, nilai yang lebih tinggi untuk jalan yang lebih lebar. Jika perhitungan menghasilkan waktu siklus yang jauh lebih tinggi dari pada batas yang disarankan maka hal ini menandakan bahwa kapasitas dari denah simpang tersebut adalah tidak mencukupi waktu hijau gi = (Cua – LTI) x PRi ........................................................................... (12)
Dimana : = tampilan waktu hijau pada fase I (det) gi Cua = waktu siklus sebelum penyesuaian (det) LTI = waktu hilang total persiklus
44
PRi
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
= rasio fase FRcrit /
( ER
crit
)
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
45
Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 det harus dihindari karena dapat mengakibatkan pelanggaran lampu merah yang berlebihan dan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan. Waktu siklus setelah penyesuaian merupakan jumlah waktu hijau masing-masing fase ditambah dengan waktu hilang total.
c g LTI ........................................................................... (13) Kapasitas dan Derajat Kejenuhan (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997) Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut : C=Sx
g ................................................................................................... (14) c
Dimana : C = Kapasitas (smp/jam) S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jamhijau) g = Waktu hijau c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan peruabahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar dapat menghitung kapasitas dan perilaku lalu lintas lainnya. Pada rumus diatas arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh (S) dengan rasio hijau (g/c) pada masing-masing pendekat Derajat kejenuhan diperoleh sebagai : DS = Q/C = (Q x c) / (S x g)...................................................................... (15) Perilaku Lalu Lintas-Kualitas Lalu Lintas (Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997 ) Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang selama fase merah (NQ2), dengan :
2 NQ1 0, 25 x C x ( DS 1) ( DS 1)
8 x ( DS 0,5) .................. (16) C
Jika DS > 0,5: selain dari itu NQ1 = 0
NQ2 Cx
1xGR Q ................................................................. (17) x 1 GRxDS 3600
dimana : GR = Rasio Hijau c = Waktu siklus C = Kapasitas (smp/jam) Q = Arus lalu lintas pada pendekat tersebut (smp/jam)
46
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp (20 m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
QL NQMAX x
20 WMASUK
............................................................................. (18)
Gambar 12 Jumlah kendaraan antri (smp) yg tersisa dr fase hijau sebelumnya (NQ1)
Gambar 13 Perhitungan jumlah antrian (NQMAXI) dalam smp
Kendaraan terhenti (NS) yaitu jumlah berhenti rata-rata perkendaraan (termasuk berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai :
NS 0,9 x
NQ x3600 ............................................................................. (19) QXc
Dimana : c = waktu siklus (det) Q = arus lalu lintas (smp/jam)
Jumlah kendaraan terhenti (Nsp) = Q x NS (smp/jam)
NSTOT
N
SV
QTOT
.................................................................................... (20)
47
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan Kota Palangkaraya
48
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Tundaan dipersimpangan adalah toral waktu hambatan rata-rata yang dialami oleh kendaraan sewaktu melewati suatu persimpangan. (sumber : Ofyar Z. Tamrin). Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal : TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu lintas dengan gerakan lainnya pada suatu simpang. TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat membelok suatu simpang dan atau terhenti karena lampu merah. Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai : Dj = DTj + DGj ........................................................................................................................................................ (21) Dimana : Dj : Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DGj : Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut : 0,5 x(1 GR) 2 NQ x3600 ................................................... (22)
DTJ cx
(1 GRxDS)
1
C
Dimana : DTj : Tundaan lalu lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) GR : Rasio hijau (g/c) DS : Derajat kejenuhan C : Kapasitas (smp/jam) NQ1 : Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya
Dari rumus diatas dapat diketahui bahwa kapasitas simpang dipengaruhi oleh faktorfakror luar seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual, dsb. Tundaan Geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut: DGj = (1 –PSV) x P x 6 + (PV x 4) .............................................................. (23)
dimana : DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp) PSV = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat = Min (NS,1) PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan : 1. kecepatan = 40 km/jam 2. kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam 3. percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
4. kendaraan berhenti melambat untuk menimbulkan hanya tundaan percepatan
meminimumkan
49
tundaan
sehingga
50
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
DATA Data Survey Lapangan Dalam hal ini data didapatkan hasil survey lapangan dan konsultasi dari pihak Dinas LLAJ, Kota palangka raya. Survey lapangan dilaksanakan selama 4 hari pada jam-jam paling sibuk pada ruas persimpangan Antang, yaitu dari tanggal 11 Mei sampai 13 Mei 2004 yang dimulai pada pukul 06:00 – 08:00. Kondisi geometrik dari persimpangan didapatkan dari hasil pengukuran langsung dilapangan yang memuat semua aspek yang dapat mempengaruhi kapasitas dari persimpangan dan tingkat pelayanan dari persimpangan tersebut. Untuk data dari kondisi geometrik dan lingkungan pada masing-masing pendekatan adalah sebagai berikut :
Gambar 14 Kondisi Geometrik Lalu Lintas Dan Lingkungan
Pendekatan Barat Tipe lingkungan jalan Tingkat hambatan samping Median Kelandaian Lebar Pendekatan = Wa o Wmasuk o Wkeluar Jarak garis henti kendaan parkir
= = = = = = = =
Pemukiman (RES) Rendah Tidak ada + 2% 3 Meter 3 meter 3 meter 80 meter
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
Pendekatan Utara Tipe lingkungan jalan Tingkat hambatan samping Median jalan Kelandaian Lebar pendekat = WA o Wmasuk Jarak garis henti kendaraan perkir
= = = = = = =
Komersial (Com) Rendah Ada 0% 4 meter 3,5 meter 80 meter
Pendekatan Selatan Tipe lingkungan jalan Tingkat hambatan samping Median Kelandaian jalan Lebar pendekat = Wa o Wmasuk o Wkeluar Jarak garis henti kendaraan parkir
= = = = = = = =
Komersial (Com) Rendah Ada 0% 4 meter 4 meter 4 meter 80 meter
51
Pola Gerakan Berdasarkan gerakan dari kendaraan yang melewati persimpangan juga sistim pengontrolan sinyal dalam 3 fase, maka pola gerakan masing-masing pendekatan pada persimpangan Antang dapat dibedakan sebagai berikut :
U
Fase 1
Keterangan : Kendaraan berangkat
S fase 2
fase 3
Kendaraan berhenti Gambar 15 Pola Gerak Kendaraan pada persimpangan Antang kondisi sekarang.
52
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
Tipe pendekatan pada persimpangan Antang : 1. Pendekatan Utara = Tipe terlindung 2. Pendekatan Selatan = Tipe terlindung 3. Pendekatan Barat = Tipe terlindung Waktu Sinyal Pola gerakan yang menyebabkan konflik dipisahkan dengan menggunakan pengontrolan 3 fase, dimana untuk pengontrolan untuk semua arah. Pengontrolan arus kendaraan memperkenankan adanya pergerakan lurus selama sinyal merah, ini berlaku untuk pendekatan Utara disaat sinyal merah.
Keterangan : a = Pendekat a c = Pendekat c d = Pendekat d
Fase 1
Fase 2
Fase 3
Gambar 16 Fase sinyal pada setiap pendekat Waktu sinyal pada setia pendekatan dapat diketahui dari survey lapangan, dapat dilihat pada tabel berikut ini Tabel 5. Waktu sinyal pada setiap pendekatan Waktu Antara Hijau Waktu Waktu Fase Hijau Merah Siklus (Detik) (Detik) (Detik) Waktu Semua Kuning Merah 1 29 3 3 64 96 2 22 3 3 71 96 3 29 3 3 64 96
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
53
Jumlah arus kendaraan maksimum pada tiap pendekat, dapat dilihat dari tabel berikut : Tabel 6 Jumlah arus kendaraan maksimal ( Q ) pada setiap pendekat. Pen dekat
A
B
C
D
Waktu
MC
1/4 jam
59
MC x LV 0,2 12
12
LV x HV x Total HV 1 1,3 1/4 jam 12
0
0
24
Total Per Jam
Total Per Jam Maksimal
96
1/4 jam
87
18
19
19
4
5
42
168
1/4 jam
98
20
23
23
3
4
47
188
1/4 jam
112
23
26
26
6
8
57
228
1/4 jam
224
45
106
106
9
12
163
652
1/4 jam
215
43
133
133
15
20
196
784
1/4 jam
224
45
106
106
9
12
163
652
1/4 jam
263
52
102
102
10
13
167
668
1/4 jam
11
3
4
4
1
2
9
36
1/4 jam
13
3
7
7
3
4
14
56
1/4 jam
14
3
6
6
2
3
12
48
1/4 jam
10
2
7
7
2
3
12
48
1/4 jam
166
33
95
95
9
12
140
560
1/4 jam
222
45
100
100
7
9
154
616
1/4 jam
104
41
95
95
11
14
150
600
1/4 jam
169
39
88
88
9
12
139
556
228
784
56
616
Waktu Siklus Salah satu faktor yang menentukan dalam analisa sinyal adalah penentuan waktu siklus yang tepat dari setiap pendekat, karena penentuan waktu siklus itu sendiri bertujuan untuk menghindari sekecil mungkin konflik yang terjadi disuatu persimpangan. Pada alternatif 1 Waktu Siklus ( c ) yang digunakan sesuai waktu siklus dilapangan yang didapat 96 detik. Pada aternatif 2 Waktu siklus sebelum penyesuaian direncanakan 80 detik namun setah dihitung dengan waktu siklus yang sudah disesuaikan didapat 86 detik, dengan menggunakan persamaan c = g + LTI. Pada aternatif 3 Waktu siklus sebelum penyesuaian direncanakan 90 detik namun setelah dihitung didapat waktu siklus yang telah disesuaikan adalah 97 detik, dengan menggunakan rumus sama seperti pada aternatif 2. Pada aternatif 4 waktu siklus sebelum penyesuaian direncanakan 100 detik, namun setelah dihitung dengan waktu siklus yang sudah disesuiakan didapat 106 detik, dengan menggunakan rumus yang sama dengan aternatif 2.
54
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 7 Hasil tundaan dari tiap alternatif Waktu Antara Alternatif Waktu Siklus Hijau Pende Waktu Waktu Waktu siklus Sesudah kat Hijau Waktu Waktu Merah Penyesuaian Hijau Merah a 96 *) 29 *) 3 3 64 Alternatif 1 c 96 *) 22 *) 3 3 72 Sesuai Lapangan d 96 *) 29 *) 3 3 64 a 86 17 3 3 66 Alternatif 2 c 86 10 3 3 73 80 d 86 41 3 3 42 a 97 21 3 3 73 Alternatif 3 c 97 10 3 3 84 90 d 97 48 3 3 46 a 106 23 3 3 80 Alternatif 4 c 106 10 3 3 93 100 d 106 55 3 3 48
DS 0,527 0,120 1,231 0,806 0,236 0,780 0,735 0,266 0,752 0,734 0,291 0,717
Tundaan Total Rata-rata 57,507
49,129
34,783
34,983
Keterangan : *) = Tidak berdasarkan perhitungan (sesuai lapangan)
Analisis waktu siklus pada tiap alternatif, dapat digambarkan sebagai berikut : a. Alternatif 1 Pendek at a c d
Waktu Hijau (s) 29 22 29
Antara Hijau Waktu Merah Kuning Semua 3 3 3 3 3 3
Waktu Merah (s) 64 71 64
Waktu Siklus (s) 96 96 96
Waktu Hijau (s) 17 10 41
Antara Hijau Waktu Merah Kuning Semua 3 3 3 3 3 3
Waktu Merah (s) 66 73 42
Waktu Siklus (s) 86 86 86
b. Alternatif 2 Pendek at a c d Pendek at a c d
C (smp/ jam) 283 237 790
DS 0,806 0,236 0,780
Tundaan (detik/ smp) 56,151 38,145 47,528
Tundaan Simpangan Rata-rata (s) 49,129
Efektifitas Waktu Siklus Jaringan Jalan Perkotaan (Sapto BW)
55
c. Alternatif 3 Pendek at a c d Pendek at a c d
Waktu Hijau (s) 21 10 48 C (smp/ jam) 310 210 820
Antara Hijau Waktu Merah Kuning Semua 3 3 3 3 3 3
DS 0,735 0,266 0,752
Tundaan (detik/ smp) 49,389 43,747 28,62
Waktu Merah (s) 73 84 46
Waktu Siklus (s) 97 97 97
Tundaan Simpangan Rata-rata (s) 34,783
d. Alternatif 4 Pendek at a c d Pendek at a c d
Waktu Hijau (s) 23 10 55 C (smp/ jam) 311 193 859
Antara Hijau Waktu Merah Kuning Semua 3 3 3 3 3 3
DS 0,734 0,291 0,717
Tundaan (detik/ smp) 52,537 48,370 27,269
Waktu Merah (s) 80 93 48
Waktu Siklus (s) 106 106 106
Tundaan Simpangan Rata-rata (s) 34,983
KESIMPULAN Alternatif 1 merupakan alternatif yang paling realistis untuk diterapkan meskipun memiliki tundaan rata-rata 57,507 detik/smp, karena memiliki waktu hijau yang lebih dari 10 detik. Bila waktu hijau kurang dari 10 detik harus dihindari, karena dapat menyebabkan pelanggaran terhadap lampu merah dan juga kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan.
Alternatif 3 memiliki tundaan total rata-rata terendah 34,783 detik/smp, namun terdapat waktu hijau 10 detik.
Perlu adanya penambahan lebar jalan dari arah jalan Antang (Arah Barat) dan dari arah jalan Cilik Riwut (Arah Selatan), agar kendaraan yang akan keluar atau masuk dari arah jalan tersebut tidak keluar dari badan jalan yang dapat meningkatkan kapasitas jalan.
Selain merubah waktu sinyal perlu juga pemasangan rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan didaerah persimpangan
56
NEUTRON, Vol.5, No. 1, Februari 2005
REFERENSI Republik Indonesia Directorate General Bina Marga Directotate Of Urban Road Development. (1996). Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1996, Sweroad in Assosiatian with PT. Bina Marga. Oglesby,C.H dan R.G. Hikes (1993) Teknik Jalan Raya Erlangga, jakarta. Sukirman, s. (1992) Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Jalan Raya, Nova, Bandung. Directorate Bina Marga Sisitim Lalu Lintas dan Angkutan Kota (1998), Sistem transportasi kota, Directorat Jendral Perhubungan Darat. Warpani, S. (1995) Rekayasa Lalu Lintas, Bharata, Bandung. Anonim. (1991) Traning Pengaturan Lalu Lintas dengan peralatan Traffic Light kota, PT. Telepico Industri Electronika, Bandung.