STUDI AWAL TIMBULAN, KOMPOSISI DAN KARAKTERISTIK FOOD WASTE PRELIMINARY STUDY ON THE WASTE GENERATION, COMPOSITION AND CHARACTERISTIC OF FOOD WASTE Mezardiana Adilla Mokobombang1 dan Benno Rahardyan2 Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganeca 10 Bandung 40132 1
[email protected] dan
[email protected]
Abstrak: Bandung sebagai kota pariwisata mengalami pertumbuhan yang pesat pada sektor pariwisatanya seperti restauran dan hotel. Peningkatan jumlah sektor komersil bidang kuliner ini akan memberikan dampak pada meningkatnya timbulan sampah. Alternatif penanganan yang tepat pada sampah hotel dan restauran akan memberikan manfaat dan mampu mengurangi timbuman sampah pada landfill sehingga dapat memperpanjang umur landfill. Penelitian mengenai timbulan, karakteristik dan komposisi food waste dimaksudkan untuk mengetahui alternatif penanaganan yang memungkinkan bagi sampah jenis food waste dengan mempertimbangkan komposisi dan karakteristiknya. Penelitian dilaksanakan pada 35 titik sampel dari 7 kategori (fastfood, rumah makan sunda, rumah makan padang, cafe, pujasera, hotel dan PKL) restauran dan hotel menyebar di Kota Bandung. Dari penelitian ini diketahui timbulan rata rata dari sampah food waste sebesar 0,33 kg/orang/hari atau 1,09 liter/orang/hari. Angka ini masih berada dibawah timbulan rata rata sektor komersil Kota Bandung yaitu 4 liter/orang/hari. Komposisi sampah didominasi oleh sampah organik sisa bahan masakan atau sisa makanan dengan angka rata rata sebesar 73%. Plastik, tisue/kertas dan lain lain (kaleng, botol, styrofoam) memiliki komposisi rata rata sebesar 12%, 11% dan 4%. Dari uji laboratorium didapatkan data karakteristik fisik dan karakkteristik kimia. Sampah food waste memiliki nilai kadar air yang tinggi yaitu sebesar 68,32% dan rasio C/N 33,69%. Berdasarkan data komposisi, karakteristik fisik dan karakteristik kimia nya, alternatif penanganan yang dapat diterapkan pada sampah jenis food waste adalah dengan metode komposting. Kata kunci: Food waste, Sampah Organik, Timbulan, Rasio C/N, Komposting Abstract: Bandung as a tourism city has experienced a rapid growth in the tourism sector, such as restaurants and hotels. An increasing number of these commercial sectors will have an impact on increasing waste generation. Treating food waste has many benefits to the environment and will reduce solid waste that goes to the landfill an can extended the life span of landfill. Research on the waste generation, characteristics and composition of food waste intended to find an alternative process of food waste by considering the composition and characteristics. The research was conducted at 35 sample points from 7 categories (fastfood, sunda restaurants, padang restaurants, cafes, food courts, hotels and street vendors) restaurant and hotel spread in Bandung. From this research average waste generation of food waste is 0.33 kg/person/day or 1.09 liters/person/day. This numbers is below the average waste generation commercial sector in Bandung which is 4 liters / person / day. Food waste composition is dominated by organic waste materials leftover food or food waste with an average rate of 73%. Plastic, tisue / paper and others (cans, bottles, styrofoam) have an average composition of 12%, 11% and 4%.. From laboratory testing of physical characteristics and chemical characteristics, food waste have a high water content value that is estimated to 68.32% and the ratio of C/N estimated about 33.69%. Based on the composition, physical characteristics and its chemical characteristics, an alternative treatment that can be applied to food waste is composting methods. Keywords: Food waste, Organic Matter, Waste Generation, C/N Ratio, Composting
PENDAHULUAN Seiring perkembangan waktu, permasalahan sampah di Indonesia masih menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Peningkatan aktivitas dan populasi manusia 1
di muka bumi tentunya memberi dampak pada peningkatan sampah atau limbah domestik yang dihasilkan. Pada sampah di Indonesia, materi organik yang berasal dari sampah kota merupakan komposisi dengan jumlah terbesar yaitu sekitar 70-80% dari total sampah yang dihasilkan (Damanhuri,2010). Sampah jenis ini sebagian besar berasal dari aktivitas dapur berupa sisa bahan masak dan sisa makanan (food waste). Sebuah studi terbaru oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) melaporkan bahwa sepertiga dari seluruh makanan yang diproduksi untuk konsumsi manusia hilang atau terbuang secara global, sebesar sebanyak 1,2 miliar ton metrik per tahun (Venkat, 2012). Istilah sampah makanan di Indonesia belum didefinisikan secara khusus, namun jika mengacu pada definisi yang diberikan oleh FAO sampah makanan berarti jumlah sampah yang dihasilkan pada saat proses pembuatan makanan maupun setelah kegiatan makan yang berhubungan dengan prilaku penjual dan konsumennya (Parfit, dkk., 2010). Masalah limbah pangan (food waste) secara global menjadi perhatian khusus untuk diatasi baik dalam mengurangi kelaparan maupun dalam meningkatkan kelestarian lingkungan dengan mengurangi emisi karbon dan penggunaan landfill (Finn, 2011). Selain dampak lingkungan, limbah makanan (food waste) juga memberlakukan biaya ekonomi pada konsumen dan pengecer. Jika dihitung dengan benar, ini bisa memberikan insentif yang secara bersamaan dapat mengurangi emisi dan menghemat uang melalui pengurangan limbah (Venkat, 2012). Di beberapa negara Asia, contohnya Jepang telah diterpakan upaya pengolahan dan pengelolaan sendiri untuk jenis sampah makanan (food waste) semenjak dibuatnya undang undang baru pada tahun 2000 (Tanaka et.al,, 2008) Sedangkan untuk Indonesia, pengolahan dan pengelolaannya masih disatukan dengan sampah kota lainnya. Kota Bandung sebagai salah satu tujuan pariwisata di Indonesia mengalami pertumbuhan pada sektor perekonomiannya dengan terus bermunculannya berbagai rumah makan, cafe, hotel, mall dan tempat wisata lainnya. Potensi timbulnya limbah sangat besar dari sektor ini, terutama potensi timbulnya limbah dari sampah makanan (food waste). Seiring dengan meningkatnya timbulan sampah, maka akan muncul berbagai permasalahan terutama pencemaran lingkungan dan nilai estetika yang dapat merugikan bagi Kota Bandung sendiri, mengingat Bandung sebagai kota pariwisata. Besarnya timbulan sampah yang dihasilkan dari sektor kuliner, dapat dicari potensi pemanfaatan dan pengolahan lebih lanjut pada sampah jenis ini agar mengurangi timbunan pada landfill. Hal ini pula yang memacu penulis untuk melakukan kajian mengenai timbulan, komposisi dan karakteristik food waste yang ada di Kota Bandung dan dengan tujuan akhir diketahui karakteristik dan komposisi food waste untuk berbagai kategori restoran serta apa saja faktor yang mempengaruhinya. Disamping itu, diharapkan pula didapatkan alternatif penanganan, pengolahan atau pemanfaatan lanjutan dari limbah jenis food waste dengan mempertimbangkan komposisi dan karakteristiknya.
METODOLOGI Persiapan dan Pemilihan Titik Sampling Lokasi pengambilan sampel dilakukan secara acak dan menyebar, namun kriteria jenis rumah makan dan hotel yang akan dijadikan titik sampel mengacu pada SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan. Dalam standar tersebut kriteria untuk hotel ditetapkan berdasarkan jumlah fasilitas
2
yang tersedia, sedangkan kriteria untuk rumah makan dan restoran didasarkan pada jenis kegiatannya, sehingga didapatkan kategori sebagai berikut : a. b. c. d. e. f. g.
Rumah makan cepat saji (fast food) Rumah makan sunda Rumah makan padang Pujasera (foodcourt) Cafe Hotel Pedagang kaki lima
Berdasarkan SNI 19-3964-1994 tentang Metode Pengambilan dan Pengukuran Contoh Timbulan dan Komposisi Sampah Perkotaan, pemilihan jumlah titik sampel didasarkan pada persamaan berikut: S = Cd√
(1)
dimana: S = Jumlah contoh masing-masing jenis bangunan non perumahan Cd = Koefisien bangunan non perumahan = 1 Ts = Jumlah bangunan non perumahan Menurut data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) kota Bandung, pada tahun 2012 tercatat sebanyak 331 Hotel dan 616 usaha jasa boga seperti kafe dan restoran/rumah makan yang terdaftar di Kota Bandung. Dengan angka tersebut, maka jumlah titik sampel yang didapatkan adalah :
Restaurant S = Cd√ = 1 * √616 = 24,8
Hotel S = Cd√ = 1 * √331 = 18,1
Oleh karena itu ditetapkan titik sampel yang diambil minimal 24 titik restaurant dan 18 titik sampel hotel. Pembagian titik sampel kategori restaurant dibagi berdasarkan 6 kategori rumah makan dengan masing masing kategori sebanyak 5 sampel, sedangkan untuk sampel hotel dilakukan pada hotel pada rentang bintang 3 dan bintang 5 yaitu restaurant yang memiliki fasilitas restaurant. Sampling Berdasarkan standar SNI 19 3964 1994, sampling untuk mengukur timbulan dilakukan selama 8 hari berturut turut. Namun, berdasarkan grafik 3.1 yang berisi data pengunjung rata rata selama 8 yang diambil dari 16 restauran berikut ini, dapat terlihat pengunjung pada hari ke 1 (Senin) hingga hari ke 5 (Jumat) cenderung stabil dan tidak memiliki perbedaan yang signifikan, sedangkan pengunjung mengalami peningkatan tajam pada hari ke 6 (Sabtu).
3
rata rata pengunjung
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 1
2
3
4
5
6
7
hari ke
Gambar 1 Rata Rata Pengunjung Restauran Dalam Satu Minggu
Dengan mengacu pada Gambar 1 diatas, maka pada penelitian ini, sampling dilakukan sebanyak 2 kali pada setiap titik, yaitu pada hari kerja (weekday) dan pada akhir pekan (weekend), hal ini untuk melihat apakah ada perbedaan timbulan sampah pada hari kerja dan akhir pekan. Untuk mendapatkan angka timbulan pada setiap titik, sampling dilakukan pada saat rumah makan tersebut tutup, yaitu sekitar pukul 22.00 tergantung pada setiap titik, sedangkan untuk hotel, sampling dilakukan setelah selesai kegiatan breakfast yaitu sekitar pukul 11.00. Penentuan komposisi sampah dilakukan dengan meletakkan sampel sampah diatas terpal hingga penuh, sampah kemudian dipilah lalu ditimbang berdasarkan komposisinya. Sampling dilakukan dengan menggunakan sampling box berukuran 35cm x 35cm x 40cm untuk mengukur berat dan densitas sampah. Pada pengukuran densitas, sampel sampah dimasukkan ke dalam box sampling hingga cukup penuh, lalu ditimbang beratnya. Box sampling kemudian dijatuhkan dari ketinggian 20 cm sebanyak 3 kali agar terjadi kompaksi. Selanjutnya ukur tinggi sampah untuk mendapatkan nilai densitas. Sampel yang telah didapat kemudian diuji di Laboratorium Limbah Padat dan B3 ITB untuk mendapatkan karakteristik fisik dan kimia yang dibutuhkan. HASIL DAN PEMBAHASAN Timbulan dan Komposisi Sampah Menurut Tchobanoglous (1993), timbulan sampah adalah jumlah sampah yang dihasilkan oleh suatu aktivitas dalam kurun waktu tertentu, dalam satuan berat (kilogram) gravimetri atau volume (liter) volumetri. Sumber timbulan sampah pada restauran berasal dari kegiatan persiapan, memasak dan sisa makanan dalam satu hari, pada titik sampling hotel pengukuran dibatasi hanya pada kegiatan sarapan di masing masing hotel. Timbulan sampah dipengaruhi oleh jumlah tamu / pengunjung yang datang. Jumlah rata rata pengunjung dan berat sampah dari setiap kategori pada saat weekday dan weekend dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini
4
Tabel 1 Jumlah Rata Rata Pengunjung dan Berat Sampah No
Kategori
1 2 3 4 5 6 7
Fastfood Padang Sunda Cafe Pujasera Hotel PKL Rata rata
Pengunjung Pengunjung Weekday Weekend 185 316 289 122 195 115 108
281 444 541 215 269 269 0
191
289
Berat weekday (kg)
Berat weekend (kg)
74,5
93,75
67
111,2
63
87,6
37,7
71,4
109,2
132
79,8
111,6
12,3
0
63,36
86,79
Dari Tabel 1 diatas dapat terlihat pengunjung pada saat weekend melonjak hingga hampir 50%. Naiknya jumlah pengunjung juga berpengaruh pada besarnya timbulan sampah pada saat weekday dan weekend, hal ini dikarenakan semakin banyak pengunjung, maka semakin banyak pula bahan makanan yang dibutuhkan untuk memenuhi pesanan pengunjung. Selain itu, sisa makanan yang ditimbulkan pun akan semakin banyak seiring meningkatnya jumlah pengunjung. Untuk mendapat besar volume sampah yang dihasilkan, diperlukan data mengenai densitas yang didapat saat sampling. Berdasarkan data berat, volume dan jumlah pengunjung tersebut maka didapatlah angka timbulan dalam satuan berat dan volume seperti pada Tabel 2 dan Gambar 2 berikut. Tabel 2 Data Densitas, Volume dan Berat Sampah volume weekday
volume weekend
278,8
394,1
Volume rata rata (liter/hari) 278,8
89,1
216,6
355,2
216,6
87,6
75,3
171,9
239,2
171,9
37,7
71,4
54,6
133,1
237,7
133,1
0,27
109,3
132,0
120,6
424,7
493,7
424,7
Hotel
0,37
79,8
111,6
95,7
212,8
297,9
212,8
PKL
0,44
12,3
0,0
6,2
29,6
0,0
29,6
Rata rata
0,33
63,4
86,8
75,1
209,7
288,3
209,7
No
Kategori
Densitas
Berat Weekday
Berat Weekend
1
Fastfood
0,24
74,5
93,8
Berat rata rata (kg/hari) 84,1
2
Padang
0,31
67,0
111,2
3
Sunda
0,37
63,0
4
Cafe
0,30
5
Foodcourt
6 7
5
2,5
0,8 0,7
2
0,6
1,5
0,5 0,4
1
0,3 0,2
0,5
0,1
0
0
Timbulan (kg/orang/hari) weekday
Timbulan (kg/orang/hari) weekend
(a)
Timbulan (liter/orang/hari) weekday
Timbulan (liter/orang/hari) weekend
(b)
Gambar 2 Timbulan Sampah dalam Satuan Berat (a) dan Volume (b) Dari dua grafik diatas, dapat dilihat timbulan dalam satuan berat terbesar terdapat pada kategori hotel, namun timbulan terbesar dalam satuan volume terdapat pada kategori foodcourt. Perbedaan ini dapat terjadi karena komposisi pada kedua kategori yang berbeda. Pada kategori foodcourt, sampah memiliki volume yang besar dengan massa yang kecil, seperti kardus, plastik atau styrofoam. Hal ini dikarenakan beragamnya jenis makanan dan banyaknya kios yang didapati pada suatu foodcourt / pujasera. Sedangkan pada kategori hotel, sampah didominasi oleh sampah dengan massa besar seperti sisa bahan atau sisa makanan. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh konsep prasmanan pada restauran hotel sehingga kecenderungan terdapatnya sisa makanan cukup besar. Kecilnya timbulan pada kategori PKL, dapat disebabkan jenis makanan yang dijual pada PKL tersebut serta perilaku penjual. Dari pengamatan dilapangan dan hasil wawancara diketahui bahwa hampir semua para pedagang tidak melakukan kegiatan persiapan masak ditempat, sehingga hampir tidak ada sampah sisa bahan masak dan hanya didapati sedikit sampah sisa makanan dan sisa pembungkus/kemasan. Lebih tingginya timbulan per orang saat weekday dibandingkan timbulan per orang saat weekend dapat disebabkan karena peningkatan jumlah sampah saat weekend tidak sebesar peningkatan pengunjung. Sehingga apabila dilakukan perbandingan antara jumlah sampah yang dihasilkan dengan pengunjung yang datang akan didapatkan angka yang lebih kecil dibandingkan perbandingan saat weekday. Secara umum, rata rata timbulan sampah jenis food waste pada weekday maupun weekend sebesar 1,2 dan 0,9 liter/orang/hari masih dibawah standar timbulan sampah daerah komersil Kota Bandung yaitu pada kisaran 3-4 liter/orang/hari. Komposisi sampah yang dihasilkan pada sektor boga / kuliner tidak memiliki banyak variasi dan keragaman, oleh karenanya pengelompokan jenis sampah pada penentuan komposisi sampah hanya dibagi menjadi 4 jenis yaitu organik, plastik, kertas/tisue dan lain lain. Komposisi sampah pada setiap kategori dapat dilihat pada Tabel 3, Tabel 4 dan Gambar 3 berikut.
6
Tabel 3 Komposisi Sampah Food Waste No 1 2 3 4 5 6 7
Komposisi Organik Plastik Tisue/kertas 74 9 12 Fastfood Padang 84 4 10 Sunda 85 5 7 66 12 16 Cafe 72 10 11 Foodcourt Hotel 76 9 11 PKL 56 32 9 Rata rata 73 12 11 Kategori
Lain lain 5 2 3 6 6 4 2 4
Tabel 4 Jenis Sampah Pada Setiap Komposisi Komponen Organik Plastik Tisue/kertas Lain-lain
Jenis Sisa makanan pengunjung, daun, sisa bahan makanan, kulit buah, sayur, cangkang telur, tulang Botol plastik, plastik kemasan, kantong plastik, sedotan, sendok plastik tisue, kertas pengemas makanan, wadah kertas, karton Styrofoam, pecahan kaca, sisa rokok, kaleng, botol
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
% Berat 73 12 11 4
Komposisi lain lain Komposisi Tisue/kertas Komposisi Plastik Komposisi Organik
Gambar 3 Komposisi Sampah dari Bebagai Kategori Pada Tabel 3 dan Gambar 3 diatas dapat terlihat sampah jenis organik merupakan komposisi sampah yang paling mendominasi pada sampah jenis food waste. Sampah organik yang memiliki persentase terbesar berasal dari sisa bahan seperti sayuran, kulit buah, cangkang telur dan juga sisa makanan. Tingginya komposisi organik pada restauran padang dan sunda dibandingkan kategori lain dapat disebabkan dengan jenis makanan yang dijual pada kategori ini. Pada restauran sunda dan padang bahan makanan yang digunakan sebagian besar bahan makanan yang harus diolah teerlebih dahulu dan bukan bahan makanan siap saji sehingga akan dihasilkan lebih banyak sampah sisa bahan makanan dari proses persiapan dan 7
memasak. Selain itu, pada restauran sunda dapat selalu ditemui berbagai macam lalapan dan juga daun yang digunakan sebagai alas makan, dengan demikian dapat dipastikan akan didapat timbulan sampah berupa daun alas atau sisa lalapan dalam jumlah yang cukup besar. Komposisi tisue paling banyak dihasilkan pada restauran jenis cafe. Pada cafe pemakaian tisue bisa dibilang cukup tinggi, karena biasanya pada setiap meja akan selalu terdapat tisue sehingga membuat pengunjung lebih banyak menggunakan tisue. Sampah jenis plastik atau kemasan paling banyak didapat pada kategori PKL. Ini disebabkan karena PKL umumnya menjual makanan atau minuman kemasan, sehingga timbulan sampah jenis kemasan akan cukup banyak. Kecilnya komposisi sampah lain lain disebabkan karena tidak disemua kategori menghasilkan banyak sampah ini. Kaleng dan puntung rokok merupakan komposisi yang paling sering ditemui walaupun jumlahnya sangat kecil. Pada restauran kategori cafe dan foodcourt dihasilkan komposisi sampah lain lain paling banyak dibandingkan kategori restauran lainnya, ini dapat terjadi karena umumnya cafe dan foodcourt menjual minuman botol dan kaleng walau dalam jumlah yang tidak terlalu banyak. Jenis sampah styrofoam cukup banyak ditemui pada sampah restauran foodcourt yang dapat berasal dari kemasan bahan makanan. Karakteristik Fisik Karakteristik fisik dibutuhkan untuk menentukan jenis pengolahan yang dapat diterapkan pada sampah jenis food waste. Karakteristik fisik sampah yang diukur menurut SKSNI M-361991-03 adalah kadar air, kadar volatil dan abu. Kadar air sampah menunjukkan kelembapan sampah dan kemampuan terbakarnya sampah. Semakin kecil nilai kadar air, maka akan semakin mudah terbakar. Kadar volatil sampah menunjukkan jumlah zat organik dalam sampah yang menguap melalui pemanasan dengan temperatur tinggi. Hasil pemanasan pada suhu tinggi ini akan meninggalkan abu (ashes) dan residu. Abu dan residu merupakan material yang lembut, berbentuk bubuk, dan menunjukkan bagian sampah yang tidak volatil. Kadar abu merupakan banyaknya materi kering yang tersisa setelah penentuan kadar volatil pada 600°C. Dari hasil uji laboratorium, didapatkan nilai rata rata kadar air, kadar volatil dan kadar abu setiap kategori sampah yang dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5 Karakteristik Fisik Sampah Food Waste No
Kategori
Kadar air (%)
Kadar volatil (%)
Kadar abu (%)
1 2 3 4 5 6 7
Fastfood Padang Sunda Cafe Foodcourt Hotel PKL Rata rata
60,07 70,92 63,05 70,87 66,09 75,85 71,39 68,32
77,03 78,13 73,32 72,39 79,61 74,29 62,36 73,88
22,97 21,87 26,68 27,61 20,39 25,71 37,64 26,12
Sampah food waste memiliki nilai kadar air dan kadar volatil yang cukup tinggi, yaitu 68,32% air dan 73,88% volatil sedangkan kadar abu yang rendah yaitu 26,12%. Hal ini menunjukkan banyaknya air dan materi organik yang menguap dan terkandung pada sampel sampah food waste dan aspek keterbakaran yang kecil karena sampah bersifat basah dan 8
memiliki kadar air yang tinggi. Berat yang hilang akibat pemanasan ini merupakan berat organik sedangkan residu yang tertinggal sebagai padatan merupakan bahan anorganik. Dari karakteristik fisik ini dapat ditentukan bahwa sampah jenis food waste tidak cocok untuk diolah atau ditangani dengan cara dibakar/ insinerasi. Walaupun memiliki kadar volatil yang cukup tinggi, sampah jenis food waste kurang cocok untuk diolah dengan metode insinerasi, hal ini karena akan tetap dihasilkan residu abu sebesar kurang lebih 26% dan efektifitas pembakaran hanya sekitar 75%. Selain biaya pengolahan insinerasi yang lebih tinggi, kekurangan lainnya adalah akan dihasilkan emisi yang cukup tinggi. Alternatif pengolahan yang memungkinkan untuk sampah jenis food waste adalah dengan penanganan biologi atau komposting karena komposisi organik nya yang cukup tinggi. Karakteristik Kimia Karakteristik kimia pada sampah mencakup unsur C, H, O, N, P, S dsb, namun pada penelitian ini hanya diukur 2 parameter karakteristik kimia yaitu nilai nitrogen dan nilai C organik yang akan digunakan untuk melihat nilai C/N sebagai parameter untuk menentukan pengolahan yang cocok untuk diterapkan. Karakteristik kimia pada sampah food waste dapat dilihat pada Tabel 6 berikut Tabel 6 Karakteristik Kimia Sampah Food Waste No
Kategori
C organik
NTK
Rasio C/N
1 2 3 4 5 6 7
Fastfood Padang Sunda Cafe Foodcourt Hotel PKL Rata rata
65,3593 89,6033 86,8997 72,5957 68,3226 70,9484 52,5081 72,32
1,53322 3,02892 2,01741 2,10931 1,91 2,42034 3,72132 2,39
45,6707 31,2982 31,0104 35,4381 38,3716 34,5879 19,484 33,69
Apabila dilihat dari komposisi serta karakteristik fisik dan kimianya, dapat ditentukan sampah jenis food waste cocok untuk diolah dengan pengolahan biologi / biotreatment salah satunya adalah dengan metode komposting. Rasio C/N merupakan salah satu faktor paling penting pada pengolahan dengan metode komposting. Hal ini disebabkan proses pengomposan tergantung dari kegiatan mikroorganisme yang membutuhkan karbon sebagai sumber energi dan pembentukan sel, dan nitrogen untuk membentuk sel. (Subali, 2010) Proses pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik dalam kondisi terkendali. Pengomposan sendiri merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daunan, sampah rumah tangga, dan sebagainya) dengan suatu perlakuan khusus (Nugroho, 2006). Besaran nilai rasio C/N tergantung dari jenis sampah organik. Proses pengomposan yang baik akan menghasilkan rasio C/N yang ideal sebesar 20 – 40, tetapi rasio yang paling baik adalah 30. Pada rasio C/N, unsur C digunakan sebagai energi untuk kehidupan mikroorganisme dan unsur N untuk sintesis protein (Suharno et.al). Jika rasio C/N tinggi, aktivitas biologi mikroorganisme akan berkurang. Selain itu, diperlukan juga beberapa siklus mikroorganisme 9
untuk menyelesaikan degradasi bahan kompos sehingga waktu pengomposan akan lebih lama dan kompos yang dihasilkan akan memiliki mutu rendah. Namun bila rasio C/N terlalu rendah, kelebihan mikroorganisme tidak dapat diasimilasi dan akan hilang melalui volatisasi sebagai amonia atau terdenitrifikasi (Yulistiawati, 2008). Jenis sampah food waste memiliki rasio C/N rata rata sebesar 33,69 yang merupakan rasio ideal untuk pengolahan dengan komposting. Besarnya komposisi materi organik pada sampah food waste membuat sampah jenis food waste menjadi materi ideal dalam proses komposting. KESIMPULAN Dari penelitian mengenai timbulan, komposisi dan karakteristik food waste maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Timbulan sampah jenis food waste sebesar 0,4 kg/orang/hari pada weekday dan 0,3 kg/orang/hari pada saat weekend atau 1.2 liter/orang/hari saat weekday dan 0,9 liter/orang/hari saat weekend, jumlah ini masih dibawah rata rata timbulan sampah sektor komersil Kota Bandung yaitu sebesar 3-4 liter/orang/hari. 2. Sampah organik merupakan sampah dengan komposisi terbesar yang dihasilkan dari sampah jenis food waste yaitu sebesr 73%, komposisi sampah lainnya adalah kertas/tisue 11%, plastik 12% dan sampah lain lain 4%. 3. Hasil pengukuran karakteristik fisik pada sampah jenis food waste menunjukkan nilai rata rata kadar air dan kadar volatil yang tinggi yaitu 68,32% dan 73,88% sedangkan kadar abu yang rendah 26,12% 4. Rasio C/N rata rata yang didapat dari pengukuran karakteristik kimia sebesar 33,69% 5. Dilihat dari komposisi, karakteristik fisik dan karakteristik kimia nya, sampah jenis food waste cocok untuk diolah dengan metode komposting. DAFTAR PUSTAKA Damanhuri, Enri, Tri Padmi. 2010. Pengelolaan Sampah, Diktat Kuliah Program Studi Teknik Lingkungan ITB. Bandung Finn, Steven M. 2011. A Public-Private Initiative to Reduce Food Waste: A Framework for Local Communities. University of Pennsylvania. USA Hall, K., Guo, J., Dore, M., & Chow, C. 2009. The Progressive Increase of Food Waste in America and Its Environmental Impact. PLoS ONE 4(11): e7940. USA Nugroho, Dodi Adi. 2006. Pembuatan Kompos Dengan Menggunakan Limbah Padat Organik. Universitas Diponegoro. Semarang Parfitt, J., Barthel, M. & Macnaughton, S. 2010. Foodwaste within food supply chains: quantification and potential for change to 2050, Phil. Trans. R. Soc., vol. 365, pp. 3065-3081. Rynk, R. 1992. On-Farm Composting Handbook. Northeast Regional Agricultural Engineering Service Pub. No. 54. Cooperative Extension Service. Ithaca, N.Y. 1992; 186pp. A classic in on-farm composting. SNI 19-3964-1994. Metode pengambilan dan pengukuran contoh timbulan dan komposisi sampah perkotaan. Subali, Bambang. 2010. Pengaruh Waktu Pengomposan Terhadap Rasio Unsur C/N dan Jumlah Kadar Air Dalam Kompos. FMIPA UNNES. Semarang Suharno, Ben. Kadar N Total, N Tersedia, Phosphor, Kalium dan C/N Rasio Pupuk Kompos Sampah Organik Pasar dengan Berbagai Sumber Starter. 10
Tanaka, Masaki. 2008. Basic Characteristics of Food Waste and Food Ash on Steam Gasification. Japan Tchobanoglous, George. et al. 1993. Integrated Solid Waste Management. Mc Graw Hill : U.S.A. Venkat, Kumar. 2012. The Climate Change and Economic Impacts of Food Waste in the United States. Clean Metrics Corps. Oregon USA Yulistiawati, Endang. 2008. Pengaruh Suhu dan C/N Rasio Terhadap Produksi Biogas Berbahan Baku Sampah Organik Sayuran. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor
11