STUDI ADSORPSI FOSFAT OLEH MINERAL GIBSIT DAN GIBSIT DIINTERKALASI LITIUM (LIG) Riwandi Sihombing, Yuni K. Krisnandi dan Hariska Lukmana Departemen Kimia, FMIPA UI, Kampus UI Depok 16424
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Dalam penelitian ini, dilakukan preparasi gibsit diinterkalasi litium (LIG) dari mineral gibsit alam. LIG dipreparasi melalui interkalasi LiCl ke gibsit dan membentuk struktur [LiAl2(OH)6]+ dengan lapisan interlayer ion Cl- dan air. LIG ini memiliki efektivitas dan kapasitas lebih baik dibanding mineral gibsit untuk menghilangkan fosfat dalam air. Adsorpsi terjadi melalui pertukaran anion Cl- di-interlayer dalam LIG dengan fosfat. Adsorpsi maksimum pada pH 4,5 dan menurun dengan meningkatnya pH, karena adanya kompetisi dengan anion OH- seiring kenaikan pH. Pertukaran anion adalah reaksi yang cepat, selesai dalam beberapa menit. Sebaliknya, adsorpsi pada permukaan adalah proses yang lambat dan membutuhkan beberapa hari untuk mencapai kesetimbangan. Adsorpsi pada pH asam lebih banyak dalam bentuk ion monovalen H2PO4-, dan adsorpsi pada pH yang lebih tinggi cenderung lebih selektif terhadap ion divalen HPO42- dan OH-. Hasil ini menunjukkan bahwa LIG menjadi pengadsorpsi yang efektif untuk menghilangkan fosfat dalam air pada kondisi pH 4,5. Abstract In this research, preparation gibbsite intercalated lithium (LIG) of mineral gibbsite nature. LIG was prepared by intercalation of LiCl into gibbsite and form structures [LiAl2(OH)6]+ with ion Cl- layers and interlayer water. LIG has better effectiveness and capacity than mineral gibbsite to eliminate phosphates in the water. Adsorption occurs through anion exchange of Cl-in LIG with phosphate in the interlayer. Maximum adsorption at pH 4.5 and decreased with increasing pH, due to competition with OH-anions with increasing pH. Anion exchange reaction is rapid, complete in a few minutes. In contrast, adsorption on the surface is a slow process and can take several days to reach equilibrium. Adsorption at pH more acidic in the form of monovalent ion H2PO4-, and adsorption at higher pH tend to be more selective about HPO42 divalent ion-and OH-. These results suggest that LIG be pengadsorpsi effective for removing phosphate in water at pH 4.5 conditions. . Keywords
: Gibbsite, Li Intercalation, Phosphate, Anion Exchange, Adsorption
1. PENDAHULUAN Fosfor merupakan elemen yang reaktif dan di alam tidak ditemukan dalam keadaan bebas, tetapi didapatkan dalam bentuk senyawa fosfat. Fosfor merupakan sumber alam yang tidak dapat diperbaharui dan untuk mendapatkannya harus
ditambang dari mineral fosfat. Dalam kehidupan, fosfor dikenal sebagai salah satu nutrisi utama yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan hasil pertanian. Ion fosfat membentuk berbagai senyawa dengan atom atau molekul dalam organisme hidup yang sangat diperlukan dalam kehidupan.
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
Dalam lingkungan perairan, pencemaran senyawa fosfat paling sering dikaitkan dengan eutrofikasi di badan air permukaan. Eutrofikasi adalah masalah lingkungan hidup yang diakibatkan oleh limbah fosfat, khususnya dalam ekosistem air tawar. Definisi dasarnya adalah pencemaran air yang disebabkan oleh munculnya nutrisi yang berlebihan ke dalam ekosistem air. Air dikatakan eutrofik jika konsentrasi total fosfat dalam air berada dalam rentang 35-100 µg/L. Berlebihnya senyawa fosfat yang terkandung di air danau, sungai, dan laut sebagai akibat dari kegiatan manusia dapat mempercepat eutrofikasi yang kemudian dapat mengakibatkan pada penurunan kualitas air dan batas penggunaannya. Berkembangnya spesies mikroalga beracun serta berkurangnya oksigen akibat dari eutrofikasi juga dapat menimbulkan efek berbahaya pada organisme akuatik, dan dapat mengurangi keanekaragaman hayati. Kemudian akan dapat menyebabkan kerusakan ekologi dan penurunan nilai ekonomi ekosistem air.[1-2] Sementara itu, dengan pertumbuhan populasi dunia, pasokan air global segar sudah diperkirakan untuk dibatasi, sehingga dampak dari tingginya kadar fosfor pada akhirnya harus ditanggulangi. Perlindungan sumber daya air sangat penting untuk perkembangan yang sehat dan berkelanjutan. Untuk konservasi cadangan air, penghilangan fosfor dari air permukaan dan air limbah sangat penting untuk mencegah eutrofikasi. Teknik konvensional untuk mengurangi/menurunkan kandungan senyawa fosfor di perairan meliputi metode fisik (misalnya pengendapan dan filtrasi), kimia (misalnya pertukaran ion, dan penyerapan), dan biologi (misalnya konsumsi oleh ganggang, bakteri, atau tanaman). Di antara teknik-teknik yang ada, pertukaran anion dan adsorpsi merupakan metode yang lebih disukai karena biaya rendah, kemudahan penggunaan peralatan, dan produksi residu yang lebih rendah.[3-5] Di alam banyak terdapat berbagai jenis mineral aluminium silika. Salah satunya adalah mineral gibsit. Mineral gibsit banyak dimanfaatkan untuk berbagai tujuan penggunaan diantara lain sebagai pengadsorpsi berbagai anion-anion polutan yang terdapat di badan air. Daya atau sifat adsorpsi terhadap anion polutan ini diharapkan dapat memurnikan badan air dari limbah yang mengandung ion fosfat. Dalam penelitian ini, sifat-sifat gibsit tersebut dipelajari daya adsorpsi mineral gibsit dan gibsit yang diinterkalasi ion Li+ (LIG) untuk menghilangkan fosfat di dalam air. Mineral gibsit adalah hidroksida aluminium yang disusun dari close-packed sheets dari ion hidroksil dengan kation dalam celah oktahedral (octahedral intersitices). Al mempunyai muatan (+3) sehingga hanya terdapat 2/3 bagian jumlah celah terisi. Celah yang terisi membentuk jaringan heksagonal (hexagonal network). Apa yang tampak seperti rongga dalam representasi polihedral semata-mata hanyalah
rongga dengan tanpa kation. Rongga inilah yang dimanfaatkan untuk penyisipan kation Li+. Permukaan internal dari setiap lembar hidroksida di LIG dapat berfungsi sebagai adsorben untuk fosfat dan kontaminan anionik lainnya. Tidak seperti pada gibsit, dimana ion fosfat hanya teradsorpsi pada permukaan eksternal dengan adsorpsi bergantung pada variabel pH. Oleh karena itu, kapasitas adsorpsi LIG diharapkan secara signifikan lebih besar daripada gibsit. Penelitian yang telah membuktikan bahwa gibsit/LIG dapat mengadsorpsi fosfat dilakukan oleh S.L Wang et al, 2007.[6-10]
2. METODE PENELITIAN 2.1 Preparasi Gibsit Gibsit yang berupa bongkahan kemudian digerus lalu diayak dengan ayakan 100 mesh dan di oven pada suhu 105◦ C. Gibsit yang sudah di oven selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD. Selanjutnya, sebanyak 100 g sampel gibsit alam dicuci dengan akuades secukupnya, lalu disaring dengan kertas saring dan keringkan. 2.2 Penghilangan senyawaan besi dan senyawa organik Proses penghilangan senyawaan besi dan organik ini diadaptasi dari proses penghilangan besi dan senyawa organik pada bentonit (Irwansyah, 2007). Hal pertama yang dilakukan dalam purifikasi besi dan senyawa organik pada gibsit alam adalah menimbang sebanyak 21 g gibsit alam lalu dimasukkan ke dalam gelas beaker selanjutnya disuspensikan ke dalam larutan natrium sitrat (0,2 M, 135 ml) di dalam gelas beaker 500 ml selanjutnya ditambahkan 2,52 g asam askorbat. Beaker ditutup dengan aluminium foil dan kemudian distirer selama 16 jam. Setelah itu suspensi disentrifugasi pada 6000 rpm, yang bertujuan untuk memisahkan antara padatan dengan filtratnya. Padatan yang didapat selanjutnya didispersikan ke dalam 100 mL natrium asetat 0,1 N. Suspensi tersebut kemudian ditambahkan 30 mL H2O2 30%. Selanjutnya, suspensi distirer selama 2 jam pada temperatur 90 ºC dan didiamkan pada suhu ruang selama 3 hari. Setelah 3 hari, suspensi ditambahkan NaCl 1N sebanyak 50 mL dan disentrifugasi. Setelah itu endapan dikeringkan pada temperatur 105ºC selama 2 jam. Pada purifikasi ini diharapkan dapat mereduksi semua senyawaan besi pengotor. Selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD dan EDX. 2.3 Interkalasi Li+ ke dalam gibsit Sebanyak 10 gram gibsit alam/ gibsit hasil purifikasi besi dan senyawa organik ditambahkan ke 100 ml larutan LiCl 10 M. Lalu suspensi diaduk dan dipanaskan pada temperatur 90 ºC selama 18 jam. Kemudian suspensi tersebut disentrifugasi dan
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
padatannya dicuci dengan air es hingga bebas dari Clpada filtratnya. Selanjutnya padatan dikeringkan pada temperatur 90 ºC selama 24 jam. Selanjutnya LIG dikarakterisasi dengan x-ray difraktometer dengan radiasi Cu K. Pola XRD direkam dengan rentang 280◦ theta dengan scan rate 2◦ 2 theta min-1.[10] 2.4 Pembuatan larutan stok NaH2PO4.2H2O dan Na2HPO4 1000 ppm Pembuatan larutan stok NaH2PO4.2H2O (untuk suasana asam) dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 2,5183 g NaH2PO4.2H2O dengan aquades ke dalam labu ukur 500 mL. Larutan ini berwarna bening dengan konsentrasi 1000 ppm lalu pH larutan fosfat diatur pada pH 4,5 dengan penambahan HCl 0,01 M. Selanjutnya dibuat juga larutan stok Na2HPO4 (untuk suasana basa) dibuat dengan cara melarutkan sebanyak 2,2916 g Na2HPO4 dengan aquades ke dalam labu ukur 500 mL. Larutan ini berwarna bening dengan konsentrasi 1000 ppm selanjutnya pH larutan fosfat pada pH 9,5 dengan penambahan NaOH 0,01 M. 2.5 Adsorpsi Fosfat oleh Gibsit alam, LIG alam, Gibsit purifikasi, dan LIG purifikasi Uji daya absorpsi gibsit alam dan gibsit hasil modifikasi (LIG) terhadap ion fosfat dilakukan dalam suasan asam (pH=4,5) dan dalam suasana basa (pH= 9,5). Pemilihan pada pH (pH=4,5) dan (pH= 9,5) dikarnakan pH air yang ada di alam berada antara pH 4-10 dan daerah kerja gibsit berada antara pH 4-10. 2.5.1 Adsorpsi dalam pH 4,5 (asam) Sebanyak 0,15 g gibsit alam, LIG alam, gibsit purifikasi, dan LIG purifikasi masing-masing dimasukkan ke dalam gelas beker 100 mL lalu ditambahkan larutan NaH2PO4.2H2O 100 mg/L sebanyak 25 mL. pH larutan diatur pada pH 4.5 dengan penambahan HCl 0,01 M kemudian distirer selama 5, 15, 30, 60, 120, 180, 240, 360, dan 900 (menit). Selanjutnya campuran disentrifugasi pada 6000 rpm selama 3 menit dan didekantasi. Filtrat diukur kadar fosfatnya dengan cara metode molybdenum biru (penambahan ammonium molibdatasam askorbat) yang kemudian dikarakterisasi oleh UV-Vis.
Isoterm adsorpsi hanya dilakukan terhadap gibsit mempunyai kapasitas adsorpsi paling banyak. Larutan stok 1000 ppm NaH2PO4.2H2O dan Na2HPO4 diencerkan menjadi 10 ppm, 30 ppm, 60 ppm, 90 ppm, dan 100 ppm. Selanjutnya pH larutan fosfat diatur pada pH 4,5 dengan HCl 0,01 M dan penambahan NaOH 0,01 M untuk pH 9,5, dan kemudian masing-masing larutan langsung diaplikasikan ke 0,15 g LIG purifikasi (yang telah diinterkalasi litium) selama 15 menit. Setelah selesai distirer, suspensi kemudian disentrifugasi selama 3 menit pada 6000 rpm untuk memisahkan filtrat dan endapannya. Selanjutnya didekantasi dan filtrat yang didapat dilakukan pengukuran dengan UV-Vis yang sebelumnya dibuat kompleks terlebih dahulu dengan metode molibdenum biru-asam askorbat.[11]
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Fraksinasi Sedimentasi Bentonit Mineral Gibsit yang digunakan berasal dari daerah Bintan, provinsi Riau. Pada awalnya gibsit yang didapat berupa bongkahan, sehingga diperlukan pengkondisian pada mineral supaya dapat digunakan untuk proses selanjutnya. Untuk Preparasi gibsit, hal yang pertama kali dilakukan adalah menggerus bongkahan gibsit menjadi bubuk. Penggerusan dilakukan dengan mortar dan dilakukan pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh. Fungsi dari penggerusan dan pengayakan yang dilakukan adalah untuk memperkecil ukuran partikel gibsit. Dengan penggerusan bongkahan mineral menjadi bubuk, luas permukaan akan semakin besar dan diharapkan lebih optimal untuk digunakan sebagai adsorben dalam aplikasi pada penelitian ini. Selanjutnya sampel bubuk mineral gibsit dikarakterisasi dengan XRD untuk mengetahui kandungan mineral apa saja yang ada didalam bongkahan tanah tersebut. Spektra hasil karakterisasi dengan XRD dapat dilihat pada Gambar 1
2.5.2 Adsorpsi dalam pH 9,5 (basa) Dilakukan langkah yang sama, yaitu dengan menggunakan 0,15 g setiap variasi gibsit yang tesedia, tetapi larutan yang digunakan Na2HPO4 100 mg/L dan dikondisikan pada pH 9,5 dengan penambahan larutan NaOH 10 mM.
Gambar.1 Difraktogram XRD gibsit alam Tabel.1 Puncak tertinggi pada 2 theta gibsit alam 2Theta (deg)
2.5.3 Adsorpsi isoterm
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
d(Å)
I/I1
18,33 20,31 37,70
4,84 4,37 2,38
100 21 17
Dari Gambar 1, 3 puncak tertinggi hasil difraktogram terlihat karakteristik mineral gibsit berdasarkan literatur (database XRD) yang ada, pada tetha 18,33, 20,31, dan 37,70. Selain itu banyak muncul puncak-puncak lain yang terdeteksi, jika terlihat dari visualisasi, terlihat warna kemerahan yang mengindikasikan terdapat senyawa besi yang terdapat dalam gibsit alam. Puncak-puncak yang terukur (identifikasi) mengindikasikan adanya senyawa-senyawa Fe dalam bentuk Fe2O3 yang terdeteksi pada 2 theta di sekitar 33, 36, 54, 63, dan 64. Selain itu, Si dan Ca juga biasanya terdapat bersama gibsit alam.
lignin dan karbohidrat sederhana menghasilkan berbagai jenis senyawa yang larut dalam air seperti asam format, asam asetat, asam oksalat, asam malonat, fenol dan derivat benzena-karboksilat. Sementara itu temperatur yang digunakan 90ºC karena merupakan kondisi optimum agar H2O2 mampu mengoksidasi materi organik. Pada kondisi tersebut H2O2 terdekomposisi tidak terlalu cepat tetapi reaksi oksidasi materi organik akan berlangsung lebih cepat. Apabila temperatur terlalu tinggi maka semua H2O2 dikhawatirkan akan terdekomposisi secara termal sehingga tidak sempat menghasilkan radikal.
3.2 Penghilangan senyawa besi dan senyawa organik Karena banyaknya senyawa lain yang terdapat didalam gibsit alam yang akan digunakan sebagai pengadsorpsi, gibsit yang telah dihaluskan menjadi bubuk selanjutnya di purifikasi untuk menghilangkan senyawa besi. Didalam gibsit senyawaan besi ini secara visual berwarna kemerahan. Dari warna mineral gibsit tersebut, kesimpulan awal yang dapat diambil adalah bahwa gibsit alam yang digunakan mengandung besi. Kesimpulan ini didukung dengan informasi difraktogram XRD pada Gambar 2 pada 2 33, 36, 54, 63, dan 64, Selain penghilangan senyawa besi, dilakukan juga penghilangan senyawa organik. Prinsip yang digunakan dalam purifikasi ini adalah menghilangkan besi adalah mereduksi semua besi pengotor, Fe3+ menjadi Fe2+ dengan asam askorbat (Gambar 4.4), dan kemudian membentuk Fe2+ sitrat (Kompleks besi sitrat). Selanjutnya Fe (II) membentuk kompleks dengan sitrat yang lebih mudah larut. Untuk mengurangi atau menghilangkan pengotor organik dalam gibsit digunakan oksidator kuat H2O2. Secara teoritis produk akhir destruksi oksidatif materi organik adalah CO2 dan H2O. Mikutta (2005) dan Strukul (1992) menyatakan bahwa saat berada dalam campuran gibsit, H2O2 akan terdekomposisi menjadi O2 dan H2O via spesi intermediet radikal. Karena H2O2 secara termodinamika tidak stabil dan mudah terdekomposisi menjadi O2 dan H2O maka penghilangan materi organik sangat dipengaruhi oleh banyak faktor terutama pH dan temperatur. Dalam menghilangkan materi organik, Douglas dan Fiessinger (1971) dan Pennel (1995) menyatakan bahwa kondisi eksperimen dengan penambahan natrium asetat dapat mencegah terjadinya perubahan pH yang drastis akibat produk akhir berupa pembentukan asam. Dalam laporan Mikutta (2005), Craik (1924) dan Xiang dan Lee (2000) menyatakan bahwa degradasi senyawa organik dalam mineral seperti asam humat,
Gambar.2 Difraktogram XRD gibsit purifikasi
Tabel.2 3 Puncak 2 theta gibsit purifikasi no.
2Theta (deg)
d (Å)
I/I1
1 2 3
18,29 20,37 36,60
4,85 4,36 2,45
100 19 18
Dari data difraktogram XRD didapatkan kesimpulan bahwa senyawa besi yang diharapkan hilang ternyata masih terdapat didalam gibsit yang ditunjukkan pada 2 theta 36,60. Pada proses purifikasi, sebaiknya ditambahkan natrium ditionat untuk mereduksi senyawa besi, tetapi hal itu tidak dilakukan. Senyawa besi (Fe2O3) muncul pada 2 theta sekitar 33, 35,8, 54, 62, dan 64. Gibsit yang dipurifikasi menunjukkan perubahan d(Å) yang sangat sedikit dari 4,83 menjadi 4,84. Kenaikan d(Å) ini memberikan informasi bahwa daya adsorpsi dari gibsit hasil purifikasi dapat meningkat bila dibandingkan dengan gibsit alam. Dari hasil karakterisasi dengan terdeteksi sekitar 23,30 % senyawaan besi yang masih terdapat didalam gibsit purifikasi yang sebelumya sebanyak 25,92 % pada gibsit alam. Hal ini menunjukkan bahwa gibsit purifikasi walaupun sudah dipurifikasi dengan menggunakan asam askorbat (mereduksi senyawaan besi) dan sitrat (pengkompleks) masih didapatkan
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
hasil belum optimal untuk menghilangkan senyawaan besi dari gibsit. 3.3 Interkalasi Li+ ke dalam gibsit Difraktogram hasil interkalasi gibsit alam dan gibsit purifikasi dengan LiCl ditunjukkan pada Gambar 3 dan 4 serta masing-masing puncaknya ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4
Gambar.4 Difraktogram XRD LIG purifikasi Tabel.4 3 Puncak tertinggi 2 theta LIG purifikasi
Gambar.3 Difraktogram XRD LIG alam
Tabel.3 Puncak 2 theta LIG alam 2Theta (deg)
d(Å)
I/I1
11,58 18,32 20,38
7,64 4,84 4,35
100 73 15
23,23
3,83
51
36,81
2,44
11
Kedua difraktogram tersebut menunjukkan keberadaan Li+ dalam gibsit pada 2 theta = 11,58 dan 23,23. Gibsit yang diinterkalasi Li+ akan membentuk LiAl2(OH)6Cl.xH2O dalam difraktogram LIG alam pada gambar di atas, sedangkan 18,32, 20,38, 36,81 adalah puncak gibsit yang belum terinterkalasi.
2Theta (deg)
d (Å)
I/I1
18,2915 36,8583 21,4
4,84629 2,43664 4,14883
100 21 20
Pada Gambar 4 peak LIG purifikasi terlihat pada 2 theta 11,62 intensitas LIG lebih rendah dari peak LIG alam, akan tetapi intensitas munculnya peak LIG purifikasi lebih banyak daripada LIG alam yang hanya muncul dua peak pada 2 theta (Gambar 3) dimana LIG purifikasi muncul sekitar 7 peak pada 2 theta = 11,58, 20, 35, 40,48, 63, dan 64 (Lampiran 1 D). Perbedaan yang signifikan pada 2 theta ini dikarenakan sebagian senyawa-senyawa pengotor atau mineral yang tidak diharapkan keberadaannya telah tereduksi, sehingga kation Li+ dapat lebih leluasa masuk ke dalam rongga-rongga gibsit. Pada grafik difraktogram gibsit purifikasi yang diinterkalasi oleh litium ini memberi informasi bahwa gibsit dalam keadaan ini lebih optimum dalam mengadsorpsi dibandingkan dengan gibsit alam yang diinterkalasi dengan kation Li+. Ciri khas dari berhasilnya ion Li+ terinterkalasi ke gibsit adalah munculnya puncak pada 2 theta = 11, 20, dan 35 seperti yang dilaporkan oleh (S.-L Wang, 2007). Sedangkan ciri khas dari difraktogram XRD gibsit adalah muncul pada 2 theta = 18, 20, 36, 38, dan 44. Dari hasil karakterisasi LIG purifikasi dengan EDX, litium tidak dapat terdeteksi oleh instrumen ini, hal ini dikarenakan ukuran dari litium yang sangat kecil sehingga persentase litium yang berhasil masuk tidak bisa ditampilkan. Dengan bantuan data dari karakterisasi XRD dapat ditarik kesimpulan jika ion Li+ berhasil masuk ke dalam rongga gibsit, dengan melihat munculnya karakteristik puncak yang ada dalam 2 theta. 3.4 Adsorpsi larutan fosfat oleh gibsit dan LIG Asam fosfat (H3PO4) adalah asam berproton 3 dengan nilai konstanta disosiasi pK1, pK2 and pK3
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
dari masing-masing adalah 2,5, 7,2 dan 12. Distribusi kandungan spesi ion fosfat dalam air dan komposisinya ditentukan oleh pH. Dalam penelitian ini perlu mempertimbangkan spesies ion yang berbeda saat dilangsungkan proses adsorpsi. Di sisi lain, LIG alam dan LIG purifikasi terdiri dari lapisanlapisan dari gibsit menjadi relatif signifikan akan rusak bila larutan berada di bawah pH 4 dan di atas pH 10.
Gambar.5 Struktur LIG dalam bentuk lapisan (bennet Dalam penelitian ini, struktur dari LIG alam dan LIG purifikasi diharapkan akan stabil dalam rentang pH 4 dan 10. Dalam proses adsorpsi, untuk menghindari gangguan yang cukup besar dari reaksi pembubaran (pengerusakan) struktur dari LIG alam dan LIG purifikasi pada pH di bawah 4 dan di atas 10, adsorpsi fosfat dilakukan dalam pH 4,5 dan 9,5 (pH tersebut juga mewakili rentang pH air di alam, Atkins & Shriver bab tentang redoks), di mana pada masing masing pH spesi H2PO4- dan HPO42- adalah spesi ion fosfat yang utama dalam larutan. Perbandingan pertama adalah kapasitas adsorbsi menggunakan gibsit alam sebagai pengadsorpsi pada pH 4,5 dan pH 9,5. Gambar 6 dan Tabel 4.5 merangkum hasil pengamatan tersebut.
0,3467 0,4467 0,58 0,7467 1,2133 1,98 2,2467 2,5133 3,4133
5 15 30 60 120 180 240 360 900
0,1244 0,2578 0,4578 0,6356 0,9022 1,0578 1,1911 1,3911 1,48
Seperti yang terlihat di Tabel 5 dan tervisualisasikan di dalam Gambar 6, kapasitas adsorpsi dari gibsit alam pH 4,5 dimulai dari 0,3467 mg P/ g gibsit dan setelah 15 jam kapasitas adsorpsi gibsit alam menunjukkan nilai 3,4133 mg P/ g gibsit. Sedangkan dalam suasana basa pada pH 9,5 adsorpsi gibsit alam dimulai dari 0,1244 mg P/g gibsit dan setelah 15 jam kapasitas adsorpsi gibsit alam meningkat menjadi 1,48 mg P/g gibsit. Perbedaan kapasitas adsorpsi yang signifikan terhadap variasi pH larutan dikarenakan spesi dari anion-anion yang ada pada suasana basa lebih banyak intensitasnya seperti adanya spesi anion OH- dari penambahan NaOH yang menyebabkan fosfat yang teradsorpsi mempunyai pesaing dari anion lainnya yang tidak terdapat pada kondisi asam (pH4,5). Keadaan yang demikian juga ditemukan oleh Wang et al, 2007 Perbandingan yang kedua adalah perbandingan kapasitas adsorpsi berdasarkan LIG alam yang ditampilkan pada Gambar 7 dan Tabel 6
Gambar.7 Q LIG alam Tabel.6 Q LIG alam
Gambar.6 Q gibsit alam Tabel.5 Q gibsit alam Waktu (menit)
Q asam mg P/ g gibsit
Q basa mg P/ g gibsit
Waktu (menit) 5 15 30 60 120
Q asam mg P/g gibsit 3,0467 3,18 3,7133 4,0133 4,6467
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
Q basa mg P/g gibsit 2,3689 2,6356 2,7244 2,7689 3,3244
180 240 360 900
4,68 4,68 4,88 5,48
3,3244 3,7022 4,1689 4,4578
Adsorpsi dari LIG alam pH 4,5 di mulai dari 3,0467 mg P/ g LIG alam dan setelah 15 jam kapasitas adsorpsi LIG alam menunjukkan nilai 5,48 mg P/g gibsit. Sedangkan dalam suasana basa pada pH 9,5 adsorpsi gibsit alam dimulai dari 2,3689 mg P/ g gibsit dan setelah 15 jam kapasitas adsorpsi gibsit alamnya 4,4578 mg P/ g gibsit. Alasan perbedaan kapasitas adsorpsi yang signifikan terhadap variasi pH larutan hampir sama dengan gibsit alam, dikarnakan adanya persaingan anion dalam proses adsorpsi. Pada grafik tersebut terlihat pengaruh interkalasi litium yang dilakukan pada gibsit alam, yang menunjukkan perbedaan daya adsorpsi dan kecepatan adsorpsinya, tidak seperti gibsit alam yang pada menit ke 5 hanya mengadsorpsi kurang dari 0,5 mg P/ g gibsit. Dapat disimpulkan bahwa interkalasi yang dilakukan pada gibsit alam membawa pengaruh dalam daya dan kecepatan adsorpsi fosfat. Perbandingan yang kedua adalah perbandingan kapasitas adsorpsi berdasarkan gibsit purifikasi yang ditampilkan pada Gambar 8 dan Tabel 4.7
Dari Gambar 8 dan Tabel 7 didapatkan informasi bahwa kemampuan adsorpsi dari gibsit purifikasi lebih cepat dan baik dari gibsit alam dan LIG alam. Pada grafik terlihat pengaruh dari purifikasi yang dilakukan. Korelasi antara perubahan bertambahnya d spacing pada data puncak 2 theta pada gibsit purifikasi sesuai dengan daya dan intensitas adsorpsi fosfat karena sebagian dari senyawaan pengotor telah hilang sehingga memberikan ruang yang lebih luas untuk bisa digunakan dalam adsorpsi fosfat. Perbandingan yang keempat adalah perbandingan kapasitas adsorpsi berdasarkan gibsit purifikasi yang diinterkalasi dengan litium (LIG purifikasi) yang ditampilkan pada Gambar 9 dan Tabel 8
Gambar.9 Q LIG purifikasi Tabel.8 Q LIG purifikasi
Gambar.8 Q gibsit purifikasi Tabel.7 Q gibsit purifikasi Waktu Q asam Q basa (menit) mg P/g gibsit mg P/g gibsit 8,1022 4,98 5 8,3689 5,48 15 8,5689 5,8467 30 60 120 180
8,7022 8,9689 9,1689
6,3467 6,38 6,6133
240 360 900
9,4133 9,5244 9,7467
6,88 6,9467 7,8133
Waktu (menit) 5
Q asam mg P/g gibsit 10,28
Q basa mg P/g gibsit 8,0356
15
10,38
8,2133
30
10,4133
8,3689
60
10,6467
8,6356
120
10,8467
9,0133
180
10,98
9,4133
240
11,0133
9,68
360
11,0467
10,0356
900
11,08
10,5022
Informasi yang didapat dari Gambar 9 dan Tabel 8 menunjukkan bahwa adsorpsi pada LIG purifikasi adalah adsorpsi yang terbaik dalam penelitian ini. Dari kecepatan dan besarnya adsopsi menunjukkan penghilangan senyawa besi dan senyawa organik diperlukan dalam proses pengoptimalan adsorpsi. Pada grafik terlihat pengaruh dari purifikasi yang dilakukan dan interkalasi Li+. Menurut data difraktogram yang muncul pada 2 theta. Karakteristik interkalasi litium pada gibsit alam dan gibsit hasil purifikasi berbeda. Pada gibsit alam hanya muncul 2 puncak litium yang terinterkalasi sedangkan pada gibsit hasil purifikasi ditemukan lebih dari sekitar 7 puncak yang terdeteksi pada 2 theta difraktogram
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
dari LIG purifikasi dikarnakan ruang untuk masuknya ion Li+ lebih besar. Korelasi inilah yang membuat daya dan intensitas adsorpsi fosfat yang meningkat daripada gibsit alam, LIG alam, dan gibsit yang diberi perlakuan purifikasi. 3.5 Adsorpsi isoterm Gibsit yang mempunyai kapasitas terbesar dalam adsorpsi fosfat pada penelitian ini adalah gibsit hasil purifikasi besi dan senyawa organik yang diinterkalasi dengan litium. Oleh karna itu, dilakukan kapasitas adsorpsi isoterm pada waktu 15 menit dan pada berbagai konsentrasi larutan fosfat untuk mengetahui konsentrasi optimum dalam pengadsorpsian. Dipilih waktu 15 menit karena pada waktu tersebut gibsit mulai jenuh dalam mengadsorpsi larutan fosfat. Variasi larutan fosfat yang dibuat adalah 10 ppm, 30 ppm, 60 ppm, 90 ppm, dan 100 ppm. Variasi pH tetap dilakukan pada pH 4,5 dan 9,5. Larutan fosfat yang digunakan dalam aplikasi ini berasal dari larutan stok yang sama. Perbandingan kapasitas adsorpsi berdasarkan LIG purifikasi isoterm dalam waktu 15 menit adalah sebagai berikut
kedua perwakilan pH asam (pH= 4,5) dan basa (pH= 9,5). 3.6 Perbandingan daya adsorpsi gibsit pada pH asam dan basa Perbandingan selanjutnya adalah melihat pola kenaikan adsorptivitas dari gibsit alam, LIG alam, gibsit purifikasi dan gibsit purifikasi yang diinterkalasi oleh litium (Li+) pada pH yang mewakili susana asam (pH= 4,5).
Gambar.11 Kapasitas adsorpsi gibsit dan LIG pH 4,5 Tabel.10 Kapasitas adsorpsi gibsit dan LIG pH 4,5 Waktu (menit)
Gambar.10 Q LIG purifikasi isoterm Tabel.9 Q LIG purifikasi isoterm Konsentrasi (ppm) 10 30 60 90 100
Q asam (mg P/ g gibsit) 0,8356 2,3467 6,0356 10,7689 10,38
Q basa (mg P/ g gibsit) 0,28 1,88 3,2133 8,3133 8,2133
Seperti yang tervisualisasikan didalam grafik kapasitas adsorpsi dari gibsit purifikasi yang diinterkalasi dengan litium pada pH 4,5 menggambarkan bahwa kapasitas adsorpsi pada pH asam lebih optimal, konsentrasi yang optimum dalam penelitian ini berdasarkan data kapasitas adsorpsi yang diperoleh adalah semakin besar konsentrasi dari spesi larutan fosfat yang digunakan semakin besar fosfat dapat teradsorpsi. Berdasarkan data pada Tabel 9 pada konsentrasi 100 ppm kapasitas adsorpsi di
5
Q1 (mg P/ g gibsit) 0,3467
Q2 (mg P/ g gibsit) 3,0467
Q3 (mg P/ g gibsit) 8,1022
Q4 (mg P/ g gibsit) 10,28
15
0,4467
3,18
8,3689
10,38
30
0,58
3,7133
8,5689
10,4133
60
0,7467
4,0133
8,7022
10,6467
120
1,2133
4,6467
8,9689
10,8467
180
1,98
4,68
9,1689
10,98
240
2,2467
4,68
9,4133
11,0133
360
2,5133
4,88
9,5244
11,0467
900
3,4133
5,48
9,7467
11,08
Dari Gambar 11 dapat ditarik kesimpulan bahwa kapasitas adsorpsi berlangsung dengan sangat cepat bergantung pada kemurnian dan penambahan kation yang dapat menambah muatan positif dari gibsit tersebut sehingga daya adsorpsinya bisa dilakukan dengan maksimal. Kapasitas adsorpsi LIG hasil purifikasi mengalami kenaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi gibist alam. Seiring dengan berjalannya waktu pengadukan spesies fosfat yang teradsorpsi tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarnakan sisi yang belum mengadsorpsi sedikit. Pada gibsit alam terlihat sangat kecil dalam mengadsorpsi fosfat, hal ini dikarnakan pada gibsit alam hanya mengandalkan sisi eksternal dari gibsit
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
yang mengakibatkan daya adsorpsinya kecil. Faktor pengganggu dari senyawa-senyawa atau mineral lain juga turut serta menghalangi anion fosfat untuk teradsorp oleh gibsit. Kondisi ini jauh berbeda dengan gibsit hasil purifikasi yang diinterkalasi dengan litium yang diinterkalasi dengan kation Li+ memiliki daya adsorpsi paling baik, hal ini dikarnakan LIG purifikasi mempunyai kemampuan adsorpsi ganda yaitu, eksternal dan internal. Daya eksternal dari gibsit hasil purifikasi adalah paling baik, karna senyawa pengganggu yang menghalangi anion fosfat teradsorpsi berkurang karna ada proses purifikasi. Daya internal dari gibsit hasil purifikasi yang terinterkalasi litium adalah paling terbaik, karena pada proses interkalasi sisi internal yaitu rongga-rongga yang terdapat pada gibsit purifikasi dalam keadaan kosong sehingga intensitas dari Li+ di dalam LIG purifikasi lebih besar daripada LIG alam yang masih terdapat banyak senyawa-senyawa besi dan senyawa organik pada permukaan gibsit. Hal ini didukung dengan hasil dari difraktogram XRD masing-masing variasi pengkondisian gibsit. Untuk membuktikan fosfat yang diadsorpsi masuk ke dalam gibsit atau tidak dan juga apakah dalam suasana asam atau basa yang lebih optimal. Sampel gibsit yang paling besar kapasitas adsorpsinya dikarakterisasi dengan EDX. Sampel yang dikarakterisasi adalah LIG purifikasi 15 jam asam dan basa. Dari data yang didapat sebanyak 0,33 % pada asam dan 0,27 % pada suasana basa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa adsorpsi pada suasana asam pada larutan fosfat lebih optimal dibandingkan dalam suasana basa.
gibsit)
gibsit)
gibsit)
gibsit)
5
0,1244
2,3689
4,98
8,0356
15
0,2578
2,6356
5,48
8,2133
30
0,4578
2,7244
5,8467
8,3689
60
0,6356
2,7689
6,3467
8,6356
120
0,9022
3,3244
6,38
9,0133
180
1,0578
3,3244
6,6133
9,4133
240
1,1911
3,7022
6,88
9,68
360
1,3911
4,1689
6,9467
10,035
900
1,48
4,4578
7,8133
10,502
Dari data kapasitas adsorpsi berdasarkan variasi pengkondisian gibsit dapat ditarik kesimpulan kenaikan daya adsorptivitasnya menunjukkan tren yang hampir sama. Kapasitas adsorpsi LIG hasil purifikasi mengalami kenaikan yang dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi Gibist alam., Hanya bedanya pada kondisi larutan fosfat pH 9,5 atau pH yang mewakili suasana basa. Pada pH ini spesi anion lebih banyak sehingga anion fosfat harus berkompetisi dengan anion lainnya untuk berinteraksi dengan kation yang ada dalam struktur Gibsit. 3.7 Analisa spektrum FTIR pada gibsit
Perbandingan adsorpsi gibsit dan gibsit yang diinterkalasi Li+ pH 9,5 pada Gambar 4.13
Gambar 4.16 Spektrum FTIR gibsit alam
Gambar.12 Kapasitas adsorpsi gibsit dan LIG pH 9,5 Tabel.11 Kapasitas adsorpsi gibsit dan LIG pH 9,5 Waktu (menit)
Q1 (mg P/ g
Q2 (mg P/ g
Q3 (mg P/ g
Q4 (mg P/ g
Untuk FTIR muncul pita serapan pada bilangan gelombang 3693 cm-1 yang mengidentifikasi adanya vibrasi streching dari Al- - -O—H (Preeti et. Al, 2006). Pada spektrum FTIR, bilangan gelombang pada 3618, 3523, 3458, dan 3183 cm-1 menunjukkan vibrasi OH-streching yang menunjukkan adanya OH di yang dibagian interlayer Gibsit (Frost et. Al. 2001). Pada bilangan gelombang 915, 1021, 1106 cm-1 menggambarkan vibrasi OH-bending, sedangkan bilangan gelombang diantara 915 cm-1 dan 650 cm-1 menunjukkan vibrasi yang terjadi pada Al-O-H. Bilangan gelombang pada rentang 500-650
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
merupakan overlap vibrasi OH-bending dan vibrasi Al-O (Schroeder, 2002 ; Takamura dan Koezuka, 1965). Adanya senyawa organik ditunjukkan pada bilangan gelombang 1398 cm-1. 4. KESIMPULAN Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah Mineral yang didapat dari Bintan, provinsi Riau memiliki struktur dan karakteristik mineral Gibsit. Purifikasi gibsit dari senyawaan besi, senyawa organik, dan interkalasi dengan litium yang dilakukan meningkatkan daya adsorbsi gibsit terhadap fosfat. Daya adsorpsi gibsit alam hanya 1/5 ada 20 % dari LIG purifikasi. Fosfat pada kondisi pH asam (pH= 4,5) lebih baik dibandingkan pada pH basa (pH= 9,5), dikarenakan adanya anion pesaing (OH-) dalam proses adsorpsi pada pH 9,5.
[10] S.L. Wang, R.J. Hseu, R.R. Chang, P.N. Chiang, J.H. Chen, Y.M. Tzou, Adsorption and thermal desorption of Cr(VI) on Li/Al layered double hydroxide, Colloid. Surf. A 277 (2006) 8 [11] S.R. Olsen, L.E. Sommers, Phosphorus, in: A.L. Page, R.H. Miller, D.R. Keeney (Eds.), Methods of Soil Analysis. Part 2. Chemical and Microbiological Properties, Soil Science Society of America, Madison, Wisconsin, USA, 1982, pp. 403–43
DAFTAR ACUAN. [1] E.M. Bennett, S.R. Carpenter, N.F. Caraco, Human impact on erodable phosphorus and eutrophication: a global perspective, Bioscience 51 (2001) 227 [2] D.M. Anderson, P.M. Glibert, J.M. Burkholder, Harmful algal blooms and eutrophication: nutrient sources, composition, and consequences, Estuaries 25 (2002) 704. [3] L.E. de-Bashan, Y. Bashan, Recent advances in removing phosphorus from wastewater and its future use as fertilizer (1997–2003), Water Res. 38 (2004) 4222 [4] G.K. Morse, S.W. Brett, J.A. Guy, J.N. Lester, Review: phosphorus removal and recovery technologies, Sci. Total Environ. 212 (1998) 69. [5] D.W. de Haas, M.C. Wentzel, G.A. Ekama, The use of simultaneous chemi-cal precipitation in modified activated sludge systems exhibiting biological excess phosphate removal. Part 1. Literature review, Water SA 26 (2000) 439. [6] V.P. Isupov, L.E. Chupakhina, V.V. Boldyrev, Synthesis of intercalation compounds of aluminum hydroxide with lithium salts, Dokl. Chem. 332 (1993) 206. [7] A.V. Besserguenev, A.M. Fogg, R.J. Francis, S.J. Price, D. O’Hare, Synthe-sis and structure of the gibbsite intercalation compounds [LiAl2(OH)6]X {X = Cl,Br,NO3}and [LiAl2(OH)6Cl2H2O using synchrotron X-ray and neutron powder diffraction, Chem. Mater. 9 (1997) 241. [8] A.M. Fogg, D. O’Hare, Study of the intercalation of lithium salt in gibb-site using time-resolved in situ X-ray diffraction, Chem. Mater. 11 (1999) 1771. [9] J. He, M. Wei, B. Li, Y. Kang, D.G. Evans, X. Duan, Preparation of layered double hydroxides, Struct. Bond. 119 (2006) 89
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013
Studi adsorpsi…, Hariska Lukmana, FMIPA UI, 2013