MODIFIKASI DAN KARAKTERISASI BENTONIT ALAM JAMBI YANG DIINTERKALASI ALANIN, SERTA APLIKASINYA SEBAGAI ADSORPSI LOGAM CADMIUM DAN TIMBAL Riwandi Sihombing, Yuni K. Krisnandi dan Dimas Dwi Saputra Departemen Kimia, FakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlam, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Organoclay dipreparasi dengan cara interkalasi alanin ke dalam antar lapisan fraksi natrium montmorillonit (MMT) dari bentonit Jambi. Interkalasi alanin ke dalam monmorilonit menghasilkan basal spacing lebih besar dari fraksi Na-MMT, meningkat dari 13,28 Å menjadi 17,55 Å dan 19,66 Å. Penentuan KTK menggunakan kompleks tembaga amin, menghasilkan nilai KTK sebesar 42 mek/100 gram Na-MMT. Karakterisasi FTIR Organoclay dinterkalasi alanin sebanyak 1 KTK & 2 KTK, menunjukkan bahwa alanin telah berhasil terinterkalasi ke dalam MMT. Organoclay terinterkalasi alanin diuji daya adsorpsinya terhadap ion logam berat Cd2+ dan Pb2+ dengan variasi waktu, dan konsentrasi, serta membandingkannya dengan daya adsorpsi oleh bentonit alam. Hasilnya menunjukkan bahwa organoclay mengadsorpsi ion Cd2+ lebih besar dibandingkan Pb2+ dan organoclay 2 KTK daya adsorpsinya lebih besar dibandingkan dengan organoclay 1 KTK dan bentonit alam.
Abstract The organoclays were modified by intercalating sodium monmorillonite of fraction Jambi natural bentonite with alanine. Intercalation of alanin to the fraction of montmorilonite interlayers resulted an organoclay with a basal spacing greater than fraction of Na-MMT, increased from 13.28 Å to 17.55 Å and 19.66 Å. The CEC of Na-MMT was performed using amine copper complex, and the obtained CEC was 42 mek/100 gram Na-MMT. The FTIR of organoclay intercalated alanine of 1 and 2 CEC showed that alanine has been successfully intercalated into MMT. Organoclay intercalated alanine, as well as raw bentonite, was applied for adsorption of heavy metal cadmium and lead by varying concentration and adsorption time. The results showed that the organoclay have a greater adsorption capacity against Cd2+ rather than Pb2+ and organoclay 2 CEC has a greater adsorption capacity than the 1 CEC organoclay and raw bentonite. Key Words
: organoclay, basal spacing, alanine, adsorption
1. PENDAHULUAN Bentonit merupakan sumber daya mineral yang terdapat dalam jumlah yang melimpah di Indonesia. Cadangan bentonit di Indonesia cukup berlimpah sebesar ±300 juta ton merupakan aset potensial yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Modifikasi bentonit telah dilakukan untuk mengembangkan penggunaannya di berbagai bidang. Mineral bentonit memiliki diameter kurang dari 2
μm yang terdiri dari berbagai macam mineral phyllosilicate yang mengandung silika, aluminium oksida dan hidroksida yang dapat mengikat air.Bentonit memiliki kandungan utama berupa montmorillonit (MMT). Dalam MMT terdapat kation penyeimbang pada bagian antarlapis MMT,dansetiap MMT dapat memiliki jumlah kation penyeimbang yang berbeda. Kation penyeimbang tersebut dapat digantikan oleh kation lain melalui penjenuhan bentonit dengan larutan garam, sehingga memungkinkan untuk dilakukan penyeragaman
Modifikasi dan karakterisasi ..., Dimas Dwi Saputra, FMIPA UI, 2013
kation. Dalam sintesa organobentonit (bentonit terinterkalasi molekul organik) diharapkan bentonit akan memiliki nilai d-spacing yang semakin besar. Modifikasi bentonit bisa dilakukan dengan penambahan surfaktan kationik atau senyawa amfoter, dimana bentonit yang semula bersifat hidrofilik kemudian berubah menjadi organofilik. Hasil modifikasi bentonit dengan cara interkalasi molekul organik dinamakan organoclay. Perubahan sifat bentonit dari hidrofilik menjadi organofilik merupakan hasil dari penggantian kation anorganik pada bentonit dengan kation organik surfaktan atau senyawa amfoter. Dengan masuknya surfaktan atau senyawa amfoter kedalam bentonit, d-spacing pada bentonitpun bertambah besar (terinterkalasi). Penelitian ini mempelajari efektifitas organoclay yang telah dimodifikasi dengan senyawa amfoter (alanin) untuk digunakan sebagai adsorben ion logam berat Cd2+ dan Pb2+.
amfoter yang memiliki gugus NH3+ dan gugus COO-, sehingga dapat digunakan untuk menginterkalasikan ke dalam bentonit. Penentuan Daya Adsorpsi Organoclay-Alanin Terhadap Ion Logam Cd2+ dan Pb2+, Pada penelitian ini penentuan waktu optimum dilakukan dengan melarutkan logam cadmium dan timbal yang sudah dibuat dicampurkan ke dalam organoclay, kemudian diaduk dengan stirrer selama 30 menit, 1 jam, 2 jam, 3 jam, dan 5 jam. Endapan dan filtrat yang diperoleh dikarterisasi dengan XRD, EDS, dan FTIR. Penentuan kosensentrasi optimum dilakukan dengan mencampurkan organoclay dengan larutan cadmium dan timbal sesuai dengan konsentrasi yang telah dihitung, kemudian diaduk selama 2 jam. Filtrat yang diperoleh diukur dengan AAS.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
2. EXPERIMENTAL
Preparasi dan Fraksinasi Bentonit
Bahan Kimia,Bentonit Jambi, Akuades, AgNO3, NaCl, Etilendiamin p.a Merck, Tembaga (II) Sulfat (CuSO4) p.a Merck, Asam Asetat p.a Merck, Natrium Asetat p.a Merck, Alanin p.a Merck, CadmiumNitrat p.a Merck, Timbal Nitrat p.a Merck
Preparasi bentonit asal Jambi dilakukan dengan cara penggerusan untuk memperkecil ukuran partikel untuk menghasilkan luas permukaan yang lebih besar. Bentonit dipanaskan di dalam oven pada 105o C untuk menghilangkan kadar air yang teradsorp oleh bentonit. Untuk mendapatkan fraksi atau komponen yang diinginkan, bentonit difraksinasi untuk mendapatkan fraksi yang kaya monmorillonit dengan kandungan mineral-mineral kuarsa, kaolinit dan mineral pengotor lainnya. Dalam penelitian ini dipilih fraksi 1 (F1) yang difraktogramnya ditampilkan pada Gambar 1.
Sintesis Na-Montmorillonit,Pembentukan Na-MMT akan meningkatkan daya mengembang bentonit montmorillonit. Perbesaran daya mengembang ini dapat mempermudah proses preparasi organoclay. Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK),Kapasitas tukar kation merupakan jumlah dari kation penyeimbang pada suatu bentonit yang dapat ditukar dengan kation penyeimbang lainnya. Penelitian ini melakukan penentuan kapasitas kation menggunakan metode kompleks Cu(en)22+, karena senyawa kompleks sebagai penukar ion dalam air lebih stabil dibandingkan dengan ion logamnya. Sintesis Organoclay, Nilai KTK yang telah didapat digunakan untuk menentukan jumlah alanin yang akan diinterkalasikan kedalam Na-MMT. Pada penelitian ini, asam amino alanin digunakan karena alanin bersifat
2500
XRD Bentonit
2000 Intensitas
Preparasi dan Fraksinasi Bentonit,Preparasi bentonit dilakukan dengan penggerusan untuk memperkecil ukuran partikel, sehingga didapat luas permukaan yang lebih besar. Fraksinasi dengan metoda sedimentasi dilakukan berdasarkan perbedaan densitas partikel, dimana fraksi yang densitasnya lebih besar akan mengendap lebih awal.
Bentonit Alam F1
1500 1000 500 0 0
20
2Ө 40
60
80
Gambar 1. Diffraktogram Bentonit Alam dan F1
Dari difraktogram pada Gambar 1 menunjukkan adanya puncak khas montmorillonit di sekitar sudut 2θ = 5o, 19o, dan 34o. Selain itu, terdeteksi puncak kuarsa sekitar 2θ = 20,4 yang menunjukkan bahwa masih terdapat pengotor kuarsa pada bentonit, dan fraksi 1 (F1). Analisis XRD
Modifikasi dan karakterisasi ..., Dimas Dwi Saputra, FMIPA UI, 2013
juga menunjukkan bahwa diffraktogram F1 masih memiliki puncak yang sama seperti pada bentonit alam, namun intensitas dari puncak F1 mengalami perubahan. Komposisi montmorilonit dan kuarsa serta d-spacing dari bentonit alam dan F1 ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai d-spacing, % montmorillonit, dan % kuarsa dari hasil fraksinasi bentonit alam
Clay Bentonit Alam
2ϴ
d-spacing (Å)
% Montmorillonit
% Kuarsa
6,766
13,05
62,3
37,7
Fraksi 1
5,639
15,66
72,7
27,3
Dari data pada Tabel 1 diatas menunjukkan bahwa pada fraksi 1 (F1) memiliki tingkat kandungan montmorillonit lebih banyak dari pada bentonit alam. Persentase kuarsa pada fraksi 1 lebih kecil dibandingkan dengan bentonit alam, dan F1 memiliki nilai d-spacing yang lebih besar dibandingkan bentonit alam. Adanya kemiripan diffraktogram F1 dengan bentonit alam menunjukkan bahwa metode fraksinasi sedimentasi dapat meningkatkan kandungan montmorillonit dan menurunkan kandungan kuarsa, dan menaikkan dspacing. Dapat dikatakan bahwa fraksinasi tidak merusak struktur bentonit. Sintesis Na-Montmorillonit Pada penelitian ini, hasil Na-MMT yang telah diperoleh dikarakterisasi dengan XRD dan FTIR. Dari hasil analisis XRD yang diperoleh akan mengetahui nilai d-spacing pada Na-MMT.
Hasil XRD
Intensitas
4000
MMT
3000
Na-MMT
2000 1000 0 0
20
2Ө
40
60
Gambar 2. Perbandingan hasil XRD MMT dan Na-MMT
Nilai d-spacing dari MMT sebesar 15,65 Å pada 2ϴ sebesar 5,63, sedangkan nilai d-spacing dari Na-MMT sebesar 13,27 Å pada 2ϴ sebesar 6,65 (Tabel 1). Dari Difraktogram XRD (Gambar 2) menunjukkan bahwa 2ϴ
pada Na-MMT mengalami pergeseran ke kanan, yang artinya nilai d-spacing lebih kecil. Perbedaan nilai dspacing Na-MMT (lebih kecil) dibandingkan nilai dspacing MMT kemungkinan disebabkan oleh pertukaran ion penyeimbang Mg2+ dan Ca2+ pada antar lapisan pada bentonit (bersifat seperti illite-smectite) oleh kation penyeimbang Na+ sehingga bersifat seperti illitevermiculite.
Gambar 3. Spektrum FTIR Na-MMT dan F1
Gambar 3 menunjukkan spektra FTIR dari F1 dan NaMMT. Spektra FTIR tersebut menunjukkan adanya pita serapan pada bilangan gelombang 1632 cm-1 pada F1 dan Na-MMT yang merupakan pita tekuk H-O-H yang terdeformasi. Pada bilangan gelombang sekitar 5001000 cm-1 muncul vibrasi Si-O dan Al-O. Sedangkan puncak OH struktural pada kerangkan silikat bentonit (SiOH) muncul pada bilangan gelombang sekitar 3600 cm-1. Penentuan Kapasitas Tukar Kation Pada penelitian ini, penentuan kapasitas tukar kation dilakukan dengan menggunakan kompleks Cu(en)22+yang dicampurkan dengan NaMMT, dan jumlah kompleks Cu(en)22+ yang tersisa (yang tidak dipertukarkan) diukurdengan menggunakan spektrofotometri UVVisibel. Dengan metoda ini, nilai KTK yang didapat sebesar 42 mek/100 gram bentonit. Nilai KTK yang diperoleh, digunakan untuk menentukanberapa banyak jumlah alanin yang dibutuhkan untuk proses interkalasi. Sintesis Organoclay Penginterkalasi analanin ke dalam NaMMT akan mempengaruhi nilai basals pacing interlayer. Basal spacing dari NaMMT ini diharapkan meningkat, bila ditambahkan sejumlah alanin dengan nilai KTK yang digunakan.
Modifikasi dan karakterisasi ..., Dimas Dwi Saputra, FMIPA UI, 2013
6000
Hasil XRD
Intensitas
4000 Na-MMT
2000
1KTK 2KTK
0 0
20
2Ө
40
60
Gambar 4. Perbandingan hasil XRD Na-MMT, 1 KTK, dan 2 KTK
Proses interkalasi alanin terjadi melalui pertukaran kation-kation pada daerah interlayer NaMMT yang tertarik secara elektrostatik dengan muatan negative pada bentonit. Berdasarkan data XRD (Gambar 4) dan Tabel 2, menunjukkan bahwa interkalasi alanin ke dalam NaMMT dan membentuk organoclay mengakibatkan terjadinya peningkatan d-spacing dari interlayer organoclay. Perubahan d-spacing ini menunjukkan bahwa alanin telah terinterkalasi ke dalam NaMMT dan membentuk organoclay. Tabel 2. Besar nilai d-spacing Na-MMT dan Organoclay Clay
2Ө
d-spacing (Å)
Na-MMT
6,652
13,28
Organoclay 1KTK
4,490
19,66
Organoclay 2KTK
5,032
17,55
amin dan 1471 cm-1 untuk vibrasi tekuk amina, terdapat pula serapan pada 1690 cm-1 yang merupakan serapan dari COO-. Secara umum, organoclay 1 KTK, 2 KTK dan NaMMT memiliki spektra IR yang mirip, namun padaorganoclay 1 KTK dan 2 KTK terlihat puncak tambahan di daerah 1400 cm-1 yang diduga berasal dari alanin. Hasil pengamatan dengan FTIR ini memperkuat hasil pengamatan XRD low anglebahwa alanin yang ditambahkan dapat menaikan d-spacing karena masuknya alanin ke dalam interlayer bentonit. Penentuan Waktu Optimum Adsorpsi Ion Logam Cd2+ dan Pb2+ Penentuan waktu adsorpsi ion Cd2+ dan Pb2+ digunakan untuk menentukan waktu tercapainya kesetimbangan antara adsorbat dalam larutan (Cd2+ dan Pb2+) dan yang teradsorpsi dalam organoclay. Hasilnya ditampilkan pada Tabel 3 dan Gambar 6. Tabel 3. Q timbal terhadap waktu kontak Waktu
Q (mmol/g organoclay)
Menit
Bentonit Alam
1 KTK
2 KTK
30
0.20895
0.21017
0.21034
60
0.20895
0.21017
0.21040
120
0.20896
0.21027
0.21042
180
0.20897
0.21027
0.21041
300
0.20895
0.21027
0.21041
Gambar 5. Spektrum FTIR Na-MMT, 2 KTK, dan 1 KTK
Gambar 6. Kurva optimasi adsorpsi ion Cd2+terhadap waktu kontak
Spektra FTIR juga mempertegas keberadaan alanin dalam MMT. Dari spektra FTIR (Gambar 5) terlihat adanya daerah serapan baru yang muncul, yaitu pada bilangan gelombang 3028 cm-1 untuk vibrasi uluran
Pada Gambar 6 terlihat bahwa Q (jumlah teradsorpsi) ion Cd2+ yang terbesar terdapat pada organoclay 2 KTK, diikuti dengan 1 KTK, dan Bentonit Alam. Untuk bentonit alam, proses adsorpsi terjadi lebih cepat, tetapi
Modifikasi dan karakterisasi ..., Dimas Dwi Saputra, FMIPA UI, 2013
kapasitasnya tidak berubah dengan perubahan waktu. Untuk organoclay 1 KTK dan 2 KTK kesetimbangan antara ion logam dilarutan dan yang di organoclay tercapai sekitar waktu 120 menit.
Penentuan Konsentrasi Optimum Adsorpsi Ion Logam Cd2+ dan Pb2+ Pada penelitian ini dilakukan juga penentuan konsentrasi optimum adsorpsi ion logam Cd2+ dan Pb2+ oleh organoclay 1 KTK dan 2 KTK. Penentuan konsentrasi optimum ini dapat melihat seberapa besar konsentrasi yang dapat diadsorpsi oleh organoclay 1 KTK dan 2 KTK. Hasilnya ditampilkan pada Gambar 8 dan Tabel 5
Gambar 7. Kurva optimasi adsorpsi ion Pb2+ terhadap waktu kontak
Tabel 4. Tabel Q adsorpsi timbal oleh organoclay 1 KTK dan 2 KTK Waktu
Gambar 8. Kurva perbandingan adsorpsi timbal dengan cadmium oleh organoclay 1 KTK selama 2 jam
Q (mmol/g organoclay)
Menit
Bentonit Alam
1 KTK
2 KTK
30
0.20842
0.20935
0.20938
60
0.20842
0.20944
0.20950
120
0.20844
0.20938
0.20949
180
0.20844
0.20938
0.20948
(mM)
Pb
Cd
300
0.20844
0.20938
0.20949
0.00840
0.00083
0.00123
Untuk ion logam Pb2+, dari Gambar 7 nampak bahwa kapasitas adsorpsi organoclay 1 KTK dan 2 KTK tidak berbeda secara signifikan, sedangkan untuk bentonit alam kapasitasnya sedikit lebih kecil dibandingkan organoclay 1 KTK dan 2 KTK. Semua adsorpsi bentonit alam dan organoclay tidak mengalami perubahan seiring dengan perubahan waktu, mulai dari 30 menit sampai 300 menit. Bentonit yang terinterkalasi alanin memiliki kapasitas yang cenderung lebih besar dari pada bentonit alam. Hal ini karena adanya interaksi muatan positif pada logam yang dapat mengikat muatan negatif pada alanin. Dari data percobaan terlihat bahwa ion Cd2+ dan Pb2+ teradsorpsi dengan jumlah mol yang hampir sama. Terlihat juga bahwa semakin banyak alanin yang terinterkalasi pada bentonit (1 KTK dan 2 KTK) menunjukkan kapasitas adsorpsi logam yang hampir sama.
Tabel 5. Q adsorpsi timbal dan cadmium oleh organoclay 1 KTK Konsentrasi
Q (mmol/g organoclay) 1 KTK
0.01680
0.00298
0.00336
0.03360
0.00702
0.00726
0.05040
0.00741
0.01076
0.06720
0.00742
0.01340
Dari Gambar 8 terlihat bahwa kapasitas adsorpsi terhadap ion logam cadmium pada konsentrasi yang teradsorp oleh organoclay 1 KTK lebih besar dari pada kapasitas adsorpsi untuk ion logam timbal. Untuk 1 KTK, ion logam Pb2+ mengalami tingkat kejenuhan pada Q sekitar 0,0075 mmol/g, sedangkan untuk ion logam Cd2+ belum mengalami kejenuhan pada Q 0,013 mmol/g. Hal tersebut mungkin terjadi karena layer yang terdapat pada organoclay 1 KTK masih dapat terisi oleh ion logam cadmium seiring dengan penambahan konsentrasi logam cadmium.
Modifikasi dan karakterisasi ..., Dimas Dwi Saputra, FMIPA UI, 2013
4. KESIMPULAN 1. Nilai KTK Na-bentonit dihitung dengan metode tembaga amin didapatkan sebesar 42 mek/gram clay. 2. Alanin telah dapat diinterkalasi ke dalam interlayer bentonit dan meningkatkan basal spacing dari 13,28 Å menjadi 17,55 Å dan 19,66 Å. 3. Organoclay dapat digunakan sebagai adsorben ion logam berat cadmium dan timbal, dan daya adsorpsi organoclay 2 KTK lebih besar dibandingkan organoclay 1 KTK. Gambar 9. Kurva perbandingan adsorpsi timbal dengan cadmium oleh organoclay 2 KTK selama 2 jam
Tabel 6. Q adsorpsi timbal dan cadmium terhadap organoclay 2 KTK Konsentrasi
Q (mmol/g organoclay) 2 KTK
(mM)
Pb
Cd
0.00840
0.00102
0.00210
0.01680
0.00317
0.00420
0.03360
0.00721
0.00840
0.05040
0.01142
0.01260
0.06720
0.01159
0.01449
Dari Gambar 9 terlihat bahwa kapasitas adsorpsi ion logam Cd2+ oleh organoclay 2 KTK pada Q 0,0145 mmol/g belum mencapai titik jenuh pada konsentrasi 0,068 mM. Sedangkan untuk ion logam Pb2+ pada kapasitas adsorpsi, Q = 0,0116 mmol/g terjadi pada konsentrasi sekitar 0,068 mM. Secara umum nampak bahwa organoclay 2 KTK mempunyai kapasitas adsorpsi yang lebih besar terhadap ion logam Cd2+ dibandingkan dengan ion logam Pb2+. Sama halnya dengan organoclay 1 KTK, pada adsorpsi ion logam Cd2+ oleh organoclay 2 KTK belum mengalami kejenuhan. Namun terlihat peningkatan kapasitas adsorpsi ion logam Cd2+ dan Pb2+ oleh organoclay 2 KTK dibandingkan dengan organoclay 1 KTK. Hal ini menunjukkan bahwa banyaknya jumlah penambahan alanin pada sintesis organoclay akan menghasilkan daya adsorpsi yang lebih baik terhadap ion logam Cd2+ dan Pb2+. Ini mungkin disebabkan interaksi ion logam Cd2+ dengan gugus fungsi –COO- pada alanin cenderung lebih kuat dan lebih stabil dibandingkan ion logam Pb2+.
Ucapanterimakasih Terimakasih kepada Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia DaftarAcuan [1] Andy. (2007). Sintesis dan Karakterisasi Organoclay Dari Lempung Alam dan Lempung Sintesis yang Dimodifikasi Surfaktan HDTMABr Melalui Metode Hidrotermal. Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. [2] Bergaya, F. Vayer M.s. (1997). CEC of clays: Measurement by adsorption of a copper ethylenediamine complex. Applied Clay Science 12 (1997) 275-280. Perancis. [3] Handoyo, Kristian S. (2001). Dasar dasar kimia anorganik nonlogam Universitas Negeri Yogyakarta. hal;8.18-8.19. [4] Irwansyah. (2007). Modifikasi Bentonit Menjadi Organoclay Dengan Surfaktan Heksadesiltrimetilamonium Bromida Melalui Interkalasi Metode Ultrasonik. Skripsi Departemen kimia. FMIPA Universitas Indonesia. [5] Mallakpour,S and’, Dinari. M, Preparation and characterization of new organoclays using natural amino acids and Cloisite Na+, Applied Clay ScienceVolume 51, Issue 3, February 2011, Pages 353–35 [6] Salim. (2012). Preparasi Organoclay dari Bentonit Merangin-Jambi dan Surfaktan Nonionik serta aplikasinya sebagai Adsorben p-Klorofenol dalam Air. Tesis Departemen Kimia. FMIPA Universitas Indonesia. [7] Syuhada, Rachmat Wijaya, Jayatin, dan Saeful Rohman. (2009). Modifikasi Bentonit (Clay) menjadi Organoclay dengan Penambahan Surfaktan. Jurnal Nanosains & Nanoteknologi. Bandung. Vol. 2 No. 1
Modifikasi dan karakterisasi ..., Dimas Dwi Saputra, FMIPA UI, 2013