ADSORPSI SIMULTAN KITOSAN-BENTONIT TERHADAP ION LOGAM DAN RESIDU PESTISIDA DALAM AIR MINUM DENGAN TEKNIK BATCH (Diseminarkan pada seminar nasional kimia UNJANI, Oktober 2011) Cici Sri Hartati, Anna Permanasari, Zackiyah Program Studi Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia Email:
[email protected] ABSTRAK Kitosan-bentonit merupakan organo-bentonit yang terbukti efektif untuk mengadsorpsi ion logam dan residu pestisida di dalam air minum. Pada penelitian ini dikaji kinerja adsorpsi kitosan-bentonit terhadap ion logam Fe(III), Cu(II), Cd(II), residu endosulfan dan diazinon secara simultan dengan teknik batch di dalam air minum. Penelitian ini dimulai dengan sintesis kitosan-bentonit dan diikuti dengan karakterisasi menggunakan spektrofotometer Fourier Transform-Infra Red (FT-IR), X-Ray Difraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), dan Thermal Gravimetry-Differential Thermal Analysis (TG-DTA). Selanjutnya dilakukan interaksi antara logam dan pestisida dengan kitosan-bentonit dalam proses batch. Jumlah pestisida endosulfan dan diazinon yang tidak teradsorpsi oleh kitosanbentonit dianalisis dengan spektrofotometer UV, sedangkan ion logam yang tidak teradsorpsi dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectroscopy (AAS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan teknik batch, adsorben kitosan-bentonit sebanyak 2,5 gram dapat mengadsorpsi dengan baik campuran logam dan pestisida dalam air minum secara simultan pada waktu kontak 120 menit dengan persen adsorpsi 100% untuk Fe(III), 99,25% untuk Cu(II), 75,01% untuk Cd(II), 87,55% untuk diazinon, dan 100% untuk endosulfan. Adsorben kitosan-bentonit dalam proses batch masih menunjukkan kinerja optimum dalam mengadsorpsi logam dan residu pestisida dengan batas konsentrasi logam dan pestisida kurang dari 30 ppm (persen adsorpsi rata-rata di atas 70%). Kata kunci: adsorpsi, batch, kitosan-bentonit, logam, pestisida.
PENDAHULUAN Negara Indonesia dengan jumlah penduduk yang terus meningkat dari tahun ke tahun memerlukan bahan pangan yang semakin meningkat pula. Peningkatan kebutuhan pangan nasional mencapai laju sekitar 1-2 % per tahun yang diakibatkan peningkatan jumlah penduduk yang lebih dari 220 juta jiwa. Untuk mengatasi masalah ini, maka pemerintah Indonesia mengadakan pembaharuan pada sektor pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produksi pangan sehingga dapat memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Salah satu pembaharuan pada sektor
pertanian yaitu penggunaan pestisida (Saepudin, 2008). Menurut direktorat pupuk dan pestisida, pada tahun 2002 terdapat 813 formulasi dan 341 bahan aktif pestisida yang telah dan pernah beredar, 40% diantaranya adalah insektisida, 29% herbisida, dan 19% Fungisida (Las dkk, 2006). Penggunaan pestisida sintetik yang semakin meningkat dapat menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Salah satu dampak yang timbul akibat penggunaan pestisida yaitu rusaknya lingkungan perairan. Penggunaan pestisida yang terus menerus akan mengakibatkan akumulasi pestisida 1
dan menimbulkan tercemarnya perairan tanah dan perairan pemukaan sehingga dapat meracuni habitat di dalamnya. Selain itu juga, air yang telah tercemar pestisida apabila terkonsumsi oleh manusia dapat menimbulkan masalah kesehatan diantaranya yaitu mual, muntah, iritasi kulit, kepala pusing dan dalam dosis yang tinggi mengakibatkan kematian. Untuk menurunkan kadar pestisida dalam air dapat dilakukan dengan proses adsorpsi. Adsorben yang telah banyak digunakan yaitu zeolit dan karbon aktif. Khan et al., (2002) mengkaji kemampuan zeolit dalam mengadsorpsi pestisida triadimefon. Hasil penelitian tersebut menunjukkan zeolit dapat mengadsorpsi fungisida golongan organoklor (triadimefon) dalam konsentrasi kecil. Karbon aktif (dalam Las dkk, 2006) dapat mengadsorpsi insektisida dalam air mencapai 90,90% dari konsentrasi awal 2,250 mg/L. Selain kedua adsorben di atas masih terdapat material lain yang dapat digunakan sebagai adsorben yaitu bentonit. Indonesia memiliki cadangan bentonit sangat melimpah namun masih belum termanfaatkan dengan baik. Bentonit memiliki kapasitas adsorpsi yang besar terhadap senyawa anorganik dan logam-logam berat. Namun demikian ternyata bentonit memiliki kapasitas adsorpsi yang kecil untuk mengadsorpsi senyawa organik, sehingga untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi bentonit terhadap senyawa organik dilakukan modifikasi bentonit dengan menggunakan surfaktan atau polimer. Rohayani (2005) telah mensintesis organo-bentonit yang berasal dari modifikasi bentonit dengan asam amino histidin serta menguji kapasitas adsorpsinya terhadap pestisida diazinon di dalam air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adsorben histidinbentonit memiliki kinerja adsorpsi yang lebih baik bila dibandingkan dengan Cabentonit, yaitu dapat mengadsorpsi pestisida diazinon dalam air minum mencapai 95,11% dari konsentrasi awal
12,00 mg/L. Penggunaan asam amino ini sebagai modifier bentonit memiliki kelemahan diantaranya : (1) Sifat asam amino yang kurang tahan terhadap perubahan suhu, (2) Sangat rentan terhadap bakteri, (3) Memiliki pH isolistrik 7,59 sehingga terdapat kemungkinan larut dalam air dan terlepas dari adsorben bentonit. Hal ini dikuatkan oleh hasil penelitian Permanasari (2009) yang menyatakan bahwa adsorben histidin-bentonit kurang stabil pada berbagai faktor lingkungan. Oleh sebab itu, dalam aplikasinya adsorben ini disarankan digunakan pada suhu 250C (suhu kamar) dan diusahakan tidak terkena radiasi sinar UV (cahaya matahari) secara langsung. Berdasarkan analisis kelemahan tersebut, tim peneliti telah berhasil menemukan alternatif adsorben baru yang menunjukkan ketahanan lebih tinggi, lebih murah dan lebih mudah dalam sintesisnya, yaitu adsorben kitosan-bentonit (Khoerunnisa dkk, 2008). Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan kinerja yang sangat baik terhadap residu pestisida diazinon dengan kekuatan adsorpsi 90,04% dan lebih cepat proses adsorpsinya. Kitosan-bentonit juga memiliki kinerja yang baik sebagai adsorben untuk logam berbahaya Fe, Cd dan Cu secara simultan dengan kekuatan adsorpsi rata-rata di atas 90% (Wulandari, 2009). Selain itu penggunaan kitosan sangat aman karena kitosan merupakan bahan anti oksidan (pembentuk kulit udang) yang biasa dikonsumsi manusia. Berkaitan dengan peluang aplikasi kitosanbentonit dalam pengolahan air minum untuk keperluan praktis dalam skala konsumsi rumah tangga, maka perlu dikaji lebih lanjut mengenai uji kinerja adsorben kitosan-bentonit terhadap ion logam dan residu pestisida dalam air minum secara simultan dengan teknik batch.
2
METODE PENELITIAN Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bentonit yang berasal dari Karangnunggal (Tasikmalaya), kitosan, asam asetat (CH3COOH) 98%, diazinon (nama dagang sidazinon 60 EC), endosulfan (nama dagang Akodan 350 EC), Fe(NO3)3.9H2O, Cd(NO3)2.4H2O, Cu(NO3)2.3H2O dan aquades.
Alat Peralatan yang digunakan meliputi multishaker MMS 3000, oven, neraca analitis, Centrifuge tipe H–103 N Kokusan, desikator, peralatan filtrasi vakum dan peralatan gelas. Untuk keperluan analisis digunakan Sektrofotometer UV Mini Shimadzu 1240, XRD PANanalytical X’Pert, SEM jeol JSM 6360 LV dan FT-IR Shimadzu 8400.
Prosedur Kerja Pembuatan Kitosan-Bentonit Sebanyak 180 gram Ca-bentonit dimasukkan ke dalam gelas kimia 1 L dan ditambahkan 1 L kitosan 1000 ppm. Dikocok selama 30 menit pada 160 rpm. Kemudian di saring menggunakan kertas saring Whatman No.1, filtrat yang diperoleh disimpan untuk dianalisis, dan residu yang diperoleh adalah kitosanbentonit. Kitosan-bentonit yang diperoleh dicuci dengan aquadest sampai bebas asam, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C. Kitosan bentonit yang sudah kering dihaluskan untuk penggunaan lebih lanjut, dan sebagian dari kitosan-bentonit diambil untuk karakterisasi menggunakan FT-IR, TGDTA, SEM dan XRD.
Teknik Batch berdasarkan Pengaruh Waktu Kontak Sebanyak 2,5 gram kitosan-bentonit ukuran 80 mesh dimasukkan ke dalam prototipe kemasan untuk proses batch kemudian dikontakkan dengan 250 mL sampel air kemasan yang mengandung larutan endosulfan, larutan diazinon, larutan Fe3+, larutan Cu2+, dan larutan Cd2+, dengan konsentrasi masing-masing 20 ppm. Campuran dikocok menggunakan multishaker dengan kecepatan 160 rpm dengan variasi waktu kontak selama 1, 5, 10, 30, 60, 90, 120, dan 150 menit, kemudian supernatan yang dihasilkan dipisahkan. Untuk mengetahui konsentrasi pestisida diazinon dan endosulfan yang tersisa dalam supernatan dilakukan pengukuran menggunakan spektrofotometer UV, sedangkan untuk mengetahui konsentrasi ion Fe3+, Cu2+, dan Cd2+ dalam supernatan dilakukan pengukuran menggunakan AAS.
Adsorpsi Campuran Residu Logam dan Pestisida oleh Kitosan-Bentonit dengan Teknik Batch berdasarkan Pengaruh Konsentrasi Campuran Logam dan Pestisida Sebanyak 2,5 gram kitosan-bentonit ukuran 80 mesh dimasukkan ke dalam prototipe kemasan kemudian dikontakkan dengan 250 mL sampel air kemasan yang mengandung larutan endosulfan, larutan diazinon, larutan Fe3+, larutan Cu2+, dan larutan Cd2+, dengan perbandingan konsentrasi yang bervariasi. Variasi konsentrasi campuran pestisida dan logam yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada tabel di bawah ini.
Adsorpsi Campuran Residu Logam dan Pestisida oleh Kitosan-Bentonit dengan 3
Tabel 1 Variasi Komposisi Campuran Logam Berat dan Pestisida yang Diuji Perbandingan Variasi konsentrasi Cu : Cd : Konsentrasi Fe : diazinon : keendosulfan (ppm) 1
5:5:5:5:5
2
10 : 10 : 10 : 10 : 10
3
20 : 20 : 20 : 20 : 20
4
30 : 30 : 30 : 30 : 30
5
40 : 40 : 40 : 40 : 40
Campuran dikocok menggunakan multishaker dengan kecepatan 160 rpm. Waktu kontak yang digunakan adalah waktu kontak hasil percobaan sebelumnya yang memberikan persen adsorpsi paling tinggi. Selanjutnya campuran tersebut disentrifugasi selama 30 menit pada 3000 rpm. Konsentrasi ion logam sisa dalam supernatan dianalisis menggunakan AAS, sedangkan konsentrasi diazinon dan endosulfan sisa dalam supernatan dianalisis dengan menggunakan spektrofotometer UV dan untuk perhitungan dibuat kurva kalibrasi larutan standar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Waktu Kontak
% Teradsorpsi
Hasil dari uji pengaruh waktu kontak terhadap adsorpsi residu logam dan pestisida oleh kitosan-bentonit dalam kemasan batch disajikan pada Gambar 1. 150
Cu(II)
100 50
Cd(II)
0
*Pengukuran dilakukan secara duplo Gambar 1 Pengaruh Waktu Kontak terhadap Adsorpsi Residu Logam dan Pestisida pada KitosanBentonit dengan Teknik Batch
Berdasarkan Gambar 1 tersebut diketahui bahwa pada menit ke-1 terjadi peningkatan adsorpsi untuk residu logam dan pestisida. Adsorpsi logam yang paling signifikan adalah Fe(III), dimana dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa pada waktu kontak 1 menit, ion-ion Fe(III) sudah teradsorpsi hampir ke semua permukaan adsorben (persen adsorpsi 99,79%). Hal ini diduga terjadi karena dalam sampel air yang diuji, ion-ion logam dan residu pestisida dengan konsentrasi yang sama saling bersaing untuk berikatan dengan kitosan-bentonit. Ukuran molekul Fe(III) yang paling kecil dibandingkan dengan residu logam dan pestisida lainnya menyebabkan ion Fe(III) lebih dahulu terikat ke permukaan kitosan-bentonit. Hal ini mempengaruhi adsorpsi pestisida dan logam lainnya terhadap kitosan-bentonit, sehingga seiring dengan meningkatnya waktu kontak, peningkatan adsorpsi untuk Cd(II), Cu(II), diazinon, dan endosulfan tidak terlalu signifikan dibandingkan dengan adsorpsi Fe(III). Hal ini disebabkan karena jumlah situs aktif yang tersedia pada permukaan kitosan-bentonit telah jenuh oleh ion Fe(III). Pada data persen adsorpsi dari ketiga logam, menunjukkan adanya persaingan yang terjadi dari masing-masing logam untuk berikatan dengan adsorben. Cd yang merupakan logam dengan ukuran jari-jari paling besar, memberikan nilai persen adsorpsi paling kecil, dan Fe yang memiliki ukuran jari-jari paling kecil memiliki nilai persen adsorpsi yang terbesar. Hal ini menunjukan bahwa ukuran jari-jari dari masing-masing logam sangat mempengaruhi nilai persen adsorpsinya. Karena interaksi yang terjadi
02040608100 0120 140 160
Fe(III) Waktu Kontak (menit)
4
Berdasarkan grafik tersebut, adsorben kitosan-bentonit dalam prototipe kemasan untuk proses batch dapat mengadorpsi diazinon dan endosulfan dengan persen adsorpsi masing-masing 87,55% dan 100%. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja kitosan-bentonit terhadap endosulfan dan diazinon sangat tinggi bila dibandingkan dengan Ca-bentonit yang hanya mampu mengadsorpsi diazinon sebesar 38,51% (Rohayani, 2005). Peningkatan kemampuan bentonit dalam mengadsorpsi senyawa organik disebabkan oleh penggantian posisi kation Ca2+ pada bentonit oleh kitosan sehingga merubah karakter permukaan bentonit dari hidrofilik menjadi hidrofobik. Hal ini menyebabkan kitosan-bentonit memiliki afinitas yang kuat terhadap senyawa organik. Molekulmolekul endosulfan dan diazinon yang bersifat hidrofobik akan lebih mudah berinteraksi dengan kitosan-bentonit yang juga bersifat hidrofobik. Dari Gambar 1 dapat disimpulkan bahwa waktu kontak yang baik untuk adsorpsi logam Fe(III), Cu(II), Cd(II), pestisida diazinon dan endosulfan oleh kitosan-bentonit secara simultan dengan teknik batch adalah pada waktu kontak 120 menit, karena pada waktu kontak 150 menit terjadi penurunan persen adsorpsi untuk ion Cu2+ dan Cd2+. Penurunan persen adsorpsi ini disebabkan oleh adanya proses desorpsi, karena adsorpsi dan desorpsi merupakan suatu proses yang berlangsung secara reversibel. Pada waktu kontak lebih dari 150 menit 3+ memungkinkan ion Fe , endosulfan dan diazinon untuk mengalami proses desorpsi.
Pengaruh Konsentrasi Logam dan Pestisida
Campuran
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui kemampuan adsorpsi dari adsorben kitosan-bentonit pada teknik batch terhadap residu logam dan pestisida dalam air minum dengan variasi konsentrasi ion logam dan pestisida. Hasil dari uji pengaruh variasi konsentrasi campuran logam dan pestisida terhadap adsorpsi residu logam dan pestisida oleh kitosan-bentonit dengan teknik batch disajikan Gambar 2 berikut.
% Teradsorpsi
adalah pertukaran kation di bagian interlayer, maka interaksi yang terjadi akan dipengaruhi oleh jarak antar spesi yang ada. Sangatlah memungkinkan jika ion logam yang lebih kecil akan masuk ke bagian interlayer dengan lebih mudah jika dibandingkan dengan ion logam yang memiliki ukuran lebih besar.
120 100 80 60 40 20 0
Fe(III) Cu(II) Cd(II) Endosulfan 5 10203040
Diazinon Konsentrasi (ppm)
Gambar 2 Persen Teradsorpsi Fe(III), Cu(II), Cd(II), Diazinon, dan Endosulfan terhadap Adsorben Kitosan-Bentonit pada Berbagai Variasi Konsentrasi Ion Logam dan Pestisida
Dari Gambar 2 tersebut, dapat disimpulkan bahwa kitosan bentonit menunjukkan kinerja adsorpsi yang baik dalam mengadsorpsi secara simultan ion Fe(III), Cu(II), Cd(II), diazinon, dan endosulfan pada konsentrasi ion logam dan pestisida kurang dari 30 ppm, ditunjukkan dengan persen adsorpsi rata-rata di atas 70%. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Wulandari, 2009), adsorpsi ion Fe(III), Cu(II), Cd(II), diazinon, dan endosulfan oleh kitosan-bentonit menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda bahkan cenderung lebih baik dengan teknik batch. Sebagai contoh pada 5
konsentrasi ion logam dan pestisida masing-masing 20 ppm dan waktu kontak 120 menit, persen teradsorpsi untuk ion Fe(III), Cu(II), Cd(II), diazinon, dan endosulfan berturut-turut adalah 100%, 97,84%, 74,98%, 89,53%, dan 100%. Sedangkan pada penelitian Wulandari (2009), persen teradsorpsi untuk ion Fe(III), Cu(II), Cd(II), dan diazinon, berturut-turut adalah 96,72%, 91,40%, 88,39%, dan 92,30%. Perbedaan persen adsorpsi yang tidak jauh berbeda bahkan cenderung lebih baik dengan teknik batch kemungkinan dapat disebabkan dari bahan prototipe kemasan kitosan-bentonit yang digunakan dalam proses batch yaitu kertas penyaring (food grade paper) yang mengandung selulosa sehingga ikut menyerap ion logam dan pestisida dalam jumlah yang sedikit.
KESIMPULAN Kitosan-bentonit dapat bekerja secara optimum untuk mengadsorpsi ion Fe(III), Cu(II), Cd(II), pestisida diazinon dan endosulfan secara simultan dalam air minum dengan waktu kontak 120 menit pada proses batch. Kitosan-bentonit tersebut masih dapat menunjukkan kinerja yang baik dalam mengadsorpsi campuran logam Fe(III), Cu(II), Cd(II), diazinon dan endosulfan secara simultan dengan konsentrasi ion logam dan pestisida kurang dari 30 ppm dan waktu kontak 120 menit.
http://www.ualberta.ca/~csps. November 2010].
[5
Khoerunnisa, Fitri. (2005). Kajian Adsorpsi dan Desorpsi Ag(S2O3)23dalam Limbah Fotografi pada dan dari Adsorben Kitin dan Asam Humat Terimobilisasi pada Kitin. Tesis Program Studi Ilmu Kimia Universitas Gajdah Mada, Yogyakarta: Tidak Diterbitkan. Permanasari, Anna. (2009). The Effects of Temperature, UV Radiation, and Soaking Time in Drinking Water on Bentonite-Histidine Adsorbent Performance. Jurnal Matematika dan Sains. Vol. 14 No. 4. Rohayani, Rani. (2005). Sintesis Adsorben Histidin-Bentonit dan Uji Adsorpsinya terhadap Pestisida dalam Air Minum. Skripsi program kimia FPMIPA universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. Tidak diterbitkan. Saepudin, Asep. (2008).Uji Kinerja Adsorben Histidin-Bentonit dalam Prototipe Kemasan Flow dan Batch terhadap Pestisida Endosulfan dalam Air Minum. Skripsi Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan. Wulandari, Irnawati. (2009). Uji Kinerja Adsorben Kitosan-Bentonit terhadap Logam Berat dan Diazinon secara Simultan. Skripsi Program Studi Kimia Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI, Bandung: Tidak Diterbitkan
DAFTAR PUSTAKA Khan, T.A., et al. (2001). Reporting Degree of Deacetylation Values of Chitosan: Influence of Analytical Methods. Malaysia. J Rharm Pharmaceut Sci, 5(3):205-212, 2002. [Online]. Tersedia :
6
7