KARAKTERISASI DAN MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI BAHAN MEDIA PENDETEKSI STUDI KASUS: KROMIUM HEKSAVALEN
ZULHAN ARIF
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakterisasi dan Modifikasi Zeolit Alam sebagai Bahan Media Pendeteksi. Studi Kasus: Kromium Heksavalen adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, September 2011
Zulhan Arif NIM G451070091
ABSTRACT ZULHAN ARIF. Characterization and Modification of Natural Zeolites as Media Material Detection, Case Studies: Hexavalent Chromium. Under direction LATIFAH K DARUSMAN, ETI ROHAETI, and ZAENAL ABIDIN. Zeolites are widely used for various agricultural applications and industrial catalysts. An abundant amount of natural zeolite has not been widely utilized. So this study aims to characterize and to modify surface of natural zeolite samples from Indonesia. The zeolite samples contain some impurities, chraracterized by X-ray diffraction (XRD) pattern. Acid and alkaline modification do not alter the structure of the the zeolite significantly, for samples from Bayah and Cikalong. Modification both samples using barium cation do not increase the adsorption capacity of Cr(VI), although adsorption of barium cation occurs on to zeolite surface. Surface modification using iron ion yield significant adsorption of anion Cr (VI) on to the zeolite. This is characterized by the change of XRD peak patterns Keyword: natural zeolite, CEC, surface modification, adsorption
RINGKASAN
ZULHAN ARIF. Karakterisasi dan Modifikasi Zeolit Alam sebagai Bahan Media Pendeteksi. Studi Kasus : Kromium heksavalen dibimbing oleh LATIFAH K . DARUSMAN, ETI ROHAETI dan ZAENAL ABIDIN. Zeolit adalah mineral mikroporous yang terbentuk dari abu gunung berapi dan garam laut selama jutaan tahun dan terdapat dalam jumlah yang melimpah dihampir semua belahan bumi. Zeolit sendiri juga terdapat di indonesia, karena keadaan alam indonesia yang sangat kaya akan gunung berapi, yang merupakan sumber utama abu vulkanik yang mengalami transformasi menjadi zeolit alam. Pemanfaatan zeolit yang paling besar adalah untuk proses penjerapan, yaitu sebagai adsorben disebabkan sifat dari jerapan zeolit yang merupakan kombinasi dari pertukaran ion dan penyaring molekul yang dapat di modifikasi. Salah satu proses penjerapan pencemar yang sering dilakukan adalah terhadap senyawa pencemar kromium. Penggunaan kromium yang luas memicu terjadinya pencemaran yang diakibatkan oleh limbah kromium. Kromium yang dapat mencemari adalah kromium dengan spesi kromium trivalen Cr(III) dan spesi kromium heksavalen Cr(VI). Penghilangan kromium selalu dihadapkan pada kendala adanya dua bentuk spesi krom yang terjadi. Tahapan penghilangan spesi kromium apapun harus didahului dengan proses deteksi keberadaan jenis spesi kromium agar proses pemisahan kromium yang akan dilakukan berjalan dengan baik. Beragam cara spesiasi telah dilakukan antara lain dengan menggunakan cara elektrokimia, spektrofotometri, kromatografi, spektroskopi massa, spektrometri serapan atom, dan jerapan fase padat. Tujuan penelitian untuk mendapatkan karakter dan permukaan zeolit yang termodifikasi dari zeolit alam asal Indonesia. Contoh zeolit yang digunakan berasal dari Lampung (LPG), Bayah Banten (BYH), Demak Jawa Tengah (DMK), dan Cikalong Tasikmalaya Jawa Barat (CLG). Zeolit Cikalong dan Demak merupakan tipe zeolit dengan unsur penyusun dominan mordenit, sedangkan zeolit Bayah dan Lampung merupakan zeolit klinoptilolit. Hasil penentuan kapasitas kation menunjukkan bahwa KTK zeolit alam Cikalong sebesar 65 cmol/kg, Bayah sebesar 48 cmol/kg, Demak 55 cmol/kg, dan lampung 44 cmol/kg. Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk proses perlakuan maka nilai KTK akan berubah, naik atau turun menyesuaikan dengan jenis lingkungan perlakuan tersebut. Perlakuan yang melibatkan asam akan menyebabkan proses dealuminasi yang semakin kuat dengan naiknya suhu yang digunakan, sedangkan perlakuan yang melibatkan basa akan menghasilkan pembentukan senyawa silikat yang ada di permukaan zeolit. Perbedaan reaksi yang mendasari pada perlakuan asam dan basa akan menghasilkan perbedaan nilai KTK dan perubahan pada masing-masing perlakuan. Analisis XRD dari zeolit yang termodifikasi barium menghasilkan perubahan puncak-puncak difraktogram yang signifikan, baik jumlah puncak atau intesitas dari puncak. Zeolit sintetik yang telah termodifikasi oleh barium akan
menghasilkan puncak dengan jumlah yang lebih sedikit dan intensitas yang lebih rendah. Perubahan pada puncak-puncak ini diakivatkan karena struktur dari zeolit yang mengadsorpsi barium sedikit banyak berubah. Kation-kation yang sebelumnya berada di pori-pori zeolit digantikan oleh barium. Penggantian ini akan menyebabkan terjadinya perubahan yang signifikan terhadap sudut-sudut datang dari suatu sinar XRD akan berubah dengan adanya barium yang teradsorpsi dan menggantikan kation yang ada di zeolit awal. Perubahan ini akan mempengaruhi sudut penghamburan kristal dari yang terjadi, sehingga intesitas dan puncak akan semakin turun atau berubah. Pengubahan dengan ion besi hidroksida ternyata mampu menunjukkan adanya serapan yang signfikan terhadap penyerapan kromium heksavalen. Pengubahan tersebut dilakukan dengan kondisi kisaran pH sekitar 3. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa besi terjerap di permukaan zeolit yang ditunjukkan dengan adanya perubahan intensitas puncak-puncak serapan dari XRD. Hasil percobaan untuk adsoprsi dengan kromium heksavalaen menunjukkan adanya sebgain besi yang terjerap dengan tidak adaknya warna yang muncul ketika larutan hasil jerapan diuji dengan menggunakan larutan DPC. Tingkat efektivitas jerapan dilakukan dengan menggunakan besi menujukkan bahwa zeolit alam yang telah diperlakukan dengan asam ternyata dapat menjerap kromium heksavalaen lebih baik bila dibandingkan dengan yang diperlakukan dengan basa. Reaksi yang mendasari pembentukan warna ini adalah adanya proses reduksi kromium heksavalen menjadi kromium trivalent dan oksidasi difenilkarbazida (DPC) menjadi difenilkarbazone (DPCO) seperti reaksi di bawah. Kompleks yang terbentuk antara DPCO dengan kromium trivalent ini yang akan menjadikan kompleks berwarna merah keunguan. Pembentukan warna DPC pada larutan kromium heksavalen akan dimulai dari konsentrasi 0,9708 M dan dengan kondisi pH minimum pada pH 4. Perlakuan asam dan basa serta suhu pada zeolit alam tidak banyak mengubah struktur contoh zeolit alam. Penentuan nilai KTK zeolit alam Cikalong menghasilkan nilai KTK sebesar 65 cmol/kg, sedangkan contoh dari Bayah menghasilkan 48 cmol/kg. Perlakuan asam menurunkan nilai KTK, sedangkan perlakuan basa meningkatkan nilai KTK. Peningkatan tersebut sebanding dengan konsentrasi dan suhu yang digunakan dan dipengaruhi asal contoh. Modifikasi permukaan dengan kation barium menunjukkan adanya adsorpsi barium yang ditunjukkan oleh perubahan difraksi sinar X, sedangkan adsorpsi kromium tidak terjadi. Modifikasi permukaan dengan kation besi mengubah permukaan zeolit menjadi bermuatan positif dan menunjukan kemampuan menjerap kromium heksavalen dengan kemampuan lebih baik dari zeolit sintetik yang termodifikasi besi.
Keyword: zeolit alam, kromium heksavalen, adsorpsi, XRD, Kapasitas Tukar Kation
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagain atau seluruhnya karya tulis ini tapa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan mempernbanyak sebagaina atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB.
KARAKTERISASI DAN MODIFIKASI ZEOLIT ALAM SEBAGAI BAHAN MEDIA PENDETEKSI STUDI KASUS: KROMIUM HEKSAVALEN
ZULHAN ARIF
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dyah Iswantini P, M.Agr.
Judul Tesis : Karakterisasi dan Modifikasi Zeolit Alam sebagai Bahan Media Pendeteksi. Studi Kasus : Kromium heksavalen Nama : Zulhan Arif NIM : G451070091
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS Ketua
Dr. Eti Rohaeti, MS Anggota
Dr. Zaenal Abidin, S.Si. Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Kimia
Prof. Dr. Purwantiningsih Sugita, MS
Tanggal Ujian:
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Se.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya tulis ini berhasil disusun. Penelitian ini bertema tentang aplikasi mineral dengan jenis zeolit untuk deteksi senyawa kromium. Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Latifah K Darusman, MS, Dr. Eti Rohaeti, MS, dan Dr Zaenal Abidin, SSi, selaku komisi pembimbing. Terima kasih juga diucapakan kepada Dr. Teruo Henmi dan Dr. Naoto Matsue, dari Laboratory of Applied Chemistry for Environmental Industry, Faculty of Agriculture, Ehime University, Matsuyama, Jepang serta seluruh Keluarga Laboratorium Analitik atas bantuan saran dan masukan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga penulis atas doa, kasih sayang, dan dorongan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat
Bogor, September 2011
Zulhan Arif
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar tanggal 21 Februari 1982 dari ayah Imam Sholikhin dan ibu Islamiyah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2000 Penulis Lulus dari SMU N 1 Srengat Kabupaten Blitar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis Lulus dari Departemen Kimia FMIPA IPB Tahun 2006 dan pada tahun 2007 Penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Magister Sains Program Studi Kimia Sekolah Pasacasarjan IPB. Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Departemen Kimia FMIPA IPB dari tahun 2006. Penulis ikut sebagai anggota Himpunan Kimia Indonesia.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiv PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA Zeolit Alam ........................................................................................... Struktur dan Sifat Zeolit ........................................................................ Zeolit Termodifikasi ............................................................................... Nano Zeolit ............................................................................................ Kromium ................................................................................................ Spesiasi Kromium ..................................................................................
3 5 6 7 8 8
BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian.................................................................. 10 Bahan dan Alat ...................................................................................... 10 Prosedur Penelitian ................................................................................ 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh ..................................................................................... Analisis Unsur zeolit alam ..................................................................... Perlakuan Asam dan Basa ..................................................................... Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) ............................................ Modifikasi Barium .................................................................................. Modifikasi Besi ...................................................................................... Uji DPC .................................................................................................
15 15 16 20 23 26 29
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ................................................................................................ 31 Saran ...................................................................................................... 31 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 32 LAMPIRAN .................................................................................................... 36
DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai KTK beberapa contoh zeolit alam........................................................ 16 2 Analisis unsur zeolit alam Cikalong ............................................................. 16 3 Analisis unsur zeolit alam Bayah .................................................................. 17 4 KTK hasil perlakuan dengan asam ............................................................... 22 5 KTK hasil perlakuan dengan basa………………………………………….. 22
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Comtoh zeolit alam dari Bayah Banten ........................................................ 4 2 Struktur zeolit klipnotilolit ............................................................................ 6 3 Struktur zeolit mordenit ................................................................................ 6 4 Pola difraktogram contoh zeolit dari Bayah (atas) dan Cikalong (bawah) dengan perlakuan asam dan basa................................................................. 17 5 Perlakuan asam (a) dan basa (b) pada zeolit Cikalong dengan suhu yang semakin tinggi ............................................................................................. 18 6 Perlakuan asam (a) dan basa (b) pada zeolit Bayah dengan suhu yang semakin tinggi ............................................................................................. 19 7 Perubahan puncak akibat perlakuan suhu pada 100°C ................................. 19 8 Penentuan KTK dengan perlakuan Asam (CLG: Cikalong; BYH: Bayah) .. 21 9 Penentuan KTK dengan perlakuan asam dan basa ...................................... 21 10 Hasil modifikasi Ba pada contoh Cikalong (a1 contoh awal; a2 termodifikasi) dan Bayah (b1 contoh awal; b2 termodifikasi) ................ 23 11 Zeolit sintetik termodifikasi kation Ba ....................................................... 24 12 Pembentukan warna DPC pada kromium heksavalen (DPC 0.5 % b/b)…………………………………………………….......... 25 13 Uji adsorpsi larutan Cr(VI) pada zeolit barium (mod: termodifikasi; unmod: tanpa modifikasi; BYH:Bayah; CLG: Cikalong; A4: zeolit A4; X: zeolit X) ........................................................................................ 26 14 Hasil modifikasi ion Fe pada contoh Cikalong (a1 contoh awal; a2 termodifikasi) dan Bayah (b1 contoh awal; b2 termodifikasi) ................ 27 15 Uji penjerapan larutan Cr(VI) pada zeolit besi .......................................... 27 16 Profil adsorpsi anion Cr(VI) Cikalong (CLG-NC) dan Bayah (BYHNC) ............................................................................................................ 28 17 Isoterm Langmuir adsorpsi Cr(VI) pada zeolit termodifikasi besi dan tidak termodifikasi besi ............................................................................. 29
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram Alir Penelitian ............................................................................... 37 2 Difraktogram beberapa contoh zeolit alam.................................................... 37 3 Difraktogram pembanding mordenit (Treacy and Higgins 2001)…………. 38
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Zeolit adalah mineral mikroporous yang terbentuk dari abu gunung berapi dan garam laut selama jutaan tahun dan terdapat dalam jumlah yang melimpah dihampir semua belahan bumi. Zeolit sendiri juga terdapat di indonesia, karena keadaan alam indonesia yang sangat kaya akan gunung berapi, yang merupakan sumber utama abu vulkanik yang mengalami transformasi menjadi zeolit alam (Handoko 2002, Kazemian et al. 2003, Ulfah et al. 2006). Zeolit tersebar luas penggunaannya di industri sebagai katalisis, jerapan, dan aplikasi pemisahan. Sifat zeolit yang mendukung kemampuan ini adalah aktivitas yang baik, kemampuan selektivitas, dan stabilitas struktur. Walaupun demikian, material berpori alami mempunyai keterbatasan yang berkaitan dengan ukuran pori yang sangat kecil dan distribusinya pada zeolit. Pemanfaatan zeolit yang paling besar adalah untuk proses penjerapan, yaitu sebagai adsorben disebabkan sifat dari jerapan zeolit yang merupakan kombinasi dari pertukaran ion dan penyaring molekul yang dapat di modifikasi. Salah satu proses penjerapan pencemar yang sering dilakukan adalah terhadap senyawa pencemar kromium (Mumpton 1999, Motsi et al. 2009). Kromium merupakan logam berat dengan kelimpahan pada urutan ketujuh. Produksi kromium dunia berada pada tingkatan 107 ton tiap tahun. Sebanyak 6070% dari produksi ini digunakan untuk paduan logam pada baja tahan karat, 15% digunakan oleh industri kimia untuk untuk penyamakan kulit, pigmen, dan elektroplating (Vernay et al. 2008). Penggunaan kromium yang luas memicu terjadinya pencemaran yang diakibatkan oleh limbah kromium. Kromium yang dapat mencemari adalah kromium dengan spesi kromium trivalen Cr(III) dan spesi kromium heksavalen Cr(VI). Kromium (III) merupakan unsur yang banyak digunakan untuk penyamakan kulit. Kromium (III) juga berfungsi untuk metabolisme khususnya regulasi metabolisme glukosa dalam tubuh. Kondisi lingkungan yang berubah dapat mengakibatkan perubahan kromium trivalen menjadi kromium heksavalen.
2
Kromium heksavalen merupakan bentuk lain spesi kromium yang bersifat toksik karsinogenik (Kalidhasan et al. 2009, Hosseini & Belador 2009). Sifat karsinogenik dan toksik kromium heksavalen menyebabkan adanya pembatasan yang ketat akan keberadaan spesi ini. Ambang batas kromium yang diperbolehkan dalam air minum maksimum sebesar 0,05 mg/l, kandungan maksimum di udara sebesar 0,1 mg/m3. Kadar kromium yang diperbolehkan di lingkungan air tanah, limbah buangan umum, dan perairan pantai masing-masing adalah 0,1; 2,0; dan 1,0 mg/l (Jain et al. 2009, Memon et al. 2009), Penghilangan kromium selalu dihadapkan pada kendala adanya dua bentuk spesi krom yang terjadi. Tahapan penghilangan spesi kromium apapun harus didahului dengan proses deteksi keberadaan jenis spesi kromium agar proses pemisahan kromium yang akan dilakukan berjalan dengan baik. Beragam cara spesiasi telah dilakukan antara lain dengan menggunakan cara elektrokimia, spektrofotometri, kromatografi, spektroskopi massa, spektrometri serapan atom, dan jerapan fase padat (Narin et al. 2006). Penggunaan metode deteksi dan spesiasi Cr(III) dan Cr (VI) dengan memanfaatkan elektrode zeolit alam termodifikasi sampai saat ini belum dilakukan. Sehingga diperlukan suatu pemahaman tentang spesiasi senyawa kromium dengan memanfaatkan elektrode zeolit alam termodifikasi.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakter dan permukaan zeolit yang termodifikasi dari zeolit alam asal Indonesia.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Zeolit Alam Zeolit merupakan mineral yang ditemukan oleh ahli mineral Swedia, Freiherr Axel Fredrick Crondstedt pada tahun 1756 di tambang tembaga Svappari, Lappmark, Swedia. Zeolit secara harfiah berasal dari kata yunani “zein” yang berarti mendidihkan dan “lithos” yang berarti batu atau di sebut juga batu mendidih. Nama ini diturunkan dari sifat mineral zeolit yang berbuih ketika dipanaskan di dalam pipa. Penemuan zeolit tersebut segera diketahui dan akhirnya dapat diketahui bahwa zeolit merupakan unsur yang terdapat di mana-mana di formasi batuan basalt dan traprock (Sand & Mumpton 1978). Mineral zeolit terdapat di berbagai jenis batuan, baik umur atau pun latar belakang kondisi geologi dan hidrologi. Secara umum tipe-tipe kejadian dapat di bagi menjadi 6 kategori, (1) zeolit garam alkali danau, (2) zeolit garam alkali tanah dan permukaan, (3) zeolit sedimentasi laut, (4) zeolit perkolasi air di sistem hidrologi terbuka, (5) pengubahan hidrotermal, dan (6) metamorfosis di lapisan dalam bumi. Zeolit garam danau alkali merupakan zeolit dengan kelimpahan yang sangat banyak. Zeolit merupakan mineral yang banyak terdapat di Indonesia dengan jenis yang beragam dan sebaran keberadaan yang luas di Indonesia. Zeolit alam ini tersebar di beberapa daerah dengan topografi berbukit-bukit di Sumatera, Jawa, Kalimantan, sampai ke Sulawesi. Deposit zeolit di Jawa Barat dan Banten terdapat di Kabupaten Lebak Propinsi Banten, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Tasikmalaya. Zeolit di Kabupaten Lebak dapat dijumpai di daerah Kecamatan Bayah, di daerah Rancapasung Desa Pasir Gombong. Keterdapatan zeolit di Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Nanggung khususnya daerah Desa Nanggung. Keterdapatan zeolit di Sukabumi di daerah kecamtan CikembarCilember. Keterdapatan zeolit di daerah Tasikmalaya ada di kecamatan Cipatujah dan kecamatan Cikalong Tasikmalaya (Eddy 2007). Contoh bongkahan zeolit alam di lokasi penambangan dapat dilihat di Gambar 1.
4
Gambar 1 Contoh zeolit alam dari Bayah Banten.
Kelimpahan zeolit sendiri merupakan angka yang masih dalam skala perkiraan. Ketidaktersediaan data secara komprehensif belum tersedia karena produksi zeolit banyak yang diusahakan secara tradisional. Pemanfaatan zeolit masih bersifat pemanfaatan dalam skala hulu artinya hanya pemanfaatan yang bersifat produk bahan mentah atau setengah jadi. Produksi zeolit secara umum sampai pada tahun 2003 adalah diperkirakan 60 000 ton/tahun (TEKMIRA 2009). Jumlah perkiraan deposit zeolit di Kecamatan Bayah Lebak Banten sekitar 123 juta ton (Murpik 2010). Deposit zeolit di Cikalong Tasikmalaya Jawa Barat sekitar 6 juta ton (Eddy 2007). Jumlah perkiraan deposit zeolit di Kecamatan Bayah Lebak Banten sekitar 123 juta ton (Murpik 2010), sedangkan di Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor sekitar 25 juta ton (PPTM 1997). Deposit zeolit di Kecamatan Cikembar Kabupaten Sukabumi sekitar 24 juta ton. Deposit zeolit di Kecamatan Cipatujah dan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya masing-masing sekitar 4 dan 6 juta ton (Eddy 2007). Jenis-jenis zeolit alam yang ada di Indonesia secara umum merupakan zeolit dengan jenis mordenit dan klipnoptilolit. Zeolit yang berasal dari Bayah, Nanggung, Cipatujah dan Cikalong merupakan zeolit dengan jenis mordenit dan klinoptilolit, sedangkan zeolit dari daerah Cikembar merupakan zeolit dengan
5
unsur dominan klinoptilolit. Jenis mineral lain juga terdapat dalam deposit zeolit yang ada di indonesia, seperti plagioklas, kuarsa, kaolinit, montmorilonit, kristobalit, kaolinit, mika/glass, kwarsa, dan oksida besi (PPTM 1997). Keberagaman asal dan unsur penyusun atau campuran dari jenis-jenis zeolit yang ada di Indonesia berpengaruh terhadap kualitas zeolit alam Indonesia. Banyaknya unsur penyusun zeolit alam merupakan suatu kerugian dan suatu kelebihan. Kerugian yang terjadi adalah adanya beberapa unsur yang saling tercampur sehingga menyulitkan karakterisasi dan sifat-sifat yang muncul lebih sulit untuk diduga. Sedangkan kelebihan yang didapatkan adalah dengan adanya beberapa senyawa yang saling bergabung dimungkinkan terjadinya efek sinergis sehingga tahan terhadap perubahan lingkungan zeolit tempat tersebut berada, seperti panas dan asam atau basa.
Struktur dan Sifat Zeolit Zeolit
senyawa
merupakan
kimia
dengan
rumus
umum
M2/nO.Al2O3.x(SiO2).yH2O. Senyawa ini merupakan suatu senyawa aluminosilikat terhidrasi, dengan unsur utama unsur alkali dan alkali tanah. M adalah unsur logam yang merupakan logam alkali atau alkali tanah, n merupakan valensi kation yang logam, x merupakan suatu bilangan 2-10, dan y merupakan suatu bilangan 2-7. Molekul air dapat terjerap pada struktur kristal zeolit tersebut sehingga lazim zeolit di jumpai dengan mengandung air kristal dan disebut dengan zeolit terhidrasi. Kandungan air dalam zeolit berkisar sekitar 1-35%. Perbandingan antara atom Si dan Al akan menghasilkan banyak variasi zeolit. Jumlah zeolit yang telah terdeteksi lebih dari 50 jenis (PPTM 1997). Jenis-jenis
zeolit
Na16(Al16Si32O96).16H2O,
yang
di
temukan
adalah
analsim
kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O, klinoptilotit
(Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O,
erionit
(Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O, Ca(Al8Si16O48).16H2O,
umum
heulandit
mordenit
(Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O,
(Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O
natrolit
Ca4(Al8Si28O72).24H2O, Na8(Al8Si40O96).24H2O, Na4(Al4Si6O20).4H2O,
dan
ferrierit laumonit filipsit wairakit
Ca(Al2Si4O12).12H2O. Jenis yang paling umum dijumpai di Indonesia adalah jenis klinoptilolit dan mordenit (PPTM 1997)
6
Atom Si dan Al dapat menyusun struktur zeolit dan dapat bertukar tempat antar atom dengan bebas. Bentuk ini disebut dengan Struktur klinoptilolit dapat dilihat di Gambar 2. Struktur zeolit dengan jenis mordenit dapat dilihat di Gambar 3.
Gambar 2 Struktur klipnotilolit; merah: Si atau Al putih: oksigen
Gambar 3 Struktur zeolit mordenit
Zeolit Termodifikasi Zeolit merupakan mineral dengan gugusan alumina dan silika yang saling bertaut silang melalui pengikatan atom oksigen dengan ukuran pori sekitar 2-4 nm. Karakter permukaan zeolit dapat diubah sifatnya dengan melakukan proses modifikasi permukaan dengan menggunakan berbagai teknik. Cara yang dapat dilakukan adalah dengan memodifikasi pada permukaan dengan menggunakan
7
senyawa seperti asam untuk membersihkan pori dari logam yang terjerap dan penambahan gugus yang lainnya. Pengubahan permukaan juga dapat dilakukan secara fisika utuk mengubah ukuran pori-pori permukaan. Tujuan dari pengubahan permukaan adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dari suatu zeolit seperti kemampuan interaksi dengan senyawa lain, perubahan ukuran pori, kemampuan adsorpsi terhadap adsorbat tertentu, dan berbagai hal lainnya (Mockovčiakovă 2008). Modifikasi permukaan zeolit untuk keperluan sebagai elektrode diawali pada tahun 1980 dan dikenal dengan nama CME (chemically modified electrode). Elektrode zeolit termodifikasi dikenal dengan istilah ZME (zeolite modified electrode). Walcarius (1999) menyebutkan pemanfaatan elektrode zeolit termodifikasi dilakukan melaluli empat cara yaitu: dispersi zeolit di suatu matriks padat, pemampatan zeolit di subtstrat konduktif, pelapisan zeolit dengan bentuk lapis tipis di permukaan elektrode padat, dan ikatan kovalen zeolit dengan lapisan permukaan elektrode. ZME memanfaatkan kapasitas tukar ion dari zeolit dan juga selektivitas molekuler zeolit (ukuran, bentuk, muatan). Sifat yang menguntungkan dari zeolit ini yang dimanfaatkan untuk pengembangan sensor dengan memanfaatkan ZME. Pemanfaatan ZME selain untuk kepentingan deteksi spesi anorganik juga untuk spesi organik seperti gula, hebisida, surfaktan, neurotransmiter, dan senyawa bahan obat. Pengembangan selanjutnya bisa dilgunakan untuk pengembangan biosensor (Valdes et al. 2006).
Nano Zeolit Nano zeolit merupakan senyawa yang dimanfaatkan karena peningkatan kinerja dari adanya pori yang lebih teratur. Pemanfaatan ini didasarkan pada kemampuan molekul untuk masuk ke permukaan bagian dalam nano zeolit yang akan meningkatkan kemampuan katalitik dari zeolit tersebut. Kemampuan dari nano zeolit ini dapat di tingkatkan lagi dengan cara memodifikasi permukaan zeolit dengan beberapa gugus fungsi sehinga menjadi lebih selektif terhadap reaktan yang beriteraksi dengan permukaan (Bauer et al. 2007). Kugbe et al.
8
(2009) melaporkan nano komposit zeolit-geotit hasil sintesis merupakan komposit dengan sifat adsorben yang sangat baik. Senyawaan nano zeolit dengan dimensi kurang dari 100 nm mempunyai konduktivitas proton yang tinggi bila nisbah Si/Al mempunyai nilai rendah. Cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan rasio Si/Al menjadi rendah adalah dengan menaikkan kandungan Al atau menurunkan kandungan Si (Frisch et al. 2009)
Kromium Kromium merupakan unsur nomor 24 dalam sistem periodik dan termasuk ke dalam golongan logam transisi. Keberadaan kromium di lingkungan bisa berada dalam berbagai tingkat bilangan oksidasi. Bentuk yang paling stabil adalah bentuk trivalen (Cr(III)) dan heksavalen (Cr(VI)). Kromium heksavalen merupakan suatu oksidator kuat yang cenderung stabil bila berada di lingkungan asam. Kromium trivalen lebih stabil bila berada di lingkungan yang cenderung netral. Perbedaan bilangan oksidasi dari dua spesi kromium tersebut telah menyebabkan sifat keduanya berbeda. Sifat toksik kromium akan sangat dominan bila berada di bentuk heksavalen (Cervantes et al. 2001). Menurut Robless-Camacho & Armienta (2000) tingkat toksisitas kromium heksavalen 100-1000 lebih beracun dari pada kromium trivalen. Keracunan akibat mengkonsumsi air yang mengandung kromium heksavalen dapat menyebabkan penyakit usus, lambung, dan hati. Kromium heksavalen juga diketahui merupakan senyawa genotoksik dan sitotoksik untuk sel-sel eukariot dan bakteri. Wang (1999) menyatakan bahwa kromium adalah senyawa mutagen dan karsinogen yang kuat dan bisa mencapai organ manusia melalui udara yang terhirup dan kontaminasi lewat air yang diminum. Unsur kromium dalam jumlah kelumit diperlukan oleh tubuh untuk meningkatkan kinerja insulin dalam jaringan tubuh. Insulin merupakan hormon yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah (Burger & Gochfeld 1995, Lazaridis & Charalambous 2005).
9
Spesiasi Kromium Spesiasi kromium diperlukan karena adanya karakter atau sifat dari kromium yang dapat berada pada kondisi oksidasi. Kromium bisa berada pada kondisi oksidasi +3 (trivalen) pada kondisi pH lingkungan yang cenderung netral. Ketika kromium berada pada pH lingkungan yang rendah maka akan didapatkan kondisi kromium dengan tingkat oksidasi yang lebih tinggi bila dibanding dengan kromium pada pH netral yaitu pada kondisi bilangan oksidasi +6 (heksavalen). Perbedaan kondisi oksidasi akan mempengaruhi mobilitas dan toksisitas dari kromium (Hosseini & Belador 2009). Analisis spesi krom yang berbeda ini mendorong berbagai peneliti untuk menggunakan berbagai macam teknik agar dapat menentukan kondisi kromium dengan dua keadaan oksidasi tersebut pada saat bersaamaan sehingga akan mempermudah proses identifikasi dan penanganan terhadap keadaan yang menyebabkan terjadinya kromium dengan dua tingkat oksidasi tersebut. Teknik spesiasi yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan teknik elektroanalitik, teknik analisis yang lain biasanya relatif sulit untuk analisis dan spesiasi secara langsung spesi kromium (Aydin & Soylak 2009). Teknik yang dilakukan oleh Matos et al. (2009) adalah dengan menggunakan teknik spektrometri serapan atom yang didahului oleh pemisahan/prekonsentrasi dengan menggunakan ekstraksi titik awan. Kim et al. (2009) melakukan analisis spesi kromium dengan menggunakan analisis injeksi aliran ektraksi fase padat yag dilanjutkan dengan menggunakan analisis AAS. Analisis ini didahului oleh proses prekonsentrasi yang pada kolom mikro yang berisi suatu adsorben mesoporus. Bulut et al. (2009) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan metode CEFC (carrier-element free coprecipitation) dengan memanfaatkan turunan Isatin. Spesiasi kromium dengan menggunakan prekonsentrasi pada silika termodifikasi Niobium(V) oksida dilakukan oleh Martendal et al. (2009). Shah et al. (2009) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan ICP-MS (inductively couple plasma-mass spectrometry). Hagendorfer & Goessler (2008) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan kromatografi ion dan ICP-MS sebagai detektor selektif molekul. Kappen et al. (2008) melakukan kajian spesiasi kromium dengan menggunakan absorbsi sinklotron sinar X.
10
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Mei 2010 sampai Maret 2011 di Laboratorium Bagian Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA IPB dan di Laboratory of Applied Chemistry for Environmental Industry, Faculty of Agriculture Ehime University, Matsuyama, Japan
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah CaCl2 0,5 M (Nacalai Tesque, Japan), BaCl2(Nacalai Tesque, Japan), NH4Cl 1 M (Nacalai Tesque, Japan), etanol 80% (etanol teknis dengan purifikasi), NaOH (Nacalai Tesque, Japan), HCl (Nacalai Tesque, Japan), AgNO3 (Kanto Chemicals, Japan), HNO3 (Hayashi Pure Chemical, Japan), air bebas ion, metilena biru (Kanto Chemicals, Japan) dan standar kalsium (Nacalai Tesque), standar silicon, standar aluminum, standar Cr(VI) dari K2CrO7, standar Mo(VI) dari Na2MoO4.2H2O,H2SO4 pekat, H3PO4 , DPC ( 1,5 difenilkarbazida atau (C6H6NHNH)2CO), aseton, Alat yang digunakan adalah peralatan gelas, sentrifusa (Kubota KN-70), spektrometer serapan atom (Hitachi Z-5000), pengocok timbal-balik (Taiyo Recipro Shaker), dan difraktometer sinar X (Rigaku Ultima IV), XRF rigaku X2100, dan oven
Prosedur Penelitian
Preparasi Contoh Penelitian diawali dengan mengumpulkan contoh zeolit alam yang berasal dari daerah Bayah, Banten; Cikalong, Jawa Barat; Lampung Selatan, Lampung; dan Demak, Jawa Tengah. Zeolit alam yang didapatkan masih yang masih dalam bentuk batuan diubah ukurannya dengan cara penggilingan sehingga dihasilkan serbuk halus dengan ukuran 200 mesh. Contoh serbuk zeolit alam tersebut selanjutnya dikarakterisasi dengan menentukan penentuan kapasitas tukar kation dan difraksi sinar X untuk mengidentifikasi jenis zeolit yang dikandung
11
berdasarkan hasil puncak-puncak difraktogram. Zeolit alam yang telah dikarakterisasi kemudian diubah secara kimiawi dengan menggunakan perlakuan asam dan basa serta dengan menggunakan kation barium untuk mengubah sifa muatan dan dari zeolit yang ada. Zeolit yang telah diubah kemudian dikarakterisasi dengan menentukan nilai kapasitas tukar kation dan difraksi sinar X, serta dengan menentukan kemampuan adsorpsi dari Cr(VI).
Perlakuan Kimia Pada Contoh Zeolit Masing-masing contoh zeolit mendapat perlakuan dengan beberapa parameter yang digunakan. Parameter tersebut adalah jenis pelarut, konsentrasi masing-masing pelarut, dan suhu perlakuan. Perlakuan jenis pelarut dengan menggunakan dua jenis yaitu asam HCl dan basa NaOH. Perlakuan konsentrasi dari kedua jenis pelarut tersebut yaitu masing-masing 0,5; 1; dan 3 M. Suhu perlakuan dibagi menjadi 2 yaitu: 30°C dan 70°C. Lama perlakuan dibuat menjadi 12 jam. Contoh zeolit yang tidak mengalami perlakuan langsung dianalisis dengan menggunakan difraksi sinar X dan ditentukan kapasitas tukar kationnya. Contoh zeolit yang telah mendapat perlakuan selanjutnya dianalisis dengan menetukan kapasitas tukar kation dan analisis dengan menggunakan difraksi sinar X. Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengubah permukaan zeolit dengan menggunakan kation barium dan komposit besi hidroksida.
Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Penentuan KTK dilakukan dengan menggunakan metode indeks kalsium. Sebanyak 0,1 gram serbuk contoh zeolit ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung kemudian ditambah dengan CaCl2 0,5 M sebanyak 10 ml dan dijenuhkan selama 24 jam. Penjenuhan dilakukan di pengocok timbal-balik (reciprocal shaker). Setelah 24 jam, sisa larutan dipisahkan dengan cara tabung diputar pada sentrifusa dengan kecepatan 3500 rpm selama 10-15 menit. Supernatan dibuang dan pelet selanjutnya dicuci dengan menggunakan etanol 80% sebanyak 10 ml. Pencucian dengan alkohol diulang sebanyak 5 kali. Pencucian yang terakhir, bilasan etanol diuji klorida dengan menggunakan AgNO3. Uji ini harus negatif,
12
bila masih positif maka pencucian dengan menggunakan etanol 80% harus dilanjutkan lagi sampai bebas klorida. Pelet yang sudah bebas klorida selanjutnya diekstraksi untuk mengambil kalsium yang terjerap di contoh zeolit. Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan NH4CL 1 M sebanyak 10 ml selama 1 jam. Proses ekstraksi diulang sebanyak 5 kali. Pemisahan pelet dan supernatan (ekstrak) dari masing-masing proses ekstraksi dilakukan dengan menggunakan sentrifusa pada kecepatan 3500 rpm selama 10-15 menit. Ekstrak yang telah terkumpul selanjutnya ditera dengan NH4Cl 1 M sampai volume 100 ml. Pengukuran kalsium dilakukan dengan spektrometer serapan atom memanfaatkan bahan bakar udara-asetilena dengan metode analisis menggunakan kurva kalibrasi standar eksternal.
Modifikasi Barium Zeolit hasil dari perlakuan kimiawi yang mempunyai nilai kapasitas tukar kation yang paling tinggi selanjutnya diubah dengan menggunakan perlakuan kimiawi dengan menggunakan barium klorida. Larutan barium klorida dibuat dengan konsentrasi 0,5 M. Contoh zeolit yang digunakan untuk pengubahan dengan menggunakan barium mempunyai perbandingan berat dengan volume adalah 1:20. Setiap gram zeolit dilarutkan dalam larutan 20 ml barium klorida. Contoh zeolit yang diubah dengan perlakuan kimiawi adalah yang menghasilkan nilai KTK yang paling tinggi dari beberapa contoh yang telah mengalami perlakuan asam dan basa. Contoh direndam dalam larutan barium klorida selama 24 jam. Setelah 24 jam, larutan untuk merendam diganti dengan larutan barium klorida yang baru dan perendaman dilanjutkan kembali selama 24 jam. Setelah itu baru dilakukan pencucian dengan menggunakan air untuk menghilangkan kelebihan barium klorida yang tidak teradsorpsi pada zeolit. Zeolit dengan tipe barium digunakan untuk adsorpsi kromium heksavalen dan molibdenum heksavalaen. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk jenis-jenis zeolit sintetik yaitu zeolit tipe X (faujasit-9) dan zeolit tipe A4 . Zeolit sintetik yang mengalam perlakuan barium ini digunakan sebagai pembanding terhadap contoh zeolit alam.
13
Modifikasi Besi Preparasi larutan besi dilakukan dengan mencampur larutan NaOH 0,075 M sebanyak 50 ml dengan larutan Fe(NO3)3 0,05 M 50 ml. Pencampuran larutan dilakukan dengan meneteskan pelan-pelan larutan NaOH ke dalam larutan besi. Sambil diaduk dengan kecepatan rendah menggunakan pengaduk magnetik. Larutan yang telah tercampur sempurna kemudian diukur tingkat keasamannya. Larutan yang sudah siap, sebanyak 75 ml kemudian di tambahkan ke contoh zeolit sebanyak 1 g dan dikocok selama 12 jam. Hasil penjenuhan kemudian di cuci dengan air dan di keringkan di oven pada suhu 40°C. sampel siap untuk di perlakukan berikutnya.
Adsorpsi Kromium Heksavalen Adsorpsi dilakukan dengan menggunakan larutan standar kromium heksavalen dengan konsentrasi 0-1 mM dengan pengaturan keasamaan di sekitar pH 3. Contoh zeolit besi sebanyak 50 mg di tambah dengan larutan standar kromium heksavalan sebanyak 5 ml dan kemudian dijenuhkan sambil dikocok selama 6 jam. pH akhir larutan diukur dan larutan di pisahkan dari endapnnya dengan menggunakan sentrifusa pada kecepatan 3500 rpm. Analisis larutan kromium dilakukan dengan menggunakan metode difenilkarbazida (DPC). Selanjutnya dilakukan analisis untuk penentuan isoterm adsorpsi menggunakan metode Langmuir. Analisis kromium dilakukan dengan menggunakan metode difenilkarbazida ke dalam labu takar 50 ml dimasukkan standar/contoh Cr(VI) yang dikehendaki. Ditambahkan 1 ml H2SO4 1:1, 0,3 ml H3PO4 pekat. Larutan ditera dengan air sampai volume 50 ml tepat. Campuran dibiarkan selama 5 menit. 1 ml DPC ditambahkan ke dalam larutan, larutan diaduk/dikocok dengan baik. Setelah 10 menit, larutan kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 543,5 nm
14
Difraksi Sinar X Pengukuran difraksi sinar X contoh dilakukan dengan menempatkan sedikit serbuk contoh pada sel difraktometer. Pengukuran dilakukan dengan sumber radiasi sinar X CuKα dengan kisaran 2θ dari 0-60 derajat. Proses analisis memerlukan waktu sekitar 30 menit untuk tipe contoh. Difraktogram yang dihasilkan siap untuk dianalisis lebih lanjut.
15
HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh Contoh yang diambil dari alam merupakan contoh zeolit dengan bentuk bongkahan batuan yang berukuran besar, sehingga untuk dapat dimanfaatkan harus diubah ukurannya menjadi ukuran yang lebih kecil. Batuan ini didapatkan dari mengambil langsung di penambangan tradisional zeolit yang ada di daerah Bayah dan Cikalong. Contoh yang berupa batuan dengan ukuran yang besar kemudian di hancurkan dan dibuat menjadi serbuk halus dengan ukuran berkisar 300-400 mesh. Pengubahan ukuran contoh dimaksudkan untuk mendapatkan bidang kontak yang lebih luas. Bidang kontak yang lebihluas diharapkan dapat meningkatkan efisiensi proses dan meningkatkan kemungkinan untuk dapat menghasilkan permukaan yang lebih seragam. Wennerstrum (2002) menyatakan pengubahan ukuran ini bertujuan untuk 1) menghasilkan ukuran yang sesuai dengan proses atau penggunaan bahan tersebut, 2) menghasilkan bahan yang bisa bergerak dengan lancar selama proses, 3) memperbaiki percampuran bahan-bahan yang berbeda dan menghindari pemisahan bahan-bahan berbeda yang saling bercampur, 4) meningkatkan luas permukaan untuk meningkatkan reaktivitas atau efisiensi pengeringan, dan 5) menjaga densitas ruah bahan dengan memanfaatkan perbedaan ukuran bahan yaitu dengan mengisi celah ruang yang memadai oleh partikel dengan ukuran yang lebih kecil. Pemilihan contoh dilakukan dengan menentukan asal contoh zeolit yang akan di gunakan. Zeolit berasal dari beberapa lokasi yang ada di Indonesia. Contoh tersebut dari Lampung (LPG), Bayah Banten (BYH), Demak Jawa Tengah (DMK), dan Cikalong Tasikmalaya Jawa Barat (CLG). Masing-masing contoh ditentukan sifat penukar ionnya dan juga pola-pola difraksi dengan menggunakan difraktometer sinar-X. Penentuan nilai KTK awal dapat dilihat di Tabel 1. Pola difraksi dapat dilihat di Lampiran 2 dan Lampiran 3.
16
Tabel 1 Nilai KTK beberapa contoh zeolit alam. Asal contoh
KTK (cmol/kg)
BYH
48
CLG
65
DMK
55
LPG
44
Pemilihan contoh yang akan dilanjutkan untuk analisis selanjutnya pada penelitian didasarkan pada jenis zeolit dan nilai KTK yang terukur masing-masing contoh. Berdasarkan analisis dengan membandingkan difraktogram contoh dengan difraktogram rujukan maka dapat diketahui contoh yang berasal dari Bayah Banten dan Lampung adalah dominan dengan jenis klinoptilolit. Contoh yang berasal dari Cikalong dan Demak dominan dengan jenis mordenit. Berdasarkan nilai KTK, maka contoh yang digunakan selanjutnya adalah contoh yang berasal dari Cikalong untuk mewakili jenis mordenit dan contoh yang berasal dari Bayah untuk mewakili zeolit jenis klinoptilolit.
Analisis Unsur zeolit Alam Analisis unsur zeolit alam yang telah dilakukan menujukkan adanya beberapa pengotor yang terikut. Asal zeolit dan kondisi alam pembentukan zeolit serta jenis zeolit yang beragam akan menenmpatkan beberapa unsur yang berbeda yang akan terikut di zeolit alam tersebut (Sand & Mumpton 1978). Analisis unsur dilakukan dengan menggunakan spektrometer fluoresens sinar-X untuk contoh zeolit alam asal Cikalong dan Bayah dapat dilihat di Tabel 2 dan 3 .
Tabel 2 Analisis unsur zeolit alam Cikalong Kadar (%)
Unsur Si Al Ca Fe K Mg Na
Contoh Awal
Perlakuan Asam
Perlakuan basa
68.4 10.3 9.57 6.57 4.33 0.570 0.285
71.7 9.97 7.74 6.18 4.05 0.407 -
69.2 9.56 11.2 4.65 4.09 0.959 0.143
17
Tabel 3 Analisis unsur zeolit alam Bayah Kadar (%)
Unsur Si Al Ca Fe K Mg Na Mn
Contoh Awal
Perlakuan Asam
Perlakuan basa
66,6 11,2 7,80 3,96 9,68 0,414 0,245 0, 0677
69,5 10,3 6,38 4,31 9,10 0,307 0,0561
66,3 11,5 7,637 3,94 9,35 0,377 0,815
Perlakuan Asam dan Basa Perlakuan asam dan basa akan mengubah permukaan dari zeolit. Secara umum, asam dan basa akan membersihkan zeolit dari beberapa pengotor yang terikut di contoh zeolit alam. Selain itu, asam dan basa juga akan bereaksi dengan permukaan zeolit yang terdiri dari Si dan Al. Reaksi yang terjadi terhadap paparan asam dan basa dapat dilihat di reaksi berikut: Reaksi Si dan Al dalam suasana asam dan basa. Al2O3 + 6H+ → 2Al3+ + 3H2O (asam) Al2O3 + 2OH- + 3H2O → 2Al(OH)4- (basa) SiO2 + 6H+ → (kecuali: HF) (asam) SiO2 + 2OH- → SiO32- + H2O (basa) Jadi secara umum reaksi yang berkaitan dengan zeolit adalah berikut: Zeolit + HCl → zeolit + AlCl3(aq) Zeolit + NaOH → zeolit + Al(OH)4-(s) + SiO32-(s)
18
Gambar 4 Pola difraktogram contoh zeolit dari Bayah (atas)
dan Cikalong
(bawah) dengan perlakuan asam dan basa.
Berdasarkan difraktogram Gambar 4, perlakuan asam dan basa tidak mengubah pola-pola difraksi contoh baik intensitas ataupun puncak-puncak 2θ dari contoh yang dianalisis. Hal ini menunjukkan bahwa zeolit tahan terhadap perlakuan asam ataupun basa. Tingkat ketahanan yang tinggi terhadap senyawa ini diduga disebabkan karena adanya ketidak murnian pada contoh zeolit yang digunakan. Keberadaan senyawa lain pada zeolit ini diduga juga berperan terhadap sifat tahan asam dan basa. Korkuna et al. 2006, menyatakan bahwa zeolit tipe mordenit dan klinoptilolit yang diperlakukan dengan asam HClO4 12 M dapat bertahan tanpa mengubah struktur kerangka zeolit. Perubahan yang teramati hanya pada perubahan ukuran pori yang diakibatkan karena adanya pertukaran ion.
(a)
(b)
Gambar 5 Perlakuan asam (a) dan basa (b) pada zeolit Cikalong dengan suhu yang semakin tinggi.
19
\
(a)
(b)
Gambar 6 Perlakuan asam (a) dan basa (b) pada zeolit Bayah dengan suhu yang semakin tinggi.
Perlakuan suhu dengan kondisi suhu 70°C tidak mengubah puncak-puncak difraktogram secara signifikan. Zeolit alam relatif stabil dan tidak mudah berubah diduga karena struktur yang banyak mengandung ketidakmurnian yan ikut berperan dalam memberikan ketahan terhadap perlakuan asam atau basa pada suhu yang realtif tinggi (Gambar 5 dan Gambar 6). Penggunaan suhu yang ekstrim tinggi dengan kondisi lingkungan yang basa akan mengubah bentuk zeolit menjadi bentuk zeolit yang lainnya. Hal ini dapat dilihat di Gambar 7. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada puncak-puncak difraktogram dapat diduga, puncak-puncak yang terbentuk apada perlakuan 100°C adalah bentuk zeolit lain yang muncul (Gambar 7).
(a)
(b)
Gambar 7 Perubahan puncak difraksi zeolit (a) Cikalong dan (b) Bayah akibat perlakuan suhu pada 100°C.
20
Penentuan Kapasitas Tukar Kation (KTK) Kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan zeolit untuk saling bertukar muatan positif dengan kation yang ada di larutan. Semakin besar kapasitas tukar kation menunjukkan semakin banyak dan semakin baik zeolit yang digunakan untuk bahan atau media sebagai pertukaran ion. Hasil penentuan kapasitas kation menunjukkan bahwa KTK zeolit alam cikalong sebesar 65 cmol/kg dan zeolit asal bayah sebesar 48 cmol/kg. Semakin tinggi suhu yang digunakan untuk proses perlakuan maka nilai KTK akan berubah, naik atau turun menyesuaikan dengan jenis lingkungan perlakuan tersebut. Perlakuan yang melibatkan asam akan menyebabkan proses dealuminasi yang semakin kuat dengan naiknya suhu yang digunakan. Sedangkan perlakuan yang melibatkan basa akan menghasilkan pembentukan senyawa silikat yang ada di permukaan zeolit. Perbedaan reaksi yang mendasari pada perlakuan asam dan basa akan menghasilkan perbedaan nilai KTK dan perubahan pada masing-masing perlakuan. Perlakuan dengan menggunakan asam akan menurunkan nilai KTK dengan kenaikan suhu. Penurunan ini sesuai dengan reaksi yang mendasari bahwa semakin tinggi suhu maka akan semakin aktif dan akan menghasilkan pelarutan aluminum yang semakin besar. Aluminum akan terlarut sesuai dengan kenaikan konsentrasi asam dan kenaikan suhu yang digunakan dan diindikasikan dengan turunnya nilai KTK. Pengaruh perlakuan basa adalah sebaliknya dari keadaan perlakuan asam. Perlakuan basa akan semakin meningkat nilai KTK karena dengan perlakuan basa maka permukaan dari zeolit akan berubah menjadi semakin negatif sehingga nilai KTK akan semakin naik (Gambar 8-9, Tabel 4-5).
21
50 40 30 KTK (cmol+/kg) 20
BYH suhu tinggi BYH suhu kamar
10
CLG suhu tinggi
0 0.5
CLG suhu kamar 1
3
Konsentrasi (M)
Gambar 8 Penentuan KTK dengan perlakuan Asam (CLG: Cikalong; BYH: Bayah)
140 120 100 KTK (cmol+/kg)
80 60 BYH suhu tinggi BYH suhu kamar
40 20
CLG suhu tinggi
0 0.5
CLG suhu kamar 1
3
Konsentrasi (M)
Gambar 9 Penentuan KTK dengan perlakuan asam dan basa
22
Tabel 4 KTK hasil perlakuan dengan asam HCl (M)
CLG suhu kamar (cmol/kg)
CLG suhu tinggi (cmol/kg)
0.5
45,41
34,22
1
41,77
28,87
3
34,30
15,80
HCl (M)
BYH suhu kamar (cmol/kg)
BYH suhu tinggi (cmol/kg)
0.5
44,21
38,70
1
28,87
16,08
3 19,26 Ket: CLG: Cikalong; BYH:Bayah
16,26
Tabel 5 KTK hasil perlakuan dengan basa NaOH (M)
CLG suhu kamar (cmol/kg)
CLG suhu tinggi (cmol/kg)
0.5 1
77,64 90,29
82,74 112,33
3
95,45
137,10
NaOH (M)
BYH suhu kamar (cmol/kg)
BYH suhu tinggi (cmol/kg)
0.5
36,74
57,68
1
74,99
91,48
3 81,05 Ket: CLG: Cikalong; BYH:Bayah
117,39
Selain menunjukkan sifat fisikokimia, kapasitas tukar ion juga menjadi penunjuk adanya kemampuan zeolit untuk dapat berperan sebagai konduktor ionik. Perbedaan zeolit dengan karbon dan senyawa lain adalah zeolit merupakan bahan yang dapat berperilaku sebagai konduktor ionik dengan kata lain dapat menghantarkan ion, sedangkan karbon dan beberapa konduktor lain merupakan bahan yang bersifat sebagai konduktor elektronik. Kemampuan zeolit untuk dapat menukarkan kation, selain dipandang sebagai kelebihan juga dipandang sebagai kelemahan. Senyawa-senyawa yang bersifat anion akan cenderung untuk ditolak dan bahkan tidak mampu untuk direspon dengan baik oleh zeolit. Oleh karena itu diperlukan pengubahan permukaan zeolit agar dapat berinteraksi dengan anion-anion dalam suatu larutan. Pengaruh asam dan basa terhadap peningkatan nilai KTK dapat dilihat di reaksi di atas. Kondisi asam akan cenderung menurunkan nilai KTK karena akan
23
merusak struktur permukaan zeolit. Sedangkan kondisi basa akan membuat banyak permukaan bermuatan negatif sehingga dengan adanya hal tersebut maka menjadikan banyak muatan positf tertarik ke permukaan zeolit.
Modifikasi Barium Barium merupakan suatu kation dengan tingkat oksidasi 2+. Pengubahan barium dengan harapan mengubah permukaan zeolit menjadi lebih positif tidak mengubah sifat yang terjadi karena dari hasil adsorpsi ternyata tidak terdapat kromium yang terjerap dan hasil analisis XRD tidak menunjukkan adanya barium yang terjerap di zeolit yang diperlakukan dengan barium (Gambar 10).
Intensitas
Intensitas b2
a2
b1
a1
2θ
2θ
Gambar 10 Hasil modifikasi Ba pada contoh Cikalong (a1 contoh awal; a2 termodifikasi) dan Bayah (b1 contoh awal; b2 termodifikasi)
Barium merupakan unsur yang termasuk ke dalam golongan alkali tanah dan mempunyai muatan yang cenderung positif (elektropositif). Zeolit yang diperlakuan dengan larutan barium akan membuat barium teradsorpsi di permukaan dan akan menjadikan permukaan zeolit bersifat positif. Barium juga unsur yang jauh lebih elektropositif bila dibanding dengan magnesium atau kalsium yang sama-sama merupakan golongan alkali tanah. Barium yang mempunyai nilai tingkat elektropositivitas yang tinggi, akan mampu berinteraksi dengan lebih baik ketika bertemu dengan zeolit yang mempunyai nilai muatan yang cenderung negatif. Zeolit yang bermuatan negatif
24
ditandai dengan nilai KTK yang tinggi. Sehingga diharapkan dapat menjerap barium dengan lebih baik. Barium yang terjebak dengan jumlah banyak akan mengubah permukaan zeolit menjadi positif. Permukaan zeolit yang bermuatan positif akan dapat berinteraksi dengan anion-anion yang ada dalam larutan. Semakin positif nilai permukaan maka interaksi yang terjadi juga akan semakin besar.
Intensitas
Intensitas
2θ
2θ
Gambar 11 Zeolit sintetik termodifikasi kation Barium
Analisis XRD dari zeolit yang termodifikasi barium menghasilkan perubahan puncak-puncak difraktogram yang signifikan, baik jumlah puncak atau intesitas dari puncak. Zeolit sintetik yang telah termodifikasi oleh barium akan menghasilkan puncak dengan jumlah yang lebih sedikit dan intensitas yang lebih rendah. Perubahan pada puncak-puncak ini diaktifkan karena struktur dari zeolit yang mengadsorpsi barium sedikit banyak berubah. Kation-kation yang sebelumnya berada di pori-pori zeolit digantikan oleh barium. Penggantian ini akan menyebabkan terjadinya perubahan yang signifikan terhadap sudut-sudut datang dari suatu sinar XRD akan berubah dengan adanya barium yang teradsorpsi dan menggantikan kation yang ada di zeolit awal. Perubahan ini akan mempengaruhi sudut penghamburan kristal dari yang terjadi, sehingga intesitas dan puncak akan semakin turun atau berubah (Gambar 11). Barium merupakan unsur kedua dalam sistem periodik unsur kimia. Barium merupakan kation dari logam alkali tanah, dengan muatan dua positif. Barium
25
berukuran lebih besar dari kation-kation yang ada diatasnya seperti kalsium ataupun magnesium yang terletak di atas barium. Secara posisi yang lebih bawah menjadikan barium kation yang lebih elektropositif disbanding dengan kation yang diatasnya. Ukuran yang lebih besar, lebih elektropositif menjadikan zeolit termodifikasi barium mengalami perubahan puncak-puncak difraksi yang akan bergeser atau hilang puncaknya. Hasil XRD pada zeolit alam tidak menunjukkan adanya perubahan puncak-puncak yang spesifik sehingga diduga tidak terjadi serapan zeolit pada permukaan zeolit. Adanya adsorpsi kromium heksavalen pada zeolit barium diuji dengan menggunakan uji DPC. Reaksi yang mendasari pembentukan warna ini adalah adanya proses reduksi kromium heksavalen menjadi kromium trivalen dan oksidasi difenilkarbazida (DPC) menjadi difenilkarbazon (DPCO) seperti reaksi di bawah. Kompleks yang terbentuk antara difenilkarbazon dengan kromium trivalen ini yang akan menjadikan kompleks berwarna merah keunguan. Reaksi yang mendasari adalah sebagai berikut:
Pembentukan warna DPC pada larutan kromium heksavalen akan dimulai dari konsentrasi 0,9708 M dan dengan kondisi pH minimum pada pH 4 (Gambar 12)
Gambar 12 Pembentukan warna DPC pada kromium heksavalen (DPC 0,5%b/b)
26
Zeolit barium tidak menunjukkan adannya serapan kromium heksavalen. Pembentukan warna yang dihasilkan tidak berbeda dengan warna kontrol positif kromium heksavalen, sehingga dapat disimpulkan bahwa kromium heksavalen tidak terjerap pada zeolit barium (Gambar 13).
Gambar 13 Uji adsorpsi larutan Cr(VI) pada zeolit barium (mod: termodifikasi; unmod: tanpa modifikasi; BYH:Bayah; CLG: Cikalong; A4: zeolit A4; X: zeolit X).
Modifikasi Besi Pengubahan dengan ion besi hidroksida ternyata mampu menunjukkan adanya serapan yang signfikan terhadap penyerapan kromium heksavalen. Pengubahan tersebut dilakukan dengan kondisi kisaran pH sekitar 3. Hasil analisis XRD menunjukkan bahwa besi terjerap di permukaan zeolit yang ditunjukkan dengan adanya perubahan intensitas puncak-puncak serapan dari XRD. Hasil percobaan untuk adsoprsi dengan kromium heksavalaen menunjukkan adanya sebgain besi yang terjerap dengan tidak adaknya warna yang muncul ketika larutan hasil jerapan diuji dengan menggunakan larutan DPC. Tingkat efektivitas jerapan dilakukan dengan menggunakan besi menujukkan bahwa zeolit alam yang
27
telah diperlakukan dengan asam ternyata dapat menjerap kromium heksavalaen lebih baik bila dibandingkan dengan yang diperlakukan dengan basa. Contoh yang paling baik adalah adalah yang berasal dari Cikalong (Gambar 13). Intensitas
Intensitas
a2
b2
a1
2θ
b1
2θ
Gambar 14 Hasil modifikasi ion Fe pada contoh Cikalong (a1 contoh awal; a2 termodifikasi) dan Bayah (b1 contoh awal; b2 termodifikasi)
Reaksi pembentukan polimer hidroksi Fe adalah sebagai berikut Fe(NO3)3(aq) + 3NaOH(aq) → Fe(OH)(aq) + 3NaNO3(aq) Pembentukan polimer ini akan terjadi bila jumlah basa dalam larutan lebih sedikit dari besi. Reaksi tersebut mempunyai stoikiometri 1 mol Fe: 3 mol OH. Reaksi tersebut harus dilakukan dengan perlahan. Agar pembentukan polimer besi hidroksida tidak berlanjut menjadi Fe(OH)3 yang akan membentuk endapan berwarna putih. Proses pembentukan juga harus dijaga tetap dalam kondisi asam dengan pH berkisar 2.5-3.0 agar reaksi berjalan dengan baik dan menghindari pembentukan besi(III) hidroksida yang mengendap.
Gambar 15 Uji penjerapan Larutan Cr(VI) pada zeolit besi.
28
Uji adsorpsi untuk melihat bagaimana mekanisme yang terjadi untuk proses adsorpsi yang kira-kira memungkinkan diduga mekanisme yang terjadi adalah dengan tipe Langmuir. Pengujian yang terjadi dengan menggunakan dua tipe sampel yang diubah yaitu dari Cikalong dan Bayah termodifikasi nano komposit besi menunjukkan bahwa contoh yang berasal dari Cikalong menunjukkan parameter adsorpsi yang lebih baik bila dibanding dengan contoh zeolit sintetik. (Gambar 16). Q
Q
Konsentrasi Cr(VI)
Konsentrasi Cr(VI)
Q Q
Konsentrasi Cr(VI)
Konsentrasi Cr(VI)
Gambar 16 Profil adsorpsi anion Cr(VI) zeolit Cikalong (CLG-NC) dan Bayah (BYH-NC)
Modifikasi permukaan dengan besi dapat meningkatkan jerapan terhadap Cr(VI), sehingga kondisi ini menunjukkan potensi untuk dapat digunakan sebagai media pendeteksi untuk Cr(VI). Modifikasi yang paling baik didapatkan untuk
29
contoh dari Cikalong dengan peningkatan sebesar 2-3 kali lebih besar tanpa adanya modifikasi dengan besi (Gambar 16). Isoterm adsorpsi yang diuji cobakan yaitu dengan menggunakan isoterm Langmuir paling sesuai dengan hasil adsorpsi pada contoh Cikalong termodifikasi besi. Kesesuaian ini untuk hasil adsorpsi yang dilakukan pada zeolit termodifikasi besi. Nilai kesesuaian dilihat dari nilai koefisien korelasi R2 yang sebesar 99, 04% untuk zeolit Cikalong termodifikasi besi dan 93,89% untuk zeolit Bayah termodifikasi besi (Gambar 17).
Gambar 17 Isoterm Langmuir adsropsi Cr(VI) pada zeolit termodifikasi besi dan tidak termodifikasi besi.
Parameter
adsorpsi
Langmuir
didapatkan
untuk
zeolit
Cikalong
termodifikasi besi (CLG NC) nilai kapasitas penjerapan sebesar 15.9 µmol/g dengan nilai konstanta Langmuir sebesar 0,0037. Zeolit Bayah termodifikasi besi (BYH NC) mempunyai kapasitas penjerapan sebesar 18,8 µmol/g dan konstanta langmuir sebesar 0,035.
30
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Perlakuan asam dan basa serta suhu pada zeolit alam tidak banyak mengubah struktur contoh zeolit alam. Penentuan nilai KTK zeolit alam Cikalong menghasilkan nilai KTK sebesar 65 cmol/kg, sedangkan contoh dari Bayah menghasilkan 48 cmol/kg. Perlakuan asam menurunkan nilai KTK, sedangkan perlakuan basa meningkatkan nilai KTK. Peningkatan tersebut sebanding dengan konsentrasi dan suhu yang digunakan dan dipengaruhi asal contoh. Modifikasi permukaan dengan kation barium menunjukkan adanya adsorpsi barium yang ditunjukkan oleh perubahan difraksi sinar X, sedangkan adsorpsi kromium tidak terjadi. Modifikasi permukaan dengan kation besi mengubah permukaan zeolit menjadi bermuatan positif dan menujukkan kemampuan menjerap kromium heksavalen yang lebih baik dari zeolit sintetik termodifikasi besi.
Saran Diperlukan proses optimalisasi modifikasi dengan ion besi dan penentuan mekanismenya, untuk aplikasi proses spesiasi kromium menggunakan material zeolit termodifikasi besi, serta pemanfaatannya sebagai media deteksi.
31
DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour A, Izadyar A. 2007. Carbon nanotube composite coated platinum electrode for detection of Cr(III) in real samples. Talanta 71: 887-892. Bauer F et al. 2007. Surface modification of nano-sized HZSM-5 and HFER by pre-coking and silanization. J Catal 251: 258-270. Bulut et al. 2009. Carrier element-free coprecipitation (CEFC) method for separation, preconcentration, and speciation of chromium using an isatin derivative. Anal Chim Act 632: 35-41. Burger J, Gochfeld M. 1995. Growth and behavioral effects of early postnatal chromium and manganese exposure in herring gull (Larus argentatus) chiks. Pharmacol Biochem Behavior 50:607-612. Cervantes et al. 2001. Interactions of chromium with microorganism and plants. FEMS Microbiol Rev 25: 335-347. Eddy HR. 2007. Potensi dan pemanfaatan zeolit di provinsi jawa barat dan banten. [terhubung berkala ]. http://www.dim.esdm.go.id/index.php? option =com_content & view= article & id= 493: potensi-dan- pemanfaatan - zeolit - di -provinsi- jawa- barat- dan- banten & catid = 32: makalah –buletin & Itemid=395 [11 Januari 2010] Frisch S, Rosken LM, Caro J, Wark M. 2009. Ion conductivty of nano-scaled Alrich ZSM-5 synthesized in the pores of carbon black. Micropor Mesopor Mater 120: 47-52. Hagendorfer H, Goessler W. 2008. Separation of chromium(III) and chromium(VI) by ion chromatography and an inductively coupled plasma mass spectrometer as element-selective detector. Talanta 76: 656-661. Handoko DSP. 2002. Pengaruh perlakuan asam, hidrotermal, dan impregnasi logam kromium pada zeolit alam dalam preparasi katalis. J Ilmu Dasar 3: 103-109. Hosseini MS, Belador F. 2009. Cr(III)/Cr(VI) speciation determination of chromium in water samples by luminescene quenching of quercetin. J Hazard Mater 165: 1062-1067. Jain M, Garga VK, Kadirvelu K. 2009. Chromium (VI) removal from aqueous system using Helianthus annuus (sunflower) stem waste. J Hazard Mater 162: 365-372.
32
Kalidhasan S, Ganesh M, Sricharan S, Rajesh N. 2009. Extractive separation and determination of chromium in tannery effluents an electroplating waste water using tribenzylamine as the extractant. J Hazard Mater 165: 886-892. Kappen et al. 2008. Time-resolved XANES speciation studies of chromium on soils during simulated contamination. Talanta 75: 1284-1292. Kazemian H, Modarres H, Mobtaker HG. 2003. Iranian natural clipnotilolite and its synthetic zeolit P for removal of cerium and thorium from nuclear wastewaters. J Radioanal Nuc Chem 258: 551-556. Kim M, Stripeikis J, Tudino M. 2009. Flow injection solid phase extraction electrothermal atomic absorption spectrometry for the determination of Cr(VI) by selective separation and preconcentration on a lab-made hybrid mesoporous solid microcolumn. Spectrochim Act Part B: Article In Press. Korkuna et al. 2006. Structural and physicochemical properties of natural zeolite: clinoptilolite and mordenite. Micropor Mesopor Mater 87: 243-254. Kugbe J, Matsue N, Henmi T. 2009. Synthesis of linde type A zeolite-geothite nanocomposite as and adsorbent for cationic and anionic pollutants. J Hazard Mater 164: 929-935. Lazaridis NK, Charalambous C. 2005. Sorptive removal of trivalent dan hexavalent chromium from binary aqueous solutions by composite alginatgeothite beads. Water Research 39:4385-4396. Lin L, Lawrence NS, Thongngamdee S, Wang J, Lin Y. 2005. Catalytic adsortive stripping determination of trace chromium(VI) at the bismuth film electrode. Talanta 65: 144-148. Martendal E, Maltez HF, Carasek E. 2009. Speciation of Cr(III) and Cr(VI) in enviromental samples determined by selective separation and preconcentration on silica gel chemically modified with niobium(V) oxide. J Hazard Mater 161: 450-456. Matos GD, Reis EB dos, costa ACS, Ferreira SLC. 2009. Speciation of chromium in river water samples contaminated with leather effluents bya flame atomic absorption spectrometry after separation/prconcntration by cloud point extraction. Microchem J : Article In Press. Memon JR, Memon S, Bhanger MI, Khuhawar MY. 2009. Use of modified sorbent for the separation and preconcentration of chromium species from industrial waste water. J Hazard Mat 163: 511-516. Mockovčiakovă A, Matik M, Orolínovă Z, Hudec P, Kmecovă E. 2008. Structural characteristics of modified natural zeolite. J Porous Mater 15: 559-564.
33
Motsi T, Rowson NA, Simmons MJH. 2009. Adsoprtion of heavy metal from acid mine drainage by natural zeolite. Int J Miner Process: Article in press. Mumpton FA. 1999. La rocha magica: uses of natural zeolites in agriculture and industry. Proc Nat Acad Sci USA 96: 3463-3470. Murpik HE. 2010. Butuh investor kembangkan zeolit Lebak. [Terhubung berkala]. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=14880. Edisi Jum'at, 26 Maret 2010. [29 Maret 2010]. Narin I, Surme Y, Soylak M, Dogan M. 2006. Speciation of Cr(III) and Cr(VI) in environmental samples by solid phase extraction on ambersorb 563 resin. J Hazard Mater B 136: 579-584. PPTM. 1997. Bahan Galian Industri. Bandung: PPTM. Robles-Camacho J, Armienta MA. 2000. Natural chromium contamination of groundwater at Leon Valley, Mexico. J Geochem Explor 68: 167-181. Sanchez-Moreno RA, Gismera MJ, Sevilla MT, Procopio JR. 2009. Chromium(III) determination without samples treatment by batch and flow injection potentiometry. Anal Chim Act 634: 68-74. Sand LB, Mupton FA. 1978. Natural zeolite: occurrence, properties, use. Oxford: Pergamon. Shentilkumar S, Saraswati R. 2009. Electrochemichal sensing of cadmium and lead ions at zeolite-modified electrodes: optimization and field measurements. Sensors and Actuators B: Chemical: 65-75. Shah P, Strezov V, Nelson PF. 2009. Speciation of chromium in Australian coals and combustion products. Fuel : Article In Press. Singh LP, Bhatnagar JM, Tanaka S, tsue H, Mori M. 2005. Selective anion recognition: charged diaza crown ethers based electrochemical sensors for chromate ions. Anal Chim Act 634: 199-205. TEKMIRA. 2009. Jumlah Produksi Zeolit. [Terhubung Berkala]. http://www.tekmira.esdm.go.id/ data/ komoditi Statistik. asp? xdir=Zeolit & commId=33 & comm=Zeolit. [3 april 2010]. Treacy MMJ, Higgins JB, editor. 2001. Collection of Simulated XRD Powder Pattern for Zeolites. Ed ke-4. Amsterdam: Elsevier. Ulfah EM, Yasnur FA, Istadi. 2006. Optimasi pembuatan katalis zeolit x dari tawas, NaOH, dan water glass dengan response surface methodology. Bull Chem Reac Eng Cat 1: 26-32.
34
Valdes MG, Perez-Cordoves AI, Diaz-Garcia ME. 2006. Zeolites and zeolitebased materials in analytical chemistry. Trends Anal Chem 25:24-30 Vernay et al. 2008. Effect of chromium species on phytochemical and physiological parameters in Datura inoxia. Chemosphere 72: 763-771. Walcarius A. 1999. Zeolite-modified electrodes in electroanalytical chemistry. Anal Chim Act 384: 1-16 Wang H. 1999. Clastogenicity of chromium contaminated soil samples evaluated by Vicia root-micronucleus assay. Mutation Research 426:147-149. Wennerstrum S, Kendrick T, Tomaka J, and Cain J. 2002. Size reduction solutions for hard-to-reduce materials. Powder and Bulk Engin 1 : 1-5 Struktur klinoptilolit. [Terhubung Berkala]. http://hamonanganrsespanola. wordpress. com/ tag/ zeolit/. [29 Maret 2010]. Struktur mordenit. [Terhubung Berkala]. http://zeocan.com/Home_Page.php [29 Maret 2010].
35
LAMPIRAN
36
Lampiran 1 Diagram Alir Penelitian
Contoh zeolit alam
Bayah
Demak
Lampung
Cikalong
Penggilingan
Zeolit Alam Serbuk 200-400 MESH Karakterisasi XRD
Perlakuan dengan asam dan basa
Penentuan KTK
Modifikasi zeolit alam
Karakterisasi XRD
Adsorpsi kromium heksavalen
Isoterm adsorpsi
37
Lampiran 2 Difraktogram beberapa contoh zeolit alam.
38
Lampiran 3 Difraktogram pembanding mordenit (Treacy and Higgins 2001)