ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010 PEMANFAATAN LIMBAH CAIR TAPIOKA DAN BATUAN FOSFAT ALAM UNTUK BUDIDAYA TANAMAN KEDELAI PADA TANAH MINERAL MASAM Oleh: Joko Maryanto Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto ABSTRAK
Pelarutan batuan fosfat alam dalam tanah merupakan salah satu faktor penting agar P dapat diserap tanaman. Telah diketahui bahwa asam organik dapat meningkatkan kelarutan batuan fosfat dalam tanah. Salah satu sumber asam organik yang dapat dimanfaatkan adalah asam organik dari limbah cair tapioka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah cair tapioka terhadap kelarutan fosfat dari batuan fosfat alam pada tanah mineral masam dan mengkaji perubahan sifat kimia tanah dan serapan P oleh tanaman. Penelitian ini telah dilaksanakan di rumah plastik, Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. Percobaan disusun secara faktorial berdasarkan Rancangan Acak Kelompok. Analisis data menggunakan uji F dan uji t. Faktor yang diteliti meliputi: (1) ukuran partikel batuan fosfat alam terdiri atas: 18, 35, 60, dan 100 mesh, and (2) limbah cair tapioka, terdiri atas dua taraf: tanpa limbah cair tapioka dan dengan limbah cair tapioka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran partikel batuan fosfat alam berpengaruh terhadap penurunan Al-dd, peningkatan pH tanah, ketersediaan P dan pertumbuhan serta hasil kedelai. Terdapat interaksi positif antara ukuran partikel batuan fosfat alam dan limbah cair tapioka pada variabel pH tanah dan serapan P oleh tanaman Kata kunci: Batuan fosfat alam, limbah cair tapioca, tanah mineral masam
ABSTRACT
Dissolution of phosphate rock in soil is a necessary prerequisite for the P in the phosphate rock to become plant available. It is well known that organic acids can enhance the solubility of phosphate rock in the soils. One of the organic acid that could be used is organic acid from liquid waste of tapioca. The aims of the research were study the effect of liquid waste of tapioca for solubilizing phosphate from phosphate rock in acid mineral soil, and to study the change of soil chemistry properties as well as the P uptake by plant. The research had been conducted in green house, Faculty of Agriculture, University of General Soedirman, Purwokerto. The experiment was arranged in factorial based on Completely Randomyzed Design. The data collected was analyzed using Fisher and DMR-test. The factors observed consists of: (1) particle size of phosphate rock, consists of four levels, i.e.: 18; 35; 60 and 100 mesh, and (2) the liquid waste of tapioca, consists of two levels, i.e.: without liquid waste of tapioca and with liquid waste of tapioca. The results showed that the particle size of phosphat rock could affect the exchangeable Al, soil pH, availability of P in the soil, as well as the growth and production of soybean. The acidulation of phosphate rock by liquid waste of tapioca had a positive interaction on variables of soil pH and P uptake by plant. Key words:
Phosphate rock, liquid waste of tapioca, acid mineral soils
mengatasi permasalahan tersebut, biasanya
PENDAHULUAN Defisiensi P merupakan salah satu
dilakukan
dengan
pemberian
pupuk
hambatan dalam peningkatan produksi
superfosfat dan pengapuran.
pangan di daerah tropik terutama pada
demikian, dengan adanya pengurangan
tanah mineral masam. Hal ini disebabkan
subsidi harga pupuk oleh Pemerintah dan
secara alami kandungan unsur P pada
kenaikan harga bahan bakar minyak telah
tanah ini relatif rendah dan tingginya
mengakibatkan makin mahalnya harga
fiksasi P oleh oksida besi dan aluminium
pupuk superfosfat.
(Nziguheba et al., 1998).
penyerapan unsur P dari pupuk superfosfat
64
Upaya untuk
Selain itu,
Namun
efisiensi
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010 umumnya sangat rendah, yaitu antara 10
limbah agroindustri.
sampai 30 persen (Novpriansyah, 1996).
dihasilkan dari limbah pabrik gula dan asam
Pemberian
sitrat dari ekstrak pisang merupakan asam
pupuk
superfosfat
disertai
dengan pengapuran justru menurunkan ketersediaan unsur P. Penambahan kapur akan menurunkan mobilitas P dalam tanah, karena terjadinya pengendapan P oleh kapur, atau terjadinya
senyawa baru
hidroksi aluminium yang secara aktif
Asam oksalat
yang
organik yang telah teruji efektif sebagai medium pelarut batuan fosfat alam (van Straaten, 2002). Peniwiratri et al. (2001) melaporkan bahwa pemberian asam organik (laktat, malat dan sitrat) pada tanah mineral masam mampu menurunkan jerapan P dan meningkatkan ketersediaan P. Pada aplikasi di
memfiksasi ion fosfat dalam tanah (Idris,
lapang penggunaan asam organik murni relatif
1995; Kusumo et al., 2000). Oleh karena
sulit dilakukan oleh petani, oleh karena itu
itu telah dicoba alternatif lain untuk
perlu dicari sumber asam organik yang mudah
mengatasi permasalahan tanah mineral
didapat
masam di Kabupaten Banyumas yaitu
pengasaman batuan fosfat alam yang mudah
dengan memanfaatkan sumberdaya lokal, misalnya batuan fosfat alam. Batuan fosfat alam merupakan pupuk P yang lambat larut, namun mempunyai prospek yang lebih baik jika digunakan pada tanah bereaksi
masam
Hardjono, 1993; 2003).
(Dermiyati,
1999;
Maryanto dan Rif’an,
Beberapa
hasil
penelitian
pemanfaatan batuan fosfat (BFA) dalam pada tanah mineral masam menunjukkan bahwa BFA dapat meningkatkan pH dan ketersediaan unsur P secara nyata. Namun demikian, BFA mempunyai kelemahan yaitu kelarutannya relatif rendah. karena
itu
diperlukan
upaya
Oleh untuk
meningkatkan kelarutannya. Salah satu upaya untuk meningkatkan
dan
murah
harganya.
Medium
dijumpai di eks Karesidenan Banyumas adalah limbah cair tapioka. Pemanfaatan limbah cair tapioka diharapkan dapat membantu mengatasi pencemaran lingkungan. Limbah cair tapioka
umumnya mempunyai pH relatif rendah yang disebabkan oleh penambahan asam sulfat pada proses ekstraksi dan adanya asam sianida.
Oleh karena sifatnya
masam, sehingga diharapkan limbah cair tapioka dapat melarutkan senyawa fosfat dari batuan fosfat alam. Artikel penelitian
ini yang
merupakan mengkaji
hasil tentang
pemanfaatan limbah cair tapioka sebagai media pengasaman batuan fosfat alam pada budidaya tanaman kedelai pada tanah mineral masam.
kelarutan batuan fosfat alam adalah dengan cara
asidifikasi
(pengasaman)
yaitu
memanfaatkan asam organik yang dihasilkan
65
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010 dan uji jarak ganda Duncan 5%. Variabel
BAHAN DAN METODE Penelitian ini merupakan percobaan
yang diamati meliputi: pH-H2O, Al-dd, P-
pot yang dilakukan di rumah kaca Fakultas
tersedia, serapan P, tinggi tanaman, bobot
Pertanian Unsoed Purwokerto. Analisis
kering brangkasan tanaman dan bobot
tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu
kering biji.
Tanah Fakultas Pertanian Unsoed. Bahan yang digunakan meliputi tanah mineral masam ordo Ultisol dari daerah Krumput, Banyumas, Jawa Tengah yang diambil pada kedalaman 0 sampai dengan 20 cm, batuan fosfat alam diambil dari daerah Ajibarang dengan kandungan P2O5 sebesar 18 persen, limbah cair tapioka diambil dari daerah
Klampok
Banjarnegara,
benih
kedelai varietas Slamet, serta bahan kimia untuk analisis tanah. Alat yang digunakan yaitu polybag, ember plastik, timbangan, ayakan, seperangkat alat untuk analisis tanah
meliputi:
pH-meter,
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Beberapa Sifat Kimia Tanah Hasil analisis awal menunjukkan pH tanah Ultisol sebesar 4,93.
Kombinasi
perlakuan ukuran butir batuan fosfat alam dengan
limbah
meningkatkan
cair pH
tapioka tanah
dapat Ultisol.
Penambahan limbah cair tapioka pada batuan fosfat alam mampu meningkatkan pH tanah relatif lebih tinggi dibandingkan tanpa penambahan limbah cair tapioka (Tabel 1).
gelas (labu
Baik pada perlakuan dengan limbah cair
takar, labu erlenmeyer, gelas piala, pipet
tapioka maupun tanpa limbah cair tapioka,
ukur, pipet seukuran, buret), dan alat tulis.
nilai pH tanah tertinggi dicapai pada
spektrofotometer, alat-alat
Percobaan disusun secara faktorial 4
ukuran butir BFA 60 mesh. Peningkatan
x 2 berdasarkan rancangan acak kelompok,
pH tanah terjadi karena pengasaman
diulang 3 kali. Faktor yang diuji yaitu (1)
batuan fosfat alam dengan limbah cair
tingkat kehalusan butir batuan fosfat alam,
tapioka akan menghasilkan ion hidroksil
terdiri atas 4 taraf : 18, 35, 60 dan 100
melalui
mesh; (2) limbah tapioka, terdiri atas 2
Straaten, 2002):
taraf, tanpa penambahan limbah cair
Ca10(PO4,CO3)6(OH)2 + 24 H+
tapioka dan dengan penambahan limbah
10 Ca2+ + 6 H2PO4- + 6H2CO3- + 2 OH-
tapioka. Analisis data menggunakan uji F
66
reaksi
sebagai
berikut
(van
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010 Tabel 1. Pengaruh ukuran butir BFA dan limbah cair tapioka terhadap pH-H2O, Al-dd, P-tersedia tanah dan serapan P oleh tanaman No.
Perlakuan pH-H2O Al-tertukar P-tersedia tanah Ukuran butir BFA Limbah cair (cmol(+).kg-1) (ppm P2O5) (mesh) tapioca 1 18 0 6,0 a 0,03 b 4,0 a 2 35 0 6,1 a 0,05 ab 5,1 b 3 60 0 6,6 b 0b 5,5 b 4 100 0 6,5 b 0b 5,6 b 5 18 1 6,6 b 0,102 a 5,4 b 6 35 1 6,5 b 0b 5,6 b 7 60 1 6,8 c 0b 5,7 b 8 100 1 6,6 b 0b 5,6 b Keterangan: Angka-angka dalam kolom sama, yang diikuti dengan huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji 0,05. Berdasarkan reaksi di atas, maka
Kelarutan batuan fosfat alam lebih tinggi
arah reaksi akan cenderung ke kanan,
pada tanah yang lebih masam, sehingga
apabila konsentrasi reaktan ditingkatkan.
untuk
Artinya, makin tinggi konsentrasi ion H+
fosfat alam dapat juga digunakan asam
makin tinggi ion hidroksil yang dihasilkan,
mineral misalnya asam sulfat atau asam
sehingga pH tanah akan makin meningkat.
nitrat (Brady, 1992). Pada perlakuan tanpa
Peningkatan pH tertinggi dicapai pada
pengasaman, peningkatan P-tersedia tanah
kombinasi perlakuan ukuran butir BFA 60
terjadi pada ukuran 35 mesh, sedangkan
mesh dengan pengasaman limbah cair
pada
tapioka.
menunjukkan adanya perbedaan antara
Peningkatan pH tanah secara
meningkatkan
perlakuan
kelarutan
pengasaman
batuan
tidak
tidak langsung berakibat pada penurunan
ukuran butir kasar dan halus.
kelarutan Al.
Makin halus ukuran butir
demikian untuk aplikasi di lapang, apabila
BFA makin rendah kelarutan Al dalam
digunakan BFA digunakan langsung tanpa
tanah. Peningkatan kehalusan ukuran butir
pengasaman, maka ukuran butir BFA
BFA
minimum
lolos
sedangkan
apabila
juga
berpengaruh
terhadap
peningkatan P-tersedia tanah. Makin tinggi +
ayakan
Dengan
35
mesh,
diasamkan
dengan
konsentrasi ion H maka makin banyak ion
limbah cair tapioka, maka cukup diayak 18
fosfat yang dihasilkan, sehingga makin
mesh. Namun demikian berdasarkan syarat
banyak ion fosfat yang tersedia bagi
mutu pupuk fosfat alam (SNI 02-3776-
tanaman. Kelarutan mineral fosfat dapat
1995), ditetapkan minimum 50 persen
ditingkatkan oleh asam-asam organik yang
lolos ayakan 80 mesh dan 80 persen lolos
dihasilkan dari pelapukan bahan organik.
ayakan 25 mesh (Moersidi, 1999). 67
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010 Pengaruh Perlakuan terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Pada perlakuan batuan fosfat alam tanpa pengasaman, peningkatan kehalusan ukuran butir BFA dapat meningkatkan tinggi tanaman, bobot kering brangkasan tanaman, bobot kering biji dan serapan P. Pola
peningkatan
bersifat
kuadratik,
sehingga pada ukuran butir yang lebih halus (100 mesh) tinggi tanaman, bobot
kering brangkasan, bobot kering biji dan serapan P cenderung menurun (Gambar 1 dan 2). Gambar 1 menunjukkan perbedaan pertumbuhan tanaman kedelai yang diberi BFA tanpa limbah cair tapioka dan BFA dengan limbah cair tapioka. Secara umum terlihat dengan makin halusnya ukuran butir BFA, pertumbuhan tanaman makin menurun. 16
125 120
12 Bobot brangkasan (g)
Tinggi tanaman (cm)
115 110 105
Tanpa pengasaman
100
Dengan pengasaman
Tanpa pengasaman
8
Dengan pengasaman
95 4 90 85 80
0 0
35
70
0
35
70
Ukuran butir BFA (mesh)
Ukuran butir BFA (mesh)
160
8
140
7
120
6
100
Tanpa pengasaman
80
Dengan pengasaman
60
Bobot kering biji (g)
Serapan P (mg per tan.)
(a) (b) Gambar 1. Pengaruh ukuran butir dan pengasaman batuan fosfat alam dengan limbah cair tapioka terhadap tinggi tanaman (a) dan bobot kering brangkasan tanaman (b)
5
2
20
1 0
35
70
Ukuran butir BFA (mesh)
105
Dengan pengasaman
3
40
0
Tanpa pengasaman
4
0
0
35
70
105
Ukuran butir BFA (mesh)
(a) (b) Gambar 2. Pengaruh ukuran butir dan pengasaman batuan fosfat alam dengan limbah cair tapioka terhadap serapan P (a) dan bobot kering biji (b)
68
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010 Hal ini disebabkan pada ukuran butir yang
fiksasi
makin
menurunkan
halus
akan
lebih
mendorong
P
dalam
tanah,
ketersediaan
untuk
aplikasi
sehingga
P.
Dengan
di
lapang,
terjadinya fiksasi P dalam tanah, sehingga
demikian
menurunkan ketersediaan P.
Unsur P
sebaiknya batuan fosfat alam diasamkan
sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
terlebih dahulu dengan limbah tapioka,
dan produksi tanaman, karena unsur P
sedangkan ukuran butir BFA sebaiknya
berperan penting dalam fotosintesis, fiksasi
minimum lolos ayakan 35 mesh dan
N, pembentukan bunga, buah dan biji,
maksimum 60 mesh.
serta perkembangan akar (Mengel and Kirkby, 1982).
SIMPULAN DAN SARAN
Gambar 2 menunjukkan serapan unsur P dan bobot kering biji tanaman
Simpulan yang dapat diambil adalah: 1. Tingkat kehalusan batuan fosfat alam
yang diberi BFA dengan limbah cair
berpengaruh
tapioka relatif lebih tinggi dibandingkan
tinggi tanaman, luas daun, bobot kering
tanpa
braangkasan, bobot kering biji dan
limbah
cair
tapioka.
Hal
ini
disebabkan adanyya asam organik dari limbah cair tapioka dapat meningkatkan
terhadap
peningkatan
serapan P oleh tanaman kedelai. 2. Limbah cair tapioka sebagai media
kelarutan fosfat dari batuan fosfat alam.
asidulasi
Meningkatnya kelarutan batuan fosfat akan
mempunyai interaksi positif terhadap
meningkatkan serapan P oleh tanaman.
peningkatan pH tanah dan serapan P
Menurut van Straaten (2002), asam oksalat
oleh tanaman kedelai.
yang dihasilkan dari limbah pabrik gula dan
batuan
fosfat
alam
Saran yang dapat diberikan adalah:
asam sitrat dari ekstrak pisang merupakan
1. Tingkat kehalusan batuan fosfaat alam
asam organik yang telah teruji efektif sebagai
sebaiknya berukuran antara 35 sampai
medium
pelarut
Selanjutnya,
batuan
Peniwiratri
et
fosfat
alam.
al.
(2001)
melaporkan bahwa pemberian asam organik (laktat, malat dan sitrat) pada tanah mineral masam mampu menurunkan jerapan P dan meningkatkan ketersediaan P.
Makin halus ukuran butir BFA, serapan P dan bobot kering biji makin menurun. Pada ukuran butir yang makin halus akan lebih mendorong terjadinya
60 mesh. 2. Limbah cair tapioka dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan batuan fosfat alam. DAFTAR PUSTAKA Brady, N. C., 1992. The Nature and Properties of Soils. Tenth Edition. Macmillan Publishing Company. New York. p. 368.
69
ISSN: 1411-8297 Agronomika Vol. 10, No. 1, Januari 2010 Dermiyati, 1999. Perubahan Serapan P Tanaman Jagung (Zea mays L.) Akibat Pemberian Kapur, Mikoriza Vesikular Arbuskular dan Batuan Fosfat Alam pada Tanah Ultisol Taman Bogo Lampung Tengah. Jurnal Tanah Tropika. No. 9: 89-94. Hardjono, A., 1993. Respon Bibit Kako Lindak dan Mulia pada Tanah Alfisol terhadap Fosfat Alam yang Diasamkan. Menara Perkebunan No. 61. (1): 20-24. Idris, K., 1995. Evaluasi Pemberian Fosfat Alam dari Jawa dan Pengapuran pada Tanah Masam : I. Modifikasi Ciri Kimia Tanah. Jurnal Pertanian Indonesia. Vol. 5 (2): 57-62. Kusumo, S. L., J. Maryanto dan M.N. Budiono, 2000. Pengaruh Fosfat Alam dan Pengapuran terhadap Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merr) pada Tanah Ultisol. Jurnal Agriculture Information (Agrin). Vol. 5 No. 10. Maryanto, J. dan M. Rif’an, 2003. Pengaruh Inokulasi Mikoriza Vesikular Arbuskular dan Batuan Fosfat Alam Deposit Ajibarang terhadap Serapan P dan Produksi Kedelai pada Tanah Mineral Masam. Jurnal Budidaya Pertanian Berkelanjutan Agronomika. Vol. 3. No. 2: 98-109.
70
Mengel, K. and E. A. Kirkby, 1987. Principles of Plant Nutrition. International Potash Institute. Switzerland. Moersidi, S., 1999. Fosfat Alam Sebagai Bahan Baku dan Pupuk Fosfat. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor. Nziguheba, G., C. A. Palm, R. J. Buresh, and P. C. Smithson. 1998. Soil Phosphorus Fractions and Adsorption as Affected by Organic an Inorganic Sources. Plant and Soil 198: 159-168 Novpriansyah, H., S. G. Nugroho, J. Lumbanraja dan H. Wibowo, 1996. Pengaruh Pemberian Ekstrak-Air Beberapa Jenis Bahan Organik terhadap Kelarutan Batuan Fosfat pada Tanah Ultisol Masam. Jurnal Tanah Tropika. No. 3 Tahun 1996. hal. 14-19. Peniwiratri L., D. Shiddieq, A. Syukur, 2001. Peranan Asam-asam Organik Berberat Molekul Rendah terhadap Ketersediaan Fosfat Andisol. J. Tanah dan Air, Vol. 2 No. 1, Juni 2001: 15-21. van Straaten, P., 2002. Rocks for Crops: Agrominerals of Sub-Saharan Africa. University of Guelph. Guelph. Ontario. Canada. Pp. 1-67.