STUDI ADSORPSI DUA TAHAP KROM HEKSAVALEN (Cr6+) TERHADAP ADSORBEN GAMBUT DENGAN SISTEM BATCH Study Adsorption of Hexavalent Chromium (Cr6+) are Two Stage to The Adsorben Peat with Batch Systems Dara Suraya Pradista1, Mahmud2, Badaruddin Mu’min3 1
Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, ULM, JL. Unlam III Banjarbaru, 70714, Kalimantan Selatan 2 Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat Email:
[email protected]
ABSTRAK Krom Heksavalen (Cr6+) merupakan logam toksik yang menimbulkan banyak dampak negatif pada makhluk hidup, sehingga keberadaan logam berat tersebut di lingkungan harus dikurangi, salah satunya dengan cara adsorpsi dua tahap menggunakan gambut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kondisi operasi terbaik dan perbedaan adsorpsi Cr6+ terhadap gambut pada proses 1 tahap dan 2 tahap. Penelitian ini dilakukan dengan sistem batch dalam skala laboratorium menggunakan limbah artifisial Cr6+. Metode analisis untuk menguji kandungan Cr6+ pada limbah artifisial menggunakan ICP (Inductively Coupled Plasma). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pH terbaik yang diperlukan untuk adsorpsi logam Cr6+ terhadap adsorben gambut yaitu pada pH 3 dengan didapatkan waktu kontak kesetimbangan 840 menit, dosis optimum sebesar 5 gr/L, dan rasio persentase pembagian dosis adsorben adsorpsi dua tahap adalah 75%:25%. Adsorpsi dua tahap Cr6+ terhadap adsorben gambut lebih sesuai bila mekanisme adsorpsi yang terjadi secara fisika dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal apabila adsorpsi dua tahap tersebut terjadi mekanisme adsorpsi secara kimia. Kata Kunci: Adsorpsi Dua Tahap, Cr6+, Gambut, Sistem Batch
ABSTRACT Hexavalent Chromium (Cr6+) is a toxic metal that causes a lot of negative impact on living creatures, so the presence of heavy metals in the environment should be reduced, such as by two stage adsorption using peat. This study aims to obtain the best operating conditions and differences in adsorption of Cr6+ on the turf at the first stage and second stage. This research was conducted by a batch system in laboratory scale using artificial wastewater Cr6+. Analytical methods to test the content of Cr on artificial wastewater using ICP (Inductively Coupled Plasma). The results showed that the best pH required to adsorption the metal Cr6+ on peat adsorbent is at pH 3 to obtain the equilibrium contact time of 840 minutes, the optimum dose of 5 g/L, and the ratio of the percentage distribution of adsorbent two stage adsorption dose was 75% : 25%. Adsorption of two stages Cr6+ of the adsorbent peat is more appropriate when adsorption mechanism that occurs in physics and did not get maximum results when adsorption occurs two-stage chemical adsorption mechanism. Keywords: Cr6+, Batch System, Peat, Two Stage Adsorption
I.
PENDAHULUAN
Perkembangan dalam bidang industri di Indonesia pada saat ini cukup pesat. Hal ini ditandai dengan semakin banyaknya industri yang memproduksi berbagai jenis kebutuhan manusia seperti industri kertas, tekstil, penyamak kulit, dan sebagainya. Seiring dengan pertambahan industri tersebut, maka semakin banyak pula hasil sampingan yang diproduksi sebagai limbah (Danarto, 2007; Nurhasni, dkk., 2010). Salah satu polutan yang terdapat dalam limbah perairan adalah logam berat. Logam berat yang berada pada kategori sangat beracun salah satunya adalah Cr. Cr merupakan logam toksik dengan penanganan sangat sukar dibandingkan logam toksik lain (Afrianita dkk., 2013; Zuhroh, 2015). Bila terkonsumsi manusia (lebih dari 0,05 mg/L) dapat menimbulkan keracunan dan gangguan pada organ vital seperti gangguan syaraf pusat dan kanker (Widihati, 2008; Zuhroh, 2015). Cr6+ menimbulkan banyak dampak negatif pada makhluk hidup, oleh karena itu, keberadaan logam berat tersebut di lingkungan harus dikurangi. Salah satunya adalah dengan cara adsorpsi. Teknik adsorpsi dengan menggunakan adsorben merupakan metode yang paling menguntungkan karena efektifitas dan kapasitas adsorpsinya yang tinggi serta biaya operasionalnya yang rendah (Syafalni dkk., 2012; Mizwar dan Diena, 2012). Gambut merupakan salah satu adsorben dalam mengadsorpsi logam yang ekonomis dan mudah didapat karena keberadaannya melimpah di Kalimantan Selatan (Aminah dkk., 2012). Gambut adalah material yang kompleks dengan komponen utama yang terdiri dari lignin dan selulosa. Senyawa-senyawa tersebut, khususnya lignin memiliki berbagai gugus fungsi seperti alkohol, aldehida, keton, asam karboksilat, fenolik, hidroksil dan eter yang dapat berperan dalam pembentukan ikatan kimia. Karena sifat polar yang dimilikinya, gambut memiliki daya serap yang relatif tinggi terhadap bahan-bahan terlarut seperti logam dan senyawa organik polar. Karakteristik ini menjadi dasar utama dari berbagai studi tentang penggunaan gambut untuk pemurnian air limbah yang mengandung logam-logam berat (Brown dkk., 2000; Akinbiyi, 2000; Munawar, 2010). Penggunaan gambut sebagai adsorben telah banyak dilakukan dalam mengolah air minum maupun air limbah. Penelitian penggunaan adsorben gambut diantaranya, adsorpsi satu tahap Cr pada limbah cair sasirangan (Indriyani, 2014); penurunan konsentrasi Cd Total pada limbah cair sasirangan (Nisa, 2014); adsorpsi kation kobal(II) menggunakan tanah gambut (Aminah dkk., 2012). Tetapi semua penelitian gambut sebelumnya hanya dilakukan adsorpsi satu tahap. Sedangkan menurut Chairuddin (2014) proses adsorpsi satu tahap (one stage adsorpsion) dianggap belum maksimal. Proses adsorpsi melalui satu tahap dimana pembubuhan dosis adsorben setelah dicapai dosis optimum hanya dalam satu kali pembubuhan. Proses ini menyebabkan kerapatan molekul adsoben yang tinggi dan akan mengurangi efisiensi penyerapan. Sedangkan dua tahapan dilakukan dengan dua kali penambahan dosis adsorben yang berfungsi membagi kerja adsorben untuk transfer molekul-molekul adsorbat menuju lapisan film yang mengelilingi adsorben sehingga bisa meningkatkan efisiensi penyerapan (Chairuddin, 2014). Dengan diketahuinya kondisi proses terbaik, maka hal ini akan lebih membantu untuk meningkatkan kinerja proses pengolahan limbah cair. Penelitian proses dua tahap (two stage) telah dilakukan oleh beberapa peneliti, seperti pada proses adsorpsi dua tahap untuk menyisihkan logam phosphate dalam air limbah (Mahmut, 2006); penyisihan logam phenol air limbah dengan proses adsorpsi dua tahap (Kennedy dkk., 2007); adsorpsi dua tahap bahan organik alami (BOA) pada air gambut (Chairuddin, 2014). Namun demikian, adsorpsi dua tahap Cr6+ terhadap gambut belum dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian adsorpsi dua tahap Cr6+ dalam larutan artifisial terhadap adsorben gambut. Makalah ini membahas kondisi operasi terbaik adsorpsi Cr6+ terhadap gambut pada proses 1 tahap dan 2 tahap serta menyelidiki perbedaan adsorpsi Cr6+ terhadap gambut pada proses 1 tahap dan 2 tahap.
II.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini yaitu: gambut bagian permukaan pada kedalaman 10-30 cm di daerah Gambut Km. 18, Kabupaten banjar, Kalimantan Selatan, Akuades, K2Cr2O7 (Merck), HCL (Merck), NaOH (Emsure). Alat-alat yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu: Oven Memmert 1010.01.221.0301, pH meter LTLutron pH-208, Kertas Saring Advantec ukuran pori 0,45 μm, Vakum pump Gast DoA-P504-BN, Filter holder, Shaker Wiseshake SHO-2D, Neraca Analitik Ohaous, Ayakan tanah ukuran 80 Mesh dan 100 Mesh (Standart ASTM), Activa S. (Inductively Coupled Plasma) ICP Optical Emission Spectometer (Horiba Scientific). Prosedur Penelitian Preparasi Adsorben Sampel gambut diambil dengan cara membuat plot berukuran 50 x 50 cm. Gambut bagian permukaan dibersihkan dari rumput, ranting, dan akar tanaman sedalam 10 cm. Untuk gambut yang akan digunakan sebagai adsorben diambil pada kedalaman 10 sampai 30 cm. Gambut yang akan dijadikan adsorben sebelumnya dipreparasi terlebih dahulu dengan dicuci menggunakan akuades, kemudian gambut dijemur dibawah sinar matahari (Aisyahwalsiah, 2013). Gambut yang telah dijemur lalu dioven dengan suhu 1050C selama 24 jam (Indriyani, 2014). Setelah itu dilanjutkan dengan penumbukan dan pengayakan dengan saringan nomor mesh 80 dan 100 (Standard ASTM) (Indriyani, 2014). Limbah Artifisial Untuk membuat limbah artifisial Cr6+, mula-mula disiapkan larutan induk Cr6+. Panaskan kristal K2Cr2O7 pada suhu 105 ºC selama 1 jam dan kemudian dinginkan dalam desikator. Sebanyak 2,83 gram kristal K2Cr2O7 dilarutkan dalam labu ukur 1000 mL dengan air bebas mineral dan tepatkan hingga tanda tera kemudian didapatkan larutan induk 1000 ppm. Keseluruhan limbah artifisial Cr6+ dibuat dengan cara mengencerkan larutan induk tersebut (SNI 6989.53, 2010). Penentuan pH, Waktu Kontak, dan Dosis Terbaik Adsorpsi Penentuan pH, waktu kontak, dan dosis terbaik adsorpsi dilakukan dengan menggunakan limbah artifisial Cr6+ sebanyak 200 mL yang dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL lalu diukur pH awalnya dan kemudian diatur pH-nya sesuai dengan rentang pH yang divariasikan yakni 3 sampai 8. Kemudian dimasukkan adsorben gambut dengan dosis 5 gr/L, kemudian dikocok dengan shaker pada kecepatan rotasi 180 rpm selama 240 menit (Altin dkk., 1998). Setelah proses tersebut selesai kemudian sampel disaring dengan kertas saring Advantec dengan ukuran pori 0,45 μm (Chairuddin, 2014). Setelah disaring hasil olahan diuji pH akhir dan konsentrasi Cr6+ nya untuk mengetahui pH terbaik yang dapat menurunkan konsentrasi Cr6+ paling tinggi sehingga didapat pH adsorpsi terbaik yang nantinya akan digunakan pada proses penentuan waktu kontak ekuilibrium dan dimana hasil ini nantinya akan digunakan pada proses penentuan dosis terbaik dengan memvariasikan dosis adsorben yaitu 4 sampai 9 gr/L. Percobaan Adsorpsi 1 Tahap Konsentrasi limbah artifisial Cr6+ adsorpsi satu tahap dinaikkan yang dilakukan sama dengan percobaan sebelumnya, namun dalam kondisi terbaik dan dilakukan variasi konsentrasi yang telah ditentukan. Sebanyak 200 mL limbah artifisial Cr6+ dengan konsentrasi yang telah ditentukan dan dengan kondisi pH terbaik dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL lalu dimasukkan adsorben
gambut dengan dosis terbaik, kemudian dikocok dengan shaker pada kecepatan rotasi 180 rpm selama waktu setimbang yang didapat. Kemudian limbah artifisial hasil olahan disaring menggunakan kertas saring Advantec ukuran pori 0,45 μm (Chairuddin, 2014). Selanjutnya limbah artifisial hasil olahan diuji konsentrasi logamnya untuk mendapatkan penyisihan Cr6+. Percobaan Adsorpsi 2 Tahap Persentase pembagian dosis adsorben terbaik didapat dari dosis adsorpsi satu tahap pada percobaan sebelumnya, dengan cara dua kali pembubuhan adsorben gambut. Sebanyak 200 mL limbah artifisial Cr6+ dengan pH terbaik dimasukkan ke dalam Erlenmeyer. Variasi persentase pembagian dosis ditentukan yaitu 25%:75% ; 50%:50% ; dan 75%:25% dari dosis terbaik yang didapat pada adsorpsi satu tahap sebelumnya. Pada pembubuhan dosis adsorben pertama kemudian dikocok dengan shaker pada kecepatan 180 rpm selama setengah dari waktu setimbang yang didapat. Kemudian larutan hasil olahan pada pembubuhan dosis pertama disaring menggunakan kertas saring Advantec ukuran pori 0,45 μm, dan larutan hasil saringan digunakan kembali untuk pembubuhan dosis adsorben kedua. Sama akan halnya dengan pembubuhan dosis pertama, kemudian larutan hasil saringan tahap pertama dikocok dengan shaker pada kecepatan 180 rpm selama setengah dari waktu setimbang yang didapat. Kemudian larutan hasil olahan pada pembubuhan dosis kedua disaring menggunakan kertas saring Advantec ukuran pori 0,45 μm (Chairuddin, 2014). Selanjutnya larutan hasil olahan diuji konsentrasi Cr6+ nya yaitu keadaan dimana konsentrasi Cr6+ yang menunjukkan penurunan paling tinggi, sehingga didapat kondisi rasio pembagian dosis terbaik adsorpsi dua tahap yang nantinya akan digunakan pada percobaan adsorpsi dua tahap dengan menaikkan konsentrasi limbah artifisial Cr6+ untuk membuktikan bahwa adsorpsi dua tahap lebih baik dilakukan pada konsentrasi logam yang tinggi dengan variasi konsentrasi yang digunakan yakni 5 mg/L, 15 mg/L, dan 25 mg/L serta percobaan menurunkan waktu kontak adsorpsi dua tahap untuk membuktikan bahwa adsorpsi dua tahap dapat menurunkan waktu kontak adsorbat terhadap adsorben dengan variasi waktu kontak yang telah ditentukan. Proses Karakterisasi Gambut yang dijadikan adsorben akan dilakukan karakterisasi terlebih dahulu untuk mengetahui nilai pH, C-organik, kapasitas tukar kation, bulk density, particle density dan porositas. Sedangkan pengukuran luas permukaan spesifik adsorben gambut ditentukan dengan metode Sears (Sears, 1956; Shawabkeh dan Tutunji, 2003; Gupta dan Bhattacharyya, 2006) diawali dengan sampel adsorben gambut sebanyak 0,5 gram diasamkan dengan 0,1 M HCl sampai mencapai harga pH 3-3,5. Kemudian ditambahkan 10,0 gram NaCl dan ditambahkan pula air suling sehingga mencapai volume 50 mL. Larutan ini kemudian dititrasi dengan 0,1 M NaOH, sampai mencapai pH 4,0; kemudian diaktifkan lagi penambahan 0,1 M NaOH sampai mencapai harga pH 9,0. Volume yang diperlukan untuk menaikan pH 4,0 sampai 9,0 dicatat dan selanjutnya luas permukaan spesifik dapat di hitung dengan persamaan : S = (m2/g) = 32 V – 25………………………………......…………. (2.1) Dimana, S = Luas permukaan (m2/g) dan, V = Volume titrasi (mL).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Adsorben Gambut Tabel 1. Karakteristik Kandungan Adsorben Gambut Jumlah Sifat Fisik No. Karakteristik Terkandung* Gambut** 1. pH (H2O) 4,40 2. C-Organik (%) 37,77 50,7 3. Kapasitas Tukar Kation (me/100gr) 57,00 4. Luas Permukaan (m2/g) 115,8 8,54 5. pHpzc 6,56 6. Bahan Organik (%) 92,5 Keterangan : * Hasil Penelitian ** (Balasubramanian dkk., 2009) Tabel 1 menunjukkan nilai beberapa parameter karakteristik adsorben gambut seperti nilai kapasitas tukar kation yang cukup tinggi yaitu sebesar 57 me/100gr dengan nilai kandungan karbon organik sebesar 37,77 % dan pH yang bersifat asam yaitu 4,40. Gambut di Indonesia sebagian besar bereaksi masam hingga sangat masam dengan pH <5. Secara teoritis kandungan bahan organik yang cukup besar akan menyebabkan tingginya reaktifitas gambut terhadap ion logam dan bahan-bahan organik yang bersifat polar dan hidrofobik yang dapat dibuktikan dengan tingginya nilai KTK gambut. Menurut tan (1998), mineral yang mempunyai KTK yang tinggi akan memiliki sifat adsorptif yang tinggi pula. Kemudian hasil pengukuran luas permukaan adsorben gambut dengan menggunakan metode Sears sebesar 115,8 m2/g. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hidayat (2014) yang menyatakan bahwa luas permukaan gambut yang berada di Kalimantan berkisar antara 80-280 m2/g. Luas permukaan sangat berpengaruh untuk tersedianya tempat terjadinya adsorpsi. Semakin luas permukaan adsorben maka semakin tinggi daya adsorpsinya. Semakin besar pori adsorben yang terbentuk maka akan semakin besar luas permukaan adsorben tersebut dan memperbesar daya adsorpsi. Berdasarkan literatur Balasubramanian dkk. (2009) nilai pHpzc gambut di Indonesia sebesar 6,65. Nilai pHpzc ini adalah titik dimana muatan adsorben gambut netral. Apabila pH larutan gambut dibawah 6,65 maka gambut akan bermuatan positif, dan sebaliknya apabila larutan gambut diatas pH 6,65 maka akan bermuatan negatif.
0,7
8
0,6
7
0,5
6
0,4
5
0,3
4
0,2
3
qe (mg/g)
9
pHakhir
Pengaruh pH pH merupakan parameter yang berpengaruh besar terhadap kemampuan penyerapan logam oleh adsorben. Hasil pengujian pengaruh variasi pH terhadap kapasitas adsorpsi disajikan pada Gambar 1.
0,1 pH akhir qe (mg/g)
2
0,0 2
3
4
5
6 pHawal
7
8
9
Gambar 1 Grafik Pengaruh pH awal terhadap kapasitas adsorpsi dan nilai pH akhir untuk kondisi operasi dengan dosis gambut 5g/L dan waktu kontak 240 menit.
Kapasitas adsorpsi Cr6+ terhadap adsorben gambut menunjukkan penurunan pada pH 3 hingga pH 7, kemudian mengalami kenaikan lagi pada pH 7-8. Tidak sejalan dengan pendapat Zhang dkk. (2015) bahwa pada rentang pH 6-9, CrO42- lebih dominan dengan meningkatnya pH dan menyebabkan penurunan jumlah situs adsorpsi. Kenaikan kapasitas adsorpsi pada pH 7 menuju pH 8 disebabkan karena adsorben gambut bermuatan negatif pada pH 7-8, hal ini sesuai dengan pernyataan Balasubramanian dkk. (2009) bahwa ketika pH larutan lebih dari pH biaya titik nol gambut (PHzpc = 6,65) maka gambut akan bermuatan negatif, dan sebaliknya apabila pH larutan kurang dari pH biaya titik nol gambut, maka gambut bermuatan positif, sedangkan bentuk Cr6+ pada pH tersebut berupa ion kromat CrO42-, dari hal ini diduga adanya pembentukan ikatan anion exchange, sehingga menyebabkan kapasitas adsorpsi naik kembali pada pH 7-8. Seiring dengan penurunan kapasitas adsorpsi, pH akhir larutan terlihat cenderung naik. Hal ini menunjukkan bahwa gambut memberikan kontribusi dalam menurunkan pH larutan yang diduga disebabkan karena gambut sendiri memiliki gugus fungsi COOH- dan OH- yang mulai terionisasi pada pH 3 dan mulai melepaskan H+ kedalam larutan pada saat pengikatan ion Cr6+, jadi semakin tinggi pH maka semakin banyak H+ yang dilepaskan kedalam larutan dan menyebabkan larutan menjadi asam. Menurut Ho dkk. (1995); Munawar (2007), fenomena pelepasan H+ kedalam larutan pada saat pengikatan ion logam menunjukkan terjadinya mekanisme ion exchange kompleksasi dalam proses sorpsi. Menurut Utama (2016), kondisi yang baik untuk adsorpsi adalah pada pH rendah karena pada pH rendah ion H+ pada permukaan adsorben meningkat sehingga menghasilkan ikatan elektrostatik yang kuat antara muatan positif pada permukaan adsorben dengan ion dikromat. Sedangkan dengan bertambahnya pH, adsorpsi ion logam Cr6+ akan semakin menurun. Hal ini menunjukkan bahwa semakin asam pH larutan maka semakin maksimal penyerapan yang terjadi, hal ini sesuai dengan penelitian Indriyani (2014) yang mendapatkan nilai pH optimum pada larutan artifisial Cr berada pada pH 3. Pengaruh Waktu Kontak Waktu kontak sangat berperan dalam mencapai kesetimbangan adsorpsi. Adsorpsi ion dari suatu zat terlarut akan meningkat apabila waktu kontaknya semakin lama. Waktu kontak yang lama memungkinkan difusi dan penempelan molekul zat terlarut yang teradsorpsi berlangsung lebih banyak (Khasanah, 2009; Hasrianti, 2012). Pada gambar 2, dapat diketahui bahwa semakin besar waktu kontak dengan adsorbat, semakin banyak partikel adsorbat yang diserap. 1,2
1,1 1,0 0,9
qt (mg/g)
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,0 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
1000
1100
1200
1300
Waktu, t (menit)
Gambar 2 Pengaruh waktu kontak terhadap kapasitas adsorpsi untuk kondisi operasi dengan pH 3 dan dosis gambut 5g/L. Pada gambar 2 menunjukkan waktu kontak terbaik setimbang yaitu 840 menit dengan kapasitas adsorpsi sebesar 0,84 mg/g. Kemudian dimenit selanjutnya tidak menunjukkan kenaikan yang
berbeda jauh walaupun dengan penambahan waktu yang cukup lama dan hampir mendekati jenuh atau kesetimbangan. Menurut Wijayanti (2009); Nurhasni dkk. (2012), bila permukaan sudah jenuh atau mendekati jenuh terhadap adsorbat, dapat terjadi dua hal, yaitu pertama terbentuk lapisan adsorpsi kedua dan seterusnya di atas adsorbat yang telah terikat di permukaan, gejala ini disebut adsorpsi multilayer, sedangkan yang kedua tidak terbentuk lapisan kedua dan seterusnya sehingga adsorbat yang belum teradsorpsi berdifusi keluar pori dan kembali ke arus fluida. Terikatnya Cr6+ pada gambut bertambah seiring dengan pertambahan waktu kontak meskipun kenaikan yang terjadi tidak linier (Gambar 2). Menurut Aminah (2012), hal ini dikarenakan proses yang terjadi merupakan mekanisme adsorpsi secara kimia yang menyebabkan pola interaksi yang terjadi bersifat monolayer dimana gugus aktif gambut berikatan satu persatu dengan ion Cr6+ sehingga proses penyerapan terjadi sangat lambat antara adsorbat dan adsorben. Pengaruh Dosis Gambut Kapasitas adsorpsi menurun seiring bertambahnya dosis gambut, sedangkan penyisihan Cr6+ meningkat dengan bertambahnya dosis gambut. Hal ini dikarenakan permukaan adsorben sudah jenuh atau mendekati jenuh terhadap adsorbat. Sesuai dengan pernyataan Kasmila (2014), bila terjadi peningkatan massa adsorben, maka ada peningkatan presentase nilai efisiensi adsorpsi dan penurunan daya adsorpsi. Meningkatnya penyisihan Cr6+ seiring bertambahnya dosis, terjadi karena semakin banyak adsorben gambut yang berperan dalam mengadsorpsi logam terlarut, sehingga tingkat konsentrasi logam berat yang terlarut akan semakin berkurang. Berbanding terbalik dengan kapasitas adsorpsi, dimana semakin banyak dosis adsorben yang diberikan maka kapasitas adsorpsinya akan menjadi kurang. Hal ini dikarenakan dengan semakin banyaknya dosis adsorben gambut yang diberikan maka akan membuat proses adsorpsinya semakin berkurang pada adsorben tersebut, sehingga kemampuannya juga menjadi lebih rendah. Hal ini sesuai dengan grafik pada Gambar 3 yang menunjukkan hubungan kapasitas adsorpsi dan efisiensi penyerapan. 1,1
90
1,0
88
0,9
86
0,8
84
0,7
82
0,6
80
0,5
78
0,4
Penyisihan (%)
qe (mg/g)
qe (mg/g) Penyisihan (%)
76 3
4
5
6
7
8
9
10
Dosis gambut (g/L)
Gambar 3 Pengaruh Dosis Gambut terhadap Kapasitas Adsorpsi dan Penyisihan Cr6+ untuk Kondisi Operasi dengan Dosis Gambut 5g/L dan Waktu Kontak 840 menit. Pada dosis 4 gr/L kapasitas adsorpsi besar tetapi penyisihan terhadap Cr6+ kecil, sedangkan pada dosis 6 gr/L sampai 9 gr/L menunjukkan kapasitas kecil dan penyisihannya besar sehingga masih banyak ruang kosong pada adsorben. Hal ini menunjukkan proses adsorpsi belum maksimal. Pada dosis 5 gr/L terlihat memiliki kapasitas yang besar dan penyisihan yang besar, hal ini menunjukkan bahwa pada dosis tersebut proses adsorpsi telah maksimal.
4,0 3,8 3,6 3,4
pH akhir
3,2 3,0
2,8 2,6 2,4 2,2 2,0 3
4
5
6
7
8
9
10
Dosis gambut (g/L)
Gambar 4 Pengaruh Dosis Gambut Terhadap pH Akhir untuk Kondisi Operasi dengan Dosis Gambut 5g/L dan Waktu Kontak 840 menit. Semakin besar dosis gambut, pH akhir pada larutan asam. Hal ini disebabkan karena gambut sendiri memiliki gugus fungsi karboksilat (COOH-) dan oksalat (-OH) dimana gugus fungsi ini mengalami proses deprotonasi atau kehilangan ion H+ sehingga bermuatan negatif. Hal ini juga dikatakan oleh Stevenson (1994); Prasetyono (2013), bahwa gugus fungsional yang terdapat pada kompos seperti gugus aktif seperti karboksilat, oksalat, hidroksil, dan karbonil dimana gugus fungsi ini mengalami proses deprotonasi atau kehilangan ion H+ sehingga bermuatan negatif. Semakin banyak dosis maka gugus fungsi COOH- akan semakin melepaskan H+ pada larutan sehingga menyebabkan pH larutan asam. Pengaruh Rasio Persentase Pembagian Dosis Terbaik Berdasarkan pengukuran sampel dengan panjang gelombang Cr pada limbah artifisial didapatkan hasil persentase penyisihan sebagai berikut : 0,8 0,79 0,78
qe (mg/gr)
0,77 0,76 0,75 0,74 0,73 0,72 0,71 0,7 25%:75%
50%:50%
75%:25%
Rasio Persentase Pembagian Dosis
Gambar 5 Pengaruh Rasio Persentase Pembagian Dosis Adsorben Gambut terhadap Kapasitas Adsorpsi untuk Kondisi Operasi dengan dosis gambut 5g/L dan waktu kontak 840 menit. Pada rasio pembagian 25%:75% kapasitas adsorpsi rata-rata paling tinggi sebesar 0,743 sedangkan untuk rasio 50%:50% sebesar 0,754, dan rasio 75%:25% sebesar 0,772. Pada percobaan yang dilakukan dengan proses adsorpsi dua tahap pada limbah artifisial Cr6+ mendapatkan kondisi terbaik kapasitas adsorpsi dengan pembagian pembubuhan adsorben tahap pertama : tahap kedua adalah 75% dosis : 25% dosis, hal ini menunjukkan kebutuhan adsorben untuk adsorpsi tahap pertama lebih besar untuk menurunkan Cr6+ dalam limbah artifisial yang jumlahnya cukup besar, sedangkan dosis adsorben tahap kedua hanya digunakan untuk menurunkan sisa Cr6+ yang belum ternetralisasi pada tahap sebelumnya. Hal ini sesuai dengan penelitian Chairuddin (2014) yaitu menunjukkan pemberian dosis lebih banyak pada tahap pertama dibandingkan tahap kedua yaitu sebesar 2/3:1/3 dosis. Menurut Chairuddin (2014) pemberian dosis yang lebih banyak namun tidak berlebihan pada
tahap pertama pembubuhan adsorben dibandingkan tahap kedua sangat baik dilakukan sehingga zat organik dan zat warna bisa disisihkan dengan sangat baik. Perbandingan Kapasitas Adsorpsi Satu Tahap dengan Adsorpsi Dua Tahap Konsentrasi larutan adsorbat sangat berpengaruh terhadap proses adsorpsi, semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin banyak pula zat terlarut yang dapat teradsorpsi oleh adsorben. Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kondisi kapasitas adsorpsi dua tahap gambut terhadap penyerapan Cr6+ dengan tujuan menjadi pembanding dengan kapasitas adsorpsi pada adsorpsi satu tahap. Grafik perbandingan kapasitas adsorpsi satu tahap dan adsorpsi dua tahap disajikan pada Gambar 6. 3,0 1 Tahap 2 Tahap (75%:25%)
2,5
qe (mg/g)
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0
5
10
15
20
25
30
Konsentrasi
Gambar 6. Pengaruh Konsentrasi terhadap Kapasitas Adsorpsi untuk Kondisi Operasi dengan Dosis Gambut 5g/L dan Waktu Kontak 840 menit. Kapasitas adsorpsi satu tahap lebih baik daripada dua tahap. Tidak sejalan dengan penelitian Chairuddin (2014) dimana kapasitas adsorpsi dua tahap yang terjadi lebih besar dibandingkan satu tahap. Hal ini disebabkan karena mekanisme adsorpsi yang terjadi pada penelitian Chairuddin terjadi secara fisika. Sedangkan pada penelitian ini terjadi adsorpsi secara kimia yaitu interaksi yang terjadi secara monolayer dimana proses adsorpsi yang terjadi sangat lambat sehingga tidak cocok dilakukan pada adsorpsi dua tahap. Pada Gambar 6. menunjukkan sejalan dengan bertambahnya konsentrasi maka perbedaan kapasitas adsorpsi satu tahap dengan dua tahap akan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada konsentrasi rendah permukaan aktif adsorben gambut akan mulai mengikat ion Cr6+. Dengan bertambahnya konsentrasi maka interaksi gambut dengan ion Cr6+ akan meningkat hingga konsentrasi tertentu. Hal ini sejalan dengan pernyataan Langmuir; Oscik (1982); Januarita (2003) bahwa pada permukaan adsorben dalam hal ini fraksi organik air hitam terdapat sejumlah situs aktif yang proporsional dengan luas permukaan penyerap. Jadi, dengan memperbesar konsentrasi, berat fraksi organik air hitam tetap, maka interaksi spesi Cr6+ meningkat secara linier hingga konsentrasi tertentu. Perbandingan Adsorpsi Satu Tahap dan Adsorpsi Dua Tahap Terhadap Waktu Kontak Percobaan ini dilakukan untuk membuktikan bahwa adsorpsi dua tahap dapat menurunkan waktu kontak adsorbat terhadap adsorben. Grafik perbandingan waktu kontak adsorpsi satu tahap dan adsorpsi dua tahap disajikan pada Gambar 7.
1 0,9
qe (mg/gr)
0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
1 Tahap 2 Tahap (75%:25%)
0,3 240
540
840
Waktu Kontak (menit)
Gambar 7. Perbandingan Waktu Kontak Adsorpsi Satu Tahap dan Adsorpsi Dua Tahap Terhadap Kapasitas Adsorpsi Semakin lama waktu kontak perbedaan kapasitas adsorpsi satu tahap dengan dua tahap relatif kecil. Kapasitas adsorpsi satu tahap pada waktu kontak 720 menit sebesar 0,84, sedikit lebih besar dibandingkan dengan kapasitas adsorpsi dua tahap sebesar 0,828 dengan waktu kontak 840 menit atau dapat dikatakan memiliki selisih sebesar 0,012. Hal ini juga menjelaskan bahwa adsorpsi dua tahap Cr6+ terhadap adsorben gambut dengan dosis yang sama tidak cocok dilakukan untuk meminimalkan waktu kontak adsorpsi yang terjadi secara kimia. Tidak sejalan dengan penelitian Ozakar (2006) dimana pada penelitiannya adsorpsi dua tahap dapat meminimalkan waktu penyisihan fosfat menggunakan dosis adsorben yang sama. IV.
KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah kondisi operasi terbaik adsorpsi Cr6+ terhadap adsorben gambut adalah pada pH 3, waktu kontak 840 menit, dan dosis adsorben sebesar 5gr/L. Sedangkan untuk adsorpsi dua tahap rasio persentase pembagian dosis terbaik adalah 75%:25%. Adsorpsi Cr6+ terhadap gambut dengan metode satu tahap lebih baik dari dua tahap, baik pada konsentrasi adsorbat maupun waktu kontak yang berbeda. 3. Untuk adsorpsi logam yang didominasi oleh mekanisme secara kimia, adsorpsi satu tahap lebih baik daripada adsorpsi dua tahap. DAFTAR PUSTAKA Afrianita, R., Y. Dewilda, dan M. Rahayu, 2013, Studi Penentuan Kondisi Optimum Fly Ash sebagai Adsorben dalam Menyisihkan Logam Berat Kromium (Cr). Jurnal Teknik Lingkungan UNAND, 10(2): 104-110 Aisyahwalsiah, A., 2013, Optimasi Pengolahan Air Gambut Menggunakan Proses Gambungan Koagulasi dengan Tanah Lempung Gambut (TLG) dan Adosorpsi Karbon Aktif, Laporan Penelitian Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru Akinbiyi, A., Removal of Lead from Aqueous Solutions by Adsorption Using Peat Moss, Master Thesis, University of Regina, Canada, 2000, 26-63 Altin O., H. Onder Ozbelge, and Timur Dogu, 1998, Use of General Purpose Adsorption Isotherms for Heavy Metal–Clay Mineral Interactions. Department of Chemical Engineering, Middle East Technical University, Turkey, 130-140
Aminah, N., Samat, Mardianto, dan A. Lesbani, 2012, Studi Adsorpsi Desorpsi Kation Kobalt(II) Pada Tanah Gambut. Jurnal Tekno Global 1(1):22-29. FMIPA, Universitas Sriwijaya Balasubramanian, R., S. V. Perumal, and K. Vijayaraghavan, 2009, Equilibrium Isotherm Studies for the Multicomponent Adsorption of Lead, Zinc, and Cadmium onto Indonesian Peat, Journal Ind. Eng. Chem. Res. 48 : 2093-2099, Singapore Bhattacharyya, K.G., and Gupta, S.S., 2008, Immobilization of Pb(II), Cd(II) and Ni(II) Ions on Kaolinite and Montmorillonite Surfaces from Aqueous, Journal of Enviromental management 87: 45-58 Brown, P.A., S.A. Gill, and S.J. Allen, 2000, Metal removal from wastewater using peat, Water Research, 34(16), 3907-3916 Chairuddin, M.A., 2014, Penurunan Bahan Organik Alami Air Gambut Dengan Proses Adsorpsi Dua Tahap, Laporan Penelitian Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru Danarto, Y.C., 2007, Kinetika Adsorpsi Logam Berat Cr (VI) dengan Adsorben Pasir yang Dilapisi Besi Oksida, Teknik Kimia, Fakultas Teknik, UNS, Ekuilibrium, 6 (2) : 65-70 Hasrianti, 2012, Adsorpsi Ion Cd2+ dan Cr6+ Pada Limbah Cair Menggunakan Kulit Singkong, Universitas Hasanuddin, Makassar Ho, Y.S, D.A. John Wase, and C.F. Forster, 1995, Batch Nickel Removal from Aqueous Solution by Sphagnum Moss Peat, Water Research, 29(5), 1327-1332 Hidayat, Y. F., 2014, Karakterisasi Adsorben Gambut di Beberapa Lokasi di Daerah Kalimantan dan Aplikasinya Dalam Mereduksi Bahan Organik Pada Air Gambut, Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat : Banjarbaru Indriyani, D.Y., 2014, Penurunan Konsentrasi Krom Pada Limbah Sasirangan Menggunakan Gambut Sebagai Adsorben Dengan Proses Batch. Laporan Penelitian Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru Januarita, R., dan Herdiansyah, 2003, Adsorpsi Cr(VI) Pada Air Hitam, Universitas Lambung Mangkurat Kasmila, W.O., 2014, Pemanfaatan Lempung Aktif Dari Kecamatan Pondidaha Kabupaten Konawe Sebagai Media Pengadsorpsi Fe Dalam Air Tanah Asal Kota Kendari, Program Pascasarjana Pengelolaan Lngkungan Hidup, Universitas Hasanuddin, Makassar Khasanah, 2009, Adsorpsi Logam Berat, Osean Kennedy, L.J., J.J. Vijaya, K. Kayalvizhi, and G. Sekaran, 2007, Adsorption of Phenol From Aqueous Solutions Using Mesoporous Carbon Prepared By Two-Stage Process, Chemical Engineering Journal 132 (2007) 279-287, Indian, Eng
Mahmut, Ozacar, 2006, Contact Time Optimization of Two-Stage Batch Adsorber Design Using Second-Order Kinetic Model For The Adsorption of Phosphate Onto Alunite, Journal of Hazardous Materials B137 (2006) 2018-225, Ind. Eng Mizwar, A., dan N.N.F. Diena, 2012, Penyisihan Warna Pada Limbah Cair Industri Sasirangan Dengan Adsorpsi Karbon Aktif, INFO TEKNIK, 13(1) Munawar, 2007, Penyisihan Logam Seng(II) Dari Air Limbah Elektroplating Menggunakan Gambut. Tesis, Program Magister, Institut Teknologi Bandung Munawar, 2010, Kesetimbangan Sorpsi Ion Seng(II) Pada Partikel Gambut, Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe, Aceh, Jurnal Teknik Kimia Indonesia 9(3): 91-98 Munawar, 2012, Kinetika Sorpsi Ion Zink(II) Pada Partikel Gambut, Prosiding SNaPP2012 : Sains, Teknologi, dan Kesehatan, Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe, Aceh Nisa, Khairatun, 2014, Penurunan Konsentrasi Cd Total Menggunakan Gambut Sebagai Adsorben Dengan Proses Batch Dan Aplikasinya Terhadap Limbah Cair Sasirangan, Laporan Penelitian Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru Nurhasni, Hendrawati, dan N. Saniyyah, 2010, Penyerapan Ion Logam Cd dan Cr Dalam Air Limbah Menggunakan Sekam Padi, FST UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta Nurhasni, F. Firdiyono, dan Q. Sya’ban. 2012. Penyerapan Ion Aluminium dan Besi dalam Larutan Sodium Silikat Menggunakan Karbon aktif. Vol. 2 No. 4 Hal : 516-525. Program Studi Kimia FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prasetiyono E., 2013, Studi Perbandingan Kompos Dari Daun Tumbuhan Dengan C/N Rasio Berbeda Terhadap Adsorpsi Logam Berat Timah Hitam (Pb) Pada Media Budidaya Ikan, Jurnal Sumberdaya Perairan, Vol:7 No:2 Hal: 6-12, Universitas Bangka Belitung : Pangkalpinang Stevenson, F.J., 1994, Humus Chemistry, USA : Marcel Dekker Inc. Syafalni, S., Abustan, I., Dahlan, I., Wah, C.K., and Umar, G., 2012, Treatment of Dye Wastewater Using Granular Activated Carbon and Zeolite Filter, Modern Applied Science, 6(2): 37-51 Tan, K.H., 1998, Dasar-Dasar Kimia Tanah, Cetakan ke-5, Geonadi, D.H., Radjagukguk, B., Penerjemah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 183-184 Oscik, J., 1982, Adsorption, John Wiley, Chichester Ozacar, Mahmut, 2006, Contact time optimization of two-stage batch adsorber design using secondorder kinetic model for the adsorption of phosphate onto alunite, Sakarya University, Turkey, Journal of Hazardous Materials 218–225 Utama S., H. Kristianto, dan A. Andreas, 2016, Adsorpsi Ion Logam Kromium (Cr (Vi)) Menggunakan Karbon Aktif Dari Bahan Baku Kulit Salak, Teknik Kimia, Universitas Katholik Parahyangan , Bandung
Widihati, I.A.G., 2008, Adsorpsi Anion Cr(VI) oleh Batu Pasir Teraktivasi Asam dan Tersalut Fe2O3, Jurnal Kimia, 2(1): 25-30 Wijayanti, Ria. 2009. Arang Aktif dari Ampas Tebu Sebagai Adsorben Pada Pemurnian Minyak Goreng Bekas. Skripsi. Bogor: Institut Pertanian Bogor Zhang, Y.J., J.L. Ou, Z.K. Duan, Z.J Xing, and Y. Wang, 2015, Adsorption of Cr(VI) On Bamboo Bark-Based Activated Carbon In The Absence And Presence Of Humic Acid, Colloids and Surfaces A: Physicochem. Eng. Aspects 481: 108–116, Institute of Urban Environment, Chinese Academy of Sciences, Xiamen, China Zuhroh, Naelatuz, 2015, Adsorpsi Krom (VI) Oleh Arang Aktif Serabut Kelapa (Cocos nucifera) Serta Imobilisasinya Sebagai Campuran Batako, Universitas Negeri Semarang