STRUKTUR TEGAKAN PASCA PENEBANGAN PADA SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR DI KONSESI HUTAN PT ERNA DJULIAWATI
TITIN MARTINA MARPAUNG
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Struktur Tegakan Pasca Penebangan pada Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Konsesi Hutan PT Erna Djuliawati” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Titin Martina Marpaung NIM E14100022
ABSTRAK TITIN MARTINA MARPAUNG. Struktur Tegakan Pasca Penebangan pada Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Konsesi Hutan PT Erna Djuliawati. Dibimbing oleh TEDDY RUSOLONO. Kegiatan pemanenan kayu akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan ekosistem hutan sehingga dapat mempengaruhi struktur dan komposisi jenis tegakan hutan. Pengetahuan tentang struktur tegakan diperlukan untuk menunjukkan potensi tegakan yang layak dikelola dan memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan. Struktur tegakan dapat digambarkan dengan model struktur tegakan, yaitu model famili sebaran dan regresi. Data pengamatan diambil dari petak bekas tebangan yang menerapkan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) dengan kondisi hutan berdasarkan tahun pasca penebangan yaitu 12, 8, 6, 4. 2 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model persamaan struktur tegakan yang dapat menggambarkan potensi tegakan pada sistem TPTJ dan menganalisis komposisi jenis yang dominan dalam regenerasi alami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model famili sebaran lognormal merupakan model yang konsisten terpilih dalam menggambarkan kondisi struktur tegakan pada areal PT Erna Djuliawati. Areal hutan tersebut memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang cenderung tinggi dengan penguasaan jenis terdapat pada beberapa jenis Kata kunci: Model Struktur Tegakan, Model Famili Sebaran, Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Jalur.
ABSTRACT TITIN MARTINA MARPAUNG. Stand Structure Post-logging within Silviculture System of Selective Cutting and Line Planting in Forest Area Company, PT Erna Djuliawati. Supervised by TEDDY RUSOLONO. Forest harvesting causes the changes of forest ecosystem stability that can posses structure and species composition of forest stands. Stand structure is needed to show timber standing stock and describe stands regeneration ability. Stand structure can be described by the model of stand structure, there are family distribution and regression model. This research data was taken from the observation plot logged silviculture system of selective cutting and line planting of forest conditions based of post-logging at 12, 8, 6, 4, 2 years. This research aims to determine the model equations that can describe the timber standing stock in silviculture system of selective cutting and line planting and analyze the composition of the dominant species in natural regeneration. The results showed that the family distribution model of lognormal is the best model to describe the condition of stand structure in the area of PT Erna Djuliawati. The forest area has high preference of diversity index within species dominant at several species. Keywords: Stand Structure Model, Family Distribution Model, Silviculture System of Selective Cutting and Line Planting.
STRUKTUR TEGAKAN PASCA PENEBANGAN PADA SISTEM TEBANG PILIH TANAM JALUR DI KONSESI HUTAN PT ERNA DJULIAWATI
TITIN MARTINA MARPAUNG
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Struktur Tegakan Pasca Penebangan pada Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur di Konsesi Hutan PT Erna Djuliawati” ini dapat diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Teddy Rusolono selaku pembimbing skripsi. Selain itu, penulis juga berterima kasih kepada Bapak Fachrudin Makarusa selaku manajer camp yang telah memberikan ijin penelitian, kepada Bapak Budi Harsana, S.hut dan Bapak Dian Arizona, S.hut serta pihak PT Erna Djuliawati yang telah membantu dalam proses pengumpulan data. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2015 Titin Martina Marpaung
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Lokasi dan Waktu Penelitian
2
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
2
Metode Pengumpulan Data
3
Rancangan Sampling
3
Pengumpulan Data
4
Prosedur Analisis Data
5
Struktur Tegakan
5
Keanekaragaman Jenis
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Deskripsi Data Pengukuran Kerapatan Tegakan
8
Luas Bidang Dasar Tegakan
9
Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Famili Sebaran
10
Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Persamaan Regresi
13
Keanekaragaman jenis
16
SIMPULAN DAN SARAN
17
Simpulan
18
Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
18
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
27
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Petak contoh penelitian yang dipilih Kerapatan tegakan berdasarkan kelas diameter Lbds tegakan aktual pada areal hutan Nilai kemungkinan maksimum model famili sebaran Hasil uji uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model famili sebaran Model persamaan regresi pada hutan alam Hasil uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model regresi Jumlah jenis untuk tiap kelompok jenis pada tingkat permudaan Indeks Dominansi dan Indeks Keanekaragaman pada tingkat permudaan
3 8 9 10 13 13 16 17 17
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Peta lokasi penelitian di PT. Erna Djuliawati Bentuk petak ukur pengamatan Kerapatan aktual dan dugaan seluruh jenis dengan model famili sebaran berdasarkan tahun penebangan Kerapatan aktual dan dugaan kelompok jenis dipterocarpaceae dengan model famili sebaran berdasarkan tahun penebangan Kerapatan aktual dan dugaan pada seluruh jenis dengan model persamaan regresi Kerapatan aktual dan dugaan pada kelompok jenis dipterocarpaceae dengan model persamaan regresi Komposisi jenis berdasarkan kelompok famili
2 4 11 12 14 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nilai parameter pada tiap model famili sebaran Struktur tegakan data aktual dan hasil pendugaan model lognormal pada tiap kondisi hutan Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 2 tahun Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 4 tahun Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 6 tahun Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 8 tahun Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 12 tahun Proses pengolahan data dengan menggunakan matlab Daftar nama jenis pohon di areal PT Erna Djuliawati
20 21 22 22 22 23 23 24 25
PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan No: P.11/Menhut-II/2009, Hutan alam memiliki tiga sistem silvikultur yang dapat diterapkan, yaitu Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), Tebang Rumpang (TR), dan Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ). Dewasa ini, sistem silvikultur TPTJ cukup diperhatikan dalam penerapannya. Sistem silvikultur TPTJ adalah sistem silvikultur yang menerapkan penanaman pada jalur selebar 3 m yang telah dibersihkan dari pohon ataupun permudaan. Penanaman pada jalur dilakukan untuk mengupayakan permudaan tegakan hutan yang lestari. Pada sistem TPTJ, limit diameter yang ditebang lebih rendah dibandingkan dengan TPTI. Siklus tebang yang digunakan dalam TPTJ adalah 25 tahun dengan tebang habis pada jalur tanam dan pada jalur antara dilakukan penebangan pada diameter ≥40 cm. Hal ini akan menyebabkan kemungkinan terjadinya kerusakan yang lebih besar dalam penggunaan sistem TPTJ karena tegakan yang ditebang lebih banyak dari sistem TPTI. Struktur tegakan pada hutan alam umumnya akan berbentuk kurva J terbalik. Menurut Indriyanto (2010), jumlah pohon terbanyak berada pada kelas diameter terkecil, dan menurun jumlahnya dengan bertambahnya ukuran diameter. Penelitian ini menggambarkan struktur tegakan pada sistem TPTJ dalam beberapa jangka waktu setelah penebangan, sehingga dapat ditunjukkan pemulihan struktur tegakan dari awal penebangan sampai pada kurun waktu tertentu. Pemulihan tegakan setelah pemanenan akan berlangsung secara perlahan melalui proses suksesi sekunder. Pengetahuan tentang struktur tegakan diperlukan untuk mengetahui potensi tegakan minimal yang harus tersedia sehingga layak dikelola, dan dapat memberikan gambaran tentang kemampuan regenerasi tegakan (Suhendang 1994). Selain itu, data pendugaan struktur tegakan juga sangat berguna dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan (Susanty et al. 2013). Perubahan struktur tegakan yang terjadi dapat digambarkan melalui model famili sebaran yang dapat menggambarkan struktur tegakan yaitu umumnya adalah famili sebaran gamma, lognormal, weibul, dan eksponensial negatif. Selain itu, terdapat model persamaan regresi Meyer yang memprediksikan nilai kerapatan pohon per luasan hutan melalui sebaran diameter tegakan. Model tersebut menjelaskan hubungan terbalik antara diameter dan kerapatan pohon. Semakin besar diameter suatu tegakan akan semakin sedikit kerapatan tegakan tersebut dan sebaliknya, semakin kecil diameter akan semakin besar nilai kerapatan tegakan tersebut. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari struktur tegakan tinggal pasca penebangan pada sistem TPTJ melalui pendekatan fungsi sebaran dan mempelajari pemulihan struktur tegakan dan biodiversitasnya pada berbagai kondisi hutan setelah penebangan.
2
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengetahui perubahaan struktur tegakan yang terjadi akibat dari kegiatan pemanenan hutan yang dilakukan dari segi permudaan alam ataupun keanekaragaman jenis. Sehingga, pihak pengelola dapat mengetahui/mengantisipasi tindakan silvikultur yang tepat untuk hutan yang dikelola.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di konsesi hutan PT Erna Djuliawati, Kabupaten Seruyan Hulu, Kalimantan Tengah. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan April sampai bulan Mei 2014. Areal pengusahaan hutan di PT Erna Djuliawati disajikan pada Gambar 1 dengan plot penelitian ditunjukkan oleh warna merah.
Gambar 1 Peta lokasi penelitian di PT Erna Djuliawati
Kondisi Umum Lokasi Penelitian PT Erna Djuliawati mendapatkan hak pengusahaan hutan (HPH) sejak diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 242/Kpts/IUPHHK/4/1979 pada tanggal 2 April 1979 dengan luas areal konsesi sebesar 185.000 ha. Pada awal pengusahaan hutan tersebut, sistem silvikultur yang digunakan adalah sistem silvikultur TPI/TPTI (Budiansyah 2006). Sedangkan, penerapan sistem TPTJ dilakukan sejak tahun 1999 yang merupakan tahun awal dari program pemerintah. PT Erna Djuliawati merupakan salah satu perusahaan HPH yang pertama menerapkan sistem TPTJ. Sistem TPTJ pada awalnya merupakan sistem
3
silvikultur uji coba dari HTI dan masih belum ditetapkan ukuran tiap jalurnya, jarak tanaman dan sebagainya. Sehingga, pada penerapan awal dalam penanaman masih belum teratur seperti saat ini. Secara geografis areal kerja IUPHHK-HA PT Erna Djuliawati terletak pada bentang 00˚52‟30” LS - 01˚22‟30” LS, dan 111˚30‟00” BT - 11˚07‟30” BT dengan luas areal konsesi 184.206 ha. Areal kerja PT. Erna Djuliawati terletak pada ketinggian antara 111-1.082 m . Areal kerja PT Erna Djuliawati memiliki jenis tanah antara lain latosol (44%) dan podsolik merah kuning (56%). Berdasarkan Peta Agroklimat Pulau Kalimantan skala 1 : 3.000.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor tahun 1979, keadaan iklim di areal kerja PT. Erna Djuliawati menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian besar wilayahnya termasuk tipe A dan sebagian tipe B dengan curah hujan rata-rata per tahun sebesar 3.303 mm dan intensitas hujan sekitar 20 mm/hari (PT Erna Djuliawati 2010). Metode Pengumpulan Data Rancangan Sampling Lokasi penelitian adalah lokasi bekas tebangan dan merupakan rotasi tebang kedua. Sistem silvikultur pada rotasi tebang pertama di lokasi penelitian tersebut masih menggunakan sistem TPI/TPTI. Petak contoh dipilih secara purposive sampling berdasarkan tahun penanaman jalur dan kelerengan lapangan. Jumlah plot contoh yang diukur adalah 10 plot dengan total luas 10 ha. Petak contoh penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Petak contoh penelitian yang dipilih Tahun setelah penebangan
Blok RKT
Et+12
2002
Et+8
2006
Et+6
2008
Et+4
2010
Et+2
2012
Petak
R-29 R-29 PP-31 QQ-31 HH-38 HH-39 GG-45 GG-45 MM-31 MM-31
Jumlah plot 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Luas plot (ha) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Kondisi kelerengan
agak curam (30 %) agak datar (9%) agak curam (28%) datar (4%) agak curam (30%) datar (6%) agak curam (35%) datar (8%) agak curam (31%) datar (5%)
Metode yang digunakan untuk mengukur struktur tegakan adalah metode jalur berpetak yang arah jalurnya ditunjukkan oleh arah panah pada Gambar 2. Pengukuran pohon yang dilakukan dimulai dari arah utara ke selatan pada jalur yang terdiri atas sub petak yang berukuran 22 m x 20 m. Pada setiap sub petak tersebut dilakukan pengukuran diameter, jumlah individu jenis pada tingkat pohon dan tiang. Berdasarkan teknik silvikulturnya, terdapat dua bentuk petak contoh yang berbeda dari ukuran tiap jalur antaranya. Pada teknik silvikultur TPTJ
4
intensif, jalur antara berukuran 17 m dan pada teknik silvikultur TPTJ biasa berukuran 22 m. Pada petak contoh dua tahun sebelum penanaman, ukuran jalur antara adalah 17 m sedangkan pada petak lainnya adalah 22 m. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan teknik silvikultur yang digunakan. Plot contoh dibuat berukuran 100 m x 100 m (1 ha) seperti pada Gambar 2:
Gambar 2 Bentuk petak ukur pengamatan pada sistem TPTJ Pengumpulan Data Data yang diambil dalam pengamatan berupa data primer meliputi data pengukuran dimensi pohon dan jenis pohon. Pengukuran pohon dilakukan pada tingkat tiang dan pohon yaitu dengan diameter ≥ 10 cm. Data yang diambil berupa diameter dan jenis dari seluruh pohon yang terdapat pada petak pengamatan. Pengukuran diameter dilakukan pada diameter setinggi dada (dbh) yaitu pada ketinggian ±130 cm dari permukaan tanah dan 20 cm di atas banir untuk pohon yang berbanir. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pita meter sedangkan untuk menentukan ukuran/jarak petak yang berukuran 100 m x 100 m digunakan pita ukur dan tali tambang dan tali rafia. Kelerengan petak dilakukan dengan menggunakan abney level. Pengukuran jenis pohon dibantu oleh pengenal jenis dengan melakukan identifikasi terhadap batang, kulit, daun, dan tajuk dari suatu pohon. Pengukuran jenis digunakan untuk mengetahui indeks nilai penting (INP) yang dilakukan pada sub petak yang sama (22 m x 20 m) untuk tingkat pohon dan tiang.
5
Prosedur Analisis Data Struktur Tegakan 1. Penggolongan tegakan berdasarkan kelompok jenis Pengolahan data dimulai dengan menggolongkan setiap tegakan berdasarkan kelompok jenisnya, yaitu jenis dipterocarpaceae dan kelompok seluruh jenis. Masing-masing diameter pada setiap kelompok digolongkan berdasarkan kelas diameter dengan lebar kelas 10 cm, dimulai dari selang10-20 cm sampai pada selang >90. 2. Mengukur kerapatan tegakan pada tiap kelas diameter Jumlah pohon Kerapatan (phn/ha) = Luas plot 3. Pendugaan model famili sebaran Dalam penelitian ini, akan digunakan 4 model famili sebaran yaitu, model famili sebaran gamma, lognormal, weibul, dan eksponensial negatif. Analisis data untuk menentukan struktur tegakan dengan model famili sebaran meliputi pendugaan parameter, pemilihan model, dan pengujian kesesuaian model. (a) Pendugaan parameter Model eksponensial negatif hanya memiliki satu parameter sedangkan model lainnya memiliki dua parameter. Pendugaan parameter dilakukan dengan memasukkan runcode yang sesuai pada sofware Matlab R2008. (b) Pemilihan model Setelah melakukan pendugaan parameter, dilakukan pendugaan fungsi kemungkinan dengan menggunakan Matlab R2008. Model yang memiliki nilai fungsi kemungkinan maksimum merupakan model yang terbaik untuk digunakan. Berikut merupakan prosedur dalam memilih model famili sebaran (Harinaldi 2005). Sebaran Gamma Sebuah variabel acak kontinu X yang memiliki distribusi gamma akan terdapat dua parameter yaitu parameter bentuk α dan parameter skala β dimana α > 0 dan β > 0 jika fungsi kepadatan probabilitas dari X untuk x ≥ 0 adalah: 𝑥 1 𝑓𝐺 𝑥; 𝛼; 𝛽 = 𝛼 𝑥 𝛼 −1 𝑒 𝛽 𝛽 ᴦ(𝛼) Sebaran Lognormal Sebuah variabel acak kontinu non-negatif X dikatakan memiliki distribusi lognormal apabila ln(X) memiliki sebuah distribusi normal. Fungsi kepadatan probabilitas dari sebuah variabel acak yang memenuhi distribusi lognormal jika ln(X) terdistribusi normal dengan parameter µ dan σ untuk x ≥ 0 adalah: 1 2 𝑓𝑙𝑛 𝑥; 𝜇, 𝜎 = 𝑒 − ln 𝑥 −𝜇 /(2𝜎 ) 2𝜋𝜎𝑥
6
Sebaran Weibull Jika sebuah variabel acak kontinu X memiliki distribusi weibull dengan parameter bentuk α dan faktor skala c, dimana α > 0 dan c > 0, maka fungsi kepadatan probabilitas dari X adalah: 𝑥 𝛼 𝛼 𝑓𝑊 𝑥; 𝛼, 𝑐 = 𝛼 𝑥 𝛼 −1 𝑒 −(𝑐 ) 𝑐 Sebaran Eksponensial Negatif Variabel acak kontinu X yang memiliki distribusi eksponensial dengan parameter θ dimana θ>0, maka fungsi kepadatan probabilitas dari X untuk x ≥ 0 adalah: 𝑓𝐸 𝑥; 𝜃 = 𝜃𝑒 −𝜃𝑥 Setelah model famili sebaran yang terbaik diperoleh, model kerapatan tegakan diduga melalui persamaan berikut : 𝑋𝑎
𝑁 𝑎,𝑏 =
𝑓 𝑥 𝑑𝑥 (𝑁) 𝑋𝑏
Persamaan di atas dapat ditulis juga dalam bentuk: 𝑁(𝑎,𝑏) = 𝑃 𝑥𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑥𝑏 𝑁 Keterangan: N(a,b) = kerapatan pohon dugaan pada selang diameter xa sampai xb N = kerapatan pohon aktual dari hasil pengamatan f(x) = fungsi kemungkinan maksimum dari model famili sebaran yang terpilih. (c) Pengujian kesesuaian model Model famili sebaran yang diperoleh dilakukan pengujian kesesuaian model terhadap struktur tegakan yang terbentuk. Uji yang digunakan adalah uji khi-kuadrat. Khi-kuadrat hitung dapat diperoleh melalui persamaan berikut (Jayaraman 1999) : k 2 Xhit
= i=1
(Oi − Ei )2 Ei
Keterangan : x2hit = nilai uji khi kuadrat hitung Oi = frekuensi data hasil pengamatan pada kelas ke i Ei = frekuensi data hasil pengamatan pada kelas ke i k = jumlah kelas ( i= 1,2,3..., k) 4. Pendugaan model persamaan regresi Pendugaan struktur tegakan dengan menggunakan persamaan regresi dapat diperoleh dengan tahapan sebagai berikut: (a) Melakukan eksplorasi data yaitu data dipetakan pada koordinat salib sumbu dengan diameter sebagai absis dan kerapatan pohon per hektar sebagai ordinat. (b) Analisis regresi pada Minitab 16 dalam bentuk regresi non-linier. Bentuk persamaan yang digunakan adalah (Meyer et al. 1961) : 𝑁 = 𝑘. e−𝑎𝐷
7
Apabila ditransformasikan, bentuk persamaan akan menjadi seperti berikut: ln 𝑁 = ln 𝑘 − 𝑎. ln 𝑒. 𝐷 Keterangan:` N = kerapatan pohon per luasan e = bilangan Napier (2.718) a = konstanta (penurunan jumlah pohon setiap kenaikan diameter pohon) D = diameter pohon Ln = logaritma natural Keanekaragaman jenis Keanekaragaman jenis dapat dilihat melalui indeks nilai penting, indeks dominansi, dan indeks keanekaragaman. (a) Indeks nilai penting (INP) Komposisi dan jenis-jenis yang dominan dihitung berdasarkan indeks nilai penting (INP). INP adalah nilai penjumlahan dari kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominansi relatif untuk tingkat tiang dan pohon. (b) Indeks dominansi Simpson (Ludwig & Reynold 1988) 𝑆
𝜆= 𝑖=1
𝑛𝑖 𝑁
2
Keterangan : λ = indeks dominansi S = jumlah jenis ni = jumlah individu jenis ke-i (i=1,2,3,...,S) N = jumlah individu seluruh jenis (c) Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener (Ludwig & Reynold 1988) 𝑆
𝐻′ = − 𝑖=1
𝑛𝑖 𝑛𝑖 . 𝑙𝑛 𝑁 𝑁
Keterangan : H‟ = indeks keanekaragaman S = jumlah jenis ni = jumlah individu jenis ke-i (i=1,2,3,...,S) N = jumlah individu seluruh jenis Ln = logaritma natural
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Data Pengukuran Kerapatan Tegakan Berikut disajikan kerapatan tegakan pada Tabel 2. Kerapatan tegakan pada petak penelitian berkisar 312-551 pohon/ha untuk seluruh jenis dengan nilai rataan sebesar 483 pohon/ha. Tabel 2 Kerapatan tegakan berdasarkan kelas diameter Tahun setelah penebangan Et+12
Et+8
Et+6
Et+4
Et+2
Kerapatan tegakan per kelas diameter (N/ha) Kelompok jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis
10-19 20-29 30-39 40-49 50 up Total 96 28 7 8 19 157 251 69 28 12 19 378 347 97 35 20 38 535 120 26 7 7 15 174 223 81 31 19 22 377 344 106 38 26 37 551 33 8 5 4 5 53 319 92 31 11 16 469 352 100 36 15 21 522 32 12 9 3 3 59 254 106 35 26 14 435 286 118 43 30 17 494 34 12 12 5 4 66 119 62 39 13 12 245 154 74 51 18 15 312
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan sistem TPTI, yaitu Setiawan (2013) di Kalimantan Timur pada beberapa jangka waktu setelah penebangan adalah sebesar 250-511 pohon/ha, sedangkan hasil penelitian Muhdin (2012) menunjukkan kerapatan tegakan di Kalimantan yaitu 113-607 pohon/ha. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan sistem TPTJ masih tergolong cukup baik karena kerapatannya yang masih tidak jauh berbeda dengan sistem TPTI. Berdasarkan hasil pengamatan, kerapatan tegakan seluruh jenis semakin meningkat dengan bertambahnya jangka tahun setelah penebangan sampai pada Et+8 dan mengalami penurunan pada Et+12. Hal ini dikarenakan pada Et+12 belum memperhatikan teknik pemanenan yang baik sehingga kerusakan yang terjadi lebih besar. Sehingga pemulihan tegakannya relatif lama. Tabel 2 juga menunjukkan perbedaan yang signifikan pada penyebaran tegakan pada kondisi tersebut. Kerapatan kelompok jenis non-dipterocarpaceae lebih mendominasi pada setiap tingkat pohon. Hal ini dapat terjadi karena kelompok dipterocarpaceae merupakan kelompok jenis komersil yang ditebang setiap tahunnya. Kerapatan tegakan menyatakan jumlah individu pohon yang terdapat pada suatu areal yang dapat menggambarkan kondisi tegakan hutan. Kerapatan pohon pada kelas diameter yang semakin rendah akan semakin besar dan sebaliknya,
9
kerapatan pohon pada kelas diameter yang besar akan semakin rendah. Pemilihan pohon yang akan dipanen pada saat pemanenan tentu akan mempengaruhi struktur tegakan hutan. Luas Bidang Dasar Tegakan Menurut Suhendang (1985), luas bidang dasar tegakan adalah banyaknya luas penampang melintang pohon pada diameter setinggi dada dan biasanya dibatasi untuk pohon-pohon yang berdiameter tertentu. Tabel 3 Luas bidang dasar aktual tegakan pada areal hutan Tahun setelah penebangan Et+12
Et+8
Et+6
Et+4
Et+2
Luas bidang dasar (m2/ha) Kelompok jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae Non dipterocarpaceae Seluruh jenis
10-19 1.76 4.63 6.38 2.20 4.01 6.21 0.62 5.89 6.51 0.55 4.75 5.30 0.61 2.21 2.82
20-29 1.25 3.26 4.52 1.12 3.65 4.77 0.31 3.96 4.27 0.45 4.93 5.38 0.53 2.68 3.21
30-39 0.60 2.02 2.62 0.55 2.68 3.22 0.60 2.84 3.44 0.66 3.50 4.15 1.09 3.39 4.48
40-49 1.17 1.72 2.89 0.99 2.80 3.79 0.45 1.45 1.90 0.81 3.16 3.97 0.72 1.90 2.62
50 up 7.12 3.70 10.82 7.65 7.42 15.07 2.04 3.97 6.01 0.40 4.45 4.85 1.36 2.88 4.24
Total 11.91 15.33 27.23 12.50 20.56 33.07 4.02 18.11 22.13 2.87 20.78 23.66 4.32 13.05 17.37
Luas bidang dasar tegakan dipterocarpaceae pada petak penelitian yaitu sebesar 2.87-12.50 m2/ha. Luas bidang dasar yang terbesar terdapat pada petak Et+8 yaitu 12.50 m2/ha. Hal ini menunjukkan bahwa pada petak Et+8 telah mengalami proses pertumbuhan tegakan dipterocarpaceae yang paling baik dibandingkan dengan petak lainnya. Luas bidang dasar tegakan seluruh jenis yang terdapat pada areal petak penelitian terdapat pada selang 17.37-33.07 m2/ha. Luas bidang dasar yang terbesar terdapat pada petak Et+8 yaitu sebesar 33.07 m2/ha, sedangkan luas bidang dasar pada petak Et+12 hanya sebesar 24.03 m2/ha. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perubahan yang konsisten dengan bertambahnya jangka waktu setelah tahun penebangan. Luas bidang dasar tegakan dipengaruhi oleh diameter dan kerapatan tegakan. Berdasarkan hasil penelitian pada sistem TPTI yaitu Setiawan (2013) dengan beberapa jangka waktu tahun penebangan adalah sebesar 12.63-26.61 m2/ha, sedangkan untuk hutan primer sebesar 27.8-32.57 m2/ha. Hal ini menunjukkan luas bidang dasar pada sistem TPTJ yang diteliti sudah cukup baik dibandingkan dengan sistem TPTI. Luas bidang dasar tegakan pada tahun penebangan Et+8 sudah mendekati luas bidang dasar pada hutan primer.
10
Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Famili Sebaran Model famili sebaran merupakan model yang menggambarkan struktur tegakan. Model ini dapat diperoleh melalui nilai parameter tiap model. Nilai parameter tersebut yang akan menentukan nilai kemungkinan dari keempat model famili sebaran. Model yang terbaik adalah model yang memiliki nilai kemungkinan maksimum. Eksponensial negatif memiliki satu parameter sedangkan model famili sebaran yang lain memiliki dua parameter. Nilai parameter tiap model diperoleh dengan menggunakan runcode pada software Matlab R2008b. Berdasarkan nilai parameter masing-masing model yang terdapat pada lampiran 1, akan dihasilkan nilai fungsi kemungkinan maksimum. Tabel 4 yang menyajikan nilai kemungkinan maksimum dijadikan bentuk – log L, sehingga penilaian untuk menentukan model yang terpilih menjadi terbalik. Hal ini untuk mempermudah melihat nilai kemungkinan maksimum. Nilai tertinggi fungsi kemungkinan maksimum pada tabel adalah nilai yang terendah. Nilai kemungkinan maksimum yang tertinggi terdapat pada model famili sebaran lognormal. Hal ini menunjukkan bahwa model lognormal ini merupakan model yang terbaik untuk menggambarkan kondisi struktur tegakan dibandingkan model lainnya. Nilai konsistensi penerimaan famili sebaran lognormal adalah sebesar 100 % untuk semua kelompok jenis dan kondisi hutan. Tabel 4 Nilai kemungkinan maksimum model famili sebaran Nilai fungsi kemungkinan maksimum (-log) Petak Gamma Lognormal Weibull Eksponensial Et + 12 1110 1071 1131 1157 Et + 8 1221 1159 1249 1270 Dipterocarpaceae Et + 6 386 374 394 405 Et + 4 381 375 387 417 Et + 2 442 431 453 474 Et + 12 3555 3436 3654 3815. Et + 8 3724 3583 3835 3984 Seluruh jenis Et + 6 3288 3184 3417 3658 Et + 4 3164 3095 3260 3520 Et + 2 1997 1964 2046 2203 a [menunjukkan nilai fungsi kemungkinan maksimum yang tertinggi] Kelompok jenis
Pada jenis penelitian yang sama dan lokasi yang sama yaitu di PT Erna Djuliawati (Patrycia 2010), model famili sebaran yang terbaik untuk menggambarkan struktur tegakan pada lokasi tersebut adalah model famili sebaran lognormal. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi tegakan pada PT Erna Djuliawati lebih sesuai menggunakan model lognormal meskipun sudah berbeda jarak 4 tahun. Dalam Susanty et al. (2013) juga menyatakan bahwa model famili sebaran lognormal merupakan model yang terpilih sebagai model yang lebih tepat dari model lainnya pada kelompok jenis meranti dan kelompok seluruh jenis di Kalimantan Timur. Namun, dalam penelitian Sigiro (2013) di Sumatera Barat, model famili sebaran yang terpilih untuk menggambarkan kelompok jenis
11
400 350 300 250 200 150 100 50 0
N dugaan N aktual
5
Kerapatan (N/ha)
Kerapatan (N/ha)
dipterocarpaceae dan seluruh jenis adalah eksponensial negatif. Hal ini menunjukkan model famili sebaran yang terpilih akan berbeda pada saat lokasi dan kondisi hutan yang berbeda.
400 350 300 250 200 150 100 50 0
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
N dugaan N aktual
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter(cm)
(b)
400 350 300 250 200 150 100 50 0
N dugaan N aktual
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
Kerapatan (N/ha)
Kerapatan (N/ha)
(a) 400 350 300 250 200 150 100 50 0
N dugaan N aktual
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
Kerapatan (N/ha)
(c)
(d)
400 350 300 250 200 150 100 50 0
N dugaan N aktual
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
(e) Gambar 3 Kerapatan aktual dan dugaan seluruh jenis dengan model famili sebaran berdasarkan tahun penebangan (a) Et+12 (b) Et+8 (c) Et+6 (d) Et+4 (e) Et+2. Secara umum, struktur tegakan yang diperoleh melalui model famili sebaran menunjukkan bentuk J terbalik. Hal ini sesuai dengan Meyer et al. (1961) yang menyatakan bentuk umum dari distribusi kelas diameter berbentuk “J Terbalik” yang berarti bahwa jumlah pohon per satuan luas pada tingkat semai, pancang, tiang, dan pohon berturut-turut semakin sedikit, sehingga permukaan yang ada mampu mendukung kekosongan dari stadium pertumbuhan di atasnya.
12
140 120 100 80 60 40 20 0
N dugaan N aktual
5
Kerapatan (N/ha)
Kerapatan (N/ha)
Model lognormal telah baik dalam menggambarkan struktur tegakan pada areal PT Erna Djuliawati. Hal ini terlihat dari data aktual dan data dugaan yang saling berhimpitan. Pemulihan tegakan juga terlihat baik karena semakin tinggi tahun penebangannya semakin tinggi pula kerapatan tegakan yang terdapat petak tersebut. 140 120 100 80 60 40 20 0
N dugaan N aktual
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
15
25
140 120 100 80 60 40 20 0
Kerapatan (N/ha)
N dugaan N aktual
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
140 120 100 80 60 40 20 0
85
95
N dugaan N aktual
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
(c)
(d) 140
Kerapatan (N/ha)
75
(b)
Kerapatan (N/ha)
(a)
35 45 55 65 Diameter(cm)
N dugaan
120
N aktual
100 80 60 40 20 0 5
Gambar 4
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
(e) Kerapatan aktual dan dugaan kelompok jenis dipterocarpaceae dengan model famili sebaran berdasarkan tahun penebangan (a) Et+12 (b) Et+8 (c) Et+6 (d) Et+4 (e) Et+2.
Setelah melakukan penerapan model famili sebaran yang terpilih, kemudian model tersebut diuji melalui uji khi-kuadrat. Perbandingan antara data yang diduga dan data yang diperoleh dari pengamatan untuk melihat kesesuaian modelnya.
13
Tabel 5 Hasil uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model famili sebaran Kondisi hutan
Seluruh jenis 125.68 92.82 105.00 48.87 a 20.59
X2 hitung X2 tabel Dipterocarpaceae 47.20 70.96 a 15.86 26.29 a 7.13 a 7.85
Et +12 Et +8 Et +6 Et+ 4 Et +2 a [ menunjukkan hasil kerapatan dugaan tidak berbeda nyata dengan kerapatan aktual]
Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok dipterocarpaceae memiliki nilai x2 hitung lebih kecil dari x2 tabel kecuali pada petak setelah penebangan 12 dan 8 tahun. Hal ini berarti H0 diterima, yaitu terdapat kesesuaian antara model dugaan dengan data pengamatan atau kerapatan dugaan relatif sama dengan kerapatan aktual yang diperoleh di lapangan. Hasil dugaan struktur tegakan pada kelompok dipterocarpaceae dengan menggunakan model famili sebaran lognormal tidak berbeda nyata pada ketiga kondisi hutan tersebut dengan tingkat kepercayaan 95%. Sedangkan, pada kelompok seluruh jenis, nilai x2 hitung lebih rendah dari x2 tabel pada petak setelah 2 tahun penebangan dan lebih besar pada kondisi hutan lainnya. Sehingga, hasil uji khi-kuadrat kelompok seluruh jenis pada petak Et+2, H0 diterima sehingga data aktual dan dugaan pada petak tersebut tidak berbeda nyata, sedangkan pada petak lainnya menolak H1 yaitu kerapatan dugaan tidak sama dengan kerapatan aktual di lapangan. Hal ini menunjukkan bahwa model famili sebaran lognormal kurang sesuai dalam menggambarkan kondisi struktur tegakan pada kelompok seluruh jenis. Distribusi Struktur Tegakan Berdasarkan Model Persamaan Regresi Distribusi struktur tegakan dapat digambarkan dengan menggunakan model persamaan regresi. Model persamaan regresi dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Model persamaan regresi pada hutan alam Kelompok jenis
Seluruh Jenis
Dipterocarpaceae
Kondisi hutan
Persamaan regresi
Et+12
N= 2609.01e-0.1322D
Kesalahan baku 8.54
Et+8
N= 2172.27e-0.1216D
17.16
Et+6
N= 2810.92e-0.1356D
18.18
Et+4
N= 1269.98e-0.0964D
12.78
Et+2
N= 476.065e-0.0738D
8.53
Et+12
N= 703.008e-0.131D
9.23
Et+8
N= 1484.89e-0.1653D
6.15
Et+6
N= 273.431e-0.1372D
4.82
Et+4
N= 118.392e-0.0904D
4.75
Et+2
N= 105.014e-0.0762D
9.96
14
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
Kerapatan (N/ha)
Kerapatan (N/ha)
Model persamaan regresi memiliki selang standart error pada 4.75 sampai 18.18. model yang baik adalah model yang memiliki kesalahan baku yang rendah. Semakin rendah nilai kesalahan baku tersebut maka akan semakin baik model regresi tersebut (Hasan 2004). N aktual N dugaan
5
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
N aktual N dugaan
5
15 25 35 45 55 65 75 85 95 Diameter (cm)
(b)
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
N aktual N dugaan
5
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
75
85
Kerapatan (N/ha)
Kerapatan (N/ha)
(a)
95
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
N aktual N dugaan
5
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
Kerapatan (N/ha)
(c)
75
85
95
(d)
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0
N aktual N dugaan
5
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
75
85
95
(e) Gambar 5 Kerapatan aktual dan dugaan seluruh jenis dengan model persamaan regresi berdasarkan tahun penebangan (a) Et+12 (b) Et+8 (c) Et+6 (d) Et+4 (e) Et+2. Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan bahwa kerapatan dugaan tegakan kelompok seluruh jenis relatif sama dengan kerapatan aktualnya. Hal ini ditunjukkan dengan kurva yang berhimpitan. Pemulihan tegakan yang ditunjukkan cenderung baik karena terdapat perubahan struktur tegakan dari petak tahun Et+2 sampai pada tahun Et+12. Berdasarkan distribusi yang dilakukan dengan model famili sebaran dan model persamaan regresi, model famili sebaran cenderung lebih teliti dibandingkan dengan model persamaan regresi. Hal ini dikarenakan pada model famili sebaran, dilakukan pendugaan model yang sesuai dengan bentuk struktur
15
tegakan pada hutan alam dan pengukuran datanya lebih kompleks sehingga dapat dilakukan pendugaan pada kelas diameter tertentu saja. Sedangkan, pada model persamaan regresi, pendugaan model tergantung dari data yang diperoleh dan dapat tergambarkan apabila bentuknya sesuai dengan regresi. Sehingga kemungkinan bisa tidak tergambarkan oleh regresi. Namun, penerapan pada model regresi lebih mudah untuk diaplikasikan daripada model famili sebaran. Sehingga, perlu diketahui distribusi pada kedua model.
140 N aktual N dugaan
120
Kerapatan (N/ha)
Kerapatan (N/ha)
140 100 80 60 40
100 80 60 40
20
20
0
0 5
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
75
85
N aktual N dugaan
120
5
95
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
(a)
85
95
(b) 140
140 120 100
100
80 60 40
80 60 40
20
20
0
0 5
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
75
85
N aktual N dugaan
120
N aktual N dugaan
Kerapatan (N/ha)
Kerapatan (N/ha)
75
5
95
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
(c)
75
85
95
(d)
Kerapatan (N/ha)
140 N aktual N dugaan
120 100 80 60 40 20 0 5
15
25
35 45 55 65 Diameter (cm)
75
85
95
(e) Gambar 6 Kerapatan aktual dan dugaan kelompok jenis dipterocarpaceae dengan model persamaan regresi berdasarkan tahun penebangan (a) Et+12 (b) Et+8 (c) Et+6 (d) Et+4 (e) Et+2.
16
Setelah melakukan penerapan model persamaan regresi, kemudian model tersebut diuji melalui uji khi-kuadrat. Perbandingan antara data yang diduga dan data yang diperoleh dari pengamatan untuk melihat kesesuaian modelnya. Tabel 7 Hasil uji khi-kuadrat kerapatan tegakan berdasarkan model regresi Kondisi hutan
Seluruh jenis 52.7 37.3 54.4 33.2 a 24.2
X2 hitung X2 tabel Dipterocarpaceae a 22.7 a 19.3 a 22.8 27.59 a 22.2 a 23.3
Et +12 Et +8 Et +6 Et+ 4 Et +2 a [ menunjukkan hasil kerapatan dugaan tidak berbeda nyata dengan kerapatan aktual]
Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa pada kelompok dipterocarpaceae memiliki nilai x2 hitung lebih rendah dari x2 tabel pada seluruh kondisi hutan. Hal ini berarti H0 diterima, yaitu terdapat kesesuaian antara model dugaan dengan data pengamatan atau kerapatan dugaan relatif sama dengan kerapatan aktual yang diperoleh di lapangan. Sedangkan pada kelompok seluruh jenis, nilai x2 hitung lebih rendah dari x2 tabel terdapat pada petak Et+2 sedangkan pada petak yang lainnya menunjukkan nilai x2 hitung yang lebih besar. Hal ini menunjukkan bahwa model dugaan regresi sesuai digunakan pada petak Et+2 sedangkan pada petak lainnya masih kurang sesuai dalam pendugaan struktur tegakan. Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman jenis dalam penelitian ini diartikan sebagai keragaman jenis yang terdapat dalam tegakan hutan. Jumlah jenis yang diperoleh dari petak pengamatan adalah sebanyak 74 jenis dengan 30 famili. Seluruh jenis yang terdapat di petak tersebut telah teridentifikasi.
Famili
Gambar 7 Komposisi jenis berdasarkan kelompok famili
Ulmaceae
Streculiaceae
Sonneratiaceae
Solanaceae
Sapotaceae
Rutaceae
Sapindaceae
Rubiaceae
Myrtaceae
Moraceae
Myristicaceae
Mimosaceae
Meliaceae
Lauraceae
Loganiaceae
Guttiferae
Fagaceae
Flaucortiaceae
Fabaceae
Euphorbiaceae
Ebenaceae
Dilleniaceae
Dipterocarpace…
Canasceae
Casuarinaceae
Burseraceae
Apocynaceae
Bombacaceae
Annonaceae
Anacardiaceae
Jumlah individu per jenis (Ind/ha)
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
17
Jenis yang paling banyak ditemukan berasal dari famili Dipterocarpaceae, Myristicaceae, Lauraceae, dan Euphorbiaceae. Jenis yang paling mendominasi adalah Shorea leprosula Miq. untuk kelompok jenis dipterocarpaceae dan Syzygium gaerta untuk kelompok jenis non-dipterocarpaceae yang berasal dari famili Myristicaceae. Tabel 8 Jumlah jenis untuk tiap kelompok jenis pada tingkat permudaan Kondisi hutan Et + 12 Et + 8 Et + 6 Et + 4 Et + 2
Tingkat permudaan (jumlah jenis/ 2 ha) Tiang Pohon Seluruh jenis Dipterocarpaceae Seluruh jenis Dipterocarpaceae 45 43 40 42 31
12 15 12 12 12
42 39 38 39 34
20 17 11 11 12
Jumlah jenis yang terbanyak terdapat pada kondisi hutan pasca penanaman 12 tahun yaitu 45 jenis dan kemudian menurun pada tahun pasca penebangan yang lebih rendah secara diskontinu. Keanekaragaman jenis merupakan tingkat kekayaan dan keanekaragaman jenis dalam suatu areal hutan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan tingkat biodiversitas/keanekaragaman jenis dan tingkat dominansi suatu vegetasi. Tabel 9 Indeks dominansi dan indeks keanekaragaman berdasarkan tahun penanaman jalur pada petak Kondisi hutan Et + 12 Et + 8 Et + 6 Et + 4 Et + 2
Indeks dominansi (C) Tiang Pohon 0.04 0.04 0.06 0.04 0.05 0.04 0.05 0.04 0.05 0.04
Indeks keanekaragaman (H') Tiang Pohon 3.37 3.54 3.38 3.66 3.42 3.56 3.55 3.53 3.31 3.44
Indeks dominansi menunjukkan penguasaan atau dominansi spesies dalam suatu komunitas bisa berpusat pada satu spesies, beberapa spesies, atau pada banyak spesies (Indriyanto 2006). Berdasarkan hasil tabel 6 di atas, nilai indeks dominansi yang diperoleh menunjukkan nilai yang rendah (<1) yaitu berkisar pada 0.04-0.06. Indriyanto (2006) menyatakan bahwa indeks dominansi maksimum berarti penguasaan jenis terdapat pada satu spesies saja. Hal ini menunjukkan bahwa pada areal hutan ini, tegakan tidak didominasi oleh suatu jenis tertentu saja melainkan tersebar pada beberapa jenis. Indeks keanekaragaman jenis menggambarkan banyaknya jumlah individu dan jumlah jenis, serta dapat menunjukkan tingkat keanekaragaman vegetasi pada suatu komunitas hutan. Sehingga, semakin tinggi indeks keanekargamannya maka akan semakin banyak jenis yang menyusun komunitas hutan tersebut (Setiawan 2013). Indeks keanekaragaman pada pengamatan ini cenderung tergolong tinggi. Menurut Magurran (1988), besaran H‟ dengan nilai 1.5-3.5, tingkat keanekaragaman tergolong sedang dan nilai >3.5 tergolong tinggi. Pada hasil
18
pengamatan, H‟ pada tingkat tiang berkisar 3.31-3.55 dan pada tingkat pohon berkisar 3.44-3.66. Kategori tinggi ini mendefinisikan bahwa areal hutan tersebut memiliki keanekaragaman jenis yang cenderung tinggi. Indeks dominansi berbanding terbalik dengan indeks keanekaragaman. Semakin tinggi tingkat keragaman jenis pada suatu areal akan menyebabkan semakin rendahnya tingkat dominansi sehingga penguasaan jenis terdapat pada beberapa jenis.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis struktur tegakan yang telah dilakukan, model terbaik yang terpilih secara konsisten adalah model famili sebaran lognormal. Kerapatan yang diperoleh dari hasil dugaan pada model lognormal tidak berbeda nyata pada kelompok jenis dipterocarpaceae pada kondisi hutan seelah penebangan 6, 4, dan 2 tahun. Sedangkan, pada kelompok seluruh jenis diperoleh hasil yang sesuai pada penebangan setelah 2 tahun. Pemulihan tegakan hutan yang terjadi di areal hutan tersebut sudah relatif baik. Komposisi jenis yang terdapat di PT Erna Djuliawati pada kelompok jenis dipterocarpaceae didominasi oleh jenis Shorea leprosula Miq. atau meranti merah dan pada kelompok jenis non-dipterocarpaceae didominasi oleh Syzygium gaerta atau jambu-jambu. Areal hutan tersebut memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang cenderung tinggi dengan penguasaan jenis terdapat pada beberapa jenis. Saran Hutan tidak luput dari gangguan baik secara alamiah maupun buatan atau campur tangan manusia. Gangguan hutan yang terjadi secara kontinu akan menyebabkan perubahan struktur tegakan yang secara kontinu juga. Sehingga untuk mengetahui perubahan struktur tegakan tersebut, perlu dilakukan penelitian yang sama pada lokasi yang sama untuk mengantisipasi perubahan struktur tegakan yang mungkin akan berdampak buruk untuk kelestarian hutan.
DAFTAR PUSTAKA Budiansyah B. 2006. Komposisi dan struktur tegakan areal bekas tebangan dengan sistem silvikultur tebang pilih tanam indonesia intensif (TPTII) di areal IUPHHK PT Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 11 Tahun 2009 tentang Sistem Silvikultur. Jakarta (ID): Dephut. PT Erna Djuliawati. 2010. Rencana Karya Usaha IUPHHK-HA PT Erna Djuliawati Logging Unit II Periode Tahun 2010-2020. Kalimantan (ID): PT Erna Djuliawati. Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik untuk Teknik dan Sains. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Hasan I. 2004. Analisis Data Penelitian dengan Statistik. Jakarta (ID): Bumi Aksara Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara. Indriyanto. 2010. Pengantar Budi Daya Hutan. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
19
Jayaraman K. 1999. A Statistical Manual for Forestry Research. Forest Research Support Programme for Asia and the Pacific. Ludwig JA and Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. New Jersey (US): John Wiley & Sons,Inc. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. North Wales (US): Springer Netherlands. Meyer HA, Recknagel AB, Stevenson DD, Bartoo RA.1961. Forest Management. New York (US): The Roland Press Company. Muhdin. 2012. Dinamika struktur tegakan untuk pengaturan hasil hutan kayu berdasarkan jumlah pohon. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Patrycia R. 2010. Model struktur tegakan tinggal pasca penebangan pada sistem silvikulutur TPTJ (tebang pilih tanam jalur). [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Setiawan A. 2013. Keragaan struktur tegakan dan kepadatan tanah pada tegakan tinggal di hutan alam produksi. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sigiro A. 2013. Struktur tegakan dan regenerasi alami di pulau Siberut, Sumatera Barat. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Suhendang E. 1994. Penerapan model dinamika struktur tegakan hutan alam yang mengalami penebangan dalam pengaturan hasil dengan metode jumlah pohon sebagai suatu alternatif upaya penyempurnaan sistem silvikultur TPTI. Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi Tahun Anggaran 1994/1995 (tahun ketiga). Fakultas Kehutanan IPB. Institut Pertanian Bogor. Suhendang E. 1985. Studi model struktur tegakan hutan alam hujan tropika dataran rendah di Bengkunat, Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Susanty FH, Suhendang E, Jaya I Nengah Surati. 2013. Keragaan hutan dipterocarpaceae dengan pendekatan model struktur tegakan. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman. 10(4):185-199.
20
Lampiran 1 Nilai Parameter pada tiap model famili sebaran Sebaran Petak
Gamma
Lognormal
Weibull α
Eksponensial
α
β
µ
σ
Et + 12
3.212
6.606
2.891
0.518
23.931
1.576
21.218
Et + 8
3.142
7.180
2.949
0.514
25.393
1.525
22.563
Et + 6
4.403
4.477
2.863
0.442
22.324
1.777
19.710
Et + 4
4.488
4.732
2.940
0.453
24.077
1.900
21.235
Et + 2
4.250
5.528
3.035
0.474
26.645
1.913
23.496
Et + 12
2.392
10.201
2.971
0.602
27.124
1.388
24.396
Et + 8
2.312
10.257
2.935
0.576
26.143
1.306
23.715
Et + 6
2.567
9.400
2.976
0.584
26.980
1.444
24.134
Et + 4
3.912
5.623
2.958
0.501
25.012
1.965
21.998
Et + 2
3.254
7.516
3.036
0.531
27.611
1.625
24.459
c
θ
347.3
97.3
34.6
19.9
17.0
7.8
5.6
2.3
1.1
0.0
1.1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1.1
20-30
30-40
40-50
50-60
60-70
70-80
80-90
90-100
100-110
110-120
120-130
130-140
140-150
150-160
160-170
>170
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
0.3
0.6
1.3
3.1
7.6
20.0
53.9
137.9
242.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1.1
2.3
4.0
3.4
7.4
7.4
8.3
27.6
96.4
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
0.2
0.4
0.6
1.2
2.2
4.4
9.1
19.1
38.9
60.5
Model
Dipterocarpaceae
Et+12
Model
Seluruh jenis
10-20
Kelas diameter
0.0
0.0
1.1
0.0
1.1
2.3
3.4
1.1
1.1
3.4
2.3
7.5
13.4
26.3
37.2
106.3
344.2
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.2
0.4
0.8
1.7
4.0
9.6
24.5
63.0
151.1
238.1
Model
Seluruh jenis
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
2.3
1.1
1.1
1.1
3.4
2.8
1.6
7.3
6.7
25.7
120.4
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
0.2
0.5
0.9
1.9
4.0
8.7
19.7
43.2
70.4
Model
Dipterocarpaceae
Et+8
0.0
0.0
1.1
0.0
0.0
0.0
1.1
0.0
1.1
0.0
1.1
3.4
11.5
13.4
36.2
100.3
352.3
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.3
0.9
3.2
11.5
42.2
141.1
269.1
Model
Seluruh jenis
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1.1
0.0
1.1
0.0
0.0
1.1
3.8
5.3
8.3
33.2
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.1
0.2
0.4
0.7
1.4
3.1
6.6
13.7
21.0
Model
Dipterocarpaceae
Et+6
Petak/Kelompok jenis
0.0
0.0
0.0
2.3
0.0
0.0
0.0
0.0
1.1
0.0
1.1
2.3
9.6
29.7
43.2
118.2
286.2
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.2
0.6
1.7
5.2
16.4
51.9
146.6
231.8
Model
Seluruh jenis
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
2.7
3.1
8.8
12.1
31.5
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.2
0.4
1.0
2.5
6.7
16.4
25.3
Model
Dipterocarpaceae
Et+4
Lampiran 2 Struktur tegakan data aktual dan hasil pendugaan model lognormal pada tiap kondisi hutan
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1.1
0.0
0.0
1.1
0.0
0.6
2.3
8.5
18.5
50.6
74.3
154.6
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.2
0.4
0.9
2.3
6.0
16.1
42.3
97.5
126.5
Model
Seluruh jenis
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
1.2
0.0
0.6
0.0
1.5
4.7
12.4
11.8
33.7
Aktual
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.1
0.2
0.4
0.8
1.7
3.9
9.0
18.7
25.4
Model
Dipterocarpaceae
Et+2
21
22
Lampiran 3 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 2 tahun Tiang No
Jenis
Pohon INP (%)
Jenis
INP (%)
1
Litsea sp.
35.17
Litsea sp.
29.23
2
Shorea leprosula
28.34
Shorea leprosula
27.09
3
Polyalthia laterifolia
22.71
Dillenia sp.
18.83
4
Dialium sp.
18.04
Syzygium gaerta
16.49
5
Syzygium gaerta
17.59
Mangifera macrocarpa
13.08
6
Canarium denticulatum
12.65
Elateriospermum tapos BI.
12.70
7
Myristica iners
12.20
Pomelia sp
10.79
8
Lancium domesticum
11.05
Dillenia excelsa Gilg.
10.59
9
Cartonopsis javanicas
10.65
Polyalthia laterifolia
10.23
10
Gluta renghas
8.53
Canarium denticulatum
8.54
Lampiran 4 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 4 tahun Tiang
Pohon
No
Jenis
INP (%)
1
Syzygium gaerta
54.62
Syzygium gaerta
44.26
2
Litsea sp.
22.32
Litsea sp.
22.29
3
Polyalthia laterifolia
11.32
Shorea leprosula
14.51
4
Myristica iners
11.15
Canarium denticulatum
10.74
5
Nephelium lappaceum
10.02
Dillenia sp.
10.22
6
Palaquium xhantochymum
8.17
Mangifera macrocarpa
9.90
7
Baccaurea dulois
7.73
Durio lanceolatus
9.69
8
Shorea leprosula
7.21
Nephelium lappaceum
9.12
9
Dialium sp.
6.80
Myristica iners
8.87
Vatica rassack
6.61
Baccaurea dulois
7.53
10
Jenis
INP (%)
Lampiran 5 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 6 tahun Tiang No
Jenis
Pohon INP (%)
Jenis
INP (%)
1
Macaranga sp
35.53
Litsea sp.
34.77
2
Macaranga cinifera
34.25
Syzygium gaerta
26.55
3
Litsea sp.
28.96
Macaranga cinifera
16.99
4
Syzygium gaerta
22.56
Shorea leprosula
16.54
5
Myristica iners
10.58
Eusideroxylon zwageri
11.84
6
Shorea leprosula
9.79
Myristica iners
10.63
7
Polyalthia laterifolia
9.64
Gluta renghas
9.96
8
Shorea meciscopteryc
7.51
Durio lanceolatus
9.85
9
Nephelium lappaceum
7.20
Lancium domesticum
9.05
10
Lancium domesticum
7.06
Canarium denticulatum
7.95
23
Lampiran 6 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 8 tahun Tiang No
Jenis
Pohon INP (%)
Jenis
INP (%)
1
Shorea leprosula
59.81
Litsea sp.
29.99
2
Macaranga cinifera
28.00
Shorea leprosula
25.90
3
Litsea sp.
21.25
Syzygium gaerta
24.41
4
Syzygium gaerta
14.64
Shorea quadinervis
13.00
5
Polyalthia laterifolia
10.07
Shorea spp.
9.44
6
Myristica iners
8.57
Arthocarpus anisophyllus
8.45
7
Vatica rassack
8.21
Polyalthia laterifolia
7.57
8
Nephelium lappaceum
7.73
Macaranga cinifera
7.18
9
Macaranga sp.
7.19
Nephelium lappaceum
6.97
10
Palaquium sp.
6.76
Lancium domesticum
6.67
Lampiran 7 Jenis dominan untuk beberapa tingkat permudaan di hutan bekas tebangan 12 tahun Tiang No
Jenis
Pohon INP
Jenis
INP
1
Cassia sp.
26.29
Litsea sp.
27.14
2
Peronema canascens
24.33
Syzygium gaerta
22.31
3
Syzygium gaerta
24.23
Shorea leprosula
17.39
4
Macaranga sp.
22.40
Nephelium lappaceum
11.77
5
Hopea mangarawan
17.70
Palaquium sp.
10.87
6
Vatica rassack
11.50
Shorea spp.
10.65
7
Litsea sp.
11.05
Hopea mangarawan
9.56
8
Cartonopsis javanicas
10.15
Shorea johorensis
9.46
9
Shorea leprosula
9.79
Cassia sp.
8.96
Macaranga cinifera
9.75
Gluta renghas
8.92
10
24
Lampiran 8 Proses pengolahan data dengan menggunakan Matlab
• • • • •
a=mle(x1,'distribution','gam') „gam‟ untuk sebaran gamma „logn‟ untuk sebaran lognormal „wbl‟ untuk sebaran weibull „exp‟ untuk sebaran exponential Penghitungan parameter
Penghitungan nilai fungsi kemungkinan • sebaran gamma : sum(log(gampdf(x1,a(1),a(2)))) • sebaran lognormal: sum(log(lognpdf(x1,a(1),a(2)))) • sebaran weibull : sum(log(wblpdf(x1,a(1),a(2)))) • sebaran exponential : sum(log(exppdf(x1,a)))
Terdapat dua proses dalam pengolahan data matlab yaitu pengukuran parameter dan pengukuran nilai fungsi kemungkinan maksimum. Pengukuran parameter dilakukan dengan menggunakan kodingan matlab seperti di atas. X1 merupakan data yang diinput pada window matlab. Kemudian, diperoleh nilai parameter pada tiap model. Masing-masing parameter tersebut dilakukan pengukuran nilai fungsi kemungkinan maksimum dengan variabel a menunjukkan nilai parameternya. Seluruh model memiliki dua parameter kecuali pada model eksponensial yang hanya memiliki satu parameter. Nilai fungsi kemungkinan maksimum merupakan indikator pemilihan model yang terbaik untuk dipilih.
25
Lampiran 9 Daftar nama jenis pohon di areal PT Erna Djuliawati No
Nama Lokal
Nama Botani
Famili
1
Ara Kendang
Fagrea sp.
Loganiaceae
2
Asam Mg
Mangifera macrocarpa
Anacardiaceae
3
Bangkal
Palaqium dasyphullum
Ulmaceae
4
Bangkirai
Shorea laevifolia Endert.
Dipterocarpaceae
5
Bayur
Pterospermum javanicum jungh.
Streculiaceae
6
Benitan
Polyalthia laterifolia King.
Annonaceae
7
Benuang LB
Octomeles sumatrana Miq.
Sonneratiaceae
8
Berangan
Cartonopsis javanicas
Fagaceae
9
Bilayang l
Pomelia sp
Sapindaceae
10
Bintangur
Callophyllum pulcherrimum Wall.
Guttiferae
11
Cemara H
Casuarina sumatrana Miq.Var
Casuarinaceae
12
Cempedak sj
Arthocarpus teysmanii Miq.
Moraceae
13
Dara-dara
Myristica iners
Myristicaceae
14
Durian SJ
Durio lanceolatus Mast.
Bombacaceae
15
Genyumbang B
Pithecelobium sp.
Mimosaceae
16
Girik
Dillenia sp.
Dilleniaceae
17
Jalamo
Atuna racemosa
Burseraceae
18
Jambu-jambu
Syzygium gaerta
Myristicaceae
19
Jawar
Shorea quadinervis V.SI.
Dipterocarpaceae
20
Jelutung H
Dyera costulata Hook.f
Apocynaceae
21
Jelutung P
Dyera sp.
Apocynaceae
22
Juji
Dialium sp.
Rubiaceae
23
Kapul Sj
Baccaurea dulois Muell.Arg.
Euphorbiaceae
24
Kayu Arang
Dyospyros malam Bakh.
Ebenaceae
25
Kayu Bawang
Eugenia sp.
Myrtaceae
26
Kedondong H SJ
Pentaspadon sp.
Anacardiaceae
27
Kelempayan
Elateriospermum tapos BI.
Euphorbiaceae
28
Kembayar
Canarium denticulatum
Burseraceae
29
Kemuning
Murraya excotica
Rutaceae
30
Kenuar
Shorea bracteolata Dyer.
Dipterocarpaceae
31
Keranji
Dialium potens Baker.
Fabaceae
32
Keruing Lowei
Dipterocarpus haselti Blume.
Dipterocarpaceae
33
Keruing R
Dipterocarpus gracilis V.SI.
Dipterocarpaceae
34
Keruing T
Dipterocarpus kuntsleri King.
Dipterocarpaceae
35
Ladang-ladang
Capsicum anncium
Solanaceae
36
Lampung
Macaranga cinifera
Euphorbiaceae
37
Langsat Sj
Lancium domesticum Corr.
Meliaceae
38
Lempung
Shorea leprosula Miq.
Dipterocarpaceae
39
Mahang
Macaranga sp.
Euphorbiaceae
40
Manggis sj
Garcinia mangostana L.
Guttiferae
41
Manggris
Kompasia mallacensis Maing.
Fabaceae
26
Lampiran 9 (Lanjutan) No
Nama Lokal
Nama Botani
Famili
42
Medang
Litsea sp.
Lauraceae
43
Melapi
Shorea atrinerfosa Sym.
Dipterocarpaceae
44
Merading
Diploknema ramiflora
Sapotaceae
45
Meranti Batu
Hopea dyeri Heim.
Dipterocarpaceae
46
meranti kuning
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
47
Meranti Lapang
Shorea lamellata Foxw.
Dipterocarpaceae
48
Merdandang
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
49
Meringkau
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
50
Merkabang
Shorea johorensis Foxw.
Dipterocarpaceae
51
Merkunyit-kunyit
Shorea spp.
Dipterocarpaceae
52
Merlanang
Shorea parvifolia Dyer.
Dipterocarpaceae
53
Mersawa
Anisoptera sp.
Dipterocarpaceae
54
Mersiput
Shorea xanthopylla Sym.
Dipterocarpaceae
55
Nyatoh M
Palaquium sp.
Sapotaceae
56
Nyatoh P
Palaquium xhantochymum Burck.
Sapotaceae
57
Nyerakat
Hopea mangarawan Miq.
Dipterocarpaceae
58
Paru-paru
Sindora leicocarpa De Wit.
Fabaceae
59
Petai Sj
Parkia speciosa Hassk.
Fabaceae
60
Pisang-pisang
Mozzetya parviflora Becc.
Annonaceae
61
Poli-poli
Cassia sp.
Fabaceae
62
Rambutan Sj
Nephelium lappaceum
Sapindaceae
63
Randu H
Bombax sp.
Bombacaceae
64
Rengas
Gluta renghas
Anacardiaceae
65
Resak
Vatica rassack BI.
Dipterocarpaceae
66
Rukem
Homalium longifolium V.Si
Flaucortiaceae
67
Sembiring TH
Antiaris sp.
Moraceae
68
Sengkuang
Dracontomelon mangiferum Blume.
Anacardiaceae
69
Simpur
Dillenia excelsa Gilg.
Dilleniaceae
70
Sungkai
Peronema canascens
Canasceae
71
Tengkawang Buah
Shorea pinanga Scheff.
Dipterocarpaceae
72
Tengkawang Rambut
Shorea meciscopteryc Bidl.
Dipterocarpaceae
73
Torap P
Arthocarpus anisophyllus Miq.
Moraceae
74
Ulin
Eusideroxylon zwageri Tet.B.
Lauraceae
27
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara pada tanggal 19 Maret 1993 sebagai anak pertama dari empat orang bersaudara, dari pasangan Bapak Ir. Hotman Marpaung dan Ibu Netty Hutapea, SE. Pada tahun 2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Methodist-8 Glugur Medan dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB), Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Sawal-Pangandaran tahun 2012 dan Praktek Pengelolaan Hutan tahun 2013 di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penulis juga pernah melakukan Praktek Kerja Lapang di PT Erna Djuliawati, Kalimantan Tengah pada tahun 2014. Penulis aktif dalam kegiatan Komisi Pelayanan Anak PMK IPB sebagai Penanggung jawab Divisi Doa pada periode 2012-2013. Penulis juga aktif di organisasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM-E) sebagai anggota Divisi Publikasi dan Dokumentasi periode 2011-2012 serta aktif menjadi Asisiten Praktikum Inventarisasi Hutan tahun 2012, Asisten Praktikum Ilmu Ukur tanah dan Pemetaan Wilayah tahun 2014 di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Kewriausahaan (PKM-K) dan mendapat hibah dari DIKTI pada tahun 2012/2013. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Program Studi Manajemen Hutan IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Struktur Tegakan Pasca Penebangan pada Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur Di Konsesi Hutan PT Erna Djuliawati” dibawah bimbingan Dr Ir Teddy Rusolono, MS