STRIPTEAS DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperolah Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh : Siti Zulfah NIM : 104045101564
KOSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul STRIPTEAS DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PIDANA INDONESIA telah diujikan dalam sidang Munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 10 Juni 2008. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Jinayah Siyasah (Pidana Islam). Jakarta 10 Juni 2008 Mengesahkan, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof.DR.H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP. 150 210 422
PANITIA UJIAN 1. Ketua
: Asmawi. M.Ag NIP. 150282394
(………………..)
2. Sekretaris
: Sri Hidayati, M.Ag. NIP.150 282 403
(………………..)
3. Pembimbing I
: H. Zubir Laini, SH. NIP.150 007 392
(………………..)
4. Pembimbing II
: Sri Hidayati, M.Ag. NIP.150 282 403
(………………..)
5. Penguji I
: Asmawi. M.Ag NIP. 150282394
(………………..)
6. Penguji II
: Drs. Euis Nurlaelawati, M. A NIP. 150277992
(………………..)
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya campur sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan inayahnya serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang telah menyelamatkan perempuan dari martabat rendah pada martabat yang tinggi. Skripsi ini di susun dalam rangka memenuhi tugas persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Jinayah Siyasah, Kosentrasi Kepidanaan Islam UIN ”Syarif Hidayatullah” Jakarta. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyusun skripsi ini adalh berkat bimbingan, bantuan dan saran-saran dari berbagai pihak. Oleh krena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis menyampaikan rasa terima kasih tak terhingga kepada yang terhormat : 1. Bpk. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Negeri “Syarif Hidayatullah” Jakarta. 2. Bpk. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA,MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri “Syarif Hidayatullah” Jakarta.
3. Bpk. Asmawi, M.Ag, Ketua Program Studi Jinayah Siyasah dan Ibu Sri Hidayati, M. Ag, Sekertaris Program Studi Jinayah Siyasah Universitas Islam Negeri “Syarif Hidayatullah” Jakarta. 4. Bpk. H. Zubir Laini, SH. Selaku Pembimbing I dan Ibu Sri Hidayati, M.Ag. Selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan sepenuh hati, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 5. Seluruh dosen dan Civitas Akademik Universitas Islam Negeri “Syarif Hidayatullah” Jakarta yang telah memberikan ilmu dan layanan akademis dengan baik dan propesional. 6. Kepada abi, Djarkasih H Zaeni dan umi, Sumaeti H Suditha beserta Semua keluarga yang telah mendukung dan membantu baik moril maupun materil sehingga skripsi ini dapat terwujud. Isi skripsi ni sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis, dan penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu keritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan.
Jakarta, 11 Juni 2008
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perubahan kondisi sosial yang begitu cepat juga berimplikasi pada persepsi setiap individu di dalam masyarakat. Percepatan arus teknologi dan informasi juga menuntut setiap individu untuk merespon setiap informasi baru yang datang, sehingga kemampuan berwawasan dan berilmu pengetahuan menjadi sangat penting. Dalam situasi inilah maka kompetisi di semua bidang hidup modern menjadi terbuka dan membutuhkan profesionalitas yang memadai. Mungkin, bagi laki-laki partisipasi pada wilayah publik seperti ini tidak akan menimbulkan masalah yang serius kecuali yang berkaitan dengan profesionalitas mereka. Sementara bagi perempuan, tidak selamanya partisipasi ini bisa dilakukan tanpa menimbulkan masalah di kemudian hari.1 Sejalan dengan kemajuan-kemajuan yang telah diraih peradaban manusia, muncul pula berbagai problematika sebagai dampak dari kemajuan tersebut. Tidak jarang masalah-masalah yang muncul merupakan masalahmasalah yang berbeda dari masalah- masalah yang pernah terjadi sebelumnya
1
Achmad Djunaidi dan Thobieb al-Asyar, Khadijah Sosok Perempuan Karier Sukses, Jakarta, Mitra Abadi Press, 2006, Cet. Kedua, h.87.
atau bahkan merupakan masalah-masalah yang benar-benar baru yang membutuhkan jawaban atau penyelesaian baru pula. Secara historis terjadinya perubahan-perubahan tersebut disebabkan terutama akibat pengaruh dari modernisme Barat.2 Stripteas merupakan suatu masalah baru yang sangat besar karena stripteas pada dasarnya merusak kehidupan manusia. stripteas adalah sebuah perbuatan yang memamerkan aurat yang digelar atau di pertontonkan secara langsung kepada orang lain yang dapat merangsang nafsu syahwat manusia, dari mulai aksi yang “biasa-biasa” dan sampai telanjang ditengah hiburan khusus (diskotik, klab, dll). Sekalipun perbuatan ini disenangi oleh manusia ataupun perbuatan ini dilakukan hanya seorang tanpa merugikan orang lain. Demikian juga dengan stripteas yang berbau seks, perbuatan yang mutlak dilarang siapapun yang melakukannya, walaupun mereka melakukan itu dengan senang. Banyak yang menganggap bahwa stripteas adalah sebuah seni yang sangat indah karena mempertontonkan gerakan yang sangat erotis tanpa busana. Di dalam Islam seni mendapat tempat yang istimewa, dan hampir seluruh aspek ajaran Islam mengandung unsur seni. Namun demikian seni dalam Islam harus lebih diarahkan
2
Menurut Harun Nasution, modernisme dalam masyarakat barat mengandung arti pikiran, aliran gerakan dan usaha untuk merubah faham-faham, adat istiadat lama dan sebagainya untuk disesuaikan dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh kemajuan/IPTEK modern. Harun Nasution, “Pembaharuan dalam Islam. Sejarah Pemikiran dan Gerakan”, Jakarta, Bulan Bintang, 1992, Cet. Sembilan, h.9.
kepada timbulnya akhlak yang lembut dan tidak mengarah kepada timbulnya rangsangan syahwat dan kemungkaran.3 Islam sebagai “way of life” yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, ditantang untuk bisa mengantisipasi dan mengarahkan gerak dan perubahan tersebut agar sesuai dengan syari’at. Oleh karena itu hukum Islam dihadapkan pada masalah-masalah yang krusial yaitu sanggupkah hukum Islam dan hukum pidana indonesia memberikan jawaban secara tepat terhadap setiap permasalahan yang muncul sejalan dengan gerak dan perubahan ini. Allah Azza wa Jalla memerintahkan kepada kaum wanita agar menutup aurat, karena mengandung hikmah yang sangat besar yaitu agar kemaksiatan tidak timbul dalam masyarakat, karena timbulnya kemaksiatan itu banyak disebabkan oleh kaum wanita yang suka menampakkan auratnya. Misalnya terjadi perkosaan, perzinahan, pembantaian, yang disebabkan timbulnya syahwat laki-laki karena kebahenolan wanita dengan lekukan tubuhnya.4 Manusia dilahirkan dalam keadaan telanjang sebagaimana Nabi Adam As, juga diciptakan Allah
bertelanjang bulat. Bayi yang dilahirkan dalam
keadaan telanjang belum menjadi permasalahan karena auratnya belum mengandung hawa nafsu, sedangkan ketika Nabi Adam As diciptakan belum ada manusia lainnya, maka Nabi Adam As belum mempunyai fungsi dan berarti. Setelah Siti Hawa diciptakan, maka beliau merupakan istri ( pasangan) Nabi 3
Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam, 2001, Cet. Sembila, h.129. 4 Ahmad al-Hasyim, Mukhtar al-Ahadist an-Nabawi, Semarang, Toha Putra, h.91.
Adam As. Ini berarti pula, bahwa hidup mereka terbatas dalam satu jiwa bertubuh dua. Sehingga walaupun keduanya masih terbuka auratnya telah menjadi persoalan, karena keduanya adalah pasangan suami istri. Setelah Adam dan Hawa ditempatkan disurga maka Allah menyuruh mereka menutup aurat. Perintah ini menunjukan bahwa surga merupakan tempat yang suci bersih dan harus dihuni oleh orang-orang bersih pula. Telanjang adalah lambang ketidaksucian. Permasalahan aurat, ternyata sudah dibicarakan ketika manusia menampak di dunia ini. Hal ini menunjukan menutup aurat adalah faktor yang sangat penting dalam konteks keselamatan perjalanan manusia dalam upaya menjumpai sang kholik. Disinilah pentingnya busana sebagai penutup aurat.5 Bagaimanapun, stripteas adalah permasalahan yang sangat rumit, karena berkaitan dengan semua aspek yang ada dalam kehidupan masyarakat. Persoalannya adalah stripteas secara terus menerus mengintensifkan merosotnya moral masyarakat dan generasi muda serta tingginya praktek prostitusi. Dengan demikian stripteas secara nyata menimbulkan dampak yang sangat signifikan dalam merosotnya nilai moral masyarakat. Oleh karena itu agama Islam diturunkan untuk menjaga moralitas masyarakat luas. Dalam menyikapi hal diatas, Al-Qur’an telah menggariskan kepada umat manusia agar tidak terjerumus dalam pornoisme, menjadi budak seks atau penggemar seks.
5
Huzaemah T. Yanggo, Fiqh Perempuan Kontempoler, Jakarta, al-Mawardi, 2001, Cet.Pertama, h.15-16.
Berangkat dari hidayah, tujuan, landasan etika dan moral dalam hukum Positif dan hukum Islam, penulis tertarik untuk menggali yang berkaitan dengan masalah stipteas dalam upaya menyadarkan kita semua dari bahaya stiepteas yang semakin meresahkan dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat dan agama sehingga masalah-masalah yang ditimbulkan stipteas dapat sedikit teratasi oleh kita semua yang berbekal pada penetahuan tentang hal tersebut diatas berdasarkan hukum Positif dan hukum Islam yang sudah ada. Oleh karena itu skripsi ini penulis tuangkan dalam karya ilmiah yang berjudul : “STRIPTEAS DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PIDANA INDONESIA”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam skripsi ini penulis akan membatasi permasalahan pada penyelidikan tentang “Stripteas Dalam Kajian Hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia” namun hal-hal yang mendukung tema tersebut akan ditelusuri untuk memperjelas pembahasan. Dari pembatasan tema diatas dirumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah yang di maksud dengan stripteas, dan apa saja faktor-faktor terjadinya stripteas? 2. Apakah terdapat unsur-unsur pidana pada stripteas? 3. Serta bagaimana ancaman hukum Islam dan hukum pidana Indonesia terhadap pelaku stripteas? C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian dan manfaat penelitian skripsi ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dan faktor-faktor terjadinya stripteas. 2. Untuk mengetahui unsur-unsur pidana pada stripteas. 3. Untuk mengetahui ancaman hukum Islam dan hukum pidana Indonesia terhadap pelaku stripteas. D. Review Pustaka Sudah banyak penelitian yang mengkaji mengenai isu yang berkaitan dengan praktek atau tindakan pornografi dan pornoaksi yang dilakukan para wanita Buku yang berjudul Tindak Pidana Mengenai Kesopanan merupakan salah satunya yang ditulis oleh Drs. Adami Chazawi, SH, memaparkan bahwa Tindak pidana kesopanan dibentuk untuk melindungi kepentingan hukum terhadap rasa kesopanan masyarakat. Kehidupan sosial manusia dalam pergaulan sesamanya selain dilandasi oleh norma-norma hukum yang mengikat secara hukum, juga dilandasi oleh norma-norma pergaulan. Mempertontonkan bagian tubuh tertentu yang sensual dan bergoyang erotis dimuka umum atau stripteas adalah sebuah kejahatan seksual.6 Buku yang berjudul Pornografi dan Pornoaksi di Tinjau dari hukum Islam merupakan buku yang sangat berkaitan dengan masalah stripteas yang ditulis oleh Neng Djubaedah, SH. M.H, dalam buku ini, Neng Djubaedah mengatakan dalam bukunya bahwa meskipun masalah stripteas belum menjadi
6
Chazawi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta, Persada, 2005.
PT. Raja Grafindo
isu yang mengemuka di berbagai masyarakat. Akan tetapi stripteas ini telah masuk di dalam RUU PP walaupun belum di amandemen. Membahas soal stripteas dalam tinjauan hukum Islam, sejak abad ketujuh Masehi, perbuatan tersebut sudah dilarang secara tegas, karena teramat jelas kemudhorotannya. Namun masih ada pendapat bahwa hukum Islam, khususnya pidana Islam, tidak sesuai dengan Hak asasi Manusia.7 Buku yang ditulis oleh Sigit Astono, S.kar, M.Hum. dkk, yaitu Apresiasi Seni juga mengungkapkan bahwa Tari adalah bahasa gerak dan merupakan alat berekspresi serta berkomunikasi yang universal. Sebagai tolak ukur karena sifat seni adalah luwes dan lentur. Apabila ada yang berpendapat bahwa stripteas adalah seni, maka salah. Karena stripteas sebuah gerakan yang sangat erotis, lincah dan penuh gairah dengan cara mengikat birahi setiap insan.8 Sedangkan buku yang berjudul Masa Remaja Penuh Sensasi yang ditulis oleh Haqiqi Alif, mengungkapka bahwa industri hiburan menjadi salah satu yang mempengaruhi moral. Adapun fungsi hiburan pada umumnya adalah untuk menghilangkan stress, bersantai bersama keluarga serta untuk menambah wawasan dan memperluas cakrawala pengetahuan. Tapi faktanya tempat-tempat
7
. Neng Djubaidah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, Bogor, Kencana, 2003, Cet Pertama. 8
.
hiburan pada saat ini menjadi rusak oleh disediakanya penari-penari bugil atau stripteas dan tempat hiburan itu berubah menjadi tempat maksiat.9 Senada dengan Haqiqi Alif bahwa Remaja Gaul Kebablasan ditulis oleh Faruq Al Farabi, mengatakan Gerakan-gerakan erotis yang menghasilkan gairah dengan tidak menggunakan busana telah jauh dari norma kesopanan, apalagi di nilai dari sudut Islam. Acara-acara yang menyediakan stripteas di diskotik, pub dan night club semakin marak dan sementara itu muncul komitmen kuat terhadap moral, mereka menutupi itu dengan seni.10 Prof Huzaemah T. Yanggo, mengemukakan lewat bukunya yang berjudul Fiqh Perempuan Kontemporer bahwa permasalahan aurat, ternyata sudah dibicarakan ketika manusia menampak di dunia ini. Hal ini menunjukan menutup aurat adalah faktor yang sangat penting dalam konteks keselamatan perjalanan manusia dalam upaya menjumpai sang kholik. Disinilah pentingnya busana sebagai penutup aurat. Padahal calon penghuni surga adalah orang-orang yang suci, orang suci adalah orang yang bisa menjaga auratnya (tidak telanjang).11 Namun meskipun telah banyak penelitian yang membahas mengenai praktek pornografi dan pornoaksi secara umum dan praktek stripteas secara khusus belum ada penelitian yang membahas tentang stripteas dalam hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia. Oleh sebab itu saya akan mencoba mengkaji stripteas lebih jelas dan tegas dalam perspektif hukum Islam dan Pidana Indonesia.
9
. Haqiqi Alif, Masa Remaja Penuh Sensasi, Juombang, Lintas Media. . Faruq Al-Farabi, Remaja Gaul Kebablasan, Jombang, Lintas Media.
10 11
E. Metode Penulisan Untuk memenuhi target dari skripsi ini, tipe yang akan digunakan dalam menjalani skripsi ini adalah kualitatif, sedangkan metode yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah : penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu mengumpulkan dan menelaah dari beberapa literatur berupa buku-buku ilmiah dan sumber-sumber lain yang ada kaitanya dengan masalah yang akan dibahas selanjutnya. Sedangkan teknik yang digunakan dalam menyusun skripsi ini, penulis memakai acuan dari “Pedoman Penulisan Skripsi, yang di terbitkan oleh fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2008”. F. Sistematika Penulisan Agar penulis skripsi ini terarah dan mudah dibahas, maka penulis mensistemalisirkan pembahasan skripsi ini ke dalam bab. Sebagai berikut: BAB I
:
Pendahuluan, yang terdiri dari: Latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II
:
Kajian Umum Stripteas, yang terdiri dari : Pengertian dan sejarah munculnya stripteas, faktor-faktor terjadinya stripteas, pelaku stripteas.
BAB III
:
Konsekunsi Timbulnya Stripteas, terdiri dari : Dampak sosial dari stripteas dan pelaku tindak pidana stripteas.
BAB IV
:
Stripteas dalam Kajian Hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia, terdiri dari : Unsur-unsur terjadinya Stripteas, Stripteas dalam kajian hukum Islam dan hukum pidana Indonesia, ancaman stripteas dalam hukum Islam dan hukum pidana Indonesia.
BAB V
:
Penutup, yang terdiri dari : kesimpulan dan saran dan dimana Pada bagian akhir terdapat daftar pustaka.
BAB II KAJIAN UMUM STRIPTEAS
A. Pengertian Dan Sejarah Munculnya Stripteas 1. Pengertian Stripteas Kata stripteas berasal dari bahasa inggris, strip artinya menelanjangi sedangkan teas artinya menggoda. Dan kata Tari adalah gerakan badan, tangan dsb yang berirama dan biasanya diiringi dengan musik. Secara langsung arti stripteas adalah gerakan tubuh tanpa menggunakan pakaian atau telanjang dengan tujuan menggoda.12 Sedangkan dalam kamus Bahasa Indonesia, kata stripteas di kenal dengan pengertian yang sederhana yaitu penari bugil atau penari yang menari tanpa menggunakan pakaian dengan melenggokkan seluruh badan dengan goyangan yang sangat erotis untuk membangkitkan nafsu birahi yang melihatnya terutama laki-laki.13 Adapun pengertian stripteas adalah suatu penggambaran aksi gerakan lenggokan, liukan tubuh yang tidak sengaja atau sengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual seseorang. Stripteas pada awalnya adalah aksi-aksi
12
I , Markus, Kamus Lengkap Bahasa Inggris, Surabaya, Arkola, 2005, Cet Kelima, h. 277. Badadu – Zain, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2001. Cet Keempat, h. 1081. 13
objek seksual yang dipertontonkan secara langsung dari seseorang kepada orang lain, sehingga menimbulkan histeria seksual di masyarakat.14 Para seniman menanggap bahwa stripteas adalah sebuah seni yang sangat indah karena mempertontonkan gerakan yang sangat erotis tanpa busana. Di dalam Islam seni mendapat tempat yang istimewa, dan hampir seluruh aspek ajaran Islam mengandung unsur seni. Namun demikian seni dalam Islam harus lebih diarahkan kepada timbulnya akhlak yang lembut dan tidak mengarah kepada timbulnya rangsangan syahwat dan kemungkaran.15 Menurut Neng Djubaidah bahwa tarian stripteas dapat dikatakan sebagai pornoaksi, karena pengertian stripteas adalah pertunjukkan tarian yang dilakukan oleh perempuan dengan gerakan antara lain menanggalkan pakaiannya satu persatu dihadapan penonton atau dapat juga berarti tarian telanjang16 Ada sebagian masyarakat menganggap stripteas adalah sebuah perbuatan berupa gerakan tubuh yang erotis dan seksual baik yang dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan tujuan untuk membengkitkan nafsu birahi orang. Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka penulis dapat menarik sebuah kesimpulan bahwa stripteas adalah sebuah perbuatan yang 14
Burhan Bungin, Pornomedia Konstruksi Sosial, Teknologi Telematika dan perayaan Seks di media Massa, Bogor, Kencana, 2003, Cet. Pertama, h.155. 15 Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam, Jakarta, Direktorat Jendral Pembinaan Agama Islam, 2001, Cet. Sembilan, h.129. 16 Neng Djubaidah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, Bogor, Kencana, 2003, Cet Pertama, h.140.
memamerkan aurat yang digelar atau di pertontonkan secara langsung kepada orang lain yang dapat merangsang nafsu syahwat manusia., dari mulai aksi yang “biasa-biasa” dan sampai telanjang ditengah hiburan khusus (diskotik,klab,dll). 2. Sejarah Munculnya Stripteas Sejarah tari sejak beberapa waktu lalu sudah mulai menentang formalisme, estetika serta pendangan terhadap tari sebagai hiburan dan selingan. Tari sudah dianggap sebagai bentuk seni yang ekspresionistis yang menjembatani reaksi jiwa seseorang dengan konflik dan problem dunia modern. Tari merupakan kreativitas universal seseorang dan tari berfungsi sebagai kekuatan sentral dan vital untuk menunjukan serta membentuk gaya hidup dalam masyarakat tertentu. Tari biasanya juga dipahami sebagai seni plastis dari gerak yang secara visual terlihat sepintas ( Judith Lynne Hanna ). Tetapi dibalik itu tari merupakan perilaku manusia yang tersusun dengan maksud tertentu, secara ritmis dan dari segi budaya memiliki pola-pola sikap dan gerak tubuh yang berurutan secara tidak verbal, yang elaborasi penampilannya didalam masyarakat menjadi kegiatan motoris dipengaruhi oleh
rangsangan
selektif
dari
dalam
jiwa
dan
lingkungan,
tari
menterjemahkannya ke dalam makna-makna ungkapan melalui manipulasi gerakan yang artistik sebagai ekspresi, tari diwujudkan oleh nilai, sikap dan dasar keyakinan dari seseorang sebagian bagian dari kelompok masyarakat
yang terkait akan pola perasaan, pikiran dan tindakan. Berdasarkan pemahaman ini tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis dan indah. Definisi tari dapat dijabarkan sebagai visualisasi sebuah ekspresi dalam geraka yang berisi pesan-pesan terhadap kenyataan yang tetap tinggal dibenak penonton setelah pertunjukan selesai. Tari dapat dikatakan sebagai ekspresi seni menciptakan image-image gerang yang membuat penonton lebih sensitif terhadap realitas tari akan memberikan pengalaman yang berguna untuk memperkaya peranan dan pertumbuhan seseorang baik bagi seniman maupun penikmat. Kegiatan berkesenian atau seni adalah salah satu kebutuhan atau tuntutan kehidupan masyarakat, baik masyarakat itu sebagai masyarakat penikmat atau masyarakat yang memandang seni sebagai medium aktualisasi diri, dapat pula seni dipandang sebagai naluri artistik. Dengan demikian seni merupakan pengungkapan pengalaman pribadi manusia yang mencoba menangkap esensi realitas seni yang dihadapi. Realitas seni dalam kehidupan manusia dapat berwujud, bunyi, bentuk, gerakan sebagai sarana ekspresi estetik. Melalui perwujudan seni ini digelar pengalaman manusia dengan berbagai aspeknya.17 Tarian mulai menunjukan bentuk berbeda. Bolvin, seorang laki-laki yang berkebangsaan perancis, yang berbintang sagitarius, membuat karya 17
www.tempointeraktif.com/hg/budaya/2008/04/16/brk,20080416-121377,id.html-37.
yang berjudul La Danse, Une Histoire a Ma Facon (Tari, Sebuah Sejarah Menurut Caraku Sendiri). Kemudian beralih ke abad ke-16, ketika seni tari bergaya geometis sedang tenar. Kini yang muncul adalah sebuah tarian dimana tarian tersebut disajikan untuk seorang raja. Dimana tarian yang disajikan adalah tari stripteas. Stripteas adalah tarian dari amerika, banyak yang menggemari tarian tersebut karena menggunakan gaya yang sangat erotis tanpa busana dan menggoda. Kisah kemudian beralih ke 1892 di jerman, di sebuah pesta tanpa sengaja seorang penari melepaskan gaunya dengan alasan gaunya telalu panjang dan melebihi panggung. Kemudian penari tersebut menarik beberapa laki-laki untuk menemaninya menari di atas panggung dengan goyangan yang sangat erotis dan lengkuk tubuh yang molek pun dikeluarkan. Sebagai tarian penggoda yang sudah dilakukan oleh para selir untuk merangsang Sultan atau sang Raja. Dan sampai sekarang di bagian barat masih banyak menggunakan stripteas untuk berbagai kesempatan tertentu seperti pada pesta perkawinan, kelahiran bayi, festival dalam komunitas tertentu, dan acara-acara lainnya. Bahkan meraja rela, stripteas di sajikan untuk acara pemakaman. Dan seorang stripteas tidak memerlukan “costume” yang sepesial untuk dipakai. Perubahan pun semakin marak terjadi sekitar abad ke- 20 dengan waktu yang berbeda dan orang-orang pun berubah sesuai waktunya, pada abad ke-20 telah membawa beberapa perubahan bahwa bentuk dan peranan tarian
dalam kehidupan sosial di negara-negara timur terpengaruh oleh negaranegara barat ; 1. Penjajah dari eropa telah membawa gaya kebarat-baratan mereka mempengaruhi timur, yang mana di dalam beberapa negara telah menghancurkan garis pemisah tradisional antara laki-laki dan wanita pertemaanya menjadi bercampur baur di dalam kehidupan sosialnya. 2. Telah tumbuhnya Nigh Club sebagai tempat orang-orang mencari hiburan. 3. Tanpa keraguan, seoarng penari mengunakan hal-hal yang pribadi sebagai alat untuk menggoda. Mengkaji dari perwujudan stripteas, stripteas merupakan salah satu diantaranya dimana tubuh manusia sebagai medianya, dalam bentuk penyajian tari ditopang oleh berbagai elemen. Kualitas kedalaman rasa sangat menentukan dalam stripteas, yang sifatnya relatif, hasilnya berbeda-beda pada masing-masing individu. Hal ini dapat terjadi karena keindahan hanya dapat ditemukan pada orang-orang yang mempunyai pengalaman mengenali wujud bermakna dalam suatu getaran dan rangsangan keindahan tubuh. Kematangan dalam stripteas ditentukan oleh pengalaman estetis dalam mencerna stripteasyang dikaitkan dengan tolak ukur : 1. Dapat memberi kepuasan 2. Berharga dalam dirinya sendiri 3. Dilakukan dalam tahap kesadaran rasa tertentu.
Bagi penari penggoda yang seperti menggeliat di atas panggung sepanjang pertunjukan, mereka jelas tidak mengerti tentang latar belakang kebudayaan ini, atau memang ia tidak peduli. Ini adalah tarian pergaulan, diciptakan untuk keluarga dan teman-teman untuk merayakan suka cita saat berkumpul bersama-sama.18 B. Faktor-faktor Terjadinya Stripteas Menelusuri latar belakang penyebab terjadinya stripteas sangat sulit, karena permasalahan yang melingkupinya sangat kompleks, dan saling erat berkaitanya dari sebab yang satu ke sebab yang lainnya. Namun secara garis besar dapat dibedakan, antara lain : Faktor Moral atau Akhlak merupakan faktor yang paling utama dalam terjadinya stripteas karena adanya demoralisasi atau rendahnya faktor moral.19 Faktor Ekonomi merupakan faktor kedua terjadinya stripteas adanya kemiskinan dan keinginan untuk meraih kemewahan hidup, dengan cara jalan pintas dan mudah. Tanpa harus memiliki ketrampilan khusus, walau kenyataannya mereka buta huruf, pendidikan rendah, berpikiran pendek, sehingga menghalalkan stripteas sebagai pilihan pekerjaannya. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan Nurul Anggraini, para pekerja stripteas umumnya melakukan pekerjaannya disebabkan oleh tekanan ekonomi yang tidak teratasi. Dengan kata lain, mereka mempunyai masalah tanggungan 18
http://members.tripod.com//Bobezani/budaya.htm. Endang Sodyaningsih, Perempuan-Perempuan Kramat Tunggak, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1999, h.70. 19
ekonomi yang berat. Seperti janda-janda muda yang ditinggal cerai suaminya dan harus menghidupi anak-anaknya yang masih kecil. Karena desakan ekonomi yang tak tertanggungkan yang kemudian menjadi sebab ia mudah tergoda untuk menjadi stripteas.20 Faktor Biologis dimana adanya nafsu seks yang abnormal dan tidak terintegrasi dalam keperibadian, yang merasa puas apabila mengadakan relasi seks dengan berekspresi, atau karena kejenuhan yang ada dalam dirinya. Faktor Sosiologis disini Melakukan Urbanisasi, karena mereka menginginkan perbaikan nasib dan ajakan dari temannya yang sudah lebih dahulu terjun kedunia stripteas.21 Faktor Psikologis juga salah satu faktor terjadinya stripteas adanya pengalaman traumatis (luka jiwa), shok, mental, dan rasa ingin balas dendam yang diakibatkan oleh hal-hal seperti : kegagalan dalam perkawinan, dimadu, dinodai sama pacarnya yang kemudian ditinggal begitu saja.22 Faktor Pekerjaan yang Menggiurkan Pekerjaan stripteas adalah pekerjaan yang sangat menggiurkan karena dapat mendulang uang tanpa peduli soal keterpurukan moral dan akhlak apalagi menghiraukan efek negatif yang akan ditimbulkan dari pekerjaan tersebut.23
20
Nurul Anggrani YS, Menyikap Sisi Samping Liki-Liku Pelacur, Jakarta, PT. Golden Terayon, 1996, h. 82. 21 Ibid., h. 75 22 Ibid., h. 78 23 Neomi Wolf, The Beauty Myth, New York, Company, Inc, 1991, h. 72
Faktor Kebebasan Berekspresi Persoalan kebebasan berekspersi dalam dunia seni adalah wacana yang terus berkembang dari masa ke masa, terutama ketika kebebasan berekspresi itu menyentuh wilayah seksualitas, stripteas. Tetapi kebablasan berekspresi ini bukan sudah menjadi pemandangan yang umum yang terjadi pada keseharian kita. Faktor Hukum Yang Lemah Karena belum di amandemennya undangundang yang berkaitan dengan stripteas, maka stripteas akan terus ada dan bahkan akan berkembang karena belum ada hukum yang mengaturnya (Azaz Legalitas). Faktor Keluarga24 dimana rumah tangga berantakan, yang terusmenerus
dipenuhi
konflik
yang
serius,
sehingga
membuat
pecah
keharmonisan dalam keluarga dan membuat anggota keluarga tidak betah tinggal di rumah, Penolakan orang tua dimana ada pasangan suami istri yang tidak pernah bisa memikul tanggung jawab sebagai orang tua. Dengan alasan anak dianggap sebagai beban dan menganggap anak Cuma menghalanghalangi kebebasan dalam meniti karir orang tua. Maka si anak menanamkan dendam kebencian terhadap orang tua dan akhirnya mereka mau hidup dengan caranya sendiri dan kesenangan sendiri dan Pengaruh buruk dari orang tua, tindakan a susila oleh bapak yang merupakan kepala rumah tangga, seperti
24
120.
Dr.Kartini Kartono, Patologi Sosial, Jilid II, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2002, h.
main perempuan, berjudi serta mabuk-mabukan. Yang pada akhirnya si anak ikut-ikutan melakukan tindakan a susila seperti stripteas. C. Pelaku Stripteas Diskotik, klub malam atau pub dan tempat karaoke sudah dikenal sejak zaman dahulu, bahkan zaman penjajahan. Tempat ini sudah diketahui sebagai tempat maksiat. Diskotik bukan saja tempat ajojing atau disko tapi juga tempat untuk memamerkan aurat bahkan transaksi seks. tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan transaksi narkoba. Diskotik tak beda jauh dengan rumah-rumah bordir yang menyediakan wanita-wanita penjajah tubuh yang menawarkan kenikmatan sesaat dengan imbalan uang.25 Gerakan-gerakan erotis yang menghasilkan gairah dengan tidak menggunakan busana telah jauh dari norma kesopanan, apalagi di nilai dari sudut Islam. Acara-acara yang menyediakan stripteas di diskotik, pub dan night club semakin marak dan sementara itu muncul komitmen kuat terhadap moral, mereka menutupi itu dengan seni.26 Pelaku adalah orang atau badan hukum yang bergerak di bidang stripteas yang bertujuan atau mengakibatkan timbulnya nafsu birahi, yang menimbulkan rasa yang menjijikan, yang memuakan, yang memalukan baik menurut perorang atau masyarakat bagi yang melihatnya.
25 26
Faruq Al-Farabi, Remaja Gaul Kebablasan, Jombang, Lintas Media, h. 135. Ibid, 137.
Industri hiburan menjadi salah satu yang mempengaruhi moral. Adapun fungsi hiburan pada umumnya adalah untuk menghilangkan stress, bersantai bersama keluarga serta untuk menambah wawasan dan memperluas cakrawala pengetahuan. Tapi faktanya tempat-tempat hiburan pada saat ini menjadi rusak oleh disediakanya penari-penari bugil atau stripteas dan tempat hiburan itu berubah menjadi tempat maksiat.27 Lokalisasi memberikan kesan bahwa stripteas dipertahankan atau dibiarkan tetap ada, khususnya dengan adanya pemberian perlindungan terhadap mereka yang mencari keuntungan dari stripteas (para EO, Manager, diskotik, pub, nigh club, hotel dan sejenisnya)28 adalah pelaku stripteas karena tidak mungkin stripteas dapat beraktifitas bahkan berkembang tanpa adanya pertahanan. Bukan stripteas saja yang akan dikenakan ancaman hukuman, tetapi mereka-mereka pun akan dikenakan hukuman yang setimpal dengan perbuatanya.
27
Haqiqi Alif, Masa Remaja Penuh Sensasi, Juombang, Lintas Media, h. 142. Fuyu AN Kresna, Menyusuru Remang-Remang Jakarta, Jakarta, PT. Sinar Harapan, 1979, Cet. Pertama, h.20 dan Tjahyo Purnomo, Membedah Pelacur Surabaya, Cet Kedua, Jakarta, Grafiti Pers, 1984, h.45. 28
BAB III KONSEKUENSI TIMBULNYA STRIPTEAS
A. Dampak Sosial Stripteas Yang menjadi persoalan stripteas adalah dampak dari stripteas itu sendiri dimana stripteas dapat merusak tatanan kehidupan berkeluarganya terutama orang tua yang bertanggung jawab dalam mendidik anak-anaknya, dengan adanya stripteas pun ini menyebabkan rusaknya moral di dalam masyarakat, dapat menyebabkan rusaknya keturunan serta kehormatan wanita dan keluarga di dalam masyarakat. Stripteas kemungkinan besar bisa membahayakan ketentraman negara beserta masyarakatnya. Karena akan selalu semakin berkembang dengan pola penanganan tertentu oleh sindikat yang teratur rapi. Kenyataanya stripteas cendrung menciptakan kejahatan-kejahatan dalam berbagai variasi, serta menimbulkan kriminalitas dan mudahnya peredaran narkotika. Terjerembab Dalam Tindak Kriminalitas (Perkosaan dan Perzinahan). Dampak stripteas sangat tinggi, bisa menyebabkan seseorang pada prilaku kriminalitas, berupa tindak perkosaan dan perzinahan. Seperti diketahui bahwa stripteas mengobarkan hawa nafsu birahi orang yang mengkonsumsinya. Nafsu birahi yang berkobar, membutuhkan pelepasaan atau penyaluran. Bagi yang belum ada, mereka akan menyalurkannya kepada perempuan yang belum dinikahinya atau muhrimnya. Perkosaan dan perzinahan akibat dari stripteas telah
banyak dilakukan, meskipun bukan satu-satunya penyebab terjadinya perkosaan dan perzinahan. Namun peristiwa kejahatan perkosaan dan perzinahan dalam masyarakat tidak dapat dipisahkan dari situasi moral pada umumnya, ia biasanya timbul karena kebablasan. Pemerintah merupakan yang menjadi tumpuhan warganya tapi kenapa pemerintah tidak memberikan respon terhadap lokalisasi padahal lokalisasi memberikan kesan bahwa stripteas dipertahankan atau dibiarkan tetap ada, khususnya dengan adanya pemberian perlindungan terhadap mereka yang mencari keuntungan dari stripteas (para EO, Manager, diskotik, pub, nigh club, hotel dan sejenisnya).29 Terjerumus Dalam Kemaksiatan Seksual (Onani) merupakan dampak dari Stripteas yang mengeksploitasi seks secara vulgar akan menjadi rangsangan nafsu seks yang memang sudah mengkobar-kobar. Onani merupakan suatu bentuk rangsangan yang dilakukan dengan sengaja pada diri sendiri untuk memperoleh kepuasaan erotik. Rangsangan tidak hanya bersifat teknik (berkaitan dengan sentuhan atau rabaan), melainkan juga berkaitan dengan psikis. Onani sering juga disebut “masturbasi”. Masturbasi berasal dari kata latin, mastur yang berarti “tangan” dan batio yang berarti “menodai”. Masturbasi dari asal-usul katanya berarti “menodai diri sendiri dengan tangan”. Dari sini diperoleh pengertian, masturbasi adalah pemuas kebutuhan seksual terhadap diri sendiri dengan 29
Fuyu AN Kresna, Menyusuru Remang-Remang Jakarta, Jakarta, PT. Sinar Harapan, 1979, Cet. Pertama, h.20 dan Tjahyo Purnomo, Membedah Pelacur Surabaya, Jakarta, Grafiti Pers, 1984, Cet. Kedua, h.45.
menggunakan tangan. Bahkan para psikolog sering juga menyebutkan dengan nama monoseks, yaitu kepuasan seks oleh diri sendiri. Para ulama di kalangan ummat Islam sering menyebutkan dengan istimma.30 Mereka menganggap bahwa onani itu lebih baik dari pada zina, tak heran jika perilaku ini kian menggejala di kalangan remaja. Kebiasaan onani pada masyarakat terutama remaja adalah fenomena yang layak dicermati. Umumnya masyarakat sadar, bahwa perbuatan tersebut tidak baik. Namun merekapun merasa kesulitan untuk menghentikannya. Mereka bingung, kebiasaan itu tidak mudah dihilangkan terlebih lagi belum adanya tempat penyaluran yang layak. Polling majalah “hai” yang dimuat pada edisi No.12 Thn. XXVIII 22-28 Maret 2004 menunjukan, bahwa 85,6% remaja pernah masturbasi, sedangkan 14,4% mengaku nggak pernah. Lalu, apa pendorong terbesar mereka melakukan onani? Terbukti, 39 suara karena melihat perempuan berdandan sexy dan 36 suara dorongan nafsu, sisanya karena iseng. Terperangkap Dalam Penjara Ketagihan yang Merusak. Ternyata yang menjadikan ketigahan bukan hanya narkoba yang mengandung zat adiksi, stripteas juga membuat penikmatnya ketagihan atau kecanduan. Hasil polling majalah “hai” menyebutkan, 69 orang mengaku penasaran untuk melihat yang lebih seru. Dari penasaran itulah yang muncul keinginan untuk terus melihat, melihat dan melihat lagi. Akhirnya ia pun ketagihan terhadap yang berbau sek.31 Masyarakat yang hidupnya selalu dirantai birahi, suka menghayal, berfantasi
30 31
Abu Al-Ghifari, Remaja Korban Mode, Bandung Mujahid Press, 2003, Cet Pertama, h.87. Hai, Edisi No 12 Th. XXVIII 22-28 Maret 2004.
seksual, serta waktu dalam hidupnya akan terbuang tercuma untuk sesuatu yang tidak prodiktif, bahkan dapat bersifat destruktif alias dapat merusak diri dan masa depannya. Terhempas Dalam Lembah Pergaulan Bebas (Freesex) salah satu dampak dari stripteas, pergaulan bebas atau seks bebas di kalangan masyarakat terutama remaja merupakan penomena yang sudah terjadi sejak lama. Gaya pacaran remaja sekarang sudah tak lagi nyerempet-nyerempet ke hubungan terlarang layaknya suami istri, tapi banyak diantara mereka yang malah sudah melakukannya. Perilaku yang diadopsi dari perilaku remaja barat ini seolah-olah mendapat pembenaran media. Terbukti setiap hari tayangan mengenai freesex dan freelove menjadi tema utama sebagian besar film dan sinetron yang ditayangkan televisi. Akibatnya, para remaja beranggapan seks bebas adalah hal yang lumrah di era modern ini. Padahal seks bebas bukan saja merusak martabat manusia, tapi juga dengan sengaja mensejajarkan diri dengan binatang. Salah satu pendorong maraknya seks bebas dikalangan masyarakat adalah pengaruh stripteas. Ini tidak diingkari, kasus-kasus seks bebas dikalangan masyarakat banyak yang menunjukkan hal itu. Bukan resiko yang menjadi pertimbangan, tetapi kesenangan dan kenikmatan yang hanya sesaatlah yang mereka buru. Yang lebih memperihatinkan, para pelaku fereesex sama sekali tidak merasa bersalah atas tindakannya itu. 32 Stripteas ada kaitannya dengan praktek seks bebas.
32
Faruq Al Farabi, Remaja Gaul Kebablasan, Jombang, Lintas Media, h. 183
Homoseksual, Lesbian, Hubungan Dengan Hewan adalah dampak stripteas menurut neng Djubaidah dalam bukunya yang berjudul Pornografi dan Pornoaksi istilah homo dari bahasa yunani yang artinya sama. Istilah ini pertamatama diperkenalkan di Eropa menjelang akhir abad ke-19. untuk lebih tepatnya, jika homoseksual itu laki-laki maka sebutanya gay. Rasa ketakutan atau kebencian terhadap kaum gay disebut homofebia. Jika penderita homoseksual tersebut perempuan maka sebutannya lesbian. Jika seseorang dapat melakukan hubungan seksual dengan sesama jenis maupun lawan jenis, sebutannya biseksual.33 Masyarakat menganggap bahwa stripteas dapat menyebabkan terjadinya hubungan homoseksual ataupun lesbian. Hal ini disebabkan oleh adanya dorongan seksual yang tidak terkendali sehingga melepaskan hasrat seksualnya (syahwatnya) kepada orang sejenis yang penting tersalurkan. Akibatnya, sekalipun semula dirinya merasa menyimpang, tetapi lama-kelamaan dirinya menikmati hubungan seksual yang sejenis itu yaitu dengan cara homoseksual dan lesbian.34 Ternyata akibat stripteas tidak hanya mengakibatkan adanya perzinahan antara manusia dengan manusia, baik sejenis maupun lawan jenis, tetapi juga dapat mengakibatkan terjadinya hubungan seksual yang
33
Ajeng Dianawati, Pengetahuan Populer Remaja Pendidikan Seks Untuk Remaja, Jakarta, Kawan Pustaka, 2003, Cet Pertama, h. 76 34 Marzuki Umar Sa’abah, Seks Dan Kita, jakarta, Gema Insani Press, 1997, Cet Pertama, h.150.
menyimpang dari segi kemanusiaan yaitu hubungan seksual antar manusia dan hewan.35 Kehamilan yang Tidak Diinginkan dan Aborsi merupakan dampak stripteas, aborsi bukanlah bentuk penyimpangan seksual, melainkan proses pembantalan kehidupan dan pemusnahan janin dari rahim si wanita. Tetapi aborsi sangat erat kaitannya dengan freesex dikalangan masyarakat terutama remaja yang menyebabkan orang hamil dan melakukan aborsi. Akibatnya kehamilan pra nikah yang disertai dengan aborsi meningkat pesat. Bayangkan saja, karena menurut survei, telah diperkirakan sekitar 1.000.000 (satu juta) kasus aborsi terjadi di Indonesia. Dari data ini ternyata 50% dilakukan oleh mereka yang belum
menikah
akibat
habis
menonton
sebuah
adegan-adegan
yang
membangkitka nafsu birahinya salah satunya habis melihat stripteas.36 B. Upaya Penanggulangan Stripteas Melihat banyaknya dan makin maraknya stripteas di indonesia, maka perlu diadakan dan dipikirkan cara penanggulangannya menurut pendapat dari berbagai referensi yang antara lain : 1. Pendidikan Moral Cara ini menurut Yasraf Amir Piliang dalam bukunya Terkurung Diantara Realitas-realitas Semu.
35
Neng Djubaidah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau Dari Hukum Islam, Bogor, Kencana, 2003, Cet Pertama, h. 153 36 Faruq Al Farabi, Remaja Gaul Kebablasan, Jombang, Lintas Media, h. 179
Moral atau moralitas, dalam hal ini haruslah dilihat dalam arti yang sempit dan arti yang luas. Pengertian dalam arti yang luas, moral tidak lain merupakan pedoman bagaimana harus hidup. Sedangkan dalam arti yang sempit, moral identik dengan kesusilaan, yaitu sopan santun dalam prilaku seksual.37 Moralitas dipakai untuk menilai baik buruknya seseorang. Moral merupakan pedoman prilaku manusia supaya ia bisa berbuat hal-hal yang baik dan menghindarkan diri dari hal-hal yang tidak baik. Keperihatinan masyarakat dan kaum pendidik menjurus pada perlunya dilakukan perubahan mendasar tehadap pola kependidikan yang berlangsung. Setidaknya, diperlukan upaya mempertegas orientasi pendidikan moral dan religius. Pemberlakuan UU No. 2 Tahun 1989 Tentang Pendidikan Nasional telah 19 tahun berjalan, ternyata hanya menghasilkan generasi yang memiliki kecerdasan otak tapi miskin keimanan dan moralitas. Di tengah-tengah masyarakat, pelanggaran moral cendrung menjadi suatu yang tidak lagi ditabukan. Tabu sebenarnya mempunyai peranan yang sangat penting, tabu memberikan rambu mengenai apa yang “pantas, kurang pantas dan tidak pantas” untuk dilihat, dipertontonkan serta dilakukan.38
37
Franz Magnis Suseno, Etika Dasar : Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta, Kanisius, 1987, h. 14. 38 Yasraf Amir piliang, Terkurung Diantara Realitas-realitas Semu, Jakarta, Jurnal Ulumul Qur’an, 1994, h. 111.
Sementara para pemuka agama yang menjadi panutan semestinya lebih banyak terlibat ke dalam konflik kepentingan tersebut. Dalam upaya membenahi itu semua, harus dilakukan melalui pendekatan pendidikan. Pemerintah harus berani melakukan pembenahan total terhadap orientasi pembinaan kependidikan yang terjadi saat ini. Antara lain dengan memberikan penekanan pada pendidikan moral dan agama. Stripteas adalah bukti dari kesalahan orientasi pembangunan yang dilakukan selama ini. Pembangunan selama ini lebih berorientasi kepada fisik dan seputar kebutuhan perut saja, sedangkan pembangunan moral tampak tidak banyak mendapat perhatian. Akibatnya dari kesalahan itu masyarakat Indonesia kini menjadi terlalu matrealistik, yang dipikirkan hanya urusan dunia saja, sementara urusan akhirat terpinggirkan. 2. Kembali Pada Nilai-nilai Spiritual Cara ini menurut Badriatul Muchlisin Asti dalam bukunya Remaja Dirantai Birahi : Kupas Tuntas Pornografi dalam Perspektif Islam. Nilai-nilai spritual atau nilai-nilai yang diajarkan oleh agama adalah sangat penting untuk mengikis segala bentuk kemaksiatan, segala bentuk perbuatan a moral, termasuk stripteas. Nilai-nilai spiritual disini hanya akan penulis khususkan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam. Dalam Islam kita diajarkan untuk selalu memperbaiki kualitas pribadi, artinya bahwa kebaikan adalah dimulai dari diri kita sendiri, kalaun kita baik maka akan mendorong untuk berbuat baik.
Islam mengajarkan agar menjaga diri dan keluarga dari siksaan api neraka, firman Allah Swt dalam Al-Qur’an :
⌧ . Artinya ; “Hai orang-orang yng beriman, periharalah dirimu dan keluarga dari siksa api neraka…..” (Qs. At-Tahrim : 6 ) Maksud memelihara diri dan keluarga dari api neraka adalah menjaga jangan sampai melakukan maksiat dan dosa. Dalam konteks ini, para orang tua juga wajib membimbing dan mengontrol anak-anaknya dalam kehidupan seksualnya. Kebanyakan dari mereka mengetahui masalah-masalah seksual dari obrolan sesama teman sebaya, sementara bimbingan dari orang tua sangat kurang. Hal ini menyebabkan para remaja kehilangan arah untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Peranan ilmu jiwa dan ilmu agama dalam membimbing, mendidik dan membangun anak, tidak boleh diabaikan oleh orang tua, agar pengelolaan anak tersebut dilakukan dengan sebaik-baiknya. Hubungan yang serasi antara orang tua dan anak-anak, sangat berperangaruh terhadap sikap dan perilaku anak tersebut. Dengan hubungan yang serasi tersebut, maka orang tua akan dapat menghindarkan mereka dari
yang berkenaan dengan stripteas menghindari mereka untuk mengenakan pakaian yang dapat membangkitkan gairah birahi, mengarahkan mereka untuk memahami budi pekerti agar menjadi orang yang berkepribadian. Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan cara menyediakan buku-buku yang berisikan ajaran agama, menghindarkan mereka dari kesendirian agar tidak mengalami kehilangan keseimbangan. Disamping itu, dalam Islam juga terdapat suatu ajaran untuk melaksanakan amar ma’ruf nahyi munkar. Ini termaktub dalam Al-Qur’an surat Ali Imron ayat 104 :
☺ ☺ Artinya : “Dan hendaklah ada diantara kamu golongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah pada yang munkar…” Maka, mulai sekarang tanamkan tekad untuk mulai mengkaji Islam, mengamalkan sedikit demi sedikit dengan penuh kesungguhan dan keihlasan, dan mulai meninggalkan secara total budaya-budaya jahiliyah yang merusak moral. Ajaran-ajaran diatas tepat sekali rasanya diterapkan oleh ummat Islam dalam rangka menanggulangi berbagai bentuk perbuatan moral yang kini makin meluas ditengah masyarakat termasuk stripteas.
3. Memberlakukan Sanksi Cara ini menurut Andi Andjo Soetjipto dalam makalahnya Pornografi dan penegakkan Hukum. Pemerintah hendaknya bersikap tegas terhadap pelaku tindak pidana stripteas dengan cara mencegah, menolak dan menghentikannya sesuai dengan kemampuan dan wewenang yang dimiliki. Banyak para aparat hukum yang tidak tegas terhadap pemberantasan tindak pidana stripteas. Para aparat hukum seakan-akan menutup mata, hati dan telinga mereka hanya untuk mendapatkan sejumlah uang dan iming-iming lainnya, agar pelaku tindak pidana stripteas tidak dikenai sanksi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian para aparat hukum dalam mengenai kasusu stripteas ini. 39 Maka dari itu, hendaklah para aparat hukum segera meninggalkan perbutannya itu agar kondisi masyarakat di Indonesia ini lebih bisa terarah dan lebih baik, sehingga mereka dapat mencapai dan meraih cita-cita yang mereka inginkan. Dan juga kepada aparat hukum hendaklah memberikan sanksi yang setimpal terhadap pelaku tindak pidana stripteas sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
39
Andi Andojo Soetjipto, Pornografi dan Penegakan Hukum, makalah dalam seminar Pornografi dan Perilaku Kriminal, Depok : UI, 11 Februari 1994, h. 11
4. Penutupan Lokalisasi Lokalisasi memberikan kesan bahwa stripteas dipertahankan atau dibiarkan tetap ada, khususnya dengan adanya pemberian perlindungan terhadap mereka yang mencari keuntungan dari stripteas (para EO, Manager, diskotik, pub, nigh club, hotel dan sejenisnya). Oleh sebab itu lokalisasi atau tempat-tempat yang menyediakan stripteas harus di tutup agar tidak terjadi hal-hal yang dapat memberikan dampak yang negatif terjadi.
BAB IV STRIPTEAS DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM PIDANA INDONESIA
A. Unsur-unsur Pidana Pada Stripteas Dalam Hukum Islam Dan Hukum Pidana Indonesia. 1. Unsur-unsur Pidana Pada Stripteas Dalam Kajian Hukum Islam. Pengertian jarimah dapat mengisyaratkan bahwa larangan-larangan atas perbuatan-perbuatan yang termasuk kategori jarimah berasal dari ketentuan-ketentuan (nash-nash) syara’ artinya perbuatan-perbuatan manusia dapat dikategorikan sebagai jinayah jika perbuatan-perbuatan tersebut di ancamkan hukuman terhadapnya.40 Karena perintah-perintah dan larangan-larangan tersebut datang dari syara’ maka perintah-perintah dan larangan-larangan itu hanya ditunjukan kepada orang yang berakal sehat dan dapat memahami pembebanan (taklifi) sebab pembebanan itu artinya penggilan (khitab) dan orang yang tidak dapat memahami seperti hewan dan benda-benda mati, tidak mungkin menjadi objek panggilan tersebut. Bahkan orang yang dapat memahami pokok panggilan, tetapi tidak mengetahui perincian-perinciannya, apakah berupa suruhan atau larangan, apakah akan membawa pahala atau siksa, seperti 40
h.2.
A. Hanafi, Azas-Azas Hukum Pidana Islam, Jakarta, PT Bulan Bintang, 1971, Cet. Kelima.
halnya anak kecil dan orang yang tidak waras maka keduanya dipersamakan dengan hewan dan benda-benda mati lainnya. Oleh kaerena itu sulit di beri pembebanan karena untuk dapat memahami pembebanan tersebut, bukan saja diperlukan pengertiannya terhadap pokok panggilan, tetapi juga diperlukan pengertiannya terhadap perincian-perinciannya. Menurut Abdul Qadir Audah bahwa unsur-unsur jarimah secara umum adalah:41 1. Unsur Formal Adanya nash (ketentuan) yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu yang di sertai ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan. Unsur ini juga biasa disebut dengan “Rukun Syar’I” 2. Unsur Material Adanya unsur perbuatan yang membentuk jarimah baik berupa melakukan perbuatan yang dilarang atau meninggalkan perbuatan yang di haruskan. Unsur ini juga biasa disebut dengan “Rukun Maddi” 3. Unsur Moral Pelaku kejahatan adalah orang yang yang dapat menerima khitab atau dapat memahami taklif, sehingga mereka dapat dituntut atas kejahatan yang mereka lakukan. Unsur ini biasa disebut dengan “Rukun Abadi” Di samping unsur umum yang harus dipenuhi dalam setiap jarimah atau jinayat, tetapi juga ada unsur khusus yang harus dipenuhi di setiap 41
Muslich, A. Wardi, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2006.
jarimah atau jinayat untuk dikenakan hukuman, dimana unsur tersebut terdapat pada setiap perumusan jarimah atau jinayat yang dilakukan, misalnya pada jarimah perkosaan, di dalam perumusan jarimah perkosaan mengandung unsur yaitu “ancaman, kekerasan, pemaksaan”, unsur ini disebut unsur khusus. Selain itu pula di dalam redaksi lain menjelaskan secara jelas bahwa untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindakan dalam hukum Islam, diperlukan unsur normatif dan moral sebagai berikut : 1. Secara yurudis normatif di satu aspek harus didasari oleh suatu dalil yang menentukan larangan terhadap perilaku tertentu dan diancm dengan hukuman. Aspek lainnya secara yuridis normatif mempunyai unsur materiil, yaitu sikap diperintahkan oleh Allah Swt. 2. Unsur Moral, yaitu kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggung jawabkan. Dalam hal ini disebutkan mukallaf. Mukallaf adalah orang Islam yang baligh dan berakal sehat.42 Dari uraian diatas dapat disimpulakn bahwa stripteas dapat digolongkan kepada “Jarimah” karena unsur-unsur jarimah terpenuhi oleh stripteas dari unsur formal, unsur materiil dan unsur moral.
42
Ali, Zainudin, Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafika, 2007, Cet Pertama. h.22
2. Unsur-unsur Pidana Pada Stripteas Dalam Kajian Hukum Pidana Indonesia. Pengertian hukum pidana menurut Prof.Dok. W.L.G LEMAIRE ialah : “Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma yang berisikan keharusankeharusan dan larangan-larangan (oleh pembuat Undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu penderitaan yang bersifat khusus. Dengan demikian dapat juga dikatakan, bahwa hukum pidana itu merupakan suatu sistem norma-norma yang menentukan terhadap tindakan-tindakan yang mana (hal melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di mana terdapat suatu keharusan untuk melakukan sesuatu) dan dalam keadaan-keadaan bagaimana hukuman itu dapat dijatuhkan, serta hukum yang bagaimana yang dapat dijatuhkan bagi tindakan-tindakan tersebut”. 43 Profesor Mr W.F.C van HATTUM telah merumuskan hukum pidana positif sebagai berikut : “Suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan yang diakui oleh Negara atau suatu masyarakat hukum umum lainnya. Dimana mereka sebagai
pemelihara
dari
ketertiban
hukum
umum
telah
melarang
dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum dan telah
43
Drs. P.A.F.Lamintang, S.H, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Bandung, PT.Citra Aditya Bakti, 1997, Cet. Ketiga, h. 2
mengaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman”.44 Hukum pidana adalah hukum mengenai delik yang diancam dengan hukum pidana. Dengn kata lain, “Serangkaian peraturan yang mengatur masalah tindak pidana dan hukumanya”.45 Menurut Profesor SIMON hukum pidana itu dapat dibagi menjadi hukum pidana dalam arti objektif dan hukum pidana dalam arti subjektif. Hukum pidana dalam arti objektif adalah hukum pidana yang berlaku atau yang juga disebut sebagai hukum positif atau ius poenale. Hukum pidana dalam arti subjektif mempunyai dua pengertian yaitu : a. Hak dari negara dan alat kekuasaannya untuk menghukum, yakni hak yang mereka peroleh dari peraturan-peraturan yang telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif. b. Hak dari negara untuk mengkaitkan pelanggaran terhadap peraturanperaturan dengan hukuman. Hukum pidana dalam arti subjektif diatas juga disebut sebagai ius puniendi.46 Sarjana hukum Indonesia merumuskan beberapa unsur-unsur hukum pidana, yaitu : 44
Ibid, h. 3 Marpaung, Leden, Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta, Sinar Grafindo, 2006. 46 Drs.Lamintang, S.H, Dasar-dasar Hukum Pidana, Cet. Ketiga, h. 4 45
a. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat. b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib. c. Peraturan itu bersifat memaksa. d. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan adalah tegas. Unsur-unsur perbuatan pidana dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu dari sudut teoritis dan dari sudut undang-undang. Maksud dari teoritis adalah berdasarkan dari pendapat para ahli hukum, yang tercermin pada bunyi rumusannya. Sedangkan dari sudut UU unsur-unsur perbuatan pidana adalah bagaimana kenyataan perbuatan pidana itu dirumuskan menjadi perbuatan pidana tertentu dalam pasal-pasal tertentu perundang-undangan yang ada. 1. Unsur Perbuatan Pidana Menurut Beberapa Teoritis Menurut Moeljatmo perbuatan pidana adalah perbuatan manusia saja yang boleh dilarang, yang dilarang adalah aturan hukum serta ancaman (diancam) dengan pidana menggambarkan bahwa tidak mesti perbuatan itu dalam kenyataannya benar-benar dipidana. Menurut R.Tresna perbuatan pidana terdiri dari : c. Perbuatan manusia d. Yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan Jadi, unsur-unsur perbuatan pidana : a. Kelakuan manusia b. Diancam dengan pidana c. Dalam peraturan perundang-undang
Dapat dilihat bahwa unsur-unsur dari tiga batasan penganut paham dualisme tersebut, tidak ada perbedaan, ialah bahwa perbuatan pidana itu adalah : perbuatan manusia yang dilarang, dimuat dalam UU, dan diancam dipidana bagi yang melakukannya. Dari unsur-unsur yang ada jelas terlihat bahwa unsur-unsur tersebut tidak menyangkut diri si pembuat atau di pidananya pembuat, semata-mata mengenai perbuatannya. Pendapat penganut paham monoisme ialah dari batasan yang dibuat jonkers dapat dirinci unsur-unsur perbuatan pidana adalah : a. Perbuatan b. Melawan hukum c. Kesalahan d. Dipertanggung jawabkan Schravendijk dalam batasan yang dibuatnya secara panjang lebar itu, jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut : a. Kelakuan b. Bertentangan dengan hukum c. Diancam dengan hukuman d. Dilakukan dengan orang e. Kesalahan Walaupun rincian dari ketiga rumusan diatas tampak berbedabeda, namun pada hakekatnya ada persamaannya ialah, ialah tidak
memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatanya dengan unsur yang mengenai diri orangnya. 2. Unsur Rumusan Perbuatan Pidana Dalam UU Dari rumusan perbuatan pidana tertentu dalam KUHP itu, maka dapat diketahui adanya 8 unsur perbuatan pidana, yaitu : 1. Unsur Tingkah Laku Tingkah laku dalam perbuatan pidana terdiri dari tingkah laku aktif atau positif (handelen), juga dapat disebutkan perbuatan materill dan tingkah laku pasif dan negatif. Tingkah laku aktif adalah suatu bentuk tingkah laku yang untuk mewujudkannya atau melakukannya diperlukan wujud gerak atau gerakan-gerakan dari tubuh atau bagian dari tubuh, misalnya mengambil (362) atau memalsukan (268). Sedangkan tingkah laku pasif adalah berupa tingkah laku yang membiarkan pertolongan (531), membiarkan ( 304), meninggalkan (308), tidak segera memberitahuan (164), tidak datang (522). 2. Unsur Sifat Melawan Hukum Melawan hukum adalah sifat tercelanya atau terlarang dari suatu perbuatan, sifat tercela mana dapat undang-undang (melawan hukum) dan dapat bersumber pada masyarakat (melawan hukum).
3. Unsur Kesalahan Kesalahan adalah unsur mengenai keadaan atau gambaran batin orang sebelum atau pada saat memulai perbuatan, karena itu unsur ini selalu melekat pada diri pelaku dan bersifat subjektif. Dalam hal ini berbeda dengan unsur melawan hukum yang dapat bersifat objektif dan dapat bersifat subjektif, bergantung pada redaksi rumusan dan sudut pandang terhadap rumusan perbuatan pidana tersebut. Istilah kesalahan adalah pengertian hukum yang tidak sama dengan pengertin harfiah kesalahan dalam hukum pidana adalah berhubungan dengan pertanggung jawaban atau mengandung beban pertanggung jawab pidana yang terdiri dari kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa). 4. Unsur Akibat Konstitutif Unsur akibat konstitutif ini terdapat pada : a. Perbuatan pidana materill atau perbuatan pidana dimana akibat menjadi syarat selesainya perbuatan pidana. b. Perbuatan pidana yang mengandung unsur akibat sebagai syarat pemberatan pidana. c. Perbuatan pidana dimana akibat merupakan syarat dipidanannya pembuat. Unsur akibat konstitutif pada perbuatan pidana materiil adalah berupa unsur-unsur pokok perbuatan pidana, artunya jika unsur ini
tidak timbul, maka perbuatan pidananya tidak terjadi, yang terjadi hanyalah percobaannya. 5. Unsur Keadaan yang Menyertai Unsur keadaan yang menyertai, adalah unsur perbuatan pidana yang berupa semua keadaan yang ada berlaku dalam mana perbuataan dilakukan. Rumusnya mengenai cara melakukan perbuatan, cara untuk dapat dilakukannya perbuatan, objek perbuatan pidana, subjek perbuatan pidana, tempat dilakukannya perbuatan pidana, dan mengenai waktu dilakukannya perbuatan pidana. 6. Unsur Syarat Tambahan Untuk Dapatnya Dituntut Pidana Unsur ini hanya terdapat pada perbuatan pidana aduan. Perbuatan pidana aduan adalah perbuatan pidana yang hanya dapat dituntut pidana jika adanya pengaduan dari yang berhak mengadu. 7. Unsur Tambahan Untuk Memperberat Pidana Unsur ini adalah berupa alasan untuk memperberatnya pidana, dan bukan unsur syarat untuk terjadinya atau syarat selesainya perbuatan pidana sebagaimana pada perbuatan pidana materiil. 8. Unsur Syarat Tambahan Untuk Dapatnya Dipidana Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana adalah berupa unsur keadaan-keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan dilakukan yang menentukan untuk dapat dipidananya perbuatan.
Dari 8 unsur itu diantaranya dua unsur yakni kesalahan dan melawab hukum adalah termasuk unsur subjektif, sedangkan selebihnya berupa unsur objektif.47 Menurut pandangan RUU PP, bahwa stripteas termasuk tindak pidana yang ada hukumanya, karena stripteas memiliki unsur-unsur pidana, unsur subjektif dan unsur objektif terpenuhi, sebagai berikut : 1. Unsur Objektif Setiap orang yang dimuka umum/di suatu tempat yang dapat dilihat oleh umum : a. Mempertontonkan alat kelamin b. Melakukan aktivitas seksual c. Melakukan hubungan seks d. Gerakan e. Tarian erotis 2. Unsur Subjektif Mengeksploitasi daya tarik seksual pada bagian tubuh, aktifitas seksual dengan gerakan yang erotis.48
47
Ketujuh
48
Prof.Moeljatno,SH, Asas-asas Hukum Pidana, Jakarta, PT. Rineka Cipta, 2002. Cet Neng, Pornografi dan Pornoaksi, 2003.
Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana, seorang dapat dipersalahkan telah melakukan suatu tindak pidana apabila orang tersebut telah terbukti memenuhi unsur-unsur dari tindak pidana yang bersangkutan seperti yang dirumuskan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana sudah jelas bahwa stripteas tidak termasuk hukum pidana karena tidak memenuhi unsur-unsur yang subjektif maupun unsur-unsur objektif. B. Stripteas Dalam Kajian Hukum Islam dan Hukum Pidana Indonesia. 1. Stripteas Dalam Kajian Hukum Islam Islam menghargai kebebasaan seseorang untuk berekspresi, namun dalam koridor Islam. Juga naluri bahwa setiap manusia memiliki naluri seksual, namun mengarahnya supaya disalurkan dalam cara-cara melalui syariat. Islam sebagai mabda (ediologi) memiliki cara yang khas, untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi manusia tanpa menelantarkan kebutuhannya yang lain, dan juga mengabaikan kebutuhan manusia lain dalam masyarakat. Seorangpun dalam wilayah Islam yang mengumbar aurat, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan syariat. Islam juga memberikan tuntutan hidup dan aturan bermasyarakat yang akan menjaga agar setiap orang memahami tujuan hidup shahih serta tolak ukur kebahagian yang hakiki.49
49
Ayi Abdul Qayyim, Pornografi dan Pornoaksi Menurut Hukum Islam, Disampaikan dalam seminar pornografi dan pornoaksi, tgl 5 Maret 2006.t.d
Kalau di kaji dari hukum Islam, hukum Islam melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak kehidupan manusia, sekalipun perbuatan itu disenangi oleh manusia ataupun perbuatan itu dilakukan hanya seorang tanpa merugikan orang lain, seperti orang yang minum-minuman yang memabukan (khamer), dalam pandangan Islam orang itu tetap dilarang, karena merusak akal yang seharusnya harus di pelihara, walaupun ia membeli minuman dengan uangnya sendiri dan diminum dirumahnya sendiri tanpa mengganggu orang lain. Demikian juga dengan seks diluar nikah (zinah), perbuatanperbuatan tersebut mutlak dilarang siapapun yang melakukannya, walaupun mereka melakukan itu dengan suka sama suka.50 Dengan demikian hukum Islam adalah agama yang memberikan pandangan hidup kepada manusia secara menyeluruh, meliputi segala aspek kehidupannya menuju tercapainya kebahagian hidup jasmani dan rohani yang baik dalam kehidupan individunya, maupun dalam kehidupan masyarakat. Secara umum, yang tujuannya menciptakan hukum (syar’i) dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah kemaslahatan dan kepentingan serta kehidupan manusia seluruhnya, baik dalam kehidupan didunia yang fana (sementara) ini, maupun kehidupan akhirat yang baka (kekal). Tujuan hukum yang demikian dapat kita tangkap mengenai stripteas dalam surat An-Nur ayat 31 Allah SWT Berfirman :
50
Suparman Usman, Hukum Islam: Asas-asas dan Pengantar Studi Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta: Gaya Media Pratama,2002) Cet. Ke-II.h. 65
☺ ⌧ ☺
☺ ⌧
☺ Artinya ; “ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : “hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kalian perbuat”. Katakanlah pada wanita yang beriman : “ hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakan perhiasannya kecuali yang nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutup kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakan perhiasannya kecuali pada suami mereka, atau ayah mereka., atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra
suami mereka, atau saudara-saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasaan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Alla SWT, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur:30-31) Syariat Islam pun mewajibkan menutup aurat sebagai syarat utama berpakaian yang Islami. Penegasan tersebut terdapat dalam ayat-ayat AlQur’an, serta didukung oleh beberapa hadist yang berkaitan dengan masalah stripteas, sabda Nabi mengatakan : “ Abdullah bin yazid berceruta kepada kami, ia berkata : disamping AlShadafi dan Abu Abdurrahman Al-Hubuli berkata : kami mendengarAbdullah bin Amr berkata saya mendengar Rasulullah bersabda : ‘kelak diakhir umatku (akhir zaman) akan ada sejumlah laki-laki yang menaiki pelana mirip seperti tokoh ; mereka turun (singgah) telanjang ; kepada laki-laki tersebut ditutupi serban besar, persis seperti punuk unta berleher panjang yang kurus. Kutuklah istri mereka tersebut, sebab mereka adalah perempuan terkutuk. Seandainya diumat kami ada umat lain, tentu istrimu meniru istri mereka sebagaimana istri-istri umat sebelum kamu menirumu.’ (HR. Ahmad dalam musnadnya, kitab musnad Al-Musnad Al-Mukhtsirin Min Al-Shahabah, bab musnad Bin Abdillah bin Amer Al-Ash Nomor,6787)51 Tuntunan tersebut diatas merupakan bagian dari esensi ajaran Islam. Ia menempati kedudukan terhormat dalam Islam. Tidaklah sempurna keimanan seorang muslim, kecuali ia menghiasi diri dengan akhlak Islam tersebut dan mengosongkan diri dari perbuatan tercela. Akhlak juga merupakan pondasi bagi terbentuknya masyarakat Islami yaitu suatu gambaran masyarakat yang menentang keras dan mengharamkan segala prilaku bejat, mengumbar aurat, kemaksiatan dan ketidak sopanan 51
Ibid. 68
lainnya. Dan menjadikannya termasuk dosa-dosa besar bahkan Al-Qur’an menempati akhlak dan kesopanan sebagai ciri bagi orang yang beriman dan bertawakal. Tidak akan selamat dari azab Allah SWT, orang-orang yang kesehariannya mengumbar kemaksiatan.52 Terbentuknya masyarakat yang berlandasan pada moral yang tinggi adalah suatu keniscayaan dan akhlak adalah bagian penting dari menopang bangunan masyarakat bermoral itu. Untuk itu penampilan perempuan menjdi perkara penting.53 Jadi, masyarakat yang bermoral adalah masyarakat yang menjunjung tinggi akhlakul karimah. Bukan masyarakat yang senang dengan kemaksiatan. Bukan pula masyarakat yang mengagung-agungkan budaya jahiliyah ala barat, seperti mengumbar aurat wanita dan ketidak sopanan lainnya. Tapi, masyarakat yang diatur dengan tatakrama dan nilai-nilai luhur yang tinggi. Hal ini sesuai dengan maksud diutusnya Rasulullah Saw ketengah-tengah manusia yaitu memperbaiki akhlak. Stripteas berkaitan dengan gerak tubuh yang erotis atau sensual dari perempuan untuk membangkitkan nafsu birahi baik lawan jenis maupun sejenis, dampak dampak yang ditimbulkan pun hampir menjalar kesemua aspek kehidupan masyarakat secara universal. Hal yang demikian ini sangat bertentangan sekali dengan tujuan hukum Islam.
52 53
Sabili, No 18. th XIII, 23 Maret 2006. h.21 Ibid. h. 22
Kalau kita pelajari dengan seksama ketetapan Allah SWT dan RasulNya yang terdapat dalam kitab Al-Qur’an dan Hadis yang shahih kita akan segera mengetahuii hukum Islam.54 Dalam pembahasan stripteas, perlu kita perhatikan uraian dalam kitabkitab ushul fiqh mengenai Dharuriyat Al-khams (lima prinsif dasar) dalam agama yang harus dijaga dan dipelihara.55 Secara umum sering dirumuskan bahwasanya tujuan hukum Islam adalah kebahagian hidup di dunia ini dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil (segala) yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang madharat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan bagi kehidupan. Dengan kata lain, tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan kehidupan manusia, baik rohani maupun jasmani, individu dan sosial. Kemaslahatan ini tidak hanya untuk di dunia saja, tetapi juga yang kekal di akhirat kelak. Hukum Islam bertujuan untuk mewujudkan kebahagian yang hakiki, semua yang menjadi kepentingan hidup manusia dapat dibagi menjadi tiga : yaitu kepentingan primer atau pokok (Al-Dharuruyat). Yang dimaksud dengan kelompok Al-Dharuruyat adalah memelihara kebutuhan-kebutuhan yang bersifat esensial (primer) bagi kehidupan manusia. Kehidupan primer itu adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan dan harta.
54
M. Daud Ali, Hukum Islam : Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004) Cet. Ke-XI,h. 61 55 Qodry Azizi, Melawan Globalisasi Reinterprestasi Ajaran Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2004) Cet. Ke-II,h.167
Dengan dasar dan konsep tujuan hukum Islam, disinilah penulis ingin mengulas stripteas kaitannya dengan tujuan hukum Islam, yaitu : 1. Stripteas di Kaitkan dengan Memelihara Agama. Pemeliharaan agama merupakan tujuan hukum Islam yang pertama. adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia, dan didalam
agama
Islam
selain
komponen-komponen
aqidah
yang
merupakan pegangan hidup setiap muslim, terdapat juga syari’ah yang merupakan jalan seorang muslim yang baik. Baik dalam hubungan dengan Tuhannya maupun berhubungan dengan manusia lain dan dalam masyarakat. Karena itulah maka hukum Islam wajib melindungi agama. Stripteas sangat sekali bertentangan dengan tujuan hukum Islam, yang mana syari’at Islam pada umumnya mencegah melakukan sesuatu yang terlarang, yang menyangkut kehidupan masyarakat, dan perbuatan ini (stripteas) telah mengingkari pokok-pokok agama yang seharusnya mudah diketahui oleh pemeluknya. Selain itu stripteas atau memamerkan aurat adalah tidak sesuai dengan konsep Syari’at Islamiyah yang intinya mendukung kebathilan (menentang tujuan hukum Islam). Hal ini banyak madharatnya dari pada manfaatnya sebagai contoh, banyaknya kejadian perkosaan, kejadian perzinahan, dan banyak wanita hamil sebelum nikah. Sedangkan firman Allah Swt menyatakan :
⌧ ⌧ Artinya ; “Janganlah engkau mendekati Zina karena ia adalah perbuatan yang keji” Untuk menegakan agama manusia diperintahkan beriman kepada Allah Swt, kepada Rasul, kepada Malaikat, kepada hari akhir, menegakan dua kalimat syahadat serta melakukan ibadah yang pokok dan lainnya. Islam adalah agama yang menjaga kesucian hati manusia, terutama dalam hal yang bersifat seksual, ini terjadi bukti yang kuat, betapa Islam adalah agama (dien) yang memelihara fitrah manusia, yang selalu menjaga kesucian. Sejarah telah membuktikan bahwa stripteas dimanapun dibelahan dunia ini secara nyata telah menghancurkan. 2. Stripteas di Kaitkan dengan Memelihara Jiwa. Pemeliharaan jiwa merupakan tujuan hidup hukum Islam. Kaitan stripteas dengan memelihara jiwa adalah tubuh tanpa jiwa adalah mati, dan orang yang berjiwa akan merasakan mati. Sebagaimana yang telah difirmankan Allah Swt
آﻞ ﻧﻔﺲ ذاﻧﻘﺔ اﻟﻤﻮت Artinya ; “Setiap yang berjiwa akan merasakan mati”.
Keberadaan jiwa seorang akan dapat diketahui melalui sikap, perilaku atau penampilannya, yang dengan fenomena itu seorang dapat dinilai atau ditafsirkan bahwa kondisi kejiwaan atau rohaniah dalam keadaan baik, sehat dan benar atau tidak. Jiwa yang berada dalam tubuh manusia adalah amanah yang wajib dipelihara, karena jiwa setiap orang berbeda dalam kekuasaan Tuhan, jiwa yang suci dapat membangun harga diri, keluarga dan keturunan harus dijaga, dipelihara bahkan diperjuangkan. Tidak datang dengan sendirinya dan tidak sekedar dengan ritual saja. Lebih dari itu iman telah menuntut dan membuat jiwa yang suci sehingga selaras dengan perbuatan (jasmani). Kewajiban memelihara jiwa ditentukan oleh Allah Swt melalui laranganlarangan dan perbuatan yang dapat mengakibatkan rusaknya jiwa yang suci. Dalam menentukan langkah, tubuh biasanya selalu disertai dengan jiwa, antara lain dengan langkah yang mempersilahkan tubuh untuk tidak melakukan stripteas juga selalu disertai jiwa. Apabila jiwa telah dirasuki oleh nilai-nilai bertentangan dengan ini tujuan hukum Islam, nilai-nilai hidup dan kehidupan yang stripteas, yang bertujuan tidak untuk mendapatkan ridha Allah, maka tubuhpun melangkah tanpa jiwa yang tidak disadari aqidah, syariah dan akhlak yang diridhai Allah. 3. Stripteas di Kaitkan dengan Memelihara Akal. Pemeliharan akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam, karena dengan menggunakan akalnya manusia dapat berfikir tentang adanya
Allah, alam semesta dan dirinya sendiri. Dengan akalnya manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Tanpa akal, manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam penggunaan itu harus diarahkan pada hal-hal atau sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan hidup manusia, tidak untuk hal-hal merugikan. Dan untuk memelihara akal maka hukum Islam melarang setiap perbuatan yang dapat merusakan akal manusia. Adapun kaitan stripteas dengan memelihara akal kerena stripteas kalau kita lihat secara patologis dapat merusak akalnya dalam perkembangan pribadi yang menyebabkan seseorang jadi budak nafsu, suka berbohong, suka menghayal, sampai orientasi masa depan. Sedangkan Islam tidak menginginkan umatnya seperti itu. Dan untuk memelihara akal yang diciptakan Allah khusus bagi manusia, diharuskan berbuat segala untuk menjaga keberadaanya dan meningkatkan kualitasnya dengan cara menuntut ilmu. Segala sesuatu itu adalah perbuatan baik yang diperintahkan oleh Allah. Dalam hal ini manusia untuk dituntut untuk menuntut ilmu tanpa batas usia dan tidak memperhitungkan jarak dan tempat. Sebagaimana yang telah disabdakan oleh nabi yang populer :
ﻰ ُآﻞﱢ َ ﻀ ٌﺔ ﻋَﻠ َ ﺐ اﻟ ِﻌ ْﻠ ِﻢ َﻓ ِﺮ ْﻳ ُ ﻃَﻠ َ ﺴِﻠ ٍﻢ ْ ُﻣ Artinya ;
“Mencari ilmu itu wajib diwajibkan oleh setiap muslim” Sebaliknya manusia dilarang berbuat sesuatu yang dapat menghilangkan akal. Segala perbuatan yang mengarahkan kepada kerusakan akal dan perbuatan buruk, karena dilarang syara’ (seperti akibat stripteas) dan wajib menghukum setiap perbuatan yang dapat merusak akal manusia. 4. Stripteas di kaitkan dengan Memelihara Keturunan. Tujuan dan pemeliharaan hukum Islam agar kemurnian darah dapat dijaga dan kelanjutan umat dapat dijaga pula dan diteruskan, merupakan tujuan hukum Islam. Hal ini tercermin dalam hubungan darah dan menjadi syara’ untuk saling mewarisi (QS, 4 :23), dan larangan berzina (QS, 17:32), perlu diketahui dalam hubungan ini bahwa dalam AlQur’an. Ayat-ayat hukum mengenai kedua bagian hukum Islam ini diatur lebih rinci dan pasti dibandingkan dengan ayat-ayat hukum lainnya. Maksudnya adalah agar pemeliharaan dan kelanjutan keturunan dapat berlangsung dengan sebaik-baiknya. Adapun kaitanya dengan stripteas dengan
memelihara
mengakibatkna
keturunan
terjadinya
sangat
tindakan
jelas,
kriminal
karena diantaranya
stripteas adalah
pemerkosaan, perzinahan, yang dapat merusak terjadinya keturunan.
5. Stripteas di Kaitkan dengan Memelihara Harta
Pembedaan harta adalah tujuan kelima hukum Islam, menurut agama Islam. Harta adalah pemberian Tuhan kepada manusia agar manusia dapat mempertahankan hidup dan melangsungkan kehidupannya oleh karena itu, hukum islam melindungi hak manusia untuk memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi kepentingan harta seseorang, masyarakat dan negara. Misalnya dari penipuan (QS, 4:29), pengelapan (QS, 4:58), perampasan (QS, 5:33), pencurian (QS, 5:38), dan kejahatan lain terhadap harta orang lain peralihan harta seseorang setelah ia meninggal dunia pun diatur secara rinci oleh hukum Islam agar peralihan itu dapat berlangsung dengan baik dan adil berdasarkan fungsi dan tangung jawab seseorang dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat (QS, 4:7,11,12,176 dan lain-lain). Kepemilikan manusia adalah kepemilikan yang bersifat perwalian (amanat).
Islam
mengakui
hak-hak
individual
manusia
yang
menganugrahkan kepada mereka. Manusia diperintahkan kepada Allah untuk berusaha mendapatkan harta, memelihara, menyelamatkannya, menggunakanya, memanfaatkannya serta mempertanggung jawabkan dihadapan pemilik mutlaknya Allah Swt. Setiap muslim diperintahkna mencari harta untuk nafkah dengan jalan yang benar dan halal, sebab cara yang tidak halal (haram) dapat melahirkan produk yang tidak halal (haram) pula.
Adapun kaitanya stripteas dalam pemeliharaan harta adalah karena, harta yang diperoleh melalui bisnis stripteas adalah haram, karena stripteas perbuatan yang mendorong pelakunya maupun orang lain untuk berbuat perzinahan. Perlu kita ketahui ajaran Islam menegaskan bahwa 1. Setiap Cara yang dapat merugikan atau yang dapat mencelakakan diri sendiri atau orang lain dilarang oleh agama. 2. Setiap usaha yang didalamnya muatan-muatan kemaksiatan dilarang oleh agama. 3. Setiap usaha yang mendatangkan dosa dan maksiat kepada Allah juga dilarang oleh agama. 4. Setiap bentuk perbuatan dosa yang mendatangkan penghasilan, maka penghasilan itu haram hukumnya. Firman Allah menegaskan :
Artinya ; “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling harta sesamamu dengan jalan bathil”. Penggunaan melalui Maqshik As-Syariah dalam menetapkan suatu hukum telah lama berlangsung dalam Islam hal ini tersirat dalam ketentuan Nabi Saw. Ini dapat dilihat antara lain, pada peristiwa Nabi pernah melarang
kaum muslim menyimpan daging qurban kecuali dalam batas tertentu, sekedar bekal untuk tiga hari. Tetapi beberapa tahun kemudian peraturan Nabi Saw ini dilanggar oleh sahabat. Permasalahan itu disampaikan oleh Nabi, beliau membenarkan permasalahan itu sambil menerangkan bahwa larangan menyimpan daging qurban adalah didasarkan atas kepentingan (Allah-Daffah) tamu yang terdiri atas orang-orang miskin yang datang dari perkampungan madinah. Dengan demikian, tujuan Tuhan merupakan suatu syariat bagi manusia tidak lain adalah tidak untuk kemaslahatan manusia. Untuk itu, Tuhan menuntut agar manusia biasa memahami dan melaksanakan syariat manusia akan melindungi didalam hidupnya dari segala kekacauan yang ditimbulkan oleh hawa nafsu (diantaranya stripteas). Jadi,
dengan
pemahaman
Maqashid
Al-Syariah
akan
dapat
dikembangkan terutama dalam menghadapi permasalahan baru yang tidak disinggung oleh nash. Dengan demikian, hukum Islam akan tetap dinanti dalam setiap fenomena sosial yang senantiasa berubah dan berkembang. 2. Stripteas Dalam Kajian Hukum Pidana Indonesia Masalah stripteas di Indonesia telah melampaui ambang toleransi dan merusak akhlak bangsa. Namun penyelesaian masalah stripteas belum sesuai dengan yang diharapkan. Kesulitan dalam mengatasi tindak pidana stripteas antara lain disebabkan oleh adanya pengertian dan penafsiran yang berbeda terhadap pasal-pasal Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang
mengatur masalah stripteas, dan dahulu masyarakat lemah dalam merespon stripteas. Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, terdiri dari berbagai macam penduduk dan masyarakat, serta berbagai agama yang diakui kebenarannya . karena itu, pengertian stripteas di Indonesia dapat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sebagai berikut : 1. Pembagian penduduk berdasarkan tempat tinggal. 2. Pembagian penduduk berdasarkan agama yang dianut di Indonesia. 3. Pembagian penduduk berdasarkan masyarakat adat di Indonesia, yang masing-masing masyarakat adat memiliki ragam budaya dan hukum adat yang berbeda satu dengan lainnya.56 Kategori-kategori tersebut perlu dipertimbangkan dalam merumuskan pengertian dan ketentuan-ketentuan hukum yang berkaitan tindak pidana stripteas. Namun pada prinsifnya, pengertian stripteas dan ketentuanketentuan tentang tindak pidana stripteas maupun stripteas di Indonesia. Harus sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia, Pancasila dan UUD 1945. KUHP sendiri tidak merumuskan pengertian stripteas. Namun berdasarkan tafsiran atas pasal 281 dan pasal 282, yang berisi : Pasal 281 Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah : 1. Barangsiapa dengan sengaja dimuka umum melanggar kesusilaan. 56
Neng Djubaidah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, Bogor, Kencana, 2003, Cet Pertama, h. 137
2. Barangsiapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Pasal 282 1. Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan dimuka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, atau barangsiapa secara terang-terangan atau mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah. 2. Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan dimuka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum, membikin tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, atau barangsiapa secara terang-terangan atau mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkannya atau menunjukannya sebagai bisa diperoleh, diancam jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. 3. Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah. maka pengertian “stripteas” dapat disimpulkan dari pasal-pasal tersebut, walaupun kurang tegas dan jelas. Tampaknya usaha-usaha untuk memberantas stripteas ini masih sangat kurang memadai, walaupun ada yang diajukan ke pengadilan dan diminta
kasasi. Hukuman yang dijatuhkannya pun tidak
mampu membuat jera
pelakunya.57 Memang
tidak
mudah
menangani
masalah
ini
mengingat
perkembangan zaman dan reaksi sosial yang lemah. Dan yang terakhir ini bisa menimbulkan keraguan-keraguan dalam menindak pelaku stripteas.
C. Ancaman Stripteas Dalam Hukum Islam Dan Hukum Pidana Indonesia 1. Ancaman Stripteas Dalam Hukum Islam Dalam hukum Islam, hukuman dapat dibagi menjadi beberapa penggolongan, menurut segi tinjauannya. Dalam hal ini ada lima penggolongan : 1. Penggolongan Pertama didasarkan atas pertaliannya satu hukuman dengan lainya, dan dalam hal ini ada empat macam hukuman, yaitu : a. Hukuman pokok (uqubah asliyah), seperti hukuman qisas untuk jarimah pembunuhan, atau hukuman potong tangan untuk jarimah pencurian. b. Hukuman pengganti (uqubah badaliyah), yaitu yang menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak dapat dilaksanakan
57
Andi Andojo Soetjipto, Pornografi dan Penegakkan Hukum, Makalah dalam seminar Pornografi dan Perilaku Kriminal, (depok: UI, 11 Februari 1994), h. 11
karena alasan yang sah, seperti hukuman diat (denda) sebagai pengganti hukuman qisas, atau hukuman ta’zir sebagai pengganti hukuman had atau hukuman qisas yang tidak bisa dijalankan. c. Hukuman tambahan (uqubah taba’iyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara tersendiri seperti larangan menerima warisan bagi orang yang melakukan pembunuhan terhadap keluarganya, sebagai tambahan dari hukuman qisas. d. Hukuman pelengkap (uqubah takmiliyah), yaitu hukuman yang mengikuti hukuman pokok dengan syarat ada keputusan tersendiri dari hakim, dan syarat inilah yang menjadi ciri pemisahnya dengan hukuman tambahan. 2. Penggolongan Kedua ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat ringannya hukuman. Dalam hal ini ada dua macam hukuman, yaitu : a. Hukuman yang hanya mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas tertinggi atau batas terendahnya, seperti hukuman jilid sebagai hukuman had (80 kali atau 100 kali). b. Hukuman yang mempunyai batastertinggi atau batas terendah, dimana hakim diberi kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai antara kedua batas tersebut, seperti hukuman penjara atau jilid pada jarimah-jarimah ta’zir.
3. Penggolongan ketiga ditinjau dari segi besarnya hukuman yang telah ditentukan, yaitu : a. Hukuman yang telah ditentukan macam dan besarnya, dimana hakim harus melaksanakannya tanpa dikurangi atau ditambah, atau diganti dengan hukuman lain. b. Hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk dipilihnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh syara’ agar bisa disesuaikan dengan keadaan pembuat dan perbuatannya. 4. Penggolongan Keempat
ditinjau dari segi tempat dilakukannya
hukuman, yaitu : a. Hukuman badan, yaitu yang dijatuhkan atas badan seperti hukuman mati, dera, penjara dan sebagainya. b. Hukuman jiwa, yaitu dikenakan pada jiwa seseorang, bukan badanya, seperti ancaman, peringatan dan teguran. c. Hukuman harta, yaitu yang di kenakan terhadap harta seseorang, seperti diat, denda, dan perampasan harta. 5. Penggolongan Kelima ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancam hukuman, yaitu : a. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimahjarimah hudud. Seperti zina, menuduh orang baik-baik berzina (qazf), meminum khamr, pencurian, menganggu keamanan (hirabah), murtad, Pemberontakan
b. Hukuman qisas atau diyat, yaitu yang ditetapkan atas jarimahjarimah qisas atau diyat. c. Hukuman kifarat, yaitu yang ditetapkan untuk sebagaian jarimah qisas dan diat dan beberapa jarimah ta’zir. d. Hukuman ta’zir, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimahjarimah ta’zir.58 Hukuman tindak pidana stripteas adalah haram dan hukumannya ta’zir karena kenyataanya stripteas telah menimbulkan banyak dampak negatif bagi umat Islam khususnya bangsa Indonesia umumnya, terutama generasi muda, baik terhadap prilaku, moral (akhlak), serta tatanan keluarga dan masyarakat beradab, seperti pergaulan bebas, perselingkuhan, kehamilan dan kelahiran anak diluar nikah, aborsi, kekerasan seksual dan perilaku seksual menyimpang dan sebagainya. Sanksi stripteas dalam hukum islam belum ditentukan secara jelas, tetapi hal itu tidak berarti hukum Islam tidak mengenal dan tidak dapat menentukan sanksi atas tindak pidana tersebut. Sanksi yang diancam terhadap pelaku tindak pidana stripteas adalah ta’zir, karena sangat dimungkinkan bagi yang berwenang (pemerintah) membuat peraturan perundang-undang untuk menentukan bentuk dan jenis sanksinya. Ta’zir menurut bahasa adalah ‘azzara yang berarti menguatkan, memuliakan dan membantu. Juga ta’zir bermakna at-ta’dib (pendidikan) dan 58
at-tankil (pengekangan). Adapun definisi ta’zir secara syar’I yang digali dari nash-nash yang ada menerangkan tentang sanksi-sanksi yang bersifat eduktif, adalah sanksi yang ditetapkan atas tindakan maksiat dan didalamnya tidak ada had dan kafarat. Dan dijatuhkan sanksi ta’zir berfungsi sebagai zawajir (membuat pelaku menjadi jera) dan mawani’ (orang yang belum melakukannya menjadi takut untuk melakukannya). Dalam ta’zir hukuman itu tidak ditetapkan dengan ketentuan (dari Allah
Swt
dan
Rasul-Nya),
dan
Qadi’
diperkenankan
untuk
mempertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Pelanggaran yang dapat dihukum dengan metode ini adalah : 1. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pembunuhan. 2. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan pelukaan. 3. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan kehormatan dan akhlak. 4. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan harta. 5. Jarimah ta’zir yang berkaitan dengan individu. 6. Jarimah ta’zir yang berkitan dengan keamanan dan kestabilan pemerintah. Stripteas termasuk jarimah yang berkaitan dengan kehormatan dan akhlak, yang antara lain adalah perzinahan, pemerkosaan dan perbuatan yang mendekati zina, seperti mencium dan meraba-raba, meskipun dilakukan dengan tidak ada paksaan. Islam menentukan dengan sangat sederhana bahwa kejahatan kesusilaan merupakan kejahatan yang sangat peka, sehingga kalau memang
terbukti dan dijatuhkan di muka hakim, hukumnya tegas dan jelas. Mengapa? Karena menyengkut harkat dan harga diri serta kehormatan manusia. Dari uraian diatas jelaslah bahwa bentuk-bentuk jarimah ta’zir sangat banyak sekali yang di dalamnya meliputi perbuatan-perbuatan maksiat. Karena itu, tidak ada alasan bagi pendapat yang menyatakan bahwa hukum Islam tidak mengetur tentang tindak pidana stripteas. Adapun ukuran-ukuran (standar) untuk menentukan sanksi atas tindak pidana stripteas harus memenuhi beberapa asas diantaranya : a. Asas keadilan. b. Asas manfaat. c. Asas keseimbangan. d. Asas kepastian hukum. e. Asas dilarang memindahkan kesalahan pada orang lain. f. Asas praduga tak bersalah. g. Asas legalitas.59 h. Asas tak berlaku surut. i. Asas pemberian maaf dan asas musyawarah. Demikian beberapa asas yang harus dipenuhi dalam menentukan sanksi terhadap tindak pidana stripteas berdasarkan lembaga ta’zir. Misalnya, dalam kasus tindak pidana stripteas, korban dari tindak pidana stripteas
59
Topo Santoso, Menggagas Hukum Islam : Penerapannya Syariat Islam dalam Konteks Modernitas, Bandung, As-Syamil Press, 2001. Cet Kedua. h. 113
maupun korban pemfitnahan. Kepada para korban dapat diberikan ganti rugi, baik berupa kompensasi dari pemerintah atau dari organisasi atau badan hukum yang terlibat tindak pidana. bersangkutan, maupun rehabilitas berupa pemulihan nama baik korban. Penentuan kompensasi, dan rehabilitasi dapat dilakukan berdasarkan ta’zir.60 Ada beberapa ketentuan tentang sanksi bagi pelaku tindak pidana stripteas yang dikemukakan oleh Abdurrahman Al-Maliki yaitu pelanggaran terhadap kehormatan dan kesusilaan : 1. Jika seorang wanita menari dengan maksud jelek (jahat) dalam Bentuk yang melanggar adab umum pada tempat-tempat yang terbuka atau mirip terbuka dan mudah dilihat pada masyarakat, maka si penari tersebut akan dikenakan sanksi jika penari tersebut melakukannya atas pilihan (kehendak sendiri), maka akan dipenjara selama 5 tahun. 2. Setiap orang yang melakukan tarian atau gerakan-gerakan erotis (merangsang) yang dapat membangkitkan syahwat di tempat umm, seperti di café, nigh club dan sebagainya, maka akan dikenakan sanksi penjara sampai 6 bulan lamanya, jika ia mengulanginya, maka sanksinya akan ditambah menjadi hukman penjara selama 2 tahun dan jilid. 3. Setiap orang yang melakukan tindakan tidak senonoh di tempat umum, atau pertemuan umum atau dalam kondisi yang memungkinkan seseorang
60
Neng Djubaidah, op. Cit, h. 64
yang ada ditempat itu melihatnya, maka pelakunya akan dikenakan sanksi penjara selama 6 bulan. 4. Setiap wanita yang membuka auratnya selain wajah dan telapak tangannya, akan dikenakan sanksi jilid dan jika ia tidak berhenti (jera), ia akan dikenakan sanksi pengasingan selama 6 bulan.61 Untuk jarimah-jarimah ta’zir tidak perlu menyebutkan hukuman secara tersendiri, oleh karena itu seorang hakim boleh memilih suatu hukuman yang sesuai dengan macam jarimah ta’zir dan perbuatanya, dari kesimpulan hukuman-hukuman yang disediakan untuk jarimah ta’zir. Hukuam atas jarimah ta’zir ada tiga yaitu : 1. Hukum ta’zir atas perbuatan maksiat 2. Hukum ta’zir mewujudkan kemaslahatan umum 3. Hukum ta’zir atas perbuatan-perbuatan pelanggaran. Apabila ta’zir itu dijatuhkan, maka diharapkan tindak pidana stripteas ini dapat diberantas, ditanggulangi dan dicegah, agar kemaslahatan hidup bermasyarakat dan bernegara menjadi lebih terarah, baik di dunia maupun diakhirat. Menurut penulis, sanksi ta’zir yang telah dikemukakan di atas dapat dijadikan alternatif untuk mengatasi (menjawab atau memberi solusi) terhadap masalah stripteas dan tindakan kejahatan seksual lainnya yang terjadi di tengah masyarakat. Ada pendekatan yang bersifat moral dan ada juga 61
Abdurrahman Al-Maliki, op. Cit, h. 286-288
pendekatan yuridis yang ditawarkan untuk menghadapi permasalahan tersebut. 2. Ancaman Stripteas Dalam Hukum Pidana Indonesia Sistem hukum pidana Indonesia (SHPIDI) merupakan warisan sistem hukum pidana belanda telah berusia lebih dari satu abad yang lampau (1886). Pemberlakuannya sebagai hukum nasional telah terjadi sejak 62 (enam puluh dua) tahun yang lampau sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 tentang pemberlakuan Wetboek van Strafrecht voor de Nederlandsch Indie ke dalam wilayah Republik Indonesia.62 Tujuan Negara Republik Indonesia yang berlandasan Pancasila dan Undang-undang 1945 adalah mewujudkan masyarakat adil, makmur, dan merata. Tujuan luhur yang demikian itu hanya dapat diwujudkan melalui pembangunan nasional secara bertahap, terencana, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan. Untuk melaksanakan pembangunan nasional dimaksud, diperlukan dana dari masyarakat, antara lain, berupa pembayaran pajak. Oleh karena itu, peran serta masyarakat wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pembayaran pajak berdasarkan ketentuan perpajakan sangat diharapkan. Pajak merupakan iuran wajib dibayar oleh rakyat kepada Negara. Kewajiban adalah suatu keharusan peranan terhadap sesuatu tertentu yang
62
Prof. Atmasasmita, Romli, Dr. Sh. LL.M. Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Bogor, Kencana, 2003, Cet Pertama. h.69
disyaratkan hukum/undang-undang. Adanya keharusan peranan menujukkan bahwa seseorang dapat dipaksakan untuk melakukan kewajiban secara baik.63 Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komandeter, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana, pensiun, bentuk usaha tetap, serta bentuk badan usaha lainnya. Tempat hiburan adalah bentuk usaha tetap dan dapat dikelolah karena sudah memiliki surat izin untuk usaha (SITU) dimana tempat hiburan tersebut sudah membayar pajak dengan mahal. Membayar pajak mengandung berbagai aspek penting bagi wajib pajak. Aspek-aspek ini diantaranya menyangkut aspek hukum, aspek moral, aspek sosial, aspek politik dan sebagainya. Apabila tidak membayar , maka wajib pajak dapat dikenakan sanksi, baik berupa sanksi administrasi, perdata ataupun sanksi pidana.64 Dalam ajaran hukum pidana, pelanggaran sering dipadankan sebagai kejahatan yang ringan, dalam hal ini terlihat ada kesamaan dengan pelanggaran
dibidang
perpajakan
disebutkan
dalam
kamus
bahwa,
pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melanggartindak pidana yan lebih ringan dari pada kejahatan.
63
Purnadi Purbacaraka dan A. Ridwan Halim, Filsafat Hukum Pidana (dalam tanya jawab), Jakarta : CV. Rajawali, 1982. 64 Waluyo, Bambang, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana DiBidang Perpajakan, Jakarta, Sumber Ilmu Jaya, 2006, Cet Pertama. h. 16
Menurut undang-undang, ancaman pidana bagi pelaku pelanggaran perpajakan lebih ringan bila dibandingkan dengan pelaku kejahatan. Ancaman pidana yang dapat dikenakan terhadap wajib pajak yang melakukan pelanggaran kewajiban perpajakan adalah pidana kurungan selama-lamanya 1 (satu) tahun atau denda sebesar-sebesarnya 2 (dua) kali jumlah pajak yang terhutang. Bahkan, terhadap wajib pajak ini dapat hanya dilakukan sanksi administrasi saja yaitu apabila pelanggaran yang dilakukan hanya menyangkut tindakan administrasi (penjelasan pasal 38 Undang-undanh Nomor 6 Tahun 1983).65 Dianggap melakukan tindak pidana atau pelanggaran kewajiban perpajakan apabila perbuatan tersebut itu dilakukan wajib pajak bukan dengan suatu kesengajaan, melainkan hanya karena kealpaan/kelalaian. Disini unsur “kesalahan” adalah alpa atau lalai. Pengusaha yang semata-mata mengejar laba yang sebesar-besarnya, tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat, tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi.66 Menurut penulis, sanksi kepada pelaku stripteas di Indonesia tidak ada, Apabila pelaku stripteas tersebut telah memiliki surat izin untuk usaha dan telah membayar pajak sesuai dengan ketentuanya. Akan dikenakan hukuman apabila pelaku stripteas tersebut telah melanggar isi surat izin untuk 65
Ibid, h. 23 Marpaung, Leden. Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Ekonomi, Jakarta, Sinar Grafika, 1994, Cet Pertama. h. 43 66
usaha atau tidak membayar pajak. Akan di kenakan sanksi pidana yaitu kurungan selama 1 tahun,. Sanksi Administrasi yaitu
membayar
denda
sebesar 2 kali jumlah pajak yang terhutang atau sanksi perdata yaitu mencabut surat izin untuk usaha atau menutupnya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari pandangan penulis dalam mengkaji tentang stripteas dalam hukum Islam dan hukum pidana Indonesia dewasa ini, maka disini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hukum Islam telah melarang stripteas, namun terkadang lemah sehingga dapat memberi peluang maraknya stripteas, dan untuk mencegahnya, Islam mengatur dengan menanamkan akhlak dan keimanan. Kemudian stripteas jelas telah bertentangan dengan tujuan hukum Islam yang dimana stripteas dapat merusak agama, jiwa, akal, keturunan dan harta, yang demikian tersebut adalah kebutuhan esensial dalam tujuan hukum Islam. 2. Faktor dominan yang menyebabkan maraknya stripteas di indonesia sampai saat ini adalah faktor bisnis yang menggiurkan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa krisis moral dan krisis ekonomi memicu orang-orang untuk melakukan stripteas, selain faktor lainnya. 3. Dampak negatif dari stripteas dewasa ini sangat mudah sekali untuk terjadinya bentuk penyimpangan dan kejahatan seksual. Hal ini terlihat dari semakin gencarnya ekspose seks yang senantiasa memberi ruang yang cukup luas untuk melemahkan norma-norma / etika-etika yang ada di masyarakat,
sehingga moral akan semakin memprihatinkan dan berada pada kondisi yang kritis dan terpuruk. 4. Kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) terkesan tidak tegas dalam menyelesaikan stripteas, bahkan terkesan memberi kelonggaran terhadap keberadaan stripteas. Akibatnya, aparat penegak hukum tidak pernah mampu menangani kasus stripteas dengan tuntas dan stripteas telah menjadi lahan industri yang makin subur. 5. Upaya menanggulangi stripteas baik dalam hukum islam maupun hukum pidana indonesi, masih mencari solusi yang tepat untuk menanggulanginya, sebab permasalahan ini bukan saja permasalahan umat islam. Tetapi juga permasalahan seluruh bangsa.
B. Saran Dalam kajian ini ada beberapa hal yang penulis sarankan agar kajiankajian tentang kitab suci Al-Qur’an dan upaya penafsirannya terus mengalami perkembangan dan menjadikannya rujukan bagi segala bentuk persoalan umat muslim demi kebahagian dunia dan akhirat. 1. Dalam menjaga pertahanan keluarga, orang tua harus mampu membimbing dan mengawasi anak-anak mereka setiap saat bukan hanya ketika mereka berada didalam lingkungan keluarga, tetapi juga dalam bermasyarakat. Dan hendaklah benar-benar perilaku yang positif, tidak bertentangan dengan nilai kesopanan dan bertentangan dengan agama.
2. Pemerintah segera mengesahkan undang-undang pornografi dan pornoaksi termasuk stripteas yang telah diminati oleh masyarakat dewasa. Sebab perangkat peraturan dan perundang-undangan yang ada saat ini sudah sangat tidak memadai untuk menangani masalah stripteas. 3. Sebagai perempuan seharusnya kritis menilai kondisi masa kini, disamping juga perlu untuk membuat strategi dan mekanisme yang jelas untuk memperbaiki dan merubah citra perempuan yang lebih banyak di eksploitasi demi keuntungan pengelola hiburan.
DAFTAR PUSTAKA Ali. M, Daud, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2004, Cet. Ke-10. Ali, Zainudin, Hukum Pidana Islam, jakarta: Sinar Grafika, 2007, Cet. Ke-1. Alif, Haqiqi, Masa Remaja Penuh sensasi, Jombang: Lintas Media. Al-Ghifari, abu, Remaja Korban Mode, Bandung: Mujahid Pres, 2003, Cet. Ke-1. Al-Maliki, Abdurrahman, Sistem Sanksi Dalam Islam, Bogor, Pustaka Thariquk Izzah, 2002. Al-farabi, Faruq, Remaja Gaul Kebablasan, Jombang: Lintas Media. Al-Hasyim, Ahmad, Mukhtar al-Hadist an-Nawawi, Semarang: Toha Putra. Anggrani, Nurul, YS, Menyikapi Sisi Samping Liku-liku Pelacur, Jakarta: PT. Golden Terayon, 1996. Astono, Sigit, Apreasi Seni, Jakarta: Yudhistira. Burhan, Bungin, Pornomedia Konstruksi Sosial, Teknologi Telematika dan Perayaan Seks Di media Massa, Bogor: Kencana, 2003, Cet. Ke-1. Chazawi, Adami, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005. Departemen Agama RI, Al-Quranul Kariem, Jakarta. Departemen Agama RI, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, 2001, Cet. Ke-9. Dianawati, Ajeng, Pengetahuan Populer Remaja Pendidikan Seks Untuk Remaja, Jakarta: Kawasan Pustaka, 2003, Cet. Ke-1. Djazuli, Ahmad, Fiqh Jinayah Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam, Jakarta, Rajawali Press, 2000. Djubaedah, Neng, Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Hukum Islam, Bogor: Kencana, 2003. Djunaidi, Achmad dan Al-Asyhar Thobieb. Khadijah Sosok Perempuan Karier Sukses, Jakarta: Mitra Abadi Press, 2006, Cet. Ke-2. Hanafi, Ahmad, Azaz-Azas Pidana Islam, jakarta: PT Bulan Bintang, 1971, Cet Ke-5.. Kartona, Kartini, Patologi Sosial, Jakarta: PT Grafindo Persada, 2002.
Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Islam, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997, Cet. Ke-3. Kresna, Fuyu, Menyusuri Remang-Remang Jakarta, jakarta: PT Sinar Harapan, 1979, Cet. Ke-1. Marpaung, Leden, Azas hukum Pidana Islam, jakarta: Sinar Grafindo, 2006. Moeljatno, Azas-Azas Hukum Pidana, jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, Cet. Ke-7. Muslehuddin, Muhammad, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya, 1997. Muslich, A. Wardi, Pengantar Dan Azas-Azas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Nasution, Harun, Prof. Dr., Pembaharuan Dalam Islam’Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cet. Ke-9. Qodri, Azizi, Melawan Globalisasi Reinterprestasi Ajaran Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004, Cet. Ke-2. Piliang. A, Yasraf, Terkurung Diantara Realitas-Realitas Semu, Jakrta: Jurnal Ulumul Qur’an, 1994. Purbacaraka, Purnadi, Filsafat Hukum Islam, Jakarta,: CV. Rajawali, 1982. Purnomo, Tjahyo, Membedah Pelacur Surabaya, Jakarta: PT Grafiti Pers, 1984, Cet Ke-2. Romli, Atmasasmita, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Bogor: Kencana, 2003, Cet. Ke-1. Sabili, Fokus Ke Pornografi, 23 Maret 2006 Santoso, Topo, Menggegaskan Hukum Islam: Penerapan Syariat Hukum Islam Dalam Konteks Modernitas, Bandung: As-Syamil Press, 2001, Cet.Ke-2. Sa’bah, Umar. Marzuki, Seks Dan Kita, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, Cet. Ke-1. Sodyaningsih, Endang, Perempuan-perempuan Kramat Tinggak, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999. Suparman, Usman, Hukum Islam : Azas-Azas Dan Pengantar Studi Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratam, 2002, Cet. Ke-2. Suseno, Magnis Franz, Etika dasar : Masalah-Masalah pokok Filsafat moral, Yogyakarta: Kanisius, 1987. UIN “Syarif Hidayatullah” Jakarta, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Jakarta : UIN “Syarif Hidayatullah” 2007.
Waluyo, Bambang, Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan, Jakarta: Sumber Ilmu Jaya, 2006, Cet. Ke-1. Yanggo, T. Huzaemah, Fiqh Perempuan Kontemporer, Jakarta: Al-Mawardi, 2001, Cet. Ke-1.