STRATEGI PENINGKATAN EKSPOR INDONESIA DALAM PERDAGANGAN BEBAS Mastur Universitas Wahid Hasyim Semarang
Abstract The article explored Indonesian export development to anticipate the challenge of free trade. The Challenge were : export structure still base on traditional market and just on certain commodity, Indonesian non oil export also had many challenge from Others Asian Exporter state. The improvement on quantity and quality must be achieved with many strategy e g : export divert policy specially on non oil export both good or service, improve the global competence product and promote of export function on catalyze economic growth Keywords : export divert policy, promote export function, economic growth. PENDAHULUAN Perdagangan yang dilaksanakan baik antar daerah (interregional) maupun antar negara (internasional) merupakan suatu cara penting untuk meningkatkan tingkat hidup dan kemakmuran bagi bangsa-bangsa atau negara yang bersangkutan (Subri, 2001). Hubungan ekonomi de-ngan luar negeri adalah bagian dari hubungan internasional secara luas mencakup juga hubungan politik, militer, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya. Bagi negara sedang berkembang seperti Indonesia, terlebih dengan sistem ekonomi terbuka, memungkinkan hubungan ekonomi dengan luar negeri terjadi. Peningkatan ekspor baik jumlah maupun jenis barang atau jasa serta nilainya selalu diupayakan atau digalakkan dengan berbagai strategi diantaranya adalah kebijakan pengembangan ekspor, terutama ekspor nonmigas, baik barang maupun jasa. Tujuan dari program pengembangan ekspor ini adalah mendukung upaya peningkatan daya saing global produk Indonesia serta meningkatkan peranan ekspor dalam memacu pertumbuhan ekonomi. (UU No. 25 Th. 2000). Tantangan pokok dalam kebijakan perdagangan adalah mengembalikan keterkaitan perdagangan dengan pertumbuhan dan pembangunan. Banyak pengalaman negara-negara berkembang menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan tidak de-ngan sendirinya akan mendorong pertumbuhan ekonomi (Rodrick, 2002 dalam Prabowo, 2003). Keterkaitan tersebut merupakan hasil kerja “ekstra” pemerintah yang pada dasarnya “beyond liberization”. Arah Kebijakan GBHN, Program Nasional dan Indikator Kinerja Pengembangan Ekspor Pada masa yang akan datang pembangunan ekonomi Indonesia menghadapi tantangan utama yang terkait dengan proses globalisasi. Untuk mengStrategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
31
hadapi tantangan ini, pemerintah telah menetapkan berbagai arah kebijakan, program nasional dan indikator kinerja dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional melalui peningkatan efisiensi dan pembangunan keunggulan kompetitif yang pada gilirannya akan memperkukuh ketahanan dan pertumbuhan ekonomi. Secara umum, sesuai dengan strategi pembangunan ekonomi yang telah dirumuskan dalam GBHN 1994 – 2004, kebijakan industri, perdagangan dan investasi diarahkan untuk meningkatkan daya saing global. Sebagai penjabarannya, Propenas 2000 – 2004 telah dirumuskan strategi untuk peningkatan kemampuan sumber daya manusia dan teknologi untuk memperkuat landasan pembangunan yang berkelanjutan dan meningkatkan daya saing nasional. Strategi tersebut meliputi : pengembangan ekspor, pengembangan industri yang berkeunggulan kompetitif, penguatan institusi pasar, pengembangan pariwisata dan peningkatan kemampuan ilmu pengetahuan teknologi. Khusus untuk program pengembangan ekspor, dalam jangka pendek kebijakan diarahkan untuk menurunkan hambatan prosedural dan permasalah likuiditas serta memperluas pasar ekspor nonkuota. Dalam jangka menengah panjang, kebijakan diarahkan untuk me-ningkatkan kualitas prasarana dan sarana pengembangan ekspor untuk mendukung kegiatan produksi dan distribusi dalam negeri ke sistem perdagangan bebas internasional. Arah kebijakan program nasional dan indikator program kinerja program pembangunan ekonomi yang berkaitan dengan pengembangan ekspor berdasarkan Propenas 2000– 2004 disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Matriks Kebijakan Pengembangan Ekspor
Arah Kebijakan dalam GBHN
Program Nasional
Indikator Kinerja
Me lakukan secara proaktif Pengembangan 1. n e g os iasi dan k e rj a s am a ekspor b il at er al d an m ul til ate ral dalam rangka meningkatkan vo l u m e d an n i l a i e k s p o r terutama dari sektor industri yang berbasis sumber daya 2. alam, serta menarik investasi finansial dan investasi asing langsung tanpa merug ikan pengusaha nasional. 3.
Me nin gkatkan n ilai dan volume ekspor non migas dalam periode tahun 2000 - 2 004 d ipe r k i r aka n meningkat rata-rata 11,9 persen per tahun. meningkatnya keragaman ekspo r terutama prod uk industri Meningkatnya kontribusi UKM dalam ekspor
4. Meningkatnya e fektivitas kelembagaan perdagangan inter-nasional
32 AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. 1 No. 1, April 2006
Berbagai Ketentuan dan Kebijakan yang Berkaitan Dengan Pengembangan Ekspor Selama Tahun 2001 – 2003 Kebijakan-kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia selain ditujukan untuk meningkatkan daya saing global produk Indonesia, juga untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan menambah cadangan devisa. Dengan adanya deregulasi perdagangan luar negeri, diharapkan adanya peningkatan ekspor produk Indonesia, baik dari volume maupun nilai-nya. Kebijakan pemerintah selain melalui peraturan yang mempermudah eksportir dalam kepabeanan, juga menjadi fasilitator dalam mencarikan pasar internasional bagi produk dalam negeri. Upaya mencari dan mengembangkan pasar luar negeri dilakukan baik melalui jalur diplomasi bilateral maupun multilateral, serta mengurangi secara bertahap hambatan-hambatan dalam perdagangan luar negeri sesuai dengan komitmen internasional dengan tetap mamperhatikan kepentingan nasio-nal. Selain kebijakan ekspor, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan-kebijakan dibidang impor yang ditujukan menunjang serta mendukung pertumbuhan industri dalam negeri, khususnya yang berorientasi ekspor. Selain itu kebijakan impor juga ditujukan untuk tetap menjaga tersedianya kebutuhan barang dan jasa serta meningkatkan penda-yagunaan devisa dalam menjaga keseimbangan neraca pembayaran Kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia masih bersifat mendua. Di satu sisi, berbagai hambatan perdagangan dihilangkan agar efisien, namun di sisi lain, proteksi tetap diberikan karena daya saing produk-produk Indonesia masih rendah. Ak-batnya, produk-produk Indonesia lebih mampu bersaing di pasar lokal. Hingga kini kebijakan perdagangan masih bertumpu pada liberalisasi, deregulasi dan berbagai fasilitas seperti prosedur bea dan cukai, serta langkah-langkah penyesuaian domestik sebagai tindak lanjut kesepakatan WTO (World Trade Organization) dan AFTA (ASEAN Free Trade Area). Jadi tidak ada langkah lain pemerintah mengembangkan kepastian dan kapabilitas sektor industri, pertanian dan jasa kompetitif. Begitu pula dengan langkah-langkah pengembangan keterkaitan antar berbagai industri, berorientasi ekspor seperti yang dilakukan negara tetangga (Business News, 21 Februari, 2004). Dalam pelaksanaannya, berbagai kebijakan tersebut belum banyak memberikan hasil yang diharapkan. Berbagai permasalahan masih dihadapi dunia usaha, seperti masalah deregulasi ketenagakerjaan yang kurang kondusif, kebijakan investasi dan sektoral yang masih tumpang tindih, baik antar daerah maupun antar pusat dan daerah yang terutama terkait dengan penerapan oto-nomi daerah, kurangnya insentif bagi investor, termasuk insentif perpajakan, kondisi keamanan yang belum kondusif di beberapa daerah tertentu, ekonomi biaya tinggi serta prosedur-prosedur birokrasi yang panjang dan berbelit. Kondisi ini diperburuk oleh minimnya pengembangan infrastruktur akibat keterbatasan dana pemerintah. Hal lain yang perlu segera dibenahi adStrategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
33
alah masalah kepastian hukum diberbagai tingkatan, antara lain yang terkait dengan upaya peningkatan kinerja pengadilan niaga dan penyelesaian RUU penanaman modal. Di sektor produksi, kebijakan industri lebih banyak bertumpu pada keunggulan kompa-ratif, terutama upah buruh yang murah. Padahal, perkembangan terakhir menunjukkan bahwa keunggulan tersebut sulit dipertahankan sehingga diperlukan kebijakan industri yang berbasis pada keunggulan kompetitif yang lebih berorientasi pada pemanfaatan sumber daya alam dan industri yang banyak menyerap teknologi sejalan dengan paradigma model pembangunan industri Indonesia yang dirumuskan dalam propenas (Bank Indonesia, 2003). Faktor Penghambat dan Pendorong serta Realisasi Ekspor-Impor Tahun 2000 – 2003 Menurunnya kinerja ekspor Indonesia tidak terlepas dari perkembangan kondisi yang terjadi baik di luar maupun di dalam negeri. Di sisi eks-ternal, melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia terutama di negara-negara tujuan ekspor, yang diperburuk oleh dampak tragedi WTC 11 September 2001 dan turunnya harga-harga komoditas utama mengakibatkan ekspor, khususnya ekspor nonmigas mengalami penurunan yang cukup besar. Penurunan ekspor juga dipengaruhi oleh adanya penetapan syarat-syarat tambahan bagi produk ekspor Indonesia seperti penerapan persyaratan ramah lingku-ngan dan perlindungan hak konsumen. Di sisi internal penurunan ekspor tersebut dipengaruhi oleh terjadinya gangguan produksi dan distribusi yang di sebabkan oleh me-ningkatnya faktor ketidakpastian sehubungan dengan masih maraknya aksi mogok buruh, gangguan keamanan dan masih belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan (Bank Indonesia, 2002). Sejalan dengan masih rendahnya kegiatan investasi dan menurunnya ekspor, impor juga mengalami penurunan terutama impor barang modal dan bahan baku penolong. Penurunan impor ini karena melemahnya kinerja perekonomian dalam negeri, disam-ping itu berkaitan pula dengan perkembangan nilai tukar rupiah yang mengalami depresiasi dan fluktuasi yang cukup tajam menyebabkan harga impor menjadi lebih mahal. Depresiasi nilai tukar rupiah yang berdampak pada naiknya biaya faktor produksi, akan mengurangi daya saing produk ekspor Indonesia yang sebagian memiliki kandungan impor tinggi (Firmansyah, 2003). Perkembangan ekspor – impor Indonesia periode 2000 – 2003 disajikan dalam Tabel 2. Dibanding dengan tahun sebelumnya nilai ekspor pada tahun 2001 mengalami penurunan sebesar 12,3% atau 2.772 juta $. Nilai ekspor non migas dalam tahun 2001 turun 11% atau sebesar 5.536 juta $. Struktur ekspor non migas, sebagaimana tahun sebelumnya, masih didominasi oleh sektor industri yang mencapai 79,5% dari total nilai ekspor non migas, kemudian diikuti oleh sektor pertambangan 12,5% dan sektor pertanian 7,9%. Dalam tahun 2001, total nilai ekspor barang industri turun sebesar 4.995 juta $ atau 12,3%, sektor pertambangan sebesar 0,97%, sektor pertanian turun 595 juta $ atau 14,33%.
34 AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. 1 No. 1, April 2006
Tabel 2. Nilai Ekspor, Impor Indon esia dan Pertumbuhannya 2000 - 2003 2000
2001
2002
1)
2003
Komponen Juta $
%
Juta $
%
Juta $
%
Juta $
%
Ekspor (fob)
65.407
27,6
57.365
-1,23
58.773
2,45
63.450
7,96
Non Migas
50.341
22,4
44.805
-11,0
46.307
3,35
47.928
3,50
Migas
15.066
46,9
12.560
-16,7
12.466
-0,75
14.648
17.50
Impor (fob)
40.367
31,9
34.669
-14,1
35.653
2,84
39.011
9,42
Non Migas
34.378
29.1
28.961
-15,8
31.068
7,28
33.244
7,00
5.989
51,0
5.708
-4,7
4.585
-19,67
5.767
25,77
Migas 1)
Angka proyeksi
Sumber Bank Indonesia, diolah
Sementara itu penurunan ekspor migas disebabkan oleh turunnya harga minyak bumi dan gas di pasar internasional. Dalam tahun 2001, harga ratarata minyak bumi turun cukup tajam sehingga mencapai $24,0 per barel dibandingkan dengan $28,2 per barel dalam tahun 2000. Penurunan tersebut berkaitan dengan masih berlanjutnya dampak kenaikan produksi negaranegara OPEC di akhir tahun 2000, masuknya Irak ke pasar atas persetujuan PBB dalam rangka oil for food dan meningkatnya produksi minyak di negaranegara di luar OPEC turut mempengaruhi harga minyak pada tahun 2001, meskipun negara-negara OPEC sejak permulaan tahun 2001 telah menurunkan produksinya. Sementara itu harga ekspor gas alam cair (LNG) dan ekspor gas minyak cair (LPG) juga mengalami penurunan masing-masing sebesar $4,0 per MMBTU dan $282,7 per Mton dari tahun sebelumnya yang sebesar $4,8 per MMBTU dan $291,8 per Mton. Kinerja ekspor Indonesia dalam tahun 2002 telah menunjukkan perbaikan dibanding tahun sebelumnya dimana ada peningkatan sebesar 1.408 juta $ atau 2,45%. Ekspor non migas dalam tahun 2002 mencapai pertumbuhan negatif 11%. Secara sektoral, kenaikan ekspor non migas tersebut berasal dari kenaikan ekspor barang disektor pertanian dan industri sedangkan kelompok barang disektor partambangan menunjukkan pertumbuhan negatif. Peningkatan ekspor di sektor pertanian terjadi di beberapa komoditas utama seperti getah karet yang terkait erat dengan keberhasilan kesepakatan Internasional Tripartite Rubber Company (ITRCo) antara Indonesia, Malaysia, dan Thailand yang ditandatangani pada Agustus 2002 yang antara lain untuk mengawasi skema pengurangan produksi (management scheme). Kesepakatan ketiga negara penghasil karet terbesar di dunia tersebut mampu meStrategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
35
ngangkat harga karet internasional. Selain itu, masuknya Vietnam sebagai anggota ASEAN Rubber Business Club (ABRC) juga turut mengangkat harga karet alam mengingat ARBC menguasai hampir 90% pangsa pasar karet dunia. Sedangkan peningkatan nilai ekspor kopi antara lain disebabkan oleh kenaikkan volume ekspor kopi terkait dengan peningkatan permintaan dunia. Sementara itu, ekspor udang yang merupakan komoditas unggulan dari sektor pertanian menunjukkan penurunan, hal ini disebabkan turunnya harga udang di pasar internasional sebagai akibat isu bahwa sebagian udang asal Asia mengandung chloramphenicol yang cukup tinggi. Hal tersebut mengurangi minat konsumen untuk membeli produk impor karena dikhawatirkan tidak aman untuk dikonsumsi (produk tercemar). Di samping itu, pemogokan kerja di pantai barat AS yang menyebabkan tertahannya barangbarang ekspor ke AS, turut mempengaruhi turunnya nilai ekspor udang. Peningkatan ekspor di sektor industri terjadi pada beberapa komoditas utama, seperti minyak sawit yang disebabkan oleh permintaan dunia yang diikuti dengan penurunan produksi di beberapa negara pesaing. Selain itu, penurunan produksi minyak nabati terutama minyak kedelai dan minyak bunga matahari yang merupakan subtitusi minyak sawit, turut mendorong naiknya volume ekspor dan harga minyak sawit di pasar internasional. Kenaikan ekspor pada barang-barang elektronik didorong oleh perkembangan teknologi informasi (TI) dunia. Hal tersebut berkaitan dengan dominasi komponen TI dalam struktur ekspor barang-barang elektronik dari Indonesia. Ekspor tekstil dan produk tekstil (TPT) yang merupakan salah satu komoditas unggulan terus menunjukkan penurunan disebabkan oleh realokasi pabrik tekstik ke Cina dan Vietnam seiring dengan belum kondusifnya iklim usaha di dalam negeri terkait dengan masalah struktural yang belum selesai. Penurunan nilai ekspor pada sektor pertambangan terjadi pada beberapa komoditas seperti tembaga dan nikel lebih dikarenakan turunnya harga komoditi tersebut di pasar internasional. Nilai ekspor pada tahun 2003 mengalami kenaikan. Di sektor pertanian meningkat dibanding tahun sebelumnya, didorong oleh kenaikan harga di pasar internasional, sementara volumenya relatif stabil. Meningkatnya harga ekspor komoditas pertanian tersebut terutama disebabkan oleh keberhasilan kerja-sama antar negara produsen produk-produk pertanian dalam menjaga kestabilan harga. Ekspor karet alam menjadi pendorong utama peningkatan ekspor komoditas pertanian perbaikan tersebut terjadi baik dari sisi harga maupun volume, yang disebabkan oleh terbentuknya perusahaan konsorsium karet internasional yang ditandatangani dalam KTT ASEAN ke-9 pada Oktober. Selain faktor harga, volume ekspor juga mengalami peningkatan didorong oleh peningkatan permintaan karet alam dunia, terutama yang bersumber dari tambahan kuota ekspor karet alam ke Cina. Sementara itu nilai ekspor komoditi pertanian lainnya relatif tidak jauh berbeda dengan pencapaian eks-por pada tahun 2002. Nilai ekspor sektor pertambangan selama tahun 2003 mengalami kenaikan terutama disumbang oleh tembaga dan batubara. Meningkatnya nilai
36 AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. 1 No. 1, April 2006
ekspor terjadi karena kenaikan harga internasional yang didorong oleh meningkatnya permintaan dunia dan menurunnya pasokan tembaga dunia. Sementara itu ekspor batubara juga menunjukkan peningkatan, yang didorong oleh naiknya volume dan harga dunia. Kenaikan harga batubara di pasar dunia didorong oleh keterbatasan pasokan dari Cina yang lebih dialokasikan untuk memenuhi kebutuhuan dalam negerinya, sehingga memberikan peluang untuk pe-ningkatan volume ekspor batubara dari Indonesia. Nilai ekspor sektor industri pada tahun 2003 meningkat dibanding tahun sebelumnya. Namun demikian, peningkatan tersebut lebih disebabkan oleh naiknya harga beberapa komoditi di pasar internasional. Sebagian besar produk sektor industri mencatat penurunan volume eks-por minyak sawit, produk kimia dan kertas. Peningkatan ekspor minyak sawit selama 2003 disebabkan oleh tingginya permintaan dunia khususnya India, Belanda dan Cina. Pe-ningkatan tersebut juga didorong oleh melimpahnya pasokan minyak sawit di dalam negeri karena kenaikan produksi. Sementara itu, tingginya ekspor produk kimia, logam dan barang-barang dari karet lebih disebabkan oleh peningkatan permintaan nilai dan volume ekspor migas dan non migas dapat dilihat pada Lampiran 1. Beberapa komoditas ekspor yang selama ini pangsanya besar dan menjadi unggulan seperti tekstil, barang-barang dari kayu, alat-alat listrik dan alas kaki mencatat penurunan, baik nilai maupun volume. Ekspor tekstil dan produk tekstil mengalami penurunan karena masalah yang dihadapi oleh perusahaan seperti mesin yang tua, keterbatasan sumber pembiayaan investasi, disamping munculnya pesaing-pesaing baru seperti Cina dan Vietnam. Sementara itu penurunan ekspor barang-barang dari kayu disebabkan oleh kekura-ngan pasokan bahan baku kayu akibat pembatasan jatah tebangan kayu yang diatur oleh keputusan Menteri Kehutanan No. 156/II/2003 untuk menjaga kelestarian hutan. Selain itu, kesulitan bahan baku kayu juga terkait dengan penyelundupan kayu ke luar negeri. Sementara itu, turunnya ekspor alat-alat listrik terkait dengan berkurangnintaan dan hambatan dari sisi penawaran akibat terbatasnya penambahan kapasitas produksi. Kondisi serupa juga dialami oleh industri alas kaki. Beberapa perusahaan bahkan telah melakukan re-alokasi ke negara lain akibat kondisi usaha yang kurang kondusif seperti masalah tingginya upah buruh dan lain-lain. Dilihat dari negara tujuan ekspor, ekspor non migas Indonesia masih tertuju pada dasar tunggal (single market) yaitu 3 pasar tradisional (AS, Jepang dan Singapura). Amerika Serikat masih merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar namun dengan pangsa yang menurun, diikuti oleh Jepang yang pangsanya sedikit meningkat, kemudian disusul Singapura yang pangsanya sedikit menurun. Penurunan pangsa ekspor non migas ke AS tidak terlepas dari turunnya ekspor beberapa komoditi unggulan seperti tekstil dan produk tekstil (TPT) dan elektronik yang eks-pornya sebagian besar ditujukan ke negara tersebut. Pada saat pangsa ekspor Indonesia ke AS menurun, pangsa ekspor ke AS dari negara-negara pesaing seperti Cina dan Vietnam mengalami peningkatan. Kondisi ini mengindikasikan lemahnya daya saing
Strategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
37
produk ekspor Indonesia dibandingkan produk dari negara-negara pesaing. Rincian mengenai nilai dan volume ekspor Indonesia berdasarkan negara tujuan ekspor dapat dilihat pada Lampiran. Dalam perkembangan ekspor Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat. Tantangan tersebut selain berupa struktur ekspor yang masih bertumpu pada pasar tradisi-onal dan komoditi tertentu, ekspor non migas Indonesia juga mendapat persaingan yang ketat dari negara-negara eksportir di kawasan Asia lainnya. Secara konseptual pertumbuhan atau kinerja ekspor Indonesia akan ditentukan oleh dua faktor yaitu faktor permintaan dan faktor penawaran. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekspor dapat dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi dunia. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi dunia, maka akan semakin tinggi impor dari Indonesia yang artinya semakin tinggi pula ekspor Indonesia. Dari sisi penawaran, kinerja ekspor akan sangat dipengaruhi oleh daya kompetisi yang dicerminkan dari nilai tukar riil dan juga berbagai hambatan domestik. Menurut Muhammad Chatib Basri (2003), problematika ekspor Indonesia tampaknya memang lebih ba-nyak dideterminasi oleh problem sisi penawaran ketimbang sisi permintaan. Berbagai hambatan sisi penawaran mencakup masalah perburuhan, ekonomi biaya tinggi, pengangkutan dan keamanan. Dalam kaitan dengan daya saing dan kelemahan struktural, Prabowo (2003), kemerosotan kinerja ekspor industri padat tenaga kerja dengan teknologi rendah merupakan cermin dari melemahnya daya saing Indonesia di sektor ini. Kondisi ini disebabkan oleh faktor-faktor di dalam negeri seperti laju pertumbuhan produktivitas yang rendah, keterkaitan antar industri di dalam negeri yang terbatas, biaya yang meningkat dan ketergantungan bahan baku impor yang tinggi. Juga faktor-faktor internasional seperti munculnya pesaing di Asia, terutama Cina, Banglades dan Vietnam yang berhasil memacu ekspor tekstil, pakaian, alas kaki, elektronika dan komponen. Ketergantungan impor yang relatif tinggi mencerminkan rendahnya keterkaitan industri ekspor dengan industri pemasok di dalam negeri karena masalah harga dan mutu maupun masalah-masalah lain yang bersifat struktural. Selain itu, berbeda dengan negara-negara berkem-bang lain, produksi barang industri dengan tingkat teknologi menengah dan tinggi berlangsung lambat. Ber-bagai estimasi tentang “total factor productivity” (TFP), sebuah ukuran kasar tentang peningkatan produktivitas, memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan TFP di Indonesia yang relatif rendah di banding dengan Thailand, Malaysia dan Korea. Begitu pula dengan laju pertumbuhan industri pengolahan yang relatif padat teknologi. Dalam Business News 21 Februari 2004, tercatat laju pertumbuhan TFP di Indonesia relatif rendah hanya mencapai kurang dari 10% jika dibanding dengan nilai tambah industri manufakturnya. Selain itu, Indonesia masih mengalami beberapa kelemahan struktural
38 AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. 1 No. 1, April 2006
seperti jenis produk ekspor dan negara tujuan ekspor yang masih terlalu terkonsentrasi dan tidak menunjukkan perubahan yang berarti selama ini. Diversifikasi produk ekspor dan negara tujuan ekspor masih tetap merupakan tantangan bagi Indonesia (Prabowo, 2003). PENUTUP Kebijakan perdagangan luar negeri Indonesia masih bersifat mendua. Di satu sisi, berbagai hambatan perdagangan dihilangkan agar efisien, namun di sisi lain, proteksi tetap diberikan karena daya saing produk-produk Indonesia masih rendah. Akibatnya, produk-produk Indonesia lebih mampu bersaing di pasar lokal. Terlihat ekspor Indonesia cenderung menurun, meskipun meningkat menjadi 63,450 miliar dollar AS pada tahun 2003 dibanding 58,773 miliar dollar pada tahun 2002. namun angka ini masih belum sebesar nilai ekspor tahun 2000 yang mencapai 65,407 miliar dollar AS. Merosotnya ekspor berkaitan dengan kinerja sektor manufaktur, terutama industri padat karya yang cenderung menurun. Hal ini disebabkan oleh faktor internal seperti pertumbuhan produktivitas yang rendah, keterkaitan antar industri yang lemah, bia-ya yang meningkat dan ketergantungan pada bahan baku impor tinggi. Selain itu, faktor eksternal seperti munculnya pesaing dari negara lain, terutama Cina dan Vietnam, yang berhasil memacu ekspor produk-produknya, terutama tekstil dan produk tekstil (TPT) dan barang-baran elektronik. Oleh karena itu, Indonesia harus meningkatkan daya saingnya, terutama pada produk-produk di atas. Hal ini bukan masalah mudah karena masalahnya bertambah, dan tidak ada lagi perlakuan khusus pada negara-negara tertentu, termasuk Indonesia, mulai tahun 2003 akibat dihapuskannya tari pre-ferensi (GSP/Generalized System of Preferences)oleh negara maju. Hingga kini kebijakan perdagang-an masih bertumpu pada liberalisasi, deregulasi dan berbagai fasilitas seperti prosedural bea dan cukai, serta langkah-langkah penyesuaian domestik sebagai tindak lanjut kesepakatan WTO (World Trade Organization) dan AFTA (ASEAN Free Trade Area). Jadi tidak ada langkah lain pemerintah mengembangkan kepastian dan kapabilitas sektor industri, pertanian dan jasa kompetitif. Begitu pula dengan langkah-langkah pengembangan keterkaitan antar berbagai industri, berorientasi ekspor seperti dilakukan negara tetangga. Untuk itu, tantangan yang dihadapi semakin besar. Pergeseran daya saing internasional, kelemahan struktural ekonomi, investasi yang rendah sejak krisis, kecenderungan fragmentasi ekonomi nasional akibat proses sentralisasi merupakan permasalahan yang harus ditangani secara tuntas. Dalam konteks ini, kebijakan perdagangan perlu memperluas cakupan dan keterkaitannya dengan sektoral, serta tidak hanya terpaku pada halhal yang bersifat rutin dan teknis seperti yang dilakukan selama ini. Misalnya leberalisasi tarif dan nontarif, perbaikan fasilitas, implementasi kesepakatan WTO, kerjasama dan pembangunan kapasitas kelembagaan secara umum.
Strategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
39
DAFTAR PUSTAKA Amonim 2000. UU No. 25 Th. 2000 Tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2000 – 2004. penerbit Sinar Gafika, Jakarta. Amonim 2001. Bank Indonesia. La-poran Tahunan. Jakarta. _______2002. Bank Indonesia. Laporan Tahunan. Jakarta. _______2002. Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta. _______2003. Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Indonesia. Jakarta. Efektivitas Kinerja Perdagangan Luar Negeri. Business News No. 7025/Tahun – XLVIII. 23 Februari 2004. hlm. 19. Firmansyah, 2002. perekonomian Makro Indonesia 1999 – 2002 : Sudahkah Terjadi Pemulihan ?. Media Ekonomi dan Bisnis. Vol XIV No. 1 Juni 2002, hlm. 19. Muhammad Chatib Basri. 2003. Ekspor Manufaktur Indonesia dan Hambatan Sisi Penawaran. Makalah dalam kongres ISEI XV di Malang, Jawa timur. Prabowo. 2003. Perdagangan Internasional: beberapa tantangan kebijakan. Makalah dalam kongrers ISEI XV di Malang Jawa Timur.’ Sobri. 2002. Ekonomi Internasioal: Teori, Masalah dan Kebijaksanaannya. Penerbit BPFE UII. Yog-yakarta.
40 AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. 1 No. 1, April 2006
L ampiran 1. Berbagai Ketentuan dan Kebijakan Penting di Bidang Ekonomi Menyangkut Perdagangan Internasional Tanggal 2001 Januari 4
Ketentuan/Kebijakan Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai ketentuan kuota ekspor tekstil dan produk tekstil
Keterangan SK Menperindag No. 01/MPP/ Kep/1/2001
18
Dalam upaya mendorong Kerjasama Ekonomi Sub Regional antar daerahdaerah dari negara-negara tetangga, Pemerintah membentuk Tim Koordinasi Kerjasama Ekonomi Sub Regional.
Keppres No. 13 Tahun 2001
29
Sehubungan dengan adanya perubahan susunan organisasi dan instansi dalam Kabinet periode tahun 1999 - 2004, maka Pemerintah melakukan penyesuaian susunan keanggotaan Tim Nasional untuk Perundingan Perdagangan Multilateral dalam kerangka World Trade Organization.
Keppres No. 18 Tahun 2001
Februari 9
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai penetapan besarnya tarif pajak ekspor kelapa sawit, CPO dan produk turunannya.
SK menkeu No. 66/KMK/ 17/2001
14
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan eksportir terdaftar tekstil dan produk tekstil pengusaha kecil dan koperasi (STTPT-PKK) untuk memperoleh kuota pertumbuhan (KPt) tekstil dan produk tekstil tahun 2001.
SK Memperindag No.51/MPP/ Kep/2/2001
20
Pemerintah mengeluarkan peraturan pelimpahan wewenang penanganan dan penandatanganan keputusan dan suratsurat yang berhubungan dengan pemberian pelayanan kemudahan ekspor kepada Kepala Badan Informasi dan Teknologi Keuangan.
SK Menkeu No.88/KMK.03/2001
Strategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
41
Maret 22
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor dan atau penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan pajak pertambahan nilai.
PBI No. 3/6/PBI /2001
April 16
Pemerintah mengeluarkan peraturan keringanan bea masuk atas impor bahan baku/penolong dan bagian/komponen untuk perakitan mesin dan motor berputar
SK Menkeu No. 190/KMK. 01/ 2001
30
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai perlakuan PPn & PPnBM atas impor barang kena pajak yang dibebaskan dari pungutan bea masuk.
SK Menkeu No. 231/KMK. 03/ 2001
Mei 17
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai impor mesin dan peralatan mesin bukan baru.
SKMemperindag No. 172/MPP/ Kep/5/2001
Agustus 1
Sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, maka pengaturan mengenai paten dan merek menjadi sangat penting terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat. Untuk itu, Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai paten dan merek yang masing-masing diatur dalam undang-undang.
UU No. 14 Tahun 2001
September 27
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan jalur bagi baran ekspor yang mendapat fasilitas pengembalian bea masuk dan atau cukai serta pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah.
SE Dirjen Bea dan Cukai No. SE 31/BC/ 2001
30
Pemerintah mengeluarkan ketentuan mengenai ketentuan kuota ekspor tekstil dan produk tekstil.
SKMemperindag No. 1/MPP/Kep /10/2001
42 AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol. 1 No. 1, April 2006
Desember 14
Pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai bidang/jenis usaha yang dicadangkan untuk usaha kecil dan bidang/jasa usaha yang terbuka untuk usaha menengah atau besar dengan syarat kemitraan.
PP No.127 tahun 2001
2002 Januari 31
Perubahan atas lampiran Keputusan Menteri perindustrian dan Perdagangan No.558/MPP/ 12/1988 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor sebagimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Kep. Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.294/MPP/Kep/10/2001.
Keputusan Memperindag No.57/ MPP/Kep/ 1/2001
Februari 6 Mei 23
Tata cara dan Persyaratan Ekspor Biji Timah. Ketentuan Ekspor Pasir Laut
Keputusan Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri No.02/DJPLN/KP/ II/2002
Pecabutan Keputusan Tentang program Penjaminan Ekspor Dalam Rangka Penggerakan Sektor Riil
Keputusan Memperindag No.441/ MPP/Kep/ 5/2001
Juni 6
10
Juli 5
23
Tata Niaga Impor Gula Kasar (Raw Sugar).
PBI No. 4/4/PBI/2002
Ketentuan Impor Cengkeh
Keputusan Memperindag No.528/ MPP/Kep/ 7/2002
Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor dan Impor.
Keputusan Presiden RI No. 54 tahun 2002
Strategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
43
24
Pembentukan Bea Masuk Anti Dumping Terhadap Impor Tepung Terigu.
29
Restrukturisasi Kredit Usaha Kecil dan Menengah
Keputusan Memperindag No. 546/ MPP/Kep/ 10/2002 Keputusan Presiden RI No. 56 Tahun 2002
Agustus 23.
Penetapan Volume Pasir Laut yang dapat diekspor tahun 2002.
Keputusan Memperindag No. 598/ MPP/Kep/ 10/2002
Oktober 22
Tata Niaga Impor Tekstil
Keputusan Memperindag No. 732/MPP/ Kep/ 7/2002
30
Perpanjangan jangka waktu impor mesin, barang dan bahan yang mendapatkan fasilitas berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 135/KMK.01/2002 tentang Keringanan Bea Masuk Atas Impor mesin, Barang, dan Bahan dalam Rangka Pembangunan/Pengem-bangan Industri Jasa.
Keputusan Menteri Keuangan No. 546/KMK.04/ 2002
November 19
Pemberian. Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bahan Baku Komponen Untuk Pembua-tan peralatan dan Jaringan Telekomunikasi oleh Industri telekomunikasi.
Desember 31
Tertib Administrasi Impor
Kep. Bersama menkeu RI No. 527/KMK.04/ 2002 & Memperindag No. 819/ MPP/Kep/12/ 2002
Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Bahan, Suku Cadang, Komponen, dan peralatan Untuk Perbaikan dan Pemeliharaan Pesawat Terbang.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 6/KMK.01/2003
2003 Januari 2
44 AKSES: Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Keputusan Memperindag No. 474/ MPP/ Kep/ 01/2002
Vol. 1 No. 1, April 2006
8
Pemungutan Atas Cukai Atas barang Kena Cukai Yang Berasal dari Luar negeri Yang Dimasukkan ke Kawasan Berikat di Daerah Industri di Pulau Batam.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 17/ KMK.04/2003
22
Ketentuan ekspor produk Industri Ketahanan.
Keputusan Memperindag RI No. 32/MPP/ Kep/2003
29
Pendanaan Kredit Usaha Mikro dan Kecil
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 40KMK.04/ 2003
30
Pengenaan Pajak Atas Penjualan barang Mewah Atas Impor dan Atau Penyerahan barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor.
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No.Kep.21/ PPJ/2003
April 9
Pembebasan Dan/Atau Pengembalian Bea masuk Dan/Atau Cukai Serta Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Tidak Dipungut Atas Impor barang Dan/Atau bahan Untuk diolah, dirakit Atau Dipasang Pada Bagian Lain Dengan Tujuan Untuk Di ekspor dan Pengawasannya.
Keputusan Menteri Keuangan RI No. 129/KMK.04/ 2003
Mei 28
Tata cara penyaluran Amanat Nasabah Untuk transaksi Kontrak Berjangka Luar Negeri
Kepala Badan Pengawas Berjangka Komoditi No.41/BAPPEBTI /KP/V/2003
Juli 8
Ketentuan dan Tata Cara Impor Bus Kota dan Perkotaan Dalam Keadaan Bukan Baru.
Keputusan Memperindag RI No.458/MPP/ Kep/7/2003
Penambahan Atas KeputusanMemperindag RI No.230/MPP/7/1997 TentangBarang Yang Diatur Tata Niaga Impornya
Keputusan Memperindag RI No.478/MPP/ Kep/7/2003
Tim Nasional Peningkatan Ekspor Dan Peningkatan Investasi.
Keputusan Presiden No. 87 Tahun 2003
21
November 11
Sumber : Bank Indonesia, 2003
Strategi Peningkatan Ekspor Indonesia dalam Perdagangan Bebas
Mastur
45