Draft Rekomendasi Kebijakan Sasaran: Kebijakan Pasar dan Perdagangan
Strategi Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika dari Biota Laut di Indonesia
Seri Kajian Khusus No. 03/IV/2013
DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika dari Biota Laut di Indonesia
SASARAN REKOMENDASI a) Kebijakan Pasar dan Perdagangan b) Kebijakan Perikanan Budidaya
LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah laut yang sangat luas yaitu 5,8 juta km2 yang merupakan tiga per empat dari keseluruhan wilayah Indonesia dan sebagai Mega-Biodiversity terbesar di dunia. Potensi obat dari laut belum dimanfaatkan secara maksimal. Pengaplikasian bioteknologi kelautan sebagai pendayagunaan kekayaan laut berbasis kegiatan ekonomi yang dikelola secara berkelanjutan dan serius dapat memberikan sumbangan yang sangat berarti antara lain berupa penyediaan bahan kebutuhan dasar industri farmasi dan kosmetik, peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah. Sehingga dengan potensi kelautan yang dimiliki, Indonesia mampu menciptakan suatu keunggulan komparatif, kooperatif dan kompetitif dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan. Pada
tahun
2008,
pemerintah
telah
memberikan
dukungan
dalam
pengembangan industri hasil laut dengan mengeluarkan kebijakan mengenai industri nasional yaitu Perpres No. 28 Tahun 2008 bahwa industri hasil perikanan dan laut merupakan salah satu industri prioritas yang dikembangkan (Dahuri, 2012). Indonesia memiliki kekayaan laut yang sangat besar dan beraneka ragam, baik berupa sumberdaya alam dapat pulih (seperti perikanan, terumbu karang, hutan mangrove, rumput laut, dan produk bioteknologi) maupun sumberdaya
alam tidak dapat pulih (seperti minyak dan gas bumi, emas, perak, timah, bijih besi, bauksit dan mineral lainnya). Sumberdaya kelautan merupakan kekayaan alam yang memiliki peluang amat potensial dimanfaatkan sebagai sumberdaya yang efektif dalam pembangunan bangsa Indonesia. Selama ini pembangunan nasional lebih terfokus pada wilayah daratan. Hal ini menjadi sangat ironis, karena daerah yang luasnya sekitar dua pertiga dari luas wilayah negara justru terabaikan. Pemanfaatan potensi pembangunan kelautan dan perikanan yang memiliki prospek ekonomi bagi bangsa Indonesia. Perairan laut Indonesia memiliki potensi biota laut yang melimpah dan beraneka ragam. Kekayaan biota perairan laut Indonesia berupa lebih dari 2.000 jenis ikan; 850 jenis sponge, 910 jenis koral dan 4.500 jenis ikan karang atau 20% jenis ikan dunia. Potensi produksi perikanan Indonesia mencapai 65 juta ton per tahun. Namun, sayangnya potensi yang besar tersebut belum termanfaatkan dengan tepat dan optimal. Sejak pertengahan 1980-an, semua sifat senyawa bioaktif dari berbagai biota laut ini telah dimanfaatkan industri farmasi dunia untuk memproduksi berbagai macam obat-obatan dan kosmetika, yang nilainya mencapai 60 miliar dolar AS setiap tahunnya. Sejauh ini, baru sekitar 1% dari seluruh biota laut yang potensial mengandung senyawa bioaktif telah diekstraksi (Dahuri, 2012). Pemanfaatan sumberdaya laut telah digunakan untuk keperluan bahan baku obat dan keperluan industri farmasi serta industri lain. Berbagai eksplorasi dan temuan bahan alami yang berpotensi menjadi obat telah berhasil dikomersialkan seperti berbagai antibiotik yang telah kita kenal saat ini. Booming drug from the sea dimulai ketika diadakan simposium pertama kali di Rhode Island University tahun 1967 yang diadakan untuk mengantisipasi kejenuhan penemuan bahan baku obat dari tersetrial (Fusetani, 2000 dalam Chasanah, E. 2012). Dahuri (2012) menjelaskan bahwa perlu diketahui bahwa sekarang produk-produk hasil bioteknologi perikanan telah meluas penggunaannya, baik digunakan sebagai bahan pangan, industri kimia, biofarmasi, kosmetika, maupun
pengendalian lingkungan. Pada bidang pangan dan industri polisakarida bioteknologi menyumbangkan hasil-hasil perikanan seperi agar, alginat, dan karaginan, sedangkan untuk industri kosmetika bioteknologi telah berjasa dalam pengembangan rumput laut sebagai bahan fortifikasi kosmetik. Bahan bahan buangan ikan seperti bagian dalam pencernaan dan usus -usus ikan melalui pendekatan bioteknologi telah mampu dikonversi menjadi produk pakan yang berguna, digunakan sebagai “attractant”, penghasil pepton, pembangkit aroma dan enzim (pepsin, alkaline phosphatase dan lysozyme). Contoh lain adalah pemanfaatan bioteknologi di bidang farmasi, telah dikembangkan sebagai bahan baku obat dari berbagai avertebrata air seperti sponge dan teripang. Sponge Indonesia sangat melimpah. Sponge Indonesia juga memiliki aktifitas cytotoxic (ovarian cancer cell line). Teripang saat ini menjadi komoditas yang bernilai ekonomis karena teripang memiliki komponen bioaktif ‘holoturin’ yang berguna sebagai anti kanker, antibiotik, anti inflamasi sehingga sangat menunjang industri farmasi. Dan, salah satu industri berbasis SDA yang paling menjanjikan adalah industri bioteknologi kelautan (marine biotechnology industry). Untuk itu perlu adanya pengaplikasian bioteknologi kelautan sebagai pendayagunaan kekayaan laut berbasis kegiatan ekonomi yang dikelola secara berkelanjutan dan serius dalam penyediaan bahan kebutuhan dasar industri farmasi dan kosmetik berlandaskan perkembangan riset yang telah ada sehingga Indonesia mampu menciptakan suatu keunggulan komparatif, kooperatif dan kompetitif dalam kiprah pembangunan nasional dimasa depan.
OPSI REKOMENDASI Menindaklanjuti, permasalahan dan fakta di atas, kajian ini menawarkan dua opsi kebijakan yang dapat dihasilkan dari rumusan rekomendasi kebijakan yang berjudul “Strategi Optimalisasi Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika dari Biota Laut di Indonesia” adalah sebagai berikut:
A. Terciptanya keterpaduan niat dan optimalisasi dukungan kerjasama antara peneliti,
pebisnis/swasta/industri
dan
nelayan/pembudidaya
untuk
memajukan industri dalam negeri serta dalam pengembangan industri farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. B. Penguatan peran pemerintah dalam isu legalitas produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut.
DASAR PERTIMBANGAN Dasar pertimbangan dari opsi rekomendasi kebijakan yang dihasilkan terkait dengan rekomendasi kebijakan yang berjudul “Strategi Optimalisasi Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika dari Biota Laut” adalah sebagai berikut: Opsi 1: Terciptanya keterpaduan perwujudan keinginan dan optimalisasi dukungan
kerjasama
antara
peneliti,
pebisnis/swasta/industri
dan
nelayan/pembudidaya untuk memajukan industri dalam negeri serta dalam pengembangan industri farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. Industri berbasis bahan aktif lautan merupakan bisnis yang memerlukan kerjasama yang erat antara peneliti, masyarakat khususnya masyarakat pesisir dan pebisnis. Sumberdaya laut yang terpelihara dengan baik, jauh dari polusi dan pengaruh yang mengganggu keseimbangan kehidupan biota laut di tempat hidupnya akan mendorong biota laut memproduksi bahan aktif yang merupakan senjata kimia yang dihasilkan biota tersebut dalam menghadapi kompetisi. Jika lingkungan terganggu maka keseimbangan hidup biota-biota tersebut terganggu, yang akan menghasilkan lemahnya kompetisi ketika ada dominasi, dan konsekuensinya adalah bahan aktif tersebut tidak akan diproduksi ataupun tidak memiliki bioaktivitas yang kita harapkan. Peneliti harus jeli melihat dan menapis bahan aktif dengan menggunakan seminimal mungkin jumal biota yang dijadikan contoh cuplikan analisa. Peran masyarakat dalam hal ini adalah sebagai pelaku dan
pengawas
dalam
disekitarnya( Erlina, 2013).
memelihara
keharmonisan
lingkungan
perairan
Erlina (2013) menjelaskan bahwa keberhasilan industri ini sangat tergantung pada penemuan baru dan transformasi temuan ini menjadi produk yang pada waktunya sangat dibutuhkan oleh konsumen. Mengingat di Indonesia industri yang berbasis bahan aktif lautan belum banyak jumlahnya, bahkan dapat dikatakan
sangat
minim,
maka
peran pemerintah untuk memberikan
kemudahan, insentif dan penciptaan iklim yang sesuai untuk tumbuhnya industri ini sangat diperlukan. Kolaborasi antara pemerintah, pebisnis dan peneliti diharapkan dapat mendapatkan hasil-hasil riset yang akan dan dapat digunakan oleh industri melalui inovasi dan transfer teknologi, teknologi skala diperbesar dan komersialisasi. Jaminan kelestarian sumberdaya lautan dapat diperoleh melalui hasil penelitian dan komersialisasinya oleh industri yang pro lingkungan dan besarnya kesadaran masyarakat pesisir untuk membantu mengawasi dan berperan aktif dalam menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan perairan. Jalan pintas kolaborasi dengan peneliti asing dapat dilakukan mengingat peralatan institusi riset Indonesia yang terbatas, dengan tetap memperhatikan benefit sharing yang fair dan memenuhi aturan lokal dan internasional. Kerjasama dalam komersialisasi dengan melibatkan industri multinasional dapat dilakukan dengan mendirikan industri berbasis bahan aktif laut di Indonesia maka akan menguntungkan karena dapat merekrut tenaga kerja lokal, sementara industri tersebut dekat dengan lokasi penghasil bahan aktif laut. Peran masyarakat lokal dalam kepemilikan hak dapat diperhitungkan sehingga masyarakat lokal dapat merasakan keuntungan atas partisipasinya dalam menjaga lingkungan tempat bioaktif laut dihasilkan. Keterpaduan peran swasta, pemerintah dan institusi riset yang telah berpengalaman dalam bidang ini diperlukan untuk memperpendek waktu dalam memproduksi dan mengembangkan produksi senyawa aktif untuk keperluan farmasi dan industri bioteknologi secara komersial. Peran pemerintah dalam memberikan iklim yang kondusif melalui insentif dan kebijakan lain untuk mempermudah usaha, sangat diperlukan untuk industri berbasis bahan aktif laut atau industri bioteknologi laut (Erlina, 2013).
Opsi 2: Penguatan peran pemerintah dalam isu legalitas produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. Banyak senyawa bioaktif dari biota laut yang memiliki karakteristik (properties) yang bermanfaat bagi umat manusia. Bermacam ragam senyawa bioaktif (natural products) yang diekstraksi (screened) dari berbagai biota laut, memiliki sifat-sifat antibiotik, anti-tumor, anti-virus, anti-parasit, anti-inflamasi; dan mengandung senyawa pestisida, imunitas, pertumbuhan, dan penyembuh luka. Sejak pertengahan 1980-an, semua sifat senyawa bioaktif dari berbagai biota laut ini telah dimanfaatkan industri farmasi dunia untuk memproduksi berbagai macam obat-obatan dan kosmetika, yang nilainya mencapai 60 miliar dolar AS setiap tahunnya. Sejauh ini, baru sekitar 1% dari seluruh biota laut yang potensial mengandung senyawa bioaktif telah diekstraksi (Dahuri, 2012). Balai Besar Penelitian Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan telah melakukan penelitian mengenai bioaktif dari biota laut yang berfungsi sebagai makanan, minuman, bahan baku obat-obatan dan kosmetika. Selama ini, sifat peneiltian hanya sebatas identifikasi dan uji pre klinis, belum ada aplikasi atau sumbangan pengetahuan pada bidang industri (farmasi dan kosmetik) (Chasanah, E.2012). Pemanfaaatan limbah krustasea seperti udang, kepiting, rajungan dan lobster menjadi khitin dan khitosan telah banyak digunakan dalam industri kertas, tekstil, bahan perekat, bahan pengkelat, dan obat penyembuh luka. Limbah kulit udang dapat dibuat khitin dan khitosan. Salah satu terobosan bioteknologi dalam pemanfaatan limbah udang yang menjadi isu nasional pada awal tahun 2006 yaitu ditemukannya pengganti formalin oleh khitosan dari limbah kulit udang, namun legalitas produk khitosan dan produk turunannya (paying hokum dan peraturan) masih belum dicermati oleh pihak-pihak terkait. Sebagai salah satu contoh adalah dalam komersialisasi kitosan dan produk turunannya dan aplikasi dalam berbagai produk. Sebagai pengawet produk pangan, kitosan telah diijinkan dan digunakan di Jepang dan negara Asia lain. Sedangkan di Negara-negara Barat produk ini hanya diijinkan sebagai bahan
pembantu pengolahan dan tidak bisa digunakan secara langsung sebagai pengawet. Di Indonesia sendiri, penggunaan kitosan dalam produk makanan telah diatur dengan keluarnya Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI No HK.00.05.52.6581. Dalam aturan tersebut kitosan dapat digunakan sebagai bahan baku dalam produk pangan tetapi tidak digolongkan sebagai pengawet dalam produk pangan. Dalam ijin tersebut, kitosan tidak berfungsi sebagai zat fungsional dan tidak dapat diklaim sebagai klaim gizi dan klaim kesehatan. Dari aturan ini jelas bahwa produk turunan kitosan berupa kitooligosakarida belum diijinkan untuk digunakan dan diklaim sesuai aktivitas biologis atau belum masuk dalam lingkup perijinan aturan diatas. Meskipun beberapa riset yang mendukung keamanan aplikasi kitooligosakarida telah banyak dilakukan, seperti kemampuan kitooligosakarida untuk mengikat materi lain selain lemak seperti mikronutrisi dan mikroelemen, serta efeknya terhadap komposisi flora
usus, tetapi secara umum efek kitooligosakarida terhadap
kesehatan manusia perlu lebih banyak dilakukan untuk mendukung keamanan konsumsi kitooligosakarida ini apabila kitooligosakarida ini dikembangkan sebagai bahan baku produk konsumsi seperti pangan dan nutrasetika. Berdasarkan permasalahan pada kasus tersebut, maka peran pemerintah terkait dengan isu legalitas produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut perlu dikuatkan dan diaplikasikan (Erlina, 2013).
STRATEGI IMPLEMENTASI Untuk
dapat
merealisasikan
opsi
rekomendasi
kebijakan
dari
rekomendasi kebijakan yang berjudul “Strategi Optimalisasi Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika dari Biota Laut”, maka diperlukan strategi implementasi dari masing-masing opsi rekomendasi tersebut, sebagai berikut : Opsi 1: Terciptanya keterpaduan niat dan optimalisasi dukungan kerjasama antara peneliti, pebisnis/swasta/industri dan nelayan/pembudidaya untuk memajukan industri dalam negeri serta dalam pengembangan industri farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. Strategi implementasinya terkait dengan “terciptanya keterpaduan niat dan optimalisasi dukungan kerjasama antara peneliti, pebisnis/swasta/industri dan nelayan/pembudidaya untuk memajukan industri dalam negeri serta dalam pengembangan industri farmasetika dan nutrasetika dari biota laut”.antara lain sebagai berikut: 1. Melakukan identifikasi penelitian eksisting yang sudah dilakukan sampai pada tahap pre klinis dan klinis terkait dengan pendayagunaan biota laut untuk farmasetika dan nutrasetika 2. Melakukan sosialisasi hasil penelitian eksisting yang sudah dilakukan sampai pada tahap pre klinis dan klinis terkait dengan pendayagunaan biota laut untuk farmasetika dan nutrasetika kepada pihak swasta/pebisnis/industri. 3. Melakukan sosialisasi terkait dengan permasalahan dalam mendayagunakan biota laut untuk farmasetika dan nutrasetika kepada pembudidaya/nelayan dengan maksud untuk memberikan perbaikan cara budidaya dan cara panen. 4. Perlu dilakukan teknik rekayasa genetika, dan
media produksi terhadap
mikrobiota laut penghasil bahan aktif untuk mendapatkan rendemen bahan aktif yang tinggi dan produksi yang layak secara ekonomis. 5. Melakukan teknik ekstraksi yang efisien yang ditunjang dengan desain alat yang sederhana untuk memudahkan produksi bahan aktif laut. 6. Melakukan “scaling up” hasil penelitian tahap pre klinis menjadi tahap klinis dan dikembangkan menjadi skala industri.
7. Penerapan SOP bahan baku untuk kebutuhan perusahaan farmasi dan kosmetik perlu diperhatikan, mencakup higienitas lingkungan menjadi prasyarat mutlak karena tujuan dari penggunaan obat dan kosmetik ini adalah manusia sehingga faktor keselamatan menjadi nomor 1. Ketelitian dan kecermatan sumberdaya manusia dalam menerapkan standar higienitas lingkungan juga diperhatikan. 8. Mengadakan temu sains dan kebijakan pasar dengan mengikutsertakan pembudidaya/nelayan,
peneliti,
swasta/pebisnis/swasta terkait dengan
pendayagunaan dan pengembangan farmasetika dan nutrasetika dari biota laut untuk menjalin kerjasama antar pelaku usaha (pembudidaya/nelayan), swasta/pebisnis/industry dan pemerintah (peneliti/dosen).
Opsi 2: Penguatan peran pemerintah dalam isu legalitas produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. Strategi implementasinya terkait dengan “penguatan peran pemerintah dalam isu legalitas produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut” , antara lain adalah sebagai berikut : 1. Melakukan pengajuan hak paten terhadap produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan turunannya. 2. Melakukan sosialisasi terkait produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan turunnya
yang
sudah memperoleh hak paten
kepada
swasta/pebisnis/industry dengan maksud untuk memperoleh dukungan apabila akan dikembangkan kearah skala industri. 3. Melakukan koordinasi secara intensif dengan pihak terkait dalam upaya mendayagunakan dan mengembangkan produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan turunnya yang sudah memperoleh hak paten. 4. Melakukan koordinasi memperoleh
dengan pihak terkait (BPOM)
kemutakhir
peraturan/payung
hukum
dalam upaya
untuk
menjamin
keamanan apabila produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan
turunnya yang sudah memperoleh hak paten akan dikembangkan ke tahap industry.
PRAKIRAAN DAMPAK REKOMENDASI Rekomendasi
kebijakan
dengan
judul
“Strategi
Optimalisasi
Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika dari Biota Laut” diharapkan
mempunyai
dampak
(pembudidaya/nelayan),
positif
terhadap
swasta/pebisnis/industri
dan
pelaku
usaha
pemerintah
(peneliti/dosen/instansi terkait). Prakiraan dampak dari opsi rekomendasi tersebut yang berjudul “Terciptanya keterpaduan niat dan optimalisasi dukungan
kerjasama
antara
peneliti,
pebisnis/swasta/industri
dan
nelayan/pembudidaya untuk memajukan industri dalam negeri serta dalam pengembangan industri farmasetika dan nutrasetika dari biota laut” dapat dijelaskan sebagai berikut: Opsi 1: Terciptanya keterpaduan niat dan optimalisasi dukungan kerjasama antara peneliti, pebisnis/swasta/industri dan nelayan/pembudidaya untuk memajukan industri dalam negeri serta dalam pengembangan industri farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. 1. Terhimpunnya data dan informasi terkait dengan penelitian eksisting yang sudah dilakukan sampai pada tahap pre klinis dan klinis terkait dengan pendayagunaan biota laut untuk farmasetika dan nutrasetika di instansi terkait
(Lembaga
penelitian,
universitas,
kementrian,
pelaku
usaha/pebisnis/industry) 2. Diketahuinya data dan informasi terkait dengan hasil penelitian eksisting yang sudah dilakukan sampai pada tahap pre klinis dan klinis terkait dengan pendayagunaan biota laut untuk farmasetika dan nutrasetika oleh pihak swasta/pebisnis/industri. 3. Pembudidaya/nelayan memperoleh data dan informasi terkait dengan permasalahan dalam mendayagunakan biota laut untuk farmasetika dan
nutrasetika, informasi tersebut dapat memberikan perbaikan cara budidaya dan cara panen sesuai dengan SOP. 4. Ditemukan teknik rekayasa genetika, dan
media produksi terhadap
mikrobiota laut penghasil bahan aktif untuk mendapatkan rendemen bahan aktif yang tinggi dan produksi yang layak secara ekonomis. 5. Diciptakan teknik ekstraksi yang efisien yang ditunjang dengan desain alat yang sederhana untuk memudahkan produksi bahan aktif laut. 6. “Scaling up” hasil penelitian tahap pre klinis menjadi tahap klinis menuju skala industry dapat terwujud. 7. Diperoleh bahan baku biota laut untuk kebutuhan perusahaan farmasi dan kosmetik sesuai dengan standar higienitas lingkungan 8. Terwujudnya keterpaduan niat dan optimalisasi dukungan kerjasama antara pembudidaya/nelayan,
peneliti,
swasta/pebisnis/swasta terkait dengan
pendayagunaan dan pengembangan farmasetika dan nutrasetika dari biota laut.
Opsi 2: Penguatan peran pemerintah dalam isu legalitas produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. 1. Diperoleh hak paten terhadap produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan turunannya. 2. Diperoleh data dan informasi terkait produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan turunnya yang sudah memperoleh hak paten
oleh pihak
swasta/pebisnis/industry 3. Terwujudnya koordinasi secara intensif dengan pihak terkait dalam upaya mendayagunakan dan mengembangkan produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan turunnya yang sudah memperoleh hak paten. 4. Terealisasinya koordinasi dengan pihak terkait (BPOM) dalam upaya memperoleh
kemutakhir
peraturan/payung
hukum
untuk
menjamin
keamanan apabila produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut dan
turunnya yang sudah memperoleh hak paten akan dikembangkan ke tahap industri.
PENUTUP Ada
dua
opsi
utama
rekomendasi kebijakan dalam melakukan
optimalisasi Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika dari Biota Laut di Indonesia, adapun opsi rekomendasi tersebut adalah sebagai berikut : 1) Terciptanya keterpaduan niat dan optimalisasi dukungan kerjasama antara peneliti, pebisnis/swasta/industri dan nelayan/pembudidaya untuk memajukan industri dalam negeri serta dalam pengembangan industri farmasetika dan nutrasetika dari biota laut di Indonesia dan 2) Penguatan peran pemerintah dalam isu legalitas produk farmasetika dan nutrasetika dari biota laut. Kedua opsi tersebut
sangat
diperlukan
untuk
mendayagunakan
biota
laut
dan
mengembangkan industry farmasetika dan nutrasetika dari biota laut di Indonesia. Dua
sasaran rekomendasi
kebijakan tersebut diharapkan dapat
menciptakan data dan informasi serta sinergitas program antar instansi dan pelaku usaha sehingga dapat mendukung bahan pengambilan keputusan (kebijakan dan/atau regulasi) bagi para stakeholder, khususnya para pengambil kebijakan di tingkat kementerian maupun daerah (kabupaten) dalam rangka mendukung pencapaian salah satu indikator kinerja utama (IKU) Tahun 20102014 KKP yaitu meningkatnya kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) perikanan terhadap PDB Nasional tanpa migas.
Penyusun Rekomendasi: Nama : Mei Dwi Erlina, Risna Yusuf dan Istiana No Hp : 0852 1411 2079 Email :
[email protected]
DAFTAR BACAAN
Chasanah, E. 2012. Hayati Laut untuk Industri Farmasi : Peluang dan Tantangannya. Seminar “Potensi, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Industri Farmasetika Laut Di Indonesia, Jakarta 22 februari 2012. DEKIN.KKP Dahuri, Rokhmin, 2012. Mengembangkan Industri Bioteknologi Kelautan Untuk Kemajuan dan Kesejahteraan Bangsa. September 2nd, 2012. Erlina,M.D; Risna, Y. dan Istiana. 2013. Pendayagunaan Produk Balitbang KP untuk Mendukung Pengembangan Industri Farmasetika dan Nutrasetika. Laporan Akhir Kajian Khusus (Unpublished). BBPSEKP. Jakarta. Setiawan, A. 2012. Keragaman Struktur Senyawa Bioaktif Biota Laut Perairan Indonesia. Seminar “ Potensi , Peluang Dan Tantangan Pengembangan Industri Farmasetika Laut Di Indonesia, Jakarta 22 februari 2012. DEKIN.KKP. Sumali, 2012. Bioteknologi Kelautan dan Masa Depan. Disampaikan pada seminar mengenai penajaman profesi farmasi kelautan untuk pemanfaatan sumber daya laut bagi kesehatan masyarakat dan TNI-AL di Jakarta. Kurniawan, T dan Manadiyanto. 2012. Perbandingan Sistem Pengolahan Lahan Garam untuk Mendapatkan Hasil Yang Maximal. Seminar Nasional Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 2012 tanggal 19 September 2012 di Bidakara, Jakarta. Kurniawan, T. Dan Azizi, A. 2012. Dampak Kebijakan Impor Dan Kelembagaan Terhadap Kinerja Industri Garam Nasional. Seminar Dalam Rangka Diklat Pelatihan Peneliti Tingkat Pertama Golongan VIII di Cibinong Tanggal 11 Juni 2012 . Kurniawan, T. Dan Erlina,M.D. 2012. Peningkatan Produksi Garam Melalui Teknologi Ulir Filter. Prosiding. Seminar Inovasi Teknologi. BP4BKP, Badan Litbang KP, Jakarta. Manadiyanto. 2010. Dukungan Kebijakan dan Peran Pemerintah Dalam Menuju Swasembada Garam. Policy Brief. Volume 1 No.3. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Jakarta. Manandiyanto, et all. 2011. Laporan Tengah Tahun : Model Pengembangan Minapolitan Berbasis Produk Kelautan. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan.Tidak Dipublikasikan. Mudho, Yulistyo. 2012. Siaran Pers ”KKP Tak Berdaya hadapi Impor Garam”. Kepala Pusat Data Statistik dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (www.antaranews.com/berita/299036/kkp-tak-berdayahindari-impor garam, dilihat pada tanggal 29 Mei 2012).
Sanusi. 2012. Laporan Hasil Kajian Proses Produksi Garam dengan Menggunakan Teknologi Ulir Filter. Unpublish. Sutardjo, S.C. Garam.
Koran Jakarta, 24 Februari 2012, Pemerintah Kembali Impor
Sutardjo, S.C. 2011. Keynote Speech Menteri Kelautan dan Perikanan. Seminar Nasional Strategi Swasembada Garam 2012 di Bogor pada tanggal 1 November 2011. (www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/6498/KEYNOTESPEECH-MENTERI-KELAUTAN-DAN-PERIKANAN-PADA-ACARA-SEMINARNASIONAL-STRATEGI-S, dilihat pada tanggal 29 Mei 2012)