STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA OBAT TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR
Oleh : LUTHER MASANG A 14101678
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mamasa, Sulawesi Selatan pada tanggal 23 Juni 1978 sebagai anak dari Bapak Mica Minggu dan Yuliana Sangkala. Penulis merupakan anak pertama dari enam bersaudara. Penulis memulai studinya pada tahun 1986 di SD Negeri 048 Mambulilling, Kecamatan Polewali, Kabupaten Pol-Mas dan lulus pada tahun 1992. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 01 Polewali, Kabupaten Pol-Mas dan lulus pada tahun 1995, kemudian melanjutkan pendidikan di SMT Pertanian Ciro-ciroe, Kecamatan Wattang Pulu, Kabupaten Sidrap dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan ke Program Studi Diploma III Pengelola Perkebunan Institut Pertanian Bogor dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi Strata-1 pada Program Studi Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor.
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR....................................................................... DAFTAR ISI...................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................. DAFTAR GAMBAR......................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................
i ii v vii viii
I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian .............................................................. 1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian .........................
1 1 5 10 10 11
II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................... 2.1 Agrowisata ............................................................................. 2.2 Manfaat Agrowisata ............................................................... 2.3 Pemilihan Lokasi Agrowisata ................................................ 2.4 Tanaman Obat ........................................................................ 2.5 Hasil Penelitian Terdahulu.....................................................
12 12 17 17 21 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN...................................................... 3.1 Manajemen Strategi ............................................................... 3.2 Model Manajemen Strategi .................................................... 3.3 Struktur Manajemen Strategi ................................................. 3.4 Misi Bisnis ............................................................................. 3.5 Analisis Lingkungan Usaha ................................................... 3.6 Perumusan Strategi ................................................................ 3.6.1 Matriks Internal-Eksternal ........................................... 3.6.2 Matriks SWOT ............................................................. 3.6.3 Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matriks) ................ 3.7 Kerangka Pemikiran Konseptual ...........................................
30 30 31 32 34 35 41 41 42
IV. METODE PENELITIAN........................................................... 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 4.2 Metode Pengumpulan Data .................................................... 4.3 Metode Pengambilan contoh.................................................. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................
46 46 46 47 48
43 44
RINGKASAN
LUTHER MASANG. Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor. (Di bawah Bimbingan HARIANTO) Era globalisasi perdagangan bebas yang terjadi pada saat ini menuntut setiap negara untuk mengembangkan sektor usaha yang memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan negara lain. Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang mendukung dalam pengembangan tanaman obat, karena memiliki sekitar 1 260 spesies tanaman obat dan 283 spesies diantaranya merupakan spesies tumbuhan obat yag sudah terdaftar dan digunakan oleh industri obat tadisional. Taman Sringanis yang terletak di Desa Cimanengah, Cipaku Bogor merupakan agrowisata yang menawarkan tanaman obat sebagai objek wisatanya. Taman Sringanis mengoleksi kurang lebih 450 jenis tanaman obat dari kurang lebih 940 jenis tanaman obat yang dibudidayakan di Indonesia. Pengunjung Taman Sringanis dapat mempelajari jenis-jenis tanaman obat di kebun pembibitan dengan lingkungan taman dan kebun. Taman Sringanis harus melihat secara obyektif kondisi internal dan eksternal, sehingga dapat mengantisipasi perubahan lingkungan. Hal tersebut berguna untuk mengembangkan usahanya dan meningkatkan efisiensi operasi. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya adalah dengan memiliki strategi yang tepat dengan mempertimbangkan semua faktor yang mempengaruhinya. Pemilihan strategi merupakan keputusan untuk memilih strategi yang terbaik yang memenuhi tujuan perusahaan, dengan demikian Taman Sringanis harus menentukan alternatif strategi yang sesuai dengan tujuan jangka panjang Taman Sringanis. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal yang melingkupi Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisonal, menganalisis penilaian konsumen terhadap atribut Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisional, dan memberikan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha Taman Sringanis, dengan mengikutkan juga pendapat konsumen. Berdasarkan hasil identifikasi internal dan eksternal dapat diketahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Hasil analisis IFE/EFE matriks menunjukkan kekuatan utama Taman Sringanis adalah kualitas produk yang baik, sedangkan kelemahan terbesar adalah misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba. Peluang terbesar adalah trend back to nature dan ancaman terbesar adalah penggunaan obat farmasi dalam dunia medis. Total bobot IFE dan EFE memposisikan Taman Sringanis pada sel IV dalam matriks IE yang merupakan daerah tumbuh dan bina. Posisi ini menggambarkan bahwa Taman Sringanis dalam kondisi internal yang kuat dan respon Taman Sringanis terhadap faktor-faktor eksternal yang dihadapi tergolong tinggi. Divisi dalam sel ini dapat menerapkan strategi intensif dan strategi integrasi. Dari rumusan analisis SWOT, didapat empat strategi alternatif yang dapat dijadikan pilihan bagi Taman Sringanis dalam memperbaiki/meningkatkan
kinerjanya, diantaranya, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke nice tourism berbasis lingkungan. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen, mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi dalam dunia medis, ancaman pendatang baru, adanya produk subtitusi dan peningkatan jumlah pelaku industri. Mempertahankan harga produk. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan. Mencoba memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama dengan pesaing. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan manajemennya. Mengikutsertakan produk pada pameran perdagangan untuk mempromosikan produk. Penentuan prioritas strategi dengan QSPM merekomendasikan strategi satu sebagai nilai tertinggi, maka disusun langkah-langkah operasional sebagai prioritas, yaitu mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik dimata konsumen, mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, serta hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru dan produk subtitusi, serta peningkatan jumlah pelaku industri. Analisis tingkat kepentingan dan kepuasan yang menggunakan analisis kuadran menunjukkan hasil atribut yang berada dalam wilayah prioritas utama untuk diperbaiki atau ditingkatkan yaitu percontohan umbi-umbian, klinik akupresur, refleksi dan akupuntur, dan ruang pelatihan. Atribut percontohan tanaman obat, harga tiket masuk, toko jamu, kebersihan lokasi, dan kenyamanan lokasi merupakan atribut-atribut yang menjadi kekuatan Taman Sringanis, sehingga kinerja Taman Sringanis pada atribut ini harus selalu dipertahankan. Taman Sringanis tetap menjaga kualitas produknya yang baik karena hal tersebut merupakan kekuatan utama Taman Sringanis dalam mengembangkan usahanya. Salah satu faktor kelemahan Taman Sringanis adalah total biaya produksi yang semakin meningkat sehingga perlu dilakukan efisiensi biaya melalui peningkatan jumlah mitra tani setempat. Taman Sringanis dapat melakukan sistem kontrak yang saling menguntungkan dengan mitra tani agar kontinuitas pasokan bahan baku lebih terjamin. Taman Sringanis perlu melakukan uji laboratorium untuk menjamin mutu produknya aman untuk dikonsumsi sehingga dapat lebih diterima dan dipercaya oleh masyarakat luas. Selama ini produk-produk Taman Sringanis telah memiliki SP (Surat Penyuluhan) dari Departemen Kesehatan yang menandakan bahwa produk tersebut aman untuk dikonsumsi, tetapi hal tersebut mungkin masih dinilai kurang oleh masyarakat. Oleh karena itu Taman Sringanis perlu melakukan uji laboratorium untuk lebih meyakinkan masyarakat akan mutu obat tradisional Taman Sringanis Taman Sringanis disarankan untuk melakukan survei kepuasan pengunjung secara berkala agar dapat terus meningkatkan kepuasan pengunjungnya. Untuk penyempurnaan survei kepuasan pengunjung, sebaiknya dilakukan dengan menambah faktor-faktor yang diukur agar dapat memperkaya hasil survei. Seperti fasilitas parkir, makanan dan minuman yang berkhasiat obat, ruang tunggu, dan lain-lain.
CURICULUM VITAE
Nama
: Luther Masang A. Md.
Agama
: Kristen Protestan
Tempat dan Tanggal Lahir
: Mamasa, 23 Juni 1978
Alamat
: Jl. Otista Gg. Kebon Kelapa Rw 01/01 No. 3 Baranang Siang, Bogor. Tlp (0251) 329-143 HP 0852 1627 0098
PENDIDIKAN FORMAL
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA OBAT TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR
LUTHER MASANG A 14101678
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama : Luther Masang NRP : A 14101678 Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis Judul : Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor. Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing Skripsi
(Dr. Ir. Harianto, MS) NIP. 131 438 801
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
(Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M. Agr) NIP. 131 284 865
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI DENGAN JUDUL
“STRATEGI
PENGEMBANGAN
AGROWISATA
OBAT
TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR” BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Bogor, April 2006
LUTHER MASANG A 14101678
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga yang senantiasa menyertai dan mencukupkan segala yang penulis butuhkan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan berhasil tanpa doa, dorongan, bantuan dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terma kasih dan penghargaan mendalam kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menjadi sahabat setia dalam suka maupun duka, kasihMu yang memberikan aku kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan segala masalah yang kuhadapi. 2. Bapa’ dan mama’ yang telah memberikan kasih sayang, memberikan semangat dan contoh pejuang yang gigih dalam berusaha mencapai sesuatu. Dari Bapa’ dan mama’ aku belajar mengenai kesabaran, ketegaran, kejujuran dan kelemahlembutan dalam menghadapi semua peristiwa dalam hidupku, mengajarkan menerima kesulitan dan penderitaan sebagai pematang bagi diriku. Terima kasih atas doa-doa yang tidak pernah putus untukku. Bapa’ adalah inspirasiku mengenai keoptimisan dan mama’ tentang ketegaran dalam menjalani hidup. 3. Dr. Ir. Harianto, MS yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan masukanmasukan dalam menyelesaikan skripsi ini serta atas kesabarannya selama ini. 4. Ir. Netty Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator, terima kasih atas saran dan masukan yang diberikan. 5. Dr. Ir. Manuntun Parulia Hutagaol, MS selaku dosen penguji utama dan Dra. Yusalina, MS selaku dosen penguji komdik.
6. Ibu Endah Lasmadiwati selaku pemilik Taman Sringanis, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada penulis dan seluruh karyawan Taman Sringanis yang sudah membantu penulis dalam melakukan penelitian. 7. Budi Setiawan yang telah bersedia menjadi pembahas pada seminar penulis. Sahabat-sahabatku: Boedee, Betet, Degom, Dian, Fahmy, Fikaecu, Hendra, Jafar, Oedrew, Oos, Ramdan, Rudi, Tjoengcrynk, Zuer, dan Wendi’S, serta Keluarga Besar Wisma Zeolit terima kasih atas dukungannya. 8. The great friends in PLP/35 Budi, Dian, Fahmy, Jafar, Hendra, Tree (buat persahabatannya), Oedrew, Oos, Ramdan, Rudi, Tjoengcrynk, Zuer, dan Wendi’S (atas cerita dan candanya). 9. Adikku Rice dan Tina yang selalu memberikan semangat, semoga Tuhan memberkati kalian. 10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Tuhan membalas budi baik yang telah diberikan dengan curahan berkat-Nya yang berlimpah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam kehidupan pribadi masing-masing. Amin.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan hormat hanya bagi Allah Bapa Yang Maha Kasih, yang melimpahkan segala berkat dan anugerah kepada penulis selama masa perkuliahan, penelitian dan penulisan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Penelitian ini merupakan hasil pengamatan penulis pada kebun obat tradisional Taman Sringanis. Penulis tertarik dengan kebun obat tradisional Taman Sringanis karena pada saat ini Taman Sringanis sedang berusaha untuk mengembangkan usahanya namun masih menghadapi kendala di bidang strategi pengembangan
usahanya.
Penelitian
ini
mencoba
mempelajari
strategi
pengembangan usaha dan mengidentifikasi faktor-faktor internal dan eksternal serta prioritas strateginya melalui pendekatan konsep manajemen strategi. Skripsi ini mengambil judul “Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor”. Penelitian ini adalah hasil maksimal yang dikerjakan oleh penulis, dengan segala keterbatasan yang ada, penelitian ini diharapkan bermanfaat, paling tidak untuk informasi awal bagi manajemen Taman Sringanis dalam pengembangan usahanya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, April 2006
Penulis
4.4.1 Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE)..................................................... 4.4.2 Matriks I-E (Internal-External) .................................. 4.4.3 Matriks SWOT ............................................................. 4.4.4 IPA (Importance Performance Analysis) .................. 4.4.5 Karakteristik Pengunjung............................................. 4.4.6 Metode Penskalaan (Scaling Method)......................... 4.4.7 Matriks QSPM (Quantitative Strategic Planning Matriks)................. 4.5 Definisi Operasional...............................................................
V. GAMBARAN UMUM ................................................................ 5.1 Sejarah dan Visi, Misi Perusahaan......................................... 5.2 Sumberdaya Perusahaan ........................................................ 5.2.1 Sumberdaya Manusia................................................... 5.2.2 Sumberdaya Keuangan ................................................ 5.2.3 Tanah dan Bangunan ................................................... 5.3 Produksi dan Pemasaran ........................................................ 5.4 Penelitian dan Pengembangan Taman Sringanis ................... 5.5 Kegiatan Usaha Taman Sringanis .......................................... 5.6 Gambaran Umum Konsumen.................................................
VI. IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PERUSAHAAN ........................................................................... 6.1 Identifikasi Faktor Internal Perusahaan ................................. 6.2 Identifikasi Faktor Eksternal Perusahaan............................... 6.2.1 Lingkungan Umum ...................................................... 6.2.2 Lingkungan Industri..................................................... 6.3 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan, serta Peluang dan Ancaman.......................................................................... 6.3.1 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan......................... 6.3.2 Identifikasi Peluang dan Ancaman ..............................
48 52 54 55 55 56 59 60
63 63 65 65 67 67 68 70 71 73
79 79 84 85 94 98 99 100
VII. PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI ......................... 7.1 Analisis Matriks IFE dan EFE ............................................... 7.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal ....................................... 7.3 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats)......... 7.4 Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP) ..................
103 103 110
VIII. PENDAPAT KONSUMEN.................................................... 8.1 Motivasi Responden............................................................... 8.2 Importance-Performance Analysis......................................... 8.3 Implikasi Majerial ..................................................................
121 121 126 131
113 115
IX. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................. 9.1 Kesimpulan ............................................................................ 9.2 Saran.......................................................................................
133 133 134
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................
136
LAMPIRAN.......................................................................................
139
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman
Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman Obat-obatan Tahun 2005 Menurut Jenisnya ..................................................
22
Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal Perusahaan .................................................................
50
3.
Matriks Evaluasi Faktor Eksternal .............................................
51
4.
Matriks Evaluasi Faktor Internal................................................
52
5.
Matriks SWOT...........................................................................
54
6.
Atribut Kepuasan Konsumen Taman Sringanis.........................
55
7.
Matriks QSPM ...........................................................................
60
8.
Perubahan Nilai Aset Taman Sringanis Tahun 1999-2004........
67
9.
Daftar Laba Penjualan Obat Tradisional Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ...........................................
71
10. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis kelamin..............................................................................
74
11. Persebaran Jumlah dan Persentase Menurut Usia......................
75
12. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan ............................................................................
76
13. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan ....................................................................
77
14. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan....................................................................
77
15. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kota Asal Kedatangan ......................................................................
78
16. Komposisi Tingkat Pendidikan Karyawan Taman Sringanis Tahun 2005 ....................................................
80
2.
17. Kapasitas Produksi Obat Tradisional Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ...........................................
81
18 Perkembangan Total Biaya Produksi Obat Tradisional, Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ...........................................
82
19. Pertumbuhan Nilai Laba Bersih Penjualan Obat Tradisional Taman Sringanis Tahun 2001-2004 ...........................................
84
20. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 Indonesia, Tahun 2001-2004 (Rupiah) ........................................................
90
21. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Indonesia Tahun 2001-2004 .......................................................................
91
22. Perkembangan Laju Inflasi Indonesia Tahun 2000-2005 ..........
92
23. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2001-2004 .......................................................................
93
24. Perkembangan Pertambahan Pengunjung Program Kunjungan dan Pelatihan Taman Sringanis Tahun 1999-2004 ....................
96
25. Faktor Kekuatan dan Kelemahan Taman Sringanis...................
100
26. Faktor Peluang dan Ancaman Taman Sringanis ........................
101
27. Bobot Faktor Internal .................................................................
105
28. Skor Matriks IFE........................................................................
106
29. Bobot Faktor Eksternal ..............................................................
108
30. Skor Matriks EFE.......................................................................
109
31. Matriks SWOT (Strengths Weakneses Opportunities Treats) ...
118
32. Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning) ........................
120
33. Analisis Motivasi Konsumen .....................................................
124
34. Sebaran Responden Menurut Besarnya Biaya Pengeluaran .......
125
35. Persebaran Jumlah Tingkat Kepuasan/Harapan Konsumen Taman Sringanis ........................................................................
126
36. Tingkat Kesesuaian Atribut Taman Sringanis ..........................
128
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Model Manajemen Strategi ....................................................
32
2.
Struktur Manajemen Strategi ..................................................
33
3.
Faktor-faktor yang Dianalisis dalam Bagian Pesaing ............
38
4.
Kerangka Pemikiran Konseptual Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor .........
45
5.
Matriks Internal-Eksternal (I-E).............................................
53
6.
Diagram Kartesius..................................................................
58
7.
Struktur Organisasi Taman Sringanis ....................................
66
8.
Skema Proses Produksi Teh Kasar, Taman Sringanis ...........
70
9.
Matriks Internal-Eksternal (I-E).............................................
110
10.
Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen Terhadap Atribut Taman Sringanis.........................................
130
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Pengisian Kuesioner Bobot IFE ................................................
139
2. Pengisian Kuesioner Bobot IFE (lanjutan) ................................
140
3. Pengisian Kuesioner Bobot IFE (lanjutan) ................................
141
4. Pengisian Kuesioner Bobot IFE (lanjutan) .................................
142
5. Pengisian Kuesioner Bobot EFE Oleh Responden ....................
143
6. Pengisian Kuesioner Bobot EFE Oleh Responden (lanjutan).....
144
7. Matriks IFE Taman Sringanis .....................................................
145
8. Matriks EFE Taman Sringanis ....................................................
146
9. Pemberian Nilai Peringkat (rating) Terhadap Kekuatan dan Kelemahan ..........................................................
147
10. Pemberian Nilai Peringkat (rating) Terhadap Peluang dan Ancaman.................................................................
148
11. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Internal ..........................
149
12. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Eksternal........................
150
13. Total Skor Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja................
151
14. Model Kuesioner Penelitian........................................................
152
15. Tabel Atribut Taman Sringanis...................................................
156
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia sangat kaya dengan berbagai spesies flora dan berdasarkan ribuan jenis flora yang tumbuh di dunia, 30 ribu diantaranya tumbuh di Indonesia. Sekitar 26 persen telah dibudidayakan dan sisanya sekitar 74 persen masih tumbuh liar di hutan-hutan. Adapun tanaman yang telah dibudidayakan, lebih dari 940 jenis digunakan sebagai obat tradisional (Syukur dan Hermani, 2002). Obat tradisional yang selama ini kenal, merupakan produk yang dikenal sebagai jamu, berupa bubuk ramuan ataupun cairan dari godokan/rebusan ramu-ramuan dari bahan-bahan tumbuhan alam (tanaman obat), yang cara produksi maupun formulasinya menggunakan cara yang sudah ada sejak turun temurun.
Di sisi lain, obat tradisional yang dihasilkan saat ini merupakan hasil
dari tumbuh-tumbuhan alam yang diekstrak dan diproduksi berdasarkan penelitian dari
ilmuwan-ilmuwan
dan
dikemas
dengan
teknologi
mutahir
dalam
bentuk/tampilan yang menarik, rasa ataupun khasiat yang lebih spesifik, serta mudah dalam cara pemakaiannya. Obat tradisional tidak selalu diproses secara tradisional. Saat ini, obat tradisional banyak diproses dengan cara moderen, atau dengan kata lain yang lebih ditekankan adalah basis bahan baku alami/hayati. Pemakaian tanaman obat dalam dekade terakhir ini cenderung meningkat sejalan dengan berkembangnya industri jamu atau obat tradisional, farmasi, kosmetik, makanan, dan minuman. Tanaman obat yang dipergunakan biasanya dalam bentuk simplisia (bahan yang telah dikeringkan dan belum mengalami pengolahan apa pun). Simplisia tersebut berasal dari akar, daun, bunga, biji, buah,
terna, dan kulit batang. Pemanfaatan obat tradisional Indonesia akan terus meningkat mengingat kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.
Beberapa bahan baku jamu juga telah menjadi
komoditas ekspor yang andal untuk menambah devisa negara. Berdasarkan data ekspor tanaman obat menurut negara tujuan ekspor, Hongkong merupakan pasar utama tanaman obat Indonesia karena mempunyai nilai ekspor yang paling besar, walaupun nilai setiap tahunnya berfluktuasi. Rata-rata ekspor tanaman obat Indonesia ke Hongkong setiap tahunnya sebesar 730 ton dengan nilai sebesar US$ 526.6 ribu. Ekspor terbesar kedua adalah ke Singapura dengan rata-rata ekspor setiap tahunnya mencapai 582 ton dengan nilai sebesar US$ 647 ribu. Jerman merupakan tujuan ekspor terbesar ketiga dengan tingkat ekspor rata-rata tiap tahunnya mencapai sebesar 155 ton dengan nilai sebesar US$ 112.4 ribu. Tujuan ekspor tanaman obat Indonesia berikutnya adalah Taiwan, Jepang, Korea Selatan, dan Malaysia (Syukur dan Hermani, 2002). Obat-obatan tradisional mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan obat-obatan moderen, salah satunya adalah dalam hal harga yang lebih murah. Bahan baku obat-obatan tradisional juga mudah didapat karena dibuat dari tumbuh-tumbuhan yang berasal dari sekitar masyarakat itu sendiri sehingga dapat diproduksi sendiri. Bagi para pengusaha, pengembangan obat tradisional mempunyai prospek yang cerah khususnya bagi usaha kecil dan koperasi karena tidak membutuhkan modal yang relatif besar untuk memulainya. Menurut Seodibyo (2004), terdapat beberapa faktor pendukung dalam perkembangan industri obat tradisional, antara lain :
1. Adanya berbagai peraturan yang memberikan peluang pemakaian tanaman obat yang lebih banyak yaitu peraturan tentang Ketentuan Cara Pembuatan Obat
Tradisional
yang
baik
(CPOTB)
dalam
SK
Menkes
No.
659/Menkes/SK/X/1991. Salah satu dampak peraturan tersebut adalah tumbuhnya industri-industri obat tradisional khususnya yang berbentuk industri kecil karena dipermudahnya peraturan mengenai perijinan dan registrasi (pendaftaran) obat-obatan tradisional. 2. Dibentuk
dan
berkembangnya
organisasi
yang
bertujuan
untuk
mengembangkan tanaman obat tradisional, misalnya Perhimpunan Peneliti Bahan Alam (PERHIPBA), Gabungan Pengusaha Jamu (GP Jamu), Kelompok Kerja Nasional Tanaman Obat Tradisional Indonesia (POKJANAS TOI), Koperasi Produsen Obat Tradisional Bhineka Karya Manunggal dan sebagainya. 3. Adanya kecenderungan masyarakat saat ini baik di Indonesia maupun di dunia untuk kembali ke alam (back to nature) dengan memanfaatkan bahan-bahan alam bagi perawatan kesehatan dan penyembuhan penyakit. Kecenderungan ini dipelopori oleh negara-negara barat karena pemanfaatan bahan-bahan sintesis yang selama ini dilakukan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan. 4. Pengakuan internasional bahwa Indonesia merupakan negara yang paling maju di bidang obat tradisional di Asia Tenggara. Hal ini dibuktikan dengan penunjukkan Indonesia oleh WHO (World Health Organization) dan UNDP (United Nations Development Program) sebagai koordinator kegiatan-
kegiatan di bidang obat tradisional, terutama dalam melakukan standarisasi obat tradisional. 5. Kebijakan pemerintah Indonesia untuk memberlakukan Strategi Perawatan Kesehatan Dini (Strategy Primary Health Care) dalam rangka pemerataan kesehatan masyarakat secara global. Dalam strategi ini, sistem pengobatan tradisional diikutsertakan karena mempunyai kaitan dengan sosial budaya masyarakat, murah dan mudah digunakan tanpa memerlukan peralatan dan teknologi yang tinggi dalam membuat dan menggunakannya. Tanaman obat merupakan bagian dari obyek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai obyek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian, meningkatkan pendapatan petani, dan memelihara budaya serta teknologi lokal yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya. Obyek pertanian yang dikemas dan ditawarkan sebagai produk agrowisata sangat banyak dan bervariasi, seperti Agrowisata Gunung Mas Puncak, Taman Buah Mekarsari, Taman Bunga Nusantara Cianjur, Agrowisata Apel Batu Malang, dan masih banyak lagi tempat-tempat yang menawarkan keindahan alam, serta lokasi pengolahan dimana pengunjung dapat melihat proses produksinya. Agrowisata tanaman obat adalah obyek wisata pertanian yang menarik, unik dan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan karena sejak krisis moneter yang berkepanjangan mendongkrak harga obat-obatan, masyarakat mulai melirik obat-obatan tradisional yang memang khasiatnya tidak kalah dengan obat-obatan mederen dan harganya yang jauh lebih murah. Banyak masyarakat yang kembali sehat dengan obat-obatan tradisional membuat konsumen ingin
mengetahui lebih banyak akan tanaman obat mulai dari bentuk fisik, cara budidaya, khasiatnya hingga penggunaan tanaman obat yang benar. Disinilah agrowisata tanaman obat mulai menjadi alternatif wisata bagi peminat tanaman obat. Taman Sringanis yang terletak di Desa Cimanengah, Cipaku, Bogor merupakan salah satu usaha penyedia jasa kawasan agrowisata yang menawarkan tanaman obat sebagai obyek wisatanya. Taman Sringanis mencoba untuk bersaing dengan objek-objek wisata lain yang telah dahulu mapan, saat ini Taman Sringanis mengoleksi kurang lebih 450 Jenis tanaman obat dari kurang lebih 940 jenis tanaman obat yang dibudidayakan di Indonesia. Pengunjung Taman Sringanis dapat mempelajari jenis-jenis tanaman obat di kebun pembibitan dengan lingkungan taman dan kebun. Sebagai pengelola Taman Sringanis harus menempatkan pengunjung sebagai prioritas utama. Kepuasan pengunjung sebagai konsumen jasa agrowisata yang ditawarkan patut menjadi perhatian. Hal ini dikarenakan keberadaan objek agrowisata sangat tergantung pada jumlah pengunjung yang datang.
1.2 Perumusan Masalah Produk adalah sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan atau dikonsumsi untuk memuaskan dan memenuhi keinginan konsumen. Oleh sebab itu, suatu produk dikatakan berhasil, apabila dapat benar-benar memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen. Dalam hal ini, strategi produk merupakan strategi yang dilaksanakan perusahaan berkaitan dengan produk yang dipasarkannya. Strategi produk tidak hanya
menyangkut produk yang dipasarkan tetapi juga mencakup atribut-atribut produk (Kotler, 1997). Strategi yang dijalankan Taman Sringanis saat ini masih sangat sederhana yaitu informasi dan penyuluhan (kunjungan, ceramah/talkshow, magang, penerbitan media cetak dan elektronik, dan pameran), pelatihan (tanaman obat seperti “ramuan, makanan dan minuman, budidaya”, akupresur, olah nafas dan meditasi prana, serta HIV/AIDS), penyebarluasan tanaman obat dan ramuan (pembibitan, budidaya tanaman obat dan produk pasca panen, produk dan ramuan yang informatif), pelayanan kesehatan (pengobatan dan konsultasi seperti refleksi/akupresur dan akupuntur, prana, dan ramuan). Sebagai salah satu unit usaha, Taman Sringanis masih menghadapi berbagai kendala dalam pengembangan usaha. Sejak berdiri tahun 1998, usaha ini masih menghadapi kendala baik internal maupun eksternal dalam proses perkembangan usahanya. Kendala-kendala internal ini antara lain sumberdaya manusia, keuangan, produksi operasi dan pemasaran. Kendala-kendala pada sumberdaya manusia adalah karena jumlahnya masih sedikit hanya sepuluh orang dan hanya satu orang yang berpendidikan sarjana, selain itu peralatan yang digunakan masih sederhana dan masih berskala rumah tangga, sehingga kapasitas produksinya masih sedikit. Kendala pada bagian pemasaran yaitu belum adanya karyawan dibidang pemasaran yang dapat berkonsentrasi memasarkan, sehingga menyebabkan belum adanya inovasi sistem pemasaran , sistem distribusi, promosi dan penjualan,
serta
belum
adanya
armada
distribusi,
sehingga
jangkauan
pemasarannya masih terbatas. Dari segi keuangan masih terbatas karena hingga
saat ini belum ada investor yang bersedia menanamkan modalnya sebagai modal kerja dan modal tetap. Dana yang ada saat ini hanya diperoleh dari dana sendiri dan hasil penjualan sendiri. Pengembangan produk yang belum memadai terutama dalam kemasan dan registrasi dari DEPKES yang hanya berupa Sertifikat Penyuluhan (SP). Kemasan yang ada saat ini masih berupa kemasan plastik yang dibungkus dengan kertas sehingga kurang menarik konsumen dan masih mudah terkontaminasi. Pengaruh eksternal lain : semakin menjamurnya produk-produk yang berbahan baku biofarmaka sehingga dapat menjadi pesaing yang kuat hal ini ditunjukkan semakin banyaknya produk-produk berbahan baku biofarmaka yang membanjiri pasar serta lembaga atau yayasan yang membuat produk berbahan baku biofarmaka, misalnya Karyasari, PT. Mahkota Dewa, CV Morinda, serta produk berbahan baku biofarmaka yang mulai dikembangkan oleh industri farmasi besar sehingga dapat mengambil pangsa pasar yang ada, serta belum adanya manajemen internal yang baik untuk merumuskan strategi pengembangan usaha dan mempertahankan usaha yang telah berjalan. Taman Sringanis merupakan usaha yang baru dalam bidangnya di kota Bogor dan keberadaannya dalam industri obat tradisional cukup lama, yaitu 10 tahun. Taman Sringanis yang terletak di Desa Cipaku merupakan taman percontohan obat tradisional yang melakukan produksi obat yang berbentuk simplisia, umbi segar, teh/serbuk, dan minuman instan. Taman Sringanis memiliki misi yang tidak berorientasi pada laba, tetapi berusaha sebagai sarana untuk pelestarian dan pengembangan alam serta membantu meningkatkan pemanfaatan
dan kesadaran masyarakat akan warisan budaya bangsa, yaitu pengobatan tradisional yang menggunakan obat-obatan alamiah/tradisional. Melihat prospek ini Taman Sringanis sejak tahun 1998 menjadikan kebun obatnya menjadi agrowisata yang menawarkan objek wisata yang unik dan menarik berupa wisata kebun tanaman obat. Rekreasi yang ditawarkan adalah rekreasi yang bersifat pengetahuan dengan mengenali dan mempelajari jenis-jenis tanaman obat disajikan dalam bentuk seminar kebun dan senam kebugaran yang terdapat dalam paket agrowisatanya. Produk kepariwisataan (agrowisata) termasuk salah satu produk jasa dan pengunjung merupakan bagian dari proses produksinya, dimana proses produksi dan konsumsi terjadi dalam waktu yang bersamaan. Dengan demikian, kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami pengunjung sebagai konsumen akan terjadi pada saat yang bersamaan pula. Eksistensi suatu objek wisata sangat tergantung pada pengunjung. Pengelola atau pengusaha agrowisata harus dapat melihat pengunjung sebagai faktor yang menentukan dan menjadi prioritas utama. Tanpa adanya pengunjung keberadaan suatu objek wisata tidak berarti apa-apa. Untuk itu, pelayanan yang terbaik dan sarana yang memadai dalam menikmati objek wisata ini patut menjadi perhatian. Kondisi lingkungan yang dihadapi oleh Taman Sringanis saat ini berbeda dengan kondisi di masa lalu karena terjadi perubahan-perubahan dalam berbagai aspek yang terdapat didalamnya. Berbagai perubahan lingkungan internal, antara lain pengelolaan manajemen yang kurang profesional, kualitas SDM yang masih rendah,
kinerja
pemasaran
yang
kurang
efektif,
disertai
dengan
permasalahan-permasalahan eksternal seperti kebijakan pemerintah tentang otonomi daerah, perdagangan bebas, pertumbuhan ekonomi Indonesia, laju inflasi, menyebabkan perlunya perumusan strategi untuk mengantisipasi adanya berbagai perubahan lingkungan tersebut. Perubahan tersebut menciptakan tantangan besar bagi Taman Sringanis sehingga dibutuhkan analisis perencanaan strategis. Perencanaan strategis merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang yang bertujuan agar perusahaan dapat melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Pengetahuan mengenai lingkungan perusahaan akan menolong dalam pengembangan usahanya dan meningkatkan efisiensi operasi. Oleh karena itu perlu diketahui faktor-faktor lingkungan eksternal dan internal apa sajakah yang berpengaruh terhadap pengembangan Taman Sringanis. Oleh karena itu Taman Sringanis membutuhkan manajemen yang baik untuk mempertahankan dan mengembangkan usahanya. Hal ini dapat diupayakan melalui perumusan strategi pengembangan usaha, dengan terlebih dahulu mengidentifikasi faktor-faktor kelemahan dan kekuatan yang dimiliki, serta mengidentifikasi faktor-faktor peluang dan ancaman yang dihadapi Taman Sringanis, kemudian dikombinasikan menjadi suatu strategi usaha yang dapat dilaksanakan oleh manajemen Taman Sringanis. Berdasarkan fakta-fakta di atas maka permasalahan utama yang dihadapi Taman Sringanis dalam mengembangkan usahanya saat ini, yaitu: 1. Bagaimana kondisi lingkungan internal dan eksternal yang melingkupi Taman Sringanis saat ini ?
2. Apakah berbagai atribut atau jasa yang ditawarkan Taman Sringanis telah sesuai dengan harapan konsumen ? 3. Alternatif strategi apa yang sebaiknya diterapkan untuk mengembangkan usaha Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisional ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi kondisi internal dan eksternal yang melingkupi Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisional. 2. Menganalisis penilaian konsumen terhadap atribut Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisional. 3. Memberikan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha Taman Sringanis sebagai kebun obat tradisional, dengan mengikutkan juga pendapat konsumen.
1.4 Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan bagi pengelola Taman Sringanis dalam penyusunan rencana pengembangan, pemanfaatan dan pelestarian kebun obat Taman Sringanis khususnya pengembangan program pelestarian pemanfaatan tanaman obat. Penelitian ini juga semoga dapat berguna sebagai informasi dan bahan pertimbangan bagi Taman Sringanis dalam membuat keputusan strategi untuk pengembangan usahanya, untuk pemerintah sebagai masukan dalam pengembangan agrowisata tanaman obat yang masih terbilang baru untuk jenis agrowisata dan hasil ini juga dapat dijadikan bahan rujukan untuk
penelitian selanjutnya, serta untuk peneliti agar mengetahui kenyataan di lapangan dan membandingkannya dengan teori dan juga menambah wawasan.
1.5 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dibatasi hanya pada tahap pertama proses manajemen strategi, yaitu tahap formulasi strategi dengan menggunakan metode tahap pemasukan dan tahap pemanduan. Hasil formulasi strategi ini dmaksudkan untuk memberikan masukan dan sebagai bahan pertimbangan bagi manajemen dalam melakukan perencanaan, sedangkan tahap implementasi dan tahap evaluasi strategi di perusahaan merupakan wewenang penuh manajemen perusahaan. Obat tradisional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah obat tradisional yang dikonsumsi, bukan obat luar (salep/parem). Obat ini berbentuk simplisia, umbi segar, teh/serbuk, dan minuman instant. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan yaitu penelitian bersifat subjektif (tergantung pada tingkat persepsi responden).
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agrowisata 2.1.1 Pengertian Agrowisata Agrowisata
merupakan
terjemahan
dari
istilah
bahasa
Inggris
Agrotourism. Dilihat dari asal katanya, Agro berarti pertanian dan tourism berarti pariwisata/kepariwisataan. daerah pertanian.
Agrowisata atau agrotourism adalah berwisata ke
Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat,
perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Tidak hanya dilihat dari
hasilnya, namun terkait lebih luas dengan ekosistemnya, bahkan
lingkungan
secara umum Septriani (2001). Menurut Nurisyah dalam Nurdiana (2004), agrowisata adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan dan sektor pertanian mulai dari awal sampai dengan produk pertanian dalam berbagai sistem, skala dan bentuk dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pemahaman, pengalaman dan rekreasi di bidang pertanian ini. Sajian yang diberikan pada wisatawan tidak hanya pemandangan kawasan pertanian yang panoramik dan kenyamanan di alam pertanian, tetapi juga aktivitas petani beserta teknologi khas yang digunakan dan dilakukan dalam lahan pertanian. Wisatawan dapat mengikuti aktivitas ini, menikmati produk segar pertanian yang tersedia, mempelajari nilai historik lokasi, arsitektur, atau budaya pertanian yang khas dan kombinasi dari berbagai ciri tersebut. Aktivitas
pertanian
ini
mencakup
persiapan
lahan,
pembibitan,
penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan hasil dan juga pasar hasil pertanian. Dalam aktivitas agrowisata ini, petani yang berada dalam kawasan
13
agrowisata, dapat menjadi obyek atau bagian dari sistem pertanian yang ditawarkan pada aktivitas wisata tetapi juga dapat bertindak sebagai pemilik atau pengelola kawasan wisata ini.
2.1.2 Ruang Lingkup dan Potensi Agrowisata Penentuan klasifikasi agrowisata didasari oleh konsep dan tujuan pengembangan agrowisata, jenis-jenis obyek agrowisata beserta daya tarik obyek tersebut. Daya tarik agrowisata terdiri dari komoditi usaha agro, sistem sosial ekonomi dan budaya, sistem teknologi dan budidaya usaha agro, peninggalan budaya agro, budaya masyarakat, keadaan alam dan prospek investasi pada usaha agro tersebut.
Ruang lingkup dan potensi agrowisata oleh Team Menteri
Rakornas Wisata Agro pada tahun 1992 Betrianis dalam Nurdiana (2004) dijelaskan : 1. Tanaman Pangan Daya tarik tanaman pangan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut : (1) Bunga-bungaan. Bunga-bungaan yang mempunyai kekhasan sebagai bunga Indonesia, cara pemeliharaan yang masih tradisional, bunga yang dikaitkan dengan segi keindahan antara lain seni merangkai bunga, pameran bunga, taman bunga dan sebagainya, serta budidaya bunga. 2) Buah-buahan. Kebun buah-buahan pada umumnya di desa atau di pegunungan dan mempunyai pemandangan alam sekitarnya yang indah, memperkenalkan kota-kota di Indonesia berdasarkan daerah asal buah tersebut cara-cara tradisional pemetikan buah, tingkat pengelolaan buah di pabrik, budidaya buah-buahan seperti apel, anggur, jeruk dan lain-lain.
14
3) Sayuran. Kebun sayuran pada umumnya di desa atau pegunungan dan mempunyai pemandangan alam sekitar yang indah, cara-cara tradisional pemeliharaan dan pemetikan sayuran, teknik pengelolaan, budidaya sayuran dan lain-lain. 4) Jamu-jamuan. Pemeliharaan dan pengadaan bahan, pengolahan bahan (tradisional dan modern), berbagai khasiat jamu-jamuan, dan jamu sebagai kosmetik tradisional dan modern. Ruang lingkup kegiatan subsektor tanaman pangan adalah sebagai berikut : (1) Lingkup komoditas yang ditangani meliputi komoditas tanaman padi, palawija dan komoditas tanaman hortikultura, dan (2) lingkup kegiatan yang ditangani meliputi kegiatan usaha tani tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) yang terdiri dari berbagai proses kegiatan pra panen, pasca panen/pengelolaan hasil sampai pemasarannya. 2. Perkebunan Daya tarik perkebunan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut : (1)
Daya tarik historis bagi wisata alam, (2) lokasi perkebunan, pada
umumnya terletak di daerah pegunungan dan mempunyai pemandangan alam dan berhawa segar, (3) cara-cara tradisional dalam pola bertanam, pemeliharaan, pengelolaan dan prosesnya, dan (4) tingkat teknik pengelolaan yang ada dan sebagainya. 3. Peternakan Daya tarik peternakan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut :
15
(1) Pola peternakan yang ada, (2) cara-cara tradisional dalam peternakan, (3) tingkat teknik pengelolaan dan sebagainya, dan (4) budidaya hewan ternak dan lain-lain. Ruang lingkup obyek wisata peternakan meliputi : (1) Pra produksi : pembibitan ternak, pabrik pakan ternak, pabrik obat-obatan dan lain-lain, (2) kegiatan produksi : usaha peternakan unggas, ternak perah, ternak potong dan aneka ternak, dengan pola PIR, pola bapak angkat, perusahaan swasta, koperasi BUMN dan usaha perseorangan, (3) pasca produksi : pasca panen susu, daging telur, kulit dan lain-lain, dan (4) kegiatan lain: penggemukan ternak, karapan sapi, adu domba, pacu itik, balap kuda dan lain-lain. 4. Perikanan Daya tarik perikanan sebagai sumberdaya wisata antara lain sebagai berikut : (1) Adanya pola perikanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, (2) caracara tradisional dalam perikanan, (3) tingkat teknik pengelolaan dan sebagainya, dan (4) budidaya perikanan. Ruang lingkup obyek wisata perikanan meliputi : (1) Kegiatan penangkapan ikan, yang merupakan suatu kegiatan usaha untuk memperoleh hasil perikanan melalui usaha penangkapan pada suatu kawasan perairan tertentu di laut atau perairan umum (danau, sungai, rawa, waduk, atau genangan air lainnya). Kegiatan ini ditunjang oleh penyediaan prasarana di darat berupa Pusat Pendaratan Ikan atau Pelabuhan Perikanan. (2) Kegiatan perikanan budidaya yang merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh hasil perikanan melalui usaha budidaya perikanan yaitu
16
mencakup kegiatan usaha pembenihan dan pembesaran. Kegiatan budidaya perikanan ini sebagai berikut : (a) kegiatan budidaya ikan tawar (yaitu usaha budidaya perikanan yang dilakukan di perairan tawar, baik di kolam maupun perairan umum), (b) kegiatan air payau (yaitu usaha budidaya perikanan yang dilakukan di perairan payau atau kawasan pasang surut dan biasa dikenal dengan tambak), dan (c) kegiatan budidaya laut (yaitu usaha budidaya perikanan yang dilakukan di perairan laut). (3) Kegiatan pasca panen yang merupakan kegiatan penanganan hasil perikanan yang dilakukan pada periode setelah tangkap dan sebelum dikonsumsi.
Kegiatan ini merupakan upaya penanganan, pengolahan dan
pemasaran hasil perikanan Pengembangan wisata merupakan upaya terhadap pemanfaatan potensi atraksi wisata pertanian. Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Pertanian
dan
Menteri
Pariwisata,
Pos
dan
Telekomunikasi
No.
KM.47/PW.004/MPPT-89 dan No. 204/Kpts/HK.050/4/1989, agrowisata sebagai bagian dari obyek wisata diartikan sebagai suatu bentuk kegiatan yang memanfaatkan usaha agro sebagai obyek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Agrowisata telah diberikan batasan sebagai wisata yang memanfaatkan obyekobyek pertanian. Secara umum, ruang lingkup dan potensi agrowisata yang dapat dikembangkan antara lain kebun raya, perkebunan, tanaman pangan dan hortikultura, perikanan, dan peternakan (Tirtawinata dan Fachruddin, 1999).
17
2.2 Manfaat Agrowisata Tirtawinata dan Fachruddin (1999) mengungkapkan beberapa manfaat dari agrowisata, antara lain : 1. Meningkatkan konservasi lingkungan 2. Meningkatkan nilai estetika dan keindahan alam 3. Memberikan nilai rekreasi 4. Meningkatkan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan 5. Mendapatkan keuntungan ekonomi Sulistyantara (1990) menjelaskan bahwa agrowisata diperkotaan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: (1) Agrowisata melibatkan tegaknya tanaman (vegetasi) dapat memberikan manfaat dalam perbaikan kualitas iklim mikro, (2) Pengembangan agrowisata ikut menjaga kelestarian lingkungan hidup perkotaan selain memperbaiki iklim mikro, juga menjaga siklus hidrologi dan mengurangi erosi, (3) Kegiatan agrowisata akan meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan
perkotaan
yang
pada
akhirnya
akan
menunjang
kesehatan
penggunanya, (4) Agrowisata dapat memberikan karya lingkungan yang estetis jika dikelola dengan baik, dan (5) Agrowisata dapat menjadi sumber masukan bagi perorangan, swasta maupun pemerintah daerah.
2.3 Pemilihan Lokasi Agrowisata Di Indonesia, agrowisata mempunyai prospek yang sangat baik mengingat potensi yang ada sangat beragam dan khas. Menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1999) identifikasi suatu wilayah pertanian yang akan dijadikan obyek agrowisata perlu dipertimbangkan secara matang. Kemudahan mencapai lokasi, karakteristik
18
alam. Sentra produksi pertanian, dan adanya kegiatan agroindustri merupakan faktor yang dijadikan bahan pertimbangan. Perpaduan antara kekayaan komoditas agraris dengan bentuk keindahan alam dan budaya masyarakat merupakan kekayaan obyek wisata yang amat ternilai. Agar lebih menarik wisatawan, obyek wisata perlu dilengkapi dengan prasarana dan sarana pariwisata, seperti transportasi, promosi dan penerangan. Departemen Pariwisata Pos dan Telekomunikasi (1999) memberikan tiga alternatif pemilihan lokasi pengembangan agrowisata, yaitu : 1. Memilih daerah yang mempunyai potensi agrowisata dengan masyarakat tetap bertahan dalam kehidupan tradisional berdasarkan nilai-nilai kehidupannya. 2. Memilih suatu tempat yang dipandang strategis dari segi geografis pariwisata tetapi tidak mempunyai potensi agrowisata sama sekali. Pada daerah ini akan dibuat agrowisata buatan. 3. Memilih daerah yang masyarakatnya memperlihatkan unsur-unsur tata hidup tradisional dan memiliki pola kehidupan pertanian secara luas termasuk berdagang dan lain-lain, serta berada tidak jauh dari lalu lintas wisata yang cukup padat.
2.3.1 Fasilitas Agrowisata Agrowisata sebagai obyek wisata selayaknya memberikan kemudahan bagi wisatawan dengan cara melengkapi kebutuhan prasarana dan sarananya. Sarana dan prasarana dalam agrowisata dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu fasilitas obyek, fasilitas pelayanan dan fasilitas pendukung. Menurut Tirtawinata
19
dan Fachruddin (1999) fasilitas-fasilitas tersebut ditempatkan pada lokasi yang tepat dan strategis sehingga dapat berfungsi secara maksimal. Fasilitas obyek, menurut Suyitno (2001) dapat bersifat alami, buatan manusia serta perpaduan antara buatan manusia dan keadaan alami. Terkait dengan agrowisata yang termasuk fasilitas obyek diantaranya adalah lahan dan produk pertanian serta kegiatan petani mulai dari budidaya sampai pasca panen. Fasilitas pelayanan, menurut Tirtawinata dan Fachruddin (1999) dan Suyitno (2001) meliputi pintu gerbang, tempat parkir, pusat informasi, papan informasi, jalan dalam kawasan agrowisata, toilet, tempat ibadah, tempat sampah, toko cinderamata, restoran, tempat istirahat dan pramuwisata. Adapun yang termasuk dalam fasilitas pendukung adalah jalan menuju lokasi, komunikasi dan promosi, keamanan, sistem perbankan dan pelayanan kesehatan. (Tirtawinata dan Fachruddin, 1999 dan Yoeti, 1996)
2.3.2 Tujuan dan Arah Pengembangan Agrowisata Menurut Haeruman dalam Betrianis (1996), tujuan pengembangan agrowisata adalah meningkatkan nilai kegiatan pertanian dan kesejahteraan masyarakat pedesaan. Hal ini dimaksudkan bahwa penyiapan pengembangan agrowisata tidak hanya obyek wisata pertaniannya saja yang disiapkan, tetapi juga penyiapan masyarakat pedesaan untuk dapat menangkap nilai tambah yang diberikan oleh kegiatan agrowisata tersebut. Kegiatan pengembangan agrowisata menurut Deasy (1994) diarahkan pada terciptanya penyelenggaraan dan pelayanan yang baik sehingga sebagai salah satu produk pariwisata Indonesia, agrowisata dapat dilestarikan dan dikembangkan
20
dalam upaya diversifikasi pertanian dan pariwisata.
Arah pengembangan ini
disesuaikan dengan potensi dan prioritas pembangunan pertanian suatu daerah.
2.3.3 Permasalahan yang Perlu Diperhatikan dalam Pengembangan Agrowisata Tirtawinata dan fachruddin (1999) mengemukakan bahwa selain masalah konsep pengembangan sebuah obyek agrowisata, masalah di dalam pengelolaan agrowisata juga perlu dicarikan jalan keluarnya. Berikut beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian adalah : 1. Potensi agrowisata yang belum dikembangkan sepenuhnya. 2. Promosi dan pemasaran agrowisata yang masih terbatas sehingga banyak konsumen yang tidak mengetahui keberadaan agrowisata tersebut. 3. Kurangnya kesadaran pengunjung terhadap lingkungan. 4. Koordinasi antar sektor dan instansi terkait yang belum berkembang. 5. Terbatasnya kemampuan manajerial di bidang parawisata. 6. Belum adanya peraturan yang lengkap tentang agrowisata. Oleh karena itu, Tirtawinata dan fachrudin (1999) mengusulkan agar pihak pengusaha dan pengelola agrowisata membuat pedoman penyelenggaraan di bidang agrowisata yang meliputi : (1) Penetapan obyek agrowisata yang dapat dikunjungi (2) Tata cara berkunjung ke obyek agrowisata (3) Penjelasan mengenai hal-hal yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh wisatawan selama berada di kawasan agrowisata dan (4) Jadwal waktu untuk berkunjung ke obyek agrowisata.
21
2.5
Tanaman Obat Tanaman obat merupakan tanaman yang mudah tumbuh meskipun
di lahan-lahan yang sudah tidak dapat ditanami tanaman lain. Menurut Rosita et al dalam Songko (2002), tumbuhan obat adalah tumbuhan yang penggunaan utamanya untuk keperluan obat-obatan, sedangkan menurut Hamid et al dalam Songko (2002), tumbuhan obat adalah semua tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai obat dan berkisar dari yang terlihat dengan mata hingga yang hanya nampak di bawah miskroskop. Menurut Suhirman dalam Songko (2002), tumbuhan obat adalah tumbuhan yang bagian tumbuhannya (daun, batang, atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai obat medern atau tradisional. Pengertian obat-obatan menurut Rosita et al dalam Songko (2002) adalah obat tradisional yang daya pengaruhnya belum dibuktikan secara medis, serta obat fitoterapi dan obat modern yang secara medis sudah diketahui daya penyembuhnya, Zuhud et al dalam Songko (2002) lebih rinci mengemukakan bahwa tumbuhan obat adalah seluruh spesies tumbuhan obat yang diketahui atau dipercaya berkhasiat obat, dan dapat dikelompokkan menjadi : (1) tumbuhan obat tradisional, yaitu tumbuhan yang diketahui atau dipercaya masyarakat mempunyai khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, (2) tumbuhan obat modern, yaitu spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa/bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis, dan (3) tumbuhan obat potensial yaitu spesies tumbuhan yang diduga mengandung senyawa/bahan
22
bioaktif yang berkhasiat obat tetapi belum dibuktikan secara ilmiah atau medis atau penggunaannya sebagai bahan baku obat tradisional sulit ditelusuri. Menurut BPS (2004), tanaman obat didefinisikan sebagai tanaman yang bermanfaat sebagi obat-obatan yang dikonsumsi dari berbagai tanaman berupa daun, bunga, buah, umbi (rimpang) atau akar. Tabel 1 menunjukkan luas panen produksi dan produktivitas tanaman obat-obatan tahun 2004 di Indonesia menurut jenisnya.
Tabel. 1 Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman Obat-obatan Tahun 2004 di Indonesia menurut Jenisnya Luas Produksi Produktivitas No Jenis Tanaman Panen (Ton) (Ton/Ha) (Ha) 1
Jahe (zingiber officinale)
6.610
118. 496
17.93
2
Laos/Lengkuas (alpina galanga)
1.148
27. 934
24.33
3
Kencur (kaempferia kalangan)
855
12. 848
15.03
4
Kunyit (tumeric domestica)
1.684
23. 993
14.25
5
Lempuyang (zingiber aromaticum)
255
4. 531
17.77
6
Temulawak (tumeric xanthorriza)
508
7. 174
14.12
7
Temuireng (tumeric aeruginosa)
266
3. 040
11.43
8
Kejibeling (hemigrafis alternata)
61
611
10.02
9
Dringo (dringo)
51
366
7.18
10
Kapulaga (Cardamon)
486
3. 539
7.28
11. 924
202.532
14.021
Jumlah Sumber : BPS, 2005
2.5.1 Gambaran Umum Tanaman Obat Indonesia Indonesia mempunyai keanekaragaman hayati (biodiversity) yang kaya di dunia khususnya tanaman obat, jumlahnya kurang lebih 940 spesies. Indonesia mempunyai potensi besar untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat,
dilatarbelakangi
oleh
beberapa
faktor
pendukung
yang
sangat
23
menguntungkan. Diantaranya adalah ketersediaan potensi sumber daya flora, keadaan tanah dan iklim, perkembangan industri obat modern dan tradisional, industri makanan dan minuman, serta meningkatnya konsumen di dalam dan luar negeri (Tirtawinata dan Fachruddin 1999). Masyarakat Indonesia merupakan konsumen produk farmasi (obat-obatan, jamu-jamuan, bahan-bahan kosmetik) yang cukup besar. Perkiraan kasar jika pengeluaran setiap orang Rp 20.000,- per tahun saja, berarti dengan penduduk 200 juta orang, potensi pasar produk farmasi di Indonesia adalah sekitar Rp 4 trilyun per tahun. Berdasarkan Sandra dan Kemala dalam Songko (2002) pemanfaatan simplisia dalam negeri tahun 1983 adalah sebanyak 1.687.033 kg yang terdiri dari 164 jenis. Pada tahun 1984 mengalami peningkatan sebesar 2.217.226 kg yang terdiri dari 153 jenis dengan demikian pemanfaatan simplisia pada tahun 1984 mengalami peningkatan sebesar 31.4 persen.
2.5.2 Definisi Obat Tradisional Obat tradisional adalah obat asli Indonesia yang berasal dari tanaman obat, proses produksinya masih tradisional dan belum diuji secarah ilmiah. Obat tradisional ini berupa ramuan, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman (Herba, 2002). Pengertian obat tradisional diatas disempurnakan lagi dalam Menteri Kesehatan RI Nomor 246/1992 yang meliputi beberapa hal yaitu : a. Obat tradisional mencakup obat yang sudah terbungkus serta bahan baku atau ramuan bahan. Definisi lama hanya mencakup obat jadi (ramuan) saja.
24
b. Obat tradisional mencakup semua ramuan yang berasal dari alam, baik yang belum maupun yang sudah memiliki data klinis. c. Obat tradisional dapat digunakan dalam pengobatan formal yang melibatkan tenaga peran dokter. Departemen Kesehatan (1994) membagi obat tradisional Indonesia menjadi dua kelompok yaitu : 1. Kelompok jamu, yaitu obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang sebagian besar belum mengalami standarisasi, bentuk sediaan masih sederhana berwujud serbuk seduhan, rajangan untuk seduhan dan sebagainya. Kegunaan masih sepenuhnya menggunakan istilah-istilah tradisional misalnya sekalor tolak angin dan sebagainya, sampai saat ini kelompok ini yang lebih berkembang luas di Indonesia. 2. Kelompok lainnya adalah fitoterapi yang lebih dikenal sebagai kelompok fitomarka yaitu obat tradisional yang bahan bakunya adalah simplisia yang telah mengalami standarisasi dan telah dilakukan penelitian atas sediaannya, kegunaannya jelas dan dapat diandalkan. Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
661/Menkes/SK/VII/1994 tentang persyaratan dan bentuk obat tradisional, bentuk obat tradisional yang diijinkan untuk diproduksi meliputi : 1. Rajangan adalah sediaan obat tradisional berupa potongan simplisia, campuran simplisia
atau
campuran
simplisia
dengan
sediaan
galenik,
yang
penggunaannya dilakukan dengan pendidihan atau penyeduhan dengan air panas. Kandungan kadar air tidak lebih dari 10 persen.
25
2. Serbuk adalah sediaan obat tradisional berupa butiran homogen dengan derajat halus yang cocok, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik atau campurannya. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen. 3. Pil adalah sediaan obat tradisional berupa massa bulat, bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen. 4. Kapsul adalah sediaan obat tradisional yang terbungkus cangkang keras atau lunak, bahan bakunya terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan. Kandungan air isi kapsul tidak lebih dari 10 persen dan kapsul memiliki waktu hancur tidak lebih dari lima menit. 5. Tablet adalah sediaan obat tradisional padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung silindris atau bentuk lain. Kedua permukaannya rata atau cembung terbuat dari sediaan galenik dengan atau tanpa bahan tambahan. Kandungan air tidak lebih dari 10 persen dan memiliki waktu hancur tidak lebih dari 20 menit untuk tablet tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit untuk tablet bersalut. 6. Parem, pilis, dan tapel adalah sediaan padat obat tradisional atau bentuk pasta, bahan bakunya berupa serbuk simplisia, sediaan galenik atau campurannya dan digunakan sebagai obat luar.
Kandungan airnya tidak lebih dari 10
persen. 7. Cairan obat dalam adalah sediaan obat tradisional berupa larutan simplisia atau emulsi, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar.
26
8. Cairan obat luar adalah sediaan obat tradisional berupa larutan suspensi atau emulsi, bahan bakunya berupa simplisia, sediaan galenik dan digunakan sebagai obat luar. 9. Salep atau krim adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan, bahan bakunya berupa sediaan galenik yang larut atau terdispensi homogen dalam dasar salep atau krim yang cocok yang digunakan sebagai obat luar. Menurut keputusan Menteri RI No. 230/Menkes/IX/76, yang dimaksud dengan simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan. Ada tiga macam simplisia yaitu : 1. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh bagian tanaman atau eksudat tanaman. Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau isi sel dengan cara tertentu di keluarkan dari selnya, atau zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni 2. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, zat yang digunakan diambil dari hewan dan belum berupa zat kimia murni. 3. Simplisia pelikan atau minerat adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau minerat yang belum diolah atau telah diolah dengan sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
2.6 Hasil Penelitian Terdahulu Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ridjal (1997) mengenai identifikasi unsur-unsur strategis dan analisis strategi dalam
27
pengembangan usaha agrowisata (studi pada pengembangan Taman Buah Mekarsari), PT Mekar Sari Unggul (MUS) menjalankan berbagai bidang kegiatan yang ada sesuai misi dan tujuan yang telah disusun.
Misi-misi yang telah
ditetapkan menjadi pertimbangan pertama penentuan prioritas pelaksanaan berbagai kegiatan yang ada. Pemilihan jenis strategi pengembangan Taman Buah Mekarsari berpijak pada performa lingkungan usaha dengan perhatian lebih kepada lingkungan internal dibandingkan eksternalnya. Secara umum lingkungan internal lebih berisikan kelemahan dibandingkan kekuatan dan dalam lingkungan eksternal berisikan banyak peluang dibanding ancaman. Dengan demikian, PT MUS memilih jenis strategi WO yaitu meminimisasi kelemahan guna memanfaatkan peluang dalam mengembangkan Taman Buah Mekarsari. Penelitian yang dilakukan oleh Setiawati (1999) mengenai analisis pengembangan teh dan wisata agro ini pada sel I sehingga dapat dilaksanakan strategi intensif (penetrasi pasar, integrasi hulu, dan integrasi horisontal). Berdasarkan matriks SWOT dihasilkan empat set alternatif strategi yang didasari dari hasil analisis faktor strategis baik peluang, ancaman maupun kekuatan dan kelemahan yaitu strategi SO dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami, mengorientasikan Gunung Mas sebagai pemimpin pasar di industri pariwisata agro. Strategi ST dengan menerbitkan sektor informal, menonjolkan keunggulan penginapan yang berada ditengah perkebunan teh. Strategi WO yaitu meminta perhatian pemerintah untuk mengembangkan sumber daya dan penelitian mengenai
wisata
agro,
memanfaatkan
kesempatan
berpromosi,
dan
pengembangan wisata agro Gunung Mas menjadi kategori usaha berkembang. Strategi WT antara lain meyakinkan wisatawan bahwa situasi politik dan
28
keamanan bangsa tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi keamanan wisata agro Gunung Mas melalui promosi aktif, melengkapi produk yang ditawarkan yakni sarana hiburan anak, sarana operasional dan paket-paket wisata. Wardhany (2002) menganalisis pengembangan wisata agro apel pada Kusuma Agrowisata (PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya) Batu-Malang. Hasil matriks I-E menunjukkan bahwa wisata agro apel Kusuma Agrowisata berada pada sel I dimana perusahaan dapat menerapkan strategi dalam menjalankan usahanya adalah tumbuh dan bina, terdiri dari strategi penetrasi pasar, pengembangan pasar, dan pengembangan produk, integrasi ke depan, integrasi ke belakang, dan integrasi horisontal. Melalui model analisis General Electrik, wisata agro apel Kusuma terjun ke dalam pasar yang memiliki daya tarik sedang (3.448) dan memiliki kekuatan usaha yang sangat kuat (3.924) yang diperlukan untuk berhasil dalam pasar tersebut. Posisi kompetitif wisata agro apel ini mengharuskan perusahaan menerapkan strategi tumbuh efektif. Berdasarkan hasil analisis Proses Hirearki Analitik menunjukkan bahwa jenis strategi SO menjadi pilihan yang dapat dikembangkan lebih lanjut dalam pengembangan strategi utama perusahaan. Sementara dari hasil analisis terhadap faktor-faktor eksternal dan internal dengan menggunakan matriks SWOT diperoleh alternatif strategi antara lain : Strategi SO yaitu mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro untuk menangkap kecenderungan selera konsumen. Strategi ST yaitu dengan meningkatkan fungsi dan peranan klinik agribisnis sebagi pusat informasi. Strategi WO yaitu meningkatkan kinerja pemasaran dan efektivitas promosi untuk menjaring jumlah dan segmen konsumen yang lebih banyak, dan strategi WT yaitu meminta peran pemerintah sebagai fasilitator.
29
Sofyan (2003) menganalisis tingkat kepuasan pengunjung objek agrowisata Taman Buah Mekarsari Cileungsi Bogor. Penelitian tentang kepuasan kawasan agrowisata Taman Buah Mekarsari membahas mengenai tingkat kepuasan
yang
didapat
pengunjung,
serta
faktor-faktor
lain
yang
menpengaruhinya. Kepuasan yang timbul merupakan hasil dari perbandingan antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan yang diterima konsumen. Hasil penelitian terdahulu menjadi referensi dalam melakukan penelitian Strategi Pengembangan Potensi Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor yang memang belum pernah dilakukan.
30
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Manajemen Strategi Menurut David (2002), manajemen strategis didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai obyektifnya. Fokus manajemen strategis terletak pada memadukan manajemen, pemasaran, keuangan, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasi. Sedangkan menurut Pearce dan Robinson (1997), manajemen strategi adalah sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Pearce dan Robinson (1997) menjelaskan bahwa dalam proses manajemen strategik terdiri dari sembilan tugas penting, yaitu : 1. Merumuskan misi perusahaan, meliputi rumusan umum tentang maksud keberadaan (purpose), filosofi (philosophy), dan tujuan (goal). 2. Mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi internal dan kapabilitasnya. 3. Menilai lingkungan eksternal perusahaan, meliputi baik pesaing maupun faktor-faktor kontekstual umum. 4. Menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumber dayanya dengan lingkungan eksternal.
31
5. Mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan. 6. Memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum (grand strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki. 7. Mengembangkan sasaran tahunan dan strategi jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang dipilih 8. Mengimplementasikan
pilihan
staregik
dengan
cara
mengalokasikan
sumberdaya anggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, SDM, struktur, teknologi, dan sistem imbalan. 9. Mengevaluasi
keberhasilan
proses
strategik
sebagai
masukan
bagi
pengambilan keputusan yang akan datang.
3.2 Model Manajemen Strategi Proses manajemen strategis paling baik dapat dipelajari dan ditetapkan menggunakan suatu model. Setiap model menggambarkan semacam proses. Kerangka kerja yang diilustrasikan dalam Gambar 1. merupakan model komprehensif dari proses manajemen strategis yang menggambarkan pendekatan yang jelas dan praktis untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi strategi. Proses manajemen strategis bersifat dinamis dan berkelanjutan. Suatu perubahan dalam salah satu komponen utama dalam model dapat memaksa perubahan dalam salah satu atau semua komponen yang lain. Oleh karena itu, aktivitas merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasikan strategi harus dilaksanakan secara terus-menerus.
32
Melakukan Audit Eksternal Menetapkan Sasaran Jangka Panjang
Mengem bangkan Pernyataan Misi
Menghasilkan, Mengevaluasi, dan Memilih Strategi
Menetapkan Kebijakan dan Sasaran Tahunan
Mengalo kasikan Sumber Daya
Mengukur dan Mengeva luasi Prestasi
Melakukan Audit Internal
Gambar 1. Model Manajemen Strategi Sumber : David, 2002
Adanya model rangkaian manajemen yang berisi langkah-langkah yang diambil akan memudahkan pihak perusahaan untuk mengambil kebijakan yang tepat sasaran. Rumusan strategi yang dihasilkan maka sebelum diimplementasikan perlu dilakukan evaluasi. Hal ini sangat penting karena adanya strategi baru maka akan terjadi perubahan. Dalam menjalankan strategi yang terpilih perusahaan juga melihat seberapa efektifkah tingkat pelaksanaan dan kepentingan dari strategi dan diakhiri, tahu dilakukan evaluasi kembali apakah strategi ini masih layak untuk dijalankan.
3.3 Struktur Manajemen Strategi Berdasarkan Pearce dan Robinson (1997), struktur manajemen strategi bagi perusahaan dengan industri majemuk terdiri dari tingkatan, yaitu tingkat korporasi (perusahaan), tingkat bisnis dan tingkat fungsional. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.
33
Strategi Korporasi
Bisnis 1
Strategi ProduksiOperasi/Litbang
Bisnis 2
Strategi Keuangan/Akunting
Bisnis 3
Strategi Pemasaran
Strategi Hubungan Karyawan
Keterangan : I = Tingkat Korporasi atau Manajemen Perusahaan II = Tingkat Bisnis atau Manajemen Puncak SBU III = Tingkat Fungsional atau Manajemen Madya dan Pengawasan
Gambar 2. Struktur Manajemen Strategi Sumber : Pearson dan Robinson (1997)
Strategi tingkat perusahaan (korporat), menggambarkan arah yang menyeluruh bagi suatu perusahaan dalam pertumbuhan dan pengelolaan berbagai bidang usaha untuk mencapai keseimbangan produk/jasa yang dihasilkan. Strategi tingkat perusahaan biasanya sebagai arahan dasar berbagai strategi pada unit usaha (bisnis) dan strategi fungsional yang disusun. Eksekutif tingkat korporasi bertanggung jawab atas kinerja keuangan perusahaan dan atas pencapaian tujuan-tujuan bukan keuangan seperti memperkuat citra perusahaan dan memenuhi tanggung jawab sosial perusahaan. Di tingkat bisnis, para manajer harus menterjemahkan rumusan arah dan keinginan yang dihasilkan di tingkat korporasi ke dalam sasaran dan strategi yang kongkrit untuk masing-masing divisi usaha pada intinya, para manajer strategik tingkat bisnis menentukan bagaimana perusahaan akan bersaing di arena pasar produk (product-market) tertentu. Mereka berusaha mengidentifikasi dan mengamankan segmen-segmen pasar yang paling prospektif dalam arena tersebut.
34
Segmen ini merupakan bagian dari pasar total yang dapat dikuasai perusahaan karena keunggulan bersaingnya. Manajer di tingkat fungsional menyusun sasaran tahunan dan strategi berjangka pendek dibidang-bidang seperti produksi, operasi, riset dan pengembangan, keuangan dan akunting, pemasaran dan hubungan karyawan. Tanggung
jawab
utama
manajer
ditingkat
fungsional
adalah
mengimplementasikan atau melaksanakan rencana strategik perusahaan. Mereka menangani masalah-masalah seperti efisiensi dan efektivitas sistem produksi dan pemasaran, kualitas layanan pelanggan, dan sukses produk dan jasa tertentu guna meningkatkan bagian pasar perusahaan. Dalam praktiknya, tiga tingkatan manajemen strategik ini disesuaikan dengan keadaan perusahaan. Perusahaan yang hanya menangani satu bisnis/usaha kecil, tanggung jawab tingkat korporasi (perusahaan) dan unit bisnis terpusat pada satu kelompok direktur, staf dan manager. Sedangkan struktur perusahaan klasik memiliki tiga tingkat operasional yang lengkap yaitu tingkat korporasi, tingkat bisnis, dan tingkat fungsional.
3.4 Misi Bisnis Misi suatu perusahaan adalah tujuan (purpose) unik yang membedakannya dari perusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasi cakupan operasinya. Secara ringkas, misi menguraikan produk, pasar, dan bidang teknologi yang digarap perusahaan yang mencerminkan nilai dan prioritas dari para pengambil keputusan strategiknya (Pearce dan Robinson, 1997).
35
Berdasarkan uraian tersebut maka misi merupakan suatu pernyataan yang mengidentifikasi ruang lingkup operasi perusahaan dalam batasan produk dan pasar. Pernyataan misi yang efektif mengandung komponen-komponen, antara lain: (1) Siapa konsumen pemakai produk, (2) apa produk/jasa yang dihasilkan, (3) pasar yang akan dimasuki, (4) teknologi apa yang dipakai, (5) perhatian terhadap survival, pertumbuhan dan keuntungan, (6) filsafat organisasi, (7) konsep diri, (8) perhatian terhadap citra perusahaan, (9) perhatian terhadap pekerja (David, 2002).
3.5 Analisis Lingkungan Usaha Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang dapat mengenali dan berinteraksi
secara
menguntungkan
terhadap
kebutuhan-kebutuhan
dan
kecenderungan-kecenderungan yang belum terpenuhi dalam lingkungannya (Kotler, 1997). Lingkungan usaha dapat dibagi menjadi dua lingkungan yaitu lingkungan eksternal yang terdiri dari variabel-variabel ancaman dan peluang yang berada diluar kontrol manajemen perusahaan, dan lingkungan internal yang terdiri atas variable-variabel yang merupakan kekuatan dan kelemahan perusahaan dan berada dalam kontrol manajemen perusahaan.
3.5.1 Analisis Lingkungan Eksternal Realisasi misi perusahaan akan menjadi sulit dilakukan jika perusahaan tidak berinteraksi dengan lingkungan eksternalnya. Umumnya perusahaan harus memonitor faktor-faktor dalam lingkungan umum (ekonomi, sosial budaya, politik dan pemerintahan, teknologi dan ekologi), lingkungan industri (hambatan
36
masuk, kekuatan pemasok, kekuatan pembeli, ketersediaan subtitusi, dan persaingan antar perusahaan) dan lingkungan operasional (pesaing, kreditor, pelanggan, tenaga kerja, dan pemasok). Ketiga faktor tersebut merupakan landasan peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan dalam lingkungan bersaingnya. Peluang adalah situasi penting yang menguntungkan dalam lingkungan perusahaan, sedangkan ancaman adalah situasi penting yang tidak menguntungkan dalam lingkungan perusahaan. Untuk faktor lingkungan umum dapat dianalisis dengan metode pendekatan analisis PEST (Politik-EkonomiSosial-Teknologi). Faktor Politik. Arah dan stabilitas faktor-faktor politik merupakan pertimbangan penting bagi para manajer dalam merumuskan strategi perusahaan. Faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi perusahaan. Situasi politik yang tidak kondusif akan berdampak negatif bagi dunia usaha demikian juga sebaliknya. David (2002) menambahkan bahwa dengan kebijakan pemerintah untuk memberi subsudi pada industri dan perusahaan tertentu akan mempengaruhi keberadaan industri atau perusahaan lain. Falsafah pemerintah dalam hubungannya dengan perusahaan dapat berubah sewaktu-waktu. Tindakan pemerintah juga mempengaruhi pilihan strategi usaha. Tindakan inidapat memperbesar peluang atau hambatan usaha atau keduanya. Faktor Ekonomi. Kondisi ekonomi suatu daerah atau negara dapat mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan. Semakin buruk kondisi ekonomi, semakin buruk pula iklim berbisnis. Oleh karena itu, pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat hendaknya bersama-sama mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi ekonomi daerahnya menjadi lebih baik lagi agar
37
perusahaan dapat bergerak maju dalam usahanya. Faktor-faktor ekonomi yang harus dipertimbangkan adalah pola konsumsi, suku bunga primer, laju inflasi, kecenderungan pertumbuhan PNB dan sebagainya. Setiap segi ekonomi dapat membantu
atau
menghambat
upaya
mencapai
tujuan
perusahaan
dan
menyebabkan keberhasilan ataupun kegagalan strategi. Setiap segi ekonomi dapat merupakan peluang ataupun ancaman. Setiap perubahan faktor ekonomi akan mempengaruhi industri secara berbeda-beda. Oleh karena itu, perubaha kondisi perekonomian mungkin baik bagi satu perusahaan tetapi belum tentu baik bagi perusahaan lain. Faktor Sosial. Kondisi sosial masyarakat memang berubah-ubah. Hendaknya perubahan-perubahan sosial yang terjadi yang mempengaruhi perusahaan dapat diantisipasi oleh perusahaan. Kondisi sosial ini banyak aspeknya, misalnya sikap, gaya hidup, adat-istiadat, dan kebiasaan dari orangorang di lingkungan eksternal perusahan, sebagai yang dikembangkan misalnya dari kondisi kultural, ekologis, demografis, religius, pendidikan dan etnis. Faktor Teknologi. Teknologi saat ini mengalami perubahan yang sangat cepat dan inovasi-inovasi tersebut akan berdampak pada perilaku pembelanjaan dan kinerja pemasaran. Selain itu adanya peluang inovasi yang tidak terbatas, besarnya anggaran penelitian dan pengembangan serta peraturan yang mengikat atas perubahan teknologi merupakan trend yang harus diperhatikan pada lingkungan ini. Konsumen. Kekuatan tawar menawar pembeli ditentukan oleh beberapa faktor yaitu besarnya jumlah pembeli, ciri produk, kemudahan pembeli beralih ke
38
produk pesaing, kesempatan integrasi kebelakang, keuntungan yang diperoleh pembeli dan informasi yang dimiliki oleh pembeli. Pesaing. Tingkat persaingan antar perusahaan dalam suatu industri dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu jumlah pesaing, karakteristik pesaing, biaya tetap yang dibutuhkan, peningkatan kapasitas oleh pesaing, pertumbuhan industri dan hambatan keluar industri.
Pendatang baru
Perubahan strategi pesaing
Pesaing industri
Barang atau jasa subtitusi
Pesaing yang keluar Gambar 3. Faktor-faktor yang Dianalisis dalam Bagian Pesaing Sumber : Pearson dan Robinson (1997)
Hambatan masuk bagi pendatang baru. Pendatang baru pada industri membawa kapasitas baru, keinginan merebut pasar, serta seringkali juga sumber daya yang besar, akibatnya harga menjadi turun dan membengkak sehingga mengurangi kemampulabaan. Ancaman masuknya pendatang baru ke dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh sipendatang baru. Jika rintangan besar dan akan ada perlawanan keras dari muka-muka lama, maka ancaman masuknya pendatang baru akan rendah. Terdapat enam sumber utama rintangan masuk, yaitu : (1) Skala ekonomis, (2) Diferensiasi, (3) Kebutuhan modal, (4) Biaya beralih pemasok, (5) Akses ke saluran distribusi dan (6) Biaya tak menguntungkan terlepas dari skala.
39
Ancaman produk pengganti (subtitusi). Ancaman produk subtitusi dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu jumlah produk yang memiliki fungsi yang sama, tingkat perkembangan teknologi produk pengganti dan tingkat biaya peralihan.
3.5.2 Analisis Lingkungan Internal Selain pemahaman kondisi lingkungan eksternal, pemahaman terhadap kondisi lingkungan internal perusahaan secara luas dan mendalam pun perlu dilakukan. Oleh karena itu, strategi yang dibuat perlu bersifat konsisten dan realistis sesuai dengan situasi dan kondisinya. Faktor internal perusahaan merupakan faktor yang mempengaruhi arah dan tindakan perusahaan yang berasal dari intern perusahaan. Analisa internal mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang menjadi landasan bagi strategi perusahaan. Pearce dan Robinson (1997) menyebutkan bahwa kekuatan adalah sumber daya, keterampilan, atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin dilayani oleh perusahaan. Sedangkan kelemahan perusahaan adalah keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya keterampilan, dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektif perusahaan. Faktor-faktor internal kunci terdiri dari sumber daya manusia, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pemasaran. Sumber daya manusia. Kualitas, sikap dan perilaku sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh perkembangan social politik, kebudayaan dan lain-lain. Oleh karena itu kebijakan sumber daya manusia terpengaruh oleh aspekaspek eksternal, antara lain berupa perkembangan pendidikan, jumlah penawaran
40
tenaga kerja, perkembangan social dan system nilai masyarakat lain (Umar, 2001). Selain itu perlu diperhatikan keterampilan dan moral tenaga kerja karyawan, biaya hubungan kekaryawanan dibandingkan dengan industri dan pesaing, tingkat keluar masuk dan kemangkiran karyawan, serta keterampilan khusus dan pengalaman (Pearce dan Robinson, 1997). Produksi dan Operasi. Produksi terdiri dari seluruh aktivitas yaitu transformasi input menjadi produk atau jasa. Sistem produksi menyusun program untuk dilaksanakan dan melakukan pengendalian produksi mencakup perbekalan, proses muatan, perawatan sarana produksi, pengendalian mutu. Jauch dan gleuck (1997), mengemukakan jika perusahaan dapat memproduksi dengan biaya lebih rendah dan mampu menjalankan bisnis sedangkan yang lain tidak atau dapat memperoleh bahan baku dengan harga yang menguntungkan, maka perusahaan itu mempunyai keunggulan bersaing. Penelitian dan Pengembangan. Penelitian, pengembangan dan fungsi rekayasa dapat merupakan keunggulan bersaing dengan alasan bahwa faktor penelitian dan pengembangan menciptakan produk baru atau produk yang ditingkatkan. Penelitian dan pengembangan dapat juga meningkatkan proses bahan untuk mendapatkan keunggulan biaya melalui efisiensi. Menurut David (2002) pengeluaran penelitian dan pengembangan memimpin pengembangan poduk memperbaiki proses pengelolaan untuk mengurangi biaya. Keuangan.
Ada hal-hal yang sering diabaikan para pengusaha kecil
dalam soal keuangan. Kebanyakan mereka tidak atau belum menerapkan prinsipprinsip keuangan dengan baik, terutama perusahaan kecil perorangan. Wibowo dalam Herlina (2002) mengemukakan bahwa kunci utama dalam mengelola
41
keuangan adalah pembukuan dan administrasi yang rapih dan tepat. Menurut pengalaman, pengendalian keuangan yang lemah dan administrasi yang kacau menjadi salah satu penyebab utama gagalnya perusahaan. Mengelola sistem keuangan harus dikelola sebaik mungkin sehingga seluruh dana dapat diedarkan ke semua bagian kegiatan usaha. Untuk itu harus disediakan dana yang cukup agar mereka dapt menjalankan tugas sebaik-baiknya. Terjadinya kelebihan dan kekurangan dana merupakan tanda kurang tepatnya pengelolaan keuangan. Kekurangan uang dapat menyebabkan banyak program terbengkalai. Berlebihan berarti banyak sumber dana yang menganggur dan tidak efisien, terlebih lagi bila dana itu berasal dari pinjaman berbunga. Pemasaran. Agar posisi produk di pasar sesuai dengan harapan pengusaha, faktor-faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah : pangsa pasar, pelayanan purna jual, kepemilikan informasi tentang pasar, pengendalian distributor, kondisi satuan kerja pemasaran, kegiatan promosi, harga jual produk, komitmen manajemen puncak, loyalitas pelanggan dan kebijakan produk baru. Banyak pengusaha kecil yang mengelola pemasaran usahanya dengan mengandalkan kebiasaan-kebiasaan yang telah berlaku saja. Tetapi dengan kondisi makin kerasnya persaingan, semua keputusan pengelolaan (pemasaran) harus didasarkan atas fakta-fakta yang nyata dan data-data yang memadai.
3.6
Perumusan Strategi
3.6.1 Matriks Internal-Eksternal Untuk melihat strategi mana yang tepat untuk diterapkan oleh perusahaan yang memiliki unit-unit bisnis digunakan matriks I-E (Internal-External). David
42
(2002) mengungkapkan bahwa matriks I-E melibatkan divisi-divisi dalam organisasi ke dalam diagram skematis, oleh karena itu matriks ini disebut Matriks Portofolio. Matriks I-E terbagi atas tiga bagian utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda. Pertama, divisi yang berada pada sel I, II, atau IV dapat disebut tumbuh dan bina (grow and build). Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau integrasi (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horizontal) mungkin paling tepat untuk semua divisi ini. Kedua, divisi yang masuk dalam sel III, V, atau VII dapat dikelola dengan strategi pertahankan dan pelihara (hold and maintain). Penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang terbanyak dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. Ketiga, divisi yang umum masuk dalam sel VI, VII, atau IX adalah panen atau divestasi. Organisasi yang sukses dapat mencapai portofolio bisnis yang diposisikan dalam atau di sekitar sel I dalam matriks I-E (David, 2002).
3.6.2
Matriks SWOT Menurut David (2002) faktor-faktor kunci eksternal dan internal
merupakan pembentuk matriks SWOT. Matriks SWOT merupakan alat pencocokan yang penting untuk membantu manajer mengembangkan empat tipe strategi, yakni (1) strategi SO atau strategi kekuatan-peluang yaitu strategi yang menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk memanfaatkan peluang eksternal, (2) strategi WO atau strategi kelemahan-peluang yaitu strategi yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang
43
eksternal, (3) strategi ST atau strategi kekuatan-ancaman yaitu strategi menggunakan kekuatan untuk menghindari atau mengurangi dampak dari ancaman eksternal serta (4) strategi WT atau strategi kelemahan-ancaman merupakan taktik defensife yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman lingkungan.
3.6.3
Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matriks) Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif atau Quantitative Strategic
planning Matriks (QSPM) dirancang untuk menetapkan daya tarik relatif dari tindakan alternatif yang layak. Teknik ini secara sasaran menunjukkan strategi alternatif mana yang terbaik. QSPM adalah alat yang memungkinkan ahli strategi untuk mengevaluasi strategi alternatife secara obyektif, berdasarkan pada faktorfaktor kritis untuk sukses eksternal dan internal yang dikenali sebelumnya (David, 2002). Sifat positif dari QSPM adalah bahwa set strategi yang dapat diperiksa secara berurutan atau bersamaan. Tidak ada batas untuk jumlah strategi yang dapat dievaluasi atau diperiksa sekaligus. Sifat positif lainnya adalah alat ini mengharuskan ahli strategi untuk memadukan faktor-faktor eksternal dan internal yang terkait kedalam proses keputusan. Mengembangkan QSPM membuat faktorfaktor kunci lebih kecil kemungkinannya terabaikan atau diberi bobot secara tidak sesuai. Teknik ini memiliki keterbatasan yaitu memerlukan intuitive judgement yang baik dalam memberi peringkat dan nilai daya tarik dan keputusan subyektif. Walaupun
demikian
prosesnya
harus
menggunakan
informasi
obyektif.
44
Keterbatasan lain dari QSPM adalah konsep ini hanya dapat sebaik informasi yang diperlukan dan analisis penjodohan yang menjadi landasannya.
3.7 Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsep manajemen strategis. Penentuan strategi bagi agrowisata Taman Sringanis diawali dengan mengetahui visi dan misi perusahaan. Pernyataan misi merupakan hal yang penting untuk mengetahui bisnis yang dijalankan oleh perusahaan secara menyeluruh. Setelah mengetahui visi dan misi, maka dilakukan analisa lingkungan internal untuk menilai hal-hal yang menjadi kekuatan serta kelemahan usaha dan analisa lingkungan eksternal untuk menentukan hal-hal apa yang menjadi peluang dan ancaman yang dihadapi usaha ini. Faktor-faktor strategis dari lingkungan internal dan eksternal yang telah diidentifikasi akan diringkas dalam matriks IFE dan EFE. Untuk merumuskan strategi digunakan dua analisis yaitu Matriks I-E dan Matriks SWOT. Total skor bobot matriks IFE dan EFE akan digunakan untuk memposisikan divisi dalam matriks I-E. Posisi sel yang dihasilkan dari matriks I-E akan merumuskan suatu strategi yang akan diterapkan oleh usaha ini. Sedangkan faktor-faktor strategis yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihasilkan dari matriks IFE dan EFE akan dipadukan untuk menghasilkan beberapa alternatif strategi dalam matriks SWOT. Untuk mempertajam analisa, dilakukan penilaian terhadap tingkat kepuasan pengunjung Taman Sringanis sehingga dapat diketahui atribut-atribut penting yang harus dimiliki oleh Taman Sringanis dalam menentukan strategi
45
untuk meningkatkan pelayanan.
Dari strategi-strategi yang telah dirumuskan
dilakukan pemilihan strategi yang paling tepat untuk dilaksanakan sesuai dengan daya tariknya dengan menggunakan matriks QSPM. Alur pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 4.
AGROWISATA TAMAN SRINGANIS
Visi dan Misi
Identifikasi Faktor-faktor Internal
Identifikasi Faktor-faktor Eksternal
Matriks IFE
Matriks EFE
Matriks IE dan Matriks SWOT Penilaian Konsumen Alternatif Strategi Pengembangan Usaha
IPA
QSPM
Strategi Alternatif Dominan Gambar 4. Kerangka Pemikiran Konseptual Strategi Pengembangan Agrowisata Obat Tradisional Taman Sringanis, Bogor.
46 IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Taman Sringanis di Desa Cimanengah, Cipaku, Kota Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Taman Sringanis merupakan usaha pengembangan tanaman obat Indonesia yang selain memproduksi obat tradisional, membuka klinik, melakukan pelatihan-pelatihan, seminar dan akupuntur juga memiliki kebun koleksi yang dijadikan agrowisata taman obat, yang terbilang baru dalam bisnis agrowisata dan memungkinkan ketersediaan data untuk keperluan penelitian ini. Kegiatan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2005 .
4.2 Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pihak Taman Sringanis yang mengerti tentang kondisi lingkungan usahanya untuk memperoleh informasi faktor internal dan eksternal, pengisian kuesioner untuk tujuan analisis strategi diberikan kepada responden yang dipilih secara sengaja dengan pertimbangan bahwa responden harus memiliki tingkat penguasaan yang tinggi terhadap bidang yang akan diteliti sekaligus permasalahannya yaitu Pemilik, Busines Executive, Staf Administrasi dan Keuangan, Divisi Penjualan Data sekunder yang merupakan pelengkap data primer diperoleh dari data-data Taman Sringanis dan laporan penelitian terdahulu yang terkait dengan
47 topik penelitian, Badan Pusat Statistik, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Departemen Pertanian, serta Perpustakaan Lingkungan Institut Pertanian Bogor, Majalah Trubus dan Internet.
4.3. Metode Pengambilan Contoh 1. Populasi Populasi penelitian adalah seluruh pengunjung Taman Sringanis pada tahun 2005 yang berusia 17 tahun ke atas, dengan pertimbangan dapat menangkap atribut yang ditanyakan. 2. Sampel Metode
pengambilan
sampel
dilakukan
dengan
pendekatan
non
probability sampling (sengaja) dengan metode Convenience Sample dengan alasan kemudahan untuk mendapatkan responden. Jumlah contoh yang dibutuhkan
dalam
penelitian
ini
ditentukan
dengan
rumus
Slovin
(Simamora, 2002) : n = N /(1 + Ne2 ) dengan :
n = Jumlah contoh N = Ukuran populasi e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan contoh yang masih bisa ditolerir
Dengan menggunakan ukuran populasi jumlah pengunjung tahun 2005 3403 dan galat sebesar 10 persen, maka diperoleh jumlah contoh yang harus diambil sebanyak 100 responden. n = N / (1 + Ne2) = 3403/(1+(3403) (0,1)2) = 97, 146 ≈ 100 responden
48 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode pengolahan dan analisis yang digunakan adalah pendekatan konsep manajemen strategis. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dan disajikan dalam bentuk tabel, gambar dan uraian. Data yang terkumpul dalam tahap pengumpulan data perlu diolah dahulu. Tujuannya adalah menyederhanakan seluruh data yang terkumpul dan disajikan dalam susunan yang baik dan rapi untuk kemudian dianalisis.
Pengolahan data diperlukan untuk
menterjemahkan angka-angka yang didapat dari hasil penelitian.
4.4.1 Analisis Matriks Evaluasi Faktor Internal dan Eksternal (IFE-EFE) Langkah
ringkas
untuk
mengidentifikasi
faktor
internal
dengan
menggunakan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) yang meringkas dan mengevaluasi faktor internal yakni kekuatan dan kelemahan perusahaan di bidang-bidang fungsional termasuk manajemen, pemasaran, keuangan/akunting, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi komputer (David, 2002). Tujuan dari penilaian faktor eksternal adalah mengembangkan daftar terbatas peluang yang dapat dimanfaatkan perusahaan dan ancaman yang harus dihindari. Langkah yang ringkas dalam melakukan penilaian eksternal adalah dengan menggunakan matriks External Factor Evaluation (EFE). Matriks evaluasi faktor eksternal mengarahkan perumus strategi untuk mengevaluasi informasi ekonomi, sosial dan budaya, demografi, lingkungan, politik dan pemerintahan, hukum, teknologi dan tingkat persaingan (David, 2002).
49 Terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan dalam mengembangkan matriks IFE maupun matriks EFE, sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi daftar kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman yang dihadapi perusahaan. 2. Penentuan bobot setiap variabel. Penentuan bobot dilakukan dengan jalan mengajukan identifikasi faktor strategis internal dan eksternal tersebut kepada pihak manajemen menggunakan metode Paired Comparison (Kinnear 1991). Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor penentu internal dan eksternal. Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 2. Skala yang digunakan untuk pengisian kolom adalah: 1 = jika indikator horisontal kurang penting daripada indikator vertikal , 2 = jika indikator horisontal sama penting daripada indikator vertikal, 3 = jika indikator horisontal lebih penting daripada indikator vertikal. Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus: (kinnear, 1991)
Ai =
Xi n
∑X i= 1
keterangan: Ai = Bobot variabel ke-i Xi = Total nilai variabel i = A, B, C, D…. dan n = Jumlah variabel
i
50 Tabel 2. Penilaian Bobot Faktor Strategis Internal dan Eksternal Perusahaan Faktor Strategis Internal A B C ..... Total Bobot A B C ...... Total Faktor Strategis Eksternal K L M ..... Total Bobot K L M ..... Total Sumber: David, 2002
3. Penentuan Peringkat (rating). Penentuan peringkat (rating) oleh manajemen atau pakar dari perusahaan dilakukan terhadap variabel-variabel dari hasil analisis situasi perusahaan. Untuk mengukur pengaruh masing-masing variabel terhadap kondisi perusahaan digunakan nilai peringkat dengan menggunakan skala 1, 2, 3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis yang menandakan seberapa efektif strategi perusahaan saat ini. Pemberian nilai rating kekuatan pada matriks IFE menggunakan skala: 1 = sangat lemah, 2 = lemah, 3 = kuat, 4 = sangat kuat. Pemberian nilai rating untuk faktor kelemahan merupakan kebalikan dari faktor kekuatan. Sedangkan pemberian nilai rating peluang pada matriks EFE menggunakan skala: 1 = rendah (respon kurang), 2 = sedang (respon sama dengan rata-rata), 3 = tinggi (respon diatas rata-rata), 4 = sangat tinggi (respon superior). Pemberian nilai rating untuk faktor ancaman merupakan kebalikan dari faktor peluang. 4. Mengalikan setiap bobot dengan rating untuk mendapatkan pembobotan. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya
51 bervariasi mulai dari 4,00 sampai dengan 1,00. Menjumlahkan pembobotan untuk mendapatkan total skor pembobotan perusahaan. Nilai total ini menunjukkan bagaimana perusahaan tertentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internal dan eksternalnya. Total pembobotan akan berkisar antara 1 sampai dengan 4 dengan rata-rata 2,5. Nilai 1 pada matriks EFE menunjukkan bahwa perusahaan tidak mampu memanfaatkan peluang-peluang untuk menghindari ancaman-ancaman. Nilai 4 mengidentifikasi bahwa perusahaan saat ini telah dengan sangat baik memanfaatkan peluang untuk menghadapi ancaman-ancaman. Nilai 2,5 menggambarkan bahwa perusahaan mampu merespon situasi eksternal secara rata-rata. Tabel 3 memperlihatkan model matriks EFE. Tabel 3. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal No
Faktor Kunci Eksternal
Bobot
Rating
Skor Bobot (Bobot x Rating)
PELUANG 1. 2. … ANCAMAN 1. 2. … TOTAL
1,000
Sumber: David, 2002
Nilai 1 pada matriks IFE menunjukkan situasi internal perusahaan yang sangat buruk. Nilai 4 mengindikaskan bahwa situasi internal perusahaan sangat baik. Nilai 2,5 untuk matriks IFE menunjukkan situasi internal perusahaan berada pada tingkat rata-rata. Matriks IFE disajikan pada Tabel 4.
52 Tabel 4. Matriks Evaluasi Faktor Internal No
Faktor Kunci Internal
Bobot
Rating
Skor Bobot (Bobot x Rating)
PELUANG 1. 2. … ANCAMAN 1. 2. … TOTAL
1,000
Sumber: David, 2002
4.4.2 Matriks I-E (Internal-External) Matriks IE merupakan pemetaan skor matriks IFE dan EFE yang telah dihasilkan pada tahap input. Konsep matriks IE dapat dilihat pada Gambar 5. Matriks I-E didasarkan pada dua dimensi kunci yaitu total skor bobot IFE pada sumbu horisontal dan total skor bobot EFE pada sumbu vertikal. Pada sumbu horisontal skor antara 1,00 sampai 1,99 menunjukkan posisi internal yang lemah, skor 2,00 hingga 2,99 menunjukkan rata-rata, dan skor 3,00 hingga 4,00 menunjukkan posisi internal yang kuat. Pada sumbu vertikal skor 1,00 sampai 1,99 menunjukkan posisi eksternal yang rendah, skor dari 2,00 hingga 2,99 menunjukkan pengaruh sedang, skor dari 3,00 sampai 4,00 menunjukkan pengaruh eksternal yang tinggi. Matriks I-E terbagi menjadi tiga bagian utama yang memiliki implikasi strategi yang berbeda yakni: 1. Sel I, II, atau IV dapat disebut tumbuh dan bina. Strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau integrasi
53 (integrasi ke belakang, integrasi ke depan, integrasi horisontal) mungkin paling tepat untuk semua divisi ini. 2. Sel III, V, atau VII dapat melaksanakan strategi pertahankan dan pelihara; penetrasi pasar dan pengembangan produk merupakan dua strategi yang terbanyak dilakukan untuk tipe-tipe divisi ini. 3. Sel VI, VIII, atau IX adalah panen atau divestasi. Organisasi yang sukses dapat membentuk portofolio dari posisi bisnis-bisnisnya pada atau sekitar sel I di matriks I-E (David, 2002).
TOTAL SKOR EVALUASI FAKTOR INTERNAL Kuat 3,0 – 4,0 3,0
4,0
TOTAL SKOR EVALUASI FAKTOR EKSTERNAL
Tinggi 3,0 - 4,0
Rata-rata 2,0 – 2,99
Lemah 1,0 – 1,99 2,0
1,0
II
III
V
VI
VIII
IX
I
3,0 Sedang 2,0 – 2,99
IV
2,0 Rendah 1,0 – 1,99
VII
1,0
Gambar 5. Matriks Internal-Eksternal (I-E) Sumber: David, 2002
54 4.4.3 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) Matriks Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats (SWOT) merupakan alat pencocokan yang penting yang membantu manager mengembangkan empat tipe strategi: SO, strategi WO, strategi ST, dan strategi WT. Langkah-langkah dalam menganalisis SWOT adalah: 1. Menuliskan kekuatan dan kelemahan internal perusahaan yang menentukan. 2. Menuliskan peluang dan ancaman eksternal perusahaan yang menentukan. 3. Mencocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil strategi SO dalam sel yang tepat 4. Mencocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal dan mencatat hasil strategi WO. 5. Mencocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil strategi ST. 6. Mencocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal dan mencatat hasil strategi WT. Berdasarkan hasil persilangan keempat faktor tersebut adalah empat kemungkinan alternatif strategi seperti terlihat pada Tabel 5. Tabel 5. Matriks SWOT Peluang (O)
Ancaman (T) Sumber: David, 2002
Kekuatan (S) Strategi S-O Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang Strategi S-T Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman
Kelemahan (W) Strategi W-O Meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang Strategi W-T Meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
55 4.4.4 Importance Performance Analysis Untuk menjawab perumusan masalah mengenai sampai sejauh mana tingkat kepuasan pelanggan terhadap kinerja Taman Sringanis, maka digunakan Importance-Performance Analysis. Atribut-atribut Taman Sringanis yang dianalisis
menggunakan
Analisis
Importance
Performance
Analysis
ini
dipaparkan pada Tabel 6. Tabel 6. Atribut Kepuasan Konsumen Taman Sringanis No. Atribut 1 Percontohan tanaman obat 2 Percontohan umbi-umbian bermanfaat obat 3 Percontohan simplisia/bahan ramuan kering 4 Harga tiket masuk 5 Toko jamu 6 Harga obat-obatan 7 Klinik Akupresur, Refleksi, Akupuntur 8 Ruang pelatihan 9 Keramahan dan pelayanan karyawan 10 Kelengkapan fasilitas penunjang (WC, dll) 11 Kebersihan lokasi 12 Kemudahan mencapai lokasi 13 Pelayanan informasi 14 Kenyamanan lokasi
4.4.5
Karakteristik Pengunjung Data karakteristik responden yang diperoleh dengan menggunakan
kuesioner diolah secara deskriptif yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif bertujuan untuk menyajikan data karakteristik pengunjung berupa jenis kelamin, usia, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan daerah asal pengunjung. Jumlah responden yang diambil adalah 100 orang.
56 4.4.6 Metode Penskalaan (Scaling Method) Untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen, digunakan skala 5 tingkat (likert) yang terdiri dari sangat penting, penting, cukup penting, kurang penting dan tidak penting. Kelima penilaian tersebut diberikan bobot sebagai berikut : a. Jawaban sangat penting diberi bobot 5. b. Jawaban penting diberi bobot 4. c. Jawaban cukup penting diberi bobot 3. d. Jawaban kurang penting diberi bobot 2. e. Jawaban tidak penting diberi bobot 1. Untuk kepuasan diberikan lima penilaian dengan bobot sebagai berikut : a. Jawaban sangat baik diberi bobot 5, berarti pengunjung sangat puas. b. Jawaban baik diberi bobot 4, berarti pengunjung puas. c. Jawaban cukup baik diberi bobot 3, berarti pengunjung cukup puas. d. Jawaban kurang baik diberi bobot 2, berarti pengunjung kurang puas. e. Jawaban tidak baik diberi bobot 1, berarti pengunjung tidak puas. Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja maka akan dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat kepuasannya oleh Taman Sringanis. Tingkat kesesuaian adalah hasil perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan. Tingkat kesesuaian inilah yang akan menentukan urutan prioritas peningkatan atribut yang mempengaruhi kepuasan pengunjung. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang diwakilkan oleh huruf X dan Y, dimana: X merupakan tingkat kinerja Taman Sringanis yang dapat
57 memberikan kepuasan para pengunjung, sedangkan Y merupakan tingkat kepentingan pengunjung. Adapun rumus yang digunakan adalah : Xi x 100 % Yi
TKi =
dimana : TKi = Tingkat kesesuaian responden Xi = Skor penilaian pelaksanaan/kinerja Yi = Skor penilaian kepentingan pelanggan Pada penggunaan diagram kartesius, sumbu mendatar (X) akan diisi oleh skor tingkat pelaksanaan/kinerja (performance), sedangkan sumbu tegak (Y) akan diisi oleh skor tingkat kepentingan (importance). Rumus untuk setiap faktor tersebut, yaitu : n
X=
n
∑ Xi i =1
dan Y =
n
∑Y i =1
i
n
dimana : X = Skor rata-rata tingkat pelaksanaan/kinerja Y = Skor rata-rata tingkat kepentingan n = Jumlah responden
Diagram kartesius merupakan suatu bagun yang dibagi menjadi empat bagian yang dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titiktitik (X, Y), titik tersebut diperoleh dari rumus : n
Yi =
∑ Xi i =1
K
n
dan Yi =
∑Y i =1
i
K
dimana : X = Skor rata-rata dari rata-rata tingkat pelaksanaan/kinerja seluruh atribut Y = Skor rata-rata dari rata-rata tingkat kepentingan seluruh atribut k = Banyaknya atribut yang dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan
58 Selanjutnya tingkat unsur-unsur tersebut akan dijabarkan dan dibagi menjadi empat bagian ke dalam diagram kartesius seperti pada Gambar 6.
Tingkat Kepentingan
Prioritas utama
Pertahankan prestasi
A
B
Y Prioritas rendah
Berlebihan
C
D X Tingkat Kepuasan
Gambar 6. Diagram Kartesius Sumber : Supranto (2001)
Keterangan : A. Menunjukkan atribut yang dianggap mempengaruhi kepuasan pelanggan, namun manajemen belum melaksanakannya sesuai dengan keinginan pelanggan. Sehingga mengecewakan/tidak puas. B. Menunjukkan atribut yang telah berhasil dilaksanakan perusahaan, untuk itu wajib dipertahankan. Dianggap sangat penting dan sangat memuaskan. C. Menunjukkan atribut yang kurang penting pengaruhnya bagi pelanggan, pelaksanaannya oleh perusahaan biasa-biasa saja. Dianggap kurang penting dan kurang memuaskan. D. Menunjukkan atribut yang mempengaruhi pelanggan kurang penting, akan tetapi pelaksanaannya berlebihan. Dianggap kurang penting tetapi sangat memuaskan.
59
4.4.7 Matriks Perencanaan Strategis Kuantitatif (Quantitative Strategic Planning Matriks) Enam langkah yang diperlukan untuk mengembangkan QSPM adalah 1. Mendaftar peluang/ancaman eksternal dan kekuatan/kelemahan internal dari perusahaan dalam kolom kiri dari QSPM. Informasi ini harus diambil langsung dari matriks IFE dan EFE. Minimal 10 faktor sukses kritis eksternal dan 10 faktor sukses kritis internal harus dimasukkan dalam QSPM. 2. Memberikan bobot untuk setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal. 3. Memeriksa tahap perumusan strategi dan mengidentifikasi strategi alternatif yang harus dipertimbangkan perusahaan untuk diimplementasikan. 4. Menetapkan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Score/AS).
Tentukan nilai
numerik yang menunjukkan daya tarik relatif dari setiap strategi dalam alternatif set tertentu. Nilai daya tarik ditetapkan dengan memeriksa setiap faktor sukses kritis eksternal dan internal, satu persatu. Bila faktor sukses tersebut mempengaruhi strategi pilihan yang akan dibuat maka strategi harus dibandingkan relatif terhadap faktor kunci. Nilai daya tarik harus diberikan pada setiap strategi untuk menunjukkan daya tarik relatif dari satu strategi atas strategi yang lain. Nilai daya tarik itu adalah 1 = tidak menarik, 2 = agak menarik, 3 = cukup menarik dan 4 = amat menarik. 5. Menghitung Total Nilai Daya Tarik (Total Attractiveness Scare/TAS). Total nilai daya tarik ditetapkan sebagai hasil perkalian bobot dengan nilai daya tarik. Semakin tinggi TAS, semakin menarik alternatif strategi itu. 6. Menghitung Jumlah Total Nilai Daya Tarik. Jumlah Total Nilai Daya Tarik mengungkap strategi mana yang paling menarik dalam setiap set strategi. Semakin tinggi TAS menunjukkan strategi tersebut semakin menarik dengan
60 mempertimbangkan semua faktor sukses kritis eksternal dan internal relevan yang dapat mempengaruhi keputusan strategi ( Tabel 7). Tabel 7. Matriks QSPM Faktor-faktor Sukses Kritis
Bobot
Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi II AS TAS AS TAS
Strategi n AS TAS
Faktor Internal ............. Faktor Eksternal ............. Total Nilai Daya Tarik Sumber : David, 2002.
4.5 Definisi Operasional Berikut ini adalah istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut: a. Pengunjung adalah setiap orang yang datang ke suatu daerah atau tempat wisata dengan maksud apapun juga, kecuali untuk melakukan pekerjaan menerima upah (Suwantoro, 2001). b. Responden adalah pengunjung Taman Sringanis dengan umur 17 tahun keatas yang sedang berkunjung atau pernah minimal satu kali berkunjung dalam satu tahun terakhir. c. Demografi pengunjung meliputi jenis kelamin, umur, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan daerah asal. d. Pendapatan adalah pendapatan rata-rata individu per bulan. Untuk pelajar atau mahasiswa berarti jumlah uang saku per bulan. Untuk ibu rumah tangga adalah jumlah pendapatan suami. e. Aspek perilaku pengunjung meliputi : frekuensi, tujuan, alasan berkunjung, teman berkunjung, informasi tentang Taman Sringanis, yang mempengaruhi
61 berkunjung, cara memutuskan berkunjung, biaya rekreasi yang dikeluarkan, objek/atraksi/wahana yang diikuti, atraksi/wahana yang diinginkan, dan objek agrowisata pernah dikunjungi. f. Atribut-atribut Taman Sringanis yang ditanyakan meliputi harga, kenyamanan, kebersihan, informasi, keamanan produk, koleksi tanaman, aksesibilitas, fasilitas penunjang, promosi, manfaat kunjungan, karyawan, pemandu wisata, areal parkir, objek/atraksi. g. Harga adalah nilai moneter yang harus dikeluarkan pengunjung untuk membeli produk atau jasa agrowisata. h. Kenyamanan dijelaskan berdasarkan suasana yang sejuk, alami dan menyenangkan yang ditawarkan oleh agrowisata Taman Sringanis. i. Kebersihan dijelaskan dengan kebersihan kebun pembibitan dan percontohan tanaman obat, bangunan, fasilitas penunjang beserta lingkungannya. j. Informasi berarti informasi mengenai Taman Sringanis, lebih dari sekedar mengetahui nama dan tempat dan pelayanan karyawan, tetapi juga meliputi tentang objek apa saja yang berada di dalamnya termasuk papan nama/petunjuk di kawasan tersebut dan setiap jenis tanaman k. Koleksi tanaman adalah kelengkapan koleksi tanaman obat-obatan yang dimiliki oleh Taman Sringanis. l. Aksesibilitas diartikan sebagai kondisi jalan yang baik dan kemudahan transportasi menuju lokasi Taman Sringanis. m. Fasilitas penunjang diartikan tersedianya berbagai fasilitas penunjang seperti toilet umum, sarana peribadatan, kios makanan dan minuman serta klinik.
62 n. Promosi merupakan sarana yang digunakan untuk mengenal kawasan Taman Sringanis kepada masyarakat luas baik dengan menggunakan media khusus atau lewat image yang diberikan kepada pengunjung. o. Karyawan diartikan sebagai karyawan Taman Sringanis secara keseluruhan meliputi keramahan dan pelayanan dari setiap karyawan disetiap objek/atraksi. p. Objek/atraksi yang ditawarkan meliputi berbagai objek yang berada di dalam kawasan Taman Sringanis seperti percontohan tanaman obat, pembibitan dan penjualan bibit tanaman obat, percontohan simplisia/bahan ramuan kering, percontohan umbi-umbian bermanfaat obat, toko jamu, klinik akupresur, refleksi, akupuntur, toko buku, ruang penelitian, penginapan. Istilah-istilah di atas merupakan istilah yang paling sering digunakan dalam penelitian yang digunakan dalam menganalisis tingkat kepuasan pengunjung Taman Sringanis.
63 V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
5.1 Sejarah dan Visi, Misi Perusahaan Taman Sringanis merupakan salah satu pelaku usaha yang bergerak di bidang pengembangan obat tradisional di kota Bogor. Pendiri Taman Sringanis adalah Ibu Endah Lasmadiwati, seorang pengajar akupuntur dan akupresur. Kata Taman Sringanis berasal dari kata Ketut Taman yang merupakan ibu dari pendiri dan Ketut Sringanis yang merupakan saudara perempuannya. Taman Sringanis dibentuk sebagai lembaga informasi bagi masyarakat untuk mengenal budaya bangsa Indonesia, yaitu pengobatan tradisional melalui obat-obatan yang berasal dari alam. Latar belakang yang menyebabkan terbentuknya Taman Sringanis adalah timbulnya keinginan dalam diri pemilik untuk melakukan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan juga karena pengalamannya dalam menggunakan pengobatan tradisional. Hal tersebut melatar belakangi pemilik untuk mempelajari ilmu pengobatan tradisional melalui akupuntur dan akupresur serta meramu obat. Tahun 1993 pemilik bergabung dalam Yayasan Sidowayah untuk memberikan pelatihan dan pengobatan ke desa-desa di seluruh Indonesia dengan bekerjasama dengan LSM setempat. Selama mengajar Ibu Endah mendapat tambahan ilmu dari setiap daerah yang dikunjunginya, terutama dalam pengenalan tanaman obat. Ibu Endah mulai mengumpulkan tanaman-tanaman obat dari berbagai daerah sebagai contoh bagi masyarakat lainnya. Yayasan Sidowayah tidak dapat bertahan lama, karena terjadi perselisihan antar pengurus sehingga masing-masing anggota berdiri sendiri-sendiri. Peristiwa
64 tersebut menimbulkan depresi dalam diri Ibu Endah, terlebih lagi pada saat yang bersamaan terjadi penutupan sanggar tari tempatnya mengajar. Depresi yang dialaminya mengakibatkan kelumpuhan, sehingga Ibu Endah belajar ilmu kebatinan yang mengajarkan manusia untuk pasrah akan kuasa Tuhan. Kepasrahannya tersebut terbukti dengan kesembuhannya dari lumpuh dan keberhasilannya untuk memiliki seorang anak setelah melalui 19 tahun perkawinannya dengan seorang akupuntur, yang bernama Putu Oka. Taman Sringanis mulai melakukan penjualan obat pada tahun 1998, produk pertama yang dijual adalah instan temulawak. Perkembangan yang dialami Taman Sringanis pada tahun-tahun awal tidak terlalu pesat, namun Taman Sringanis selalu berusaha untuk mengutamakan mutu produk sehingga khasiat obatnya semakin terbukti oleh masyarakat dan keberadaan Taman Sringanis semakin banyak diketahui oleh masyarakat. Tahun 2001 produk Taman Sringanis mendapatkan Sertifikat Penyuluhan (SP) dari Departemen Kesehatan dengan nomor 375/10.03/2001, hal tersebut membuktikan bahwa produk obat tradisional Taman Sringanis aman untuk dikonsumsi. Taman Sringanis sebagai lembaga pengembangan dan pelestarian potensi alam selalu berusaha untuk meningkatkan kemandirian masyarakat dalam kesehatan. Taman Sringanis tidak berorientasi laba, namun tetap berusaha untuk menjaga mutu produk dan pelayanan dengan terus melakukan perbaikan disegala bidang. Hal penting yang berusaha dipertahankan Taman Sringanis adalah citra baik yang tertanam dalam masyarakat, khususnya pengguna obat tradisional Taman Sringanis.
65 Visi yang dimiliki Taman Sringanis adalah setiap orang sadar akan hak dan kewajibannya untuk meningkatkan derajat kesehatannya Misi Taman Sringanis adalah mendorong masyarakat agar mampu menggunakan potensi dirinya dan potensi alam untuk membangun kesehatan yang sinergis dan berkesinambungan. Taman Sringanis menyatakan dirinya sebagai lembaga informasi bagi masyarakat agar dapat mandiri dalam pengobatan dengan menggunakan kekuatan diri dan potensi alam.
5.2 Sumberdaya Perusahaan 5.2.1 Sumberdaya Manusia Sumberdaya manusia merupakan sumberdaya yang penting bagi perusahaan.
Taman Sringanis memiliki sumberdaya manusia yang umumnya
adalah keluarga dan kerabat, sehingga tercipta lingkungan kerja yang bersifat kekeluargaan dan terbuka. Proses pencarian pekerja tidak dilakukan secara formal (tanpa surat lamaran dan tes). Semua karyawan menjadikan Taman Sringanis sebagai tempat untuk belajar dan menambah ilmu serta memberikan pelayanan kepada masyarakat. Taman Sringanis memiliki sepuluh orang pekerja yang masingmasing memiliki tugas dan tanggungjawab tersendiri serta wewenang dalam menjalankan divisinya, tidak ada campur tangan dari pemilik. Taman Sringanis memiliki struktur organisasi yang bersifat sederhana, belum secara profesional. Struktur organisasinya berguna sebagai sarana pendelegasian hak dan kewajiban, setiap divisi memiliki tanggungjawab dan wewenang tersendiri. Secara umum struktur organisasi Taman Sringanis dapat digambarkan dalam Gambar 7.
66 Secara umum tugas dan kewajiban masing-masing jabatan dalam Taman Sringanis adalah sebagai berikut: pemilik bertugas untuk membuat keputusan yang bersifat strategis, melakukan pengawasan/evaluasi terhadap setiap pekerja, membuat resep ramuan, bertanggungjawab terhadap pengadaan bahan baku, memberikan pelatihan/pengajaran akupuntur/akupresur.
Pemilik Business Executive Staf Administrasi
Divisi Program Pelatihan
Divisi Produksi
Divisi Penjualan
Staf Keu & Pemasaran
Divisi Klinik
Gambar 7. Struktur Organisasi Taman Sringanis Tahun 2004 Sumber : Taman Sringanis, 2005.
Business Executive merupakan pemimpin pelaksana harian, melakukan pengawasan terhadap pekerja, melakukan hubungan dengan pihak luar, melakukan evaluasi laporan keuangan/pendapatan. Staf administrasi, melakukan kegiatan
administrasi,
bertanggungjawab
terhadap
pengadaan
makalah
seminar/pelatihan. Staf keuangan dan pemasaran, bertugas membuat laporan keuangan dan pembayaran gaji karyawan, mengatur pemasaran produk. Divisi pelatihan, bertanggungjawab mengatur persiapan pelatihan dan mengatur pelaksanaan pelatihan. Divisi Produk, bertanggungjawab terhadap pembuatan produk, perawatan produk, persediaan produk dan pembibitan tanaman obat. Divisi penjualan, bertanggungjawab terhadap penjualan produk, membuat laporan
67 penjualan, bertugas menjaga ketersediaan produk, memberikan pelayanan yang baik. Divisi Klinik, bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pengobatan klinik, melakukan penyediaan dan perawatan sarana dan prasarana dalam klinik.
5.2.2 Sumber Daya Keuangan Taman Sringanis menawarkan dua jenis paket wisata yang berbeda yaitu paket wisata A dan paket wisata B, selain itu ada juga pengunjung biasa yaitu kunjungan perorangan. Taman Sringanis memiliki modal yang bersifat pribadi karena berasal dari pemilik dan tidak pernah melakukan pinjaman/hutang. Aset yang dimiliki Taman Sringanis terdiri dari dua jenis, yaitu berupa aktiva tidak lancar (bangunan dan tanaman) dan aktiva lancar (uang). Perubahan aset Taman Sringanis sejak tahun 1999 sampai dengan tahun 2004 adalah sebesar 100 persen untuk aktiva lancar. Aktiva tidak lancar berupa tanaman mengalami perubahan sebesar 400 persen, sedangkan aktiva tidak lancar berupa bangunan mengalami perubahan sebesar 50 persen. Perubahan nilai aset Taman Sringanis disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8. Perubahan Nilai Aset Taman Sringanis Tahun 1999-2004 Akun Tahun 1999 Tahun 2004 Perubahan Aktiva lancar (uang)
Rp 25 juta
Rp 50 juta
100 persen
Aktiva tidak lancar (tanaman)
Rp 10 juta
Rp 50 juta
400 persen
Aktiva tidak lancar (bangunan)
Rp 400 juta
Rp 600 juta
50 persen
Sumber : Taman Sringanis, 2005
5.2.3 Tanah dan Bangunan Sumberdaya adalah aset yang dimiliki oleh perusahaan dan menjadi satu faktor pendukung bagi perusahaan dalam mengembangkan strategi usahanya.
68 Sumberdaya
produksi
merupakan
aset
penting
bagi
perusahaan
untuk
menjalankan aktivitas usahanya. Sumberdaya fisik Taman Sringanis terdiri dari bangunan, lahan pembibitan, tanaman obat, peralatan kantor dan perlengkapan penunjang kegiatan. Bangunan yang dimiliki Taman Sringanis terdiri dari bangunan rumah (tempat tinggal dan penginapan), rumah jamu, klinik pengobatan, bangunan kantor, bangunan mess karyawan, gudang dan musholla. Lahan yang dimiliki Taman Sringanis adalah seluas 1000 m2 , sedangkan luas lahan yang digunakan untuk pembibitan tanaman obat adalah sekitar 300 m2. Lahan tersebut digunakan untuk menanam sekitar ± 450 jenis tanaman. Peralatan kantor yang dimiliki Taman Sringanis adalah berupa mesin komputer, mesin fax dan telepon yang digunakan untuk menunjang kegiatan komunikasi dan administrasi.
Peralatan dan perlengkapan lain yang dimiliki
adalah alat-alat pertanian yang digunakan untuk penanaman dan perawatan tanaman, sedangkan untuk proses produksi alat-alat yang digunakan adalah peralatan dapur seperti kompor, panci, pisau dan lain-lain.
5.3 Produksi dan Pemasaran Kegiatan proses produksi obat tradisional Taman Sringanis bertempat di Jakarta yang merupakan tempat tinggal seorang pekerja divisi produk, khususnya untuk instan dan serbuk. Pemilihan tempat produksi tersebut adalah berdasarkan pertimbangan kelancaran pasokan bahan baku, karena sebagian besar bahan baku dipasok dari luar kota, seperti: Yogyakarta, Solo, Sukabumi, Lombok dan Sumenep. Produk Taman Sringanis bersifat alami dan tidak mengandung bahan
69 pengawet sehingga kualitas bahan baku harus selalu dijaga. Hal utama dalam penilaian bahan baku adalah kesegaran dan ukurannya. Sistem produksi yang dilakukan Taman Sringanis bersifat tradisional dengan menggunakan peralatan dapur yang sederhana dan hanya melibatkan lima orang pekerja. Kegiatan produksi yang dilakukan untuk masing-masing produk berbeda-beda, ada yang diproduksi setiap bulan dan ada juga yang diproduksi dua bulan atau tiga bulan sekali. Hal tersebut tergantung kepada tingkat penjualan produk dan ketersediaan bahan baku. Tahap pembuatan obat tradisional Taman Sringanis cukup sederhana dan mudah untuk dilakukan. Bahan baku umbi segar tidak memerlukan proses produksi, hanya perlu dicuci, diiris tipis dan hati-hati untuk memudahkan pengeringan tanpa mengurangi manfaat yang dicari. Setelah itu dicelup air panas untuk menghilangkan kuman dan dijemur sampai kering lalu dikemas. Bahan baku berupa bunga dan daun hanya dibersihkan lalu dijemur hingga kering selanjutnya dikemas. Dalam setiap proses pembuatan produk, hal penting yang menjadi perhatian utama Taman Sringanis adalah menjaga kebersihan proses sehingga mutu produk selalu baik. Skema proses produksi teh kasar Taman Sringanis, dapat dilihat pada Gambar 8. Taman Sringanis melakukan penjualan secara langsung melalui dua tempat, yaitu toko jamu di Cipaku (Bogor) dan Rawamangun (Jakarta) yang merupakan tempat tinggal pemilik yang juga berfungsi sebagai klinik pengobatan suami pemilik. Sistem pemasaran yang dilakukan masih bersifat sederhana yaitu pemasaran secara langsung kepada konsumen. Promosi yang dilakukan juga terbatas, yaitu hanya melalui brosur dan mengikuti pameran-pameran, serta
70 melakukan hubungan kerjasama dengan dinas-dinas pemerintahan kotamadya Bogor.
Umbi
Bahan baku
Daun
Potong akarnya, dicuci Diiris tipis
Petik, cuci
Celup air panas
Jemur
Jemur hingga kering
Angin-anginkan
Dikemas Gambar 8. Skema Proses Produksi Teh Kasar, Taman Sringanis Tahun 2004
Hasil penjualan obat tradisional Taman Sringanis mengalami peningkatan sekitar 52,88 persen setiap tahunnya selama periode tahun 2001 sampai dengan tahun 2004. Peningkatan nilai penjualan yang terbesar terjadi pada tahun 2002, yaitu sekitar 106,05 persen. Jenis jamu instan memiliki nilai penjualan terbesar dengan rata-rata per tahun sebesar Rp 10 304 370. Nilai penjualan jamu Taman Sringanis disajikan pada Tabel 9.
5.4 Penelitian dan Pengembangan Taman Sringanis Taman Sringanis selalu melakukan perbaikan mutu produk dan melakukan inovasi sesuai dengan kebutuhan konsumen. Penelitian yang dilakukan tidak dengan laboratorium, tetapi berdasarkan ilmu yang diperoleh dari konsumen dan berdasarkan pengalaman yang dirasakan oleh konsumen setelah mengkonsumsi
71 produk-produk Taman Sringanis. Pengembangan yang dilakukan Taman Sringanis diwujudkan dengan jenis produk jamu yang semakin bervariasi, baik komoditinya maupun jenis produknya dalam bentuk teh halus/serbuk dan bentuk instant. Produk terbaru yang dihasilkan Taman sringanis pada tahun 2004 adalah serbuk purwoceng yang berkhasiat untuk mengobati asam urat.
Tabel 9. Daftar Laba Penjualan Obat Tradisional Taman Sringanis, 2001-2004 (Rupiah) Jenis Obat Tahun Tahun Tahun Tahun Rata-rata Tradisional
2001
2002
2003
2004
per tahun
1 651 200
1 657 600
1 674 800
2 096 600
1 770 050
1 060 200
4 678 800
4 890 000
5 899 600
4 132 150
Kapsul Ekstrak
-
-
1 455 750
3 957 500
2 706 625
Minuman Instan
5 084 280
9 727 200
12 746 250
13 659 750
10 304 370
Total
7 795 680
16 063 600
20 766 800
25 613 450
18 913 195
-
106,05
29,27
23,33
52,88
Umbi Segar Teh Ramuan dan Paket
Pertumbuhan (%)
Sumber: Taman Sringanis, 2005
5.5 Kegiatan Usaha Taman Sringanis Taman Sringanis memiliki beberapa bidang usaha, yaitu penjualan jamu, percontohan dan pembibitan tanaman obat, klinik pengobatan, penjualan buku, dan program pelatihan. Setiap bidang usaha memiliki wewenang tersendiri untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan tanggungjawabnya.
5.5.1 Percontohan dan Pembibitan Tanaman Obat Taman Sringanis memiliki sekitar 450 jenis tanaman obat yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Tujuan utama dibentuknya kebun obat adalah
72 agar masyarakat dapat mengenal dan mengetahui tanaman obat apa saja yang dapat digunakan dalam pengobatan, sehingga masyarakat mandiri dalam berobat. Taman Sringanis menjual tanaman obatnya dengan harga berkisar antara Rp 7 500 - 500 000. Pendapatan yang diperoleh dari penjualan tanaman obat per bulannya sekitar Rp 500 000 – 700 000.
5.5.2 Klinik Pengobatan Klinik pengobatan Taman Sringanis dilakukan oleh ahli akupuntur dan akupresur dengan memberikan resep ramuan obat. Pengobatan ini dilakukan oleh seorang staf yang bersifat komisi. Klinik praktek setiap hari selasa, kamis, dan sabtu dengan biaya pengobatan sebesar Rp 30 000. Rata-rata jumlah pengunjung yang berobat setiap minggunya adalah sekitar 10 orang.
5.5.3 Penjualan Buku Taman Sringanis menyediakan buku-buku kesehatan terutama pengobatan tradisional dengan menggunakan tanaman obat. Buku yang tersedia saat ini cukup banyak, dimana diantaranya merupakan buku yang ditulis dan diterbitkan sendiri oleh Taman Sringanis. Harga buku-buku tersebut berkisar Rp 5 000 – 41 000.
5.5.4 Program Kunjungan dan Pelatihan Program pelatihan merupakan salah satu usaha Taman Sringanis yang banyak menarik pengunjung. Taman Sringanis menawarkan program kunjungan untuk maksimal 30 orang dengan biaya Rp 400 000 berlaku sama untuk jumlah
73 peserta kunjungan lebih dari 30 orang. Sedangkan untuk makan siang dengan menu berkhasiat obat dikenakan biaya Rp 15 000 – 25 000 per orang. Fasilitas yang diperoleh oleh setiap peserta pelatihan adalah pengenalan tanaman obat dan simplisia, mencicipi dua macam minuman berkhasiat obat dan demo pembuatannya, mendapat makalah, teori dan praktek pijat akupuntur. Waktu kunjungan kurang lebih 3-4 jam. Taman Sringanis juga menyediakan penginapan sederhana bagi pengunjung. Selain itu juga terdapat fasilitas tambahan latihan olah nafas dan meditasi prana, pelatihan dan pengetahuan tentang penularan dan pencegahan AIDS, dan pelatihan singkat tentang manfaat beberapa tanaman obat. Dengan kontribusi tambahan untuk masing-masing pelatihan sebesar Rp 200 000,00 per rombongan dengan maksimal peserta 40 orang.
5.6. Gambaran Umum Konsumen 5.6.1
Karakteristik dan Perilaku Responden Taman Sringanis Pengunjung merupakan fokus utama Taman Sringanis dalam pemasaran
produk usahanya. Keberadaan suatu obyek agrowisata sangat tergantung pada jumlah pengunjung yang datang. Peningkatan jumlah pengunjung merupakan indikasi bahwa konsumen menjadikan Taman Sringanis sebagai prioritas utama dalam memilih tempat untuk melakukan pengobatan tradisional. Maka, penting bagi Taman Sringanis untuk mengetahui bagaimana reaksi konsumen yang telah melakukan kunjungan. Pemahaman tentang pengunjung akan membantu Taman Sringanis dalam menentukan strategi yang tepat untuk mengembangkan usahanya.
74 Pemahaman pengunjung Taman Sringanis mencakup penilaian akan aspek demografi yang meliputi: jenis kelamin, usia, status perkawinan, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan daerah asal pengunjung. Responden Taman Sringanis adalah pengunjung Taman Sringanis yang sedang melakukan kunjungan ke Taman Sringanis yang memilih salah satu paket yang ditawarkan atau pengunjung yang sudah pernah berkunjung ke Taman Sringanis sebelumnya. Jumlah responden secara keseluruhan adalah 100 orang.
5.6.2
Jenis Kelamin Lebih dari setengah responden Taman Sringanis berjenis kelamin
perempuan. Persebaran responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 10 berikut. Pengunjung perempuan Taman Sringanis didominasi oleh rombongan perkumpulan wanita, seperti : Ibu-ibu dari Posyandu, Guru-guru yang kebanyakan wanita, Ibu-ibu PKK, dan kelompok pelatihan HIV.
Tabel 10. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Kelamin Responden Jenis Kelamin Jumlah Persen (%) Perempuan 58 58 Laki-laki 42 42 Total 100 100
5.6.3 Usia Pengunjung Taman Sringanis berasal dari berbagai kelompok usia, baik dari usia muda, usia kerja, hingga usia lanjut. Pemilihan responden terhadap pengunjung yang berusia diatas 17 tahun dengan pertimbangan dapat memahami pertanyaan yang diberikan.
75 Pengunjung yang datang ke Taman Sringanis banyak didominasi oleh ibuibu dan bapak-bapak yang rata-rata berumur diatas 40 tahun. Selain itu, ada pula keluarga besar dengan kakek dan nenek mereka serta pasangan suami istri yang masih muda. Responden terbanyak berusia 36-45 tahun ke atas, dengan jumlah 35 orang. Responden yang paling sedikit berusia lebih dari 55 tahun dengan jumlah 7 orang. Persebaran responden berdasarkan kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Persebaran Jumlah dan Persentase Menurut Usia Kelompok Usia Responden (Tahun) Jumlah Persen (%) 11 11 17-25 31 31 26-35 35 35 36-45 16 16 46-55 7 7 lebih dari 55 tahun Total 100 100
5.6.4
Status Perkawinan Sebagian besar responden menyatakan telah menikah. Sebanyak 69 orang
responden menyatakan sudah menikah, dan sebanyak 31 orang menyatakan belum menikah. Pengunjung yang telah menikah mengunjungi Taman Sringanis dengan alasan untuk berobat dan menambah pengetahuan, bahkan ada yang berkunjung untuk melihat koleksi tanaman.
5.6.5
Jenis Pekerjaan Sebaran tingkat pendidikan responden sangat beragam. Hampir sepertiga
responden Taman Sringanis sudah berumah tangga, hal ini dapat dilihat dari rata-
76 rata usia tua. Selain itu, hampir sepertiga pekerjaan responden sebagai karyawan swasta. Kemudian sebagai Pegawai Negeri Sipil. Wiraswasta, Ibu rumah Tangga dan Mahasiswa. Persebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Jenis Pekerjaan Responden Jenis Pekerjaan Jumlah Persen (%) Swasta 33 33 Pegawai Negeri 29 29 Ibu Rumah Tangga 9 9 Wiraswasta 18 18 Mahasiswa 8 8 Pensiunan 3 3 Total 100 100
5.6.6
Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden Taman Sringanis sudah berada pada jenjang
yang tinggi. Tingginya pendidikan menunjukkan bahwa kedatangan responden merupakan sarana penambah wawasan dibidang tanaman Obat. Responden ditanyakan tingkat pendidikan terakhir atau yang sedang ditempuh saat ini. Lebih dari separuh responden mempunyai pendidikan Sarjana dan Diploma. Hal ini dapat dilihat dari persebaran pekerjaan yang dimiliki responden. Persebaran tingkat pendidikan responden Taman Sringanis dapat dilihat pada Tabel 13. Pendidikan yang paling rendah dimiliki responden adalah SMU atau sederajat, dan pendidikan tertinggi yang dimiliki oleh responden adalah Pasca Sarjana (S2).
77 Tabel 13. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Jumlah Persen (%) SMU/Sederajat 26 26 Diploma/Akademi 32 32 Sarjana 33 33 Pasca Sarjana 9 9 Total 100 100
5.6.7 Tingkat Penghasilan Penghasilan yang diperoleh responden Taman Sringanis bervariasi, mulai dari Rp 500 000 sampai dengan lebih dari Rp 2 000 000. Responden paling banyak memiliki penghasilan antara Rp 1 000 000 sampai dengan Rp 1 500 000. Dari tingkat penghasilan rata-rata responden Taman Sringanis, pengunjung Taman Sringanis berada pada kelas menengah ke atas. Persebaran responden menurut tingkat penghasilan dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Tingkat Pendapatan Responden Tingkat Penghasilan Jumlah Persen (%) 9 9 Kurang dari Rp 500 000 23 23 Rp 500 000 – Rp 1 000 000 30 30 Rp 1 000 000 – Rp 1 500 000 17 17 Rp 1 500 000 – Rp 2 000 000 21 21 Lebih dari 2 000 000 Total 100 100
5.6.8 Daerah Asal Pengunjung Daerah asal kedatangan para pengunjung bervariasi. Rata-rata pengunjung yang datang berasal dari daerah Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan ada yang datang dari luar pulau Jawa seperti Sumatra, Sulawesi. Persebaran responden menurut kota asal kedatangan dapat dilihat pada Tabel 15.
78 Tabel 15. Persebaran Jumlah dan Persentase Responden Menurut Kota Asal Kedatangan Kota Asal Kedatangan Jumlah Responden Persen (%) Bogor 51 51 Jakarta 28 28 Bandung 4 4 Tangerang 2 2 Depok 2 2 Sumatra (Riau, Padang) 5 5 Gresik 1 1 Jogjakarta 1 1 Surabaya 3 3 Cirebon 1 1 Makassar 2 2 Total 100 100
79 VI. IDENTIFIKASI FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PERUSAHAAN
6.1 Identifikasi Faktor Internal Perusahaan Identifikasi faktor-faktor internal dilakukan dengan meninjau faktor-faktor yang terdapat di dalam perusahaan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh suatu perusahaan dalam proses penyusunan strategi. Aspekaspek internal perusahaan dibagi atas aspek sumber daya munusia, produksi dan operasi, penelitian dan pengembangan, keuangan dan pemasaran.
6.1.1 Sumber Daya Manusia Taman Sringanis menyadari bahwa sumber daya manusia merupakan aset yang penting, sehingga selalu berusaha untuk menciptakan lingkungan kerja yang terbuka dan bersifat kekeluargaan. Taman Sringanis memiliki 10 orang pekerja, yang memiliki keahlian tersendiri dalam bidangnya masing-masing. Tingkat pendidikan karyawan umumnya adalah SLTA, hanya ada satu pekerja yang berpendidikan sarjana (Tabel 16). Tingkat pendidikan pekerja dapat menjadi faktor kelemahan bagi Taman Sringanis dalam mengembangkan usahanya untuk menghadapi persaingan industri yang semakin ketat. Sistem penggajian yang diterapkan Taman Sringanis adalah sistem bulanan dan insentif dari program pelatihan, standarisasi gaji disesuaikan dengan Upah Minimum Regional (UMR) daerah yang berlaku. Loyalitas karyawan terhadap Taman Sringanis sangat tinggi, karyawan yang ada selama ini telah
80 bekerja cukup lama, bahkan ada yang sejak pertama kali Taman Sringanis dibentuk.
Tabel 16. Komposisi Tingkat Pendidikan Karyawan Taman Sringanis Tahun 2004 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) SLTP
4
SLTP
5
Sarjana
1
Jumlah
10
Sumber: Taman Sringanis, 2005
6.1.2 Produksi dan Operasi Sebelum dijadikan tempat agrowisata, Taman Sringanis merupakan taman percontohan tanaman obat bagi masyarakat umum, namun karena ada keinginan dari masyarakat untuk membeli tanaman-tanaman tersebut maka dilakukan pembibitan. Produksi obat juga berkembang karena adanya kebutuhan yang berbeda-beda dalam mengkonsumsi obat, sehingga Taman Sringanis menyediakan jenis obat yang lebih bervariasi. Taman Sringanis selalu melakukan perbaikan dalam teknik pembuatan produk agar mutu produk selalu terjaga. Produk jamu Sringanis juga semakin bervariasi disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Taman Sringanis menjual obat tradisional dalam beberapa bentuk, yaitu simplisia kering, serbuk, instan, atau umbi segar. Jenis produk yang disediakan juga semakin bervariasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Produk instan dan serbuk dikemas dalam bentuk botol dan tas kertas dengan ukuran 100 gram, 150 gram, 185 gram, dan 200 gram. Simplisia kering dikemas
81 dalam plastik transparan dengan ukuran satu ons. Kapasitas Produksi Obat Tradisional Taman Sringanis Tahun 2000-2004 disajikan pada Tabel 17. Obat luar yang disediakan oleh Taman Sringanis diantaranya adalah salep, arak parem, minyak urut, krim pegagan. Taman Sringanis juga melakukan penjualan beberapa produk yang diproduksi oleh orang lain, misalnya sari kedelai, sirup mengkudu, dan jamu ekstrak.
Tabel 17. Kapasitas Produksi Obat Tradisional Taman Sringanis Tahun 2001-2004 Jenis Produk Umbi segar Simplisia Teh ramuan & Paket
Instan
Satuan Kg
Tahun 2001 595
Tahun 2002 624
Tahun 2003 665
Tahun 2004 900
Rata-rata Per tahun 696
Kg
2 160
3 400
3 024
2 967
2 887,75
150 gram
216
3 161
3 239
3 471
2 521,75
200 gram
1 335
1 476
1 672
2 120
1 650,75
185 gram
443
1 704
3 293
3 790
2 307,50
200 gram
4 117
4 800
5 051
5 065
4 758,25
Sumber: Taman Sringanis, 2005
Peningkatan kapasitas produksi Taman Sringanis disertai dengan peningkatan biaya produksi setiap tahunnya. Faktor utama yang menjadi penyebab peningkatan biaya produksi adalah fluktuasi harga bahan baku. Tahun 2001 biaya bahan baku sebesar Rp 40 958 320 meningkat sebesar 109,04 persen menjadi Rp 85 616 400 pada tahun 2002. Tahun 2004 terjadi peningkatan biaya sebesar 16,01 persen dari tahun sebelumnya. Besarnya total biaya produksi jamu Taman Sringanis disajikan dalam Tabel 18.
82 Tabel 18. Perkembangan Total Biaya Produksi Obat Tradisional Taman Sringanis Tahun 2001-2004 Tahun Biaya (Rp) Perkembangan (%) 2001
40 958 320
-
2002
85 616 400
109,04
2003
104 094 300
21,59
2004
120 750 650
16,01
Rata-rata
87 854 917,50
48,88
Sumber : Taman Sringanis, 2005
6.1.3 Penelitian dan Pengembangan Kegiatan penelitian dan pengembangan Taman Sringanis berorientasi pada peningkatan mutu dan diversifikasi produk. Konsumen merupakan faktor utama dalam melakukan penelitian dan pengembangan, karena kegiatan tersebut dimulai dengan adanya penilaian dari konsumen. Taman Sringanis melakukan pengembangan ilmu berdasarkan pengalaman konsumen dan informasi yang diperoleh dari hasil kunjungan keberbagai pelosok di Indonesia. Taman Sringanis menawarkan tanaman obat sebagai obyek wisatanya merupakan agrowisata yang baru dalam wisata kebun tanaman obat. Taman Sringanis sebagai bentuk dari kegiatan pelayanan dalam pengembangan usaha agrowisata yang diperuntukkan bagi peminat khusus tanaman obat. Pengelolaan kebun tanaman obat ke arah yang lebih baik sesuai dengan perkembangan industri dan untuk pencapaian kepuasan konsumen, serta pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen yang terus mengalami perubahan, perlu diupayakan oleh pengelola agar dapat meningkatkan daya saing dan mempertahankan eksistensi Taman Sringanis. Perbaikan dan penambahan berbagai fasilitas dengan tata letak areal yang bagus seperti penataan kebun,
83 penambahan tanaman, dll sangat dibutuhkan untuk menciptakan kesan yang lebih alami, sejuk dan nyaman (Deptan, 2002).
6.1.4 Keuangan Kondisi keuangan Taman Sringanis sangat baik karena menggunakan modal pribadi dan tidak memiliki beban hutang. Berdasarkan nilai beban hutang yang tidak dimiliki maka dapat dinilai bahwa rasio leverage Taman Sringanis sangat kecil sedangkan rasio likuiditasnya sangat tinggi. Rasio leverage menunjukkan sampai seberapa jauh suatu perusahaan dibiayai oleh pihak luar (hutang), sedangkan rasio likuiditas bermanfaat untuk mengetahui sampai seberapa jauh perusahaan dapat melunasi hutang jangka pendeknya. Kondisi tersebut menjadi kekuatan Taman Sringanis karena setiap keuntungan yang diperolehnya dapat digunakan kembali untuk menambah modal, selain itu juga dengan tidak adanya beban hutang maka Taman Sringanis tidak perlu memaksakan diri untuk mencari laba yang besar untuk membayar hutang. Taman Sringanis melakukan pencatatan keuangan secara sederhana, yaitu secara garis besar mengenai penerimaan dan pengeluaran saja, belum menerapkan sistem akuntansi. Hal ini merupakan faktor kelemahan karena dengan adanya sistem akuntansi dapat dilakukan penilaian terhadap kinerja perusahaan dengan lebih tepat. Informasi yang dihasilkan berupa laporan keuangan dapat berguna bagi Taman Sringanis untuk mengajukan kredit kepada lembaga keuangan. Kondisi ini sepatutnya menjadi perhatian pemilik untuk menyediakan tenaga bagian administrasi.
84 6.1.5 Pemasaran Sistem pemasaran yang dimiliki Taman Sringanis masih terbatas, tetapi berdasarkan nilai penjualan yang semakin meningkat maka dapat dinilai bahwa pemasaran yang dijalankan cukup baik. Meningkatnya nilai penjualan berdampak kepada peningkatan nilai laba bersih sebesar 49,69 persen per tahun. Pertumbuhan nilai laba bersih disajikan pada Tabel 19. Kondisi ini menjadi kekuatan Taman Sringanis karena mengindikasikan bahwa produk-produk Taman Sringanis semakin diakui oleh masyarakat dan jumlah konsumennya semakin meningkat.
Tabel 19. Pertumbuhan Nilai Laba Bersih Penjualan Obat Tradisional Taman Sringanis Tahun 2001-2004 Tahun Nilai laba bersih Pertumbuhan (persen) 2001
9 091 680
-
2002
18 103 600
99,13
2003
22 579 200
27,73
2004
27 592 350
22,21
Rata-rata/tahun
19 341 707
49,69
Sumber: Taman Sringanis, 2005
6.2 Identifikasi Faktor Eksternal Perusahaan Identifikasi faktor-faktor eksternal dilakukan dengan meninjau faktorfaktor yang terdapat diluar perusahaan guna mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan dalam proses panyusunan strategi. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi dua bagian utama, yaitu (1) Lingkungan Umum dan (2) Lingkungan Industri.
85 6.2.1 Lingkungan Umum Lingkungan umum adalah suatu tingkatan dalam lingkungan eksternal perusahaan yang memiliki ruang lingkup luas dari operasional perusahaan. Lingkungan ini memberikan peluang dan ancaman serta kendala bagi perusahaan, tetapi satu perusahaan jarang sekali mempunyai pengaruh berarti terhadap lingkungan ini. Lingkungan yang dimaksudkan terdiri dari politik dan kebijakan pemerintah, ekonomi, sosial, dan teknologi.
6.2.1.1 Politik dan Kebijakan Pemerintah Stabilitas politik dan keamanan merupakan aspek penting yang mempengaruhi iklim usaha disuatu negara. Kondisi politik bangsa Indonesia saat ini masih berada dalam keadaan tidak stabil. Konflik politik dan disintegrasi bangsa yang terjadi dibeberapa daerah serta kasus peledakan bom di Indonesia sampai saat ini belum terselesaikan. Keadaan politik dan keamanan yang tidak stabil memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha, karena kondisi tersebut akan meningkatkan resiko dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, termasuk Taman Sringanis. Stabilitas politik dan keamanan akan berpengaruh terhadap kegiatan produksi dan operasi yang akan berimplikasi terhadap harga dan penjualan. Kebijakan politik yang baik dan mendukung akan menciptakan keamanan dan kelancaran iklim berusaha pada suatu negara. Beberapa diantaranya adalah kebijakan pemerintah dalam bidang industri, kebijakan otonomi daerah, serta sistem perdagangan bebas.
86 a. Kebijakan Pemerintah yang Terkait dengan Industri Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan industri yaitu peraturan Menteri Kesehatan RI No. 329/Menteri Kesehatan/XII/76. Peraturan tersebut mengharuskan industri yang memproduksi makanan, termasuk minuman untuk mendapat ijin dari Menteri Kesehatan dan mendaftarkan produknya ke Departemen Kesehatan Republik Indonesia sebelum produk dipasarkan. Peraturan mengenai pemakaian wadah atau pembungkus, penandaan, label serta periklanan makanan atau minuman terdapat dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No. 79/Menteri Kesehatan/III/1978. Kebijakan pemerintah dalam industri obat tradisional adalah pedoman CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik) yang ditetapkan dalam lampiran Keputusan Menkes RI No.659/Menkes/SK/X/1999 tanggal 30 Oktober 1991. CPOTB merupakan cara pembuatan obat tradisional yang diikuti dengan pengawasan menyeluruh dan bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Kebijakan lain yang terdapat dalam industri obat tradisional adalah Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.0584/Menkes/SK/VI/1995
tentang
pembuatan Sentra Pengembangan dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T) yang bertugas melakukan pengembangan, pengawasan, pengobatan tradisional agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya bagi manusia. Saat ini telah didirikan 12 Sentra P3T di 12 propinsi yang bertugas untuk melakukan uji klinis agar obat tradisional dapat diterima dalam pelayanan kesehatan formal. Kebijakan lain yang berpengaruh terhadap operasional perusahaan adalah kenaikan tarif BBM (bahan bakar minyak) dan TDL (tarif dasar listrik) yang
87 berimplikasi terhadap peningkatan biaya produksi. Pemerintah melalui Keppres no. 133/2001 menyatakan kenaikan TDL sebesar enam persen setiap tiga bulan terhitung 1 januari 2002. Kenaikan BBM dilakukan secara bertahap, pada bulan April 2001 sebesar 20 persen kemudian mulai tanggal 15 Juni 2001 terjadi kenaikan sebesar 30 persen. b. Kebijakan Otonomi Daerah Peluang untuk mengembangkan usaha bagi setiap daerah akan semakain terbuka dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pelaksanaan otonomi daerah. Kota Bogor mengeluarkan Perda kota Nomor 11 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Daerah Bogor (Propeda) tahun 20012005 yang menyatakan bahwa salah satu program kota Bogor dalam aspek ekonomi adalah pengembangan agribisnis. Hal tersebut memberikan peluang bagi pelaku usaha agribisnis, termasuk usaha pengolahan tanaman obat seperti Taman Sringanis. c. Perdagangan Bebas Indonesia telah memasuki era perdagangan bebas dengan keikutsertaannya dalam WTO (World Trade Organization), APEC (Asia Pasific Economic Cooperation), dan AFTA (Asean Free Trade Area). Perjanjian tersebut bertujuan untuk meningkatkan daya saing perekonomian negara-negara di dunia dengan cara menghilangkan hambatan tarif dan non tarif. Pelaksanaan perjanjain tersebut dapat menjadi peluang dan juga ancaman bagi setiap peserta. Tantangan yang harus dihadapi industri jamu dan obat tradisional dalam era perdagangan bebas sangat besar, karena negara kompetitor mampu memproduksi jamu dengan harga jauh lebih murah. Tantangan dari luar negeri
88 datang dari Cina yang lebih dahulu dikenal sebagai negara produsen jamu tertua di dunia. Harga jamu dari Cina yang jauh lebih murah dibandingkan dengan jamu dari Indonesia dipastikan mengancam kelangsungan industri jamu tradisional1. Hal tersebut dapat mengancam keberadaan industri-industri kecil seperti Taman Sringanis. Peluang yang didapatkan dari perdagangan bebas adalah peluang ekspor untuk tanaman obat dan obat tradisional yang lebih besar. Indonesia dapat memanfaatkan peluang tersebut karena memiliki potensi alam yang mendukung, namun dalam kenyataannya Indonesia baru menguasai kurang dari dua persen pangsa pasar dunia2. Masalah yang dihadapi dalam melakukan impor adalah peraturan ketat dari Departemen Kesehatan negara tujuan ekspor yang senantiasa menyesuaikan dengan selera masyarakat.
6.2.1.2 Ekonomi Keadaan perekonomian suatu negara akan sangat mempengaruhi kinerja perusahaan dan industri. Faktor ekonomi mengacu kepada sifat, cara, dan arah dari perekonomian dimana suatu perusahaan akan atau sedang beroperasi. Indikator dari kesehatan perekonomian dari suatu negara antara lain adalah pertumbuhan ekonomi, Produk domestik Bruto (PDB), tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga, dan laju inflasi. a. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
1
2
Industri Jamu Indonesia Hadapi Tantangan Besar. Sumber: Harian Kompas, 27 Juli 2004. Indonesia baru Menguasai Dua Persen Pangsa Pasar Jamu. Sumber: Harian Kompas, 27 februari 2004.
89 Kondisi ekonomi Indonesia secara menyeluruh mulai menunjukkan adanya perbaikan. Perekonomian Indonesia pada tahun 2003 mengalami pertumbuhan sebesar 4,10 persen dibandingkan tahun 2002. Perekonomian Indonesia berdasarkan ukuran PDB (produk domestik bruto) pada tahun 2003 mengalami peningkatan dibanding PDB tahun 2002. PDB atas dasar harga yang berlaku pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 176,1 triliun sedangkan PDB tahun 2002 sebesar Rp 1 610,6 triliun. Nilai PDB atas dasar harga konstan tahun 1993 pada tahun 2003 juga mengalami peningkatan dari Rp 426,9 triliun pada tahun 2002 menjadi sebesar Rp 444,5 triliun pada tahun 20033. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia diukur dengan produk domestik bruto atas dasar harga konstan dalam triwulan pertama 2004 meningkat 3,54 persen dibanding dengan triwulan keempat tahun 2003. Dibanding dengan triwulan yang sama tahun 2003, pertumbuhannya sebesar 4,46 persen. Perekonomian Indonesia tahun 2004 berdasarkan besar PDB atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp 551,6 triliun, sedangkan berdasarkan harga konstan 2000 sebesar Rp 404 triliun4. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan PDB per kapita periode tahun 2001 sampai dengan 2004 mengalami peningkatan sebesar 14,43 persen untuk PDB atas dasar harga yang berlaku. PDB per kapita atas dasar harga konstan 2000 mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 3,49 persen( Tabel 20).
3 4
Berita Resmi Statistik No. 30/VII/24 Mei 2004 Berita Resmi Statistik No. 30/VII/24 Mei 2004
90 Tabel 20. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 Indonesia Tahun 2001-2004 (Rupiah). Tahun
PDB per Kapita Atas Dasar Harga Berlaku (miliar)
Pertumbuhan (persentase)
PDB per Kapita Atas Dasar Harga Konstan (miliar)
Pertumbuhan (persentase)
2001
7 137 229,.0
-
6 922 887,9
-
2002
8 828 049,9
23,69
7 135 899,7
3,07
2003
9 572 4849
8,43
7 390 707,0
3,57
2004
10 641 731,6
11,17
7 673 118.9
3,82
Rata-rata
14,43
3,49
Sumber: BPS, 2006
b. Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Pertumbuhan ekonomi suatu negara akam mempengaruhi besarnya pengeluaran untuk konsumsi. Semakin baik perekonomian suatu negara maka tingkat pengeluaran konsumsi akan semakin meningkat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mulai membaik akan berimplikasi terhadap peningkatan daya beli masyarakat sehingga pengeluaran konsumsi masyarakat meningkat. Tabel 21 memperlihatkan bahwa tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga semakin meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata sebesar 4,22 persen per tahun. Perkembangan pengeluaran konsumsi masyarakat dapat menjadi peluang bagi pelaku usaha untuk menghasilkan produk-produk yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang semakin beragam.
c. Laju Inflasi Meski pada bulan Desember terjadi deflasi, secara keseluruhan laju inflasi pada tahun 2005 mencapai 17,11 persen. Pelonjakan angka inflasi ini lebih banyak disebabkan oleh kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yang
91 terjadi dua kali selama tahun 2005, yang memicu kenaikan harga berbagai barang dan jasa sampai berulang-ulang kali. Angka inflasi 17,11 persen yang di luar perkiraan banyak kalangan ini jauh di atas angka inflasi yang ditetapkan dalam APBN Perubahan (APBN-P) 2005, yaitu sebesar 8 persen sampai 9 persen.
Tabel 21. Perkembangan Konsumsi Rumah Tangga Indonesia Tahun 2001-2004 Laju Pertumbuhan Pengeluaran Perkembangan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Tahun Konsumsi Rumah Tangga (%) (Rp miliar) 2001 886 798,3 2002
920 749,6
3,83
2003
956 593,4
3,89
2004
1 003 809,0
4,94
Rata-rata
4,22
Sumber: BPS, 2006
Dilihat dari kelompok pengeluaran penyebab inflasi tahun 2005, inflasi pada kelompok transportasi dan komunikasi adalah yang terbesar dibandingkan dengan kelompok pengeluaran lainnya dengan angka mencapai 44,75 persen. Kelompok ini mencatat inflasi yang sangat tinggi pada bulan Maret dan Oktober 2005 bersamaan dengan kenaikan harga BBM dalam negeri, yaitu berturut-turut 10,03 persen dan 28,57 persen. Sementara itu kelompok pengeluaran yang paling rendah tingkat inflasinya selama tahun 2005 adalah kelompok kesehatan, hal yang sama dengan yang terjadi pada tahun 2004. Hanya saja pada tahun 2005 laju inflasi kelompok ini mencapai 6,13 persen, sedangkan di tahun 2004 mencapai 4,75 persen. Sektor kesehatan memang menjadi sektor yang lebih mampu dikontrol pemerintah ketimbang sektor-sektor lainnya, termasuk sektor pendidikan. Meskipun komoditas obat-obatan juga terkena dampak kenaikan harga BBM,
92 namun pemerintah mampu melakukan intervensi melalui subsidi dan kontrol ketat sejumlah BUMN produsen obat, suatu hal yang sulit dilakukan terhadap sektor pendidikan yang lebih (rawan) terhadap penyesuaian-penyesuaian biaya. Sedangkan sektor transportasi jelas merupakan sektor yang paling terkena dampak kebijakan kenaikan harga BBM. Pada saat terjadi kenaikan harga BBM, sektor transportasi akan langsung melakukan penyesuaian.
Tabel 22. Perkembangan Laju Inflasi Indonesia Tahun 2000-2005 Tahun Tingkat Inflasi (persen) Perkembangan (persen) 2000
9,35
-
2001
12,55
34,22
2002
10,03
-20,08
2003
5,06
-49,55
2004
6,40
26,48
2005
17,11
167,34
Rata-rata
31,68
Sumber : BPS, 2006
6.2.1.3 Sosial Budaya Faktor sosial budaya yang perlu diperhatikan adalah terjadinya perubahan pola konsumsi masyarakat serta pengetahuan gizi masyarakat yang umumnya telah sadar akan kesehatan dan lebih senang mengkonsumsi produk yang sifatnya alami. Perubahan lain yang terdapat dalam faktor sosial budaya adalah berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pengobatan medis (dokter) karena maraknya peristiwa malpraktek yang dilakukan para dokter. Selain itu, biaya pengobatan yang semakin tinggi menyebabkan masyarakat beralih terhadap pengobatan alternatif, yaitu pengobatan tradisional. Hal tersebut menyebabkan
93 terjadinya gerakan kembali ke alam (back to nature) yang berimplikasi terhadap pertumbuhan penggunaan obat-obatan tradisional yang berasal dari tanaman obat. Peningkatan jumlah penduduk suatu populasi juga merupakan faktor sosial yang dapat menciptakan pangsa pasar potensial untuk setiap bidang usaha. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia. Selama periode tahun 2001-2004 jumlah penduduk Indonesia setiap tahunnya mengalami pertumbuhan sekitar 2,62 persen (Tabel 23). Tahun 2003 terjadi peningkatan yang cukup besar yaitu 5,37 dengan jumlah penduduk sebanyak 214 374 096 orang (BPS, 2006).
Tabel 23. Laju Pertumbuhan Jumlah Penduduk Indonesia Tahun 2001-2004 Tahun Jumlah Penduduk (orang) Perubahan (persen) 2001
201 703 537
-
2002
203 441 676
0,86
2003
214 374 096
5,37
2004
217 854 745
1,62
Rata-rata
2,62
Sumber: BPS, 2006
Pertumbuhan jumlah penduduk dapat menyebabkan permintaan pasar meningkat karena tingkat kebutuhan yang tinggi. Peningkatan jumlah penduduk yang disertai dengan peningkatan jumlah angkatan kerja yang lebih besar dibanding permintaan tenaga kerja akan menjadi peluang bagi pelaku usaha karena tingkat upah menjadi kecil, tetapi dapat juga menjadi ancaman karena semakin banyak orang yang berwirausaha.
94 6.2.1.4 Teknologi Perkembangan agroindustri tidak terlepas dari faktor ilmu, pengetahuan, dan teknologi (IPTEK). Ilmu pengetahuan merupakan dasar di dalam penciptaan teknologi baru. Hal tersebut secara nyata mempengaruhi perkembangan industri obat tradisional melalui pemanfaatan teknologi informasi dan teknologi pengolahan. Kemajuan teknologi pengolahan telah menghasilkan produk obat tradisional yang lebih bervariasi baik dalam bentuk maupun jenis. Saat ini telah tersedia obat tradisional dalam bentuk kapsul dan ekstrak yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam hal kepraktisan. Teknologi informasi dimanfaatkan untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap dan lebih cepat sesuai kebutuhan sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat mengenai produk yang akan dibeli. Konsumen saat ini semakin umum menggunakan internet sebagai sarana informasi yang cepat dan akurat. Penggunaan situs internet oleh Taman Sringanis hanya sebatas layanan informasi dengan bekerjasama pada salah satu lembaga masyarakat, belum optimalkan sebagai sarana promosi.
6.2.2
Lingkungan Industri Lingkungan industri adalah tingkatan dari lingkungan eksternal organisasi
yang menghasilkan komponen-komponen yang secara formal memiliki implikasi yang relatif dan langsung terhadap operasionalisasi perusahaan. Lingkungan yang dimaksudkan antara lain konsumen, pesaing, hambatan masuk bagi pendatang baru dan ancaman produk subtitusi.
95 6.2.2.1 Konsumen Bagi masyarakat menengah ke atas, rekreasi merupakan suatu kebutuhan, bahkan rekreasi kini dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang tidak lagi eksklusif bagi sebagian masyarakat menengah ke atas. Beragamnya fasilitas yang disediakan dan obyek wisata yang ditawarkan oleh para produsen dengan harga yang
beragam,
memberikan
pilihan
bagi
konsumen
dalam
memenuhi
kebutuhannya. Taman Sringanis menangkap peluang ini dengan menawarkan suatu wisata yang sangat berbeda dengan wisata lainnya. Perpaduan antara pertanian dan parawisata mampu menghadirkan pemandangan yang berbeda dari lingkungan masyarakat sehari-hari. Konsumen Taman Sringanis sangat beragam, baik ditinjau dari kelas sosial, usia, tingkat pendidikan, suku bangsa dll. Berdasarkan pemberian kuesioner kepada responden yang merupakan pengunjung Taman Sringanis dapat disimpulkan bahwa hampir 35 persen pengunjung dari berbagai latar belakang dengan rata-rata usia diatas 36 tahun, sedangkan 16 persen pengunjung adalah Bapak-bapak dan ibu-ibu dengan ratarata usia diatas 40 tahun. Ini terlihat bahwa konsumen Taman Sringanis tersegmentasi, hanya orang tualah yang tertarik akan tanaman obat sedangkan kaum muda masih memandang sebelah mata akan tanaman obat, hal ini menjadi tantangan bagi Taman Sringanis. Berdasarkan data yang berhasil dicatat, pada tahun 1999 jumlah pengunjung mencapai 360 orang dan tahun berikutnya 2000 jumlah pengunjung 512 orang sampai tahun 2004 jumlah pengunjung terus meningkat. Rata-rata jumlah
pengunjung
Taman
Sringanis
setiap
tahunnya
adalah
96 sebesar 57,624 persen. Peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2004 yaitu dengan jumlah pengunjung sebesar 3 403 orang. (dalam hal ini yang dicatat adalah pengunjung yang datang menggunakan paket A dan B). Hal ini terlihat dari tingkat pengunjung yang terus meningkat setiap tahunnya seperti terlihat pada (Tabel 24).
Tabel 24. Perkembangan Pertambahan Pengunjung Program Kunjungan dan Pelatihan Taman Sringanis Tahun 1999-2004 Tahun Jumlah (orang) Pertumbuhan (persen) 1999
360
-
2000
512
33,33
2001
694
42,22
2002
823
35,55
2003
2 127
18,58
2004
3 403
158,44
Rata-rata
57,624
Sumber : Taman Sringanis, 2005
6.2.2.2 Pesaing Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan Koperasi Kotamadya Bogor, Taman Sringanis merupakan satu-satunya pelaku dalam bidang pengobatan tradisional sehingga untuk di wilayah kota Bogor Taman Sringanis tidak memiliki pesaing. Informasi yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Kabupaten Bogor adalah bahwa terdapat sekitar lima pelaku usaha jamu yang telah terdaftar, sedangkan yang bersifat non formal tidak diketahui jumlahnya. Pelaku usaha sejenis di wilayah kabupaten Bogor yang dinilai sebagai pesaing utama Taman Sringanis adalah Karyasari yang terletak di desa Leuwiliang. Taman Sringanis dan Karyasari bergerak dalam bidang usaha yang
97 sama yaitu produksi obat yang berbahan baku tanaman obat. Saat ini di kota Bogor kedua tempat inilah yang dikenal sebagai produsen obat tradisional oleh masyarakat dan instansi pemerintah. Agrowisata lainnya yang letaknya paling dekat dengan Taman Sringanis adalah Agrowisata Teh Gunung Mas dan Taman Buah Mekarsari, walaupun obyek wisata yang ditawarkan berbeda tetapi wisata ini mempunyai daya tarik tersendiri.
6.2.2.3 Hambatan Masuknya Pendatang Baru Besarnya ancaman masuknya pendatang baru dipengaruhi oleh besarnya hambatan yang ada dan reaksi peserta persaingan yang ada. Terdapat enam sumber hambatan masuk bagi pendatang baru ke industri, yaitu: (1) skala ekonomis, (2) diferensiasi produk, (3) kebutuhan modal, (4) keunggulan biaya, (5) akses ke saluran distribusi dan (6) kebijakan negara (David, 2002). Hambatan masuk bagi pendatang baru dalam industri obat tradisional bila dilihat dari skala ekonomi dan permodalan relatif rendah, karena untuk memulai usaha ini tidak diperlukan skala ekonomi yang besar dan kebutuhan modal awal relatif kecil. Secara legal formal, masalah regulasi tidak berpengaruh kepada pendatang baru yang ingin memasuki bisnis ini, karena pemerintah tidak membatasi atau menghambat kemungkinan masuknya perusahaan ke dalam industri kecil ini dengan peraturan-peraturan tertentu. Faktor yang dapat menjadi penghambat bagi pendatang baru adalah akses ke saluran distribusi. Dalam industri ini, saluran distribusi yang dibentuk oleh perusahaan-perusahaan besar yang telah ada cukup kuat, sehingga pendatang baru
98 harus mampu membuat saluran distribusi baru agar produknya dapat diterima masyarakat. Cara-cara yang dapat dilakukan adalah dengan penurunan harga, kerjasama periklanan, dan sebagainya, yang akan berimplikasi terhadap penurunan laba.
6.2.2.4 Ancaman Produk Subtitusi Produk subtitusi yang secara strategis harus diperhitungkan oleh perusahaan-perusahaan dalam suatu industri adalah produk yang kualitasnya dapat menandingi kualitas produk industri atau produk tersebut dihasilkan oleh industri yang menikmati laba tinggi. Produk subtitusi untuk obat tradisional adalah obat farmasi yang secara umum memberikan ancaman cukup besar bagi industri obat tradisional karena penggunaannya yang lebih umum dalam dunia medis. Kendala yang dihadapi dalam industri farmasi adalah bahan baku yang masih impor, sehingga harga jualnya menjadi lebih tinggi dibandingkan obat tradisional.
6.3 Identifikasi Kekuatan dan kelemahan, serta Peluang dan Ancaman Faktor-faktor yang digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman berasal dari identifikasi terhadap faktor internal dan eksternal yang telah dilakukan diatas. Hasil identifikasi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan ancaman ini kemudian digunakan menyusun matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan matriks External Factor Evaluation (EFE).
99 6.3.1 Identifikasi Kekuatan dan Kelemahan Identifikasi faktor internal dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dihadapi. Identifikasi tersebut dapat dilihat dari kondisi umum Taman Sringanis dan sumberdaya yang dimilikinya. Sejumlah kekuatan dan kelemahan dihasilkan dari hasil analisis yang dilakukan oleh penulis. Identifikasi faktor-faktor kekuatan dan kelemahan yang dimiliki Taman Sringanis disajikan pada Tabel 25. Taman Sringanis memiliki produk yang bermutu dan bersifat informatif. Visi dan misi yang dinyatakan oleh Taman Sringanis menggambarkan bahwa usaha ini tidak berorientasi pada laba tetapi sebagai lembaga informasi bagi masyarakat untuk mandiri dalam berobat, sehingga harga produk yang ditetapkan relatif murah. Perkembangan Taman Sringanis dapat dilihat dari pertumbuhan penjualan, kapasitas produksi, dan juga peningkatan laba sebesar sekitar 49.69 persen per tahun serta jumlah pengunjung yang semakin banyak. Kondisi keuangan Taman Sringanis dikatakan baik karena tidak memiliki hutang, namun pencatatan yang dilakukan belum menggunakan sistem akuntansi. Manajemen
Taman
Sringanis
bersifat
kekeluargaan
dengan
mengutamakan keterbukaan dan kebersamaan dalam bekerja. Taman Sringanis menggunakan tenaga kerja yang umumnya masih memiliki hubungan keluarga. Struktur organisasi yang dimiliki merupakan gambaran pendelegasian tugas dan tanggungjawab setiap pekerja, namun dalam pelaksanaannya terjadi tumpang tindih jabatan seperti BE (Business Executive) yang juga berfungsi sebagai penanggungjawab divisi pelatihan.
100 Tabel 25. Faktor Kekuatan dan Kelemahan Taman Sringanis ASPEK KEKUATAN KELEMAHAN Visi dan Misi
Manajemen
Tidak berorientasi pada laba Bersifat terbuka dan kekeluargaan
Struktur
Tenaga kerja yang royal
Sumber Daya Modal pribadi Keuangan
(tidak ada hutang)
Produksi
Peningkatan kapasitas produksi Hubungan baik dengan pemasok Produk berkualitas
Pemasaran
menerapkan manajemen strategis Terjadi tumpang tindih jabatan
Organisasi SDM
Bersifat sederhana, belum
Tingkat pendidikan tenaga kerja yang rendah Sistem
pencatatan
keuangan
yang belum baik Jaringan distribusi yang terbatas Kegiatan promosi yang terbatas
Informasi produk Diversifikasi produk Citra yang baik di mata konsumen Nilai penjualan yang meningkat Harga relatif murah Hubungan baik dengan instansi pemerintah
6.3.2 Identifikasi Peluang dan Ancaman Identifikasi faktor eksternal dilakukan untuk mengetahui peluang dan ancaman yang dihadapi Taman Sringanis. Sejumlah peluang dan ancaman yang dihasilkan diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan oleh penulis. Berdasarkan hal tersebut, maka peluang dan ancaman yang dihadapi Taman Sringanis secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 26.
101 Kondisi politik dan keamanan Indonesia berada dalam kondisi tidak stabil, memberikan dampak negatif bagi pelaku usaha, karena kondisi tersebut akan meningkatkan resiko dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, termasuk Taman Sringanis. Stabilitas politik dan keamanan akan berpengaruh terhadap kegiatan produksi dan operasi yang akan berimplikasi terhadap harga dan penjualan.
Tabel 26. Faktor Peluang dan Ancaman Taman Sringanis ASPEK PELUANG ANCAMAN Politik dan
Otonomi daerah, peluang
Stabilitas politik dan keamanan
Kebijakan
ekspor yang semakin luas
yang tidak menentu, kenaikan
Pemerintah
BBM dan TDL, bertambahnya produk impor
Ekonomi
Tarif tergolong murah
Sosial Budaya
Tren Back to nature,
Laju inflasi
perekonomian yang cukup membaik Teknologi
Perkembangan teknologi informasi
Konsumen
Pesaing
Konsumen sangat beragam
Teknologi pengolahan produk Memiliki kekuatan untuk menentukan pilihannya Jumlah industri yang semakin banyak
Hambatan
Hambatan untuk masuk industri
Masuk
sangat kecil
Pendatang Baru Ancaman Produk
Penggunaan obat farmasi yang
Subtitusi
lebih umum dalam dunia medis
102 Kebijakan politik yang baik dan mendukung akan menciptakan keamanan dan kelancaran iklim berusaha pada suatu negara. Beberapa diantaranya adalah kebijakan pemerintah dalam bidang industri, kebijakan otonomi daerah, serta sistem perdagangan bebas. Lingkungan industri obat tradisional dipengaruhi oleh kondisi persaingan yang semakin ketat karena jumlah pelaku industri yang semakin banyak. Hal tersebut berdampak terhadap besarnya kekuatan pembeli karena jumlah penawaran yang meningkat. Kekuatan-kekuatan dalam industri obat tradisional dapat menjadi ancaman bagi Taman Sringanis dalam mengembangkan usahanya.
103 VII. PERUMUSAN ALTERNATIF STRATEGI
7.1 Analisis Matriks IFE dan EFE Setelah mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman perusahaan maka dibuat matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan matriks EFE (External Factor Evaluation). Matriks IFE berisikan faktor kekuatan dan kelemahan perusahaan, sedangkan matriks EFE berisikan peluang dan ancaman. Bobot dalam matriks IFE dan EFE mengacu pada industri obat tradisional. Penetapan bobot dilakukan oleh pihak Taman Sringanis dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Data diolah dengan membandingkan tingkat kepentingan relatifnya satu sama lain sehingga dapat diketahui nilai faktor yang berpengaruh terhadap Taman Sringanis. Nilai relatif untuk setiap faktor dijumlahkan sehingga diperoleh nilai total faktor, kemudian nilai total faktor pada masing-masing variabel dibagi dengan nilai total keseluruhan faktor yang diidentifikasi sehingga dihasilkan besarnya bobot yang diperlukan. Rating pada matriks IFE dan EFE berdasarkan efektifitas strategi Taman Sringanis. Penetapan rating dilakukan dengan melihat kondisi Taman Sringanis sebagai respon terhadap strategi yang dijalankan. Untuk peneliti mengadakan wawancara dan kuesioner kepada pihak manajemen. Pemberian rating pada setiap faktor-faktor strategis yang terdapat pada matriks EFE dan IFE dilakukan oleh pihak manajemen Taman Sringanis.
7.1.1 Analisis Matriks Internal Faktor Evaluation (IFE) Analisis lingkungan internal Taman Sringanis mengidentifikasi beberapa faktor kekuatan dan kelemahan. Data pada Tabel 25 memperlihatkan bahwa
104 terdapat dua belas faktor kunci kekuatan internal dan delapan faktor kunci kelemahan Taman Sringanis. Faktor kunci kekuatan Taman Sringanis adalah kualitas produk yang baik, produk inovatif sesuai kebutuhan, produk yang informatif, harga relatif murah, citra baik di mata konsumen, manajemen kebersamaan dan keterbukaan, loyalitas dan rasa memiliki dari karayawan, kapasitas produksi yang meningkat, penjualan yang semakin meningkat, penggunaan modal pribadi, hubungan baik dengan pemasok dan mitra tani, dan hubungan baik dengan instansi pemerintah. Faktor-faktor kelemahan Taman Sringanis adalah manajemen yang sederhana, terjadi tumpang tindih jabatan, misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba, pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas, kegiatan promosi yang terbatas, peningkatan total biaya produksi, sistem pembukuan yang belum baik, dan keterbukaan tingkat pendidikan karyawan. Proses pembobotan dilakukan terhadap faktor-faktor internal dengan menggunakan metode pembobotan berpasangan dapat dilihat pada Lampiran 1. Hasil pembobotan faktor-faktor internal dapat dilihat pada Tabel 27. Faktor internal yang sangat penting bagi Taman Sringanis adalah kualitas produk yang baik dengan bobot sebesar 0,0671 informasi produk dengan bobot 0,0592 dan misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba yang memiliki bobot sebesar 0,0589. Proses pemberian rating dilakukan dengan melihat keefektifan strategi Taman Sringanis terhadap berbagai faktor internal. Proses pembobotan dan peratingan terhadap responden menghasilkan matriks IFE yang dapat dilihat pada Lampiran 3. Matriks IFE menghasilkan total skor yang menggambarkan kondisi
105 internal Taman Sringanis. Skor matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 28. Total rataan skor untuk faktor kekuatan sebesar 1,9503 sedangkan rataan skor total faktor kelemahan sebesar 1,2200. Hal ini menunjukkan Taman Sringanis memiliki faktor kekuatan yang besar dibandingkan faktor kelemahan, sehingga Taman Sringanis dapat memanfaatkan kekuatannya dalam mengembangkan usaha.
Tabel 27. Bobot Faktor Internal Faktor Strategis Internal Faktor Kekuatan Kualitas produk yang baik Diversifikasi produk Informasi produk Citra baik di mata konsumen Manajemen kebersamaan dan keterbukaan Loyalitas dan rasa memiliki dari karyawan Kapasitas produksi yang meningkat Pertumbuhan penjualan Penggunaan modal pribadi Hubungan baik dengan pemasok dan mitra tani Hubungan baik dengan instansi pemerintah Harga relatif murah
Responden 1
Responden 2
Responden 3
Responden 4
Bobot Rata-rata
0,0659
0,0696
0,0671
0,0658
0,0671
0,0553
0,0591
0,0500
0,0539
0,0546
0,0619
0,0591
0,0566
0,0592
0,0592
0,0567
0,0604
0,0566
0,0566
0,0576
0,0527
0,0618
0,0566
0,0539
0,0563
0,0580
0,0552
0,0579
0,0579
0,0573
0,0487
0,0591
0,0447
0,0513
0,0510
0,0487
0,0578
0,0408
0,0434
0,0477
0,0487
0,0355
0,0526
0,0513
0,0470
0,0567
0,0618
0,0539
0,0579
0,0576
0,0514
0,0499
0,0500
0,0539
0,0513
0,0316
0,0539
0,0316
0,0355
0,0382
0,0435
0,0394
0,0461
0,0421
0,0428
0,0395
0,0434
0,0434
0,0421
0,0421
0,0632
0,0486
0,0618
0,0618
0,0589
0,0422
0,0368
0,0408
0,0408
0,0402
0,0356
0,0355
0,0355
0,0395
0,0365
0,0422
0,0329
0,0421
0,0329
0,0375
0,0422
0,0447
0,0553
0,0474
0,0474
0,0553
0,0355
0,0566
0,0526
0,0500
1,0000
1,0000
1,0000
1,0000
1,0000
Faktor Kelemahan Manajemen yang sederhana Tumpang tindih jabatan Misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba Pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas Kegiatan promosi yang sederhana Sistem pencatatan keuangan yang belum baik Peningkatan total biaya produksi Pendidikan karyawan yang terbatas
Total
106 Data Tabel 28 menunjukkan bahwa variabel yang menjadi kekuatan utama bagi Taman Sringanis dalam industri adalah kualitas produk yang baik dengan skor 0,2181 dan informasi produk yang memiliki skor 0,1924, Kedua variabel tersebut mamiliki pengaruh yang besar dan menjadi faktor kekuatan bagi Taman Sringanis untuk bersaing dalam industri obat tradisional.
Tabel 28. Skor Matriks IFE Faktor Strategis Internal Faktor Kekuatan Kualitas produk yang baik Diversifikasi produk Informasi produk Citra baik di mata konsumen Manajemen kebersamaan dan keterbukaan Loyalitas dan rasa memiliki dari karyawan Kapasitas produksi yang meningkat Pertumbuhan penjualan Penggunaan modal pribadi Hubungan baik dengan pemasok dan mitra tani Hubungan baik dengan instansi pemerintah Harga relatif murah Total Skor Faktor Kekuatan Faktor Kelemahan Manajemen yang sederhana Tumpang tindih jabatan Misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba Pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas Kegiatan promosi yang sederhana Sistem pencatatan keuangan yang belum baik Peningkatan total biaya produksi Keterbatasan tingkat pendidikan karyawan Total Skor Faktor Kelemahan Total
Rataan Bobot
Rataan Rating
Rataan Skor
0,0671 0,0546 0,0592 0,0576 0,0563 0,0573 0,0510 0,0477 0,0470 0,0576 0,0513 0,0382
3,25 3,25 3,25 3,25 2,75 3,00 2,50 2,50 2,75 3,00 3,25 3,50
0,2181 0,1774 0,1924 0,1871 0,1547 0,1718 0,1274 0,1192 0,1293 0,1727 0,1667 0,1335 1,9503
0,0428 0,0421 0,0589 0,0402 0,0365 0,0375 0,0474 0,0500
3,75 3,75 3,50 3,50 2,75 4,00 3,00 3,25
0,1604 0,1579 0,2060 0,1405 0,1004 0,1501 0,1422 0,1625 1,2200 1,0000
1,0000
Kelemahan utama bagi Taman Sringanis adalah misi yang tidak berorientasi pada laba dengan skor 0,2060 dan keterbatasan pendidikan karyawan dengan skor sebesar 0,1625. Kelemahan tersebut merupakan faktor yang
107 mempengaruhi daya saing Taman Sringanis dalam industri. Total skor yang dihasilkan dari matriks IFE adalah sebesar 3,1703. Hal ini menunjukkan bahwa Taman Sringanis berada dalam kondisi internal kuat.
7.1.2 Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation) Analisis lingkungan eksternal Taman Sringanis mengidentifikasi berbagai peluang dan ancaman. Data Tabel 26 menunjukkan bahwa Taman Sringanis memiliki delapan faktor peluang dan enam faktor ancaman. Faktor-faktor yang menjadi peluang adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia yang membaik, undangundang otonomi daerah, peluang ekspor yang semakin luas, Tarif tergolong murah, perkembangan teknologi informasi, Konsumen sangat beragam, dan trend back to nature. Faktor yang menjadi ancaman bagi Taman Sringanis adalah situasi politik dan stabilitas negara, laju inflasi, adanya produk subtitusi, kenaikan TDL dan BBM, peningkatan jumlah pelaku industri serta teknologi pengolahan, bertambahnya produk impor, ancaman pendatang baru, kekuatan pembeli untuk memilih, Penggunaan obat farmasi yang lebih umum dalam dunia medis. Proses pembobotan terhadap faktor-faktor eksternal dilakukan dengan menggunakan metode pembobotan berpasangan yang dapat dilihat pada Lampiran 2. Data Tabel 29 memperlihatkan bahwa faktor eksternal yang sangat penting bagi Taman Sringanis adalah penggunaan obat farmasi yang umum dalam dunia medis dengan bobot sebesar 0,0892, trend back to nature dengan bobot sebesar 0,0819 kekuatan pembeli untuk memilih dengan bobot sebesar 0,0778 dan kenaikan tarif TDL dan BBM yang berbobot 0,0736.
108 Proses peratingan terhadap faktor eksternal dilakukan dengan melihat keefektifan strategi Taman Sringanis terhadap berbagai faktor-faktor eksternal. Lampiran 4 memperlihatkan proses pembobotan dan peratingan terhadap faktorfaktor eksternal yang menghasilkan matriks EFE. Matriks EFE menghasilkan total skor yang menggambarkan respon Taman Sringanis terhadap berbagai peluang dan ancaman eksternal yang terjadi. Skor dari matriks EFE disajikan pada Tabel 30. Total rataan skor untuk faktor peluang adalah sebesar 1,0107 sedangkan total rataan skor untuk faktor ancaman adalah sebesar 1,3733. Hal ini menunjukkan bahwa Taman Sringanis memiliki faktor ancaman yang lebih besar dibandingkan faktor peluang, sehingga diperlukan tindakan untuk menghindari faktor ancaman.
Tabel 29. Bobot Faktor Eksternal Faktor Strategis Eksternal Responden Responden Responden Responden Faktor Peluang Pertumbuhan Ekonomi yang membaik Undang-undang otonomi daerah Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk peluang ekspor yang semakin luas Perkembangan teknologi informasi Tarif tergolong murah Trend back to nature Faktor Ancaman Situasi politik dan stabilitas negara Laju inflasi Adanya produk subtitusi Peningkatan jumlah pelaku industri Ancaman pendatang baru Penggunaan obat farmasi yang umum dalam dunia medis Kekuatan pembeli untuk memilih Kenaikan TDL/BBM Peningkatan produk impor
Total
1
2
3
4
Bobot Rata-rata
0,0545
0,0542
0,0458
0,0583
0,0532
0,0545 0,0524
0,0479 0,0521
0,0479 0,0479
0,0583 0,0583
0,0522 0,0527
0,0524 0,0713 0,0524 0,0818
0,0438 0,0563 0,0542 0,0792
0,0479 0,0750 0,0479 0,0792
0,0563 0,0708 0,0583 0,0875
0,0501 0,0684 0,0532 0,0819
0,0482
0,0583
0,0750
0,0604
0,0605
0,0461 0,0608 0,0608
0,0625 0,0667 0,0688
0,0479 0,0792 0,0500
0,0583 0,0604 0,0583
0,0537 0,0668 0,0595
0,0608 0,0922
0,0708 0,0771
0,0500 0,0938
0,0583 0,0938
0,0600 0,0892
0,0881 0,0734 0,0503
0,0792 0,0792 0,0500
0,0833 0,0813 0,0479
0,0604 0,0604 0,0417
0,0778 0,0736 0,0475
1,0000
1,0000
1,0000
1,0000
1,0000
109 Pada Tabel 30 memperlihatkan bahwa variabel yang menjadi peluang utama bagi Taman Sringanis adalah tren back to nature dengan skor 0,2867 dan perkembangan teknologi informasi yang memiliki skor sebesar 0,1880. Variabel yang menjadi ancaman bagi Taman Sringanis adalah penggunaan obat farmasi yang umum dalam dunia medis dengan skor 0,2677 dan kenaikan total biaya produksi dengan skor 0,1944. Total skor matriks EFE adalah sebesar 2,3840. Hal ini menunjukkan bahwa Taman Sringanis memiliki respon rata-rata terhadap peluang dan ancaman eksternal yang terjadi.
Tabel 30. Skor Matriks EFE Faktor Strategis Eksternal Faktor Peluang Pertumbuhan ekonomi yang membaik Undang-undang otonomi daerah Meningkatnya pertumbuhan penduduk Peluang ekspor yang semakin meningkat Perkembangan teknologi informasi Tarif tergolong murah Trend back to nature Total Skor Faktor Peluang Faktor Ancaman Situasi politik dan stabilitas negara Laju inflasi Adanya produk subtitusi Peningkatan jumlah pelaku industri Ancaman pendatang baru Penggunaan obat farmasi di dunia medis Kenaikan total biaya produksi Kenaikan TDL/BBM Peningkatan produk impor Total Skor Faktor Ancaman Total
Rataan Bobot
Rataan Rating
Rataan Skor
0,0532 0,0522 0,0527 0,0501 0,0684 0,0532 0,0819
2,25 2,00 2,00 2,00 2,75 2,00 3,50
0,1197 0,1044 0,1054 0,1002 0,1881 0,1064 0,2867 1,0109
0,0605 0,0537 0,0668 0,0595 0,0600 0,0892 0,0778 0,0736 0,0475
2,00 2,00 2,25 2,25 2,00 3,00 2,50 2,50 2,00
0,1210 0,1074 0,1502 0,1338 0,1200 0,2677 0,1944 0,1839 0,0950 1,3733 2,3840
1,0000
110 7.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal Analisis internal-eksternal dilakukan untuk mempertajam hasil evaluasi dan analisis yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis ini akan menghasilkan matriks internal-eksternal yang berguna untuk mengetahui posisi Taman Sringanis saat ini sehingga dapat memberikan pilihan alternatif strategi. Pemetaan posisi Taman Sringanis sangat penting bagi pemilihan alternatif strategi dalam menghadapi persaingan dan perubahan yang terjadi di dalam industri obat tradisional. Berdasarkan skor rata-rata dari matriks IFE dan EFE maka dapat disusun matriks IE (Internal Eksternal). Skor IFE sebesar 3,1703 menggambarkan bahwa Taman Sringanis berada dalam kondisi internal yang kuat. Nilai EFE sebesar 2,3840 menggambarkan bahwa Taman Sringanis memiliki kemampuan yang rata-rata dalam memanfaatkan peluang maupun menghindari ancaman lingkungan eksternal Gambar 9. TOTAL SKOR BOBOT IFE KUAT 4,0
TINGGI
TOTAL SKOR BOBOT EFE
RATA-RATA 3,0
I
LEMAH 2,0
1,0
II
III
V
VI
VIII
IX
3,0
SEDANG
IV
2,0 RENDAH
VII
1,0
Gambar 9. Matriks Internal-Eksternal (I-E)
111 Pemetaan terhadap masing-masing total skor dari faktor-faktor internal dan eksternal menggambarkan posisi Taman Sringanis saat ini, yaitu pada kotak IV di kuadran matriks IE pada. Strategi yang dapat dijalankan merupakan strategi tumbuh dan bina atau strategi pertumbuhan, alternatif strategi yang umum dijalankan adalah strategi intensif dan strategi integratif Strategi-strategi Penetrasi Pasar, Pengembangan Pasar, dan Pengembangan Produk adalah tiga strategi yang dikelompokkan ke dalam Strategi Intensif. Penetrasi pasar yaitu usaha peningkatan pangsa pasar suatu produk atau jasa yang sudah ada di pasar melalui usaha pemasaran yang lebih gencar (David, 2002). Untuk meningkatkan pangsa pasar agrowisata dapat ditempuh antara lain dari kualitas produk yang baik tetap dipertahankan dan terus melakukan perbaikan mutu sehingga produk bisa menimbulkan citra baik di mata konsumen, peran aktif petugas kebun dalam memberikan informasi yang dapat memuaskan pengunjung. Keefektifan dan keaktifan petugas kebun dalam mentransfer informasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan minat dan loyalitas konsumen. Penonjolan citra perusahaan sebagai usaha yang terdiferensiasi perlu diperhatikan agar konsumen dapat merasakan manfaat dan adanya perbedaan produk/jasa yang diterima. Alternatif strategi kedua dari strategi intensif adalah pengembangan pasar merupakan pengenalan produk atau jasa yang telah ada pada daerah atau kelompok konsumen baru (David, 2002). Strategi pengembangan pasar dapat dilakukan dengan melakukan kegiatan promosi seperti pengiklanan di majalah yang kontinu, radio, televisi, internet ataupun ke sekolah/perguruan tinggi untuk menjaring segmen dari konsumen yang lebih besar yang tidak hanya ibu-ibu atau para lansia dan melakukan kerjasama dengan biro perjalanan wisata agar Taman
112 Sringanis dimasukkan dalam paket wisatanya serta menyediakan fasilitas hiburan seperti kesenian daerah setempat. Alternatif strategi intensif yang ketiga adalah pengembangan produk. Strategi pengembangan produk merupakan peningkatan penjualan dengan cara meningkatkan atau memodifikasikan produk-produk atau jasa-jasa yang ada sekarang (David, 2002). Strategi pengembangan produk dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Peningkatan mutu pelayanan menjadi faktor yang penting bagi Taman Sringanis. Keramahan para karyawan terutama yang memandu pengunjung dilokasi perlu ditingkatkan kualitasnya agar setiap pengunjung dapat berkesempatan untuk melihat dan mengenal tanaman obat, sehingga kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen dapat tercipta lebih baik. Untuk menciptakan inovasi dalam produk-produk yang ditawarkan, Taman Sringanis dapat melakukan kerjasama dengan peneliti untuk menambah obyek wisata yang ditawarkan dan masyarakat sekitar untuk menciptakan produkproduk yang memiliki ciri khas, seperti makanan khas atau benda-benda yang dapat berfungsi sebagai souvenir. Pengembangan produk juga dapat dilakukan dengan meningkatkan pengelolaan agrowisata seperti kebersihan dan keindahan kebun, nilai estetika dari tata letak (landscape) kebun, kebersihan toilet dan lainlain. Selain strategi intensif, strategi integrasi menjadi alternatif lain dalam pengembangan Taman Sringanis yang berada pada posisi sel II. Strategi integrasi terdiri atas integrasi ke depan (Forward Integration), integrasi ke belakang (Backward Integration), dan integrasi horisontal (Horizontal Integration)
113 Integrasi ke depan merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali atas distributor atau pengecer (David, 2002). Untuk dapat melakukan strategi ini Taman Sringanis dapat melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah dan memanfaatkan hubungan baik dengan pemasok sebagai mitra usaha yang berasal dari luar kota dan melakukan kerjasama dengan asosiasiasosiasi seperti AWAI (Asosiasi Wisata Agro Indonesia). Strategi integrasi ke belakang adalah pengembangan kepemilikan atau meningkatkan kendali atas perusahaan pemasok (David, 2002). Hal ini sulit dilakukan Taman Sringanis mengingat). Strategi integrasi untuk saat ini masih belum memungkinkan untk dijalankan di perusahaan, mengingat keterbatasan modal dan skala usaha yang masih kecil. Alternatif strategi integrasi yang ketiga adalah integrasi horisontal merupakan strategi untuk memperoleh kepemilikan atau meningkatkan kendali atas pesaing (David, 2002). Dalam melaksanakan strategi horisontal, Taman Sringanis dapat melakukan kerjasama dengan objek wisata yang ada di kota Bogor seperti Kebun Raya Bogor, Agrowisata Teh Gunung Mas, Taman Bunga Nusantara Cianjur dan agrowisata lainnya untuk melakukan paket wisata bersama. Kerjasama lain dapat diciptakan dengan hotel-hotel di kota Bogor dimana para tamu hotel dapat mengunjungi Taman Sringanis sebagai fasilitas tambahan. Madsud strategi ini untuk mendatangkan konsumen ke lokasi wisata dengan mengadakan paket wisata bersama dengan pesaing.
7.3 Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) Berbagai alternatif strategi dapat dirumuskan berdasarkan model analisis matriks SWOT. Keunggulan model ini adalah mudah memformulasikan strategi
114 berdasarkan gabungan faktor eksternal dan internal. Empat strategi utama yang disarankan yaitu strategi SO, ST, WO, dan WT. Analisis ini menggunakan data yang telah diperoleh dari matriks IFE dan EFE di atas. Hasil analisis matriks SWOT dapat dilihat pada Tabel 31. Hasil dari matriks SWOT didapatkan alternatif strategi sebagai berikut: 1. Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan keuntungan dari peluang yang ada (SO): a. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat (S1, S4, S7, S11, O6, O7). b. Memanfaatkan selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis lingkungan (back to nature) dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami. (S1, S4, O7). 2. Strategi menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman (ST): a. Memanfaatkan
kualitas
produk,
citra
baik
di
mata
konsumen,
mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi dalam dunia medis, ancaman pendatang baru, adanya produk subtitusi dan peningkatan jumlah pelaku industri (S1, S4, S10, S11, T6, T5, T3, T4). b. Mempertahankan harga produk (S6, S8, S11, T5, T6, T9). 3. Strategi yang memperkecil kelemahan dengan memanfaatkan keuntungan dari peluang yang ada (WO): a. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkembangan teknologi seperti melalui stasion radio yang menjadi saluran
115 favorit pemirsa atau televisi pada acara pengobatan alternatif (W5, W4, W7, O5, O4, O7). b. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan (W1, W2, W5, W6, W8, O4, O5, O6, O7). c. Mencoba memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama dengan pesaing (W4, W5, O1, O3, O6, O7). 4. Strategi untuk meminimalkan kelemahan dan mengantisipasi ancaman (WT): a. Meningkatkan
kualitas
sumber
daya
manusia
dan
meningkatkan
manajemennya dengan pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai agrowisata karena bertambahnya jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi saingan dalam usahanya (W1, W8, T4, T5). b. Mengikutsertakan produk pada pameran perdagangan untuk mempromosikan produk (W4, W5, T3, T4, T5, T9).
7.4 Quantitative Strategic Planning (QSP) Matriks Matriks QSP adalah alat yang direkomendasikan bagi peneliti untuk mengevaluasi pilihan strategi alternatif secara obyektif berdasarkan faktor-faktor utama internal dan eksternal pada matriks IFE, EFE, I-E, SWOT. Penentuan alternatif strategi yang layak dimasukkan pada matriks QSP berdasarkan penilaian atas kondisi perusahaan dan penggunaan intuisi. Proses pemilihan prioritas strategi dilakukan olek pemilik Taman Sringanis yang memiliki otoritas dan kemampuan dalam memilih strategi. Matriks ini akan menentukan kemenarikan relatif dari tindakan-tindakan strategi alternatif yang dapat dilaksanakan oleh Taman Sringanis. Beberapa alternatif strategi yang dipilih yaitu:
116 1. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis lingkungan dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami. 2. Memanfaatkan
kualitas
produk,
citra
baik
di
mata
konsumen,
mempertahankan hubungan baik dengan pemasok serta hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru dan produk subtitusi serta peningkatan jumlah pelaku industri. Mempertahankan harga produk. 3. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkem bangan teknologi. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan. Mencoba memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama dengan pesaing. 4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan manajemennya dengan pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai pariwisata karena bertambahnya jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi saingan
dalam
usahanya.
Mengikutsertakan
produk
pada
pameran
perdagangan untuk mempromosikan produk. Dari hasil perhitungan matriks QSP dengan mengalikan bobot masingmasing faktor dengan nilai daya tarik dihasilkan total nilai daya tarik yang dapat dilihat pada Tabel 32 sehingga dihasilkan alternatif strategi terpilih adalah strategi 1 (satu) yaitu menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada,
117 mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis lingkungan (back to nature) dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami dengan nilai TAS sebesar 5,7270. Alternatif strategi dengan nilai TAS terkecil sebesar 5,0924 adalah strategi empat yaitu meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan manajemennya dengan pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai pariwisata karena bertambahnya jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi saingan dalam usahanya. Prioritas strategi yang disarankan disusun berdasarkan urutan pertama dengan nilai TAS tertinggi sampai dengan urutan terakhir dengan nilai TAS terendah. Hasil matriks QSP menghasilkan prioritas strategi sebagai berikut: 1. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis lingkungan dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami (5,7270). 2. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkem bangan teknologi. Memperbaiki sistem manajemen perusahaan. Mencoba memasarkan produk di daerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama dengan pesaing (5,5937).
118 Tabel 31. Matriks SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats) KEKUATAN (S) Kualitas produk yang baik Diversifikasi produk Informasi produk Citra baik di mata konsumen Manajemen kebersamaan dan keterbukaan 6. Loyalitas dan rasa memiliki dari karyawan 7. Kapasitas produksi yang meningkat 8. Pertumbuhan penjualan 9. Penggunaan modal pribadi 10. Hubungan baik dengan pemasaran 11. Harga yang relatif murah Analisis Eksternal 12. Hubungan baik dengan instansi pemerintah PELUANG (O) STRATEGI SO 1. Pertumbuhan ekonomi yang membaik 1. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang 2. Undang-undang otonomi daerah ada, mengoptimalkan keunggulan 3. Meningkatnya laju pertumbuhan dan pengelolaan wisata agro, serta penduduk menjaga kualitas produk tetap 4. Peluang ekspor yang semakin bermutu dan berkhasiat (S1, S4, meningkat 5. Perkembangan teknologi informasi S7, S11, O6, O7) 2. Memanfaatkan selera wisata 6. Tarif tergolong murah konsumen yang berubah dari mass 7. Trend back to nature tourism ke niche tourism berbasis lingkungan dengan mengoptimalkan ciri khas produk yang alami (S1, S4, O7)
Analisis Internal
1. 2 3. 4. 5.
ANCAMAN (T) 1. Situasi politik dan stabilitas negara 2. Laju inflasi 3. Adanya produk subtitusi 4. Peningkatan jumlah pelaku industri 5. Ancaman pendatang baru 6. Penggunaan obat farmasi dalam dunia medis 7. Kenaikan total biaya produksi 8. Kenaikan TDL/BBM 9. Peningkatan produk impor
1.
2.
KELEMAHAN (W) 1. Manajemen yang sederhana 2. Tumpang tindih jabatan 3. Misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba 4. Pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas 5. Kegiatan promosi yang sederhana 6. Sistem pencatatan keuangan yang belum baik 7. Peningkatan total biaya produksi 8. Keterbatasan tingkat pendidikan karyawan
STRATEGI WO 1. Meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkembangan teknologi (W5, W4, W7, O5, O4, O7) 2. Memperbaiki sistem manajemen Taman Sringanis (W1, W2, W5, W6, W8, O4, O5, O6, O7) 3. Mencoba memasarkan produk didaerah Bandung dengan mutu dan kualitas yang sama dengan pesaing (W4, W5, O1, O3, O6, O7)
STRATEGI ST STRATEGI WT Memanfaatkan kualitas produk, 1. Meningkatkan kualitas sumber citra baik di mata konsumen, daya manusia dan manajemennya mempertahankan hubungan baik dengan pelatihan khusus untuk dengan pemasok serta hubungan meningkatkan produktivitas baik dengan instansi pemerintah karyawan dan memiliki untuk mengantisipasi adanya keterampilan dan pengetahuan penggunaan obat farmasi, mengenai pariwisata karena pendatang baru dan produk bertambahnya jumlah pelaku subtitusi serta peningkatan jumlah industri dan ancaman pendatang pelaku industri (S1, S4, S10, S11, baru yang akan menjadi saingan dalam usahanya (W1, W8, T4, T6, T5, T3, T4) Mempertahankan harga produk T5) 2. Mengikutsertakan produk pada (S6, S8, S11, T5, T6, T9) pameran perdagangan untuk mempromosikan produk (W4, W5, T3, T4, T5, T9)
3. Memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen, mempertahankan hubungan baik dengan pemasok serta hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang
119 baru dan produk subtitusi serta peningkatan jumlah pelaku industri. Mempertahankan harga produk (5,5195). 4. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan manajemennya dengan pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai agrowisata karena bertambahnya jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi saingan
dalam
usahanya.
Mengikutsertakan
produk
pada
pameran
perdagangan untuk mempromosikan produk (5,0924). Berdasarkan hasil matriks QSP diperoleh bahwa strategi satu sebagai nilai tertinggi, maka disusun langkah-langkah operasional sebagai prioritas, yaitu: 1. Menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. Memanfaatkan selera wisata konsumen yang berubah dari mass tourism ke niche tourism berbasis lingkungan dengan mengoptimalkan produk yang bernuansa alami. 2. Memanfaatkan
kualitas
produk,
citra
baik
di
mata
konsumen,
mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru, produk subtitusi dan peningkatan jumlah pelaku industri. Mempertahankan harga produk.
120 Tabel 32. Matriks QSP (Quantitative Strategic Planning) Faktor Penentu Strategis Kekuatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Kelemahan 1 2 3 4 5 6 7 8 Peluang 1 2 3 4 5 6 7
Bobot
Strategi 1 AS TAS
Alternatif Strategi Terpilih Strategi 2 Strategi 3 AS TAS AS TAS
Strategi 4 AS TAS
0,0671 0,0546 0,0592 0,0576 0,0563 0,0573 0,0510 0,0477 0,0470 0,0576 0,0513 0,0382
3 4 2 3 3 3 3 4 4 4 3 3
0,2013 0,2184 0,1184 0,1728 0,1689 0,1719 0,1530 0,1908 0,1880 0,2304 0,1539 0,1146
2 3 2 3 3 3 3 4 4 4 4 3
0,1342 0,1638 0,1184 0,1728 0,1689 0,1719 0,1530 0,1908 0,1880 0,2304 0,2052 0,1146
4 3 1 4 2 3 4 4 3 3 4 3
0,2648 0,1638 0,0592 0,2304 0,1126 0,1719 0,2040 0,1908 0,1410 0,1728 0,2052 0,1146
3 2 2 2 2 2 4 4 4 3 3 3
0,2013 0,1092 0,1184 0,1152 0,1126 0,1146 0,2040 0,1908 0,1880 0,1728 0,1539 0,1146
0,0428 0,0421 0,0589 0,0402 0,0365 0,0375 0,0474 0,0500
3 3 2 0 2 0 3 3
0,1284 0,1263 0,1178 0 0,0730 0 0,1422 0,1500
3 3 2 0 2 0 3 3
0,1284 0,1263 0,1178 0 0,0730 0 0,1422 0,1500
3 3 3 4 3 2 3 2
0,1284 0,1263 0,1767 0,1608 0,1095 0,0750 0,1422 0,1000
2 3 3 0 2 3 3 2
0,0856 0,1263 0,1767 0 0,0730 0,1125 0,1422 0,1000
0,0532 0,0522 0,0527 0,0501 0,0684 0,0532 0,0819
4 3 3 4 3 4 3
0,2128 0,1566 0,1581 0,2004 0,2052 0,2128 0,2457
4 3 3 4 4 4 2
0,2128 0,1566 0,1581 0,2004 0,2736 0,2128 0,1638
2 3 3 4 2 4 3
0,1064 0,1566 0,1581 0,2004 0,1368 0,2128 0,2457
2 3 3 4 3 4 2
0,1064 0,1566 0,1581 0,2004 0,2052 0,2128 0,1638
0,0605 0,0537 0,0668 0,0595 0,0600 0,0892 0,0778 0,0736 0,0475
2 2 0 2 2 3 3 4 3
0,1210 0,1074 0 0,1190 0,1200 0,2676 0,2334 0,2944 0,1425 5,7270
2 2 2 2 2 3 3 2 3
0,1210 0,1074 0,1336 0,1190 0,1200 0,2676 0,2334 0,1472 0,1425 5,5195
2 2 1 3 3 3 3 1 2
0,1210 0,1074 0,0668 0,1785 0,1800 0,2676 0,2334 0,0736 0,0950 5,5937
2 2 1 2 2 3 3 2 2
0,1210 0,1074 0,0668 0,1190 0,1200 0,2676 0,2334 0,1472 0,0950 5,0924
Ancaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
121 VIII. PENDAPAT KONSUMEN
8.1 Motivasi Responden Dari hasil penelitian terhadap pengunjung Taman Sringanis, terdapat berbagai alasan mereka berkunjung. Sebanyak 48 responden melakukan kunjungan dengan tujuan untuk berobat, dijawab oleh 24 responden untuk tambahan pengetahuan tentang tanaman obat dan 15 responden melakukan kunjungan dengan tujuan membeli produk/bibit. Faktor lain yang mempengaruhi motivasi pengunjung terhadap Taman Sringanis adalah manfaat kunjungan yang diinginkan responden setelah melakukan kunjungan. Sebanyak 49 responden menjawab kesehatan adalah manfaat utama yang mereka inginkan, 37 responden menjawab ingin memperoleh pengetahuan. Tujuh orang menjawab ingin memperoleh hiburan, dan lima orang menjawab mencari status sosial serta dua orang menjawab lainnya. Sebanyak 37 responden baru pertama kali melakukan kunjungan ke Taman Sringanis. Responden sejumlah 16 orang melakukan kunjungan dua kali, 15 orang responden melakukan kunjungan sebanyak tiga kali dan 32 orang responden telah melakukan kunjungan lebih dari empat kali. Manfaat dan alasan kedatangan responden melakukan kunjungan ke Taman Sringanis dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Terdapat hal-hal yang membuat pertama kali responden memutuskan untuk mencoba berkunjung ke Taman Sringanis. Obyek wisata tanaman obat merupakan hal yang paling banyak dijawab oleh responden. Sebanyak 77 responden menjawab obyek wisata tanaman
122 obat, 10 responden menjawab lokasi yang mudah dicapai, 9 responden menjawab pelayanan yang memuaskan, 4 responden menjawab nyaman dan praktis. Pada hari kerja, Taman Sringanis ramai dikunjungi pengunjung dari berbagai daerah. Sebanyak 47 responden menjawab hari kerja merupakan hari kunjungan mereka ke Taman Sringanis, 53 responden menjawab pada hari libur atau sabtu atau minggu mereka melakukan kunjungan, Sebanyak 35 responden menjawab datang ke Taman Sringanis bersama rombongan, 27 responden menjawab bersama teman, 20 responden menjawab bersama keluarga, 16 responden datang sendiri dan dua responden bersama pasangan (suami istri). Lebih dari separuh responden Taman Sringanis mengetahui keberadaan Sringanis dari orang lain. Sejumlah 47 responden menjawab orang lain merupakan sumber informasi mereka tentang Taman Sringanis, 27 responden menjawab mengetahui dari tempat kerja, 22 responden menjawab mengetahui dari brosur/leaflet dan 4 responden menjawab mengetahui dari selebaran/spanduk. Promosi yang dilakukan Taman Sringanis memang kurang gencar. Hal ini terlihat dari 77 responden menjawab tidak mengetahui keberadaan Taman Sringanis dari media manapun. Sebanyak 23 orang menjawab mengetahui keberadaan Taman Sringanis dari suatu media yaitu televisi, radio dan brosur. Kedatangan konsumen ke Sringanis rata-rata menghabiskan waktu 1-3 jam. Dengan berbagai pilihan paket wisata, Taman Sringanis telah memperkirakan berapa banyak waktu yang akan dihabiskan responden. Sebanyak 75 responden menghabiskan waktu 1-3 jam untuk satu kali kunjungan, dan 25 responden menghabiskan waktu 4-6 jam untuk sekali kunjungan.
123 Dalam melakukan kunjungan ke Taman Sringanis, ada pengunjung yang melakukan perencanaan terlebih dahulu dari rumah atau mereka memutuskan untuk mengunjungi Taman Sringanis saat melewati lokasi atau secara mendadak. Sebanyak 87 responden memutuskan untuk mengunjungi Taman Sringanis dengan terencana (sudah direncanakan dari rumah) dan 13 responden menjawab secara mendadak mengunjungi Taman Sringanis karena niat mereka timbul ketika melewati lokasi Taman Sringanis. Sebanyak 74 responden menjawab akan tetap berkunjung walaupun harga produk dan biaya paket kunjungan ke Taman Sringanis akan dinaikkan, 26 responden menjawab akan mencari alternatif lain jika harga produk dan biaya paket kunjungan Taman Sringanis dinaikkan/disesuaikan. Besarnya pengeluaran yang pengunjung keluarkan ketika berada di Taman Sringanis cukup bervariasi. Pengeluaran ini meliputi tiket masuk dan sudah termasuk makanan dan minuman, pembelian produk, pembelian bibit. Sebanyak 25 responden mengeluarkan biaya Rp. 25 000 – Rp 50 000. Sebanyak 27 responden mengeluarkan biaya Rp 50 000 – Rp. 100 000. Sebanyak 13 responden mengeluarkan biaya Rp 100 000 – Rp 200 000. Sebanyak 16 orang yang memiliki pengeluaran di atas Rp. 200 000 dan hanya 19 responden yang mengeluarkan biaya kurang dari Rp 25 000. Besarnya pengeluaran ini bisa dipengaruhi oleh motivasi berkunjung, pendapatan, jumlah anggota keluarga atau teman yang ikut serta, dan tujuan berkunjung. Hasil lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 33.
124 Tabel 33. Analisis Motivasi Konsumen Perilaku Pengunjung Taman Sringanis Motivasi/alasan berkunjung : a. Berlibur/rekreasi b. Tambahan pengentahuan c. Membeli produk/bibit d. Berobat e. Melihat koleksi Frekuensi Kunjungan ke Taman Sringanis : a. pertama kali b. 2 kali c. 3 kali d. > 4 kali Manfaat Kunjungan ke Taman Sringanis : a. Kesehatan b. Hiburan c. Pengetahuan d. Status Sosial e. Lainnya,….. Hal-hal/alasan yang membuat pertama kali responden memutuskan untuk mencoba berkunjung : a. Obyek wisata tanaman obat b. Nyaman dan praktis c. Pelayanan yang memuaskan d. Lokasi yang mudah dicapai Hari berkunjung ke Taman Sringanis : a. Hari libur/sabtu/minggu b. Hari kerja Responden datang ke Taman Sringanis bersama : a. Keluarga b. Rombongan c. Teman-teman d. Pasangan (suami istri) e. Sendiri Sumber Informasi yang mengenalkan Taman Sringanis : a. Brosur/leaflet b. Orang lain c. Selebaran/spanduk d. Lainnya..... Responden mengetahui Taman Sringanis dari suatu media : a. ya b. Tidak Cara memutuskan mengunjungi Taman Sringanis adalah : a. Terencana b. Mendadak Lama kunjungan ke Taman Sringanis : a. 1-3 jam b. 4-6 jam Sikap akibat penyesuaian harga : a. Akan tetap berkunjung b. Mencari alternatif lain
Jumlah Responden
Persen (%)
13 24 15 48
13 48 15 24
37 16 15 31
37 16 15 31
49 7 37 5 2
37 7 49 5 2
77 4 9 10
77 4 9 10
53 47
53 47
20 35 27 2 16
20 35 27 2 16
22 47 4 27
22 47 4 27
23 77
23 77
87 13
87 13
75 25
75 25
74 26
74 26
125 Lebih dari separuh responden Taman Sringanis pernah mengunjungi Wisata agro lain5. Sebanyak 63 responden menjawab pernah mengunjungi wisata agro dan 37 responden belum pernah mengunjungi wisata agro. Rata-rata responden menjawab objek wisata lain yang pernah dikunjungi adalah Kebun Raya Bogor, Wisata Agro Gunung Mas, Taman Bunga Cibubur, Taman Buah Mekarsari, Cibodas dan yang lainnya. Sebanyak 54 responden pernah mengunjungi Kebun Raya Bogor, 27 responden pernah mengunjungi Wisata Agro Gunung Mas, 16 responden pernah mengunjungi Taman Bunga Cibubur, 33 responden pernah mengunjungi Taman Buah Mekarsari, 2 responden pernah mengunjungi Cibodas dan 20 orang lainnya seperti Balitro, Taman Anggrek, Saung Nirwan, Parung Farm (Hidroponik), Karyasari, Cipelang, Agatha Farm, dan Kumtum Nursery. Tabel 34. Sebaran Responden Menurut Besarnya Biaya Pengeluaran No. Besarnya Biaya Rekreasi Responden Persentase (%) 1
Kurang dari Rp 25.000
19
19
2
Rp 25.000 – Rp 50.000
25
25
3
Rp 50.000 – Rp 100.000
27
27
4
Rp 100.000 – Rp 200.000
13
13
5
Lebih dari Rp 200.000
16
16
100
100
Total
Tingkat kepuasan harapan konsumen Taman Sringanis terlihat pada Tabel 34 berikut. Banyak faktor yang menyebabkan puas atau tidaknya responden, diantaranya yang banyak dijawab responden yang membuat puas adalah percontohan tanaman obatnya, toko jamu dan harga obat-obatan yang tidak terlalu mahal. 5
Jawaban boleh lebih dari satu
126 Tabel 35. Persebaran Jumlah Tingkat Kepuasan/Harapan Konsumen Taman Sringanis Tingkat Kepuasan Jumlah Responden Persen (%) Tidak Puas
2
2
Kurang Puas
1
1
Cukup Puas
44
44
Puas
32
32
Sangat Puas
21
21
Total
100
100
8.2 Importance-Performance analysis Menurut Supranto (2001), Importance Performance Analysis adalah suatu metode untuk menganalisis sejauh mana tingkat kepuasan seseorang terhadap kinerja sebuah perusahaan. Didasarkan hasil penelitian tingkat kepentingan dan hasil penilaian kinerja akan menghasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kesesuaian antara tingkat kepentingan dan tingkat pelaksanaannya pada sebuah perusahaan. Tingkat kesesuaian adalah perbandingan skor kinerja/pelaksanaan dengan skor kepentingan. Penggunaan diagram kartesius sangat diperlukan dalam penjabaran unsur-unsur tingkat kesesuaian kepentingan dan kepuasan, dilakukan melalui suatu bagan yang dibagi menjadi empat bagian da dibatasi oleh dua buah garis yang berpotongan tegak lurus pada titik (X,Y).
8.2.1
Analisis Tingkat Kesesuaian Atribut Tingkat kesesuaian setiap atribut mengukur sejauh mana atribut yang
dimiliki oleh Taman Sringanis telah memuaskan konsumen. Analisis ini membandingkan antara skor total tingkat kepuasan dibandingkan dengan skor
127 total tingkat kepentingan suatu atribut. Atribut telah memenuhi kepuasan pengunjung apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan lebih atau sama dengan 100 persen. Akan tetapi apabila nilai kesesuaian yang dihasilkan kurang dari 100 persen, maka atribut tersebut tidak memuaskan bagi pengunjung. Jika dilihat tingkat kesesuaian dari masing-masing atribut adalah terlihat bahwa kisaran semua atribut yang dimiliki Taman Sringanis berada di bawah 100 persen, ini berarti belum dapat memuaskan kebutuhan pengunjung. Tabel 35 memperlihatkan tingkat kesesuaian masing-masing atribut yang dimiliki oleh Taman Sringanis. Dari tabel terlihat bahwa hanya harga obat-obatan dan keramahan dan pelayanan karyawan yang memiliki tingkat kesesuaian mendekati 100 persen. Atribut harga obat-obatan dan keramahan dan pelayanan karyawan memiliki tingkat kesesuaian sebesar 95 persen dan 92 pesen. Atribut toko jamu dengan tingkat kesesuaian 90 persen, kelengkapan fasilitas penunjang dengan tingkat kesesuaian 90 persen dan kebersihan lokasi dengan tingkat kesesuaian 90 persen dinilai lebih baik dibandingkan dengan atribut lainnya. Kenyamanan lokasi 87 persen, percontohan tanaman obat 86 persen, percontohan simplisia/bahan ramuan kering 85 persen, harga tiket masuk 85 persen menjadi atribut-atribut yang memiliki nilai tingkat kesesuaian yang berada dalam kisaran 85 persen sampai 90 persen. Dengan nilai tingkat kesesuaian sebesar ini, atribut-atribut tersebut belum dapat memuaskan bagi konsumen. Atribut kemudahan mencapai lokasi 81 persen, percontohan umbi-umbian bermanfaat obat 81 persen, ruang pelatihan 82 persen dan pelayanan informasi 84 persen, klinik akupresur, refleksi dan akupuntur 84 persen menjadi atribut dengan nilai tingkat kesesuaian yang sangat rendah. Dari beberapa atribut tersebut
128 terdapat ada atribut-atribut yang sangat dipentingkan oleh konsumen. Atribut umbi-umbian, klinik akupresur, refleksi dan akupuntur, ruang pelatihan merupakan atribut yang sangat dipentingkan oleh pengunjung Taman Sringanis namum memiliki kinerja yang cukup tinggi dalam kacamata pengunjung. Informasi ini memberikan gambaran bagi manajemen untuk meningkatkan kinerja atribut-atribut tersebut agar dapat memuaskan bagi pengunjung.
Tabel 36. Tingkat Kesesuaian Atribut Taman Sringanis No Atribut 6 9 5 10 11 14 1 3 4 13 7 8 2 12
Atribut Harga obat-obtan Keramahan dan pelayanan karyawan Toko jamu Kelengkapan fasilitas penunjang (WC, dll) Kebersihan lokasi Kenyamanan lokasi Percontohan tanaman obat Percontohan simplisia/bahan ramuan kering Pembibitan tanaman obat Pelayanan informasi Klinik Akupresur, refleksi, akupuntur Ruang pelatihan Percontohan umbi-umbian bermanfaat obat Kemudahan mencapai lokasi
Skor Kepentingan (Y) 380 399
Skor kepuasan (X) 364 370
Tingkat Kesesuaian (%) 95.79 92.74
415 386
376 348
90.61 90.16
410 418 423 396
369 367 364 340
90.00 87.79 86.06 85.86
415 400 408
354 339 344
85.31 84.75 84.32
405 410
334 336
82.47 81.96
400
329
81.00
8.2.2 Analisis Kuadran Analisis ini menggunakan suatu diagram kartesius yaitu suatu bangunan yang terdiri atas empat bagian yang dibatasi oleh dua garis yang berpotongan tegak lurus pada titik X dan Y. Sumbu X mewakili skor tingkat pelaksanaan atau kinerja sedangkan sumbu Y mewakili skor tingkat harapan atau pelaksanaan oleh
129 pihak perusahaan. Berdasarkan berbagai persepsi tingkat kepentingan pengunjung, kemudian dapat dirumuskan tingkat kepentingan yang paling dominan. Melalui penggunaan konsep tingkat kepentingan ini diharapkan dapat diketahui persepsi yang lebih jelas mengenai tingkat kepentingan suatu atribut di mata pengunjung atau konsumen. Kemudian tingkat kepentingan suatu atribut tersebut dapat dikaitkan dengan kenyataan yang dirasakan oleh pengunjung. Informasi yang lengkap menyangkut tingkat kepentingan maupun tingkat kepuasan pengunjung akan sangat berguna bagi pihak Taman Sringanis di dalam merumuskan strateginya. Hasil analisis masing-masing atribut Taman Sringanis dengan menggunakan analisis kuadran dapat dilihat pada Gambar 10 Kuadaran I merupakan wilayah yang memuat atribut-atribut yang dianggap penting oleh pengunjung akan tetapi pada kenyataannya belum dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh pengunjung, sehingga tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pengunjung masih sangat rendah. Atribut yang masuk dalam wilayah kuadran ini adalah atribut ruang pelatihan (8), percontohan umbi-umbian berkhasiat obat (2), klinik akupresur, refleksi dan akupuntur (7). Atribut-atribut yang termasuk dalam kuadran I ini harus terus ditingkatkan, salah satu caranya adalah Taman Sringanis harus terus-menerus melakukan kegiatan perbaikan sehingga tingkat pelaksanaan pada atribut ini akan terus meningkat. Atribut yang berada pada wilayah kuadran II yang mencakup atributatribut yang dianggap penting oleh pengunjung dengan tingkat pelaksanaan oleh pihak Taman Sringanis telah sesuai dengan harapannya. Tingkat kepuasan pengunjung untuk atribut-atribut pada wilayah ini relatif tinggi. Atribut-atribut tersebut antara lain harga tiket masuk (4), percontohan tanaman obat (1),
130 kenyamanan lokasi (14), kebersihan lokasi (11) dan toko jamu (5). Kelima atribut tersebut merupakan kekuatan yang dimiliki oleh Taman Sringanis. Oleh sebab itu atribut-atribut pada wilayah ini harus terus dipertahankan karena atribut-atribut inilah yang merupakan atribut unggulan di mata pengunjung.
3.52 1
Tingkat Kepentingan
4.2
Kuadran I 2
4.1
11 7
8
Kuadran II 4.04
13
4.0
5
14
4
9
12 3
3.9
Kuadran IV
Kuadran III 10
3.8 3.2
3.3
3.4
3.5
6 3.6
3.7
3.8
Tingkat Kepuasan Gambar 10. Diagram Kartesius Kepuasan Konsumen Terhadap Atribut Taman Sringanis Keterangan : 1 Percontohan tanaman obat. 2 Percontohan umbi-umbian berkhasiat obat. 3 Percontohan simplisia/bahan ramuan kering. 4 Harga tiket masuk. 5 Toko jamu. 6 Harga obat-obatan. 7 Klinik akupresur, refleksi, dan akupuntur. 8 Ruang pelatihan. 9 Keramahan dan pelayanan karyawan. 10 Kelengkapan fasilitas. 11 Kebersihan lokasi. 12 Kemudahan mencapai lokasi. 13 Pelayanan informasi. 14 Kenyamanan lokasi.
Atribut kemudahan mencapai lokasi (12), pelayanan informasi (13), percontohan simplisia/bahan ramuan kering (3) dan kelengkapan fasilitas (WC, musholla dll) (10) adalah atribut yang masuk dalam wilayah kuadran III. Kuadran
131 ini memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh pengunjung dan pelaksanaan atau kinerja juga tidak terlalu istimewa. Untuk atribut pada wilayah ini peningkatan masing-masing atribut dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan pengunjung sangatlah kecil. Terakhir adalah kuadran IV, wilayah yang memuat atribut-atribut yang dianggap kurang penting oleh pengunjung dan pelaksanaannya dirasakan berlebihan dari apa yang diharapkan. Atribut-atribut pada wilayah ini tidak menjadi tujuan utama perbaikan bahkan merupakan atribut yang dapat dikurangi. Pada analisis ini IV meliputi harga obat-obatan (6), keramahan dan pelayanan karyawan (9).
8.3 Implikasi Majerial Setelah faktor-faktor internal dan eksternal dimasukkan ke dalam matriks SWOT dan dianalisis maka diperoleh alternatif strategi pengembangan. Strategi tersebut kemudian dipilih yang paling dominan dengan menggunakan matriks QSPM yang dapat diterapkan dalam usaha pengembangan objek wisata. Berdasarkan hasil dari analisis IPA dan QSPM yang telah dilakukan maka didapatkan rekomendasi strategi yang dapat dimplementasikan oleh pihak Taman Sringanis. Alternatif strategi pengembangan yang pertama adalah menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, implikasinya adalah : 1. Peningkatan daya tarik objek dengan menambah atraksi-atraksi wisata. 2. Penambahan luas kawasan objek wisata. 3. Menambah dan memperbaiki bagian-bagian yang mungkin diperbaiki, dengan mengoptimalkan sumberdaya yang ada.
132 Alternatif strategi pengembangan yang kedua adalah memanfaatkan kualitas produk, citra baik dimata konsumen, mempertahankan hubungan baik dengan pemasok serta hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi, pendatang baru dan produk subtitusi serta peningkatan jumlah pelaku industri. Implikasinya adalah : 1.
Membina hubungan baik dengan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat juga merasa memiliki objek wisata tersebut dan dapat bahu-membahu dalam usaha pengembangan wisata. Alternatif strategi pengembangan yang ketiga adalah meningkatkan
kegiatan promosi secara optimal dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Implikasinya adalah : 1. Meningkatkan promosi tentang objek wisata obat tradisional Taman sringanis agar dapat meningkatkan jumlah kunjungan. Promosi ini hendaknya dilakukan secara kontinu baik untuk konsumsi wisatawan domestik maupun mancanegara. Berdasarkan alternatif strategi yang diperoleh, maka dalam pelaksanaan usaha pengembangan Taman Sringanis aternatif strategi tersebut dapat digunakan. Selain itu, pengelola harus memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan memanfaatkan peluang yang ada ancaman yang ada.
dengan meminimumkan kelemahan serta
133 IX. KESIMPULAN DAN SARAN
9.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dihasilkan dari hasil analisis adalah sebagai berikut : 1. Faktor strategis internal yang menjadi kekuatan pengembangan usaha Taman Sringanis adalah kualitas produk yang baik, sedangkan faktor strategis internal yang menjadi kelemahan adalah misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba. Faktor strategi eksternal yang menjadi peluang adalah trend back to nature, sedangkan faktor eksternal yang menjadi ancaman terbesar adalah penggunaan obat farmasi dalam dunia medis. 2. Kombinasi matriks IFE dan matriks EFE dalam matriks IE memposisikan Taman Sringanis pada sel IV yaitu tumbuh dan bina, hal ini menunjukkan Taman Sringanis berada dalam kondisi internal rata-rata dan respon terhadap faktor-faktor eksternal yang dihadapi tergolong tinggi, Taman Sringanis dapat menerapkan strategi intensif dan strategi integrasi. 3.
Berdasarkan analisis SWOT dihasilkan empat alternatif strategi yang dapat dilakukan, yaitu (1) menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat. (2) memanfaatkan kualitas produk, citra baik di mata konsumen, mempertahankan hubungan baik dengan pemasok, hubungan baik dengan instansi pemerintah untuk mengantisipasi adanya penggunaan obat farmasi dalam dunia medis, ancaman pendatang baru, adanya produk subtitusi dan peningkatan jumlah pelaku industri. (3) meningkatkan kegiatan promosi secara optimal dengan
134 memanfaatkan perkembangan teknologi. (4) meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan meningkatkan manajemennya dengan pelatihan khusus untuk meningkatkan produktivitas karyawan dan memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai agrowisata karena bertambahnya jumlah pelaku industri dan ancaman pendatang baru yang akan menjadi saingan dalam usahanya. 4. Berdasarkan analisis QSPM, maka strategi yang memiliki prioritas tertinggi adalah menggali potensi alam yang dimiliki dengan sumberdaya yang ada, mengoptimalkan keunggulan dan pengelolaan wisata agro, serta menjaga kualitas produk tetap bermutu dan berkhasiat (5,7270). 5. Pada Diagram Kartesius prioritas utama kuadran I yang harus didahulukan pengelola wisata dan ditingkatkan kinerjanya yaitu atribut percontohan umbi-umbian berkhasiat obat (2), Klinik akupresur, refleksi, dan akupuntur (7), ruang pelatihan (8). Kuadran II merupakan pertahankan prestasi, atribut yang termasuk dalam kuadran ini yaitu percontohan tanaman obat (1), harga tiket masuk (4), toko jamu (5), kebersihan lokasi (11), kenyamanan lokasi (14). Kuadran III merupakan prioritas rendah, atribut yang termasuk dalam kuadran III yaitu percontohan simplisia (3), kelengkapan fasilitas (10), kemudahan mencapai lokasi (12), pelayanan informasi (13). Kuadran IV merupakan daerah berlebihan karena dari kepentingan konsumen berada pada tingkat kepentingan yang rendah, tetapi kinerjanya berada pada tingkat yang tinggi. Atribut yang dinilai berlebihan hanya ada dua yaitu harga obat-obatan (6), keramahan dan pelayanan karyawan.
135 9.2 Saran Beberapa saran yang dapat dijadikan masukan bagi pihak manajemen Taman Sringanis untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dapat memuaskan kebutuhan pengunjungnya adalah sebagai berikut : 1. Untuk kebijakan produk disarankan untuk meningkatkan daya tarik, antara lain yaitu dengan menambah koleksi tanaman dengan aneka tanaman obat yang unik dan jarang ditemui. 2. Kebijakan promosi yang disarankan adalah melakukan kegiatan promosi berupa iklan. Salah satunya dengan memasang spanduk di sepanjang jalan Raya Jakarta-Bandung. 3. Masalah akses berupa jalan menuju lokasi merupakan masalah utama untuk dicari pemecahannya. Untuk itu disarankan untuk melakukan pembicaraan yang lebih intensif dengan pihak pemda setempat, sehingga dapat diperoleh solusi yang terbaik untuk kedua bela pihak 4. Taman Sringanis disarankan untuk melakukan survei kepuasan pengunjung secara berkala agar dapat terus meningkatkan kepuasan pengunjungnya. Untuk penyempurnaan survei kepuasan pengunjung, sebaiknya dilakukan dengan menambah faktor-faktor yang diukur agar dapat memperkaya hasil survei.
136
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Imelda. 2004. Analisis Strategi Bersaing Obat tradisional. Skripsi Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor Baehaqie, Sofyan. 2003. Analisis Tingkat Kepuasan Pengunjung Objek Agrowisata Taman Buah Mekarsari Cileungsi, Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik. 2004. Luas Panen Produksi dan Produktivitas Tanaman Obat-obatan. Statistik Indonesia. Jakarta Indonesia. Badan Pusat Statistik. 2004. Berita Resmi Statistik No. 30/VII/24 Mei 2004. Jakarta Indonesia. _______________. 2005. Laju Inflasi Indonesia (Tahun 2000-2005). BPS. Jakarta. Betrianis. 1996. Kajian Strategi Pengembangan Kawasan Agrowisata di Kantor Sukabumi. Tesis. Program Pascasarjana IPB. Bogor. David, Fred R. 2002. Manajemen Strategis. Prenhallindo. Jakarta. Deasy, S. 1994. Potensi dan Kendala Pengembangan Agrowisata di Indonesia. Fakultas Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Departemen Pertanian. 2002. Laporan pelatihan Pengelolaan Wisata Agro Tingkat Nasional. Proyek Koordinasi Penataan Pembagunan Pertanian. Biro Perencanaan dan Keuangan. Departemen Pertanian. Herba. 2004. Panduan Pengenbangan Tanaman Obat. Yayasan Pengembangan Obat Karyasari. Edisi 27/Oktober 2004. Jakarta. Herba. 2002. Karyasari, 7 Tahun Mengukir Dunia Herba. Karyasari. Jakarta. Herlina, Liza. 2002. Analisis Strategi Pemasaran dan Pengembangan Usaha Kecil pada Pie Apple Pie Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Imran, Findri Mirinty. 2003. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dodol Nenas Mekarsari. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
137 Jauch dan Glueck. 1993. Manajemen Strategis dan Kebijakan Perusahaan. Erlangga. Jakarta. Kotler, Philip. 1997. Manajemen Pemasaran. Analisis Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Prenhallindo. Jakarta Kinnear, T.L. and Taylor. 1991. Marketing Research:An Applied Approach. Fourth Edition. Mc Graw Hill. USA. Lestari, Yunanti Dyah. 2002. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Asinan sedap Gedung Dalam, Bogor. Skripsi. Jurusan sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Melaniawati. 2004. Analisis Pendapatan dan Nilai Tambah Pengolahan Instan Obat Tradisional. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nurdiana, Nina. 2004. Potensi Pengembangan Agrowisata Kawasan Gunung Salak Endah. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Nurisyah, Siti. 2001. Pengembangan Kawasan Wisata Agro (Agrotourism). Buletin Taman dan Lanskap Indonesia. Studio Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Pearce dan Robinson. 1997. Manajemen Strategik, Formulasi, Implementasi dan Pengendalian. Jilid Satu. Binarupa Aksara. Jakarta. Rangkuti, Freddy. 2002. Analisis SWOT:Teknik Membeda Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rahayu, Lucci Adriani. 2004. Analisis Strategi Pengembangan Wisata Agro Taman Buah Mekarsari. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Ridjal, Chairul. 1997. Identifikasi Unsur-unsur Strategis dan Analisis Strategi dalam Pengembangan Usaha Agrowisata. (Studi Pada Pengembangan Taman Buah Mekarsari). Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB.Bogor. Roganda, Apriyanti. 2003. Analisis Strategi Pengembangan Agrowisata Kebun Tanaman Obat Karyasari. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Supranto, J. 2001. Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan. Rineka Cipta. Jakarta
138 Septriani, Martina Reti. 2001. Analisis Preferensi Konsumen Terhadap Atribut Wisata Agro Gunung Mas. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Setiawati, Leony Agus. 1999. Analisis Pengembangan Agribisnis Teh dan Wisata Agro di PTPN VIII Gunung Mas Bogor. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Songko, Indri Wrat. 2002. Studi Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Obat di Kampus Institut Pertanian Bogor Darmaga. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Syukur, Cheppy dan Hermani. 2002. Penebar Swadaya. Jakarta.
Budidaya Tanaman Obat Komersial.
Sulistyantara, B. 1990. Pengembangan Wisata Agrowisata di Perkotaan. Prossiding Simposium dan Seminar Nasional Hortikultur Indonesia. UPT Produksi Media Informasi IPB. Bogor. Suyitno. 2001. Perencanaan Wisata. Kanisius. Yogyakarta. Suwantoro, G. 2001. Dasar-dasar Pariwisata. Andi. Yogyakarta. Simamora, Bilson. 2002. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tirtawinata, Moh. Reza dan Lisdiana Fachruddin. 1996 Daya Tarik dan Pengelolaan Agrowisata. Penebar Swadaya. Jakarta. Trubus. 1996. Wisata Alternatif. No. 322. Hal 2. September. Umar, Husein. 2001. Strategic Manajemen in Action. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wardhany, Meiyana Dwi Kesuma. 2002. Analisis Pengembangan Wisata Agro Apel Kusuma Agrowisata (PT. Kusuma Satria Dinasasri Wisatajaya). Batu-Malang. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Wayan, Ni Surya Lestari. 2004. Analisis Tingkat Kepuasan Pengunjung dan Implikasinya Terhadap Strategi Pemasaran Taman Bunga Nusantara Cipanas, Kabupaten Cianjur. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 2004. Wibowo, A. S. 2001. Parawisata, Ekowisata dan Lingkungan. Jakarta. Yoeti, O. A. 1996. Pengantar Ilmu Parawisata. Angkasa. Bandung.
139
LA M P IR A N
149 Lampiran 7. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Internal Faktor-Faktor Penentu Kekuatan Kualitas produk yang baik Diversifikasi produk Informasi produk Citra baik di mata konsumen Manajemen kebersamaan dan keterbukaan Loyalitas dan rasa memiliki dari karyawan Kapasitas produksi yang meningkat Pertumbuhan penjualan Penggunaan modal pribadi Hubungan baik dengan pemasok dan mitra tani Hubungan baik dengan instansi pemerintah Harga relatif murah Kelemahan Manajemen yang sederhana Tumpang tindih jabatan Misi perusahaan yang tidak berorientasi pada laba Pemasaran dan jalur distribusi yang terbatas Kegiatan promosi yang sederhana Sistem pencatatan keuangan yang belum baik Peningkatan total biaya produksi Keterbatasan tingkat pendidikan karyawan
Alternatif Strategi Terpilih 1 2 3 4
150 Lampiran 8. Matriks QSPM untuk Faktor Strategis Eksternal Faktor-Faktor Penentu Peluang Pertumbuhan ekonomi yang membaik Undang-undang otonomi daerah Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk Peluang ekspor yang semakin meningkat Perkembangan teknologi informasi Tarif tergolong murah Trend back to nature Ancaman Situasi politik dan stabilitas negara Laju inflasi Adanya produk subtitusi Peningkatan jumlah pelaku industri Ancaman pendatang baru Penggunaan obat farmasi dalam dunia medis Kenaikan total biaya produksi Kenaikan TDL/BBM Peningkatan produk impor
Alternatif Strategi Terpilih 1 2 3 4
151 Lampiran 9. Total Skor Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja Total Skor Penilaian Tingkat Kepentingan Masing-masing Atribut TP KP CP P SP Atribut Jml Total Rata-rata 1 2 3 4 5 Percontohan Tanaman 2 15 41 42 100 423 4.23 Percontohan umbi-umbian 1 13 61 25 100 410 4.10 Percontohan simplisia 2 2 20 50 26 100 396 3.96 Harga tiket masuk 3 16 44 37 100 415 4.15 Toko jamu 5 15 40 40 100 415 4.15 Harga obat-obatan 4 31 46 19 100 380 3.80 Klinik akupresur 5 15 47 33 100 408 4.08 Ruang pelatihan 4 20 43 33 100 405 4.05 Keramahan dan pelayanan karyawan 4 22 45 29 100 399 3.99 Kelengkapan fasilitas 3 28 49 20 100 386 3.86 Kebersihan lokasi 2 16 52 30 100 410 4.10 Kemudahan mencapai lokasi 2 22 50 26 100 400 4.00 Pelayanan informasi 3 25 41 31 100 400 4.00 Kenyamanan 2 16 44 38 100 418 4.18 Rata-rata Total 4.04 . Total Skor Penilaian Tingkat Kinerja Masing-masing Atribut TP KP CP P SP Atribut 1 2 3 4 5 Percontohan Tanaman 1 7 39 33 20 Percontohan umbi-umbian 5 8 44 32 11 Percontohan simplisia/ramuan kering 2 10 45 32 11 Harga tiket masuk 3 8 36 38 15 Toko jamu 1 7 27 45 20 Harga obat-obatan 1 4 40 40 15 Klinik akupresur/refleksi/akupuntur 11 5 32 33 19 Ruang pelatihan 5 10 41 34 10 Keramahan dan pelayanan karyawan 2 5 37 33 23 Kelengkapan fasilitas 2 8 45 30 15 Kebersihan lokasi 2 3 36 42 17 Kemudahan mencapai lokasi 7 15 36 31 11 Pelayanan informasi 7 7 41 30 15 Kenyamanan 3 4 36 37 20 Rata-rata Total
Jml Total Rata-rata 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
364 336 340 354 376 364 344 334 370 348 369 324 339 367
3.64 3.36 3.40 3.54 3.76 3.64 3.44 3.34 3.70 3.48 3.69 3.24 3.39 3.67 3.52
Lampiran 10. Model Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN KEPUASAN PENGUNJUNG TAMAN SRINGANIS STRATEGI PENGEMBANGAN AGROWISATA OBAT TRADISIONAL TAMAN SRINGANIS, BOGOR Oleh : LUTHER MASANG/A14101678 Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DATA RESPONDEN Nama
:
Jenis kelamin
: Laki-laki/Perempuan
Alamat
:
Usia
:
Status
: Menikah/Belum Menikah
Jumlah anggota keluarga
:
Status dalam keluarga
: Suami/Istri/Anak/Lainnya
Pekerjaan
: Mahasiswa/Pelajar/Pegawai Negeri/Swasta/
Tahun
Orang
Wiraswasta/Ibu Rumah Tangga/Pensiunan/Lainnya Pendidikan terakhir
: SD/SMP/SMU/Diploma/Akademi/Sarjana/ Pasca Sarjana
Pendapatan/bulan
: Kurang dari 500 ribu/ 500-1 juta/1-1.5 juta/2 juta/ 3 juta/lebih dari 3 juta
Petunjuk Umum : Isilah/berilah tanda silang (X) pada tempat yang sudah disediakan.
PERILAKU PENGUNJUNG TAMAN SRINGANIS
1. Tujuan anda berkunjung ke lokasi Taman Sringanis : a. Berlibur/rekreasi saja b. Tambahan pengetahuan c.Membeli Produk/tanaman d. Berobat 2. Sudah berapa kali anda berkunjung ke Taman Sringanis : a. satu kali
b. Dua kali
c. Tiga kali
e. Lebih dari tiga kali
3. Manfaat apa yang dicari dari kegiatan anda pilih : a. Kesehatan b. Hiburan c. Pengetahuan d. Status sosial e. Lainnya,......... 4. Hal-hal apa saja yang membuat anda pertama kali memutuskan untuk mencoba berkunjung ke Taman Sringanis : a. Lokasi yang mudah dicapai
b. Objek wisata tanaman obat
c. Dekat dengan rumah
d. Pelayanan yang memuaskan
e. Nyaman dan praktis
f. Lainnya,.........................
5. Hari apa saja biasanya anda berkunjung ke Taman Sringanis : a. Hari libur
b. Hari kerja
c. Sabtu
d. Minggu
6. Bersama siapa biasanya anda berkunjung ke Taman Sringanis : a. Keluarga
b. Rombongan c. Teman-teman d. Pasangan e. Sendiri
7. Dari mana anda tahu tentang Taman Sringanis : a. Brosur/leaflet
b. Radio/TV
f. Lainnya,..................
c. Majalah/koran
d. Orang lain e. Iklan
8. Siapakah yang mempengaruhi anda berkunjung ke Taman Sringanis : a. Diri sendiri b. Keluarga c. Orang lain d. Selebaran/spanduk e. Lainnya,................... 9. Cara memutuskan untuk mengunjungi Taman Sringanis : a. Terencana (sudah direncanakan dari rumah) b. Mendadak (niat berkunjung terjadi ketika dijalan/melewati TS) 10. Berapa besar pengeluaran yang anda keluarkan selama berkunjung ke TS : a. Kurang dari 25 ribu
b. 25 – 50 ribu
c. 50 – 100 ribu d. 100 – 150 ribu
e. 150 – 200 ribu
f. Lebih dari 200 ribu
11. Objek apa saja yang anda kunjungi/ikuti selama berada di Taman Sringanis (jawaban boleh lebih dari satu) a. Percontohan tanaman obat b. Pembibitan dan penjualan bibit tanaman obat c. Percontohan simplisia/bahan ramuan kering bermanfaat obat d. Percontohan empon-empon/umbi-umbian e. Toko jamu f. Klinik Akupresur, Refleksi, Akupuntur g. Ruang pelatihan h. Penginapan 12. Fasilitas apa saja yang anda sarankan untuk dibuat di Taman Sringanis : a. Ruang kelas
b. Tempat duduk istirahat
e. Majalah
f. Lainnya,.....................
c. Gokar
d. Sepeda
13. Jika harga produk Taman Sringanis mengalami kenaikan, maka anda a. Akan tetap berkunjung ke Taman Sringanis
b. Mencari alternatif lain
14. Selain Taman Sringanis, objek wisata manakah yang pernah anda kunjungi : (jawaban boleh lebih dari satu) a. Wisata Agro Gunung Mas
b. Kebun Raya
c. Taman Bunga Cibubur
d. Taman Buah Mekarsari
e. Lainnya, (1)…………………………… (2)........................................... (3)..........................................
15. Apakah anda merasa puas setelah berkunjung dan menikmati Taman Sringanis a. Sangat tidak puas
b. Tidak puas
c. Cukup puas
d. Puas e. Sangat puas
Lampiran 11. Tabel Atribut Taman Sringanis KEPENTINGAN No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
ATRIBUT Percontohan tanaman obat Percontohan umbi-umbian bermanfaat obat Percontohan simplisia/bahan ramuan kering Pembibitan tanaman obat Toko jamu Harga obat-obatan Klinik Akupresur, Refleksi, Akupuntur Ruang pelatihan Keramahan dan pelayanan karyawan Kelengkapan fasilitas penunjang (WC, dll) Kebersihan lokasi Kemudahan mencapai lokasi Pelayanan informasi Kenyamanan lokasi
1 Tidak Penting
2 Kurang Penting
3 Cukup Penting
4 Penting
Petunjuk Pengisian
KEPUASAN 5 Sangat Penting
1 Tidak Puas
2 Kurang Puas
3 Cukup Puas
4 Puas
5 Sangat Puas
Tingkat Kepentingan Seberapa penting setiap atribut menjadi
pertimbangan
anda
untuk berkunjung ke Taman Sringanis. Beri tanda (√) pada tabel atribut yang anda pilih. 1 = Tidak Penting 2 = Kurang Penting 3 = Cukup Penting 4 = Penting 5 = Sangat Penting Tingkat Kepuasan Berdasarkan
atribut sejauh
mana objek Taman Sringanis memberikan
kepuasan
bagi
anda. Beri tanda (√) pada tabel atribut yang anda pilih. 1 = Tidak Puas 2 = Kurang Puas 3 = Cukup Puas 4 = Puas 5 = Sangat Puas
156