STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS)
JUNARDI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa laporan akhir yang berjudul: Strategi Pengembangan Agroidustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas) merupakan hasil kerja saya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing. Laporan akhir ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis diperguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, April 2012
Junardi F351090111
ABSTRACT Junardi. A Strategy for the Development of Rubberized Coir (Sebutret) Agro industry (A Case Study in Sambas). Supervised by Sukardi and Yandra Arkeman. The combination of coconut coir and rubber can produce rubberized coir products (sebutret). The sebutret is very potential to be developed to gain value added and increase farmers and local government incomes. The research objectives were to assess internal and external factors that affect the product development and the implication of strengths, weaknesses, opportunities, and threats. The data obtained were analyzed descriptively and quantitatively in the form of weighted average scores and analysis strategies with SWOT analysis matrix, IFE, EFE and IE. The study shows that the main strength is the availability of sebutret product market and its main weakness is the low competitiveness, limited scope of local villages and districts. Meanwhile the main opportunity is sebutret manufacturing technology already exists and the main threat is the absence of a strong business partnership. The analysis shows the development of sebutret agro industry can be managed with market penetration strategy and product development. Implication of the analysis is formulated alternative strategy, namely: conduct accurate data collection, conduct a feasibility study, produce sebutret accordance with market demand, conduct the preparation of resources, establish processing industries, cooperate with the competent institutions, provide equipment and machinery, provide expert as facilitators, conduct promotion. Keywords: rubberized coir, development strategy, value-added
RINGKASAN JUNARDI. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas). Dibimbing oleh SUKARDI dan YANDRA ARKEMAN. Serat sabut kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produkproduk yang bernilai seperti menjadi produk yang dikenal dengan sebutan sebutret. Produk ini sangat potensial dalam rangka menciptakan nilai tambah pada produk. Kelapa dan karet merupakan komoditas yang dikembangkan menjadi produk sebutret dan merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas, dengan jumlah produksi sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun. Sebagian besar hasil produksi dari komoditas tersebut masih belum dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar, karena sabut kelapa hanya dianggap sebagai limbah, sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bahan olahan karet. Kegiatan pengembangan ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pemerintah daerah dan menciptakan agroindustri sebutret. Oleh karena itu diperlukan suatu perumusan strategi pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji faktor internal dan eksternal yang berpengaruh dan implikasi dari kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancamannya terhadap pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas, serta merumuskan strategi pengembangan agroindustri pengolahan sebutret. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi dan wawancara kepada petani dan pedagang pengumpul karet dan kelapa di kecamatan yang paling tinggi produksinya, dinas-dinas yang terkait serta masyarakat umum untuk mendapatkan data primer. Data sekunder didapatkan dari studi kepustakaan. Wawancara dilakukan kepada 70 responden dengan rincian20 responden dari petani karet, 20 responden dari petani kelapa, 5 responden dari pedagang pengumpul karet, 5 responden dari pedagang pengumpul kelapa dan 20 responden dari masyarakat umum, serta 5 orang responden yang dianggap ahli dalam melakukan penilaian terhadap strategi pengembangan sebutret. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif kuantitatif dalam bentuk pembobotan dan rataan skor serta analisis strategi dengan analisis matriks Internal Factor Evaluation, matriks Eksternal Factor Evaluation, matriks InternalEksternal, serta matriks Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats Hasil kajian menunjukan bahwa faktor kekuatan adalah: ketersediaan bahan baku, tenaga kerja lokal cukup tersedia, karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa, tersedianya pasar produk sebutret, sedangkan faktor yang menjadi kelemahan adalah: skala usahatani yang dilakukan relatif kecil, tingkat pendidikan relatif rendah, sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung, penguasaan teknologi oleh petani masih rendah, belum adanya tenaga ahli tentang proses produksi pembuatan sebutret, produk masih belum dikenal oleh masyarakat, kurangnya akses terhadap informasi pasar, keterbatasan modal, daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. Faktor yang menjadi peluang adalah: meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan, masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa, adanya dukungan yang diberikan oleh pemda,
perekonomian masyarakat yang semakin meningkat, jumlah penduduk yang semakin meningkat, teknologi pembuatan sebutret sudah ada, sedangkan faktor yang menjadi ancaman adalah: ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani, pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis, pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan, ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit, politik dan keamanan, perubahan cuaca, hama tanaman, belum adanya kemitraan usaha yang kuat, kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. Imflikasi secara teknis berpengaruh terhadap manajemen organisasi seperti dalam perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan, pemasaran dan rendahnya kreatifitas untuk mengembangkan produk. Secara non-teknis berpengaruh pada peningkatan pendapatan, menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan nilai tambah pada produk. Hasil analisis matriks menunjukan bahwa posisi pengembangan agroindustri sebutret berada pada sel kelima yaitu sel stabilitas yang dapat dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk. Sehingga dapat dirumuskan beberapa strategi antara lain: (a) Melakukan pendataan ulang yang lebih akurat tentang kepemilikan, fungsi dan tataguna lahan. (b) Melakukan studi kelayakan investasi usaha sebutret. (c) Memproduksi sebutret yang sesuai dengan keinginan dan citarasa konsumen. (d) Melakukan kegiatan persiapan sumber daya manusia, sumber daya alam, infrastruktur dan sumber pendanaan. (e) Membangun industri pengolahan sebutret yang berbasis kerakyatan. (f) Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berkompeten dalam bidang pengolahan sebutret. (g) Menyediakan peralatan dan mesin proses produksi sebutret. (h) Menyediakan tenaga ahli dibidang pengolahan sebutret dan bisnis agroindustri sebagai tenaga pendamping. (i) Melakukan promosi produk sebutret.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS)
JUNARDI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ono Suparno, S. TP, MT
Judul Tesis
:
Nama NRP
: :
Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Smabas) Junardi F351090111
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sukardi, MM
Dr. Ir.Yandra Arkeman M.Eng
Ketua
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, MS
Tanggal Ujian : 4 April 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus : 3 Mei 2012
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Tugas akhir yang berjudul Strategi Pengembangan Agroindusri Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) (Studi Kasus di Kabupaten Sambas) ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sukardi, MM dan Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, M. Eng selaku pembimbing yang telah memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan dalam melakukan penelitian untuk tugas akhir ini. Di samping itu, penghargaan disampaikan kepada teman-teman Teknologi Industri Pertanian (TIP) angkatan 2009 semuanya yang telah memberikan saran sehingga penulisan tugas akhir ini selesai dibuat. Ungkapan terima juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga tesis ini bermanfaat.
Bogor, April 2012
Junardi
RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan di Sambas, Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat pada 3 Desember 1981 dari ayah Hasan Basri dan ibu Sapunah. Penulis merupakan putra keenam dari 10 bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus SMU 1 Sambas dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Universitas Tanjungpura Pontianak melalui jalur SPMB pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Pada tahun 2006 memperoleh gelar Sarjana Pertanian. Pada tahun 2007 sampai 2009 penulis aktif dipemberdayaan masyarakat sebagai Pendamping lokal pada program PNPM-DTK (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal dan Khusus di Kecamatan Sajad Kabupaten Sambas. Sejak 2008 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Politeknik Sambas. Penulis melanjutkan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu tenaga pendidik dan mengembangkan wawasan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Teknologi Industri Pertanian pada tahun 2009.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...,…………………………………………………………
xiii
DAFTAR GAMBAR ...………………………………………………………
xv
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
xvii
PENDAHULUAN …..……………………………………………………….. Latar Belakang ……..…………………………………………...…….. Tujuan Penelitian ….………………………………………………...... Manfaat Penelitian .………………………………………………...….
1 1 3 3
TINJAUAN PUSTAKA ..……………………………………………………. Karet Alam ..…………………………………………………………... Serat Sabut Kelapa ..…………………………………………………... Serat Sabut Kelapa Berkaret (Rubberized Coir) ..…………………….. Proses Pembuatan Sebutret ..………………………………………….. Analisis Lingkungan Internal ..………………………………………... Analisis Linkungan Eksternal ..……………………………………….. Analisis SWOT ..…………………………………………………….... Analisis Internal Eksternal (IE) ..…………………………………….. Konsep Pengembangan Agroindustri ..……………………………….
5 5 9 13 14 16 17 18 19 20
MATODOLOGI PENELITIAN …………………………………………….. Kerangka pemikiran …………………………………………………... Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………………… Pengumpulan, Pengolahan dan Analsis Data ………………………… GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ……………………………. Letak Geografis ………………………………………………………. Wilayah Administrasi Pemerintahan …………………………………. Jumlah Penduduk ……………………………………………………... Perekonomian ………………………………………………………… Jumlah Produksi ………………………………………………………. HASIL DAN PEMBAHASAN ……………………………………………… Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) ……………... Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) ……………….. Implikasi Faktor Internal dan Ekstrenal ………………………………. Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Sebutret …………... Matriks SWOT …………………………………………………….. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix) ……….. Analisis Matriks EFE (Eksternal Factor Evaluation Matrix) ……...
23 23 24 24 35 35 36 36 36 38 41 41 49 54 59 59 65
Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix) …... Strategi Pengembangan Agroindustri Sebutret …………………….
66 68 69
SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………………. Kesimpulan …………………………………………………………… Saran …………………………………………………………………..
93 93 94
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
95
DAFTAR TABEL Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Proyeksi produksi karet dan estimasi produksi lateks …………. Komposisi kimia lateks ………………………………………… Hasil pengolahan 1000 butir kelapa ……………………………. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa ………………... Matriks SWOT …………………………………………………. Matriks EFE ……………………………………………………. Matriks IFE …………………………………………………….. Penilaian bobot faktor strategis internal ……………………….. Penilaian bobot faktor strategis eksternal ……………………… Penilaian rating pada faktor kekuatan ………………...………... Penilaian rating pada faktor kelemahan ………………..………. Penilaian rating pada faktor peluang …………….……….……. Penilaian rating pada faktor ancaman ……….…..……………... Rekapitulasi jumlah desa, jumlah penduduk dan kepala keluarga di Kabupaten Sambas tahun 2010 ……………………………... Jumlah produksi karet di Kalimantan …….……………………. Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat ….………………... Jumlah produksi kelapa di Kalimantan ………………………... Jumlah produksi kelapa dan sabut kelapa di Kalimantan Barat . Persebaran komoditas karet di Kabupaten Sambas ….………… Persebaran komoditas kelapa dan sabut kelapa di Kabupaten Sambas …………………………………………………………. Ketenagakerjaan ……………………………………………….. Jumlah kepala keluarga petani karet dan kelapa ……………….. Jumlah masyarakat yang mengenal produk sebutret ………….. Fungsi dasar manajemen ………..……………………………… Fungsi dasar manajemen produksi ……..………………………. Matriks SWOT …………………………………………………. Matriks IFE …………………………………………………….. Matriks EFE ……………………………………………………. Alternatif lokasi pembangunan agroindustri sebutret berdasarkan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah ………… Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret ………...…………
6 7 10 11
27 29 30 31 31 32 32 33 33 38 39 39 40 40 42 42 43 43 48 55 56 64 66 67 76 84
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Diagram alir persiapan pengolahan serat sabut kelapa keriting ... Produk yang berasal dari sabut kelapa ..………………………… Diagram alir proses pembuatan sebutret ...……………………… Urutan serta alsin dalam pengolahan sebutret ..………………… Matriks IE ..….………………………………………………..… Metodologi penelitian .....……………………………………….. Peta Provinsi Kalimantan Barat ...………………………………. Persentase lahan petani karet ...…………………………………. Persentase lahan petani kelapa ………………………………….. Matriks IE …………………………………………..……………. Produk sebutret dari serat alami …………………....……………. Peta administrasi Kabupaten Sambas ..…………..….…………… Mesin pemisah serat sabut kelapa ..……………..…...…………… Alat pemintal serat ….…………………………..……………..…. Alat pemintal tali ...…….……………………..………………….. Perlengkapan pemeraman …………………..……………………. Peralatan pencetak ………………………..……………………… Tangki pendadihan lateks ……………...………………………… Alat penyemprot kompon lateks .………………………………… Alat vulkanisasi .……………………...………………….…..…… Alat pemotong sheet .………………..……………………………
12 13 15 16 33 34 37 46 46 68 73 77 79 81 82 82 83 85 86 89 90
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8
Perhitungan bobot internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret .…..……………………………….…….. Rekapitulasi rating internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret .……..…………….…………………….. Kuesioner untuk petani karet …..……………………………... Kuesioner untuk petani kelapa ……….………………………. Kuesioner untuk pedagang pengumpul karet ………...………. Kuesioner untuk pedagang pengumpul kelapa ..........………… Kuesioner untuk konsumen .……...………………….……..… Kuesioner untuk akademisi dan stakeholders terkait ….…...…
101 107 109 115 121 125 131 137
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat sabut kelapa memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi produkproduk yang bernilai komersial (Tejano, 1985). Potensi dari serat sabut kelapa (mattress fibre atau coir fibre) yang merupakan hasil dari pengolahan sabut kelapa sebenarnya dapat digunakan menjadi a) penahan panas pada industri pesawat terbang, b) bahan pengisi jok atau bantalan kursi pada industri mobil, c) bahan geotekstil untuk perbaikan tanah pada bendungan, d) bahan cocosheet sebagai pengganti busa pada industri spring bed, e) bahan untuk membuat berbagai kebutuhan rumah tangga seperti tali atau tambang, sapu, sikat, keset, pot bunga, gantungan bunga, isolator, karpet, gumpalan benang ikat, filter air, dan bahan pewarna batik, f) selain itu kemampuan sabut kelapa ditambah dengan karet daur ulang dapat dimanfaatkan sebagai peredam suara (Mahzan et al, 2010), dan g)
meningkatkan stabilitas dan ketahanan struktur jalan apabila digunakan sebagai bahan pencampur dalam pengaspalan (Thulasirajan dan Narasimha, 2011). Selain dari produk-produk di atas, serat sabut kelapa dapat dikembangkan menjadi produk yang dikenal dengan sebutan serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Produk ini merupakan kombinasi antara serat sabut kelapa dengan karet alam. Pada dasarnya produk serat sabut kelapa berkaret ini telah diproduksi dan dimanfaatkan oleh negara lain seperti India, Srilanka, Philipina dan Thailand menjadi produk yang bernilai tinggi, bahkan hasil produksi tersebut telah diekspor ke negara-negara Eropa dan Amerika. Di Indonesia, penelitian, pengembangan dan pemanfaatan produk sebutret mulai dilakukan pada tahun 2000 di Balai Penelitian Teknologi Karet (BPTK) Bogor. Produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini sangat berpotensi untuk dikembangkan, terutama untuk bahan baku pembuatan kasur. Simon George (2006) mengatakan bahwa kasur yang berasal dari serat sabut kelapa berkaret merupakan sebuah evolusi dari kasur tradisional yang berasal atau terbuat dari kapas. Selain itu, produk sebutret dapat dikembangkan untuk pembuatan jok, kursi, tas
laptop, kopiah, bantal dan guling pada industri furnitur.
Selain menciptakan nilai tambah, serat sabut kelapa berkaret mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan produk serupa yang berbahan baku busa sintetis yang ada sekarang ini di pasaran. Adapun keunggulan dari produk serat sabut kelapa berkaret ini adalah relatif lebih ringan, bersifat lebih sejuk dan dingin, lebih tahan terhadap bakteri, lebih sedikit menampung debu, tidak berisik karena mampu meredam bunyi, mempunyai elastisitas atau kepegasan yang baik, dan kerapatan atau densitasnya dapat divariasi karena bentuknya dapat disesuaikan dengan kemauan konsumen, lebih ramah terhadap lingkungan dan kesehatan (Sinurat, 2003, Maspanger et al, 2005 dan Pujiastuti, 2007). Untuk mengembangkan agroindustri sebutret diperlukan ketersediaan sumber bahan baku dari tanaman kelapa dan karet. Kedua komoditas tersebut merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Sambas, dengan jumlah produksi masing-masing sebesar 14.888 ton/tahun dan 20.192 ton/tahun, sehingga sebutret sangat berpotensi untuk dikembangkan untuk agroindustri yang dapat menopang perekonomian masyarakat dan meningkatkan pendapatan pemerintah daerah. Komoditas kelapa dan karet ini tersebar di 19 Kecamatan, yaitu Kecamatan Semparuk, Sambas, Sejangkung, Teluk Keramat, Selakau, Pemangkat, Tebas, Tekarang, Paloh, Sajingan, Galing, Subah, Jawai, Jawai Selatan, Sebawi, Sajad, Tangaran, Selakau Timur, dan Salatiga, kecuali Kecamatan Jawai Selatan dan Pemangkat untuk komoditas karet dan Kecamatan Galing, Sambas, Sajad dan Teluk Keramat untuk komoditas Kelapa. Sebagian besar hasil produksi dari komoditas tersebut masih belum dapat menciptakan nilai tambah yang lebih besar, karena kelapa hanya dimanfaatkan untuk pembuatan minyak kelapa, dan sabutnya dianggap limbah yang dibuang, sedangkan karet hanya dijual dalam bentuk bokar (bahan olahan karet) sehingga daya tawar petani sangat rendah. Berdasarkan gambaran di atas sangat penting untuk dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan pendapatan petani dari komoditas kelapa dan karet. Selain itu kegiatan pengembangan ini diharapkan dapat menciptakan agroindustri yang berdaya saing bagi produk domestik. Oleh karena itu, diperlukan suatu perumusan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. Pengembangan ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pendapatan daerah. Pengembangan sebutret ini dapat dianggap sebagai alternatif pengganti bagi komoditas unggul jeruk yang mengalami kegagalan dalam budidayanya karena penyakit Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD) yang menyerang tanaman jeruk petani. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
merumuskan
suatu
strategi
pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. Secara rinci tujuan-tujuan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Mengkaji faktor internal dan eksternal yang berpengaruh, dan implikasi dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancamannya terhadap pengembangan agroindustri pengolahan serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. (2) Merumuskan strategi pengembangan agroindustri pengolahan serat sabut kelapa berkaret. 1.3. Manfaat Penelitian Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah menghasilkan suatu rumusan strategi dalam upaya pengembangan produk serat sabut kelapa berkaret, sehingga dapat memberikan manfaat berupa nilai tambah pada produk pertanian dalam rangka untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan Pemerintah Daerah dan sekaligus dapat memberikan sumbangsih pemikiran berupa informasi pada Pemerintah Daerah, para investor atau pengusaha yang ingin mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. Selain itu, hasil dari kajian ini diharapkan akan memicu pembangunan agroindustri secara umum di Kabupaten Sambas.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet (Hevea brasiliensis) adalah suatu tanaman yang termasuk dalam divisi
Spermathophyta, subdivisi
Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo
Geraniles, family Euphorbiaceae, dan genus Hevea (Webster dan Baulkwill, 1989 dan Pujiastuti, 2007). Karet termasuk jenis tanaman dataran rendah, yang dapat tumbuh dengan baik di dataran dengan ketinggian 0-400 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan suhu antara 25-30 oC. Adapun curah hujannya berkisar antara 2.000-2.500 mm/tahun dan dengan keperluan sinar mataharinya antara 5-7 jam/harinya (Andoko dan Heru, 2005). Adapun getah yang dihasilkan oleh karet disebut dengan lateks. Menurut Menurut Martini (2007), lateks merupakan dispersi partikel karet dalam cairan serum yang mengandung substansi organik dan anorganik
(Honggokusumo,
1985). Lateks mengandung 25-40 persen bahan karet mentah dan 60-75 persen serum (air dan zat terlarut) (Goutara et al, 1985). Lateks pada tanaman karet terdapat pada bagian daun, biji dan sebagian besar terletak pada kulit batang. Karet merupakan komoditas pertanian yang penting untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, terutama untuk peralatan rumah tangga yang menggunakan bahan baku karet seperti untuk sol sepatu, kursi, slang, sekat, penahan getaran, pelapis kaca mobil, ban, oil seals, dan lain-lain (Siswoputranto, 1981 dan Yuprin, 2009). Produksi lateks persatuan luas dalam kurun waktu tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis bibit karet yang digunakan, kesesuaian lahan, pemeliharaan tanaman, sistem penyadapan, dan lainnya. Menurut Anwar (2001) estimasi produksi perhektar pertahunnya apabila dikonversikan ke dalam satuan getah karet basah dapat dilihat seperti pada Tabel 1. Masa
sadap
karet
secara
teoritis
kondisi pertumbuhan yang sehat dan baik,
dan
tanaman
apabila didukung dengan karet
dikatakan
telah
memenuhi kriteria matang sadap pada umur 5-6 tahun untuk tanaman karet jenis hybrida (unggul). Mengacu pada patokan tersebut, berarti mulai umur 5-6 tahun tanaman karet dapat dikatakan telah
menghasilkan lateks, sedangkan untuk
tanaman dengan bibit lokal untuk masa penyadapannya rata-rata mulai dilakukan pada umur 7-8 tahun. Tabel 1. Proyeksi produksi karet dan estimasi produksi lateks Tahun Estimasi produksi Estimasi Produksi lateks (Liter/ha) Umur (Th) Sadap KKK (ton/ha) 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
500 1.150 1.400 1.600 1.750 1.850 2.200 2.300 2.350 2.300 2.150 2.100 2.000 1.900 1.800 1.650 1.550 1.450 1.400 1.350 1.200 1.000 1.150 850 800
2.000 4.600 5.600 6.400 7.000 7.400 8.800 9.200 9.400 9.200 8.600 8.400 8.000 7.600 7.200 6.600 6.200 5.800 5.600 5.400 4.800 4.600 4.000 3.400 3.200
Cacatan: Estimasi produksi didasarkan atas asumsi kadar karet kering (KKK) = 25% Sumber: Anwar (2001)
Pada dasarnya, produk-produk yang berbahan baku karet tidak semuanya berasal dari karet alam, tetapi juga dari karet sintetis. Walaupun jumlah produksi karet alam tidak sebanyak karet sintetis, tetapi karet alam memiliki lebih banyak keunggulan dari pada karet sintetis. Adapun keunggulan karet alam (Sumarmadji et al, 2003; Patimah, 2006) adalah: a. Mempunyai daya elastisitas atau daya lenting yang sempurna b. Mempunyai plastisitas yang baik sehingga pengolahannya lebih mudah c. Mempunyai daya aus yang tinggi d. Tidak mudah panas (low heat build up)
e. Mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap keretakan (groove cracking resistance). Menurut Martini (2007) lateks mengandung 25-40% bahan karet mentah dan 60-75% serum. Bahan karet mentah mengandung 90-95% karet murni, 2-3% protein, 1-2% asam lemak, 0,2-0,5% garam dari Na, K, Mg, Ca, P, Cu, Mn, dan Fe. Partikel karet tersuspensi (tersebar merata) dalam serum lateks dengan ukuran 0,04-3 mikron, atau 0,2 milyar partikel karet permililiter lateks. Bentuk partikel lonjong sampai bulat. Berat jenis lateks 0,945 kg/m3, serum 1,02 kg/m3dan karet 0,91 kg/m3. Adanya perbedaan berat jenis tersebut menyebabkan pemisahan pada permukaan lateks (Goutara et al, 1985).
Adapun menurut Martini (2007)
komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis (Suparto, 2002), seperti yang tercantum dalam Tabel 2. Tabel 2. Komposisi kimia lateks Hevea brasiliensis Komponen Persentase Karet 30-35 Resin 0,5-1,5 Protein 1,5-2,0 Abu 0,3-0,7 Gula 0,3-0,5 Air 55-60 Sumber: Suparto, 2002
Karet alam (lateks) yang digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret adalah lateks yang telah dipekatkan dengan metode pemekatan tertentu hingga mengalami peningkatan pekat. Proses pemekatan lateks dapat dilakukan dengan empat cara. Menurut Sumarmadji et al (2003) proses pemekatan lateks dengan kadar karet kering sama dengan 60-65% dapat diproduksi
dengan
cara
pemusingan,
pendadihan,
penguapan,
dan
elektrodekantasi, namun berdasarkan kemudahan secara teknis dan konsistensi mutunya untuk memproduksi lateks pekat umumnya dilakukan dengan cara pemusingan. Bahan yang akan disemprotkan ke dalam pembuatan serat sabut kelapa berkaret adalah lateks pekat yang sudah dicampur dengan berbagai macam bahan kimia melalui proses vulkanisasi sehingga menghasilkan kompon. Vulkanisasi adalah suatu proses mengaplikasikan panas kepada campuran elastomer dan bahan kimia untuk menurunkan plastisitas dan meningkatkan elastisitas, kekuatan
dan kemantapan karet (Pujiastuti, 2007). Bahan yang biasa digunakan dalam proses vulkanisasi di industri pengolahan karet adalah belerang yang fungsinya untuk mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lainnya yang biasanya juga digunakan adalah peroksida organik dan damar fenolik (Sumarmadji et al, 2003). Selain itu, bahan-bahan kimia yang juga biasa digunakan dalam proses pemekatan lateks dilakukan melalui proses dispersi. Adapun fungsi bahan pendispersi adalah untuk membantu dalam proses pembasahan dari bahan yang terdispersi, mengurangi atau mencegah pembentukan busa serta mencegah terjadinya penggabungan kembali partikel. Secara khusus bahan kimia yang ditambahkan ke dalam lateks adalah stabilizer, accelerator, activator, antioxidant dan curing agent. Bahan-bahan kimia yang ada dalam kompon lateks menurut Abednego (1990) dan Martini (2007) adalah: 1. Bahan Pemvulkanisasi Bahan pemvulkanisasi berfungsi untuk mengikat molekul-molekul karet membentuk jaringan tiga dimensi, sehingga karet mentah yang semula lunak dan plastis, akan berubah menjadi barang jadi karet yang kuat dan elastis. Bahan pemvulkanisasi yang biasa digunakan adalah belerang. 2. Bahan Pencepat (accelerator) Bahan pencepat merupakan katalisator pada proses vulkanisasi. Proses vulkanisasi tanpa bahan pencepat akan memerlukan waktu vulkanisasasi yang lama dan suhu yang tinggi. Berdasarkan kecepatan kerjanya, bahan pencepat digolongkan sebagai berikut. a. Bahan pencepat lambat, yaitu golongan aldehida amin. b. Bahan pencepat sedang, yaitu golongan guanidin. c. Bahan pencepat sedang-cepat, yaitu golongan thiazol. d. Bahan pencepat cepat, yaitu golongan thiuram sulfida. e. Bahan pencepat sangat cepat, yaitu golongan dithiokarbamat. 3. Bahan Penggiat (activator) Bahan penggiat merupakan bahan untuk menggiatkan kerja bahan pencepat. Bahan penggiat yang biasa digunakan adalah seng oksida (ZnO). 4. Bahan Pemantap (stabilizer)
Bahan pemantap digunakan untuk menjaga kompon lateks tetap stabil atau tidak terpisah. Bahan pemantap yang dapat digunakan adalah Kalium laurat, Kalium hidroksida, dan jenis surfaktan lainnya. 5. Antioksidan Antioksidan berfungsi mencegah karet dari kerusakan karena pengaruh ozon maupun oksigen dan melindungi karet dari suhu tinggi, sinar matahari, serta ion prooksidan. Antioksidan yang biasa digunakan adalah golongan fenil dan turunan fenol. 6. Bahan Pengisi Bahan pengisi berfungsi meningkatkan kekerasan dan tegangan putus vulkanisat sehingga kekuatan dan kekakuan karet dapat bertambah. Bahan pengisi yang digunakan antara lain Aluminium silikat, Magnesium silikat, dan carbon filler (karbon hitam). 2.2. Serat Sabut Kelapa Sabut kelapa merupakan bagian terluar dari buah kelapa yang membungkus tempurung kelapa, mempunyai ketebalan berkisar 5-6 cm yang terdiri atas lapisan luar (exocarpium) dan lapisan dalam (endocarpium), serta memiliki komposisi kimia seperti selulosa, lignin, pyroligneous acid, gas, arang, ter, tannin, dan potassium (Rindengan et al, 1995, Ferry dan Mahmud, 2005). Kelapa merupakan bahan baku untuk menghasilkan serat sabut. Umur produktif tanaman kelapa berada pada usia tanaman 15-50 tahun. Lokasi penanaman sangat menentukan produksi atau buah kelapa yang dihasilkan dalam satu pohon. Pada lokasi dataran rendah atau pesisir dapat menghasilkan buah antara 35-50 biji permusim panen. Hasil panen pada daerah perbukitan dan daerah-daerah dengan tingkat kesuburan tanah yang rendah seperti di beberapa wilayah kepulauan hanya menghasilkan 15-35 biji kelapa permusim. Musim panen dilakukan setiap tiga bulan dengan produksi rara-rata 30 biji per-pohon, sehingga dalam satu hektar dapat menghasilkan biji kelapa sebanyak 4.140 perpanen. Serat (fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu serat alami dan serat sintetis (Sanjay Kindo,
2010). Adapun klasifikasi dari serat alami, yaitu serat hewan, seperti: rambut/bulu hewan, serat sutera dan serat avian; serat mineral, seperti: asbes, serat keramik dan serat logam; dan serat tanama, seperti: serat biji, serat daun, serat kulit, serat buah dan serat tangkai. Serat sintetis terbagi dalam tiga bagian, yaitu pertama, yang bahan bakunya berasal dari alam tetapi kemudian mengalami proses polimerisasi lanjutan seperti: viskosa, asetat, kuproamonium, dan lain-lain. Kedua, yang bahan bakunya berasal dari hasil sintesis polimerisasi misalnya: polyester, nilon, poliuretan, polivinil, dan lain-lain. Ketiga yaitu yang berbahan dasar anorganik misalnya serat logam, gelas, dan lain-lain. Serat sabut kelapa merupakan serat alami yang dihasilkan dari sabut kelapa. Rendemen serat kelapa adalah berkisar antara 80-90 gram serat per-butir (Van Dam, 1997 dan Pujiastuti, 2007). Serat sabut kelapa memiliki panjang 15-30 cm, bahkan bisa mencapai 40 cm. Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang (bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut. Dengan kata lain, kandungan sabut kelapa terdiri atas 35,3% serat panjang dan sedang, 6,9% serat pendek, 49% gabus (serbuk sabut), dan 16,8% bagian yang hilang (Van-Dam, 1997 dan Pujiastuti, 2007). Menurut Martini (2007) serat sabut kelapa memiliki panjang antara 150350 mm, bahkan ada yang mencapai 400 mm dengan diameter serat sekitar 0,11,5 mm (Djatmiko et al, 1990). Hasil pengolahan sabut kelapa dari 1000 butir kelapa yang setara dengan 227,8 kg kg sabut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil pengolahan 1000 butir kelapa setara dengan 227,8 kg sabut Komposisi Bobot (kg) Rendemen (%) 1. Bristle fibre 62,6 27,5 2. Mattress fibre 38,2 16,8 3. Coir fibre a. Epicarp 42,6 18,7 b. Fibrous dust (serat yang sangat pendek) 6,2 2,7 c. Pith (gabus) 78,2 34,3 Jumlah 227,8 100,0 Sumber: Djatmiko et al (1990); Martini (2007)
Serat kelapa terdiri dari serat dan gabus yang menghubungkan satu serat dengan serat lainya (anonym, 2005; Martini, 2007). Serat sabut kelapa sangat elastis dan tahan terhadap pembusukan (Awang, 1991; Martini, 2007). Adapun komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa adalah seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi kimia sabut dan serat sabut kelapa Komponen Air Pektin Hemiselulosa Lignin Selulosa
Sabut (%) 26,00 14,25 8,50 29,23 21,07
Serat sabut (%) 5,25 3,00 0,25 45,84 43,44
Sumber : Joseph dan Kindangen (1993); Martini (2007)
Menurut Wildan (2010) rasio antara serat panjang, serat medium dan serat pendek yang dihasilkan berkisar antara 60% serat
panjang, 30% serat
medium dan 10% serat pendek. Panjang serat panjang adalah lebih dari 150 mm (dapat mencapai 350 mm), panjang serat medium antara 50 sampai 150 mm dan panjang serat pendek adalah kurang dari 50 mm. Ukuran diameter serat kelapa adalah antara 50 hingga 300 μm. Serat kelapa terdiri dari sel serat kelapa dengan ukuran panjang 1 mm dan ukuran diameter 5-8 μm (Van Daam, 2002). Serat sabut tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan perendaman pada sabut. Menurut Awang (1991) dan Pujiastuti (2007), ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam pembuatan serat, yaitu: 1. Pemisahan sabut kelapa yang telah masak dari tempurung kelapa. 2. Perendaman dalam bak berisi air, diusahakan di dalam air yang mengalir supaya terjadi penggantian air yang baik dan kontinyu. Maksud perendaman adalah untuk melunakan sabut kelapa agar mudah terjadi pemisahan seratserat dari gabus dalam sabut kelapa. Apabila lapisan epicarpium dihilangkan, maka lama proses perendaman hanya 3-5 hari dan bila tidak dihilangkan maka proses perendaman antara 3-6 minggu. 3. Pemisahan serat sabut kelapa dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pemisahan serat menggunakan rol berputar dengan sejumlah besar paku sepanjang 4-5 cm. Rol pemecah (breaker roll) akan berputar dan pakunya merobek sabut kelapa tanpa merusak serat. Tahap ini menghasilkan serat yang berukuran besar, panjang dan kasar yang disebut bristle fiber.
4. Tahap kedua adalah tahap membersihkan serat kasar melalui proses penggilingan dengan rol pembersih yang permukaannya terpasang paku-paku yang lebih halus dari rol pemecah. Tahap ini menghasilkan serat yang lebih halus yang disebut matress fiber. Selain itu proses pengolahan serat sabut kelapa dilakukan dengan cara sabut kelapa digiling dengan menggunakan mesin pemecah kulit kelapa untuk memperoleh serat. Setelah itu coco fiber dipisahkan dari debu sehingga benarbenar bersih. Kemudian serat sabut yang sudah bersih dipuntir atau dipintal baik secara manual ataupun dengan mesin. Setelah itu pintalan tersebut digiling, digilas dan dioven selama 2-3 jam dengan suhu 80 0C, lalu pintalan hasil pemanasan akan didinginkan atau diperam selama 1-2 hari. Kemudian tambang serat dibuka kembali, sehingga diperoleh serat sabut kelapa berbentuk keriting, selanjutnya serat sabut yang sudah dalam bentuk keriting (coir) kemudian ditebar rata di dalam kotak cetakan kayu yang beralas ram kawat. Proses pengolahan serat sabut kelapa menurut Sinurat (2003) dan Pujiastuti (2007) dapat dilihat pada Gambar 1. Serat kelapa lurus Pembersihan serat Pemintalan Pengeringan & pemintalan serat Pintalan kering Penguraian pintalan Serat keriting Gambar 1. Diagram alir persiapan pengolahan serat sabut kelapa keriting (Awang, 1991 dan Pujiastuti, 2007) Serat dapat diproses menjadi serat berkaret, matras, geotextile, karpet, dan produk-produk kerajinan ataupun industri rumah tangga lainnya. Matras dan serat
berkaret banyak digunakan dalam industri jok, kasur, dan pelapis panas. Debu sabut dapat diproses jadi kompos dan cocopeat, dan particle board atau hardboard. Cocopeat digunakan sebagai substitusi gambut alam untuk industri bunga dan pelapis lapangan golf. Di samping itu, bersama bristle dapat diolah menjadi hardboard. Produk dari serat secara jelas dapat dilihat pada Gambar 2. Serat berkaret Matras Serat panjang
Kerajinan: keset, karpet, tali, dll Geotekstil
Sabut
Genteng Serat pendek
Hardboard Cocopeat
Isolator listrik
Debu sabut Kompos
Hardboar
Gambar 2. Produk yang berasal dari sabut kelapa 2.3. Serat Sabut Kelapa Berkaret (Rubberized Coir) Serat sabut kelapa berkaret merupakan produk kombinasi dari bahan baku serat sabut kelapa dengan karet alam yang telah divulkanisasi. Proses Vulkanisasi merupakan reaksi kimia antara karet dengan belerang, sehingga membentuk ikatan silang dan menghasilkan struktur tiga dimensi (Bhuana, 1990 dan Pujiastuti, 2007). Selain itu, menurut Meilani (2006) serat sabut kelapa berkaret merupakan serat keriting dari sabut kelapa yang dibalut dan diikat dengan karet dari lateks pekat. BPTK (2003) mengatakan bahwa sebutret memiliki beberapa keunggulan yaitu lebih ringan jika dibandingkan dengan karet busa (busa alam), hal ini disebabkan oleh serat sabut kelapa berkaret terdiri atas karet dan serat-serat bergelombang yang memiliki pori-pori (rongga) yang besar. Produk sebutret dapat dibuat dengan kerapatan bervariasi sesuai dengan kebutuhan, sehingga berat tiap
volume (densitas) sebutret juga berbeda-beda. Sebutret mempunyai kepegasan yang baik, sejuk dan dingin karena terbuat dari karet alam dan memiliki rongga yang besar, tahan terhadap air dan bakteri karena serat telah dibalut oleh karet, bebas dari segala macam kutu dan serangga, tidak berdebu seperti kapuk dan pemakainnya tidak berisik karena mampu meredam bunyi (Sinurat, 2003 dan Meilani, 2006). 2.4. Proses Pembuatan Sebutret Menurut BPTK Bogor (2003), pembuatan serat sabut kelapa berkaret secara umum meliputi beberapa proses yakni proses pengolahan sabut kelapa menjadi serat keriting, proses pengolahan disperse kimia, proses pengolahan lateks dan proses pembuatan sebutret. Proses pengolahan sabut kelapa menjadi serat keriting, pada tahap ini kulit kelapa yang telah keringkan digiling dengan menggunakan mesin pemecah sabut untuk diambil seratnya. Selanjutnya serat gilingan tersebut dipisahkan antara serat kasar dan serat halus. Setelah dipisah, serat kasar digiling ulang, sedangkan serat halus dikeritingkan. Hasil pintalan serat dioven selama 4 jam dalam suhu 80 0C atau dijemur di bawah sinar matahari selama beberapa hari sampai serat tersebut kering. Setelah dioven, pintalan yang telah dikeringkan dan diperam selama sehari semalam. Kemudian pintalan yang telah diperam dibongkar atau diurai kembali untuk menjadi serat keriting. Proses pengolahan disperse kimia, pada proses ini bahan kimia ditimbang sesuai formula. Selanjutnya kedalam guci keramik berpeluru, dituangkan satuan padatan kimia sesuai ukuran yang dibakukan dan ditambah air. Setelah itu keramik berisi padatan kimia dan air diputar selama 24 jam pada mesin pengocok (ball mill disperse) supaya cairan senyawa kimia tersebut menyatu. Kemudian senyawa cairan kimia dituang atau disimpan dalam keadaan tertutup dalam bejana plastik dan siap digunakan untuk proses pengolahan lateks karet alam. Proses pengolahan lateks, lateks yang merupakan hasil sadapan di kebun disaring, ditimbang sesuai keperluan. Sesuai formula atau dosis, larutan kimia dituangkan ke dalam lateks kebun untuk memisahkan lateks dengan air, melalui pendadihan (pemeraman) atau sentrifugasi (putaran dengan kecepatan tinggi). Selanjutnya adonan lateks berkimia tersebut diaduk selama 2-3 menit.
Serat keriting Kompon lateks
Lapisan tipis serat di dalam cetakan Penyemprotan tipis pada seluruh bagian serat sabut kelapa (tahap I)
Pengadukan 2-3 menit
Pengeringan Penyemprotan sheet tipis (tahap II) Penumpukan lapisan tipis Lapisan tebal Pengempaan dalam cetakan Vulkanisasi dalam oven dengan suhu 100-110 0C selama 60-75 menit Pemotongan Sebutret Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan sebutret (BPTK Bogor 2003 dan Meilani (2006) Proses pembuatan serat sabut kelapa berkaret, pada proses ini serat sabut kelapa yang sudah dikeritingkan, sesuai ukuran dan densitasnya kemudian dicetak dalam cetakan secara manual sesuai dengan keperluan. Setelah serat keriting dalam cetakan kemudian disemprot dalam tahap I (penyemprotan awal) dengan kompon menggunakan kompresor. Penyemprotan pada tahap ini dilakukan secara tipis pada seluruh bagian serat sabut kelapa. Setelah terlapisi kompon kemudian divulkasisasi dalam oven untuk dikeringkan (tahap I), kemudian dikeluarkan dari oven dan disemprot untuk tahap II (penyemprotan lanjutan), setelah itu lapisanlapisan tipis tadi dikumpulkan menjadi lapisan tebal akan dikempa dalam cetakan. Setelah itu divulkanisasi di dalam oven selama 60-75 menit dengan suhu 100-110 0
C. Setelah kering, lapisan-lapisan tersebut dipotong-potong dan jadilah sebutret
yang sesuai dengan apa yang diinginkan. Secara umum proses pembuatan serat
sabut kelapa berkaret (sebutret) menurut BPTK Bogor (2003) dan Meilani (2006) seperti pada Gambar 3. Menurut Sinurat et al (2001) mengenai urutan serta alat dan mesin (alsin) yang digunakan dalam pengolahan serat sabut kelapa berkaret seperti pada Gambar 4. Sabut segar Sabut kelapa (segar & kering)
Sabut kering
Pemintalan tali (alat pemintal tali)
Perendaman (bak perendam)
Pemintalan serat (mesin pemintal)
Pemisahan serat (mesin pemisah serat)
Pembersihan serat (secara Manual)
Pemeraman tali (perlengkapan pemeraman: kompor, bak pemanas, bak pemeraman)
Penguraian tali (secara manual)
Pengeringan awal: - Suhu kamar - Kipas angin - Pengalat pengeering (40 0C)
Penyemprotan Sheet (alat penyemprot)
Kompon lateks (drum lateks)
Penumpukan (secara manual)
Pengempaan: - Baut penjepit - Kempa manual
Pembubuhan perekat: - Secara manual - Alat penyemprot
Pengepakan produk (gudang)
Pemotongan sisi (alat pemotong)
Pencetakan (pencetak)
Pemasakan (Pemvulkanisasian)
Gambar 4. Urutan serta alsin dalam pengolahan sebutret (Sinurat et al, 2001) 2.5. Analisis Lingkungan Internal Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengembangkan daftar kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi. Lingkungan internal perusahaan menggambarkan kuantitas dan mutu sumber daya manusia, fisik, finansial dan juga dapat memperkirakan kelemahan dan kekuatan struktur organisasi maupun manajemen perusahaan (Pearce and Robinson, 1997).
Ada beberapa unsur yang perlu untuk dianalsis dalam lingkungan internal organisasi menurut Pearce and Robinson (1997) dan Saputrayadi (2004), yaitu: a. Struktur organisasi perusahaan yang merupakan pola hubungan, bentuk formal peraturan dan hubungan antar orang dalam perusahaan. b. Budaya perusahaan merupakan sekumpulan kepercayaan, harapan dan nilai yang dipahami, serta dilaksanakan oleh setiap anggota perusahaan yang akan membentuk suatu perilaku. c. Sumber daya perusahaan, diantaranya SDM, sumber daya produksi, sumber daya keuangan, pemasaran, penelitian dan pengembangan. Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) menyebutkan ada beberapa faktor internal yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu: a. Manajemen b. Pemasaran c. Sumber Daya Manusia d. Produksi dan operasi e. Keuangan 2.6. Analisis Linkungan Eksternal Tujuan dari analisis eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari. Lingkungan eksternal dapat dibedakan menjadi dua, yaitu lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro terdiri dari para pelaku dalam lingkungan yang berkaitan langsung dengan perusahaan yang dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan untuk melayani pasar. Lingkungan makro terdiri dari pesaing, pemasok, pendatang baru, produk substitusi dan konsumen. Ada beberapa faktor eksternal menurut David (2006) dan Hubeis (2011) yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan, yaitu: a. Ekonomi b. Kebijakan Pemerintah dan Politik c. Teknologi d. Pesaing e. Ancaman pendatang baru
f. Kekuatan tawar menawar konsumen g. Kekuatan tawar menawar pemasok h. Ancaman produk substitusi 2.7. Analisis SWOT Analisis
SWOT
adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan Ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusanstratgeis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis harus menganlisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, peluang, kelemahan dan Ancaman) (Rangkuti, 2006). Analisis situasi internal-eksternal adalah untuk mengidentifikasi situasi secara internal yang mencakup faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dan faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman untuk pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas. Untuk menganalisis situasi internal dan eksternal dalam pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret akan menggunakan metode analisis SWOT. Menurut David (2003) dan Caska (2009) analisis SWOT adalah suatu analisis yang dimulai dengan melakukan evaluasi diri sehingga diperoleh faktorfaktor kekuatan dan kelemahan dalam pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret dan peluang dan ancaman tersebut diidentifikasi meliputi masukan, proses, dan keluaran sebagai akibat dari yang telah dimiliki. Proses pengambilan keputusan yang strategis sangat berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan pengembangan daerah yang bersangkutan. Perencanaan strategi harus mempertimbangkan dan menganalisis faktor-faktor strategis yang dimiliki pada saat sekarang. Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti, 2006).
1) Strategi SO Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikitan perusahaan yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang dengan sebesar-besarnya. 2) Strategi ST Strategi ini dilakukan untuk menggunakan
kekuatan yang dimiliki untuk
mengatasi ancaman yang ada. 3) Strategi WO Strategi ini dilaksanakan berdasarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. 4) Strategi WT Strategi yang didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta untuk menghindari ancaman. 2.8. Analisis Internal Eksternal (IE) Matriks Internal Eksternal merupakan gabungan antara matriks Internal dan matriks Eksternal yang berisikan sembilan macam sel dan akan memperlihatkan suatu kombinasi total nilai yang terboboti dari matriks IFE dan matriks EFE. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih rinci. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi Sembilan sel strategi perusahaan. Menurut David (2009) kesembilan sel tersebut dapat dikelompokan menjadi tiga strategi utama, yaitu: a. Growth Strategy merupakan pertumbuhan dan pembangunan perusahaan itu sendiri (sel I, II dan IV). Strategi yang cocok adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) dan integrasi. b. Stability Strategy adalah strategi yang diterapkan tanpa mengubah arah (menjaga dan mempertahankan) strategi yang sudah ditetapkan (sel III, V dan VII). Strategi yang cocok adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk. c. Retrenchment
Strategy
adalah
usaha
memperkecil
(penciutan)
atau
mengurangi usaha yang dilakukan perusahaan/divestasi (sel VI, VIII dan IX).
2.9. Konsep Pengembangan Agroindustri Agroindustri merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah proses pascapanen. Dengan kata lain bahwa agroindustri adalah fase pertumbuhan setelah pembangunan pertanian yang diikuti oleh pembangunan agroindustri dan kemudian pembangunan industri. Menurut Soekartawi (2005) mendefinisikan bahwa agroindustri adalah sebagai pengolahan sumber bahan baku yang bersumber dari tanaman ataupun hewan. Dengan demikian bahwa kegiatan atau proses agroindustri merupakan upaya: 1) untuk meningkatkan nilai tambah produk, 2) menghasilkan produk yang dapat dipasarkan, dapat digunakan atau dapat dimakan, 3) meningkatkan daya simpan, 4) menambah pendapatan dan keuntungan bagi produsen (petani). Dengan adanya proses pengolahan hasil pertanian (agroindustri) diharapkan dapat meningkatkan daya saing dibidang industri terutama pada produk-produk yang menjadi komoditas unggulan (karet dan kelapa). Selain itu, diharapkan dapat menimbulkan multiplier efek dari pengembangan agroindustri meliputi semua industri dari hulu sampai pada industri hilir. Hal ini disebabkan oleh karakteristik dari agroindustri yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan industri lainnya, antara lain: (a) memiliki keterkaitan yang kuat baik dari industri hulunya sampai ke industri hilirnya, (b) menggunakan sumberdaya alam yang ada (lokal) dan dapat diperbaharui, (c) mampu memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, baik di pasar internasional maupun di pasar domestik, (d) dapat menampung tenaga kerja dalam jumlah besar, (e) produk agroindustri pada umumnya bersifat cukup elastis sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak semakin luasnya pasar khususnya pasar domestik (Bantacut, 2002). Produk agroindustri dengan komoditas unggulan dalam pengembangannya agar dapat berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan mempunyai kriteriakriteria antara lain: a) bahan baku, b) pohon industri dengan pemanfaatannya, c) kondisi agroindustri dan komoditas pertanian saat ini, d) peluang pasar, e) teknologi yang digunakan, f) penyebaran tenaga kerja, g) dampak ganda terhadap produk lain, h) dampak lingkungan, i) kebijakan pemerintah (Bantacut, 2002).
Menurut Nasution (2002) strategi dasar dalam pengembangan agroindustri terdiri dari dua tahap, yaitu: 1) tahap merubah pola pikir petani dari pola pikir yang berorientasi pada produk keorientasi kepola pikir yang berorientasi pada pasar, hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan, pendidikan dan pelatihan. 2) tahap membebaskan semua kendala (struktur) sehingga aktivitas agroindustri dapat mencapai tingkat yang optimal melalui pembangunan prasarana fisik, lembaga finansial yang terjangkau oleh para petani.
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian yang dilakukan ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa perlu dilaksanakan pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret. Pengembangan ini merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam lokal yang dimiliki terutama komoditas karet dan kelapa agar tercipta suatu nilai tambah yang bernilai jual. Tujuan yang paling mendasar dari pengembangan agroindustri sebutret ini adalah untuk menciptakan nilai tambah produk sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan peningkatan pendapatan asli daerah yang ramah akan lingkungan, khususnya di kabupaten Sambas. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu perencanaan pengembangan agroidustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) agar semua yang menjadi harapan dapat terarah dan terlaksana dengan baik. Olehkarena itu. terlebih dahulu perlu diketahui potensi sumber daya alam yang
dimiliki, baik dari kondisi
ketersediaan bahan baku untuk mendukung kontinyuitasnya. Dalam proses penyusunan perencanaan strategi pengembangan agroidustri serat sabut kelapa berkaret dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap perumusan strategi. Data yang diperoleh akan dikelompokkan untuk menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan (Strengths), Kelemahan (Weaknesses), Peluang (Opportunities), dan Ancaman (Threats). Setelah itu dirangkum dalam matriks SWOT untuk mengetahui bentuk strateginya. Selanjutnya faktor-faktor tersebut akan dibobot dan dirating dan hasilnya dirangkum dalam matrkis EFE (Eksternal Matrix Evaluation) dan matriks IFE (Internal Matrix Evaluation). Nilai-nilai pada matriks EFE dan IFE diolah untuk menentukan strategi pengembangan. Lokasi penlitian ini adalah di kecamatan yang memiliki jumlah produksi karet dan kelapa terbesar di Kabupaten Sambas. Responden penelitian adalah petani karet, petani kelapa, pedagang pengumpul karet, pedagang pengumpul buah kelapa, dan masyarakat umum yang akan menjadi calon konsumen dari produk sebutret. Informasi-informasi yang diperlukan dari responden tersebut
dilakukan dengan observasi di lapangan dan melalui wawancara terstruktur dengan kuisioner. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sambas Propinsi Kalimantan Barat dengan waktu penelitian di lapangan kurang lebih selama 4 bulan yang dimulai dari bulan Mei sampai Agustus 2011. 3.3. Pengumpulan, Pengolahan dan Analsis Data Proses perumusan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: 1) tahap pengumpulan data, 2) tahap analisis data, 3) tahap pengambilan keputusan. 3.3.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengumpulan data sekunder dan data primer. Data sekunder didapat dari penelusuran berupa dokumen dari instansi yang terkait, internet dan sumber pustaka-pustaka lainnya yang relevan dengan tofik penelitian. Data primer diperoleh dengan melakukan, wawancara dan penyebaran kuesioner kepada responden. Target responden meliputi petani karet, petani kelapa, pedagang pengumpul karet, pedagang pengumpul buah kelapa, dan masyarakat umum yang akan menjadi calon konsumen dari produk sebutret. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah menggunakan metode observasi di Kecamatan yang paling tinggi produksi karet dan kelapa. Kecamatan yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah Kecamtan Teluk Keramat dengan jumlah produksi karet sebesar 5.730,9 ton/tahun, dengan luas lahan perkebunan sebesar 12.130 Ha. Kecamatan yang mempunyai produksi kelapa terbesar adalah kecamatan Jawai sebesar 3.695 ton/tahun, dengan luas lahan sebesar 5.485 Ha yang terdiri dari 5.475 Ha lahan kelapa dalam dan 10 Ha lahan kelapa hybrida. Jumlah petani karet di kecamatan Teluk Keramat berjumlah 12.697 KK (Kepala Keluarga), sedangkan jumlah petani kelapa di kecamatan Jawai berjumlah 3.704 Kepala Keluarga. Adapun mengenai jumlah total dari responden (petani karet, petani kelapa, pedagang pengumpul karet, pedagang pengumpul buah kelapa, dan masyarakat umum yang akan menjadi calon
konsumen) adalah sebanyak 70 responden dengan rincian 20 responden dari petani karet, 20 responden dari petani kelapa, 5 responden dari pedagang pengumpul karet, 5 responden dari pedagang pengumpul kelapa, 20 responden dari masyarakat umum. Serta 5 orang responden yang dianggap ahli dalam melakukan penilaian terhadap strategi pengembangan sebutret. Responden ahli tersebut berasal dari dari lingkup pemerintahan daerah kabupaten Sambas seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan 1 orang, Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Perindustrian dan Perdagangan 1 orang, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 1 orang, serta dari kalangan akademisi 2 orang. Pengambilan jumlah sampel untuk petani ini didasarkan bahwa karakteristik dari jumlah lahan yang diusahakan oleh petani sebagian besar relatif sama (bersifat homogen) yaitu berkisar di bawah 1 hektar, serta didasarkan pada keterbatasan waktu, dana dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti. Fokus pembicaraan pada responden petani dan pedagang pengumpul (karet dan kelapa) dalam penelitian ini adalah mengenai potensi sumber daya alam yang
dimiliki dalam upaya untuk mendukung ketersediaan atau
keberlanjutan bahan baku, jenis bahan baku yang diperjualbelikan dan tingkat harga yang berlaku. Adapun pada masyarakat umum adalah tingkat penggunaan peralatan rumah tangga terhadap barang-barang seperti kasur, bantal, kursi dan barang-barang lainnya yang produknya dapat disubstitusi dengan produk-produk sebutret. Data internal dan eksternal yang telah didapat, ditetapkan dan teridentifikasi dirangkum dalam suatu tabel matriks SWOT. Matriks SWOT digunakan untuk mengetahui bentuk strategi yang dijabarkan dalam bentuk strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T. 3.3.2. Analisis Data a. Analisis data Internal dan Eksternal Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk mengembangkan daftar kekuatan yang dapat dimanfaatkan dan daftar kelemahan yang harus diatasi. Faktor lingkungan internal yang berpengaruh terhadap perusahaan adalah: manajemen. pemasaran, sumber daya manusia, produksi dan operasi, dan tentang
keuangan. Tujuan dari analisis eksternal adalah untuk mengembangkan suatu daftar peluang yang dapat dimanfaatkan dan daftar ancaman yang harus dihindari. Faktor lingkungan eksternal yang berpengruh terhadap perusahaan adalah: ekonomi, kebijakan pemerintah dan politik, teknologi, pesaing, ancaman dari pendatang baru, kekuatan tawar-menawar konsumen, kekuatan tawar-menawar pemasok, dan ancaman dari produk pengganti atau produk substitusi. b. Matriks SWOT. Setelah mengumpulkan semua informasi (faktor internal dan eksternal) dimasukan ke dalam model kuantitatif untuk menganalisis perumusan strategi. Perumusan
strategi
tersebut
Weaknesses, Opportunities, dan
menggunakan
matriks
SWOT
(Strengths,
Threats). Matriks SWOT yang dibuat akan
menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal digabungkan dengan kekuatan dan kelemahan pada industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret (sebutret). yang diperlukan dalam analisis data, sehingga akan menghasilkan suatu rumusan strategi pengembangan usaha sebutret. Rumusan strategi ini akan menghasilkan empat alternatif strategi, yaitu strategi kekuatan dan peluang (strategi S-O), kelemahan dan peluang (strategi W-O), kekuatan dan ancaman (strategi S-T), serta strategi kelemahan dan ancaman (strategi W-T). Matriks SWOT digunakan untuk menetapkan atau mementukan strategi pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) di Kabupaten sambas berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Sebelum perumusan strategi pengembangan agroindustri sebutret dimasukan dalam analisis SWOT, terlebih dahulu dimasukan ke dalam diagram SWOT. Tujuannya adalah untuk mengetahui posisi perusahaan untuk kondisi sekarang berada pada kuadran sebelah mana sehingga strategi yang dipilih merupakan strategi yang paling tepat karena sesuai dengan kondisi internal dan eksternal yang dimiliki perusahaan saat ini. Analisis SWOT digambarkan ke dalam matriks SWOT dengan kemungkinan empat alternatif strategi yaitu strategi kekuatan dan peluang (strategi S-O), kelemahan dan peluang (strategi W-O), kekuatan dan ancaman (strategi S-T), serta kelemahan dan ancaman (strategi W-T). Adapun model dari matriks SWOT yang digunakan adalah seperti pada Tabel 5.
Internal Eksternal Opportunities (O) Tentukan faktorfaktor peluang eksternal Threats (T) Tentukan faktorfaktor ancaman eksternal
Tabel 5. Matrik SWOT Strenghts (S)
Weakness (W)
Tentukan faktor-faktor kekuatan internal
Tentukan faktor-faktor kelemahan internal
Strategi S-O Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memafaatkan peluang Strategi S-T Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
Strategi W-O Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang Strategi W-T Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber: Rangkuti, 2006
Ada
delapan
tahap
dalam
merumuskan
strategi
pengembangan
agroindustri melalui matriks SWOT (Rangkuti, 2006): a. Meletakkan faktor-faktor kekuatan dan kelemahan pada kolom 2 dan 3, faktor-faktor peluang dan ancaman masing-masing pada baris 2 dan 3 matriks SWOT (Tabel 5). b. Merumuskan strategi S-O yang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatanpeluang yang diletakkan dalam sel strategi S-O. c. Merumuskan strategi W-O yang merupakan kombinasi faktor-faktor kelemahan-peluang yang diletakkan dalam sel strategi W-O. d. Merumuskan strategi S-T yang merupakan kombinasi faktor-faktor kekuatanancaman yang diletakkan dalam sel strategi S-T. e. Merumuskan strategi W-T
yang merupakan
kombinasi
faktor-faktor
kelemahan-ancaman yang diletakkan dalam sel strategi W-T. - Strategi S-O (Strength – Opportunity) Menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengambil dan memanfaatkan peluang yang ada. - Strategi S-T (Strength–Threat) Menggunakan kekuatan untuk menghindari dan mengatasi ancaman. - Strategi W-O (Weakness–Opportuniy) Menggunakan peluang yang dimiliki untuk meminimalkan dan mengatasi kelemahan.
- Strategi W-T (Weakness–Threat) Berupaya meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. 3.3.3.Pengambilan Keputusan Pada tahap ini dilakukan pengembangan sejumlah alternatif strategi dan pemilihan strategi terbaik yang sesuai dengan lingkungan eksternal dan internal. a. Matriks EFE dan Matriks IFE Matriks EFE digunakan untuk manganalisis faktor-faktor eksternal, mengklasifikannya menjadi peluang dan ancaman bagi usaha agroindustri yang akan dijalankan, kemudian dilakukan pembobotan (Tabel 6). Begitu juga dengan matriks IFE digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor internal dan mengklasifikannya menjadi kekuatan dan kelemahan usaha yang akan dijalankan (Tabel 7). Berikut adalah cara-cara penentuan Faktor Strategi Eksternal (EFE) menurut Rangkuti (2004) adalah: 1. Memasukan data atau informasi dalam kolom 1 faktor yang menjadi peluang dan ancaman. 2. Memberikan bobot masing-masing faktor
dalam kolom 2, mulai dari 1,0
(sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Faktor-faktor tersebut kemungkinan dapat memberikan dampak terhadap faktor strategis 3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan. Pemberian nilai rating untuk faktor peluang bersifat positif (peluang yang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika peluangnya kecil, diberi rating +1). Pemberian nilai rating ancaman adalah kebalikannya. Misalnya, jika nilai ancamannya sangat besar, ratingnya adalah 1. Sebaliknya, jika nilai ancamannya sedikit ratingnya adalah 4. 4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tetentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis eksternal. Tabel 6. Matriks EFE Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating A. Peluang 1. 2. ………… Jumlah (A) B. Ancaman 1. 2. ………… Jumlah (B) Total (A+B)
Skor = Bobot x Rating
Sumber: David, 1997
Adapun
cara-cara penentuan Faktor Strategi Internal (IFE) menurut
Rangkuti (2004) adalah: 1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan dalam kolom 1. 2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). Berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi
strategis perusahaan. (semua bobot
tersebut jumlahnya tidah boleh melebihi skor total 1,00 3. Menghitung rating (dalam kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi perusahaan yang bersangkutan. Variabel yang bersifat positif (semua variabel yang masuk kategori kekuatan), diberi nilai mulai dari +1 sampai dengan +4 (sangat baik). Sedangkan variabel yang bersifat negatif, kebalikannya, jika kelemahan besar sekali nilainya adalah 1, sedangkan jika kelemahannya kecil nilainya adalah 4. 4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3, untuk memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasilnya berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor yang nilainya bervariasi mulai dari 4,0 (outstanding) sampai dengan 1 (poor).
5. Menjumlahkan skor pembobotan (pada kolom 4), untuk memperoleh total skor pembobotan. Nilai total ini menunjukan bagaimana perusahaan tetentu bereaksi terhadap faktor-faktor strategis internalnya. Faktor Strategi Internal A. Kekuatan 1. 2. …………. Jumlah (A) B. Kelemahan 1. 2. …………. Jumlah (B) Total (A+B)
Tabel 7. Matriks IFE Bobot Rating Skor = Bobot x Rating
Sumber: David, 1997
Dalam matriks EFE, total skor untuk pembobotan adalah 1-4 dengan ratarata 2,5. Jika total skor pembobotan yang telah diberikan berada di bawah 2,5 maka kondisi eksternal organisasi lemah. Jika total skor berada di atas 2,5 maka posisi eksternal organisasi kuat. Total skor 4,0 menunjukan bahwa organisasi merespon peluang maupun acaman yang dihadapi dengan baik. Total skor 1,0 berarti organisasi tidak bisa memanfaatkan peluang dan menghindari amcaman yang dihadapi. Dalam matrik IFE, total skor untuk pembobotan berkisar antara 14, dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan yang diberikan di bawah 2,5 maka kondisi internal organisasi lemah, dan jika total skor berada di atas 2,5 maka posisi internal organisasi sangat kuat. b. Teknik Pembobotan. Teknik yang digunakan dalam menentukan nilai bobot baik dari faktor internal maupun eksternal adalah dengan teknik Pairwise Comparison. Teknik ini akan membandingkan setiap variabel pada baris (baris horizontal) denga variabel pada kolom (vertikal). Penentuan bobot pada setiap variabel yang dibandingkan akan menggunakan skala 1, 2 dan 3. Skala yang digunakan akan menunjukan: 1 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal kurang penting dari pada faktor strategis internal dan eksternal pada kolom/vertikal.
2 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal sama penting dengan faktor internal dan eksternal pada kolom/vertikal. 3 = jika faktor strategis internal atau eksternal pada baris/horizontal lebih penting daripada faktor strategis internal dan eksternal pada kolom/vertikal. Adapun bentuk dari penilaian bobot/pembobotan dengan metode Pairwise Comparison dapat dilihat pada Tabel 8 dan Tabel 9 (Kinnear dan Taylor, 1991) berikut ini: Tabel 8. Penilaian bobot faktor strategis internal Faktor Strategis Internal A B ……. Total A. B. ………. Total
Bobot
Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991
Tabel 9. Penilaian bobot faktor strategis eksternal Faktor Strategis Ekssternal A B ……. Total A. B. ………. Total
Bobot
Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991
c. Teknik Peratingan Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan), dapat dilihat dalam Tabel 10 dan Tabel 11 dengan petunjuk pengisian sebagai berikut: 1. Pemberian nilai rating menunjukan tingkat faktor strategis sebagai kekuatan atau kelemahan. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan seperti berikut: - Nilai 4, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan utama. - Nilai 3, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan kecil. - Nilai 2, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan kecil. - Nilai 1, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan utama. 2. Pengisian kolom penilaian rating dapat menggunakan tanda check list (√) atau tanda silang (x) dan lain-lain pada kolom 2, 3, 4 dan 5.
Tabel 10. Penilaian rating pada faktor kekuatan Kekuatan 4 3 2
1
1. 2. …….. Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991
Tabel 11. Penilaian rating pada faktor kelemahan Kelemahan 4 3 2
1
1. 2. …….. Sumber: Kinnear dan Taylor, 1991
Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) dapat dilihat dalam Tabel 12 dan Tabel 13 dengan petunjuk pengisian sebagai berikut: 1. Pemberian nilai rating didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam meraih peluang yang ada.
Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan
seperti berikut: - Nilai 4, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “sangat baik” dalam meraih peluang. - Nilai 3, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang ”baik” dalam meraih peluang. - Nilai 2, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “cukup baik” dalam meraih peluang. - Nilai 1, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “tidak baik” dalam meraih peluang. 2. Pemberian nilai rating yang didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam menghindari ancaman yang ada. Pemberian nilai tersebut seperti di bawah ini: - Nilai 4, jika ancaman tersebut kecil. - Nilai 3, jika ancaman tersebut sedang. - Nilai 2, jika ancaman tersebut besar. - Nilai 1, jika ancaman tersebut sangat besar. 3. Pengisian kolom penilaian pada peratingan dapat menggunakan tanda check list (√) atau tanda silang (x) dan lain-lain pada tempat yang telah disediakan.
Tabel 12. Penilaian rating pada faktor peluang Peluang 4 3 2
1
Tabel 13. Penilaian rating pada faktor ancaman Ancaman 4 3 2
1
1. 2. ……..
1. 2. ……..
d. Matriks IE Matriks Internal Eksternal merupakan gabungan antara matriks Internal dan matriks Eksternal yang berisikan sembilan macam sel dan akan memperlihatkan suatu kombinasi total nilai yang terboboti dari matriks IFE dan matriks EFE. Tujuan dari penggunaan matriks ini adalah untuk memperoleh strategi pengembangan yang lebih rinci. Diagram tersebut dapat mengidentifikasi sembilan sel strategi perusahaan. Gambar kesembilan sel tersebut, yaitu seperti pada Gambar 5. Kuat 4,0 I Growth
Tinggi Skor Total EFE
3,0 Rataan 2,0 Rendah
IV Growth VI Stability
Skor Total IFE Rataan Lemah 3,0 2,0 1,0 II III Growth Stability V Stability
VI Retrenchment
VIII IX Retrenchment Retrenchment
1,0 Gambar 5. Matriks IE (David, 2009) Secara jelasnya, mengenai metodologi atau tata urutan yang dilakukan dalam penelitian ini akan disajikan dalam Gambar 6.
Permasalahan
Pengumpulan Data
Data sekunder
Data primer
Analisis Data
Analisis Lingkungan Eksternal Peluang
Ancaman
Analisis SWOT
Strategi SO
Strategi WO
Strategi ST
Analisis Lingkungan Internal Kekuatan
Rating
Kelemahan
Pembobotan
Pairwise Comparison
Strategi WT
Internal Factor Evaluation (IFE)
Diagram IE
Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) Gambar 6. Metodologi Penelitian
External Factor Evaluation (EFE)
4. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis Kabupaten Sambas dengan luas wilayah 6.395,70 km2 atau 639.570 Ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat), merupakan wilayah kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah Propinsi Kalimantan Barat. Panjang pantai seluas ±128,5 Km dan panjang perbatasan negara berjumlah ± 97 Km. Dilihat dari letak geografisnya, kabupaten Sambas terletak diantara 10 081 Lintang Utara sampai 00 331 Lintang Utara dan 1080 391 Bujur Timur sampai 1100 041 Bujur Timur, dengan batas wilayah : a. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna dan Serawak (Malaysia Timur). b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kota Singkawang dan kabupaten Bengkayang. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna. d. Sebelah Timur berbatasan dengan Serawak (Malaysia Timur) dan kabupaten Bengkayang. Kecamatan Teluk Keramat sebagai daerah sampel untuk komditas karet secara administratif terletak pada Lintang Utara antara 10 181 13” - 10 361 29” dan Bujur timur 1090 031 55” - 1090 181 12”, dengan batas wilayah: a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Paloh dan kecamatan Tangaran. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Sambas. c. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Sejangkung. d. Sebelah Barat berbatasan dengan kecamatan Jawai dan kecamatan Tekarang. Secara administratif, kecamatan Jawai yang merupakan daerah sampel untuk komoditas kelapa terletak pada Lintang Utara 10 111 33” - 10 321 15” dan Bujur timur 1080 571 25” - 1090 081 21”, dengan batas wilayah yaitu: a. Sebelah Utara berbatasan dengan kecamatan Tangaran. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kecamatan Jawai Selatan. c. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Natuna. d. Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Tekarang.
4.2. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Sambas terdiri dari 19 kecamatan dan 184 desa, seperti dalam Tabel 7, yaitu kecamatan Selakau berjumlah 9 desa, kecamatan Pemangkat berjumlah 5 desa, kecamatan Jawai berjumlah 11 desa, kecamatan Tebas berjmlah 23 desa, kecamatan Sambas
berjumlah 18 desa, kecamatan Teluk keramat
berjumlah 24 desa, kecamatan Paloh berjumlah 8 desa, kecamatan Sejangkung berjumlah 12 desa, kecamatan Sajingan Besar berjumlah 5 desa, kecamatan Galing berjumlah 10 desa, kecamatan Subah berjumlah 11 desa, kecamatan Tekarang berjumlah 7 desa, kecamatan Semparuk berjumlah 5 desa, kecamatan Sajad berjumlah 4 desa, kecamatan Sebawi berjumlah 7 desa, kecamatan Jawai Selatan berjumlah 9 desa, kecamatan Tangaran berjumlah 7 desa, kecamatan Selakau Timur berjumlah 4 desa dan kecamatan Salatiga berjumlah 5 desa. Dari 19 kecamatan tersebut terdapat 2 kecamatan yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia (Serawak) yaitu kecamatan Paloh dan Sajingan Besar. Kecamatan Teluk Keramat yang merupakan daerah sampel untuk komoditas karet terdiri dari 24 desa, dengan jumlah 75 dusun dan 16.879 kepala keluarga. Sedangkan kecamatan Jawai yang merupakan daerah sampel untuk komoditas kelapa teridiri dari 11 desa, dengan jumlah 44 dusun dan 10.937 kepala keluarga. Mengenai wilayah administrasi Kabupaten Sambas di Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Gambar 7. 4.3. Jumlah Penduduk Penduduk kabupaten Sambas berdasarkan data Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sambas tahun 2010, jumlah penduduk kabupaten Sambas berjumlah 546.088 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 278.748 jiwa dan penduduk perempuan 267.340 jiwa dengan kepadatan rata-rata 77 jiwa/km2, dengan kepala keluarga sebanyak 146.904 kepala keluarga. Jumlah penduduk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 14. 4.4. Perekonomian Nilai Produk Domestik Bruto (PDRB) kabupaten Sambas pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp 5.287.291.210,- . PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009 ini mengalami peningkatan sebesar 13,13 % dari tahun
2008 yang berjumlah Rp 4.673.550.470,-. Sedangkan berdasarkan harga konstan yaitu sebesar Rp 2.771.482.120,- yang mengalami peningkatan sebesar 5,43 % dari tahun 2008 yang sebesar Rp 2.628.632.190,-. PDRB perkapita penduduk atas dasar harga berlaku sebesar Rp 10.649.297,18. Sedangkan apabila dilihat berdasarkan harga konstan adalah berjumlah Rp 5.582.218,40. PDRB perkapita berdasarkan harga konstan ini mengalami peningkatan sebesar 4,27 %.
Peta Provinsi Kalimantan Barat
Gambar 7. Peta Provinsi Kalimantan Barat
Tabel 14. Rekapitulasi jumlah desa, jumlah penduduk dan kepala keluarga di Kabupaten Sambas tahun 2010 Jumlah No Kecamatan Penduduk Desa Laki-laki Perempuan L + P KK 1 Sambas 18 25.145 24.471 49.616 13.145 2 Teluk Keramat 24 31.302 29.546 60.848 16.879 3 Jawai 11 21.418 19.779 41.197 10.937 4 Tebas 23 39.348 36.525 75.873 20.112 5 Pemangkat 5 26.756 25.946 52.702 12.536 6 Sejangkng 12 12.756 12.372 25.128 6.259 7 Selakau 9 16.021 14.954 30.975 8.612 8 Paloh 8 11.425 10.440 21.865 6.490 9 Sajingan Besar 5 4.841 4.449 9.290 2.048 10 Subah 11 9.454 8.573 18.027 5.006 11 Galing 10 10.231 9.748 19.979 5.550 12 Tekarang 7 7.883 7.281 15.164 4.138 13 Semparuk 5 13.356 16.931 30.287 9.275 14 Sajad 4 5.684 5.808 11.492 2.996 15 Sebawi 7 9.081 8.482 17.563 4.682 16 Jawai Selatan 9 10.894 10.112 21.006 5.345 17 Tangaran 7 10.700 10.106 20.806 6.099 18 Salatiga 5 7.624 7.257 14.881 3.895 19 Selakau Timur 4 4.829 4.560 9.389 2.900 Jumlah 184 278.748 267.340 546.088 146.904 Sumber: Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sambas 2010
Struktur perekonomian didominsai oleh sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 42,48 % terhadap keseluruhan perekonomian, kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yaitu sebesar 29,05 %, sektor industri sebesar 10,57 % dan sektor lainnya sebesar 17,90 %. Perekonomian ini sangat tergantung pada sumber daya alam. Komoditas unggulan yang menopang perekonomian masyarakat adalah padi, karet, jeruk siam dan kelapa. 4.5. Jumlah Produksi 4.5.1. Jumlah produksi Karet Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi yang ada di wilayah kepulauan Kalimantan. Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat menduduki peringkat kedua terbanyak setelah provinsi Kalimantan Tengah dengan jumlah produksi sebesar 248.272 ton/tahun dari semua provinsi yang ada di Kalimantan.
Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan jumlah produksi karet pada tahun 2010 seperti dalam Tabel 15. Tabel 15. Jumlah produksi karet di Kalimantan No Nama Provinsi Produksi (ton/tahun) 1 Kalimantan Barat 248.272 2 Kalimantan Tengah 258.641 3 Kalimantan Timur 24.403 4 Kalimantan Selatan 103.563 Jumlah 634.879 Sumber: Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, 2011
Berdasarkan data jumlah produksi karet di Kalimantan Barat, Kabupaten Sambas menempati urutan kelima terbanyak dari 14 kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Sanggau, kabupaten Sintang, Kabupaten Landak dan Kabupaten Bengkayang. Adapun mengenai jumlah produksi karet di Kalimanta Barat seperti yang tercantum dalam Tabel 16. Tabel 16. Jumlah produksi karet di Kalimantan Barat No Nama Kabupaten/Kota Produksi (ton/tahun) 1 Pontianak 4.310 2 Landak 36.932 3 Sambas 20.192 4 Bengkayang 21.952 5 Singkawang 4.855 6 Sanggau 49.836 7 Sekadau 18.437 8 Sintang 34.434 9 Melawi 14.336 10 Kapuas Hulu 15.554 11 Ketapang 14.031 12 Kayong Utara 905 13 Kubu Raya 12.498 Jumlah 248.272 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2011
4.5.2. Jumlah Produksi Kelapa Jumlah produksi kelapa di Kalimantan Barat menduduki peringkat pertama terbanyak dengan jumlah produksi sebesar 79.599 ton/tahun dari semua provinsi yang ada di Kalimantan. Menurut Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan jumlah produksi karet pada tahun 2010 seperti tercantum dalam Tabel 17.
Berdasarkan data jumlah produksi kelapa di Kalimantan Barat Kabupaten Sambas menempati urutan ketiga terbanyak dari 14 kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kalimantan Barat setelah Kabupaten Kubu Raya dan Pontianak dengan jumlah produksi sebesar 14.888 ton/tahun. Adapun mengenai jumlah produksi kelapa dan perkiraan produksi sabut kelapa di Kalimanta Barat seperti yang tercantum dalam Tabel 18. Tabel 17. Jumlah produksi kelapa di Kalimantan No Nama Provinsi Produksi (ton/tahun) 1 2 3 4
Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Timur Kalimantan Selatan Jumlah
79.599 70.082 22.225 31.568 203.474
Sumber: Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM, 2011
Tabel 18. Jumlah produksi kelapa dan sabut kelapa di Kalimantan Barat No Nama Produksi Kelapa Produksi Sabut Kabupaten/Kota (ton/tahun) Kelapa (ton/tahun) 1 Pontianak 14.547 1.475,066 2 Landak 752 76,253 3 Sambas 14.888 1.509,643 4 Bengkayang 2.529 256,441 5 Singkawang 1.424 144,394 6 Sanggau 299 30,319 7 Sekadau 1 0,101 8 Sintang 381 38,633 9 Melawi 116 11,762 10 Kapuas Hulu 52 5,273 11 Ketapang 1.755 117,957 12 Kayong Utara 5.037 510,752 13 Kubu Raya 37.818 3.834,745 Jumlah 79.599 8.011,339 Sumber: BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2011
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Identifikasi Faktor Internal (Kekuatan dan Kelemahan) 5.1.1. Faktor Kekuatan a. Ketersediaan bahan baku yang banyak. Kelancaran proses produksi dalam mengembangkan suatu usaha dibidang agroindustri, diperlukan ketersediaan bahan baku yang cukup. Karena bahan baku merupakan salah satu bagian dari sumber daya fisik yang penting dalam upaya untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif perusahaan. Ketersediaan bahan baku tersebut selain didukung oleh sumber daya alam yang dimiliki masyarakat, juga dimiliki oleh masyarakat disekitarnya seperti kabupaten dan kota yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Sambas seperti kabupaten Bengkayang dan kota Singkawang. Komoditas karet di kabupaten Sambas sendiri terdapat 53.578 Ha, sedangkan komoditas kelapa (kelapa dalam dan kelapa hybrida) berjumlah 22.612,6 Ha. Perkebunan karet maupun kelapa tersebar hampir diseluruh kecamatan yang ada di kabupaten Sambas. Berdasarkan pada Tabel 19 terlihat bahwa, dari 19 kecamatan yang ada di kabupaten Sambas, terdapat 17 kecamatan yang memiliki perkebunan karet dan hanya 2 kecamatan saja yang tidak memiliki perkebunan karet yaitu kecamatan Jawai Selatan dan kecamatan Pemangkat. Sedangkan dari 19 kecamatan yang tidak memiliki lahan perkebunan kelapa hanya 4 kecamatan saja yaitu kecamatan Galing, kecamatan Sajad, kecamatan Sambas dan kecamatan Teluk Keramat dan 15 kecamatan lainnya mempunyai perkebunan kelapa. Menurut Van-Dam (1997) dalam Pujiastuti (2007) Setiap butir buah kelapa rata-rata mempunyai berat sekitar 1,8 kg yang terdiri dari sabut 35%, tempurung 28%, daging buah 12%, dan air 25%. Serat dapat dipisahkan dari sabut kelapa dengan menggunakan mesin pemisah serat. Dari sabut kelapa dapat diperoleh 227,8 gram serat kering, yang terdiri dari 62,6 gram serat panjang (bristle), 38,2 gram serat pendek dan medium (mattress), dan 127 gram debu sabut. Jika di Kabupaten Sambas menghasilkan 14.888 ton/tahun (14.888.000 kg/tahun), maka idealnya akan menghasilkan serat sabut
pertahunnya (serat
panjang dan serat pendek) sebanyak 1.509.463,2 kg/tahun atau sekitar 1.509,643
ton/tahun, dengan asumsi bahwa semua sabut kelapa yang ada diolah menjadi serat sabut. Persebaran perkebunan kelapa dan perkiraan produksi sabut di Kabupaten Sambas seperti pada Tabel 20. Tabel 19. Persebaran komoditas karet di Kabupaten Sambas No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kecamatan Galing Jawai Jawai Selatan P aloh Pemangkat Sajad Salatiga Sambas Sebawi Subah Sajingan Besar Sejangkung Selakau Selakau Timur Semparuk Tangaran Tebas Tekarang Teluk Keramat Jumlah
Luas lahan (Ha) 4.336 83 0 1.533 0 3.019 50 5.016 2.239 7.109 5.142 7.983 594 995 29 1.667 807 846 12.130 53.578
Produksi (ton/tahun) 700,50 0,00 0,00 277,19 0,00 890,50 0,00 1.702,00 705,40 1.675,00 1.862,00 2.279,69 26,30 132,80 5,60 520,00 130,50 254,20 5.730,90 20.192
Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010
Tabel 20. Persebaran komoditas kelapa dan sabut kelapa di Kabupaten Sambas No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Galing Jawai Jawai Selatan Paloh Pemangkat Sajad Salatiga Sambas Sebawi Subah Sajingan Besar Sejangkung Selakau Selakau Timur Semparuk Tangaran Tebas Tekarang Teluk Keramat Jumlah
Luas lahan (Ha) 0,0 5.485,0 4.343,0 923,0 2.184,0 0 2.759,0 0 22,0 146,5 33,1 9,0 2.220,0 310,0 817,0 2.146,0 399,0 858,0 0 22.162,6
Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010
Produksi kelapa (ton/tahun) 0 3.805,60 3.291,10 269,13 1,84 0 2,30 0 10,89 15,10 3,96 3,10 859,00 98,40 57,80 875,00 187,70 536,90 0 14.888
Produksi Sabut Kelapa (ton/tahun) 0 385,888 333,718 27,290 0,187 0 0,233 0 1,104 1,531 0,402 0,314 87,103 9,978 5,861 88,725 19,033 54,442 0
1.509,643
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian di lapangan menyatakan bahwa, semua responden, baik itu responden petani kelapa (20 responden) maupun responden petani karet (20 responden) berkeinginan untuk menambah luas lahan perkebunannya, namun keinginan tersebut memiliki kendala, karena sebagian besar mereka sudah tidak lagi mempunyai lahan yang belum dikelola. Sekitar 65% responden menyatakan sudah tidak memiliki lahan yang belum dikelola, sedangkan 35% masih memiliki lahan yang belum dikelola. Jika keinginan tersebut dapat diakomodir oleh Pemda setempat, maka ketersediaan bahan baku karet dan kelapa akan bertambah banyak. b. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. Ketersediaan tenaga kerja merupakan salah satu input dalam suatu proses produksi maupun pada proses pascapanen olahan dalam bentuk yang lain. Tenaga kerja atau sumber daya manusia yang bisa diartikan sebagai karyawan ini merupakan salah satu sumber daya internal yang penting bagi perusahaan untuk meraih serta mempertahankan keunggulan kompetitif. Pengolahan industri sebutret diperlukan tenaga kerja yang apabila ditinjau dari segi kuantitasnya cukup tersedia. Jumlah tingkat lulusan di kabupaten Sambas setiap tahunnya mengalami peningkatan, yaitu berjumlah 260.767 orang pada tahun 2008 menjadi 264.568 orang pada tahun 2009. Dengan tingkat pendidikan Sarjana berjumlah 8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA berjumlah 40.967 orang, SMP berjumlah 69.392 orang, SD sebanyak 96.825 orang, tidak sekolah/tidak tamat sekolah sebanyak 20.767 orang. Menurut Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sambas pada tahun 2011, jumlah ketenagakerjaan pada tahun 2010 seperti yang tercantum dalam Tabel 21. Berdasarkan Tabel 21, penduduk di Kabupaten Sambas yang berjumlah 546.088 jiwa mempunyai 258.908 jiwa penduduk yang termasuk golongan angkatan kerja atau sekitar 47,4%. Tabel 21. Ketenagakerjaan No 1 2 3
Ketenagakerjaan Penduduk 15 tahun ke atas Angkatan kerja Jumlah pengangguran
2010 330.305 258.908 11.736
Sumber : Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kab. Sambas
c. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah petani yang mengusahakannya di Kabupaten Sambas. Jumlah kepala keluarga atau petani karet adalah 39.706 KK yang tersebar di 17 kecamatan yang ada di Kabupaten Sambas. Kecamatankecamatan tersebut adalah kecamatan Galing, Jawai, Paloh, Sajad, Salatiga, Sambas, Sebawi, Subah, Sajingan Besar, Sejangkung, Selakau, Selakau Timur, Semparuk, Tangaran, Tebas, Tekarang dan Teluk Keramat. Jumlah petani kelapa adalah 12.593 KK, yang tersebar di 15 kecamatan antara lain kecamatan Jawai, Jawai Selatan, Paloh, Pemangkat, Salatiga, Sebawi, Sajingan Besar, Sejangkung, Selakau, Selakau Timur, Semparuk, Subah, Tangaran, Tebas dan Tekarang (Tabel 22). Banyaknya jumlah kepala keluarga yang menjadikan karet dan kelapa sebagai komoditas andalan dalam menghasilkan pendapatan sehari-hari merupakan suatu keuntungan bagi suatu usaha yang akan dijalankan karena ketersediaan bahan baku akan bisa dijamin kekontinyuitasannya karena masyarakat petani pasti akan mencari pembeli dari produk yang mereka hasilkan agar petani tetap bisa mendapatkan uang untuk memberi nafkah pada keluarganya. Tabel 22. Jumlah kepala keluarga petani karet dan kelapa No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kecamatan Galing Jawai Jawai Selatan Paloh Pemangkat Sajad Salatiga Sambas Sebawi Subah Sajingan Besar Sejangkung Selakau Selakau Timur Semparuk Tangaran Tebas Tekarang Teluk Keramat Jumlah
Petani karet (KK) 3.992 99 0 660 0 1.956 50 3.102 1.707 4.865 1.213 4.646 395 756 30 2.095 742 701 12.697 39.706
Sumber: BPS Kabupaten Sambas 2010
Petani kelapa (KK) 0 3.704 1.357 450 1.092 0 1.021 0 49 204 77 22 1.728 266 97 1.350 647 529 0 12.593
d. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. Tanah atau lahan yang ada di kabupaten Sambas (Darwis et al, 1985) termasuk pada golongan sangat sesuai dan cukup sesuai untuk tanaman kelapa, terutama di daerah pesisir pantai, yang terdiri dari tanah Podsolit Merah Kuning dengan luas 157.320 Ha khususnya berada di daerah dataran rendah atau pantai. Tanah jenis Aluvial yang merupakan jenis tanah yang cocok atau sesuai untuk tanaman karet berjumlah 230.630 Ha yang terletak didataran rendah dan daerah dataran tinggi atau pegunungan. Dengan kondisi lahan atau tanah yang seperti ini akan sangat memberikan manfaat pada petani yang mengusahakannya. e. Tersedianya pasar produk sebutret. Peluang pemasaran produk sebutret masih terbuka lebar. Permintaan akan produk sebutret di dunia internasional sangat tinggi terutama negara-negara di Eropa dan Amerika terutama untuk pembuatan jok mobil dan pesawat terbang. Selain itu, minat dari masyarakat di kabupaten sambas juga cukup tinggi. Berdasarkan dari data dilapangan 100% responden menyatakan berminat untuk menggunakan produk sebutret ini karena adanya keunggulan-keunggulan yang dimiliki, jika harga dari produk tersebut terjangkau harganya. Selain itu, produksi sebutret yang ada saat ini belum bisa memenuhi permintaan dari Negara Amerika, Jepang dan Australia karena produksinya masih relatif kecil. Sampai saat ini sebutret yang bisa di produksi baru baru sekitar 20 hingga 30 meter kubik per bulan. Sementara permintaan dari Amerika, Jepang dan Australia sekitar 150 meter kubik per bulan atau 50 meter kubik tiap negara. http://info-cilacapbarat.blogspot.com/2010/07/ sabutret-wanareja-berpeluang-jadi.html. Oleh sebab itu, pemasaran produk yang akan dilakukan nantinya harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan dari konsumen (dilakukan segmentasi pasar), karena setiap daerah atau wilayah pasti memiliki selera dan kebutuhan yang berbedabeda. 5.1.2. Faktor Kelemahan a. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. Sebagian besar lahan usahatani merupakan lahan yang diusahakan secara turun temurun. Berdasarkan dari hasil penelitian dilapangan, digambarkan bahwa
luas lahan yang diusahakan oleh para petani, baik petani karet maupun petani kelapa sebagian besar di bawah 1 Ha. Persetase luas lahan yang dimiliki oleh responden petani karet (20 orang) dan responden petani kelapa (20 orang) dapat dilihat pada Gambar 8 dan Gambar 9.
10%
10%
15%
0 – 0,5 Ha 0,6 – 1 Ha 1,1 – 1,5 Ha
65%
>1,6 Ha
Gambar 8. Persentase lahan petani karet
20%
5% 0 – 0,5 Ha
15%
0,6 – 1 Ha 60%
1,1 – 1,5 Ha >1,6 Ha
Gambar 9. Persentase lahan petani kela kelapa b. Tingkat pendidikan masyarakat masih relatif rendah. Masih rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat ini bisa menjadi kendala dalam proses alih teknologi. Pada tahun 2009 tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat kabupaten Samba Sambass didominasi oleh penduduk dengan tingkat pendidikan yang setara dengan SD. Adapun rincian dari tingkat pendidikan yang ada di kabupaten Sambas adalah sebagai berikut, yaitu: Sarjana berjumlah 8.498 orang, Diploma berjumlah 28.182 orang, SMA
berjumlah 40.967 orang, SMP berjumlah 69.392 orang, SD sebanyak 96.825 orang, tidak sekolah/tidak tamat sekolah sebanyak 20.767 orang. c. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi yang kurang mendukung. Ketersediaan sarana dan prasarana transportasi, listrik dan komunikasi sangat penting dan merupakan sarana pendukung bagi perkembangan investasi. Jalan merupakan prasarana yang penting untuk menunjang mobilitas orang, barang dan jasa. Panjang jalan yang ada di kabupaten Sambas pada tahun 2009 (Sambas Dalam Angka, 2010) baru mencapai 842,15 kilometer, dari panjang jalan tersebut yang sudah beraspal baru mencapai 37,48 %; 11,58 % jalan berkerikil; dan 50,94 % jalan tanah. Dengan kondisi jalan seperti ini akan mempengaruhi proses produksi, karena mobilitas barang baik untuk pengadaan bahan baku maupun pemasaran hasil akan menjadi terganggu dan dapat memberikan dampak yang besar karena bisa menambah biaya produksi. Selain itu, tenaga listrik yang yang ada masih terjadi pemadaman bergilir disemua wilayah Kabupaten Sambas dan jaringan telekomunikasi yang masih belum terjangkau dan masih belum dapat dinikmati oleh semua masyarakat Kabupaten Sambas. d. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. Proses pengolahan yang dilakukan karet ditingkat petani masih bersifat trdisional, karena masih belum melakukan proses pengolahan lebih lanjut sehingga jenis produk yang dihasilkan hanya pada produk yang biasa dan telah lama dilakukan oleh masyarakat. Jenis olahan yang dilakukan oleh petani karet adalah hanya dalam bentuk bahan olahan karet (bokar) dan dalam bentuk sheetsheet tipis. Jenis olahan tersebut ada yang dijual dalam bentuk kering (sheet tipis) dan basah atau dijual langsung kepada pedagang pengumpul yang ada di desa masing-masing. Selain itu untuk komoditas kelapa hanya dapat dilakukan secara trdisonal yaitu berupa pembuatan kopra. Dengan demikian sangat diperlukan penguasaan teknologi pengolahan lebih lanjut agar produksi yang dihasilkan lebih beragam dan diharapkan dapat menciptakan nilai tambah pada produk yang ada. Oleh karena itu, keterampilan sumber daya manusia dalam melakukan pengolahan lebih lanjut perlu untuk ditingkatkan melalui pelatihan-pelatihan.
e. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga profesional tentang proses produksi pembuatan sebutret. Dalam proses penerapan suatu teknologi diperlukan orang-orang yang ahli dibidangnya yang bisa memberikan pengarahan dan bimbingan agar teknologi yang telah disampaikan dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan. Olehkarena itu sangat diperlukan tenaga ahli yang sesuai dengan produk yang akan dikembangkan. f. Produk masih belum banyak dikenal oleh masyarakat. Sebagian besar masyarakat di kabupaten Sambas masih belum mengenal produk olahan sebutret yang merupakan kombinasi dari serat sabut kelapa dengan karet. Masih asingnya produk sebutret di kalangan masyarakat umum sehingga perlu kerja keras dalam melakukan promosi dan proses pemasaran di kabupaten Sambas. Berdasarkan hasil penelitian terhadap responden di lapangan diketahui bahwa sebagian besar belum mengenal produk serat sabut kelapa berkaret (sebutret). Data yang didapat dari total responden (70 responden) dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Jumlah masyarakat yang mengenal produk sebutret Jenis Responden Pedagang pengumpul karet Pedagang pengumpul kelapa Petani karet Petani kelapa Masyarakat umum Total Responden Persentase (%)
Mengenal produk 0 0 0 0 4 4 5,71
Tidak mengenal produk 5 5 20 20 16 66 94,29
Jumlah responden (orang) 5 5 20 20 20 70 100
g. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. Pasar yang ada di kabupaten Sambas adalah pasar yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan sebagai penampung produk yang dihasilkan oleh para petani, sehingga harga bahan baku yang berlaku adalah harga yang telah ditetapkan oleh para pengusaha tersebut. ketetapan harga tersebut menjadi harga mati dan petani tidak mendapatkan alternatif yang lain atas barang yang dijual, karena tidak ada informasi lain yang mereka dapatkan selain harga yang berlaku di pasaran.
h. Keterbatasan modal. Salah satu kendala dalam pengembangan agroindustri adalah dalam hal permodalan. Sehingga perlu adanya investor yang mau menanamkan modalnya dalam pembangunan industri pengolahan sebutret ini, karena jika dilimpahkan langsung kepada masyarakat petani, mereka tidak mempunyai modal menyediakan bahan-bahan yang akan diperlukan dalam proses
untuk
pengolahan
tersebut, demikian halnya dengan pemerintah daerah. Karena terbatasnya dana atau anggaran yang dimiliki oleh pemda sangat sulit untuk proses pengembangan tersebut. i. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. Artinya bahwa produk yang telah dihasilkan masih belum dapat diandalkan. Hal ini diakibatkan oleh masih minimnya kegiatan pengolahan, keterbatasan
sarana
distribusi
dan
jangkauan
pemasaran,
keterbatasan
infrastruktur dan sarana dan prasarana, harga yang tidak stabil akibat dari tidak adanya mekanisme penentuan harga serta terbatasnya akses terhadap informasi pasar. Sehingga mau tidak mau petani menjual hasil produksinya hanya ditingkat lokal. 5.2. Identifikasi Faktor Eksternal (Peluang dan Ancaman) 5.2.1. Faktor Peluang a. Melalui pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret (sebutret) akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat petani (kelapa dan karet), menambah peluang usaha dan lapangan pekerjaan. Tersedianya lapangan pekerjaan pada saat ini sangat penting bagi masyarakat. Minimnya jumlah lapangan pekerjaan yang ada menjadi pemicu banyak masyarakat Kabupaten Sambas yang mencapai ribuan orang bekerja ke luar daerah terutama bekerja ke negara tetangga Malaysia Timur yaitu Sarawak dan Brunei Darusalam menjadi TKI. Berdirinya berbagai usaha terutama dibidang pengembangan agroindustri sebutret ini diharapkan akan dapat membantu masyarakat yang memerlukan pekerjaan karena akan banyak memerlukan tenaga kerja, sehingga masyarakat khususnya di Kabupaten Sambas tidak perlu lagi pergi jauh-jauh ke negara tetangga untuk mencari pekerjaan. Oleh karena itu, peluang
yang sangat besar ini harus benar-benar dimanfaatkan oleh pemerintah daerah Kabupaten Sambas sebagai pengambil kebijakan untuk menyusun langkahlangkah agar pengembangan agroindustri sebutret ini agar bisa terlaksana. b. Masih belum adanya industri pengolahan dan pemanfaatan sabut kelapa. Jenis industri yang ada sebagian besar dalam lingkup industri kecil atau industri rumah tangga. Industri pengolahan tersebut meliputi industri pengolahan bahan pangan seperti industri minyak kelapa, kecap, gula kelapa dan lain-lain. Selain itu ada juga industri non-pangan seperti industri pengolahan karet, pembuatan peti jeruk dan lain-lain. Oleh karena itu pengembangan agroindustri sebutret yang bahan bakunya sudah tersedia sangat penting sekali untuk dikembangkan, supaya sabut kelapa yang merupakan produk samping dari kelapa dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Karena selama ini sabut kelapa dianggap sebagai limbah dan dibuang atau dibiarkan begitu saja di samping rumah mereka. Padahal apabila ada teknologi pengolahan sabut kelapa yang penerapannya sederhana dan dapat diadopsi oleh masyarakat akan sangat membantu petani untuk menambah atau meningkatkan pendapatannya. Adapun mengenai bentuk usaha yang akan dijalankan bisa dalam bentuk usaha industri rumah tangga seperti yang telah dilakukan di India, yang mana di India itu sendiri menurut Kamath (2009) hampir 98% dari industri sabut di Kerala India terdiri unit usaha yang bergerak di sektor rumah tangga. Oleh karena itu, seandainya usaha pengembangan sebutret ini dijalankan, dan dengan didukung oleh ketersediaan bahan baku yang ada akan menghasilkan banyak industri pengolahan tersebut dan akan banyak menyerap tenaga kerja. Oleh karena itu, peluang yang sangat besar ini harus bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. c. Adanya dukungan yang diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas dalam pengembangan agroindustri. Bentuk dukungan yang telah diberikan oleh Pemda Kabupaten Sambas saat ini adalah menempatkan komoditas kelapa dan karet sebagai komoditas unggulan. Selain itu, adanya program yang digulirkan oleh pemerintah daerah untuk menjadikan kabupaten Sambas sebagai kawasan industri seperti yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Kabupaten Sambas nomor 6 tahun 2007 tentang Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sambas.
Dengan adanya dukungan dalam bentuk program pengembangan kawasan tersebut akan sangat membantu dalam proses percepatan pembangunan tersebut. d. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. Secara umum pendapatan setiap penduduk kabupaten Sambas dicerminkan dalam Pendapatan Regional Domestik Bruto (PDRB) kabupaten Sambas pada tahun 2009 atas dasar harga berlaku adalah sebesar Rp 5.287.291.210,- . PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2009 ini mengalami peningkatan sebesar 13,13 % dari tahun 2008 yang berjumlah Rp 4.673.550.470,-. Berdasarkan harga konstan yaitu sebesar Rp 2.771.482.120,- yang mengalami peningkatan sebesar 5,43 % dari tahun 2008 yang sebesar Rp 2.628.632.190,-. PDRB perkapita penduduk atas dasar harga berlaku sebesar Rp 10.649.297,18. Sedangkan apabila dilihat berdasarkan harga konstan adalah berjumlah Rp 5.582.218,40. PDRB perkapita berdasarkan harga konstan ini mengalami peningkatan sebesar 4,27 %. e. Jumlah penduduk yang semakin meningkat Penduduk Kabupaten Sambas berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemda Kabupaten Sambas tahun 2010 (pemutakhiran data penduduk), jumlah penduduk Kabupaten Sambas berjumlah 546.088 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 278.748 jiwa dan penduduk perempuan 267.340 jiwa dengan kepadatan rata-rata 77 jiwa/km2, dengan Kepala Keluarga sebanyak 146.904 KK. Dengan pertambahan penduduk tersebut harus disertai dengan penyediaan lapangan pekerjaan. Salah satu usaha yang dapat dijadikan penyerap lapangan pekerjaan adalah dengan mendirikan usaha agroindustri yang berbahan baku dari kelapa dan karet yang lebih dikenal dengan nama sebutret. 5.2.2. Faktor Ancaman a. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. Fluktuasinya harga ditingkat petani dapat merupakan ancaman dalam usaha pengembangan agroindustri sebutret. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani akan sangat berpengaruh terhadap harga dari produk akhir itu sendiri. Karena apabila harga bahan baku berupa karet menjadi mahal, maka dapat dipastikan harga produk sebutretnya juga akan mengalami kenaikan. Hal ini merupakan kosekuensi agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Hal tersebut
akan terjadi pada musim hujan. Karena pada musim tersebut para petani tidak akan melakukan panen karet. b. Pasar masih dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa untuk saat ini, peralatan-peralatan rumah tangga seperti kasur, kursi dan lain-lain masih didominasi oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. Bahkan hasil dari produk sintetis tersebut dapat mengalahkan produk yang berasal dari kapuk, dan dapat mengubah pandangan masyarakat bahwa produk tersebut lebih baik dari yang lainnya. Selain harganya yang relatif masih dapat dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah, juga untuk saat ini produk tersebut lebih mudah didapatkan di pasaran, dibandingkan dengan produk yang lainnya. c. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. Maraknya pembukaan lahan untuk perluasan perkebunan sawit yang dilakukan oleh investor maupun masyarakat sangat
berpengaruh pada
ketersediaan lahan hutan yang ada. Sampai saat ini jumlah luas lahan perkebunan sawit lebih besar dibandingkan jumlah luas lahan tanaman karet. Adapun luas lahan kelapa sawit yaitu berjumlah 54.401,30 Ha, sedangkan luas lahan perkebunan karet hanya mencapai 53.578 Ha. Apabila luas perkebunan kelapa sawit dibandingkan dengan luas perkebunan kelapa akan terasa lebih jauh lagi. Hal ini dikarenakan luas perkebunan kelapa hanya mencapai 22.612,6 Ha. Besarnya animo masyarakat dan perusahaan-perusahaan yang ingin menanamkan modalnya dibidang perkebunan kelapa sawit, bukan suatu hal yang mustahil jika lama-kelamaan akan semakin menggeser atau mengurangi jumlah luas perkebunan karet dan kelapa yang ada di Kabupaten Sambas. d. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan tentang pengembangan komoditas unggulan. Kabupaten Sambas memiliki beberapa komoditas pertanian yang menjadi unggulan daerah seperti karet, kelapa, rambutan dan jeruk. Tapi sampai saat ini masih belum ada satupun dari komoditas tersebut yang menjadi prioritas untuk dibina dan dikembangkan, sehingga usaha peningkatan pendapatan petani masih belum terlaksana. Selain itu, Program yang digulirkan beberapa tahun yang lalu seperti program Kawasan Industri Semparuk sampai saat ini belum ada
perkembangan yang berarti, malah seakan-akan masih berjalan ditempat. Dengan demikian program yang ingin menjadikan kabupaten Sambas yang berwawasan industri masih sangat jauh dari harapan. e. Politik dan keamanan. Stabilitas politik dan keamanan di daerah merupakan salah satu ancaman yang dapat mengganggu dalam pengembangan suatu agroindustri. Kondisi iklim politik dan keamanan sangat berpengaruh terhadap suatu usaha investasi. Hal ini dikarenakan oleh jika kondisi politik dan keamanan disuatu daerah dalam kondisi baik, maka minat para investor akan lebih besar ketimbang jika kondisi tersebut tidak baik. f. Perubahan cuaca. Perubahan cuaca sangat bepengaruh terhadap ketersediaan bahan baku pembuatan sebutret, terutama dalam penyediaan latek karet. Hal ini dikarenakan oleh semakin tidak menentunya cuaca yang tidak lagi didasarkan pada musim kemarau maupun musim penghujan, sehingga ketersediaan lateks juga tidak menentu. Karena karet hanya akan bisa dipanen pada waktu hari tidak hujan. Kabupaten Sambas termasuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan bulanan rata-rata 187.348 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 11 hari /bulan. Curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dan curah hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan bulan Agustus. g. Hama tanaman. Hama tanaman juga sangat berpengaruh terhadap jumlah hasil produksi. Karena apabila tidak secepatnya ditanggulangi dan diantisipasi akan berdampak lebih besar lagi dan bisa berakibat pada berkurangnya luas lahan yang dimiliki oleh petani. Adapun hama tanaman yang pernah menyerang pada tanaman kelapa di kabupaten Sambas pada tahun 2010 adalah hama dari spesies Plesispa reichei Chapuis. Adapun serangan hama ini ditandai dengan adanya kerusakan pada anak daun sehingga daun menjadi keriting dan kering. h. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. Hal ini sangat berpengaruh pada kontinuitas bahan baku. Petani akan bersemangat untuk berproduksi jika harga di pasaran tinggi dan akan kembali lesu apabila harganya turun. Oleh karena itu, perlunya kemitraan antara industri hulu
(pertanian) dengan industri hilirnya agar konsistensi harga yang ada di pasaran tetap terjaga dan relatif lebih stabil. i. Kurangnya koordinasi dari instansi yang terkait Berbagai usaha pembinaan sudah dilakukan oleh pemerintah kabupaten Sambas terhadap produk yang telah menjadi unggulan daerah, namun usaha tersebut masih belum maksimal. Hal ini dikarenakan oleh kurangnya koordinasi antar instansi-instansi yang terkait, sehingga sampai saat ini masih belum adanya produk-produk unggulan daerah yang mendapatkan prioritas untuk dibina. Selain itu, diakibatkan oleh kurangnya koordinasi di lingkungan pemda banyak lahan tumpang tindih dalam penggunaannya sehingga ada lahan yang sudah diperuntukan untuk suatu kegiatan diberikan izin lagi untuk kegiatan yang lainnya. 4.6. Implikasi Faktor Internal dan Eksternal Terhadap Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret di Kabupaten Sambas. Faktor internal dan eksternal yang telah diidentifikasi akan berimplikasi terhadap pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas. Implikasi tersebut akan ditinjau dalam dua aspek, yaitu aspek teknis dan aspek non-teknis: 1. Aspek teknis Adapun implikasinya adalah dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia yang salah satunya diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat akan berpengaruh terhadap manajemen organsisasi nantinya seperti dalam hal perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan, pemasaran dan pada proses produksi seperti rendahnya kreatifitas yang dimiliki dalam upaya mengembangkan produk. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan pengetahuan baik secara formal maupun non-formal (melalui pelatihan maupun pendampingan) sangat penting untuk dilakukan untuk meningkatkan mutu SDM dalam rangka merencanakan dan mengatur proses produksi dan operasi menjadi lebih baik dan teratur, serta dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi, mengurangi tingkat kerusakan pada produk dan dapat meningkatkan mutu produk sebutret melalui inovasi teknologi yang dilakukan, sehingga daya saing produk menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, keahlain SDM
dalam memanajemen suatu organisasi sangat penting untuk keberlanjutan usaha yang akan dijalankan. Menurut David (2009) fungsi dasar manajemen yang harus dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha adalah seperti dalam Tabel 24. Tabel 24. Fungsi dasar manajemen Penjelasan Perencanaan terdiri atas semua aktifitas manajerial yang terkait dengan persiapan di masa depan. Tugas-tugas khususnya mencakup peramalan, penetapan tujuan, pengunaan strategi, pengembangan kebijakan dan penentuan sasaran. Pengorganisasian Pengrganisasian mencakup semua aktifitas manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan otoritas. Tugas-tugas khususnya mencakup rancangan organisasional, spesialisasi pekerjaan, deskripsi kerja, spesifikasi kerja, rentang kendali, kesatuan komando, koordinasi, rancangan pekerjaan dan analisis kerja. Pemotivasian Pemotivasian mencakup upaya-upaya menuju pembentukan perilaku manusia. Topik-topik spesifiknya mencakup kepemimpinan, komunikasi, kelompok kerja, modifikasi perilaku, delegasi otoritas, pengayaan pekerjaan, kepuasan kerja, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasional, semangat kerja karyawan dan semabngat kerja manajerial. Penempatan Staf Aktifitas penempatan staf berpusat pada manajemen personalia atau sumber daya manusia. Termasuk di dalamnya adalah administrasi gaji dan upah, tunjangan karyawan, wawancara, rekruitmen, pemecatan, pelatihan, pengembangan manajemen, keamanan karyawan, tindakan afirmatif, peluang kerja yang setara, hubungan dengan serikat pekerja, pengembangan karier, riset personalia, kebijakan pendisiplinan, prosedur keluhan dan kehumasan. Pengendalian Pengendalian mengacu pada semua aktifitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan bahwa hasil-hasil aktualnya sejalan dengan yang direncanakan. Area pentingnya mencakup pengendalian kualitas, pengendalian keuangan, pengendalian penjualan, pengendalian persediaan, pengendalian pengeluaran, analisis varians, imbalan dan sanksi. Fungsi Perencanaan
Sumber: David, 2009
Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) fungsi manajemen terdiri dari lima
fungsi
dasar,
yaitu
perencanaan,
pengorganisasian,
pemotivasian,
penunjukan staf dan pengendalian. Perencanaan terdiri dari semua aktivitas manajerial
yang
berkaitan
dengan
persiapan
mengenai
masa
depan.
Pengorganisasian berkaitan dengan semua mutu manajerial yang menghasilkan struktur tugas dan hubungan wewenang. Fungsi pengorganisasian berkaitan dengan desain organisasi, spesialisasi pekerjaan dan analisis pekerjaan. Fungsi Pemotivasian berkaitan erat dengan kepemimpinan, komunikasi, kerjasama, delegasi wewenang, kepuasan pekerjaan, pemenuhan kebutuhan, perubahan organisasi, moral karyawan dan moral manajerial. Penunjukan staf berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yaitu administrasi gaji dan upah, tunjangan karyawan, wawancara penerimaan, pelatihan dan pengembangan manajemen. pengendalian terdiri dari semua aktifitas manajerial yang diarahkan untuk memastikan hasil konsisten dengan yang direncanakan. Tabel 25. Fungsi dasar manajemen produksi Penjelasan Keputusan proses berkaitan dengan rancangan sistem produksi fisik. Berbagai keputusan spesifiknya mencakup pilihan teknologi, tata letak fasilitas, analisa alur proses, lokasi fasilitas, perimbangan lini, pengendalian proses dan analisa transportasi. Kapasitas Keputusan kapasitas berkaitan dengan penentuan tingkat output optimal bagi organisasi. Keputusan-keputusan spesifiknya meliputi peramalan, pernecanaan fasilitas, perencanaan agregat, penjadwalan, pernecanaan kapasitas dan analisa antrean. Persediaan Keputusan persediaan menyangkut pengelolaan tigkat bahan mentah, proses pengerjaan dan barang jadi.keputusan-keputusan spesifiknya mencakup apa yang perlu dipesan, kapan dipesan, seberapa banyak pesanannya dan penanganan bahan-bahan. Angkatan Kerja Keputusan angkatan kerja berkaitan dengan pengelolaan tenaga kerja terampil, tidak terampil dan manajerial. Keputusan spesifiknya meliputi rancangan kerja, pengukursn kerja dan teknik-teknik motivasi. Kualitas Keputusan kualitas bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan jasa yang berkualitas tinggilah yang diproduksi. Keputusan-keputusan spesifiknya meliputi pengendalian (kontrol) kualitas, penentuan sampel, pengujian, penjaminan kualitas dan pengendalian biaya. Fungsi Proses
Sumber: David, 2009
Faktor lain yang juga harus dimiliki dan dikuasai oleh pengusaha maupun karyawan yaitu tentang produksi/operasi. Karena dengan rendahnya kualitas SDM akan berpengaruh pada produk yang akan dihasilkan. Oleh karena itu, fungsi ini
harus ada dalam suatu organisasi usaha yang dijalankan. Menurut David (2009) fungsi dasar dalam produksi atau operasi seperti tercantum dalam Tabel 25. Menurut David (2006) dan Hubeis (2011) manajemen produksi terdiri dari lima fungsi keputusan, yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan mutu. Proses menyangkut desain dari sistem produksi fisik. Kapasitas menyangkut penetapan tingkat luaran maksimal untuk organisasi. Persediaan mencakup mengelola banyaknya bahan baku, barang setengah jadi dan barang jadi. Tenaga kerja berkenaan dengan mengelola tenaga kerja terampil, tidak terampil dan manajerial. Mutu bertujuan untuk memastikan bahwa barang dan jasa bermutu tinggi yang dihasilkan. Selain itu, diharapkan dengan peningkatan SDM yang dimiliki dapat mengakses informasi-informasi yang berkaitan dengan pemasaran produk sebutret. Pemasaran menurut Hubeis (2011) merupakan proses menetapkan, mengantisipasi, menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk dan jasa, dimana keputusan mendasar yang harus dibuat untuk menetukan pemasaran yang tepat adalah keputusan dalam bauran pemasaran (seperangkat alat pemasaran yang digunakan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaannya). Menurut David (2009) ada tujuh fungsi pemasaran (functions of market ) pokok yaitu : a. Analisis konsumen (costumer analysis). Analisis konsumen merupakan pengamatan dan evaluasi kebutuhan, hasrat dan keinginan konsumen. Hal ini dilakukan dengan melibatkan pengadaan survei konsumen, penganalisaan informasi konsumen, pengevaluasian strategi pemosisian pasar, pengembangan profil konsumen (memaparkan karakteristik demografis dari konsumen) dan penentuan strategi segmentasi pasar. b. Penjualan produk/jasa. Penjualan (selling) meliputi banyak aktivitas pemasaran seperti iklan, promosi penjualan, publisitas, penjualan perorangan, manajemen tenaga penjualan, hubungan konsumen dan hubungan diller. c. Perencanaan produk dan jasa (produk and service planning). Perencanaan produk dan jasa meliputi berbagai aktifitas seperti uji pemasaran, pemomosian produk dan merek, pemanfataan garansi, pengemasan, penentuan
pilihan produk, fitur produk, gaya produk, kualitas produk, penghapusan produk lama dan penyediaan layanan konsumen. d. Penetapan harga (pricing). Tindakan dalam penetapan harga sangat penting untuk dilakukan dalam rangka mempertahankan keberadaan produk dipasaran. Karena penetapan harga yang terlalu tinggi justru akan merugikan perusahaan di waktu yang akan datang. e. Distribusi. Distribusi mencakup pergudangan, saluran-saluran distribusi, cakupan distribusi, lokasi atau wilayah penjualan, tingkat dan lokasi persediaan, kurir transportasi dan penjualan grosir f. Riset pemasaran (marketing research). Riset pemasaran adalah pengumpulan, pencatatan dan penganalisaan data yang sistematis mengenai berbagai persoalan yang terkait dengan pemasaran barang dan jasa. g. Analisis peluang (opportunity analysis). Analisis peluang melibatkan penilaian atas biaya, manfaat dan resiko yang terkait dengan keputusan pemasaran. Ada tiga langkah yang diperlukan untuk membuat analisis biaya-manfaat yaitu: 1) menghitung total biaya yang terkait dengan suatu keputusan, 2) memperkirakan total manfaat dari keputusan tersebut, dan 3) membandingkan total biaya dengan total manfaat. 2. Aspek non-teknis Bedirinya industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret diharapkan lebih dapat membantu meningkatkan perekonomian masyarakat, jika keberadaan perkebunan karet dan kelapa sebagai bahan baku tetap terjaga kelestariannya, karena petani khususnya patani kelapa selain menjual kelapa dalam kopra, juga akan mendapatkan tambahan dari penjualan sabut kelapanya. Apalagi di Kabupaten Sambas masih belum ada industri pengolahan sebutret. Oleh karena itu dengan adanya teknologi pengolahan sebutret paling tidak akan dapat membantu masyarakat petani karet dan kelapa dalam upaya untuk meningkatkan nilai tambah pada produk. Tetapi usaha pengembangan industri pengolahan sebutret tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah
dan perpolitikan yang berkembang kurang mendukung untuk terciptanya usaha tersebut. Oleh karena itu kebijakan-kebijakan yang telah dibuat untuk pengembangan agroinustri harus diaplikasikan dengan sebaik-baiknya, karena menurut Hubeis (2011) kebijakan pemerintah yang berupa undang-undang baik di tingkat pusat, propinsi maupun kabupaten yang akan menentukan beroperasinya suatu perusahaan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memfasilitasi dan membangun kemitraan antara UKM-UKM yang ada dengan industri-industri yang lebih besar serta antara industri hulu (pertanian) dengan industri hilir (proses pengolahan). Tanpa adanya keterpaduan tersebut perkembangan usaha agroindustri ini akan sulit untuk dicapai. 4.7. Perumusan Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret di Kabupaten Sambas. 4.7.1. Matriks SWOT Alat yang biasa digunakan dalam merumuskan alternatif strategi untuk merumuskan suatu kebijakan atau program adalah dengan matriks SWOT. Matriks ini akan menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang ada dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks SWOT ini dapat menghasilkan empat macam kemungkinan alternatif strategi yaitu strategi S-O, strategi W-O, strategi S-T dan strategi W-T. Hasil analisis SWOT dapat dilihat pada Tabel 26. Strategi yang bisa dilakukan dalam pengembangan produk sebutret di kabupaten
Sambas
dalam
upaya
untuk
memaksimalkan
kekuatan
dan
memanfaatkan peluang serta meminimalkan kelemahan dan megatasi ancaman yang ada adalah sebagai berikut: 1. Strategi S-O Strategi ini dibuat untuk memanfaatkan semua kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya, yaitu: a. Memanfaatkan teknologi pengolahan sebutret untuk meningkatkan nilai tambah pada komoditas karet dan kelapa. S1,S3,O1,O2,O3,O6. Adanya teknologi pengolahan sebutret merupakan suatu jalan yang sangat baik untuk meningkatkan nilai tambah (value added) pada komoditas
karet dan kelapa. Karena dengan adanya teknologi tersebut sabut kelapa yang selama ini dianggap limbah akan dapat dimanfaatkan menjadi produk yang bernilai jual. b. Memanfaatkan peluang pasar dengan menciptakan produk sebutret yang bervariasi
dan
bermutu yang disesuaikan
dengan
selera
konsumen.
S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6. Kemampuan suatu usaha sangat penting untuk melihat tren yang sedang berkembang di masyarakat/konsumen, yaitu mengenai produk apa yang diminati konsumen dan produk apa yang mulai ditinggalkan oleh konsumen. Oleh karena itu, pengembangan variasi produk-produk baru sangat penting untuk dilakukan dalam upaya peningkatan usaha, baik dari pengusaha maupun dari tenaga kerja untuk melihat peluang dengan adanya variasi produk, sehingga ada proses timbal balik antara tenaga kerja dengan pengusaha sebutret, hubungan baik yang terbina akan memperlancar proses produksi dan pemasaran hasil produk sebutret. 2. Strategi S-T Strategi ini adalah untuk menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman yang ada seperti: a. Meningkatkan konsistensi dalam penerapan kebijakan tentang pembangunan industri khususnya untuk pengembangan agroindustri sebutret. S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9. Kebijakan-kebijakan tentang pengembangan agroindustri yang ada saat ini dirasakan masih banyak kekurangannya. Salah satu contoh kebijakan yang ada sekarang ini adalah kebijakan tentang program
Kawasan Industri
Semparuk (KIS) yang berlokasi di kecamatan Semparuk Kabupaten Sambas belum berjalan sebagaimana perencanaannya, dimana tujuan dari program tersebut adalah menjadikan kabupaten Sambas menjadi kawasan yang berwawasan industri. Oleh karena itu masih diperlukan penyempurnaan terhadap kebijakan-kebijakan yang sudah ada. Baik kebijakan mengenai sarana
dan
prasarana
seperti
lokasi
yang
akan
dijadikan
tempat
pengembangan, penyediaan bahan baku disektor hulu sampai pada kebijakankebijakan disektor hilirnya.
b. Meningkatkan kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta melalui pengembangan agroindustri sebutret. S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8. Kurangnya kemitraan antara pemerintah daerah, akademisi, petani dan swasta merupakan suatu hal sangat sulit untuk dilaksanakannya suatu kegiatan pengembangan agroindustri sebutret tanpa bersinerginya pilar-pilar tersebut dalam pengembangan usaha industri. Pilar-pilar tersebut adalah pemerintah daerah, yang merupakan pembuat kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan agroindustri, akademisi yang merupakan pencipta dari teknologi yang terbaru, masyarakat petani sebagai penyedia bahan baku dan pengusaha atau swasta sebagai pemilik modal. Oleh karena itu pemerintah, akademisi, masyarakat petani dan pengusaha/pemilik modal harus bersamasama dalam memanfaatkan potensi dan sumber daya alam seperti karet dan kelapa yang ada dengan sebaik-baiknya untuk menghasilkan produk sebutret yang berkualitas sehingga mampu bersaing di pasaran. Adanya kemitraan tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan produk
unggulan
dibidang
agroindustri,
meningkatkan
kemampuan
masyarakat petani yang berbasis teknologi tepat guna. Agar semua kekuatan dan peluang yang ada dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien. Sehingga tujuan utama dari pembangunan yang berupa peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dapat terwujud. 3. Strategi W–O Strategi ini merupakan strategi yang digunakan untuk memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya untuk meminimalkan kelamahankelamahan yang ada, seperti: a. Mengadakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas SDM dalam penyerapan teknologi
dan
informasi
tentang
pengolahan
dan
pasar
sebutret.
W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6. Masih banyaknya masyarakat yang berpendidikan lulusan Sekolah Dasar (SD) merupakan salah satu faktor penghambat dalam upaya penyerapan teknologi dan informasi. Olehkarena itu, untuk mengantisipasi hambatan tersebut salah satu upaya yang bisa dan dapat dilakukan adalah dengan
mengadakan pelatihan-pelatihan tentang pengoperasian teknologi dan informasi, selain dari pelaksanaan program wajib belajar sembilan tahun. Adanya program-program tersebut diharapkan dapat mengatasi kelemahankelemahan yang dimiliki untuk merebut semua peluang-peluang yang ada. b. Memperkuat pendanaan untuk pengembangan agroindustri sebutret dan peningkatan sarana dan prasarana pendukungnya. W3,W6,W8,O1,O2,O3,O6. Permodalan atau pendanaan menjadi salah satu poin yang sangat penting untuk dipertimbangkan dalam upaya pengembangan agroindustri. Karena dalam pengembangan agroindustri banyak faktor-faktor yang terlibat. Faktor-faktor
tersebut,
selain
penganggaran
mengenai
pembangunan
agroindustri itu sendiri juga mengenai sarana dan prasarana penunjang lainnya. Adapun sarana dan prasarana penunjang tersebut seperti infrastruktur jalan, jembatan, telekomunikasi, listrik dan air. Karena tanpa adanya dukungan dari elemen itu akan sangat mengganggu dalam pengadaan bahan baku dan proses pemasaran yang berakibat pada tingginya biaya yang akan dikeluarkan sehingga akan sangat berpengaruh pada harga produk. Olehkarena itu
pemanfaatan
terhadap alokasi
anggaran yang telah
ada
harus
dimaksimalkan dengan sebaik-baiknya yang didasarkan pada skala prioritas untuk pembangunan. Walaupun dalam proses pengembangan tersebut tidak bisa dilakukan dalam satu waktu, paling tidak tahapan-tahapan untuk menuju kearah pengembangan tersebut dapat terlaksana dan terwujud dalam bentuk yang nyata. 4. Strategi W – T Strategi
yang
digunakan
untuk
meminimalkan
kelamahan
dan
menghindari ancaman yang ada, antara lain: a. Meningkatkan sosialisai dan promosi tentang teknologi pengolahan maupun hasil produk sebutret. W4,W6,W7,T2. Kegiatan sosialisasi dan promosi tentang teknologi dan produk sebutret harus semakin ditingkatkan. Hal tersebut dimaksudkan agar teknologi dan produk sebutret tidak hanya diketahui oleh masyarakat yang berpendidikan tinggi dan melek informasi saja, melainkan oleh semua lapisan masyarakat dari perkotaan sampai ke desa-desa. Untuk mengatasi kelemahan tersebut,
perlu meningkatkan sosialisasi teknologi dan produk dengan memanfaatkan media-media yang ada, misalnya melalui poster-poster, selebaran-selebaran dan gambar-gambar yang disebarkan dengan memanfaatkan institusi yang bersifat struktural pemerintah daerah maupun melalui radio-radio lokal. Hal ini
dilakukan
agar
ancaman-ancaman
dapat
diminimalkan
sehingga
masyarakat tidak hanya terpaku pada produk-produk peralatan rumah tangga yang berbahan baku sintetis saja. b. Mengadakan kegiatan peremajaan dan perluasan lahan tanaman karet dan kelapa. W1,T3,T4,T5. Program-program yang berbasis pada perkebunan rakyat hendaknya semakin ditingkatkan, misalnya seperti program penanaman pohon karet dan kelapa yang bertujuan untuk melakukan upaya rehabilitasi kebun dan lahan secara terpadu dan terencana dengan melibatkan semua instansi pemerintah terkait, swasta dan masyarakat. Hal ini dilakukan untuk mengatasi kelemahan yang dimiliki sehingga peremajaan dan perluasan lahan perkebunan dapat dilakukan. Selain itu pelaksanaan program-program seperti ini diharapkan dapat meminimalkan ancaman yang ada seperti tingginya animo masyarakat dan investor untuk melakukan ekspansi perkebunan kelapa sawit, sehingga perkebunan dan hutan yang tersisa tidak hanya dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit melainkan untuk peremajaan dan perluasan lahan perkebunan karet dan kelapa. c. Meningkatan koordinasi antar lembaga yang terkait dalam fungsi dan tata guna lahan khususnya lahan karet dan kelapa serta penanggulangan hama tanaman. W1,T3,T4,T5.T7,T9. Koordinasi mengenai fungsi dan tata guna lahan dan penanggulangan hama tanaman yang dilakukan oleh instansi yang terkait sangat perlu untuk ditingkatkan. Hal tersebut dilakukan agar kelemahan yang dimiliki dapat di atasi dan berbagai ancaman dapat diminimalkan secepat mungkin. Contoh yang ada sekarang ini adalah kurangnya kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait seperti antar bidang dalam Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Sambas maupun dengan Badan Perencanaan Daerah berakibat pada tumpang-tindihnya lahan yang digunakan
Tabel 26. Matriks SWOT Kekuatan (Strenghts) 1. Ketersediaan bahan baku yang banyak. 2. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. 3. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. 4. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. 5. Tersedianya pasar produk sebutret.
Kelemahan (Weakness) 1. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. 2. Tingkat pendidikan relatif rendah. 3. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan telekomunikasi yang kurang mendukung. 4. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. 5. Belum adanya tenaga ahli tentang proses produksi pembuatan sebutret. 6. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. 7. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. 8. Keterbatasan modal. 9. Daya saing rendah hanya EFE sebatas lokal desa dan kecamatan. Peluang (Opportunities) Strategi S – O Strategi W – O 1. Memanfaatkan teknologi 1. Meningkatkan pendapatan 1. Mengadakan pelatihan untuk pengolahan sebutret untuk petani dan lapangan pekerjaan. meningkatkan kualitas SDM meningkatkan nilai tambah pada dalam penyerapan teknologi 2. Masih belum adanya industri pengolahan sabut kelapa. komoditas karet dan kelapa. dan informasi tentang 3. Adanya dukungan yang S1,S3,O1,O2,O3,O6. pengolahan dan pasar sebutret. 2. Memanfaatkan peluang pasar diberikan oleh pemda. W2,W4,W5,W7,W9,O3,O4.O6. dengan menciptakan produk 4. Perekonomian masyarakat 2. Memperkuat pendanaan untuk sebutret yang bervariasi dan yang semakin meningkat. pengembangan agroindustri bermutu yang disesuaikan 5. Jumlah penduduk yang sebutret dan peningkatan sarana dengan selera konsumen. semakin meningkat. dan prasarana pendukungnya. S1,S2,S5,O1,O2,O3,O4,O5.O6. 6. Teknologi pembuatan sebutret W3,W6,W8, O1,O2,O3,O6. sudah ada. Ancaman (Threats) Strategi W – T Strategi S – T 1. Ketidakpastian harga bahan 1. Meningkatkan konsistensi dalam 1. Meningkatkan sosialisai dan baku ditingkat petani. promosi tentang teknologi penerapan kebijakan tentang 2. Pasar masih dikuasai oleh pengolahan maupun hasil pembangunan industri khususnya produk yang berbahan baku untuk pengembangan produk sebutret. dari sintetis. agroindustri sebutret. W4,W6,W7,T2. 3. Pemerintah belum konsisten S1,S2,S3,T3,T4,T5,T9. 2. Mengadakan kegiatan peremajaan dan perluasan lahan dalam mengaplikasikan 2. Meningkatkan kemitraan antara tanaman karet dan kelapa. kebijakan. pemerintah daerah, akademisi, W1,T3,T4,T5. 4. Ekspansi lahan perkebunan petani dan swasta melalui 3. Meningkatan koordinasi antar kelapa sawit. pengembangan agroindustri lembaga yang terkait dalam 5. Politik dan keamanan. sebutret. S1,S3,S5,T1,T2,T5,T8. fungsi dan tata guna khususnya 6. Perubahan cuaca. lahan karet dan kelapa serta 7. Hama tanaman. penanggulangan hama tanaman. 8. Belum adanya kemitraan W1,T3,T4,T5.T7,T9. usaha yang kuat. 9. Kurangnya koordinasi dari instansi yang terkait. IFE
untuk perkebunan kelapa sawit, perkebunan rakyat, program transmigrasi dan Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Kejadian ini terjadi terjadi di beberapa kecamatan yang ada di kabupaten Sambas, diantaranya yang terjadi di kecamatan Galing, kecamatan Sajingan dan
kecamatan Sajad. Karena sangat disayangkan, pada lahan yang sama dikeluarkannya izin pengolahan lahan untuk Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan dan perkebunan kelapa sawit. Selain itu, ada lahan yang sudah diperuntukan untuk berdirinya rumah-rumah untuk mendukung program transmigrasi jga diberikan izin untuk pengembanagn kelapa sawit sehingga terjadi penggusuran oleh perusahaan yang akan berinvestasi di kelapa sawit. Bahkan di kecamatan lain ada lahan pekebunan karet yang telah dikelola oleh masyarakat bertahun-tahun yang telah siap panen masuk ke dalam areal atau lokasi yang akan dijadikan untuk perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut tentu saja tidak akan terjadi jika adanya koordinasi antar elemen dan instansi yang terkait. Selain itu kurang akuratnya data yang dimiliki oleh Badan Pertanahan di Kabupaten Sambas, sehingga banyak tanah yang mempunyai kepemilikan yang ganda. 5.4.2. Analisis Matriks IFE (Internal Factor Evaluation Matrix) Faktor yang menjadi kekuatan utama dan yang diharapkan dapat meminimalkan kelemahan yang dimiliki untuk mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret (sebutret) adalah tersedianya pasar produk sebutret dengan hasil skor terbesar yaitu sebesar 0.321 dengan bobot 0.080 dan dengan rating sebesar 4,0. Selain itu, faktor lain yang dapat dimanfaatkan adalah karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mempunyai skor sebesar 0.314 dengan bobot 0.079 dan rating sebesar 4,0; yang diikuti oleh ketersediaan bahan baku yang banyak dengan skor sebesar 0.310; tenaga kerja lokal cukup tersedia dengan skor sebesar 0.236; kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa dengan skor 0.198. Perhitungan faktor-faktor internal dapat dilihat dalam Tabel 27. Kelemahan dalam usaha pengembangan yang akan dilakukan adalah terletak pada daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan dengan bobot sebesar 0,073 dan rating sebesar 2,0 yang menghasilkan skor sebesar 0,145. Selain itu faktor yang menjadi kelemahan adalah Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil dengan skor 0,144; Tingkat pendidikan relatif rendah dan kurangnya akses terhadap informasi pasar dengan skor sebesar 0,132;
kemudian diikuti oleh keterbatasan modal dengan skor sebesar 0,121; penguasaan teknologi oleh petani masih rendah dengan skor sebesar 0,117; sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung dengan skor 0,111 serta yang menjad kelemahan utamanya adalah produk masih belum dikenal oleh masyarakat dengan skor sebesar 0,089. Tabel 27. Matriks IFE Faktor Internal Kekuatan A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. D. Kondisi tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. E. Tersedianya pasar produk sebutret. Kelemahan F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. G. Tingkat pendidikan relatif rendah H. Sarana dan prasarana transportasi, listrik dan telekomunikasi yang kurang mendukung. I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. J. Belum adanya tenaga ahli. tentang proses produksi pembuatan sebutret. K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar M. Keterbatasan modal N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. Total
Bobot
Rating
Skor
0.077 0.074
4.0 3.2
0.310 0.236
0.079
4.0
0.314
0.066
3.0
0.198
0.080
4,0
0.321
0.072 0.066
2.0 2.0
0.144 0.132
0.069
1.6
0.111
0.073
1.6
0.117
0.071
2.0
0.142
0.074 0.066 0.060
1.2 2.0 2.0
0.089 0.132 0.121
0.073
2,0
0.145
1
2.512
Dari hasil analisis perhitungan faktor-faktor internal didapatkan total skor sebesar 2,512. Nilai yang didapat tersebut berada di atas nilai rata-rata sebesar 2,5, yang menurut David (2003) nilai tersebut menunjukan posisi internal yang cukup kuat, dimana usaha pengembangan yang ingin dilakukan memiliki kemampuan untuk dikembangkan yang berada di atas rata-rata dalam memanfaatkan kekuatan dan mengantisipasi kelemahan internal yang dimiliki. 5.4.2. Analisis Matriks EFE (External Factor Evaluation Matrix) Teknologi pembuatan sebutret sudah ada merupakan peluang utama dengan bobot sebesar 0.071 dan rating sebesar 4,0, sehingga menghasilkan skor sebesar 0.286. Diharapkan peluang-peluang yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk menghindari bebagai ancaman yang muncul. Faktor lain yang menjadi peluang dalam upaya pengembangan usaha sebutret adalah
meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan dengan skor sebesar 0,275; kemudian diikuti oleh perekonomian masyarakat yang semakin meningkat dengan jumlah skor sebesar 0,240; Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa dengan skor 0,230; kemudian Jumlah penduduk yang semakin meningkat dengan skor 0,206 dan Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda dengan jumlah skor sebesar 0.199. Tabel 28. Matriks EFE Faktor Eksternal Peluang A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, Ancaman G. Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M. Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. Total
Bobot
Rating
Skor
0.072
3.8
0.275
0.068 0.066 0.067 0.069 0.071
3.4 3.0 3.6 3.0 4,0
0.230 0.199 0.240 0.206 0.286
0.064
2.0
0.128
0.070
1.8
0.127
0.064
1.4
0.089
0.071 0.066 0.063 0.056 0.069 0.064 1
1.6 1.6 1.8 2.0 2,0 2.0
0.112 0.106 0.132 0.112 0.138 0.129 2.509
Faktor yang menjadi ancaman dalam upaya pengembangan sebutret adalah belum adanya kemitraan usaha yang kuat dengan skor sebesar 0,138 yang didapat dari bobot sebesar 0,069 dan rating sebesar 2,0, dan Perubahan cuaca dengan skor sebesar 0,132 yang didapat dari bobot sebesar 0,056 dan rating sebesar 2,0. Kemudian diikuti oleh Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait dengan skor sebesar 0,129; Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani dengan skor 0,128; Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis dengan skor 0,127; Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit dan hama tanaman dengan skor sebesar 0,112; politik dan keamanan dengan skor 0,106; dan yang menjadi kelemahan utamanya adalah pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan yaitu dengan nilai 0,090. Penilaian atas faktor-faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 28.
5.4.3. Analisis Matriks Internal-Eksternal (Internal-External Matrix) Gabungan kedua matriks IFE dan EFE akan menghasilkan matriks InternalEksternal (IE) yang berisikan Sembilan macam sel yang memperlihatkan kombinasi total nilai terboboti dari matriks-matriks IFE dan EFE. Nilai IFE yang diperoleh adalah sebesar 2,512 dan nilai EFE adalah 2,509 (Gambar 10). Perpaduan dari kedua nilai tersebut menunjukan bahwa strategi pengembangan serat sabut kelapa berkaret (sebutret) ini terletak pada sel ke lima, yaitu sel stabilitas yang dapat dikelola dan dilakukan dalam pengembangan kedepannya dengan penetrasi pasar dan pengembangan produk. Berdasarkan gambaran dari matriks Internal-Eksternal (IE) di atas yang menyatakan bahwa pengembangan agroindustri serat sabut kelapa berkaret di Kabupaten Sambas yaitu dengan cara penetrasi pasar dan pengembangan produk. Menurut David (2009) mengatakan bahwa penetrasi pasar (market penetration) adalah strategi yang mengusahakan peningkatan pangsa pasar untuk produk atau jasa yang ada di pasar saat ini melalui upaya-upaya pemasaran yang lebih besar. Sedangkan pengembanagn produk (product development) menurut David (2009) adalah sebuah strategi yang mengupayakan peningkatan penjualan dengan memperbaiki atau memodifikasi produk atau jasa yang ada saat ini.
Kuat 4,0 Skor Total EFE = 2,509
Tinggi
Skor Total IFE = 2,512 Rataan 3,0 2,0
Lemah 1,0
I
II
III
IV
V
VI
VIII
IX
3,0 Rataan 2,0 Rendah 1,0
VII
Gambar 10. Matriks IE
cara
4.8. Strategi Pengembangan Agroindustri Serat Sabut Kelapa Berkaret. Berdasarkan analisis SWOT pada Tabel 26 dan posisi pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas pada matriks IE (Gambar 10), maka dapat dirumuskan strategi yang dapat dilakukan untuk mengembangkan usaha serat sabut kelapa berkaret, yaitu: a. Melakukan pendataan ulang yang lebih akurat tentang kepemilikan, fungsi dan tataguna lahan yang ada di kabupaten sambas dengan mengoptimalkan koordinasi antar instansi yang terkait terutama dari Dinas Perkebunan dan Kehutanan, Dinas Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Kecamatan-kecamatan sampai ke desa-desa, agar data yang dimiliki menjadi seragam. Hal ini bertujuan agar lahan-lahan perkebunan karet dan kelapa yang sudah ada dan hutan-hutan yang tersisa tidak beralih fungsi menjadi lahan perkebunan kelapa sawit yang saat ini banyak diminati oleh masyarakat agar ketersediaan bahan baku tetap terjaga. Selain itu juga untuk menghindari adanya kepemilikan ganda dan memperjelas status kepemilikan pada lokasi tanah yang ada. b. Melakukan studi kelayakan investasi usaha sebutret dengan terperinci agar kedepannya industri yang telah dijalankan tidak mengalami masalah. Oleh karena itu dalam studi tersebut harus memperhatikan beberapa aspek, yaitu aspek pasar (meliputi permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan), aspek teknis dan produksi (meliputi skala produksi, proses produksi, mesin dan fasilitas, perlengkapan, penanganan limbah dan tata letak), aspek keuangan (meliputi sumber pendanaan, biaya, keuntungan dan tingkat pengembalian), aspek manajemen (meliputi struktur organisasi dan tenaga kerja), aspek hukum (meliputi badan hukum, jaminan hukum dan perizinan) dan aspek sosial ekonomi (meliputi devisa negara dan daerah, kesempatan kerja, dampak pada industri lain dan dampak pada masyarakat). c. Memproduksi sebutret yang sesuai dengan keinginan dan citarasa konsumen. Artinya bahwa sebelum barang-barang yang telah diproduksi dipasarkan, terlebih dahulu dilakukan segmentasi pasar (market segmentation), targeting dan positioning. Segmentasi pasar didefinisikan sebagai pembagian pasar menjadi bagian-bagian konsumen yang berbeda menurut kebutuhan dan
kebiasaan belanja mereka. Targeting adalah suatu tindakan memilih satu atau lebih segmen pasar yang akan dimasuki. Sedangkan Positioning adalah penetapan posisi pasar, yang tujuannya adalah untuk membangun dan mengkomunikasikan keunggulan bersaing yang ada di pasar ke dalam benak konsumen (David, 2009), sehingga produk yang telah dihasilkan tepat sasaran. Selain itu, diharapkan produk yang dihasilkan sesuai dengan perkembangan zaman yang mengedepankan kenyamanan kepada sipemakai produk. Adapun proses pengolahan serat sabut kelapa berkaret menurut Sinurat et al (2001) adalah sebagai berikut: Sabut lunak atau sabut keras yang telah direndam di dalam bak perendaman diolah dengan mesin pemisah untuk menghasilkan serat. Serat dibersihkan dan dipisahkan dari kotoran, kemudian dikeringkan dan disimpan dalam bak. Serat hasil pemisahan ini disebut serat alami, dan produk sebutret yang terbuat dari serat alami disebut sebutret alami. Serat alami dan produk dari serat yang telah mengalami pengeritingan disebut sebutret keriting. Proses pengeritingan dilakukan dengan memintal serat terlebih dahulu menggunakan mesin pemintal. Hasil pemintalan serat digulung pada beberapa rol penggulung. Selanjutnya, rol-rol penggulung tersebut dipindahkan dan ditempatkan secara bertingkat pada rak rol penggulung. Dengan menarik ujung-ujung pintalan serat dari rol-rol penggulung, kemudian menggabungkan dan memuntirnya dengan alat pembuat tali dan akan terbentuk tali atau tambang yang terdiri atas beberapa pintalan serat. Selanjutnya, tumpukan tali direndam dalam uap air mendidih selama 15-20 menit, lalu dipindahkan dan diperam atau dikeringkan pada suhu ruangan paling sedikit selama 14 hari di dalam bak pemeraman. Tali hasil pemeraman dibuka dan diurai lagi dengan menggunakan tangan (secara manual) dan diperoleh serat yang telah berubah menjadi serat keriting permanen. Sebelum proses pencetakan terlebuh dahulu yang dilakukan adalah membuat kompon lateks. Pembuatan kompon lateks tersebut dapat dilakukan selama proses pemeraman tali. Lateks kebun diolah dengan menggunakan mesin sentrifusi untuk menghasilkan kompon lateks pekat pendadihan. Bahan kimia yang berfase serbuk padat ditimbang dan diolah di dalam mesin ball mill dan mengubahnya menjadi bahan dispersi. Selanjutnya lateks pekat dan bahan dispersi dicampur
dengan menggunakan mixer dan diperam selam 72 jam untuk menghasilkan kompon lateks. Setelah itu serat alami atau serat keriting ditaburkan dan dicetak dengan ketebalan yang seragam antara 2-4 cm untuk membentuk sheet tipis. Kompon lateks yang telah dipersiapkan disemprot dengan menggunakan alat penyemprot pada kedua permukaan sheet yaitu bagian atas dan bawah, dan diharapkan agar kabut kompon dapat menembus dan membasahi seluruh bagian dalam sheet. Sheet basah yang baru disemprot dikeringkan terlebih dahulu pada suhu ruangan atau ditiup dengan udara menggunakan kipas angin atau dapat juga di dalam pengering yang bersuhu 400C, sebelum dimasukan ke dalam oven pemvulkanisasi. Sheet tebal dapat dibentuk dengan cara menumpuk beberapa sheet tipis yang telah dikeringkan, dengan terlebih dahulu dibubuhi dengan lapisan perekat dengan menyemprotkan sedikit kompon lateks pada permukaan sheet yang akan bersinggungan. Tumpukan sheet-sheet tipis ditekan di dalam cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan guna merapatkan kedua permukaan yang saling bersinggungan sehingga diperoleh kerapatan atau ketebalan sheet yang diinginkan. Selanjutnya kedua belah cetakan, atas dan bawah dikunci atau diikat dengan baut atau kawat pengikat yang terpasang pada cetakan, lalu cetakan yang berisi sheet tebal dimasukan ke dalam oven pemvulkanisasi. Proses vulkanisasi berlangsung pada suhu 100 0C selama 60-90 menit, dengan kecepatan aliran udara panas di dalam oven vulkanisasi antara 0,125-0,213 m/dt. Sebagai tahap akhir pengolahan, sisi pinggir produk hasil vulkanisasi dipotong atau diratakan dengan menggunakan alat pemotong sebutret dan produk akhir dibungkus dan disimpan di dalam gudang. Hasil dari produk yang telah dibuat pastinya tidak akan luput dari permasalahan. Ada beberapa faktor menurut Sinurat et al (2001) yang berpengaruh dalam proses pembuatan sebutret tersebut, antara lain: a) Tingkat kekeringan pada sabut, karena sabut yang terlalu kering akan menyulitkan dalam proses pemisahan serat. b) Besar kecilnya diameter gulungan pintalan pada rol penggulung, karena makin besar diameter rol penggulung makin cepat penarikan tali dari corong
pemuntir yang mengakibatkan pintalan menjadi mudah terputus. Diameter gulungan pintalan yang disarankan tidak melebihi dari 100 mm. c) Penggunaan jenis serat, apakah serat alami atau tanpa pengeritingan ataupun serat keriting, sehingga untuk pembuatan sebutret yang relatif tebal hendaknya menggunakan serat keriting karena serat keriting mempunyai kepegasan yang lebih baik dibandingkan dengan serat alami. d) Penggunaan jenis pengolahan kompon lateks, karena lateks yang dihasilkan dengan metode pusingan memiliki tingkat pampatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan lateks dadih. e) Jumlah kompon lateks yang disemprotkan. f) Proses penekanan pada tumpukan sheet, karena kurangnya penekanan pada sheet akan berpengaruh pada tingkat kerapatannya sehingga menyebabkan besarnya rongga di dalam produk. g) Tingkat kepegasan akan berkurang apabila produk terkena air dan berada dalam ruangan yang lembab. Kepegasan produk akan kembali normal apabila dipindahkan ke dalam ruangan yang kering. Hal ini terjadi karena serat-serat yang telah diselubungi oleh lapisan karet menjadi agak kaku dan cendrung kembali keposisi awal. h) Alat penyemprot yang digunakan, karena kompon lateks dadih yang bersifat cendrung menggumpal sehingga proses penyemprotan akan terhenti yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan di dalam saluran nozle injektor jika kompresor tidak mampu memompakan udara dalam jumlah yang cukup. Oleh karena itu disarankan untuk menggunakan kompresor yang bertenaga 3-4 Hp atau sekitar 0,75 Hp. Contoh bentuk produk sebutret dari serat alami dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Produk sebutret dari serat alami (BPTK Bogor) d. Melakukan kegiatan persiapan sumber daya manusia, sumber daya alam, infrastruktur dan sumber pendanaan. Peningkatan dan pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan mengadakan pembinaan dan pelatihan dalam pengolahan produk sebutret dari instansi yang terkait seperti Dinas Koperasi, UMKM, Perindustrian dan perdagangan melalui Balai Latihan Kerja (BLK) ataupun dengan mengadakan kerjasama dengan institusi atau lembagalembaga yang berkompeten dibidang pengolahan sebutret. Adapun tujuannya adalah dapat memberikan pengetahuan dalam proses pembuatan sebutret dan meningkatkan pengelolaan usaha yang berupa peningkatan produk yang akan dihasilkan, manajemen produksi dan tenaga kerja, administrasi dan keuangan, pemasaran produk, serta tentang pemeliharaan mesin dan peralatan produksi. Kegiatan pembinaan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan, seminar, diskusi maupun dengan melakukan studi banding ke tempat-tempat yang telah memproduksi produk yang sama agar produk yang dihasilkan memiliki daya saing tinggi. Hasil dari pelatihan dan pembinaan tersebut diharapkan akan menciptakan tenaga kerja yang terampil dan bisa diandalkan dalam manajemen organisasi dan menghasilkan produk yang bermutu dan mampu bersaing dengan produk-produk sejenis yang berbahan baku dari sintetis baik ditingkat lokal, nasional maupun internasional. Persediaan sumber daya alam diarahkan untuk pengembangan industri hulu agar ketersediaan bahan baku tetap untuk industri pengolahan sebutret tetap terjaga keberlanjutannya dengan meningkatkan produktifitas kerja petani karet dan kelapa. Selain meningkatkan produktifitas kerja petani, hal-hal yang penting untuk dipertimbangkan adalah dalam pengumpulan bahan baku
tersebut. Proses pengumpulan bahan baku, khusus untuk komoditas kelapa dapat dilakukan dengan membeli langsung kepada petani melalui kelompok tani, pedagang pengumpul kelapa ataupun ke industri kopra atau pengolahan minyak kelapa yang ada di daerah yang bersangkutan. Sedangkan proses pengumpulan lateks karet melalui kelompok tani yang ada ataupun mendatangi langsung kepetani karet, jika ingin mendapatkan lateks karet dan bukan kepedagang pengumpul karet karena pedagang pengumpul hanya membeli produk dalam bentuk bokar dan sheet-sheet tipis yang telah melalui proses penggilingan manual. Selain itu, hal-hal yang perlu dilakukan adalah meningkatkan kegiatan pembangunan infrastruktur yang berupa jalan karena dari total 842,15 km jalan yang ada sekitar 64,52 % jalan yang masih berbentuk jalan tanah dan berkerikil. Pembangunan jembatan yang menghubungkan antara kecamatan Tekarang dengan Perigi Piyai di Kecamatan Tebas dan jembatan yang merupakan akses dari ibu kota Kecamatan Teluk Keramat dengan ibu kota Kabupaten yaitu antara Teluk Keramat dengan Tanjung Harapan. Penyediaan tenaga listrik yang masih terjadi pemadaman bergilir disemua wilayah Kabupaten Sambas dan jaringan telekomunikasi yang masih belum terjangkau dan masih belum dapat dinikmati oleh semua masyarakat Kabupaten Sambas sebagai faktor penunjang untuk akses pembangunan industri pengolahan serat sabut kelapa berkaret di daerah-daerah yang menjadi sentra produksi karet dan kelapa. Agar pengembangan agroindustri sebutret dapat berjalan diperlukan sumber pendanaan. Pendanaan adalah suatu indikator penting dalam mendeteksi apakah suatu usaha dapat dijalankan atau tidak. Usaha tersebut dapat didanai baik dengan modal sendiri, modal asing, ataupun gabungan keduanya, akan dapat mencapai keuntungan yang ekonomis. Bagaimana struktur modal tersebut disusun agar dapat meminimumkan biaya modal (cost of capital), sehingga akan optimal penggunaannya. Sumber dana yang didapat dari modal asing yaitu: sumber dana yang didapatkan dari luar perusahaan (kreditur) yang tidak ikut memiliki perusahaan tersebut seperti bank, perusahaan asing, dan lain sebagainya. Sumber dana dari modal asing biasanya berwujud hutang, baik hutang jangka panjang, maupun hutang jangka pendek. Sumber dana dari
internal perusahaan yang akan melakukan aktivitas usaha. Sumber dana ini disebut juga sebagai sumber dana modal sendiri. Sumber dana modal sendiri biasanya berwujud modal saham. Jika usaha pengembangan sebutret tersebut dijalankan dalam bentuk koperasi maka modal koperasi diperoleh dari simpanan pokok, wajib dan sukarela dari anggota. e. Membangun industri pengolahan sebutret yang berbasis kerakyatan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan petani dan peningkatan ekonomi daerah, baik melalui pendirian Koperasi, BUMD, maupun dengan melakukan kerjasama (mitra) dengan pihak swasta. Kemitraan yang dilakukan dengan pihak swasta diharapkan akan menciptakan: a) Saling memerlukan dalam arti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok mitra memerlukan penampungan hasil dan bimbingan. b) Saling memperkuat dalam arti baik kelompok mitra maupun perusahaan mitra
sama-sama
memperkuat
kedudukan
masing-masing
dalam
meningkatkan daya saing usahanya. c) Saling menguntungkan, yaitu kelompok mitra maupun perusahaan mitra memperoleh peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Adapun bentuk kerjasama atau kemitraan dapat dilakukan dengan berbagai pola kerjasama, antara lain: a) Pola Sub-kontrak, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang dilakukan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya kelompok mitra memproduksi barang-barang yang diperlukan oleh perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. b) Pola Dagang umum, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang dilakukan antara kelompok mitra dengan perusahaan mitra, yang di dalamnya perusahaan mitra memasarkan hasil produksi kelompok mitra atau kelompok mitra memasok kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan mitra. c) Pola Keagenan, pola ini merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa perusahaan mitra.
d) Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA), pola ini merupakan hubungan kemitraan yang di dalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan komoditas kelapa dan karet. Tabel 29. Alternatif lokasi pembangunan agroindustri sebutret berdasarkan keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah Kecamatan
Teluk Keramat
Jawai
Tebas
Keunggulan - Memiliki luas lahan karet terbesar. - Memiliki jumlah penduduk kedua terbesar. - Berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil kelapa terbesar di kab. Sambas. - Memilliki luas lahan kelapa terbesar. - Berbatasan langsung dengan kecamatan penghasil karet terbesar di kab. Sambas.
-. Memiliki jumlah penduduk terbesar. - Memiliki akses transportasi yang strategis karena dilewati oleh jalan utama yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kab. Sambas. - Dekat dengan pelabuhan laut Sintete yang dimiliki oleh kab. Sambas.
Kelemahan - Tidak memiliki lahan perkebunan kelapa. - Akses transportasi ke jalan utama kabupaten kurang mendukung karena harus menggunakan kapal penyeberangan sungai Sambas besar. - Lahan perkebunan karet yang ada masih belum berproduksi. - Akses transportasi ke jalan utama kabupaten kurang mendukung karena harus menggunakan kapal penyeberangan sungai Sambas besar. - Luas perkebunan karet hanya menempati urutan ke 13 terbesar dari 19 kec. yang ada di kab. Sambas. - Luas perkebunan kelapa hanya menempati urutan ke 10 terbesar terbesar dari 19 kec. yang ada di kab. Sambas.
Susunan organisasi dalam suatu usaha disesuaikan dengan kebutuhan, karena susunan organisasi dalam setiap perusahaan akan berbeda yang didasarkan pada besar kecilnya usaha yang dijalankan. Jika usaha tersebut dalam bentuk koperasi, secara umum bentuk organisasinya meliputi Rapat Anggota Tahunan (RAT), pembina, pengurus, pengawas, unit usaha dan anggota. Sedangkan bentuk organisasi dalam badan usaha atau perusahaan secara umum meliputi direktur/ketua, sekretaris, bendahara, divisi pengolahan,
divisi pengendalian mutu, divisi pengadaan bahan baku dan divisi pemasaran. Dimana setiap divisi-divisi tersebut memiliki staf
atau karyawan yang
menjalankan tugasnya masing-masing yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing divisi.
Gambar 12. Peta administrasi Kabupaten Sambas Berdasarkan pada ketersedian bahan baku, jumlah tenaga kerja dan kemudahan akses transportasi, menurut analisis dari peneliti ada beberapa alternatif lokasi yang cocok untuk dijadikan sebagai tempat pembangunan agroindustri serat sabut kelapa berkaret yang didasarkan pada keunggulan dan kelemahan dari masing-masing daerah kecamatan tersebut. Adapun yang menjadi keunggulan dan kelemahannya adalah seperti yang tercantum dalam Tabel 29. Mengenai letak kecamatan yang akan direkomendasikan sebagai
alternatif untuk menjadi lokasi berdirinya usaha agroindustri dapat dilihat pada Gambar 12. f. Melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berkompeten dalam bidang pengolahan sebutret seperti dengan Balai peneltian Teknologi Karet Bogor (BPTK Bogor) ataupun dengan pengusaha sebutret yang ada di Cilacap dan lain-lain dalam rangka proses alih teknologi. Kerjasama yang dilakukan tersebut dapat dalam bentuk penelitian dan pengembangan lebih lanjut tentang proses pengolahan sebutret agar tercipta produk yang berkualitas dengan memodifikasi bentuk dan jenis produk (diversifikasi produk) sehingga tercapai tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah sehingga mampu bersaing baik dalam negeri maupun luar negeri dan dapat bersaing dengan produk rumah tangga yang berbahan baku dari sintetis. g. Menyediakan peralatan dan mesin proses produksi untuk menghasilkan produk sebutret. Adapun peralatan dan mesin yang digunakan dalam proses tersebut (Sinurat et al, 2001) antara lain seperti: a) Bak perendam yang berfungsi untuk merendam sabut kering. b) Mesin pemisah serat yang berfungsi untuk memisahkan antara serat halus dan serat kasar. Menurut Sinurat (2000) mesin pemisah serat sabut kelapa terdiri dari dua unit utama, yaitu unit penggilas dan unit pemisah (seperti pada Gambar 13). Adapun cara kerja mesin pemisah serat sabut kelapa adalah motor listrik penggerak (1) (Gambar 13a.) berfungsi untuk menggerakkan poros rotor unit pemisah (2) dengan V-belt, dan poros rotor menggerakkan poros unit penggilas (3) dengan V-belt dan gigi-gigi pengubah (reducing gear). Unit penggilas yang terdiri dari dua buah rol berfungsi untuk menekan, menggeser dan memecahkan gabus pengikat serat sabut kelapa. Unti pemisah (2) terdiri atas stator dan rotor. Sabut yang telah digilas dalam unit penggilas jatuh dan diumpankan ke dalam unit pemisah melalui saluran pengumpan (7). Selanjutnya di dalam stator (1) pada Gambar 13a. sabut akan dibanting, digeser, dicabik dan diceraiberaikan oleh sudu-sudu rotor yang terdiri atas sudu-sudu pemukul (6) dan pemindah (7). Stator (1)
dilengkapi dengan sudu-sudu penyangga (5) yang berfungsi sebagai penahan sabut. Serat yang terpisah dikeluarkan melalui saluran serat (6) pada Gambar 13b. sedangkan gabus dan serat-serat pendek dikeluarkan melaui saluran gabus (5). Mesin akan digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 5 Hp (horsepower) dengan putaran 1440 rpm (rotasi permenit) dapat menghasilkan serat panjang dan sedang sebanyak 35,3%, 6,9% serat pendek, 49% gabus (debu sabut kelapa) dan 16,8% bagian yang hilang. Gambar tentang alat pemisah serat dapat dilihat pada Gambar 13a dan Gambar 13b. Keterangan: 1. Motor 5.Saluran gabus 2. Unit pemisah 6. Saluran serat 3. Unit penggilas 7. Hopper 4. Kerangka
Gambar 13a. Mesin pemisah serat sabut kelapa (tampak depan) (Sinurat, 2000)
Gambar 13b. Mesin pemisah serat sabut kelapa (tampak samping kanan) (Sinurat, 2000)
c) Mesin pemintal yang berfungsi untuk pemintalan serat. Menurut Sinurat (2000) mesin pemintal serat terdiri dari empat unit utama, yaitu motor listrik (1), corong pemuntir (8), rangka pemutar (9), dan rol penggulung (13) seperti pada Gambar 15. Adapun cara kerja dari mesin pemintal serat sabut kelapa adalah mesin pemintal serat digerakkan oleh motor listrik yang bertenaga 1 Hp dengan laju putaran 1470 rpm. Motor listrik (1) menggerakkan poros pulley (3) dan pulley (6) dengan transmisi B-velt atau pulley (2), selanjutnya dengan transmisi atau pulley (6) menggerakkan poros (7) yang juga sebagai poros roda gigi penggerak kedua corong pemuntir (8). Demikian juga dengan pulley (3) yang menggerakkan poros (4) berfungsi sebagai poros penggerak rangka pemutar (9).
Rangka pemutar (9) menggerakkan poros (10), dan
selanjutnya menggerakkan rol penggulung (13) dengan transmisi rodaroda gigi (11) dan roda friksi (12). Serat yang akan dipintal akan ditumpuk di atas pengumpan (14). Serat-serat tersebut dimasukan secara manual melalui lobang pengumpan ke dalam corong pemuntir (8). Serat yang telah dipuntir oleh corong pemuntir (8) dimasukan lagi ke dalam corong tetap hingga ke lobang poros berongga (10) dan selanjutnya dipuntir dan ditekan (dilemaskan) lagi oleh rol pemuntir. Pintalan serat yangkeluar dari roll pemuntir digulung oleh rol penggulung (13). Setelah rol penggulung (13) terisi penuh, pintalan serat akan dipindahkan atau digulung pada rol yang lain dan akan dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan tali dengan cara menggabungkan beberapa pintalan serat. Hasil dari pemintalan dengan tenaga 1 Hp dengan laju putaran 1470 rpm dapat menghasilkan 109,86 m/jam. Gambar tentang alat pemintal serat dapat dilihat pada Gambar 14 berikut ini:
Tampak atas
Tampak depan
Tampak kanan
Keterangan: 1. Motor 2. Pulley 3. Pulley 4. Poros 5. Poros 6. Pulley 7. Poros 8. Corong pemuntir 9. Rangka pemutar 10. Poros 11. Roda gigi 12. Roda friksi 13. Roll penggulung 14. Pengumpan 15. Rangka mesin
Gambar 14. Alat pemintal serat (Sinurat, 2000) d) Alat pemintal tali. Alat pemintal ini berfungsi untuk membentuk tali dengan menggabungkan 2-4 pintalan serat. Alat ini terdiri dari dua unit utama, yaitu rak dan palang pemutar. Rak berfungsi sebagai dudukan rol-rol penggulung, dan palang berputar yang dilengkapi dengan tiga buah roda dan dapat bergerak maju mundur yang berfungsi untuk menggabungkan dan memuntir pintalan serat hingga terbentuk tali dengan 2-4 lilitan pintalan serat. Gambar tentang alat pemintal tali dapat dilihat pada Gambar 15.
Keterangan: 1. Roll 4. Palang pemutar 2. Pintalan 5. Pegangan 3. Tali 6. roda
Gambar 15. Alat pemintal tali (Sinurat, 2000) e) Pelengkapan pemeraman seperti kompor, bak pemanas dan bak pemeraman yang berfungsi untuk pemeraman tali. Perlengkapan pemeraman tali berfungsi sebagai tempat memeram tali setelah mengalami penguapan atau perebusan di dalam air mendidih selama 15-20 menit. Perlengkapan pemeraman tali terdiri dari tiga unit utama, yaitu kompor minyak tanah, tangki/bak pemanas air dan tangki/bak pemeraman tali. Kompor minyak tanah berfungsi untuk memanaskan bak pemanas, tangki pemanas berfungsi sebagai tempat untuk mendidihkan air dan bak pemeraman berfungsi sebagai tempat untuk memeram dan mengeringkan pada suhu kamar tumpukan tali yang sudah diuapi dengan air mendidih. Perlengkapan pemeraman dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16. Perlengkapan pemeraman (Sinurat, 2000)
f) Alat pencetak. Alat pencetak berfungsi untuk mencetak serat keriting
dengan
ketebalan awal yang seragam sekitar 2-4 cm untuk membentuk sheet-sheet tipis yang akan disemprot dengan kompon lateks. Alat ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian atas dan bagian bawah yang terbuat dari kawat kasa atau pelat berlobang-lobang. Peralatan pencetak dapat dilihat pada Gambar 17 berikut in:
Kawat kasa
Pelat berlubang
Gambar 17. Peralatan pencetak (Sinurat, 2000) g) Alat pembuat kompon lateks. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah seperti lateks dadih, larutan borax-kasein, disperse belerang, larutan kalium hidroksida, disperse dietil-ditiokarbamat seng, disperse oksida seng, disperse 2,6 Ditertier buti-4 methil phenol, disperse merkapto-benzotiazole seng, larutan emulfin serta air pengencer bila diperlukan, dan alat pengolah kompon lateks seperti mesin sentrifusi, perlengkapan pendadihan (drum plastik), mesin ball-mill, mixer dan bak pemeraman. Pendadihan tersbut merupakan suatu proses pemisahan antara lateks air menjadi lateks berkadar karet kering (KKK) 60%. Adapun proses pembuatan kompon lateks menurut Sinurat et al (2001) adalah dengan cara lateks diolah dengan menggunakan mesin setrifugasi untuk menghasilkan lateks pekat pusingan dan menggunakan perlengkapan pendadihan atau drum plastik
untuk menghasilkan lateks pekat pendadihan. Bahan kimia berfase serbuk padat ditimbang dan diolah dalam mesin ball mill dan mengubahnya menjadi bahan dispersi. Selanjutnya lateks pekat dan bahan disperse dicampur dengan menggunakan mixer dan diperam selama 72 jam untuk menghasilkan kompon lateks. Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret menurut Martini (2007), yaitu sebagai pada Tabel 30. Tabel 30. Formulasi kompon untuk pembuatan sebutret Bahan Lateks pekat, KKK 60% Kalium laurat, larutan 20% Kalium hidroksida, larutan 10% Dispersi ZDEC 50% Dispersi ZMBT 50% Dispersi ZnO 50% BHT, dispersi 50% Sulfur, dispersi 50%
Jumlah (w/w) gram Lateks dadih (A) Lateks sentrifusi (B) 167 167 4 4 3 3 3 3 2 2 10 10 2 2 5 5
Sumber: Martini, 2007
Menurut Maspanger dkk (2001) proses pengolahan lateks dadih dibuat berdasarkan prosedur yang telah dilalukan oleh Simowibowo (1988b) dan Handoko (1998) yaitu dari lateks kebun dengan penambahan bahan pengawet larutan amoniak dan bahan pendadih Na-CMC (natrium karboksil metal selulosa lateks kebun di dalam sebuah drum plastik. Dengan operasi secara batch selama masa pemeraman 12-18 hari. Selanjutnya dilakukan pormulasi kompon lateks dengan komposisi terdiri dari lateks dadih, bahan pemvulkanisasi (belerang) bahan pencepat (ZDC dan MBT), bahan pemutih dan bahan pendispersi. Kompon didispersikan dengan gilingan peluru, selanjutnya dikocok dengan berbagai kecepatan (100-150 rpm). Hasil kocokan divulkanisasi dengan uap air pada rentang suhu 80-100 0C, dan terakhir dikeringkan pada suhu 40-60 0C. Sarana yang digunakan dalam proses pendadihan menurut Maspanger
et al (2001), yaitu alat dibuat dari drum plastik yang
dilengkapi dengan pengaduk manual, tabung gelas untuk pengontrol pemisahan fasa serum dan lateks, keran pemasukan lateks kebun, keran pengeluaran serum, keran pengeluaran lateks dadih dan tangki atau bak penampung lateks dadih. Sedangkan gilingan yang digunakan untuk mendispresi kompon adalah alat berupa gilingan peluru (ball-mill) yang
terbuat dari guci porcelain, berisi bola-bola porcelain yang akan menggerus bahan-bahan kimia kompon, menghasilkan campuran dispersi. Proses dispersi ini memerlukan waktu selama 3-4 jam, untuk memutar ball-mill digunakan motor listrik dengan kekuatan ½ Hp. Adapun alat yang digunakan sebagai pengocok (mixer) dalam pembuatan kompon karet adalah daun pengocok (blade) yang telah dirancang berbentuk bola dunia yang tersusun dari barisan kawat-kawat membujur untuk menghasilkan gelembung-gelembung mikro. Proses pengocokan harus dalam keadaan stabil yang digerakkan dengan electromotor 1 Hp di dalam bejana penampung lateks yang berputar sekitar 20-30 rpm, sedangkan putaran spiral pengocok 200-250 rpm yang berlangsung selama 1 jam. Gambar peralatan pembuatan lateks dadih dapat dilihat pada Gambar 18.
Gambar 18. Tangki pendadihan lateks (Maspanger et al, 2001) h) Alat penyemprot. Alat yang digunakan terdiri dari unit-unit injector (kompresor), dudukan injektor dan meja yang berfungsi untuk penyemprotan kompon lateks dan pembubuhan perekat pada sheet serat di dalam pencetak. Alat penyemprot kompon lateks dapat dilihat pada Gambar 19.
Keterangan: 1. Pegangan 2. Kerangka 3. Distributor kompon 4. Distributor udara 5. Injektor 6. Pengatur 7. Pembawa 8. Roda
Gambar 19. Alat penyemprot kompon lateks (Sinurat et al, 2001) i) Alat kempa manual dan baut penjepit yang berfungsi untuk pengempaan pada tumpukan sheet yang telah disusun. Adapun pengempaan tersebut adalah dengan cara menumpukan sheet-sheet tipis dan ditekan di dalam cetakan penjepit secara perlahan dengan tangan atau alat tekan guna merapatkan permukaan sheet yang saling bersinggungan hingga diperoleh kerapatan atau ketebalan sheet yang diinginkan. Selanjutnya cetakancetakan tersebut dikunci atau diikat dengan baut atau kawat pengikat yang
terpasang pada cetakan, lalu cetakan yang berisi sheet tebal di masukan ke dalam oven pemvulkanisasi. j) Alat pemvulkanisasi seperti alat pengering (oven pengering) yang berfungsi untuk pengeringan produk. Menurut Sinurat (2000) oven pemvulkanisasi terdiri atas empat unit utama, yaitu tungku atau ruang pembakaran (9), heat exchanger (7), kamar vulkanisasi (3) dan sistem sirkulasi udara panas (12) seperti pada Gambar 20. Proses pemvulkanisasi dilakukan pada suhu 100-1100C selama 60-75 menit, dengan kecepatan aliran udara panas dalam oven vulkanisasi antara 0,125-0,213 m/dt. Adapun sistem kerja dari masingmasing unit tersebut adalah: (a) Sistem pembakaran. Ketika membuka pintu ruang pembakaran (5), bahan bakar (kayu bakar) dapat dimasukan secara manual ke dalam ruang pembakaran (9). Selama proses pembakaran pintu (5) dalam keadaan terbuka dan udara akan mengalir secara alami ke dalam ruang pembakaran melalui pintu (5). Gas hasil pembakaran (asap panas) yang terjadi dalam ruang pemabakaran (9) mengalir berturut-turut melalui kotak api (13) dan keluar melalui cerobong asap (6). Selama pengaliran gas hasil pemabakaran, dinding ruang pembakaran (9), dinding kotak api (13), dinding pipa-pipa heat exchanger (7), serta dinding cerobong asap mengalami pemanasan. Panas yang terkandung di dalam dinding-dinding selanjutnya dipindahkan secara konduksi, konveksi dan radiasi ke lingkungan atau udara sekitarnya. Pemberian kayu bakar ke dalam ruang pembakaran (9) selalu dilakukan secara bertahap atau sedikit demi sedikit agar kenaikan suhu udara di dalam kamar vulkanisasi (3) berlangsung secara berangsur-angsur. (b) Sistem aliran udara panas. Jika pintu (4) dibuka udara segar dapat mengalir secara alami ke dalam ruang udara (8) dan menerima panas dari dinding-dinding ruang pembakaran (9) dan kotak api (13). Selanjutnya udara tersebut akan mengalir dan akan dipanasi lagi di dalam celah-celah pipa-pipa
heat exchanger (7) hingga suhunya cukup tinggi pada saat masuk ke dalam kamar vulkanisasi (3). Di dalam kamar (3) udara panas akan mengeringkan dan memvulkanisasi serat sabut kelapa berkaret, sedangkan udara bekas yang masih panas akan keluar dari kamar vulkanisasi melalui cerobong udara. (c) Sistem sirkulasi udara bekas. Ketika menghidupkan motor listrik (1) untuk menggerakkan kipas angin (2), maka udara bekas yang masih bersuhu tinggi di dalam kamar vulkanisasi (3) akan dihisap dan disirkulasikan melalui pipapipa (12) dan akan mengalir menuju saluran (14) hingga ke ruang udara (8). Sirkulasi udara bekas ini akan menyerap panas dari dindingdinding kotak api (13) dan dinding ruang pemabakaran (9), sert akan memanasi udara segar di dalam ruang (8). Dengan memenafaatkan udara segar tersebut, suhu udara yang masuk ke dalam kamar vulkanisasi (3) melalui heat exchanger (7) akan meningkat dan konsumsi atau pemakaian bahan bakar akan menjadi lebih hemat, serta beban termal atau panas yang dialami oleh dinding kotak api (14) dan ruang pembakaran (9) akan menjadi berkurang. (d) Persiapan vulkanisasi. Serat sabut kelapa berkaret akan dimasukan ke dalam kamar vulkanisasi (3) melalui pintu (13) untuk divulkanisasi jika suhu yang ada pada thermometer yang telah dipasang pada dinding kamar vulkanisasi (3) telah menunjukan suhu udara panas sekitar 100-110 0C. sheet-sheet yang akan divulkanisasi diletakkan secara bersusun di atas empat buah rak bertingkat di dalam kamar vulkanisasi. Setelah seratsabut kelapa berkaret berada di dalam kamar vulkanisasi (3), kipas angin (2) dioperasikan untuk menarik atau menghisap udara bekas dan zat-zat menguap dari kamar vulkanisasi. Suhu udara di dalam kamar vulkanisasi
dikendalikan dengan mengatur pengumpanan atau
pemberian bahan bakar dan aliran udara melalui pintu (4) dan (11). Peralatan vulkanisasi dapat dilihat pada Gambar 21.
Keterangan: 1. Motor listrik 2. Kipas angin 3. Kamar vulkanisasi 4. Pintu udara segar 5. Pintu ruang pembakaran 6. Cerobong asap 7. Pintu kamar vulkanisasi 8. Ruang udara segar 9. Ruang pembakaran 10. Cerobong udara 11. Pintu kamar vulaknisasi 12. Pipa sirkulasi 13. Kotak api 14. Saluran udara sirkulasi : Arah aliran asap : Arah aliran udara
Gambar 20. Alat vulkanisasi (Sinurat, 2000)
k) Alat pemotong. Alat ini berfungsi untuk pemotongan sisi sebelum pengepakan dan penggudangan pada produk sebutret yang telah dihasilkan. Alat ini terdiri dari unit-unit pisau pemotong dan meja. Perlatan pemotongan sheet dapat dilihat pada Gambar 21.
Gambar 21. Alat pemotong sheet (Sinurat, 2000) Penggunaan alat tersebut menurut Sinurat (2001) bahwa dalam pengolahan sebutret keriting mampu menghasilkan 1,5 kg/jam dengan empat buah bantal berukuran panjang 500 mm, lebar 500 mm dan dengan ketebalan 100 mm/jam dengan kerapatan produk 0,06 gram/cm3. Perbandingan berat antara serat sabut dengan karet kering untuk pembuatan 100 gram sebutret keriting, yaitu sekitar 50 gram serat dan 50 gram karet kering. Harga bahan baku (serat dan karet) yang terkandung dalam produk sebutret keriting denga kompon lateks pusingan, yaiut sekitar Rp 6.750,-/kg atau Rp 40.500,- untuk pembuatan bantal yang berukuran 100 cm x 100 cm x 10 cm. demikian juga dengan pengolahan produk dari sebutret alami, dapat menghasilkan sebutret alami dengan kapasitas empat buah pad/jam, yang berukuran 25 cm x 25 cm x 1 cm. Komposisi bahan baku untuk pembuatan 100 gram sebutret terdir atas
90 gram serat alami dan 10 gram karet kering dengan kerapatan 0,1 gram/cm3 . Untuk pembuatan pad dengan ukuran 100 cm x 100 cm x 1 cm yang diperlukan untuk pembuatan sebutret 2 kg dengan harga bahan baku (serat dan karet dari kompon pusingan) yang terkandung di dalamnya, yaitu sekitar Rp 2.500,- atau Rp 2.750,-/kg. Perbedaan harga
untuk kedua jenis produk
tersebut terutama disebabkan oleh perbedaan jumlah karet kering dan jenis serat yang terkandung di dalam sebutret. Untuk pembuatan bantal diperlukan sebutret yang mempunyai kepegasan yang baik dengan cara menyelingi serat dengan lapisan karet dan titik-titik singgung atau perpotongan serat keriting diharapkan dapat bersatu dan terikat dengan baik agar cukup kuat untuk menahan beban mekanis. Sedangkan pad yang terbuat dari sebutret alami biasanya hanya digunakan untuk menahan beban mekanis yang tidak memerlukan kepegasan namun agak kaku dan nyaman serta dapat meredam atau menyerap getaran dan bahannya tidak memerlukan jumlah karet yang banyak. h. Menyediakan tenaga ahli dibidang pengolahan sebutret dan bisnis agroindustri sebagai tenaga pendamping di lapangan untuk mengadakan kegiatan tindak lanjut (follow-up) secara berkelanjutan terhadap kegiatan pelatihan yang telah dilaksanakan, agar pelatihan tersebut tidak terkesan sia-sia, karena selama ini industri rumah tangga seperti citrus centre yang memproduksi minuman sirup jeruk yang ada di Kabupaten Sambas mengalami kesulitan dalam menigkatkan mutu dan pemasaran produknya sehingga usaha yang dijalankan tidak mengalami kemajuan. Artinya bahwa penyediaan pendampingan yang dilakukan tidak hanya dalam proses produksi bahan baku tetapi juga diharapkan pada industri pengolahan produk khususnya sebutret dan bisnis produk agroindustri. Karena permasalahan yang ada selama ini khususnya di Kabupaten Sambas penyediaan pendampingan melalui penyuluh-penyuluh pertanian hanya terfokus pada bagaimana meningkatkan jumlah produksi bahan baku, tetapi pendampingan juga dilakukan pada proses pengolahan dan bisnis agroindustri. i. Melakukan promosi produk sebutret yang dihasilkan, baik di daerah kabupaten sambas itu sendiri, daerah Kabupaten/Kota yang ada disekitarnya sampai pada
mancanegara. Khusus untuk di Kabupaten Sambas, pemerintah daerah melalui Bupati, salah satunya dapat melalukan intervensi kepada jajarannya untuk menggunakan produk sebutret sebagai oleh-oleh atau buah tangan apabila mengadakan kegiatan seperti rapat-rapat di pemerintahan, workshop, pelatihanpelatihan dan lain-lain. Sedangkan bentuk promosi yang dapat dilakukan untuk memperkenalkan produk yang telah dihasilkan yaitu dengan seringnya mengikuti
pameran-pameran
baik
ditingkat
lokal,
nasional
maupun
internasional. Selain itu juga dapat memanfaatkan teknologi informasi yang ada seperti jaringan internet (melalui media sosial seperti Twitter, Facebook, Myspace dan Youtube yang saat ini banyak digunakan oleh anak-anak muda di dunia), televisi, radio dan lain-lain. Bentuk-bentuk
promosi yang akan
digunakan pastinya akan disesuaikan dengan target pasar yang akan dituju. Bentuk promosi lain yang juga dapat digunakan adalah dengan melakukan relasi bisnis dengan toko-toko atau tempat-tempat penjualan lainnya seperti tenaga pengecer atau penjualan dari rumah ke rumah, kois-kios penjualan barang-barang kebutuhan rumah tangga dengan sistem bagi hasil ataupun pengusaha menjual langsung produk sebutret kepada toko-toko pengecer, dan kios-kios penjualan.
6. SIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Faktor yang menjadi kekuatan utama, yaitu tersedianya pasar produk sebutret dengan jumlah nilai sebesar 0,32, sedangkan faktor kelemahan terbesarnya terletak pada produk masih belum dikenal oleh masyarakat dengan nilai 0,089. Faktor yang menjadi peluang terbesar, adalah teknologi pembuatan sebutret sudah ada dengan nilai 0,286, sedangkan faktor ancaman terbesarnya terletak pada pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan dengan nilai 0,089. Implikasi secara teknisnya berpengaruh terhadap manajemen organsisasi seperti dalam perencanaan, pengendalian, pengelolaan keuangan, pemasaran dan rendahnya kreatifitas untuk mengembangkan produk. Secara non-teknis berpengaruh pada peningkatan pendapatan petani kelapa dengan menjual sabutnya dan akan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat serta akan mengurangi pengangguran dan akan meningkatkan nilai tambah pada produk, sehingga kebijakan-kebijakan untuk pengembangan agroindustri harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. 2. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa strategi yang tepat untuk pengembangan agroindustri sebutret di Kabupaten Sambas ada sembilan strategi yaitu: (1) Melakukan pendataan ulang tentang kepemilikan, fungsi dan tataguna lahan. (2) Melakukan studi kelayakan investasi usaha sebutret. (3) Memproduksi barang sebutret yang sesuai dengan citarasa konsumen dengan melakukan segmentasi pasar, targeting dan positioning. (4) Melakukan kegiatan persiapan sumber daya manusia, sumber daya alam, infrastruktur dan sumber pendanaan. (5) Membangun industri pengolahan sebutret yang berbasis kerakyatan. (6) Melakukan kerjasama dengan lembaga yang berkompeten dalam bidang pengolahan sebutret dalam proses alih teknologi dan penelitian lebih lanjut tentang proses pengolahan sebutret. (7) Menyediakan peralatan dan mesin proses produksi untuk menghasilkan produk sebutret. (8) Menyediakan tenaga ahli dibidang pengolahan sebutret dan bisnis agroindustri. Melakukan promosi produk sebutret. (9) Strategi yang telah disebutkan di atas merupakan hasil dari analisis pada faktor internal dan eksternal.
6.2. Saran 1. Diperlukan penelitian lebih lanjut lagi tentang teknologi proses pegolahan sebutret agar dapat menghasilkan produk yang lebih berkualitas dengan biaya produksi yang rendah sehingga harganya dapat bersaing dengan produkproduk sejenis yang berbahan baku dari sintetis, terjangkau oleh kalangan masyarakat menengah kebawah dan dapat diimplementasikan dalam industri yang berskala kecil atau berskala rumah tangga. 2. Diperlukan penelitian tentang penanggulangan berbagai resiko pertanian khususnya komoditas karet dan kelapa, seperti: resiko produksi yang disebabkan oleh iklim, hama dan penyakit dan bencana alam; resiko pasar dan pemasaran yang disebabkan oleh harga input dan output yang berfluktuasi; resiko manusia yang disebabkan adanya pencurian, kecelakaan dan tenaga kerja yang sakit; resiko institusional disebabkan oleh kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dalam hal konsistensi dalam penerapan kebijakan; dan resiko keuangan/finansial yang disebabkan oleh permodalan, agar resiko-resiko yang menghambat untuk penyediaan bahan baku dalam pengembangan agroindustri sebutret dapat diminimalkan.
DAFTAR PUSTAKA Abednego, J. G. 1990. Pembuatan Kompon Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Bogor. Andoko A dan Heru SD. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. Anonim, 2005. Pohon Serba Guna. www.e-smartschool.com. Anwar C. 2001. Budidaya Karet. Pusat Penelitian Karet. Medan. Awang SA. 1991. Kelapa, Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Yogyakarta. BPS Sambas. 2010. Sambas Dalam Angka. Pemda Sambas. BPS Kalimantan Barat. 2011. Kalimantan Barat Dalam Angka. Pemda Provinsi Kalimantan barat. Balai Penelitian Teknologi Karet. 2003. Jok Sebutret, Produk Alternatif yang Prosfektif. Pemda Kota Bogor. Bantacut T. 2002. Laporan Akhir Studi Kelayakan Penetapan, Perancangan dan Pendidikan serta Pengembangan Agroindustri Komoditas Unggulan Kabupaten Ngada. Kerjasama Tim Agroindustri Fakultas Teknologi Industri Pertanian IPB Bogor dan Disperindag Kabupaten Ngada NTT. Bhuana KS. 1990. Teori Vulkanisasi Karet. Pusat Penelitian Perkebunan. Bogor. Di dalam Indriati T. 2004. Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur Pemeraman Kompon Lateks Sentrifugasi Terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret [Skripsi]. Teknologi Industri Pertanian. Bogor. Caska IS, Indahyati H dan Syahra A. 2009. Strategi pengembangan Industri Pengolahan Nenas Sebagai Upaya Percepatan Ekonomi Masyarakat Pedesaan Di Kabupaten Bengkalis. Eksekutif; 6.1: 198-207. http://www. jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6109198207.pdf. [5 Desember 2010]. Darwis S.N, Manurung, S.O dan Las I. 1985. Peta Kesesuaian Iklim Serta Kemungkinan Pengembangan Tanaman Kelapa di Kalimantan. Balai Penelitian Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. David FR. 2003. Strategic Management. 6th Ed. New Jersey, USA: Pretice Hall Engelewood Cliffs. David FR. 2006. Manajemen Strategi (Terjemahan), PT. Prenhallindo, Jakarta. David FR. 2009. Manajemen Strategi (Konsep). Salemba Empat, Jakarta.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sambas. 2010. Laporan Tahunan. Pemda Sambas. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sambas. 2011. Laporan Tahunan. Pemda Sambas. Direktorat Pengembangan Potensi Daerah BKPM. 2011. Statistik Perkebunan. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/commodityarea.php?ia=63&ic =4. [26 februari 2012] Djatmiko BS. Raharja, dan Iskandar A. 1990. Pra Studi Kelayakan Komoditi Sabut Kelapa. Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Bogor. Fatimah ZC. 2006. Karet. Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara [Karya Ilmiah]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1843/1/06008757.pdf. [6 Desember 2010]. Ferry Y dan Mahmud Z. 2005. Prospek Pengolahan Hasil Samping Buah Kelapa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Porspektif; 4. 2 : 55-63. http://www.perkebunan.litbang.deptan.go.id/.../perspektif Vol 4 No.2-3 Zainal. [3 September 2010]. Goutara B, Djatmiko dan Tjiptadi W. 1985. Dasar Pengolahan Karet. Agroindustri Press. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fateta IPB. Bogor. George S. 2006. A Real-Life Situation Faced a Decision or Action Taken by an Individual Manager or by an Organization at the Strategic, Functional or Operational Levels. Management Case at Kurlon Ltd. Vikalpa Volume 31 No.3. http://www.scribd.com/doc/37164122/kurlon [13 Februari2012]. Handoko B. 1998. Modifikasi Proses Pembuatan Lateks Dadih Dari Lateks Kebun. Laporan Intern BPTK Bogor-Unpublish. Honggokusumo, S. 1985. Pengetahuan Lateks. Departemen Perdagangan dan Koperasi. Jakarta. Hubeis M. 2011. Pemetaan Usaha Kecil Prospektif di Bogor. Program Magister Profesional Industri, Usaha Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana IPB. Joseph GH dan Kindangen JG. 1993. Potensi dan Peluang Pengembangan Tempurung, Sabut dan Batang Kelapa untuk Bahan Baku. Prosiding Konferensi Nasional Kelapa III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri.
Kamath A. 2009. Technological Modernisation in the Coir Fibre Industry: Prescribing Innovation to a Traditional Low-Tech Sector in Kerala, India. Paper for the DIME RAL2 WP 2.6 Conference on Industrial Dynamics and Sectoral Systems, in Mila Theme: Entrepreneurship and innovation in new and traditional sectors in developing countries. http://portale.unibocconi.it/wps/allegatiCTP/Kamath.pdf [13 Februari 2012]. Kinnear TC dan Robinson. 1991. Marketing Research and Approach, Mc. Graw Hill, New York. Mahzan S, Zaidi AMA, Arsat N, Hatta MNM, Ghazali MI, Mohideen SR. 2010. Study on Sound Absorbtion Properties of Coconut Coir Fibre Reinforced Composite with Added Recycled Rubber. International Journal of Integrated Engineering Vol 2, No 1. http://penerbit.uthm.edu.my/ojs/index.php/ijie/article/view/126 [13Februari 2012]. Martini T. 2007. Pengaruh Cara Pengeritingan Serat sabut Kelapa dan Jumlah Karet Terhadap Karakeristik Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) [Skripsi] Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Maspanger DR, Handoko B dan Haris U. 2001. Rekayasa Alsin Manufaktur Karet Busa Untuk Industri Pedesaan. Balai Besar Pengembangan Alat dan Mesin Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta. Maspanger D, Sinurat M dan Drajat B. 2005. Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pembuatan Barang Jadi Karet. Di dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 27 no.1. Bogor. Meilani L. 2006. Strategi Pemasaran Produk Serat Sabut Kelapa Berkaret (Sebutret) Sebagai Pembuat Jok dan Kasur pada Industri Furnitur [Skripsi] Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pearce JA dan Robinson. 1997. Strategic Management Implementation and Control. The Free Press. New York.
Formulating
Pujiastuti L. 2007. Pengaruh Waktu dan Suhu Vulkanisasi pada Pembuatan Kasur dari Serat Sabut Kelapa Berkaret [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rangkuti F. 2004. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Rindengan B, Lay A, Novarianto H, Kembuan H dan Mahmud Z. 1995. Karakterisasi Daging Buah Kelapa Hibrida Untuk Bahan Baku Industri Makanan. Laporan Hasil Penelitian. Kerjasama Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian Pertanian Nasional. Badan Litbang 49p.
Said IG dan Saptono IT. 2007. Strategi Pengembangan Industri Pengolahan Sabut Kelapa Nasional [Jurnal]. Manajemen dan Agribisnis Volume 1 nomor 1 April 2003, Lembaga Penelitian IPB, Bogor. (http://www.mma.ipb.ac.id/docs/jma_online_images/v1n 01-42-54. Saputrayadi A. 2004. Strategi Pengembangan Usaha Kecil Dodol Nangka di Kabupaten Lombok Barat Nusa Tenggara [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Insitut Pertanian Bogor. Sumawibowo S. 1988b. Metode Baru Pembuatan lateks Dadih Yang Dapat Dipanen Setiap Hari. Menara Perkebunan. 56(3):84-88. Sinurat M. 2000. Mesin Pemisah Serat Sabut Kelapa. 11/DOK/BPTK/2000. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Sinurat M. 2000. Mesin Pemintal Serat Sabut Kelapa. 12/DOK/BPTK/2000. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Sinurat M. 2000. Oven Pemvulkanisasi Serat Sabut Kelapa Berkaret. 14/DOK/BPTK/2000. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Sinurat M, Handoko B, Alam A dan Rizal RA. 2001. Teknologi Pembuatan Serat Sabut Kelapa Berkaret. 36/DOK/BPTK/2001. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Sinurat M. 2003. Teknologi Pembuatan Jok dari Serat Sabut Kelapa Berkaret. Di dalam Kursus Teknologi Barang Jadi Lateks 2003. Balai Penelitian Teknologi Karet. Bogor. Siswoputranto PS. 1981. Perkembangan Karet Internasional. Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional (LEPPENAS), Jakarta. Soekartawi. 2005. Pengantar Agroindustri. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sumarmadji, Dastin A, Istianto, Siagian N, Anas A dan Kustyanti, T. 2003. Prosiding Konferensi Agribisnis Karet Menunjang Industri Lateks dan Kayu 2003. Lembaga Riset Perkebunan Indonesia, Pusat Penelitian Karet. Medan. Suparto D. 2002. Pengetahuan Tentang Lateks Hevea. Kursus Teknologi Barang Jadi dari Lateks. Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor. Bogor. Tejano EA. 1985. State of the Art of Coconut Coir Dust and Husk Utilization (General Overview). Paper presented during the National Workshop on Waste Utilization, Coconut Husk held on November 12, 1984 at the Philippine Coconut Authority, Diliman, Quezon City, PHILIPPINES. © Philippine Journal of Coconut Studies.
Thulasirajan K dan Narasimha VL. 2011. Studies on Coir Fibre Reinforced Bituminous Concrete. International Journal of Earth Sciences and Engineering ISSN 0974-5904, Volume 04, No 06 SPL, October 2011, pp. 835-838. http://www.ace-klu.in/img/020410420.pdf [13 Februari 2012]. Van Dam JEG. 1997. Prospect of Coir Technology and Market Development. Di dalam Evironment friendly Coconut and Coconut Product. Proceeding of the XXXIV Cocotech Meeting. Manila, Philipines, July 14-18. Van Dam JEG. 2002. Coir Processing Technologies: Improvement of Drying, Softening, Belaching and Dyeing Coir Fibre/Yarn and Printing Coir Floor Coverings. FAO and CFC : Netherlands. Webster CC dan Baulkwill WJ. 1989. Rubber. John Willey and Sons, Inc. New York. Wildan A. 2010. Studi Proses Pemutihan Serat Kelapa Sebagai Reinforced Fiber [Tesis]. Teknik Kimia Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Semarang. http://eprints.undip.ac.id/25180/1/achmad_wildan.pdf. [25 April 2012]. Yuprin. 2009. Analisis pemasaran Karet Di Kabupaten Kapuas. Wacana ; 12. 3 : 519-538. http://www. images.soemarno.multiply.multiplycontent.com. [3 Januari 2011].
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan bobot internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret Pakar 1. Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Internal Faktor Internal A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa.
A B 2 2 2 2 3 2
C D E F 2 1 2 3 2 2 2 3 3 3 2 1 1 2
E. Tersedianya pasar produk sebutret. F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil.
2 2 1 3 3 1 1 2 2 1
3 2 2 3
G. Tingkat pendidikan relatif rendah. H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. . I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah . sebutret J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. M.Keterbatasan modal. N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. TOTAL
1 2 2 2 2 1 1 2 23
3 2 2 2 1 1 2 27
2 2 2 2 2 2 2 2 25
2 2 1 1 2 2 1 2 21
2 2 2 2 3 2 2 2 28
1 2 2 1 2 2 2 2 23
2 1 2 2 2 2 1 3 28
E 2 2 2 2
F 3 2 2 2 2
G H 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 28 27
I 3 2 2 2 2 3 2 2
G 3 2 2 2
H 2 2 2 2
I 2 2 3 2
1 2 2 2 2 2 2 26
J 2 2 3 2
K 2 2 2 1
L 3 2 2 2
Total 29 27 31 24
Bobot 0.080 0.074 0.085 0.066
2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1
29 24
0.080 0.066
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 26 27 24
25 26 26 25 28 21 22 27 364
0.069 0.071 0.071 0.069 0.077 0.058 0.060 0.074 1.000
3 2 3 3 3
M 3 2 3 2
3 2 2 2 2 2
N 2 2 2 2
2 2 2 2 2 2 2
2 2 2 31 30 25
Eksternal Faktor eksternal A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, G. Ketidakpastian harga. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M.Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. TOTAL
A B 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 25 28
C D 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 28
2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 27
2 2 1 2 2 1 1 2 2 26
2 2 2 2 3 2 31
J 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 26
K 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 29
L M 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 30 33
N O 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 1 2 1 2 3 1 24 30
Total 31 28 28 28 29 30 28 29 25 30 27 26 23 32 26 420
Bobot 0,073 0,067 0,067 0,067 0,069 0,071 0,067 0,069 0,060 0,071 0,064 0,062 0,055 0,076 0,062 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan). Pakar 2: Dinas Dinas Kehutanan dan Perkebunan Internal Faktor Internal A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. E. Tersedianya pasar produk sebutret. F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. G. Tingkat pendidikan relatif rendah. H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah . J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret . K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. M.Keterbatasan modal.
A B C D 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 1 2 2
E F G H 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2
I 2 2 2 2 2 2 2 2
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. TOTAL
1 1 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 23 23 25 27 24 24 28 27 26 24 26 28 31 28
2 2 2 2
J K L M N 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2
Total 29 29 27 25 28 28 24 25 26 28 26 24 21
Bobot 0.080 0.080 0.074 0.069 0.077 0.077 0.066 0.069 0.071 0.077 0.071 0.066 0.058
24 364
0.066 1.000
Eksternal Faktor eksternal A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, G. Ketidakpastian harga. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M.Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. TOTAL
A B 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 24 27
C D 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 28
E 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 27
F 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 3 25
G H 3 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 1 2 2 2 2 2 1 2 2 3 2 33 25
I 3 2 2 2 2 2 1 3 2 2 2 2 2 2 29
J 3 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 1 2 2 29
K 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 29
L M N 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 1 3 3 2 2 2 30 33 26
O 2 2 2 2 3 1 1 2 2 2 2 2 2 2 27
Total 32 29 28 28 29 31 23 31 27 27 27 26 23 30 29 420
Bobot 0,076 0,069 0,067 0,067 0,069 0,074 0,055 0,074 0,064 0,064 0,064 0,062 0,055 0,071 0,069 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan). Pakar 3: Bappeda Internal Faktor Internal A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. E. Tersedianya pasar produk sebutret. F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. G. Tingkat pendidikan relatif rendah. H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah . J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret . K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. M.Keterbatasan modal.
A B 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
C D E F G H 2 2 3 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2
I 2 2 2 2 2 2 2 2
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. TOTAL
2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 26 26 26 28 25 24 28 26 23 26 24 27 28 27
2 1 1 1
J K L 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2
M 2 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2
N 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2
Total 26 26 26 24 27 28 24 26 29 26 28 25 24
Bobot 0.071 0.071 0.071 0.066 0.074 0.077 0.066 0.071 0.080 0.071 0.077 0.069 0.066
25 364
0.069 1.000
Eksternal Faktor eksternal A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, G. Ketidakpastian harga. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M.Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. TOTAL
A B 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 27 27
C 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 29
D 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28
E 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 27
F 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 26
G H 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 29 27
I 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28
J 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 26
K 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28
L M N 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 29 32 28
O 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 29
Total 29 29 27 28 29 30 27 29 28 30 28 27 24 28 27 420
Bobot 0,069 0,069 0,064 0,067 0,069 0,071 0,065 0,069 0,067 0,071 0,067 0,064 0,057 0,067 0,064 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan). Pakar 4: Akademisi 1 Internal Faktor Internal A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. E. Tersedianya pasar produk sebutret. F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. G. Tingkat pendidikan relatif rendah. H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah . J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret . K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. M.Keterbatasan modal.
A B C D 2 2 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 1 2
E F G H 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 1 3 3 1 1 2 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 3 2 1 2 2 2 1 2 2 2
I 2 2 2 2 2 2 2 2
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. TOTAL
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 24 26 23 28 20 25 30 28 26 27 26 27 29 25
2 2 2 2
J K L M N 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 2 2 2 1 2
Total 28 26 29 24 32 27 22 24 26 25 26 25 23
Bobot 0.077 0.071 0.080 0.066 0.088 0.074 0.060 0.066 0.071 0.069 0.071 0.069 0.063
27 364
0.074 1.000
Eksternal Faktor eksternal A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, G. Ketidakpastian harga. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M.Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. TOTAL
A B 1 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 1 1 2 26 26
C D 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 27 28
E 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28
F 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 2 25
G H 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 1 2 1 3 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 28 27
I 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 29
J 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 1 2 2 26
K L 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 28 30
M 3 2 2 2 2 3 2 3 2 3 2 2
N O 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2 3 2 2 2 33 29 30
Total 30 30 29 28 28 31 28 29 27 30 28 26 23 27 26 420
Bobot 0,071 0,071 0,069 0,067 0,067 0,074 0,067 0,069 0,064 0,071 0,067 0,062 0,055 0,064 0,062 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan). Pakar 5: Akademisi 2 Internal Faktor Internal A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. E. Tersedianya pasar produk sebutret. F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. G. Tingkat pendidikan relatif rendah. H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah . J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret . K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. M.Keterbatasan modal.
A B C D 2 2 3 2 2 2 2 2 3 1 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 1 2 1 2
E F G H 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2
I 2 2 2 2 3 3 2 2
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. TOTAL
2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 23 26 22 29 22 27 28 26 27 27 25 27 32 23
2 2 1 1
J K L M N 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 1 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 1
Total 29 26 30 23 30 24 25 25 26 25 27 25 20
Bobot 0.080 0.071 0.082 0.063 0.082 0.066 0.069 0.069 0.071 0.069 0.074 0.069 0.055
29 364
0.080 1.000
Eksternal Faktor eksternal A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, G. Ketidakpastian harga. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M.Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. TOTAL
A B 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 2 2 2 26 30
C D 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 29 28
E 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 27
F G 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 28
H 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 2 2 26
I 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 29
J 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 26
K 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 27
L M N 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 28 31 28
O 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 29
Total 30 26 27 28 29 28 28 30 27 30 29 28 25 28 27 420
Bobot 0,071 0,062 0,064 0,067 0,069 0,067 0,067 0,071 0,064 0,071 0,069 0,067 0,060 0,067 0,064 1.000
Lampiran 1 (Lanjutan). Rekapitulasi bobot internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret Rekapitulasi bobot internal Faktor Internal A. Ketersediaan bahan baku yang banyak. B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia. C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. E. Tersedianya pasar produk sebutret. F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. G. Tingkat pendidikan relatif rendah. H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. . I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah . sebutret J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. M.Keterbatasan modal.
Pakar I 0,080 0,074 0,085 0,066 0,080 0,066 0,069 0,071 0,071 0,069 0,077 0,058 0,060
Pakar 2 0,080 0,080 0,074 0,069 0,077 0,077 0,066 0,069 0,071 0,077 0,071 0,066 0,057
Pakar 3 0,071 0,072 0,071 0,066 0,074 0,077 0,066 0,071 0,080 0,071 0,077 0,069 0,066
Pakar 4 0,077 0,071 0,080 0,066 0,088 0,074 0,060 0,066 0,071 0,069 0,071 0,069 0,064
Pakar 5 0,080 0,071 0,082 0,063 0,082 0,066 0,069 0,069 0,071 0,069 0,074 0,069 0,055
Jumlah 0,387 0,368 0,393 0,330 0,401 0,360 0,330 0,346 0,365 0,354 0,371 0,330 0,302
Rata-rata 0,077 0,074 0,079 0,066 0,080 0,072 0,066 0,069 0,073 0,071 0,074 0,066 0,060
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan. TOTAL
0,074 1.000
0,066 1.000
0,069 1.000
0,074 1.000
0,080 1.000
0,363 5.000
0,073 1.000
Pakar I 0,073 0,067 0,067 0,067 0,069 0,071 0,067 0,069 0,060 0,071 0,064 0,062 0,055 0,076 0,062 1.000
Pakar 2 0,076 0,069 0,067 0,067 0,069 0,074 0,055 0,074 0,064 0,064 0,064 0,062 0,055 0,071 0,069 1.000
Pakar 3 0,069 0,069 0,064 0,067 0,069 0,071 0,065 0,069 0,067 0,071 0,067 0,064 0,057 0,067 0,064 1.000
Pakar 4 0,071 0,071 0,069 0,067 0,067 0,074 0,067 0,069 0,064 0,071 0,067 0,062 0,055 0,064 0,062 1.000
Pakar 5 0,071 0,062 0,064 0,067 0,069 0,067 0,067 0,071 0,064 0,071 0,069 0,067 0,060 0,067 0,064 1.000
Jumlah 0,362 0,339 0,331 0,333 0,343 0,357 0,319 0,352 0,319 0,350 0,331 0,317 0,281 0,345 0,321 5.000
Rata-rata 0,072 0,067 0,066 0,067 0,069 0,071 0,064 0,070 0,064 0,071 0,066 0,063 0,056 0,069 0,064 1.000
Rekapitulasi bobot eksternal Faktor Eksternal A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, G. Ketidakpastian harga. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M.Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. TOTAL
Lampiran 2. Rekapitulasi rating internal dan eksternal pengembangan agroindustri sebutret Rekapitulasi rating internal Pakar I
Pakar 2
Pakar 3
Pakar 4
Pakar 5
Jumlah
Rata-rata
A. Ketersediaan bahan baku yang banyak.
Faktor Internal
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
20,0
4,0
B. Tenaga kerja lokal cukup tersedia.
3,0
3,0
3,0
4,0
3,0
16,0
3,2
C. Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan.
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
20,0
4,0
D. Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa.
3,0
3,0
3,0
3,0
3,0
15,0
3,0
E. Tersedianya pasar produk sebutret.
4,0
4,0
4,0
4,0
4,0
20,0
4,0
F. Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil.
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
10,0
2,0
G. Tingkat pendidikan relatif rendah.
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
10,0
2,0
H. Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung.
1,0
2,0
2,0
1,0
2,0
8,0
1,6
I. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah.
1,0
1,0
2,0
2,0
2,0
8,0
1,6
J. Belum adanya tenaga ahli atau tenaga professional tentang pengolahan sebutret.
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
10,0
2,0
K. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat.
2,0
1,0
1,0
1,0
1,0
6,0
1,2
L. Kurangnya akses terhadap informasi pasar.
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
10,0
2,0
M.Keterbatasan modal.
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
10,0
2,0
N. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan.
2,0
2,0
2,0
2,0
2,0
10,0
2,0
Pakar I 4,0 3,0 3,0 4,0 3,0 4,0 2,0 2,0 1,0 2,0 1,0 1,0 2,0 2,0 2,0
Pakar 2 4,0 3,0 3,0 4,0 3,0 4,0 2,0 1,0 2,0 2,0 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0
Pakar 3 3,0 4,0 3,0 3,0 3,0 4,0 2,0 2,0 2,0 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0
Pakar 4 4,0 4,0 3,0 3,0 3,0 4,0 2,0 2,0 1,0 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0
Pakar 5 4,0 3,0 3,0 4,0 3,0 4,0 2,0 2,0 1,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0 2,0
Jumlah 19,0 17,0 15,0 18,0 15,0 20,0 10,0 9,0 7,0 8,0 8,0 9,0 10,0 10,0 10,0
Rata-rata 3,8 3,4 3,0 3,6 3,0 4,0 2,0 1,8 1,4 1,6 1,6 1,8 2,0 2,0 2,0
Rekapitulasi rating eksternal Faktor Eksternal A. Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. B. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. C. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. D. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. E. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. F. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, G. Ketidakpastian harga. H. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. I. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. J. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. K. Politik dan keamanan. L. Perubahan cuaca. M.Hama tanaman. N. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. O. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait.
Lampiran 3. Kuesioner untuk petani karet Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS). Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111). PETUNJUK PENGISIAN Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat yang telah disediakan. IDENTITAS RESPONDEN PETANI KARET Nama
: ……………………..
Alamat
: ………………………
Umur
: ………………………
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh? SD
SMTA
SMTP
Lainnya, sebutkan_______________________
D3/S1/S2/S3
2. Berapa luas lahan/tanaman karet yang bapak/ibu miliki saat ini? 0 – 0,5 ha
1,1 - 2,0 ha
0,6 – 1,0 ha
Lainnya, sebutkan__________________
3. Berapa luas lahan tanaman karet yang telah berproduksi yang bapak/ibu usahakan saat ini? 0 – 0,5 ha
1,1 - 2,0 ha
0,6 – 1,0 ha
Lainnya, sebutkan__________________
Lampiran 3 (Lanjutan). 4. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk memperluas lagi lahan tanaman karet? Ya
Tidak
5. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, berapakah penambahan luas lahan yang bapak/ibu inginkan? ………………………………………………………………………………… 6. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, apakah ada lahan yang bapak/ibu miliki untuk perluasan tersebut? Ya
Tidak
7. Berapa hari dalam 1 (satu) bulan bapak/ibu meyadap karet? < 5 kali
6 – 10 kali
11 – 15 kali
16 – 20 kali
Lainnya, sebutkan ______________________________ 8. Berapa banyak hasil dari yang telah bapak/ibu dapatkan dalam satu hari penyadapan? < 5 kg
6 – 10 kg
11 – 15 kg
> 16
Lainnya, sebutkan ______________________________
9. Apakah ada pengolahan produk pasca panen yang bapak/ibu lakukan? Tidak ada
Ada sebagai industri kecil Ada secara tradisional
Ada kerjasama dengan perusahaan
Lainnya, sebutkan_____________
10. Kepada siapakah bapak/ibu menjualnya ? Pedagang pengumpul desa
Menjual langsung ke pabrik
Pedagang pengumpul kecamatan
Lainnya, sebutkan _____________
11. Berapakah harga karet yang berlaku saat ini? ………………………………………………………………………………… 12. Bagaimana stabilitas/kondisi harga karet saat ini? Tidak stabil
Stabil
Cukup stabil
Lainnya, sebutkan______________________________
Sangat stabil
Lampiran 3 (Lanjutan). 13. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga karet? Pengaruh perubahan musim Pengaruh perubahan harga pasar internasional
Tidak adanya mekanisme penentuan harga Lainnya, sebutkan_____________________
14. Berapa jumlah penghasilan rata-rata per hari bapak/ibu dapatkan dari hasil penjualan karet? < Rp 25.000
Rp 75.000 - Rp 100.000
Rp 26.000 - Rp 50.000
> Rp 100.000
Rp 51.000 - Rp 75.000
Lainnya, sebutkan ___________________
15. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Transportasi sungai
Transportasi darat
16. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya…………………………………………………………)
17. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah infrastruktur yang ada (jalan dan lain-lain) sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya…………………………………………………………)
18. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu lakukan ini? ………………………………………………………………………………… 19. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat)? Ya Tidak (alasannya…………………………………………………………)
Lampiran 3 (Lanjutan). 20. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk melakukan peminjaman dana tersebut? Ya
Tidak
21. Jika jawaban pada nomor 19 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk mengakses melakukan peminjaman dana tersebut? Mudah
Sulit
22. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana tersebut? Ya 23. Jika
Tidak
jawaban
pada
nomor
22
adalah
Ya,
apakah
bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut? ............................................................................................................. 24. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya
Tidak
25. Jika jawaban pada nomor 20 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk menggunakan produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya...……….………………………………………………) 26. Jika jawaban pada nomor 20 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya……………………….…………………………………)
27. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret? Media cetak (surat kabar)
Dari rumah ke rumah
Media eletronik (televisi)
Radio
Leflet/Brosur
Lainnya, sebutkan_____________
Lampiran 3 (Lanjutan). 28. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya (alasannya)……………………………………………………………….. Tidak (alasnnya)………………………………………………………………
29. Menurut bapak/ibu mengetahui apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah Kabupaten Sambas saat ini? (jawaban bisa lebih dari satu) Produksi
Pemasaran
Distribusi
Pengolahan
Transportasi
Lainnya, sebutkan_____________
Permodalan
30. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini? Belum ada
Banyak
Sangat banyak
Sudah ada namun kurang
Lainnya, sebutkan______________
31. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Rendahnya mutu produksi
Rendahnya penguasaan tehnologi
Kurangnya tenaga kerja
Lainnya, sebutkan______________
32. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Ya
Tidak
33. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal dibidang agroindustri? Ya
Tidak
34. Jika jawaban pada no. 33 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya? Sudah
Belum
Lampiran 4. Kuesioner untuk petani kelapa Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS). Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111). PETUNJUK PENGISIAN Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat yang telah disediakan. IDENTITAS RESPONDEN PETANI KELAPA Nama
: …………………….
Alamat
: …………………….
Umur
: …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh? SD
SMTA
SMTP
Lainnya, sebutkan________________________
D3/S1/S2/S3
2. Berapa luas lahan/tanaman kelapa yang bapak/ibu miliki saat ini? 0 – 0,5 ha
< (lebih besar dari)1 ha
0,6 – 1,0 ha
Lainnya, sebutkan___________________
3. Berapa luas lahan/tanaman kelapa yang telah berproduksi yang bapak/ibu usahakan saat ini? 0 – 0,5 ha
< (lebih besar dari)1 ha
0,6 – 1,0 ha
Lainnya, sebutkan___________________
Lampiran 4 (Lanjutan). 4. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk memperluas lagi lahan tanaman kelapa? Ya
Tidak
5. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, berapakah penambahan luas lahan yang bapak/ibu inginkan?……………………………………………………… 6. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, apakah ada lahan yang bapak/ibu miliki untuk perluasan tersebut? Ya
Tidak
7. Berapa kali dalam 1 (satu) tahun bapak/ibu panen kelapa? 1 (satu) kali
3 kali
2 kali
Lainnya, sebutkan _____________
8. Berapa banyak hasil dari yang telah bapak/ibu dapatkan dalam satu kali panen? < 50 butir
101 – 150 butir
51 – 100 butir
Lainnya, sebutkan ______________________
9. Apakah ada pengolahan produk pasca panen yang bapak/ibu lakukan? Tidak ada
Ada sebagai industri kecil
Ada secara tradisional
Ada kerjasama dengan
Lainnya, sebutkan____________________________ 10. Dalam bentuk apa sajakah kelapa yang bapak/ibu jual? Kelapa muda
Kopra
Kelapa tua yang sudah dikupas
Lainnya, sebutkan _____________
11. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kelapa tua yang sudah dikupas atau dalam bentuk kopra, bagaimana dengan sabut kelapanya? Dijual
Dibuang
Lainnya, sebutkan ___________________
Lampiran 4 (Lanjutan). 12. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kelapa tua yang sudah dikupas, kepada siapakah bapak/ibu menjualnya? Pedagang pengumpul desa Menjual langsung ke pabrik pengolahan minyak kelapa Pedagang pengumpul kecamatan Lainnya, sebutkan ___________________________
13. Berapa butir buaha kelapa yang bapak/ibu jual dalam satu kali panen? ………………………………………………………………………………… 14. Berapa harga per-butir buah kelapa di tempat bapak/ibu jual? Rp……………………………………………………………………………… 15. Bagaimana stabilitas/kondisi harga kelapa saat ini? Tidak stabil
Stabil
Cukup stabil
Sangat stabil
Lainnya, sebutkan_________________ 16. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga kelapa? Pengaruh perubahan musim Pengaruh perubahan harga pasar internasional
Tidak adanya mekanisme penentuan harga Lainnya, sebutkan_________________ 17. Berapa jumlah penghasilan rata-rata dalam satu kali panen bapak/ibu dapatkan dari hasil penjualan buah kelapa? < Rp 25.000
Rp 26.000 - Rp 50.000
Rp 51.000 - Rp 75.000
> Rp 100.000
Rp 75.000 - Rp 100.000 Lainnya, sebutkan _______
18. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kopra, kepada siapakah bapak/ibu menjualnya? Pedagang pengumpul desa Menjual langsung ke pabrik pengolahan minyak kelapa Pedagang pengumpul kecamatan Lainnya, sebutkan __________________________
19. Berapa jumlah (kg) kopra yang bapak/ibu hasilkan dalam satu kali panen? …………………………………………………………………………………
Lampiran 4 (Lanjutan). 20. Berapa harga per-kg kopra di tempat bapak/ibu menjualnya? Rp……………………………………………………………………………… 21. Berapa jumlah penghasilan rata-rata dalam satu kali panen bapak/ibu dapatkan dari hasil penjualan kopra? < Rp 25.000
Rp 75.000 - Rp 100.000
Rp 26.000 - Rp 50.000 > Rp 100.000
Rp 51.000 - Rp 75.000 Lainnya, sebutkan ________
22. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Transportasi sungai
Transportasi darat
23. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
24. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah infrastruktur yang ada (jalan dan lain-lain) sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
25. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu lakukan ini? ………………………………………………………………………………… 26. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat)? Ya Tidak
(alasannya……………………………………………………………………) 27. Jika jawaban pada nomor 26 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk melakukan peminjaman dana tersebut? Ya
Tidak
28. Jika jawaban pada nomor 26 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk mengakses melakukan peminjaman dana tersebut? Mudah
Sulit
29. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana tersebut? Ya 30. Jika
Tidak
jawaban
pada
nomor
29
adalah
Ya,
apakah
bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut? ………………………………………………………………………………… 31. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya
Tidak
32. Jika jawaban pada nomor 31 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk menggunakan produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya...………….………………………………………………) 33. Jika jawaban pada nomor 31 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya…………………………………….………………………)
34. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret? Media cetak (surat kabar)
Dari rumah ke rumah
Media eletronik (televisi)
Radio
Leflet/Brosur
Lainnya,
sebutkan______________________ 35. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya (alasannya)………………………………………………………………) Tidak (alasnnya)……………………………………………………………)
Lampiran 4 (Lanjutan). 35. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah Kabupaten Sambas saat ini? (jawaban bisa lebih dari satu) Produksi
Pemasaran
Distribusi
Pengolahan
Transportasi
Lainnya, sebutkan_____________
Permodalan
36. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini? Belum ada
Banyak
Sangat banyak
Sudah ada namun kurang
Lainnya, sebutkan______________
37. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Rendahnya mutu produksi
Rendahnya penguasaan tehnologi
Kurangnya tenaga kerja
Lainnya, sebutkan______________
38. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Ya
Tidak
39. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal dibidang agroindustri? Ya
Tidak
40. Jika jawaban pada no. 39 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya? Sudah
Belum
Lampiran 5. Kuesioner untuk pedagang pengumpul karet Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS). Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111). PETUNJUK PENGISIAN Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat yang telah disediakan. IDENTITAS RESPONDEN PEDAGANG PENGUMPUL KARET Nama
: ……………………
Alamat
: …………………….
Umur
: …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan 1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh? SD D3/S1/S2/S3
SMTP
SMTA Lainnya, sebutkan_____________
2. Berapa lama bapak/ibu sudah menjadi pedagang pengumpul karet? ………………………………………………………………………………… 3. Berapa besar ruang lingkup operasional usaha yang bapak/ibu lakukan saat ini? 1 desa saja 1 kecamatan
Lebih dari1 desa (sebutkan jumlah desanya_____________) Lebih dari 1 kecamatan (sebutkan__________________)
4. Berapa kg rata-rata dalam 1 hari bapak/ibu mengumpulkan/membeli karet? …………………………………………………………………………………
Lampiran 5 (Lanjutan). 5. Berapa harga (Rp/kg) yang telah bapak/ibu tawarkan dalam membeli hasil olahan karet? ………………………………………………………………………………… 6. Kepada siapakah bapak/ibu menjual kembali karet yang telah dibeli tersebut ? Pedagang pengumpul desa
Menjual langsung ke pabrik
Pedagang pengumpul kecamatan
Lainnya, sebutkan _______
7. Berapa kali dalam 1 bulan bapak/ibu menjual kembali karet yang telah dibeli tersebut ? 1 kali
3 kali
2 kali
Lainnya, sebutkan ________________
8. Berapakah harga karet yang bapak/ibu dapatkan saat ini? ………………………………………………………………………………… 9. Bagaimana stabilitas/kondisi harga karet saat ini? Tidak stabil
Stabil
Sangat stabil
Cukup stabil
Lainnya, sebutkan_________________
10. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga karet? Pengaruh perubahan musim Pengaruh perubahan harga pasar internasional
Tidak adanya mekanisme penentuan harga Lainnya, sebutkan_________________ 11. Berapa jumlah penghasilan rata-rata bapak/ibu dapatkan dari hasil penjualan karet? < Rp 500.000
Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000
Rp 500.000 - Rp 1.000.000
> Rp 2.000.000 (sebutkan ____________)
Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000 12. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Transportasi sungai
Transportasi darat
Lampiran 5 (Lanjutan). 13. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
14. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah infrastruktur yang ada (jalan dan lain-lain) sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
15. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu lakukan ini? ………………………………………………………………………………… 16. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat)? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
17. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk melakukan peminjaman dana tersebut? Ya
Tidak
18. Jika jawaban pada nomor 16 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk mengakses melakukan peminjaman dana tersebut? Mudah
Sulit
19. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana tersebut? Ya 20. Jika
Tidak
jawaban
pada
nomor
19
adalah
Ya,
apakah
bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut? …………………………………………………………………………………
Lampiran 5 (Lanjutan). 21. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya
Tidak
22. Jika jawaban pada nomor 21 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk menggunakan produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya...………………………….……………………………) 23. Jika jawaban pada nomor 21 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya………………………………….………………………)
24. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret? (jawaban bisa lebih dari satu) Media cetak (surat kabar)
Dari rumah ke rumah
Media eletronik (televisi)
Radio
Leflet/Brosur
Lainnya, sebutkan_____________
25. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya (alasannya)………………………………………………………………. Tidak (alasnnya)…………………………………………………………….
26. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah Kabupaten Sambas saat ini? (jawaban bisa lebih dari satu) Produksi
Pemasaran
Distribusi
Pengolahan
Transportasi
Lainnya, sebutkan_____________
Permodalan
27. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini? Belum ada
Banyak
Sangat banyak
Sudah ada namun kurang
Lainnya, sebutkan______________
28. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Rendahnya mutu produksi
Rendahnya penguasaan tehnologi
Kurangnya tenaga kerja
Lainnya, sebutkan______________
29. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Ya
Tidak
30. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal dibidang agroindustri? Ya
Tidak
41. Jika jawaban pada no. 30 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya? Sudah
Belum
Lampiran 6. Kuesioner untuk pedagang pengumpul kelapa Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS). Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111). PETUNJUK PENGISIAN Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat yang telah disediakan. IDENTITAS RESPONDEN PEDAGANG PENGUMPUL KELAPA Nama
: …………………….
Alamat
: …………………….
Umur
: …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan 1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh? SD D3/S1/S2/S3
SMTP
SMTA Lainnya, sebutkan_____________
2. Berapa lama bapak/ibu sudah menjadi pedagang pengumpul buah kelapa? ………………………………………………………………………………… 3. Berapa besar ruang lingkup operasional usaha yang bapak/ibu lakukan saat ini? 1 desa saja
Lebih dari1 desa (sebutkan jumlah desanya_____)
1 kecamatan
Lebih dari 1 kecamatan (sebutkan_____________
Lampiran 6 (Lanjutan). 4. Berapa butir rata-rata dalam 1 kali panen bapak/ibu mengumpulkan/membeli buah kelapa? ………………………………………………………………………………… 5. Berapa harga (Rp/butir) yang telah bapak/ibu tawarkan dalam membeli buah kelapa? ………………………………………………………………………………… 6. Kepada siapakah bapak/ibu menjual kembali kelapa yang telah dikumpulkan/dibeli tersebut ? Pedagang pengumpul desa
Menjual langsung ke pabrik
Pedagang pengumpul kecamatan
Lainnya, sebutkan _______
7. Berapa kali dalam 1 kali panen bapak/ibu menjual kembali kelapa yang telah dibeli tersebut ? 1 kali
3 kali
2 kali
Lainnya, sebutkan ________________
8. Dalam bentuk apa sajakah kelapa yang bapak/ibu jual? Kelapa muda
Kopra
Kelapa tua yang sudah dikupas
Lainnya, sebutkan _____________
9. Kalau yang bapak/ibu jual dalam bentuk kelapa tua yang sudah dikupas atau dalam bentuk kopra, bagaimana dengan sabut kelapanya? Dijual
Lainnya, sebutkan ________________
Dibuang 10. Berapakah harga yang bapak/ibu dapatkan saat ini dalam menjual kembali buah kelapa? ………………………………………………………………………………… 11. Bagaimana stabilitas/kondisi harga kelapa saat ini? Tidak stabil
Stabil
Cukup stabil
Lainnya, sebutkan_________________
Sangat stabil
Lampiran 6 (Lanjutan). 12. Apa faktor penyebab ketidakstabilan harga kelapa? Pengaruh perubahan musim Pengaruh perubahan harga pasar internasional
Tidak adanya mekanisme penentuan harga Lainnya, sebutkan_______________
13. Berapa jumlah penghasilan rata-rata bapak/ibu dapatkan dari hasil penjualan kembali buah kelapa? < Rp 500.000
Rp 500.000 - Rp 1.000.000
Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000 Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000 > Rp 2.000.000 (sebutkan __________________)
14. Apakah jenis transportasi yang gunakan dalam mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Transportasi sungai
Transportasi darat
15. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi sungai, apakah infrastruktur yang ada sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
16. Jika jenis transportasi yang digunakan adalah transportasi darat, apakah infrastruktur yang ada (jalan da lain-lain) sudah mendukung usaha yang bapak/ibu lakukan? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
17. Apa saja hambatan yang hadapi dalam pengembangan usaha yang bapak/ibu lakukan ini? ………………………………………………………………………………… 18. Apakah bapak/ibu sudah mengetahui bahwa sekarang pemerintah telah mengeluarkan dana pinjaman usaha yang disebut dengan KUR (Kredit Usaha Rakyat)? Ya Tidak (alasannya……………………………………………………………)
Lampiran 6 (Lanjutan). 19. Apakah bapak/ibu berkeinginan untuk melakukan peminjaman dana tersebut? Ya
Tidak
20. Jika jawaban pada nomor 18 adalah Ya, bagaimana kemudahan untuk mengakses melakukan peminjaman dana tersebut? Mudah
Sulit
21. Sepengetahuan bapak/ibu, apakah ada agunan/jaminan/persyaratan yang ditetapkan oleh pihak Bank untuk mengakses/melakukan peminjaman dana tersebut? Ya 22. Jika
Tidak
jawaban
pada
nomor
21
adalah
Ya,
apakah
bentuk/jenis
agunan/jaminan/persyaratan yang harus dikeluarkan tersebut? ………………………………………………………………………………… 23. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya
Tidak
24. Jika jawaban pada nomor 23 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk menggunakan produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya...……………………..…………………………………) 25. Jika jawaban pada nomor 23 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya…………………………..………………………………)
26. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret? (jawaban bisa lebih dari satu) Media cetak (surat kabar)
Dari rumah ke rumah
Media eletronik (televisi)
Radio
Leflet/Brosur
Lainnya, sebutkan_____________
Lampiran 6 (Lanjutan). 27. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya (alasannya)………………………………………………………………) Tidak (alasnnya)……………………………………………………………)
28. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah Kabupaten Sambas saat ini? (jawaban bisa lebih dari satu) Produksi
Pemasaran
Distribusi
Pengolahan
Transportasi
Lainnya, sebutkan_____________
Permodalan
29. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini? Belum ada
Banyak
Sangat banyak
Sudah ada namun kurang
Lainnya, sebutkan______________
30. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Rendahnya mutu produksi
Rendahnya penguasaan teknologi
Kurangnya tenaga kerja
Lainnya, sebutkan______________
31. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Ya
Tidak
32. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal dibidang agroindustri? Ya
Tidak
33. Jika jawaban pada no. 32 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya? Sudah
Belum
Lampiran 7. Kuesioner untuk konsumen Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS). Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111). PETUNJUK PENGISIAN Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang (x) atau checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan pilihan responden). Dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat yang telah disediakan. IDENTITAS RESPONDEN KONSUMEN Nama
: …………………….
Alamat
: ..……………………
Umur
: …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan 1. Apa tingkat pendidikan terakhir yang telah bapak/ibu peroleh? SD
SMTP
SMTA
D3/S1/S2/S3
Lainnya, sebutkan_____________
2. Apa jenis pekerjaan yang bapak/ibu lakukan saat ini? Petani
PNS
Pedagang/wiraswata
Lainnya, sebutkan______________
3. Berapa jumlah pendapatan yang bapak/ibu dapatkan dalam 1 bulan? < Rp 500.000
Rp 500.000 - Rp 1.000.000
Rp 1.500.000 - Rp 2.000.000 Rp 1.000.000 - Rp 1.500.000 < Rp 2.000.000 (sebutkan __________________)
Lampiran 7 (Lanjutan). 4. Apakah bapak/ibu menggunakan produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari busa? Ya
Tidak
5. Jika jawaban pada nomor 4 adalah Ya, berapa jenis produk/peralatan rumah tangga yang bapak/ibu gunakan? 1 jenis
3 jenis
2 jenis
Lainnya, sebutkan______________
6. Apa sajakah jenis produk/peralatan rumah tangga yang bapak/ibu gunakan? ………………………………………………………………………………… 7. Dalam membeli produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari busa, hal terpenting apa yang menjadi pertimbangan? (jawaban bisa lebih dari satu) Kualitas
Harga
Lainnya, sebutkan______________
8. Berapa rata-rata pengeluaran untuk pembelian produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari busa? < Rp 1.000.000
Rp 1.000.000 – Rp 1.500.000
Rp 1.500.000 – Rp 2.000.000
Lainnya, sebutkan_____________
9. Pertimbangan
apa
yang
menyebabkan
bapak/ibu
menggunakan
produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari busa? (jawaban bisa lebih dari satu) Lebih murah
Lebih mudah diperoleh
Kualitasnya lebih baik
Lebih terkenal
Lainnya, sebutkan____________________
10. Menurut bapak/ibu, apakah harga produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari busa saat ini tergolong mahal? Ya
Tidak
Lampiran 7 (Lanjutan). 11. Jika dikeluarkan produk/peralatan rumah tangga yang dapat menggantikan busa yang terbuat dari bahan hasil alam (bukan busa), maka menurut bapak/ibu harga yang sesuai untuk produk baru tersebut adalah? (jawaban bisa lebih dari satu) Lebih murah dari harga rata-rata busa yang ada dipasaran Lebih mahal dari harga rata-rata busa yang ada dipasaran Sama dengan harga rata-rata busa yang ada dipasaran
12. Jika produk /peralatan rumah tangga pengganti busa tersebut sudah dikeluarkan dengan harga menurut jawaban bapak/ibu pada nomor 11 dengan kualitas
yang
lebih
baik,
apakah
bapak/ibu
tertarik
untuk
mencoba/membelinya? Pasti beli
Mungkin tidak beli
Mungkin beli
Tidak
Ragu-ragu
13. Apakah bapak/ibu menggunakan produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari kapuk? Ya
Tidak
14. Jika jawaban pada nomor 13 adalah Ya, berapa jenis produk/peralatan rumah tangga tersebut? 1 jenis
3 jenis
2 jenis
Lainnya, sebutkan______________
15. Berapa rata-rata pengeluaran untuk pembelian produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari kapuk? < Rp 100.000
Rp 100.000 – Rp 150.000
Rp 150.000 – Rp 200.000
Lainnya, sebutkan_____________
16. Pertimbangan
apa
yang
menyebabkan
bapak/ibu
menggunakan
produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari kapuk? (jawaban bisa lebih dari satu) Lebih murah Lebih terkenal
Lebih mudah diperoleh
Kualitasnya lebih baik
Lainnya, sebutkan____________________
Lampiran 7 (Lanjutan). 17. Menurut bapak/ibu, apakah harga produk/peralatan rumah tangga yang berasal dari kapuk saat ini tergolong mahal? Ya
Tidak
18. Jika dikeluarkan produk/peralatan rumah tangga yang dapat menggantikan kapuk yang, maka menurut bapak/ibu harga yang sesuai untuk produk baru tersebut adalah? Lebih murah dari harga rata-rata kapuk yang ada dipasaran Lebih mahal dari harga rata-rata kapuk yang ada dipasaran Sama dengan harga rata-rata kapuk yang ada dipasaran
19. Jika produk /peralatan rumah tangga pengganti kapuk tersebut sudah dikeluarkan dengan harga dengan harga yang sedikit lebih mahal tapi dengan kualitas
yang
lebih
baik,
apakah
bapak/ibu
tertarik
untuk
mencoba/membelinya? Pasti beli.
Mungkin tidak beli.
Mungkin beli.
Tidak
Ragu-ragu.
20. Apakah bapak/ibu mengetahui/mengenal produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya
Tidak
21. Jika jawaban pada nomor 20 adalah Ya, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk menggunakan produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya...………………..………………………………………) 22. Jika jawaban pada nomor 20 Tidak, apakah bapak/ibu berkeinginan untuk mengetahui/mengenal produk sebutret tersebut? Ya Tidak (alasannya…………………..………………………………………)
23. Bentuk promosi seperti apa yang bapak/ibu harapkan pada produk sebutret? (jawaban bisa lebih dari satu) Media cetak (surat kabar)
Dari rumah ke rumah
Media eletronik (televisi)
Radio
Leflet/Brosur
Lainnya, sebutkan_____________
Lampiran 7 (Lanjutan). 24. Apakah bapak/ibu mendukung jika dikemudian hari di Kabupaten Sambas didirikan usaha pembuatan produk/peralatan rumah tangga (kursi, kasur, bantal dan lain-lain) dari serat sabut kelapa berkaret (sebutret)? Ya (alasannya)……………………………………………………………) Tidak (alasnnya)……………………………………………………………)
25. Menurut bapak/ibu, apa permasalahan agroindustri yang timbul di daerah Kabupaten Sambas saat ini? (jawaban bisa lebih dari satu) Produksi
Pemasaran
Distribusi
Pengolahan
Transportasi
Lainnya, sebutkan_____________
Permodalan
26. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada tenaga profesinal bidang produk agroindustri di Kabpaten Sambas saat ini? Belum ada
Banyak
Sangat banyak
Sudah ada namun kurang
Lainnya, sebutkan______________
27. Apakah masalah produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Rendahnya mutu produksi
Rendahnya penguasaan tehnologi
Kurangnya tenaga kerja
Lainnya, sebutkan______________
28. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Sambas untuk mendukung proses produksi produk agroindustri di Kabupaten Sambas saat ini? Ya
Tidak
29. Menurut bapak/ibu, apakah sudah ada kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sambas tentang investasi/penanaman modal dibidang agroindustri? Ya
Tidak
30. Jika jawaban pada no. 29 Ya, menurut bapak/ibu, apakah kebijakan yang telah dikeluarkan tersebut sudah berjalan sesuai dengan aturannya? Sudah
Belum
Lampiran 8. Kuesioner untuk akademisi dan stakeholders terkait Kuesioner ini digunakan sebagai bahan untuk penelitian mengenai STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI SERAT SABUT KELAPA BERKARET (SEBUTRET) (STUDI KASUS DI KABUPATEN SAMBAS). Informasi ini dibutuhkan untuk penulisan TESIS di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penelitian ini dilakukan oleh Junardi (NRP : F351090111). PETUNJUK PENGISIAN Responden diharapkan dapat memberikan jawaban terhadap seluruh pertanyaan dengan cara memberikan tanda silang ( x ) atau checklist ( √ ) pada kolom yang tersedia (Jawaban yang diberikan dapat lebih dari satu sesuai dengan pilihan responden) dan menuliskan jawaban menurut bapak/ibu pada tempat yang telah disediakan. IDENTITAS RESPONDEN Nama
: …………………….
Instansi
: …………………….
Alamat
: ..……………………
Umur
: …………………….
Jenis kelamin : Laki-laki/Perempuan
Petunjuk umum: 1. Pengisian kuesioner dilakukan secara langsung dan tertulis oleh responden. 2. Jawaban merupakan pendapat pribadi dari masing-masing responden. 3. Dalam mengisi kuesioner, responden diharapkan melakukannya secara sekaligus (tidak menunda/sebagian) untuk menghindari inkonsistensi jawaban.
a. Pemberian Pembobotan terhadap Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pengembangan Agroindustri Sebutret
Lampiran 8 (Lanjutan). Petunjuk khusus: 1. Pembobotan dengan metode Paired Comparaison yaitu penilaian bobot (weight) dengan membandingkan setiap faktor strategi internal dan eksternal usaha, dimana setiap bobot peubah digunakan skala 1, 2, dan 3 dengan keterangan sebagai berikut: 1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal, 2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal, 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal, 2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap setiap faktor strategi internal dan eksternal usaha. Pembobotan internal pengembangan agroindustri sebutret Faktor Internal A.
Ketersediaan bahan baku yang banyak
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
H
I
J
K
L
M
L
M
N
Total
Bobot
.
B.
Tenaga kerja lokal cukup tersedia
C.
Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan .
.
D.
Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa
E.
Tersedianya pasar produk sebutret
.
.
F.
Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil
G.
Tingkat pendidikan relatif rendah
.
H.
Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung
I.
Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah
. .
.
J.
Belum adanya tenaga ahli tentang proses produksi pembuatan sebutret
K.
Produk masih belum dikenal oleh masyarakat
L.
Kurangnya akses terhadap informasi pasar
M.
Keterbatasan modal .
N.
Daya saing yang rendah , hanya sebatas lokal desa dan kecamatan
.
. .
.
TOTAL
Pembobotan eksternal pengembangan agroindustri sebutret A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. M. N. O.
Faktor eksternal Meningkatkan pendapatan dan menambah lapangan pekerjaan. Masih belum ada industri pengolahan sabut kelapa. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda. Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada, Ketidakpastian harga. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. Pemerintah belum konsisten dalam mengaflikasikan kebijakan. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. Politik dan keamanan. Perubahan cuaca. Hama tanaman. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait. TOTAL
A
B
C
D
E
F
G
N
O
Total
Bobot
Lampiran 8 (Lanjutan). b. Pemberian Peringkat/Rating terhadap Faktor Strategis Internal dan Eksternal Pengembangan Agroindustri Sebutret 1. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan). Petunjuk pengisian: a) Pemberian nilai rating menunjukan tingkat faktor strategis sebagai kekuatan atau kelemahan.
Pemberian nilai peringkat didasarkan pada
keterangan seperti berikut: - Nilai 4, jika faktor strategis tersebut dinilsi mempunyai kekuatan utama. - Nilai 3, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kekuatan kecil. - Nilai 2, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan kecil. - Nilai 1, jika faktor strategis tersebut dinilai mempunyai kelemahan utama. b) Pengisian kolom penilaian rating menggunakan tanda check list (√) KEKUATAN - Ketersediaan bahan baku yang banyak. - Tenaga kerja lokal cukup tersedia. - Karet dan kelapa merupakan komoditas andalan masyarakat sebagai sumber pendapatan. - Kesuburan tanah yang cocok untuk budidaya tanaman karet dan kelapa. - Tersedianya pasar produk sebutret.
-
KELEMAHAN Skala usahatani yang dilakukan relatif kecil. Tingkat pendidikan relatif rendah . Sarana dan prasarana transportasi yang kurang mendukung. Penguasaan teknologi oleh petani masih rendah. Belum adanya tenaga ahli. tentang proses produksi pembuatan sebutret. Produk masih belum dikenal oleh masyarakat. Kurangnya akses terhadap informasi pasar. Keterbatasan modal. Daya saing yang rendah, hanya sebatas lokal desa dan kecamatan.
4
4
3
3
2
2
1
1
Lampiran 8 (Lanjutan). 2. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) Petunjuk pengisian: a) Pemberian nilai rating didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam meraih peluang yang ada. Pemberian nilai peringkat seperti seperti berikut: - Nilai 4, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “sangat baik” dalam meraih peluang. - Nilai 3, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang ”baik” dalam meraih peluang. - Nilai 2, jika perusahaan mempunyai kemampuan yang “cukup baik” dalam meraih peluang. - Nilai 1,jika perusahaan mempunyai kemampuan “tidak baik” dalam meraih peluang. b) Pemberian nilai rating yang didasarkan pada kemampuan perusahaan dalam menghindari ancaman yang ada. Pemberian nilai tersebut seperti di bawah ini: - Nilai 4, jika ancaman tersebut kecil. - Nilai 3, jika ancaman tersebut sedang. - Nilai 2, jika ancaman tersebut besar. - Nilai 1, jika ancaman tersebut sangat besar. c) Pengisian kolom penilaian rating menggunakan tanda check list (√) PELUANG Meningkatkan pendapatan dan menambah peluang usaha dan lapangan pekerjaan. Masih belum adanya industri pengolahan dan pemanfaatan sabut kelapa. Adanya dukungan yang diberikan oleh pemda . Perekonomian masyarakat yang semakin meningkat. Jumlah penduduk yang semakin meningkat. Teknologi pembuatan sebutret sudah ada,
4
3
2
1
-
ANCAMAN Ketidakpastian harga bahan baku ditingkat petani. Pasar dikuasai oleh produk yang berbahan baku dari sintetis. Pemerintah belum konsisten dalam mengaplikasikan kebijakan. Ekspansi lahan perkebunan kelapa sawit. Politik dan keamanan. Perubahan cuaca. Hama tanaman. Belum adanya kemitraan usaha yang kuat. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait.
4
3
2
1
-