STRATEGI PEMBIAYAAN PADA MASYARAKAT NELAYAN DALAM MENDUKUNG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PPI MUARA ANGKE
YUNIA FAIZAH ARSY
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Pembiayaan pada Masyarakat Nelayan dalam Mendukung Usaha Perikanan Tangkap di PPI Muara Angke adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Februari 2014 Yunia Faizah Arsy NIM C44090001
ABSTRAK YUNIA FAIZAH ARSY. Strategi Pembiayaan pada Masyarakat Nelayan dalam Mendukung Usaha Perikanan Tangkap di PPI Muara Angke. Dibimbing oleh AKHMAD SOLIHIN dan IIN SOLIHIN. Nelayan masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan pembiayaan untuk melaut. Hal ini juga terjadi di kawasan PPI Muara Angke yang letaknya dekat dengan ibu kota negara Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi pola pembiayaan pada masyarakat nelayan dan menentukan strategi pembiayaan yang mendukung usaha perikanan tangkap di PPI Muara Angke. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif studi kasus. Pola pembiayaan diidentifikasi dengan metode deskriptif kualitatif. Hasil yang didapatkan adalah terdapat pola modal sendiri ditambah meminjam, dibantu oleh bos/pemborong dan dibantu melalui program PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan). Analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi pembiayaan. Strategi yang diperoleh antara lain dengan menyinergikan pembiayaan dari lembaga non formal, memanfaatkan nilai strategis PPI Muara Angke dalam mendukung usaha perikanan tangkap dan mengoptimalkan keterlibatan pihak perbankan melalui program pembiayaan dari pemerintah (diantaranya Kredit Usaha Rakyat dan PUMP). Kata kunci: nelayan, pola pembiayaan, strategi pembiayaan
ABSTRACT YUNIA FAIZAH ARSY. Financing Strategies on Fishermen to Support Capture Fishery Business in PPI Muara Angke. Supervised by AKHMAD SOLIHIN and IIN SOLIHIN. Fishermen are still experiencing difficulties in getting financing for fishing. It also occurs in PPI Muara Angke which the location is near the capital city of Indonesia. This study was conducted to identify the financing patterns on fishermen and determine the financing strategies that support capture fishery business in PPI Muara Angke. The method that is used is qualitative case study method. Financing pattern is identified by descriptive qualitative method. The results are pattern of own capital plus borrow, assisted by the boss/caterer and assisted by PUMP (Development Business of Mina Rural) program. SWOT analysis is used to determine financing strategies. The strategies are synergy the financing from non formal institution, utilize the strategic value of PPI Muara Angke to support capture fishery business and optimize the involvement of bank through financing program from government (include People Business Loan and PUMP). Keywords: financing patterns, financing strategies, fishermen
STRATEGI PEMBIAYAAN PADA MASYARAKAT NELAYAN DALAM MENDUKUNG USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PPI MUARA ANGKE
YUNIA FAIZAH ARSY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Strategi Pembiayaan pada Masyarakat Nelayan dalam Mendukung Usaha Perikanan Tangkap di PPI Muara Angke Nama : Yunia Faizah Arsy NIM : C44090001 Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui oleh
Akhmad Solihin, SPi, MH Pembimbing I
Dr Iin Solihin, SPi, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Budy Wiryawan, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji serta syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Pencipta Alam Semesta, yang dengan kasih sayang-Nya telah memudahkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Shalawat serta salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW yang kegigihannya dalam menyebarkan Islam dapat menjadi teladan dalam segala bidang, salah satunya penelitian. Karya ilmiah ini berkaitan dengan strategi pembiayaan yang ditujukan untuk masyarakat nelayan dalam mendukung usaha perikanan tangkap. Penulis berterima kasih kepada banyak pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, terutama kepada Akhmad Solihin, SPi, MH dan Dr Iin Solihin, SPi, MSi sebagai Komisi Pembimbing yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyusunan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ibu, bapak, seluruh keluarga serta teman-teman, atas do’a dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014 Yunia Faizah Arsy
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Tempat
2
Metode Pengumpulan Data
2
Analisis Data
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Kondisi Umum Usaha Perikanan Tangkap di PPI Muara Angke
7
Pola Pembiayaan pada Masyarakat Nelayan
8
Strategi Pembiayaan pada Masyarakat Nelayan SIMPULAN DAN SARAN
10 17
Simpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
26
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Analisis faktor internal Analisis faktor eksternal Analisis dengan matriks SWOT Perbandingan pola pembiayaan di PPI Muara Angke Hasil analisis faktor internal Hasil analisis faktor eksternal Strategi SO
5 5 6 9 11 13 14
DAFTAR GAMBAR 1 Diagram analisis SWOT 2 Lokasi penelitian di kawasan PPI Muara Angke 3 Grafik hasil analisis SWOT
4 7 14
DAFTAR LAMPIRAN 1 Tahapan analisis SWOT 2 Hasil analisis dengan matriks SWOT 3 Realisasi penyaluran pembiayaan bidang penangkapan ikan, sampai dengan triwulan III 2013 4 Realisasi KUR menurut sektor ekonomi (30 November 2013)
19 23 24 25
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia memiliki luas lautan yang mendominasi dibanding luas daratannya dan potensi sumberdaya ikan yang sangat besar, yaitu 6,5201 juta ton per tahun (Kepmen KP Nomor KEP. 45/MEN/2011). Potensi tersebut belum bisa membuat nelayan lebih sejahtera. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2008) dari total kemiskinan di Indonesia, sebesar 56,35% merupakan masyarakat yang bekerja di sektor pertanian, termasuk nelayan. Usaha perikanan tangkap membutuhkan biaya operasional yang tidak sedikit. Nelayan membutuhkan bantuan pembiayaan untuk melaut. Institusi formal seperti perbankan sudah dirangkul oleh pemerintah untuk memajukan sektor marjinal, namun belum memberi peranan secara langsung terhadap nelayan. Program pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat (KUR) sudah ada, tetapi tidak dapat dengan mudah diakses oleh nelayan. Suku bunga maksimal yang ditetapkan mencapai 13% untuk KUR Ritel dan 22 % untuk KUR Mikro (Komite Kredit Usaha Rakyat 2013), ini jauh lebih besar dari negara Asia lain seperti Thailand 23%, Malaysia 3% dan Jepang 0,5 %. Selain bunga yang ditetapkan masih sangat besar, nelayan juga disulitkan dengan jaminan yang ditetapkan oleh pihak bank sebagai syarat peminjaman, yaitu akta tanah yang dikeluarkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional). Syarat peminjaman tersebut tidak ada dalam ketentuan KUR Mikro, hal itu merupakan kebijakan pihak bank sendiri. Persepsi bahwa usaha dalam bidang perikanan tangkap mempunyai tingkat risiko yang tinggi menjadi alasan perbankan sulit memberikan KUR kepada nelayan. Risiko tinggi tersebut diantaranya: jumlah hasil tangkapan setiap harinya tidak bisa diduga, faktor adanya musim barat membuat nelayan Indonesia kesulitan untuk melaut sehingga mempengaruhi pendapatannya, serta minimnya pengawasan dan jaminan terhadap keselamatan nelayan saat melaut. Pembiayaan untuk melaut diantisipasi oleh nelayan dengan pinjaman modal tanpa bunga yang diberikan oleh tengkulak. Sistem ini justru merugikan nelayan karena hanya boleh menjual ikan hasil tangkapan kepada tengkulak tersebut dengan harga ikan yang lebih rendah sekitar 10-30% dari harga pasaran (Arief 2011). Sistem ini membuat tengkulak berperan sebagai price maker karena dapat mengatur harga beli ikan sesuai kebutuhannya. Kondisi yang terus menerus seperti ini akan membuat nelayan Indonesia tetap miskin. Bahkan di kawasan PPI (Pangkalan Pendaratan Ikan) Muara Angke pun yang letaknya dekat dengan ibu kota negara Indonesia, masyarakat nelayan masih kesulitan dalam mengakses bantuan dari pemerintah terkait pembiayaan untuk kegiatan perikanan tangkap. Berdasarkan pemaparan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengidentifikasi pola pembiayaan pada masyarakat nelayan dan strategi pembiayaan seperti apa yang mendukung usaha perikanan tangkap di PPI Muara Angke.
2 Perumusan Masalah Nelayan masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan bantuan pembiayaan melaut meskipun pemerintah memiliki beberapa program yang ditujukan untuk membantu nelayan. Permasalahan dalam penelitian ini meliputi sistem pembiayaan untuk melakukan kegiatan perikanan tangkap yang sampai saat ini masih belum banyak membantu nelayan. Hal itu terjadi pula di PPI Muara Angke, Jakarta Utara meskipun letaknya dekat dengan pusat pemerintahan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi pola pembiayaan pada masyarakat nelayan dan menentukan strategi pembiayaan yang mendukung usaha perikanan tangkap di PPI Muara Angke.
Manfaat Penelitian Manfaat pada penelitian ini adalah adanya luaran penelitian berupa strategi pembiayaan pada masyarakat nelayan yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil kebijakan yang mendukung usaha perikanan tangkap.
METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2013. Penelitian dan pengumpulan data ini dilaksanakan di kawasan PPI Muara Angke, kantor Kementerian Koperasi dan UKM (Usaha Kecil dan Menengah), serta kantor KKP (Kementerian Kelautan dan Perikanan).
Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif studi kasus. Penelitian kualitatif memberikan penekanan pada proses dan makna yang tidak dikaji atau belum diukur dari sisi kuantitatif. Penelitian kualitatif menekankan sifat realita yang terbangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan subjek yang diteliti dan tekanan situasi yang membentuk penyelidikan (Denzin 2009). Studi kasus dalam penelitian ini bertujuan mendeskripsikan suatu persoalan dan mengindikasikan suatu cara untuk mengatasi persoalan tersebut. Pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dan observasi langsung ke lapangan serta pengumpulan data dari instansi/lembaga terkait. Data yang digunakan ada dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari kegiatan wawancara dan pengamatan
3 langsung. Data primer yang didapatkan berupa pola pembiayaan dan data untuk analisis strategi pembiayaan masyarakat nelayan di PPI Muara Angke. Data sekunder diperoleh dengan cara mengumpulkan data dari instansi dan lembaga terkait. Data sekunder yang didapatkan yaitu data dari KKP terkait lembagalembaga keuangan perbankan yang memberikan pinjaman atau kredit untuk industri perikanan tangkap (terlampir pada Lampiran 3) dan data realisasi penyaluran KUR yang didapatkan dari Komite Kredit Usaha Rakyat (terlampir pada Lampiran 4). Pengambilan sampel dalam proses wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan cara stratified purposive sampling. Stratified purposive sampling adalah pengambilan sampel yang bersifat tidak acak. Pemilihan responden dilakukan dengan sengaja, berdasarkan stratifikasi dan beberapa pertimbangan yang berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti. Responden pada penelitian ini adalah nelayan pemilik kapal dan lembaga pemerintah. Jumlah responden yang berasal dari nelayan adalah 7 orang, staf Ditjen Perikanan Tangkap KKP 1 orang, staf Kementerian Koperasi dan UKM 1 orang dan staf UPT PKPP/PPI (Unit Pelaksana Teknis Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan) Muara Angke 1 orang. Stratifikasi dilakukan untuk objek nelayan, yaitu berdasarkan ukuran kapal yang dimiliki oleh nelayan. Nelayan pemilik kapal dibatasi untuk pemilik kapal ukuran kurang dari 5 GT (< 5 GT) dan 5-10 GT. Stratifikasi ini untuk melihat apakah ada pengaruh antara ukuran kapal yang dimiliki dengan cara pembiayaan untuk kegiatan penangkapan ikan. Responden nelayan yang terpilih merupakan responden yang memiliki pola pembiayaan yang berbeda dari yang lainnya, selain itu bersifat homogen.
Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif dan metode analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats). Metode deskriptif kualitatif digunakan untuk mendapatkan tujuan pertama dalam penelitian ini yaitu mengidentifikasi pola pembiayaan pada nelayan. Data yang digunakan adalah data hasil wawancara dengan nelayan. Hal yang dipaparkan terkait pola pembiayaan yaitu kemudahan akses sumber pembiayaan, kemandirian nelayan, jaminan pemasaran hasil tangkapan dan peluang mendapatkan pembiayaan lebih. Sedangkan metode analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi pembiayaan pada masyarakat nelayan. Hasil wawancara dari pemerintah dan lembaga terkait diolah dengan analisis SWOT. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dengan faktor internal kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses). Analisis yang dilakukan diantaranya analisis faktor internal, analisis faktor eksternal dan analisis menggunakan matriks SWOT. Strategi yang dihasilkan dari analisis ini perlu mendapat perhatian seluruh pihak yang memiliki kepentingan dalam upaya mendukung usaha perikanan tangkap di PPI Muara Angke. Gambar 1 menunjukkan diagram analisis SWOT yang membagi situasi pada 4 kuadran berbeda. Tiap kuadran menggambarkan situasi
4 objek yang dianalisis, dipengaruhi oleh faktor internal (kekuatan atau kelemahan) dan faktor eksternal (peluang atau ancaman).
Peluang (opportunities) Kuadran 3
Kuadran 1
Kelemahan (weaknesses)
Kekuatan (strengths)
Kuadran 4
Kuadran 2 Ancaman (threats) Gambar 1 Diagram analisis SWOT Sumber: Rangkuti 1997
Kuadran 1
: merupakan situasi yang menguntungkan terkait sistem pembiayaan masyarakat nelayan karena kekuatan dan peluang saling mendukung. Kuadran 2 : merupakan situasi terdapatnya ancaman namun masih terdapat kekuatan internal yang mendukung. Kuadran 3 : merupakan situasi yang menggambarkan bahwa sistem pembiayaan masyarakat nelayan masih memiliki peluang, akan tetapi masih memiliki kelemahan-kelemahan yang harus diatasi. Kuadran 4 : merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan karena kelemahan dari dalam dan ancaman dari luar bertemu dalam kuadran ini. Tahap analisis SWOT: 1. Identifikasi faktor-faktor internal dan eksternal Faktor internal merupakan aspek dari dalam yang memberikan pengaruh kepada organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Kekuatan-kekuatan yang ada akan dijadikan landasan pengambilan keputusan. Sedangkan kelemahan-kelemahan yang ada akan menjadi acuan organisasi untuk memperbaiki kinerjanya. Tabel 1 menunjukkan proses analisis faktor internal. Setiap keterangan yang terkait dengan kekuatan dan kelemahan dipaparkan, kemudian dihitung bobot, rating dan skornya berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh responden.
5 Tabel 1 Analisis faktor internal Keterangan Bobot Rating Kekuatan ….. ….. ….. Kelemahan ….. ….. ….. Total
Skor
Faktor eksternal merupakan aspek di luar organisasi yang dapat memberikan pengaruh nyata terhadap proses pengambilan kebijakan. Faktor ini meliputi peluang dan ancaman yang memiliki kaitan dengan kebijakan yang diambil. Tabel 2 menjelaskan mengenai analisis faktor eksternal. Keterangan yang berkaitan dengan peluang dan ancaman dimasukkan dalam tabel tersebut, selanjutnya data hasil wawancara diolah untuk menentukan bobot, rating dan skor.
Tabel 2 Analisis faktor eksternal Keterangan Bobot Rating Peluang ….. ….. ….. Ancaman ….. ….. ….. Total
Skor
Penentuan bobot, rating dan skor dilakukan setelah mendapatkan hasil penilaian dari responden terkait setiap keterangan yang dipaparkan. Berikut tahapan pengolahan datanya: a) Sebelum bobot setiap keterangan ditentukan, terlebih dahulu dihitung nilai survey berdasarkan nilai setiap keterangan dari responden dibagi total nilai dalam faktor internal atau faktor eksternal dari masingmasing responden b) Bobot didapatkan dengan menghitung nilai rata-rata survey dari semua responden pada setiap keterangan. Total bobot dalam faktor internal maupun faktor eksternal adalah 1 c) Rating ditentukan dengan menghitung rata-rata penilaian semua responden terhadap masing-masing keterangan
6 d) Skor pada setiap keterangan dihitung dengan cara mengalikan antara bobot dan ratingnya. Setiap skor dari kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dijumlahkan untuk membuat grafik analisis SWOT e) Koordinat grafik analisis didapatkan dari jumlah setiap skor tersebut. Koordinat x diisi dengan jumlah skor dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan koordinat y diisi dengan jumlah skor dari peluang dan ancaman, selanjutnya dibuat grafik dengan koordinat tersebut f) Kuadran yang menunjukkan letak strategi dapat diketahui dengan membuat grafik kedua. Koordinat x untuk grafik ini merupakan total skor pada faktor internal dan koordinat y merupakan total skor pada faktor eksternal Tahapan pengolahan data untuk analisis SWOT pada penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1. 2. Penentuan strategi Langkah selanjutnya adalah penentuan strategi pembiayaan pada masyarakat nelayan dalam mendukung usaha perikanan tangkap. Tabel 3 merupakan tabel analisis dengan matriks SWOT yang memaparkan strategi pada setiap situasi. Strategi yang diambil merupakan strategi yang ditunjukkan pada grafik hasil pengolahan data. Hasil analisis dengan matriks SWOT pada penelitian ini dilampirkan pada Lampiran 2.
Tabel 3 Analisis dengan matriks SWOT Kekuatan Kelemahan (strengths/S) (weaknesses/W) 1) ….. 1) ….. 2) ….. 2) ….. 3) ….. 3) ….. Peluang (opportunities/O) Strategi SO Strategi WO 1) ….. 1) ….. 1) ….. 2) ….. 2) ….. 2) ….. 3) ….. 3) ….. 3) ….. Ancaman (threats/T) Strategi ST Strategi WT 1) ….. 1) ….. 1) ….. 2) ….. 2) ….. 2) ….. 3) ….. 3) ….. 3) …..
Strategi SO Strategi ST Strategi WO Strategi WT
: strategi ini mengoptimalkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya. : strategi ini memanfaatkan kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman. : strategi ini bertujuan mengatasi kelemahan untuk meraih peluang yang ada. : strategi yang bersifat defensif, berusaha mengatasi kelemahan yang ada untuk menghindari ancaman.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Usaha Perikanan Tangkap di PPI Muara Angke PPI Muara Angke secara geografis terletak pada 606’21’’ LS dan 106 46’29,8” BT, secara administratif terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kota Administratif Jakarta Utara. Sesuai dengan keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 598 Tahun 1990, Muara Angke ditetapkan sebagai pusat pembinaan perikanan di DKI Jakarta. Penetapan ini bertujuan untuk mengonsentrasikan pusat pelayanan melalui penyediaan prasarana/sarana yang lebih memadai khususnya kepada masyarakat nelayan (Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta 2012). Gambar 2 memperlihatkan kawasan dermaga di PPI Muara Angke. 0
Gambar 2 Dermaga di PPI Muara Angke Sumber: dok. pribadi 2013
Kawasan Muara Angke memiliki luas 71,73 ha yang dimanfaatkan untuk menempatkan fasilitas pokok, fungsional dan penunjang UPT PKPP/PPI dan UPT BTPI (Unit Pelaksana Teknis Balai Teknologi Penangkapan Ikan), fasilitas sosial, fasilitas umum, perumahan nelayan, pengolahan hasil perikanan tradisional, tambak uji coba air payau dan fasilitas non produksi perikanan yang bersifat menunjang kegiatan perikanan. Produk luar daerah yang masuk ke PPI Muara Angke sebesar 24.576,3 ton/tahun, maka total produksi perikanan DKI Jakarta yang masuk PPI Muara Angke adalah 44.895.224 ton/tahun atau kurang lebih 123 ton/hari. Melihat angka produksi perikanan yang cukup besar, PPI Muara Angke sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat industri perikanan dan sumber PAD bagi pemerintah DKI Jakarta. Produksi ikan dari tahun 2006 sampai 2010 pada umumnya mengalami kenaikan (UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke 2011). Kawasan Muara Angke merupakan wilayah pengembangan ekonomi perikanan dan pintu gerbang daerah sekitarnya yang berpotensi di wilayah Jakarta Utara. PPI Muara Angke ini potensial karena letaknya di wilayah DKI Jakarta, adanya PHPT (Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional), pemukiman nelayan beserta fasilitas umum (sekolah, puskesmas, tempat ibadah, pasar, bank, lapangan
8 olahraga), dan tersedianya kawasan pengembangan industri penunjang. Sejak dibukanya Muara Angke sebagai pusat kegiatan perikanan tradisional dan sentra pemukiman nelayan pada tahun 1977, berbagai fasilitas pemenuhan kebutuhan ekonomi perikanan serta kebutuhan sosial telah dilengkapi. Kelengkapan fasilitas dan aktivitas perikanan yang maju memberikan kesempatan untuk bekerja disamping sebagai nelayan.
Pola Pembiayaan pada Masyarakat Nelayan Terdapat 3 pola pembiayaan pada masyarakat nelayan di PPI Muara Angke. Pola pembiayaan yang pertama yaitu tidak mendapatkan bantuan dari lembaga pemerintah/swasta. Nelayan dengan pola pembiayaan seperti ini biasa meminjam uang kepada pemilik warung untuk membeli keperluan melaut seperti rokok, kopi dan mie instan. Setelah kembali dari melaut, hasil tangkapan dijual kepada pemborong, kemudian uangnya digunakan untuk membayar hutang ke pemilik warung lalu sisanya dibagikan ke pemilik kapal serta ABK (Anak Buah Kapal). Karakteristik nelayan yang seperti ini membutuhkan sekali bantuan untuk memperbaiki alat tangkap dan mesin kapal. Nelayan ini tidak pernah mengajukan bantuan pembiayaan ke lembaga keuangan pemerintah/swasta yang ada di sekitar PPI Muara Angke. Program Kredit Usaha Rakyat yang sudah berjalan sejak tahun 2007 belum diketahui oleh nelayan ini. Pola pembiayaan berikutnya yaitu mendapatkan modal melaut dari bos/pemborong. Meskipun nelayan memiliki kapal, semua modal untuk melaut diberikan oleh bos dengan konsekuensi ikan hasil tangkapan yang didapatkan harus dijual kembali kepada bos tersebut. Alur pembiayaan untuk usaha perikanan tangkap yang dijalankan oleh nelayan ini adalah mendapat dana dari bos, selanjutnya dibagi oleh nelayan pemilik kapal untuk bekal melaut (perbekalan kapal dan perbekalan ABK). Kebijakan pemerintah berupa Kredit Usaha Rakyat belum dirasakan oleh nelayan ini meskipun pernah mengajukannya ke salah satu bank pelaksana KUR. Kesulitan melengkapi persyaratan dari pihak bank menjadi hambatan nelayan ini untuk mengajukan Kredit Usaha Rakyat. Nelayan yang selaku pemilik kapal ini juga menambahkan sejumlah modal untuk melaut apabila pembiayaan dari bos masih kurang. Nelayan ini membutuhkan bantuan modal dan alat tangkap untuk kegiatan perikanan tangkap yang dijalaninya. Pola pembiayaan yang ketiga adalah mendapatkan bantuan modal dari lembaga pemerintah melalui program PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan). PUMP hanya diberikan kepada nelayan yang sudah mempunyai KUB (Kelompok Usaha Bersama). Setiap KUB minimal terdiri dari 10 nelayan. Bantuan yang diberikan sebesar Rp 100 juta untuk setiap kelompok. KUB yang sudah diberikan bantuan diwajibkan untuk melaporkan penggunaan uang tersebut disertai bukti kwitansi dan berita acara. Dana tersebut digunakan untuk modal melaut, perbaikan alat atau pembelian kapal bagi nelayan yang belum memiliki kapal. Ada persyaratan yang harus dipenuhi KUB untuk mendapatkan bantuan PUMP, diantaranya NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak), surat domisili dan KUB tersebut harus sudah dikukuhkan. Sebanyak 3 KUB dari 10 KUB di PPI Muara Angke sudah dikukuhkan oleh Sudin (Suku dinas). Tujuh KUB lainnya belum dikukuhkan karena belum memenuhi syarat KUB, yaitu mandiri, berdaya dan
9 bermartabat. Beberapa bank di sekitar PPI Muara Angke (seperti BRI dan BJB) pernah menawarkan kredit, tetapi nelayan terhambat persyaratannya. Kredit Usaha Rakyat memang tidak mewajibkan nelayan membentuk kelompok, hanya saja nelayan masih sulit untuk mengaksesnya karena persyaratan yang diajukan oleh pihak bank. Perbandingan dari ketiga pola tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan pola pembiayaan di PPI Muara Angke Keterangan Pola pembiayaan 1 2 3 Modal sendiri Bos/pemborong Lembaga dan meminjam pemerintah Kemudahan akses sumber Tidak Ya Tidak pembiayaan Jaminan pemasaran hasil Tidak Ya Tidak tangkapan Tidak Tidak Ya Peluang mendapatkan pembiayaan lebih Ya Tidak Tidak Kemandirian nelayan . Tabel 4 menunjukkan bahwa pola pembiayaan pada nelayan ada yang berasal dari pengelolaan sendiri dengan tambahan meminjam ke warung untuk biaya sembako, pembiayaan dari bos/pemborong dan pembiayaan yang dibantu oleh program pemerintah berupa bantuan PUMP. Hasil perbandingan yang ditampilkan memperlihatkan setiap pola pembiayaan memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Pembiayaan dari bos/pemborong memiliki 2 kelebihan dibandingkan pola pembiayaan lainnya, yaitu kemudahan dalam mengakses sumber pembiayaan dan adanya jaminan pemasaran hasil tangkapan. Pola pembiayaan dari bos/pemborong lebih sesuai dengan pola usaha nelayan, tetapi perlu disinergikan dengan program pembiayaan dari pemerintah untuk pengelolaan modal agar nelayan bisa mendapatkan pembiayaan lebih. Ketiga pola pembiayaan tersebut masing-masing dijalankan oleh nelayan dengan ukuran kapal beragam, dengan batasan <10 GT. Stratifikasi ukuran kapal yang awalnya dilakukan untuk melihat apakah ada pengaruh antara ukuran kapal yang dimiliki dengan cara pembiayaan untuk kegiatan penangkapan ikan menghasilkan kesimpulan bahwa ukuran kapal tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap pola pembiayaan nelayan. Terlihat bahwa program Kredit Usaha Rakyat yang sudah pemerintah jalankan sejak tahun 2007 belum banyak membantu sektor usaha penangkapan ikan di PPI Muara Angke. Salah satu pihak yang membantu memberikan modal untuk nelayan di PPI Muara Angke, yaitu penampung/pemborong. Penampung/pemborong ini bertindak sebagai lembaga pembiayaan non formal. Nelayan tidak merasa rugi bekerja sama dengan penampung meskipun karakteristik penampung mirip dengan tengkulak. Hal itu dikarenakan nelayan tidak perlu lagi mengkhawatirkan tentang pemasaran hasil tangkapan dan nelayan sudah terbiasa meminta bantuan kepada penampung ketika musim paceklik datang. Sejalan dengan yang disampaikan Satria (2002), nelayan ini belum
10 menemukan alternatif institusi yang mampu menjamin kepentingan sosial ekonomi mereka. Beberapa nelayan yang dapat mengelola keuangan dengan baik, secara perlahan dapat terlepas dari ketergantungan dengan penampung. Tengkulak memainkan peran dengan nelayan dalam sistem ijon. Sistem ijon biasanya berlaku jika daerah pemasaran terletak cukup jauh dari daerah pendaratan ikan. Tengkulak memainkan harga pasar dengan memberikan harga ikan yang lebih rendah sekitar 10-30% dari harga pasaran tanpa sepengetahuan nelayan. Sistem ijon tidak mendominasi di PPI Muara Angke karena letak pendaratan ikan dekat dengan daerah pemasarannya.
Strategi Pembiayaan pada Masyarakat Nelayan Pemerintah memiliki beberapa program pembiayaan yang ditujukan untuk membantu masyarakat nelayan, diantaranya KUR dan PUMP. KUR diluncurkan pada tahun 2007 oleh Presiden Republik Indonesia, sedangkan PUMP diputuskan pada tahun 2011 oleh Direktur Jenderal Perikanan Tangkap. PUMP adalah bagian dari pelaksanaan PNPM (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat) Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha perikanan tangkap sesuai dengan potensi sumberdaya ikan (Chorneles 2013). Adanya program pembiayaan dari pemerintah ini menjadi faktor kekuatan dalam pembiayaan nelayan. Program pembiayaan dari pemerintah tersebut memiliki landasan hukum yang juga dapat menjadi faktor kekuatan dalam pembiayaan nelayan. Landasan hukum KUR adalah Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK (Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi) guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan juga MoU (Memorandum of Understanding) antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007 (Komite Kredit Usaha Rakyat 2013). Landasan hukum PUMP adalah Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor KEP.15/DJPT/2011 tentang Pedoman Teknis Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri dalam Rangka Pelaksanaan Pengembangan Usaha Mina Perdesaan bidang Perikanan Tangkap Tahun 2011. Salah satu fungsi PPI Muara Angke adalah pusat pemasaran, pengolahan dan distribusi hasil perikanan di DKI Jakarta (UPT Pengelola Kawasan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke 2011). PPI Muara Angke sudah dilengkapi berbagai fasilitas yang dapat mendukung hal tersebut. Nilai strategis (lokasi) dalam perdagangan ikan ini merupakan faktor internal berupa kekuatan dalam pembiayaan masyarakat nelayan di PPI Muara Angke. Keadaan Muara Angke yang ramai pengunjung dan pendatang, memberikan peluang bagi setiap orang untuk berdagang. Hasil tangkapan mudah untuk dipasarkan karena letak TPI dan pasar ikan yang dekat. Harga jual hasil tangkapan di Muara Angke lebih tinggi dibandingkan harga jual di daerah asal masingmasing (Angelia 2006). Hal ini juga merupakan faktor kekuatan dalam pembiayaan nelayan. Kondisi masyarakat nelayan sebagian besar masih dalam tingkat pendidikan rendah. Hal ini menjadi salah satu faktor kesulitan nelayan dalam mengakses
11 bantuan pembiayaan untuk melaut. Kurangnya pengetahuan yang dimiliki dan keinginan untuk mencari informasi lebih juga menjadi penghambat nelayan untuk mengetahui program pembiayaan dari pemerintah. Kesulitan akses modal untuk melaut termasuk dalam faktor kelemahan pada pembiayaan masyarakat nelayan. Sosialisasi program pembiayaan yang dilakukan pemerintah pun belum dilakukan secara maksimal terhadap masyarakat nelayan. Masih ada nelayan yang belum mengetahui adanya program pembiayaan dari pemerintah. Hal ini juga merupakan faktor kelemahan dalam pembiayaan nelayan. Evaluasi program pembiayaan dari pemerintah untuk UMKMK dilaksanakan secara rutin. Hanya saja program yang juga ditujukan untuk masyarakat nelayan ini kurang dievaluasi dampaknya secara spesifik terhadap masyarakat nelayan. Perihal program tersebut sudah terserap dengan optimal atau belum terhadap kegiatan perikanan tangkap tidak dijadikan fokus evaluasi tersendiri. Kondisi tersebut menjadikan evaluasi pelaksanaan program pembiayaan dari pemerintah termasuk dalam faktor kelemahan pembiayaan masyarakat nelayan. Skema pembayaran kredit pada perbankan yang memberikan kredit untuk nelayan masih belum sesuai dengan pola usaha nelayan, sehingga nelayan mengalami kesulitan untuk membayar kredit pada waktu-waktu tertentu (misalnya musim paceklik). Hal-hal tersebut merupakan faktor internal berupa kelemahan dalam strategi pembiayaan untuk masyarakat nelayan. Tabel 5 menunjukkan analisis faktor internal yang melihat faktor strengths (kekuatan) dan weaknesses (kelemahan).
Tabel 5 Hasil analisis faktor internal Keterangan Bobot Rating Kekuatan Adanya program pembiayaan dari pemerintah Landasan hukum penerapan program pembiayaan dari pemerintah Nilai strategis (lokasi) PPI Muara Angke dalam perdagangan ikan Nilai jual komoditas perikanan di Muara Angke lebih tinggi dibanding tempat lain Kelemahan Nelayan mengalami kesulitan akses modal untuk melaut Minimnya sosialisasi program pembiayaan dari pemerintah untuk nelayan Kurangnya evaluasi pelaksanaan program pembiayaan dari pemerintah Skema pembayaran kredit tidak sesuai dengan pola usaha nelayan Total
Skor
0,1384
3,3333
0,4613
0,1499
3,6667
0,5496
0,1371
3,3333
0,4569
0,1546
3,6667
0,5669
0,108
-2,6667
-0,2881
0,108
-2,6667
-0,2881
0,102
-2,6667
-0,272
0,102
-2,6667
-0,272
1
0,9147
12 Sejak tahapan awal pembangunan ekonomi, Bank Indonesia dan pihak perbankan telah menunjukkan perhatian terhadap pengembangan usaha skala kecil. Hal tersebut ditandai dengan ditetapkannya berbagai skim perkreditan yang pro terhadap usaha kecil (Ekasari 2008). Subsektor perikanan tangkap termasuk dalam bagian usaha skala kecil tersebut, sehingga mendapatkan perhatian juga dari pihak perbankan. Hal itu merupakan peluang dalam pembiayaan masyarakat nelayan. Disamping pengembangan usaha yang dilakukan oleh pemerintah dan swasta, nelayan telah terbiasa dibantu dengan alternatif pembiayaan dari lembaga non formal. Pembiayaan ini memiliki kelebihan tersendiri karena akses sumber pembiayaan lebih mudah dan cepat, serta adanya jaminan pemasaran hasil tangkapan. Fakta tersebut menjadi peluang (faktor eksternal) dalam strategi pembiayaan masyarakat nelayan di PPI Muara Angke. PPI Muara Angke sebagai kawasan mina politan merupakan suatu kawasan bisnis perikanan tangkap yang berfungsi melayani, mendorong dan memacu pembangunan yang dikembangkan secara terintegrasi dengan melibatkan masyarakat swasta dalam upaya menciptakan iklim usaha yang lebih baik, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan. Hal ini didukung juga dengan letak PPI Muara Angke yang berada di wilayah DKI Jakarta, karena DKI Jakarta merupakan daerah pemasaran ikan yang cukup baik sebab permintaan ikan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga cukup tinggi (Angelia 2006). Kondisi tersebut menjadi peluang dalam pembiayaan nelayan. PPI Muara Angke pun memiliki rencana pengembangan yang dibagi menjadi rencana jangka pendek dan rencana jangka panjang. Rencana jangka pendek direalisasikan sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 nanti, sedangkan rencana jangka panjang akan dilaksanakan pada tahun 2016 hingga tahun 2020. Rencana pengembangan ini dapat menjadi peluang untuk pembiayaan nelayan. Selain peluang-peluang tersebut, dapat diidentifikasi pula ancaman pada pembiayaan masyarakat nelayan. Bank Indonesia [BI] (2009) telah memaparkan bahwa sebagian besar kegiatan perikanan tangkap di Indonesia termasuk dalam Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang dalam perekonomian nasional memiliki peran penting dan strategis, namun memiliki kendala untuk mendapatkan pembiayaan maupun mengembangkan usahanya. Salah satunya adalah adanya persyaratan tambahan yang ditetapkan oleh pihak perbankan. Kesepakatan pada program KUR dari pemerintah dengan Bank Pelaksana KUR padahal tidak menyaratkan adanya jaminan untuk KUR mikro, yaitu dengan plafon maksimal Rp 20.000.000 (Kementerian Koperasi dan UKM RI 2013). Pada pelaksanaannya, kesepakatan ini tidak bisa dijalankan oleh perbankan karena berisiko cukup tinggi terutama pada bagian Accounting Officer-nya apabila program KUR tidak berjalan dengan baik/kredit macet, sehingga pihak bank menyaratkan adanya sertifikat tanah sebagai salah satu jaminan. Nelayan tidak mempunyai surat resmi dari BPN (Badan Pertanahan Nasional) terkait hak milik tanah yang digunakan untuk membangun rumah nelayan. Hal ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh KKP melalui program SeHAT Nelayan (Sertifikat Hak Atas Tanah Nelayan). Akan tetapi pihak Bank hanya menerima sertifikat dari BPN. SeHAT Nelayan bernilai rendah menurut perbankan. Ancaman lainnya adalah perspektif negatif perbankan terhadap perikanan. Hal ini dilatarbelakangi pengalaman buruk dari bank lain yang telah memberikan
13 kredit kepada nelayan tetapi berakhir dengan kredit macet. Kejadian ini membuat bank di sekitarnya lebih selektif dalam menentukan debitur yang berprofesi sebagai nelayan. Selain itu, sebagian perbankan belum tertarik untuk bergerak dalam pembiayaan sektor perikanan karena kurangnya daya tarik sektor perikanan (Purba et al. 2008). Risiko tinggi dari kegiatan penangkapan ikan menjadi alasan kunci dari keraguan Bank tersebut. Kegiatan penangkapan ikan tidak memiliki kepastian berupa jumlah hasil tangkapan yang akan didaratkan. Nelayan tidak mengetahui penentuan harga pasar meskipun letak PPI Muara Angke dekat dengan pasar ikan. Beberapa nelayan langsung menjual ikannya kepada pemborong dan menerima harga yang diberikan oleh pemborong. Hal ini juga merupakan ancaman pada pembiayaan nelayan karena memberikan peluang kepada pemborong untuk memainkan harga pasar yang akan merugikan nelayan. Suku bunga yang ditetapkan dalam memberikan kredit pun cukup besar, 13% untuk KUR Ritel dan 22% untuk KUR Mikro (Komite Kredit Usaha Rakyat 2013). Hal ini menjadi ancaman (faktor eksternal) dalam strategi pembiayaan masyarakat nelayan. Tabel 6 menunjukkan hasil analisis faktor eksternal yang melihat faktor opportunities (peluang) dan threats (ancaman).
Tabel 6 Hasil analisis faktor eksternal Keterangan Bobot Rating Peluang Subsektor perikanan tangkap masih menjadi perhatian perbankan Alternatif pembiayaan dari lembaga non formal PPI Muara Angke sebagai kawasan mina politan Adanya rencana pengembangan PPI Muara Angke Ancaman Adanya persyaratan perbankan Perspektif negatif perbankan terhadap perikanan Nelayan tidak mengetahui penentuan harga pasar Besarnya suku bunga yang ditetapkan oleh pihak bank untuk memberikan kredit Total
Skor
0,1285
3
0,3854
0,1133
2,6667
0,3022
0,1315
3
0,3946
0,1474
3,3333
0,4914
0,1467 0,1626
-3,3333 -3,6667
-0,489 -0,5961
0,0695
-1,6667
-0,1158
0,1005
-2,3333
-0,2345
1
0,1383
Nilai-nilai yang telah diolah dan dipaparkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 digunakan untuk membuat grafik hasil analisis SWOT. Dari grafik tersebut, dapat dilihat strategi apa yang dapat digunakan dalam analisis SWOT mengenai pembiayaan pada masyarakat nelayan dalam mendukung usaha perikanan tangkap. Gambar 3 memperlihatkan grafik hasil analisis SWOT.
14
2
O
1.5
1 0.5
W
-2
0 -1
-0.5
0
1
2
3
S
-1 -1.5 -2
T Gambar 3 Grafik hasil analisis SWOT
Grafik pada Gambar 3 menunjukkan bahwa strategi yang dapat digunakan adalah strategi SO. Terdapat tiga poin inti dalam strategi SO yang dirumuskan. Strategi tersebut dipaparkan pada Tabel 7.
Tabel 7 Strategi SO Kekuatan (strengths) 1) Adanya program pembiayaan dari pemerintah 2) Landasan hukum penerapan program pembiayaan dari pemerintah 3) Nilai strategis (lokasi) PPI Muara Angke dalam perdagangan ikan 4) Nilai jual komoditas perikanan di Muara Angke lebih tinggi dibanding tempat lain Peluang (opportunities) Strategi SO 1) Subsektor perikanan tangkap masih 1) Mengoptimalkan keterlibatan pihak menjadi perhatian perbankan perbankan melalui program 2) Alternatif pembiayaan dari lembaga pembiayaan dari pemerintah (KUR dan PUMP) non formal 3) PPI Muara Angke sebagai kawasan 2) Memanfaatkan nilai strategis PPI Muara Angke dalam mendukung mina politan usaha perikanan tangkap 4) Adanya rencana pengembangan PPI 3) Menyinergikan pembiayaan dari Muara Angke lembaga non formal
15 Berdasarkan tiga poin strategi tersebut, dirumuskan pula strategi turunan pada pembiayaan masyarakat nelayan dalam mendukung usaha perikanan tangkap, meliputi: 1) Mengoptimalkan keterlibatan pihak perbankan melalui program pembiayaan dari pemerintah (KUR dan PUMP) a. Pengoptimalan dana KUR oleh nelayan dapat dilakukan melalui linkage KUR Data sekunder yang didapatkan menunjukkan beberapa Bank Pelaksana KUR belum melaporkan penyaluran pembiayaan bidang penangkapan ikan sesuai dengan format yang seharusnya bahkan masih melaporkan data tahun lalu (Lampiran 3). Realisasi penyaluran KUR untuk bidang perikanan masih rendah. Penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana masih didominasi pada sektor perdagangan (Lampiran 4). KUR perlu diperbaiki pengelolaannya, diantaranya dengan memberikan kemudahan berupa kepercayaan kepada nelayan agar bisa mengajukan KUR ke Bank Pelaksana, perketat pengawasan di lapang selama KUR digunakan oleh nelayan sebagai debitur KUR dan waktu pelunasan kredit disesuaikan dengan pola usaha nelayan. Fungsi KKP dalam program KUR adalah sebagai fasilitator untuk sosialisasi dan merangkul pihak Bank Pelaksana. Dalam sosialisasi, KKP mengundang Bank Daerah, Bank Indonesia, KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank) yang membantu Accounting Officer dan KUB, nelayan, serta Menko Perekonomian. Solusi untuk pengoptimalan dana KUR oleh nelayan adalah dengan melalui linkage KUR. Linkage KUR merupakan lembaga yang bekerjasama dengan Bank Pelaksana KUR, dapat berupa koperasi mina. Nelayan tidak perlu mengajukan langsung ke pihak perbankan dan melengkapi persyaratan yang sulit dipenuhi, tetapi cukup mengajukan KUR melalui koperasi mina. b. KUB yang mendapatkan bantuan PUMP perlu melakukan investasi di perbankan Syarat PUMP diantaranya memiliki kartu nelayan, KUB (Kelompok Usaha Bersama) dan pengetahuan (terkait bantuan pembiayaan melalui bank dll). Syarat KUB yaitu: Mandiri: harus punya tabungan, asuransi Berdaya: berpengetahuan teknologi, keuangan Bermartabat: punya tabungan sosial (jika ada kematian, sakit atau kecelakaan) Persyaratan KUB dan persyaratan program PUMP itu sendiri menuntut keterlibatan pihak perbankan. KUB perlu membuat tabungan di bank untuk mengelola bantuan PUMP yang diberikan, investasi pengembangan usaha penangkapan dan asuransi apabila terjadi musibah. Nelayan yang tergabung dalam KUB juga perlu memiliki pengetahuan mengenai perbankan untuk mendapatkan pembiayaan lebih. Anggota KUB mengikuti pelatihan-pelatihan terkait permasalahan nelayan. KUB yang dapat berjalan dengan baik salah
16 satunya dipengaruhi oleh kondisi ketuanya. Jika KUB tersebut sudah baik, diharapkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan meningkat serta ada usaha dari nelayan untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan. Masyarakat pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan mempunyai karakteristik suka gotong royong, pengajian bersama dan saling toleransi, sehingga dapat dikelompokkan menjadi KUB. KUB membuat bantuan dari pemerintah lebih mudah untuk disalurkan. Dana PUMP yang disalurkan ini berjumlah Rp 100 juta untuk setiap kelompok (satu kelompok minimal berjumlah 10 orang). Dana PUMP tersebut dioptimalkan untuk perbaikan kapal, alat penangkapan ikan, perbengkelan, 20% untuk biaya operasional dan asuransi. Setiap KUB didampingi oleh Tenaga Pendamping (TP) dari PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan) dan konsultan perbankan. KUB-KUB yang sudah berjalan optimal dapat membuat forum KUB sehingga dapat menyusun kesepakatan untuk manajemen finansial dan teknis. Bantuan PUMP melalui KUB dapat menjadi salah satu cara untuk membantu pembiayaan nelayan. 2) Memanfaatkan nilai strategis PPI Muara Angke dalam mendukung usaha perikanan tangkap a. Menjaga kondisi fasilitas yang sudah tersedia Fasilitas yang sudah tersedia untuk mendukung nilai strategis PPI Muara Angke perlu dijaga kondisinya agara tetap bisa berfungsi dengan baik. Nilai strategis PPI Muara Angke dapat dimanfaatkan untuk menarik minat lembaga keuangan memberikan bantuan pembiayaan kepada masyarakat nelayan, sehingga dapat mendukung usaha perikanan tangkap. b. Mematuhi standar kebersihan lingkungan Kebersihan lingkungan PPI Muara Angke perlu lebih diperhatikan karena hal ini memberikan pengaruh terhadap usaha perikanan tangkap dan kebermanfaatan nilai strategis PPI Muara Angke. 3) Menyinergikan pembiayaan dari lembaga non formal a. Mewadahi lembaga non formal dalam suatu badan/organisasi, contohnya koperasi, dalam mengelola pembiayaan Kemudahan akses sumber pembiayaan menjadi kelebihan tersendiri dari lembaga pembiayaan non formal. Lembaga ini perlu diwadahi untuk mengelola pembiayaan agar tidak merugikan pihak lainnya. b. Menguatkan peran lembaga non formal dalam memasarkan hasil tangkapan Ketergantungan nelayan terhadap lembaga pembiayaan non formal masih cukup tinggi. Lembaga pembiayaan non formal menerapkan harga jual ikan yang lebih rendah dari harga pasaran kepada masyarakat nelayan, namun lembaga ini mempunyai peran penting dalam pemasaran hasil tangkapan dan pemberian bantuan untuk nelayan saat musim paceklik.
17
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pola pembiayaan pada masyarakat nelayan di PPI Muara Angke ada 3, yaitu modal sendiri ditambah meminjam, pembiayaan dari bos/pemborong dan pembiayaan yang dibantu program pemerintah. Strategi pembiayaan yang mendukung usaha perikanan tangkap yaitu dengan menyinergikan pembiayaan dari lembaga non formal, memanfaatkan nilai strategis PPI Muara Angke dalam mendukung usaha perikanan tangkap dan mengoptimalkan keterlibatan pihak perbankan melalui program pembiayaan dari pemerintah. Pihak perbankan dapat dilibatkan dengan cara memanfaatkan program KUR yang sudah ada untuk selanjutnya mengajukan kredit melalui linkage KUR atau mengajukan program PUMP (Pengembangan Usaha Mina Pedesaan) dengan terlebih dahulu membentuk KUB (Kelompok Usaha Bersama).
Saran Strategi pembiayaan yang mendukung usaha perikanan tangkap perlu disosialisasikan kepada nelayan sehingga nelayan memahami hal apa yang harus dilakukan untuk memajukan usahanya. Kebermanfaatan setiap kebijakan/program dari pemerintah perlu dievaluasi secara rutin untuk menentukan keberlanjutannya. Penelitian lanjutan yang dapat dilakukan ialah dengan membahas lebih rinci terkait pengaruh setiap bantuan pembiayaan terhadap usaha perikanan tangkap (perubahan pendapatan dan tingkat kesejahteraan nelayan).
DAFTAR PUSTAKA Arief AA. 2011. Strategi pengadaan modal finansial nelayan melalui kelembagaan lokal [ulasan]. Makassar (ID): Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Angelia P, Fatchiya A, Muflikhati I. 2006. Faktor-faktor yang mempengaruhi migrasi nelayan di Muara Angke, Jakarta. Buletin Ekonemi Perikanan. 6(2):1-8. [BPS] Badan Pusat Statistik (ID). 2008. Analisis dan penghitungan tingkat kemiskinan 2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BI] Bank Indonesia (ID). 2009. Pola Pembiayaan Usaha Kecil: Usaha Penangkapan dengan Alat Tangkap Jaring Payang. Jakarta: Bank Indonesia. Chorneles RAH. 2013. Program Pengembangan Usaha Mina Perdesaan Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Nelayan Di Kel. Malalayang 1 Timur Kec. Malalayang Kota Manado. Ejournal Unstrat [Internet]. [diunduh 2014 Feb 26]; 5(1): 1560. Tersedia pada: http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/governance/article/view/1560. Denzin NK, Lincoln YS. 2009. Handbook of Qualitative Research. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar.
18 Dinas Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta. 2012. Profil Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Jakarta (ID): DKP Provinsi DKI Jakarta. Ekasari D. 2008. Analisis risiko usaha perikanan tangkap skala kecil di Palabuhanratu [tesis]. Bogor [ID]: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Kementerian Koperasi dan UKM RI. 2013. Kredit Usaha Rakyat (KUR). Jakarta (ID): Kemeterian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia. Kepmen KP Nomor KEP.45/MEN/2011 tentang Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Komite Kredit Usaha Rakyat. 2013. Tanya jawab tentang KUR [Internet]. [diunduh 2013 Mei 20]. Tersedia pada: http://komite-kur.com/article-76-tanyajawab-seputar-kur.asp. Purba CB, Haluan J, Simbolon D, Wisudo SH. 2008. Kelembagaan keuangan pengelolaan industri hasil perikanan tangkap di Indonesia. Buletin PSP. 17(1):81-111. Rangkuti F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta Selatan (ID): PT. Pustaka Cidesindo. UPT PKPP/PPI Muara Angke.2011. Profil Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke. Jakarta (ID): DKP Provinsi DKI Jakarta.
19 Lampiran 1 Tahapan analisis SWOT Analisis SWOT dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1) Indikator pada faktor-faktor internal dan eksternal ditentukan sebelum pengisian kuesioner 2) Kuesioner diisi oleh responden dengan menuliskan skala 1-4 untuk semua indikator. Keterangan: 1= sangat tidak penting, 2= tidak penting, 3= penting, 4= sangat penting
3) Rating ditentukan dengan menghitung rata-rata penilaian semua responden terhadap masing-masing indikator
4) Sebelum bobot setiap indikator ditentukan, terlebih dahulu dihitung nilai survey berdasarkan nilai setiap indikator dibagi total nilai dalam faktor internal/eksternal dari salah satu responden
20
5) Bobot didapatkan dengan menghitung rata-rata nilai survey dari semua responden. Total bobot dalam faktor internal dan eksternal= 1
21 6) Skor dihitung dengan mengalikan bobot dengan rating. Hal ini dilakukan pada faktor internal maupun eksternal
7) Setiap skor dari kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dijumlahkan 8) Koordinat grafik analisis didapatkan dari jumlah setiap skor tersebut. Koordinat x diisi dengan jumlah skor dari kekuatan dan kelemahan, sedangkan koordinat y diisi dengan jumlah skor dari peluang dan ancaman. Selanjutnya dibuat grafik dengan koordinat tersebut
9) Kuadran yang menunjukkan letak strategi dapat diketahui dengan membuat grafik kedua. Koordinat x untuk grafik ini merupakan total skor pada faktor internal dan koordinat y merupakan total skor pada faktor eksternal
22
10) Grafik yang sudah dibuat menunjukkan posisi analisis SWOT dan jenis strategi yang dapat digunakan
23
Lampiran 2 Hasil analisis dengan matriks SWOT Kekuatan (strengths) Kelemahan (weaknesses) 1) Adanya program pembiayaan dari 1) Nelayan mengalami kesulitan akses modal pemerintah untuk melaut 2) Landasan hukum penerapan program 2) Minimnya sosialisasi program pembiayaan dari pemerintah pembiayaan dari pemerintah untuk 3) Nilai strategis (lokasi) PPI Muara Angke nelayan dalam perdagangan ikan 3) Kurangnya evaluasi pelaksanaan program 4) Nilai jual komoditas perikanan di Muara pembiayaan dari pemerintah Angke lebih tinggi dibanding tempat lain 4) Skema pembayaran kredit tidak sesuai dengan pola usaha nelayan Peluang (opportunities) Strategi SO Strategi WO 1) Subsektor perikanan tangkap masih 1) Mengoptimalkan keterlibatan pihak 1) Mengajukan bantuan modal kepada menjadi perhatian perbankan perbankan melalui program pembiayaan perbankan 2) Alternatif pembiayaan dari lembaga non dari pemerintah (KUR dan PUMP) 2) Selama proses pengembangan PPI Muara formal 2) Memanfaatkan nilai strategis PPI Muara Angke, lakukan sosialisasi termasuk 3) PPI Muara Angke sebagai kawasan mina Angke dalam mendukung usaha mengenai pembiayaan dari pemerintah politan perikanan tangkap 4) Adanya rencana pengembangan PPI 3) Menyinergikan pembiayaan dari lembaga Muara Angke non formal Ancaman (threats) Strategi ST Strategi WT 1) Adanya persyaratan perbankan 1) Menggunakan landasan hukum dari 1) Melengkapi persyaratan perbankan meski 2) Perspektif negatif perbankan terhadap pemerintah untuk menekan persyaratan sulit perikanan perbankan 2) Bertahan dengan sistem patron-klien 3) Nelayan tidak mengetahui penentuan 2) Meyakinkan pihak perbankan terkait harga pasar prospek usaha perikanan tangkap 4) Besarnya suku bunga yang ditetapkan oleh pihak bank untuk memberikan kredit
24
Lampiran 3 Realisasi penyaluran pembiayaan bidang penangkapan ikan, sampai dengan triwulan III 2013 No
Bank Pelaksana
Skim KKP-E Jumlah Penyaluran (Rp) Debitur
Skim KUR Jumlah Penyaluran (Rp) Debitur
Skim Lainnya Jumlah Penyaluran (Rp) Debitur
Jumlah Debitur
Total Penyaluran (Rp)
1 2
Bank BRI Bank BNI
6 5
604.800.000 2.040.000.000
820 190
10.306.500.00 19.574.140.000
1.442 54
77.983.000.000 256.751.700.000
2.268 249
88.894.300.000 278.365.840.000
3 4
Bank Mandiri Bank Syariah Mandiri
-
-
11 -
2.640.000.000 -
20 -
10.369.437.869 -
31 -
13.009.437.869 -
5 6 7 8 9 10
Bank Bukopin Bank BTN Bank Sumut Bank Nagari Bank Riau Bank Jabar Banten
-
-
27 2 -
635.500.000 105.000.000 -
152 5 -
17.694.000.000 1.245.000.000 -
152 32 2 -
17.694.000.000 1.880.500.000 105.000.000 -
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
Bank DKI Bank Jateng Bank DIY Bank Jatim Bank Bali Bank NTB Bank Sulut Bank Sulselbar Bank Kalsel Bank Kalbar Bank Kalteng
-
-
1 2 10 7 76 9 1 10 -
50.000.000 45.000.000 1.120.000.000 140.000.000 1.299.998.903 1.480.000.000 64.000.000 156.953.193 -
22 28 4 8 91 -
4.790.000.000 2.443.776.146 410.000.000 357.623.490 5.768.740.399 -
1 2 32 28 11 84 9 1 101 -
50.000.000 45.000.000 5.910.000.000 2.443.776.146 550.000.000 1.657.622.393 1.480.000.000 64.000.000 5.925.693.592 -
25
22 23
Bank Maluku Bank Papua Total
10 21
360.000.000 3.004.800.000
12 39 1.217
434.000.000 1.508.000.000 39.559.092.096
1 41 1.868
30.000.000 1.226.500.000 379.069.777.904
13 90 3.106
464.000.000 3.094.500.000 421.633.670.000
: Sudah menyampaikan data namun belum dapat ditabulasi karena: (1) data belum sesuai format yang ada; (2) data yang dikirimkan merupakan realisasi tahun 2012 Sumber: Tabulasi Laporan Perbankan yang disampaikan kepada Dit. PUPI-DJPT
Lampiran 4 Realisasi KUR menurut sektor ekonomi (30 November 2013) NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
SEKTOR EKONOMI Pertanian Perikanan Pertambangan Industri pengolahan Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Penyediaan akomodasi Transportasi Perantara keuangan usaha persewaan Adm. Pemerintahan Jasa pendidikan Jasa kesehatan Jasa kemasyarakatan Jasa perorangan Badan internasional Lainnya Total
Sumber: Komite Kredit Usaha Rakyat
Plafon (Rp juta) 22.327.191 785.299 109.660 3.714.798 69.834 2.025.881 76.017.561 921.419 1.841.042 995.343 5.944.743 19.714 80.618 340.580 3.365.793 126.360 150 14.572.774 133.258.760
TOTAL Outstanding (Rp juta) 9.050.180 212.847 52.591 1.646.152 33.429 654.923 26.896.938 311.055 971.919 338.430 2.740.244 11.480 28.888 100.399 1.214.488 48.973 44 2.316.384 46.629.365
Debitur 1.502.506 8.864 3.104 192.770 2.012 10.631 6.498.594 35.839 44.186 6.826 297.979 742 687 2.639 109.369 1.068 3 1.099.605 9.817.424
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 03 Juni 1992 dari pasangan Bapak H. Abdul Rohim dan Ibu Sholihah. Penulis adalah putri pertama dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMA Lazuardi GIS pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Rekayasa dan Tingkah Laku Ikan pada tahun ajaran 2011/2012 dan asisten Pendidikan Agama Islam pada tahun ajaran 2011/2012 dan 2012/2013. Penulis pernah terlibat aktif sebagai sekretaris Departemen Kewirausahaan BEM TPB IPB periode 2009/2010 dan bendahara Departemen Sosial dan Lingkungan BEM FPIK IPB periode 2010/2011. Penulis juga pernah menjadi Senior Resident Asrama TPB IPB selama periode 2011/2012 dan 2012/2013. Kiprah organisasi penulis dilanjutkan dengan menjadi bagian dalam tim Human Resource Development Gerakan Cinta Anak Tani periode 2013/2014. Prestasi yang pernah penulis raih selama masa perkuliahan di antaranya Mahasiswa Berprestasi Departemen PSP FPIK IPB tahun 2013, Mahasiswa Berprestasi II FPIK IPB tahun 2013, Senior Resident Terbaik (Putri) periode 2011/2012, asisten Pendidikan Agama Islam Teladan tahun ajaran 2011/2012, peserta PIMNAS XXIV Unhas Makassar tahun 2011, presenter paper dalam The 5th International Indonesia Forum (Yale University, UGM Yogyakarta) tahun 2012 dan Aceh Development International Conference (Malaysia) tahun 2013, serta sebagai salah satu penulis dalam buku Belajar Merawat Indonesia “Presiden Negarawan”.