STRATEGI NAFKAH PEREMPUAN NELAYAN TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA
NINA EVI NUR LAILA
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Nafkah Perempuan Nelayan Terhadap Pendapatan Keluarga adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015
Nina Evi Nur Laila NIM I34100024
ABSTRAK NINA EVI NUR LAILA. Strategi Nafkah Perempuan Nelayan terhadap Pendapatan Keluarga. Dibimbing oleh SITI AMANAH. Keluarga nelayan merupakan kelompok keluarga yang berisiko tinggi dalam perekonomiannya karena hasil penangkapan ikan dipengaruhi oleh kondisi alam, salah satunya adalah nelayan pesisir Sendang Biru. Riset ini berfokus pada strategi nafkah serta kontribusi yang dilakukan oleh perempuan nelayan Sendang Biru untuk meningkatkan pendapatan keluarga. Metode yang digunakan dalam riset ini adalah metode deskriptif dan eskplanatori dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan pemilihan responden secara purposive. Sampel riset ini adalah perempuan yang berasal dari keluarga nelayan yang mempunyai kegiatan produktif menghasilkan pendapatan tambahan bagi keluarganya. Hasil riset ini menunjukkan bahwa perempuan nelayan Sendang Biru memegang peran penting dalam peningkatan pendapatan keluarga nelayan dengan mencurahkan sebagian besar waktunya pada kegiatan produktif dan reproduktif. Kontribusi pendapatan perempuan nelayan berpengaruh besar terhadap ketahanan perekonomian keluarga nelayan. Sebagian besar perempuan nelayan mempunyai andil untuk memenuhi setengah dari seluruh kebutuhan rumah tangga. Kata kunci: strategi nafkah, perempuan nelayan, kontribusi pendapatan, pendapatan keluarga
ABSTRACT NINA EVI NUR LAILA. Livelihood Strategy of Coastal Women to Fishermen Family Income. Supervised by SITI AMANAH. The livelihoods of fishery households are highly vulnerable to fishery sources due to their nature-depending catchments, fishery households in Sendang Biru coastal for example. This study focused to analyse the livelihood strategy and contribution of coastal women in Sendang Biru to improve their family income. Descriptive and explanatory methods using questionnaire instrument and purposive sampling were used. The responden samples are coastal women who were productively doing activities to obtain extra income for their family. Coastal women of Sendang Biru have important roles to improve their family income by spending a lot of time to do productive and reproductive activities. Coastal women’s income contributions bring about significant effects on fishery families’ financial security. Most of coastal women contributions meet half of their family needs. Keywords: livelihood strategy, coastal women, income contribution, family income
STRATEGI NAFKAH PEREMPUAN NELAYAN DALAM PENDAPATAN KELUARGA
NINA EVI NUR LAILA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi: Strategi Nafkah Perempuan Nelayan Terhadap Pendapatan Keluarga Nama ina Evi Nur Laila NIM : 134100024
Disetujui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Siti Amanah, MSc Ketua Departemen
'fanggal Lulus: ... ..... ..... ... ..... ...... .. ...... ....... ........ .......... .
PRAKATA Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi Nafkah Perempuan Nelayan Terhadap Pendapatan Keluarga” ini dengan lancar. Skripsi ini ditujukan untuk untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis bertujuan untuk menganalisis strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan Sendang Biru dalam meningkatkan pendapatan keluarga nelayan di pesisir. Untuk mencapai tujuan ini, peneliti terlebih dahulu akan menganalisis mengenai faktor-faktor yang menyebabkan perempuan pesisir melakukan strategi nafkah dan kendala yang dihadapinya. Peningkatan pendapatan keluarga diukur dari tingkat kontribusi pendapatan perempuan nelayan terhadap pendapatan keluarga dan kemampuan menabung keluarga. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu pembimbing tersabar Dr Ir Siti Amanah,M Sc yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian laporan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan terima kasih kepada orang tua tersayang dan suami tercinta Mas Arry serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan, bantuan, dan doa bagi kelancaran penulisan laporan skripsi ini. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada seluruh teman-teman terutama kepada teman-teman SKPM angkatan 47 khususnya Nur Hannah, Yulia, Bang Novrianto, Bang Gregorio dan Jakius sebagai teman yang membantu, memberi semangat, dan memotivasi penulis dalam penulisan dan penyelesaian laporan skripsi ini, teman-teman PU (Mbak Ian, Bundo, Uni Ega dan Miss Princess), teman-teman PN, teman-teman Dwi Regina (Bebet Surebet, Kening, Pipok, Listi, Dessy, Asri, Ayu dan semuanya), temanteman Bidik Misi 47, dan pemilik kosan dan warung makan di sekitar kampus. Peneliti menyadari bahwa laporan skripsi ini belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan.Semoga hasil penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Bogor, Agustus 2015 Nina Evi Nur Laila
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
Halaman vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Masalah Penelitian
2
Tujuan Penelitian
3
Kegunaan Penelitian
4
PENDEKATAN TEORITIS
5
Kerangka Pemikiran
11
Hipotesis Penelitian
13
Definisi Operasional
13
PENDEKATAN LAPANG
17
Lokasi dan Waktu Penelitian
17
Teknik Penentuan Responden
18
Teknik Pengumpulan Data
20
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
21
PROFIL DESA TAMBAKREJO
23
Sarana dan Prasarana
24
Struktur Kependudukan
25
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PEREMPUAN NELAYAN MELAKUKAN STRATEGI NAFKAH 31 STRATEGI NAFKAH PEREMPUAN NELAYAN
47
Curahan Waktu
47
Pola Nafkah
49
Migrasi
50
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga
51
KONTRIBUSI PENDAPATAN PEREMPUAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA 53 Strategi Investasi Rumah Tangga Nelayan
54
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PEREMPUAN NELAYAN DENGAN STRATEGI NAFKAH
57
STRATEGI NAFKAH PEREMPUAN NELAYAN
47
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan 57 Keterikatan Strategi Nafkah dengan Aspek Etnis dan Mata Pencaharian SIMPULAN DAN SARAN
59 65
Simpulan
65
LAMPIRAN
69
RIWAYAT HIDUP
78
DAFTAR TABEL halaman 1. Teknik Penentuan Responden, Jenis dan Sumber Data ............................ 19 2. Sebaran Penduduk Desa Tambakrejo Berdasarkan Usia Tahun 2012 ...... 25 3. Sistem Bagi Hasil Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap yang Digunakan ................................................................................................. 28 4. Jumlah dan Persentase Usia Responden ................................................... 32 5. Jumlah dan Persentase Etnik Asal Responden .......................................... 32 6. Jumlah dan Persentase Tingkat Pendidikan .............................................. 33 7. Jumlah dan Persentase Status Pekerjaan Responden ................................ 34 8. Jumlah dan Persentase Tingkat Pendapatan Responden ........................... 36 9. Jumlah dan Persentase Latar Belakang Etnik Keluarga ............................ 37 10. Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Etnik Asal dan Latar Belakang Keluarga Responden ........................................................ 38 11. Jumlah dan Persentase Jumlah Anggota Rumah Tangga .......................... 39 12. Jumlah dan Persentase Mata Pencaharian Utama Keluarga Responden ................................................................................................. 40 13. Jumlah dan Persentase Pendapatan Rumah Tangga Responden ............... 40 14. Jumlah dan Persentase Tingkat Akses Sumberdaya Modal Responden ................................................................................................. 42 15. Jumlah dan Persentase Tingkat Ikatan Patron-Client Responden ............ 43 16. Jumlah dan Persentase Dukungan Sosial yang Diperoleh Responden...... 43 17. Jumlah dan Persentase Alokasi Waktu Perempuan Pesisir dalam Kegiatan Reproduktif, Produktif dan Sosial ............................................. 45 18. Jumlah dan Persentase Pola Nafkah Responden ....................................... 47 19. Jumlah dan Persentase Migrasi Responden .............................................. 49 20. Jumlah dan Persentase Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Responden ................................................................................................. 50 21. Jumlah dan Persentase Kontribusi Pendapatan Perempuan Nelayan terhadap Pendapatan Keluarga .................................................................. 51 22. Hasil Uji Korelasi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan ...................................................................... 56 23. Persentase Faktor Internal dan Eksternal Responden Terhadap Strategi Nafkah........................................... Error! Bookmark not defined. 24. Hasil Uji Faktor Etnik dan Mata Pencaharian yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan ............................................ 59 25. Persentase Faktor Internal dan Eksternal Responden Terhadap Strategi Nafkah.......................................................................................... 61
DAFTAR GAMBAR
1. 2. 3. 4.
halaman Pola Nafkah Perempuan ............................................................................ 10 Kerangka Pemikiran .................................................................................. 12 Pie Chart Alokasi Waktu Responden dalam Kegiatan Produktif .............. 46 Pie Chart Alokasi Waktu Responden dalam Kegiatan Domestik Mengurus Rumah Tangga ......................................................................... 46
DAFTAR LAMPIRAN halaman 69 69
1. Peta Desa Tambakrejo (Sumber: Peta Pertanian Kab. Malang) 2. Gambar Pantai Sendang Biru (Sumber: Google Map) 3. Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Karakteristik Demografi Responden dengan Strategi Nafkah 4. Hasil Uji Statistik Chi-Square Hubungan Antara Karakteristik Demografi Responden dengan Strategi Nafkah 5. Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Profil Rumah Tangga Responden dengan Strategi Nafkah 6. Hasil Uji Statistik Chi-Square Hubungan Antara Profil Rumah Tangga Responden dengan Strategi Nafkah 7. Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Faktor Eksternal Rumah Tangga Responden dengan Strategi Nafkah 8. Dokumentasi
70 70 71 71 72 73
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan Indonesia yang melimpah belum diimbangi oleh kualitas sumberdaya manusia pesisir dan sarana penunjang pesisir lainnya. Hal ini membuat masyarakat nelayan masih menjadi masyarakat golongan ekonomi lemah. Pada tahun 2011 tercatat masyarakat miskin di pesisir jumlahnya mencapai 7,87 juta jiwa yang bermukim di 10.000 desa pesisir. Padahal potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Indonesia berdasarkan data KKP tahun 2014 adalah 6.520 juta ton/tahun. Hal ini menjadi ironis jika dilihat dari segi kekayaan sumberdaya perikanan dan kelautan Indonesia yang melimpah tetapi masyarakatnya masih dalam ekonomi lemah. Menurut Satria (2009) menyatakan bahwa kemiskinan masyarakat pesisir dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu kemiskinan strukutural, kemiskinan kultural, dan kemiskinan alamiah. Kusnadi dalam Ekaningdyah (2003) menambahkan bahwa kemiskinan yang melekat pada masyarakat pesisir itu disebabkan oleh struktur yang tidak mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat serta budaya yang masih melekat dalam masyarakat tersebut. Tingkat sosial ekonomi dan kesejahteraan hidup yang rendah ini, dalam struktur masyarakat nelayan, menyebabkan nelayan menjadi lapisan sosial yang paling miskin, sedangkan sebagian besar nelayan di Indonesia adalah nelayan buruh. Hal ini menunjukkan bahwa sumberdaya yang melimpah tidak dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan maksimal. Nelayan merupakan golongan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada perikanan tangkap dan budidaya. Pendapatan yang didapatkan dengan menangkap ikan salah satunya bergantung pada musim. Hal ini berimplikasi pada pendapatan nelayan yang fluktuatif, sedangkan kebutuhan keluarga harus tetap dipenuhi. Agar kebutuhan tetap terpenuhi, maka dalam rumah tangga nelayan melakukan strategi nafkah, salah satunya adalah munculnya peran perempuan. Perempuan nelayan memegang peranan penting dalam mempertahankan ekonomi keluarga. Widodo (2011) menjelaskan bahwa peran perempuan juga menjadi salah satu harapan dalam pengembangan strategi nafkah berkelanjutan. Perempuan dituntut untuk bisa melakukan kegiatan produktif mencari nafkah tambahan di samping harus tetap memelihara rumah tangga dan anak. Perempuan nelayan yang bekerja produktif mencari nafkah tambahan harus mencurahkan waktu lebih banyak daripada laki-laki yang pergi melaut. Hal ini dikarenakan perempuan harus tetap melakukan peran reproduktif dan peran sosialnya untuk mempertahankan masyarakatnya. Banyak faktor yang mendorong perempuan nelayan harus bekerja mencari nafkah tambahan bagi keluarganya, faktor-faktor tersebut meliputi faktor sosial, ekonomi dan budaya. Nelayan bekerja berdasarkan musim, sedangkan perempuan nelayan bekerja sepanjang tahun. Dusun Sendang Biru, Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang Jawa Timur merupakan wilayah pesisir Indonesia yang dijadikan sebagai pelabuhan ikan internasional. Hasil tangkapan utama pesisir selatan Jawa ini adalah ikan tuna kualitas terbaik yang diekspor ke Jepang dan Australia. Selain sumberdaya perikanan yang melimpah, Dusun Sendang Biru ini juga menjadi salah satu destinasi pariwisata masyarakat Malang dan sekitarnya.
2 Kekayaan dan potensi laut yang cukup besar ini belum mampu memberikan kehidupan yang layak dan sejahtera bagi nelayan setempat, bahkan kemiskinan cenderung tetap menaungi komunitas nelayan di pesisir Pantai Sendangbiru ini. Banyak kendala yang menjadi penghambat produktivitas nelayan Sendang Biru, salah satunya keterbatasan teknologi dan infrastruktur. Padahal sebagian besar keluarga di Sendang Biru menyandarkan nasibnya pada penangkapan ikan secara langsung dan tidak langsung. Kesulitan ekonomi yang dihadapi rumah tangga nelayan membuat perempuan harus membantu mencari nafkah tambahan bagi keluarga nelayan tidak terkecuali di pesisir Sendang Biru. Perempuan pesisir Sendang Biru membantu laki-laki nelayan dalam pemasaran hasil tangkapan serta dalam usaha pengolahan hasil perikanan. Nolan (2011) menjelaskan bahwa ada keterlibatan perempuan Sendang Biru dalam lingkungan kerja mulai dari perdagangan ikan sampai pengaturan usaha perahu milik mereka. Penelitian Nolan menemukan bahwa perempuan Sendang Biru juga memiliki perahu. Selain itu, perempuan Sendang Biru menjadi pedagang kecil, memiliki warung atau toko-toko kecil yang menjual pakaian, alat-alat sekolah atau makanan. Hal ini menunjukkan bahwa peran perempuan pesisir Sendang Biru sangat strategis dalam upaya peningkatan pendapatan dengan tidak hanya sebatas satu peran saja namun beragam. Berdasarkan latar belakang tersebut, penting untuk dianalisis hubungan strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan dalam upaya peningkatan kesejahteraan keluarga nelayan di pesisir Sendang Biru. Masalah Penelitian Satria (2009) menyebutkan bahwa kemiskinan yang ditemui dalam kehidupan masyarakat pesisir berkaitan dengan aspek struktural, kultural dan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh struktur ekonomi, strukutur sosial, dan struktur politik yang tidak kondusif bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan faktor budaya, seperti kemalasan, cara berfikir fatalistik, dan rendahnya etos kewirausahaan. Sementara itu kemiskinan alamiah terjadi karena kondisi sumberdaya alam yang serba terbatas untuk dimanfaatkan. Pendapatan yang diperoleh oleh nelayan bergantung pada alam dan harga hasil tangkapan. Perolehan tangkapan yang melimpah tidak selalu membuat nelayan pulang dengan pendapatan besar karena harga ikan dipasaran juga berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Hal inilah yang membuat ekonomi keluarga nelayan beresiko tinggi. Masyarakat nelayan di pesisir Sendang Biru mempunyai gaya hidup yang tinggi. Pesisir Sendang Biru mempunyai julukan sebagai Bali ke-2. Pedagang yang menjajakan dagangannya di Sendang Biru menyebut Sendang Biru sebagai Bali ke-2 karena pola dan gaya hidup masyarakatnya terpengaruh modernisasi. Kondisi ekonomi yang demikian mendorong perempuan nelayan harus mencari nafkah tambahan untuk menjaga perekonomian keluarga nelayan. Berbagai faktor lain juga turut menjadi pendorong perempuan nelayan dalam mencari strategi nafkah agar dapat membantu memenuhi kebutuhan keluarganya. Maka dari itu perlu dilaksanakan penelitian mengenai apa faktor-faktor yang mendorong perempuan nelayan melakukan strategi nafkah guna meningkatkan pendapatan keluarga nelayan?
3 Keterlibatan perempuan nelayan dalam menghasilkan pendapatan membuat curahan waktu yang harus diluangkan oleh perempuan nelayan lebih banyak serta beban kerja yang lebih berat pula. Perempuan nelayan lebih banyak bergerak diluar usaha perikanan tangkap karena di Pesisir Selatan terdapat kepercayaan bahwa perempuan dilarang pergi melaut. Hal ini tentunya menjadi salah satu kendala bagi perempuan pesisir dalam melakukan strategi nafkah. Selain itu, budaya patriarkhi juga masih melekat pada masyarakat pesisir turut menjadi kendala bagi perempuan nelayan untuk mengoptimalisasikan perannya. Strategi nafkah perempuan pesisir juga dipengaruhi oleh kepercayaan yang dianut oleh etnis-etnis yang tinggal di pesisir Sendang Biru karena di kawasan ini tinggal beberapa etnis seperti Etnis Jawa, Madura dan Bugis. Setiap etnis tersebut memiliki karakteristik berbeda dalam melakukan strategi nafkah. Perempuan Etnis Madura akan melakukan kegiatan yang berhubungan dengan perdagangan, sedangkan perempuan Etnis Bugis akan lebih banyak tinggal didalam rumah. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik perempuan nelayan, maka perlu diteliti bagaimana hubungan antara karakteristik perempuan nelayan dengan strategi nafkah yang dipilih oleh perempuan nelayan? Strategi nafkah yang beragam mengantarkan perempuan nelayan dalam pola nafkah yang beragam pula. Pola nafkah dibagi menjadi dua, yaitu pola nafkah tunggal dan pola nafkah ganda. Perempuan nelayan Sendang Biru bergerak di sektor pemasaran serta pengolahan hasil perikanan, beberapa di antaranya juga melakukan usaha membuka toko kelontong ataupun membuka warung tenda di obyek wisata Pantai Sendang Biru. Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang dilakukan oleh perempuan pesisir dalam mencari sumber nafkah tambahan bagi keluarganya beragam. Keberagaman itu ditunjukkan oleh variasi jenis usaha dan sektor yang diperankan oleh perempuan nelayan diluar kegiatan domestik mengurus rumah tangga. Untuk mengetahui keberagaman strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan, maka perlu dilakukan penelitian mengenai apa saja ragam strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan dalam meningkatkan pendapatan keluarga nelayan? Usaha yang dilakukan oleh perempuan nelayan dalam mencari nafkah tambahan diharapkan bermuara pada peningkatan pendapatan keluarga nelayan. Untuk mencapai hal tersebut, perempuan nelayan harus memberikan curahan waktu lebih diluar kegiatannya mengurus rumah tangga. Maka untuk mengetahui pengaruh strategi nafkah perempuan pesisir terhadap pendapatan keluarga perlu dianalisis sejauhmana strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan mampu meningkatkan pendapatan keluarga nelayan? Tujuan Penelitian Perempuan nelayan melakukan kegiatan produktif menghasilkan pendapatan tambahan bagi keluarga tidak lepas dari desakan kebutuhan keluarga sedangkan pendapatan utama keluarga belum mampu mencukupinya. Perempuan nelayan melakukan peran ganda sebagai pemelihara kehidupan rumah tangga serta sebagai penunjang pendapatan keluarga. Untuk melakukan kegiatan produktif tersebut, perempuan nelayan harus rela memberikan curahan waktu yang besar dengan beban kerja yang berat. Perempuan pesisir dibatasi pada kegiatan-kegiatan tepi pantai diluar kegiatan menangkap ikan di laut agar pekerjaan yang dilakukan oleh
4 perempuan nelayan tidak menganggu kegiatan pemeliharaan anak dan rumah tangga. Pesisir Sendang Biru dikenal sebagai salah satu penghasil ikan tuna kualitas baik serta sebagai tempat tujuan rekreasi wisata alam kelautan. Melihat kembali potensi alam yang besar di kawasan ini tentunya tidak menjamin masyarakatnya terlepas dari kondisi ekonomi yang lemah. Keluarga nelayan merupakan kelompok keluarga yang berisiko tinggi dalam perekonomiannya sebab banyaknya pendapatan yang dihasilkan dari kegiatan menangkap ikan di laut dipengaruhi oleh kondisi alam dan rentan terhadap harga komoditi tangkapan di pasaran. Desakan yang dialami oleh keluarga nelayan tidak hanya desakan kebutuhan keluarga saja namun desakan kebutuhan sosial budaya juga turut memperburuk kondisi ekonomi keluarga nelayan. Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi ragam strategi nafkah perempuan nelayan terhadap pendapatan keluarga. 2. Menganalisis faktor-faktor yang berkaitan dengan strategi nafkah perempuan nelayan. 3. Menganalisis kontribusi perempuan nelayan dalam peningkatan pendapatan keluarganya. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan wawasan mengenai usaha-usaha yang dialkukan oleh perempuan nelayan dalam mempertahankan serta meningkatkan pendapatan keluarganya. Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi berbagai pihak, di antara lain ialah: 1. Akademisi. Hasil penelitian dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai strategi nafkah yang dilakukan perempuan nelayan serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu diharapkan pula dapat menambah khasanah dalam kajian ilmu pengetahuan agraria dan studi perempuan. 2. Pemerintah. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam menyusun dan mengambil kebijakan yang responsif gender sehingga kesejahteraan masyarakat merata serta tidak ada ketimpangan gender. 3. Masyarakat. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat mengenai strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan dalam upayanya memenuhi kebutuhan keluarga serta meningkatkan pendapatan keluarga.
5
PENDEKATAN TEORITIS Pada Bab Pendekatan teoritis dijelaskan mengenai teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian yang dilengkapi dengan kerangka pemikiran, hipotesis penelitian serta definisi konseptual variabel yang digunakan. Teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian dimuat dalam sub bab tinjauan pustaka. Tinjauan Pustaka Karakteristik Nelayan Nelayan didefinisikan oleh Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 sebagai orang yang mata pencahariaanya melakukan penangkapan ikan. Dalam UndangUndang No. 45 tahun 2009, nelayan kecil didefinisikan sebagai orang yang mata pencahariannya melakukan Penangkapan Ika untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang menggunakan kapal perikanan berukuran paling besar 5 (lima) Gross Ton (GT). Satria (2002) mengutip pendapat Redfield mengungkapkan bahwa masyarakat nelayan lebih tepat disebut komunitas kecil dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Mempunyai identitas yang khas 2. Terdiri dari jumlah yang cukup terbatas sehingga masih bisa mengenal sebagai pribadi 3. Bersifat seragam, dan 4. Kebutuhan hidup terbatas, tanpa bergantung dengan pasar dari luar. Keluarga nelayan pesisir merupakan lapisan masyarakat yang identik dengan kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut Satria (2001) yang dikutip Suyanto (2003) faktor-faktor tersebut tidak hanya berkaitan dengan fluktuasi musim ikan, keterbatasan sumber daya manusia, modal serta akses, jaringan perdagangan ikan yang eksploitatif terhadap nelayan sebagai produsen, tetapi juga disebabkan oleh dampak negatif modernisasi perikanan atau revolusi biru yang mendorong terjadinya pengurasan sumber daya laut secara berlebihan. Proses demikian masih terus berlangsung hingga sekarang dan dampak lebih lanjut yang sangat terasakan oleh nelayan adalah semakin menurunnya tingkat pendapatan mereka dan sulitnya memperoleh hasil tangkapan. Hasil-hasil studi tentang tingkat kesejahteraan hidup di kalangan nelayan telah menunjukkan bahwa kemiskinan dan kesenjangan sosial ekonomi atau ketimpangan pendapatan merupakan persoalan krusial yang dihadapi dan tidak mudah untuk diatasi (Kusnadi 2003). Mayoritas nelayan Indonesia masih dalam garis kemiskinan. Kemiskinan ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang mencerminkan keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumber daya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan (Rachman 2013). Perbedaan karakteristik masyarakat nelayan dengan masyarakat petani sawah inilah yang membuat masyarakat nelayan lebih bersaing dalam mendapatkan tangkapan. Jika alam sedang tidak mendukung, maka nelayan akan pulang tanpa hasil sedangkan keluarga tetap membutuhkan penghidupan. Maka
6 dari itu peran perempuan pesisir sangat strategis dalam menopang pemenuhan kebutuhan keluarga ketika laki-laki nelayan tidak menghasilkan pendapatan. Perempuan di daerah pesisir umunya melakukan peran ganda untuk bisa mempertahankan pemenuhan kebutuhan keluarga nelayan. Hanson et al. (2003) menuturkan bahwa perempuan terlibat dalam penangkapan ikan, budidaya, budidaya rumput laut dan pengolahan ikan di seluruh Indonesia. Peran perempuan pesisir Indonesia di setiap daerah memiliki keunikan masing-masing. Sebagai contoh, Hourihan (1986) dalam Hanson et al. (2003) menggambarkan bagaimana pasangan nelayan Muslim di Sumatera tidak terlibat dalam pemasaran dan memainkan peran minimal dalam pengolahan ikan. Sebaliknya, di rumah tangga transmigran Jawa pada wanita Sumatera Selatan secara aktif terlibat dalam pemasaran ikan dan pengolahan. Demikian pula, Machfud et al. (1991) dalam Hanson et al. (2003) melaporkan bahwa perempuan memainkan peran yang dominan dalam pemasaran ikan mentah di Jawa Barat seta peran yang berbeda di wilayah lain. Hal ini menunjukkan bahwa peran perempuan di daerah pesisir sangat menunjang peran laki-laki di sektor perikanan. Untuk melaksanakan perannya, perempuan pesisir meluangkan waktu lebih banyak dengan beban kerja yang lebih berat pula. Dimensi Sosio Budaya Masyarakat Nelayan Masyarakat nelayan Indonesia mempunyai kehidupan yang sangat majemuk. Fenomena ini menjadi indikator yang perlu diketahui jika dikaitkan dengan pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Upaya pemberdayaan masyarakat nelayan masih menjadi upaya pemberdayaan yang strategis dimana kekayaan alam yang terkandung di wilayah pesisir sangat melimpah sedangkan pemanfaatan serta pengolahanya masih belum optimal. Kondisi sosial masyarakat harusnya menjadi hal yang utama diketahui oleh peneliti karena menjadi ujung tombak dalam melakukan kajian pesisir. Kondisi sosial masyrakat pesisir menyangkut budaya yang berlaku di wilayah tersebut. Kebudayaan tersebut bisa berupa nilai-nilai, sistem budaya, sistem sosial, dan benda-benda fisik. kebudayaan adalah tingkah laku manusia yang berpola yang membentuk kebudayaan sistem sosial. Pola tingkah laku manusia tersebut berupa aktivitasaktivitas yang dilakukan di dalam masyarakat komunitasnya. Konsep lain yang perlu diketahui agar bisa memahami kondisi sosial budaya masyarakat pesisir adalah konsep pemberdayaan. Pemberdayaan bermakna sebagai upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang dimiliki oleh komunitas yang menekankan pada karifan lokal sehingga masyarakat mampu mengorganisir diri mereka sendiri. Tingkat keberdayaan masyarakat diukur dari tingkat partisipasi dalam pengambilan keputusan serta mampu mengembangkan pola adaptasi terhadap lingkungan ekologis dan sosial. Untuk lebih memahami konsep kebudayaan dan makna yang terkandung dalam pemberdayaan masyarakat, Nasution (2007) yang mengutip pendapat Satria (2002) menyebutkan bahwa ada lima dimensi kehidupan sosial budaya masyarakat nelayan. Kelima dimensi tersebut adalah: 1. Dimensi pengetahuan lokal Dimensi pengetahuan lokal mencakup pengetahuan masyarakat pesisir mengenai hak kepemilikan (property right) sumberdaya kelautan dan perikanan
7 yang mereka yakini secara turun temurun. Pengetahuan lokal ini menjadi dasar bagi masyarakat nelayan dalam mengelola serta memanfaatkan wilayah pesisir. Ada beberapa masyarakat yang sudah mnegenal istilah konservasi meskipun sebenarnya mereka kurang paham dengana arti konservasi itu sendiri. Masyarakat yang sudah mempunyai wawasan mengenai pentingnya menjaga alam ini akan memanfaatkan sumberdaya kelautan yang ada dengan sangat hati-hati dan sesuai kebutuhan. Di sisi lain, masih banyak pula masyarakat nelayan yang belum memahami pentingnya konservasi dengan pandangan bahwa ikan di lautan tidak akan pernah habis. Masyarakat nelayan ini yang dikawatirkan menjadi tragedy of the common di wilayah perairan Indonesia. Maka dari itu pengetahuan lokal yang dipahami oleh masyarakat hendaknya sedikit direvitalisasi mengenai isu-isu konservasi. 2. Dimensi sistem religi Segala hal mengenai sistem agama dan kepercayaan merupakan konsep budaya dalam dimensi sistem religi. Sistem religi mencakup aspek ritual-ritual keagamaan atau kepercayaan masyarakat tertentu dalam memaknai kehidupan mereka. Ritual-ritual tersebut dapat berupa upacara keagamaan, sembahyang serta acara-acara keagamaan lainnya. Beberapa studi literatur menyebutkan meskipun masyarakat pesisir memeluk agama islam, dalam penerapan sehari-hari tidak menjadi panduan. Adanya tokoh agama (misal: Kyai) hanya sebatas pemimpin agama (imam) dan tidak berpengaruh dalam menentukan keputusan. Ada beberapa daerah di pesisir yang mempunyai tradisi ritual kebudayaan sebagai wujud terimakasih terhadap alam yang ditunjukkan dengan upacara-upacara seperti tradisi “Sedekah Laut” di daerah Cilacap dan “Nyadran” di daerah Cirebon. 3. Dimensi ekonomi Sebagian masyarakat nelayan hidup subsisten dengan menggantungkan diri pada hasil penangkapan ikan. Namun dewasa ini masyarakat nelayan melakukan kegiatan penangkapan ikan untuk mendapatkan penghasilan berupa uang. Masyarakat nelayan sudah berorientasi pasar sehingga sebagian hasil tangkapan dijual dan sebagian sedikit saja yang dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Nelayan membentuk hubungan patron-klien dalam hal mengakses modal produksi. Patron adalah pemilik kapal sedangkan klien adalah anak buah kapal (ABK). Sistem bagi hasil antara ABK dan pemilik kapal tergantung kesepakatan awal sebelum melaut. Ketertinggalan teknologi penangkapan nelayan membuat nelayan tradisional semakin bersaing dengan nelayan modern. Di sisi lain, kegiatan budidaya perikanan di daerah pesisir belum diterapkan oleh nelayan. Padahal jika budidaya dapat diterapkan maka kegiatan tersebut dapat menjadi solusi cadangan menghadapi musim paceklik ikan. 4. Dimensi kelembagaan Sebagian besar masyarakat pesisir mempunyai kelembagaan non formal berupa hubungan patron-klien, hubungan kekerabatan serta kelompok-kelompok kecil nelayan. Kelembagaan non formal ini membantu nelayan dalam mengakses modal finansial serta modal sosial. Modal finansial biasanya didapatkan dari patron yang merupakan pemilik kapal serta teknologi yang lebih baik. Dengan hubungan patron klien ini, nelayan harus menjual ikan tangkapannya terhadap patronnya sehingga ketergantungan nelayan terhadap patron tidak dapat dipisahkan.
8 Kelembagaan kekerabatan di dalam kehidupan masyarakat nelayan sangat menentukan pada saat memilih pemimpin formal dan non formal. Masyarakat nelayan melihat asal-usul seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka. Sedangkan kelembagaan kelompok-kelompok kecil nelayan berpengaruh dalam proses menangkap ikan. Kelompok nelayan ini pun biasanya beranggotakan patron (bertindak sebagai pemimpin) dan beberapa nelayan kecil. 5. Dimensi politik Pada masyarakat pesisir, selain tokoh pemerintah formal, keberadaan tokoh nonformal juga sangat berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat lokal mempunyai seseorang yang ditokohkan yang kemudian jika terjadi suatu permasalahan maka nelayan akan melakukan konsusltasi terhadap tokoh tersebut. Pesisir dan laut cenderung lebih rentan terhadap perubahan alam dan lingkungan, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi rumah tangga pesisir. Perempuan pesisir dituntut turut serta menopang kehidupan rumah tangga, sehingga perlu mengembangkan potensi-potensi yang dapat menjadi sumber nafkah. Dimensi pengetahuan lokal berkaitan dengan variasi strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan pesisi dalam usaha menunjang usaha perikanan tangkap laki-laki pesisir. Dalam hal ini, strategi nafkah perempuan nelayan tergantung wilayah dimana dia tinggal. Hanson et al. (2003), menyebutkan bahwa peran perempuan dalam kegiatan produktif dan reproduktif di Indonesia menunjukkan variasi yang mengejutkan antar daerah, pulau-pulau dan desa-desa. Perempuan nelayan memanfaatkan kegiatan sosial seperti majelis ta’lim, kebaktian keluarga dan kegiatan-kegiatan informal lainnya sebagai sarana membentuk jaringan. Perempuan nelayan Sendang Biru khususnya di daerah Tamban memanfaatkan kebaktian keluarga untuk mempererat ikatan kekerabatan di dalam komunitas. Kebaktian keluarga ini berlangsung pada hari selasa yang kegiatannya dilakukan di salah satu rumah kerabat secara bergantian. Keberadaan tokoh agama tidak berpengaruh terhadap pengambilan keputusan kelompok. Tokoh agama hanya berperan sebagai pemuka agama dan memimpin kegiatankegiatan keagamaan saja namun tidak mempunyai pengaruh dalam pengambilan keputusan kelompok. Dimensi ekonomi wilayah pesisir berkenaan dengan laut mempengaruhi strategi nafkah yang akan dilakukan oleh perempuan. Hanson et al. (2003) mengutip laporan JICA 2002, Volume III, menjelaskan bahwa perempuan di Sulawesi Utara sering membantu suami mereka ketika mereka mencari ikan, dan beberapa mengambil perahu dan ikan sendiri-terutama dalam perikanan pesisir dan dekat pantai. Perempuan di wilayah ini diperbolehkan mencari ikan sendiri di wilayah yang dekat pantai, hal ini sangat berbeda dengan yang terjadi di daerah pesisir selatan Jawa yang masih menganggap tabu perempuan yang berangkat mencari ikan. Laporan JICA tahun 2002 juga mencatat bahwa di desa-desa pesisir di Sulawesi Utara, partisipasi perempuan penting dan signifikan dalam kegiatan ekonomi. Di daerah Sulawesi Utara, perempuan menangkap, memroses, dan memasarkan ikan, membudidayakan rumput laut, mengumpulkan teripang, juga pertanian, toko-toko kecil yang menjalankan, membuat kue dan roti. Di Jawa Barat, perempuan memainkan peran yang dominan dalam pemasaran ikan. Hal ini
9 menunjukkan bahwa strategi nafkah perempuan pesisir dipengaruhi oleh dimensi yang berlaku di suatu wilayah. Perempuan memanfaatkan ikatan sosial untuk mendapatkan modal finansial. Ikatan sosial yang umunya diterapkan oleh masyarakat pesisir adalah ikatan patron klien. Dari ikatan inilah perempuan bisa membentuk kelembagaan peminjaman modal finansial. Ikatan patron klien didapatkan dari hubungan antara suami dengan pemilik modal atau kapal sehingga ketika suami sedang tidak melaut, akses terhadap modalpun akan terkendala. Pola Nafkah dan Curahan Waktu Perempuan Nelayan Perempuan nelayan menjadi salah satu harapan dalam strategi nafkah keluarga. Perempuan nelayan memanfaatkan ikatan sosial sesama penduduk perempuan untuk membina hubungan baik sehingga ketika kebutuhan akan modal finansial datang maka perempuan akan memanfaatkan ikatan sosial tersebut dalam mengakses modal. Kegiatan perempuan selama ini terbatas pada kegiatan reproduktif dengan curahan waktu yang cukup tinggi. Di sisi lain, perempuan dituntut untuk bisa memberikan sumbangan dalam meningkatkan pendapatan keluarganya. Perempuan nelayan melakukan berbagai macam pola nafkah dan mencurahkan lebih banyak waktunya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi yang semakin beragam. Menurut White (1991), Sajogyo (1991) dikutip oleh Widodo (2009), bahwa alasan utama melakukan strategi nafkah ganda pada rumah tangga berbedabeda pada masing-masing lapisan. Pada rumahtangga lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi modal dan lebih bersifat ekspansi usaha. Sedangkan pada lapisan menengah, pola nafkah ganda merupakan upaya konsolidasi untuk mengembangkan ekonomi rumah tangga. Pada lapisan bawah, pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan hidup pada tingkat subsistensi dan sebagai upaya untuk keluar dari kemiskinan. Pada keluarga nelayan yang identik dengan tingkat kesejahteraan rendah, upaya melakukan strategi nafkah adalah untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Perempuan nelayan melakukan berbagai usaha untuk mencari tambahan nafkah bagi keluarganya. Pola nafkah dibagi menjadi dua, yaitu pola nafkah tunggal dan pola nafkah ganda. Perempuan nelayan dikatakan melakukan pola nafkah tunggal ketika perempuan melakukan startegi nafkah pada bidang pertanian atau non pertanian saja. Sedangkan pola nafkah ganda yaitu ketika perempuan yang melakukan strategi nafkah di bidang pertanian dan non pertanian sekaligus. Pertanian dalam sektor pesisir ada segala usaha perikanan tangkap dan budidaya sumberdaya perikanan dan kelautan. Gambar 1 memetakan pola nafkah yang ada di daerah pesisir.
10
Pola nafkah perempuan pesisir Tunggal
On farm
Off farm
Menangkap ikan dan sumberdaya keluatan lainnya Budidaya perikanan, rumput laut dll Pemeliharaan
Pemasaran hasil tangkap Pengolahan hasil tangkapan Pengolahan limbah kulit kerang
Ganda
Non farm
Gabungan dari beberapa sektor
PNS Pengajar Pramuwisma Tenaga Kerja Migran Sektor informal lainnya
Keterangan: = cakupan Gambar 1. Pola Nafkah Perempuan Faktor Sosio-Ekonomi-Budaya yang Berkaitan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan Strategi nafkah yang dilakukan keluarga pesisir termasuk didalamnya perempuan pesisir menurut Widodo (2012) berupa pola nafkah ganda, optimalisasi tenaga kerja rumah tangga dan migrasi. Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumah tangga menjadi salah satu strategi dalam menambah pendapatan keluarga. Perempuan pesisir umumnya membantu suami menjual hasil tangkapan atau melakukan kegiatan lain yang bisa mengurangi beban ekonomi keluarganya. Bahkan fenomena migrasi ke lain daerah bahkan keluar negeri menjadi salah satu solusi untuk mencari tambahan uang. Hal ini menunjukkan bahwa faktor lain yang membatasi ruang gerak perempuan pesisir adalah ragam pola nafkah yang tersedia di pesisir masih sedikit. Implikasi yang terjadi adalah perempuan pesisir identik dengan ragam pekerjaan yang monoton serta sulit berkembang. Dengan peran dan tanggungjawab yang semakin lebih besar, maka kesempatan wanita untuk mengembangkan diri atau meningkatkan kualitas diri, apalagi untuk menikmati waktu senjang atau berekreasi menjadi semakin kecil (Achmad, 1993). Peranan wanita/isteri dalam perekonomian rumah tangga nelayan pantai terbukti relatif besar, berdasar jenis kegiatan yang dilakukan dan dominasi dalam memegang dan mengatur keuangan rumah tangga serta bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangganya (Salamah 2005). Kegiatan produktif yang dilakukan perempuan nelayan meliputi: mengolah ikan, mulai menimbang, mencuci, memotong, menusuk potongan ikan dengan tusuk sate,
11 memanggang, menata ikan panggangan di nyiru sampai menjualnya. Salamah (2005) juga menjelaskan bahwa tingkat pendidikan nelayan/buruh nelayan dan isterinya relatif rendah. Dalam hal ini tingkat pendidikan menjadi salah satu faktor dalam strategi nafkah perempuan nelayan karena dengan pendidikan yang relatif rendah tersebut perempuan nelayan tidak dapat memasuki pasar kerja yang lebih baik. Irawan dalam Jume’edi (2005) dalam Nugraheni (2012) menambahkan bahwa jumlah anggota keluarga dan komposisinya mempengaruhi curahan waktu kerja rumah tangga untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi guna memenuhi kebutuhan keluarganya yang semakin meningkat. Dalam hal ini jumlah anggota rumah tangga berpengaruh terhadap tingkat kebutuhan rumah tangga. Keluarga dengan jumlah anggota rumah tangga besar tidak dapat mengandalkan pendapatan dari nelayan yang jumlah tangkapannya bergantung pada kondisi alam. Perempuan/isteri nelayan perlu melakukan kegiatan produktif guna memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga. Jika dipahami secara mendalam, kondisi perempuan dapat dikatakan sangat rentan terhadap desakan ekonomi keluarga. Ketika harga kebutuhan pokok semakin mahal dan pendapatan laki-laki tidak mengalami peningkatan, maka perempuan dituntut untuk memberikan sumbangan nyata bagi perekonomian keluarganya. Perempuan membutuhkan ruang gerak yang lebih luas dan keragaman pola nafkah yang banyak agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya. Tidak jarang perempuan pesisir melakukan pola nafkah dengan bermigrasi ke lain daerah agar mendapatkan pendapatan yang lebih besar. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran pada gambar 2 menggambarkan bahwa fokus dari penelitian ini adalah karakteristik individu yang melekat di dalam perempuan nelayan akan mempengaruhi keputusan yang diambil oleh perempuan nelayan. Keputusan yang dimaksud adalah strategi yang akan digunakan oleh perempuan nelayan untuk mempertahankan perekonomian keluarganya. Di sisi lain, karakteristik rumah tangga nelayan yang melekat pada keluarga perempuan nelayan turut mempengaruhi keputusan pencarian nafkah. Karakteristik rumah tangga nelayan menjadi salah satu faktor yang berpengaruh karena sebuah keluarga turut menentukan kebijakan dalam pengambilan keputusan. Identitas rumah tangga mencakup latar belakang etnik keluarga yang dominan berpengaruh di dalam keluarga, jumlah tanggungan keluarga, mata pencaharian utama keluarga, dan pendapatan keluarga. Selain karakteristik individu perempuan dan karakteristik rumah tangga nelayan, terdapat pula beberapa faktor eksternal yang berpengaruh terhadap strategi nafkah yang digunakan perempuan nelayan. faktor tersebut meliputi akses sumberdaya modal, keterikatan patron-client dan dukungan sosial. Keterikatan patron-client pada penelitian ini merujuk kepada hubungan keterikatan antara juragan dan anak buah. Ketiga faktor eksternal ini secara kulitatif akan menjelaskan hubungannya dengan keputusan yang diambil perempuan dalam mencari nafkah. Keputusan yang diambil oleh perempuan nelayan dalam melakukan strategi nafkah meliputi empat hal, yaitu pola nafkah, migrasi, pembagian kerja (optimalisasi sumberdaya keluarga) dan kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga. Pola nafkah berhubungan dengan pola yang digunakan
12 oleh perempuan dalam melakukan kegiatan produktifmya. Pola nafkah ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu pola nafkah tunggal dan ganda. Pengkategorian pola nafkah berdasarkan subsektor kegiatan produktif yang dilakukan oleh perempuan nelayan. Kemudian, migrasi adalah salah satu strategi nafkah yang digunakan oleh seseorang ketika sumberdaya yang ada di daerah asal ternyata tidak bisa diakses dengan mudah sehingga menyebabkan seseorang harus berpindah ke daerah lain untuk memanfaatkan kesempatan yang ada dalam mencari nafkah tambahan. Pembagian kerja juga menjadi salah satu strategi yang dapat diterapkan perempuan nelayan agar beban kerja yang dia alami bisa berkurang. Sedangkan kontribusi pendapatan perempuan terhadap rumah tangga merupakan variabel terpengaruh lainnya yang akan menjelaskan sejauh mana peran perempuan nelayan dalam meningkatkan pendapatan keluarga nelayan. Karakteristik/ Profil Demografi Perempuan Nelayan (X1) : X1.1 : Usia X1.2 : Asal Etnik X1.3 : Tingkat Pendidikan X1.4 : Jenis/status Pekerjaan X1.5 : Pendapatan Profil Rumah Tangga (X2): X2.1 : Etnik Ayah/ Ibu /Keluarga X2.2 : Jumlah Anak / Tanggungan X2.3 : Mata Pencaharian Utama Keluarga X2.4 : Pendapatan Rumah Tangga Faktor Eksternal Rumah Tangga (X3): X3.1 : Akses Sumber Modal X3.2 : Keterikatan PatronClient X3.3 : Dukungan Sosial (Kekerabatan, Pertemanan, Keorganisasian)
Keputusan Perempuan Nelayan / Strategi Nafkah (Y) : Y1 : Pola Nafkah Y2 : Migrasi Y3 : Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Y4 : Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Keterangan: : Berhubungan Gambar 2. Kerangka Pemikiran
13 Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah: 1. Diduga terdapat hubungan positif antara strategi nafkah perempuan nelayan terhadap pendapatan keluarga nelayan melalui kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga. 2. Diduga terdapat hubungan positif antara faktor pendorong perempuan nelayan dalam mencari nafkah tambahan terhadap keputusan (strategi nafkah) yang diambil perempuan nelayan. Definisi Operasional Penelitian ini menggunakan definisi operasional untuk membantu dalam menggali data secara kuantatif. Definisi operasional setiap variabel penelitian memuat definisi operasional setiap variabel yang berisi kode peubah, nama dan definisi peubah, sub peubah dan operasionalisasi, kategorisasi peubah dan kode peubah, dan skor peubah. Berikut penyajian operasionalisasi peubah penelitian: Kode Peubah Karakteristik Demografi Perempuan Nelayan (X1 ) Definisi Peubah
: faktor internal individu yang mempengaruhi keputusan (strategi nafkah) yang dilakukan oleh perempuan nelayan. Sub peubah dan operasionalisasi X1 X1.1 : Usia X1.1 adalah usia responden dihitung dari tahun responden dilahirkan sampai tahun, pada saat dilaksanakan penelitian. Data usia akan dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan pengkategorian Havighurst dan Ancherman. Data ini menggunakan skala rasio. Skor 1 Kategorisasi: Muda (18-30 tahun) Dewasa (31-50 tahun) Skor 2 Tua (>50 tahun) Skor 3 X1.2 : Asal Etnik X1.2 adalah identitas etnik yang melekat pada perempuan nelayan. Data asal etnik menggunakan skala nominal. Kategorisasi: Jawa (Kode 1) Kode 1 Bugis (Kode 2) Kode 2 Madura (Kode 3) Kode 3 Etnik lainnya (Kode 4) Kode 4 X1.3 : Tingkat Pendidikan X1.3 diukur dengan menghitung tahun sukses responden dalam mengikuti pendidikan formal. Data tingkat pendidikan ini menggunakan skala rasio. Kategorisasi: Rendah (0-6 tahun) Skor 1 Sedang (7-12 tahun) Skor 2 Tinggi (>12 tahun) Skor 3 X1.4 : Jenis/status Pekerjaan X1.4 adalah jenis kegiatan yang dilakukan oleh responden dalam mendapatkan nafkah bagi keluarganya. Jenis kegiatan dikategorikan berdasarkan subsektor kegiatan tersebut. Data ini mneggunakan skala nominal.
14 Kategorisasi:
On farm Off farm Non farm
Kode 1 Kode 2 Kode 3
X1.5 : Pendapatan X1.5 adalah total penghasilan yang diperoleh responden selama 1 (satu) bulan. Penentuan kategorisasi pendapatan berdasarkan UMR yang berlaku di wilayak penelitian. Data yang digunakan adalah skala rasio. Kategorisasi: Rendah (≤ Rp500 000) Skor 1 Sedang (Rp600 000 – Rp1 500 000) Skor 2 Tinggi (> Rp1 500 000) Skor 3 Kode Peubah Profil Rumahtangga Perempuan Nelayan (X2 ) Definisi Peubah
: faktor internal rumah tangga individu yang erat kaitannya dengan keputusan individu dalam memilih pekerjaan. Sub peubah dan operasionalisasi X2 : X2.1 : Latar Belakang Ayah / Ibu / Keluarga X2.1 adalah identitas etnik yang dominan berpengaruh di dalam rumah tangga. Data ini menggunakan skala nominal. Kategorisasi: Jawa Kode 1 Bugis Kode 2 Madura Kode 3 Etnik lainnya Kode 4 X2.2 : Jumlah Anak / Tanggungan X2.2 adalah jumlah anggota keluarga dalam satu rumah yang harus dipenuhi kebutuhan sehari-hari terutama kebutuhan ekonomi termasuk dirinya (responden) sendiri. Data ini menggunakan skala rasio. Kategorisasi: Kecil (1-3 orang) Skor 1 Menengah (4-6 orang) Skor 2 Besar (≥7 orang) Skor 3 X2.3 : Mata Pencaharian Utama Keluarga X2.3 adalah sektor pendapatan utama rumah tangga. Data ini menggunakan skala nominal. Kategorisasi: On farm Kode 1 Off farm Kode 2 Non farm Kode 3 X2.4 : Pendapatan Rumah Tangga X2.4 adalah jumlah semua pendapatan rumah tangga yang diperoleh dari jumlah seluruh pendapatan anggota rumah tangga. Penentuan kategorisasi berdasarkan data lapangan. Data ini menggunakan skala rasio. Kategorisasi: Rendah (≤Rp3 600 000) Skor 1 Sedang (Rp3 600 000 < x ≤ Rp5 700 000) Skor 2 Tinggi (>Rp5 700 000) Skor 3 Kode Peubah Faktor Eksternal Perempuan Nelayan (X3 ) Definisi peubah : faktor diluar individu yang mempengaruhi perempuan dalam memilih sumber nafkah. Sub peubah dan operasionalisasi X3 : X3.1 : Akses Sumberdaya Modal
15 X3.1 adalah kesempatan yang dimiliki rumah tangga responden untuk memanfaatkan sumberdaya modal yang ada. Data ini dianalisis berdasarkan persepsi responden terhadap peluang dalam mengakses sumberdaya modal. Diukur menggunakan skala ordinal. Kategorisasi: Sulit Skor 1 Sedang Skor 2 Mudah Skor 3 X3.2 : Keterikatan Patron-Client X3.2 adalah hubungan kedekatan (ketergantungan) antara patron (juragan) dan client (nelayan tangkap) yang umum terjadi pada masyarakat nelayan. data ini menggunakan skala ordinal. Kategorisasi: Lemah Skor 1 Sedang Skor 2 Kuat Skor 3 X3.3 : Dukungan Sosial X3.3 adalah besar pengaruh ikatan sosial (ikatan kekerabatan) terhadap pemilihan keputusan dalam bekerja. Data ini menggunakan skala interval. Kategorisasi: Lemah Skor 1 Sedang Skor 2 Kuat Skor 3 Kode Peubah Keputusan Perempuan Nelayan / Strategi Nafkah (Y ) Definisi peubah : keputusan yang diambil individu berkaitan dengan peran dan curahan waktu yang diluangkan oleh individu dalam melakukan kegiatan mencari nafkah. Sub peubah dan operasionalisasi Y : Y1 : Pola Nafkah Y1 adalah pola pencarian nafkah yang diambil oleh responden. Data ini menggunakan skala nominal. Kategorisasi: Pola nafkah tunggal Kode 1 Pola nafkah ganda Kode 2 Y2 : Migrasi Y2 adalah perpindahan individu ke tempat / daerah lain agar mendapatkan kehidupan (pekerjaan) yang lebih baik. Diukur dari ada tidaknya kegiatan migrasi responden dengan mempertimbangkan jarak serta waktu yang ditempuh responden untuk sampai lokasi pencarian nafkah. Skala yang digunakan adalah skala nominal. Kategorisasi: Tidak pernah Kode 1 Pernah Kode 2 Y3 : Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Y3 adalah mengerahkan anggota keluarga untuk membantu mencari nafkah tambahan bagi keluarga. Dilihat dari ada tidaknya keterlibatan anggota rumah tangga selain Kepala rumah tangga dan perempempuan nelayan dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Data ini menggunakan skala nominal. Kategorisasi: Tidak ada Kode 1 Ada Kode 2
16 Y4 : Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan Rumah Tangga Y4 adalah banyaknya sumbangan yang diberikan oleh responden terhadap pendapatan rumah tangga. Diukur dari presentasi pendapatan responden terhadap pendapatan total rumah tangga. Skala yang digunakan adalah skala rasio. Kategorisasi: Rendah (10%-25%) Skor 1 Sedang (25%<x<50%) Skor 2 Tinggi (≥ 50%) Skor 3
17
PENDEKATAN LAPANG Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Dusun Sendang Biru Desa Tambakrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan bebarapa hal, di antaranya adalah: 1. Di Dusun Sendang Biru ini merupakan penghasil ikan tuna kualitas terbaik dan menjadi pelabuhan ikan internasional serta menjadi salah satu destinasi pariwisata Jawa Timur namun kondisi masyarakatnya termasuk ke dalam kategori miskin. 2. Adanya perbedaan mencolok kondisi ekonomi masyarakat ketika musim panen raya ikan dan musim paceklik. Pengambilan data primer dilakukan mulai bulan November sampai dengan akhir bulan Desember. Pengambilan data primer menggunakan instrumen kuesioner melalui wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, dengan mengumpulkan informasi penunjang penelitian dari berbagai sumber, seperti: buku, jurnal, penelitian terdahulu, data BPS, data KKP, serta artikel dari website resmi lembaga lainnya. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dan eksplanatori. Singarimbun dan Effendi (1989) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu, misalnya perceraian, pengangguran, status gizi, preferensi terhadap politik tertentu dan lain-lain. Menurut Suryana (2010), metode deskriptif (mendeskripsikan) yaitu metode yang digunakan untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat suatu fenomena. Dalam penelitian ini, penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan keunikan masyarakat Sendang Biru yang berpengaruh terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat seperti keterlibatan perempuan nelayan dalam berbagai sektor untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga serta kepemilikan perahu bagi perempuan akan berpengaruh terhadap status sosial perempuan tersebut di dalam komunitasnya. Sedangkan penelitian eksplanatori adalah penelitian menguji hipotesa penelitian dengan menjelaskan hubungan kausal antar variabel. Metode eksplanatori akan menjelaskan keterhubungan faktor internal dan eksternal perempuan pesisir dalam pengambilan keputusan untuk bekerja serta menguji hubungan antara kontribusi pendapatan perempuan dalam peningkatan pendapatan keluarga nelaya. Pelaksanaan survei ke lokasi penelitian diawali dengan survei pra penelitian yang dilakukan dua kali yakni pada bulan Agustus yang merupakan bulan panen raya dan bulan Oktober yang merupakan bulan mulai berkurangnya jumlah tangkapan. Setelah pelaksanaan survei pra penelitian, kelengkapan perizinan sangat mutlak dibutuhkan agar keberadaan peneliti dapat dipertanggungjawabkan. Perizinan dimulai dengan mengurus kelengkapan surat di Kantor Kesbangpol Kab. Bogor yang terletak di Cibinong. Setelah surat perizinan di Kesbangpol Kab Bogor turun, surat tersebut harus ditembuskan ke Bakesbangpol Provinsi Jawa Barat di Bandung sebelum ditujukan ke Bakersbangpol Jawa Timur di Surabaya.
18 Setelah perizinan penelitian lintas provinsi lengkap maka harus mengurus ke Bakesbangpol Kab. Malang dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Malang agar dapat mengajukan perizinan ke Kecamatan Sumbermanjing Wetan dan ke Kepala Desa Tambakrejo. Hal ini dilakukan agar peneliti mempunyai status yang jelas dilokasi penelitian agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan dan dapat meminta bantuan seluruh komponen dalam kelancaran penelitian. Setelah semua perizinan lengkap, peneliti melakukan penelitian selama lima minggu. Metode survei dilakukan untuk memperoleh 3 (Tiga) konsep yang diukur secara kuantitatif. Pertama, faktor penyebab perempuan harus melakukan strategi nafkah dengan variabel yang diukur berupa faktor eksternal dan internal perempuan meliputi faktor ekonomi dan sosial. Kedua ialah konsep karakteristik perempuan nelayan yang berhubungan dengan pemilihan strategi nafkah dengan variabel yang diukur berupa umur, pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat pendapatan, serta suku bangsa perempuan nelayan. Konsep strategi nafkah yang dilakukan perempuan nelayan dilihat dari ragam pekerjaan yang dilakukan, tingkat pendapatan serta proporsi pendapatan perempuan nelayan terhadap pendapatan keluarga. Untuk melengkapi data yang didapat dan memperkuat hasil analisis data kuantitatif, peneliti menyiapkan catatan untuk mencatat data kualitatif dari responden. Teknik wawancara mendalam, observasi langsung, dan mempelajari dokumen tentang gejala sosial yang terjadi di masyarakat serta dokumen-dokumen terkait untuk melengkapi hasil penelitian. Pendekatan kualitatif dilakukan untuk menjelaskan atau menggambarkan mengenai faktor budaya yang dapat mempengaruhi strategi nafkah yang diambil perempuan nelayan, yaitu: kebudayaan yang dominan dalam keluarga dan strategi investasi. Teknik Penentuan Responden Data yang diambil dalam penelitian ini bersumber dari responden dan informan. Unit analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah unit analisa individu perempuan dari keluarga dengan mata pencaharian utamanya adalah sebagai nelayan, perempuan tersebut turut bekerja menghasilkan pendapatan bagi keluarganya. Responden akan diwawancarai menggunakan kuesioner yang telah dibuat. Jawaban yang diperoleh dari kuesioner dianggap dapat mewakili kondisi rumah tangga nelayan pesisir. Responden memberikan informasi terkait dengan dirinya. Pemilihan unit analisa ini dikarenakan peningkatan pendapatan keluarga erat kaitannya dengan kondisi rumah tangga. Pemilihan responden diambil dengan pengambilan sampel secara purposive. Pulau Jawa membagi wilayah pesisir nya menjadi dua bagian, yaitu: pesisir selatan dan pesisir utara. Dalam penelitian ini diambil salah satu desa yang terdapat di pesisir selatan Pulau Jawa, yaitu Desa Tambakrejo. Desa Tambakrejo terbagi menjadi dua dusun, yaitu: Dusun Sendang Biru dan Dusun Tamban. Populasi penelitian adalah perempuan nelayan di Sendang Biru. Perempuan nelayan yang diambil sebagai sampel adalah perempuan nelayan yang turut melakukan kegiatan produktif mencari nafkah bagi keluarga.
19 Tabel 1. Teknik Penentuan Responden, Jenis dan Sumber Data No
Teknik
1. Wawancara terstruktur
2. Wawancara tidak terstruktur
3.
Data-data Sekunder
Jenis Data dan Responden/Informan Data: Primer Responden: Perempuan nelayan (30 orang)
Data: Primer Informan: Representasi Pemerintah desa (kades, sekdes, kaur kesra, kaur ekonomi, kaur umum
Tujuan Untuk mengetahui karakteristik, jenis pekerjaan yang dikerjakan, dan kendalakendala yang dihadapi dalam kaitannya melakukan pencarian nafkah keluarga.
Untuk mengetahui kondisi demografis Desa Tambakrejo dan program-program desa yang erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumberdaya perempuan pesisir
Pengurus kelembagaan (KUD, Kelompok nelayan, PKK, dan kelembagaan informal lainnya) (2 orang)
Untuk mengetahui aktifitas sosial kemasyrakatan yang melibatkan perempuan pesisir sebagai pelaku kegiatan.
Pemilik modal (2 orang)
Untuk mengetahui keterikatan pemilik modal dengan nelayan tangkap.
Data: Sekunder Informan: Kantor Pemerintahan Desa Pengurus kelembagaan (Kelompok nelayan, PKK, dan kelembagaan informal lainnya)
Untuk mengetahui data geografis dan demografis desa Tambakrejo Untuk mengetahui data program-program yang dimiliki yang melibatkan peran perempuan di dalamnya
Pengambilan sampel dilakukan di sekitar Pantai Sendang Biru dan TPI. Hal ini dilakukan karena sebagian besar perempuan nelayan yang membantu mencari nafkah keluarga melakukan kegiatan produktif di sekitar pantai dan TPI sebagai penjual warung makanan-minuman, penjual ikan dan penjual pakaian.
20 Informan adalah orang yang memberikan keterangan mengenai kondisi keluarga, dirinya sendiri, pihak lain serta lingkunganya yang akan menguatkan data yang diperoleh. Informan sangat dibutuhkan dalam penelitian ini karena informasi yang dia miliki berhubungan dengan kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Orang-orang yang dijadikan informan adalah aparatur desa, petugas kecamatan, ketua kelompok nelayan, serta tokoh masyarakat. Desa Tambakrejo terbagi menjadi dua dusun yaitu Dusun Tamban dan Dusun Sendang Biru. Dusun Tamban terdiri dari 4 (empat) rukun warga (RW) dengan 16 Rukun Tetangga (RT). Sedangkan Dusun Sendang Biru terdiri dari 3 (tiga) RW dengan 27 RT. Pengambilan data responden terpusat di Dusun Sendang Biru dengan jumlah responden 30 orang yang akan diambil secara purposive dengan syarat sebagai berikut: perempuan yang aktif bekerja dan berasal dari keluarga nelayan. Dari 30 orang responden tersebut akan diberikan pertanyaan terstruktur yang telah disiapkan. Selain responden, dibutuhkan pula informan untuk memberikan penjelasan mengenai fenomena sosial yang pernah terjadi di daerah penelitian. Data yang diperlukan dari informan merupakan data pelengkap yang diperoleh dari wawancara tidak terstruktur. Informan tersebut meliputi pemerintah desa, pengurus kelembagaan desa, serta warga desa yang berpengaruh (seperti: juragan kapal, juragan ikan dan petugas TPI). Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data primer dan sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di lapangan melalui observasi, kuesioner, serta wawancara mendalam yang dilakukan kepada responden dan informan. Di samping itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur serta dokumen-dokumen tertulis di kantor desa, kantor kecamatan, serta penelitian teerdahulu. Data sekunder dalam penelitian ini mengenai data keluarga miskin di pesisir dalam angka, data jumlah perempuan yang bekerja dalam angka,, data mengenai lembaga sosial yang ada di wilayah tersebut, dan data mengenai fenomena sosial yang pernah terjadi di daerah tersebut yang menimbulkan perubahan yang drastis (misalnya: bencana alam). Data sekunder berupa studi literatur merupakan data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas pada peneltian ini. Studi literatur dalam penelitian ini berupa buku, laporan hasil penelitian, artikel, dan sebagainya. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen penelitian berupa kuesioner terlebih dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya sebelum dilaksanakan penelitian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejauh mana instrumen penelitian dapat digunakan untuk mengukur variabel yang diinginkan serta mengetahui kekonsistenan pengukuran jika variabel diukur lebih dari satu kali. Instrumen penelitian diuji kepada 5 perempuan nelayan yang melakukan kegiatan produktif menghasilkan nafkah bagi keluarga nelayan. Sasaran responden uji yang dipilih adalah warga Dusun Sendang Biru yang berjenis kelamin perempuan yang menjadi salah satu pencari sumber nafkah bagi keluarga nelayan. Alasan pemilihan responden uji adalah karena komunitas perempuan pesisir ini merupakan bagian dari populasi
21 penelitian. Uji validitas dilakukan dengan menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2010. Hasil uj validitas dan reliabilitas terdapat di lampiran. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data yang akan diolah dan dianalisis dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diolah menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2010 dan SPSS for windows 20.0. Pembuatan grafik, tabel frekuensi, diagram, serta tabulasi silang menggunakan aplikasi Microsoft Excell 2010 untuk melihat data awal responden untuk masing-masing variabel secara tunggal. Kemudian SPSS for windows 20.0 digunakan untuk membantu dalam uji statitistik yang akan menggunakan Uji Chi-Square dan Uji Korelasi Rank Spearman. Uji Chi-Square untuk mengetahui hubungan antar dua variabel berskala nominal. Sedangkan Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antar dua variabel yang berskala ordinal dan tidak menentukan prasyarat data terdistribusi normal. Rank Spearman digunakan untuk uji korelasi yang menghubungkan variabel sejauh mana strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan pesisir dapat meningkatkan pendapatan keluarga nelayan. Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data dan (3) verifikasi data. Proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Reduksi data digunakan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang data yang tidak perlu. Data yang sudah direduksi kemudian disajikan menjadi serangkaian katakata yang mudah dibaca dan dipahami ke dalam sebuah laporan. Setelah disajikan menjadi data yang mudah dibaca dan dipahami, langkah terakhir yaitu memverifikasi data dengan menarik kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada tahap reduksi.
22
23
PROFIL DESA TAMBAKREJO Pada bab ini diuraikan mengenai profil lokasi penelitian. Bab ini terbagi menjadi beberapa sub bab, yaitu: kondisi geografis, sarana dan prasarana, struktur kependudukan, dan dimensi sosiobudaya masyarakat. Selain itu, terdapat ikhtisar bab yang berada diakhir penjelasan sebagai rigkasan garis besar yang termuat dalam bab ini. Kondisi Geografi Desa Tambakrejo Desa Tambakrejo diresmikan pada tahun 1897, desa ini terletak di pesisir selatan Pulau Jawa. Sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan tangkap. Desa Tambakrejo terbagi menjadi dua dusun, yaitu: Dusun Tamban dan Dusun Sendang Biru. Desa Tambakrejo berbatasan dengan Desa Sitiarjo di bagian Barat, Tambaksari di sebelah timur, Desa Kedung Banteng di sebelah utara, dan Samudera Hindia di sebelah selatan. Pemerintah desa membangun kantor pemerintahan menjadi dua bagian, yaitu Balai Desa Tambakrejo yang berlokasi di Dusun Tamban dan Balai Dusun Sendang Biru di Dusun Sendang Biru karena jarak antara kedua dusun cukup jauh yaitu 6 km. Jarak dari desa menuju ibu kota Kecamatan Sumbermanjing Wetan 28,4 km dengan waktu tempuh sekitar satu jam perjalanan dan berjarak 69 km menuju ibukota Kabupaten Malang dengan waktu tempuh tiga jam perjalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor. Desa Tambakrejo memiliki luas wilayah sebesar 2.700 ha dengan luas pemukiman 146 ha. Desa ini mempunyai tanah dengan tingkat erosi ringan 45 ha dan tingkat erosi sedang 65 ha dengan tingkat kemiringan tanah 15 derajat. Desa ini memiliki jumlah penduduk 8.284 jiwa dengan 1.791 jumlah KK yang bertempat tinggal di lahan pemukiman sebesar 146ha. Wilayah desa terdiri dari dua bagian, yaitu wilayah yang berada di Pulau Jawa dan wilayah yang berada di Pulau Sempu. Sebagian besar wilayah desa merupakan hutan lindung dan hutan produksi. Hutan lindung berpusat di Pulau Sempu dengan luas 413,6 ha yang merupakan salah satu destinasi wisata lokal maupun mancanegara dan hutan produksi yang berada di Pulau Jawa dengan luas 2.101,7 ha. Sebagian besar penduduk desa bermatapencaharian sebagai nelayan karena letaknya yang berada di pesisir Samudera Hindia. Luas lahan persawahan hanya mencapai 6,55% dari luas total wilayah. Hal ini menyebabkan hanya sebagian kecil saja masyarakat yang melakukan kegiatan bercocok tanam yaitu 1110 jiwa. Komoditi utama yang terdapat di desa ini adalah hasil perikanan laut terutama ikan tuna dan tongkol, serta hasil perkebunan berupa kayu jati dan cengkeh. Hasil ikan tuna Sendang Biru merupakan ikan tuna kualitas terbaik sehingga Pelabuhan Ikan Sendang Biru menjadi pelabuhan ikan internasional. Wilayah desa yang terbagi menjadi dua dusun memiliki hasil tangkapan laut yang berbeda. Nelayan Dusun Tamban merupakan nelayan karang dengan hasil tangkapan berupa ikan-ikan karang, lobster karang, ikan badut, dan kepiting. Sedangkan nelayan Dusun Sendang Biru merupakan nelayan laut lepas dengan hasil tangkapan berupa tuna, tongkol, cakalang, layur, ikan sarden dan cumi. Selain hasil tangkapan yang berbeda, kedua dusun tersebut berbeda berdasarkan struktur kependudukannya. Penduduk Dusun Tamban didominasi oleh warga asli
24 Suku Jawa pribumi, berbeda dengan Dusun Sendang Biru yang berpenduduk Suku Jawa pribumi dan pendatang, Suku Bugis, Suku Madura serta sebagian kecil suku lainnya. Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Tambakrejo meliputi sarana transportasi darat, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, tempat pelelangan ikan, irigasi, jembatan, koperasi, serta lapangan olahraga. Akses menuju desa ini menggunakan kendaraan transportasi darat dengan penampakan jalan berliku-liku dan berbukit. Karakter tanah yang bergeser membuat jalan aspal menuju lokasi berbentuk gelombang sehingga mewajibkan setiap pengendara yang melintas untuk berhati-hati. Selain itu, lalu lintas truk pengangkut ikan setiap pagi dan pengangkut batu kapur membuat kondisi aspal semakin licin. Setiap akhir pekan atau musim liburan, akses menuju lokasi semakin ramai oleh wisatawan lokal maupun mancanegara. Rambu-rambu lalu lintas belum cukup memadai mengingat rute jalanan yang berkelok naik turun bukit sebelum sampai di bibir pantai. Transportasi darat yang tersedia untuk menuju lokasi adalah angkutan umum (mikrolet1) dengan cat warna biru muda rute Turen-Sumbermanjing Wetan-Sedang Biru dan jasa ojek roda dua. Pada umumnya warga menggunakan kendaraan pribadi, seperti sepeda, sepeda motor dan mobil untuk mempermudah keluar masuk desa. Sarana pendidikan yang terdapat di Desa Tambakrejo meliputi: a. Taman Kanak-kanak (TK) terdapat 3 unit, dengan status kepemilikan: 1 unit kepemilikan swasta dan 2 unit kepemilikan desa. b. Sekolah Dasar (SD)/sederajat terdapat 2 unit, dengan status kepemilikan: 2 unit kepemilikan pemerintah. c. Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat terdapat 2 unit, dengan status kepemilikan: 1 unit kepemilikan pemerintah dan 1 unit kepemilikan swasta. Sarana pendidikan tingkat SMA ke atas tidak tersedia di Desa Tambakrejo, sehingga penduduk desa yang ingin melanjutkan pendidikan pada umumnya pergi ke ibukota kecamatan atau kecamatan lain yang menyediakan lembaga pendidikan SMA ke atas. Di bidang kesehatan, sarana yang tersedia di Desa Tambakrejo adalah 1 unit balai pengobatan swasta dan 7 unit posyandu. Tenaga kesehatan yang tersedia meliputi 2 Bidan, 8 dukun bersalin terlatih dan 2 orang paramedis. Sarana kesehatan untuk penduduk dewasa dapat dikatakan minim karena keberadaan apotik, balai kesehatan ibu dan anak, praktik dokter serta poliklinik tidak ada. Ketersediaan balai pengobatan swasta sebanyak 1 (satu) unit kurang memadai mengingat jarak antara Desa Tambakrejo dan desa terdekat cukup jauh dengan akses yang cukup sulit. Sebagian besar penduduk Desa Tambakrejo beragama Kristen Protestan atau sekitar 58,35% dari total jumlah penduduknya, sedangkan sisanya beragama Islam atau sekitar 41,65 % dari jumlah total penduduknya. Jumlah sarana peribadatan yang terdapat di desa ini adalah 10 unit Gereja Kristen Protestan, 3 unit Masjid dan 10 unit langgar/musholla. Kegiatan peribadatan rutin kebaktian bersama pada hari minggu dan kebaktian keluarga pada hari selasa untuk 1
Sebutan untuk angkutan umum pedesaan
25 penduduk yang beragama Kristen, dan kegiatan sholat jum’at untuk penduduk yang beragama Islam. Kegiatan keagamaan di luar kegiatan kegiatan rutin mingguan berjalan dengan penuh kekeluargaan di antara penduduk desa. Tidak pernah terjadi konflik antar umat beragama di desa ini. Desa ini mempunyai satu unit tempat pelelangan ikan yang terletak di Dusun Sendang Biru. Tempat pelelangan ikan ini terbagi menjadi dua, yaitu: TPI Lama dan TPI baru. TPI lama merupakan tempat yang digunakan sebagai tempat penjualan ikan langsung bagi para bakul ikan Sendang Biru. Pengunjung tempat wisata Sendang Biru maupun Pulau Sempu yang ingin membeli ikan sebagai oleh-oleh bisa langsung menuju TPI Lama. Jarak antara TPI Lama dan TPI Baru ±300m. Letak TPI Baru lebih dekat dengan pelabuhan bongkar ikan sehingga TPI Baru difokuskan menjadi tempat bongkar muat ikan serta penimbangan ikan. Struktur Kependudukan Jumlah penduduk di Desa Tambakrejo adalah 8284 jiwa. Jika dibagi berdasarkan jenis kelamin, jumlah penduduk laki-laki sebesar 3.578 jiwa dan penduduk perempuan sebesar 4.706 jiwa. Tabel 2 menyajikan sebaran jumlah penduduk berdasarkan penggolongan umur di Desa Tambakrejo. Tabel 2. Sebaran Penduduk Desa Tambakrejo Berdasarkan Usia Tahun 2012 No. 1 2 3 4 Total
Kategori Anak-anak (<18 tahun) Muda (18-30 tahun) Dewasa (31-50 tahun) Tua (>50 tahun)
Jumlah (Jiwa) Laki-laki Perempuan 1.552 2.115
Persentase (%) 44,27
546
732
15,43
854
1.210
24,91
626
649
15,39
3.578
4.706
100
Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa persentase penduduk berdasarkan usia didominasi oleh penduduk desa dengan usia dibawah 18 tahun. Usia produktif penduduk Desa Tambakrejo adalah antara usia 18 tahun sampai 56 tahun sehingga jumlah angkatan kerja Desa Tambak Rejo mencapai 44,79% dari seluruh jumlah penduduk desa. Matapencaharian sebagian besar penduduk Desa Tambakrejo adalah nelayan tangkap, petani, buruh tani dan peternak. Penduduk laki-laki umumnya bekerja sebagai nelayan tangkap sedangkan penduduk perempuan sebagai petani. Penduduk yang bermatapencaharian sebagai nelayan tangkap mencapai 26,15% dari total jumlah penduduk desa dan seluruhnya merupakan penduduk laki-laki. Adapun persentasi penduduk yang bekerja sebagai petani, buruh tani dan peternak masing masing adalah 13,40%, 3,15% dan 4,08%. Matapencaharian lain yang diminati oleh penduduk perempuan adalah sebagai buruh imigran di luar negeri. Pada tahun 2012 tercatat 104 jiwa penduduk perempuan bekerja sebagai buruh imigran (TKW) di luar negeri. Negara-negara yang paling diminati sebagai tempat
26 mencari nafkah adalah Malaysia, Arab dan Hongkong. Terdapat pula penduduk laki-laki yang bermatapencaharian sebagai buruh migran (TKI), yaitu sebesar 83 jiwa. Jadi total penduduk yang bermatapencaharian sebagai buruh migran adalah 187 jiwa atau sekitar 2,25% dari total jumlah penduduk. Dimensi Sosiobudaya Masyarakat Masyarakat Desa Tambakrejo melakukan kegiatan sedekah laut setiap tahun sebagai bentuk syukur masyarakat terhadap berkah laut yang melimpah. Waktu pelaksaaan tradisi ini adalah pada bulan Agustus yang merupakan puncak panen raya ikan. Kegiatan ini sudah dilaksanakan secara turun temurun dan tetap dipertahankan. Pengetahuan masyarakat mengenai kepemelikan laut dilihat dari sifat sumber daya, wilayah perairan itu secara de facto sebagai sumberdaya akses terbuka dengan hak-hak kepemilikan bersama. Pengetahuan lokal lain yang diterapkan oleh nelayan adalah pengetahuan tanggal berdasarkan posisi dan cahaya bulan. Nelayan mengelompokkan dua waktu dalam satu bulan, yaitu: 1) petengan, waktu untuk menangkap ikan dan 2) padangan, waktu untuk beristirahat karena sulit ikan. Jika dihubungkan dengan ilmu astronomi, petengan adalah waktu fase bulan sebelum purnama sedangkan padangan adalah fase bulan purnama ketika bulan bercahaya terang. Masyarakat lokal mengetahui bahwa ikan hiu merupakan salah satu spesies ikan yang dilindungi. Kurangnya sosialisasi mengenai jenis-jenis ikan yang dilindungi menjadi salah satu penyebab masih adanya nelayan yang menangkap ikan hiu. Selain itu, usaha pembuatan kapsul minyak hati ikan hiu juga membuat penangkapan hiu jenis tertentu masih terjadi. Masyarakat mengaku mengetahui bahwa ikan hiu dilindungi oleh pemerintah namun mereka tidak paham jenis hiu yang tidak boleh ditangkap. Selain itu, ikan hiu yang tersangkut di jala maupun mata pancing nelayan akan tetap dibawa pulang sebab ikan hiu mudah mati sehingga masyarakat lokal beranggapan daripada mati di laut lebih baik dimanfaatkan. Masyarakat menggunakan jala dan pancing sebagai alat penangkapan ikan sehingga tidak akan merusak lingkungan. Peraturan yang diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat tidak menjadikan agama sebagai patokan. Sebagian besar penduduk Desa Tambakrejo memeluk agama nasrani, tetapi hal tersebut tidak berpengaruh terhadap kehidupan bermasyarakat penduduk desa. Masyarakat memilih sistem kekeluargaan dan saling menghargai antar umat beragama sehingga kerukunan hidup tercapai. Hal utama yang masyarakat lakukan agara tetap hidup rukun antar umat beragama adalah dengan menerapkan tepo slira. Tepo slira merupakan Bahasa Jawa yang artinya merujuk pada istilah tenggang rasa atau toleransi. Ketika hari minggu tiba, masyarakat khususnya nelayan yang beragama Kristen tidak melaut karena diyakini bahwa hari minggu sebagai hari kebaktian dan tidak digunakan untuk mencari uang. Jika dipaksakan berangkat ke laut, maka nelayan tidak akan mendapatkan hasil tangkapan. Sistem ekonomi yang berlaku di dalam komunitas nelayan Tambakrejo adalah sistem bagi hasil. Besarnya upah bagi hasil tergantung pada produktivitas ikan. Jumlah ABK dalam satu kali kegiatan melaut tergantung pada kapal yang digunakan. Jenis kapal yang umumnya digunakan nelayan Sendang Biru adalah Kapal Sleret, Kapal Sekoci dan Kapal Payang. Kapal Sleret berangkat melaut
27 setiap hari, dari pukul 14.00 sampai pukul 08.00 keesokan harinya. Jumlah ABK untuk jenis kapal ini adalah 25 sampai 42 orang. Kapal Sleret menggunakan jaring sebagai alat tangkap ikan dan ditarik secara manual (tenaga manusia) sehingga jumlah ABK yang diperlukan cukup banyak. Sistem bagi hasil untuk Kapal Sleret adalah 50% untuk juragan di darat dan 50% untuk ABK. Kapal sekoci merupakan kapal tangkap yang terdiri dari dua kapal. Berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal, kapal pertama dinamakan kapal induk sedangkan kapal kedua sebagai penarik. Kapal sekoci menggunakan alat tangkap berupa pancing. Pancing tersebut berupa senar pancing yang dikendalikan secara manual menggunakan tenaga manusia. Dalam satu senar pancing terdapat lebih dari satu macam pancing tergantung tenaga ABK yang mengendalikan senar pancing tersebut. Jumlah ABK kapal tersebut adalah 4-5 orang. Kapal beroperasi 8-14 hari dalam satu bulan dalan satu trip. Dalam satu kali trip, Kapal Sekoci bisa membawa hasil tangkapan sampai 12 ton ikan. Sistem upah yang diterapkan untuk kru Kapal Sekoci adalah 40% untuk juragan di darat dan 60% untuk ABK dari hasil bersih produksi ikan. Payang adalah pukat kantong yang digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan (pelagic fish). Terdapat dua sayap yang berguna untuk menakut-nakuti dan menggiring ikan untuk masuk ke dalam pukat kantong. Pukat kantong tersebut akan ditarik ke arah kapal jika ikan sudah terperangkap di dalam payang. Sistem bagi hasil yang diterapkan untuk kapal payang adalah 70% dari hasil tangkapan untuk juragan di darat dan 30% untuk juragan (ABK) di laut. Jumlah kru kapal payang adalah 25-30 orang. Juragan didarat mendapatkan hasil yang lebih besar karena menanggung semua biaya operasional, retribusi, kuli angkut, pengambak, dan lawuhan 2 . Tabel 4 menyajikan sistem bagi hasil dan jumlah kru setiap kapal dalam satu kali trip. Menurut Qurrata (2014), dalam sistem bagi hasil di semua alat tangkap, upah tidak langsung diberikan juragan darat kepada pandega3 tetapi upah tersebut akan di total dari beberapa trip yang dilakukan, hal ini disebut juga totalan. Istilah totalan mengacu pada sistem penyimpanan upah bagi nelayan. Hasil penjualan ikan akan disimpan oleh juragan kapal. Pandega mengetahui nominal penjualan berupa nota. Pengambilan upah nantinya bisa dilakukan ketika totalan, yaitu ketika musim panen raya akan berakhir atau ketika kru kapal membutuhkan. Nelayan andon biasanya akan mengambil upah mereka ketika masa totalan tiba dan saat itu juga nelayan andon 4 akan pulang ke daerah asal mereka masingmasing. Sedangkan pada nelayan local, pengambilan upah biasanya dilakukan ketika sedang membutuhkan. Umumnya nelayan local mengambil upah mereka setelah tiga kali trip. Sistem pembagian upah seperti ini dilakukan juragan darat agar bias mengikat pandega untuk tetap bekerja sebagai ABK juragan tersebut.
Jatah pungutan ikan untuk penjaga kapal (satuan basket) Kru yang bertugas menangkap ikan (ABK) 4 Berdasarkan KEP.13/MEN/2004, nelayan andon adalah nelayan yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut dengan menggunakan kapal perikanan berukuran tidak lebih dari 30 (tiga puluh) Gross Tonnage (GT) atau mesinnya berkekuatan tidak lebih dari 90 (Sembilan Puluh) Daya Kuda (DK) dengan daerah penangkapan yang berubah-ubah atau berpindah-pindah sehingga nelayan tersebut berpangkalan atau berbasi sementara waktu atau dalam waktu yang relatif lama di pelabuhan perikanan di luar daerah asal nelayan tersebut. 2 3
28 Tabel 3. Sistem Bagi Hasil Nelayan Berdasarkan Alat Tangkap yang Digunakan Komponen Kapal Sleret Mekanisme Hasil tangkapan perhitungan bagi total dikurangi hasil kotor modal operasional, retribusi, kuli angkut, pengambak, dan lawuhan Sistem Bagi Hasil Bersih Juragan Darat Juragan Laut (ABK) Jumlah ABK
Kapal Sekoci Hasil tangkapan total dikurangi modal operasional, retribusi, kuli angkut, logistik/ransum, pengambak, dan lawuhan.
Kapal Payang Hasil tangkapan total dikurangi modal operasional, retribusi, kuli angkut, logistik/ransum, dan pengambak.
50%
40%
70%
50%
60%
30%
25-42 orang
4-5 orang
25-30 orang
Kelembagaan masyarakat nelayan Desa Tambakrejo mempunyai empat kelompok nelayan. Keberadaan kelompok nelayan ini untuk mempermudah penyaluran bantuan dari Kementrian Kelautan dan Perikanan. Kegiatan kelompok nelayan tidak terlihat secara nyata. Keberadaan kelompok nelayan masih sebatas penyaluran bantuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan. Menurut penjelasan dari MLD, kegiatan kelompok nelayan belum sepenuhnya berjalan karena faktor kesibukan anggotanya dalam melaut. Berbeda dengan nelayan, penjual warung maupun pedagang kaki lima di sekitar Pantai Sendang Biru dan bakul ikan di TPI mempunyai kelembagaan yang unik. Kelembagaan tersebut adalah kelembagaan menabung setiap hari. Untuk kelompok pedangan di Pantai, kegiatan menabung setiap harinya digunakan untuk liburan bersama komunitas pedagang dan untuk tabungan ketika perayaan besar datang. Satu orang dari kelembagaan pedagang ditunjuk sebagai juru kas yang akan berkeliling setiap hari untuk menarik uang tabungan. Setiap pedagang mengumpulkan Rp10 000,00/hari. Berbeda dengan komunitas pedagang, komunitas bakul ikan melakukan kegiatan menabung setiap hari sebagai salah satu strategi mnyimpan uang. Seorang bakul ikan menabungkan Rp100 000,00 setiap hari dan akan terkumpul sekitar Rp36 000 000/tahun. Uang hasil tabungan tersebut dikumpulkan kepada bendahara komunitas yang ditunjuk secara informal. Uang tabungan tersebut dibagikan ketika Hari Raya Idul Fitri datang. Setiap orang akan dipotong Rp1 000 000,00 pertahun sebagai upah bendahara. Bakul ikan menggunakan uang tabungan tersebut untuk dibagikan sebagai angpao untuk anak dan cucu. Sebagian lagi disimpan dalam bentuk emas sebagai tabungan jangka panjang. Pada dimensi politik tidak ditemukan pemimpin informal yang diidolakan masyarakat. Pemimpin informal yang ada sebatas juragan kapal yang membawahi beberapa ABK. Pemimpin formal tingkat desa dipimpin oleh kepala desa yang dipilih melalui pemilihan desa.
29 Ikhtisar Dari keseluruhan pengamatan terhadap nelayan berdasarkan alat tangkapnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa Nelayan Sendang Biru melakukan kegiatan penangkapan ikan maksimal 15-20 hari dalam satu bulan. Hal ini terikat pada masa petengan 5 dan padangan 6 . Nelayan merupakan komunitas yang rentan terhadap perubahan musim. Musim melautnya nelayan terbagi menjadi dua yaitu musim panen raya dana musim paceklik (baratan 7 ). Musim panen raya terjadi ketika musim kemarau datang (perkiraan terjadi bulan April-Oktober). Sedangkan musim paceklik (baratan) terjadi ketika musim hujan mulai datang yang menyebabkan gelombang laut tinggi. Pertimbangan ketika melaut pada musim hujan adalah ketersediaan ikan yang sedikit serta gelombang yang tinggi dapat mengancam keselamatan jiwa nelayan. Perkiraan datangnya musim hujan adalah bulan November- Maret. Menurut penuturan SKR yang merupakan salah satu nelayan alat tangkap Sleret, puncak musim hujan dengan gelombang tinggi adalah ketika Imlek 8 berlangsung dan mulai reda ketika perayaan Cap Go Meh 9 . Perhitungan masa-masa yang disebutkan merupakan perhitungan berdasarkan pengetahuan masyarakat lokal serta tanda-tanda alam. Perhitungan berdasarkan bulan masehi masih dalam perkiraan karena musim yang terjadi di Indonesia sulit diprediksi kedatangannya akibat terjadinya global warming.
Petengan adalah ketika tanggal muda di Penanggalan Jawa (Qomariyah) antara tanggal 1- 15 (datangnya bulan purnama) 6 Padangan adalah datangnya bulan purnama. Langit akan terang sehingga ikan tidak akan tertarik dengan lampu kapal. Hal ini membuat nelayan tidak mendapatkan tangkapan. 7 Musim baratan adalah musim berhembusnya angin muson barat yang bersinergi dengan datangnya musim hujan. Angin musonn barat merupakan agen pembawa musim hujan, angin tersebut berhembus dari Benua Asia melewati Indonesia ke Benua Australia. 8 Perayaan tahun baru bagi masyarakat keturunan Tionghoa (baik yang beragama Kong Hu Cu maupun tidak) dan identik dengan musim angin di Indonesia sehingga pada perayaan tersebut biasanya banyak diadakan lomba kincir angin. 9 Salah satu hari raya masyarakat yang beragama Kong Hu Cu beserta keturuan Tiong Hoa yang diperingati dua minnggu setelah perayaan tahun baru Imlek. 5
30
31
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL RESPONDEN Pembahasan ini menguraikan tentang profil perempuan nelayan dan perannya dalam peningkatan pendapatan keluarga. Pada penelitian ini, profil perempuan nelayan dilihat dari faktor internal dan faktor eksternal yang berpengaruh terhadap keputusan dalam melakukan strategi nafkah. Faktor internal tersebut berkaitan dengan profil demografi dan profil rumah tangga perempuan nelayan. Sedangkan faktor eksternal perempuan nelayan merupakan faktor yang tidak melekat secara identitas dalam diri perempuan nelayan yang meliputi: hubungan kekerabatan, ikatan patron- client serta dukungan sosial yang diperoleh perempuan nelayan. Faktor Internal Responden Faktor internal responden dibagi menjadi dua bagian, yaitu: profil demografi perempuan nelayan dan profil rumah tangga perempuan nelayan. Faktor internal merupakan variabel yang melekat dalam diri responden. Profil Demografi Responden Profil demografi responden meliputi usia responden, asal etnik responden, tingkat pendidikan, jenis/status pekerjaan dan pendapatan yang diperoleh perempuan nelayan dalam kegiatan membantu mencari nafkah bagi keluarganya. Faktor demografi ini berkaitan dengan pemilihan jenis pekerjaan yang diambil oleh responden. Berikut ini merupakan penjelasan untuk setiap komponen profil demografi perempuan nelayan. Usia Responden merupakan perempuan nelayan yang melakukan kegiatan produktif untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga nelayan. Sebagian besar responden melakukan kegiatan produktif sebagai bakul ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Profesi sebagai bakul ikan tidak memerlukan kompetensi khusus sehingga profesi tersebut tidak terikat tingkat pendidikan. Usia responden dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: Muda (18-30 tahun), Dewasa (31-50 tahun) dan Tua (>50 tahun). Menurut data profil desa, usia produktif penduduk Desa Tambakrejo adalah 18-56 tahun. Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 2.110 jiwa penduduk laki-laki dan 1.601 jiwa penduduk perempuan berusia 18-56 tahun yang bekerja secara produktif. Dari data penelitian diperoleh bahwa 8 orang responden masuk ke dalam kategori Muda, 12 orang responden masuk ke dalam kategori Dewasa dan 10 orang responden masuk ke dalam kategori Tua. Tabel 4 menyajikan jumlah dan presentase usia responden. Seluruh responden merupakan perempuan nelayan yang telah menikah. Dari tiga puluh responden, terdapat tiga responden yang berstatus janda. Responden yang berstatus janda dibagi menjadi dua yaitu: cerai dan cerai mati. Terdapat satu responden yang masuk ke dalam kategori usia muda dengan status janda cerai dan dua orang responden kategori usia tua dengan status janda ditinggal meninggal
32 suaminya. Dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga, ketiga responden tersebut bertindak sebagai kepala keluarga dan tulang punggung utama rumah tangga. Tabel 4. Jumlah dan Persentase Usia Responden Kategori Muda Dewasa Tua Total
Jumlah (jiwa) 8 12 10 30
Persentase (%) 26,7 40,0 33,3 100
% kumulatif 26,7 66,7 100,0
Etnik Asal Desa Tambakrejo merupakan salah satu desa yang berpenduduk multi etnik. Hal ini dapat dilihat pada buku profil desa, persentase etnik penduduk di Tambakrejo adalah sebesar 88,50% penduduknya merupakan penduduk dengan Etnis Jawa, 6,84% merupakan penduduk dengan Etnik Bugis dan sisanya sebesar 4,66% merupakan penduduk dengan Etnik Madura. Dari data penelitian, sebagian besar responden merupakan penduduk desa dengan etnik Jawa. Ada pun perolehan responden berdasarkan asal etnik akan disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Jumlah dan Persentase Etnik Asal Responden Kategori Jawa Bugis Madura Total
Jumlah (jiwa) 25 4 1 30
Persentase (%) 83,3 13,3 3,3 100
% Kumulatif 83,3 96,7 100
Dari Tabel 5 diketahui bahwa ada 25 orang responden dengan Etnik Jawa. Adapun Etnik Jawa yang melekat pada responden ada dua, yaitu: Etnik Jawa Pribumi dan Etnik Jawa Pendatang. Etnik Jawa pribumi merupakan masyarakat jawa asli yang tinggal di Dessa Tambakrejo sedangkan Etnik Jawa Pendatang adalah warga Etnik Jawa yang berasal dari luar Desa Tambakrejo. Banyaknya Etnik Jawa Pendatang disebabkan oleh keberadaan dan aktivitas nelayan andon di Desa Tambakrejo. Nelayan-nelayan andon ini ada yang menetap bersama keluarga dari daerah asal mereka dan ada pula yang menikah dengan penduduk asli. Selain itu, adanya nelayan Tambakrejo yang menikah dengan perempuan dari luar desa lalu tinggal dan menetap di Tambakrejo. Pada umumnya, responden dengan Etnik Jawa Pribumi maupun pendatang tidak mempunyai perbedaaan secara signifikan karena Etnik Jawa secara garis besar mempunyai budaya yang cenderung sama. Responden dengan Etnik Bugis berjumlah empat jiwa. Responden tersebut merupakan responden yang datang ke Sendang Biru bersama dengan suami yang merupakan nelayan andon. Ketika musim paceklik datang, mereka akan kembali ke daerah asal mereka. Pada bulan November, Penduduk dengan Etnis Bugis mulai berkemas untuk segera meninggalkan Sendang Biru. Bulan tersebut merupakan awal berlangsungnya musim paceklik. Hujan mulai sering datang dan ketersediaan ikan mulai menurun.
33 Responden dengan Etnis Madura terdapat satu jiwa. SRH yang merupakan penduduk yang datang dan menetap di Sendang Biru sejak 35 tahun yang lalu (tahun ketika penelitian dilakukan). Berbeda dengan etnis pendatang lainnya, SRH sebagai etnis pendatang mengaku tidak pulang kampung ke daerah asalnya ketika paceklik. SRH tinggal dan menetap di Sendang Biru dan berkunjung ke daerah asal ketika Hari Raya Idul Fitri. Kegiatan berkunjung SRH ke daerah asal tidak dilakukan secara rutin setiap tahun. Berikut penuturan SRH. Saya asli Madura mbak. Suami saya juga orang Madura. Anak saya sudah pada besar-besar dan sudah ada yang menikah. Jadi gantian mereka yang jengukin orangtuanya disini. Saya juga sudah tua, sudah jarang pulang ke Madura. Kadang setahun sekali, kadang blas10. Tingkat Pendidikan Pada pembahasan ini, akan dipaparkan tingkat pendidikan responden yang diukur berdasarkan lama sekolah (tahun sukses) responden mendapatkan pendidikan informal. Kategori tingkat pendidikan dibagi menjadi tiga, yaitu: rendah, sedang dan tinggi. Tahun sukses dihitung dengan menghitung lama bersekolah dengan tetap mempertimbangkan jenjang pendidikan responden. Misal untuk responden ELN yang mengaku tidak mempunyai ijazah sekolah sama sekali. Responden ELN bisa dikatakan sebagai responden tidak tamat sekolah dasar. Kemudian respoden ELN mengatakan pernah sekolah sampai kelas tiga SD, lalu putus sekolah. Dari pernyataan tersebt dapat dikatakan tahun sukses responden adalah tiga tahun. Contoh lain: Responden SPM menyatakan pernah sekolah sampai kelas dua SMP namun pernah tidak naik kelas tiga kali. Namun demikian yang dihitung adalah setiap tingkatan kelas yang dilalui responden bukan lamanya responden mendapatkan pendidikan. Maka dari itu responden SPM mempunyai tahun sukses 8 tahun pendidikan. Berikut ini merupakan Tabel 6 yang menyajikan Jumlah dan persentase tingkat pendidikan responden. Tabel 6. Jumlah dan Persentase Tingkat Pendidikan Kategori Rendah (0-6 tahun) Sedang (7-12 Tahun) Tinggi (>12 tahun) Total
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
% Kumulatif
21
70
70
9
30
100
0
0
100
30
100
Dari Tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar responden merupakan penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Terdapat 70,0% responden yang termasuk ke dalam kategori penduduk dengan tingkat pendidikan rendah. Dari 21 responden tersebut terdapat 12 jiwa responden yang masuk ke dalam kategori pendidikan rendah yang tidak memiliki ijazah sekolah dasar. Sedangkan 9 jiwa 10
Tidak sama sekali
34 merupakan responden yang memiliki ijazah sekolah dasar. Dari 12 responden yang tidak tamat sekolah dasar, terdapat satu responden yang tidak pernah mengikuti pendidikan formal. Dari segi usia, responden tersebut merupakan responden dengan kategori usia tua. Menurut penuturan KDR, jaman dahulu anak perempuan jarang yang pergi sekolah karena harus membantu ibunya bekerja produktif dan reproduktif. Responden dengan kategori tingkat pendidikan sedang berjumlah 9 jiwa. Dari 9 jiwa tersebut terdapat 6 jiwa merupakan responden dengan tingkat pendidikan sedang dengan ijazah sekolah menengah pertama, 2 jiwa responden pendidikan sedang yang tidak tamat sekolah menengah pertama dan satu jiwa responden yang mempunyai ijazah sekolah menengah atas. Jenis Pekerjaan Jenis/status pekerjaan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: on farm, off farm dan non farm. Pembagian kategori berdasarkan sector yang ditekuni oleh responden. Sektor on farm merupakan kegiatan yang bergerak di sektor produksi pertanian. Dalam hal ini yang dimaksud adalah pertanian dalam artian perikanan yang meliputi usaha menangkap ikan dan sumberdaya kelautan lainnya, usaha budidaya perikanan, rumput laut serta sumberdaya kelautan lainnya serta pemeliharaan tambak. Sektor on farm menangkap ikan di laut tidak dilakukan oleh perempuan Sendang Biru karena perempuan dianggap tabu jika turut dalam proses penangkapan ikan di laut. Sektor off farm merupakan kegiatan produktif yang bergerak pada pengelolaan pasca produksi. Sektor off farm meliputi pemasaran dan pengolahan hasil tangkapan dan sumberdaya kelautan lainnya, serta pengolahan limbah hasil tangkapan (kulit kerang, tempurung penyu) dan sumberdaya kelautan lainnya. Sedangkan sektor off farm merupakan sektor di luar kegiatan pertanian dalam arti luas. Kegiatan produktif di sektor off farm meliputi PNS, AKABRI, Pramuniaga, TKI, serta sektor informal lainnya. Tabel 7. Jumlah dan Persentase Status Pekerjaan Responden Kategori On Farm Off Farm Non Farm Total
Jumlah (jiwa) 1 18 11 30
Persentase (%) 3,3 60 36,7 100,0
% Kumulatif 3,3 63 100
Dari Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa hanya ada satu responden yang melakukan kegiatan di sektor on farm. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan ransum kapal. Kegiatan ini dikategorikan sebagai kegiatan on farm karena ransum kapal merupakan kegiatan yang berhubungan dengan persiapan produksi ikan (penangkapan ikan). Ransum ikan masuk ke dalam pemenuhan logistic ABK. Dari 30 jiwa responden, terdapat 18 jiwa yang melakukan kegiatan usaha di sektor off farm. Kegiatan tersebut meliputi: bakul ikan dan membantu di pelelangan. Pilihan pekerjaan sebagai bakul ikan merupakan yang paling banyak dipilih oleh responden yang masuk ke dalam kategori off farm. Hal ini terjadi karena pekerjaan sebagai bakul ikan merupakan pekerjaan yang tidak
35 membutuhkan kemampuan khusus. Dari 18 responden yang termasuk ke dalam kategori off farm terdapat satu jiwa reponden yang melakukan kegiatan produktif sebagai tenaga di pelelangan ikan. Kegiatan di pelelangan ikan meliputi kegiatan bongkar muatan kapal, penimbangan muatan kapal, penentuan harga tangkapan dan pendistribusian hasil tangkapan. Responden SY membantu kegiatan pencacatan dan pembukuan di pelelangan. Pencatatan dan pembukuan yang dilakukan oleh SY adalah hasil timbangan tangkapan dan penentuan lelang harga ikan. Responden yang masuk ke dalam kategori pilihan pekerjaan sektor non farm terdapat 11 jiwa. Kegiatan non farm tersebut meliputi: penjual sembako, pedagang warung, penjual gorengan, dan TKW. Responden yang bekerja sebagai penjual sembako sebanyak satu jiwa. Responden tersebut mempunyai toko kelontong yang menyediakan kebutuhan sembako dan kebutuhan lainnya. Toko tersebut berukuran 6 m x 4 m yang didalamnya terdapat etalase-etalase yang memajang kebutuhan pokok. Toko tersebut merupakan salah satu destinasi ABK untuk melakukan cash bon kebutuhan logistik ketika akan pergi melaut. Kebutuhan logistik tersebut meliputi: beras, gula, kopi, teh, rokok, sabun, sampo,garam dan kebutuhan lainnya. Responden yang melakukan kegiatan produktif sebagai pedagang warung berjumlah 7 jiwa. Dari 7 jiwa responden tersebut terdapat dua responden yang memiliki warung agak jauh dari pantai, sedangkan lima responden yang lainnya membuka warung dekat dengan pantai. Responden yang membuka warung jauh dari pantai menjual kebutuhan pangan berupa bahan makanan yang kering dan mentah serta snack dan minuman kemasan. Berbeda dengan yang membuka warung jauh dari pantai, lima reponden yang membuka warung dekat dengan pantai selain menyediakan makanan kering berupa snack dan minuman kemasan, mereka juga menyediakan makanan basah dan minuman adukan. Dari lima responden tersebut, terdapat dua responden yang sekaligus menjual ikan segar di warung mereka. Pekerjaan lain yang dilakukan oleh responden adalah sebagai penjual gorengan sebanyak satu jiwa dan sebagai TKI di Malaysia sebanyak satu jiwa. Responden yang bekerja menjual gorengan hanya melakukan kegiatannya pada akhir pekan dan hari libur. Hal ini dilakukan karena pada hari biasa responden sepi pembeli sehingga akan merugi. Pada akhir pekan dan hari libur, Wanawisata Sendang Biru dan Pulau Sempu akan banyak pengunjung sehingga ini menjadi target penjualan gorengan responden. Sedangkan responden yang memilih menjadi TKW di Malaysia telah bekerja sebagai pembantu rumah tangga di negara tersebut selama 8 tahun. Selama delapan tahun NN mengaku baru pulang dua kali ke Indonesia. Hal ini dilakukan demi mempertahankan majikan. Umunya lama kontrak sebagai TKW adalah 2 tahun. Jika sudah bekerja selama dua tahun, TKW boleh melakukan perpanjangan kontrak atau pulang kembali ke Indonesia. Akan tetapi NN lebih memilih memperpanjang kontrak daripada kembali ke Indonesia. Ketika pulang ke Indonesia dan ingin kembali menjadi TKW belum tentu bisa menemukan majikan seperti sebelumnya. Hal tersebutlah yang menjadi pertimbangan utama mengapa lebih memilih memperpanjang kontrak kerja.
36 Pendapatan Pendapatan responden diukur dari input yang diperoleh responden dari hasil melakukan kegiatan produktif. Kategorisasi pendapatan dibagi menjadi 3, yaitu: rendah, sedang dan tinggi yang mengacu pada besaran UMR (upah minimum regional) Kab. Malang tahun 2014. Responden dengan tingkat pendapatan di kisaran UMR dimasukan ke dalam kategori pendapatan sedang sedangkan responden dengan tingkat pendapatan di atas UMR dimasukan ke dalam kategori tinggi. Responden dengan tingkat pendapatan rendah merupakan responden dengan pendapatan dibawah Rp 500 000/bulan. Responden dengan tingkat pendapatan sedang adalah responden dengan pendapatan di atas Rp 500 000/bulan - Rp 1 500 000/bulan. Dan responden dengan tingkat pendapatan tinggi adalah responden dengan pendapatan di atas Rp 1 500 000/bulan. Tabel 8 berikut menyajikan jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatannya. Tabel 8. Jumlah dan Persentase Tingkat Pendapatan Responden Kategori Rendah (≤Rp 500 000) Sedang (Rp 500 000 < x ≤ Rp 1 500 000) Tinggi ( > Rp 1 500 000) Total
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
5
16,7
16,7
2
6,7
23,3
23
76,7
30
100
% Kumulatif
100
Dari Tabel 8 terlihat sebagian besar responden (76,6%) merupakan responden dengan tingkat pendapatan tinggi. Terdapat 15 responden dengan pendapatan rata-rata Rp 3 000 000,00 /bulan. Responden dengan pendapatan sebesar Rp 2 000 000,00/bulan dan Rp 2 500 000,00/bulan masing masing berjumlah 1dan 2 orang. Nilai tertinggi jumlah pendapatan responden kategori tinggi adalah Rp 6 000 000,00/bulan sebesar 1 jiwa. Sedangkan responden dengan pendapatan Rp 4 000 000,00/bulan dan Rp 4 500 000,00/bulan masing-masing berjumlah 2 jiwa. Umumnya responden dengan tingkat pendapatan tinggi merupakan responden yang berprofesi sebagai bakul ikan di TPI. Dari 23 jiwa responden yang masuk ke dalam kategori pendapatan tinggi terdapat 17 jiwa responden yang berprofesi sebagai bakul ikan. Responden dengan tingkat pendapatan sedang terdapat 2 responden. Responden dengan pendapatan Rp 1 200 000,00 berjumlah satu jiwa merupakan responden yang berprofesi sebagai pedagang warung di pinggir pantai. Dagangan responden akan ramai pembeli ketika akhir pekan atau musim liburan. Sedangkan 1 responden dengan kategori pendapatan sedang adalah responden yang berprofesi sebagai tenaga pembantu di pelelangan. Pendapatan rata-rata yang diperoleh responden tersebut adalah Rp 1 500 000,00/bulan. Responden dengan tingkat pendapatan rendah berjumlah lima jiwa dengan pendapatan Rp 300 000,00/bulan sebanyak 1 orang, Rp 500 000/bulan sebanyak 2 orang dan Rp 6 00 000,00/bulan sebanyak 2 orang. Dari angka tersebut diketahui bahwa profesi yang dilakukan oleh responden adalah satu responden sebagai
37 penjual gorengan, satu responden sebagai bakul ikan, satu responden sebagai penjual pakaian, dan dua respoden sebagai pedagang warung. Profesi sebagai penjual pakaian menjadi profesi yang menghasilkan pendapatan paling kecil yaitu Rp 300 000,00/bulan. pendapatan ini dihitung berdasarkan laba bersih penjualan pakaian selama satu bulan di luar penjualan pakaian di hari-hari perayaan tertentu. Sistem penjualan yang diterapkan adalah kredit dengan bunga 15% dari harga kontan barang. Pencicilan kredit dilakuakn setiap hari kamis setiap minggunya. Penjualan pakaian di hari-hari perayaan tertentu, misalnya perayaan hari raya Idul Fitri dan Natal, akan lebih besar mendatangkan profit bagi responden. Pemasukan yang diperoleh ketika hari tersebut bisa sampai 10x lipat dari hari biasa. TK menjelaskan bahwa di hari perayaan tersebut masyarakat akan berantusias membeli pakaian baru. Kalo lagi Lebaran sama Natal itu penjualan bisa sampe 10 kali mbak. Ada yang kontan dan ada yng nyicil juga. Apalagi kalo ada model (desain baju) baru, itu yang pesen banyak mbak. Mulai dari anak-anak sampe nenek-nenek yang beli baju di saya. Tapi kalo sepi ya begini mbak, sebulan ada 10 orang yang beli ya wes lumayan buat belanja lawuh (lauk) mbak. Responden dengan pendapatan Rp500 000,00/bulan adalah responden yang berprofesi sebagai bakul ikan dan pedagang warung. Berbeda dengan responden bakul ikan yg lain, MRT merupakan responden yang berprofesi sebagai bakul ikan dengan pendapatan rendah. MRT merupakan bakul ikan yang menggelar dagangannya dibawah pohon di pinggir pantai. Profil Rumah Tangga Latar Belakang Etnik Ayah/ Ibu /Keluarga Pembahasan ini menjelaskan mengenai pengaruh etnik yang dominan di dalam keluarga yang berhubungan dengan keputusan bekerja peremuan pesisir. Kategori etnik dominan keluarga dibagi menjadi empat kategori, yaitu Jawa, Bugis, Madura dan Etnik lainnya. Pengkategorian berdasarkan buku Profil Desa Tambakrejo 2012 mengenai Potensi Sumber Daya Manusia Keberagaman Etnis di Tambakrejo. Tabel 9 berikut menyajikan jumlah dan persentase responden berdasarkan etnik keluarga. Tabel 9. Jumlah dan Persentase Latar Belakang Etnik Keluarga Kategori Jawa Bugis Madura Lain-lain Total
Jumlah (jiwa) 25 1 3 1 30
Persentase (%) 83,3 3,3 10,3 3,3 100
% Kumulatif 83,3 86,7 96,7 100
Dari data Tabel 9 diperoleh bahwa sebesar 83,3% latar belakang etnik keluarga responden adalah Etnik Jawa. Terdapat 25 responden dengan latar belakang Etnik Jawa. Jumlah tersebut sama dengan jumlah sebaran responden berdasarkan Etnik Asal responden. Namun terdapat lima responden yang berbeda
38 antara Etnik Asal dengan Etnik Keluarganya. Hal ini terjadi karena adanya perkawinan beda etnik. Responden Etnik Jawa yang mempunyai latar belakang keluarga Etnik Jawa terdapat 22 responden. Kemudian responden dengan Etnik Jawa yang mempunyai latar belakang etnik keluarga berbeda terdapat tiga responden. Dari ketiga responden tersebut diketahui bahwa satu responden Etnik Jawa mempunyai latar belakang etnik keluarga dari Etnik Bajo dan dua responden Etnik Jawa dengan latar belakang etnik keluarga dari Madura. Selain itu terdapat tiga responden bukan Etnik Jawa yang mempunyai latar belakang etnik keluarga Etnik Jawa. Ketiga responden merupakan responden dengan Etnik Bugis. Tabel 10 menyajikan data latar belakang etnik keluarga responden dari Etnik Jawa, Bugis, Madura dan Lainnya, dari hasil penelitian merujuk pada Etnik Bajo. Terdapat satu responden dengan latar belakang etnik keluarga Etnik Bugis , satu responden dengan latar belakang etnik keluarga Etnik Bajo dan tiga responden dengan dengan latar belakang etnik keluarga Etnik Madura. Responden dengan latar belakang etnik keluarga Etnik Bugis merupakan responden dengan Etnik Bugis. Sedangkan responden dengan latar belakang etnik keluarga Etnik Bajo merupakan responden dengan Etnik Jawa. Tiga responden yang berlatar belakang etnik keluarga dari Etnik Madura tebagi menjadi dua, yaitu dua responden dengan Etnik Jawa dan satu responden dengan Etnik Madura. Agar lebih mudah memahami penjelasan tersebut, berikut tabel yang menyajikan jumlah dan persentase etnik berdasarkan asal responden dan latar belakang etnik keluarga responden. Tabel 10. Jumlah dan Persentase Rumah Tangga Berdasarkan Etnik Asal dan Latar Belakang Keluarga Responden Etnik Asal Jawa Bugis Madura Jumlah
Jawa 22 3 0 25
Latar Belakang Etnik Keluarga Bugis Madura 0 2 1 0 0 1 1 3
Bajo 1 0 0 1
Jumlah 25 4 1
Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah anak/tanggungan mengacu kepada banyaknya orang dalam satu keluarga nelayan yang menjadi beban kebutuhah rumah tangga. Jumlah tanggungan tersebut dapat berupa anak, orangtua, saudara maupun anggota keluarga lain yang tinggal dan menetap dalam keluarga tersebut. Kategori jumlah anggota rumah tangga dibagi menjadi tiga, yakni: kecil,sedang dan tinggi. Jumlah anggota rumah tangga tiap-tiap kategori adalah 1-3 jiwa termasuk ke dalam kategori rendah, 4-6 jiwa termasuk ke dalam kategori sedang dan lebih 6 jiwa termasuk ke dalam kategori tinggi. Tabel 11 berikut menyajikan data penelitian mengenai jumlah dan persentase anggota rumah tangga responden. Dari data penelitian diketahui bahwa sebanyak 14 responden yang tinggal di dalam rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga tergolong kecil yakni 1-3 orang. Responden dengan jumlah anggota rumah tangga kecil mempunyai dua kemungkinan. Pertama, rumah tangga responden dengan jumlah anggota rumah
39 tangga 2 orang. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga terbagi menjadi dua, yaitu: rumah tangga yang terdiri dari suami-istri dan rumah tangga yang terdiri dari ibu-anak. Rumah tangga yang terdiri dari suami-istri terdapat 5 responden, sedangkan rumah tangga yang terdiri dari ibu-anak terdapat 1 responden. Kedua, responden dengan jumlah anggota rumah tangga kecil adalah rumah tangga responden dengan jumlah anggota rumah tangga 3 orang. Responden dengan jumlah anggota rumah tangga 3 orang terdapat 8 responden. Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga 3 orang ini semuanya merupakan keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan satu orang anak. Tabel 11. Jumlah dan Persentase Jumlah Anggota Rumah Tangga Kategori Kecil (1-3 jiwa) Sedang (4-6 jiwa) Tinggi (>6 jiwa) Total
Jumlah (jiwa) 14 13 3 30
Persentase (%) 46,7 43,3 10 100
% Kumulatif 46,7 90 100
Rumah tangga responden dengan jumlah anggota rumah tangga sedang terdapat 13 responden. Responden dengan jumlah anggota rumah tangga sedang terdiri dari dua, yaitu rumah tangga responden dengan jumlah anggota rumah tangga 4 orang sebanyak 9 responden dan jumlah anggota rumah tangga 5 orang sebanyak 4 responden. Rumah tangga responden kategori jumlah anggota rumah tangga sedang ini terdiri dari ayah, ibu dan 2 atau 3 anak. Adapun ada tigaresponden yang mempunyai jumlah anggota rumah tangga tinggi dengan anggota keluarga ibu, anak dan cucu. Responden yang demikian merupakan responden yang telah mengalami usia lanjut. Menurut pernyataan yang disampaikan oleh KDR (83 tahun), beliau tinggal bersama dua anak, dua menantu dan dua orang cucu. Mata Pencaharian Utama Keluarga Seluruh responden menyebutkan bahwa mata pencaharian utama rumah tangga responden adalah nelayan. Kepala keluarga rumah tangga responden merupakan nelayan tangkap. Adapun responden yang status pernikahannya bercerai, penggalian informasi dilakukan dengan me recall 11 informasi ketika masih mempunyai suami (kepala keluarga). Responden dengan status pernikahan cerai terdapat tiga respoden. Dua responden merupakan responden usia lanjut yang suaminya meninggal yang disebut cerai mati, sedangkan satu orang responden merupakan responden yang bercerai di usia muda. Responden yang suaminya meninggal memberikan keterangan bahwa ketika suaminya masih hidup, suaminya merupakan nelayan tangkap. Responden melakukan kegiatan produktif untuk membantu suami dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Responden yang bercerai diusi muda menjelaskan bahwa saat ini dia tinggal bersama orangtua responden dengan ayah bertindak sebagai kepala keluarga yang merupakan nelayan tangkap.
11
Mengingat kembali pada kejadian sebelumnya
40 Tabel 12. Jumlah dan Persentase Mata Pencaharian Utama Keluarga Responden Kategori On Farm Off Farm Non Farm Total
Jumlah (jiwa) 30 0 0 30
Persentase (%) 100 0 0 100
% Kumulatif 100 0 0
Tabel 12 menyajikan jumlah dan persentase mata pencaharian utama keluarga respoden yang seluruhnya merupakan nelayan tangkap.Pengertian nelayan adalah orang yang melakukan pekejaan dalam operasi penangkapan ikan di laut, termasuk ahli mesin, ahli lampu, dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan ikan serta mereka yang secara tidak langsung ikut melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan di laut. Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rumah tangga nelayan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : rendah, sedang dan tinggi. Pengolahan data dilakukan berdasarkan data emik di lapangan. Berdasarkan hasil pengolahan data, ditemukan bahwa sebagian besar rumah tangga nelayan mempunyai tingkat pendapatan rata-rata perbulan yang tinggi. Sebesar 50% responden merupakan rumah tangga dengan pendapatan ratarata di atas Rp5 700 000,00/bulan. Bahkan salah satu responden menyatakan bahwa setiap bulan pendapatan suami ketika musim panen tuna bisa mencapai angka Rp500 000 000/bulan. Kepala keluarga dari responden tersebut merupakan nelayan yang mempunyai kapal besar. Tabel 13 menyajikan jumlah dan persentase pendapatan rumah tangga responden. Tabel 13. Jumlah dan Persentase Pendapatan Rumah Tangga Responden Kategori Rendah (≤Rp 3 600 000) Sedang (Rp3 600 000 < x ≤ Rp 5 700 000) Tinggi ( > Rp 5 700 000) Total
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
% Kumulatif
6
20
20
9
30
50
15
50
100,0
30
100,0
Dari Tabel 13 diketahui terdapat enam rumah tangga responden termasuk ke dalam kategori rumah tangga dengan tingkat pendapatan rendah yaitu ≤ Rp3 600 000/bulan. Pendapatan rumah tangga terkecil adalah Rp1 300 000/bulan. Mata pencaharian utama rumah tangga responden tersebut adalah nelayan jungkung fiber yang mencari ikan karang. Nilai tertinggi tingkat pendapatan keluarga responden adalah rumah tangga dengan pendapatan Rp503 000 000/bulan dan nilai tersebut menjadi pencilan yang sangat jauh dibanding dengan rumah tangga responden lain yang berkisar pada angka Rp1 300 000 – Rp13 000 000/bulan.
41 Faktor Eksternal Perempuan Nelayan Faktor eksternal perempuan nelayan merupakan faktor-faktor luar yang berhubungan dengan kehidupan rumah tangga nelayan. Faktor-faktor tersebut antara lain: akses terhadap sumberdaya modal, ikatan patron-client dan dukungan sosial yang diperoleh perempuan nelayan dalam kehiduan sosialnya. Pada sub bab akses sumberdaya modal akan dijelaskan tingkat akses perempuan nelayan dalam mengakses sumberdaya modal yang tersedia di sekitar lingkungan tempat tinggal nelayan. Akses sumberdaya modal berhubungan langsung dengan pinjaman, hibah dan pemakaian bersama sarana prasarana penunjang kegiatan produktif nelayan. Kemudian opada sub bab ikatan patron-client dipaparkan tingkat hubungan antara patron (juragan) dengan client (anak buah) dalam komunitas nelayan di pesisir. Ikatan patron-client menentukan tingkat kesalingmembutuhkannya antara patron dan client. Terakhir, pada sub bab dukungan sosial menjelaskan segala bentuk dukungan yang diperoleh perempuan nelayan dari kerabat dekat dan tetangga serta komunitasnya yang membantu dalam kehidupan sosial ekonomi keluarga nelayan. Akses Sumber Modal Pengukuran akses sumberdaya modal responden ditentukan oleh jenis modal yang diterima responden, efektivias modal dan kemudahan akses modal. Pertama, jenis modal yang dimaksud adalah banyaknya bentuk bantuan modal yang bisa diperoleh responden. Jenis modal tersebut adalah pinjaman modal, pinjaman perlengkapan usaha, pinjaman sarana penunjang usaha, hibah modal, hibah peralatan usaha, dan jenis modal lain yang bisa dimanfaatkan oleh responden. Jenis modal dinilai sedikit jika responden hanya dapat memperoleh satu jenis modal saja. Umumnya modal yang diterima responden dalam bentuk uang dengan meminjam ke bank atau meminjam kepada juragan kapal. Responden yang bisa memperoleh dua sampai tiga jenis modal dinilai sebagai jenis modal sedang. Sedangkan responden yang bisa memperoleh lebih dari tiga jenis modal, maka responden tersebut dinilai sebagai jenis modal banyak. Kedua, pengukuran efektifitas modal ditentukan dari tingkat kecukupan sumberdaya modal yang diperoleh responden. Tingkat kecukupan itu adalah kurang, cukup, dan lebih. Ketiga, pengukuran kemudahan akses modal ditentukan dari jarak, transportasi dan waktu yang diperlukan untuk menuju sumberdaya modal. Jarak dibagi menjadi tiga, yaitu: dekat, sedang dan jauh. Jarak dianggap dekat jika responden menyebutkan sumber modal masih didalam satu wilayah (kampung). Kemudian, jarak dianggap sedang jika sumber modal berada di luar kampung (dalam satu desa) serta masih di desa lain yang masih berdekatan dan bisa dijangkau dengan sarana transportasi yang ada. Dari tabel 14 diketahui bahwa mayoritas reponden mempunyai tingkat sedang dalam mengakses sumberdaya modal disekitar tempat tinggalnya. Responden yang tergolong mudah dalam mengakses sumberdaya modal adalah responden yang mempunyai hubungan sangat dekat dengan pemilik modal. Sedangkan responden yang tergolong sulut dalam mengakses sumberdaya modal adalah responden yang rumahnya cukup jauh dari sumberdaya modal dengan sarana transportasi yang terbatas. Keberdaan koperasi simpan pinjam cukup jauh dari desa. Membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan menggunakan sepeda
42 motor untuk sampai pada koperasi yang terletak di luar Desa Tambakrejo tepatnya di Desa Sitiarjo. Tabel 14 berikut menyajikan tingkat akses responden terhadap sumberdaya modal disekitar daerah tempat tinggal responden. Tabel 14. Jumlah dan Persentase Tingkat Akses Sumberdaya Modal Responden Kategori Sulit Sedang Mudah Total
Jumlah (jiwa) 8 21 1 30
Persentase (%) 26,7 70 3,3 100,0
% Kumulatif 26,7 96,7 100
Sumber modal yang sering diakses oleh responden adalah pinjaman bank dalam bentuk uang. Bank yang dimaksud oleh responden mengacu pada bank konvensional, pinjaman koperasi maupun bank keliling. Bank konvensional yang berada di Tambakrejo adalah Teras BRI yang berada di Dusun Sendang Biru. Keberadaan bank tersebut sangat membantu perekonomian masyarakat nelayan di daerah tersebut. Kebutuhan menabung dan meminjam modal menjadi lebih mudah tidak perlu jauh-jauh ke pusat kecamatan yang berada di Sumbermanjing Wetan. Jenis modal lain yang sering dimanfaatkan oleh responden adalah peminjaman sarana prasarana penunjang kegiatan produksi seperti cash bon bahan bakar dan peminjaman alat tangkap. Keterikatan Patron-Client Pengukuran tingkat keterikatan patron-client dilakukan dengan melihat empat hal, yaitu: pertama, hubungan yang terjalin antara patron dengan client. Hubungan yang terjalin dibedakan menjadi dua, yaitu hubungan baik dan hubungan tidak baik atau biasa-biasa saja. Kedua, lama hubungan yang terjalin antara patron dengan client. Lama hubungan tersebut dibagi menjadi dua kategori skor, yaitu berlangsung lama dan berlangsung tidak lama. Ketiga, jumlah bentuk modal yang bisa diakses client terhadap patronnya. Jumlah modal bersifat banyak dan sedikit. Jumlah modal masuk ke dalam kategori banyak jika jumlah modal yang bisa diakses paling sedikit tiga jenis modal yang berbeda. Jumlah modal masuk ke dalam kategori sedikit jika modal yang dapat diakses client lebih sedikit dari tiga jenis modal. Keempat, pengaruh pemilik modal terhadap komunitas. Keberadaan pengaruh patron dibedakan menjadi dua, yaitu: ada pengaruh dan tidak ada berpengaruh. Ikatan patron-client dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu: lemah, sedang dan kuat. Hasil pengukuran masuk ke dalam kategori lemah jika dari keempat aspek pengukuran diperoleh nilai paling rendah yaitu skor 4 maka ikatan patronclient masuk ke dalam kategori lemah. Sebaliknya, jika hasil skoring diperoleh angka paling tinggi yakni 8, maka ikatan patron-client masuk ke dalam kategori kuat. Jika hasil skoring 4<x<8 maka ikatan tersebut masuk ke dalam kategori sedang. Dari hasil penelitian diperoleh sebanyak satu jiwa responden yang mempunyai ikatan patron-client yang lemah. Responden tersebut tidak bergantung pada hubungan patron-client karena responden tidak mempunyai sejarah mengenai patron-client di dalam keluarganya. Suami responden bekerja sebagai
43 nelayan tangkap ikan karang dengan menggunakan perahu jungkung fiber dan secara mandiri melakukan usaha tangkapnya tersebut. Responden mengaku bahwa kebutuhan sebelum melaut ditunjang dari usaha warung dagang responden dan usaha warung responden ditunjang dari hasil tangkap suami. Hal ini berarti bahwa hubungan saling menguntungkan di antara usaha suami dan istri. Sebagian besar hasil tangkapan dijual ke TPI Sendang Biru dan sebagian yang lain sebagai stok dagangan di warung responden. Responden dengan tingkat ikatan patron-client sedang terdapat 25 responden. Sebanyak 20 responden dengan tingkat ikatan patron-client merupakan responden dengan mata pencaharian sebagai bakul ikan. Bakul ikan dengan suami nelayan tidak terlalu bergantung dengan ikatan patron-client karena ikatan tersebut kuat hanya di antara suami dan juragannya. Sedangkan responden dengan tingkat ikatan patron-client kuat terdapat empat jiwa. Tabel 15 menyajikan jumlah dan persentase tingkat ikatan patron-client responden. Tabel 15. Jumlah dan Persentase Tingkat Ikatan Patron-Client Responden Kategori Lemah Sedang Kuat Total
Jumlah (jiwa) 1 25 4 30
Persentase (%) 3,3 83,3 13,3 100
% Kumulatif 3,3 86,7 100
Dukungan Sosial (Kekerabatan, Pertemanan, Keorganisasian) Pengukuran tingkat dukungan sosial dengan melihat tiga aspek, yakni: keberadaan hubungan kekerabatan/pertemanan/keorganisasian, adanya sharing memberikan solusi dan pengaruh dukungan sosial di dalam komunitas. Keberadaan hubungan kekerabatan/pertemanan/keorganisasian dilihat dari kedekatan responden dengan kerabat dekat, tetangga dan teman di komunitasnya. Hubungan yang terjalin tersebut berbentuk dukungan dalam memberi pinjaman modal, rekan pemberi semangat, memberi bantuan tenaga, memberi kritik-saran, memberikan informasi dan segala bentuk dukungan sosial yang diperlukan. Kemudian dengan adanya dukungan sosial tersebut mampu memberikan solusi dalam permasalahan yang dihadapi responden. Berikut ini merupakan tabel 16 yang menyajikan jumlah dan persentase tingkat dukungan sosial sosial yang diperoleh responden di lokasi penelitian. Tabel 16. Jumlah dan Persentase Dukungan Sosial yang Diperoleh Responden Kategori Lemah Sedang Kuat Total
Jumlah (jiwa) 0 18 12 30
Persentase (%) 0 60,0 40,0 100,0
% Kumulatif 0 60,0 100,0
Dari tabel 16 diketahui bahwa tidak satupun responden mempunyai tingkat dukungan sosial yang rendah. Hal ini dikarenakan tingkat solidaritas penduduk
44 desa terhadap tetangga sekitarnya masih besar sehingga kehidupan sosial di lingkungan mamsyarakat masih terjaga. Selain itu, keberadaan saudara kerabat dekat biasanya dekat dengan tempat tinggal respoden. Sebagian besar responden mempunyai tingkat dukungan sosial sedang. Responden dengan tingkat dukungan sosial sedang didominasi oleh bakul ikan. Ketersediaan waktu untuk kegiatan sosial yang rendah membuat bakul ikan disibukkan oleh kegiatan mencari nafkah tambahan dan mengurus rumah tangga. Sebanyak 18 responden dengan tingkat dukungan sosial sedang menyatakan bahwa keberadaan dukungan sosial tidak berpengaruh terhadap akses sumberdaya alam maupun modal di dalam komunitas. Sedangkan responden dengan tingkat dukungan sosial kuat terdapat 14 responden. Responden dengan tingkat dukungan sosial kuat merupakan responden yang bertempat tinggal dekat dengan kerabat dekatnya. Ikhtisar Responden merupakan perempuan dengan mata pencaharian utama keluarganya bergantung pada hasil perikanan tangkap di Sendang Biru. Sebagian besar responden merupakan perempuan dengan tingkat pendapatan di atas Rp1 500 000,00/bulan. Responden yang berpenghasilan paling rendah merupakan responden berprofesi sebagai penjual pakaian sedangkan responden yang berpenghasilan paling tinggi adalah responden yang berprofesi sebagai bakul ikan di TPI. Responden memiliki waktu sangat sedikit untuk melakukan kegiatan sosial. Hal ini dapat dilihat dari profesi responden yang semuanya berada di sektor informal yang menuntut responden mengalokasikan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan mencari nafkah tambahan. Ikatan patron client dan dukungan sosial responden bisa dikatakan sedang karena sebagian besar responden mengaku berhubungan dekat dengan patron dan kerabat sekitar. Akses sumberdaya modal yang dirasakan oleh sebagian besar juga masuk pada kategori sedang karena responden sudah dapat memanfaatkan simpan pinjam pada bank konvensional milik pemerintah.
45
STRATEGI NAFKAH PEREMPUAN NELAYAN Pada bab ini dijelaskan strategi nafkah yang dilakukan responden. Bab ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu: curahan waktu responden, pola nafkah, migrasi dan optimalisasi sumberdaya keluarga. Sub bab curahan waktu responden akan memaparkan besaran waktu yang diluangkan responden alam masing-masing kegiatan reproduktif, produktif dan sosial. Pada sub bab pola nafkah, migrasi dan optimalisasi sumberdaya keluarga menjelaskan strategi nafkah yang dipilih oleh responden. Curahan Waktu Sebagian besar responden meleuangkan waktu yang cukup besar untuk kegiatan reproduktif mengurus rumah tangga dan kegiatan produktif mencari tambahan pendapatan keluarga. Rata-rata responden mengalokasikan waktu lebih dari 10 jam dalam sehari untuk melakukan masing-masing kegiatan reproduktif (domestik) dan produktif. Waktu yang diluangkan untuk kegiatan reproduktif (domestik) dan produktif dihitung dalam jam setiap hari. Sedangkan waktu yang diluangkan untuk kegiatan sosial dihitung dalam jam setiap minggu. Jenis data yang digunakan adalah jenis data ordinal dengan tiga ketgori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Tabel berikut ini menyajikan sebaran responden berdasarkan alokasi waktu kegiatan reproduktif (domestik), produktif dan sosial. Tabel 17. Jumlah dan Persentase Alokasi Waktu Perempuan Pesisir dalam Kegiatan Reproduktif, Produktif dan Sosial Alokasi waktu
Kategori Rendah Sedang Tinggi Jumlah
Reproduktif Produktif Sosial (Domestik) Jumlah (jiwa) % Jumlah (jiwa) % Jumlah (jiwa) 3 10,0 4 13,3 9 23 76,6 24 80,0 17 4 13,3 2 6,7 4 30 100 30 100 30
% 30,0 56,7 13,3 100
Perhitungan rentang kategori dilakukan berdasarkan data emik di lapangan. Rentang waktu untuk kegiatan produktif dan reproduktif setiap kategori alokasi waktu sebagai berikut: 1) Rendah, jika alokasi waktu <11 jam/hari, 2) sedang, jika alokasi waktu 11-13jam/hari dan 3) tinggi, jika alokasi waktu >13 jam/hari. Responden yang meluangkan waktu tinggi dalam kegiatan produktif adalah respoden yang berprofesi sebagai pedagang warung dan TKI. Responden DRT yang berdagang warung menghabiskan lebih banyak waktu untuk melakukan kegiatan mencari tambahan penghasilan karena lokasi warung berada cukup jauh dengan rumah tempat tinggal. Hal ini mengakibatkan waktu DRT lebih banyak berada di warung, yaitu 14 jam/hari. DRT membuka warung pada pukul enam pagi hingga jam delapan malam. Waktu 10 jam beliau pergunakan untuk melakukan kegiatan pemeliharaan rumah tangga dan anak serta untuk istirahat.
46 Sebaran Alokasi Waktu Perempuan Nelayan dalam Kegiatan Produktif 7% 13%
Rendah Sedang Tinggi
80%
Gambar 3. Pie Chart Alokasi Waktu Responden dalam Kegiatan Produktif Responden NN yang berprofesi sebagai TKI di Malaysia (pembantu rumah tangga) mencurahkan 15 jam setiap harinya untuk melakukan kegiatan produktif dalam memelihara rumah tangga dan anak-anak majikannya. Responden NN mempunyai kesempatan untuk pulang ke Indonesia dua tahun sekali, namun hal tersebut tidak dimanfaatkan NN untuk pulang. Responden NN memperpanjang masa kontrak sampai enam tahun agar tidak kehilangan majikan. Dengan demikian kegiatan reproduktif mememlihara rumah tangga dan anak dilakukan oleh suami NN. Sebaran Alokasi Waktu Perempuan Nelayan dalam Kegiatan Domestik 13% 10% rendah sedang tinggi 77%
Gambar 4. Pie Chart Alokasi Waktu Responden dalam Kegiatan Domestik Mengurus Rumah Tangga Sebagian besar responden meluangkan waktu masing-masing 11-13 jam sehari untuk melakukan kegiatan reproduktif dan produktif dan setidaknya 1 jam setiap minggu untuk mengikuti kegiatan sosial. Responden mencurahkan waktu setengah hari untuk mencari tambahan nafkah bagi keluarganya. Seluruh responden hampir tidak mempunyai waktu untuk melakukan kegiatan sosial. Satu-satunya kegiatan sosial yang diikuti oleh responden adalah kebaktian keluarga yang khusus dilakukan oleh responden yang beragama Kristen Protestan. Kegiatan kebaktian keluarga tersebut selain bersifat religi, namun juga bermakna sebagai momen berkumpul bersama kerabat dan tetangga sekitar. Kebaktian keluarga dilakukan secara bergiliran di rumah warga. Adapun yang hadir dalam kebaktian keluarga yang diselenggarakan secara berkelompok
47 tersebut adalah yang masih berhubungan saudara atau yang mempunyai hubungan dekat dengan tuan rumah. Seluruh responden tidak mengikuti organisasi sosial tingkat desa, namun ketika ada ajakan untuk mengikuti kegiatan sejenis penyuluhan dan pelatihan keterampilan, responden mau meluangkan waktu untuk mengikuti kegiatan tersebut sepanjang tidak menyita banyak waktu dari responden. Responden ARM menuturkan kesediaannya mengikuti kegiatan pelatihan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan, namun tidak mau menghabiskan banyak waktunya untuk kegiatan tersebut karena akan lebih menguntungkan jika dia menjual ikan di TPI. Saya ya mau mbak kalau ada pelatihan gitu-gitu. Tapi kalau acaranya lama sampe seharian ya mending jual ikan uda dapet untung berapa. Kalau sejam dua jam sih mau mbak. Lha kalo seharian yo bosen mbak Pola nafkah Pola nafkah mencakup pola nafkah tunggal dan pola nafkah ganda. Responden dengan pola nafkah tunggal berarti bahwa responden tersebut menekuni satu subsektor kegiatan produktif sebagai upaya mencari penghasilan. Sedangkan pola nafkah ganda berarti responden melakukan usaha pada lebih dari satu subsektor usaha untuk mendapatkan penghasilan. Subsektor usaha yang dimaksud dibagi menjadi tiga, yakni: subsektor on farm, off farm dan non farm. Subsektor on farm adalah bidang-bidang yang berhubungan dengan pertanian dalam arti luas. Contohnya: usaha budidaya tanaman toga, usaha budidaya udang tambak, usaha rumput laut, dan usaha-usaha lain yang berhubungan langsung dengan produksi pertanian dalam arti luas. Sedangkan subsektor usaha pasca produksi pertanian (dalam arti luas) masuk ke dalam kategori off farm. Kegiatan usaha tersebut meliputi pemasaran hasil produksi pertanian, pengolahan hasil produksi pertanian, pengolahan limbah produksi pertanian serta usaha-usaha lain yang dilakukan pasca panen. Kemudian, subsektor non farm meliputi kegiatan usaha yang tidak berhubungan dengan kegiatan produksi maupun pasca produksi pertanian. Contohnya: PNS, AKABRI, guru/pengajar honorer, pedagang pakaian, penjual makanan warteg, pedagang asongan, bank konvensional dan usaha-usaha lain yang tidak berhubungan dengan kegiatan pertanian. Tabel 18. Jumlah dan Persentase Pola Nafkah Responden Kategori Tunggal Ganda Total
Jumlah (jiwa) 26 4 30
Persentase (%) 86,7 13,3 100
% Kumulatif 86,7 100
Responden dikatakan mempunyai pola nafkah tunggal jika responden tersebut melakukan salah satu subsektor dalam mencari penghasilan dan dikatakan ganda jika menekuni lebih dari satu subsektor usaha. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar responden mempunyai pola nafkah tunggal. Sebanyak 26 jiwa responden melakukan pola nafkah tunggal. Dari 26 jiwa tersebut, 17 jiwa di antaranya bermata pencaharian sebagai bakul ikan. Kegiatan sebagai bakul ikan
48 rata-rata menyita waktu sebanyak 12 jam sehari sehingga selain hanya bisa fokus pada satu sektor tersebut, usaha sebagai bakul ikan juga mendatangkan penghasilan di atas UMR (upah minimum regional). Sedangkan 9 jiwa responden yang lain berbeda-beda sektor usaha yang ditekuni. Sektor usaha tersebut adalah 1 jiwa sebagai penjual sembako, 5 jiwa sebagai pedagang warung, 1 jiwa sebagai penjual gorengan, 1 jiwa sebagai TKW, dan 1 jiwa sebagai penjual pakaian. Sedangkan responden yang mempunyai pola nafkah ganda terdapat empat jiwa. Kombinasi pola nafkah dari keempat responden tersebut adalah tiga jiwa responden dengan kombinasi off farm-non farm dan satu jiwa responden dengan kombinasi on farm-non farm. Komposisi responden dengan kombinasi off farmnon farm tersebut adalah dua responden pedagang warung dengan usaha sampingan menjual ikan segar hasil tangkapan suami dan satu jiwa responden sebagai tenaga pembukuan pelelangan ikan dengan usaha sampingan sebagai penjaga toko kelontong yang menjual sembako. Sedangkan satu jiwa responden dengan kombinasi on farm-non farm menekuni kegiatan tukang ransum kapal yang akan pergi melakukan trip dengan usaha sambilan membuka warung kecil di depan rumah. Kekhasan yang terjadi pada pola nafkah responden penelitian ini adalah pola nafkah tunggal yang mereka tekuni. Pola nafkah tunggal konsisten ditekuni responden yang berprofesi sebagai bakul ikan di TPI. Waktu kerja yang panjang membuat responden tidak dapat melakukan kegiatan lain di luar kegiatan produktif utamanya. Ketika pulang dari mencari nafkah hari sudah larut dan responden melakukan kegiatan domestik pemeliharaan rumah tangga. adapun responden yang dapat melakukan pola nafkah ganda adalah responden yang membuka warung nasi dan jajanan yang dapat melakukan pekerjaan sampingan menjual ikan segar dalam skala kecil untuk memenuhi permintaan pengunjung wisata Sendang Biru. Kekhasan lain yang nampak di Sedang Biru adalah istri juragan kapal membuka toko kelontong yang menyediakan kebutuhan pokok dan kebutuhan lainnya. Selain itu, adanya perempuan pengambak yang mengelola kapal mereka sendiri dengan sistem bagi hasil. Migrasi Keterbatasan akses sumberdaya modal maupun akses sumberdaya alam membuat perempuan harus rela melakukan kegiatan produktif ke luar daerah tempat tinggalnya. Kegiatan migrasi ini membuat waktu yang diluangkan perempuan untuk melakukan kegiatan produktif lebih besar. Hal ini berimbas pada berkurangnya waktu istirahat dan melakukan kegiatan lain. Dari hasil penelitian, terdapat 9 responden yang melakukan migrasi dalam melakukan kegiatan produktifnya. Salah satu responden yang melakukan migrasi adalah BN yang menjadi TKW. Selama empat tahun terakhir BN tidak kembali ke Indonesia dengan alasan sudah nyaman dengan majikannya. BN memilih memperpanjang kontrak dengan majikannya daripada untuk kembali ke Indonesia dua tahun sekali. BN menuturkan bahwa selain membuang dana untuk transportasi dan sulitnya mendapatkan majikan yang baik, alasan memperpanjang kontrak hingga empat tahun adalah agar lebih akrab dengan majikan sehingga majikan tidak akan mencari pembantu rumah tangga baru lagi. Sudah delapan tahun BN menjadi TKW di Malaysia. BN menyerahkan pemeliharaan anak dan rumah tangga kepada
49 suaminya. Suami BN bermatapencaharian sebagai ABK Kapal Slerek dan sedang merintis usaha perikanan budidaya. Responden lain yang melakukan migrasi adalah responden yang merupakan penduduk pendatang yang ikut bersama suami sebagai nelayan andon. Siklus perpindahan yang dilakukan nelayan andon mengikuti siklus paceklik dan panen raya. Ketika paceklik mereka akan kembali ke daerah asal masing-masing dan ketika panenraya tiba mereka akan kembali ke Tambakrejo. Begitu pula istri-istri para nelayan andon ini. Mereka akan mengikuti siklus perpindahan yang dilakukan suaminya. Sebagian besar responden yang melakukan migrasi memilih menjadi bakul ikan. Penentuan kategori migrasi dilakukan dengan mempertimbangkan dua hal, yaitu: jarak tempat tinggal tetap menuju sumber nafkah dan waktu tempuh yang diluangkan untuk menuju sumber nafkah. Jarak dibagi menjadi dua kategori, yaitu berada dalam satu desa dan berada di luar desa tempat tinggal. Sedangkan waktu tempuh dibagi menjadi dua kategori, yaitu: sebentar dan lama. Jarak dan waktu tempuh mengacu pada jarak desa terdekat dengan Desa Tambakrejo dan waktu tempuh tercepatnya. Jarak desa terdekat dari Tambakrejo adalah 7 km dengan waktu tempuh 30 menit dengan menggunakan kendaraan bermotor. Tabel 19 berikut ini menyajikan jumlah dan persentase migrasi responden. Tabel 19. Jumlah dan Persentase Migrasi Responden Kategori Tidak Ya Total
Jumlah (jiwa) 21 9 30
Persentase (%) 70 30 100
% Kumulatif 70 100
Responden yang tidak melakukan migrasi merupakan penduduk pribumi dan pendatang yang memutuskan menjadi warga desa. Dalam penelitian ini terdapat satu responden pendatang yang memutuskan untuk tinggal dan menetap di Tambakrejo. Responden tersebut berasal dari Pulau Madura dan menetap di Tambakrejo beserta keluarganya. Responden tersebut tidak melakukan perjalanan “mudik” yang umum dilakukan oleh warga pendatang lain ketika musim paceklik tiba. Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Rumah tangga dengan jumlah anggota rumah tangga banyak cenderung memanfaatkan sumberdaya keluarga sebagai salah satu sumber nafkah tambahan dan tenaga pemeliharaan rumah tangga. Optimalisasi sumberdaya dilihat dari anggota rumah tangga selain kepala keluarga dan perempuan nelayan yang turut berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan yang turut membantu melakukan pekerjaan domestik. Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 10 rumah tangga responden yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Dari tabel 20 diketahui bahwa sebanyak 20 responden tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden yang tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga adalah responden dengan jumlah anggota rumah tangga di bawah empat orang. Responden yang tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga memanfaatkan pendapatan kepala keluarga dan pendapatan tamabhan yang ia peroleh untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kepala rumah tangga
50 responden membantu kegiatan domestik seperti menyapu dan mengepel sedangkan kegiatan domestik lain dikerjakan oleh perempuan (istri). Tabel 20 berikut menyajikan jumlah dan persentase responden yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Tabel 20. Jumlah dan Persentase Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Responden Kategori Tidak Ya Total
Jumlah (jiwa) 20 10 30
Persentase (%) 66,7 33,3 100
% Kumulatif 66,7 100
Sebanyak 10 responden melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga memanfaatkan tenaga anak dan menantu untuk membantu mencari nafkah tambahan dan berbagi peran dalam melakukan pekerjaan domestik. Optimalisasi sumberdaya keluarga bergantung pada jumlah anggota rumah tangga yang berimplikasi pada pemenuhan serta pemeliharaan rumah tangga. Semakin banyak beban kebutuhan rumah tangga, maka semakin berat pula tanggungjawab perempuan (istri) untuk melakukan strategi guna menjaga keberlangsungan perekonomian rumahtangga. Ikhtisar Perempuan nelayan Sendang Biru mengalokasikan sebagain besar waktunya untuk melakukan kegiatan reproduktif (domestik) dan produktif. Rata-rata responden menghabiskan setengah hari untuk bekerja mencari nafkah tambahan bagi keluarga. Waktu untuk melakukan kegiatan sosial memang cenderung sedikit karena responden fokus untuk melakukan kegiatan pencarian nafkah keluarga. responden yang beragama Kristen Protestan mempunyai waktu rutin setiap minggu utuk melakukan kebaktian keluarga. Mereka memanfaatkan momen kebaktian keluarga untuk bersosialisasi dengan kerabat yang berada disekitar tempat tinggalnya. Alokasi waktu yang cukup banyak untuk melakukan kegiatan domestik dan produktif yang besar membuat responden harus fokus dengan pekerjaan utamanya. Hal ini membuat responden tidak bisa menerapkan pola nafkah ganda. Sebagian besar responden mencari nafkah tambahan di dalam desa adapun responden yang keluar desa merupakan responden pendatang yang setiap paceklik akan pulang ke daerah mereka masing-masing dan jika panen tiba mereka akan kembali ke Sendang Biru.
51
KONTRIBUSI PENDAPATAN PEREMPUAN TERHADAP PENDAPATAN RUMAH TANGGA Perempuan nelayan menyumbangkan pendapatannya untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga. Perempuan nelayan mengalokasikan seluruh pendapatannya untuk mempertahankan perekonomian keluarga. Kategori kontribusi perempuan nelayan dibagi menjadi tiga, yaitu kontribusi rendah, sedang dan tinggi. Dikatakan kontribusi rendah jika pendapatan perempuan nelayan yang disumbangkan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga nelayan lebih kecil sama dengan 25%. Hal ini berarti bahwa nol sampai seperempat kebutuhan rumah tangga ditanggung oleh perempuan. Perempuan nelayan yang termasuk ke dalam kontribusi sedang adalah yang memberi sumbangan pendapatan sebesar 25%<x<50% untuk membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga nelayan. Responden dengan kontribusi sedang memenuhi lebih dari seperempat hingga setengah dari kebutuhan rumah tangga nelayan. Jika sampai setengah kebutuhan rumah tangga dipenuhi oleh perempuan, maka posisi perempuan di dalam mempertahankan ekonomi rumah tangga dianggap penting. Kemudian, perempuan yang menyumbangkan pendapatannya untuk memenuhi lebih dari setengah kebutuhan rumah tangga masuk ke dalam kategori kontribusi tinggi. Perempuan dengan tingkat kontribusi tinggi memiliki posisi yang sangat penting di dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Tabel 21 berikut ini menyajikan jumlah dan persentase kontribusi pendapatan responden (perempuan nelayan) terhadap pendapatan keluarga. Tabel 21. Jumlah dan Persentase Kontribusi Pendapatan Perempuan Nelayan terhadap Pendapatan Keluarga Kategori Rendah (10%-25%) Sedang (25%<x<50%) Tinggi (≥50%) Total
Jumlah (jiwa)
Persentase (%)
% Kumulatif
7
23,3
23,3
11
36,7
60
12
40
30
100
100
Pendapatan responden berkontribusi besar terhadap pendapatan keluarga nelayan. Kontribusi pendapatan responden diukur dari presentasi pendapatan responden terhadap pendapatan total keluarga. Responden dengan presentasi pendapatan rendah terdapat 7 (tujuh) orang, satu di antara responden tersebut merupakan responden pencilan dengan pendapatan keluarga lebih dari 1 (satu) milyar perbulan sehingga presentasi pendapatan responden tersebut tidak sampai 1% terhadap pendapatan keluarga. Responden dengan presentasi pendapatan sedang terdapat 11 orang. Responden kategori sedang ini membantu memenuhi seperempat sampai setengah dari seluruh kebutuhan keluarga. Responden dengan kategori sedang berpenghasilan tidak lebih besar dari penghasilan kepala rumah tangga. Namun
52 demikian, kontribusi tersebut dapat dikatakan sangat penting untuk kelanjutan perekonomian keluarga. Jika responden tidak melakukan pencarian nafkah tambahan maka tidak semua kebutuhan keluarga dapat di cover oleh pendapatan kepala keluarga. Kepala keluarga harus bekerja lebih lagi untuk menutupi hampir setengah dari seluruh kebutuhan rumah tangganya. Responden dengan presentase pendapatan tinggi terdapat 12 responden. Posisi responden sebagai salah satu penopang sangat dibutuhkan sebab sebagian besar kebutuhan rumah tangga (lebih dari setengah) dipenuhi oleh perempuan nelayan. Rata-rata yang memiliki sumbangan di atas 50% ini adalah perempuan nelayan dengan mata pencaharian sebagai bakul ikan. Penghasilan yang diperoleh oleh bakul ikan bisa lebih besar dari penghasilan ABK. Penghasilan ABK berkisar antara Rp1000 000,00 – Rp4 000 000,00 /bulan sedangkan rata-rata bakul ikan dapat memperoleh penghasilan Rp3 000 000,00- Rp4 500 000,00/bulan. Adanya kelembagaan tabungan harian bakul ikan juga sangat membantu dari segi saving. Responden dengan kontribusi pendapatan sedang dan tinggi merupakan perempuan nelayan yang berasal dari lapisan menengah. Strategi nafkah digunakan sebagai upaya untuk mengembangkan ekonomi keluarga. sebanyak satu responden dengan kontribusi pendapatan rendah merupakan perempuan nelayan dari lapisan atas. Hal ini terlihat dari status sosial suami responden yang merupakan juragan kapal yang merupakan lapisan atas masyarakat nelayan. Strategi Investasi Rumah Tangga Nelayan Saving strategy yang umum dilakukan oleh penduduk di Sedang Biru adalah menyimpan uang dalam bentuk perhiasan emas. Seluruh responden membeli perhiasan emas dengan maksud agar mudah untuk diuangkan ketika membutuhkan terlebih nilai emas yang dianggap hampir stabil. Hal ini untuk mengurangi kerugian atau selisih antara pembelian dan penjualan. Selain menabung dalam bentuk emas, keluarga nelayan membeli kendaraan bermotor dan barang elektronik lainnya. Kendaraan bermotor dan barang elektronik mempunyai nilai investasi menyusut karena harga jual lebih murah daripada harga beli. Penyusutan tersebut terjadi karena penggunaan kendaraan dan barang elektronik tersebut. Namun demikian, pembelian kendaraan bermotor dan barang elektronik masih menjadi salah satu alternatif menyimpan uang. Masyarakat yang bergabung di kelembagaan pedagang asongan Pantai Sendang Biru menyelenggarakan tabungan harian bagi anggota. Setiap hari setiap anggota wajib membayarkan Rp10 000,00 kepada petugas tagihan. Tabungan tersebut digunakan untuk kegiatan rekreasi bersama atau untuk dibagikan kembali setelah satu tahun pengumpulan. Komunitas bakul ikan di TPI pun memiliki kelembagaan tabungan harian yang sama, namun jumlah yang harus disetorkan setiap harinya adalah Rp50 000,00 dan Rp100 000,00. Hasil dari tabungan tersebut dibagikan ketika Hari Lebaran. Kelembagaan ini sangat bermanfaat bagi bakul ikan, sebab proses pencairan tabungan berjangka sehingga bakul ikan tidak dapat mengambil uang tabungannya sewaktu-waktu. Jenis tabungan yang sifatnya wajib dibayar tiap hari ini mirip dengan sistem pada tabungan rencana pada bankbank konvensional. Nasabah melakukan kesepakatan jangka waktu untuk bisa mencairkan tabungan mereka.
53 Di Sendang Biru sudah terdapat satu bank BUMN. Keberadaan bank tersebut sangat membantu sebagian besar masyarakat dalam segi simpan dan pinjam uang. Selain itu, juragan kapal juga menerapkan sistem penangguhan pembayaran gaji ABK. Penangguhan pembayaran ini bermaksud untuk menahan ABK tersebut agar tetap menjadi awak kapal dari juragan tersebut. Tidak semua upah ABK dapat dicairkan secara langsung. Upah yang ditahan oleh juragan akan diberikan secara berkala. Selain untuk mengikat ABK, sistem ini juga dapat membantu keluarga nelayan dalam upaya menyimpan uang. Ikstisar Pendapatan responden sangat dibutuhkan oleh keluarga nelayan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Peran perempuan nelayan dalam penguatan ekonomi sangat dibutuhkan mengingat penghasilan nelayan dari melaut bergantung pada kondisi alam. Perempuan nelayan menjadi subjek yang melakukan penyesuain kebutuhan keluarga terhadap pendapatan keluarga. Perempuan melakukan usaha menabung sebagai upaya jaga-jaga ketika musim paceklik tiba. Nelayan melaut ketika musim panen dan hampir tidak melaut ketika musim paceklik, namun perempuan nelayan bekerja sepanjang tahun. Perempuan nelayan ada yang menyimpan tabungannya dalam bentuk perhiasan, kendaraan bermotor, barang elektronik, tabungan bank konvensional, dan tabungan harian. Usaha saving tersebut dapat dimanfaatkan jika jumlah pendapatan keluarga tidak dapat mengcover semua kebutuhan rumah tangga.
54
55
HUBUNGAN ANTARA FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL PEREMPUAN NELAYAN DENGAN STRATEGI NAFKAH Keragaman jenis data yang diperoleh dilapangan membuat proses pengolahan uji statistik data kuantitatif penelitian dibagi menjadi dua cara yaitu: pertama, uji statistik menggunakan uji hubungan chi-square untuk jenis data berskala nominal pada variabel x dan y. Variabel x yang diuji dengan chi-square antara lain: asal etnik, jenis/status pekerjaan, latar belakang etnik keluarga, dan mata pencaharian utama rumah tangga. Sedangkan seluruh variabel y merupakan data berskala nominal. Kedua, uji statistik menggunakan uji korelasi Rank Spearman untuk jenis data berskala ordinal, rasio dan interval. Variabel x yang diuji menggunakan uji korelasi Rank Spearman antara lain: usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jumlah anggota keluarga, pendapatan rumah tangga, akses sumberdaya modal, keterikatan patron-client, dan dukungan sosial. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan Uji korelasi Rank Spearman digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan yang dimiliki antar variabel dalam penelitian. Dari hasil uji korelasi Rank Spearman, diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang berhubungan dengan pilihan strategi nafkah perempuan nelayan. Tabel 22 berikut ini menyajikan nilai hasil uji keeraratan faktor-faktor yang berhubungan dengan strategi nafkah perempuan nelayan. Hasil uji yang lebih lengkap disajikan di dalam bab lampiran. Tabel 22 menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan strategi nafkah adalah pertama, faktor usia sangat berhubungan positif dengan optimalisasi sumberdaya keluarga dengan nilai signifikasi 0,06. Responden dengan umur tua lebih cenderung melakukan strategi mengoptimalisasikan sumberdaya keluarga daripada responden dengan umur muda dan dewasa. Hal ini bisa terjadi karena umumnya responden kategori tua mempunyai anggota rumah tangga lebih besar daripada responden umur muda ataupun dewasa. Dari jumlah 10 jiwa responden berumur tua, 6 di antaranya melakukan strategi nafkah optimalisasi sumberdaya keluarga. Sedangkan keseluruhan responden umur muda tidak ada yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden umur dewasa yang mempunyai anggota rumah tangga banyak juga melakukan strategi optimalisasi sumberdaya keluarga daripada keluarga yang mempunyai anggota rumah tangga kecil. Nugraheni (2012) menyatakan bahwa anggota keluarga yang semakin besar maka peran wanita (istri nelayan) akan semakin besar untuk menutupi kebutuhan ekonomi yang semakin besar dengan bertambahnya jumlah anggota keluarga. Hal ini berimplikasi dengan jumlah anggota keluarga pada responden usia dewasa dan tua yang besar membuat responden harus melakukan strategi nafkah optimalisasi sumberdaya keluarga dengan memanfaatkan tenaga anggota keluarga (khususnya anak) untuk membantu mencari nafkah tambahan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
56 Tabel 22. Hasil Uji Korelasi Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan
r -0,290
α 0,120
r 0,036
α 0,851
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga r α 0,487** 0,006
Tingkat Pendidikan
0,171
0,366
-0,111
0,559
-0,463**
0,010
Pendapatan
-0,223
0,237
0,359
0,052
0,249
0,185
Jumlah Anggota Rumah Tangga
0,038
0,844
-0,167
0,377
0,348
0,060
Pendapatan Rumah Tangga
0,130
0,494
0,289
0,122
0,067
0,726
Akses Sumberdaya Modal
0,149
0,432
0,179
0,345
0,174
0,358
Keterikatan PatronClient
0,175
0,355
-0,175
0,354
0,177
0,350
-0,386*
0,035
-0,289
0,122
Tingkat Korelasi Usia
Pola Nafkah
Dukungan 0,280 0,134 Sosial r : nilai Corelation Coeficient α : nilai Sig.(2-tailed) * **
Migrasi
: Korelasi signifikan pada level 0,05 : Korelasi signifikan pada level 0,01
Hubungan antara faktor usia dan optimalisasi sumberdaya keluarga juga dapat dilihat pada Tabel 23 berikut ini. Tabel 23 memperlihatkan bahwa seluruh responden berusia muda sama sekali tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga dan responden berusia tua cenderung melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden berusia dewasa sebagian besar, yakni sebanyak 67%, tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga dan 33% lainnya telah melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. hal ini berimplikasi pada semakin semakin muda usia responden maka kesempatan melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga semakin kecil dan semakin tua usia responden maka kesempatan melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga semakin besar pula. Kedua, faktor tingkat pendidikan responden berhubungan negatif terhadap optimalisasi sumberdaya keluarga dengan nilai signifikasi 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan responden maka semakin kecil kemungkinannya untuk melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Dari hasil data lapangan, tidak terdapat responden dengan kategori tingkat pendidikan
57 di atas Sekolah Menengah Atas, namun dari 30 responden terdapat 11 responden kategori tingkat pendidikan rendah dan 9 responden kategori pendidikan sedang yang tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Responden yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga terdapat 10 responden dengan tingkat pendidikan kategori rendah. Hal ini dapat menunjukkan bahwa responden dengan tingkat pendidikan sedang tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, maka semakin kecil untuk melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Zid (2011) menyatakan bahwa anak-anak pada keluarga miskin memasuki dunia kerja lebih awal jika dibandingkan dengan anak-anak pada keluarga berkecukupan. Banyaknya jumlah anak pada keluarga nelayan berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan mereka. Dengan demikian, perempuan nelayan dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya dan tidak memanfaatkan tenaga anak untuk berkontribusi kepada keluarga. /Penjelasan mengenai persentase responden yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga berdasarkan usia dapat dilihat pada Tabel 23. Sebanyak 52% responden dengan kategori tingkat pendidikan rendah melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga dan 48% lainnya tidak. Hal berbeda terlihat pada responden dengan tingkat pendidikan sedang yang seluruhnya tidak melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Ketiga, terdapat hubungan negatif antara dukungan sosial dengan migrasi dengan nilai signifikasi 0,035 dengan correlation coefficients -0,386. Responden yang melakukan migrasi terdapat 9 responden, sedangkan 21 responden tidak melakukan migrasi. Semakin tinggi tingkat dukungan sosial yang diterima responden, maka responden semakin tidak melakukan kegiatan migrasi. Dukungan sosial yang umumnya diberikan oleh kerabat dekat adalah sebagai rekan pemberi semangat, tempat curhat12, tempat meminjam uang, dan sumber informasi. Jika tingkat dukungan sosial yang diperoleh perempuan tinggi, maka perempuan akan merasa nyaman berada di lingkungannya dan akses terhadap sumber informasi akan besar pula. Hal ini mempermudah perempuan dalam mencari pekerjaan di sekitar lingkungan. Jika tingkat dukungan sosial yang diterima oleh perempuan rendah, maka perempuan akan cenderung mencari sumber pendapatan keluar daerahnya karena keterbatasan informasi yang dia terima dari orang-orang disekitarnya. Hal ini terjadi pada responden BN yang memilih menjadi TKW ke Malaysia. BN merupakan penduduk pendatang dari Lumajang yang tinggal di Sendang Biru. Suami BN berprofesi sebagai nelayan buruh/ABK. BN yang mempunyai kepribadian pemalu jarang melakukan interaksi dengan tetangga sekitarnya. BN memutuskan menjadi TKW karena merasa di lingkungan sekitar tidak ada kegiatan yang bisa dikerjakan untuk mendapatkan penghasilan. Menjadi TKW juga dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang berpenghasilan besar. Maka dari itu, profesi sebagai TKW masih menjadi pekerjaan yang dimintai oleh masyarakat desa. Tabel 23 disajikan untuk mempermudah melihat persentase dukungan sosial yang diterima responden terhadap migrasi. Sebanyak 55% responden dengan dukungan sosial sedang tidak Curhat merupakan kepanjangan dari curahan hati yang bermakna sebagai tempat mencurahkan keluh kesah yang diaami dan meminta saran/solusi terhadap masalah yang dihadapi. Hal ini sangat umum sekali dilakukan oleh perempuan. 12
58 melakukan migrasi dan 45% lainnya memilih melakukan kegiatan migrasi. Hal ini berbanding lurus dengan sebanyak 92% responden dengan tingkat dukungan sosial tinggi tidak melakukan migrasi dan 8% lainnya melakukan migrasi. Hal tersebut memperkuat bahwa semakin tinggi tingkat dukungan sosial yang diperoleh seseorang maka semakin kecil pula keinginan untuk melakukan migrasi. Tabulasi silang seluruh faktor internal dan eksternal responden terhadap strategi nafkah perempuan nelayan dapat dilihat pada Tabel 25 yang terdapat di bagian akhir pembahasan bab ini. Keterikatan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan dengan Aspek Etnik dan Mata Pencaharian Uji pearson Chi-Square yang digunakan untuk menguji keterikatan antara dua variabel kategorik. Tabel 24 hasil uji hubungan antara strategi nafkah perempuan nelayan dengan aspek etnis dan mata pencaharian. Dari Tabel 24 diketahui bahwa aspek-aspek yang berhubungan adalah aspek asal etnik perempuan dengan pola nafkah, asal etnik perempuan dengan migrasi, aspek jenis pekerjaan dengan pola nafkah, dan aspek latar belakang etnik keluarga dengan migrasi. Hubungan antara asal etnik dengan pola nafkah responden mempunyai nilai Pearson Chi Square 0,028. Dari data yang telah dihimpun di lapangan, responden dengan Etnik Jawa lebih cenderung melakukan pola nafkah tunggal. Responden dengan Etnis Jawa berjumlah 25 jiwa, tiga jiwa di antaranya melakukan pola nafkah ganda, sedangkan 22 jiwa yang lainnya melakukan pola nafkah tunggal. Responden dengan Etnis Bugis juga melakukan pola nafkah tunggal (dalam penelitian ini 4 jiwa responden dengan Etnis Bugis seluruhnya bekerja sebagai bakul ikan). Sedangkan Etnis Madura yang berjumlah satu jiwa melakukan kegiatan pola nafkah ganda. Etnis Madura memang dikenal sebagai salah satu etnis yang mempunyai semangat bekerja yang tinggi dan gemar merantau ke daerah lain untuk memperoleh pekerjaan yang layak. Aspek asal etnik responden berhubungan dengan migrasi responden dengan nilai pearson chi square 0,004. Responden dengan Etnik Jawa (seperti yang telah dijelaskan pada Sub Bab sebelumnya) terbagi menjadi dua, yaitu Jawa Pribumi dan Jawa Pendatang. Responden dengan Etnik Jawa yang melakukan migrasi terdapat 5 jiwa. Responden dengan Etnik Jawa sebagian besar tidak bermigrasi karena responden tersebut tinggal dan menetap serta melakukan kegiatan produktifnya di Desa Tambakrejo. Sedangkan Responden dengan Etnik Bugis seluruhnya melakukan kegiatan produktifnya dengan bermigrasi. Responden dengan Etnik Bugis melakukan kegiatan produktifnya sebagai bakul ikan ketika musim panen dan akan kembali ke daerah asalnya ketika musim paceklik. Responden dengan Etnik Madura tidak melakukan migrasi karena sudah menjadi penduduk Desa Tambakrejo. Etnis Bugis dan Madura merupakan salah satu etnis asli Indonesia yang terkenal dengan kegemarannya melakukan migrasi. Etnis tersebut menyebar hampir di semua wilayah pesisir Indonesia. Fenomena nelayan andon juga mendukung adanya migrasi ini. Nelayan yang melakukan andon memboyong istri bahkan keluarganya untuk ikut bermigrasi. Responden yang melakukan migrasi dalam upayanya mencari nafkah tambahan juga bergantung suami mereka kecuali
59 responden yang menjadi TKW di Malaysia. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa yang mempunyai kecenderungan kecil untuk melakukan migrasi adalah responden dengan Etnik Jawa, sedangkan Etnik Bugis mempunyai kecenderungan besar dalam melakukan migrasi. Nordholt dan Klinken (2007) menyatakakan bahwa Bugis terkenal pada kecenderungan mereka ‘merantau’: mengadu nasib dengan bermigrasi agar bisa pulang membawa uang sehingga bisa beli tanah dan meningkatkan status keluarga. Tabel 23. Hasil Uji Faktor Etnik dan Mata Pencaharian yang Berhubungan dengan Strategi Nafkah Perempuan Nelayan Variabel
Pola Nafkah Asymp. Value Df Sig. (2sided)
Migrasi Value
Df
Asymp. Sig. (2sided)
Optimalisasi SDK* Asymp. Value Df Sig. (2sided)
Asal Etnik 7,15α1 2 ,028 10,95 2 ,004 2,820 2 Pearson 2α2 Chi-Square 5,214 2 ,074 11,63 2 ,003 2,998 2 Likelihood Ratio 1,771 1 ,183 3,276 1 ,070 2,559 1 Linear-byLinear Association Jenis pekerjaan 7,66α3 2 ,022 4,507 2 ,105 3,386 2 Pearson Chi-Square 5,405 2 ,067 5,219 2 ,074 3,703 2 Likelihood Ratio ,107 1 ,743 2,125 1 ,145 2,733 1 Linear-byLinear Association Etnik Rumah Tangga 1,385 3 ,709 4,095 3 ,251 4,320 3 Pearson Chi-Square 1,395 3 ,707 5,308 3 ,151 4,724 3 Likelihood Ratio ,199 1 ,655 ,986 1 ,321 3,133 1 Linear-byLinear Association Mata Pencaharian Utama Rumah Tangga . 0 0 . 0 0 . 0 Pearson Chi-Square 0 0 0 0 0 Likelihood Ratio 0 0 0 0 0 Linear-byLinear Association α 1 : 5 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,13 α 2 : 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,30 α 3 : 4 cells (66,7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,13 SDK : Sumberdaya keluarga
,244 ,223 ,110
,184 ,157 ,098
,229 ,193 ,077
0 0 0
Aspek jenis pekerjaan berhubungan dengan pola nafkah dengan nilai Pearson Chi Square 0,022. Dari tabulasi silang pada Tabel 25 dapat diketahui bahwa terdapat 4 (empat) responden yang melakukan pola nafkah ganda.
60 Responden dengan jenis pekerjaan on farm melakukan strategi nafkah ganda. Responden tersebut melakukan pola nafkah ganda karena pekerjaan utamanya sebagai tukang ransum kapal hanya dilakukan ketika kapal akan melaut, seusai itu responden membuka warung kecil yang menjual jajanan anak-anak di pelataran rumahnya. Hal tersebut dilakukan responden untuk mengisi waktu luangnya. Responden lain yang melakukan pola nafkah ganda adalah satu responden pada sektor off farm dan dua responden pada sektor non farm. Responden yang melakukan pola nafkah ganda adalah responden yang melakukan kegiatan “nyambi”. Responden tersebut tidak menyadari jika telah melakukan pola nafkah ganda. Responden yang jelas jelas tidak dapat melakukan pola nafkah ganda adalah responden yang berprofesi sebagai bakul ikan di TPI. Hal ini disebabkan oleh jam kerja bakul ikan di TPI yang menyita 12 jam dalam sehari. Pekerjaan yang dilakukan di area pasar ikan TPI membuat responden berkutat dengan dagangannya saja dan tidak sempat melakukan kegiatan produktif pada bidang lain. Responden yang melakukan pola nafkah ganda adalah responden yang mempunyai warung sehingga masih ada kesempatan untuk melakukan kegiatan produktif pada sektor lain. Semua sektor pekerjaan memungkinkan untuk melakukan adanya pekerjaan sampingan, namun tergantung pada jam kerja dan kepadatan kegiatan pekerjaan utama. Tabulasi silang antara aspek latar belakang etnik keluarga dan migrasi dapat dilihat pada tabel 25. Ikhtisar Responden mempunyai pengaruh besar terhadap kestabilan ekonomi keluarga nelayan. Faktor-faktor yang signifikan berhubungan dengan strategi nafkah adalah umur, semakin tua umur responden makan kecenderungan melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga semakin besar. Etnik responden mempunyai keterikatan dengan pola nafkah dan migrasi. Etnik Jawa lebih cenderung melakukan pola nafkah tunggal dan tidak melakukan migrasi. Jenis pekerjaan responden juga menentukan pola nafkah responden. Responden dengan jenis pekerjaan sebagai bakul ikan mempunyai kesempatan melakukan pola nafkah ganda, namun responden dengan jenis pekerjaan membuka warung di pinggir pantai mempunyai kesempatan besar untuk melakukan pola nafkah ganda. Tingkat pendidikan responden berhubungan negatif dengan optimalisasi sumberdaya keluarga. semakin tinggi pendidikan responden maka semakin kecil upaya melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga. Hal tersebut terjadi karena responden dnegan tingkat pendidikan tinggi lebih cenderung memberikan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya. Terakhir, dukungan sosial yang diterima responden berhubungan negatif dengan upaya melakukan migrasi. Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima responden, maka semakin kecil kesempatan untuk melakukan migrasi.
61 Table 24. Persentase Faktor Internal dan Eksternal Responden Terhadap Strategi Nafkah
Variabel
Kategori
Pola Nafkah
Migrasi
Umur
Muda Dewasa Tua
Tunggal 75% 83% 100%
Asal etnik
Jawa Bugis Madura
88% 100% 0
12% 0 100%
80% 0 100%
20% 100% 0
72% 50% 0
28% 50% 100%
Rendah Sedang Tinggi
90% 77% 0
10% 23% 0
67% 77% 0
33% 23% 0
52% 100% 0
48% 0 0
Jenis/status pekerjaan
On farm Off farm Non farm
0 94% 82%
100% 6% 18%
100% 55% 91%
0 45% 9%
0 61% 82%
100% 39% 18%
Pendapatan
Rendah Sedang Tinggi
80% 50% 91%
20% 50% 9%
100% 100% 61%
0 0 39%
100% 50% 61%
0 50% 39%
Tingkat pendidikan
Ganda 25% 17% 0
Tidak 75% 67% 70%
Ya 25% 33% 30%
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Tidak Ya 100% 0 67% 33% 40% 60%
62 Lanjutan Tabel 25. Tabulasi Silang Antara Variabel X dengan Variabel Y Pola nafkah
Migrasi
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Tidak Ya 72% 28% 100% 0 33% 67% 0 100%
Variabel
Kategori
Latar belakang etnik keluarga
Jawa Bugis Madura Lainnya
Tunggal 88% 100% 67% 100%
Jumlah Anggota Rumah Tangga
Kecil Sedang Tinggi
86% 92% 67%
14% 8% 33%
64% 69% 100%
36% 31% 0
79% 69% 0
21% 31% 100%
Mata pencaharian utama keluarga
On farm Off farm Non farm
87% 0 0
13% 0 0
70% 0 0
30% 0 0
67% 0 0
33% 0 0
Pendapatan rumah tangga
Rendah Sedang Tinggi
83% 100% 80%
17% 0 20%
100% 67% 60%
0 33% 40%
83% 56% 67%
17% 44% 33%
Sulit Sedang Mudah
88% 90% 0
12% 10% 100%
88% 62% 100%
12% 38% 0
75% 67% 0
25% 33% 100%
Akses Sumberdaya Modal
Ganda 12% 0 33% 0
Tidak 68% 0 100% 100%
Ya 32% 100% 0 0
63 Lanjutan Tabel 25. Tabulasi Silang Antara Variabel X dengan Variabel Y Variabel
Kategori
Pola nafkah
Ikatan Patronclient
Lemah Sedang Kuat
Tunggal 0 96% 50%
Dukungan Sosial
Lemah Sedang Kuat
0 94% 75%
Migrasi
Ganda 100% 4% 50% 0 6% 25%
Tidak 100% 64% 100%
Ya
0 36% 0
0 56% 92%
0 44% 8%
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga Tidak Ya 100% 0 68% 32% 50% 50% 0 56% 83%
0 44% 17%
64
65
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Strategi nafkah yang dilakukan oleh perempuan nelayan di pesisir Sendang Biru meliputi: strategi nafkah dengan pola nafkah ganda atau tunggal, strategi nafkah dengan melakukan migrasi dan strategi nafkah dengan memanfaatkan sumberdaya keluarga. Faktor-faktor yang signifikan berhubungan secara positif dengan strategi nafkah adalah umur dengan optimalisasi sumberdaya keluarga, Etnik dan latar belakang etnik keluarga mempunyai keterikatan dengan pola nafkah dan migrasi dan jenis pekerjaan responden juga menentukan pola nafkah responden. Sedangkan faktor-faktor yang berhubungan negatif adalah tingkat pendidikan dengan optimalisasi sumberdaya keluarga dan dukungan sosial yang diterima responden berhubungan negatif dengan upaya melakukan migrasi. Perempuan nelayan Sendang Biru yang berprofesi sebagai bakul ikan di TPI melakukan pola nafkah tunggal karena sebagian besar waktu tercurahkan pada satu jenis pekerjaan, hal ini berbeda dengan perempuan nelayan yang membuka warung di pinggir pantai sekaligus menjual ikan segar hasil tangkapan suami. Perempuan Nelayan Bugis dan Madura melakukan migrasi menyesuaikan musim panen dan musim paceklik di Sendang Biru. Keluarga perempuan nelayan yang melakukan optimalisasi sumberdaya keluarga adalah keluarga yang mempunyai anggota rumah tangga besar. Perempuan nelayan Sendang Biru juga melakukan strategi menabung sebagai upaya antisipasi ketika musim paceklik datang, seperti: membeli perhiasan emas, membeli kendaraan bermotor, membeli peralatan elektronik, dan menabung di bank konvensional. Sebagian besar tingkat pendapatan perempuan nelayan mencapai di atas Rp1 500 000,-/bulan. Tingkat pendapatan tersebut berkorelasi positif dengan peningkatan pendapatan keluarga nelayan. Responden yang berprofesi sebagai bakul ikan mempunyai pemasukan rata-rata Rp3 000 000,-/bulan, pendapatan tersebut lebih besar dibanding pendapatan nelayan ABK yang rata-rata Rp2 000 000,-/bulan. Kontribusi pendapatan perempuan nelayan mencapai lebih dari 50% pendapatan rumah tangga. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kontribusi pendapatan perempuan nelayan Sendang Biru meningkatkan pendapatan keluarga nelayan.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan masukan atau saran, di antaranya sebagai berikut: 1. Nelayan dan perempuan nelayan harus lebih bisa menyadari pentingnya kegiatan-kegiatan sosial yang dapat memberi pengetahuan positif di dalam kehidupan sosial mereka. 2. Pemerintah harus memperkuat adanya kelompok nelayan dan kelompok wanita nelayan sehingga mereka memiliki akses dan kontrol yang kuat terhadap program-program pembangunan perikanan dan kelautan. 3. Perlu dilakukan penelitian yang berfokus pada pola migrasi yang terjadi di daerah Sendang Biru serta dampak sosial ekonomi yang terjadi.
66
DAFTAR PUSTAKA Achmad S. 1993. Peningkatan Peran Wanita dalam Pembangunan dan Pengaruhnya terhadap Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga. [Internet]. [diunduh pada tanggal 15 November 2012]. Dapat diunduh dari http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/24569/prosiding_keluar ga_menyongsong_abad_21.pdf Ekaningdyah A. 2005. Peran Wanita dalam Peningkatan Pendapatan. Keluarga Nelayan Di Desa Tasikagung Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang [Internet]. [diunduh pada tanggal 15 November 2012]. http://eprint.undip.ac.id/5003/1/astridTA.pdf Hanson AJ, Augustine I, Courtney CA, Fauzi A, Gammage S, dan Koesoebiono. 2003. The Assesment of The Coastal Resource Management Project (CRMP) in Indonesia. [Internet]. [diunduh pada tanggal 15 November 2012]. www.crc.uri.edu/download/CRMP_Assessment_Final.pdf [KKP] Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2014. Kelautan dan Perikanan dalam Angka . [Internet]. [diunduh 18 Maret 2014]. http://statistik.kkp.go.id/ Kusnadi. 2003. Akar Kemiskinan Nelayan. Yogyakarta [ID]: LKiS Nasution Z. 2007. Sosial Budaya Masyarakat Nelayan: Konsep dan Indikator Pemberdayaan. Jakarta [ID]: Balai Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, KKP. 147 hlm _______. 2009. Dinamika Peran Gender dan Diseminasi Inovasi. Jakarta [ID]: Balai Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan, KKP. 104 hlm Nolan B. 2011. Ekonomi Politik Masyarakat Nelayan Skala Kecil: Sebuah Studi Perbandingan Masyarakat Pendatang di Rote Ndao dan Jawa Timur. [skripsi]. Malang (ID): Universitas Muhammadiyah Malang. Nordholt HS dan Klinken Gv. 2007. Politik Lokal di Indonesia. Jakarta [ID]:KITLV press. 706 hlm. Nugraheni WS. 2012. Peran dan potensi wanita dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga nelayan. JESS. [Internet]. [diunduh 2014 Januari 20]; 1(20: 104-111. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jess/article/view/739 Qurata VA. 2014. Perbandingan sistem bagi hasil tiga alat tangkap dan implikasinya pada kesejahteraan nelayan Desa Sendang Biru Kabupaten Malang. Jurnal Ilmu Perikanan Tropis.[Internet]. [diunduh pada 2015 Januari 28];19(4) : 85-92. https://unmul.ac.id%2Fdo.php%3Fdownf%3Dff1c10-VikaPerbandingan-Sistem-Bagi-Hasil-di-Tiga-Alat-Tangkap.pdf Rachman A. 2013. Perilaku Ekonomi Nelayan Ikan Tuna Dalam Kerangka Industrialisasi Perikanan. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Salamah. 2005. Peranan wanita dalam perekonomian rumah tangga nelayan di Pantai Depok Parangtritis Bantul. PKS. [Internet]. [diunduh 2015 Januari 30] ; 4(12) : 73-84. https://isjd.pdii.lipi.go.id/index.php/Search.html?act=tampil&id= 47132&idc=45 Satria A. 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Jakarta (ID): Cidesindo
67 _______. 2009. Pesisir dan Laut Untuk Rakyat. Bogor (ID). IPB Press Singarimbun M. 1989. Metode dan Proses Penelitian. Singarumbun M dan Effendi S, editor. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]: Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Suhaeti RN dan Basuno E. 2006. Integrasi Gender dalam Penguatan Ekonomi Masyarakat Pesisir. Soca. [Internet]. [diunduh 20 Desember 2013]; 6(2) : 1-23. https://ojs.unud.ac.id/index/php/soca/3109 Suryana. 2010. Metodologi Penelitian: Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. [Internet]. [diunduh 13 Maret 2014]. http://file.upi.edu/Direktori/ FPEB /PRODI._MANAJEMEN_FPEB/196006021986011SURYANA/FILE __7.pdf Suyanto B. 2003. Kajian Model Pemberdayaan Ekonomi Rakyat di Desa Pantai Madura dan Kawasan Selatan Jawa Timur. Surabaya [ID]: Lemlit Unair dengan Balitbang Propinsi Jatim Widodo S. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin Di Daerah Pesisir. [skripsi]. Bogor [ID] : Institur Pertanian Bogor ______. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin Di Daerah Pesisir. Humanities. [Internet]. [diunduh tanggal 2013 5 Desember]; 15(6) : 10-20. https:// http://journal.ui.ac.id/humanities/article/view/890/849 ______. 2012. Peranan Perempuan dalam Sistem Nafkah Rumah Tangga Nelayan. Seminar Nasional: Kedaultan Pangan dan Energi. [Internet]. [diunduh tanggal 5 Desember 2013]. http://agribisnis.trunojoyo.ac.id/peranan-perempuan-dalamsistem-nafkah-rumah-tangga-nelayan.php Zid M. 2011. Fenomena strategi nafkah keluarga nelayan: adaptasi ekologis di Cikahuripan-Cisolok, Sukabumi. Sosialita. [Internet]. [diunduh tanggal 2013 5 Desember]; 9(6): 32-38. http://fis.unj.ac.id/iai/sites/default/files/ sosialita.pdf
68
69
LAMPIRAN Lampiran 1. Peta Desa Tambakrejo (Sumber: Peta Pertanian Kab. Malang)
Lampiran 2. Gambar Pantai Sendang Biru (Sumber: Google Map)
70 Lampiran 3. Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Karakteristik Demografi Responden dengan Strategi Nafkah Correlation Pola Nafkah
Rank Spearman
Umur
Rank Spearman
Tingkat Pendidikan
Rank Spearman
Corelation Coeficient Sig.(2-tailed N Corelation Coeficient Sig. (2-tailed N Corelation Coeficient Sig. (2-tailed N
Pendapatan
Migrasi
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga
-,290
,036
,487
,120 30
,851 30
,006 30
,171
-,111
-, 463
,366 30
,559 30
,010 30
-,223
,359
,249
,237 30
,052 30
,185 30
Lampiran 4. Hasil Uji Statistik Chi-Square Hubungan Antara Karakteristik Demografi Responden dengan Strategi Nafkah Chi-Square Test Pola Nafkah Migrasi Komponen
Asal Etnik
Jenis pekerjaan
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-byLinear Association N of Valid Case Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-byLinear Association N of Valid Case
Asymp. Sig. (2sided
Value
Df
7,154
2
,028 10,952
2
5,214
2
,074 11,632
1,771
1
,183
30
Value
3,276
Df
Optimalisasi SDK
Asymp. Sig. (2sided
Asymp. Sig. (2sided
Value
Df
,004
2,820
2
,244
2
,003
2,998
2
,223
1
,070
2,559
1
,110
30
30
7,666
2
,022
4,507
2
,105
3,386
2
,184
5,405
2
,067
5,219
2
,074
3,703
2
,157
,107
1
,743
2,125
1
,145
2,733
1
,098
30
30
30
71 Lampiran 5. Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Profil Rumah Tangga Responden dengan Strategi Nafkah Correlation Pola Nafkah
Rank Spearman
ART
Rank Spearman
Pendapatan RT
Correlation Coeficient Sig.(2-tailed N Correlation Coeficient Sig. (2-tailed N
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga
Migrasi
,038
-,167
,348
,844 30
,377 30
,060 30
,130
,289
,067
,494 30
,122 30
,726 30
Lampiran 6. Hasil Uji Statistik Chi-Square Hubungan Antara Profil Rumah Tangga Responden dengan Strategi Nafkah Chi-Square Test Pola Nafkah Migrasi Variabel X2
Etnik RT
MP Utama RT
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-byLinear Association N of Valid Case Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-byLinear Association N of Valid Case
Value
Df
1,385
3
1,395 ,199
Asymp. Sig. (2sided
Value
Df
,709
4,095
3
3
,707
5,308
3
1
,655
,986
1
30
Asymp. Sig. (2sided ,251 ,151 ,321
30 .
30
Optimalisasi SDK
0
0
0 0
Value
Df
Asymp. Sig. (2sided
4,320
3
,229
4,724
3
,193
3,133
1
,077
0
0
30 .
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
30
.
30
72 Lampiran 7. Hasil Uji Statistik Rank Spearman Hubungan Antara Faktor Eksternal Rumah Tangga Responden dengan Strategi Nafkah Correlation Pola Nafkah
Rank Spearman
Akses Sumber Modal
Rank Spearman
Keterikatan PatronClient
Rank Spearman
Dukungan Sosial
Correlation Coeficient Sig.(2-tailed N Correlation Coeficient Sig. (2-tailed N Correlation Coeficient Sig. (2-tailed N
Migrasi
Optimalisasi Sumberdaya Keluarga
,149
,179
,174
,432 30
,345 30
,358 30
,175
-,175
,177
,355 30
,354 30
,350 30
,280
-,386
-,289
,134 30
,035 30
,122 30
Lampiran 8. Gambar Grafik Jumlah Penduduk Tambakrejo 2012 Grafik Jumlah Penduduk berdasarkan Usia dalam Tahun 75 70 65 60 55 50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0-12… 0
50
100
150
Jumlah (Jiwa)
200
250
Jumlah (Jiwa)
Sumber: Buku Profil Penduduk Desa Tambakrejo tahun 2012
300
350
73 Lampiran 9. Hasil Uji Reliabilitas Variabel Componen Variabel
Umur Asal Etnik Tingkat Pendidikan Status Pekerjaan Pendapatan Etnik Keluarga Anggota Rumah Tangga Mata Pencaharian Utama Keluarga Pendapatan Rt Akses Sd Modal Ikatan Patront-Client Dukungan Sosial Pola Nafkah Migrasi Optimalisasi Sumber Daya Keluarga Kontribusi Pendapatan Perempuan
Scale Mean if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
25,9000 26,7667 26,6667 25,6333 25,3667 26,6333
Scale Variance if Item Deleted 6,990 6,944 9,333 10,033 5,413 6,516
0,153 0,416 -0,460 -0,604 0,624 0,264
Cronbach's Alpha if Item Deleted 0,317 0,253 0,461 0,512 0,092 0,266
26,3333
6,713
0,312
0,259
26,9667
8,240
0,000
0,351
25,6667 26,2000 25,8667 25,5667 26,8333 26,6667
5,609 6,924 8,395 9,220 8,213 7,816
0,532 0,400 -0,136 -0,406 -0,046 0,079
0,134 0,254 0,385 0,457 0,364 0,342
26,6333
7,137
0,341
0,274
25,8000
7,407
0,048
0,361
74 Lampiran 10. Hasil Uji Validitas Variabel Asal Tingkat Etnik Pendidikan 1 ,145 -,622** ,444 ,000 30 30 30 ,145 1 -,275 ,444 ,141 30 30 30 ** -,622 -,275 1 ,000 ,141 30 30 30 -,214 -,521** ,406* ,255 ,003 ,026 30 30 30 ,217 ,222 -,327 ,250 ,239 ,078 30 30 30 ,183 ,266 -,092 ,334 ,155 ,628 30 30 30 ,180 ,234 -,299 ,342 ,213 ,109 30 30 30 .b .b .b . . .
Umur Pearson Correlation
Umur Asal Etnik Tingkat Pendidikan Status Pekerjaan Pendapatan Etnik Keluarga Art Mata Pencaharian Utama Keluarga Pendapatan
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
30
30
,133
*
,377
Status Pekerjaan -,214 ,255 30 -,521** ,003 30 ,406* ,026 30 1 30 -,410* ,025 30 -,419* ,021 30 -,220 ,243 30 .b .
Pendapatan ,217 ,250 30 ,222 ,239 30 -,327 ,078 30 -,410* ,025 30 1 30 ,223 ,236 30 ,241 ,199 30 .b .
30
30
30
-,065
*
**
-,397
,767
Etnik Keluarga ,183 ,334 30 ,266 ,155 30 -,092 ,628 30 -,419* ,021 30 ,223 ,236 30 1 30 ,300 ,107 30 .b . 30 ,108
Art ,180 ,342 30 ,234 ,213 30 -,299 ,109 30 -,220 ,243 30 ,241 ,199 30 ,300 ,107 30 1 30 .b .
Mata Pencaharian Utama Keluarga .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b
Pendapatan Rt ,133 ,484 30 ,377* ,040 30 -,065 ,732 30 -,397* ,030 30 ,767** ,000 30 ,108 ,569 30 ,214 ,256 30 .b .
30
30
30
,214
b
1
.
75 Umur Rumah Tangga Akses Sd Modal Ikatan PatrontClient Dukungan Sosial Pola Nafkah Migrasi Optimalisasi Sd Keluarga Kontribusi Pendapatan Perempuan
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
,484 30 ,041 ,831 30 -,131 ,490 30 -,159 ,402 30 -,288 ,123 30 ,038 ,843 30 ,489** ,006 30 ,204 ,281 30
Asal Tingkat Etnik Pendidikan ,040 ,732 30 30 ,480** -,279 ,007 ,136 30 30 ,248 ,018 ,187 ,923 30 30 -,057 ,356 ,764 ,053 30 30 ,247 ,171 ,188 ,366 30 30 ,336 -,111 ,069 ,559 30 30 ,297 -,463** ,111 ,010 30 30 -,180 -,327 ,341 ,078 30 30
Status Pekerjaan ,030 30 -,584** ,001 30 -,157 ,408 30 ,506** ,004 30 -,061 ,750 30 -,271 ,148 30 -,307 ,099 30 -,213 ,260 30
Pendapatan ,000 30 ,551** ,002 30 -,311 ,094 30 -,557** ,001 30 -,181 ,338 30 ,346 ,061 30 ,280 ,134 30 ,622** ,000 30
Etnik Keluarga ,569 30 ,199 ,292 30 ,107 ,574 30 -,173 ,362 30 ,083 ,663 30 -,184 ,329 30 ,329 ,076 30 ,072 ,704 30
Art ,256 30 ,147 ,439 30 ,141 ,458 30 ,041 ,828 30 ,070 ,715 30 -,188 ,320 30 ,394* ,031 30 -,076 ,690 30
Mata Pencaharian Utama Keluarga . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30 .b . 30
Pendapatan Rt 30 ,525** ,003 30 -,205 ,277 30 -,314 ,091 30 ,100 ,597 30 ,307 ,099 30 ,091 ,634 30 ,192 ,310 30
76 Lanjutan lampiran 10 Akses Sd Modal
Umur
Asal Etnik Tingkat Pendidikan Status Pekerjaan
Pendapatan
Etnik Keluarga
Art
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Ikatan PatrontClient
Dukungan Sosial
Pola Nafkah
Migrasi
Optimalisasi Sd Keluarga
Kontribusi Pendapatan Perempuan
,041
-,131
-,159
-,288
,038
,489**
,204
,831 30 ,480**
,490 30 ,248
,402 30 -,057
,123 30 ,247
,843 30 ,336
,006 30 ,297
,281 30 -,180
,007 30
,187 30
,764 30
,188 30
,069 30
,111 30
,341 30
-,279
,018
,356
,171
-,111
-,463**
-,327
,136 30
,923 30
,053 30
,366 30
,559 30
,010 30
,078 30
-,584**
-,157
,506**
-,061
-,271
-,307
-,213
,001 30
,408 30
,004 30
,750 30
,148 30
,099 30
,260 30
,551**
-,311
-,557**
-,181
,346
,280
,622**
,002 30
,094 30
,001 30
,338 30
,061 30
,134 30
,000 30
,199
,107
-,173
,083
-,184
,329
,072
,292 30
,574 30
,362 30
,663 30
,329 30
,076 30
,704 30
,147
,141
,041
,070
-,188
,394*
-,076
,439 30
,458 30
,828 30
,715 30
,320 30
,031 30
,690 30
77 Akses Sd Modal Mata Pencaharian Utama Keluarga Pendapatan Rt
Akses Sd Modal Ikatan PatrontClient Dukungan Sosial Pola Nafkah
Migrasi Optimalisasi Sd
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Ikatan PatrontClient
Dukungan Sosial
Pola Nafkah
Migrasi
Optimalisasi Sd Keluarga
Kontribusi Pendapatan Perempuan
.b
.b
.b
.b
.b
.b
.b
. 30
. 30
. 30
. 30
. 30
. 30
. 30
,525**
-,205
-,314
,100
,307
,091
,192
,003 30 1
,277 30 -,051
,091 30 -,302
,597 30 ,185
,099 30 ,161
,634 30 ,190
,310 30 ,101
30
,789 30
,105 30
,329 30
,394 30
,314 30
,596 30
-,051
1
,309
,149
-,165
,179
-,379*
,789 30
30
,096 30
,433 30
,382 30
,345 30
,039 30
-,302
,309
1
,280
-,386*
-,289
-,612**
,105 30
,096 30
30
,134 30
,035 30
,122 30
,000 30
,185
,149
,280
1
-,257
-,069
-,336
,329 30
,433 30
,134 30
30
,171 30
,716 30
,069 30
,161
-,165
*
-,257
1
-,154
,421*
,394 30
,382 30
,035 30
,171 30
30
,416 30
,021 30
,190
,179
-,289
-,069
-,154
1
,030
-,386
78 Akses Sd Modal Keluarga Kontribusi Pendapatan Perempuan
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
,314 30
Sig. (2-tailed)
,596 30
N
,101
Ikatan PatrontClient ,345 30 -,379
*
,039 30
Dukungan Sosial
,716 30
,416 30
30
Kontribusi Pendapatan Perempuan ,874 30
**
-,336
*
,030
1
,000 30
,069 30
,021 30
,874 30
30
,122 30 -,612
Pola Nafkah
Migrasi
,421
Optimalisasi Sd Keluarga
79 Dokumentasi
Pantai Sendang Biru
Kegiatan Nelayan di PagiHari
Bongkar Muatan Ikan (Kapal Slerek)
Prose Pengecatan Lambung Kapal Sekoci
Bedak Bakul Ikan Segar di TPI
Bedak Bakul Ikan Kering di TPI
Penjemuran Ikan
Keranjang Ikan Bakul Ikan TPI
80
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Malang pada tanggal 28 Agustus 1992 dengan nama Nina Evi Nur Laila. Penulis merupakan putri ketiga dari pasangan Bapak Suhariyono dan Ibu Susmini. Penulis masuk taman kanak-kanak RA Al- Hikmah Karanganyar pada tahun 1995 dan belajar di TK tersebut selama tiga tahun delapan bulan dikarenakan mengalami patah tulang kanan. Kemudian setelah lulus dari TK, penulis masuk sekolah dasar SDN 1 Karanganyar pada tahun 1998 dan pada saat kelas V SD, penulis harus bersekolah di dua sekolah dasar sekaligus karena harus mengikuti kompetisi siswa teladan daerah. Setelah Lulus dari sekolah dasar, penulis melanjutkan pendidikannya ke SMP N 2 Poncokusumo tahun 2004. Kemudian pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan ke SMA N 1 Tumpang dengan kelas IPA. Pada bulan Desember 2009, penulis mengirimkan berkas lamaran sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI dan pada Juni 2010 penulis diterima masuk sebagai mahasiswa baru IPB Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis merupakan atlet cabang olahraga Aeromodelling Kab. Malang dan aktif mengikuti beberapa kejuaraan. Pada tahun 2012 penulis meraih dua medali perak dan satu medali emas di Kejuaraan Daerah II Aeromodelling Jawa Timur. Penulis menikah dengan Atlet Aeromodelling ketika menjadi mahasiswa tingkat akhir. Penulis juga aktif dalam kegiatan kampus dengan mengikuti kepanitiaan dan organisasi kemahasiswaan. Kegiatan kepanitiaan yang pernah diikuti oleh penulis antara lainTPB cup 2011, Sanggar Juara Festival 2011, Pesta Politik 2011, MPD/MPF Hero 48 dan Semarak Bidik Misi IPB 2013. Penulis juga aktif mengikuti perlombaan olahraga dan kesenian fakultas. Penulis mendapat juara 2 dan 3 kategori Tari Tradisional di tahun 2012 dan 2013 serta juara dua lompat jauh 2013 di E’spent (Ecology Sport Art Event). Kemudian, penulis menjadi anggota pengurus HIMASIERA divisi Photography and Cinematography masa kepengurusan 2011-2012, Manager Creative Komunitas SANGGAR JUARA periode 2011-2012 dan anggota BEM FEMA Kabinet Trilogi Departemen KASKEMAH periode 2012-2013. Pengalaman kerja penulis selama menjadi mahasiswa IPB adalah sebagai guru les privat dan sebagai manager produksi usaha fashion merk NODE serta co founder ORIGAMIHIJAB sebuah merk dagang fashion.