PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN STRATEGI NAFKAH TERHADAP KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF KELUARGA USIA PENSIUN
SRI SULASTRI
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Dukungan Sosial dan Strategi nafkah terhadap Kesejahteraan Subjektif Keluarga Usia Pensiun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Desember 2013 Sri Sulastri NIM I24090084
ABSTRAK SRI SULASTRI. Pengaruh Dukungan Sosial dan Strategi Nafkah terhadap Kesejahteraan Subjektif Keluarga Usia Pensiun. Dibimbing oleh HARTOYO. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun. Disain yang digunakan dalam penelitian adalah cross sectional study. Penelitian ini melibatkan 154 keluarga dengan suami dan atau istri berusia lebih atau sama dengan 56 tahun dan sudah pensiun. Contoh dipilih secara purposive sampling dengan riwayat pekerjaan dibedakan menjadi PNS dan non PNS. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan alat bantu kuesioner dan dianalisis dengan uji beda Independent sample t-test dan uji regresi linier berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan kesejahteraan subjektif keluarga PNS lebih tinggi dibandingkan dengan non PNS. Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun adalah pendapatan keluarga, dukungan sosial, dan strategi nafkah. Kata kunci: dukungan sosial, kesejahteraan subjektif, strategi nafkah
ABSTRACT SRI SULASTRI. Effect Of Social Support And Livelihood Strategies On Subjective Well-Being Of Family At Retirement Age. Supervised by HARTOYO. This aim of this study was to analyzed the influence of social support and livelihood strategies on subjective well-being at retirement age. This study used cross sectional study design. This research involves 154 families with husband or wives aged greater than or equal to 56 years old and being retired. The samples were selected purposively and grouped into two types (civil servant and non civil servant). Data were collected by interview using questionnaire and analyzed by compare means independent sample t-test and multiple linear regression. Results of this study indicated that subjective well-being civil servant families was higher than the non civil servant. Factors that influence subjective well-being at retirement age family were family income, social support, and livelihood strategies. Keyword : livelihood strategies, social support, subjective well-being
PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN STRATEGI NAFKAH TERHADAP KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF KELUARGA USIA PENSIUN
SRI SULASTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Pengaruh Dukungan Sosial dan Strategi Nafkah terhadap Kesejahteraan Subjektif Keluarga Usia Pensiun Nama : Sri Sulastri NIM : I24090084
Disetujui oleh
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc. Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc. Ketua Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial dan Strategi Nafkah terhadap Kesejahteraan Subjektif Keluarga Usia Pensiun”. Terimakasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada: 1. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku pembimbing skripsi, yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian tugas akhir ini. 2. Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, M.Si dan Megawati Simanjuntak, SP, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk perbaikkan skripsi ini. 3. Neti Hernawati, SP, M.Si selaku pembimbing akademik, yang selalu memberikan kemudahan dalam proses bimbingan akademik selama ini serta seluruh dosen IKK yang telah memberikan ilmu serta pengetahuan berharga bagi penulis. 4. Kedua orangtua, ayahanda H. Maryono (alm), ibunda Hj. Sukatmi yang selalu memberikan doa, semangat, dan kasih sayangnya yang tak terhingga. Kakakkakak tersayang Suyanto dan Sulistiyo dan keluarga besar yang selalu memberikan dukungan serta motivasi kepada penulis 5. Teman seperjuangan Dyah Purnamasari, Halisa Rohayu, Silvia Dewi S. A, dan Sri Wahyuni Muhsin atas waktu, kebersamaan, dan motivasinya serta kepada seluruh pihak yang telah membantu selama penelitian. Nur Fauzia, Nuke A.P, Fulan, Ayulia, Novy, Ani, Dinni, Amel, Indri, dan seluruh teman-teman IKK angkatan 46 yang selalu memberi dukungan, motivasi, dan kebersamaan selama empat tahun terakhir. 6. Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih. Demikian ucapan terima kasih ini dipersembahkan dari hati yang paling dalam. Semoga penelitian ini memberikan manfaat.
Bogor, Desember 2013 Sri Sulastri
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
KERANGKA PEMIKIRAN
4
METODE PENELITIAN
6
Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
6
Teknik Pengambilan Contoh
7
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
7
Pengolahan dan Analisis Data
9
Definisi Operasional
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
SIMPULAN DAN SARAN
23
Simpulan
23
Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
LAMPIRAN
27
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL 1 Rataan dan uji beda karakteristik contoh dan keluarga 2 Sebaran kategori dukungan emosi dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 3 Sebaran kategori dukungan instrumental dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 4 Sebaran kategori dukungan informasi dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 5 Sebaran kategori dukungan self-esteem dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 6 Sebaran kategori dukungan sosial total dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 7 Sebaran strategi nafkah dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 8 Sebaran kategori kesejahteraan ekonomi dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 9 Sebaran kategori kesejahteraan fisik dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 10 Sebaran kategori kesejahteraan psikologis dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 11 Sebaran kategori kesejahteraan sosial dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 12 Sebaran kategori kesejahteraan subjektif total dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan 13 Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga
11 12 12 13 13 14 15 15 16 16 17 17 18
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran pengaruh dukungan sosial dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun 2 Teknik pengambilan contoh
6 7
DAFTAR LAMPIRAN 1 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan dukungan sosial dan riwayat pekerjaan (%) 2 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan strategi nafkah dan riwayat pekerjaan (%) 3 Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan pernyataan kesejahteraan subjektif dan riwayat pekerjaan (%)
27 29 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Peningkatan pelayanan kesehatan dan membaiknya keadaan ekonomi membawa dampak terhadap peningkatan harapan hidup, sehingga semakin banyak orang yang akan mencapai usia lanjut (Oswari 1985). Sebagai akibat dari usia harapan hidup yang semakin lama, jumlah penduduk usia diatas 60 tahun mengalami peningkatan. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia adalah 18.57 juta jiwa, meningkat dibandingkan jumlah pada tahun 2000 yaitu 14.44 juta jiwa. Jumlah penduduk lansia di Indonesia diperkirakan akan terus bertambah sekitar 450 000 jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia diperkirakan berjumlah sekitar 34.22 juta jiwa (BPS 2010). Secara umum, usia lanjut dini dibatasi oleh rentang usia antara 60-70 tahun, dimana pada masa tersebut ditandai oleh berbagai perubahan baik secara fisik maupun mental (Hurlock 1980). Saat memasuki usia lanjut, lansia dihadapkan pada berbagai tantangan baru seperti pensiun, kehilangan pasangan, tinggal jauh dari anak-anak maupun cucu, dan penurunan fungsi fisik. Hal tersebut merupakan stresor utama bagi lansia, yang menyebabkan lansia merasa tidak berguna dan tidak mampu berbuat apa-apa. Disfungsi yang dialami oleh lansia memungkinkan lansia akan merasa sedih, cemas, dan tidak berharga (Bozo et al. 2009). Selain hal perubahan fisik pada lansia, masa pensiun memang menjadi momok masalah pada sebagian lansia karena pensiun merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru. Pensiunan selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu (Schwartz 1974). Masa pensiun tidak terlepas dari masa tua. Pendapat ini dipertegas oleh Havighurst (1961) bahwa salah satu tugas-tugas perkembangan pada masa tua adalah menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan sehingga individu yang telah memasuki masa pensiun harus dapat menyesuaikan diri pada masa pensiunnya dengan baik. Apabila individu mampu menyelesaikan suatu tahap perkembangan dengan penyesuaian diri yang baik, maka individu tersebut akan lebih mudah dalam menempuh tahap perkembangan selanjutnya. Begitu pula bila individu yang telah pensiun mampu menyelesaikan tugas perkembangannya pada masa pensiun maka individu tersebut mencapai successfull atau optimum aging di hari tuanya karena individu yang pensiun sudah semakin dekat dengan masa tuanya. Successfull atau optimum aging adalah kesejahteraan yang dicapai oleh seseorang individu dimasa tuanya. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa successfull aging terdiri dari tiga dimensi yaitu fisik, mental, dan kesehatan sosial (Rowe dan Kahn 1997; Reig 2003). Sering kali keluarga inti tidak dapat membantu secara ekonomi maupun sosial (Prayitno 1984). Padahal masalah yang paling serius dalam penyesuaian terhadap pensiun adalah yang berhubungan dengan anggota keluarga sehingga pada masa ini seseorang yang pensiun membutuhkan dukungan sosial. Menurut Kuntjoro (2002) dukungan sosial merupakan bantuan atau dukungan yang diterima individu dari orang-orang tertentu dalam kehidupannya dan berada pada
2 lingkungan sosial tertentu yang membuat si penerima merasa diperhatikan, dihargai dan dicintai. Dukungan sosial berperan untuk melindungi seorang dari dampak negatif yang diakibatkan oleh stres (Smet 1994). Di antara semua komponen succesfull aging, menurut Hsu (2010) diperlukan keamanan ekonomi. Semakin baik kondisi keuangan maka semakin besar kepuasan hidup (Gray et al 1992.; Krause 1991). Saat seseorang memasuki masa pensiun, salah satu perubahan yang dialami yaitu berkurangnya penghasilan yang didapat. Temuan sebelumnya menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi sangat penting untuk kesejahteran pada masa tua (Hsu 2010). Orang tua memiliki tiga sumber utama dukungan finansial yaitu individu, keluarga, dan masyarakat. Beberapa orang tua masih memiliki kesulitan keuangan yang serius dan tidak puas dengan standar hidup yang rendah pada tingkat dasar. Hal ini membutuhkan upaya yang lebih dari pemerintah untuk memperbaiki sistem pensiun pedesaan dan meningkatkan investasi keuangan untuk proyek-proyek kesejahteraan bagi mereka (Shen et al. 2011). Selain dukungan dari keluarga, masyarakat, dan pemerintah perlu adanya strategi nafkah dalam menghadapi perubahan kondisi keuangan yang terjadi di masa pensiun. Strategi nafkah merupakan cara manusia untuk memenuhi kebutuhan dan memperbaiki hidup (Chambers dan Conway 1991). Berbagai aset yang ada akan menentukan bagaimana strategi nafkah dibentuk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan karena aset (capital) tersebut memberikan orang kemampuan (capability). Penelitian-penelitian sebelumnya terkait strategi nafkah banyak dilakukan pada usia produktif yang menghadapi berbagai permasalahaan yang menyebabkan kemiskinan dan memiliki pendapatan yang tidak menentu seperti keluarga nelayan dan petani yang sangat bergantung pada musim. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini ingin melihat strategi nafkah yang dilakukan oleh seseorang pada usia yang sudah tidak produktif. Kesejahteraan merupakan aspek atau tujuan akhir yang diharapkan oleh semua orang. Chen (2010) mendefinisikan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan kepuasan kehidupan secara keseluruhan. Kualitas hidup itu sendiri dipengaruhi oleh keadaan psikologis, mental, sosial, dan ekonomi (Osborne et. Al 2003). Liu dan Guo (2008) juga menyatakan bahwa status ekonomi dan masalah keuangan dapat menyebabkan pembatasan dalam kemampuan seseorang untuk mandiri dan memenuhi kebutuhan sehingga akan berdampak pada kesejahteraan. Hasil penelitian Chen (2010) menyatakan usia, jenis kelamin, pendidikan, status keuangan, status perkawinan, kesehatan fisik, self eficacy, kegiatan personal, hubungan anggota keluarga merupakan faktor yang memengaruhi kesejahteraan. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini menjadi penting untuk melihat pengaruh dukungan sosial dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun.
Perumusan Masalah Masa pensiun merupakan masa perubahan yang penting dalam hidup seseorang, individu yang bekerja menjadi tidak bekerja (berakhirnya karier di bidang pekerjaan), berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dengan teman sebaya dan relasi-relasi, dan meningkatnya waktu luang. Serangkaian
3 perubahan tersebut pada umumnya merupakan dari ada menjadi tidak ada sehingga perasaan kehilangan merupakan kondisi utama yang menyertai pensiun (Hurlock 1980; Kimmel 1980). Dalam menghadapi masa pensiun, individu umumnya mengeluarkan berbagai macam reaksi. Hal ini tergantung dari kesiapan dalam menghadapinya. Secara garis besar ada tiga sikap ataupun reaksi yang umumnya dikeluarkan seseorang, yaitu (1) menerima, (2) terpaksa menerima, dan (3) menolak. Sikap penolakan terhadap masa pensiun umumnya terjadi dikarenakan yang bersangkutan tidak mau mengakui bahwa dirinya sudah harus pensiun (Isnaini 2009). Permasalahan-permasalahan yang muncul akibat pensiun umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan seseorang dalam mengahadapi masa pensiun. Ketidaksiapan ini timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu akibat pensiun. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri (Eliana 2003). Seseorang yang tengah menghadapi masa pensiun membutuhkan orang lain yang dapat membuatnya merasa dicintai, diperhatikan, serta tidak merasa sendirian dalam menghadapi masa pensiun. Penting kiranya melihat dukungan sosial yang seseorang miliki pada masa pensiun guna membantu individu dalam menyesuaikan diri dengan kondisi pada masa pensiun. Pada dasarnya manusia mempunyai naluri kreatif dalam upaya mempertahankan hidupnya. Di tengah-tengah berbagai tekanan dan ancaman terhadap keberadaannya, biasanya cara dan strategi manusia agar tetap bisa survive kemudian muncul dengan sendirinya. Berkurangnya penghasilan pada masa pensiun dan adanya perbedaan antara PNS dan non PNS dari segi pendapatan yang diterima ketika masih bekerja maupun setelah pensiun, juga dapat membuat seseorang merasa stres bahkan frustasi dan kecewa karena takut kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi. Perubahan ini bagi sebagian besar pensiun tidaklah mudah, terutama bagi pensiunan yang berpenghasilan rendah dan mempunyai keterampilan sangat terbatas di luar sektor pekerjaan yang selama ini digeluti. Dengan asumsi ini, seiring dengan tekanan ekonomi yang dialami pensiun, bersamaan dengan adanya perubahan-perubahan lain seperti perubahan fisik, pensiunan harus mempunyai strategi nafkah (livelihood strategy) untuk tetap bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya. Terjadinya perubahan pendapatan juga akan memengaruhi nilai dan tujuan yang akan dicapai oleh sebuah keluarga. Nilai dan tujuan tersebut akan menentukan tingkat kepuasan dan tingkat kebahagiaan keluarga yang pada akhirnya menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Penelitian ini menduga bahwa pada keluarga PNS maupun Non PNS memiliki perbedaan dalam dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan dalam penelitian adalah: 1. Bagaimana karakteristik contoh dan keluarga PNS dan non PNS ? 2. Bagaimana dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga PNS dan non PNS ? 3. Bagaimana karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dukungan sosial, dan strategi nafkah memengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun ?
4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dukungan sosial dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun. Tujuan Khusus Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh dan karakteristik keluarga PNS dan non PNS 2. Menganalisis perbedaan dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga PNS dan non PNS 3. Menganalisis pengaruh karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dukungan sosial, strategi nafkah, terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti. Penelitian ini merupakan sarana untuk mengembangkan diri dari ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat memberikan tambahan pengetahuan/referensi bagi peneliti sendiri serta bagi penelitian selanjutnya terkait dengan dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai kondisi pada masa pensiun, dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya serta strategi nafkah yang dilakukan keluarga usia pensiun sehingga masyarakat umum mengetahui strategi apa yang paling efektif ketika dihadapkan dalam kondisi yang serupa.
KERANGKA PEMIKIRAN Penelitian ini dilandasi oleh teori struktur fungsional yang berlandaskan empat konsep (sistem, struktur, sosial, fungsi, dan keseimbangan). Teori ini memandang tidak ada individu dan sistem yang berfungsi secara independen, melainkan dipengaruhi dan pada gilirannya memengaruhi orang lain atau sistem lain (Winton 1995), serta mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial, yang merupakan sumber utama struktur masyarakat (Megawangi 1999). Sementara itu, teori perkembangan memandang sistem keluarga akan menghadapi proses perubahan (perkembangan) yang meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga di sepanjang waktu (Duvall 1971). Masing-masing keluarga memiliki tugas perkembangan yang khas dalam setiap fase sesuai dengan tahap perkembangan keluarga. Pemenuhan tugas perkembangan keluarga ini dapat berbeda-beda untuk setiap keluarga. Apabila keluarga berhasil dalam tugas tersebut, maka akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa keberhasilan untuk menyelesaikan tugas perkembangan pada tahapan selanjutnya (Megawangi 1999). Pada masa tua pun memiliki tugas perkembangan
5 yang harus dipenuhi. Salah satu tugas perkembangannya adalah menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan keluarga. Pada saat seseorang memasuki usia pensiun terjadi beberapa perubahan yang dialami, diantaranya terjadi perubahan yang awalnya bekerja menjadi tidak bekerja, berkurangnya penghasilan, berkurangnya interaksi dengan teman sebaya dan relasi-relasi, dan meningkatnya waktu luang (Hurlock 1980; Kimmel 1980). Seluruh anggota keluarga bertanggung jawab dalam mengelola sumber daya keluarga. Keluarga yang dapat memenuhi tugas perkembangan dengan baik, maka dapat menjalankan fungsi dan perannya dalam keluarga, sehingga mempermudah keluarga melalui tantangan yang dihadapi di setiap fase kehidupannya. Pemenuhan tugas perkembangan keluarga tidak terlepas dari karakteristik keluarga itu sendiri. Karakteristik keluarga dibedakan berdasarkan jumlah tanggungan keluarga, usia, pendidikan, lama pernikahan, pendapatan keluarga, dan riwayat pekerjaan. Berbagai perubahan yang terjadi pada masa pensiun terkadang menimbulkan permasalahan. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahanpermasalahan pada masa pensiun adalah dengan adanya dukungan sosial. Cutrona (1996) menyatakan bahwa dukungan sosial dapat melindungi penerima dukungan sosial dari terjadinya kemunduran kesehatan dan kesejahteraan yang disebabkan oleh tekanan (baru terjadi maupun secara terus menerus terjadi) atas kejadian yang penuh stres. Keluarga pada usia pensiun secara finansial mengalami penurunan pendapatan sehingga membutuhkan strategi nafkah demi mencapai kesejahteraan subjektif. Strategi nafkah dilakukan oleh keluarga usia pensiun untuk mempertahankan hidup atau memperbaiki keadaan hidupnya. Dukungan sosial dijadikan sebagai salah satu proses yang mendukung keefektifan dari strategi nafkah fungsi ekonomi keluarga. Kualitas kesejahteraan subjektif yang dicapai selain ditentukan oleh kualitas sumberdaya yang dimiliki juga ditentukan oleh keefektifan strategi nafkah fungsi ekonomi yang dilakukan. Dengan menerapkan berbagai strategi nafkah (livelihood diversity) bertumpu pada sumberdaya yang dimiliki setiap rumahtangga dapat meningkatkan derajat kesejahteraannya (Tulak et.al 2009). Strategi nafkah yang sesuai dengan sumberdaya keluarga yang dimiliki akan mempermudah pencapaian tujuan keluarga. Apabila tujuan yang dicapai sesuai dengan nilai yang dianut maka diharapkan kepuasan akan terpenuhi (Guhardja et al. 1992). Menurut Diener (2002) kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi seseorang terhadap kehidupannya. Evaluasi dapat berupa pendapat kognitif, seperti kepuasan hidup dan respon emosi terhadap suatu peristiwa. seperti perasaan emosi yang positif. Dengan demikian, tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan akan menentukan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Kerangka pemikiran yang dapat lebih menjelaskan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
6
Karakteristik individu Usia Pendidikan Riwayat pekerjaan
Karakteristik keluarga Jumlah tanggungan Pendapatan keluarga Lama Pernikahan
Strategi nafkah 1. Rekayasa sumber nafkah 2. Pola nafkah ganda 3. Rekayasa spasial (migrasi)
Lingkungan sosial Keluarga Masyarakat Pemerintah
Dukungan sosial 1. Dukungan Emosi 2. Dukungan Informasi 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Self-esteem
Kesejahteraan subjektif 1. Kesejahteraan Ekonomi 2. Kesejahteraan Fisik 3. Kesejahteraan Psikologis 4. Kesejahteraan Sosial
Keterangan: Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Gambar 1 Kerangka pemikiran pengaruh dukungan sosial dan strategi nafkah terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun
METODE PENELITIAN Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian “payung” dengan tema “Manajemen Sumberdaya Keluarga Usia Pensiun”. Disain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengukuran variabel-variabel penelitian pada satu waktu bersamaan dengan objek yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, masing-masing diwakili dua perumahan. Perumahan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor diwakili oleh perumahan Taman Pagelaran dan Ciomas Permai sedangkan di wilayah Kota Bogor diwakili oleh perumahan Bantarjati dan Indraprasta. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan terdapat banyak keluarga usia pensiun yang
7 memiliki latar belakang pekerjaan sebelum pensiun yang sesuai dengan kriteria penelitian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Desember 2013 yang mencakup persiapan, pengumpulan, pengolahan, analisis data, dan penulisan laporan.
Teknik Pengambilan Contoh Populasi penelitian ini adalah keluarga yang telah memasuki usia pensiun (≥56 tahun) dan tinggal di wilayah Kota Bogor dan Kabupaten Bogor yaitu di empat perumahan yang telah ditentukan. Kerangka contoh dalam penelitian ini adalah PNS dan non PNS (termasuk didalamnya pegawai swasta, wiraswasta dan pegawai BUMN) dari berbagai tingkat ekonomi dengan usia diatas atau sama dengan 56 tahun dan tinggal di empat perumahan tersebut. Jumlah contoh yang diambil sebesar 160 orang. Karena ada data pencilan maka contoh yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 154 orang. Penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 2. Provinsi Jawa Barat
Purposive
Purposive
Kota Bogor
Kabupaten Bogor
Kec. Bogor Utara
Kec. Ciomas
Purposive
Perumahan Bantarjati
Perumahan Indraprasta
Perumahan Taman Pagelaran
Perumahan Ciomas Permai
Purposive
n = 40 keluarga
n = 40 keluarga
n = 40 keluarga
n = 40 keluarga
Purposive
PNS n=20
Non PNS n=20
PNS n=20
Non PNS n=20
PNS n=20
Non PNS n=20
PNS n=20
Gambar 2 Skema penarikan contoh
Non PNS n=20
8 Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengisian kuesioner yang kemudian diuji validitas dan reliabilitasnya. Data primer diperoleh langsung dengan melakukan wawancara kepada suami atau istri yang berusia diatas atau sama dengan 56 tahun dan telah pensiun dari pekerjaan utamanya. Data primer yang diperoleh dengan bantuan kuesioner meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Data sekunder yang diperoleh adalah data monografi dari Kelurahan Bantarjati di Kota Bogor dan Kelurahan Ciomas di Kabupaten Bogor. Data yang diambil dari kelurahan tersebut adalah data jumlah keluarga yang termasuk usia pensiun. Kuesioner berisi tentang karakteristik contoh dan karakteristik keluarga yang terdiri dari usia, pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, dan lama pernikahan. Selain itu kuesioner juga berisi tentang dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Instrumen dukungan sosial dimodifkasi dari Djakiman (2013) yang didasari oleh teori Cutrona (1996) yang terdiri dari dukungan emosi, instrumental, informasi, dan self-esteem. Jumlah total pernyataan dukungan sosial adalah sebanyak 30 item pernyataan yang terdiri dari delapan peryataan mengenai dukungan emosi, delapan pernyataan mengenai dukungan instrumental, enam pernyataan mengenai dukungan informasi, dan delapan pernyataan mengenai dukungan self-esteem. Instrumen untuk mengukur strategi nafkah terdiri dari 15 item pernyataan. Instrumen strategi nafkah merupakan hasil konstrak yang diadopsi teori Scoones (1998) yang menggolongkan menjadi tiga golongan yaitu rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan rekayasa spasial (migrasi). Di dalam instrumen ini terdapat 15 item pernyataan yang terdiri dari lima pernyataan mengenai rekayasa sumber nafkah, lima penyataan mengenai pola nafkah ganda, dan lima pernyataan mengenai rekayasa spasial (migrasi). Sedangkan instrumen untuk mengukur kesejahteraan subjektif keluarga terdiri dari 22 item pernyataan. Pernyataan pada variabel kesejahteraan subjektif diacu dan dimodifikasi oleh peneliti dari Puspitawati (2012) yang mengukur kesejahteraan subjektif dengan empat dimensi yaitu ekonomi, fisik, psikologis, dan sosial. Khusus untuk kesejahteraan subjektif dimensi ekonomi pernyataan merujuk pada material living standards yang termasuk dalam key dimension of well being pada Commission on the Measurement of Economic Performance and Social Progress. Pernyataan mengenai material living standards mencakup pernyataan mengenai pendapatan, konsumsi, dan kekayaan yang dirasakan. Di dalam kuesioner ini terdapat 22 item pernyataan yang terdiri dari tujuh peryataan mengenai dimensi ekonomi, lima pernyataan mengenai dimensi fisik, lima pernyataan mengenai dimensi psikologis dan lima pernyataan mengenai dimensi sosial. Variabel dukungan sosial dan strategi nafkah diukur dengan menggunakan skala likert dari 1-5 (sangat tidak setuju-sangat setuju). Kesejahteraan subjektif keluarga juga diukur dengan skala likert dari 1-5 (sangat tidak puas-sangat puas). Nilai cronbach alpha untuk instrumen dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif berturut-turut sebesar 0.809, 0.845, dan 0.865.
9 Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Data dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows. Analisis data yang digunakan meliputi uji beda Independent Samples T-Test dan uji regresi linier berganda. Pengkategorian data yang berdasarkan sebaran data menggunakan tiga interval kelas yang sebelumnya skor total ditransformasi ke dalam bentuk indeks dengan rumus sebagai berikut:
Pengkategorian variabel dukungan sosial dan kesejahteraan subjektif keluarga menggunakan kategori tiga kelompok, yaitu: 1. Rendah bila skor <60% 2. Sedang bila skor 60%-80% 3. Tinggi bila skor >80% Analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing tujuan adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan tabulasi silang. Karakteristik keluarga meliputi usia, jumlah tanggungan keluarga, lama pendidikan, pendapatan keluarga, dan lama pernikahan. Statistik deskriptif adalah bidang statistik yang berhubungan dengan metode pengelompokan, peringkasan, dan penyajian data dalam cara yang lebih informatif (Santoso dan Ashari 2005). Statistik deskriptif yang digunakan meliputi nilai rata-rata, standar deviasi, maksimum, dan minimum. 2. Uji beda digunakan untuk melihat perbedaan karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dukungan sosial, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga menurut riwayat pekerjaan (PNS dan non PNS). Uji beda dilakukan menggunakan Independent sample t-test. 3. Uji regresi linier berganda digunakan untuk melihat pengaruh karakteristik contoh, karakteristik keluarga, dukungan sosial, strategi nafkah terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Berikut adalah persamaan dari uji yang dilakukan: Y=a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 Keterangan: Y : Kesejahteraan subjektif keluarga a : konstanta b : koefisien regresi X1 : usia (tahun) X2 : lama pendidikan (tahun) X3 : lama pernikahan (tahun) X4 : jumlah tanggungan keluarga (orang)
10 X5 X7 X8 X9
: pendapatan keluarga (Rp/bulan) : riwayat pekerjaan (0=non PNS; 1=PNS) : dukungan sosial : strategi nafkah
Definisi Operasional Keluarga usia pensiun adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, istri, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya dengan suami dan atau istri termasuk ke dalam usia pensiun yaitu dengan usia diatas atau sama dengan 56 tahun dan telah mengalami pensiun Contoh adalah suami atau istri yang telah memasuki usia pensiun (≥56 tahun) dan memiliki riwayat pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non PNS (pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai BUMN) dari berbagai tingkat ekonomi. Karakteristik contoh dan keluarga adalah segala informasi yang berkaitan dengan identitas diri contoh dan keluarganya, seperti: nama, jenis kelamin, usia, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, kepemilikan aset, status kesehatan, pendapatan, dan lama pernikahan Usia adalah umur yang dimiliki contoh atau lama hidup contoh yang dinyatakan dalam tahun Lama Pendidikan adalah lama contoh menempuh pendidikan formal yang dinyatakan dalam tahun. Pekerjaan adalah jenis profesi yang dilakukan oleh contoh yang dapat dibedakan menjadi pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan untuk mendapat imbalan/gaji/upah Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang tinggal bersama dalam satu rumah dan masih dibiayai oleh kepala keluarga. Pendapatan keluarga adalah total pengeluaran yang dikeluarkan oleh keluarga dan saving. Dukungan sosial adalah bantuan yang didapatkan pensiunan dari orang-orang di sekitarnya, yang dilihat dari aspek emosi, instrumental, informasi, dan penghargaan diri. Strategi nafkah adalah cara contoh dan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dan mempertahankan hidup atau memperbaiki keadaan hidupnya. Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan yang berupa kesejahteraan fisik, ekonomi, psikologis, dan sosial yang diukur dengan pendekatan tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh contoh dan keluarga sendiri bukan orang lain terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Karakteristik Contoh dan Keluarga Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar contoh baik PNS (81.82%) maupun non PNS (85.71%) berjenis kelamin laki-laki. Rata-rata usia contoh PNS adalah 61.5 tahun sedangkan contoh non PNS 60.3 tahun. Berdasarkan lama pendidikan, rata-rata contoh PNS menempuh pendidikan selama 13.5 tahun sedangkan contoh non PNS menempuh pendidikan selama 12.7 tahun. Rata-rata lama pernikahan contoh PNS adalah 33.9 tahun sedangkan contoh non PNS 32.7 tahun. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga PNS dan non PNS sebanyak 3 orang. Berdasarkan pendapatan keluarga, contoh PNS rata-rata memperoleh pendapatan sebesar Rp5 117 262.3 sedangkan contoh non PNS sebesar Rp4 666 235.9. Hasil uji beda menunjukkan perbedaan nyata dalam hal lama pendidikan antara contoh PNS dan non PNS (p<0.05). Sementara karakteristik contoh dan keluarga lainnya tidak berbeda nyata. Tabel 1 Rataan dan uji beda karakteristik contoh dan keluarga No
Karakteristik PNS Non PNS Total responden dan Rataan±Sd Rataan±Sd Rataan±Sd keluarga 1. Usia contoh (tahun) 61.5±4.6 60.3±4.7 60.9±4.7 2. Lama pendidikan 13.5±2.3 12.7±2.5 13.1±2.4 contoh (tahun) 3. Lama pernikahan 33.9±8.6 32.7±6.8 33.4±7.7 (tahun) 4. Jumlah tanggungan 3±1.1 3±1.3 3±1.2 keluarga (orang) 5 Pendapatan keluarga 5 117 262.3± 4 666 235.9± 4 891 749.1± (Rp/bulan) 2 532 680.1 2 992 357.8 2 772 237.2 Keterangan: *signifikan pada p-value <0.05; **sangat signifikan pada p-value <0.001
p-value 0.114 0.045* 0.334 0.121 0.314
Dukungan Sosial Dukungan sosial adalah pemenuhan kebutuhan yang diberikan oleh seseorang untuk memberikan dampak kesejahteraan pada kehidupan orang lain (Cutrona 1996). Dukungan sosial dalam penelitian ini dilihat dari empat aspek yaitu emosi, instrumental, informasi, dan self-esteem. Dukungan Emosi Turner (1983) mengemukakan bahwa dukungan emosi ini sangat penting dan dibutuhkan setiap individu dalam setiap periode kehidupan, curahan perhatian yang mendalam membuat individu dapat mencurahkan perasaannya, hal ini sangat membantu kesehatan mental dan kesejahteraan individu. Keberadaan dukungan emosi membuat pensiunan merasa dicintai, diperhatikan, dan tidak merasa sendiri.
12 Dukungan ini biasanya diperoleh dari orang-orang yang memiliki hubungan erat dengan individu, seperti keluarga atau teman dekat. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 2, diketahui bahwa hampir satu pertiga contoh PNS (32.5%) dan kurang dari satu pertiga contoh non PNS (23.4%) memiliki dukungan emosi terkategori tinggi. Artinya baik contoh PNS dan contoh non PNS telah banyak menerima dukungan emosi. Sementara itu, rata-rata dari kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada dukungan emosi (p> 0.05). Tabel 2 Sebaran kategori dukungan emosi dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Dukungan Emosi Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n 20 32 25 77
Non PNS
% 26.0 41.5 32.5 100.0 72.4±17.6
n 18 41 18 77
% 23.4 53.2 23.4 100.0 70.4±15.6
Total n % 38 24.7 73 47.4 43 27.9 154 100.0 71.4±16.6
0.459
Dukungan Instrumental Dukungan instrumental merupakan bentuk dukungan yang diberikan melalui bantuan sumberdaya fisik seperti uang, tempat tinggal, atau berupa bantuan fisik lainnya dari keluarga dan temannya. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 3, diketahui bahwa hanya 5.2 persen contoh PNS dan 2.6 persen contoh non PNS memiliki dukungan instrumental terkategori tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa baik contoh PNS dan non PNS masih sedikit yang mendapatkan dukungan instrumental baik berupa bantuan uang, tempat tinggal, atau berupa bantuan fisik lainnya. Mendapat bantuan barang dari keluarga besar merupakan bentuk dukungan instrumental yang masih sedikit diterima oleh contoh baik PNS dan non PNS (Lampiran 1). Nilai rata-rata dari kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada dukungan instrumental (p> 0.05). Tabel 3 Sebaran kategori dukungan instrumental dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Dukungan Instrumental Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 58 75.3 15 19.5 4 5.2 77 100.0 54.1±13.9
Non PNS n 55 20 2 77 0.396
% 71.4 26.0 2.6 100.0 52.2±13.8
Total n % 113 73.4 35 22.7 6 3.9 154 100.0 53.2±13.9
13 Dukungan Informasi Dukungan informasi merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang sangat dibutuhkan pensiunan. Karena informasi yang diberikan baik itu melalui saran, petunjuk, atau berupa nasehat yang diberikan keluarga dan teman dapat membantu pensiunan dalam memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi olehnya. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 4, hanya 2.6 persen contoh PNS dan 5.2 persen contoh non PNS memiliki dukungan informasi terkategori tinggi. Hasil tersebut menunjukkan bahwa baik contoh PNS dan contoh non PNS masih sedikit yang mendapatkan dukungan informasi. Contoh PNS dan non PNS menyatakan kurang mendapatkan bantuan informasi tentang cara mengelola keuangan (Lampiran 1). Sementara itu, rata-rata dari kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada dukungan informasi (p> 0.05). Tabel 4 Sebaran kategori dukungan informasi dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Dukungan Informasi Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 52 67.5 23 29.9 2 2.6 77 100.0 47.7±23.1
Non PNS n % 48 62.3 25 32.5 4 5.2 77 100.0 50.1±22.2 0.506
Total n % 100 64.9 48 31.2 6 3.9 154 100.0 48.9±22.6
Dukungan Self-esteem Dukungan self-esteem adalah penghargaan yang diberikan terhadap kualitas yang dimiliki seseorang, percaya dengan kemampuan seseorang, dan juga memberikan persetujuan terhadap gagasan, perasaan, dan apa yang dilakukan oleh orang tersebut (Cutrona 1996). Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 5, lebih dari satu pertiga contoh PNS (39.0%) dan kurang dari satu pertiga contoh non PNS (28.6%) memiliki dukungan self-esteem terkategori tinggi. Nilai rata-rata dari kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada dukungan selfesteem (p>0.05). Tabel 5 Sebaran kategori dukungan self-esteem dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Dukungan Self-esteem Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 12 15.6 35 45.4 30 39.0 77 100.0 75.8±17.4
Non PNS n % 12 15.6 43 55.8 22 28.6 77 100.0 73.7±13.7 0.405
Total n 24 78 52 154 74.8±15.6
% 15.6 50.6 33.8 100.0
14 Dukungan Sosial Total Tabel 6 menunjukkan hanya 5.2 persen contoh PNS dan 6.5 persen contoh non PNS memiliki dukungan sosial total terkategori tinggi. Hal ini dimungkinkan karena berdasarkan jenis kelaminnya, baik contoh PNS maupun non PNS lebih banyak laki-laki yang menurut Cutrona (1996) agak kurang memiliki variasi sumber dukungan dihari tuanya. Pria juga cenderung menutupi masalah mereka dibandingkan wanita (Cutrona 1996), sehingga kurang mendapatkan dukungan dari lingkungan sekitar. Lebih lanjut Sheely (1998) diacu dalam Galvin et al. (2003) mengatakan bahwa pria lebih kesulitan pada masa transisi dari usia paruh baya menuju usia tua dan pria jarang mencari teman baru di masa paruh baya tersebut. Berdasarkan nilai rata-rata, terlihat bahwa rataan kepemilikan dukungan sosial total kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada dukungan sosial total (p>0.05). Tabel 6 Sebaran kategori dukungan sosial total dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Dukungan Sosial Total Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 26 33.8 47 61.0 4 5.2 77 100.0 62.5±12.6
Non PNS n % 35 45.4 37 48.0 5 6.5 77 100.0 61.6±10.5 0.634
Total n 61 84 9 154
% 39.6 54.5 5.8 100.0 62.1±11.6
Strategi Nafkah Scoones (1998) menggolongkan strategi nafkah menjadi tiga golongan, yaitu rekayasa sumber nafkah , pola nafkah ganda, dan rekayasa spasial (migrasi). Berdasarkan Tabel 7, hampir tiga perempat contoh PNS (71.4%) dan contoh non PNS (71.4%) menggunakan rekayasa sumber nafkah dalam melakukan strategi nafkah. Melakukan peminjaman uang ke bank atau koperasi jika pendapatan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan lebih banyak dilakukan oleh contoh PNS dibandingkan contoh non PNS (Lampiran 2). Sedangkan strategi memanfaatkan pendapatan yang dimiliki secara maksimal adalah strategi yang banyak dilakukan oleh contoh PNS dan contoh non PNS pada strategi rekayasa sumber nafkah (Lampiran 2). Lebih dari satu pertiga contoh PNS (38.9%) dan contoh non PNS (35.1%) menggunakan pola nafkah ganda dalam melakukan strategi nafkah. Pola nafkah ganda yang banyak dilakukan yaitu melibatkan anggota keluarga (istri atau suami dan anak) untuk bekerja meskipun contoh sudah memiliki penghasilan tetap (Lampiran 2). Hal tersebut dilakukan untuk menambah pendapatan keluarga. Keterlibatan seluruh anggota keluarga dalam mencari nafkah merupakan suatu strategi nafkah sebagai upaya untuk bertahan hidup sekaligus respon keluarga terhadap kondisi kehidupan (Zid 2011).
15 Begitupun dengan rekayasa spasial (migrasi) dalam melakukan strategi nafkah lebih banyak dilakukan oleh contoh PNS (12.9%) dibandingkan dengan contoh non PNS (10.4%). Hasil uji beda juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada stategi nafkah antara contoh PNS dan non PNS (p>0.05). Tabel 7 Sebaran golongan strategi nafkah dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Strategi Nafkah Rekayasa sumber nafkah Pola nafkah ganda Rekayasa spasial Rataan±SD p-value
PNS (n=77) n % 55 71.4 30 38.9 10 12.9 36.8±12.3
Non PNS (n=77) n % 55 71.4 27 35.1 8 10.4 38.3±10.5 0.396
Total n % 110 71.4 57 37.0 18 11.7 37.6±11.4
Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan subjektif berdasarkan pendekatan Quality of Life adalah mengukur kepuasan atau kesenangan seseorang secara subjektif terhadap semua materi dan perilaku yang dilakukan untuk mencapai tujuan hidup (Puspitawati 2012). Menurut Guhardja et al. (1992), kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbedabeda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan, nilai tersebut dapat berubah akibat banyaknya pengalaman. Kesejahteraan Ekonomi Kesejahteraan subjektif keluarga dimensi ekonomi terdiri dari pendapatan, konsumsi, dan kekayaan yang dirasakan. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 8, hanya 11.7 persen keluarga PNS dan 9.1 persen keluarga non PNS memiliki kesejahteraan ekonomi terkategori tinggi yang berarti masih sedikit keluarga yang merasa sangat puas dengan keadaan ekonomi setelah pensiun. Nilai rata-rata dari kedua kelompok keluarga tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara keluarga PNS dan keluarga non PNS pada kesejahteraan ekonomi (p>0.05). Tabel 8 Sebaran kategori kesejahteraan ekonomi dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Kesejahteraan Ekonomi Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 28 36.4 40 51.9 9 11.7 77 100.0 62.1±15.9
Non PNS n % 37 48.0 33 42.9 7 9.1 77 100.0 59.6±16.0 0.342
Total n 65 73 16 154
% 42.2 47.4 10.4 100.0 60.9±15.9
16 Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan subjektif keluarga dimensi fisik terdiri dari keadaan kesehatan contoh dan keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 9, hanya 5.2 persen keluarga PNS dan 3.9 persen keluarga non PNS memiliki kesejahteraan fisik terkategori rendah yang berarti lebih sedikit keluarga merasa tidak puas dengan keadaan fisik setelah pensiun. Baik keluarga PNS maupun keluarga non PNS sangat puas dengan keadaan rumah, pakaian, dan kesehatan setelah pensiun. Nilai rata-rata dari kedua kelompok keluarga tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara keluarga PNS dan keluarga non PNS pada kesejahteraan fisik (p>0.05). Tabel 9 Sebaran kategori kesejahteraan fisik dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Kesejahteraan Fisik Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 4 5.2 28 36.4 45 58.4 77 100.0 86.8±15.5
Non PNS n % 3 3.9 34 44.2 40 51.9 77 100.0 85.1±14.2
Total n 7 62 85 154
% 4.5 40.3 55.2 100.0 85.9±14.9
0.466
Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan subjektif keluarga dimensi psikologis terdiri dari keadaan mental dan spiritual contoh dan keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 10, hanya 3.9 persen keluarga PNS dan 9.1 persen keluarga non PNS memiliki kesejahteraan psikologis terkategori rendah yang berarti lebih sedikit keluarga merasa tidak puas dengan keadaan psikologis setelah pensiun. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara keluarga PNS dan keluarga non PNS pada kesejahteraan psikologis (p<0.05). Tabel 10 Sebaran kategori kesejahteraan psikologis dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Kesejahteraan Psikologis Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS
Non PNS n % 7 9.1 38 49.3 32 41.6 77 100.0 81.9±13.4
n % 3 3.9 27 35.1 47 61.0 77 100.0 86.3±14.5
Total n 10 65 79 154
% 6.5 42.2 51.3 100.0 84.1±14.1
0.052
Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan subjektif keluarga dimensi sosial mengenai hubungan komunikasi antar sesama anggota keluarga serta komunikasi dengan keluarga besar dan lingkungan di luar keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 11, hanya 3.9 persen keluarga PNS dan 6.4 persen keluarga non PNS
17 memiliki kesejahteraan sosial terkategori rendah yang berarti lebih sedikit keluarga merasa tidak puas dengan keadaan sosial setelah pensiun. Baik keluarga PNS maupun keluarga non PNS sangat puas dengan hubungan dengan pasangan, anggota keluarga, dan lingkungan disekitarnya setelah pensiun. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara keluarga PNS dan keluarga non PNS pada kesejahteraan sosial (p<0.05). Tabel 11 Sebaran kategori kesejahteraan sosial dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Kesejahteraan Sosial Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 3 3.9 16 20.8 58 75.3 77 100.0 90.7±13.5
Non PNS n % 5 6.4 33 42.9 39 50.7 77 100.0 84.2±14.1
Total n 6 74 74 154
% 4.0 48.0 48.0 100.0 87.5±14.1
0.004
Kesejahteraan Subjektif Total Tabel 12 menunjukkan bahwa hanya 3.9 persen keluarga PNS dan keluarga non PNS memiliki kesejahteraan subjektif total terkategori rendah yang berarti lebih sedikit keluarga merasa tidak puas dengan keadaan ekonomi, fisik, psikologis, dan sosial setelah pensiun. Hasil uji beda juga menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada kesejahteraan subjektif antara keluarga PNS dan keluarga non PNS (p<0.05). Tabel 12 Sebaran kategori kesejahteraan subjektif total dan uji beda berdasarkan riwayat pekerjaan (%) Kesejahteraan Subjektif Total Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (>80%) Total Rataan±SD p-value
PNS n % 3 3.9 30 39.0 44 57.1 77 100.0 81.5±11.9
Non PNS n % 3 3.9 44 57.1 30 39.0 77 100.0 77.7±11.4
Total n 6 74 74 154
% 4.0 48.0 48.0 100.0 79.6±11.8
0.047
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesejahteraan Subjektif Keluarga Kesejahteraan subjektif keluarga dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Uji regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga. Variabel yang menjadi variabel bebas dalam model regresi linear berganda yang digunakan adalah usia (tahun), lama pendidikan (tahun), lama pernikahan (tahun), jumlah tanggungan keluarga (orang), pendapatan keluarga (Rp/bulan), dukungan sosial, dan strategi nafkah. Nilai R square sebesar 0.297 pada hasil uji regresi linear berganda menunjukkan bahwa 29.7 persen kesejahteraan subjektif keluarga dapat dijelaskan oleh variabel
18 yang ada dalam model, sedangkan 70.3 persen sisanya dijelaskan oleh variabel yang tidak diteliti. Hasil uji regresi linear berganda pada Tabel 13 menunjukkan bahwa faktorfaktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan subjektif keluarga adalah pendapatan keluarga, dukungan sosial, dan strategi nafkah. Pendapatan keluarga berpengaruh positif yang signifikan (β=5.756E-7; p<0.1) terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Artinya setiap penambahan seratus ribu rupiah pendapatan keluarga per tahun akan menaikkan kesejahteran subjektif sebesar 0.05756 poin. Besarnya pendapatan akan meningkatkan peluang suatu keluarga menjadi sejahtera. Fenomena ini berkaitan dengan ukuran kesejahteraan yang memang masih lebih banyak mengandalkan masalah uang dan aset. Pendapatan yang tinggi memungkinkan semua kebutuhan keluarga dapat terpenuhi (Hartoyo dan Aniri 2010). Dukungan sosial memiliki pengaruh positif yang signifikan (β=0.302; p<0.01) terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Artinya setiap peningkatan satu dukungan sosial akan menaikkan kesejahteran subjektif sebesar 0.302 poin. Dukungan sosial terutama dalam hal ekonomi merupakan suatu aset atau kekayaan bagi keluarga yang berasal dari lingkungan sosial disekitarnya (Puspitawati 2009). Dengan adanya dukungan sosial maka akan mempermudah keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan subjektif keluarga. Dukungan sosial yang diterima oleh keluarga tidak hanya dalam hal dukungan materi saja namun terkadang dalam bentuk dukungan emosional. Strategi nafkah memiliki pengaruh negatif yang signifikan (β=-0.470; p<0.01) terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Artinya setiap penambahan satu strategi nafkah akan menurunkan kesejahteraan subjektif sebesar 0.470 poin. Ekonomi keluarga yang semakin baik dan strategi nafkah yang semakin sedikit dilakukan akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan subjektif keluarga. Tabel 13 Faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Variabel Independent
Konstanta Usia (tahun) Lama pendidikan (tahun) Lama pernikahan (tahun) Jumlah tanggungan keluarga (orang) Pendapatan keluarga (Rp/bulan) Riwayat pekerjaan (0=non PNS; 1= PNS) Dukungan social Strategi nafkah F R square Sig.
Keterangan :
* Signifikan pada p<0.1 ** Signifikan pada p<0.05 *** Signifikan pada p<0.001
Koefisien B Tidak Terstandarisasi Terstandarisasi 80.871 -0.255 -0.101 0.450 0.092 0.120 0.079 -0.228 -0.023 5.756E-7 2.252
Sig 0.000 0.269 0.232 0.381 0.762
0.135 0.093* 0.096 0.190
0.302 -0.470
0.296 0.000*** -0.456 0.000*** 7.656 0.297 0.000***
19 Hasil lain menunjukkan bahwa usia, lama pendidikan, lama pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, dan riwayat pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Usia cenderung berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Artinya bahwa semakin tinggi usia contoh semakin rendah tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Semakin tua usia seseorang maka dihadapkan permasalahan kesehatan yang menyebabkan kesejahteraan semakin menurun. Van Solinge dan Henkens (2005) menyebutkan bahwa salah satu faktor penentu utama kesejahteraan pada orang dewasa yang lebih tua adalah kesehatan. Lama pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan memberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan status ekonomi keluarga. Selain itu, dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, keluarga cenderung memiliki peluang yang lebih besar untuk sejahtera. Hal ini dimungkinkan karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, sumberdaya keluarga dapat dikelola dengan lebih baik. Pendidikan dan kesejahteraan adalah dua aspek yang saling memengaruhi. Tingkat pendidikan akan menentukan kemampuan sebuah keluarga untuk mengakses kebutuhan hidupnya. Orang yang berpendidikan tinggi biasanya diidentikkan dengan orang yang memiliki sumberdaya manusia yang tinggi. Umumnya orang yang berpendidikan tinggi mendapat upah yang relatif tinggi pula dibandingkan dengan orang yang bermutu pendidikan rendah (Guhardja et al 1992). Lama pernikahan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Semakin lama usia pernikahan yang telah dijalani maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Hal tersebut karena saat seseorang memasuki pensiun maka lebih banyak interaksi dengan pasangannya sehingga dalam melakukan dan memutuskan sesuatu hal dilakukan bersama-sama. Jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga tetapi ada kecendrungan bahwa keluarga dengan jumlah anggota yang lebih banyak memiliki kesejahteraan yang kecil. Selain itu, tingkat kesejahteraan subjektif seseorang tidak hanya ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga, dengan bertambahnya jumlah tanggungan keluarga bukan berarti kesejahteraan subjektif seseorang menurun. Walaupun jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki masih tergolong sedikit namun persepsi mengenai ekspektasi atau harapannya terhadap kehidupan yang dijalani sudah tercapai maka dapat dikatakan orang tersebut sudah merasa sejahtera secara subjektif. Keluarga dengan jumlah anggota yang lebih sedikit tentunya memiliki pengeluaran keluarga yang lebih sedikit pula untuk mencukupi kebutuhan keluarga dibanding dengan keluarga yang memiliki anggota keluarga yang lebih besar. Kebutuhan keluarga pada kelurga yang lebih kecil akan lebih mudah terpenuhi sehingga kesejahteraan keluarga lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga yang memiliki anggota yang lebih sedikit lebih sejahtera dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang lebih banyak. Riwayat pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Pekerjaan cenderung berhubungan positif dengan tingkat kesejahteraan. Pekerjaan berpengaruh positif pada akumulasi kekayaan, sebab human capital income menggambarkan pendapatan yang diperoleh (Lee dan Hanna 1990).
20 Pekerjaan merupakan salah satu aspek penting dalam mencapai kepuasan individu dan memenuhi perekonomian rumah tangga dan kesejahteraan keluarga.
PEMBAHASAN Dukungan sosial disaat para pensiun menyesuaikan diri pada masa pensiunnya, sangat dibutuhkan karena banyak perubahan kebiasaan yang harus dilakukan, dan perubahan tersebut dapat menimbulkan stres untuk itu dukungan sosial dapat digunakan sebagai pelindung (buffering effect) terhadap efek negatif dari stres, sehingga dukungan sosial memegang peranan penting dalam memelihara keadaan psikologis individu yang mengalami tekanan (Smet 1994). Hasil penelitian menunjukkan proporsi terbesar contoh PNS dan non PNS memiliki dukungan self-esteem yang berada pada kategori tinggi, dan merupakan proporsi paling besar dibandingkan dengan dukungan emosi, instrumental, dan informasi. Adanya dukungan dan pengertian dari orang-orang terdekat, khususnya keluarga akan sangat membantu pensiunan dalam menyesuaikan dirinya. Dukungan tersebut sangat penting diciptakan guna membangkitkan kembali semangat serta rasa percaya dirinya dalam menghadapi realitas kehidupan yang sedang dialami. Seseorang yang tengah menghadapi masa pensiun membutuhkan orang lain yang dapat membuatnya merasa dicintai, diperhatikan, serta tidak merasa sendirian dalam menghadapi masa usia senja tersebut (Kadarisman 2011). Hasil penelitian mengenai strategi nafkah menunjukkan bahwa terdapat contoh PNS maupun non PNS melakukan lebih dari satu strategi. Baik contoh PNS maupun non PNS lebih banyak melakukan rekayasa sumber nafkah dalam melakukan strategi nafkah. Strategi yang paling banyak dilakukan pada golongan rekayasa sumber nafkah adalah memanfaatkan pendapatan yang dimiliki secara maksimal (Lampiran 2). Kemampuan seseorang dalam mengkombinasi sumber pendapatan dapat meningkatkan keamanan dalam melakukan strategi nafkah dan kemampuan untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga (Ellis 1998). Strategi kedua yang banyak dilakukan oleh contoh PNS dan non PNS adalah pola nafkah ganda. Alasan utama melakukan strategi nafkah ganda pada rumah tangga berbeda-beda pada masing-masing lapisan. Pada rumah tangga lapisan atas, pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi modal dan lebih bersifat ekspansi usaha. Sedangkan pada lapisan menengah, pola nafkah ganda merupakan upaya konsolidasi untuk mengembangkan ekonomi rumah tangga. Sebaliknya pada lapisan bawah, pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan hidup pada tingkat subsistensi dan sebagai upaya untuk keluar dari kemiskinan (Sajogyo 1982). Dalam penerapan strategi nafkah, contoh PNS maupun non PNS memanfaatkan sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Hasil yang diharapkan dari strategi nafkah selain bertahan hidup tetapi juga berusaha memperbaiki standar hidup (Ellis 1998). Rekayasa spasial (migrasi) merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar tempat tinggalnya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan. Strategi yang banyak dilakukan pada golongan rekayasa spasial (migrasi) adalah terdapat anggota keluarga (anak) yang bekerja di luar daerah tempat tinggal (Lampiran 2). Strategi tersebut dilakukan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar. Terbatasnya
21 peluang sumber nafkah yang ada di daerah tempat tinggal, mendorong tenaga kerja rumahtangga melakukan mobilitas spasial. Kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi, termasuk didalamnya adalah pengambilan keputusan dalam penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga. Kesejahteraan subjektif keluarga PNS terkategori tinggi yang artinya keluarga PNS merasa sangat puas terhadap semua kesejahteraan ekonomi, fisik, sosial, dan psikologi. Sedangkan keluarga non PNS memiliki kesejahteraan subjektif keluarga terkategori sedang. Artinya, keluarga non PNS merasa cukup puas terhadap semua kesejahteraan ekonomi, fisik, sosial, dan psikologi. Kesejahteraan subjektif menggambarkan evaluasi individu terhadap kehidupannya yang mencangkup kebahagiaan, kondisi emosi yang senang, dan tenang serta kepuasan hidup (Diener dan Biswas 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan subjektif keluarga PNS lebih banyak yang terkategori tinggi dibandingkan keluarga non PNS. Nilai ratarata kesejahteraan subjektif keluarga PNS (81.5) lebih tinggi dibandingkan keluarga non PNS (77.7). Hasil tersebut diduga dari pendidikan dan pendapatan yang dimiliki contoh PNS lebih tinggi dibandingkan contoh non PNS. Hal tersebut didukung dengan hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) antara contoh PNS dan non PNS pada lama pendidikan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendidikan dan status keuangan merupakan faktor yang memengaruhi kesejahteraan (Chen 2010). Hal lain yang diduga menyebabkan kesejahteraan subjektif keluarga PNS lebih banyak yang terkategori tinggi adalah PNS telah mengikuti dana pensiun wajib dari pemerintah atau perusahaan dari tempatnya bekerja. Dana pensiun wajib dari pemerintah yang diikuti PNS berupa Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun). Adanya Taspen membuat PNS merasa lebih aman karena sudah memiliki jaminan setelah pensiun. Keamanan yang dirasakan keluarga PNS dalam hal keuangan juga berdampak pada kesejahteraan yang dirasakan semakin meningkat. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa kesejahteraan subjektif keluarga secara signifikan dipengaruhi oleh pendapatan keluarga, dukungan sosial, dan strategi nafkah. Pendapatan keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Hasil penelitian tersebut didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Iskandar (2007) dan Suandi (2007) yang menyatakan bahwa pendapatan keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Pendapatan yang diterima keluarga setelah pensiun menentukan keadaan kesehatan keuangan keluarga. Penelitian secara konsisten menunjukkan pentingnya kesehatan keuangan yang memadai untuk kesejahteraan di masa pensiun (Van Solinge dan Henkens 2008; Wang 2007). Semakin baik keuangan ketika pensiun maka semakin baik pula kesejahteraan psikologisnya (Van Solinge dan Henkens 2005). Dukungan sosial berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rachmawati (2010) yang menyatakan bahwa semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka kesejahteraan subjektif keluarga juga akan semakin tinggi. Wolchik, Sandler dan Braver (1987), mengemukakan sejumlah besar penelitian memperlihatkan dukungan sosial mempunyai pengaruh yang menguntungkan terhadap kesehatan fisik dan psikologis.
22 Faktor lain yang memengaruhi kesejahteraan subjektif adalah strategi nafkah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi nafkah berpengaruh negatif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Artinya semakin banyak keluarga melakukan strategi nafkah maka semakin rendah kesejahteraan subjektif keluarga. Hasil tersebut menimbulkan adanya indikasi bahwa kesejahteraan subjektif keluarga memengaruhi strategi nafkah. Hal lain bisa dikaitkan dengan pendapatan keluarga contoh. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan keluarga contoh sudah tergolong menengah atas dan keluarga contoh sudah dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga keluarga contoh sudah menunjukkan perasaan kepuasan atau rasa syukurnya akan kehidupan keluarga, baik materi dan non materi yang diperolehnya saat ini. Banyaknya strategi nafkah yang dilakukan tergantung pada pendapatan yang dimiliki. Hal ini selaras dengan pernyataan Widodo (2011) yang menyatakan bahwa indeks keragaman pendapatan semakin menurun dengan meningkatnya pendapatan. Berdasarkan hasil uji regresi yang dilakukan, lama pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan memengaruhi kesejahteraan (Chen 2010). Namun, hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada lama pendidikan contoh PNS dan non PNS. Hal ini menunjukkan bahwa contoh PNS menempuh pendidikan lebih lama dibandingkan dengan non PNS, sehingga dapat memiliki jenis pekerjaan yang lebih tinggi dan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi pula. Tetapi hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan yang dimiliki baik contoh PNS maupun non PNS tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena keluarga non PNS memiliki pekerjaan yang bervariasi sehingga pendapatan yang didapat beragam. Jumlah tanggungan keluarga tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Namun ada kecenderungan dimana semakin sedikit jumlah tanggungan ketika pensiun akan meningkatkan kepuasan terhadap kesejahteraan subjektif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hartoyo dan Aniri (2010) yang menyebutkan bahwa keluarga dengan jumlah anggota yang lebih banyak memiliki beban kebutuhan yang lebih besar, sehingga peluang untuk sejahtera menjadi lebih kecil. Usia tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengemukakan bahwa usia memengaruhi kesejahteraan subjektif (Chen 2010; Puspitawati 2009). Riwayat pekerjaan tidak berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Walaupun hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS dimana tingkat kesejahteraan subjektif keluarga PNS lebih tinggi daripada non PNS. Lama pernikahan tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Hasil penelitian yang dipimpin oleh Richard E. Lucas dari Michigan State University terhadap 24 000 pasangan nikah di Jerman antara 1984 hingga 1995 mengungkapkan bahwa banyak orang yang setelah menikah lebih lama merasa tidak puas dibandingkan saat awal menikah. Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak dapat digeneralisasikan pada seluruh pensiunan di Indonesia, karena penelitian ini menggunakan desain purposive. Selain itu, kekurangan penelitian ini juga terletak pada instrumen yang digunakan. Alat ukur yang digunakan kurang sensitif terhadap uji beda, sehingga hasil dari penelitian ini tidak menunjukkan adanya perbedaan antara PNS dengan non PNS
23 pada aspek variabel yang diteliti, yaitu dukungan sosial dan strategi nafkah. Hal ini dikarenakan alat ukur dikembangkan sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang dibakukan dan kurangnya referensi dalam pembuatan kuesioner strategi nafkah, sehingga masih banyak kekurangan yang didapatkan. Untuk itu, alat ukur dalam penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dukungan sosial yang diterima keluarga usia pensiun baik dengan riwayat pekerjaan PNS maupun non PNS terkategori sedang. Dukungan sosial yang paling banyak dimiliki keluarga usia pensiun terdapat pada dimensi self-esteem. Strategi rekayasa sumber nafkah merupakan strategi yang paling banyak dilakukan oleh keluarga usia pensiun setelah pensiun dibandingkan dengan strategi lainnya. Kesejahteraan subjektif keluarga PNS terkategori tinggi sedangkan kesejahteraan subjektif keluarga non PNS terkategori sedang. Persentase kesejahteraan subjektif paling sedikit yang termasuk kategori tinggi adalah kesejahteraan ekonomi. Berdasarkan uji beda yang dilakukan, terdapat perbedaan nyata pada lama pendidikan, kesejahteraan psikologis, kesejahteraan sosial, dan kesejahteraan subjektif total antara keluarga PNS dan non PNS. Keluarga PNS lebih lama menempuh pendidikan dibandingkan keluarga non PNS. Begitupun dengan kesejahteraan subjektif keluarga PNS lebih tinggi dibandingkan non PNS. Faktorfaktor yang memengaruhi kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun adalah pendapatan keluarga, dukungan sosial, dan strategi nafkah. Pendapatan keluarga dan dukungan sosial berpengaruh positif sedangkan strategi nafkah berpengaruh negatif terhadap kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun.
Saran Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan kepada berbagai pihak khususnya keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sudah pensiun agar dapat memberikan dukungan sosial yang lebih baik agar kesejahteraan subjektif yang dirasakan pensiunan meningkat khususnya pada dukungan instrumental dan dukungan informasi karena dukungan tersebut masih kurang didapatkan oleh keluarga usia pensiun baik PNS maupun non PNS. Hasil mengenai kesejahteraan subjektif menunjukkan bahwa terdapat keluarga usia pensiun baik PNS maupun non PNS memiliki persentase paling kecil pada kesejahteraan ekonomi yang terkategori tinggi. Untuk itu perlu adanya upaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, adalah minimal terdapat satu orang anggota keluarga yang bekerja dan dapat memenuhi kebutuhan dasar keluarga. Hasil lain yang ditemukan saat penelitian adalah masih terdapat pensiunan yang tidak mendapatkan gaji pensiunan per bulan. Menurut hasil temuan tersebut, perlu adanya pelatihan mengenai keterampilan dalam berwirausaha untuk para pegawai sebelum pensiun khususnya
24 pegawai non PNS karena tidak semua pegawai non PNS ketika pensiun mendapatkan gaji pensiunan. Hal tersebut dilakukan agar pensiunan tidak tergantung kepada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA Bozo, Toksabay NE, Kurum O. 2009. Activities of daily living, depression, and social support among ederly Turkish people. Journal of Psycology. 143(2), 193-205 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Penduduk lanjut usia Indonesia 2010. [Internet]. [8 Februari 2013]. Diunduh dari http://www.bps.go.id. Chen J, Shiho M, Kiyoko K. 2010. Factors related to well-being among the elderly in urban China focusing on multiple roles. bioScience Trends; 4(2): 61-71 Conway G dan R. Chambers. 1991. Sustainable Rural Livelihood: Practical Concepts for 21st Century, IDS Discussion Paper 296: IDS. Institute for Development Studies. Brighton Cutrona. 1996. Social Support in Couples. California: Sage Publications Inc. Dienar E, Biswas R. 2000. New Direction Well-Being Research: The Curting Edge. USA: University of Illinous Pasific. Diener, E. 2002. Finding on Subyective Well-being and Their Implication for Empowerment. Social Indicators Research. 79:661-8. Djakiman R. 2013. Hubungan Dukungan Sosial dan Tingkat Religiusitas dengan Kepuasan Hidup Lanjut Usia [Skripsi]. Bogor (ID). Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor. Duvall EM. 1971. Family Development. New York (US): J.B. Lippincott Company. Eliana R. 2003. Konsep Diri Pada Pensiunan. Online Journal. [On-line serial] Available: http://74.125.153.132/search?q =cache%3AJZ7m7EpT7_sJ%3 Alibrary.usu.ac.id%2Fdownload%2Ffk%2Fpsikologirika%2520eliana.pdf +konsep+diri+pada+pensiunan+eliana&hl=id&gl=id. Ellis F. 1998. Household Strategies and Rural Livelihood Diversification. The Journal of Development Studies. 35(1) Galvin Bylund dan Brommel. 2003. Family Communication: Cohesion and Change. Ed ke-6. Boston: Pearson Education Inc. Gray G. R., Ventis D. G., & Hayslip B., Jr. 1992. Socio-cognitive skills as a determinant of life satisfaction in aged persons. International Journal of Aging and Human Development, 35(3), 205–218. Guhardja S, Herien P, Hartoyo dan D Hastuti. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Hartoyo, Aniri NB. 2010. Analisis tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya ikan dan non pembudidaya ikan di kabupaten bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3(1):64-73. Havighurst R.J. 1961. Succesful aging. Gerontologist,1,8-13
25 Hsu H. C. 2010. Trajectory of life satisfaction and its relationship with subjective economic status and successful aging. Social Indicators Research, 99, 455– 468. Hurlock E.B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima Terjemahan Soegjarwo & Istiwidayanti. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga Iskandar A. 2007. Analisis Praktek Manajemen Sumberdaya Keluarga dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor. [Disertasi}. Institut Pertanian Bogor Isnaini N. 2009. Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Kecemasan Menghadapi Masa Pensiun pada Pegawai Kanwil Departemen Hukum dan HAM di Jawa Timur. [On-line]. Abstrak dari : http://digilib.sunanampel. ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=hubptain-gdl-noviinisna 7546&q=Sosial. Kadarisman M. 2011. Menghadapi Pensiun dan Kesejahteraan Psikologis Pegawai Negeri Sipil. Jurnal Kebijakan dan Manajemen PNS. 5(2) Kimmel D. C. 1980. Adulthood and Aging. Canada: John Willey & Sons Ltd Kuntjoro Z S. 2002. Dukungan sosial pada lansia. http://www.e-psikologi.com/ epsi/lanjutusia_detail.asp?id=183 [21 Juli 2013]. Krause N. 1991. Stressful events and life satisfaction among elderly men and women. Journal of Gerontology, 46(2), 584–592. Lee K.K, S. Hana. 1990. Pattern of Wealth Across Household Types and Over An Artificial Life Cycle. Family Resources Management Department. Leon E.D, Boris E.T. 2010. The State of Society Measuring Economic Success and Human Well-Being. Urban Institute Center on Nonprofits and Philanthropy, 202, 833-7200 Liu L., & Guo Q. 2008. Life satisfaction in a sample of empty-nest elderly: a survey in the rural area of a mountainous county in China. Quality Life Research, 17, 823–830. Megawangi R. 1999. Membiarkan berbeda : Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung : Mizan Pustaka. Michigan State University. 2007. Persuit of happiness is not a straight path. ScienceDaily. [Internet]. [7 November 2013]. Diunduh dari http://www.sciencedaily.com/releases/2007/03/070308121137.htm Osborne R. H., Hawthorne G., Lew E. A., & Gray L. C. 2003. Quality of life assessment in the community-dwelling elderly: validation of the Assessment of Quality of Life (AQoL) instrument and comparison with the SF-36. Journal of Clinical Epidemiology, 56(2), 138–147. Oswari. 1985. Menyongsong Hari Tua: Pegangan bagi Siapa Saja yang Ingin Menikmati Senja Kehidupan. Jakarta (ID): Gunung Mulia. Prayitno. 1984. Manusia Usia Lanjut. Jakarta (ID): Inti Idayu Press. Puspitawati H. 2009. Pengaruh Nilai Ekonomi Pekerjaan Ibu Rumah Tangga terhadap Kesejahteraan Keluarga Subjektif. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 2(1), 11-20 Puspitawati H. 2009. Modul Peningkatan Fungsi Keluarga Menuju Ketahanan Pangan Keluarga Tani. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. IPB.
26 Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Kampus IPB Taman Kencana Bogor (ID): IPB Press Rachmawati A. 2009. Strategi Koping dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subjektif Pada Keluarga Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) [Skripsi]. Bogor (ID). Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Reig, A. 2003. Quality of life. In R. Fernández-Ballesteros (Ed.), Encyclopedia of psychological assessment (pp. 800–805). London: Sage. Rowe, J. W., & Kahn, R. L. 1997. The structure of successful aging. In J. W. Rowe & R. L. Kahn (Eds.), Successful aging (pp. 36–52). New York: Dell. Sajogyo. 1982. Modernization Without Development. The Journal of Social Studie. Bacca. Bangladesh. Santoso PB, Ashari. 2005. Social and Cultural Perpective In Nutrition. New Jersey: Prentice Hall Schwartz A.N. 1974. Retirement: Termination or transition. Geriatrics, 29(5), 190-192, 195-198 Scoones Ian. 1998. Sustainable Rural Livelihood: A Framework for Analysis. IDS Discussion Paper 72. Institute for Development Studies. Brighton. Shen S, Fang Li, John Kipkorir Tahui. 2011. Quality of life and old age social welfare system for the rural elderly in China. Ageing Int. 37(285-299) Smet B. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta (ID): PT. Grasindo Suandi. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Keluarga Di Daerah Pedesaan Propinsi Jambi [disertasi]. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tulak, P.P, Dharmawan, A.H, Juanda, B. 2009. Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Transmigran (Studi Sosio-Ekonomi di Tiga Kampung di Disterik Masni Kabupaten Manokwari). Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia, Vol. 03, No,02 Agustus 2009, hlm 203220. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Turner, J R, and John W. G. 1983. Social Factor in Psychiatric Outcomes Toward the Resolution of Interpretive Controversies. American Sosiological Review 43: 368-382. Widodo S. 2011. Strategi Nafkah Berkelanjutan Bagi Rumah Tangga Miskin Di Daerah Pesisir. Makara, Sosial Humaniora. 15(1) Winton CA. 1995. Frameworks for Studying Families. The Duskin Publishing Group, Inc. Connecticut. Wolchik S.A., Sandler, I.N., & Braver, S.L. 1987. Contemporary topics in developmental psychology. Toronto: JohnWiley & Sons. Van Solinge H. & Henkens K. 2005. Couple’s adjustment to retirement: A multiactor panel study. The Journals of Gerontology Series B. Psychological Sciences and Social Sciences, 60(1), 11-20. Van Solinge H. & Henkens K. 2008. Adjustment to and satisfaction with retirement: Two of a kind? Psychology and Aging, 23, 422–434. Wang M. 2007. Profiling retirees in the retirement transition and adjustment process: Examining the longitudinal change patterns of retirees psychological well-being. Journal of Applied Psychology, 92, 455–474. Zid M. 2011. Fenomena Strategi Nafkah Keluarga Nelayan: Adaptasi Ekologis di Cikahuripan-Cisolok, Sukabumi. Jurnal Sosialita. 9(1)
27 Lampiran 1 Presentase sebaran jawaban contoh berdasarkan penyataan dukungan sosial dan riwayat pekerjaan (%) No
Item Pertanyaan
PNS Netral
Setuju
Tidak setuju
31.2
10.4
58.4
29.9
14.3
55.8
0.929
11.7
13.0
75.3
23.4
11.7
64.9
0.078
22.1
24.7
53.2
19.5
20.8
59.7
0.486
13.0
11.7
75.3
10.4
14.3
75.3
0.815
20.8
6.5
72.7
16.9
9.1
74.0
0.686
10.4
3.9
85.7
5.2
11.7
83.1
0.782
2.6
9.1
88.3
2.6
14.3
83.1
0.466
5.2
10.4
84.4
5.2
11.7
83.1
0.878
5.2
1.3
93.5
6.5
5.2
88.3
0.418
1.3
3.9
94.8
2.6
3.9
93.5
0.631
39.0
22.1
39.0
49.4
14.3
36.4
0.375
57.1
11.7
31.2
50.6
16.9
32.5
0.594
68.8
6.5
24.7
59.7
15.6
24.7
0.513
13.0
16.9
70.1
16.9
16.9
66.2
0.517
45.5
3.9
50.6
53.2
7.8
39.0
0.215
77.9
6.5
15.6
79.2
10.4
10.4
0.566
27.3
13.0
59.7
26.0
7.8
66.2
0.583
46.8
6.5
45.5
45.5
11.7
42.9
0.503
53.2
10.4
36.4
45.5
10.4
44.2
0.308
77.9
11.7
10.4
70.1
11.7
18.2
0.185
Tidak setuju Dukungan Emosi 1. Seseorang di samping ketika kesepian 2. Seseorang untuk berbagi kebahagiaan dan kesedihan 3. Seseorang yang mengerti permasalahan saya 4. Ada orang terdekat yang bersedia untuk mendengarkan keluh kesah 5. Memiliki teman untuk berbagi suka dan duka 6. Selalu siap untuk bertukar pikiran 7. Ada yang membuat merasa nyaman dan dibutuhkan 8. Ada yang menunjukkan kepedulian Dukungan Instrumental 9. Bersedia mengantarkan berobat 10. Bersedia membantu jika meminta bantuan 11. Membantu pada saat kesulitan keuangan 12. Membantu melakukan pekerjaan di rumah 13. Bersedia menyiapkan makanan 14. Bersedia menemani dalam memanfaatkan waktu luang 15. Membantu mendapatkan pekerjaan 16. Mendapat bantuan barang dari keluarga besar Dukungan Informasi 17. Memberitahu pelayanan kesehatan 18. Memberitahu resep obat yang harus di minum 19. Memberitahu tempat membeli obat terdekat 20. Memberitahu cara
non PNS Netral Setuju
p-value
28 mengelola keuangan Memberikan saran 45.5 15.6 39.0 bagus untuk masalah saya 22. Mengingatkan untuk 14.3 3.9 81.8 banyak berolahraga Dukungan Self-esteem 23. Memuji apa yang saya 23.4 22.1 54.5 kerjakan 24. Semua yang saya 18.2 22.1 59.7 kerjakan dianggap penting 25. Percaya dengan 3.9 7.8 88.3 kemampuan saya 26. Bercerita pada orang- 14.3 15.6 70.1 orang yang mempunyai cara berpikir dan cara pandang seperti saya 27. Menghargai apa yang 7.8 15.6 76.6 saya kerjakan 28. Menunjukkan 5.2 18.2 76.6 penghargaan diri kepada saya baik dari perkataan maupun perbuatan 29. Anggota keluarga saya 1.3 1.3 97.4 berusaha menunjukkan cinta dan kasih sayangnya 30. Orang-orang di sekitar 3.9 9.1 87.0 saya selalu memperhatikan saya Ket: ** nyata pada p-value <0.01;* nyata pada p-value <0.05 21.
44.2
19.5
36.4
0.930
13.0
3.9
83.1
0.819
26.0
31.2
42.9
0.284
7.8
29.9
62.3
0.262
3.9
14.3
81.8
0.405
18.2
20.8
61.0
0.291
5.2
22.1
72.7
0.892
0.0
24.7
75.3
0.630
0.0
5.2
94.8
0.736
0.0
11.7
88.3
0.426
29 Lampiran 2 Presentase sebaran jawaban contoh berdasarkan penyataan strategi nafkah dan riwayat pekerjaan (%) No
Item Pertanyaan
PNS Netral
Setuju
Tidak setuju
non PNS Netral Setuju
p-value
51.9
9.1
39.0
74.0
13.0
13.0
0.001**
57.1
10.4
32.5
61.0
9.1
29.9
0.660
50.6
6.5
42.9
40.3
10.4
49.4
0.277
58.4
5.2
36.4
37.7
13.0
49.4
0.028*
11.7
5.2
83.1
5.2
3.9
90.9
0.129
68.8
6.5
24.7
59.7
6.5
33.8
0.213
54.5
10.4
35.1
66.2
10.4
23.4
0.106
14.3
2.6
83.1
10.4
3.9
85.7
0.550
66.2
3.9
29.9
63.6
5.2
31.2
0.793
76.6
5.2
18.2
83.1
6.5
10.4
0.218
85.7
5.2
9.1
79.2
3.9
16.9
0.199
76.6
1.3
22.1
75.3
7.8
16.9
0.764
94.8
1.3
3.9
94.8
2.6
2.6
0.832
68.8
2.6
28.6
59.7
5.2
35.1
0.299
71.4
2.6
26.0
76.6
1.3
22.1
0.512
Tidak setuju Rekayasa sumber nafkah 1. Melakukan peminjaman uang ke bank atau koprasi jika pendapatan tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan 2. Memanfaatkan relasi/teman/jejaring sosial untuk menambah pendapatan 3. Menambah tenaga kerja ketika pekerjaan sedang banyak 4. Menambah usaha untuk meningkatkan pendapatan 5. Memanfaatkan pendapatan yang dimiliki secara maksimal Pola nafkah ganda 6. Tetap bekerja untuk memperoleh pendapatan 7. Mencari pekerjaan lain ketika dana pensiun tidak mencukupi 8. Anggota keluarga (istri atau suami dan anak) tetap bekerja meskipun saya telah memiliki penghasilan tetap 9. Memiliki pekerjaan tambahan 10. Melakukan beraneka ragam pekerjaan meskipun dengan upah yang rendah Rekayasa spasial (migrasi) 11. Ketika usaha telah sukses di daerah asal, saya akan membangun cabang baru di daerah lain yang berpotensi 12. Ada keluarga yang melakukan migrasi ke daerah lain 13. Memiliki beberapa pekerjaan atau usaha di berbagai daerah 14. Memiliki anggota keluarga (istri atau suami dan anak) yang bekerja di luar daerah tempat tinggal 15. Keluarga saya pergi ke luar daerah sementara waktu untuk mendapatkan/ menambah pendapatan
30 Lampiran 3 Presentase sebaran jawaban contoh berdasarkan penyataan kesejahteraan subjektif dan riwayat pekerjaan (%) No
Item Pertanyaan
PNS Netral
Setuju
Tidak setuju
13.0
7.8
79.2
13.0
18.2
68.8
0.364
45.5
14.3
40.3
29.9
19.5
50.6
0.077
64.9
11.7
23.4
61.0
13.0
26.0
0.640
27.3
16.9
55.8
36.4
19.5
44.2
0.148
5.2
10.4
84.4
16.9
13.0
70.1
0.015*
11.7
13.0
75.3
14.3
14.3
71.4
0.571
33.8
11.7
54.5
37.7
14.3
48.1
0.487
2.6
3.9
93.5
1.3
7.8
90.9
0.822
1.3
5.2
93.5
0.0
6.5
93.5
0.777
1.3
2.6
96.1
0.0
3.9
96.1
0.736
3.9
5.2
90.9
1.3
9.1
89.6
0.842
7.8
3.9
88.3
1.3
5.2
93.5
0.114
Tidak setuju Dimensi Ekonomi 1. Keluarga merasa puas dengan kondisi keuangan setelah pensiun 2. Keluarga merasa pendapatan yang didapat setelah pensiun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari 3. Semenjak pensiun, keluarga mengurangi waktu untuk melakukan hobi demi menjaga keuangan keluarga 4. Keluarga bisa melakukan hal yang diinginkan tanpa khawatir mempengaruhi keuangan keluarga 5. Keluarga merasa kesulitan memenuhi pendidikan anggota keluarga 6. Keluarga mengalami kesulitan dalam membiayai kesehatan 7. Keluarga memiliki tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terduga Dimensi Fisik 8. Rumah yang dimiliki sekarang sudah layak huni 9. Kondisi rumah dan fasilitas didalamnya sudah membuat nyaman keluarga 10. Pakaian yang diperoleh keluarga sudah dianggap layak dan mencukupi 11. Keluarga merasa puas dengan keadaan kesehatan fisik saat ini 12. Membawa setiap anggota keluarga yang
non PNS Netral Setuju
p-value
31 sakit ke tempat pengobatan modern Dimensi Psikologis 13. Keluarga sering mengalami gangguan kesehatan sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari yang dilakukan 14. Keluarga merasa bebas menjalankan ibadah 15. Keluarga merasa puas dengan keadaan spiritual/ mental 16. Keluarga merasa aman dari gangguan kejahatan seperti penodongan, perampokan, pemerasan 17. Keluarga merasa puas dengan pekerjaan yang sekarang Dimensi Sosial 18. Keluarga mampu ikut terlibat dalam kegiatan di lingkungan tempat tinggal 19. Keluarga merasa antar anggota keluarga memiliki hubungan yang harmonis 20. Keluarga merasa memiliki hubungan yang harmonis dengan teman sebaya 21. Saya merasa puas berkomunikasi dengan pasangan 22. Keluarga sering membantu tetangga/orang lain
11.7
10.4
77.9
11.7
11.7
76.6
0.906
46.8
6.5
45.5
45.5
11.7
42.9
0.314
3.9
0.0
96.1
1.3
0.0
98.7
0.612
2.6
0.0
97.4
1.3
5.2
93.5
0.702
2.6
5.2
92.2
2.6
10.4
87.0
0.431
2.6
1.3
96.1
1.3
7.8
90.9
0.482
1.3
1.3
97.4
0.0
3.9
96.1
1.000
1.3
3.9
94.8
0.0
14.3
85.7
0.140
1.3
2.6
96.1
1.3
3.9
94.8
0.779
1.3
15.6
83.1
3.9
2.6
93.5
0.250
Ket: ** nyata pada p-value <0.01;* nyata pada p-value <0.05
32
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bogor Propinsi Jawa Barat pada tanggal 23 Januari 1991. Penulis adalah anak bungsu dari tiga bersaudara pasangan H. Maryono (alm) dan Hj. Sukatmi. Riwayat pendidikan penulis antara lain TK Tunas Harapan (1996-1997), SD Negeri Bojong Rangkas 1 (1997-2003), SMP Negeri 1 Ciampea (2003-2006). Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Kornita Bogor dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Perguruan Tinggi (SNPTN) dan diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Manajemen Keuangan Konsumen selama 2 semester (2012-2013). Penulis aktif dalam berbagai organisasi dan kepanitiaan, di antaranya Sekretaris Ekskul Seni Musik SMA KORNITA (2006-2009), anggota Agriaswara IPB (2009-2010), Badan Pengawas HIMAIKO (2010-2011), Bendahara Divisi Family Club 2012, anggota divisi HUMAS Family and Consumer Day 2012, anggota divisi konsumsi di beberapa kepanitiaan antara lain: INDEX 2011, KERIS 2011, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) 2011. Penulis juga pernah menjadi ketua divisi Dana Usaha dan Konsumsi di beberapa kepanitiaan, yaitu kepanitiaan Masa Perkenalan Departemen (MPD) 2011, Fieldtrip IKK 2013, dan E’SPENT 2012 serta Ketua Panitia Hari Keluarga 2012. Saat ini penulis masih aktif di organisasi Daya Mahasiswa Sunda (DAMAS) cabang Bogor.