PERAN GENDER DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA KELUARGA USIA PENSIUN
SRI WAHYUNI MUHSIN
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2014 Sri Wahyuni Muhsin NIM I24090087
ABSTRAK SRI WAHYUNI MUHSIN. Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun. Dibimbing oleh HARTOYO dan NETI HERNAWATI. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan peran gender dalam pengambilan keputusan dengan kesejahteraan subjektif pada keluarga usia pensiun. Penelitian ini melibatkan 154 keluarga dengan suami atau istri yang sudah pensiun dengan usia lebih atau sama dengan 56 tahun dan dipilih secara purposive. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner yang dianalisis secara deskriptif, uji beda T-Test, dan uji korelasi Pearson. Lama pendidikan dan pendapatan keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan keputusan aktivitas pengelolaan keuangan. Jumlah anggota keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan keputusan aktivitas manajemen usaha. Pendapatan keluarga berhubungan signifikan dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Hasil penelitian juga menunjukkan peran gender dalam pengambilan keputusan pada aktivitas manajemen usaha berhubungan negatif dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Kata kunci : Keluarga pensiun, kesejahteraan subjektif, peran gender
ABSTRACT SRI WAHYUNI MUHSIN. The Role of Gender on Decision Making and Subjective Well-Being of Family at Retirement Age. Supervised by HARTOYO and NETI HERNAWATI. This study is aimed to analyze the relationship between gender roles in decision-making with subjective well-being at retirement age family. This study used cross sectional design and involved 154 families with retired husband or wives aged over or 56 years old and selected purposively. Data were collected by interview using questionnaire and was analyzed by descriptive, independent sample t-test, and and Pearson correlation. Education attendance and family’s income were positively significant associated with gender roles in financial management. Number of family dependents were positively significant associated with gender roles in bussiness management. Pearson correlation test results showed that family’s income associated significantly with the economic well-being of the family. The results also demonstrate the role of gender in bussiness management activity is negatively related to the economic subjective well-being of retirement families. Keywords: Retirement family, subjective well-being, gender roles .
PERAN GENDER DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN DAN KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA KELUARGA USIA PENSIUN
SRI WAHYUNI MUHSIN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun Nama : Sri Wahyuni Muhsin NIM : I24090087
Disetujui oleh
Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc Pembimbing I
Neti Hernawati SP, M.Si Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof. Dr. Ir. Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc dan Ibu Neti Hernawati SP, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, Ibu Alfiasari SP, M.Si selaku pembimbing akademik, Ibu Megawati Simanjuntak SP, M.Si dan Ibu Dr. Tin Herawati SP, M.Si dan seluruh dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga tercinta, Bapak Muhsin SP, Ibu Rosmina S.Pd, M.Si, Adikku tersayang Rahmat Fadhillah, terima kasih atas kasih sayang, doa, nasihat, dan motivasi yang tidak pernah putus diberikan. Tidak lupa terima kasih kepada teman seperjuangan penelitian, Halisa Rohayu, Silvia Dewi S. A, Dyah Purnama Sari, dan Sri Sulastri, atas waktu, kebersamaan, dan kerjasamanya. Selanjutnya penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman IKK 46, terutama Halisa, Woro dan Tiwi atas kebersamaan dan persahabatan yang penuh warna dan juga keluarga besar IMTR khususnya IMTR 46. Terakhir penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada ayadun (Radhi Fadhillah S.Pi) yang senantiasa memberikan dukungan dan motivasi untuk menyelesaikan laporan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas semuanya dengan kebaikan. Demikian ucapan terima kasih ini dipersembahkan dari hati yang paling dalam. Semoga penelitian ini bermanfaat bagi banyak orang.
Bogor, Februari 2014 Sri Wahyuni Muhsin
DAFTAR ISI PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
KERANGKA PENELITIAN
5
METODE PENELITIAN
6
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
7
Teknik Pengambilan Contoh
7
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
8
Pengolahan dan Analisis Data
9
Definisi Operasional
9
HASIL DAN PEMBAHASAN
11
Karakteristik Contoh dan Keluarga
11
Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan
11
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan
15
Kesejahteraan Subjektif Keluarga
16
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Keluarga dengan Kesejahteraan Subjektif Keluarga 19 Hubungan antara Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dengan Kesejahteraan Subjektif Keluarga SIMPULAN DAN SARAN
21 26
Simpulan
26
Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
27
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
34
DAFTAR TABEL 1 Nilai rata-rata, standar deviasi, dan p-value karakteristik contoh dan keluarga berdasarkan riwayat pekerjaan 2 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan 3 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan 4 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas domestik dan riwayat pekerjaan 5 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas domestik dan riwayat pekerjaan 6 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas sosial dan riwayat pekerjaan 7 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas sosial dan riwayat pekerjaan 8 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas manajemen usaha dan riwayat pekerjaan 9 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas manajemen usaha dan riwayat pekerjaan 10 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan peran gender dalam pengambilan keputusan 11 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan ekonomi dan riwayat pekerjaan 12 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan fisik dan riwayat pekerjaan 13 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan psikologis dan riwayat pekerjaan 14 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan sosial dan riwayat pekerjaan 15 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif total dan riwayat pekerjaan 16 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan kesejahteraan subjektif keluarga 17 Hasil uji korelasi peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga
11 12 12 13 13 14 14 15 15 16 17 17 18 19 19 20 21
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran hubungan peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun 2 Teknik pengambilan contoh
6 8
DAFTAR LAMPIRAN 1. Persentase sebaran jawaban contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif dan riwayat pekerjaan 2. Pengkategorian variabel penelitian
pernyataan 30 33
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia mengalami kenaikan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) yang berusia 60 tahun ke atas karena usia harapan hidup yang semakin memanjang, yaitu bisa mencapai usia 77 tahun. Hal ini dapat dilihat dari jumlah lansia di Indonesia yang meningkat secara signifikan berdasarkan hasil sensus penduduk pada tahun 2010. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia adalah 18.57 juta jiwa, meningkat sekitar 7.93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14.44 juta jiwa (BPS 2010). Secara umum, usia lanjut dini dibatasi oleh rentang usia antara 60-70 tahun, dimana pada masa tersebut ditandai oleh berbagai perubahan baik secara fisik maupun mental (Hurlock 1980). Saat memasuki usia lanjut, lansia juga dihadapkan pada berbagai tantangan baru seperti pensiun, kehilangan pasangan, tinggal jauh dari anak-anak maupun cucu, dan penurunan fungsi fisik. Selain dalam hal perubahan fisik, masa pensiun memang salah satu masalah yang dihadapi oleh lansia, dimana masa pensiun merupakan akhir pola hidup atau masa transisi ke pola hidup yang baru sehingga pensiun selalu menyangkut perubahan peran, perubahan keinginan dan nilai, dan perubahan secara keseluruhan terhadap pola hidup setiap individu (Schwartz 1974). Pensiun akan memutuskan seseorang dari aktivitas rutin yang telah dilakukan selama bertahun-tahun, selain itu akan memutuskan rantai sosial yang sudah terbina dengan rekan kerja, dan menghilangkan identitas seseorang yang sudah melekat begitu lama. Sehingga masa pensiun ini sering menimbulkan masalah psikologis baru bagi yang menjalaninya, karena banyak dari mereka yang tidak siap menghadapi masa ini. Ketidaksiapan menghadapi masa pensiun pada umumnya timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu. Pendapat ini dipertegas oleh Havighurst (1961) bahwa salah satu tugastugas perkembangan pada masa tua adalah menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan sehingga individu yang telah memasuki masa pensiun harus dapat menyesuaikan diri pada masa pensiunnya dengan baik. Berdasarkan data BPS (2010) terlihat bahwa jumlah angkatan kerja di Propinsi Jawa Barat meningkat 4.10 persen sehingga akan berdampak pada peningkatan jumlah individu yang akan mengalami masa pensiun. Semakin tua seseorang, semakin menurun kondisi fisiknya, maka beriringan dengan hal itu produktivitas kerja pun akan menurun. Seiring dengan masa pensiun diharapkan individu akan mempunyai waktu yang lebih banyak sehingga untuk melakukan pembagian peran didalam keluarga dapat dilakukan secara bersama-sama. Seperti halnya menurut Duvall (1971) yang menyebutkan bahwa tahapan keluarga usia lanjut, tugas perkembangannya adalah mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan dengan pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan, mempertahankan ikatan keluarga antar generasi, dan meneruskan untuk memahami eksistensi mereka. Persepsi peran gender dalam keluarga mempengaruhi pola pembagian peran dalam keluarga. Perbedaan bentukan budaya antara laki-laki dan wanita pada keluarga mengakibatkan perbedaan peran dalam keluarga (Zhang et. al
2 1998; Okawa et. al 1988) sehingga mengakibatkan perbedaan tanggung jawab dalam kegiatan-kegiatan keluarga yang meliputi kegiatan di sektor domestik dan publik (kegiatan ekonomi dan sosial). Peran gender yang dilakukan keluarga dapat bertujuan untuk mendistribusikan dan menjaga keseimbangan dalam sistem keluarga (Puspitawati 2012). Begitu pula dengan keluarga pada tahap dewasa madya menuju dewasa akhir yang mengalami masa pensiun, yang harus tetap bertahan dan berbagi peran di dalam keluarga. Seperti hasil penelitian Supriyantini (2002) yang menunjukkan bahwa suami-istri yang ikut terlibat berperan dalam urusan rumah tangga akan lebih mampu mengatasi konflikkonflik yang terjadi dalam urusan rumah tangga tanpa merugikan salah satu pihak dan mengurangi adanya stres pada pasangan karier ganda akibat menumpuknya tugas-tugas dalam rumah tangga. Begitu juga pada penelitian Saleha (2003) yang menunjukkan bahwa peran yang dilakukan pada sektor domestik dilakukan secara bersama-sama. Pentingnya peran suami pada kegiatan rumah tangga akan membantu menyelamatkan istri dari kelebihan peran dalam keluarga sehingga istri merasa dihargai dan suasana keluarga akan lebih baik (Puspitawati 2008). Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh istri dominan dalam aktivitas pengelolaan keuangan akan memberikan kepuasan tersendiri bagi istri, tetapi bagi suami itu hal yang dianggap biasa. Ada perbedaan tingkat kepuasan yang dirasakan antara laki-laki dan perempuan pada aktivitas pengelolaan keuangan. Berkurangnya penghasilan pada masa pensiun dan adanya perbedaan antara PNS dan non PNS dari segi pendapatan yang diterima ketika masih bekerja maupun setelah pensiun, juga dapat membuat seseorang merasa stres bahkan frustasi dan kecewa karena takut kebutuhan-kebutuhannya tidak terpenuhi. Perubahan pendapatan akan memengaruhi nilai dan tujuan yang akan dicapai oleh sebuah keluarga sehingga kesejahteraan subjektif yang dirasakan oleh PNS juga akan berbeda dengan non PNS. Kesejahteraan subjektif keluarga PNS diduga akan lebih baik karena telah mengikuti dana pensiun wajib dari pemerintah atau perusahaan dari tempatnya bekerja. Keamanan yang dirasakan contoh PNS dalam hal keuangan juga berdampak pada kesejahteraan yang dirasakan semakin meningkat. Kesejahteraan merupakan aspek atau tujuan akhir yang diharapkan oleh semua orang. Chen (2010) mendefinisikan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan kepuasan kehidupan secara keseluruhan. Perubahan peran baru dan kombinasi peran juga memiliki efek yang berbeda pada kesejahteraan (Chen et. al 2010). Kualitas hidup itu sendiri dipengaruhi oleh keadaan psikologis, mental, sosial, dan ekonomi (Greendale et. al 2000; Osborne et. al 2003). Semakin baik kondisi keuangan maka semakin besar kepuasan hidup (Gray et al 1992; Krause 1991). Liu dan Guo (2008) juga menyatakan bahwa status ekonomi dan masalah keuangan dapat menyebabkan pembatasan dalam kemampuan seseorang untuk mandiri dan memenuhi kebutuhan sehingga akan berdampak pada kesejahteraan. Hasil penelitian Chen (2010) menyatakan usia, jenis kelamin, pendidikan, status keuangan, status perkawinan, kesehatan fisik, self efficacy, kegiatan personal, hubungan anggota keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan. Hasil penelitian Islamia (2012) juga menunjukkan kesejahteraan dipengaruhi oleh tekanan sosial, tipologi wilayah, usia, pendapatan, pendidikan, dan besar keluarga. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penelitian ini menjadi
3 penting untuk melihat hubungan peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun. Perumusan Masalah Berdasarkan data BPS (2010) yang menyebutkan bahwa angkatan kerja di Jawa Barat semakin meningkat sehingga menunjukkan bahwa semakin banyak pula individu yang akan mengalami pensiun di usia yang telah ditentukan. Kondisi individu yang memasuki masa pensiun berpeluang untuk menghadapi kecemasan dan stres yaitu mereka akan memikirkan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya. Masa pensiun ini memiliki konsekuensi baik secara positif maupun negatif. Secara positif pensiunan mengganggap bahwa masa pensiun adalah masa yang menyenangkan yaitu terbebas dari beban dan stres pada semua aktivitas kerja yang dirasakan. Konsekuensi negatifnya maka mereka yang mengalami masa pensiun akan stres karena terputus dari dunia kerja, yang telah memberikannya banyak kepuasan baik dari segi uang, jabatan, harga diri dan sebagainya sehingga akan berdampak pada kesejahteraannya. Permasalahan-permasalahan yang muncul akibat pensiun umumnya disebabkan oleh ketidaksiapan seseorang dalam menghadapi masa pensiun. Ketidaksiapan ini timbul karena adanya kekhawatiran tidak dapat memenuhi kebutuhan–kebutuhan tertentu akibat pensiun. Perubahan yang diakibatkan oleh masa pensiun ini memerlukan penyesuaian diri (Eliana 2003). Beberapa permasalahan yang akan timbul ketika individu pada saat pensiun adalah dari segi ekonomi, sosial, fisik dan psikologis. Begitu juga dengan peran baru yang akan dijalankan dalam keluarga agar dapat menyeimbangkan sistem keluarga. Baik suami maupun istri akan mengambil alih peran dari masing-masing. Pembagian peran yang baik antara suami dan istri akan membuat keluarga merasa sejahtera dan harmonis. Beberapa masalah yang juga dihadapi itu tekanan utamanya adalah membuat sesuatu yang dapat menguntungkan dengan memberikan pendapatan yang memadai setelah pensiun. Terjadinya perubahan pendapatan juga akan memengaruhi nilai dan tujuan yang akan dicapai oleh sebuah keluarga. Nilai dan tujuan tersebut akan menentukan tingkat kepuasan dan tingkat kebahagiaan keluarga yang pada akhirnya menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Hal-hal tersebut seperti memanfaatkan waktu senggang yang begitu banyak dan bagaimana caranya untuk melibatkan diri dalam kegiatan sosial masyarakat. Perubahan peran baru dan kombinasi peran juga memiliki efek yang berbeda pada kesejahteraan (Chen et. al 2010). Penelitian ini menduga bahwa pada keluarga PNS maupun non PNS memiliki perbedaan dalam peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mengkaji lebih lanjut mengenai permasalahan bagaimana kesejahteraan subjektif yang didapat serta pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan pada seseorang di usia pensiun. Maka pertanyaan yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik contoh dan keluarga PNS dan non PNS? 2. Bagaimana pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif pada keluarga PNS dan non PNS?
4 3. Bagaimana hubungan karakteristik contoh, karakteristik keluarga, peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif pada keluarga PNS dan non PNS?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif pada Keluarga Usia Pensiun. Tujuan Khusus 1. Untuk mengidentifikasi karakteristik contoh dan karakteristik keluarga PNS dan non PNS 2. Untuk menganalisis pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif pada keluarga PNS dan non PNS 3. Untuk menganalisis hubungan karakteristik contoh, karakteristik keluarga, peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif pada keluarga PNS dan non PNS
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti yaitu sarana untuk mengembangkan diri dari ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan serta dapat memberikan tambahan pengetahuan/referensi bagi peneliti sendiri serta bagi penelitian selanjutnya terkait dengan peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun. Bagi masyarakat, khususnya keluarga pada usia pensiun penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran mengenai pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan sehingga keluarga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Bagi pemerintah, penelitian ini bermanfaat untuk memberikan gambaran tentang pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif pada keluarga dengan usia pensiun sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan suatu kebijakan pemerintah khususnya bidang kesejahteraan keluarga usia pensiun.
5
KERANGKA PENELITIAN Salah satu indikator keberhasilan pembangunan adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduk. Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup penduduk, jumlah penduduk lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga jumlah penduduk usia pensiun juga semakin meningkat. Semakin meningkatnya jumlah angkatan kerja dan peningkatan usia harapan hidup di Indonesia berdampak pada semakin meningkat pula jumlah pensiunan (BPS 2010). Keluarga merupakan institusi terkecil dalam masyarakat juga sebagai wahana utama dan pertama bagi anggota-anggotanya untuk mengembangkan potensi dan aspek sosial dan ekonomi. Keluarga juga merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat elemen-elemen yang dapat mendukung atau membantu keluarga untuk mencapai tujuannya. Penelitian ini dilandasi oleh teori struktural fungsional yang berlandaskan empat konsep (sistem, struktur sosial, fungsi, dan keseimbangan). Teori ini memandang tidak ada individu dan sistem yang berfungsi secara independen, melainkan dipengaruhi dan pada gilirannya memengaruhi orang lain atau sistem lain (Winton 1995), serta mengakui adanya keragaman dalam kehidupan sosial, yang merupakan sumber utama struktur masyarakat (Megawangi 1999). Sementara itu, teori perkembangan memandang sistem keluarga akan menghadapi proses perubahan (perkembangan) yang meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan antar anggota keluarga di sepanjang waktu (Duvall 1971). Cara keluarga dalam menggunakan sumberdaya berbeda-beda, oleh karena itu output yang dihasilkan oleh keluarga juga berbeda. Elemen keluarga tersebut terdiri dari input, throughput dan output. Input (sumberdaya manusia dan materi) yang digunakan untuk mencapai output (kesejahteraan subjektif), sedangkan proses perubahan input menuju output disebut sebagai “throughput” (peran gender dalam pengambilan keputusan). Dalam menghadapi masa pensiun, keluarga akan mengalami masalah-masalah khususnya yang berkaitan dengan keluarga baik dari segi emosi, ekonomi, sosial dan psikologi. Masa pensiun dimana seseorang tidak lagi bekerja diduga akan memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga pada pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan baik dari aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha dapat berhubungan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Karakteristik contoh (usia, riwayat pekerjaan, dan pendidikan), karakteristik keluarga (lama pernikahan, jumlah tanggungan keluarga, dan pendapatan keluarga) diduga berhubungan dengan peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif yang dirasakan oleh keluarga usia pensiun. Pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dijadikan sebagai salah satu proses yang mendukung kesejahteraan subjektif yang akan dicapai. Kesejahteraan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan orang lain. Dengan demikian, tingginya tingkat kepuasan yang dirasakan akan menentukan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Penelitian ini difokuskan pada peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun. Pada penelitian ini diduga terdapat hubungan antara karakteristik contoh dan keluarga, peran gender
6 dalam pengambilan keputusan, dan kesejahteraan subjektif keluarga. Bagan kerangka pemikiran secara menyeluruh dapat dilihat pada Gambar 1.
Karakteristik Contoh Usia Pendidikan Riwayat pekerjaan
Lingkungan sosial Keluarga Masyarakat Pemerintah
Karakteristik keluarga Jumlah tanggungan Pendapatan keluarga Lama Pernikahan
Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan 1. Aktivitas Pengelolaan Keuangan 2. Aktivitas Domestik 3. Aktivitas Sosial 4. Aktivitas Manajemen Usaha
Kesejahteraan Subjektif 1. Kesejahteraan Ekonomi 2. Kesejahteraan Fisik 3. Kesejahteraan Psikologis 4. Kesejahteraan Sosial
Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun Keterangan: Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
7
METODE PENELITIAN Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian “payung” dengan tema “Manajemen Sumberdaya Keluarga Usia Pensiun dengan riwayat pekerjaan PNS dan non PNS”. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu pengukuran variabel-variabel penelitian pada satu waktu bersamaan dengan objek yang berbeda. Lokasi penelitian dilakukan di Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor (perumahan Bantarjati dan Indraprasta) dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor (perumahan Ciomas Permai dan Taman Pagelaran). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut terdapat perumahan yang sudah lama ada sehingga diharapkan terdapat penduduk usia pensiun yang memiliki latar belakang usia dan riwayat pekerjaan yang sesuai dengan kriteria penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan selama dua bulan yaitu pada bulan April hingga Mei 2013. Teknik Pengambilan Contoh Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “payung” dengan tema “Manajemen Sumberdaya Keluarga Usia Pensiun”. Penelitian payung tersebut ingin mengungkap bagaimana perilaku manajemen sumberdaya keluarga yang terkait dengan peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahhteraan subjektif keluarga, alokasi waktu dan pengeluaran, strategi nafkah dan dukungan sosial, dan perencanaan keuangan hari tua pada masa lalu, yang kemudian akan dibedakan berdasarkan tempat tinggal (kota dan kabupaten) dan riwayat pekerjaan (PNS dan non PNS). Populasi pada penelitian ini adalah keluarga yang telah memasuki usia pensiun (≥56 tahun) dan tinggal di wilayah Kota dan Kabupaten Bogor yaitu di empat perumahan yang telah ditentukan. Perumahan-perumahan yang dipilih merupakan perumahan yang sudah lama ada dan diduga terdapat banyak penduduk lanjut usia. Contoh pada penelitian ini adalah 160 orang suami atau istri yang telah memasuki usia pensiun (≥56 tahun), memiliki riwayat pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan non PNS (pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai BUMN). Contoh penelitian berjumlah 160 orang yang terdiri dari 80 orang usia pensiun PNS dan 80 orang usia pensiun non PNS. Jumlah tersebut dipilih karena untuk memenuhi kriteria minimal statistik N=30. Teknik penarikan contoh dilakukan secara purposive sampling. Setelah proses cleaning, contoh yang dapat digunakan dalam penelitian ini berjumlah 154 (77 orang usia pensiun PNS dan 77 orang usia pensiun non PNS). Penjelasan lebih lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.
8 Provinsi Jawa Barat
PNS =20
Purposive
Kota Bogor
Kabupaten Bogor
Kec. Bogor Utara
Kec. Ciomas
Purposive
Purposive
Perumahan Bantarjati
Perumahan Indraprasta
Perumahan Taman Pagelaran
Perumahan Ciomas Permai
n = 40 keluarga
n = 40 keluarga
n = 40 keluarga
n = 40 keluarga
Non n PNS =20
PNS =20
Non n PNS =20
PNS =20
Non n PNS =20
PNS n =20
Purposive
Purposive
Non PNS =20
Gambar 2 Skema penarikan contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh langsung dengan melakukan wawancara kepada suami atau istri yang berusia diatas atau sama dengan 56 tahun dan telah pensiun dari pekerjaan utamanya. Data primer yang diperoleh dengan bantuan kuesioner meliputi karakteristik contoh, karakteristik keluarga, pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga. Data sekunder yang diperoleh adalah data monografi dari Kelurahan Bantarjati di Kota Bogor dan Kelurahan Ciomas di Kabupaten Bogor. Data yang diambil dari kelurahan tersebut adalah data jumlah keluarga yang termasuk usia pensiun. Kuesioner berisi data tentang karakteristik contoh (usia, pendidikan, riwayat pekerjaan) dan karakteristik keluarga (jumlah tanggungan keluarga, pendapatan, dan lama pernikahan). Selain itu kuesioner juga berisi tentang peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga. Instrumen untuk mengukur peran gender dalam pengambilan keputusan diacu dan dimodifikasi dari Irzalinda (2010) yang terdiri dari empat dimensi yaitu aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha. Instrumen ini terdiri dari 30 item pernyataan dengan nilai Cronbach’s α sebesar 0.899. Variabel peran gender dalam pengambilan keputusan diukur dengan
9 menggunakan skala likert dari 1-3 (istri sendiri/istri dominan, bersama, suami sendiri/suami dominan). Instrumen untuk mengukur kesejahteraan subjektif keluarga diacu dan dimodifikasi dari Puspitawati (2012) dan material living standards yang termasuk dalam key dimension of well being pada Commission on the Measurement of Economic Performance and Social Progress. Instrumen kesejahteraan subjektif diukur dengan empat dimensi yaitu ekonomi, fisik, psikologis, dan sosial. Pernyataan mengenai material living standards mencakup pernyataan mengenai pendapatan, konsumsi, dan kekayaan yang dirasakan. Di dalam instrumen ini terdapat 22 item pernyataan yang terdiri dari tujuh peryataan mengenai dimensi ekonomi, lima pernyataan mengenai dimensi fisik, lima pernyataan mengenai dimensi psikologis dan lima pernyataan mengenai dimensi sosial. Nilai Cronbach’s α untuk instrumen ini adalah 0.865. Kesejahteraan subjektif keluarga juga diukur dengan skala likert dari 1-5 (sangat tidak puassangat puas). Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul dari hasil wawancara, selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data, cleaning data, dan analisis data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows. Analisis data yang dilakukan adalah analisis deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif meliputi rata-rata dan standar deviasi. Analisis inferensia yang digunakan adalah uji beda Independent Samples T-Test dan uji korelasi Pearson. Uji beda Independent Samples T-Test digunakan untuk melihat perbedaan variabel penelitian antara keluarga usia pensiun PNS dan non PNS. Sementara itu, uji korelasi Pearson digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik contoh, karakteristik keluarga, peran gender dalam pengambilan keputusan dan kesejahteraan subjektif keluarga usia pensiun PNS dan non PNS.
Definisi Operasional Keluarga usia pensiun adalah susunan orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan darah atau adopsi, terdiri dari suami, istri, dan anak-anak serta anggota keluarga lainnya dengan suami dan atau istri termasuk ke dalam usia pensiun yaitu dengan usia diatas atau sama dengan 56 tahun yang berstatus telah pensiun. Contoh adalah suami atau istri yang telah memasuki usia pensiun (≥56 tahun) dan memiliki riwayat pekerjaan sebagai pegawai negeri sipil, pegawai swasta, wiraswasta, dan pegawai BUMN dari berbagai tingkat ekonomi. Karakteristik contoh dan keluarga adalah segala informasi yang berkaitan dengan identitas diri contoh dan keluarganya, seperti: usia, pekerjaan, lama pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan, dan lama pernikahan. Usia adalah umur yang dimiliki contoh atau lama hidup contoh yang dinyatakan dalam tahun.
10 Lama pendidikan adalah lama contoh menempuh pendidikan formal yang dinyatakan dalam tahun. Riwayat pekerjaan adalah jenis profesi terakhir yang dilakukan oleh contoh yang dibedakan menjadi PNS dan non PNS. Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya jumlah anggota keluarga yang masih tinggal bersama dan hidupnya masih menjadi tanggungan kepala keluarga tersebut. Pendapatan keluarga adalah total pengeluaran yang dikeluarkan oleh keluarga ditambah saving. Peran gender dalam pengambilan keputusan adalah pembagian peran antara suami istri baik yang terdiri dari pembagian peran dalam aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha. Peran pengelolaan keuangan adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, lakilaki atau perempuan yang menyangkut pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa serta mengontrol keuangan keluarga. Peran domestik adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan untuk kegiatan yang berkaitan dengan pemeliharaan sumberdaya manusia dan pekerjaan rumah tangga. Peran sosial adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat. Peran manajemen usaha adalah peran yang dilakukan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan untuk merencanakan, mengelola, membelanjakan, dan mengontrol keuangan usaha keluarga. Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan yang berupa kesejahteraan fisik, ekonomi, psikologis, dan sosial yang diukur dengan pendekatan tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh contoh sendiri bukan orang lain terhadap pemenuhan kebutuhan hidup dalam keluarga. Kesejahteraan ekonomi subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang terhadap ekonomi yang dirasakan dan merasa tidak mengalami kendala dalam pemenuhan pendidikan anak, belanja, dan dapat beraktivitas tanpa khawatir akan mengganggu kondisi finansialnya. Kesejahteraan fisik subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang terhadap fisik atau kesehatan yang dirasakan saat ini. Kesejahteraan psikologis subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang terhadap keadaan mental dan spiritual yang dirasakan sekarang. Kesejahteraan sosial subjektif adalah persepsi kepuasan seseorang terhadap hubungan komunikasi antar anggota keluarga serta komunikasi dengan keluarga besar dan lingkungan diluar keluarga.
11
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Karakteristik Contoh dan Keluarga Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar contoh PNS (81.82%) maupun non PNS (85.71%) berjenis kelamin laki-laki. Usia contoh terkategori kedalam dewasa akhir dengan total rata-rata usia contoh 60.91 tahun (Hurlock 1980). Berdasarkan lama pendidikan, rata-rata contoh PNS menempuh pendidikan selama 13.52 tahun sedangkan non PNS menempuh pendidikan selama 12.74 tahun. Rata-rata lama pernikahan contoh PNS adalah 33.96 tahun sedangkan non PNS 32.75 tahun. Rata-rata jumlah tanggungan keluarga contoh PNS sebanyak 2.92 orang sedangkan non PNS sebanyak 3.22 orang. Berdasarkan pendapatan keluarga contoh, PNS rata-rata memperoleh pendapatan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan non PNS yaitu sebesar Rp5 117 262.3 dan Rp4 663 235.9. Hasil uji beda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata pada lama pendidikan contoh PNS dengan non PNS (p<0.05). Tabel 1Nilai rata-rata, standar deviasi, dan p-value karakteristik contoh dan keluarga berdasarkan riwayat pekerjaan No
1. 2. 3. 4. 5.
Karakteristik contoh dan keluarga Usia contoh (tahun) Lama pendidikan contoh (tahun) Lama pernikahan (tahun) Jumlah tanggungan keluarga (orang) Pendapatan keluarga (Rp/bulan)
PNS Rataan±Sd
Non PNS Rataan±Sd
Total Rataan±Sd
p-value
61.51±4.641
60.31±4.691
60.91±4.690
0.114
13.52±2.286
12.74±2.489
13.13±2.414
0.045*
33.96±8.583
32.75±6.773
33.36±7.730
0.334
2.92±1.061
3.22±1.304
3.07±1.194
0.121
5 117 262.3± 2 532 680.1
4 666 235.9± 2 992 357.8
4 891 749.1± 2 772 237.2
0.314
Keterangan: *signifikan pada p-value <0.05
Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Aktivitas Pengelolaan Keuangan Pada kegiatan pengelolaan keuangan keluarga terlihat bahwa keluarga pensiun PNS pengambilan keputusannya lebih banyak dilakukan secara bersamasama (83.1%), begitu juga pada keluarga pensiun non PNS yaitu sebesar 76.6 persen. Jika dilihat data untuk kategori pengambilan keputusan yang dilakukan suami dominan terlihat bahwa persentase pada keluarga non PNS dua kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga pensiun PNS. Hal ini dikarenakan pada
12 keluarga non PNS masih ada yang melakukan aktivitas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tabel 2 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan (n=154) Pembagian Aktivitas PNS Non PNS Total Pengelolaan Keuangan n % n % n % Istri/dominan istri 11 14.3 14 18.2 25 16.2 Bersama-sama 64 83.1 59 76.6 123 79.9 Suami/dominan suami 2 2.6 4 5.2 6 3.9 Hal yang menarik untuk dicermati pada kegiatan pengelolaan keuangan keluarga pada Tabel 3 adalah adanya perbedaan pembagian peran dalam beberapa kegiatan. Hampir dari separuh keluarga pensiun PNS (46.8%), dalam mencari nafkah masih dominan dilakukan oleh suami, sementara pada keluarga non PNS persentase terbesar keluarga pensiun mencari nafkah dilakukan secara bersama-sama. Kegiatan pengatur penyediaan makanan keluarga masih dominan dilakukan oleh istri baik pada keluarga pensiun PNS maupun non PNS. Hal ini dikarenakan suami masih menganut sistem patriarki yang mengatur bahwa peran pencari nafkah utama dilakukan oleh suami sedangkan pengatur penyediakan pangan dilakukan oleh istri. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada pembagian peran pengelolaan keuangan antara keluarga pensiun PNS dengan pensiun non PNS (p>0.05). Tabel 3 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas pengelolaan keuangan dan riwayat pekerjaan Aktivitas Pengelolaan Keuangan Keluarga Mencari nafkah keluarga Merencanakan keuangan keluarga Mengelola uang keluarga Memutuskan untuk membelanjakan uang keluarga Mengontrol pengeluaran keuangan keluarga Pengatur penyediaan makanan keluarga Mengatur kegiatan rumah tangga Mencari pinjaman bank Mencari pinjaman ke tetangga/keluarga Kepemilikan rekening Mencari pemecahan masalah keuangan Bertanggung jawab pengasuhan dan pendidikan p-value
PNS (%) 1 2 10.4 42.9 18.2 74.0
3 46.8 7.8
Non PNS (%) 1 2 2.6 50.6 24.7 66.2
3 46.8 9.1
26.0 29.9
70.1 64.9
3.9 5.2
31.2 29.9
61.0 63.6
7.8 6.5
26.0
66.2
7.8
24.7
63.6
11.7
58.4
40.3
1.3
67.5
27.3
5.2
31.2
62.3
6.5
37.7
57.1
5.2
5.2 5.2
72.7 74.0
22.1 20.8
5.2 5.2
76.6 81.8
18.2 13.0
9.1 5.2
51.9 76.6
39.0 18.2
13.0 3.9
53.2 77.9
33.8 18.2
7.8
87.0
5.2
2.6
84.4
13.0
0.858
Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3: suami sendiri/suami dominan
13 Aktivitas domestik Pada kegiatan domestik, terlihat bahwa keluarga pensiun PNS pengambilan keputusannya lebih dari separuh keluarga PNS lebih banyak dilakukan secara bersama-sama (59.7%), begitu juga pada keluarga pensiun non PNS yaitu sebesar 58.4 persen. Persentase pengambilan keputusan yang dilakukan istri pada aktivitas domestik juga masih tinggi pada keluarga PNS dan non PNS. Terlihat suami juga ikut terlibat dalam kegiatan domestik, walaupun persentasenya lebih kecil. Hal ini diduga karena waktu luang yang dimiliki suami lebih banyak sehingga dapat saling membantu dan juga atas dasar nilai yang dianut oleh suami. Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas domestik dan riwayat pekerjaan (n=154) Pembagian Aktivitas PNS Non PNS Total Domestik n % n % n % Istri/dominan istri 28 36.4 28 36.4 56 36.4 Bersama-sama 46 59.7 45 58.4 91 59.1 Suami/dominan suami 3 3.9 4 5.2 7 4.5 . Hal yang menarik untuk dicermati pada Tabel 5 adalah pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan aktivitas domestik terlihat tidak ada perbedaan yang nyata antara keluarga PNS dan non PNS. Kebanyakan kegiatan lebih dilakukan secara bersama-sama antara suami-istri. Dari 10 item peryataan yang dominan dilakukan suami adalah mencuci kendaraan dan mengambil air, dan yang dominan dilakukan oleh istri adalah menyediakan makanan dan belanja kebutuhan sehari hari. Selebihnya kegiatan domestik dilakukan secara bersamasama. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada pembagian peran domestik antara keluarga pensiun PNS dan non PNS (p>0.05). Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas domestik dan riwayat pekerjaan Aktivitas Domestik Membersihkan rumah Mencuci pakaian Menyeterika pakaian Menyediakan makanan Belanja kebutuhan seharihari Belanja peralatan rumah tangga Mencuci kendaraan Mengambil air Menyapu halaman Menata ruangan p-value
1 16.9 36.4 42.9 67.5 53.2
PNS (%) 2 75.3 59.7 51.9 31.2 19.5
45.5 7.5 7.8 20.8 42.9
Non PNS (%) 2 3 70.1 7.8 54.5 11.7 48.1 10.4 33.8 3.2 23.4 20.8
3 7.8 3.9 5.2 1.3 27.3
1 22.1 33.8 41.6 61.0 55.8
49.4
5.2
44.2
49.4
6.5
8.9 42.9 59.7 53.2
83.6 49.4 19.5 3.9
5.5 7.8 32.5 40.3 0.676
10.9 44.2 53.2 53.2
83.6 48.1 14.3 6.5
Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3: suami sendiri/suami dominan
14 Aktivitas sosial Pada kegiatan sosial, berdasarkan Tabel 6 terlihat bahwa kegiatan sosial lebih banyak dilakukan secara bersama-sama antara suami-istri baik pada keluarga contoh pensiun PNS (68.8%) dan keluarga contoh pensiun non PNS yaitu 67.5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa antara suami dan istri sudah ada tanggung jawab bersama sehingga pembagian perannya pun seimbang. Persentase pembagian peran sosial yang dilakukan oleh suami dominan juga cukup tinggi. Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas sosial dan riwayat pekerjaan (n=154) Pembagian Aktivitas Sosial PNS Non PNS Total n % n % n % Istri/dominan istri 4 5.2 2 2.6 6 3.9 Bersama-sama 53 68.8 52 67.5 105 68.2 Suami/dominan suami 20 26.0 23 29.9 43 27.9 Adapun kegiatan yang didominasi suami yaitu kegiatan rapat desa pada keluarga PNS (79.2%) dan non PNS (75.3%) dan kerja bakti pada keluarga PNS (77.9%) dan non PNS yaitu 74 persen (Tabel 7). Hal ini dikarenakan keluarga usia pensiun memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga lebih dapat untuk mengikuti kegiatan sosial di masyarakat. Walau demikian, hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata pada pembagian peran sosial antara keluarga pensiun PNS dengan pensiun non PNS (p>0.05). Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas sosial dan riwayat pekerjaan Aktivitas Sosial Arisan Pengajian Rapat desa Kerja bakti p-value
1 51.9 10.4 5.2 5.2
PNS (%) 2 44.2 84.4 15.6 16.9
3 3.9 5.2 79.2 77.9
1 46.8 13.0 3.9 1.3 0.374
Non PNS (%) 2 3 44.2 9.1 66.2 20.8 20.8 75.3 24.7 74.0
Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3 : suami sendiri/ suami dominan
Aktivitas manajemen usaha keluarga Kegiatan usaha pada penelitian ini kegiatannya meliputi pengambilan keputusan dalam hal merencanakan keuangan usaha, mengelola uang usaha, memutuskan untuk membelanjakan uang usaha dan mengontrol pengeluaran keuangan usaha. Pada kegiatan manajemen usaha ini hanya melibatkan keluarga usia pensiun yang memiliki usaha saja. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa kegiatan usaha baik pada keluarga contoh pensiun PNS (73.7%) dan contoh keluarga non PNS pengambilan keputusannya dilakukan secara bersama-sama. Persentase suami dalam melakukan pengambilan keputusan pada aktivitas manajemen usaha pada contoh non PNS lebih besar dibandingkan dengan PNS. Hal ini dikarenakan usaha yang dimiliki oleh keluarga non PNS lebih banyak
15 dibandingkan contoh keluarga PNS. Jenis usaha yang dimiliki oleh keluarga contoh baik PNS maupun non PNS antara lain adalah usaha kontrakan, warung, dan usaha bakeri. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada pembagian peran usaha antara keluarga pensiun PNS dengan pensiun non PNS ( p< 0.05). Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas manajemen usaha dan riwayat pekerjaan (n=95) Pembagian Aktivitas PNS Non PNS Total Manajemen Usaha n % n % n % Istri/dominan istri 6 15.8 6 10.5 12 12.6 Bersama-sama 28 73.7 32 56.1 60 63.2 Suami/dominan suami 4 10.5 19 33.4 23 24.2 Hal yang menarik dari Tabel 9 adalah persentase terbesar pada aktivitas manajemen usaha lebih dilakukan secara bersama-sama. Persentase pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami dominan pada contoh keluarga non PNS lebih tinggi dari pada PNS di keempat item pernyataan. Hal ini dikarenakan pada keluarga PNS yang memiliki usaha berkisar 38 contoh keluarga sedangkan non PNS sebanyak 57 contoh keluarga. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada pembagian peran manajemen usaha antara keluarga pensiun PNS dengan pensiun non PNS (p>0.05). Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pembagian peran gender dalam aktivitas manajemen usaha dan riwayat pekerjaan Aktivitas Manajemen Usaha Merencanakan keuangan usaha Mengelola uang usaha Memutuskan untuk membelanjakan uang usaha Mengontrol pengeluaran keuangan usaha p-value
PNS (%) 1 2 15.8 73.7
3 10.5
Non PNS (%) 1 2 10.5 56.2
3 33.3
18.4 18.4
76.3 76.3
5.3 5.3
10.5 10.5
59.7 61.4
29.8 28.1
18.4
76.3
5.3
10.5
59.7
29.8
0.000
Ket : 1 : istri sendiri/istri dominan, 2 : bersama, 3: suami sendiri/suami dominan
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan Setiap keluarga mempunyai perbedaan dalam hal pembagian peran dalam pengambilan sebuah keputusan. Pembagian peran ini diartikan dalam hal pengambilan keputusan dalam peran pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha. Berdasarkan uji korelasi Pearson, diperoleh hubungan yang menunjukkan bahwa lama pendidikan dan pendapatan keluarga berhubungan positif signifikan dengan pengambilan keputusan pada peran pengelolaan keuangan, dimana semakin lama menempuh pendidikan dan memiliki pendapatan yang tinggi maka pengambilan keputusan dalam pengelolaan keuangan cenderung lebih dilakukan secara bersama-sama agar keuangan di
16 dalam keluarga dapat terkontrol dengan baik. Jumlah anggota keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan keputusan manajemen usaha, dimana semakin banyak anggota keluarga maka pembagian peran gender dalam keputusan aktivitas manajemen usaha memungkinkan dilakukan secara bersama-sama. Jumlah anggota keluarga sangat berkaitan dengan pengambilan keputusan keluarga. Semakin banyak anggota keluarga akan memudahkan keluarga dalam mengerjakan pekerjaan usaha yang sedang dijalankan. Tabel 10 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan peran gender dalam pengambilan keputusan Karakteristik
Peran Pengelolaan Keuangan
Peran Domestik
Contoh dan Keluarga Usia (tahun) -.023 Lama pendidikan .205* (tahun) Pendapatan keluarga .250** (Rp/bulan) Jumlah tanggungan .081 keluarga (orang) Lama pernikahan -.133 (tahun) Keterangan: * : Korelasi signifikan pada p < 0,05
Peran Sosial
Peran Manajemen Usaha
-.001 -.199
-.019 -.062
.001 .133
-.022
.039
.131
.152
.146
.117*
.003
.013
-.017
Kesejahteraan Subjektif Kesejahteraan menurut Sawidak (1985) merupakan sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari mengonsumsi pendapatan yang diterima, namun tingkatan dari kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil mengonsumsi pendapatan tersebut. Menurut Guhardja et.al (1992), kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Kesejahteraan Ekonomi Kesejahteraan subjektif dimensi ekonomi terdiri dari pendapatan, konsumsi, dan kekayaan yang dirasakan. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 11, terlihat bahwa persentase terbesar contoh keluarga pensiun PNS tergolong ke dalam kategori sedang (51.9%) sedangkan non PNS persentase terbesarnya berada pada kategori rendah yaitu 48 persen. Hanya 11.7 persen contoh PNS dan 9.1 persen contoh non PNS memiliki kesejahteraan ekonomi terkategori tinggi yang berarti masih sedikit contoh yang merasa sangat puas dengan keadaan ekonomi setelah pensiun. Hal ini diduga karena pendapatan PNS lebih tinggi dibandingkan non PNS. Baik contoh keluarga PNS maupun non PNS masih belum merasa puas dengan keuangan setelah pensiun dan masih
17 mengalami kesulitan dalam membiayai kesehatan (lampiran 2). Nilai rata-rata dari kedua kelompok contoh tidak jauh berbeda. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada kesejahteraan ekonomi (p>0.05). Tabel 11 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan ekonomi subjektif dan riwayat pekerjaan Kesejahteraan Ekonomi PNS Non PNS Total n % n % n % Rendah (<60%) 28 36.4 37 48.0 65 42.2 Sedang (60%-80%) 40 51.9 33 42.9 73 47.4 Tinggi (>80%) 9 11.7 7 9.1 16 10.4 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Rataan±SD 62.1±15.9 59.6±16.0 60.9±15.9 p-value 0.342 Kesejahteraan Fisik Kesejahteraan keluarga secara fisik terdiri dari keadaan kesehatan contoh dan keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 12, baik contoh keluarga PNS maupun non PNS persentase terbesar keduanya tergolong ke dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan selama masa produktif, contoh masih merasa puas dengan keadaan fisiknya sehingga ketika memasuki masa pensiun, keadaaan fisik bukan masalah utama yang dirasakan oleh keluarga usia pensiun. Hanya 5.2 persen contoh PNS dan 3.9 persen contoh non PNS memiliki kesejahteraan fisik terkategori rendah yang berarti lebih sedikit contoh merasa tidak puas dengan keadaan fisik setelah pensiun. Hal yang membuat keluarga merasa tidak puas berada pada bagian membawa anggota keluarga yang sakit ke tempat pengobatan modern. Hal ini dikarenakan keuangan yang dimiliki oleh keluarga setelah pensiun berkurang (lampiran 2). Secara keseluruhan baik contoh PNS maupun non PNS sangat puas dengan keadaan rumah, pakaian, dan kesehatan setelah pensiun. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada kesejahteraan fisik (p>0.05). Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan fisik subjektif dan riwayat pekerjaan Kesejahteraan Fisik PNS Non PNS Total n % n % n % Rendah (<60%) 4 5.2 3 3.9 7 4.5 Sedang (60%-80%) 28 36.4 34 44.2 62 40.3 Tinggi (>80%) 45 58.4 40 51.9 85 55.2 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Rataan±SD 86.8±15.5 85.1±14.2 85.9±14.9 p-value 0.466
18 Kesejahteraan Psikologis Kesejahteraan keluarga secara psikologis terdiri dari keadaan mental dan spiritual contoh dan keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 13, terlihat bahwa persentase terbesar contoh keluarga pensiun PNS tergolong ke dalam kategori tinggi (61.0%) sedangkan non PNS persentase terbesarnya berada pada kategori sedang yaitu 49.3 persen. Hanya 3.9 persen contoh PNS dan 9.1 persen contoh non PNS memiliki kesejahteraan psikologis terkategori rendah yang berarti lebih sedikit contoh merasa tidak puas dengan keadaan psikologis setelah pensiun. Hal yang membuat keluarga non PNS masih belum sejahtera psikologisnya terlihat pada persentase kepuasan terhadap keadaan mental dan spiritual dan juga kepuasan pada pekerjaan sekarang dimungkinkan karena jenis pekerjaan contoh non PNS bervariasi (lampiran 2). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada kesejahteraan psikologis (p<0.05). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan psikologis subjektif dan riwayat pekerjaan Kesejahteraan PNS Non PNS Total Psikologis n % n % n % Rendah (<60%) 3 3.9 7 9.1 10 6.5 Sedang (60%-80%) 27 35.1 38 49.3 65 42.2 Tinggi (>80%) 47 61.0 32 41.6 79 51.3 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Rataan±SD 86.3±14.5 81.9±13.4 84.1±14.1 p-value 0.052 Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan keluarga secara sosial merupakan kepuasan hubungan komunikasi antar sesama anggota keluarga serta komunikasi dengan keluarga besar dan lingkungan di luar keluarga. Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 14, baik contoh keluarga PNS (75.3%) maupun non PNS (50.7%) persentase terbesar keduanya tergolong ke dalam kategori tinggi. Hanya 3.9 persen contoh PNS dan 6.4 persen contoh non PNS memiliki kesejahteraan sosial terkategori rendah yang berarti lebih sedikit contoh merasa tidak puas dengan keadaan sosial setelah pensiun. Meskipun keduanya tergolong kategori tinggi, tetapi PNS masih mendominasi kategori tinggi sedangkan non PNS persentasenya lebih banyak ke kategori sedang dan rendah yang mengartikan bahwa masih banyak keluarga non PNS yang belum merasa puas dengan kesejahteraan sosial setelah pensiun. Hal yang membuat keluarga non PNS masih belum sejahtera sosialnya terlihat pada persentase kepuasan keluarga pada keterlibatan keluarga dalam kegiatan lingkungan, hubungan keluarga, hubungan dengan teman sebaya, hubungan dengan pasangan dan dalam hal membantu tetangga masih kurang (lampiran 2). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan nyata antara contoh PNS dan non PNS pada kesejahteraan sosial (p<0.05).
19 Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan sosial subjektif dan riwayat pekerjaan Kesejahteraan Sosial PNS Non PNS Total n % n % n % Rendah (<60%) 3 3.9 5 6.4 6 4.0 Sedang (60%-80%) 16 20.8 33 42.9 74 48.0 Tinggi (>80%) 58 75.3 39 50.7 74 48.0 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Rataan±SD 90.7±13.5 84.2±14.1 87.5±14.1 p-value 0.004 Kesejahteraan Subjektif Total Tabel 15 menunjukkan bahwa lebih dari separuh contoh PNS (57.1%) memiliki kesejahteraan subjektif terkategori tinggi yang berarti contoh merasa sangat puas dengan keadaan ekonomi, fisik, psikologis, dan sosial setelah pensiun dan lebih separuh contoh keluarga PNS (57.1%) memiliki kesejahteraan subjektif dengan terkategori sedang, mengartikan bahwa belum merasa cukup puas dengan keadaan setelah pensiun. Contoh PNS memiliki kesejahteraan subjektif lebih tinggi dikarenakan pendapatannya lebih tinggi dibandingkan dengan non PNS dan ekspektasi keluarga terhadap kehidupan mereka tidak terlalu tinggi, jadi dalam menghadapi kondisi sehari-hari keluarga PNS cenderung pasrah dan selalu bersyukur dengan segala sesuatu yang didapat. Hasil uji beda juga menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada kesejahteraan subjektif antara contoh PNS dan non PNS (p<0.05). Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kesejahteraan subjektif dan riwayat pekerjaan Kesejahteraan PNS Non PNS Total Subjektif Total n % n % n % Rendah (<60%) 3 3.9 3 3.9 6 4.0 Sedang (60%-80%) 30 39.0 44 57.1 74 48.0 Tinggi (>80%) 44 57.1 30 39.0 74 48.0 Total 77 100.0 77 100.0 154 100.0 Rataan±SD 81.5±11.9 77.7±11.4 79.6±11.8 p-value 0.047
Hubungan antara Karakteristik Contoh dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa pendapatan berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan subjektif ekonomi keluarga. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pendapatan yang dimiliki keluarga maka semakin tinggi kesejahteraan ekonomi yang dirasakan. Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi keluarga (Tabel 16).
20 Tabel 16 Hasil uji korelasi antara karakteristik contoh dan keluarga dengan kesejahteraan subjektif keluarga Karakteristik
Kesejahteraan ekonomi
Kesejahteraan fisik
Contoh dan Keluarga Usia (tahun) -.064 -.017 Lama .103 .079 pendidikan (tahun) Pendapatan .200* .069 keluarga (Rp/bulan) Jumlah -.009 .024 tanggungan keluarga (orang) Lama -.003 -.038 pernikahan (tahun) Keterangan: * : Korelasi signifikan pada p < 0,05
Kesejahteraan psikologis
Kesejahteraan sosial
Kesejahteraan Subjektif
-.053 .096
-.125 .058
-.080 .105
.072
.000
.111
-.037
.071
-.015
.055
-.048
-0.011
Hasil lain menunjukkan bahwa usia, lama pendidikan, lama pernikahan dan, jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Usia cenderung berhubungan negatif dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Artinya bahwa semakin tinggi usia contoh maka semakin rendah tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Semakin tua usia seseorang maka dihadapkan permasalahan kesehatan yang menyebabkan kesejahteraan semakin menurun. Solinge dan Henkens (2005) menyebutkan bahwa salah satu faktor penentu utama kesejahteraan pada orang dewasa yang lebih tua adalah kesehatan. Lama pendidikan tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Semakin lama pendidikan yang ditempuh memberikan kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang tinggi sehingga dapat meningkatkan status ekonomi keluarga sehingga keluarga akan merasa lebih sejahtera. Hal ini dimungkinkan karena keluarga belum bisa mengelola sumberdaya yang dimiliki dengan baik. Lama pernikahan tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga, tetapi ada kecenderungan bahwa semakin lama usia pernikahan yang telah dijalani maka cenderung menurunkan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga tetapi ada kecenderungan bahwa keluarga dengan jumlah anggota yang lebih banyak memiliki kesejahteraan yang kecil. Selain itu, tingkat kesejahteraan subjektif seseorang tidak hanya ditentukan oleh jumlah tanggungan keluarga, dengan bertambahnya jumlah tanggungan keluarga bukan berarti kesejahteraan subjektif seseorang menurun. Walaupun jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki masih tergolong sedikit namun persepsi mengenai ekspektasi atau harapannya terhadap kehidupan yang dijalani sudah tercapai maka dapat dikatakan orang tersebut sudah merasa sejahtera secara subjektif.
21 Hubungan antara Peran Gender dalam Pengambilan Keputusan dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga
Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan hubungan yang negatif signifikan antara pembagian peran pengambilan keputusan manajemen usaha dan kesejahteraan subjektif ekonomi keluarga. Hal ini mengartikan bahwa semakin tinggi pembagian peran gender dalam pengambilan keputusan manajemen usaha secara bersama-sama maka memungkinkan semakin rendah kesejahteraan ekonomi yang dirasakan keluarga. Hal ini dikarenakan adanya sikap empati dari salah satu anggota keluarga yang akan mengontrol keputusan dari anggota keluarga yang lain sehingga ada harapan yang terhambat apabila keputusan pada aktivitas manajemen usaha dilakukan secara bersama-sama (Tabel 17). Tabel 17 Hasil uji korelasi antara peran gender dalam pengambilan keputusan dengan kesejahteraan subjektif keluarga Karakteristik
Kesejahteraan ekonomi
Kesejahteraan fisik
Aktivitas .003 .090 pengelolaan keuangan Aktivitas .014 -.036 domestik Aktivitas -.085 -.051 sosial Aktivitas -.202* .023 manajemen usaha Keterangan: * : Korelasi signifikan pada p < 0,05
Kesejahteraan psikologis
Kesejahteraan sosial
Kesejahteraan subjektif
.035
.079
.063
-.088
-.013
-.037
-.029
.092
.001
-.058
-.059
-..096
Untuk aktivitas lain menunjukkan bahwa baik peran gender dalam pengambilan keputusan pengelolaan keuangan, domestik, dan sosial tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini diduga karena baik suami maupun istri memiliki harapan lain atau penghargaan diri yang akan terhambat apabila semua aktivitas keluarga dilakukan secara bersamasama. Menurut Guhardja et. al (1992), kepuasan merupakan output yang telah diperoleh akibat kegiatan suatu manajemen. Ukuran kepuasan ini dapat berbedabeda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Puas atau tidaknya seseorang dapat dihubungkan dengan nilai yang dianut oleh orang tersebut dan tujuan yang diinginkan, nilai tersebut dapat berubah akibat banyaknya pengalaman.
PEMBAHASAN Teori struktural fungsional mengasumsikan bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari berbagai bagian atau subsistem yang saling berhubungan. Bagian-bagian tersebut berfungsi dalam segala kegiatan yang dapat meningkatkan kelangsungan hidup dari sistem. Penerapan teori
22 struktural fungsional dalam konteks keluarga terlihat dari struktur dan aturan yang ditetapkan. Seperti fungsi ekonomi keluarga, dalam keluarga terdapat pembagian kerja yang disesuaikan dengan status, peranan, jenis kelamin, dan umur-umur anggota keluarga dimana ayah sebagai kepala rumah tangga fungsional terhadap istri dan anak-anaknya. Hasil penelitian menunjukkan lama pendidikan contoh pensiun PNS dan non PNS berbeda nyata, tetapi hasil uji korelasi menunjukkan bahwa lama pendidikan tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu yang mengemukakan bahwa tingkat pendidikan memengaruhi kesejahteraan (Chen 2010). Hal ini menunjukkan bahwa contoh PNS menempuh pendidikan lebih lama dibandingkan dengan non PNS. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pendapatan yang dimiliki baik contoh PNS maupun non PNS tidak berbeda nyata. Hal ini diduga karena contoh non PNS memiliki pekerjaan yang bervariasi sehingga pendapatan yang didapat beragam. Orang yang berpendidikan tinggi biasa diidentikkan dengan orang yang memiliki mutu sumberdaya manusia yang tinggi. Pada umumnya mereka juga mendapat upah dan gaji yang relatif tinggi pula dibandingkan dengan orang yang bermutu pendidikan rendah (Guhardja et. al 1992). Pendidikan dan kesejahteraan adalah dua aspek yang saling mempengaruhi. Pembagian kerja antara sesama anggota keluarga (laki-laki dan perempuan) dalam keluarga inti menunjukkan adanya diferensiasi gender yang merupakan prasyarat struktural untuk kelangsungan keluarga inti (Megawangi 1999). Menurut Newman dan Grauerholz (2002), pendekatan teori struktural fungsional ini mampu digunakan untuk menganalisis peran anggota keluarga untuk menjaga keutuhan keluarga dan masyarakat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian peran dalam pengambilan keputusan pada aktivitas pengelolaan keuangan persentase terbesar pengambilan keputusannya baik PNS maupun non PNS dilakukan secara bersama-sama antara suami istri. Perbedaan terlihat pada aktivitas mencari nafkah dan pengatur penyediaan makanan keluarga. Pengambilan keputusan pada aktivitas mencari nafkah lebih dominan dilakukan suami. Sesuai dengan teori struktural fungsional yang menjelaskan bahwa struktural fungsionalisme berjalan melalui individu-individu sebagai aktor dengan menjalankan fungsi dan perannya masing-masing melalui bentuk adaptasi terhadap subsistem struktural fungsionalisme, yang menghasilkan sebuah tindakan. Persyaratan sturktural yang harus dipenuhi oleh keluarga agar dapat berfungsi salah satunya adalah diferensiasi peran yaitu alokasi peran/tugas dan aktivitas yang harus dilakukan di dalam keluarga (Megawangi 1999). Sedangkan pengatur penyediaan makanan lebih dominan dilakukan oleh istri. Hasil ini sejalan dengan penelitian Saleha (2003) dan Azzachrawani (2004) bahwa pengambilan keputusan dalam pengeluaran pangan dan urusan makanan atau pangan cenderung diambil atau didominasi oleh istri. Hal ini diduga karena istri memegang tanggung jawab dalam mengelola keuangan rumah tangga meskipun dalam beberapa kasus suami bersedia untuk berbagi pekerjaan dengan istri. Pembagian peran pada aktivitas domestik persentase terbesar pengambilan keputusannya juga dilakukan bersama-sama oleh suami istri, tetapi persentase pengambilan keputusan yang dilakukan istri juga cukup tinggi,
23 walaupun suami juga ikut terlibat dalam aktivitas domestik. Hal ini sejalan dengan Kusomo (2009) yang menyebutkan bahwa aktivitas domestik, pengambilan keputusan tidak selalu merupakan tanggung jawab dipihak istri saja, tetapi telah menjadi tanggung jawab bersama antara suami dan istri, meskipun pada bidang tertentu seperti penyediaan makanan dirumah serta pengaturan berbagai macam pengeluaran keluarga, tanggung jawab istri tetap lebih dominan. Adapun sikap saling membantu disini berkaitan dengan keterlibatan suami dan istri dalam pengaturan rumah tangga seperti soal pekerjaan dapur, memelihara pakaian, alat rumah tangga dan kebersihan rumah, serta mengurus keluarga terutama dalam pengasuhan anak dan semakin baiknya bekerjasama antara suami dan istri akan semakin meningkatkan kesejahteraan keluarga yang diharapkan (Supriyantini 2002). Keterlibatan suami dalam urusan rumahtangga sangat diharapkan untuk meringankan tugas istri. Salah satu faktor yang mempengaruhi seorang suami ikut berpartisipasi dalam pekerjaan rumahtangga adalah pandangan gender yang dianut oleh suami. Menurut William dan Best (1990) pandangan peran gender merupakan kepercayaan normatif tentang bagaimana seharusnya penampilan seorang laki-laki atau perempuan, apa yang seharusnya dikerjakan oleh laki-laki atau perempuan, dan bagaimana keduanya berinteraksi. Perbedaan bentukan budaya antara laki-laki dan wanita pada keluarga mengakibatkan perbedaan peran dalam keluarga (Zhang et. al 1998; Okawa et. al 1988). Pandangan gender yang dianut suami yang ikut terlibat membantu istri melakukan berbagai peran adalah pandangan demokratis yaitu adanya keseimbangan dalam pembagian peran dalam keluarga. Musyawarah bersama adalah cara untuk mengatasi masalah dalam keluarga, diantaranya adalah dengan cara memiliki waktu bersama, membahas masalah bersama (Puspitawati dan Herawati 2009). Pembagian peran sosial pada keluarga pensiun, pengambilan keputusannya juga dilakukan secara bersama-sama antara suami istri. Hal ini dikarenakan keluarga yang telah memasuki masa pensiun memiliki waktu luang yang lebih banyak sehingga dapat ikut terlibat dalam kegiatan sosial di masyarakat. Begitu juga pada pengambilan keputusan aktivitas usaha dilakukan bersama-sama antara suami istri, tetapi persentase pengambilan keputusan yang dilakukan suami dominan pada contoh keluarga non PNS lebih tinggi dibandingkan PNS, hal ini dikarena faktor jumlah usaha yang dimiliki non PNS lebih banyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pendidikan dan pendapatan keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan keputusan pada aktivitas pengelolaan keuangan. hal ini berarti semakin lama contoh menempuh pendidikan dan pendapatan yang dimiliki tinggi maka pengambilan keputusan aktivitas pengelolaan keuangan cenderung dilakukan bersama-sama. Hal ini sejalan dengan penelitian Firdaus (2008) yang menyatakan bahwa semakin lama pendidikan yang ditempuh maka manajemen keuangan yang dilakukan akan semakin baik karena contoh telah memiliki keterampilan dalam mengelola keuangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga berhubungan positif signifikan dengan pengambilan keputusan keluarga dalam aktivitas manajemen usaha. Artinya, semakin banyak jumlah anggota keluarga maka pengambilan keputusannya semakin dilakukan secara bersama-sama, sebab
24 jumlah anggota keluarga yang banyak memungkinkan pengambilan keputusan dalam keluarga dilakukan atau dipercayakan pada seluruh anggota keluarga. Hal ini sejalan dengan penelitian Fahmi (2008), yang mengungkapkan bahwa jumlah anggota keluarga atau besar keluarga berhubungan dengan pengambilan keputusan. Berbeda dengan penelitian Muflikhati (2010), tentang analisis dan pengembangan model peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang mengungkapkan bahwa semakin sedikit jumlah anggota keluarga atau besar keluarga, maka pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama. Hasil penelitian juga menunjukkan peran gender dalam pengambilan keputusan aktivitas manajemen usaha berhubungan negatif dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Hal ini mengartikan bahwa jika manajemen usaha lebih banyak dilakukan secara bersama-sama maka waktu untuk mengelola keuangan jadi berkurang sehingga tidak terkontrol dengan baik dan akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi keluarga. Hal ini dikarenakan juga karena adanya empati dari salah satu anggota keluarga sehingga anggota keluarga lain merasa ada hambatan untuk mewujudkan keinginan yang lebih tinggi. Teori manajemen sumberdaya manusia menjelaskan penggunaan sumberdaya keluarga dalam usaha atau proses mencapai sesuatu yang dianggap penting oleh keluarga yang bertujuan untuk mencapai hasil sebaik-baiknya dengan sumberdaya yang sekecil-kecilnya (Puspitawati 2012). Kesejahteraan keluarga usia pensiun merupakan output dari proses pengelolaan sumberdaya keluarga dan penanggulangan masalah yang dihadapi, termasuk di dalamnya adalah pengambilan keputusan dalam penggunaan sumberdaya yang dimiliki oleh keluarga. Seperti Kim dan Moen (1999) yang menyatakan bahwa ada 3 faktor yang berkontribusi terhadap kesejahteraan subjektif keluarga yaitu sumberdaya ekonomi, hubungan sosial dan sumberdaya manusia. Orang yang pendapatannya yang tidak mencukupi dan memiliki masalah keuangan cenderung merasakan ketidakpuasan dan tidak mampu menyesuaikan diri dimasa pensiun. Kim dan Moen (2002) juga menyatakan bahwa sangat penting menjaga sumberdaya dan konteks sekitar transisi pensiun (jenis kelamin, tingkat kesejahteraan psikologis, keadaan pasangan dan kontrol diri, kualitas perkawinan, kesehatan, dan pendapatan) untuk memahami dinamika pensiun dan hubungannya dengan kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan subjektif keluarga tidak terlepas dari peran keluarga dalam menjalankan atau mengelola baik dalam kesejahteraan ekonomi, kesejahteraan fisiologis, psikologis dan kesejahteraan sosial. Kesejahteraan subjektif menggambarkan evaluasi individu terhadap kehidupannya yang mencangkup kebahagiaan, kondisi emosi yang senang, dan tenang serta kepuasan hidup (Diener dan Biswas 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesejahteraan ekonomi dan fisik pada keluarga usia pensiun tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Kim dan Moen (1999 ) yaitu para pensiun pada usia 60 tahun tidak memiliki efek pada fungsi kesejatan fisik. Hanya kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan sosial yang berbeda nyata antara keluarga PNS dan non PNS. Hal ini dikarenakan keluarga pensiun PNS memiliki waktu luang yang lebih tinggi sehingga lebih banyak terlibat didalam kegiatan dilingkungan tempat tinggal dan lebih banyak waktu untuk keluarga. Kesejahteraan keluarga usia pensiun PNS lebih banyak yang terkategori tinggi dibandingkan dengan keluarga non PNS. Nilai rata-rata kesejahteraan
25 subjektif keluarga PNS (81.5) lebih tinggi dibandingkan keluarga non PNS (77.7). Hal ini diduga karena pendapatan yang didapat oleh PNS lebih besar dibandingkan non PNS. Hal tersebut didukung dengan hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) antara contoh PNS dan non PNS pada lama pendidikan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendidikan dan status keuangan merupakan faktor yang memengaruhi kesejahteraan (Chen 2010). Hal lain yang diduga menyebabkan kesejahteraan subjektif keluarga PNS lebih tinggi adalah PNS telah mengikuti dana pensiun wajib dari pemerintah atau perusahaan dari tempatnya bekerja. Dana pensiun wajib dari pemerintah yang diikuti PNS berupa Taspen (Tabungan dan Asuransi Pensiun). Adanya Taspen membuat PNS merasa lebih aman karena sudah memiliki jaminan setelah pensiun. Keamanan yang dirasakan contoh PNS dalam hal keuangan juga berdampak pada kesejahteraan yang dirasakan semakin meningkat. Hasil uji hubungan juga menunjukkan bahwa keluarga contoh PNS kesejahteraan subjektifnya lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga non PNS. Hasil uji hubungan menunjukkan pendapatan berhubungan signifikan dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Hal ini sesuai dengan yang dijelaskan Gray et al. (1992); Krause (1991) bahwa semakin baik kondisi keuangan maka semakin besar kepuasan hidup. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan Iskandar (2007) dan Suandi (2007) yang menyatakan bahwa pendapatan keluarga berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif. Hal tersebut juga didukung dengan hasil uji beda yang dilakukan menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05) antara contoh PNS dan non PNS pada lama pendidikan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pendidikan dan status keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi kesejahteraan (Chen 2010). Adaptasi yang baik terhadap pendapatan dan status perkawinan akan mempengaruhi kepuasan hidup ( Kahneman dan Krueger 2006). Pendapatan yang tinggi akan memberikan kepuasan keluarga contoh terhadap kesejahteraan materi keluarga. Seseorang mungkin memiliki pandangan tersendiri tentang arti kesejahteraan yang mungkin berbeda dengan konsep subjektif. Konsep kesejahteraan subjektif merupakan seseuatu yang bersifat subjektif, setiap orang mempunyai pedoman, tujuan, dan cara hidup yang berbeda-beda sehingga memberikan nilai yang berbeda pula tentang faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (Hartoyo 2008). Hasil lain menunjukkan bahwa usia, lama pernikahan, dan jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Usia tidak berhubungan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Usia contoh dalam penelitian ini tidak dikelompokkan antara usia suami dan usia istri dan penelitian ini hanya dilihat dari usia contoh secara keseluruhan dimana contoh merupakan berjenis kelamin laki-laki dan perempuan. Hal tersebut menjadi salah satu yang diduga bahwa usia tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Selain itu, diduga karena rendahnya keragaman data (berkaitan dengan data yang diperoleh terlalu homogen). Tingkat kesejahteraan subjektif seseorang tidak hanya ditentukan oleh usia, dengan bertambahnya usia bukan berarti kesejahteraan subjektif seseorang meningkat. Usia tidak berhubungan nyata dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian
26 terdahulu yang mengemukakan bahwa usia mempengaruhi kesejahteraan subjektif (Chen 2010; Puspitawati 2009). Jumlah tanggungan keluarga tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Namun ada kecenderungan dimana semakin sedikit jumlah tanggungan ketika pensiun akan meningkatkan kepuasan terhadap kesejahteraan subjektif. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Hartoyo dan Aniri (2010) yang menyebutkan bahwa keluarga dengan jumlah anggota yang lebih banyak memiliki beban kebutuhan yang lebih besar, sehingga peluang untuk sejahtera menjadi lebih kecil. Lama pernikahan tidak berhubungan signifikan dengan kesejahteraan subjektif keluarga. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun lama pernikahan yang ditempuh oleh keluarga sudah lama akan tetapi tidak menjamin kesejahteraan subjektif keluarga akan menurun. Selain itu, rata-rata lama pernikahan contoh PNS maupun non PNS menunjukkan kesamaan dimana lama pernikahan yang telah ditempuh adalah lebih dari 30 tahun sehingga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Andrews dan Withey (1976) mengungkapkan bahwa faktor demografis (usia, jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, ras, status perkawinan ) hanya menyumbang sekitar 8% dari varians dalam kesejahteraan subjektif. Analisis tentang kepuasan dalam rumah tangga berhubungan dengan aspek utama yaitu pelaku yang membuat keputusan dan pola kesepakatan bagaimana sebaiknya keputusan tersebut dibuat. Terkait pembagian peran dalam aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial dan manajemen usaha, secara keseluruhan menunjukkan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara bersama-sama. Sesuai dengan teori stuktural fungsional bahwa pada umumnya, keluarga terdiri dari ayah, ibu dan anak dimana masing-masing anggota keluarga tersebut saling mempengaruhi, saling membutuhkan, dan semua mengembangkan hubungan intensif antar anggota keluarga sehingga mengalami pergeseran fungsi di dalam keluarga. Hal ini terjadi pada keluarga usia pensiun. Misalnya suami pada masa produktif perannya mencari nafkah, ketika memasuki masa pensiun akan merambah peran domestik. Sementara istri setelah memasuki masa pensiun akan ikut terlibat mencari nafkah membantu suami seperti hasil pada penelitian ini menjelaskan bahwa baik pembagian peran dalam aktivitas pengelolaan keuangan, domestik, sosial, dan manajemen usaha lebih dilakukan secara bersama-sama. Keterbatasan penelitian ini yaitu tidak dapat digeneralisasikan pada seluruh pensiunan di Indonesia, karena penelitian ini menggunakan desain purposive. Selain itu, kekurangan penelitian ini juga terletak pada respondennya yang beragam yaitu suami atau istri sehingga persepsinya akan berbeda.
SIMPULAN Secara garis besar kerjasama antar suami istri pada kegiatan pengelolaan keuangan, domestik, sosial, dan manajemen usaha lebih dilakukan secara bersama-sama. Artinya, pembagian peran dalam keluarga contoh sudah seimbang atau setara antara suami dan istri. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa lama pendidikan dan pendapatan keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan keputusan pada aktivitas pengelolaan keuangan.
27 Jumlah anggota keluarga berhubungan positif signifikan dengan peran gender dalam pengambilan keputusan aktivitas manajemen usaha. Pendapatan keluarga berhubungan signifikan dengan kesejahteraan ekonomi keluarga. Hasil penelitian juga menunjukkan peran gender pada kegiatan manajemen usaha berhubungan negatif dengan kesejahteraan ekonomi keluarga.
SARAN Berdasarkan hasil penelitian disarankan pemerintah melakukan program kegiatan pemberdayaan pensiun misalnya program pemberian informasi dan konsultasi seputar cara meningkatkan keuangan pensiun agar produktivitas kerjanya dapat kembali sehingga termotivasi untuk membuat usaha-usaha mandiri agar dapat meningkatkan pendapatan keluarga sehingga berdampak pada kesejahteraan keluarga. Selain itu, perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya peran gender dengan kerjasama yang baik antara suami dan istri agar tidak terjadinya peran ganda. Masyarakat yang sudah memasuki usia pensiun diharapkan agar dapat melakukan perencanaan keuangan sebelum masa pensiun sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.
DAFTAR PUSTAKA Andrews FM, Withey SB. (1976). Social indicators of well-being. New York: Plenum. Azzachrawani. 2004. Kontribusi perempuan terhadap pendapatan keluarga dan dampaknya terhadap kepuasan keluarga [tesis]. Bogor [ID] : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Jumlah penduduk Jawa Barat dan Ketenagakerjaan. [diunduh Februari 2013]. Tersedia pada :http://jabar.bps.go.id/subyek/data-jumlah-penduduk-jawa-baratberdasarkan-ketenagakerjaan-tahun-2011-2012. Chen J, Shiho M, Kiyoko K. 2010. Factors related to well-being among the elderly in urban china focusing on multiple roles: Bioscience trends. 4(2):61-71. Diener E. 2002. Finding on Subyective Well-being and Their Implication for Empowerment. Social Indicators Research. 79:661-8. Duvall EM. 1971. Family Development. New York (US): J.B. Lippincott Company. Eliana R. 2003. Konsep Diri Pada Pensiunan. Online Journal. [On-line serial] Available: http://74.125.153.132/search?q =cache%3AJZ7m7EpT7_sJ%3 Alibrary.usu.ac.id%2Fdownload%2Ffk%2Fpsikologirika%2520eliana.pdf +konsep+diri+pada+pensiunan+eliana&hl=id&gl=id. Fahmi SA. 2009. Analisis Pembagian Peran Gender pada Keluarga Petani [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor. Firdaus, Sunarti E. 2009. Hubungan antara Tekanan Ekonomi dan Mekanisme Koping dengan Kesejahteraan Keluarga Wanita Pemetik The. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2(1) : 21-31
28 Gray GR, Ventis DG, Hayslip BJr. 1992. Socio-cognitive skills as a determinant of life satisfaction in aged persons. International Journal of Aging and Human Development, 35(3), 205–218. Guhardja S, Herien P, Hartoyo, Hastuti. 1992. Diktat Manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor [ID]: Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Greendale GA, Salem GJ, Young JT, Damesyn M, Marion M, Wang MY .2000. A randomized trial of weighted vest use in ambulatory older adults: strength, performance, and quality of life outcomes. Journal of the American Geriatrics Society, 48(3), 305–311. Hartoyo, Aniri NB. 2010. Analisis tingkat kesejahteraan keluarga pembudidaya ikan dan non pembudidaya ikan di kabupaten bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 3(1):64-73 Havighurst RJ. 1961. Succesful aging. Gerontologist,1,8-13 Hurlock EB. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima Terjemahan Soegjarwo & Istiwidayanti. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga Irzalinda V. 2010. Kontribusi Ekonomi, Peran Perempuan dan Kesejahteraan Keluarga di Kota dan Kabupaten Bogor [skripsi], Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor Iskandar A. 2007. Analisis Praktek Manajemen Sumberdaya Keluarga dan Dampaknya terhadap Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten dan Kota Bogor. Media Gizi dan Keluarga 31(1); 1-12 Islamia I. 2012. Tekanan Sosial, Tekanan Psikologis, dan Kesejahteraan Subjektif Keluarga di Wilayah Perdesaan dan Perkotaan [skripsi]. Bogor [ID]. Institut Pertanian Bogor Kahniman D, Krueger AB. 2006. Developments in the Measurement of Subjective Well-Being. Journal of Economic Perspectives 20(1), 3-24. Kim JE, Moen P. 1999. Work/retirement transitions and psycological well-being in late midlife. Intacha [NY]. Cornell University. _____________ . 1999. Is Retirement Good or Bad for Subjektive Well= Being. Psychological Sciences. Intacha [NY]. Cornell University. ______________ . 2002. Retirement transitions, gender, and psycological wellbeing : A Life-Course, Ecological Model. Psychological Sciences, 57B(3), P212-222 Krause N. 1991. Stressful events and life satisfaction among elderly men and women. Journal of Gerontology, 46(2), 584–592. Kusomo RAB. 2009. Peran Gender dalam Strategi Koping dan Pengambilan Keputusan serta Hubungannya dengan Kesejahteraan Keluarga Petani PAdi dan Hortikultura di Daerah Pinggiran Perkotaan [tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Liu L, Guo Q. 2008. Life satisfaction in a sample of empty-nest elderly: a survey in the rural area of a mountainous county in China. Quality Life Research, 17, 823–830. Megawangi R. 1999, 2001. Membiarkan Berbeda: Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender. Bandung: Penerbit Mizan. Muflikhati I. 2010. Analisis dan pengembangan model peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan kesejahteraan keluarga diwilayah pesisir Provinsi Jawa Barat[Disertasi]. Bogor [ID]:Institut Pertanian Bogor
29 Okawa M. 1988. Physiological aging changes. (Okawa M, Nasada H, Kitajima M, Koyano W, Tsuha S, Nagahisa H, Okawa M. Physiological aging changes. (Okawa M, Nasada H, Kitajima M, Koyano W, Tsuha S, Nagahisa H, Osborne RH, Hawthorne G, Lew EA, Gray LC. 2003. Quality of life assessment in the community-dwelling elderly: validation of the Assessment of Quality of Life (AQoL) instrument and comparison with the SF-36. Journal of Clinical Epidemiology, 56(2), 138–147. Purnamawati. 2007. Gambaran Psychological Well-Being Pegawai Negeri Sipil yang Pensiun di Usia Dewasa Madya. [skripsi] Depok [ID]. Fakultas Psikologi. Universitas Indonesia. Puspitasari N. 2012. Peran Gender, Kontribusi Ekonomi Perempuan, dan Kesejahteraan Keluarga Petani Hortikultura [skripsi]. Bogor. Institut Pertanian Bogor Puspitawati H. 2009. Pengaruh Nilai Ekonomi Pekerjaan Ibu Rumah Tangga terhadap Kesejahteraan Keluarga Subjektif. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen, 2(1), 11-20 ____________. 2009. Modul Peningkatan Fungsi Keluarga Menuju Ketahanan Pangan Keluarga Tani. Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. IPB. ____________. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Kampus IPB Taman Kencana Bogor: IPB Press Saleha Q. 2003. Manajemen Sumberdaya Keluarga: Suatu Analisis Gender dalam Kehidupan Keluarga Nelayan di Pesisir Bontang Kuala, Kalimantan Timur [Tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Sawidak MA. 1985. Analisa tingkat kesejahteraan ekonomi petani transmigran di Delta Upang Provinsi Sumatera Selatan [tesis]. Bogor [ID] : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Schwartz AN. 1974. Retirement: Termination or transition. Geriatrics, 29(5), 190-192, 195-198 Shen S, Fang Li, JK. 2011. Quality of life and old age social welfare system for the rural elderly in China: Ageing Int 37(285-299) Suandi. 2007. Modal Sosial dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga di Daerah Pedesaan Provinsi Jambi [disertasi]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana IPB. Sunarti E, Nuryani N, Hernawati N. 2009. Hubungan antara Fungsi Adaptasi, Pencapaian Tujuan, Integrasi, dan Pemeliharaan Sistem dengan Kesejahteraan Keluarga. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2 (1) : 1-10 Supriyantini. 2002. Hubungan antara Pandangan Gender dengan Keterlibatan Rumah Tangga. [thesis] Medan. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara. Williams JE, Best DL. (Eds.). 1990. Sex and psyche: Gender and self viewed cross cuturally. Newbury Park. CA: Sage Publications. Newman, D. M. & Grauerholz, L. 2002. Sociology of families. Thousand Oaks, CA: Pine Forge Press. Zhang JX, Schwarzer R. Measuring optimistic selfbeliefs: A Chinese adaptation of the general self-efficacy scale. Psychologia. 1995; 38:174-181.
30 Lampiran 1 Presentase sebaran jawaban contoh berdasarkan penyataan kesejahteraan subjektif dan riwayat pekerjaan (%) No
Item Pertanyaan
Dimensi Ekonomi Keluarga 1. merasa puas dengan kondisi keuangan setelah pensiun Keluarga 2. merasa pendapatan yang didapat setelah pensiun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Semenjak 3. pensiun, keluarga mengurangi waktu untukmelakukan hobi demi menjaga keuangan keluarga Keluarga bisa 4. melakukan hal yang diinginkan tanpa khawatir mempengaruhi keuangan keluarga Keluarga 5. merasa kesulitan memenuhi pendidikan anggota keluarga Keluarga 6. mengalami kesulitan dalam membiayai kesehatan Keluarga 7. memiliki tabungan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terduga Dimensi Fisik Rumah yang 8. dimiliki sekarang sudah
PNS
non PNS
pvalue
Tidak setuju
Netral
Setuju
Ratarata
Tidak setuju
Netral
Setuju
Ratarata
13.0
7.8
79.2
2.7
13.0
18.2
68.8
2.6
0.364
45.5
14.3
40.3
2.0
29.9
19.5
50.6
2.2
0.077
64.9
11.7
23.4
1.6
61.0
13.0
26.0
1.7
0.640
27.3
16.9
55.8
2.3
36.4
19.5
44.2
2.1
0.148
5.2
10.4
84.4
2.8
16.9
13.0
70.1
2.5
0.015*
11.7
13.0
75.3
2.6
14.3
14.3
71.4
2.6
0.571
33.8
11.7
54.5
2.2
37.7
14.3
48.1
2.1
0.487
2.6
3.9
93.5
3.0
1.3
7.8
90.9
3.0
0.822
31 No
9.
10.
11.
12.
Item Pertanyaan
PNS
non PNS
pvalue
Tidak setuju
Netral
Setuju
Ratarata
Tidak setuju
Netral
Setuju
Ratarata
1.3
5.2
93.5
3.0
0.0
6.5
93.5
3.0
0.777
1.3
2.6
96.1
3.0
0.0
3.9
96.1
3.0
0.736
3.9
5.2
90.9
2.9
1.3
9.1
89.6
2.9
0.842
7.8
3.9
88.3
2.8
1.3
5.2
93.5
2.9
0.114
Keluarga sering mengalami gangguan kesehatan sehingga mengganggu aktivitas seharihari yang dilakukan Keluarga merasa bebas menjalankan ibadah Keluarga merasa puas dengan keadaan spiritual/ mental Keluarga merasa aman dari gangguan kejahatan seperti penodongan, perampokan, pemerasan Keluarga merasa puas dengan pekerjaan yang sekarang
11.7
10.4
77.9
2.7
11.7
11.7
76.6
2.7
0.906
46.8
6.5
45.5
3.0
45.5
11.7
42.9
3.0
0.314
3.9
0.0
96.1
3.0
1.3
0.0
98.7
3.0
0.612
2.6
0.0
97.4
2.9
1.3
5.2
93.5
2.8
0.702
2.6
5.2
92.2
2.9
2.6
10.4
87.0
2.8
0.431
Keluarga mampu ikut terlibat dalam
2.6
1.3
96.1
2.9
1.3
7.8
90.9
2.9
0.482
layak huni Kondisi rumah dan fasilitas didalamnya sudah membuat nyaman keluarga Pakaian yang diperoleh keluarga sudah dianggap layak dan mencukupi Keluarga merasa puas dengan keadaan kesehatan fisik saat ini Membawa setiap anggota keluarga yang sakit ke tempat pengobatan modern
Dimensi Psikologis 13.
14.
15.
16.
17.
Dimensi Sosial 18.
32 No
19.
20.
21.
22.
Item Pertanyaan
kegiatan di lingkungan tempat tinggal Keluarga merasa antar anggota keluarga memiliki hubungan yang harmonis Keluarga merasa memiliki hubungan yang harmonis dengan teman sebaya Saya merasa puas berkomunikasi dengan pasangan Keluarga sering membantu tetangga/orang lain
Ket: * nyata pada p-value <0.05
PNS
non PNS
pvalue
Tidak setuju
Netral
Setuju
Ratarata
Tidak setuju
Netral
Setuju
Ratarata
1.3
1.3
97.4
3.0
0.0
3.9
96.1
3.0
1.000
1.3
3.9
94.8
3.0
0.0
14.3
85.7
2.9
0.140
1.3
2.6
96.1
3.0
1.3
3.9
94.8
2.9
0.779
1.3
15.6
83.1
2.9
3.9
2.6
93.5
2.8
0.250
33
Lampiran 2 Pengkategorian variabel penelitian
-
Variabel
Skala data
Jenis data
Keterangan
Karakteristik Sosiodemografi Jenis kelamin
Nominal
Primer
[1] Laki-laki [2] Perempuan
Usia
Rasio
Primer
[1] Dewasa menengah (41-60) [2] Dewasa akhir (> 60 tahun)
Lama pendidikan
Rasio
Primer
Jumlah tanggungan keluarga
Rasio
Primer
Status kesehatan
Interval
Primer
Pendapatan
Rasio
Primer
Riwayat pekerjaan
Nominal
Primer
[1] Pegawai Negeri [2] Pegawai Swasta (Wiraswasta, pegawai BUMN)
Peran Gender - Aktivitas pengelolaan keuangan - Aktivitas domestik - Aktivitas sosial Aktivitas manajemen usaha Kesejahteraan subjektif - Kesejahteraan fisik - Kesejahteraan ekonomi - Kesejahteraan sosial - Kesejahteraan psikologis
Ordinal
Primer
[1] Istri sendiri/dominan [2] Istri + suami (bersama) [3] Suami sendiri/dominan
Ordinal
Primer
[1] sangat tidak setuju [2] tidak setuju [3] netral/kondisional [4] setuju [5] sangat setuju
[1] Rendah (0-6 tahun) [2] Sedang (7-13 tahun) [3] Tinggi (14-20 tahun) [1] Sedikit (1-4 orang) [2] Sedang (5-7 orang) [3] Banyak (> 7 orang) [1] Mempunyai > 1 penyakit serius [2] Mempunyai 1 penyakit serius [3] Tidak mempunyai penyakit serius [1] < Rp 1.000.000 [2] Rp 1.000.001 - Rp 2.999.999 [3] Rp 3.000.000 - Rp 4.999.999 [4] Rp 5.000.000- Rp 6.999.999 [5] Rp >7.000.000
34
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jeuram, Aceh Barat pada tanggal 5 Maret 1991. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Muhsin SP dan Ibu Rosmina S.Pd, M.Si. Riwayat pendidikan penulis antara lain Raudhatul Atfal (1996-1997), SD Negeri 14 Meulaboh (1997-2003), MTsN Model Negeri I (20032006). Tahun 2009 penulis lulus dari SMA 4 Wira Bangsa Meulaboh dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Beasiswa Utusan Daerah dan diterima di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia. Penulis aktif di organisasi berbasis kekeluargaan yaitu OMDA IMTR bagi masyarakat aceh yang tinggal di Bogor sebagai Ketua Divisi Kewirausahaan (2010-2011), Panitia Hari Keluarga sebagai anggota divisi konsumsi. Penulis juga menjadi salah satu Asisten Mata Kuliah Manajemen Keuangan Konsumen di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (2012-2013).