STRATEGI NAFKAH DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN PADA KELUARGA MISKIN
NENGGI OKTA PRAMUDITA
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Strategi Nafkah dan Tingkat Kesejahteraan pada Keluarga Miskin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014 Nenggi Okta Pramudita NIM I24100045
ABSTRAK NENGGI OKTA PRAMUDITA. Strategi Nafkah dan Tingkat Kesejahteraan pada Keluarga Miskin. Dibimbing oleh HARTOYO. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi nafkah dan tingkat kesejahteraan keluarga miskin pada wilayah desa dan kota. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional study. Penarikan contoh dilakukan menggunakan stratified random sampling dengan status kesejahteraan sebagai kriteria stratifikasi. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bogor dan Kabupaten Indramayu. Sampel dalam penelitian ini adalah keluarga yang mempunyai anak terakhir balita, contoh penelitian ini adalah 60 keluarga miskin. Hasil penelitian menunjukkan srategi nafkah yang banyak digunakan pada keluarga miskin di desa dan kota adalah strategi rekayasa sumber nafkah dan pola nafkah ganda. Meskipun mereka miskin, namun lebih dari separuh keluarga merasa secara subjektif sejahtera. Faktor yang mempengaruhi jumlah strategi nafkah yang digunakan keluarga meliputi pendidikan suami, besar keluarga, dan modal sosial. Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif istri adalah besar keluarga, lama pendidikan suami, dan modal fisik. Sedangkan faktor-faktor yang memengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif suami adalah lama pendidikan istri dan modal manusia. Kata kunci: strategi nafkah, kesejahteraan subjektif, modal aset
ABSTRACT NENGGI OKTA PRAMUDITA. Livelihoods Strategies and Levels of Well-being of Poor Families. Supervised by HARTOYO. The objective of this research is to assess the livelihood strategies of poor families and welfare levels in different areas. This research used a cross-sectional study design. Stratified random sampling with the welfare status of the family as stratification criteria is used. This research was conducted in Bogor and Indramayu Regency. Sample of the reseacrh are families with the last children is under five years old, the number of respondents are 60 families. The results showed that livelihood strategies widely used in poor families in rural and urban are source of income engineering and multiple livelihood patterns strategies. Even though they are poor families, more than half of families feel better subjective well-being level. Factors which affected the number of livelihood strategies applied by families are education of husband, family size, and social capital. Factors which affect the wife level of subjective well-being applied by families are family size, education of husband, and physical capital. Meanwhile the factors that the affect the level of husband subjective well-being are education of wife and human capital. Keywords: capital assets, livelihood strategies, subjective well-being
STRATEGI NAFKAH DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN KELUARGA MISKIN
NENGGI OKTA PRAMUDITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen
DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA
Tidak mudah untuk membuat suatu penelitian sebagai tugas akhir (skripsi) untuk mendapatkan gelar sarjana bidang Ilmu Keluarga dan Konsumen di Insitut Pertanian Bogor. Membutuhkan kesabaran, semangat yang lebih besar lagi, dan doa yang tiada hentinya diucapkan. Namun penulis yakin bahwa tidak ada jalan yang tidak berujung. Alhamdulilah dengan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, serta usahan dan doa yang tiada hentinya penulis telah menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Strategi Nafkah dan Tingkat Kesejahteraan pada Keluarga Miskin”. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimaksih dan penghargaan kepada pihak-pihak yang berhak mendapatkannya, atas segala bantuan dan jasanya sehingga tugas ini bisa terselesaikan. Penulis ucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Ir. Hartoyo, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi dan pembimbing akademik, dengan segala kesabaran dan arahan membimbing penulis sehingga banyak memberikan pencerahan tentang banyak hal. 2. Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi yang telah berkenan memberikan masukan yang berarti dalam penulisan karya ini. 3. Dr. Ir. Istiqlaliyah Muflikhati, M.Si selaku dosen penguji skripsi yang telah berkenan memberikan saran dan masukan yang berarti untuk perbaikan penulisan karya ini. 4. Seluruh Dosen dan Staff Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan pembelajaran dan ilmu yang bermanfaat. 5. Bapak Sri Baskoro dan Ibu Suyatni, Oki Melandani, dan Ai Yosi Tanjung sebagai keluarga yang tiada hentinya memberikan dukungan dan doa untuk penulis. 6. Pihak beasiswa bidik misi atas bantuan dana selama penulis menunut ilmu di Institut Pertanian Bogor. 7. Teman-teman IKK 47 dan temen seperjuangan penelitian, Wida, Ulfa, dan Dian, atas waktu, kebersamaan, dan motivasinya serta kepada seluruh pihak yang telah membantu menyelesaikan penelitian ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Demikian ucapan terima kasih penulis yang dipersembahkan dari hati, Allah SWT akan membalas semuanya dengan kebaikan. Semoga penelitian ini akan memberikan manfaat bagi banyak pihak. Bogor, Agustus 2014 Nenggi Okta Pramudita
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
5
KERANGKA PEMIKIRAN
5
METODE PENELITIAN
7
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian
7
Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh
8
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
10
Pengolahan dan Analisis Data
11
Definisi Operasional
13
HASIL PENELITIAN
14
Modal Aset Keluarga Contoh
18
Strategi Nafkah Keluarga Contoh
24
Tingkat Kesejahteraan Subjektif Keluarga Contoh
25
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Nafkah dan Tingkat Kesejahteraan Suami-Istri pada Keluarga Contoh 26 KESIMPULAN DAN SARAN
34
Simpulan
34
Saran
35
DAFTAR PUSTAKA
35
LAMPIRAN
39
RIWAYAT HIDUP
42
DAFTAR TABEL 1 Jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Jawa Barat 2 Jenis dan pengumpulan data variabel penelitian 3 Sebaran karateristik contoh dan keluarga berdasarkan karateristik wilayah 4 Sebaran pencari nafkah utama keluarga berdasarkan karateristik wilayah
3 10 15 16
5 Sebaran suami berdasarkan jenis pekerjaan suami di karateristik wilayah yang berbeda 6 Sebaran istri berdasarkan jenis pekerjaan di karateristik wilayah yang berbeda 7 Sebaran suami dan istri berdasarkan pendidikan di karateristik wilayah yang berbeda 8 Sebaran kepemilikan modal alam keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 9 Sebaran kepemilikan modal finansial keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 10 Sebaran sumber kredit/hutang keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 11 Sebaran kepemilikan asuransi keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 12 Sebaran kepemilikan sumber dana darurat keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 13 Sebaran kepemilikan modal sosial keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 14 Kepemilikan modal manusia keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 15 Kepemilikan modal fisik keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah 16 Sebaran responden berdasarkan kepemilikan rumah pada wilayah yang berbeda 17 Sebaran responden berdasarkan kepemilikan alat elektronik pada wilayah yang berbeda 18 Sebaran strategi nafkah keluarga contoh 19 Sebaran kesejahteraan subjektif keluarga contoh 20 Koefisien model regresi pengaruh karateristik keluarga terhadap strategi nafkah 21 Ringkasan analisis regresi logistik untuk faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kesejahteraan subjektif istri 22 Ringkasan analisis regresi logistik untuk faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kesejahteraan subjektif suami
16 17 17 19 20 20 21 21 22 22 23 21 22 25 26 27 27 28
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran strategi nafkah dan tingkat kesejahteraan keluarga miskin 2 Alur pemilihan lokasi dan penarikan contoh
7 9
DAFTAR LAMPIRAN 1 Model kerangka suistainable livelihood 2 Koefisien korelasi antara karateristik keluarga contoh, modal aset keluarga, dan kesejahteraan subjektif suami-istri 3 Sebaran jawaban suami berdasarkan kesejahteraan subjektif 4 Sebaran jawaban istri berdasarkan kesejahteraan subjektif
39 40 41 41
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberadaan keluarga yang merupakan sebuah unit terkecil dalam masyarakat memiliki peranan yang penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Menurut Hartoyo (2009), posisi keluarga termasuk dalam sebuah sistem yang rentan mengalami permasalahan baik dalam ranah internal maupun eksternal keluarga. Permasalahan di keluarga mencakup kemiskinan dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah, yang menyebabkan kurangnya keberfungsian keluarga secara optimal. Merujuk terhadap hal tersebut, banyak di antara keluarga masih hidup dalam kemiskinan yang identik dengan ketidak-cukupan sumberdaya untuk menghasilkan manusia yang berkualitas. Kemiskinan yang dialami keluarga juga berdampak pada permasalahan sosial lainnya karena kemiskinan merupakan permasalahan yang multidimensional dan multisektoral. Dengan demikian, kemiskinan dan tekanan ekonomi yang besar membawa keluarga dalam ketidaktahanan yang lebih besar (Hartoyo 2009). Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk mengurangi jumlah masyarakat miskin. Sesuai dengan Millenium Development Goals yang memiliki salah satu tujuan untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan kelaparan. Banyak program yang digalakan oleh pemerintah untuk mendukung penurunan tingkat kemiskinan, salah satunya program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Penangulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah saat ini belum mampu mengcover seluruh masyarakat miskin yang ada di Indonesia, khususnya Jawa Barat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika 2013, jumlah penduduk miskin yang berada di Jawa Barat sebesar 9.61 persen atau 4 382 648 orang, yang mana terbagi dalam penduduk miskin perkotaan sebesar 2 626 162 orang (8.69 persen) dan penduduk miskin pedesaan 1 756 486 orang (11.42 persen) pada bulan Maret 2013. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk penurunan kemiskinan telah dilaksanakan namun masalah kemiskinan tidak kunjung selesai, besarnya penduduk miskin saat ini menimbulkan sebuah pertanyaan mungkinkah pembangunan yang dilaksanakan pemerintah mengalami kegagalan (Widodo 2009). Lahirnya pendekatan Sustainable livelihood merupakan sebuah kritik terhadap pembangunan, baik dari sisi hasil, cara ataupun ide. Faktanya, sampai saat ini tujuan pembangunan sangat dipersempit hanya sebagai proses mengumpulkan kekayaan finansial dan komoditas. Pembangunan identik dengan meningkatkan produksi, meningkatkan export yang dijanjikan akan membawa kesejahteraan masyarakat. Upaya untuk peningkatan tersebut mendorong pembangunan dijadikan sebagai armada eksploitasi, yang mendorong individu untuk mengeksploitasi alam dan individu lainnya, sehingga berbuah kehancuran alam dan hubungan disharmoni antar individu yang membahayakan kehidupan individu atau komunitas itu sendiri (Saragih, Lassa, dan Ramli 2007). Sustainable livelihood merupakan salah satu pendekatan untuk memahami kemiskinan yang membicarakan pada pemahaman bagaimana kehidupan orang miskin dan apa prioritas hidup serta apa yang harus dilakukan untuk membantu mereka, sehingga tidak hanya terkait pendapatan
2 (income poverty) dan pekerjaan (jobs), namun lebih holistik memahami bagaimana kehidupan orang miskin (Widiyanto 2009). Keterbatasan dan kerentanan yang dimiliki dapat menjadikan keluarga terjebak dalam kemiskinan. Keluarga harus berusaha untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan berupaya untuk mencapai kesejahteraan keluarga. Tidak hanya pemerintah yang harus berusaha untuk menangani kemiskinan namun perlu juga adanya usaha individu agar mampu keluar dari kemiskinan dan menuju kesejahteraan keluarga. Menurut Iskandar (2007) kesejahteraan keluarga merupakan suatu keadaan yang relatif tercukupi atau kondisi dimana seseorang berusaha untuk melepaskan diri dari semua tekanan, kesulitan, kesukaran, dan gangguan. Kesejahteraan keluarga dapat dicapai ketika keluarga mampu mengelola dengan baik sumberdaya atau aset yang dimilikinya (Hartoyo 2009). Menurut Saragih, Lassa, dan Ramli (2007), unit keluarga atau komunitas tertentu melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu kepada berbagai aset yang dimilikinya, baik secara material dan non-material melekat pada unit yang dimaksud. Aset tersebut termasuk didalamnya adalah modal sosial, modal alam, modal manusia, modal finansial ekonomi, dan modal fisik insfrastruktur. Sekarang ini banyak kajian terkait bagaimana cara masyarakat untuk bertahan dan memperbaiki kehidupannya (Widiyanto 2009). Taktik dan aksi yang diciptakan oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan disebut strategi nafkah atau livelihood strategy (Dharmawan 2007). Penelitian terdahulu banyak membahas bagaimana strategi nafkah yang dilakukan oleh masyarakat miskin maupun tidak miskin dalam upaya untuk mempertahankan hidup baik di pedesaan maupun perkotaan. Penghidupan masyakat dibentuk atau ditopang oleh berbagai kekuatan dan faktor yang beragam dimiliki oleh keluarga yang dengan sendirinya terus berubah. Kekuatan dan faktor tersebut diantaranya merupakan aset-aset (sering juga disebut capital asset, modal dasar atau sumber daya majemuk) keluarga, dengan mengkombinasikan aset-aset tersebut akan menghasilkan capaian penghidupan yang mereka harapkan dan strategi-strategi penghidupan yang mereka gunakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang dirumuskan ideal tersebut yakni tercapainya kondisi yang aman (kesejahteraan keluarga) (Saragih, Lassa, dan Ramli 2007). Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh ketersediaan akan sumberdaya dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah tersebut. Menurut Dharmawan (2001), sumber nafkah rumahtangga sangat beragam (multiple source of livelihood), karena rumahtangga tidak tergantung hanya kepada satu pekerjaan dan satu sumber nafkah tidak mampu memenuhi semua kebutuhan rumahtangga. Namun demikian dengan keterbatasan kualitas sumberdaya manusia, seringkali kepala atau anggota rumahtangga memiliki akses yang terbatas terhadap sumbersumber nafkah. Scoones (1998) membagi konsep modal menjadi lima modal aset, yaitu modal alam, modal fisik, modal manusia, modal keuangan, dan modal sosial. Berdasarkan kelima modal tersebut, modal keuangan dan modal manusialah yang sering disebut sebagai “modal” dalam arti ekonomi. Keduanya dinilai mampu menghasilkan pendapatan dengan segera dan mudah untuk diperhitungkan (Scoones 1998). Modal alam tergantung kepada kemampuan individu untuk mengakses sumberdaya alam yang ada. Kemampuan untuk mengakses tersebut yang membuat perbedaan antar kelas-kelas dalam masyarakat. Sedangkan modal
3 sosial menurut De Haan (2012) mendefinisikan modal sosial dapat memfasilitasi tindakan aktor-aktor di dalam struktur sekaligus menetapkan aktor-aktor tersebut dalam aspek-aspek struktural. Singkatnya modal sosial diartikan sebagai kegiatan tolong-menolong antar tetangga, organisasi keagamaan, arisan, dan sebagainya (Stephanie 2008). Akses terhadap kelima modal dan penggunaaan modal tersebut yang didukung oleh faktor sosial dan faktor luar lainnya seperti pasar yang akan membentuk strategi nafkah (Ellis 1998). Setiap wilayah memiliki strategi nafkah atau strategi penghidupan yang berbeda-beda, hal tersebut memperlihatkan bahwa struktur agaria ataupun demografi mempengaruhi bagaimana strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga dengan tujuan akhir adalah kesejahteraan keluarga. Pernyataan tersebut sejalan dengan Masithoh (2005) yang menyatakan bahwa perbedaan strategi nafkah tergantung kepada sumberdaya yang dimiliki pada sebuah komunitas, dapat berupa keberadaan dimensi ekologi, struktur sosial, sosialkultural, ekonomi, serta sistem pertanian, struktur agraria yang dapat mempengaruhi derajat kehidupan. Salah satu alasan mengapa studi terkait srategi nafkah menarik untuk dilakukan adalah penerapan strategi nafkah pada rumahtangga miskin berbeda-beda sesuai dengan capital asset yang dimilikinya (Musyarofah 2006). Strategi nafkah yang berbeda-beda pada demografi yang berbeda merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Studi strategi nafkah ini, menelaah mengenai strategi nafkah yang diterapkan oleh rumahtangga miskin pada demografi yang berbeda dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup rumahtangga menuju kesejahteraan keluarga. Melalui studi ini diharapkan mampu mengetahui berbagai potensi dan kendala yang dihadapi oleh masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup menuju kesejahteraan keluarga sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengabilan keputusan untuk meminimalisir kemiskinan yang semakin meningkat. Perumusan Masalah Jawa Barat merupakan lima besar provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Indonesia, sebesar 4 382 650 orang miskin berada dalam kondisi miskin baik di perkotaan maupun pedesaan (BPS 2013). Berikut data lima teratas jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Jawa Barat yang tercermin dalam Tabel 1. Kabupaten Bogor dan Indramayu merupakan deretan lima teratas yang mewakili penduduk miskin terbesar di Jawa Barat. Beberapa perbedaan kunci antara rumahtangga miskin dan tidak miskin, yaitu terkait pendidikan, ketenakerjaan, ukuran rumahtangga, akses terhadap pelayanan, jaminan kepemilikan, dan kondisi perumahan (Menkokesra 2013). Kemiskinan yang terjadi tidak hanya berada di pedesaan saja, tetapi juga perkotaan. Kendati menurut BPS (2013) menyatakan bahwa kebanyakan penduduk miskin berada dipedesaan. Tabel 1 Jumlah penduduk miskin kabupaten/kota di Jawa Barat No Kabupaten/Kota 1 Bogor 2 Cirebon 3 Garut 4 Bandung 5 Indramayu Sumber: BPS 2010
Jumlah Penduduk Miskin 537 750 435 500 365 390 349 110 319 530
4 Pendapatan yang rendah membuat keterbatasan masyarakat miskin dalam memenuhi kebutuhan khusunya kebutuhan dasar, seperti sandang, pangan, dan papan. Selaras dengan harga kebutuhan bahan pokok yang semakin meningkat, memaksa masyarakat miskin memiliki pekerjaan ganda. Pilihan tersebut dilakukan untuk mempertahankan hidup menuju kesejahteraan keluarga. Selain permasalahan ekomoni, masyarakat miskin juga mengalami permasahan kurangnya akses terhadap pendidikan, kesehatan, akses keluar (luar daerah/kota), dan rendahnya keterampilan sehingga memicu masih rendahnya kesempatan kerja dengan penghasilan yang memadai karena dewasa ini banyak perusahaan ataupun unit usaha yang mensyaratkan tingkat pendidikan dan ketrampilan tertentu. Salah satu upaya untuk mengurangi angka kemiskinan khususnya pada tingkat masyarakat yang bekerja di bidang menengah kebawah yaitu dengan mengupayakan peningkatan kesejahteraan penduduk (Aniri 2008). Mardiyaningsih (2003) menunjukan bahwa mereka yang memiliki keunggulan dalam percapaian tingkat ekonomi, memiliki kelenturan dalam menyusun strategi bertahan hidup (livelihood strategy). Hal tersebut menunjukan bahwa mereka yang memiliki kelenturan dalam struktur nafkah (livelihood strategy) akan menunjukan tingkat stabilitas ekonomi yang lebih baik. Faktanya, mereka dari lapisan ekonomi menengah ke atas menunjukan kinerja yang lebih baik dalam bernafkah. Melalui penerapan berbagai startegi nafkah yang bertumpu pada sumberdaya yang dimiliki, rumahtangga petani berhasil menigkatkan derajat kesejahteraannya (Dharmawan 2001). Madiyaningsih (2003) juga menyatakan bahwa faktor kesejahteraan sosial ekonomi dan kelimpahan modal (available resources) yang dimiliki oleh masing-masing rumahtangga akan menentukan strategi nafkah yang dipilih ke depan. Banyak upaya yang dilakukan oleh masyarakat miskin untuk memenuhi kebutuhan keluarga atau mewujudkan keadaan hidup yang lebih layak. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu dengan pola nafkah ganda, memperkerjaan anggota lain dalam keluarga, migrasi, dan masih banyak upaya lainnya. Hal tersebut sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Musyarofah (2006) yaitu strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin adalah strategi nafkah non-tunggal yaitu kombinasi dari strategi nafkah yang digunakan dalam memenuhi kebutuhan hidup dan mempertahankan hidup rumahtangga, diantaranya pola nafkah ganda, pemanfaatan jaringan sosial, pemanfaatan kelembagaan ekonomi, berdagangan, berhutang, menjual asset rumahtangga. Melalui modal asset yang dimiliki (modal fisik, modal manusia, modal sosial, dan modal finansial) rumahtangga miskin membangun startegi nafkah utama untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Strategi nafkah pada rumahtangga miskin didasarkan pada ketersediaan sumber nafkah yang dapat diakses dengan segala keterbatasannya (Musyarofah 2006). Dengan demikian banyak masyarakat yang menerapkan berbagai bentuk strategi nafkah untuk bertahan hidup dalam rangka menuju kesejahteraan keluarga. Oleh karena itu, studi terkait strategi nafkah dan kesejahteran keluarga pada wilayah yang berbeda ini menjadi suatu kajian yang penting dan menarik untuk dilakukan. Berdasarkan pemaparan rumusan masalah diatas, untuk lebih memahami berbagai permasalahan yang terjadi dengan lebih seksama, berikut beberapa poin pertanyaan yang muncul mendasari penelitian ini:
5 1. Bagaimana rumahtangga melakukan strategi nafkah sebagai strategi bertahan hidup dengan memanfaatkan modal asset yang dimiliki pada wilayah yang berbeda? 2. Bagaimana kesejahteraan subjektif keluarga miskin pada wilayah yang berbeda? 3. Apa sajakah faktor-faktor yang mempengaruhi strategi nafkah dan kesejahteraan subjektif keluarga miskin pada wilayah yang berbeda?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum: Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi nafkah dan tingkat kesejahteraan keluarga miskin. Tujun khusus dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi strategi nafkah keluarga miskin dengan memanfaatkan modal asset yang dimiliki keluarga miskin pada dua wilayah yang berbeda. 2. Mengidentifikasi kesejahteraan subjektif keluarga miskin pada dua wilayah yang berbeda. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi nafkah dan kesejahteraan subjektif keluarga miskin pada wilayah yang berbeda.
Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat berguna untuk memahami permasalahan yang terjadi dalam komunitas masyarakat miskin di Desa Lokasi Penelitian, kemudian menganalisis strategi nafkah keluarga yang dilakukan oleh masyarakat miskin agar sejahtera dan tetap survive dalam kehidupannya. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau rujukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi. Sedangkan bagi pemerintah daerah, penelitian ini dapat memberikan alternatif dan strategi dalam melakukan pembinaan dan pengembangan masyarakat, khususnya masyarakat miskin.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka pemikiran yang dirancang dalam penelitian ini didasarkan pada model kerangka Suistainable Livelihood (DFID’s Suistainable Livelihoods Framework) (Lampiran 1). Variabel awal yang diteliti dalam penelitian ini adalah karateristik sosio demografi dan karateristik ekonomi rumah tangga miskin pada dua wilayah yang berbeda. Kedua karaterisktik tersebut diduga berhubungan dengan variabel modal asset yang dimiliki oleh rumah tangga, yang diukur melalui kepemilikan asset dalam rumah tangga miskin reponden, modal aset tersebut diantaranya modal finansial, modal alam, modal fisik, modal manusia, dan modal sosial. Strategi nafkah rumah tangga miskin dibedakan menjadi 3 bagian menurut Scoones (1998) yaitu pertanian, non-farm, off-farm, dan migrasi. Sementara itu, penelitian ini juga mendasarkan pada konsep bahwa kelima modal asset yang dimiliki oleh masyarakat miskin dapat dijadikan sumberdaya untuk menentukan
6 strategi nafkah yang dapat dilakukan oleh rumah tangga miskin dalam upaya untuk mempertahankan hidup dan meningkatkan kesejahteraannya. Berdasarkan landasan pemikiran tersebut, penelitian ini ingin membuktikan secara ilmiah apakah strategi nafkah yang dilakukan rumah tangga miskin mempunyai potensi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga secara subjektif pada rumahtangga miskin. Selain itu, dengan melihat pada asumsi bahwa kelima modal asset sebagai sumber nafkah dalam rumah tangga akan mempengaruhi strategi nafkah yang dilakukan oleh rumah tangga miskin. Identifikasi sumbersumber nafkah ini dilakukan untuk melihat sumber nafkah apa saja yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Terkait aktivitas nafkah yang dilakukan rumahtangga berkaitan dengan ketersediaan sumber nafkah rumahtangga. Studi aktivitas nafkah dilakukan untuk mengidentifikasi strategi nafkah yang dilakukan oleh rumahtangga dalam bertahan hidup, selain itu juga untuk melihat pemanfaatan sumber nafkah rumah tangga terhadap strategi nafkah yang dilakukan, serta bagaimanakan wilayah yang berbeda dapat mempengaruhi modal asset yang dimiliki dan strategi nafkah yang digunakan. Kesejahteraan keluarga diukur untuk melihat hubungan tingkat kesejahteraan keluarga dengan karateristik keluarga dan strategi nafkah yang dilakukan rumahtangga. Karateristik keluarga yang diteliti adalah usia, jenis kelamin, besar keluarga, pendapatan keluarga, pekerjaan, dan kepemilikan asset. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa tingkat kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh karateristik ekonomi dan lingkungan keluarga (Aniri 2008). Selanjutnya untuk mengidentifikasi bagaimana strategi nafkah yang dilakukan berpengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Kerangka pemikiran penelitian tergambar dalam gambar dibawah ini.
7
Karateristik Keluarga -
Usia anggota keluarga Pendidikan anggota keluarga Besar Keluarga anggota keluarga Pekerjaan anggota keluarga Pendapatan anggota keluarga
Tempat tinggal Desa
Kota
Strategi Nafkah
Tipe Modal Rumahtangga -
Modal Fisik Modal Finansial Modal Alam Modal Sosial Modal Manusia
Kesejahteraan Subjektif Keluarga
Keterangan: Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran strategi nafkah dan tingkat kesejahteraan keluarga miskin
METODE PENELITIAN
Desain, Lokasi, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study, yaitu penelitian pada objek yang berbeda dengan pengukuran variabel-variabel penelitian dilakukan dalam satu kali waktu secara bersamaan. Penelitian ini merupakan penelitian bagian dari penelitian Hartoyo, et al. (2013) yang berjudul “Transfer
8 Kemiskinan Antar Generasi Di Desa dan Kota”. Pelaksanaan penelitian ini berada pada dua lokasi yang berbeda secara demografi di Jawa Barat, yaitu Kabupaten Bogor dan Kabupaten Indramayu. Provinsi Jawa Barat dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa Jawa Barat merupakan lima besar provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia dan merupakan tiga besar provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbayak. Kabupaten Bogor dan Indramayu dipilih dengan pertimbangan kesesuaian karateristik wilayah yang diharapkan dapat dibandingkan yaitu wilayah dataran tinggi dan wilayah dataran rendah. Pemilihan kedua kabupaten tersebut dengan pertimbangan kedua kabupaten tersebut memiliki proposi penduduk miskin yang tinggi di Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya dari masing-masing kabupaten akan dipilih wilayah yang mewakili daerah kota dan desa. Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2013 sampai Juni 2014 dan pengambilan data dilakukan pada bulan Juli sampai Oktober 2013. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah keluarga yang bertempat tinggal di Provinsi Jawa Barat. Contoh dalam penelitian ini adalah 60 keluarga miskin terpilih yang tersebar dalam empat lokasi penelitian berdasarkan status kesejateraan miskin dan tidak miskin menurut penerima bantuan langsung sementara masyarakat (BLSM) dari pemerintah. Terdapat pro dan kontra dalam permasalahan terkait pendapatan rumah tangga miskin, salah satunya permasalahan yang dihadapi oleh BPS dalam menentukan penerima dana BLSM oleh pemerintah. Munculnya beberapa kasus terkait dengan penerima dana BLSM, banyak masyarakat yang megeluh tentang ketidak adilan dalam pembagian dana BLMS, yang mana banyak keluarga yang tidak layak memperoleh dana BLMS justru memperolehnya. Sedangkan rumah tangga yang seharusnya mendapatkan dana terebut, ternyata tidak memperolehnya. Sebenarnya kasus ini sebelumnya telah terjadi dalam program BLT yang lebih dulu dilaksanakan, kasus ini terjadi karena adanya “human error” atau kolusi dan nepotisme (Alfiasari 2007). Dalam pengukuran penerima BLSM sesuai dengan 14 kriteria rumah tangga miskin yang ditentukan oleh BPS. Berdasarkan alasan ini, rumah tangga miskin yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu rumah tangga miskin penerima BLSM tahap II yang dilakukan pada bulan Agustus 2013. Penarikan contoh dilakukan secara stratified random sampling dengan status kesejahteraan keluarga sebagai kriteria stratifikasi. Stratified random sampling merupakan teknik pemilihan contoh yang digunakan dengan melihat kelompok subjek satu dengan lainnya yang terdapat tingkatan yang membedakan (Idrus 2009). Pencarian data awal dilakukan dengan mendapatkan nama-nama rumah tangga penerima BLSM dan data balita, kemudian digabungkan dengan melihat rumah tangga miskin yang menerima BLSM dan memiliki balita. Selanjutnya pemilihan desa dan RW (Rukun Warga) dari masing-masing wilayah dipilih secara purposive dengan syarat jumlah yang memiliki balita tertinggi. Contoh dipilih dengan mengacak keluarga yang memenuhi kriteria di RW (Rukun Warga) terpilih pada masing-masing lokasi penelitian dengan proposi yang sama antar jumlah keluarga miskin dan tidak miskin. Berikut gambaran alur pemilihan lokasi dan contoh penelitian yang tersaji dalam Gambar 2.
Provinsi Jawa Barat Kabupaten Bogor
Kabupaten Indramayu
Purposive
Kecamatan Cigombong mewakili wilayah desa
Kecamatan Ciomas mewakili wilayah kota
Kecamatan Terisi mewakili wilayah desa
Kecamatan Indramayu mewakili wilayah kota
Purposive
Desa Cibaduyut dan Desa Ciadeg
Desa Ciomas dan Desa Padasuka
Desa Kendayakan dan Desa Plosokerep
Desa Mergadadi dan Desa Paoman
Purposive
Masing-masing desa terpilih RW balita terbanyak n=30 keluarga
Masing-masing desa terpilih RW balita terbanyak n=30 keluarga
Masing-masing desa terpilih RW balita terbanyak n=30 keluarga
Masing-masing desa terpilih RW balita terbanyak n=30 keluarga
Purposive
BLSM n=15
NON BLSM n=15
BLSM n=15
NON BLSM n=15
BLSM n=15
NON BLSM n=15
BLSM n=15
Keterangan: Contoh dalam penelitian ini adalah penerima BLSM
Gambar 2 Alur pemilihan lokasi dan penarikan contoh
NON BLSM n=15
Stratified random sampling
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber asli (langsung dari responden) yang memiliki informasi atau data tersebut (Idrus 2009). Data primer merupakan hasil survei Transfer Kemiskinan Antargenerasi Di Desa dan Kota oleh Hartoyo et al 2013. Penelitian ini menggunakan sebagian data yang memungkinkan dalam analisis pengaruh strategi nafkah terhadap kesejahteraan keluarga miskin pada wilayah yang berbeda. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada suami dan istri dari keluarga contoh dengan panduan kuesioner, data tersebut meliputi: karateristik sosio-demografi keluarga, kepemilikan asset, strategi nafkah keluarga (livelihood strategy), dan kesejahteraan subjektif keluarga (Tabel 2). Tabel 2 Jenis dan pengumpulan data variabel penelitian Variabel
Data yang diteliti
Alat Bantu dan Skala Data
Keterangan
Karateristik Sosio-demografi Karateristik Ayah dan Ibu
Kuisioner a. Usia b. Pendidikan
Rasio (tahun) Interval (tahun)
c. Pekerjaan
Rasio
d. Pendapatan
Rasio (Rp/bulan)
Karateristik keluarga
Kuisioner a. Usia b. Besar keluarga c. Lama pernikahan d. Pendapatan keluarga e. Kepemilikan asset (Modal SDA, modal fisik, modal finansial, modal manusia, modal sosial)
Strategi Nafkah
Rasio (tahun) Rasio Rasio (tahun) Rasio (Rp/bulan) Rasio
Kuisioner a. Rekayasa sumber nafkah b. Pola nafkah ganda c. Rekayasa Spasial
Kesejahteraan Subjektif
[0] Tidak tamat sekolah [1] Tidak tamat SD [2] SD/sederajat [3] SMP/sederajat [4] SMA/sederajat [5] Akademi/diploma/PT [1] Pekerjaan utama [2]Pekerjaan tambahan
Ordinal
[1] tidak pernah [2] jarang [3] sering [4] selalu
Kuisioner Ordinal
[1] Ya [2] Tidak
11 Kepemilikan aset rumahtangga diukur melalui kepemilikan modal, yaitu modal fisik, modal finansial, modal alam, modal sumberdaya manusia, dan modal sosial. Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian inni telah diuji reliabilitasnya dengan nilai a-crobbach sebesar 0.717 (strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga) dan 0.741 (kesejahteraan subjektif keluarga). Strategi nafkah (Livelihood Strategy) diukur dengan hasil konstrak yang diadopsi dari teori Scoones (1998) yang terdiri dari tiga jenis strategi nafkah yaitu pola nafkah ganda, rekayasa sumber nafkah, dan rekaysa spasial (migrasi). Instrumen ini terdiri dari 18 item pertanyaan yang terdiri dari enam pertanyaan mengenai rekayasa sumber nafkah, enam pertanyaan mengenai pola nafkah ganda, dan enam pertanyaan mengenai rekayasa spasial (migrasi). Variabel strategi nafkah diukur dengan skala likert dari 1-4 dengan keterangan 1=tidak pernah, 2=jarang, 3=sering, dan 4=selalu. Kesejahteraan keluarga subjektif yang diukur dengan modifikasi instrumen yang dikembangkan oleh Puspitawati (2012) yang terdiri dari 20 pertanyaan. Kesejahteraan subjektif terdiri dari dua jawaban yaitu “ya” dan “tidak’’. Jawaban “ya” diberi skor satu dan jawaban “tidak” diberi skor nol. Dengan demikian akan diperoleh skor berisar 0-20. Skor tersebut kemudian dikategorikan menjadi keluarga sejahtera jika skor jawaban “ya” lebih besar atau sama dengan 75 persen dan dikatakan tidak sejahtera jika skor jawaban kurang dari 75 persen (Rambe 2004). Data sekunder merupakan data yang diperoleh untuk diproses lebih lanjut (Umar 2005), data sekunder diperoleh sebagai penunjang dalam penelitian, berupa data demografi desa, data balita, data penerima BLSM (bantuan langsung sementara masyarakat), dan studi kepustakaan. Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data dilakukan secara bertahap dimulai dari data yang terkumpul di lapangan sampai data siap untuk dianalisis. Data yang diperoleh selanjutnya diolah melalui proses editing, coding, scoring, entryng, cleaning data, dan analisis. Pengolahan dan analisis data dilakukan secara kuantitatif. Pengolahan secara kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program komputer yang sesuai. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan melakukan tabulasi data yang diperoleh untuk melihat nilai dari setiap variabel yang diteliti dan analisis data inferensia melalui uji hubungan antar variabel yang ditentukan dan tujuan penelitian. Analisis inferensia menggunakan tabulasi data yang diperoleh, uji korelasi Pearson, uji regresi linier berganda, dan uji regresi logistik. Data karateristik keluarga yang mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan jumlah anggota keluarga dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif. Secara rinci analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masig tujuan adalah sebagai berikut: 1. Karateristik keluarga, modal aset, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan tabulasi silang. Data karateristik keluarga mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pendapatan per kapita dan jumlah anggota keluarga. Analisis deskriptif yang digunakan meliputi uji rata-rata dan standar deviasi. 2. Modal aset keluarga yang terdiri dari modal alam, modal fisik, modal finansial, modal manusia, dan modal sosial dianalisis dengan menggunakan
12
3.
4.
5.
6.
statistik deskriptif untuk melihat melihat presentase kepemilikan kelima modal aset yang dimiliki oleh keluarga miskin. Uji beda Independent Samples T-Test digunakan untuk melihat perbedaan karateristik keluarga, sosial, dan ekonomi, modal aset, strategi nafkah, dan kesejahteraan subjektif keluarga menurut wilayah yang berbeda (pedesaan dan perkotaan). Strategi nafkah keluarga dianalisis secara deskriptif untuk melihat strategi nafkah yang digunakan oleh keluarga miskin. Strategi nafkah dilihat dari tiga jenis strategi yang digunakan, yaitu strategi rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan migrasi. Skoring dilakukan terhadap semua pertanyaan terkait strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga miskin sehingga diperoleh skor total. Skor tersebut kemudian dijumlahkan untuk setiap dimensi. Total skor dalam setiap dimensi akan dilihat skor yang paling dominan dari ketiga dimensi tersebut kemudian dikategorikan dalam tiga strategi nafkah, yaitu strategi rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan migrasi. Kesejahteraan subjektif keluarga diukur dengan cara mengumpulkan data terkait persepsi atau pendapat responden mengenai tingkat kesejahteraan keluarga. Skoring dilakukan terhadap semua pertanyaan tentang persepsi kesejahteraan respoden sehingga diperoleh skor total. Skoring untuk setiap pertanyaan yang berjumlah 20 pertanyaan. Jawaban “ya” diberikan skor satu, sedangkan untuk jawaban “tidak” diberikan nilai nol. Dengan demikian, akan diperoleh skor yang berkisar 0-20. Skor tersebut kemudian dikategorikan menjadi keluarga sejahtera dan tidak sejahtera. Menurut Rambe (2004) menyatakan bahwa pengkategorian variabel kesejahteraan subjektif keluarga menggunakan kategori dua kelompok, yaitu: 1. Sejahtera bila skor ≥75% 2. Tidak sejahtera bila skor <75% Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi nafkah digunakan uji regresi linier berganda dengan model sebagai berikut: Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8 + b9 X9 + b10 X10 + b11 X11 Keterangan: Y= strategi nafkah a=konstanta b=koefisien regresi γ=koefisien dummy X1= umur suami (tahun) X2= lama pendidikan suami (tahun) X3= lama pendidikan istri (tahun) X4= jumlah anggota keluarga (orang) X5= pendapatan per kapita (Rp/bulan) X6= modal fisik (skor) X7= modal finansial (skor) X8= modal alam (skor) X9= modal manusia (skor) X10= modal sosial (skor) X11= wilayah (0=Desa; 1=Kota)
13 7. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga contoh diuji dengan menggunakan regresi logistik, adapun persamaannya sebagai berikut: 𝑝 ln 1−𝑝 = a + β 1 X1 + β 2 X2 + β 3 X3 + β 4 X4 + β 5 X5 + β 6 X6 + β 7 X7 + β 8 X8 + β 9 X9 + β 10 X10 + γ11 X11+ ɛ
Keterangan: a= konstanta β= koefisien regresi p= peluang untuk sejahtera (0=Tidak sejahtera, 1=Sejahtera) γ= koefisien dummy X1= umur suami (tahun) X2= lama pendidikan suami (tahun) X3= lama pendidikan istri (tahun) X4= jumlah anggota keluarga (orang) X5= pendapatan per kapita (Rp/bulan) X6= modal fisik (skor) X7= modal finansial (skor) X8= modal alam (skor) X9= modal manusia (skor) X10= modal sosial (skor) X11= wilayah (0=Desa; 1=Kota)
Definisi Operasional Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, ataupun adopsi, terdiri dari suami, istri, anak, dan anggota lainnya. Ukuran keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga yang berasal dari ikatan perkawinan, darah, atau adopsi yang tinggal bersama dalam satu atap. Keluarga dikatakan keluarga kecil apabila terdiri dari (1-4 orang), keluarga sedang (terdiri dari 5-7 orang), dan keluarga besar (terdiri dari >7 orang). Jenis Pekerjaan merupakan usaha tertentu yang digeluti oleh anggota keluarga dan menghasilkan uang. Jenis pekerjaan dibedakan menjadi pekerjaan utama dan pekerjaan tambahan. Pendapatan keluarga merujuk kepada besarnya penerimaan dan pemasukkan gaji, upah, dan barang yang diperoleh anggota keluarga yang dapat dinilai dalam rupiah baik pekerjaan utama ataupun tambahan dalam kurun waktu satu bulan terakhir yang dinyatakan dalam rupiah/bulan. Pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh contoh semasa hidupnya. Pendidikan yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu dimulai dari tidak tamat sekolah dasar (SD) hingga mencapai perguruan tinggi (PT). Usia merupakan lama hidup contoh yang dihitung sejak lahir hingga tahun 2013 yang dinyatakan dalam tahun. Kepemilikan asset banyakanya kekayaan yang dimiliki oleh keluarga contoh berupa kepemilikan modal sumberdaya alam, modal finansial, modal fisik, modal manusia, dan modal sosial.
14 Modal alam merupakan modal alam yang dimilik oleh keluarga contoh yang diukur berdasarkan kepemilikan lahan dan kepemilikan hewan ternak. Modal finansial merupakan modal yang dimiliki oleh keluarga contoh yang diukur berdasarkan kepemilikan uang tunai, kepemilikan tabungan di Bank, kepemilikan kredit/hutang kepemilikan sumber dana darurat, dan kepemilikan asuransi. Modal manusia merupakan modal yang dimiliki oleh keluarga contoh yang diukur berdasarkan rata-rata lama pendidikan keluarga contoh. Modal fisik merupakan modal yang dimiliki oleh keluarga contoh yang diukur berdasarkan kepemilikan rumah, kepemilikan kendaraan roda dua, kepemilikan alat elektronik, kepemilikan emas, dan kepemilikan perlengkapan usaha. Modal sosial merupakan modal yang dimiliki oleh keluarga contoh yang diukur berdasarkan adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah, kepemilikan jaringan pinjaman modal usaha, dan pemberian dukungan sosial kepada orang lain. Miskin merupakan kondisi seseorang atau rumahtangga yang tidak mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari. Kesejahteraan keluarga merupakan kondisi seseorang atau keluarga secara fisik yaitu sandang, pangan, dan papan yang dirasakan contoh. Kesejahteraan subjektif adalah nilai atau tingkat kepuasan yang dirasakan setiap individu menyangkut diri sendiri dan keluarga dalam terpenuhinya kebutuhan hidup. Strategi nafkah upaya pencarian sumber nafkah yang dilaksanakan oleh individu ataupun keluarga untuk mempertahankan hidup, yang terdiri dari strategi rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan migrasi.
HASIL PENELITIAN Karateristik Keluarga Hasil penelitian data deskriptif pada keluarga contoh yang tersaji dalam Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata usia suami berbeda nyata (p<0.10). Rata-rata usia suami yang berada di wilayah pedesaan 40.57 tahun dan di perkotaan 37.03 tahun. Sedangkan rata-rata usia istri diwilayah pedesaan lebih tinggi (35.20 tahun) dibandingkan dengan rata-rata umur istri di perkotaan (31.93 tahun). Pada umumnya, orang dewasa menurut Hurlock (1978) dapat dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu dewasa muda (usia 18 – 40 tahun), dewasa madya (41 – 65 tahun), dan dewasa lanjut (usia lebih dari 65 tahun). Apabila dilihat secara keseluruhan, rata-rata usia suami dan istri berada pada tahapan usia dewasa muda (18-40 tahun). Pola pikir dan perilaku seseorang dalam kesehariannya akan dipengaruhi oleh pendidikan (Muflikhati 2010). Rata-rata lama pendidikan suami pada keluarga contoh sebesar 7.20 tahun dan istri sebesar 7.15 tahun. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pendidikan suami maupun istri apabila dilihat dari perbedaan wilayah baik di pedesaan dan perkotaan. Besarnya keluarga atau ukuran keluarga merupakan jumlah seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah (Muflikhati 2010). Rata-rata besar keluarga contoh adalah 5.08 orang. Terdapat
15 perbedaan yang signifikan antara besar keluarga di pedesaan dan perkotaan (p=0.009). Rata-rata jumlah anggota keluarga di desa 5.80 orang dan rata-rata jumlah anggota keluarga di kota sebesar 4.37 tahun. Tabel 3 Sebaran karateristik keluarga berdasarkan karateristik wilayah Variabel (satuan)
Usia suami (tahun) Usia istri (tahun) Lama pendidikan suami (tahun) Lama pendidikan istri (tahun) Pendapatan per bulan (rupiah) Pendapatan per kapita (rupiah) Jumlah anggota keluarga (orang)
Karateristik wilayah Desa Kota Rataan±Sd
Total
p-value
Rataan±Sd
40.57±8.869 35.20±6.305 6.90±2.631
37.03±7.117 31.93±6.346 7.5±2.193
38.80±8.169 33.57±6.484 7.20±2.420
0.094* 0.050** 0.341
6.80±1.919
7.50±2.047
7.15±1.999
0.177
1 519 333.33±1 044 281.417 346 522.61±325 180.125 5.80±2.441
927 000±328 645.601 224 766±79 363. 519 4.37±1.564
1 223 166.67±823 595.86 285 644.64±242 568.138 5.08±2.157
0.005** 0.055* 0.009**
Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05
Pendapatan merupakan imbalan yang diterima seseorang dari pekerjaannya yang dinyatakan dalam bentuk uang (Sumarwan 2011). Pada penelitian ini pendapatan yang diamati merupaka pendapatan per bulan keluarga yang didapatkan dari total keseluruhan pemasukan keluarga baik melalui ayah, ibu, atau anggota keluarga lainnya. Berdasarkan pendapatan per bulan keluarga miskin terdapat perbedaan nyata antara pedesaan dan perkotaan. Pendapatan per bulan keluarga miksin di pedesaan lebih besar (Rp1 519 333.33) bila dibandingkan dengan pendapatan per bulan di perkotaan (Rp927 000.00). Sementara itu, pendapatan per kapita adalah hasil pembagian dari total pendapatan keluarga per bulan dengan jumlah anggota keluarga. Rata-rata pendapatan per kapita keseluruhan keluarga adalah Rp285 644.64. Angka tersebut lebih tinggi dari garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2013 yaitu sebesar Rp276 825.00 per kapita per bulan (BPS 2013). Apabila dilihat lebih jauh lagi, pendapatan per kapita keluarga di pedesaan (Rp346 522.61) lebih besar dibandingkan dengan wilayah perkotaan (Rp224 766.00). Secara keseluruhan karateristik keluarga contoh memiliki perbedaan nyata antara pedesaan dan perkotaan. Hasil menunjukkan bahwa di wilayah pedesaan umur suami dan istri lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah perkotaan. Jumlah anggota keluarga di pedesaan lebih banyak dibandingkan di perkotaan. Begitupula pendapatan keluarga dan pendapatan per kapita menujukkan hasil yang sama, yaitu pada wilayah pedesaan memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. Namun, lama pendidikan di kedua wilayah tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Rata-rata pendidikan suami dan istri pada keluarga miskin setara dengan tamat sekolah dasar. Selanjutnya, pada Tabel 4 disajikan sebaran pencari nafkah utama pada keluarga miskin yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan keluarga. Secara umum, pecari nafkah utama keluarga contoh adalah suami. Menurut Muflikhati
16 (2010) suami atau kepala keluarga pada umumnya merupakan pencari nafkah utama (a main breadwinner). Tabel 4 Sebaran pencari nafkah utama keluarga berdasarkan karateristik wilayah Pencari nafkah Desa n Suami Istri Suami dan Istri Total
19 0 11 30
Karateristik wilayah Kota % n 63.3 26 0.0 0 36.7 4 100 30
Total %
n 86.7 0.0 13.3 100
% 45 0 15 60
75.0 0.0 25.0 100
Hasil penelitan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tiga dari empat pencari nafkah utama keluarga contoh adalah suami dan selebihnya adalah suami dan istri sebagai pencari nafkah utama. Sedangkan dalam penelitian ini tidak terdapat istri sebagai pencari nafkah utama. Apabila dilihat lebih jauh lagi, hampir seluruh keluarga miskin di perkotaan, suami merupakan pencari nafkah utama dan hanya terdapat 4 keluarga miskin (13.3%) yang suami dan istri sebagai pencari nafkah utama. Sedangkan dipedesaan, tiga dari sepuluh keluarga contoh di pedesaan pencari nafkah utama adalah suami dan istri. Hal ini menunjukkan bahwa pada wilayah pedesaan terdapat pola nafkah ganda yang dilakukan oleh keluarga miskin di pedesaan. Adanya pola nafkah ganda tersebut menunjukkan bahwa keluarga miskin memiliki pendapatan yang terbatas, sedangkan keluarga miskin harus mencukupi kebutuhan keluarga yang tidak terbatas. Sehingga untuk memenuhi semua kebutuhan, keluarga miskin melakukan pola nafkah ganda dengan istri ikut serta sebagai pencari nafkah. Tabel 5 Sebaran suami berdasarkan jenis pekerjaan suami di karateristik wilayah yang berbeda Jenis pekerjaan Desa n Petani/buruh tani Nelayan Buruh bata Buruh sepatu Buruh lainnya Supir Pedagang Tukang becak Pekerjaan lain Total
5 0 8 0 14 1 1 1 0 30
Karateristik wilayah Kota % n 16.7 0 0.0 1 26.7 0 0.0 5 46.7 12 3.3 3 3.3 3 3.3 2 0.0 4 100 30
Total %
n 0.0 3.3 0.0 16.7 40.0 10.0 10.0 6.7 13.3 100
% 5 1 8 5 26 4 4 3 4 60
8.33 1.67 13.33 8.33 43.33 6.67 6.67 5.00 6.67 100
Lebih dari setengah suami pada keluarga contoh dari penelitian ini bekerja sebagai buruh (64.99%). Pekerjaan buruh dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga, yaitu buruh bata, buruh sepatu, dan buruh lainnya. Hampir setengah dari suami pada keluarga contoh bekerja sebagai buruh lainnya, misalnya buruh bangunan ataupun buruh pabrik. Hampir setengah suami pada wilayah pedesaan bekerja sebagai buruh bata. Hal ini dikarenakan disalah satu wilayah penelitian merupakan salah satu wilayah penghasil bata di Indramayu. Sedangkan pekerjaan lainnya yang digeluti oleh suami di wilayah tersebut adalah buruh bangunan, petani, buruh tani, supir, dan tukang becak. Pada wilayah perkotaan hampir setengah suami bekerja sebagai buruh lainnya dan satu dari enam suami di perkotaan bekerja sebagai buruh sepatu.
17 Hal ini dikarenakan bahwa pada wilayah Perkotaan Bogor dalam penelitian ini merupakan salah satu pengrajin sepatu di wilayah Bogor. Tabel 6 Sebaran istri berdasarkan jenis pekerjaan di karateristik wilayah yang berbeda Jenis pekerjaan Desa n Petani/buruh tani Ibu rumah tangga Buruh bata Pedagang Pekerjaan lain Total
3 19 4 2 2 30
Karateristik wilayah Kota % n 10.0 0 63.3 26 13.3 0 6.7 0 6.7 4 100 30
Total %
n 0.0 86.7 0.0 0.0 13.3 100
% 3 45 4 2 2 60
5.0 75.0 6.7 3.3 3.3 100
Tabel sebaran pekerjaan istri yang tersaji pada Tabel 6 menunjukkan bahwa tiga dari empat istri pada keluarga contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hal ini didukung oleh Puspitawati (2009) yang menyatakan bahwa perempuan memiliki peran domestik rumahtangga (a homemaker). Pada wilayah pedesaan lebih dari setengah istri pada keluarga contoh sebagai ibu rumah tangga. Satu dari sepuluh istri bekerja sebagai petani ataupun buruh tani. Sebanyak 13.3 persen bekerja sebagai buruh bata. Hal tersebut mempertegas bahwa di wilayah pedesaan lebih dari setengah suami dan istri sebagai pekerja utama. Sedangkan pada wilayah perkotaan hampir seluruh ibu pada keluarga contoh bekerja sebagai ibu rumah tangga. Hanya 13.3 persen istri bekerja di sektor publik pada wilayah perkotaan. Hal ini mempertegas bahwa peran istri sebagai ibu rumah tangga (Homemakerl housewife) (Puspitawati 2012). Namun, banyak alasan bagi ibu rumahtangga untuk bekerja di luar rumah. Setiap istri atau ibu rumahtangga bekerja di luar rumah berbeda pada setiap keluarga. menurut Rambe (2004) menyatakan bahwa pada keluarga dengan pendapatan yang rendah, ibu bekerja diluar rumah untuk mendukung pendapatan rumahtangga. Sedangkan untuk rumahtanga dengan berpendapatan tinggi lebih untuk memenuhi partisipasi sosial. Tabel 7 Sebaran suami dan istri berdasarkan pendidikan di karateristik wilayah yang berbeda Pencari nafkah
Karateristik wilayah Kota % n
Desa n Suami Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Total Istri Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Total
Total %
n
%
1 2 17 7 3 30
3.3 6.7 56.7 23.3 10.0 100
0 0 19 7 4 30
0.0 0.0 63.3 23.3 13.3 100
1 2 36 14 7 60
1.67 3.33 60.00 23,33 11,67 100
1 0 19 10 0 30
3.3 0.0 63.3 33.3 0.0 100
0 1 15 12 2 30
0.0 3.3 50.0 40.0 6.7 100
1 1 34 22 2 60
1.67 1.67 56.67 36.67 3.33 100
18 Rata-rata pendidikan suami pada penelitian ini adalah 7.20 tahun dan pada istri sebesar 7.15 tahun. Lebih dari setengah baik suami maupun istri pada keluarga contoh memiliki lama pendidikan setara dengan taman sekolah dasar (SD). Satu dari lima suami dan tiga dari sepuluh istri pada keluarga contoh telah tamat sekolah menengah pertama (SMP). Pada wilayah pedesaan lebih dari setengah baik suami maupun istri tamat sekolah dasar (SD). Terdapat satu responden suami dan istri yang tidak tamat sekolah di wilayah pedesaan. Satu dari sepuluh suami telah lulus sekolah menengah atas (SMA). Pada wilayah perkotaan lebih dari setengah suami telah tamat sekolah dasar (SD). satu dari lima telat tamat sekolah menegah pertama (SMP). Sedangkan istri pada wilayah perkotaan setengahnya telah tamat sekolah dasar (SD) dan dua dari lima istri di perkotaan telah tamat sekolah menengah pertama (SMA). Pada wilayah perkotaan terdapat satu istri yang tidak tamat sekolah dasar (SD). Menurut Rambe (2004) menyatakan bahwa pendidikan dan kemiskinan merupakan suatu lingkaran yang saling mempengaruhi. Perubahan jenjang pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan tingkat kemiskinan. Sebaliknya di sisi lain, tingkat kemiskinan itu sendiri akan berpengaruh terhadap perkembangan pendapatan seseorang dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Setiap kenaikan pendidikan akan mampu mendorong tingkat pendapatan melampaui garis kemiskinan, baik secara relatif maupun mutlak. Jadi, pada dasarnya kemampuan mengatasi masalah jenjang pendidikan mengandung pula pengertian semakin besarnya daya tolak mengatasi masalah kemiskinan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sumarwan (2011) yang menyatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakter yang saling berhubungan, yaitu pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pekerjaan yang didapatkannya. Karateristik sosial ekonomi keluarga miskin yang dihasilkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga miskin memiliki keterbatasan, yaitu penghasilan keluarga yang rendah dan lebih dari setengah keluarga contoh yang tingkat pendidikannya masih belum memenuhi wajib belajar sembilan tahun. Keterbatasan tersebut memaksa keluarga miskin bekerja dengan mengandalkan pekerjaan yang pendapatannya tidak pasti. Sedangkan kebutuhan keluarga yang semakin besar memaksa keluarga miskin mempekerjakan istri atau bahkan anggota keluarga lain untuk menambah pendapatan keluarga. Oleh karena itu, diperlukan upaya-upaya lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga dengan keterbatasan ekonomi dan keterbatasan kualitas modal manusia (Alfiasari 2007). Modal Aset Keluarga Contoh Secara konseptual menurut Chambers dan Conway dalam Ellis (2000) dan menurut FAO dan ILO (2009) terdapat lima tipe modal yang dapat dikuasai rumahtangga untuk percapaian nafkahnya, yaitu modal alam, modal finansial, modal sosial, modal manusia, dan modal fisik. Kelima modal tersebut digunakan untuk mempertahankan hidup atau hanya untuk menghadapi krisis ekonomi dan mengembangkan derajat kesejahteraan rumahtangga (Ellis 2000).
19 Modal Alam Modal alam dalam penelitian ini dilihat berdasarkan kepemilikan lahan dan kepemilikan hewan ternak keluarga contoh. Hasil penelitian pada Tabel 8 menunjukkan bahwa hampir seluruh keluarga contoh tidak memiliki lahan usaha dan lebih dari setengah keluarga contoh memiliki hewan ternak. Penelitian ini menunjukkan bawa proposi keluarga yang memiliki hewan ternak lebih besar berada di pedesaan daripada di perkotaan, yaitu hampir setengah dari keluarga contoh di pedesaan memiliki hewan ternak dan hanya satu dari sepuluh keluarga di perkotaan yang memiliki hewan ternak. Hewan yang biasa diternakan oleh keluarga contoh adalah ayam, unggas, dan kambing. Tabel 8 Sebaran kepemilikan modal alam keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Variabel
Kepemilikan lahan usaha Kepemilikan hewan ternak
Karateristik wilayah Desa Kota n % n % 8 26.7 0 0.0
n 8
% 26.7
0.003**
13
17
56.7
0.010**
43.3
4
13.3
Total
P-value
Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05
Proposi kepemilikan lahan usaha lebih besar dimiliki oleh keluarga contoh di pedesaan (26.7 %). Lahan usaha di pedesaan lebih banyak berupa lahan pertanian. Wilayah pedesaan dicirikan oleh pertanian sebagai sumber penghasilan sehingga lahan pertanian masih banyak dimiliki oleh keluarga di pedesaan. Hasil uji beda menyatakan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara kepemilikan lahan usaha di pedesaan dan perkotaan, yaitu kepemilikan lahan usaha di pedesaan lebih besar daripada di perkotaan. Tidak ada lahan usaha satupun yang dimiliki oleh keluarga contoh di perkotaan. Modal Finansial Modal finansial dalam penelitian ini dilihat dari kepemilikan uang tunai, kepemilikan tabungan di Bank, kepemilikan kredit/hutang, kepemilikan asuransi, dan kemepilikan sumber dana darurat. Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 9 menunjukkan bahwa tiga dari empat keluarga contoh memiliki uang tunai. Seluruh keluarga contoh tidak memiliki tabungan di Bank. Tujuh dari sepuluh (70%) keluarga contoh memiliki kredit ataupun hutang dan tiga dari sepuluh responden memiliki asuransi. Sedangkan untuk kepemilikan sumber dana darurat, seluruh responden memiliki sumber dana darurat. Apabila dilihat lebih dalam lagi, hampir seluruh keluarga contoh yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan memiliki uang tunai, sedangkan pada wilayah perkotaan lebih dari setengah keluarga contoh memiliki uang tunai. Hasil yang sama juga ditujukkan pada kepemilikan asuransi, bahwa kepemilikan asuransi lebih banyak dimiliki oleh keluarga contoh di pedesaan (43.3 persen) dan hanya satu dari lima keluarga di perkotaan yang memiliki asuransi. Asuransi yang dimiliki oleh keluarga adalah asuransi kesehatan.
20 Tabel 9 Sebaran kepemilikan modal finansial keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Variabel
Kepemilikan uang tunai Kepemilikan tabungan di Bank Kepemilikan kredit/hutang Kepemilikan asuransi Kepemilikan sumber dana darurat
Karateristik wilayah Desa Kota n % n % 26 86.7 19 63.3 0 0.0 0 0.0
Total n 45 0
P-value % 75.0 0.0
0.037** 1.000
24
80.0
18
60.0
42
70.0
0.094*
13 30
43.3 100
6 30
20.0 100
19 60
31.7 100
0.053* 1.000
Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05
Seluruh keluarga memiliki sumber dana darurat baik keluarga di pedesaan ataupun perkotaan. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa terdapat peredaan nyata antara kepemilikan uang tunai dan kepemilikan asuransi pada wilayah pedesaan dan perkotaan, yang mana kepemilikan asuransi dan uang tunai lebih tinggi pada wilayah pedesaan. Kepemilikan kredit/hutang lebih banyak dimiliki oleh keluarga di pedesaan yaitu hampir seluruh keluarga contoh di pedesaan memiliki kredit/hutang. Sedangkan di perkotaan lebih dari setengah keluarga memiliki kredit atau hutang (Tabel 9). Tabel 10 Sebaran sumber kredit/hutang keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Variabel
Tidak memiliki sumber kredit/hutang Bank harian Kredit keliling Koperasi Warung Tetangga/teman/ saudara Bos dan kredit keliling Bank dan koperasi
Karateristik wilayah Desa Kota n % n % 6 20.0 12 40.0 7 4 1 10 1 1 0
23.3 13.3 3.3 33.3 3.3 3.3 0.0
0 7 3 4 3 0 1
0.0 23.3 10.0 13.3 10.0 0.0 3.3
Total n
% 18
30.0
7 11 4 14 4 1 1
11.7 18.3 6.7 23.3 6.7 1.7 1.7
Sumber-sumber kredit/hutang keluarga contoh dalam penelitian ini bersumber pada kredit/hutang kepada bank harian, kredit keliling, koperasi, warung, dan tetangga/teman/saudara. Hasil penelitian yang tersaji dalam Tabel 10 menunjukkan bahwa satu dari tiga keluarga contoh tidak memiliki sumber kredit/hutang. Satu dari lima total keluarga contoh memiliki sumber kredit/hutang dari warung. Pada wilayah pedesaan, sumber kredit lebih banyak bersumber dari warung (33.3%) dan satu dari lima keluarga contoh pada wilayah tersebut memiliki kredit/hutang yang bersumber pada bank harian. Satu dari lima keluarga contoh di pedesaan tidak memiliki sumberdana kredit/hutang. Pada wilayah perkotaan, hampir setengah keluarga contoh tidak memiliki sumber kredit/hutang. Sedangkan keluarga yang memiliki sumber kredit/hutang bersumber pada kredit keliling (23.3 %), warung, koperasi, tetangga/teman/saudara, serta bank dan koperasi.
21 Tabel 11 Sebaran kepemilikan asuransi keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Karateristik wilayah
Variabel
Desa n Tidak memiliki asuransi Asuransi kesehatan
Kota % 56.7 43.3
17 13
Total
n 24 6
% 80.0 20.0
n
% 41 19
68.3 31.7
Sebaran kepemilikan asuransi keluarga contoh yang tersaji pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tiga dari sepuluh responden yang memiliki asuransi kesehatan. Kepemilikan asuransi lebih banyak terdapat pada wilayah pedesaan, hampir setengah dari keluarga contoh memiliki asuransi kesehatan. Hasil yang berbeda terlihat pada wilayah perkotaan, satu dari lima keluarga contoh di perkotaan memiliki asuransi kesehatan. Sumber dana darurat yang diteliti dalam penelitian ini terdiri dari tabungan, dengan menjual tanah, menjual perhiasan, menjual alat elektronik, meminjam ke bank, meminjam ke rentenir, dan sumber dana darurat lainnya seperti meminjam kepada orang tua, saudara, tetangga ataupun teman (Tabel 12). Tabel 12 Sebaran kepemilikan sumber dana darurat keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Karateristik wilayah
Sumber dana darurat
Desa n Tabungan Menjual tanah Menjual perhiasan Menjual alat elektronik Meminjam ke bank Meminjam ke rentenir Sumber dana lainnya
1 0 4 3 1 2 29
Total
Kota % 2.5 0.0 10.0 7.5 2.5 5.0 72.5
n 0 0 0 0 2 2 28
% 0.0 0.0 0.0 0.0 6.25 6.25 87.5
n
% 1 0 4 3 3 4 57
1.4 0.0 5.5 4.2 4.2 5.5 79.2
Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 12 menunjukkan bahwa hampir seluruh keluarga contoh memiliki sumber dana darurat berasal dari orang tua, saudara, tetangga ataupun teman. Pada wilayah pedesaan hampir seluruh keluarga memiliki sumber dana darurat bersumber dari orang tua, saudara, tetangga ataupun teman (72.5%) dan satu dari sepuluh keluarga yang memiliki sumber dana darurat dengan menjual perhiasan (7.5%), meminjam ke rentenir (5.0%), meminjam ke bank (2.5%), dan tabungan (2.5%). Sedangkan pada wilayah perkotaan, hampir seluruh keluarga contoh memiliki sumber dana darurat yang bersumber pada orang tua, saudara, tetangga ataupun teman (87.5%) dan selebihnya meminjam ke bank (6.25%) serta meminjam ke rentenir (6.25%). Modal Sosial Modal sosial dalam penelitian ini meliputi kepemilikan bantuan dari pemerintah, kepemilikan jaringan pinjaman modal usaha, dan pemberian dukungan sosial kepada orang lain. Hasil penelitian terkait modal sosial yang tersaji pada Tabel 13 menunjukkan bahwa seluruh keluarga contoh dalam penelitian ini memperoleh bantuan dari pemerintah seperti bantuan langsung tunai sementara. Sebesar 73.3 persen keluarga contoh tidak memiliki jaringan pinjaman modal
22 usaha. Setengah dari keluarga contoh memberikan dukungan sosialnya kepada orang lain. Dukungan sosial yang diberikan dapat berupa uang tunai, faktor produksi, ataupun tenaga. Tabel 13 Sebaran kepemilikan modal sosial keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Variabel
Bantuan dari pemerintah Memiliki pinjaman modal usaha Memberikan dukungan sosial kepada orang lain
Karateristik wilayah Desa Kota n % n % 30 100 30 100 9 30.0 7 23.3 15
50.0
15
Total
50.0
P-value
n 60 16
% 100 26.7
1.000 0.254
30
50.0
1.000
Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05
Satu dari tiga keluarga contoh di pedesaan memiliki jaringan pinjaman modal usaha dan setengah dari keluarga contoh memberikan dukungan sosial kepada orang lain. Sedangkan pada wilayah perkotaan, satu dari lima keluarga contoh memiliki jaringan pinjaman modal usaha dan setengah keluarga contoh memberikan dukungan sosial kepada orang lain. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara kepemilikan modal usaha, memberikan dukungan sosial, dan bantuan dari pemerintah pada wilayah yang berbeda. Modal Manusia Besarnya modal manusia di ukur berdasarkan rata-rata pendidikan anggota keluarga. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan anggota keluarga contoh menunjukkan perbedaan yang nyata (p=0.000). Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 14 menunjukkan bahwa tiga per empat dari total keluarga contoh memiliki rata-rata lama pendidikan anggota keluarga setara dengan tamat sekolah dasar (SD). Satu dari lima keluarga memiliki rata-rata pendidikan antara 6.1-9 tahun. Tabel 14 Kepemilikan modal manusia keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Rata-rata Pendidikan keluarga contoh ≤6 tahun 6.1-9 tahun 9.1-12 tahun
Karateristik wilayah Desa Kota n % n % 26 86.7 20 66.7 4 13.3 8 26.6 0 0.0 2 6.7
Total n 46 12 2
P-value % 76.7 20.0 3.3
0.045** 0.046** 0.045**
Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05
Hampir seluruh keluarga contoh di pedesaan memiliki rata-rata pendidikan setara dengan sekolah dasar dan lebih dari setengah keluarga di perkotaan memiliki rata-rata pendidikan setara dengan sekolah dasar. Terdapat satu dari lima keluarga contoh di perkotaan yang memiliki rata-rata pendidikan keluarga berkisar antara 6.1-9 tahun dan tidak ada satupun rata-rata pendidikan anggota keluarga di pedesaan berkisar antara 9.1-12 tahun. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara kepemilikan modal manusia di pedesaan dan perkotaan.
23 Modal Fisik Modal fisik dalam penelitian ini merupakan sumberdaya materi yang dimiliki oleh keluarga yang bernilai secara ekonomi. Besarnya modal fisik dalam penelitian ini diukur berdasarkan kepemilikan rumah, kepemilikan kendaraan roda dua, kepemilikan alat elektronik, kepemilikan emas, dan kepemilikan perlengkapan usaha. Lebih dari setengah keluarga contoh memiliki rumah pribadi, selebihnya masih tinggal bersama orang tua ataupun kontrak rumah. Jika dilihat dari kepemilikan kendaran roda dua, lebih dari setengah keluarga contoh (51.7%) memiliki motor sebagai penunjang usaha. Kendaraan roda dua tersebut merupakan alat transportasi yang paling banyak dimiliki oleh keluarga contoh. Tabel 15 Kepemilikan modal fisik keluarga contoh berdasarkan karateristik wilayah Karateristik wilayah
Sumber dana darurat
Desa n Kepemilikan rumah sendiri Kepemilikan kendaraan roda dua Kepemilikan alat elektronik Kepemilikan emas Kepemilikan perlengkapan usaha
Total
P-value
Kota
23
% 76.7
16
n 11
% 36.7
53.3
15
28
93.3
15 14
50.0 46.7
n 35
% 58.3
0.000*
50.0
31
51.7
0.800
29
96.7
57
95.0
0.561
9 8
30.0 26.6
24 22
40.0 36.7
0.118 0.112
Keterangan: *= signifikan pada p<0.10; **= signifikan pada p<0.05
Hampir seluruh keluarga contoh (95%) memiliki alat elektronik, sedangkan dua dari lima keluarga contoh memiliki emas. Keluarga membeli emas disamping untuk dipakai sebagai perhiasan juga dapat berfungsi sebagai tabungan, karena emas merupakan barang yang liquid sehingga relatif mudah untuk dijual (Muflikhati 2010). Tiga dari sepuluh keluarga contoh memiliki perlengkapan usaha sebagai penunjang usahanya. Tujuh dari sepuluh keluarga di pedesaan memiliki rumah sendiri dan tiga dari sepuluh keluarga miskin di perkotaan memiliki rumah sendiri. Terdapat perbedaan nyata antara kepemilikan rumah di pedesaan dan perkotaan, yaitu kepemilikan rumah sendiri di pedesaan lebih tinggi daripada di perkotaan. Hampir seluruh keluarga baik di pedesaan dan perkotaan memiliki alat elektronik. Sedangkan untuk kepemilikan perlengkapan usaha kurang dari setengah keluarga di pedesaan memiliki perlengkapan usaha. Satu dari lima keluarga perkotaan memiliki perlengkapan usaha. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa hanya lima persen dari total keluarga contoh yang masih kontrak/sewa. Tabel 16 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan rumah pada wilayah yang berbeda Karateristik wilayah
Kepemilikan rumah
Desa n Rumah pribadi Rumah orangtua Rumah kontrak
24 6 0
Total
Kota % 80.0 20.0 0.0
n 11 16 3
% 36.7 53.3 10.0
n
% 35 22 3
58.3 36.7 5.0
24 Hasil penelitian terkait kepemilikan rumah yang tersaji pada Tabel 16 menunjukkan bahwa lebih dari setengah keluarga miskin sudah memiliki rumah sendiri. Tiga dari sepuluh keluarga contoh dalam penelitian ini masih tinggal bersama orangtua. Apabila dilihat berdasarkan wilayah pedesaan dan perkotaan, kepemilikan rumah pribadi lebih banyak terdapat pada keluarga contoh yang tinggal di pedesaan yaitu delapan dari sepuluh keluarga sudah memiliki rumah pribadi, sedangkan di wilayah perkotaan satu dari tiga responden memiliki rumah pribadi. Lebih dari setengah keluarga contoh di perkotaan masih tinggal bersama orangtua dan satu dari lima keluarga di pedesaan yang masih tinggal bersama dengan orangtua. Keluarga contoh yang status kepemilikan rumah masih kontrak terdapat pada wilayah perkotaan. Tabel 17 Sebaran keluarga berdasarkan kepemilikan alat elektronik pada wilayah yang berbeda Karateristik wilayah
Kepemilikan alat elektronik
Desa n TV DVD Kulkas Mesin Cuci Rice cooker Dispenser Handphone Kipas Angin Setrika
18 14 9 0 11 12 18 6 5
Total
Kota % 60.0 46.7 30.0 0.0 36.7 40.0 60.0 20.0 16.7
n 22 14 7 3 20 9 18 6 1
% 73.3 46.7 23.3 10.0 66.7 30.0 60.0 20.0 3.3
n
% 30 28 16 3 31 21 36 12 6
50.0 46.7 26.7 5.0 51.7 35.0 60.0 20.0 10.0
Kepemilikan alat elektronik yang dimiliki oleh keluarga dalam penelitian ini terdiri dari TV, DVD. Kulkas, mesin cuci, rice cooker, dispenser, handphone, kipas angin, dan setrika. Handphone, rice cooker, dan TV merupakan alat elektronik yang banyak dimiliki oleh keluarga contoh. Hampir setengah keluarga contoh memiliki DVD baik di pedesaan maupun perkotaan. Apabila dilihat lebih jauh lagi, TV dan handphone merupakan alat elektronik yang banyak dimiliki oleh keluarga contoh di pedesaan. Pada wilayah perkotaan alat elektronik yang banyak dimiliki oleh keluarga contoh adalah TV, rice cooker, dan handphone. Strategi Nafkah Keluarga Contoh Strategi nafkah merupakan taktik dan aksi yang dibangun oleh indivisu ataupun kelompok dalam upaya untuk mempertahankan kehidupannya (Dharmawan 2007). Strategi nafkah juga dapat diartikan sebagai cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan, sehingga pendekatan strategi nafkah melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif (Dharmawan 2007). Menurut Scoones (1998) strategi nafkah dikategorikan menjadi tiga golongan, yaitu strategi rekaya sumber nafkah, strategi pola nafkah ganda, dan strategi rekayasa spasisal (migrasi). Hasil penelitian yang tersaji pada Tabel 18 menunjukkan bahwa strategi yang banyak digunakan oleh keluarga contoh adalah strategi rekayasa sumber nafkah dan strategi pola nafkah ganda.
25 Tabel 18 Sebaran strategi nafkah keluarga contoh Variabel
Rekayasa sumber nafkah Pola nafkah ganda Rekayasa spasial (migrasi)
Karateristik wilayah Desa (n=30) Kota (n=30) n % n % 25 83.3 26 86.7 28 93.3 23 76.7 12 40.0 3 10.0
Total (n=117) n 51 51 15
% 85.0 85.0 25.0
P-value = 0.074
Hampir seluruh keluarga contoh melakukan rekayasa sumber nafkah baik di pedesaan maupun perkotaan. Strategi rekayasa sumber nafkah yang banyak dilakukan adalah mengurangi alokasi uang jajan anak dan memanfaatkan sumber bahan pangan dari tanaman yang dihasilkan di pekarangan atau kebun sendiri. Sedangkan strategi pola nafkah ganda yang sering dilakukan adalah mencari pekerjaan tambahan dan menambah waktu bekerja. Pola nafkah ganda lebih banyak dilakukan oleh keluarga contoh di pedesaan. Hal ini dapat terlihat dari sebaran pencari nafkah utama keluarga, yang mana terdapat suami dan istri sebagai pencari nafkah utama keluarga sebanyak 35.7 persen. Menurut Zid (2011) menyatakan bahwa keterlibatan anggota keluarga dalam mencari nafkah merupakan salah satu livelihood strategy yang dilakukan oleh keluarga sebagai respo terhadap kondisi kehidupan sekaligus upaya untuk bertahan hidup. Hasil yang berbeda terlihat pada strategi rekayasa spasial atau migrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sepertiga keluarga contoh dalam penelitian melakukan migrasi. Dua dari lima keluarga di pedesaan melakukan migrasi. Migrasi yang banyak dilakukan oleh keluarga contoh adalah dengan meperluas jangkauan wilayah usaha dan mengirim anggota keluarga contoh untuk menjadi TKI di luar negeri. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sulastri (2013) menyatakan bahwa pada keluarga PNS dan non PNS melakukan lebih dari satu strategi nafkah yaitu melakukan strategi rekayasa sumber nafkah dan pola nafkah ganda. Tingkat Kesejahteraan Subjektif Keluarga Contoh Pendekatan pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga subjektif merupakan persepsi masyarakat terkait aspek kesejahteraan atas kondisi yang memang mereka rasakan bukan suatu yang dibuat-buat (Rachmawati 2010). Quality of Life (QOL) merupakan kesejahteraan subjektif (subjective well-being) yang menggambarkan perbedaan antara harapan dan apa yang dialami oleh seseorang (Puspitawati 2012). Menurut Diener, Oishi, dan Lucas (2003) menyatakan bahwa kesejahteraan subjektif merupakan suatu fenomena yang merupakan gabungan dari evaluasi kognitif dan emosional individu terhadap kehidupannya, seperti apa yang disebut orang awam sebagai kebahagiaan, ketentraman, berfungsi penuh, dan kepuasan hidup. Tingkat kesejahteraan subjektif keluarga contoh diukur berdasarkan kesejahteraan subjektif suami dan istri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah (66.7%) suami pada keluarga contoh tergolong sejahtera. Hal ini menyatakan bahwa terdapat tiga dari sepuluh suami (33.3%) pada keluarga miskin yang tergolong tidak sejahtera secara subjektif. Tujuh dari sepuluh (71.7%) istri pada keluarga contoh tergolong sejahtera dan terdapat 28.3 persen istri yang tidak sejahtera secara subjektif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
26 perempuan/istri lebih sejahtera dibandingkan dengan laki-laki/suami. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa jumlah istri yang sejahtera secara subjektif lebih banyak bila dibandingkan dengan suami. Penelitian ini sejalan dengan Wood, Rhodes, dan Whelan (1989) yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif, yang mana perempuan lebih melaporkan kebahagiannya dan kepuasan hidunya yang lebih besar daripada laki-laki. Hal ini sejalan dengan Edidington dan Shuman (2003) yang menyatakan bahwa pada perempuan lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan laki-laki, hal ini disebabkan karena wanita mengakui adanya perasaan tersebut sedangkan laki-laki lebih untuk menyangkalnya. Tabel 19 Sebaran kesejahteraan subjektif keluarga contoh Kesejahteraan subjektif
Suami Istri
Karateristik wilayah Desa (n=30) n % 20 66.7 22 73.3
Kota (n=30) n % 20 66.7 21 70.0
Total
n 40 43
P-value
% 66.7 71.7
0.365 0.701
Apabila dianalisis lebih jauh, tidak terdapat perbedaan nyata antara kesejateraan subjektif suami dan istri baik dipedesaan dan perkotaan. Lebih dari setengah (66.7%) suami baik dipedesaan maupun perkotaan tergolong sejahtera. Sementara itu, tujuh dari sepuluh istri di pedesaan dan perkotaan tergolong sejahtera. Dapat dilihat bahwa istri lebih sejahtera secara subjektif dibandingkan dengan suami. Hal tersebut manyatakan bahwa keluarga miskin atau status kesejahteraan dibawah garis kemiskinan belum tentu tidak sejahtera pada kesejahteraan subjektifnya. Hal ini sesuai dengan Syarief dan Hartoyo (1993) yang menyatakan bahwa keluarga dengan status kesejahteraan di atas garis kemiskinan, dapat merasa kurang sejahtera masih ada keinginan yang belum terpenuhi ataupun merasa “stress” dengan tuntutan pekerjaan ataupun alasan lainnya. Sebaliknya, keluarga dengan status kesejahteraan di bawah garis kemiskinan, mungkin merasa lebih sejahtera karena lebih bersyukur, merasa cukup, dan keinginannya sudah terpenuhi. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Nafkah dan Tingkat Kesejahteraan Suami-Istri pada Keluarga Contoh Analisis regresi berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi strategi nafkah keluarga. Variabel-variabel yang dimasukkan dalam model adalah wilayah, karateristik keluarga yang terdiri dari umur suami, lama pendidikan suami, lama pendidikan istri, besar keluarga, dan pendapatan per kapita, lima modal asset yang terdiri dari modal alam, modal manusia, modal fisik, dan modal finansial. Hasil uji regresi yang tergambar pada Tabel 20 menunjukkan bahwa sebesar 46.6 persen variabel-variabel dalam model memiliki pengaruh terhadap strategi nafkah keluarga miskin, dan selebihnya dipengaruhi oleh variabel lain diluar model.
27 Tabel 20 Koefisien model regresi pengaruh karateristik keluarga terhadap strategi nafkah Model
(Constant) Umur suami Lama pendidikan suami Lama pendidikan istri Besar kelarga Pendapatan per kapita Modal alam Modal fisik Modal finansial Modal manusia Modal sosial Wilayah (0=Desa; 1=Kota)
Koefisien B Tidak Terstandarisasi Terstandarisasi 10.172 0.070 0.105 -0.558 -0.246 0.551 0.200 0.892 0.350 9.402E-007 0.041 0.002 0.000 0.878 0.204 0.533 0.086 0.101 0.024 3.160 0.465 0.364 0.033
St. Error 5.734 0.113 0.29 0.366 0.411 0.000 1.157 0.633 0.857 0.562 1.089 1.751
Sig. 0.082 0.536 0.063* 0.139 0.035** 0.808 0.999 0.172 0.537 0.858 0.006*** 0.836
F = 3.808 R Square = 0.466 Adj R Square = 0.344 Sig. 0.001*** Keterangan: * signifikan pada p<0.1; **signifikan pada p<0.05; ***signifikan pada p<0.01
Jika dikaji lebih jauh lagi dengan menggunakan uji t, variabel lama pendidikan suami, besar keluarga, dan modal sosial berpengaruh nyata terhadap strategi nafkah keluarga miskin. Setiap penambahan modal sosial akan memperbanyak strategi nafkah sebesar 0.465 point. Lama pendidikan suami berpengaruh negatif terhadap strategi nafkah (β=-0.246; p<0.1). Artinya bahwa keluarga dengan pendidikan suami yang lebih rendah akan melakukan strategi nafkah yang lebih banyak. Besar keluarga berpengaruh terhadap strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga miskin (β=0.350; p<0.05). Artinya bahwa keluarga dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak akan melakukan strategi nafkah yang lebih banyak pula. Tabel 21 Ringkasan analisis regresi logistik untuk faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kesejahteraan subjektif istri Kesejahteraan subjektif keluarga (0=tidak sejahtera, 1=sejahtera) B Exp(B) (Constant) 2.622 0.590 Umur suami (tahun) -0.002 0.998 Lama pendidikan suami (tahun) -0.668 0.513* Lama pendidikan istri (tahun) 0.241 1.272 Besar kelarga (orang) -0.633 0.531* Pendapatan per kapita (Rp/bulan) 0.000 1.000 Modal alam (skor) 1.764 5.838 Modal fisik (skor) 1.492 4.446* Modal finansial (skor) -0.760 0.467 Modal manusia (skor) 0.234 1.264 Modal sosial (skor) 0.092 1.097 Strategi nafkah (skor) 0.050 1.052 Chi-aquare 31.493 Negelkerke R² 0.586 eterangan: *signifikan pada p<0.05; signifikan pada p<0.001** Model
28 Berdasrkan hasil analisis regresi logistik yang tersaji pada Tabel 21 menyatakan bahwa nilai chi square=31.493 dan Negelkerke R Square 0.586 yang menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara prediksi dan pengelompokan pada model. Lama pendidikan suami, besar keluarga, dan modal fisik diduga mempengaruhi kesejahteraan subjektif istri. Semakin rendah pendidikan formal yang ditempuh suami, kesejahteraan subjektif istri akan lebih berpeluang untuk sejahtera. Setiap penurunan 1 tahun lama pendidikan formal suami, kesejahteraan subjektif istri berpeluang 0.513 kali untuk sejahtera. Hal ini sejalan dengan penelitian terdahulu oleh Putri dan Sutarmanto (2009) yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif individu. Hal ini memungkinkan individu untuk lebih maju dalam mencapai tujuan atau beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi disekitarnya. Semakin besar keluarga, maka semakin kecil peluang istri untuk sejahtera. Artinya setiap penambahan 1 orang anggota keluarga, berpeluang menurunkan kesejahteraan subjektif istri 0.531 kali untuk sejahtera. Sementara itu, modal fisik yang dimiliki oleh keluarga berpeluang 4.446 kali lebih besar untuk menjadikan istri lebih sejahtera secara subjektif. Tabel 22 Ringkasan analisis regresi logistik untuk faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kesejahteraan subjektif suami Kesejahteraan subjektif keluarga (0=tidak sejahtera, 1=sejahtera) B Exp(B) (Constant) -0.583 0.558 Umur suami (tahun) 0.084 1.087 Lama pendidikan suami (tahun) -0.053 0.948 Lama pendidikan istri (tahun) 0.479 1.614* Besar kelarga (orang) -0.310 0.733 Pendapatan per kapita (Rp/bulan) 0.000 1.000 Modal alam (skor) -0.579 0.560 Modal fisik (skor) 0.305 1.356 Modal finansial (skor) 0.138 1.148 Modal manusia (skor) -0.840 0.432* Modal sosial (skor) 0.504 1.656 Strategi nafkah (skor) -0.303 0.971 Chi square 17.190 Negelkerke R² 0.346 Keterangan: ** signifikan pada p<0.05; signifikan pada p<0.1* Model
Model regresi yang disajikan pada Tabel 22 menujukkan bahwa nilai chi square=17.190 dan Negelkerke R Square 0.346 yang dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara prediksi dan pengelompokan pada model. Lama pendidikan istri dan modal manusia diduga mempengaruhi kesejahteraan subjektif suami. Semakin lama pendidikan formal yang ditempuh istri, kesejahteraan subjektif suami akan lebih berpeluang untuk sejahtera. Setiap kenaikan 1 tahun lama pendidikan formal istri, kesejahteraan subjektif suami berpeluang 1.614 kali untuk sejahtera. Sementara itu, semakin sedikit modal manusia yang dimiliki oleh keluarga berpeluang 0.432 kali lebih besar untuk menjadikan suami lebih sejahtera secara subjektif. PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi nafkah dan tingkat kesejahteraan keluarga miskin. Penelitian ini dilakukan di perkotaan dan pedesaan di wilayah Indramayu dan Bogor yang memiliki karateristik demografi dan
29 agroekologi yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada beberapa karateristik keluarga yang tinggal di pedesaan dan perkotaan. Usia suami, usia istri, jumlah anggota keluarga, pendapatan keluarga dan pendapatan per kapita keluarga lebih tinggi pada keluarga di pedesaan dibandingkan dengan keluarga di perkotaan. Secara umum, pencari nafkah utama keluarga adalah suami, terdapat pola nafkah ganda yang dilakukan oleh keluarga. Pola nafkah ganda yang dilakukan yaitu istri bekerja di sektor publik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mosse (2002) yang menyatakan bahwa semakin miskin suatu keluarga, maka bergantung kepada produktivitas ekonomi perempuan. Kemiskinan seringkali dikaitkan dengan keterbatasan pendidikan, dalam penelitian ini pendidikan suami dan istri masih tergolong rendah, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari setengah keluarga miskin baik di pedesaan maupun perkotaan hanya menempuh sekolah hingga tamat sekolah dasar (SD). Menurut Muflikhati (2010) menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan berdampak pada pola fikir, wawasan, dan pola kehidupan. Hasil penelitian menyatakan bahwa lebih dari setengah suami pada keluarga contoh dalam penelitian ini bekerja sebagai buruh. Hal ini menginterpretasikan bahwa dengan pendidikan yang rendah maka akses terhadap pekerjaan menjadi terbatas. Menurut Rambe (2004) menyatakan bahwa pendidikan dan kemiskinan merupakan suatu lingkaran yang saling mempengaruhi. Perubahan jenjang pendidikan sangat mempengaruhi perkembangan tingkat kemisikinan. Sebaliknya di sisi lain, tingkat kemiskinan itu sendiri akan berpengaruh terhadap perkembangan pendapatan seseorang dan tingkat pendidikan akan mempengaruhi tingkat pendapatan seseorang. Setiap kenaikan pendidikan akan mampu mendorong tingkat pendapatan melampaui garis kemiskinan, baik secara relatif maupun mutlak. Jadi, pada dasarnya kemampuan mengatasi masalah jenjang pendidikan mengandung pula pengertian semakin besarnya daya tolak mengatasi masalah kemiskinan. Hal ini didukung oleh pernyataan Sumarwan (2011) yang menyatakan bahwa pendidikan dan pekerjaan merupakan dua karakter yang saling berhubungan, yaitu pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pekerjaan yang didapatkannya. Keluarga miskin melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu pada aset-aset yang dimilikinya. Aset-aset tersebut meliputi modal alam, modal sosial, modal fisik, modal finansial, dan modal manusia. Berdasarkan lima modal asset yang dimiliki oleh keluarga contoh, secara garis besar modal asset yang dimiliki keluarga contoh berbeda signifikan antara pedesaan dan perkotaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa kepemilikan modal alam, modal fisik, modal sosial, dan modal finansial lebih banyak dimililiki oleh keluarga di pedesaan. Sedangkan modal manusia lebih tinggi dimiliki oleh keluarga di perkotaan. Modal alam yang dimiliki oleh keluarga miskin yang dibahas dalam penelitian ini adalah hewan ternak dan kempemilika lahan usaha, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan hewan ternak dan lahan usaha lebih banyak dimiliki oleh keluarga miskin di pedesaan. Di perkotaan tidak ada satupun keluarga yang memiliki lahan usaha. Secara keseluruhan hanya 26.7 persen keluarga miskin yang memiliki lahan usaha dan lebih dari setengah keluarga yang memiliki hewan ternak (56.7%). Terkait modal finansial keluarga miskin hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan modal finansial juga banyak dimiliki oleh keluarga miskin yang ada di desa. Sebanyak tiga per empat keluarga miskin
30 memiliki uang tunai, tujuh dari sepuluh keluarga memiliki kredit/hutang, sepertiga keluarga contoh memiliki asuransi, seluruh keluarga miskin tidak memiliki tabungan di bank dan seluruh keluarga miskin memiliki sumber dana darurat. Modal sosial lebih banyak dimiliki keluarga di pedesaan. Setengah dari keluarga contoh memberikan dukungan sosial kepada orang lain dan hanya satu dari lima keluarga miskin yang mempunyai pinjaman modal usaha. Modal manusia dilihat berdasarkan rata-rata pendidikan anggota keluarga. Modal manusia pada keluaga contoh rata-rata lebih tinggi di perkotaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga per empat dari total keluarga contoh memiliki rata-rata lama pendidikan anggota keluarga setara dengan tamat sekolah dasar (SD). Satu dari lima keluarga memiliki rata-rata pendidikan antara 6.1-9 tahun. Modal fisik lebih banyak dimiliki oleh keluarga di pedesaan kecuali kepemilikan alat elektronik lebih bayak dimiliki oleh keluarga di perkotaan. Besarnya modal fisik dalam penelitian ini diukur berdasarkan kepemilikan rumah, kepemilikan kendaraan roda dua, kepemilikan alat elektronik, kepemilikan emas, dan kepemilikan perlengkapan usaha. Lebih dari setengah keluarga contoh memiliki rumah pribadi, selebihnya masih tinggal bersama orang tua ataupun kontrak rumah. Jika dilihat dari kepemilikan kendaran roda dua, lebih dari setengah keluarga contoh (51.7%) memiliki motor sebagai penunjang usaha. Hanya satu dari empat keluarga yang memiliki emas dan sepertiga keluarga memiliki perlengkapan usaha. Sedangkan untuk kepemilikan alat elektronik, hampir seluruh keluarga contoh memilikinya. Hasil penelitian menujukkan bahwa besarnya modal aset yang dimiliki keluarga miskin sangat terbatas. Seringakali orang miskin membangun berbagai aktivitas ekonomi dan strategi berbasis sumberdaya nafkah yang tersedia dalam rangka mempertahankan kehidupannya. Sumber nafkah yang dimiliki oleh keluarga miskin sangat terbatas, baik dalam jumlah maupun aksesnya. Menurut Saragih, Lassa, dan Ramli (2007) masyarakat miskin/marginal memiliki akses terhadap capital asset cenderung sangat terbatas, sehingga mereka harus mencari cara untuk memperoleh dan menggabungkan berbagai aset yang benar-benar dimiliki dengan cara yang lebih inovatif untuk mempertahankan hidup. Lebih lanjut Saragih, Lassa, dan Ramli (2007) menyatakan bahwa besar/kecilnya, keragaman, dan keseimbangan antar aset menentukan kekuatan seseorang/masyarakat. Misalnya orang/komunitas yang hanya memiliki uang banyak tetapi tidak memiliki aset kekerabatan maka akan hidup didalam komunitas yang tidak aman. Keluarganya dan dirinya mungkin terancam hidupnya, atau jika dia atau keluarganya menghadapi bencana maka tidak ada dari kerabatnya yang akan membantunya. Kekuatan (sumber daya) atau aset yang dimiliki antar keluarga dalam sebuah wilayah ataupun antara individu dalam keluarga tidaklah homogen, karenanya aktifitas/kegiatan pun berbeda beda menuju pada capaian dan hasil penghidupan yang berbeda-beda. Istilah ‘miskin’ itu sendiri dalam konteks kekinian bisa dipahami sebagai capaian atau hasil penghidupan yang dicapai hingga ‘saat ini’ yang diindikasikan oleh penguasaan atau pemilikan atau akses atas aset atau sumber daya atau capital/modal yang terbatas (Saragih, Lassa, dan Ramli 2007). Untuk mengembangkan pemahaman akan hubungan-hubungan yang kompleks ini, perlu melihat apa yang terjadi di balik aset-aset itu sendiri, yaitu
31 dengan memahami proses-proses yang merubah aset-aset tersebut menjadi hasilhasil livelihoods. Dalam rangka mempertahankan kehidupannya dan meningkatkan status sosio-ekonomi, setiap rumahtangga miskin membangun mekanisme nafkah. Dari semua mekanisme bernafkah tersebut akan membentuk strategi nafkah (livelihood strategies) yang khas (Tulak 2009). Scoones (1998) menyatakan terdapat tiga jenis strategi mata nafkah yaitu rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda dan migrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak keluarga pada wilayah yang berbeda baik di desa ataupun kota melakukan rekayasa sumber nafkah dan pola nafkah ganda. Rekayasa sumber nafkah dan pola nafkah ganda yang banyak dilakukan oleh keluarga miskin yaitu mencari pekerjaan tambahan, menambah waktu bekerja, menguragi alokasi belanja pangan, menguragi alokasi uang jajan anak, dan memanfaatkan sumber bahan pangan dari tanaman yang dihasilkan di pekarangan atau kebun sendiri. Sedangkan strategi rekayasa spasial yang banyak digunakan oleh rumahtangga miskin adalah mengirim anggota keluarga untuk menjadi TKI di luar negeri dan memperluas jangkauan wilayah usaha. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Januarti (2013) yang menyatakan bahwa terdapat tiga strategi nafkah yang biasa dilakukan oleh rumahtangga di dua lokasi penelitian (Pemandian Air panas Lokapurna dan Curug Cigamea) yaitu, pola nafkah ganda, dan migrasi. Strategi nafkah melalui rekayasa sumber nafkah mulai banyak digunakan karena adanya kawasan wisata Gunung Salak Endah, yang mana sebagian masyarakat mendapatkan pendapatan dari sektor pertanian (bertani, beternak, ataupun pengurus ternak). Pola nafkah ganda yang dilakukan oleh rumahtangga meliputi suami atau istri yang sama-sama bekerja disektor nonpertanian, suami dan atau istri bekerja di sektor pertanian, suami dan atau istri bekerja di sektor non-pertanian bukan ekowisata atau ekowisata pada musimmusim tertentu, ataupun rumahtangga yang mempekerjakan suami, istri, anak, maaupun menantu untuk menambah pendapatan rumahtangga. Migrasi dilakuakan dengan bekerja di luar desa, terihat dari banyaknya kepala keluarga yang bekerja sebagai kuli bangunan dan supir (Juniarti 2013). Keluarga sejahtera dalam Undang-undang No 10 Tahun 1992 adalah keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan materiil yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Depnakertrans 2008). Pengukuran tingkat kesejahteraan keluarga dapat diukur dengan pendekatan subjektif dan objektif. Menurut Sunarti (2006) kesejahteraan keluarga dibagi menjadi dua, yaitu kesejahteraan material (family material well-being) yang diukur melalui jumlah barang dan jasa yang dapat diakses dalam keluarga dan kesejahteraan ekonomi (family well-being) yang diukur dalam kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti pendapatan, upah, asset, dan pengeluaran keluarga. Menurut Sunarti (2006) terdapat enam kategori kesejateraan (quality of life atau individu well-being) yaitu fisik psikologis, tingkat kemandirian, sosial, lingkungan, dan spiritual. Pengukuran kesejahteraan dengan pendekatan objektif berdasarkan pada nilai-nilai normatif, sedangkan pendekatan subjektif lebih didasarkan pada nilai-nilai individu dan rumahtangga (Ibrahim 2007). Quality of Life (QOL) dapat diintepretasikan sebagai kesejahteraan subjektif (subjective well-
32 being) yang menggambarkan perbedaan antara harapan dan apa yang dialami oleh seseorang (Puspitawati 2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan lebih dari setengah suami keluarga contoh (66.67%) dan tujuh dari sepuluh istri pada keluarga contoh tergolong sejahtera secara subjektif, artinya keluarga contoh merasa puas terhadap kesejahteraan subjektifnya. Hal ini menunjukkan bahwa pada keluarga miskin lebih banyak istri yang merasa sejahtera dibandingkan dengan suami. Penelitian ini sejalan dengan Eddington dan Shuman (2008) menyatakan bahwa perempuan lebih banyak mengungkapkan afek negatif dan depresi dibandingkan dengan laki-laki, selain itu perempuan juga lebih banyak mencari bantuan terapi untuk mengatasi gangguan tersebut. Hal ini disebabkan karena perempuan mengakui adanya perasaan tersebut sedangkan laki-laki menyangkalnya. Kesejahteraan spiritual/subjektif berkaitan dengan kualitas kehidupan non fisik (ketakwaan, keselarasan, keserasian, daya juang, dan aspek non fisik lainnya) (Syarif dan Hartoyo 1993). Apabila dilihat lebih jauh lagi, hasil penelitian menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan subjektif suami dan istri baik di pedesaan maupun perkotaan. Diener (2009) menyatakan bahwa secara umum tidak terdapat perbedaan subjective well-being yang signifikan antara lakilaki dan perempuan. Namun perempuan memiliki intensitas perasaan negatif dan positif yang lebih banyak dibandingkan laki-laki. Hasil ini juga sesuai dengan pernyataan Syarif dan Hartoyo (1993) yang menyatakan bahwa keluarga dengan status di bawah garis kemiskinan, mungkin merasa lebih sejahtera karena lebih bersyukur, merasa cukup dan keinginannya sudah terpenuhi. Menurut Sunarti (2009) pengukuran kesejahteraan keluarga meliputi indikator kuantitatif dan kualitatif. Aspek kualitatif kesejahteraan bisa dicerminkan oleh serangkaian indikator sosial psikologis seperti ketentraman, kepuasan, kebahagiaan, kebebasan (termasuk kebebasan dari rasa takut, cemas, resah, gelisah), harapan, dan kepastian. Dan keluarga miskin pada contoh sudah tergolong tentram, bahagia, puas, dan aman. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa banyak faktor yang mempengaruhi strategi nafkah dan tingkat kesejahteraan subjektif keluarga. Strategi nafkah yang dibangun oleh keluarga miskin dalam penelitian ini dipengaruhi oleh lama pendidikan suami, besar keluarga, dan modal sosial. Keluarga yang bertempat tinggal di wilayah pedesaan lebih bayak melakukan strategi nafkah. Hal ini dapat terlihat pada pencari nafkah utama, yaitu dalam wilayah pedesaan sebesar 36.7 persen keluarga melakukan pola nafkah ganda. Pola nafkah ganda yang dilakukan adalah suami dan istri sebagai pencari nafkah utama. Hal ini juga dapat terlihat dari sebaran pekerjaan utama istri, yang mana terdapat istri di pedesaan yang bekerja sebagai petani atau buruh tani, buruh bata, pedagang, dan pekerjaan lainnya. Lama pendidikan suami berpengaruh terhadap strategi nafkah keluarga, artinya semakin rendah lama pendidikan formal suami akan meningkatkan strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga. Modal sosial yang dimiliki oleh keluarga berpengaruh terhadap strategi nafkah yang dibangun oleh keluarga, semakin banyak modal sosial keluarga maka strategi nafkah yang digunakan semakin banyak. Modal sosial terkait kepada kepemilikan jaringan sosial dalam masyarakat. Melalui jaringan sosial yang semakin banyak maka akses untuk mencari pekerjaan akan lebih mudah.
33 Hasil ini sesuai dengan penelitian terdahulu oleh Suwartika (2003) yang menyatakan bahwa strategi nafkah sangat berkaitan dengan karakter dan setting sosio-eco-budaya yang membentuk etika moral para transmigran. Hasil tersebut sejalan dengan Penelitian Mardiyaningsih (2003) juga menunjukkan bahwa kelimpahan modal (available resources) yang dimiliki oleh masing-masing rumahtangga akan menetukan strategi nafkah yang dipilih ke depan. Namun dalam penelitian ini tidak terlihat bahwa strategi nafkah berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif keluarga miskin. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Sulastri (2013) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif adalah strategi nafkah. Lebih lanjut, Sulastri menyatakan bahwa strategi nafkah berpegaruh negatif signifikan terhadap kesejahtraan subjektif, yang artinya semakin banyak strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga maka semakin rendah kesejahteraan subjektif keluarga. Hasil uji korelasi menyatakan tidak ada hubungan antara kesejahteraan subjektif dengan strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga miskin (Lampiran 2). Hal ini dikarenakan pada keluarga miskin banyak sedikitnya aktifitas nafkah yang dilakukan oleh keluarga tidak berpengaruh terhadap kesejahteraan subjektif keluarga. Keluarga miskin akan merasa sejahtera secara subjektif meskipun dalam kondisi miskin dan serba terbatas. Menyambung hasil penelitian Syarif dan Hartoyo (1993) bahwa keluarga dengan status di bawah garis kemiskinan, mungkin merasa lebih sejahtera karena lebih bersyukur, merasa cukup dan keinginannya sudah terpenuhi. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif keluarga, dalam hal ini adalah kesejateraan subjektif istri dipengaruhi oleh lama pendidikan suami, besar keluarga, dan modal fisik. Semakin lama pendidikan suami akan berpeluang untuk menurunkan kesejahteraan subjektif istri. Salah satu karakter keluarga miskin adalah memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Berdasarkan hasil penelitian, rata-rata pendidikan suami tidak memenuhi wajib belajar sembilan tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan yang tinggi bukan sebagai prioritas utama keluarga. Melalui pendidikan yang rendah dengan asumsi pengetahuan yang dimiliki terbatas sehingga harapan keluarga miskin terhadap kehidupannya juga tidak terlalu tinggi. Sehingga, untuk menghadapi kondisi sehari-hari keluarga miskin terutama istri lebih cenderung pasrah dan selalu bersyukur dengan keadaannya. Pendidikan suami terkait dengan pekerjaan yang didapatkannya, dengan pendidikan yang rendah akses terhadap pekerjaan dengan pendapatan yang memadai terbatas sehingga cenderung bekerja dengan pendapatan yang kurang untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya dengan pendapatan yang kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, istri tidak merasa puas terhadap kondisi tersebut dan istri merasa tidak puas. Isrti juga merasa bahwa tingkat pendidikan keluarga belum mencukupi sesuai dengan harapannya (Lampiran 4). Sementara itu, semakin bertambah anggota keluarga berpeluang mempengaruhi terhadap kesejahteraan subjektif istri pada keluarga miskin, hal ini menyatakan bahwa semakin bertambahnya anak tidak memberikan kepuasan dan kebahagian tersendiri bagi istri pada keluarga miskin. Hal ini menolak faham yang masih dianut oleh beberapa keluarga yang mengatakan bahwa “banyak anak banyak rezeki” sehingga bagi beberapa keluarga memiliki anggapan dengan bertambahnya jumlah anak akan mendapatkan rezeki bagi keluarga (Rachmawati 2010). Selain
34 itu, terdapat pandangan bahwa anak memiliki nilai ekonomi dalam artian anak dapat dijadikan sumberdaya keluarga yang nantinya dapat membantu keluarga dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga (Rachmawati 2010). Modal fisik yang dimiliki oleh keluarga contoh memiliki peluang untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif istri keluarga contoh. Semakin banyak modal fisik yang dimiliki oleh keluarga contoh, istri berpeluang untuk merasa lebih sejahtera. Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif suami yaitu lama pendidikan istri dan modal manusia. Semakin bertambahnya lama pendidikan istri maka berpeluang meningkatkan kesejahteraan subjektif suami. Sementara itu penambahan modal manusia akan berpeluang menurunkan kesejahteran subjektif suami. Artinya, semakin banyak anggota keluarga dengan pendidikan yang semakin tinggi akan menurunkan kesejahteran subjektif suami. Hal ini dapat dipengaruhi oleh semakin bertambahnya anak akan memberikan beban bagi suami. Hasil penelitian Hatmaji dan Anwar (1993) dalam Rambe (2004) menyatakan bahwa jumlah anak yang sedikit akan menyebabkan beban keluarga berkurang sehingga tanggungan keluarga menjadi lebih kecil. Menurut Iskandar (2007) menyatakan bahwa terlepas dari kesejaheraan subjektif dan objektif keluarga, kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh faktor internal, faktor eksternal, dan usur manajemen keluarga. Faktor internal keluarga yang mempengaruhi kesejahteraan meliputi: pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, umur, kepemilikan aset dan tabungan. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi kesejahteran adalah kemudahan akses finansial pada lembaga keuangan, akses bantuan pemerintah, kemudahan akses dalam kredit barang/peralatan dan lokasi tempat tinggal. Sementara itu, unsur manajemen sumber daya keluarga yang mempengaruhi kesejahteran adalah perencanaan, pembagian tugas dan pengontrolan kegiatan (Iskandar 2007). KESIMPULAN DAN SARAN Simpulan Karaterisik sosio-demorafi keluarga miskin baik di desa maupun di kota terbukti mempengaruhi strategi nafkah dan sejauhmana percapaian tingkat kesejahteraan subjektif suami dan istri. Keluarga pada wilayah yang berbeda memiliki strategi nafkah yang berbeda pula. Keluarga miskin melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu pada aset-aset yang dimilikinya. Aset-aset tersebut meliputi modal alam, modal sosial, modal fisik, modal finansial, dan modal manusia. Berdasarkan lima modal asset yang dimiliki oleh keluarga contoh, secara garis besar modal asset yang dimiliki keluarga contoh berbeda signifikan antara pedesaan dan perkotaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa kepemilikan modal alam, modal fisik, modal sosial, dan modal finansial lebih banyak dimililiki oleh keluarga di pedesaan. Sedangkan modal manusia lebih tinggi dimiliki oleh keluarga di perkotaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa strategi rekayasa sumber nafkah dan pola nafkah ganda merupakan strategi yang banyak digunakan pada wilayah yang berbeda dalam penelitian ini. Terdapat strategi pola nafkah ganda juga terlihat pada pencari nafkah utama. Hasil penelitian menunjukan terdapat suami dan istri sebagai pencari nafkah utama khusunya di wilayah pedesaan. Sedangkan strategi migrasi
35 banyak dijumpai pada wilayah pedesaan. Lebih dari setengah istri dan suami pada keluarga contoh tergolong sejahtera secara subjektif. Dalam penelitian ini tidak terlihat pengaruh antara strategi nafkah dengan tingkat kesejahteraan subjektif baik suami maupun istri. Faktor-faktor yang mempengaruhi strategi nafkah adalah lama pendidikan suami, besar keluarga, dan modal sosial. Faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif istri adalah lama pendidikan suami, besar keluarga, dan modal fisik. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan subjektif suami adalah lama pendidikan istri dan modal manusia. Saran Berdasarkan hasil penelitian, diharapkan keluarga miskin lebih mengembangkan modal sosial yang dimiliki oleh keluarga, dengan membuka jaringan sosial yang lebih luas. Sehingga tidak hanya teman atau tetangga saja yang cukup diperlukan. Memperluas jaringan tersebut dapat dilakukan dengan bergabung ke komunitas-komunitas yang ada di wilayah tersebut. Pendidikan erat kaitanya dalam membentuk kualitas sumberdaya manusia. Berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan keluarga contoh masih rendah. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah melakukan usaha lebih keras lagi dalam membangun kesadaran keluarga miskin akan arti pendidikan bagi masa depan mereka. Selain itu, pemerintah perlu membantu dan mendorong keluarga miskin untuk melakukan upaya-upaya agar setidaknya pengetahuan ataupun wawasan dari keluarga miskin bertambah. Sehingga pemerintah dapat memberikan program-program bantuan untuk masyarakat miskin yang dapat menumbuhkan minat masyarakat miskin untuk lebih mengembangkan wawasannya. Dengan meningkatnya pendidikan keluarga maka akses terhadap pekerjaan lebih mudah. Sehingga memberikan pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan keluarga yang tercukupi akan meningkatkan kesejahteraan keluarga. Salah satu upaya untuk meningkatkan tingkat pendidikan, keluarga dapat melakukan investasi terhadap anak terutama dibidang pendidikan. Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengkaji strategi nafkah dan tingkat kesejateraan subjektif keluarga pada wilayah yang berbeda. Mengingat responden dalam penelitian ini adalah rumahtangga miskin pada wilayah yang berbeda, maka kajian lebih lanjut tentang strategi nafkah dan tingkat kesejateraan keluarga pada wilayah yang lebih beragam akan menjadi lebih menarik untuk dikaji. DAFTAR PUSTAKA Alfiasari. 2007. Analisia Ketahanan Pangan Rumah Tangga Miskin dan Peranan Modal Sosial: Studi Kasus pada Rumah Tangga Miskin di Kecamatan Tanah Sereal dan Kecamatan Bogor Timur, Kota Bogor). [tesis]. Bogor (ID): Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Aniri NB. 2008. Analisis Faktor yang Berpengaruh terhadap Tingkat Kesejahteraan Keluarga Pembudidaya dan Nonpembudidaya Ikan di Kabupaten Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
36 [BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Data Strategis BPS. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita Resmi Statistik Jawa Barat September 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Chambers R. 1982. Health, Agriculture, and Rural Poverty. Journal of development Studies. Volume(2):217-237. Crow G. 1989. The Use of The Concept of Strategy in Recent Sosiological Literature. Journal of Sociology. Volume(2):1. De Haan 2012. The Livelihood Approach: A Critical Exploration. Journal of erdkunde. Volume(66):345-357. [Depnakertrans]. 2008. Undang-undang No 10 Tahun 1992: Perkemabngan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: Depnakertrans. Dharmawan AH. 2001. Farm Household Livelihood Strategies and SocioEconomic Change in Rural Indonesia. Socioeconomic Studies on Rural Development Vol. 124. Wissenschaftsverlag Vauk Kiel KG. ______________. 2007. Sistem Penghidupan dan Nafkah Pedesaan: Pandangan Sosiologi Nafkah (Livelihood Sociology) Mahzab Barat dan Mahzab Bogor. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Vol(1):169-192. Diener, Oishi, Shigehiro, dan Lucas RE. 2003. The Sciences of Happiness and a Proposl for Subjective Well-Being: Emotional and Cognitive Evaluations of Life. Annu. Rev. Psychol. 54:403-425. Diener E dan Ryan (2009). Subjective Well-Being: a general overview. Journal of Psycology. South African: 39(4): 391-406. Eddington dan Shuman. 2008. Subjective Well-Being (Happiness). Journal of continuing psycology Education. San Diego:Continuing Pscycology Education Inc. Ellis F. 1998. Household Strategies and Rural Livelihood Diversification. Journal of Development Studies, Volume(35):1 _____. 2000. Rural Livelihoods and Diversity in Developing Countries. Oxford University Press. [WHO] Food and Agriculture Organization of the United Nations and [ILO] International Labour Organization. 2009. The Livelihoods Assessment Toolkit: Analysing and responding to the impact of disasters on the livelihoods of people. Rome and Geneva: WHO and ILO. Hartoyo. 2009. Pemberdayaan Ekonomi Keluarga Dalam Rangka Peningkatan Ketahanan Keluarga. Di dalam: Sunarti E, editor. Naskah Akademis Pengembangan Model Ecovillage: Pengembangan Kawasan Pedesaan serta Peningkatan Sumbangan Pertanian dalam Peningkatan Kualitas Hidup Penduduk Pedesaan. Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM IPB). hlm 207-233. ______. 2013. Transfer Kemiskinan Antar Generasi di Desa dan Kota. Bogor (ID): Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Institut Pertanian Bogor. Hurlock EB. 1978. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan Edisi Kelima Terjemahan Soegjarwo & Istiwidayanti. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga.
37 Ibrahim H. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kesejahteraan Keluarga di Kabupaten Lembata, NTT. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Idrus M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Yogyakarta: PT Geora Aksara Pratama. Iskandar A. 2007. Analisis Praktek Manajemen Sumberdaya Keluarga Dan Dampaknya Terhadap Kesejahteraan Keluarga Di Kabupaten Dan Kota Bogor. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Juniarti A. 2013. Struktur dan Strategi Rumahtangga Pedagang Warung di Kawasan Wisata Alam Gunung Salak Endah Bogor. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Mardiyaningsih DI. 2003. Industri Pariwisata dan Dampaknya Terhadap Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Lokal (Kasus Dua Desa di Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah). [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Masithoh AD. 2005. Analisis Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Perkebunan Rakyat (Studi Kajian Perbandingan Komunitas Petani Perkebunan Teh Ciguja Jawa Barat dan Komunitas Petani Perkebunan Tebu Puri Jawa Timur. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi. Fskultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. [Menkokesra] Kementrian Koordinasi Bidang Kesejahteraan Rakyat. 2013. Indonesia: Kemiskinan Perkotaan dan Ulasan Program. Jakarta: Menkokesra. Moose JC. 2002. Gender dan Pembangunan. Jogyakarta: Pustaka Pelajar. Muflikhati I. 2010. Analisis Pengembangan Model Peningkatan Kulaitias Sumberdaya Manusia dan Kesejateraan Keluarga di Wilayah Provinsi Jawa Barat. [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Musyarofah SA. 2006. Strategi Nafkah Rumahtangga Miskin Perkotaan. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Putri MT, Sutarmanto H. 2009. Kesejahteraan Subjektif Waria Pekerja Seks Komersial (PSK). Jurnal Psikologi. Jogyakarta: Universitas Gajah Mada. Puspitawati H. 2009. Pengaruh Strategi Penyeimbang antara Aktivitas Pekerjaan dan Keluarga terhadap Kesejahteraan Keluarga Subjektif pada Perempuan Bekerja di Bogor. Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen. 2(2):111-121. ___________. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia. Bogor (ID): IPB Press. Rachmawati A. 2009. Strategi Koping dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Subjektif Pada Keluarga Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) [Skripsi]. Bogor (ID). Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Rambe A. 2004. Alokasi Pengeluaran Rumahtangga dan Tingkat Kesejahteraan. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Saragih S, Lassa J, Ramli A. 2007. Kerangka Penghidupan Berkelanjutan. [internet]. [diunduh 19 April 2014]. Tersedia pada: www.zef.de/...er/media/ 2390_SL-Chapter1.pdf.
38 Scoones Ian. 1998. Sustainable Rural Livelihood: A Framework for Analysis. Journal of Institute Develompent Studies. Brighton: Institute for Development Studies. Shields M dan Wooden M. 2003. Marriage, Children, and Subjective Well-being. Journal of Eighth Australian Institute of Family Studies. Melbourne: University of Melbourne. Stephanie A. 2006. Strategi Nafkah Pedagang Perempuan di Sektor Informal Perkotaan. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Sulastri S. 2013. Pengaruh Dukungan Sosial dan Strategi Nafkah terhadap Kesejahteraan Subjektif Keluarga Usia Pensiun. [skripsi]. Bogor (ID): Departemen Ilmu keluarga dan Konsumen. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Sumarwan. 2011. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia. Sunarti E. 2006. Indikator Keluarga Sejahtera: Sejarah Pengembangan, Evaluasi, dan Keberlanjutannya. Bogor: IPB Press. Suwartika R. 2003. Struktur Modal Usaha dan Fungsi Modal Sosial dalam Strategi Bertahan Hidup Pekerja Migran di Sektro Informal. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Syarief H, Hartoyo. 1993. Beberapa Aspek dalam Kesejahteraan Keluarga. Di dalam: Kusno SR, Martianto D, Dwirianti EM, Pranadji DK, Hartoyo LK, editor. Seminar Keluarga Menyongsong Abad 21 dan Perananya dalam Pengembangan Sumberdaya Manusia Indonesia; 1993 Sept 21-22; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): IPB Press. hlm 73-79. Tulak (2009). Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Transmigran: Studi SosisEkonomi di Tiga Kampung di Distrik Masni Kabupaten Manokwari. Jurnal Sodality. 3(2): 203-220. Umar H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Widiyanto. 2009. Strategi Nafkah Rumahtangga Petani Tembakau Di Lereng Gunung Sumping. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana. Institut Pertaian Bogor. Widodo S. 2009. Strategi Nafkah Rumah Tangga Miskin Di Daerah Pesisir: Kasus Dua Desa Di Kabupaten Tuban dan Kabupaten Bankalan, Propinsi Jawa Timur. [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Wood W, Rhodes N, dan Whelan M. 1989. Sex Differences in Positive WellBeing: A Consideration of Emotional Style and Marital Status. Journal of American Psycological Association. America: Texas A&M University. 106(2): 249-264. Zid M. 2011. Fenomena Strategi Nafkah Keluarga Nelayan: Adaptasi Ekologis di Cikahuripan-Cisolok, Sukabumi. Jurnal Sosialita. 9(1).
LAMPIRAN Lampiran 1 Model kerangka suistainable livelihood Singkatan H = Human Capital N = Natural Capital F = Financial Capital
S = Social Capital P = Physical Capital,
ASET-ASET LIVELIHOODS
N
S
mengejutkan
- Bencana alam - Bencana
STRUKTUR DAN PROSES YANG BERUBAH
H
KONTEKS KERENTANAN
- Kejadian yang
HASIL-HASIL LIVELIHOODS
Pengaruh & akses D
F
STRUKTUR
- Tingkat pemerintahan - Sektor swasta
teknologi - Konflik - Perubahan musim - Krisis ekonomi
- Hukum - Kebijakan - Lembaga PROSES
STRATEGI LIVELIHOODS
M - Pendapatan yang E lebih besar N - Meningkatnya U Kesejahteraan J - Berkurangnya U Vulnerability P A D A
- Keamanan pangan yang lebih baik - Penggunaan basis sumberdaya alam yang lebih sustainable
40
Lampiran 2 Koefisien korelasi antara karateristik keluarga contoh, modal aset keluarga, strategi nafkah dan kesejahteraan subjektif suamiistri Variabel Usia suami Usia istri Lama pendidikan suami Lama pendidikan istri Jumlah anggota keluarga Pendapatan keluarga Pendapatan per kapita Modal fisik Modal manusia Modal alam Modal finansial Modal sosial Kesejahteraan subjektif suami Kesejahteraan subjektif istri Strategi nafkah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
1 0.833* -0.134
1 -0.109
1
-0.369*
-0.302*
0.404*
1
0.668*
0.743*
-0.243
-0.341*
1
-0.253
0.227
0.024
-0.144
0.173
1
-0.464*
-0.438*
0.123
0.059
-0.445*
0.902*
1
-0.063 0.153 0.112 -0.111 -0.163 -0.258*
0.007 0.255* 0.089 -0.091 -0.155 -0.382*
0.201 0.410* -0.043 -0.057 0.145 0.060
-0.040 0.291* 0.051 -0.104 0.012 0.138
-0.086 -0.059 0.122 -0.069 -0.289 -0.361*
0.558* -0.098 0.169 0.495* 0.562* 0.345*
0.519* -0.039 0.150 0.427* 0.554* 0.338*
1 0.040 0.249 0.343* 0.556* 0.266*
1 0.060 0.042 0.150 -0.239
1 0.175 0.192 0.077
1 0.487* 0.251
1 0.308*
1
-0.214
-0.237
-0.057
0.063
-0.346*
0.345*
0.374*
0.362*
-0.057
0.094
0.052
0.270*
0.338*
1
0.176
0.228
-0.141
-0.053
0.222
0.393*
0.217
0.156
0.063
0.224
0.342*
0.503*
0.029
0.136
1
Keterangan: 1=umur suami; 2=umur istri; 3=lama pendidikan suami; 4=lama pendidikan istri; 5=jumlah anggota keluarga; 6=pendpatan keluarga; 7=pendapatan per kapita; 8=modal fisik; 9=modal manusia; 10=modal alam; 11=modal finansial; 12=modal sosial; 13=kesejahteraan subjektif suami; 14=kesejahteraan istri. *=signifikan pada p<0.05
41 Lampiran 3 Sebaran jawaban suami berdasarkan kesejahteraan subjektif No
Pernyataan
Jawaban Ya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Keadaan makanan keluarga Keadaan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga dapat ditabung Keadaan pakaian keluarga Keadaan tempat tinggal keluarga Kondisi tempat tinggal dan fasilitas aman dan nyaman Lingkungan sekitar keluarga aman dan nyaman Biaya pendidikan anggota keluarga Tingkat pendidikan anggota keluarga Akses terhadap fasilitas kesehatan Keadaan kesehatan fisik keluarga Hubungan antara anggota keluarga Komunikasi dengan suami/istri Komuniksi orang tua dengan anak Hubungan dengan keluarga besar Perasaan suami/istri dengan jumlah anak yag dimiliki Perasaan suami/istri dalam mendidik dan membesarkan anak Sosialisasi dan pergaulan anggota keluarga di masyarakat Pelaksaan kewajiban ibadah/sesuai ajaran agama Partisipasi keluarga pada gotong royong di masyarakat
n 32 23 24 41 32 46 57 49 8 54 57 60 60 60 59 58 33
% 53.3 38.3 40.0 68.3 53.3 76.7 95.0 81.7 13.3 90.0 95.0 100 100 100 98.3 96.7 55.0
n 28 37 36 19 28 14 3 11 52 6 3 0 0 0 1 2 27
60 60 60
100 100 100
0 0 0
Tidak % 46.7 61.7 60.0 31.7 46.7 23.3 5.0 18.3 86.7 10.0 5.0 0.0 0.0 0.0 1.7 3.3 45.0 0.0 0.0 0.0
Lampiran 4 Sebaran jawaban istri berdasarkan kesejahteraan subjektif No
Pernyataan
Jawaban Ya
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Keadaan makanan keluarga Keadaan pendapatan keluarga Pendapatan keluarga dapat ditabung Keadaan pakaian keluarga Keadaan tempat tinggal keluarga Kondisi tempat tinggal dan fasilitas aman dan nyaman Lingkungan sekitar keluarga aman dan nyaman Biaya pendidikan anggota keluarga Tingkat pendidikan anggota keluarga Akses terhadap fasilitas kesehatan Keadaan kesehatan fisik keluarga Hubungan antara anggota keluarga Komunikasi dengan suami/istri Komuniksi orang tua dengan anak Hubungan dengan keluarga besar Perasaan suami/istri dengan jumlah anak yag dimiliki Perasaan suami/istri dalam mendidik dan membesarkan anak Sosialisasi dan pergaulan anggota keluarga di masyarakat Pelaksaan kewajiban ibadah/sesuai ajaran agama Partisipasi keluarga pada gotong royong di masyarakat
n 34 25 28 42 38 44 57 48 4 56 54 60 60 60 60 59 40
% 56.7 41.7 46.7 70.0 63.3 73.3 95.0 80.0 6.7 93.3 90.0 100 100 100 100 98.3 66.7
n 26 35 32 18 22 16 3 12 56 4 6 0 0 0 0 1 20
59 60 60
98.3 100 100
1 0 0
Tidak % 43.3 58.3 53.3 30.0 36.7 26.7 5.0 20.0 93.3 6.7 10.0 0.0 0.0 0.0 0.0 1.7 33.3 1.7 0.0 0.0
42 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Nenggi Okta Pramudita dilahirkan dari pasangan suami istri Sri Baskoro (Alm) dan Suyatni pada tanggal 4 Oktober 1992 di Purwokerto Provinsi Jawa Tengah. Penulis merupakan putri bungsu dari tiga bersaudara, kedua kaka penulis bernama Oki Melandani dan Ai Yosi Tanjung. Penulis menyelesaikan masa seokolah menengah akhir pada tahun 2010 di SMA Negeri 4 Purwokerto. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Ilmu Keluarga dan Konsumen di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Selama penulis belajar di Institut Pertanian Bogor (IPB), penulis mendapatkan beasiswa Bidik Misi (BM) dari Direktorat Perguruan Tinggi (Dikti). Selama kurang dari empat tahun penulis belajar di Institut Pertanian Bogor, banyak pengalaman yang didapatkan selama jenjang perkuliahan ini, diantaranya penulis pernah bergabung dengan organisasi Lingkup Seni Sunda Gentra Kaheman dalam periode 2010-2011. Penulis juga bergabung dalam Organisasi tingkat fakultas yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Kabinet Sinekologi Fakultas Ekologi Manusia Departemen Kajian Sosial Kesejahteraan Mahasiswa (KASOSKEMAH) dalam periode 2011-2012. Pada tahun selanjutnya penulis bergabung dengan himpunan keprofesian Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (HIMAIKO) sebagai staff Human Resources Development (HRD) dalam periode 2012-2013. Penulis juga bergabung sebagai anggota di SUIJI (Six University Initiative Japan Indonesia) pada tahun 2014. Penulis mendapatkan banyak pengalaman kepanitiaan selama belajar IPB baik dilingkungan kampus maupun luar kampus dan menjadi pengalaman yang sangat berharga bagi penulis.