PENGARUH KECERDASAN ADVERSITAS DAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI ATLET SELAM DI SURABAYA Gita Benefita Suprianto, Yusak Novanto Fakultas Psikologi, UPH Surabaya Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRACT Achievement motivation is an important factor in sport activities. Athlete who reach success is someone who has high achievement motivation. However, the high level of this motivation itself does not guarantee the bright future of an athlete. There are other factors that influence their achievement. This research assumes that adversity quotient and family social support have influence towards finswimming athlete’s achievement motivation. The purpose of this research is to determine the influence of adversity quotient and family social support towards achievement motivation among 40 finswimming athletes that joined in PUSLATCAB and SIAP GRAKK Surabaya. The method used in this case is the provision of questionnaires with Likert scale to measure the adversity quotient, family social support, and achievement motivation. The hypothesis test showed that adversity quotient and family social support have 39,4% influence towards achievement motivation of finswimming athletes in Surabaya (r=0.627, p=0.000). Keywords: adversity quotient, family social support, achievement motivation, finswimming athletes. Latar Belakang Performa atlet dalam suatu kejuaraan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Harsono (dalam Gunarsa, 2008) penampilan puncak seseorang atlet 80% dipengaruhi oleh aspek mental dan hanya 20% oleh aspek yang lainnya. Selanjutnya Garfield (dalam Gunarsa, 2008) secara tegas juga mengatakan bahwa sebagian besar atlet yang mencapai sukses mencapai puncak prestasi sebanyak 60% sampai 90% dipengaruhi oleh faktor mental dan kemampuan atlet menguasai kondisi psikologisnya. Kondisi psikologis ini meliputi intelektual, motivasi, kepribadian, dan koordinasi kerja otot dan syaraf (Anwar, dalam Sajoto, 1988). Menurut Taylor (2009) motivasi adalah dasar dari semua olahraga prestasi. Tanpa tekad dan keinginan yang kuat untuk meningkatkan performa, semua faktor mental seperti keyakinan, intensitas, fokus, dan emosi, semuanya akan tidak berarti. Alasan yang membuat motivasi begitu penting adalah bahwa itu adalah satu-satunya hal berkontribusi kepada performa olahraga yang dapat dikontrol oleh diri sendiri. Anwar (dalam Sajoto, 1988) mengungkapkan bahwa faktor psikologis yang mempengaruhi performa seorang atlet selain motivasi adalah intelegensi atau kecerdasan. Gunarsa (2008) menyatakan bahwa intelegensi atau kecerdasan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi performa atlet. Terdapat berbagai pendapat dan penelitian terkait pengaruh kecerdasan dengan keberhasilan atlet dalam suatu pertandingan. Hasil penelitian yang dilakukan Anggraeni (2012) menunjukkan bahwa kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional tidak berpengaruh dalam prestasi yang diraih atlet pencak silat pada
PON ke XVIII. Berbeda dengan Anggraeni, Gunarsa (2008) menyatakan bahwa pengendalian emosi (kecerdasan emosional) sangat penting dan diperlukan dalam suatu pertandingan. Di samping kecerdasan intelegensi dan kecerdasan emosional, terdapat kecerdasan adversitas yang berperan dalam sukses atau tidaknya kehidupan seseorang. Salah satu faktor suksesnya pengendalian dan cara merespon terhadap kesulitan adalah kecerdasan adversitas. Salah satu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perenang dengan kecerdasan adversitas tinggi memiliki motivasi yang lebih tinggi untuk meraih hasil yang lebih baik lagi, sedangkan perenang dengan kecerdasan adversitas rendah kurang memiliki motivasi untuk lebih baik dari sebelumnya (Stoltz, 2004). Pencapaian prestasi dalam suatu cabang olahraga dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan luar diri atlet (Lutan, 2001). Faktor dari dalam diri atlet, yaitu faktor kemampuan fisik dan kondisi psikologis, sedangkan faktor dari luar diri atlet antara lain faktor geografis, ekonomi, budaya, dan sosial seperti keluarga, teman dekat, pelatih, serta masyarakat. Dalam penelitian ini, selain memfokuskan pada faktor dari dalam diri atlet, yaitu motivasi atlet dan kecerdasan yang termasuk faktor kondisi psikologis, penulis juga ingin mengetahui faktor dari luar diri atlet, yaitu faktor dukungan sosial keluarga atlet yang termasuk faktor sosial dalam pencapaian prestasi, khususnya cabang olahraga selam. Dukungan sosial merupakan usaha untuk memberikan kenyamanan pada orang lain, merawatnya, dan menghargainya (Sarafino, 2006). Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Thompson (2010) terkait dengan dukungan sosial kepada mahasiswa atlet yang minoritas, menunjukkan hasil bahwa dukungan sosial keluarga merupakan dukungan sosial yang paling penting dalam mempengaruhi mahasiswa atlet tersebut. Rodin & Salovey (dalam Smet, 1994) juga menyatakan bahwa dukungan sosial yang terpenting adalah dukungan sosial yang berasal dari keluarga. Penelitian ini dilakukan terhadap atlet selam yang tergabung dalam tim Pusat Latihan Cabang (PUSLATCAB) Selam dan Surabaya Intensifikasi Atlet Prestasi Gelorakan Kemenangan (SIAP GRAKK) cabang olahraga selam dengan jumlah keseluruhan atlet adalah 40 orang. Tujuan dari penelitian ini, ialah dengan diketahuinya pengaruh kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga terhadap motivasi berprestasi atlet, diharapkan hasil penelitian ini dapat mendukung tercapainya prestasi atlet yang lebih gemilang. Tinjauan Pustaka Kecerdasan Adversitas Kecerdasan adversitas yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) merupakan pemanfaatan tiga cabang ilmu pengetahuan, yaitu psikologi kognitif, psikoneuroimunologi, dan neurofisiologi. Kecerdasan adversitas dapat memberitahukan: (1) seberapa jauh indvidu mampu bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan untuk mengatasinya; (2) siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang akan hancur; (3) memberitahu siapa yang akan melampaui harapanharapan atas kinerja dan potensi, serta siapa yang akan gagal; dan (4) memberitahu siapa yang akan menyerah dan siapa yang akan bertahan. Kecerdasan adversitas memiliki empat dimensi yang sering disebut dengan CO2RE (Control, Origin, Ownership, Reach, Endurance), yaitu: a. Control, dimensi ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar control atau kendali yang dimiliki individu untuk mengatasi dan merespon terhadap peristiwa sulit.
b. Origin and Ownership (Asal usul dan Pengakuan), dimensi origin menunjukan asal situasi sulit ini berasal. Dimensi ownership menunjukkan sejauh mana individu bersedia mengakui akibat dan konsekuensi dari situasi sulit yang muncul. c. Reach (Jangkauan), dimensi ini mempertanyakan sejauh mana kesulitan akan mempengaruhi aspek lain kehidupan seseorang. Individu dengan skor rendah pada dimensi ini akan mendapati bahwa masalah sulit yang dihadapi merupakan bencana dan sangat mempengaruhi aspek kehidupannya yang lain. d. Endurance (Daya Tahan), dimensi ini menunjukkan berapa lamakah kesulitan ini akan berlangsung. Individu dengan kecerdasan adversitas yang rendah akan merasa bahwa masalah sulit yang dialami akan terjadi selamanya dan bersikap pesimis. Stoltz (2004) mengungkaplan hal-hal yang mempengaruhi kecerdasan adversitas seseorang, pertama adalah kinerja yang merupakan bagian yang paling terlihat, maka hal ini pula yang paling sering dievaluasi atau dinilai. Kedua, bakat dan kemauan seseorang untuk mencapai kesuksesan. Bakat di sini dimaksudkan sebagai gabungan pengetahuan dan kemampuan. Hasrat atau kemauan menggambarkan motivasi, antusiasme, gairah, dorongan, ambisi, dan semangat yang menyala-nyala. Ketiga, kecerdasan, kesehatan dan karakter. Keempat, kesehatan emosi dan fisik juga dapat mempengaruhi kemampuan menggapai kesuksesan. Jika Anda sakit, maka penyakit akan mengalihkan perhatian Anda dari kesuksesan yang hendak diraih. Karakter pun memiliki peran penting dalam kesuksesan seseorang. Kejujuran, keadilan, kelurusan hati, kebijaksanaan, kebaikan, dan kedermawanan, semuanya penting untuk meraih kesuksesan dan hidup berdampingan secara damai. Kelima, genetika, pendidikan, dan keyakinan. Warisan genetik tidak menentukan nasib, tetapi faktor ini pasti berpengaruh. Seperti genetik, pendidikan pun bisa mempengaruhi kecerdasan, pembentukan kebiasaan yang sehat, perkembangan watak, keterampilan, dan kinerja yang dihasilkan. Selain genetik dan pendidikan, keyakinan memiliki peran besar dalam kesuksesan seseorang. Kesulitan dan tantangan yang dihadapi dalam perjalanan hidup individu dalam meraih sukses tidak dapat dihindarkan. Yang dapat dilakukan individu untuk berhasil meraih sukses tersebut adalah dengan meningkatkan kemampuannya untuk mampu menghadapi dan mengatasi hambatan tersebut. Stoltz (2004) menyatakan bahwa terdapat cara untuk meningkatkan kecerdasan adversitas individu. Cara tersebut dikenal dengan istilah LEAD (Listen, Explore, Analyse, Do), yaitu: a. Listen: mendengarkan respon Anda terhadap kesulitan. Mendengarkan respon terhadap kesulitan merupakan langkah penting dalam mengubah kecerdasan adversitas individu dari sebuah pola seumur hidup, tidak sadar, yang sudah menjadi kebiasaan, menjadi alat yang sangat ampuh untuk memperbaiki pribadi dan efektifitas jangka panjang. Disini menanyakan apakah respon kecerdasan adversitas individu rendah atau tinggi? dan pada dimensi-dimensi mana yang paling tinggi dan paling rendah? b. Explore: mengeksplorasi semua asal-usul dan pengakuan individu atas akibatnya. Pada tingkatan ini individu didorong untuk mengetahui apa kemungkinan penyebab kesulitan yang terjadi, dimana hal ini merujuk pada kemampuannya untuk mencari sebab sebab terjadinya, dan mengerti bagian mana yang menjadi kesalahan individu, seraya mengeksplorasi secara spesifik apa yang dapat dilakukan menjadi lebih baik. Pada tingkatan ini juga individu didorong untuk menyadari aspek-aspek mana dari akibat-akibatnya yang harus dan bukan menjadi tanggung jawabnya.
c. Analyse: menganalisa bukti kesulitan. Ditingkat inilah individu harus belajar menganalisa bukti apa yang ada sehingga menyebabkan individu itu sendiri tak dapat mengendalikan kesulitan tersebut. Bukti apa yang ada sehingga menyebabkan kesulitan itu menjangkau bidang-bidang yang lain dari kehidupan individu, serta bukti apa yang ada bahwa kesulitan tersebut harus berlangsung lebih lama dari pada yang perlu. d. Do: lakukan sesuatu, pada tahapan ini individu diharapkan mampu terlebih dahulu mendapatkan informasi tambahan yang diperlukan guna melakukan sedikit banyak hal dalam mengendalikan situasi yang sulit, dan kemudian melakukan sesuatu yang dapat membatasi jangkauan dan membatasi keberlangsungan kesulitan tersebut dalam keadaannya saat hal itu terjadi. Serangkaian cara yang tertuang dalam LEAD di atas didasarkan pada pengertian bahwa individu dapat mengubah kesulitan menjadi suatu peluang keberhasilan dengan mengubah kebiasaan-kebiasaan berpikirnya. Perubahan diciptakan dengan mempertanyakan pola-pola lama dan secara sadar membentuk pola-pola baru. Dukungan Sosial Keluarga Menurut Cobb (dalam Smet, 1994), dukungan sosial merupakan informasi yang menuntut seseorang meyakini bahwa dirinya diurus dan disayang. Dukungan sosial memberikan dorongan atau pengorbanan, semangat dan nasihat kepada orang lain dalam satu situasi (Chaplin, 2006). Salah satu bentuk dari dukungan sosial adalah dukungan sosial keluarga. Keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan perkembangan individu. Kebutuhan fisik dan psikologi mula-mula terpenuhi dari lingkungan keluarga. Individu akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tempat bercerita, dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bila individu mengalami persoalan (Irwanto, 2002). Menurut Smet (1994), setiap bentuk dukungan sosial keluarga mempunyai ciri-ciri, antara lain (1) Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan oleh seseorang dalam menanggulangi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, yang meliputi pemberian nasihat, pengarahan, ide-ide atau informasi lainnya yang dibutuhkan; (2) Perhatian emosional, dukungan ini berupa dukungan rasa simpati dan empati, cinta kasih, kepercayaan dan penghargaan; (3) Bantuan instrumental, bantuan ini bertujuan untuk mempermudah seseorang dalam melakukan aktivitasnya berkaitan dengan permasalahan-permasalahan yang dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan yang sedang dihadapi; (4) Bantuan penilaian, merupakan suatu bentuk penghargaan yang diberikan seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dan penilaian yang diharapkan dalam hal ini tentunya adalah penilaian yang bersifat positif. Purnawan (dalam Setiadi, 2008) mengungkapkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi dukungan sosial keluarga, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi tahap perkembangan, tingkat pendidikan, faktor emosional dan spiritual. Faktor eksternal meliiputi praktek di keluarga, cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya mempengaruhi kesehatan individu. Kemudian, faktor sosioekonomi dan latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu dalam memberikan dukungan termasuk cara mengatasi suatu hambatan yang terjadi. Motivasi Berprestasi McClelland (dalam Djiwandono, 2006) mengemukakan bahwa manusia sebagai makhluk sosial dipengaruhi oleh berbagai motif. Salah satu motifnya adalah motivasi untuk berprestasi.
McClelland mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai usaha mencapai sukses atau berhasil dalam suatu kompetisi untuk mencapai prestasi. Menurut Gill (dalam Gould & Weinberg, 2007) menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah usaha individu untuk mencapai kesuksesan, bertahan saat gagal, dan mendapatkan penghargaan saat mencapai prestasi. McClelland (dalam Uno, 2008) mengemukakan beberapa ciri individu yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu (1) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan menengah (moderate task difficulty), sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memilih tugas dengan tingkat kesulitan yang sangat tinggi atau rendah; (2) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi akan lebih bertahan atau tekun dalam mengerjakan berbagai tugas, tidak mudah menyerah ketika mengalami kegagalan dan cenderung untuk terus mencoba menyelesaikan tugas, sementara individu dengan motivasi berprestasi rendah cenderung memiliki ketekunan yang rendah; (3) Individu dengan motivasi berprestasi tinggi selalu mengharapkan umpan balik (feedback) atau tugas yang sudah dilakukan, bersifat konkret atau nyata mengenai seberapa baik hasil kerja yang telah dilakukan; (4) Memiliki tanggung jawab pribadi terhadap kinerjanya; dan (5) Memiliki kemampuan berinovasi, dengan kata lain mampu menyelesaikan tugas dengan cara berbeda dari biasanya, menghindari hal-hal rutin, aktif mencari informasi untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu, serta cenderung menyukai hal-hal yang sifatnya menantang. McClelland (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan bahwa ada faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi, yaitu: (1) Harapan orangtua terhadap anaknya. Orangtua mengharapkan anaknya untuk dapat meraih kesuksesan dan berprestasi. Oleh karena itu, orangtua melakukan usaha-usaha khusus yang mendorong anaknya untuk sukses; (2) Peniruan tingkah laku. Melalui pembelajaran observasi, individu mengamati dan meniru tingkah laku manusia disekitarnya; (3) Lingkungan tempat pembelajaran berlangsung. Situasi dan kondisi yang aman, nyaman, dan menyenangkan tentu akan memberikan pengaruh terhadap motivasi berprestasi tiap individu. Selain itu, Siagian (2012) mengungkapkan bahwa faktor-faktor berikut juga yang mempengaruhi motivasi seseorang, yaitu: (1) Karakteristik biografikal. Hal ini meliputi umur, jenis kelamin, dan bawaan yang diperoleh sejak lahir; (2) Kepribadian, dapat diartikan sebagai keseluruhan cara yang digunakan oleh seseorang untuk bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain; (3) Persepsi merupakan tanggapan yang diberikan langsung terhadap sesuatu yang dipengaruhi oleh diri orang yang bersaungkutan, sasaran persepsi, dan situasi; (4) Kemampuan Belajar. Salah satu karakteristik yang membedakan manusia adalah kapasitasnya untuk belajar. Kemajuan yang diraih oleh seseorang sangat ditentukan oleh kemampuan belajarnya; (5) Nilainilai yang dianut. Hal ini berkaitan dengan pendapat seseorang tentang norma-norma yang menyangkut hal-hal seperti yang “baik”, “buruk”, “benar” atau “salah”. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif desain survei, dengan menyebarkan kuisioner berupa skala likert untuk mengukur kecerdasan adversitas, dukungan sosial keluarga, dan motivasi berprestasi. Data yang didapatkan selanjutnya akan diolah dengan program SPSS 22.0 for Windows. Adapun kuisioner untuk mengukur kecerdasan adversitas dikembangkan dari aspek-aspek yang dikemukakan oleh Stoltz (2004) dengan reliabilitas sebesar 0,868. Kuisioner untuk mengukur dukungan sosial keluarga dikembangkan dari bentuk-bentuk dukungan sosial yang dikemukakan oleh Smet (1994) dengan reliabilitas sebesar 0,822. Kuisioner untuk mengukur motivasi berprestasi dikembangkan dari ciri-ciri
individu yang bermotivasi tinggi yang dikemukakan oleh McClelland (dalam Uno, 2008) dengan reliabilitas sebesar 0,858. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah atlet selam Surabaya yang tergabung dalam tim Pusat Latihan Cabang (PUSLATCAB) Selam dan Surabaya Intensifikasi Atlet Prestasi Gelorakan Kemenangan (SIAP GRAKK) cabang olahraga selam dengan jumlah keseluruhan atlet adalah 40 orang. Dikarenakan jumlah atlet selam Surabaya yang tergabung dalam tim PUSLATCAB dan SIAP GRAKK kurang dari seratus, yaitu berjumlah 40 orang, maka teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling, di mana jumlah sampel sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan bantuan SPSS 22.0 for windows untuk mencari signifikansi pengaruh menggunakan uji regresi linear sederhana untuk hipotesis pertama dan kedua, serta uji regresi berganda untuk hipotesis ketiga. Dalam pengujian hipotesis Penulis melakukan beberapa hal untuk menganalisis data dalam penelitian ini, yaitu uji asumsi yang terdiri dari uji normalitas, uji linearitas, dan uji multikolinearitas; serta uji hipotesis. Hasil dan Pembahasan Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang seluruhnya merupakan atlet selam Surabaya yang tergabung dalam tim PUSLATCAB dan SIAP GRAKK. Data demografis yang diperoleh menunjukkan bahwa subjek dalam penelitian ini memiliki jumlah yang seimbang antara responden pria dan wanita, yaitu 20 responden laki-laki dan 20 responden perempuan.
Kategorisasi Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi Total
Tabel 1 Hasil Kategorisasi Variabel Penelitian Motivasi Kecerdasan Berprestasi Adversitas 0 0 0 0 4 11 34 24 2 5 40 orang 40 orang
Dukungan Sosial Keluarga 0 0 1 23 16 40 orang
Penulis melakukan uji terhadap tiga hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini. Hasil dari uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas memiliki pengaruh terhadap motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi linear sederhana, di mana nilai koefisien korelasi sebesar 0,496 dengan nilai signifikansi 0,001 (sig. <0,05) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara kecerdasan adversitas dengan motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Menurut Sugiyono (2007), jika nilai koefisien korelasi sebesar 0,496 maka dapat dinyatakan bahwa hubungan kecerdasan adversitas dengan motivasi berprestasi atlet selam memiliki korelasi sedang atau cukup. Besarnya pengaruh variabel kecerdasan adversitas terhadap motivasi berprestasi sebesar 24,6%. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat 75,4% pengaruh dari faktor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan kecerdasan adversitas yang tinggi maka akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga. Begitu pula sebaliknya, dengan kecerdasan adversitas yang rendah juga akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang rendah pula. Jadi, dapat dikatakan atlet selam yang memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi dan motivasi
berprestasi yang tinggi akan dapat meraih prestasi dengan lebih baik. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Tian, dkk. (2011) terkait kecerdasan adversitas dan motivasi berprestasi diantara pelajar jurusan keperawatan menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas berhubungan positif dengan motivasi berprestasi dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Selain itu, hasil penelitian Cornista dan Macasaet (2013) juga menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas memiliki hubungan signifikan terhadap motivasi berprestasi dengan nilai r sebesar 0,291. Hasil dari uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa dukungan sosial keluarga berpengaruh terhadap motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi linear sederhana, di mana nilai koefisien korelasi sebesar 0,431 dengan nilai signifikansi 0,006 (sig. <0,05) yang menunjukkan adanya hubungan positif antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Menurut Sugiyono (2007), jika nilai koefisien korelasi sebesar 0,431 maka dapat dinyatakan bahwa hubungan dukungan sosial keluarga dengan motivasi berprestasi atlet selam memiliki korelasi sedang atau cukup. Besarnya pengaruh variabel dukungan sosial keluarga sebesar 18,5%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat 82,5% pengaruh dari faktor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan dukungan sosial keluarga yang tinggi maka akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, dengan dukungan sosial keluarga yang rendah juga akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang rendah pula. Jadi, dapat dikatakan atlet selam yang menerima dukungan sosial keluarga yang tinggi dan memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan dapat meraih prestasi dengan lebih baik. Dukungan sosial keluarga merupakan pemberian informasi baik secara verbal maupun nonverbal, pemberian bantuan tingkah laku atau pemberian materi yang diberikan keluarga kepada individu sehingga ia meyakini bahwa dirinya diurus dan disayang (Sarafino, 2006). Hasil kategorisasi dukungan sosial keluarga menunjukkan bahwa sebanyak 23 orang (57,5%) memiliki dukungan sosial keluarga yang tinggi, sedangkan 16 orang (40%) memiliki dukungan sosial keluarga yang sangat tinggi dan hanya 1 orang (2,5%) yang dukungan sosial keluarganya sedang. Dukungan sosial keluarga yang cenderung tinggi dan sangat tinggi ini dapat disebabkan karena individu memperoleh kehangatan, perhatian, dorongan, arahan, dan bimbingan dari keluarga jika mengalami kesulitan atau hambatan dalam meraih tujuannya untuk menjadi juara. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana yang diperlukan atlet untuk mendukungnya meraih juara dan adanya penghargaan berupa pujian atau lainnya yang diterima oleh atlet ketika berhasil mencapai target membuat dukungan sosial keluarga berada pada kategori tinggi dan sangat tinggi. Menurut Hurlock (2001) dukungan dari keluarga yang berupa penerimaan, perhatian, dan rasa percaya akan menyebabkan individu termotivasi untuk terus berusaha mencapai tujuannya. Jadi, dapat diketahui bahwa dukungan sosial keluarga memiliki pengaruh dalam motivasi berprestasi yang dimiliki atlet. Seorang atlet tentu memerlukan bantuan untuk mendukung latihannya agar dapat mencapai hasil yang optimal. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Putri (2014) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara dukungan sosial orang tua dengan motivasi berprestasi olahraga dengan nilai signifikansi sebesar 0,001 (p < 0,05). Hasil dari uji hipotesis ketiga menunjukkan bahwa kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga berpengaruh terhadap motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi linear berganda, di mana nilai koefisien korelasinya adalah sebesar 0,627 dengan nilai signifikansi 0,000 (sig. <0,05) yang menunjukkan adanya hubungan positif
antara kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga dengan motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Nilai koefisien korelasi sebesar 0,627 menandakan bahwa hubungan kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga dengan motivasi berprestasi memiliki korelasi yang kuat (Sugiyono, 2007). Besarnya pengaruh kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga terhadap motivasi berprestasi adalah 39,4%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa 60,6% terdapat pengaruh dari faktor lain yang mempengaruhi motivasi berprestasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga yang tinggi maka akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang tinggi juga. Begitu pula sebaliknya, dengan kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga yang rendah akan diikuti dengan motivasi berprestasi yang rendah pula. Motivasi berprestasi yang dimiliki atlet selam di Surabaya dapat dikatakan cukup baik karena lebih dari setengah subjek penelitian atau lebih tepatnya sebanyak 34 orang (85%) memiliki motivasi berprestasi yang tinggi. Hal ini berarti bahwa para atlet mampu memilih tingkat kesulitan tugas yang menegah sehingga mereka memiliki kesempatan untuk membuktikan bahwa mereka mampu meraih hasil prestasi dengan lebih baik. Para atlet juga memiliki ketahanan, tekun, tidak mudah menyerah, bertanggung jawab dan cenderung untuk terus giat berlatih hingga berhasil meraih juara. Selain itu, mereka juga mengharapkan adanya feedback untuk setiap pencapaian yang diraih dan berusaha lebih keras untuk menjadi yang terbaik. Ada banyak faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang. McClelland (dalam Sukadji, 2001) menjelaskan bahwa harapan orang tua terhadap anaknya, peniruan tingkah laku, dan lingkungan tempat pembelajaran berlangsung merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi. Tingginya motivasi berprestasi yang dimiliki atlet selam dapat dikarenakan orang tua atlet yang berharap agar anaknya menjadi juara sehingga orang tua melakukan usaha-usaha khusus yang mendorong anaknya untuk sukses. Peniruan tingkah laku juga sangat mungkin dilakukan oleh para atlet. Para atlet junior yang berlatih bersama atlet senior sangat mungkin meniru apa yang dilakukan oleh senior mereka, seperti teknik latihan, semangat, dan disiplinnya. Para atlet junior melihatnya setiap berlatih, sehingga membuat mereka termotivasi untuk berprestasi seperti atlet senior. Faktor lingkungan tempat pembelajaran berlangsung, seperti rumah dan tempat latihan mempengaruhi motivasi berprestasi atlet selam. Atlet selam dengan motivasi berprestasi tinggi merasa bahwa tempat mereka berlatih dan beristirahat merupakan tempat yang aman, nyaman, dan menyenangkan sehingga membuat mereka termotivasi untuk berprestasi. Selain faktor-faktor di atas, Siagian (2012) mengungkapkan bahwa karakteristik biografikal yang meliputi umur dan jenis kelamin dapat mempengaruhi motivasi seseorang. Jenis kelamin sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi, dalam penelitian ini terlihat bahwa responden laki-laki yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berjumlah lebih banyak daripada responden perempuan. Total responden laki-laki yang berjumlah 20 orang, 18 orang diantaranya memiliki motivasi berprestasi tinggi, sedangkan responden perempuan yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berjumlah 16 orang. Sama halnya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eccles (1991) menunjukkan adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan terkait keterlibatan dalam olahraga. Responden laki-laki diketahui menghabiskan waktu lebih lama daripada responden perempuan dalam bidang olahraga. Penulis juga mencoba untuk melakukan analisis korelasi parsial terhadap ketiga variabel penelitian. Hasil dari korelasi parsial antara motivasi berprestasi dengan kecerdasan adversitas adalah sebesar 0,506 dengan nilai signifikansi 0,001. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan dan positif secara parsial antara motivasi berprestasi dan kecerdasan adversitas. Ketika kecerdasan adversitas yang dimiliki atlet tinggi, maka motivasi berprestasinya juga tinggi. Hasil korelasi parsial antara motivasi berprestasi dengan dukungan sosial keluarga juga menunjukkan hubungan yang positif, yaitu sebesar 0,433 dengan nilai signifikansi 0,005. Hal ini berarti bahwa dukungan sosial keluarga yang tinggi akan membuat motivasi berprestasi yang dimiliki tinggi dan berlaku juga hal sebaliknya. Di sisi lain, hasil korelasi parsial antara dukungan sosial keluarga dengan motivasi berprestasi menunjukkan hasil yang berbeda dengan analisis sebelumnya, yaitu -0,149 dengan nilai signifikansi sebesar 0,364. hasil angka yang negatif menandakan bahwa kecerdasan adversitas memiliki korelasi yang negatif dengan dukungan sosial keluarga, meskipun angkanya kecil dan tidak signifikan. Seandainya, hasil penelitian menunjukkan korelasi negative yang cukup signifikan maka dapat disimpulkan bahwa atlet yang memiliki kecerdasan adversitas yang tinggi, maka tingkat dukungan sosial keluarga yang diterima atau dirasakannya akan cenderung rendah. Hal ini secara logis, dapat dijelaskan bahwa dapat atlet dengan kecerdasan adversitas yang tinggi merasa memiliki kemampuan untuk mengatasi hambatannya sendiri, sehingga atlet merasa mampu dan kuat menghadapi sendiri, dan cenderung tidak terlalu memerlukan dukungan sosial dari keluarganya. Penutup Kecerdasan adversitas dan dukungan sosial keluarga secara bersama berpengaruh sebesar 39,4% terhadap motivasi berprestasi atlet selam di Surabaya. Adapun saran bagi atlet diharapkan tetap mempertahankan motivasi berprestasi yang dimiliki agar dapat terus meraih prestasi. Sementara itu, bagi atlet yang ingin meningkatkan kecerdasan adversitasnya dapat melakukan hal berikut. 1) Berani menghadapi rintangan yang ada, 2) Mencari kemungkinan penyebab munculnya rintangan, 3) Mencari bukti sulitnya menghadapi rintangan yang muncul, dan 4) Melakukan sesuatu sehingga rintangan tersebut dapat dilewati. Beberapa cara di atas merupakan langkah-langkah untuk meningkatkan kecerdasan adversitas yang tertuang dalam LEAD (Listen, Explore, Analyse, Do). Keluarga atlet, terutama orang tua atau wali atlet diharapkan tetap memberikan dan mempertahankan dukungan yang telah diberikan. Dukungan baik dari segi dukungan informasi, dukungan emosional, dukungan penilaian, dan dukungan materi yang diberikan berpengaruh positif terhadap motivasi berprestasi atlet. Jadi, keluarga disarankan untuk selalu mendukung kegiatan atau latihan yang menunjang prestasi atlet yang bersangkutan. Pelatih sebagai pihak yang berinteraksi langsung dengat atlet di tempat latihan dapat memberikan dorongan dan rangsangan kepada atlet agar atlet yang bersangkutan dapat termotivasi. Hal ini dapat diwujudkan dengan menciptakan situasi dan kondisi berlatih yang nyaman dan menyenangkan bagi atlet. Pelatih juga dapat membuat program latihan yang bervariasi dan disesuaikan dengan kebutuhan atlet, sehingga atlet tidak merasa bahwa program yang diberikan terlalu berat atau terlalu ringan yang dapat membuat motivasi atlet menurun. Daftar Pustaka Anggraeni, Yuli. (2012). Kontribusi IQ (Intelligent Quotient) dan EQ (Emotional Quotient) terhadap Prestasi Atlet Pelatda Pencak Silat pada PON Ke-XVIII Tahun 2012. Jurnal Phederal Penjas. Vol. 1, No. 1
Chaplin, J. P. (2006). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Cornista, Guillian., dan Charmaine Macasaet. (2013). The adversity quotient and achievement motivation of selected third year and fourth year psychology students of De La Salle Lipa A.Y. 2012-2013. Thesis. Philippines: Faculty of Psychology. De La Salle Lippa Djiwandono, S. E. W. (2006). Psikologi pendidikan. Jakarta: Grasindo. Eccles, Jacquelynne. (1991). Gender Differences in Sport Involvement: Applying the Eccles’ ExpectancyValue Model. USA: Journal of Applied Sport Psychology 3, 7-35. Gould, D., & Weinberg, R. S. (2007). Foundations of sport and exercise psychology (4th edition). Champaign, IL: Human Kinetics. Gunarsah, Singgih. (2008). Psikologi Olahraga Prestasi. Jakarta: Gunung Mulia Hurlock, Elizabeth. (2001). Psikologi Perkembangan Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga Irwanto. (2002). Psikologi Umum. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Lutan, Rusli. (2001). Belajar Keterampilan Motorik Pengantar Teori dan Metode. Jakarta: P2LPTK, Ditjen Perguruan Tinggi. Sajoto, Mochamad. (1988). Pembinaan kondisi fisik dalam olahraga. Jakarta: P2LPTK Sarafino, E.P. (2006). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth Edition. USA : John Wiley & Sons. Setiadi. (2008). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC Siagian, Sondang. (2012). Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: PT Asdi Mahasatya Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo Stoltz, Paul G. (2004). Adversity Quotient: Mengubah Hambatan menjadi Peluang. Jakarta: PT Grasindo Sugiyono. (2007). Metode Penelitian Administasi. Bandung : Alfabeta Sukadji, Soetarlinah & Evita E. Singgih-Salim (2001). Sukses di Perguruan Tinggi (Edisi Khusus). Depok: Psikologi Pendidikan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Taylor, Jim. (2009). Sports: What Motivates Athletes? The Power of Prime. Diunduh dari https://www.psychologytoday.com/ Thompson, J. (2010). Social Support and Minority Student-Athletes. Journal of Issues in Intercollegiate Athletics. 3, 234-252. Tian; Fan Xiuzhen, Lv Fei, dan Meng Zhu. (2011). Study on relationship among adversity quitient, future time perspective, and achievement motivation in college nursing student. Journal of Nursing Science. 05. Uno, Hamzah. (2010). Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta: Bumi Aksara