STRATEGI MENGATASI PEMBIAYAAN BERMASALAH DI BMT ATINA BANYUBIRU
TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah (A.Md.E.Sy.)
Disusun Oleh: AHMAD KHOERUDIN NIM : 20110022
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2015
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
PERSETUJUAN PEMBIMBING Lampiran : Hal
: Pengajuan Naskah Tugas Akhir
Kepada Yth. Rektor IAIN Salatiga
Assalamu'alaikum Wr.Wb. Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi, dan perbaikan seperlunya, maka Tugas Akhir saudara: Nama
: Ahmad Khoerudin
NIM
: 20110022
Jurusan
: Perbankan Syariah
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul
: Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina Banyubiru
Dapat diajukan dalam sidang munaqosah. Demikian untuk menjadi periksa. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Salatiga, 2 Maret 2015 Pembimbing
Nafis Irkhami, M.Ag., M.A. NIP. 19731026 200312 1 002
ii
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
PENGESAHAN
STRATEGI MENGATASI PEMBIAYAAN BERMASALAH DI BMT ATINA BANYUBIRU
DISUSUN OLEH: AHMAD KHOERUDIN NIM : 20110022 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 27 Maret 2015 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Ahli Madya Ekonomi Syariah. Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji
: Dr. Faqih Nabhan, S.E., M.M.
Sekretaris Penguji : Nafis Irkhami, M.Ag., M.A. Penguji I
: Wiwin Kurniasari, S.E., M.Si.Akt
Penguji II
: Hikmah Endraswati, S.E., M.Si.
Penguji III
: Nafis Irkhami, M.Ag., M.A.
iii
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Jl. Tentara Pelajar 02 Telp. (0298) 323706 Fax 323433 Salatiga 50721 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail:
[email protected]
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Ahmad Khoerudin
NIM
: 20110022
Jurusan
: Perbankan Syariah
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul Tugas Akhir
: Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina Banyubiru
Menyatakan bahwa Tugas Akhir yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam Tugas Akhir ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 2 Maret 2015 Yang menyatakan
Ahmad Khoerudin NIM. 20110022
iv
MOTTO
“Life is simple.. you made a choice,, and don’t look back”
v
PERSEMBAHAN
Tugas Akhir ini dipersembahkan untuk:
1. Ibunda tercinta yang senantiasa sabar mencurahkan cinta, kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk penulis.
2. Saudara-saudara
terkasih
yang
selalu
memberikan
support
dan
M.Ag.,
M.A.
yang
henti-hentinya
motivasinya.
3. Bapak
Nafis
Irkhami,
tidak
membimbing dan meluangkan waktunya.
4. Teman-teman Jurusan Syariah Progam Studi DIII Perbankan Syariah, angkatan 2010 khusunya.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam pencipta langit dan bumi beserta isinya yang telah memberikan segala rahmat, taufik dan hidayahNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir ini. Shalawat serta salam
penulis sampaikan kepada pemimpin umat dan
penutup para Rasul, Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik manusia dari masa kegelapan
menuju
masa yang sangat terang
benderang dengan syariatnya yang lurus. Tugas Akhir yang berjudul “Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina Banyubiru” ini, diajukan untuk memperoleh gelar Ahli Madya dalam bidang Ekonomi Syariah pada Institut Agama Islam Negeri
(IAIN )
Salatiga. Dalam Tugas Akhir ini, penulis akan memaparkan tentang faktor-faktor pembiayaan bermasalah di BMT Atina berikut dengan strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut. Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis menyadari bahwa banyak bantuan yang telah diberikan dari berbagai pihak, baik berupa material, maupun spiritual. Selanjutnya penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada: 1. Yang terhormat Rektor IAIN Salatiga Bpk. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. 2. Yang terhormat Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Salatiga Bpk. Dr. Anton Bawono, M.Si.
vii
3. Yang terhormat Ketua Jurusan DIII Perbankan Syariah IAIN Salatiga Bpk. Ahmad Mifdlol Muthohar, Lc., M.Si. 4. Yang terhormat Bpk. Nafis Irkhami, M.Ag., M.A. selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini. 5. Ibunda tercinta Sri Minarti yang seantiasa sabar mencurahkan cinta, kasih sayang, dukungan, dan doa yang tak pernah putus untuk penulis. 6. Rekan-rekan DIII Perbankan Syariah angkatan 2010 yang telah menemani hari-hari saat kuliah di IAIN Salatiga. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis hingga terselesaikannya Tugas Akhir ini. Semoga segala amal yang telah diperbuat akan menjadi amal saleh, yang akan mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT kelak di yaumul qiyamah. Akhirnya, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat. Amin…
Salatiga, 2 Maret 2015 Penulis
Ahmad Khoerudin NIM. 20110022
viii
ABSTRAK
Khoerudin, Ahmad. 2013. “Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina Banyubiru”. Tugas Akhir. Jurusan Syariah. Program Studi DIII Perbankan Syariah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya pembiayaan bermasalah dan kemudian untuk mengetahui cara/strategi mengatasi masalah tersebut. Metodologi yang penulis gunakan pada Tugas Akhir ini yaitu penelitian kualitatif dengan berdasarkan pengumpulan data di lapangan dan sumber-sumber lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor internal dan juga eksternal yang menyebabkan terjadinya pembiyaan bermasalah di BMT Atina Banyubiru. Faktor internal yaitu berasal dari manajemen BMT itu sendiri, sedangkan faktor eksternal adalah berasal dari sisi nasabah/debitur. Pihak BMT haruslah lebih jeli dalam melihat faktor-faktor penyebab permasalahan sebenarnya, baik itu dari sisi internal maupun eksternal. Dengan begitu maka akan dapat diterapkan strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu strategi awal dalam mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina dimulai dari pembenahan internal BMT itu sendiri. Manajer harus lebih selektif dalam merekrut karyawan khususnya yang berhubungan langsung dengan pembiayaan. Selain itu juga perlu diadakan rapat internal BMT yang lebih intensif untuk membahas kondisi-kondisi riil di lapangan beserta solusi terbaik dari masalah-masalah yang ada. Dari sisi eksternal, BMT Atina lebih mengedepankan sikap-sikap kekeluargaan kepada nasabah. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga reputasi BMT sebagai salah satu lembaga keuangan Islam yang menjunjung tinggi sisi kemanusiaan dan keagamaan. Kata kunci: Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah, Bai’ bitsaman ajil, BMT Atina Banyubiru
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………. i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………..……………………. ii HALAMAN PENGESAHAN ……….……………………………...……..
iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ……………………...…
iv
HALAMAN MOTTO ……………………………………...………………
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ………..………………...…………………. vi KATA PENGANTAR …………………………………………………... vii ABSTRAK …………………………………………………………..…………..
ix
DAFTAR ISI …………………………………………………………….
x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………………. 1 B. Rumusan Masalah ………………………………………………..
7
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………… 7 D. Metodologi Penelitian …………………………….…………….
8
E. Telaah Pustaka ………………………………….……………….
9
F. Sistematika Penulisan ………………………….………….…….
12
BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Pembiayaan 1. Pengertian Pembiayaaan ……………………….…………….. 13 2. Unsur-Unsur dalam Pembiayaan …………………….….…… 14
x
3. Jenis-Jenis Pembiayaan ………………………..……….……
16
4. Prosedur Pengajuan Pembiayaan …..…………………….….
18
5. Jaminan dalam Pembiayaan Perbankan ……………………..
22
B. Tinjauan Umum Mengenai Pembiayaan Bermasalah 1. Timbulnya Pembiayaan Bermasalah …………………………
23
2. Penggolongan Kualitas Pembiayaan …………………………
25
3. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah ………………………
27
C. Konsep Manajemen Risiko 1. Definisi Manajemen Risiko ………………………………….
30
2. Jenis-Jenis Risiko pada Perbankan ……………………………..
34
3. Mekanisme Manajemen Risiko ………………………………
37
D. Ketentuan Hukum Islam Mengenai Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil …………………………………………….
38
BAB III LAPORAN OBJEK PENELITIAN A. Sejarah Pendirian ……………………………..….………….…… 45 B. Visi dan Misi …………………………………….………….……
47
C. Lokasi dan Wilayah Perusahaan ……………………….…..……
48
D. Tujuan, Sasaran, dan Fungsi Usaha ………………………..……
48
E. Produk ………………………………….………………………..
51
F. Badan Hukum dan Struktur Lembaga ……………………………
56
G. Data-Data Pembiayaan ……………………….………….………
59
xi
BAB IV ANALISIS A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina 1.
Faktor Internal ……………………….………….…………... 61
2.
Faktor Eksternal ……………………….………….…………
63
B. Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina 1.
Pencegahan ……………………….………….……………...
66
2.
Penanganan ……………………….………….……………..
68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ……………………….………….…………………...
74
B. Saran ……………………….………….…………………………. 77 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005–2025, menyebutkan bahwa pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan tersebut dapat terwujud melalui pembangunan yang dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua komponen bangsa yaitu Pemerintah (Pusat, Provinsi, Kabupaten, dan Kota), dunia usaha, dan masyarakat yang biasa disebut sebagai pelaku pembangunan. Pelaksanaan pembangunan seperti yang dimaksud, sudahlah pasti akan dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Sebagian besar dana pembangunan tersebut diperoleh dari fasilitas kredit perbankan yang diperuntukkan bagi berbagai sektor. Perbankan memiliki peranan yang strategis untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, serta stabilitas nasional ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
1
2
Salah satu lembaga keuangan yang banyak diminati khususnya kalangan menengah ke bawah adalah BMT (baitul maal wa tamwil). Secara bahasa baitul maal wa tamwil terdiri dari dua kata yakni bait al-maal yang berarti lembaga pengumpulan dana masyarakat yang disalurkan tanpa tujuan profit, sedangkan bait at-tamwil merupakan lembaga pengumpulan dana guna disalurkan dengan orientasi profit dan komersial (Sumiyanto, 2008:15). Secara singkat BMT (baitul maal wa tamwil) adalah salah satu bentuk lembaga keuangan syariah non bank yang juga bergerak dalam hal pendanaan dan pembiayaan. Pendanaan merupakan suatu bentuk kegiatan untuk menghimpun dana dari masyarakat/calon nasabah supaya dana/uang yang ada pada masyarakat bisa ”berputar” dan tidak hanya diam. Pendanaan ini dimaksudkan untuk mengelola dana masyarakat sehingga bisa menjadi lebih produktif, sementara itu kegiatan lainnya dari BMT adalah pembiayaan yaitu suatu bentuk kegiatan untuk menyalurkan dana kepada masyarakat yang membutuhkan. BMT di daerah sangat membantu masyarakat dalam rangka pemenuhan kebutuhan ekonomi yang saling menguntungkan dengan memakai sistem bagi hasil. Disamping itu juga ada bimbingan kepada masyarakat dengan tujuan sebagai sarana transformatif untuk lebih untuk mengakrabkan diri pada nilai-nilai agama Islam yang bersentuhan langsung dengan kehidupan sosial masyarakat (Sumiyanto, 2008:21).
3
BMT Atina Banyubiru menjadi objek penelitian dalam Tugas Akhir ini karena BMT tersebut merupakan BMT yang cukup populer dengan pelayanannya yang ramah dan proses pembiayaan yang relatif mudah di kalangan masyarakat Kec. Banyubiru. Penelitian ini juga merupakan laporan pertanggungjawaban penulis atas hasil observasi yang dilakukan dalam kegiatan magang selama dua bulan di BMT Atina Banyubiru. Tugas Akhir ini membahas tentang pembiayaan bermasalah karena dampak/kerugian yang ditimbulkan dari pembiayaan bermasalah tidak hanya akan dirasakan dalam jangka pendek namun juga jangka panjang apabila tidak segera diselesaikan. Dampak-dampak tersebut tentunya akan sangat merugikan BMT sebagi kreditur, dan pada akhirnya akan dapat menyebabkan kerugian juga pada nasabah/debitur apabila tidak dapat melunasinya. Pembiayaan bermasalah yang dimaksud penulis dalam Tugas Akhir ini adalah pembiayaan dengan akad bai’ bitsaman ajil. Bai’ bitsaman ajil (BBA) menjadi produk pembiayaan yang banyak diminati karena prosesnya yang cukup sederhana dengan menggunakan akad jual beli. Hal ini dibuktikan dengan data total pembiayaan BMT Atina selama periode tahun 2010-2013 yang dapat dilihat pada tabel 3.9. Berbeda dengan murabahah, pembiayaan BBA yang diberikan lebih meringankan debitur karena dapat melunasi pembiayaan yang diajukannya dengan cara mengangsur.
4
Jika dibandingakan dengan musyarakah dan mudharabah, pihak BMT juga lebih diuntungkan dengan pembiayaan bai’ bitsaman ajil karena pembiayaan musyarakah dan mudharabah mengharuskan BMT untuk lebih intensif dalam melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap kondisi keuangan dan usaha debitur. Hal ini tentunya membutuhkan waktu dan biaya ekstra yang pada akhirnya bisa memberatkan BMT itu sendiri apalagi untuk BMT dengan SDM yang tidak begitu banyak. Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil atau pembiayaan berakad jual beli, adalah suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank syariah dengan nasabah dimana bank syariah menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayarannya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark up yang disepakati. (Muhammad, 2004:8). Bai Bitsaman Ajil (BBA) adalah menjual dengan harga asal ditambah dengan margin keuntungan yang telah disepakati dan dibayar secara kredit. Ketentuan khusus yang berkaitan dengan Bai Bitsaman Ajil (BBA) adalah sebagai berikut: 1. Harga barang dengan transaksi Bai Bitsaman Ajil (BBA) dapat ditentukan lebih tinggi daripada transaksi tunai. Namun, ketika harga telah disepakati, tidak dapat dirubah lagi. 2. Jangka waktu pengambilan dan jumlah cicilan ditentukan berdasarkan musyawarah dan kesepakatan kedua belah pihak.
5
3. Jika nasabah tidak dapat membayar tepat pada waktu yang telah disepakati maka bank akan mencarikan jalan yang paling bijaksana. Jalan apapun yang ditempuh bank tidak akan mengenakan sanksi dari akad yang sama (Muhammad, 2000:30). Pembiayaan bai’ bitsaman ajil memiliki tingkat resiko yang tidak bisa 100% diprediksi dengan akurat. Pada proses pembiayaan ini terdapat dua kemungkinan yang bisa terjadi yaitu kemungkinan untung dan kemungkinan rugi. BMT harus mengatur dan menyiapkan segala langkah antisipasi guna menanggulangi setiap kemungkinan terburuk yang bisa terjadi. Ketika pembiayaan yang dilakukan memperoleh keuntungan maka yang
perlu
diperhatikan
selanjutnya
hanyalah
tentang
cara
untuk
meningkatkan kuantitas pembiayaan itu sendiri, tetapi akan berbeda ceritanya jika pembiayaan tersebut mengalamai masalah seperti macet ataupun kurang lancarnya nasabah dalam memenuhi kewajibannya. Syariat Islam mewajibkan seseorang untuk menghormati dan mematuhi setiap perjanjian atau amanah yang sudah dipercayakan kepadanya, sebagaimana Allah S.W.T berfirman:
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (Q.S. Al-Anfaal, 27) Berdasarkan ayat tersebut, maka pihak debitur dapat dikenakan sanksi tindakan sesuai dengan kondisi serta alasannya, karena ia telah melakukan wanprestasi, sehingga telah merugikan orang lain.
6
Banyak faktor yang menyebakan pembiayaan macet, misalnya saja usaha nasabah yang mengalami kerugian sehingga tidak bisa memenuhi kewajibannya. Ada juga nasabah yang sebenarnya mampu untuk memenuhi kewajibannya pada BMT tetapi sengaja tidak mau melaksanakannya, sedangkan faktor internal BMT yang menjadi penyebab yaitu adanya missmanagement oleh karyawan. Perbedaan/selisih laporan keuangan antara nasabah dan BMT akan menyebabkan timbulnya masalah. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan itu, maka kemudian BMT harus melakukan analisis yang baik mulai dari faktor-faktor penyebab hingga solusinya dan perlu adanya sanksi yang harus dilakukan BMT Atina dalam mengatasi pembiayaan bermasalah apabila debitur melakukan wanprestasi atas perjanjian yang telah disepakati. Strategi yang tepat sangat diperlukan untuk menanggulangi dan meminimalisir risiko. Permasalahan yang ada tidak bisa hanya dipecahkan dengan satu solusi saja. Setiap kriteria masalah memiliki penanganannya sendiri, oleh karena itu BMT harus pandai memilih solusi yang tepat atas suatu permasalahan pembiayaan. Pihak BMT tidak boleh memaksakan kehendak
kepada
nasabah
yang
mengalami
kesulitan
memenuhi
kewajibannya dalam hal pembiayaan. BMT merupakan lembaga keuangan syariah yang berlandaskan syariat-syariat Islam, sedangkan Islam tidak pernah mengajarkan nilai memaksakan kehendak. Satu sisi pihak BMT tidak mengalami kerugian, di sisi lain pihak nasabah tetap respect dan percaya pada BMT untuk kemudian harinya.
7
Solusi yang dipilih hendaknya solusi terbaik untuk BMT dan juga nasabah. Dengan demikian kedua pihak bisa tetap menjaga silaturrahmi dan tetap tercipta keikhlasan diantara keduanya. Dari beberapa uraian tersebut, maka kemudian penulis mengambil tema penelitian yang berjudul “Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina Banyubiru”. B. Rumusan Masalah Agar penelitian tidak menyimpang dari pembahasan dan agar tidak terjadi pembahasan yang terlalu luas, maka penulis membatasi pembahasan pada Tugas Akhir ini terbatas pada pembiayaan bai’ bitsaman ajil dan strategi mengatasinya yang digunakan oleh BMT Atina. Dari pembatasan masalah tersebut maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Faktor apa saja yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah di BMT Atina?
2.
Bagaimana strategi mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan bermasalah di BMT Atina
2.
Untuk mengetahui strategi mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina
8
D. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan yaitu penelitian kualitatif yang didasarkan pada pengumpulan data di lapangan. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif (Reinard, 2006). 2. Jenis Data a. Data Primer Data primer yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya (Suryana, 2010). Data ini bersumber dari hasil observasi. Data primer yang penulis maksud di sini tertuang pada bab ketiga yaitu berupa laporan objek penelitian dan juga pada bab keempat yaitu tentang analisis faktor-faktor dan strategi mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina. b. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan peneliti dari berbagai sumber yang telah ada (Suryana, 2010). Data ini bersumber dari hasil riset perpustakaan dan internet yang tertuang pada bab pertama dan bab kedua tentang landasan teori. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Riset Perpustakaan dan Internet Riset yaitu melalui pengumpulan data-data yang diperlukan melalui buku-buku di perpustakaan dan info-info dari internet.
9
b. Observasi Observasi
yaitu pengumpulan data
yang diperoleh dari
pengamatan langsung di lapangan. Bentuk observasi yang penulis lakukan yaitu melalui wawancara terhadap karyawan-karyawan BMT Atina Banyubiru untuk kemudian dianalisis lebih lanjut. E. Telaah Pustaka Penelitian tentang “Strategi manajemen risiko pada pembiayaan UKM di BMT al-Munawwarah dan BMT Berkah Madani” telah dilakukan oleh Adam pada tahun 2010. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu Penerapan strategi manajemen risiko yang baik akan menghasilkan usaha yang relatif lebih stabil dan menguntungkan. Penelitian
tentang
“Pengawasan
dan
Pembinaan
Pembiayaan
Bermasalah oleh Account Officer (Studi di PT BPR Syariah Baktimakmur Indah Krian Sidoarjo) telah dilakukan oleh Al-Makki pada tahun 2010. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa pembiayaan bermasalah di BPR Syariah Baktimakmur Indah Krian Sidoarjo sekitar 2,43 %, hal ini lebih dikarenakan karena kondisi usaha debitur kurang baik atau karena musibah. Ada juga karena debitur dengan sengaja melakukan kesalahan seperti menunda-nunda pembayaran dan menggunakan dana tidak sesuai dengan perjanjian tapi hal itu presentasinya sangat kecil. Faktor lain penghambat pelaksanaan pengawasan dan pembinaan pembiayaan bermasalah adalah account officer yang kurang pengalaman atau kurang memahami tentang pembiayaan bermasalah dan penanganannya.
10
Penelitian tentang ”Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada Pembiayaan Murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta” telah dilakukan oleh Inayah pada tahun 2009. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa dalam penanganan terhadap nasabah yang pembiayaannya bermasalah, BMT BIF menggunakan cara-cara yang lebih bersifat kekeluargaan, seperti: melakukan silaturrahim, pembinaan, rescheduling, memberi peringatan, kemudian sita jaminan. Untuk sita jaminan, BMT BIF belum pernah menerapkannya kepada nasabah yang sudah bermasalah, sekalipun nasabah tersebut sudah macet pembiayaannya. Penelitian tentang “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Penerapan Denda pada Pembiayaan Bermasalah di KSU BMT Multazam Yogyakarta” telah dilakukan oleh Taslimah pada tahun 2008. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa penerapan denda harus didasarkan pada prinsip adanya kesepakatan dan tidak memberatkan bagi anggotanya. Hal itu diperkuat dengan teks-teks al-Qur'an dan as-Sunnah, yaitu pihak BMT dalam hal ini memberi kelonggaran dalam menangani pembiayaan bermasalah karena adanya halangan dalam usaha. Sanksi denda atas pembiayaan bermasalah karena adanya halangan dalam usaha, berdasarkan fatwa MUI dapat/boleh dilakukan oleh pihak KSU BMT Multazam yaitu bagi orang yang mampu tetapi menunda-nunda pembayaran. Begitu juga dalam menggunakan dana hasil denda lebih diprioritaskan untuk kepentingan umum dan pelaksanaan akadnya sesuai dengan hukum Islam.
11
Penelitian tentang “Upaya Penyelesaian Hukum terhadap Pinjaman Bermasalah di Unit Simpan Pinjam Koperasi Serba Usaha Satya Dharma Denpasar” telah dilakukan oleh Kusuma pada tahun 2014. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu faktor yang menyebabkan terjadinya pinjaman bermasalah di unit simpan pinjam Koperasi Serba Usaha Satya Dharma adalah dapat dilihat dari dua faktor, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal sebagai penyebab terjadinya pinjaman bermasalah tersebut berupa kelemahan di dalam kebijakan pencarian pinjaman, sedangkan faktor eksternal sebagai penyebab terjadinya pinjaman bermasalah tersebut dapat berupa terjadinya bencana alam dan terjadinya perang. Upaya dan penyelesaian hukum terhadap pinjaman bermasalah di unit simpan pinjam Koperasi Serba Usaha Satya Dharma dengan debitur diselesaikan melalui jalur nonditigasi. Cara penyelesaian pinjaman bermasalah adalah dengan melakukan beberapa tindakan yaitu tindakan preventive dan tindakan repressive. Penelitian tentang “Upaya Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada Lembaga Keuangan Syariah (Studi Pada KJKS Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Mandiri Sejahtera Karangcangkring Gresik Jawa timur Periode 2011-2013)” telah dilakukan oleh Listanti dkk. dalam Jurnal Administrasi Bisnis Vol. 1 No. 1 Januari 2015 Universitas Brawijaya. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu bahwa faktor-faktor penyebab pembiayaan bermasalah tidak hanya datang dari nasabah melainkan pihak internal yang kurang teliti dalam analisa awal dan survei sebelum pemberian pembiayaan.
12
Upaya yang dilakukan dalam menangani pembiayaan bermasalah adalah dengan teguran, rescheduling dan restructuring dan pihak BMT tidak pernah melakukan sita jaminan karena benar-benar menerapkan syariah dan tindakan manusiawi meski dinilai kurang efisien. Berdasarkan telaah pustaka di atas dan sejauh pengetahuan penulis, belum ada yang membahas secara mendalam tentang strategi mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina Banyubiru. F. Sistematika Penulisan Supaya diperoleh gambaran secara berurutan mengenai laporan penelitian yang akan disusun, maka penulis menyajikan sistematika penulisan. Pada BAB Pertama yaitu pendahuluan yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, metodologi penelitian, telaah pustaka, dan sistematika penulisan. Pada BAB Kedua yaitu berisi landasan teori tentang pembiayaan bermasalah. Pada BAB Ketiga yaitu laporan penelitian yang berisi tentang gambaran umum objek penelitian –dalam hal ini yaitu BMT Atina Banyubiru–, dan informasi lainnya yang dianggap perlu. Pada BAB Keempat yaitu analisis yang membahas tentang strategi mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina. Pada BAB Kelima atau terakhir yaitu berisi tentang kesimpulan dan saran terhadap penelitian yang dilakukan.
13
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Pembiayaan 1.
Pengertian Pembiayaaan Pengertian pembiayaan menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 tahun 1998 Pasal 1 ayat 12 yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu yang tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Menurut Ahmad Sumiyanto (2008:165), pembiayaan adalah aktivitas menyalurkan dana yang terkumpul kepada anggota pengguna dana, memilih jenis usaha yang akan dibiayai agar diperoleh jenis usaha yang produktif, menguntungkan, dan dikelola oleh anggota yang jujur dan bertanggung jawab. Secara teknis bank memberikan pendanaan atau pembiayaan untuk mendukung investasi atau berjalannya suatu usaha yang telah direncanakan antara kedua belah pihak dengan kesepakatan bagi hasil di dalamnya. Pada bank konvensional kegiatan pembiayaan dikenal dengan istilah kredit.
14
Kredit
merupakan
penyediaan
uang
atau
tagihan
yang
dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga (Kasmir, 2000:92). Pada dasarnya konsep kredit pada bank konvensional dan pembiayaan pada bank syariah tidak jauh berbeda, yang menjadi perbedaan antara kredit yang diberikan bank konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. Bagi bank konvensional keuntungan yang diperoleh melalui bunga sedangkan bagi bank syariah berupa imbalan atau bagi hasil (Kasmir, 2001:73). 2.
Unsur-Unsur dalam Pembiayaan Setiap pemberian pembiayaan sebenarnya jika dijabarkan secara mendalam mengandung beberapa arti. Jadi jika kita bicara pembiayaan maka termasuk membicarakan unsur-unsur yang ada di dalamnya. Menurut Zainuddin Ali (2008:46), unsur-unsur dalam pembiayaan yakni sebagai berikut: a.
Kepercayaan Kepercayaan yang dimaksud dalm hal ini yaitu kepercayaan yang diberikan kepada debitur baik dalam bentuk uang, jasa maupun barang akan benar-benar dapat diterima kembali oleh bank dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
15
b.
Kesepakatan Kesepakatan ini dituangkan dalam suatu perjanjian di mana masing-masing
pihak
menandatangani
hak
dan
kewajiban.
Kesepakatan penyaluran pembiayaan dituangkan dalam akad pembiayaan yang ditanda tangani oleh kedua belah pihak, yaitu bank dengan nasabah. c.
Jangka waktu Setiap pembiayaan yang diberikan mempunyai jangka waktu masing-masing sesuai dengan kesepakatan. Jangka waktu ini mencakup waktu pengambilan pembiayaan yang telah disepakati. Dapat dipastikan bahwa tidak ada pembiayaan yang tidak memiliki jangka waktu.
d.
Risiko Dalam memberikan pembiayaan kepada perusahaan, bank tidak selamanya mendapatkan keuntungan, bank juga bisa mendapat risiko kerugian. Seperti ketika terjadinya Side Streaming, lalai dan kesalahan yang disengaja, maupun penyembunyian keuntungan oleh nasabah. Suatu risiko ini muncul karena ada tenggang waktu pengembalian. Semakin lama jangka waktu pembiayaan maka semakin besar risiko tidak tertagih, demikian pula sebaliknya.
16
e.
Balas jasa Balas jasa merupakan keuntungan atas pemberian suatu pembiayaan atau jasa yang lebih dikenal dengan istilah bagi hasil pada lembaga keuangan syariah. Balas jasa dalam bentuk bagi hasil dan biaya administrasi ini merupakan keuntungan bank.
3.
Jenis-Jenis Pembiayaan a. Pembiayaan Mudharabah Pengertian pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan antara bank dengan nasabah dimana bank menyediakan 100% pembiayaan bagi usaha kegiatan tertentu dari nasabah. Nasabah mengelola usaha tersebut tanpa campur tangan bank (Sumitro, 1997:86). Bank mempunyai hak untuk mengajukan usul dan melakukan pengawasan atas penyediaan dana, dari pembiayaan tersebut bank mendapat imbalan atau keuntungan yang besarnya ditetapkan atas dasar persetujuan kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut sepenuhnya ditanggung oleh bank, kecuali kerugian akibat kelalaian nasabah. b. Pembiayaan Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatukan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli (bank dan nasabah) (Karim, 2003:161).
17
Pembiayaan murabahah yaitu suatu perjanjian dimana bank membiayai barang yang diperlukan nasabah dengan sistem pembayaran ditangguhkan. c. Pembiayaan Musyarakah Musyarakah atau syirkah yaitu suatu perjanjian usaha antara dua atau beberapa pemilik modal untuk menyertakan modalnya pada suatu proyek dimana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta, mewakilkan atau menggugurkan haknya dalam proyek. Keuntungan dari hasil usaha bersama dapat dibagikan menurut proporsi
penyertaan
modal
masing-masing
sesuai
dengan
kesepakatan bersama. d. Pembiayaan Istishna Pembiayaan istishna merupakan pembiayaan atas dasar pesanan, yang merupakan salah satu skema pembiayaan bank syariah yang digunakan untuk kasus dimana obyek atau barang yang diperjualbelikan belum ada. Kasus ini sering kali ditemui pada proses pembangunan rumah atau gedung, usaha konfeksi dan lainlain (Zulkifli, 2003:73). e. Pembiayaan Salam Pembelian dengan pembayaran dimuka atas hasil produksi dengan kriteria tertentu dari pemohon kredit (nasabah 1) dan dijual kembali ke pihak lain (nasabah 2) yang membutuhkan barang tersebut dengan jangka waktu pengiriman yang ditetapkan bersama.
18
Sebelum membeli hasil pertanian dari nasabah pertama, bank terlebih dahulu telah menawarkan kepada nasabah kedua untuk membeli hasil pertanian dari nasabah pertama dalam ketetapan harga pembelian dan penjualan yang disepakati bersama antara nasabah pertama dengan nasabah kedua (Zulkifli, 2003:73). f. Pembiayaan Ijarah Ijarah adalah penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat) suatu barang/jasa dalam jangka waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah. Ijarah dilakukan tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Akad ijarah tidak ada perubahan kepemilikan tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari seseorang yang menyewakan kepada si penyewa (Ascarya, 2007:99). g. Pembiayaan Rahn Pengertian gadai (rahn) secara bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan, sedangkan dalam istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak dan dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus (Ali, 2008). 4.
Prosedur Pengajuan Pembiayaan Menurut Kasmir (2012:101), secara umum dapat dijelaskan prosedur pemberian kredit oleh badan hukum sebagai berikut : a. Pengajuan berkas-berkas Pemohon kredit mengajukan permohonan yang dituangkan dalam suatu proposal dengan melampirkan berkas-berkas.
19
Pengajuan proposal kredit berisi antaralain sebagai berikut: 1) Latar belakang perusahaan Latar belakang ini berisi seperti riwayat hidup singkat perusahaan, jenis bidang usaha, identitas perusahaan, nama pengurus berikut pengetahuan dan pendidikannya, perkembangan perusahaan serta relasinya dengan pihak-pihak pemerintah dan swasta. 2) Maksud dan tujuan Pembiayaan yang diajukan apakah untuk memperbesar omset penjualan atau meningkatkan kapasitas produksi, atau mendirikan pabrik baru (perluasan) serta tujuan lainnya. 3) Besarnya kredit dan jangka waktu Dalam hal ini pemohon menentukan besarnya jumlah kredit yang ingin diperoleh dan jangka waktu kreditnya. Penilaian kelayakan besarnya kredit dan jangka waktunya dapat kita lihat dari cash flow serta laporan keuangan (neraca dan laporan rugi laba) tiga tahun terakhir. Jika dari hasil analisis tidak sesuai dengan permohonan, maka pihak bank tetap berpedoman terhadap hasil analisis mereka dalam memutuskan jumlah kredit dan jangka waktu kredit yang layak diberikan kepada si pemohon. 4) Cara pemohon mengembalikan kredit Penjelasan secara rinci cara nasabah dalam mengembalikan pinjamannya apakah dari hasil penjualan atau cara-cara lainnya.
20
5) Jaminan kredit Hal ini merupakan jaminan untuk menutupi segala risiko terhadap kemungkinan macetnya suatu kredit baik yang ada unsur kesengajaan atau tidak. Penilaian jaminan kredit haruslah teliti jangan sampai terjadi sengketa, palsu, dan sebagainya. Biasanya jaminan diikat dengan suatu asuransi tertentu. b. Penyelidikan berkas pinjaman Tujuan penyelidikan berkas ini adalah untuk mengetahui apakah berkas yang diajukan sudah lengkap sesuai persyaratan dan sudah benar. Jika menurut pihak perbankan belum lengkap atau cukup, maka nasabah diminta untuk segera melengkapinya dan apabila sampai batas tertentu nasabah tidak sanggup melengkapi kekurangan tersebut, maka sebaiknya permohonan kredit dibatalkan. c. Wawancara I Tahap wawancara pertama ini dilakukan dengan penyidikan kepada calon peminjam dengan langsung berhadapan dengan calon peminjam, untuk meyakinkan apakah berkas-berkas tersebut sesuai dan lengkap seperti yang bank inginkan. Wawancara ini juga untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan nasabah yang sebenarnya. d. On The Spot On the spot merupakan kegiatan pemeriksaan ke lapangan dengan meninjau berbagai objek yang akan dijadikan usaha atau jaminan.
21
Hasil on the spot dicocokkan dengan hasil wawancara I. Pada saat hendak melakukan on the spot hendaknya jangan diberitahu kepada nasabah, sehingga apa yang dilihat di lapangan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. e. Wawancara II Wawancara kedua ini mencakup kegiatan perbaikan berkas, jika mungkin ada kekurangan pada saat setelah dilakukan on the spot di lapangan. Catatan yang ada pada permohonan dan pada saat wawancara I dicocokkan dengan pada saat on the spot apakah ada kesesuaian dan mengandung suatu kebenaran. Analisis permohonan kredit adalah untuk menganalisa semua faktor resiko yang berkaitan dengan permohonan kredit dan untuk menilai sejauh mana hal tersebut beralasan/layak dibiayai, memiliki keabsahan hukum dan sesuai dengan praktek perbankan yang sehat. f. Keputusan kredit Keputusan kredit adalah menentukan apakah kredit akan diberikan atau ditolak. Jika diterima, maka kemudian dipersiapkan administrasinya yang mencakup jumlah uang yang diterima, jangka waktu kredit, dan biaya. Apabila ditolak, maka hendaknya dikirim surat penolakan sesuai dengan alasan penolakannya.
22
g. Penandatanganan akad kredit/perjanjian lainnya Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari diputuskannya kredit. Sebelum kredit dicairkan, calon nasabah menandatangani akad kredit dan kemudian mengikat jaminan dengan surat perjanjian atau pernyataan yang dianggap perlu. Penandatanganan dapat dilaksanakan antara bank dengan debitur secara langsung atau melalui notaris. h. Realisasi kredit Realisasi kredit diberikan setelah penandatanganan surat-surat yang diperlukan dengan membuka rekening giro atau tabungan di bank yang bersangkutan. i. Penyaluran atau penarikan dana Adalah pencairan atau pengambilan uang dari rekening sebagai realisasi dari pemberian kredit dan dapat diambil sesuai ketentuan dan tujuan kredit yaitu sekaligus atau secara bertahap. 5.
Jaminan dalam Pembiayaan Perbankan Sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 7 tentang jaminan, bahwa: “jaminan hanya dapat dicairkan apabila nasabah melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, dan menyalahi perjanjian” (Amalia dkk, 2007:29). Hal ini berarti bahwa jaminan dalam perbankan syariah hanya dijadikan sebagai alternatif terakhir setelah terbukti bahwa usaha nasabah dianggap gagal dan tidak bisa ditolong, sehingga jaminan menjadi alternatif terakhir bank untuk mendapatkan pengembalian modal yang telah dicairkan dalam pembiayaan kepada nasabah.
23
B. Tinjauan Umum Mengenai Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah adalah membayar cicilan sejumlah uang tertentu dari harga yang disepakati dengan waktu yang melampaui batas pembayaran atau angsuran yang telah ditentukan. Kemungkinan masalah keterlambatan peminjam melunasi cicilannya serta berbagai konsekuensinya yang membahayakan pemberi pinjaman termasuk persoalan penting. 1. Timbulnya Pembiayaan Bermasalah Pembiayaan bermasalah dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa faktor yang harus dikenali secara dini oleh pejabat pembiayaan karena adanya unsur kelemahan baik dari sisi debitur, sisi bank maupun eksternal debitur dan bank. Menurut Soerjono Soekanto (2001:268-270), beberapa faktor tersebut yaitu: a. Sisi Nasabah 1) Faktor keuangan a) Hutang meningkat sangat tajam b) Hutang meningkat tidak seimbang dengan peningkatan aset c) Pendapatan bersih menurun d) Penurunan penjualan, biaya umum dan administrasi meningkat e) Perubahan kebijakan dan syarat-syarat penjualan f)
Rata-rata
umur
piutang
bertambah
perputaran piutang semakin lambat g) Piutang tak tertagih meningkat
lama
sehingga
24
h) Perputaran persediaan semakin meningkat i)
Keterlambatan memperoleh neraca nasabah secara teratur
j)
Tagihan yang terkonsentrasi pada pihak tertentu
2) Faktor operasional a) Hubungan nasabah dengan mitra usahanya makin turun b) Terhambatnya pasokan bahan baku/bahan penolong c) Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama d) Pembianaan sumber daya manusianya kurang baik e) Tertundanya penggantian mesin dan peralatan yang sudah ketinggalan f)
Sistem operasional tidak efesien
g) Distribusi pemasaran yang terganggu h) Operasional perusahaan mencemari lingkungan 3) Faktor Eksternal a) Perubahan kebijakan pemerintah di sektor riil b) Peraturan yang bersifat membatasi dan berdampak besar atas situasi keuangan dan operasional serta manajemen nasabah c) Kenaikan harga faktor-faktor produksi yang tinggi d) Perubahan teknologi yang sangat kuat dalam industri yang diterjuni oleh nasabah e) Meningkatnya suku bunga pinjaman f)
Peningkatan persaingan dalam bidang usahanya
25
g) Bencana alam h) Munculnya protes dari masyarakat sekitar lokasi usaha b. Sisi Bank 1) Buruknya perencanaan finansial atas aktifa tetap/modal kerja 2) Adanya perubahan waktu dalam permintaan pembiayaan musiman 3) Menerbitkan cek kosong 4) Gagal memenuhi syarat-syarat dalam perjanjian pembiayaan 5) Adanya over pembiayaan atau under financing 6) Manipulasi data 7) Over taksasi agunan atau penilaian agunan terlalu tinggi 8) Pembiayaan topengan, tampilan atau fiktif 9) Kelemahan analisa oleh pejabat pembiayaan sejak awal proses pemberian pembiayaan 10) Kelemahan dalam pembianaan dan monitoring pembiayaan 2. Penggolongan Kualitas Pembiayaan Ketidaklancaran nasabah membayar angsuran pokok maupun bagi hasil/profit margin pembiayaan mengakibatkan adanya kolektabilitas pembiayaan. Menurut Soerjono Soekanto (2001:252-257), secara umum kolektabilitas pembiayaan dikategorikan menjadi empat macam, yaitu: a. Lancar atau kolektabilitas 1 1) Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik, tidak ada tunggakan, serta sesuai dengan persyaratan pembiayaan.
26
2) Hubungan debitur dengan bank baik
dan
debitur selalu
menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat. 3) Dokumentasi pembiayaan lengkap dan pengikatan agunan kuat. b. Kurang lancar atau kolektabilitas 2 1) Terdapat tunggakan bayaran pokok dan atau bagi hasil yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 180 hari. 2) Terdapat cerukan/overdraft yang berulang kali hususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas 3) Hubungan debitur dan bank memburuk dan informasi keuangan debitur tidak dapat dipercaya 4) Dokumentasi pembiayaan kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah 5) Pelanggaran terhadap persyaratan pokok pembiayaan 6) Perpanjangan pembiayaan untuk menyembunyikan kesulitan keuangan c. Diragukan atau kolektabilitas 3 1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bagi hasil yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari 2) Terjadi cerukan/overdraft yang bersifat permanen hususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas 3) Hubungan debitur dan bank memburuk dan informasi keuangan debitur tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya
27
4) Dokumentasi pembiayaan tidak lengkap dan pengikatan agunan yang lemah 5) Pelanggaran yang principal terhadap persyaratan pokok perjanjian pembiayaan d. Macet atau kolektabilitas 4 1) Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bagi hasil yang telah melampaui 270 hari 2) Dokumentasi pembiayaan dan atau pengikatan agunan tidak ada 3. Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah Penyebab terjadinya pembiayaan bermasalah adalah karena kesulitan keuangan yang dihadapi nasabah. Menurut Zainul Arifin (2002:243-246), penyebab kesulitan keuangan perusahaan nasabah dapat dibagi dalam beberapa faktor diantaranya: a. Faktor internal Faktor internal adalah faktor yang ada di perusahaan itu sendiri dan faktor utama yang paling dominan adalah faktor manajerial. Timbulnya kesulitan keuangan perusahaan yang disebabkan oleh faktor manajerial dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kelemahan dalam
kebijaksanaan
pembelian
dan
penjualan,
lemahnya
pengawasan biaya dan pengeluaran, kebijakan piutang yang kurang tepat, penempatan yang berlebihan pada aktiva tetap, dan permodalan yang tidak cukup.
28
b. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar kekuasaan manajemen perubahan
perusahaan, dalam
seperti
kondisi
bencana
perekonomian
alam,
peperangan,
dan
perdagangan,
perubahan-perubahan teknologi, dan lain-lain. Untuk menentukan langkah yang harus diambil dalam menghadapi pembiayaan macet terlebih dahulu perlu diteliti sebab-sebab terjadinya kemacetan. Apabila kemacetan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti bencana alam, bank tidak perlu lagi melakukan analisis lebih lanjut, namun yang perlu diperhatikan adalah bagaimana membantu nasabah untuk segera dapat memperbaiki perekonomiannya kembali sehingga dapat memenuhi kewajibannya kepada bank. Hal yang perlu diteliti lagi adalah faktor internal yang terjadi karena sebab-sebab manajerial. Bila bank telah melakukan pengawasan secara seksama namun masih timbul kemacetan, sedikit banyak terkait pula dengan kelemahan pengawasan itu sendiri. Apabila aktivitas pengawasan telah dilakukan dengan baik, masih juga terjadi kesulitan keuangan, perlu diteliti sebab-sebab kemacetan tersebut secara lebih mendalam. Jika kesulitan itu disengaja oleh manajemen yang berarti pengusaha telah melakukan hal-hal yang tidak jujur. Misalnya dengan sengaja pengusaha mengalihkan penggunaan dana yang telah tersedia untuk keperluan kegiatan usaha lain di luar obyek pembiayaan yang telah disepakati.
29
Banyak cara yang dapat dilakukan bank untuk menyelesaikan pembiayaan permasalahan
macet
ini,
yang
tergantung
dihadapi,
serta
pada
berat
ringannya
sebab-sebab
terjadinya
kemacetan. Apabila pembiayaan itu masih dapat diharapkan akan berjalan baik kembali, maka bank dapat memberikan keringanankeringanan, misalnya menunda jadwal angsuran (rescheduling). Untuk
keperluan
penghapusan
itu
bank
diharuskan
untuk
membentuk cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP) sebagai berikut: 1) Bank wajib membentuk cadangan 1% dari seluruh pembiayaan 2) Cadangan 3% dari pembiayaan yang tergolong tidak lancar (setelah dikurangi nilai agunan yang telah dikuasai) 3) Cadangan 50% dari pembiayaan yang tergolong diragukan (setelah dikurangi nilai agunan yang dikuasai) 4) Cadangan 100% dari pembiayaan yang tergolong macet (setelah dikurangi nilai agunan yang dikuasai) Bila kemacetan tersebut akibat kelalaian, pelanggaran atau kecurangan nasabah, maka bank dapat meminta agar nasabah menyelesaikan segera, termasuk penyerahan barang yang digunakan kepada bank. Dalam penyelesaiannya ada dua cara yang dapat ditempuh, yaitu melalui pengadilan negeri atau badan arbitrase.
30
Sesuai Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang kualitas aktiva produktif (pembiayaan) dinilai atas tiga kriteria, yaitu berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur, dan kemampuan untuk membayar. Dari tiga kriteria tersebut kualitas pembiayaan dibagi menjadi lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. C. Konsep Manajemen Risiko 1. Definisi Manajemen Risiko a. Konsep Manajemen 1) Definisi Manajemen Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur. Istilah Manajemen (management) telah diartikan oleh berbagai pihak dengan perspektif yang berbeda.Diantaranya yaitu pengelolaan, pembinaan, kepengurusan, tata laksana, kepemimipinan, ketatapengurusan, administrasi dan sebagainya. Menurut John D. Millett “Management is the proceess of directing and facilitating the work of people organized in formal groups to achive a desired goal” (manajemen adalah suatu proses pengarahan dan pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk mencapai tujuan) (Siswanto, 2007:90).
31
Teori lainnya oleh G. R. Terry menyatakan “Management is distinict process consisting of planing, organizing, actuating and controlling performed to determine and accomplish stated objectives by the use of human being and other resources” (manajemen adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya) (Hasibuan, 2005:23). Pendapat ahli lain yaitu Harold Koontz dan Cyrill O’Donnel mengungkapkan “Management is getting things done through people. In bringing about this coordinating of group activity, the manager, as a manager plans, organizes, staffs, direct, and control the activities other people” (manajemen adalah usaha mencapai suatu tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Dengan demikian manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, pengarahan, dan pengendalian) (Hasibuan, 2005:25). 2) Fungsi manajemen Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh manajer dalam melaksanakan kegiatannya.
32
Fungsi-fungsi manajemen menurut Sondang P. Siagian dalam Malayu Hasibuan (2005:11) yang diterapkan dalam bidang sumber daya manusia adalah sebagai berikut: a) Perencanaan (planning) Perencanaan berarti penentuan program personalia, diantaranya meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, pengembangan dan pemeliharaa sumber daya manusia yang akan membantu terciptanya sasaran yang telah disusun oleh perusahaan. Program kepegawaian yang baik membantu tercapainya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. b) Pengorganisasian (organizing) Pengorganisasian
ini
adalah
kegiatan
untuk
mengorganisasi semua karyawan dengan menetapkan pembagian kerja,
hubungan kerja, delegasi wewenang,
integrasi dan koordinasi dalam bagan organisasi. Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai tujuan, dengan organisasi yang baik akan membantu terwujudnya tujuan secara efektif. c) Pemotivasian (motivating) Motivating atau pemotivasian merupakan salah satu fungsi manajemen berupa pemberian inspirasi, semangat dan dorongan kepada bawahan, agar bawahan dapat melakukan kegiatan secara sukarela dengan maksimal.
33
d) Pengendalian (controlling) Controlling atau pengawasan, sering juga disebut pengendalian adalah salah satu fungsi manajemen yang berupa mengadakan penilaian, bila perlu mengadakan koreksi sehingga apa yang dilakukan bawahan dapat diarahkan kejalan yang benar dengan maksud dengan tujuan yang telah digariskan semula. e) Evaluasi (evaluating) Evaluating
adalah
proses
pengawasan
dan
pengendalian performa perusahaan untuk memastikan bahwa jalannya perusahaan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
menemukan
Seorang
masalah
manajer
yang
ada
dituntut
dalam
untuk
operasional
perusahaan kemudian memecahkannya sebelum masalah itu menjadi semakin besar. b. Konsep Risiko 1) Definisi Risiko Risiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi oleh karena kurang atau tidak tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti (uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Ketidakpastian
yang
dapat
menimbulkan
kemungkinan
menguntungkan dikenal dengan istilah peluang (opportunity).
34
Ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan dikenal dengan istilah risiko (Sadgrove, 2005:112). Secara umum risiko dapat diartikan sebagai suatu keadaan yang dihadapi seseorang atau perusahaan dimana terdapat kemungkinan yang merugikan sekecil apapun tingkat kerugian tersebut. 2. Jenis-Jenis Risiko pada Perbankan Setiap usaha yang dilakukan baik individu maupun kelompok, tentunya memiliki risiko yang dapat mempengaruhi kondisi usaha. Hal ini pun berlaku pada lembaga keuangan, tak terkecuali pada perbankan syariah. Bank syariah juga harus bisa menerapkan manajemen risiko demi kelangsungan usahanya. Secara umum risiko pada bank syariah tidak jauh berbeda dibandingkan dengan perbankan konvensional. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko (Bab II Pasal 4 Ayat 1), risikorisiko yang terdapat pada perbankan yaitu sebagai berikut: a.
Risiko Kredit (credit risk) Risiko kredit adalah risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan pihak kedua (nasabah) memenuhi kewajibannya. Pada bank umum, pembiayaan disebut pinjaman, sementara di bank syariah disebut pembiayaan. Balas jasa yang diberikan atau diterima pada bank umum berupa bunga (interest loan atau deposit) dalam persentase yang sudah ditentukan sebelumnya.
35
Pada bank syariah, tingkat balas jasa terukur oleh sistem bagi hasil dari usaha. Selain itu, persyaratan pengajuan kredit pada perbankan syariah lebih ketat dari perbankan konvensional sehingga risiko kredit dari perbankan syariah lebih kecil daripada perbankan konvensional. b.
Risiko Pasar Risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Variabel pasar antara lain adalah suku bunga dan nilai tukar. Pada perbankan syariah tidak terdapat risiko pasar dikarenakan perbankan syariah tidak melandaskan operasionalnya berdasar risiko pasar.
c.
Risiko Likuiditas Risiko likuiditas adalah risiko yang disebabkan pihak bank tidak mampu memenuhi kewajibannya pada dana nasabah yang telah jatuh tempo. Bank memiliki dua sumber utama bagi likuiditasnya, yaitu aset dan liabilitas. Apabila bank menahan aset seperti suratsurat berharga yang dapat dijual untuk memenuhi kebutuhan dananya, maka risiko likuiditasnya bisa lebih rendah. Di sisi lain menahan aset dalam bentuk surat-surat berharga membatasi pendapatan karena tidak dapat memperoleh tingkat penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan jika dana digunakan untuk pembiayaan.
36
d.
Risiko Operasional (operational risk) Menurut definisi Basel Committe, risiko operasional adalah risiko akibat dari kurangnya sistem informasi atau sistem pengawasan internal yang akan menghasilkan kerugian yang tidak diharapkan. Risiko ini lebih dekat dengan keasalahan manusiawi (human error), adanya ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kegagalan sistem atau adanya problem eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko operasional.
e.
Risiko Hukum Risiko hukum yaitu risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis. Kelemahan aspek yuridis antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan perundangundangan yang mendukung atau lemahnya perikatan seperti tidak terpenuhinya syarat sahnya kontrak.
f.
Risiko Reputasi Risiko yang disebabkan oleh adanya publikasi negatif yang terkait dengan usaha bank atau persepsi negatif terhadap bank.
g.
Risiko Stratejik Risiko yang antara lain disebabkan adanya penetapan dan pelaksanaan strategi dan pengambilan keputusan bank yang tidak tepat, atau kurang responsifnya bank terhadap perubahan eksternal.
37
h.
Risiko Kepatuhan Risiko yang disebabkan bank tidak memenuhi atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan lain yang berlaku. Tidak ada perbedaan yang cukup signifikan antara bank syariah dan bank konvensional terkait dengan risiko kepatuhan.
3. Mekanisme Manajemen Risiko Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor: 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum (Bab V Bagian Kedua Pasal 11), mekanisme/proses penerapan manajemen risiko pada bank adalah sebagai berikut: a.
Identifikasi Risiko Pelaksanaan proses identifikasi risiko sekurang-kurangnya dilakukan dengan melakukan analisis terhadap karakteristik risiko yang melekat pada bank dan risiko dari produk/kegiatan usaha bank.
b.
Pengukuran Risiko Dalam rangka melaksanakan pengukuran risiko, bank wajib sekurang-kurangnya melakukan evaluasi secara berkala terhadap kesesuaian asumsi, sumber data, dan prosedur yang digunakan untuk mengukur risiko serta penyempurnaan terhadap sistem pengukuran risiko apabila terdapat perubahan kegiatan usaha bank, produk, transaksi dan faktor risiko yang bersifat material.
38
c.
Pemantauan Risiko Dalam rangka melaksanakan pemantauan risiko, bank wajib sekurang-kurangnya melakukan evaluasi terhadap eksposur risiko dan penyempurnaan proses pelaporan apabila terdapat perubahan kegiatan usaha bank, produk, transaksi, faktor risiko, teknologi informasi, dan sistem informasi manajemen risiko.
d.
Pengendalian Risiko Pelaksanaan proses pengendalian risiko wajib digunakan bank untuk mengelola risiko tertentu yang dapat membahayakan kelangsungan usaha bank. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan manajemen risiko yaitu suatu pendekatan terstruktur (metodologi) dalam mengelola ketidakpastian yang berkaitan dengan ancaman atau suatu rangkaian aktivitas manusia yang di dalamnya termasuk penilaian risiko, pencegahan, dan pengembangan strategi untuk mengelolanya.
D. Ketentuan Hukum Islam Mengenai Pembiayaan Bai’ Bitsaman Ajil Bai’ Bitsaman Ajil (BBA) adalah pembiayaan yang diberikan untuk pembelian suatu barang yang diperlukan nasabah, dan nasabah akan membayar secara angsur sebesar harga pokok ditambah kelebihan yang disepakati (mark up).
39
Pembiayaan Bai Bitsaman Ajil (BBA) adalah pembiayaan berakad jual beli, merupakan suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara bank dengan nasabah, dimana bank syariah menyediakan dananya untuk sebuah investasi dan atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembayaranya dilakukan secara mencicil atau angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjam adalah jumlah atas harga barang modal dan mark up yang disepakati (Muhammad, 2004:8). Bai’ bitsaman ajil (BBA) secara definisi dapat dilihat dari tiga buah kata berbeda. Al-Bai’ berarti jual, tsaman berarti harga, dan ajil berarti menunda. Akad bai’ bitsaman ajil merupakan akad transaksi jual-beli, dengan melakukan penjualan pada tingkat keuntungan yang disepakati melalui proses pembayaran yang ditunda. Perbedaan BBA dengan murabahah yaitu hanya terletak pada proses pelunasannya saja. Pada akad bai’ bitsaman ajil pelunasan pinjaman oleh nasabah dapat melalui cicilan/angsuran, dengan demikian landasan syariah yang digunakan adalah landasan syariah tentang akad murabahah seperti yang tertuang dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. 1. Dasar Hukum a. Firman Allah QS. an-Nisa’ [4]: 29
40
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”. Ayat di atas menjelaskan bagaimana jual beli yang baik dan tidak saling merugikan. Seseorang yang melakukan jual beli juga harus memenuhi akad-akad itu dan Agama Islam juga telah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. b. Firman Allah QS. al-Baqarah [2]: 280
Artinya: Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Ayat di atas Allah memerintahkan kita untuk tidak memaksa atau mendesak seseorang untuk menuruti kemauan kita. Kita diperintahkan untuk memberikan kelapangan/kelonggaran waktu untuk seseorang yang sedang berhutang dalam kondisi kesusahan. Akan tetapi jika kita bersedia untuk mengikhlaskan hutang tersebut, maka hal itu jauh lebih mulia. c. Hadis Nabi S.A.W. (Dari Abu Sa’id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
41
Maksud dari hadits di atas merupakan salah satu syarat melakukan akad yaitu dengan suka sama suka, tidak saling memaksa. d. Hadis Nabi riwayat Tirmidzi “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”(HR. Tirmizi dari ‘Amr bin ‘Auf). Hadits di atas adalah bukti bahwa kekuatan suatu hal yang halal harus diutamakan. Kita tidak bisa menganggap bahwa keuntungan sekecil apapun adalah halal jika terdapat cacat sekecil apapun juga tanpa berterus terang. 2. Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syari’ah Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah menyebutkan bahwa ketentuan umum dalam murabahah sebagai berikut: a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
42
f. Bank
kemudian
(pemesan)
menjual
dengan
harga
barang jual
tersebut senilai
kepada harga
nasabah
beli
plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank. 3. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah Ketentuan-ketentuan proses pembiayaan murabahah tertuang dalam Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 yaitu: a. Nasabah mengajukan
permohonan dan janji
pembelian suatu
barang atau aset kepada bank b. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang. c. Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli)-nya sesuai dengan janji yang telah disepakatinya karena secara hukum janji tersebut mengikat. Kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.
43
d. Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal. e. Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. f. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya. g. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka: 1) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga. 2) Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut; dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekurangannya. 4. Jaminan dalam Murabahah Pengaturan tentang penggunaan jaminan dalam murabahah diatur dalam Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 sebagai berikut: a. Jaminan dalam
murabahah
dibolehkan, agar nasabah serius
dengan pesanannya. b. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan. 5. Utang dalam Murabahah Utang dalam pembiayaan murabahah diatur dalam Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 dengan ketentuan sebagai berikut:
44
a. Secara
prinsip,
penyelesaian
utang nasabah
dalam
transaksi
murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk menyelesaikan utangnya kepada bank. b. Jika nasabah menjual barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. c. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan utangnya sesuai kesepakatan awal. 6. Penundaan Pembayaran dalam Murabahah Nasabah/debitur diharuskan untuk segera melunasi kewajibannya sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 yaitu: a. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian utangnya. b. Jika nasabah menunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. 7. Bangkrut dalam Murabahah Jika nasabah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan utangnya, bank harus menunda tagihan utang sampai ia sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Ketentuan ini tertuang dalam Fatwa DSN MUI Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000.
45
BAB III LAPORAN OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah Pendirian Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Atina Ketika Indonesia mengalami krisis kepemimpinan hingga berkembang menjadi multi krisis yang berkepanjangan, maka timbulah sebuah era reformasi sebagai jawaban atas permasalahan tersebut. Era reformasi yang sampai saat ini belum menemukan jati dirinya. Kondisi bangsa yang sedang goncang menyebabkan kondisi daerah terkena imbas yang parah, khususnya perekonomian rakyat kecil menjadi sangat tidak menentu. Masyarakat kecil banyak terlilit hutang yang diedarkan oleh para rentenir. (Chasanta, 2013) BMT Atina berdiri pada tanggal 17 Juli 1998 dan mulai beroperasi 1 Oktober 1998. Wilayah Kecamatan Banyubiru merupakan wilayah yang mayoritas penduduknya adalah petani dan sektor usaha menengah kebawah. Dengan adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia, masalah ekonomi pengusaha bawah, dan petani di wilayah Banyubiru adalah keterbatasan dana dan kemampuan manajerial yang kurang. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan menjamurnya lembaga keuangan yang sudah merambah di Banyubiru yaitu adanya BRI unit desa, BKK dengan unit kelilingnya, BPR Telomoyo, maupun lembaga keuangan yang lain. Namun kenyataannya fasilitas yang diberikan kurang bisa menembus dan menyentuh golongan pengusaha kecil dan petani.
46
Sistem dan mekanisme operasional perbankan dengan segala persyaratan administrasinya, masih dirasa rumit dan sulit dipenuhi oleh pengusaha kecil. Di sisi lain masih banyak umat Islam yang enggan berhubungan dengan perbankan karena adanya persepsi yang kuat bahwa bunga bank tersebut sama dengan riba yang diharamkan oleh syariat Islam. Berangkat dari pemikiran tersebut, sekelompok masyarakat yang mencoba peduli membentuk sebuah kelompok swadaya masyarakat BMT Atina. BMT Atina mencoba menampung dan merangkul semua kelompok dan golongan yang ada di Banyubiru dengan harapan supaya pengusaha kecil serta petani yang tidak mampu berhubungan dengan dunia bank dan lembaga keuanganlain, merasa terpanggil untuk terhubung dengan BMT Atina dalam rangka memajukan kualitas kehidupannya. Seiring dengan permasalahan dan krisis ekonomi yang memberikan dampak buruk bagi kondisi tenaga kerja hingga menyebabkan peningkatan jumlah pengangguran, Departemen Tenaga Kerja Kabupaten Semarang berinisiatif untuk mengadakan suatu usaha bersama melalui program Penanggulangan Pengangguran Pekerja Terampil (Proyek P3T). Atas dasar inisiatif inilah kemudian dirintis sebuah lembaga keuangan syariah BMT Atina. Adanya BMT ini diharapkan dapat mendorong terciptanya konsep pemberdayaan Sumber Daya Manusia dan lingkungan secara optimal.
47
B. Visi dan Misi BMT Atina adalah sebuah lembaga keuangan yang berbadan hukum Koperasi Serba Usaha dan merupakan kelompok usaha masyarakat Kecamatan Banyubiru yang bertujuan memberdayakan pengusaha menengah kebawah berdasarkan atas prinsip syariah islam. Adapun visi dari BMT Atina yaitu sebagai wahana kebangkitan ekonomi umat yang memiliki kegiatan berlandaskan syariat Islam dalam upaya meningkatkan, memberdayakan serta mewujudkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang amanah, profesiona dan mandiri. Dalam rangka menunjang visinya, maka BMT Atina merumuskan suatu bentuk misi yang hendak dicapai yaitu sebagai berikut: 1.
Ikut mengembangkan pasar syariah di tengah masyarakat
2.
Menjadi lembaga keuangan mikro syariah yang berkontribusi bagi kesejahteraan masyarakat
3.
Pemberdayaan umat dilakukan dengan system syariah
4.
Mengutamakan pelayanan umat dengan cepat, amanah dan berintegritas
5.
Mengentaskan Mustahiq (orang yang menerima zakat) menjadi Muzakki (orang yang memberi zakat)
6.
Menjadikan lembaga pionir keuangan syariah pada segmen kecil
7.
Meningkatkan kualitas kehidupan anggota yang sejahtera dan bahagia dalam bingkai iman dan taqwa kepada Allah SWT
8.
Ikut serta dalam meningkatkan atau memajukan kualitas kehidupan sosial ekonomi umat
48
9.
Memberikan keuntungan yang wajar bagi pihak-pihak yang memiliki akses langsung maupun tidak langsung pada BMT Atina
10. Mengusahakan petumbuhan BMT seoptimal mungkin 11. Memberikan kontribusi positif bagi umat islam 12. Memberikan kondisi yang nyaman untuk bekerja C. Lokasi dan Wilayah Perusahaan Lokasi Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Atina di Jl. Raya BanyubiruAmbarawa Km.1 Kec. Banyubiru Kab. Semarang 50664 dengan Nomor Badan Hukum : 056 / BH / KDK.II.1 / III / 1999 dan Telepon: 0298596667. Sedangkan Wilayah kerja BMT Atina meliputi Kec. Banyubiru, Kec. Ambarawa dan sekitarnya. D. Tujuan, Sasaran, dan Fungsi Usaha 1.
Tujuan a. Menciptakan sumber pembiayaan dan penyediaan modal bagi anggota dengan pola syariah b. Mengembangkan sikap hemat dan mendorong kegiatan menabung c. Menumbuhkan usaha-usaha ekonomi produktif bagi anggota d. Memperkuat posisi tawar (bargaining position), sikap amanah, dan jaringan komunikasi antar anggota e. Menumbuhkan kesadaran untuk menghayati dan mengamalkan budaya kerja islami f. Meningkatkan dan mengembangkan perekonomian umat islam pada umumnya dan khususnya bagi pengusaha pengusaha kecil muslim
49
g. Meningkatkan produktifitas usaha dengan cara memberikan bantuan pembiayaan-pembiayaan kepada pengusaha-pengusaha kecil muslim yang bergerak di sektor informal h. Membebaskan umat dan pengusaha kecil dari praktek atau cengkraman rentenir yang jelas-jelas menggunakan sistem riba i. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, penghasilan, dan kesempatan kerja umat j. Menghimpun dana umat Islam disekitar BMT Atina yang enggan menyimpan dananya ke bank atau lembaga keuangan yang masih menggunakan sistem bunga k. Ikut serta dalam syiar Islam dan memakmurkan masjid 2.
Sasaran a. Menghimpun
dan
menyalurkan
kepada
anggotanya
yang
melaksanakan aktifitas usaha produktif dan prospektif b. Memberikan
pelayanan
pinjaman
kepada
anggotanya
yang
melaksanakan usaha untuk modal kerja dengan prosedur yang mudah c. Mendidik kelompok masyarakat dan anggotanya untuk mampu berhubungan dengan perbankan 3.
Fungsi a.
Pada bidang sosial BMT berfungsi sebagai lembaga sosial penyalur dana masyarakat tanpa harus mengharapkan pengembalian dalam betuk dana tapi meningkatkan rasa sosial dan keagamaan umat.
50
b.
Pada bidang ekonomi BMT berfungsi sebagai lembaga keuangan yang membantu meningkatkan taraf kehidupan ekonomi umat dalam produktifitas, kuantitas, dan kualitas usaha serta menjauhkan umat dari kekufuran. Disamping itu juga membebaskan pengusahan kecil dari cengkraman rentenir.
c.
Pada bidang ilmu pengetahuan BMT berfungsi sebagai tempat belajar dan pembelajaran siapa saja yang ingin tahu dan mempelajari tentang ekonomi islam/syariah.
Dalam menggapai tujuan usahanya tersebut, maka langkah-langkah yang ditempuh oleh BMT Atina yaitu sebagai berikut: 1) Mengusahakan pemupukan modal yang berasal dari simpanan anggota dengan sistem syariah dan usaha lain yang tidak bertentangan dengan tujuan BMT Atina. 2) Memberikan pelayanan pembiayaan kepada para anggota untuk usaha produktif melalui cara pelayanan yang cepat, layak, dan tepat sasaran. 3) Mengusahakan program pendidikan secara intensif dan berkelanjutan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan serta sikap mental kewirausahaan anggota, pengelola, dan pengurus. 4) Melakukan program pembinaan keanggotaan bagi anggota pengelola, dan pengurus. 5) Melakukan usaha-usaha sinergis dengan lembaga dan atau instansi terkait yang bermanfaat bagi pengembangan dan tercapainya tujuan BMT Atina yang tidak bertentangan dengan maksud dan tujuan BMT itu sendiri.
51
6) Menerima dana yang berasal dari zakat, infaq, shodaqah, waqaf, hibah atau dana sosial lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan atau pinjaman kebajikan (qardhul hasan). E. Produk 1.
Pendanaan/Simpanan a.
Simpanan Sukarela Lancar (SiRela) Adalah simpanan syari’ah yang sangat terjangkau untuk semua kalangan masyarakat dan bebas dari biaya administrasi. 1) Fasilitas a) Diperuntukkan bagi anggota perorangan b) Syarat pembukaan rekening sangat mudah c) Bebas biaya administrasi bulanan d) Memperoleh
bagi
hasil
simpanan
yang
otomatis
ditambahkan setiap bulan 2) Manfaat a) Perasaan nyaman karena dikelola dengan sistem syariah Islam b) Berperan serta dalam pengembangan ekonomi umat dikarenakan adanya jaminan pengalokasian dana dalam bentuk kredit kepada pengusaha muslim khususnya dan untuk digunakan dalam hal-hal positif c) Dapat digunakan sebagai kas pribadi atau lembaga
52
3) Syarat a) Mengisi formulir pendaftaran pembukaan rekening SiRela b) Menyerahkan fotokopi kartu identitas diri yang berlaku c) Bagi anggota baru wajib membayar simpanan pokok sebesar Rp 10.000,00 b.
Simpanan Qurban (SiSuqur) Adalah simpana sukarela sebagai sarana mempersiapkan diri dalam melaksanakan ibadah Qurban dan Aqiqah. 1) Fasilitas a) Diperuntukkan bagi anggota perorangan b) Syarat pembukaan rekening sangat mudah c) Bebas biaya administrasi bulanan d) Berdasarkan akad wadiah (titipan) e) Pembukaan rekening minimum Rp 25.000,00 f)
Hanya bisa diambil pada saat akan melaksanakan ibadah Qurban dan Aqiqah
2) Syarat a) Mengisi
formulir
pendaftaran
pembukaan
rekening
SiSuqur b) Menyerahkkan fotokopi kartu identitas diri yang berlaku c) Bagi anggota baru wajib membayar simpanan pokok sebesar Rp 10.000,00
53
c.
Simpanan Sukarela Berjangka (SiSuka) Merupakan Simpanan Sukarela Berjangka atas dasar akad wadiah yaddhomanah yang dikelola dengan sistem syariah islam yaitu dengan sistem bagi hasil. 1) Fasilitas a) Suatu produk alternatif bagi mereka yang ingin menghindari transaksi dengan bunga b) Sarana investasi yang islami dengan akad mudharabah 2) Jangka Waktu dan Nisbah Bagi Hasil Tabel 3.1 Nisbah Bagi Hasil
Jangka Waktu 3 bulan 6 bulan 12 bulan
Nisbah (Nasabah : BMT) 40% : 60% 45% : 55% 50% : 50%
3) Manfaat a) Bagi hasil keuntungan diberikan setiap bulan b) Bagi hasil keuntungan dapat diambil setiap bulan atau ditransfer ke rekening lain c) Tidak menanggung biaya kerugian operasional 4) Dapat dipakai sebagai jaminan pembiayaan Syarat a) Mengisi formulir pendaftaran pembukaan rekening SiSuka b) Menyerahkan fotokopi kartu identitas diri yang berlaku c) Pembukaan rekening dengan setoran minimal Rp 50.000,00
54
d.
Simpanan Amanah (SiAman) Simpanan amanah adalah rekening khusus untuk setoran dana sedekah, hibah, zakat maal (harta kekayaan),
dan wakaf.
Pengalokasian dana amanah pada BMT Atina adalah sebagai berikut: 1) Mayoritas simpanan amanah yaitu sebesar 75 % disalurkan dalam bentuk pembiayaan Qardhul Hasan yang berarti kebijakan pembiayaan untuk usaha produktif bagi yang berhak. Dalam akad ini peminjam hanya berkewajiban mengembalikan pinjaman sebesar pokok pinjaman tanpa tambahan apapun 2) Sebesar 25% dana disalurkan secara konsumtif seperti sumbangan pembangunan masjid, beasiswa, dan bantuan sosial dengan persyaratan sebagai berikut: a) Perorangan b) Mengisi formulir pendaftaran c) Fotokopi identitas diri yang berlaku d) Pengambilan ke rumah dilayani untuk setoran dana amanah lebih besar dari Rp 250.000,00
55
2.
Pembiayaan Tabel 3.2 Produk dan Akad Pembiayaan
Jenis Pembiayaan a. Pembiayaan konsumtif b. Pembiayaan modal kerja c. Pembiayaan investasi
a.
Akad Murabahah Bai’ bitsaman ajil Mudharabah Musyarakah
Pembiayaan Konsumtif Adalah sebuah fasilitas penyediaan dana untuk keperluan konsumsi nasabah yang pelunasannya dapat dilakukan melalui proses pembayaran langsung sejumlah total dana peembiayaan dalam jatuh tempo yang telah ditentukan atau melalui proses angsuran/cicilan berdasarkan kesepakatan. 1) Syarat a) Mengisi formulir pengajuan pembiayaan b) Fotokopi identitas diri yang berlaku c) Menyerahkan jaminan atau surat keterangan kepemilikan jaminan
b.
Pembiayaan Modal kerja Adalah sebuah fasilitas penyediaan dana untuk keperluan modal kerja nasabah berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah yang biasanya dengan jangka waktu pendek. 1) Syarat a) Mengisi formulir pengajuan pembiayaan
56
b) Fotokopi identitas diri yang berlaku c) Menyerahkan jaminan atau surat keterangan kepemilikan jaminan d) Menyerahkan surat keterangan dari instansi terkait (jika perlu) c.
Pembiayaan Investasi Adalah sebuah fasilitas penyediaan dana bagi nasabah untuk rehabilitasi, modernisasi, ekspansi, dan relokasi proyek atau pendirian usaha baru untuk keperluan investasi dengan jangka waktu menengah/panjang. 1) Syarat a) Mengisi formulir pengajuan pembiayaan b) Fotokopi identitas diri yang berlaku c) Menyerahkan jaminan atau surat keterangan kepemilikan jaminan d) Menyerahkan surat keterangan dari instansi terkait (jika perlu) e) Menyerahkan AD/ART dan laporan keuangan perusahaan (jika perlu)
F. Badan Hukum dan Struktur Lembaga Berangkat dari semangat bahwa BMT Atina adalah milik masyarakat Banyubiru bukan milik perorangan golongan dan kelompok tertentu, maka BMT Atina memilih badan hukum koperasi.
57
Ini berarti bahwa masyarakat dari semua kelompok golongan dan politik dapat menjadi anggota BMT Atina. BMT Atina mendapatkan akta pendirian BMT No: 056/BH/KDK.II.I/III/1999 tanggal 15 Maret 1999. BMT Atina berdiri pada tanggal 17 Juli 1998 dan memulai operasional perdananya pada tanggal 1 Oktober 1998.
RAT
PENGURUS PINBUK
Ketua Bendahara Sekretaris Humas
BADAN PENGAWAS
GENERAL MANAGER
Kepala Divisi Pemasaran Kabag Pemasaran Cabang Kepala Divisi Umum dan Personalia Kepala Divisi Akuntansi dan Keuangan Staf Bagian Akuntansi dan Keuangan Staf Manajer Akt & Keu – Bagian Keuangan Staf Manajer Akt & Keu – Bagian Akuntansi Kepala Divisi Internal Audit Staf Internal Audit Kepala Divisi Pengembangan Bisnis
ANGGOTA / CALON ANGGOTA
KEPALA CABANG
MANAJER BAITUL MAAL
Kabag Pembiayaan & Pemasaran Kabag Operasional Kasir Teller Pembukuan / Akuntansi Staf Operasional Bagian
Staf Baitul Maal Administrasi & Pengelolaan Data Penggalangan Dana Pemberdayaan Masyarakat
ANGGOTA / CALON ANGGOTA
ANGGOTA / CALON ANGGOTA
Struktur Lembaga BMT Atina
ANGGOTA / CALON ANGGOTA
58
Tabel 3.3 Daftar Pengurus dan Pengelola BMT Atina PERIODE
PENGURUS
PENGELOLA
I
Ketua: Usup S.Pd.
Manajer: Amin Yani Basuki S.E.
(1998-2003)
Sekretaris: Sudharmono B.H.
Kabag. Operasional: Muh Ali Sodikin S.E.
Bendahara: H. dr. Anis Supriyadi
Kasir: Ida Kolifah S.Ag. Teller: Siti Rokhana S.P.
Badan Pengawas
Pemasaran: Rofi’i
Ketua: K. Ach. Mudzakir Anggota: Muchsin H. Kusmanto II
Ketua: Agus Waluyo Nur M.Ag.
Manajer: Muh Ali Sodikin S.E.
(2003-2006)
Sekretaris: Khadiq Faishol S.Sos.
Kabag. Operasional: Muh Ali Sodikin S.E.
Bendahara: Rofi’i
Kasir Teller: Uni Roviatul Kodriah Kabag. Pemasaran: Rofi’i
Badan Pengawas Ketua: K. Ach. Mudzakir
Pemasaran: Arief Chasanta S.Ag. Alfianti
Anggota: Usup S.Pd. H. dr. Anis S. III
Ketua: Agus Waluyo Nur M.Ag.
Manajer: Muh Ali Sodikin S.E.
(2006-2013)
Sekretaris: Khadiq Faishol S.Sos.
Kabag. Operasional: Muh Ali Sodikin S.E. Kasir Teller: Muh Ali Sodikin S.E.
Badan Pengawas
Kabag. Pemasaran: Rofi’i
Ketua: K. Ach. Mudzakir
Pemasaran: Arief Chasanta S.Ag.
Anggota: Usup S.Pd. H. dr. Anis S.
M. Afiq Atik S. Wahid A.Md.
59
G. Data-Data Pembiayaan 1.
Kriteria Pembiayaan Dalam mengelompokkan pembiayaan dilihat dari segi kelancaran pembayaran, BMT Atina menggunakan lima kriteria sebagi berikut: Tabel 3.4 Kriteria Pembiayaan BMT Atina Berdasarkan Jangka Waktu Pelunasan
Keterangan
Jangka Waktu Keterlambatan
Lancar Dalam Perhatian Khusus (DPK) Kurang Lancar Diragukan Macet
2.
Tepat waktu 1-90 hari 91-120 hari 121-180 Lebih dari 181 hari
Kondisi Pembiayaan Berdasarkan Produk/Akad Tabel 3.5 Prosentase Jumlah dan Kondisi Pembiayaan Tahun 2010
2010 Keterangan
Lancar (%)
DPK (%)
Kurang Lancar (%)
Murabahah 0% 0% 0% BBA 66% 14% 1% Mudharabah 0% 0% 0% Musyarakah 0% 0% 0% Ijarah 0% 0% 0% Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina
Diragukan (%)
0% 2% 0% 0% 0%
Macet (%)
0% 17% 0% 100% 100%
Tabel 3.6 Prosentase Jumlah dan Kondisi Pembiayaan Tahun 2011
2011 Keterangan
Lancar (%)
DPK (%)
Kurang Lancar (%)
Murabahah 0% 0% 0% BBA 71% 10% 3% Mudharabah 0% 0% 0% Musyarakah 0% 0% 0% Ijarah 0% 0% 0% Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina
Diragukan (%)
0% 1% 0% 0% 0%
Macet (%)
0% 15% 0% 100% 100%
60
Tabel 3.7 Prosentase Jumlah dan Kondisi Pembiayaan Tahun 2012
2012 Keterangan
Lancar (%)
DPK (%)
Kurang Lancar (%)
Murabahah 0% 0% 0% BBA 89% 1% 0% Mudharabah 0% 0% 0% Musyarakah 0% 0% 0% Ijarah 0% 0% 0% Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina
3.
Diragukan (%)
Macet (%)
0% 0% 0% 0% 0%
0% 10% 0% 100% 100%
Kondisi Pembiayaan Total Selama Periode 2010-2013 Tabel 3.8 Prosentase Total Pembiayaan Tahun 2010-2013
Keterangan Jumlah Nasabah Lancar DPK Kurang Lancar Diragukan Macet
2010 165 65% 14% 1% 2% 18%
2011 140 70% 10% 3% 1% 16%
2012 123 88% 1% 0% 0% 11%
Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina
Tabel 3.9 Prosentase Total Pembiayaan Tahun 2010-2013
Keterangan Jumlah Nasabah Murabahah BBA Mudharabah Musyarakah Ijarah
2010 165 0% 98,56% 0% 1,44% 0%
2011 140 0% 98,79% 0% 1,21% 0%
Sumber: Pengolahan data laporan keuangan BMT Atina
2012 123 0% 98,64% 0% 1,36% 0%
61
BAB IV ANALISIS
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina Pengolahan/analisis data yang diperoleh penulis selama dua bulan observasi di BMT Atina menghasilkan bahwa penyebab pembiayaan bermasalah dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor internal dan eksternal. Berdasarkan hasil wawancara penulis terhadap Bapak Rofi’i yang menjabat sebagai Kepala Bagian Pemasaran BMT Atina, faktor-faktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut: 1.
Faktor Internal Faktor
internal
yaitu
merupakan
penyebab
pembiayaan
bermasalah yang berasal dari dalam lembaga itu sendiri. a.
Kualitas Karyawan Setiap karyawan dituntut untuk dapat bekerja secara profesional. Jika tidak demikian, maka yang terjadi adalah tidak maksimalnya kegiatan operasional BMT. Khususnya dalam bidang pembiayaan, mereka harus lebih teliti mulai dari penilaian atau survei calon nasabah hingga proses pelunasan pembiayaan. Baik atau tidaknya kondisi pembiayaan ditentukan oleh karyawan pembiayaan itu sendiri karena merekalah yang menentukan sejak awal apakah calon nasabah/debitur layak mendapatkan pembiayaan atau tidak.
62
b.
Pengawasan Setelah adanya transaksi/persetujuan pembiayaan, tidak serta merta selesai sampai di situ saja prosesnya. Faktor pengawasan juga harus sangat diperhatikan, baik itu pengawasan secara langsung terhadap nasabah maupun pengawasan yang dilakukan khususnya oleh manajer pembiayaan terhadap karyawan yang menangani langsung pembiayaan tersebut. Pengawasan itu sendiri adalah meliputi sejak proses pembiayaan itu masih berlangsung hingga selanjutnya evaluasi setelah pembiayaan tersebut selesai.
c.
Orientasi Target (Target Oriented) Seringkali
karyawan
dibebani
untuk
menyalurkan
pembiayaan sejumlah dana yang telah ditentukan oleh petinggi BMT dan juga manajer pembiayaan. Jika tidak terpenuhi maka upah/gaji yang diberikan bisa saja tidak sebagaimana mestinya. Bahkan lebih jauh bisa saja diberhentikan dari BMT dengan alasan kinerja tidak maksimal. Hal ini tentunya mau tidak mau mengharuskan seorang karyawan untuk dapat memenuhi target tersebut. Hal utama yang menjadi pemikiran seorang karyawan pada saat itu pun menjadi hanya kuantitas dengan hanya sedikit pertimbangan kualitas dan analisis. Penilaian pembiayaan menjadi bersifat jangka pendek demi untuk memenuhi target yang diberikan. Penilaian pembiayaan yang kurang maksimal tersebut sangat berpotensi menyebabkan adanya pembiayaan bermasalah.
63
d.
Komunikasi Komunikasi menjadi hal yang cukup vital dalam sebuah lembaga, baik itu komunikasi secara langsung maupun tidak langsung. Dengan adanya komunikasi setiap individu di dalam BMT bisa lebih memaksimalkan potensi yang dimilikinya melalui sharing antar sesama karyawan. Lebih penting dari itu adalah komunikasi personal untuk menciptakan suasana kekeluargaan yang lebih erat, sehingga kondisi etos kerja yang tercipta adalah bahwa karyawan bekerja tidak hanya untuk sebuah BMT tetapi juga bekerja untuk keluarganya. Kurangnya komunikasi akan menimbulkan ketidakutuhan sebuah BMT. Khusunya dalam hal pembiayaan, masalah-masalah yang ada dan potensi masalah yang mungkin timbul tidak bisa terpecahkan secara maksimal dan bahkan tidak bisa terpecahkan sama sekali. Manajer tidak bisa melakukan pengawasan secara maksimal, dan karyawan pun tidak bisa memperoleh solusi yang tepat atas masalah pembiayaan yang sedang dihadapinya.
2.
Faktor Eksternal Faktor
eksternal
yaitu
merupakan
penyebab
pembiayaan
bermasalah yang berasal dari luar BMT, baik dari nasabah itu sendiri maupun faktor-faktor lain di luar kontrol nasabah.
64
a.
Karakter nasabah yang tidak amanah Pada dasarnya setiap pengajuan pembiayaan oleh nasabah, akan dilakukan dulu survei yang cukup mengenai karakter nasabah. Namun demikian, keakuratan daripada survei ini pun tidak bisa 100%. Beberapa perilaku nasabah yang dapat menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah yaitu sebagai berikut: 1) Penggunaan dana pembiayaan yang tidak sebagaimana mestinya (tidak sesuai dengan kesepakatan awal pembiayaan) 2) Ketidakjujuran dalam menyampaikan kondisi dan laporan keuangan 3) Kabur / melarikan diri dari tempat tinggal saat ini 4) Menunda-nunda pembayaran dengan berbagai macam alasan
b.
Gagalnya usaha nasabah Dalam hal ini biasanya adalah nasabah yang sebenarnya mau membayar namun tidak mampu melunasi pembiyaannya karena usaha yang dilakukannya mengalami kegagalan. Kegagalan ini bisa saja disebabkan oleh ketidak mampuan nasabah dalam mengelola usahanya dengan baik atau juga karena kalah persaingan dengan pengusaha lain. Gagalnya usaha nasabah ini secara otomatis akan menyebabkan nasabah tidak memiliki pendapatan yang baik lagi sehingga mengurangi kemampuannya untuk melunasi pembiayaan atau bahkan tidak bisa sama sekali.
65
c.
Bencana alam Bencana alam merupakan salah satu faktor eksternal yang sulit untuk dihindari. Nasabah yang terkena dampak langsung bencana, tentunya akan menambah berat beban hidupnya. Hal utama yang terpikirakan saat itu adalah bagaimana caranya supaya tetap bisa menjaga kelangsungan hidupnya. Jika demikian, maka pembiayaan yang telah diajukannya akan sedikit diabaikan. Hal ini yang kemudian menyebabkan pembiayaan tersebut bermasalah.
d.
Nasabah meninggal dunia Suatu kodrat manusia yang tak dapat dihindari yaitu mati atau meninggal dunia, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Quran yang artinya “setiap yang bernyawa pasti akan mati”. Berdasarkan hukum yang berlaku, sebenarnya jika seseorang yang berhutang meninggal dunia, maka hutang terbebut adalah dilimpahkan kepada ahli warisnya. Namun begitu ada kalanya si ahli waris tidak mau mengakui hutang sejumlah yang diajukan oleh BMT, atau bisa saja tidak mengakui sama sekali karena ia tidak mengetahui tentang pembiayaan yang diajukan oleh keluarganya tersebut. Hal inilah yang kemudian berpotensi menimbulkan masalah dalam pembiyaan yang dilakukan.
66
B. Strategi Mengatasi Pembiayaan Bermasalah di BMT Atina Penanganan pembiayaan bermasalah merupakan sesuatu hal yang cukup penting dan harus segera dilakukan dalam BMT. Namun demikian mengatasi pembiayaan bermasalah tidaklah semudah seperti pada teorinya. Dalam penanganannya, BMT sebagai salah satu lembaga keuangan mikro Islam, selain harus memperhatikan faktor dana pembiayaan itu sendiri, juga harus mempertimbangkan aspek sosial kemanusiaan dan syariah Islam khususnya. BMT tidak boleh melupakan salah satu tujuannya juga yaitu menegakkan syariah Islam dengan baik, khususnya dalam bidang ekonomi. Pihak BMT tidak boleh semena-mena dan seenaknya sendiri memaksakan kehendak demi untuk memenuhi atau menyelesaikankan pembiayaannya yang bermasalah. Sedangkan pihak nasabah juga tidak boleh menghindar begitu saja dari tanggung jawabnya karena sudah ada komitmen dan perjanjian dari awal dengan BMT. Menurut M. Ali Sodikin S.E. sebagai Manajer BMT Atina, beberapa strategi mengatasi pembiayaan bermasalah di BMT Atina adalah sebagai berikut: 1.
Pencegahan a.
Pencegahan oleh Pejabat Pembiayaan 1) Penguasaan dan penelitian kembali aspek bisnis nasabah 2) Analisis pembiayaan sesuai dengan persyaratan 3) Perhatian lebih detail terhadap gejala dini pembiayaan bermasalah dan segera mengambil langkah penyelamatan
67
4) Pengawasan dan pembinaan lebih jauh terhadap account officer (petugas lapangan) supaya secara cepat dapat diketahui langkahlangkah yang harus segera dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari pembiayaan-pembiayaan yang dipegang oleh masing-masing AO masuk dalam pembiayaan bermasalah, sehingga tingkat kesehatan pembiayaan AO tetap sehat dan dapat memberi kontribusi positif pada tingkat kesehatan pembiayaan BMT keseluruhan. b. Pencegahan oleh Account Officer (AO) 1) Mengikuti prosedur pembiayaan yang telah ditentukan 2) Menghindari sifat subjektif dalam menyalurkan pembiayaan 3) Berpegang teguh pada prinsip berdasarkan analisis 4) Tidak segan untuk menolak calon debitur 5) Dokumen lengkap sebelum realisasi/pencairan pembiayaan 6) Memantau perkembangan industri atau hal-hal yang berkaitan dengan usaha debitur 7) Memantau aktivitas rekening debitur 8) Melakukan kunjungan scara teratur pada nasabah 9) Melakukan pengawasan terhadap ketertiban debitur dalam memenuhi kewajibannya
68
2.
Penanganan a.
Revitalisasi (3R) 1) Penjadwalan Ulang (Rescheduling) Penjadwalan ulang yaitu perubahan jadwal pembayaran kewajiban nasabah atau jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam melakukan penjadwalan ulang ini terdapat beberapa ketentuan sebagai berikut: Tabel 4.1 Syarat dan Perubahan Penjadwalan Ulang
Syarat
Perubahan
Potensi usaha masih ada Kemampuan bayar nasabah ada Problem usaha sementara
Jangka waktu pembayaran Jadwal angsuran Jumlah angsuran
2) Persyaratan Ulang (Reconditioning) Persyaratan ulang yaitu perubahan sebagian atau keseluruhan persyaratan pembiayaan tanpa menambah sisa pokok kewajiban yang harus dibayarkan nasabah kepada BMT. Ketentuan yang digunakan BMT Atina yaitu sebagai berikut: Tabel 4.2 Syarat dan Perubahan Persyaratan Ulang
Syarat
Perubahan
Potensi usaha masih ada Sarana usaha memadai Problem siklus usaha Plafond tetap
Harga jual Agunan, kepemilikan Pengurus, nama, dan status usaha Perubahan debitur
69
3) Penyusunan/Penataan Ulang (Restructuring) Penyusunan
ulang
yaitu
perubahan
persyaratan
pembiayaan dengan ketentuan sebagai berikut: Tabel 4.3 Syarat dan Perubahan Penyusunan Ulang
Syarat
Perubahan
Potensi usaha masih ada Jumlah plafond Kemampuan bayar ada Persyaratan Problem usaha sementara Jadwal angsuran, jangka waktu Plafond berubah Jaminan, jumlah angsuran Tindakan selanjutnya setelah langkah 3R diambil yaitu melakukan monitoring (pengawasan) baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memastikan bahwa debitur memiliki kemampuan memenuhi kewajibannya. Jika menemukan kendala dalam hal usaha, maka pihak BMT dapat pula mengusulkan dan/atau mencarikan pihak ketiga yang ahli dalam bidangnya untuk mengelola dan mengatur usaha debitur dengan lebih baik. b. Penyelesaian Melalui Jaminan 1) Eksekusi Eksekusi
yaitu
merupakan
langkah
penyelesaian
pembiayaan dengan menjual dan menguasai jaminan yang diberikan debitur pada awal transaksi pembiayaan. Eksekusi ini dilakukan karena usaha debitur sudah tidak mempunyai prospek lagi atau debitur sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk memenuhi kewajibannya.
70
2) Likuidasi Usaha Likuidasi usaha yaitu upaya penjualan stok/persediaan, sarana produksi, atau bahkan penjualan tempat usaha yang dijaminkan untuk menutup hutang yang tertunggak. 3) Parate Eksekusi Parate eksekusi yaitu eksekusi jaminan tanpa melalui pengajuan gugatan perdata terlebih dahulu (secara sukarela oleh nasabah). Dengan kata lain parate eksekusi ini yaitu upaya pembayaran/pelunasan pembiayaan dengan cara penjualan jaminan secara sukarela oleh nasabah. 4) Ligitasi Ligitasi yaitu proses eksekusi jaminan secara paksa melalui saluran hukum yang berlaku dengan melibatkan lembaga resmi negara (pengadilan). 5) Collection Agent Collection agent yaitu langkah penagihan pembiayaan bermasalah dengan melalui pihak ketiga (kolektor). Penyelesaian pembiayaan bermasalah melalui jaminan merupakan langkah terakhir apabila setelah dilakukan upaya 3R belum ada juga perubahan dari sisi debitur, atau nasabah masih belum bisa juga melunasi pembiayaannya. Namun demikian, pada perjalanannya BMT Atina belum pernah melakukan tindakan ini dengan pertimbangan sebagai berikut:
71
a) Pertimbangan Keagamaan Salah satu fungsi BMT yaitu sebagai lembaga keuangan mikro syariah
yang juga bertujuan untuk
menegakkan agama Islam, maka dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalah yang dihadapi BMT Atina juga harus mengedepankan sisi keagamaan. Berdasarkan beberapa analisis yang dilakukan jika debitur memang benar-benar tidak mampu lagi memenuhi kewajibannya kepada BMT, atau debitur mengalami kerugian usaha yang bukan disebabkan oleh miss management (diluar kehendak debitur),- seperti musibah kebakaran, penjarahan, bencana alam-, maka pihak BMT bisa memasukkan debitur tersebut dalam kategori gharim (orang yang sedang kesulitan dalam hutang). Kondisi tersebut berarti bahwa debitur layak untuk mendapatkan dana qardhul hasan (dana pinjaman kebaikan) untuk menjalankan atau memperbaiki usahanya kembali. b) Pertimbangan Kemanusiaan BMT sebagai lembaga keuangan mempunyai salah satu tujuan yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam bidang ekonomi. BMT Atina juga mempertimbangkan sisi kemanusiaan dalam hal penyelesaian pembiayaan bermasalah.
72
BMT Atina tidak serta merta menyita jaminan secara sepihak, cara kekeluargaan dengan musyawarah bersama debitur adalah langkah utama dalam penyelesaiannya. Kebanyakan nasabah BMT Atina di wilayah Banyubiru nasabah dengan tingkat kesejahteraan menengah ke bawah, maka sudah menjadi kewajiban BMT Atina juga untuk turut serta dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar. Jika BMT Atina seenaknya sendiri melakukan sita jaminan maka secara tidak langsung BMT Atina telah bergeser dari tujuannya
semula
dengan
tindakan
“memiskinkan”
masyarakat. Cara-cara
kekeluargaan
juga
diutamakan
untuk
menjaga nama baik dan kepercayaan nasabah terhadap BMT. Dengan demikian nasabah mau untuk tetap mempercayakan dana dan meminjam dana dari BMT dengan alasan bahwa BMT bukanlah suatu lembaga keuangan yang semena-mena. c) Pertimbangan Teknis Pertimbangan teknis diambil apabila debitur tidak mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan pembiayaan bermasalahnya. Namun demikian dalam proses sita jaminan diperlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Hal ini dikarenakan bahwa proses tersebut harus melalui proses hukum juga.
73
Proses hukum di Indonesia yang terkesan berbelit-belit dan tidak praktis, menyebabkan beberapa orang merasa tidak nyaman saat harus berurusan dengan lembaga hukum. Pertimbangan teknis ini juga berkaitan dengan pertimbangan kemanusiaan karena jika sudah masuk dalam ranah hukum (pengadilan), proses-proses yang berlaku pun akan lebih memberatkan debitur dan BMT itu sendiri.
74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Pembiayaan BBA (bai’ bitsaman ajil) merupakan pembiayaan berdasarkan akad jual beli dengan sistem pembayaran yang dapat diangsur dalam jangka waktu tertentu. Dengan demikian maka acuan hukum yang digunakan adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. Secara umum penyebab pembiayaan bermasalah (bai’ bitsaman ajil) di BMT Atina dikategorikan menjadi dua hal yakni dari faktor eksternal (nasabah) dan faktor internal (BMT. Tipe nasabah yang banyak menimbulkan masalah yaitu nasabah yang sebenarnya mampu tapi tidak mau melaksanakan kewajibannya dan nasabah yang mau melunasi hutangnya namun tidak mampu dikarenakan kondisi ekonomi yang sedang dialaminya. Sedangkan dari sisi internal, adalah disebabkan oleh kondisi manajemen yang masih kurang rapi dan juga kurang selektifnya karyawan dalam memperoleh sasaran pembiayaan. Strategi dalam mengatasi pembiayaan bermasalah dimulai dengan melakukan pembenahan terlebih dahulu pada sisi internal BMT. Pada dasarnya sumber utama atau penyebab pembiayaan bermasalah yang terjadi bermula dari sisi internal BMT, khususnya oleh karyawan pembiayaan.
75
Layak atau tidaknya seorang calon nasabah memperoleh pembiayaan ditentukan oleh karyawan pembiayaan tersebut, maka dari itu manajer BMT harus lebih selektif dalam merekrut karyawan-karyawan berikutnya khususnya yang menangani pembiayaan. Karyawan-karyawan yang sudah ada harus lebih sering diberikan pembinaan-pembianaan dan pelatihan mengenai pembiayaan. Selain itu juga perlu diadakan rapat bersama sesama karyawan dan manajer untuk membahas kondisi riil di lapangan mengenai masalah-masalah
yang
dihadapi
berikut
pembahasan
solusi
untuk
meminimalisir dan mengatasi masalah tersebut. Pada sisi eksternal (nasabah), BMT Atina cenderung melakukan pendekatan secara kekeluargaan kepada nasabah. Pendekatan semacam ini dimaksudkan untuk lebih memahami kondisi sebenarnya yang sedang terjadi pada nasabah. Jika terindikasi bahwa nasabah sebenarnya masih mempunyai itikad baik untuk melunasi hutangnya, maka kemudian pihak BMT dapat melakukan 3R (Rescheduling, Reconditioning, Restructuring). Akan tetapi jika ternyata tidak terindikasi adanya itikad baik dari nasabah, maka kemudian pihak BMT bisa menempuh jalur yang lebih resmi yaitu dengan mengirimkan surat peringatan dan atau surat penagihan. Apabila melalui langkah kedua masih belum menemukan titik terang juga, maka kemudian pihak BMT bisa menempuh jalur hukum yaitu dengan penyitaan/penjualan jaminan, baik itu dilakukan secara sukarela oleh nasabah maupun penjualan paksa oleh BMT.
76
Jika hasil penjualan jaminan tersebut masih belum bisa melunasi hutang nasabah, maka pihak BMT masih tetap berhak untuk memperkarakan nasabah. Sebaliknya, jika hasil penjualan tersebut melebihi jumlah hutang yang harus dibayarkan oleh nasabah, maka pihak BMT wajib menyerahkan sisa hasil penjualan tersebut kepada nasabah. Namun demikian BMT sebagai salah satu lembaga keuangan Islam, juga harus mempertimbangkan beberapa faktor seperti aspek keagamaan dan kemanusiaan. Jika memang kondisi nasabah sangat tidak memungkinkan untuk melunasi hutangnya, maka BMT boleh untuk menghapus hutang tersebut demi untuk kebaikan bersama.
77
B. Saran 1. Dalam memberikan pembiayaan sebaiknya BMT Atina lebih selektif mengenai sasaran pembiayaan yang dituju dan lebih memperhatikan atau mengawasi kondisi-kondisi nasabah di lapangan dalam rangka untuk meminimalisir risiko-risiko terjadinya pembiayaan bermasalah. 2. Ada kalanya BMT Atina juga harus lebih tegas terhadap nasabah yang terindikasi memang sengaja menunda atau bahkan tidak mau untuk melunasi hutangnya. Hal ini dimaksudkan supaya jangan sampai bahwa kebaikan atau kelonggaran yang diberikan oleh BMT Atina justru disalahgunakan oleh debitur lain maupun calon debitur nantinya. 3. Dalam rangka membangun sebuah lembaga keuangan yang bisa survive dan sustainable dalam era persaingan sekarang ini, maka diperlukan juga SDM yang lebih berkompetensi dalam bidang keuangan syariah khususnya yang berhubungan dengan pembiayaan. Selain itu juga perlu adanya komunikasi yang lebih aktif pada internal BMT dalam rangka menumbuhkan suasana kerja yang solid dan suasana kekeluargaan yang lebih nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Helmi. 2010. “Strategi manajemen risiko pada pembiayaan UKM di BMT al-Munawwarah dan BMT Berkah Madani” dalam Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. (diunduh dari http://repository.uinjkt.ac.id) Al-Makki, H.M. Arsyad. 2010. “Pengawasan dan Pembinaan Pembiayaan Bermasalah oleh Account Officer (Studi di PT BPR Syariah Baktimakmur Indah Krian Sidoarjo) dalam Masters Thesis Program Pascasarjana Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (diunduh dari http://digilib.uin-suka.ac.id) Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika Amalia, Euis. M Taufiqi dan Dwi Nuraini I. 2007. Konsep dan Mekanisme Bank Syariah. Jakarta: FSHUIN Syahid. Arifin, Zainul. 2002. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Jakarta: Azkia Publisher. Ascarya. 2007. Akad dan Produk Syari'ah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Chasanta, Arif. 2013. Profil BMT Atina. Banyubiru. Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. Hasibuan. 2005. Dasar-Dasar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Inayah, Nur. 2009. ”Strategi Penanganan Pembiayaan Bermasalah pada Pembiayaan Murabahah di BMT Bina Ihsanul Fikri Yogyakarta” dalam Skripsi Fakultas Dakwah Program Studi Manajemen Dakwah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (diunduh dari http://digilib.uin-suka.ac.id) Karim, Adiwarman. 2003. Analisis Fiqih Dan Keuangan. Edisi Pertama Cetakan Keempat. Jakarta: IIIT Indonesia. Kasmir. 2000. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Cetakan Keempat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kasmir. 2001. Manajemen Perbankan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Kasmir. 2012. Bank dan Lembaga Keungan Lainnya. Cetakan Kesebelas, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kusuma, Ida Ayu Pramesthi dan I Wayan Wiryawan. 2014. “Upaya Penyelesaian Hukum terhadap Pinjaman Bermasalah di Unit Simpan Pinjam Koperasi Serba Usaha Satya Dharma Denpasar”. Jurnal Kertha Semaya. Volume 2 No. 5, http://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/10350. Listanti, Daniatu, Moch Dzulkirom dan Topowijono. 2015. “Upaya Penanganan Pembiayaan Murabahah Bermasalah pada Lembaga Keuangan Syariah (Studi Pada KJKS Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Mandiri Sejahtera Karangcangkring Gresik Jawa Timur Periode 2011-2013)”. Jurnal Administrasi Bisnis. Volume 18 No. 1, http://administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/vie w/746. Muhammad. 2000. Sistem dan Prosedur Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press. Muhammad. 2004. Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin pada Bank Syariah, Yogyakarta: UII Press. Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, Yogyakarta: UUP AMP YKPN. Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum. Reinard, John C. 2006. Communication Research Statistics. SAGE. Sadgrove, Kid. 2005. The Complete Guide to Business Risk Management. Gower Publishing Limited: Burlington. Siswanto, H.B. 2007. Pengantar Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Soekanto, Soerjono. 2001. Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sumitro, Warkum. 1997. Asas-Asas Perbankan Islam Dan Lembaga Terkait (BAMUI dan Takafuly) di indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sumiyanto, Ahmad. 2008. BMT Menuju Koperasi Modern. Yogyakarta: ISES Publishing. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 Tentang Kualitas Aktiva Produktif. Suryana, Cahya. 2010. http://csuryana.wordpress.com/2010/03/25/data-dan-jenisdata-penelitian/
Taslimah, Heni. 2008. “Tinjauan Hukum Islam terhadap Pelaksanaan Penerapan Denda pada Pembiayaan Bermasalah di KSU BMT Multazam Yogyakarta” dalam Skripsi Fakultas Syariah Program Studi Muamalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. (diunduh dari http://digilib.uinsuka.ac.id) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Zulkifli, Sunarto. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Data Pribadi Nama
: Ahmad Khoerudin
Tempat, Tanggal Lahir
: Kab. Semarang, 20 Agustus 1990
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
Status Perkawinan
: Belum kawin
Alamat
: Dsn. Bendosari RT 02 RW 08, Ds. Kebumen, Kec. Banyubiru, Kab. Semarang, Jawa Tengah
Telepon
: 085712114944
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1.
SD Negeri Kebumen 3
: 1996 - 2002
2.
SMP Negeri 2 Ambawara
: 2002 - 2005
3.
SMA Negeri 1 Salatiga
: 2005 - 2008
4.
IAIN Salatiga
: 2010 - 2015
Pengalaman Kerja 1.
Shop Assistant di foto copy “Hikmah” Kemiri Raya, Salatiga
2.
Salesman makanan burung, perlengkapan, dan asesoris di Kebumen
Data Kemampuan 1. Komputer service & maintenance 2. Fotografi
PERNYATAAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
Yang bertandatangan di bawah ini :
NAMA
: Ahmad Khoerudin
NIM
: 20110022
JURUSAN
: DIII Perbankan Syariah
FAKULTAS
: Ekonomi dan Bisnis Islam
Menyatakan bahwa Tugas Akhir ini benar-benar karya sendiri dan tidak berkeberatan untuk dipublikasikan oleh pihak IAIN Salatiga tanpa menuntut konsekuensi apapun. Demikian surat pernyataan ini saya buat dan jika pada kemudian hari terbukti karya saya ini bukan karya sendiri, maka saya sanggup untuk menanggung semua konsekuensinya.
Salatiga, 23 April 2015 Hormat Saya
Ahmad Khoerudin