TESIS
STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA 2 (BCL-2)
KADEK AGUS WIJAYA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
TESIS
STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2 (BCL-2)
KADEK AGUS WIJAYA NIM 0914038207
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA (BCL-2)
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
KADEK AGUS WIJAYA NIM 0914038207
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
iii
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 13 FEBRUARI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG(K) NIP. 19530715 198003 1 009
dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K) NIP 19600125 198710 1 002
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP. 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
iv
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 13 Februari 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No: 200/UN14.4/HK/2014, Tanggal 27 Januari 2014
Ketua: Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG(K) Anggota: 1. 2. 3. 4.
dr. I Wayan Megadhana, Sp.OG(K) Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M. Repro Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena oleh berkat-Nya tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku pembimbing I dan Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, dr. I Wayan Megadhana, SpOG(K) selaku pembimbing II, dan Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik, serta para penguji tesis ini yang telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan dan saran selama penulis menyelesaikan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD (KEMD), Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr.dr. Putu Astawa, SpOT (K), serta Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, dr.Anak Ayu Sri Saraswati, Mkes, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan selama mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Kepala Program Studi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan PPDS I FK UNUD/RSUP Sanglah, dr. A.A.N. Anantasika, SpOG(K) dan seluruh dosen/Staf Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis. Pasien-pasien yang telah menjadi guru dan banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Sanglah. Penulis mengucapankan terima kasih yang dalam kepada orang tua penulis yang telah mengasuh dan membesarkan penulis dari kecil hingga saat ini, selalu memberi dukungan baik secara moril maupun materiil. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada istri tercinta yang telah setia dan sabar mendampingi selama pendidikan dengan selalu memberikan semangat dan dorongan untuk maju. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu memberkati semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini.
Penulis
vi
ABSTRAK STADIUM KANKER OVARIUM TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN EKSPRESI B CELL LYMPHOMA-2 (BCL-2) Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit penyebab kematian di bidang ginekologi terbanyak di dunia. Patogenesis maupun penyebab kanker ovarium belum jelas, hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu cara deteksi dini serta pendekatan terapi yang berarti dan efektif sehingga tindakan pencegahan dan penanganannyapun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Protein Bcl-2 berperan melalui mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing jaringan. Ekspresi protein Bcl-2 memiliki peranan penting sebagai regulator dalam proses kematian sel dalam konteks fisiologis maupun patologis. Perbedaan beberapa hasil penelitian tentang ekspresi protein Bcl-2 pada berbagai stadium kanker ovarium menjadi latar belakang penelitian ini. Sehingga melalui penelitian ini dilakukan penilaian korelasi atau hubungan antara protein Bcl-2 dengan derajat stadium kanker ovarium. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional di Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar yang dilakukan mulai Juli 2011 sampai Juli 2013 dengan sampel penelitian sebanyak 44 buah blok parafin. Sampel blok parafin ini dikelompokkan berdasarkan atas stadium kanker ovarium, yaitu: kanker ovarium stadium I, II, III, dan IV. Kemudian masing-masing kelompok stadium dilakukan pemeriksaan ekspresi Bcl-2 dengan teknik imunohistokimia. Selanjutnya dilakukan penilaian hubungan antara Bcl-2 dengan derajat stadium kanker ovarium dengan menggunakan Uji Spearman. Penelitian ini memperoleh rerata umur, Indek Massa Tubuh (IMT), dan paritas pada keempat kelompok stadium kanker ovarium adalah homogen. Berdasarkan uji korelasi diperoleh nilai r sebesar 0,103 (p=0,506) yang menyatakan bahwa, tidak ada hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2 Kesimpulan penelitian ini adalah stadium kanker ovarium tidak berhubungan dengan ekspresi Bcl-2. Kata kunci: stadium kanker ovarium, ekspresi Bcl-2.
vii
ABSTRACT OVARIAN CANCER STAGING DID NOT CORRELATE WITH B CELL LYMPHOMA-2 (BCL-2) EXPRESSION Ovarian cancer is one of the leading causes of death from gynecological in the world. Pathogenesis and causes of ovarian cancer is not yet clear, it is proved until now there is no one way of early detection and therapeutic approach and an effective means of prevention and treatment measures that were not shown satisfactory results. Bcl - 2 proteins act through a specific mechanism for the expression of each network. Expression of Bcl - 2 protein has an important role as a regulator in the process of cell death in the context of physiological and pathological differences some research results on the expression of Bcl - 2 protein in normal ovarian tissue, tissue neoplasms and various stages of ovarian cancer into the background of this research. Identification of the Bcl - 2 protein expression at various stages of ovarian cancer to be objective in this study, so that through this research, ratings correlation or relationship between the protein Bcl 2 with a degree stage ovarian cancer. This study was a cross-sectional study in Obstetric and Gynecologic, Anatomical Pathology, and Medical Record Department of Sanglah Hospital, Denpasar, in July 2011 until July 2013, with a total of 44 paraffin wax blocks. The parrafin wax block samples were categorized based on the ovarium cancer staging, which were: ovarian cancer stage I, II, III and IV. Each group of staging was performed Bcl-2 expression experiment with immunohistochemistry technique. Analysis of correlation between Bcl-2 and ovarian cancer staging was conducted with Spearman Test. This study obtained mean age, Body Mass Index (BMI), and parity from the four groups of ovarian cancer in homogeneity. Based on the correlation test, the rvalue was 0.103 (p=0.506), it indicated there was no correlation between ovarian cancer staging and Bcl-2 expression. In conclusion, ovarian cancer staging was not proved to correlate with Bcl-2 expression. Keywords : ovarian cancer staging, Bcl-2 expression.
viii
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM....................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ..............................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...........................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................
vi
ABSTRAK ................................................................................................
vii
ABSTRACT ................................................................................................
viii
DAFTAR ISI .............................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .....................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xiii
DAFTAR SINGKATAN ...........................................................................
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xvi
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................
3
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................
3
1.4 Manfaat penelitian................................................................................
3
1.4.1 Manfaat akademis .............................................................................
3
1.4.2 Manfaat praktis .................................................................................
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................
5
2.1 Protein B cell lymphoma-2 (BCL-2)....................................................
5
2.1.1 Struktur Bcl-2 ...................................................................................
6
2.1.2 Apoptosis dan peran Bcl-2 ................................................................
10
2.1.2.1 Mekanisme apoptosis .....................................................................
11
2.1.2.2 Inisiasi apoptosis alur intrinsik (mitokondria) .................................
12
2.1.2.3 Inisiasi apoptosis alur ekstrisik (inisiasi reseptor kematian) ............
15
ix
2.1.2.4 Apoptosis fase eksekusi ..................................................................
17
2.1.2.5 Penghilangan sel yang mati ............................................................
18
2.1.3 Ekspresi Bcl-2....... ............................................................................
19
2.2 Kanker Ovarium ...... ............................................................................
21
2.2.1 Patogenesis kanker ovarium ..............................................................
21
2.2.1.1 Teori incessant ovulation ...............................................................
21
2.2.1.2 Teori inflamasi ...............................................................................
22
2.2.1.3 Teori gonadotropin .........................................................................
23
2.2.2 Stadium kanker ovarium....................................................................
24
2.3 Imunohistokimia ..................................................................................
26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................................................
29
3.1 Kerangka Berpikir ................................................................................
29
3.2 Konsep Penelitian ................................................................................
30
3.3 Hipotesis Penelitian ..............................................................................
30
BAB IV METODE PENELITIAN .............................................................
31
4.1 Rancangan Penelitian ...........................................................................
31
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................................
31
4.3 Populasi Penelitian ...............................................................................
32
4.4 Sampel Penelitian .................................................................................
32
4.4.1 Kriteria inklusi ..................................................................................
32
4.4.2 Kriteria eksklusi ................................................................................
32
4.4.3 Perhitungan besar sampel ..................................................................
33
4.4.4 Cara pengambilan sampel ..................................................................
33
4.5 Variabel Penelitian ...............................................................................
33
4.5.1 Identifikasi variabel ...........................................................................
33
4.5.2 Definisi operasional variabel .............................................................
34
4.6 Alur Penelitian .....................................................................................
35
4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan .....................................
36
4.7.1 Instrumen penelitian ..........................................................................
36
4.7.2 Metode pemeriksaan .........................................................................
37
x
4.8 Pengumpulan dan Analisis Data ...........................................................
38
4.8.1 Pengumpulan data .............................................................................
38
4.8.2 Analisis data......................................................................................
38
BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................
40
5.1 Karakteristik Sampel Penelitian............................................................
40
5.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2 ................
41
BAB VI PEMBAHASAN ..........................................................................
42
6.1 Karakteristik Sampel Penelitian............................................................
42
6.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2 ................
49
6.3 Kelemahan Penelitian ...........................................................................
52
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ........................................................
53
7.1 Simpulan ..............................................................................................
53
7.2 Saran....................................................................................................
53
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
54
LAMPIRAN ..............................................................................................
60
xi
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Stadium Kanker Ovarium Menurut FIGO .................................
24
Tabel 5.1 Distribusi Umur, IMT, Paritas dan Riwayat Kontrasepsi Hormonal pada kelompok Stadium Kanker Ovarium ...............
40
Tabel 5.2 Uji Korelasi Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2..
41
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Translokasi Bcl-2 .............................................................
5
Gambar 2.2
Tiga Subgroup Bcl-2 Protein dan Bcl-2 Homolog Domain
7
Gambar 2.3
Prototipe Bcl-2 .................................................................
10
Gambar 2.4
Mekanisme Apoptosis ......................................................
12
Gambar 2.5
Apoptosis Alur Intrinsik (Mitokondria) ............................
14
Gambar 2.6
Apoptosis Alur Ekstrinsik (Inisiasi Reseptor Kematian) ...
16
Gambar 2.7
Hubungan Antara Inisiasi Apoptosis Alur Ekstrinsik Dengan Alur Intrinsik ......................................................
17
Gambar 2.8
Keseimbangan Proliferasi dan Kematian Sel ....................
20
Gambar 3.1
Konsep Penelitian ............................................................
30
Gambar 4.1
Rancangan Penelitian .......................................................
31
Gambar 4.2
Alur Penelitian .................................................................
36
xiii
DAFTAR SINGKATAN
Apaf-1
: Apoptotic protease activating factor 1
BAD
: Bcl-2-associated death promoter
Bak
: Bcl-2 homologous antagonist/killer
Bax
: Bcl-2–associated X protein
Bcl-2
: B-cell lymphoma-2
Bcl-xL
: B-cell lymphoma-extra large
BH
: Bcl-2 homolog
BID
: The BH3 interacting domain death agonist
BOD
: Bcl-2-related ovarian death gene
Bok
: BCL2-related ovarian killer
BRAF
: Serine/threonine-protein kinase B-Raf
BRCA
: Breast Cancer
Caspase
: Cysteine-aspartic proteases
CDKIs
: Direct inhibitors of cyclin-dependent kinases
CED
: Cell Death abnormality
DNA
: Deoxyribonucleic Acid
EGL-1
: Egg Laying Abnormal-1
FADD
: Fas-Associated Death Domain
Fas
: Fragment Apoptosis Stimulating
FasL
: Fas Ligand
FIGO
: International Federation of Gynecology and Obstetrics
FSH
: Follilce Stimulating Hormone
HPF
: High Power Field
H-ras
: v-Ha-ras Harvey rat sarcoma viral oncogene homolog
IAP
: Inhibitor of Apoptosis
kDa
: Kilodalton
K-ras
: V-Ki-ras2 Kirsten rat sarcoma viral oncogene homolog
LH
: Leutinizing Hormone
Mcl-1
: Myeloid cell leukemia sequence 1
xiv
mRNA
: Messenger Ribonucleic acid
N-ras
: Neuroblastoma RAS viral oncogene homolog
PCD
: Programmed cell death
p53
: Protein 53
SPSS
: Statistical Package for the Social Sciences
TNF
: Tumor Necrotic Factor
TGF-β
: Transforming Growth Factor-β
WHO
: World Health Organization
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1
Formulir Penelitian .............................................................
60
Lampiran 2
Data Penelitian....................................................................
61
Lampiran 3
Perhitungan Uji Statistik .....................................................
63
Lampiran 4
Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Bcl-2 ..........................
66
xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ginekologi terbanyak di dunia. Patogenesis maupun penyebab kanker ovarium belum jelas, hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu cara deteksi dini serta pendekatan terapi yang berarti dan efektif sehingga tindakan pencegahan dan penanganannya pun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Pada tahun 2008 American Cancer Society memperkirakan terdapat 21.650 kasus baru terdiagnosis kanker ovarium dan 15.520 wanita meninggal dunia, sedangkan pada tahun 2010 diperkirakan sebanyak 21.880 kasus baru akan terdiagnosis, dengan angka kematian sebesar 63,30% (WHO, 2008; American Cancer Society, 2010). Angka kejadian kanker ovarium di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah pada tahun 2005 sebesar 35 % dari seluruh kanker Ginekologi, dengan angka harapan hidup selama lima tahun sebesar 15% (Karyana, 2005). Kanker ovarium sering disebut sebagai “the silent killer” hal ini berkaitan dengan fatalitas dan prevalensi dari kanker ovarium yaitu gejalanya yang tidak spesifik, keterbatasan dalam upaya deteksi dini dan sering terlambat dalam penegakan diagnosis sehingga survival ratenya rendah (Gershenson, 2007). Penentuan stadium kanker ovarium pada saat penegakan diagnosis awal akan sangat mempengaruhi prognosis dari pasien, pada stadium I dikatakan 5-years survival rate mencapai hingga 80-90% sedangkan pada stadium III-IV hanya 15-
1
2
20% (Kumar, et al., 2010). Namun sayang, penderita umumnya terdiagnosis terlambat karena belum adanya metode deteksi dini yang akurat, sehingga hanya 25 – 30% saja yang terdiagnosis pada stadium awal (Ayadi , et al., 2010; Jemal, et al., 2010). Pengetahuan tentang aspek biologi molekuler yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel kanker ovarium sangat penting dalam hal menentukan biomarker untuk deteksi dini, indikator prognosis atau luaran klinis bahkan terhadap perkembangan terapi yang memiliki target spesifik pada gen atau protein tertentu yang mendasari proses karsinogenesis (Wheeler, 2001; Nagell and Gershenson, 2008). Progresivitas kanker ganas berkaitan dengan kegagalan dalam mekanisme kematian sel yang difasilitasi oleh ekspresi protein dalam meregulasi apoptosis. Keluarga protein B cell lymphoma-2 (Bcl-2) sudah dikenal sebagai protein spesifik dalam meregulasi apoptosis, peranannya dalam proliferasi neoplasma adalah sebagai antiapoptosis dan proapoptosis. Protein Bcl2 merupakan karakteristik gen pertama yang terlibat dalam programmed cell death dengan cara menghambat apoptosis (antiapoptosis) dan meningkatkan kemampuan sel untuk bertahan hidup (Cox and Hampton, 2007; Anderson, et al,. 2009). Beberapa penelitian menemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi positif Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium, dimana terjadi peningkatan ekspresi protein Bcl-2 seiring dengan meningkatnya stadium kanker ovarium (Adiyanti, et al., 2007; Rauf and Masadah, 2009; Ayadi, et al., 2010), namun beberapa
3
penelitian lainnya tidak menemukan hubungan ini (Torre, et al., 2007; Anderson, et al., 2009; Hogdal, et al., 2010). Ekspresi Bcl-2 memiliki peranan penting sebagai regulator dalam proses kematian sel dalam konteks fisiologis maupun patologis (Hogdal, et al., 2010). Bcl-2 berperan melalui mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing jaringan. Perbedaan beberapa hasil penelitian tentang ekspresi Bcl-2 pada stadium kanker ovarium menjadi latar belakang penelitian ini. Identifikasi ekspresi Bcl-2 pada berbagai stadium kanker ovarium menjadi tujuan dalam penelitian ini, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai penelitian pendahuluan yang kedepannya dapat dilakukan pendekatan dan pemahaman yang lebih optimal dalam diagnosis serta keakuratan dalam target terapi kanker ovarium. 1.2 Rumusan Masalah Apakah ada hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang peranan ekspresi Bcl-2 pada stadium kanker ovarium.
4
1.4.2 Manfaat praktis 1. Sebagai data dasar penelitian lebih lanjut tentang biologi molekuler kanker ovarium. 2. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam pengembangan tentang etiopatogenesis, pendekatan diagnosis, target terapi dan prognosis pada penderita kanker ovarium.
BAB II TINJUAN PUSTAKA
2.1 Protein B cell lymphoma-2 (Bcl-2) Bcl-2 merupakan akronim dari B-cell lymphoma/leukemia-2 dan protein kedua dari berbagai protein yang ditemukan pada limfoma. Sesuai dengan namanya, gen ini ditemukan karena keterlibatannya dalam keganasan sel-B, dimana terjadi translokasi kromosomal yang kemudian mengaktifkan sebagian besar gen pada non-Hodgkin’s sel-B limfoma folikuler. Pada translokasi itu, gen bcl-2 berpindah dari lokasi kromosom normalnya di 18q21 ke lokus 14q32 yang merupakan jajaran dengan elemen penguat pada rantai berat immunoglobulin (IgH), hal tersebut kemudian menyebabkan pengaturan kembali dari translokasi gen Bcl-2 dan produksi berlebihan dari mRNA Bcl-2 serta protein – protein yang dikodekannya.
Gambar 2.1 Translokasi Bcl-2 (Bronchud, 2004).
5
6
Protein Bcl-2 dapat memperpanjang kehidupan sel pertama kali dilaporkan oleh Vaux pada tahun 1988, kemudian Hockenbery pada tahun 1990 memperkirakan bahwa protein Bcl-2 memiliki kemampuan untuk memblok kematian sel terprogram/programmed cell death. Pada banyak kasus yang diperiksa, Bcl-2 terlihat secara relatif memblok kejadian – kejadian awal yang berkaitan dengan kematian sel apoptosis, dimana karakteristik perubahan morfologi seperti sel yang menciut, kondensasi kromatin, dan fragmentasi nuklear serta degradasi DNA terlihat berkurang (Bronchud, 2004). 2.1.1 Struktur Bcl-2 Gen Bcl-2 memiliki rentang lebih dari 230 kb dari DNA dan terdiri dari tiga exons yang mana exon 2 dan sebagian kecil dari exon 3 mengkode protein. Tergantung dari sambungan dengan intron 2nya, Bcl-2 mengkode 2 mRNA, yaitu Bcl-2α dan Bcl-2β, yang mana hanya Bcl-2α yang sepertinya memiliki relevansi biologis. Protein Bcl-2 merupakan membran protein yang memiliki berat molekul 26 kDa terletak pada bagian sitosolik dari amplop nuklear, retikulum endoplasma dan bagian luar membran mitokondria (Miguel, et al., 2008). Dengan penggunaan isolasi gen homolog, interaksi protein screen, substraction kloning dan analisis gen virus, telah memperkenalkan secara luas berbagai keluarga protein terkait Bcl-2 pada mamalia. Berdasarkan dari atribut struktural dan fungsional, protein Bcl-2 dapat dibagi menjadi tiga subgroup: 1) the antiapoptotic channel-forming protein Bcl-2 dengan 4 BH (Bcl-2 homolog) domain (BH 1 sampai 4) dan transmembran anchor sequence, 2) the proapoptotic channel-forming protein dengan 3 BH domain (BH 1 sampai 3) dan
7
transmembran anchor sequence tanpa BH4, 3) the proapoptotic ligands yang hanya mengandung BH 3 domain (Sheau, et al., 2000). Protein subgrup 1 dan 2 dipercaya “berjangkar” pada membran mitokondria dan protein subgroup 3 bertindak sebagai ligand yang berdimerisasi dengan “jangkar” membran, reseptor channel-forming Bcl-2. BH3 domain pada sub grup ke 3 penting untuk aktivitas pengikatan dari ligand tersebut. (Sheau, et al., 2000; Walensky, 2008).
Gambar 2.2 Tiga subgroup Bcl-2 protein dan bcl-2 homolog domain (Sheau, et al., 2000) Protein mitochondria-anchored antiapoptotic diwakili oleh ced-9 dan Bcl-2, berbentuk seperti ion channel yang dapat menjaga homeostatsis membran dan mencegah pelepasan dari sitokrom c, yang kemudian akan meningkatkan sel survival, Protein – protein ini juga berinteraksi dengan ced-4/Apaf-1 untuk mencegah aktivasi caspase – caspase yang terkait, yang kemudian akan mensupresi alur caspase dan apoptosis. Sebagai tambahan selain ced-9 dan Bcl-2, beberapa protein blc-2 lain, seperti Bcl-xL, Bcl-w, Mcl-1 dan Bfl-1, memiliki aktifitas antiapoptosis dan motif pengaturan fungsional yang mirip tetapi memiliki
8
pola distribusi jaringan yang overlaping dan unik. Bcl-xL dan Bcl-2 di indentifikasi dengan homologous screen (Sheau, et al., 2000). Infeksi virus dapat mencetuskan apoptosis pada sel inang untuk mencegah perkembangbiakan virus, dan beberapa virus telah mengembangkan beberapa mekanisme untuk mencegah kematian sel inang. Beberapa gen virus seperti adenovirus E1B 19K, Epstein-Barr virus BHRF-1, demam flu babi Afrika virus LMW5-HL, ORF16 dan Ksbcl-2, mengkode protein yang secara struktural dan fungsional homolog terhadap protein bcl-2 antiapoptosis mamalia. Supresi apoptosis oleh beberapa protein virus tersebut memperpanjang kehidupan dari sel inang dan meningkatkan efisiensi dari replikasi virus (Sheau, et al., 2000). Tidak seperti anggota antiapoptosis Bcl-2 pembentuk channel, keluarga protein Bcl-2 pada subgrup kedua (Bax, Bak, Bok) tidak hanya antagonis dari aksi survival protein Bcl-2 antiapoptosis tetapi juga aktif dalam mencetuskan apoptosis pada sel yang terinfeksi (Sheau, et al., 2000). Pada subgroup ini protein Bcl-2 memiliki BH1,-2, dan -3 domain dan regio membran-anchoring tetapi tidak memiliki NH2-terminal BH4 domain yang penting untuk inhibisi apoptosis (Sheau, et al., 2000) yang mana akan berdimerisasi dengan protein Bcl-2 antiapoptosis, dan kemudian dapat membebaskan ced-4/Apaf-1 dari supresi yang menekan dengan protein Bcl-2 serta akan meningkatkan aktifasi caspase (Sheau, et al., 2000). Proapoptosis mitochonria-anchored protein Bcl-2 juga dapat meningkatkan apoptosis dengan merubah homeostasis membran mitokondria dan meningkatkan pelepasan sitokrom c (Sheau, et al., 2000; Silversini, et al., 2001; Nezhat, et al., 2002).
9
Subgrup ketiga protein Bcl-2, homolog dari protein nematoda EGL-1 yang baru – baru ini diidentifikasi, terdiri dari proapoptosis ligand dan hanya memiliki BH3 domain. Protein ini memiliki kemampuan
untuk berinteraksi dengan
pembentuk-channel protein Bcl-2 yang selektif untuk mempromosikan kematian sel dan dapat bertidak sebagai adaptor protein – protein yang terkait dengan alur sinyal pada setiap langkah dari program apoptosis. Seperti pada nematoda EGL-1, beberapa proapoptosis ligand (BAD, BOD/Bim, dan BID) hanya memiliki BH3 domain (Sheau, et al., 2000). Sebagai tambahan beberapa protein pada subgroup ini (Bik/Nbk, Blk, Harakiri/DP5, NIP3L/Nix, dan NIP3) memiliki regio tambahan COOH-terminal transmembran untuk membran-anchoring (Sheau, et al., 2000; Nezhat, et al., 2002). Protein Bcl-2 dan beberapa protein terkait merupakan protein multifungsional dan interaksi antar protein memiliki peran penting pada regulasi apoptosis. Salah satu mekanisme protein Bcl-2 meregulasi apoptosis yaitu melalui homodimerisasi dan heterodimerisasi dengan protein pada keluarga yang sama. BH3 domain pada protein Bcl-2 proapoptosis bertindak sebagai ligand untuk mengikat reseptor domain (meliputi BH3, BH2, dan BH1 domain) pada anggota antiapoptosis (Sheau, et al., 2000). Pada prototipe protein Bcl-2 antiapoptosis mengandung BH4 domain yang unik, dipercaya berperan penting untuk berinteraksi dengan Apaf-1, yang akan mencegah aktivasi dari caspase. Sebagai tambahan terdapat regio COOH-terminal transmembran yang esensial untuk
anchoring terhadap
mitokondria, retikulum endoplasma atau membran nuclear, α-helix 5 dan 6 meliputi regio BH1 dan BH2 penting dalam pembentukan channel pada regulasi
10
pelepasan sitokrom c oleh mitokondria (Sheau, et al., 2000; Bartholomeusz, et al., 2005). Walaupun tidak ada molekul yang spesifik yang diidentifikasi untuk berinteraksi dengan channel domain protein Bcl-2 ini, studi terkini menunjukkan bahwa pembentuk channel keluarga Bcl-2 dapat berinteraksi dengan multiple protein mitokondria untuk meregulasi pelepasan sitokrom c melalui transisi permeabilitas dari pori – pori mitokondria (Sheau, et al., 2000; Bartholomeusz, et al., 2005).
Gambar 2.3 Prototipe Bcl-2 (Sheau, et al., 2000). 2.1.2 Apoptosis dan peran Bcl-2 Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram, sel apoptosis terpecah menjadi beberapa fragmen, yang disebut sebagai badan apoptosis, terdiri dari sebagian sitoplasma dan inti. Membran plasma dan badan sel apoptosis tetap utuh, tetapi strukturnya diubah sedemikian rupa sehingga ini menjadi menarik bagi fagosit. Sel yang mati dan fragmen – fragmennya dengan cepat di fagositosis, sehingga kematian sel melalui alur ini tidak menimbulkan reaksi inflamasi pada inang (Cox and Hampton, 2007; Kumar et al., 2010).
11
Apoptosis terjadi secara fisiologis baik selama masa perkembangan dan sepanjang masa dewasa, serta berfungsi untuk menghilangkan sel – sel yang tidak diinginkan, sel – sel yang sudah menua atau sel yang berpotensi berbahaya. Apoptosis juga merupakan peristiwa patologis ketika sel – sel sakit menjadi rusak dan tidak dapat diperbaiki akhirnya akan dieliminasi (Torre, et al., 2007; Cox and Hampton, 2007; Kumar, et al., 2010). 2.1.2.1 Mekanisme apoptosis Setiap sel mengandung mekanisme yang mana terdapat sinyal kematian atau bertahan hidup, apoptosis dihasilkan dari ketidakseimbangan antara kedua sinyal tersebut. Dikarenakan apoptosis yang terlalu banyak atau terlalu sedikit dapat mendasari banyak penyakit, seperti penyakit degenerasi dan kanker. Salah satu fakta yang muncul adalah mekanisme dasar apoptosis, gen dan protein yang mengendalikan proses dan urutan alur apoptosis terdapat dalam semua organisme multiseluler (Mahmoud, 2005; Kumar, et al., 2010) Proses apoptosis dapat dibagi menjadi tahap inisiasi, dimana terdapat beberapa caspases yang menjadi katalis aktif, serta tahap eksekusi atau pelaksanaan, dimana caspases lainnya memicu degradasi komponen seluler. Inisiasi apoptosis terjadi oleh karena sinyal dari dua jalur yang berbeda. Jalur intrinsik atau mitokondria dan ekstrinsik atau kematian reseptor. Jalur ini diinduksi oleh stimulus yang berbeda dan melibatkan set protein yang berbeda, walaupun terdapat beberapa persilangan jalur diantaranya. Kedua jalur bertemu untuk mengaktifkan caspases, yang merupakan mediator sebenarnya kematian sel (Rautureau, et al., 2010; Kumar, et al., 2010).
12
Gambar 2.4 Mekanisme apoptosis (Kumar, et al., 2010) 2.1.2.2 Inisiasi apoptosis alur intrinsik (mitokondria) Alur apoptosis intrinsik akan menghasilkan peningkatan permeabilitas mitokondria dan pelepasan dari molekul pro-apoptosis (death inducers) ke dalam sitoplasma (Danial, et al., 2004; Kumar, et al., 2010). Mitokondria mengandung protein seperti sitokrom c yang penting bagi kehidupan, tetapi bila beberapa protein yang serupa terlepas ke dalam sitoplasma (merupakan indikasi bahwa sel tersebut tidak sehat), akan menginisiasi program “bunuh diri” dari apoptosis. Pelepasan protein mitokondria ini dikontrol secara seimbang melalui anggota keluarga protein Bcl antara pro dan antiapoptosis (Cory, 2002; Kumar, et al., 2010). Terdapat lebih dari 20 anggota dari keluarga Bcl. Faktor pertumbuhan dan sinyal – sinyal bertahan hidup/survival menstimulasi produksi dari protein antiapoptosis, salah satu yang utama adalah Bcl-2, Bcl-x dan Mcl-1. Normalnya protein ini terdapat pada sitoplasma dan membran mitokondria, dimana mereka mengontrol permeabilitas mitokondria dan mencegah kebocoran protein
13
mitokondria yang nantinya memiliki kemampuan untuk mencetuskan kematian. Bila sel kehilangan sinyal bertahan/survival, terjadi kerusakan DNA, atau kesalahan sintesis protein maka akan merangsang stres retikulum endoplasma (RE), sensor dari kerusakan atau stres akan diaktifkan. Sensor tersebut juga merupakan anggota dari keluarga Bcl, dan termasuk juga protein yang dinamakan Bim, Bid dan Bad yang mengandung “Bcl-2 homology domain” tunggal (tiga dari empat domain tersebut ada pada Bcl-2) dan dinamakan “BH3-only proteins”. Sensor kemudian akan mengaktifkan dua kritikal (proapoptosis) efektor, Bax dan Bak, yang membentuk oligomers yang kemudian masuk ke dalam membran mitokondria dan membuat saluran/channel yang memperbolehkan protein dari membran dalam mitokondria untuk bocor ke dalam sitoplasma. BH3 juga mengikat dan memblok fungsi dari Bcl-2 dan Bcl-x, diwaktu yang sama sintesis dari Bcl-2 dan Bcl-x menurun. Hasil dari aktivasi dari Bax-Bak disertai dengan hilangnya fungsi perlindungan dari anggota keluarga Bcl antiapoptosis, maka terjadi pelepasan beberapa protein mitokondria ke dalam sitoplasma yang akan mengaktifkan alur caspase. Salah satu protein tersebut adalah sitokrom c, yang diketahui fungsinya pada respirasi mitokondria. Sekali terlepas ke dalam sitosol, sitokrom c mengikat protein yang dinamakan Apaf-1 (apoptosis-activating factor1, homolog dari Ced-4 pada C elegans), yang kemudian akan membentuk hexamer berbentuk seperti roda yang disebut apoptosom (Rautureau, et al., 2010; Kumar, et al., 2010). Komplek ini dapat mengikat caspase-9, inisiator caspase yang penting dari alur mitokondria dan enzim akan memecah molekul caspase-9 yang berdekatan, sehingga membentuk sebuah proses auto-amplifikasi. Protein
14
mitokondria lainnya, seperti Smac/diablo, memasuki sitoplasma, kemudian mereka mengikat dan menetralisir protein sitoplasma yang berfungsi sebagai inhibitor fisiologis apoptosis. Fungsi normal dari inhibitor fisiologis apoptosis adalah untuk memblokir aktivasi caspases, termasuk caspase-3 dan menjaga selsel tetap hidup, netralisasi dari IAP ini merupakan inisiasi dari alur caspase (Shiozaki and Shi, 2004; Kumar, et al., 2010).
Gambar 2.5 Apoptosis alur intrinsik (mitokondria) (Kumar, et al., 2010)
15
2.1.2.3 Inisiasi apoptosis alur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) Alur ini diawali melalui keterlibatan reseptor kematian membran plasma pada berbagai sel (Peter, et al., 2003; Kumar, et al., 2010). Reseptor kematian merupakan anggota dari keluarga reseptor TNF yang mengandung domain sitoplasma yang ikut dalam interaksi protein, disebut domain kematian karena pentingnya untuk mengantarkan sinyal apoptosis (beberapa anggota keluarga reseptor TNF tidak mengandung domain kematian, fungsi mereka untuk mengaktivasi alur inflamasi, dan perannya dalam mencetuskan apoptosis sangat sedikit). Reseptor kematian yang paling banyak diketahui adalah reseptor TNF tipe 1 (TNFR1) dan protein yang terkait yang dinamakan Fas (CD95). Mekanisme apoptosis yang di induksi oleh reseptor kematian digambarkan dengan baik pada Fas. Reseptor kematian diekspresikan pada berbagai tipe sel. Ikatan terhadap Fas dinamakan Fas ligand (FasL). FasL di ekspresikan pada sel T untuk mengenali self antigen (berfungsi untuk mengeliminasi self-reactive limfosit), dan pada beberapa limfosit T sitotoksik (yang membunuh sel yang terinfeksi virus atau tumor). Ketika FasL mengikat Fas, tiga atau lebih molekul dari Fas dibawa bersama – sama dengan domain kematian sitoplasma yang kemudian membentuk tempat pengikatan untuk protein yang juga mengandung domain kematian dan dinamakan FADD (Fas-associated death domain). FADD yang melekat pada reseptor kematian kemudian berubah bentuk menjadi caspase-8 inaktif (pada manusia, caspase-10), juga melalui domain kematian. Molekul pro-caspase-8 multipel dibawa ke dalam jarak tertentu sehingga mereka bersatu membentuk caspase-8 aktif. Enzim kemudian mencetuskan aktifasi caspase dengan memecah
16
dan dengan demikian mengaktifkan procaspase yang lain, dan enzim yang aktif memediasi fase eksekusi apoptosis. Alur apoptosis ini dapat dihambat oleh protein yang dinamakan FLIP, yang dapat mengikat pro-caspase-8 tetapi tidak dapat membelah dan mengaktifkan caspase karena sedikit mengandung domain protease (Cory and Adam, 2002; Kumar, et al., 2010). Beberapa virus dan sel normal memproduksi FLIP dan menggunakan inhibitor ini untuk melindungi dirinya dari apoptosis yang dimediasi oleh Fas (Lowe and Lin, 2000; Landen, et al., 2008; Kumar, et al., 2010).
Gambar 2.6 Apoptosis alur ekstrinsik (inisiasi reseptor kematian) (Kumar, et al., 2010) Telah digambarkan mengenai alur ekstrinsik dan intrinsik untuk menginisiasi apoptosis secara berbeda dikarenakan secara fundamental melibatkan molekul yang berbeda untuk melakukan inisiasi, tetapi kemungkinan didapatkan interkoneksi antara alur tersebut, contoh singkatnya, pada hepatosit dan beberapa
17
sel tipe yang lainnya, sinyal Fas mengaktivasi protein BH3 yang dinamakan Bid, yang kemudian akan mengaktifkan alur mitokondria. (Kupryjanczyk, 2003; Landen, et al., 2008; Kumar, et al., 2010)
Gambar 2.7 Hubungan antara inisiasi apoptosis alur ekstrinsik dengan alur intrinsik (Kumar, et al., 2010) 2.1.2.4 Apoptosis fase eksekusi Kedua alur inisiasi bersatu pada aktifasi dari alur caspase, yang akan memediasi fase akhir dari apoptosis. Seperti yang kita lihat, alur mitokondria berujung pada aktifasi inisiator caspase-9, dan alur reseptor kematian kepada inisiator caspase-8 dan -10. Setelah inisiator caspase membelah untuk membentuk bentuk aktifnya, enzim program kematian di atur dengan gerakan yang cepat dan
18
berurutan untuk aktifasi dari eksekusioner caspase. Eksekusioner caspase seperti caspase -3 dan -6 bekerja pada banyak komponen selular. Secara singkat, caspase ini, sekali aktif akan menghilangkan inhibisi dari sitoplasma DNase dan membuat DNase secara enzimatik aktif; enzim ini menginduksi karakteristik pemecahan DNA menjadi pecahan – pecahan ukuran nukelosom. Caspase juga mendegradasi komponen struktural dari matriks inti, dan memacu fragmentasi dari nukleus. Beberapa langkah dari apoptosis tidak sepenuhnya dapat dijelaskan, secara singkat, kita tidak mengetahui bagaimana struktur dari membran plasma berubah pada sel apoptosis, atau bagaimana membran menggembung dan membentuk badan apoptosis (Schorge, et al., 2008; Kumar, et al., 2010). 2.1.2.5 Penghilangan sel yang mati Badan apoptosis terbagi menjadi fragmen – fragmen dengan ukuran yang dapat di makan oleh fagosit. Sel apoptosis dan fragmen – fragmennya juga menjalani beberapa perubahan pada membrannya yang secara aktif mempromosi fagositosis maka sel – sel tersebut dapat di bersihkan sebelum menjalani nekrosis sekunder dan melepaskan komponen selularnya (yang dapat menyebabkan inflamasi). Pada sel yang sehat phosphatidylserine muncul pada lipatan dalam membran plasma, tetapi pada sel apoptosis phospolipid ini melipat keluar dan terekspresi pada lapisan luar dari membran, dimana dikenali oleh beberapa reseptor makrofag. Sel apoptosis yang hampir mati mensekresi faktor – faktor yang dapat larut yang kemudian menarik fagosit (Ravichandran, 2003; Shih and Kurman, 2007; Kumar, et al., 2010).
19
Beberapa
dari
badan
apoptosis
mengekspresikan
thrombospondin,
glikoprotein adesif yang dikenali oleh fagosit, dan makrofag sendiri dapat memproduksi protein yang mengikat sel apoptosis (tetapi tidak kepada sel yang hidup) dan oleh karena itu sel target mati di makan. Badan apoptosis dilapisi oleh antibodi natural dan protein dari sistem komplemen, terutama C1q yang dikenali oleh fagosit (Ogden, et al., 2006; Kumar, et al., 2010). Dengan demikian, reseptor pada fagosit dan ikatan – ikatan yang terjadi yang di induksi pada sel apoptosis terlibat dalam proses pengikatan dan pemakanan sel ini. Proses fagositosis sel apoptosis sel ini sangat efisien yang menyebabkan sel mati hilang, bahkan dalam waktu hitungan menit, tanpa meninggalkan jejak dan tidak terjadi inflamasi (Tripathy and Rubenstein, 2003; Kumar, et al., 2010). 2.1.3 Ekspresi Bcl-2 Peranan Bcl-2 pada apoptosis ovarium didukung melalui beberapa penemuan dalam penelitian, termasuk (i) penurunan jumlah folikel pada defisiensi bcl-2 pada tikus; (ii) ekspresi yang kuat dari bcl-2 menunjukkan penurunan dari apoptosis folikuler dan atresia; (iii) defisiensi bax pada tikus mempunyai folikel yang abnormal dengan jumlah sel granulose yang banyak; dan (iv) ekspresi bax kuat pada folikel yang atresia dibandingkan dengan folikel yang sehat (Mahmoud, 2005). Saat mengalami overekspresi, protein Bcl-2 akan menekan apoptosis yang diinduksi oleh bermacam - macam agen baik invitro maupun invivo, kemampuan produksi protein Bcl-2 yang berlebihan untuk mencegah kematian sel tanpa
20
mempengaruhi proliferasi menyebabkan gen Bcl-2 digolongkan sebagai kategori baru dari onkogen.
Gambar 2.8 Keseimbangan proliferasi dan kematian sel (Mahmoud, 2005) Deregulasi ekspresi Bcl-2 pada jaringan neoplasma menarik dalam beberapa hal, pertama, kemungkinan bahwa jumlah ekspresi Bcl-2 yang tidak tepat terlibat dalam transformasi neoplasma, dan kedua, ekspresi Bcl-2 oleh sel tumor dapat memberikan resistensi terhadap kemoterapi dengan menyebabkan sel terhindar dari apoptosis. Ekspresi Bcl-2 telah diteliti pada tumor solid, termasuk non small sel paru – paru, prostat, colon, dan payudara. Ekspresi Bcl-2 yang signifikan tidak menentu, tetapi secara paradoks, studi retrospektif pada non-small sel paru – paru dan karsinoma payudara menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 berkaitan dengan memperpanjang usia harapan hidup. Bcl-2 (pro-survival), Bax (proapoptosis) dan c-Myc diekspresikan pada sel granulosa baik pada ovarium fetus dan dewasa, Bcl-2 ditemukan sebagian besar pada folikel yang sedang berkembang sedangkan Bax biasanya terlihat pada folikel yang atresia (Mahmoud, 2005).
21
Ekspresi protein Bcl-2 ditemukan pada semua komponen dari ovarium fetus manusia (usia kandungan 19-33 minggu) yang bertujuan untuk mengatasi aktivitas apoptosis yang luas (Abir et al,. 2002; Mahmoud, 2005). Ekspresi ini terkait dengan level dari gonadotropin yang mana semakin tinggi gonadotropin akan meningkatkan ekspresi Bcl-2 dan menurunkan ekspresi dari Bax (Sugino, et al., 2000; Mahmoud, 2005). Beberapa penelitian menemukan hubungan yang bermakna antara ekspresi positif protein Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium dimana terjadi peningkatan ekspresi protein Bcl-2 seiring dengan meningkatnya stadium kanker ovarium (Adiyanti, et al., 2007; Rauf dan Masadah, 2009; Ayadi, et al., 2010), namun beberapa penelitian lainnya tidak menemukan hubungan ini (Torre, et al., 2007; Anderson, et al., 2009; Hogdal, et al., 2010). 2.2 Kanker Ovarium 2.2.1 Patogenesis kanker ovarium Berbagai penelitian dalam rangka mengungkap patogenesis berbagai karsinogen sebagai penyebab terjadinya kanker ovarium masih belum menujukkan hasil. Walaupun penyebab pasti kanker ovarium masih belum ditemukan, beberapa teori telah dikemukakan oleh para ahli dalam rangka mengungkap patogenesis terjadinya kanker ovarium, antara lain: teori incessant ovulation, inflamasi dan gonadotropin (Karst and Drapkin, 2010). 2.2.1.1 Teori incessant ovulation Teori Incessant ovulation ini beranggapan bahwa adanya trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi, mengakibatkan epitel ovarium mudah
22
terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelainan atau abnormalitas genetik. Semakin dini usia wanita mengalami menstruasi, semakin terlambat mencapai menopause, tidak pernah hamil atau memiliki keturunan merupakan berbagai kondisi yang dapat meningkatkan frekuensi ovulasi. Sedangkan berbagai kondisi yang menekan frekuensi ovulasi, seperti kehamilan dan menyusui justru menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Choi, et al., 2007; Busman, 2008). Adanya ovulasi dan semakin
bertambahnya umur
seorang wanita
meyebabkan terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada invaginasi permukaan dan badan inklusi kortek ovarium. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi metaplasia dan neoplasma pada daerah-daerah ovarium yang mengalami invaginasi dan terbentuknya badan inklusi (Copeland, 2007; Karst and Drapkin, 2010) 2.2.1.2 Teori inflamasi Teori ini diangkat berdasarkan pada penelitian yang memperoleh hasil bahwa angka insiden kanker ovarium meningkat pada wanita yang mengalami infeksi atau radang pada panggul. Menurut teori ini, berbagai karsinogen dapat mencapai ovarium melalui saluran genitalia. Walaupun adanya proteksi terhadap risiko kanker ovarium melalui ligasi tuba dan histerektomi mendukung teori ini, namun peranan signifikan faktor reproduksi lainnya tdak dapat dijelaskan dengan teori ini (Coleman and Gershen, 2007; Choi, 2007).
23
2.2.1.3 Teori gonadotropin Teori ini dapat dijadikan sebagai dasar timbulnya kanker ovarium. Adanya kadar gonadotropin yang tinggi, berkaitan dengan lonjakan yang terjadi selama proses ovulasi dan hilangnya gonadal negative feedbeck pada menopause dan kegagalan ovarium prematur memegang peranan penting dalam perkembangan dan progresivitas kanker ovarium (Choi, 2007; Granstrom, 2008). Perkembangan kanker ovarium dipengaruhi oleh hormon-hormon hipofisis pada berbagai macam tikus. Pada hewan tersebut, adanya penurunan estrogen dan peningkatan sekresi gonadotropin hipofisis dapat mengakibatkan perkembangan kanker
ovarium.
Ovarium
yang
terpapar
bahan
karsinogen,
seperti
Dimethylbenzanthrene (DMBA) akan berkembang menjadi kanker setelah ditransplantasikan pada tikus yang telah menjalani ooforektomi, namun hal tersebut tidak ditemukan pada tikus yang sebelumnya dilakukan pengangkatan kelenjar pituitari (Havrilesky and Berchuck, 2001; Choi, 2007). Penelitian yang dilakukan Cramer dan Welch bertujuan untuk menilai hubungan antara kadar gonadotropin dengan estrogen. Adanya sekresi gonadotropin dalam jumlah yang tinggi ternyata mengakibatkan peningkatan stimulasi estrogen pada epitel permukaan ovarium. Hal tersebut diduga berperan dalam meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Nagell and Gershenson, 2008; Pothuri, et al., 2010).
24
2.2.2 Stadium kanker ovarium Stadium kanker ovarium ditentukan berdasarkan pada penemuan yang dilakukan saat melakukan eksplorasi. Stadium kanker ovarium menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) berdasarkan pada hasil evaluasi pembedahan terhadap tumor ovarium primer dan penemuan penyebarannya dapat dilihat pada tabel 2.1 (Berek dan Natarajan, 2007). Tabel 2.1 Kriteria Stadium Kanker Ovarium Menurut FIGO Stadium
Kriteria
I
Pertumbuhan tumor terbatas pada ovarium
Ia
Pertumbuhan tumor terbatas pada satu ovarium, cairan ascites tidak mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor pada permukaan luar tumor, kapsul utuh
Ib
Pertumbuhan tumor terbatas pada kedua ovarium, cairan ascites tidak mengandung sel-sel ganas, tidak ada pertumbuhan tumor pada permukaan luar tumor, kapsul utuh.
Ic
Tumor pada stadium Ia atau Ib tetapi dengan pertumbuhan tumor pada permukaan luar dari satu atau kedua atau kapsul pecah atau cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum mengandung sel-sel ganas
II
Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke rongga pelvis
IIa
Penyebaran dan atau metastasis ke uterus dan atau tuba fallopi
IIb
Penyebaran tumor ke organ pelvis lainnya
25
IIc
Tumor dengan stadium IIa atau IIb, tetapi dengan pertumbuhan tumor pada pemukaan luar dari satu atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau cairan ascites atau cairan bilasan peritoneum mengandung sel-sel ganas
III
Tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan implantasi di luar pelvis dan atau terdapat pembesaran kelenjar limfe inguinal atau retroperitoneal, Metastasis pada pemukaan liver sesuai dengan stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, tetapi pemeriksaan histologi menunjukkan penyebaran tumor ke usus halus atau omentum
IIIa
Tumor secara makroskopis terbatas pada pelvis dan tidak ada pembesaran
kelenjar
limfe,
tetapi
pemeriksaan
histologi
menunjukkan penyebaran ke permukaan peritoneum abdominal IIIb
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran di permukaan peritoneum berdiameter tidak lebih dari 2 cm dan didukung oleh hasil pemeriksaan histologi. Tidak ada penyebaran ke kelenjar limfe
IIIc
Terdapat penyebaran pada peritoneum abdominal dengan diameter lebih dari 2 cm atau terdapat penyebaran ke kelenjar limfe retroperitoneal atau inguinal atau keduanya
26
IV
Pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium dengan metastase jauh. Bila terdapat efusi pleura, harus ditemukan sel-sel ganas pada pemeriksaan sitologi. Metastasis pada parenkim liver sesuai dengan stadium IV
(Berek dan Natarajan, 2007). 2.3 Imunohistokimia Imunohistokimia merupakan suatu teknik untuk menentukan keberadaan suatu antigen atau protein target dalam jaringan atau sel dengan menggunakan reaksi antigen-antibodi. Teknik ini diawali dengan prosedur histoteknik, yaitu suatu prosedur pembuatan irisan jaringan yang kemudian diamati di bawah mikroskop. Setelah terbentuk suatu irisan jaringan, selanjutnya dapat dilakukan prosedur imunohistokimia (Fatchiyah, 2006). Interaksi antara antigen dan antibodi merupakan suatu reaksi kimia yang tidak kasat mata, sehingga diperlukan visualisasi adanya ikatan tersebut dengan melabel antibodi yang digunakan dengan enzim atau fluorokrom. Enzim yang digunakan untuk melabel selanjutnya direaksikan dengan substrat kromogen, yaitu substrat yang menghasilkan produk akhir berwarna dan tidak larut, yang dapat diamati dengan mikroskop cahaya. Sedangkan imunohistokimia yang menggunakan fluorokrom untuk melabel antibodi, dapat langsung diamati tanpa harus direaksikan dengan bahan-bahan yang menghasilkan warna di bawah mikroskop fluorescence (Fatchiyah, 2006). Terdapat dua metode dasar dalam melakukan identifikasi antigen pada suatu jaringan melalui pemeriksaan imunohistokimia, yaitu (CCRC, 2009):
27
a. Metode langsung (direct method) Metode langsung merupakan metode pengecatan satu langkah, oleh karena hanya melibatkan satu jenis antibodi, yaitu antibodi yang berlabel. Salah satu contoh antibodi berlabel
adalah antiserum
terkonjugasi
Fluorescein
isothiocyanate (FITC) dan rodhamin. b. Metode tidak langsung (indirect method) Metode tidak langsung menggunakan dua macam antibodi, yaitu antibodi primer yang tidak berlabel dan antibodi sekunder yang berlabel. Antibodi primer berperan dalam mengenali antigen yang diidentifikasi pada jaringan (first layer) sedangkan antibodi sekunder akan berikatan dengan antibodi primer (second layer). Antibodi kedua merupakan anti-antibodi primer. Pelabelan antibodi sekunder diikuti dengan penambahan substrat berupa kromogen. Kromogen merupakan suatu gugus fungsi senyawa kimiawi yang dapat membentuk senyawa berwarna bila bereaksi dengan senyawa tertentu. Penggunaan kromogen fluorescent dye seperti FITC, rodhamin dan texas-red disebut metode immunofluorescence, sedangkan penggunaan kromogen enzim seperti peroksidase, alkali fosfatase atau glukosa oksidase disebut metode immunoenzyme. Untuk menjamin agar antibodi dapat mengikat antigen, maka sel harus difiksasi dengan ditempelkan pada bahan pendukung padat sehingga antigen menjadi immobile. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan sel pada slide mikroskop, coverslip, atau bahan pendukung plastik yang sesuai. Secara umum, terdapat dua macam metode fiksasi, yaitu pelarut organik dan reagen cross-
28
linking. Pelarut organik seperti alkohol dan aseton akan memindahkan lipid, mendehidrasi sel dan mengendapkan protein. Reagen cross-linking seperti paraformaldehid membentuk jembatan intermolekuler melalui gugus amino bebas (CCRC, 2009). Imunohistokimia melibatkan inkubasi sel dengan antibodi. Antibodi akan berikatan dengan antigen atau protein spesifik di dalam sel. Antibodi yang tidak berikatan dapat dipisahkan dengan pencucian, sedangkan antibodi yang berikatan dideteksi secara langsung dengan antibodi primer berlabel, maupun secara tidak langsung dengan antibodi sekunder berlabel enzim atau fluorescence (CCRC, 2009).
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Kanker ovarium merupakan salah satu penyakit penyebab kematian ginekologi terbanyak di dunia. Patogenesis maupun penyebab kanker ovarium belum jelas, hal ini terbukti sampai saat ini belum ada suatu cara deteksi dini serta pendekatan terapi yang berarti dan efektif. Pengetahuan tentang aspek biologi molekuler yang bertanggung jawab terhadap pertumbuhan dan perkembangan sel kanker ovarium sangat penting dalam menentukan biomarker untuk deteksi dini, indikator prognosis atau luaran klinis bahkan terhadap perkembangan terapi yang memiliki target spesifik pada gen atau protein tertentu yang mendasari proses karsinogenesis. Progresivitas kanker ganas berkaitan dengan kegagalan dalam mekanisme kematian sel yang difasilitasi oleh ekspresi protein dalam meregulasi apoptosis. Keluarga protein Bcl-2 sudah dikenal sebagai protein spesifik dalam meregulasi apoptosis, peranannya dalam proliferasi neoplasma adalah sebagai antiapoptosis dan proapoptosis. Protein Bcl-2 merupakan karakteristik gen pertama yang terlibat dalam programmed cell death dengan cara menghambat apoptosis (antiapoptosis) dan meningkatkan kemampuan sel untuk bertahan hidup. Ekspresi protein Bcl-2 memiliki peranan penting sebagai regulator dalam proses kematian sel dalam konteks fisiologis maupun patologis. Protein Bcl-2 berperan melalui mekanisme ekspresi yang spesifik untuk masing-masing jaringan.
29
30
Dalam penelitian ini ingin diketahui hubungan ekspresi protein Bcl-2 dengan berbagai tingkat stadium kanker ovarium, dengan menggunakan teknik imunohistokimia dalam menentukan keberadaan suatu protein Bcl-2 dalam setiap stadium kanker ovarium, sehingga kedepannya diharapkan dapat dilakukan pendekatan dan pemahaman yang lebih optimal dalam diagnosis serta keakuratan dalam target terapi kanker ovarium. 3.2 Konsep Penelitian BCL-2
Kanker Ovarium
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Gambar 3.1 Konsep Penelitian 3.3 Hipotesis Penelitian Hipotesis pada penelitian ini adalah: ada hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Adapun rancangan pada penelitian ini adalah observasional analitik (crosssectional). Untuk mengetahui hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi protein Bcl-2. Secara sistematik rancangan penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut.
Kanker Ovarium
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Ekspresi Bcl-2
Ekspresi Bcl-2
Ekspresi Bcl-2
Ekspresi Bcl-2
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 4.2. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah, Denpasar. Waktu Penelitian dilaksanakan mulai bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Juli 2013.
31
32
4.3 Populasi Penelitian Adapun populasi target penelitian adalah semua pasien dengan kanker ovarium. Populasi tarjangkau penelitian adalah semua pasien kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan laparotomi di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013, dimana jaringan hasil pembedahannya tersebut telah dibuat blok parafin di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah. 4.4 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah pasien kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013, dimana jaringan hasil pembedahannya tersebut telah dibuat blok parafin di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.4.1 Kriteria inklusi Adapun kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut: a. Blok parafin telah diperiksa secara histopatologis, sehingga telah terdiagnosis pasti kanker ovarium. b.
Data rekam medis yang lengkap, meliputi: identitas, umur, paritas, stadium kanker ovarium.
4.4.2 Kriteria eksklusi Adapun kriteria eksklusi penelitian adalah sebagai berikut: a. Pasien pernah menjalani kemoterapi atau radiasi (neoadjuvan) sebelum pembedahan.
33
4.4.3 Perhitungan besar sampel Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Araoye, 2003): Zα 2 (pq) n= d2 Keterangan: n
= besar sampel
Zα
= 1,96 (α = 0,05)
p
= 4,1% (prevalensi terkecil stadium kanker ovarium)
q
= 94,01% (1-p)
d
= 10% (penyimpangan absolut penelitian) Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh
besar sampel penelitian adalah 43,5 buah. Sehingga dalam penelitian ini diambil sampel penelitian sebanyak 44 buah. 4.4.4 Cara pengambilan sampel Blok parafin dari semua pasien kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013 serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dipilih dengan cara random sampling sebanyak 44 buah. 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi variabel Identifikasi variabel adalah sebagai berikut: 4.5.1.1 Variabel bebas
: stadium kanker ovarium
4.5.1.2 Variabel tergantung
: ekspresi B cell lympoma-2 (Bcl-2)
34
4.5.2 Definisi operasional variabel Adapun definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut: a. B cell lympoma-2 adalah perhitungan semi-kuantitatif dari Bcl-2 yang tercat dengan teknik imunohistokimia/IHC (monoklonal) dalam suatu lapangan pandang mikroskopis. Dinyatakan overekspresi jika tercatat lebih dari 10% dan dinyatakan tidak terekspresi jika kurang atau sama dengan 10% (Yamashita, 2004). Pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 dikerjakan di laboratorium imunohistokimia Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah. Interpretasi ekspresi Bcl-2 dilakukan tanpa mengetahui data klinikopatologis pasien. b. Stadium kanker ovarium adalah derajat beratnya kanker ovarium yang meliputi derajat I, II, III dan IV menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) pada hasil evaluasi pembedahan terhadap tumor ovarium primer dan penemuan penyebarannya yang diperoleh dari data atau rekam medis pasien. Stadium I adalah pertumbuhan tumor terbatas pada ovarium, stadium II adalah pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan perluasan ke rongga pelvis, stadium III adalah tumor melibatkan satu atau kedua ovarium dengan implantasi di luar pelvis dan atau terdapat pembesaran kelenjar limfe inguinal atau retroperitoneal, metastasis pada pemukaan liver sesuai dengan stadium III. Tumor terbatas pada pelvis, tetapi pemeriksaan histologi menunjukkan penyebaran tumor ke usus halus atau omentum, stadium IV adalah pertumbuhan tumor meliputi satu atau kedua ovarium
35
dengan metastase jauh. Bila terdapat efusi pleura, harus ditemukan sel-sel ganas pada pemeriksaan sitologi, metastasis pada parenkim liver sesuai dengan stadium IV 4.6 Alur Penelitian Blok parafin kanker ovarium di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah dari pasien kanker ovarium yang menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013. Blok parafin tersebut telah diperiksa secara histopatologis di Bagian Patologi Anatomi dan terdiagnosis pasti kanker ovarium. Blok parafin kanker ovarium selanjutnya harus memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Pada kriteria inklusi, blok parafin telah diperiksa secara histopatologis, sehingga sudah terdiagnosis pasti kanker ovarium di Bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah. Selanjutnya blok parafin tersebut didata kelengkapan rekam medisnya di Bagian Rekam Medis RSUP Sanglah. Kelengkapan yang dicari, meliputi: stadium kanker ovarium, umur, paritas. Sedangkan pada kriteria eksklusi adalah pasien pernah menjalani kemoterapi atau radiasi sebelum pembedahan (neoadjuvan). Blok parafin dari semua pasien kanker ovarium yang telah menjalani pembedahan di RSUP Sanglah dari tahun 2008 sampai 2013 serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, kemudian dipilih dengan cara random sampling sebanyak 44 buah. Sampel blok parafin ini dikelompokkan berdasarkan atas stadium kanker ovarium yang diperoleh dari data rekam medis, yaitu: kanker ovarium stadium I, II, III, dan IV. Kemudian masing-masing kelompok stadium dilakukan pemeriksaan ekspresi protein Bcl-2 dengan teknik imunohistokimia peroksidase
36
anti-peroksidase memakai antibodi primer Bcl-2. Akhirnya, dilakukan analisis terhadap hasil pemeriksaan ekspresi protein Bcl-2 pada masing-masing kelompok stadium kanker ovarium. Secara sistematis alur penelitian ditunjukkan pada gambar 4.2.
Blok parafin pasien kanker ovarium
Kriteria inklusi
Kriteria eksklusi
Sampel penelitian
Random sampling
Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Ekspresi Bcl-2(+)/(-)
Analisis
Gambar 4.2 Alur Penelitian 4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan 4.7.1 Instrumen penelitian Instrumen untuk alat-alat tulis yaitu meja tulis, formulir penelitian, komputer, kertas dan alat tulis serta perlengkapan lainnya.
37
4.7.2 Metode pemeriksaan Teknik pemeriksaan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia. Langkah-langkah pemeriksaan imunohistokimia Bcl-2 adalah sebagai berikut (CCRC, 2009b): a. Potong jaringan 4 mikrometer, kemudian ditempelkan pada gelas objek yang sebelumnya telah dilapisi poly-L-lysine. b. Inkubasi dalam oven dengan suhu 37°C selama satu malam. c. Lakukan deparafinisasi dengan xylene sebanyak tiga kali, masing-masing tiga menit. d. Rehidrasi preparat dengan menggunakan etanol 100%, etanol 95% dan etanol 70%, masing-masing selama dua menit, dua menit, satu menit dan terakhir dengan air selama satu menit. e. Rendam dalam peroxidase blocking solution pada suhu kamar selama sepuluh menit. f. Inkubasi preparat dalam prediluted blocking serum 25°C selama sepuluh menit. g. Rendam preparat di dalam antibodi monoclonal anti-Bcl-2 25°C selama sepuluh menit. h. Cuci preparat dengan Phospate Buffer Saline (PBS) selama lima menit. i.
Inkubasi preparat dengan antibodi sekunder (conjugated to horse radis peroxidase) 25°C selama sepuluh menit.
j.
Cuci preparat dengan PBS selama lima menit.
k. Inkubasi preparat dengan peroksidase 25°C selama sepuluh menit.
38
l.
Cuci preparat dengan PBS selama lima menit.
m. Inkubasi preparat dengan kromogen Diaminobenzinidine (DAB) 25°C selama sepuluh menit. n. Inkubasi preparat dengan Hematoxylin Eosin selama tiga menit. o. Cuci preparat dengan air mengalir. p. Bersihkan preparat dan tetesi dengan mounting media. q. Tutup preparat dengan coverslip. Kemudian setelah dilakukan pengecatan imunohistokimia Bcl-2 atau dipulas dengan antibodi monoklonal Bcl-2, interpretasi Bcl-2 dilakukan tanpa mengetahui data klinis dan patologik dari setiap kasus. Penilaian ekspresi Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif. Dinyatakan overekspresi jika tercat lebih dari 10% dan dinyatakan
tidak
terekspresi
jika
kurang
atau
sama
dengan
10%
(Yamashita,2004). 4.8 Pengumpulan dan Analisis Data 4.8.1 Pengumpulan data Data hasil penelitian yang diperoleh dari Bagian Obstetri dan Ginekologi, Patologi Anatomi dan Rekam Medis RSUP Sanglah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam formulir penelitian (terlampir). 4.8.2 Analisis data Data pada formulir penelitian kanker ovarium diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17,0 for windows. Kemudian dilakukan beberapa tes atau uji, antara lain adalah sebagai berikut:
39
a.
Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif, dengan menggunakan tabel dan narasi.
b.
Uji One Sample Kolmogorow-Smirnov untuk normalitas data dan Levene’s Test untuk homogenitas data.
c.
Uji One Way Anova untuk membandingkan nilai rerata masing-masing varabel.
d.
Uji korelasi dengan menggunakan Uji Spearmen.
BAB V HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Patologi Anatomi dan Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dan sebanyak 44 blok parafin dijadikan sampel. 5.1 Karakteristik Sampel Penelitian Pada studi ini dilakukan uji normalitas data dengan uji kolmogorov-smirnov dan uji homogenitas data dengan Levene’s Test terhadap variabel umur, IMT, paritas dan kontrasepsi hormonal. Hasil analisis menunjukkan bahwa data pada variabel umur, IMT, paritas dan kontrasepsi hormonal berdistribusi normal (p>0,05) dan homogen (p>0,05), sedangkan untuk membandingkan nilai rerata masing-masing variabel digunakan uji One Way Anova. Tabel 5.1 Distribusi Umur, IMT, Paritas, dan Riwayat Kontrasepsi Hormonal pada Kelompok Stadium Kanker Ovarium Variabel
Kanker Ovarium p Stadium I
Stadium II
Stadium III
Stadium IV
Umur
40,86±5,24
43,56±12,70
45,57± 9,77
57,86±8,78
0,814
IMT
19,9±1,51
25,15±4,04
21,76±4,95
21,38±3,75
0,304
Paritas
1,57±0,78
1,33 ±0,70
2,00±1,30
2,43±0,97
0,057
Kontrasepsi hormonal
1,71±0,48
1,78±0,44
1,90±0,30
1,71±0,48
0,562
40
41
Pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa antar kelompok stadium kanker ovarium tidak memiliki perbedaaan pada variabel umur, IMT, paritas, dan riwayat kontrasepsi hormonal dengan nilai p>0,05. 5.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2 Untuk mengetahui hubungan stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2 diuji dengan korelasi Spearman dan hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Uji Korelasi Stadium Kanker Ovarim dengan Ekspresi Bcl-2 Stadium Kanker Ovarium Variabel
Ekspresi Bcl-2 (+) (-)
I (n=7)
II (n=9)
3 4
1 8
III IV (n=21) (n=7) 8 13
3 4
r
0,103
p
0,506
Pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 pada stadium I yang positif sebanyak 3 sampel, stadium II sebanyak 1 sampel, stadium III sebanyak 8 sampel, dan stadium IV sebanyak 3 sampel. Penilaian terhadap hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2 dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Spearman, dan diperoleh tidak terbukti ada hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2 (p>0,05).
BAB VI PEMBAHASAN
Kanker ovarium sering disebut sebagai “the silent killer”. Hal ini berkaitan dengan fatalitas dan prevalensi dari kanker ovarium yaitu gejalanya yang tidak spesifik, keterbatasan dalam upaya deteksi dini dan sering terlambat dalam penegakan diagnosis sehingga survival rate-nya rendah. Berbagai penelitian terhadap peran genetik telah dikembangkan dalam rangka memahami etiologi dan patofisiologi kanker ovarium, baik melalui pemeriksaan secara langsung terhadap mutasi pada gen atau pun tidak langsung melalui abnormalitas ekspresi protein yang dihasilkan oleh gen termutasi. Salah satu gen yang diperkirakan mengambil peranan penting dalam etiopatogenesis terjadinya kanker ovarium adalah protein B cell lymphoma-2 (Bcl-2), yang sudah dikenal sebagai protein spesifik dalam meregulasi apoptosis. Peranannya dalam proliferasi neoplasma adalah sebagai antiapoptosis dan proapoptosis. Untuk mengetahui hubungan ekspresi Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium, maka dilakukan penelitian cross-sectional, yang dilaksanakan di Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Patologi Anatomi dan Rekam Medis RSUP Sanglah, Denpasar dari bulan Juli 2011 sampai dengan bulan Juli 2013, dengan jumlah sampel 44 buah blok parafin. 6.1 Karakteristik Sampel Penelitian Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok stadium kanker ovarium stadium I adalah 40,86 ± 5,24 tahun, stadium II adalah 43,56 ± 12,70 tahun, stadium III
42
43
adalah 45,57 ± 9,77 tahun dan stadium IV adalah 57,86 ± 8,78. Penelitian ini sesuai dengan angka kejadian kanker ovarium pada umumnya di mana cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur, terutama pada umur di atas 50 tahun. Sebanyak 80% dari kejadian kanker ovarium ditemukan pada umur wanita lebih dari 45 tahun, namun pada beberapa kasus kanker ovarium juga dapat ditemukan pada umur yang relatif lebih muda daripada kanker pada wanita lainnya, yaitu umur 20 sampai 30 tahun (Fauzan, 2009). Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2001 memperoleh hasil yang sama, dimana risiko terjadinya kanker ovarium kurang dari 3 kasus per 100.000 wanita pada umur di bawah 30 tahun, namun cenderung meningkat seiring dengan peningkatan umur dan menjadi 54 kasus per 100.000 wanita pada umur 75 sampai dengan 80 tahun. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) di mana diperoleh rerata umur penderita kanker ovarium adalah 55 tahun. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar memperoleh hasil yang serupa, dimana kelompok umur yang paling banyak menderita kanker ovarium adalah kelompok umur 41 sampai 50 tahun yaitu sebanyak 62,7% dan paling sedikit adalah 31 sampai 40 tahun yaitu sebanyak 10,8%. Hal tersebut sesuai dengan salah satu mekanisme terjadinya kanker ovarium, yaitu berdasar pada teori Incessant ovulation. Teori Incessant ovulation ini beranggapan bahwa adanya trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi, mengakibatkan epitel ovarium mudah terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelainan atau abnormalitas
44
genetik. Adanya ovulasi dan semakin bertambahnya umur seorang wanita dapat menyebabkan terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada cleft atau invaginasi pada permukaan dan badan inklusi pada kortek ovarium. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi metaplasia dan neoplasma pada daerah-daerah ovarium yang mengalami invaginasi dan terbentuknya badan inklusi (Choi, 2007). Pada penelitian ini diperoleh rerata Indek Massa Tubuh (IMT) dalam rentang normal, hanya pada stadium II yang memiliki rerata IMT yang termasuk dalam kelebihan berat badan. Rerata IMT pada masing-masing kelompok kanker ovarium stadium I adalah 19,9 ± 1,51 kg/m2, stadium II adalah 25,15 ± 4,04 kg/m2, stadium III adalah 21,76 ± 4,95 kg/m2, dan stadium IV adalah 21,38 ± 3,75 kg/m2. Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan IMT dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium (Reeves, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Anders (2003) memperoleh hasil bahwa risiko relatif terjadinya kanker ovarium memiliki kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT. Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,09, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m2 memilki risiko sebesar 1,43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko sebesar 1,56 untuk menderita kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition tahun 2006 memperoleh hasil bahwa pada wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan dengan wanita dengan IMT normal (Lahmann, 2009). Penelitian yang berbeda
45
memperoleh hasil bahwa peningkatan IMT pada wanita premenopause meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif sebesar 1,72 (Schouten, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Leitzmann (2009) juga memperoleh hasil bahwa pada wanita yang memiliki IMT normal risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita obesitas dengan IMT lebih dari 30 kg/m2 adalah sebesar 1,26. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar memperoleh hasil dimana pada IMT yang lebih dari 30 kg/m2 memiliki risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT yang kurang dari 30 kg/m2. Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh juga meningkat serta beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen yang pada umumnya berbentuk estrion, maupun estradiol. Mekanisme perubahan dari zat lemak atau kolesterol dapat dijelaskan melalui biosintesis hormonal, dimana semua hormon steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Adanya cadangan lemak di dalam tubuh memainkan peran besar dalam produksi hormonal, khususnya estrogen. Pada wanita dengan jumlah lemak tubuh yang rendah cenderung memiliki kadar hormon seks yang rendah pula. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, dinilai melalui IMT yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar estrogen. Peningkatan kadar estrogen tersebut mengakibatkan aktivasi jalur Phosphatidylinositol-3-kinase
(PI3K),
Mitogenic-Activated
Protein
Kinase
(MAPK), dan transkripsi Faktor c-myc (Chien et al., 1994). Dapat pula melalui reseptor estrogen jalur lain seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1), Transforming growth factor- α (TGF-α), dan Epidermal Growth Factor Receptor
46
(EGFR) (Simpson et al, 1998). Estrogen juga bekerja melalui jalur anti-apoptosis yaitu Bcl-2, yang merupakan suatu protein anti-apoptosis (Choi et al., 2001b) dan meningkatkan kemampuan invasif sel melalui protein fibulin-1, cathepsin D dan kallikreins (Yousef et al., 2003). Berbagai penelitian telah mengemukakan bahwa Estrogen Reseptor-α (ER-α) bertanggung jawab dalam proses proliferasi ovarium, sementara Estrogen Reseptor-β (ER-β) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi sel (Britt and Findlay, 2002). Peningkatan perbandingan antara ER-α:ER-β rasio juga telah diamati pada kanker ovarium (Cunat et al., 2004). Peningkatan estrogen tersebut meningkatkan suatu molekul Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), meningkatkan kemampuan adhesi sel, dan meningkatkan kemampuan sel dalam melakukan migrasi. Pada akhirnya, semua hal tersebut berdampak pada proliferasi abnormal pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk menuju proses menuju transformasi ganas dalam hal ini adalah kanker ovarium. Pada penelitian ini diperoleh rerata paritas adalah dua. Rerata paritas pada kelompok kanker ovarium stadium I adalah 1,57 ± 0,78, stadium II adalah 1,33 ± 0,70, stadium III adalah 2,00 ± 1,30, dan stadium IV adalah 2,43 ± 0,97. Paritas merupakan salah satu faktor risiko yang penting dalam menentukan terjadinya kanker ovarium. Wanita yang sudah pernah hamil memiliki risiko untuk mengalami kanker ovarium sekitar 50% lebih rendah daripada wanita yang belum pernah hamil atau nullipara. Bahkan, wanita yang telah beberapa kali hamil risiko terjadinya kanker ovarium menjadi semakin berkurang (Czyz, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research United of Kingdom pada tahun 2006
47
menyimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah paritas maka semakin rendah kemungkinan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada wanita yang tidak memiliki anak atau nullipara memiliki risiko dua kali lipat lebih besar untuk terjadinya kanker ovarium daripada wanita dengan paritas tiga atau lebih (Granstrom, 2008). Penelitian ynag dilakukan oleh Sriwidyani (2008) juga memperoleh 78,1 kasus kanker ovarium adalah multiparitas, terutama adalah paritas dua. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makasar memperoleh hasil yang berbeda dimana kejadian kanker ovarium tidak memiliki hubungan dengan tingkat paritas. Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh seorang wanita. Dalam paritas terjadi pelepasan sel ovum dari ovarium sehingga menyebabkan produksi estrogen untuk proliferasi epitel ovarium. Walaupun ada beberapa hipotesis yang menghubungkan antara paritas dengan kanker ovarium namun etiologi paritas dengan kanker ovarium belum begitu jelas. Beberapa hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi faktor protektif terhadap kanker ovarium. Pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium dan untuk proses perbaikan kerusakan ini maka diperlukan waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak adekuat, maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Hal ini dapat menjelaskan bahwa wanita yang memiliki paritas lebih dari 2 akan menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium.
48
Pada penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar sampel penelitian tidak memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal baik pada kanker ovarium stadium I, II, III, dan IV. Penelitian lainnya melaporkan bahwa penggunaan pil kontrasepsi selama kurang lebih satu tahun dapat menurunkan risiko kejadian kanker ovarium sebesar 11%, sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker ovarium dapat semakin menurun, bahkan mencapai 50% (Fauzan, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Beral (2008) juga memperoleh hasil bahwa penurunan risiko relatif terjadinya kanker ovarium sesuai dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral, dimana pada wanita yang memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif 1 dan semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian yang lebih dari lima belas tahun. Setelah dilakukan analisis lanjutan terhadap jenis hormon yang terkandung dalam obat kontrasepsi, diperoleh bahwa hormon yang berperan dalam menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah progesteron. Penggunaan obat yang menggandung hormon estrogen saja khususnya pada wanita pascamenopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada penggunaan kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Pada penelitian ini seluruh sampel tidak memiliki riwayat terapi hormonal pada masa menopause dan riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon.
49
6.2 Hubungan Stadium Kanker Ovarium dengan Ekspresi Bcl-2 Pada penelitian ini telah dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap 44 sampel blok parafin kanker ovarium. Sebanyak 15 dari 44 (34,09%) sampel blok parafin yang didapatkan ekspresi Bcl-2 yang positif, masing-masing didapatkan ekspresi Bcl-2 yang positif, 3 buah pada stadium I, 1 buah pada stadium II, 8 buah pada stadium III dan 3 buah pada stadium IV. Setelah dilakukan analisis statistik tidak diperoleh adanya hubungan antara ekspresi Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium dengan nilai p = 0,506 (p>0,05). Penelitian ini memperoleh hasil yang serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Torre (2007), Anderson (2009) dan Hogdal (2010) dimana ketiganya menyimpulkan bahwa ekspresi Bcl-2 positif tidak berhubungan dengan stadium kanker ovarium. Hasil yang berbeda didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Adiyanti (2007), dimana penelitiannya menggunakan 34 sampel blok parafin pasien dengan kanker ovarium yang sudah mengalami pembedahan di Rumah Sakit Sardjito, Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara ekspresi protein Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium dan memperoleh hasil 2,9 % Bcl-2 terekspresi pada stadium 1 dan 41,2 % Bcl-2 terekspresi pada stadium 3, setelah dianalisis ditarik kesimpulan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara Bcl-2 dengan stadium kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) dari Universitas Hassanudin, Makasar terhadap 41 pasien kanker ovarium. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai prognostik ekspresi Bcl-2 terhadap kanker ovarium. Pada penelitian tersebut diperoleh sebanyak 63,4% sampel ekspresi Bcl-2 positif, dimana hasil positif terbanyak
50
ditemukan pada kanker ovarium stadium IV, kemudian diikuti dengan stadium III, II, dan I. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Lobna Ayadi (2010) memperoleh hasil bahwa sebanyak 42 (73,7%) dari 57 sampel mengalami ekspresi Bcl-2 positif. Adanya ekspresi Bcl-2 yang positif tersebut memiliki hubungan dengan stadium kanker ovarium khususnya pada stadium lanjut. Pada penelitian ini tidak ditemukannya hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi Bcl-2, hal ini kemungkinan disebabkan oleh karena jalur karsinogenesis dari kanker ovarium yang bersifat multistep. Kanker ovarium merupakan keganasan ginekologi yang memiliki patofisiologi penyakit yang bersifat multistep, dimana terdapat berbagai jalur karsinogenesis yang diduga berperan penting dalam menentukan terjadinya kanker ovarium. Selain jalur Bcl-2 yang merupakan suatu perubahan gen apoptosis yang dianalisis pada penelitian ini. Beberapa gen dan ekspresi protein gen yang mengalami kelainan dan terlibat dalam jalur karsinogenesis terjadinya kanker ovarium telah diketahui. Kelainan pada gen dan ekspresi protein gen tersebut dapat dibagi menjadi empat, yaitu onkogen sebagai gen pemicu pertumbuhan sel, inaktivasi gen supresor tumor, perubahan pada gen apoptosis, dan kerusakan gen yang terlibat pada perbaikan DNA (Kumar et al., 2010). Pertama adalah onkogen, beberapa gen yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya adalah gen HER2-neu, RAS, MYC, dan CDK1. Onkogen merupakan suatu kelainan pada gen yang mengakibatkan terjadinya peningkatan aktivasi pertumbuhan dan atau pembelahan seluler, sehingga akan mengarahkan sel pada pertumbuhan yang tidak terkendali (Kumar et al., 2010).
51
Kedua adalah inaktivasi gen supresor tumor. Gen-gen yang termasuk dalam kelompok ini meliputi BRCA1, BRCA2 dan p53. Adanya inaktivasi pada BRCA1 dan BRCA2 mengakibatkan terjadinya gangguan penyembuhan kerusakan sel atau DNA. Sedangkan inaktivasi pada p53, misalnya pada sel yang mengalami mutasi atau kehilangan gen p53, maka ekspresi p53 tidak terjadi atau terjadi ekspresi p53 namun tidak dapat mengaktivasi proses transkripsi pada beberapa gen target seperti gen inhibitor kinase dipendent-cyclin CDKN1A (p21) dan GADD45. Kegagalan ekspresi p21 mengakibatkan siklus sel tidak dapat berhenti pada akhir fase G1 dan ekspresi GADD45 mengakibatkan tidak terjadinya perbaikan DNA (Syaifudin, 2007). Ditambah lagi, adanya efek proapoptosis yang dimiliki oleh p53 melalui peningkatan sintesis Bax, sehingga pada sel yang mengalami mutasi atau kehilangan gen p53, maka tidak akan terjadi aktivasi gen apoptosis BAX. Kegagalan aktivasi pada gen BAX mengakibatkan sel tidak mengalami apoptosis. Keberadaan onkogen dan inaktivasi gen supresor tumor selanjutnya akan mengakibatkan proliferasi sel menjadi tidak terkontrol. Ketiga, perubahan pada gen pengatur apoptosis, terutama diperankan oleh BAX dan Bcl-2. Pada perubahan fungsi proapoptosis dari gen BAX, dimana tidak terjadi aktivasi BAX akan mengakibatkan sel tidak mampu mengalami proses apoptosis. Sedangkan perubahan fungsi anti apoptosis gen Bcl-2, justru akan memperberat ketidakmampuan sel untuk mengalami proses apoptosis (Kumar et al., 2010). Keempat adalah adanya kerusakan pada gen yang memperbaiki DNA atau DNA repair gen. Gen yang termasuk dalam kelompok ini berfungsi untuk
52
mencegah adanya penumpukan sel yang mengalami mutasi. Apabila terjadi gangguan atau kerusakan pada jalur ini maka sel akan kehilangan kemampuannya untuk mengidentifikasi dan memperbaiki gen yang mengalami kerusakan. Adapun gen yang termasuk dalam kelompok ini, antara lain adalah gen BRCA 1 dan BRCA 2 (Kumar et al., 2010). 6.3 Kelemahan Penelitian Jumlah sampel penelitian ini seharusnya diambil dari prevalensi terbesar stadium kanker ovarium yang diperoleh dari angka prevalensi masing-masing kelompok stadium kanker ovarium, bukan berdasarkan angka prevalensi dari kanker ovarium di populasi. Penelitian ini menggunakan angka prevalensi dari kanker ovarium di populasi sebagai patokan dalam menentukan jumlah sampel penelitian oleh karena belum ditemukannya angka prevalensi dari masing-masing kelompok stadium kanker ovarium di populasi. Informasi yang diperoleh setelah melakukan kajian di bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah bahwa, pada sampel blok parafin yang dibuat sebelum tahun 2012, fiksasi jaringannya tidak dilakukan dengan mengunakan buffer formalin melainkan dengan menggunakan fiksasi alkohol. Penggunaan fiksasi alkohol tentunya dapat menyebabkan kerusakan sel protein yang ada pada jaringan. Sehingga walaupun langkah selanjutnya dalam pembuatan blok parafin telah dikerjakan dengan benar, tetap saja ekspresi protein gen yang ada tidak dapat ditemukan dalam kondisi yang sebenarnya. Hal ini yang diduga mengakibatkan sulit terjadi overekspresi Bcl-2 pada saat pengecatan immunohistokimia dari blok parafin.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Simpulan pada penelitian ini adalah stadium kanker ovarium tidak berhubungan dengan ekspresi Bcl-2. 7.2 Saran Jalur karsinogenesis dari kanker ovarium adalah bersifat multistep, sehingga dalam rangka mendukung pengembangan ide, pemanfaatan gen dan ekspresi gen sebagai deteksi dini dalam diagnostik kanker ovarium, diperlukan penelitian lanjutan guna menilai jalur karsinogenesis yang lain, seperti pada jalur onkogen, perubahan gen apoptosis dan gen yang terlibat dalam perbaikan DNA.
53
DAFTAR PUSTAKA
Abir, R., Orvieto, R., Dicker, D., Zukerman, Z., Barnett, M., Fisch, B., 2002. Preliminary studies on apoptosis in human fetal ovaries. Fertil Steril 78, pp 259– 264. Adiyanti,V.P. 2007. Hubungan antara ekspresi P53 dan Bcl-2 serta indeks apoptosis dengan stadium karsinoma ovarium di RS. Dr. Sardjito Yogyakarta. (tesis). (serial online), [cited 2010 Sep. 11]. Available from: URLhttp://etd.ugm.ac.id/ index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&b uku_id=43262&obyek_id=4 American Cancer Society, 2010. Cancer Facts and Figures 2010. (serial online), [cited 2010 Aug. 10]. Available from: URL: http://documents.cancer.org/acs/groups/cid/documents/ webcontent/003130pdf.pdf Anderson N., Turner, L., Livingston, S., Chen, R., Nicosia, S.V., Kruk, P.A., 2009. Bcl-2 expression is altered with ovarian tumor progression: an immunohistochemical evaluation. [Online] World Journal Oncology, I(3). Alvailable from: http://www.ovarianresearch.com/content/2/I/16.[Accessed: 17th December 2010]. Araoye, M.O., 2003. Sample Size in: Research Methodology with Statistic for Health and Social Sciences. Ilorin: Nathadex Publishers. p. 115-122. Ayadi, L., Chaaboni, S., Khabir, A., Amouri, H., Malani, S., Guermazi, M., Frikha, M., Boudewara, T.S.2010. Correlation Between Immunohistochemical Biomarkers Expression and Prognosis of Ovarian Carcinomas in Tunisian. [Online] World Journal Oncology, I(3): 118-128. Available from: http://www.wjon.org/index.php/wjon/article/view/213/144 [Accessed: 17th November 2010]. Bartholomeusz, C., Itamochi, H., Yuan, L.X.M., Esteva, F.J., Wood, C.G., Terakawa, N., Hung, M.C., Ueno, N.T., 2005. Bcl-2 Antisence Oligonucleotide Overcomes Resistence to E1A Gene Therapy in a Low HER2-Expressing Ovarian Cancer Xenograft Model. American Association for Cancer Research. 65(18) Beral, V. 2008. Ovarian Cancer and Oral Contraceptives: Collaborative Reanalysis of Data from 45 Epidemiological Studies Including 23,257 Women with Ovarian Cancer and 87,303 Controls. (serial online), [cited 2010 Aug. 29]. Available from: URL: http://www.cancernewsincontext.org/2010/03/oralcontraceptives-reduce-cancer.html.
54
55
Berek, J.S. and Natarajan, S., 2007. Ovarian and Fallopian Tube Cancer, in: Berek & Novak’s Gynecology, 14th Ed. California: Lippincott William & Wilkins. p.1457-1531. Bronchud, M.H., 2004. BCL2 in : Principle of Molecular Oncology, 2nd Ed. Humana Press. p. 82-85. Busman, B., 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz M.F., Andriono, Siafuddin A.B. (editor) Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P Cancer Chemoprevention Research Center (CCRC) Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada (UGM). 2009a. Prosedur Tetap Pengamatan Ekspresi Protein dengan Metode Imunohistokimia. (serial online), [cited 2010 Oct. 1]. Available from: URL: http://ccrc.farmasi.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2009/02/03012imunositokimia.pdf. Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C., 2007. Gonadotropins and Ovarian Cancer. Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461. Coleman, R.L., Gershenson, D.M., 2007. Neoplastic Disease of the Ovary, in : Katz, V.L., Lentz, G.M., Lobo, R.A., Gershenson, D.M. Comprehensive Ginecology, 5th Ed. Philadelphia: Mosby Elsevier. p. Copeland, L.J., 2007. Epithelial Ovarian Cancer, in : Clinical Gynecologic Oncology, 7th Ed. Mosby Elsevier inc. p.317-371. Cory, S. and Adams, J.M., 2002. The Bcl2 family: regulators of the cellular lifeor-death switch. Nat Rev Cancer 2, pp. 647. Cox, A.G. and Hampton, M.B., 2007. Bcl-2 overexpression promotes genomic instability by inhibiting apoptosis of cells exposed to hydrogen peroxide. Carcinogenesis, vol 28, no 10: 2166-2171. Fatchiyah, 2006. Imunohistokimia. [Kuliah] Universitas Brawijaya, 24 November. Fauzan, R. 2009. “Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007” (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Gang, W., Luo, F., Li, G., Cheng, X., Shi, Zou, T., 2007. The Expression of P-gp, Bcl-2 and VEGF in Epithelial Ovarian Carcinoma and Their Significance. Journal of Clinical Oncology, ASCO Annual Meeting Proceeding Part I. Vol 25, No 18S, June 20 .Supplement : 16075.
56
Gershenson, D.M., 2007. Fertility-Sparing Surgery for Malignancies in Women. Journal of the National Cancer Institute Monographs, 34:43-47 Granstrom, C., 2008. Population Attributable Fraction for Ovarian Cancer in Swedish Women by Morphologic Type. 98 (1),199-205. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681. Accessed on: October 10th, 2010. Havrilesky, L.J. and Berchuck, A., 2001. Molecular Alteration in Sporadic Cancer, in: Ovarian cancer 2nd Ed. Lippincott Williams and Wilkins Publisher.p. Hogdal, E.V., Christensen, L., Kjaer, S.K., Blaakaer, J., Christensen, I.J., 2010. Limited prognostic value of tissue protein expression levels of BCL-2 in Danish ovarian cancer patients: from the Danish “MALOVA” ovarian cancer study. APMIS Aug 118(8): 557-564. Jemal, A., Siegel, R., Jiaquan, X., Elizabeth, W., 2010. Cancer Statistics. CA Cancer J Clin, 60: 277–300. Karst, A.M and Drapkin, R. 2010. Ovarian cancer Pathogenesis : A Model in Evolution. Journal of Oncology. Vol 2010. Article ID 932371, 13. Karyana, K., 2004. Profil Kanker Ovarium Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode Januari 2002-Desember. (Tesis) PPDS I Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar 205:13-6. Kumar, Robbins, Leonard, S., Vinay, 2010. Neoplasia in: Robbins&Cotran Pathologic Basis of Disease, 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier: 269-342. Kupryjanczyk, J., Mądry, R., Plisiecka-Hałasa, J., Bar, J., Kraszewska, E., Ziółkowska, I., Timorek, A., Stelmachów, J., Emerich, J., Jędryka, M., Płużańska, A., Rzepka-Górska, I., Urbański, K., Zieliński, J., Markowska, J., 2003. Evaluation of clinical significance of TP53, BCL-2, BAX, and MEK1 expression in 229 ovarian carcinomas treated with platinum based regiment. British journal of Cancer. 88: 845-854. Lahmann, P.H. 2009. Anthropometric Measures and Epithelial Ovarian Cancer Risk in The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. (serial online), [cited 2010 Sep. 18]. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19821492. Landen-Jr, C.N,. Michael, J., Birrer, Anil, K., Sood, 2008. Early Events in the Pathogenesis of Epithelial Ovarian Cancer. Journal of Clinical Oncology. American Society of Clinical Oncology. 26: 995-1005. Lowe, S.C. and Lin, A.W., 2000. Apoptosis in cancer. Carcinogenesis. Oxford University Press vol.21 no.3: 485-495.
57
Mahmoud, R. H., 2005. Apoptosis in the ovary: molecular mechanisms.Human reproduction Updated vol 11 No 2, pp. 162-178 Marone, M., Scambia, G., Mozzetti, S., Ferrandina, G., Iacuwella, S., Pasqua, A.D., Benedetti, P., Moncuso, S, 2000. Bcl-2,Bax, Bcl-xL, Bcl-xS Expression in Normal and Neoplastic Ovarian Tissues. Clinical Cancer Research. 4 :517-524 Miguel, H. B., MaryAnn, F., Giuseppe, G., 2008. Genetic markers in sporadic tumors. Principles of Molecular Oncology, pp. 83-84. Nagell, J.R., Gershenson, D.M., 2008. Ovarian Cancer : Etiology, Sreening, and Surgery, in: Te Linde Operative Gynecology,10th Ed. Florida: Lippincott Williams and Wilkins.p.1308-1339. Nezhat, F., Cohen, C., Rahaman, J., Gretz,H., Cole, P., Kaliri,. 2002. Comparative Immunohistichemical Studies of Bcl-2 and P53 Proteins in Benign and Malignant Ovarian Endometriotic Cysts. American Cancer Society.94:2935-40 Page, C.L., Charles, F., Levenback, Anil, K., Sood, Karen, H., Lu and Robert, L., Coleman, 2010. Predictive and Prognostic Protein Biomarkers in Epithelial Ovarian Cancer : Recommendation for Future Studies. Cancers, vol 2 : 913-954. Peter, M.E., Krammer, P.H., 2003. The beyond. Cell Death Differ 10, pp. 26
CD95(APO-1/Fas)
DISC
and
Pothuri, B., Mario, M.L., Douglas, A., Levine, Agnes, V., Adam, B., Olshen, Arroyo, C., Bogomolniy, F., Olvera, N., Lin, O., Robert, A., Soslow, Robson, M.E., Offit K., Barakat, R., Boyd, J., 2010. Genetic Analysis of the Early Natural History of Epithelial Ovarian Carcinoma. PloS ONE 5(4): e10358. doi:10.1371/journal,pone.0010358. Rauf, S., Masadah, R., 2009. Bcl-2 Protein Expression in Ovarian Cancer. J Med Nus. 25: 55-58. Rautureau, G.J.P., Catherine, L., Mark, G. H,. 2010. Intrinsically Disordered Proteins in Bcl-2 Regulated Apoptosis. International Journal Molecular Sciences,11 :1808-1824. Ravichandran, K.S., 2003. “Recruitment signals” from apoptotic cells: invitation to a quiet meal, Cell 113, pp. 817. Reeves, G.K. 2007. Cancer Incidence and Mortality in Relation to Body Mass Index in The Million Women Study: Cohort Study. (serial online), [Accessed: 2010 Aug. 5]. Available from: URL: http://www.bmj.com/content/335/7630/1134.abstract.
58
Sagarra, R., Andrade, L.A., Martinez, E.Z., Pinto, G.A., Syrjanen, K.J., Derchain, S.F., 2002. P53 and Bcl-2 as prognostic predictors in epithelial ovarian cancer. Available from: http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.15251438.2002.01135.x/abstract [Accessed: 17th November 2010] Schorge, J.O., Reed, N., Millan, D., Verheijen, R., Castiglion, M., 2008. Epithelial Ovarian Cancer ,Ovarian Germ Cell and Sex Cord–Stromal Tumors, in: Williams Gynecology. Texas:The McGraw-Hill Companies Inc.Section 4,chapter 35-36. Sheau, Y. S and Aaron J.W.H., 2000. Tissue specific bcl-2 protein partners in apoptosis: An ovarian paradigm. Physiological review vol 80, No 2, pp. 593-610. Shih, I., Kurman, R.J., 2007. Ovarian Serous Carcinogenesis : A Proposed Model. In: Giordano A, Bovicelli A., Urman R.J. (editors) Molecular Pathology of Gynecologic Cancer. New Jersey. Humana Press Inc. p.1511-1518. Shiozaki, E.N. and Shi, Y., 2004. Caspases, IAPs and Smac/DIABLO: mechanisms from structural biology. Trends Biochem Sci 29, pp. 486. Silversini, R., Daldone, M.G., Veneroni, S., Benini, E., Scarfone, G., Zanaboni, F., Villa, A., Presti, M., Danese, S., Bolis, G., 2001. The clinical predictivity of biomarkers of stage III-IV epithelial ovarian cancer in a prospective randomized treatment protocol, American cancer society. Syaifudin, M., 2007. Gen Penekan Tumor p53, Kanker dan Radiasi Pengion. [Online] 1 (3), 119-128. Available from :http://www.batan.go.id/ptkmr/ Biomedika/Publikasi%202007/MS_BAlara_Vol_8_3_Apr07.pdf [Accessed: 20 th Agustus 2010]. Torre, F.J., Garcia, A, Gil-Moreno, A., Planaguma, J., Reventos, J., Ramon, C. S., Xercavins, J., 2007. Apoptosis in Epithelial Ovarian Tumours, Prognostic Significance of Clinical and Histopathologic Factors and its Association with the Immunohistochemical Expression of Apoptotic Regulatory Proteins (p53,bcl-2 and bax). European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology. 130: 121-128. Tripathy, D. and Rubenstein, J., 2003. Neoplasia in: McPhee S.J., Lingappa V.R., Ganong W.F.(editors). Lange Pathophysiology of Disease: an Introduction to Clinical Medicine, 4th Ed. New York: McGraw-Hill Companies.p.91-112. Walensky, L.D., 2008. Multimodal Targeting of the BCL-2 family in Cancer. American Association for Cancer Research Education Book. http://educationbook.aacrjournals.org Wheeler J.E., 2001.Histopathology of Ovarian Cancer in: Rubin, S.C., Sutton,G.P. (editors). Ovarian Cancer, 2nd Ed. Lippincott Williams & Wilkins.p.
59
World Health Organization (WHO), 2008. World Cancer Report. Boyle, P. & Levin, B., editors. International Agency for Research on Cancer (IARC). p. 424427. Yamashita., 2004. P53 and BCL-2 scoring. Breast Cancer Res. 6;24-30.
Lampiran 1. Formulir Penelitian
PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA STADIUM KANKER OVARIUM DENGAN B CELL LYMPHOMA-2 (BCL-2) A IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Nomor Parafin Blok Nomor Rekam Medis B DATA KLINIS Jumlah Paritas Stadium Kanker Ovarium IMT (BB/(TB)2) Riwayat Kontrasepsi Hormonal Riwayat Terapi Hormonal Riwayat Keluarga Kanker Ovarium, Mamae dan Kolon C PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA BCL-2 Skor
60
61
Lampiran 2. Data Penelitian No
CM
Umur
Std
1
01.44.62.10
50
IIIC
2
01.44.94.40
34
IC
3
01.45.18.86
48
IA
4
01.45.44.57
59
IIIC
5
00.44.13.72
49
IIIC
Intensitas Negatif Negatif lemahsedang Lemah Negatif Negatif
%
hasil
Paritas
rwy kel
mnp
IMT
KB
HOR
0
+
2
tidak
ya
18.9
Tidak
Tidak
0
+
2
tidak
tidak
18.3
Ya
Tidak
15
-
unmarried
tidak
tidak
21.2
Tidak
Tidak
5
+
3
tidak
ya
22.0
Tidak
Tidak
0
+
3
tidak
ya
21.6
Ya
Tidak
0
-
1
tidak
tidak
26.8
Ya
Tidak
10
-
unmarried
tidak
tidak
29.6
Tidak
Tidak
5
+
3
tidak
ya
17.3
Tidak
Tidak
90
-
2
tidak
tidak
20.0
Tidak
Tidak
80
+
3
tidak
ya
22.8
Ya
Tidak
6
01.46.84.91
30
IIB
7
01.46.67.88
40
IIIC
8
01.44.95.40
64
IV
9
01.46.61.79
44
IC
10
01.47.05.36
60
IV
11
01.38.48.90
48
III
Sedangkuat
90
-
2
tidak
tidak
19.4
Ya
Tidak
12
01.47.90.00
45
IIIC
Sedangkuat
10
+
2
tidak
ya
19.1
Tidak
Tidak
13
01.47.69.39
28
IIA
0
-
2
tidak
tidak
28.3
Ya
Tidak
14
01.47.21.38
44
IIIB
Lemahsedang
80
-
unmarried
tidak
tidak
21.2
Tidak
Tidak
15
01.23.13.40
43
IV
Sedangkuat
80
+
2
tidak
tidak
23.8
Tidak
Tidak
16
01.48.31.89
36
IIA
0
-
2
tidak
tidak
19.4
Tidak
Tidak
17
01.49.25.03
50
IIC
95
+
2
tidak
ya
22.5
Tidak
Tidak
18
01.49.63.90
47
IIA
Sedangkuat
10
-
0
tidak
tidak
32.3
Tidak
Tidak
19
01.46.20.82
37
IIIB
Lemahsedang
30
-
3
tidak
tidak
38.2
Tidak
Tidak
20
01.52.30.28
61
IV
Sedangkuat
95
-
2
tidak
ya
26.8
Tidak
Tidak
21
01.52.52.09
36
IC
5
-
2
tidak
tidak
18.9
Tidak
Tidak
22
01.48.35.96
48
IV
0
-
2
tidak
ya
23.5
Ya
Tidak
23
01.50.80.92
39
IA
0
+
1
tidak
ya
20.5
Ya
Tidak
Lemah Lemah Kuat Kuat
Negatif
Negatif Kuat
Lemah Negatif Negatif
62
24
01.53.48.73
52
IIIC
25
01.53.50.97
55
IIC
26
01.53.39.11
39
IC
27
01.53.95.99
67
IIA
28
01.54.14.54
35
IIIC
29
01.54.80.49
56
IIIA
30
01.55.67.92
44
IIC
31
01.55.81.11
58
IIIC
32
01.18.69.85
39
IIIC
33
01.55.43.48
48
IIIC
34
01.55.04.87
63
IV
Lemahsedang Lemah Lemah Lemahsedang Negatif Lemah Lemahsedang Negatif Negatif Sedang Negatif Negatif
80
+
4
tidak
ya
24.6
Tidak
tidak
5
-
0
tidak
ya
22.0
Tidak
tidak
20
+
0
tidak
tidak
18.2
Tidak
tidak
20
-
0
tidak
ya
28.4
Tidak
tidak
0
+
2
tidak
tidak
23.3
Tidak
tidak
5
+
3
tidak
ya
15.2
Tidak
tidak
50
-
2
tidak
tidak
23.3
Tidak
tidak
0
-
1
tidak
ya
24.5
Tidak
tidak
0
-
2
tidak
tidak
15.5
Tidak
tidak
90
+
unmarried
tidak
tidak
23.8
Tidak
tidak
0
-
4
tidak
ya
17.7
Tidak
tidak
0
-
0
tidak
tidak
23.4
Tidak
tidak
5
-
4
tidak
ya
17.8
Tidak
tidak
5
-
0
tidak
tidak
20.0
Tidak
tidak
10
-
2
tidak
tidak
22.2
Tidak
Tidak
0
-
2
tidak
tidak
19.8
Tidak
Tidak
0
-
4
tidak
tidak
20.4
Tidak
Tidak
10
-
4
tidak
tidak
22.0
Tidak
Tidak
0
-
3
tidak
tidak
21.2
Tidak
Tidak
35
01.14.23.14
35
IIC
36
01.55.66.84
66
IV
37
01.52.30.28
46
IIIC
38
01.60.66.47
46
IA
39
01.60.65.71
45
IIIC
40
01.61.98.89
51
IIIC
41
01.61.89.00
50
IIIC
42
01.55.59.01
44
IIIC
43
01.66.52.89
13
IIIC
Negatif
0
-
unmarried
tidak
tidak
17.6
Tidak
Tidak
01.72.32.01
48
IIIC
Negatif
0
-
2
tidak
tidak
19,2
Tidak
Tidak
44
Sedang Lemah Lemahsedang Negatif Negatif Lemah Negatif
63
Lampiran 3. Perhitungan Uji Statistik Uji Normalitas Data Paritas 44
Umur 44
1.86
46.36
22.102
1.112
10.835
4.4290
Absolute
.201
.096
.146
Positive
.201
.096
.146
Negative
-.185
-.095
-.094
Kolmogorov-Smirnov Z
1.335
.636
.970
Asymp. Sig. (2-tailed) .057 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
.814
.304
N Normal Parametersa,,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
IMT 44
a. Test distribution is normal. b. Calculated from data. Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic 1.713
Paritas
df1
df2
Sig.
3
40
.180
Umur
1.172
3
40
.332
IMT
1.041
3
40
.385
Uji One Way Anova N
Mean
Std Deviation
Std Error
Paritas stadium 1
7
1.57
.787
.297
stadium 2
9
1.33
.707
.236
stadium 3
21
2.00
1.304
.285
stadium 4
7
2.43
.976
.369
total
44
1.86
1.112
.168
stadium 1
7
40.86
5.242
1.981
stadium 2
9
43.56
12.700
4.233
Umur
64
IMT
stadium 3
21
45.57
9.770
2.132
stadium 4
7
57.86
8.783
3.320
total
44
46.36
10.835
1.633
stadium 1
7
19.900
1.5166
.5732
stadium 2
9
25.156
4.0439
1.3480
stadium 3
21
21.767
4.9513
1.0805
stadium 4
7
21.386
3.7583
1.4205
total
44
22.102
4.4290
.6677
Anova
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
5.753
3
1.918
1.617
.200
Within Groups
47.429
40
1.186
Total
53.182
43
Between Groups
1221.102
3
407.034
4.254
.011
Within Groups
3827.079
40
95.677
Total
5048.182
43
Between Groups
123.812
3
41.271
2.294
.093
Within Groups
719.677
40
17.992
Total
843.490
43
Paritas Between Groups
Umur
IMT
65
Uji Korelasi Spearman Bcl-2 Spearman's rho Bcl-2
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Stadium 1.000
.103
.
.506
44
44
Stadium Correlation Coefficient
.103
1.000
Sig. (2-tailed)
.506
-
44
44
N
Lampiran 4. Hasil Pemeriksaan Imunohistokimia Bcl-2
Pembacaan mikroskopis imunohistokimia Bcl-2 positif
Pembacaan mikroskopis imunohistokimia Bcl-2 negatif