TESIS
EKSPRESI HER-2/neu TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN STADIUM KANKER OVARIUM
RYAN SAKTIKA MULYANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
TESIS
EKSPRESI HER-2/neu TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN STADIUM KANKER OVARIUM
RYAN SAKTIKA MULYANA NIM 0914038201
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
i
EKSPRESI HER-2/neu TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN STADIUM KANKER OVARIUM
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
RYAN SAKTIKA MULYANA NIM 0914038201
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
ii
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 23 JANUARI 2014
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, Sp.OG(K) NIP. 19530715 198003 1 009
dr. I Gede Mega Putra, Sp.OG(K) NIP. 19671214 199703 1 004
Mengetahui Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS NIP. 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) NIP. 195902151985102001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal :23 Januari 2014
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, No :0051a/UN14.4/HK/2014, 3 Januari 2014
Ketua : Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) Anggota 1. 2. 3. 4.
:
dr. I Gede Mega Putra, SpOG(K) Prof.Dr.dr.Wimpie I Pangkahila,SpAnd, FACCS Dr.dr. Ida Iswari, SpMK,M.Kes Prof.dr.N.Tigeh Suryadhi, MPH,PhD
iv
Surat Pernyataan Bebas Plagiat
Nama
: dr. Ryan Saktika Mulyana
NIM
: 0914038201
Program Studi
: Obstetri dan Ginekologi
Judul Tesis
: Ekspresi HER2/neu Tidak Berhubungan Dengan Stadium Kanker Ovarium
Dengan ini menyatakan bahwa tesis ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas No. 17 tahun 2010 dan Peraturan perundangundangan yang berlaku.
Denpasar, 20 Desember 2013 Yang membuat pernyataan
dr. Ryan Saktika Mulyana
v
UCAPAN TERIMA KASIH Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya berkat-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku pembimbing I dan Kepala Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, serta dr. I Gede Mega Putra, SpOG(K) selaku pembimbing II, serta kepada Bapak Drs. Ketut Tunas, Msi selaku pembimbing statistik yang telah membantu dalam menganalisa data sampel pada penelitian ini, selain itu tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dr.Ni Putu Sriwidnyani,SpPA yang telah membantu dalam pemeriksaan dan menganalisa ekspresi HER2/neu. Selain itu ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS., Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK.,M.Kes dan Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D yang telah berkenan untuk menguji tesis ini dan memberikan masukan untuk menyempurnakan tesis ini dalam rangka Program Pendidikan Spesialis I (PPDS I) dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree). Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD (KEMD), Direktur Program Pascasarjana yang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K), Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. Putu Astawa,Sp.OT(K), serta Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, dr. I Wayan Sutarga, MPHM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan PPDS I dan Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Kekhususan Kedokteran Klinik (Combined Degree) di Universitas Udayana. Terima kasih penulis ucapkan juga kepada Kepala Program Studi Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan PPDS I FK UNUD/RSUP Sanglah, dr. A.A.N. Anantasika, SpOG(K) dan seluruh dosen/Staf Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah atas segala bimbingan dan dorongan yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan spesialis. Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan kepada seluruh guru yang telah mendidik dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Pasien-pasien yang telah menjadi guru dan banyak memberikan pengetahuan dan pengalaman, rekan-rekan residen Obstetri dan Ginekologi, serta rekan-rekan paramedis RSUP Sanglah. Tidak lupa penulis haturkan ucapan terima kasih yang dalam kepada Ibu dan Ayah penulis yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik, selalu memberi dukungan baik secara moril maupun materiil dan keadaan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberkati semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Penulis
vi
ABSTRAK EKSPRESI HER-2/neu TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN STADIUM KANKER OVARIUM
Kanker ovarium merupakan suatu keganasan ginekologi yang sering dijumpai di kalangan wanita. merupakan penyakit keganasan kedelapan yang paling umum dikalangan wanita dan menempati peringkat kelima penyebab kematian akibat kanker pada wanita. Adanya kesulitan dalam mendeteksi, mendiagnosis dan menangani kanker ovarium ini menyebabkan rendahnya survival rate pada wanita yang menderita kanker ovarium. Teori penyebab terjadinya kanker ovarium pada tingkat biomolekuler adalah terjadi mutasi genetik, salah satunya terjadi amplifikasi dari onkogen yang mengakibatkan overekspresi beberapa protein. Salah satu onkogen yaitu Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2) diduga memegang peranan penting dalam proses karsinogenesis. HER2/neu merupakan suatu reseptor pada permukaan sel yang mempengaruhi proliferasi sel, terjadinya overekspresi dari HER2/neu akan menyebabkan proliferasi sel kanker dan pembentukan pembuluh darah baru. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya hubungan positif terhadap ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah selama 25 bulan, dari Juli 2011 sampai dengan Juli 2013. Sampel adalah 44 blok paraffin kanker ovarium stadium I,II,III dan IV di bagian Patologi Anatomi RSUP Sanglah. Semua parafin blok dilakukan pemeriksaan imunohitokimia untuk mengetaui ekspresi HER2/neu masing-masing sampel, kemudian data dianalisa menggunakan uji Levene T dan Spearman. Pada penelitian ini didapatkan bahwa usia, indeks masa tubuh (IMT), paritas, riwayat kontrasepsi hormonal dari keempat kelompok sampel adalah homogen. Berdasarkan tes korelasi didapatkan nilai r adalah 0,203 (p=0,185), yang mengindikasikan bahwa tidak terdapat hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi HER2/neu. Disimpulkan bahwa ekspresi HER2/neu tidak berhubungan dengan stadium kanker ovarium. Kata kunci: HER2/neu, stadium kanker ovarium dan imunohistokimia
vii
ABSTRACT HER-2/NEU EXPRESSION DIN NOT CORRELATE WITH THE STAGE OF OVARIAN CANCER
Ovarian cancer is the gynecology malignancy among women. Ovarian cancer is the eighth most common malignancy among women and ranks fifth cause of cancer deaths in women. The difficulty in detecting, diagnosing and treating of ovarian cancer makes low survival rate in women suffering from ovarian cancer. Theory of the causes of ovarian cancer at the biomolecular level is a genetic mutation, amplification of one oncogene results in overexpression of several proteins. One of the oncogene called Human Epidermal Growth Factor Receptor 2 (HER2) plays an important role in the carcinogenesis process. HER2/neu is a receptor on the cell surface that affects cell proliferation, the overexpression of HER2/neu will cause cancer cell proliferation and new blood vessel formation. The aim of this study was to determine the existence of a positive relationship between HER2/neu expressions and ovarian cancer stage. This study was a cross-sectional study in the Department Obstetrics and Gynecology of Sanglah Hospital and Anatomic Pathology Laboratory of Sanglah hospital for 25 months, from Juli 2011 to July 2013. Samples were 44 parrafin blok with ovarian cancer stage I,II,III and IV at the Anatomical Pathology laboratory of Sanglah hospital. All paraffin blocks were stained with immunohistochemistry technique. Data was analized with T-Levene test and Spearman. This study obtained mean age, Body Mass Index (BMI), parity, history of hormonal contraception from the four groups of ovarian cancer in homogeneity. Based on the correlation test, the r-value was 0,203 (p=0,185), which indicating that there was no correlation between ovarian cancer staging and HER2/neu expression. As Conclusion, there was no correlation between HER2/neu expression and the stage of ovarian cancer. Keywords: HER2/neu, ovarian cancer stage and immunohistochemistry
viii
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ............................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ......................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................................... iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT....................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii ABSTRACT ....................................................................................................... viii DAFTAR ISI ...................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1 1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................4 1.3 Tujuan Penelitian ...............................................................................................4 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................4 BAB II KAJIAN PUSTAKA .................................................................................6 2.1 Biologi Tumor ....................................................................................................6 2.2 Karsinogenesis ...................................................................................................8
ix
2.3 Stimulator growth faktor-Onkogen .................................................................11 2.4 Peptida Growth faktor .....................................................................................13 2.5 Reseptor Growth faktor-termasuk kelompok EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) .............................................................14 2.6 Epidermal Growth Factor Receptor-2/ErbB2/HER2/neu ...............................15 2.7 Aktivasi Jalur Protein Kinase ..........................................................................21 2.8 Kanker ovarium ...............................................................................................22 2.8.1Faktor resiko ..................................................................................................23 2.9 Molekular Genetik Kanker Ovarium ..............................................................27 2.10 Klasifikasi tumor ovarium..............................................................................28 2.11 Stadium kanker ovarium ................................................................................30 BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka berpikir.............................................................................................32 3.2 Konsep penelitian .............................................................................................34 3.3 Hipotesis Penelitian..........................................................................................34 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian .......................................................................................35 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...........................................................................36 4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel ...............................................................36 4.3.1 Populasi ........................................................................................................36 4.3.2 Sampel ........................................................................................................36 4.3.2.1 Kriteria inklusi ..........................................................................................36 4.3.2.2 Kriteria eksklusi ........................................................................................37 4.3.3 Besar sampel ................................................................................................37 4.4 Teknik penentuan sampel.................................................................................38
x
4.5 Identifikasi Variabel, Hubungan Antar Variabel, dan Definisi Operasional Variabel .........................................................................38 4.5.1 Identifikasi variabel ......................................................................................38 4.5.2 Definisi operasional variabel........................................................................38 4.6 Alur Penelitian ................................................................................................41 4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan ...............................................42 4.7.1 Instrumen penelitian .....................................................................................42 4.7.2 Metode pemeriksaan ....................................................................................42 4.8 Pengumpulan dan Analisis Data ......................................................................46 4.8.1 Pengumpulan data ........................................................................................46 4.8.2 Analisis data .................................................................................................46 BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Distribusi data penelitian..................................................................................48 5.2 Korelasi antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi HER2/neu .............49 BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik sampel penelitian ........................................................................51 6.2 Ekspersi HER2/neu ..........................................................................................56 6.3 Kelemahan Penelitian.......................................................................................59 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ........................................................................................................60 7.2 Saran
........................................................................................................60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................61 Lampiran
........................................................................................................70
xi
DAFTAR TABEL Halaman 2.1
Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya ...................................... 29
4.1
Kategori IMT (Indek Massa Tubuh) untuk Indonesia ................................... 40
4.2
Interpretasi pulasan IHC HER2/neu............................................................... 46
5.1
Distribusi Umur, IMT, Paritas, dan Riwayat Kontrasepsi Hormonal pada Kelompok Stadium Kanker Ovarium............................................................. 48
5.2
Hubungan antara Ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium ...... 49
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1
Proses menyeluruh dari onkogengesis oleh akivasi protoonkogen, hilangnya ekspresi dari Tumor suppressor gen, aktivasi dari gen antiapoptosis atau hilangnya ekspresi gen proapoptosis.. ................................ 9
2.2
Peranan stimulator growth faktor pada proses proliferasi sel ........................ 13
2.3
Peranan Her2/neu pada signal trasduksi ....................................................... 15
2.4
Struktur Reseptor ErbB .................................................................................. 16
2.5
Empat kategori ligand yang mengikat kelompok reseptor ErbB ................... 18
2.6
HER2/neu merupakan pasangan dimerization bagi reseptor ErbB lainnya ... 19
2.7
Site yang mengalami autophosporilation ....................................................... 19
2.8
Proses terjadinya dimerization dan autophosphorilation pada HER2/neu .... 20
2.9
Proses aktivasi protein kinase ....................................................................... 22
2.10
Insiden kanker ovarium berdasarkan kelompok usia ................................... 23
2.11
Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya ...................................... 29
3.1
Konsep penelitian ........................................................................................... 34
4.1
Rancangan Penelitian ..................................................................................... 35
4.2
Alur penelitian ................................................................................................ 42
xiii
DAFTAR SINGKATAN
CDK
:
Cycline D Kinase
CD340
:
Cluster differentiation 340
DNA
:
Deoxyribonucleic Acid
EGFr
:
Epidermal Growth Factor receptor
EPR
:
Epiregulin
FIGO
:
International Federation of Gynecology and Obstetrics
FITC
:
Fluorescein isothiocyanate
FGF
:
Fibroblast growth factor
G1
:
Gap 1
G2
:
Gap 2
Her
:
Human Epidermal Receptor
IMT
:
Indek Massa Tubuh
IHC
:
Imunohistokimia
IGF
:
insulin growth factor
kDa
:
kilo Dalton
LH
:
Luteinizing Hormone
LOH
:
loss of heterozigocity
M
:
Mitosis
MAPK
:
mitogen activated protein kinase
mRNA
:
messenger Riboksinuklei Acid
NRG
:
Neuregulin
PDGF
:
platelet derived growth factor
RTKs
:
Reseptor Tirosin Kinase
TGF-α
:
Transforming Growth Factor-α
TNF
:
Tumor Necrotic Factor
VEGF
:
vascular endothelial growth factor
WHO
:
World Health Organization
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lembar pengumpulan data……………………. ........................................70 2. Lembar hasil analisa data ..........................................................................71 3. Lembar Data penelitian sampel ..................................................................75 4. Lembar Data Sampel penelitian .................................................................79 5. Etical clearance ..........................................................................................82
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Kanker ovarium merupakan suatu keganasan ginekologi yang banyak
dijumpai di kalangan wanita. Seringkali kasus – kasus kanker ovarium yang berhasil
ditemukan
sudah mengalami
penyebaran
keluar ovarium
dan
menyebabkan kanker ovarium sulit disembuhkan dengan operasi ataupun kemoterapi. Kanker ovarium merupakan penyakit keganasan kedelapan yang paling umum dikalangan wanita dan menempati peringkat kelima penyebab kematian akibat kanker pada wanita (American Cancer Society, 2009). Berdasarkan hasil penelitian terakhir didapatkan kejadian kanker ovarium di Amerika Serikat meningkat pada 30 tahun terakhir (Chobanian et al, 2008), dengan insiden pada tahun 2009 mencapai 21.500 kasus dengan angka kematian mencapai 14.600 jiwa. Hingga akhir 2009 diperkirakan kasus kanker ovarium mencapai 21.550 (American Cancer Society, 2009). Kanker ovarium menyumbang sekitar 3% dari semua kanker pada wanita dengan kelompok usia tersering yang menderita kanker ovarium ini adalah 55 – 64 tahun (Ovarian Cancer National Alliance, 2009). Angka kejadian kanker ovarium di rumah sakit Sanglah sebanyak 35% dari seluruh kanker ginekologi, dengan angka harapan hidup 5 tahun hanya 15% (Karyana, 2005).
1
2
Adanya kesulitan dalam mendeteksi, mendiagnosis dan menangani kanker ovarium ini menyebabkan rendahnya survival rate pada wanita yang menderita kanker ovarium, 46% dari wanita dengan kanker ovarium dapat bertahan hidup paling sedikit 5 tahun setelah didiagnosis (American Cancer Society, 2009). Sampai saat ini belum ada metode skrining yang efektif dalam mendeteksi kanker ovarium, disamping itu gejala yang dijumpai juga tidak spesifik sehingga seringkali kanker ovarium ini ditemukan pada stadium akhir dan hanya seperempat dari kanker ovarium ini ditemukan pada stadium I (Chobanian et al, 2008). Stadium pada saat didiagnosis akan sangat mempengaruhi prognosis pasien. Kanker ovarium stadium I 5-years survival rate-nya mencapai 80-90% dibandingkan 15-20% pada wanita dengan stadium III dan IV. Diagnosa konfirmasi biasanya dilakukan secara histologis, pembedahan bahkan dengan pembedahan debulking, jika memungkinkan maka semuanya dikerjakan pada tahap evaluasi awal dan penanganannya, sehingga diperlukan intervensi yang efektif dan sedini mungkin dalam memahami perjalanan penyakit yang terlibat dalam tumorogenesis. Biomarker Ca-125 paling sering dipakai oleh para klinisi dalam menentukan kanker ovarium, namun Ca-125 yang digunakan secara luas memiliki sensitivitas yang rendah dan adanya suatu positif palsu yang tinggi akibat berbagai kondisi lainnya, seperti: penyakit radang panggul, endometriosis, kista ovarium, dan fibroid (Hogdall et al, 2007). sehingga analisis mengenai ekspresi gen dibutuhkan dalam memantau profil ekspresi gen secara global mengenai jaringan kanker ovarium termasuk sel primer, sel epitel permukaan ovarium dan sel
3
cystadenoma (Colleen et al,2000), diharapkan pengetahuan mengenai perubahan ekspresi gen selama perkembangan dan prognosis tumor ovarium dapat memberikan paradigma yang baru mengenai deteksi dini dan strategi terapi dari kanker ovarium. (Mayr et al, 2006). Pada beberapa kanker termasuk kanker ovarium, amplifikasi dari onkogen akan berakibat terjadinya overekspresi beberapa protein. Beberapa onkogen akan menjadi overaktif saat mengalami mutasi. Diperkirakan onkogen HER2/neu (ErbB2) memegang peranan penting dalam proses karsinogenesis. Berdasarkan pemeriksaan imunihistokimia didapatkan 25% kasus kanker ovarium akan mengalami overekspresi HER2/neu dan hal ini erat hubungannya dengan prognosis pasien, walaupun mekanisme terjadinya overekspresi ini belum dapat dijelaskan sampai saat ini (Hellstrom et al, 2001 ; Mayr et al, 2006). Selain faktor Onkogen faktor lain yang juga memegang peranan penting dalam terjadinya kanker ovarium seperti adanya gangguan pada gen penghambatan tumor supresor gen, regulasi terhadap apoptosis (Programmed cell death) dan gen yang melibatkan DNA repair, kesemua diatas merupakan target utama terhadap kerusakan genetik. Faktor – faktor yang berperan untuk menentukan prognosis secara independen adalah stadium tumor, derajad diferensiasi tumor dan ploidisitas DNA. Faktor – faktor lain seperti volume residual tumor setelah reduksi, asites, ruptur, adesi tumor, peningkatan usia dan kadar CA-125 serum merupakan faktor yang mempengaruhi prognosis secara independen (Seidman, 2002). Namun sampai saat ini belum banyak penelitian yang mencari hubungan antara ekspresi
4
HER2/neu dengan faktor – faktor independen yang tersebut di atas khususnya stadium tumor yang sudah terbukti berperan pada terapi dan penentuan prognosis kanker ovarium dan bisa memberikan nilai prediktif terhadap ekspresi HER2/neu pada setiap kasus kanker ovarium berdasarkan stadiumnya.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka didapatkan suatu rumusan masalah sebagai berikut: Apakah ada hubungan positif antara ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium? 1.3 Tujuan penelitian Untuk mengetahui adanya hubungan positif terhadap ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat keilmuan 1.4.1.1 Dapat mengetahui peran HER2/neu dalam proses perkembangan kanker ovarium dan hubungannya dengan overekspresi yang terjadi. 1.4.1.2 Dapat dijadikan data dasar dan acuan bagi penelitian berikutnya dalam mencari hubungan ekspresi HER2/neu pada kanker ovarium dengan faktor lainnya. 1.4.2
Manfaat praktis
1.4.2.1 Kombinasi marker molekuler genetik HER2/neu dengan stadium kanker ovarium dapat dipakai oleh klinisi sebagai sarana deteksi dini dan
5
membantu klinisi menentukan prognosis pasien kanker ovarium dengan lebih akurat. 1.4.2.2 Dapat digunakan untuk menentukan sasaran terapi pengobatan kanker ovarium dengan lebih tepat dan memberikan informasi awal tentang kemungkinan penanganan kanker ovarium dengan terapi antibodi terhadap HER2/neu.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Biologi Tumor Sel tumor berasal dari satu sel atau monoklonal (epitel atau jaringan ikat) yang mengalami transformasi. Kerusakan genetik atau DNA dapat terjadi karena adanya mutasi genetik spontan sejak bayi dilahirkan (misalnya familial susceptibility cancer/loss of heterozigocity = LOH) seperti pada karsinoma ovarium (albert et al, 2002). Perubahan pada tingkat genetik berupa aktivasi dalam jumlah berlebihan atau overekspresi dapat menyebabkan aktivasi proses transkripsi dan translasi yang berlebihan pula. Protein yang dikoding oleh onkogen mempunyai kemampuan untuk memacu transformasi sel normal menjadi sel kanker melalui beberapa mekanisme. Perbedaan antara protoonkogen yang ada pada individu normal dan onkogen adalah bahwa pada onkogen (activated protoonkogen) terdapat abnormalitas genetik seperti mutasi, amplifikasi atau rearrangement. Hal ini akan menyebabkan onkogen lebih aktif atau membentuk protein dengan aktivitas berlebihan, baik karena perbedaan bentuk atau fungsinya. (Kimmelman et al, 2001). Produk protein dapat bekerja secara otokrin, parakrin atau endokrin. Jika suatu produk protein ini bekerja secara otokrin maka produk protein tersebut akan merangsang pertumbuhan atau proliferasi dari sel itu sendiri secara independent, baik sebagai growth faktor atau growth faktor receptor, sedangkan secara parakrin artinya produk protein tersebut akan merangsang sel-sel lain disekitarnya (tumor
6
7
micro-environtment) untuk bersifat suportif terhadap pertumbuhan sel kanker atau secara endokrin yang akan bekerja pada sel yang jauh dari sel kanker (paraneoplastik syndrome) (Albert et al, 2002; Mcdonald, 2004). Akibat dari aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen, inaktivasi dari tumor suppressor genes, maka hasil dari keseluruhan proses tersebut adalah kerusakan dari sistem kinetik sel seperti fungsi stimulasi dan inhibisi terhadap pertumbuhan sel, sehingga perkembangan sel akan lebih cepat tanpa dapat dikontrol. Salah satu mekanisme dalam mengontrol perkembangan sel adalah melalui mekanisme homeostasis sel dan salah satunya adalah telomeres atau cells molecular clock. Telomeres merupakan produk protein yang menyerupai rantai “Tasbish” terdapat pada ujung kromosom, yang akan memendek karena kehilangan beberapa beads pada setiap kali replikasi. Apabila rantai habis, maka sel diperintah untuk mati (apoptosis/Program cell death) pada sel kanker dengan adanya enzim telomerase akan tetap mempertahankan panjang dari telomere sehingga sel kanker tidak akan mati dan menjadi immortal. Sebagai akibat dari gangguan mekanisme tersebut, akan tumbuh suatu jaringan baru diluar kontrol normal dari tubuh atau sel-sel sekitar dan jaringan baru ini nanti disebut dengan neoplasma, jika dilihat dari mekanisme pembentukannya maka kanker bisa dikatakan sebagai penyakit yang berhubungan dengan kerusakan DNA, disetai dengan ketidak stabilan genom, sehingga perubahan atau mutasi DNA tersebut akan berjalan terus dan membentuk kumpulan sel (Clonal Cell) dengan morfologis yang bermacammacam (Pleomorfism), yang secara fenotipe seringkali sulit dikenali sel asalnya (de-differentiation process). (Macdonald, 2004).
8
2.2 Karsinogenesis Karsinogenesis adalah proses perubahan dari sel normal menjadi sel kanker, pembelahan sel merupakan proses fisiologis pada hampir semua sel. Sel senantiasa menjaga integritasnya dengan tetap menjaga keseimbangan antara proliferasi dan apoptosis (Program cell death). Adanya mutasi pada DNA akan menuju pada proses terjadinya kanker. Karsinogenesis disebabkan oleh mutasi genetik dari sel normal tersebut. diperlukan beberapa mutasi yang terjadi beberapa kali pada kelompok gen tertentu sebelum sel normal berubah menjadi sel kanker (Vogelstein et al, 2004). Terdapat beberapa prinsip yang fundamental, pertama adalah adanya Kerusakan genetik yang bersifat non-letal yang merupakan prinsip penting dari proses karsinogenesis. Kerusakan genetik (mutasi) mungkin didapatkan akibat paparan dari faktor lingkungan seperti misalnya bahan kimia, radiasi atau virus atau memang merupakan suatu faktor bawaan. Faktor lingkungan ini akan meliputi segala agen baik yang bersifat eksogen atau produk metabolisme endogen dari metabolisme sel. Kedua, Tumor dibentuk oleh ekspansi klonal dari sel prekusor tunggal yang telah mengalami kerusakan genetik (tumor monoclonal). Clonality tumor dapat dinilai pada wanita yang bersifat heterogenus untuk marker polimorfik X-link seperti androgen reseptor. Ketiga, adanya gangguan pada empat kelompok gen pengatur regulasi normal baik itu gangguan pada gen yang merangsang pertumbuhan protoonkogen, penghambatan tumor supresor gen, regulasi terhadap apoptosis (Programmed cell death) dan gen yang melibatkan DNA repair, kesemua diatas merupakan target utama terhadap
9
kerusakan genetik. Keempat, Karsinogenesis merupakan suatu
proses pada
tingkat fenotip dan genotif yang terjadi akibat akumulasi dari mutasi pada gen yang terjadi secara multipel, hal ini berhubungan dengan perkembangan kanker dan progresifitasnya. (Kumar et al, 2010).
Kematian sel terprogram
Perkembangan sel dan proliferasi
-
+ Aktivasi onkogen RET
+
TSGs Gatekeepe r RB1
Gen apoptosis
Caretakers MSH2
MET TP53
FAS
Gen antiapoptosis BCL2 telomerase
MLH1
RAS
Gambar 2.1.
proses menyeluruh dari onkogengesis oleh akivasi protoonkogen, hilangnya ekspresi dari Tumor suppressor gen, aktivasi dari gen antiapoptosis atau hilangnya ekspresi gen proapoptosis (Kumar et al, 2010)
Protoonkogen merupakan gen yang normal yang dapat berubah menjadi onkogen apabila mengalami mutasi atau mengalami peningkatan ekspresi. Protein yang dihasilkannya dinamakan onkoprotein (Mitchel et al, 2001). Protoonkogen akan mengkode protein untuk membantu dalam perkembangan dan diferensiasi sel. Protoonkogen akan memicu pembelahan sel dalam berbagai jalur. Dimana banyak dari protoonkogen ini akan menghasilkan hormon sebagai mediator kimia (Chemical messengers) diantara sel yang akan mendorong terjadinya mitosis, efek dari mediator kimia ini tergantung dari sinyal transduksi dari sel yang menerimanya. Beberapa bekerja pada sistem sinyal transduksi dan sinyal reseptor
10
pada sel dan jaringan Sehingga sel harus mampu menjaga sensitifitas dari hormon tersebut. Proto-onkogen ini biasanya akan menghasilkan mitogen atau segala yang terlibat dalam proses transkripsi DNA pada sintesis protein. Mutasi pada protoonkogen dapat merubah ekspresinya dan fungsinya, peningkatan jumlah atau aktivitas dari proteinnya. Mutasi pada protoonkogen dapat merubah ekspresi dan fungsinya, meningkatkan jumlah atau aktivitas protein yang dihasilkannya, ketika ini nanti terjadi protoonkogen akan berubah menjadi onkogen dan hal ini akan memungkinkan sel untuk membelah secara luas dan tidak terkontrol. Hal ini dapat terjadi saat protoonkonkogen mengalami mutasi yang menyebabkan sinyal untuk perkembangan sel menjadi berlebihan, sebab gen yang mengatur perkembangan sel mungkin akan meningkat pada sel yang berpotensi menjadi kanker, sehingga mekanisme sel yang penting dalam perkembangan sel akan diaktifkan (Vlahopoulos et al, 2008). Terdapat tiga dasar proses tipe aktivasi protoonkogen menjadi onkogen, pertama melalui proses mutasi dimana proses ini akan mengubah struktur dari proteinnya sendiri, dan akan menyebabkan Peningkatan aktivitas protein (enzim) dan hilangnya regulasi. Kedua, melalui Peningkatan konsentrasi protein yang disebabkan oleh peningkatan ekspresi protein (melalui proses misregulasi), peningkatan stabilitas protein (mRNA), memperpanjang keberlangsungannnya dan aktivitasnya didalam sel, duplikasi gen (salah satu tipe abnormalitas kromosom) menghasilkan suatu peningkatan jumlah protein dalam sel. Ketiga melalui translokasi kromosom (salah satu tipe abnormalitas kromosom) yang akan
11
menyebabkan peningkatan ekspresi gen pada jenis sel dan waktu yang salah. (Alberts et al,2002) Kanker ovarium pada dasarnya mempunyai sifat invasi terhadap stroma sebagai akibat dari hormon protease yang dihasilkannya dan faktor-faktor angiogenesis yang dihasilkannya juga akan memicu perkembangan dari pembuluh darah baru yang mendukung perkembangan dari sel kanker tersebut. (Vlahopoulos et al, 2008). Terdapat dua teknik yang biasanya dipakai dalam memantau aktivitas proliferasi sel. Pendekatan pertama adalah dengan cara menilai isi DNA dari sel tersebut. Hal tersebut dapat dikerjakan menggunakan flow cytometry dari agregat inti sel atau menggunakan frozen section yang dapat dilihat dengan teknik imaging. Dari hasil pengamatan maka akan didapatkan sel berada pada fase S dari siklus sel dan ini dapat dibedakan dari sel yang berada pada G1 atau G2/M untuk bisa menentukan proliferasi indexnya. Aktivitas dari proliferasi sel juga dapat dilihat dengan teknik immunohistokimia (IHC) untuk mengidentifikasi sel yang aktif berploriferasi. Pada kebanyakan penelitian maka didapatkan hubungan antara tingginya angka proliferasi index (lebih besar dari 5% sampai 15%) terhadap stage, grade dan prognosisnya (Kumar et al, 2010).
2.3 Stimulator Growth Faktor-Onkogen Dalam keadaan normal apabila growth faktor berikatan dengan reseptornya, maka akan terjadi suatu signal yang akan mengativasi protein signal transduksi yang berfungsi sebagai penerus signal dalam sitoplasma dan kemudian
12
memacu proliferasi sel. Rangsangan proliferasi ini diatur secara ketat, sementara dan dalam waktu singkat. Apabila terjadi mutasi maka rangsangan signal dan kaskade aktivasi yang terjadi akan menimbulkan proliferasi yang hiperaktif dan tidak terkontrol (Kimmelman et al, 2001). Mutasi dan perubahan bisa terjadi tidak saja pada growth faktor protein, dapat pula terjadi pada reseptornya. Hal ini akan memperkuat signal dan kaskade untuk terjadinya “perintah” proliferasi yang berlebihan. Reseptor terhadap growth faktor akan menyebabkan terjadinya heterodimerisasi yaitu ikatan dengan growth faktor yang lain yang bukan heterodimernya, dengan akibat terjadinya proliferasi sel. Beberapa jenis growth faktor yang dikenal antara lain EGF (epidermal growth factor), PDGF (platelet derived growth factor, IGF (insulin growth factor), FGF (fibroblast growth factor), TGF-alfa (transforming growth factor –alfa), Her-1, Her-2,Her3,Her4. Growth faktor tersebut masing-masing mempunyai pasangan reseptornya yang disebut sebagai EGFR,PDGFR,IGFR,FGFR. Sampai saat ini pada kanker telah dikenal lebih dari seratus jenis onkogen. (Kimmelman, et al 2001; Cantley,2005). Adanya ikatan antara growth faktor dan reseptornya akan mengaktivasi dan menimbulkan kaskade signal disepanjang sitoplasma menuju keinti sel. Signal yang berjalan menuju inti sel, dapat melalui berbagai jalur, yang terutama adalah melalui jalur serine-treonine kinase receptors, Phospothyrosine, G protein-coupled receptors (Cantley,2005). Pada sistem kultur sel yang dilakukan di laboratorium, banyak gen yang terlibat dalam jalur stimulator growth secara normal dimana proses ini akan
13
menyebabkan perubahan saat gen tersebut berkembang ke bentuk yang overaktif. Banyak gen telah diklasifikasikan sebagai onkogen pada kanker.
Gambar 2.2
Peranan stimulator growth faktor pada proses proliferasi sel. (Nature Pubishing Group, nature rivews, 2005).
2.4 Peptida Growth Faktor Peptida growth faktor pada ruang ekstraseluler dapat menstimulasi jalur molekul yang mengarah pada proses terjadinya proliferasi melalui ikatan dengan membran reseptor sel. Tidak sepeti hormon yang disekresikan ke sirkulasi dan bekerja di tempat yang jauh, maka peptida growth faktor ini biasanya berkerja pada lingkungan lokal dimana peptida growth faktor ini disekresikan. Sel kanker akan mensekresikan stimulator growth faktor yang akan berinteraksi dengan reseptor pada sel yang sama. Namun peningkatan produksi dari stimulator growth faktor akan berperan penting dalam peroliferasi sel kanker. Diketahui bahwa kanker ovarium akan menghasilkan berbagai peptida growth faktor. Sebagai contoh epidermal growth faktor (EGF) dan transforming growth faktor-alfa (TGF-
14
α) dihasilkan pada beberapa kanker ovarium yang juga akan mengekspresikan reseptor yang berikatan dengan peptide ini (EGF reseptor). Platelet derived growth faktor (PDGF) juga diekspresikan oleh banyak tipe epitel termasuk epitel dari kanker ovarium, tetapi sel ini biasanya tidak responsif terhadap PDGF. Selain itu, kanker ovarium menghasilkan fibroblast growth factor (FGF) dan reseptornya, dimana FGF dasar berperan sebagai mitogen pada beberapa kanker ovarium. Kanker ovarium akan menghasilkan macrophage colony-stimulating factor (MCSF) dan kadar M-CSF meningkat pada beberapa pasien. (Kumar et al, 2010).
2.5
Reseptor Growth Faktor-Termasuk Kelompok EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor) ErbB merupakan kelompok subklas dari seperfamili reseptor tirosin kinase
(RTKs), terdapat 4 kelompok ErbB, yaitu Reseptor Epidermal Growth Factor (EGFR) atau nama lainnya adalah ErbB1/HER1, Erbb2/HER2/neu, ErbB3/HER3, ErbB4/HER4, kesemuanya disebut sebagai reseptor ErbB (Olayioye, 2001). Ikatan growth faktor dengan domain ekstraseluler menghasilkan agregasi dan konformasi shift pada reseptor dan mengaktivasi tirosin kinase. Kinase ini akan
memphosporilasi
tirosin
residu
pada
reseptor
growth
factor
(autophosporilasi) dan targetnya dalam sel pada sitoplasmik domain, yang akan mengaktivasi sinyal sekunder. EGF adalah peptida growth faktor dari asam amino 53 yang mempertahankan struktur sekundernya. Terdapat lebih dari 5 peptida growth faktor termasuk TGF-alfa yang nantinya juga akan berikatan dengan EGFR. Ligand EGF,TGF-alfa dan ligand EGFR lainnya dihasilkan sebagai bentuk
15
awal (proform) yang dapat menembus membran sel. EGFR akan diekspresikan pada epitel dan sel stroma yang berperan dalam stimulasi growth faktor pada kebanyakan tipe sel. EGFR mengalami amplifikasi pada beberapa kanker skuamus dan EGFR dapat dijadikan sebagai target terapi dengan antibodi monoclonal. EGFR juga diekspresikan oleh epitel ovarium normal. (Olayioye, 2001).
Gambar 2.3.
Peranan Epidermal growth factor receptor (EGFR)/ Her2/neu pada signal trasduksi dalam proses proliferasi sel (Cell Signaling Technology, 2008)
2.6 Epidermal Growth Factor Receptor-2/ErbB2/HER2/neu Kelompok (ErbB) kedua/HER2 yang berhasil diidentifikasi disebut dengan neu Onkogen ini diberi nama “neu” sebab merupakan derivate dari sel epitel glioblastoma tikus yang merupakan suatu tumor saraf (neural). Gen HER2 merupakan protoonkogen yang berlokasi sepanjang lengan kromosom 17(17q21-
16
q22) serta memiliki kesamaan struktur dengan “reseptor epidermal growth factor” atau HER1. ErbB2 dinamai demikian karena kesamaannya dengan ErbB (avian erithroblastosis oncogen B) (Coussens et al, 2005). Cloning gen menunjukkan bahwa neu, HER2 dan ErbB2 adalah sama (Olayioye ,2001) Sehingga reseptor–like EGF dinamakan HER-2 dan ErbB2 oleh para peneliti. HER2/neu yang merupakan kepanjangan dari “Human Epidermal Growth Receptor 2” memiliki agresivitas yang lebih tinggi pada kanker payudara dan ovarium. Dan merupakan anggota dari kelompok ErbB protein. HER2/neu juga ditunjuk sebagai CD340 (cluster differentiation 340) dan p185. Yang dikode oleh gen ErbB2 (Olayioye, 2001). Semua resptor ErbB2/Her2 mempunyai struktur yang terdiri dari ektraseluler ligand-binding domain, transmembran domain, intraseluler sitoplasmik domain yang terdiri dari carboxyl-terminal dan tyrosine kinase domain. Kelompok ligand termasuk didalamnya adalah EGFrelated peptide growth faktor yang akan berikatan dengan domain ekstraseluler dari reseptor ErbB yang mengarah pada formasi heterodimer atau homodimers.
Gambar 2.4
Resptor ErbB mempunyai struktur yang terdiri dari ektraseluler ligand-binding domain, transmembran domain, intraseluler sitoplasmik domain yang terdiri dari carboxyl-terminal dan tyrosine kinase domain (EMBO journal, 2005).
17
HER2 merupakan permukaan membrane sel yang berikatan dengan reseptor tirosin kinase dan normalnya terlibat dalam jalur sinyal transduksi yang berperan dalam perkembangan sel dan deferensiasi sel. HER2/neu dikode oleh genom HER2/neu yang dikenal sebagai protoonkogen. HER2 diperkirakan sebagai reseptor Orphan, dengan tidak satupun ligand dari kelompok EGF mampu mengaktifkannya. namun reseptor ErbB mengalami dimerisasi pada ikatan ligand dan HER2 merupakan pasangan dimerisasi yang spesial pada keompok ErbB (Olayioye, 2001). Sekitar 15-20% kanker payudara mengalami amplifikasi gen HER2/neu atau mengalami overekspresi dari produk proteinnya. Overekspresi reseptor ini pada kanker ovarium berhubungan dengan kekambuhan penyakti atau prognosis yang memburuk. Overekspresi juga terjadi di berbagai jenis kanker seperti kanker payudara, kanker abdomen dan kanker agresif pada uterus, seperti karsinoma endometrial serus. Perubahan Aktivitas dari neu pada hewan percobaan disebabkan karena adanya mutasi pada molekul trasnmembran yang mengaktifkan tirosin kinase. Berbeda dengan reseptor EGF yang secara normal akan diekspresikan pada stroma dan epitel, maka HER2/neu secara primer akan diekspresikan pada epitel. Kadar HER2/neu meningkat pada kanker payudara, ovarium dan kanker lainnya sebagai akibat dari proses amplifikasi, pada kanker HER2/neu juga mengalami overekspresi sebagai akibat dari perubahan regulasi transkripsi. Overekspresi diperkirakan terjadi pada 20% kasus kanker ovarium dan overekspresi ini berhubungan dengan bentuk keganasan yang agresif. Aktivasi
18
ErbB3 dan ErbB4 reseptor transmembran juga diperlukan untuk mengaktifkan protein kinase (Elena et al, 2005). Reseptor ErbB akan diaktivasi oleh beberapa ligand yang disebut dengan EGF-related peptida growth factors, ligand ini dihasilkan sebagai prekusor transmembran dan diproses dan dilepaskan melalui proteolisis. Terdapat beberapa ligand spresifik ErbB yang mana Setiap ligand-nya akan berikatan dengan reseptor ErbB seperti misalnya EGF, Amphiregulin (AR) dan Transforming Growth factor-alfa (TGF-alfa), yang akan berikatan secara spesifik dengan ErbB 1, Betacellulin (BTC), Heparin Binding EGF (HB-EGF) dan epiregulin (EPR) akan berikatan dengan ErbB1 dan ErbB4. Neuregulin (NRG) 1 dan 2 akan berikatan dengan ErbB3 dan ErbB4 sedangkan NRG-3 dan NRG-4 akan berikatan dengan ErbB4 tapi tidak ErbB3 (Wozniak, 2010).
Gambar 2.5.
Terdapat empat kategori ligand yang mengikat kelompok reseptor ErbB, dimana ikatannya ligan dan reseptornya tumpang tindih (EMBO journal, ErbB signaling Network, 2000)
Sampai saat ini tidak ada ligand yang langsung menempel pada reseptor ErbB2, namun diduga ErbB2 in adalah sebagai reseptor inti (core receptor), ini dapat dilihat bahwa ErbB2 merupakan pasangan dalam proses heterodimerisasi
19
bagi semua kelompok reseptor ErbB. Ligand ErbB biasanya bekerja pada target yang tidak jauh (autokrin atau parakrin growth factor) (Pagana et al, 2007).
Gambar 2.6.
Tampak ErbB2/HER2/neu merupakan pasangan demerization bagi reseptor ErbB lainnya (EMBO journal, ErbB signaling Network, 2000)
Ikatan ligand dengan reseptor akan memicu terjadinya 2 proses penting yaitu dimerization, yang nantinya akan mengaktifkan Tirosin-kinase dan autoposforilation yang spesifik yaitu C-terminal tirosin residu (Heldin, 2001).
Gambar 2.7.
Pemetaan site pada reseptor ErbB beserta dengan ikatannya. (Breast Cancer Research, 2001).
20
Site yang mengalami autophosporilation (kuning), site untuk Src kinase (Hitam), termasuk Y845 pada T loop Kinase domain (ditandai dengan bintang) pada reseptor ErbB2 diidentifikasi; Shc berikatan dengan Y1196 dan Y1248 melalui domain PTB nya, dan melalui domain SH2 aka berikatan dengan Y1248 dan Y1221/1222, site yang terakhir berhasil diidentifikasi adalah pada neu ,Grb2 berikatan dengan Y1139 dan residu ekuivalen pada neu, Chk berikatan dengan Y1248 . Yang nanti akan menyediakan tempat untuk protein yang mengandung Src-homology2 (SH2) atau phosphotyrosine binding (PTB) domain. termasuk diantaranya protein adaptor seperti Shc,Crk, grb2, Grb7 dan Gab1; Kinase seperti misalnya Src,Chk dan phospatidilinusitol-3 kinase (PIK3K; melalui subunit regulasi P85) dan protein tirosine Phosphatase SHP1 dan SHP2. Setiap reseptor ErbB memiliki pola reseptor site C-terminal autophosphoylation yang berbeda (Chen et al, 2001) Terdapat jalur aktivasi yang overlapping pada ke-empat reseptor ErbB. Semua reseptor ErbB akan berikatan dengan Shc dan/atau Grb2 pada jalur MAP (mitogen-aktivated protein) (Olayioye, 2001).
Gambar 2.8.
Proses terjadinya dimerization dan autophosphorilation pada HER2/neu dan efek signal transduksi yang memicu proliferasi sel. (Human cell Biology, 2010)
21
2.7 Aktivasi Jalur Protein Kinase Aktivasi Peptida growth faktor akan mengaktifkan sinyal molekul sekunder untuk menyampaikan stimulus mitogen ke nukleus. Fungsi ini dapat terjadi akibat suatu proses yang kompleks melalui jalur sinyal transduksi yang tumpang tindih di membran sel inner dan di sitoplasma. Kebanyakan dari sinyal ini terlibat dalam proses phosforilasi protein oleh enzim yang dikenal sebagai kinase. Proses seluler lainnya juga diregulasi oleh kinase, tetapi hanya kelompok spesifik dari kinase yang telibat untuk menyampaikan sinyal pada growth faktor dimana tirosin kinase ini nantinya akan melepaskan phospat dari ATP ke tirosin (Phosphorylation). Ikatan Ras GDP secara langsung dengan Sos akan menyebabkan perubahan GTP menjadi GDP dan akan mengaktifkan Ras, aktivasi dari Ras ini akan mengaktifkan jalur kinase sehingga jalur PI3K (phospoinositide 3-kinase)/AKT dan jalur mitogen activated protein kinase (MAPK) akan menjadi aktif. AKT yang teraktivasi akan meningkatkan regulasi (HIF1-alfa) hipoksia indiceable factor-1-alfa yang nantinya akan meningkatkan produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) dan angiogenesis; phosphates dan tensin Homolog (PTEN) merupakan sasaran HIF-alfa untuk mengalami degradasi akibat proteolotik yang dihasilkan. Aktivasi MAPK akan menyebabkan sel berproliferasi dan memicu perkembangan tumor. (Nature Pubishing Group, nature rivews, 2007)
22
Gambar 2.9.
Proses aktivasi jalur kinase (Nature Pubishing Group, nature rivews, 2007)
2.8 Kanker Ovarium Kanker ovarium merupakan 3% dari keseluruhan kanker pada wanita dan merupakan penyebab kematian akibat keganasan kelima di Amerika Serikat. (Chobanian et al, 2008) sedangkan di seluruh dunia kanker ovarium menduduki peringkat keenam penyebab kematian dari seluruh kasus keganasan pada wanita insiden kanker ovarium banyak terjadi pada negara Amerika Utara dan Eropa sedangkan insidennya sedikit pada Negara-negara berkembang termasuk Jepang namun jika kita menghitung secara keseluruhan insiden dari kanker ovarium di dunia maka insiden terbanyak berada di Negara berkembang. (Permuth et al, 2009). Kanker ovarium biasanya menunjukan gejala yang tidak spesifik dan minimal sehingga sering kali ditemukan pada stadium yang lanjut dengan angka 5-years survival rate yang buruk sehingga kanker ovarium sering disebut sebagai
23
penyakit yang paling berbahaya diantara seluruh kanker ginekologi (Ian et al, 2007). 2.8.1 Faktor resiko Penyebab utama dari kanker ovarium sampai saat ini masih menjadi bahan perdebatan namun terdapat beberapa faktor resiko yang telah banyak diteliti dan diduga menjadi pemicu terjadinya kanker ovarium ini diantaranya adalah faktor genetik, umur ,kehamilan dan paritas, penggunaan kontrasepsi oral, terapi hormon pengganti pada masa menopause, indeks massa tubuh dan riwayat keluarga. (Fauzan, 2009). Kejadian kanker ovarium
sampai tahun 2009 di Amerika Serikat
mencapai 21.500 kasus dengan angka kematian mencapai 14.600 jiwa, kejadian kanker ovarium meningkat pada usia diatas 45 tahun, dari tahun 2002 – 2006 maka median usia terjadinya kanker ovarium adalah pada usia 63 tahun. Berdasarkan kelompok umur maka angka insiden terbanyak kanker ovarium terjadi pada kelompok usia 55-64 tahun kemudian diikuti pada kelompok usia 65 – 74 tahun (Ovarian Cancer National Alliance, 2009).
Gambar 2.10. Insiden kanker ovarium berdasarkan kelompok usia (Ovarian Cancer National Alliance, 2009)
24
Genetik memegang peranan penting dalam patofisiologi terjadinya kanker ovarium yang bermanifestasi terhadap kromosom dan molekulnya. Studi menggunakan teknik CGH (Comparative Genomic Hybridization) membuktikan bahwa kebanyakan kasus kanker ovarium yang terjadi merupakan akibat dari kehilangan atau penambahan segmen pada kromosom. (Kumar et al, 2010). Area kromosom yang paling sering mengalami gangguan berupa penghilangan segmen adalah kromosom 16q dan 17pter-q21, sedangkan yang sering mengalami penambahan adalah 3q25-26 and 8q24. Kejadian penghilangan segmen angkanya jauh lebih sedikit dari pada penambahan segmen kromosom. (Kumar et al, 2010). Delesi pada salah satu alel pada kebanyakan lokus genetik dapat ditentukan dengan menggunakan analisa LOH (Loss of Heterozygosity). LOH tampak mengalami peningkatan frekuensi pada banyak lengan kromosom, termasuk 5q (6,7), 6q (8,9,10 and 11), 7p (6,12), 8p (13), 11p (14), 11q (15,16,17 and 18), 13q (6,19), 14q (20), 17p (21), 17q (22), 22q (23), dan lainnya (6,19,24). Tidak diketahui dengan pasti apakah gangguan kromosom yang luas ini sebagai akibat dari tidak aktifnya TSGs atau akibat ketidakstabilan genom secara umum (Kumar et al, 2010). Pengertian mengenai penyebab dari kerusakan kromosom ini sangat penting dalam rangka untuk mencegah terjadinya kanker ovarium. Sampai saat ini penyebab pasti dari kanker ovarium ini masih belum dipahami seluruhnya. Pada dasarnya kanker ovarium ini merupakan penyakit yang bersifat monoklonal yang berasal dari permukan epitel ovarium atau dari kista inklusi. Sekitar 10% kasus kanker ovarium berkembang dari wanita yang bersifat sebagai pembawa mutasi pada gen kanker (BRCA1, BRCA2, gen DNA repair) (Kumar et al, 2010).
25
Peningkatan paritas berhubungan dengan penurunan resiko terjadinya kanker ovarium, tetapi belum dipahami dengan jelas namun dari berbagai penelitian yang dilakukan, salah satunya oleh H. Adami didapatkan bahwa peningkatan paritas akan menyebabkan penurunan faktor resiko terjadinya insiden semua tipe kanker ovarium baik kanker ovarium yang berasal dari epitel, stromal atau germ sel (Adami,2003). Indeks massa tubuh juga mempunyai pengaruh dalam terjadinya kanker ovarium dimana peningkatan indeks massa tubuh akan meningkatkan terjadinya kanker ovarium hal ini ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh Gillian dkk dimana peningkatan indeks massa tubuh akan berhubungan dengan peningkatan faktor resiko terjadinya kanker ovarium, bahkan dari semua wanita postmenopause di United Kingdom 5% wanita yang mengalami kanker (6000 tiap tahunnya) adalah wanita dengan berat badan berlebih (obesitas) (Gillian,2007). Sedangkan dalam penelitian Lubin F dkk. terhadap wanita usia 18 tahun didapatkan Peningkatan indeks massa Tubuh pada wanita usia 18 tahun merupakan faktor risiko yang independen untuk terjadinya kanker ovarium (Lubin et al, 2003). Anders Engeland dkk. juga menyebutkan hal yang sama dalam penelitiannya dimana wanita muda yang mengalami obesitas memiliki resiko lebih besar untuk menderita kanker ovarium (Engeland, 2003). Penggunaan kontrasepsi juga merupakan salah satu faktor resiko`kanker ovarium, permasalahan ini mulai muncul dan menjadi perhatian oleh banyak peneliti karena banyak wanita yang menggunakan alat kontrasepsi berupa tablet oral selama usia reproduksi mengalami peningkatan insiden kanker ovarium pada
26
dekade terakhir (Sheltey, 2007). Dari hasil penelitian yang dilakukan pada 107.900 perawat di amerika serikat yang menggunakan kontrasepsi oral, maka 612 akan menderita kanker ovarium setelah diikuti selama 28 tahun. resiko terjadinya kanker ovarium akan berbanding terbalik dengan lamanya penggunaan kontrasepsi oral tersebut (p-trend=0,02). (Sheltey, 2007). Pada penggunaan hormon pengganti pada masa menopause sampai saat ini belum bisa dibuktikan secara pasti dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium, pada beberapa penelitian ada yang menunjukkan hubungan yang signifikan pada mereka yang menggunakan kontrasepsi oral dengan kejadian kanker ovarium , salah satu penelitian yang dilakukan oleh Moorman dkk dimana adanya penurunan resiko kanker ovarium pada wanita dengan kanker ovarium yang membawa (carrier) gen mutasi pada BRCA1 dan BRCA2 (Moorman et al, 2013). Adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker ovarium (Granstrom, 2008), secara umum resiko terjadinya kanker ovarium adalah 1,6% pada keseluruhan populasi dan akan meningkat menjadi 5% apabila ada salah satu keluarga yang menderita kanker ovarium dan apabila terdapat dua anggota keluarga yang menderita kanker ovarium maka resiko akan meningkat menjadi 7% (Busman, 2008).
27
2.9 Molekular Genetik Kanker Ovarium Penemuan yang dilakukan pada 20 tahun terakhir telah membawa kita pada penemuan penelitian kanker terbaru, menemukan dan memahami proses seluler dasar yang terganggu selama perkembangan kanker. Banyak penelitian yang dilakukan untuk dapat mencari penyebab dari kanker ini termasuk penemuan terhadap abnormalitas kromosam somatik, virus, faktor lingkungan, bahan kimia yang bersifat karsinogenesis dan faktor kongenital. Kanker merupakan akumulasi dari proses mutasi pada gen yang menentukan fenotif dari tumor tersebut (Kumar et al, 2010). Pendekatan yang bersifat langsung dan efektif terhadap pecegahan, deteksi, diagnosis dan penanganan kanker adalah dengan mengidentifikasi gen yang terlibat pada tumorigenesis. Walaupun jumlah dari gen yang mengalami mutasi dalam perkembangan kanker sangat banyak bahkan sampai ratusan (Kumar et al, 2010). Ekspresi kanker ovarium pada kanker ovarium berbeda dengan kanker payudara dimana overekspresi HER2/neu telah terbukti merupakan suatu faktor prognostik yang bersifat independen, dimana overekspresi ini menunjukkan prognosis yang buruk, ekspresi reseptor estrogen dan progesteron yang kurang serta tidak responsif terhadap terapi hormonal. Peningkatan level HER2/neu sirkulasi pada pasien kanker payudara dengan metastase berkorelasi dengan berkurangnya efikasi terhadap kemoterapi (Coronado, 2007). Pemeriksaan IHC HER2/neu pada kasus kanker payudara merupakan suatu prosedur standar. Pada
28
kasus kanker ovarium, korelasi antara overekspresi HER2/neu dengan prognostik masih menjadi kontroversi (Elena et al, 2005). Pada kemajuan teknologi kedokteran saat ini, penanganan kanker yang menjadikan HER2/neu sebagai target terapi terus dikembangkan. Suatu monoclonal IgG1 class humanized murine antibody yang secara spesifik berikatan dengan bagian ekstraseluler dari HER2 merupakan pengobatan yang saat ini masih terus dikembangkan dan menjadi suatu pilihan terapi yang penting pada setiap penderita kanker payudara dengan HER2/neu positif. Penggunaannya pada kanker ovarium masih dalam tahap II uji klinik (Clifford, 2007). 2.10 Klasifikasi Kanker Ovarium Berdasarkan pembagian menurut WHO maka tumor ovarium ini dibagi berdasarkan jaringan asalnya. Dimana saat ini dipercaya bahwa tumor ovarium berkembang dari tiga komponen ovarium: (1) Derivate epitel permukaan yang berasal dari coelomik epithelium; (2) Germ sel, yang bermigrasi ke ovarium dari yolk sac dan bersifat pluripoten dan (3)Stroma ovarium, termasuk sex cord, yang merupakan pertanda dari endokrin apparatus ovarium postnatal. Terdapat juga kelompok tumor diluar pembagian tersebut diatas yang merupakan metastase tumor ke ovarium (Kumar et al, 2010).
29
Gambar 2.11.
Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya (Kumar et al, 2010)
Tabel 2.1 Pembagian tumor ovarium berdasarkan sel asalnya Sel asal
Sel epitel permukaan
Germ sel
Sex cord stroma
Metastase ke ovarium
Frekuensi keseluruhan
65-70%
15-20%
5-10%
5%
Proporsi tumor ovarium ganas
90%
3-5%
2-3%
5%
Onset
20+tahun
0-25+ tahun
Semua usia
Bervariasi
Tipe
Serus
Teratoma
Fibroma
Musinus
Disgerminoma
Tumor Sel Granulose teka
Endometrioid
Endodermal sinus tumor
Tumor sertoli leydig
Clear cell koriokarsinoma Tumor Brenner Cystadenofibroma Sumber : Kumar et al, 2010
sel –
30
2.11 Stadium Kanker Ovarium Stadium kanker ovarium yang dipakai adalah criteria FIGO (Berek & Natarajan, 2007). Stadium I
Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada permukaan dan sel ganas (-) pada cairan ascites.
Stadium IA
Terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada permukaan dan Sel ganas (-) pada cairan ascites.
Stadium IB
Terbatas pada ke dua ovarium kapsul intak, tidak ada tumor pada permukaan dan sel ganas negatipada cairan ascites atau cucian peritoneum.
Stadium IC
Adalah stadium Ia dan Ib dengan tumor pada permukaan ovarium atau ruptur kapsul atau ascites dengan sel ganas (+) atau cucian peritonium sel ganas (+).
Stadium II
Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran pada pelvis.
Stadium IIA Penyebaran ke uterus atau tuba. Stadium IIB
Penyebaran ke organ pelvis lainnya.
Stadium IIC
Stadium IIa/IIb dengan tumor pada permukaan ovarium atau ruptur kapsul, atau ascites dengan sel ganas (+) atau cucian peritoneum sel ganas (+).
31
Stadium III
Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi tumor pada peritoneum diluar kavum pelvis dan/atau pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal/inguinal (+), Metastasis ke bagian superfisial hati atau tumor terbatas pada rongga pelvis tetapi pemeriksaan histopatologi terhadap perluasan pada usus halus atau omentum.
Stadium IIIA Tumor secara makros terbatas pada true pelvis dengan pembesaran kelenjar limfe (-) tetapi secara. histologi ada perluasan pada peritoneum abdomen. Stadium IIIB Stadium IIIa dan perluasan tumor pada peritoneum abdomen kurang dari 2 cm, pembesaran kelenjar limfe (-). Stadium IIIC Stadium IIIa + pertumbuhan tumor pada peritoneum abdomen lebih dari
2
cm
dan
atau
pembesaran
kelenjar
limfe
retroperitoneal/inguinal (+). Stadium IV
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan metastase jauh berupa pleural efusion dengan sitologi (+) atau penyebaran pada parensim hati.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Kejadian kanker ovarium cukup sering namun mereka biasanya datang dalam stadium akhir, sehingga terapi operatif saja tidak adekuat, diperlukan penanganan kanker ovarium yang berorientasi pada terapi biologik yang bertarget spesifik pada molekul yang berperan dalam proses karsinogenesis, sehingga diagnostik konvensional saja tidak bisa menjadi dasar dalam pemberian terapi biologik, diperlukan suatu metode diagnostik biologik. Penyebab kanker ovarium belum bisa ditentukan dengan pasti namun terdapat beberapa faktor risiko yang diduga sebagai penyebab dari kanker ovarium ini seperti faktor genetik, lingkungan fisik, ovulasi, abnormalitas gonad, Virus. Mutasi genetik merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker ovarium dimana terjadi proses ketidakseimbangan antara proses proliferasi dan apoptosis sel, dimana proliferasi yang berlebihan akan menyebabkan perkembangan sel ovarium menuju kearah keganasan. Mutasi yang terjadi pada HER2/neu akan menimbulkan gangguan pengiriman sinyal transduksi menuju ke inti sel, sehingga gen yang mengalami mutasi akan mengalami amplifikasi dan overekspresi protein untuk memberikan “perintah” berupa proliferasi pada sel ovarium secara berlebihan sehingga sel normal ovarium akan berubah menjadi sel kanker. (Kimmelman, 2007; Cantley, 2005) Peptida Growth faktor (EGF, AR, TGF-α, BTC, HB-EGF, NGR) akan menempel pada Epidermal Growth Faktor Receptor
32
33
(ErbB2) atau yang biasa dikenal dengan Human epidermal Growth Factor receptor 2 (HER2/neu). Ikatan antara peptida growth faktor dengan reseptornya akan memicu terjadinya proses dimerization dan phosphorilation tyrosin yang akan mengaktifkan Phosphoinositide 3-kinase (PIK3K)/AKT dan mitogen activated protein kinase (MAPK). AKT yang diaktifkan akan mengaktifkan HIF1α yang akan merangsang pembentukan VEGF dan memicu terjadinya proses angiogenesis pada sel ovarium yang mengalami keganasan sedangkan aktivasi dari MAPK akan merangsang proliferasi sel yang berlebihan. Pemerikasaan immunohistokimia terhadap HER2/neu dapat mengetahui ekspresi yang terjadi, dengan menghubungkannya dengan parameter prognostik seperti stadium tumor yang telah terbukti dalam penentuan prognostik akan dapat memberikan nilai prediktif ekspresi HER2/neu pada setiap kasus dan kemungkinan penentuan terapi pasien berdasarkan target HER/neu.
34
3.2 Konsep Penelitian Growth factor (EGF,AR,TGF-α,BTC,HB-EGF,NGR)
Overekspresi HER2/neu (Human Epidermal Growth Factor Receptor 2)
PIK3/AKT
MAPK
HIF1α
Proliferasi sel berlebihan
Mutasi Genetik Usia Paritas Indeks massa tubuh (IMT) Riwayat kontrasepsi Riwayat keluarga kanker ovarium, mamae dan colon
VEGF
Stadium kanker ovarium
Gambar3.1 . Kerangka Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dibuatlah hipotesis penelitian sebagai berikut: Terdapat hubungan antara ekspresi gen HER2/neu dengan stadium kanker ovarium.
35
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah observasional analitik (cross-sectional), Secara sistematik rancangan penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Overekspresi HER2/neu (+) Stadium I Overekspresi HER2/neu (-)
Overekspresi HER2/neu (+) Stadium II
Overekspresi HER2/neu (-)
Kanker ovarium Overekspresi HER2/neu (+) Stadium III Overekspresi HER2/neu (-)
Overekspresi HER2/neu (+) Stadium IV Overekspresi HER2/neu (-)
Gambar 4.1. Rancangan Penelitian
36
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi dan waktu penelitian adalah di bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar dan bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar dimulai dari Juli 2011 sampai Juli 2013. 4.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel 4.3.1 Populasi Populasi target dari penelitian ini adalah pasien kanker ovarium. Populasi terjangkau adalah semua pasien kanker ovarium di RS Sanglah yang telah menjalani operasi laparotomi dan memiliki sisa jaringan berupa blok paraffin di laboratorium Patologi Anatomi RS Sanglah Denpasar. 4.3.2 Sampel Sampel pada penelitian ini adalah pasien kanker ovarium di RS sanglah yang telah menjalani operasi laparotomi dan memiliki sisa jaringan berupa blok paraffin di laboratorium Patologi Anatomi RS Sanglah dari bulan Juli 2011 sampai Juli 2013 dan didiagnosis suatu kanker ovarium, serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. 4.3.2.1 Kriteria inklusi Adapun kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut.
a. Blok parafin telah diperiksa secara histopatologis, sehingga telah terdiagnosis pasti kanker ovarium. b. Data rekam medis yang lengkap, meliputi: stadium kanker ovarium, umur, paritas, Indek Massa Tubuh (IMT), riwayat kontrasepsi
37
hormonal, riwayat terapi hormonal pada masa menopause, riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, dan kolon. 4.3.2.2 Kriteria eksklusi Adapun kriteria eksklusi penelitian adalah sebagai berikut.
a. Pasien pernah menjalani kemoterapi atau radiasi sebelum pembedahan (neoadjuvan). b. Blok parafin rusak sehingga tidak dapat digunakan atau dianalisis. c. Data rekam medis pasien kanker ovarium tidak ditemukan atau tidak lengkap.
4.3.3 Besar sampel
Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Araoye, 2003): Zα 2 (pq) n=
……..……………………………………………………….......(1)
d2
Keterangan: n
= besar sampel
Zα
= 1,96 (α = 0,05)
p
= 11,9% (prevalensi terkecil stadium kanker ovarium di populasi)
q
= 88,1% (1-p)
d
= 10% (penyimpangan absolut penelitian)
38
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh besar sampel penelitian adalah 43,8 sampel. Sehingga dalam penelitian ini diambil sampel penelitian sebanyak 44 sampel. 4.4 Teknik penentuan sampel Teknik penentuan sampel dilakukan secara random pada semua sediaan blok paraffin pasien kanker ovarium di RS Sanglah dari juli 2011 sampai juli 2013. 4.5 Identifikasi Variabel, Hubungan Antar Variabel, dan Definisi Operasional Variabel 4.5.1 Identifikasi variabel Identifikasi variabel penelitian adalah sebagai berikut. 4.4.1.1 Variabel bebas
: Stadium kanker ovarium
4.4.1.2 Varibel tergantung
: Ekspresi HER2/neu
4.4.1.3 Variabel terkontrol
: Umur, paritas, Indek Massa Tubuh (IMT), riwayat kontrasepsi, riwayat terapi hormonal pada masa
menopause,
riwayat
keluarga
kanker
HER2/neu
secara
ovarium, mamae, dan kolon. 4.5.2 Definisi operasional variabel a.
Ekspresi
HER2/neu
adalah:
Penilaian
protein
Imunohistokimia menggunakan antibodi monoclonal HER2/neu Labvision, secara semikuantitati, antara 200 epitel ganas, diamati dengan mikroskop cahaya binokuler merek Olympus dengan pembesaran 400 kali. Penghitungan dilakukan pada 10 lapangan pandang dimulai dari bagian tumor dengan ekspresi
39
HER2/neu terkuat ke bagian yang lebih lemah. Pemeriksaan imunohistokimia HER2/neu dikerjakan di laboratorium imunihistokimia bagian Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah. Interpetasi ekspresi HER2/neu dilakukan tanpa mengetahui data klinikopatologik pasien. Sel yang mengekspresikan HER2/neu akan tampak berwarna coklat pada membran sel. Penilaian ekspresi HER2/neu dibuat berdasarkan analisis presentase sel tumor yang positif dan intensitas pewarnaan. HER2/neu diberi skor 0, 1+, 2+,dan 3+. Pada pengecatan IHC maka 0 dan 1+ dikategorikan sebagai HER2 negatif, 2+ dan 3+ dikategorikan sebagai HER2 overekspresi (Rosai,2004). b.
Stadium kanker ovarium adalah: menurut International Federation of Gynecology and Obstetrics (FIGO) menggunakan hasil evaluasi pembedahan terhadap tumor ovarium primer dan penemuan penyebarannya yang diperoleh dari data atau rekam medis pasien. (Berek & Natarajan,2007). Stadium I
terbatas pada satu ovarium, kapsul intak, tidak ada tumor pada permukaan dan sel ganas (-) pada cairan ascites.
Stadium II
Pertumbuhan tumor pada satu atau kedua ovarium dengan penyebaran pada pelvis.
Stadium III
Tumor pada satu/kedua ovarium dengan implantasi tumor pada peritoneum diluar kavum pelvis dan/atau pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal/inguinal (+), Metastasis ke bagian superfisial hati atau tumor terbatas pada rongga pelvis tetapi pemeriksaan histopatologi terhadap perluasan pada usus halus atau omentum
40
Stadium IV
Tumor pada satu atau kedua ovarium dengan metastase jauh berupa pleural efusion dengan sitologi (+) atau penyebaran pada parenkim hati.
c. Umur adalah usia pasien dalam tahun yang diperoleh dari rekam medis pasien d. Paritas adalah Jumlah janin viable yang dilahirkan, diperoleh dari rekam medis pasien. e. Indek Massa Tubuh (IMT) adalah indek antropometri yang dihitung dengan menggunakan parameter berat badan dan tinggi badan, yaitu berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter). Berat badan dan tinggi badan diperoleh dari catatan rekam medis. Kemudian hasil perhitungan tersebut dimasukkan dalam kelompok berdasarkan kategori IMT menurut Departemen kesehatan (Depkes) tahun 1994 (tabel 4.1) (Supariasa, 2001).
Tabel 4.1 Kategori Indek Massa Tubuh (IMT) untuk Indonesia
Kategori
IMT(kg/m2)
Kurang berat badan berat
< 17,0
Kurang berat badan ringan
17,0 – 18,5
Normal
> 18,5 – 25,0
Kelebihan berat badan ringan
> 25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan berat
> 27,0
Sumber :Supariasa, 2001
41
f. Riwayat kontrasepsi hormonal adalah metode kontrasepsi hormonal yang pernah dipergunakan (Pil,suntik,susuk) yang diperoleh dari rekam medis pasien. g. Riwayat terapi hormonal pada masa menopause adalah penggunaan obat hormonal setelah pasien tidak mengalami menstruasi selama satu tahun, yang diperoleh dari rekam medis pasien. h. Riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, adan kolon adalah adanya keluarga pasien yang sebelumnnya atau sedang menderita kanker ovarium, mamae, dan kolon yang diperoleh dari rekam medis pasien.
4.6 Alur Penelitian Sampel penelitian menggunakan blok paraffin yang tersedia di laboratorium Patologi Anatomi RS Sanglah dari Juli 2011 sampai Juli 2013, blok paraffin yang telah terkumpul harus memenuhi kriteria inklusi yang telah ditetapkan, apabila blok paraffin tersebut tidak memenuhi kriteria inklusi maka harus dikeluarkan dari sampel dan jika memenuhi kriteria eksklusi juga harus dikeluarkan dari sampel. Dari sampel yang terkumpul dilakukan pengambilan sampel secara random berdasarkan stadium kanker ovarium, kemudian sampel yang sudah terkumpul akan dikelompokkan berdasarkan stadiumnya
dan
dilakukan
pewarnaan terhadap jaringan
melalui pemeriksaan
imunohistokimia peroksidase anti-peroksidase memakai antibodi primer HER2/neu terhadap semua sampel blok paraffin untuk mengetahui ekspresi HER2/neu pada jaringan sampel. Hasil pewarnaan kemudian akan dianalis oleh dokter ahli patologi anatami laboratorium Patologi Anatomi RS Sanglah untuk menentukan ekspresinya berdasarkan hasil pewarnaannya. Secara sistematis alur penelitian ditunjukkan pada skema.
42
Blok parafin pasien kanker ovarium Kriteria eksklusi
Kriteria inklusi
Random Sampling Sampel penelitian
Stadium I Preeklampsia (+)
Stadium III
Stadium II
Preeklampsia (+) Ekspresi Her2/neu Preeklampsia (+)
Stadium IV Preeklampsia (+)
Analisis
Gambar 4.2. Alur penelitian
4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan 4.7.1 Instrumen penelitian Instrumen untuk alat-alat tulis yaitu meja tulis, formulir penelitian, komputer, kertas dan alat tulis serta perlengkapan lainnya. 4.7.2 Metode pemeriksaan Teknik pemeriksaan yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan pemeriksaan imunohistokimia.
1. Kumpulkan semua sediaan penderita kanker ovarium yang ada pada laboratorium Patologi Anatomi dari Juli 2011 sampai Juli 2013, dilihat apakah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
43
2. Preparat hasil pulasan Hematoksilin dan eosin sesuai nomor-nomor tersebut dikumpulkan dan dievaluasi ulang. Yang dinilai adalah semua parameter patologik yang akan dianalisis. Preparat yang sulit dievaluasi dilakukan potong ulang blok dan dipulas dengan pulasan rutin menggunakan Harri’s hematoksilin dan eosin. Adapun langkah dari teknik pewarnaan ini adalah : a. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xilol sebanyak tiga kali masing – masing celupan selama 5 menit. b. Hidrasi dengan alkohol 96% sebanyak dua kali, masing celupan selama dua menit, kemudian dicelupkan ke dalam alkohol 80% selama dua menit. c. Masukkan ke air selama 10 menit d. Celupkan ke cat utama yaitu Harri’s hematoksilin selama 10 menit e. Cuci dengan air mengalir selama 20 menit f. Lihat dibawah mikroskop, inti sel akan terlihat biru terang sedangkan sitoplasma tidak berwarna g. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama 0,5 – 1 menit h. Dehidrasi dengan alkohol 80% selama 2 menit, selanjutnya menggunakan alkohol 96% sebanyak 2 kali, masing – masing celupan selama 2 menit. i. Penjernihan dengan xilol sebanyak 3 kali celupan, lama masing – masing celupan selama 5 menit. j. Tutup dengan cover glass.
44
3. Memilih preparat yang akan dipulas HER2/neu. Preparat yang dipilih untuk pemeriksaan IHC HER2/neu adalah preparat yang paling banyak mengandung bagian tumor dengan area nekrosis, Jika satu kasus mempunyai lebih dari satu sediaan yang mengandung tumor dengan diferensiasi jelek. 4. Preparat yang terpilih kemudian dicari blok paraffin nya 5. Pulasan IHC HER2/neu dengan langkah – langkah sebagi berikut : a. Potong jaringan 4 mikrometer, ditempelkan pada gelas objek yang telah dilapisi Poly-L-lysine. b. Inkubasi dalam oven suhu 37▫C selama 1 malam. c. Deparafinisasi dengan xylene. d. Dehidrasi dengan alkohol. e. Cuci dengan PBS 2x5 menit. f. Rendam dengan buffer sitrat PH 6,0. Kemudian panaskan didalam microwave oven selama 10 menit, mula-mula dengan pemanasan tinggi selama 5 menit kemudian pemanasan sedang selama 5 menit. g. Dinginkan pada suhu kamar. h. Cuci dengan PBS 2x5 menit. i. Tetesi dengan aquades H2O2 0,3% selama 30 menit. j. Cuci dengan aquades 1x5 menit. k. Cuci dengan PBS 2x5 menit. l. Tetesi 100 μl blocking solution (normal serum dengan pengenceran 100x) selama 20 menit.
45
m. Tetesi 100μl antibodi primer menggunakan antibodi monoklonal HER2/neu Labvision yang telah diencerkan (pengenceran 1:50) diinkubasi selama 1 malam pada suhu 4▫C. n. Cuci dengan PBS 2 x 5 menit. o. Tetesi 100 μlantibodi sekunder (pengenceran 100x) selama 30 menit. p. Cuci dengan PBS 2 x 5 menit. q. Tetesi 100 μl SBC selama 30 menit. r. Cuci dengan PBS 2x5 menit. s. Tetesi reagen DAB 10 menit. t. Cuci dengan air. u. Counterstain dengan Hematoksilin selama 1 menit. v. Dehidrasi dengan alkohol. w. Tutup dengan cover glass. 6. Interpretasi sediaan yang telah dipulas HER2/neu: a. Sebagai kontrol positif adalah kasus kanker payudara dengan ekspresi HER2/neu yang kuat. b. Interpretasi HER2/neu dilakukan tanpa mengetahui data klinis dan patologik dari setiap kasus. c. Dilakukan penghitungan ekspresi HER2/neu secara semi kuantitatif. Pertama, dihitung persentase sel epitel ganas yang tercat positif diantara 200 epitel ganas, menggunakan mikroskop cahaya binokuler merek Olympus, dengan pembesaran 400 kali.
46
d. Hanya pewarnaan dievaluasi coklat pada membran sel yang dinilai positif. Intensitas pewarnaan dievaluasi secara subyektif yaitu lemah, sedang dan kuat. e. Skor diperoleh berdasarkan gabungan antara presentase sel yang terpulas dan intensitas pewarnaannya, dengan rentang skor 0, 1+, 2+, 3+ (Tabel 1). Tabel 4.2 Interpretasi pulasan IHC HER2/neu
Pola Pulasan
Skor
Tidak ada sel yang terpulas atau terpulas pada kurang dari 10% sel
0
Terpulas pada lebih dari 10% sel dengan intensitas pulasan lemah,
1+
membran sel yang terpulas hanya sebagian Terpulas pada lebih dari 10% sel dengan intensitas lemah sampai
2+
sedang, membran sel terpulas komplit Terpulas pada lebih dari 10% sel dengan intensitas kuat dan komplit.
3+
Sumber: Rosai, 2004 4.8 Pengumpulan dan Analisis Data 4.8.1
Pengumpulan data Data hasil penelitian yang diperoleh dari Bagian Obstetri dan Ginekologi,
Patologi Anatomi, dan Rekam Medis RSUP Sanglah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam formulir penelitian (terlampir) 4.8.2 Analisis data Data pada formulir penelitian kanker ovarium diolah dengan mengguunakan SPSS 17,0 for windows. Kemudian dilakukan beberapa tes atau uji, antara lain adalah sebagai berikut.
47
a. Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif, dengan menggunakan tabel dan narasi. b. Uji One Sample Kolmogorov-Smirnov untuk normalitas data dan Levene’s Test untuk homogenitas data. c. Uji Korelasi dengan menggunakan Uji Spearman.
BAB V HASIL PENELITIAN Selama periode penelitian, sebanyak 44 sampel blok parafin dijadikan sampel. Penelitian dilaksanakan di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Patologi Anatomi dan Rekam medis RSUP Sanglah Denpasar. 5.1 Distribusi data Penelitian Pada studi ini dilakukan uji normalitas data dengan uji kolmogorov-smirnov dan uji homogenitas data dengan Levene’s Test terhadap variabel umur, IMT, dan paritas. Hasil analisis menunjukkan bahwa data pada variabel umur, IMT dan paritas berdistribusi normal (p>0,05) dan homogen (p>0,05), sedangkan untuk membandingkan nilai rerata masing-masing variabel digunakan uji one way anova. Tabel 5.1 Distribusi Umur, IMT, Paritas, dan Riwayat Kontrasepsi Hormonal pada Kelompok Stadium Kanker Ovarium Variabel
Stadium Kanker Ovarium I (n=7) rerata±2SD
II (n=9) rerata±2SD
III (n=21) rerata±2SD
IV (n=7) rerata±2SD
P
40,86±5,24
43,56±12,70
45,57± 9,77
57,86±8,78
0,814
19,9±1,51
25,15±4,04
21,76±4,95
21,38±3,75
0,304
Paritas
1,57±0,78
1,33 ±0,70
2,00±1,30
2,43±0,97
0,057
Kontrasepsi hormonal
1,71±0,48
1,78±0,44
1,90±0,30
1,71±0,48
0,562
Umur (tahun) IMT (kg/m2)
48
49
Pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa antara kelompok stadium kanker ovarium tidak memiliki perbedaaan pada variabel umur, IMT, paritas, dan riwayat kontrasepsi hormonal dengan nilai p>0,05. Pada penelitian ini tidak dilakukan uji normalitas dan homogenitas data terhadap variabel riwayat terapi hormonal pada masa menopause dan riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon oleh karena seluruh sampel penelitian memperoleh data yang sama. 5.2 Hubungan antara stadium kanker ovarium dengan Ekspresi HER2/neu Untuk mengetahui hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi HER2/neu diuji dengan korelasi Spearman dan hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hubungan antara Ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium Variabel
Ekspresi HER2/neu
Stadium Kanker Ovarium
(+) (-)
I (n=7)
II (n=9)
III (n=21)
IV (n=7)
2
5
5
1
5
4
16
r
P
0,203
0,185
6
Pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa Ekspresi HER2/neu pada stadium I sebanyak 2 sampel, stadium II sebanyak 5 sampel, stadium III sebanyak 5 sampel, dan stadium IV sebanyak 1 sampel. Penilaian terhadap hubungan antara ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium dilakukan dengan menggunakan uji
50
korelasi Spearman, di mana diperoleh tidak terdapat hubungan antara ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium (p>0,05).
BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik sampel penelitian Pada penelitian ini rerata umur pada kelompok stadium kanker ovarium stadium I adalah 40,86 ± 5,24 tahun, stadium II adalah 43,56 ± 12,70 tahun, stadium III adalah 45,57 ± 9,77 tahun dan stadium IV adalah 57,86 ± 8,78. Kejadian kanker ovarium sampai tahun 2009 di Amerika Serikat mencapai 21.500 kasus dengan angka kematian mencapai 14.600 jiwa. Berdasarkan kelompok umur maka angka insiden terbanyak kanker ovarium terjadi pada kelompok usia 55-64 tahun kemudian diikuti pada kelompok usia 65 – 74 tahun. (Ovarian Cancer National Aliance. Statistic of ovarian cancer, 2009). Sedangkan berdasarkan WHO/IARC (International Agency for Research on Cancer) menyebutkan bahwa insiden kanker ovarium di indonesia menempati urutan kedua terbanyak setelah kanker serviks dengan angka insiden tahun 2008 sebesar 9664 kasus (IARC, 2012) dengan kelompok umur yang paling banyak menderita kanker ovarium adalah kelompok umur 41 sampai 50 tahun yaitu sebanyak 62,7% dan paling sedikit adalah 31 sampai 40 tahun yaitu sebanyak 10,8%. (IARC, 2012). Berdasarkan OCNA tahun 2009 kejadian kanker ovarium meningkat pada usia diatas 45 tahun (Ovarian Cancer National Aliance. Statistic of ovarian cancer, 2009). Pada wanita usia reproduktif (<45 tahun) kejadian kanker ovarium jarang (Chen et al, 2008). Hal tersebut sesuai dengan salah satu mekanisme terjadinya kanker ovarium yaitu berdasar pada teori Incessant ovulation. Teori Incessant ovulation
51
52
ini beranggapan bahwa adanya trauma berulang pada ovarium selama proses ovulasi, mengakibatkan epitel ovarium mudah terpajan atau terpapar oleh berbagai faktor risiko sehingga dapat mengakibatkan terjadinya kelainan atau abnormalitas genetik. Adanya ovulasi dan semakin bertambahnya umur seorang wanita dapat menyebabkan terperangkapnya fragmen epitel permukaan ovarium pada cleft atau invaginasi pada permukaan dan badan inklusi pada kortek ovarium. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa terdapat hubungan antara frekuensi metaplasia dan neoplasma pada daerah-daerah ovarium yang mengalami invaginasi dan terbentuknya badan inklusi (Choi et al, 2007). Pada penelitian ini diperoleh rerata paritas adalah dua. Rerata paritas pada kelompok kanker ovarium stadium I adalah 1,57 ± 0,78, stadium II adalah 1,33 ± 0,70, stadium III adalah 2,00 ± 1,30, dan stadium IV adalah 2,43 ± 0,97. Pada dengan 5 sampel (11%) nulipara bahkan 39 (89%) sampel merupakan multipara. Peningkatan paritas berhubungan dengan penurunan resiko terjadinya kanker ovarium, tetapi belum dipahami dengan jelas namun dari berbagai penelitian yang dilakukan oleh Adami didapatkan bahwa peningkatan paritas akan menyebabkan penurunan faktor resiko terjadinya insiden semua tipe kanker ovarium baik kanker ovarium yang berasal dari epitel, stromal atau germ sel (Adami, 2010). Wanita yang sudah pernah hamil memiliki risiko untuk mengalami kanker ovarium sekitar 50% lebih rendah daripada wanita yang belum pernah hamil atau nullipara. Bahkan, wanita yang telah beberapa kali hamil risiko terjadinya kanker ovarium menjadi semakin berkurang (Czyz, 2008). Wanita nulipara memiliki resiko 1,5 sampai 3,2 kali lebih besar dibandingkan dengan
53
wanita dengan paritas. Setiap bertambahnya jumlah kehamilan akan mengurangi resiko kanker ovarium 10 – 16% (Choi et al,2007) Dalam paritas terjadi pelepasan sel ovum dari ovarium sehingga menyebabkan produksi estrogen untuk proliferasi epitel ovarium. Namun hingga saat ini hubungan etiologi paritas dengan kanker ovarium belum begitu jelas dipahami. Beberapa hipotesis mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi faktor protektif terhadap kanker ovarium. Pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium dan untuk proses perbaikan kerusakan ini maka diperlukan waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkalikali terutama jika sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain masa istirahat sel tidak adekuat, maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Pada penelitian ini diperoleh rerata Indek Massa Tubuh (IMT) dalam rentang normal, hanya pada stadium II yang memiliki rerata IMT yang termasuk dalam kelebihan berat badan. Rerata IMT pada masing-masing kelompok kanker ovarium stadium I adalah 19,9 ± 1,51 kg/m2, stadium II adalah 25,15 ± 4,04 kg/m2, stadium III adalah 21,76 ± 4,95 kg/m2, dan stadium IV adalah 21,38 ± 3,75 kg/m2. Peningkatan Indeks massa tubuh juga mempunyai pengaruh dalam terjadinya kanker ovarium. Hal ini ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh Gillian dkk dimana peningkatan indeks massa tubuh akan berhubungan dengan peningkatan faktor resiko terjadinya kanker ovarium, bahkan dari semua wanita postmenopause di United Kingdom 5% wanita yang mengalami kanker (6000 tiap tahunnya) adalah wanita dengan berat badan berlebih (obesitas)
54
(Gillian, 2007) Sedangkan dalam penelitian Lubin dkk. terhadap wanita usia 18 tahun didapatkan peningkatan indeks massa tubuh pada wanita usia 18 tahun merupakan faktor resiko yang independen untuk terjadinya kanker ovarium (Lubin et al, 2003). Anders Engeland dkk. juga menyebutkan hal yang sama dalam penelitiannya dimana wanita muda yang mengalami obesitas memiliki resiko lebih besar untuk menderita kanker ovarium (Engeland et al, 2003). pada wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan dengan wanita dengan IMT normal (Lahmann, 2009). sedangkan studi yang pernah dilakukan di Indonesia di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo Makasar oleh Fauzan (2011), didapatkan hasil dimana pada IMT yang lebih dari 30 kg/m2 memiliki risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT yang kurang dari 30 kg/m 2 (Fauzan, 2009) Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh juga meningkat serta beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen yang pada umumnya berbentuk estrion, maupun estradiol. Mekanisme perubahan dari zat lemak atau kolesterol dapat dijelaskan melalui biosintesis hormonal, di mana semua hormon steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Adanya cadangan lemak di dalam tubuh memainkan peran besar dalam produksi hormonal, khususnya estrogen. Pada wanita dengan jumlah lemak tubuh yang rendah cenderung memiliki kadar hormon seks yang rendah pula. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, dinilai melalui IMT yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan kadar estrogen. Peningkatan kadar estrogen tersebut mengakibatkan aktivasi jalur
55
Phosphatidylinositol-3-kinase
(PI3K),
Mitogenic-Activated
Protein
Kinase
(MAPK), dan transkripsi Faktor c-myc, dan melalui reseptor estrogen jalur lain seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1), Transforming growth factor- α (TGFα), dan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) (Cantley et al, 2005). Selain itu reseptor estrogen juga memegang peranan penting dalam terjadinya proliferasi sel dimana Estrogen Reseptor-α (ER-α) bertanggung jawab dalam proses proliferasi ovarium, sementara Estrogen Reseptor-β (ER-β) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi sel (Britt & Findlay, 2002). Peningkatan perbandingan antara ER-α:ER-β rasio juga telah diamati pada kanker ovarium (Cunat, 2004). Peningkatan estrogen tersebut meningkatan suatu molekul Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), meningkatan kemampuan adhesi sel, dan meningkat kemampuan sel dalam melakukan migrasi yang berdampak pada proliferasi abnormal pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk menuju proses menuju transformasi ganas. Sampai saat ini belum ada metode skrining yang efektif dalam mendeteksi kanker ovarium, disamping itu gejala yang dijumpai juga tidak spesifik sehingga seringkali kanker ovarium ini ditemukan pada stadium akhir dan hanya seperempat dari kanker ovarium ini ditemukan pada stadium I.(Chobanian et al, 2008). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini dimana kanker ovarium ditemukan terbanyak pada stadium III sebanyak 21(48%), kemudian stadium II sebanyak 9(20%) dan stadium I dan IV masing – masing 7(16%). Pada penelitian ini diperoleh bahwa sebagian besar sampel penelitian tidak memiliki riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal baik pada kanker ovarium
56
stadium I, II, III, dan IV. Penelitian lainnya melaporkan bahwa penggunaan pil kontrasepsi selama kurang lebih satu tahun dapat menurunkan risiko kejadian kanker ovarium sebesar 11%, sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker ovarium dapat semakin menurun, bahkan mencapai 50% (Fauzan, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Beral (2008) juga memperoleh hasil bahwa penurunan risiko relatif terjadinya kanker ovarium sesuai dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral, di mana pada wanita yang memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif 1 dan semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian yang lebih dari lima belas tahun. Setelah dilakukan analisis lanjutan terhadap jenis hormon pada obat kontrasepsi, diperoleh bahwa hormon yang berperan dalam menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah progesteron. Penggunaan obat yang menggandung hormon estrogen saja khususnya pada wanita pascamenopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada penggunaan kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Pada penelitian ini seluruh sampel tidak memiliki riwayat terapi hormonal pada masa menopause dan riwayat keluarga kanker ovarium, mamae, kolon.
6.2 Ekspresi HER2/neu Pada penelitian ini, pemeriksaan dilakukan terhadap 44 sampel dengan kanker ovarium. Setelah dilakukan pemeriksaan imunohistokimia terhadap HER2/neu maka didapatkan hasil bahwa overekspresi HER2/neu pada kanker
57
ovarium pada penelitian ini adalah sebesar 29,54% (13 dari 44 kasus). Didapatkan 2 sampel mengalami overekspresi pada stadium I, 5 sampel pada stadium II, 5 sampel pada stadium III dan hanya 1 sampel pada stadium IV. Angka kejadian overekspresi HER2/neu pada kanker ovarium adalah sebesar 15-30%, ini berdasarkan pada beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti. Pada penelitian yang dilakukan oleh Berchuck dkk, 1990 overekspresi HER2 pada kanker ovarium sebesar 32%, Bookman dkk tahun 2003 mendapatkan angka overekspresi HER2/neu sebesar 11%, sedangkan Dimova dkk tahun 2006 mendapatkan hasil 7-8%, steffensen dkk tahun 2007 mendapatkan hasil 11%, di tahun yang sama Pils dkk juga melakukan penelitian yang sama dengan angka overekspresi sebesar 28%. Bahkan dengan perkembangan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti saat ini, kadar HER2/neu dapat dideteksi pada serum dengan teknik ELISA didapatkan HER2/neu terekspresi sebesar 29% dari 84 sampel (Zahra et al, 2010). Beberapa penjelasan yang dapat menjelaskan variasi yang lebar tersebut antara lain, perbedaan metode deteksi (imunohistokimia, FISH (fluoresence in-situ hybridization) dan chromogenic insitu hybridization), perbedaan material dan variasi teknik IHK (CB-11, HercepTest atau antibodi non komersial). selain itu jumlah sampel, tipe antibodi monoklonal yang digunakan, intensitas pewarnaan, jaringan yang akan diperiksa dan definisi dari overekspresi HER2/neu juga mempengaruhi lebarnya variasi tersebut (Serrano-Olvera et al, 2006, Tuefferd et al, 2007). Masih terdapat perbedaan pendapat hingga saat ini mengenai hubungan ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium, terdapat beberapa studi yang
58
mendukung dan ada juga yang membantah hipotesa ini seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Coronado tahun 2007, dimana didapatkan overekspresi HER2/neu terdapat pada 24,2% kasus dan berhubungan dengan stadium lanjut dari kanker ovarium (Coronado et al, 2007). Sedangkan penelitian yang berlawanan dengan hipotesa ini adalah pada beberapa penelitian seperti pada penelitian yang dilakukan Verri, dkk dimana hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa ekspresi HER2/neu tidak berhubungan dengan faktor-faktor prognostik kanker ovarium termasuk stadium kanker ovarium (Verri et al, 2005; Tuefferd et al 2007), pada penelitian oleh Yun didapatkan bahwa tidak adanya korelasi antara overekspresi HER2/neu pada kanker ovarium stadium awal (Yun wu et al, 2009), Selain itu penelitian yang lebih mutahir dengan mendeteksi keterlibatan Gen HER2/neu melalui metode FISH (Fluorosence in situ hybridization) yang mengalami amplifikasi dilakukan oleh John dkk didapatkan amplifikasi gen HER2 juga tidak berhubungan dengan usia, ras, stadium kanker ovarium, tipe sel, grading dan volume asites (John et al, 2009). Tidak ditemukannya hubungan antara stadium kanker ovarium dengan ekspresi HER2/neu pada kanker ovarium mungkin disebabkan oleh adanya mutasi yang lain selain dari gen HER2/neu (protoonkogen) yang menyebabkan terjadinya kanker ovarium. Salah satu penyebab terjadinya kanker adalah akibat dari terganggunya empat kelompok gen pengatur regulasi normal, baik itu gangguan pada gen yang merangsang pertumbuhan protoonkogen, penghambatan tumor supresor gen, regulasi terhadap apoptosis (Programmed cell death) dan gen yang melibatkan DNA repair (Kumar et al, 2010). Kesemua jalur di atas merupakan
59
target utama terhadap kerusakan genetik. tidak hanya terjadi pada satu mutasi gen HER2/neu saja melainkan dapat melalui berbagai mutasi yang melibatkan gen lain atau mutasi yang terjadi secara bersamaan. seperti contohnya kerusakan gen pada tumor suppressor gen (P53, RB1, MSH2, MLH1. dll) atau kerusakan pada gen DNA repair (bcl-2) atau adanya mutasi pada lebih dari satu gen, sehingga semua mekanisme terjadinya mutasi gen tersebut akan mampu meningkatkan progresifitas kanker ovarium dan memberikan manifestasi klinis pada stadiumnya.
6.3 Kelemahan Penelitian Pada penelitian ini jumlah sampel ditentukan berdasarkan data Badan Registrasi Kanker pada tahun 2006, dimana angka kejadian kanker ovarium di populasi sebesar 11,9%. Oleh karena penelitian ini menilai hubungan antara ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium, maka jumlah sampel penelitian seharusnya ditentukan berdasarkan atas jumlah sampel terbanyak yang diperoleh dari angka prevalensi masing – masing kelompok stadium kanker ovarium, bukan berdasarkan angka prevalensi kanker ovarium di populasi, namun sampai saat data mengenai angka prevalensi dari masing – masing kelompok stadium kanker ovarium di populasi belum tersedia sehigga penelitian ini menggunakan angka prevalensi kanker ovarium di populasi sebagai patokan dalam menentukan sampel penelitian.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Adapun simpulan pada penelitian ini adalah ekspresi HER2/neu tidak berhubungan dengan stadium kanker ovarium. 7.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas maka dibutuhkan penelitian penelitian lanjutan untuk mendeteksi beberapa jalur karsinogenesis yang mengalami mutasi pada kanker ovarium. karena jalur karsinogenesis dari kanker ovarium bersifat multistep, maka dalam rangka mendukung pengembangan ide pemanfaatan gen dan ekspresi gen sebagai deteksi dini dalam diagnostik kanker ovarium diperlukan penelitian lanjutan guna menilai jalur karsinogenesis yang lain, seperti pada jalur onkogen, perubahan gen apoptosis, dan gen yang terlibat dalam perbaikan DNA.
60
61
DAFTAR PUSTAKA
Adami, H., 2010. Parity Age at first Child Birth and Risk of Ovarian Cancer. The Lancet, Vol 344 issue 8932,1250 – 1254.
Alberts, B., Johnson, A., Lewis, J., Raff, M., Roberts, K., Walter, P. 2002. Molecular Biology of the Cell. Basic Genetic Mechanisms. New York : Garland Science Publisher.
American Cancer Society. 2009. Detailed Guide: Ovarian Cancer. [citied 2010 okt 18]. Available from : http://nccu.cancer.org
Araoye, M.O. 2003. Sample size in: Research Methodology with statistic for health and social science. Ilorin: Nathadex Publisher, P. 115-122.
Ari . 2008. Karsinoma Ovarium: DETAK. (serial online), [cited 2010 Sep. 20]. Available from: URL: http://www.detak.org/aboutcancer.php?id=21&c_id=0.
Berek, J.S., Natarajan, S. 2007. Ovarian and fallopian Tube and Primary Peritoneal Cancer In: Berek JS.editor. Berek and Novak’s Gynecology. 14th ed. Lippincott William & Wilkins. Philladelphia. pp.1457 – 1458.
Busman, B. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin, A.B, editors. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Camilleri-Broët, J. P., Guastalla, J., Couturier, H., Curé, F., Penault-Llorca, D., Allouache, A., Vincent-Salomon, D., Paraïso, E., Pujade-Lauraine. 2005. HER2 overexpression and amplification in advanced ovarian cancer (OC): preliminary results from a large GINECO study. Journal of Clinical Oncology, 2005 ASCO
62
Annual Meeting Proceedings, Vol 23, No. 16S, Part I of II (June 1 Supplement), 2005: 5059.
Cantley, C. 2005. Phosphatidylinositol 3-kinase. BioEssays journal. Vol 16 Issie 8, pages 565–576.
Chen, F.L., Xia,W., Spector, N. L. 2008 . Acquired Resistance to Small Molecule ErbB2 Tyrosine Kinase Inhibitors. Clin Cancer Res. 14: 6730-6734.
Chobanian, N.,Dietrich, C.S. 2008. Ovarian cancer, Surgical Clinics of North America, PP. 285-299.
Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and Ovarian Cancer. Endocrine Reviews. 28 (4): 440-461. Clifford, A.H. 2007. Transtuzumab – Mechanism of action an Use in Clinical practice. N England Medical Journal, 357:39 – 51.
Colleen, D., Cheryl, A., Sherman, B., Ellen, S., Pizer, F. J., Montz, D. 2000. “Large-Scale Serial Analysis of Gene Expression Reveals Genes Differentially Expressed in Ovarian Cancer”, Cancer Research 60, 6281–6287.
Coronado,M., Fasero, L., García, S., Ramírez, M., Vidart, A. 2007. Overexpression and prognostic value of p53 and HER2/neu proteins in benign ovarian tissue and in ovarian cancer. Medicina Clinica 2007, 128(1):1-6
Coussens, L., Yang-Feng, T.L., Liao, Y.C., Chen, E., Gray, A., McGrath, J., Seeburg, P.H., Libermann, T.A .2005. Tyrosine Kinase Receptor with Extensive Homology to EGF Receptor Shares Chromosomal Location with neu Oncogene. Science Journal 230 (4730): 1132–1139.
63
Czyz, A.H. 2008. Ovarian Cancer- Risk factors: Imaginis. (serial online), [cited 2010 Sep. 19]. Available from: URL
http://www.imaginis.com/ovarian-
cancer/ovarian-cancer-risk-factors-1
Djuana,A., Rauf, S., Manuaba I.B.G.F. 2001. Pengenalan Dini Kanker Ovarium. Makalah ilmiah PIT XIIPOGI Palembang.
Elena ,V., Pamela, G., Matteo, P., Luisa, P., Andrea, P., Paola, L., Alessandra, R., Nicola, R., Francesco, B. 2005. HER2/neu Oncoprotein Overexpression in Epithelial Ovarian Cancer: Evaluation of its Prevalence and Prognostic Significance. Oncology Journal 2005;68:154-161.
Engeland,A., Tretli, S., Bjorge, T. 2003. Height, Body Mass Index and Ovarian Cancer: Follow – Up of Million Noewegian Women. Journal Of The National Cancer Institute. Vol 95; 1244-1248.
Esquela-Kerscher, A., Slack, F.J. 2006. Oncomirs - microRNAs with a role in cancer. Nat Rev Cancer, 6 (4): 259–69. Fauzan, R. 2009. “Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007” (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia.
Gillian, K. 2007. Cancer Incidence and Mortality in Relation to Body Mass Index in The Million Women Study: Cohort Study. British Medical Journal 39367; 111.
Granstrom, C. 2008. Population Attributable Fractions for Ovarian Cancer in Swedish Women by Morphological Type. (serial online), [cited 2010 Oct. 21]. Available from: URL: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681/.
64
Greenlee,R.T.,Murray,T.,Bolden,S.,Wingo,P.A. 2000. Cancer statistics. CA Cancer J. Clin., 50: 7–33.
Heldin H. 2001. Signal Transduction: Multiple Pathways, Multiple Options for Therapy Stem Cells. Journal Vol 19, Issue 4, pages 295–303.
Hellstrom, I., Goodman, G., Pullman, J., Yang, y., Hellstrom, K. 2001. Overexpression Of Her-2 In Ovarian Carcinomas. Cancer Research, Vol 61 pp. 2420-2423.
Hogdall, E.V.S., Christensen, L., Kjaer, S.K. 2007. CA125 Expression Pattern, Prognosis and Correlation with Serum CA125 in Ovarian Tumor Patients. From The Danish “MALOVA” Ovarian Cancer Study. (serial online),
[cited
2010
URL:
Aug.
21].
Available
from:
http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/ riskfactors/.
Hurteau, J.A., Williams, S.J. 2001. Ovarian germ cell tumor. In: Rubin SC, Sutton GP. Ovarian cancer. 2nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 371-82.
Hurteau, J.A., Williams, S.J. Ovarian germ cell tumor. In: Rubin SC, Sutton GP. 2001. Ovarian cancer. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins,;371-82.
Ian, J., Menon, U. 2007. Progress and Challenges in Screening for Early Detection of Ovarian Cancer. The American Society for Biochemistry and Molecular Biology. Molecular & Cellular Proteomics 3.4; 355 – 366. IARC International Agency for Research on Cancer ”Globocan 2008 fast stat” [Citied 2012 Feb 27] Available from : www.globocan.iarc.fr.
65
John,F., Sartoru, F., Kathleen, M., Darcy, C., Chunqiao, T., William, J., Hoskins, d., William, P., McGuire, E., Parviz Hanjani, F,, David, W.G, Benjamin, E., Greer, H., Jerome, B.I., Michael, J.B. 2009. Associations between ERBB2 amplification and progression-free survival and overall survival in advanced stage, suboptimally-resected epithelial ovarian cancers. A Gynecologic Oncology Group study. Gynecologic Oncology, 113 (2009) 341–347.
Karyana, K. 2004. Profil Kanker Ovarium Di Rumah Sakit Sanglah Denpasar Periode Januari 2002 – Desember. PPDS I obstetric dan ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar 205:13-6.
Kimmelman, A.C. Stommel, J.M, Ying, H, Nabioullin, R, Ponugoti, A.H, Wiedemeyer, R, Stegh, A.H., Bradner, J.E, Ligon, K.L, Brennan, C, Chin, L, and DePinho, R.A. 2007. Co-activation of Receptor Tyrosine Kinases affects response to targeted therapies. Science Journal. 318:287-290. Knudson, A.G. 2001. “Two genetic hits (more or less) to cancer". Nature reviews Cancer, 1 (2): 157–62.
Kornblihtt, A.R. 2004. "Multiple links between transcription and splicing". RNA 10 (10): 1489–98.
Kufe, D.W., Pollock, R.E., Weichselbaum, R.R., Bast, R.C., Gansler, T.S., Holland, J. F., Frei,E. 2003. Holland-Frei Cancer medicine - Figure 3.2. 6th ed.
Kumar,V., Abbas, A., Fausto, N., Aster, J. 2010. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed, Saunders Elsevier, Philadelphia.
Lahmann, P.H. 2009. Anthropometric Measures and Epithelial Ovarian Cancer Risk in The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. (serial
66
online),
[cited
2010
Sep.
18].
Available
from:
URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19821492.
Lubin F, Chetrit A, .Freedman L.S, Alfandary E, Fishler Y, Nitzan H, Zultan A, Modan B.
2003. BMI at 18 During Adult Life and Ovarian Cancer Risk.
American Journal of Epidemiology Vol 157; 113 – 120.
Macdonald, F.2004. Molecular Biology Of Cancer. 2nd Revised Edition. England: Taylor & Francis Group.
Mayr, D., Kanitz, V., Ammann, G.,Engel, J.,Burges, A.U., Diebold. 2006. HER2/neu
gene
amplification
in
ovarian
tumors:
a
comprehensive
immunohistochemical and FISH analysis on tissue microarrays”, Histopathology, 48 149 – 156.
Michael,H,, Roth ,L.M. 2001.Pathological of ovarian germ cell tumors. In: Rubin SC, Sutton GP. Ovarian cancer. 2nd edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;31-82.
Mitchell., Richard,S., Kumar, V., Abbas, A. K., Fausto, N. 2007. Chapter 20 Neoplasms Of The Thyroid - in: Robbins Basic Pathology. 8th ed. Saunders Philadelphia.
Moorman, P.G., Havrelesky, L.J., Oral contraceptive and risk of ovarian cancer and breast cancer among high risk women; A systematic review and metaanalysis. Journal of clinical Oncology. Doi:10.1200/Jco.2013.48.9021.
Negrini,M., Ferracin, M., Sabbioni, S., Croce, C.M. 2007. "MicroRNAs in human cancer: from research to therapy". J Cell Sci. 120 (Pt 11): 1833–40.
67
Olayioye, M.A. 2001. Update on HER-2 as a target for cancer therapy: intracellular signaling pathways of ErbB2/HER-2 and family members. Breast Cancer Res 3 (6): 385–389.
Ovarian Cancer National Aliance. Statistic of ovarian cancer. The National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemioogy and Result Program. Washington DC. 2009. (serial online), [cited 2009 Oct. 12]. Available from: URL: http://jco.ascopubs.org/content/21/20/3814.full.pdf+html. Pagana, K. D.,Pagana, T. J. 2007. Mosby's Diagnostic and Laboratory Test Reference 8th Edition: Mosby, Inc., Saint Louis, MO. Pp 200-202.
Permuth, W., Seller, T.A. 2009. Epidemiology of Ovarian Cancer. U.S National Library of Medicine National Institutes of Health. 472: 413-37.
Rachel G., Berkson, J. J., Hollick, N.J., Westwood, J.A., Woods, D.P., Lane, S.L. 2005. Pilot screening program for small molecule activators of p53. Int Journal Cancer.PP: 1543-1549. Rosai, J. 2004. Breast. In: Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. 9ed Edinburg: Mosby. P.1763 – 1876.
Seidman, J.D. 2002. Surface Epithelial Tumos of The Ovary. In: Kurman, R J., editor: Blaustein’s Pathology of The Female Genital Track. 5th ed. New York: Springer. pp. 791 – 904.
Serrano, A., Duenas, G.A., Gallardo, R.D., Candelaria, M., Garza, S.J. 2006. Prognostic, predictive and therapeutic implications of HER2 in invasive epithelial ovarian cancer. Cancer Treatment Review, 32: 180-190.
68
Sheltey, S.T. 2007. Association of Oral Contraception Use Other Contraceptive Methodes and infertility with Ovarian Cancer Risk. American Journal of Epidemiologi, Vol 166: 894 – 901.
Tuefferd, M., Couturier, J., Penault, F., Vincent, S.A., Broet, P. 2007. HER2 Status in Ovarian Carcinoma. A Multicenter GINECO Study of 320 patients, Gineco journal. 2(11): e1138. doi: 10.1371/journal.pone.0001138.
Van, D,V., Bilous, M., Hanna, W., Hofmann, M., Kristel, P., Liorca, F., Ruschoff, J. 2006. Chromogenic in Situ Hybridisation for The Assessment of HER2 status in Breast Cancer. an International Validation Ring Study, Breast Cancer Research, 9(5):1- 9.
Verri, E., Pamela, G., Matteo, P., Luisa, P., Andrea, P., Paola, L., Alessandra, R., Nicola, R., Francesco, B. 2005. HER2/neu Oncoprotein Overexpression in: Epithelial Ovarian Cancer: Evaluation of its Prevalence and Prognostic Significance, Academic Department of Medical Oncology and Department of Pathology, National Cancer Research Institute, Genoa Oncology, 68:154-161.
Vlahopoulos, S.A., Logotheti, S., Mikas, D., Giarika, A., Gorgoulis, V., Zoumpourlis, V. 2008. "The role of ATF-2 in oncogenesis". BioEssays 30 (4): 314–27.
Vogelstein, B., Kinzler, K.W. 2004.Cancer genes and the pathways they control. Nat Med. 10 (8): 789–99.
Wozniak, G. 2010. Introducing antigen-binding sites in structural loops of immunoglobulin constant domains: Fc fragments with engineered HER2/neubinding sites and antibody properties. Protein Engineering, Design & Selection Oxford University Press. pp. 1– 9.
69
Yun, W.A, Robert, A., David S., Mario, L., Beiyun C. 2009. Her-2/neu expression and amplification in early stage ovarian surface epithelial neoplasms. Gynecologic Oncology, 570–575.
Zahra, M., Sharareh, S.D., Alamtaj, S.D., Minoo, R., Ahmad, M., Mohammad, J.F., Abbas, G. 2010. Serum HER2/neu level in epithelial ovarian cancer. Middle East Journal of Cancer, 1(2): 65-68.
70
Lampiran 1. Lembar Pengumpul Data
PENELITIAN HUBUNGAN EKSPRESI HER2/neu DENGAN STADIUM KANKER OVARIUM A IDENTITAS PASIEN Nama Umur Alamat Nomor Parafin Blok Nomor Rekam Medis B DATA KLINIS Jumlah Paritas Stadium Kanker Ovarium IMT (BB/(TB)2) Riwayat Kontrasepsi Riwayat Terapi Hormonal Riwayat Keluarga Kanker Ovarium, Mamae dan Kolon C PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA HER2/neu Skor
71
Lampiran 2. Lembar hasil analisa data
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Umur N
IMT
paritas
44
44
44
46.36
22.102
1.82
10.835
4.4290
1.299
Absolute
.096
.146
.237
Positive
.096
.146
.172
Negative
-.095
-.094
-.237
Kolmogorov-Smirnov Z
.636
.970
1.575
Asymp. Sig. (2-tailed)
.814
.304
.014
Normal Parametersa
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
a. Test distribution is Normal.
Oneway Descriptives 95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std.
Std.
Lower
Upper
Deviation
Error
Bound
Bound
Minimu Maximu m
m
Umur stadium 1
7
40.86
5.242
1.981
36.01
45.70
34
48
stadium 2
9
43.56
12.700
4.233
33.79
53.32
28
67
stadium 3
21
45.57
9.770
2.132
41.12
50.02
13
59
stadium 4
7
57.86
8.783
3.320
49.73
65.98
43
66
44
46.36
10.835
1.633
43.07
49.66
13
67
stadium 1
7
19.900
1.5166
.5732
18.497
21.303
18.2
22.2
stadium 2
9
25.156
4.0439
1.3480
22.047
28.264
19.4
32.3
stadium 3
21
21.767
4.9513
1.0805
19.513
24.020
15.2
38.2
stadium 4
7
21.386
3.7583
1.4205
17.910
24.862
17.3
26.8
Total IMT
72
Descriptives 95% Confidence Interval for Mean
N
Mean
Std.
Std.
Lower
Upper
Deviation
Error
Bound
Bound
Minimu Maximu m
m
Umur stadium 1
7
40.86
5.242
1.981
36.01
45.70
34
48
stadium 2
9
43.56
12.700
4.233
33.79
53.32
28
67
stadium 3
21
45.57
9.770
2.132
41.12
50.02
13
59
stadium 4
7
57.86
8.783
3.320
49.73
65.98
43
66
44
46.36
10.835
1.633
43.07
49.66
13
67
stadium 1
7
19.900
1.5166
.5732
18.497
21.303
18.2
22.2
stadium 2
9
25.156
4.0439
1.3480
22.047
28.264
19.4
32.3
stadium 3
21
21.767
4.9513
1.0805
19.513
24.020
15.2
38.2
stadium 4
7
21.386
3.7583
1.4205
17.910
24.862
17.3
26.8
44
22.102
4.4290
.6677
20.756
23.449
15.2
38.2
Total IMT
Total
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Umur
1.172
3
40
.332
IMT
1.041
3
40
.385
ANOVA Sum of Squares Umur
IMT
df
Mean Square
Between Groups
1221.102
3
407.034
Within Groups
3827.079
40
95.677
Total
5048.182
43
Between Groups
123.812
3
41.271
Within Groups
719.677
40
17.992
Total
843.490
43
F
Sig.
4.254
.011
2.294
.093
73
Descriptives paritas 95% Confidence Interval for Mean
Std. N
Mean
Deviation
Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
stadium 1
7
1.29
.951
.360
.41
2.17
0
2
stadium 2
9
1.00
1.000
.333
.23
1.77
0
2
stadium 3
21
2.00
1.378
.301
1.37
2.63
0
4
stadium 4
7
2.86
.900
.340
2.03
3.69
2
4
44
1.82
1.299
.196
1.42
2.21
0
4
Total
Kruskal-Wallis Test Ranks Stadium paritas
N
Mean Rank
stadium 1
7
17.00
stadium 2
9
14.56
stadium 3
21
24.45
stadium 4
7
32.36
Total
44
74
Test Statisticsa,b paritas Chi-Square
10.250
df
3
Asymp. Sig.
.017
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Stadium
Correlations HER2 Spearman's rho
HER2
Correlation Coefficient
1.000
.203
.
.185
44
44
Correlation Coefficient
.203
1.000
Sig. (2-tailed)
.185
.
44
44
Sig. (2-tailed) N Stadium
Stadium
N
75
Lampiran 3. Data pemeriksaan sampel penelitian di laboratorium Patologi anatomi RSUP Sanglah Denpasar “Hubungan Positif Ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium” No
No Parafin
Std
HER2
score
1
245/pp/2011
IIIC
tidak
0
2
385/PP/2011
IC
tidak
0
3
442/pp/2011
IA
tidak
0
4
554/pp/2011
IIIC
ya
3
5
668/pp/2011
IIIC
ya
2
6
1151/pp/2011
IIB
tidak
0
7
1246/pp/2011
IIIC
ya
3
8
1306/pp/2011
IV
tidak
0
9
1391/pp/2011
IC
ya
3
10
1460/pp/2011
IV
tidak
1
11
1737/pp/2011
III
tidak
0
12
1914/pp/2011
IIIC
tidak
0
13
1992/pp/2011
IIA
ya
3
14
2024/pp/2011
IIIB
tidak
0
15
2139/pp/2011
IV
ya
3
16
2208/pp/2011
IIA
ya
3
17
2527/pp/2011
IIC
ya
3
18
2667/pp/2011
IIA
tidak
0
19
2965/pp/2011
IIIB
ya
2
20
4335/pp/2011
IV
tidak
0
21
4474/pp/2011
IC
tidak
0
22
4497/pp/2011
IV
tidak
0
23
175/pp/2012
IA
tidak
0
24
263/pp/2012
IIIC
tidak
0
25
0479/pp/2012
IIC
tidak
0
26
507/pp/2012
IC
tidak
0
27
721/pp/2012
IIA
tidak
0
28
917/pp/2012
IIIC
tidak
0
29
1097/pp/2012
IIIA
tidak
0
30
pp0016912012
IIC
ya
4
31
pp0017092012
IIIC
tidak
0
32
pp0012852012
IIIC
tidak
0
33
pp0013212012
IIIC
ya
4
76
34
pp0013242012
IV
tidak
0
35
pp0013482012
IIC
ya
4
36
554/pp/2012
IV
tidak
0
37
4335/pp/2011
IIIC
tidak
0
38
0022/pp/2013
IA
ya
4
39
0154/pp/2013
IIIC
tidak
0
40
pp/000829/2013
IIIC
tidak
0
41
pp/0012462013
IIIC
tidak
0
42
pp0014632013
IIIC
tidak
0
43
pp004103/pp/12
IIIC
tidak
0
44
pp004103/pp/12
IIIC
tidak
0
Denpasar, 30 September 2013 Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah
Pemeriksa Dr. Ni Putu Sriwidyani, SpPA
77
Lampiran 4. Data Sampel penelitian “Hubungan Positif Ekspresi HER2/neu dengan stadium kanker ovarium” No 1 2 3 4 5 6
7 8 9
10 11 12 13 14
Nama pasien Suati ni wayan Suriani ni nengah Mawe Ni wayan Gandri ni made Nuryani
CM
Usia
No Parafin
Std
01.44.62.10
50
245/pp/2011
IIIC
HER 2 tidak
nilai
Paritas
01.44.94.40
34
385/PP/2011
IC
tidak
0
2
01.45.18.86
48
442/pp/2011
IA
tidak
0
unmarried
01.45.44.57
59
554/pp/2011
IIIC
ya
3
3
00.44.13.72
49
668/pp/2011
IIIC
ya
2
3
Yuli armini ketut rumiati
01.46.84.91
30
1151/pp/2011
IIB
tidak
0
1
01.46.67.88
40
1246/pp/2011
IIIC
ya
3
unmarried
Sabin ni made Gusti kadek sri suartini Luh witi
01.44.95.40
64
1306/pp/2011
IV
tidak
0
3
01.46.61.79
44
1391/pp/2011
IC
ya
3
2
01.47.05.36
60
1460/pp/2011
IV
tidak
1
3
Sari wiyani nurminah husen siti nuria
01.38.48.90
48
1737/pp/2011
III
tidak
0
2
01.47.90.00
45
1914/pp/2011
IIIC
tidak
0
2
01.47.69.39
28
1992/pp/2011
IIA
ya
3
2
Sukarini ni nyoman
01.47.21.38
44
2024/pp/2011
IIIB
tidak
0
unmarried
0
2
rwy kel tida k tida k tida k tida k tida k tida k
IMT
KB tidak
HO R tidak
18.9
Histopatologi
tipe
endometrioid adeno ca ovarii grade III
ganas
18.3
ya
tidak
Papilary Musinus Cyst adeno Ca
ganas
21.2
tidak
tidak
clear cell adeno ca
ganas
22.0
tidak
tidak
endometrioid ca solid papilary grade 3
ganas
21.6
ya
tidak
endometrioid adeno ca ovarii dupleks
ganas
26.8
ya
tidak
papilary serous cyst adeno ca grd I
ganas
tida k tida k tida k
29.6
tidak
tidak
mikroinvasi musinus tumor
ganas
17.3
tidak
tidak
serous adeno ca
ganas
20.0
tidak
tidak
cyst adeno carsinoma musinus well diff
ganas
tida k tida k tida k tida k tida k
22.8
ya
tidak
adeno carsinoma ovarii
ganas
19.4
ya
tidak
clear cell adeno ca
ganas
19.1
tidak
tidak
papilary adeno ca
ganas
28.3
ya
tidak
adeno ca musinosum
ganas
21.2
tidak
tidak
adeno ca poorly diff
ganas
78
15 16 17 18 19 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 44 45 46 47 48
widiastri ni made narti ni nyoman merta ni nengah Latri nyoman sudiasih kadek taluh wayan rasmini ni wayan sari ni kt
01.23.13.40
43
2139/pp/2011
IV
ya
3
2
01.48.31.89
36
2208/pp/2011
IIA
ya
3
2
01.49.25.03
50
2527/pp/2011
IIC
ya
3
2
01.49.63.90
47
2667/pp/2011
IIA
tidak
0
0
01.46.20.82
37
2965/pp/2011
IIIB
ya
2
3
01.52.30.28
61
4335/pp/2011
IV
tidak
0
2
01.52.52.09
36
4474/pp/2011
IC
tidak
0
2
01.48.35.96
48
4497/pp/2011
IV
tidak
0
2
suwartini ni made tinggen ni kt surti ni keetut alit ruktini ni gusti Nyemplo ni ketut komang seniwati sontri ni nyoman komang seniwati ni luh murti putri sang ayu made erni mutiara Nur zannah
01.50.80.92
39
175/pp/2012
IA
tidak
0
1
01.53.48.73
52
263/pp/2012
IIIC
tidak
0
4
01.53.50.97
55
0479/pp/2012
IIC
tidak
0
0
01.53.39.11
39
507/pp/2012
IC
tidak
0
0
01.53.95.99
67
721/pp/2012
IIA
tidak
0
0
01.54.14.54
35
917/pp/2012
IIIC
tidak
0
2
01.54.80.49
56
1097/pp/2012
tidak
0
3
01.55.67.92
44
pp0016912012
III A IIC
ya
4
2
01.55.81.11
58
pp0017092012
IIIC
tidak
0
1
01.18.69.85
39
pp0012852012
IIIC
tidak
0
2
01.55.43.48
48
pp0013212012
IIIC
ya
4
unmarried
01.55.04.87
63
pp0013242012
IV
tidak
0
4
tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k
23.8
tidak
tidak
ganas
tidak
poorly diff adeno ca ovarii suatu transisional cell ca high grade ca with transisional locus
19.4
tidak
22.5
tidak
tidak
clear cell adeno ca ovarii
ganas
32.3
tidak
tidak
paapilary cyst adeno ca ovarii bilateral
ganas
38.2
tidak
tidak
clear cell adeno ca
ganas
26.8
tidak
tidak
adeno ca musinosum ovarii
ganas
18.9
tidak
tidak
adeno ca
ganas
23.5
ya
tidak
clear cell adeno ca
ganas
20.5
ya
tidak
setous papilary cyst adenoca ovarium
ganas
24.6
tidak
tidak
serous cyst adeno ca ovarii
ganas
22.0
tidak
tidak
clear cel ca
ganas
18.2
tidak
tidak
clear cel adeno ca bilateral
ganas
28.4
tidak
tidak
endometrioid adeno ca duplex
ganas
23.3
tidak
tidak
musinus cyst adeno ca
ganas
15.2
tidak
tidak
serus adeno ca
ganas
23.3
tidak
tidak
serus adenocarsinoma
ganas
24.5
tidak
tidak
endometrioid adenocarsinoma
ganas
15.5
tidak
tidak
ganas
23.8
tidak
tidak
musinus adenocarsinoma endodermal germ layer serus adeno ca gr III
17.7
tidak
tidak
musinus adenocarsinoma
ganas
ganas
ganas
79
49
01.14.23.14
35
pp0013482012
IIC
ya
4
0
01.55.66.84
66
554/pp/2012
IV
tidak
0
4
01.52.30.28
46
4335/pp/2011
IIIC
tidak
0
0
01.60.66.47
46
0022/pp/2013
IA
ya
4
2
01.60.65.71
45
0154/pp/2013
IIIC
tidak
0
2
65
Ni made tirta made suparingsi h wayan taluh Nyoman Sari Ni Made Nili karmini
01.61.98.89
51
IIIC
tidak
0
4
66
Mihin
01.61.89.00
50
pp/000829/201 3 pp/0012462013
IIIC
tidak
0
4
67
01.55.59.01
44
pp0014632013
IIIC
tidak
0
3
68
ni kadek astini sumiarti
tidak ada
13
IIIC
tidak
0
unmarried
69
suningsih
tidak ada
48
pp004103/pp/1 2 pp004103/pp/1 2
IIIC
tidak
0
2
52
55 63 64
tida k tida k
23.4
tidak
tidak
clear cell adenoca
ganas
17.8
tidak
tidak
clear cell carsinoma
ganas
tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k tida k
20.0
tidak
tidak
musinus adeno carsinoma
ganas
22.2
tidak
tidak
sex cord stromal tumor
ganas
19.8
tidak
tidak
musinus cyst adenocarsinoma
ganas
20.4
tidak
tidak
ca ovarium recurent
ganas
22.0
tidak
tidak
clear cell adeno ca
ganas
21.2
tidak
tidak
ganas
17.6
tidak
tidak
mix epitelial tumor (papilary serous dan musinus cyst adenoca) musinus cyst adenocarsinoma
19,2
tidak
tidak
clear cell carsinoma
ganas
ganas