DISERTASI
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
I NYOMAN GEDE BUDIANA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
DISERTASI
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
I NYOMAN GEDE BUDIANA NIM : 0990271018
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Kedokteran, Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN GEDE BUDIANA NIM : 0990271018
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI ILMU KEDOKTERAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI DISERTASI Disertasi ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup oleh Panitia Penguji Tanggal: 27 April 2015
Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No. : 1120/UN14.4/HK/2015 Tanggal : 13 April 2015
Ketua
: Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD
Anggota
:
1. Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) 2. Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, PhD 3. Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes 4. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD 5. Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FACCS 6. Prof. dr. Herman Susanto, SpOG(K) 7. Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si
iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K) Program Studi : Ilmu Kedokteran NIM : 0990271018 No. Tlp/No. HP : 08123997401 Email :
[email protected] Judul Proposal : Ekspresi Protein 53 Mutan dan Ekspresi B-Cell Lymphoma-2 Protein Positif serta Ekspresi Caspase-3 Negatif sebagai Faktor Risiko Terjadinya Kanker Ovarium Tipe Epitel Merupakan hasil karya original yang bisa dipertanggungjawabkan keasliannya dan tidak mengandung unsur plagiarism. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya. Apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran, maka saya bersedia untuk mempertanggungjawabkan sesuai peraturan yang berlaku. Denpasar, 10 April 2015 Yang membuat pernyataan,
(dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K)
v
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas asung kerta wara nugraha-Nya, penulis mempunyai kekuatan dan kesehatan lahir batin untuk menjalani pendidikan doktor dan laporan dalam bentuk disertasi ini dapat penulis selesaikan. Dalam menjalani pendidikan, penulis banyak mendapatkan bimbingan, dukungan, motivasi semangat, dan petunjuk teknis sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Untuk itu, ijinkanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku promotor, yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulis menjalani pendidikan doktor, khususnya dalam penyelesaian disertasi ini. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya juga penulis sampaikan kepada Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, PhD selaku kopromotor I dan Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK, M.Kes selaku kopromotor II atas segala perhatian dan kesabarannya telah memberikan bimbingan, semangat, dan saran kepada penulis selama menjalani pendidikan doktor dan dalam penyelesaian disertasi. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, dan mantan Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Made Bakta, SpPD, KHOM, atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program doktor di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, SpS(K) beserta jajarannya. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M.Repro dan Dr. dr. Tjokorda Gde Bagus Mahadewa, SpBS(K), M.Kes selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana serta Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si dan Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, SpMK selaku mantan Ketua vi
dan mantan Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan dan dorongan yang diberikan kepada penulis selama menjadi mahasiswa Program Doktor Ilmu Kedokteran pada Program Pascasarjana Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pegawai Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Program Pascasarjana Universitas Udayana, yaitu Ni Nyoman Arimani, S.Sos, Ni Ketut Partini, S.Sos, Deppy Librata, S.Kom, Luh Komang Ari Lestari, SP, dan I Made Arisandhi, SS, atas bantuannya selama penulis mengikuti pendidikan program doktor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan dan mantan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT(K), M.Kes dan Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, atas ijin dan kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program doktor. Demikian juga ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Direktur Utama dan mantan Direktur Utama RSUP Sanglah Denpasar, dr. Anak Ayu Saraswati, MARS dan dr. I Wayan Sutarga, MPHM, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program doktor. Selesainya disertasi ini tidak terlepas dari bimbingan, masukan, saran-saran, sanggahan, dan koreksi dari tim penguji disertasi. Untuk itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K), Prof. Drh. I Nyoman Mantik Astawa, PhD, Dr. dr. Ida Sri Iswari, SpMK., M.Kes, Prof. Dr. dr. Wimpie I Pangkahila, SpAnd, FAACS, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD, KEMD, Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, PhD, Prof. dr. Herman Susanto, SpOG(K), dan Dr. dr. I Wayan Putu Sutirta Yasa, M.Si. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG(K) dan Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K) selaku Ketua Bagian dan mantan Ketua Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, atas ijin dan kesempatan untuk mengikuti pendidikan program doktor. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada guru-guru dan sejawat di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP vii
Sanglah Denpasar, yaitu Prof. Dr. dr. I Gede Putu Surya, SpOG(K), Prof. dr. Made Kornia Karkata, SpOG(K), Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K), dr. Ketut Putra Kemara, SpOG, dr. I Putu Gede Wardhiana, SpOG(K), dr. Tjokorda Gde Agung Suwardewa, SpOG(K), dr. Ida Bagus Upadana Pemaron, SpOG, dr. I Gusti Putu Mayun Mayura, SpOG, dr. Ida Bagus Putra Adnyana, SpOG(K), dr. Made Suyasa Jaya, SpOG(K), dr. Anak Agung Ngurah Jaya Kusuma, SpOG(K), dr. Anak Agung Ngurah Anantasika, SpOG(K), Dr. dr. I Wayan Megadhana, SpOG(K), dr. Nono Tondohusodo, SpAnd, dr. I Nyoman Haryasa Sanjaya, SpOG(K), MARS, dr. Ketut Surya Negara, SpOG(K), MARS, dr. Putu Doster Mahayasa, SpOG(K), Dr. dr. Ida Bagus Gde Fajar Manuaba, SpOG, MARS, Dr. dr. I Nyoman Bayu Mahendra, SpOG, dr. I Gede Mega Putra, SpOG(K), dr. Anom Suardika, SpOG(K), dr. I Gede Ngurah Harry Wijaya Surya, SpOG, dr. I Made Darmayasa, SpOG(K), dr. I Made Bagus Dwi Aryana, SpOG(K), dr. I Wayan Artana Putra, SpOG(K), dr. Anak Agung Gede Putra Wiradnyana, SpOG(K), dr. Jacqueline Sudiman, GradDipRepSc, MRepSci, PhD, dr. Kadek Fajar Marta, M.Biomed, SpOG, dr. Endang Sri Widiyanti, M.Biomed, SpOG, dr. I Gede Sastra Winata, M.Biomed, SpOG, dan dr. Ryan Saktika Mulyana, M.Biomed, SpOG, atas segala dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan doktor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada guru-guru dan sejawat di Divisi Onkologi Ginekologi, Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu Prof. Dr. dr. Ketut Suwiyoga, SpOG(K), dr. Ida Bagus Upadana Pemaron, SpOG, dr. I Gusti Putu Mayun Mayura, SpOG, Dr. dr. I Nyoman Bayu Mahendra, SpOG, dan dr. I Gede Sastra Winata, M.Biomed, SpOG, yang banyak memberikan sumbangan moril dan materil kepada penulis serta banyak membantu mengambil alih tugas dan kewajiban pelayanan di RSUP Sanglah Denpasar selama penulis mengikuti pendidikan Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pegawai di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, yaitu Dra. viii
Luh Ketut Ariasih, Ni Wayan Suastini, SH, Gusti Ayu Made Budiyasih, SE, A.A. Sri Agung Ardaningrum, SE, Luh Putu Rika Suantari, SE, M. Nina Trisnawati, Amd, Drs. Ketut Tunas, M.Si, Diana, I Wayan Dwipa, Luh Dina Mariati, dan Ni Made Kesumawati,
atas
bantuannya
selama
penulis
menjalani
pendidikan
dan
menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis I Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar atas segala bantuannya sehingga penelitian dan penulisan disertasi ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dr. A.A.A. Susraini, SpPA dan dr. Luh Putu Iin Indrayani Maker, SpPA selaku Ketua Bagian dan Kepala Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. dr. IG.A. Sri Mahendra Dewi, SpPA(K), dr. Ni Wayan Winarti, SpPA, Alit Nursarih, dan seluruh staf pegawai Laboratorium Patologi Aanatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar yang telah membantu penulis dalam pelaksanaan dan prosesing bahan-bahan penelitian. Penulis tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua penderita dan keluarganya yang juga merupakan guru bagi penulis. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada seluruh guru-guru yang telah
memberikan bimbingan mulai dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi, yang telah dengan sabar mendidik, memberikan ilmu pengetahuan, etika, dan moral kepada penulis. Ucapan terima kasih dan sembah sujud penulis haturkan kepada kedua orang tua penulis, I Wayan Susun dan Ni Nengah Puji, sebagai Guru Rupaka, yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan doa restu, nasihat, bimbingan, dorongan, kasih sayang, pengertian, dan kesabaran selama penulis menjalani pendidikan doktor bahkan sepanjang hayat penulis. Demikian juga ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu mertua, Raka Suwasta dan Ni Made Ripek, yang dengan penuh kasih sayang memberikan ix
dukungan selama penulis menjalani pendidikan doktor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan juga kepada saudara-saudara penulis, Ir. I Gede Arya Suyata, dr. I Made Sutresna, SpB, dan Ir. I Ketut Putu Suparta, yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis selama menjalani pendidikan doktor. Terakhir tetapi yang utama, kepada istri tercinta, Ni Made Evawani Utari, ST, dan anak-anakku tersayang, I Gede Bagus Wikarna Satyabrata, I Made Bagus Nugraha Jaya Wisesa, dan Ni Nyoman Pradnya Prameswari, yang dengan penuh pengertian dan kesabaran telah memberikan dorongan moril, semangat, doa, kasih sayang, dan pengorbanan selama penulis menjalani pendidikan doktor di Program Studi Doktor Ilmu Kedokteran Universitas Udayana. Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada semua pihak, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, atas segala dukungan moril dan materiil yang telah diberikan kepada penulis selama menjalani pendidikan doktor, semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa membalas budi baik yang telah diberikan, serta senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua sehingga dapat bekerja dan mengabdi sesuai swadarma-nya masing-masing. Terima kasih.
Denpasar, 10 April 2015
Penulis
x
ABSTRAK EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya angka insiden dan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker ovarium. Beberapa upaya terapi seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi, sebagai terapi tunggal atau kombinasi juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Di sisi lain, pengetahuan dan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju, termasuk tentang protein-protein yang terlibat pada mekanisme apoptosis seperti p53, Bcl-2, dan caspase-3. Penanganan kanker ovarium melalui pemahaman terhadap mekanisme karsinogenesisnya dan besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada ekspresi ketiga protein tersebut lebih menjanjikan di masa yang akan datang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif dan ekspresi caspase-3 negatif sebagai faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel. Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok kasus adalah pasien-pasien dengan kanker ovarium tipe epitel sedangkan kelompok kontrol adalah pasien-pasien dengan tumor jinak ovarium tipe epitel. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 diperiksa secara imunohistokimia. Telah dilakukan penelitian terhadap 25 kasus dan 25 kontrol. Karakterisitik kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan umur adalah 50,44±7,94 tahun dan 48,40±6,52 tahun, paritas 1,20±0,91 dan 1,36±0,76, Indeks Massa Tubuh (IMT) 22,66±5,11 dan 22,82±2,93, riwayat kontrasepsi oral 8% dan 4%, riwayat keluarga 0% dan 4%. Tidak ada sampel penelitian dengan riwayat pemakai obat-obat induksi ovulasi dan terapi sulih hormon pada kedua kelompok penelitian. Semua karakteristik sampel pada kedua kelompok penelitian dengan nilai p>0,05. Odds ratio (OR) ekspresi p53 mutan positif, ekspresi Bcl-2 positif, dan caspase-3 negatif masingmasing adalah 5,41 (IK 95%=1,02-28,79; p=0,03), 5,76 (IK 95%=1,36-24,36; p=0,01), 6,47 (IK 95%=1,23-34,01; p=0,02). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif, serta ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel. Kata kunci: kanker ovarium tipe epitel, ekspresi p53 mutan, ekspresi Bcl-2, ekspresi caspase-3. xi
ABSTRACT POSITIVE EXPRESSION OF MUTANT PROTEIN 53 AND B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN AND NEGATIVE EXPRESSION OF CASPASE-3 AS RISK FACTORS FOR EPITHELIAL OVARIAN CANCER Over the past three decades, ovarian cancer remains to be women’s health problem in the world, including Indonesia. It has been associated with high rates of incidence and mortality caused by ovarian cancer. Several attempts of therapies such as surgery, chemotherapy, and radiation, either as a single or in combination therapies remain unsatisfactory. On the other hand, knowledge and researches in molecular biology is advancing, including proteins that involved in apoptosis mechanisms such as p53, Bcl-2, and caspase-3. Treatment of ovarian cancer through the understanding of carcinogenesis mechanism and the risk of epithelial ovarian cancer in the expression of these proteins are more promising in the future. This study aimed to demonstrate mutant p53 expression and positive Bcl-2 and negative caspase-3 expression as risk factors for epithelial ovarian cancer. Case control was used as a study design. The research was located in the Department of Obstetrics and Gynecology, Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah General Hospital and Laboratory of Anatomical Pathology, Faculty of Medicine, Udayana University/Sanglah General Hospital in Denpasar. The research was conducted from January 2013 to December 2014. The samples that qualified from inclusion and exclusion criteria were divided into two groups. Cases group were patients with epithelial ovarian cancer and the control group were patients with benign ovarian epithelial tumors. Expression of mutant p53, Bcl-2, and caspase3 examined by immunohistochemistry. The study was conducted on 25 cases and 25 controls. Characteristics of the case group and the control group based on age was 50.44 ± 7.94 years and 48.40 ± 6.52 years, parity was 1.20 ± 0.91 and 1.36 ± 0.76, body mass index (BMI) was 22.66 ± 5.11 and 22.82 ± 2.93, history of oral contraceptive was 8% and 4%, a family history was 0% and 4%, respectively. Neither sample with history of ovulation induction drug nor hormone replacement therapy in both study groups. All the characteristics of the samples in both study groups, with p> 0.05. Odds ratio (OR) of positive mutant p53 expression, positive Bcl-2 expression, and negative caspase-3 expression were respectively 5.41 (95% CI = 1.02 to 28.79; p = 0.03), 5, 76 (95% CI = 1.36 to 24.36; p = 0.01), 6.47 (95% CI = 1.23 to 34.01; p = 0.02). Conclusion of this study are the positive expression of mutant p53 and Bcl-2, and negative expression of caspase-3 are risk factors for epithelial ovarian cancer. Keywords: epithelial ovarian cancer, mutant p53 expression, Bcl-2 expression, caspase-3 expression. xii
DAFTAR ISI Halaman Sampul Dalam................................................................................................
i
Lembar Pengesahan........................................................................................
iii
Penetapan Panitia Penguji Disertasi...............................................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME.....................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH..........................................................................
vi
ABSTRAK.....................................................................................................
xi
DAFTAR ISI..................................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL..........................................................................................
xvii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
xviii
DAFTAR SINGKATAN................................................................................
xix
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................
xxi
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................
1
1.1
Latar Belakang Masalah........................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah.................................................................................
7
1.3
Tujuan Penelitian..................................................................................
8
1.3.1
Tujuan umum............................................................................
8
1.3.2
Tujuan khusus...........................................................................
8
Manfaat Penelitian................................................................................
8
1.4.1
Manfaat keilmuan.....................................................................
8
1.4.2
Manfaat praktis.........................................................................
9
BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................
10
2.1
Kanker Ovarium....................................................................................
10
2.1.1
Epidemiologi.............................................................................
10
2.1.2
Kanker ovarium dalam keluarga...............................................
15
Protein 53 (p53)....................................................................................
17
1.4
2.2
xiii
2.2.1
Protein penekan tumor p53.......................................................
17
2.2.2
Struktur p53..............................................................................
20
2.2.2.1 Bagian N-terminal......................................................
21
2.2.2.2 Bagian pengikat DNA................................................
22
2.2.2.3 Bagian C-terminal......................................................
22
Peran p53...................................................................................
23
2.2.3.1 Regulasi siklus sel dan perbaikan kerusakan DNA...
24
2.2.3.1 Apoptosis...................................................................
27
Protein 53 dan kanker ovarium.................................................
31
2.3
Protein Bcl-2.........................................................................................
33
2.4
Caspase-3..............................................................................................
36
2.2.3
2.2.4
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN............................................................
42
3.1
Kerangka Berpikir.................................................................................
42
3.2
Konsep Penelitian.................................................................................
44
3.3
Hipotesis Penelitian...............................................................................
45
BAB IV METODE PENELITIAN................................................................
46
4.1
Rancangan Penelitian............................................................................
46
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................
47
4.2.1
Lokasi penelitian.......................................................................
47
4.2.2
Waktu penelitian.......................................................................
47
Populasi, Sampel Penelitian, dan Jumlah Sampel................................
47
4.3.1
Populasi penelitian....................................................................
47
4.3.2
Sampel penelitian......................................................................
47
4.3.3
Besar sampel...........................................................................
48
4.3
4.4
Identifikasi Variabel, Hubungan Antar Variabel, dan Definisi Operasional Variabel...............................................................
49
4.4.1
49
Identifikasi variabel...................................................................
xiv
4.4.2
Hubungan antar variabel...........................................................
49
4.4.3
Definisi operasional variabel....................................................
50
4.5
Bahan-Bahan Penelitian........................................................................
53
4.6
Alur Penelitian dan Prosedur Pengumpulan Sampel Penelitian...........
53
4.6.1
Alur penelitian...........................................................................
53
4.6.2
Prosedur pengumpulan sampel penelitian.................................
54
Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan Sampel Penelitian......
55
4.7.1
Instrumen penelitian..................................................................
55
4.7.2
Metode pemeriksaan sampel penelitian....................................
56
Pengumpulan Data dan Analisis Data...................................................
58
4.8.1
Pengumpulan data.....................................................................
58
4.8.2
Analisis data..............................................................................
58
BAB V HASILPENELITIAN........................................................................
59
4.7
4.8
5.1
Distribusi Umur, Paritas, Indeks Masa Tubuh (IMT), Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon pada Kedua Kelompok..........................................................................
59
5.2
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............
61
5.3
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif.........
62
5.4
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif...................................................................................................
63
BAB VI PEMBAHASAN.............................................................................
65
6.1
Distribusi Karakteristik Umur, Paritas, Indeks Massa Tubuh (IMT), Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Oral, Riwayat Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Riwayat Terapi Sulih Hormon pada Kedua Kelompok...........................................................
66
6.1.1
Distribusi umur.........................................................................
66
6.1.2
Distribusi paritas.......................................................................
69
6.1.3
Distribusi indeks massa tubuh (IMT)........................................
71
xv
6.1.4
Distribusi riwayat keluarga.......................................................
74
6.1.5
Distribusi riwayat pemakaian kontrasepsi oral.........................
76
6.1.6
Distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi..........
78
6.1.7
Distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon...................
80
6.2
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif............
82
6.3
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif.........
89
6.4
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif...................................................................................................
92
Temuan Baru (Novelty).........................................................................
96
6.5.1
Risiko kanker ovarium tipe epitel.............................................
96
6.5.2
Patogenesis molekuler kanker ovarium tipe epitel....................
97
Keterbatasan Penelitian.........................................................................
99
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN...........................................................
101
7.1
Simpulan...............................................................................................
101
7.2
Saran......................................................................................................
101
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................
103
LAMPIRAN...................................................................................................
121
6.5
6.6
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1
Pengelompokan Keluarga Caspase...........................................................
38
5.1
Distribusi Umur, Paritas, dan IMT pada Kedua Kelompok..................
60
5.2
Distribusi Riwayat Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon.......... 60
5.3
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif...............
61
5.4
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif............
62
5.5
Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif...
64
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 2.1
Struktur p53..............................................................................................
21
2.2
Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G1-S.....................
25
2.3
Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G2-M....................
26
2.4
Mekanisme Apoptosis yang Dimediasi oleh p53.....................................
32
2.5
Protein-Protein yang Termasuk Keluarga Bcl-2....................................... 36
2.6
Struktur Caspase-3....................................................................................
40
2.7
Skema Aktivasi Caspase-3 dan Caspase Executioner Lainnya................
41
3.1
Konsep Penelitian.....................................................................................
44
4.1
Rancangan Penelitian................................................................................ 46
4.2
Hubungan Antar Variabel.........................................................................
49
4.3
Alur Penelitian..........................................................................................
55
5.1
Ekspresi p53 Negatif................................................................................. 62
5.2
Ekspresi p53 Positif..................................................................................
62
5.3
Ekspresi Bcl-2 Negatif..............................................................................
63
5.4
Ekspresi Bcl-2 Positif...............................................................................
63
5.5
Ekspresi caspase-3 Negatif.......................................................................
64
5.6
Ekspresi caspase-3 Positif......................................................................... 64
6.1
Hubungan antara Variabel-Variabel Penelitian........................................
xviii
99
DAFTAR SINGKATAN ACOG
: American College of Obstetric and Gynecologic
AIF
: Apoptosis inducing factor
Apaf-1
: Apoptosis protease-activating factor-1
Asp
: Aspartat
ATM
: Ataxia telangiectasia mutated
ATR
: Ataxia telangiectasia and Rad3 related
Bcl-2
: B-cell lymphoma-2 protein
BH
: Bcl-2 homology
BRCA1
: Breast Cancer Antigen 1
BRCA2
: Breast Cancer Antigen 2
CA125
: Cancer Antigen 125
CAK
: cdk-activating kinase
CARD
: Caspase activated and recruitment domain
Caspase-3
: Cystein aspartic acid protease-3
Cdc2
: Cell division cycle-2
cdk
: cyclin-dependent kinase
CED
: Caenorhabditis elegans
Chk2
: Checkpoint kinase-2
DBD
: DNA binding domain
DED
: Death effector domain
DISC
: Death-inducing signaling complex
DNA
: Deoxiribose Nucleic Acid
ER-α
: Estrogen receptor-α
ER-β
: Estrogen receptor-β
FADD
: Fas associated death domain
FAS
: Fatty acid syntetase
FASL
: Fatty acid syntetase ligand xix
GADD45
: Growth arrest and DNA damaged-45
Glu
: Glutamat
Gran B
: Granzyme B
HBOC
: Hereditary breast and ovarian cancer
HNPCC
: Hereditary non-polyposis colorectal cancer
IAPs
: Inhibitor of apoptosis proteins
ICAD
: Inhibitor of caspase activated deoxyribonuclease
IL
: Interleukin
IMT
: Indeks Massa Tubuh
Ipaf
: Interleukin-1β-converting-enzyme protease-activating factor
NCI
: the National Cancer Institute
NES
: Nuclear export sequence
NOD-LRR
: Nucleotide-binding oligomerization domain-leucine-rich repeat
PARP
: Poly(ADP-ribose) polymerase
P53
: Protein 53
pRb
: protein Retinoblastoma
PUMA
: p53-upregulated modulator of apoptosis
SEER
: the Surveillance Epidemiology and End Results
TNF
: Tumor necrosis factor
TRAIL
: TNF-related apoptosis-inducing ligand
VEGF
: Vascular endothelial growth factor
wt
: Wild type
3-D
: Tiga dimensi
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Surat Keterangan Kelaikan Etik...............................................................
121
2 Surat Ijin Pelaksanaan Penelitian.........................................................
122
3 Lembar Informasi Pasien..........................................................................
123
4 Lembar Informed Consent........................................................................
128
5 Lembar Pengumpulan Data......................................................................
129
6 Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Tipe Epitel.................................
131
7 Prosedur Pemeriksaan Histopatologi dan Pulasan Imunohistokimia.......
133
8 Tabulasi Data Penelitian.....................................................................
136
9 Hasil Analisis Statistik.........................................................................
138
xxi
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Selama tiga dasawarsa terakhir, kanker ovarium masih merupakan masalah kesehatan perempuan di dunia, termasuk Indonesia. Hal ini terkait dengan tingginya angka insiden dan angka kematian yang diakibatkan oleh kanker ovarium. Banyak upaya diagnosis dini kanker ovarium, akan tetapi sampai saat ini belum ditemukan metode yang memuaskan. Upaya skrining seperti ultrasonografi, pemeriksaan CA125, α-feto protein, dan upaya lainnya belum mampu menurunkan angka insiden dan angka kematian kanker ovarium. Beberapa upaya terapi seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi, sebagai terapi tunggal atau kombinasi juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini berkaitan dengan posisi anatomi ovarium, aktivitas reproduksi, pandangan budaya terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi. Di sisi lain, pengetahuan dan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju. Penanganan kanker ovarium melalui pemahaman terhadap mekanisme karsinogenesisnya termasuk pendekatan risiko lebih menjanjikan di masa yang akan datang. Kanker ovarium terdiri dari berbagai bentuk keganasan. Berdasarkan asal selnya, secara histologis kanker ovarium terbagi menjadi tipe epitel dan non-epitel (Berek, dkk., 2010). Kanker ovarium sebanyak 90% berasal dari epitel coelom (Rosen, dkk., 2010), produk dari mesoderm yang dapat mengalami metaplasia (Berek, dkk., 2010). Kanker ovarium tipe epitel terdiri dari berbagai tipe sel yang
2
secara histologis dibagi menjadi tipe serous (30-70%), endometrioid (10-20%), mucinous (5-20%), clear cell (3-10%), dan undifferentiated (1%) (McCluggage, 2011; Rosen, dkk., 2010). Sementara kanker ovarium tipe non-epitel sebanyak 10%, yang dapat berasal dari sel germinal (5%), sex-cord-stromal (5-8%), metastasis, dan bentuk-bentuk yang sangat jarang seperti sarcoma dan lipoid (Berek, dkk., 2010). Transformasi keganasan dapat terjadi ketika sel-sel epitel yang menutupi permukaan ovarium atau melapisi kista inklusi mengalami proliferasi sewaktu terjadi ovulasi untuk memperbaiki kerusakan akibat ruptur folikel (Berek, dkk., 2010). Di dunia, angka insiden kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 9,4% (Ferlay, dkk., 2010; Jemal, dkk., 2011). Angka insiden tersebut menempati urutan ketujuh di antara kanker pada wanita setelah kanker payudara, kolorektal, serviks, paru-paru, lambung, dan korpus uteri. Angka insiden kanker ovarium ini menempati urutan ketiga di antara kanker ginekologi setelah kanker payudara dan serviks (Ferlay, dkk., 2010). Di beberapa negara dilaporkan bahwa angka insiden kanker ovarium bervariasi. Pada tahun 2008, jumlah kasus kanker ovarium di Amerika Serikat adalah 21.650 kasus (Jemal, dkk., 2008) dan di Inggris adalah 6.500 kasus (Office for National Statistics, 2010). Pada tahun yang sama, angka insiden kanker ovarium di Eropa bervariasi antara 12 per 100.000 wanita di Eropa Selatan sampai 19 per 100.000 wanita di Eropa Utara (GLOBOCAN, 2008). Di Indonesia, angka insiden kanker ovarium secara pasti tidak diketahui. Laporan dari Badan Registrasi Kanker Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang diperoleh dari 13 Laboratorium Pusat Patologi Anatomi di Indonesia
3
menunjukkan bahwa angka proporsi kanker ovarium di antara kanker pada wanita adalah 4,9% (Lubis, dkk., 2003). Berdasarkan laporan beberapa rumah sakit pendidikan, angka proporsi kanker ovarium berkisar antara 32,5% (Aziz, 2009) sampai 35% (Karyana, 2005). Angka insiden kanker ovarium juga cenderung meningkat. Di Inggris, angka insiden kanker ovarium meningkat dari 15 per 100.000 wanita pada tahun 1975 menjadi 19 per 100.000 wanita pada akhir tahun 1990 (Office for National Statistics, 2010). Di Australia, jumlah kasus kanker ovarium meningkat sebanyak 47% dari tahun 1982 sampai 2006, yaitu dari 833 kasus menjadi 1.226 kasus. Diperkirakan jumlah kasus baru akan terus meningkat menjadi 1.434 kasus kanker ovarium pada tahun 2015 (Australia Institute of Health and Welfare, 2010). Sementara di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka proporsi kanker ovarium antara tahun 1989-1992 sebesar 13,6% (Aziz, 1995) menjadi 32,5% pada tahun 2002 (Aziz, 2009). Selain angka insidennya yang tinggi dan cenderung meningkat, angka kematian kanker ovarium adalah tinggi di antara kanker ginekologi. Di dunia, angka kematian akibat kanker ovarium pada tahun 2008 sebesar 5,1% (Jemal, dkk., 2011). Di Amerika Serikat, pada tahun 2002 terdapat 23.300 kasus kanker serviks dan hanya 51,5% di antaranya meninggal, berbeda dengan kanker ovarium di mana ditemukan 16.200 kasus dan angka kematiannya mencapai 85,7%. Faktor terpenting yang mempengaruhi tingginya angka kematian kanker ovarium adalah 70-75% kasus terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal di mana angka harapan hidup 5
4
tahun secara keseluruhan adalah 20-30%. Namun, bila ditemukan pada stadium I maka angka harapan hidup 5 tahun mencapai 90-95% (ACOG Committee Opinion, 2002). Meskipun angka kejadian kanker ovarium menempati urutan ketiga akan tetapi kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker ginekologi. Kesulitan menemukan kanker ovarium pada stadium dini berkaitan dengan kesulitan menemukan metode skrining dan diagnosis dini yang akurat. Selain itu, belum jelasnya karsinogenesis kanker ovarium menjadikan kanker ovarium seakan tidak terkendali dan mengikuti hukum alam. Penanganan kanker ovarium melalui pemahaman terhadap etiopatologi dan karsinogenesisnya lebih menjanjikan di masa yang akan datang. Dengan demikian, penelitian tentang faktor risiko yang lebih mendalam menjadi sangat penting dalam upaya mengungkap etiopatogenesisnya. Penelitian yang lebih mendalam tersebut meliputi penentuan faktor risiko di tingkat molekuler, seluler, histologis, organ, dan sistem. Dalam dekade terakhir, penelitian di bidang biomolekuler semakin maju. Secara umum, pada karsinogenesis terjadi perubahan berbagai komponen genetik yang memungkinkan berkembangnya sel-sel normal menjadi ganas di mana sel mengalami proliferasi tidak terkontrol yang berlanjut ke proses invasi dan metastasis. Di tingkat molekuler, terjadi mutasi gen di mana pada kanker ovarium mutasi tersebut bersifat sporadik, yang terutama menimbulkan aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen dan hilangnya fungsi protein penekan tumor atau antionkogen serta keterlibatan protein-protein lainnya (Bast dan Mills, 2000). Dalam hal ini peranan
5
onkogen, antionkogen, dan protein-protein yang lain diharapkan dapat menjelaskan mekanisme terjadinya kanker ovarium. Proto-onkogen dan protein penekan tumor memainkan peranan penting dalam mekanisme siklus sel, regulasi pertumbuhan sel normal, dan dalam proses karsinogenesis. Secara fisiologis, proto-onkogen menstimulasi diferensiasi dan proliferasi sel. Ketika terjadi mutasi genetik maka hal ini akan menstimulasi proses transformasi ke arah keganasan, sedangkan protein penekan tumor berperan menghambat proliferasi sel dan/atau menstimulasi inaktivasi dan apoptosis. Mutasi gen dan perubahan aktivitas protein yang berperan sebagai onkogen, protein penekan tumor, dan apoptosis memicu transformasi sel-sel normal menjadi ganas, termasuk terjadinya kanker ovarium (Nielsen, dkk., 2004). Salah satu protein penekan tumor yang diduga berperan dalam etiopatogenesis dan progresi kanker ovarium adalah protein 53 (p53). Gen ini sebagai guardian of genome mengontrol protein yang berperan pada mekanisme karsinogenesis kanker ovarium melalui aktivasi apoptosis, kontrol kecepatan siklus sel, kerjasama dengan protein-protein reparasi, dan protein-protein lain yang bertujuan untuk mengontrol protein berada pada jalur fisiologis (Foulkes, 2007; Pollard, 2008). Beberapa penelitian melaporkan mutasi dan/atau ekspresi p53 mutan pada kanker ovarium tipe epitel bervariasi antara 45-55% (Geisler, dkk., 2000) dan lebih dari 81% (Suwiyoga, 2003). Salah satu mekanisme terhadap kontrol pertumbuhan sel adalah proses kematian sel yang terprogram atau apoptosis. Mekanisme apoptosis ini selain melalui
6
aktivitas protein penekan tumor p53, juga melalui interaksi dengan protein-protein dari keluarga B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) dan caspase-3. Protein Bcl-2 bekerja secara berlawanan dengan p53 sehingga mengganggu keseimbangan regulasi siklus sel. Selsel akan mengalami proliferasi dan resistensi terhadap stimulasi yang secara normal mengakibatkan kematian sel (Pollard, 2008). Beberapa studi melaporkan bahwa ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium berkisar antara 33-39% (Chan, 2000). Penelitian di Makasar menemukan ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 63,4% (Rauf, dkk., 2006). Duo dan Tong (2004) menemukan bahwa ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium secara bermakna lebih tinggi dibandingkan dengan tumor jinak. Protein caspase-3 adalah salah satu dari 14 caspase yang telah diketahui pada manusia (Elmore, 2007). Caspase-3 berperan sebagai eksekutor apoptosis pada tipe sel dan jaringan tertentu serta mencetuskan kematian sel akibat rangsangan spesifik. Selain itu, caspase-3 berperan penting pada perubahan morfologi sel dan berbagai peristiwa biokimia yang berkaitan dengan pelaksanaan dan lengkapnya proses apoptosis (Rastogi, dkk., 2009). Ekspresi caspase-3 ditemukan sebesar 93,4% pada tumor ovarium jinak dan 48,8% pada kanker ovarium tipe epitel. Terdapat perbedaan yang bermakna ekspresi caspase-3 pada tumor ovarium jinak dan kanker ovarium tipe epitel.
Ekspresi
positif
caspase-3
ditemukan
pada
kanker
ovarium
tipe
kistadenokarsinoma serosa, kistadenokarsinoma musinosa, karsinoma endometrioid, dan karsinoma clear cell (Duo dan Tong, 2004). Penelitian lain menemukan adanya perbedaan yang bermakna ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium epitel, tumor ovarium borderline, tumor ovarium jinak, dan jaringan ovarium normal. Caspase-3
7
juga merupakan faktor prognosis yang buruk pada kanker ovarium epitel (Chen dan Peng, 2010). Penelitian-penelitian tentang onkogen, protein penekan tumor, dan proteinprotein yang terlibat pada proses apoptosis pada kanker ovarium telah banyak dilakukan. Akan tetapi, sebagian besar penelitian tersebut dilakukan hanya terfokus pada satu protein saja dan pada keluarga yang berisiko tinggi sehingga hasilnya kurang representatif ketika dilakukan ekstrapolasi. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 diketahui berbeda pada tumor ovarium ganas, borderline, jinak, dan sel ovarium normal. Tetapi, besar risiko terjadinya kanker ovarium akibat ekspresi ketiga protein tersebut belum pernah dilaporkan. Selain itu, sangat sedikit laporan tentang yang mana dari ketiga jenis protein tersebut yang berperan paling besar pada karsinogenesis kanker ovarium. Pembuktian peran ketiga protein tersebut pada karsinogenesis kanker ovarium akan memperkaya arah skrining dan diagnosis dini. Pada akhirnya, semakin banyak metode skrining, diagnosis dini, dan terapi genetik dapat diaplikasikan akan menurunkan angka insiden dan angka kematian kanker ovarium.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut:
8
1.
Apakah penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi p53 mutan negatif?
2.
Apakah penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2 negatif?
3.
Apakah penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi caspase-3 positif?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mengetahui peranan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dalam karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel.
1.3.2 Tujuan khusus 1.
Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi p53 negatif.
2.
Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2 negatif.
9
3.
Membuktikan bahwa penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi caspase-3 positif.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat keilmuan Untuk memperjelas dan memperkuat teori karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel dengan melihat peranan p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 yang dapat dijadikan dasar pengembangan diagnosis, terapi, dan prognosis secara molekuler.
1.4.2 Manfaat praktis Dapat meramalkan bahwa penderita yang mempunyai ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif serta ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan penderita yang mempunyai ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 negatif serta ekspresi caspase-3 positif.
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kanker Ovarium 2.1.1 Epidemiologi Sampai saat ini, angka insiden kanker ovarium masih tinggi dan cenderung meningkat. Di dunia, angka insiden kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 9,4% dengan angka kematian sebesar 5,1% (Jemal, dkk., 2011). Angka insiden kanker ovarium menempati urutan ketujuh di antara kanker pada wanita setelah kanker payudara, kolorektal, serviks, paru-paru, lambung, dan korpus uteri, serta kanker terbanyak ketiga di antara kanker ginekologi setelah kanker payudara dan serviks (Ferlay, dkk., 2010). Di beberapa negara dilaporkan bahwa angka insiden kanker ovarium bervariasi. Di Amerika Serikat berdasarkan data the Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) dari the U.S. National Cancer Institute (NCI) jumlah kasus kanker ovarium pada tahun 2008 adalah 21.650 kasus (Jemal, dkk., 2008), sementara di Inggris pada tahun yang sama terdapat 6.500 kasus kanker ovarium. Jumlah kasus kanker ovarium di Inggris menempati urutan kedua di antara kanker ginekologi setelah kanker korpus uteri dan menempati urutan keenam di antara kanker pada wanita melampaui jumlah kasus kanker serviks (Office for National Statistics, 2010). Pada tahun 2008, angka insiden kanker ovarium di Eropa bervariasi dari 12 per 100.000 wanita di Eropa Selatan sampai 19 per 100.000 wanita di Eropa Utara.
11
Negara-negara Eropa dengan angka insiden kanker ovarium tertinggi adalah Latvia dan Lithuania (sekitar 19 per 100.000 wanita), sedangkan negara-negara Eropa dengan angka insiden kanker ovarium paling rendah adalah Cyprus dan Portugal (sekitar 7 per 100.000 wanita) (GLOBOCAN, 2008). Di Asia, angka insiden kanker ovarium secara umum lebih rendah dibandingkan dengan populasi Eropa dan Amerika Utara. Di Jepang, angka insiden kanker ovarium meningkat sejak tahun 1970, tetapi tetap lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara barat (Niwa, dkk., 2005). Ushijima (2009) melaporkan angka insiden kanker ovarium di Jepang pada usia 60 tahun sebanyak 10 per 100.000 wanita dan terus meningkat setelah usia tersebut. Di Indonesia, angka insiden kanker ovarium secara pasti tidak diketahui. Berdasarkan laporan dari Badan Registrasi Kanker Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2003) yang diperoleh dari 13 Laboratorium Pusat Patologi Anatomi di Indonesia menunjukkan bahwa angka insiden kanker ovarium adalah 4,9%. Angka insiden kanker ovarium menempati urutan keenam di antara sepuluh kanker tersering pada pria dan wanita setelah kanker serviks, payudara, kulit, nasofaring, dan kolorektal, serta menempati urutan ketiga di antara kanker pada wanita setelah kanker serviks dan payudara (Lubis, dkk., 2003). Hal yang sama ditemukan di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, di mana angka proporsi kanker ovarium pada tahun 2002 menempati urutan ketiga di antara sepuluh kanker tersering pada wanita yaitu sebanyak 178 kasus (32,5%) (Aziz, 2009). Di RSUP Sanglah Denpasar
12
dilaporkan angka proporsi kanker ovarium sebanyak 35% dari seluruh kanker ginekologi dan hanya 10% terdiagnosis pada stadium dini (Karyana, 2005). Angka insiden kanker ovarium juga cenderung meningkat. Di Inggris, angka insiden kanker ovarium meningkat dari 15 per 100.000 wanita pada tahun 1975 menjadi 19 per 100.000 wanita pada akhir tahun 1990 (Office for National Statistics, 2010). Di Australia, jumlah kasus kanker ovarium meningkat sebanyak 47% dari tahun 1982 sampai 2006, yaitu dari 833 kasus menjadi 1.226 kasus. Diperkirakan jumlah kasus baru akan terus meningkat menjadi 1.434 kasus kanker ovarium pada tahun 2015 (Australia Institute of Health and Welfare, 2010). Di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka proporsi kanker ovarium antara tahun 1989-1992 sebesar 13,6% (Aziz, 1995) menjadi 32,5% pada tahun 2002 (Aziz, 2009). Meskipun angka insiden kanker ovarium menempati urutan ketiga akan tetapi kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker ginekologi. Di Amerika Serikat (2002) terdapat 23.300 kasus kanker serviks dan sebanyak hanya 51,5 % di antaranya meninggal. Berbeda dengan kanker ovarium di mana ditemukan 16.200 kasus dan angka kematiannya mencapai 85,7%. Di Indonesia, penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Cipto Mangunkusumo Jakarta menemukan angka harapan hidup selama lima tahun penderita kanker ovarium stadium I sebesar 94,3%, stadium II 75%, stadium III 31%, dan stadium IV 11,7% (Aziz, 2009). Hal ini terkait dengan hampir 90% diagnosis kanker ovarium ditegakkan pada stadium III ke atas (Karyana, 2005; Sihombing dan Sirait, 2007). Faktor terpenting yang mempengaruhi tingginya angka kematian kanker ovarium adalah sebanyak 70-75%
13
kasus terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal di mana angka harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan adalah 20-30%. Namun, bila ditemukan pada stadium I maka angka harapan hidup 5 tahun mencapai 90-95 % (ACOG Committee Opinion, 2002).
Gambaran
ini
menunjukkan
kemungkinan
adanya
peluang
untuk
meningkatkan angka harapan hidup penderita kanker ovarium bila terdeteksi pada stadium awal. Sebagian besar (90%) tumor ovarium adalah tipe epitel dan berasal dari epitel coelom. Sisanya berasal dari sel-sel germinal atau sel-sel stromal (Karst dan Draphin, 2010). Komponen herediter pada kanker ovarium yang berasal dari sel-sel germinal atau sel-sel stromal sangat jarang, tetapi termasuk herediter dari tipe ini adalah tumor sel granulosa pada pasien-pasien dengan sindrom Peutz-Jeghers dan pada kanker ovarium tipe sel kecil yang diturunkan secara autosomal dominan (Jinawath dan Shih, 2010). Terdapat
banyak
faktor
predisposisi
yang
berpengaruh
terhadap
perkembangan kanker ovarium. Karakteristik individu seperti umur, ditemukan bahwa kanker ovarium sangat jarang terjadi pada usia muda dan kemungkinannya meningkat sejalan dengan peningkatan umur sampai mencapai kejadian yang stabil dalam rentang usia 50-55 tahun. Beberapa penelitian menemukan risiko kanker ovarium tipe epitel lebih tinggi pada wanita-wanita dengan status sosial ekonomi yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan sedikitnya wanita-wanita ini mempunyai anak (Berek, 2010). Faktor lain yang berperan sebagai faktor risiko kanker ovarium tipe epitel adalah indeks massa tubuh (IMT). Suatu penelitian menemukan bahwa pada
14
wanita dengan IMT di atas 30 kg/m2 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingan wanita dengan IMT normal (Lahmann, 2009). Faktor reproduksi lain yang berpengaruh terhadap perkembangan kanker ovarium adalah multiparitas. Multiparitas berkaitan dengan penurunan risiko terkena kanker ovarium, di mana multiparitas mempunyai risiko relatif terkena kanker ovarium sebesar 0,6-0,8 dibandingkan dengan wanita nuliparitas (Pelucchi, dkk., 2007). Faktor lain yang turut berperan dalam penurunan risiko kanker ovarium adalah menyusui. Wanita-wanita yang menyusui selama 1-2 bulan mempunyai risiko relatif terjadinya kanker ovarium sebesar 0,6 dibandingkan dengan wanita-wanita yang tidak pernah menyusui (Jinawath dan Shih, 2010), sedangkan faktor lain yang berperan meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium adalah infertilitas. Wanita-wanita infertil mempunyai risiko tinggi terkena kanker ovarium. Beberapa peneliti menemukan hal ini berkaitan dengan seringnya pasien-pasien infertil terpapar atau diterapi dengan obat-obat untuk induksi ovulasi (Ness, dkk., 2002; Rossing, dkk., 2004). Penelitian lainnya menemukan efek proteksi dari kontrasepsi oral terhadap perkembangan kanker ovarium. Penurunan risiko kanker ovarium pada pemakai kontrasepsi oral diperkirakan sekitar 30-60% tergantung dari lamanya pemakaian (Berek, 2010). Suatu penelitian kohort dan kasus kontrol menemukan efek proteksi sebesar 40% pada wanita-wanita pemakai kontrasepsi oral dan efek proteksinya meningkat mencapai 50% pada pemakaian selama lima tahun atau lebih (La Vecchia, 2006).
15
Efek proteksi terhadap perkembangan kanker ovarium seperti multiparitas, menyusui, dan pemakaian kontrasepsi oral mendukung konsep incessant ovulation merupakan faktor yang berperan dalam perkembangan terjadinya kanker ovarium. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Fathalla (Fathalla, 1971). Peneliti-peneliti berikutnya menemukan bahwa proses yang terlibat pada upaya mereparasi epitel permukaan ovarium yang rusak akibat trauma ovulasi, suatu ketika mengalami perubahan ke arah keganasan. Semakin banyak jumlah total siklus ovulasi sepanjang hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko terkena kanker ovarium tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003).
2.1.2 Kanker ovarium dalam keluarga Kanker ovarium dalam keluarga pertama kali dilaporkan pada tahun 1929 yang terjadi pada 2 saudara kembar. Selama 15 tahun kemudian tidak ada laporan, tetapi penemuan itu memulai penelitian yang lebih sistematik tentang kemungkinan kanker ovarium diturunkan secara genetik (Zweemer dan Jacobs, 2000). Meskipun kanker ovarium dalam keluarga sangat jarang, sekitar 5-10% dari semua kasus kanker ovarium (Jinawath dan Shih, 2010), banyak peneliti tertarik untuk menemukan kaitan kemungkinan perubahan genetik dengan kanker ovarium tipe epitel. Kanker ovarium dalam keluarga dapat muncul sebagai suatu fenomena lokasi spesifik, dalam kombinasi dengan kanker payudara atau dalam kombinasi dengan kanker endometrium dan kanker kolon yang diturunkan (sindroma Lynch) (Pal, dkk., 2005).
16
Dalam upaya untuk menemukan gambaran kanker ovarium yang diturunkan, selama 10 tahun Piver, dkk., (1993) mengumpulkan data 1.568 kasus kanker ovarium yang berasal dari 658 keluarga. Dalam laporannya, hubungan yang paling sering terjadi antara ibu dengan anak perempuan, diikuti kemudian antara saudara perempuan. Hubungan antara ibu dan anak perempuan yang menderita kanker ovarium dalam keluarga terbukti sekitar 49,5% sementara hubungan antara saudara terjadi sekitar 38,5%. Penelitian itu juga melaporkan bahwa wanita yang mempunyai riwayat keluarga di mana ibunya menderita kanker ovarium mempunyai rasio odds 40,73 untuk menderita kanker ovarium, sedangkan wanita dengan riwayat keluarga di mana saudaranya menderita kanker ovarium mempunyai rasio odds sebesar 34,51. Penelitian ini secara umum menunjukkan gambaran penurunan secara autosomal dominan dengan penetrasi yang bervariasi, di mana setiap wanita mempunyai risiko sepanjang hidupnya lebih dari 50% untuk menderita kanker ovarium. Risiko yang dihubungkan dengan adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium juga banyak diteliti dengan menggunakan rancangan kasus kontrol. Rasio odds yang dikaitkan dengan adanya riwayat kanker ovarium dalam keluarga setidaknya pada generasi pertama, mempunyai rentang 2,5 sampai tak terhingga (Zweemer dan Jacobs, 2000). Penelitian-penelitian
selanjutnya
mendukung
peranan
genetik
pada
perkembangan kanker ovarium. Penelitian sitogenetik kanker ovarium menemukan karyotyping aneuploid kompleks dengan sejumlah kelainan struktural, yang paling sering mengenai kromosom 1, 3, 6, 11, 17, dan 19. Meskipun tidak ada kelainan
17
sitogenetik secara spesifik, perubahan yang paling sering adalah deletion pada lengan pendek kromosom 6 yang menghasilkan mutasi pada sejumlah gen seperti gen BRCA1 (Buller, dkk., 2001; Deng dan Wang, 2003; Pal, dkk., 2005). Abnormalitas gen-gen yang berperan pada regulasi siklus sel, proliferasi sel, proses perbaikan terhadap kerusakan gen, dan apoptosis sering ditemukan dan merupakan bukti lebih lanjut keterlibatan faktor genetik pada kanker ovarium (Bai dan Zhu, 2006). Banyak literatur membahas tentang peran penting gen p53 pada proses karsinogenesis. Mutasi gen p53 sejauh ini merupakan perubahan genetik yang paling sering dijelaskan pada kanker ovarium tipe epitel (Legge, dkk., 2005). Penelitian in vitro menunjukkan p53 wild-type berperan sebagai gen penekan tumor. Protein 53 mutant berperan sebagai onkogen transformasi dominan di dalam kultur sel dan menunjukkan hubungan dengan p53 wild-type, mungkin melalui ikatan dengan p53. Karena gen mutant p53 mengkode protein dengan waktu paruh yang panjang, mutasi gen p53 selalu memungkinkan ekspresi relatif protein p53. Hampir 50% kanker ovarium stadium lanjut memperlihatkan ekspresi p53 mutant, sementara itu ekspresi p53 mutan pada kanker ovarium stadium awal hanya 15% (Bast dan Mills, 2000).
2.2 Protein 53 (p53) 2.2.1 Protein penekan tumor p53 Protein 53 (p53) pertama kali diidentifikasi pada tahun 1979 sebagai transformation-related protein dan protein sel yang terakumulasi pada inti sel kanker
18
dan berikatan kuat dengan simian virus 40 (SV40) large T antigen (Lane dan Crawford, 1979). Akan tetapi, hampir 10 tahun kemudian para peneliti menemukan bahwa ternyata protein tersebut merupakan bentuk mutasi dari p53 yang pada awalnya diistilahkan sebagai p53 wild-type (p53 wt), dan sifat onkogenik dari p53 sebenarnya berasal dari mutasi p53 (Bai dan Zhu, 2006). Pada masa lalu, p53 diyakini berperan sebagai onkogen karena ditemukan pada sel-sel yang mengalami perubahan keganasan. Hal ini berdasarkan beberapa penelitian, di mana beberapa klon p53 dapat diisolasi dan terbukti dapat memelihara sel-sel kultur tetap hidup melalui kolaborasi dengan c-ras. Tetapi kemudian, penelitian-penelitian mencatat bahwa p53 pada sel-sel yang mengalami perubahan keganasan adalah bentuk mutant p53. Penelitian selanjutnya menyatakan bahwa p53 mampu menekan perubahan sel-sel ke arah keganasan yang disebabkan oleh onkogen di dalam jaringan yang dikultur dan dapat menghambat potensi sel-sel menjadi tumor pada binatang (Suryohusodo, 2000). Karena alasan tersebut, saat ini p53 diklasifikasikan sebagai protein penekan tumor. Protein 53 (p53) merupakan penekan tumor yang multifungsi dan sering mengalami perubahan pada kanker ovarium dan jenis kanker lainnya. Protein 53 dalam kondisi normal berinteraksi dengan berbagai jenis protein yang terlibat dalam regulasi transkripsional, perbaikan kerusakan DNA, progresi siklus sel, dan apoptosis (Havrilesky, dkk., 2003). Protein 53 dikenal dengan sebutan beragam seperti p53 atau TP53. Protein 53 merupakan salah satu molekul terpenting dalam dunia biologi. Berbagai peran dari p53 yang berhubungan dengan kanker terus berusaha diteliti.
19
Sejauh ini fungsi p53 yang telah diketahui mencakup pengaturan siklus sel, kematian sel/apoptosis, perbaikan kerusakan DNA yang disebabkan oleh bahan genotoksik, angiogenesis, dan regulasi stres oksidatif. Relevansi fungsi yang sangat luas menempatkan p53 pada posisi pengendali yang bertanggung jawab terhadap berbagai proses terkait dengan kanker. Begitu pula mengingat banyaknya mitra interaksi, tidaklah mengherankan jika penyimpangan pada p53 sangat sering ditemukan pada kanker (Foulkes, 2007). Protein penekan tumor p53 bertindak sebagai simpul utama dari jalur sinyal kompleks yang terlibat dalam berbagai respon stres seluler seperti kerusakan DNA, aktivasi onkogen, infeksi virus, dan deplesi ribonukleotida. Pada keadaan normal, p53 dalam jaringan berada pada kondisi yang tidak aktif (switched off). Protein 53 biasanya diaktifkan oleh semacam stres seluler yang dapat mengubah siklus perkembangan sel normal atau menginduksi mutasi genome yang kemudian mengarah pada perubahan keganasan. Protein 53 aktif dapat menghentikan siklus sel, atau pada banyak kasus, mengaktifkan (switched on) program jalur kematian sel (apoptosis) dan memaksa sel-sel rusak dan mengandung mutasi melakukan bunuh diri sehingga mencegah perbanyakan dan pertumbuhan selular yang abnormal. Oleh karena itu, p53 dikenal sebagai penjaga genome (guardian of genome), berperan menghambat perkembangan tumor sehingga protein ini paling sering mengalami mutasi pada penyakit kanker (Bourdon, dkk., 2003). Banyak penelitian melaporkan bahwa patogenesis kanker ovarium saat ini makin luas dengan ditemukannya peranan berbagai onkogen. Salah satu teori
20
menjelaskan progresivitas kanker ovarium invasif berdasarkan interaksi yang kompleks antara latar belakang genetik pasien dengan pengaruh lingkungan yang memicu mutasi berbagai onkogen. Perkembangan keganasan memerlukan kerusakan berbagai protein. Hal ini dapat memicu kerusakan gen penekan tumor akibat adanya delesi atau mutasi (Bai dan Zhu, 2006). 2.2.2 Struktur p53 Gen yang menyandi protein 53 terletak pada bagian lengan pendek dari kromosom 17 (17p13.1), merupakan suatu fosfoprotein nukleus yang memiliki berat molekul sebesar 53 kilo Dalton (kDa). Protein 53 ini dikode oleh 20 kilobasa (kb) yang terdiri dari 11 ekson dan 10 intron (Bai dan Zhu, 2006; Maximov dan Maximov, 2008). Protein p53 wild type (p53 wt) mengandung sebanyak 393 asam amino yang secara fungsional dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu bagian N-terminal, bagian inti, dan bagian C-terminal (Bai dan Zhu, 2006). Tiga bagian utama ini terbagi lagi menjadi 5 bagian penting, yaitu: N-terminal transactivation, rantai spesifik pengikat DNA, C-terminal yang terlibat pada regulasi pengikat DNA, bagian pengatur yang kaya prolin, dan bagian oligomerization (Gambar 2.1) (Bai dan Zhu, 2006). 2.2.2.1 Bagian N-terminal Sebagai faktor transkripsi, p53 memiliki bagian transaktivasi ganda (asam amino 1-42 dan 43-73) yang bersama-sama dengan bagian yang kaya prolin (asam amino 61-94) membentuk bagian N-terminal. Oleh karena kaya akan residu acidic seperti Asp dan Glu menjadikan domain ini suatu bagian transaktivasi acidic (bagian transaktivasi yang bersifat asam) (Jung, 2007). Bagian ini tidak memiliki struktur
21
tersier dan sebagian besar memerlukan elemen struktural sekunder yang merupakan ciri khas dari kebanyakan transaktivasi ganda acidic. Potongan kecil dari transaktivasi ganda p53 dapat membentuk sub-struktur lokal, seperti induced helices, dengan formasinya yang tergantung pada sifat pasangan protein pengikatnya, misalnya murine double minute 2 (MDM2) (Reles, 2001). Suatu rangkaian pengekspor inti (nuclear export sequence=NES) terletak pada bagian N-terminal (asam amino 11-27) dan berkolaborasi dengan C-terminal NES untuk melaksanakan ekspor inti p53. Inaktivasi sinyal ekspor oleh modifikasi pasca-translasi terhadap bagian N-terminal terjadi saat aktivasi p53 (Jung, 2007; Meek dan Anderson, 2009).
Gambar 2.1 Struktur p53 Protein p53 terdiri dari 393 asam amino, terbagi menjadi tiga domain fungsional; N-terminal activation domain, DNA binding domain dan Cterminal tetramerization domain (Bai dan Zhu, 2006).
22
2.2.2.2 Bagian pengikat DNA Central sequence-specific DNA binding domain (DBD) dari p53 umumnya disebut sebagai core domain (bagian inti; asam amino 102-292) sangat penting dalam kapasitas faktor transkripsi p53 untuk mengikat DNA. Ikatan p53 dengan DNA terjadi melalui kerjasama dengan empat bagian inti yang menempati satu elemen respon DNA. Berdasarkan data dasar internasional, lebih dari 90% mutasi p53 pada berbagai tumor terjadi pada bagian inti (Jung, 2007).
2.2.2.3 Bagian C-terminal Bagian C-terminal dianggap memiliki peran regulasi. Residu pada bagian Cterminal mengalami modifikasi pasca-translasi termasuk fosforilasi dan asetilasi. Bentuk fungsional p53 terdapat dalam bentuk tetramer (Bai dan Zhu, 2006). Bagian C-terminal p53 terdiri dari dua bagian, yaitu bagian oligomerisasi atau bagian tetramerisasi (residu 324 sampai 355) dan bagian regulator pada terminal karboksil (residu 363 sampai 393) (Bai dan Zhu, 2006). Suatu nuclear export sequence (NES; asam amino 350-351) terletak di dalam bagian tetramerisasi dan melakukan mediasi hubungan sitoplasma-inti. Saat bagian ini terpapar pada permukaan protein dan ketika p53 berada dalam bentuk monomernya, NES tertanam di bawah permukaan saat oligomerisasi p53 dan akan menimbulkan retensi inti. Bagian auto-regulatory negatif pada bagian C-terminal dari p53 dihubungkan dengan bagian tetramerisasi melalui bagian penghubung utama, yang mengandung suatu sinyal lokalisasi inti ganda (bipartite nuclear localization signal) yang memediasi impor inti dari p53. Bagian
23
auto-regulatory negatif berimplikasi pada auto-inhibisi terhadap fungsi bagian pengikat DNA p53 (Jung, 2007). Bagian C-terminal juga berfungsi sebagai bagian regulasi negatif yang memiliki fungsi menginduksi proses kematian sel atau apoptosis dan mengatur kemampuan bagian pengikat DNA untuk mempertahankan dalam bentuk laten. Jika interaksi antara bagian C-terminal dan bagian pengikat inti diputus atau dihilangkan oleh modifikasi pasca-translasi, seperti proses fosforilasi dan asetilasi, bagian pengikat inti akan menjadi teraktivasi, sehingga dapat menginduksi terjadinya transkripsi (Bai dan Zhu, 2006).
2.2.3 Peran p53 Protein 53 berperan utama sebagai faktor transkripsi dengan bermacammacam target. Hal ini berarti p53 mengontrol berbagai jenis protein dengan fungsi yang berbeda-beda (Foulkes, 2007). Sebagai protein penekan tumor, p53 sangat penting untuk mencegah proliferasi sel yang menyimpang serta mempertahankan integritas genome akibat stres genotoksik. Sebagai akibat dari berbagai stimulus intraseluler dan ekstraseluler, seperti kerusakan DNA (termasuk radiasi pengion, radiasi ultraviolet, pengunaan obat-obat sitotoksik atau obat-obat kemoterapi, dan infeksi virus), syok akibat pemanasan, hipoksia, dan ekspresi onkogen yang berlebihan, p53 wt diaktifkan dan hadir sebagai protein regulator yang penting untuk memicu respon biologis yang beragam, baik di tingkat sel tunggal maupun pada semua organisme.
24
Protein-protein yang diaktifkan oleh p53 wt memiliki fungsi yang beragam dan merupakan efektor hilir (downstream) pada jalur penyampaian sinyal yang memperoleh tanggapan beragam seperti cell-cycle checkpoints, reparasi kerusakan DNA, dan apoptosis. Sebagian dari berbagai fungsi p53 termasuk peran utama p53 dalam menekan pertumbuhan tumor, dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai faktor transkripsi – suatu rangkaian spesifik yang mengatur ekspresi protein-protein seluler yang berbeda dalam mengatur berbagai proses seluler, meskipun interaksi protein-protein lain juga mungkin memainkan peranan. Menanggapi berbagai jenis stres, p53 diakumulasikan di dalam inti dan berikatan pada tempat tertentu di daerah pengaturan dari gen responsif p53, dan kemudian mendorong dengan kuat transkripsi dari gen-gen tersebut. Target hilir p53 secara berbeda diaktifkan tergantung pada jenis sel, tingkat kerusakan yang telah mempengaruhi aktivasi p53, dan berbagai parameter lain yang belum teridentifikasi (Bai dan Zhu, 2006).
2.2.3.1 Regulasi siklus sel dan perbaikan kerusakan DNA Berbagai respon seluler yang ditimbulkan oleh p53 yang merupakan kontrol terhadap pertumbuhan meliputi penghentian siklus sel (cell cycle arrest), reparasi kerusakan DNA, dan apoptosis (Reles, 2001; Bai dan Zhu, 2006). Tampak bahwa kemampuan p53 untuk menghambat pertumbuhan sel sangat penting mengingat fungsinya sebagai penekan tumor. Hambatan terhadap siklus sel terjadi apabila timbul rintangan di dalam siklus pembelahan sel. Induksi penghentian siklus sel oleh p53
25
dapat memberikan tambahan waktu bagi sel untuk memperbaiki kerusakan genome sebelum memasuki tahapan penting sintesis DNA dan mitosis. Sel-sel yang sebelumnya tertahan akan dikembalikan ke kondisi proliferasinya melalui fungsi biokimia p53 yang memfasilitasi perbaikan DNA termasuk di antaranya nucleotide excision repair dan base excision repair (Bai dan Zhu, 2006).
Gambar 2.2 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G1-S (Rose, 2007) Gambaran skematik penghentian siklus sel pada fase G1-S oleh p53 yang mengaktifkan p21, CAK, dan PC3. Tanda panah warna hijau menunjukkan aktivasi target dan garis merah menunjukkan penghambatan target
Mekanisme p53 dalam proses transformasi ke arah keganasan dapat melalui beberapa mekanisme. Bila terjadi kerusakan DNA, p53 memperantarai berhentinya fase G1 melalui pengaktifan gen-gen yang bertanggungjawab pada respon kerusakan gen seperti WAF1 yang mengkode p21 Waf1/Cip1, suatu penghambat yang poten dari cyclin-dependent kinase (cdk)-dependent phosphorylation dari protein retinoblastoma
26
(pRb) (Gambar 2.2). Protein retinoblastoma yang terhipofosforilasi mengikat faktor transkripsi E2F-1 yang mengakibatkan berhentinya siklus sel. Protein 53 dapat juga menghambat siklus G1 melalui pengaturan aktivitas transkripsi RNA polymerase II dengan menghambat kompleks cdk-activating kinase (CAK) cdk7/cyclin H1/Mat1 (Rose, 2007). Selain itu, berhentinya siklus G1 dapat juga diakibatkan oleh kemampuan p53 menginduksi PC3, gen yang menurunkan kadar cyclin D1, yang menghambat cdk4 dan hipofosforilasi pRb (Guardavaccaro, dkk., 2000). Hal ini menunjukkan bahwa checkpoint pada fase G1-S dari siklus sel merupakan fase yang sangat kritis dari mekanisme perbaikan kerusakan DNA.
Gambar 2.3 Mekanisme p53 Menghentikan Siklus Sel pada Fase G2-M (Rose, 2007) Gambaran skematik penghentian siklus sel pada fase G2-M oleh p53 yang mengaktifkan p21, GADD45, dan 14-3-3σ. Tanda panah warna hijau menunjukkan aktivasi target dan garis merah menunjukkan penghambatan target.
27
Seperti terlihat pada Gambar 2.3, protein 53 juga menghambat siklus sel pada fase transisi G2-M. Aktivasi p53 dapat menghambat secara efektif aktivitas B1/cdc2 yang sangat penting bagi sel-sel memasuki fase mitosis. Protein 21 Waf1/Cip1 juga berperan pada berhentinya fase G2 melalui penghambatan secara langsung kompleks cyclin B1/cdc2 (Flatt, dkk., 2000). Selain itu, p53 menginduksi GADD45 yang dapat mengikat cdc2 dan mengakibatkan ketidakmampuannya membentuk kompleks dengan cyclin B1 (Jin, dkk., 2000; Rose, 2007). Protein 53 menginduksi 14-3-3-σ yang tidak hanya mengikat dan menghancurkan cdc2 di dalam sitoplasma, tetapi juga mengikat dan menghancurkan cdc25 yang bertanggungjawab terhadap defosforilasi dan aktivasi kompleks cyclin B/cdc2 (Rose, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa p53 dikenal sebagai guardian of the genome karena peranannya menghambat pertumbuhan sel-sel dengan kerusakan DNA.
2.2.3.2 Apoptosis Selain melalui mekanisme tersebut di atas, p53 juga mengontrol proliferasi sel dan integritas genome dengan menginduksi apoptosis melalui aktivasi transkripsi gengen target p53. Sebagai penjaga integritas keutuhan selular, salah satu peranan p53 adalah memonitor stres selular dan menginduksi apoptosis apabila lesi DNA irreversible atau tidak dapat diperbaiki. Apoptosis merupakan proses multi-step yang diregulasi dengan ketat, ditandai dengan penyusutan sel, kondensasi kromatin, serta fragmentasi sel dan inti (Bai dan Zhu, 2006; Miettinen, 2009). Dalam perkembangannya apoptosis juga sering disebut dengan kematian sel yang
28
terprogram, yang berlangsung terus selama proses kehidupan dengan maksud untuk menjaga homeostasis jaringan, yaitu keseimbangan antara proliferasi dengan kematian sel. Apoptosis merupakan barrier utama onkogenesis dan protein penekan tumor p53 merupakan kunci utama regulasi apoptosis dan karsinogenesis (Maximov dan Maximov, 2008). Seperti diuraikan di atas, apoptosis dimediasi oleh dua jalur apoptosis utama, yaitu jalur ekstrinsik dan intrinsik. Apapun jalur aktivasi yang diinduksi, masing-masing jalur tersebut menimbulkan aktivasi protease selektif yang disebut sebagai caspase. Jalur ekstrinsik dikenal sebagai death receptor pathway dan jalur intrinsik sebagai mitochondrial pathway. Baik jalur ekstrinsik dan intrinsik diaktifkan oleh gen penekan tumor p53 (Miettinen, 2009).
A. Jalur Ekstrinsik Protein p53 dapat mengaktivasi jalur apoptosis ekstrinsik melalui induksi gen yang mengkode tiga protein transmembran: FAS, DR5/KILLER (the death-domaincontaining receptor for TNF-related apoptosis-inducing ligand/TRAIL), dan PERP. Reseptor permukaan sel FAS (CD95/APO1) merupakan komponen kunci dari jalur apoptosis ekstrinsik (Haupt, dkk., 2003). Jalur apoptosis ekstrinsik diinisiasi oleh anggota keluarga tumor necrosis factor (TNF) termasuk TNFα, FAS/CD95 ligand (FASL), dan APO2 ligand (APO2L). Mereka mengaktifkan death receptor dari keluarga TNF/NGF seperti TNFR1, FAS (CD95/APO1), dan APO2 (Maximov dan Maximov, 2008).
29
Fatty acid synthetase (FAS) diaktifkan dengan ikatan pada ligand-nya (FASL), yang dominan diekspresikan oleh sel T. Protein 53 menginduksi ekspresi FAS mRNA dengan berikatan pada elemen yang terdapat pada promoter dan intron pertama dari gen FAS (Haupt, dkk., 2003). Fatty acid synthetase (FAS) berhubungan dengan protein FADD (Fas associated death domain) untuk membentuk suatu kompleks yang disebut DISC (Death-inducing signaling complex), kemudian DISC mengaktifkan procaspase-8 dan caspase-8 yang pada gilirannya menginduksi aktivasi caspase-3 dan caspase-7 sehingga menyebabkan apoptosis. TNFR1 dan APO2 yang terinduksi juga mempromosikan kematian sel melalui caspase-8. Caspase-8 dapat mengaktifkan protein proapoptosis BID yang merupakan penghubung antara jalur apoptosis ekstrinsik dan intrinsik (Maximov dan Maximov, 2008). Protein 53 berperan baik pada jalur ekstrinsik maupun jalur intrinsik dari mekanisme apoptosis. Reseptor kematian sel pada membran plasma seperti Fas, DR4, dan DR5 diatur oleh p53 melalui jalur ekstrinsik (Yu, dkk., 2005). Protein 53 menginduksi
caspase-8
yang mengaktifkan
Bid. Bid memasuki
membran
mitokondria, yang selanjutnya mengaktifkan Bax dan Bak. Bax dan Bak menstimulasi pembentukan apoptosome dalam mitokondria. Protein 53 mengatur mekanisme jalur intrinsik apoptotik melalui induksi langsung keluarga Bcl-2 seperti Bax, PUMA (p53-upregulated modulator of apoptosis), dan Noxa, yang terletak pada membran mitokondria dan menstimulasi pelepasan sitokrom-c dan mengaktifkan jalur caspase (Schuler, dkk., 2000; Haupt, dkk., 2003). Pembentukan apoptosome tergantung pada sitokrom-c, Apaf-1, dan caspase-9. Dengan demikian, p53 tidak
30
bekerja sendiri dalam mekanisme transaktivasi, tetapi memerlukan kerjasama banyak protein yang secara bersama-sama menimbulkan efek pada mekanisme apoptosis.
B. Jalur Intrinsik Jalur apoptosis intrinsik juga disebut mitochondrial pathway karena dikaitkan dengan pelepasan protein sitokrom-c dan protein lain dari ruang antar-membran mitokondria ke dalam sitoplasma sebagai akibat dari aktivasi anggota keluarga protein proapoptosis Bcl-2 yang merupakan regulator permeabilitas membran luar mitokondria. Jalur apoptosis intrinsik didominasi oleh keluarga protein Bcl-2, yang terbagi menjadi tiga kelas: protein pro survival seperti Bcl-2, Bcl-XL; protein proapoptosis seperti Bax, Bak, dan Bcl-X1; protein pro-apoptosis BH3-only seperti Bid, Bad, Noxa, Puma (p53-up-regulated modulator of apoptosis), p53AIP1 (Haupt, dkk., 2003; Bai dan Zhu, 2006). Anggota keluarga pro-apoptosis Bcl-2 yang telah diaktifkan dapat menetralkan anggota anti-apoptosis dari keluarga yang sama, yang jika tidak, akan dapat menghambat kematian sel dengan mencegah pelepasan sitokrom-c dari mitokondria. Setelah dilepaskan ke sitoplasma, sitokrom-c mengikat protein adaptor Apaf-1 (Apoptotic protease-activating factor-1) untuk membuat apoptosome, sebuah kompleks yang akan mengaktifkan procaspase-9. Dengan adanya dATP/ATP nukleotida caspase-9 diaktifkan, yang pada gilirannya mengaktifkan caspase-3 dan caspase-7, menyebabkan aktivasi luas terhadap caspase lain (caspase cascade) dan kematian sel. Beberapa protein inhibitor dari IAPs (proteins-inhibitors of caspases) seperti DIABLO/Smac dan Omi/HtrA2 juga dirilis,
31
serta protein penting lainnya seperti AIF (apoptosis-inducing factor) dan endonuklease G (Endo G). Protein-protein ini dapat berkontribusi pada proses apoptosis, bahkan tanpa adanya aktivasi caspase, menciptakan jalur kematian sel caspase-independent (Maximov dan Maximov, 2008).
2.2.4 Protein 53 mutan dan kanker ovarium Pada kanker, mutasi p53 sebagian besar adalah missense mutations yang menimbulkan substitusi asam amino pada protein wild-type (Bai dan Zhu, 2006). Mutasi ini selalu berakibat terjadinya sintesis protein mutant yang dapat meningkatkan stabilitas seluler akan tetapi cacat secara fungsi. p53 mutant terakumulasi di dalam sel, mencapai level hingga 10 sampai 100 kali lipat lebih tinggi daripada protein wild type (Miettinen, 2009). Terdapat hubungan yang erat antara missense mutations dengan ekspresi protein 53 (Havrilesky, dkk., 2003). Selama perkembangan kanker, p53 dapat mengalami perubahan oleh karena terjadi mutasi. Sejauh ini, missense mutation pada p53 sangat sering terjadi pada sel kanker. Non-sense mutation, insersi, dan delesi pada p53 juga dijumpai. Mutasi pada gen p53 terdeteksi pada 10% hingga 80% pasien kanker ovarium. Pada beberapa penelitian, mutasi p53 berhubungan dengan prognosis yang buruk. Prevalensi mutasi p53 sangat bergantung pada subtipe histologik kanker ovarium. Mutasi p53 terjadi pada lebih dari dua pertiga kanker ovarium tipe epitel stadium lanjut (Havrilesky, dkk., 2003).
32
Jalur Intrinsik
Jalur Ekstrinsik
Gambar 2.4 Mekanisme Apoptosis yang Dimediasi oleh p53 (Maximov dan Maximov, 2008)
Mutasi p53 lebih sering terjadi pada primary serous ovarian cancer yaitu 58% dari kasus. Persentase mutasi p53 dilaporkan rendah pada tumor ovarium tipe endometrioid, musinus, dan clear-cell, berturut-turut 28%, 16%, dan 10% tetapi sedikit lebih tinggi jika menggunakan teknik imunohistokimia, yaitu 37% pada endometrioid dan 31% pada tipe tumor musinus (Schuijer dan Berns, 2003). Insiden mutasi sangat tinggi khususnya pada highgrade serous carcinoma.
33
Status ekspresi p53 juga berkaitan dengan prognosis kanker ovarium. Pasien dengan p53 aberrant, misalnya, ekspresi positif atau status p53 yang benar-benar negatif, mempunyai 5-year overall survival 26%, sedangkan pasien dengan p53 normal memiliki 5-year overall survival 79%. Frekuensi ekspresi p53 lebih tinggi secara bermakna pada penyakit stadium lanjut yakni stadium III dan IV (40%-60%) dibandingkan pada stadium I dan II (10%-20%). Dengan kata lain, sangat mungkin jika p53 berkaitan dengan fenotip yang agresif, yang juga berarti bahwa penyakit tersebut menyebar lebih cepat (Havrilesky, dkk., 2003). Akumulasi mutasi p53 pada sel ganas membangkitkan respon imun humoral terhadap protein p53 pada lingkungan di sekitar tumor. Seperti adanya autoantibodi anti-p53 dalam cairan asites pasien kanker ovarium, yang berhubungan dengan disease free survival yang buruk (Miettinen, 2009). Selain itu, perubahan pada p53 diketahui berhubungan dengan respon atau resistensi terhadap kemoterapi. Hal ini mengindikasikan bahwa hilangnya fungsi p53 dapat memberikan fenotif berupa sifat kanker yang kemoresisten, karena p53 berperan dalam apoptosis yang diinduksi oleh kemoterapi. Berdasarkan hasil penelitian in vitro, status p53 sangat penting khususnya dalam hal sensitivitas sel kanker ovarium terhadap cisplatin (Havrilesky, dkk., 2003).
2.3 Protein Bcl-2 Telah diketahui bahwa regulasi sel diatur oleh keseimbangan antara laju proliferasi sel dan kematian sel. Hal ini berarti pertumbuhan sel-sel secara tidak
34
terkontrol tidak hanya disebabkan oleh meningkatnya proliferasi sel tetapi dapat juga disebabkan oleh karena adanya hambatan terhadap proses kematian sel, yang mengakibatkan kegagalan mekanisme fisiologis kematian sel yang terprogram (apoptosis). Protein Bcl-2 merupakan salah satu anggota keluarga Bcl-2 yang terlibat pada mekanisme apoptosis dan berperan sebagai anti-apoptosis (protectors) yang memungkinkan sel-sel tetap tumbuh (Marx dan Meden, 2001; Raspollini, dkk., 2006). Protein ini pertama kali ditemukan sebagai proto-onkogen pada limfoma sel B. Gen yang menyandi protein ini terletak pada kromosom nomer 18q21 sebagai hasil translokasi t(14;18)q (Pollard, dkk., 2008). Keluarga Bcl-2 dapat dibagi menjadi kelompok protectors (anti-apoptotis) yaitu Bcl-2, Bcl-xl, Bcl-W, Mcl-1, A1, Boo/Diva, C. elegans ced-9, Adenovirus E1B19K, Epstein-Barr virus BHFR1. Kelompok killers (pro-apoptosis) antara lain Bax, Bak, Bok/Mtd, Bcl-xs, serta kelompok regulators seperti Bad, Bid, Bim, BmF, Hrk, C. elegans Egl-1, Bik/Nbk, HRK, Puma, dan Noxa (Pollard, dkk., 2008). Protein Bcl-2 memiliki berat molekul 25 kD. Gugusan C-terminal 21 asam amino dikode menjadi asam amino hidrofobik yang penting dalam pertahanan membran. Protein Bcl-2 terdapat dalam permukaan sitoplasma membran luar mitokondria, envelop inti sel, dan dalam retikulum endoplasma (Pollard, dkk., 2008). Proses apoptosis pada tingkat yang lebih tinggi melibatkan p53 seperti telah diuraikan di atas. Protein 53 akan menghambat aktivitas anti-apoptosis dan mengaktifkan
gen-gen
pro-apoptosis
dari
membran
mitokondria.
Hal
ini
mengakibatkan meningkatnya permeabilitas membran mitokondria. Meningkatnya
35
permeabilitas membran mitokondria akan melepaskan molekul pro-apoptosis sitokrom-c yang akan berikatan dengan apoptotic protease-activating factor-1 (Apaf1). Ikatan ini kemudian akan mengaktifkan kaskade caspase yang menimbulkan apoptosis (Kumar, dkk., 2005). Suatu protein yang mencegah sel-sel dari kematian menyebabkan organisme multiseluler berhadapan dengan potensi yang berbahaya, di mana keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel menjadi terganggu. Peningkatan transkripsi Bcl-2 secara langsung bertanggungjawab terhadap stimulasi perubahan ke arah keganasan. Tidak seperti onkogen-onkogen lainnya, ekspresi berlebihan dari Bcl-2 tidak menyebabkan proliferasi sel. Sebaliknya, hal itu menyebabkan terganggunya pengaturan keseimbangan antara kehidupan dan kematian dari sel-sel yang terkena. Sel-sel
yang
memperlihatkan
ekspresi
Bcl-2
berlebihan
akan
mengalami
pertumbuhan terus dan sangat resisten terhadap berbagai rangsangan yang secara normal menstimulasi kematian sel (Pollard, dkk., 2008). Telah diketahui bahwa ekspresi protein Bcl-2 sangat lemah pada sel-sel epitel ovarium yang normal atau pada tumor ovarium jinak dan borderline, tetapi sangat kuat pada kanker ovarium (Chan, dkk., 2000; Anderson, dkk., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas apoptosis menurun sebagai akibat peningkatan aktivitas protein Bcl-2 pada kanker ovarium (Tas, 2001). Baekelandt, dkk., (1999) menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 39%, sementara Chan, dkk., (2000) menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 33%.
36
KELUARGA Bcl-2
PROTECTORS
KILLERS
REGULATORS
Gambar 2.5 Protein-Protein yang Termasuk Keluarga Bcl-2 (Pollard, dkk., 2008) Anggota keluarga Bcl-2 dikenali dengan adanya satu sampai empat kotak pendek rangkaian protein yang disebut BH (Bcl-2 homology). Kelompok anti-apoptosis Bcl-2 (protectors) mempunyai empat bagian. Kelompok pro-apoptosis (killers) mempunyai tiga bagian, sedangkan kelompok regulators hanya mempunyai satu bagian BH3.
2.4 CASPASE-3 Caspase termasuk keluarga protease interleukin-1β-converting enzyme, yang sangat mirip dengan protein kematian dari sel Caenorhabditis elegans (CED-3). Sampai saat ini telah diketahui sebanyak 14 caspase, yang semuanya merupakan protease dengan kandungan sistein asam asetat (caspase=cysteine aspartic acid
37
protease) (Bai dan Zhu, 2006). Caspase terdapat di setiap sel sebagai prekursor tidak aktif yang disebut procaspase. Bagian N-terminal
dari procaspase mengandung
struktur yang sangat bervariasi yang diperlukan untuk aktivasi caspase. Semua anggota caspase mampu mengaktivasi dirinya sendiri (autoactivation) seperti halnya mengaktivasi caspase lainnya untuk menghasilkan suatu heterodimer dengan sebuah subunit besar dan sebuah subunit kecil, serta dua heterodimer membentuk suatu enzim aktif heterotetramer (Fan, dkk., 2005). Di antara 14 anggota procaspase, hanya procaspase-14 yang bersifat unik untuk proses proteolisis yang secara prinsip berkaitan dengan differensiasi sel-sel epitel dibandingkan dengan apoptosis atau inflamasi. Semua bentuk procaspase dari caspase yang memediasi inflamasi dan caspase aktivator apoptosis mempunyai long prodomain. Bagian long prodomain mengandung death effector domain (DED) pada procaspase-8 dan procaspase-10 atau caspase activation and recruitment domain (CARD) pada procaspase-2 dan procaspase-9. DED dan CARD anggota dari keluarga death domain terlibat pada aktivasi procaspase dan regulasi kaskade caspase melalui interaksi protein-protein. Ketiga bagian tersebut mengandung struktur 3-D yang dikenal sebagai death domain fold, yang tersusun oleh enam α-heliks antiparalel. Namun, prodomain yang lebih pendek pada procaspase dari caspase executioner apoptosis tidak terlibat pada interaksi antar protein (Yuan dan Ding, 2002). Ketika teraktivasi, caspase aktivator apoptosis seperti caspase-2, caspase-8, dan caspase-10 akan mengaktifkan caspase executioner apoptosis seperti caspase-3, caspase-6, dan caspase-7. Selanjutnya caspase-8 dapat mengikat Bid ke tBid yang
38
berpindah ke membran mitokondria dan memicu pelepasan sitokrom-c dan mengaktifkan jalur apoptosis mitokondria (jalur intrinsik) (Kuwara, dkk., 2002). Caspase executioner yang teraktivasi selanjutnya mengikat protein seluler yang berbeda seperti PARP [poly(ADP-ribose) polymerase], lamin, fodrin, dan Bcl-2 yang menyebabkan perubahan bentuk morfologis. Pengaktifan caspase mediator inflamasi seperti caspase-1, caspase-4, dan caspase-5, termasuk pro-IL-1β, pro-IL-18, IL-1F7b, dan keluarga NOD-LRR (nucleotide-binding oligomerization domain-leucine-rich repeat) seperti Ipaf (interleukin-1β-converting-enzyme protease-activating factor), LRR dan protein pyrin (Gaggero, 2004; Martinon dan Tschopp, 2004).
Tabel 2.1 Pengelompokan Keluarga Caspase (Fan, dkk., 2005) KELOMPOK CASPASE
ANGGOTA
1. Caspase Initiator/activator
Caspase-2 Caspase-8 Caspase-9 Caspase-10
2. Caspase Executioner
Caspase-3 Caspase-6 Caspase-7
3. Caspase mediator inflamasi
Caspase-1 Caspase-4 Caspase-5 Caspase-11 Caspase-12 Caspase-13 Caspase-14
39
Caspase-3 adalah faktor kunci dari apoptosis executioner yang merupakan bentuk aktif dari procaspase-3. Procaspase-3 dapat diaktifkan oleh caspase-3, caspase-8, caspase-10, CPP32 activating protease, granzyme B (Gran B), dan lainlain. Pengaktifan substrat caspase-3 dilakukan oleh procaspase-3, procaspase-6, procaspase-9, DNA-PK, PKCγ, PARP, D4-GDI (D4GDP-dissociation inhibitor), steroid response element-binding protein, U1-70kD, inhibitor of caspase activated deoxyribonuclease (ICAD), dan lain-lain. Kecuali untuk α-fodrin dan topoisomerase I, semua substrat dapat melekat pada caspase-3 selama apoptosis (Yuan dan Ding, 2002). Caspase-6 dan caspase-7 sangat homolog dengan caspase-3. Procaspase-6 dapat diaktifkan oleh caspase-3 tetapi bukan Gran-B. Caspase-6 juga dapat mengaktifkan procaspase-3 melalui suatu jalur umpan balik positif. Substrat caspase6 meliputi PARP, lamin, dan procaspase-3. Procaspase-7 yang substratnya meliputi PARP, procaspase-6, dan steroid response element-binding protein dapat diaktifkan oleh Gran B (Cowling dan Downward, 2002; Sattar, dkk., 2003). Seperti diuraikan di atas, caspase-3 adalah salah satu kunci executioner dari apoptosis yang bertanggungjawab secara sebagian atau secara keseluruhan terhadap melekatnya beberapa protein kunci seperti nuclear enzyme poly (ADP-ribose) polymerase (PARP) yang melekat pada beberapa sistem berbeda selama apoptosis. Dengan menggunakan potongan DNA yang mengkode lokasi aktif dari caspase-1 dan CED-3 untuk mencari suatu potongan yang mengekspresikan tanda data dasar, suatu rangkaian telah teridentifikasi, diklon, dan dikode oleh suatu protease sistein 32kDa yang disebut CPP32. Caspase-3 merupakan anggota dari keluarga CED-3 secara luas
40
didistribusikan dengan ekspresi yang sangat tinggi dalam cell lines yang berasal dari limfosit. Hal ini menunjukkan bahwa caspase-3 mungkin berperan sebagai mediator apoptosis yang penting pada sistem imun (Fan, dkk., 2005).
A
B
Gambar 2.6. Struktur Caspase-3 (Pollard, dkk., 2008) A. Caspase-3 mempunyai komponan subunit besar (warna biru) dan subunit kecil (warna kuning) serta bagian kecil dari prodomain (warna abu-abu). B. Struktur 3-D caspase-3 menunjukkan residu katalisis terutama berasal dari subunit besar (warna biru). Subunit kecil (warna kuning) membentuk suatu tudung yang membatasi akses ke lokasi yang aktif. Struktur ruang kosong (warna merah) menunjukkan suatu peptida inhibitor yang terikat secara kovalen pada lokasi yang aktif.
Pada kanker ovarium, beberapa penelitian menemukan ekspresi caspase-3 lebih rendah dibandingkan dengan ekspresinya pada tumor ovarium jinak atau pada ovarium normal. Duo, dkk., (2004) menemukan bahwa ekspreasi caspase-3 pada kanker ovarium sebesar 44.4%, lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi caspase-3 pada tumor jinak sebesar 81,8%. Ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium
41
berhubungan dengan derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, dan adanya metastasis pada kelenjar limfe. Ditemukan juga bahwa terdapat hubungan antara ekspresi caspase-3 dengan apoptosis yang berperan pada perubahan keganasan dan untuk memprediksi prognosis.
Gambar 2.7 Skema Aktivasi Caspase-3 dan Caspase Executioner Lainnya (Fan, dkk., 2005)
42
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP PENELITIAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Kanker ovarium dibedakan atas 5-10% herediter dan 90-95% sporadik yang secara histologis sebagian besar adalah tipe epitel. Pada karsinogenesisnya, melibatkan proto-onkogen-onkogen, gen penekan tumor, dan berbagai gen lainnya yang juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal. Pada kanker ovarium herediter, mutasi germ line gen BRCA1 dan/atau BRCA2 memegang peranan yang sangat besar pada mekanisme terjadinya kanker ovarium. Mutasi BRCA1 dan/atau BRCA2 akan memicu mutasi berbagai gen lainnya yang berperan pada pengaturan mekanisme siklus sel, tetapi mutasi pada tingkat germ line ini hanya menempati 5-10% dari kejadian kanker ovarium. Kanker ovarium sporadik merupakan sebagian besar kanker ovarium, melibatkan berbagai protein pada mekanisme karsinogenesisnya, antara lain p53, Bcl2, dan caspase-3. Protein penekan tumor p53 sebagai guardian of genome memegang peranan yang sangat besar. Ekspresi p53 mutan mengakibatkan fungsinya menurun bahkan hilang. Hal ini memungkinkan sel-sel mutasi yang mengandung kerusakan DNA untuk hidup dan berkembang, yang pada suatu ketika membentuk tumor. Sebagai suatu rangkaian, ekspresi p53 mutan mengaktifkan atau menghambat protein-protein lain, yang dalam hal ini akan memicu aktivitas protein anti-apoptosis
43
Bcl-2 dan selanjutnya mengaktifkan kaskade caspase, termasuk caspase-3 yang diduga berperan sebagai caspase eksekutor. Akumulasi dari rangkaian proses ini akan memicu berkembangnya proliferasi sel yang tidak terbatas, yang salah satunya dapat membentuk kanker ovarium. Faktor risiko kanker ovarium adalah multifaktorial yang dibedakan atas faktor risiko mayor dan faktor risiko minor. Faktor risiko mayor adalah mutasi gen yang diekspresikan sebagai ekspresi abnormal berbagai protein antara lain p53, Bcl-2, dan caspase-3. Ekspresi p53 mutan mengakibatkan kelainan seluler tiga proses proliferasi sel yaitu pada check point, G1/S, dan G2/M. Fungsi p53 adalah mengenal DNA yang rusak, mengendalikan progresi siklus sel, dan proses apoptosis. Cara kerja p53 adalah memonitor kerusakan DNA melalui DNA-damage inducible genes (DDI genes) yang produknya mempunyai fungsi penting dalam DNA-repair atau menginaktivasi cell cycle check point yang berfungsi memperpanjang waktu tertentu dalam siklus sel untuk memberi kesempatan perbaikan DNA yang rusak sebelum dilipat gandakan. Protein 53 berfungsi sebagai faktor transkripsi melalui kelompok INK (inhibitor of kinase) seperti p15, p16, dan p18 serta kelompok KIP (kinase inhibitory protein) seperti p21, p27 dan p57. Kedua kelompok protein ini akan berinteraksi dan menghambat sintesis kompleks siklin-cdk yang sangat penting dalam mengendalikan cell cycle check point sehingga terjadi penghentian siklus sel. Selanjutnya, kerja sama dengan kelompok protein lain dapat melakukan DNA-repair dan dapat terjadi apoptosis. Ekspresi p53 mutan selanjutnya memicu aktivitas protein anti-apoptosis
44
Bcl-2. Aktivasi protein Bcl-2 ini menghambat aktivitas salah satu caspase eksekutor yaitu caspase-3, sehingga kehilangan fungsi p53 mengakibatkan gangguan apoptosis. Faktor-faktor risiko minor kanker ovarium meliputi faktor-faktor eksternal seperti beberapa faktor reproduksi yang meliputi umur, paritas, indeks massa tubuh, riwayat keluarga, riwayat pemakaian kontrasepsi oral, riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi dan terapi sulih hormon.
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas, dapat disusun konsep penelitian sebagai berikut: Umur Paritas Indeks Massa Tubuh Riwayat keluarga Kontrasepsi oral Induksi ovulasi Terapi sulih hormon
Ekspresi p53 mutan
Fungsi p53 Menurun
Aktivasi anti-apoptosis Bcl-2
Aktivasi caspase-3 terhambat
Kanker ovarium tipe epitel
Keterangan: Pengaruh langsung Pengaruh tidak langsung
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
45
3.3 Hipotesis Penelitian 1.
Penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi p53 mutan negatif.
2.
Penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2 negatif.
3.
Penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko lebih besar terkena kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi caspase-3 positif.
46
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian ini adalah kasus kontrol. Kasus adalah kanker ovarium tipe epitel dan kontrol adalah tumor ovarium jinak tipe epitel. p53 mutan (+) p53 mutan (-) Bcl-2 (+) Kasus Bcl-2 (-) Caspase-3 (+) Caspase-3 (-)
p53 mutan (+) p53 mutan (-) Bcl-2 (+) Kontrol Bcl-2 (-) Caspase-3 (+) Caspase-3 (-)
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
47
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi penelitian Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. 4.2.2 Waktu penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2013 sampai Desember 2014.
4.3 Populasi, Sampel Penelitian, dan Jumlah Sampel 4.3.1 Populasi penelitian Populasi target pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang menderita tumor ovarium tipe epitel. Populasi terjangkau adalah pasien-pasien tumor ovarium tipe epitel yang menjalani laparotomi pengangkatan ovarium di RSUP Sanglah Denpasar. 4.3.2 Sampel penelitian Kriteria inklusi adalah: 1. Penderita tumor ovarium yang jaringan ovariumnya diperoleh dari operasi laparotomi, kemudian dilakukan pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan hasil PA tumor ovarum tipe epitel. 2. Penderita bersedia ikut serta menjadi sampel penelitian setelah diberikan penjelasan dan menandatangani lembar informed consent. 3. Penderita tidak pernah mendapat kemoterapi atau radioterapi sebelum operasi.
48
Kriteria eksklusi adalah: Bahan jaringan tumor ovarium rusak karena berbagai sebab teknis sehingga tidak bisa dilakukan pemeriksaan imunohistokimia. Kriteria kasus adalah: Penderita tumor ovarium yang hasil pemeriksaan PA-nya adalah kanker ovarium tipe epitel. Kriteria kontrol adalah: Penderita tumor ovarium yang hasil pemeriksaan PA-nya adalah tumor ovarium jinak tipe epitel. 4.3.3 Besarsampel Besar sampel dihitung dengan rumus Machin dkk. (2009): =
[
+
]
Keterangan: n = Jumlah sampel P1 = Proporsi kasus P2 = Proporsi kontrol d = Deviasi yang diharapkan terjadinya kemaknaan Berdasarkan referensi, proporsi pada kasus (p1) sebesar 5% dan proporsi pada kontrol (p2) sebesar 3%. Perhitungan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan α = 0,05, β = 0,20, dan d = 15% sehingga diperoleh sampel sebesar 18,52 pasang. Setelah ditambahkan 10% maka jumlah sampel minimal adalah 21, masing-masing pada kasus dan kontrol.
49
4.4 Identifikasi Variabel, Hubungan antar-Variabel dan Definisi Operasional Variabel 4.4.1 Identifikasi variabel Variabel bebas
: p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3
Variabel tergantung
: Kanker ovarium
Variabel terkontrol
: Umur, paritas, indeks massa tubuh (IMT), riwayat keluarga, riwayat kontrasepsi oral, riwayat induksi ovulasi, riwayat obat terapi sulih hormon.
4.4.2 Hubungan antar-variabel Variabel bebas p53 mutan Bcl-2
Variabel tergantung Kanker ovarium tipe epitel
Caspase-3 Umur Paritas IMT Riwayat keluarga Kontrasepsi oral Induksi ovulasi Terapi sulih hormon
Variabel terkontrol
Gambar 4.2 Hubungan Antar-Variabel
50
4.4.3 Definisi operasional variabel 1. Kanker ovarium tipe epitel adalah tumor ganas primer ovarium tipe epitel yang diagnosisnya berdasarkan hasil pemeriksaan patologi anatomi menurut klasifikasi WHO tahun 2003 sesuai dengan lampiran 4. 2. Umur adalah umur pasien dalam tahun berdasarkan tanggal lahir atau berdasarkan umur yang tertera pada Kartu Tanda Penduduk dimana data tersebut diperoleh melalui wawancara. 3. Paritas adalah jumlah anak hidup yang pernah dilahirkan oleh pasien dimana data tersebut diperoleh melalui wawancara. 4. Indeks massa tubuh (IMT) adalah indeks antopometri yang dihitung dengan perhitungan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan (dalam meter). Berat badan dan tinggi badan diperoleh melalui pengukuran. 5. Riwayat pemakaian kontrasepsi oral adalah riwayat pasien memakai kontrasepsi oral yang datanya diperoleh melalui wawancara. 6. Riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi adalah riwayat pasien memakai obat-obat untuk induksi ovulasi yang datanya diperoleh melalui wawancara. 7. Terapi sulih hormon adalah riwayat pemakaian obat-obatan oleh pasien untuk terapi sulih hormon. Data ini juga diperoleh melalui wawancara. 8. Riwayat keluarga dengan kanker payudara dan/atau ovarium (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2003; Lancaster, dkk., 2007) adalah: a. Wanita-wanita dengan riwayat kanker payudara dan/atau kanker ovarium.
51
b. Wanita-wanita dengan kanker ovarium dan keluarga dekat (generasi pertama, kedua, dan ketiga seperti ibu, saudara perempuan, anak perempuan,
bibi,
keponakan
perempuan,
nenek,
kakek,
sepupu
perempuan, kakek buyut, nenek buyut) dengan kanker payudara pada usia ≤ 50 tahun atau kanker ovarium pada segala usia. c. Wanita-wanita dengan kanker payudara pada usia ≤ 50 tahun dan kelu arga dekat (generasi pertama, kedua, dan ketiga seperti ibu, saudara perempuan, anak perempuan, bibi, keponakan perempuan, nenek, kakek, sepupu perempuan, kakek buyut, nenek buyut) dengan kanker ovarium atau kanker payudara pada laki-laki pada segala usia. d. Tiga atau lebih anggota keluarga menderita kanker kolon, atau 2 anggota keluarga menderita kanker kolon dan 1 menderita kanker gaster, kanker ovarium, kanker endometrium, kanker traktus urinarius atau kanker usus halus pada 2 generasi. Salah satu dari kanker ini harus terdiagnosis pada usia dibawah 50 tahun. 9. Ekspresi protein 53 mutan (p53 mutan) adalah ekspresi gen p53 mutant yang diperiksa secara imunohistokimia menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal primer komersial pAb1801 (DAKO-p53, Dako, Denmark). Penilaian p53 dilakukan secara semikuantitatif dengan menilai intensitas dan persentase jumlah sel yang tercat. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi 0 (tidak tercat), 1 (pewarnaan ringan), 2 (pewarnaan sedang), dan 3 (pewarnaan kuat). Persentase jumlah inti sel yang tercat dibagi menjadi 0 bila jumlah sel
52
yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Lee dan Park, 2009). 8.1 p53 mutan positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10% dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang, dan kuat. 8.2 p53 mutan negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%. 10. Ekspresi Bcl-2 adalah ekspresi protein Bcl-2 yang diperiksa secara imunohistokimia menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal primer khusus monoclonal mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124. Penilaian Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif dengan menghitung persentase sitoplasma yang tercat (Sengupta, dkk., 2000), yaitu: 9.1 B-cell lymphoma-2 protein (Bcl-2) positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%. 9.2 B-cell lymphoma-2 protein (Bcl-2) negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%. 10. Ekspresi caspase-3 adalah ekspresi protein caspase-3 yang diperiksa dengan teknik imunohistokimia menggunakan pewarnaan biotin-avidin indirek primer antibodi monoklonal tikus (Triton, Alameda, CA). Penilaian semikuantitatif caspase-3 dilakukan dengan menghitung persentase inti dan/atau sitoplasma yang tercat, dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila
53
jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Vranic, 2013). 10.1 Caspase-3 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat miniml 10%. 10.2 Caspase-3 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%.
4.5 Bahan-Bahan Penelitian Bahan-bahan penelitian adalah jaringan tumor ovarium yang diambil dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm sayatan pisau tajam ketika operasi laparotomi. Selanjutnya jaringan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi larutan bufer formalin 10% yang selanjutnya dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar
untuk
pemeriksaan
histopatologi
dan
pemeriksaan
imunohistokimia p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3.
4.6 Alur Penelitian dan Prosedur Pengambilan Sampel 4.6.1 Alur penelitian Pasien-pasien dengan tumor ovarium yang belum pernah mendapatkan terapi sebelumnya dan direncanakan terapi operasi laparotomi di Klinik Onkologi Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, ditawarkan untuk turut serta dalam penelitian. Pasien diberikan penjelasan tentang tujuan dan prosedur penelitian, keuntungan dan kerugian penelitian serta manfaat penelitian (Lampiran 3). Setelah pasien dan keluarganya memahami prosedur
54
penelitian dan bersedia ikut serta sebagai sampel penelitian maka pasien dan keluarganya menandatangani informed consent (Lampiran 4). Data demografi dan epidemiologi pasien diperoleh melalui wawancara berdasarkan lembar kuesioner (Lampiran 5). Jaringan tumor ovarium diperoleh melalui operasi laparotomi. Jaringan tumor ovarium dipotong dengan ukuran 1 cm x 1 cm x 1 cm dimasukkan ke dalam botol khusus berisi formalin buffer 10%, kemudian dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi (PA) untuk diperiksakan jenis histopatologi sesuai dengan kriteria WHO tahun 2003 (Lampiran 6). Apabila jaringan tumor ovarium pada pemeriksaan Patologi Anatomi hasilnya adalah kanker ovarium tipe epitel maka dimasukkan sebagai kasus. Sebaliknya, hasil PA adalah bukan kanker ovarium atau tumor jinak ovarium maka dimasukkan
sebagai
kontrol.
Selanjutnya,
jaringan
tersebut
diperiksa
imunohistokimia p53 mutan menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal primer komersial pAb1801 (DAKO-p53, Dako, Denmark), imunohistokimia Bcl-2 menggunakan metode pewarnaan antibodi monoklonal primer khusus monoclonal mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124, dan pemeriksaan imunohistokimia caspase-3 menggunakan pewarnaan biotin-avidin indirek primer antibodi monoklonal tikus (Triton, Alameda, CA). Diagram alur penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.3.
4.6.2 Prosedur pengumpulan sampel penelitian Pemeriksaan secara klinis dan prosedur operasi tumor ovarium dilakukan oleh peneliti dan staf di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Bahan-bahan untuk pemeriksaan histopatologi dimasukkan ke dalam botol
55
khusus berisi bufer formalin 10% dan diberi label identitas dan nomor catatan medis. Selanjutnya, bahan-bahan tersebut dikirim ke Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar untuk pemeriksaan histopatologi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan imunohistokimia.
Tumor Ovarium Kriteria Inklusi
Laparotomi
Histopatologi Kriteria Eksklusi
Kanker Ovarium tipe epitel
p53 mutan
Bcl-2
Caspase-3
Tumor Jinak Ovarium tipe epitel
p53 mutan
Bcl-2
Caspase-3
Gambar 4.3 Alur Penelitian 4.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pemeriksaan Sampel Penelitian 4.7.1 Instrumen penelitian a. Alat untuk memberikan informasi dan persetujuan kepada pasien tentang penelitian yang akan dilaksanakan berupa lembar informasi pasien (Lampiran 3) dan lembar informed consent (Lampiran 4).
56
b. Alat untuk mengumpulkan data-data pasien termasuk data demografi dan epidemiologi adalah kuesioner (Lampiran 5). c. Alat-alat untuk mengumpulkan bahan-bahan sampel seperti botol tempat jaringan, label, dan larutan bufer formalin 10%. d. Alat-alat kantor seperti kertas, lembar penelitian, buku register, komputer, printer, dan lain-lain. 4.7.2 Metode pemeriksaan sampel penelitian Jaringan yang berasal dari tumor ovarium diperiksa untuk pemeriksaan histopatologi dan imunohistokimia. a. Pemeriksaan
histopatologi
menggunakan
teknik
haematoxylin-eosin,
dilakukan terhadap jaringan segar (frozen section) dan jaringan yang sudah diblok parafin. b. Teknik imunohistokimia untuk melihat ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada jaringan blok parafin setebal 5 µm. Teknik pewarnaan secara biotin-avidin indirek menggunakan antibodi monoklonal tikus untuk pemeriksaan ekspresi caspase-3 (Triton, Alameda, CA), pewarnaan dengan antibodi monoklonal pAb1801 untuk pemeriksaanekspresi p53 (DAKO-p53, Dako, Denmark), dan pewarnaan dengan antibodi primer monoclonal mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124 untuk pemeriksaan ekspresi protein Bcl2. c. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dinilai dengan mikroskop cahaya pembesaran 400 kali, dihitung secara semikuantitatif.
57
d. Penilaian p53 mutan dilakukan secara semikuantitatif dengan menilai intensitas dan persentase jumlah sel yang tercat. Intensitas pewarnaan dibagi menjadi 0 (tidak tercat), 1 (pewarnaan ringan), 2 (pewarnaan sedang), dan 3 (pewarnaan kuat). Persentase jumlah inti sel yang tercat dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Lee dan Park, 2009). Ekspresi p53 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10% dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang, dan kuat. Ekspresi p53 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%. e. Penilaian Bcl-2 dilakukan secara semikuantitatif dengan menghitung persentase sitoplasma sel yang tercat. Persentase jumlah sel yang tercat dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Sengupta dkk., 2000). Ekspresi Bcl-2 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%. Sedangkan ekspresi Bcl-2 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%. f. Penilaian semikuantitatif caspase-3 dilakukan dengan menghitung persentase inti dan/atau sitoplasma sel yang tercat, dibagi menjadi 0 bila jumlah sel yang tercat < 10%, +1 bila jumlah sel yang tercat 10-25%, +2 bila jumlah sel yang tercat 26-50%, dan +3 bila jumlah sel yang tercat > 50% (Vranic, 2013).
58
Ekspresi caspase-3 positif (+) adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%. Ekspresi caspase-3 negatif (-) adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10%.
4.8 Pengumpulan Data dan Analisis Data 4.8.1 Pengumpulan data Data-data penelitian
dikumpulkan dari
Klinik Onkologi
Ginekologi
Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar dan Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Data-data tersebut kemudian dimasukkan ke dalam lembar pengumpul data penelitian untuk selanjutnya dilakukan tabulasi. 4.8.2 Analisis data Data-data penelitian yang sudah ditabulasi selanjutnya dianalisis dengan bantuan SPSS. Analisis dilakukan pada beberapa variabel sebagai berikut: 1. Uji normalitas menggunakan tes Kolmogorov-Smirnov. 2. Uji homogenitas menggunakan tes Levene’s T. 3. Besar risiko ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 untuk terjadinya kanker ovarium tipe epitel dihitung untuk mendapatkan rasio odds. 4. Tingkat kemaknaan α = 0,05 Data disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
59
BAB V HASIL PENELITIAN
Telah dilakukan penelitian kasus kontrol pada 25 pasien kanker ovarium tipe epitel sebagai kelompok kasus dan 25 pasien tumor ovarium jinak tipe epitel sebagai kelompok kontrol. Penelitian dilaksanakan di Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar, dan Laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar. Hasil penelitian disajikan sebagai berikut:
5.1 Distribusi Umur, Paritas, Indeks Massa Tubuh (IMT), Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon pada Kedua Kelompok Pada studi kasus kontrol ini dilakukan uji normalitas data dengan uji KolmogorovSmirnov dan uji homogenitas data dengan uji Levene’s t-test terhadap variabel umur, paritas, dan IMT. Dari hasil analisis didapatkan nilai p > 0,05, yang menunjukkan bahwa variabel umur, paritas, dan IMT pada kedua kelompok berdistribusi normal dan homogen. Tabel 5.1 menunjukkan variabel umur, paritas, dan IMT dengan nilai p > 0,05 yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian.
60
Tabel 5.1 Distribusi Umur, Paritas, dan IMT pada Kedua Kelompok Kelompok kasus
Kelompok kontrol
(n=25)
(n=25)
Variabel
p
Rerata
SD
Rerata
SD
Umur (tahun)
50,44
7,94
48,40
6,52
0,326
Paritas
1,20
0,91
1,36
0,76
0,503
IMT (kg/m2)
22,66
5,11
22,82
2,93
0,894
Keterangan: IMT=Indeks Massa Tubuh; SD=standar deviasi Untuk variabel riwayat kontrasepsi oral dan riwayat keluarga didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan yang bermakna antara kedua kelompok penelitian. Sementara itu, variabel riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi dan riwayat penggunaan terapi sulih hormon tidak ditemukan pada kedua kelompok (Tabel 5.2). Tabel 5.2 Distribusi Riwayat Kontrasepsi Oral, Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Terapi Sulih Hormon Kelompok kasus
Kelompok kontrol
(n=25)
(n=25)
Riwayat kontrasepsi oral
2 (8%)
4 (16%)
0,384
Riwayat keluarga
0 (0%)
1 (4%)
0,312
Obat-obat induksi ovulasi
0 (0%)
0 (0%)
-
Terapi sulih hormon
0 (0%)
0 (0%)
-
Variabel
p
61
5.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi p53 mutan positif. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.3. Tabel 5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Positif Kelompok
Ekspresi p53 mutan
Positif Negatif
Kasus
Kontrol
8
2
17
OR
IK 95%
p
5,41
1,02-28,79
0,034
23
Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi p53 mutan positif adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10% dengan intensitas pewarnaan ringan, sedang, dan kuat. Sedangkan ekspresi p53 mutan negatif adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Lee dan Park, 2009). Tabel 5.3 di atas menunjukkan bahwa ekspresi p53 mutan positif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 5,41; IK 95% = 1,02-28,79; p=0,034). Sampel dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko 5,41 kali menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi p53 mutan negatif.
62
Gambar 5.1
Gambar 5.2
Ekspresi p53 mutan negatif
Ekspresi p53 mutan positif
5.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif Risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi Bcl-2 positif menggunakan uji Chi-Square terlihat pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif Kelompok
Ekspresi Bcl-2
Positif Negatif
Kasus
Kontrol
11
3
14
OR
IK 95%
p
5,76
1,36-24,36
0,012
22
Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan
63
Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi Bcl-2 positif adalah bila jumlah sel yang tercat minimal 10%, sedangkan ekspresi Bcl-2 negatif adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Sengupta, dkk., 2000). Tabel 5.4 di atas menunjukkan bahwa ekspresi Bcl-2 positif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 5,76; IK 95% = 1,36-24,36; p=0,012). Sampel dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko 5,76 kali menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi Bcl-2 negatif.
Gambar 5.3
Gambar 5.4
Ekspresi Bcl-2 negatif
Ekspresi Bcl-2 positif
5.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif Uji Chi-Square digunakan untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.5.
64
Tabel 5.5 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Caspase-3 Negatif Kelompok
Negatif
Ekspresi caspase-3
Positif
Kasus
Kontrol
23
16
2
OR
IK 95%
p
6,47
1,23-34,01
0,017
9
Keterangan: OR=Odds ratio; IK=Interval Kepercayaan Sesuai dengan definisi operasional variabel, ekspresi caspase-3 positif adalah bila jumlah sel yang tercat miniml 10%, sedangkan ekspresi caspase-3 negatif adalah bila tidak ada sel yang tercat atau jumlah sel yang tercat kurang dari 10% (Vranic, 2013). Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 6,47; IK 95% = 1,23-34,01; p=0,017). Sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko 6,47 kali menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi caspase-3 positif.
Gambar 5.5
Gambar 5.6
Ekspresi caspase-3 negatif
Ekspresi caspase-3 positif
65
BAB VI PEMBAHASAN
Kanker ovarium masih menjadi masalah di dunia termasuk Indonesia, terkait dengan tingginya angka insiden dan angka kematiannya.
Faktor terpenting yang
mempengaruhi tingginya angka insiden dan angka kematian kanker ovarium adalah 70-75% kasus terdiagnosis pada stadium lanjut bahkan terminal, di mana angka harapan hidup 5 tahun secara keseluruhan adalah 20-30% (ACOG Committee Opinion, 2002). Meskipun angka insiden kanker ovarium menempati urutan ketiga akan tetapi kanker ini merupakan penyebab kematian nomor satu di antara kanker ginekologi. Berbagai upaya skrining dan deteksi dini melalui pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan CA-125, α-feto protein, dan petanda tumor lainnya belum mampu menurunkan angka insiden dan angka kematian kanker ovarium. Beberapa upaya terapi seperti operasi, kemoterapi, dan radiasi, sebagai terapi tunggal atau kombinasi juga belum memberikan hasil yang memuaskan. Di sisi lain, pengetahuan dan penelitian-penelitian di bidang biologi molekuler semakin maju. Salah satu mekanisme terhadap kontrol pertumbuhan sel adalah proses kematian sel yang terprogram atau apoptosis. Mekanisme apoptosis ini selain melalui aktivitas protein penekan tumor p53, juga melalui interaksi dengan protein-protein dari keluarga B-cell lymphoma-2 (Bcl-2) dan caspase-3. Penanganan kanker ovarium melalui pemahaman terhadap mekanisme karsinogenesisnya melalui peran ketiga
66
protein tersebut termasuk pendekatan risiko lebih menjanjikan di masa yang akan datang.
6.1 Distribusi Karakteristik Umur, Paritas, Indek Massa Tubuh (IMT), Riwayat Keluarga, Riwayat Pemakaian Kontrasepsi Oral, Riwayat Pemakaian Obat-Obat Induksi Ovulasi, dan Riwayat Pemakaian Terapi Sulih Hormon pada Kedua Kelompok Secara epidemiologi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kanker ovarium, antara lain umur, paritas, indek massa tubuh (IMT), riwayat keluarga, riwayat pemakaian kontrasepsi oral, riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi, dan riwayat pemakaian terapi sulih hormon.
6.1.1 Distribusi umur Kanker ovarium dapat ditemukan pada semua golongan umur, bahkan pada kasus yang jarang, juga dapat ditemukan pada bayi umur di bawah lima tahun (balita) dan anak-anak. Sebanyak 80% dari kejadian kanker ovarium ditemukan pada wanita berumur lebih dari 45 tahun, namun pada beberapa kasus kanker ovarium juga dapat ditemukan pada umur yang relatif lebih muda daripada kanker lainnya pada wanita, yaitu umur 20 sampai 30 tahun (Fauzan, 2009). Angka kejadian paling banyak ditemukan pada rentang umur 60 sampai 74 tahun dengan median umur saat terdiagnosis adalah 59 tahun (Colditz, 2004).
67
Risiko terjadinya kanker ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya umur (Fauzan, 2009). Berbagai kepustakaan menyatakan bahwa angka insiden kanker ovarium meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya umur wanita. Kanker ovarium sangat jarang pada umur di bawah 40 tahun (Whittemore, dkk., 1992). Puncak kejadian kanker ovarium terjadi pada umur sekitar 50-an tahun, meningkat bertahap sampai umur 70 tahun, kemudian menurun setelah umur 80 tahun (Yancik, dkk., 1986). Mekanisme umur berkaitan dengan insiden kanker ovarium ini belum jelas, tetapi terdapat beberapa alasan yang membedakan wanita-wanita premenopause dengan postmenopause yang mempengaruhi perubahan pada ovarium, yaitu: (1) berkurang atau hilangnya oosit sebagai mekanisme dasar menopause; (2) berkurangnya kadar estrogen akibat hilangnya folikel; (3) peningkatan hormon gonadotrropin yang diproduksi oleh hipofisis, follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH), sebagai konsekuensi berkurangnya kadar estrogen (Vanderhyden, dkk., 2004). Penelitian di Amerika Serikat pada tahun 2001 memperoleh hasil yang sama, di mana risiko terjadinya kanker ovarium kurang dari 3 kasus per 100.000 wanita pada umur di bawah 30 tahun, namun cenderung meningkat seiring dengan peningkatan umur dan menjadi 54 kasus per 100.000 wanita pada umur 75 sampai 80 tahun. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Rauf dan Masadah (2009) di mana diperoleh rerata umur penderita kanker ovarium adalah 55 tahun. Risiko tumor ovarium untuk mengalami degenerasi keganasan pun meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Risiko terjadinya degenerasi keganasan pada tumor ovarium
68
sebesar 13% pada wanita premenopause dan 45% pada wanita postmenopause (Colditz, 2004). Pada penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research of the United Kingdom pada tahun 2006 diperoleh hasil bahwa angka kejadian kanker ovarium meningkat seiring dengan bertambahnya umur, di mana kasus tertinggi kanker ovarium ditemukan pada wanita kelompok umur 60 sampai 64 tahun (Granstrom, 2008). Sementara itu, data the Surveillance, Epidemiology, and End Results (SEER) dari the U.S. National Cancer Institute (NCI) melaporkan bahwa antara tahun 2005 – 2009 proporsi kanker ovarium terbanyak terjadi pada kelompok umur 55 – 64 tahun sebesar 23,4% (Jemal, dkk., 2011). Sementara itu, penelitian di Thailand mendapatkan puncak insiden kanker ovarium terjadi pada kelompok umur 45 – 60 tahun (Wilailak, 2009). Penelitian di Brasil yang mengevaluasi data pasien-pasien kanker ovarium dari tahun 1997 sampai 2007 menemukan rerata umur penderita kanker ovarium adalah 54,67±13,84 tahun (Paes, dkk., 2011). Pada penelitian ini, didapatkan rerata umur kelompok kasus adalah 50,44±7,94 tahun, sedangkan rerata umur kelompok kontrol adalah 48,40±6,52 tahun, dengan nilai p=0,326 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis ditemukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik umur antara kedua kelompok penelitian (p>0,05).
69
6.1.2 Distribusi paritas Faktor lain terjadinya kanker ovarium adalah kehamilan dan paritas. Wanita yang sudah pernah hamil memiliki risiko terjadinya kanker ovarium sekitar 50% lebih rendah dibandingkan dengan wanita yang belum pernah hamil. Wanita yang telah beberapa kali hamil risiko terjadinya kanker ovarium semakin berkurang (Czyz, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Cancer Research of the United Kingdom menyimpulkan bahwa semakin tinggi jumlah paritas maka semakin rendah risiko terjadinya kanker ovarium. Risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita yang tidak memiliki anak dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki tiga anak atau lebih (Granstrom, 2008). Penelitian oleh Rivas-Corchado, dkk., (2011) menemukan dari 40 pasien kanker ovarium, sebanyak 25% terjadi pada pasien-pasien dengan paritas 0 (RivasCorchado, dkk., 2011). Beberapa penelitian menemukan risiko kanker ovarium tipe epitel lebih tinggi pada wanita-wanita dengan status sosial ekonomi yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan sedikitnya wanita-wanita ini mempunyai anak (Berek dan Natarajan, 2010). Paritas adalah faktor yang meningkatkan risiko kanker ovarium. Risiko kanker ovarium menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah kehamilan (Whittemore, dkk., 1992). Multiparitas berkaitan dengan penurunan risiko terkena kanker ovarium, dimana multiparitas mempunyai risiko relatif terkena kanker ovarium sebesar 0,6-0,8 (Pelucchi, dkk., 2007). Efek proteksi terhadap perkembangan kanker ovarium seperti multiparitas, mendukung konsep incessant ovulation merupakan faktor yang berperan dalam
70
perkembangan terjadinya kanker ovarium. Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Fathalla (Fathalla, 1971). Risiko kanker ovarium berkaitan dengan jumlah siklus ovulasi. Ketika terjadi ovulasi, epitel permukaan mengalami kerusakan. Kerusakan epitel merangsang sel-sel epitel mengalami proliferasi sebagai upaya reparasi. Pada saat ovulasi juga terjadi invaginasi permukaan epitel ke dalam stroma membentuk kista inklusi (Whittemore, dkk., 1992). Mekanisme reparasi kerusakan epitel permukaan ovarium akibat proses ovulasi memerlukan waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini terjadi berkali-kali terutama jika sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan kata lain waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk istirahat tidak cukup, maka proses perbaikan tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik. Peneliti-peneliti lainnya menemukan bahwa proses yang terlibat pada upaya mereparasi epitel permukaan ovarium yang rusak akibat trauma ovulasi terutama epitel yang menutupi kista inklusi, di bawah pengaruh faktor-faktor onkogenik suatu ketika mengalami perubahan kearah keganasan. Semakin banyak jumlah total siklus ovulasi sepanjang hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko terkena kanker ovarium tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003). Hal tersebut menjelaskan bahwa wanita dengan multiparitas akan menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada penelitian ini ditemukan rerata paritas pada kelompok kasus adalah 1,20±0,91, sementara rerata paritas pada kelompok kontrol adalah 1,36±0,76 dengan nilai p=0,503 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis ditemukan tidak
71
terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik paritas antara kedua kelompok penelitian (p>0,05).
6.1.3 Distribusi indeks massa tubuh (IMT) Beberapa penelitian membuktikan bahwa peningkatan IMT dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium, yaitu pada wanita-wanita dengan berat badan berlebih, terutama wanita-wanita dengan IMT yang lebih dari 30 kg/m2 (Czyz, 2008). Wanita dengan IMT di atas 30 atau obesitas memiliki risiko relatif sebesar 1,59 untuk terjadinya kanker ovarium dibandingkan dengan wanita dengan IMT normal (Lahmann, 2009). Penelitian lain menemukan hasil bahwa peningkatan IMT pada wanita premenopause meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium dengan risiko relatif sebesar 1,72. Namun peningkatan IMT tersebut tidak bermakna meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita pascamenopause (Schouten, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Leitzmann (2009) juga memperoleh hasil di mana risiko terjadinya kanker ovarium pada wanita dengan IMT lebih dari 30 kg/m 2 sebesar 1,26 lebih besar dibandingkan dengan IMT normal. Sementara itu, Anders (2003) melaporkan hasil penelitian yang menemukan bahwa risiko relatif terjadinya kanker ovarium memiliki kecenderungan meningkat sesuai dengan peningkatan IMT. Pada IMT kurang dari 18,5 kg/m2 memiliki risiko relatif sebesar 1,09 untuk terjadinya kanker ovarium, IMT antara 18,5 sampai 24,9 kg/m2 memiliki risiko relatif sebesar 1,00, IMT antara 25,0 sampai 29,9 kg/m 2 memilki risiko relatif sebesar 1.43, dan IMT lebih dari 30,0 kg/m2 memiliki risiko relatif sebesar 1,56 untuk menderita
72
kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan oleh Faizal (2011) di Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo, Makasar memperoleh hasil bahwa IMT yang lebih dari 30 kg/m2 memiliki risiko sebesar 2,03 kali lebih besar untuk terjadinya kanker ovarium dibandingkan dengan wanita yang memiliki IMT kurang dari 30 kg/m2. Indeks massa tubuh (IMT) berkaitan dengan komposisi lemak dalam tubuh/obesitas. Zat lemak pada wanita-wanita obese dapat menghasilkan estrogen yang umumnya berbentuk estron dan estradiol. Hal ini menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh wanita-wanita obese meningkat. Mekanisme perubahan zat lemak atau kolesterol dapat dijelaskan melalui biosintesis hormonal, di mana semua hormon steroid termasuk estrogen berasal dari kolesterol. Cadangan lemak di dalam tubuh memainkan peranan yang penting sebagai bahan untuk memproduksi hormon, khususnya hormon estrogen. Pada kondisi di mana cadangan lemak yang tinggi, yang dinilai melalui IMT yang tinggi (≥30 kg/m2) dapat mengakibatkan peningkatan kadar estrogen di dalam darah. Pada tingkat seluler, efek estrogen terhadap perkembangan kanker melalui jalur yang tergantung reseptor dan jalur tidak tergantung reseptor (Mungenast & Thalhammer, 2014). Pada jalur yang tergantung reseptor, estrogen berikatan dengan reseptor membran sel G-protein-coupled estrogen receptor yang selanjutnya mengaktifkan transduksi sinyal melalui extacellular signal-regulated kinase (ERK) (Filardo, dkk., 2008), phosphatidylinositol-3 kinase (PI3K) (Petrie, dkk., 2013) yang selanjutnya mengaktifkan reseptor estrogen α inti. Aktivasi reseptor estrogen α menimbulkan sinyal transkripsional melalui berbagai gen seperti c-fos, cmyc, HER-2/neu, siklin yang berperan pada regulasi siklus sel (Chang, dkk., 2012),
73
dan faktor-faktor pertumbuhan seperti Insulin-like growth factor-1 (IGF-1), Transforming growth factor- α (TGF-α), dan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) (Petrie, dkk., 2013). Aktivasi onkogen dan faktor-faktor pertumbuhan tersebut menimbulkan sinyal sistem proliferasi dan diferensiasi sel secara berlebihan sehingga terbentuk kanker. Jalur yang tidak tergantung pada reseptor estrogen terjadi melalui efek metabolisme estrogen yang menghasilkan metabolit cathecol dan radikal bebas. Kedua produk metabolisme estrogen ini bersifat mutagenik yang selanjutnya dapat menimbulkan transformasi sel-sel menjadi kanker (Cavalieri dan Rogan, 2011; Chang dan Mcdonnel, 2012; Yager, 2014). Selain itu, estrogen juga bekerja melalui jalur anti-apoptosis yaitu Bcl-2, yang merupakan suatu protein anti-apoptosis dan meningkatkan kemampuan invasif sel melalui protein fibulin-1, cathepsin D, dan kallikreins (Choi, dkk., 2007). Berbagai penelitian telah menemukan bahwa Estrogen Receptor-α (ER-α) bertanggung jawab dalam proses proliferasi sel-sel ovarium, sementara Estrogen Receptor-β (ER-β) bertanggung jawab dalam proses modulasi dan differensiasi sel (Britt & Findlay, 2002). Peningkatan rasio ER-α:ER-β juga telah diamati pada kanker ovarium (Cunat, dkk., 2004). Peningkatan estrogen juga berperan pada peningkatan molekul Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), meningkatkan kemampuan adhesi sel, dan meningkatkan kemampuan sel dalam melakukan migrasi (Cunat, dkk., 2004). Pada akhirnya, kombinasi mekanisme tersebut berdampak pada proliferasi
74
abnormal pada sel yang membelah sehingga sel akan masuk menuju proses transformasi ganas dalam hal ini adalah kanker ovarium. Pada penelitian ini ditemukan rerata IMT pada kelompok kasus adalah 22,66±5,11, sementara rerata IMT pada kelompok kontrol adalah 22,82±2,93 dengan nilai p=0,894 seperti terlihat pada Tabel 5.1. Dari hasil analisis secara statistik ditemukan tidak terdapat perbedaan yang bermakna karakteristik IMT antara kedua kelompok penelitian (p>0,05).
6.1.4 Distribusi riwayat keluarga Sebagian besar kanker ovarium bersifat sporadik. Hanya sekitar 5-10% kanker ovarium bersifat herediter. Saat ini, terdapat dua sindrom kanker ovarium herediter, yaitu hereditary breast and ovarian cancer (HBOC) dan hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) (Reedy, dkk., 2002; Pal, dkk., 2005). Gen yang berperan pada HBOC adalah breast cancer susceptibility gene 1 (BRCA1) dan breast cancer susceptibility cancer gene 2 (BRCA2). Beberapa ratus mutasi telah dilaporkan pada kedua gen ini sejak ditemukan (Brody dan Biesecker, 1998). Suatu meta-analisis memperkirakan risiko sepanjang hidup (lifetime risk) wanita pembawa mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 untuk menderita kanker ovarium berturut-turut adalah 39% dan 17% (Chen dan Parmigiani, 2007).
Mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 berkaitan
dengan onset kanker ovarium pada umur yang lebih muda. Selain itu, berkaitan juga dengan tipe histologis kanker ovarium, terutama tipe serus dan endometrioid. Namun,
75
tumor ovarium jinak dan borderline tidak berkaitan dengan mutasi kedua gen tersebut (Risch, dkk., 2001). Sindrom kanker ovarium kedua adalah hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC). HNPCC juga dikenal dengan Lynch syndrome pertama kali diidentifikasi dalam keluarga dengan kanker kolorektal onset usia muda. Meskipun kanker kolorektal adalah kanker dominan (sekitar 75%) pada HNPCC, namun sindrom ini juga berkaitan dengan meningkatnya risiko terjadinya kanker yang lain. Kanker kedua tersering adalah kanker endometrium dengan lifetime risk sebesar 3060%, disusul dengan kanker ovarium dengan lifetime risk sebesar 10%. Kankerkanker lain dari sindrom HNPCC dengan lifetime risk kurang dari 10% adalah kanker lambung, kanker usus halus, kanker traktus urinarius, dan kanker sistem bilier (Soliman, dkk., 2005). Gen yang bertanggungjawab terhadap sindrom HNPCC adalah gen-gen yang berperan pada reparasi kerusakan DNA. Mutasi pada gen-gen tersebut dikenal sebagai microsatellite instability. Saat ini diketahui empat gen yang berperan, yaitu MLH1, MSH2, MSH6, dan PMS2 (Lindor, dkk., 2006). Adanya riwayat keluarga yang menderita kanker ovarium dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium pada anggota keluarga yang lain (Granstrom, 2008). Risiko terjadinya kanker ovarium pada populasi umum adalah 1,6%. Risiko tersebut meningkat menjadi 4 sampai 5% apabila ada satu anggota keluarga, baik ibu atau saudara kandung, menderita kanker ovarium. Apabila terdapat dua anggota keluarga yang menderita kanker ovarium, maka risiko menderita kanker ovarium meningkat
76
menjadi 7%. Adanya riwayat kanker payudara dan kolon juga dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium pada anggota keluarga yang lain (Busmar, 2008). Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya riwayat keluarga pada kelompok kasus, sedangkan pada kelompok kontrol ditemukan sampel dengan riwayat keluarga menderita kanker ovarium sebesar 4%, dengan nilai p=0,312. Secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang bermakna karakteristik riwayat keluarga antara kedua kelompok penelitian (p>0,05).
6.1.5 Distribusi riwayat pemakaian kontrasepsi oral Salah satu hal yang menarik dari aspek epidemiologi kanker ovarium adalah efek proteksi dari kontrasepsi oral. Hankinson, dkk., (1992) melakukan suatu meta-analisis terhadap 20 penelitian epidemiologi yang mengevaluasi hubungan penggunaan kontrasepsi oral dengan kanker ovarium. Penelitian ini menyimpulkan bahwa risiko relatif terjadinya kanker ovarium pada pemakai kontrasepsi oral adalah 0,64 (KI 95%; 0,57-0,73). Hal ini berarti terdapat penurunan risiko terjadinya kanker ovarium pada pemakai kontrasepsi oral sebesar 36%. Semakin lama pemakaian kontrasepsi oral akan semakin menurun risiko terjadinya kanker ovarium. Pemakaian kontrasepsi oral selama satu tahun menurunkan risiko kanker ovarium sebesar 10-20%. Pemakaian selama lima tahun menurunkan risiko kanker ovarium sebesar 50%. Penelitian lain menemukan hubungan risiko terjadinya kanker ovarium dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral dapat menurunkan risiko terjadinya kanker
77
ovarium sebesar 40% pada wanita yang berumur 20-54 tahun, dengan risiko relatif sebesar 0,6. Penelitian lainnya melaporkan bahwa penggunaan kontrasepsi oral selama satu tahun dapat menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium sebesar 11%, sedangkan apabila pemakaian mencapai lima tahun maka risiko terjadinya kanker ovarium semakin menurun, bahkan mencapai 50% (Fauzan, 2009). Penelitian lain juga memperoleh hasil bahwa penurunan risiko relatif terjadinya kanker ovarium sesuai dengan lamanya pemakaian kontrasepsi oral. Pada wanita yang memakai kontrasepsi oral selama kurang dari satu tahun memiliki risiko relatif sebasar 1 dan semakin menurun mencapai 0,42 pada pemakaian kontrasepsi oral yang lebih dari lima belas tahun (Beral, 2008). Efek proteksi kontrasepsi oral terhadap terjadinya kanker ovarium berkaitan dengan komponen hormon yang terkandung dalam kontrasepsi oral. Analisis lanjutan terhadap jenis hormon pada kontrasepsi oral, diperoleh bahwa hormon yang berperan dalam menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium tersebut adalah progesteron. Penggunaan obat yang mengandung hormon estrogen saja khususnya pada wanita pasca menopause justru meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium, namun penggunaan kombinasi progesteron dan estrogen atau progesteron saja akan menurunkan risiko terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Pada penelitian ini ditemukan riwayat pemakaian kontrasepsi oral pada kelompok kasus sebanyak 8% sedangkan pada kelompok kontrol sebanyak 16%, dengan nilai p=0,384. Analisis statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang
78
bermakna karakteristik riwayat pemakaian kontrasepsi oral antara kedua kelompok penelitin (p>0,05).
6.1.6 Distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi Wanita-wanita dengan masalah fertilitas cendrung mempunyai paritas rendah bahkan tidak bisa hamil. Sementara itu paritas berhubungan dengan risiko terjadinya kanker ovarium. Semakin sedikit paritas, risiko terjadinya kanker ovarium semakin meningkat. Hal ini diperberat dengan pemakaian obat-obat induksi ovulasi pada wanita-wanita infertil. Induksi ovulasi bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada wanita-wanita unovulasi dengan menginduksi pertumbuhan folikel dan melepaskan oosit matur. Hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan paparan gonadotropin menghasilkan folikel multipel. Kondisi hiperstimulasi ini diduga berperan pada terjadinya neoplasia ovarium. Penelitian tentang pengaruh obat-obat induksi ovulasi terhadap terjadinya kanker ovarium pertama kali dilakukan pada awal tahun 1990. Penelitian ini merupakan suatu meta-analisis dari 12 penelitian kasus-kontrol. Dilaporkan adanya peningkatan risiko sebesar 2,8 kali (KI 95%: 1,3-6,1) terjadinya kanker ovarium pada wanita-wanita infertil yang mendapatkan obat-obat induksi ovulasi. Risiko ini meningkat sebesar 27 kali pada pasien-pasien yang tidak pernah hamil sama sekali (Whittemore, dkk., 1992). Selanjutnya beberapa penelitian kohort dilakukan untuk mengevaluasi hubungan terapi infertilitas dengan kanker ovarium. Penelitian kohort terbesar dilakukan di Denmark, melibatkan 54.362 wanita infertil antara tahun 1963-
79
1998. Selama penelitian ditemukan 156 kanker ovarium invasif. Secara statistik ditemukan peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium berkaitan dengan penggunaan clomifen sitrat sebagai obat induksi ovulasi (Jensen, dkk., 2009). Pada penelitian kasus-kontrol lainnya dilaporkan bahwa risiko kanker ovarium meningkat sebesar 3,13 kali di antara wanita-wanita yang menggunakan obat-obat induksi ovulasi dan tetap tidak hamil. Sementara itu, pada wanita-wanita yang menggunakan obat-obat induksi ovulasi kemudian menjadi hamil ditemukan tidak terjadi peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium (Kurta, dkk., 2012). Penelitian kohort di Amerika Serikat melibatkan 9.825 wanita infertil selama tahun 1965-1988 yang difollow-up sampai tahun 2010 menemukan bahwa wanita-wanita infertil yang menggunakan obat induksi ovulasi clomifen sitrat dan tetap tidak hamil mempunyai risiko terjadinya kanker ovarium sebanyak 3,63 kali, sebaliknya wanita-wanita yang menggunakan clomifen sitrat kemudian menjadi hamil tidak mempunyai risiko untuk terjadinya kanker ovarium (Trabert, dkk., 2013). Obat-obat yang meningkatkan kesuburan atau fertilitas, seperti klomifen sitrat dan obat-obatan gonadotropin, seperti Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Luteinizing Hormone (LH) dapat menginduksi terjadinya ovulasi baik tunggal maupun multipel. Obat-obat gonadotropin dikenal sebagai faktor pertumbuhan pada kanker ovarium. FSH dan LH akan mengaktifkan jalur proliferasi pada epitel permukaan ovarium. Hal tersebut ternyata meningkatkan risiko seorang wanita mengalami kanker ovarium (Hillard, dkk., 2013; Tomao, dkk., 2014). Pada pemakaian klomifen sitrat lebih dari dua belas siklus, dapat meningkatkan risiko
80
relatif sebesar 11 kali untuk menjadi kanker ovarium (Busman, 2008). Teori incessant ovulation dan sekresi gonadotropin yang berlebihan berperan penting pada perkembangan kanker ovarium. Obat-obat induksi ovulasi yang meningkatkan kadar gonadotropin serum dan terjadinya ovulasi multipel, merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium (Gadducci, dkk., 2013). Pada penelitian ini tidak ditemukan riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi baik pada kelompok kasus maupun pada kelompok kontrol. Jadi tidak ada perbedaan distribusi riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi pada kedua kelompok penelitian.
6.1.7 Distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon Terapi sulih hormon yang mengandung estrogen digunakan untuk mengatasi keluhankeluhan menopause, mencegah penyakit osteoarthritis dan penyakit jantung koroner. Estrogen sering dikombinasikan dengan progesteron baik secara sekuensial atau kontinyu. Penelitian-penelitian yang berupaya menemukan hubungan antara terapi sulih hormon dengan risiko terjadinya kanker ovarium jumlahnya terbatas. Suatu penelitian kohort menemukan risiko relatif terjadinya kanker ovarium pada pemakai terapi sulih hormon estrogen secara tunggal sebesar 1,6 (Lacey, dkk., 2002). Sementara itu, penelitian lain yang meneliti risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada pemakai terapi sulih hormon estrogen yang dikombinasi dengan progesteron secara sekuensial dan kontinyu. Penelitian ini menemukan risiko terjadinya kanker ovarium meningkat sebesar 1,43 kali pada pemakai terapi sulih
81
hormone dibandingkan dengan populasi yang tidak memakai terapi sulih hormon. Terapi sulih hormon estrogen yang dikombinasikan dengan progesteron secara sekuensial meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel sebesar 1,54 kali, sedangkan pemakaian kombinasi progesteron secara kontinyu tidak berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (Riman, dkk., 2002). Penelitian-penelitian
menemukan
adanya
hubungan
antara
lamanya
pemakaian terapi sulih hormon estrogen dengan kanker ovarium. Penelitian yang dilakukan The National Institute of Health-AARP Diet and Health Study Cohort melibatkan 97.638 wanita umur antara 50-71 tahun. Pemakaian terapi sulih hormon estrogen selama kurang dari sepuluh tahun tidak berhubungan dengan terjadinya kanker ovarium. Namun, bila dibandingkan dengan tanpa terapi hormon, pemakaian terapi sulih hormon estrogen selama sepuluh tahun atau lebih secara statistik berkaitan dengan kanker ovarium (Lacey, dkk., 2002; Riman, dkk., 2002; Lacey, dkk., 2006). Penelitian lain menemukan bahwa pemakaian terapi sulih hormon pada wanita menopause dengan menggunakan estrogen dalam jangka waktu sepuluh tahun dapat meningkatkan risiko relatif sebesar 2,2 untuk terjadinya kanker ovarium. Pada pemakaian yang lebih lama lagi, selama 20 tahun lebih meningkatkan risiko relatif menjadi 3,2 untuk terjadinya kanker ovarium (Busman, 2008). Data-data ini menunjukkan bahwa pemakaian terapi sulih hormon estrogen selama lebih dari sepuluh tahun meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium. Pada penelitian ini tidak ada sampel penelitian pada kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan riwayat pemakaian terapi sulih hormon. Jadi tidak ada
82
perbedaan distribusi riwayat pemakaian terapi sulih hormon pada kedua kelompok penelitian.
6.2 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi p53 Mutan Positif Penelitian-penelitian menemukan ekspresi p53 pada kanker ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan tumor ovarium jinak dan normal. Chan, dkk., (2000) melakukan penelitian pada 127 jaringan ovarium melibatkan 14 jaringan ovarium normal, 11 tumor ovarium jinak, 37 tumor ovarium borderline, dan 65 kanker ovarium tipe epitel. Melalui pemeriksaan imunohistokimia ditemukan ekspresi p53 sebesar 54% pada kanker ovarium tipe epitel, sedangkan pada tumor ovarium borderline, jinak, dan jaringan ovarium normal tidak ditemukan ekspresi p53. Penelitian-penelitian lain menemukan ekspresi p53 pada kanker ovarium tipe epitel sebesar 54% (Dogan, dkk., 2005), 53% (Lee dan Park, 2009), 73,7% (Lobna, 2010), dan 51,4% (Rechsteiner, dkk., 2013). Sementara itu, pada penelitian ini ditemukan ekspresi p53 positif sebanyak 8 dari 25 sampel (32%) pada kanker ovarium tipe epitel dan sebanyak 2 dari 25 sampel (8%) pada tumor ovarium jinak. Ekspresi p53 pada kanker ovarium tipe epitel berhubungan dengan beberapa parameter klinikopatologis seperti stadium (Dogan, dkk., 2005; Lee dan Park, 2009; Rechsteiner, dkk., 2013). Ekspresi p53 ditemukan sebesar 25% pada kanker ovarium tipe epitel stadium dini (stadium I dan II) dan 100% pada kanker ovarium tipe epitel stadium lanjut (stadium III dan IV) (Chen, dkk., 2012). Sementara itu, penelitian lain menemukan ekspresi p53 sebesar 51% pada kanker ovarium tipe epitel stadium dini
83
risiko tinggi dan 66% pada kanker ovarium tipe epitel stadium lanjut yang mengalami reseksi suboptimal (Darcy, dkk., 2008). Selain stadium, ekspresi p53 juga berhubungan dengan jenis histologi dan derajat diferensiasi sel (Dogan, dkk., 2005; Lee dan Park, 2009; Rechsteiner, dkk., 2013), sitologi positif (Dogan, dkk., 2005), residu tumor (Dogan, dkk., 2005; Rechsteiner, dkk., 2013), metastasis kelenjar getah bening (Lee dan Park, 2009; Chen, dkk., 2012), survival (Dogan, dkk., 2005; Darcy, dkk., 2008; Lee dan Park, 2009; Chen, dkk., 2012; Rechsteiner, dkk., 2013). Hal ini menunjukkan bahwa ekspresi p53 sangat mungkin berkaitan dengan fenotip yang agresif, yang juga berarti bahwa penyakit tersebut menyebar lebih cepat. Sepanjang pengetahun penulis, sampai saat ini belum ada penelitian yang melaporkan besarnya risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada wanita-wanita dengan ekspresi p53 positif. Penelitian ini menemukan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada ekspresi p53 positif sebesar 5,41 kali (IK95%=1,02-28,79; p=0,034). Telah ditemukan bahwa sekitar 80% mutasi gen pada kanker ovarium tipe epitel
berkaitan
dengan
perubahan
ekspresi
p53
yang
dideteksi
secara
imunohistokimia karena waktu paruhnya yang panjang. Terdeteksinya p53 secara imunohistokimia berkaitan dengan bentuk mutant p53. Akumulasi p53 mutant berkaitan dengan aktifitas proliferasi dan derajat histologis yang jelek (Preethi, dkk., 2002). Jumlah p53-wt dalam sel normal rendah, karena diinaktifkan oleh mekanisme degradasi, sehingga mempunyai waktu paruh yang pendek, sekitar 15-20 menit. Degradasi p53 melalui proses yang disebut dengan proteolisis yang dimediasi oleh ubiquitin. Melalui berbagai tahapan ubiquitin mengikat p53. Ubiquitin berperan
84
sebagai petanda yang memberikan sinyal kepada mekanisme degradasi protein untuk mendeteksi p53. MDM2 adalah enzim yang terlibat dalam degradasi p53 oleh ubiquitin. MDM2 mengikat p53 dan menstimulasi ubiquitin lainnya menuju bagian karboksil terminal dari p53, yang kemudian mendegradasi p53 (Vogelstein, dkk., 2000). Faktor-faktor risiko kanker ovarium secara epidemiologi seperti umur, paritas, riwayat terapi induksi ovulasi, dan terapi sulih hormon, meningkatkan risiko wanita untuk mengalami ovulasi. Ketika terjadi ovulasi, epitel permukaan mengalami kerusakan. Kerusakan epitel merangsang sel-sel epitel mengalami proliferasi sebagai upaya reparasi. Upaya reparasi ini melibatkan berbagai protein yang bila terjadi secara berulang-ulang akan menginduksi terjadinya mutasi gen yang berperan pada mekanisme homeostasis, salah satunya adalah p53. Semakin banyak jumlah total siklus ovulasi sepanjang hidup wanita, semakin tinggi wanita itu mempunyai risiko terkena kanker ovarium tipe epitel (Zweemer dan Jacobs, 2000; Purdie, dkk., 2003). Protein 53 dalam jaringan normal berada dalam kondisi tidak aktif. P53 akan teraktivasi melalui beberapa mekanisme. Mekanisme pertama melalui kerusakan DNA, yang dapat terjadi karena radiasi pengion, radiasi ultraviolet, pengunaan obatobat sitotoksik atau obat-obat kemoterapi, infeksi virus (Vogelstein, dkk., 2000; Harris dan Levine, 2005; Levine, dkk., 2006), syok akibat pemanasan, dan hipoksia (Levine dan Oren, 2009; Jelovac dan Armstrong, 2011). Mekanisme ini melibatkan protein kinase ATM (ataxia telangiectasia mutated), ATR (ataxia telangiectasia and Rad3 related), dan Chk2. Mekanisme kedua distimulasi oleh sinyal pertumbuhan
85
abnormal seperti stimulasi onkogen Ras atau Myc. Pada mekanisme ini, aktivasi p53 melalui protein p14ARF (Vogelstein, dkk., 2000). Mekanisme aktivasi p53 tersebut di atas menghambat degradasi p53 dan menjaga kadarnya tetap tinggi. Konsentrasi p53 yang tinggi akan mengaktifkan berbagai protein dengan fungsi yang berbeda-beda (Foulkes, 2007). Protein-protein yang diaktifkan oleh p53 memiliki fungsi yang beragam dan merupakan efektor hilir (downstream) pada jalur penyampaian sinyal yang memperoleh tanggapan beragam seperti cell-cycle checkpoints, reparasi kerusakan DNA, dan apoptosis. Sebagian dari berbagai fungsi p53 termasuk peran utama p53 dalam menekan pertumbuhan tumor, dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk bertindak sebagai faktor transkripsi – suatu rangkaian spesifik yang mengatur ekspresi protein-protein seluler yang berbeda dalam mengatur berbagai proses seluler, meskipun interaksi protein-protein lain juga mungkin memainkan peranan. Menanggapi berbagai jenis stres, p53 diakumulasikan di dalam inti dan berikatan pada tempat tertentu di daerah pengaturan dari gen responsif p53 (Bai dan Zhu, 2006). Berbagai respon seluler yang ditimbulkan oleh p53 merupakan kontrol terhadap pertumbuhan meliputi penghentian siklus sel (cell cycle arrest), apoptosis, dan stabilitas genom (Reles, 2001; Bai dan Zhu, 2006). Kemampuan p53 untuk menghambat pertumbuhan sel sangat penting mengingat fungsinya sebagai penekan tumor. Induksi penghentian siklus sel oleh p53 dapat memberikan tambahan waktu bagi sel untuk memperbaiki kerusakan genome sebelum memasuki tahapan penting
86
sintesis DNA dan mitosis. Sel-sel yang sebelumnya tertahan akan dikembalikan ke kondisi proliferasinya melalui fungsi biokimia p53 yang memfasilitasi perbaikan DNA termasuk di antaranya nucleotide excision repair dan base excision repair (Bai dan Zhu, 2006). Bila terjadi kerusakan DNA, p53 memperantarai berhentinya fase G1 melalui pengaktifan gen-gen yang bertanggungjawab pada respon kerusakan gen seperti WAF1 yang mengkode p21Waf1/Cip1, suatu penghambat yang poten dari cyclindependent kinase (cdk)-dependent phosphorylation dari protein retinoblastoma (pRb). Protein retinoblastoma yang terhipofosforilasi mengikat faktor transkripsi E2F-1 yang mengakibatkan berhentinya siklus sel pada fase transisi G1-S (Sionov dan Haupt, 1999). Protein 53 juga dapat menghambat siklus G1 melalui jalur yang tidak tergantung p21. Mekanisme ini melalui pengaturan aktivitas transkripsi RNA polymerase II dengan menghambat kompleks cdk-activating kinase (CAK) cdk7/cyclin H1/Mat1 (Rose, 2007). Selain itu, berhentinya siklus G1 dapat juga diakibatkan oleh kemampuan p53 menginduksi PC3, gen yang menurunkan kadar cyclin D1, yang menghambat cdk4 dan hipofosforilasi pRb (Guardavaccaro, dkk., 2000). Hal ini menunjukkan bahwa checkpoint pada fase G1-S dari siklus sel merupakan fase yang sangat kritis dari mekanisme perbaikan kerusakan DNA. Protein 53 juga menghambat siklus sel pada fase transisi G2-M. Aktivasi p53 dapat menghambat secara efektif aktivitas cyclin B1/cdc2 yang sangat penting bagi sel-sel memasuki fase mitosis. Protein 21Waf1/Cip1 juga berperan pada berhentinya fase G2 melalui penghambatan secara langsung kompleks cyclin B1/cdc2 (Flatt, dkk.,
87
2000). Selain itu, p53 menginduksi GADD45 yang dapat mengikat cdc2 dan mengakibatkan ketidakmampuannya membentuk kompleks dengan cyclin B1 (Jin, dkk., 2000; Rose, 2007). Protein 53 menginduksi 14-3-3-σ yang tidak hanya mengikat dan menghancurkan cdc2 di dalam sitoplasma, tetapi juga mengikat dan menghancurkan cdc25 yang bertanggungjawab terhadap defosforilasi dan aktivasi kompleks cyclin B/cdc2 (Rose, 2007). Hal ini menunjukkan bahwa p53 dikenal sebagai guardian of the genome karena peranannya menghambat pertumbuhan sel-sel dengan kerusakan DNA. Selain melalui mekanisme tersebut di atas, p53 juga mengontrol proliferasi sel dan integritas genome dengan menginduksi apoptosis melalui aktivasi transkripsi gengen target p53. Sebagai penjaga integritas keutuhan selular, salah satu peranan p53 adalah memonitor stres selular dan menginduksi apoptosis apabila lesi DNA irreversible atau tidak dapat diperbaiki (Ghobriel, dkk., 2005). Apoptosis merupakan proses multi-step yang diregulasi dengan ketat. Apoptosis juga sering disebut dengan kematian sel yang terprogram, yang berlangsung terus selama proses kehidupan dengan maksud untuk menjaga homeostasis jaringan, yaitu keseimbangan antara proliferasi dengan kematian sel (Bai dan Zhu, 2006; Miettinen, 2009). Apoptosis merupakan barrier utama onkogenesis dan protein penekan tumor p53 merupakan kunci utama regulasi apoptosis dan karsinogenesis (Maximov dan Maximov, 2008). Terdapat dua mekanisme utama apoptosis, yaitu jalur ekstrinsik dan jalur intrinsik. Aktivasi apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dengan ligasi reseptor permukaan sel yang disebut death receptor dengan ligand-nya. Fas adalah salah satu
88
reseptor tumor necrosis factor (TNF) yang juga disebut Apo-1 atau CD95. Reseptor TNF lainnya meliputi TNF R1, DR3 (Apo-2), DR4 (tumor necrosis factor-related apoptosis-inducing ligand receptor 1 [TRAIL R1]), DR5 (TRAIL R2), dan DR6. Ketika teraktivasi, FasL dan fas membentuk kompleks yang disebut DISC (deathinducing signaling complex). Kompleks ini akan mengaktifkan caspase-8 yang selanjutnya mengaktifkan efektor hilir dari jalur apoptosis. Selain itu, caspase-8 berinteraksi dengan jalur intrinsik dari mekanisme apoptosis melalui aktivasi Bid yang memungkinkan pelepasan sitokrom-c dari mitokondria (Bai dan Zhu, 2006; Ghobrial, dkk., 2010). Mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik disebut juga dengan jalur mitokondria karena berkaitan dengan pelepasan sitokrom-c dan protein-protein lainnya dari ruang intermembran mitokondria ke dalam sitoplasma. Hal ini merupakan hasil dari aktivasi anggota famili Bcl-2 proapoptosis (seperti BID, BAX, BAK) yang mengatur permeabilitas membran luar mitokondria (Maximov
dan
Maximov, 2008). Aktivasi proapoptosis keluarga Bcl-2 menetralkan aktifitas anti apoptosis keluarga Bcl-2 lainnya yang berperan menghambat aktifitas kematian sel dengan menghambat pelepasan sitokrom-c dari mitokondria. Ketika terlepas ke dalam sitoplasma, sitokrom-c berikatan dengan Apaf-1 membentuk apoptosome, suatu kompleks
yang
selanjutnya
mengaktifkan
caspase-9.
Aktivasi
caspase-9
mengaktifkan cascade caspase seperti caspase-7 dan caspase-3 yang selanjutnya memicu terjadinya kematian sel (Ghobrial, dkk., 2005; Maximov dan Maximov, 2008).
89
Dengan demikian, ekspresi p53 positif pada penelitian ini sebagai ekspresi dari adanya p53 mutan menunjukkan bahwa p53 tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai guardian of the genome sehingga mengakibatkan berbagai perubahan proteinprotein efektor hilir. Kondisi ini mengakibatkan cell cycle check-point menjadi terganggu, proses perbaikan kerusakan DNA tidak dapat berjalan dengan baik, dan mekanisme apoptosis untuk mengeradikasi sel-sel dengan kerusakan gen tidak terjadi. Pada ovarium, mekanisme reparasi sel-sel epitel permukaan ovarium yang mengalami kerusakan akibat mekanisme ovulasi tidak berjalan dengan baik sehingga terjadi proliferasi secara tidak terkendali.
6.3 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekspresi Bcl-2 Positif Protein Bcl-2 merupakan anggota keluarga Bcl-2 yang berperan dalam regulasi permeabilitas membran luar mitokondria pada mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik. Karena itu jalur intrinsik disebut juga dengan jalur mitokondria. Protein Bcl-2 berperan sebagai anti apoptosis dari keluarga Bcl-2 selain Bcl-w, dan Bcl-XL (Maximov dan Maximov, 2008). Protein Bcl-2 menjadi aktif apabila p53 mengalami mutasi atau tidak dapat berfungsi, sehingga mekanisme apoptosis tidak dapat berjalan dengan baik. Hal ini mengakibatkan sel-sel yang mengalami kerusakan DNA dan tidak dapat diperbaiki dengan mekanisme perbaikan sel akan terus mengalami proliferasi dan mengalami transformasi menjadi ganas. Pada penelitian ini didapatkan ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium sebanyak 11 dari 25 sampel (44%), sedangkan pada tumor ovarium jinak sebanyak 3 dari 25
90
sampel (12%). Penelitian-penelitian lainnya menemukan bahwa ekspresi protein Bcl2 sangat lemah pada sel-sel epitel ovarium yang normal atau pada tumor ovarium jinak dan borderline, tetapi sangat kuat pada kanker ovarium (Chan, dkk., 2000; Anderson, dkk., 2009). Baekelandt, dkk., (1999) menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 39%, sementara Chan, dkk., (2000) menemukan ekspresi protein Bcl-2 pada kanker ovarium sebesar 33%. Intensitas imunohistokimia ekspresi Bcl-2 sangat kuat ditemukan pada kanker ovarium dibandingkan dengan tumor ovarium atau borderline (Zeren, dkk., 2014). Ekspresi Bcl-2 ditemukan sebesar 52% pada kanker ovarium dan berkorelasi secara negatif dengan indeks apoptosis (de la Torre, dkk., 2007). Bcl-2 akan menghambat aktivitas protein pro-apoptosis seperti Bak dan Bax. Protein Bak dan Bax adalah protein regulator yang sangat penting untuk mekanisme apoptosis melalui jalur intrinsik atau jalur mitokondria. Protein Bak berada pada membran luar dari mitokondria, sementara protein Bax berada dalam sitoplasma. Protein Bax mengalami translokasi ke membran luar mitokondria karena aktivasi protein Bid yang selanjutnya menimbulkan perubahan permeabilitas membran mitokondria. Perubahan permeabilitas membran mitokondria ini akan melepaskan sitokrom-c yang selanjutnya membentuk apoptosom setelah membentuk kompleks dengan procaspase-9 dan Apaf-1. Aktivasi Bcl-2 menyebabkan mekanisme ini tidak terjadi, sehingga terjadi hambatan terhadap mekanisme apoptosis (Rastogi, dkk., 2009). Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas apoptosis menurun sebagai akibat peningkatan aktifitas protein Bcl-2 pada kanker ovarium (Tas, 2001).
91
Telah ditemukan bahwa ekspresi Bcl-2 pada kanker ovarium lebih tinggi dibandingkan dengan tumor ovarium jinak maupun jaringan ovarium normal, tetapi sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian tentang besarnya risiko terjadinya kanker ovarium pada ekspresi Bcl-2 positif. Penelitian ini menemukan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel pada sampel dengan ekspresi Bcl-2 positif sebesar 5,76 kali dibandingkan dengan sampel dengan ekspresi Bcl-2 negatif (IK 95% = 1,36-24,36; p=0,012) seperti terlihat pada Tabel 5.3. Ekspresi protein Bcl-2 ditemukan pada semua komponen dari ovarium fetus manusia pada usia kehamilan 19-33 minggu yang bertujuan untuk mengatasi aktivitas apoptosis yang luas (Abir, dkk., 2002; Mahmoud, 2005). Ekspresi ini terkait dengan kadar hormon gonadotropin, yang mana semakin tinggi gonadotropin akan meningkatkan ekspresi Bcl-2 (Sugino, dkk., 2000; Mahmoud, 2005). Peranan Bcl-2 pada apoptosis ovarium didukung melalui beberapa penemuan dalam penelitian, yaitu: (i) penurunan jumlah folikel pada defisiensi Bcl-2 pada tikus; (ii) ekspresi yang kuat dari Bcl-2 menunjukkan penurunan dari apoptosis folikuler dan atresia; (iii) defisiensi Bax pada tikus mempunyai folikel yang abnormal dengan jumlah sel granulosa yang banyak; dan (iv) ekspresi Bax kuat pada folikel yang atresia dibandingkan dengan folikel yang sehat (Mahmoud, 2005). Saat mengalami ekspresi, protein Bcl-2 akan menekan apoptosis yang diinduksi oleh bermacam - macam agen baik invitro maupun invivo. Suatu penelitian menemukan bahwa ekspresi Bcl-2 berkorelasi secara negatif dengan apoptosis (r = 0,3592; p = 0,0001) (Preethi, dkk., 2002). Korelasi antara ekspresi Bcl-2 dengan
92
penurunan persentase apoptosis menunjukkan bahwa imunoreaktivitas Bcl-2 dapat digunakan untuk mengidentifikasi tumor dengan penurunan apoptosis dan kemungkinan peningkatan potensi metastasis sebagai hasil dari peningkatan viabilitas sel. Kondisi ini mendukung pendapat bahwa Bcl-2, dengan menghambat apoptosis menyebabkan suatu perubahan kinetika sel dengan mempertahankan sel-sel yang mengandung perubahan genetik yang selanjutnya memfasilitasi progresivitas tumor. Dengan demikian, adanya ekspresi Bcl-2 positif menunjukkan sel-sel dengan imunoreaktifitas Bcl-2 yang meningkat. Ekspresi Bcl-2 positif berperan sebagai protein anti apoptosis yang memungkinkan sel-sel yang mengandung kerusakan gen dan tidak dapat diperbaiki melalui mekanisme cell cycle check point dan reparasi kerusakan DNA, tetap mengalami proliferasi. Proliferasi secara tidak terkontrol ini mengakibatkan sel-sel mengalami transformasi ganas. Jadi, ekspresi Bcl-2 positif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel, melalui berkurangnya kemampuan apoptosis sel.
6.4 Risiko Kanker Ovarium Tipe Epitel pada Ekpresi Caspase-3 Negatif Pada kanker ovarium, beberapa penelitian menemukan ekspresi caspase-3 secara konsisten lebih rendah dibandingkan dengan ekspresinya pada tumor ovarium jinak atau pada ovarium normal. Duo, dkk., (2004) menemukan bahwa ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium sebesar 44,4%, lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi caspase-3 pada tumor ovarium jinak, yaitu sebesar 81,8%. Ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium berhubungan dengan derajat diferensiasi sel, stadium penyakit, dan
93
adanya metastasis pada kelenjar limfe. Ditemukan juga bahwa terdapat hubungan antara ekspresi caspase-3 dengan apoptosis yang berperan pada perubahan keganasan dan untuk memprediksi prognosis. Hasil ini hampir sama dengan hasil penelitian lain, yang memeriksa ekspresi caspase-3 secara imunohistokimia pada 16 kasus tumor ovarium jinak dan 84 kasus kanker ovarium. Ekspresi caspase-3 positif masingmasing sebesar 93,4% pada tumor ovarium jinak dan 48,8% pada kanker ovarium (Chan dan Peng, 2010). Demikian juga penelitian pada 112 kasus tumor ovarium primer, mendapatkan eskpresi caspase-3 positif pada tumor ovarium ganas sebesar 44,4% secara bermakna lebih rendah dibandingkan dengan ekspresi caspase-3 pada tumor ovarium jinak sebesar 81,8% (p=0,01) (Duo, dkk., 2004). Sementara itu, pada penelitian ini didapatkan hasil yang hampir sama, di mana ekspresi caspase-3 pada kelompok kasus lebih banyak yang negatif yaitu sebanyak 23 dari 25 sampel (92%) sedangkan ekspresi caspase-3 negatif pada kelompok kontrol sebanyak 16 dari 25 sampel (64%). Namun, seberapa besar risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel bila terjadi ekspresi caspase-3 negatif? Sepanjang pengetahuan penulis, sampai saat ini belum ada penelitian yang meneliti hal tersebut. Pada penelitian ini didapatkan ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel (OR = 6,47; IK 95% = 1,23-34,01; p=0,017) seperti terlihat pada Tabel 5.4. Sampel dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko 6,47 kali menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan sampel dengan ekspresi caspase-3 positif. Pada mekanisme karsinogenesis secara umum, termasuk kanker ovarium tipe epitel, gangguan pada mekanisme apoptosis
94
yang diekspresikan dengan kelainan ekspresi protein-protein yang terlibat pada mekanisme apoptosis, salah satunya caspase-3, berperan pada terganggunya homeostasis sel sehingga terjadi proliferasi sel secara berlebihan (Elmore, 2007; Rastogi, dkk., 2009). Kemampuan sel berespon terhadap sinyal apoptosis tergantung pada regulasi caspase. Induksi apoptosis melalui berbagai mekanisme sebagian besar akan mengaktifkan caspase. Apoptosis tergantung caspase diinduksi oleh efektor hulu melalui caspase activation and recruitment domain (CARD) yang berlokasi pada permukaan dalam membran sel dari reseptor permukaan sel. Ketika teraktivasi, caspase initiator akan mengaktifkan efektor hilir atau caspase executioner secara langsung atau tidak langsung melalui jalur mitokondria dengan melepaskan sitokromc. Puncak dari mekanisme apoptosis ini adalah teraktivasinya caspase executioner caspase-3 (Johnson, dkk., 2004). Caspase-3 merupakan caspase executioner yang paling penting di antara caspase executioner lainnya seperti caspase-6 dan caspase-7. Dalam aktivitasnya, caspase-3 mengaktivasi banyak substrat dalam nukleus seperti lamin A, actin, gas2, dan α-fodrin yang selanjutnya menyebabkan sel-sel mengkerut dan membran sel tidak beraturan. Caspase-3 juga mengaktifkan CAD yang menyebabkan terjadinya fragmentasi DNA (Porter dan Janicke, 1999). Aktifitas protein-protein ini selanjutnya menyebabkan perubahan morfologi dan biokimia seperti terlihat pada sel-sel apoptosis antara lain sel-sel mengkerut, kondensasi protein, kromosom DNA mengalami fragmentasi, degradasi inti termasuk protein sitoskeleton, dan disintegrasi
95
sel-sel mejadi apoptosis bodies (Elmore, 2007; Rastogi, dkk., 2009). Pada fase akhir, terjadi fagositosis di mana sel-sel apoptosis pada permukaannya mengekspresikan fosfatidilgliserin yang menyebabkan tidak terjadinya reaksi radang (Elmore, 2007). Sel-sel yang mengekspresikan caspase-3 positif menunjukkan mekanisme apotosis berjalan lebih baik dibandingkan dengan sel-sel yang tidak mengekspresikan caspase-3. Sel-sel yang berproliferasi secara tidak terkendali akibat abnormalitas gen akan jatuh ke mekanisme apoptosis bila proses reparasi tidak berjalan dengan baik. Mekanisme apoptosis yang berjalan baik, yang diekspresikan salah satunya dengan caspase-3, akan mendegradasi sel-sel abnormal sebagai upaya untuk mempertahankan homeostasis, sehingga secara histologis tampak sebagai sel-sel dengan derajat diferensiasi yang baik. Sebaliknya, bila mekanisme apoptosis tidak berjalan dengan baik, yang diekspresikan dengan ekspresi caspase-3 negatif, sel-sel yang sudah membawa abnormalitas gen akan berproliferasi secara tidak terkendali. Pada pemeriksaan histologis akan tampak sebagai sel-sel dengan atipia dan mitosis yang banyak, sebagai cerminan dari diferensiasi sel yang jelek (Pollard, dkk., 2008). Salah satu faktor biologi yang berperan penting dalam karsinogenesis kanker ovarium adalah protein-protein yang yang memegang peranan dalam mekanisme apoptosis, dalam hal ini adalah caspase-3. Caspase-3 adalah caspase executioner, caspase hilir dalam kaskade caspase untuk berlanjutnya proses apoptosis. Aktivasi caspase-3 diikuti dengan aktivasi berbagai substrat dalam nukleus seperti lamin A, actin, gas2, fodrin, ICAD, CAD (Fan, dkk., 2005) yang pada akhirnya menimbulkan perubahan morfologi secara histologis tampak sebagi sel-sel yang mengkerut,
96
membran sel tidak beraturan, dan DNA mengalami fragmentasi (Janicke, dkk., 1998; Elmore, 2007; Rastogi, dkk., 2009). Tidak berfungsinya caspase-3 yang dimanifestasikan dengan ekspresi caspase-3 negatif menyebabkan sel-sel yang mengandung abnormalitas gen dan gagal diperbaiki dengan mekanisme perbaikan gen mengalami proliferasi secara tidak terkendali (Fan, 2005). Hal ini berkaitan dengan hasil-hasil penelitian, di mana ekspresi caspase-3 berhubungan secara bermakna dengan derejat diferensiasi sel dan stadium kanker ovarium. Subyeksubyek penelitian dengan ekspresi caspase-3 negatif secara bermakna lebih banyak mempunyai derajat diferensiasi sel jelek dan stadium kanker ovarium yang lanjut (Budiana, dkk., 2013). Hal ini menunjukkan sel-sel dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai sifat agresifitas yang tinggi. Dengan demikian, caspase-3 yang tidak berfungsi dengan baik, yang diekspresikan dengan caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel.
6.5 Temuan Baru (Novelty) 6.5.1 Risiko kanker ovarium tipe epitel Pada penelitian ini ditemukan ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif serta ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel. Ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif serta ekspresi caspase-3 negatif meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel masing-masing sebesar 5,41 kali, 5,76 kali, dan 6,47 kali.
97
6.5.2 Hubungan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada kanker ovarium tipe epitel Dalam teori incessant ovulation diketahui bahwa risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel sejalan dengan makin meningkatnya jumlah ovulasi. Faktor-faktor risiko epidemiologi seperti umur, paritas, riwayat pemakaian obat-obat induksi ovulasi, dan riwayat pemakaian obat-obat terapi sulih hormon meningkatkan risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel. Sementara faktor-faktor lain seperti kehamilan, riwayat menyusui, dan riwayat pemakaian kontrasepsi oral merupakan faktor protektif kanker ovarium tipe epitel. Kondisi-kondisi ini menegaskan bahwa cedera berulang pada epitel permukaan ovarium akibat ovulasi akan meningkatkan proses reparasi untuk memperbaiki kerusakan, yang suatu ketika dapat menginduksi terjadinya mutasi gen. Mutasi yang banyak terjadi pada mekanisme ini adalah protein 53 (p53). Pada penelitian ini ditemukan adanya hubungan antara ekspresi p53 mutan dengan ekspresi Bcl-2 (r=0,41; p=0,003), hubungan antara ekspresi p53 mutan dengan ekspresi caspase-3 (r=0,42; p=0,007), dan hubungan ekspresi p53 mutan dengan kanker ovarium tipe epitel (r=0,29; p=0,030). Selain itu ditemukan juga adanya hubungan antara ekspresi Bcl-2 dengan ekspresi caspase-3 (r=0,31; p=0,037), ekspresi Bcl-2 dengan kanker ovarium tipe epitel (r=0,29; p=0,034). Sementara itu, ditemukan hubungan antara ekspresi caspase-3 dengan kanker ovarium tipe epitel (r=0,30; p=0,027). Hal ini menunjukkan bahwa p53 yang mengalami mutasi tidak dapat berperan sebagai guardian of genome mengakibatkan berbagai perubahan pada
98
efektor hilir. P53 yang tidak aktif akan mengakibatkan berbagai hambatan dalam berbagai mekanisme homeostasis seluler, dalam hal ini adalah mekanisme apotosis. Pada mekanisme karsinogenesis kanker ovarium, akumulasi sel-sel neoplastik tidak hanya terjadi karena inaktivasi gen supresor tumor p53, tetapi juga karena kelainan protein-protein yang mengatur proses apoptosis, seperti Bcl-2 dan caspase-3. Karena itu, apoptosis merupakan pertahanan tubuh yang harus diatasi untuk terjadinya kanker. Kematian sel akibat apoptosis merupakan respon fisiologis pada berbagai kondisi patologis yang berperan untuk terjadinya keganasan bila sel-sel dibiarkan hidup terus. Sel-sel dengan cedera gen dapat diinduksi untuk mengalami kematian, sebagai upaya untuk mencegah akumulasi sel-sel yang mengandung mutasi. Namun, bila p53 mengalami mutasi sehingga menjadi tidak aktif maka mekanisme hilir yang berperan untuk berlangsungnya apoptosis tidak berjalan dengan baik. Mekanisme apoptosis melalui jalur ekstrinsik maupun intrinsik tidak dapat berjalan. Aktivasi death receptor pada membran permukaan sel (TNF-α dan FASL) tidak terjadi sehingga efektor hilir yang menginduksi caspase-8 untuk mengaktifkan BID tidak terjadi. P53 yang tidak aktif juga tidak mampu menginduksi apoptosis melalui jalur internal. Protein BIM dan BID yang tidak aktif akan menginduksi aktifnya Bcl-2 sehingga menghambat terbentuknya apoptosome dan tidak terjadi aktivasi caspase-3 yang berperan mengakhiri rangkaian proses apoptosis. Mekanisme apoptosis yang tidak berjalan dengan baik menyebabkan sel-sel dengan kerusakan materi genetik akan terus mengalami proliferasi.
99
Akumulasi dari tidak aktifnya p53 akibat ovulasi yang berulang-ulang mengakibatkan tidak aktifnya mekanisme restriction point dari siklus sel dan mekanisme apoptosis melalui aktifnya Bcl-2 dan tidak aktifnya caspase-3, sehingga terjadi proliferasi sel-sel secara tidak terkendali membentuk kanker ovarium tipe epitel. r=0,29; p=0,034
p53 mutan
r=0,41 p=0,003
Bcl-2
r=0,31 p=0,037
Caspase-3
r=0,30 p=0,027
Kanker ovarium tipe epitel
r=0,42; p=0,007 r=0,29; p=0,030
Gambar 6.1 Hubungan antara variabel-variabel penelitian
6.6 Keterbatasan Penelitian Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian, yaitu: 1. Kanker ovarium secara histopatologi terdiri dari berbagai macam jenis sel, termasuk untuk kanker ovarium tipe epitel. Berkaitan dengan jenis histopatologis kanker ovarium, Kurman, dkk., Memperkenalkan dualistic model kanker ovarium, yang membagi kanker ovarium menjadi dua tipe, yaitu tipe I dan tipe II. Kanker ovarium tipe I meliputi kanker ovarium tipe serous low grade, musinous, endometrioid, Brenner tumor, dan kanker
100
ovarium tipe clear cell. Sementara kanker ovarium tipe II meliputi kanker ovarium tipe serous high grade, malignant mixed mesodermal tumors (carcinosarcoma), dan kanker ovarium tipe undifferentiated. Kedua tipe ini berbeda dalam hal mutasi gen dan agresivitas kanker. Tipe I cenderung keganasaanya rendah dan berkembang dari tipe jinak dan/atau borderline, sedangkan tipe II terjadi tanpa ada lesi prekursor. Tipe I berkaitan dengan perubahan molekuler yang berbeda dengan tipe II, yaitu ditemukannya mutasi BRAF dan KRAS untuk tipe serous, mutasi KRAS untuk tipe musinous, mutasi β-catenin dan PTEN serta microsatellite instability untuk tipe endometrioid, sedangkan pada kanker ovarium tipe II sering ditemukan adanya mutasi p53. Pada penelitian ini tidak dibedakan dan tidak dianalisis jenis histopatologi kanker ovarium tipe epitel berdasarkan jenis selnya. Semua jenis sel epitel, dikatagorikan sebagai kanker ovarium tipe epitel. 2. Berkaitan dengan karsinogenesis kanker secara umum, terdapat beberapa mekanisme yang melibatkan berbagai protein yang saling berkaitan. Mekanisme karsinogenesis bisa melibatkan berbagai onkogen, gen supresor tumor, berbagai protein yang terlibat pada siklus sel, mekanisme reparasi kerusakan DNA, dan mekanisme apoptosis, serta protein-protein yang terlibat dalam berbagai mekanisme transduksi sinyal. Pada penelitian ini diteliti p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 yang berperan pada mekanisme apoptosis.
101
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa ekspresi p53 mutan dan Bcl-2 positif, serta ekspresi caspase-3 negatif merupakan faktor risiko terjadinya kanker ovarium tipe epitel, melalui jawaban hipotesis dari hasil penelitian, bahwa: 1. Penderita dengan ekspresi p53 mutan positif mempunyai risiko 5,41 kali lebih besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi p53 mutan negatif. 2. Penderita dengan ekspresi Bcl-2 positif mempunyai risiko 5,76 kali lebih besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi Bcl-2 negatif. 3. Penderita dengan ekspresi caspase-3 negatif mempunyai risiko 6,47 kali lebih besar menderita kanker ovarium tipe epitel dibandingkan penderita dengan ekspresi caspase-3 positif.
7.2 Saran Mengacu dari kerangka berpikir, kerangka konsep, hasil penelitian, pembahasan dan keterbatasan penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan untuk pengembangan
102
ilmu pengetahuan dan kepentingan klinik untuk pelayanan pasien/masyarakat sebagai berikut: 1. Kanker ovarium tipe epitel secara histopatologi terdiri dari berbagai tipe sel, yaitu serous, musinous, endometrioid, Brenner tumor, clear cell, dan undifferentiated. Menurut Kurman, dkk., terdapat berbagai manifestasi mutasi gen yang diekspresikan oleh berbagai tipe sel tersebut yang mempengaruhi perangai agresivitas kanker dan prognosis. Sampai saat ini belum pernah dikonfirmasi lebih lanjut konsistensi temuan tersebut oleh penelitian-penelitian lain. Perlu diteliti lebih lanjut ekspresi berbagai gen pada berbagai jenis histopatologi sel kanker ovarium tipe epitel untuk pengembangan sarana diagnostik, terapi, dan prognosis kanker ovarium. 2. Karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel melibatkan berbagai protein yang berperan dalam berbagai mekanisme seperti regulasi siklus sel, reparasi kerusakan DNA, apoptosis, dan berbagai transduksi sinyal. Perlu dilakukan penelitian terhadap protein-protein
yang terlibat
pada
mekanisme-mekanisme tersebut untuk mengetahui peranannya dalam karsinogenesis kanker ovarium tipe epitel. 3. Hasil penelitian ini dapat diaplikasikan dalam praktek klinik dengan melakukan pemeriksaan ekspresi p53 mutan, Bcl-2, atau caspase-3 melalui spesimen yang diperoleh melalui fine needle aspiration biopsy (FNAB) pada kasus-kasus tumor ovarium curiga ganas sebelum dilakukan
103
tindakan operasi untuk meningkatkan kewaspadaan dan persiapan penanganan yang lebih baik. 4. Ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dalam penelitian ini diperiksa dari jaringan tumor yang diperoleh melalui operasi laparotomi. Untuk mempermudah akses pemeriksaan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendeteksi ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 dari spesimen darah.
104
DAFTAR PUSTAKA
Abir, R., Orvieto, R., Dicker, D., Zukerman, Z., Barnett, M., Fisch, B., 2002. Preliminary studies on apoptosis in human fetal ovaries. Fertil Steril, 78: 259–264. Anderson, N., S., Turner, L., Livingston, S., Chen, R., Nicosia, S.,V., Kruk, P., A. 2009. Bcl-2 expression is altered with ovarian tumor progression: an immunohistochemical evaluation. J Ovarian Res, 2: 16-7. Aziz, M., F. 1995. Current management and trend of ovarian cancer. In: Saifudin AB, Affandi B, Wiknjosastro GH. Eds. Women Health.The proceeding of the XV Asian and Oceania Congress of Obstetrics and Gynecology. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. p. 35-40. Aziz, M., F. 2009. Gynecological cancer in Indonesia. J GynecolOncol, 20: 8-10. Australia Institute of Health and Welfare. 2010. Ovarian cancer in Australia: an overview. Available from: http://www.aihw.gov.au. Diunduh tanggal 30 Juli 2012. Ayadi, L., Chaaboni, S., Khabir, A., Amouri, H., Malani, S., Guermazi, M., Frikha,
M.,
Boudewara,
T.,S.
2010.
Correlation
Between
Immunohistochemical Biomarkers Expression and Prognosis of Ovarian Carcinomas in Tunisian. [Online] World Journal Oncology,I(3): 118-128. Available from: http://www.wjon.org/index.php/wjon/article/view/213/144 [Accessed: 17th November 2010]. Bast, R., C., Mills, G., B. 2000. Alterations in oncogenes, tumor suppressor genes, and growth factors associated with epithelial ovarian cancers. In: Bartlett JMS ed. Ovarian cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc. p. 37-45.
105
Baekelandt, M., Kristensen, G., B., Nesland, J., M., Holmi, R., Trope, C., G. 1999.Clinical significance of apoptosis-related factors p53, mdm2, and Bcl-2 in advanced ovarian cancer. J Clin Oncol, 17: 2061-8. Bai, L., Zhu, W., G. 2006. P53 - Structure, function, and therapeutic applications. J Can Mol, 2: 141-53. Beral, V. 2008. Ovarian Cancer and Oral Contraceptives: Collaborative Reanalysis of Data from 45 Epidemiological Studies Including 23,257 Women with Ovarian Cancer and 87,303 Controls. (serial online), [cited 2010
Aug.
29].
Available
from:
URL:
http://www.cancernewsincontext.org/2010/03/oral-contraceptives-reducecancer.html. Berek, J., S. 2010. Epithelial Ovarian Cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F., editors. Practical Gynecologic Oncology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 457-522 Berek, J.,S., Natarajan, S. 2010. Ovarian and Fallopian Tube Cancer. In: Berek, J.,S., editor. Berek & Novak’s Gynecology. 14th. Ed. Philadhelpia: Lippincott William & Wilkins. p.1457-548. Berek, J.,S., Friedlander, M., Hacker, N.,F. 2010. Epithelial ovarian, fallopian tube, and peritoneal cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F., editors. Berek and Hacker’s Gynecology Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 444-96. Berek, J.,S., Friedlander, M., Hacker, N.,F. 2010. Germ cell and other nonepithelial ovarian cancer. In: Berek, J.,S., Hacker, N.,F., editors. Berek and Hacker’s Gynecology Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. p. 510-32. Bourdon, J., C., Laurenzi, V., D., Melino, G., Lane, D. 2003. P53: 25 years of research and more questions to answer. Cell Death Diff, 10: 397-9.
106
Brody, L.,C., Biesecker, B.,B. 1998. Breast cancer susceptibility genes. BRCA1 and BRCA2. Medicine, 77: 208-26. Budiana, I N.,G., Suhatno, Hoesin, F., Budiono. 2013. Profil ekspresi caspase-3 pada kanker ovarium tipe epitel. IJoC, 7: 85-91. Buller, R., E., Lallas, T., A., Shahin, M., S., Sood, A., K., Hatterman-Zogg, M., Anderson, B., Sorosky, J., I., Kirby, P., A. 2001. The p53 mutational spectrum associated with BRCA1 mutant ovarian cancer. Clin Cancer Res, 7: 831-8. Busmar, B. 2008. Kanker Ovarium, dalam: Aziz, M.F., Andriono, Siafuddin, A.,B, editors. Buku Acuan Nasional Onkologi dan Ginekologi. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. p. 468-527. Cavalieri, E.,L., Rogan, E.,G. 2011. Unbalanced metabolism of endogenous estrogens in the etiology and prevention of human cancer. J Steroid Biochem Mol Biol, 125: 169-80. Chan, W.,Y., Cheung, K.,K., Schorge, J.,O., Huang, L.,W., Welch, W.,R., Bell, D.,A., Berkowitz, R.,S., Mok, S.,C. 2000. Bcl-2 and p53 protein expression, apoptosis, and p53 mutant in human epithelial ovarian cancers. Am J Pathol, 156(2): 409-17. Chen, W., Peng, P. 2010. Expression and clinical significance of xiap and caspase-3 protein in primary epithelial ovarian cancer. Xi Bao Yu Fen Zi Mian Yi Xue Za Zhi, 26: 673-4. Cowling, V., Downward, J. 2002. Caspase-6 is the direct activator of caspase-8 in the cytochrome-induced apoptosis pathway absolute requirement for removal of caspase-6 prodomain. Cell Death Diff, 9: 1046-56.
107
Chang, C.,Y., McDonnell, D.,P. 2012. Molecular pathway: the metabolic regulator estrogen-related receptor alpha as a therapeutic target in cancer. Clin Cancer Res, 18: 6089-95. Chen, S., Parmigiani, G. 2007. Meta-analysis of BRCA1 and BRCA2 penetrance. J Clin Oncol, 25: 1329-33. Chen, W., Peng, P. 2010. Expression and clinical significance of Xiap and Caspase-3 protein in primary epithelial ovarian cancer. Chinese J Cell Mol Immuno, 7:7-16. Chen, L., Li, L., Chen, F., He, D. 2012. Immunoexpression and prognostic role of p53 in different subtype of epithelial ovarian carcinoma. J Biomed Res, 26(4): 274-7. Choi, J.H., Wong, A.S.T., Huang, H.F., Leung, P.C. 2007. Gonadotropins and Ovarian Cancer. Endocrine Reviews, 28 (4): 440-61. Colditz, G.,A. 2004. Handbook of Cancer Risk Assesment and Prevention. (serial online),
[cited
2010
Aug.
18).
Available
from:
URL:
http://riskfactor.cancer.gov/cancer_risk_prediction/workshop/JNCI_Works hop_Commentary.pdf. Darcy, K.,M., Brady, W.,E., McBroom, J.,W., Bell, J.,G., Young, R.,C., McGuire, W.,P., Linnoila, R.,I., Hendricks, D., Bonome, T., Farley, J.,H. 2008. Association between p53 overexpression and multiple measures of clinical outcome in high risk, early stage or suboptimaly-rescted, advanced stage epithelial ovarian cancer: A Gynecologic Oncology Group Study. Gynecol Oncol, 111: 487-95. de la Torre, F.,J., Garcia, A., Gil-Moreno, A., Planeguma, J., Reventos, J., Cajal, S.,R., Xercavius, J. 2007. Apoptosis in epithelial ovarian tumors prognostic significance of clinical and histopathologic factors and it association with the immunohistochemial expression of apoptotic
108
regulatory proteins (p53, bcl-2, and bax). Eur J Obstet Gynecol & Rep Biol, 130: 121-8. Deng, C., Wang, R.,H. 2003. Roles of BRCA1 in damage repair: a link between development and cancer. Hum Mol Gen, 12: 113-23. Dogan, E., Saygili, U., Tuna, B., Gol, M., Gurel, D., Acar, B., Koyuncuoglu, M. 2005. P53 and mdm2 as prognostic indicators in patients with epithelial ovarian cancer: A multivariate analysis. Gynecol Oncol, 97: 46-52. Duo, Y., Tong, L. 2004. Expression of caspase-3 and Bcl-2 protein in ovarian tumor and relation of the expression with cell apoptosis and proliferation. China J Modern Med, 08: 08-015. Duo, Y., Tong, L., Jing-ming, L. 2004. Expression of caspase-3 and it’s relation with cell apoptosis and proliferation in epithelial ovarian tumor. J Qilu Oncol, 6: 6-20. Elmore, S. 2007. Apoptosis: a review of programmed cell death. Toxicol Pathol, 35: 495-516 Fan, T.,J., Han, L.,H., Ceng, R.,S., Liang, J. 2005. Caspase family protease and apoptosis. Act BiochimBiophys Sin, 37: 719-27. Fathalla, M.,F. 1971. Incessant ovulation: a factor in ovarian neoplasia? Lance,t 2: 163. Fauzan, R. 2009. Gambaran faktor penggunaan kontrasepsi terhadap angka kejadian kanker ovarium di RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta berdasarkan pemeriksaan histopatologik tahun 2003-2007 (tesis). Jakarta: Universitas Indonesia. Ferlay, J., Shin, H.,R., Bray, F., Forman, D., Mathers, C., Parkin, D.,M. 2010. Cancer incidence and mortality worldwide IARC cancerbase no. 10. Available from: http://globocan.iarc.fr. Diunduh tanggal 31 Juli 2012.
109
Filardo, E.,J., Quinn, J.,A., Sabo, E. 2008. Association of the membrane estrogen receptor, GPR30, with breast tumor metastasis and transactivation of the epidermal growth factor receptor. Steroids, 73: 870-3. Flatt, P., M., Polyak, K., Tang, L., J. 2000.P-53 dependent expression of PIG3 during proliferation, genotoxic stress, and reversible growth arrest. Cancer Vet, 156: 63-72. Foulkes, W., D. 2007.P53-Master and commander. N Eng J Med, 357: 2539-41. Gadducci, A., Guerrieri, M.,E., Genazzoni, A.,R. 2013. Fertility drug use and risk of ovarian tumors: a debated clinical challange. Gynecol Endocrinol, 29(1): 30-5. Gaggero, A., de Ambrosis, A., Mezzenzanica, D., Piazza, T., Rubartelli, A., Figini, M., Canevari, S., Ferrini, S. 2004. A novel isoform of prointerleukin-18 expressed in ovarian tumor is resistent to caspase-1 and caspase-4 processing. Oncogene, 23: 7552-60. Geisler, J., P., Geisler, H., E., Miller, G., A., Wiemann, M., C., Zhou, Z., Crabtree, W. 2000. P53 and Bcl-2 in epithelial ovarian carcinoma: their value as prognostic indicators at a median follow-up of 60 months. Gynecol Oncol, 77: 278-82. Ghobrial, I.,M., Witzig, T.,E., Adjei, A. 2005. Targeting apoptosis pathway in cancer therapy. CA Cancer J Clin, 55: 178-94. GLOBOCAN. 2008. European age-standardised rates calculated by Statistical Information Team at Cancer Research UK 2011 using data from GLOBOCAN 2008 v1.2. IARC. Available from: http://globocan.iarc.fr. Diunduh tanggal 29 Juli 2012. Granstrom, C. 2008. Population Attributable Fractions for Ovarian Cancer in Swedish Women by Morphological Type. (serial online), [cited 2010 Oct.
110
21].
Available
from:
URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2359681/. Harris, S.,L., Levine, A.,J. 2005. The p53 pathway: positive and negative feedback loop. Oncogene, 24: 289-908. Haupt, S., Berger, M., Goldberg, Z., Haupt, Y. 2003.Apoptosis-the p53 network. J Cell Sci, 116: 4077-85. Havrilesky, L., Darcy, K.,M., Hamdan, H., Priore, R.,L., Leon, J., Bele, J., Berchuck, A. 2003. Prognostic significance of p53 mutation and p53 overexpression in advanced epithelial ovarian cancer: A Gynecologic Oncologic Group Study. J Clin Oncol, 21: 3814-25. Hillard, T.,S., Moli, D.,A., Burdette, J.,E. 2013. Gonadotropin activate oncogenic pathways to enhance proliferation in normal mouse ovarian surface epithelium. Int J MolSci, 14(3): 4762-82. Janicke, R.,U., Sprengart, M.,L., Wati, M.,R., Porter, A.,G. 1998. Caspase-3 is required for DNA fragmentation and morphological changes associated with apoptosis. The Journal of Biological Chemistry, 273(16): 9357-60. Jelovac, D., Armstrong, D.,K. 2011. Recent progress in the diagnosis and treatment of ovarian cancer. CA Cancer J Clin, 61: 183-203. Jemal, A., Bray, F., Center, M., M., Ferlay, J., Ward, E., Forman, D. 2011. Global cancer statistics. CA Cancer J Clin, 61(2): 69-90. Jemal, S., Siegel, R., Ward, E., Hao, Y., Xu, J., Murray, T., Thun, M., J. 2008. Cancer statistics. CA Cancer J Clin, 58: 71-96. Jensen, A., Aharif, H., Frederiksen, K., Kjaer, S.,K. 2009. Use of fertility drugs and risk of ovarian cancer: Danish Population Based Cohort Study. BMJ, 338: b249.
111
Jin, S., Martinek, S., Joo, W., S, Wortman, J., R., Mirkovic, N., Sali, A., Yandell, M., D., Pavletich, N., P., Young, M., Levine, A., J. 2000. Identification and characterization of a P53 homologue in Drosophila melanogaster. Proc Natl Acad Sci USA, 97: 7301-6. Jinawath, N., Shih, I., M. 2010. Biology and pathology of ovarian cancer. In: Bristow, R.,E., Armstrong, D.,K., editors. Early diagnosis and treatment of cancer: ovarian cancer. Saunders-Elsevier: Philadelphia. p.17-30. Johnson, N.,C., Don, H.,C., Cheng, J.,Q., Kruk, P.,A. 2004. BRCA1 185delAG mutation inhibitor Akt-dependent, IAP-mediated caspase-3 inactivation in human ovarian surface epithelial cells. Experiment Cell Res, 298: 9-15. Jung, P. 2007. Analysis of p53 and c-MYC, two key transcription factors involved in tumorigenesis (dissertation). Germany: Munchen University. Karst, A., M., Draphin, R. 2010. Ovarian cancer pathogenesis: A model in evaluation. J Oncol, 10: 1-9. Karyana, K. 2005. Profil penderita kanker ovarium di RS Sanglah Denpasar (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Kumar, V., Abbas, A., K., Fausto, N. 2005. Cellular adaptations, cell injury, and cell death. In: Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders. p. 3-46. Kurman, R., J., Shih, I., M. 2010. The origin and pathogenesis of epithelial ovarian cancer: A proposed unifying theory. Am J Surg Pathol, 34: 43343. Kurta, M.,L., Moysich, K.,B., Weissfeld, J.,L., Youk, A.,O., Bunker, C.,H., Edwards, R.,P. 2012. Use of fertility drugs and risk of ovarian cancer: result from a US-based case-control study. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev, 21: 1282-92.
112
Kuwara, T., Mackey, M., R., Perkins, G., Ellisman, M,. H., Latterich, M., Schneifer, R., Green, D., R., Newmeyer, D., D. 2002. Bid, bax, and lipids cooperate to form supramolecular opening in the outer mithocondrial membrane. Cell, 111: 331-42. Lacey, J.,V., Mink, P.,J., Lubin, J.,H., Sherman, M.,E., Troisi, R., Hartge, P., Schatzkin, A., Schairer, C. 2002. Menopausal hormone replacement therapy and riks of ovarian cancer. JAMA, 288: 334-41. Lacey, J.,V., Brinton, L.,A., Leitzmann, M.,F., Mouw, T., Hollenbeck, A., Schatzkin, A., Hartge, P. 2006. Menopausal hormone therapy and ovarian cancer risk in the National Institutea of Health-AARP Diet and Health Study Cohort. J Natl Cancer Inst, 98(19): 1397-405. Lahmann, P.H. 2009. Anthropometric measures and epithelial ovarian cancer risk in The European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition. (serial
online),
[cited
2010
Sep.
18].
Available
from:
URL:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19821492. Lancaster, J., Powell, C., B., Kauf, N., D., Cass, I., Chen, L., M., Lu, K., H., Mutch, D., G., Berchuck, A., Karlan, B., Y., Herzoq, T., J. 2007. Society of gynecologic oncologist education committee statement on risk assesment
for
inherited
gynecologic
cancer
predispositions.
GynecolOncol, 107: 159-62. Lane, D., P., Crawford, L., V. 1979. T antigen is bound to a host protein in SV40 transformed cells. Nature, 278: 261-3. La-Vecchia, C. 2006. Oral contraceptive and ovarian cancer: an update. Eur J Cancer Prev, 15: 117-24. Lee, Y.,K., Park, N.,H. 2009. Prognostic value and clinicopathological significance of p53 and PTEN in epithelial ovarian cancer. Gynecol Oncol, 112: 475-80.
113
Legge, F., Ferrandina, G., Salutri, V., Scambia, G. 2005. Biological characterization of ovarian cancer: Prognostic and therapeutic implication. Annals Oncol, 16: 95-101. Leitzmann, M.,F., Koebnick, C., Danforth, K.,M., Brinton, L.,A., Moore, S.,C., Hollenbeck, A.,R., Schatzkin, A., Lacey, J.,V. 2009. Body mass index and risk of ovarian cancer. Cancer, 115: 812-22. Levine, A.,J., Oren, M. 2009. The first 30 years of p53: growing ever more complex. Nat Rev Cancer, 9: 749-58. Levine, A.,J., Hu, W., Feng, Z. 2006. The p53 pathway: what question remain to be explored. Cell Death Diff, 13: 1027-36. Lindor, M.,N., Petersen, G.,M., Hadley, D.,W., Kinney, A.,Y., Miesfeldt, S., Lu, K.,H., Lynch, P., Burke, W., Press, N. Recommendations for the care of individuals with an inherited predisposition to Lynch syndrome: a systematic review. JAMA, 2006; 296: 1507-17. Lubis, N., D., Nizar, R., Z., Musa, Z. 2003. Kanker di Indonesia: data histopatologi. Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. p.12-5. Machin, D., Campbell, M., Tan, S., B., Tan, S., H. 2009. Sample size tables for clinical study. 3rd ed. Oxford: Wiley-Blackwell. 32. Mahmoud, R.,H. 2005. Apoptosis in the ovary: molecular mechanisms. Human Repro Updated, 11(2): 162-178. Martinon, F., Tschopp, J. 2004. Inflammatory caspases: Linking an intracellular innate immune system to autoinflammatory diseases. Cell, 117: 561-74. Marx, D., Meden, H. 2001. Differential expression of apoptosis-associated genes Bax and Bcl-2 in ovarian cancer. In: Bartlett, J.,M.,S., editor. Ovarian cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc. p.687-91.
114
Maximov, G., K., Maximov, K., G. 2008. The role of p53 tumor suppressor protein in apoptosis and cancerogenesis. Biotechnol & Biotechnol, 22: 664-7. McCluggage W.,G. 2011. Morphological subtype of ovarian carcinoma: a review with emphasis on new development and pathogenesis. Pathology, 43(5): 420-32. Meek, D., W., Anderson, C., W. 2009. Posttranslation modification of p53: Cooperative integrators of function. Cold Spring Harb Perspect Biol, 1: 112. Miettinen, S. 2009. “Targeting the growth of ovarian cancer cell: In vitro effect of vitamin D3, anticancer drugs, and p53 gene therapy” (dissertation). Finland: University of Tampere. Mungenast, F., Thalhammer, T. 2014. Estrogen biosyntesis and action in ovarian cancer. Frontiers in Endo, 5(192): 1-12. Ness, R., B., Cramer, D., W., Goodman, M., T., Kjaer, S., K., Mallin, K., Mosgaard, B., J., Purdie, D., M., Risch, H., A., Vergona, R., Wu, A., H. 2002. Infertility, fertility drugs, and ovarian cancer: a pooled analysis of case-control studies. Am J Epidemiol, 155: 217-24. Nielsen, J., S., Jakobsen, E., Holund, B., Bertelsen, K., Jakobsen, A. 2004. Prognostic significance of p53, Her-2, and EGFR overexpression in borderline and epithelial ovarian cancer. Int J Gynecol Cancer, 14: 108696. Niwa, Y., Yatsuya, H., Tamakoshi, K., Nishio, K., Kendo, T., Lin, Y., Suzuki, S., Wakai, K., Tokudone, S., Yamamoto, A., Hamajima, N., Toyoshima, H., Tamakoshi, A. 2005. Relationship between body mass index and the risk of ovarian cancer in the Japanese population: finding from the Japanese Collaborate Cohort (JACC) Study. J Obstet Gynecol Res, 31: 452-8.
115
Office for National statistics-England. 2010. Cancer statistics registrations: registrations of cancer diagnosed in 2008. 15-9. Paes, M.,F., Daltoe, R.,D., Madeira, K.,P., Rezende, L.,C.,D., Sirtoli, G.,M.,Herlinger, A.,L., Souza, L., Coitinho, L.,B., Silva, D., Cerri, M.,F., Chiaradia, A.,C.,N., Carvalho, A.,A., Silva, I.,V., Rangel, L.,B. A retrospective analysis of clinicopathological and prognostic characteristics of ovarian tumors in the State of Espírito Santo, Brazil. Journal of Ovarian Research, 2011;4:14-24. Pal, T., Permuth-Wey, J., Betts, J., A., Krsicher, J., P., Fiorica, J., Arango, H., Lapolla, J., Hoffman, M., Martino, M., A., Wakeley, K., Wilbanks, G., Nicosia, S., Cantor, X., Sutphen, R. 2005. BRCA1 and BRCA2 mutation s account for a large proportion of ovarian carcinoma cases. Cancer, 104: 2807-16. Pelucchi, C., Galeone, C., Talamin, R., Bosetti, C., Montella, M., Negri, E., Francheschi, S., La-Vecchia, C. 2007. Lifetime ovulatory cycles and ovarian cancer risk in two Italian case-control studies. Am J Obstet Gynecol, 196(1): 831-7. Petrie, W.,K., Dennis, M.,K., Hu, C., Dai, D., Arterburn, I.,B., Smith, H.,O., Hathaway, H.,J., Prossnitz, E.,R. 2013. G protein-coupled estrogen receptor-selective ligants modulate endometrial tumor growth. Obstet Gynecol Int, 2013: 472-720. Piver, M., S., Jishi, M., F., Tsukada, Y., Nava, G. 1993. Primary peritoneal carcinoma after prophylactic oophorectomy in women with a family history of ovarian cancer. Cancer, 71: 2751-5. Pollard, T., D., Earnshaw, W., C., Schwartz, J., L. 2008. Programmed cell death. In: Cell biology. 2nd ed. Phiadelphia: Saunders-Elsevier. p. 833-50.
116
Porter, A.,G., Janicke, R.,U. 1999. Emerging roles of caspase-3 in apoptosis. Cell Death Diff, 6: 99-104. Preethi, T.,R., Chacko, P., Kesari, A.,L., Praseeda, I., Chellam, V.,G., Pillai, M.,R. 2002. Apoptosis in epithelial ovarian tumors. Pathol Res Pract, 198: 27380. Purdie, D., M., Bain, C., J., Siskind, V., Webb, P., M., Green, A., C. 2003. Ovulation and risk of epithelial ovarian cancer. Intl J Cancer, 104 (2): 228-32. Raspollini, R., M., Amunni, G., Villanucci, A., Baroni, G., Taddei, A., Taddei, G., L. 2006. Her-2/neu and Bcl-2 in ovarian carcinoma: clinicopathologic, immunohistochemical, and molecular study in patients with shorter and longer survival. Appl Immunohistochem Mol Morphol, 14: 181-6. Rastogi, R., P., Richa, Sinha, R., P. 2009. Apoptosis: Molecular mechanisms and pathogenicity. EXCLI Journal, 8: 155-81. Rauf, S., Masadah, R., Yusuf, I. 2006. Bcl-2 protein expression in ovarian cancer. Available at http://med.unhas.ac.id. Diunduh tanggal 25 Juli 2012. Rauf, S., Masadah, R. 2009. The Prognostic Value of The p53 Expression and Mutation in Ovarian Cancer. Med J Indo, 18 (2): 81-90. Reedy, M., Gallion, H., Fowler, J.,M., Kryscio, R., Smith, S.,A. 2002. Contribution of BRCA1 and BRCA2 to familial ovarian cancer: a Gynecologic Oncology Group study. Gynecol Oncol, 85: 255-9. Reles, A. 2001. Molecular genetic alteration in ovarian cancer: The role of the p53 tumor suppressor gene and the mdm2 oncogene (dissertation). Germany: University of Berlin. Riman, T., Dickman, P.,W., Nilsson, S., Correia, N., Norlinder, H., Magnusson, C.,M., Weiderpass, E., Person, I.,R. 2002. Hormone replacement therapy
117
and the risk of invasive epithelial ovarian cancer in Swedish women. J Natl Cancer Inst, 94: 497-504. Risch, H.,A., McLaughlin, J.,R., Cole, D.,E., Rosen, B., Bradley, L., Kuran, E., Jack, E., Vesprini, D.,J., Kuperstein, G., Abrahamson, J.,L., Fan, I., Wong, B., Narod, S.,A. 2001. Prevalence and penetrance of germline BRCA1 and BRCA2 mutation in a population series of 649 women with ovarian cancer. Am J Hum Genet, 68: 700-10. Rivas-Corchado, L.,M., Gonzales-Geroniz, M., Hernandez-Herrera, R.,J. 2011. Epidemiological profile of ovarian cancer. Gynecol Obstet Mex, 79(9):558-64. Rose, S., L. 2007. TP53/p53 as a prognostic factor. In: Levenback, C.,F., Sood, A.,K., Lu, K.,H., Coleman, R.,L., editors. Prognostic and predictive factors in gynecologic cancer. United Kingdom: Informa Healthcare. p.4557. Rosen, D.,G., Yang, G., Liu, G., Mercado-Uribe, I., Chang, B., Xiao, X., Zheng, J., Xue, F.,X., Liu, J. 2010. Ovarian cancer, pathology, biology, and disease models. Front Bio Sci, 14: 2089-102. Rossing, M., A., Tang, M., T., Flag, E., W. 2004. A case-control study of ovarian cancer in relation to infertility and the use of ovulation-inducing drugs. Am J Epidemiol, 160: 1070-8. Sattar, R., Ali, S., A., Abbasi, A. 2003. Molecular mechanism of apoptosis: Prediction of three-dimensional structure of caspase-6 and its interactions by homology modeling. BiochemBiophys Res Commun, 308: 497-504. Scottish intercollegiate guidelines network. 2003. Epithelial ovarian cancer: A national clinical guideline. Available from: www.SIGN.AC.UK. Diunduh tanggal 23 Maret 2012.
118
Schuler, M., Bossy-Wetzel, E., Goldstein, J., C., Fitzgerald, P., Green, D., R. 2000.P53-induces apoptosis by caspase activation through mitochondrial cytochrome-c release. J BiolChem, 275: 7337-42. Schuijer, M., Berns, M. 2003. TP53 and ovarian cancer. Hum Mutat, 21: 285-91. Schouten, L.J. 2008. Height, body mass index, and ovarian cancer: a Pooled Analysis of 12 Cohort Studies. (serial online), [cited 2010 Sep. 10]. Available
from:
URL:
http://info.cancerresearchuk.org/cancerstats/types/ovary/riskfactors/. Sengupta, P.,S., McGown, A.,T., Bajaj, V., Blachall, F., Swindell, R., Bromley, M., Shanks, J.,H., Ward, T., Buckley, C.,H., Reynolds, K., Slade, R.,J., Jayson, G.,C. 2000. P53 and related protein in epithelial ovarian cancer. Eur J Cancer, 36: 2317-28. Sihombing, M., Sirait, A., M. 2007.Angka ketahanan hidup penderita kanker ovarium di RS Dr. CiptoMangunkusumo Jakarta. Maj Kedok Indo, 57: 346-52. Sionov, R.,V., Haupt, Y. 1999. The cellular respons to p53: the decision between life and death. Oncogene, 18: 6145-57. Soliman, P.,T., Broaddus, R.,R., Schmeler, K.,M., Daniels, M.,S., Gonzalez, D., Slomovitz, B.,M., Gershenson, D.,M., Lu, K.,H. 2005. Women with synchronous primary cancers of the endometrium and ovary: do they have Lynch syndrome? J Clin Oncol, 23: 9344-50. Supariasa, I.,D.,N. 2001. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC. p. 10-25. Suryohusodo, P. 2000. Ilmu kedokteran molekuler. Edisi pertama. Jakarta: CV. Sagung Seto. p.102-5. Suwiyoga, K. 2003. Protein 53 sebagai supresor tumor. Maj Kedok Udayana, 34: 151-7.
119
Tas, F., Duranyildiz, D., Oguz, H., Camlica, H., Yasasever, V., Topuz, E. 2006. The value of serum Bcl-2 levels in advanced epithelial ovarian cancer. Med Oncol, 23: 213-7. Tavassoli, F., A., Devilee, P. 2003. Tumours of the Breast and Female Genital Organs. World Health Organization Classification of Tumors. Lyon, France: IARC Press. p. 114. Trabert, B., Lamb, E.,J., Scoccia, B., Moghissi, K.,S., Westhoff, C.,L., Niwa, S., Brinton, L.,A. 2013. Ovulation-inducing drugs and ovarian cancer risk: results from an extended follow-up of large United States infertility cohort. Fertil Steril, 100: 1660-6. Tomao, F., Lo-Russo, G., Spinelli, G., Stati, V., Prete, A.,A., Prinzi, N., Sinjari, M., Vici, P., Papa, A., Chiotti, M.,S., Panici, P.,B., Tomao, S. 2014. Fertility drugs, reproductive strategies and ovarian cancer riks. J Ova Res, 7: 51-8. Ushijima, K. 2009. Current status of gynecological cancer in Japan. J Gynecol Oncol, 20: 67-71. Vogelstein, B., Lane, D., Levine, A.,J. 2000. Surfing the p53 network. Nature, 408: 307-10. Vanderhyden, B.,C., Shaw, T.,J., Garson, K., Tonary, A.,M. 2004. Ovarian carcinogenesis. In: Leung, P.,C.,K., Adashi, E.,Y., editors. The Ovary. 2nd Edition. San Diego, California, USA: Elsevier Academic Press. p. 591593. Vranic, A. 2013. Caspase-3 and survivin expression in primary atypical and malignant meningiomas, ISRN Neuroscience, 2013: 1-5. Whittemore, A.,S., Harris, R., Itnyre, J. 1992. Collaborative ovarian cancer group: characteristics relating to ovarian cancer risk, collaborative analysis of 12
120
US case-control studies.II.invasive epithelial ovarian cancer in white women. Am J Epidemiol, 136(10): 1212-20. Whittemore, A.,S., Harris, R., Itnyre, J. 1992. Characteristic relating to ovarian cancer riks: collaborative analysis of case-control studies. II. Invasive epithelial ovarian cancer in white women. Am J Epidemiol, 136: 1184-203. Wilailak, S. 2009. Epidemiologic report of gynecological cancer in Thailand. J Gynecol Oncol; 20(2): 80-3. Yager, J.,D. 2014. Mechanisms of estrogen carcinogenesis: the role of E2/E1quinone metabolites suggest new approach to preventive intervention – A review. Steroids, S0039-128X(14): 00199-8. Yancik, R., Ries, L.,G., Yates, J.,W. 1986. Ovarian cancer in the elderly: an analysis of Surveillance, Epidemiology, and End Results Program data. Am J Obstet Gynecol, 154(3):639-47. Yu, Z., Zhang, L., Wu, D., Liu, F. 2005. Anti-apoptosis action of zearalenone in MCF-7 cells. Ecotoxicol Environ Safety, 62: 441-6. Yuan, C., Q., Ding, Z., H. 2002. Structure and function of caspases. Guowai Yixue Fenzi Shengwuxue Fence, 24: 146-51. Zeren, T., Inau, S., Vatansever, H.,S., Sayhan, S. 2014. Significance of apoptosis related protein in malignant transformation of ovarian tumors: A comparison between Bcl-2/Bax ratio and p53 immunoreactivity. Acta Histochemica, 116: 1251-8. Zweemer, R., P., Jacobs, I., J. 2000. Familial ovarian cancer. In: Bartlett, J.,M.,S., editor. Ovarian cancer: Methods and protocols. New Jersey: Humana Press Inc. p. 13-21.
121
Lampiran 1 SURAT KETERANGAN KELAIKAN ETIK
122
Lampiran 2 SURAT IJIN PELAKSANAAN PENELITIAN
123
Lampiran 3
LEMBAR INFORMASI PASIEN Judul Penelitian : EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL I. LATAR BELAKANG Kanker ovarium (indung telur) secara umum masih menjadi masalah di Indonesia khususnya di Bali karena angka kejadian dan mortalitasnya yang tinggi. Berdasarkan data histopatologi di Indonesia, angka kejadian kanker ovarium menduduki rangking kedua setelah kanker leher rahim. Di RSUP Sanglah Denpasar, angka kejadian kanker ovarium 35% dari seluruh kanker ginekologi, sebagian besar terdiagnosis pada stadium lanjut. Hanya 10% yang terdiagnosis pada stadium awal. Deteksi dini kanker ovarium merupakan upaya yang lebih menguntungkan dalam upaya untuk menurunkan angka kejadian, angka kesakitan dan kematian yang ditimbulkannya. Sayangnya, penapisan untuk kanker ovarium tidak mudah untuk dilakukan. Sementara itu, pengetahuan dan penelitianpenelitian di bidang biomolekuler semakin berkembang dengan pesat. Penanganan kanker melalui pengetahuan mekanisme terjadinya kanker ovarium akan semakin menjanjikan di masa mendatang. Peran protein-protein yang berperan pada proses terjadinya kanker ovarium semakin banyak diteliti. Di antara protein-protein itu adalah protoonkogen dan protein penekan tumor memainkan peranan yang penting pada pengaturan pertumbuhan sel-sel normal dan pada proses terjadinya kanker
124
ovarium. Proto-onkogen secara normal memicu pertumbuhan dan perkembangan sel-sel, tetapi bila mengalami mutasi, akan memicu terjadinya perubahan sel-sel kearah yang tidak normal. Sementara itu, protein penekan tumor menghambat pembelahan sel dan/atau memicu inaktivasi dan kematian sel. Perubahan genetik mengakibatkan perubahan ekspresi protein yang memicu sel-sel normal menjadi sel-sel ganas, termasuk kanker ovarium. Pada penelitian ini, peneliti akan memeriksa tiga ekspresi protein yaitu p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada kanker ovarium tipe epitel.
II. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi p53 mutan, Bcl-2, dan caspase-3 pada penderita kanker ovarium tipe epitel di Bali serta berupaya untuk mengetahui besarnya risiko terjadinya kanker ovarium pada ekspresi ketiga protein tersebut. Disamping itu, dengan diketahuinya peran p53 mutan, Bcl-2, dan caspase3 pada kanker ovarium, diharapkan mekanisme terjadinya kanker ovarium dapat dijelaskan. Selanjutnya, ekspresi ketiga protein tersebut dapat digunakan untuk mengembangkan teknik skrining atau teknologi baru yang dapat membantu mendeteksi kanker ovarium pada stadium awal, stadium yang masih memberikan peluang yang besar untuk sembuh. Sebagai suatu kehormatan bagi kami dapat mengundang ibu-ibu untuk ikut ambil bagian dalam penelitian ini. Tidak ada tambahan biaya bila ibu-ibu ikut serta sebagai sampel penelitian.
125
III. MENGAPA INFORMASI INI PERLU? Bila ibu-ibu berkenan ikut serta dalam penelitian ini, sangat penting bagi ibu-ibu untuk mengetahui apa yang akan ibu-ibu lakukan termasuk kemungkinan risiko dan keuntungan yang ibu-ibu peroleh sebagai akibat terlibat dalam penelitian ini. Proses inilah yang disebut informed consent. Lembar informasi ini berisikan tentang informasi umum tentang penelitian yang akan dilakukan, yang akan disampaikan oleh staf peneliti. Peneliti selalu ada untuk memberikan jawaban atas berbagai pertanyaan dari ibu-ibu sekarang atau nanti setelah penelitian ini berjalan. Jika ibu-ibu membaca lembar informed consent ini, kemudian mengerti dan memutuskan untuk ikut serta sebagai sampel penelitian ini, ibu-ibu berkewajiban menandatangani lembar informed consent. Keterlibatan ibu-ibu dalam penelitian ini murni secara sukarela dan sewaktu-waktu ibu-ibu boleh memutuskan keluar sebagai sampel penelitian.
IV. APA YANG AKAN KAMI LAKUKAN DALAM PENELITIAN INI? Salah satu hal yang akan peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah mengumpulkan informasi dasar melalui kuesioner dan mengumpulkan jaringan tumor ovarium sewaktu dilakukan operasi. Kami harapkan : 1. Ibu-ibu berkenan memberikan data-data yang akan diminta oleh staf peneliti berdasarkan lembar pengumpulan data. 2. Ibu-ibu berkenan menyumbangkan jaringan tumor ovarium yang diangkat sewaktu operasi untuk digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini. Jaringan tumor ovarium itu hanya akan digunakan
126
berkaitan dengan penelitian seperti diuraikan diatas. Namun, jaringan tumor yang tersisa mungkin akan digunakan kembali untuk penelitian yang berkaitan dimasa yang akan datang, tentunya atas persetujuan ibuibu.
V. RISIKO, PERASAAN TIDAK NYAMAN, PENGOBATAN, DAN KOMPENSASI BILA IBU-IBU MENGALAMI CEDERA Selain efek samping dan komplikasi dari prosedur operasi, tidak ada risiko atau cedera yang ditimbulkan oleh penelitian ini. Ibu-ibu akan memperoleh informed consent berkaitan dengan prosedur operasi, informasi yang berbeda dari penelitian ini.
VI. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian ini tidak akan ibu-ibu peroleh dan tidak terkait dengan catatan medis rumah sakit. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam jurnaljurnal ilmiah dan identitas ibu-ibu akan selalu dirahasiakan.
VII. MENGUNDURKAN DIRI SEBAGAI SAMPEL PENELITIAN Pilihan untuk ikut serta sebagai sampel dalam penelitian ini murni atas keputusan ibu-ibu sendiri. Jika ibu-ibu berkeinginan untuk mengundurkan diri setelah penelitian berjalan, bisa ibu lakukan sewaktu-waktu. Partisipasi ibu-ibu, penolakan atau pengunduran diri ibu-ibu dari penelitian tidak akan berpengaruh terhadap penanganan medis yang ibu peroleh di rumah sakit. Bila ibu-ibu
127
mengundurkan diri sebagai sampel penelitian, semua data dan jaringan tumor ovarium yang dikumpulkan akan dikeluarkan dari daftar sampel penelitian.
VIII. KERAHASIAAN Semua informasi yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya. Sampel ibu-ibu akan diberikan kode dan hanya peneliti utama yang mengetahui kode tersebut. Hasil penelitian ini akan dipublikasikan dalam grup atau jurnal-jurnal ilmiah dan identitas ibu-ibu akan selalu dirahasiakan.
IX. KEUNTUNGAN SEBAGAI SAMPEL PENELITIAN Meskipun ibu-ibu tidak memperoleh keuntungan secara langsung dan bersifat segera dengan terlibat sebagai sampel dalam penelitian ini, kami berharap pengetahuan yang berkembang dari penelitian ini akan memberikan kontribusi pada penatalaksanaan kanker ovarium di masa mendatang. Dan semua itu tidak terlepas dari peran serta ibu-ibu sebagai sampel dalam penelitian ini.
X. KE MANA BERTANYA BERKAITAN DENGAN PENELITIAN? Lembar informasi ini berisi tentang informasi penelitian yang akan dilakukan. Bacalah dengan seksama. Silahkan menanyakan hal-hal yang belum jelas, sekarang atau nanti, kepada dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K) melalui nomer telepon 08123997401.
128
Lampiran 4
LEMBAR INFORMED CONSENT
Penelitian yang berjudul : EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL Telah dijelaskan kepada saya dan saya memutuskan ikut serta sebagai sampel dalam penelitian ini serta bersedia menyumbangkan jaringan tumor ovarium untuk digunakan dalam penelitian ini.
Denpasar, tanggal :
______________________________ Nama subyek
____________________________ Tanda tangan subyek
______________________________ Nama saksi
____________________________ Tanda tangan saksi
dr. I Nyoman Gede Budiana, SpOG(K) Peneliti
_____________________________ Tanda tangan peneliti
129
Lampiran 5
LEMBAR PENGUMPULAN DATA Judul Penelitian :
EKSPRESI PROTEIN 53 MUTAN DAN B-CELL LYMPHOMA-2 PROTEIN POSITIF SERTA EKSPRESI CASPASE-3 NEGATIF SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA KANKER OVARIUM TIPE EPITEL I. IDENTITAS PASIEN Nama pasien Tanggal registrasi Umur Paritas Suku Alamat
: : : : : :
Kode pasien
:
II. KEHIDUPAN SOSIAL : □ iya, .................... tahun
□ tidak □ tidak □ tidak □ tidak □ tidak □ tidak
Merokok
Minum alkohol
Pemakai kontasepsi oral
Obat-obat induksi ovulasi
Terapi sulih hormon
Riwayat keluarga Lainnya (sebutkan)
: □ iya : .....................................................................
III. DIAGNOSIS KERJA
: .....................................................................
: □ iya, .................... tahun : □ iya, .................... tahun : □ iya, .................... tahun
: □ iya, .................... tahun
...................................................................... ...................................................................... IV. RIWAYAT/CATATAN : ................................................................................. .................................................................................. ..................................................................................
130
V. OPERASI
Tanggal operasi
: ......................................................................
Jenis operasi
: ......................................................................
Jenis cairan asites
: ......................................................................
Jenis cairan kiste
: ......................................................................
Jenis jaringan/organ
: ......................................................................
Metastasis saat diagnosis
: ......................................................................
Lainnya (jelaskan)
: ......................................................................
VI. PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Tanggal pemeriksaan
: ......................................................................
Hasil pemeriksaan
: ......................................................................
........................................................................................................................ ........................................................................................................................
Derajat diferensiasi
: ......................................................................
VII. DIAGNOSIS AKHIR : ................................................................................. .................................................................................. VIII. HASIL PEMERIKSAAN IMUNOHISTOKIMIA
Ekspresi protein 53 mutan
: ......................................................................
Ekspresi protein Bcl-2
: ......................................................................
Ekspresi protein caspase-3
: ......................................................................
131
Lampiran 6 Klasifikasi Histologis Tumor Ovarium Tipe Epitel (Tavassoli FA dan Devilee P, 2003) SEROUS TUMORS Jinak Cystadenoma dan papillary cystadenoma Surface papilloma Adenofibroma dan cystadenofibroma Borderline tumor (atypical proliferative tumor) Ganas Adenocarcinoma Surface papillary adenocarcinoma MUSINOUS TUMORS Jinak Cystadenoma Adenofibroma dan cystadenofibroma Borderline tumor (atypical proliferative tumor) Intestinal type Endocervical-like Ganas Adenocarcinoma Malignant adenofibroma Mural nodule arising in mucinous cystic tumor ENDOMETRIOID TUMORS Jinak Adenoma dan cystadenoma Adenofibroma dan cystadenofibroma Borderline tumor (atypical proliferative tumor) Ganas Adenocarcinoma Adenoacanthoma Adenosquamous carcinoma Malignant adenofibroma with a malignant stromal component Adenosarcoma Endometrial stromal sarcoma Carcinosarcoma, homologous and heterologous Undifferentiated sarcoma
132
CLEAR CELL TUMORS Jinak Borderline tumor (atypical proliferative tumor) Ganas Adenocarcinoma TRANSITIONAL CELL TUMORS Brenner’s tumor Proliferating Brenner’s tumor Malignant Brenner’s tumor Transitional cell carcinoma (non-Brenner type) SQUAMOUS CELL CARCINOMA MIXED EPITHELIAL TUMORS (SPECIFY TYPES) Jinak Borderline tumor (atypical proliferative tumor) Ganas Undifferentiated carcinoma
133
Lampiran 7 PROSEDUR PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI DAN PULASAN IMUNOHISTOKIMIA
I.
PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
I.1 Pemeriksaan Makroskopis dan Pemilihan Sampel 1. Identifikasi spesimen dan formulir permintaan. 2. Lakukan pemeriksaan bahan sesuai kaidah keilmuan (expertise). 3. Catat dan buat ilustrasi hasil pemeriksaan makroskopis tersebut pada formulir yang telah disediakan. 4. Jika sampel besar, lakukan pemilihan sampel sesuai kaidah keilmuan (expertise). Jika sampel kecil, semua jaringan diproses.
I.2 Prosesing Jaringan 1. Masukkan sampel dalam kaset-kaset jaringan, selanjutnya fiksasi dengan formalin buffer 10% semalaman. 2. Pindahkan kaset-kaset jaringan ke dalam mesin tissue processor otomatis (24 jam). 3. Keluar dari tissue processor, jaringan-jaringan tersebut selanjutnya diembedding dengan paraffin cair dan dibiarkan memadat (menjadi blok paraffin). 4. Potong blok paraffin dengan mikrotom dengan ketebalan 4 mikron. 5. Masukkan hasil potongan mikrotom ke dalam waterbath. 6. Tempelkan hasil potongan mikrotom di atas kaca obyek yang sudah diberi nomor lab dengan pensil kaca (menjadi preparat). 7. Pulas preparat dengan pulasan Haematoksilin-Eosin. 8. Preparat ditutup dengan kaca penutup dan diberi label, menjadi sediaan mikroskopis siap untuk dibaca. 9. Sediaan mikroskopis dan formulir permintaan diserahkan ke bagian diagnostik.
134
I.3 Pemeriksaan Mikroskopis dan Diagnostik 1. Sediaan mikroskopis dan formulir permintaan diidentifikasi oleh dokter pemeriksa. 2. Sediaan mikroskopis dibaca dengan mikroskop, dianalisis, dan didiagnostik oleh Spesialis Patologi Anatomi.
II.
PEMERIKSAAN PULASAN IMUNOHISTOKIMIA 1. Siapkan blok paraffin yang akan dicat imunohistokimia. 2. Potong blok sesuai dengan permintaan yang diinginkan dan kontrol positif. 3. Tiriskan slide sebentar kemudian ditekan menggunakan kertas saring pelanpelan. Panaskan sebentar di atas hot plate dan disimpan dalam inkubator dengan suhu 45oC selama 24 jam. 4. Deparafinisasi dengan urutan xylol, xylol, xylol, xylol, alkohol 95%, alkohol 95%, alkohol 95%, alkohol 95%, dan air, masing-masing selama 2 menit. 5. Cuci dengan aquadest, rotator selama 5 menit. 6. Dilanjutkan dengan penetesan H2O2 3% selama 20 menit dalam chamber. 7. Slide ditempatkan pada wadah lalu dilanjutkan pencucian dengan aquadest sambil digoyang-goyang selama 5 menit dan dilanjutkan dengan pencucian memakai PBS selama 5 menit pada rotator. 8. Slide dilap dengan kassa kemudian dilakukan penetesan ultra V-block selama 5 menit. 9. Slide cukup dilap saja tanpa dicuci dilanjutkan dengan penetesan antibodi yang sesuai (antibodi monoklonal primer komersial pAb1801 [DAKO-p53, Dako, Denmark] untuk p53, antibodi monoklonal primer khusus monoclonal mouse anti-human Bcl-2 protein clone 124 untuk Bcl-2, dan biotin-avidin indirek primer antibodi monoklonal tikus [Triton, Alameda, CA] untuk caspase-3), dilakukan inkubasi selama 2 jam pada suhu kamar. 10. Slide dicuci dengan PBS selama 5 menit pada rotator sebanyak 2 kali. 11. Dilanjutkan dengan penambahan Biotin (kuning), diamkan selama 15 menit. 12. Dicuci kembali dengan PBS selama 5 menit pada rotator sebanyak 2 kali.
135
13. Slide diteteskan Streptavidin (merah), diamkan selama 10 menit. 14. Selanjutnya dicuci dengan PBS baru pada rotator selama 4 menit. 15. Ditetesi dengan kromogen selama 10 menit. 16. Disiram dengan air mengalir 1 kali, kemudian dicuci kembali dengan air mengalir selama 10 menit. 17. Ditetesi dengan HE Mayer selama 4 menit. Kemudian dicuci dengan air mengalir sampai air bersih. 18. Dicelupkan sebentar pada alkohol bertingkat, xylol, xylol, xylol, xylol. 19. Mounting menggunakan entelan dan slide ditutup dengan deck glass. 20. Slide siap untuk dibaca oleh Spesialis Patologi Anatomi.
136 Lampiran 8
TABULASI DATA PENELITIAN
Kelompok Kasus
No.
No. CM
UMUR
PARITAS
IMT
PIL KB
RIWAYAT KELUARGA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
01.44.62.10 01.44.94.40 01.45.18.86 01.45.44.57 01.44.13.72 01.46.84.91 01.46.67.88 01.44.95.40 01.46.61.79 01.47.05.36 01.38.48.90 01.47.90.00 01.47.69.39 01.47.21.38 01.53.50.97 01.55.67.92 01.54.80.49 01.53.48.73 01.49.63.90 01.46.20.82 01.55.43.48 01.52.30.28 01.14.23.14 01.55.66.84 01.13.39.42
50 34 48 59 49 55 40 64 52 60 48 45 49 44 55 44 56 52 47 56 48 57 35 66 48
2 2 0 2 1 2 0 0 2 0 2 2 2 0 0 2 2 1 0 1 0 2 2 2 1
18.9 18.3 21.2 22 21.6 26.8 29.6 17.3 20 22.8 19.4 19.1 28.3 21.2 22 20.5 15.2 24.6 32.3 38.2 23.8 20 23.4 17.8 22.2
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
INDUKSI OVULASI tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
TSH
P53
Bcl-2
CASPASE3
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif negatif positif positif positif negatif negatif positif negatif positif positif positif
positif positif negatif positif positif negatif negatif positif negatif positif negatif positif negatif negatif negatif negatif positif positif negatif negatif positif negatif negatif negatif positif
negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif negatif negatif negatif positif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif
137 Kelompok Kontrol No.
No. CM
UMUR
PARITAS
IMT
PIL KB
RIWAYAT KELUARGA
INDUKSI OVULASI
TSH
P53
Bcl-2
CASPASE3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
01.45.63.96 01.45.79.08 01.46.45.05 01.46.86.07 01.44.88.13 01.47.31.93 01.47.79.12 01.48.25.29 01.48.64.44 01.20.62.24 01.48.06.07 01.47.10.29 01.54.27.32 15.58.56.78 01.48.25.53 01.50.35.17 01.51.43.58 01.53.31.47 01.55.62.71 01.59.83.58 01.55.75.27 01.60.71.48 01.57.64.36 01.58.49.10 01.57.55.75
52 55 51 50 48 43 49 50 38 50 42 33 51 31 55 50 52 53 48 47 48 50 51 57 56
2 2 1 2 1 1 1 0 1 2 3 2 1 2 2 1 2 1 0 2 2 1 0 1 1
25.8 22.15 21.78 24.1 20.72 27.18 28.5 15.61 23.7 26.3 25.62 19.75 21.33 21.64 24.35 19.8 23 21.64 18.2 22.22 26.83 21.6 22.89 23.25 22.5
tidak ya tidak tidak tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak ya tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
tidak ya tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak tidak
negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif negatif
negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif negatif positif negatif
negatif positif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif negatif positif positif negatif positif positif positif negatif negatif positif positif negatif positif negatif
138
Lampiran 9 HASIL ANALISIS STATISTIK Tests of Normality KELOM POK
Kolmogorov-Smirnova
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
Statistic
df
Sig.
UMUR
Kasus
.099
25
.200*
.977
25
.813
PARITAS
Kontrol Kasus
.136 .130
25 25
.101 .080
.856 .818
25 25
.057 .062
IMT
Kontrol Kasus
.143 .176
25 25
.061 .095
.853 .886
25 25
.059 .089
Kontrol
.106
25
.200*
.978
25
.849
a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance. Group Statistics UMUR PARITAS IMT
KELOMPOK
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Kasus
25
50.44
7.938
1.588
Kontrol
25
48.40
6.519
1.304
Kasus
25
1.20
.913
.183
Kontrol
25
1.36
.757
.151
Kasus
25
22.6600
5.11085
1.02217
Kontrol
25
22.8184
2.92923
.58585
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. Std. 95% Confidence (2- Mean Error Interval of the Difference tailed Differe Differe ) nce nce Lower Upper
UMU Equal variances assumed 1.401 .242 .993 48 .326 R Equal variances not .993 46.25 .326 assumed
2.040
2.054
-2.091
6.171
2.040
2.054
-2.095
6.175
PARI Equal variances assumed 3.499 .067 -.675 48 .503 TAS Equal variances not -.675 46.41 .503 assumed
-.160
.237
-.637
.317
-.160
.237
-.637
.317
IMT
Equal variances assumed 3.390 .072 -.134
48
.894 -.15840 1.1781 -2.5272 2.2104
139 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
t-test for Equality of Means
Sig.
t
df
Sig. Std. 95% Confidence (2- Mean Error Interval of the Difference tailed Differe Differe ) nce nce Lower Upper
UMU Equal variances assumed 1.401 .242 .993 48 .326 R Equal variances not .993 46.25 .326 assumed
2.040
2.054
-2.091
6.171
2.040
2.054
-2.095
6.175
PARI Equal variances assumed 3.499 .067 -.675 48 .503 TAS Equal variances not -.675 46.41 .503 assumed
-.160
.237
-.637
.317
-.160
.237
-.637
.317
IMT
Equal variances assumed 3.390 .072 -.134 Equal variances not assumed
48
.894 -.15840 1.1781 -2.5272 2.2104
-.134 38.23 .894 -.15840 1.1781 -2.5429 2.2261
PIL_KB * KELOMPOK Crosstabulation Count KELOMPOK PIL_KB
Kasus
Kontrol
Total
Ya
2
4
6
Tidak
23 25
21 25
44 50
Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
.758a .189 .771
1 1 1
.384 .663 .380
.742
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.667
.334
.389
50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00. b. Computed only for a 2x2 table
140
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
Odds Ratio for PIL_KB (Ya / Tidak)
.457
.076
2.755
For cohort KELOMPOK = Kasus For cohort KELOMPOK = Kontrol
.638
.199
2.047
1.397
.733
2.662
N of Valid Cases
50 Crosstab
Count KELOMPOK RIWAYAT_KELUARGA
Kasus
Kontrol
Total
Ya
0
1
1
Tidak
25 25
24 25
49 50
Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Value
df
Asymp. Sig. (2sided)
1.020a .000 1.407
1 1 1
.312 1.000 .236
1.000
1
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.500
.317
50
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50. b. Computed only for a 2x2 table Crosstab Count KELOMPOK INDUKSI_OVU Total
Tidak
Kasus
Kontrol
Total
25
25
50
25
25
50
141 Crosstab Count KELOMPOK TSH
Kasus
Kontrol
Total
25
25
50
25
25
50
Tidak
Total
EKSPRESI_P53 * KELOMPOK Crosstab Count KELOMPOK EKSPRESI_P53
Kasus
Kontrol
Total
Positif
8
2
10
Negatif
17 25
23 25
40 50
Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
b
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
4.500a
1
.034
3.125
1
.077
4.758
1
.029
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
4.410
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.074
.037
.036
50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.00. b. Computed only for a 2x2 table
142 Risk Estimate 95% Confidence Interval Odds Ratio for EKSPRESI_P53 (Positif / Negatif) For cohort KELOMPOK = Kasus For cohort KELOMPOK = Kontrol N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
5.412
1.017
28.791
1.882
1.170
3.028
.348
.098
1.236
50
EKSPRESI_BCL_2 * KELOMPOK Crosstab Count KELOMPOK EKSPRESI_BCL_2
Kasus
Kontrol
Total
Positif
11
3
14
Negatif
14 25
22 25
36 50
Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
6.349a 4.861 6.653
1 1 1
.012 .027 .010
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
6.222
1
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.025
.013
.013
50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.00. b. Computed only for a 2x2 table
143 Risk Estimate 95% Confidence Interval Odds Ratio for EKSPRESI_BCL_2 (Positif / Negatif) For cohort KELOMPOK = Kasus For cohort KELOMPOK = Kontrol N of Valid Cases
Value
Lower
Upper
5.762
1.363
24.362
2.020
1.235
3.306
.351
.124
.988
50
EKSPRESI_CASPASE_3 * KELOMPOK Crosstab Count KELOMPOK EKSPRESI_CASPASE_3
Kasus
Kontrol
Total
Negatif
23
16
39
Positif
2 25
9 25
11 50
Exact Sig. (2sided)
Exact Sig. (1sided)
.037
.019
Total
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Value
df
Asymp. Sig. (2-sided)
5.711a 4.196 6.081
1 1 1
.017 .041 .014
5.597
1
.018
50
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.50. b. Computed only for a 2x2 table
144 Risk Estimate 95% Confidence Interval Value
Lower
Upper
6.469
1.230
34.012
3.244
.901
11.673
.501
.314
.801
Odds Ratio for EKSPRESI_CASPASE_3 (Negatif / Positif) For cohort KELOMPOK = Kasus For cohort KELOMPOK = Kontrol N of Valid Cases
50
Model Summary Change Statistics R Square
F
Model
R
R Square
Adjusted R Std. Error of Square
the Estimate
Change
Change
df1
df2
Change
Sig. F
1
.408a
.166
.149
.427
.166
9.583
1
48
.003
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_P53
ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
1.747
1
1.747
9.583
.003a
Residual
8.753
48
.182
Total
10.500
49
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_P53 b. Dependent Variable: EKSPRESI_BCL_2
145 Coefficientsa
Model 1
(Constant) EKSPRESI_P 53
Unstandardized
Standardized
95% Confidence
Coefficients
Coefficients
Interval for B
B
Std. Error
.958
.247
.426
.138
Beta
.408
Lower
Upper
t
Sig.
Bound
Bound
3.879
.000
.462
1.455
3.096
.003
.149
.703
a. Dependent Variable: EKSPRESI_BCL_2 Model Summary Change Statistics R
Adjusted R Std. Error of
R Square
F
Sig. F
Model
R
Square
Square
the Estimate
Change
Change
df1
df2
Change
1
.385a
.148
.112
.406
.148
4.096
2
47
.023
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53 ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
1.354
2
.677
4.096
.023a
Residual
7.766
47
.165
Total
9.120
49
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53 b. Dependent Variable: EKSPRESI_CASPASE_3
146 Coefficientsa
Model 1
Unstandardized
Standardized
95% Confidence
Coefficients
Coefficients
Interval for B
Beta
Lower
Upper
Bound
Bound
3.210 .002
.323
1.407
B
Std. Error
t
Sig.
(Constant)
.865
.270
EKSPRESI_P53
.409
.144
.420
2.846 .007
.120
.697
EKSPRESI_BCL_2
-.198
.137
.312
-1.438 .037
-.474
.079
a. Dependent Variable: EKSPRESI_CASPASE_3
Model Summary
Change Statistics
Std. Error R Model
R
1
.605a
Adjusted
Square R Square .366
of the
R Square
Estimate
Change
F Change
df1
df2
Change
.415
.366
8.850
3
46
.000
.325
Sig. F
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_CASPASE_3, EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53 ANOVAb Model 1
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Regression
4.575
3
1.525
8.850
.000a
Residual
7.925
46
.172
Total
12.500
49
a. Predictors: (Constant), EKSPRESI_CASPASE_3, EKSPRESI_BCL_2, EKSPRESI_P53 b. Dependent Variable: KELOMPOK
147 Coefficientsa 95% Unstandardized
Standardized
Confidence
Coefficients
Coefficients
Interval for B
Std. Model 1
B
Error
(Constant)
-.025
.304
EKSPRESI_P53
.328
.159
EKSPRESI_BCL_2
.314 .340
EKSPRESI_CASP ASE_3 a. Dependent Variable: KELOMPOK
Lower Upper Beta
t
Sig.
Bound Bound
-.083
.934
-.637
.587
.288
2.065
.045 .030
.008
.647
.143
.287
2.187
.034
.025
.602
.149
.291
2.284
.027
.040
.640