TESIS
EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK
IDA BAGUS CAKA GUNANTARA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
TESIS
EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK
IDA BAGUS CAKA GUNANTARA NIM 1214098203
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DE NPASAR 2016
i
EKSPRESI VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR BERHUBUNGAN POSITIF DENGAN KEDALAMAN INVASI PADA ADENOKARSINOMA KOLOREKTAL TIPE TIDAK SPESIFIK
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
IDA BAGUS CAKA GUNANTARA NIM 1214098203
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2016
ii
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 30 NOPEMBER 2016
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr.dr.IGA Sri Mahendra Dewi,Sp.PA(K) Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC NIP. 196502011996012001 NIP. 1946040319790310001
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis-1 Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar
Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, Sp.PA (K) NIP. 196502011996012001
iii
Lembar Penetapan Panitia Penguji Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 30 Nopember 2016
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana, Nomor 6009/UN.14.4/HK/2016, Tertanggal : 25 Nopember 2016
Penguji : 1. Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) 2. Prof.dr.I Gst Alit Artha,MS,SpPA(K),MIAC 3. dr. Moestikaningsih, SpPA(K) 4. dr. Herman Saputra, SpPA(K) 5. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH
iv
v
UCAPAN TERIMAKASIH
Om Swastyastu, Puji syukur ke hadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, karena hanya atas asung wara nugrahaNya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis dengan sepenuh hati menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan kepada Dr. dr. I Gusti Ayu Sri Mahendra Dewi, SpPA(K) sebagai pembimbing I dan sebagai Ketua Program Studi Ilmu Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah membantu, mengembangkan dan merealisasikan ide, memberikan pengarahan, koreksi, serta bimbingan dari awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya juga penulis ucapkan kepada Prof. dr. I Gusti Alit Artha, MS, SpPA(K), MIAC sebagai pembimbing II, yang telah memberikan bimbingan, koreksi, saran, dan dukungan dari awal penyusunan usulan penelitian hingga selesainya tesis ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada tim penguji yaitu, dr. Moestikaningsih, SpPA(K), dr. Herman Saputra, SpPA(K) dan Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, SpPD-KGH., atas semua bimbingan, dorongan, semangat, masukan, saran, dan koreksi dari awal penyusunan usulan proposal hingga selesainya tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM, Dekan Fakultas
vi
Kedokteran Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Putu Astawa, SpOT (K), MKes., Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, SpS (K), Ketua Program Studi Ilmu Biomedik (Combined Degree) Program Pascasarjana Universitas Udayana Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, MSc., SpGK, Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dr. I Wayan Sudana, M.Kes, yang memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomi Universitas Udayana serta serta melakukan penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. Dan penulis juga menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dr. Anak Agung Ayu Ngurah Susraini, SpPA(K), Kepala Instalasi Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar dr. Luh Putu Iin Indrayani M., SpPA (K), dr. I Wayan Juli Sumadi, SpPA selaku Sekretaris Program Studi Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Udayana/RSUP Sanglah Denpasar dan selaku pembimbing akademik penulis, yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi, memberikan petunjuk, memberikan nasehat serta bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi. Direktur RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, yang telah memberikan ijin dan fasilitas untuk melakukan pengecatan imunohistokimia di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran UGM/RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.
vii
Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada seluruh staf dosen/pengajar PPDS-1 Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dan semua dosen Pascasarjana Program Magister Ilmu Biomedik Combined Degree atas ilmu yang telah dibagikan kepada penulis sehingga membantu menyelesaikan tesis ini. Dan kepada seluruh pegawai di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar penulis juga menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan, motivasi, bimbingan dan kerjasamanya selama ini. Dan untuk sahabat seangkatan
dr.
Yolanda Isabela Simon, dr. Herlina Eka Shinta, dr. Putu Ratna Darmayani, terimakasih atas segala bantuan, dorongan semangat, dan canda tawa yang diberikan kepada penulis. Serta seluruh teman sejawat residen di bagian Patologi Anatomi, penulis ucapkan terimakasih. Rasa syukur dan terimakasih yang sebesar besarnya penulis persembahkan kepada istri tercinta Ni Made Ernawati, S.S serta kedua ananda terkasih Ida Bagus Daruma Pradnyana Putra dan Ida Ayu Chiquitita Adara Chandani yang telah memberikan pengertian, perhatian, semangat, kasih sayang, dan dukungan yang tulus dan tak terhingga kepada penulis. Terimakasih yang besar juga penulis sampaikan kepada dr. I Wayan Ari Wijana, M.Si dan keluarga atas saran, bimbingan, dorongan dan semangatnya. Dan untuk seluruh keluarga besar terimakasih atas dukungan, dorongan dan semangatnya, serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
viii
Semoga Ida Sanghyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmatnya kepada kita semua. Om Santih, Santih, Santih, Om
Denpasar, 10 Nopember 2016
Penulis
ix
ABSTRAK Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor Berhubungan Positif dengan Kedalaman Invasi pada Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Karsinoma kolorektal adalah salah satu keganasan yang kejadiannya cukup sering, yang terjadi di seluruh dunia dan merupakan masalah kesehatan serius di Indonesia. Kedalaman invasi merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan faktor prognosis adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Vascular endothelial growth factor (VEGF) merupakan faktor pro-angiogenik dominan yang berperan dalam angiogenesis untuk pertumbuhan tumor, invasi dan metastasis tumor pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara ekspresi VEGF dengan kedalaman invasi. Penelitian ini menggunakan metode analitik potong lintang menggunakan 50 sampel karsinoma kolorektal dengan diagnosis adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik (not otherwise specified (NOS)) dari operasi kolonektomi yang diambil dari arsip blok parafin di Bagian/SMF Patologi Anatomi FK Unud/RSUP Sanglah Denpasar dari tanggal 1 Januari 2012 sampai 30 Juni 2016. Dilakukan diagnosis ulang kedalaman invasi, kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia VEGF.Ekspresi VEGF ditemukan pada 45 kasus dan 5 kasus dengan ekspresi VEGF negatif. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan korelasi positif sedang antara ekspresi VEGF dengan kedalaman invasi (r=0,491; r2=0,24; p=0,000 (p<0,05)).Disimpulkan dengan adanya hubungan positif antara ekspresi VEGF dengan kedalaman invasi, sehingga dapat digunakan untuk memprediksi prognosis pasien adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Kata kunci : adenokarsinoma kolorektal, tipe tidak spesifik, kedalaman invasi, VEGF
x
ABSTRACT Vascular Endothelial Growth Factor Expression is Positively Correlated with Depth of Invasion in Colorectal Adenocarcinoma Not Otherwise Specified Colorectal carcinoma is the most frequent malignancy in the world and is a serious health problem in Indonesia. The depth of invasion is one of the important factors in determining the prognosis of colorectal adenocarcinoma not otherwise specified. Vascular endothelial growth factor (VEGF) is the predominant angiogenic factor which contributes to angiogenesis and subsequent growth, invasion and metastasis in colorectal adenocarcinoma not otherwise specified. The purpose of this study was to determine the relationship between the expression of VEGF and the depth of invasion. This analytic cross-sectional study was performed on 50 samples of colorectal adenocarcinoma not otherwise specified, taken from the paraffin blocks archives, from Pathology Anatomy Department, Medical Faculty, Udayana University/Sanglah General Hospital Denpasar from January 1st, 2012 until June 30th, 2016. Rediagnosis of the depth of invasion (pathological prognostic factor) was performed followed by VEGF immunohistochemical staining. VEGF expression was found in 45 cases while 5 cases were found with negative VEGF expression. Spearman correlation test analysis results showed moderate correlations between the expression of VEGF and the depth of invasion (r=0.491; r2(rsq)=0.24; p=0.000 (p<0.05)). In Conclusion there is positive correlation between the expression of VEGF and the depth of invasion, it can be use to predict prognosis patient with colorectal adenocarcinoma. Keyword : colorectal adenocarcinoma, not otherwise specified, depth of invasion, VEGF
xi
DAFTAR ISI
Halaman SAMPUL DALAM ....................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ...............................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING .............................................
iii
LEMB AR PENETAPAN PANITIA PENGUJI .........................................
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .............................................
v
UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................
vi
ABSTRAK .................................................................................................
x
ABSTRACT ................................................................................................
xi
DAFTAR ISI ....... ........................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
xviii
DAFTAR TABEL .......................................................................................
xx
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................
xxi
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xxiv
BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
1.1 Latar Belakang .......................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................
4
xii
1.3 Tujuan Penelitian .................................................................
4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................
4
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................
4
1.4 Manfaat Penelitian ..............................................................
5
1.4.1 Manfaat Akademik ………………………………….
5
1.4.2 Manfaat Praktis . …………………………………....
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA ....................................................................
6
2.1 Karsinoma Kolorektal ........................................................
6
2.1.1 Epidemiologi .............................................................
6
2.1.2 Faktor Resiko ............................................................
7
2.1.3 Lokasi .......................................................................
9
2.1.4 Gambaran Klinik ......................................................
9
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang ............................................
10
2.1.6 Makroskopik ............................................................
10
2.1.7 Histopatologik ..........................................................
11
2.1.8 Grading/Derajat Diferensiasi ...................................
15
2.1.9 Staging/Stadium Karsinoma Kolorektal ...................
17
2.1.10. Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal ...................
21
2.2 Angiogenesis .......................................................................
26
xiii
2.2.1 Angiogenesis dan VEGF ............................................
26
2.2.2 Angiogenesis pada Tumor ..........................................
27
2.3 Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) .....................
30
2.3.1 Struktur dan lokasi VEGF...........................................
31
2.3.2 Vascular Endothelial Growth Factor Receptor (VEGFR) ...................................................................
32
2.3.3 Peranan VEGF ……………......................................
33
2.3.3.1 Peranan VEGF pada Angigenesis Fisologis...
33
2.3.3.2 Peranan VEGF pada Keadaan Patologis ......
35
2.3.3.3 Implikasi dan Perspektif Terapeutik ............
36
2.3.4 Peranan VEGF pada Perkembangan Karsinoma Kolorektal .................................................................
37
2.3.5 Peranan VEGF pada Metastasis Karsinoma Kolorektal ................................................................
40
2.3.6 Nilai Prognosis VEGF pada Karsinoma Kolorektal..
42
2.2.7 Pemeriksaan VEGF ..................................................
43
BAB III. KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................................................
45
3.1 Kerangka Berpikir ................................................................
45
xiv
3.2 Konsep Penelitian ................................................................
47
3.3 Hipotesis Penelitian ..............................................................
48
BAB IV. METODE PENELITIAN ............................................................
49
4.1 Rancangan Penelitian ...........................................................
49
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................
49
4.3 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................
50
4.4 Penentuan Sumber Data .......................................................
50
4.4.1 Populasi ....................................................................
50
4.4.1.1 Populasi Target .............................................
50
4.4.1.2 Populasi Terjangkau .....................................
50
4.4.2 Sampel Penelitian .....................................................
51
4.4.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ....................................
51
4.4.3.1 Kriteria Inklusi .............................................
51
4.4.3.2 Kriteria Eksklusi ...........................................
51
4.4.4 Besar Sampel ............................................................
52
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel ....................................
53
4.5 Variabel Penelitian ...............................................................
53
4.5.1 Variabel Pnelitian .....................................................
53
4.5.2 Definisi Operasional Variabel ..................................
53
xv
4.6 Bahan Penelitian ..................................................................
56
4.7 Instrumen Penelitian ............................................................
56
4.8 Prosedur Penelitian ............................................................
57
4.8.1 Cara Pengumpulan Data ...........................................
57
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan ...................................
58
4.8.3 Skema Alur Penelitian ..............................................
62
4.9 Analisis Data ......................................................................
63
BAB V. HASIL PENELITIAN ..................................................................
64
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian .........................................
64
5.1.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman Invasi .........
64
5.1.2 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman invasi Dan Umur ..................................................................
65
5.1.3 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman invasi Dan Jenis Kelamin ..................................................... 5.1.4 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik Berdasarkan Kedalaman invasi
xvi
67
Dan lokasi Tumor ......................................................
68
5.2 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi VEGF .................................................................................
69
5.3 Gambaran Ekspresi VEGF .................................................
70
BAB VI. PEMBAHASAN .........................................................................
72
6.1 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Kedalaman Invasi ............................
72
6.2 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Umur ................................................
72
6.3 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Jenis Kelamin ..................................
73
6.4 Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik berdasarkan Lokasi Tumor ...................................
74
6.5 Ekspresi VEGF pada Karsinoma Kolorektal .....................
74
BAB. VII
SIMPULAN DAN SARAN ...............................................
78
7.1 Simpulan ............................................................................
78
7.2 Saran ...................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
79
xvii
LAMPIRAN ................................................................................................
xviii
84
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Karsinoma Kolorektal
12
Gambar 2.2 Tipe Karsinoma Kolorektal
14
Gambar 2.3 Tipe diferensiasi Karsinoma Kolorektal
15
Gambar 2.4 Skematis Stadium Patologis Menurut AJCC
21
Gambar 2.5 Tahap-tahap Perubahan Molekuler pada Karsinogenesis Kolorektal yang Sporadik
22
Gambar 2.6 Tahap-tahap Perubahan Molekuler dari neoplasia yang Berhubungan dengan Inflammatory Bowel Disease
26
Gambar 2.7 Angiogenesis pada Perkembangan Kanker, Pertumbuhan, dan Metastasis ........
30
Gambar 2.8 Reseptor VEGF
33
Gambar 2.9 Ekspresi VEGF pada pada Karsinoma Kolorektal ............
44
Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian
47
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
49
Gambar 4.2 Skema Alur Penelitian
62
Gambar 5.1 Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Kedalaman Invasi
65
xix
Gambar 5.2 Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Umur
66
Gambar 5.3 Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Jenis Kelamin
67
Gambar 5.4 Grafik Distribusi Sampel Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Lokasi Tumor
68
Gambar 5.5 Ekspresi VEGF dengan Intensitas Lemah
70
Gambar 5.6 Ekspresi VEGF dengan Intensitas Sedang
70
Gambar 5.7 Ekspresi VEGF dengan Intensitas Kuat
71
xx
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Kriteria Derajat Histologi Karsinoma Kolorektal
17
Tabel 2.2 Stadium Karsinoma Berdasarkan TMN
20
Tabel 2.3 Stadium Patologik Karsinoma Kolorektal menurut Duke’s
21
Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel
52
Tabel 5.1 Distribusi Kasus Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi VEGF
69
xxi
DAFTAR SINGKATAN
AJCC
= American joint committe on cancer
AMD
= age-related macular degeneration
APC
= adenomatous polyposis coli
BS
= buffer saline
CIN
= chromosomal instability
COX
= cyclooxygenase
CT
= computer tomography
DAB
= diaminobenzidine
EC
= endothelial cell
ECM
= extra cellular matrix
EG VEGF
= endocrine gland vascular endothelial growth factor
ER/PR
= estrogen receptor/progesteron receptor
ERK-1/2
= extracellular-regulated kinase-1/2
FAP
= familial adenomatous polyposis
HE
= hematoxillin eosin
HIF
= hypoxia inducible factor
HNPCC
= hereditary non polyposis colon cancer
xxii
IAP
= inhibitor of apoptotic protein
IGF
= insulin-like growth factor
IL
= interleukin
kDa
= kilodalton
KGB
= kelenjar getrah bening
MAP
= mitogen activated protein
MMR
= mismatch repair
MMP-2
= matrix metalloproteinase-2
MRI
= magnetic resonance imaging
MSI
= microsatelite instability
MSI-H
= high level of microsatelite instability
MSI-L
= low level of microsatelite instability
MSS
= microsatelite stable
mTOR
= mammalian target of rapamycin
NSAID
= non steroid anti-inflammation drug
PAF
= platelet activating factor
PBS
= phosphate buffer saline
PDGF
= platelet derrived growth factor
PET
= positron emission tomography
xxiii
PlGF
= placental growth factor
SPSS
= statistical package for the social sciences
TIL
= tumor infiltrating lymphocytes
Tis
= tumor in situ
VEGF
= vascular endothelial growth factor
VEGFR
= vascular endothelial growth factor receptor
VPF
= vascular permeability factor
xxiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance)
84
Lampiran 2. Surat Ijin Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar Lampiran 3. Rekapitulasi Sampel Penelitrian
85 86
Lampiran 4. Analisis uji Spearman Ekspresi VEGF dan Kedalaman Invasi
88
xxv
26
BAB I PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Karsinoma kolorektal adalah salah satu keganasan yang kejadiannya cukup sering, yang terjadi di seluruh dunia, banyak terjadi pada negara-negara industri seperti di Eropa, Australia, New Zealand, Amerika Utara, dan Jepang. Karsinoma kolorektal ini dikaitkan dengan pola makan dan gaya hidup dan lebih sering terjadi pada usia tua. Karsinoma kolorektal terjadi di seluruh dunia dengan insiden 12 % dari semua kasus, dengan kasus baru sebanyak 8,5 % per tahun. Karsinoma kolorektal merupakan keganasan tersering ketiga pada laki-laki dan perempuan (Hamilton et al., 2010; Rosai, 2011). Sedangkan di Indonesia pada tahun 2011, karsinoma kolorektal adalah keganasan ketiga yang paling sering menurut lokasi tumor dan merupakan keganasan primer terbanyak pertama pada laki-laki serta terbanyak ketiga pada perempuan. Insiden karsinoma kolorektal berdasarkan jenis kelamin adalah relatif lebih tinggi pada laki-laki. Karsinoma kolorektal jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, kecuali pada individu dengan predisposisi genetik atau predisposisi penyakit inflamasi kronis (Santosa, 2009; Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Ditjen YanMed, 2011). Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan prognosis adalah stadium karsinoma kolorektal. Sistem stadium yang dipakai adalah sistem TNM yaitu
berdasarkan
evaluasi
terhadap
1
kedalaman
invasi
tumor
(T),
27
keterlibatankelenjar getah bening (N) dan metastasis jauh (M) (Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011). Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang telah ada, yang merupakan proses penting untuk kelangsungan pertumbuhan tumor (invasi tumor) dan bermetastasis. Angiogenesis merupakan suatu proses kompleks melibatkan extracellular matrix (ECM) dan endothelial cell (EC) yang dipengaruhi oleh faktor-faktor angiogenik, baik yang bersifat memacu (faktor pro-angiogenik) maupun yang bersifat menghambat (faktor anti-angiogenik). Angiogenesis diperlukan untuk suplai oksigen, nutrisi, faktor pertumbuhan dan hormon, enzim proteolitik dan penyebaran sel-sel tumor ke tempat jauh (Piulats and Mitjans, 2008; Schulz, 2007; Farhat, 2009). Vascular endotelial growth factor (VEGF) merupakan faktor pro-angiogenik dominan, protein signaling penting yang berperan dalam proliferasi dan migrasi sel endotel, yang mendasari pertumbuhan dan invasi tumor serta berhubungan dengan metastasis dan prognosis buruk pada karsinoma kolorektal (Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Hardjolukito dan Hernowo, 2010; Rosai, 2011; Shibuya, 2011). Ekspresi VEGF dalam sel tumor distimulasi oleh hipoksia, onkogen (ras) dan inaktivasi gen supresor tumor (p53) dan oleh berbagai sitokin. Aktivasi aksis VEGF/VEGF receptor (VEGFR) memicu jaringan sinyal multipel yang menghasilkan survival sel endotel, mitogenesis, migrasi, diferensiasi dan permeabilitas vaskular serta mobilisasi sel-sel progenitor endotel dari sumsum tulang ke sirkulasi perifer. Ekspresi VEGF dihubungkan dengan progresivitas
28
tumor dan prognosis buruk berbagai macam tumor termasuk karsinoma kolorektal (Kawamura, et al., 2008; Farhat, 2009). Ekspresi VEGF mulai meningkat pada adenoma kolon dan secara signifikan terjadi peningkatan lebih lanjut pada perkembangan karsinoma kolorektal. Dan yang menarik adalah ekspresi VEGF dan jumlah pembuluh darah memberikan hasil yang serupa pada adenoma dan karsinoma kolorektal non metastatik, dan secara signifikan jumlah pembuluh darah dan kadar VEGF pada karsinoma kolorektal yang bermetastatik lebih tinggi (Kekec et al., 2006; Shibuya, 2013). Beberapa penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara VEGF dan kelangsungan hidup pasien dalam 10 tahun, memberikan informasi prognostik yang berharga pada karsinoma kolorektal (Bendardaf et al.,2008; Martins et al., 2011; Jin et al., 2012). Ekspresi VEGF dan Hypoxia-inducible factor I alpha (HIF-1α) secara signifikan terkait dengan derajat diferensiasi tumor, kelenjar getah bening dan metastasis hati, serta tetap bermakna dengan kelangsungan hidup pasien. Sehingga VEGF dan HIF-1α dapat digunakan sebagai biomarker tumor pada stadium lanjut dan prognosis pada pasien karsinoma kolorektal (Cao et al., 2009; Wu et al,. 2010; Saif, 2013; Weickhardt et al,. 2015). Pada penelitian yang lain, didapatkan korelasi yang baik antara derajat diferensiasi dan overekspresi VEGF, namun tidak dijumpai adanya korelasi bermakna antara stadium tumor dan overekspresi VEGF (Hashim, et al., 2010). Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian mengenai
hubungan
ekspresi
VEGF
dengan
kedalaman
invasi
pada
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Sampai saat ini, penelitian tersebut
29
belum pernah dilakukan di bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah ekspresi VEGF berhubungan positif dengan kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik?
1.3.Tujuan Penelitian Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1.3.1. Tujuan umum Untuk
mengetahui
peranan
VEGF
terhadap
kedalaman
invasi
pada
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang nantinya dapat dipakai sebagai faktor prognostik dan tata laksana pada penderita.
1.3.2. Tujuan khusus Membuktikan ekspresi VEGF berhubungan positif dengan kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik
30
1.4.Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat akademik
Dari segi pengembangan ilmu pengetahuan, hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap peranan VEGF terhadap kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.
1.4.2
Manfaat praktis
Apabila dalam penelitian ini terbukti ekspresi VEGF menunjukkan hubungan positif dengan kedalaman invasi, maka ekspresi VEGF 1. Dapat dipakai sebagai faktor prognostik. 2. Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan tata laksana penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Karsinoma Kolorektal Karsinoma kolorektal merupakan keganasan dari epitel kolon dan atau rektum, dimana tumor tersebut telah menembus lapisan muskularis mukosa. Karsinoma kolorektal disini adalah cenderung untuk adenokarsinoma karena lebih dari 90% karsinoma kolorektal adalah adenokarsinoma (Hamilton et al., 2010).
2.1.1 Epidemiologi Karsinoma kolorektal terjadi di seluruh dunia dengan insiden 12% dari semua kasus keganasan, dengan kasus baru sebanyak 8,5% per tahun. Karsinoma kolorektal merupakan keganasan tersering ketiga pada laki-laki dan perempuan. Insiden banyak terjadi di negara-negara industri seperti di Eropa, Australia, New Zealand, Amerika Utara dan Jepang, sedangkan insiden yang lebih rendah terjadi di Asia dan Afrika (Hamilton et al., 2010; Jemal et al., 2010; Rosai, 2011; American Cancer Society, 2015). Di Indonesia, berdasarkan data histopatologik kanker di Indonesia tahun 2011, karsinoma kolorektal adalah keganasan ketiga yang paling sering menurut lokasi yaitu sebanyak 2.410 kasus baru dan keganasan ketiga menurut tumor primer yaitu sebanyak 2.397 kasus baru. Dan merupakan karsinoma primer terbanyak pertama pada laki-laki dan terbanyak ketiga pada perempuan setelah karsinoma pada payudara dan karsinoma leher rahim. Insiden karsinoma
31
32
kolorektal berdasarkan jenis kelamin adalah relatif lebih tinggi pada laki-laki. Karsinoma kolorektal meningkat tajam sesuai bertambahnya usia di kedua jenis kelamin (Santosa, 2009; Hamilton et al, 2010; DitjenYanMed, 2011). Karsinoma kolorektal jarang terjadi sebelum usia 40 tahun, kecuali pada individu dengan predisposisi genetik atau penyakit inflamasi kronis. Kebanyakan karsinoma kolorektal terletak di kolon sigmoid dan rektum, tetapi pada penelitian beberapa tahun terakhir terjadi perubahan distribusi dengan lokasi karsinoma lebih ke proksimal (Takayama et al., 2006; Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010).
2.1.2 Faktor Risiko Faktor risiko diet, pola hidup dan paparan lainnya, dan penyakit inflamasi kronis (inflammatory bowel disease; IBD) memiliki pengaruh klinik kuat. Faktor risiko lainnya adalah umur, karena karsinoma kolorektal lebih sering terjadi pada umur lanjut. Selain itu jenis kelamin juga mempengaruhi risiko terjadinya karsinoma kolorektal, dimana laki-laki mempunyai risiko sedikit lebih tinggi dibandingkan perempuan, yang berhubungan dengan kondisi hormonal (Homick and Odze, 2011; Washington et al, 2011; Redston and Driman, 2015). Insiden karsinoma kolorektal juga meningkat pada perilaku pola diet ”western type diet” yaitu suatu pola diet dengan makanan yang kaya lemak hewan, terutama daging merah serta makanan rendah serat disertai dengan kebiasaan merokok, dan minum minuman beralkohol. Berbanding terbalik dengan gaya hidup dengan aktivitas fisik (berolah raga) disertai perilaku pola diet
33
mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan. Efek ini mungkin disebabkan oleh sifat antikarsinogen, sifat antioksidan, asupan folat, induksi enzim-enzim yang bersifat detoksifikasi, fermentasi serat untuk memproduksi asam lemak volatine, atau berkurangnya waktu kontak dengan epitelium oleh karena transit yang lebih cepat (Redston and Driman, 2015). Selain itu terdapat pula hubungan terbalik dengan penggunaan jangka panjang non-steroidal anti inflammatory drug (NSAID), dimana akan menghambat produksi prostaglandin pada cyclooxigenase-2 (COX2) sehingga akan menghambat proses angiogenesis pada karsinoma kolorektal. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa NSAID dapat mencegah terbentuknya adenoma atau menyebabkan regresi polip adenoma pada FAP. Pemberian estrogen dan progesteron pengganti juga akan memberikan hubungan terbalik dengan mekanisme melalui asam empedu, insulin-like growth factor (IGF) dan estrogen receptor/progesteron receptor (ER/PR). Pemberian estrogen dan progesteron tersebut dapat mengurangi produksi asam empedu sehingga bisa mengurangi karsinogenesis kolon (Hamilton et al, 2010; Redston and Driman, 2015). Penyakit inflamasi kronis merupakan salah satu faktor risiko yang signifikan dalam terjadinya karsinoma kolorektal. Termasuk kolitis ulseratif, crohn disease, dan infeksi schistosoma mansoni. Risiko tergantung pada lamanya terpapar (lebih dari 8-10 tahun), umur saat terpapar (early onset) dan luas manifestasi. Penyakit kolitis ulseratif merupakan lesi premaligna yang dapat meningkatkan risiko terjadinya karsinoma kolorektal sampai 20%, sedangkan pada penyakit crohn
34
risiko karsinoma kolorektal meningkat 3% (Fenoglio, 2009; Hamilton et al, 2010). Faktor yang jarang namun dianggap sebagai faktor risiko karsinoma kolorektal adalah terapi radiasi panggul dan ureterosigmoidostomy (Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011).
2.1.3 Lokasi Karsinoma kolorektal terjadi lebih banyak pada kolon sigmoid dan rektum, akan tetapi terdapat bukti pada penelitian beberapa tahun terakhir terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma pada bagian yang lebih proksimal seiring dengan peningkatan umur (Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011).
2.1.4 Gambaran Klinik Gambaran klinik sangat bergantung pada lokasi tumor dan derajat lesi pada saat dilakukan diagnosis. Pada beberapa pasien tidak menunjukkan gejala awal, kecuali bila secara kebetulan dilakukan skrining. Hematochezia dan anemia adalah gejala umum karena terjadi perdarahan dari tumor. Selain itu gejala yang sering terjadi adalah adanya perubahan dalam kebiasaan buang air besar, terutama terjadi gangguan konstipasi yang berhubungan dengan distensi abdomen, obstruksi dan perdarahan. Gejala lain yang tidak spesifik adalah demam, malaise, penurunan berat badan, dan nyeri perut (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011).
35
2.1.5 Pemeriksaan Penunjang Teknik radiologi modern memungkinkan dilakukan deteksi non invasif dan dapat mengetahui stadium klinis dari tumor. Pemeriksaan radiologi secara potongan melintang dengan computer tomography (CT) colonography, magnetic resonance imaging (MRI) dan transrectal ultrasonography dilakukan untuk menilai kedalaman invasi tumor dan untuk mengetahui adanya metastasis regional. Juga bisa dilakukan pemeriksaan scintigraphy dan positron emission tomography (PET) (Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011). Kolonoskopi memungkinkan pemeriksaan seluruh permukaan mukosa kolon. Biopsi dapat dilakukan dengan menggunakan snare polypectomy, mucosal resection endoscopy terutama pada adenoma atau karsinoma superfisialis. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan chromoendoscopy dengan menggunakan pewarna untuk meningkatkan visualisasi dari lesi/tumor yang tidak menonjol (Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011).
2.1.6 Makroskopik Gambaran makroskopis karsinoma kolorektal juga sangat bergantung pada lokasi tumor dan derajat lesi pada saat dilakukan pemeriksaan. Dapat memberikan gambaran eksofitik/fungating dengan pertumbuhan intralumen, gambaran endofitik/ulseratif
dengan
pertumbuhan
intramural,
gambaran
difus
infiltratif/linitis plastica dengan pertumbuhan endofitik halus, dan gambaran annular dengan pertumbuhan keliling dari dinding usus dan penyempitan lumen.
36
Sering terjadi dengan gambaran yang tumpang tindih (Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011). Lesi eksofitik bertangkai (pedunculated exophytic) dengan tangkai yang sempit terdiri dari mukosa dan submukosa yang tidak mengandung sel tumor, sedangkan tumor eksofitik sessile (sessile exophytic) memiliki gambaran tumor yang luas ke dinding. Karsinoma kolon proksimal cenderung dengan gambaran tumor eksofitik, sementara tumor pada kolon transversum dan kolon descendens dengan gambaran endofitik dan annular (Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011). Pada irisan, sebagian besar karsinoma kolorektal tampak relatif homogen dan kadang terlihat daerah nekrosis. Pada musinus adenokarsinoma tampak gambaran dengan daerah yang mengandung musin (Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011).
2.1.7 Histopatologik Lebih dari 90% karsinoma kolorektal merupakan adenokarsinoma yang mempunyai gambaran kelenjar yang dominan dengan sedikit stroma. Sel tumor berbentuk kolumnar tinggi dan berubah menjadi kuboid pada diferensiasi yang lebih buruk. Mitosis mudah ditemukan. Lumen kelenjar berisi bahan mukus eosinofilik dan debris inti dari sel yang disebut sebagai nekrosis kotor yang dapat dipakai sebagai petunjuk untuk karsinoma kolorektal primer (Gambar 2.1 A). Dapat pula ditemukan gambaran reaksi stroma desmoplastik, yang disebabkan oleh hialinisasi stroma di sekitar sel tumor (Gambar 2.1 B). Selain sel kelenjar, sel
37
paneth, sel neuroendokrin dan sel skuamosa dapat ditemukan pada karsinoma kolorektal (Hamilton et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011; Fleming et al., 2012).
Gambar 2.1 Karsinoma kolorektal. A. Nekrosis kotor (nekrosis debris) di dalam lumen kelenjar yang adenokarsinomatus. B. Reaksi desmoplastik di sekitar kelenjar yang adenokarsinomatus (Fleming et al., 2012)
Karsinoma kolorektal mempunyai beberapa tipe menurut klasifikasi WHO: a. Adenokarsinoma musinus didiagnosis bila ditemukan komponen musin ekstraselular lebih dari 50%, dengan gambaran struktur kelenjar berukuran besar di antara genangan musin. Sedangkan karsinoma dengan komponen musinus menggambarkan tumor dengan komponen musin lebih dari 10% namun kurang dari 50%. Dapat pula ditemukan sel cincin. (Gambar 2.2 A) (Hamilton et al., 2010). b. Karsinoma sel cincin terdiri atas sel tumor yang berbentuk seperti sel cincin dengan proporsi lebih dari 50%. Secara histologis tumor ini menunjukkan vakuola musin pada sitoplasma sehingga mendorong inti ke perifer (sel cincin). Karsinoma tipe ini sering menunjukkan pola pertumbuhan yang
38
infiltratif atau tampak di antara genangan musin ekstraseluler. Lebih sering terjadi penetrasi pada seluruh lapisan muskularis propria dan peritoneal seeding sehingga cenderung lebih sulit disembuhkan dengan reseksi operatif serta mempunyai prognosis yang buruk (Gambar 2.2 B) (Hamilton et al., 2010). c. Karsinoma meduler dengan gambaran berupa sel epitelioid neoplastik membentuk struktur lembaran, dengan inti besar, vesikuler, anak inti menonjol, dan sitoplasma yang luas. Secara tipikal, tumor ini mempunyai pushing border disertai tumor infiltrating lymphocytes (TIL) yang jelas. Tumor ini mempunyai prognosis yang baik meskipun secara histologis menunjukkan diferensiasi yang buruk atau tidak berdiferensiasi (Gambar 2.2 C) (Hamilton et al., 2010). d. Adenokarsinoma serrated merupakan salah satu varian yang cukup jarang, dengan gambaran yang sama dengan sessile serrated polyp with glandular serration dengan area musin, cribriform dan trabekular. Rasio inti terhadap sitoplasma biasanya relatif lebih rendah dibandingkan tipe lainnya (Hamilton et al., 2010). e. Adenokarsinoma tipe cribriform-komedo, mempunyai gambaran kelenjar cribriform dengan nekrosis pada bagian tengah. Biasanya bersifat microsatellite-stable dengan hipermetilasi pada pulau CpG (Hamilton et al., 2010).
39
f. Adenokarsinoma mikropapiler mempunyai kelompok-kelompok kecil sel tumor pada stroma menyerupai gambaran saluran vaskuler. Pola tersebut dapat terlihat sebagai komponen dari karsinoma yang konvensional (Hamilton et al., 2010). g. Adenoskuamosa karsinoma menunjukkan gambaran karsinoma skuamosa dan adenokarsinoma, baik dengan gambaran yang terpisah maupun tercampur dalam tumor. Klasifikasi adenoskuamosa karsinoma, harus ada lebih dari satu fokus kecil dengan diferensiasi skuamosa (Hamilton et al., 2010). h. Karsinoma sel spindle adalah karsinoma biphasic dengan komponen sel spindel
sarkomatoid.
Sel-sel
spindel
tersebut
biasanya
fokal,
dan
immunoreaktif untuk cytokeratin (Hamilton et al., 2010). i. Karsinoma tidak berdiferensiasi, dengan morfologi di luar dari tumor epitel diatas dan memiliki gambaran histologis yang bervariasi. Tumor ini biasanya terkait dengan high levels of microsatellite instability (MSI-H) (Hamilton et al., 2010).
Gambar 2.2 Tipe karsinoma kolorektal. A. Karsinoma musinus. B. Karsinoma sel cincin. C. Karsinoma meduler (Fleming et al., 2012)
40
2.1.8 Grading/Derajat Diferensiasi Derajat diferensiasi adenokarsinoma kolorektal berdasarkan perbandingan antara area komponen kelenjar dengan area solid atau kelompok sel tanpa lumen (Hamilton et al., 2010). Diferensiasi baik, menunjukkan struktur kelenjar lebih dari 95%, berbentuk simpel atau kompleks dengan polaritas sel yang baik dan inti sel yang relatif uniform (Gambar 2.3 A). Diferensiasi sedang, memiliki komponen kelenjar 50–95% dengan bentuk yang lebih ireguler dan polaritas inti yang berkurang (Gambar 2.3 B). Diferensiasi buruk, memiliki komponen kelenjar 0–49% dan kehilangan polaritas inti sel (Gambar 2.3 C). Sedangkan karsinoma yang tidak berdiferensiasi tanpa bentukan kelenjar, dengan komponen musin atau menunjukkan diferensiasi neuroendokrin, skuamus dan sarkomatoid (Hamilton et al., 2010; Fleming et al., 2012).
Gambar 2.3. Tipe diferensiasi karsinoma kolorektal. A. Diferensiasi baik. B. Diferensiasi sedang. C. Diferensiasi buruk (Fenoglio, 2009)
Namun belakangan, derajat histologis yang dipakai adalah two-tiered grading system yaitu komponen kelenjar lebih dari atau sama dengan 50%, diklasifikasikan menjadi derajat rendah (adenokarsinoma dengan derajat
41
diferensiasi baik dan sedang) dan bila komponen kelenjar kurang dari 50%, diklasifikasikan
sebagai
derajat
tinggi
(adenokarsinoma
dengan
derajat
diferensiasi buruk dan tidak berdiferensiasi) Pembagian derajat diferensiasi ini hanya digunakan pada adenokarsinoma kolorektal konvensional tipe tidak spesifik (Hamilton et al., 2010; Washington et al., 2011). Adenokarsinoma musinus mempunyai derajat histologis yang lebar, dari derajat rendah sampai derajat tinggi. Derajat maturasi epitelium menentukan diferensiasi. Kebanyakan adenokarsinoma musinus bersifat MSI-H sehingga termasuk dalam derajat histologis rendah, sedangkan adenokarsinoma musinus yang bersifat MSI-L atau bersifat microsatellite stabil, termasuk dalam derajat histologis tinggi (Hamilton et al., 2010). Selain itu adenokarsinoma musinus dapat dibagi menjadi dua tipe berdasarkan derajat diferensiasi struktural. Tipe pertama yaitu adenokarsinoma musinus derajat rendah yang berasal dari karsinoma diferensiasi baik sampai sedang dan karsinoma papiler. Tipe yang kedua yaitu karsinoma musinus derajat tinggi yang berasal dari karsinoma diferensiasi buruk dan karsinoma sel cincin (Hamilton et al., 2010). Karsinoma sel cincin dianggap memiliki diferensiasi buruk dan karsinoma meduler termasuk dalam derajat 4 (tidak berdiferensiasi). Bila terdapat berbagai diferensiasi
pada
karsinoma
kolorektal,
derajat
diferensiasi
ditentukan
berdasarkan komponen diferensiasi yang paling buruk (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2011).
42
Tabel 2.1 Kriteria Derajat Histologi Adenokarsinoma Kolorektal (Hamilton et al, 2010). Kriteria
Diferensiasi
Derajat
Derajat
Kategori
Numerika
Deskriptif
Bentukan kelenjar >95 %
Baik
1
Rendah
Bentukan kelenjar 50-95%
Sedang
2
Rendah
Bentukan kelenjar <49%
Buruk
3
Tinggi
Bervariasi
Bervariasi
Rendah
Derajat Tinggi MSIb
Keterangan : a karsinoma tidak berdiferensiasi (derajat 4) dengan gambaran karsinoma tanpa bentukan kelenjar, dengan produksi musin, atau neuroendokrin, skuamus, atau diferensiasi sarkomatoid; b MSI-H
2.1.9 Staging/Stadium Karsinoma Kolorektal Stadium karsinoma kolorektal merupakan prediktor prognosis yang paling penting untuk menentukan perangai tumor dan prognosis pasien. Sistem stadium yang dipakai adalah sistem TNM yaitu berdasarkan evaluasi terhadap kedalaman invasi tumor (T), keterlibatan kelenjar getah bening (N) dan metastasis jauh (M) yang dilakukan dengan cara pemeriksaan histopatologis dari spesimen reseksi pembedahan dari tumor kolorektal (Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011). Komponen T menunjukkan ukuran dan kedalaman invasi tumor primer yang ditunjukkan oleh perluasan invasi tumor melewati muskularis mukosa. Komponen N menunjukkan keterlibatan tumor pada KGB regional, dari minimal 12 KGB yang diperiksa. Komponen M menggambarkan metastasis dari tumor ke organ lain (Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011).
43
Tumor primer (T) (Hamilton et al., 2010) T : Tumor Primer TX : Tumor primer tak dapat ditentukan T0 : Tidak ditemukan tumor primer Tis : Carcinoma in situ, intraepitel atau invasi ke lamina propria T1 : Tumor infiltrasi sub mukosa T2 : Tumor infiltrasi muskularis propia T3 : Tumor infiltrasi menembus muskularis propia ke sub serosa atau ke peritoneum atau jaringan perirektal T4 : Tumor menginfiltrasi organ atau struktur atau ke peritoneum visceral T4a : Tumor menginfiltrasi ke peritoneum visceral T4b : Tumor menginfiltrasi organ atau struktur organ
Kelenjar limfe regional (N) (Hamilton et al., 2010) NX : KGB regional tidak dapat ditentukan N0 : Tak terdapat keterlibatan KGB regional N1 : Metastasis pada 1 sampai 3 KGB regional N1a : Metastasis pada 1 KGB regional N1b : Metastasis pada 2 sqampai 3 KGB regional N1c : Tumor satelit pada pada subserosa atau pada peritonealized pericolic atau pada jaringan lunak perirektal, tanpa adanya metastasis ke KGB regional.
44
N2 : Metastasis pada 4 atau lebih KGB regional N2a : Metastasis pada 4 sampai 6 KGB regional N2b : Metastasis pada 7 atau lebih KGB regional
Metastasis jauh (M) (Hamilton et al., 2010) MX : Tidak dapat ditentukan adanya metastasis jauh M0 : Tidak ditemukan metastasis jauh M1 : Ditemukan metastasis jauh M1a : Metastasis ke 1 organ lain M1b : Metastasis ke lebih dari satu organ lain
45
Tabel 2.2 Stadium Karsinoma Kolorektal Berdasarkan TNM (Hamilton et al., 2010) Stadium
T
N
M
Stadium 0
Tis
N0
M0
Stadium I
T1,T2
N0
M0
Stadium II
T3,T4
N0
M0
Stadium IIA
T3
N0
M0
Stadium IIB
T4a
N0
M0
Stadium IIC
T4b
N0
M0
Stadium III
Semua T
N1, N2
M0
T1, T2
N1
M0
T1
N2a
M0
T3, T4a
N1
M0
T2, T3
N2a
M0
T1, T2
N2b
M0
T4a
N2a
M0
T3, T4a
N2b
M0
T4b
N1, N2
M0
Stadium IVA
Semua T
Semua N
M1a
Stadium IVB
Semua T
Semua N
M1b
Stadium IIIA
Stadium IIIB
Stadium IIIC
46
Tabel 2.3 Stadium patologik karsinoma kolorektal menurut Duke’s (Weber, 2007) Duke Stage TMN stage Extent of Invasion 5-Year survival rate (%) A T1N0M0 atau T2N0M0 Mukosa 100 B1
T3N0M0
Muskularis
65
Propria B2
T4N0M0
Serosa
50
C1
(semua T) N1M0
Muskularis
40
propria dan KGB C2
(semua T) N2M0
Serosa dan KGB
25
Metastasis
5
(semua T) N3M0 D
(semua T,N) M1
Gambar 2.4 Skema stadium patologis menurut American Joint Committe on Cancer (AJCC) (Rubin and Hansen, 2012)
2.1.10 Karsinogenesis Karsinoma Kolorektal Sebagian besar karsinoma kolorektal berkembang dari adenoma sebagai lesi prekursor. Adenoma dapat terjadi secara sporadik atau bagian dari sindroma
47
poliposis. Karsinoma kolorektal juga dapat berkembang dari area displastik pada pasien dengan inflammatory bowel disease (IBD) (Antonia,2010). Terdapat 3 jalur karsinogenesis yang telah dikenal luas, yaitu jalur instabilitas kromosom (chromosomal instability; CIN), jalur instabilitas mikrosatelit (microsatellitte instability; MSI), dan jalur metilasi (CpG island methylator phenotype; CIMP) (Aoki and Taketo, 2007; Antonia, 2010; Zahari, 2010; Redston and Driman, 2015). Jalur CIN terjadi pada 85% karsinoma kolorektal sporadik dan 10% karsinoma kolorektal herediter yang dikenal dengan rangkaian adenomakarsinoma. Rangkaian adenoma-karsinoma ini diperkenalkan oleh Fearon dan Volgenstein pada tahun 1990 dengan mengemukakan mekanisme transisi epitel normal kolorektal menjadi karsinoma. Lesi awal yang dapat diidentifikasi disebut sebagai fokus kripta aberant (aberrant cypt focus), yaitu suatu lesi mukosal yang mendahului perkembangan polip (Aoki and Taketo, 2007).
Gambar 2.5 Tahap-tahap perubahan molekuler pada karsinogenesis kolorektal yang sporadik. (Antonia, 2010)
48
Chromosome instability (CIN) terjadi karena peningkatan laju penambahan dan pengurangan materi kromosom yang terjadi terus-menerus, sehingga jumlah abnormalitas keseluruhan kromosom menghasilkan aneuploidi. Pada jalur ini, terjadinya karsinoma kolorektal melalui proses perubahan molekuler yang bertahap, sekurang-kurangnya melewati 4 kali mutasi gen dalam urutan tertentu. Tahap pertama adalah mutasi pada gen APC (kromosom 5q) yang menyebabkan sel kehilangan kontrol pertumbuhan. Tahap kedua adalah aktivasi onkogen KRAS yang menyebabkan sel kehilangan fungsi kontrol proliferasi, dan diikuti oleh tahap ketiga, yaitu inaktivasi gen DCC/SMAD4 (kromosom 18q), dan tahap keempat adalah mutasi gen p53 (kromosom 17p) dan TGFBR2 serta mutasi Ecadherin yang lebih berhubungan pada kemampuan metastasis karsinoma kolorektal (Antonia, 2010). Adenomatous Polyposis Coli (APC) merupakan tumor supressor gen yang terlibat pada jalur CIN. Umumnya mutasi gen APC terjadi pada gugus karboksil sehingga APC tidak dapat berikatan dengan protein β-catenin (Qian et al., 2008). Dalam keadaan normal, APC berikatan dengan β-catenin. Dengan hilangnya fungsi APC, β-catenin yang menumpuk berpindah ke nukleus dan mengaktifkan transkripsi beberapa gen seperti MYC dan siklin D1, yang mendorong proliferasi sel. Mutasi APC terdapat pada 80% karsinoma kolorektal sporadik. (Aoki, 2007). K-RAS mengkode suatu molekul transduksi sinyal yang berpindah-pindah, terikat dengan quanosin trifosfat dalam keadaan aktif dan terikat dengan quanosin difosfat dalam keadaan tidak aktif. Mutasi K-RAS di kromosom 12p12 terperangkap dalam keadaan aktif dan mengeluarkan sinyal mitotik serta sekaligus
49
mencegah apoptosis. Mutasi K-RAS terjadi setelah mutasi APC. Aktivasi mutasi K-RAS terjadi pada 35 – 42 % karsinoma kolorektal dan adenoma. Kehilangan/inaktivasi gen DCC, SMAD2 dan SMAD4 yang berlokasi pada kromosom 18q21 ditemukan pada 60 % karsinoma kolorektal. SMAD2 dan SMAD4 terlibat pada jalur sinyal TGF-β yang mengatur pertumbuhan dan apoptosis. Sehingga hilangnya gen tersebut mengakibatkan sel tumor tumbuh tidak terkendali. Kehilangan fungsi TP53 merupakan peristiwa terakhir pada transisi adenomakarsinoma melalui jalur CIN. Abnormalitas TP53 ditemukan pada 70-80% karsinoma kolorektal. Protein p53 berperan dalam mengatur siklus sel dan apoptosis. Mutasi pada E-Cadherin lebih berhubungan dengan kemampuan metastase tumor kolorektal (Antonia, 2010). Jalur kedua, microsatellite instability (MSI) ditandai dengan lesi genetik di DNA mismatch repair (MMR). Karsinoma kolorektal dengan jalur MSI tidak mempunyai abnormalitas dalam jumlah kromosom seperti yang ditemukan pada jalur CIN. Jalur MSI menjadi mekanisme dasar progresi kanker pada lynch syndrome yang disebabkan oleh defek MMR DNA bawaan, yaitu terjadi mutasi pada MSH2, MSH6, MLH1, PMS1, dan PMS2 yang menyebabkan terjadinya karsinoma
kolon
nonpoliposis
herediter
(hereditary
nonpolyposis
colon
carcinoma; HNPCC). Pada lynch syndrome, MSI berkembang dari adenoma menjadi karsinoma menunjukkan progresi yang cepat. Selain itu, MSI juga mengakibatkan peningkatan laju mutasi rangkaian koding (hipermutasi somatik). MSI terjadi pada 10-15% karsinoma kolorektal (Redston and Driman, 2015).
50
Jalur CpG island methylator phenotype (CIMP) adalah penambahan hipermetilasi dinukleotida CpG pada area promotor gen. Hal ini mengacu pada perubahan epigenetik karena tidak mengubah rangkaian DNA. Jalur CIMP adalah mekanisme mayor dari inaktivasi tumor suppressor genes seperti TP16, CDH1, dan MLH1. CIMP frekuensi tinggi (CIMP-H) merupakan gambaran karakteristik karsinoma kolorektal yang berasal dari lesi neoplastik serrated, dan terjadi pada 20-30% kasus karsinoma kolorektal. Jalur CIMP mencakup hampir seluruh karsinoma kolorektal yang mengalami MLH1 hypermethylation silencing. Penyebab dasar genetik dari fenotip CIMP-H tidak dipahami, tetapi ada bukti bahwa faktor-faktor genetik dan paparan lingkungan (seperti: merokok, withdrawal estrogen) berhubungan dengan perkembangan karsinoma jalur serrated, yang dikenal sebagai adenokarsinoma serrated, dan sering dijumpai dengan MSI yang tinggi atau CIMP-H, atau keduanya (Redston and Driman, 2015). Jalur karsinogenesis yang lain adalah progresi IBD menjadi karsinoma. Pasien dengan IBD mempunyai risiko peningkatan displasia dan karsinoma kolorektal sebesar 0,5-1% dalam waktu 8-10 tahun. Hal ini diduga mempunyai kaitan
kuat
dengan
kolitis
kronis
yang
berkepanjangan.
Mekanisme
karsinogenesis pada IBD sebenarnya menyerupai karsinoma kolorektal sporadik tetapi berbeda pada waktu terjadinya perubahan molekuler. Selama periode kolitis kronis terjadi aktivasi NF-ĸB pada epitel. NF-ĸB ini akan mengaktivasi COX-2, beberapa sitokin proinflamasi (termasuk IL-1, TNF-α, IL-12p40 dan IL-23p19), faktor antiapoptosis (inhibitor of apoptotic protein (IAP), dan B-cell
51
leukemia/lymphoma (Bcl-xL)). Prostaglandin dan beberapa sitokin termasuk IL-6 dilepaskan ke lingkungan inflamasi dan mengaktifkan jalur signaling intraselular serinine threonine AKT kinase yang menghambat faktor proapoptotis termasuk p53 dan BAD yang meyebabkan meningkatnya masa hidup sel. Instabilitas genetik seperti CIN dan MSI juga terjadi pada karsinogenesis yang berkaitan dengan inflamasi. Mutasi APC terjadi 14-33% pada karsinogenesis inflamasi. Mutasi p53 terjadi pada fase displasia disebabkan terjadinya kerusakan inflamasi yang berhubungan dengan reaksi oksidasi dari radikal bebas (Antonia, 2010).
Gambar 2.6. Tahap-tahap perubahan molekuler dari neoplasia yang berhubungan dengan inflammatory bowel disease (Antonia, 2010).
Semua jalur karsinogenesis diatas akan menghasilkan replikasi yang tak terkendali dari sel tumor.
52
2.2 Angiogenesis 2.2.1
Angiogenesis dan VEGF
Angiogenesis adalah proses pembentukan pembuluh darah baru dari pembuluh darah yang sudah ada. Angiogenesis merupakan proses kompleks yang melibatkan ekstraselular matriks dan sel endotel. Angiogenesis bisa bersifat fisiologik maupun patologik. Angiogenesis yang bersifat fisiologik ditemukan pada proses penyembuhan luka, pembentukan folikel dan korpus luteum pada ovarium, vaskularisasi endometrium saat siklus menstruasi. Sedangkan angiogenesis yang bersifat patologik misalnya pada karsinoma, aterosklerosis, psoriasis, diabetic retinopathy, dan endometriosis (Schulz, 2007; Piulats and Mitjans, 2008). Proses angiogenesis diregulasi oleh interaksi antara faktor yang bersifat memacu (pro-angiogenik) dan faktor yang bersifat menghambat (anti-angiogenik). Beberapa contoh pro-angiogenik penting adalah vascular endothelial growth faktor (VEGF), platelet derived growth faktor (PDGF), fibroblast growth faktor (FGF), transforming growth faktor β (TGF-β) dan angiopoetin. Sedangkan beberapa contoh anti-angiogenik penting adalah trombospondin, angiostatin, dan endostatin. (Schulz, 2007; Piulats and Mitjans, 2008; Kumar and Stricker, 2010). Di antara faktor pro-angiogenik di atas, VEGF adalah faktor dominan dan memiliki kriteria sebagai direct-acting angiogenesis growth factor untuk mengontrol angiogenesis (Roskoski, 2007; Kawamura et al, 2008; Comsa et al., 2012; Shibuya, 2013).
2.2.2 Angiogenesis pada Tumor
53
Tumor tidak dapat tumbuh dan berkembang lebih dari 1 mm3 tanpa membentuk pembuluh darah baru, karena nutrisi dan oksigen tidak dapat mencapai sel tumor dengan cara difusi dari kapiler bila ukurannya melebihi ukuran tersebut. Dalam progresi
pertumbuhan
tumor,
pembentukan
pembuluh
darah
baru
(neovaskularisasi) untuk suplai nutrisi dan oksigen merupakan suatu tahapan yang penting yang disebut sebagai angiogenic switch (Schulz, 2007; Piulats and Mitjans, 2008; Ribbati and Vacca, 2008; Hardjolukito dan Hernowo, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Nussenbaum and Herman, 2010). Angiogenesis pada tumor dimulai dari adanya perubahan sifat sel tumor menjadi fenotip yang bersifat angiogenik pada saat progresi tumorigenicity sel tumor, atau bahkan terjadi sebelum tumorigenecity. Adanya perubahan pada oncogen maupun tumor suppressor gen tidak hanya mengakibatkan terbentuknya suatu kelompok sel yang mempunyai sifat proliferatif dan survival potential yang tinggi, namun juga membentuk suatu klon sel yang dapat memacu sekresi faktor angiogenik yang tinggi. Sebagai contoh, oncogen yang teraktivasi (misalnya KRAS family) akan menginduksi ekspresi VEGF. Dan sebaliknya, TP53 (salah satu tumor suppressor gen) menurunkan regulasi VEGF dan berbagai faktor proangiogenik lainnya. TP53 justru akan meningkatkan ekspresi faktor antiangiogenik, yang salah satunya adalah thrombospondin-1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya mutasi K-RAS dan hilangnya fungsi TP53 seperti yang terjadi pada sebagian besar kanker akan meningkatkan angiogenesis dan ekspresi VEGF (Schulz, 2007; Piulats and Mitjans, 2008).
54
Angiogenesis pada tumor juga melalui tahapan-tahapan yang sama dengan angiogenesis normal yang secara umum dibagi menjadi tahap induksi-inisiasi, proliferasi-invasi, dan maturasi-remodeling. Pada tahap induksi-inisiasi, dimana sel tumor yang sedang tumbuh mengalami angiogenik switch, menyebabkan sel tumor mempunyai kemampuan untuk mensekresi faktor-faktor angiogenik. Tahap ini dicetuskan oleh ketidakseimbangan antara faktor pro-angiogenik (VEGF, FGF, PGF, dan lain-lain), dan faktor anti-angiogenik (inhibitor endogen, seperti thrombospondin, endostatin, IFN-β dan lain-lain). Tahap proliferasi-invasi dimulai saat faktor pro-angiogenik berikatan dengan reseptor yang sesuai dengan sel endotel di sekitar tumor dan mencetuskan kaskade sinyal transduksi. Pada tahap ini sel endotel yang teraktivasi mengeluarkan protease yang mengakibatkan disolusi basal membran pembuluh darah dan remodeling lingkungan mikro sel tumor. Regulasi integrin ditingkatkan yang memudahkan invasi dan migrasi sel endotel ke arah massa tumor. Tahap Maturasi-remodeling, pembuluh darah yang baru terbentuk distabilisasi oleh sel-sel pericyte dan terbentuk lumen untuk mengalirkan darah. Adanya komunikasi silang antara sel-sel endotel dengan selsel mural (didukung oleh faktor menyerupai angiopoetin dan PDGF) merupakan faktor penting untuk membuat pembuluh darah baru tersebut matur dan fungsional (Piulats and Mitjans, 2008). Pembuluh darah pada tumor sebagian besar berasal dari sprouting pembuluh darah baru dari pembuluh darah induk yang memiliki sel endotel yang normal. Meskipun berasal dari sel yang normal, akan tetapi pembuluh darah tumor memiliki sifat-sifat yang berbeda dengan pembuluh darah normal. Pembuluh
55
darah pada tumor bersifat leaky, dan memilki bentuk serta ukuran yang abnormal. Sel-sel endotel memiliki fenestrasi dan memiliki peningkatan ekspresi molekul adesif seperti integrin αγβ3. Sel-sel endotel yang teraktivasi mengeluarkan berbagai growth factor seperti βFGF, PDGF dan IGF-1 yang memelihara aktivasi sel endotel (bersifat autokrin) dan bereaksi sebagai stimulator parakrin bagi sel tumor (Piulats and Mitjans, 2008; Hardjolukito dan Hernowo, 2010; Shibuya, 2013).
Gambar 2.7 Angiogenesis pada perkembangan kanker, pertumbuhan, dan metastasis (Roskoski, 2007; Ribbati and Vacca, 2008).
2.3 Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) Vascular endotelial growth factor (VEGF) adalah glikoprotein pengikat heparin, suatu faktor dominan yang mempunyai kemampuan untuk memacu permeabilitas vaskuler (disebut juga vascular permeability factor; VPF) dan proliferasi sel endotel dalam peranannya pada proses angiogenesis. VEGF dikatakan memiliki
56
kriteria sebagai direct-acting angiogenesis growth factor, yang merupakan faktor pertama yang diproduksi saat embryogenesis untuk mengontrol proses angiogenesis (Roskoski, 2007; Kawamura et al, 2008; Comsa et al., 2012; Shibuya, 2013).
2.3.1 Struktur dan Lokasi VEGF Ikatan VEGF dengan reseptornya terjadi pada sel endotel, dan merangsang motilitas sel endotel vaskuler serta sel monosit. VEGF secara selektif dan reversibel, memungkinkan permeabilitas sel endotel terhadap plasma dan protein plasma tanpa mengakibatkan injury pada sel endotel tersebut. Protein VEGF diekspresikan oleh berbagai jaringan dan organ. VEGF terdiri dari N-linkage glycosylation site, yang memiliki 9 isoform mRNA, diantaranya adalah: VEGF-A, VEGF-B, VEGF-C, VEGF-D, VEGF-E, VEGF-F, dan placental growth factor (PlGF) (Schulz, 2007; Kawamura et al., 2008; Shibuya, 2011). Vascular endotelial growth factor A (VEGF-A), atau yang lebih sering disebut VEGF adalah glikoprotein dengan ukuran 34-42 kDa, dimeric, berikatan dengan disulfida. Protein VEGF meningkatkan permeabilitas kapiler dan proliferasi sel endotel melalui ikatannya dengan reseptor spesifik tyrosine kinase family. Pada jaringan normal, level VEGF paling tinggi didapatkan pada jaringan paru, ginjal, jantung, dan kelenjar adrenal pada manusia dewasa. Pada level yang lebih rendah, VEGF didapatkan pada organ hati, limpa, dan mukosa lambung. Pada neoplasma ganas, VEGF terekspresi pada keganasan payudara, kolorektal,
57
paru, dan prostat (Schulz, 2007; Piulats and Mitjans, 2008; Kawamura et al., 2008; Comsa et al., 2012). Vascular endotelial growth factor B (VEGF-B) terdapat pada organ jantung dan susunan saraf pusat, terekspresi pada neoplasma payudara, thymoma, fibrosarkoma, non hodgkin lymphoma, dan melanoma maligna. VEGF-C terdapat pada organ jantung, ovarium, plasenta, otot bergaris, dan usus halus. Terekspresi pada neoplasma payudara, serviks, kolon, paru, prostat, dan lambung. VEGF-C dan VEGF-D dapat berikatan dengan VEGFR3 merupakan pemicu proses limfogenesis. VEGF-E merupakan faktor non-human, menstimulasi kemotaksis, proliferasi, dan sprouting pada sel endotel vaskuler yang dikultur dan pada angiogenesis in vivo. VEGF-F mempunyai aktivitas permeabilitas vaskuler yang mirip VEGF-E. Sedangkan PlGF berlokasi pada plasenta, berperan meningkatkan signaling VEGF (Roskoski, 2007; Schulz, 2007; Piulats and Mitjans, 2008; Shibuya, 2013).
2.3.2 Vascular Endothelial Growth Factor Receptor (VEGFR) Terdapat 3 reseptor tirosin kinase dari VEGF yang telah diidentifikasi, yaitu: VEGFR-1, VEGFR-2, dan VEGFR-3. VEGFR-1 dan VEGFR-2 diekspresikan sebagian besar oleh sel endotel. Reseptor ini terdapat pada sel tumor, selain itu ditemukan pula pada sel otot polos, sel beta pankreas, dan osteoblast. VEGFR-2 merupakan reseptor paling penting dalam mitogenesis, migrasi dan meningkatkan permeabilitas vaskular, menginduksi produksi platelet-activating factor (PAF) oleh sel endotel. Sedangkan VEGFR-3 paling banyak terdapat pada endotel vena
58
pada perkembangan embrionik awal, dan selanjutnya merupakan reseptor pada sel endotel pembuluh limfe (Roskoski, 2007; Schulz, 2007; Hashim et al., 2010; Shibuya, 2011).
Gambar 2.8. Reseptor VEGF (Shibuya, 2013).
2.3.3 Peranan VEGF 2.3.3.1 Peranan VEGF pada angiogenesis fisiologis 1. Embryonic dan perkembangan postnatal awal Vascular endothelial growth factor (VEGF) berperan penting dalam angiogenesis embrio. Inaktivasi pada VEGF dapat mengakibatkan kematian pada embrio, dimana terjadi kerusakan vaskularisasi sehingga jumlah sel darah merah pada organ berkurang (Shibuya, 2013).
59
Vascular endothelial growth factor (VEGF) juga berperan penting dalam kehidupan postnatal awal. Penghambatan parsial VEGF mengakibatkan kematian, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan organ, terutama gagal ginjal. Dimana terjadi perkembangan abnormal glomerulus pada neonatus yang ditandai dengan proteinuria dan endotheliosis sehingga menyebabkan kematian (Shibuya, 2013). 2. Pertumbuhan skeletal dan pembentukan tulang endokondral. Pembentukan tulang endokondral adalah mekanisme dasar untuk pertumbuhan tulang longitudinal. VEGF diekspresikan oleh kondrosit hipertrofik dalam lempeng pertumbuhan epifisis, menunjukkan bahwa VEGF diperlukan untuk pertumbuhan dan invasi tulang rawan oleh pembuluh darah metapfisis. Bila terdapat hambatan atau gangguan pada reseptor VEGFR-1 maka akan terjadi penekanan invasi pembuluh darah dan gangguan pembentukan trabekula tulang. Walaupun proliferasi, diferensiasi dan pematangan kondrosit tampak normal tetapi terjadi hambatan pada resorpsi kondrosit yang mengakibatkan ekspansi yang ditandai dengan zona kondrosit hipertrofik (Shibuya, 2013). 3. Angiogenesis ovarium Pertumbuhan folikel dan perkembangan korpus luteum tergantung pada proliferasi pembuluh kapiler baru. Ekspresi VEGF sangat tergantung dari proliferasi pembuluh darah di ovarium. Hambatan pada VEGF akan menekan angiogenesis luteal dan menunda perkembangan folikel. Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa endocrine gland VEGF (EG-VEGF), sebuah faktor angiogenik selektif baru yang berperan bersama-sama dengan VEGF dalam
60
regulasi angiogenesis pada ovarium manusia. EG-VEGF secara struktural tidak terkait secara langsung dengan VEGF. VEGF diperlukan pada proses angiogenesis dalam korpus luteum tahap awal, dimana ekspresinya berkurang pada akhir fase luteal. Sedangkan, EG-VEGF berekspresi lebih lambat tetapi tetap sepanjang pertumbuhan dari awal sampai akhir fase luteal (Shibuya, 2013).
2.3.3.2 Peranan VEGF pada keadaan patologis 1. Tumor solid dan keganasan hematologi Penelitian in situ hybridization menunjukkan bahwa VEGF diekspresikan pada banyak tumor dan antibodi anti-VEGF telah dapat dibuktikan mempunyai efek penghambatan pada pertumbuhan sel tumor, termasuk inhibitor kecil molekul VEGFR signaling, oligonukleotida antisense dan anti VEGFR-2 antibodi. Kelangsungan hidup secara signifikan meningkat pada pasien dengan kemoterapi (irinotecan, 5-fluorouracil, leucovorin) ditambah rhu MSB VEGF (suatu anti VEGF monoklonal antiboby), memberikan informasi bahwa VEGF mempunyai peranan penting dalam proses angiogenesis pada tumor solid dan keganasan hematologi (Shibuya, 2013). 2. Sindrom neovaskular intra-okular Diabetes melitus, oklusi vena sentral retina atau prematuritas dengan paparan oksigen bisa dikaitkan dengan intra-okular neovaskularisasi, yang dapat mengakibatkan perdarahan vitreus, ablasio retina, glaukoma neovaskular dan kebutaan. Kondisi ini terkait dengan iskemia retina. Tingginya kadar VEGF dalam humor aqueous dan vitreus dengan proliferatif retinopati sekunder pada diabetes
61
menunjukkan peranan VEGF sebagai mediator neovaskularisasi diinduksi iskemia intraokular. Neovaskularisasi dan kebocoran pembuluh darah penyebab utama kehilangan penglihatan pada degenerasi makula terkait usia (age-related macular degeneration (AMD)), dan penyebab utama kebutaan keseluruhan (Shibuya, 2013).
2.3.3.3 Implikasi dan perspektif terapeutik Vascular endothelial growth factor (VEGF) memiliki peranan penting dalam proses angiogenesis fisiologis, seperti proses pertumbuhan normal dan siklus fungsi ovarium. Penghambatan VEGF ditujukan untuk menghambat angiogenesis patologis pada berbagai macam tumor. Beberapa uji klinis fase III yang saat ini sedang berlangsung, menargetkan karsinoma kolorektal, karsinoma paru-paru dan karsinoma sel ginjal. Selain itu penghambatan VEGF ternyata tidak hanya terbatas pada kanker. Seperti yang dilakukan pada pasien ginekologi seperti endometriosis atau sindrom polikistik ovarium (Hasan et al., 2011; Shibuya, 2011). Peranan lain dari VEGF memiliki implikasi klinis yang menarik, seperti pada angiogenesis tulang dan pembentukan tulang endokondral. Penerapan peranan ini berguna untuk meningkatkan revaskularisasi pada penyembuhan cedera tulang non fraktur dan kondisi lainnya, dimana pemberian VEGF menyebabkan peningkatan pembentukan pembuluh darah dan pengerasan cedera tulang (Shibuya, 2011).
62
Sehingga dengan pengetahuan tentang peranan VEGF, dapat memberikan harapan dalam penanganan dan terapi suatu penyakit atau keadaan (Shibuya, 2011).
2.3.4 Peranan VEGF pada Perkembangan Karsinoma Kolorektal Angiogenesis mempunyai peranan penting dalam perkembangan karsinoma kolorektal. Pada penelitian praklinis dan klinis diketahui bahwa VEGF adalah faktor angiogenik dominan pada karsinoma kolorektal, yang mendasari pertumbuhan dan invasi tumor serta berhubungan dengan metastasis dan prognosis buruk. Berdasarkan hal itu, pengetahuan tentang peranan dan mekanisme dari VEGF akan sangat membantu dan menjanjikan dalam pengobatan karsinoma kolorektal dengan strategi anti VEGF (Bendardaf et al., 2008; Cao et al., 2009; Hasim et al., 2010). Pada karsinoma kolorektal, kadar VEGF akan meningkat dan berkorelasi dengan hasil klinis yang buruk. Angiogenesis tidak terbatas hanya pada karsinoma stadium lanjut, tetapi dapat diamati pada tahap awal pra-ganas dari perkembangan tumor. Diketahui bahwa ekspresi VEGF pada adenoma kolon, secara signifikan telah terjadi peningkatan dibandingkan dengan mukosa kolon normal, dan terjadi peningkatan lebih lanjut pada perkembangan adenokarsinoma. Dimana bahwa selsel tumor memiliki ekspresi tertinggi dari VEGF, terutama pada sel-sel tumor yang sedang tumbuh infiltratif. Dan yang menarik adalah ekspresi VEGF dan jumlah pembuluh darah memberikan hasil yang serupa pada adenoma dan pada karsinoma kolorektal non metastatik, sedangkan jumlah pembuluh darah dan
63
kadar VEGF pada karsinoma kolorektal yang bermetastatik secara signifikan lebih tinggi (Kekec et al., 2006; Shibuya, 2013). Mekanisme yang mengatur peningkatan kadar VEGF pada karsinoma adalah sangat kompleks. Salah satu faktornya adalah
hipoksia yang menyebabkan
peningkatan stabilitas aktivator transkripsi spesifik yang disebut hypoxia inducible factors (HIF). HIF adalah suatu faktor transkripsi heterodimerik terdiri dari protein dasar helix-loop-helix HIF-1α dan HIF-1β. Akumulasi HIF-1α atau HIF2α (tergantung jenis selnya) dan kombinasinya dengan suatu kofaktor, ARNT (HIF-1β) akan mengaktivasi VEGF (paling responsif terhadap aktivator transkripsi ini). Ekspresi VEGF dan HIF-1 secara signifikan terkait dengan derajat tumor, kelenjar getah bening dan metastasis hati, dan tetap bermakna dengan kelangsungan hidup secara keseluruhan. Sehingga HIF-1 dan VEGF dapat digunakan sebagai biomarker tumor pada stadium lanjut dan prognosis pada pasien karsinoma kolorektal. Pengobatan yang menghambat HIF-1 dan VEGF mungkin menjadi pendekatan yang menjanjikan pada karsinoma kolorektal untuk meningkatkan hasil terapi (Mikuzami et al., 2006; Schulz, 2007; Cao et al., 2009; Wu et al., 2010; Weickhardt et al., 2015). Pada beberapa penelitian disebutkan bahwa extraxellular-regulated kinase1/2 (ERK-1/2) (p42/p44 mitogen activated protein (MAP) kinase) adalah jalur yang lebih relevan dalam hal ekspresi VEGF dalam fibroblas. Dengan demikian, jalur yang mengatur ekspresi VEGF pada karsinoma kolorektal adalah aktivasi jalur ERK (Mizukami et al., 2006; Shibuya, 2013).
64
Regulasi lain ekspresi VEGF pada karsinoma kolorektal adalah mutasi p53, yang menunjukkan bahwa mutasi p53 berkontribusi pada switch angiogenic. Switch angiogenic dari karsinoma kolorektal terjadi bersamaan dengan dimulainya invasi. Terjadi peningkatan yang signifikan pada kepadatan pembuluh darah dan ekspresi VEGF dari Tis (tumor in situ) ke tumor T1, sedangkan pada adenoma menunjukkan nilai ekspresi VEGF yang sama dengan Tis. Sehingga pengobatan dengan inhibitor angiogenesis, seperti AMG-1470 atau angiostatin, dalam tahap pra-karsinoma dapat menekan ekspansi tumor dan perkembangan karsinoma (Farhat, 2009; Shibuya, 2011). Karsinoma kolorektal juga menunjukkan overekspresi HER-2/neu, famili reseptor tirosin kinase ini berperan pada berbagai proses pada sel neoplastik, termasuk proliferasi, migrasi, angiogenesis, invasi stromal, dan resistensi terhadap apoptosis. Pensignalan HER-2/neu akan menginduksi ekspresi VEGF, yang dimediasi oleh HIF-1. HER-2/neu menghambat apoptosis yang diinduksi oleh tumor necrosis factor (TNF) melalui jalur Akt/NF-kB. Semua perubahan diatas mempengaruhi laju pertumbuhan tumor. Laju pertumbuhan tumor berhubungan dengan derajat diferensiasi tumor. Ada korelasi yang baik antara derajat tumor dan ekspresi VEGF. (Hasim et al., 2010; Kumar and Stricker, 2010). COX-2 juga mempunyai peranan dalam mengatur angiogenesis tumor dan perkembangan tumor pada karsinoma kolorektal. Modulasi VEGF oleh prostaglandin yang diproduksi oleh COX-2 atau induksi migrasi sel endotel oleh COX-2 dapat menyebabkan angiogenesis tumor. COX-2 berperan dalam pembentukan polip, dimana makrofag pada lapisan submukosa mengekspresikan
65
COX-2 dan meningkatkan regulasi VEGF yang menyebabkan angiogenesis pada adenoma. Sehingga akumulasi makrofag mengekspresikan baik VEGF dan COX2 di submukosa adenoma bertanggung jawab pada angiogenesis dan pertumbuhan yang tidak terkendali dari adenoma. Inhibitor selektif COX-2 menghambat pertumbuhan dari adenoma terutama menghambat angiogenesis. JTE-522, inhibitor selektif COX-2 terbukti dapat menurunkan kejadian adenoma melalui penghambatan ekspresi VEGF oleh sel interstitial. COX-2 pada adenoma kolorektal diekspresikan lebih dominan pada sel interstitial daripada sel epitel (Cao et al., 2009; Farhat, 2009; Hasan et al., 2011; Shibuya, 2011).
2.3.5 Peranan VEGF pada Metastasis Karsinoma Kolorektal Proses metastasis memerlukan dua langkah angiogenesis, pertama, sel-sel metastatik melalui sirkulasi jika tumor telah mengalami neovaskularisasi; kedua, pertumbuhan metastasis jauh secara makroskopis sehingga membutuhkan neovaskularisasi.
Mikrometastasis
terjadi
ketika
kurangnya
rangsangan
pertumbuhan yang tepat termasuk sinyal pro-angiogenik (Cao et al., 2009; Jin et al., 2012; Saif, 2013). Perkembangan metastasis karsinoma kolorektal ke hati terbukti tergantung pada ekspresi VEGF pada sel tumor dan ekspresi VEGFR-2 (KDR/Flk-1) dan VEGFR-1 (Flt1) reseptor di endotelium tumor. VEGF secara signifikan meningkat pada metastasis karsinoma kolorektal, yang berhubungan dengan peningkatan neovaskularisasi dan ekspresi reseptor KDR/Flk-1 (Bendardaf et al,. 2008; Shibuya, 2011; Jin et al., 2012; Saif, 2013).
66
Vascular endothelial growth factor (VEGF) berperan penting dalam neovaskularisasi metastatis. Penelitian menggunakan monoklonal anti VEGFR-2 (KDR/Flk-1) antibodi menunjukkan terjadinya penghambatan pertumbuhan dalam hal jumlah dan ukuran metastasis serta mengakibatkan kematian sel endotel tumor. Hal ini menunjukkan peranan VEGF signaling sebagai faktor kelangsungan hidup untuk sel endotel pada karsinoma kolorektal yang bermetastasis ke hati. Dalam pendekatan yang berbeda, penghambatan langsung dari KDR/Flk-1 reseptor oleh inhibitor kinase tirosin spesifik (SU5416) telah terbukti menghambat metastasis dan menyebabkan apoptosis sel endotel tumor pada karsinoma kolorektal. Selain itu, penghambatan VEGF signaling menggunakan mammalian target of rapamycin (mTOR) inhibitor, terbukti mencegah metastasis ke hati. Pendekatan ini mungkin menjanjikan, karena bukan hanya mengganggu sinyal VEGF tetapi juga menghambat sinyal faktor proangiogenik lainnya serta mengubah progresi siklus sel pada sel tumor (Shibuya, 2011; Jin et al., 2012; Saif, 2013). JTE-522 inhibitor selektif COX-2 tidak mempengaruhi produksi VEGF oleh sel tumor, namun menunjukkan penghambatan metastasis ke hati. Ternyata, efek anti metastasis dari COX-2 inhibitor tidak hanya dimediasi melalui VEGF, tetapi oleh faktor-faktor lain yang mempromosikan invasi dan proliferasi seperti PDGF dan matrix metalloproteinase 2 (MMP-2) (Shibuya, 2011; Jin et al., 2012; Saif, 2013). Didapatkan hubungan yang signifikan antara VEGF dan kelangsungan hidup dalam 10 tahun, yaitu: pasien karsinoma kolorektal yang meninggal lebih sering
67
mengekspresikan VEGF daripada pasien yang bertahan selama 10 tahun. Dengan mengetahui peranan penting VEGF secara bersama-sama dalam metastasis karsinoma kolorektal ke hati dapat memberikan informasi prognostik yang berharga dan strategi untuk mengobati pasien dengan metastasis karsinoma kolorektal (Bendardaf et al.,2008; Shibuya, 2011; Jin et al., 2012; Saif, 2013). 2.3.6 Nilai Prognostik VEGF pada Karsinoma Kolorektal Vascular endothelial growth factor (VEGF), sebagai regulator penting dari angiogenesis tumor dan indeks angiogenesis, memprediksi prognosis pasien karsinoma kolorektal. Ekspresi VEGF merupakan faktor independen dalam memprediksi prognosis pasien (Kekec et al., 2006; Bendardaf et al., 2008; Cao et al., 2009). Penurunan kelangsungan hidup secara keseluruhan signifikan pada pasien dengan tingkat serum VEGF lebih dari 465 pg/ml (persentil 95) dibandingkan dengan pasien dengan nilai serum VEGF dibawah nilai ini. Tingkat serum VEGF jauh lebih tinggi pada pasien dengan metastasis jauh. Tingkat serum VEGF berkorelasi dengan besar tumor dan tampaknya berkorelasi dengan kelangsungan hidup secara keseluruhan dari pasien dengan karsinoma kolorektal (Kekec et al., 2006; Cao et al., 2009). Tetapi pada beberapa penelitian, pemeriksaan imunohistokimia VEGF memberikan hasil prognostik yang tidak jelas, hal ini mungkin menunjukkan bahwa faktor pro-angiogenik penanda pengganti harus dipertimbangkan untuk karsinoma yang bermetastasis (Kekec et al., 2006; Cao et al., 2009).
68
Pasca modifikasi translasi dari subtipe VEGF yang berbeda mungkin memainkan peranan dalam angiogenesis dan terjadi peningkatan penggunaan pengobatan anti-angiogenik, sehingga akan muncul penelitian lebih lanjut untuk memvalidasi VEGF sebagai penanda pengganti pada karsinoma kolorektal (Kekec et al., 2006; Cao et al., 2009).
2.3.7 Pemeriksaan VEGF Pemeriksaan VEGF menggunakan berbagai macam metode, antara lain imunohistokimia, quantitative immunoassays, western blotting, dan reversetranscriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Walaupun ekspresi VEGF oleh sel tumor mempengaruhi prognosis dan respon terapi secara klinis, tetapi pemeriksaan VEGF tidak rutin dilakukan (Shibuya, 2011). Dengan pemeriksaan imunohistokimia, ekspresi VEGF dikatakan positif bila sitoplasma sel tumor terpulas berwarna coklat. Penilaian ekspresi VEGF pada penilitian ini dibuat berdasarkan perkalian skor persentase sel tumor yang terpulas positif dengan skor intensitas pewarnaan sel tumor. Berdasarkan persentase sel tumor yang terpulas oleh VEGF maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu : 0 (bila terpulas kurang dari 10%), 1+ (terpulas 11-20% dari sel-sel ganas), 2+ (terpulas 21-50% dari sel-sel ganas), dan 3+ (terpulas lebih dari 50% sel-sel ganas). Berdasarkan intensitas warna coklat pada sel tumor yang terpulas VEGF maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu : 0 (negatif), 1 (lemah), 2 (sedang) dan 3 (kuat). Kemudian skor persentase sel tumor yang terpulas dikalikan dengan skor intensitas sel tumor yang terpulas, sehingga didapatkan hasil perkalian 0-9 dan
69
dibagi menjadi skor 0-3 yaitu: Negatif : 0; Positif ringan : +1 (1-2); Positif sedang : +2 (3-4) dan Positif kuat : +3 (5-9) (Guntersah, dkk., 2010; Comsa et al., 2012).
Gambar. 2.9 A. B. C. Ekspresi VEGF pada karsinoma kolorektal (Cao et al,. 2009)
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir Angka kejadian karsinoma kolorektal cukup tinggi, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko antara lain yaitu penyakit inflamasi kronis, pola diet yang bergaya pola diet barat dengan makanan rendah serat disertai merokok dan mengkomsumsi minuman beralkohol akan meningkatkan risiko terjadinya karsinoma kolorektal, dan sebaliknya pemberian hormon pengganti estrogen dan progesteron serta pemakaian NSAID jangka lama akan menurunkan terjadinya karsinoma kolorektal. Karsinoma kolorektal lebih sering terjadi pada usia lanjut diatas 40 tahun. Laki-laki mempunyai risiko yang sedikit lebih tinggi daripada perempuan. Terapi operatif sering tidak adekuat karena pasien sering datang terlambat. Stadium karsinoma kolorektal merupakan pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan pronosis pada penderita. Sistem stadium yang dipakai adalah sistem TMN yang berdasarkan kedalaman invasi tumor (T), keterlibatan
kelenjar
getah
bening
(N),
dan
metastasis
(M).
Dengan
berkembangnya teknologi kedokteran, terapi terhadap penderita karsinoma kolorektal mulai diteliti, yang bertarget spesifik pada molekul tertentu. Vascular Endotelial growth factor (VEGF) merupakan faktor pro-angiogenik dominan yang berperan dalam proliferasi dan migrasi sel endotel yang berhubungan dengan metastasis dan prognosis pada karsinoma kolorektal. Kadar VEGF akan meningkat dan berkorelasi dengan hasil klinis yang buruk, yang dapat
70
71
diamati mulai dari tahap awal pra-ganas pada perkembangan tumor. Diketahui ekspresi VEGF pada adenoma kolon, secara signifikan telah terjadi peningkatan dibandingkan dengan mukosa kolon normal, dan terjadi peningkatan lebih lanjut pada perkembangan karsinoma kolorektal. Ekspresi VEGF dalam sel tumor karsinoma kolorektal distimulasi oleh hipoksia yang menyebabkan peningkatan stabilitas HIF yang akan mengaktivasi VEGF. Selain itu, berbagai faktor pertumbuhan dan sitokin juga dapat meregulasi ekspresi faktor angiogenik pada sel tumor hingga menginduksi angiogenesis secara tidak langsung seperti EGFR, HER2, PDGF dan COX-2. Beberapa onkogen berperan dalam regulasi VEGF yaitu ERK 1/2 MAP, c-src tyrosine kinase, dan K-RAS. Gen supresor tumor p53 juga berperan penting dalam regulasi VEGF. Perubahan genetik yang terjadi pada p53 akan meningkatkan ekspresi VEGF. Aktivasi aksis VEGF/VEGFR memicu sinyal multipel jaringan yang menghasilkan survival sel endotel, mitogenesis, migrasi, diferensiasi dan permeabilitas vaskular serta mobilisasi sel-sel progenitor endotel dari sumsum tulang ke sirkulasi perifer, selanjutnya akan mempercepat pertumbuhan tumor, dan mempengaruhi derajat diferensiasi, kedalaman invasi serta stadium tumor pada karsinoma kolorektal. Sehingga ekspresi VEGF dihubungkan dengan progresivitas tumor dan prognosis buruk dari karsinoma kolorektal. Dengan mengetahui adanya korelasi ekspresi VEGF yang sebelumnya telah dibuktikan berperan dalam prognosis, kelak dapat dipakai memprediksi ekspresi VEGF pada setiap kasus berdasarkan parameter tersebut. Dengan penelitian lanjutan dapat pula dinilai apakah VEGF juga berperan pada prognosis secara
72
independen, serta kemungkinan terapi pasien karsinoma kolorektal dengan target VEGF.
3.2
Konsep Penelitian
Bertolak dari kerangka berpikir di atas, maka konsep penelitian seperti berikut:
= yang diteliti
Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian
73
3.3
Hipotesis Penelitian
Ekspresi
VEGF
berhubungan
positif
dengan
adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.
kedalaman
invasi
pada
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan yang digunakan adalah cross-sectional study (potong lintang) sebagai berikut :
Gambar. 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar dan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Waktu penelitian ditetapkan mulai 31 Agustus 2016 sampai dengan 31 Oktober 2016.
74
75
4.3 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah pemeriksaan histopatologi dan imunologi. Pemeriksaan
histopatologi
dilakukan
dengan
cara
penilaian
gambaran
mikroskopis dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan pulasan H&E rutin. Pemeriksaan imunologi dilakukan dengan cara menilai ekspresi VEGF yang diperiksa dari pulasan imunohistokimia.
4.4. Penentuan Sumber Data 4.4.1. Populasi 4.4.1.1 Populasi target Populasi target penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang diperiksa secara histopatologi di Bali.
4.4.1.2 Populasi terjangkau Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar.
76
4.4.2
Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah sediaan blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar dari tanggal 1 Januari 2012 sampai 30 Juni 2016
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti.
Untuk memenuhi jumlah kasus yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi maka sampel ditentukan dengan cara proportional random sampling.
4.4.3
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
4.4.3.1 Kriteria Inklusi a. Sediaan blok parafin dari bahan operasi tumor kolorektal dengan diagnosis histopatologi adenokarsinoma tipe tidak spesifik (not otherwise specified (NOS)). b. Blok parafin dalam kondisi baik dan masih mengandung jaringan yang cukup untuk dilakukan pemotongan ulang.
4.4.3.2 Kriteria Eksklusi a. Sediaan jaringan yang tidak cukup mengandung massa tumor. b. Blok parafin rusak.
77
4.4.4
Besar Sampel
Besar sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini dihitung menggunakan rumus (Araoye, 2003) :
Zα2PQ n= d2 Keterangan : n
= besar sampel.
P
= proporsi kejadian adenokarsinoma kolorektal dengan ekspresi VEGF pada penelitian terdahulu (Bendardaf et al., 2008).
Q
= 1-P
d
= deviasi di populasi (15%).
α
= tingkat kemaknaan 95% (Zα = 1,96).
Tabel 4.1 Perhitungan besar sampel berdasarkan proporsi per variabel penelitian dengan menggunakan rumus Araoye (2003). Variabel Prevalensi (P) Q = 1-P N Kedalaman Invasi T1
0,14
0,86
20,55
Kedalaman Invasi T2
0,56
0,44
42,05
Kedalaman Invasi T3
0,13
0,87
19,30
Kedalaman Invasi T4
0,17
0,83
24,8
78
Berdasarkan tabel 4.1 di atas maka diambil jumlah sampel yang paling besar yaitu 42,05. Oleh karena adanya kemungkinan drop out/data blank, maka dibulatkan menjadi 50 sampel. Jadi besar sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 50 sampel.
4.4.5 Teknik Pengambilan Sampel Sampel penelitian adalah semua sediaan blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan peneliti. Sampel dipilih dengan cara proportional random sampling.
4.5 Variabel Penelitian 4.5.1
Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
: Ekspresi VEGF
2. Variabel tergantung
: Kedalaman Invasi T1, T2, T3, T4.
4.5.2
Definisi Operasional Variabel
1. Adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik adalah keganasan epitel kelenjar kolon dan atau rektum yang mempunyai gambaran kelenjar dominan dengan sedikit stroma. Sel epitel ganas tersebut berbentuk kolumnar tinggi hingga kuboid pada diferensiasi yang lebih buruk. Sel epitel ganas tersebut menunjukkan invasi menembus muskularis mukosa. (Hamilton et al., 2010).
79
2. Tingkat kedalaman invasi tumor dinyatakan dalam komponen T pada sistem stadium berdasarkan AJCC. Tingkat kedalaman invasi tumor dibagi menjadi tiga yaitu T1, T2, T3 dan T4 (Fenoglio, 2009; Hamilton et al., 2010; Rubin and Hansen, 2012). a. Kedalaman invasi T1 adalah karsinoma yang menginvasi sampai submukosa. b. Kedalaman invasi T2 adalah karsinoma yang menginvasi sampai muskularis propria. c. Kedalaman invasi T3 adalah karsinoma yang menginvasi sampai subserosa atau ke dalam jaringan perikolika atau perirektal. d. Kedalaman invasi T4 adalah karsinoma yang menginvasi sampai peritoneum visceral atau menginvasi organ atau struktur organ. 3. Ekspresi VEGF-A (yang selanjutnya disebut VEGF) adalah penilaian protein VEGF secara imunohistokimia menggunakan
monoclonal mouse antibody
VEGF, Biolegend, USA yang dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta. Kemudian dinilai secara visual dengan mikroskop cahaya binokuler merk Olympus CX21 dimulai dari pembesaran lemah 40 kali untuk melihat persentase sel tumor yang terpulas positif sampai pembesaran kuat 400 kali untuk menilai intensitas pewarnaan pada sel tumor yang terpulas positif. Sel yang mengekspresikan VEGF akan tampak berwarna coklat pada sitoplasma sel tumor yang berupa sel epitel ganas berbentuk kolumnar tinggi hingga kuboid pada diferensiasi yang lebih buruk. Penilaian ekspresi VEGF dibuat
80
berdasarkan perkalian skor persentase sel tumor yang terpulas positif dengan skor intensitas pewarnaannya. Berdasarkan persentase sel yang terpulas oleh VEGF maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu : 0 (bila terpulas kurang dari 10%), 1+ (terpulas 11-20% dari sel-sel ganas), 2+ (terpulas 21-50% dari sel-sel ganas), dan 3+ (terpulas lebih dari 50% sel-sel ganas). Berdasarkan intensitas warna coklat pada sel ganas yang terpulas oleh VEGF maka dibagi menjadi skor 0-3 yaitu : 0 (negatif), 1 (lemah), 2 (sedang) dan 3 (kuat). Skor persentase dari sel yang terpulas positif kemudian dikalikan dengan skor intensitasnya, sehingga didapatkan hasil perkalian 0-9 dan dibagi menjadi skor
0-3 yaitu:
Negatif : 0, Positif ringan : +1 (1-2), Positif sedang : +2 (3-4) dan Positif kuat : +3 (5-9) (Guntersah, dkk., 2010; Comsa et al., 2012).
Interpretasi menentukan kedalaman invasi dan ekspresi VEGF dilakukan oleh peneliti dan 2 orang ahli patologi secara blind independent tanpa mengetahui data kliniko-patologi pasien yaitu nama penderita, nomor sediaan, kedalaman invasi, dan persentase serta intensitas ekspresi VEGF.Bila terjadi perbedaan diantara peneliti dan 2 orang ahli Patologi tersebut maka dilakukan kesepakatan bersama secara konsensus
81
4.6 Bahan Penelitian 1. Bahan penelitian berupa blok parafin dari bahan operasi penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik yang telah dilakukan pemeriksaan histopatologi di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar. 2. Reagen Harris hematoksilin dan eosin (H&E). 3. Phosphate buffer saline (PBS). 4. Monoclonal mouse antibody VEGF, Biolegend. 5. DAB (3,3-diaminobenzidine). 6. Streptavidin Peroxidase. 7. Reagen Harris hematoksilin. 8. Alkohol 50% hingga alkohol absolut. 9. Xylol.
4.7 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah : 1. Buku registrasi pemeriksaan histopatologi Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar tahun 2012 hingga 2016. 2. Mikroskop binokuler Olympus CX21. 3. Mikrotom Leica 2125 RM , waterbath, hot plate. 4. Gelas obyek merk Sail dan Sigma dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm.
82
5. Pipet mikro. 6. Staining jar.dan neraca digital 7. Inkubator dan aluminium chamber 8. Rotator. 9. Oven microwave.
4.8
Prosedur Penelitian
4.8.1
Cara Pengumpulan Data
1.
Mencari sediaan pasien adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dari bahan operasi yang diperiksa secara histopatologi dari tanggal 1 Januari 2012 sampai 30 Juni 2016 di laboratorium Patologi Anatomi FK UNUD/RSUP Sanglah, Denpasar.
2.
Preparat hasil pulasan H&E sesuai nomor-nomor diatas dikumpulkan dan dievaluasi ulang oleh peneliti dan 2 orang spesialis Patologi Anatomi secara blind independent tanpa mengetahui data kliniko-patologi penderita supaya memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.
Apabila dalam proses penilaian ternyata ada slide yang tidak dapat dinilai, misalnya karena warna mulai kabur dilakukan proses pewarnaan kembali. Apabila slide berjamur atau rusak maka dilakukan pemotongan ulang blok parafin.
4.
Menentukan slide yang akan dipakai untuk pemeriksaan imunohistokimia VEGF.
83
5.
Mencari blok parafin sesuai preparat yang dipilih dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
6.
Melakukan pemulasan immunohistokimia VEGF dengan monoclonal mouse antibody VEGF, Biolegend, menggunakan metode avidin biotin kompleks.
7.
Pemeriksaan pulasan imunohistokimia VEGF dilakukan oleh peneliti dan 2 orang ahli Patologi Anatomi blind independent dan tanpa mengetahui data kliniko-patologi penderita.
8.
Blok parafin yang sudah selesai diproses dikembalikan ke Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.
9.
Pencatatan dan pengumpulan data.
10. Analisis data.
4.8.2 Prosedur Pemeriksaan Bahan 1.
Prosedur pulasan Hematoksilin dan Eosin menggunakan prosedur rutin yang dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah, Denpasar, yaitu : a. Potong blok parafin mengunakan mikrotom Leica 2125 RM dengan ketebalan 4 μm, kemudian ditempelkan pada gelas obyek merk Sail Brand dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi, dan tebal 1,2 mm. b. Deparafinisasi dengan dicelupkan pada xylol sebanyak 4 kali, masingmasing celupan selama 5 menit.
84
c. Rehidrasi dengan akohol bertingkat dengan konsentrasi menurun mengunakan alkohol 95%, alkohol 80%, alkohol 75%, dan alkohol 50%, masing-masing celupan selama 2 menit. d. Masukkan ke dalam air selama 10 menit. e. Celupkan ke cat utama yaitu Harris hematoksilin selama 10 menit. f. Cuci dengan air selama 10 menit. g. Celupkan pada cat pembanding eosin 1% selama 1/2 sampai 1 menit. h. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat dengan mengunakan alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut, masing-masing celupan selama 2 menit. i. Penjernihan dengan xylol sebanyak 4 kali celupan, masing-masing celupan selama 5 menit. j. Tutup dengan cover glass. k. Interpretasi hasil pulasan HE. 1. Prosedur pulasan imunohistokimia VEGF menggunakan prosedur yang rutin dikerjakan di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RSUP Dr. Sardjito, yaitu: a. Potong blok parafin menggunakan mikrotom Leica RM 2125 dengan ketebalan 3 μm, kemudian direkatkan pada gelas obyek yang telah dilapisi dengan poly-L-lysine, merk Sigma, dengan ukuran lebar 1 inchi, panjang 3 inchi dan tebal 1,2 mm. b. Letakkan gelas objek dalam inkubator dengan suhu 37o C selama 1 malam.
85
c. Deparafinisasi dengan xylol, preparat dicelupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing celupan selama 3 menit. d. Rehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol absolut 2 kali, alkohol 95%, alkohol 80%, dan alkohol 70%, masing-masing selama 3 menit. e. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. f. Teteskan H2O2 dalam methanol 3% sampai menutupi seluruh permukaan jaringan selama 15 menit. g. Cuci dengan aquadest selama 10 menit. h. Cuci dengan phosphate buffer saline (BPS) sebanyak 2 kali, masingmasing selama 10 menit i. Rendam dengan bufer sitrat 0,01 M, pH 6,0. Kemudian panaskan di dalam microwave selama 15 menit, mula-mula dengan pemanasan tinggi (80˚ C) sampai tepat mendidih, kemudian dengan pemanasan sedang (50˚ C) selama 5 menit. j. Dinginkan pada suhu kamar kurang lebih selama 30 menit. k. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. l. Teteskan 100 μl antibodi primer menggunakan monoclonal mouse antibody VEGF, Biolegend, yang telah diencerkan (pengenceran 1:100) selama 30 menit pada suhu kamar atau semalam pada suhu 4o C. m. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. n. Teteskan biotinylated Anti Polyvalent selama 10 menit o. Cuci dengan buffer saline (BS) sebanyak 2 kali, masing-masing 10 menit.
86
p. Teteskan streptavidin peroxidase selama 10 menit. q. Cuci dengan PBS sebanyak 2 kali, masing-masing selama 10 menit. r. Teteskan dengan reagen DAB selama 10 menit. s. Cuci dengan air mengalir. t. Counterstain dengan Mayer Hematoksilin selama 2 menit. u. Cuci dengan air mengalir. v. Dehidrasi dengan alkohol bertingkat terdiri dari alkohol 70%, alkohol 80%, alkohol 95%, dan alkohol absolut 2 kali, masing-masing selama 3 menit. w. Celupkan ke dalam xylol sebanyak 3 kali, masing-masing selama 3 menit. x. Tutup dengan cover glass.
87
4.8.3 Skema Alur Penelitian.
Gambar 4.2 Skema alur penelitian
88
4.9
Analisis Data
Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan perangkat lunak Statistical Package for the Social Sciences (SPSS) for windows. a.
Karakterisktik pasien yaitu klinis dan histopatologi akan disajikan secara deskriptif dalam bentuk narasi, grafik dan table.
b.
Hubungan antara derajat diferensiasi dengan ekpresi VEGF dianalisis menggunakan korelasi Spearman dengan koefisien korelasi (r) untuk menilai arah hubungan dan kuatnya hubungan. 1. Bila nilai r positif (+), maka hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung bersifat positif, artinya bila variasi variabel bebas meningkat diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung. 2. Bila nilai r negatif (-), maka hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung bersifat negatif, artinya bila variasi variabel bebas meningkat, tidak diikuti dengan meningkatnya variasi variabel tergantung. 3. Nilai r mendekati -1 sampai +1, menunjukkan kekuatan hubungan antara variabel bebas dan variabel tergantung berdasarkan garis linier.
c.
Tingkat kemaknaan ditentukan pada p<0,05.
89
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar, dengan rancangan analitik observasional potong lintang. Data klinis penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik diperoleh dari register Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Sanglah Denpasar selama periode 1 Januari 2012 sampai 30 Juni 2016. Pencatatan kedalaman invasi dilakukan dengan diagnosis ulang dan dilakukan pemilihan sampel menggunakan metode proportional random sampling. Didapatkan jumlah sampel sesuai perhitungan serta telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 50 kasus adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Kemudian dilakukan pemeriksaan imunohistokimia VEGF-A (VEGF) di Bagian/SMF Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/Rumah Sakit Dr. Sardjito, Yogyakarta.
5.1.1
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe tidak Spesaifik
Berdasarkan Kedalaman Invasi Berdasarkan hasil diagnosis ulang kedalaman invasi tumor pada 50 kasus adenokarsinoma kolorektal tidak spesifik yang dilakukan operasi reseksi didapatkan 3 kasus dengan kedalaman invasi T1, 7 kasus dengan kedalaman invasi T2, 32 kasus dengan kedalaman invasi T3 dan 8 kasus dengan kedalaman invasi T4. (Gambar 5.1)
89
90
Gambar 5.1 Distribusi sampel berdasarkan kedalaman invasi
5.1.2
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe tidak Spesaifik
berdasarkan Kedalaman Invasi dan Umur Sampel penelitian adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik berdasarkan umur menunjukkan rentang umur penderita yang cukup bervariasi yaitu dari umur 34 sampai 83 tahun, dengan rerata umur adalah 56,20±10,8 tahun. Jumlah sampel terbanyak yaitu pada kelompok umur 50-59 tahun. Pada rentang umur <40, didapatkan 1 sampel dengan kedalaman invasi T3, tidak dijumpai sampel dengan kedalaman invasi T1, T2 maupun T4. Rentang umur 40-49 tahun didapatkan sampel dengan kedalaman invasi T1 sebanyak 2 kasus, kedalaman invasi T2 sebanyak 3 kasus, kedalaman invasi T3 sebanyak 8 kasus dan kedalaman invasi T4 sebanyak 1 kasus. Pada rentang umur 50-59 tahun didapatkan sampel dengan
91
kedalaman invasi T3 sebanyak 11 kasus dan kedalaman invasi T4 sebanyak 4 kasus, tidak dijumpai sampel dengan kedalaman invasi T1 maupun kedalaman invasi T2. Rentang umur 60-69 tahun didapatkan sampel dengan kedalaman invasi T2 sebanyak 4 kasus, kedalaman invasi T3 sebanyak 8 kasus dan kedalaman invasi T4 sebanyak 2 kasus, tidak ditemukan sampel dengan kedalaman invasi T1. Pada rentang umur > 70 tahun didapatkan sampel dengan kedalaman invasi T1 sebanyak 1 kasus, kedalaman invasi T3 sebanyak 4 kasus dan kedalaman invasi T4 sebanyak 1 kasus, tidak dijumpai sampel dengan kedalaman invasi T2. Pada setiap kelompok umur, tumor dengan kedalaman invasi T3 menunjukkan proporsi yang paling tinggi. (Gambar 5.2).
Gambar 5.2. Distribusi sampel berdasarkan kedalaman invasi dan umur
92
5.1.3
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe tidak Spesaifik
berdasarkan Kedalaman Invasi dan Jenis Kelamin Sampel penelitian adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik berdasarkan jenis kelamin pada penelitian ini, menunjukkan jumlah sampel laki-laki yaitu sebanyak 27 kasus (54%) dengan kedalaman invasi T1 sebanyak 2 kasus, kedalaman invasi T2 sebanyak 4 kasus, kedalaman invasi T3 sebanyak 15 kasus, dan kedalaman invasi T4 sebanyak 6 kasus. Dan sampel dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 23 kasus (46%) dengan kedalaman invasi T1 sebanyak 1 kasus, kedalaman invasi T2 sebanyak 3 kasus, kedalaman invasi T3 sebanyak 17 kasus dan kedalaman invasi T4 sebanyak 2 kasus. Baik pada kelompok laki-laki dan perempuan, tumor dengan kedalaman invasi T3 menunjukkan proporsi yang paling tinggi. (gambar 5.3).
Gambar 5.3. Distribusi sampel berdasarkan kedalaman invasi dan jenis kelamin.
93
5.1.4
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe tidak Spesaifik
berdasarkan Kedalaman Invasi dan Lokasi Tumor Berdasarkan lokasi tumor, sampel adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik terbanyak berlokasi
pada kolon yaitu sebanyak 29 kasus (58%) dengan
kedalaman invasi T1 sebanyak 2 kasus, kedalaman invasi T2 sebanyak 3 kasus, kedalaman invasi T3 sebanyak 19 kasus dan kedalaman invasi T4 sebanyak 5 kasus. Sedangkan tumor dengan lokasi rektum sebanyak 21 kasus (42%) dengan kedalaman invasi T1 sebanyak 1 kasus, kedalaman invasi T2 sebanyak 4 kasus, kedalaman invasi T3 sebanyak 13 kasus dan kedalaman invasi T4 sebanyak 3 kasus. Baik pada kolon maupun rektum, tumor dengan kedalaman invasi T3 menunjukkan proporsi yang paling tinggi. (Gambar 5.4).
Gambar 5.4 . Distribusi sampel berdasarkan kedalaman invasi dan lokasi tumor
94
5.2
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe tidak Spesaifik
Berdasarkan Kedalaman Invasi dan Ekspresi VEGF Pada sampel adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan kedalaman invasi T1 menunjukkan gambaran ekspresi VEGF yang positif sebanyak 1 kasus (2%), pada sampel dengan kedalaman invasi T2 dengan gambaran ekspresi VEGF yang positif sebanyak 5 kasus (10%), pada kedalaman invasi T3 didapatkan 31 kasus (62%) dengan gambaran ekspresi VEGF positif serta sampel dengan kedalam invasi T4 menunjukkan ekspresi VEGF positif sebanyak 8 kasus ( 16%) (Tabel 5.1)
Tabel 5.1 Distribusi Kasus berdasarkan Kedalaman invasi dan Ekspresi VEGF Kedalaman_invasi
VEGF T1
T2
T3
T4
0
2
2
1
0
1
1
2
11
1
2
0
3
9
2
3
0
0
11
5
Total
3
7
32
8
r=0,491; r2=0,24; p=0,000 (p<0,05)
Untuk mengetahui hubungan antar variabel maka dipakai uji Spearman. Dari hasil uji Spearman diperoleh kedalaman invasi berkorelasi positif sedang dengan ekspresi VEGF (r=0,491; r2=0,24; p=0,000 (p<0,05)).
95
5.3 Gambaran Ekspresi VEGF
Gambar 5.5. Ekspresi VEGF dengan intensitas lemah (400X)
Gambar 5.6. Ekspresi VEGF dengan intensitas sedang (400X)
96
Gambar 5.7. Ekspresi VEGF dengan intensitas kuat (400X)
97
BAB VI PEMBAHASAN
6.1
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Kedalaman Invasi Pedoman klinis yang digunakan sebagai dasar menentukan prognosis adalah stadium karsinoma kolorektal. Sistem stadium yang dipakai adalah klasifikasi AJCC yang menggunakan sistem TNM (Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011). Pada penelitian ini, sampel merupakan penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan kedalaman invasi T1, T2, T3 dan T4. Sebagian besar sampel menunjukkan kedalaman invasi T3, yaitu sel tumor infiltrasi menembus muskularis propia ke sub serosa atau ke peritoneum atau jaringan perirektal sebanyak 32 kasus (64%).
6.2
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Umur Insiden karsinoma kolorektal meningkat sesuai dengan peningkatan umur. Jarang terjadi dibawah umur 40 tahun, kecuali pada penderita dengan faktor predisposisi genetik dan atau faktor predisposisi penyakit lainnya seperti chronic inflammatory bowel disease (Hamilton et al., 2010). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hashim dan kawan-kawan didapatkan umur rata-rata sampel penelitian adalah 58,1 tahun.
97
98
Pada penelitian ini, rentang umur penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik cukup bervariasi yaitu berkisar antara umur 34 sampai 83 tahun dengan rerata umur 56,20±10,8, menunjukkan rata-rata yang hampir sama dengan penderita karsinoma kolorektal pada penelitian lain yaitu pada dekade keenam. Jumlah penderita terbanyak pada rentang umur 50-59 tahun sebanyak 15 kasus (30%).
6.3
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Jenis Kelamin Insiden karsinoma kolorektal berdasarkan jenis kelamin adalah relatif lebih tinggi pada laki-laki, hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pola makan dan gaya hidup antara laki-laki dan perempuan, seperti minum alkohol dan merokok. Dan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan ekspresi VEGF pada
penderita
karsinoma
kolorektal.
Di
histopatologik kanker di Indonesia tahun 2011,
Indonesia,
berdasarkan
data
karsinoma kolorektal adalah
karsinoma primer terbanyak pertama pada laki-laki dan terbanyak ketiga pada perempuan (Santosa, 2009; Hamilton et al, 2010; DitjenYanMed, 2011). Pada penelitian ini jumlah sampel penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik lebih banyak pada laki-laki dibandingkan penderita perempuan.
99
6.4
Distribusi Kasus Adenokarsinoma Kolorektal Tipe Tidak Spesifik
Berdasarkan Lokasi Tumor Karsinoma kolorektal terjadi lebih banyak pada kolon sigmoid dan rektum, akan tetapi pada penelitian beberapa tahun terakhir terjadi perubahan lokasi dengan meningkatnya proporsi karsinoma pada bagian yang lebih proksimal seiring dengan peningkatan umur (Hamilton et al, 2010; Kumar and Stricker, 2010; Rosai, 2011). Pada penelitian ini didapatkan sampel penderita adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik lebih banyak terletak di kolon, dimana hal ini berhubungan dengan sampel lebih banyak pada rentang umur 50-59 tahun.
6.5 Ekspresi VEGF pada Karsinoma Kolorektal Ekspresi VEGF dapat dinilai dengan menggunakan berbagai macam metode, antara lain imunohistokimia, quantitative immunoassays, western blotting, dan reverse-transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR). Walaupun ekspresi VEGF oleh sel tumor mempengaruhi prognosis dan respon terapi secara klinis, tetapi pemeriksaan VEGF tidak rutin dilakukan (Shibuya, 2011). Banyak penelitian lain yang menilai korelasi antara ekspresi VEGF dengan berbagai faktor prognostik termasuk dengan derajat diferensiasi tumor, kedalaman invasi tumor dan metastasis. Pada penelitian yang dilakukan oleh Bendardaf dan kawan-kawan didapatkan hasil 70% dari pasien karsinoma kolorektal dengan stadium IV memiliki ekspresi VEGF positif , 50% dengan stadium II dan 47% pasien dengan stadium III
100
(p=0,005). Tidak ada korelasi yang signifikan dengan keterlibatan kelenjar getah bening. VEGF menjadi indikator prognosis yang buruk pada karsinoma kolorektal dan terbukti berkorelasi dengan stadium tumor. Demikian pula, tingkat serum VEGF-A telah terbukti berkorelasi dengan stadium penyakit pada karsinoma kolorektal, secara signifikan lebih tinggi pada pasien dengan metastasis dibandingkan dengan pasien tanpa metastasis. Pasien dengan metastasis (stadium IV) memiliki tumor dengan ekspresi VEGF positif, dan secara signifikan meningkat daripada stadium II dan III (p = 0,005) (Bendardaf et al., 2008). Pada penelitian Cao dan kawan-kawan menggambarkan ekspresi HIF-1dan VEGF memberikan hasil positif sebesar 54,93% dan 56,34% dari keseluruhan sampel. Ekspresi VEGF dan HIF-1 secara signifikan terkait dengan stadium tumor, kelenjar getah bening dan metastasis hati (P <0,05). Ekspresi HIF-1 dan VEGF juga bermakna dengan kelangsungan hidup secara keseluruhan (P <0,01). Dan ekspresi HIF-1 berkorelasi positif dengan VEGF pada pasien karsinoma kolorektal (r = 0,72, P <0,001). Sehingga ekspresi HIF1 dan VEGF bisa dipakai sebagai biomarker untuk menunjukkan infiltrasi tumor dan evaluasi metastasis serta prognosis buruk pada karsinoma kolorektal. Penghambatan HIF-1 dapat dipakai menjadi sasaran terapi antiangiogenik yang menjanjikan dalam karsinoma kolorektal (Cao et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Hashim dan kawan-kawan memberikan hasil ekspresi VEGF positif pada 51,9% sampel karsinoma kolorektal, dan positif pada 18,2% jaringan kolon normal (p<0.05). Ekspresi VEGF berkorelasi positif dengan derajat diferensiasi karsinoma kolorektal (p<0.05). Namun, VEGF tidak
101
berkorelasi dengan stadium tumor. Overekspresi VEGF ditemukan 47,4% pada derajat diferensiasi baik; 52,4% dengan derajat diferensiasi sedang; dan 58,3% dengan derajat diferensiasi buruk. (Hashim et al., 2010). Pada penelitan oleh Jin dan kawan-kawan didapatkan hasil pewarnaan imunohistokimia EGFR dan VEGF pada karsinoma kolorektal primer berbeda dengan ekspresi EGFR dan VEGF pada limfatik dan metastasis hati, dimana menunjukkan bahwa tingkat ekspresi EGFR dan VEGF pada jaringan metastatik lebih tinggi daripada karsinoma kolorektal primer (Jin et al., 2012). Pada penelitian ini, ekspresi VEGF memberikan hasil 33,33% positif pada kedalaman invasi T1; 71,42% positif pada kedalaman invasi T2; 96,88% postif pada kedalaman invasi T3 dan 100% pada kedalaman invasi T4. Dan memberikan hasil negatif pada kedalaman invasi T1 sebesar 66,67%, 28,57% pada kedalaman invasi T2, dan 3,13% pada kedalaman invasi T3. Hasil uji Spearman yang dilakukan untuk menilai korelasi kedalaman invasi dan ekspresi VEGF pada penelitian ini menunjukkan korelasi positif sedang dengan koefisien korelasi r=0,491, koefisien determinasi r2(rsq)=0,24 menunjukkan hubungan kuat, nilai p=0,000 (p<0,05). Hal ini memperkuat teori mengenai peranan VEGF sebagai faktor angiogenik dominan pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik, yang mendasari pertumbuhan dan invasi tumor serta berhubungan dengan metastasis dan prognosis buruk. Adanya ekspresi VEGF pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dapat dipakai pertimbangan bagi klinisi untuk memberikan bevacizumab suatu
102
rekombinan antibodi monoklonal yang mengikat dan menetralkan VEGF-A, sehingga dapat mencegah terjadinya metastasis dan prognosis lebih buruk bagi pasien adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Tentunya diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menilai manfaat dan resiko pemberian anti VEGF pada pasien adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Terdapat hubungan positif antara ekspresi VEGF dengan kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik. Ekspresi VEGF dapat menjelaskan 24% kedalaman invasi pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik
7.2 Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menentukan standar ekspresi VEGF pada adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik sehingga didapatkan keseragaman pelaporan tingkat ekspresinya untuk kepentingan aplikasi klinis. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kaitan ekspresi VEGF pada jaringan adenokarsinoma kolorektal tipe tidak spesifik dengan kadar VEGF di serum, sehingga dapat dikembangkan kemungkinan VEGF sebagai marka penanda angiogenesis tumor secara serologi.
103
2. DAFTAR PUSTAKA
American Cancer Society. 2015. Colorectal cancer. Atlanta: American Cancer Society. Antonia, R.S., Dara, L., Aisner. 2010. Molecular Basis of Disease of the Gastrointestinal Tract. In: William B. Coleman, Gregory J. Tsongalis, Essential Concepts in Molecular Pathology, Elsevier: 243-61. Aoki, K., Taketo, M.M. 2007. Adenomatous Polyposis Coli (APC): A Multifunctional Tumor Suppressor Gene. J Cell Sci, 120: 3327-35. Arends, M.J. 2013. Pathways of Colorectal Immunohistochem Mol Morphol, 21: 97-103.
Carcinogenesis.
Appl
Bendardaf, R., Buhmeida, A., Hilska, M., Laato, M., Syrjanen, S., Syarjanen, K., Collan, Y., Pyrhonen, S. 2008. VEGF-1 Expression in Colorectal Cancer is Associated with Disease Localization, Stage and Long-term Diseasespecific Survival. Anticancer Research. (28): p.3865-70. Cao, D., Hou, M., Guan, Y,. Jiang, M., Yang, Y., Gou, H. 2009. Expression of HIF-1alpha and VEGF in Colorectal Cancer: Association with Clinical Outcomes and Prognostic Implications. BMC Cancer, 9:432-41 Comsa, S., Cimpean, A.N., Ceausu, R., Suciu, C., Raica, M. 2012. Correlation between Vascular Endothelial Growth Factor Expression, Microvascular Density in Tumor Tissues and TNM Staging in Breast Cancer. Arch. Biol. Sci., Belgrade. 64(2): p.409-17. Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. 2008-2011. Kanker di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan RI. Farhat. 2009. Vascular Endothelial Growth Factor pada Karsinoma Nasofaring. Majalah Kedokteran Nusantara.(42).h. 59-65. Fenoglio-Preiser C.M. 2009. editor. Gastrointestinal pathology: An Atlas and Text. Philadelphia: Lippincott Williams &Wilkins. p.899-1036. Fleming, M., Ravula, S., Tatishchev, S.F., Wang, H.L. 2012. Colorectal carcinoma: Pathologic aspects. J Gastrointest Oncol, 3(3): 153-173. Available from: http://www.thejgo.org. Accessed February 5, 2016. \
104
105
Guntersah,T., Irianiwati, Harijadi. 2010. TAMs, VEGF, dan MVD pada Karsinoma Duktal invasif Payudara serta Hunbungannya denganDerajat Histologik, Ukuran Tumor, Status KelenjarGetah Bening dan Ketahanan Hidup. Majalah Patologi Indonesia. (19).p. 33-7 Hamilton, S.R., Vogelstein, B., Kudo, S., Riboli, E., Nakamura, S., Hainaut, P. 2010. Tumours of the colon79 and rectum. In: Hamilton SR, Aaltonen A, editors. World Health Organization: classification of tumours, pathology and genetics of tumours of the digestive system. Fourth ed. Lyon: IARC Press. p. 131-82. Hardjolukito, E. C., Hernowo, B. 2010. Angiogenesis in Basic Science of Oncology. Ilmu Onkologi Dasar, Edisi I, FKUI, Jakarta. Hasan, M.R., Ho, S.H.Y., Owen, D.A., Tai, I.T. 2011. Inhibition of VEGF Induces Cellular Senescence in Colorectal Cancer Cell. International Journal of Cancer.(129);p. 2115-23. Hashim, A. F., Al-Janabi, A. A., Mahdi, L. H., Al-Toriahi, K. M., Yasseen, A. A. 2010. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF ) Receptor Expression Correlates with Histologic Grade and Stage of Colorectal Cancer. Libyan J Med. 1-4. Homick, J.L,. Odze, R.D. 2011. Polyps of the large intestine. In: Odze RD, Goldblum JR, editors. Surgical Pathology of the GI tract, liver, biliary tract, and pancreas. 2nd ed. Philadelphia: Elsevier, 507-20. Jass, J.R. 2007. Classification of Colorectal Cancer Based on Correlation of Clinical, Morphological and Molecular Features. Histopathology;50:113–30. Jemal, A., Siegel, R., Xu J., Ward E. 2010. Cancer Statistics. CA Cancer J Clin 60 (5):1-24. Jin, K., Lan, H., Cao, F., Han, N., Xu, Z., Li, G., Kuifeng, H., Teng, I. 2012. Differential Response to EGFR- and VEGF-targeted Therapies in Patientderived Tumor Tissue Xenograft Models of Colon Carcinoma and Related Metastases. International Journal of Oncology (41): 583-8. Kawamura, H., Li, X., Welsh, M., Welsh, L.C. 2008. VEGF Signal Tranduction in Angiogenesis’, in Figg, WD., Folkman J (ed.), Angiogenesis: An Integrative Approach from Science to Medicine, Spinger. p.205-213.
106
Kekec, Y., Paydas, S., Zorludemir,S., Parsak,C.K., Sakman, G., Seydaoglu,G. 2006. Prognostic Significance of Vascular Endothelial Growth Factor-A Expression in Colorectal Cancer. Journal of Cancer Molecules 2(4):p. 161-7. Kumar V., Stricker T., 2010. ‘Neoplasia’, in Kumar, Abbas, Fausto, Aster (ed.), Robbin and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Saunders Elsevier, Philadelphia. pp. 1225-6. Martins, S.F,. Reis, R.M., Rodrigues, A.M., Baltazar, F., Filho, A.L. 2011. Role of Endoglin and VEGF Family Expression in Colorectal Cancer Prognosis and Anti-angiogenic Therapies. World Journal of Clinical Oncology. 2(6); p. 272-80. Mizukami, Y., Fujiki, K., Duerr, E.M., Gala, M., Jo, W.S., Zhang, X., Chung, D.C. 2006. Hypoxic Regulation of Vascular Endothelial Growth Factor Through the Induction of Phosphatidylinositol 3-Kinase/Rho/ROCK and c-Myc. The Journal of Biological Chemistry. (20); p. 13957-63. Nussenbaum, F., Herman, I.M. 2010. Tumor Angiogenesis: Insight and Innovation, Hindawi Publishing Corporation, Journal of Oncology. Piulats J, Mitjans F. 2008. Angiogenesis Switch Pathways. In: Bronchud MH, Foote MA, Giaccone G, Olopade O, Workman P, eds. Principles of Molecular Oncology. New Jersey: Humana Press. p.239-51. Redston, M., Driman, D.K. 2015. Epithelial Neoplasms of the Large Intestine. In: Odze, R.D., Goldblum, J.R., editors. Odze and Goldblum Surgical Pathology of the GI Tract, Liver, Biliary Tract, and Pancreas. Third Edition. Philadelphia: Elsevier Saunders. p. 737-778. Ribbati, D., Vacca, A. 2008. Overview of Angiogenesis During Tumor Growth, in Figg, W.D., Folkman, J. ed. Angiogenesis an Intregrative Approach from Science to Medicine, Spinger. p.161-2 Rosai, J. 2011. Rosai and Ackerman’s Surgical Pathology. Tenth Edition, Mosby. p 731-75. Roskoski, R. 2007. Vascular Endothelial Growth Factor Signaling in Tumor Progression. Critical Reviews in Oncology/Hematology. 62; p.179-213. Rubin P., Hansen J.T. 2012. TNM Staging Atlas with Oncoanatomy. Second Edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Lippincott Williams and Wilkins. p. 352-361.
107
Saif, M. W. 2013. Anti-VEGF Agents in Metastatic Colorectal Cancer (mCRC): are they all alike? Cancer Management and Research. p.103-116. Santosa, C. S. 2009. Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) Sebagai SasaranTerapi Kanker Kolorektal. Cermin Dunia Kedokteran 167/vol.36, h. 5-12 Schulz WA. 2007. Invasion and Metastasis. In: Molecular Biology of Human Cancer. Dordrecht: Springer. p. 193-217 Shibuya, M. 2011. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) and its Receptor (VEGFR) Signaling in Angiogenesis: A crucial Target for Anti- and ProAngiogenic Therapies. Genes and Cancer (2); p.1097-105 Shibuya, M. 2013. Vascular Endothelial Growth Factor and its Receptor System: Physiological Functions in Angiogenesis and Pathological Roles in Various Diseases. J. Biochem; 153(1): p.13-9 Takayama, T., Miyanishi, K,, Hayashi, T., Sato, Y., Nhtsu, Y. 2006. Colorectal Cancer: Genetics of Development and Metastasis. J Gastroenterol; 41:p.185-92. Washington, K., Berlin, J., Branton, P., Burgart, L.J., Carter, D.K., Fitzgibbons, P., Frankel, W.L., Halling, K.C., Jessup, J., Kakar, S., Minsky, B., Nakhleh, R., Compton, C.C. 2011. Protocol for the Examination of Specimens from Patients with Primary Carcinoma of the Colon and Rectum. Weber, G. F., 2007. Molecular Mechanisms of Cancer. Springer. University of Cincinnati Academic Health Center Cincinnati, Ohio.USA:p.453 Weickhardt, A.J., Williams, D.S., Lee, C.K., Chionh, F., Simes, J., Murone, C., Wilson, K., Parry, M.M., Asadi, K., Scott, A.M., Punt, C.J.A., Nagtegaal, I.D., Price, T.J., Mariadason, J.M., Tebbutt, N.C. 2015. Vascular Endothelial Growth Factor D Expression is a Potential Biomarker of Bevacizumab Benefit in Colorectal Cancer. British Journal of Cancer (113): p. 37-45 Widhihastuti, Y.S., Kaelan, C., Wahid, Syarifuddin. 2011. Hubungan Ekspresi Vascular Endothelial Growth Factor-A (VEGF A) dengan Derajat Histopatologi dan Potensi Metastasis Karsinoma Ovarium. Majalah Patologi. (20): h.1-5.
Wu, Y., Jin, M., Xu, H., Shimin, Z., He, S., Wang, L., Zhang, Y., 2010. Clinicopathologic Significance of HIF-1α, CXCR4, and VEGF Expression
108
in Colon Cancer. Hindawi Publishing Corporation Clinical and Developmental Immunology: p. 1-11 Zahari, A. 2010. Deteksi dini, diagnosa, dan penatalaksanaan kanker kolon dan rektum. Supplement Majalah Kedokteran Andalas dalam rangka dies natalis 53. Padang: Universitas Andalas.
109
Lampiran 1. Keterangan Kelaikan Etik
110
Lampiran 2. Surat Ijin Komisi Etik Penelitian
111
Lampiran 3. Rekapitulasi Sampel Penelitian N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
No PA 0450/PP/2013 0685/PP/2013 0246/PP/2014 257/PP/2014 1021/PP/2014 1141/PP/2014 1193/PP/2014 1547/PP/2014 2364/PP/2014 2835/PP/2014 3046/PP/2014 3068/PP/2014 3103/PP/2014 3144/PP/2014 3234/PP/2014 3408/PP/2014 3626/PP/2014 3792/PP/2014 1322/PP/2015 1542/PP/2015 1678/PP/2015 1794/PP/2015 2233/PP/2015 2363/PP/2015 2520/PP2015 2831/PP/2015 2850/PP/2015 3027/PP/2015 3351/PP/2015 3412/PP/2015 3479/PP/2015 3529/PP/2015 3588/PP/2015 3973/PP/2015 4229/PP/2015
Umur (tahun) 46 45 62 53 57 41 51 49 72 64 47 45 64 52 44 51 64 65 46 68 49 60 75 57 66 70 67 58 57 44 67 54 56 50 70
Jenis kelamin P L L P L L P L L P L P L L P P P L P L L P L L P L L L P L L P P P L
Lokasi Rektum Rektum Kolon Kolon Kolon Rektum Rektum Kolon Rektum Kolon Kolon Kolon Kolon Kolon Rektum Kolon Kolon Kolon Rektum Kolon Rektum Rektum Rektum Kolon Kolon Rektum Kolon Kolon Kolon Rektum Rektum Rektum Rektum Rektum Rektum
Kedalaman invasi T2 T2 T3 T3 T3 T2 T3 T3 T3 T3 T1 T3 T3 T4 T3 T3 T2 T2 T3 T3 T3 T2 T1 T4 T3 T3 T3 T3 T4 T4 T4 T3 T3 T3 T3
Ekspresi VEGF 2 2 1 3 3 1 2 2 1 3 1 1 2 3 1 3 0 1 3 3 3 0 0 3 2 1 0 1 3 3 3 1 3 2 1
112
N o 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
No PA 4386/PP/2015 4716/PP/2015 4716/PP/2016 4945/PP/2015 4963/PP/2015 5125/PP/2015 5205/PP/2015 5220/PP/2015 5319/PP/2015 5463/PP/2015 5483/PP/2015 0146/PP/2016 0985/PP/2016 1287/PP/2016 1982/PP/2016
Umur (tahun) 51 41 41 45 58 63 50 77 50 34 44 83 63 63 61
Jenis kelamin L P P L L P L P P P P P L L L
Lokasi Kolon Kolon Kolon Kolon Rektum Kolon Rektum Rektum Kolon Kolon Rektum Kolon Kolon Kolon Kolon
Kedalaman invasi T3 T1 T3 T3 T4 T3 T3 T3 T3 T3 T3 T4 T2 T3 T4
Ekspresi VEGF 2 0 2 3 2 1 2 1 1 3 2 1 2 3 2
113
Lampiran 4 Analisis Uji Spearman Ekspresi VEGF dan Kedalaman Invasi
Spearman's rho
Kedalaman_invasi
Kedalaman invasi
VEGF
1.000
.491**
.
.000
50
50
Correlation Coefficient
.491
1.000
Sig. (2-tailed)
.000
.
50
50
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
VEGF
N
Ekspresi VEGF berkorelasi postif terhadap kedalaman invasi, dengan koefisien korelasi r=0,491 dan r2(rsq)=0,24 p=0,000 (p<0,05).