UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN EKSPRESI TOPOISOMERASE IIα PADA DIFFUSE LARGE B CELL LYMPHOMA DENGAN RESPON TERAPI
TESIS
INDRI WINDARTI
0806361156
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA/RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA NOVEMBER 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN EKSPRESI TOPOISOMERASE IIα PADA DIFFUSE LARGE B CELL LYMPHOMA DENGAN RESPON TERAPI
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis
INDRI WINDARTI
0806361156
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS DEPARTEMEN PATOLOGI ANATOMIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA/RSUPN CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA NOVEMBER 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Subhanallahu Wata’ala, atas limpahan berkah dan kasih sayang-Nya kepada kami sekeluarga, sehingga memudahkan langkah saya menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan sebagai salah satu syarat mencapai gelar Spesialis pada Program Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa proses penyelesaian tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, asupan, dukungan, pengertian, perhatian dan doa dari banyak pihak bagi saya, mulai dari awal hingga akhir, untuk itu saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih dengan segala ketulusan hati kepada semua pihak yang telah membantu saya. Terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya saya sampaikan kepada dr. Endang S.R. Hardjolukito, MS., SpPA(K)., dr. Maria Francisca Ham, PhD., SpPA yang telah
meluangkan waktu di tengah kesibukannya untuk
membimbing, memberi saran, koreksi dan dukungan kepada saya dalam pembuatan tesis ini dan kepada DR.dr.Djumhana Atmakusuma, SpPD-KHOM yang telah memberikan saya kesempatan untuk melakukan penelitian di Divisi Hematologi Onkologi Departemen Penyakit Dalam, juga atas kesediaannya membimbing, memberi saran dan koreksi. Kiranya semua kebaikan yang telah diberikan kepada saya dibalas dengan rejeki yang berlipat ganda dari Allah SWT. Kepada dr. Budiningsih Siregar, MS,SpPA(K) dan dr. Benjamin Makes, SpPA(K) selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi PPDS I Patologi Anatomik sekaligus penilai tesis, saya sampaikan terima kasih atas bimbingan, dorongan dan motivasi kepada saya selama mengikuti pendidikan Spesialis I Patologi Anatomik di FKUI/RSCM. Kepada guru-guru saya di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM, perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggitingginya. Semua yang telah saya capai ini tidak lepas dari peran, dukungan serta restu para guru yang saya hormati.
iii Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Rasa terima kasih juga ingin saya sampaikan kepada dr. Wulyo Rajabto, SpPD yang telah memberikan masukan dan diskusi mengenai pasien di poli Hematologi Onkologi Medik, juga kepada seluruh karyawan Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM dan Divisi Hematologi Onkologi Medik Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang telah banyak membantu dalam memperoleh data yang diperlukan. Kepada rekan-rekan PPDS Patologi Anatomik FKUI/RSCM saya ucapkan terima kasih yang tulus atas dukungan moral dan kerjasama yang baik selama saya menyelesaikan pendidikan Spesialis I ini. Terima kasih dan hormat saya yang mendalam saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, Zainal Abidin
dan Aryati, yang telah mendidik dan
membesarkan saya dengan penuh kasih sayang. Terima kasih atas doa yang selalu menyertai saya sejak masa kecil hingga saat ini. Saya mohon maaf karena belum dapat berbakti yang sebaik-baiknya kepada papa dan mama. Saya memohon kepada Allah SWT agar selalu memberikan kesehatan dan kebahagiaan kepada papa dan mama. Terima kasih juga saya sampaikan kepada ayah dan ibu mertua saya M. Soleh Ali dan Asewi serta seluruh keluarga besar yang senantiasa memberi dukungan dan doa sehingga memudahkan langkah saya dalam menyelesaikan tesis ini. Akhirnya saya menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada suami saya, Dani Rahman yang selalu memberi dukungan, perhatian dan semangat selama saya menjalani pendidikan ini. Terima kasih juga kepada anakanak tersayang, Ihsan Ali Nurrahman dan Nashwa Aulia Nurrahman yang telah memberi pengertian dan doa serta sabar menunggu sampai bunda dapat menyelesaikan pendidikan Spesialis I ini. Semoga kalian mendapat kesempatan yang lebih baik dari apa yang sudah saya dapatkan dan dapat menjadi orang yang berguna serta menjadi kebanggaan keluarga, dan masyarakat terlebih lagi bagi Allah SWT. Amin. Terima kasih dan semoga Allah SWT melimpahkan berkah dan karunia-Nya kepada kita semua.
Jakarta, 30 November 2012
iv Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: : :
Indri Windarti Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomik Hubungan Ekspresi Topoisomerase IIα pada Diffuse Large B Cell Lymphoma dengan Respon Terapi
Latar belakang: Kemoterapi pilihan untuk Diffuse Large B Cell Lymphoma (DLBCL) adalah regimen yang mengandung doksorubisin. Doksorubisin merupakan obat kemoterapi golongan antrasiklin yang bekerja sebagai anti Topoisomerase II (Top2). Penelitian sebelumnya terhadap galur sel tumor menunjukkan bahwa ekspresi Topoisomerase IIα (Top2A) yang tinggi berhubungan dengan sensitifitas terhadap antrasiklin yang tinggi pula. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ekspresi protein Top2A pada DLBCL dan hubungannya dengan respon terapi. Bahan dan cara kerja: Dilakukan studi analitik potong lintang terhadap 38 kasus DLBCL dengan pulasan CD20 positif dan telah mendapatkan kemoterapi minimal 4 siklus. Dilakukan pulasan imunohistokimia terhadap protein Top2A dan dinilai menggunakan H-score. Hasil: Secara keseluruhan ekspresi Top2A ditemukan pada 37 dari 38 kasus (97,4%) dengan nilai H-score sangat bervariasi yaitu antara 101,5 sampai dengan 215,0 dan median 124,1. H-score Top2A digolongkan tinggi jika H-score lebih dari 124,1. Analisis statistik menunjukkan bahwa ekspresi Top2A pada DLBCL tidak berhubungan bermakna dengan respon terapi (p=0,670). Kesimpulan: Tidak ditemukan hubungan bermakna antara ekspresi Top2A dengan respon terapi. Ekspresi Top2A tidak dapat dijadikan faktor prediktor respon terapi pada DLBCL.
Kata Kunci: DLBCL, Doksorubisin, ekspresi Top2A, respon terapi.
vi Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
ABSTRACT
Name : Indri Windarti Study Program : Program Pendidikan Dokter Spesialis I Patologi Anatomik Title : The Relation between Topoisomerase II α Expression in Diffuse Large B Cell Lymphoma with Treatment Response.
Background: Standard of chemotherapy for Diffuse Large B Cell Lymphoma (DLBCL) is a regimen containing doxorubicin. Doxorubicin is a component of anthracycline based chemotherapy that work as anti Topoisomerase II (Top2). Previous study on tumor cell lines showed that high expression of Topoisomerase IIα (Top2A) was related to higher sensitivity to anthracycline. The aim of this study is to know the expression of Top2A and its relation to treatment response. Material and methods: This is an analytic cross-sectional study on 38 CD20 positive DLBCL cases that have been treated with at least 4 cycles of chemotherapy. The immunohistochemical staining for Top2A protein was performed assesed using H-score. Result: Expression of Top2A protein were found in 37 of 38 (97,4%) cases (Hscore range: 101.5-215.0 and median 124.1). Top2A was defined as high if Hscore was higher than 124.1. Statistical analysis showed that Top2A expression in DLBCL was not significantly related to treatment response (p=0.670). Conclusion : There was no significant relation between Top2A expression to treatment response. Top2A expression in DLBCL cannot be used as a predictor of treatment response.
Keywords: DLBCL, Doxorubicin, Top2A expression, treatment response.
vii Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Identifikasi Masalah 1.3. Pertanyaan Penelitian 1.4. Hipotesis 1.5. Tujuan Penelitian 1.6. Manfaat
i ii iii v vi viii x xi xii 1 1 2 2 2 3 3
2.
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Umum Limfoma non Hodgkin 2.2. Nomenklatur dan Klasifikasi Limfoma 2.3. Epidemiologi 2.4. Patogenesis 2.5. Diagnosis 2.5.1. Klinis 2.5.2. Pemeriksaan Histopatologi 2.5.1. Imunohistokimia 2.6. Stadium 2.7. Terapi 2.7.1. Siklofosfamid 2.7.2 .Doksorubisin 2.7.3. Vinkristin 2.7.4. Prednison 2.7.5 Rituksimab 2.8. Respon Kemoterapi 2.9. Prognosis 2.10. Topoisomerase II α 2.11. Kerangka Teori 2.12. Kerangka Konsep
4 4 4 6 6 9 9 10 10 11 12 12 12 13 13 13 15 16 17 20 21
3.
METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.3. Populasi dan Sampel 3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
22 22 22 22 23
viii
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
3.5. 3.6.
3.7. 3.8.
3.9. 3.10 3.11
Variabel Penelitian Batasan Operasional 3.6.1 DLBCL 3.6.2 Kemoterapi CHOP dan RCHOP 3.6.3 Ekspresi Top2A 3.6.4. Kriteria respon Alur Penelitian Metode Pewarnaan Imunohistokimia 3.8.5 Pulasan imunohistokimia dengan CD20 3.8.6 Pulasan imunohistokimia dengan Top2A Penilaian Ekspresi CD20 Penilaian Ekspresi Top2A Analisis Data
24 24 24 24 24 24 25 26 26 27 28 28 29
4.
HASIL PENELITIAN 4.1. Demografi dan Karakteristik Dasar 4.2. Ekspresi Top2A 4.3. Hubungan Ekspresi Top2A dengan Respon Terapi
30 30 30 32
5.
PEMBAHASAN 5.1. Demografi dan Karakteristik Dasar 5.2. Ekspresi Top2A 5.3. Hubungan Ekspresi Top2A dengan Respon Terapi 5.4. Kelemahan dan Keterbatasan PEnelitian
36 36 36 37 40
6.
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 6.2. Saran DAFTAR PUSTAKA
41 41 41 42
ix
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
DAFTAR TABEL Tabel 2.1.
Diffuse large B-cell lymphoma: varian, subkelompok dan subtipe menurut klasifikasi WHO 2008.
5
Tabel 2.2.
Stadium berdasarkan kesepakatan Ann Arbor
11
Tabel 2.3.
Kriteria respon LNH
15
Tabel 2.4.
The International Prognostic Index (IPI)
17
Tabel 4.1.
Karakteristik pasien LMNH DLBCL
31
Tabel 4.2.
Hubungan nilai median H-score Top2A dengan respon terapi
Tabel 4.3.
32
Tabel sensitifitas dan spesifisitas dengan kurva ROC pada kategori respon, tidak respon dan kategori respon lengkap, tidak respon lengkap
Tabel 4.4.
33
Hubungan kelompok ekspresi Top2A pada DLBCL dengan respon terapi (CR+PR).
Tabel 4.5.
34
Hubungan kelompok ekspresi Top2A pada DLBCL dengan respon terapi (CR).
34
x
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Skema diferensiasi sel B
8
Gambar 2.2
Mekanisme rituksimab pada sel limfoma non Hodgkin
14
Gambar 2.3
Struktur DNA (supercoil, knotting dan katenasi).
18
Gambar 4.1
Diffuse large B-cell lymphoma dengan pewarnaan
32
Haematoxylin eosin dan ekspresi CD20 Gambar 4.2
Pewarnaan imunohistokimia Top2A.
xi
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
32
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Data dasar DLBCL
47
Lampiran 2.
Deskripsi usia
49
Lampiran 3.
Test normalitas usia
49
Lampiran 4.
Deskripsi lokasi
50
Lampiran 5.
Deskripsi Stadium Ann-Arbor
50
Lampiran 6.
Deskripsi tingkat respon terapi (CR+PR)
51
Lampiran 7.
Deskripsi tingkat respon terapi (CR)
51
Lampiran 8.
Tabel Uji Kesesuaian (t-test) skor Top2A IND- MFH
52
Lampiran 9.
Tabel Uji Kesesuaian (t-test) skor Top2A IND-ESR
52
Lampiran 10.
Deskripsi H-score Top2A
52
Lampiran 11.
Test normalitas H-score Top2A
52
Lampiran 12.
Cross tabulation respon terapi berdasarkan H-score Top2A
53
Lampiran 13.
Boxplot respon terapi berdasarkan H-score Top2A
55
Lampiran 14.
Tabel uji Kemaknaan antara respon terapi berdasarkan median H-score Top2A
Lampiran 15.
Cross tabulation respon terapi (CR) berdasarkan skor Top2A
Lampiran 16.
56
Tabel uji Kemaknaan antara respon terapi (CR) berdasarkan median H-score Top2A
Lampiran 17.
56
Tabel uji kemaknaan respon terapi (CR+PR) berdasarkan ekspresi Top2A
Lampiran 19.
58
Cross tabulation respon terapi (CR) berdasarkan ekspresi Top2A
Lampiran 20.
Lampiran 21.
57
Cross tabulation respon terapi (CR+PR) berdasarkan ekspresi Top2A
Lampiran 18.
55
58
Tabel uji kemaknaan respon terapi (CR) berdasarkan ekspresi Top2A
59
Rasio odds respon terapi (CR) berdasarkan ekspresi Top2A
59
xii
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Limfoma non Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer limfosit. Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) merupakan subtipe tersering dari LNH. DLBCL adalah neoplasma yang terdiri atas proliferasi difus sel limfosit B berukuran hampir sama atau sama dengan inti makrofag normal atau dua kali lebih besar dari limfosit normal. Angka kejadian DLBCL bervariasi jika dibandingkan dengan LNH jenis lainnya, 25-30% di negara Barat, 58% di Asia, dan dari kasus-kasus yang didiagnosis di Departemen Patologi Anatomik RSCM sekitar 56%.1-6 Kemoterapi standar untuk LNH sejak 1970 adalah CHOP [siklofosfamid, hidroksidaunorubisin (doksorubisin), vinkristin dan prednison] yang diberikan selama 6-8 siklus dengan interval 4 minggu.5 Hanya 30 sampai 40 persen pasien dengan DLBCL dapat disembuhkan dengan terapi konvensional yang berbasis doksorubisin.7 Setelah penemuan rituksimab yaitu anti CD20 sebagai obat target (targeted therapy) yang ditambahkan pada regimen CHOP, angka kesembuhan pasien dapat diperbaiki dari 40% menjadi 76%.8 Doksorubisin adalah obat golongan antrasiklin yang bekerja sebagai anti Topoisomerase II (Top2). Top2A adalah suatu enzim yang berperan pada replikasi, transkripsi dan rekombinasi yang sangat penting dalam pembentukan struktur kromosom, kondensasi/dekondensasi serta segregasi kromosom. Top2A bekerja dalam replikasi sel dengan cara memotong untai DNA yang mengalami knotting, katenasi dan supercoil akibat pemisahan untai DNA, dengan cara memotong DNA tersebut dan menyambungkannya kembali.9 Doksorubisin dapat menempatkan diri antara Top2 dan untai DNA sehingga menyebabkan kestabilan kompleks kovalen DNA-Top2 dan menghambat penyambungan kembali untai DNA yang terurai. Hal ini menyebabkan akumulasi DNA yang terurai sehingga
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
2
terjadi kematian sel.10 Penelitian terhadap galur sel tumor yang mengekspresikan Top2A lebih banyak menunjukkan sensitifitasnya terhadap antrasiklin.10-12 Tanner menyebutkan bahwa ekspresi Top2A dapat juga dipakai sebagai penanda proliferasi, yang menyebabkan sel tumor bersifat agresif namun juga lebih sensitif terhadap kemoterapi.13 Penelitian yang dilakukan Pantheroudakis et al menyatakan bahwa ekpresi Top2A terdapat pada 91% kasus DLBCL dan terdapat hubungan yang bermakna antara Top2A dengan respon kemoterapi.14 Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan angka kesembuhan pasien, yaitu dengan klasifikasi menggunakan skor IPI (International Prognostic Index) termasuk subklasifikasi histologik namun belum menunjukkan hasil yang bermakna untuk peningkatan respon terapi.8,9
1.2
IDENTIFIKASI MASALAH Pemberian kemoterapi pada DLBCL yang digunakan saat ini masih belum
selektif karena belum berdasarkan pada adanya molekul target pada sel tumor, khususnya Top2A. Pemberian kemoterapi yang mengandung anti Top2 belum banyak diteliti kaitannya dengan ekspresi Top2A, sehingga perlu diteliti apakah penanda molekul target tersebut dapat digunakan sebagai indikator respon terapi pada DLBCL.
1.3
PERTANYAAN PENELITIAN 1. Bagaimana ekspresi Top2A pada DLBCL? 2. Apakah ada perbedaan ekspresi Top2A pada kelompok kasus yang respon dan tidak respon? 3. Bagaimana hubungan ekspresi Top2A dengan respon terapi?
1.4
HIPOTESIS 1.
Ada perbedaan ekspresi Top2A pada kelompok kasus yang respon
dan tidak respon.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
3
2.
Ekspresi Top2A pada DLBCL yang tinggi berhubungan dengan
respon terapi yang baik.
1.5
TUJUAN PENELITIAN
1.5.1
Tujuan umum: Mengetahui peran Top2A sebagai indikator respon terapi pada DLBCL.
1.5.2
Tujuan khusus: 1.
Mengetahui proporsi kasus yang mengekspresikan Top2A pada DLBCL.
2.
Mengetahui perbedaan ekspresi Top2A pada kelompok kasus yang respon dan tidak respon.
3.
1.6
Mengetahui hubungan ekspresi Top2A dengan respon terapi.
MANFAAT PENELITIAN
Dalam bidang akademis Mengetahui peran ekspresi protein Top2A sebagai penanda molekul target kemoterapi pada DLBCL. Dalam bidang profesi Bila terbukti bahwa terdapat perbedaan ekspresi Top2A pada kelompok kasus DLBCL yang respon dan tidak respon, maka Top2A dapat dijadikan indikator prediksi respon terapi, sehingga membantu seleksi terapi pada pasien. .
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
ASPEK UMUM LIMFOMA NON-HODGKIN Limfoma non-Hodgkin (LNH) adalah kelompok keganasan primer
limfosit. World Health Organization (WHO) mengklasifikasikan neoplasma limfoid berdasarkan klasifikasi Revised European American Lymphoma Classification of Lymphoid Neoplasms (REAL). Klasifikasi tersebut membedakan limfoma berdasarkan morfologi, imunofenotip, genetik dan gambaran klinis. Tiga kategori utama yaitu: limfoma non Hodgkin sel B, sel T/ sel NK dan limfoma Hodgkin.1 Diffuse large B cell lymphoma (DLBCL) adalah neoplasma yang terdiri atas proliferasi difus sel limfosit B berukuran hampir sama atau sama dengan inti makrofag normal atau dua kali lebih besar dari limfosit normal.1 DLBCL dapat terjadi pada semua usia, usia median untuk limfoma jenis ini adalah usia dekade ke-7. Tumor ini membesar dengan sangat cepat dan 40% lokasinya berada di ekstranodal. Hampir sepertiga pasien memiliki gejala B, serta lebih dari separuh kasus memiliki peningkatan kadar Lactat dehidrogenase dalam darah.15 Pada DLBCL arsitektur kelenjar getah bening normal menjadi rusak digantikan oleh sel limfoid atipik berukuran besar yang tersusun sebagai lembaran; kadang ditemukan sklerosis.1 Secara praktis DLBCL dapat didiagnosis berdasarkan morfologi dan positifitasnya terhadap CD20, penanda sel B. Pada keadaan tertentu jika didapatkan CD20 negatif, maka dapat digunakan penanda pan-B-cell yaitu CD79a.1
2.2
NOMENKLATUR DAN KLASIFIKASI LIMFOMA Kemajuan yang sangat cepat dalam bidang imunologi dan biologi
molekular dalam 2 dekade terakhir mengakibatkan penemuan-penemuan penting yang berhubungan dengan asal dan fungsi sel limfosit. Hal ini dituangkan dalam perubahan konseptual dalam nomenklatur dan klasifiksai limfoma. Pengamatan terdahulu mengenai sel limfosit kecil, matur yang ketika distimulasi oleh lektin
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
5
dan antigen tertentu dapat menyebabkan transformasi menjadi sel limfosit besar, immatur yang dipengaruhi oleh DNA dan aktifitas mitosis membuat pertanyaan kita bagaimana mengenali diferensiasi seluler berdasarkan morfologi.16 Tabel 2.1. Diffuse large B-cell lymphoma: varian, subkelompok dan subtipe menurut klasifikasi WHO 2008.17
Diffuse large B-cell lymphoma, not otherwise specified (NOS) Common morphologic variants Centroblastic Immunoblastic Anaplastic Rare morphologic variants Molecular subgroups Germinal centre B-cell-like (GCB) Activated B-cell-like (ABC) Immunohistochemical subgroups CD5-positive DLBCL Germinal centre B-cell-like (GCB) Non-germinal centre B-cell-like (non-GCB)
Diffuse large B-cell lymphoma subtypes T-cell/histiocyte-rich large B-cell lymphoma Primary DLBCL of the CNS Primary cutaneous DLBCL, leg type EBV-positive DLBCL of the elderly
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
6
WHO tahun 2008 membagi limfoma menjadi beberapa entitas. Tiga varian morfologi
DLBCL
yaitu:
sentroblastik,
imunoblastik
dan
anaplastik.
Subkelompok imunohistokimia dan molekuler diperkenalkan juga di dalam klasifikasi WHO tahun 2008. Pengenalan subtipe tersebut tidak hanya berdasarkan gambaran morfologi namun juga gambaran klinis, seperti DLBCL pada sistem saraf pusat dan DLBCL dengan EBV positif pada pasien dewasa.17
2.3
EPIDEMIOLOGI DLBCL merupakan subtipe tersering dari LNH jenis sel B. DLBCL terjadi
sekitar 25 sampai 30 persen di negara Barat dan bahkan lebih tinggi lagi di negara berkembang.1,4 Angka kejadian LNH di Amerika semakin meningkat dengan persentase peningkatan rata-rata 2,4% per tahun, dan angka kejadian rata-rata limfoma non Hodgkin dari tahun 2004-2008 adalah 19,8 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2011 terdapat sekitar 66.360 kasus baru dan 19.320 pasien meninggal karenanya.2 Studi di Asia mengenai LNH mendapatkan tipe DLBCL terjadi sekitar 58%.4 Anderson J.R et al dalam penelitian epidemiologinya mendapatkan angka kejadian DLBCL di Hongkong 36%, London 27%, Van Couver 29%.3 Di Indonesia, LNH bersama dengan leukemia dan penyakit Hodgkin menempati urutan keenam dari keganasan tersering. Data DLBCL dari kasus-kasus yang didiagnosis di Departemen Patologi Anatomik RSCM mencakup sekitar 56 % dari seluruh LNH jenis sel B.5, 6 Usia median untuk limfoma jenis ini adalah pada dekade ke-7, dengan rentang usia yang luas dan dapat juga terjadi pada anak-anak. Laki-laki lebih sering terkena daripada perempuan.1,5 LNH dapat terjadi akibat infeksi virus dan sindroma imunodefisiensi. Dalam beberapa dekade terakhir, HIV diketahui dapat menjadi faktor resiko.1,5
2.4
PATOGENESIS LNH jenis sel B memiliki gambaran morfologi yang mirip dengan sel
normal. Hal ini menunjukkan bahwa jenis neoplasma sel B ini tergantung pada saat kapan diferensiasinya terjadi (gambar 2.1).1
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
7
Agen Infeksi dapat menyebabkan limfomagenesis melalui dua mekanisme utama. Pertama, virus seperti EBV dan HHV-8 secara langsung menginfeksi sel target dan mengekspresikan berbagai produk virus yang mempromosikan pertumbuhan sel dan kelangsungan hidupnya, sehingga genom virus biasanya dapat ditemukan pada sel tumor. Lingkungan dan faktor genetik berkontribusi untuk menyebabkan fenotipe ganas. Kedua, agen infeksi terutama bakteri, secara tidak langsung dapat berkontribusi terhadap limfomagenesis dengan menyediakan stimulus kronik antigenik yang akan mendorong perkembangan limfoma yang dapat dimulai dari mucosa associated lymphoid tissue lymphoma (maltoma) dan akhirnya menyebabkan pertumbuhan tumor menjadi agresif.18 Proliferasi sel B juga tergantung kontaknya dengan sel T CD4 +. Antigen yang berasal dari agen infeksi mengalami cross-reactive dengan self antigen, yang pada akhirnya dapat menyebabkan pertumbuhan sel B yang menetap. Hal ini menunjukkan bahwa agen infeksi dapat memicu reaktivitas autoimun sehingga mekanisme autoimun dapat memainkan peran dalam patogenesis limfoma.18 Selama perkembangannya dalam sumsum tulang, terjadi rekombinasi dari segmen gen V, D dan J yang memiliki gen rantai berat (IgH) dan rantai ringan (IgL). Pada proses rekombinasi ini, terdapat 2 enzim yang dikode oleh recombinase activating genes (RAG1 dan RAG2) yang menyebabkan DNA untai ganda terurai, namun terdapat proses perbaikan kembali. Dalam proses penguraian DNA tersebut dapat terjadi translokasi kromosom seperti yang terjadi pada limfoma.19 DLBCL dapat terjadi melalui berbagai proses tahapan mutasi somatik, khususnya translokasi kromosom yang melibatkan onkogen yaitu pada regio promotor dari gen immunoglobulin. Gen-gen yang paling sering mengalami rearrangement pada DLBCL adalah BCL6 (lebih dari 30% kasus), BCL2 (sekitar 20% kasus) dan C-MYC (5-10%
kasus). Mutasi pada gen lain termasuk
CARD11, A20 dan TNFRSF11A mengarah ke jalur aktifasi NF-kB juga terdapat pada 10 sampai 20% kasus. Kecuali C-MYC, semua kelainan gen rearrangement pada DLBCL belum dikaitkan dengan outcome tertentu. DLBCL dengan rearrangement C-MYC memiliki prognosis yang lebih buruk dan kurang respon terhadap terapi dan sekitar 50% pasien menunjukkan kekambuhan atau progresi.20
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
8
Sentrum germinativum dapat merupakan sumber dari beberapa jenis limfoma. Reaksi sentrum germinativum dimulai dengan adanya antigen, bersamaan dengan sinyal dari sel T, terjadi aktivasi sel B menjadi sentroblast, sentrosit dan kemudian menjadi sel B memori atau sel plasma.19 Sel B melalui Bcell receptor (BCR) dan molekul protein CD20 sebagai channel ion kalsium, dapat mengaktifkan sinyal intraseluler.21 Eksperimen menunjukkan bahwa CD20 berfungsi untuk mengaktifkan sel B dan masuk ke dalam siklus sel.22
Gambar 2.1. Skema diferensiasi sel B, menunjukkan juga bagian-bagian yang dapat menjadi neoplasma sel B.1 Selama reaksi sentrum germinativum terdapat 2 modifikasi dari DNA sel B yang berbeda yaitu: hipermutasi somatik dan rekombinasi (pertukaran rantai berat imunoglobulin), yang keduanya membutuhkan activated-induced cytidine deaminase (AID). Hipermutasi somatik membawa immunoglobulin-variableregion mutations, yang dapat mengubah afinitas sel B terhadap antigen tertentu. Rekombinasi mengubah immunoglobulin rantai berat dari IgM menjadi IgG, IgA atau IgE. Modifikasi genetik selama perkembangan sel B ini berperan penting
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
9
pada respon imun, namun dapat menjadi sumber kerusakan DNA dan menyebabkan terjadinya limfoma.20 Secara imunofenotip DLBCL dapat dibagi menjadi 3 yaitu: germinal center B-cell–like (GCB), dan non germinal center B-cell–like (non-GCB), DLBCL dengan CD5 positif. Ketiga subtipe tersebut berbeda dalam berbagai ekspresi gen dan proses transformasi menjadi ganas masing-masing subtipe juga berbeda seperti yang dibuktikan dengan perbedaan klinis, angka kesembuhan setelah kemoterapi dan respon terapi.17 Subkelompok GCB dan non GCB pada DLBCL dinilai dengan kriteria Hans berdasarkan ekspresi protein CD10, BCL6 dan MUM1.23 Subtipe GCB mengekspresikan berbagai protein seperti pada sentrum germinativum yaitu CD10 dan BCL6.19 Sebaliknya, subtipe non GCB memiliki ekspresi sel plasma, juga ditemukan ekspresi faktor transkripsi XBP1 (regulator sekresi immunoglobulin) dan
terdapat
aktifasi
jalur
NF-κB
yang
menyebabkan
limfoma
ini
mengekspresikan IRF4 (MUM1) sehingga dapat berdiferensiasi menjadi sel plasma.19
DLBCL juga dapat mengekspresikan CD5. DLBCL dengan CD5
positif ini dapat dibedakan dengan limfoma sel mantel varian blastoid dengan pewarnaan Cyclin D1.17
2.5
DIAGNOSIS
2.5.1
Klinis Gambaran klinis pasien dengan limfoma non Hodgkin, seperti pada
DLBCL sangat bervariasi. Sebagian besar pasien mengalami limfadenopati, kadang-kadang terdapat keterlibatan ekstranodal. Keterlibatan ekstranodal yang paling sering adalah : saluran cerna, sumsum tulang, sinus, tiroid, sistem saraf pusat (SSP). 15 Gejala B yaitu gejala sistemik seperti demam, berat badan berkurang dalam 6 bulan terakhir dan berkeringat malam sering terjadi pada pasien dangan limfoma sebanyak lebih kurang sepertiga pasien.24 Tidak ada satupun metode yang handal untuk memprediksi kejadian limfoma, tantangan saat ini adalah mengidentifikasi populasi yang memiliki resiko yang tinggi untuk terkena limfoma. Pasien dapat dikenali menderita
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
10
limfoma setelah adanya gejala limfadenopati dan gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit ini.15
2.5.2
Pemeriksaan histopatologi Di samping kemajuan dalam tehnik imaging untuk mengidentifikasi
limfoma, pemeriksaan histopatologi masih merupakan standar utama dalam menegakkan diagnosis, karena terapi yang tepat pada pasien ini memerlukan diagnosis yang akurat. Dalam hal ini diperlukan pemeriksaan histopatologi pada kelenjar getah bening yang terkena yang didapat dari spesimen biopsi eksisi. Pasien dengan limfadenopati intraabdominal atau retroperitoneal membutuhkan pemeriksaan laparoskopi untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan sitologi dengan tehnik FNAB (fine needle aspiration biopsy) juga dapat digunakan untuk pemeriksaan limfadenopati namun kadang tidak sampai membuat diagnosis definitif. Pemeriksaan histopatologi dari sediaan biopsi pun kadang membutuhkan pemeriksaan tambahan untuk menentukan subtipe. Karena itu
pemeriksaan
sitologi tidak dianjurkan sebagai diagnosis awal karena beberapa keterbatasan.15
2.5.3
Imunohistokimia Sel-sel limfoma sel B mengekspresikan penanda pan B-cell seperti CD19.
CD20, CD22 dan CD79a. CD20 adalah protein permukaan dengan berat molekul 33-kDa yang diekspresikan oleh sel B dan sel B ganas, namun tidak diekspresikan oleh sel pre-B maupun sel plasma. Ekspresi protein CD20 ditemukan pada hampir seluruh neoplasma sel B matur, setengah kasus limfoma limfoblastik dan tidak ditemukan dalam neoplasma sel T, sehingga dapat digunakan untuk mendiagnosis LNH jenis sel B. Penilaian ekspresi CD20 pada sel limfoma sangat penting tidak hanya untuk menegakkan diagnosis yang akurat, namun juga untuk menyiapkan rencana terapi dengan menggunakan anti CD20.21 Imunoglobulin (lgM, IgG, IgA) dapat ditemukan pada sitoplasma atau permukaan sel pada 50-75% kasus. Adanya imunoglobulin pada sitoplasma ataupun pada permukaan sel tidak berkorelasi dengan ekspresi penanda sel plasma seperti CD38 dan CD138. Kedua penanda ini jarang ko-ekspresi pada sel B yang positif dengan CD20. Ekspresi CD30 dapat positif terutama pada limfoma sel B
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
11
yang terjadi secara de novo. DLBCL juga dapat mengekspresikan CD5. Fraksi proliferasi dengan penanda Ki-67 umumnya tinggi (>40%) dan dapat lebih tinggi lagi (90%) pada beberapa kasus. Ekspresi P53 terjadi pada 20-60% kasus.17
2.6
STADIUM Penetapan stadium penyakit harus selalu dilakukan sebelum pengobatan
dan setiap lokasi jaringan harus didata dengan cermat baik jumlah maupun ukurannya. Hal ini sangat penting dalam menilai hasil pengobatan.5 Tabel 2.2 Stadium berdasarkan kesepakatan Ann Arbor.24 Stadium
Keterangan
I
Pembesaran satu kelenjar getah bening (KGB)
II
Pembesaran 2 KGB atau lebih, tetapi masih satu sisi diafragma
III
Pembesaran KGB di 2 sisi diafragma (atas dan bawah) III1 Pembesaran organ subdiafragma : lien, KGB hilar dan kgb porta III2 Pembesaran organ subdiafragma III1 termasuk paraaorta, iliaka, KGB mesenterium
IV
Keterlibatan ekstranodal (dapat lebih dari satu) Keterlibatan ekstranodal di regio manapun Keterlibatan hati maupun sumsum tulang
Gejala A
Tanpa gejala
Gejala B
Berat badan berkurang >10% selama 6 bulan sebelum penilaian stadium Suhu tubuh meningkat persisten >38°C tanpa penyebab apapun dalam beberapa bulan Berkeringat malam hari dalam beberapa bulan
Lesi E
Keterlibatan jaringan ekstralimfatik termasuk hati dan sumsum tulang
Stadium Ann Arbor awalnya digunakan untuk limfoma Hodgkin dan telah digunakan untuk LNH selama lebih dari 40 tahun. Pada sistem Ann Arbor cincin Waldeyer, timus, limpa, appendiks, dan plak Peyer usus kecil dianggap sebagai jaringan kelenjar getah bening, dan keterlibatan daerah-daerah tersebut bukan merupakan lesi 'E', namun karena karakteristiknya yang unik, sebagian besar dokter menganggap daerah tersebut memiliki entitas khusus dan melaporkannya Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
12
sebagai limfoma ekstranodal atau lesi ‘E’, kecuali limpa. Klasifikasi Ann Arbor juga telah dimodifikasi, seperti limfoma di kepala dan leher, keterlibatan nasofaring dan tonsil masih dianggap sebagai stadium IE, kedua kelenjar parotis dan jaringan adneksa daerah mata bilateral dianggap sebagai stadium IE.l8 2.7
TERAPI Ketika memilih pengobatan pada limfoma non Hodgkin, seorang pakar
imunologi memilih antigen yang terbaik yang dapat dijadikan target pengobatan. Antigen tumor dibagi menjadi 2, yaitu: tumor spesific antigen (protein yang secara khusus terekspresi pada sel tumor tertentu) dan tumor associated antigen (protein yang diekspresikan oleh sel tumor, namun dapat juga terekspresi pada sel normal). Idealnya, respon imun terhadap antigen tumor membunuh semua sel tumor tanpa merusak sel normal. Dengan demikian, tumor spesific antigen merupakan pilihan terbaik. Sayangnya, tumor spesific antigen ini merupakan protein baru yang dihasilkan akibat fusi beberapa onkogen, yang tidak terjadi pada limfoma non Hodgkin. Hal lain dalam pemilihan pengobatan adalah meyakinkan bahwa antigen yang dipilih tidak bermutasi selama pengobatan sehingga memungkinkan sel kanker menghindar dari kerusakan yang diakibatkan oleh sistem imun.21 Kemoterapi standar untuk limfoma non Hodgkin sejak 1970 adalah CHOP [(cyclophosphamid, hidroksidaunorubisin (doksorubisin), oncovin (vinkristin) dan prednison] yang diberikan selama 6-8 siklus dengan interval 4 minggu.5
2.7.1
Siklofosfamid Siklofosfamid adalah obat inaktif yang membutuhkan enzim dalam
aktifitasnya. Sel tumor mengekspresikan fosfamidase yang tinggi, sehingga dapat terjadi pemotongan ikatan fosfor-nitrogen yang melepaskan nitrogen mustard. Siklofosfamid dapat mengganti gugus metil dari nitrogen mustard ini dan menyebabkan DNA crosslink dan akhirnya terjadi kematian sel tumor.25
2.7.2
Doksorubisin Doksorubisin adalah obat golongan antrasiklin. Antrasiklin dapat berikatan
dan menghambat aktivitas Topoisomerase II α (Top2A). Antrasiklin terikat pada
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
13
kompleks kovalen DNA-TopII dan kompleks ini cukup stabil untuk mencegah pengikatan kembali untai DNA yang terurai. Akumulasi untai DNA yang terurai menjadi tanda bagi p53 untuk menghentikan aktivitas siklus sel, dan memulai perbaikan DNA. Jika untai DNA yang terurai sangat banyak, maka sel tersebut akan mengalami apoptosis.9
2.7.3
Vinkristin Vinkristin termasuk ke dalam golongan ankaloid vinka. Vinkristin dapat
menyebabkan kematian sel dengan berinteraksi dan merusak mikrotubulus, khususnya mikrotubulus yang terbentuk dari gulungan mitosis. Vinkristin terikat lemah
pada
ujung
mikrotubulus
sehingga
menghambat
pembentukan
mikrotubulus dan terikat kuat pada dindiing mikrotubulus sehingga menyebabkan kerusakan mikrotubulus. Hal ini menyebabkan hambatan siklus sel pada fase M karena tidak adanya mikrotubul yang dibutuhkan untuk pemisahan kromosom, sehingga terjadi apoptosis.24,26
2.7.4 Prednison Prednison
adalah
salah
satu
regimen
dalam
pengobatan
lesi
limfoproliferatif dan merupakan golongan steroid yang dapat terikat pada reseptor glukokortikoid (GR) di dalam sel dan dapat menyebabkan kematian sel melalui mekanisme apoptosis. Mekanisme molekular bagaimana glukokortikoid ini menyebabkan apoptosis masih belum jelas, namun hambatan dalam produksi interleukin 2 (IL-2) dan penekanan faktor transkripsi merupakan mekanisme yang diduga dapat menyebabkan kematian sel tumor.27
2.7.5
Rituksimab Rituksimab adalah antibodi monoklonal pertama untuk CD20, yaitu
murine anti-CD20 B1, yang ditemukan pada tahun 1980. Karena potensinya dalam pengobatan sel B, pada tahun-tahun sesudahnya antibodi anti-CD20 secara genetik direkayasa untuk aplikasi klinis. Pada tahun 1997, rituksimab adalah anti CD20 pertama yang disetujui khusus untuk pengobatan pasien LMNH yang kambuh atau LNH tipe folikuler.22 Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
14
CD20 merupakan target ideal untuk terapi karena CD20 tidak ditemukan dalam stem sel haematopoetik, sehingga pemberian anti CD20 tidak mempengaruhi jalur haematopoiesis sel B dan liniage sel lain. Selain itu, CD20 tidak diekspresikan pada sel plasma, yang berarti bahwa terapi antibodi ini tidak akan menurunkan produksi imunoglobulin terhadap patogen lain secara signifikan. Keuntungan lain dari penargetan CD20 adalah CD20 tidak beredar dalam plasma, tidak keluar dari permukaan sel dan tidak mengalami internalisasi setelah antibodi terikat.22 Mekanisme kerja rituksimab adalah dengan merangsang komplemen dan antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC),
aktifitas juga
menghambat proliferasi sel dan menginduksi langsung apoptosis (Gambar 2.2).21 Setelah terjadi ikatan antara CD20 dengan rituksimab, Fc dari antibodi rituksimab terikat pada Fc reseptor dari sel dan menyebabkan lisis, hal ini terjadi karena pembentukan sinyal platform (perakitan lipid) dan akhirnya menyebabkan aliran kalsium dan aktivasi caspase. Pembentukan perakitan lipid dan kaskade sinyal selanjutnya dapat terjadi bersamaan, aktivasi caspase menyebabkan apoptosis.22, 27 Ikatan CD20
dengan
rituksimab juga dapat menginduksi
peningkatan jumlah ion kalsium dalam sitosol yang menyebabkan sel berada pada fase G1 yang menetap sehingga terjadi apoptosis.27
Gambar 2.2. Mekanisme rituksimab pada sel limfoma non Hodgkin.22
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
15
2.8
RESPON KEMOTERAPI Berdasarkan rekomendasi International Working Group kriteria respon
terapi pada LNH adalah berdasarkan definisi anatomik, selanjutnya gambaran radiologi, laboratorium digunakan juga sebagai nilai prediktif.28 Complete Response (CR) adalah penderita yang memenuhi kriteria sebagai berikut yaitu hilangnya semua gejala yang terdeteksi secara klinis dan radiografi dan hilangnya semua penyakit yang berhubungan dengan gejala sebelum terapi, dan kelainan biokimia (laktat dehidrogenase [LDH])
menjadi normal (1).
Kelenjar getah bening (KGB) dan semua lesi berkurang ke ukuran normal ( ≤ 1,5 cm diameter untuk KGB). Jika ukuran KGB yang terlibat sebelumnya berdiameter 1,1-1,5 cm sebelum terapi, maka harus berkurang ≤ 1 cm setelah terapi, atau berkurang lebih dari 75% total diameter yang terbesar (2). Jika limpa dianggap besar sebelum terapi berdasarkan CT scan, ukurannya harus berkurang dan tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik (3). Jika sumsum tulang positif sebelum pengobatan, ulangi aspirasi sumsum tulang setelah terapi dan biopsi pada tempat yang sama (4).28 Tabel 2.3 Kriteria Respon LNH 28 Kategori Respon CR CRu
Pemeriksaan Fisik Normal Normal Normal
Jumlah KGB yang membesar Normal Normal Normal
Normal Normal Berkurang >75%
PR
Normal Normal Berkurang pada hati/ limpa Pembesaran hati /limpa
Normal Berkurang ≥ 50% Berkurang ≥ 50%
Normal Berkurang ≥ 50% Berkurang ≥ 50%
Sumsum Tulang Normal Indeterminate Normal atau In determinate Positif Tidak sesuai Tidak sesuai
Baru atau bertambah
Baru atau bertambah
Positif
Progresif
Ukuran KGB
Keterangan: CR: Complete Response; Cru: complete respon unconfirmed; PR: Partial Response.
Complete respon unconfirmed (Cru) yaitu penderita yang memenuhi kriteria 1-3 CR dengan sumsum tulang yang indetermined, atau KGB yang
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
16
membesar harus berkurang >75% dari diameter terbesarnya, namun pada sumsum tulang terjadi peningkatan jumlah atau agregat limfoid.28 Pasien disebut memiliki partial response (PR) apabila tidak ditemukan lagi kelainan klinis pada pemeriksaan fisik maupun radiologis, akan tetapi pembesaran KGB tidak seluruhnya mengecil, hanya berkurang 50% dan tidak didapatkan penambahan ukuran nodul KGB, hati atau limpa. Hati atau limpa harus mengecil ≥ 50%. Pemeriksaan sumsum tulang memberikan hasil yang tidak adekuat untuk dinilai.28 Stable disease (SD) didefinisikan sebagai: kurang dari satu kriteria PR, tetapi bukan suatu penyakit yang progresif (PD).28 Progressive disease (PD) apabila ditemukan peningkatan ukuran ≥50% KGB yang membesar daripada sebelum terapi dan adanya lesi baru selama atau pada akhir terapi. Penilaian respon kemoterapi dilakukan pada akhir siklus setelah penderita menerima 6-8 siklus regimen CHOP maupun RCHOP, namun dapat pula dilakukan pada petengahan siklus yaitu setelah siklus ke-4.28
2.9
PROGNOSIS LNH dapat dibagi ke dalam dua kelompok prognostik yaitu: limfoma
indolen dan limfoma agresif. Limfoma indolen memiliki prognosis yang relatif baik dangan kesintasan 10 tahun, tetapi biasanya tidak dapat disembuhkan pada stadium lanjut. Sebagian besar tipe indolen adalah limfoma folikuler. Tipe limfoma agresif memiliki perjalanan penyakit yang lebih pendek, namun lebih dapat disembuhkan dengan kemoterapi kombinasi intensif.23 International Prognostic Index (IPI) digunakan untuk memprediksi outcome pasien dengan LNH agresif yang mendapat kemoterapi regimen kombinasi yang mengandung antrasiklin, namun dapat pula digunakan pada hampir semua subtipe LNH. Komponen skor IPI yaitu : usia, serum LDH, status performance (ECOG) dan stadium.7
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
17
Table 2.4 The International Prognostic Index (IPI) 5 Variabel
Keterangan
≤ 60 tahun = 0 >60 tahun = 1 Stadium Ann Arbor I atau II = 0 III atau IV = 1 Serum LDH Normal = 0 Meningkat = 1 Status ECOG Tanpa gejala = 0 Gejala ambulatori = 1 <2 =0, >2 =1 Di tempat tidur < ½ hari =2 Ditempat tidur > ½ hari = 3 Di tempat tidur kronis = 4 Keterangan : nilai 0-1 : rendah, nilai 2 : sedang-rendah, nilai 3 : sedang-tinggi, nilai ≥4 : tinggi Usia
2.10
Topoisomerase IIα Topoisomerase adalah enzim seluler yang mampu memodifikasi topologi
DNA dan berpartisipasi dalam replikasi, transkripsi dan segregasi kromosom.29 Sel manusia memiliki dua anggota keluarga Topoisomerase yaitu: Topoisomerase 1 (Top1), Topoisomerase 2 (Top2).29,30 Terdapat 2 isoform Top2 yaitu Top2A dan B, dengan berat molekul masing-masing 170 dan 180kDa. Top2A dikode oleh gen yang berlokasi pada kromosom 17q21-22 mengandung 35 ekson. Gen Top2A mentranskripsi mRNA yg mengandung 4.590 nukleotida yg menghasilkan 1.530 asam amino, sedangkan Top2B dikode oleh gen yang berada pada kromosom 3p24 mengandung 36 ekson. Gen Top2B mentranskipsikan mRNA yang mengandung 4.863 nukleotida, menghasilkan
protein
yg
mengandung 1.621 asam amino. Isoform Top2A dan Top2B mempunyai fungsi yang tidak sama. Sejalan dengan fungsi spesifiknya pada pembelahan, ekspresi Top2A berhubungan dengan proliferasi sel. Ekspresi Top2A sedikit pada fase G1, meningkat pada fase S dan fase G2/M, sedangkan ekspresi Top2B relatif konstan selama siklus sel. Top2A khususnya diekspresikan pada sel yang sedang berproliferasi dan Top2B pada sel yang tidak berproliferasi/ istirahat (quiescent).12,30 Proses replikasi atau transkripsi dimulai dengan penguraian DNA untai ganda. Karena DNA merupakan struktur sikular, maka proses penguraian untai ganda ini menyebabkan pembentukan struktur yang rumit dari DNA yaitu :
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
18
katenasi, knotting dan supercoil. Katenasi adalah daughter DNA yang baru terbentuk cenderung untuk saling membelit, knotting adalah stuktur dimana DNA melilit dirinya sendiri, sedangkan supercoil adalah keadaan overwinding dari struktur DNA (Gambar 2.3). Topoisomerase bekerja untuk mengubah topologi DNA dari keadaan katenasi menjadi dekatenasi, knotting menjadi unknotting, dan supercoil menjadi relaksasi dengan cara mengikat segmen G DNA sehingga membentuk struktur seperti hairpin dan kemudian segmen T dari DNA dapat melewati segmen G melalui celah yang dibentuk oleh struktur hairpin tersebut. Top2A juga dapat menyambungkan kembali/ religasi DNA yang terpotong.31-33 Pemotongan untai DNA oleh topoisomerase terjadi melalui pengenalan DNA dengan reaksi transesterifikasi, di mana residu tirosinnya membentuk ikatan fosfotirosin dengan gugus fosfat DNA.29
Gambar 2.3. Struktur DNA (supercoil, knotting dan katenasi). Masing-masing garis merepresentasikan DNA untai ganda. Jaringan tumor yang mengekspresikan Top2A cenderung bersifat lebih agresif.
10
Peningkatan ekspresi Top2A dalam jaringan tumor menyebabkan
hipersensitifitasnya terhadap obat yang menargetkan Top2, sehingga tumor yang mengekspresikan Top2A yang tinggi merupakan calon yang baik untuk menerima anti Top2.10
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
19
Di dalam regimen kemoterapi untuk DLBCL (CHOP maupun RCHOP) mengandung doksorubisin. Doksorubisin adalah obat yang menargetkan Top2 dan tergolong Top2 poison. Beberapa penelitian preklinik menunjukkan bahwa DNA interkalator seperti doksorubisin dapat memposisikan diri (intercalates) antara enzim Top2 dan DNA. Top2 poison ini menyebabkan kestabilan kompleks DNATop2 -yang pada keadaan normal berada dalam keadaan tidak stabil- dengan menghambat penyambungan kembali/religasi DNA. Akumulasi jumlah kompleks kovalen DNA-Top2 yang stabil menyebabkan akumulasi jumlah DNA yang terurai sehingga obat ini menyebabkan program kematian sel menjadi aktif.12,13,21,22
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
20
2.11 KERANGKA TEORI
Sel B naive
Sel T
Antigen
Top2A
Aktivasi sel B
Transformasi ganas: - mutasi p53 - ↑ NF-κβ - translokasi BCL2 - mutasi BCL6
Top2A
Sel plasma
Limfoma dengan Top2A ↑↑ / agresif
Ekspresi Top2B (-)
Anti Top2 Mutasi Top2A
Kombinasi dengan regimen lain
Siklus sel
Subtipe imuno histokimia DLBCL
Modifikasi post translasi gen Top2A
Respon terapi
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
21
2.12
KERANGKA KONSEP
DLBCL
DLBCL dengan Top2A ↑
Doksorubisin
DLBCL dengan Top2A↓
DNA-doksoTop2A ↑ stabil
DNA-doksoTop2A labil
DNA terurai ↑
DNA terurai ↓
Kematian sel ↑
Respon terapi (+)
Kematian sel ↓
Respon terapi (-)
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Desain penelitian Desain penelitian ini adalah suatu studi analitik potong lintang. Penelitian
diawali dengan mengumpulkan data rekam medik dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi Onkologi Medik FKUI RSUPN Cipto Mangunkusumo. Kemudian dicari slaid Haematoxylin Eosin yang ada di arsip Departemen Patologi Anatomik, dilakukan penilaian ulang mengenai gambaran histopatologik. Selanjutnya dicari blok parafin dipilih secara consecutive dan memenuhi kriteria inklusi, dilakukan potong dalam slaid polos untuk pemulasan imunohistokimia CD20 dan Top2A.
3.2
Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Patologi Anatomik dan Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Divisi Hematologi Onkologi Medik FKUI RSUPN/CM dan berlangsung selama 1 tahun dari bulan Oktober 2011 sampai bulan September 2012.
3.3
Populasi dan sampel penelitian Populasi penelitian adalah kasus-kasus yang didiagnosis sebagai DLBCL
secara histopatologik yang mendapat terapi CHOP maupun RCHOP. Populasi terjangkau adalah kasus-kasus dengan diagnosis PA DLBCL dengan terapi CHOP/RCHOP di RSCM tahun 2009 sampai dengan tahun 2012. Sampel adalah blok parafin dari kasus-kasus tersebut di atas dipilih secara consecutive dan memenuhi kriteria inklusi.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
23
Penghitungan sampel menggunakan rumus besar sampel analitik numerik tidak berpasangan 2
N1= N2=
(Zα + Zβ)S (Xa-Xo)
N1 dan N2
: Besar sampel masing-masing kelompok
S
: Standar deviasi ekspresi Top2A pada DLBCL, dari penelitian sebelumnya didapatkan angka 19
Xa-Xo
: perbedaan ekspresi Top2A pada DLBCL yang masih dapat diterima (11)
Zα
: 1,645
Zβ
: 0,842
N1= N2=
N1= N2=
(1,645 x 0,842)19 (11)
2
19
Total sampel yang diperlukan minimal = 2 x 19 = 38 kasus Untuk penelitian ini dipakai sampel sebanyak 38 kasus
3.4
Kriteria Inklusi dan eksklusi
Kriteria Inklusi : -
Jaringan biopsi kasus di RSUPN/CM tahun 2009-2012 yang didiagnosis PA sebagai DLBCL dan terbukti sebagai sel B dengan pulasan CD20/CD79a (+).
-
Data klinik dan respon terapi lengkap.
-
Blok parafin masih tersedia dan baik.
-
Penderita telah mendapat kemoterapi minimal 4 siklus.
Kriteria eksklusi: -
Blok parafin yang telah habis massa tumornya.
-
Slide rontok saat pembuatan pulasan.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
24
3.5
Variabel Penelitian Variabel bebas adalah ekspresi Top2A, sedangkan variabel tergantung
adalah respon terapi.
3.6
Batasan operasional
3.6.1
DLBCL adalah neoplasma yang terdiri atas proliferasi difus sel limfosit B
berukuran hampir sama atau sama dengan inti makrofag normal atau dua kali lebih besar dari limfosit normal, dibuktikan dengan pulasan imunohistokimia CD20 (+) atau CD79a. 3.6.2
Kemoterapi CHOP yang diberikan yaitu: 750 mg/m2 siklofosfamid
iv/hari, 1; 50 mg/m2 doksorubisin iv/hari, 1; 1.4 mg/m2 vinkristin iv, dosis maksimal 2 mg; dan 100 mg/m2 prednison per oral selama lima hari. Kemoterapi diulang setiap 4 minggu dengan total 6 sampai 8 siklus. Kemoterapi RCHOP yang diberikan yaitu: 375 mg/m2 rituximab iv/hari, 750 mg/m2 siklofosfamid iv/hari, 1; 50 mg/m2 doksorubisin iv/hari, 1; 1.4 mg/m2 vinkristin iv, dosis maksimal 2 mg; dan 100 mg/m2 prednison per oral selama lima hari. Kemoterapi diulang setiap 4 minggu dengan total 6 sampai 8 siklus. 3.6.3
Ekspresi Top2A dinyatakan dengan H-score =
(i+1) Pi
Pi : persentase sel yang terwarnai positif (0-100%), i = skor 0,1,2,3. Skor 0 : negatif, skor 1 : intensitas lemah, skor 2 : intensitas sedang, skor 3 : intensitas kuat. Hasil perhitungan akan menunjukkan kisaran angka 100-400. 3.6.4
Kriteria respon dilihat dari data rekam medis. Respon kemoterapi
ditentukan secara klinis berdasarkan kriteria WHO complete response (CR), partial response (PR), stable disease (SD), progressive disease (PD).
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
25
3.7
Alur Penelitian
Kasus DLBCL dengan data respon terapi lengkap dari data rekam medis penderita
Slide IHK CD20 tidak ditemukan
Menilai ulang slide mikroskopik sediaan HE dan IHK kasus DLBCL
Potong dalam/ unstained blok parafin untuk dipulas CD20
Menilai positifitas CD20
CD20 (+)
CD20 (-)
CD79a (+)
CD79a (-)
Potong dalam/ unstained blok parafin untuk dipulas Top2A
dikeluarkan Menilai positifitas Top2A
Penilaian hubungan antara ekspresi Top2A dengan respon terapi
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
26
3.8
Metode Pewarnaan Imunohistokimia
3.8.1 Pulasan imunohistokimia dengan CD20 Pulasan CD20 dilakukan untuk mengkonfirmasi asal sel B. Apabila tidak ditemukan slaid imunohistokimia dengan CD20 positif akan dilakukan potongan blok parafin ulang untuk menilai CD20, dan jika negatif akan dilanjutkan dengan CD79a, jika positif akan dijadikan sampel penelitian dan jika masih negatif akan dikeluarkan dari sampel penelitian. Potongan blok parafin untuk CD20 dilakukan setebal 4 mikrometer dengan tehnik
imunoperoksida
avidin-biotin.
Antibodi
primer
yang
digunakan:
monoclonal mouse anti human CD20 (Biocare Medical). Cara: 3.8.1.1
Deparafinisasi dan rehidrasi.
3.8.1.2
Bloking peroksida endogen dengan 0,3% hidrogen peroksida dalam methanol selama 30 menit.
3.8.1.3
Pemanasan/ antigen retrieval menggunakan microwave 750 watt selama 10 menit.
3.8.1.4
Bloking protein non spesifik dengan Background Sniper (Starr Trek Universal HRP Detection System-Biocare Medical) selama 15 menit.
3.8.1.5
Inkubasi dengan antibodi primer monoclonal mouse anti human CD20 (Biocare Medical), pengenceran 1: 100 selama 60 menit.
3.8.1.6
Inkubasi dengan antibodi sekunder Biotinylated secondary antibody (Trekkie Universal link / Starr Trek Universal HRP Detection SystemBiocare Medical) selama 15 menit.
3.8.1.7
Inkubasi dengan Horseradish Peroxidase (HRP) labelled- streptavidin (TrekAvidin-HRP / Starr Trek Universal HRP Detection SystemBiocare Medical) selama 10 menit
3.8.1.8
Color development dengan larutan Betazoid DAB (Diaminobenzidine) Chromogen 1 tetes dalam Betazoid DAB buffer 1 ml (Starr Trek Universal HRP Detection System-Biocare Medical) selama 3 menit.
3.8.1.9
Counterstain dengan haematoxylin Lilie Mayer selama 2-3 menit.
3.8.1.10 Dehidrasi bertingkat (Alkohol 70%, 80% dan 90% dan ethanol) dan clearing dengan xylol bertingkat (I, II dan III).
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
27
3.8.1.11 Mounting dengan entelan. Setiap pulasan disertakan kontrol negatif dari setiap kasus dan setiap kali membuat pulasan (10-15 kasus) disertai kontrol positif dari timus dengan CD20 positif sebagai kontrol tehnik pulasan dan standar penilaian.
3.8.2 Pulasan imunohistokimia dengan Top2A Dilakukan pada potongan blok parafin setebal 4 mikrometer dengan tehnik imunoperoksida avidin-biotin. Antibodi primer yang digunakan: monoclonal mouse anti human Topoisomerase II α (DAKO). Cara: 3.8.2.1
Deparafinisasi dan rehidrasi.
3.8.2.2
Bloking peroksida endogen dengan 0,3% hidrogen peroksida dalam methanol selama 30 menit.
3.8.2.3
Pemanasan/ antigen retrieval menggunakan microwave 750 watt selama 10 menit.
3.8.2.4
Bloking protein non spesifik dengan Background Sniper (Starr Trek Universal HRP Detection System-Biocare Medical) selama 15 menit.
3.8.2.5
Inkubasi dengan antibodi primer monoclonal mouse anti human Topoisomerase II α (DAKO), pengenceran 1: 1000 selama 60 menit.
3.8.2.6
Inkubasi dengan antibodi sekunder Biotinylated secondary antibody (Trekkie Universal link / Starr Trek Universal HRP Detection SystemBiocare Medical) selama 15 menit.
3.8.2.7
Inkubasi dengan Horseradish Peroxidase (HRP) labelled- streptavidin (TrekAvidin-HRP / Starr Trek Universal HRP Detection SystemBiocare Medical) selama 10 menit.
3.8.2.8
Color development dengan larutan Betazoid DAB (Diaminobenzidine) Chromogen 1 tetes dalam Betazoid DAB buffer 1 ml (Starr Trek Universal HRP Detection System-Biocare Medical) selama 3 menit.
3.8.2.9
Counterstain dengan haematoxylin Lilie Mayer selama 2 menit.
3.8.2.10 Dehidrasi bertingkat (Alkohol 70%, 80% dan 90% dan ethanol) dan clearing dengan xylol bertingkat (I, II dan III). 3.8.2.11 Mounting dengan entelan.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
28
Setiap pulasan disertakan kontrol negatif dari setiap kasus dan setiap kali membuat pulasan (10-15 kasus) disertai kontrol positif dari karsinoma payudara dengan Top2A positif 30% sebagai kontrol tehnik pulasan dan standar penilaian.
3.9
Penilaian ekspresi CD20 Positifitas pulasan CD20 terlihat sebagai warna coklat pada membran
sitoplasma. Penilaian dilakukan dengan menghitung jumlah sel tumor yang terwarnai coklat pada membrannya dibagi dengan seluruh jumlah sel tumor dikalikan dengan 100%, dilakukan pada lima lapangan pandang dengan menggunakan mikroskop Axio Carl Zeiss, kemudian dihitung nilai rata-rata dari lima lapangan pandang tersebut.
3.10
Penilaian ekspresi Top2A Positifitas pulasan Top2A terlihat sebagai warna coklat pada inti sel.
Sistem skoring dilakukan secara kontinyu pada 5 lapangan pandang area non nekrotik dan dilakukan pengambilan gambar dengan mikroskop Axio Carl Zeiss. Pada masing-masing gambar dihitung jumlah inti sel yang berwarna coklat dengan menggunakan cell counter secara manual dengan menggunakan program image-J. Intensitas pulasan juga dihitung dengan penilaian yaitu: Skor 0: negatif, skor 1: intensitas lemah, skor 2: intensitas sedang, skor 3: intensitas kuat. Kemudian dilakukan penilaian secara semikuantitatif dengan mengalikan skor persentase sel dengan angka intensitas pulasan ditambah satu, untuk mendapatkan histoscore (H-score) dengan rumus yaitu :34 H-score =
(i+1) Pi
Pi : persentase sel yang terwarnai positif (0-100%), i = skor 0,1,2,3. Hasil perhitungan akan menunjukkan skor minimal 100 (negatif) dan skor maksimal 400. Penghitungan ekspresi Top2A ini dilakukan oleh 3 orang pengamat secara independen. Uji kesesuaian antar pengamat dilakukan dengan uji t tidak berpasangan.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
29
3.11
Analisis data Semua data dimasukkan ke dalam tabel induk. Data respon terapi
dikategorikan juga menjadi 2 kelompok yaitu kelompok respon dan tidak respon. Data pulasan imunohistokimia Top2A dibuat dalam bentuk H-score (100-400) yang dideskripsikan dengan nilai median, nilai minimum dan maksimum, kemudian untuk membuat kategori dua kelompok yaitu Top2A rendah dan tinggi dibuat titik potong dengan menggunakan nilai median, selanjutnya dilakukan uji statistik Chi-square jika memenuhi persyaratan dan uji Fisher’s exact jika tidak memenuhi syarat. Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat SPSS 20.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
30
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1
Demografi dan karakteristik dasar Dari
keseluruhan subjek penelitian didapatkan rentang usia antara 22
hingga 82 tahun, dengan usia rata-rata adalah 51,7 (SD 13,7). Jenis kelamin lakilaki lebih banyak yaitu 26 kasus (68,4%) daripada jenis kelamin perempuan 12 kasus (31,6%). Stadium terbanyak yang ditemukan pada kasus penelitian ini adalah stadium II yaitu 31 kasus (82,2%), sedangkan kasus dengan stadium I, III dan IV masing-masing sebanyak 12,6%, 2,6% dan 2,6%. Lokasi tumor yang sering ditemukan adalah regio tonsil yaitu 9 kasus (23,7%). Karakteristik umum penelitian digambarkan dalam tabel 4.1. Ekspresi CD20 ditemukan pada seluruh kasus dengan nilai persentase lebih dari 95% sel. Hal ini menunjukkan bahwa semua kasus yang diteliti adalah kasus-kasus DLBCL dengan CD20 positif (Gambar 4.1). Uji kesesuaian antar pengamat untuk menilai H-score Top2A dilakukan dengan uji t tidak berpasangan didapatkan hasil yang tidak berbeda bermakna antar pengamat pertama dan kedua dengan nilai p=0,0832 dan antara pengamat pertama dan ketiga dengan nilai p=0,0910. Dari hasil pengumpulan data pada penelitian ini didapatkan 20 kasus (52,6%) dengan kriteria CR, 12 kasus (31,6%) kriteria PR Sedangkan subyek dengan kriteria SD dan PD masing-masing 3 kasus (7,9%).
4.2
Ekspresi Top2A Hasil perhitungan H-score Top2A akan menunjukkan skor minimal 100
(negatif) dan skor maksimal 400 (positif kuat). Berdasarkan hasil penghitungan ini didapatkan satu kasus dengan H-score Top2A 100 (negatif) dan 37 dari 38 kasus (97,4%) dengan H-score Top2A >100 (positif), H-score Top2A positif berkisar antara 101,5 hingga 215,0 dengan nilai median 124,1. Intensitas pulasan dinilai antara lemah, sedang dan kuat (Gambar 4.1B).
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
31
Tabel 4.1. Karakteristik pasien LMNH DLBCL Variabel
Jumlah
%
Usia
Rata-rata SD Jenis kelamin laki-laki perempuan Stadium Ann Arbor I II III IV Lokasi cavum nasi colli kutis mata mediastinum nasofaring orofaring palatum penis proksimal humerus sinonasal sinus piriformis testis tiroid tonsil H-score Top2A (37/38 kasus) Minimum-maksimum Median
51,7 13,7
101,5-215,0 124,1
Respon terapi complete response (CR) partial response(PR) stable disease (SD) progresif disease (PD)
20 12 3 3
26 12
68,4 31,6
5 31 1 1
12,6 82,2 2,6 2,6
3 6 1 1 1 4 3 1 1 1 3 1 2 1 9
7,9 15,8 2,6 2,6 2,6 10,5 7,9 2,6 2,6 2,6 7,9 2,6 5,3 2,6 23,7
52,6 31,6 7,9 7,9
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
32
A
B
Gambar 4.1. Diffuse large B-cell lymphoma dengan pewarnaan Haematoxylin Eosin (pembesaran 400x) (A). Ekspresi CD20 hampir di seluruh membran sel tumor dengan intensitas umumnya kuat (Pembesaran 400x) (B).
A
B
Gambar 4.2. Pewarnaan imunohistokimia Top2A. Ekspresi Top2A di inti sel tumor dengan intensitas umumnya kuat (A). Ekspresi Top2A di inti sel tumor dengan intensitas umumnya lemah (B) (Pembesaran 400x)
4.3
Hubungan Ekspresi Top2A dengan Respon Terapi
Tabel 4.2. Hubungan nilai median H-score Top2A dengan respon terapi
Respon terapi
Respon terapi
:
H-score Top2A median (min-maks) Respon (CR+PR = 32) 124,1(100,0-215,0) Tidak respon (SD+PD = 6) 126,6 (103,9-172,4)
: Respon lengkap (CR = 20) 127,9 (101,5-215,0) Tidak respon lengkap (nonCR = 18) 120,9 (100,0-172,4)
Nilai p
0,656
0,330
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
33
Pada tabel 4.2 terlihat bahwa jika kategori respon terapi dibagi menjadi 2 kelompok berespon dan tidak berespon, didapatkan 32 kasus (84,2%)yang berespon (CR dan PR) dengan dan 6 kasus (15,8%) tidak berespon (SD dan PD). Jika data respon terapi ditransformasikan menjadi kelompok yang berespon lengkap (CR) dan tidak berespon lengkap (PR, SD dan PD), maka didapatkan data yang berespon lengkap sebanyak 20 kasus (52,6%) dan berespon tidak lengkap 18 kasus (47,4%). Uji normalitas H-score dengan Shaphiro Wilk menunjukkan nilai nilai p= 0,004, tidak normal. Uji statistik Mann Whitney dilakukan untuk membedakan nilai median ekspresi H-score Top2A terhadap respon terapi, hasilnya menunjukkan tidak didapatkan perbedaan H-score Top2A yang bermakna antara kelompok yang berespon [124,1 (100,0-215,0)] terhadap kemoterapi dengan kelompok yang tidak berespon [126,6 (103,9-172,4)] dengan nilai p=0,656. Hal yang sama juga didapatkan pada uji Mann Whitney antara kelompok yang berespon lengkap [127,9 (101,5-215,0)]
dan kelompok yang tidak berespon
lengkap [120,9 (100,0-172,4)] dengan nilai p=0,330.
Tabel 4.3 Tabel sensitifitas dan spesifisitas dengan kurva ROC pada kategori respon, tidak respon dan kategori respon lengkap, tidak respon lengkap. Respon terapi
Respon (CR+PR) vs tidak respon (SD+PD)
Respon lengkap (CR) vs tidak respon lengkap (non CR)
Titik potong
AUC
sensitifitas
spesifisitas
148,0
0,505
33,33%
84,37
117,1
0,621
38,89
90,00
Untuk membedakan DLBCL dengan ekspresi Top2A rendah dan ekspresi Top2A tinggi dilakukan analisis dengan kurva ROC. Jika analisis kurva ROC dilakukan pada kelompok yang berespon dan tidak berespon didapatkan nilai sensitifitas dan spesifisitas 33,33% dan 84,37 dan nilai area under the curve (AUC) 0,505 yang kurang baik pada titik potong > 148,0, sehingga digunakan nilai median 124,1. Namun jika analisis ROC dilakukan pada kelompok yang berespon lengkap dan tidak berespon lengkap, nilai sensitifitas dan spesifisitas meningkat yaitu 38,89% dan 90,0% dan nilai area under the curve (AUC) Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
34
0,621 pada titik potong > 117,1 sehingga titik potong 117,1 dapat digunakan (Tabel 4.3). Tabel 4.4. Hubungan kelompok ekspresi Top2A pada DLBCL dengan respon terapi.
Ekspresi Top2A ( titik potong : 124,1)
Respon Terapi
Tinggi (n=19)
Respon (%) 16 (84,2)
Tidak respon (%) 3 (15,8)
Rendah (n=19)
16 (84,2)
3 (15,8)
Nilai p
0,670
Pada tabel 4.4 terlihat bahwa terdapar masing-masing 19 kasus pada ekspresi Top2A tinggi dan rendah. Uji statistik dengan Fisher’s menunjukkan tidak terdapat perbedaan ekspresi Top2A yang bermakna antara kelompok yang berespon dibandingkan kelompok yang tidak berespon terhadap terapi, nilai p=0,670.
Tabel 4.5 Hubungan kelompok ekspresi Top2A pada DLBCL dengan respon terapi. Ekspresi Top2A (Titik potong : 117,1)
Tinggi (n=29)
Rendah (n=9)
Respon Terapi Tidak respon Respon lengkap lengkap (%) (%) 18 (63) 11 (37)
2 (22)
Nilai p
Odd Ratio (IK95%)
0,043
5,727 (1,04232,673)
7 (78)
Ekspresi Top2A yang dikelompokkan berdasarkan titik potong ROC didapatkan ekspresi Top2A rendah (H-score ≤ 117,1) 9 kasus (23,6%) dan Top2A tinggi (H-score > 117,1) 29 kasus (75,4%). Pada tabel 4.5 terlihat bahwa dengan uji statistik Fisher’s menunjukkan terdapat perbedaan ekpresi Top2A pada kelompok yang berespon lengkap (CR) dibandingkan kelompok yang tidak berespon lengkap (non CR) terhadap terapi, nilai p= 0,043. Kekuatan hubungan antara dua kelompok dilakukan dengan menghitung rasio odds (RO), didapatkan nilai 5,727 (IK 1,040-32,673)
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
35
BAB V PEMBAHASAN
5.1
Demografi karakteristik dasar Jumlah kasus LNH yang memiliki catatan medis lengkap dan mendapat
kemoterapi baik dan tersedia blok parafinnya sebanyak 38 kasus. Usia rata-rata penderita DLBCL menurut WHO adalah pada dekade 6 dan 7, yaitu pada usia 50 dan 60 tahun. Pada penelitian ini didapatkan usia rata-rata penderita yaitu 51,7 tahun, sesuai dengan kepustakaan. Berdasarkan data WHO, DLBCL lebih banyak terjadi pada pria. 5,16,17 Pada penelitian ini juga didapatkan dominasi laki-laki lebih tinggi perempuan (68,4% vs 31,6%).
5.2
Ekspresi Top2A Ekspresi Top2A merupakan salah satu protein yang banyak diteliti karena
keterkaitannya dengan anti Top2. Ekspresi Top2A telah diidentifikasi pada galur sel dan ditemukan ekspresi yang tinggi pada galur sel tumor yang berasal dari testis dan karsinoma paru tipe sel kecil yang sensitif terhadap anti Top2. Sedangkan ekspresi Top2A yang rendah ditemukan pada galur sel tumor yang berasal dari karsinoma urotelial dan karsinoma paru jenis bukan sel kecil yang resisten terhadap anti Top2.12 Penelitian mengenai ekspresi Top2A juga telah dilakukan pada berbagai jenis tumor yaitu pada tumor payudara, ovarium dan lambung, termasuk limfoma.35-38 Pada penelitian Schrader et al yang dilakukan pada limfoma sel mantel di Jerman mendapatkan nilai ekspresi Top2A dengan kisaran 0,7%-57,8% dan nilai median 10,2%. Penelitian dari Schrader ini menggunakan nilai median ekspresi Top2A 10% untuk membedakan Top2A tinggi dan rendah.39 Penelitian yang dilakukan Korkolopoulou et al pada pasien LNH di Yunani mendapatkan ekspresi Top2A yang lebih tinggi lagi pada DLBCL dengan kisaran 10,2%-85,6% dan nilai median 20,7%.38 Pantheroudakis et al juga meneliti Top2A pada DLBCL di Yunani menunjukkan ekspresi Top2A yang bervariasi yang ditemukan pada 91% kasus dengan kisaran yaitu 0%-95%, dengan nilai median 80%.14
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
36
Ekspresi Top2A pada penelitian ini dinilai secara semikuantitatif menggunakan H-score agar lebih akurat. Pada 97,4% (37 dari 38) kasus didapatkan H-score Top2A berkisar antara 101,5-215,0 dengan nilai median 124,1. Nilai median ini setara dengan nilai 24,1% sel tumor yang mengekspresikan Top2A dengan intensitas lemah, atau minimal 12,1% dengan intensitas sedang. Nilai ini tidak berbeda jauh dengan nilai median yang didapatkan pada penelitian Schrader dan Korkolopoulou, namun berbeda dengan penelitian Pantheroudakis yang mendapatkan nilai median Top2A yang lebih tinggi, 80%.14,38 Penelitian yang dilakukan oleh Withoff et al menyatakan bahwa protein Top2A tidak terekspresi secara terus menerus selama siklus sel, terdapat variasi ekspresi Top2A selama berlangsungnya siklus sel.40-43
5.3
Hubungan ekspresi Top2A dengan respon terapi Mekanisme anti tumor terhadap Top2A adalah kemampuannya untuk
membuat stabil kompleks DNA-Top2 dan
menghambat penyambungan
kembali/religasi dari DNA yang telah terurai, sehingga semakin banyak DNA yang terurai akan menyebabkan aktifnya program kematian sel.10 Menurut beberapa kepustakaan yang menggunakan galur sel, sel yang mengekspresikan Top2A lebih banyak menyebabkannya lebih sensitif terhadap anti Top2.12 Beberapa penelitian pada tumor payudara dan limfoma non Hodgkin menunjukkan bahwa ekspresi Top2A dapat dijadikan penanda yang menjanjikan untuk memprediksi respon terapi.14,44,45 Penelitian yang dilakukan pada tumor payudara oleh Cardoso et al pada tumor payudara di Belgia menunjukkan ekspresi Top2A maupun amplifikasi gen Top2A berhubungan dengan sensitifitasnya terhadap doksorubisin.45 Demikian juga dengan
penelitian yang dilakukan
Pantheroudakis mendapatkan hubungan yang bermakna antara ekspresi Top2A pada DLBCL dengan respon terapi (CR dan PR) dengan nilai p=0,04.14 Pada penelitian ini, ketika kelompok respon terapi dibagi menjadi kelompok respon dan tidak respon menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara ekspresi Top2A dengan respon terapi, baik melalui uji Mann Whitney maupun dengan uji Fisher’s. Namun pada penelitian ini juga
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
37
mendapatkan DLBCL dengan ekspresi Top2A tinggi mempunyai kemungkinan untuk berespon lengkap terhadap terapi sebanyak 5,727 kali. Hasil uji statistik yang tidak bermakna tersebut diatas mungkin disebabkan karena selisih jumlah sampel yang tinggi pada kelompok yang berespon dan tidak berespon. Titik potong yang berbeda-beda pada beberapa penelitian dan pemakaian titik potong dari nilai median dan dari kurva ROC pada penelitian ini mempengaruhi perbedaan hasil uji statistik, serta perbedaan kategori respon juga menghasilkan uji statistik yang berbeda. Sebagian besar peneliti menghitung ekspresi Top2A berdasarkan nilai persentase dan tidak memperhitungkan intensitas pewarnaan, pada penelitian ini intensitas ikut menentukan ekspresi Top2A. Beberapa penelitian menentukan titik potong lebih dari 10% untuk Top2A tinggi dan kurang dari atau sama dengan 10% untuk Top2A rendah, sebagian lagi menggunakan titik potong nilai median 20% dan 80%. Titik potong pada penelitian ini menggunakan nilai median Hscore 124,1.14,38 Ekspresi Top2A yang yang bervariasi mungkin juga dikarenakan variasi siklus sel dari sel tumor. Top2A mulai terekspresi pada fase G1 akhir, sehingga ekspresi Top2A ini lebih rendah pada fase G1, meningkat pada fase S dan fase G2/M, berbeda dengan tingkat ekspresi Top2B yang relatif konstan selama siklus sel. Penelitian lain juga menyatakan ekspresi Top2A berhubungan dengan persentase sel yang berada dalam fase S dan fase G2/M.39-42 Namun hal ini memerlukan pembuktian khusus mengenai siklus sel pada sampel penelitian. Ekspresi Top2A pada sampel penelitian ini sangat bervariasi. Pada penelitian yang dilakukan Mc Leod et al menyatakan bahwa ekspesi Top2A yang bervariasi dan Top2B negatif pada beberapa tumor di serviks, payudara, paruparu dan kolon menyebabkan sel tumor tidak berespon terhadap anti Top2, dapat disimpulkan bahwa sensitifitas terhadap anti Top2 tidak hanya dipengaruhi oleh ekspresi Top2A tetapi juga dipengaruhi oleh ekspresi Top2B.46 Uji statistik yang tidak bermakna juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan Provencio et al dan Korkolopoulou et al yang menyatakan ekspresi Top2A tidak dapat dijadikan prediktor respon terapi, namun didapatkan
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
38
kekambuhan lebih cepat terjadi pada kelompok dengan ekspresi Top2A tinggi daripada kelompok dengan ekspresi Top2A rendah.38,47 Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi senstitifitas sel tumor terhadap antiTop2 dari pernyataan Anne-Marrie et al. Aktivitas Top2A sangat kompleks dan masih belum dimengerti hingga saat ini. Ikatan kovalen DNA dengan Top2 terjadi karena adanya residu tirosin pada salah satu subunitnya. Pada leukemia mutasi yang terjadi di dekat residu Tyr805 mempengaruhi pembentukan kompleks Top2-antiTop2-DNA.43 Identifikasi ekspresi protein Top2A menunjukkan ada atau tidaknya gen yang terekspresi, tidak berarti bahwa protein tersebut dapat langsung berfungsi, terdapat modifikasi setelah translasi yang dapat mempengaruhi aktifitas atau fungsi protein Top2A tersebut, yaitu tingkat fosforilasi. Diketahui bahwa tingkat fosforilasi setelah transkripsi gen Top2A menentukan jumlah situs yang dapat diikat oleh anti Top2. Fosforilasi Top2A dapat berkurang sehingga mengurangi aktifitas anti Top2 dan akhirnya menyebabkan sel tumor tidak berespon terhadap anti Top2.43 Ekspresi Top2A tidak dapat dijadikan faktor prediktor independen terhadap
respon
kemoterapi
karena
banyak
sekali
faktor
yang
dapat
mempengaruhi respon terapi pada penelitian ini.
5.4
Kelemahan dan Keterbatasan Penelitian DLBCL memiliki entitas yang heterogen, baik secara morfologik maupun
imunohistokimia dan prognosisnya, oleh karena itu diperlukan pemahaman mengenai heterogenitas dalam mengelompokkan berdasarkan prognosis yang sesuai sehingga dapat dilakukan pendekatan terapi. Pada DLBCL memerlukan identifikasi subtipe imunohistokimia yang lebih kompleks seperti subtipe GCB (Germinal Center B like) dan non GCB. Pada penelitian ini, DLBCL didiagnosis berdasarkan morfologik dan pemeriksaan imunohistokima CD20. Pada penelitian ini juga tidak mengidentifikasi ekspresi Top2B, siklus sel dan mutasi gen Top2A.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
39
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan 1.
Proporsi kasus yang mengekspresikan Top2A pada DLBCL adalah 97,4%
dengan nilai H-score bervariasi yaitu antara 101,5 sampai
dengan 215,0. 2.
Tidak ditemukan perbedaan bermakna ekspresi Top2A pada kelompok yang respon dan tidak respon terhadap kemoterapi.
3.
Tidak ditemukan hubungan bermakna antara ekspresi Top2A dengan respon terapi.
4.
Ekspresi Top2A tidak dapat dijadikan faktor prediktor respon terapi pada DLBCL.
6.2
Saran 1.
Perlu penelitian lebih mendalam untuk menilai makna ekspresi Top2A pada DLBCL dan hubungannya dengan angka kekambuhan.
2.
Perlu
dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
mengenai
subtipe
imunohistokimia pada DLBCL. 3.
Perlu dilakukan penelitian pada galur sel limfoma terlebih dahulu untuk menilai sensitifitasnya terhadap anti Top2.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
40
DAFTAR PUSTAKA 1.
Harris NL. Mature B cell neoplasm: introduction. In: Jaffe ES, Harris NL, Stein H, Vardiman JW. Pathology and genetic tumours of haematopoietic and lymphoid tissues. Lyon: IARC press; 2001. p. 119-88.
2.
Leukemia and Lymphoma Society. Fact 2012. New York: White Planes; 2012. p. 1-22.
3.
Anderson JR, Armitage JO, Weisenburger DD. Epidemiology of the nonHodgkin’s lymphomas: distributions of the major subtypes differ by geographic locations. Ann Oncol. 1998; 9: 717–20.
4.
Shia AKH, Gan GG, Jairaman S, Peh SC. High frequency of germinal centre derivation in diffuse large B cell lymphoma from Asian patients. J Clin Pathol. 2005; 58: 962–7.
5.
Reksodiputro AH. Penatalaksanaan limfoma non Hodgkin. Perhompedin, Jakarta. 2010. hal 1-20.
6.
Hardjolukito ESR. Limfoma non Hodgkin dari kasus-kasus yang didiagnosis di Departemen Patologi Anatomik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo tahun 2000-2001. Unpublished data.
7.
Sehn LH, Berry B, Chhanabhai M, Fitzgerald C, Gill K, Hoskins P, et al. The revised International Prognostic Index (R-IPI) is a better predictor of outcome than the standard IPI for patients with diffuse large B-cell lymphoma treated with R-CHOP. Blood. 2007; 109: 1857-61.
8.
Brusamolino E. First-line therapy of CD20+ diffuse large B-cell lymphoma: facts and open questions. Haematologica. 2009; 94: 1194-8.
9.
Wang S, Konorev ES, Kotamraju S, Joseph J, Kalivendi S, Kalyanaraman B. Doxorubicin induces apoptosis in normal and tumor cells via distinctly different mechanisms. J Biol Chem. 2004; 279: 25535-43.
10. Nitiss JL. Targeting DNA topoisomerase II in cancer chemotherapy. Nat Rev Cancer. 2009; 9: 338–50. 11. Veelken H, Dannheim SV, Moenting JS, Martens UM, Finke J, Graeff AS. Immunophenotype as prognostic factor for diffuse large B-cell lymphoma in patients undergoing clinical risk-adapted therapy. Annals Oncol. 2007; 18: 931-9.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
41
12. Fry AM, Chresta CM, Davies SM. Relationship between topoisomerase II level and chemosensitivity in human tumor cell lines. Cancer Res 1991; 51: 6592–5. 13. Tanner M, Isola J, Wiklund T. Topoisomerase IIA gene amplification predicts favorable treatment response to tailored and dose escalated anthracycline-based adjuvant chemotherapy in HER2/neu amplified breast cancer. J Clin Oncol 2006; 24: 2428–38. 14. Pantheroudakis G, Goussia A, Voulgaris E, Nikolaidis K,
Ioannidou E,
Papoudoubai, et al. High levels of topoisomerase IIα protein expression in diffuse large B-cell lymphoma are associated with high proliferation, germinal center immunophenotype, and response to treatment. Leuk Lymphoma. 2010; 51: 1260-8. 15. Ansell SM dan Armitage J. Non-Hodgkin Lymphoma: diagnosis and treatment. Mayo Clin Proc. 2005;80: 1087-97. 16. Ioachim
HL, Medeiros LJ. Lymphoma. In: Ioachim’s Lymph Node
Pathology. New York: Saunders Elsevier; 2008: p 259-43. 17. Stein H, Warnke RA, Chan WC, Jaffe ES. Diffuse large B cell lymphoma, not otherwise specific. In: Swerdlow SH, Campo E, Harris NL, Jaffe E, Pileri A, Stein H. Pathology and genetic tumours of haematopoietic and lymphoid tissues. Lyon: IARC Press; 2008. p.233-7. 18. Boffetta P and Dolcetti R. Infectious etiopathogenesis of extranodal lymphomas. In: Cavalli S, Stein H, Zucca E. Extranodal lymphoma. India: Replika Press; 2008. p 24-33. 19. Lenz G, Staudt LM. Aggressive Lymphomas. N Engl J Med. 2010; 362:141727. 20. Mey U, Hitz F, Lohri A, Pederiva S, Taverna C, Tzankov A, et al. Diagnosis and treatment of diffuse large B-cell lymphoma. Swiss Med Wkly. 2012; 142: 1-15. 21. Motta G, Cea M, Moran E, Carbone F, Augusti V, Patrone F, et al. Monoclonal Antibodies for Non-Hodgkin’s Lymphoma:State of the Art and Perspectives. Hindawi Pub Corp Clin Dev Immunol.. 2010: 1-14.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
42
22. Meerten T, Hagenbeek A. CD20-targeted therapy: a breakthrough in the treatment of non-Hodgkin’s lymphoma. Neth J Med. 2009; 67 : 251-9. 23. Rosenwald A, Wright G , Han WCC, Connors JM, Ampo EC, Fisher RI , et al. The use of molecular profiling to predict survival After chemotherapy for diffuse large-b-cell lymphoma. N Engl J Med. 2002; 346: 1937-46. 24. Longo DL. Malignancies of lymphoid cells. In: Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Loscalzo J. Harrison's Principle of Intenal Medicine. 17th ed. New York: McGraw-Hill; 2008. p.687-99. 25. Emadi A, Jones RJ, Brodsky RA. Cyclophosphamide and cancer: golden anniversary. Nat Rev Clin Oncol. 2009; 6: 638–47. 26. Estlin EJ. The clinical and cellular pharmacology of vincristine, corticosteroids, L-asparaginase, anthracyclines and cyclophosphamide in relation to childhood acute lymphoblastic leukaemia. Br J of Haematol 2000; 110: 780-90. 27. Hainsworth JD. Monoclonal antibody therapy in lymphoid malignancies. The Oncologist. 2000; 5: 376-84. 28. Cheson BD, Horning SJ, Coiffier B, Shipp MA, Fisher RI, Connors JM, et al. Report of an international workshop to standardize response criteria for nonhodgkin’s lymphomas. J Clin Oncol. 1999; 17: 15-53. 29. Nittis JL, Beck WT. Antitopoisomerase drug action and resistance. Eur J Cancer. 1996; 32: 958-66. 30. Bauman ME, Holden JA, Brown KA, Harker WG, Perkins SR. Differential immunohistochemical staining for DNA Topoisomerase II A an B in human tissue and for DNA Topoisomerase II B in non Hodgkin limphoma. Mod Pathol. 1997; 10: 168-75. 31. Zhirong L, Deibler RW, Hue SC, Lynn Z. The why and how DNA unlinking. Nucleic acids Res. 2009; 37: 661-71. 32. Burden DA, Kingma PS, Ammon SJF, Bjornstii MA, Patchan MW, Thompson RB, et al. Topoisomerase II-etoposide interactions direct the formation of drug-induced enzyme-DNA cleavage complexes. J Biol Chem. 1996; 271: 29238–44.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
43
33. Ammon SJF, Osheroff N. Topoisomerase poisons: harnessing the dark side of enzyme mechanism. J Biol Chem. 1995; 270: 21429-32. 34. Mc Carty KS, Szabo E, Flowers JL. The use of a monoclonal anti-estrogen receptor antibody in the immunohistochemical evaluation of human tumors. Cancer Res. 1986; 46: 4244-8. 35. Tanner M, Isola J, Wiklund T. Topoisomerase IIA gene amplification predicts favorable treatment response to tailored and dose escalated anthracycline-based adjuvant chemotherapy in HER2/neu amplified breast cancer. J Clin Oncol. 2006; 24: 2428–38. 36. le Page CL, Huntsman DG, Provencher DM, Masson AM. Predictive and prognostic protein biomarkers in epithelial ovarian cancer: recommendation for future studies. Cancers. 2010; 2: 913-54. 37. Yabuki N, Sasano H, Kato K, Ohara S, Toyota T. Immunohistochemical study of DNA Topoisomerase 2 in human gastric disorders. Am J Pathol. 1996; 997-1007. 38. Korkolopoulou P, Angelopoulou M, Siakantari M, Mitropoulos F, Vassilakopoulos T, Zorzoos H, et al. Evaluation of DNA Topoisomerase IIα expression provides independent prognostic information in non-Hodgkin’s lymphoma. Histopathology. 2001; 38: 45-53. 39. Schrader C, Meusers P, Brittinger G, Teymoortash A, Siebmann JU, Janssen D, et al. Topoisomerase IIα expression in mantle cell lymphoma: a marker of cell proliferation and a prognostic factor for clinical outcome. Leukemia. 2004; 18: 1200-6. 40. Withoff S, de Vries EGE, Keith WN, Nienhuis EF, van der Graaf WTA, Uges DRA, et al. Differential expression of DNA topoisomerase Ilα and -β in P-gp and MRP-negative VM26, mAMSA and mitoxantrone-resistant sublines of the human SCLC cell line GLC4. Br J Cancer. 1996: 74: 1869-76. 41. de Lucio VB, Marinac VM, and Rodríguez RB. The molecular biology of topoisomerase IIα and its importance in the acquisition of multidrug resistance in cancer. Rev Oncol. 2002; 4: 170-8.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
44
42. Kwon Y, Shin BS, Chung IK. The p53 tumor suppressor stimulates the catalytic activity of human Topoisomerase IIα by enhancing the rate of ATP hydrolysis. J Biol Chem. 2000; 275: 18503–10. 43. Anne-Marie C, Dingemans, Herbert M. Pinedo, Giuseppe Giaccone. Clinical resistance to topoisomerase-targeted drugs. Biochim et Biophys Acta. 1998; 1400: 275-88. 44. Nikolényi A, Uhercsák G, Csenki M, Hamar S, Csörgő E, Tánczos E, et al. Tumour Topoisomerase II alpha protein expression and outcome after adjuvant dose-dense anthracycline-based chemotherapy. Pathol Oncol Res. 2012; 18: 61-8. 45. Cardoso F, Durbecq V, Larsimont D, Paesmans M, Leroy JY, Rouas G, et al. Correlation between complete response to anthracycline-based chemotherapy and topoisomerase II-α gene amplification [Abstract]. Int J Oncol. 2004; 24: 21-9. 46. Mc Leod HL, Douglas F, Oates M. Topoisomerase I and II activity in human breast, cervix, lung and colon cancer. Int J Cancer. 1994; 59: 607-11. 47. Provencio M, Corbacho C, Salas C, Millan I, Espana P, Bonilla F, et al. The Topoisomerase IIα expression correlates with survival in patients with advanced Hodgkin’s lymphoma. Clin Cancer Res. 2003; 9: 1406-11. 48. Coiffier B, le Page E, Briere J, Herbrecht R, Tilly H, Bouabdallah R, et al. CHOP chemotherapy plus rituximab compared with CHOP alone in elderly patients with diffuse large-B-cell lymphoma. N Engl J Med. 2002; 346: 23542.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
47
Lampiran 1. Data dasar kasus DLBCL
Jenis
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Nama Usia kelamin R 56 M K 57 F T. 43 M S 35 M N 53 F M 45 M A 59 M S 30 F S 60 M R 55 M K 59 F T 49 M S 62 F Y 63 M M 47 M H 51 F D 55 M K 28 F A 47 F M 67 M T 52 F S 30 M R 49 F M 82 M T 75 M S 62 M
HE O900449 1001011 O908131 O905979 O908224 1005134 1005203 1001451 2101481 1101023 2110758 1201776 1200828 1200954 1108293 1204282 1004689 903988 904936 1000059 903523 1000165 907921 1006864 1000742 1101440
(-) 83% 85% 87% 83% 90% 81% 72% 43% 92% 98% 97% 88% 68% 92% 91% 85% 95% 73% 82% 45% 64% 51% 64% 86% 52% 84%
(+) 15% 11% 7% 14% 8% 17% 19% 18% 7% 2% 2% 3% 9% 0% 2% 3% 5% 18% 9% 35% 16% 44% 29% 8% 30% 11%
(++) 2% 3% 4% 1% 2% 2% 7% 20% 0% 0% 1% 5% 15% 0% 5% 4% 0% 10% 6% 10% 9% 5% 7% 6% 12% 4%
ƩTotal sel (+++) dihitung 0% 1617 1% 2620 2% 1057 1% 1481 0% 2851 0% 2701 2% 2986 19% 1362 0% 2394 0% 1436 0% 1369 4% 1477 8% 1349 8% 929 2% 677 9% 1383 0% 2145 0% 568 3% 1000 10% 1904 10% 1750 0% 3103 0% 3437 0% 2266 6% 1296 0% 1582
Hscore 118,7 118,7 118,8 117,3 112,2 121,6 137 215 107,7 101,5 103,9 125,7 162,1 125,2 117,1 136,9 104,5 136,7 130,1 185 163 154,7 144,6 120 172,4 119
Regimen RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP RCHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP
Lokasi tonsil sinonasal orofaring orofaring palatum penis testis proks humerus tonsil testis nasofaring mediastinum tonsil tonsil nasofaring mata sinonasal orofaring sinonasal tonsil tiroid tonsil tonsil cavum nasi sinus piriformis cavum nasi
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Std IA e IIB e IIB e IIB e II e IVA IA e IA e IIB e IIA e IIB e IB e IIB e IIB e Ie IIB IIBe IIA e IIB e IIA e IIB IIB e IIB e IIA e IIB e IIB e
Sta dium I II II II II IV I I II II II I II II I II II II II II II II II II II II
Respon CR PR CR CR CR CR PR CR PR CR SD CR CR CR PR CR PR CR CR CR CR SD CR CR SD CR
Respon kategorik respon respon respon respon respon respon respon respon respon respon tidak respon respon respon respon respon respon respon respon respon respon respon tidak respon respon respon tidak respon respon
48 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
A D M A K K P B U B I F
60 40 47 28 51 68 69 34 62 51 62 22
M M F M M M M M M M M F
1100652 1101538 1102067 1203698 1109381 1101674 907589 908152 1103849 1008826 1006146 906599
78% 60% 74% 88% 74% 58% 64% 1% 83% 79%
21% 33% 21% 5% 22% 5% 26% 0% 17% 10%
1% 6% 4% 5% 2% 21% 8% 0% 0% 7%
78,7%
17,4%
2,4%
90%
5%
5%
0% 1% 2% 2% 2% 16% 2% 0% 0% 4% 0% 0%
3931 2473 1024 912 1529 826 2881 1342 1104 1058 1815 1283
123 146,9 136 121,2 132 194,5 148 100 116,7 135,8 120,6 114,4
CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP CHOP
colli nasofaring nasofaring cavum nasi colli tonsil tonsil colli kutis colli colli colli
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
IIB IIIB e IIA IIB IIB e IIB e IIA e IIB e IIB e II IIBe IIAe
II III II II II II II II II II II II
PR PR PR PD PD CR CR PR PD PR PR PR
respon respon respon tidak respon tidak respon respon respon respon tidak respon respon respon respon
52
Lampiran 8. Uji Kesesuaian pengamat 1 dan 2 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
IND
Equal variances assumed Equal variances not assumed
t-test for Equality of Means
Sig.
,016
,900
t ,213
74
Sig. (2tailed) ,832
Mean Difference 1,22368
Std. Error Difference 5,75558
74,000
,832
1,22368
5,75558
df
,213
95% Confidence Interval of the Difference
Lower -10,24455
Upper
12,69192
-10,24455
12,69192
Lampiran 9. Uji Kesesuaian pengamat 1 dan 3 Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F
Top2A
Equal variances assumed
Equal variances not assumed
,038
Sig. ,845
t-test for Equality of Means
t -,070
df
74
Sig. (2tailed) ,945
-,070
73,909
,945
Mean Difference -,40789
Std. Error Difference 5,85921
-,40789
5,85921
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
95% Confidence Interval of the Difference
Lower -12,08262
-12,08286
Upper
11,26683
11,26707
49
Lampiran 2. Deskripsi usia Descriptives usia
Usia
Statistic 51.71
Mean
95% Confidence Interval for Mean
Lower Bound
47.19
Upper Bound
56.23
5% Trimmed Mean
51.70
Median
52.50
Variance
189.346
Std. Deviation
Lampiran 3.
Std. Error 2.232
13.760
Minimum
22
Maximum
82
Range
60
Interquartile Range
18
Skewness
-.274
.383
Kurtosis
-.167
.750
Test normalitas usia Tests of Normality usia Kolmogorov-Smirnov
usia
Statistic ,103
df
38
a
Shapiro-Wilk
Sig. * ,200
Statistic ,974
df
38
Sig. ,497
*. This is a lower bound of the true significance.
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
50
Lampiran 4.
Deskripsi lokasi Lokasi
Valid
Lampiran 5.
Frequency 3
Percent 7,9
Valid Percent 7,9
Cumulative Percent 7,9
colli
6
15,8
15,8
23,7
kutis
1
2,6
2,6
26,3
mata
1
2,6
2,6
28,9
mediastinum nasofaring
1 4
2,6 10,5
2,6 10,5
31,6 42,1
orofaring
3
7,9
7,9
50,0
palatum
1
2,6
2,6
52,6
penis
1
2,6
2,6
55,3
proks humerus
1
2,6
2,6
57,9
sinonasal
3
7,9
7,9
65,8
sinus piriformis
1
2,6
2,6
68,4
testis
2
5,3
5,3
73,7
tiroid
1
2,6
2,6
76,3
tonsil
9
23,7
23,7
100,0
Total
38
100,0
100,0
I
Frequency 5
Percent 13,2
Valid Percent 13,2
Cumulative Percent 13,2
II
31
81,6
81,6
94,7
III
1
2,6
2,6
97,4
IV
1
2,6
2,6
100,0
38
100,0
100,0
cavum nasi
Deskripsi Stadium Ann Arbor Stadium Ann Arbor
Valid
Total
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
51
Lampiran 6.
Deskripsi tingkat respon terapi (CR+PR)
Respon kategorik
Percent
Frequency
Valid Percent
Cumulative
Percent
Respon
(CR+PR) Valid
32
84,2
84,2
84,2
6
15,8
15,8
100,0
38
100,0
100,0
Tidak respon
(SD+PD)
Total
Lampiran 7. Deskripsi tingkat respon terapi (CR) Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Respon lengkap
(CR) Valid
Tidak respon
lengkap (nonCR)
Total
20
52,6
52,6
52,6
17
47,4
47,4
100,0
38
100,0
100,0
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
52
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
53
Lampiran 10. Deskripsi H-score Top2A Descriptives
Statistic
133,118
Mean
Skor
Std. Error
95% Confidence Interval for
Lower Bound
124,551
Mean
Upper Bound
141,686
5% Trimmed Mean
130,909
Median
124,100
Variance
679,470
Std. Deviation
26,0666
4,2286
Top2A
Minimum
100,0
Maximum
215,0
Range
115,0
27,9
Interquartile Range
Skewness
1,397
,383
Kurtosis
1,933
,750
Lampiran 11. Test normalitas H-score Top2A Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnov
Statistic TOP2A
,198
df
a
Shapiro-Wilk
Sig. 38
,001
Statistic ,908
df
Sig. 38
,004
a. Lilliefors Significance Correction
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
54
Lampiran 12. Cross tabulation respon terapi (CR+PR) berdasarkan skor Top2A
Descriptives
Statistic
responkat
133,050
Mean
95% Confidence Interval for
Lower Bound
123,475
Mean
Upper Bound
142,625
5% Trimmed Mean
130,729
Median
124,100
Variance
705,318
Minimum
100,0
Maximum
215,0
Range
115,0
25,0
Interquartile Range
Skewness
1,528
,414
Kurtosis
2,370
,809
133,483
10,4476
Mean
Tidak
respon
4,6948
26,5578
respon Std. Deviation
H-score
Std. Error
95% Confidence Interval for
Lower Bound
106,627
Mean
Upper Bound
160,340
5% Trimmed Mean
132,965
Median
126,600
Variance
654,918
Std. Deviation
25,5914
Minimum
103,9
Maximum
172,4
Range
68,5
Interquartile Range
45,6
Skewness
,645
,845
-,759
1,741
Kurtosis
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
55
Lampiran 13. Boxplot respon terapi berdasarkan H-score Top2A
Lampiran 14. Tabel uji Kemaknaan antara respon terapi (CR+PR) berdasarkan median H-score Top2A
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
56
Lampiran 15. Cross tabulation respon terapi (CR) berdasarkan skor Top2A Descriptives
kat_respon
Statistic
Mean
Respon
lengkap
139,795
95% Confidence Interval for
Lower Bound
125,748
Mean
Upper Bound
153,842
5% Trimmed Mean
137,744
Median
127,900
Variance
900,899
Std. Deviation
30,0150
Minimum
101,5
Maximum
215,0
Range
113,5
Interquartile Range
Std. Error
6,7116
39,7
Skewness Kurtosis
1,230
,512
,874
,992
125,700
4,4799
H-score
Mean
tidak respon
lengkap
95% Confidence Interval for
Lower Bound
116,248
Mean
Upper Bound
135,152
5% Trimmed Mean
124,533
Median
120,900
Variance
361,246
Std. Deviation
19,0065
Minimum
100,0
Maximum
172,4
Range
72,4
Interquartile Range
23,5
Skewness
,901
,536
Kurtosis
,695
1,038
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
57
Lampiran 16. Tabel uji Kemaknaan antara respon terapi (CR) berdasarkan median Hscore Top2A
Lampiran 17. Cross tabulation respon terapi (CR+PR) berdasarkan ekspresi Top2A tinggi dan rendah Top2A*Respon Terapi Crosstabulation
Respon Terapi
Respon
Total
Tidak
Respon
Count
16
3
19
84,2%
15,8%
100,0%
16
3
19
84,2%
15,8%
100,0%
32
6
38
84,2%
15,8%
100,0%
Tinggi
% within Hscoremedian Top2A
Count Rendah
% within Hscoremedian
Count Total
% within Hscoremedian
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
58
Lampiran 18. Tabel uji kemaknaan respon terapi (CR+PR) berdasarkan ekspresi Top2A tinggi dan rendah Chi-Square Tests
df
Value
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
(2-sided)
sided)
sided)
a
1
1,000
,000
1
1,000
,000
1
1,000
,000
Pearson Chi-Square
Asymp. Sig.
1,000
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
,000
Association
N of Valid Cases
,670
1,000
1
38
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,00. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 19. Cross tabulation respon terapi (CR) berdasarkan ekspresi Top2A tinggi dan rendah Kat_Hscore * kat_respon Crosstabulation
Total
kat_respon
Respon
Respon
lengkap
tidak
lengkap
Count
18
11
29
15,3
13,7
29,0
2
7
9
Expected Count
4,7
4,3
9,0
Count
20
18
38
20,0
18,0
38,0
tinggi
Expected Count kat_Hscore
Count rendah
Total
Expected Count
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
59
Lampiran 20. Tabel uji kemaknaan respon terapi (CR) berdasarkan ekspresi Top2A tinggi dan rendah Chi-Square Tests
df
Value
Continuity Correction
b
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
(2-sided)
sided)
sided)
a
1
,036
2,922
1
,087
4,543
1
,033
4,374
Pearson Chi-Square
Asymp. Sig.
,058
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
N of Valid Cases
,039
1
4,259
Association
,043
38
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,26. b. Computed only for a 2x2 table
Lampiran 21. Rasio odds respon terapi (CR) berdasarkan ekspresi Top2A tinggi dan
rendah Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower
Odds Ratio for kat_Hscore
Upper
5,727
1,042
32,673
For cohort kat_respon = 1
2,793
,796
9,797
For cohort kat_respon = 2
,488
,273
,873
(1,00 / 2,00)
N of Valid Cases
38
Universitas Indonesia
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012
Hubungan ekspresi..., Indri Windarti, FK UI, 2012