DISERTASI
SPIRITUALITAS UPACARA GENDANG KEMATIAN ETNIK KARO PADA ERA GLOBALISASI
PULUMUN PETERUS GINTING
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
DISERTASI
SPIRITUALITAS UPACARA GENDANG KEMATIAN ETNIK KARO PADA ERA GLOBALISASI
PULUMUN PETERUS GINTING NIM 109071014
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
SPIRITUALITAS UPACARA GENDANG KEMATIAN ETNIK KARO PADA ERA GLOBALISASI
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Program Doktor, Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana
PULUMUN PETERUS GINTING NIM 1090371014
PROGRAM DOKTOR PROGRAM STUDI KAJIAN BUDAYA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
LEMBAR PENGESAHAN
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 17 PEBRUARI 2015 Promotor,
Prof. Dr. I Made Suastika, S.U. NIP. 195701131980031001 Kopromotor 1,
Kopromotor 2,
Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U. NIP.194409271976021001
Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A. NIP. 194804121974031001
Mengetahui
Ketua Program Pendidikan Doktor (S3) Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. A.A. Bagus Wirawan, S.U. NIP. 194807201980031001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S.(K) NIP. 195902151985102001
Disertasi ini Telah Diuji pada Ujian Tertutup (Tahap I) Tanggal 17 Pebruari 2015
Panitia Penguji Disertasi, Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor : 531/UN.14.4.5/HK/2015 Tanggal 13 Pebruari 2015
Ketua
: Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, S.U.
Anggota : 1. Prof. Dr. I Made Suastika, S.U. 2. Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U. 3. Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., M.A. 4. Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. 5. Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S. 6. Dr. Putu Sukarja, M.Si. 7. Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si.
PERNYATAAN KEASLIAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Pulumun Peterus Ginting
NIM
: 109071014
Jurusan/Program Studi
: Kajian Budaya
Fakultas/Program
: Pascasarjana Universitas Udayana
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa disertasi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bebas dari peniruan terhadap karya orang lain. Kutipan pendapat dan tulisan orang lain dirujuk sesuai dengan cara-cara penulisan karya ilmiah yang berlaku. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa dalam disertasi ini terkandung ciri-ciri plagiat dan bentuk-bentuk peniruan lainnya yang dianggap melanggar peraturan, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, Juni 2015 Yang membuat pernyataan,
Pulumun Peterus Ginting
UCAPAN TERIMA KASIH
Mejuah-Juah Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Mahakuasa, berkat lindungan-Nya penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul “Spiritualitas Upacara Gendang Kematian Etnik Karo pada Era Globalisasi” pada Program Doktor Program Studi Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian disertasi ini mulai dari persiapan, proses, hingga promosi. Penelitian dan penyelesaian disertasi ini juga tidak terlepas dari dukungan dan bantuan semua pihak, baik materi maupun moril kepada penulis. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. I Made Suastika S.U. selaku promotor; Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna, S.U. dan Prof. Dr. I Wayan Dibia, S.S.T., M.A. selaku kopromotor dan penguji; Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, S.U.; Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.; Prof. Dr. Emiliana Mariyah, M.S.; Dr. Putu Sukarja, M.Si.; Dr. I Gusti Ketut Gde Arsana, M.Si., yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan, tuntutan, dan saran selama penulis menyelesaikan disertasi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. I Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD., Direktur Program Pascasarjana, Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)., Asisten Direktur I Prof. Dr. Made Budiarsa,
M.A., dan Asisten Direktur II, Prof. Dr. Made Sudiana Mahendra, Ph.D. Ketua Program Doktor Kajian Budaya Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, S.U. dan Sekretaris Program, Dr. Putu Sukarja, M.Si. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Doktor di Universitas Udayana. Ucapan yang sama ditujukan kepada para dosen pengampu mata kuliah, yakni Prof. Dr. I Wayan Widja; Prof. Dr. Nengah Bawa Atmaja, M.A.; Prof. Dr. Emiliana Mariyah, S.U.; Prof. Dr. I Gde Semadi Astra; Prof. Dr. I Nyoman Kutha Ratna. S.U.; Prof. Dr. I Made Suastika, S.U.; Prof. Dr. I Gede Parimartha, M.A,; Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.; Prof. Dr. Aron Meko Mbete S.U.; Prof. Dr. Anak Agung Bagus Wirawan, S.U.; Prof. Dr. I Wayan Dibia, S.S.T., M.A.; Prof. Dr. Sulistyawati; Prof. Dr. I Nyoman Sirta; Prof. Dr. I Nyoman Weda Kusuma, M.Si dan Dr. Pudentia MPPS. Penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan pengetahuan yang telah ditularkan kepada penulis. Kepada Ketua ATL Pusat Jakarta Dr. Pudentia MPPS dan Ketua ATL Provinsi Bali Prof. Dr. I Made Suastika, S.U. atas kesempatan yang diberikan pada penulis untuk menjalani program doktoral dalam konsentrasi Kajian Tradisi Lisan (KTL) yang telah memberikan bimbingan, saran, dan kritikan saat penulisan awal proposal serta memberi kesempatan mengikuti Program pada Sandwich-like di KITLV, Leiden University Belanda. Dr. Clara Bekker, Ismeralda, Daniella, Juara Ginting, Nelly Sembiring, Michel, Utari, Kinok Surbakti, Pa Guntar Sinuraya, Kristy
dan Gabriella Ginting yang memberi kesempatan dan waktu untuk menampilkan seni Karo pada beberapa peristiwa di Belanda. Dorongan dan motivasi dari pembimbing KTL, Prof. Dr. Emiliana Mariyah, Prof. Robert Sibarani, Dr. Sutamat Ariwibowo, M.Si, dan semua teman seperjuangan Maria Matildis Banda, Yon Adlis, Ni Wayan Sumitri, Hamirudin Udu, Sumiman Udu, Syahrial, Katubi, Trias Yusuf, Sainul Hermawan, Isman, Mariana Lewier, Ali Prawiro, Jultje Aneka Rattu, Siti Gomo Attas, Retty Esnendes, Lies Mariani, La Aso, yang bersama-sama mengikuti Program Sandwich di Leiden-Belanda angkatan 2010 ikut memberikkan semangat atas terselesaikannya disertasi ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Rektor, Dekan Fakultas Bahasa dan Seni, Ketua Jurusan Sendratasik, Ketua Program Studi Seni Musik, Universitas Negeri Medan (UNIMED), yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi pada Program Kajian Budaya Program Pascasarjana Universitas Udayana. Disamping itu, juga seluruh dosen Jurusan Sendratasik Universitas Negeri Medan, rekan-rekan sejawat, yang diwakili oleh Ben M Pasaribu MMA (alm) penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan moral, informasi, bantuan, dan motivasi selama ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh pegawai administrasi Program Studi Kajian Budaya, yaitu I Wayan Sukaryawan, S.T., Dra. Ni Luh Witari, Cok Istri Murniati, S.E., Ni Wayan Aryati, S.E., I Putu Hendrawan, I Nyoman Candra, dan I Ketut Budiarsa. Selain itu, juga seluruh pegawai kantor pusat Program
Pascasarjana Universitas Udayana, yang telah membantu dan memberikan kemudahan kepada penulis yang berkaitan dengan urusan administrasi. Penulis
menyampaikan
terima kasih kepada para pejabat
instansi
pemerintahan Kabupaten Karo dan Provinsi Sumatera Utara atas segala bantuan dan kemudahan yang telah diberikan selama proses penelitian ini dilaksanakan. Demikian pula kepada seluruh informan yang telah memberikan banyak informasi dan kemudahan selama kegiatan penelitian ini dilaksanakan. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya sekaligus mohon maaf yang sebesar-besarnya atas hal-hal yang tidak berkenan selama kegiatan penelitian ini dilakukan. Terima kasih yang tulus diucapkan kepada keluarga penulis, Bapa Renceng Thomas Ginting (Alm) yang beramanat kepada penulis ”tidak perlu kaya, uang jangan dikejar, tetapi kejarlah ilmu setinggi-tingginya” dan Ibunda tercinta Lelem Br Sembiring yang selalu mendoakan, dan memberikan motivasi serta semangat hingga selesainya disertasi ini. Kepada istriku tercinta Ely Br Sitepu yang dengan sabar menanti kembalinya suami dari Bali dan selalu memberikan motivasi beserta putraputri kami Fillinllife Ginting dan Cicio Puelfi Br Ginting. Adinda tersayang Bob King Sidney Ginting dan Athania Rasbina Br Sembiring dan putri kecil mereka Kintan Nayara Br Ginting. Kakanda Erlykasta Br. Ginting dan Abang Abri Barus beserta putra-putrinya Agung Prima Barus, Eviona Br Barus, Cindy Br Barus, yang telah memberikan semangat dan kasih sayangnya. Akhirnya, sekali lagi penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak atas segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi
ini. Semoga disertasi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu bidang seni budaya dan menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya dalam mengeksplorasi tradisi lisan sebagai warisan leluhur yang perlu ”dilestarikan”. Di atas segalanya, kepada Tuhan yang Mahakuasa penulis memanjatkan doa agar anugerah-Nya dilimpahkan untuk kita semua. Denpasar, Juni 2015 Penulis,
Pulumun Peterus Ginting
ABSTRAK Etnik Karo memiliki berbagai jenis upacara dalam tradisinya. Upacara gendang kematian merupakan salah satu upacara yang sangat penting dan mengandung nilai-nilai luhur yang terdapat pada semua unsurnya. Upacara gendang kematian di kalangan etnik Karo telah mengalami banyak perubahan spiritualitas pada zaman globalisasi. Perubahan yang menuju ke arah sekularisasi ini sebagai akibat dari terjadinya persemaian unsur-unsur budaya global ke dalam upacara gendang kematian etnik Karo, seperti perubahan ensambel gendang lima sendalanen menjadi keyboard, yang kemudian melahirkan bentuk dan makna baru. Disertasi ini merupakan hasil kajian terhadap sebuah realitas budaya yang terjadi di kalangan etnik Karo pada era globalisasi, yaitu perubahan spiritualitas upacara gendang kematian pada masyarakat setempat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mengkaji, dan menjelaskan berbagai perubahan yang telah terjadi pada spiritualitas upacara gendang kematian pada etnik Karo. Pembahasan terhadap realitas budaya yang terjadi pada etnik Karo pada era globalisasi ini difokuskan pada tiga permasalahan, yaitu (1) bagaimanakah wujud spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi; (2) faktor-faktor apakah yang memengaruhi spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi; dan (3) Bagaimanakah makna dan strategi pewarisan spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi. Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian kualitatif dengan pendekatan kajian budaya yang bersifat kritis, interdisipliner, dan mulitimensional. Ketiga permasalahan tersebut dibedah menggunakan teori dekonstruksi, teori etnomusikologi, teori komodifikasi, dan teori semiotik. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, studi dokumentasi, dan kepustakaan. Metode analisis yang digunakan deskriptif kualitatif dan interpretatif. Disertasi ini menawarkan tiga hal sebagai simpulan. Pertama, wujud spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo adalah degradasi ke arah sekularisasi terhadap nilai-nilai spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo. Kedua, faktor-faktor yang memengaruhi spiritualitas pada upacara gendang kematian etnik Karo mencakup internal (masyarakat pendukung, kreativitas seniman) dan eksternal (kristenisasi, industri budaya, media elektronik). Ketiga, makna spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo meliputi spiritualitas pramodern, modern, postmodern, perubahan sosial budaya dan strategi pewarisan melalui keluarga, masyarakat, pemerintah dan melalui revitalisasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa perjumpaan dan interaksi antara budaya lokal dan budaya global di kalangan etnik Karo telah meminggirkan nilai-nilai budaya lokal dan mendapatkan nilai baru. Akibatnya, upacara gendang kematian di kalangan etnik Karo mengalami degradasi ke arah sekularisasi. Kata kunci: spiritualitas, upacara gendang kematian, etnik Karo, era globalisasi
ABSTRACT Karo ethnic has various kinds of ceremonies in its tradition. The gendang ceremony of death is one of the most important ceremonies and embodies noble values that contained in all of its elements. The gendang ceremony of death in the Karo ethnic has undergone many changes in terms of spirituality in the age of globalization. A change toward secularization is as a result of the influence of global cultural elements into the gendang ceremony of death of the Karo ethnic like ensemble gendang lima sendalanen change to keyboard who gave birth to a new form and meaning. This dissertation is the result of a study of the cultural realities that occur among the Karo ethnic in this age of globalization, namely the change in the spirituality the gendang ceremony of death in the local people of Karo. This study aims to identify and to analyze, as well as to explain the various changes that have occurred in the spirituality of the gendang ceremony of death of the Karo ethnic. The discussion of the cultural reality that occurs in the Karo ethnic in the age of globalization has been focused on three issues, namely (1) How is the form of changes in the spirituality of the gendang ceremony of death in Karo ethnic in this age of globalization; (2) What factors are causing changes in the spirituality of the gendang ceremony of death of the Karo ethnic in this age of globalization; and (3) What is the meaning of spirituality change of the gendang ceremony of death in the Karo ethnic in this age of globalization. The study was designed as a qualitative study of critical, interdisciplinary and multidimensional cultural studies approach. The three problems mentioned above were analyzed by using deconstruction, ethnomusicology, co-modification and semiotic theories. The study used descriptive qualitative and interpretative methods of analysis. The data were collected by observation, in-depth interviews, and documentation as well as library studies. This dissertation offers three things in conclusion. First, the form of spiritual change in the gendang ceremony of death of the Karo ethnic, is the degradation toward secularization of spiritual values of the gendang ceremony of death, among the Karo people. Second, the factors that cause changes in spirituality in gendang ceremony of death in the Karo ethnic include the internal factors (community support, creativity, innovation of artists) and the external factors (Christianization, the pressure of foreign culture, and the cultural industries). Third, the meanings of changes in the spirituality of funeral ceremony of the Karo ethnic include the representation of identity, the cultural secularization, social change of the Karo people and inheritance strategy through family, community, government and revitalization. This study shows that the encounter and interaction between the local and the global culture among the Karo ethnic has marginalized the local cultural values and they obtain new meanings. Consequently, the gendang ceremony of death among the ethnic of Karo has undergone degradation toward secularization.
Keywords:
spirituality, gendang ceremony of death, the Karo ethnic, the era of globalization.
RINGKASAN DISERTASI SPIRITUALITAS UPACARA GENDANG KEMATIAN ETNIK KARO PADA ERA GLOBALISASI Disertasi ini merupakan hasil kajian terhadap sebuah realitas budaya yang terjadi di kalangan etnik Karo pada era globalisasi, yaitu perubahan spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo. Perubahan yang menuju ke arah sekularisasi ini sebagai akibat dari terjadinya persemaian unsur-unsur budaya global ke dalam upacara gendang kematian etnik Karo yang kemudian melahirkan bentuk dan makna baru. Dalam perspektif kajian budaya, penelitian ini mengangkat realitas lapangan yang empiris berkaitan dengan permasalahan globalisasi kebudayaan. Fenomena pergeseran dari alat musik tradisional gendang lima sendalanen mengalami degradasi ke arah sekularisasi, yaitu keyboard yang merupakan salah satu unsur dari ritual upacara gendang kematian etnik Karo. Hal ini merupakan representasi dari bertemunya spiritualitas etnik Karo dengan rasionalitas modern, sebuah penanda absurditas dalam kebudayaan Karo pada era globalisasi. Sebagai sebuah tradisi lisan, upacara gendang kematian etnik Karo belum mendapat perhatian peneliti budaya di Indonesia di tengah berkembangnya pemikiran “lokal genius” dan di tengah derasnya pengaruh modernisme yang menggusur nilai-nilai lokal. Upacara gendang kematian etnik
Karo
terdiri atas lima unsur (peristiwa), yaitu gendang lima
sedalanen (musik), landek (tari), nuri-nuri (petuah), ngandung (tangisan), dan rende (nyanyian). Upacara gendang kematian pada awalnya berbentuk sakral dan memiliki nilai-nilai
religi
yang
tinggi.
Westernisasi,
modernisasi,
dan
globalisasi
menyebabkan upacara gendang kematian mengalami degradasi ke arah sekularisasi, seperti gendang lima sendalanen berubah dan digantikan oleh sebuah instrumen modern, yaitu
keyboard ditambah dengan ensambel musik tiup. Selain itu,
kaitannya dengan nilai-nilai kehidupan etnik Karo bertendensi ekonomi.
Karena begitu kompleksnya permasalahan
spiritualitas upacara gendang
kematian etnik Karo pada era globalisasi, maka penelitian ini difokuskan ke dalam tiga pertanyaan dalam masalah. Pertama, bagaimanakah wujud spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi? Kedua faktor-faktor apakah yang memengaruhi upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi? Ketiga, bagaimanakah
makna spiritualitas
dan strategi pewarisan upacara gendang
kematian etnik Karo pada era globalisasi? Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan memahami spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi. Di samping itu, juga ingin mengetahui dan memahami fenomena budaya lokal di daerah Karo dalam persfektif kajian budaya. Tujuan lainnya adalah mengungkapkan latar belakang terjadinya perubahan upacara gendang kematian. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk mengetahui wujud spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi, memahami faktor-faktor yang memengaruhi upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi, dan menginterpretasi makna spiritualitas dan mengetahui strategi pewarisan upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi dalam khazanah kebudayaan masyarakat pendukungnya. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik teoretis maupun praktis. Manfaat teoretis temuan yang dihasilkan penelitian ini memberikan kontribusi pada khazanah ilmu pengetahuan khususnya di bidang kajian budaya, terutama yang berkaitan dengan keberadaan upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi. Penelitian ini juga bermanfaat dalam pengembangan wawasan ilmu pengetahuan, tidak saja di bidang kajian budaya, tetapi juga secara meluas dan bersifat multidisipliner. Di pihak lain manfaat praktis penelitian ini merupakan upaya intelektual dalam memberikan proses pemahaman, pencerahan, dan emansipatoris yang dapat digunakan untuk memperbaiki kondisi sosial budaya melalui suatu proses ilmiah. Di samping itu, memberikan sumbangan pemikiran bagi peningkatan kehidupan masyarakat dalam hal spiritualitas serta bermanfaat
sebagai sumbangan pemikiran kepada pemerintah dalam konteks penggalian nilainilai budaya lokal. Untuk menjawab permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai, diguanakan metode kualitatif dengan pendekatan kajian budaya yang bersifat kritis, interdisipliner, dan multidimensional. Adapun data diperoleh melalui studi kepustakaan, studi dekomentasi, observasi, dan wawancara. Setelah dilakukan verifikasi, data kemudian dianalisis dengan beberapa teori yang relevan, seperti teori dekonstruksi, teori etnomusikologi, teori komodifikasi, dan teori semiotik. Temuan penelitian ini mencakup tiga hal. Pertama, wujud spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi meliputi (a) upacara kematian masyarakat Karo, yang mengungkapkan kematian adalah kehidupan yang sesungguhnya, di dalam kematian ada kehidupan dan di dalam kehidupan ada kematian; (b) wujud gendang lima sendalanen; yang mencakup kosmologi masyarakat Karo; (c) wujud landek (menari) yang mencakup landek adat istiadat dan landek ritual; (d) wujud nuri-nuri (petuah); (e) wujud ngandung (tangisan); (f) wujud rende perkolong-kolong(bernyanyi), dan (g) wujud keyboard serta wujud trompet (ensambel tiup). Kedua, faktor-faktor yang memengaruhi spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi adalah sebagai berikut. (a) Faktor internal yang meliputi masyarakat pendukung gendang kematian tidak dilihat secara sempit dan terbatas pada genealogis dan teritorial grafis, tetapi etnik Karo yang terhimpun dalam satu komunitas organisasi sosial kemasyarakatan kekaroan di mana pun mereka berada. Kreativitas seniman dan budayawan, dalam upacara gendang kematian merupakan akumulasi dari pemikiran-pemikiran kreatif orang Karo sepanjang zaman hingga kekinian. Identitas Karo, yang erat hubungannya dengan faktor ekonomi dan politik budaya serta praktik-praktik sebagai penanda identitas budaya. (b) Faktor eksternal yang meliputi kristenisasi, yang membekaskan kesan yang ambivalen dan menyebabkan keretakan-keretakan dalam batin orang Karo. Selanjutnya tekanan budaya asing yang menciptakan orang Karo menjadi masyarakat
komoditas yang meliputi unsur-unsur di dalamnya sudah terstandardisasi. Industri budaya sebagai salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi upacara gendang kematian. Ketiga, spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo merupakan bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat sehingga dapat dipandang sebagai sebuah tanda dan simbol, yakni sesuatu yang harus diberikan makna. Upaya mengungkap makna yang tersembunyi di balik upacara gendang kematian etnik Karo dapat ditelusuri dari proses transformasi budaya dengan membaca ”tanda zaman” dan dari terjadinya proses dialog budaya sejalan dengan nilai-nilai yang dihasilkannya bermakna spiritualitas. Upacara gendang kematian etnik Karo merepresentasikan spiritualitas lewat tanda-tanda dan simbol di luar dirinya. Secara umum, ada tiga pemaknaan mendasar yang terungkap dari latar belakang, wujud dan faktor-faktor yang memengaruhi spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi yang menyangkut nilai-nilai dasar atau filosofi kehidupan masyarakatnya, yakni makna spiritualitas pramodern, modern, dan postmodern. Makna spiritualitas pramodern etnik Karo melalui gendang lima sedalanen yang memiliki fungsi sebagai iringan musik dan tari dalam upacara gendang kematian sebagai “perekat” dari semua unsur yang ada dalam upacara. Selain itu, juga digunakan sepanjang prosesi kematian, yang mengandung berbagai pesan dan harapan bagi keluarga yang ditinggalkan serta makna hubungan antara gendang lima sedealanen, baik instrumen maupun bunyi (musik), yang dihasilkannnya dengan sistem kekerabatan yang ada pada etnik Karo. Landek (menari) yang mencakup landek adat istiadat dan landek ritual, yang memaknai gerak sebagai sebuah simbol yang menjadi filosofi etnik Karo. Nuri-nuri (petuah), menunjukkan duka keluarga sekaligus memberikan penghormatan kepada kalimbubu yang disampaikan melalui nuri-nuri. Ngandung (tangisan), penyampaian belasungkawa dan sekaligus meneguhkan hati pihak keluarga disampaikan melalui tangisan atau ratapan. Rende (vokal/bernyanyi) yang sering digunakan pada upacara-upacara adat yang ada pada masyarakat Karo khususnya upacara gendang
Spiritualitas modern menyangkut pergeseran besar dari pemahaman diri komunal ke pemahaman diri individualistik. Modernitas tidak melihat masyarakat atau komunitas sebagai yang utama, dengan ”individu” (yang sebagian saja otonom) sebagai produknya, melainkan menganggap masyarakat hanya sebagai kumpulan individu-individu bebas yang secara sukarela bergabung dengan tujuan-tujuan tertentu. Kehadiran keyboard/trompet dalam hal ini bukan bagian dari spiritualitas yang terberi atau terwarisi, melainkan sebuah konstruksi spiritualitas baru yang sarat akan makna kemewahan guna melegitimasi status dan prestise seseorang di depan publik. Dengan demikian, kehadiran keyboard/trompet dalam upacara gendang kematian dapat dikatakan sebagai catatan baru dalam sejarah dinamika spiritualitas kultural etnik Karo. Penggunaan keyboard/trompet pada upacara gendang kematian di atas dapat dikatakan seperti diungkapkan oleh Piliang, sebagai gejala hipertualitas, yakni realitas ritual yang dibangun berdasarkan prinsip-prinsip simulasi sehingga tampak seakan-akan merupakan bagian dari ritual asli. Namun sesungguhnya ia tidak lebih dari ciptaan artifisial yang tidak merujuk pada model-model ritual yang telah baku. Dalam konteks ini ritual diredusir menjadi simbol-simbol yang digunakan untuk menunjukkan identitas. Dengan kata lain, kehadiran keyboard/trompet dalam upacara gendang kematian tersebut merupakan proses semiotisasi ritual, yakni menambahkan muatan pada aspek-aspek ritual dengan makna-makna yang sesungguhnya tidak hakiki. Ritual tersebut dikemas sedemikian rupa dengan dilengkapi atribut-atribut yang tidak berkaitan sama sekali dengan konteks upacara, akan tetapi dikonstruksi sedemikian rupa seakan-akan ia menjadi dari wacana upacara tersebut. Spiritualitas postmodern adalah kebangkitan suatu fakta kosmologi, pandangan dunia, secara pasti menentukan etika dan cara hidup manusia. Oleh sebab itu, dari sudut pandang postmodern masalah kebenaran dan aksi tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Manusia tidak bisa mengatasi masalah yang ditimbulkan
oleh cara-cara manusia mengatur kehidupan individu dan kelompok tanpa menolak pandangan dunia yang mendasarinya. Makna perubahan budaya yng mencakup beralihnya nilai tradisi ke modern adalah teralihkannya orientasi nilai-nilai magis religius dari agama pemena/perbegu ka agama Kristen. Benturan peradaban antara budaya Kristen dan budaya pemena dari agama tradisi etnik Karo masih terasa kental sampai sekarang. Berkaitan dengan degradasi spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi ke arah sekularisasi bermakna pada terkikisnya spiritualitas etnik Karo. Dalam hal ini roh globalisasi yang tidak mungkin dibendung menghadirkan pluralistik di bidang kebudayaan.
Hal ini berpengaruh pada menurunnya kreativitas seniman pada etnik
Karo dengan dimainkannya akord dan harmoni Barat pada keyboard dalam gendang kibod, tampak nyata dari perkembangan teknologi modern yang mempengaruhi musik Karo. Strategi pewarisan yang dilakukan oleh etnik Karo diawali dengan pemahaman dan pemaknaan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Masyarakat pemilik warisan budaya mestinya memahami yang tangible, yaitu warisan budaya yang dapat disentuh, berupa benda konkret, yang pada umumnya berupa benda yang merupakan hasil buatan manusia, dan dibuat untuk memenuhi kebutuhan tertentu dan yang intangible, yaitu warisan budaya yang “tak benda atau tak tersentuh. Revitalisasi merupakan suatu proses menjadikan kebudayaan sebagai suatu yang menjadi bagian terpenting di dalam kehidupan manusia sebelum kehilangan maknanya. Proses revitalisasi, tentunya harus dilakukan secara terorganisir oleh individu pelaku budaya, kelompok komunitas bersama-sama pemerintah yang memiliki kesadaran dan merasa begitu pentingnya warisan budaya. Kesadaran akan pentingnya kebudayaan beserta kearifan lokal yang terkandung di dalamnya timbul sebagai akibat penemuan akan jatidiri, berlatar belakang dari warisan leluhur yang khas dan tidak dapat ditemukan pada daerah lain. Hasil penelitian ini menemukan beberapa hal sebagai temuan baru penelitian. Pertama, tradisi lisan upacara gendang kematian menunjukkan spiritualitas sebagai
nilai-nilai dan komitmen dasariah pada etnik Karo dalam melakukan upacara. Kedua, modernisasi dan globalisasi yang diyakini selama ini—tanpa disadari—tidak menghegemoni, memarginalisasi, dan menggerus tradisi-tradisi lokal, penelitian ini mengungkapkan kebenaran yang terjadi di lapangan. Artinya, hegemoni berjalan dengan konsensus dan kesepahaman bersama. Ketiga, redefinisi upacara gendang kematian dari definisi sebelumnya. Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat ditarik tiga simpulan. Pertama, kematian adalah kehidupan yang sesungguhnya, di dalam kematian ada kehidupan dan di dalam kehidupan ada kematian. Kematian seperti halnya kehidupan adalah bentuk keseimbangan alam sebagaimana dualisme oposisi baik-buruk, siang-malam, kiri-kanan, yang tidak mungkin ada tanpa kehadiran sisi lainnya. Manusia terdiri atas jasmani (kula) dan rohani (tendi). Dengan demikian, dalam upacara gendang kematian etnik Karo tidak asing disebutkan buk mulih ku ijuk (rambut menjadi ijuk), dareh mulih ku lau (darah menjadi air), kesah mulih ku angin (napas menjadi angin), jukut mulih ku taneh (daging menjadi tanah), tulan mulih ku batu (tulang menjadi batu),dan tendi mulih ku begu (roh menjadi hantu). Kedua, spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi mengalami degradasi ke arah sekularisasi yang diakibatkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi masyarakat pendukung upacara gendang kematian dan kreativitas seniman/budayawan.
Di pihak lain faktor
eksternal, yaitu kristenisasi, tekanan budaya asing, dan media elektronik Ketiga, penelitian ini bermakna untuk menguatkan identitas. Penguatan identitas ini terwujud dalam representasi identitas masyarakat Karo melalui gendang lima sedalanen ensambel musik yang terdapat dalam upacara gendang kematian, landek yaitu menari, nuri-nuri petuah-petuah dari sistem kekerabatan, melalui ngandung yaitu ratapan, melalui rende yaitu bernyanyi, melalui keyboard instrumen musik pengganti gendang lima sendalanen, dan melalui trompe sebagai ensambel tiup, serta makna perubahan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa dengan adanya problematik empirik yang belum tergali secara mendalam terkait dengan perubahan spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi, maka saran dan rekomendasi dapat disampaikan. Pertama, para peneliti yang tertarik dengan upacara gendang kematian pada etnik Karo atau penelitian sejenis dengan topik dan permasalahan yang berbeda, maka hasil penelitian ini terbuka untuk dikritik dan terbuka untuk penelitian lanjutan. Artinya, untuk dikaji secara mendalam dan mendapatkan pemahaman yang lebih kritis dan teoretis berbagai dimensi spiritualitas upacara gendang kematian etnik Karo pada era globalisasi. Kedua, penelitian ini dapat dijadikan kontribusi sebagai bahan pertimbangan kepada para pemimpin masyarakat di berbagai strata kehidupan, para penentu kebijakan diberbagai tingkatan, baik ekskutif maupun legislatif, pimpinan organisasi kelembagaan sosial budaya, sanggar seni, seniman, budayawan, praktisi seni
dalam memecahkan
berbagai permasalahan pembangunan untuk kesejahteraan bersama, lebih khususnya pembangunan seni budaya pada era globalisasi. Ketiga, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan bagi perkembangan dan kemajuan disiplin kajian budaya di samping sebagai sumber rujukan utama ataupun sumber alternatif dalam dinamika kreativitas kehidupan berkesenian masyarakat di tanah Karo khususnya, Provinsi Sumatera Utara, dan Indonesia pada umumnya.
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM............................................................................
i
PRASYARAT GELAR......................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………...........
iii
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................
v
UCAPAN TERIMA KASIH..............................................................
vi
ABSTRAK..........................................................................................
xi
ABSTRACT…………………………………………………………..
xii
RINGKASAN DISERTASI...............................................................
xiii
DAFTAR ISI.......................................................................................
xxi
DAFTAR TABEL..............................................................................
xxviii
DAFTAR GAMBAR..........................................................................
xxix
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................
xxxi
GLOSARIUM....................................................................................
xxxii
BAB I PENDAHULUAN................................................................
1
1.1 Latar Belakang............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................
14
1.3 Tujuan penelitian......................................................................
15
1.3.1 Tujuan Umum......................................................................
15
1.3.2 Tujuan Khusus.....................................................................
16
1.4 Manfaat Penelitian................................................................
16
1.4.1 Manfaat Teoretis......................................................
16
1.4.2 Manfaat Praktis.........................................................
17
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN........................................
18
2.1 Kajian Pustaka............................................................................
18
2.2 Konsep........................................................................................
30
2.2.1 Spiritualitas....................................................................
30
2.2.2 Upacara Gendang Kematian............................................
34
2.2.3 Etnik Karo.......................................................................
38
2.2.4 Era Globalisasi...............................................................
40
2.3 Landasan Teori............................................................................
43
2.3.1 Teori Dekonstruksi............................................................
45
2.3.2 Teori Etnomusikologi.......................................................
49
2.3.3 Teori Komodifikasi............................................................
52
2.2.4 Teori Semiotika..................................................................
55
2.4 Model Penelitian..........................................................................
58
BAB III METODE PENELITIAN................................................
61
3.1 Rancangan Penelitian……………………………………….......
61
3.2 Lokasi Penelitian………………………………………………..
62
3.3 Jenis Data dan Sumber Data…………………………………….
63
3.4 Penentuan Informan………………………………...…………..
65
3.5 Instrumen Penelitian…………………………………………....
66
3.6 Teknik Pengumpulan Data..........................................................
67
3.6.1 Observasi.............................................................................
67
3.6.2 Wawancara..........................................................................
69
3.6.3 Studi Dokumen....................................................................
71
3.7 Teknik Analisis Data....................................................................
72
3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data.........................................
74
BAB IV GAMBARAN UMUM ETNIK KARO DAN UPACARA GENDANG KEMATIAN..................
75
4.1 Gambaran Umum Etnik Karo............................................
75
4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis............................................
76
4.1.2 Asal Usul Etnik Karo......................................................
82
4.1.3 Politik dan Pemerintahan...................................................
85
4.1.4 Sistem Kekerabatan...........................................................
94
4.1.5 Mata Pencaharian...............................................................
104
4.1.6 Kepercayaan dan Agama...................................................
106
4.1.6.1 Begu dalam Kepercayaan Etnik Karo...........………
109
4.1.6.2 Guru/ Dukun..........................................................
115
4.1.6.3 Katika Hari dalam Kalender Karo...................... 4.1.6.4 Kedai Kopi.............................................................
122 126
4.1.6.5 Jambur / Losd........................................................ 4.2 Gambaran Umum Upacara Gendang Kematian………………
130 132
4.2.1 Jenis Kematian…………………………………………...
133
4.2.2 Gendang/ Musik………………………………………….
135
4.2.2.1 Gendang Lima Sendalanen………………………
136
4.2.2.2 Gendang Telu Sendalanen.....................................
137
4.2.2.3 Gendang Lima Puluh Kurang Dua………………
138
4.2.2.4 Instrumen Nonensambel………………………..
140
4.2.2.5 Musik Vokal Etnik Karo………………………..
141
4.2.2.6 Gendang Kibod/ Keyboard………………………
143
4.2.2.7 Gendang Trompet/ Ensambel Tiup………………
144
BAB V WUJUD SPIRITUALITAS UPACARA GENDANG KEMATIAN ETNIK KARO PADA ERA GLOBALISASI............................................
147
5.1 Wujud Upacara Kematian Etnik Karo.........................................
149
5.1.1 Wujud Upacara Perpisahan /Sirang-sirang ......................
152
5.1.2 Wujud Usungan Mayat/ Pating-pating..............................
155
5.1.3 Wujud Kuburan/ Pendawanen...........................................
160
5.1.4 Wujud Pembakaran Mayat/ Pekualuh..............................
162
5.1.5 Wujud Memanggil Roh/ Perumah Begu...........................
164
5.1.6 Wujud Mengangkat Tulang/ Ngampeken Tulan-Tulan....
167
5.2 Wujud Gendang Lima Sendalanen.............................................
168
5.2.1 Wujud Sarune....................................................................
172
5.2.2 Wujud Gendang Singindungi dan Singanaki.....................
174
5.2.3 Wujud Penganak dan Gung...............................................
177
5.3 Wujud Menari/ Landek...............................................................
178
5.4 Wujud Petuah-petuah/ Nuri-nuri.................................................
182
5.5 Wujud Menangis/ Ngandung.......................................................
184
5.6 Wujud Menyanyi/ Rende............................................................
186
5.7 Wujud Keyboard/ Gendang Kibod..............................................
189
5.8 Wujud Ensambel Tiup/ Trompet..................................................
192
BAB VI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SPIRITUALITAS UPACARA GENDANG KEMATIAN ETNIK KARO PADA ERA GLOBALISASI………… 195 6.1 Faktor Internal..............................................................................
197
6.1.1 Faktor Masyarakat Pendukung Gendang Kematian..........
199
6.1.2 Faktor Kreativitas Seniman/Budayawan............................
206
6.2 Faktor Eksternal...........................................................................
214
6.2.1 Faktor Kristenisasi.............................................................
217
6.2.2 Faktor Industri Budaya......................................................
236
6.2.3 Faktor Media Elektronik...................................................
244
BAB VII MAKNA SPIRITUALITAS DAN STRATEGI PEWARISAN UPACARA GENDANG KEMATIAN ETNIK KARO PADA ERA GLOBALISASI......................................... 248 7.1 Makna Spiritualitas….. ……………...…………………………. 7.1.1 Makna Spiritualitas Pramodern…………………………..
250 261
7.1.2 Makna Spiritualitas Modern.........………………………
313
7.1.3 Makna Spiritualitas Postmodern…………………………
322
7.2 Makna Perubahan Budaya………………………………………
325
7.2.1 Beralihnya Nilai Spiritualitas Tradisi ke Modern…………
326
7.2.2 Terkikisnya Spiritualitas Etnik Karo……………………..
331
7.2.3 Menurunnya Kreativitas Seniman…………………………
343
7.3 Makna Perubahan Kehidupan Sosial…………………………….
348
7.4 Strategi Pewarisan………………………………………………..
353
7.4.1 Pewarisan Melalui Keluarga, Masyarakat, Pemerintah…..
353
7.4.2 Pewarisa Melalui Revitalisasi…………………………….
362
7.5 Temuan Penelitian………………………………………………..
370
7.6 Refleksi……………………………………………………………
373
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN.........................................
377
8.1 Simpulan......................................................................................
377
8.2 Saran.............................................................................................
380
DAFTAR PUSTAKA........................................................................
382
LAMPIRAN.......................................................................................
396
Lampiran 1 Daftar Informan..................................................
396
Lampiran 2 Pedoman wawancara..........................................
399
Lampiran 3 Peta Wilayah.......................................................
402
Lampiran 4 Daftar Foto.........................................................
403
TABEL Tabel Tabel 4.2
Halaman Bupati yang pernah menjabat di Kabupaten Karo……….. 91
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
Gambar 2.1
Model Penelitian…………………………………… ……
58
Gambar 3.1
Observasi Upacara Gendang Kematian………………….
68
Gambar 3.2
Wawancara Upacara Gendang Kematian………………... 70
Gambar 4.1
Peta Sumatera dan Sumatera Utara……………………… 77
Gambar 4.2
Peta Kabupaten Karo…………………………………….. 80
Gambar 4.3
Rumah Adat Karo di Desa Dokan....................................... 88
Gambar 4.4
Kantor Bupati Kabupaten Karo........................................... 93
Gambar 4.5
Rakut Sitelu dalam Sistem Kekerabatan Masyarakat Karo. 97
Gambar 4.6
Aksara Karo........................................................................ 103
Gambar 4.7
Musik dan Tari Karo Sekitar Tahun 1900-an....................
Gambar 5.1
Usungan Mayat................................................................... 156
Gambar 5.2
Usungan Mayat Pating-pating Lige-lige............................. 157
Gambar 5.3
Usungan Mayat Lante Empat Mbeka.................................. 158
Gambar 5.4
Usungan Mayat Tandu Sapo-sapo...................................... 159
Gambar 5.5
Usungan Mayat Tandu Kejeren.......................................... 160
Gambar 5.6
Pembakaran Mayat.............................................................. 163
Gambar 5.7
Mengangkat Tulang/ Ngampeken Tulan-tulan................... 168
Gambar 5.8
Repertoar Lagu Simelungen Rayat……………………….. 171
Gambar 5.9
Ensambel Gendang Lima Sendalanen................................. 172
114
Gambar 5.10 Instrumen Sarune................................................................. 173 Gambar 5.11 Instrumen Gendang Singanaki dan Gendang Singindungi. 176 Gambar 5.12 Instrumen Gung dan Penganak........................................... 178 Gambar 5.13 Landek/Menari dalam Upacara Gendang Kematian............ 181 Gambar 5.14 Nuri-nuri pada Upacara Gendang Kematian....................... 183 Gambar 5.15 Ngandung/Meratap pada Upacara Gendang Kematian....... 185 Gambar 5.16 Rende atau Bernyanyi pada Upacara Gendang Kematian.... 188
Gambar 5.17 Organ Tunggal/Kibod pada Upacara Gendang Kematian… 191 Gambar 5.18 Trompet/Ensambel Tiup pada Upacara Gendang Kematian. 193 Gambar 7.1
Bagian-bagian Sarune…………………………………….. 268
Gambar 7.2
Gendang Singindungi dan Singanaki……………………... 273
Gambar 7.3
Melodi Sarune dalam Upacara Gendang Kematian………. 286
Gambar 7.4
Ritmis Gendang Singanaki……………………………….. 288
Gambar 7.5
Ritmis Gendang Singindungi……………………………... 289
Gambar 7.6
Ritmis Gung dan Penganak………………………………. 291
Gambar 7.7
Landek dalam Gendang Guro-Guro Aron………………… 294
Gambar 7.8
Landek dalam Upacara Gendang Kematian……………….. 297
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
Lampiran 1
Daftar Informan………………………………………….. 396
Lampiran 2
Pedoman Wawancara…………………………………….
399
Lampiran 3
Peta wilayah Penelitian…………………………………..
402
Lampiran 4
Daftar Foto……………………………………………….
403
GLOSARIUM
aerofon
: golongan instrumen musik yang menggunakan sumber bunyi aero atau udara. Istilah untuk bagian alat musik tiup dengan hawa atau udara sebagai sumber suaranya. Misalnya, sarune pembawa melodi dalam ensambel gendang lima sedalanen pada upacara gendang kematian.
anak beru
: pihak yang mengambil istri dari sebuah keluarga tertentu untuk diperistri.
begu
: masyarakat Karo percaya bahwa “tendi” (roh) orang yang telah meninggal masih dapat, baik memberikan pertolongan maupun mengganggu manusia, yang masih hidup dalam bentuk “ begu”.
belo kinapur
: kapur sirih.
bere-bere
: merga dari keluarga ibu.
beru
: merga yang disandang di belakang nama seorang perempuan.
beru dayang
: sosok wanita yang diyakini ada di bulan dan wujudnya ditampakkan melalui pelangi.
beru puhun
: anak perempuan dari kalimbubu ayah.
beru singumban
: anak perempuan dari kalimbubu anak.
birawan
: orang yang sedang sakit karena terkejut dan diyakini oleh masyarakat sebagai akibat adanya sapaan oleh makhluk halus.
buk mulih ku ijuk
: rambut menjadi ijuk.
cimpa
: sejenis kue atau makanan yang terbuat dari tepung terigu.
dagangen
: kain putih yang biasa digunakan, baik untuk menutup maupun membungkus mayat.
dareh mulih ku lau : darah yang berubah menjadi air.
Dibata si la idah
: Tuhan yang tidak kelihatan, disebut dengan Dibata kaci-kaci yang mempunyai tiga wilayah kekuasaan, yaitu dunia atas (Guru batara), dunia tengah (Padukah ni aji), dan dunia bawah (Banua koling).
Dibata si idah
: Tuhan yang kelihatan, yaitu kalimbubu yang merupakan unsur terhormat atau golongan yang disegani. Orang yang menghormati kalimbubunya akan memperoleh banyak rezeki dan kesehatan. Oleh karena itu, ia disebut dibata si idah.
didong doah
: nyanyian seorang ibu ketika menidurkan anaknya (lillaby).
endek
: gerakan tari yang dilakukan dengan menekuk lutut.
erpangir kulau
: komunikasi transendental dalam hubungan komunikasi antara manusia dan roh gaib dengan menggunakan seorang dukun sebagai mediatornya. Adapun tujuan seseorang / keluarga tertentu melaksanakan ritual erpangir ku lau ini adalah untuk menemukan dan dapat berkomunikasi dengan kekuatankekuatan di luar kemampuan manusia, terutama yang berkaitan dengan penyembuhan suatu penyakit, membuang sial di badan, menabalkan seseorang menjadi guru, dan membersihkan diri dari yang kotor.
erturang
: antara seorang laki-laki dan seorang perempuan ber merga yang sama.
ertutur
: berkenalan untuk mendekatkan hubungan kekerabatan.
gbkp
: Gereja Batak Karo Protestan
gendang
: biasanya pengertian kata gendang tergantung dari kata yang mengikutinya. Misalnya (1) gendang lima sendalanen, kata gendang di sini mengandung arti ensambel musik tertentu, (2) gendang simalungun rayat, kata gendang mengandung arti nama sebuah lagu, (3) gendang singindungi atau gendang singanaki, kata gendang menunjukkan salah satu jenis alat musik, (4) gendang kematian atau gendang nurun, kata gendang menjadi suatu upacara.
gendang kibod
: sebutan atau istilah lazim diucapkan oleh masyarakat Karo terhadap jenis irama yang diprogram secara khusus di dalam keyboard, pada upacara kematian.
gung
: instrumen musik (ideofon) yang berfungsi sebagai ritmis konstan dalam ensambel gendang lima sedalanen pada upacara gendang kematian.
guro-guro Aron
: sebuah upacara tradisi yang dilakukan oleh muda-mudi di setiap kuta (desa) yang dilaksanakan setiap tahun sebagai ungkapan rasa gembira dan rasa syukur kepada Dibata atas keberhasilan mereka.
guru
: orang yang dapat berkomunikasi dengan roh gaib dan dapat mengobati penyakit dan sekaligus sebagai peramal.
ideofon
: instrumen musik yang sumber bunyinya berupa badan alat musik itu sendiri. Misalnya gung dan penganak.
io-io
: nyanyian yang mengandung ungkapan rasa rindu.
jambur
: sejenis aula besar sebagai tempat upacara, baik perkawinan, kematian dilaksanakan.
jinujung
: makhluk halus yang dipunyai seseorang yang memberikan keahlian dan kelebihan pada seseorang itu dan mengucapkan melalui mang-mang dan mantra-mantra.
jukut mulih kutaneh : daging berubah menjadi tanah. jungut-jungut
: iringan sarune ketika seorang bernyanyi, nuri-nuri, dan ngandung pada upacara gendang kematian.
kade-kade
: kerabat yang terdapat dalam sistem kemasyarakatan.
kalimbubu
: pihak keluarga senina pemberi istri.
kalimbubu dareh
: saudara laki-laki dari ibu kandung, bagi seorang laki-laki dan seorang perempuan yang tidak/belum menikah. Perempuan menikah kalimbubu dareh nya, yaitu ayah atau saudaranya.
katika
: hari dalam kalender Karo.
katoneng-katoneng : musik vokal etnik Karo yang memiliki garis melodi baku, tetapi lirik atau teks lagu tersebut senantiasa berubah dan disesuaikan dengan satu konteks upacara.
kerja tahun
: pesta tahunan yang diadakan setiap tahun di sebuah dataran tinggi Karo.
kesah jadi angin
: napas menjadi angin.
keteng-keteng
: instrumen musik Karo yang terbuat dari bambu, yang berfungsi sebagai pembawa ritem dimaikan dengan cara dipukul.
landek
: menari secara berhadapan antara dua kelompok tertentu. Konsep landek berhadap-hadapan dalam aktivitas menari Karo terbagi atas dua bentuk, yaitu landek adat dan landek hiburan.
lau meciho
desa
: air jernih (suci) yang digunakan pada upacara penguburan.
mang-mang
: sejenis nyanyian yang terdapat pada masyarakat Karo. Orang yang menyajikan mangmang adalah dukun (guru sibaso). Guru Sibaso menyajikan mangmang pada masa menjalankan upacara ritual tertentu dengan cara bernyanyi, tanpa iringan musik. Terdapat dua jenis upacara ritual sebagai konteks penyajian mangmang, yaitu erpangir ku lau (upacara ritual penyucian diri) dan raleng tendi (upacara ritual memanggil roh manusia).
membranofon
: instrumen musik yang sumber bunyinya berupa membran atau selaput kulit. Misalnya, gendang singindungi dan gendang singanaki.
mengket jabu
: upacara memasuki rumah baru.
merga silima
: ada lima merga yang dikenal pada masyarakat Karo, yaitu merga Karo-karo, Tarigan, Ginting, Sembiring, dan Peranginangin. Kelima merga ini disebut merga silima.
morah-morah
: utang adat bagi orang yang meninggal untuk diberikan kepada kalimbubunya.
narsarken rimah
: perjamuan makan sesuai dengan kemampuan dan menari berganti-ganti menurut adat yang berlaku, sebagai suatu pemberitahuan kepada sukut bahwa kerabat yang datang dari tempat jauh akan pulang.
nendung
: aktivitas seorang dukun dalam meramalkan sesuatu atau seseorang yang hilang atau pergi tanpa memberi tahu ke mana kepergiannya.
nereh-empo
: berasal dari dua pihak, yaitu nereh dari pihak perempuan dan empo dari pihak laki-laki, yang dilanjutkan pada upacara perkawinan.
ngandung
: pengungkapan isi hati dengan cara menangis. Ngandung dalam upacara gendang kematian adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan pihak kelompok yang punya kerja.
ngarkari
: upacara pemutusan hubungan dengan orang yang meninggal.
ngerana
: memberikan petuah-petuah, baik dari kelompok yang mempunyai upacara maupun dari pihak kekerabatan yang turut serta dalam upacara tersebut.
nuri-nuri
: kata-kata yang diutarakan pada upacara gendang kematian yang berisikan kata pengapul (kata hiburan, ajaran, dan nasihat)
odak
: gerakan tari, baik ketika melangkah maju dan mundur maupun serong ke kiri dan ke kanan.
ole
: goyangan atau ayunan badan saat menari.
patam-patam
: repertoar lagu yang bertempo cepat, baik dalam tarian mudamudi maupun upacara ritual.
pating-pating
: usungan atau tandu yang digunakan untuk membawa mayat ke kuburan.
pasu-pasu
: berkat atau pemberkatan.
pendawanen
: tempat penguburan umum.
penganak
: instrumen musik (ideofon) yang berfungsi sebagai ritmis konstan dalam ensambel gendang lima sedalanen yang digunakan pada upacara gendang kematian.
penggual
:
pamanggilan sendalanen.
terhadap
pemain
musik
gendang
lima
perkade-kaden
: kekerabatan dalam masyarakat.
perkolong-kolong
: sebutan kepada penyanyi yang dipanggil pada upacara gendang kematian untuk menyampaikan nasihat, penghormatan, pujian, doa, harapan, dan sebagainya.
perumah begu
: menghindari hal-hal yang tidak diinginkan masyarakat Karo dengan melakukan upacara pemanggilan roh-roh manusia yang sudah mati.
puang kalimbubu
: kalimbubu dari kalimbubu seseorang, baik dari pihak ibu maupun pihak ayah.
rakut sitelu
: kelengkapan lembaga sosial kemasyarakatan yang terdiri atas tiga kelompok, yaitu senina, kalimbubu dan anak beru.
raron
: sekelompok orang yang bertetangga atau yang berkerabat secara bersama-sama mengerjakan tanah pertaniannya dengan cara bergiliran.
rende
: pada mulanya rende (vokal) disebut didong-didong yang digunakan untuk menyampaikan doa atau memuja seseorang, menidurkan anak. Lalu didong-didong kemudian berkembang menjadi lagu. Lagu adalah sebuah nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang perende-rende, kemudian perende-rende dikenal dengan permangga-mangga dan kini berubah menjadi perkolong-kolong.
rengget
: cengkok (kekhasan) yang terdapat dalam melodi gendang Karo, baik dalan instrumen maupun dalam vokal/nyanyian.
rubia-rubia
: jenis makhluk bergerak di luar diri manusia.
sangkep nggeluh
sarune
: pribadi atau keluarga/merga tertentu yang dikelilingi oleh senina, anak beru, dan kalimbubu-nya. Dalam melaksanakan upacara adat tertentu, seperti perkawinan, kematian, memasuki rumah baru, dan lain-lain sangkap nggeluh akan diketahui apabila sudah jelas siapa sukut dalam upacara tersebut. : instrumen musik (aerofon) yang berfungsi sebagai pembawa melodi dalan upacara gendang kematian.
senina
: mereka yang bersaudara karena mempunyai merga atau submerga yang sama. Sekalipun tidak dalam satu merga, biasanya masih dalam satu induk merga.
sierjabaten
: pemain musik atau gendang dalam sebuah ensambel yang berfungsi sebagai pengiring dalam upacara gendang kematian masyarakat Karo.
sukut
: adalah orang yang berhajatan dan orang tuanya, dalam acara adat kematian sukut adalah janda atau duda dan anak laki-laki dari yang meninggal (keluarga dari orang yang meninggal). Atau dalam acara memasuki rumah baru (mengket rumah) sukut adalah pemilik rumah baru tersebut.
tabas
: mantra-mantra yang dinyanyikan oleh guru (dukun) dalam pengobatan tradisional.
tangis-tangis
: nyanyian yang berisi tentang kesedihan atau penderitaan seseorang.
tendi jadi begu
: roh yang berubah menjadi hantu.
trompet
: ensambel tiup yang digunakan dalam upacara gendang kematian dikenal dengan sebutan trompet.
tutur siwaluh : merupakan konsep kekerabatan etnik Karo yang terdiri atas delapan golongan, yaitu puang kalimbubu, kalimbubu, sembuyak, senina, senina sipemeren, senina siparibanen/sipengalon, anak beru, dan anak beru minteri.